proses perumusan kebijakan di indonesia

16

Click here to load reader

Upload: anin

Post on 31-Jul-2015

406 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: Proses Perumusan Kebijakan Di Indonesia

PROSES PERUMUSAN KEBIJAKAN DI INDONESIA

Disusun Guna Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah:

Analisis Kebijakan Publik

Dosen Pengampu: Utami Dewi, MPP

Disusun oleh :

ANINNAS

Nim. 09417144006

PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI NEGARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL

UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

2012

Page 2: Proses Perumusan Kebijakan Di Indonesia

PROSES PERUMUSAN KEBIJAKAN DI INDONESIA

I. Tahapan dalam proses perumusan kebijaksanaan negara

Tahapan dalam proses perumusan kebijaksanaan negara adalah sebagai beriku:

1. Perumusan masalah kebijaksanaan negara

2. Proses memasukkan masalah kebijaksanaan negara ke dalam agenda pemerintah

3. Perumusan usulan kebijaksanaan negara

4. Proses legitimasi kebijaksanaan negara

5. Pelaksanaan kebijaksanaan negara

6. Penilaian kebijaksanaan negara

A. Perumusan Masalah Kebijaksanaan Negara

Apa yang dimaksud dengan masalah kebijaksanaan negara?

Adalah suatu kondisi atau situasi yang menghasilkan kebutuhan-kebutuhan atau

ketidakpuasan-ketidakpuasan rakyat untuk mana perlu dicari cara-cara

penanggulangannya. Hal ini dilakukan oleh mereka yang secara langsung terkena

akibat oleh masalah itu atau oleh orang lain yang punya tanggung jawab untuk itu.

Problem umum: adalah kebutuhan/ketidakpuasan manusia yang tidak dapat

dipenuhi/diatasi secara pribadi (private).

Perbedaan antara masalah Private dengan masalah umum :

Masalah private : mempunyai akibat yang terbatas hanya menyangkut suatu jumlah

orang kecil/kelompok.

Masalah Umum : mempunya akibat yang luas. Masalah muncul setelah menjadi issue

dengan dibarengi adanya konflik problem-problem umum yang satu sama lain saling

bertentangan.

Suatu problem baru dikatakan sebagai problem umum apabila problem itu dapat

membangkitkan orang banyak untuk melakukan tindakan terhadap problem itu.

Page 3: Proses Perumusan Kebijakan Di Indonesia

Tahapan dalam perumusan kebijakan negara adalah sebagai berikut :

1. Mencari dan menentukan identitas masalah kebijakan

2. Mengerti dengan benar sifat dari masalah kebijakan

3. Membuat perumusan-perumusan yang jelas

B. Penyusunan Agenda Pemerintah

Agenda pemerintah adalah problem umum atau isue dimana pembuat keputusan

merasa harus memberikan perhatian yang aktif dan serius kepadanya. Persyaratan isue

untuk bisa menjadi agenda pemerintah adalah :

1. Isue tersebut memperoleh perhatian yang luas

2. Adanya persepsi atau pandangan publik bahwa tindakan perlu dilakukan untuk

memecahkan masalah tersebut.

3. Adanya persepsi yang sama bahwa masalah itu adalah merupakan suatu kewajiban

dan tanggung jawab yang sah dari beberapa unit pemerintah untuk

memecahkannya.

Bagaimana agar isue tersebut menarik perhatian publik ?

Para pendukung harus menguasai media massa mempunyai sumber-sumber yang

jelas.

