prosiding seminar dan -...
TRANSCRIPT
Prosiding Seminar dan
Rakernas XIV PABMI
2019
/
Improving the professional existence of oral & maxilofacial surgeons through advanced skills & knowledge
Penyunting : drg. M Ruslin, M.Kes, Ph.D, Sp.BM(K)
drg. Deni Herdiyanto, Sp.BM drg. Weko Adhiyarto, Sp.BM, M.Kes
drg. Verawati Mohan, Sp.BM drg. Syahril Sarnad, Sp.BM
Uwais Inspirasi Indonesia
Prosiding Seminar dan Rakernas XIV
PABMI 2019
Improving the professional existence of oral & maxilofacial surgeons
through advanced skills & knowledge
ISBN: 978-623-227-116-6
15,5 em x 23 em
X + 123 halaman
Cetakan Pertama,
Diterbitkan Oleh:
Uwais Inspirasi Indonesia
Anggota IKAPI Jawa Timur Nomor: 217 /JT1/20 19 tanggal 1 Maret 2019
Redaksi:
Ds. Sidoarjo, Kee. Pulung, Kab. Ponorogo
Email: Penerbituwais@qmail. eom
Website: www. penerbituwais. eom
Telp:0352-571892
WA: 0812-3004-1340/0823-3033-5859
Sanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 tahun 2014 tentang Hak Cipta. sebagaimana yang telah diatur dan diubah dari Undang-Undang nomor 19 Tahun 2002. bahwa:
Kutipan Pasal 113
(1) Setiap orang yang dengan tanpa hak melakukan pelanggaran hak ekonomi sebagaimana dimaksud dalam pasal
9 ayat (1) huruf i untuk penggunaan secara komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp100.000.000.00 (seratus juta rupiah).
(2) Setiap orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin pencipta atau pemegang hak cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi pencipta sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 ayat (1) huruf c. huruf d. huruf f. dan/atau huruf h, untuk penggunaan secara komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 [tiga) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp500.000.000.00 (lima ratus juta rupiah).
(3) Setiap orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin pencipta atau pemegang hak melakukan pelanggaran hak ekonomi pencipta sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 ayat (1) huruf a. huruf b. huruf e. dan/atau huruf g. untuk penggunaan secra komesial dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 1.000.000.000.00 (satu miliar rupiah).
(4) Setiap orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang dilakukan dalam bentuk pembajakan. dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp4.000.000.000.00 (empat miliar rupiah).
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL…………………………………………………………..... 1
ISBN PROSIDING……………………………………………………………... ii
KATA PENGANTAR………………………………………………………….. iii
DAFTAR ISI…………………………………………………………………..... iv
ABSTRAK
Tatalaksana Bedah Kasus Epulis Granulomatosa Ekstensif dan Rekuren
Laporan Kasus dan Pembahasan Komprehensif Aspek Etiopatogenesis
Histopatologis
Andreas Pratama Nugraha, David Buntoro Kamadjaja
1
Faktor Penyebab Keterlambatan Perawatan dari Segi Usia pada Pasien
Celah Bibir di Indonesia
Maria Montessory, Reza AI Fessi, Coen Pramono D
5
Pada Kasus Reseksi Mandibula Evaluasi Penggunaan Ramus Fixator
Laporan Kasus
PrasetioOkky Dion Sandro Satrya, Zefry Zainal Abidin, Andra Rizqiawan,
7
Traumatik Pasca Perawatan Fraktur -Penatalaksanaan Maloklusi Post
Mandibula
Dini Sylvana, Syahril Samad
11
Penatalaksanaan Fraktur Le Fort II Dengan Suspensi Circumzygomatic
Mohammad Gazali 13
Perawatan Reseksi Sebagai Penatalaksanaan Ameloblastoma: Laporan
Kasus
Dera Armedita, Syahril Samad
15
Abses Orbital dan Serebral akibat Infeksi Odontogenik : Laporan Kasus dan Studi
Literatur
Kalia Labitta Yudhasoka, Eka Marwansyah Oli'i, Endang Sjamsudin
18
Reseksi Segmental dan Rekonstruksi Graft Costae Pada Ameloblastoma di Regio
Mandibula : Laporan Kasus
Dani Ginanjar, Melita Sylvyana
22
Plate Expose post Hemimandibulectomy dengan Rekonstruksi Plate AO : Faktor
penyebab (Plate Exposed After Hemimandibulectomy with an AD Plate Reconstruction:
Contributing factors)
Shinta Kartikasari, Eka Marwansyah Oli'i, Indra Hadikrishna- Kiki Achmad Rizki
23
Tahukah Anda Bahwa Cegukan (Hiccup) Sebagai Salah Satu Komplikasi Pasca
General Anestesi?
