proposal skripsi

53
1 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Otonomi daerah merupakan tema lama yang nampaknya selalu menemukan aktualisasi dan relevansinya. Dikatakan tema lama karena pasal 18 Undang Undang Dasar 1945 sendiri telah memberikan landasan yang jelas tentang eksistensi daerah. Seiring dengan ditetapkannya Undang Undang Dasar itu, sejak itupula pengaturan tentang otonomi daerah dalam perundang undangan mulai diperdebatkan. Pertama kali dengan Undang Undang Nomor I Tahun 1945, kemudian Undang Undang Nomor 22 Tahun 1948 dan seterusnya sampai terakhir Undang Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang pemerintah daerah, yang akan memberikan landasan yuridis kepada otonomi daerah secara proporsional (Ryaas Rasyid, 1999). Pembangunan jangka panjang Negara Indonesia telah mengalami beberapa kali pergeseran. Pergeseran pergeseran ini antara lain terlihat pada adanya pergeseran wacana dari proses perencanaan top down menuju proses perencanaan bottom up (perencanaan yang interaktif), dari pembangunan untuk rakyat menjadi pembangunan bersama rakyat, dan dari pendekatan politik yang terbatas menuju pendekatan politik yang lebih terbuka.

Upload: sena-pamuji

Post on 05-Jul-2015

5.328 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

Tugas Ekonomi Wilayah dan Perkotaan.Terdiri dari bab I dan IImerangkum beberapa sumber: skripsi, buku referensi dan internet

TRANSCRIPT

Page 1: Proposal Skripsi

1

1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Penelitian

Otonomi daerah merupakan tema lama yang nampaknya selalu menemukan

aktualisasi dan relevansinya. Dikatakan tema lama karena pasal 18 Undang – Undang

Dasar 1945 sendiri telah memberikan landasan yang jelas tentang eksistensi daerah.

Seiring dengan ditetapkannya Undang – Undang Dasar itu, sejak itupula pengaturan

tentang otonomi daerah dalam perundang – undangan mulai diperdebatkan. Pertama kali

dengan Undang – Undang Nomor I Tahun 1945, kemudian Undang – Undang Nomor 22

Tahun 1948 dan seterusnya sampai terakhir Undang – Undang Nomor 22 Tahun 1999

tentang pemerintah daerah, yang akan memberikan landasan yuridis kepada otonomi

daerah secara proporsional (Ryaas Rasyid, 1999).

Pembangunan jangka panjang Negara Indonesia telah mengalami beberapa kali

pergeseran. Pergeseran – pergeseran ini antara lain terlihat pada adanya pergeseran

wacana dari proses perencanaan top – down menuju proses perencanaan bottom – up

(perencanaan yang interaktif), dari pembangunan untuk rakyat menjadi pembangunan

bersama rakyat, dan dari pendekatan politik yang terbatas menuju pendekatan politik

yang lebih terbuka.

Page 2: Proposal Skripsi

2

Sejalan dengan pergeseran tersebut, dalam bidang Pemerintah Daerah, pemerintah

telah menyusun sebuah gagasan tentang Rencana Strategis Pengembangan Pemerintah

Daerah (Restra Pemda). Dalam rencana pengembangan Pemerintah Daerah tersebut

terdapat enam bidang yang akan dirancang perencanaannya; yaitu penataan wilayah,

distribusi urusan pemerintahan, kelembagaan dan personalia, system keuangan daerah,

pemerintahan perkotaan dan lembaga ekonomi daerah.

Bidang – bidang yang direncanakan dalam rencana strategis tersebut memang

menyangkut salah satu isu yang paling strategis dalam pendekatan pembangunan yang

terdesentralisasi, yaitu tentang perlunya penataan kembali otonomi daerah.

Prinsip otonomi daerah menggunakan prinsip otonomi seluas – luasnya, dalam arti

daerah diberi kewenangan untuk mengurus dan mengatur semua urusan pemerintahan di

luar yang menjadi urusan pemerintah pusat. Daerah memiliki kewenangan membuat

kebijakan daerah untuk member pelayanan, peningkatan peran serta, prakarsa, dan

pemberdayaan masyarakat yang bertujuan pada peningkatan kesejahteraan rakyat. Sejalan

dengan prinsip tersebut dilaksanakan pula prinsip otonomi yang nyata dan

bertanggungjawab. Prinsip otonomi nyata adalah suatu prinsip bahwa untuk menangani

urusan pemerintahan dilaksanakan berdasarkan tugas, wewenang, dan kewajiban yang

telah ada dan berpotensi untuk tumbuh, hidup dan berkembang sesuai dengan potensi dan

kekhasan daerah. Dengan demikian isi dan jenis otonomi bagi setiap daerah tidak selalu

Page 3: Proposal Skripsi

3

sama dengan daerah lainnya, adapun yyang dimaksud dengan otonomi yang

bertanggungjawab adalah otonomi yang dalam penyelenggaraannya harus benar – benar

sejalan dengan tujuan dan maksud pemberian otonomi, yang pada dasarnya untuk

memberdayakan daerah termasuk meningkatkan kesejahteraan rakyat yang merupakan

bagian utama dari tujuan nasional (Penjelasan UU No. 32 Th. 2004 Tentang

Pemerintahan Daerah: 167).

Untuk penyelenggaraan otonomi daerah yang nyata dan bertangguangjawab,

diperlukan kewenangan dan kemampuan menggali sumber keuangan sendiri yang

didukung oleh perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah, serta antara

propinsi dan kabupaten/kota yang merupakan prasyarat dalam system pemerintah daerah

(Bratakusumah dan Solihin, 2001: 169)

Penerapan otonomi daerah yang luas saat ini bertujuan untuk mengembangkan

seluruh potensi ekonomi yang ada sehingga dapat memacu peningkatan aktivitas

perekonomian di daerah yang pada akhirnya meningkatkan perekonomian nasional.

Penerapan otonomi daerah yang telah digariskan dalam UU No. 33/2004, mensyaratkan

adanya suatu perimbangan keuangan antarapemerintah pusat dan daerah. Perimbangan

keuangan antara pemerintah pusat dan daerah adalah suatu system pembiayaan

pemerintah dalam rangka Negara kesatuan yang mencakup pembagian keuangan antara

Page 4: Proposal Skripsi

4

pemerintah pusat dan daerah, serta pemerataan antar daerah secara proporsional, adil,

demokratis dan transparan.

Desentralisasi fiscal tidak akan berguna jika tidak diikuti dengan kemampuan

financial yang cukup memadai oleh pemerintah daerah. Oleh karena itu melalui UU No.

33/2004, diharapkan nantinya akan dapat menyelesaikan permasalahan tersebut. Sumber

penerimaan daerah yang digunakan untuk pendanaan daerah menurut UU No. 33/2004

dalam pelaksanaan desentralisasi meliputi: Pendapatan Asli Daerah (PAD), Danna

Alokasi Khusus (DAK), Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Bagi Hasil (DBH), pinjaman

daerah dan lain – lain penerimaan yang sah. Dalam UU No. 33/2004 memberikan

kewenangan bagi daerah untuk meningkatkan kemampuan pendapatannya, yaitu dengan

meluaskan jangkauan dari bagian pajak dan bagi hasil sumber daya alam dengan

pemerintah pusat.

Fenomena yang muncul pada pelaksanaan otonomi daerah adalah ketergantungan

pemerintah daerah yang tinggi terhadap pemerintah pusat. Ketergantungan ini terlihat

jelas dari aspek keuangan, pemerintah daerah kehilangan keleluasaan bertindak untuk

mengambil keputusan – keputusan yang penting, dan adanya campur tangan pemerintah

pusat yang tinggi terhadap pemerintah daerah. Pembangunan daerah terutama fisik

memang cukup pesat, tetapi tingkat ketergantungann fiscal antara daerah terhadap pusat

sebagai akibat dari pembangunan juga semakin besar. Ketergantungan terlihat dari

Page 5: Proposal Skripsi

5

dominan transfer dari pusat dan relative rendahnya Pendapatan Asli Daerah (PAD). Akan

sangat ironis jika pelaksanaan otonomi menitikberatkan pada kabupaten/kota sebagai

ujung tombak, namun justru kabupaten/kota-lah yang mengalami tingkat ketergantungan

yang lebih tinggi dibanding propinsi (Mudrajad, 2004:18).

Dalam masalah keuangan daerah, perimbangan pembiayaan pemerintah pusat dan

daerah dengan pendapatan yang secara leluasa digali sendiri untuk mencukupi

kebutuhannya masih mempunyai kelemahan sehingga keterbatasan dalam potensi

penerimaan daerah tersebut bisa menjadikan ketergantungan terhadap transfer pusat.

Pemerintah daerah selama ini memiliki keterbatasan pembiayaan dari potensi sendiri

(PAD). Selama ini komponen pembiayaan terbesar berasal dari dana transfer pemerintah

pusat yaitu Dana Alokasi Umum dan hanya sebagian kecil dari PAD, potensi

pembiiayaan lain yang belum dikelola yaitu dari pinjaman daerah (Rokhedi P. Santoso,

2003:148)

Kebijakan Dana Alokasi Umum (DAU) mempunyai tujuan utama untuk memperkuat

kondisi fiscal daerah dan mengurangi ketimpangan antar daerah (horizontal imbalance).

Penggunaan DAU, DBHP dan DBH SDA diserahkan pada kebijakan masing – masing

daerah.

Dana Alokasi Khusus (DAK) bertujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus

yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional.

Page 6: Proposal Skripsi

6

Pemerintah daerah harus dapat meningkatkan penerimaannya untuk membiayai

kegiatan pembangunan namun di era desentralisasi fiscal, harapan itu belum optimal yang

tercermin dalam pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Pertumbuhan

PDRB menunjukkan pertumbuhan ekonomi di daerah Tangerang Selatan setelah

pelaksanaan desentralisasi fiscal.