C. Perumusan Usulan Kebijaksanaan Negara

Perumusan usulan kebijaksanaan adalah kegiatan menyusun dan mengembangkan

serangkaian tindakan yang perlu untuk memecahkan masalah. Yang termasuk ke

dalam kegiatan perumusan kebijaksanaan negara adalah :

1. Mengidentifikasi alternatif

2. Mendefinisikan dan merumuskan alternatif

3. Menilai masing-masing alternatif yang tersedia

Page 4: Proses Perumusan Kebijakan Di Indonesia

4. Memilih alternatif yang “memuaskan” atau “paling memungkinkan untuk

dilaksanakan “

D. Pengesahan Kebijaksanaan Negara

Proses pembuatan kebijaksanaan tidak dapat dipisahkan dengan proses pengesahan

kebijaksanaan. Kedua-duanya mempunyai hubungan yang sangat erat. Pembuat

keputusan/kebijaksanaan akan berusaha sekuat tenaga untuk memenangkan mayoritas

dalam forum pengesahan usulan kebijaksanaan, sehingga pejabat atau Badan pemberi

pengesahan akan setuju untuk mengadopsi usulan kebijaksanaan tersebut menjadi

kebijaksanaan yang sah. Setiap kebijaksanaan yang telah disahkan berarti telah siap

untuk dilaksanakan.

Dalam proses pengesahan itu mungkin sekali akan terjadi usulan kebijaksanaan

ditolak, perlu dimodifikasi dan sebagainya, sehingga proses perumusan kembali

terpaksa harus dilakukan. Dengan demikian proses pengesahan (legitimasi) lancar

atau tidak lancarnya sangat ditentukan oleh proses-proses kebijaksanaan sebelumnya

dan sekaligus tergantung pada kualitas pihak-pihak yang terlibat dalam proses

kebijaksanaan tersebut.

Proses pengesahan kebijaksanaan itu adalah proses penyesuaian dan penerimaan

secara bersama terhadap prinsip-prinsip yang diakui dan ukuran-ukuran yang

diterima.

Pengesahan kebijaksanaan sebagai suatu proses kolektif banyak dilakukan oleh Badan

Legislatif. Usulan kebijaksanaan banyak disampaikan oleh Badan Eksekutif

E. Pelaksanaan Kebijaksanaan Negara

Usulan kebijaksanaan yang telah diterima dan disahkan oleh pihak berwenang maka

keputusan kebijaksanaan tersebut telah siap untuk diimplementasikan.

Terdapat beberapa kategori kebijakan negara, antara lain sebagai berikut :

a. Substantive atau procedural policies, Substantive policies adalah kebijaksanaan

tentang apa yang akan/ingin dilakukan oleh pemerintah. Yang menjadi tekanan

Page 5: Proses Perumusan Kebijakan Di Indonesia

adalah subject matternya, misalnya kebijaksanaan luar negeri, perdagangan,

perburuhan, pendidikan, energi, kesehatan, perumahan dan sebagainya.

Prosedural policies, adalah kebijaksanaan-kebijaksanaan tentang siapa atau pihak-

pihak mana saja yang terlibat dalam perumusan kebijaksanaan serta cara

bagaimana perumusan kebijaksanaan itu dilaksanakan. Misalnya prosedur

pembuatan UU Perpajakan yang menyangkut beberapa pihak yang terlibat serta

prosedur perumusannya.

b. Distributive, Re-Distributive, Regulatory dan Self Regulatory Policies.

Distributive Policies, adalah kebijaksanaan-kebijaksanaan tentang pemberian

pelayanan-pelayanan atau keuntungan-keuntungan bagi sejumlah khusus penduduk

: individu, kelompok, perusahaan, dan atau masyarakat tertentu. Misalnya :

kebijaksanaan tentang pemberian beasiswa bagi mahaiswa yang memilih jurusan

langka, pemberian subsidi pada koperasi teladan, pemberian tax holiday bagi

perusahaan-perusahaan yang baru berdiri, pemberian pengobatan cuma-cuma bagi

anggota masyarakat yang terjangkit wabah penyakit menular dan sebagainya.

Re-Distributive Policies, adalah kebijaksanaan-kebijaksanaan yang sengaja

dilakukan pemerintah untuk memindahkan pengalokasian kekayaan, pendapatan,

pemilikan, atau hak-hak diantara kelas-kelas dan kelompok-kelompok, misalnya

antara golongan mampu dan tidak mampu. Contohnya : kebijaksanaan tentang

pembagian tanah absenti pada buruh tani, pembebasan tanah untuk kepentingan

negara/umum, pemberian dana kesejahteraan sosial dan sebagainya.

