proses resiliensi remaja perempuan penyintas …repository.usd.ac.id/36398/2/149114019_full.pdf ·...
TRANSCRIPT
-
PROSES RESILIENSI REMAJA PEREMPUAN PENYINTAS LETUSAN
GUNUNG SINABUNG
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi
Program Studi Psikologi
Disusun Oleh :
Enda Mia Keriahenta Br Tarigan
149114019
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2019
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
HALANIAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING
PROSES RESILIENSI REMAJA PEREMPUAN PENYINTAS LITUSANGUNUNTG SINABUNG
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarj ana Psikologi
Program Studi Psikologi
Disusun Oleh :
Enda Mia Keriahenta Br Tarigan
t49114019
Telah disetujui oleh :
Dosen Pembimbins
/'/ry/
Tanggal , ll IAI'I ?020
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
IIALAMAN PENGESAHAN
PROSES RESILTf,NSI REMA.IA PEREMPUAI\I PENIYINTAS LETUS$IGT]NUNG SINABUNG
Dipersiapkan dan ditulis oleh :
Enda Mia Keriahenta Br Tarigan
NIM: t49114019
Tanda Tangm
1.
2.
3.
Yogyakarta 72 JAN 7A?A
Fakultas Psikologi,
Dr. Titik Kristivani. M.Psi.. Psi
Sanata Dharma
111
g'lurl('lll!
Penguji
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
iv
HALAMAN MOTTO
“If you never try you’ll never know”
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
v
HALAMAN PERSEMBAHAN
Hasil tulisan ini kupersembahkan untuk :
Mamak, bapak, kakak, abang , dan adek yang selalu membuatku merasa baik-
baik saja. Semua sahabat dan teman-teman yang selalu mengingatkan dan meragukan
kemampuanku membuat semangtaku terbakar untuk menunjukkan aku bisa
melakukannya.
Serta untuk semua orang yang selalu bertanya kapan wisuda! Akhirnya aku bisa
membuktikan aku bisa melakukannya meskipun sedikit jauh dari waktu yang sudah
direncanakan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya
tulis ini tidak memu at karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang
telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya
karya ilmiah.
Yogyakart a, 24 Oktober 2019
Peneliti
(Enda a Kdriahenta Br Tarigan)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
vii
PROSES RESILIENSI REMAJA PEREMPUAN PENYINTAS LETUSAN
GUNUNG SINABUNG
Enda Mia Keriahenta Br Tarigan
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui proses resiliensi remaja penyintas gunung
Sinabung yang pernah tinggal di pengungsian sampai mereka dapat hidup seperti saat ini,
sehingga memunculkan pemahaman tentang apa saja yang membuatnya bisa menjadi
seperti saat ini. Informan dari penelitian ini berjumlah 3 orang remaja perempuan dengan
usia berkisar 10-20 tahun. Penelitian ini berupa penelitian kualitatif dengan analisis naratif. Pengumpulan data dilakukan dengan melakukan life history interview (LSI, Mc
Adams, 2008) untuk memberi kebebasan kepada setiap informan dalam bercerita. Data
disusun sesuai kronologi waktu (awal, tengah, akhir) dan dinarasikan ulang oleh peneliti
untuk kemudian dianalisis. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ketiga informan
mengalami pasang surut dalam proses resiliensi di kehidupannya selama ini, hingga dalam
perkembangannya ketiga informan memiliki aspirasi yang lebih baik untuk masa
depannya. Konteks lingkungan pengungsian memperlemah keadaan mereka, namun
dengan adanya dukungan dari orang-orang sekitarnya dalam proses interaksinya dengan
lingkungan, ketiga informan mampu mengubah lingkungan yang berisiko menjadi
melindungi mereka. Proses resiliensi yang dialami ketiga informan sama-sama
membuahkan hasil reintegrasi resiliensi.
Kata kunci : Proses resiliensi, remaja perempuan penyintas bencana gunung Sinabung
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
viii
THE PROCESS OF RESILIENCE OF YOUNG WOMEN VICTIMS OF THE
MOUNT SINABUNG ERUPTION
Enda Mia Keriahenta Br Tarigan
ABSTRACT
This research aims to determine the resilience process of victims of Mount Sinabung
teenagers who have lived in refugee camps until they can live as they are today, so that it
raises an understanding of what makes it what it can be. Participants of this study were
3 teenage girls with ages ranging from 10-20 years. This research is a qualitative
research with narrative analysis. Data collection is done by conducting life history
interviews (LSI, Mc Adams, 2008) to give freedom to each participant to tell about their
story. The data is arranged according to the chronology of time (beginning, middle, end)
and re-narrated by the researcher for later analysis. The results of this study indicate that
the three participants experienced ups and downs in the process of resilience in their lives
so far, so that in their development all three participants had better aspirations for their future. The context of the refugee environment weakens their situation, but with the
support of the people around them and the interaction with the environment, the three
participants were able to change the environment at risk to protect them. The resilience
process experienced by the three participants produced the same psychological condition
where the resilience tended to be resilience reintegration.
Keywords: Resilience process, young women victims of Mount Sinabung disaster
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYAILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa UniversitasSanata Dharma:
Nama : Enda Mia Keriahenta Br TarisanNIM : l49ll40I9
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada
Perpustakaan Universitas S anata Dharma Yogyakart a karya ilmiah
yang berjudul:
PROSES RESILIENSI REMAJA PEREMPUAN PENYINTASLETUSAN GUNUNG SINABUNG
Dengan demikian saya memberikan kepada PerpustakaanUniversitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan
dalam bentuk media lain, mengelolanya di internet atau di media
lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu memintaijin dari saya
maupun memberikan royaliti kepada saya selama tetapmencantumkan nama saya sebagai penulis.
Dengan demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di Yogyakarta,
Pada tanggal : 24 Oktober 2019
Yang menyatakan,
a Br Tarigan)
IX
(Enda
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
x
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Tuhan Yesusku karena akhirnya aku diberi kepercayaan
diri untuk menulis kata pengantar pada skripsiku, yang artinya sebentar lagi akan
selesai. Penulisan skripsi dengan judul: Proses Resiliensi Remaja Perempuan Penyintas
Letusan Gunung Sinabung disusun untuk memenuhi prasyarat dalam memperoleh
gelar Sarjana psikologi dari Universitas Sanata Dharma. Harapanku tulisan ini bisa
menjadi motivasi untuk segera menyelesaikan skripsi dalam waktu lima hari kedepan.
Untuk meningkatkan percaya diriku untuk daftar sidang secepatnya akhirnya hari ini
aku memustuskan menulis kata pengantar.
Aku menyadari bahwa penulisan skripsi ini bukan hanya hasil jerih payah dan
kegalauanku seorang diri, melainkan juga berasal dari dukungan banyak pihak di
sekitarku baik secara langsung maupun tidak langsung. Maka dari itu dalam kesepatan
ini aku ingin mengungkapkan penghargaan serta rasa terimakasihku lewat kata-kata ini
teruntuk:
Tuhan Yesusku yang tidak pernah membuatku merasa sangat gagal dalam
proses pengerjaan skripsi ini. Semua permasalahan dan kegalauanku Tuhan sediakan
jawaban serta solusi yang harus aku lakukan. Aku dipertemukan dengan orang-orang
yang tepat pada waktu yang tepat untuk membantuku di setiap keterpurukanku saat
mengerjakan skripsi ini. Aku menyadari selama pengerjaan skripsi aku sering lupa
bersyukur dan lari. Tapi Tuhan selalu punya cara yang luar biasa untuk
mengingatkanku untuk kembali dan segera menyelesaikan tanggung jawabku.
Teruntuk Pak Edo sebagai dosen pembimbing yang selalu menjawab segala
ketidak tahuanku dalam proses pengerjaan skripsi ini. Terimakasih sudah berjuang
bersama dan tidak menyerah di segala ketidak pahamanku. Maafkan saya banyak salah
kata maupun kalimat yang membuat bapak kesal. Terimaksih untuk semua solusi di
setiap titik hampir menyerah dalam proses selama ini pak. Akhirnya aku hampir selesai
pak. Terimakasih pak Edo. Juga tidak lupa untuk semua orang yang ada di dalam
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
xi
keluaga besar fakultas Psikologi Sanata Dharma, saya ucapkan terimakasih untuk
semua hal yang aku alami selama berproses di fakultas Psikologi.
Teruntuk mamak Apel Setia br Ginting yaitu wanita terhebat, tersabar,
teristimewa didalam hidupku dan bapak Musyawarah Tarigan laki-laki yang paling
jago, sabar luar biasa, istimewa segalaksi ini di dalam hidupku. Terimakasih sudah
mendukungku dari awal aku hidup di bumi ini sampai hari ini aku hampir
menyelesaikan skripsi ini. Terimakasih sudah selalu membuatku merasa baik-baik saja
dan merasa sangat beruntung atas semua dukungan yang diberi mamak dan bapak.
Terimakasih sudah sabar menunggu keterlambatanku dari waktu yang sudah
direncanakan dalam penyelesaian skripsi ini.
Teruntuk yang selalu membuatku ingin menyudahi pembicaraan setiap kali
ditanya kapan selesai dan selalu berkata yang buruk dari kami gak perlu kau tiru. Kau
harus jadi lebih baik dari apa yang sudah kami lakukan. Terimakasih karena setelah
berbicara dengan kalian lewat telefon atau dm instagram selalu membuat ku ingin
menyelesaikan skripsiku di waktu itu juga. Terimakasih abang tua Moses Tarigan dan
Fery Tarigan, kakak tua Erly Tarigan dan adek Emya Tarigan. Pengalaman kalian jadi
jalanku berefleksi untuk jadi lebih baik.
Teruntuk adek Imelda Sari Sitepu atau pecol merandal yang secara khusus
meminta agar namanya disebuat dalam kata pengantar ini. Terimakasih sudah
menemaniku selama proses pengambilan data. Kupersembahakan skripsi ini juga untuk
ndu karna bukan berarti kakak selalu menjadi contoh untuk adeknya, tapi adek pun
yang mengajari kakak gakpapanya. Terimakasih sebanyak-banyaknya untuk waktu
yang sudah kam luangkan untuk membantu kakak.
