proses peyelidikan dan penyidikan tindak …digilib.uin-suka.ac.id/10963/1/bab i, v, daftar...
TRANSCRIPT
-
PROSES PEYELIDIKAN DAN PENYIDIKAN TINDAK PIDANA
PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA
(STUDI KASUS DI DIREKTORAT RESERSE NARKOBA POLDA DIY)
SKRIPSI
DIAJUKAN KEPADA FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA
UNTUK MEMENUHI SEBAGIAN SYARAT MEMPEROLEH GELAR SARJANA STRATA SATU
DALAM ILMU HUKUM
OLEH: ADE SAPUTRA NIM: 09340004
PEMBIMBING:
1. Dr. MAKHRUS, M.Hum.
2. MANSUR, S.Ag., M.Ag.
ILMU HUKUM
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
2013
-
KEASLJAN
Yang bertanda di
Nama
NIM 09340004
Prodi/Semester Ilmu /IX
Fakultas dan Hukum
Judu} Penyelidikan dan Penyidikan
....'...I'."JU.....,n Narkotika
Polda DIY)
Dengan ini menyatakan bahwa skripsi ini tidak
pemah memperoleh gelar kesarjanaan di suatu
dan saya juga tidak terdapat
pemah atau diterbitkan orang lain, kecuali secara
dan dalam daftar pustaka.
18
Pidana
Direktorat
yang
Tinggi,
1J'-'"lUUIJU. yang
diacu dalam
2013
-
FM-UINSK-BM-05-03/RO
QID Universitas Islam Negcri Sunan Kalijaga Yogyakarta
SURAT PERSETUJUAN SKRIPSI
Hal : Skripsi Saudara Ade Saputra
Kepada:
Yth. Dekan Fakultas Syari'ah dan Hukum UIN Sunan KaJijaga Yogyakarta Di Y ogyakarta
Assalamu 'alaikum Wr. Wh.
Setelah membaca, meneliti dan mengoreksi serta menyarankan perbaikan
seperlunya, maka kami berpendapat bahwa skripsi Saudara: Nama Ade Saputra
NIM 09340004
Judul "Proses Penyelidikan dan Penyidikan Tindak Pidana
Penyalahgunaan Narkotika (Studi Kasus di Direktorat
Reserse Narkoba Polda DIY)
Sudah dapat diajukan kembali kepada Fakultas Syari'ah dan Hukum Program
Studi Hmu Hukul11 Universitas Islam Negeri Supan Ka1ijaga YogYi+karta sebagai
salah satt) syarat untllk memperoleh ~elar sarjana strata satu dalam Ilml! Hukum.
Dengan ini kami mengharap ag~r skripsi Sauqfl.ra terse but qap~t segera
dimunaqosyahkan. Untuk itu kami ucapkan terima ]casih.
Wassalamu 'alaikum Wr. Wh.
Yogyakarta, 11 Dzulhijqh 1434 H 16 Oktober 2013 M
Dr. akhrus, M.Hum. Nip. 19680202 199303 1 003
11
http:Sauqfl.ra
-
FM-UINSK-BM-OS-03/RO
0.0 Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta
SURAT PERSETUJUAN SKRIPSI
Hal : Skripsi Saudara Ade Saputra
Kepada:
Yth. Dekan Fakultas Syari'ah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta Di Y ogyakarta
Assalamu 'alaikum Wr. Wb.
Setelah membaca, meneliti dan mengoreksi serta menyarankan perbaikan
seperlunya, maka kami berpendapat bahwa skripsi Saudara:
Nama Ade Saputra
NIM 09340004
Judul "Proses Penyelidikan dan Penyidikan Tindak Pidana
Penyalahgunaan Narkotika (Studi Kasus di Direktorat
Reserse Narkoba Polda DIY)
Sudah dapat diajukan kembali kepada Fakultas Syari'ah dan Hukum Program
Studi Bmu Hukum Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta sebagai
salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana strata sahl dalam IImu Hukum.
Dengan ini kami mengharap agar skripsi Saudara tersebut dapat segera
dimunaqosyahkan. Untuk itu kami ucapkan terima kasih.
Wassalamu 'alaikum Wr. Wh.
Yogyakalta, 11 Dzulhijah 1434 H 16 Oktober2013 M
III
-
\:lIO Universitas Islam Negeri Sunan KaHjaga Yogyakarta Pengesahan Skripsi:
Judul "Proses Penyelidikan dan Penyidikan Tindak Pidana
Penyalahgunaan Narkotika (Studi Kasus di Direktorat
Reserse Narkoba Polda DIY)
Yang dipersiapkan dan disusun oleh:
Nama : Ade Saputra
NTM : 09340004
Telah dimunaqosyah pada : 18 Oktober 2013
Nilai munaqosyah : B+
Dan dinyatakan telah diterima oleh Fakultas Syariah dan Hukum, Program Studi
Ilmu Hukum Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta .
Nip. 19680202 199303 1 003
Penguji T Penguji II
.... &trAhmad Bahie' S. Lindra Darnela, S. Ag., M.Hum NIP. 19750615200 NIP 197901052005012003
IV
-
v
HALAMAN MOTTO
]tw|t{ ]tw|t{ ]tw|t{ ]tw|t{ xx| ~ttz w| tt tz ~t w|{tt xx| ~ttz w| tt tz ~t w|{tt xx| ~ttz w| tt tz ~t w|{tt xx| ~ttz w| tt tz ~t w|{tt
ut~ wt ~x}t~tt{ {t tz uxtytt ~ ut~ wt ~x}t~tt{ {t tz uxtytt ~ ut~ wt ~x}t~tt{ {t tz uxtytt ~ ut~ wt ~x}t~tt{ {t tz uxtytt ~
w|| xw|| wt tz t|? ~txt {|w {ttt{ w|| xw|| wt tz t|? ~txt {|w {ttt{ w|| xw|| wt tz t|? ~txt {|w {ttt{ w|| xw|| wt tz t|? ~txt {|w {ttt{
x~t|Ax~t|Ax~t|Ax~t|A
\zt {tt twt Tt{ tt wt w| tt \zt {tt twt Tt{ tt wt w| tt \zt {tt twt Tt{ tt wt w| tt \zt {tt twt Tt{ tt wt w| tt
~|t uxtwt ~xtwt W|t~|t uxtwt ~xtwt W|t~|t uxtwt ~xtwt W|t~|t uxtwt ~xtwt W|t@@@@t{ xt x|t wt t{ xt x|t wt t{ xt x|t wt t{ xt x|t wt
x{Ax{Ax{Ax{A
-
vi
HALAMAN PERSEMBAHAN
Dengan Ridho Allah SWT, Skripsi ini Ku Persembahkan
untuk:
Ibunda, terimaksih atas doa-doa dan kasih sayang mu,
Ayahanda, tiada terhitung jasa dan materi yang engkau berikan kepadaku,
Kakakku, terimakasih atass dorongan dan motivasinya,
Almamaterku, terimakasih atas bimbingan dan pelajaran yang telah
diberikan hingga ku menjadi seperti ini.
-
vii
ABSTRAK
Ancaman bahaya narkotika dan psikotropika di Indonesia saat ini semakin
memperihatinkan. Karena para pemakai narkotika dan psikotropika bukan saja orang yang sering melancong ke luar negeri ataupun yang sering keluar masuk tempat hiburan malam, akan tetapi juga para pejabat, selebritis, olahragawan, pelajar dan mahasiswa terlebih lagi pada akhir-akhir ini para ibu-ibu rumah tangga dan anak-anak yang tergolong masih remaja. Kasus mengenai penyalahguna narkoba ini terbilang unik, mengapa bisa dikatakan unik, hal ini terlihat dari sistematika transaksi kejahatan ini menggunakan sistem sel terputus, dimana para pengguna tidak mengetahui secara jelas dan pasti siapa dan darimana pelaku bandar narkoba tersebut. Bahkan kejahatan ini sering dilakukan dengan menggunakan transaksi elektronik, pembayaran lewat ATM atau perantara lainnya. Sehingga menyebabkan antara pengguna dan pemasok tidak saling mengenal. Hal ini lah yang menjadi hambatan bagi kepolisian baik dalam penyelidikan ataupun penyidikan. Lalu bagai mana proses yang dilakukan kepolisian untuk melakukan kegiatan tersebut serta apa yang menjadi kendala oleh pihak kepolisian sendiri.
Untuk menjawab permasalahan tersebut di atas, maka penyusun menggunakan penelitian field research dengan pendekatan yuridis artinya bahwa penelitian ini menelusuri proses Penyelidikan dan Penyidikan penyalahgunaan Narkotika serta kesesuaian dengan peraturan yang berlaku di Indonesia baik undang-undang ataupun peraturan yang lainnya. Adapun sifat penelitian ini yaitu Prespektif dan Deduktif.
Hasil penelitian ini menujukkan bahwa Teknik penyelidikan mulai dari observasi (peninjauan), surveillance (pembuntutan), undercover agen (penyusupan agen), undercover buy (pembelian terselubung), controlled planning (penyerahan yang dikendalikan), dan raid planning execution (rencana Pelaksanaan penggerebekan). Sehingga penelitian yang peneliti temukan ialah proses yang dilakukan oleh pihak kepolisisan dalam hal ini penyidik Ditrserse Narkoba Polda DIY ini telah sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang berlaku, baik berupa undang-undang, maupun peraturan kepolisian itu sendiri.
-
viii
KATA PENGANTAR
! " # , % &' ()*+ & , ,- . / ,0 ,0*
1# 1 , 234 5&6 7,0 89 :9; % 7,0
-
ix
4. Bapak Dr. Makhrus, M.Hum. selaku pembimbing I dan bapak Mansur, S.Ag,
M.Ag selaku pembimbing II yang penuh kesabaran dan kebijaksanaan telah
memberikan bimbingan, arahan, dan dorongan yang tidak henti-hentinya
disela-sela kesibukannya.
5. Segenap Dosen dan Karyawan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan
KalijagaYogyakarta.
6. Bapak, Ibu, dan kakak di rumah yang selalu memberikan motivasi dan
dukungannya baik secara material dan moral dengan segala kasih sayangnya.
7. Kepada Kapolda DIY beserta Jajarannya yang telah memberikan Kesempaan
Kepada saya dalam penelitian ini serta memberikan informasi yang penyusun
perlukan.
8. Sahabat-sahabat Ilmu Hukum angkatan pertama,.
9. Semua pihak yang tidak dapat penyusun sebutkan satu persatu, yang telah
memberikan doa, bantuan, dan dorongan sehingga dapat menyelesaikan
skripsi ini.
Akhirnya, penyusun berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat dan mampu
memberikan kontribusi keilmuan terutam dalam bidang Ilmu Hukum. Tidak lupa
kepada semua pihak, semoga amal baik yang telah diberikan dapat diterima oleh
Allah SWT. dan mendapatkan balasan dari-Nya. Aamiin.
