proposal uji cepat i - lennysri.lecture.ub.ac.id€¦ · keberadaan kation dan anion tersebut dalam...

66
TEKNIK UJI CEPAT UNTUK IDENTIFIKASI PENCEMARAN LOGAM BERAT TANAH DI LAHAN APEL BATU PROPOSAL DISERTASI Disusun oleh : Lenny Sri Nopriani 117040100111064 PROGRAM DOKTOR PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM & LINGKUNGAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA 2011

Upload: others

Post on 30-Apr-2020

42 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

TEKNIK UJI CEPAT UNTUK IDENTIFIKASI PENCEMARAN

LOGAM BERAT TANAH DI LAHAN APEL BATU

PROPOSAL DISERTASI

Disusun oleh :

Lenny Sri Nopriani

117040100111064

PROGRAM DOKTOR

PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM & LINGKUNGAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

2011

  2  

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pemupukan dilakukan untuk memberikan zat makanan yang

optimal kepada tanaman, agar tanaman dapat memberikan hasil yang

cukup. Dalam aplikasinya selain membawa dampak baik terhadap

pertumbuhan tanaman serta hasil tanaman, pupuk juga membawa

dampak negatif bagi lingkungan yang baik langsung maupun tidak akan

mempengaruhi pertumbuhan dan hasil tanaman serta kesehatan manusia.

Dampak negatif dari pupuk adalah dapat menjadi sumber pencemar baik

di tanah, air, dan udara.

Pupuk dikategorikan sebagai sumber pencemar karena

adanya kandungan unsur serta senyawa tertentu yang masuk kedalam

suatu sistem dimana unsur maupun senyawa tersebut tidak diperlukan

dalam jumlah banyak atau dapat membahayakan komponen dalam

lingkungan tersebut. Zat pencemar yang berasal dari pupuk biasanya

berupa logam berat maupun senyawa yang merupakan residu dari pupuk.

Residu apabila terakumulasi akan mencemari lingkungan dan akan

mempengaruhi kehidupan makhluk hidup ditempat terakumulasinya residu

pupuk tersebut. Akumulasi tersebut terjadi karena penggunaan pupuk

yang berlebihan dan tidak berimbang.

Kebijakan pertanian difokuskan pada produktivitas usahatani

  3  

dengan memberi sedikit perhatian pada daya dukung lingkungan dengan

memanfaatkan teknologi pertanian (bibit, pupuk dan pestisida) serta

finansial (modal sendiri, kredit, atau pinjaman), tanpa merusak daya

dukung lingkungan. Penggunaan pestisida dan pupuk intensif sudah

memberi dampak tersendiri pada efek komulatif yang menjadi penyebab

kerusakan lingkungan dalam jangka waktu yang relatif agak lama (Palmer

C. 2008).

Dampak negatif pestisida terhadap lingkungan adalah

adanya residu pestisida di dalam tanah yang dapat meracuni organisme

non target, terbawa sampai ke sumber-sumber air dan meracuni

lingkungan bahkan terbawa pada mata rantai makanan sehingga dapat

meracuni konsumen, bahkan ke hewan dan manusia (Prabowo, 2008)

Polutan yang sering menjadi masalah di tanah yaitu logam

berat. Logam berat pada kondisi lingkungan yang alami tidak menjadi

masalah. Namun akibat campur tangan manusia terhadap lingkungan

seperti pemupukan dan pestisida, maka logam berat tersebut

terakumulasi dan menjadi ancaman bagi kelestarian lingkungan terutama

tanah.

Banyak ion-ion terlarut yang berasal dari limbah agrokimia

mengandung logam berat ditemui dalam bentuk padatannya seperti pada

tanah dan pupuk. Unsur logam dalam larutannya akan membentuk ion

positif atau kation, sedangkan unsur non logam akan membentuk ion

negatif atau anion. Metode yang digunakan untuk menentukan

  4  

keberadaan kation dan anion tersebut dalam bidang kimia disebut analisis

kualitatif.

1.2. Perumusan Masalah

Teknik uji cepat adalah satu pendekatan yang dapat

digunakan untuk melakukan analisis kualitatif secara langsung di

lapangan dengan cepat, tepat dan akurat. Ion-ion dapat diidentifikasi

berdasarkan sifat fisika dan kimianya. Beberapa metode analisis kualitatif

modern menggunakan sifat fisika seperti warna dan pembentukan

endapan untuk mengidentifikasi ion pada tingkat konsentrasi tertentu.

Namun demikian kita juga dapat menggunakan sifat fisika dan kimia untuk

mengembangkan suatu metode analisis kualitatif menggunakan alat-alat

yang sederhana yang dapat dilakukan untuk menjadi dasar metode uji

cepat tanah.

Dengan metode uji cepat diharapkan dapat memberikan

informasi kandungan logam berat pada lahan apel Batu dan menjadi

dasar dalam pengelolaan untuk meningkatkan kualitas produk buah dan

menghindari dampak lingkungan dari limbah agro kimia tersebut.

Terkait dengan pengaruh logam berat yang berasal dari

produk agrokimia terhadap kesehatan tanah dan tanaman, maka ada

beberap pertanyaan yang harus dijawab melalui penelitian ini, yaitu :

1. Bagaimana status logam berat dalam tanah apel Batu akibat

pemupukan dan penggunaan pestisida secara intensif.

  5  

2. Metode uji cepat apa yang paling tepat untuk mengetahui status

kandungan logam berat tanah apel kota Batu.

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan umum : mengkaji pengaruh logam berat yang berasal dari

produk agrokimia terhadap status logam berat di dalam tanah dan

tanaman.

Tujuan khusus :

1. Mengetahui kadar logam berat dalam pupuk dan pestisida yang

digunakan petani apel di kota Batu

2. Mengetahui metode uji cepat status logam berat yang paling tepat

di lahan apel kota Batu.

1.4. Manfaat Penelitian

Temuan dari penelitian ini diharakan dapat menjadi :

1. Kaidah ilmiah yang melandasi penelitian aplikasi teknologi uji cepat

tanah yang tercemar logam berat yang berasal dari produk

agrokimia.

2. Kaidah ilmiah untuk memprediksi penurunan kesehatan tanah dan

produk pertanian khususnya apel akibat terus menerus

meningkatnya konsentrasi logam berat dalam tanah untuk jangka

waktu yang panjang.

  6  

1.5. Hipotesis

1. Produk agrokimia merupakan salah satu sumber pencemaran logam

berat dalam tanah.

2. Teknik uji cepat merupakan metode yang ampuh dalam mengetahui

status logam berat dalam tanah.

1.6. Kerangka Penelitian

Kerangka dasar penelitian ini disususun atas dasar konsep

pemikiran yang berkaitan dengan latar belakang, perumusan masalah,

dan tujuan penelitian. Kerangka dasar penelitian disajikan pada gambar

1.

Pola dan perilaku logam berat dalam tanah ditentukan oleh

besarnya konsentrasi logam berat di dalam produk agrokimia. Kandungan

logam berat yang terdapat dalam tanah berasal dari produk agrokimia

dapat diketahui secara langsung melalui teknik uji cepat.

Terkait dengan konsep dasar penelitian dan tujuan penelitian yang

akan dicapai maka disusun kerangka tahapan penelitian, sebagaimana

dtunjukkan dalam gambar 2.

  7  

perbaikan  

Perlu  ameliorasi  

Kontam

inasi  logam

 berat  berasal  

dari  produk  agrokimia  

Perangkat  lunak  

perlakuan  

Apel  Batu  

dulu   Saat  ini  

Tidak  bermasala

h  

Produksi  tinggi  

Uji  cepat  

Tanah  terdegrada

si  

Kendala  produksi  dan  kualitas  

Produksi  rendah  

  8  

Survey  dan  Observasi  

Survey    

Untuk  mengetahui  :  

• Jenis  pupuk  dan  pestisida  

• Dosis  pupuk  dan  pestisida  

• Cara  Aplikasi  • Waktu  

pemberian  

Untuk  mengetahui  :  

• Macam  logam  berat  dalam  pupuk  dan  pestisida  

• Macam  logam  berat  yang  terkandung  dalam  tanah  

 

Penelitian Pendahuluan

  9  

Ektraksi logam berat dalam tanah dan tanaman menggunakan senyawa tertentu  

Pewarnaan ekstrak logam berat menggunakan indikator  

Menganalisis kadar logam berat yang terukur  

Interpretasi data  

Membuat model matematik uji cepat  

Output   Model  Uji  Cepat  Logam  Berat  

uji validitas menggunakan metode uji cepat

terhadap sampel terukur perlakuan

 

uji verifikasi menggunakan metode uji cepat terhadap sampel tanah apel  

Penelitian Utama

  10  

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Logam Berat

Sedikitnya terdapat 80 jenis dari 109 unsur kimia di muka

bumi ini yang telah teridentifikasi sebagai jenis logam berat. Berdasarkan

sudut pandang toksikologi, logam berat ini dapat dibagi dalam dua jenis.

Jenis pertama adalah logam berat esensial, di mana keberadaannya

dalam jumlah tertentu sangat dibutuhkan oleh organisme hidup, namun

dalam jumlah yang berlebihan dapat menimbulkan efek racun. Contoh

logam berat ini adalah Zn, Cu, Fe, Co, Mn dan lain sebagainya.

Sedangkan jenis kedua adalah logam berat tidak esensial atau beracun, di

mana keberadaannya dalam tubuh masih belum diketahui manfaatnya

atau bahkan dapat bersifat racun, seperti Hg, Cd, Pb, Cr dan lain-lain.

Logam berat adalah unsur-unsur kimia dengan bobot jenis

lebih besar dari 5 gr/cm3, terletak di sudut kanan bawah sistem periodik,

mempunyai afinitas yang tinggi terhadap unsur S dan biasanya bernomor

atom 22 sampai 92 dari perioda 4 sampai 7 (Miettinen, 1977).

Sebagian logam berat seperti timbal (Pb), kadmium (Cd),

dan merkuri (Hg) merupakan zat pencemar yang berbahaya. Afinitas yang

tinggi terhadap unsur S menyebabkan logam ini menyerang ikatan

belerang dalam enzim, sehingga enzim bersangkutan menjadi tak aktif.

Gugus karboksilat (-COOH) dan amina (-NH2) juga bereaksi dengan

logam berat. Kadmium, timbal, dan tembaga terikat pada sel-sel membran

  11  

yang menghambat proses transpormasi melalui dinding sel. Logam berat

juga mengendapkan senyawa fosfat biologis atau mengkatalis

penguraiannya (Manahan, 1977).

Berbeda dengan logam biasa, logam berat adalah istilah

yang digunakan secara umum untuk kelompok logam berat dan metaloid

yang densitasnya lebih besar dari 5 g/cm3 (Hutagalung et al., 1997).

Dalam perairan, logam berat dapat ditemukan dalam bentuk terlarut dan

tidak terlarut. Logam berat terlarut adalah logam yang membentuk

komplek dengan senyawa organik dan anorganik, sedangkan logam berat

yang tidak terlarut merupakan partikel-partikel yang berbentuk koloid dan

senyawa kelompok metal yang teradsorbsi pada partikel partikel yang

tersuspensi (Razak, 1980).

Menurut Darmono (1995) sifat logam berat sangat unik, tidak

dapat dihancurkan secara alami dan cenderung terakumulasi dalam rantai

makanan melalui proses biomagnifikasi. Pencemaran logam berat ini

menimbulkan berbagai permasalahan diantaranya:

1. berhubungan dengan estetika (perubahan bau, warna dan

rasa air),

2. berbahaya bagi kehidupan tanaman dan binatang,

3. berbahaya bagi kesehatan manusia,

4. menyebabkan kerusakan pada ekosistem.

Sebagian dari logam berat bersifat essensial bagi organisme

air untuk pertumbuhan dan perkembangan hidupnya, antara lain dalam

  12  

pembentukan haemosianin dalam sistem darah dan enzimatik pada biota

(Darmono, 1995). Akan tetapi bila jumlah dari logam berat masuk ke

dalam tubuh dengan jumlah berlebih, maka akan berubah fungsi menjadi

racun bagi tubuh (Palar, 2004).