Teruntuk kak Zena, yang menjadi inspirasiku untuk mengangkat kembali judul
skripsi ini dan selalu menjadi tempatku berkeluh kesah. Maaf aku selalu mengeluh dan
lari tapi terimakasih selalu membuatku merasa aku bisa dan terimakasih juga karna
selalu menggores harga diriku untuk membakar semangatku. Terimakasih
mengingatkanku tentang tidak ada gunanya berlari dari skripsi karna bagaimanapun
juga harus kembali dan dikerjakan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
xii
Teruntuk Theodora Purba yang menjadi satu-satunya manusia teman berjuang
bersama dari awal hingga hari ini. Terimakasih sudah mau berlari bersama saat jenuh
mengerjakan skripsi meskipun banyakan larinya dari pada pengerjaannya. Hanya kita
yang mengerti proses kita dalam mengerjakan skripsi ini. Dari jatuh dan bangun lagi,
dari cerita penuh air mata sampai tawa tanpa makna. Terimakasih sudah berjuang
bersama.
Teruntuk kalian semua yang aku sayangi lebih dari yang kalian pikirkan
member of Gertak Simalem ( Bima, Raymond, Ezekiel, Denia, bang Yogi, Jan, Prili,
Sepna, Okya) yang mengajari mengenal dunia gelap dan terang, Celap (Silvi, Dian,
Mya, Pecol) yang selalu mendukung lewat ejekan, Kila Gaib ( Jui, Aray, Nanda, Diane,
Pibon, Hagripa, adek gendut Okla, Clara, Fijai) yang sudah menjadi saksi bisu. Adek
aku Eliasna dan Wadi sebagai konco di setiap kegabutan. Soto Ayam (Pindon, Mburak,
Kevin, Putri, Masko, Ewin, Cory, Ega, bik uda/Kamiron, Ucok dll, terimasih sudah
menemani di setiap kebosanan dan untuk bang Nego & Alan terimakasih sudah
berjuang bersama di tengah perjuanganku). Permata GBKP Yogyakarta, KAKR
runggun Yogyakarta sebagai wadah tempatku berkeluh kesah, Kelas B Psi 2014
terimakasih sudah berjuang hingga saat ini, teman seperjuangan anak bimbingan pak
Edo (Tifani, Mirna, Aang, Rudi). Aku hanya bisa bilang terimakasih untuk kalian
semua sudah menjadi rumah tempatku pulang setiap kali aku merasa sedang di tepi
jurang. Terimakasih untuk toleransi luar biasa dan tidak pernah membuatku merasa
tersudutkan dalam proses pengerjaan skripsiku. Terimakasih selalu bertanya kapan dan
sudah sampai mana sebagai tanda kepedulian kalian terhadapku. I love you laerbaleng.
Yogyakarta, 18 September 2019
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
xiii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .................................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ............................... ii
HALAMAN PENGESAHAN ....................................................................... iii
HALAMAN MOTTO ................................................................................... iv
HALAMAN PERSEMBAHAN .................................................................... v
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA .................................... vi
ABSTRAK ................................................................................................... vii
ABSTRACT ................................................................................................... viii
HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ................... ix
KATA PENGANTAR .................................................................................. x
DAFTAR ISI ................................................................................................ xiii
DAFTAR TABEL ........................................................................................ xvii
DAFTAR GAMBAR .................................................................................. xviii
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. xix
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................ 1
A. Pengantar.. ...................................................................................... 1
B. Latar Belakang Masalah .................................................................. 4
C. Rumusan Masalah ........................................................................... 21
D. Ruang Lingkup Penelitian.. ............................................................. 23
E. Tujuan Penelitian ............................................................................ 23
F. Pertanyaan Penelitian.. .................................................................... 23
G. Manfaat Penelitian .......................................................................... 24
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
xiv
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .................................................................. 27
A. Pengantar ........................................................................................ 27
B. Dinamika Psikologis Target Group .................................................. 27
1. Perspektif Perkembangan ......................................................... 28
2. Perspektif Sosial Budaya .......................................................... 33
C. Resiliensi ........................................................................................ 40
1. Definisi Resiliensi ................................................................... 40
2. Aspek, Faktor, Proses, dan Dampak Resiliensi ......................... 43
a. Stressor atau tantangan ....................................................... 43
b. Konteks lingkungan ............................................................ 44
c. Proses interaksi dengan lingkungan .................................... 45
d. Faktor resiliensi internal ..................................................... 45
e. Proses resiliensi .................................................................. 56
f. Hasil positif ........................................................................ 56
D. Resiliensi Remaja Sinabung ............................................................ 57
E. Kerangka Konseptual Awal ............................................................. 59
F. Kesimpulan Kajian Literatur ........................................................... 65
BAB III METODE PENELITIAN ................................................................ 67
A. Pengantar ........................................................................................ 67
B. Rancangan Penelitian ...................................................................... 67
C. Informan Penelitian ......................................................................... 70
D. Fokus Penelitian .............................................................................. 71
E. Prosedur Penelitian .......................................................................... 72
F. Instrumen Pengumpulan Data .......................................................... 76
G. Refleksivitas Penelitian ................................................................... 80
H. Pertimbangan Etis ........................................................................... 80
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ................................ 81
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
xv
A. Pengantar ....................................................................................... 81
B. Deskripsi Informan ......................................................................... 81
C. Pelaksanaan Penelitian ................................................................... 83
1. Deskripsi .................................................................................. 83
2. Waktu dan tempat pelaksanaan .................................................. 84
D. Hasil dan Pembahasan ..................................................................... 85
1. Narasi kehidupan Jingga ........................................................... 85
a. Perspektif perkembangan Jingga ......................................... 117
b. Perspektif sosial budaya Jingga ........................................... 122
c. Resiliensi Jingga ................................................................. 125
2. Narasi kehidupan Senja ........................................................... 132
a. Perspektif perkembangan Senja .......................................... 166
b. Perspektif sosial budaya Senja ............................................ 172
c. Resiliensi Senja .................................................................. 175
3. Narasi kehidupan Nila ............................................................. 182
a. Perspektif perkembangan Nila ............................................ 212
b. Perspektif sosial budaya Nila ............................................. 218
c. Resiliensi Nila .................................................................... 220
E. Pembahasan Gabungan ................................................................... 227
1. Perspektif perkembangan ........................................................... 228
2. Perspektif sosial budaya ............................................................ 229
3. Resiliensi ................................................................................... 231
a. Stressor ................................................................................ 231
b. Konteks lingkungan ............................................................. 232
c. Proses interaksi dengan lingkungan...................................... 232
d. Faktor resiliensi internal ...................................................... 234
e. Proses resiliensi ................................................................... 235
f. Hasil positif ........................................................................ 235
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
xvi
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................ 236
A. Kesimpulan .................................................................................... 236
B. Keterbatasan.................................................................................... 237
C. Saran ............................................................................................... 238
D. Komentar Penutup ........................................................................... 240
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 242
LAMPIRAN ................................................................................................. 247
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
xvii
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Panduan Wawancara .......................................................... 77
Tabel 4.1 Identitas Informan .............................................................. 82
Tabel 4.2 Pelaksanaan Wawancara Jingga .......................................... 85
Tabel 4.3 Pelaksanaan Wawancara Senja ........................................... 85
Tabel 4.4 Pelaksanaan Wawancara Nila ............................................. 85
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
xviii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Kerangka Konseptual Awal ............................................... 64
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
1
BAB I
PENDAHULUAN
Pengantar
Penelitian ini terkait resiliensi remaja yang berada di pengungsian
penyintas letusan gunung Sinabung. Peneliti merasa tertarik untuk
meneliti topik ini karena empat alasan yaitu (1) peneliti merasa prihatin
melihat remaja yang berada di pengungsian karena peneliti cukup sering
terlibat dalam berinteraksi dengan remaja-remaja yang berada di sana
serta remaja tersebut sudah tinggal bertahun-tahun di pengungsian, (2)
peneliti merasa penasaran dengan anak remaja yang berada di
pengungsian, (3) peneliti merasa senang melihat semangat para penyintas
bencana gunung Sinabung (4) peneliti ingin menerapkan ilmunya untuk
membantu pengungsi. Berikut ini peneliti akan memaparkan keempat
alasan tersebut.
Pertama peneliti merasa prihatin karena peneliti tinggal di daerah
tempat mereka mengungsi. Peneliti melihat bagaimana mereka harus
melewati masa remaja dengan tinggal di pengungsian. Masa remaja
adalah masa krisis, masa pencarian jati diri (Newman & Newman, 1991).
Namun anak remaja yang menjadi penyintas letusan gunung Sinabung
harus melewatinya di pengungsian. Tidak sedikit dari mereka yang saat
mengungsi pertama kali umurnya masih sekitar 4-5 tahun. Dengan
kondisi mereka harus tinggal di satu tempat yang berpadat-padatan dan
beberapa ada yang harus tidur di tenda. Banyak juga diatara mereka yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
2
harus berpisah dengan keluarganya karena keterbatasan tempat untuk
mengungsi.
Keprihatinan peneliti semakin bertambah setelah membaca sebuah
penelitian yang dilakukan seorang mahasiswa BK terhadap remaja
penyintas gunung Sinabung terkait resiliensi yang mereka miliki. Hasil
dari penelitian resiliensi yang dilakukan, menyatakan bahwa resiliensi
remaja yang menjadi korban Gunung sinabung 100% rendah. Oleh
sebab itu mereka tidak mampu menyesuaikan diri dan beradaptasi
terhadap perubahan, tuntutan dan kekecewaan yang muncul dalam
kehidupan mereka (Z. V. B. Ginting, 2017). Peneliti masih merasa ragu
dengan hasil dari penelitian ini karena penelitian ini diadopsi luar negeri
yang belum tentu cocok untuk keseluruhan subjek yang digunakan.
Sehingga peneliti ingin melihat sendiri dari jenis penelitian yang berbeda,
Kedua, setelah membaca hasil dari penelitian tersebut peneliti
menjadi penasaran untuk meneliti terkait resiliensi remaja yang menjadi
penyintas letusan gunung Sinabung karena anak remaja penyintas
Gunung Sinabung ini seperti mengalami kebingungan dan kurang
memiliki motivasi. Selain itu yang membuat peneliti semakin penasaran
yaitu, beberapa desa seperti Bekerah, Simacem, Suka Meriah sudah
direlokasi oleh pemerintah ke tempat yang baru. Namun, minat remaja
untuk melanjutkan persekolahan masih sangat rendah. Apabila diberi
bantuan untuk beasiswa atau tawaran untuk ke perguruan tinggi, masih
sedikit dari mereka yang mau mengikutinya. Justru yang mendaftar
bukanlah anak dari korban pengungsi gunung Sinabung. Selain itu saat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
3
membaca beberapa berita di internet peneliti menjadi semakin penasaran
dan tertarik. Sebenarnya sangat banyak bantuan yang sudah disalurkan
kepada pengungsi, termasuk biaya pendidikan, namun tidak menambah
motivasi para remaja. Peneliti juga seringkali ikut terlibat dalam berbagai
kegiatan yang dilakukan untuk anak-anak pengungsi, sehingga semakin
menambah rasa penasaran peneliti sebenarnya bagaimana resiliensi yang
dimiliki oleh anak-anak terlebih remaja yang berada di pengungsian
gunung Sinabung saat ini.