Yayun Siti Rochmah , Said Sofyan
25
Penatalaksanaan Traumatik Intrusi Pada Gigi Anterior Permanen Maksila Disertai
Temporomandibular Joint Disorder: Sebuah Laporan Kasus Management of
Traumatic Intrusion in Anterior Permanent Maxillary With
Temporomandibular Joint Disorder: a Case Report
Prisilla M.D. Pattisahusiwa, M. Irfan Rasul, Nurul Ramadhanty
27
Ameloblastoma resemble Dentigerous Cyst: a Case Report
William R. Fatah, Vera Julia, Wenny Yulvie 31
Penatalaksanaan A vulsi Gigi Anterior Permanen Pada Anak (2 laporan Kasus)
Management of Permanent Anterior Tooth Avulsion in Children (2 Case reports)
Trio Refliandi
33
,
Efektivitas Ekstrak Daun Sirih Tanah (Piper sarmento sum Roxb.ex Hunter
Terhadap Diameter Luka Dan Jurnlah Makrofag Pada Soket Pasca Pencabutan
Gigi Tikus Wistar
Bhakti, Sinar Yani, Hadi Irawiraman Dzulhiyana Laili Tofarisa, Cicih
Swandari Paramitha
154
Management Of Squamose Cell Carcinoma At Regio Glossus In Oral And Maxillofacial
Surgery In Collaboration With Other Department A Case Report)(
Bidang Bedah MulutPenatalaksanaan Squamos Cell Carcinoma Lidah Di
156
Bekerja Sama Dengan Departemen Lain.(Laporan Kasus)
Tri Nurrahman, Seto Adiantoro, Kiki Ahmad Rizki 160
Rekonstruksi bibir dengan abbe flap dan kornmisuroplasti pada defek fasciitis
nekrotikans pasca debridement
Dwi Ariawan, Eky Nasuri Astri Hapsar,
162
Preservasi Condyle Kasus Reseksi Ameloblastoma Mandibula Tipe
Campuran Dengan Ekspansi Ramus Menggunakan Teknik Inverted L
Osteotomy: Laporan Kasus
Fajar Eka Saputra, Wenny Yulvie, Benny S. Latief
164
Segmental Pada Pasien Ameloblastoma Mandibula Sinistra Reseksi
Multikistik Tipe Campuran : Laporan Kasus
Ahdadiansyah ,WerinyYulvie, Benny S. Latief
164
Solitary Fibrous Tumor Of The Oral Cavity: A Rare Case
Rumartha Putri Swari, Dwi Ariawan, Arfan Badeges 165
.
Rekonstruksi Bibir dengan Abbe Flap dan Kommisuroplasti pada Defek Fasciitis Nekrotikans pasca Debridement
Astri Hapsari*, Dwi Ariawan**, Eky Nasuri***
*Resident of Oral and Maxillofacial Surgery Department, Faculty of Dentistry, Universitas Indonesia, Jakarta, Indonesia
**Consultant of Oral and Maxillofacial Surgery Department, Faculty of Dentistry, Universitas Indonesia,
Jakarta, Indonesia ***Consultant of Oral and Maxillofacial Surgery Rumah Sakit DR Cipto Mangunkusumo,
Jakarta, Indonesia Email: [email protected]
Abstrak
Fasciitis nekrotikans (FN) merupakan infeksi fatal yang berkembang cepat melibatkan
subkutan dan fascia. FN umumnya ditemukan pada pasien imunokompromais seperti diabetes
melitus. 10 % dari kasus FN terjadi pada kepala leher. Perawatan FN berupa debridemen
radikal, pemberian antibiotik, monitoring keseimbangan cairan dan hemodinamik.