Yogyakarta, 16 Oktober 2013 Penyusun,
Ade Saputra NIM. 09340004
-
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ............................................................................................ i
HALAMAN PERSETUJUAN SKRIPSI ........................................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................. iv
HALAMAN MOTTO .......................................................................................... v
HALAMAN PERSEMBAHAN .......................................................................... vi
ABSTRAK ............................................................................................................ vii
KATA PENGANTAR ......................................................................................... viii
DAFTAR ISI ........................................................................................................ x
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................. 1
A. Latar Belakang Masalah .............................................................. 1
B. Rumusan Masalah ....................................................................... 8
C. Tujuan dan Kegunaan .................................................................. 8
D. Telaah Pustaka ............................................................................. 9
E. Kerangka Teoretik ....................................................................... 11
F. Metode Penelitian ........................................................................ 17
G. Sistematika Penulisan .................................................................. 21
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENYELIDIKAN DAN
PENYIDIKAN TINDAK PIDANA NARKOTIKA ..................... 23
A. Definisi Penyelidik dan Penyidik ................................................ 23
B. Wewenang Penyelidik dan Penyidik ........................................... 30
C. Definisi Narkotika ....................................................................... 39
BAB III TINJAUAN UMUM DIREKTORAT RESERSE NARKOBA
POLDA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA ....................... 40
-
xi
A. Letak Geografis Ditreserse Narkoba Polda DIY ......................... 40
B. Struktur Organisasi Ditreserse Narkoba Polda DIY .................... 46
C. Visi dan Misi Ditreserse Narkoba Polda DIY ............................. 47
BAB IV ANALISISPROSES PENYELIDIKAN DAN PENYIDIKAN
TERHADAP KASUS TINDAK PIDANA PENYALAHGUNA
NARKOTIKA DAN HAMBATAN PENYELIDIK DAN
PENYIDIK DI DITRESERSE NARKOBA POLDA DIY ............ 49
A. Tingkat Kejahatan Narkoba di DIY ............................................ 49
B. Proses Penyelidikan dan Penyidikan di Ditreserse Narkoba
Polda DIY .................................................................................... 52
C. Hambatan yang Dihadapi oleh Penyelidik dan Penyidik di Ditreserse
Narkoba Polda DIY ..................................................................... 78
BAB V PENUUTUP ...................................................................................... 87
A. Kesimpulan .................................................................................. 87
B. Saran ............................................................................................ 88
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
-
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ancaman bahaya narkotika dan psikotropika di Indonesia saat ini
semakin memprihatinkan. Karena para pemakai narkotika dan
psikotropika bukan saja orang yang sering melancong ke luar negeri
ataupun yang sering keluar masuk tempat hiburan malam, akan tetapi juga
para pejabat, selebritis, olahragawan, pelajar dan mahasiswa terlebih lagi
pada akhir-akhir ini para ibu-ibu rumah tangga dan anak-anak yang
tergolong masih remaja. Dan lebih parahnya lagi banyak aparat Kepolisian
yang sudah memakai narkotika dan psikotropika, yang seharusnya
menangkap dan memerangi peredaran narkotika dan psikotropika. Untuk
itu telah lama dirintis kerja sama internasional untuk memberantas
narkotika dan psikotropika tapi tampaknya tak mudah melakukannya,
bisnis narkotika dan psikotropika merupakan lahan yang menggiurkan
bahkan mengalahkan reputasi bisnis yang lain.
Meskipun narkotika dan psikotropika sangat bermanfaat bagi
manusia baik untuk ilmu pengetahuan, pelayanan kesehatan maupun
pengobatan bagi yang membutuhkan, namun apabila cara pemakaiannya
tidak sesuai dengan keperuntukannya maka narkotika dan psikotropika
akan berbahaya bagi kelangsungan hidup manusia. Hal ini dikarenakan
menyalahgunakan narkotika dan psikotropika akan membahayakan
-
2
eksistensi suatu bangsa, karena para pemakai atau pengguna cepat atau
lambat akan merasa ketergantungan atau kecanduan narkotika dan
psikotropika tersebut.
Sehingga akan merusak generasi suatu bangsa. Oleh karena itu,
perlu adanya peran serta dari semua pihak, bukan saja dari pemerintah,
pihak kepolisian, masyarakat, dan terlebih lagi peran serta keluarga untuk
mengawasi putra putrinya dengan ketat. Sehingga bahaya narkotika dan
psikotropika tidak sampai masuk dalam lingkungan keluarga kita.
Kepolisian dalam menanggulangi atas peredaran obat-obatan
terlarang, pemerintah mengeluarkan undang-undang tentang narkotika dan
psikotropika, yang mana kedua hal tersebut diatur dalam Undang-Undang
No 35 Tahun 2009 Tentang narkotika dan Undang-Undang No. 5 Tahun
1997 tentang Psikotropika. Walau kedua Undang-Undang tersebut telah
mencantumkan ancaman yang memberatkan bagi orang-orang yang
melakukan tindak pidana narkotika dan psikotropika dan sanksi denda
yang sangatlah berat. Namun para pelaku tindak pidana narkotika dan
psikotropika tidak merasa jera atau merasa takut dengan sanksi tersebut.
Karena para bandar-bandar narkotika dan psikotropika akan memperoleh
keuntungan yang sangat besar atas transaksi dari barang haram tersebut, di
sisi lain para pengedar maupun para bandar-bandar narkotika dan
psikotropika apabila tertangkap sanksi pidana maupun sanksi dendanya
sangatlah tidak setimpal dengan akibat dari perbuatannya yang telah
merusak generasi bangsa. Menanggapi tindak pidana narkotika dan
-
3
psikotropika yang jumlahnya cukup banyak, sudah tentu akan semakin
menambah berat beban tugas aparat penegak hukum, mengingat
berlakunya hukum supply dan demand. Semakin besar demand maka akan
meningkat usaha-usaha supply narkotika dan psikotropika.
Demikian juga dalam menanggulangi laju peredaran narkotika
dan psikotropika, para penegak hukum dalam hal ini aparat kepolisian
sering mengadakan penggerebekan-penggerebekan, baik sarang-sarang
peredaran narkotika dan psikotropika terlebih lagi di tempat hiburan
malam, pihak aparat kepolisian sering pulang dengan tangan hampa atau
tanpa secuilpun barang bukti narkotika dan psikotropika yang di dapat,
sehingga pihak aparat kepolisian sering mendapat kecaman pedas baik dari
masyarakat maupun pemerhati tindak pidana narkotika dan psikotropika.
Pihak aparat kepolisian sudah berusaha kerja keras dalam
memerangi atau menghambat laju peredaran narkotika dan psikotropika di
masyarakat, dengan informasi dari masyarakat polisi dapat mengetahui
adanya narkotika dan psikotropika. Pihak Kepolisian dalam hal ini Polisi
Daerah Istimewa Yogyakarta sudah berusaha semaksimal mungkin,
khususnya yang dilakukan langsung oleh Diserse Narkoba dalam
penggerebekan di beberapa hiburan malam, tetapi kadang tidak sesuai
dengan yang diharapkan, arena hasil yang dapat ditangkap adalah para
pemakai atau pengedar kelas teri, bukan kader gede narkotika dan
psikotropika sesuai dengan harapan pihak Reserse Narkoba.
-
4
Polisi sebagai penyidik dalam melakukan penyelidikan terhadap
tindak pidana narkotika dan psikotropika dapat melakukan tugas
sebagaimana yang diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara
Pidana dalam pasal 37 dinyatakan bahwa:
(1) Pada waktu penangkapan tersangka, penyidik hanya berwenang
menggeledah pakaian termasuk benda yang dibawa serta, apabila
terdapat dugaan keras dengan alasan yang cukup bahwa pada
tersangka tersebut terdapat benda yang dapat disita.
(2) Pada waktu menangkap tersangka atau dalam hal tersangka
sebagaimana dimaksudkan dalam ayat (1) di bawah kepada penyidik,
penyidik berwenang menggeledah pakaian dan menggeledah badan
tersangka.
Dengan adanya ketentuan yang diatur di dalam Kitab Undang-
undang Hukum Acara Pidana (selanjutnya disebut dengan KUHAP), maka
langkah aparat kepolisian baik dalam penggerebekan maupun dalam
penangkapan pelaku tindak pidana narkotika dan psikotropika sesuai
dengan KUHAP. Hal tersebut dilakukan oleh aparat kepolisian juga untuk
menjaga diri agar dalam proses penangkapan tindak pidana narkotika dan
psikotropika tidak menyalahi aturan, sehingga tidak menimbulkan tuntutan
hukum bagi aparat kepolisian yang melakukan penangkapan pelaku tindak
pidana untuk kepentingan penyelidikan tindak pidana narkotika dan
psikotropika.
-
5
Berdasarkan pasal 16 KUHAP menyatakan bahwa1:
(1) Untuk kepentingan penyelidikan, penyidik atas perintah penyidik
berwenang melakukan penangkapan.
(2) Untuk kepentingan penyelidikan, penyidik dan penyidik pembantu
berwenang melakukan penangkapan.
Dengan ketentuan pasal tersebut maka penyelidik melakukan
penyelidikan atas perintah penyidik, yang mana tindakan penyelidikan
yang dilakukan penyelidik bertujuan untuk mencari dan menemukan suatu
peristiwa, yang diduga sebagai tindak pidana narkotika dan psikotropika,
yang mana hal ini bertujuan untuk menentukan dapat atau tidaknya
dilakukan penyidikan. Apabila suatu peristiwa tersebut masuk kategori
tindak pidana, maka aparat kepolisian melakukan penyidikan.
Dengan demikian apabila ada sangkaan bahwa ada suatu tindak
pidana yang dilakukan, maka penyidik wajib melakukan penyidikan dan
pemeriksaan dengan seksama, apakah perbuatan yang telah dilakukan itu
betul-betul merupakan tindak pidana narkotika dan psikotropika,
maksudnya adalah apakah perbuatan tersebut melanggar suatu aturan
perundang-undangan yang berlaku yaitu Undang-Undang No. 35 Tahun
2009 tentang Narkotika dan Undang-undang No. 5 Tahun 1997 tentang
Psikotropika. Apabila melanggar suatu peraturan perundang-undangan
maka dilakukan pencarian siapakah yang melakukan perbuatan tindak
pidana tersebut.
1 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana
-
6
Hal ini disebabkan dari masalah penyalahgunaan Narkoba di
Indonesia saat ini sangat memprihatinkan berbagai kalangan dan telah
menjadi ancaman nasional yang perlu mendapatkan perhatian yang serius
oleh segenap elemen bangsa. Ancaman nasional tersebut berpotensi besar
mengganggu ketahanan diri, keluarga dan masyarakat baik secara fisik,
mental dan secara sosial ekonomi.
Pada dekade terakhir ini, penyalahgunaan Narkoba di Indonesia
telah menjadi ancaman nasional yang perlu diperhatikan secara seksama
dan multidimensional, baik ditinjau dari segi mikro (keluarga), makro
(ketahanan nasional) yang meningkat dewasa ini, semakin
mengkhawatirkan dengan dampak buruk ekonomi dan sosial yang semakin
besar.
Salah satu kelompok yang rentan untuk ikut terbawa arus adalah
para remaja, hal ini disebabkan karena mereka memiliki karakteristik
tersendiri yang unik dan labil, sedang pada taraf mencari identitas,
mengalami masa transisi dari remaja menuju dewasa dan sebagainya.
Masa remaja ini dirasakan sebagai suatu krisis karena belum adanya
pegangan, sedangkan kepribadiannya sedang mengalami pembentukan.