Ketiga, selain keprihatinan dan rasa penesaran peneliti juga merasa
senang, melihat semangat para penyintas bencana gunung Sinabung.
Setiap kali terlibat langsung dengan para penyintas peneliti merasa
senang, meskipun tertimpa bencana cukup lama mereka masih bisa
bertahan dan tertawa lepas satu dengan yang lainnya. Peneliti juga senang
melihat banyaknya yang peduli terhadap para penyintas. Peneliti ingin
melihat bagaimana proses para penyintas ini sehingga mereka bisa
seringkali menunjukkan perasaan yang bahagia ketika dikunjungi yang
membuat peneliti juga merasa bahagia.
Keempat, peneliti ingin menerapkan ilmunya untuk membantu
pengungsi. Peneliti merasa perlu membantu para penyintas letusan
gunung Sinabung karena penyintas tidak hanya perlu dibantu dari segi
materi saja namun juga perlu dibantu dari psikologisnya. Peneliti ingin
memberikan semangat yang positif serta mengikuti alur cerita para
penyintas dari awal mereka terkena bencana hingga bisa sampai pada titik
kehidupannya saat ini. Banyak juga dari para pengungsi tidak lagi tinggal
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
4
di pengungsian atau tempat relokasi. Beberapa anak sudah melanjutkan
persekolahannya di luar kota maupun luar pulau. Hal ini membuat
peneliti ingin melihat bagaimana proses resiliensi mereka yang sudah
bisa melanjutkan kehidupannya seperti saat ini.
Keempat alasan di atas terlihat bahwa peneliti menilai kondisi para
remaja pada saat di pengungsian memprihatinkan. Maka dari itu peneliti
melakukan penelitian ini dan berharap hasilnya dapat menjawab rasa
penasaran dari proses resiliensi remaja yang pernah tinggal di
pengungsian gunung Sinabung.
Setelah membahas ketertarikan pribadi peneliti, selanjutnya bab ini
akan membahas hal-hal yang mendasari penelitian ini dan sejauh mana
penelitian ini dilakukan. Pada bab I juga akan menjelaskan apa tujuan
dari dilakukannya penelitian ini. Pembahasan dimulai dari latar belakang,
rumusan permasalahan, ruang lingkup penelitian, tujuan penelitian,
manfaat penelitian.
Latar Belakang
Sejak tahun 1600an sampai 2018 gunung Sinabung masih
beraktivitas. Gunung Sinabung merupakan salah satu gunung berapi yang
berada di Kabupaten Karo, Sumatra Utara. Dicatat dalam sejarah, gunung
Sinabung pernah meletus pada tahun 1600an. Dari tahun 1600an sampai
tahun 2010 belum ada tercatat letusan gunung Sinabung.
Gunung Sinabung meletus kembali pada tanggal 29 Agustus 2010
yang lalu. Setelah letusan 29 Agustus 2010 gunung Sinabung kembali
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
5
normal seperti biasa. Hingga 15 September 2010 gunung Sinabung
meletus kembali dan terus menunjukkan aktivitas hingga saat ini. Tahun
2014 sebanyak 20.000 warga setempat harus mengungsi dan 14 orang
meninggal dunia. Tercatat 424 orang masih menginjak bangku SMA dan
250 orang yang masih berkuliah (Pemerintah Kabupaten Karo, 2017).
Gunung Sinabung merupakan gunung api bertipe B namun karena
mengalami erupsi pada tahun 2010 statusnya berubah menjadi gunung
api tipe A (Islahudin, 2013). Aktivitas gunung Sinabung pada tahun 2010
tidak berlangsung begitu lama, sehingga kerugian juga belum terlalu
besar. Peristiwa letusan gunung Sinabung ini merupakan bencana yang
pertama yang dialami masyarakat Karo setelah bertahun-tahun lamanya
gunung Sinabung tidak ada mengeluarkan letusan apapun. Hal ini
menyebabkan seluruh masyarakat Karo terkejut. Semenjak meletus
pertama kali, beberapa desa seputaran gunung Sinabung pergi mengungsi
ketempat yang aman.
Erupsi gunung Sinabung baru pertama kali dirasakan sehingga banyak
pihak yang belum memiliki pengalaman yang cukup untuk
menanggulanginya. Pada tahun 2010, warga menjalani kehidupan di
pengungsian tidak lebih dari sebulan. Sehingga pengungsi masih relatif
sanggup mengatasi masalahnya dengan bantuan dari masyarakat sekitar.
Hanya saja, setelah kembali ke kampung halaman, warga harus bekerja
keras dan beradaptasi merajut kehidupan sosial ekonomi.
Saat letusan Sinabung mereda selama hampir tiga tahun kehidupan
seluruh masyarakat mulai membaik. Sampai pada 15 September 2013
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
6
pukul 02.51 WIB terjadi erupsi lagi yang menyebabkan masyarakat
sekitar harus mengungsi lagi. Setelah letusan pada pertengahan
September gunung Sinabung terlihat menunjukkan aktivitasnya dan
semakin sering terjadi erupsi (Islahudin, 2013). Letusan kali ini
menyebabkan lebih banyak lagi kerugian dari pada letusan yang pertama.
Letusan gunung Sinabung masih terus terjadi sampai sekarang.
Bencana ini menimbulkan penderitaan yang berkelanjutan bagi seluruh
masyarakat Karo terlebih yang harus mengungsi dan meninggalkan
kampung halaman mereka. Meskipun statusnya sempat turun menjadi
siaga, beberapa kali keluarnya lava dari puncak Sinabung membuat
statusnya kembali naik menjadi Awas. Keadaan ini membuat masyarakat
Karo seperti terombang-ambing di mana selama berapa puluh tahun tidak
pernah terjadi bencana apapun dan saat ini harus dihadapkan dengan
bencana letusan gunung Sinabung.
Selain itu, sebagian besar masyarakat Karo mata pencariannya adalah
bertani, sehingga apabila harus pergi mengungsi mereka harus
meninggalkan harta benda mereka termasuk ladang yang menjadi sumber
mata pencaharian. Hal ini menimbulkan permasalahan lain bagi
masyarakat Karo yang terkena dampak erupsi gunung Sinabung (Sinaga,
2016). Akibat dari debu vulkanik yang dikeluarkan gunung Sinabung
hasil pertanian menjadi rusak bahkan ada yang gagal panen.
Menjelang akhir September 2013, hampir semua warga yang
mengungsi mengalami goncangan psikologis. Faktor penyebabnya antara
lain kondisi pengungsian yang tidak memadai, khawatir akan letusan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
7
lanjutan, khawatir akan harta (rumah, ladang dan ternak), dan khawatir
tentang masa depan kelak kembali ke desa. Sebagian besar masyarakat
yang terkena stres berpotensi menimbulkan masalah sosial. Ada yang
menjadi lebih agresif, mudah marah, kesulitan tidur, bertengkar karena
masalah kecil, cemas dan perubahan pola makan.
Tidak hanya masalah perekonomian dan stres yang dialami oleh orang
dewasa, banyak dari anak-anak Karo merasa kesulitan untuk dapat
beradaptasi dengan bencana. Kebanyakan dari anak-anak dan remaja
merasa terkejut karena pertama kalinya tertimpa bencana, belum ada
pengalaman sebelumnya terkait bencana sehingga banyak yang merasa
kesulitan beradaptasi dengan tempat tinggal dan teman-temannya
(Sinaga, 2016).
Kebiasaan-kebiasaan yang selama ini dilakukan tidak bisa dilakukan
lagi. Namun, pada saat bencana yang pertama ini masih banyak sekali
bantuan yang ditujukan kepada anak-anak. Setiap hari mereka diberikan
kegiatan yang membuat mereka merasa bahagia dan membantu mereka
dalam belajar. Bantuan-bantuan seperti ini dapat membantu anak
melupakan sejenak tentang bencana yang sedang mereka alami.
Semenjak 4 Januari 2014 gempa bumi, letusan, dan luncuran awan
panas yang disebabkan Sinabung menyebabkan kurang lebih 2.863
warga sekitar terpaksa mengungsi (Assifa, 2017). Pada Januari 2014
sebanyak 14 warga meninggal dunia akibat awan panas gunung
Sinabung. Seluruh korban ditemukan di Desa Suka Meriah, Kecamatan
Payung. Tidak hanya pada tahun 2014 saja, 21 Mei 2016 sekitar pukul
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
8
16.48 WIB letusan gunung Sinabung menghasilkan awan panas. Awan
tersebut menyelimuti desa Gamber, Kecamatan Simpang Empat,
Kabupaten Karo mengakibatkan enam orang meninggal dunia dan tiga
warga alami luka bakar (Akuntono, 2016).
Kejadian yang menyebabkan korban jiwa seperti ini terjadi karena
beberapa warga masih saja melewati batas zona aman yang sudah
diberikan. Ladang dan ternak mereka masih berada di kampung halaman.
Meskipun sudah terjadi kejadian seperti ini dan memakan korban belum
memberi efek jera kepada masyarakat karena masih ada yang berani
melewati batas zona aman karena tuntutan ekonomi yang harus membuat
mereka kembali ke ladang untuk bekerja.
Biaya sekolah anak dan kebutuhan sehari-hari mengharuskan mereka
kembali ke desa dan melewati zona aman. Pada awal Februari 2014,
gejala stres semakin meningkat di kalangan pengungsi. Bahkan ada yang
depresi dan bunuh diri (Sinaga, 2016). Para warga mengalami masa-masa
sulit di pengungsian. Mereka telah kehilangan banyak hal, antara lain
harta benda, ladang, ternak, dan akses untuk memperoleh penghasilan.
Menjelang semester kedua, tahun 2014, para pengungsi semakin resah
karena ratusan siswa dan mahasiswa, terancam putus sekolah. Para
orangtua sudah kuwalahan untuk menanggulangi biaya kebutuhan
sekolah maupun kuliah. Segala upaya sudah dicoba dengan menjadi
buruh tani, namun hasilnya tidak mencukupi untuk menanggulangi
masalah perekonomian.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
9
Berita terbaru bahwa pada tanggal 19 Februari 2018 gunung
Sinabung kembali meletus, dan kali ini merupakan letusan terbesar
selama 7 tahun terakhir (Flora, 2018). Tidak ada korban jiwa pada letusan
ini karena semua desa yang terkena dampak awan panas sudah lama
meninggalkan desa. Hanya saja sebagian besar petani gagal panen akibat
abu vulkanik yang dikeluarkan gunung Sinabung.