Rekonstruksi defek bibir atas melibatkan komisura dapat dilakukan dengan flap Estlander. Flap
Estlander menghasilkan komisura yang tumpul dan oral fissure yang sempit sehingga
diperlukan rekonstruksi lanjutan berupa komisuroplasti. Pasien laki-laki, 63 tahun dibawa ke
IGD RS DR Cipto Mangunkusumo dengan pembengkakkan dan kehitaman pada bibir kiri
meluas ke pipi dan mata kiri. Lima hari sebelumnya pasien mengalami seriawan pada bibir
dalam atas dan ditusuk tusuk gigi. Keesokkannya bibir pasien membengkak dan mulai
menghitam. Pasien menjadi apatis dan delirium. Pasien memiliki DM tipe II tidak terkontrol.
Pemeriksaan klinis menunjukkan area nekrotik dan odema pada vermilion labial, komisura,
dan mukosa bukal sinistra. Pasien didiagnosa FN dan dilakukan debridemen radikal yang
meninggalkan defek regio vermilion, komisura dan bukal. Rekonstruksi pertama menggunakan
flap Estlander dan WY plasti. Operasi berhasil menutup defek namun pasien mengalami
keterbatasan bukaan mulut dan bibir tampak kecil serta tidak simetris. Rekonstruksi kedua
memperpanjang oral fissure dan membentuk komisura menggunakan teknik Gillies dan
Millard serta flap lidah dan mukosa bukal. Pasca operasi pasien dapat membuka mulut adekuat
dan puas dengan estetiknya. Diagnosa dini FN sangat mempengaruhi prognosis pasien.
Debridemen secepatnya merupakan tatalaksana FN yang dapat menyelamatkan nyawa pasien.
Debridemen akan meninggalkan defek yang perlu direkonstruksi. Rekonstruksi harus ditunda
sampai kondisi pasien stabil. Rekonstruksi bibir mengembalikan estetik dan fungsi.
Kata kunci: Estlander flap, Komisuroplasti, Debridemen, Fasciitis nekrotikans
Rekonstruksi Bibir dengan Abbe Flap dan Kommisuroplasti pada Defek Fasciitis Nekrotikans pasca Debridement
Astri Hapsari*, Dwi Ariawan**, Eky Nasuri***
*Resident of Oral and Maxillofacial Surgery Department, Faculty of Dentistry, Universitas Indonesia, Jakarta, Indonesia
**Consultant of Oral and Maxillofacial Surgery Department, Faculty of Dentistry, Universitas Indonesia,
Jakarta, Indonesia ***Consultant of Oral and Maxillofacial Surgery Rumah Sakit DR Cipto Mangunkusumo,
Jakarta, Indonesia Email: [email protected]
Abstract
Fasciitis nekrotikans (FN) merupakan infeksi fatal yang berkembang cepat melibatkan
subkutan dan fascia. FN umumnya ditemukan pada pasien imunokompromais seperti diabetes
melitus. 10 % dari kasus FN terjadi pada kepala leher. Perawatan FN berupa debridemen
radikal, pemberian antibiotik, monitoring keseimbangan cairan dan hemodinamik.
Rekonstruksi defek bibir atas melibatkan komisura dapat dilakukan dengan flap Estlander. Flap
Estlander menghasilkan komisura yang tumpul dan oral fissure yang sempit sehingga
diperlukan rekonstruksi lanjutan berupa komisuroplasti. Pasien laki-laki, 63 tahun dibawa ke
IGD RS DR Cipto Mangunkusumo dengan pembengkakkan dan kehitaman pada bibir kiri
meluas ke pipi dan mata kiri. Lima hari sebelumnya pasien mengalami seriawan pada bibir
dalam atas dan ditusuk tusuk gigi. Keesokkannya bibir pasien membengkak dan mulai
menghitam. Pasien menjadi apatis dan delirium. Pasien memiliki DM tipe II tidak terkontrol.