Menurut subowo et al. (1999) adanya logam berat dalam

tanah pertanian dapat menurunkan produktivitas pertanian dan kualitas

hasil pertanian selain dapat membahayakan kesehatan manusia melalui

konsumsi pangan yang dihasilkan dari tanah yang tercemar logam berat

tersebut.

2.2. Karakteristik Logam Berat Berbahaya

Menurut Suhendrayatna dalam Charlena (2004), ada

beberapa logam berat yang berbahaya bila kadarnya dalam tubuh

melebihi ambang batas yang diperbolehkan. Logam berat tersebut yaitu:

1. Arsenik (As)

Arsenik diakui sebagai komponen esensial bagi sebagian

hewan dan tumbuh-tumbuhan, namun demikian arsenik lebih populer

dikenal sabagai raja racun dibandingkan kapasitasnya sebagai komponen

esensial.

Pada permukaan bumi, arsenik berada pada urutan ke-20

sebagai elemen yang berbahaya, ke-14 di lautan, dan unsur ke-12

berbahaya bagi manusia. Senyawa ini labil dalam bentuk oksida dan

  13  

tingkat racunnya sama seperti yang dimiliki oleh beberapa elemen lainnya,

sangat tergantung pada bentuk struktur kimianya.

Arsen anorganik seperti arsen pentaoksida memiliki sifat

mudah larut dalam air, sedangkan arsen trioksida sukar larut di air, tetapi

lebih mudah larut dalam lemak. Penyerapan melalui saluran pencernaan

dipengaruhi oleh tingkat kelarutan dalam air, sehingga arsen pentaoksida

lebih mudah diserap dibanding arsen trioksida.

2. Kadmium (Cd)

Kadmium (Cd) adalah logam kebiruan yang lunak, dan

merupakan racun bagi tubuh manusia. Waktu paruhnya 30 tahun dan

dapat terakumulasi pada ginjal, sehingga ginjal mengalami disfungsi.

Jumlah normal kadmium di tanah berada di bawah 1 ppm, tetapi angka

tertinggi (1700 ppm) dijumpai pada permukaan sampel tanah yang diambil

di dekat pertambangan biji seng (Zn).

Kadmium lebih mudah diakumulasi oleh tanaman

dibandingkan dengan ion logam berat lainnya seperti timbal. Logam berat

ini bergabung bersama timbal dan merkuri sebagai the big three heavy

metal yang memiliki tingkat bahaya tertinggi pada kesehatan manusia.

Menurut badan dunia FAO/ WHO, konsumsi per minggu yang

ditoleransikan bagi manusia adalah 400-500 g per orang atau 7 mg per kg

berat badan.

Kadmium yang terdapat dalam tubuh manusia sebagian

  14  

besar diperoleh melalui makanan dan tembakau, hanya sejumlah kecil

berasal dari air minum dan polusi udara. Menurut penelitian yang

dilakukan oleh Laegreid (1999) dalam Charlene (2004), pemasukan Cd

melalui makanan adalah 10-40 mg/ hari, sedikitnya 50% diserap oleh

tubuh.

3. Tembaga (Cu)

Tembaga (Cu) bersifat racun terhadap semua tumbuhan

pada konsentrasi larutan di atas 0,1 ppm. Konsentrasi yang aman bagi air

minum manusia tidak lebih dari 1 ppm. Bersifat racun bagi domba pada

konsentrasi di atas 20 ppm. Konsentrasi normal komponen ini di tanah

berkisar 20 ppm dengan tingkat mobilitas sangat lambat karena ikatan

yang sangat kuat dengan material organik dan mineral tanah liat.

Kehadiran tembaga pada limbah industri biasanya dalam

bentuk ion bivalen Cu(II) sebagai hydrolytic product. Beberapa industri

seperti pewarnaan, kertas, minyak, industri pelapisan melepaskan

sejumlah konsentrasi tinggi (22-750 mg/kg tanah kering) dijumpai pada

sedimen di laut Hongkong dan pada sejumlah pelabuhan-pelabuhan di

Inggris.

Cemaran logam tembaga pada bahan pangan pada awalnya

terjadi karena penggunaan pupuk dan pestisida secara berlebihan.

Meskipun demikian, pengaruh proses pengolahan akan dapat

mempengaruhi status keberadaan tembaga tersebut dalam bahan pangan

  15  

(Charlene, 2004). Dirjen Pengawasan Obat dan Makanan (POM) RI telah

menetapkan batas maksimum cemaran logam berat tembaga pada

sayuran segar yaitu 50 ppm.

Namun demikian, tembaga merupakan unsur ada dalam

makanan manusia dan dibutuhkan oleh tubuh (Acceptance Daily

Intake/ADI = 0,05 mg/kg berat badan). Pada kadar ini tidak terjadi

akumulasi pada tubuh manusia normal. Akan tetapi asupan dalam jumlah

yang besar pada tubuh manusia dapat menyebabkan gejala-gejala yang

akut (Astawan, 1995).

4. Timbal (Pb)

Timbal (Pb) sebagian besar diakumulasi oleh organ

tanaman, yaitu daun, batang, akar dan akar umbiumbian (bawang merah).

Perpindahan timbal dari tanah ke tanaman tergantung komposisi dan pH

tanah. Konsentrasi timbal yang tinggi (100-1000 mg/ kg) akan

mengakibatkan pengaruh toksik pada prose’s fotosintesis dan

pertumbuhan. Timbal hanya mempengaruhi tanaman bila konsentrasinya

tinggi (Anonymous, 1998 dalam Charlene, 2004).

Tanaman dapat menyerap logam Pb pada saat kondisi

kesuburan dan kandungan bahan organik tanah rendah. Pada keadaan ini

logam berat Pb akan terlepas dari ikatan tanah dan berupa ion yang

bergerak bebas pada larutan tanah. Jika logam lain tidak mampu

menghambat keberadaannya, maka akan terjadi serapan Pb oleh akar

  16  

tanaman.

Timbal merupakan logam berat yang sangat beracun, dapat

dideteksi secara praktis pada seluruh benda mati di lingkungan dan

seluruh sistem biologis. Sumber utama timbal adalah makanan dan

minuman. Komponen ini beracun terhadap seluruh aspek kehidupan.

Timbal menunjukkan beracun pada sistem saraf, hemetologic,

hemetotoxic dan mempengaruhi kerja ginjal.

Rekomendasi dari WHO, logam berat Pb dapat ditoleransi

dalam seminggu dengan takaran 50mg/kg berat badan untuk dewasa dan

25 mg/kg berat badan untuk bayi dan anak-anak. Mobilitas timbal di tanah

dan tumbuhan cenderung lambat dengan kadar normalnya pada

tumbuhan berkisar 0,5- 3 ppm.

5. Merkuri (Hg)

Disebut juga air raksa, merkuri merupakan logam yang

secara alami ada dan merupakan satu-satunya logam yang pada suhu

kamar berwujud cair. Logam murninya berwarna keperakan, cairan tak

berbau, dan mengkilap. Bila dipanaskan sampai suhu 357°C, Hg akan

menguap.

Selain untuk kegiatan penambangan emas, logam Hg juga

digunakan dalam produksi gas klor dan soda kaustik, termometer, bahan

tambal gigi, dan baterai. Keracunan merkuri pertama sekali dilaporkan

terjadi di Minamata, Jepang pada tahun 1953.

  17  

Kontaminasi serius juga pernah diukur di sungai Surabaya,

Indonesia tahun 1996. Akibat kuatnya interaksi antara merkuri dan

komponen tanah lainnya, penggantian bentuk merkuri dari satu bentuk ke

bentuk lainnya selain gas biasanya sangat lambat.

Proses methylisasi merkuri biasanya terjadi di alam pada

kondisi terbatas, membentuk satu dari sekian banyak elemen berbahaya,

karena dalam bentuk ini merkuri sangat mudah terakumulasi pada rantai

makanan. Karena berbahaya, penggunaan fungisida alkylmerkuri dalam

pembenihan tidak diijinkan di banyak negara.

Kasus yang kedua yang terjadi di negara kita sendiri yaitu

tercemarnya perairan di Teluk Buyat, Manado sebagai akibat

pembuangan limbah arsen (As) dan merkuri (Hg) yang dilakukan oleh PT.

Newmont selama bertahun-tahun sehingga mengakibatkan tercemarnya

ikan-ikan yang ada di perairan tersebut. Ikan-ikan tersebut dimakan oleh

penduduk yang ada di sekitar daerah itu dan menyebabkan wabah

neurologis yang tidak menular, yang sangat merugikan kesehatan serta

menyengsarakan kesehatan masyarakat. Dalam kasus Buyat ini, logam

berat merkuri (Hg) kemungkinan dapat berasal dari limbah prose’s

pemisahan biji emas atau dari tanah bahan tambangnya sendiri yang

sudah mengandung merkuri.

Padahal banyak alternatif yang dapat digunakan untuk

mengolah limbah yang mengandung logam berat, khususnya merkuri,

diantaranya ialah dengan teknologi low temperature thermal desorption

  18  

(LTTD) atau dengan teknologi Phytoremediation (Anonymous, 2004).

2.3. Logam Berat di Alam

Logam adalah unsur alam yang dapat diperoleh dari laut,

erosi batuan tambang, vulkanisme dan sebagainya (Clark, 1986).

Umumnya logam-logam di alam ditemukan dalam bentuk persenyawaan

dengan unsur lain, sangat jarang yang ditemukan dalam elemen tunggal.

Unsur ini dalam kondisi suhu kamar tidak selalu berbentuk padat

melainkan ada yang berbentuk cair, misalnya merkuri (Hg). Dalam badan

perairan, logam pada umumnya berada dalam bentuk ion-ion, baik

sebagai pasangan ion ataupun dalam bentuk ion-ion tunggal. Sedangkan

pada lapisan atmosfir, logam ditemukan dalam bentuk partikulat, dimana

unsure-unsur logam tersebut ikut berterbangan dengan debu-debu yang

ada di atmosfir (Palar, 2004).

Tanah secara alami telah mengandung logam berat

meskipun hanya sedikit. Berdasarkan analisis Notohadiprawiro dkk (1991)

jenis tanah Vertisol Sragen, Ferrassol Karanganyar (Solo), dan Regosol

kuningan Yogyakarta mengandung logam berat 20.9-49.8 (Zn), 18.7- 35.4

(Cu), 5.6- 15.1 (Pb), dan 6.4-28.8 ppm (Ni). Kadarnya pun tergantung dari

bahan induk pembentuk tanah itu sendiri. Tanah pun memiliki kemampuan

dalam menyerap logam berat yang berbeda untuk tiap jenis tanah

berdasarkan bahan induk penyusun tanah tersebut. Menurut standar

  19  

umum kadar Pb dan Cd yang boleh ada pada tanah adalah masing-

masing 150 ppm dan 2 ppm namun untuk jenis tanah yang berasal dari

batuan beku (Charlena, 2004).

Kandungan logam berat didalam tanah secara alamiah

sangat rendah, kecuali tanah tersebut sudah tercemar (Tabel 1).

Kandungan logam dalam tanah sangat berpengaruh terhadap kandungan

logam pada tanaman yang tumbuh diatasnya, kecuali terjadi interaksi

diantara logam itu sehingga terjadi hambatan penyerapan logam tersebut

oleh tanaman. Akumulasi logam dalam tanaman tidak hanya tergantung

pada kandungan logam dalam tanah, tetapi juga tergantung pada unsur

kimia tanah, jenis logam, pH tanah, dan spesies tanaman (Darmono 1995

dalam Charlena, 2004).

Tabel 1. Kandungan logam berat dalam tanah secara alamiah (µg/g)

Logam Kandungan (Rata-Rata) Kisaran non Populasi

As 100 5 – 3000

Co 8 1 – 40

Cu 20 2 – 300

Pb 10 2 – 200

Zn 50 10 – 300

Cd 0,06 0,05 – 0,7

Hg 0,03 0,01 – 0,3

  20  

Sumber: Peterson (1979) & Darmono (1995) dalam Charlena (2004)

Berdasarkan tinjauan secara comprehensive, Brummer (Verloo,

1993), keseluruhan logam berat yang ada dalam tanah dapat dipilahkan

menjadi berbagai fraksi atau bentuk:

(1) Larut air, berada dalam larutan tanah.