Kini dampaknya tidak hanya bagi warga yang tinggal di daerah
gunung Sinabung saja namun sebagian besar warga Tanah Karo. Selain
abu vulkanik, banjir lahar dinginpun terjadi dan memutus akses jalan
menuju beberapa desa. Selama ini, masyarakat sedang mencoba
membangun kembali perekonomian dan keluar dari permasalahan
gunung Sinabung tapi ternyata kali ini menyebabkan dampak yang lebih
luas lagi.
Dari peristiwa di atas kita dapat melihat bagaimana awal mula
bencana alam gunung Sinabung menimpa masyarakat Karo. Hingga saat
ini gunung Sinabung masih menunjukkan aktivitas, seperti letusan kecil,
mengeluarkan awan panas serta abu vulkanik yang menyebabkan banyak
petani gagal panen. Serta pendapatan ekonomi di tanah Karo semakin
menurun di bidang parawisatanya akibat kurangnya turis yang datang.
Bencana alam gunung meletus memang berisiko tinggi mengancam
keselamatan jiwa para warga serta merusak infrastruktur yang ada. Bukan
hanya kerugian secara materi yang menjadi masalah namun juga dampak
psikologisnya. Beberapa faktor yang berpengaruh terhadap kerentanan
seseorang sehingga berisiko terhadap bencana adalah semakin tinggi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
10
tingkat keparahan bencana dan tingkat kengerian pengalaman yang
dialami semakin berat pula efek psikologis yang dirasakannya
(Ehrenreich, 2001).
Terkadang sumber utama dari trauma emosional bencana bukan
hanya datang dari bencana tersebut namun akibat setelah bencana itu
terjadi. Bagi korban bencana yang terpaksa mengungsi untuk waktu yang
lama akan menambah kerugian bagi pribadi mereka, seperti kehilangan
privasi, kehilangan komunitas, kehilangan kebebasan, kehilangan
keakraban dengan keluarga, dan kehilangan harapan.
Bencana alam yang tidak segera ditangani akan memunculkan
permasalahan yang lebih besar seperti yang terjadi di Nikaragua setelah
gempa bumi tahun 1972 dan Meksiko pada tahun 1985, ketidak puasan
para korban menghasilkan kerusuhan politik yang meluas (Ehrenreich,
2001). Ketersediaan dukungan sosial seperti dari keluarga, teman, dan
komunitas yang mendukung mengurangi efek stress pada korban. Mereka
yang berhasil mengatasi traumanya di masa lalu dapat mengatasi bencana
yang mungkin akan terjadi pada hidup mereka dengan lebih baik, seolah
mereka dapat melawan stress yang datang.
Peneliti sempat melakukan wawancara awal dengan salah satu
pengelola posko bencana gunung Sinabung. Menurut Peken (49 tahun)
banyak sekali perubahan pada remaja-remaja yang menjadi penyintas
gunung Sinabung. Di awal meletusnya gunung Sinabung anak-anak yang
menjadi penyintas mengalami trauma. Hal ini menyebabkan kebanyakan
dari mereka seperti kehilangan mimpi dan tujuan dari hidupnya, terlihat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
11
dari mereka yang banyak putus sekolah dan mengalami kebingungan jika
ditanya ingin menjadi apa.
Anak-anak yang menjadi penyintas bencana tersebut juga merasa
kecil apabila berada diantara anak-anak yang biasa. Namun setelah
kurang lebih 10 tahun bencana Sinabung anak-anak ini menjadi memiliki
mimpi dan tujuan yang lebih jelas. Hal ini didasari dari anak-anak ini
tidak mau tertinggal dari teman-temannnya yang lain.
Pada tahun 2013 sangat sulit mencari anak yang mau melanjutkan
sekolah ke perguruan tinggi. Seiring berjalannya waktu semakin banyak
yang ingin melanjutkan sekolahnya untuk mencapai tujuannya. Di
tambah lagi sekarang gereja menyediakan satu lembaga yang biasa
disebut KWK (Kursus Wanita Kristen) menyediakan sebuah asrama
khusus anak pengungsi. Jadi di lembaga ini mereka diajari untuk
menjahit, membuat makanan, salon dan masih banyak lagi. Jika mereka
ingin sekolah lebih tinggi maka mereka juga akan difasilitasi.
Semangat anak-anak pengungsi menjadi meningkat karena
memperoleh dukungan dan difasilitasi. Memasuki jenjang SMP mereka
sudah masuk ke asrama KWK dan melanjutkan pendidikan untuk
mencapai mimpi mereka. Namun, anak-anak yang kurang mampu dalam
akademik menjadi putus sekolah dan memilih ke ladang untuk membantu
orangtuanya. Untuk kasus yang lebih parah ada juga yang menjadi
pencuri.
Sepertiga dari korban bencana adalah anak-anak (Ehrenreich, 2001).
Hal ini dapat dilihat, karena keseluruhan populasi suatu masyarakat,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
12
anak-anak merupakan bagian dari populasi tersebut. Di tanah Karo
jumlah orang mengungsi ada 7266 orang, laki-laki 3609, perempuan
3657, dimana jumlah remaja 1891 orang (Pemerintah Kabupaten Karo,
2017).
Kejadian bencana mengakibatkan trauma psikologis pada korban
khususnya pada anak-anak (Ehrenreich, 2001). Dampak bencana
berbeda-beda untuk setiap orang yang mengalaminya. Anak-anak yang
terkena dampak bencana yang orangtuanya cenderung kurang
memperhatikan mereka akan merasa diabaikan, tidak diasuh, merasa
tidak aman serta konsekuensi jangka panjangnya dapat mempengaruhi
perkembangan anak. Anak-anak yang usia pertumbuhannya mendekati
usia remaja, tanggapan mereka terhadap bencana akan semakin sama
seperti orang dewasa. Tingkat agresif yang lebih besar, pembangkangan
terhadap orangtua penyalahgunaan obat terlarang, perilaku yang suka
mengambil risiko, dan kinerja dalam persekolahan sangat menurun.
Ada beberapa gejala efek psikologis yang ditunjukkan oleh anak-anak
usia sekolah akibat bencana alam menurut Ehrenreich (2001) yaitu,
depresi, ketakutan atau fobia terhadap bencana, perilaku agresif dan cari
perhatian, perilaku yang kurang terorganisasi, kesulitan dalam
berkonsentrasi, merasa tidak memiliki masa depan, kehilangan identitas
diri, perasaan malu. Untuk anak-anak dan remaja efek dari bencana alam
diperbesar karena kepribadian anak masih berkembang.
Berdasarkan wawancara awal, ditemukan juga bahwa tahun-tahun
pertama terkena bencana banyak yang hanya menyalahkan keadaan dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
13
merasa tidak ada jalan keluar dari permasalahannya. Menyalahkan
orangtua karena hanya sibuk ke ladang tanpa memperhatikan mereka
Kebanyakan dari anak-anak dan remaja masih merasa stres karena
bencana yang terjadi. Banyak yang memberontak dan merasa malu
dengan keadannya dilihat dari kemauan mereka untuk sekolah. Namun
setelah berjalannya waktu mereka sudah dapat memahami keadaan dan
memilih untuk keluar dari permasalahan mereka. Selain itu, lingkungan
juga sangat mendukung mereka.
Saat tinggal di posko para anak-anak dan remaja ini diajari untuk
hidup mandiri. Para anak-anak ini diajari memasak, mencuci pakaian
sendiri tanpa harus bergantung lagi dengan orangtua mereka. Anak-anak
ini juga diajari dan diberi jadwal untuk kebersihan, karna mereka tinggal
di posko mereka juga harus mandiri dalam menyusun dan merapikan
barangnya sendiri. Sehingga sikap ini terbawa hingga sekarang, pada saat
tinggal di asrama maupun di tempat relokasi anak-anak ini bisa hidup
mandiri dimulai dari hal-hal kecil.
Informan yang dipilih pada penelitian ini adalah remaja perempuan
yang pernah tinggal di pengungsian akibat letusan gunung Sinabung. Hal
ini dikarenakan telah tercatat bahwa masalah kesehatan mental anak-
anak paska trauma memiliki kaitan dengan jenis kelamin dan usia
(Tuicomepee & Romano, 2011). Pada tahun 1994, Shannno memeriksa
bahwa secara umum bahwa anak perempuan lebih mudah menerima
klasifikasi PTSD. Mereka melaporkan bahwa lebih banyak gejala yang
terkait dengan pengolahan emosional dan reaktivitas emosional kepada
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
14
trauma, misalnya emosional yang terisolasi, penghindaran emosional,
rasa bersalah, dan mimpi buruk (Tuicomepee & Romano, 2011).
Sedangkan anak laki-laki lebih cenderung menunjukkan indikator
kognitif dan perilakuan seperti memori dan kesulitan dalam
berkonsentrasi. Sehingga peneliti ingin melihat bagaimana resiliensi
remaja perempuan penyintas bencana gunung Sinabung dengan kondisi
yang lebih rentan terhadap gejala PTSD.
Pemaparan di atas menjelaskan bahwa bencana alam memberikan
dampak yang signifikan secara fisik, psikologis maupun sosial.
Mengingat besarnya dampak yang ditimbulkan akibat bencana alam
maka diperlukan suatu upaya yang menyeluruh dalam menanggulanginya
baik ketika sedang terjadi maupun setelah bencana berakhir yang berisiko
terhadap persoalan fisik, psikis, maupun sosial. Oleh karena itu
diperlukan pengembangan masyarakat yang memiliki kemampuan
mengorganisasi, belajar dan beradaptasi dalam menghadapi bencana.
Salah satu konsep psikologi yang menjelaskan tentang kemampuan
tersebut adalah resiliensi.
Istilah resiliensi ini berasal dari bahasa Latin "resilire" yang berarti
"untuk mundur." Dengan demikian, ketahanan berarti untuk bangkit
kembali, bangkit kembali, dan memiliki elastisitas, fleksibilitas, atau
pemulihan. Konsep resiliensi dalam manajemen bencana telah ada dalam
literatur sejak 1980-an. Hal ini mengingat pentingnya resiliensi sebagai
faktor untuk meraih keberlangsungan hidup. Resiliensi berperan sebagai
strategi dalam beradaptasi menghadapi perubahan iklim dan sebagai
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
15
persyaratan bagi semua untuk bangkit dari suatu bencana. Menurut
Kumpfer (1999) resiliensi ialah adaptasi yang berhasil meskipun ada
risiko dan kesulitan, yang terlihat berkembang seiring waktu melalui
faktor integrasi konstitusional dan pengalaman dalam konteks
lingkungan yang mendukung.
