proposal ta aldo.docx

38
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada kegiatan kali ini mahasiswa melakukan pemetaan geologi mandiri sebagai syarat Tugas Akhir atau Skripsi. Pemetaan geologi ini bertempat di Kecamatan Trenggalek, Kabupaten Trenggalek, Provinsi Jawa Timur. Pada Tugas Akhir ini mahasiswa mengambil tema studi kasus yaitu “Alterasi Hidrotelmal”. Daerah Trenggalek menjadi tempat pemetaan yang sangat baik untuk mempelajari Alterasi, itu dikarenakan di daerah ini banyak terdapat batuan yang kompleks yang dapat berkembangnya Alterasi Hidrotermal. Dari semua tipe alterasi hidrotermal hanya terdapat beberapa tipe alterasi yang berkembang pada daerah tersebut. Alterasi hidrothermal merupakan proses yang sangat kompleks, meliputi perubahan mineralogi, komposisi kimia, dan tekstur, sebagai hasil dari interaksi antara cairan fluida panas dengan batuan yang dilewati pada kondisi kimia – fisika tertentu (Pirajno, 2009). Alterasi juga dapat berada dibawah kondisi subsolidus magmatik oleh aksi dan infiltrasi dari fluida yang sangat aktif masuk ke dalam massa batuan. Faktor – faktor utama yang mengontrol proses alterasi adalah : 1. Sifat alami dari batuan dinding 2. Komposisi dari Fluida

Upload: ferialdo-alvonso

Post on 12-Nov-2015

262 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

BAB 1PENDAHULUAN

1.1Latar BelakangPada kegiatan kali ini mahasiswa melakukan pemetaan geologi mandiri sebagai syarat Tugas Akhir atau Skripsi. Pemetaan geologi ini bertempat di Kecamatan Trenggalek, Kabupaten Trenggalek, Provinsi Jawa Timur. Pada Tugas Akhir ini mahasiswa mengambil tema studi kasus yaitu Alterasi Hidrotelmal. Daerah Trenggalek menjadi tempat pemetaan yang sangat baik untuk mempelajari Alterasi, itu dikarenakan di daerah ini banyak terdapat batuan yang kompleks yang dapat berkembangnya Alterasi Hidrotermal. Dari semua tipe alterasi hidrotermal hanya terdapat beberapa tipe alterasi yang berkembang pada daerah tersebut. Alterasi hidrothermal merupakan proses yang sangat kompleks, meliputi perubahan mineralogi, komposisi kimia, dan tekstur, sebagai hasil dari interaksi antara cairan fluida panas dengan batuan yang dilewati pada kondisi kimia fisika tertentu (Pirajno, 2009). Alterasi juga dapat berada dibawah kondisi subsolidus magmatik oleh aksi dan infiltrasi dari fluida yang sangat aktif masuk ke dalam massa batuan.Faktor faktor utama yang mengontrol proses alterasi adalah :1. Sifat alami dari batuan dinding2. Komposisi dari Fluida3. Konsentrasi, Aktivasi, dan Potensial Kimia dari komponen Fluida seperti; H+, CO2, O2, K+, S2, dan lainnya4. kondisi tekanan maupun temperatur pada saat reaksi berlangsung (Guilbert dan Park, 1986), 5. konsentrasi, serta lama aktivitas hidrotermal (Browne, 1991 dalam Corbett dan Leach, 1996). 6. temperatur dan kimia fluida merupakan faktor yang paling berpengaruh pada proses ubahan hidrotermal (Corbett dan Leach, 1996). Ada beberapa tipe alterasi hidrotermal, diantaranya :1. Propilitik2. Argilik 3. Potasik4. Filik5. Advenced Argilik6. Skarn7. GreisenEndapan hidrotermal dapat dibagi atas 3 jenis berdasarkan komposisi mineraloginya (Lindgren,1933 dalam Riyanto,1988), yaitu hipotermal, mesotermal, dan epitermal. Hipotermal dengan temperatur 450C - 300C Mesotermal dengan temperatur 300C - 200C Epitermal dengan temperatur 200C - 50C

1.2Maksud dan Tujuan PenelitianMaksud dari kegiatan ini adalah sebagai syarat untuk melakukan pemetaan Tugas Akhir pada daerah Trenggalek.Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk mengetahui tipe alterasi hidrotermal yang berkembang pada daerah tersebut.

1.3Lokasi PenelitianLokasiKegiatan Pemetaan Geologi Mandiri di Kecamatan Trenggalek, Kabupaten Trenggalek, Provinsi Jawa Timur.Adapun Peta Topografi daerah penelitian yang tercantum pada (Gambar 1.2) dan Peta Geologi daerah penelitian yang tercantum pada (Gambar 2.1) . Daerah penelitian mempunyai batas dengan Koordinat (Tabel 1.1):Tabel 1.1 Koordinat Kapling:No.KoordinatNoKoordinat

1.X: 564000Y: 91202002.X: 573200Y: 9120200

3.X: 573200Y: 91110004.X: 564000Y: 9111000

Gambar 1.1 Peta Topografi Daerah Telitian

Gambar 1.2 Peta Geologi Daerah Telitian

1.4Waktu PenelitianWaktu pelaksanaan Tugas Akhir Pemetaan 2015 dapat dilihat pada Tabel Pelaksanaan Kegiatan Acara Pemetaan (Tabel I.2):