(2) Tertukarkan, terikat pada tapak-tapak jerapan (adsorption sites)

pada koloid tanah dan dapat dibebaskan oleh reaksi pertukaran ion.

(3) Terikat secara organik, berasosiasi dengan senyawa humus yang

tidak terlarutkan.

(4) Terjerat (occluded) di dalam oksida besi dan mangan.

(5) Senyawa-senyawa tertentu, seperti karbonat, fosfat, dan sulfida.

(6) Terikat secara struktural di dalam mineral silikat atau mineral primer.

Bagian terbesar segala logam berat yang ada dalam tanah,

yaitu 95 – 99% jumlah total, berada dalam fraksi 2, 3, 4, 5, dan 6.

Meskipun fraksi 1 jumlahnya hanya sedikit, namun dilihat dari segi ekologi,

fraksi ini paling penting karena penyerapan tanaman dan pengangkutan

dalam lingkungan bergantung padanya.

Acapkali ion logam berat terkoordinasikan pada senyawa

organik, terutama asam-asam humat dan fulvat, membentuk kelat. Dalam

keadaan ini mobilitas logam berat meningkat. Logam berat menjadi lebih

mudah terpindahkan ke bagian tubuh tanah yang lebih dalam

(terkoluviasi) atau lebih mudah tercuci (leached). Kelasi menurunkan

  21  

toksisitas larutan logam berat. Akan tetapi kelasi juga memacu pelapukan

mineral dan batuan, berarti melancarkan pelepasan unsur logam berat ke

dalam larutan tanah.

pH larutan berpengaruh langsung atas kelarutan unsur logam

berat. Kenaikan pH menyebabkan logam berat mengendap. Yang lebih

penting ialah pengaruh tidak langsung lewat pengaruhnya atas KTK.

Sebagian KTK berasal dari muatan tetap dan sebagian lagi berasal dari

muatan tidak tetap (variable charge). Muatan tidak tetap bergantung pada

pH yang meningkat sejalan dengan peningkatan pH. Maka peningkatan

pH membawa peningkatan KTK. Logam berat terjerap lebih banyak atau

lebih kuat sehingga mobilitasnya menurun. tanah penjerap, anion yang

terjerap dapat membantu penjerapan kation logam berat karena

meningkatan kerapatan muatan negatif pada permukaan komponen

penjerap. Dapat pula sebaliknya, anion yang terjerap menghalangi

penjerapan kation logam berat karena menutupi tapak jerapan.

Potensial redoks tanah yang bersama dengan reaksi tanah

menentukan spesies kimiawi logam berat. Misalnya, spesies utama Cd

dalam keadaan oksik dan masam ialah Cd2+, CdSO4 dan CdCl+, dalam

keadaan oksik dan base disamping yang telah disebutkan juga terdapat

CdHCO3+, dan dalam keadan anoksik kompleks sulfat diganti dengan

kompleks sulfida.

Ketersediaan hayati logam berat, berarti keterserapannya

oleh tumbuhan, dikendalikan oleh berbagai faktor tanah dan biologi

  22  

(macam, fase pertumbuhan, dan fase perkembangan tumbuhan) secara

rumit, bahkan ada faktor yang pengaruhnya saling bertentangan. Menurut

Verloo (1993) ada kejadian yang penyerapan suatu logam berat oleh

tumbuhan dari tanah yang tercemar berat lebih sedikit daripada

penyerapannya dari tanah yang tercemar ringan. Hal ini berkenaan

dengan penaikan pH yang lebih tinggi oleh bahan pencemar yang lebih

banyak dan sejalan dengan ini KPK juga meningkat lebih tinggi, sehingga

penjerapan oleh tanah menjadi lebih kuat.

2.4. Tanah Sebagai Bagian Siklus Logam Berat

Tanah merupakan bagian dari siklus logam berat. Masukan

logam berat ke dalam tanah apabila melebihi kemampuan tanah dalam

mencerna limbah akan mengakibatkan pencemaran tanah. Menurut

Arnold (1990) & Subowo et al (1995) dalam Charlena (2004), logam berat

adalah unsur logam yang mempunyai massa jenis lebih besar dari 5

g/cm3, antara lain Cd, Hg, Pb, Zn, dan Ni. Logam berat Cd, Hg, dan Pb

dinamakan sebagai logam non esensial dan pada tingkat tertentu menjadi

logam beracun bagi makhluk hidup (Charlena, 2004).

Logam berat memasuki lingkungan tanah melalui penggunaan

bahan kimia yang berlangsung mengenai tanah, penimbunan debu, hujan

atau pengendapan, pengikisan tanah dan limbah buangan. Interaksi

logam berat dan lingkungan tanah dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu :

  23  

a. proses sorbsi atau desorbsi

b. difusi pencucian, dan

c. degradasi.

Pemasok logam berat dalam tanah pertanian antara lain

bahan agrokimia (pupuk dan pestisida), asap kendaraan bemotor, bahan

bakar minyak, pupuk organik, buangan limbah rumah tangga, industri, dan

pertambangan. Selain itu sumber logam berat dalam tanah berasal dari

bahan induk pembentuk tanah itu sendiri, seperti Cd banyak terdapat

pada batuan sedimen schales (0,22 ppm berat), Cr pada batuan beku

ultrafanik (2, 980 ppm berat), Hg pada bauan sedimen pasir (0,29 ppm

berat), Pb pada batuan granit (24 ppm berat) (Alloway 1990). Pestisida

juga memberikan masukan logam berat ke dalam tanah. Serapan

pestisida oleh tanaman tergantung pada dosis pemberian pestisida, jenis

tanah, dan kemampuan tanaman menyerap pestisida.

Besarnya penyerapan logam berat dalam tanah dipengaruhi

oleh sifat bahan kimia, kepekatan bahan kimia dalam tanah, kandungan

air tanah, dan sifat-sifat tanah misalnya bahan organik dan liat (Cliath &

Miller, 1995 dalam Charlena, 2004).

Adsorpsi secara umum adalah proses penggumpalan

substansi terlarut yang ada di dalam larutan oleh permukaan benda atau

zat penyerap. Adsorpsi adalah masuknya bahan yang menggumpal

dalam suatu zat padat. Sebagian besar adsorben merupakan bahan yang

sangat berpori dan adsopsi terutama terjadi pada dinding berpori atau

  24  

pada suatu tempat tertentu di dalam partikel. Proses pemisahan dapat

terjadi karena adanya perbedaan berat molekul, bentuk atau kepolaran

yang menyebabkan molekul-molekul tertentu melekat pada permukaan

yang lebih kuat daripada molekul-molekul yang lain atau karena ukuran

porinya terlalu kecil untuk dapat memuat molekul yang lebih besar.

Adsopsi dipengaruhi oleh permukaan suatu zat dan juga luas area.

Adsorben memiliki luas permukaan yang besar untuk bereaksi, apabila

suatu zat dalam cairan kecil, maka semakin besar potensi untuk dapat

terikat atau menempel. Mekanisme sorpsi dapat berupa pertukaran ion

(untuk yang terionisasi) dan ikatan hidrofobik (untuk zat organik yang tidak

larut).

2.5. Pencemaran Logam Berat pada Tanah

Logam berat termasuk zat pencemar karena sifatnya yang

stabil dan sulit untuk diuraikan. Logam berat dalam tanah yang

membahayakan pada kehidupan organisme dan lingkungan adalah dalam

bentuk terlarut. Di dalam tanah logam tersebut mampu membentuk

kompleks dengan bahan organik dalam tanah sehingga menjadi logam

yang tidak larut. Logam yang diikat menjadi kompleks organik ini sukar

untuk dicuci serta relatif tidak tersedia bagi tanaman. Dengan demikian

senyawa organik tanah mampu mengurangi bahaya potensial yang

disebabkan oleh logam berat beracun (Institut Pertanian Bogor, 2006).

  25  

Unsur logam berat tanah terkandung dalam bebatuan beku,

metamorfik, sedimen dll. Kadar logam berat dalam tanah dipengaruhi oleh

reaksi tanah dan fraksi – fraksi tanah yang bersifat dapat mengikat ion

logam berat. Senyawa – senyawa tertentu seperti bahan ligand dapat

mempengaruhi aktivitas ion logam berat, yaitu membentuk kompleks

logam-ligand yang stabil, gugus – gugus karboksil dan fenoksil berperan

mengikat semua unsur logam mikro (Napitupulu, 2008).

Kadar logam berat dalam tanah dipengaruhi oleh reaksi

tanah dan fraksi – fraksi tanah yang bersifat dapat mengikat ion logam.

Dengan peningkatan pH kadar logam berat dalam fase larutan menurun

akibat meningkatnya reaksi hidrolisis, kerapatan kompleks adsorpsi dan

muatan yang dimiliki koloid tanah. Disimpulkan bahwa pH bersama-sama

dengan bahan mineral liat dan kandungan oksida-oksida hidrat dapat

mengatur adsorpsi spesifik logam berat yang meningkat secara linear

dengan pH sampai tingkat maksimum (Napitupulu, 2008).

Pemasok logam berat dalam tanah pertanian antara lain

bahan agrokimia (pupuk dan pestisida), asap kendaraan bemotor, bahan

bakar minyak, pupuk organik, buangan limbah rumah tangga, industri, dan

pertambangan. Selain itu sumber logam berat dalam tanah berasal dari

bahan induk pembentuk tanah itu sendiri, seperti Cd banyak terdapat

pada batuan sedimen schales (0,22 ppm berat) (Alloway 1990 dalam

Charlena 2004).

  26  

2.6. Kandungan Logam Berat dalam Pupuk

Pupuk adalah suatu bahan penyubur tanaman yang diberikan

melalui tanah maupun langsung ketanaman dengan cara disemprotkan

kedaun (Mulyati, 2006). Dari definisi tersebut dapat diketahui bahwa

pupuk diperlukan untuk dapat meyuburkan tanaman sehingga dapat

memberi hasil yang optimal bagi manusia. pupuk dapat diklasifikasikan

dengan berbagai cara salah satunya berdasarkan proses pembuatan dan

senyawa yang terkandung dalam pupuk itu sendiri. Berdasarkan proses

pembuatannya pupuk dapat di bedakan menjadi dua. Yaitu;

1. Pupuk alam, yaitu pupuk yang terbuat dari bahan alam dan proses

terbentuknya berlangsung secara alami. Contoh; pupuk kandang,

pupuk hijau, pupuk kompos, pupuk batuan silikat pupuk batuan

fosfat pupuk zeolit dan sebagainya.

2. Pupuk buatan, yaitu pupuk yang diproduksi oleh pabrik. Umumnya

mengandung hara yang telah ditetapkan macam dan komposisinya.

Contohnya; urea, SP-36 dll.

Sedangkan pupuk berdasarkan senyawa yang terkandung

dapat terbagi menjadi;

1. Pupuk organik, yaitu pupuk yang mengandung senyawa organik

dan berasal ari makhluk hidup yang telah mati.

2. Pupuk an-organik, yaitu pupuk yang mengandung senyawa an-

organik dan bahan dasarnya berasala dari mineral.

  27  

Setiap jenis pupuk memiliki kelebihan dan kekurangannya

masing-masing. Sebagai contoh unsure hara dalam pupuk an-organik

lebih cepat tersedia dibandingkan dengan unsure hara dalam pupuk

organik. Namun pupuk organik cendrung lebih ramah lingkungan

dibandingkan dengan pupuk an-organik. Hal tersebut yang ikut memberi

perbedaan antara pupuk organik dengan pupuk anorganik selain

perbedaan mendasar seperti jenis senyawa yang terkandung dalam

masing-masing pupuk.

Dalam aplikasinya selain menbawa dampak baik terhadap

pertumbuhan tanaman serta hasil tanaman, pupuk juga membawa

dampak negatif bagi lingkungan yang baik langsung maupun tidak akan

mempengaruhi pertumbuhan dan hasil tanaman serta keseatan masnusia.

Dampak negatif dari pupuk adalah dapat menjadi sumber pencemar baik

di tanah, air, dan udara.