Kerangka teoritis yang digunakan Kumfer mencakup enam prediktor
utama resiliensi yaitu pemicu stress, risiko lingkungan dan mekanisme
perlindungan, proses transaksional individu dan lingkungan, faktor
ketahanan internal individu (spiritual, kognitif, perilaku, emosional dan
fisik), proses ketahanan dan hasil positif. Hasil dari tinjauan ini
menunjukkan bahwa adanya banyak peluang atau target yang mungkin
meningkatkan resiliesi dengan cara merancang lingkungan yang lebih
baik.
Selain itu, kerangka teoritis Kumfer mencakup pemahaman yang
lebih baik terkait dengan lingkungan serta kemampuan memodifikasi
lingkungan merupakan sebuah pencegahan serta meningkatkan resiliensi.
Lingkungan sangat berpengaruh dalam proses resiliensi. Keluarga,
tetangga, teman sebaya merupakan aspek yang berdampak bagi
sosialisasi anak. Kebanyakan anak-anak yang disfungsional berasal dari
lingkungan yang berisiko tinggi (Kumpfer, 1999).
Beberapa penelitian resiliensi telah menekankan proses resiliensi
yang membantu individu mengembangkan reintegrasi tangguh setelah
gangguan oleh tantangan tekanan. Ada beberapa faktor peningkatan
ketahanan yang dianggap penting seperti perlindungan orangtua yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
16
berfungsi dengan baik akan mempengaruhi resiliensi juga (Kumpfer,
1999).
Salah satu karakteristik psikologis yang sangat penting dalam anak
yang memiliki resiliensi yang tinggal di lingkungan berisiko tinggi adalah
kemampuan untuk bermimpi meciptakan fantasi yang masuk akal untuk
mereka sendiri dan untuk mengembangkan tujuan hidup mereka
(Kumpfer, 1999) .
Ada faktor resiliensi diri internal yang merupakan sebuah proses yang
kemungkinan dapat melindungi ataupun menghambat anak dalam
lingkungannya (Kumpfer, 1999). Ada lima jenis hal-hal dalam diri anak
yang membantu ataupun menghambat dia melakukan proses interaksi
yang melindungi dia dari dampak negatif stresor dan pengaruh
lingkungan yaitu kognitif, spiritual, emosional, fisik, dan perilaku.
Kumpfer mininjau proses resiliensi dan faktor-faktor yang
memprediksi keberhasilan adaptasi kehidupan pada anak-anak yang
resilien karena berbagai faktor risiko lingkungan. Kumfer juga berfokus
pada adak-anak dan orang muda, dimana ini sesuai dengan informan yang
akan diteliti pada penelitian ini.
Kerangka teoritis Kumfer juga sesuai dengan penelitian yang ingin
dilakukan peneliti, di mana Tanah Karo juga termasuk lingkungan yang
berisiko terhadap bencana alam seperti yang sedang terjadi saat ini yaitu
bencana gunung Sinabung. Maka dari itu peneliti ingin menggunakan
penelitian yang sudah digunakan Kumpfer sebagai landasan teori pada
penelitian ini, dimana penelitian ini juga ingin melihat bagaimana proses
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
17
resiliensi remaja dari mulai adanya bencana hingga bisa menjadi seperti
saat ini serta ingin melihat atau menunjukkan bahwa ada banyak peluang
yang mungkin dapat meningkatkan resiliensi.
Seperti yang sudah dijelaskan dalam latar belakang maka kita akan
diberi pemahaman baru tentang proses resiliensi remaja yang pernah
tinggal di pengungsian gunung Sinabung. Pemahaman yang baru karena
selama ini belum ada yang meneliti tentang bagaimana proses resiliensi
remaja yang pernah tinggal di pengungsian gunung Sinabung dengan
metode kualitatif. Penelitian selama ini hanya berbentuk angka dan
persenan sedangkan dalam penelitian ini akan menjelaskan secara rinci.
Di dalam berita-berita juga masih sangat minim penjelasan tentang
bagaiamana remaja yang tinggal di pengungsian, maka akan memberi
informasi tentang pengalaman-pengalaman remaja yang menjadi
penyintas.
Dalam konteks bencana alam ini, remaja sangat membutuhkan
perhatian dari berbagai pihak yang harus tetap berperan penting dalam
kesehariannya, yaitu pihak keluarga dan masyarakat, pihak pemerintah,
pihak komunitas ilmuwan psikologi. Pihak keluarga dan masyarakat
sangat dibutuhkan dalam mendukung remaja. Peran keluarga sangat
penting pada saat terjadi bencana maupun sesudah terjadinya bencana.
Peran keluarga saat adanya bencana membuat anak-anak dapat
menghadapi keadaan yang sulit dimulai dari pemberian edukasi terkait
pendidikan siaga bencana (Muzzayana, 2017). Merujuk penelitian dari
Pusat Kajian dan Perlindungan Anak (PKPA), korban jiwa dalam suatu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
18
bencana lebih banyak terjadi pada anak-anak dan remaja karena
kemampuan mereka menyelamatkan diri, dan pengalaman terhadap
bencana yang minim seperti data yang di tanah Karo jumlah orang
mengungsi ada 7266 orang, laki-laki 3609, perempuan 3657, di mana
jumlah remaja 1891 orang (Pemerintah Kabupaten Karo, 2017).
Peran keluarga sangat penting untuk pendidikan bencana pada anak
dan remaja. Mengingat bahwa keluarga adalah tempat pertama
pendidikan bagi anak. Keluarga harus berperan aktif dalam pembelajaran
anak sejak dini mengenai bencana. Pendidikan bencana sebenarnya
sangat kompleks, sehingga memerlukan upaya secara komprehensif
dengan melibatkan kerja sama multidisipliner, multisektor, dan peran
serta seluruh masyarakat secara aktif. Namun, hal tersebut bisa dilakukan
secara sederhana dalam lingkup keluarga agar anak-anak mampu
membuat keputusan ketika bencana terjadi dan menyelamatkan diri.
Pendidikan siaga bencana ini seringkali terabaikan karena pendidikan
untuk siaga bencana terhadap anak dianggap bukan prioritas yang harus
dilakukan. Maka dari itu penting bagi orangtua untuk menambah
wawasan terkait dukungan terhadap anak agar dapat mendukung anak
secara lebih optimal dalam situasi bencana.
Peran pemerintah dalam menanggulangi bencana yaitu dengan
membuat pelatihan pendidikan siaga bencana dalam keluarga. Pada 2016
saja, menurut BNPB ada 2.343 bencana yang terjadi di Indonesia. Dari
semua bencana tersebut 92% berupa banjir, tanah longsor dan puting
beliung. Oleh karena itu, sangat diperlukan edukasi dan kesiapsiagaan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
19
warga sebelum terjadi bencana atau disaster preparedness, khususnya
bagi anak-anak (Muzzayana, 2017). Namun ada masalah dalam
mengaplikasikan hal ini dan beberapa masalah klasik yang dihadapi
masyarakat Indonesia dalam meningkatkan kesiapsiagaan bencana
seperti kurangnya pemahaman dan kesadaran masyarakat terhadap
bencana dan risikonya. Kurangnya kewaspadaan masyarakat dalam
menghadapi ancaman yang ada di sekitarnya, atau belum adanya
pelatihan secara terpadu dan periodik karena kewaspadaan terhadap
bencana belum menjadi budaya.
Pemerintah Kabupaten Karo melakukan beberapa langkah konkrit
dalam membantu menangani bencana gunung Sinabung yaitu (1) bidang
pendidikan berupa beasiswa, (2) pertanian berupa lahan dan alat
pertanian (3) pemberdayaan masyarakat dengan memberi uang (Gatra,
2014). Beberapa berita di atas dapat kita lihat bahwa kebanyakan saat
terjadinya bencana pemerintah sangat berperan dalam membantu
penyintas dari segi materi.
Peran pemerintah dalam memberi bantuan atau dukungan dalam
bentuk emosional masih sangat kurang. Itu sebabnya penting bagi
pemerintah untuk mendapatkan tambahan pengetahuan agar tidak hanya
membantu penyintas bencana dari segi materi, namun juga dengan
dukungan emosional terhadap penyintas.
Peran komunitas ilmuan dan praktisi psikologi dalam menanggulangi
bencana yaitu memberi kiat-kiat yang dapat membantu korban secara
psikologis. Misalnya, Psychological First Aid (PFA) adalah tindakan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
20
suportif dan manusiawi, berupa dukungan sosial, emosional, atau praktis
yang diberikan terhadap seseorang yang mengalami peristiwa krisis
(Iqbal, 2018). Peristiwa krisis seperti bencana alam, kecelakaan dan
pengalaman traumatis lainnya yang dialami seseorang menimbulkan
penderitaan seseorang yang memiliki peristiwa krisis membutuhkan
pertolongan.
Psychological First Aid (PFA) juga harus dilakukan dengan tetap
memperhatikan budaya dan kemampuan dalam diri korban. Alasan
pentingnya melakukan PFA yaitu (1) mengurangi risiko gangguan
mental, (2) Meningkatkan Self-Healing (3) membangun harapan (Iqbal,
2018). Peran ilmuwan psikologis sangatlah penting dalam membatu
penyintas bencana alam. Namun dapat dilihat dalam praktiknya untuk
bencana gunung Sinabung masih sedikit kesadaran dan semangat
ilmuwan psikologis yang ada di sekitar tanah Karo untuk pendampingan
anak pasca-bencana hingga benar-benar pulih kembali. Itu sebabnya
penting bagi ilmuwan psikologi untuk menambah informasi serta
memotivasi penyintas bencana alam.
Pembahasan di atas sudah menjelaskan apa yang menjadi latar
belakang dalam penelitian ini. Peneliti juga sudah menjelaskan apa yang
terjadi bagi remaja yang mejadi penyintas bencana melalui penelitian
lainnya. Maka dari pemaparan tersebut menunjukkan bahwa resiliensi
sangat dibutuhkan remaja terlebih penyintas bencana alam seperti
bencana meletusnya gunung Sinabung
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
21
Rumusan Permasalahan
Dari penjelasan latar belakang yang sudah dijelaskan terdapat
beberapa kesenjangan yang terjadi di lapangan. Teori yang diberikan
sering kali berbeda dengan fakta di lapangan. Maka dalam pembahasan
ini peneliti akan merumuskan beberapa permasalahan.