Pemeriksaan klinis menunjukkan area nekrotik dan odema pada vermilion labial, komisura,
dan mukosa bukal sinistra. Pasien didiagnosa FN dan dilakukan debridemen radikal yang
meninggalkan defek regio vermilion, komisura dan bukal. Rekonstruksi pertama menggunakan
flap Estlander dan WY plasti. Operasi berhasil menutup defek namun pasien mengalami
keterbatasan bukaan mulut dan bibir tampak kecil serta tidak simetris. Rekonstruksi kedua
memperpanjang oral fissure dan membentuk komisura menggunakan teknik Gillies dan
Millard serta flap lidah dan mukosa bukal. Pasca operasi pasien dapat membuka mulut adekuat
dan puas dengan estetiknya. Diagnosa dini FN sangat mempengaruhi prognosis pasien.
Debridemen secepatnya merupakan tatalaksana FN yang dapat menyelamatkan nyawa pasien.
Debridemen akan meninggalkan defek yang perlu direkonstruksi. Rekonstruksi harus ditunda
sampai kondisi pasien stabil. Rekonstruksi bibir mengembalikan estetik dan fungsi.
Kata kunci: Estlander flap, Komisuroplasti, Debridemen, Fasciitis nekrotikans
BAB 1
PENDAHULUAN
Fasciitis nekrotikans (FN) merupakan suatu infeksi hebat jaringan subkutan dan fascia, yang
ditandai dengan penyebaran nekrosis yang cepat dan ekstensif pada kulit dan struktur di
bawahnya. FN dapat terjadi pada seluruh bagian tubuh. FN sering terjadi pada pasien
immunokompromais seperti DM, penyakit vascular perifer, atau sirosis dan terapi
kortikosteroid.1
Port de entry FN yang disebabkan oleh infeksi polimikrobial adalah trauma yang terkadang
merupakan trauma minor seperti laserasi, abrasi, terbakar, gigitan serangga, adanya benda
asing seperti tusuk gigi, tulang ayam, dan trauma pembedahan.1
FN pada area wajah dan bibir umumnya disebabkan oleh streptokokus grup A saja atau dengan
S. aureus, terkadang infeksi campuran streptokokus grup A dengan enterobacteriaceae atau
spesies Bacteriodes. Pada infeksi campuran, umumnya dijumpai krepitus, nekrosis epidermis
dan fascia superfisial.1
Fasciitis nekrotikans pada area wajah dan bibir jarang terjadi tetapi mengancam nyawa.
Trauma umumnya merupakan penyebab FN pada area wajah dan oral. Diagnosa yang cepat
sangat penting karena progresivitas FN juga cepat. Tingkat mortalitis dari FN mencapai 35%.1
Bibir dan mata merupakan dua struktur yang paling ekspresif dari wajah. Bibir memiliki peran
dalam ekspresi, emosi, makan, mengunyah, dan bicara. Karena perannya itu, defek pada bibir
harus direkonstruksi. Tujuan rekonstruksi bibir adalah mempertahankan oral sfingter, ukuran
stoma yang cukup dan kosmesis yang baik. Tingkat kesulitan rekontruksi bibir berbanding
lurus dengan lokasi dan ukuran defek. 2,11
Pada laporan kasus ini disajikan kasus pasien yang didiagnosa dengan FN dan dilakukan
debridemen radikal. Debridemen radikal meninggalkan defek pada bibir yang kemudian
dilakukan rekonstruksi.
BAB 2
LAPORAN KASUS
Pasien laki-laki, 63 tahun datang ke IGD RSCM dengan keluhan utama pembengkakkan pada
wajah sejak 5 hari sebelum masuk rumah sakit (SMRS). Awalnya muncul sariawan di bibir
atas bagian dalam yang digaruk dan ditusuk dengan tusuk gigi. 4 hari SMRS, pipi dan bibir
pasien membengkak. Pasien berobat ke klinik di Sumatra dan diberi obat asam mefenamat,
antalgin, voltadex, amoxicillin. 3 hari SMRS, bibir dan pipi pasien semakin bengkak, bibir
mulai menghitam dan pembengkakkan melebar ke mata. Pasien dibawa ke RS di Sumatra dan
diinfus tetapi pasien meminta pulang paksa. 1 hari SMRS pasien dibawa ke Jakarta
menggunakan pesawat. Pasien mulai sulit makan, sulit berjalan, mengalami penurunan
kesadaran dan cenderung tidur. Pasien rutin minum jamu pegel linu. Riwayat alergi disangkal.