Dalam UU No 32 tahun 2009 tentang perlindungan dan

pengelolaan lingkungan hidup, pencemran lingkungan hidup adalah

masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan/atau

komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia

sehingga melampaui baku mutu lingkungan hidup yang telah di tetapkan.

Pupuk dikategorikan sebagai sumber pencemar karena

adanya kandungan unsure serta senyawa tertentu yang masuk kedalam

suatu sistem dimana unsure maupun senyawa tersebut tidak diperlukan

dalam jumlah banyak atau dapat membahayakan komponen dalam

  28  

lingkungan tersebut. zat pencemar yang berasal dari pupuk biasanya

berupa logam berat maupun senyawa yang merupakan residu dari pupuk.

Residu apabila terakumulasi akan mencemari lingkungan dan akan

mempengaruhi kehidupan makhluk hidup ditempat terakumulasinya residu

pupuk tersebut. akumulasi tersebut terjadi karena penggunaan pupuk

yang berlebihan dan tidak berimbang.

Dalam dunia pertanian pencemaran yang menjadi pokok

perhatian adalah pencemaran yang terjadi di tanah. hal ini karena tanah

merupakan media tumbuh tanaman dan yang dominan menerima dampak

langsung dari pencemaran yang disebabkan oleh pupuk.

Pupuk biasanya mengandung logam berat sebagai bahan

tambahan. Pupuk yang sering bahkan selalu mengandung logam berat

adalah pupuk buatan anorganik. Namun pupuk organik belum tentu bebas

dari kandungan logam bera. Hal tersebut dipengaruhi oleh sumber bahan

organik yang digunakan sebagai bahan baku pupuk organik.

Tabel berikut akan menjelaskan tentang kadar logam berat

yang terkandung dalam berbagai jenis pupuk baik itu pupuk organik

maupun pupuk anorganik (ppm).

  29  

Tabel 1. Kandungan logam berat dalam berbagai jenis pupuk

Unsur Pupuk

Fosfat

Pupuk

Nitrat

Pupuk

Kandang

Kapur Kompos

B 5-115 - 0,3-0,6 10 -

Cd 0,1-170 0,05-8,5 0,1-0,8 0,04-0,1 0,01-100

Co 1-12 5,4-12 0,3-24 0,4-3 -

Cr 66-245 3,2-19 1,1-55 10-15 1,8-410

Cu 1-300 - 2-172 2-125 13-3580

Hg 0,01-1,2 0,3-2,9 0,01-0,36 0,05 0,09-21

Mn 40-2000 - 30-969 40-1200 -

Mo 0,1-60 1-7 0,05-3 0,1-15 -

Ni 7-38 7-34 2,1-30 10-20 0,9-279

Pb 7-225 2-27 1,1-27 20-1250 1,3-2240

Sb <100 - - - -

Se 0,5 - 2,4 0,08-0,01 -

U 30-300 - - - -

V 2-1600 - - 20 -

Zn 59-1450 1-42 15-566 10-450 82-5894

(Alloway,1995).

  30  

Dari tabel diatas, dapat dilihat bahwa kandung beberapa

logam berat dalam beberapa jenis pupuk tergolong cukup tinggi bahkan

sudah berada diatas ambang toleransi yang dapat ditampung oleh alam.

Sebagai contoh pupuk fosfat mengandung Pb antara 7 – 225 ppm. Hal ini

sudah berada di atas ambang tolensi logam Pb yang sekitar 150 ppm.

Sedang kan Cd yang terkandung dalam pupuk fosfat berkisar antara 5-

115 ppm. Angka ini tergolong tinggi karena kadar Cd yang masih bisa

ditolerir hanya 2 ppm.

Pupuk yang diberikan ke tanah secara intensif akan sangat

berbahaya bagi tanah serta tanaman yang ada diatasnya. Hal ini karena

beberapa jenis pupuk mengandung logam berat dalam kadar yang sangat

tinggi. Kadar yang tinggi ini akan sangat berbahaya jika terjadi akumulasi

secara terus menerus dan membuat pertumbuhan dan kualitas serta

kuantitas hasil tanaman menurun. Selain itu logam berat yang

terakumulasi terlalu banyak akan mengganggu aktivitas mikrobia atau

bahkan meracuninya.

Oleh karena itu diperlukan kebijaksaan serta perngetahuan

yang cukup untuk melakukan pemupukan sehingga tidak mencemarai

lingkungan. Hal ini karena kelestarian lingkungan akan menunjang

pertumbuhan dan hasil tanaman serta kualitas hasil tanaman yang akan

mempengaruhi kesehatan manusia.

Logam berat berkenaan dengan pertanian memunculkan

empat persoalan yang saling berkaitan berupa akibat atas:

  31  

(1) Edafon, yaitu kehidupan di dalam tanah yang merupakan salah

satu faktor pokok penentu produktivitas tanah;

(2) Hasil panen pertanaman, baik jumlah maupun mutunya;

(3) Kesehatan ternak; dan

(4) Kesehatan manusia.

Keempat persoalan tersebut dapat dikembalikan kepada

satu persoalan dasar, yaitu perilaku logam berat di dalam tanah. Perilaku

ini menentukan seberapa kuat dayanya mempengaruhi edafon, dan

seberapa banyak jumlahnya yang dapat diserap tanaman.

2.7. Pemupukan Intensif Lahan Apel sebagai Dampak Perubahan

Iklim

Dalam kehidupan sehari-hari, iklim akan mempengaruhi jenis

tanaman yang sesuai untuk dibudidayakan pada suatu kawasan, dan

teknik budidaya yang dilakukan petani. Dengan demikian iklim sangat

penting artinya dalam sektor pertanian. Dengan kegiatan pertanian yang

disebut klimatologi pertanian.

Iklim akan mempengaruhi berbagai aspek kehidupan

manusia dan organisme lain yang hidup di muka bumi. Jenis dan sifat

Iklim juga akan mempengaruhi jenis tanaman yang sesuai untuk

dibudidayakan pada suatu kawasan serta produksinya, penjadwalan

budidaya pertanian, dan teknik budidaya yang dilakukan petani.

Pengetahuan tentang iklim sangat penting artinya dalam sektor pertanian.

  32  

mengapa iklim di berbagai tempat di bumi berbeda, dan bagaimana kaitan

antara iklim dan dengan aktivitas manusia.

Iklim merupakan salah satu faktor pembatas dalam proses

pertumbuhan dan produksi tanaman. Jenis2 dan sifat2 iklim bisa

menentukkan jenis2 tanaman yg tumbuh pada suatu daerah serta

produksinya. Oleh karena itu kajian klimatologi dalam bidang pertanian

sangat diperlukan.

Seiring dengan dengan semakin berkembangnya isu

pemanasan global dan akibatnya pada perubahan iklim, membuat sektor

pertanian begitu terpukul. Tidak teraturnya perilaku iklim dan perubahan

awal musim dan akhir musim seperti musim kemarau dan musim hujan

membuat para petani begitu susah untuk merencanakan masa tanam dan

masa panen.

Untuk daerah tropis Indonesia, hujan merupakan faktor

pembatas penting dalam pertumbuhan dan produksi tanaman pertanian.

Selain hujan, unsur iklim lain yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman

adalah suhu, angin, kelembaban dan sinar matahari. Setiap tanaman pasti

memerlukan air dalam siklus hidupnya, sedangkan hujan merupakan

sumber air utama bagi tanaman. Berubahnya pasokan air bagi tanaman

yg disebabkan oleh berubahnya kondisi hujan tentu saja akan

mempengaruhi siklus pertumbuhan tanaman, Inu merupakan contoh

global pengaruh ikliim terhadap tanaman.

Di indonesia sendiri akibat dari perubahan iklim, yaitu timbulnya

  33  

fenomena El Nino dan La Nina. Fenomena perubahan iklim ini

menyebabkan menurunnya produksi apel. Selain hujan, ternyata suhu

juga bisa menentukkan jenis-jenis tanaman yg hidup di daerah-daerah

tertentu. Misalnya perbedaan tanaman yang tumbuh di daerah tropis,

gurun dan kutub. Indonesia merupakan daerah tropis, perbedaan suhu

antara musim hujan dan musim kemarau tidaklah seekstrim perbedaan

suhu musim panas dan musim kemarau di daerah-daerah sub tropis dan

kutub. Oleh karena itu untuk daerah tropis, klasifikasi suhu lebih di

arahkan pada perbedaan suhu menurut ketinggian tempat. Perbedaan

suhu akibat dari ketinggian tempat (elevasi) berpengaruh pada

pertumbuhan dan produksi tanaman.

Tanaman apel dapat tumbuh dengan baik pada curah hujan

yang ideal adalah 1.000-2.600 mm/tahun dengan hari hujan 110-150

hari/tahun. Dalam setahun banyaknya bulan basah adalah 6-7 bulan dan

bulan kering 3-4 bulan. Curah hujan yang tinggi saat berbunga akan

menyebabkan bunga gugur sehingga tidak dapat menjadi buah. 2)

Tanaman apel membutuhkan cahaya matahari yang cukup antara 50-60%

setiap harinya, terutama pada saat pembungaan. Suhu yang sesuai

berkisar antara 16-27 derajat C. Kelembaban udara yang dikehendaki

tanaman apel sekitar 75-85%.

Kota Batu pada awal dibudidayakannya tanaman apel

memiliki kondisi iklim yang sesuai dengan syarat tumbuhnya. Namun

akibat perubahan iklim gobal, kondisi klimatologi daerah Batu menjadi

  34  

berubah. Hal ini menyebabkan menurunyya produkstifitas tanaman apel.

Untuk meningkatkan produksi, petani melakukan pemupukan intensif

dengan dosis tinggi.

Ada bermacam kombinasi pupuk kimia yang sering

digunakan petani, tetapi menurut catatan resmi dari Dinas Pertanian di

Batu, pupuk yang paling biasa disebut Antracol. Pupuk kimia ini digunakan

di semua kecamatan di Batu, yaitu Bumiaji, Junrejo dan Batu, diantara

banyak lagi merk pupuk misalnya Curacron, Dursban, dan Proplin

(Cook,2006).

Hal ini membuktikan adanya pengunaan pupuk kimia yang

tersebar luas di industri apel di Batu. Persoalan kimia di tanah merupakan

persoalan yang mempengaruhi ekosistem lingkungan secara umum,

terutama dalam penyediaan air sehubungan dengan kota Batu yang

merupakan daerah hulu tempat penangkapan air, yang menyebabkan

banyak masalah lain yang berhubungan dengan lingkungan.

2.8. Logam Berat dari Penggunaan Pestisida

Disamping hal-hal iklim, budidaya apel juga menderita dari

masalah dari Hama dan Penyakit. Menurut Soelarso, Hama yang paling

berbahaya adalah Kutu Hijau, Tungau, Cabuk merah, Thrips, dan Ulat

Daun. Penyakit yang paling sulit adalah Penyakit Embun Tepung,

Penyakit Bercak Daun, Jamur Upas, dan Penyakit Kanker. 22 Juga, petani

apel harus mampu mencari tandatanda fisik yang menunjukkan kesehatan

  35  

pohon apel, antara lain masak (ripening) buah-buah.

Pestisida secara luas diartikan sebagai suatu zat yang

bersifat racun, menghambat pertumbuhan atau perkembangan, tingkah

laku, bertelur, perkembang biakan, mempengaruhi hormon, penghambat

makan, membuat mandul, sebagai pemikat, penolak dan aktivitas lainnya

yang mempengaruhi OPT.

Tidak kita pungkiri bahwa dengan pestisida sintetis telah

berhasil menghantarkan sektor pertanian menuju terjadinya “revolusi

hijau”, yang ditandai dengan peningkatan hasil panen dan pendapatan

petani secara signifikan, sehingga Indonesia bisa mencapai swasembada

pangan pada tahun 1986. Dalam revolusi hijau target yang akan dicapai

adalah berproduksi cepat dan tinggi, sehingga diperlukan teknologi

masukan tinggi diataranya penggunaaan varietas unggul, pemupukan

berat dengan pupuk kimia, pemberantasan hama dan penyakit dengan

obat-obatan kimia.