Berdasarkan pemaparan di atas, dapat diketahui betapa pentingnya
resiliensi pada setiap individu. Maka diharapkan setiap orang memiliki
resiliensi. Namun seperti yang sudah dijelaskan Ginting (2017) tingkat
resiliensi pada remaja yang tinggal di pengungsian 100% rendah. Oleh
karena itu, remaja tidak mampu menyesuaikan diri dan beradaptasi
terhadap perubahan, tuntutan dan kekecewaan yang muncul dalam hidup
mereka. Sedangkan, dari data jumlah pengungsi ada sekitar 1037 remaja
yang tinggal di pengungsian di Kabupaten Karo (Pemerintah Kabupaten
Karo, 2017).
Resiliensi dapat dilihat membantu seseorang keluar dari masa
terpuruk atau keadaan yang sulit dalam kehidupannya. Diketahui bahwa
resiliensi berperan sebagai strategi dalam beradaptasi menghadapi
perubahan iklim dan sebagai persyaratan bagi komunitas untuk bangkit
dari suatu bencana. Namun pada kenyataanya tidak semua penyintas
bencana alam gunung Sinabung dapat beradaptasi dengan baik terhadap
bencana yang terjadi.
Faktanya dari hasil penelitian terdahulu yang diperoleh ialah masih
banyak sekali remaja-remaja yang tidak dapat mengontrol emosinya serta
tidak dapat bersikap tenang saat berada di bawah tekanan, merasa kecewa
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
22
dan tidak dapat beradaptasi dengan lingkungan saat ini, kurangnya
perhatian orangtua menimbulkan kenakalan pada remaja seperta mencuri,
sikap rendah diri karena mereka saat ini tinggal di kota namun berstatus
sebagai pengungsi. Dari fakta-fakta tersebut peneliti merasa penting
untuk meneliti proses resiliensi remaja yang tinggal di pengungsian
hingga dapat bertahan sampai saat ini.
Selain itu, pada penelitian sebelumnya peneliti menggunakan metode
kuantitatif yang hanya menunjukkan persenan dari resiliensi remaja yang
berada di pengungsian. Peneliti merasa dengan menunjukkan persenan
saja tidak cukup untuk melihat sebuah proses resiliensi. Maka peneliti
kali ini menggunakan metode kualitatif untuk menggali lebih dalam apa
yang menjadi permasalah remaja sehingga dapat meningkatkan resiliensi
pada diri mereka. Peneliti juga ingin melihat bagaimana proses resiliensi
yang terjadi pada remaja-remaja yang menjadi penyintas letusan gunung
Sinabung saat ini.
Setelah membahas tentang kesenjangan teori dan fakta yang ada pada
rumusan permasalahan maka peneliti akan melanjutkan pembahasan
terkait dengan ruang lingkup penelitian. Di mana peneliti akan membahas
keterbatasan peneliti dalam penelitian ini dengan mempersempit subjek
penelitian yaitu remaja yang menjadi penyintas erupsi gunung Sinabung.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
23
Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini hanya akan meneliti tentang proses resiliensi remaja
perempuan yang berusia 10-20 pada saat awal mengungsi pada tahun
2010, 2013 hingga saat ini akibat letusan gunung Sinabung. Hal ini
dikarenakan peneliti ingin mengungkap peristiwa-peristiwa hidup yang
penting dan bermakna pada subjek. Selain itu, peneliti menyadari banyak
sekali yang menjadi penyintas letusan gunung Sinabung dari berbagai
rentan usia. Peneliti menyadari keterbatasan tersebut sehingga dalam
penelitian ini hanya akan menggunakan remaja berusia 10-20 tahun pada
saat mengungsi.
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui proses resiliensi
remaja perempuan penyintas pengungsi gunung Sinabung yang berusia
10-20 tahun pada saat mengungsi hingga sekarang dapat melanjutkan
kehidupannya dengan normal. Peneliti ingin melihat bagaimana proses
resiliensi remaja pada saat berada di pengungsian sampai mereka dapat
hidup seperti sekarang. Sehingga dapat memunculkan pemahaman
tentang apa saja yang membuatnya menjadi pribadi seperti saat ini.
Pertanyaan Penelitian
Berdasarkan pemaparan terkait latar belakang serta rumusan masalah
pada penelitian ini maka, yang menjadi pertanyaan pada penelitian ini
yaitu bagaimana proses resiliensi anak remaja perempuan yang tinggal di
pengungsian gunung Sinabung ?
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
24
Manfaat Penelitian
Sebuah penelitian haruslah memberi manfaat. Peneliti berharap
penelitian ini dapat menambah pengetahuan serta bermanfaat bagi
kelompok sasaran yaitu remaja penyintas erupsi gunung Sinabung,
orangtua dan masyarakat umum, komunitas ilmuwan serta pemerintah.
Manfaaat yang diharapkan peneliti bagi komunitas-komunitas terkait
akan dijabarkan seperti penjelasan di bawah.
1. Bagi Kelompok Sasaran (Remaja Perempuan Penyintas Erupsi
Gunung Sinabung)
Pentingnya penelitian ini bagi remaja penyintas erupsi gunung
Sinabung yaitu sebagai bahan evaluasi terhadap diri mereka.
Bagaimana mereka dapat berdinamika dari awal terjadinya
bencana hingga saat ini. Penelitian ini juga diharapkan untuk
mendapatkan pembelajaran yang bisa diterapkan pada generasi
selanjutnya. Selain itu, penelitian ini juga diharapkan dapat
bermanfaat untuk menjadi tambahan pengetahuan bagi remaja
tentang apa itu resiliensi dan aspek-aspek pendukungnya.
2. Bagi Orangtua dan Masyarakat Umum
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu pemberi
informasih kepada masyarakat terkait pentingnya resiliensi.
Dengan adanya penelitian ini masyarakat juga menjadi semakin
memahami bagaimana peran masyarakat atau lingkungan untuk
meningkatkan resiliensi remaja di lingkungan yang berisiko.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
25
Diharapkan juga dari penelitian ini orangtua sebagai orang
terdekat anak serta masyarakat dapat menjadi pendukung para
remaja agar dapat beradaptasi dengan baik di lingkungan saat ini.
Selain itu, diharapkan penelitian ini dapat memberikan tambahan
pengtahuan tentang pentingnya mendukung anak.
3. Bagi Komunitas Ilmuwan
Penelitian ini akan bermanfaat bagi ilmuwan psikologi untuk
mengembangkan teori yang sudah ada dan memberikan
intervensi bagi peneliti selanjutnya. Selain itu, penelitian ini juga
bermanfaat untuk meningkatkan kepedulian para ilmuwan
psikologi yang masih sangat kurang terhadap penyintas bencana
alam gunung Sinabung. Penelitian ini juga akan menunjukkan
bagaimana proses resiliensi yang ada pada remaja penyintas
gunung Sinabung sehingga diharapkan dapat menambah
wawasan praktisi psikologi.
4. Bagi Pemerintah
Penelitian ini bermanfaat bagi pemerintah sebagai tambahan
informasi dan pengetahuan tentang pentingnya resiliensi di
daerah berisiko seperti daerah yang terkena bencana alam dalam
jangka waktu yang panjang. Penelitian ini juga diharapka sebagai
tambahan usulan untuk materi pendidikan siaga bencana.
Setelah peneliti memaparkan ketertarikan pribadi, peneliti juga sudah
menjelaskan apa yang menjadi latar belakang dari penelitian yang akan
dilakukan. Selain itu, peneliti juga sudah menjelaskan manfaat dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
26
pentingnya penelitian ini dilakukan pada bab ini. Pada bab selanjutnya
peneliti akan membahas tentang landasar teori terkait resiliensi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
27
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Pengantar
Pada bab ini peneliti akan membahas terkait teori-teori yang
berhubungan dengan resiliensi itu sendiri, serta yang menjadi target
dalam penelitian ini sebagaimana yang sudah dibahas pada bab
sebelumnya yaitu remaja perempuan akhir yang tinggal di pengungsian
akibat letusan gunung Sinabung. Pada bab ini akan mengkaji lebih dalam
lagi bagaimana resiliensi sebagai daya lentur atau ketahanan yang
dimiliki seseorang untuk kembali kepada keadan sebelumnya setelah
menghadapi keadaan yang sulit. Remaja yang menjadi target group
dalam penelitian ini akan lebih dijelaskan bagaimana dinamika psikologis
remaja baik dalam sosial maupun perkembangannya.
Dinamika Psikologis Target Group
Agar mengetahui dinamika psikologis target group maka dalam
penelitian ini akan melihat dari dua perspektif yaitu perspektif
perkembangan dan perspektif sosial budaya. Pada bagian ini akan
dijelaskan bagaimana biasanya para remaja menurut kedua perspektif ini.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
28
Perspektif Perkembangan
Perspektif perkembangan membahas hal penting untuk memahami
aspek psikologis. Ada dua poin penting, yaitu proses pencarian jati
diri dan corak khusus PTSD. Pada bagian perspektif perkembangan
ini, peneliti akan membahas terkait dengan bagaimana perkembangan
remaja biasanya dan bagaimana perkembangan remaja yang terkena
PTSD.
Ada 8 tahapan perkembangan pada manusia. Informan dalam
penelitian ini termasuk dalam tahapan kelima, yaitu Identitas vs
kekacauan identitas (identitiy vs identity confusion). Tahapan kelima
dialami oleh individu selama masa remaja (Berk, 2012). Adapun
kisaran usia yang termasuk dalam tahapan ini yaitu mulai dari usia 10-
12 tahun dan berakhir antara 18-21 tahun. Menurut Erikson masa ini
merupakan masa yang mempunyai peran penting karena melalui tahap
ini orang harus mencapai tingkat identitas ego, dalam pengertiannya
identitas pribadi berarti mengetahui siapa dirinya dan bagaimana cara
seorang individu berada di tengah masyarakat.
Individu akan dihadapkan pada pertanyaan siapa mereka, mereka
itu sebenarnya apa, dan kemana tujuan mereka (Berk, 2012). Pada
tahap ini individu mencapai tahap kebingungan dalam mencari
identitas diri. Pada tahap ini remaja akan banyak mendapat
permasalahan di dalam kehidupannya. Sehingga, peran orangtua
sangatlah penting pada tahapan ini. Pada tahapan ini, individu
diharapkan mampu menemukan jati diri mereka. Seperti siapa
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
29
individu itu sendiri dan apa yang menjadi tujuan nya. Pada tahapan ini
remaja diharapkan dapat mengeksplorasi tentang karirnya.