Regulatory Policies, yaitu kebijaksanaan tentang pengenaan pembatasan atau

larangan-larangan perbuatan atau tindakan-tindakan/perilaku bagi seseorang atau

sekelompok orang. Kebijaksanaan ini bersifat mengurangi kebebasan seseorang

atau sekelompok orang untuk berbuat sesuatu. Misalnya: Kebijaksanaan tentang

larangan menyimpan, memiliki menggunakan senjata api tanpa dilindungi dengan

surat-surat yang sah, pembatasan penjualan jenis obat tertentu dan sebagainya.

c. Material dan Symbolik Policies

Material Policies, adalah kebijaksanaan tentang pengalokasian atau penyediaan

sumber-sumber material yang nyata atau kekuasaan yang hakiki bagi para

Page 6: Proses Perumusan Kebijakan Di Indonesia

penerimanya atau mengenakan beban-beban (kerugian) bagi yang harus

mengalokasikannya. Misalnya : kebijaksanan tentang kewajiban para majikan

untuk membayar upah minimum bagi buruhnya, kewajiban pemerintah daerah

untuk menyediakan perumahan murah bagi warganya dan sebagainya.

Symbolic Policies,adalah kebijaksanaan yang bersifat tidak memaksa (non-

enforcement), karena kebijaksanaan itu apakah akan memberikan keuntungan atau

kerugian hanya memiliki dampak yang relatif kecil bagi masyarakat. Misalnya:

Kebijaksanaan tentang larangan menginjak taman atau rumput di taman-taman

kota, pajak progresif, konservasi hutan dan sebagainya.

d. Collective Goods dan Private Goods Policies

Collectives Goods Policies, adalah kebijaksanaan tentang penyediaan barang-

barang dan pelayanan-pelayanan bagi keperluan orang banyak (kolektif). Misalnya:

Kebijaksanaan tentang pengadaan Sembilan Bahan Pokok (semabko) pengawasan

lalulintas dan sebagainya.

Private Goods Policies, adalah kebijaksanaan tentang penyediaan barang-barang

atau pelayanan-pelayanan hanya bagi kepentingan perseorangan (private), yang

tersedia di pasaran bebas dan orang yang memerlukannya harus membayar biaya

tertentu. Misalnya : Kebijaksanaan tentang penyediaan barang keperluan pribadi

seperti restoran, tempat hiburan, perumahan, universitas, rumah sakit, pelayanan

telepon dan sebagainya.

e. Liberal dan Conservative Policies

Liberal Policies, adalah kebijaksanaan yang menganjurkan pemerintah untuk

mengadakan perubahan-perubahan sosial terutama yang diarahkan untuk

memperbesar hak-hak persamaan. Kebijaksanaan liberal ini menghendaki agar

pemerintah mengadakan koreksi terhadap ketidakadilan dan kelemahan-kelemahan

yang ada pada aturan-aturan sosial, meningkatkan program-program ekonomi dan

kesejahteraan.

Concervative Policies,adalah lawan dari kebijaksanaan liberal. Menurut faham

konservatif aturan sosial yang ada cukup baik jadi tidak perlu adanya perubahan

Page 7: Proses Perumusan Kebijakan Di Indonesia

sosial (bertahan dengan status quo) atau kalau perubahan sosial diperlukan harus

diperlambat dan berjalan secara alamiah.

Alasan mengapa setiap anggota masyarakat perlu mengetahui dan melaksanakan

kebijaksanaan negara, antara lain sebagai berikut :

1. Respek anggota masyarakat terhadap otoritas dan keputusan-keputusan badan

pemerintah.

2. Adanya kesadaran untuk menerima kebijaksanaan

3. Adanya keyakinan bahwa kebijaksanaan itu dibuat secara sah, konstitusional dan

dibuat oleh pejabat pemerintah yang berwenang untuk itu serta melalui prosedur

yang benar.