Pada tahun ini konsepsi untuk menanggulangi OPT ialah

pendekatan UNILATERAL, yaitu menggunakan satu cara saja,

PESTISIDA. Ketika itu pestisida sangat dipercaya sebagai “ASURANSI”

keberhasilan produksi; tanpa pestisida produksi sulit atau tidak akan

berhasil. Karena itu pestisida disubsidi sampai sekitar 80 % dari harganya,

hingga petani dapat membelinya dengan harga “murah”. Sistem

penyalurannyapun diatur sangat rapih dari pusat sampai ke daerah-

daerah. Pestisida diaplikasikan menurut jadwal yang telah ditentukan,

  36  

tidak memperhitungkan ada hama atau tidak. Pemikiran ketika itu ialah

“melindungi” tanaman dari kemungkinan serangan hama.

Promosi pestisida yang dilakukan oleh para pengusaha

pestisida sangat gencar melalui demontrasi dan kampanye. Para petani

diberi penyuluhan yang intensif, bahwa hama-hama harus diberantas

dengan insektisida. Dalam perlombaan hasil intensifikasi, frekuensi

penyemprotan dijadikan kriteria, makin banyak nyemprot, makin tinggi

nilainya.

2.9. Konsekuensi Lingkungan dari Penggunaan Pestisida

Ternyata, puncak kejayaan pestisida sekitar tahun 1984-

1985 telah membawa dampak yang sangat dahsyat terhadap ekosistem

yang ada. Meskipun penggunaan pestisida makin ditingkatkan , masalah

hama-hama terutama wereng tidak dapat diatasi, malah makin

mengganas. Kita tidak sadar, bahwa mengganasnya hama wereng

tersebut akibat penggunaan pestisida yang berlebihan. Pestisida juga

menimbulkam masalah lingkungan seperti matinya makhluk bukan

sasaran (ikan, ular, katak, belut, bebek, ayam, cacing tanah dan serangga

penyerbuk) dan musuh alami (predator, parasitoid), residu pestisida dalam

bahan makanan, pencemaran air, tanah, udara dan keracunan pada

manusia serta ongkos produksi yang sangat mahal dan sia-sia.

Gejala keracunan pada manusia yang timbul secara umum

badan lemah atau lemas. Pada kulit, menyebabkan iritasi seperti terbakar,

  37  

keringat berlebihan, noda. Pada mata, gatal, merah berair, kabur atau

tidak jelas, bola mata mengecil atau membesar. Pengaruh pestisida pada

sistem pencernaan seperti rasa terbakar pada mulut dan tenggorokan, liur

berlebihan, mual, muntah, sakit perut dan diare. Sedang pada sistem

syaraf, seperti sakit kepala, pusing, bingung, gelisah, otot berdenyut,

berjalan terhuyung-huyung, bicara tak jelas, kejang-kejang tak sadar.

Pada sistem pernafasan, batuk, sakit dada dan sesak nafas, kesulitan

bernafas dan nafas bersuara.

Kebijakan pertanian difokuskan pada produktivitas

usahatani dengan memberi sedikit perhatian pada daya dukung

lingkungan dengan memanfaatkan teknologi pertanian (bibit, pupuk dan

pestisida) serta finansial (modal sendiri, kredit, atau pinjaman), tanpa

merusak daya dukung lingkungan. Penggunaan pestisida dan pupuk

intensif sudah memberi dampak tersendiri pada efek komulatif yang

menjadi penyebab kerusakan lingkungan dalam jangka waktu yang relatif

agak lama, sedangkan kerusakan drastis umumnya disebabkan oleh

banjir atau kekeringan yang sulit untuk diatasi (Palmer C. 2008)

Sejauh ini, kerugian sektor pertanian di Indonesia akibat

serangan hama dan penyakit mencapai milyaran rupiah dan menurunkan

produktivitas pertanian sampai 20%. Menghadapi seriusnya kendala

tersebut, sebagian besar petani menggunakan pestisida kimiawi. Upaya

tersebut memberikan hasil yang cepat dan efektif. Tingkat kepercayaan

petani terhadap kemampuan pestisida kimiawi sangat tinggi, dilain pihak,

  38  

pestisida kimiawi yang berlebihan justru memberi dampak terhadap

lingkungan dan manusia. Keseimbangan lingkungan akan terganggu dan

akan mengakibatkan timbulnya resistensi hama, kematian predator,

parasit, burung dan satwa lainnya. Salah satu penyebab terjadinya

Dampak negatif pestisida terhadap lingkungan adalah

adanya residu pestisida di dalam tanah yang dapat meracuni organisme

non target, terbawa sampai ke sumber-sumber air dan meracuni

lingkungan bahkan terbawa pada mata rantai makanan sehingga dapat

meracuni konsumen, bahkan ke hewan dan manusia (Prabowo, 2008)

Mirip dengan pupuk, penggunaan pestisida juga mengalami

peningkatan yang signifikan selama Revolusi Hijau digulirkan, yaitu dari

5.234 ton pada tahun 1978 menjadi lebih dari 18.000 ton pada tahun

1986. Kecenderungan serupa juga terjadi pada tanaman sayuran,

perkebunan, dan tanaman lain dengan alokasi penggunaan sekitar 10%

dan 24,40% (Harsanti et al. 1999; Jatmiko et al. 1999; Nurjaya 2003).

Pada tahun 2002 terdapat 813 formulasi dan 341 bahan aktif pestisida

yang telah dan pernah beredar, 40% di antaranya adalah insektisida, 29%

herbisida, dan 19% fungisida (Direktorat Pupuk dan Pestisida 2002).

Dampak negatif penggunaan pesti-sida antara lain adalah:

1. meningkatnya resistensi dan resurjensi organisme peng- ganggu

tumbuhan (OPT)

2. tergang- gunya keseimbangan biodiversitas, termasuk musuh alami

(predator) dan organisme penting lainnya

  39  

3. terganggunya kesehatan manusia dan hewan

4. tercemarnya produk tanaman, air, tanah, dan udara.

Di beberapa daerah di Jawa, residu pestisida pada beberapa

produk pangan termasuk kedelai telah mendekati batas maksimum residu

(BMR), terutama senyawa organofosfat, kar- bamat, dan organokhlorin.

Kecende- rungan yang sama juga terjadi di tanah, air irigasi, dan ikan.

Residu pestisida berdampak negatif pula terhadap metabolisme steroid,

fungsi tiroid dan spermatogenesis, serta sistem reproduksi atau dikenal

dengan istilah endocrine pesticides disrupted (EDs).

Meskipun pengendalian hama terpadu dengan

menggunakan pestisida telah memberikan hasil yang nyata dalam

menekan serangan hama dan penyakit tanaman, dampak yang

ditimbulkan sangat berbahaya. Oleh karena itu, penggunaan pestisida

perlu dikurangi atau dirasionalisasi, baik melalui pene- rapan PHT secara

tegas maupun pengembangan sistem pertanian organik yang lebih

mengutamakan penggunaan musuh alami dan pestisida hayati.

Keuntungan dari rasionalisasi pemakaian pestisida antara lain adalah:

1. mengurangi kerusakan sumber daya lahan, air, lingkungan, dan

produk pertanian

2. mengurangi risiko kesehatan bagi manusia, dan

3. meningkatkan keuntungan usaha tani (efisiensi produksi).

2.10. Pengaruh Logam Berat Tanah Terhadap Kualitas Buah Apel

  40  

Saat ini produk pangan mentah maupun matang banyak

terpapar logam berat dalam jumlah dan tingkat yang cukup

mengkhawatirkan, terutama di kota-kota besar dimana tingkat polusi oleh

asap pabrik, asap buangan kendaraan bermotor dan residu agrokimia

telah mencapai tingkat yang sangat tinggi serta konsumsi makanan yang

dikemas dengan kemasan modern seperti kaleng telah umum dijumpai.

Sayur-sayuran berdaun yang ditanam di pinggir jalan raya

memiliki resiko terpapar logam berat yang cukup tinggi. Data terakhir pada

caisim kandungan timbal (Pb) bisa mencapai 28,78 ppm. Jumlah ini jauh

lebih tinggi dibanding dengan sayuran yang ditanam jauh dari jalan raya

(±0-2 ppm), sedangkan batas aman residu Pb yang diperbolehkan oleh

Ditjen POM pada makanan hanya 2 ppm. Pencemaran tersebut

menyebabkan sebagian sayuran dapat mengandung logam berat yang

membahayakan kesehatan, padahal sayuran merupakan menu sehari-hari

di dalam diet orang Indonesia. Akumulasi logam berat di dalam tubuh

manusia dalam jangka waktu yang lama dapat mengganggu sistem

peredaran darah, urat syaraf dan kerja ginjal. Pada tingkat rumah tangga,

penurunan jumlah residu logam berat yang terlanjur terdapat dalam

sayuran dapat dilakukan dengan mencuci sayuran menggunakan sanitizer

komersial atau memblansirnya dengan air mendidih selama 3-5 menit

sebelum dikonsumsi atau diolah lebih lanjut. Para ibu rumah tangga juga

sebaiknya tidak menggunakan peralatan masak yang dipatri dengan

timbal dan membiasakan keluarga mengkonsumsi makanan yang

  41  

mengandung serat tinggi.

Penanganan pra panen dan pascapanen dapat dilakukan

dengan pemakaian pupuk dan insektisida yang benar, melakukan cara

pengangkutan yang baik selama distribusi sayuran, misalnya dengan

menutup sayuran menggunakan terpal atau penutup yang aman agar

sayuran dan buah-buahan terhindar dari kontaminasi logam berat dari

debu kendaraan bermotor atau asap pabrik selama perjalanan menuju

pasar atau konsumen.

Pangan yang dikonsumsi sehari-hari merupakan hasil

pertanian. Pangan seharusnya memenuhi kriteria ASUH (Aman, Sehat,

Utuh dan Halal). Salah satu parameter tersebut, yaitu Aman, termasuk

dalam masalah mutu. Mutu dan keamanan pangan berpengaruh langsung

terhadap kesehatan masyarakat dan perkembangan sosial. Makanan

yang bermutu baik dan aman diperlukan untuk meningkatkan kesehatan,

kesejahteraan individu dan kemakmuran masyarakat. Sayuran merupakan

sumber pangan yang mengandung banyak vitamin dan mineral yang

secara langsung berperan meningkatkan kesehatan. Oleh karena itu,

higienitas dan keamanan sayuran yang dikonsumsi menjadi sangat

penting agar tidak menimbulkan gangguan kesehatan. Namun banyak

jenis sayuran yang beredar di masyarakat tidak terjamin keamanannya

karena diduga telah terkontaminasi logam-logam berat seperti timbal (Pb),

kadmium (Cd), atau merkuri (Hg). Menurut Astawan (2005), logam-logam

berat tersebut bila masuk ke dalam tubuh lewat makanan akan

  42  

terakumulasi secara terus-menerus dan dalam jangka waktu lama dapat

mengakibatkan gangguan sistem syaraf, kelumpuhan, dan kematian dini

serta penurunan tingkat kecerdasan anak-anak.

Sumber kontaminasi logam berat ada dua, yaitu lewat

pencemaran udara dan dari bahan makanan. Pencemaran lewat udara

terutama berasal dari asap buangan kendaraan bermotor. Data yang

dikeluarkan Badan Pengawasan Dampak Lingkungan (Bapedal) DKI

tahun 1998, kadar timbal di udara Jakarta ratarata telah mencapai 0,5 mg

per meter kubik udara. Untuk kawasan tertentu, seperti terminal bus dan

daerah padat lalu lintas, kadar timbal bisa mencapai 2-8 mg per meter

kubik udara (Anonymous, 2005.).

Selain timbal (Pb), sayuran juga rentan terhadap kontaminasi

logam berat tembaga (Cu). Cemaran tembaga (Cu) terdapat pada sayuran

dan buah-buahan yang disemprot dengan pestisida secara berlebihan.

Penyemprotan pestisida banyak dilakukan untuk membasmi siput dan

cacing pada tanaman sayur dan buah. Selain itu, garam Cu juga

digunakan sebagai bahan dari larutan “bordeaux” yang mengandung 1-

3% CuSO4 untuk membasmi jamur pada sayur dan tanaman buah.