Riwayat trauma, disengat hewan dan gatal-gatal disangkal. Riwayat penurunan berat badan
drastis dalam 6 bulan terakhir tidak ada. Pasien memiliki diabetes melitus yang terdiagnosa
sejak 10 tahun lalu dan minum obat tidak teratur. Penyakit hipertensi, ginjal, jantung tidak
diketahui.
(a) (b) (c)
(d)
Gambar 1. (a) Foto klinis pasien 2 hari SMRS. (b,c,d) Foto klinis ekstra oral pasien saat
datang ke IGD
Dari pemeriksaan fisik ekstra oral ditemukan edema wajah yang meliputi regio bukal, labium
oris dan periorbital dengan konsistensi keras dan suhu lebih hangat dari sekitar. Pada region
bukal sinistra, tampak area kehitaman. Regio labium oris superior dan komisura tampak krusta
kehitaman lekat, plakat dan sirkumskripta.
(a) (b) (c)
Gambar 2. Foto klinis intra oral pasien saat datang ke IGD
Pada intra oral, ditemukan krusta kehitaman dan slough pada labium oris superior, mukosa
bukal kiri dengan dasar jaringan nekrotik. Pada regio palatum dan lidah ditemukan bekuan
darah yang tidak lekat tanpa disertai adanya perdarahan aktif. Terdapat plak dan kalkulus pada
semua region dan dijumpai gangrene pulpa gigi 27,37 dan 38.
Gambar 3. Radiograf soft tissue colli
Hasil Nilai referensi
Hb 14,1 12.– 16,1
Ht 38,4 36.0 – 47.0
Leu 5870 4.00 – 10.50
Thrombo 59000 150 – 400
PT 11,4(10,6) 9.8 – 11,2
APTT 47,3(36,1) 31 – 47
SGOT 38,7 < 33
SGPT 25,5 < 26
GDS 287 < 140
Tabel 1. Hasil pemeriksaan laboratorium darah
Dari pemeriksaan penunjang radiograf foto soft tissue collii didapatkan gambaran
pembengkakkan regio colli bilateral, retrotrakea dan retrofaring dengan gambaran emfisema
subkutis. Dari pemeriksaan laboratorium darah didapatkan trombositopenia, hiperglikemia,
azotemia, hipoalbuminemia, dan peningkatan nilai procalcitonin.
Pasien didiagnosis dengan fasciitis nekrotikan regio labium oris dan bukal sinistra. Terapi
antibiotik emipirik berupa ampisillin sulbaktam 2x1,5 gr dengan dosis penyesuaian karena
azotemia. Pasien dilakukan kultur swab dari jaringan nekrotik kulit dengan hasil koloni bakteri
Escherichia coli. Tes resistensi antibiotik didapatkan resistensi dari ampisillin sulbaktam dan
sensitif terhadap meropenem. Terapi antibiotik diubah menjadi meropenem 3x1gr.
Pasien ditatalaksana dengan debridemen radikal beserta ekstraksi gigi 27,37, dan 38, biopsi
jaringan dan kultur jaringan. Satu hari pasca debridemen, pasien dievaluasi kebutuhan
debridemen lanjutan. Pada pasien ini dilakukan debridemen bertahap. Raw surface pasca
debridemen dirawat dengan madu.
Hasil Nilai referensi
Ur 111,9 < 50
Cr 3,959 0,80 – 1,30
Na 134 132 – 147
K 4,3 3,30 – 5,40
Cl 108 94,0 – 111,0
Alb 2,86 3,4-4,8
Procalcitonin 4,75 <0,05
HbsAg Non Reaktif
Anti HCV Non Reaktif
HIV Non Reaktif
Tabel 2. Kultur swab kulit dan resistensi antibiotik
(a) (b) (c)
Gambar 4. (a) Predebridemen (b) H+1 pasca debridement (c) H+4 pasca debridemen dengan
defek pada superior labium oris, bukal sinistra dan komisura sinista
Hasil kultur jaringan didapatkan isolasi 1 Acinebacter lwoffii dan isolasi 2 Escherichia coli
dengan sensitifitas terhapa Levofloxacin terhadap isolasi 1 dan meropenem terhadap isolasi 2.