1.5Rumusan masalahPermasalahan geologi yang menjadi penekanan pada penelitian ini yaitu :1. GeomorfologiPermasalahan yang timbul mencakup proses dan aktivitas erosi serta denudasi yang dikaitkan dengan bentuk benatng alam di daerah telitian, yang meliputi :a. Macam satuan geomorfologi daerah telitian.b. Macam pola aliran, perbukitan dan konfigurasi sungai.c. Tingkat stadia erosi daerah telitian.d. Faktor yang mengontrol pembentukan bentang alam tersebut.e. Pengaruh struktur geologi terhadap keadaan bentang alam sekarang.2. StratigrafiPermasalahan stratigrafi yang dapat dijumpai dalam pemetaan geologi kali ini dan merupakan sesuatu yang harus dicapai oleh peneliti meliputi :a. Lithologi dan penyebaran setiap satuan batuan.b. Hubungan masing-masing batuan.c. Ketebalan masing-masing batuan.d. Mekanisme dan lingkungan pengendapannya.3. Struktur GeologiPermasalahan struktur geologi yang dapat dijumpai dalam pemetaan geologi kali ini dan merupakan sesuatu yang harus dicapai oleh peneliti meliputi:a. Pola, jenis dan kedudukan struktur yang berkembang.b. Mekanisme dan gaya yang bertanggung jawab terhadap pembentukan struktur.c. Hubungan antara struktur dan bentang alam daerah telitian.4. Potensi Geologi Permasalah Potensi geologi yang dapat dijumpai dalam pemetaan geologi kali ini dan merupakan sesuatu yang dapat dicapai oleh peneliti meliputi:a. Potensi Positif yang ada daerah telitianb. Potensi Negatif yang ada daerah telitianc. Solusi terhadap potensi negatif yang ada pada daerah telitian

1.6.1 Hasil penelitianHasil yang diharapkan dalam pemetaan ini adalah:1. Peta Lintasan Pengamatan2. Peta geomorfologi3. Peta Geologi4. Peta pola pengaliran5. Penampang stratigrafi terukur

1.7Manfaat penelitian1.7.1Manfaat bagi keilmuanDari hasil pemetaan tersebut laporan dan data-data yang lainnya dapat digunakan sebagai referensi pembelajaran bagi mahasiwa ilmu kebumian.

1.7.2Manfaat bagi institusiHasil Pemetaan geologi ini institusi yaitu dapat digunakan sebagai referensi maupun sebagai database untuk teknik geologi Universitas Pembangunan Nasional Veteran yogyakarta.

1.7.3Manfaat bagi masyarakatMendapatakan informasi dari datar lapangan yang telah di olah secara jelas dan semudah mungkin untuk di terima oleh masyarakat sekitar mengenai kondisi geologi daerah telitian. Sehingga dapat mengurangi resiko geologi jika itu berbahaya dan untuk mengetahui manfaat dari ilmu geologi jika output bernilai positif.

1.7.4Manfaat bagi pemerintahMenyampaikan Informasi dari kondisi geologi pada daerah telitian dan meminimalisir bencana geologi serta sebagi bahan koreksi atau bahan pertimbangan kondisi geologi suatu daerah sehingga memperdetail data suatu daerah.

1.8Batasan penelitianRuang lingkup pemetaan ini dibatasi pada tinjauan masalah geologi dan studi struktur geologi. Permasalahan umum pada daerah penelitian, dibatasi pada empat aspek utama, yaitu:a. Geomorfologi, yang terdiri dari: pembagian satuan geomorfologi berdasarkan bentuk morfologi dan morfogenesa, proses-proses endogen dan eksogen, bentuk-bentuk dan tahapan erosi dan geomorfik.b. Stratigrafi, meliputi: urutan stratigrafi, ciri litologi tiap satuan, umur tiap satuan batuan, lingkungan pengendapan dan hubungan antar satuan batuanc. Struktur Geologi, meliputi: arah utama tegasan yang bekerja, struktur geologi yang terbentuk, analisis struktur geologi pada daerah pemetaan.

BAB 2METODELOGI PENELITIAN DAN KAJIAN PUSTAKA

2.1Metodologi penelitian2.1.1Tahapan pendahuluanMeliputi tahap persiapan pemetaan berupa studi pustaka terpilih, Penentuan Lokasi Penelitian, Pengadaan Peta topografi Lokasi Penelitian, Analisis Peta Topografi.Pada Daerah Penelitian merupakan salah satu bagian dari zona serayu selatan. Studi pustaka dilakukan untuk memperoleh informasi dasar sebelum melakukan penelitian lapangan, baik mengetahui fisiografi regional, geologi regional, maupun metodologi yang digunakan. Penentuan Lokasi Penelitian sudah ditentukan dari pembagian kelompok dan wilayah pemetaan oleh koordinator Kuliah Lapangan Geologi Mandiri 2014. Diharapkan agar peneliti dapat memberikan penyelesian terhadap rumusan masalah yang peneliti cantumkan pada sub-bab sebelumnya. Untuk Pengadaan Peta Topografi digunakan sebagai dasar wilayah penelitian, agar dapat mengetahui batasan daerah penelitian. Sedangkan Analisis Peta topografi bertujuan untuk menginterpretasikan pola kelurusan struktur, penyebaran litologi, maupun geomorfologi berdasarkan kelurusan bukit, pegunungan, sungai, serta anomali topografi lainnya.

2.1.2Tahapan penelitian lapanganBerupa pemetaan geologi permukaan menggunakan peta skala 1 : 20.000 yang bertujuan memperoleh data primer (data-data geologi) yang dijumpai selama Dilapangan. Secara detail, pengambilan data lapangan meliputi : Observasi singkapan, meliputi deskripsi, pengamatan variasi litologi, pembatas profil, dan pengukuran penampang stratigrafi terukur, hipotesa sementara mencakup sedimentologi dan stratigrafi, serta pengambilan sampel batuan untuk dianalisis. Observasi Kenampakan Struktur permukaan, meliputi kenampakan struktur geologi sekunder seperti kekar, sesar, dan lipatan. Dalam obeservasi sesar dilakukan pengambilan data seperti bidang sesar, gores garis, shear fracture, gash fracture, ataupun arah breksisasi. Observasi Geomorfologi, dengan pengamatan morfologi dan bentang alam, stadia erosi, tipe genetik sungai serta penentuan satuan geomorfik di daerah penelitian. Dokumentasi, meliputi pencatatan data di buku lapangan, pembuatan peta lintasan, pembuatan peta geologi kasaran (sementara), pembuatan peta geomorfologi (sementara), pembuatan penampang stratigrafi terukur , pembuatan lintasan penampang stratigrafi terukur, serta pembuatan laporan sementara.