Kondisi keluarga mempunyai pengaruh pada terjadinya
penyalahgunaan narkoba pada remaja. Dalam hal ini kondisi keluarga
ditandai dengan keutuhan keluarga, kesibukan orang tua, hubungan
interpersonal antar keluarga, dapat merupakan faktor yang berperan serta
pada penyalahgunaan narkoba.
-
7
Apapun bentuk ekspresi kejiwaan remaja yang diperlukan adalah
tempat penyaluran yang sehat, kebutuhan efektivitas sosial, melakukan
sosialisasi kelompok yang memenuhi kebutuhan aktualisasi dirinya.
Mereka ingin dianggap kehadirannya dalam wujud apresiasi dan butuh
penghargaan. Apabila hal ini tidak terwujud maka penyaluran potensi
dirinya itu terlepas dalam bentuk kenakalan.2
Secara sosiologis, remaja umumnya memang amat rentan
terhadap pengaruh-pengaruh eksternal. Karena proses pencarian jati diri,
mereka mudah sekali terombang-ambing, dan masih merasa sulit
menentukan tokoh panutannya. Remaja juga mudah terpengaruh oleh gaya
hidup masyarakat di sekitarnya. Karena kondisi kejiwaan yang labil dan
remaja mudah terpengaruh. Mereka cenderung mengambil jalan pintas dan
tidak mau pusing-pusing memikirkan dampak negatifnya. Di berbagai
komunitas dan kota besar metropolitan, jangan heran jika hura-hura, seks
bebas, menghisap ganja dan adiktif lainnya cenderung mudah menggoda
para remaja.
Adapun dalam pelaksanaan pengungkapan kasus narkotika ini
terhitung sangat unik, terlihat dari sistem transaksi yang dilakukan serta
kejahatan yang dilakukan merupakan kejahatan yang sering disebut oleh
pihak kepolisian dengan kejahatan sel terputus, dimana si pengedar dan si
pengguna tidak saling mengenal satu sama lain, bahkan dalam
transaksinyapun dilakukan lewat komunikasi dan tanpa bertatap muka.
2 http//bkkbn.co.id ,diakses pada, 10 September 2013
-
8
Sehingga hal ini yang menjadi kesulitan dalam penyidikan dan
penyelidikan. Oleh karena itu penulis merasa tertarik melihat
permasalahan tersebut maka penulis bermaksud melakukan penelitian
tentang proses penyelidikan dan penyidikan terhadap penyalah guna
narkoba.
B. Rumusan Masalah
Mengacu pada latar belakang masalah di atas maka penulis
membuat rumusan masalah sebagai berikut:
1) Bagaimanakah Proses Penyelidikan dan Penyidikan yang dilakukan
penyidik dalam menangani tindak pidana penyalahgunaan Narkoba di
Polda DIY ?
2) Apa kendala-kendala yang dihadapi oleh penyidik dalam menangani
tindak pidana penyalahgunaan Narkoba di Polada DIY?
C. Tujuan dan Kegunaan
1. Tujuan Penelitian
a. Untuk mengetahui bentuk penanggulangan penyalahgunaan
narkotika di Polda DIY.
b. Untuk mengetahui proses penyidikan yang dilakukan oleh para
penyidik di Polda DIY.
c. Untuk mengetahui kendala apa saja yang dihadapi oleh penyidik
dalam melakukan penyidikan di POLDA DIY.
-
9
2. Kegunaan Penelitian
a. Secara teoritis, penyusun berharap karya tulis ilmiah ini dapat
memberikan sumbangan pemikiran dan landasan teoritis bagi
perkembangan ilmu hukum pada umumnya, dan dapat memberikan
informasi mengenai proses penyidikan tindak pidana Narkoba
berdasarkan UU RI No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Serta
dapat menjadi tambahan literatur atau bahan informasi ilmiah yang
dapat dipergunakan untuk melakukan kajian dan penelitian
selanjutnya, khususnya yang berkaitan dengan permasalahan
Penyidikan dan penyelidikan yang dilakukan oleh Ditserse
Narkotika Polda DIY.
b. Secara praktis, menambah wawasan bagi penyusun khususnya, dan
para pembaca pada umumnya termasuk masukan bagi pemerintah
dalam menanggulangi penyalahgunaan narkoba dan proses
penyidikan yang dilakukan oleh para penyidik.
D. Telaah Pustaka
Untuk menghindari terjadinya kesamaan terhadap penelitian yang
telah ada sebelumnya, penulis mengadakan penelusuran terhadap
penelitian-penelitian yang telah ada sebelumnya di antaranya adalah
sebagai berikut:
-
10
Di samping itu hasil penelitian lainnya yakni skripsi yang berjudul
Penerapan Sanksi Pidana Terhadap Peredaran Gelap Narkotika di
Yogyakarta, oleh Ronaldo Gogo Simatupang, mahasiswa jurusan
Kepidanaan, Fakultas Hukum Universitas Proklamasi45,3 yang
memfokuskan penelitiannya pada peran aparat penegak hukum, proses
pemeriksaan, hambatan serta tanggapan dari terpidana perkara narkoba.
Hasil dari penelitian yang telah dilakukan yakni peran dari aparat dinilai
baik, sedangkan hambatan dalam penegakan hukum yakni terdakwa selalu
memikirkan diri sendiri sehingga kesaksian yang disampaikan sering
berbeda di awal pemeriksaan di kepolisian.
Selain itu penelitian lain yang meneliti mengenai penyalahgunaan
narkotika yakni skripsi yang berjudul Penyalahgunaan Narkotika dan
Usaha Penanggulangannya di Kotamadya Yogyakarta oleh Retna Hari
Sawitri, mahasiswi Hukum Pidana, Fakultas Hukum, Universitas Gajah
Mada (UGM) pada tahun 2001,4 yang memfokuskan kepada usaha
penanggulangan kejahatan narkotika, hambatan dan solusi yang dilakukan.
Adapun hasil penelitiannya yaitu dalam menanggulang kejahatan ini
Poltabes Yogyakarta melakukan langkah-langkah preventif, preventif dan
represif yang melibatkan departemen dan instansi terkait.
3 Ronaldo Gogo Simatupang, Penerapan Sanksi Pidana terhadap Peredaran Gelap
Narkotika di Yogyakarta, Skripsi, (Yogyakarta: Fakultas Hukum, Universitas Proklamasi45. 2001).
4 Retna Hari Sawitri, Penyalahgunaan Narkotika dan Usaha Penanggulangannnya di Kotamadya Yogyakarta Skripsi, (Yogyakarta: Fakultas Hukum, Unuversitas Gajah Mada (UGM), 2001).
-
11
Selanjutnya skripsi yang berjudul Penyelidikan dan Penyidikan
Tindak Pidana Anak dalam Kasus Narkotika dan Psikotropika (Studi di
Polda Daerah Istimewa Yogyakarta) yang membahas tentang pelaksanaan
penyelidikan dan penyidikan terhadap anak pelaku tindak pidana narkotika
dan Psikotropika di Polda DIY yang telah sesuai dengan ketentuan yang
terdapat dalam UU no. 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak dengan
digabungkan dengan pelaksanaan fungsi dan tugas Polisi sebagaimana
dalam UU No 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian. Hasil penelitian ini jelas
berbeda dengan yang akan penyusun teliti yakni penyidikan yang berfokus
kepada penyidikan narkoba.5
Adapun hasil penelitian lainnya ialah penelitian yang berjudul
Proses Penyidikan terhadap tindak pidana anak di Polres Brebes Pada
Tahun 2011-2012 (Studi Kasus di Polres Brebes), dengan hasil penelitian
bahwasanya penelitian tersebut telah sesuai dengan peraturan yang berlak.
Hal ini yang membedakan dengan penelitian yang saya lakukan, yakni
tidak terfokus pada penyidikan saja akan tetapi pada proses penyelidikan
juga6
E. Kerangka Teoritik
a. Politik Hukum Pidana.
Politik hukum pidana hanyalah merupakan bagian dari politik
hukum nasional yang didalamnya memiliki bagian-bagian yang
5 Nurliza Neci Putri, Penyelidikan dan Penyidikan Tindak Pidana Anak dalam Kasus
Narkotika dan Psikotropika (Studi di Poda Daerah Istimewa Yogyakarta), (Yogyakarta: UIN Sunan kalijaga. 2013).
6 Fatoni, Proses Penyidikan terhadap tindak pidana anak di polres Brebes Pada Tahun 2011-2012 (Studi Kasus di Polres Brebes), (Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga. 2013)
-
12
berbeda. Meskipun demikian pelaksanaan politik hukum pidana bisa
terjadi secara bersama dari semua bagian secara terintegrasi. Bagian-
bagian itu ialah7:
1) Criminalisation policy bagian ini adalah strategi politik hukum
pidana untuk memfokuskan kajian pada perbuatan-perbuatan
mana yang dikategorikan sebagai perbuatan pidana, perbuatan
yang dianggap jahat, yang dapat merugikan orang lain, melanggar
norma dan perbuatan utuh layak mendapatkan ancaman sanksi
bagi siapapun yang melakukannya. Proses ini sering disebut
sebagai proses kriminalisasi. Dalam bagian ini juga bisa terjadi
sebaliknya, bahwa dalam criminal polivy itu juga bias terjadi
descriminatisation policy suatu strategi politik hukum pidana
yang menentukan suatu perbuatan yang semua dianggap
melanggar ketentuan pidana dan dapat diberikan sanksi menjadi
dihapuskan dari ketentuan sebagai perbuatan pidana.
Mengenai kriminalisasi dan dekriminalisasi, Prof Muladi
memberikan batasan-batasan atau kriteria, mengenai ukuran
kriminalisasi dan dekriminalisasi secara doctrinal harus
berpedoman pada hal-hal berikut8:
7 Mokhamad Najih, Politik Hukum Pidana Passka Reformasi; Implementasi Hukum
Pidana sebagai Instrumen dalam Mewujudkan Tujuan Negara, (Malang: In-Trans Publising Malang. 2008), hlm 35-36.
8 Muladi dan Barda Nawawi Arief, Teori-teori dan Kebijakan Pidana. (Bandung: Alumni. 1992), hlm. 35.
-
13
a) Kriminalisasi tidak boleh berkesan menimbulkan
overcriminalization yang masuk kategori the misuse of
criminal sanction.
b) Kriminalisasi tidak boleh bersifat ad hoc.
c) Kriminalisasi harus mengandung unsur korban (victimizem)
bisa aktual bisa potensial.
d) Kriminalisasi harus memperhitungkan analisa biaya dan
hasil dan prinsip ultimum remedium.
e) Kriminalisasi harus menghasilkan peraturan yang enforceable
f) Kriminalisasi harus memperoleh dukungan publik (public
support).
g) Kriminalisasi harus mengandung unsur subsosialiteit
(mengakibatkan bahaya bagi masyarakat, sekalipun kecil
sekali).
h) Kriminalisasi harus memperhatikan peringatan bahwa setiap
peraturan pidana membatasi kebebasan-kebebasan rakyat dan
memberikan kemungkinan kepada aparat penegak hukum
untuk mengekang kebebasan itu.
2) Punishment policy dan penal policy, suatu bagian dari politik
hukum pidana untuk menentukan kriteria dan bentuk sanksi
dalam pemidanaan. Apa bentuk sanksi yang dapat digunakan bagi
perbuatan pidana tertentu, apakah hukum penjara, hukuman
denda, hukuman kerja sosial dan sebagainya. Selain itu juga
-
14
bagian ini juga merancang bagaimana strategi pelaksana hukuman
itu akan dilaksanakan, bagaimana bentuk lembaga, prosedur
tatacara pelaksanaannya dan sebagainya.
