provinsi sulawesi tenggara - bi.go.id · ii al ara n r 2016 visi bank indonesia menjadi lembaga...

112
NOVEMBER 2016 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA

Upload: hoangquynh

Post on 13-Mar-2019

213 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

NOVEMBER 2016

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

PROVINSI SULAWESI TENGGARA

Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada:

www.bi.go.id/web/id/Publikasi/

Salinan publikasi ini juga dapat diperoleh dengan menghubungi:

KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA SULAWESI TENGGARA

Tim Advisory dan Pengembangan Ekonomi

Jl. Sultan Hasanudin No. 150 Kendari

No. Telp. (0401) 3121655; No. Fax.(0401)3122718

KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

PRO

VIN

SI SU

LAW

ESI TE

NG

GA

RA

TRIW

ULA

N I 2

016

Laporan Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Sulawesi

Tenggara (Sultra) ini disusun setiap triwulan oleh Kantor Perwakilan Bank

Indonesia Provinsi Sulawesi Tenggara. Isi di dalamnya mencakup aspek

pertumbuhan ekonomi, keuangan pemerintah, inflasi, sistem keuangan dan

pengembangan akses keuangan, sistem pembayaran dan pengelolaan uang,

ketenagakerjaan dan kesejahteraan masyarakat, serta prospek

perekonomian ke depan. Kajian ekonomi daerah ini disamping bertujuan

untuk memberikan masukan bagi Kantor Pusat Bank Indonesia dalam

merumuskan kebijakan moneter, makroprudensial maupun sistem

pembayaran, juga diharapkan dapat menjadi salah satu referensi bagi para

stakeholders di daerah dalam membuat keputusan. Keberadaan Kantor

Perwakilan Bank Indonesia di daerah diharapkan dapat semakin berperan

sebagai strategic partner bagi stakeholder di wilayah kerjanya.

Secara umum, kondisi perekonomian Sulawesi Tenggara pada triwulan III

2016 tumbuh melambat akibat adanya perlambatan yang terjadi pada

konsumsi rumah tangga dan konsumsi pemerintah serta penurunan kinerja

investasi pada sisi permintaan. Sementara itu, tekanan inflasi mengalami

penurunan terutama dari komponen volatile food. Berbagai upaya juga terus

dilakukan oleh Pemerintah dan Bank Indonesia untuk dapat mengendalikan

inflasi. Dari sisi stabilitas keuangan daerah, sumber kerentanan pada sektor

rumah tangga maupun korporasi masih terjaga di tengah kinerja institusi

keuangan (perbankan) yang turut melambat seiring dengan kondisi

perekonomian.

Dalam penyusunan laporan ini, Bank Indonesia memanfaatkan data serta

informasi dari berbagai institusi baik secara langsung melalui survei dan

liason maupun data yang sudah tersedia. Sehubungan dengan hal tersebut,

pada kesempatan ini, kami menyampaikan terima kasih dan penghargaan

kepada semua pihak yang telah berkontribusi, baik berupa pemikiran

maupun penyediaan data/informasi secara kontinyu, tepat waktu, dan

reliable. Saran serta masukan dari para pengguna sangat kami harapkan

untuk menghasilkan laporan yang lebih baik ke depan.

Kendari, 21 November 2016

Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Tenggara

Dian Nugraha

Kata

Pengantar

ii

KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

PRO

VIN

SI SU

LAW

ESI TE

NG

GA

RA

NO

VEM

BER 2

016

VISI BANK INDONESIA Menjadi lembaga bank sentral yang kredibel dan terbaik di

regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki

serta pencapaian inflasi yang rencah dan nilai tukar yang

stabil

MISI BANK INDONESIA 1. Mencapai stabilitas nilai rupiah dan menjaga efektivitas

transmisi kebijakan moneter untuk mendorong pertumbuhan

ekonomi yang berkualitas.

2. Mendorong sistem keuangan nasional bekerja secara efektif

dan efisien serta mampu bertahan terhadap gejolak internal

dan eksternal untuk mendukung alokasi sumber

pendanaan/pembiayaan dapat berkontribusi pada

pertumbuhan dan stabilitas perekonomian nasional.

3. Mewujudkan sistem pembayaran yang aman, efisien, dan

lancar yang berkontribusi terhadap perekonomian, stabilitas

moneter, dan stabilitas sistem keuangan dengan

memperhatikan aspek perluasan akses dan kepentingan

nasional

4. Meningkatkan dan memelihara organisasi dan SDM Bank

Indonesia yang menjunjung tinggi nilai-nilai strategis dan

berbasis kinerja, serta melaksanakan tata kelola

(governance) yang berkualitas dalam rangka melaksanakan

tugas yang diamanatkan Undang-Undang

NILAI-NILAI STRATEGIS Merupakan nilai-nilai yang menjadi dasar Bank Indonesia,

manajemen dan pegawai untuk bertindak dan atau

berperilaku, yang terdiri atas:

Trust and Integity – Professionalism – Excellence – Public

Interest – Coordination and Teamwork

KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

PRO

VIN

SI SU

LAW

ESI TE

NG

GA

RA

TRIW

ULA

N I 2

016

Kata Pengantar i

Visi Misi Bank Indonesia ii

Daftar Isi iii

Daftar Grafik v

Daftar Tabel viii

Tabel Indikator Terpilih Ix

RINGKASAN EKSEKUTIF 1

BAB I PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH 5

1.1. KONDISI UMUM 7

1.2. SISI PERMINTAAN 8

1.2.1. Konsumsi Rumah Tangga 9

1.2.2. Konsumsi Pemerintah 11

1.2.3. Investasi 12

1.2.4. Ekspor dan Impor 13

1.2. SISI PENAWARAN: LAPANGAN USAHA 17

1.3.1. Pertanian, Kehutanan dan Perikanan 17

1.3.2. Pertambangan dan Penggalian 19

1.3.3. Industri Pengolahan 20

1.3.4. Perdagangan Besar dan Eceran 21

1.3.5. Konstruksi 23

1.3.6. Transportasi dan Pergudangan 25

BAB II KONDISI FISKAL DAERAH 27

2.1. STRUKTUR ANGGARAN APBD TAHUN 2016 29

2.2. PERKEMBANGAN REALISASI ANGGARAN APBD PROVINSI 29

2.2.2. Realisasi Anggaran Pendapatan 29

2.2.2. Realisasi Anggaran Belanja 31

2.3. PERKEMBANGAN REALISASI ANGGARAN APBD KOTA/KABUPATEN 32

BAB III PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH 35

3.1. KONDISI UMUM 37

3.1.1. Perkembangan Inflasi Tahunan (year on year) 37

3.1.2. Perkembangan Inflasi Bulanan (month to month) 39

3.2. DISAGREGASI INFLASI 41

3.3. UPAYA PENGENDALIAN INFLASI 42

BOKS 1. Pusat Informasi Harga Pangan Strategis 45

Daftar

Isi

iv

KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

PRO

VIN

SI SU

LAW

ESI TE

NG

GA

RA

NO

VEM

BER 2

016

BAB IV STABILITAS KEUANGAN DAERAH 47

4.1. ASESMEN SEKTOR RUMAH TANGGA 49

4.1.1. Sumber Kerentanan dan Kondisi Sektor Rumah Tangga 49

4.1.2. Kinerja Keuangan Rumah Tangga 51

4.1.3. Dana Pihak Ketiga Perseorangan Di Perbankan 53

4.1.4. Kredit Perbankan Pada Sektor Rumah Tangga 54

4.2. ASESMEN SEKTOR KORPORASI 59

4.2.1. Sumber Kerentanan Sektor Korporasi 59

4.2.2. Kinerja Korporasi 60

4.2.3. Eksposure Perbankan Pada Sektor Korporasi 64

4.3. ASESMEN INSTITUSI KEUANGAN (PERBANKAN) DI SULAWESI TENGGARA 66

4.3.1. Aset Bank Umum 66

4.3.2. Intermediasi Bank Umum Sulawesi Tenggara 66

4.3.3. Rentabilitas Bank Umum Sulawesi Tenggara 68

4.3.4. Perbankan Syariah 69

4.3.4. Bank Perkreditan Rakyat 70

4.4. AKSES KEUANGAN 70

4.4.1. Akses Keuangan Kepada UMKM 70

4.4.2. Akses Keuangan Kepada Penduduk 72

BAB V SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH 73

5.1. PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN NON TUNAI 75

5.1.1. Perkembangan Transaksi Kliring 75

5.1.2. Perkembangan Transaksi RTGS 76

5.2. PENGELOLAAN UANG TUNAI 76

5.2.1. Aliran Uang Kartal 76

5.2.2. Penyediaan Uang Layak Edar 77

5.2.3. Perkembangan Temuan Uang Palsu 78

BOKS 2. Kendari Peduli Koin- Uang Logam Masih Dibutuhkan 79

BOKS 3. Kampanye Non Tunai di Pemkot Kendari 81

BAB VI KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN 83

6.1. KETENAGAKERJAAN 85

6.2. KESEJAHTERAAN 87

BAB VII PROSPEK EKONOMI DAERAH 89

7.1. PROSPEK PERTUMBUHAN EKONOMI 91

7.2. PROSPEK INFLASI 94

Daftar Istilah

Tim Penyusun

KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

PRO

VIN

SI SU

LAW

ESI TE

NG

GA

RA

NO

VEM

BER 2

016

Grafik 1.1 Perkembangan Pertumbuhan Ekonomi Sulawesi Tenggara 7

Grafik 1.2 Pangsa Sektor Dominan Perekonomian Sulawesi Tenggara Triwulan I 2016 7

Grafik 1.3 Pertumbuhan Konsumsi Berdasarkan Kebutuhan Rumah Tangga 9

Grafik 1.4 Persentase Penghasilan Rumah Tangga Untuk Aktivitas Konsumsi 9

Grafik 1.5 Pertumbuhan Kredit Konsumsi 10

Grafik 1.6 Konsumsi Semen di Sulawesi Tenggara 12

Grafik 1.7 Pertumbuhan Kredit Investasi di Sulawesi Tenggara 12

Grafik 1.8 Nilai Ekspor Luar Negeri dari Sulawesi Tenggara 13

Grafik 1.9 Pangsa Komoditas Ekspor 13

Grafik 1.10 Nilai Ekspor Feronikel Sultra 14

Grafik 1.11 Nilai Ekspor Feronikel oleh Salah Satu Korporasi 14

Grafik 1.12 Nilai Ekspor Perikanan Sultra 14

Grafik 1.13 Arus Muat Barang 14

Grafik 1.14 Nilai Impor Luar Negeri Sultra 15

Grafik 1.15 Arus Bongkar Barang di Pelabuhan 15

Grafik 1.16 Pangsa Sub Lapangan Usaha Pertanian 18

Grafik 1.17 Kredit Pertanian di Sulawesi Tenggara 18

Grafik 1.18 Produksi Ore Nikel 19

Grafik 1.19 Kredit Pertambangan Sulawesi Tenggara 19

Grafik 1.20 Produksi Feronikel 20

Grafik 1.21 Kredit Industri Sulawesi Tenggara 20

Grafik 1.22 Volume Ekspor Sulawesi Tenggara 22

Grafik 1.23 Transaksi Perdagangan Luar Negeri 22

Grafik 1.24 Pertumbuhan Aktivitas Bongkar Muat Pelabuhan Kendari 23

Grafik 1.25 Kredit Perdagangan Sulawesi Tenggara 23

Grafik 1.26 Arus Penumpang Kapal Laut 25

Grafik 2.1 Perkembangan Tahunan Anggaran Pendapatan Provinsi Sulawesi Tenggara 29