2.1.3Tahapan analisis dataPada tahapan ini dilakukan beberapa analisa laboratorium dan studio pada sampel dan data yang didapat, analisa yang dilakukan antara lain: Analisis Satuan Geomorfologi, diantaranya menentukan stadia erosi dan tipe genetik sungai. Analisis Mikropaleontologi, untuk menentukan umur relatif dan lingkungan batimetri Analisis Petrografi, digunakan untuk mengetahui jenis batuan dan apasaja yang terkandung dalam batuan tersebut Analisis Sedimentologi dan Stratigrafi, dalam analisis sedimentologi dapat berupa analisis kalsimetri dan sebagainya, dan untuk analisis stratigrafi seperti pengukuran penampang stratigrafi terukur dan menetukan lingkungan pengendapan berdasarkan sedimentologi. Analisis Struktur Geologi, digunakan untuk mengetahui data struktur yang didapat di lokasi penelitian, dapat menggunakan stereonet, maupun menggunakan software dips.

2.1.4 Tahapan penyusunan laporan dan penyajian dataMerupakan tahapan penyusunan laporan dan konsultasi yang merupakan bagian akhir dari keseluruhan proses yang dilakukan oleh peneliti yang dirangkum dalam sebuah laporan meliputi :1. Konsultasi data lapangan dan analisa laboratorium.2. Konsultasi peta lintasan3. Konsultasi peta geomorfologi, pola pengaliran4. Konsultasi peta geologi5. Penyusunan laporan akhir2.1.5Diagram alir penelitian

Gambar 2.1 Diagram alir pemetaan geologi

2.2Kajian PustakaSistem hidrotermal dapat didifinisikan sebagai sirkulasi fluida panas (50 sampai >500C), secara lateral dan vertikal pada temperatur dan tekanan yang bervarisasi, di bawah permukaan bumi (Pirajno, 1992). Sistem ini mengandung dua komponen utama, yaitu sumber panas dan fase fluida. Sirkulasi fluida hidrotermal menyebabkan himpunan mineral pada batuan dinding menjadi tidak stabil, dan cenderung menyesuasikan kesetimbangan baru dengan membentuk himpunan mineral yang sesuasi dengan kondisi yang baru, yang dikenal sebagai alterasi (ubahan) hidrotermal. Endapan mineral hidrotermal terbentuk karena sirkulasi fluida hidrotermal yang melindi (leaching), menstranport, dan mengendapkan mineral-mineral baru sebagai respon terhadap perubahan kondisi fisik maupun kimiawi (Pirajno, 1992).2.2.1Fluida HidrotermalTerdapat tiga fase. Fase padat memiliki struktur atom yang fix, umumnya tidakmudah bergerak, sehingga memiliki bentuk dan volume yang tetap. Fase cair dan gas adalah suatu substansi dimana molekul atau atomnya cenderung saling bergerak bebas, sehingga bentuknya akan dikontrol oleh tempat dimana cairan atau gas berada. Fase cair dibedakan dengan gas, karena molekulnya masih saling berhubungan, sedangkan molekul pada gas cenderung saling terpisah, bergerak lebih bebas, dan tidak membentuk volume yang tetap. Molekul atau atom pada fase padat apabila dipanaskan, akan cenderun bergerak satu sama lain, pada saat mencapai melting point, fase padat akan berubah menjadi fase cair. Apabila temperatur terus bertambah, pada saat mencapai critical temperatur (boiling point), cairan akan berubah menjadi gas atau uap (vapor). Steam adalah istilah kusus untuk menyebut uap air (water vapor). H2O merupakan senyawa yang dapat hadir sebagai fase padat (es/ice), fase cair (air/water), dan fase gas (uap air/steam) pada tekanan yang relatifsama.Pada temperatur dan tekanan tertentu, beberapa substansi dapat terlarut (solute) pada substansi yang lain (pelarut/solvent) membentuk larutan (solution) yang homogen. Baik zat terlarut maupun pelarut dapat berupa fase padat, cair, maupun gas.Larutan dimana zat pelarutnya adalah air disebut sebagai aqueous. Pelarut air yang mengandung zat terlarut NaCl 35% disebut sebagai brine. Istilah fluida (fluids) digunakan untuk menyebut semua substansi atau materi yang dapat bergerak, yaitu cairan, gas, campuran gas dan cairan, atau larutan bukan padat. Partikel-partikel sangat halus (1-15 Angstrom) yang tersebar sebagai suspensi (tidak homogenous) pada suatu substansi (umumnya cairan) disebut sebagai colloid. Secara umum fluida pembawa bijih dapat dibagai menjadi enam bagian, yaitu fluida magmatik, meteorik, connate, metamorfik, air laut, dan hidrotermal.1. Magma dan fluida magmatikProses diferensiasi magma hingga menghasilkan beraneka ragam batuan beku, diyakini sangat kompleks. Sebagian besar magma mempunyai komposisi yang tidak homogen, sebagian dapat mengandung sebagian sesar komponen ferromagnesian, yang lain kaya akan silika, sodium dan potasium, unsur volatil, xenolith yang reaktif, dan sebaginya (Guilbert dan Park, 1986). Magma tidak statis, tetapi mempunyai sistem terbuka, selalu berubah menyesuikan kesetimbangan baru, yang disebabkan oleh reaksi kimia, selalu kontinyu terhadap konveksi dan percampuran, terutama pada temperatur tinggi (Carmichael, Turner, dan Verhoogen, 1974).Beberapa magma didominasi komponen oksidan dan sulfida (disebut ore magmas), yang dapat mengkristal langsung membentuk endapan bijih. Dalam sejarah kristalisasi magma (magma mafik), fraksi-fraksi volatil hidrous yang umumnya lebih ringan dan alkalik, cenderung terakumulasi pada bagian atas kantong magma, disebut sebagai air magmatik (atau juvenile), dalam artian masih fres, baru belum terkontaminasi dan belum pernah muncul di permukaan. Komponen volatil di dalam magmaumumnya terdiri dari H2O, H2S, CO2, HCl, HF, dan H2 (sebagian besar adalah H2O, yaitusekitar 1-15%). Hal tersebut dibuktikan dengan banyaknya mineral hidrous pada akhir magmatisme.2. Air meterorikAir, bagaimanapun kejadiannya, jika telah melalui dan disetimbangkan di dalam atmosfer disebut sebagai air meteorik (esensi dari proses supergen). Studi isotopile menunjukkan peranan air meterorik yang sangat besar pada proses pembentukan bijih (White, 1957 a). Air selama bersentuhan dengan atmosfer akan melarutkan komponenkomponen yang ada, seperti N2, O2, CO2 dll. CO2 dengan H2O akan dapat menghasilkan (HCO3)- disertai H+.Air meteorik mungkin juga mengandung sejumlah unsur yang dominan di kerak, seperti Na, Ca, Mg, SO4, dan CO3, tetapi kecil kemungkinan mengandung unsur-unsur boron dan fluorin yang merupakan unsur karakteristik pada air magmatik.3. Air lautAir laut sangat terkait dengan proses-proses endapan evaporit, fosforit, submarine exhalites, nodule mangan, serta endapan-endapan lain pada kerak samodra.4. Air connate (konat)Air konat adalah. Sehingga pada dasarnya air ini adalah merupakan fosil air, yang pada (White, 1968). Air ini sangat umum dijumpai di lapangan hidrokarbon.