Erikson memberikan perlakuan yang komprehensif tentang makna
dan fungsi identitas individu. Identitas remaja akhir melibatkan
hubungan dari masa lalu, masa sekarang, dan masa depan. Dari masa
lalu, orang-orang muda melakukan proses pemeriksaan ulang
identifikasi masa kecil (Newman & Newman, 1991). Sejak saat ini,
kaum muda mengidentifikasi dan mengevaluasi bakat, minat, dan
kemampuan mereka. Dari masa depan, ada artikulasi tujuan dan
aspirasi hidup yang berharga. Ketiga sumber konten identitas ini harus
menjadi sebuah perasaan yang bermakna tentang tujuan hidup.
Remaja harus memperhitungkan ikatan yang telah dibangun antara
mereka dan orang lain di masa lalu serta arah yang mereka harapkan
di masa depan dalam upaya mereka untuk mendefinisikan diri mereka
sendiri (Newman & Newman, 1991). Identitas berfungsi sebagai titik
jangkar, menyediakan orang dengan pengalaman penting dari
kontinuitas dalam hubungan sosial. Ketika orang-orang muda
bergerak melalui tahap remaja nanti, mereka menemukan bahwa
kelompok-kelompok referensi sosial termasuk anggota keluarga,
tetangga, guru, teman, kelompok agama, kelompok etnis, dan bahkan
pemimpin nasional memiliki harapan terhadap orang-orang muda.
Seorang anak muda mungkin diharapkan untuk bekerja, kuliah,
menikah, melayani negara dalam militer, menghadiri layanan
keagamaan, memberikan suara, dan memberikan dukungan ekonomi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
30
bagi anggota keluarga. Tuntutan gigih oleh orang lain yang bermakna
menghasilkan keputusan yang mungkin dibuat berbeda, atau tidak
dibuat sama sekali, jika individu dikelilingi oleh konfigurasi yang
berbeda dari kelompok referensi sosial (Newman & Newman, 1991).
Dalam proses mencapai identitas pribadi, seseorang harus
mensintesiskan perasaan pribadi tentang diri dengan diri publik yang
berasal dari banyak peran dan hubungan di mana seseorang melekat
(Newman & Newman, 1991).
Penelitian ini akan berfokus pada remaja perempuan yang tinggal
di pengungsian akibat letusan gunung Sinabung. Parkinson (2000)
menjelaskan bahwa peristiwa traumatis dapat terjadi pada saat
bencana terjadi hingga bencana telah berlalu, dalam kondisi terakhir
ini yang disebut dengan PTSD, yang artinya bahwa peristiwa
berkepanjangan yang dialami dari bencana meletusnya gunung
Sinabung dan dampak yang diakibatkan yang saat ini dirasakan para
korban tertentu saja meninggalkan kesan yang mendalam pada
ingatan para korban dan kesan tersebut akan menimbulkan persoalan
baru dengan munculnya berbagai macam gangguan psikologis.
Adapun yang termasuk extreme stressor pemicu PTSD antara lain
kecelakaan serius atau bencana alam, pemerkosaan atau tindak
kriminal yang disertai dengan kekerasan, peperangan terbuka,
pelecehan seksual pada anak-anak, menyaksikan peristiwa traumatik,
dan kematian tiba-tiba dari orang-orang yang sangat dicintai (Foa et
al., 1999). Maka letusan gunung Sinabung dapat menjadi salah satu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
31
pemicu munculnya PTSD. Hal ini dilihat dari gejala-gejala PTSD
yang ada pada remaja penyintas letusan gunung Sinabung.
Pengetahuan dan penelitian-penelitian yang terakumulasi saat ini
telah mendukung keyakinan bahwa anak-anak dan remaja yang
terkena bencana sering menderita gejala PTSD. Pada umumnya yang
menjadi gejala khas pada anak setelah terjadinya bencana alam yaitu
ketakutan, depresi, menyalahkan diri sendiri, rasa bersalah,
kehilangan minat sekolah dan kegiatan lainnya, perilaku regresif,
gangguan tidur, nafsu makan berkurang, konsentrasi yang buruk,
agresivitas, kecemasan akan perpisahan (Baggerly & Exum, 2008).
Namun gejala yang ditimbulkan bervariasi berdasarkan tingkat
perkembangan anak, pengalaman pribadi, kesehatan emosional atau
fisik, dan tanggapan orangtua terhadap kejadian tersebut (Vogel &
Vernberg, 1993).
Anak-anak dan remaja yang terkena dampak bencana alam besar
biasanya mengalami depresi dan ganguan psikologi lainnya.
Goenjian, (1994 ) mencatat bahwa pada delapan belas bulan setelah
bencana, sekitar 29% hingga 81% anak-anak dan remaja di daerah
yang paling terkena bencana di Armenia mengalami depresi. 14 anak-
anak melaporkan gejala seperti temperamen pendek, melihat hal-hal
buruk dan tidak menyenangkan di masa depan, merasa bosan,
kehilangan kepercayaan di masa depan, dan ketidak mampuan untuk
menikmati hidup dibandingkan sebelum bencana.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
32
Masalah psikologis lain di antara anak-anak termasuk, gejala
kecemasan perpisahan dari orangtua, mengkhawatirkan sesuatu yang
buruk terjadi pada orangtua, merasa sedih dan tidak ingin bermain
atau melakukan pekerjaan sekolah ketika orang tua tidak ada, dan
merasa takut untuk meninggalkan rumah. Anak-anak yang terkena
dampak bencana yang orangtuanya cenderung kurang memperhatikan
mereka akan merasa diabaikan tidak diasuh, merasa tidak aman serta
konsekuensi jangka panjangnya dapat mempengaruhi perkembangan
anak.
Anak-anak dari segala usia sangat dipengaruhi oleh tanggapan
orangtua atau pengasuh lain terhadap bencana (Ehrenreich, 2001).
Remaja dengan gangguan stres pasca trauma juga mungkin berisiko
untuk masalah perilaku dan emosional. Salah satu dampak dari remaja
yang mengalami gangguan psikologis akibat bencana alam yaitu
masalah penyesuaian diri.
Dari hal-hal yang sudah dijelaskan di atas maka dapat kita lihat
bahwa anak pada usia 10-20 tahun merupakan masa pencarian jati diri
atau menurut Erikson adalah masa identitas vs kekacauan identitas di
mana pada masa ini akan ditemukan banyak permasalahan pada
remaja. Selain pada tahapan pencarian identitas remaja yang terkena
bencana alam kerap kali perkembangannya dipengaruhi beberapa
faktor sehingga ada beberapa gejala PTSD yang mungkin ada di
dalam diri seorang anak. Di dalam penelitian ini masa pencarian jati
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
33
diri remaja juga dihadapkan pada bencana maka peran serta dukungan
orangtua sangat penting untuk perkembangan anak.
Perspektif Sosial Budaya
Selain dari perspektif perkembangan penelitian ini juga harus
melihat bagaimana remaja yang terkena bencana alam dari perspektif
sosial budaya. Dalam memandang remaja dari perspektif sosial maka
perlu juga diperhatikan perspektif budaya tempat remaja tersebut
berada.
Budaya adalah perilaku dan makna yang dipelajari bersama yang
ditransfer secara sosial dalam berbagai aktifitas kehidupan untuk
tujuan penyesuaian dan adaptasi individu ( Marsella, 1985 ). Budaya
dapat (1) bersifat sementara, situasional bahkan selama beberapa
menit atau (2) bertahan lama, seperti gaya hidup etnokultura (3)
dinamis, terus menerus dapat berubah-ubah dan dimodifikasi. Budaya
diwakili (4) secara internal (nilai, kepercayaan, sikap,dianggap
berharga, prientasi, epistemologi, tingkat kesadaran, persepsi,
harapan, kepribadian) dan (5) secara eksternal (artefak, peran,
instutusi, struktur sosial. Budaya (6) membentuk dan membangun
realitas kita (mereka berkontribusi pada pandangan kita tentang dunia,
persepsi dan orientasi) dengan ide, moral dan preferensi (“Ethnocult.
Perspect. Disaster Trauma,” 2008)
Untuk membantu para penyintas bencana, kita perlu memahami
siapa mereka dan apa yang sedang mereka butuhkan dari perspektif
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
34
mereka. Untuk memahami hal ini, penting bagi kita untuk
menghormati dan menggunakan budaya mereka sendiri di dalam
upaya menangani bencana (Marsella, 1985). Ada variasi yang jelas
dalam faktor budaya yang harus secara optimal dipertimbangkan
dalam fase yang berat dan darurat seperti, keakraban, perawatan,
variasi makanan, kebutuhan keamanan, dan pola komunikasi, dan
masih banyak lagi faktor penentu budaya dan respons terhadap
bencana (Marsella, 1985).
Setiap budaya berbeda cara dalam mereka mengkondisikan dan
mengetahui kenyataan. Ada berbagai variasi dalam budaya untuk
menggunakan kata, perasaan, dan gambaran dalam menangani proses
realitas. Maka, memahami pengalaman seseorang dari konstruksi
budaya realitas membutuhkan kepekaan terhadap dasar yang kuat dari
beberapa bahasa karena setiap budaya dapat memiliki makna yang
berbeda dari satu kata (Marsella, 1985).
Berbagai stresor yang muncul dalam perjalanan bencana yaitu
ancaman hidup dan perjumpaan dengan kematian, perasaan yang tidak
berdaya, kerugian seperti kehilangan orang yang dicintai, rumah
maupun harta benda, dislokasi di mana harus berpindah dari satu
lokasi dan berpisah dengan orang-orang, berasa bertanggung jawab di
mana merasa banyak hal yang bisa diperbuat, ketakutan, dan
kedengkian manusia (Marsella, 1985).
Ada beberapa contoh kasus bencana alam yang menjadi masalah
karena perbedaan budaya yaitu misalnya, pada gempa di Pakistan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
35
2005 (Marsella, 1985). Penduduk hidup dalam isolasi dan
melanjutkan gaya hidup muslim dan Timur Tengah yang telah berusia
berabad-abad. Hanya ada sedikit atau tidak ada akulturasi terhadap
budaya urban “kontemporer” di wilayah tersebut dan tentu saja tidak
untuk budaya Barat.
