proposal soundscapes

Upload: hendrik-suriandjo

Post on 31-Oct-2015

139 views

Category:

Documents


6 download

TRANSCRIPT

  • 0

    SOUNDSCAPES DALAM DESAIN KAWASAN

    (Kajian Akustika lingkungan dalam Perancangan Kota, bagaimana

    bunyi mempengaruhi kesan psikologis kenyamanan dan desain

    lansekap kawasan)

    PROPOSAL TESIS

    Oleh

    HENDRIK SURYO SURIANDJO

    1023212030

    UNIVERSITAS SAM RATULANGI

    PROGRAM PASCASARJANA

    MAGISTER ARSITEKTUR

    MANADO

    2012

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    A. Latar belakang

    Desain kawasan dewasa ini semakin berkembang seiring dengan dibukanya

    kabupaten dan kota yang baru. Hal ini menuntut peran dari percancang kota untuk

    dapat merencanakan dan mendesain suatu kawasan yang tidak hanya baik dan enak

    dipandang namun merupakan bagian dari kota sesuai dengan ciri khasnya dan dapat

    mewadahi kegiatan masyarakat di dalam kota tersebut. Perancangan kota merupakan

    bagian dispilin ilmu dalam arsitektur yang penekanannya lebih pada urban design

    yang lebih menitikberatkan pada desain kota untuk menciptakan sense of place yang

    nyaman, aman, menarik dan memiliki genus loci (daya tarik yang khas). Kenyamanan

    dalam ilmu Arsitektur dapat dibedakan dalam tiga aspek fisik, yaitu udara, cahaya

    dan bunyi. Ketiga aspek ini perlu mendapat perhatian agar kesehatan dan

    kenyamanan suatu kawasan dapat terjaga dengan baik.

    Semakin banyaknya kendaraan bermotor, bunyi mesin, alat-alat pengeras

    suara yang terus bertambah telah meningkatkan kebisingan disekitar bangunan dan

    dalam suatu kawasan. Bunyi bunyi ini masuk kedalam kawasan dan bangunan

    sehingga mempengaruhi kualitas pendengaran dan kenyamanan yang ada dalam suatu

    kawasan yang membutuhkan adanya suasana yang nyaman. Keadaaan ini

    mengakibatkan dirampasnya kenyamanan yang layak diterima oleh masyarakat

    pengguna kota, yang kebanyakan kasusnya terjadi di daerah publik dalam pusat kota

  • 2

    (kebisingan yang include dengan suara kendaraan, alat pengeras pedagang, bunyi

    musik, bunyi suara manusia tanpa alat pengeras, dsb).

    Istilah Soundscapes merupakan istilah baru yang coba diangkat dalam

    penelitian ini. Merupakan bagian dari akustika lingkungan yang dititik beratkan pada

    kualitas persepsi kenyamanan kawasan, di mana bunyi menjadi unsur pembentuk

    kawasan (bunyi dari elemen arsitektur yang ada dalam suatu kawasan yang dapat

    mempengaruhi kesan psikologis) dan sesuai dengan standart kenyamanan kebisingan

    outside the building (di luar bangunan). Secara umum, penelitian ini meliputi tata

    letak ruang publik dalam suatu kawasan termasuk pengunaan material dan elemen

    yang memiliki kemampuan akustik memadai untuk menciptakan kesan psikologis

    yang nyaman dan dapat mengendalikan ataupun me-reduce kualitas bunyi yang

    bising dalam suatu kawasan. Penelitian ini dianggap menarik, karena mencoba

    merumuskan sesuatu yang baru terhadap desain kawasan (sejauh mana bunyi

    mempengaruhi desain dan kenyamanan suatu kawasan) termasuk didalamnya

    menyangkut aspek kebisingan kawasan (melalui studi kasus). Ini berarti terdapat dua

    setting situasi dalam penelitian ini. Pertama, setting situasi berdasarkan studi kasus

    (dipilih objek kawasan publik) dan kedua setting pola penataan berdasarkan hasil

    persepsi studi kasus diwujudkan dalam bentuk grafis.

    B. Perumusan Masalah

    Berdasarkan latar belakang permasalahan yang telah diuraikan dan

    ditetapkan diatas, dapatlah dijelaskan perumusan masalah sebagai berikut :

  • 3

    1. Nyaman belum tertentu aman, sehingga kenyamanan seperti apakah yang

    digambarkan melalui kesan psikologi masyarakat ketika berada di dalam

    kawasan publik pada tingkatan waktu dan suhu yang berbeda (pagi siang

    sore malam), baik pada hari normal dan hari sibuk/ramai?

    2. Bunyi apa yang diharapkan dapat di dengar (baik manusia maupun elemen

    arsitektur yang ada) di kawasan publik pada waktu tertentu, sehingga dapat

    memberikan kesan secara psikologis dikatakan nyaman dan aman?

    3. Bagaimanakah pola penataan kawasan publik (design Soundscapes for public

    spaces) berdasarkan persepsi masyarakat yang dirasakan nyaman, dapat

    mempengaruhi desain kawasan dan dapat mengurangi kebisingan kawasan?

    C. Hipotesis

    Hipotesis yang dapat di angkat dalam pembahasan ini menurut perumusan

    masalah di atas ialah :

    1. Kenyamanan yang dirasakan ternyata berbeda (not ekivalen) menurut tingkatan

    suasana waktu dan suhu (pagi siang sore malam), baik pada hari normal

    dan hari sibuk/ramai.

    2. Bunyi yang diharapkan ialah dari setiap elemen arsitektural yang ada di dalam

    kawasan (gemericik air dari kolam yang ada dapat terdengar jelas, percakapan

    yang tenang dan jelas terdengar, suara anak-anak bermain, detak langkah orang,

    irama desiran angin menerpa pepohonan, dsb).