5. Fluida metamorfikPada kondisi tertentu, air meteorik dan konat yang terdapat di dalam batuan yang jauh dari permukaan, akan dapat menjadi lebih reaktif bersamaan dengan adanya prosesmetamorfosa regional atau kontak. Air tersebut ditambah dengan dehidrasi dari prosesmetamorfosa disebut sebagai air metamorfik. Air metamorfik karena reaktif, akan cenderung mudah melarutkan logam pada batuan samping.6. Fluida HidrotermalAdalah fluida yang mempunyai temperatur tinggi, yang dibentuk oleh beberapa fluida tersebut di atas. Fluida yang paling penting pada sistem hidrotermal adalah fluida magmatik dan meteorik.7. Pergerakan fluida pembawa bijih Migrasi Magma Pembentukan porositas dan permeabilitas Migrasi fluida hidrotermalApabila permeabilitas batuan kecil migrasi fluida cenderung berlangsung secara difusi. Sebaliknya pada batuan yang permeabilitasnya besar fluida akan bergerak secara konveksi. Ground Preparation2.2.2Alterasi dan MeneralisasiAlterasi hidrotermal adalah suatu proses yang sangat kompleks yang melibatkan perubahan mineralogi, kimiawi, dan tekstur yang disebabkan oleh interaksi fluida panas dengan batuan yang dilaluinya, di bawah kondisi evolusi fisio-kimia. Proses alterasi merupakan suatu bentuk metasomatisme, yaitu pertukaran komponen kimiawi antara cairan-cairan dengan batuan dinding ( Pirajno, 1992 ).Interaksi antara fluida hidrotermal dengan batuan yang dilewatinya ( batuan dinding ), akan menyebabkan terubahnya mineral-mineral primer menjadi mineral ubahan ( mineral alterasi ), maupun fluida itu sendiri ( Pirajno, 1992, dalam Sutarto, 2004 ).Alterasi hidrotermal akan bergantung pada :1. Karakter batuan dinding.2. Karakter fluida ( Eh, pH ).3. Kondisi tekanan dan temperatur pada saat reaksi berlangsung ( Guilbert dan Park, 1986, dalam Sutarto, 2004 ).4. Konsentrasi.5. Lama aktivitas hidrotermal ( Browne, 1991, dalam Sutarto, 2004 ).Walaupun faktor-faktor di atas saling terkait, tetapi temperatur dan kimia fluida kemungkinan merupakan faktor yang paling berpengaruh pada proses alterasi hidrotermal ( Corbett dan Leach, 1996, dalam Sutarto, 2004 ). Henley dan Ellis ( 1983, dalam Sutarto, 2004 ), mempercayai bahwa alterasi hidrotermal pada sistem epitermal tidak banyak bergantung pada komposisi batuan dinding, akan tetapi lebih dikontrol oleh kelulusan batuan, tempertatur, dan komposisi fluida.Batuan dinding (wall rock/country rock) adalah batuan di sekitar intrusi yang melingkupi urat, umumnya mengalami alterasi hidrotermal. Derajat dan lamanya proses alterasi akan menyebabkan perbedaan intensitas alterasi dan derajat alterasi (terkait dengan stabilitas pembentukan). Stabilitas mineral primer yang mengalami alterasi sering membentuk pola alterasi ( style of alteration ) pada batuan ( Pirajno, 1992, dalam Sutarto, 2004 ). Pada kesetimbangan tertentu, proses hidrotermal akan menghasilkan kumpulan mineral tertentu yang dikenal sebagai himpunan mineral ( mineral assemblage ) (Guilbert dan Park, 1986, dalam Sutarto, 2004). Setiap himpunan mineral akan mencerminkan tipe alterasi ( type of alteration ). Satu mineral dengan mineral tertentu seringkali dijumpai bersama ( asosiasi mineral ), walaupun mempunyai tingkat stabilitas pembentukan yang berbeda, sebagai contoh klorit sering berasosiasi dengan piroksen atau biotit. Area yang memperlihatkan penyebaran kesamaan himpunan mineral yang hadir dapat disatukan sebagai satu zona alterasi. Host rock adalah batuan yang mengandung endapan bijih atau suatu batuan yang dapat dilewati larutan, di mana suatu endapan bijih terbentuk. Intrusi maupun batuan dinding dapat bertindak sebagai host rock.

2.2.3Tipe UbahanCreasey (1966) membuat klasifikasi ubahan hidrotermal pada endapan tembaga porfir menjadi tiga tipe yaitu propilitik, argilik, potasik, dan himpunan kuarsa-serisit-pirit. Lowell dan Guilbert (1970), membuat model alterasi-mineralisasi juga pada endapan bijih porfir, menambahkan istilah zona filik, untuk himpunan mineral kuarsa + serisit + pirit klorit rutil kalkopirit.2.2.3.1Tipe Alterasi PottasikPada dasarnya dicirikan oleh melimpahnya himpunan muskovit-biotit-alkali felspar-magnetit. Anhidrit sering hadir sebagai asesori, serta sejumlah kecil albit dan titanit (sphene) atau rutil kadang terbentuk. Ubahan potasik terbentuk pada daerah yang dekat batuan beku intrusif terkait, fluida yang panas dengan suhu >300C, salinitas tinggi, dan dengan karakter magmatik yang kuat.