Grafik 2.2 Perkembangan Tahunan Anggaran Belanja Provinsi Sulawesi Tenggara 29

Grafik 2.3 Perkembangan Kondisi Keuangan Antara Realisasi dan Target Bulanan 32

Grafik 2.4 Perkembangan Penyelesaian Fisik Pengadaan Antara Realisasi dan Target 32

Grafik 3.1 Pergerakan Inflasi Tahunan Sulawesi Tenggara 37

Grafik 3.2 Pergerakan Inflasi Tahunan Sulawesi Tenggara Berdasarkan Kelompok 37

Grafik 3.3 Pergerakan Inflasi Tahunan per Kota 38

Grafik 3.4 Perbandingan Kinerja Inflasi Tahunan Triwulan III 2016 & Tracking Okt-16 38

Grafik 3.5 Pergerakan dan Pola Inflasi Bulanan Sulawesi Tenggara 39

Daftar

Grafik

vi

KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

PRO

VIN

SI SU

LAW

ESI TE

NG

GA

RA

NO

VEM

BER 2

016

Grafik 3.6 Pergerakan Inflasi Bulanan Kota Kendari dan Kota Baubau Triwulan II 2016 39

Grafik 3.7 Perkembangan Inflasi Tahunan Berdasarkan Disagregasi Inflasinnya 40

Grafik 3.8 Indeks Pengeluaran Konsumen Berdasarkan Kelompok Inflasi 40

Grafik 4.1 Kontribusi Konsumsi Rumah Tangga Terhadap PDRB Sulawesi Tenggara 49

Grafik 4.2 Indeks Keyakinan Konsumen Rumah Tangga Sulawesi Tenggara 49

Grafik 4.3 Persepsi Rumah Tangga Sultra Terhadap Ekonomi Saat ini 50

Grafik 4.4 Perubahan Penghasilan Saat Ini dibandingkan 6 Bulan Mendatang 50

Grafik 4.5 Persepsi Rumah Tangga Sultra Terhadap Ekonomi 6 Bulan Mendatang 50

Grafik 4.6 Ekspektasi Peningkatan Gaji/Upah 6 bulan 50

Grafik 4.7 Ekspektasi Perubahan Harga Oleh Rumah Tangga 3 Bulan Mendatang 51

Grafik 4.8 Ekspektasi Perubahan Harga 3 Bulan Mendatang Berdasarkan Komoditi 51

Grafik 4.9 Komposisi Pengeluaran Rumah Tangga Sulawesi Tenggara 51

Grafik 4.10 Komposisi Pengeluaran Rumah Tangga Berdasarkan Pengeluaran/Bulan 51

Grafik 4.11 Komposisi Pengeluaran Rumah Tangga Sulawesi Tenggara 53

Grafik 4.12 Perkiraan Posisi Pinjaman 6 Bulan Mendatang 53

Grafik 4.13 Komposisi DPK Sulawesi Tenggara 54

Grafik 4.14 Pertumbuhan Dana Pihak Ketiga Perseorangan Sulawesi Tenggara 54

Grafik 4.15 Komposisi DPK Perseorangan di Sulawesi Tenggara 54

Grafik 4.16 Pertumbuhan DPK Perseorangan Tiap Jenis Penempatan 54

Grafik 4.17 Komposisi Kredit Perseorangan di Sulawesi Tenggara 55

Grafik 4.18 Komposisi Penggunaan Kredit Perseorangan di Sulawesi Tenggara 55

Grafik 4.19 Komposisi Penggunaan Kredit Produktif Perseorangan Oleh UMKM 55

Grafik 4.20 Pertumbuhan Kredit Perseorangan di Sulawesi Tenggara 55

Grafik 4.21 NPL dan Suku Bunga Kredit Rumah Tangga & Kredit Konsumsi 56

Grafik 4.22 Hubungan Antara Pertumbuhan Kredit Perseorangan & Suku Bunga 56

Grafik 4.23 Komposisi Ekspor Sulawesi Tenggara 60

Grafik 4.24 Harga Nikel Internasional 60

Grafik 4.25 Kinerja Korporasi di Sulawesi Tenggara Berdasarkan Liaison 61

Grafik 4.26 Kondisi Kegiatan Usaha di Sulawesi Tenggara 62

Grafik 4.27 Perkembangan Upah Minimum Provinsi 62

Grafik 4.28 Perkembangan Kondisi Likuiditas Keuangan Korporasi di Sultra 63

Grafik 4.29 Kondisi Likuiditas Keuangan Korporasi Berdasarkan Sektoral 63

Grafik 4.30 Pangsa Penggunaan Kredit Korporasi 64

Grafik 4.31 Pertumbuhan Kredit Korporasi 64

Grafik 4.32 Pertumbuhan Kredit Modal Kerja Korporasi Sektor Dominan 65

Grafik 4.33 Pergerakan NPL Kredit Modal Kerja Korporasi 65

Grafik 4.34 Pertumbuhan Kredit Investasi Korporasi Sektor Dominan 66

Grafik 4.35 Pergerakan NPL Kredit Investasi Korporasi 66

Grafik 4.36 Aset Bank Umum Sulawesi Tenggara 66

Grafik 4.37 Pangsa Aset Berdasarkan Pemilik Bank 66

Grafik 4.38 DPK Bank Umum Sulawesi Tenggara 66

Grafik 4.39 Kredit Bank Umum Sulawesi Tenggara 66

Grafik 4.40 Perkembangan Loan To Deposit Rasio Sulawesi Tenggara 67

Grafik 4.41 Perkembangan NPL Bank Umum Sulawesi Tenggara 67

KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

PRO

VIN

SI SU

LAW

ESI TE

NG

GA

RA

NO

VEM

BER 2

016

Grafik 4.42 Spread Suku Bunga Bank Umum 68

Grafik 4.43 Perkembangan BOPO dan NIM Bank Umum 68

Grafik 4.44 Pangsa Perbankan Syariah 69

Grafik 4.45 Perkembangan DPK dan Pembiayaan Syariah 69

Grafik 4.46 Perkembangan BPR di Sulawesi Tenggara 70

Grafik 4.47 Pangsa Kredit UMKM 70

Grafik 4.48 Pertumbuhan Kredit UMKM 71

Grafik 4.49 Pertumbuhan Kredit UMKM Sektoral 71

Grafik 4.50 NPL Kredit UMKM Sektor Dominan 71

Grafik 4.51 Pergerakan Baki Debet KUR Sulawesi Tenggara 71

Grafik 4.52 Rasio Rekening DPK per Penduduk Bekerja 72

Grafik 4.53 Rasio Rekening Kredit per Penduduk Bekerja 72

Grafik 5.1 Nilai Transaksi Kliring (SKNBI) Provinsi Sulawesi Tenggara 75

Grafik 5.2 Volume Transaksi Kliring (SKNBI) Provinsi Sulawesi Tenggara 75

Grafik 5.3 Perputaran kliring harian di Sulawesi Tenggara 75

Grafik 5.4 Penolakan Kliring (Cek/BG Kosong) 75

Grafik 5.5 Nilai Transaksi RTGS Provinsi Sulawesi Tenggara 76

Grafik 5.6 Volume Transaksi RTGS Provinsi Sulawesi Tenggara 76

Grafik 5.7 Aliran Uang Kartal Dari Bank Sentral di Sulawesi Tenggara 77

Grafik 5.8 Posisi Selisih Inflow dan Outflow Di Bank Sentral Sulawesi Tenggara 77

Grafik 5.9 Pemusnahan Uang Tidak Layak Edar 78

Grafik 5.10 Komposisi Pecahan Uang Palsu Yang Ditemukan 78

Grafik 6.1 Kondisi Realisasi Penyerapan Tenaga Kerja Berdasarkan Sektor Usaha 85

Grafik 6.2 Ketersediaan Lapangan Pekerjaan Dari Sisi Tenaga Kerja 85

Grafik 7.1 Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia dan Dunia 91

Grafik 7.2 Proyeksi Harga Komoditas Internasional 91

viii

I

KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

PRO

VIN

SI SU

LAW

ESI TE

NG

GA

RA

TRIW

ULA

N I 2

016

Tabel 1.1 Perkembangan Petumbuhan Ekonomi Sisi Permintaan 8

Tabel 1.2 Perkembangan Petumbuhan Ekonomi Sisi Penawaran 17

Tabel 2.1 Perbandingan Pencapaian Penyerapan Pendapatan Pemerintah Provinsi

Sulawesi Tenggara Triwulan II

30

Tabel 2.2 Perbandingan Pencapaian Penyerapan Belanja Pemerintah Provinsi

Sulawesi Tenggara Triwulan II

31

Tabel 2.3 Perbandingan Pencapaian Penyerapan Pendapatan & Belanja 11 Kab/Kota 33

Tabel 4.1 Dana Rumah Tangga Untuk Membayar Cicilan dan Perubahannya

Berdasarkan Tingkat Pengeluaran/Bulan

52

Tabel 4.2 Dana Rumah Tangga Untuk Menabung dan Perubahannya Berdasarkan

Berdasarkan Tingkat Pengeluaran/Bulan

52

Tabel 4.3 Pertumbuhan dan NPL KPR di Sulawesi Tenggara 57

Tabel 4.4 Pertumbuhan dan NPL KKB di Sulawesi Tenggara 57

Tabel 4.5 Komposisi Kredit Multiguna Posisi Triwulan I 2016 58

Tabel 4.6 NPL Kredit Multiguna 59

Tabel 4.7 Perkiraan Beban Angsuran Terhadap Pendapatan Korporasi 6 Bulan 63

Daftar

Tabel

PDRB DAN IHK

I II III IV I II III

Indeks Harga Konsumen

- Kendari 114,65 115,67 118,00 118,06 120,18 120,72 121,65

- Baubau 121,39 123,88 124,87 126,70 126,94 128,20 129,58

Laju Inflasi Tahunan (%, yoy)

- Sulawesi Tenggara 7,81 7,35 7,24 2,27 4,75 3,49 3,28

PDRB Penawaran - Harga Konstan (Rp miliar)

1. Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 3.984 4.253 4.323 4.360 4.411 4.491 4.575