  • 4

    3. Design Soundscapes yang baik berupa pola penataan kawasan publik dapat

    terjawab dan disajikan pada akhir penlitian ini.

    D. Tujuan Penelitian

    Secara spesifik tujuan dari Penelitian ini yaitu :

    1. Menemukan persepsi kenyamanan yang diharapkan dalam tingkatan suasana

    waktu dan suhu yang berbeda (pagi siang sore malam), baik pada hari

    normal dan pada hari sibuk.

    2. Menemukan elemen arsitektur (baik soft maupun hard material) yang

    mengahsilkan bunyi untuk dapat di terapkan dalam desain kawasan publik.

    3. Menemukan pola penataan kawasan berdasarkan aspek bunyi (design

    Soundscapes), yang dapat berfungsi sebagai pembentuk suasana ruang pada

    kawasan publik termasuk didalamnya mengurangi kebisingan.

    E. Kerangka Pemikiran

    Secara skematis, gambaran mengenai kerangka pemikiran penelitian ini

    mulai dari latar belakang penelitian sampai pada kesimpulan penelitian dapat dilihat

    pada Gambar 1 di bawah ini :

  • 5

    DATA

    Primer:1. Observasi2. Wawancara3. Pemetaan

    Sekunder :1. Peta Kawasan2. Data Fisik

    Kawasan3. Data Non Fisik4. Kebijakan

    terkait

    PENDAHULUAN

    Latar Belakang Perumusan Masalah Hipotesis Tujuan Pembahasan Metodologi

    VARIABEL YANG DI KAJI1. Elemen arsitektur ruang l

    luar pembentuk arsitektur kota

    2. Sumber bunyi kawasan

    yang menyebabkankebisingan

    ANALISIS DATA

    1. Standart kenyamanan bising

    2. Sumber bunyi kawasan3. Siundscapes kawasan

    4. Persepsi

    Analisis Dekriptif kualitatif dengan metode SWOT

    TINJAUAN TEORI

    STUDI KASUS

    REKOMENDASI

    KERANGKA KONSEP DASAR

    SOUNDSCAPES DANKESIMPULAN

    DESAIN PENATAAN SOUNDSCAPESRencana Umum

    Komponen Perancangan kawasan (Soft & Hard)

    Urban Design Guidlines (UDGL)

    Desain Model (2D dan 3D)

    FEED BACK

    Gambar 1. Kerangka Pemikiran penelitian

  • 6

    BAB II

    TINJAUAN TEORI

    A. Bunyi dan Kebisingan

    1. Pengertian bunyi

    Bunyi dalam bahasa inggris di kenal dengan istilah sound, menurut kamus

    besar bahasa Indonesia disamaartikan dengan kata bunyi atau suara. Ternyata bunyi

    dan suara juga memiliki arti yang berbeda. Bunyi adalah sesuatu yang di dengar oleh

    telinga, dapat berasal dari benda apa saja, asalkan menghasilkan bunyi. Sementara

    istilah suara lebih cenderung diartikan sebagai bunyi yang keluar dari mahluk hidup,

    seperi manusia dan binatang, atau benda-benda yang lebih khusus. Penelitian ini akan

    lebih banyak mendefinisikan sound sebagai bunyi.

    2. Pengertian kebisingan

    Istilah kebisingan berasal dari kata bising, menurut kamus besar bahasa

    Indonesia diartikan sebagai ramai atau hiruk pikuk yang berasa di telinga seakan-akan

    pekak.

    3. Kriteria kebisingan

    Sebelum lebih lanjut mengenai kriteria kebisingan, perlu diketahui dahulu

    tentang desibel. Menurut Mediastika (2009) kepekaan telinga yang tidak sama

    terhadap bunyi menyebabkan pengukuran tingkat keras bunyi menggunakan satuan

    desibel (dB) menjadi lebih mudah, karena terdiri dari angka-angka yang lebih mudah

    dipahami. Ia juga mengemukakan bahwa batas terbawah kemampuan telinga manusia

  • 7

    dalam mendengar bunyi adalah 0 dB dan 140 dB sebagai batas tertinggi (dapat di

    lihat pada tabel 1).

    Tabel 1. Tingkat keras bunyi dalam Pa dan dB

    Sound Pressure (Pa) Sound Level (dB) Contoh Keadaan

    200 140 Ambang batas atas pendengaran

    130 Pesawat terbang tinggal landas

    20 120 Diskotik yang amat gaduh

    110 Diskotik yang gaduh

    2 100 Pabrik yang gaduh

    90 Kereta api berjalan

    0,2 80 Pojok perempatan jalan

    70 Mesin penyedot debu umumnya

    0,02 60 Percakapan dengan berteriak

    0,002 30 s.d. 50 Percakapan normal

    0,0002 20 Desa yang tenang, angin berdesir

    0,00002 0 s.d. 10 Ambang batas bawah

    pendengaran

    Sumber : Material akustik pengendali kualotas bunyi pada bangunan,

    Mediastika (2009)

    Kebisingan berdasarkan SK. 405/Menkes RI/SK/XI/2002 tentang

    Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja, Perkantoran dan Industri mengenai lama

    paparan kebisingan dapat dilihat pada tabel 1.

    Tabel 2. Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja, Perkantoran dan Industri

    mengenai lama paparan kebisingan

    Tingkat Keras (dB) Lama Paparan diijinkan/hari

    82 16 jam

    85 8 jam

    88 4 jam

    91 2 jam

    97 1 jam

    100 0,25 jam (15 menit)

    Sumber : SK. 405/Menkes RI/SK/XI/2002

  • 8

    Kebisingan yang terjadi di sekitar kita dibedakan menjadi :

    a. Kebisingan latar belakang adaalah tingkat kebisingan yang terpapar terus

    menerus pada suatu area, tanpa adanya sumber-sumber bunyi yang muncul

    secara signifikan.

    b. Kebisingan ambien adalah total kebisingan yang terjadi pada suatu area, meliputi

    kebisingan latar belakang dan kebisingan lain yang muncul pada suatu waktu

    dengan tingkat keras melebihi tingkat keras kebisingan latar belakang dan

    merupakan hasil kompilasi kebisingan, baik yang sumbernya dekat maupun jauh.

    c. Kebisingan tetap adalah tingkat kebisingan yang berubah-ubah dengan fluktuasi

    (naik turun) maksimum 6 dB.