2.2.3.2Tipe Alterasi ProphyliticDicirikan oleh kehadiran klorit disertai dengan beberapa mineral epidot, ilit/serisit, kalsit, albit, dan anhidrit. Terbentuk pada temperatur 200-300C pada pH near-neutral, dengan salinitas yang beragam, umumnya pada daerah yang mempunyai permeabilitas rendah. Menurut Creasey (1966) terdapat empat kecenderungan himpunan mineral yang hadir pada tipe propilitik, yaitu : klorit-kalsit-kaolinit klorit-kalsit-talk klorit-epidot-kalsit klorit-epidot.

2.2.3.3Tipe Alterasi Serisitik / FilikTersusun oleh himpunan mineral kuarsa-serisit-pirit, yang umumnya tidak mengandung mineral-mineral lempung atau alkali felspar. Kadang mengandung sedikit anhidrit, klorit, kalsit, danrutil. Terbentuk pada temperature sedang sampai tinggi (sekitar 230-400C), fluida asam hingga neutral dengan salinitas yang beragam, pada zona yang permeable dan pada batas dengan urat.

2.2.3.4Tipe ArgilikPada tipe argilik terdapat dua kemungkinan himpunan mineral, yaitukaolinit/dickite -monmorilonit- muskovit dan klorit-monmorilonitillite/smectite-muskovit. Himpunan mineral pada tipe argilik terbentuk pada temperatur 100-300C (Pirajno, 1992), fluida asam hingga neutral dan salinitas yang rendah serta perbandingan K+/H- kecil.

2.2.3.5Tipe Argilik LanjutAlterasi ini ditunjukkan adanya perbandingan rasio K+/H- dan Na+/H- yang rendah. Terjadi peluluhan semua kandungan alkali. Pada suhu 300oC terbentuk mineral-mineral pyrofilit, pyrofilit-andalusit sedangkan pada suhu yang lebih rendah terbentuk kaolin dan dickite dalam jumlah besar serta kaolinit+alunit kalsedon kuarsa pirit (untuk temperatur rendah, 50 %

2.2.6Derajad ubahan (rank of alteration)Derajad ubahan terkait dengan tingginya temperatur pada saat proses ubahanberlangsung. Derajad temperatur dicirikan oleh mineral-mineral indeks temperatur tertentu. Sebagai contoh adalah sikuen pada mineral-mineral kalsium aluminium silikat.

2.2.7Intensitas ubahan 1. Tidak terubah (unaltered) : tidak ada mineral sekunder2. Lemah (weak) : mineral sekunder 75 vol.%5. Intens (intense) : Seluruh mineral primer terubah (kecuali kuarsa, zirkon, dan apatit), tetapi tekstur primernya masih terlihat6. Total (total) : Seluruh mineral primer terubah (kecuali kuarsa, zirkon, dan apatit) serta tekstur primer sudah tidak nampak lagi

2.2.8Ukuran mineral a. Sangat halus (very fine) : < 0,01 mmb. Halus (fine) : 0,01 - 0,05 mmc. Sedang (medium) : 0,05 - 0,25 mmd. Kasar (coarse) : 0,25 - 2,00 mme. Sangat kasar (very coarse) : > 2,00 mm

2.2.9Langkah mengenal batuan ubahan hidrotermalAda banyak alasan mengapa kita perlu menginterpretasi ubahan hidrotermal.Mempelajari ubahan hidrotermal akan dapat menjawab kondidi fisik dan kimia batuan dan fluida maupun evolusi proses hidrotermal. Ada beberapa langkah yang sebaiknya dilakukan untuk mengenali batuan ubahan hidrotermal, diantaranya adalah:1. Mendiskripsi mineral-mineral yang hadir maupun tekstur dalam batuan, mencatat mineral-mineral sekunder yang terbentuk karena ubahan hidrotermal. 2. Mendiskripsi distribusi mineral ubahan pada batuan (sebaiknya pada singkapan , contoh setangan, maupun pada sayatan tipis). apakah mineral tersebut mengisi (pori, urat, vug) atau mengganti (mineral primer, mineral sekunder atau clast)? apakah mereka mengganti seluruh mineral atau hanya mineral tertentu? apakah mereka mengganti seluruh batuan atau pada daerah tertentu (misal di sekitar urat)3. Menyusun hubungan antara satu mineral dengan mineral (akan dibahas pada bab paragenesa mineral)

BAB 3KAJIAN GEOLOGI REGIONAL

3.1Fisiologi dan Morfologi Berdasarkan tataan fisiografi van Bemelen (1949), daerah Tulungagung termasuk Lajur Pegunungan Selatan Jawa Timur., yang bagian utaranya berbatasan dengan Lajur Depresi yang ditempati oleh G.Wilis (Nahrowi drr, 1978). Morfologi daerah Lembar dapat dibagi menjadi 3 satuan yaitu, pebukitan, pedataran, dan kras (Gb.2). Satuan pebukitan menempati wilayah sekitar 34% luas Lembar, berjulang antara 300 dan 980 m di atas muka laut, Pucak tertinggu pada satuan ini adalah G. Jawar (987). Satuan ini disusun oleh batuan gunungapi dan endapan turbidit Oligo-Miosen. Beberapa tonjolan bukit pada satuan ini dibentuk oleh batuan terobosan bersusunan asam hingga menengah. Sungai besar yang mengalir pada satuan ini adalah S. Gede. Sungainya yang berpola meranting membentuk lembah yang curam dan dalam. Beberapa kelurusan sungai dan punggungannya dikendalikan oleh struktur. Satuan ini terutama tersebar di bagian barat dan utara Lembar. Terbing curam berbentuk melingkar terdapat di sekitar Teluk Sumbreng di pantai selatan dan dibarat Kampak diduga merupakan bekas kawah. Kawah-kawah tersebut berbentuk tapal kuda terbuka ke arah tenggara dan utara. Beberapa teluk berbentuk setengah lingkaran, pada satuan ini juga diduga bekas kawah, misalnya Teluk Prigi.Satuan pedataran yang merupakan satuan terluas mencakup sekitar 50% luas Lembar. Sebarannya meliputi bagian tengah Lembar, dan meluas ke Timur. Satuan ini disusun oleh endapan alluvial dan rata-rata berjulang 100 m di atas muka laut. Sungai utama pada satuan ini adalah S. Brantas dan S. Ngrowo berikut percabangannya seperti S.Ngasinan, S.Munjungan dan S. Campurdarat. Tulungagung merupakan daerah limpah banjir S. Brantas. Daerah rawa-rawa di sekitar Campurdarat dikenal sebagai Rawa Gabak dan Rawa Bening. Sungai-sungainya mempunyai aliran yang berkelok-kelok dan berlembah lebar denan gosong-gosong pasir dibagian tengah sungai. Beberapa bukit berjulang lebih dari 200 m di atas muka laut di selatan Trenggalek yang disusun oleh batuan Oligo-Miosen.Satuan kras yang luasnya sekitar 15% luas Lembar terutama terbesar di bagian timur, di sepanjang pantai selatan. Satuan ini rata-rata berjulang lebih dari 250nm di atas muka laut, disusun oleh batuan karonat. Beberapa tinggian pada satuan ini disusun oleh batuan sedimen dan batuan gunungapi. Sungai-sungai pada satuan ini umumnya berlembah sempit dan curam. Kelurusan sungai dan pegunungan dikendalikan oleh struktur.Pola saliran sungai di Lembar Tulungagung adalah meranting. Aliran sungainya yang berkelok-kelok dan lembahnya yang lebar memberikan pendugaan bahwa erosinya berstadium dewasa hingga tua.