3) Criminal justice policy, adalah bagian dari politik hukum pidana
yang membincangkan bagaimana strategi kelembagaan bagi
penyelenggaraan criminal law inforcement (penegakan hukum
pidana), badan-badan apa saja, seperti lembaga penuntutan
lembaga pendidikan, lembaga peradilan, lembaga advokasinya,
perlindungan saksi, perlindungan korban, lembaga penjara dan
sebagainya.
4) Law inforcemen policy, bagian dari politik hukum pidana yang
mencermati strategi penggunaan hukum pidana dalam
penanggulangan kejahatan, dan strategi melaksanakan penegakan
hukum pidana.
5) Administrative policy, bagian ini membicarakan dan
memfokuskan perhatian pada strategi perancangan administrasi
penyelenggaraan sistem peradilan pidana, oleh sebab itu bagian
ini sebenarnya tidak bisa terpisah dari bagian yang lainnya dan
bisa menjadi satu dengan strategi perancangan criminal justice
sistem yang terintegrasi.
b. Teori Penal dan Non Penal
Penanggulangan kejahatan dapat menggunakan dua kebijakan
yaitu dengan menggunakan kebijakan penal dan non penal. Kebijakan
-
15
penal yakni penanggulangan menggunakan sanksi pidana, atau
peraturan yang berlaku. Sedangkan kebijakan non penal merupakan
kebijakan penanggulangan menggunakan sanksi administratif, sanksi
perdata dan lain-lain. Penjelasan lain menurut Barda Nawawi Arief
dan Bambang Poernomo yang menegaskan bahwa kebijakan non
penal dalam penanggulangan kejahatan adalah melakukan langkah-
langkah preventif sebelum terjadi tindak kejahatan.9
Kebijakan pidana (penal policy) merupakan upaya untuk
menanggulangi kejahatan, sebagai bagian yang integral dari upaya
perlindungan masyarakat (social defence) dengan kata lain bahwa
kebijakan pidana atau politik kriminal merupakan bagian dari social
polcy10.
1) Pencegahan penanggulangan kejahatan harus menunjang tujuan
(goal) yang berupa social welfare dan social defence aspek
inilah yang asa, karena dengan terpenuhinya kesejahteraan dan
keamanan/kedamaian akan timbul keyakinan masyarakat yang
bersifat immaterial terutama nilai kepercayaan (trust) nilai
keadilan (justice) nilai kejujuran dan kebenaran.
2) Maka pencegahan kejahatan harus dilakukan dengan pendekatan
secara integral, yakni adanya keseimbangan antara pendekatan
penal dan pendekatan non penal.
9 Ach. Tahir, Cyber Crime (Akar Masalah, Solusi, dan penanggulangannya),
(Yogyakarta: Suka Press. 2010), hlm. 46. 10 Mokhamad Najih, Politik Hukum Pidana hlm. 40-41
-
16
3) Pencegahan penanggulangan kejahatan dengan pendekatan
secara penal (penal law inforcement policy) dalam
implementasinya dilakukan melalui beberapa tahap yang
pertama, tahap formulasi (legislative policy) atau tahap proses
legislasi, kedua, tahap yudisial sebagai tahap aplikasi, dan ketiga
tahap proses administratif / eksekutive policy
c. Pengertian Narkoba
Menurut batasan WHO (1969) yang dimaksud obat (drug)adalah
setiap zat yang apabila masuk ke dalam organisme hidup akan
mengadakan perubahan pada satu atau lebih fungsi-fungsi organ
tubuh. Narkoba (Narkotika dan obat-obat berbahaya) ialah zat
kimiawi yang mampu mengubah pikiran, perasaan, fungsi mental dan
prilaku seseorang. Apabila berbagai jenis obat narkotika, alkohol serta
zat-zat lainnya yang memabukkan ini disalahgunakan untuk tujuan di
luar pengobatan, akan mengubah kerja saraf otak, sehingga si pemakai
berpikir, berperasaan dan berprilaku tidak normal.11
Sebagai zat adiktif atau yang bias menimbulkan efek kecanduan.
Pemakainya sulit untuk dikontrol, setelah setagihan (addited) pemakai
narkoba akan sampai pada tingkat yang paling parah yaitu
ketergantungan (dependence).
Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau
bukan tanaman, baik sintetis maupun semisintetis, yang dapat
11 BNN, Materi Advokasi Pencegahan Narkoba. (Jakarta: BNN. 2005) hlm. 7
-
17
menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa,
mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat
menimbulkan ketergantungan, yang dibedakan ke dalam golongan-
golongan sebagaimana dijelaskan dalam Undang-Undang Nomor 35
Tahun 2009 tentang Narkotika.12 Menurut Undang-undang Narkotika
dibagi menurut potensi menyebabkan ketergantungannya sebagai
berikut:13
a) Narkotika golongan I, yakni berpotensi sangat tinggi
menyebabkan ketergantungan. Tidak digunakan untuk terapi.
Contoh: Heroin, Kokain, dan Ganja. Putaw adalah heroin tidak
murni merupakan bubuk.
b) Narkotika golongan II, yakni berpotensi tinggi menyebabkan
ketergantungan. Digunakan pada terapi sebagai pilihan
terakhir. Contoh: Morfin dan Petidin.
c) Narkotika golongan III, yakni berpotensi ringan menyebabkan
ketergantungan dan banyak digunakan dalam terapi. Contoh :
Kodean.
F. Metode Penelitian
Penelitian merupakan kegiatan ilmiah dengan mencari data suatu
masalah maka, diperlukan suatu metode yang bersifat ilmiah yakni
12 Lihat Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika Pasal 1 angka 1 13 Tim Penyusunan Badan Narkotika Nasional Republik Indonesia, Pencegahan
Penyalahgunaan Narkoba Sejak Usia Dini, (Jakarta: Badan Narkotika Nasional Republik Indonesia, 2007), hlm. 28-29.
-
18
metode yan sesuai dengan masalah yang akan dikaji atau diteliti. Langkah-
langkah yang diambil dalam metodologi penelitian ini, antara lain:
1) Sumber Data
Sumber data adalah benda, hal atau orang tempat data atau
variabel melekat yang dipermasalahkan.14 Pada dasarnya sumber data
dapat dibedakan antara data yang diperoleh langsung dari masyarakat
dan dari bahan pustaka ini menjadi dua macam yaitu data primer atau
data dasar dan data sekunder. Data primer dapat diperoleh langsung
dari sumber pertama yakni peraturan-peraturan yang terkait.
Sedangkan data sekunder mencakup dokumen-dokumen resmi, buku-
buku, hasl-hasil penelitian yang berwujud laporan.15 Adapun yang
menjadi sumber data dalam penelitian ini adalah:
a. Data primer yakni terdiri dari, peraturan atau landasan yuridis
mengenai proses penyidikan yang dilakukan oleh penyidik
Ditresere Narkotika Polda DIY dalam menyidik kasus tindak
pidana penyahgunaan narkoba yang menjadi objek penelitian.
Data primer dalam penelitian ini yakni UU No 8 Tahun 1981
tentang KUHAP, UU No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian dan
UU No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika
b. Data sekunder terdiri dari buku-buku yang berkaitan dengan
permasalahan dan laporan hasil-hasil penelitian yang berkaitan
dengan permasalahan yang sedang dikaji.
14 Irawan Soehartono, Metode Penelitian Sosial, (Bandung: Rosdakarya, 1995), hlm. 35 15 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: UI Press, 2010), hlm 11-12
-
19
2) Waktu Penelitian
Waktu penelitian ini adalah tentang waktu pelasanaan penelitian
ini dilakukan yakni sejak Bulan SeptemberOktober 2013. Adapun
jeda waktu yang menjadi objek penelitian ini ialah pada tahun 2009-
September 2013.
3) Objek Penelitian
Adapun yang menjadi objek dari penelitian ini yakni penyidik di
Ditreserse Narkoba Polda DIY.
4) Jenis Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
metode penelitian empirik library, yaitu prosedur penelitian yang
menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari
orang-orang dan prilaku yang diamati.16 Serta terjun langsung atau
observasi kelapangan dimana objek itu berada dan mengkaji buku-
buku yang berkaitan dengan masalah yang akan dikaji.
5) Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dilakukan untuk mendapatkan data
yang valid dalam mengungkap permasalahan baik itu berupa data
primer atau skunder, maka penulis mengunakan teknik pengumpulan
data sebagai berikut:
16 Lexy Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosdakarya,
1991), hlm. 3.
-
20
a. Interview atau wawancara.
Metode wawancara yang dipakai dalam penelitian ini
adalah wawancara bebas terpimpin. Cara tersebut digunakan
peneliti untuk mencoba mendapatkan keterangan atau pendirian
secara lisan dari responden17 yakni penyidik Ditreserse Narkotika
Polda DIY.
b. Metode Observasi
Observasi adalah suatu pengamatan yang khusus serta
pencatatan yang sistematis ditujukan pada satu atau beberapa fase
masalah, dengan maksud untuk mendapatkan data yang
diperlukan untuk pemecahan persoalan yang dihadapi.18
Kemudian dokumentasi dari proses perhimpunan dan pemilihan
sesuai dengan tujuan penelitian, diterangkan, dicatat dan
ditafsirkan.
6) Validitas Data
Validitas (validity) data dalam penelitian komunikasi kualitatif
lebih merujuk pada tingkat, sejauh mana data yang diperoleh telah
secara akurat mewakili realitas atau gejala yang diteliti. Kemudian
reliabilitas berkenaan dengan tingkat konsistensi hasil dari pengunaan
17 Koentjaraningrat, Metode Penelitian Masyarakat, (Jakarta: PT. Gramedia, 1989), hlm.
162. 18 Sapari Iman Asyari, Metodologi Penelitian Sosial Suatu Petunjuk Ringkas, (Surabaya:
Usaha Nasional, 1981), hal 82.
-
21
cara pengumpulan data. Untuk memperoleh data yang valid dan
reliable maka digunakan teknik triangulasi.19
7) Analisis Data
Analisis Data adalah proses pengorganisasian dan mengurutkan
data ke dalam pola, kategori dan satuan uraian dasar.20 Tujuan analisis
adalah untuk menyederhanakan data ke dalam bentuk yang mudah
dibaca diimplementasikan. Dalam penelitian ini, peneliti
menggunakan teknik pendekatan sosiologis yuridis yang merupakan
suatu proses pendekatan secara sosial dan dasar-dasar hukum atau
dasar yuridisnya.
Secara sistematis langkah-langkah analisis tersebut sebagai berikut :
1. Mengumpulkan data yang telah diperoleh dari hasil interview,
dokumentasi dan observasi.
2. Menyusun seluruh data yang diperoleh sesuai urutan
pembahasan baik itu data yang bersumber dari wawancara,
dokumentasi maupun observasi.
3. Melakukan interpretasi terhadap data yang telah tersusun
4. Menjawab rumusan masalah.
G. Sistematika Penulisan
Dalam rangka untuk mempermudah pembahasan dalam skripsi ini
supaya sistematis, disusun sistematika pembahasan sebagai berikut:
19 Pawito, Penelitian Komunikasi Kualitatif, (Yogyakarta: PT LKiS Pelangi Aksara, 2007), hlm. 97.
20 Lexy Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, ...... hlm. 103.
-
22
Bab pertama, berisi Pendahuluan, adapun di dalamnya meliputi latar
belakang masalah, rumusan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian,
tinjauan pustaka, kerangka teoritik, metode penelitian dan sistematika
pembahasan.