    Kebisingan latar belakang umumnya dapat diterima tanpa menimbulkan

    gangguan yang berarti karena pada tingkat keras maksimum 40 dB (lihat tabel 3).

    Bahkan pada suatu keadaan, keberadaan kebisingan latar belakang justru dibutuhkan

    agar suasana tidak terlalu lenggang yang dapat menimbulkan kesan menakutkan atau

    mengurangi privasi seseorang. Sebagai contoh, dalam suasana malam yang sepi,

    kebisingan latar belakang berupa lalu-lalang kendaraan di kejauhan dapat

    menumbuhkan rasa tenang karena menggambarkan suasana dunia nyata. Atau pada

    sebuah rumah makan, sengaja diputar alunan musik lembut agar percakapan suatu

    kelompok tamu tidak mengganggu kelompok tamu lainnya. Sedangkan kebisingan

    ambien merupakan kebisingan yang perlu mendapat perhatian serius karena jenis

    kebisingan ini umumnya menimbulkan gangguan, terlebih bila sumber kebisingan

    yang jaraknya dekat merupakan kebisingan tetap yang tingkat kerasnya melebihi 50

  • 9

    dB. Kebisingan ambien yang melebihi 60 dB akan menyebabkan percakapan atau

    komunikasi sulit dilakukan, Mediastika (2009).

    Tabel 3. Baku kebisingan latar belakang untuk fungsi ruang yang berbeda-

    beda

    No Fungsi Ruang / bangunan

    Tingkat maksimum

    kebisingan latar

    belakang (dBA)

    1 Studio rekaman atau siaran 15 s.d. 20

    2 Ruang konser musik 15 s.d. 25

    3 Teater, ruang konferensi, ruang sidang 25 s.d. 30

    4 Rumah sakit, kamar hotel, perpustakaan 25 s.d. 35

    5 Kelas, ruang rapat, rumah tinggal 30 s.d. 35

    6 Rumah makan mewah dan kantor 35 s.d. 40

    7 Kafetaria 40 s.d. 45

    Sumber : Material akustik pengendali kualotas bunyi pada bangunan,

    Mediastika (2009)

    Setiap fungsi bangunan tertentu memiliki baku tingkat kebisingan yang di

    anut agar kenyamanan di dalam bangunan terjaga (berlaku juga untuk kawasan).

    Untuk Indonesia, baku tingkat kebisingan yang di acu masih berupa baku yang

    longgar dan belum ada sanksi berat bagi yang melanggar. Sementara itu di beberapa

    Negara maju dikenal istilah noise criteria (NC) yang disarankan untuk fungsi-fungsi

    bangunan tertentu (lihat tabel 4). Berdasarkan Permen Kes. No. 78/Menkes/Per/XI/87

    telah diberlakukan pembagian zona-zona peruntukan yang dapat dilihat pada tabel 5.

  • 10

    Tabel 4. Rekomendasi nilai Noise Criteria (NC) pada fungsi ruang/bangunan

    tertentu

    Fungsi Bangunan/Ruang Rekomendasi

    Identik dengan

    tingkat kebisingan

    (dBA)

    Ruang konser, opera, studio rekam dan ruang

    lain dengan tingkat akustik sangat detil NC 15 NC 20 25 s.d. 30

    Rumah sakit, ruang tidur/istirahat pada rumah

    tinggal, apartemen, motel, hotel dan ruang lain

    untuk istirahat/tidur

    NC 20 NC 30 30 s.d. 40

    Auditorium multifungsi, studio radio/televisi,

    ruang konservasi dan ruang lain dengan

    tingkat akustik sangat baik

    NC 20 NC 30 30 s.d. 40

    Kantor, kelas, ruang baca, perpustakaan dan

    ruang lain dengan tingkat akustik yang baik NC 30 NC 35 40 s.d. 45

    Kantor dengan penggunaan ruang bersama,

    kafetaria, tempat olahraga dan ruang lain

    dengan tingkat akustik yang cukup

    NC 35 NC 40 45 s.d. 50

    Lobi, koridor, ruang bengkel kerja dan ruang

    lain yang tidak memerlukan akustik cermat NC 40 NC 45 50 s.d. 55

    Dapur, ruang cuci, garasi, pabrik dan

    pertokoan NC 45 NC 55 55 s.d. 65

    Sumber : Concepts in Architectural Acoustic, Egan (1976)

    Tabel 5. Pembagian zona-zona peruntukan

    Zona Peruntukan Tingkat kebisingan (dBA) Maksimum di

    dalam bangunan

    Dianjurkan Diperbolehkan

    A Laboratorium, rumah sakit,

    panti perawatan

    35 45

    B Rumah, sekolah, tempat

    rekreasi

    45 55

    C Kantor, pertokoan 50 60

    D Industri, terminal, stasiun KA 60 70

    Sumber : Permen Kes. No. 78/Menkes/Per/XI/87

  • 11

    B. Urban Design dan Urban Landscapes dalam konteks perancangan kota

    1. Urban Design

    Urban design adalah proses dan produk pembuatan kota, merancang kota

    tanpa merancang bangunan, desain lingkungan publik atau aspek fisik perencanaan

    kota.

    a. Disiplin utama dan penting yang menghubungkan Perencanaan, Perancangan

    dan Pengembangan Kota-kota dan Desa "

    b. Desain perkotaan adalah seni merancang secara umum bagian besar dari

    lingkungan yang akan dibangun sebelum desain bangunan tertentu atau

    komponen lainnya secara lebih rinci."