Senyawa CuSO4 juga sering digunakan untuk membasmi siput sebagai

inang dari parasit, cacing dan untuk mengobati penyakit pada kuku domba

(Darmono, 1995). Selain pada sayuran, logam berat dapat terakumulasi

dalam jumlah yang cukup besar pada tanaman seperti padi, rumput, dan

beberapa jenis leguminosa untuk pakan ternak.

  43  

Kandungan merkuri (Hg) pada beras yang dipanen dari

sawah dengan irigasi air limbah penambangan emas tradisional di

Nunggul dan Kalongliud di sekitar Pongkor, Bogor, Jawa Barat, masing-

masing mencapai 0,45 dan 0,25 ppm (Sutono, 2002) dalam Anonymous

(2005).

Mengingat bahayanya akumulasi logam berat dalam

lingkungan dan efek buruknya pada kesehatan, konsumen perlu

pengetahuan tentang logam berat, sumber dan distribusi logam berat di

lingkungan, mekanisme kontaminasi logam berat pada tubuh manusia,

serta cara pencegahan akumulasinya.

Terpaparnya lingkungan dari logam berat diketahui sebagai

faktor penyebab timbulnya kanker. Turkdogan et al., (2003) telah

menginvestigasi tujuh tingkat logam berat yang berbeda-beda (Co, Cd,

Pb, Zn, Mn, Ni dan Cu) pada sampel tanah, buah-buahan dan sayuran di

wilayah Van sebelah selatan Turki kanker gastrointestinal atas merupakan

hal yang endemik. Kandungan logam berat pada sample ditentukan

dengan flame atomic absorption spectrometer.

Di dalam tanah, empat jenis logam berat (Cd, Pb, Cu dan

Co) ada pada konsentrasi dua sampai 50 kali lebih tinggi dibanding Zn.

Sampel buah-buahan dan sayuran yang ditemukan mengandung 3,5

sampai 340 kali lebih tinggi kandungan Co, Cd, Pb, Mn, Ni dan Cu-nya

disbanding Zn. Pada sampel tanah vulkanik, buah dan sayuran

mengandung logam berat karsinogenik yang potensial dimana tingkat

  44  

yang cukup tinggi tersebut berhubungan dengan tingginya prevalensi

kanker gastrointestinal atas di region Van tersebut.

Di China, Huludao Zinc Plant di Huludao City merupakan

tempat peleburan logam berat seng (Zn) terbesar di Asia. Logam berat

telah mengkontaminasi lingkungan sekelilingnya dengan serius. Telah

diinvestigasi 20 jenis sayuran dan sampel tanah yang berhubungan dari

delapan plot dekat Huludao Zinc Plant untuk menginvestigasi risiko

kesehatan dari Hg, Pb, Cd, Zn, dan Cu terhadap penduduk di sekitar

Huludao Zinc Plant di China via konsumsi sayuran. Nilai faktor transfer

(TF) Hg, Pb, Cd, Zn dan Cu dari tanah ke sayuran dan nilai bahaya target

(THQs) risiko kesehatan yang memungkinkan terhadap penduduk lokal

melalui transfer rantai makanan dihitung (Zheng et al., 2007). Nilai TF

logam berat dari tanah ke sayuran menurun menurut susunan

Cd>Zn>Cu>Pb>Hg. Nilai TF logam berat pada daun lebih tinggi dari pada

jaringan lain. Asupan harian Hg, Pb, Cd, Zn dan Cu melalui konsumsi

makanan adalah 1,322; 574,3; 301,4; 5263 dan 292,5 µg untuk dewasa

dan 1,029; 446,8; 234,5; 4095 dan 227,6 mg untuk anak-anak yang

tinggal di sekitar Huludao Zinc Plant. Hal ini sangat berpotensi

menimbulkan risiko kesehatan, terutama untuk anak-anak, apabila nilai

THQ Cd atau Pb lebih dari 1. Jumlah total logam THQs (TTHQs) yang

berkaitan dengan konsumsi sayuran untuk dewasa dan anak-anak adalah

5,79-9,90; 7,6-13,0. Dari perbandingan TTHQs pada plot-plot sampel dari

jarak yang berbeda dari Huludao Zinc Plant, terindikasi bahwa resiko

  45  

kesehatan mereka yang tinggal dekat dengan Huludao Zinc Plant (< 500

m) adalah paling tinggi, dan pada jarak > 1000 m resiko kesehatannya

cukup tinggi dibanding pada mereka yang tinggal dalam jarak 500-1000

m. Namun, penduduk yang tinggal dalam areal lokasi 500-1000 m dari

Huludao Zinc Plant juga mempunyai resiko kesehatan yang cukup tinggi

apabila memiliki nilai TTHQ lebih dari 1.

Akumulasi logam berat yang berlebihan pada tanah

pertanian dapat berakibat tidak hanya terhadap kontaminasi lingkungan

tetapi yang lebih buruk adalah menyebabkan meningkatnya kadar logam

berat pada hasil-hasil pertanian yang dipanen sehingga hal tersebut pada

akhirnya berakibat terhadap penurunan mutu dan keamanan pangan

nabati yang dihasilkan. Untuk melindungi konsumen, beberapa negara

telah menetapkan batas aman cemaran logam berat pada makanan.

Di Indonesia, Ditjen POM telah mengeluarkan

Keputusan No. 03725/B/SK/VII/89 tentang Batas Maksimum Cemaran

Logam dalam Makanan untuk Sayuran Segar, batas aman untuk Pb 2

mg/kg dan Cu 50mg/kg.

2.11. Mekanisme Kontaminasi Logam Berat

Beberapa faktor yang menyebabkan kontaminasi logam

berat pada lingkungan bervariasi antara lain: kondisi geologi tanah dimana

tanaman dibudidayakan, kondisi air yang digunakan untuk penyiraman,

adanya kontaminan logam berat tertentu yang berasal dari industri apabila

  46  

lokasi pertanaman dekat dengan lokasi industri, bahkan bencana yang

tidak terduga.

Seperti kasus yang saat ini sudah dan masih terjadi yaitu

meluapnya lumpur panas di kawasan industri di daerah Porong, Sidoarjo

Jawa Timur. Meluapnya lumpur panas dari lapangan gas yang dikelola

Lapindo Brantas Inc tersebut mengandung logam berat yang berlebihan

sehingga jika masuk ke tambak akan mematikan mikroorganisme.

Menurut Anonymous (2006), dilaporkan bahwa bahan lumpur panas

tersebut terdeteksi mengandung gas belerang (H2S), metana (CH4),

Chlorida (Cl) dan Sulfat (SO4) yang tinggi. Selain itu uji laboratoris juga

menunjukkan adanya unsur pencemaran akibat adanya beberapa bahan

lainnya yang cukup tinggi seperti Mangan (Mg) dan Seng (Zn).

Tanah pertanian yang ada di sekitar daerah tersebut tertutupi

oleh lumpur panas yang disinyalir mengandung logam berat dalam

konsentrasi yang tinggi, sehingga di masa mendatang apabila lumpur

panas sudah mereda, yang tertinggal adalah tanah yang sudah

terkontaminasi logam berat dan tanaman pangan yang mungkin tumbuh di

atasnya adalah bahan pangan yang telah tercemar logam berat.

Faktor yang menyebabkan tingginya kontaminasi logam

berat di lingkungan adalah perilaku manusia yang menciptakan teknologi

tanpa menimbang terlebih dahulu efek yang akan ditimbulkan bagi

lingkungan di kemudian hari. Sebagai contoh, di Indonesia, tingginya

kandungan timbal (Pb) pada lingkungan disebabkan oleh pemakaian

  47  

bensin bertimbal yang sangat tinggi pada hampir semua jenis kendaraan

bermotor. Untuk mempermudah bensin premium terbakar, titik bakarnya

harus diturunkan melalui peningkatan bilangan oktan dengan

penambahan timbal dalam bentuk tetrail lead (TEL). Namun dalam proses

pembakaran, timbal dilepas kembali bersama-sama sisa pembakaran

lainnya ke udara dan dihirup oleh manusia saat bernafas. Moshman

(1997) dalam Charlena (2004) mengungkapkan bahwa akumulasi logam

berat Pb pada tubuh manusia yang terus-menerus dapat mengakibatkan

anemia, kemandulan, penyakit ginjal, kerusakan syaraf dan kematian.

Sedangkan keracunan Cd dapat menyebabkan tekanan darah tinggi,

kerusakan jaringan-jaringan testicular, kerusakan ginjal dan kerusakan

butir-butir sel darah merah.

a. Mekanisme pada Bahan Pangan (Sayuran)

Logam berat yang ada di lingkungan, tanah, air dan udara

dengan suatu mekanisme tertentu masuk ke dalam tubuh makhluk hidup.

Tanaman yang menjadi mediator penyebaran logam berat pada makhluk

hidup, menyerap logam berat melalui akar dan daun (stomata). Logam

berat terserap ke dalam jaringan tanaman melalui akar, yang selanjutnya

akan masuk ke dalam siklus rantai makanan (Alloway, 1990 dalam

Darmono, 2005).

Di Indonesia, kadar logam berat yang cukup tinggi pada

sayuran sudah semestinya mendapat perhatian serius dari semua pihak,

  48  

terutama pada sayur-sayuran yang ditanam di pinggir jalan raya. Data

terakhir pada sayuran caisim, kandungan logam berat Pb-nya bisa

mencapai 28,78 ppm. Jumlah ini jauh lebih tinggi dibanding kandungan

logam berat pada sayuran yang ditanam jauh dari jalan raya (±0-2 ppm),

padahal batas aman yang diperbolehkan oleh Ditjen POM hanya 2 ppm.

Bahkan dalam Rancangan Standar Nasional Indonesia (RSNI-2, 2004)

dalam Anonymous (2004) menyatakan bahwa residu logam berat yang

masih memenuhi standar BMR (Batas Maksimum Residu) adalah 1,0

ppm. Dengan dikonsumsinya sayuran sebagai salah satu sumber pangan

pada manusia dan hewan menyebabkan berpindahnya logam berat yang

dikandung oleh sayur-sayuran tersebut seperti timbal (Pb) dan kadmium

(Cd) ke dalam tubuh makhluk hidup lainnya. Logam berat yang masuk ke

dalam tubuh manusia akan melakukan interaksi antara lain dengan enzim,

protein, DNA, serta metabolit lainnya. Adanya logam berat pada jumlah

yang berlebihan dalam tubuh akan berpengaruh buruk terhadap tubuh

(Charlena, 2004).

b. Mekanisme pada Tubuh Manusia

Sejumlah sumber makanan, baik yang berasal dari laut

seperti ikan, kerang, dan rumput laut serta dari tanaman dan produk

turunannya dapat terkontaminasi logam berat. Logam berat dapat

memasuki tubuh dan mengakibatkan kerusakan pada berbagai jaringan

tubuh melalui beberapa cara. Mekanisme pertama adalah berikatan

  49  

dengan gugus sulfhidril, sehingga fungsi enzim pada jaringan tubuh akan

terganggu kerjanya. Mekanisme yang kedua adalah berikatan dengan

enzim pada siklus Krebs, sehingga prose’s oksidasi fosforilasi tidak terjadi.

Mekanisme yang ketiga adalah dengan efek langsung pada jaringan yang

terkena yang menyebabkan kematian (nekrosis) pada lambung dan

saluran pencernaan, kerusakan pembuluh darah, perubahan degenerasi

pada hati dan ginjal. Tubuh dapat menyerap logam berat melalui

permukaan kulit dan mukosa, saluran pencernaan dan saluran nafas.

Akumulasi pada jaringan tubuh dapat menimbulkan keracunan bagi

manusia, hewan, dan tumbuhan apabila melebihi batas toleransi

(Charlena, 2004).

c. Mekanisme Penyerapan Logam oleh Tumbuhan

Akumulasi logam berat dalam tanah pertanian akibat

pemupukan dapat meyebabkan toksisitas pada tanaman. Secara alami

tanaman sudah mempunyai mekanisme untuk melakukan detoksifikasi

terhadap logam, antara lain : pemisahan logam dengan produksi senyawa

organik, pemisahan ke dalam komponen sel tertentu, dan eksudasi ligan

organik. Salah satu senyawa organik yang disintesis tanaman untuk

mengkelat logam adalah fitokelatin yang terdapat dalam dua bentuk, yaitu

high-molecular weight (HMW) BM > 20.000 Da dan low molecular weight

  50  

(LMW) BM 7.000-20.000 Da. Logam berat yang dapat menginduksi

sintesis fitokelatin, antara lain Kadmium, Tembaga dan Seng.