Bab kedua, berupa gambaran umum mengenai ketentuan hukum
mengenai proses penyidikan menurut peraturan yang berlaku di Indonesia
dalma menangani perkara tindak pidana penyalahgunaan narkoba.
Bab ketiga, berupa gambaran umum mengenai Polda DIY, berupa
letak geografis, wewenang, serta tugas yang dilakukan oleh polda DIY.
Bab keempat, berisi tentang penyajian data dan pembahasan hasil
penelitian yang sekaligus menjawab permasalahan yang melatarbelakangi
penelitian, yaitu tentang bentuk penaggulangan terhadap penyalah guna
narkoba, Proses Penyidikan yang dilakukan penyidik dalam menangani
tindak pidana penyalahgunaan Narkoba menurut UU RI No 35 Tahun 2009
tentang Narkotika serta kendala-kendala yang dihadapi oleh penyidik
dalam menangani tindak pidana penyalahgunaan Narkoba di Polada DIY.
Bab kelima, berisi kesimpulan dan saran-saran dari hasil penelitian
yang merupakan jawaban dari masalah yang diajukan serta penutup.
-
87
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Teknik penyelidikan mulai dari observasi (peninjauan), surveillance
(pembuntutan), undercover agen (penyusupan agen), undercover buy
(pembelian terselubung), controlled planning (penyerahan yang
dikendalikan), dan raid planning execution (rencana Pelaksanaan
penggerebekan). Teknik yang bertujuan untuk mendapatkan atau
menguatkan informasi tentang terjadinya tindak pidana Narkotika dan
Psikotropika yang meliputi : observasi, surveillance dan undercover agen.
Teknik yang bertujuan untuk menangkap pelaku tindak pidana Narkotika dan
Psikotropika yang meliputi: undecover buy, controled delivery.
Dalam hal ini terdapat beberapa kendala yang dihadapi oleh para
penyidik diantaranya:
1. Kurangnya jumlah peralatan yang diperlukan
2. Terbatasnya biaya operasional
3. Penyidik mendapatkan teror dan menjadi saksi dalam persidangan
4. Kendala dalam mendapatkan informan/spionase
5. Kendala menentukan lokasi pembelian terselubung
6. Jaringan narkoba menggunakan teknik ranjau.
Dalam pengungkapan kasus tindak pidana penyalahguna narkotika ini
merupakan kasus yang cukup sulit di ungkapkan, karena mereka
-
88
menggunakan sistem terputus. Segala transaksi yang dilakukan oleh mereka
semuanya tanpa mengenali satu sama lain. Ketika seseorang mendapatkan
barang tersebut belum tentu dia tahu dan kenal siapa yang diajak
transaksinya. Serta masyarakat dimintai untuk menjadi seorang saksi, akan
tetapi masyarakat setempat seakan lempar-lemparan untuk dijadikan menjadi
seorang saksi, terkadang mereka mengatakan lebih baik kepada ketua RT
setempat, atau lebih kepada ketua keamanan setempat.
B. Saran
Adapun saran yang dapat penulis sampaikan yakni:
1. Bagi pemerintah diharapkan dapat memberikan suatu fasilitas dan
sarana yang diperlukan oleh setiap penegak hukum, yakni berupa
segala perlengkapan yang diperlukan oleh penyidik.
2. Bagi Penyidik sendiri yang dapat penyusun sampaikan ialah biarpun
fasilitas yang diberikan oleh pemerintah dikatakan minim tetapi tetap
untuk berpegang dalam meningkatkan keadilan. Di samping itu untuk
mendapatkan informasi mengenai kejahatan ini sering dilakukan
komunikasi dan sosialisasi dengan masyarakat, sehingga menimbulkan
suatu kepercayaan kepada pihak kepolisian dalam memberikan
informasi.
3. Bagi masyarakat luas, diharapkan dengan adanya penelitian ini yang
penulis sendiri sadari masih jauh dari kata sempurna, namun besar
harapan penulis bahwa dapat memberikan suatu ilmu dan informasi
-
89
bagi para masyarakat dan para pembaca pada khususnya. Serta tidak
ragu-ragu lagi dalam memberikan informasi dan keterangan kepada
kepolisian.
-
87
DAFTAR PUSTAKA
A. Sumber Buku Rujukan
Bawengan, Gerson, Penyidikan Perkara Pidana.Pradinya Paramita. Jakarta.
l977
Fatoni, Proses Penyidikan terhadap tindak pidana anak di Polres Brebes Pada
Tahun 2011-2012 (Studi Kasus di Polres Brebes), (Yogyakarta: UIN
Sunan Kalijaga. 2013)
Gogo Simatupang, Ronaldo, Penerapan Sanksi Pidana terhadap Peredaran
Gelap Narkotika di Yogyakarta, Skripsi, Yogyakarta: Fakultas
Hukum, Universitas Proklamasi45. 2001.
Hamzah, Andi, Pengantar Hukum Acara Pidana Indonesia, Ghalia Indonesia,
Jakarta. I983
Harahap, Yahya, pembahasan dan penerapan KUHAP penyidikan dan
tuntutan edisi ke dua, Sinar Grafika, Jakarta: 2009
Hari Sawitri, Retna, Penyalahgunaan Narkotika dan Usaha
Penanggulangannya di Kotamadya Yogyakarta Skripsi,
Yogyakarta: Fakultas Hukum, Universitas Gajah Mada UGM, 2001.
Iman Asyari, Sapari, Metodologi Penelitian Sosial Suatu Petunjuk Ringkas,
Surabaya: Usaha Nasional, 1981
Kamus Besar Bahasa Indonesia cetakan kedua, Balai Pustaka tahun, Jakarta:
1989
-
88
Koentjaraningrat, Metode Penelitian Masyarakat, Jakarta: PT. Gramedia,
1989
Moleong, Lexy, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: Remaja
Rosdakarya, 1991
Muladi dan Nawawi Arief, Barda, Teori-teori dan Kebijakan Pidana.
Bandung: Alumni. 1992,
Najih, Mokhamad, Politik Hukum Pidana Paska Reformasi; Implementasi
Hukum Pidana sebagai Instrumen dalam Mewujudkan Tujuan
Negara, Malang: In-Trans Publising Malang. 2008,
Pawito, Penelitian Komunikasi Kualitatif, Yogyakarta: PT LKiS Pelangi
Aksara, 2007
Prodjodikoro, Wirjono, Hukum Acara Pidana di Indonesia. Sumur Bandung
Bandung 1977
Soehartono, Irawan, Metode Penelitian Sosial, Bandung: Rosdakarya, 1995,
Soekanto,Soerjono, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: UI Press, 2010,
Sujono dkk, Komentar dan Pembahasan UU 35 Tahun 2009 tentang
Narkotika, Sinar Grafika. Jakarta Timur: 2011
Putri, Nurliza Neci, Penyelidikan dan Penyidikan Tindak Pidana Anak
Halam Kasus Narkotika dan Psikotropika (Studi di Polda Daerah
Istimewa Yogyakarta), (Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga. 2013).
Tahir, Ach., Cyber Crime Akar Masalah, Solusi, dan penanggulangannya,
Yogyakarta: Suka Press. 2010
-
89
Tim Penyusunan Badan Narkotika Nasional Republik Indonesia, Materi
Advokasi Pencegahan Narkoba. Jakarta: BNN. 2005
Tim Penyusunan Badan Narkotika Nasional Republik Indonesia, Materi
Advokasi Pencegahan Narkoba, Hand Book, Jakarta: BNN. 2005
Tim Penyusunan Badan Narkotika Nasional Republik Indonesia, Pencegahan
Penyalahgunaan Narkoba Sejak Usia Dini, Jakarta: Badan
Narkotika Nasional Republik Indonesia, 2007,
B. Sumber Peraturan Perundang-undangan
Peraturan Kepala Kepolisian Negara RI No. 8 Tahun 2009 tentang
Implementasi Prinsip dan Hak Asasi Manusia Dalam
penyelenggaraan Tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia,
Peraturan Kepala Kepolisian Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2012
tentang Manajemen Penyidikan Tindak Pidana
UU No 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana
UU No. 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Republik Indonesia
UU No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika
UU No. 36 tahun 1999 tentang Telekomunikasi
UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia
C. Sumeber Lain
Hasil wawan cara dengan Dedi Sumarono pada tanggal 3 Oktober 2013
-
90
Hasil Wawancara dengan ibu Alfi Staf direktorat reserse Narkotika pada
tanggal 10 Oktober 2013
http//bkkbn.co.id ,diakses pada, 10 September 2013
http//waspada.com, diakses pada 7 September 2013
http//www.bkkbn.co.id, diakses pada 10 September 2013
http://www.jogja.polri.go.id/ diakses pada tanggal 3 Oktober 2013
http:// www. terindikasi. com/ 2012 /03/ pengertian-narkotika. Html #ixzz
2NQ3D5 e8c diakses pada tanggal 12 September 2013
-
LAMPIRAN-LAMPIRAN
-
PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 14 TAHUN 2012
TENTANG
MANAJEMEN PENYIDIKAN TINDAK PIDANA
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang : a. bahwa Kepolisian Negara Republik Indonesia merupakan alat
negara yang berperan dalam memelihara keamanan dan ketertiban, menegakkan hukum, memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka memelihara keamanan dalam negeri;
b. bahwa dalam melaksanakan tugas penegakan hukum, penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia mempunyai tugas, fungsi, dan wewenang di bidang penyidikan tindak pidana, yang dilaksanakan secara profesional, transparan, dan akuntabel terhadap setiap perkara pidana guna terwujudnya supremasi hukum yang mencerminkan rasa keadilan;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia tentang Manejemen Penyidikan Tindak Pidana;
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara
Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209);
2. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 2, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4168);
3. Peraturan Presiden Nomor 52 Tahun 2010 tentang Susunan
Organisasi dan Tata Kerja Kepolisian Negara Republik Indonesia;
MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK
INDONESIA TENTANG MANAJEMEN PENYIDIKAN TINDAK PIDANA.
BAB ...
-
2
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1 Dalam peraturan ini yang dimaksud dengan:
1. Kepolisian Negara Republik Indonesia yang selanjutnya disingkat Polri adalah alat negara yang berperan dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, serta memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka terpeliharanya keamanan dalam negeri.
2. Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya.
3. Manajemen Penyidikan adalah serangkaian kegiatan penyidikan yang meliputi perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, pengawasan dan pengendalian.
4. Penyidik adalah Pejabat Polri yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang untuk melakukan penyidikan.
5. Penyidik Pembantu adalah Pejabat Polri yang karena diberi wewenang tertentu dapat melakukan tugas penyidikan.
6. Atasan Penyidik adalah Pejabat Polri yang berperan selaku penyidik, dan secara struktural membawahi langsung penyidik/penyidik pembantu.
7. Tindak Pidana adalah suatu perbuatan melawan hukum berupa kejahatan atau pelanggaran yang diancam dengan hukuman pidana penjara, kurungan atau denda.