2. Pertambangan dan Penggalian 3.687 3.920 4.222 3.915 3.350 3.938 3.841

3. Industri Pengolahan 1.069 1.128 1.092 1.151 1.162 1.191 1.243

4. Pengadaan Listrik, Gas 8 9 8 10 9 9 9

5. Pengadaan Air 36 36 35 36 40 39 40

6. Konstruksi 1.986 2.269 2.444 2.738 2.205 2.517 2.661

7. Perdagangan Besar & Eceran, 2.057 2.195 2.224 2.274 2.205 2.354 2.652

8. Transportasi dan Pergudangan 740 768 817 847 830 885 956

9. Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 99 104 106 114 106 113 115

10. Informasi dan Komunikasi 384 401 421 434 437 459 476

11. Jasa Keuangan 382 373 403 426 437 456 459

12. Real Estate 302 310 314 307 303 314 287

13. Jasa Perusahaan 37 39 39 40 40 42 42

14. Adm Pemerintahan, 938 1.000 1.033 1.066 969 1.083 1.084

15. Jasa Pendidikan 843 844 857 931 937 951 995

16. Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 175 180 180 187 191 188 195

17. Jasa Lainnya 258 267 273 282 279 292 290

PDRB Permintaan - Harga Konstan (Rp miliar)

1. Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga 8.409 8.565 8.859 8.982 8.955 9.138 9.403

2. Pengeluaran Konsumsi LNPRT 177 181 196 208 189 194 203

3. Pengeluaran Konsumsi Pemerintah 2.202 2.627 2.784 3.159 2.308 3.079 3.007

4. Pembentukan Modal Tetap Bruto 6.483 7.117 7.676 8.730 7.145 7.768 8.018

5. Perubahan Inventori 153 152 111 (89) (22) 12 22

6. Eksport Luar Negeri 856 932 712 714 431 658 694

7. Import Luar Negeri 988 945 1.000 1.504 763 1.207 1.038

8. Net Eksport Antar Daerah (310) (542) (540) (1.084) (330) (320) (390)

Total PDRB (Rp Miliar) 16.984 18.095 18.791 19.117 17.913 19.321 19.920

Pertumbuhan PDRB (%, yoy) 5,7 7,2 7,0 7,5 5,5 6,8 6,0

Indikator2015 2016

Indikator

Terpilih

x

KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

PRO

VIN

SI SU

LAW

ESI TE

NG

GA

RA

NO

VEM

BER 2

016

PERBANKAN & SISTEM PEMBAYARAN

I II III IV I II III

Total Asset (Rp miliar) 20.871 21.796 22.718 22.770 22.768 23.837 23.837

- Bank Umum (Konvensional & Syariah) 19.702 21.562 21.562 21.562 21.562 21.562 21.562

- BPR 200 234 240 261 271 292 274

- Syariah 969 1.169 916 947 935 943 987

Dana Pihak Ketiga Bank Umum (Rp miliar) 12.597 13.675 14.883 14.517 15.367 15.690 15.442

- Giro 3.475 4.169 4.548 2.829 4.211 4.030 3.790

- Tabungan 5.887 5.923 6.619 8.129 7.245 7.665 7.717

- Deposito 3.235 3.583 3.716 3.558 3.912 3.995 3.934

Kredit Bank Umum* (Rp miliar) 14.444 15.174 15.644 16.092 16.915 17.910 18.119

- Modal Kerja 3.967 4.266 4.313 4.288 4.669 5.002 5.061

- Investasi 1.689 1.701 1.692 1.791 1.823 1.962 1.920

- Konsumsi 8.787 9.206 9.639 10.013 10.423 10.946 11.140

NPL Bank Umum(%) 2,88 3,06 2,95 2,45 2,61 2,48 2,79

LDR (%) 115 111 105 111 110 114 117

Kredit UMKM (Rp miliar) 4.859 5.144 5.212 5.200 5.797 6.255 6.190

NPL Kredit UMKM (%) 5,87 6,47 6,34 5,31 5,70 5,35 5,86

- Inflow 939 431 754 262 1.279 579 1.140

- Outflow 230 923 1.757 1.807 282 1.612 1.044

- Net (Inflow - Outflow) 708 (492) (1.003) (1.545) 997 (1.033) 96

- Volume (transaksi) 878 918 1.051 1.748 2.084 2.437 2.172

- Nominal (Rp miliar) 41 42 44 55 58 64 56

- Volume (transaksi) 5.462 5.891 6.821 4.010 481 529 478

- Nominal (Rp miliar) 12.863 18.445 18.698 10.959 848 874 689

*Lokasi Bank

RTGS dari Perbankan Sultra

Indikator20162015

Kas (Rp miliar)

Perbankan

Kliring

KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

PRO

VIN

SI SU

LAW

ESI TE

NG

GA

RA

TRIW

ULA

N I 2

016

GAMBARAN

UMUM

Pada Triwulan III 2016 ekonomi Sulawesi Tenggara

(Sultra) tumbuh sebesar 6,0% (yoy) mengalami

perlambatan dibandingkan triwulan sebelumnya.

Perlambatan tersebut disebabkan oleh perlambatan

yang terjadi pada konsumsi rumah tangga dan

konsumsi pemerintah serta penurunan kinerja

investasi.

Sementara itu, inflasi di Sulawesi Tenggara mencapai

3,28% (yoy), lebih rendah dibandingkan dengan

triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 4,12%

(yoy). Penurunan inflasi tersebut terutama

bersumber dari berkurangnya tekanan inflasi

komponen volatile food.

Di sisi lain, stabilitas keuangan daerah masih terjaga.

Namun demikian dari sisi sektor korporasi, kinerja

korporasi utama masih rentan terhadap pelemahan

ekonomi global

Ringkasan

Eksekutif

2

KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

PRO

VIN

SI SU

LAW

ESI TE

NG

GA

RA

NO

VEM

BER 2

016

Kontraksi lapangan

usaha pertambangan

dan melambatnya

lapangan usaha

konstruksi

menyebabkan

terjadinya

perlambatan

perekonomian Sultra

Tekanan inflasi Sultra

mengalami

penurunan akibat

adanya penurunan

harga bahan

makanan

Pertumbuhan Ekonomi Daerah

Pertumbuhan Sulawesi Tenggara pada triwulan III 2016 tumbuh sebesar

6,0% (yoy), mengalami perlambatan dibandingkan dengan triwulan

sebelumnya yang mampu tumbuh sebesar 6,8%(yoy). Perlambatan

tersebut disebabkan oleh perlambatan yang terjadi pada konsumsi rumah

tangga dan konsumsi pemerintah serta penurunan kinerja investasi

Sulawesi Tenggara pada sisi permintaan. Dari sisi penawaran, kinerja

lapangan usaha pertambangan yang terkontraksi dan melambatnya laju

pertumbuhan pada lapangan usaha konstruksi merupakan penyebab

utama percepatan laju pertumbuhan.

Namun demikian pada triwulan IV 2016 perekonomian diperkirakan akan

mengalami akselerasi seiring dengan peningkatan kinerja usaha

pertambangan dan penggalian dan lapangan usaha konstruksi. Selain itu,

akselerasi investasi dan ekspor Sulawesi Tenggara di periode mendatang

juga masih menopang perekonomian Sulawesi Tenggara.

Inflasi Daerah

Inflasi Sulawesi Tenggara pada triwulan III 2016 mengalami penurunan

dari 4,12% (yoy) di triwulan sebelumnya menjadi 3,28% (yoy). Penurunan

laju inflasi Sulawesi Tenggara tersebut disebabkan oleh penurunan inflasi

yang terjadi di Kota Kendari. Sementara daerah lain yang merupakan kota

perhitungan inflasi, yaitu Kota Baubau mengalami peningkatan. Sumber

utama penurunan inflasi tersebut adalah penurunan harga bahan pangan

seiring telah kembali normalnya permintaan masyarakat pasca Bulan

Ramadhan dan perayaan Hari Raya Idul Fitri. Upaya pengendalian inflasi

difokuskan untuk meningkatkan koordinasi dan komunikasi seluruh TPID

Kota/Kabupaten dan TPID Provinsi. Selain itu, dilakukan pula upaya untuk

menjaga ekspektasi masyarakat terhadap harga kebutuhan strategis

terutama pada saat perayaan Hari Besar Keagamaan.

Namun demikian, tekanan inflasi pada triwulan IV 2016 diperkirakan akan

mengalami peningkatan. Peningkatan tersebut utamanya disebabkan

oleh penurunan kelompok administered prices seiring adanya

peningkatan permintaan akan komoditas angkutan udara terutama di

Kota Baubau pada saat perayaan Natal dan Tahun Baru 2017.

KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

PRO

VIN

SI SU

LAW

ESI TE

NG

GA

RA

NO

VEM

BER 2

016

3

Stabilitas keuangan

daerah masih terjaga

terutama dari

ketahanan rumah

tangga

Realisasi Pendapatan

maupun belanja

APBD Provinsi

Sulawesi Tenggara

mengalami

penurunan

dibandingkan

dengan tahun

sebelumnya

Sistem pembayaran

non tunai mengalami

penurunan dan

transaksi tunai

terjadi net inflow

Stabilitas Keuangan Daerah

Stabilitas keuangan daerah masih terjaga, terutama dari ketahanan sektor

rumah tangga. Tingkat konsumsi masyarakat yang masih terjaga, perilaku

berutang yang masih normal, dan risiko kredit yang masih terjaga

berdampak minimal pada sistem keuangan. Dari sisi sektor korporasi,

kinerja korporasi utama sudah mulai membaik ditengah pelemahan

ekonomi global dan mampu menopang ketahanan sistem keuangan di

Sulawesi Tenggara.

Sementara itu, perekonomian yang melambat mempengaruhi kinerja

institusi keuangan, khususnya perbankan di Sulawesi Tenggara. Kinerja

penghimpunan dana pihak ketiga dan penyaluran kredit mengalami

perlambatan. Sementara itu, risiko kredit menunjukkan peningkatan

meskipun masih dalam batas terkendali.

Keuangan Pemerintah

Anggaran Pendapatan dan Belanja (APBD) Provinsi Sulawesi Tenggara

pada tahun 2016 mengalami peningkatan jika dibandingkan dengan

anggaran tahun 2015. Pada triwulan III 2016, realisasi pendapatan APBD

Provinsi Sulawesi Tenggara mencapai sebesar 73,6% dari target, menurun

dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya yang tercatat

sebesar 80,6%. Sejalan dengan kondisi tersebut, realisasi belanja APBD

Provinsi Sulawesi Tenggara mengalami penurunan dari 68,3% menjadi

60,3% di periode laporan.

Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang

Pada triwulan III 2016, aktivitas sistem pembayaran non tunai melalui

sistem kliring dan RTGS di Sulawesi Tenggara mengalami penurunan baik

secara nominal maupun jumlah transaksi jika dibandingkan dengan

periode sebelumnya. Di sisi sistem pembayaran tunai, pada triwulan III

2016 terjadi net inflow uang kartal yang berbeda dengan pola

musimannya. Selain itu, KPw Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Tenggara

juga terus melakukan peningkatan kelayakedaran dari uang kartal dan

meminimalkan peredaran uang palsu.