3.2Tatanan Stratigrafi Satuan tertua yang tersingkap di Lembar Tulungagung berupa himpunan batuan Olig0o-Miosen Kelompok Grendulu, yang terdiri dari Formasi Arjosari dan Formasi Mandalika. Formasi Arjosari (Toma) berupa runtunan endapan turbidit, yang kea rah mendatar berangsur berubah menjadi batuan gunungapi Formasi Mandalika (Tomm). Kemlompok Orcubulu ditindih selaras oleh Formasi Campurdarat (Tcml) yang disusun oleh batuan karbonat berumur Miosen Awal. Ketiga formasi di atas dipengaruhi oleh terobosan batuan beku bersusunan asam hinggah menengah (Tomi; di, da, an). Dan tertindih tak selaras oleh formasi-formasi Jaten, Wuni dan Nampol. Formasi Jateng (Tmj) berumur akhir Miosen Awal dan merupakan kumpulan batuan klastika hasil rombakan batuan yang lebih tua. Satuan ini ditindih selaras oleh turunan batuan gunungapi dan klastika gunungapi Formasi Wuni (Tmw) yang berumur awal Miosen Tengah. Formasi Nampol (tmn) yang juga berumur awal Miosen Tengah disusun oleh batuan klastika mendindih selaras Formasi Wuni. Satuan ini ditindih selaras oleh himpunan batuan karbonat Formasi Wonosari (Tmwl) yang berumur Miosen Tengah-Miosen Akhir. Batuan Gunungapi Wilis (Qpwv) yang berumur Plistosen menindih tak selaras satuan yang lebih ta. Satuan termuda di Lembar ini adalah ALuvium (Qa) yang merupakan endapan sungai, pantai dan rawa.

3.3Tatanan Stratigrafi Daerah Telitian3.3.1Aluvium (Qa) Kerakal, kerikil, pasir lanau, lempung dan lumpur. Aluvium ini merupakan endapan sungai, pantai dan rawa. Daerah Tulungagung merupakan dataran alluvial dan daerah limpahan banjir S. Brantas. Endapan pantai hanya dijumapi setempat-setempat, di Sepanjang pantai selatan. Daerah berawa-rawa dijumpai di sekitar Campurdarat, yaitu Rawa Babuk dan Rawa Bening.

3.3.2Formasi Jaten (Tmj)Perulangan dan konglomerat; bersisipan lignit dan tuf, setempat batu gamping. Batu pasir kuarsa berwarna kecoklatan, agak kompak, berlapis baik, berbutir sedang kasar; terdiri dari kuarsa, feldspar dan horenblenda, menyudut tanggung-membundar tanggung, dan terpilah sedang-baik. Tebal lapisannya berkisar antara 20 dan 50 cm. Di beberapa tempat berstuktur peraiaran sejajar atau menggelombang.Batulempung berwarna keabu kehitaman, karbonan; agak padat, berlapis tipis antara 10 dan 20 cm. Sebagian menyerpih, merupakan serpih berbitumen.Konglomerat berwarna cokelat kekuningan: terdiri dari komponen andesit, dasit, batupasir, batulempung berukuran 2-4 cm dan bermasadasar batupasir kasar membundar, kemas terbuka, terpilah sedang bersturuktur perlapisan bersusun kasar. Tebal lapisannya bekisar antara 40 dan 60 cm.Lignit berwarna hitam atau hitam kelabu, umumnya dijumpai sebagai sisipan di bagian bawah dan tengah satuan. Tebalnya rata-rata sekitar 10 cm.Tuf berwarna cokelat kemerahan, berbutir halus-sedang; terdiri dari flespar, kuarsa, horenbla dan pecahan kaca gunungapu, sebagian besar lapuk, bersama-sama dengan lignit merupakan sisipan di bagian dan tengah satuan.Batugampingnya dijumpai koral, ganggang, duri echinoid, Lepidocyclina sp. G;obigerinoides trilobus (REUSS), Sphaeroidinellopsis sp. Dan Planorbulina sp. Yang menunjukkan umur sekitar Miosen Berdasarkan letak stratigrafinya yang lebih muda dari batuan karbonat Miosen Awal, dan kesebandingannya dengan satuan sejenis di Lembar Pacitan (Samodra 7& Gafoer, 1990) satuan ini diduga berumur akhir Miosen Awal. Linkungan pendengapannya adalah peralihan atau darat yang dipengaruhi oleh kondisi reduksi hingga laut dangkal atau lagun (Sartono, 1964).Satuan ini tebalnya diduga sekitar 100 m, tersebr di bagian barat dan utara Lembar. Singkapannya hanya setmapt-setempat, menempati wilayah bertimbulan menggelombang. Formasi Jaten yang tersingkap di bagian utara Lembar menerus hingga Lembar Madiun (Hartono drr, 1990).Formasi Jaten menindih selaras Formasi Campurdarat, meskipun kesamping ada kecendrungan berhubungan secara menjemari. Nama Formasi Jaten pertama kali diusulkan oleh Sartono (1964) dengan lokasi tipe di desa Jaten, lembar Pacitan, Jawa timur.