Terapi antibiotik ditambah dengan Levofloxacin 1x750mg.
Tabel 3. Kultur jaringan kulit dan resistensi antibiotik
Debridemen radikal meninggalkan defek superior labium oris sebesar 70%, bukal sinistra dan
komisura sinistra. Defek direkonstruksi dengan Abbe-estlander flap dan buccal advancement
flap.
(a) (b) (c)
Gambar 5. (a) Desain Insisi (b) Insisi full-thickness (c) Abbe-Estlander Flap
(a) (b) (c)
Gambar 6. (a) Insisi W-Y flap (b) Aproksimasi W-Y (c) Penjahitan flap
(a) (b) (c)
Gambar 7. Pasca rekonstruksi (a) H+2 (b) H+21 (c) H+7 bulan
Penyembukan luka pasca rekonstruksi baik. Abbe-estlander flap menghasilkan komisura
bulat, microstomia, dan oral fissure pendek. Pasien mengeluhkan sulit menggunakan sendok
makan karena lebar mulut yang sempit sehingga memerlukan rekonstruksi tahap dua berupa
komisuroplasti.
(a) (b) (c) (d) (e)
Gambar 8. (a) Desain flap (b) Eksisi kutis dan subkutan (c) Insisi vermilion labium oris
inferior sebatas mukosa (d) Rotasi flap vermilion (e) Penjahitan flap
(a) (b) (c) (d)
Gambar 9. Penutupan defek vermilion labium oris inferior dengan lateral tongue flap (a)
Desain flap (b) Insisi flap (c) Penjahitan flap (d) Hasil akhir
(a) (b) (c)
Gambar 10. Pasca rekonstruksi tahap duai (a) H+30 hari (b) H+ 4 bulan (c) Oral fissure lebih
lebar
Pasca operasi, pasien merasa puas dengan bukaan mulutnya. Keluhan sulit makan
menggunakan sendok tidak dirasakan lagi. Estetik bukan menjadi masalah pada pasien ini
karena usia pasien mencapai 63 tahun.
BAB 3
PEMBAHASAN
Fasciitis nekrotikan (FN) adalah suatu infeksi hebat jaringan subkutan dan fascia yang ditandai
dengan nekrosis yang cepat dan ekstensif dari kulit dan struktur di bawahnya. Tingkat
mortalitas dari FN mencapai 35%. Diagnosis yang cepat sangatlah penting karena progresifitas
penyakit yang cepat. Trauma umumnya merupakan penyebab dari fasciitis nekrotikan pada
wajah. Infeksi dental, oral dan faring juga dapat menyebabkan FN. Port de entry dapat berupa
luka tusuk pada membrane mukosaberupa pembedahan dan luka tusuk. Faktor predisposisi
berupa penyakit vascular perifer, diabetes mellitus, neoplasma, sirosis, terapi kortikosteroid
dan immunokompromais.1,4
Area yang terkena umumnya eritema, membengkak dengan batas tidak jelas, suhu lebih hangat
dari sekitar, mengkilap, dan sangat nyeri terutama bila ditekan. Perjalanan berlangsung cepat
dimana dalam 24-48 jam terjadi perubahan warna kulit dari merah keunguan menjadi area biru
keabuan yang menandai thrombosis ekstensif dari pembuluh darah papilla dermal. Setelah 3-
5 hari, terjadi kerusakan kulit dengan munculanya bulla berisi cairan hemoragik yang berwarna
biru atau ungu dan gangrene kutan yang terlihat jelas. Area yang terlibat tidak lagi nyeri
melainkan kebas akibat destruksi dari nervus superfisial yang terletak pada area jaringan
subkutan yang nekrotik. Anestesia ini mendahului munculnya nekrosis kulit dan memberikan
petunjuk bahwa proses yang terjadi adalah FN dan bukan selulitis. Gas subkutaneus umumnya
ditemukan pada pasien FN polimikrobial terutama pada pasien dengan diabetes mellitus. Pada
tahap lanjut pasien akan mengalami toksisitas sistemik, kegagalan organ, dan kematian. 1,4,5
Leukositosis, hyponatremia dan azotemia menandai kemungkinan terjadinya infeksi nekrotik.