Hakikat otonomi adalah adanya kewenangan daerah bukan pendelegasian (Adi,

2005:1). Daerah tidak lagi sekadar menjalankan instruksi pemerintah pusat, tetapi benar –

benar mempunyai keleluasaan untuk meningkatkan kreatifitas dalam mengembangkan

potensi yang selama era sentralisasi bisa dikatakan terpasung (Adi, 2002:1). Sebagian

kalangan bahkan menyatakan bahwa pelaksanaan desentralisasi sebagai pendekatan Big

Bang karena jangka waktu persiapan yang terlalu pendek untuk ukuran Negara yang

begitu besar dengan kondisi geografis yang cukup menyulitkan ( Adi, 2005:2). Terlebih

di tengah – tengah upaya bangsa melepaskan diri dari krisis ekonomi moneter yang

berkepanjangan dari pertengahan 1997. Akibatnya kebijakan ini memunculkan kesiapan

(fiskal) daerah yang berbeda antara satu dengan yang lainnya. Kebijakan ini justru

dilakukan pada saat terjadi disparitas pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi.

Sebagai solusi, pemerintah menetapkan alokasi transfer dana (DAU) yang berbeda.

Daerah yang mempunyai kapasitas fiscal tinggi akan mendapat dana yang lebih kecil

daripada daerah yang kapasitas fiskalnya rendah. Pemberian transfer ini bertujuan untuk

Page 7: Proposal Skripsi

7

menjamin tercapainya standar pelayanan public dan mengurangi kesenjangan antar

daerah dan kesenjangan antara pusat – daerah (Adi, 2005:2).

Dalam penelitian ini, daerah yang diteliti adalah kota Tangerang Selatan. Wilayah ini

merupakan pemekaran dari Kabupaten Tangerang. Di mana terdiri dari 7 kecamatan,

Pertama, kecamatan Serpong. Kedua, kecamatan Serpong Utara. Ketiga, kecamatan Setu.

Keempat, kecamatan Pamulang, Kelima, kecamatan Ciputat. Keenam, kecamatan Ciputat

Timur. Ketujuh, kecamatan Pondik Aren.

Pertumbuhan ekonomi adalah sebagian dari perkembangan kesejahteraan masyarakat

yang diukur dengan besarnya pertumbuhan produk domestic regional bruto per kapita

(PDRB per kapita) (Zaris, 1987:82). Tingginya tingkat pertumbuhan ekonomi yang

ditunjukkan dengan tingginya nilai PDRB menunjukkan bahwa daerah tersebut

mengalami kemajuan dalam perekonomian. Salah satu indicator keberhasilan

pelaksanaan pembangunan yang dapat dijadikan tolak ukur secara makro adalah

pertumbuhan ekonomi. Akan tetapi, meskipun demikian telah digunakan sebagai

indicator pembangunan, pertumbuhan ekonomi masih bersifat umum dan belum

mencerminkan kemampuan masyarakat secara individual. Pertumbuhan ekonomi suatu

daerah dapat dicerminkan dari PDRB. Pertumbuhan ekonomi di kota Tangerang Selatan

selama kurun waktu beberapa tahun terakhir ini selalu mengalami kenaikan, walaupun

kenaikan itu tidak signifikan. Kondisi tersebut dapat dilihat dari tabel 1.1

Page 8: Proposal Skripsi

8

Tabel 1.1

Perkembangan Produk Domestik Regional Bruto

A.D.H Konstan 2000 Menurut Kecamatan

Tahun 2004 - 2007 (Juta Rupiah)

Sumber: Pemerintah Kota Tangerang Selatan, diolah

Tabel 1.2

Perkembangan nilai PDRB Atas Dasar Harga Konstan

Tahun 2000 Tahun 2004 – 2007

Page 9: Proposal Skripsi

9

Tabel 1.3

Laju Pertumbuhan Ekonomi Kota Tangerang Selatan

Tahun 2004 – 2007 (Juta Rupiah)

Sumber: PemKot Tang-Sel, diolah

Kecamatan

Tahun

Serpong

Serpong

Utara

Setu Pamulang Ciputat

Ciputat

Timur

Pondok

Aren

Kota

Tangerang

Selatan

Laju

Pertumbuhan

(%)

2004

179.550,09 303.232,52 22.559,15 189.287,91

216.106,

22

542.445,07

277.010,

84

1.730.191,80

-

2005

443.493,77 326.763,73 25.220,12 199.994,19

234.788,8

4

514.289,40

283.591,9

6

2.028.142,01 14,7

2006

541.774,23 330.612,91 35.702,43 301.838,10

277.804,2

2

739.030,08

372.839,4

6

2.599.601,43 28,17

2007

578.021,98 267.623,91 34.858,68 333.208,65

290.068,1

9

890.351,92

374.653,8

4

2.768.787,17 6,51

Page 10: Proposal Skripsi

10

Tabel 1.4

Laju Pertumbuhan Ekonomi Kota Tangerang Selatan

Menurut Kecamatan

Tahun 2004 - 2007 (Juta Rupiah)

Kecamatan

Tahun

2004/

2005

2005/

2006

2006/

2007

2004 2005 2006 2007 % % %

Serpong 179.550,09 443.493,77 541.774,23 578.021,98 147 22,16 6,69

Serpong

Utara

303.232,52 326.763,73 330.612,91 267.623,91 7,76 1,18 -0,19

Setu 22.559,15 25.220,12 35.702,43 34.858,68 11,79 41,56 -2,3

Pamulang 189.287,91 199.994,19 301.838,10 333.208,65 5,65 50,92 10,39

Ciputat 216.106,22 234.788,84 277.804,22 290.068,19 8,64 18,32 4,41

Ciputat

Timur

542.445,07 514.289,40 739.030,08 890.351,92 -5,19 43,7 20,48

Pondok Aren 277.010,84 283.591,96 372.839,46 374.653,84 2,38 31,47 0,48

Kota

Tangerang

Selatan

1.730.191,80 2.028.142,01 2.599.601,43 2.768.787,17 14,7 28,17 6,51

Sumber: PemKot Tang-Sel, diolah

Page 11: Proposal Skripsi

11

Pada Tabel 1.1 terlihat bahwa kenaikan PDRB atas dasar harga konstan dari tahun ke

tahun setiap kecamatan relative mengalami kenaikan. Ini menunjukkan bahwa

pertumbuhan ekonomi di kota Tangerang Selatan selalu mengalami kenaikan. Pada tabel

1.2 terlihat grafik perkembangan PDRB ADH konstan kota Tangerang Selatan

mmengalami peningkatan. Dari tabel 1.3 terlihat bahwa laju pertumbuhan ekonomi pada

tahun 2005 terjadi peningkatan sebesar 14,7%, pada tahun 2006 terjadi kenaikan sebesar

28,17%, pada tahun 2007 terjadi kenaikan sebesar 6,51%.

Dengan latar belakang di atas dan mengingat betapa pentingnya hubungan antara

otonomi daerah dengan pertumbuhan ekonomi daerah. Dalam hal ini, peneliti mencoba

mengetahui variabel apa saja yang mempengaruhi konsep otonomi daerah dan konsep

pertumbuhan ekonomi daerah. Maka peneliti memilih judul “Analisis Pengaruh

Desentralisasi Fiskal Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Regional”.

1.2 Perumusan Masalah

Masalah pertumbuhan ekonomi regional dapat terjadi karena beberapa sebab yang

berakar dari bagaimana pemerintah melakukan perbandingan pertumbuhan ekonomi pada

pemerintahan yang tersentralisasi dengan pemerintahan terdesentralisasi. Oleh sebab

itu akan dikumpulkan alternative – alternative sebab terjadinya masalah yang pada

gilirannya nanti akan diteliti sesuai dengan batasan kemampuan peneliti.

Page 12: Proposal Skripsi

12

Masalah yang dapat diidentifikasi oleh penulis adalah sebagai berikut:

1. Seberapa besar pengaruh Pendapatan Asli Daerah terhadap pertumbuhan ekonomi di

kota Tangerang Selatan;

2. Apakah Dana Alokasi Umum mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap

pertumbuhan ekonomi di kota Tangerang Selatan;

3. Apakah Dana Alokasi Khusus mempunyai pengaruh signifikan terhadap perumbuhan

ekonomi di kota Tangerang Selatan;

4. Bagaimana gambaran PDRB kota Tangerang Selatan;

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan :

1. Mengetahui seberapa besar pengaruh antara Pendapatan Asli Daerah terhadap

Pertumbuhan Ekonomi di kota Tangerang Selatan.

2. Mengetahui apakah ada pengaruh yang signifikan antara DAU terhadap Pertumbuhan

Ekonomi di kota Tangerang Selatan

3. Mengetahui apakah ada pengaruh yang signifikan antara DAK terhadap Pertumbuhan

Ekonomi di kota Tangerang Selatan

4. Mengetahui gambaran PDRB kota Tangerang Selatan

Page 13: Proposal Skripsi

13

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pandangan Filosofis dan Pemikiran Dasar Dibentuknya UU No. 22 Tahun 1999

Terjadinya krisis yang berkepanjangan telah membawa dampak hampir ke seluruh

aspek dan tatanan kehidupan bangsa Indonesia. Walaupun terasa pahit karena

menimbulkan keterpurukan bagi bangsa dan rakyat Indonesia, namun hikmah positif yang

merupakan blessing is disguised adalah timbulnya ide dan pemikiran dasar yang

menumbuhakn „Reformasi Total„ di dalam segala aspek kehidupan berbangsa dan

bernegara. Fokus utama reformasi total ini adalah mewujudkan masyarakat madani (civil

society) dalam kehidupan berpemerintahan, bermasyarakat dan bernegara yang memiliki

nilai – nilai Good Governance yang memunculkan nilai demokrasi dan sikap

keterbukaan, kejujuran, keadilan dan berorientasi kepada kepentingan rakyat serta

bertanggungjawab kepada rakyat.