Fitotoksisitas (keracunan pada tanaman) adalah fenomena

yang terkait dengan suatu bahan yang merugikan dan terakumulasi di

dalam jaringan tanaman sampai pada tingkat berpengaruh terhadap

pertumbuhan optimal dan perkembangan tanaman (Beckett dan davis,

1977 ; Davis et al., 1977). Secara alami tanaman sudah mempunyai

mekanisme untuk mengatasi keracunan logam, antara lain melalui

akumulasi logam dalam organel sel, meningkatkan eksudasi bahan

pengkelat logam, pengikatan logam pada dinding sel, pemotongan jalur

transport logam dari akar ke tunas, mengubah struktur dan permeabilitas

membran, mengubah proses metabolisme seluler, memproduksi senyawa

pemisah logam intraseluler, mengaktifkan pompa ion logam ke dalam

vakuola, dan lain-lain (Woolhouse, 1983; Blamey et al., 1986; Baker,

1987); Verkleij dan Schat, 1990; dan Ross, 1994). Lebih lanjut Ross

(1994) menambahkan bahwa tanaman melakukan mekanisme toleransi

penting yang bersifat induktif terhadap logam berat dengan mensintesis

polipeptida pengikat logam, yaitu fitokelatin.

Fitokelatin berhubungan dengan glutation, mempunyai

struktur primer (γ-Glu-Cys)n – Gly atau (γ-Glu-Cys)n-β-Ala, dimana n = 2-

11 (Nicholson et al., 1980; Speiser et al., 1992; Artlip dan Funkhouser,

1995; Wang dan Evangelou, 1995), tergantung dari sumber tanaman

(Rauser, 1990). Polipeptida ini belum diketahui sintesisnya dalam

  51  

ribosom, tetapi fitokelatin terbentuk bersama-sama dengan sintesis enzim

glutathione sintetase. Fitokelatin disintesis secara enzimatis oleh

fitokelatin sintase (γ-glutamylcystein dipeptidyl transpeptidase) dari

glutation. Enzim ini merupakan protein 25 kDa (Grill et al., 1989).

Penelitian Nicholson et al. (1980) pada tanaman wilczek (Vigna radiate L.)

yang diinduksi logam Tembaga diperoleh dua jenis fitokelatin (hasil

pemisahan melalui kromatografi kolom), yaitu fitokelatin BM rendah

(7.000-20.000 Da) dan berat molekul tinggi (BM>20.000). Mekanisme

detoksifikasi logam oleh fitokelatin menurut beberapa peneliti (Rauser,

1990; Abrahamson et al., 1992; Speiser et al., 1992; Ow, 1993; Moffat,

1995, Wang dan Evangelou, 1995) terjadi dengan jalan fitokelatin

mengikat logam yang selanjutnya akan ditransport ke dalam vakuola

tanaman untuk disimpan.

Penyerapan dan akumulai logam berat oleh tumbuhan dapat

dibagi menjadi tiga proses yang sinambung, yaitu penyerapan logam oleh

akar, translokasi logam dari akar ke bagian tumbuhan lain, dan lokalisasi

logam pada bagian sel tertentu untuk menjaga agar tidak menghambat

metabolisme tumbuhan tersebut (Priyanto & Joko, 2000).

a. Penyerapan oleh akar

Telah diketahui, bahwa agar tumbuhan dapat menyerap logam

maka logam harus dibawa ke dalam larutan di sekitar akar (rizosfer)

dengan beberapa cara bergantung pada spesies tumbuhannya:

Perubahan pH. Pada Thlaspi cearulescens, mobilisasi seng dipacu

  52  

dengan terjadinya penurunan pH pada daerah perakaran sebesar 0,2-0,4

unit (McGrath, 1997 dalam Priyanto & Joko, 2000). Ekskresi zat khelat.

Mekanisme penyerapan besi lewat pembentukan suatu zat khelat yang

disebut fitosiderofor telah diketahui secara mendalam pada jenis rumput-

rumputan (Marschner & Romheld, 1994 dalam Priyanto & Joko, 2000).

Molekul fitosiderofor yang terbentuk ini akan mengikat (mengkhelat) besi

dan membawanya ke dalam sel akar melalui peristiwa transport aktif.

Selain aktif terhadap besi, fitosiderofor dapat mengikat logam lain seperti

seng, tembaga dan mangan. Sekarang diketahui, bahwa berbagai molekul

lain berfungsi serupa, misalnya histidin yang meningkatkan penyerapan

nikel pada Alyssum sp. (Kramer et al., 1996 dalam Priyanto & Joko, 2000)

dan suatu senyawa peptida khusus, fitokhelatin, yang mengikat selenium

pada Brassica juncea (Speiser et al., 1992) dan logam lain seperti timbal,

kadmium dan tembaga (Gwozdz et al., 1997 dalam Priyanto & Joko,

2000).

Pembentukan reduktase spesifik logam. Di dalam meningkatkan

penyerapan besi, tumbuhan membentuk suatu molekul reduktase di

membran akarnya (Marschner & Romheld, 1994 dalam Priyanto & Joko,

2000). Reduktase ini berfungsi mereduksi logam yang selanjutnya

diangkut melalui kanal khusus di dalam membran akar.

  53  

b. Translokasi di dalam tubuh tumbuhan

Setelah logam dibawa masuk ke dalam sel akar, selanjutnya

logam harus diangkut melalui jaringan pengangkut, yaitu xilem dan floem,

ke bagian tumbuhan lain. Untuk meningkatkan efisiensi pengangkutan,

logam diikat oleh molekul khelat. Berbagai molekul khelat yang berfungsi

mengikat logam dihasilkan oleh tumbuhan, misalnya histidin yang terikat

pada Ni (Kramer et al., 1996 dalam Priyanto & Joko, 2000) dan

fitokhelatin-glutation yang terikat pada Cd (Zhu et al., 1999 dalam Priyanto

& Joko, 2000).

c. Lokalisasi logam pada jaringan

Untuk mencegah peracunan logam terhadap sel, tumbuhan

mempunyai mekanisme detoksifikasi, misalnya dengan menimbun logam

di dalam organ tertentu seperti akar (untuk Cd pada Silene dioica [Grant et

al., 1998]), trikhoma (untuk Cd [Salt et al., 1995 dalam Priyanto & Joko,

2000]), dan lateks (untuk Ni pada Serbetia acuminata [Collins, 1999 dalam

Priyanto & Joko, 2000]).

Tumbuhan pada saat menyerap logam berat, akan

membentuk suatu enzim reduktase di membran akarnya. Reduktase ini

berfungsi mereduksi logam yang selanjutnya diangkut melalui mekanisme

khusus di dalam membran akar. Pada saat terjadi translokasi di dalam

tubuh tanaman, logam yang masuk ke dalam sel akar, selanjutnya

diangkut ke bagian tumbuhan yang lain melalui jaringan pengangkut yaitu

  54  

xylem dan floem. Untuk meningkatkan efisiensi pengangkutan logam

diikat oleh molekul kelat. Pada konsentrasi rendah logam berat tidak

mempengaruhi pertumbuhan tanaman tetapi pada konsentrasi tinggi akan

menyebabkan kerusakan baik pada tanah, air maupun tanaman. Batas

kritis konsentrasi logam berat pada tanah, air, dan tanaman dapat di lihat

pada Tabel 2.

Tabel 2. Batas kritis logam berat dalam tanah, air, dan tanaman (ppm)

Logam Berat Tanah Air Tanaman

Pb 100 0.03 50

Cd 0.50 0.05-0.10 5-30

Co 10 0.4-0.6 15-30

Cr 2.5 0.5-1.0 5-30

Ni 50 0.2-0.5 5-30

Cu 60-125 2-3 20-100

Mn 1500 - -

Zn 70 5-10 100-400

Sumber : Ministry of State for Population and Enviromental of Indonesia,

and Dalhousie, University Canada (1992)

Logam berat dalam tanah pada prinsipnya berada dalam

bentuk bebas maupun tidak bebas. Dalam keaadan bebas, logam berat

dapat bersifat racun dan terserap oleh tanaman sedangkan dalam bentuk

tidak bebas dapat berikatan dengan hara, bahan organik, ataupun

  55  

anorganik lainnya. Pada kondisi tersebut, logam berat selain

mempengaruhi ketersediaan hara tanaman juga dapat mengkontaminasi

hasil tanaman. Jika logam berat memasuki lingkungan tanah, maka akan

terjadi keseimbangan dalam tanah, kemudian akan terserap oleh tanaman

melalui akar, dan selanjutnya akan terdistribusi kebagian tanaman lainnya.

Dinamika logam berat dalam tanah dan tanaman di tunjukkan pada

Gambar 1.

Sumber: Alloway (1995)

Gambar 1 Dinamika logam berat di dalam sistem tanah dan tanaman

  56  

Penyerapan dan akumulasi logam berat oleh tumbuhan

dibagi menjadi tiga proses, yaitu : Pertama, penyerapan oleh akar. Agar

tanaman dapat menyerap logam, maka logam harus dibawa ke dalam

larutan di sekitar akar (rizosfer) dengan beberapa cara bergantung pada

spesies tanaman. Senyawa-senyawa yang larut dalam air biasanya

diambil oleh akar bersama air, sedangkan senyawa-senyawa hidrofobik

diserap oleh permukaan akar. Kedua, translokasi logam dari akar ke

bagian tanaman lain. Setelah logam menembus endodermis akar, logam

atau senyawa asing lain mengikuti aliran transpirasi ke bagian atas

tanaman melalui jaringan pengangkut (xylem dan floem) ke bagian

tanaman lainnya. Ketiga, lokalisasi logam pada sel dan jaringan. Hal ini

bertujuan untuk menjaga agar logam tidak menghambat metabolisme

tanaman. Sebagai upaya untuk mencegah peracunan logam terhadap sel,

tanaman mempunyai mekanisme detoksifikasi, misalnya dengan

menimbun logam di dalam organ tertentu seperti akar (Priyanto dan

Prayitno 2004).

Timbal (Pb) dengan nomor atom 82 merupakan suatu logam

berat yang lunak berwarna kelabu kebiruan dengan massa jenis 11,34

g/ml, titik leleh 327 ºC 8 dan titik didih 1.749 ºC. Pada suhu 550–600 ºC

timbal menguap dan bereaksi dengan oksigen dalam udara membentuk

timbal oksida. Walaupun bersifat lentur, timbal sangat rapuh, dan

mengkerut pada pendinginan, sulit larut dalam air dingin, air panas dan air

asam. Bentuk oksidasi yang paling umum adalah Pb (II) dan senyawa

  57  

organometalik yang terpenting adalah timbal tetra etil, timbal tetra metil

dan timbal stearat, merupakan logam yang tahan terhadap korosi atau

karat, sehingga sering digunakan sebagai bahan coating (Palar 2004).

Pb sebagian besar diakumulasi oleh organ tanaman, yaitu

daun, kulit batang, akar, dan akar umbi-umbian. Perpindahan Pb dari

tanah ke tanaman tergantung komposisi dan pH tanah. Konsentrasi yang

tinggi (100-1000 mg/kg) akan mengakibatkan pengaruh toksik pada

proses fotosintesis dan pertumbuhan. Pb hanya mempengaruhi tanaman

bila konsentrasinya tinggi. Tanaman dapat menyerap logam Pb pada saat

kondisi kesuburan dan kandungan bahan organik tanah rendah. Pada

keadaan ini logam berat Pb akan terlepas dari ikatan tanah dan berupa

ion yang bergerak bebas pada larutan tanah. Jika logam lain tidak mampu

menghambat keberadaannya, maka akan terjadi serapan Pb oleh akar

tanaman.