    c. ........ Bagian dari proses penciptaan, pembaharuan dan pemeliharaan perkotaan

    dan infrastruktur perkotaan yang dibuat masyarakat.

    d. Jelasnya, definisi ringkas yang membedakan parameter desain dalam perkotaan.

    e. "....... terletak di "daerah abu-abu antara perencanaan dan arsitektur"

    f. "....... meliputi daerah antara profesi arsitektur dan perencanaan-daerah yang

    ditinggalkan, tidak juga diisi oleh salah satu profesi "

    2. Urban Landscapess

    Lansekap kota mencakup jumlah keseluruhan lahan yang tidak dibangun di

    dalam dan di sekitar kota. Sesungguhnya bangunan perkotaan dan sarananya sendiri

    juga dapat dianggap sebagai bagian dari lansekap kota, dalam bentuk dan distribusi

    mendefinisikan matriks ruang terbuka publik dan swasta yang membentuk lansekap

    kota, serta memberikan latar belakang untuk itu. Lansekap perkotaan adalah jumlah

    dari semua bagian, tetapi juga perlu dipahami sebagai satu kesatuan yang lebih besar

    dari jumlah mereka.

    Taman dan ruang hijau alami membentuk komponen vital dari lanskap

    perkotaan, tetapi begitu juga elemen lainnya. Ini termasuk jalan-jalan dan alun-alun,

    kuburan dan lahan kebun, lanskap perumahan dan lokasi industri, tempat sampah dan

    pertanian di perkotaan. Elemen-elemen ini juga termasuk kolam renang, udara

    terbuka dan tepian air, taman bermain dan taman sekolah pinggiran kota, koridor

  • 12

    kereta api dan kanal, taman bersejarah dan situs terbengkalai, lahan olahraga dan

    perkemahan, hutan kota dan cagar alam, waduk dan vegetasi pinggir jalan. Daftar

    panjang ini dan lansekap kota amat kaya dan kompleks, memang hampir tidak ada

    rencana lahan perkotaan yang dalam beberapa hal tidak berkontribusi pada lansekap

    kota. Sudah saatnya itu untuk diberikan perhatian begitu layak.

    Salah satu alasan utama secara alami tak terlihatnya lansekap dalam penataan

    kota adalah kita tidak menggunakan dan mengamati secara menyeluruh. Sementara

    ini adalah benar dalam kasus pembuat kebijakan, kelihatannya aspek tersebut hanya

    berlaku untuk administrasi kota, yang untuk tujuan praktis dimengerti tanggung

    jawab untuk desain, perencanaan dan pengelolaan lansekap kota melibatkan antar

    departemen. Namun penting juga kita ketahui bahwa keputusan yang diambil untuk

    alasan tertentu, tidak berarti bahwa bisa lepas dari kepentingan strategis lansekap kota

    secara keseluruhan sebagai sumber daya vital bagi kota.

    Salah satu hal penting untuk mengetahui fungsi dari ruang kota hijau adalah

    dengan banyaknya ruang tersebut dirasakan dan digunakan oleh penduduk perkotaan.

    Hal ini dipengaruhi oleh banyak faktor termasuk sifat dan dinamika morfologi

    perkotaan pada skala kota dan lingkungan. Pada kenyataannya lansekap perkotaan

    merupakan dasar dari semua, dimana saat ini masalah Landscapes dipandang sebagai

    hal yang penting untuk daerah perkotaan Eropa: Landscapes merupakan sumber daya

    strategis yang dapat meningkatkan kualitas hidup bagi warga mereka; menjamin

    lingkungan yang menarik bagi para investor; bertindak sebagai hal penting bagi

    kesehatan penduduk perkotaan; memberikan koridor untuk sistem transportasi yang

    ramah lingkungan; memperkuat kesatuan sosial sebagai tempat komunikasi publik

    dan interaksi, dan bahkan menyediakan infrastruktur spasial yang diperlukan untuk

    pengelolaan air perkotaan.

    Landscapes kota yang berkelanjutan sangat diperlukan guna mencapai

    keseimbangan yang benar antara kebutuhan lingkungan, ekonomi dan social, sangat

    disesali jika dikatakan lansekap kota tidak bermanfaat. Hal tersebut tidak

    memberitahu kita secara jelas bagaimana menemukan 'keseimbangan' antara kota dan

    lansekap dan itu berarti kita membutuhkan jasa para arsitek lansekap. Dimana arsitek

  • 13

    lansekap, dengan asumsi mereka memang harus dilibatkan, karena mereka memiliki

    beberapa pengetahuan, keterampilan atau pelatihan dimana memungkinkan mereka

    untuk memutuskan apa yang 'benar'. Definisi yang lebih baik diperlukan jika kita

    ingin memiliki desain yang lebih baik untuk lanskap yang berkelanjutan.

    Gambar 2. Contoh penerapan lansekap dalam kota

    3. Elemen-Elemen dalam Lansekap Kota

    Elemen-elemen apa yang masuk dalam lansekap kota, yang dapat diterapkan

    dalam desain dan perancangan lansekap perkotaan? Ada beberapa elemen dalam

    desain kota yang dapat menjadi bagian dalam perancangan kota tropis dan pesisir

    diantaranya :

    a. Bridge (Jembatan)

  • 14

    b. Dustbins (Tempat sampah)

    c. Street Lights (Lampu Jalan)

    d. Hard Scape (Unsur Keras)

  • 15

    e. Soft Scape (Unsur Ringan/lembut)

    f. Street Trees (Pohon Jalan)

    g. Street Shrubs (Rumput/vegetasi Jalan)

  • 16

    h. Street Signages (Penanda jalan)

    4. Komponen dalam Lansekap Kota

    Beberapa komponen dalam desain kota yang dapat menjadi bagian dalam

    perancangan kota tropis dan pesisir diantaranya :

    a. Gardens (Taman)

    b. Housing (Perumahan)

  • 17

    c. Parks (Ruang Terbuka)

    d. Street Ground (Jalan Tanah)

    e. Street (Jalan)

  • 18

    f. Urban Woodland (Hutan Kota)

    g. Water Fronts (Tepian air)

    h. Graveyards (Pekuburan)

  • 19

    C. Soundscapes

    1. Pengertian dan pendekatan Soundscapes

    Istilah Soundscapes mengacu pada akustik lingkungan di suatu tempat, seperti

    daerah perumahan atau taman kota dan yang dirasakan dan dipahami oleh orang-

    orang. Ini sama dengan akustik untuk lansekap kawasan, dan mencakup semua

    sumber bunyi yang diinginkan maupun yang tidak diinginkan.