4

KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

PRO

VIN

SI SU

LAW

ESI TE

NG

GA

RA

NO

VEM

BER 2

016

Kondisi

ketenagakerjaan dan

tingkat

kesejahteraan

mengalami

perbaikan

Pertumbuhan

ekonomi Sultra pada

tahun 2017

diperkirakan akan

mengalami

percepatan disertai

dengan penurunan

tekanan inflasi

Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan

Kondisi ketenagakerjaan di Sulawesi Tenggara mengalami perbaikan

walaupuan terjadi perlambatan kinerja perekonomian pada periode

laporan. Kondisi tersebut terlihat dari peningkatan jumlah penduduk yang

bekerja dan penurunan jumlah penggangguran. Sementara itu, untuk

perkiraan kondisi ketenagakerjaan pada periode yang akan datang akan

mengalami perbaikan. Sejalan dengan kondisi ketenagakerjaan, tingkat

kesejahteraan terutama pada masyarakat pedesaan mengalami

peningkatan. Hal tersebut tercermin dari Nilai Tukar Pertani (NTP) yang

meningkat di periode laporan.

Prospek Perekonomian

Pada tahun 2017 mendatang, pertumbuhan ekonomi Sulawesi Tenggara

diperkirakan masih berada pada tren meningkat dan tumbuh pada kisaran

6,5% 7,0% (yoy). Percepatan tersebut searah dengan prakiraan

perekonomian Indonesia dan dunia yang juga mengalami peningkatan.

Kinerja lapangan usaha pertanian, pertambangan dan penggalian serta

industri pengolahan masih merupakan faktor pendorong laju percepatan

perekonomi. atan kinerja ekonomi di periode triwulan mendatang.

Di sisi lain, perkembangan inflasi Sultra pada tahun 2017 diperkirakan

akan dominan dipengaruhi oleh penurunan kelompok volatile food dan

administered prices. Inflasi Sulawesi Tenggara pada tahun 2017

diprakirakan berada pada kisaran 3,0% - 3,4% (yoy), relatif menurun

dibandingkan dengan periode tahun 2016 berada pada kisaran 3,3%-

3,7% (yoy).

KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

PERTUMBUHAN

EKONOMI DAERAH

Perekonomian Sulawesi Tenggara pada triwulan III 2016

tumbuh sebesar 6,0% (yoy), mengalami perlambatan

dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang mampu

tumbuh sebesar 6,8% (yoy).

Perlambatan tersebut disebabkan oleh perlambatan yang

terjadi pada konsumsi rumah tangga dan konsumsi

pemerintah serta penurunan kinerja investasi pada sisi

permintaan.

Dari sisi penawaran, kinerja lapangan usaha pertambangan

dan penggalian yang terkontraksi dan melambatnya laju

pertumbuhan pada lapangan usaha konstruksi merupakan

penyebab utama terjadinya perlambatan laju pertumbuhan.

Namun demikian, pada triwulan IV yang sedang berjalan

diperkirakan akan terjadi akselerasi pertumbuhan ekonomi

yang didorong oleh akselerasi yang terjadi pada kegiatan

investasi dan ekspor Sulawesi Tenggara.

Bab 1

2

NO

VEM

BER 2

016

KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

PRO

VIN

SI SU

LAW

ESI TE

NG

GA

RA

NO

VEM

BER 2

016

7

1.1. KONDISI UMUM

Perekonomian Sulawesi Tenggara pada triwulan

III 2016 tumbuh sebesar 6,0% (yoy)1, mengalami

perlambatan dibandingkan dengan triwulan

sebelumnya yang mampu tumbuh sebesar 6,8%

(yoy)(Grafik 1.1). Dari sisi permintaan,

perlambatan tersebut disebabkan oleh

perlambatan yang terjadi pada konsumsi rumah

tangga dan konsumsi pemerintah serta

penurunan kinerja investasi Sulawesi Tenggara.

Sementara dari sisi penawaran, kontraksi yang

terjadi pada lapangan usaha pertambangan dan

penggalian serta perlambatan laju pertumbuhan

pada lapangan usaha konstruksi menjadi sumber

utama perlambatan perekonomian Sulawesi

Tenggara di periode tersebut.

Meskipun memiliki arah pertumbuhan yang

sama dengan perekonomian nasional, namun

pertumbuhan perekonomian Sulawesi Tenggara

masih lebih besar. Pertumbuhan ekonomi

Indonesia pada periode yang sama hanya

tumbuh sebesar 5,0% (yoy). Kondisi tersebut

menunjukkan bahwa sumber pertumbuhan

perekonomian Sulawesi Tenggara masih berasal

1Angka pertumbuhan ekonomi tersebut merupakan pembulatan dari angka rilis BPS sebesar 5,95% (yoy).

dari kondisi eksternal dan sangat dipengaruhi

juga oleh kondisi perekonomian global.

Memasuki triwulan IV 2016, perkembangan

beberapa indikator ekonomi di Sulawesi

Tenggara mengindikasikan arah pertumbuhan

dengan tren meningkat dan diperkirakan dapat

tumbuh sebesar 6,5% (yoy). Hasil survei yang

dilakukan oleh KPw Bank Indonesia Provinsi

Sulawesi Tenggara dan pendalaman informasi

yang dilakukan melalui liaison juga

mengindikasikan akan terjadi peningkatan

pertumbuhan ekonomi. Sektor ekonomi yang

diperkirakan dapat mendorong peningkatan

tersebut yaitu pada lapangan usaha

pertambangan dan penggalian dan lapangan

usaha konstruksi. Sementara dari sisi

permintaan, peningkatan pertumbuhan

ekonomi Sulawesi Tenggara diperkirakan berasal

dariadanya akselerasi investasi dan ekspor

Sulawesi Tenggara serta masih terjaganya

konsumsi rumah tangga di periode mendatang.

Dengan realisasi sampai dengan triwulan III 2016

dan perkiraan pada triwulan IV tersebut, maka

sepanjang tahun 2016 perekonomian Sulawesi

Sumber: BPS, ADHK, diolah Sumber: BPS, ADHK, diolah

Grafik 1.1 Perkembangan Pertumbuhan Ekonomi

Sulawesi Tenggara Grafik 1.2 Pangsa Sektor Dominan Perekonomian

Sulawesi Tenggara Triwulan III 2016

6,8%

6,0%

5,2%5,0%

3,0%

4,0%

5,0%

6,0%

7,0%

8,0%

9,0%

I II III IV I II III IV I II III

2014 2015 2016

Pertumbuhan Ekonomi Sultra Pertumbuhan Ekonomi Nasional

%, yoy

Sultra2014=6,3% Sultra

2015=6,9%

Perdagangan

23,019,36,2

13,413,3

Pertanian

Pertambangan

Industri

PengolahanKonstruksi

Lainnya

8

NO

VEM

BER 2

016

Tenggara diperkirakan hanya dapat tumbuh

sebesar 6,2% (yoy). Melambat dibandingkan

pertumbuhan selama 2015 yang dapat tumbuh

sebesar 6,9% dan melanjutkan tren menurun

sejak 2015. Kondisi pelemahan permintaan

global terhadap komoditas ekspor Sulawesi

Tenggara, tingginya ketergantungan impor luar

negeri pada kegiatan investasi hilirisasi nikel, dan

adanya penundaan dana transfer pemerintah

pusat untuk pembangunan infrastruktur

menyebabkan perekonomian Sulawesi

Tenggara kembali melambat.

1.2. SISI PERMINTAAN

Dari sisi permintaan (dilihat dari komponen

pengeluaran pada PDRB), perlambatan laju

pertumbuhan ekonomi Sulawesi Tenggara

padatriwulan III 2016 disebabkan oleh

perlambatan yang terjadi pada konsumsi rumah

tangga dan konsumsi pemerintah serta

penurunan kinerja investasi di Sulawesi

Tenggara.Telah direalisasikannya pembayaran

gaji PNS/ASN dan TNI/Polri ke-13 dan ke-14 pada

triwulan II 2016 serta adanya penundaan

transfer Dana Alokasi Umum (DAU) oleh

2Stainless steel merupakan produk logam yang menggunakan nikel olahan (feronikel dan NPI) sebagai salah satu unsur bahan bakunya.

pemerintah pusat merupakan faktor pendorong

utama terjadinya perlambatan pada konsumsi

rumah tangga dan pemerintah. Selain itu, telah

berlalunya Bulan Ramadhan dan Hari Raya Idul

Fitri juga menyebabkan daya beli

masyarakatkembali pada kondisi normalnya. Di

sisi lain, adanya penundaan transfer DAU

tersebut juga mengakibatkan terhambatnya

pembangunan proyek-proyek pemerintah

daerah yang belum sempat ditenderkan

sehingga membuat kinerja investasi turut

mengalami perlambatan di periode triwulan III

2016.

Meskipun demikian, adanya perbaikan kinerja

ekspor di triwulan III 2016 mampu menahan laju

perlambatan pertumbuhan yang terjadi.

Perbaikan tersebut dipengaruhi oleh adanya

peningkatan harga nikel internasional.

Berdasarkan hasil liaison, peningkatan

permintaan nikel olahan dari Sulawesi Tenggara

masih dipengaruhi adanya pemangkasan

produksi nikel dari negara kompetitor nikel,

terutama Filipina ditengah peningkatan produksi

stainless steel2di Tiongkok.

Tabel 1.1Perkembangan Petumbuhan Ekonomi Sisi Permintaan

Dalam % (yoy) Rasio = perbandingan terhadap total PDRB PMTB = Pembentukan Modal Tetap Bruto (investasi); p= proyeksi KPw BI Sultra LNPRT= Lembaga Non Profit melayani Rumah Tangga

Sumber: BPS, ADHK, diolah

Rasio

III IV I II III IVP Tw III 2016

Konsumsi Rumah Tangga 5,1 5,0 4,8 6,5 6,7 6,1 5,8 6,3 47,2

Konsumsi LNPRT 5,1 5,5 -2,5 6,6 7,2 3,2 8,8 6,5 1,0

Konsumsi Pemerintah 6,8 4,3 4,5 4,8 16,1 8,0 7,6 9,2 15,1

PMTB 3,0 2,8 4,4 10,2 9,3 4,5 5,4 7,1 40,3

Perubahan Inventori -79,2 -81,6 -33,9 -114,2 -83,5 -80,0 -124,7 -85,5 0,1

Eksport Luar Negeri -21,9 -27,9 -20,9 -49,7 -29,4 -2,6 57,5 -9,6 3,5

Import Luar Negeri -39,1 -24,6 -23,4 -22,8 27,7 3,8 31,9 12,5 5,2

Net Eksport Antar Daerah -41,2 8,3 -30,0 6,7 -41,1 -27,7 5,0 -12,0 (2,0)

PDRB 7,0 7,5 6,9 5,5 6,8 6,0 6,5 6,2

20162015 2016PKomponen Pengeluaran

2015

KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

9

Dari sisi rasio komponen pengeluaran terhadap

total PDRB, konsumsi rumah tangga masih

mendominasi perekonomian Sulawesi Tenggara

dengan rasio sebesar 47,2% diikuti oleh

pengeluaran untuk kegiatan investasi sebesar

40,3%. Selain itu, konsumsi pemerintah juga

masih memiliki peran yang cukup besar dengan

rasio mencapai 15,1% sehingga realisasinya

perlu mendapat perhatian agar dapat

meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang

optimal dan berkelanjutan. Sementara itu,

ekspor luar negeri Sulawesi Tenggara hanya

sebesar 3,5% jika dibandingkan dengan

keseluruhan PDRB yang tercipta (Tabel 1.1).