Dampak reformasi total ini, dilihat dari segi ketatanegaraan adalah terjadinya

pergeseran paradigma dari pemerintahan yang sentralistik ke arah pemerintahan

desentralistik. Pemerintahan semacam ini memberikan keleluasaan kepada daerah dalam

wujud otonomi daerah yang luas, nyata dan bertanggungjawab, untuk mengatur dan

mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan prinsip – prinsip demokrasi,

peran – serta, prakarsa dan aspirasi masyarakat sendiri, atas dasar pemerataan dan

keadilan, serta sesuai dengan kondisi, potensi dan keanekaragaman wilayahnya.

Page 14: Proposal Skripsi

14

Otonomi Daerah sebagai wujud pelaksanaan asas desentralisasi dalam

penyelenggraan pemerintahan pada hakikatnya merupakan penerapan konsep areal

division of power yang membagi kekuasaan Negara secara vertical. Dalam sistem ini,

kekuasaan Negara akan terbagi antara Pusat di satu pihak dan Daerah di lain pihak.

Sistem pembagian kekuasaan dalam rangka penyerahan kewenangan otonomi daerah,

antara Negara yang satu dengan Negara yang lain, tidak sama, termasuk Indonesia yang

secara legal konstitusional menganut bentuk Negara Kesatuan (Laode Ida, 2000:37).

Seberapa besar kewenangan otonomi daerah yang menuju kemandirian daerah di

dalam Negara kesatuan, tergnatung pada system dan kehendak politik pemerintah dalam

memberikan keleluasaan tersebut. Namun betapapun keleluasaan itu diberikan tidak dapat

diartikan adanya kebebasan penuh secara absolut dari suatu daerah untuk menjalankan

hak dan fungsi otonominya menurut kehendak tanpa mempertimbangkan kepentingan

daerah lain dan kepentingan nasional secara keseluruhan dalam ikatan Negara kesatuan.

Perbedaan kepentingan antara kebebasan berotonomi dan memelihara terjaganya

eksistensi Negara serta persatuan dan keasatuan bangsa, biasanya cenderung timbul

kekhawatiran Pemerintah Pusat akan terjadinya upaya memisahkan diri (separatism) dari

daerah apabila daerah diberi keleluasaan terlalu jauh. Kecendrungan kekhawatiran ini

sering tumbuh menjadi ajang konflik kepentingan antara pusat dan daerah yang sering

berlarut – larut, karena masing – masing meninjaunya dari perspektif yang berbeda.

Page 15: Proposal Skripsi

15

Masalah otonomi daerah yang bertumpu kepada tinjauan perspektif yang berbeda ini

menjadi dilemma berkepanjangan yang mendikotomikan antara pusat dan daerah dan

mendikotomikan antara sentralisasi dan desentralisasi (Soenyono, 2001:106).

Tinjauan perspektif yang berbeda antara kepentingan pusat dan daerah ini kadang –

kadang sulit untuk dihindarkan, karena dominasi pemerintah pusat terlalu kuat sehingga

menekan dan mematikan inisiatif dan prakarsa daerah. Yang pada gilirannya akan

memunculkan pola intervensi dan instruksi, serta control pusat yang ketat. Sebaliknya,

pandangan daerah yang ekstrem hanya melihat semata – mata kepentingan daerahnya

tanpa memperhatikan daerah lain dan kepentingan nasional secara keseluruhan, juga

dapat mengakibatkan konflik kepentingan. Dengan demikian, kedua pandangan yang

berbeda antara pusat dan daerah sering lebih didominasi oleh pikiran yang subyektif dan

emosional daripada pemikiran yang obyektif dan rasional.1

Hampir dapat dipastikan bahwa setiap Negara dalam mencari titik keseimbangan

tersebut selalu memperhitungkan pertimbangan – pertimbangan ekonomi, politik, social

kesejahteraan dan keamanan. Namun betapapun sulitnya menetapkan formula, kita harus

terus berupaya mencari formula yang tepat, obyektif dan rasional. Bahkan hal itu perlu

1 Misalnya, pemerataan pembangunan ekonomi ditinjau dari perspektif nasional sudah dipandang cukup merata tetapi perspektif daerah melihatnya berbeda. Perspektif daerah sering menganggap bahwa hasil dari sumber kekayaan daerah yang ditarik ke pusat jauh tidak seimbang.

Page 16: Proposal Skripsi

16

disertai dengan penuh kearifan, dengan memandang bahwa persoalan ini adalah untuk

kepentingan bangsa bukan untuk kepentingan suatu kelompok tertentu.

Penekanan yang lebih mempertimbangkan criteria kepentingan local akan melahirkan

pemerintahan yang bercorak desentralistik yang akan diimbangi dengan criteria

kepentingan nasional yang tetap akan menjamin identitas dan keutuhan bangsa, serta

kepentingan nasional secara keseluruhan yang akan melahirkan center power yang

terbatas. Dengan demikian, pemerintahan yang bercorak sentralistik dapat dibatasi tanpa

mengabaikan criteria atau standardisasi, baik secara nasional maupun internasional.

Dari pandangan ini timbullah pemikiran tentang perlunya memberikan kewenangan

otonomi kepada daerah seluas mungkin dan meletakkan focus otonomi daerah pada

tingkat daerah yang paling dekat dengan rakyat. Hal ini didasari oleh pertimbangan

bahwa dalam pelaksanaan otonomi daerah bukan hanya tersimpul makna pendewasaan

politik rakyat daerah, di mana terwujud peran serta dan pemberdayaan masyarakat,

melainkan juga sekaligus bermakna menyejahterkan rakyat. Pemberian keleluasaan

otonomi pada daerah bukan semata – mata untuk menggemukkan pemerintah daerah. Hal

ini bukan pula untuk menjadikan birokrasi pemerintah daerah sebagai centered power

yang tadinya „sentralisasi kekuasaan‟ terjadi di pemerintah pusat, sekarang dipindahkan

menjadi „sentralisasi‟ pada pemerintah daerah, melainkan memberikan keleluasaan

kepada pemerintah daerah untuk memfasilitasi peran – serta, prakarsa, aspirasi, dan

Page 17: Proposal Skripsi

17

pemberdayaan masyarakat. Sebab bagaimanapun juga , tuntutan pemerataan baik

menyangkut bidang ekonomi rakyat maupun politik pada akhirnya akan menjadi focus

utama dalam penyelenggaraan otonomi daerah.

2.2 Otonomi Menurut UU No. 22 Tahun 1999

Otonomi daerah sebagai wujud pelaksanaan asas desentralisasi dalam

penyelenggaraan pemerintahan, pada hakikatnya merupakan penerapan konsep teori areal

division of power yang membagi kekuasaan Negara secara vertical (Koswara, 2000:37).

Dalam system ini, kekuasaan Negara akan terbagi antara pemerintah pusat di satu pihak

dan pemerintah daerah di lain pihak.

2.3 Titik Berat Otonomi Pada Kabupaten/Kota

Titik berat otonomi berdasarkan Undang – Undang Nomor 22 Tahun 1999 diberikan

kepada daerah Kabupaten/Kota, sedangkan daerah Provinsi berfungsi ganda, yaitu

sebagai wilayah administrasi dan daerah otonom. Dengan kata lain, dalam rangka

desentralisasi titik berat pelaksanaan otonomi berada di daerah kabupaten/kota sedangkan

untuk daerah provinsi yang berlaku adalah otonomi terbatas dalam konteks dekonsentrasi

(Bhenyamin Hoessein, 200:13).

Dengan titik berat otonomi di daerah Kabupaten/Kota diharapkan pelayanan dan

perlindungan yang diberikan kepada rakyat dapat dilakukan dengan cepat dan tepat.

Tentu saja hal ini harus dicermati dengan seksama, karena pada kenyataanya tidak semua

Page 18: Proposal Skripsi

18

daerah Kabupaten dan Kota memiliki potensi ekonomi dan social yang sama dan

memiliki basis social – ekonomi yang kuat. Ada daerah yang memiliki sumber daya

keuangan yang besar, sebaliknya adapula daerah Kabupaten dan Kota yang basis social –

ekonomi yang dimilikinya sangat terbatas. Hal ini tentu saja akan berpengaruh terhadap

kinerja dari masing – masing daerah otonom di dalam memberikan perlindungan dan

pelayanan kepada masyarakat di lingkungannya (Affan Gaffar, 2000:33)

2.4 Otonomi Daerah

Pelaksanaan otonom daerah di Indonesia pada dasarnya merupakan amanat pasal 18

Undang – Undang Dasar 1945. Dengan demikian, landasan pemberian otonomi kepada

daerah dan pembentukan Daerah Otonom adalah Udang – Undang Dasar 1945,

khususnya pasal 18 yang berbunyi “Pembagian daerah Indonesia atas dasar daerah besar

dan kecil dengan bentuk susunan pemerintahannya ditetapkan dengan undang – undang

dengan memandang dan mengingat dasar permusyawaratan dalam system pemerintahan

Negara dan hak – hak asal – usul dalam daerah – daerah yang bersifat istimewa”.

Selanjutnya dalam penjelasan pasal 18, ditetapkan antara lain ( Ariyanti, 2002:20):

1. Daerah Indonesia akan dibagi dalam daerah provinsi, dan provinsi akan dibagi pula

dalam daerah yang lebih kecil.

2. Di daerah – daerah yang bersifat otonom atau bersifat administrasi belaka semua

menurut aturan yang akan ditetapkan dengan undang – undang.

Page 19: Proposal Skripsi

19

3. Di daerah – daerah yang bersifat otonom akan diadakan badan perwakilan daerah,

oleh karena itu di daerahpun pemerintah akan bersendi atas dasar permusyawaratan.

Dari uraian tersebut, jelas terlihat bahwa UUD 1945 merupakan landasan yang kuat

untuk menyelenggarakan otonomi dengan memberikan kewenangan yang luas, nyata dan

bertanggungjawab.