    Soundscapes merupakan bagian dari lingkungan yang harus direncanakan dan

    dirancang melalui pemikiran yang kreatif. Ini berarti bunyi merupakan hal mendasar

    dan penting dalam membangun rasa tempat (sense of places). Soundscapes adalah

    bukan pertanyaan tentang bagaimana bunyi yang keras, tapi apa yang

    terdengar nyaman dan dirasakan sesuai dengan tempat dari mana bunyi itu terdengar

    dan di mana bunyi itu di dengar. Ini sangat penting dalam peningkatan aspek kualitas

    hidup termasuk didalamnya secara psikologis dapat membantu melakukan kegiatan

    harian seperti : pidato, tidur, dan rekreasi. Pada saat yang sama tidak ada

    Soundscapes yang ideal. Untuk memutuskan mana Soundscapes yang baik, kita harus

    mempertimbangkan kegiatan Soundscapes yang memungkinkan di sebuah tempat.

    Menurut Lex Brown (2010) perencanaan Soundscapes bukan berarti suatu

    desain yang menenangkan atau tinggi berkualitas, tidak selalu juga tentang desain

    suara yang rendah atau sunyi. Namun Soundscapes ialah apa yang mereka dengar

    terhadap bunyi di suatu tempat yang ,mengakibatkan tercapainya kesesuaian

    antara lansekap dan Soundscapes (suatu places menghasilkan bunyi yang alami dan

    tidak dibuat-buat).

  • 20

    I loved what I heard when I was in Catalunya Square, Barcelona: pigeons

    flapping and cooing; people walking; voices and children; the sounds of splashing

    water from the fountain. In truth, it was a loud place; full of sound, full of energy and

    vitalityand a delight to experience. All of the sounds present in this place made up

    its acoustic environment, and peoples experience of this acoustic environment is the

    Soundscapes of the place. (Saya menyukai apa yang saya dengar ketika saya berada

    di Catalunya Square, Barcelona: merpati mengepakkan dan berdekut; orang berjalan;

    suara anak; suara gemercik air dari air mancur. Sebenarnya, itu adalah tempat yang

    ramai, penuh suara, penuh energi dan kekuatan - dan sangat menyenangkan sebagai

    pengalaman. Semua bunyi hadir di tempat ini seperti akustik lingkungan, dan

    pengalaman yang dirasakan orang-orang terhadap lingkungan akustik ini adalah

    Soundscapes dari suatu tempat). Alex Brown (2010)

    Gambar 3. Visualisasi suasana yang digambarkan oleh Alex Brown

  • 21

    Bunyi hanyalah satu komponen dari pengalaman orang-orang di tempat

    tersebut : ada juga pengalaman visual, suhu, angin, vegetasi, bahan yang berbeda dari

    permukaan lantai, keamanan fisik dari tempat itu, kegiatan mereka sendiri dan

    kegiatan orang lain terlihat jelas di tempat ini. Sementara para ahli

    cenderung untuk membedah lingkungan ke dalam komponen per bagian,

    kenyataannya adalah bahwa pengalaman orang-orang adalah lingkungan itu sendiri.

    Ini berarti ekspresi oranglah yang menentukan baik tidaknya suatu lingkungan

    lansekap itu tercipta. Salah satu cara yang berguna untuk menggambarkan desain

    yang mendasari prinsip-prinsip perencanaan Soundscapes adalah secara jelas

    bagaimana cara desain dengan mengontrol kebisingan dan dengan cara desain melalui

    pendekatan Soundscapes yang berbeda. Sudah cukup banyak pemahaman tentang

    pendekatan pengelolaan akustik lingkungan luar melalui kontrol terhadap kebisingan.

    Hal ini penting untuk mengidentifikasi pendekatan yang berbeda melalui

    Soundscapes untuk mengendalikan kebisingan. Perbedaannya dapat dilihat dalam

    tabel 6.

    There is much we still do not know about Soundscapes of the outdoor

    environment: how to properly measure peoples experience of it; the effect on this

    experience of peoples levels of engagement with the space/activity; visual/aural

    interactions; the potential restorative functions of Soundscapes; or the role of

    listening states analytical listening vs. distracted listening. (Ada banyak hal yang

    kita tidak tahu tentang Soundscapes lingkungan luar: bagaimana cara yang benar

    mengukur pengalaman orang-orang itu; efek pada pengalaman, tingkat keterlibatan

    masyarakat dengan ruang / kegiatan; interaksi audio/visual; fungsi dan potensi

  • 22

    Soundscapes; atau analisis mendengarkan vs pendengaran yang terganggu) Truax,

    (2001).

    Tabel 6. Perbandingan pendekatan kebisingan dan pendekatan Soundscapes

    No Pendekatan kebisingan Pendekatan Soundscapes

    1 Suara sebagai sampah Suara sebagai potensi

    2 Perhatian bunyi ketidaknyamanan Perhatian suara pada keinginan/pilihan

    3 Respon manusia yang terkait dengan

    tingkatan keras suara

    Respon sering kali tidak berhubungan

    dengan keras namun tenang bukanlah

    tujuan

    4 Mengkur dengan menggabungkan

    semua sumber bunyi

    Mengukur dengan membedakan antara

    sumber bunyi: (suara inginkan dan

    yang tidak diinginkan).