Meskipun demikian, pada triwulan IV yang

sedang berjalan diperkirakan akan terjadi

akselerasi pertumbuhan ekonomi yang didorong

oleh akselerasi yang terjadi pada kegiatan

investasi dan ekspor Sulawesi Tenggara.

Pertumbuhan kinerja investasi pada periode

mendatang diperkirakan akan mengalami

perbaikan seiring dengan adanya peningkatan

realisasi investasi pemerintah maupun

investasiswasta. Sedangkan untuk akselerasi

padakegiatan ekspor Sulawesi Tenggara yang

diperkirakan akan terjadi selama triwulan IV

2016 masih didorong oleh adanya peningkatan

permintaan luar negeri terhadap komoditas nikel

olahan. Di sisi lain, konsumsi rumah tangga dan

konsumsi pemerintah di periode mendatang

diperkirakan akan mengalami perlambatan

sehingga relatif menahan laju pertumbuhan

ekonomi Sulawesi Tenggara di periode tersebut.

1.2.1. Konsumsi Rumah Tangga

Realisasi Triwulan III 2016

Pada triwulan III 2016 konsumsi rumah tangga

tercatat tumbuh sebesar 6,1% (yoy), mengalami

perlambatan laju pertumbuhan jika

dibandingkan dengan periode sebelumnya yang

tercatat tumbuh sebesar 6,7% (yoy).

Perlambatan laju pertumbuhan konsumsi rumah

tangga tersebut disebabkan oleh telah

dibayarkannya gaji ke 13 dan 14 oleh

pemerintah pada triwulan II yang lalu, sementara

pada tahun 2015 di bayarkan pada triwulan III.

Berdasarkan jenis pengeluaran konsumsinya,

pengeluaran rumah tangga yang mengalami

penurunan pada periode tersebut terjadi hampir

pada seluruh komponen konsumsi rumah

tangga, kecuali pada konsumsi makanan dan

minuman dan konsumsi kesehatan dan

Sumber: BPS, ADHK, diolah Sumber: Survei Konsumen KPw BI Sultra, diolah

Grafik 1.3 Pertumbuhan Konsumsi Berdasarkan

Kebutuhan Rumah Tangga Grafik 1.4 Persentase Penghasilan Rumah Tangga Untuk

Aktivitas Konsumsi

0

2

4

6

8

10

12

Ma

kan

an d

an

Min

um

an,

se

lain

Resto

ran

Pa

kaia

n d

an

Ala

s K

aki

Pe

rum

ah

an

da

nP

erle

ngka

pan

Ru

mah

Ta

ngg

a

Ke

seh

ata

n d

an

Pe

nd

idik

an

Tra

nspo

rta

si d

an

Ko

mun

ikasi

Resto

ran

dan

Ho

tel

Ko

nsu

msi la

innya

Tw II 2015 Tw III 2016

%, yoy

55,5

53

54

55

56

57

58

59

60

61

I II III IV I II III IV I II III

2014 2015 2016

Persentase Penghasilan Untuk Konsumsi

%

10

NO

VEM

BER 2

016

pendidikan (Grafik 1.3). Kedua jenis konsumsi

tersebut mengalami kenaikan pada periode

triwulan III disebabkan karena adanya perayaan

Hari Raya Idul Adha dan pergantian tahun ajaran

baru. Konsumsi rumah tangga Sulawesi

Tenggara masih didominasi oleh konsumsi

makanan dan minuman sebesar 46,3%, diikuti

oleh konsumsi untuk transportasi dan

komunikasi sebesar 20,4%. Sementara itu

konsumsi perumahan dan peralatan rumah

tangga berada pada posisi ke-3 dengan pangsa

sebesar 12,5%.

Perlambatan laju pertumbuhan konsumsi rumah

tangga tersebut terlihat juga hasil Survei

Konsumen (SK) yang dilakukan oleh KPwBI

Provinsi Sulawesi Tenggara. Berdasarkan hasil

survei tersebut terdapat penurunan Indeks

Penghasilan Konsumen dari 140,3 di triwulan II

menjadi 130,7 di triwulan III serta persentase

penghasilan rumah tangga yang digunakan

untuk konsumsi pada triwulan III 2016 menjadi

55,5% dari 58,9% di periode sebelumnya (Grafik

1.4).

Sejalan dengan itu, pertumbuhan kredit

konsumsi pada periode tersebut juga mengalami

perlambatan pertumbuhan. Pada triwulan III

2016, kredit konsumsi di Sulawesi Tenggara

tercatat sebesar Rp11,9 triliun atau tumbuh

sebesar 14,1% (yoy), sedangkan pada triwulan

sebelumnya tumbuh sebesar 16,5% (yoy) (Grafik

1.5).

Tracking Triwulan IV 2016 & Tahun 2016

Memasuki triwulan IV 2016, perkembangan

berbagai indikator terkini mengindikasikan

pertumbuhan konsumsi rumah tangga tumbuh

stabil namun terdapat kecenderungan

melanjutkan tren yang menurun dikisaran 5,8%

(yoy). Masyarakat diperkirakan akan lebih

selektif dalam melakukan kegiatan konsumsinya

dan akan cenderung meningkatkan tabungan

dan berusaha membayar cicilan/pinjaman.Hal ini

tercermin dari hasil Survei Konsumen (SK) yang

menunjukkan indeks penghasilan konsumen di

bulan Oktober yang tercatat sebesar 129,0

menurun dibandingkan dengan periode triwulan

III yang tercatat sebesar 130,7.

Dengan perkembangan tersebut, selama tahun

2016 aktivitas konsumsi diperkirakan dapat

tumbuh sebesar 6,3% (yoy), meningkat

dibandingkan dengan tahun 2015 yang hanya

tumbuh sebesar 4,8% (yoy). Peningkatan

tersebut didorong oleh optimisme konsumen

yang tinggi pada semester I 2016 seiring dengan

adanya kepastian dalam upaya pembangunan

dan peningkatan penghasilan. Namun,

memasuki semester II 2016, tingginya

ketidakpastian eksternal maupun domestik

menyebabkan konsumsi rumah tangga relatif

tertahan.

Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi proyek, diolah Grafik 1.5 Pertumbuhan Kredit Konsumsi di Sulawesi

Tenggara

11,97

14,1%

10%

11%

12%

13%

14%

15%

16%

17%

18%

19%

-

2

4

6

8

10

12

14

I II III IV I II III IV I II III

2014 2015 2016

Kredit Konsumsi gKredit Konsumsi (sb. Kanan)

Rp Miliar yoy

KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

11

1.2.2. Konsumsi Pemerintah

Realisasi Triwulan III 2016

Realisasi pertumbuhan pengeluaran belanja

pemerintah pada triwulan III 2016 tumbuh

sebesar 8,0% (yoy), mengalami perlambatan jika

dibandingkan dengan periode sebelumnya yang

mampu tumbuh sebesar 17,2% (yoy). Kondisi

tersebut disebabkan oleh telah dilakukannya

pembayaran gaji ke-13 dan ke-14 oleh

pemerintah untuk PNS/ASN dan TNI/Polri pada

periode sebelumnya, sementara pada tahun

2015 pembayaran tersebut dilakukan pada

triwulan III. Selain itu, adanya pengehematan

anggaran pemerintah dan penundaan transfer

DAU dari pemerintah pusat juga turut

menyebabkan rendahnya konsumsi pemerintah

daerah di periode triwulan III 2016.

Hal tersebut tercermin dari realisasi anggaran

belanja pemerintah daerah hingga triwulan III

2016 yang mencapai Rp1,6 triliun atau sebesar

60,3% dari total anggaran. Realisasi tersebut

mengalami penurunan jika dibandingkan

dengan periode yang sama pada tahun 2015

yang telah mencapai 68,6% dari total anggaran.

Perlambatan laju pertumbuhan konsumsi

pemerintah tersebut disebabkan oleh

melambatnya pertumbuhan konsumsi kolektif3

dan konsumsi individual pemerintah4. Pada

periode tersebut konsumsi kolektif pemerintah

3Konsumsi kolektif pemerintah merupakan pengeluaran pemerintah untuk kepentingan masyarakat secara keseluruhan (umum) dan semua anggota masyarakat mendapatkan manfaat dari jasa seperti ini.Jasa kolektif yang diberikan oeh pemerintah antara lain keamanan dan pertahanan, peraturan-peraturan yang menyangkut kemasyarakatan, pemeliharaan undang-undang dan peraturan, perlindungan lingkungan, penelitian dan pengembangan, infrastruktur dan pembangunan ekonomi. 4 Konsumsi individu merupakan pengeluaran pemerintah untuk kepentingan rumah tangga individu antara lain:Pengeluaran pemerintah untuk pendidikan, kesehatan, jaminan sosial, olah raga dan rekreasi, dan kebudayaan

tumbuh mencapai 6,4%(yoy), setelah pada

periode sebelumnya mampu tumbuh sebesar

15,0% (yoy). Sedangkan untuk konsumsi

individual pemerintah mengalami perlambatan

dari 17,7% (yoy) menjadi 10,4% (yoy).

Tracking Triwulan IV 2016 & Tahun 2016

Pada triwulan IV 2016, pertumbuhan konsumsi

pemerintah diperkirakan masih akan mengalami

perlambatan. Pada triwulan mendatang

konsumsi pemerintah diperkirakan hanya akan

tumbuh sebesar 7,6% (yoy). Perlambatan

tersebut masih disebabkan adanya penundaan

transfer DAU dari pemerintah pusat ke

pemerintah daerah sehingga menyebabkan

pengeluaran pemerintah daerah diperkirakan

relatif terbatas seiring dengan adanya

pemangkasan anggaran non strategis pada

beberapa kementerian dan lembaga negara.