Hipocalcemia ditemukan bila nekrosis lemak subkutan besar. Radiograf jaringan lunak atau
CT menggambarkan adanya gas subkutan.1
Pada pasien ini didapatkan bengkak pada wajah yang menghitam dengan cepat, tampak area
nekrotik kehitaman, sirkumskripta yang mudah terlepas. Pada region palatum dan lidah
didapati banyak bekuan darah yang tidak lekat. Bekuan darah berasal dari bula berisi cairan
hemoragik yang pecah. Pasien memiliki trauma berupa sariawan yang ditusuk dengan tusuk
gigi. Pasien juga merupakan penderita diabetes mellitus. Dari gambaran radiograf didapatkan
gambaran emfisema subkutis. Hal ini semua mendukung diagnosa fasciitis nekrotikan pada
pasien.
Tatalaksana FN adalah debridemen jaringan nekrosis segera dan agresif serta pemberian
antibiotik spectrum luas secara parenteral. Debridemen bertujuan untuk nekrotomi,
mengurangi tekanan kompartemen dan pengambilan kultur jaringan. Eksisi yang ekstensif
harus dilakukan melalui kulit dan jaringan subkutan sampai ditemukan fascia normal. Lemak
dan fascia nekrosis harus dieksisi dan luka harus dibiarkan terbuka. Prosedur kedua terkadang
diperlukan 24 jam kemudian untuk memastikan keadekuatan dari debridemen awal. Antibiotik
diberikan sampai semua tanda toksisitas sistemik membaik, jaringan nekrotik telah
didebridemen dan jaringan granulasi telah tumbuh. Pada pasien ini dilakukan debridemen
agresif bertahap dan dilakukan evaluasi setiap harinya akan kebutuhan debridemen tambahan.
Luka debridemen dibiarkan terbuka dan dirawat dengan madu. Antibiotik diberikan sesuai
dengan hasil kultur dan resistensi antibiotik. 4,5
Bibir dan mata merupakan dua struktur yang paling ekspresif pada wajah. Bibir memiliki peran
penting dalam pengucapan, ekspresi, emosi, membentuk oral sealed dan mastikasi. Karena
perannya ini, defek bibir penting direkonstruksi. Tujuan rekonstruksi adalah mempertahankan
oral sfingter, ukuran stoma yang cukup dan kosmesis yang baik. 2,3
Pemilihan flap untuk rekonstruksi bibir bergantung pada ukuran dan lokasi defek. Pada pasien
ini dijumpai defek bibir atas dengan lebar 70% lebar bibir dan melibatkan komisura. Pemilihan
teknik rekonstruksi akan mempengaruhi hasil yang terlihat. 2,3
Gambar 11. Pemilihan flap rekonstruksi bibir. (Diambil dari Thorne CH. Grabb and Smith’s
Plastic Surgery. 7th ed. Elsevier. 2014.)
Estlander flap merupakan metode transposisi jaringan dari bibir satu ke bibir yang lain ketika
terjadi defek yang melibatkan komisura dengan lebar defek 50% atau lebih. Lebar flap harus
setengah dari dari lebar defek. Flap ditransposisikan di sekitar komisura dengan pedikel yang
mengandung arteri labialis. Flap ini dilakukan dalam 1 tahap tanpa pemisahan pedikel.
Kerugian dari flap ini adalah terbentuknya komisura yang membulat sehingga diperlukan
komisuroplasti. Deformitas ini terlihat saat bibir tertutup. Flap ini juga memperpendek oral
fissure, sehingga diperlukan prosedur rekonstruksi lanjutan.2,6,7,8
Gambar 12. Flap Abbe-estlander (Diambil dari Chauhan DS dan Guruprasad Y, Residual
noma defect of upper lip reconstruct using Estlander Flap. Med J DY Patil Univ
2015 (8): 91-4.)