    5 Mengatur dengan mereduksi tingkat

    kebisingan

    Mengatur dengan menutupi suara yang

    diinginkan dan yang tidak diinginkan

    Sumber : An approach to the acoustic design of outdoor space

    Brown, A.L., & Muhar, A. (2004).

    Dalam pengendalian kebisingan, suara dilihat sebagai produk sampah -

    harus dikelola seperti semua limba sampah. Ini berhubungan dengan

    bunyi yang menyebabkan ketidaknyamanan manusia. Bahkan model kontrol

    kebisingan yang mendasari adalah bahwa tingkat ketidaknyamanan sebanding dengan

    tingkat keras suara dan tindakan terhadap kontrolnya ialah dengan mengurangi

    tingkat kebisingan. Pendekatan Soundscapes sebaliknya, menganggap akustik

    lingkungan (bunyi) sebagai potensi. Cukup fokus pada suara yang tidak diinginkan

    yang menyebabkan manusia merasa tidak nyaman, ini jauh lebih baik daripada

    banyaknya bunyi yang orang-orang inginkan, atau memilih-dan, secara kritis,

    pilihan ini mungkin, atau tidak mungkin, tergantung pada tingkat

    keras bunyi.

  • 23

    Menurut Zhang & Kang (2007), Keinginan manusia terhadap bunyi di tempat

    manapun adalah sangat tergantung pada konteks. Menurut penelitiannya bunyi yang

    disukai orang pada suatu kawasan publik secara umum sebagai berikut :

    a. air yang mengalir / berpindah (dalam segala wadah),

    b. suara-suara alam-burung dan hewan,

    c. angin di pepohonan,

    d. suara orang-orang (suara, langkah kaki, tertawa, dan menyanyi), dan

    e. bunyi mesin (transportasi, mesin, ventilator).

    Hampir semua desain akustik lingkungan di ruang terbuka mengakomodir bunyi

    dari berbagai sumber. Desain akustik lingkungan yang baik hasilnya diharapkan dapat

    memberikan bunyi yang secara dominan manusia inginkan dapat di dengar pada

    tempat tersebut dan atau menyembunyikan bunyi yang tidak diinginkan di tempat

    yang tidak dapat di dengar. Desain akustik lingkungan juga menyampaikan satu hal

    yang perlu dicapai ialah untuk memastikan bahwa bunyi yang diinginkan oleh

    manusia tidak tertutupi oleh bunyi yang tidak diinginkan di dengar pada suatu tempat.

    Dapat di tarik suatu kesimpulan bahwa soundcsapes merupakan bagian yang

    terbaik dari landscapes sebagai manusia tubuh terdiri atas tubuh jasmani dan jiwa

    rohani maka soundscapes merupakan jiwa dari landscapes kawasan.

    2. Proses desain dalam Soundscapes

    Proses desain untuk ruang luar, yang menggabungkan prinsip-prinsip ini, terdiri

    dari 4 (empat) langkah.

  • 24

    Langkah 1 mengharuskan secara jelas mendefinisikan tempat yang menarik dan

    aktifitasnya (orang-orang yang terlibat, apa yang mereka lakukan, apa yang orang lain

    lakukan, waktu hari, cuaca, motivasi, harapan, dan sebagainya).

    Pada Langkah 2, membentuk tujuan desain akustik pada tempat dan aktifitas

    tertentu (menggunakan proses normal dimana perencana fokus konsensus kelompok

    dalam hal-hal serupa). Beberapa tujuan desain akustik misalnya, yang

    memperhitungkan prinsip-prinsip desain Soundscapes seperti keinginan menutupi

    bunyi yang tidak diinginkan seperti : air bergerak merupakan suara yang dominan;

    bagian bunyi tertentu harus secara jelas terdengar lebih jelas dari beberapa daerah,

    mendengar, sebagian besar, (tanpa mesin, tanpa pengeras) suara yang dibuat oleh

    orang-orang, tidak dapat mendengar suara orang, suara-suara alam harus dominan

    terdengar, hanya suara alam yang harus terdengar; baik untuk mendengar pidato

    tanpa pengeras suara (atau musik); cocok untuk mendengar pidato yang diperkuat

    dengan pengeras suara (atau musik); akustik patung / instalasi suara harus jelas

    terdengar; bunyi yang menyampaikan vitalitas kota harus terdengar secara dominan.

    Berdasarkan prinsip-prinsip dalam tabel 5, tujuan desain akustik ialah dengan

    mengendalikan kebisingan yang biasanya ditentukan dalam istilah seperti, "tingkat

    keras bunyi tidak lebih besar dari X dB ", tujuan ini sudah termasuk bunyi yang

    diharapkan ada di tempat ini (misalnya, air bergerak, alam, pidato, musik, gereja

    lonceng), kadang-kadang suara yang tidak diinginkan (misalnya, tidak bisa

    mendengar suara orang-orang), desain dan spesifikasi teknis yang baik untuk

    menutupi suara yang tidak diinginkan (hanya mendengar suara) atau beberapa bagian

    suara saja (mendengar suara yang dominan). Jika perencana sudah dapat melewati

  • 25

    langkah 1 sampai 3, spesialis akustik dapat melanjutkan desain akustik dan desain

    pada langkah 4, dengan menggunakan semua keterampilan dan alat yang biasanya

    diterapkan dalam manajemen kebisingan dan desain akustik (lebih jelas lihat gambar

    3).

    Gambar 4. Proses desain dalam Soundscapes

  • 26

    3. Lokasi dan tujuan desain Soundscapes

    Ada banyak calon lokasi Soundscapes seperti :

    a. desain perencanaan dan manajemen,

    b. taman kota,

    c. taman negara,

    d. wilayah rekreasi,

    e. mall dan daerah pejalan kaki, dan

    f. beberapa kompleks residensial.