Meskipun demikian, selama tahun 2016

konsumsi pemerintah diperkirakan masih dapat

tumbuh sebesar 9,2% (yoy), lebih tinggi

daripada tahun 2015 yang hanya mencapai

4,5% (yoy). Masih tingginya pertumbuhan

konsumsi pemerintah dalam perekonomian

tersebut didorong oleh tingginya realisasi pada

triwulan II 2016. Pada saat itu realisasi ditopang

oleh adanya event HALO Sultra dan berbagai

event daerah berskala nasional yang diadakan di

kabupaten/kota di Sulawesi Tenggara. Selain itu,

12

NO

VEM

BER 2

016

realisasi gaji ke-13 dan ke-14 menjelang

berakhirnya triwulan II 2016 tersebut turut

mendorong pertumbuhan yang tinggi.

1.2.3. Investasi

Realisasi Triwulan III 2016

Komponen investasi di Sulawesi Tenggara pada

triwulan III 2016 tercatat melambat jika

dibandingkan dengan periode sebelumnya.

Aktivitas investasi Sulawesi Tenggara di triwulan

III 2016 tercatat hanya dapat tumbuh sebesar

4,5% (yoy), setelah di periode sebelumnya

tercatat mampu tumbuh sebesar 9,3% (yoy).

Perlambatan yang terjadi dipengaruhi oleh

melambatnya investasi bangunan yang hanya

mampu tumbuh sebesar 2,6%(yoy), setelah

pada periode sebelumnya tumbuh mencapai

6,2% (yoy). Hal tersebut juga tercermin dari data

konsumsi semen yang tercatat mengalami

perlambatan. Konsumsi semen pada periode

tersebut tercatat sebesar 157,9 ton atau hanya

tumbuh sebesar 10,4% (yoy), melambat jika

dibandingkan dengan periode sebelumnya yang

tercatat tumbuh sebesar 26,8% (yoy)(Grafik 1.6).

Selain itu, investasi non bangunan juga tercatat

mengalami perlambatan dari 15,0% (yoy)

menjadi sebesar 7,9% (yoy) di triwulan III 2016.

Berdasarkan status penanaman modalnya,

Penamanam Modal Dalam Negeri (PMDN)

merupakan sumber perlambatan investasi di

Sulawesi Tenggara. Pada triwulan III 2016,

jumlah PMDN adalah sebanyak 136 proyek

dengan total investasi Rp3,36 triliun. Dengan

demikian, realisasi investasi PMDN terkontraksi

sebesar 56,7% (yoy), jauh lebih rendah

dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang

mampu tumbuh positif. Beberapa proyek PMDN

dalam membangun smelter nikel yang sudah

selesai tahun 2016 menyebabkan realisasi

investasi PMDN mengalami kontraksi.

Sedangkan untuk Penanaman Modal Asing

(PMA) tercatat mengalami pertumbuhan. Pada

triwulan III jumlah PMA adalah sebanyak 49

proyek dengan nilai investasi sebesar Rp 104

juta. Namun perlambatan pada kinerja investasi

tersebut tertahan oleh penyaluran kredit

investasi untuk proyek-proyek yang ada di

Sulawesi Tenggara yang masih dapat tumbuh

tinggi sebesar 31,1% (yoy). Sampai dengan

periode tersebut, jumlah outstanding kredit

Sumber: Asosiasi Semen Indonesia, diolah Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi proyek, diolah

Grafik 1.6 Konsumsi Semen di Sulawesi Tenggara Grafik 1.7 Pertumbuhan Kredit Investasi di Sulawesi

Tenggara

158

10,42%

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

80%

90%

100%

-

20

40

60

80

100

120

140

160

180

200

I II III IV I II III IV I II III

2014 2015 2016

Thousands

Konsumsi semen Pertumbuhan Kons Semen (sb.kanan)

Ton yoy

4.960,77

31,1%

-20%

0%

20%

40%

60%

80%

100%

120%

140%

160%

-

1.000

2.000

3.000

4.000

5.000

6.000

I II III IV I II III IV I II III

2014 2015 2016

Kredit Investasi g Kredit Investasi (sb. Kanan)

Rp Miliar yoy

KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

13

investasi adalah sebesar Rp4,96 triliun (Grafik

1.7).

Tracking Triwulan IV 2016 dan Tahun 2016

Di triwulan mendatang kegiatan investasi di

Sultra diperkirakan akan mengalami akselerasi

jika dibandingkan dengan triwulan III 2016. Pada

triwulan berjalan kegiatan investasi diperkirakan

akan tumbuh sebesar 5,4% (yoy). Kondisi

tersebut didorong oleh adanya peningkatan

investasi terutama dari belanja modal

pemerintah. Realisasi belanja modal pemerintah

diperkirakan akan mengalami peningkatan di

triwulan IV mendatang akibat telah selesainya

proses pengadaan pada triwulan sebelumnya.

Sementara itu, investasi swasta diperkirakan

juga meningkat meskipun masih relatif terbatas.

Korporasi yang diperkirakan melakukan

peningkatan investasi yaitu korporasi

pengolahan nikel (smelter). Kondisi ini

dipengaruhi oleh adanya peningkatan harga

komoditas nikel dunia.

Seiring dengan kondisi tersebut, aktivitas

investasi selama tahun 2016 diperkirakan masih

dapat tumbuh sebesar 7,1% (yoy), lebih tinggi

daripada tahun 2015 yang hanya tumbuh

sebesar 4,4% (yoy). Namun peningkatan

tersebut belum dapat mendorong

perekonomian secara umum karena masih

adanya hambatan-hambatan dalam realisasi

investasi. Selain itu adanya penundaan

pencairan dana transfer (DAK) dari pemerintah

pusat untuk beberapa proyek pembangunan

menyebabkan investasi pemerintah juga tidak

setinggi yang diharapkan.

1.2.4. Ekspor dan Impor Luar Negeri

Realisasi Ekspor Triwulan III 2016

Komponen ekspor luar negeri Sulawesi

Tenggara pada triwulan III 2016 tercatat

mengalami perbaikan di periode laporan.Pada

periode tersebut ekspor Sulawesi Tenggara

tercatat hanya mengalami kontraksi sebesar

2,6% (yoy), setelah pada periode sebelumnya

mengalami kontraksi lebih dalam yakni sebesar

29,4% (yoy) (Tabel 1.1). Perbaikan yang terjadi

pada ekspor luar negeri tersebut dipengaruhi

oleh perbaikan ekspor barang dan akselerasi

yang terjadi pada ekspor jasa. Ekspor Sulawesi

Tenggara pada periode tersebut masih

didominasi oleh ekspor barang yang mencapai

92,4% sedangkan sisanya merupakan ekspor

jasa. Berdasarkan nilai ekspor barang secara riil

dari data Bea Cukai, ekspor Sulawesi Tenggara

pada periode laporan mencapai USD50,8 juta.

Pencapaian tersebut lebih tinggi daripada

periode sebelumnya yang hanya tercatat sebesar

USD47,5 juta (Grafik 1.9).

Sumber: Bea Cukai, diolah Sumber: Bea Cukai, diolah

Grafik 1.8 Nilai Ekspor Luar Negeri dari Sulawesi

Tenggara Grafik 1.9 Pangsa Komoditas Ekspor

48,24

-35,2%

-80%

-70%

-60%

-50%

-40%

-30%

-20%

-10%

0%

10%

20%

-

20

40

60

80

100

120

140

I II III IV I II III IV I II III

2014 2015 2016

Ekspor Sultra g Ekspor Sultra

Volume (ribu ton) yoy

Feronikel

48,773

95,9%

Lainnya

956

1,9%

Ikan

Hidup

1,077

2,1%

14

NO

VEM

BER 2

016

Perbaikan kinerja ekspor tersebut secara

dominan didorong oleh peningkatan ekspor

feronikel. Sementara untuk komoditas

perikanan dan komoditas aspal alam pada

periode laporan mengalami penurunan sehingga

menahan perbaikan pertumbuhan ekspor

Sulawesi Tenggara. Komoditas ekspor Sultra

secara dominan diwakili oleh komoditas nikel

olahan dengan pangsa sebesar 96% dari total

ekspor atau senilai USD48,8 juta(Grafik 1.10).

Kondisi tersebut menunjukkan bahwa feronikel

memberikan andil yang sangat besar terhadap

kinerja ekspor di Sulawesi Tenggara.

Perbaikan kinerja ekspor feronikel tersebut

sejalan dengan kondisi yang terjadi di salah satu

pelaku usaha ekspor nikel olahan di Sulawesi

Tenggara. Berdasarkan hasil liaison, korporasi

tersebut mengkonfirmasi bahwa pada triwulan

III 2016 melakukan ekspor feronikel sebanyak

4.002,8 WMT atau mampu tumbuh sebesar

92,4% (yoy), jauh meningkat dibandingkan

periode sebelumnya yang tercatat tumbuh

negatif sebesar 23,7% (yoy)(Grafik 1.11).

Peningkatan ekspor feronikel tersebut terjadi

seiring dengan adanya peningkatan harga nikel

olahan dunia yang disebabkan oleh adanya

pemangkasan produksi nikel dari berberapa

tambang dunia, terutama Filipina. Selain itu

permintaan feronikel untuk produsenstainless

steel di China mengalami peningkatan.

Sumber: Bea Cukai, diolah Sumber: Produsen Feni, diolah

Grafik 1.10 Nilai Ekspor Feronikel Sultra Grafik 1.11 Ekspor Feronikel Oleh Salah Satu Korporasi

Sumber: Bea Cukai, diolah Sumber: Pelindo IV Kendari, diolah

Grafik 1.12 Nilai Ekspor Perikanan Sultra Grafik 1.13 Arus Muat Barang

49

1,1%

-100%

-50%

0%

50%

100%

150%

200%

250%

300%

350%

400%

-

10

20

30

40

50

60

70

80

90

I II III IV I II III IV I II III

2014 2015 2016

Ekspor feronikel g Ekspor feronikel (sb. Kanan)

Juta US$ yoy

4,00

92%

-100%

-50%

0%

50%

100%

150%

200%

250%

300%

-

1

2

3

4

5

6

7

8

I II III IV I II III IV I II III

2014 2015 2016

Ekspor feronikel g Ekspor feronikel (sb. Kanan)

Volume (WMT) yoy

-84%

67%

-63%

57%

-100% -50% 0% 50% 100%

Ikan Hidup

Tuna

Tw III Tw II

%,yoy

68.798

26,2%

-100%

-50%

0%

50%

100%

150%

200%

250%

300%

350%

-

20.000

40.000

60.000

80.000

100.000

120.000

140.000

I II III IV I II III IV I II III

2014 2015 2016Arus muat g Arus muat (sb. Kanan)

Volume (T/M3) yoy

KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

15

Sementara itu, ekspor komoditas perikanan

pada periode laporan menunjukkan adanya

penurunan sehingga menahan laju perbaikan

yang terjadi. Pada triwulan III 2016, ekspor

komoditas perikanan mengalami pertumbuhan

yang negatif (-14,1%, yoy) setelah pada periode

sebelumnya tercatat mampu tumbuh positif

sebesar 46,7%(yoy). Pada periode tersebut

ekspor perikanan Sultra tercatat menurun senilai

USD1,7juta dari triwulan sebelumnya.