4. Adanya kepentingan pribadi

5. Adanya hukuman-hukuman tertentu bila tidak melaksanakan kebijaksanaan.

6. Masalah waktu

Faktor-faktor mengapa orang tidak melaksanakan/tidak mematuhi kebijaksanaan :

1. Kebijaksanaan yang bertentangan dengan sistem nilai masyarakat

2. Adanya konsep ketidakpatuhan selektif terhadap hukum

3. Keanggotaan seseorang dalam suatu perkumpulan atau kelompok

4. Keinginan untuk mencari untung dengan cepat

5. Adanya ketidakpastian hukum

F. Penilaian Kebijaksanaan Negara

Penilaian kebijaksanaan adalah merupakan langkah terakhir dari suatu proses

kebijaksanaan. Sebagai salah satu aktivitas fungsional, penilaian kebijaksanaan tidak

hanya dilakukan dengan mengikuti aktivitas-aktivitas sebelumnya yaitu pengesahan

dan pelaksanaan kebijaksanaan, tetapi dapat terjadi pada seluruh aktivitas-aktivitas

fungsional yang lain dalam proses kebijaksanaan.

Page 8: Proses Perumusan Kebijakan Di Indonesia

Penilaian Kebijaksanaan dapat mencakup tentang : isi kebijaksanaan, pelaksanaan

kebijaksanaan, dan dampak kebijaksanaan. Jadi, penilaian kebijaksanaan dapat

dilakukan pada fase perumusan masalahnya; formulasi usulan kebijaksanaan;

implementasi; legitimasi kebijaksanaan dan seterusnya.

Charles O. Jones, mengartikan penilaian kebijaksanaan adalah :....suatu aktivitas yang

dirancang untuk menilai hasil-hasil program pemerintah yang mempunyai perbedaan-

perbedaan yang sangat penting dalam spesifikasi obyeknya; teknik-teknik

pengukurannya dan metode analisanya....

Penilaian kebijaksanaan negara banyak dilakukan untuk mengetahui dampak

kebijaksanaan negara.Dampak kebijaksanaan negara itu mempunyai beberapa macam

dimensi, dimana hal ini harus dipertimbangkan dengan seksama dalam melaksanakan

penilaian terhadap kebijaksanaan negara.

Berdasarkan pendekatan sistem politik, dampak kebijaksanaan baik yang positif

maupun yang negatif akan difungsikan sebagai umpan balik dan dimasukan ke dalam

masukan (input) dalam proses perumusan kebijaksanaan negara berikutnya.

Sumber:

http://legislasi.blogspot.com/2008/12/kuliah4proses-perumusan kebijaksanaan.html

Diakses pada tanggal 15 Maret 2012

Page 9: Proses Perumusan Kebijakan Di Indonesia

2. Penyusunan Agenda Pemerintah

1. Perumusan masalah kebijakan/ agenda setting

4. Pengesahan Kebijaksanaan Negara

3. Perumusan Usulan Kebijaksanaan Negara

6. Penilaian kebijaksanaan negara

5. Pelaksanaan Kebijaksanaan Negara

II. Contoh Kebijakan dan Aktor-Aktor Yang Terlibat

Berdasarkan uraian diatas, dapat dicontohkan sebuah proses pembuatan kebijakan

tentang kewajiban bagi pengendara sepeda motor untuk menyalakan lampu utama

pada waktu siang hari / kebijakan DRL (Daytime Running Light) UU No.22 tahun

1999 pasal 107. Dalam perumusan kebijakan tersebut, proses yang dilakukan serta

aktor-aktor yang terlibat adalah sebagai berikut:

Contoh Kebijakan: UU No.22 tahun 1999 pasal 107 tentang kewajiban bagi

pengendara sepeda motor untuk menyalakan lampu utama pada siang hari.