8. Penyelidik adalah pejabat Polri yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk melakukan penyelidikan.
9. Penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan menurut cara yang diatur dalam undang-undang.
10. Tersangka adalah seseorang yang karena perbuatannya atau keadaannya, berdasarkan bukti permulaan patut diduga sebagai pelaku tindak pidana.
11. Saksi adalah orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan, penuntutan dan peradilan tentang suatu perkara pidana yang didengar, dilihat dan atau dialami sendiri.
12. Keterangan Ahli adalah keterangan yang diberikan oleh seseorang yang memiliki keahlian khusus tentang hal yang diperlukan untuk membuat terang suatu perkara pidana.
13. Petunjuk ..
-
3
13. Petunjuk adalah perbuatan, kejadian atau keadaan yang karena persesuaiannya, baik antara yang satu dengan yang lain, maupun dengan tindak pidana itu sendiri, menandakan bahwa telah terjadi suatu tindak pidana dan siapa pelakunya.
14. Laporan adalah pemberitahuan yang disampaikan oleh seseorang karena hak atau kewajiban berdasarkan undang-undang kepada pejabat yang berwenang tentang telah atau sedang atau diduga akan terjadinya peristiwa pidana.
15. Pengaduan adalah pemberitahuan disertai permintaan oleh pihak yang berkepentingan kepada pejabat yang berwenang untuk menindak menurut hukum yang berlaku terhadap seseorang yang telah melakukan tindak pidana yang merugikannya.
16. Laporan Polisi adalah laporan tertulis yang dibuat oleh petugas Polri tentang adanya suatu peristiwa yang diduga terdapat pidananya baik yang ditemukan sendiri maupun melalui pemberitahuan yang disampaikan oleh seseorang karena hak atau kewajiban berdasarkan peraturan perundang-undangan.
17. Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan yang selanjutnya disingkat SPDP adalah surat pemberitahuan kepada Kepala Kejaksaan tentang dimulainya penyidikan yang dilakukan oleh penyidik Polri.
18. Tertangkap Tangan adalah tertangkapnya seseorang pada waktu sedang melakukan tindak pidana, atau dengan segera sesudah beberapa saat setelah tindak pidana itu dilakukan atau sesaat kemudian diserukan oleh khalayak ramai sebagai orang yang melakukannya, atau apabila sesaat kemudian padanya diketemukan benda yang diduga keras telah dipergunakan untuk melakukan tindak pidana yang menunjukkan bahwa ia adalah pelakunya atau turut melakukan atau membantu melakukan tindak pidana itu.
19. Tempat Kejadian Perkara yang selanjutnya disingkat TKP adalah tempat dimana suatu tindak pidana dilakukan atau terjadi dan tempat-tempat lain dimana tersangka dan/atau korban dan/atau barang bukti yang berhubungan dengan tindak pidana tersebut dapat ditemukan.
20. Barang Bukti adalah barang-barang baik yang berwujud, bergerak atau tidak bergerak yang dapat dijadikan alat bukti dan fungsinya untuk diperlihatkan kepada terdakwa ataupun saksi dipersidangan guna mempertebal keyakinan Hakim dalam menentukan kesalahan terdakwa.
21. Bukti Permulaan adalah alat bukti berupa Laporan Polisi dan 1 (satu) alat bukti yang sah, yang digunakan untuk menduga bahwa seseorang telah melakukan tindak pidana sebagai dasar untuk dapat dilakukan penangkapan.
22. Bukti yang cukup adalah alat bukti berupa Laporan Polisi dan 2 (dua) alat bukti yang sah, yang digunakan untuk menduga bahwa seseorang telah melakukan tindak pidana sebagai dasar untuk dapat dilakukan penahanan.
23. Alat bukti yang sah adalah keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk, dan keterangan terdakwa.
Pasal ..
-
4
Pasal 2
Tujuan dari peraturan ini:
a. sebagai pedoman dalam penyelenggaraan manajemen penyidikan tindak pidana di lingkungan Polri;
b. terselenggaranya manajemen penyidikan yang meliputi perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, pengawasan dan pengendalian secara efektif dan efisien; dan
c. sebagai evaluasi penilaian kinerja penyidik dalam proses penyidikan tindak pidana guna terwujudnya tertib administrasi Penyidikan dan kepastian hukum.
Pasal 3
Prinsip-prinsip dalam peraturan ini:
a. legalitas, yaitu proses penyelidikan dan penyidikan yang dilakukan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan;
b. profesional, yaitu penyidik/penyidik pembantu dalam melaksanakan tugas, fungsi dan wewenang penyidikan sesuai kompetensi yang dimiliki;
c. proporsional, yaitu setiap penyidik/penyidik pembantu dalam melaksanakan tugas sesuai dengan fungsi, peran dan tanggung jawabnya;
d. prosedural, yaitu proses penyelidikan dan penyidikan dilaksanakan sesuai mekanisme dan tata cara yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan;
e. transparan, yaitu proses penyelidikan dan penyidikan dilakukan secara terbuka yang dapat diketahui perkembangan penanganannya oleh masyarakat;
f. akuntabel, yaitu proses penyelidikan dan penyidikan yang dilakukan dapat dipertanggungjawabkan; dan
g. efektif dan efisien, yaitu penyidikan dilakukan secara cepat, tepat, murah dan tuntas.
BAB II
PROSES PENYIDIKAN TINDAK PIDANA
Bagian Kesatu
Dasar
Pasal 4
Dasar dilakukan Penyidikan:
a. laporan polisi/pengaduan;
b. surat perintah tugas;
c. laporan hasil penyelidikan (LHP);
d. surat perintah penyidikan; dan
e. SPDP. Pasal ..
-
5
Pasal 5
(1) Laporan Polisi/Pengaduan terdiri dari:
a. Laporan Polisi Model A; dan
b. Laporan Polisi Model B.
(2) Laporan Polisi Model A sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a adalah
Laporan Polisi yang dibuat oleh anggota Polri yang mengalami, mengetahui atau menemukan langsung peristiwa yang terjadi.
(3) Laporan Polisi Model B sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b adalah
Laporan Polisi yang dibuat oleh anggota Polri atas laporan/pengaduan yang diterima dari masyarakat.
Pasal 6
Surat perintah tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf b, sekurang-kurangnya memuat:
a. dasar penugasan;
b. identitas petugas;
c. jenis penugasan;
d. lama waktu penugasan; dan
e. pejabat pemberi perintah.
Pasal 7
(1) LHP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf c, dibuat oleh tim penyelidik dan ditandatangani oleh ketua tim penyelidik. (2) LHP sekurang-kurangnya berisi laporan tentang waktu, tempat kegiatan, hasil
penyelidikan, hambatan, pendapat dan saran.
Pasal 8
Surat perintah penyidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf d, sekurang-kurangnya memuat:
a. dasar penyidikan;
b. identitas petugas tim penyidik;
c. jenis perkara yang disidik;
d. waktu dimulainya penyidikan; dan
e. identitas penyidik selaku pejabat pemberi perintah.
Bagian ..
-
6
Bagian Kedua Administrasi Penyelidikan dan Penyidikan
Pasal 9
Administrasi penyelidikan, meliputi: a. surat perintah tugas; b. surat perintah penyelidikan; dan c. LHP.
Pasal 10
(1) Administrasi penyidikan merupakan penatausahaan dan segala kelengkapan
yang disyaratkan undang-undang dalam proses penyidikan meliputi pencatatan, pelaporan, pendataan, dan pengarsipan atau dokumentasi untuk menjamin ketertiban, kelancaran, dan keseragaman administrasi baik untuk kepentingan peradilan, operasional maupun pengawasan Penyidikan, meliputi:
a. sampul berkas perkara;
b. isi berkas perkara, meliputi;
1. daftar isi;
2. resume;
3. laporan polisi;
4. surat perintah tugas;
5. surat perintah Penyidikan;
6. SPDP;
7. berita acara pemeriksaan TKP;
8. surat panggilan saksi/ahli;
9. surat perintah membawa saksi;
10. berita acara membawa dan menghadapkan saksi;
11. berita acara penyumpahan saksi/ahli;
12. berita acara pemeriksaan saksi/ahli;
13. surat panggilan tersangka;
14. surat perintah penangkapan;
15. berita acara penangkapan;
16. berita acara pemeriksaan tersangka;
17. berita acara konfrontasi;
18. berita acara rekonstruksi;
19. surat permintaan bantuan penangkapan;
20. berita acara penyerahan tersangka;
21. surat ..
-
7
21. surat perintah pelepasan tersangka;
22. berita acara pelepasan tersangka;
23. surat perintah penahanan;
24. berita acara penahanan;
25. surat permintaan perpanjangan penahanan kepada jaksa penuntut umum (JPU) dan hakim;
26. surat penetapan perpanjangan penahanan;
27. berita acara perpanjangan penahanan;
28. surat pemberitahuan perpanjangan penahanan kepada keluarga tersangka;
29. surat perintah pengeluaran tahanan;
30. berita acara pengeluaran tahanan;
31. surat perintah pembantaran penahanan;
32. berita acara pembantaran penahanan;
33. surat perintah pencabutan pembantaran penahanan;
34. berita acara pencabutan pembantaran penahanan;
35. surat perintah penahanan lanjutan;
36. berita acara penahanan lanjutan;
37. surat permintaan izin/izin khusus penggeledahan kepada ketua pengadilan;
38. surat perintah penggeledahan;
39. surat permintaan persetujuan penggeledahan kepada ketua pengadilan;
40. berita acara penggeledahan rumah tinggal/tempat tertutup lainnya;
41. surat permintaan izin/izin khusus penyitaan kepada ketua pengadilan;
42. surat permintaan persetujuan penyitaan kepada ketua pengadilan;
43. surat perintah penyitaan;
44. berita acara penyitaan;
45. surat permintaan persetujuan Presiden, Mendagri, Jaksa Agung, Gubernur, Majelis Pengawas Daerah (Notaris) untuk melakukan pemanggilan/pemeriksaan terhadap pejabat tertentu;
46. surat perintah pembungkusan, penyegelan dan pelabelan barang bukti;
47. berita acara pembungkusan, penyegelan dan pelabelan barang bukti;
48. surat perintah pengembalian barang bukti;
49. berita acara pengembalian barang bukti; 50. surat ..
-
8
50. surat permintaan bantuan pemeriksaan laboratorium forensik (labfor);
51. surat hasil pemeriksaan labfor;
52. surat permintaan bantuan pemeriksaan identifikasi;
53. surat hasil pemeriksaan identifikasi;
54. surat pengiriman berkas perkara;
55. tanda terima berkas perkara;
56. surat pengiriman tersangka dan barang bukti;
57. berita acara serah terima tersangka dan barang bukti;
58. surat bantuan penyelidikan;
59. daftar saksi;
60. daftar tersangka;
61. daftar barang bukti;
62. surat permintaan blokir rekening bank;
63. berita acara blokir rekening bank;
64. surat permintaan pembukaan blokir rekening bank;
65. berita acara pembukaan blokir rekening bank;
66. Surat permintaan penangkapan tersangka yang masuk Daftar Pencarian Orang (DPO) .
67. surat pencabutan permintaan penangkapan tersangka yang masuk Daftar Pencarian Orang (DPO);
68. surat permintaan pencarian barang sesuai Daftar Pencarian Barang (DPB);
69. surat pencabutan permintaan pencarian barang sesuai Daftar Pencarian Barang (DPB);
70. surat permintaan cegah dan tangkal (cekal);
71. surat pencabutan cekal;
72. surat penitipan barang bukti;
73. surat perintah penyisihan barang bukti;
74. berita acara penyisihan barang bukti;
75. surat perintah pelelangan barang bukti;
76. berita acara pelelangan barang bukti;
77. surat perintah pemusnahan barang bukti;
78. berita acara pemusnahan barang bukti;
79. surat perintah penitipan barang bukti; dan
80. berita acara penitipan barang bukti.