Mengingat bahwa sejak kemerdekaan Republik Indonesia sampai dengan runtuhnya

pemerintahan Orde Baru, pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia belum menunjukkan

hal yang berarti. Padahal beberapa undang – undang tentang pemerintahan daerah telah

ditetapkan dan berlaku silih berganti akan tetapi pelaksanaan otonomi daerah belum

efektif. Oleh sebab itu, pada era reformasi dibuat undang – undang baru mengenai, yaitu

Undang – Undang nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang –

Undang nomor 25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pusat dan Daerah.

Pada tahun 2004 UU No. 22 Th. 1999 disempurnakan oleh Undang – Undang Nomor 32

tahun 2004 dan UU No. 25 TH. 1999 disempurnakan oleh Undang – Undang Nomor 33

Tahun 2004.

2.4.1 Pengertian Otonomi Daerah

Menurut ketentuan umum UU No. 32 TH. 2004 tentang Pemerintah Daerah, otonomi

daerah adalah hak, wewenang dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan

Page 20: Proposal Skripsi

20

mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai

dengan peraturan perundang – undangan.

2.4.2 Prinsip Otonomi Daerah

Menurut Penjelasan UU No. 32 Th. 2004 tentang Pemerintahan Daerah, prinsip

otonomi daerah menggunakan prinsip otonomi seluas – luasnya dalam arti daerah

diberikan kewenangan mengurus dan mengatur semua urusan pemerintah pusat di luar

yang menjadi urusan pemerintah pusat. Daerah memiliki kewenangan membuat kebijakan

daerah untuk memberi pelyanan, peningkatan peran serta, prakarsa, dan pemberdayaan

masyarakat yang bertujuan pada peningkatan kesejahteraan rakyat. Sejalan dengan prinsip

tersebut dilaksanakan pula prinsip otonomi yang nyata dan bertanggungjawab. Prinsip

otonomi nyata adalah suatu prinsip bahwa untuk menangani urusan pemerintahan

dilaksanakan berdasarkan tugas, wewenang, dan kewajiban yang nyatanya telah ada dan

berpotensi untuk tumbuh, hidup dan berkembang sesuai dengan potensi dan kekhasan

daerah. Dengan demikian isi dan jenis otonomi bagi setiap daerah tidak selalu sama

dengan daerah lainnya, adapun yang dimaksud dengan otonomi yang bertanggungjawab

otonomi yang dalam penyelenggaraannya harus benar – benar sejalan dengan tujuan dan

maksud pemberian otonomi, yang pada dasarnya untuk memberdayakan daerah termasuk

meningkatkan kesejahteraan rakyat yang merupakan bagian utama dari tujuan nasional

(Penjelasan UU No. 32 Th. 2004 tentang Pemerintahan Daerah:168).

Page 21: Proposal Skripsi

21

Seiring dengan prinsip itu penyelenggaraan otonomi daerah harus selalu berorientasi

pada peningkatan kesejahteraan masyarakat dengan selalu memperhatikan kepentingan

dan aspirasi yang tumbuh dalam masyarakat. Selain itu, penyelenggaraan otonomi daerah

juga harus menjamin keserasian hubungan antara daerah satu dengan daerah yang

lainnya, yang berarti bahwa mampu membangun kerjasama antar daerah untuk

meningkatkan kesejahteraan bersama dan mencegah ketimpangan antar daerah. Hal yang

tak kalah penitngnya adalah otonomi daerah juga harus mampu menjamin hubungan yang

serasi antara daerah dengan pemerintah pusat, harus mampu memelihara dan menjjaga

keutuhan wilayah Negara dan tetap tegaknya Ngera kesatuan Republik Indonesia. Dalam

rangka mewujudkan tujuan Negara (Penjelasan UU No. 32 Th. 20004 tentang Pemerintah

Daerah: 168).

Agar otonomi daerah dapat dilaksanakan sejalan dengan tujuan yang hendak dicapai,

pemerintah pusat wajib melakukan pembinaan yang berupa pemberian pedoman seperti

dalam penelitian, pengembangan, perencanaan dan pengawasan. Di samping itu,

diberikan pula standar, arahan, bimbingan, pelatihan, supervise, pengendalian, koordinasi,

pemantauan dan evaluasi. Bersamaan dengan itu pemerintah pusat wajib memberikan

fasilitas yang berupa pemberian peluang kemudahan, bantuan, dan dorongan kepada

daerah agar dalam melaksanakan otonomi dapat dilakukan secara efisien dan efektif

(Penjelasan UU No. 32 Th. 2004 tentang Pemerintahan Daerah: 169).

Page 22: Proposal Skripsi

22

2.5 Desentralisasi

2.5.1 Pengertian Desentralisasi

Desentralisasi adalah suatu system dalam pemerintahan yang merupakan kebalikan

dari system sentralisasi. Dalam system sentralisasi, kewenangan pemerintah baik di pusat

maupun di daerah dipusatkan dalam tangan pemerintah pusat. Pejabat – pejabat di daerah

hanya melaksanakan kehendak Pemerintah Pusat. Dalam system desentralisasi, sebagian

kewenangan Pemerintah Pusat dilimpahkan kepada Pemerintah Daerah untuk

dilaksanakan. Pelimpahan kewenangan pemerintah kepada pihak lain untuk dilaksanakan

disebut desentralisasi (Soejito, 1984).

Sementara itu, Koswara (1996) mengemukakan desentralisasi pada dasarnya

mempunyai makna bahwa melalui proses desentralisasi urusan pemerintahan yang semula

termasuk wewenang dan tanggungjawab Pemerintah Pusat diserahkan sebagian kepada

badan/lembaga Pemerintah Daerah agar menjadi urusan rumah tangganya sehingga

urusan tersebut beralih kepada dan menjadi wewenang dan tanggung jawab Pemerintah

Daerah. Prakarsa untuk menetukan prioritas, memilih alternative dan mengambil

keputusan yang menyangkut kepetingan daerahnya, baik dalam hal menentukan

kebijaksanaan, perencanaan maupun pelaksanaan sepenuhnya diserahkan kepada daerah.

Demikian pula hak yang menyangkut pembiayaan dan perangkat pelaksanaan, baik

personil maupun alat perlengkapan sepenuhnya menjadi kewenangan dan tanggung jawab

Page 23: Proposal Skripsi

23

daerah yang bersangkutan. Proses desentralisasi ini juga berlaku bagi Pemerintah Daerah

Provinsi terhadap Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota.

Berbagai argument yang mendukung desentralisasi antara lain dikemukakan oleh

Tiebout dan Cates sebagaimana dikutip oleh (Sidik, 2002: 45) yang menyatakan bahwa

pelayanan public yang paling efisien seharusnya dilaksanakan oleh wilayah yang

memiliki control geografis paling minimum, karena:

a. Pemerintah local relative lebih menghayati kebutuhan masyarakat

b. Keputusan pemerintah local sangat responsive terhadap kebutuhan masyarakat,

sehingga mendorong pemerintah local untuk melakukan efisiensi dalam

penggunaan dana yang berasal dari masyarakat.

c. Persaingan antar daerah dalam memberikan pelayanan kepada masyarakatnya

akan mendorong pemerintah local untuk mmeningkatkan inovasinya.

Nilai – nilai desentralisasi dapat dibedakan berdasarkan sudut pandang kepentingan

pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Dari sudut pandang kepentingan pemerintah

pusat sedikitnya ada tiga nilai desentralisasi, yaitu pertama untuk pendidikan politik,

kedua untuk latihan kepemimpinan dan ketiga untuk mencciptakan stabilitas politik.

Sementara itu dari sisi kepentingan pemerinah daerah, nilai desentralisasi adalah untuk

mewujudkan keadilan politik, akuntabilitas daerah dan tanggung jawab daerah, Smith

sebagaimana dikutip oleh Syarif Hidayat (2000).

Page 24: Proposal Skripsi

24

Keberhasilan pelaksanaan desentralisasi akan sangat tergantung pada desain, proses

implementasi, dukungan politis pada tingkat pengambilan keputusan di masing – masing

tingkat pemerintahan dan masyarakat secara keseluruhan, kesiapan administrasi

pemerintahan, pengembangan kelembagaan dan sumber daya manusia, mekanisme

koordinasi untuk meningkatkan kinerja aparat birokrasi, perubahan system nilai dan

prilaku birokrasi dalam memenuhi keinginan masyarakat khususnya dalam pelayanan

sector public.

Mendefinisikan desentralisasi secara utuh memang tidaklah mudah, karena

menyangkut berbagai bentuk dan dimensi yang beragam, terutama menyangkut aspek

politik, perubahan administrasi dan system pemerintahan, system fiscal dan pembangunan

social – ekonomi. Secara umum konsep desentralisasi terdiri dari desentralisasi politik,

desentralisasi administrasi, desentralisasi fiscal dan desentralisasi ekonomi.

Desentralisasi politik bertujuan meningkatkan keikutsertaan atau partisipasi aktif

masyarakat, khususnya masyarakat local dalam proses pengambilan keputusan secara

demokratis. Hal ini menunjukkan bahwa otoritas local yang dipilih harus lebih

bertanggungjawab kepada masyarakat local yang telah memilihnya dan berusaha lebih

baik dalam memperjuangkan kepentingan local dalam pengambilan keputusan politik.

Desentralisasi administrasi yaitu pelimpahan wewenang yang dimaksudkan untuk

mendistribusikan kewenangan, tanggung jawab, dan sumber – sumber keuangan untuk

Page 25: Proposal Skripsi

25

menyediakan pelayanan public. Pelimpahan tanggung jawab tersebut meliputi

perencanaan, pendanaan, dan pelimpahan manajemen fungsi-fungsi pemerintah dari pusat

kepada aparatnya di daerah, tingkat pemerintahan yang lebih rendah, otoritas tertentu

atau perusahaan tertentu. Desentralisasi administrasi pada dasarnya dikelompokkan dalam

3 bentuk, yaitu:

a. Dekonsentrasi (Deconcetration) yaitu pelimpahan wewenang dari pemerintah

pusat kepada pejabat yang berada pada garis hierarki dengan pemerintah pusat di

daerah.

b. Devolusi yaitu pelimpahan wewenang kepada tingkat pemerintahan yang lebih

rendah, di mana seluruh tanggung jawab untuk kegiatan tertentu diserahkan

sepenuhnya kepada Pemerintah Daerah selaku penerima wewenang.

c. Delegasi mencakup penyerahan tanggung jawab kepada bawahan untuk

mengambil keputusan berdasar kasus yang dihadapi, tetapi pengawasan tetap

berada di tangan pusat.