Keterangan:

1. Perumusan masalah kebijakan/agenda setting

Terdapat permasalahan di dalam masyarakat. yakni tingginya angka kecelakaan

lalu lintas yang sebagian besar kecelakaan tersebut terjadi pada kendaraan roda

dua/sepeda motor. Permasalahan tersebut bersifat umum terjadi di berbagai daerah

dan jumlahnya dari tahun ke tahun semakin meningkat. Adanya latar belakang

tersebut menjadi perhatian dan sorotan pemerintah untuk dicari pemecahan

terhadap permasalahan tersebut

Page 10: Proses Perumusan Kebijakan Di Indonesia

Aktor-aktor yang terlibat diantaranya:

– Pejabat Dinas Perhubungan

– Pejabat Kepolisian (khususnya Kepolisian Lalu Lintas)

– DPR

2. Penyusunan Agenda Pemerintah

Dari adanya berbagai permasalahan yang masuk menjadi sorotan pemerintah dalam

agenda setting, permasalahan tentang tingginya angka kecelakaan lalu lintas

menjadi isu penting yang masuk ke dalam agenda pemerintah dalam merumuskan

suatu kebijakan agar dicari solusi yang tepat untuk mengatasi permasalahan

tersebut.

Aktor-aktor yang terlibat diantaranya:

-Badan Eksekutif

-Badan Legislatif

3. Perumusan Usulan Kebijaksanaan Negara (formulasi kebijakan)

Setelah isu tentang tingginya angka kecelakaan lalu lintas menjadi agenda dalam

penyusunan kebijakan pemerintah, tahap selanjutnya adalah melakukan formulasi

kebijakan. Yaitu menyusun dan mengembangkan serangkaian tindakan yang perlu

untuk memecahkan masalah terkait dengan tingginya angka kecelakaan lalu lintas

tersebut. Proses formulasi kebijakan meliputi: Mengidentifikasi alternatif,

Mendefinisikan dan merumuskan alternatif, Menilai masing-masing alternatif yang

tersedia, Memilih alternatif yang “memuaskan” atau “paling memungkinkan untuk

dilaksanakan “.

Aktor yang terlibat:

-Badan Eksekutif

-Badan Legislatif

4. Pengesahan Kebijaksanaan Negara

Setelah ditemukan sebuah solusi yang tepat dalam proses formulasi kebijakan,

langkah selanjutnya adalah mengesahkan kebijakan. Agar kebijakan yang telah

Page 11: Proses Perumusan Kebijakan Di Indonesia

diformulasikan tersebut dapat diterapkan dan memiliki landasan hukum yang kuat

maka harus disahkan oleh lembaga hukum negara, yaitu badan legislatif.

Pengesahan kebijaksanaan sebagai suatu proses kolektif banyak dilakukan oleh

Badan Legislatif. Usulan kebijaksanaan banyak disampaikan oleh Badan Eksekutif

Aktor yang terlibat:

-Badan Eksekutif

-Badan Yudikatif.

5. Pelaksanaan Kebijaksanaan Negara (implementasi kebijakan)

Kebijakan yang telah disahkan tersebut kemudian dijalankan oleh badan eksekutif

(pejabat Administrasi Negara) yaitu Lembaga Kepolisian, untuk

mengimplementasikan kebijakan tersebut agar dipatuhi oleh masyarakat.

Aktor-aktor yang terlibat:

-Badan Eksekutif (Kepolisian Lalu Lintas)

-Masyarakat sebagai obyek/penerima kebijakan

6. Penilaian kebijaksanaan Negara

Setelah kebijakan tersebut diterapkan maka perlu dilakukan monitoring/evaluasi

agar dapat diketahui apakah kebijakan tersebut dapat mengatasi masalah yang

terjadi yakni masalah tingginya angka kecelakaan lalu lintas, ataukah kebijakan

tersebut tidak mempu menjadi solusi atas permasalahan tersebut. Dengan

mengetahui hal tersebut maka pemerintah dapat menentukan apakah kebijakan

tersebut akan terus dijalankan ataukah tidak.

dampak dari adanya kebijaksanaan tersebut, baik yang positif maupun yang negatif

akan difungsikan sebagai umpan balik dan dimasukan ke dalam masukan (input)

dalam proses perumusan kebijaksanaan negara berikutnya.

Aktor yang terlibat diantaranya:

-Masyarakat

-Lembaga Eksekutif

-Lembaga Eegislatif