3.3.3Formasi PunungDengan lokasi tipenya di daerah Punung, Pacitan, tersusun oleh dua litofasies yaitu: fasies klastika dan fasies kar-bonat (Sartono, 1964). Fasies karbonat, tersusun oleh batu-gamping terumbu, batugamping bioklastik, batugamping pasiran, napal, dimana satuan ini merupakan endapan sistim karbonat paparan. Ketebalan fasies ini 200-300 m, berumur Miosen Tengah-Atas (N9-N16). Sedangkan fasies klastika tersusun oleh perselingan batupasir tufan, batupasir gampingan, lanau dan serpih. Ketebalan satuan ini 76 -230 m. Berdasarkan kandungan fosil foram menunjukan umur Miosen Tengah (N15), diendapkan pada lingkungan nertitik tepi. Hubungan dengan fasies karbonat adalah menjari, dan kedua satuan fasies ini menutupi secara tidak selaras Formasi Nampol (Sartono, 1964). Sedangkan menurut Nahrowi (1979), Pringgoprawiro (1985) Formasi Punung menutui secara tidak selaras Formasi Besole, dengan saling menjari dengan Formasi Jaten, Wuni, dan Nampol.

3.3.4Formasi BesoleMerupakan satuan batuan tertua yang tersingkap di daerah ini. Sartono (1964), pencetus nama Formasi Besole menyebutkan bahwa satuan ini tersusun oleh dasit, tonalit, tuf dasitan, serta andesit, dimana satuan ini diendapkan di lingkungan darat.Nahrowi dkk (1978), dengan menggunakan satuan batuan bernama Formasi Besole, menyebutkan bahwa formasi ini tersusun oleh perulangan breksi volkanik, batupasir, tuf, dan lava bantal, diendapkan dengan mekanisme turbidangit, pada lingkungan laut dalam.Samodaria dkk (1989 & 1991) membagi satuan yang bernama Formasi Besole ini menjadi dua satuan yaitu Formasi Arjosari yang terdiri dari perselingan batupasir dan breksi, yang diendapkan pada lingkungan laut dangkal, dan Formasi Mandalika yang tersusun oleh perselingan breksi, batupasir, serta lava bantal diendapkan pada lingkungan laut dalam. Terlepas dari perbedaan litologi, dan lingkungan pengendapan pada satuan yang bernama Formasi Besole ini, mempunyai penyebaran menempati morfologi terjal, dan berbukit-bukit. Oleh Sartono (1964), satuan ini merupakan bagian dari kelompok batuan Old Andesit (van Bemmelen, 1949), seperti halnya yang terdapat di Kulon Progo. Jadi secara umum Formasi Besole tersusun oleh satuan batuan volkanik (intrusi), lava dan volkanoklastik (breksi, sisipan batupasir tufan).Djohor, 1993 meneliti singkapan di K.Grindulu (Pacitan-Tegalombo) menyimpulkan urutan Formasi Besole yang tersingkap di daerah tersebut adalah sebagaiberikut: bagian bawah terdiri dari breksi volkanik (pyroclastic), batupasir tufan (greywacke), sisipan crystal tuf, dan dibeberapa tempat dijumpai intrusi (korok dasit). Bagian tengah tersusun oleh lava dasitik, tuf dasitik, breksi volkanik, batupasir volkanik, dan sisipan lava basaltik dengann kekar-kekar kolom, dibe-berapa tempat dijumpai intrusi korok berkomposisi basaltis, dan dasitik. Bagian atas didominasi oleh batn volkanoklastik (perulangan konglomerat, batupasir tufan, tuf, dengan sisipan breksi dan batulempung). Didapat intrusi berupa volcanic neck berkomposisi andesitik. Juga dijumpai sisipan tipis batulempung gampingan yang mengandung foraminifera planktonik serta bongkah batu-gamping berukuran mencapai 1 m didalam tubuh tuf. Secara tidak selaras di atasnya terdapat Formasi Jaten.