Desentralisasi fiscal merupakan salah satu komponen utama dari desentralisasi.

Apabila pemerintah daerah melaksanakan fungsinya secara efektif dan diberikan

kebebasan dalam pengambilan keputusan, penyediaan pelayanan sector public, maka

mereka harus didukung dengan sumber-sumber keuangan yang memadai; baik yang

berasal dari pendapatan asli daerah, bagi hasil pajak dan bukan pajak, pinjaman, maupun

Page 26: Proposal Skripsi

26

subsidi/bantuan pemerintah pusat. Dalam melaksanakan desentralisasi fiscal, prinsip

“money should follow function” merupakan salah satu prinsip yang harus diperhatikan

dan dilaksanakan. Artinya, setiap penyerahan atau pelimpahan wewenang pemerintahan

membawa konsekuensi pada anggaran yang diperlukan untuk melaksanakan kewenangan

tersebut.

Secara umum desentralisasi diartikan sebagai suatu penyerahan pendelegasian

kekuasaan dan wewenang, dan pendelegasian tanggung jawab dari pemerintah pusat

kepada pemerintah daerah untuk membuat keputusan. Desentralisasi merupakan

penyerahan kewenangan dan tanggung jawab fungsi-fungsi public dari pemerintah pusat

ke pemerintah bawahan. Setiap tipe desentralisasi politik, desentralisasi administrative,

desentralisasi fiscal, dan pasar memiliki perbedaan karakteristik, implikasi kebijakan dan

syarat-syarat kesuksesannya.

2.5.2 Pengertian Desentralisasi Fiskal

Menurut Pujiati (2006: 1), Desentralisasi fiscal adalah pendelegasian tanggung jawab

serta pembagian kekuasaan maupun kewenangan untuk pengambilan keputusan di bidang

fiscal yang meliputi aspek penerimaan (tax assignment) maupun aspek pengeluaran

(expenditure ). Desentralisasi fiscal ini dikaitkan dengan tugas dan fungsi pemerintah

daerah dalam penyediaan barang dan jasa public (public goods/public service).

Page 27: Proposal Skripsi

27

Desentralisasi fiscal merupakan inti dari desentralisasi itu sendiri karena pemberian

kewenangan di bidang politik maupun administrasi tanpa diikuti dengan desentralisasi

fiscal merupakan desentralisasi yang sia-sia, sebab untuk dapat melaksanakan

kewenangan dan tanggung jawab serta tugas-tugas pelayanan public tanpa diberi

wewenang di dalam penerimaan atau pengeluaran maka desentralisasi fiscal tidak akan

efektif.

Dengan demikian, desentralisasi fiscal akan memberi keleuasaan kepada daerah untuk

menggali potensi daerah dan memperoleh transfer dari pusat dalam kerangka

keseimbangan fiscal.

2.6 Pertumbuhan Ekonomi

2.6.1 Pengertian Pertumbuhan Ekonomi

Profesor Simon Kuznets, salah satu ekonom besar yang pernah memenangkan Hadiah

Nobel di bidang ekonomi pada tahun 1971, telah memberikan suatu definisi yang cukup

rinci mengenai pertumbuhan ekonomi (economic growth) suatu Negara. Menurut

Kuznets, “pertumbuhan ekonomi adalah kenaikan kapasitas dalam jangka panjang dari

Negara yang bersangkutan untuk menyediakan berbagai barang ekonomi kepada

penduduknya. Kenaikan kapasitas itu sendiri ditentukan atau dimungkinkan oleh adanya

kemajuan atau penyesuaian-penyesuaian teknologi, institusional (kelembagaan), dan

Page 28: Proposal Skripsi

28

ideologis terhadap berbagai tuntutan keadaan yang ada.”2 Masing-masing dari ketiga

komponen pokok dari definisi itu sangat penting untuk diketahui terlebih dahulu. Berikut

ringkasannya:

a. Kenaikan output secara berkesinambungan adalah manifestasi atau perwujudan

dari apa yang disebut sebagai pertumbuhann ekonomi, sedangkan menyediakan

berbagai jenis barang merupakan tanda kematangan ekonomi (economic maturity)

dari suatu Negara.

b. Perkembangan teknologi merupakan dasar atau prakondisi bagi berlangsungnya

suatu pertumbuhan ekonomi secara berkesinambungan; ini adalah suatu kondisi

yang sangat diperlukan tetapi tidak cukup itu saja. (jadi di samping perkembangan

atau kemajuan teknologi, masih dibutuhkan factor-faktor lain).

c. Guna mewujudkan potensi pertumbuhan yang terkandung di dalam teknologi

baru, maka perlu diadakan serangkaian penyesuaian kelembagaan, sikap, dan

ideology. Inovasi di bidang teknologi tanpa diimbangi dengan inovasi social sama

halnya dengan lampu pijar tanpa listrik (punya potensi akan tetapi tanpa input

komplementernya maka hal itu tidak bisa membuahkan hasil apapun).

2 Simon Kuznets, “Modern economic growth:Findings and Reflections”, pidato sambutan Profesor Kuznetstatkala menerima Hadiah Nobel dalam bidang ekonomi di Stockholm, Swedia, pada bulan Desember 1971. Naskah pidato tersebut telah diterbitkan pada jurnal terkemuka American Economic Review 63 (September 1973): hal. 247-258. Sebagian besar uraian pada bagian ini didasarkan pada karya Kuznets tersebut.

Page 29: Proposal Skripsi

29

Pertumbuhan ekonomi adalah proses kenaikan output per kapita dalam jangka

panjang (Boediono, 1999: 1). Pertumbuhan ekonomi berkaitan dengan kenaikan output

per kapita. Di sini ada dua sisi penting yaitu output total dan jmulah penduduk. Output

per kapita adalah output total dibagi jumlah penduduk. Aspek ketiga dari definisi

pertumbuhan ekonomi adalah perspektif waktu jangka panjang. Kenaikan output per

kapita selama satu atau dua tahun, yang kemudian diikuti dengan penurunan output per

kapita bukan pertumbuhan ekonomi. Suatu perekonomian dikatakan tumbuh apabila

dalam jangka waktu lima tahun mengalami kenaikan output per kapita.

Menurut Sadono pertumbuhan ekonomi merupakan suatu perubahan tingkat kegiatan

ekonomi yang berlangsung dari tahun ke tahun sehingga untuk mengetahui tingkat

pertumbuhan ekonomi harus dibandingkan pendapatan nasional dari berbagai tahun yang

dihitung berdasarkan harga konstan dan harga berlaku. Perubahan dalam nilai pendapatan

nasional hanya disebabkan oleh suatu perubahan dalam suatu tingkat kegiatan ekonomi.

Dari berbagai definisi yang sudah dikemukakan di atas, maka dapat ditarik

kesimpulan bahwa suatu proses perekonomian dikatakan mengalami suatu perubahan

atau pertumbuhan apabila tingkat kegiatan ekonomi adalah lebih tinggi daripada yang

dicapai pada waktu sebelumnya. Dengan kata lain, perkembangan baru tercipta apabila

jumlah fisik barang-barang dan jasa-jasa yang dihasilkan bertambah jumlahnya pada

tahun berikutnya. Sedangkan, untuk mengetahui apakah suatu perekonomian mengalami

Page 30: Proposal Skripsi

30

pertumbuhan perlu ditentukan perubahan yang sebenarnya terjadi dalam kegiatan-

kegiatan ekonomi dari tahun ke tahun.

2.6.2 Teori Pertumbuhan Ekonomi

Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu bidang pendidikan yang sudah lama

dibahas oleh ahli-ahli ekonomi. Pada masa ahli ekonomi klasik banyak pendapat yang

telah dikemukakan. Buku Adam Smith yang terkenal, The Wealth of Nations, pada

hakikatnya adalah suatu analisis mengenai sebab-sebab dari berlakunya pertumbuhan

ekonomi dan factor-faktor yang menentukan pertumbuhan itu. Sesudah masa Adam

Smith, beberapa beberapa ahli ekonomi klasik lainnya seperti Ricardo, Malthus, dan

Stuart Mill juga menumpahkan perhatian yang besar terhadap masalah perkembangan

ekonomi. Pada permulaan abad ini Schumpeter menjadi sangat terkenal karena bukunya

mengenai pembangunan ekonomi yaitu The Teory of Economic Development dan

mengenai siklus kegiatan usaha atau konjungtur. Setelah itu Harrold Domar dan teori

Neo-Klasik lebih memperkaya lagi analisis mengenai pertumbuhan ekonomi.

a. Teori Pendapatan Asli Daerah(PAD)

Menurut teori Keynesian yang dipelopori oleh John Maynerd Keyness

menyatakan bahwa ada beberapa factor yang mempengaruhi pertumbuhan

ekonomi, yaitu PAD. Walaupun menyadari bahwa pertumbuhan ekonomi

tergantung kepada banyak factor, ahli-ahli ekonomi Keynesian terutama

Page 31: Proposal Skripsi

31

menitikberatkan perhatiannya kepada pengaruh PAD kepada pertummbuhan

ekonomi.