Penurunan tersebut utamanya disebabkan oleh

turunnya pengiriman ekspor gurita senilai

USD1,6 juta(Grafik 1.12). Berdasarkan hasil

liaison diketahui bahwa penurunan ekspor

komoditas perikanan tersebut lebih disebabkan

oleh berkurangnya hasil tangkapan akibat faktor

cuaca dan musim produksi.

Selainitu, masih terkontraksinya ekspor Sulawesi

Tenggara dipengaruhi juga oleh penurunan

eskpor aspal. Ekspor aspal pada triwulan III 2016

hanya senilaiUSD2,4 ribu, jauh lebih rendah

dibandingkan periode sebelumnya yang mampu

mengeskpor hingga mencapaiUSD2,1 juta.

Penurunan tersebut disebabkan hasil produksi

aspal dari Sulawesi Tenggara masih tidak sesuai

dengan permintaan importir.

Mitra dagang utama Sulawesi Tenggara untuk

ekspor tidak mengalami perubahan

dibandingkan periode sebelumnya. Pangsa

terbesar negara tujuan ekspor Sulawesi

Tenggara adalah Korea Selatan yang mencapai

52,8%, lalu diikuti dengan pengiriman ke

Tiongkok (23,2%) dan India (20,0%). Pangsa

ekspor India mengalami peningkatan jika

dibandingkan dengan periode sebelumnya yang

hanya sebesar 12,8%. Hal ini didorong oleh aksi

korporasi dalam pengembangan pasar ekspor

feronikel menuju negara tersebut.

Di sisi lain, perbaikan kinerja ekspor juga

tercermin dari arus muat barang di pelabuhan

peti kemas yang pada periode laporan tercatat

berjumlah 68,8 ribu MT, atau tercatat tumbuh

positif sebesar 26,2% (yoy) setelah pada periode

sebelumnya terkontraksi sebesar 5,4% (yoy)

(Grafik 1.13).

Realisasi Impor Triwulan III 2016

Sementara itu, aktivitas impor luar negeri di

Sulawesi Tenggara tercatat mengalami

penurunan pada periode laporan. Selama

triwulan III 2016, aktivitas impor hanyatumbuh

sebesar 4,3% (yoy), menurun dibandingkan

triwulan sebelumnya yang mampu tumbuh

Sumber: Bea Cukai, diolah Sumber: Pelindo IV Kendari, diolah

Grafik 1.14 Nilai Impor Luar Negeri Sultra Grafik 1.15 Arus Bongkar Barang di Pelabuhan

17

8%

-100%

-50%

0%

50%

100%

150%

200%

250%

300%

-

10

20

30

40

50

60

70

I II III IV I II III IV I II III

2014 2015 2016

Import Sultra g Import Sultra (sb. Kanan)

Juta US$ yoy

330.075

35,8%

-30%

-20%

-10%

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

-

50.000

100.000

150.000

200.000

250.000

300.000

350.000

400.000

450.000

I II III IV I II III IV I II III

2014 2015 2016Arus bongkar g Arus bongkar (sb. Kanan)

Volume (T/M3) yoy

16

NO

VEM

BER 2

016

sebesar 27,7% (yoy). Impor luar negeri Sulawesi

Tenggara didominasi oleh impor barang (96,5%)

yang pada periode laporan mengalami

penurunandan tumbuh hanya sebesar 4,3%

(yoy) pada periode laporan. Sementara untuk

impor jasa masih tumbuh negatif sebesar 7,3%

(yoy).

Dilihat berdasarkan nilai impor barang secara riil

dari data Bea Cukai, impor Sulawesi Tenggara

pada periode laporan adalah sebesar USD17,3

juta, menurun dibandingkan dengan periode

sebelumnya yang tercatat sebesar sebesar

USD42,6 juta jika dibandingkan dengan periode

sebelumnya(Grafik 1.14). Impor Sultra pada

periode laporan masih didominasi oleh barang

modal yang mencapai 81,6% dan sisanya

merupakan barang antara. Pada triwulan III

2016 impor Sultra tersebut hanya berasal dari

Tiongkok.

Tracking Triwulan IV 2016& Tahun 2016

Memasuki triwulan IV 2016, kinerja ekspor luar

negeri diperkirakan masih akan membaik. Pada

triwulan mendatang ekspor Sulawesi Tenggara

diperkirakan akan mampu tumbuh sebesar

57,5% (yoy). Hal ini disebabkan oleh adanya

peningkatan ekspor komoditas nikel olahan

seiring dengan mulai adanya peningkatan harga

komoditas nikel olahan dunia. Selain itu, faktor

base effect juga turut memberikan pengaruh

yang kuat pada akselerasi ekspor di triwulan

mendatang. Pada tahun sebelumnya, ekspor

Sulawesi Tenggara mengalami penurunan akibat

rendahnya harga komoditas nikel dunia pada

saat itu. Berdasarkan perkiraan penjualan dari

salah satu eksportir komoditas nikel olahan di

Sulawesi Tenggara akan terjadi peningkatan

penjualan yang lebih tinggi selama triwulan IV

2016. Korporasi tersebut berencana akan

melakukan ekspor feronikel sebanyak 8.004

MWT atau masih terakselerasi cukup tinggi

mencapai sebesar 52,4% (yoy). Selain itu, eskpor

komoditas perikanan juga diperkirakan juga

akan mengalami peningkatan seiring dengan

faktor cuaca yang mulai kondusif dalam

meningkatkan produksi pada periode

mendatang.

Sedangkan impor Sulawesi Tenggara pada

triwulan berjalan diperkirakan juga akan

mengalami peningkatan. Pada periode tersebut

impor diperkirakan akan tumbuh sebesar 31,9%

(yoy). Peningkatan tersebut terutama pada

impor barang modal seiring terjadinya akselerasi

pada kegiatan investasi di triwulan IV 2016.

Untuk perkiraan sepanjang tahun 2016, eskpor

Sulawesi Tenggara diperikakan masih

mengalami kontraksi sebesar 9,6% (yoy) dan

menyebabkan perlambatan perekonomian

secara umum. Masih rendahnya harga nikel

sepanjang tahun 2016 menyebabkan nilai

tambah dari ekspor luar negeri produk olahan

nikel lebih rendah daripada tahun sebelumnya.

Sementara itu, aktivitas impor sepanjang tahun

2016 diperkirakan meningkat sebesar 12,5%

(yoy), lebih tinggi daripada tahun 2015 yang

terkontraksi sebesar 23,4% (yoy). Peningkatan

impor tersebut pada akhirnya turut

menyebabkan melambatnya perekonomian

sepanjang 2016. Meningkatnya impor luar

negeri tersebut terjadi karena pembangunan

smelter nikel menggunakan produk dari

Tiongkok dan belum dapat dipasok dari dalam

negeri.

KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

17

1.3. SISI PENAWARAN: LAPANGAN USAHA

UTAMA

Dari sisi penawaran, perlambatan pertumbuhan

ekonomi Sulawesi Tenggara pada triwulan III

2016 disebabkan oleh kontraksi yang terjadi

pada lapangan usaha pertambangan dan

penggalian serta melambatnya lapangan usaha

konstruksi di periode laporan. Namun

perlambatan tersebut sedikit tertahan oleh

adanya akselerasi pada kinerja lapangan usaha

industri pengolahan dan lapangan usaha

perdagangan besar dan eceran.

Perlambatan pada lapangan usaha konstruksi

terjadi karena adanya penundaan transfer DAU

dari pemerintah pusat sehingga sebagian

pembangunan proyek-proyek pemerintah

mengalami penundaan. Kondisi tersebut

berimbas kepada permintaan bahan bangunan,

termasuk produk pertambangan dan penggalian

yaitu batu, pasir, dll (barang galian C). Hal

tersebut pada akhirnya berdampak pada

terkontraksinya lapangan usaha pertambangan

dan penggalian.

1.3.1. Pertanian, Kehutanan dan Perikanan

Realisasi Triwulan III 2016

Pada triwulan III 2016, lapangan usaha

pertanian, kehutanan dan perikanan

(selanjutnya disebut usaha pertanian)

mengalami sedikit perlambatan. Kinerja

lapangan usaha tersebut tumbuh sebesar 5,6%

(yoy), setelah pada periode sebelumnya tumbuh

sebesar 5,7% (yoy). Jika diperhatikan dari sub

lapangan usahanya, maka usaha pertanian,

peternakan, perburuan dan jasa pertanian serta

usaha kehutanan dan penebangan kayu

mengalami perlambatan. Sementara untuk sub

lapangan usaha perikanan mengalami akselerasi

sehingga mampu memberikan andil terhadap

pertumbuhan.

Tabel 1.2 Perkembangan Petumbuhan Ekonomi Sisi Penawaran

Dalam % (yoy); p= proyeksi KPw BI Sultra

Sumber: BPS, ADHK, diolah

Pangsa %

III IV I II III IVP Tw III 2016

Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan (3,8) 6,8 0,0 10,7 5,7 5,6 5,5 6,8 23,0%

Pertambangan dan Penggalian 16,2 7,4 11,3 (9,1) 0,5 (9,0) 0,9 (4,2) 19,3%

Industri Pengolahan 3,5 0,4 7,7 8,7 5,5 13,9 11,3 9,8 6,2%

Pengadaan Listrik, Gas 0,7 4,5 4,0 8,2 6,2 11,6 7,5 8,3 0,0%

Pengadaan Air 0,2 0,3 2,8 13,3 7,1 14,3 8,8 10,8 0,2%

Konstruksi 15,8 19,5 12,6 11,0 10,9 8,9 9,6 10,0 13,4%

Perdagangan Besar dan Eceran 7,1 6,0 7,4 7,2 7,5 19,2 8,0 10,5 13,3%

Transportasi dan Pergudangan 10,5 6,8 7,5 12,2 15,2 17,0 16,7 15,4 4,8%

Penyediaan Akomodasi dan Makan

Minum7,7 10,5 7,9 7,7 8,3 7,7 8,7 8,1 0,6%

Informasi dan Komunikasi 7,8 7,6 6,5 13,7 12,2 13,2 7,7 11,6 2,4%

Jasa Keuangan 8,8 11,5 7,7 14,5 21,6 14,0 9,7 14,8 2,3%

Real Estate 6,9 2,8 4,8 0,4 1,2 (8,8) 5,2 (0,5) 1,4%

Jasa Perusahaan 11,0 11,6 10,3 10,0 8,1 7,7 6,2 8,0 0,2%

Administrasi Pemerintahan 3,0 1,7 5,3 3,3 9,2 5,0 4,6 5,5 5,4%

Jasa Pendidikan 6,5 0,8 7,9 11,2 12,7 16,1 6,0 11,4 5,0%

Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 8,7 3,3 6,4 9,2 4,5 8,3 6,0 7,0 1,0%

Jasa Lainnya 8,5 8,3 7,1 8,5 9,4 6,1 7,8 7,9 1,5%

PDRB 7,0 7,5 6,9 5,5 6,8 6,0 6,5 6,2 100,0%

2016Lapangan Usaha

20152015 2016P

18

NO

VEM

BER 2

016

Pangsa terbesar lapangan usaha ini adalah usaha

pertanian, peternakan, perburuan dan jasa

pertanian (55,8%), diikuti oleh usaha perikanan

(41,5%) dan usaha kehutanan dan penebangan

kayu (2,7%) (Grafik 1.16).