Bentukan normal dari komisura adalah segitiga dengan sudut tumpul pada sisi lateral dimana
vermilion atas dan bawah bertemu. Komisura yang menumpul dan bulat ditemukan ketika pada
rekonstruksi defek yang besar atau ketika defek melibatkan komisura. Pengukuran dilakukan
pertenganhan cupids bow ke komisura yang sehat dan ditransfer pada sisi defek. Garis ditarik
dari titik yang didaptkan dari pengukuran ke pertemuan kutan dan vermilion atas dan bawah.
Gambar segitiga yang hasilkan dieksisi half thickness dari kulit mencapai otot dan
meninggalkan mukosa. Flap vermilion berasal dari salah satu bibir dan meninggalkan pedikel
pada bibir yang lain. Flap dirotasi dan dipindahkan ke defek untuk membentuk komisura. 2,6
Gambar 13. Komisuroplasti (Diambil dari Weerda H. Reconstructive Facial Plastic Surgery:
A Problem-Solving Manual. Thieme. 2014)
Pada pasien ini untuk merekonstruksi vermilion bibir donor dilakukan flap lateral lidah.
Rekonstruksi dengan flap lidah dapat menghasilkan vermilion yang baik. Flap dari permukaan
ventral lidah digunakan untuk rekonstruksi bibir bawah dan permukaan dorsal untuk
rekonstruksi bibir atas. Kerugian dari flap lidah adalah flap mudah tertarik karena pergerakan
lidah, tidak nyaman bagi pasien dan memerlukan pembedahan tahap kedua dengan jeda waktu
tiga minggu untuk memotong pedikel. 6
Gambar 14. Lateral tongue flap untuk merekonstruksi defek vermilion (Diambil dari
https://clinicalgate.com/reconstruction-of-the-lips/)
BAB 4
KESIMPULAN
Fasciitis nekrotikans pada area wajah dan bibir jarang terjadi tetapi mengancam nyawa.
Trauma umumnya merupakan penyebab fasciitis nekrotikans pada area wajah dan oral.
Diagnosa yang cepat dari fasciitis nekrotikans meningkatkan angka kesembuhan. Setelah
diagnosa ditegakkan, debridemen agresif secepatnya sangat penting. Defek pasca debridemen
perlu direkonstruksi untuk mengembalikan fungsi dan estetik. Rekonstruksi harus ditunda
sampai kondisi pasien stabil. Dalam rekontruksi bibir, lokasi dan ukuran defek menentukan
pemilihan flap. Abbe-estlander flap dapat menutup defek dengan lebar 2/3 lebar bibir yang
melibatkan komisura. Karena Abbe-estlander flap menghasilkan oral fissure yang kecil, maka
komisuroplasti perlu dilakukan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Bennett JE, Dolin R, dan Blaser MJ. Mandell, Douglas, and Bennett’s Principles and
Practice of Infectious Diseases. 8th ed. Volume 1. Elsevier. 2015.
2. Fernandes R. Local and Regional Flaps in Head & Neck Reconstruction: A Practical
Approach. Wiley-Blackwell. 2014
3. Thorne CH. Grabb and Smith’s Plastic Surgery. 7th ed. Elsevier. 2014.
4. Kasper D, et al. Harrison’s Principles of Internal Medicine. Volume 1-2 McGraw-Hill
Education Medical. 2015
5. www.cdc.gov/groupastrep/diseases-hcp/necrotizing-fasciitis.html
6. Shan R. Baker MD. Local Flaps in Facial Reconstruction, 3rd ed. Saunders. 2014.
7. Weerda H. Reconstructive Facial Plastic Surgery- A Problem-Solving Manual.
Thieme. 2014
8. Brown DL, Borschel DH, dan Levi B. Michigan Manual of Plastic Surgery. 2nd Ed.
Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins, 2014.
9. Chauhan DS dan Guruprasad Y. Residual noma defect of upper lip reconstruct using
Estlander Flap. Med J DY Patil Univ. 2015 (8): 91-4.
10. https://clinicalgate.com/reconstruction-of-the-lips/