Menurut Keyness (Murni, 2006: 193) Anggaran Pendapatan dan Belanja

Daerah serta Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara adalah salah satu mesin

pendorong pertumbuhan ekonomi. Peranan APBD sebagai pendorong dan salah

saru penentu terciptanya target dan sasaran makro ekonomi daerah diarahkan

untuk mengatasi berbagai kendala dan permasalahan pokok yang merupakan

tantangan dalam mewujudkan agenda masyarakat yang sejahtera dan mandiri.

Kebijakan pengelolaan APBD difokuskan pada optimalisasi fungsi dan manfaat

pendapatan, belanja dan pembiayaan bagi tercapainya sasaran atas agenda-agenda

pembangunan tahunan. Di bidang pengelolaan pendapatan daerah akan terus

diarahkan pada peningkatan PAD.

Untuk mewujudkan peningkatan pendapatan daerah ada beberapa yang harus

dilakukan atara lain: memperbaharui data obyek pajak, peningkatan pelayanan dan

perbaikan administrasi perpajakan, peningkatan pengawasan terhadap wajib pajak,

peningkatan pengawasan internal terhadap petugas pajak dan mencari sumber-

sumber pendapatan lain sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku. Dalam

kaitannya dengan pembiayaan akan terus diupayakan peningkatan penyertaan

Page 32: Proposal Skripsi

32

modal pada beberapa badan usaha milik daerah agar dapat menghasilkan

peningkatan PAD.

b. Teori Dana Perimbangan

Menurut Todaro (2000: 5) terdapat tiga factor atau komponen utama dalam

pertumbuhan ekonomi dari setiap bangsa, ketiganya adalah Akumulasi modal

yang meliputi semua bentuk atau jenis investasi baru yang ditanamkan pada tanah,

peralatan fisik dan modal atau sumber daya manusia, Pertumbuhan penduduk

beberapa tahun selanjutnya yang akan memperbanyak jumlah akumulasi capital,

Kemajuan teknologi.

2.7 Hubungan Pertumbuhan Ekonomi dengan Desentralisasi Fiskal

Secara tidak langsung desentralisasi memiliki hubungan dengan pertumbuhan

ekonomi. Hal ini dapat dilihat dari adanya indicator peningkatan efisiensi dalam

pengalokasian sumber daya. Pemerintah daerah memiliki keuntungan yang lebih

dibandingkan pemerintah pusat dalam memberikan pelayanan dan penyediaan barang-

barang public yang sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan daerah itu sendiri dan lebih dari

itu desentralisasi dapat mendorong pemerintah daerah untuk lebih kreatif, inovatif, dan

akuntabilitas dalam upaya merespon kebutuhan masyarakat dalam upaya peningkatan

kesejahteraan masyarakat daerah dengan optimalisasi sumber daya yang ada secara tepat

dan efisien. Sehingga secara tidak langsung berdampak pada peningkatan pertumbuhan

Page 33: Proposal Skripsi

33

ekonomi. Lebih lanjut lagi alasan mengapa desentralisasi berperan dalam pertumbuhan

ekonomi adalah penyediaan infrastruktur di daerah sebagai akibat tuntutan adanya

desentralisasi secara tidak langsung berpengaruh sensitive terhadap kondisi daerah

karena pembangunan infrastruktur disesuaikan dengan tuntutan kebutuhan dan kondisi

wilayah (Rohim, 2007: 45).

Poin utama mengenai hubungan pertumbuhan ekonomi dan desentralisasi fiscal

setidaknya dapat dilihat dari tiga pertumbuhan. Pertama, pertumbuhan dilihat sebagai

suatu yang obyektif dari desentralisasi fiscal dan efisiensi, alokasi sumber daya sector

public. Kedua, secara eksplisit bahwa pemerintah berusaha untuk mengadopsi berbagai

kebijakan-kebijakan untuk mendorong kea rah peningkatan dalam pendapatan per kapita.

Ketiga, pertumbuhan per kapita lebih mudah untuk diukur dan diinterpretasikkan

dibanding indicator-indikator ekonomi lainnya.

Dalam model Barro diasumsikan bahwa aktivitas pemerintah, memiliki pengaruh

terhadap pertumbuhan ekonomi suatu Negara. Hal ini dapat dilihat dari fungsi produksi.

Cobb Douglas sebagai berikut: Y= ƒ(k,g) = Ak 1-a

ga

Di mana g adalah kuantitas barang dan jasa per kapita yang dibeli oleh pemerintah,

dengan asusmsi tidak adanyapungutan biaya apapun. Y adalah adanya output per kapita,

dan k adalah stock modal per kapita serta diasumsikan bahwa fungsi produksi memiliki

skala pengembalian konstan (constant return to scale). Jika diasumsikan total

Page 34: Proposal Skripsi

34

pembelanjaan pemerintah dibiayai oleh pendapatan pajak t, maka dapat dituliskan sebagai

berikut:

g=T=τy=τAk1-a

ga

Apabila persamaan fungsi diubah menjadi produktivitas marginal modal maka:

ƒk=A(1-α) (g/k)α

Jika total pembelanjaan pemerintah dibiayai oleh pendapatan pajak pada tingkat t

disubstitusikan dengan persamaan di atas maka dapat dituliskan sebagai berikut:

y=kA1/1-α

τα/(1-α)

Di mana bahwa rasio input q dan k adalah sebagai berikut:

g/k=(g/y)(y/k)=τ(y/k)=(Aτ)1/1-α

Nilai untuk produktivitas mmarjinal modal dapat dituliskan kembali sebagai berikut:

ƒk=(1-α)A1/1-α

τα/1-α

Oleh karena itu solusi untuk tingkat pertumbuhan output perkapita dapat ditentukan

sebagai berikut:

y=c/c=(1-α)[(1-α)A1/1-α

(1-τ)τα/1-α

-ρ]

Pada persamaan di atas, pertumbuhan ekonomi dapat dipengaruhi oleh alokasi

pembelanjaan public dan tingkat pajak, sama halnya dengan individu memaksimalkan

pertumbuhan konsumsi yang berkaitan dengan tingkat pertumbuhan dari output dan

modal.

Page 35: Proposal Skripsi

35

2.8 Produk Domestik Regional Bruto(PDRB)

Di dalam menghitung Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) yang ditimbulkan

dari suatu region, ada tiga pendekatan yang digunakan (BPS, 2003: 2), yaitu:

1. PDRB Menurut Pendekatan Produksi

PDRB menurut pendekatan produksi merupakan jumlah nilai produksi neto barang

dan jasa yang dihasilkan oleh berbagai unit produksi dalam suatu region selama

jangka waktu tertentu yaitu setahun. Unit-unit produksi tersebut dalam penyajiannya

dikelompokkan menjadi beberapa lapangan usaha, seperti: Pertanian Pertambangan

dan Penggalian, Industri Pengolahan, Listrik Gas dan Air Bersih, Konstruksi,

Perdagangan Rumah Makan dan Jasa Akomodasi, Angkutan Pergudangan dan

Komunikasi, Lembaga Keuangan dan Jasa Perusahaan, dan Jasa-jasa (Pemerintahan,

Sosial, kemasyarakatan, Hiburan, dan Perorangan).

2. PDRB Menurut Pendekatan Pendapatan

PDRB menurut pendekatan pendapatan merupakan jumlah balas jjasa yang diterima

oleh factor-faktor produksi yang ikut serta dalam proses produksi di suatu region

dalam jangka waktu tertentu yaitu satu tahun.

Balas jasa factor produksi yang dimaksud adalah upah dan gaji, sewa tanah, bunga

modal dan keuntungan semuanya sebelum dipotong pajak penghasilan dan pajak

langsung lainnya. Dalam definisi ini, PDRB mencakup juga penyusutan dan pajak tak

Page 36: Proposal Skripsi

36

langsung neto sedangkan jumlah semua komponen pendapatan ini per sector disebut

sebagai nilai tambah bruto sektoral. Oleh karena itu, PDRB merupakan jumlah dari

nilai tambah bruto seluruh sector (lapangan usaha).

3. PDRB Menurut Pendekatan Pengeluaran

PDRB menurut pendekatan pengeluaran adalah semua permintaan akhir seperti

pengeluaran konsumsi rumah tangga dan lembaga swasta yang tidak mencari untung,

konsumsi pemerintah, pembentukan modal tetap domestic bruto, perubahan stok dan

ekspor neto dalam jangka waktu tertentu (biasanya setahun) sedangkan ekspor neto

merupakan ekspor dikurangi dengan impor.

Untuk memudahkan pemakai data, maka hasil perhitungan PDRB disajikan menurut

sector ekonomi/lapangan usaha yang dibedakan menjadi 2 macam, yaitu PDRB atas

dasar harga berlaku dan PDRB atas dasar harga konstan. PDRB atas harga berlaku

merupakan semua angka mengenai PDRB dinilai atas dasar harga yang berlaku pada

tahun yang bersangkutan, baik dalam menilai produksi, biaya antara maupun dalam

menilai komponen nilai tambah dan komponen pengeluaran PDRB sedangkan PDRB

atas dasar harga konstan merupakan semua angka mengenai PDRB dinilai atas dasar

harga tetap, yaitu harga pada tahun dasar. Karena memakai harga tetap atau konstan

maka perkembangan angka pendapatan regional dari tahun ke tahun semata-mata

Page 37: Proposal Skripsi

37

karena perkembangan riil atau nyata dan bukan dipengaruhi oleh perubahan harga

baik harga naik maupun harga turun (BPS, 2003: 7).

2.9 Keuangan Daerah

Pembangunan Daerah sebagai bagian integral dari pembanngunan nasional

dilaksanakan berdasarkan prinsip otonomi daerah dan pengaturan sumber daya nasional

yang memberikan kesempatan bagi peningkatan demokrasi dan kinerja daerah untuk

meningkatkan kesejahteraan masyarakat menuju masyarakat madani yang bebas korupsi,

kolusi, dan nepotisme. Penyelenggaraan pemerintah daerah sebagai sub-sistem

pemerintahan Negara dimaksudkan untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna

penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan masyarakat sebagai daerah otonom

(Bratakusumah dan Solihin, 2001: 168).