Bahkan upaya terbaik untuk membantu dapat menjadi pertemuan
yang bermasalah, terutama yang berkaitan dengan komunikasi,
dinamika gender dan pola hubungan, prioritas untuk pemulihan, dan
penerimaan jenis bantuan tertentu. Ini berarti bahwa para responden
harus benar-benar sadar akan keterikatan dan komitmen korban
terhadap gaya hidup budaya tertentu dan pandangan dunia.
Ada 5 nilai yang menjelaskan perilaku orang Karo seperti yang
digambarkan oleh Marsella pada poin keempat yaitu, budaya dapat
diwakilkan secara internal seperti nilai, kepercayaan, sikap, harapan
dan kepribadian. Hal ini digambarkan dari nilai aron, rakut sitelu,
nilai-nilai kekristenan, cara berkomunikasi, tabiat masyarakat Karo
(Tarigan, 2016).
Aron ialah sebuah apresiasi budaya kerja sama yang sampai saat
ini masih hidup, walau sudah mendapat pergeseran nilai dalam
peraktiknya (Tarigan, 2016). Yang dimaksud dengan budaya kerja
sama yaitu pada saat satu orang membutuhkan bantuan di ladangnya
ia akan meminta bantuan kepada sesamanya untuk membantunya
begitu juga sebaliknya. Namun seiring berjalannya waktu budaya
kerja sama ini mengalamai pergeseran, aron bukan lagi sekedar
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
36
kegiatan saling membantu namun berubah menjadi sebuah profesi di
mana apabila seseorang membutuhkan bantuan untuk bekerja di
ladangnya maka ia menyewa orang untuk bekerja, orang tersebut
disebut “aron” yang nantinya akan digaji.
Masyarakat Karo memiliki 15 macam sifat atau tabiat yaitu, jujur,
tegas, berani, percaya diri, pemalu, tidak serakah, mudah tersinggung,
berpendirian teguh, sopan, menjaga nama baik diri dan keluarga,
rasional dan kritis, mudah menyesuaikan diri, gigih mencari
pengetahuan, pragmatis, iri dan cemburu (Tarigan, 2008). Sifat iri dan
pencemburu ini sering kali disebut dengan Anceng Cian Cikurak. Di
mana perilaku tersebut yang sering mempersulit orang lain, seperti
bergosip, merasa iri dengan apa yang dimiliki orang lain.
Orang Karo diklasifikasikan menjadi empat golongan besar yaitu
golongan pertama, yang menyatakan orang Karo adalah pemarah dan
pendendam, mudah tersinggung dan mengutamakan harga diri
Tarigan (2016). Namun pada keseharianya tidak semua orang Karo
suka marah dan tersinggung, justru orang Karo sedikit lebih lembut
dari batak lainnya. Dikatakan demikian karena sudah menjadi seperti
stereotype kebanyakan orang terhadap suku Batak.
Golongan kedua menyatakan orang Karo pengasih, suka menolong
adalah kenyataan yang sangat berpengaruh dalam kehidupan orang
Karo. Sifat saling membantu pada masyarakat Karo dapat dilihat dari
budaya “aron” adalah sebuah apresiasi budaya kerja sama yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
37
sampai saat ini masih hidup, walau sudah mendapat pergeseran nilai
dalam peraktiknya.
Golongan ketiga, menyatakan orang Karo adalah hemat dan
berjuang mengumpulkan uang dan harta demi kepentingan prestise.
Kebiasaan hemat ini dapat dimotivasi dua hal yaitu karena ketiadaan
atau dikumpulkan untuk anak dan cucu. Golongan keempat yang
menyatakan orang Karo percaya kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Pengaruh agama masih sangat kental dalam budaya Karo.
Sistem kekerabatan pada masyarakat Karo juga sangat
mempengaruhi pola perilaku dan komunikasi. Pada masyarakat Karo
ada istilah Rakut Sitelu. Dari pola kekerabatan tersebut Suku Karo
memiliki 3 pandangan hidup. Pertama, Mehamat man kalimbubu,
yang berarti hormat kepada kalimbubu. Kalimbubu merupakan satu
pihak atau kelompok yang sangat dihormati dalam suku Karo
(Ginting, 2014). Kalimbubu merupakan suatu kelompok (merga) yang
berasal dari pihak perempuan baik itu dari istri, ibu ataupun nenek.
Ketika perilaku mehamat/sopan tidak dilaksanakan pada suku Karo
menyebabkan perilaku sakit hati dan mudah tersinggung.
Kedua, metenget man senina (perhatian kepada saudara), yaitu
peduli dan perhatian kepada saudara sendiri (Ginting, 2014). Senina
merupakan kelompok (merga) yang sama dengan dirinya. Orang Karo
diharapkan dapat membantu dan saling menolong dengan seninanya.
Kata metenget ini juga mempengaruhi sifat dan tabiat masyarakat
Karo, seperti karakter mudah menyesuaikan diri, percaya diri, rasional
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
38
dan kritis, dan berpendirian teguh (Tarigan, 2016). Ketika pandangan
metenget tidak dilakukan akan menyebabkan perilaku percian/iri hati
ketika tidak diperhatikan.
Ketiga, adalah Metami man anak beru, yaitu menyayangi anak beru
(Ginting, 2014). Anak beru sendiri merupakan kelompok (merga)
yang mengambil istri dari kelompok (merga) lain yang akan menjadi
kalimbubunya. Kata metami menyebabkan sifat orang Karo menjadi
suka menolong, lembut bertutur kata dan tegas. Ketika perilaku
metami tidak dilaksanakan maka sifat perdegil atau tidak loyal timbul
pada masyarakat Karo (Tarigan, 2008).
Selain itu budaya Karo juga sangat melekat dengan nilai-nilai
kekristenan terlebih pada gereja GBKP (Gereja Batak Karo
Protestan). GBKP merupakan gereja pertama yang berada di tanah
Karo (Sinaga, 2016). Semenjak masuknya ajaran agama ke
masyarakat Karo, agama pertama atau agama Pemena sudah mulai
hilang. Masyarakat mulai percaya adanya Tuhan. Selain itu karena
GBKP merupakan gereja kesukuan maka ajaranya juga masih sangat
berpengaruh dengan budaya Karo.
Program-progam GBKP sering kali menyematkan kebudayaan
sehingga menunjukkan identitas jemaat ditengah masyarakat.
Pelestarian budaya dilakukan GBKP adalah pelestarian budaya yang
tidak menentang ajaran agama. Artinya GBKP meyakini Tuhan
sebagai penyelamat bukan kepercayaan animisme ataupun dinamisme
yang diyakini oleh para leluhur pada zaman belum masuknya agama
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
39
Kristen di kehidupan masyarakat Karo atau yang lebih dikenal dengan
sebutan agama Pemena. Maka dari itu GBKP sangat berkaitan dengan
budaya Karo maka dari itu gereja sangat berperan pada masyarakat
Karo.
Gereja menyadari bahwa masyarakat Karo membutuhkan suatu
perbuatan kasih oleh gereja yang bisa langsung dirasakan oleh
masyarakat khusus nya masyarakat Karo. GBKP menyadari hal ini,
sehingga dirumuskan misi gereja untuk mencapai visi yang mengarah
dan mendukung pelayanan-pelayanan diakonia. Pelayanan diakonia
adalah pelayanan yang dilakukan berasarkan kasih dan tidak
mengharapkan imbalan.
Penjelasaan perspektif sosial dan budaya menunjukkan bahwa
remaja yang terkena bencana seringkali terkena PTSD maka untuk
menghadapi hal ini kita juga perlu mempertimbangkan perspektif
budaya untuk membantu, karena tanggapan dari setiap budaya
berbeda-beda terhadap banyak hal.
Setelah melihat kedua perspektif di atas maka peneliti memandang
bahwa remaja yang biasanya terkena bencana alam baik dari
perspektif perkembangan, sosial dan budaya dapat menimbulkan
suatu dampak yang negatif maka dari itu remaja yang menjadi
penyintas bencana alam membutuhkan resiliensi untuk mendukung
mereka untuk bangkit.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
40
Resiliensi
Seperti yang sudah dibahas sebelumnya, di mana resiliensi merupakan
konsep yang penting dimiliki oleh remaja yang menjadi penyintas
bencana, karena resiliensi dapat membantu penyintas bencana alam
keluar dari stress yang dialami. Maka pada bagian ini peneliti akan
menjelaskan apa yang dimaksud dari resiliensi, aspek dan faktor apa saja
yang mendukung resiliensi, bagaimana proses dan dampak resiliensi pada
seseorang serta bagaimana konsptual awal peneliti dalam meneliti
penelitian ini.
Definisi Resiliensi
Menurut peneliti terkait resiliensi mengemukakan bahwa resiliensi
yang ada dalam diri individu mengacu pada adaptasi yang behasil
meskipun ada risiko dan kesulitan (Masten, 1994, p.3). Sebuah
penelitian juga mendefinisikan resiliensi sebagai konstruksi beragam
segi yang mencakup tekad seseorang, dan kemampuan untuk
bertahan, beradaptasi, dan memulihkan diri dari kesulitan (Taormina,
2015).
Lebih khusus lagi resiliensi didefinisikan secara luas sebagai
kapasitas proses atau hasil dari adaptasi yang sukses meskipun
tantangan atau keadaan yang mengancam individu tersebut tetap pulih
dari trauma dan situasi berisiko tinggi dalam jangka waktu yang lama
(p. 426, Masten . Best. & Gaemezy, 1990 dalam Kumpfer, 1999).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
41
Sebagian besar peneliti telah mendefinisikan resiliensi lebih fokus
pada “faktor resiliensi” atau faktor pelindung. Seringkali istilah faktor
ini menutupi interaksi yang lebih kompleks antara pemuda yang
resilien dan lingkungannya. Semakin diakui bahwa pemuda yang
resilien adalah pemuda yang aktif dalam menciptakan lingkungan
mereka sendiri (Scarr & McCary, 1983).
Beberapa penelitian resiliensi telah menekankan proses resiliensi
yang membantu individu mengembangkan reintegrasi tangguh setelah
gangguan oleh tantangan tekanan. Ada beberapa faktor peningkatan
ketahanan yang dianggap penting seperti perlindungan orangtua yang
berfungsi dengan baik akan mempengaruhi resiliensi juga (Kumpfer,
1999).
Resiliensi sangat bergantung pada hubungan sistem satu dengan
yang lain. Bencana yang terjadi dapat melunturkan segalanya seperti
komunikasi, ketergantungan dengan orang lain di lingkungan sekitar.
Namun, seiring pemulihan semua dapat dibangun kembali dengan
resiliensi (Masten & Narayan, 2012).
Tidak hanya itu saja masih banyak definisi ketahanan