3.3.5Formasi Wuni (Tmw)Breksi gunungapi, tuf, batupasir, dan batulanau yang umumnya tufan; bersisipan batugamping. Breksi gunungapi berwarna coklat kelabu, kompak, pejal; terdiri dati komponen andesit, dasit dan basal, berukuran 10-40 cm, menyudut tanggung hingga menyudut, bermasadasar batupasir tufan kasar; setempat mengandung bongkahan silica. Umumnya merupakan tuf hablur; yang berbutir kasar berupa tuf sela (lithic tuff) yang banyak mengandung komponen batuan beku. Tebalnya beragam, berkisar antara 20 dan 50 cm.Batupasir berwarna cokelat kekuningan, berbutir sedang-kasar, tufan; terdiri dari kuarsa, feldspar, piroksen dan sedikit komponen batuab beku. Batupasir ini berupa sisipan di dalam breksi gunungapi, tebalnya berkisar antara 10 dan 40 cm.Batulanau berwarna kecoklatan, bersifat tufan bersama-sama dengan batupasir merupakan sisipan di dalam breski gunungapi. Tebal lapisannya rata-rata sekitar 20 cm.Batugamping berwarna cokelat kekuningan, pejal, berfosil, merupakan sisipan atau lensa-lensa di bagian tengah dan atas satuan. Tebal lapisannya rata-rata sekitar 25 cm.Fosil yang terdapat pada batugamping di antaranya adalah ganggang, duri echinoid, lepidocyclina sp, Globigeroides trilobus (REUSS), Sphaeroidinellopsis sp. Dan Planorbullina sp yang menunjukkan umur Miosen. Di Lembar ini, bagian bawah satuan tersebut bersentuhan langsung dengan Formasi Mandalika dan Formasi Campurdarat, dan ditindih selaras oleh Formasi Nampol. Berdasarkan kesebandingannya dengan satuan sejenis di Lembar Pacitan (Samodra & Gafoer, 1990) satuan ini diduga berumur akhir Miosen Awal, yaitu sesudah pengendapan Formasi Jaten dan sebelum pembentukan Formasi Nampol. Lingkungan pengendanpannya adqlah darat hingga peralihan.Sebarannya hanya setempat-tempatnya, menempati wilayah perbukitan menggelombang di bagian tegah dan timur Lembar. Yang tersingkap dibagian utara Lembar merupakan lanjutan satuan tersebut dari Lembar Madiun (Hartono drr, 1990) Tebal seluruh satuan diduga kurang dari 100 m. Nama formasi Wuni pertama kali diusulkan oleh Sartono (1964) dengan lokasi tipe S. Wuni di Lembar Pacitan, Jawa Timur. Dalam laporan ini nama tersebut masih dipakai.3.3.6Batuan TerobosanTomi (Diorit) : batuannya yang segar berwarna kelabu, lapuk agak kecoklayan. Sayatan tipis menunjukkan struktur porfiritik; berkomposisi plagioklas 50%, ortoklas 20%, hornblende 10%, kuasa 10%, biotit 5%, dan bijih 5%, fenoklris berukuran 0,5 0,8 mm, dan berbentuk subhedral. Setempat ditemukan jenis diorit, diantaranya diorit kuarsa dan mikrodiorit.Tomi (Andesit) : berwarna kelabu kehitaman, sayatan tipis menunjukkan tekstur porfiritik, berkomposisiandesin 40%, kuarsa 20%, ortoklas 15%, biotit 10%, bijih 5%, berukuran 0,3 0,5 mm, bentuk subhedral tertanam pada masadasar mikrolit plagioklas dan kaca gunungapi 15%. Sebagian felsparnya terubah menjad lempung.Tomi (Dasit) : berwarna kelabu tua hingga agak kehitaman, lapuk berwarna kecoklatan. Sayatan tipisnya memperlihatkan tekstur porfiritik; berkomposisi plagioklas 30%, ortoklas 10%, kuarsa 30%, biotit 10%, bijih 5%, berukuran 0,5 1 mm, berbentuk subhedral, di dalam masadasar mikrolit kuarsa dan felspar 15%.Satuan batuan dipengaruhi oleh terobosan ini adalah formasi-formasi Arjosari, Mandalika, dan campurdarat. Terobosan ini setempat mengubah batulempung menjadi lebih keras berwarna hitam, dan sebagian batugamping terubah menjadi paulam; satuan-satuan tersebut sebelum terpropilitkan, juga terkersikkan dan terpiritkan. Diduga batuan terobosan ini terbentuk pada Miosen Tengah dan batas atasnya adalah jenjang Tf1 atau sebelum pembentukan Formasi Jaten.Batuan terobosan ini tersebar secara terpencar, terutama di sekitar Teluk Prigi dan tersingkap kecil di bagian Baratlaut Lembar.

3.4Struktur dan TektonikaSecara struktur, lembar Tulung Agung ditempati oleh sesar-sesar miring yang searah Baratlaut-Tenggara dan Timurlaut-Baratdaya. Gerakan mendatar dari sesar-sesar tersebut lebih banyak dibandingkan dengan gerakan turunnya, sehingga ditafsirkan sebagai sesar geser-jurus. Sesar yang berarah timurlaut-baratdaya adalah sesar geser-jurus mengiri (sinistral), seperti sesarnya puger dan sesar kambengan. Sedangkan yang arahnya barat laut-tenggara mempunyai gerakan mendatar menganan (dekstral); diantaranya sesar ngajaran. Beberapa sesar yang diduga cerminan dari kelurusan yang arahnya barat-timur atau hampir utara-selatan adalah sesar turun. Beberapa sesar didaerah ini menerus ke lembar pacitan dan lembar Madiun. Lipatan yang terdapat di Lembar ini adalah Sinklin Puntukjatuh, yang menyebabkan periukan pada lapisan batugamping Miosen Awal Formasi Campurdarat. Sinklin ini mempunyai sumbu yang arahnya Timurtimurlaut-baratbaratdaya. Berdasarkan pola struktur tersebut, diduga arah gaya utamanya adalah nisbi utara-selatan. Arah penekanan tersebut berkaitan dengan kegiatan penunjaman Lempeng Samudra Hindia-Australia ke bawah Lempeng Benua Asia pada Oligo-Miosen. Kegiatan tersebut menyebabkan terjadinya gunungapi di bawah laut yang menghasilkan runtunan batuan gunungapi yang berhubungan dengan pembentukan endapan turbidit di sepanjang lereng curam, yang dikenal Kelompok Grendulu. Batuan gunungapi Oligo-Miosen yang melampar hampir di sepanjang pantai selatan Jawa Timur ini diduga merupakan jalur magmatik akibat kegiatan penunjaman tersebut. Menjelang akhir Miosen Awal, pada laut yang teluknya mendangkal terjadi pembentukan terumbu-terumbu batugamping yang menghasilkan batuan karbonat. Formasi Campurdarat. Pengendapan tersebut terjadi bersamaan dengan fasa akhir penerobasan batuan beku asam-menengah. Terobosan ini mempengaruhi batuan Oligo-Miosen Kelompok Grendulu dan batugamping Miosen Awal. Sementara pembentukan batugamping Miosen Awal masih berlangsung, terjadi pengangkatan dan denudasi yang cepat pada akhir Miosen Awal. Yang diikuti oleh genanglaut dan pengendapan batuan sedimen klastika dan gunungapi Neogen Awal. Pada akhir Miosen Awal terjadi pembentukan Formasi Jaten di lingkungan peralihan hingga laut dangkal. Kegunungapian yang meningkat di wilayah daratan setelah Kala terebut menghasilkan batuan gunungapi Formasi Wuni, yang kemudian diikuti dengan pengendapan Formasi Nampol pada awal Miosen Tengah. Genanglaut pada akhir Miosen Tengah yang terjadi di daerah Lembar Blitar, yang menghasilkan batugamping paparan Formasi Wonosari. Lembar Tulungagung menjadi daratan penuh pada permulaan Kuarter, dan terjadi kegiatan G. Wilis di sebelah utara Lembar pada Kala Plistosen. Kegunungapian inipun diduga dipengaruhi oleh lanjutan kegaiatan penunjaman di Lempeng Samudra Hindia yang cenderung bergerak maju ke utara.