2.9.1 Penerimaan Daerah

Sumber-sumber penerimaan daerah dapat dibedakan atas penerimaan dari daerah

meliputi pendapatan asli daerah (PAD), bagi hasil pajak dan bukan pajak, dan dari

sumbangan dan bantuan. (Suparmoko, 2002: 29)

a. Pendapatan Asli Daerah

Dalam kaitannya dengan pelaksanaan otonomi, peningkatan pendapatan asli

daerah selalu diupayakan karena merupakan penerimaan dari usaha untuk

membiayai penyelenggaraan pemerintah daerah. Pendapatan asli daerah adalah

Page 38: Proposal Skripsi

38

penerimaan yang berasal dari pajak daerah, retribusi daerah, bagian keuntungan

perusahaan daerah, penerimaan lain-lain yang sah (suparmoko, 2002:29).

Pajak Daerah merupakan iuran wajib yang dilakukan oleh pribadi atau badan

kepada pemerintah daerah tanpa balas jasa langsung yang ditunjuk, yang dapat

dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pajak

daerah bagian pendapatan asli daerah yang terbesar di antaranya meliputi pajak

kendaraan bermotor, pajak hotel dan restoran, pajak hiburan, pajak reklame, pajak

penerangan jalan, pajak pengambilan dan pengolahan bahan galian golongan I,

dan pajak pemanfaatan air bawah tanah dan air perumkaan (Suparmoko, 2002:

61).

Retribusi daerah adalah pungutan-pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa

atau pemberian ijin tertentu yang khusus disediakan dan pemberian ijin tertentu

yang khusus disediakan atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan

pribadi atau badan (Suparmoko, 2002: 61).

Jenis retribusi dapat dikelompokkan menjadi tiga macam sesuai dengann

obyeknnya. Obyek retribusi adalah berbagai jenis pelayanan atau jasa tertentu

yang disediakan oleh pemerintah daerah. Jasa-jasa pelayanan tersebut di antaranya

dapat dikelompokkan menjadi retribusi yang dienakan pada jasa umum, retribusi

Page 39: Proposal Skripsi

39

yang dikenakan pada jasa usaha, dan retribusi yang dikenakan pada perijinan

tertentu (Suparmoko, 2002: 87).

Selain pajak daerah dan retribusi daerah, bagian laba perusahaan milik daerah

merupakan salah satu sumber yang cukup potensial untuk dikembangkan serta

penerimaan lain-lain yang sah seperti biaya perijinan, hasil dari kekayaan daerah

dan sebagainya (Bachrul Elmi, 2002: 51).

b. Dana Perimbangan

Dana perimbanngan dalam UU No. 25 tahun 1999 dan UU No. 33/2004 meliputi

dana alokasi umum, dana alokasi khusus, dan dana bagi hasil (Bratakusumah dan

Solihin, 2001: 174).

c. Pinjaman Daerah

Undang-undang nomor 33 tahun 2004 pasal 5 tentang Perimbangan Keuangan

antara Pemerintah Pusat dan Daerah menetapkan bahwa pinjaman daerah adalah

salah satu sumber penerimaan daerah dalam rangka pelaksanaan otonomi, yang

dicatat dan dikelola dalam APBD.

d. Jenis Penerimaan yang termasuk hasil pengelolaan kekayaan daerah lainnya yang

dipisahkan

Page 40: Proposal Skripsi

40

Jenis penerimaan yang termasuk hasil pengelolaan kekayaan daerah lainnya yang

dipisahkan antara lain bagian laba, deviden, dan penjualan saham milik daerah

(Bratakusumah dan Solihin, 2001: 173).

e. Lain-lain penerimaan yang sah

Lain-lain penerimaan yang sah antara lain hibah, dana darurat dan penerimaan

lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku

(Bratakusumah dan Solihin, 2001: 173).

2.9.2 Pengeluaran Daerah

Pengeluaran daerah meliputi pengeluaran rutin terutama untuk gaji pegawai dan

belanja barang dan di samping pengeluaran rutin terdapat pengeluaran pembangunan

untuk sector-sektor pos pengeluaran pembangunan sektoral yang menonjol adalah

untuk sector transportasi, lingkungan hidup dan pendidikan (Suparmoko, 2002: 30).

2.9.3 Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah

Perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah menurut Ketentuan

Umum UU No. 33 Th. 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pusat dan

Pemerintah Daerah adalah suatu system pembagian keuangan yang adil, proporsional

demokratis, transparan, dan bertanggungjawab dalam rangka pendanaan

penyelenggaraan desentralisasi dengan mempertimbangkan potensi, kondisi, dan

kebutuhan daerah.

Page 41: Proposal Skripsi

41

Dana perimbangan ini terdiri dari dana bagi hasil, dana alokasi umum dan dana

alokasi khusus. Jumlah dana perimbangan ditetapkan setiap tahun anggaran dalam

APBN (UU No. 33 Th. 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pusat dan

Pemerintah Daerah Pasal 10 tentang Dana Perimbangan: 273).

a. Dana Bagi Hasil

Dana bagi hasil adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang

dibagihasilkan kepada daerah berdasarkan angka presentase tertentu. Dana bagi

hasil bersumber dar pajak dan sumber daya alam. Dana bagi hasil dari pajak

meliputi pajak bumi dan bangunan, penerimaan bea perolehan hak atas tanah dan

bangunan dan pajak penghasilan. Dan dana bagi hasil dari sumber daya alam

berasal dari kehutanan, pertambangan umum, perikanan, pertambangan panas

bumi (UU No.33 Th 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pusat dan

Pemerintah Daerah pasal 11 tentang Dana Bagi Hasil :273).

Perbedaan antara UU No. 25/1999 dan UU No. 33/2004 mengenai komponen

dana perimbangan bahwa UU No. 33/2004 merinci lebih detail komponen-

komponen dana perimbangan yang bersumber dari dana bagi hasil, seperti pajak

penghasilan perorangan (PPh), iuran hak pengusaha hutan(IHPH) dan propinsi

sumber daya hutan(PSDH), dana reboisasi dan panas bumi.

Page 42: Proposal Skripsi

42

Perimbangan keuangan berdasarkan asas desentralisasi ditentukan berdasarkan

proporsi pendelegasian kewenangan yang besar pada pemerintahan daerah

sehingga memiliki tanggung jawab yang besar pula. Sejalan dengan hal tersebut,

maka sebagai konsekuensi logis, proporsi perimbangan keuangan lebih besar

diterima oleh daerah daripada pusat.

b. Dana Alokasi Umum(DAU)

DAU bertujuan untuk pemerataan kemampuan keuangan antar daerah yang

dimaksudkan untuk mengurangi ketimpangan kemampuan antar daerah melalui

penerapan formula yang mempertimbangkan kebutuhan dan potensi daerah. DAU

suatu daerah ditentukan atas dasar besar-kecilnya celah fiscal suatu daerah, yang

merupakan selisih dari kebutuhan daerah dan potensi daerah. Alokasi DAU bagi

daerah yang potensi fiskalnya besar tetapi kebutuhan fiskalnya kecil akan

memperoleh alokasi DAU relative kecil. Sebaliknya, daerah yang potensi

fiskalnya kecil, namun kebutuhan fiskalnya besar akan memperoleh alokasi DAU

relative lebih besar. Secara implicit, prinsip tersebut menegaskan fungsi DAU

sebagai factor pemerataan kapasitas fiscal (Penjelasan UU No. 33 Th. 2004

tentang Perimbagan Keuangan Antara Pusat dan Pemerintah Daerah:324).

Page 43: Proposal Skripsi

43

c. Dana Alokasi Khusus(DAK)

DAK dimaksudkan untuk membantu membiayai kegiatan-kegiatan khusus di

daerah tertentu yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan prioritas

nasional, khususnya untuk membiayai kebutuhan sarana dan prasarana pelayanan

dasar masyarakat yang belum mencapai standar tertentu atau untuk mendorong

percepatan pembangunan daerah (Penjelasan UU No. 33 Th. 2004 tentang

Perimbanngan Keuangan Antara Pusat dan Pemerintah Daerah: 324).

DAK dialokasikan kepada daerah tertentu untuk membiayai kegiatan yang

merupakan urusan daerah, di mana kegiatan khusus tersebut telah disesuaikan

dengan fungsi yang telah ditetapkan oleh APBN. Perhitungan DAK dilakukan

oleh pemerintah dengan mempertimbangkan beberapa criteria, yaitu umum,

khusus, dan teknis. Ketiga criteria tersebut menjadi tolak ukur pemerintahan

dalam memformulasikan DAK yang akan diberikan kepada daerah. Kriteria

umum ditetapkan dengan mempertimbangkan kemampuan keuangan daerah

dalam APBD. Kriteria khusus ditetapkan dengan memperhatikan peraturan

perundang-undangan dan karakteristik daerah. Sedangkan criteria teknis

ditetapkan oleh kementrian Negara/departemen teknis. Tidak semua pembiayaan

kegiatan khusus dialokasikan dari DAK, namun daerah yang bersangkutan wajib

menyediakan dana sekurang-kurangnya 10% dari DAK yang dialokasikan dari

Page 44: Proposal Skripsi

44

APBD, dana tersebut diistilahkan sebagai dana pendampingan. Kecuali bagi

daerah yang memiliki kemampuan fiscal yang tidak memadai, maka tidak

memiliki kewajiban untuk menyediakan dana pendamping.

Selain untuk kepentingan reboisasi, penggunaan DAK juga diatur untuk kegiatan.

Pertama, pembiayaan investasi pengadaan dan peningkatan atau perbaikan

prasarana dan sarana fisik dengan perhitungan untuk kepentingan ekonomis

jangka panjang. Kedua, bantuan pembiayaan pengoperasian, pemeliharaan

prasarana dan sarana tertentu untuk periode terbatas(tidak lebih dari 3 tahun).