(2) Isi .....
-
9
(2) Isi berkas perkara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, bilamana diperlukan dapat ditambahkan berita acara perekaman suara dan/atau gambar.
(3) Selain administrasi penyidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, administrasi penyidikan yang dapat dilampirkan di dalam berkas perkara meliputi:
a. surat perintah penyelidikan;
b. LHP;
c. kartutik kejahatan/pelanggaran;
d. kartu sidik jari; dan
e. foto Tersangka dalam 3 (tiga) posisi. (4) Administrasi penyidikan yang tidak termasuk dalam berkas perkara, meliputi:
a. surat perintah penghentian penyidikan;
b. surat ketetapan penghentian penyidikan;
c. surat pemberitahuan penghentian penyidikan;
d. surat pelimpahan berkas perkara penyidikan kepada instansi lain;
e. berita acara pelimpahan berkas perkara penyidikan kepada instansi lain; dan
f. Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan (SP2HP).
Bagian Ketiga Penyelidikan
Pasal 11
(1) Kegiatan penyelidikan dilakukan:
a. sebelum ada Laporan Polisi/Pengaduan; dan
b. sesudah ada Laporan Polisi/Pengaduan atau dalam rangka penyidikan.
(2) Kegiatan penyelidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, dilakukan
untuk mencari dan menemukan Tindak Pidana.
(3) Kegiatan penyelidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, merupakan bagian atau salah satu cara dalam melakukan penyidikan untuk:
a. menentukan suatu peristiwa yang terjadi merupakan tindak pidana atau bukan;
b. membuat terang suatu perkara sampai dengan menentukan pelakunya; dan
c. dijadikan sebagai dasar melakukan upaya paksa.
Pasal
-
10
Pasal 12 (1) Kegiatan penyelidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 meliputi:
a. pengolahan TKP; b. pengamatan (observasi); c. wawancara (interview); d. pembuntutan (surveillance); e. penyamaran (under cover); f. pelacakan (tracking); dan g. penelitian dan analisis dokumen.
(2) Sasaran penyelidikan meliputi:
a. orang; b. benda atau barang; c. tempat; d. peristiwa/kejadian; dan e. kegiatan.
Pasal 13
(1) Petugas penyelidik dalam melaksanakan tugas penyelidikan, wajib dilengkapi
dengan surat perintah penyelidikan yang ditandatangani oleh atasan penyelidik selaku Penyidik.
(2) Petugas penyelidik wajib membuat laporan hasil penyelidikan kepada pejabat pemberi perintah.
(3) Laporan hasil penyelidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan secara tertulis, atau lisan yang ditindaklanjuti dengan laporan secara tertulis paling lambat 2 x 24 (dua kali dua puluh empat) jam.
Bagian Keempat
Penyidikan
Pasal 14
(1) Penyidikan tindak pidana dilaksanakan berdasarkan Laporan Polisi dan surat perintah penyidikan.
(2) Laporan Polisi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang diterima Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT) atau Siaga Bareskrim Polri dibuat dalam bentuk Laporan Polisi Model A atau Laporan Polisi Model B.
(3) Setelah Laporan Polisi dibuat, penyidik/penyidik pembantu yang bertugas di SPKT atau Siaga Bareskrim Polri segera menindaklanjuti dengan melakukan pemeriksaan terhadap pelapor dalam bentuk berita acara pemeriksaan saksi pelapor.
(4) Kepala ..
-
11
(4) Kepala SPKT atau Kepala Siaga Bareskrim Polri segera meneruskan laporan polisi dan berita acara pemeriksaan saksi pelapor sebagaimana dimaksud pada ayat (3) kepada:
a. Karobinops Bareskrim Polri untuk laporan yang diterima di Mabes Polri;
b. Direktur Reserse Kriminal Polda untuk laporan yang diterima di SPKT Polda sesuai jenis perkara yang dilaporkan;
c. Kapolres/Wakapolres untuk laporan yang diterima di SPKT Polres; dan
d. Kapolsek/Wakapolsek untuk laporan yang diterima di SPKT Polsek.
(5) Laporan Polisi dan berita acara pemeriksaan saksi pelapor sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dapat dilimpahkan ke kesatuan yang lebih rendah atau sebaliknya dapat ditarik ke kesatuan lebih tinggi.
Pasal 15
Kegiatan penyidikan dilaksanakan secara bertahap meliputi:
a. penyelidikan;
b. pengiriman SPDP;
c. upaya paksa;
d. pemeriksaan;
e. gelar perkara;
f. penyelesaian berkas perkara;
g. penyerahan berkas perkara ke penuntut umum;
h. penyerahan tersangka dan barang bukti; dan
i. penghentian Penyidikan.
BAB III
MANAJEMEN PENYIDIKAN
Bagian Kesatu Perencanaan
Pasal 16
(1) Sebelum melakukan penyelidikan, penyelidik wajib membuat rencana
penyelidikan. (2) Rencana penyelidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurang-
kurangnya memuat:
a. surat perintah penyelidikan;
b. jumlah dan identitas penyidik/penyelidik yang akan melaksanakan penyelidikan;
c. objek ..
-
12
c. objek, sasaran dan target hasil penyelidikan;
d. kegiatan yang akan dilakukan dalam penyelidikan dengan metode sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan;
e. peralatan, perlengkapan yang diperlukan dalam pelaksanaan kegiatan penyelidikan;
f. waktu yang diperlukan dalam pelaksanaan kegiatan penyelidikan; dan
g. kebutuhan anggaran penyelidikan.
Pasal 17
(1) Sebelum melakukan penyidikan, penyidik wajib membuat rencana penyidikan.
(2) Rencana penyidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan kepada
atasan penyidik secara berjenjang sekurang-kurangnya memuat:
a. jumlah dan identitas penyidik;
b. sasaran/target penyidikan;
c. kegiatan yang akan dilakukan sesuai tahap penyidikan;
d. karakteristik dan anatomi perkara yang akan disidik;
e. waktu penyelesaian penyidikan berdasarkan bobot perkara;
f. kebutuhan anggaran penyidikan; dan
g. kelengkapan administrasi penyidikan.
(3) Rencana penyidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dimaksudkan untuk melaksanakan penyidikan agar profesional, efektif dan efisien.
(4) Tingkat kesulitan penyidikan perkara ditentukan berdasarkan kriteria:
a. perkara mudah;
b. perkara sedang;
c. perkara sulit; dan
d. perkara sangat sulit.
Pasal 18
(1) Kriteria perkara mudah antara lain:
a. saksi cukup;
b. alat bukti cukup;
c. tersangka sudah diketahui atau ditangkap; dan
d. proses penanganan relatif cepat.
(2) Kriteria perkara sedang antara lain:
a. saksi cukup;
b. terdapat barang bukti petunjuk yang mengarah keterlibatan tersangka;
c. identitas ..
-
13
c. identitas dan keberadaan tersangka sudah diketahui dan mudah ditangkap;
d. tersangka tidak merupakan bagian dari pelaku kejahatan terorganisir;
e. tersangka tidak terganggu kondisi kesehatannya; dan
f. tidak diperlukan keterangan ahli, namun apabila diperlukan ahli mudah didapatkan.
(3) Kriteria perkara sulit antara lain:
a. saksi tidak mengetahui secara langsung tentang tindak pidana yang terjadi;
b. tersangka belum diketahui identitasnya atau terganggu kesehatannya atau memiliki jabatan tertentu;
c. tersangka dilindungi kelompok tertentu atau bagian dari pelaku kejahatan terorganisir;
d. barang Bukti yang berhubungan langsung dengan perkara sulit didapat;
e. diperlukan keterangan ahli yang dapat mendukung pengungkapan perkara;
f. diperlukan peralatan khusus dalam penanganan perkaranya;
g. tindak pidana yang dilakukan terjadi di beberapa tempat; dan
h. memerlukan waktu penyidikan yang cukup.
(4) Kriteria perkara sangat sulit antara lain:
a. belum ditemukan saksi yang berhubungan langsung dengan tindak pidana;
b. saksi belum diketahui keberadaannya;
c. saksi atau tersangka berada di luar negeri;
d. TKP di beberapa negara/lintas negara;
e. tersangka berada di luar negeri dan belum ada perjanjian ekstradisi;
f. barang Bukti berada di luar negeri dan tidak bisa disita;
g. tersangka belum diketahui identitasnya atau terganggu kesehatannya atau memiliki jabatan tertentu; dan
h. memerlukan waktu penyidikan yang relatif panjang.
Pasal 19 Penanganan perkara sesuai kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (4), ditentukan sebagai berikut:
a. tingkat Mabes Polri dan Polda menangani perkara sulit dan sangat sulit;
b. tingkat Polres menangani perkara mudah, sedang dan sulit; dan
c. tingkat Polsek menangani perkara mudah dan sedang.
Bagian ..
-
14
Bagian Kedua Pengorganisasian
Pasal 20
(1) Atasan penyidik selaku penyidik wajib mengorganisir seluruh sumber daya yang
tersedia, untuk:
a. pembentukan tim penyelidik dari:
1. fungsi Reskrim;
2. fungsi kepolisian lainnya; dan
3. bantuan teknis kepolisian;
b. dukungan anggaran penyelidikan; dan
c. dukungan peralatan.
(2) Tim penyelidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, dapat meminta bantuan dari instansi terkait.
Pasal 21
(1) Atasan penyidik selaku penyidik wajib mengorganisir seluruh sumber daya yang
tersedia, untuk:
a. pembentukan tim penyidik;
b. dukungan anggaran penyidikan; dan
c. dukungan peralatan. (2) Pembentukan tim penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a,
disesuaikan dengan kompetensi penyidik dan kriteria tingkat kesulitan perkara yang ditangani, dan dapat dibentuk tim penyidik gabungan dari beberapa satuan fungsi Reskrim (join investigation team).
(3) Tim penyidik dapat dibantu oleh tim bantuan teknis dan tenaga ahli.
Pasal 22
(1) Tim penyelidik atau tim penyidik terdiri dari:
a. ketua;
b. wakil ketua; dan
c. anggota.
(2) Personel yang ditunjuk dalam tim penyelidik atau tim penyidik harus memiliki kompetensi, integritas dan kapabilitas, sesuai dengan perkara yang ditangani.
(3) Tim penyelidik atau tim penyidik dibentuk dengan surat perintah.
Pasal ..
-
15
Pasal 23
Satuan fungsi Reskrim yang lebih tinggi dapat mendukung satuan bawah guna memberikan bantuan penyidikan (back-up) berupa personel, peralatan, dan anggaran dalam rangka mempercepat penyelesaian perkara.