    Peluang mungkin akan besar bila daerah sedang dibangun kembali, atau dalam

    tahap desain awal. Desain ruang akustik luar mengharuskan secara spesifikasi dan

    hati-hati terhadap tujuan akustik. Pertimbangan Soundscapes dalam perencanaan dan

    desain ruang outdoor amat diperlukan.

    Memastikan bunyi yang menjadi dari sebuah menara lonceng agar dapat di

    dengar melalui desa, dan tidak ditutupi oleh sumber bunyi yang tidak diinginkan,

    akan memerlukan tingkat desain dan manajemen dari sumber tersebut (misalnya, lalu

    lintas, tanaman, ventilasi, musik yang diperkuat dengan pengeras, dll). Manusia

    umumnya ingin mendengar, suara-suara alam di taman, mengharuskan pengaturan

    terhadap bunyi mekanis baik yang dekat dan jauh untuk memastikan bunyi tersebut

    tidak selalu menutupi bunyi gemerisik daun atau panggilan burung. Dalam taman,

    suara manusia sesekali, atau langkah kaki, bisa diterima.

  • 27

    Gambar 5. Aktifitas dalam taman dan bunyi lonceng yang menjangkau desa (contoh

    soundscapes dalam kawasan)

    Tujuan perancangan melalui pendekatan Soundscapes ialah :

    a. Meningkatkan kenyamanan kualitas lingkungan binaan sebagai dampak

    terhadap kualitas kehidupan manusia,

    b. Menciptakan ruang luar berdasakan bunyi yang diharapkan manusia untuk

    dapat di dengar pada kawasan tersebut.

    c. Menciptakan ruang publik yang dapat dinikmati oleh manusia, dan

    d. Dapat menghidupkan kembali pengelolaan lingkungan akustik di luar

    ruangan.

  • 28

    BAB III

    METODOLOGI

    A. Metode yang digunakan

    Metode yang digunakan adalah metode Deskriptif

    B. Pendekatan yang dilakukan

    Pendekatan yang dilakukan ialah Kualitatif dengan pertimbangan sebagai

    berikut :

    1. Fokus kajian pada perangkat yang bobot penilaian kualitatif jauh lebih besar

    dibandingkan penilaian kuantitatif.

    2. Keterkaitan unsur subjektifitas manusia dalam penataan suatu model penataan

    ruang dalam kawasan.

    Metode Kualitatif membantu para perencana perkotaan memeriksa faktor

    faktor yang tidak mudah menerima pengukuran kuantitatif (Catanese, 1989).

    Perencana perkotaan selalu memilih metode yang tampak paling sempurna, paling

    praktis dan paling bisa dikerjakan pada situasi tertentu. Pembahasan ini juga

    mengandung unsur kasualitatis (studi kasus) sehingga diarahkan pada pengembangan

    deskripsi lokasi kawasan.

  • 29

    C. Lokasi penelitian

    Kawasan yang dipilih adalah kawasan publik (Kawasan Mega mas dan

    pemukiman di jalan boulevard) masuk dalam Lokasi Kecamatan Wenang tepatnya

    Kelurahan Wenang Utara dan Wenang Selatan. Batas-batasnya sebagai berikut :

    Sebelah Utara : Pantai Manado

    Sebelah Selatan : Jalan Sam Ratulangi

    Sebelah Timur : Kawasan Blue Banter dan IT center

    Sebelah Barat : Sungai Sario

    Gambar 6. Lokasi penelitian

  • 30

    D. Lingkup dan batasan

    Lingkup dan batasan penelitian ialah sebagai berikut :

    1. Mengkaji secara persepsi kenyamanan dalam kawasan

    2. Analisis kuantitatif terkait kebisingan hanya dijadikan kajian teori dan sumber

    dan pemahaman menyangkut standart dalam kebisingan

    E. Metode pengumpulan data

    Proses pengambilan data primer ditempuh melalui :

    1. Observasi langsung / Pengamatan (Darat dan laut)

    2. Wawancara Kualitatif,

    3. Pemetaan kawasan

    4. Kuesioner

    F. Instrumen dan analisis yang digunakan

    Instrumen / Alat yang digunakan :

    1. Peneliti,

    2. Sound Level Meter (SLM), lihat gambar 7.

    3. Sofware Digital (Google Earth), Sketch Up / Artlantis / 3d Max

  • 31

    Gambar 7. Sound level meter

    (Sumber : Architectural acoustic, Marshal Long, 2006)

    Patilima (2007) menyatakan bahwa penelitian kualitatif instrumen utamanya

    adalah peneliti sendiri, oleh karena itu peneliti sebagai instrumen juga harus

    divalidasi seberapa jauh peneliti kualitatif siap melakukan penelitian yang

    selanjutnya terjun kelapangan. Peneliti kualitatif sebagai Human Instrument,

    berfungsi menetapkan fokus penelitian, memilih informan sebagai sumber data,

    pengumpulan data, menilai kualitas data, analisis data, menafsirkan data dan

    membuat kesimpulan atas temuannya.

  • 32

    Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis data

    kualitatif, teknik analisis dilakukan selama di lapangan dengan menggunakan Teknik

    Analisis Model Interaktif menurut Miles dan Huberman. Display dan penyajian data

    akan dikombinasikan dengan Analisis lainnya yang relevan. Miles dan Huberman

    (1984), mengemukakan bahwa aktifitas dalam analisis data kualitatif dilakukan

    secara interaktif dan berlangsung secara terus menerus pada tahapan penelitian

    sehingga sampai tuntas, dan datanya sampai jenuh. Aktifitas dalam analisis data,

    yaitu data reduction, data display dan conclusion drawing/veryication. Langkah-

    langkah analisis ditunjukkan pada gambar 7.