Sektor atau kegiatan yang tidak dapat dibiayai dari DAK adalah dana administrasi,

biaya penyiapan proyek fisik, biaya penelitian, biaya pelatihan, biaya perjalanan

pegawai daerah dan lain-lain biaya umum sejenis (Bratakusumah dan Solihin,

2001: 188).

2.10 Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu yang dijadikan sebagai bahan referensi adalah:

1. Richard M. Bird, Robert D. Ebel, dan Cristine I. Wallich telah melakukan penelitian

tentang hubungan antara fiscal pemerintah dan keuangan daerah. Menyatakan bahwa

kebijakan fiscal yang diterapkan oleh pemerintah pusat akan berdampak pada

kegiatan ekonomi di daerah

Page 45: Proposal Skripsi

45

2. Associate Professor Ph.D Irina-Maria Dragan (Akademi Studi Ekonomi, Bucharest,

Rumania). Dalam penelitiannya mengenai Pengalaman Eropa tentang Daerah

Desentralisasi. Menyatakan bahwa penguatan atau peningkatan pada keuangan

otonomi di daerah diimbangi dengan peningkatan pada seluruh aspek yang

mendukung dalam Otonomi Daerah tersebut, seperti dijelaskan bahwa adanya

pendapatan sendiri dari masyarakat local tersebut, penanaman investasi yang baik,

pengelolaan sumber daya yang daerah miliki.

3. Sumarsono, Hadi & Utomo, Sugeng Hadi(2009) telah melakukan penelitian tentang

Deliberate Inflation pada Kebijkan Desentralisasi Fiskal Jawa Timur dan Dampaknya

bagi Pertumbuhan Daerah. Hasil temuan penelitian ini menyatakan bahwa terdapat

hubungan yang positif siginifikan antara variabel instabilitas makroekonomi dan

pertumbuhan daerah Provinsi Jawa Timur.

4. Hehui Jin Departemen Ekonomi Stanford University, Yingyi Qian Departemen

Ekonomi University of Maryland dan Barry R. Weingast Lembaga Hoover dan

Departemen Ilmu Politik Stanford University, dalam penelitiannya mengenai Daerah

Desentralisasi dan Insentif Fiskal. Hasil penelitian mendapatkan bahwa desentralisasi

dan insentif fiscal umumnya kondusif bagi pengembangan ekonomi local.

Page 46: Proposal Skripsi

46

5. Waluyo, Joko (2007) telah melakukan penelitian tentang dampak desentralisasi

terhadap pertumbuhan ekonomi dan ketimpangan pendapatan antar daerah di

Indonesia.

2.11 Kerangka Berfikir

Pertumbuhan ekonomi merupakan suatu perubahan tingkat kegiatan ekonomi yang

berlangsung dari tahun ke tahun (Sadono, 1985:19) dan pertumbuhan ekonomi adalah

sebagian dari perkembangan kesejahteraan masyarakat yang diukur dengan besarnya

pertumbuhan domestic regional bruto per kapita(PDRB per kapita)(Zaris, 1987: 82).

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pendapatan asli daerah, dana alokasi

umum, dan dana alokasi khusus terhadap pertumbuhan ekonomi di kota Tangerang

Selatan. Dan dilihat juga nilai koefisien determinasinya guna mengetahui seberapa besar

kemampuan variabel independen dalam menerangkan variabel dependen.

Berdasarkan kerangka teori yang telah menjelaskan bahwa pengaruh desentralisasi

fiscal memiliki pengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi di kota Tangerang Selatan.

Page 47: Proposal Skripsi

47

Maka dapat dibuat kerangka berfikir atau konsep dasar dalam penelitian ini, yaitu sebagai

berikut:

Gambar 2.11 Bagan Kerangka Pemikiran

Dari bagan tersebut dapat dibuat sebuah model, yaitu sebagai berikut:

PDRB=ƒ(PAD, DAU,DAK)

PDRBi=β0+β1.PADi+β2.DAUi+β3.DAKi+ε

ẏ=β0+β1.x1+β2.x1+β3.x3+ε

ket. ẏ=PDRB

β0=consumption autonomus

β1=koefisien PAD

β2=koefisien DAU

β3=koefisien DAK

ε=variabel lain yang tidak disertakan

Pendapatan Asli Daerah X1 Dana Alokasi Umum

X2

Dana Alokasi Khusus X3

PDRB Y

Page 48: Proposal Skripsi

48

2.12 Hipotesis

Hipotesis merupakan jawaban sementara yang hendak diuji kebenarannya dengan

melihat hasil analisis sebuah penelitian. Adapun hipotesis yang diajukan dalam penelitian

ini adalah sebagai berikut:

Ha : Terdapat pengaruh yang signifikan antara PAD, DAU dan DAK terhadap

PDRB

Ho : Tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara PAD, DAU dan DAK

terhadap PDRB

Page 49: Proposal Skripsi

49

Ucapan Terima Kasih

Pertama-tama penulis ingin mengucapkan rasa syukur kepada ALLAH swt atas nikmat

dan karunia yang telah diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas tepat pada

waktunya.

Tak lupa ucapan terima kasih penulis disampaikan kepada keluarga, terutama orang tua

yang sudah memberikan dukungan baik moril maupun materiil selama penyusunan tugas ini.

Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada bapak Tony S. Chendrawan, ST.,

SE., M.Si atas bimbingan dan ilmu yang telah diberikan kepada penulis. Maaf apabila selama

di kelas penulis pernah membuat bapak marah atau ada kata-kata yang kurang berkenan

dengan Bapak.

PemKot Tangerang Selatan atas kesediaannya untuk memberikan dan membagi informasi

mengenai data-data yang dibutuhkan selama penyusunan tugas ini

Nona NY, si anak kedokteran yang selalu menjadi motivasi dalam hidup penulis selama

ini.

Kak Dwi S, alumnus IESP angkatan 2006 yang sudah memberi ijin atas penelitian yang

telah dilakukan olehnya sehingga dapat menjadi sumber referensi utama penulis.

Kawan-kawan di IESP B angkatan 2009 yang sudah banyak memberikan kontribusinya

dan sering direpotkan penulis.

Page 50: Proposal Skripsi

50

Dan pihak-pihak lain yang sudah memberikan kontribusinya kepada penulis tanpa dapat

disebutkan satu persatu.

Akhirnya penulis hanya dapat berdoa kepada ALLAH swt semoga bantuan dan partisipasi

dari semua pihak tersebut dibalas oleh-Nya pahala yang berlipatganda. Semoga tulisan ini

dapat memberikan manfaat untuk penulis khususnya dan bagi masyarakat Tangerang Selatan

pada umumnya.

Page 51: Proposal Skripsi

51

Daftar Pustaka

Adi, Priyo Hadi. 2005. “Dampak Desentralisasi Fiskal Terhadap Pertumbuhan Ekonomi

(Studi pada Kabupaten dan Kota se Jawa-Bali)”. Universitas Kristen Satya Wacana

Anam, Syamsul. 2008. “Desentralisasi Fiskal dan Sumber-Sumber Penerimaan Daerah Di

Indonesia”. Fakultas Ekonomi Unhalu

Bahar, Ujang. 2009. “Otonomi Daerah Terhadap Pinjaman Luar Negeri: Antara Teori dan

Praktik”. Jakarta: PT Indeks

Bird, Richard M. 2000a. Intergovernmental Relations: Universal Principles, Local

Applications. International Studies Program Working Paper.

Bird, Richard M. 2000b. Subnational Revenues: realities and prospect. Paper yang

disampaikan pada Intergovernmental Fiscal Relations and Local Financial Management

yang diselenggarakan oleh The World Bank Institute.

Boediono.1999. Teori Pertumbuhan Ekonomi. Yogyakarta: BPFE Universitas Gajah Mada

Bratakusumah dan Solihin (2002), Otonomi Penyelenggaraan Pemerintah Daerah, Gramedia

Pustaka Utama, Jakarta

Chalid, Pheni. 2005. “Keuangan Daerah, Investasi dan Desentralisasi: Tantangan dan

Hambatan”. Kemitraan, Jakarta

Elmi, Bachrul (2002). Keuangan Pemerintah Daerah Otonomi di Indonesia, UI-Pres,

Yogyakarta

Page 52: Proposal Skripsi

52

Hirawan, Susiyati B. “Evaluasi Lima Tahun Desentralisasi Fiskal di Indonesia.” Vol VI, No.

02. Januari, 2006

Murni, Asfia. 2006. “Ekonomika Makro”. Bandung: PT Rafika Aditama

Rohim. 2007. “Pengaruh Desentralisasi Fiskal Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten

atau Kota di Provinsi Banten”. Universitas Indonesia

Jhingan, M.L. 2004. “Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan”. Jakarta: PT Raja Grafindo

Persada

Kuncoro, Mudrajad. 2004. “Otonomi dan Pembangunan Daerah”. Jakarta: Erlangga

Lutfi, Achmad. 2001. “Pemanfaatan Kebijakan Desentralisasi Fiskal Berdasarkan UU No. 34

Th. 2000 Oleh Pemda Untuk Menarik Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Studi di Kota

Bogor.”

Mardiasmo. 2002. Otonomi dan Manajemen Keuangan Daerah. Yogyakarta: Penerbit ANDI

Saragih, Juli Panglima. 2003. Desentralisasi Fiskal dan Keuangan Daerah Dalam Otonomi.

Penerbit Ghalia Indonesia

Todaro, Michael. Economic Development, Jakarta: Erlangga.

Undang-Undang dan Peraturan

UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah

UU No. 25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pusat dan Daerah

Page 53: Proposal Skripsi

53

UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah

UU No. 33 tahun 2004 pasal 5 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan

Daerah

Internet

_____, Situs resmi Pemerintah Kota Tangerang Selatan, diakses pada 9 Mei 2011 dari

http://tangerangselatankota.go.id/

_____, Situs resmi Badan Pusat Statistik, diakses pada 10 Mei 2011 dari http://bps.go.id