Bagian Ketiga Pelaksanaan
Paragraf 1
Penyelidikan
Pasal 24
Penyelidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 huruf a dilaksanakan melalui kegiatan:
a. pengolahan TKP:
1. mencari dan mengumpulkan keterangan, petunjuk, barang bukti, identitas tersangka, dan Saksi/korban untuk kepentingan penyelidikan selanjutnya;
2. mencari hubungan antara saksi/korban, tersangka, dan barang bukti; dan
3. memperoleh gambaran modus operandi tindak pidana yang terjadi;
b. pengamatan (observasi):
1. melakukan pengawasan terhadap objek, tempat, dan lingkungan tertentu untuk mendapatkan informasi-informasi yang dibutuhkan; dan
2. mendapatkan kejelasan atau melengkapi informasi yang sudah ada berdasarkan pengetahuan dan gagasan yang diketahui sebelumnya;
c. wawancara (interview):
1. mendapatkan keterangan dari pihak-pihak tertentu melalui teknik wawancara secara tertutup maupun terbuka; dan
2. mendapatkan kejelasan tindak pidana yang terjadi dengan cara mencari jawaban atas pertanyaan siapa, apa, dimana, dengan apa, mengapa, bagaimana, dan bilamana;
d. pembuntutan (surveillance):
1. mengikuti seseorang yang diduga sebagai pelaku tindak pidana atau orang lain yang dapat mengarahkan kepada pelaku tindak pidana;
2. mencari tahu aktivitas, kebiasaan, lingkungan, atau jaringan pelaku tindak pidana; dan
3. mengikuti distribusi barang atau tempat penyimpanan barang hasil kejahatan;
e. pelacakan ..
-
16
e. pelacakan (tracking):
1. mencari dan mengikuti keberadaan pelaku tindak pidana dengan menggunakan teknologi informasi;
2. melakukan pelacakan melalui kerja sama dengan Interpol, kementerian/ lembaga/badan/komisi/instansi terkait; dan
3. melakukan pelacakan aliran dana yang diduga dari hasil kejahatan;
f. penyamaran (undercover):
1. menyusup ke dalam lingkungan tertentu tanpa diketahui identitasnya untuk memperoleh bahan keterangan atau informasi;
2. menyatu dengan kelompok tertentu untuk memperoleh peran dari kelompok tersebut, guna mengetahui aktivitas para pelaku tindak pidana; dan
3. khusus kasus peredaran narkoba, dapat digunakan teknik penyamaran sebagai calon pembeli (undercover buy), penyamaran untuk dapat melibatkan diri dalam distribusi narkoba sampai tempat tertentu (controlled delivery), penyamaran disertai penindakan/pemberantasan (raid planning execution);
g. penelitian dan analisis dokumen, yang dilakukan terhadap kasus-kasus tertentu dengan cara:
1. mengkompulir dokumen yang diduga ada kaitan dengan tindak pidana; dan
2. meneliti dan menganalisis dokumen yang diperoleh guna menyusun anatomi perkara tindak pidana serta modus operandinya.
Paragraf 2
SPDP
Pasal 25
(1) SPDP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 huruf b, dibuat dan dikirimkan setelah terbit surat perintah penyidikan.
(2) SPDP sekurang-kurangnya memuat:
a. dasar penyidikan berupa laporan polisi dan surat perintah penyidikan;
b. waktu dimulainya penyidikan;
c. jenis perkara, pasal yang dipersangkakan dan uraian singkat tindak pidana yang disidik;
d. identitas tersangka (apabila identitas tersangka sudah diketahui); dan
e. identitas pejabat yang menandatangani SPDP.
Paragraf ..
-
17
Paragraf 3 Upaya Paksa
Pasal 26
Upaya paksa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 huruf c meliputi:
a. pemanggilan;
b. penangkapan;
c. penahanan;
d. penggeledahan;
e. penyitaan; dan
f. pemeriksaan surat.
Pasal 27
(1) Pemanggilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 huruf a dilakukan secara tertulis dengan menerbitkan surat panggilan atas dasar Laporan Polisi, laporan hasil penyelidikan, dan pengembangan hasil pemeriksaan yang tertuang dalam berita acara.
(2) Surat panggilan ditandatangani oleh penyidik atau atasan penyidik selaku penyidik.
(3) Surat panggilan disampaikan dengan memperhitungkan tenggang waktu yang cukup paling lambat 3 (tiga) hari sudah diterima sebelum waktu untuk datang memenuhi panggilan.
(4) Surat panggilan sedapat mungkin diserahkan kepada yang bersangkutan disertai
dengan tanda terima, kecuali dalam hal:
a. yang bersangkutan tidak ada di tempat, surat panggilan diserahkan melalui keluarganya, kuasa hukum, ketua RT/RW/lingkungan, atau kepala desa atau orang lain yang dapat menjamin bahwa surat panggilan tersebut segera akan disampaikan kepada yang bersangkutan; dan
b. seseorang yang dipanggil berada di luar wilayah hukum kesatuan Polri yang memanggil, maka surat panggilan dapat disampaikan melalui kesatuan Polri tempat tinggal yang bersangkutan atau dikirimkan melalui pos/jasa pengiriman surat dengan disertai bukti penerimaan pengiriman.
(5) Dalam hal yang dipanggil tidak datang kepada penyidik tanpa alasan yang sah, penyidik membuat surat panggilan kedua.
(6) Apabila panggilan kedua tidak datang sesuai waktu yang telah ditetapkan, penyidik menerbitkan surat perintah membawa.
Pasal 28
(1) Pemanggilan terhadap Warga Negara Indonesia (WNI) yang berada di luar
negeri, dilakukan melalui perwakilan Negara Republik Indonesia tempat domisili orang yang dipanggil.
(2) Pemanggilan ..
-
18
(2) Pemanggilan terhadap Warga Negara Asing (WNA) yang berada di luar negeri, dilakukan melalui perwakilan negaranya di Indonesia.
(3) Pengiriman surat panggilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
diberikan dengan memperhitungkan tenggang waktu yang cukup dan dilengkapi dengan tanda terima pengiriman.
Pasal 29
(1) Surat panggilan kepada ahli dikirim oleh penyidik kepada seseorang yang
memiliki keahlian khusus tentang hal yang diperlukan untuk membuat terang suatu perkara pidana guna kepentingan pemeriksaan, secara langsung kepada yang bersangkutan atau melalui institusinya.
(2) Sebelum surat panggilan kepada ahli dikirimkan, demi kelancaran pemeriksaan, penyidik melakukan koordinasi dengan ahli yang akan dipanggil guna keperluan:
a. memberikan informasi awal tentang perkara yang sedang disidik;
b. memberikan informasi tentang penjelasan yang diharapkan dari ahli; dan
c. untuk menentukan waktu dan tempat pemeriksaan ahli.
Pasal 30
Dalam hal Saksi atau Ahli bersedia hadir untuk memberikan keterangan tanpa surat panggilan, surat panggilan dapat dibuat dan ditandatangani oleh penyidik dan saksi atau ahli, sesaat sebelum pemeriksaan dilakukan.
Pasal 31
(1) Tersangka yang telah dipanggil untuk pemeriksaan dalam rangka penyidikan
perkara sampai lebih dari 3 (tiga) kali dan ternyata tidak jelas keberadaannya, dapat dicatat di dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) dan dibuatkan Surat Pencarian Orang.
(2) Pejabat yang berwenang menandatangani DPO:
a. Reskrim:
1. para Direktur pada Bareskrim Polri;
2. para Direktur Reskrim Polda; dan
3. para Kasatreskrim Polres;
b. Kadensus 88 AT Polri;
c. Polair:
1. Direktur Polair Polri; dan
2. Direktur Polair Polda;
d. Lalu Lintas..
-
19
d. Lalu Lintas:
1. Kabidbingakkum Korlantas Polri; dan
2. Direktur Lalu Lintas Polda;
e. Kapolsek.
(3) Dalam hal tersangka dan/atau orang yang dicari sudah ditemukan atau tidak diperlukan lagi dalam penyidikan maka wajib dikeluarkan Pencabutan DPO.
(4) Pejabat yang berwenang menerbitkan Pencabutan DPO:
a. fungsi Reskrim:
1. para Direktur pada Bareskrim Polri;
2. para Direktur Reskrim Polda; dan
3. para Kasatreskrim Polres;
b. Kadensus 88 AT Polri;
c. Polair:
1. Direktur Polair Polri; dan
2. Direktur Polair Polda;
d. fungsi Lalu Lintas:
1. Kabidbingakkum Korlantas Polri; dan
2. Direktur Lalu Lintas Polda;
e. Kapolsek.
Pasal 32 (1) Dalam hal tersangka yang tidak ditahan dan diperkirakan akan melarikan diri dari
wilayah Negara Indonesia, dapat dikenakan tindakan pencegahan.
(2) Dalam hal setiap orang yang berada di luar negeri dan diduga akan melakukan tindak pidana di Indonesia, dapat dikenakan tindakan penangkalan.
(3) Dalam keadaan mendesak atau mendadak, untuk kepentingan penyidikan, penyidik dapat mengajukan permintaan secara langsung kepada pejabat imigrasi untuk mencegah dan/atau menangkal orang yang disangka melakukan tindak pidana.
(4) Pejabat yang berwenang mengajukan surat permintaan pencegahan dan/atau penangkalan sesuai tingkatan daerah hukum penyidikan sebagai berikut:
a. Direktur/wakil Direktur pada Bareskrim Polri;
b. Direktur/wakil Direktur Reskrim Polda;
c. Kapolres; dan
d. Kapolsek.
(5) Pejabat ..
-
20
(5) Pejabat yang mengajukan surat permintaan pencegahan dan/atau penangkalan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), wajib melaporkan kepada Kapolri paling lambat 20 (dua puluh) hari untuk mendapat pengukuhan melalui Keputusan Kapolri.
(6) Keputusan Kapolri sebagaimana dimaksud pada ayat (5), dapat didelegasikan kepada pejabat yang ditunjuk.
Pasal 33
(1) Penangkapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 huruf b, dilakukan oleh
penyidik atau penyidik pembantu terhadap orang yang diduga keras melakukan tindak pidana berdasarkan bukti permulaan yang cukup.
(2) Penyidik atau penyidik pembantu yang melakukan penangkapan wajib dilengkapi dengan surat perintah penangkapan yang ditandatangani oleh atasan penyidik selaku penyidik.
(3) Surat perintah penangkapan yang ditandatangani oleh pejabat sebagaimana
dimaksud pada ayat (2), tembusannya wajib disampaikan kepada keluarga tersangka dan/atau penasihat hukum setelah tersangka ditangkap.
(4) Prosedur dan teknis penangkapan dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 34
(1) Dalam hal tertangkap tangan, tindakan penangkapan dapat dilakukan oleh
petugas dengan tanpa dilengkapi surat perintah penangkapan atau surat perintah tugas.
(2) Petugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) setelah melakukan penangkapan segera menyerahkan tersangka dan barang bukti kepada penyidik/penyidik pembantu kepolisian terdekat.
(3) Penyidik/penyidik pembantu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) setelah
menerima penyerahan tersangka dan barang bukti wajib membuat berita acara penerimaan/penyerahan dan berita acara penangkapan.
(4) Dalam hal tertangkap tangan oleh penyidik/penyidik pembantu, penyidik/
penyidik pembantu wajib segera membuat berita acara penangkapan.
Pasal 35
(1) Penyidik/penyidik pembantu dapat melakukan penangkapan atas permintaan