Mekanisme masuknya partikel Pb ke dalam jaringan daun,

yaitu melalui stomata daun yang berukuran besar dan ukuran partikel Pb

lebih kecil, sehingga Pb dengan mudah masuk kedalam jaringan daun

melalui proses penjerapan pasif (Dahlan 1989). Partikel Pb yang

menempel pada permukaan daun berasal dari tiga proses yaitu, pertama

sedimentasi akibat gaya gravitasi, kedua, tumbukan akibat turbulensi

angin, dan ketiga adalah pengendapan yang berhubungan dengan hujan.

Celah stomata mempunyai panjang sekitar 10 µm dan lebar

antara 2–7 µm, oleh karena ukuran Pb yang demikian kecil, maka partikel

  58  

Pb tidak larut dalam air dan senyawa Pb terperangkap dalam rongga antar

sel sekitar stomata.

Zink (Zn) adalah logam yang memiliki karakteristik yang

cukup reaktif, berwarna putih kebiruan, memiliki nomor atom 30, titik lebur

419,73 oC. Zn merupakan unsur mikro esensial bagi mahkluk hidup.

Adsorpsi Zn dalam tanah dapat terjadi karena adanya bahan organik dan

mineral liat. Mineral Zn yang ada dalam tanah antara lain seng sulfida

(ZnS), spalerit (ZnFe)S, dan smithzonte (ZnCO3). Pelarutan mineral-

mineral yang mengandung Zn terjadi secara alami sehingga unsur yang

terkandung didalamnya terbebas dalam bentuk ion. Zn2+

yang terbebas

mengalami proses lanjut, terikat dengan matrik tanah atau bereaksi

dengan unsur-unsur lain. Adsorpsi Zn2+

yang kuat dalam tanah dapat

terjadi dengan adanya bahan organik dan liat hal ini berhubungan dengan

kapasitas kation dan keasaman tanah. (Lahuddin 2007).

Kromium (Cr) mempunyai konfigurasi elektron [Ar] 3d54s

1,

sangat keras, Memiliki titik didih 2671oC dan memiliki titik lebur 2403

oC.

Bilangan oksidasi yang terpenting adalah +2, +3 dan +6. jika dalam

keadaan murni melarut dengan lambat sekali dalam asam encer

membentuk garam kromium (II).

Cr dalam larutan tanah diserap oleh akar melalui

pengangkutan yang digunakan untuk penyerapan logam penting untuk

metabolisme tanaman. Pengaruh Cr pada tanaman adalah gejala klorosis

  59  

pada daun dan penurunan pertumbuhan akar, polusi kromium disebabkan

oleh bahan bakar dan erosi badan dari automobile dan exstensive road

marking oleh cat kromat timbal kuning dan beberapa aktifitas industri

(Kord et al 2010). Dalam jumlah kecil kromium (Cr) dibutuhkan oleh

manusia yaitu sebagai obat penguat stamina untuk beraktivitas sehari-hari

dalam jumlah tertentu. Tetapi akan berbahaya kalau berlebihan terpapar

oleh tubuh manusia akibatnya dapat berupa penyakit kronis, berlangsung

selama bertahun-tahun jika mengenai salah satu organ tubuh.

Environmental Protection Agency (EPA) Amerika Serikat

menggolongkan kromium sebagai suatu zat yang bersifat karsinogenik.

Pekerja perusahaan yang menggunakan proses pelapisan kromium

berisiko tinggi terimbas pencemaran kromium. Akumulasi uap yang

terhirup saat proses pelapisan kromium bisa menyebabkan sesak napas

dan berujung pada kanker paru-paru. Bukan itu saja, kulit yang terpapar

kromium terus menerus akan menimbulkan ulserasi (borok), ulserasi pada

selaput lendir hidung, vascular effect (kerusakan pembuluh darah pada

aorta), anemia dan membuat tubuh lesu, menurunkan imunitas tubuh,

gangguan reproduksi dan gangguan ginjal.

  60  

2.12. Uji Cepat Tanah Sebagai Alat Identifikasi Pencemaran Logam

Berat dalam Tanah

Teknik uji cepat sangat penting untuk pemantauan lingkungan.

untuk mencegah dan mengatasi masalah akibat pencemaran logam berat

dalam tanah terutama yang berasal dari limbah agrokimia. Uji cepat tanah

merupakan metode yang langsung dilakukan di lapangan untuk

mengetahui kadar suatu unsur di dalam tanah. Ini adalah tes ilmiah yang

cepat, mudah dilakukan dan dapat menjadi sistem peringatan dini untuk

bahaya lingkungan dan keamanan pangan yang dapat mempengaruhi

kesehatan manusia dan ekosistem. Uji cepat tanah memungkinkan kita

untuk menentukan adanya logam beracun ionik atau seberapa kadar

logam berat dalam tanah sehingga dapat mengatasi pencemaran ion

logam berat beracun tersebut.

Logam berat yang berlebihan meningkatkan kerusakan

oksidatif dan menggantikan mineral penting dalam tanah. Kedua efek ini

dapat memiliki konsekuensi serius dalam tanah. Pengujian logam berat

dengan metode uji cepat memungkinkan deteksi ion bebas logam berat

elektrik aktif dalam larutan berair dengan cara prosedur sederhana dan

hanya dilakukan dalam beberapa menit.

Metode uji cepat yang diterapkan harus merupakan suatu

metode yang mudah, akurat, proses murah berbasis lapangan untuk

menentukan adanya logam berat beracun dalam tanah dan / atau

  61  

lingkungan. Prosedur eksplorasi didasarkan pada reagen dithizone, yang

telah dikenal ilmu pengetahuan kimia untuk lebih dari 60 tahun.

Penggunaan metode uji cepat logam berat tanah

dimaksudkan sebagai bantuan dalam memahami kapasitas detoksifikasi

logam berat tanah dan dapat berfungsi sebagai indikator awal

pencemaran logam berat. Metode uji cepat Logam Berat mengidentifikasi

logam berikut: merkuri, timbal, tembaga seng, kadmium dan nikel.

Ekstraksi timbal dari tanah adalah yang paling memakan waktu

melelahkan. Secara umum, metode pencernaan basah adalah metode

yang paling umum digunakan untuk analisis tanah (Hoenig dan Thomas,

2002). Namun, pemilihan asam atau kombinasi asam adalah sangat

penting untuk mendapatkan ekstraksi logam maksimum (Hoenig dan De

Kersabiec, 1996). De Kersabiec, 1996).

  62  

II. METODE PENELITIAN UMUM

3.1. Tempat, Waktu, dan Bahan

Serangkaian kegiatan penelitian dilaksanakan di lahan apel kota

Batu dan di Laboratorium kima Tanah Jurusan Tanah Fakultas Pertanian

Universitas Brawijaya Malang.

Sampel tanah diambil pada kedalaman 0-20 cm secara acak pada

lahan – lahan apel di Batu.

3.2. Rangkaian Percobaan Penelitian

Rangkaian percobaan penelitian dilakukan untuk memperoleh

metode uji cepat yang peling tepat. Untuk itu akan dilakukan serangkaian

percobaan meliputi 2 tahap percobaan : (1). Penelitian pendahuluan yang

dilakukan melalui metode survey dan observasi untuk mengkaji kadar

logam berat pupuk dan pestisida yang digunakan petani di lahan apel kota

Batu. (2) Peneliian utama untuk mendapatkan metode uji cepat yang

paling tepat untuk mengetahui kadar logam berat pada lahan apel di Batu

dengan melalui 6 tahapan metode :

1. Ektraksi logam berat dalam tanah dan tanaman menggunakan

senyawa tertentu.

2. Pewarnaan ekstrak logam berat menggunakan indikator.

3. Menganalisis kadar logam berat yang terukur.

4. Interpretasi data.

  63  

5. Membuat model matematik uji cepat.

6. Penerapan model.

  64  

DAFTAR PUSTAKA

Charlena. 2004. Pencemaran Logam Berat Timbal (Pb) dan Cadmium (Cd)

padaSayur-Sayuran.http://www.rudyct.com/PPS702

ipb/09145/charlena.pdf .Diakses tanggal 29 November 2011.

Darmono. 2006. Lingkungan Hidup dan Pencemaran:

Hubungannya DenganToksikologi Senyawa Logam . UI Press.

JakartaInstitut Pertanian Bogor.

2006. .http://iirc.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/40756/3/Bab%

202%202006ssa.pdf Diakses tanggal 1 Desember 2011.

Cook, D.M. 2006 Kematian Industri Apel di Batu Fakultas Ilmu Soaial dan

Politik Universitas Muhamadiyah Malang

www.acicis.murdoch.edu.au/hi/field_topics/davidcook.pdf

Miettinen, J.K. 1977. ”Inorganic Trace Elements As Water Pollution to

Health And Aquqtic Biota” dalam F. Coulation and mark (eds).

Water Quality Proceed of an Int. Forum, New York Academic

Press. Available at http://www.google.co.id download 3 Nopember

2011.

Maulida, septia,dkk.2009. Terjadinya Pencemaran Logam Berat Di teluk

Minamata Akibat Pembuangan Merkuri (Hg). http//septia

maulida.wordpress.com/2009/03/20/Terjadinya Pencemaran

Logam Berat Diteluk Minamata Akibat Pembuangan Merkuri

(Hg).[diakses tanggal 11 april 2011]

  65  

Masdony.2009. Logam Berat Sebagai Penyumbang Pencemaran Air Laut.

http://masdony.wordpress.com/2009/04/19/logam-berat-sebagai-

penyumbang-pencemaran-air-laut/, [diakses tanggal 11

Nopember 2011)

Puspita, desy. 2010. Penyebab Limbah Serta Cara Penanggulangannya.

http://desy puspita .wordpress.com/2010/03/22.Penyebab Limbah

Serta cara Penanggulangannya. [diakses 11 Nopember 2011]

Mulyati, et al.2006.pupuk dan Pemupukan.Mataram University Press.Mataram www.salingsapa.com/index.php?p=blogs/viewstory/245605

Napitupulu, Monang. 2008. Analisis Logam Berat Seng, Kadmium dan

Tembaga pada Berbaga i T ingka t Kemi r ingan Tanah

Hutan Tanaman Indus t r i PT.Toba Pulp Lestari dengan Metode

Spektrometri Serapan Atom

(SSA).http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/5865/1/08E00

483.pdf Diakses tanggal 29 November 2011.

Notodarmojo, Suprihanto. 2004. Pencemaran Tanah dan Air

Tanah . PenerbitITB, Bandung.Priyanto, Budhi & Joko Prayitno.

2000. Fitoremediasi sebagai Sebuah Teknologi Pemulihan

Pencemaran, Khususnya Logam

Berat .http://ltl.bppt.tripod.com/sublab/lflora1.htmDiakses tanggal 1

Desember 2011

Palmer C. 2008. “Greening” Agriculture in the developping world. Rural 21. The International Journal for Rural Development. www.peipfi-komdasulsel.org/.../40-MARGARETHA-SL-Penentuan-... Diakses 11 Desember 2011

  66  

Soelarso, Ir. R. Bambang. (1997) Budi Daya Apel, Penerbit Kanisius, Yogyakarta

Prabowo. 2008. Atasi Hama Belalang secara Organik. http://www.metamorfosa.magz.blogspot.c

Anonymous, 2005. Awas, Bahaya Logam Berat! Kompas cyber media

edisi Rabu, 09 Februari 2005. http://www.kompas.com. Diakses

tanggal 11 Desember 2011.

Turkdogan, M.K., F. Kilicel, K. Kara, I. Tuncer and I. Uygan. 2003. Heavy

metals in soil, vegetables and fruits in the endemic upper

gastrointestinal cancer region of Turkey. J. of Environmental

Toxicology and Pharmacology. Vol 13 (3): 175- 179.

http://pascapanen.litbang.deptan.go.id/assets/media/publikasi/.../20

07_3.pd..

Zheng, N., Q. Wang and D. Zheng. 2007. Health risk of Hg, Pb, Cd, Zn and Cu to the inhabitants around Huludao Zinc Plant in China via consumption of vegetables. J.of Science of The Total Environment. Vol 383 (1-3):81-89. September 2007.

http://pascapanen.litbang.deptan.go.id/assets/media/publikasi/.../20

07_3. d..