    Pada model interaktif ini, reduksi data dan penyajian data memperhatikan

    data yang dikumpulkan, kemudian pada hasil akir yaitu proses penarikan kesimpulan

    dan verifikasi.

    Gambar 8. Komponen dalam analisis data (interactive model)

    Langkah langkah Analisis dapat dijelaskan sebagai berikut :

    1. Data reduction (Reduksi Data)

    Sugiyono (2007) menyatakan data yang diperoleh dari lapangan jumlahnya

    cukup banyak, Untuk itu maka perlu dicatat secara teliti dan rinci. Mereduksi

    Data collection

    Data display

    Conclusions :

    Drawing/veriying

    Data reduction

  • 33

    data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-

    hal yang penting, dicari tema dan polanya.

    2. Data Display (Penyajian Data)

    Setelah data direduksi, maka langkah selanjutnya adalah mendisplaykan data.

    Kalau dalarn penelitian kuantitatif penyajian data ini dapat dilakukan dalarn

    bentuk tabel, grafik, phie chard, pictograrn dan sejenisnya (Sugiyono, 2007).

    Miles dan Huberman (1984) menyatakan "the most fi-equent form of display

    data for qualitative research data in the past has been narrative text". Yang

    paling sering digunakan untuk menyajikan data dalarn penelitian kualitatif

    adalah dengan teks yang bersifat naratif.

    3. Conclusion Drawing / Verification

    Langkah ke tiga dalam analisis data kualitatif menurut Miles and Huberman

    adalah penarikan kesimpulan dan verifikasi. Kesimpulan dalam penelitian

    kualitatif adalah merupakan temuan baru yang sebelumnya belum pernah ada.

    Temuan dapat berupa deskripsi atau gambaran suatu obyek yang sebelumnya

    masih remang-remang atau gelap sehingga setelah diteliti menjadi jelas, dapat

    berupa hubungan kausal atau interaktif, hipotesis atau teori (Sugiyono, 2007).

    G. Variabel yang dikaji

    Variabel-variabel yang dikaji dalam penelitian ini terdiri atas :

    1. Elemen arsitektur ruang luar pembentuk arsitektur kota

    2. Sumber bunyi kawasan yang menyebabkan kebisingan

  • 34

    H. Waktu dan jadwal penelitian

    Waktu Penelitian akan dimulai pada bulan Februari dan direncanakan berakhir dan

    selesai pada bulan Juli Minggu ke II tahun 2012 (lihat pada tabel 1).

    Tabel 1.

    Jadwal dan waktu penelitian

    1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

    A PENYUSUNAN PROPOSAL & JUDUL

    1 Persiapan Alternatif Judul

    2 Asistensi dan Penentuan Minimal 3 Judul Tesis

    3 Asistensi Judul Tesis Terpilih

    4 Penyusunan Proposal

    B PERSIAPAN SEMINAR

    1 Administrasi & Pendaftaran Seminar Proposal

    2 Seminar Proposal Penelitian

    C PENYUSUNAN LAPORAN HASIL PENELITIAN

    1 Asistensi dengan Dosen Pembimbing

    2 Pelaksanaan Penelitian

    - Survey & Pengumpulan Data

    3 Pengolahan Data

    - Analisis

    - Konsep

    3 Penyusunan Hasil Penelitian

    4 Finishing Laporan Hasil Penelitian

    D PERSIAPAN SEMINAR

    1 Administrasi & Pendaftaran Seminar Hasil

    2 Seminar Hasil Penelitian

    3 Perbaikan Seminar Hasil Penelitian

    E PENYUSUNAN LAPORAN TESIS

    1 Asistensi dengan Dosen Pembimbing

    2 Penyusunan Laporan Tesis

    3 Finishing Laporan Tesis

    F PERSIAPAN UJIAN TESIS

    1 Administrasi & Pendaftaran Ujian Tesis

    2 Ujian Tesis / Konprehensif

    3 Perbaikan Tesis

    AGUSTUSJULI SEPTEMBER OKTOBER NOPEMBER DESEMBER

    TAHUN 2008

    No URAIAN

    TAHUN 2012

    FEB MAR APR MEI JUN JUL

  • 35

    DAFTAR PUSTAKA

    Brown, A.L. (2010). Acoustic Design of Outdoor Space.Designing soundscape for

    sustainable urban development, 13-16.

    Brown, A.L., & Muhar, A. (2004). An approach to the acoustic design of outdoor

    space. Journal of Environmental Planning and Management, 47, 827842.

    Catanese A. J., 1989. Perencanaan Kota. Penerbit Erlangga, Jakarta

    Egan, M. David (1976). Concepts in Architectural Acoustic. Pretince Hall Inc. : New Jersey

    Long, M. (1976). Architectural Acoustic. Elsevier Academic Press, USA.

    Mediastika, C.E (2009) Material akustik pengendali kualotas bunyi pada bangunan,

    Penerbit ANDI, Yogyakarta

    Miles, M. B:, and Huberman, M. A. 1984, Qualitative Data Analysis; A Sourccebook

    of New Methods; Sage Publications, Beverly Hills, London.

    Patilima, H. 2007. Metode Penelitian Kualitatif. Alfabeta, Bandung.

    Permen Kes. No. 78/Menkes/Per/XI/87. Tentang Pembagian zona-zona peruntukan

    SK. 405/Menkes RI/SK/XI/2002. Tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja,

    Perkantoran dan Industri mengenai lama paparan kebisingan

    Sugiyono, 2007. Memahami Penelitian Kualitatif. Alfabeta, Bandung.

    Truax, B. (2001). Acoustic Communication (2nd ed.). Westport, CT: Albex

    Publishing.

    Zhang, M., & Kang, J. (2007). Towards the evaluation, description, and creation of

    soundscapes in urban open spaces. Environment and Planning B: Planning and

    Design, 34, 6886