Penyebab utama dari perlambatan usaha

pertanian dipengaruhi oleh produksi tanaman

bahan makanan. Pada triwulan III 2016, cuaca

yang masih relatif ekstrim dan adanya serangan

hama menyebabkan produktivitas padi tidak

dapat optimal. Hal tersebut tercermin juga dari

luas panen padi yang mengalami penurunan.

Pada triwulan III 2106 jumlah luas panen padi

mencapai 38,6 ribu Ha, menurun dibandingkan

dengan periode sebelumnya yang tercatat seluas

53,5 ribu hektar. Penurunan produktivitas akibat

adanya serangan hama juga terjadi pada sektor

perkebunan terutama untuk komoditas kakao.

Meskipun demikian, penyaluran kredit pada

lapangan usaha pertanian masih tumbuh stabil

pada triwulan III 2016. Jumlah penyaluran kredit

pada lapangan usaha tersebut tercatat sebesar

Rp567,3 milliar atau tumbuh sebesar 38,1%

(yoy) (Grafik 1.17).

Tracking Triwulan IV 2016 & Tahun 2016

Pada triwulan IV mendatang, usaha pertanian

diperkirakan masih akan melanjutkan tren

penurunan. Pada periode mendatang lapangan

usaha ini diperkirakan hanya akan tumbuh

sebesar 5,5% (yoy). Berdasarkan hasil liaison,

kondisi pertanian saat ini masih belum optimal

karena belum adanya bendungan dan adanya

serangan hama. Namun seiring dengan pola

musimnya, produksi perikanan tangkap akan

semakin meningkat dan dapat menopang

kinerja kelompok usaha pertanian di akhir

tahun.

Meskipun masih berada dalam tren perlambatan

setiap triwulannya, namun sepanjang tahun

2016 kinerja lapangan usaha pertanian

diperkirakan dapat tumbuh sebesar 6,8% (yoy),

lebih tinggi daripada tahun 2015 yang hanya

tumbuh 0,04% (yoy). Peningkatan tersebut

terutama disumbangkan oleh tingginya kinerja

pada awal tahun 2016, yang dapat tumbuh

sebesar 10,7% (yoy). Pergeseran masa tanam

dan masa panen padi, peningkatan produksi

perikanan tangkap komoditas gurita, dan

peremajaan tanaman kakao mendorong

Sumber: Bea Cukai, diolah Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi proyek, diolah

Grafik 1.16 Pangsa Sub Lapangan Usaha Pertanian Grafik 1.17 Kredit Pertanian di Sulawesi Tenggara

55,8

41,5

2,7

Pertanian

Perikanan

Kehutanan

567,31

38,1%

-20%

-10%

0%

10%

20%

30%

40%

50%

-

100

200

300

400

500

600

I II III IV I II III IV I II III

2014 2015 2016

Kredit Pertanian gKredit Pertanian (sb. Kanan)

Rp Miliar yoy

KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

19

peningkatan kinerja lapangan usaha pertanian di

tahun ini.

1.3.2. Pertambangan dan Penggalian

Realisasi Triwulan III 2016

Kinerja lapangan usaha pertambangan dan

penggalian pada periode laporan tercatat

mengalami pertumbuhan yang negatif setelah

pada periode sebelumnya mampu tumbuh

positif dan mengakibatkan terjadinya

perlambatan ekonomi di Sulawesi Tenggara.

Pada triwulan III 2016 kinerja lapangan usaha ini

tercatat mengalami kontraksi cukup dalam

sebesar 9,0% (yoy), jauh menurun

dibandingkan periode sebelumnya yang tumbuh

postif sebesar 0,5% (yoy).

Terbatasnya pembangunan proyek-proyek

pemerintah di daerah mengakibatkan

rendahnya permintaanatas komoditas barang

galian C dan aspal. Kondisi tersebut

menyebabkan kontraksi pada lapangan usaha

pertambangan dan penggalian. Selain itu,

berdasarkan hasil liaison diketahui bahwa terjadi

penurunan penjualan komoditas aspal

disebabkan karena penggunaan aspal buton

pada pengerjaan pembangunan jalan nasional

menyulitkan rekanan karena komoditas tersebut

lebih sensitif dengan bahan pencampur lainnya

jika dibandingkan dengan aspal minyak.

Sementara itu, peningkatan aktivitas

penambangan komoditas nikel belum dapat

mencegah terjadinya kontraksi lapangan usaha

pertambangan pada periode tersebut.

Berdasarkan data yang diperoleh dari salah satu

perusahaan pertambangan terbesar di Sulawesi

Tenggara pada periode laporan tercatat

melakukan produksi sebesar 155,7 ribu MWT,

setelah pada periode sebelumnya hanya

melakukan produksi sebesar 96,1 ribu MWT.

Peningkatan tersebut disebakan oleh adanya

peningkatan untuk kebutuhan pembuatan nikel

olahan (Grafik 1.18).

Sejalan dengan kontraksi yang terjadi,

penyaluran kredit pada lapangan usaha tersebut

juga mengalami perlambatan. Pada triwulan III

2016, kredit sektor pertambangan dan

penggaliandi Sulawesi Tenggara tumbuh

sebesar 60,4% (yoy), lebih rendah dibandingkan

dengan periode sebelumnya yang tercatat

tumbuh sebesar 75,6% (yoy)(Grafik 1.19).

Tracking Triwulan IV 2016& Tahun 2016

Memasuki triwulan IV 2016, pertumbuhan

kinerja lapangan usaha ini diperkirakan akan

Sumber: Produsen Nikel Utama Sultra, diolah Sumber: LBU Bank Indonesia, diolah

Grafik 1.18 Produksi Ore Nikel Grafik 1.19 Kredit Pertambangan Sulawesi Tenggara

156

-2,75%-100%

100%

300%

500%

700%

900%

1100%

-

50

100

150

200

250

300

350

I II III IV I II III IV I II III

2014 2015 2016

Thousands

Produksi nikel (MWT) yoy

Volume (WMT)yoy 2.485,69

60,4%

-40%

-20%

0%

20%

40%

60%

80%

100%

-

500

1.000

1.500

2.000

2.500

3.000

I II III IV I II III IV I II III

2014 2015 2016

Kredit Pertambangan

Rp Miliar yoy

20

NO

VEM

BER 2

016

mengalami perbaikan dan dapat tumbuh positif

sebesar 0,9% (yoy). Akselerasi tersebut

diperkirakan disebabkan oleh peningkatan

permintaan ore nikel untuk memproduksi nikel

olahan. Berdasarkan data dari salah satu

produsen nikel olahan terbesar di Sulawesi

Tenggara, pada triwulan IV mendatang

berencana melakukan eksplorasi nikel sebanyak

306,1 ribu MWT atau tumbuh sebesar 176,5%

(yoy), lebih tinggi dibandingkan periode

sebelumnya yang terkontraksi sebesar 2,8%

(yoy).

Dengan realisasi sampai dengan triwulan III 2016

dan ditambah dengan indikasi selama triwulan

IV 2016, kinerja lapangan usaha pertambangan

dan penggalian diperkirakan akan mengalami

kontraksi sebesar 4,2% (yoy) pada tahun 2016.

Terdapat 3 faktor yang mempengaruhi

terkontraksi kinerja lapangan usaha ini, yaitu: (1)

penggunaan persediaan ore nickel yang telah

dieksplorasi pada tahun sebelumnya sebagai

bahan baku produsen nikel olahan, (2)

berkurangnya permintaan bahan galian C untuk

bahan bangunan seiring dengan relatif

terbatasnya pembangunan infrastruktur

pemerintah, (3) berkurangnya permintaan aspal

Buton dari ekstenal maupun pasar domestik

karena permasalahan kualitas.

1.3.3. Industri Pengolahan

Realisasi Triwulan III 2016

Pada triwulan III 2016 kinerja lapangan usaha

industri pengolahan mengalami akselerasi yang

cukup tinggi sehingga mampu menahan

perlambatan yang terjadi pada perekonomian

Sulawesi Tenggara. Kinerja lapangan usaha

industri pengolahan mampu tumbuh cukup

tinggi mencapai 13,9%(yoy), jauh mengalami

akselerasi dibandingkan periode sebelumnya

yang hanya mampu tumbuh sebesar 5,5%(yoy).

Akselerasi tersebut berdasarkan data BPS Prov

Sultra terjadi akibat peningkatan produksi

industri manufaktur besar dan sedang yang

meningkat dari 6,91% (yoy) menjadi 6,94%

(yoy) dan peningkatan produksi industri

manufaktur mikro dan kecil dari 11,55% (yoy)

menjadi 14,72% (yoy).

Peningkatan produksi industri besar dan sedang

tersebut disebabkan oleh adanya peningkatan

produksi feronikel di Sultra akibat adanya

peningkatan permintaan dunia akan komoditas

tersebut di triwulan laporan. Dari hasil liaison,

produksi feronikel di salah satu perusahaan

Sumber: Produsen Feronikel Utama Sultra, diolah Sumber: LBU Bank Indonesia, diolah

Grafik 1.20 Produksi Feronikel Grafik 1.21 Kredit Industri Sulawesi Tenggara

5.791

70,56%

-40%

-20%

0%

20%

40%

60%

80%

-

1.000

2.000

3.000

4.000

5.000

6.000

7.000

I II III IV I II III IV I II III

2014 2015 2016

Produksi feni g Produksi feni

Volume (WMT) yoy402,32

125,6%

0%

20%

40%

60%

80%

100%

120%

140%

-

50

100

150

200

250

300

350

400

450

I II III IV I II III IV I II

2014 2015 2016

Kredit Industri g Kredit Industri (sb. Kanan)

Rp Miliar yoy

KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

21

industri pengolahan terbesar di Sulawesi

Tenggara mengalami peningkatan. Pada periode

laporan, produksi feronikel di perusahaan

tersebut mampu tumbuh positif sebesar 79,3%

(yoy), jauh lebih tinggi daripada periode

sebelumnya yang tercatat mengalami kontraksi

cukup dalam mencapai 20,1% (yoy)(Grafik 1.20).

Sementara untuk industri manufaktur mikro dan

kecil, salah satu industri yang tercatat

mengalami peningkatan adalah industri

makanan seiring dengan meningkatnya

konsumsi makanan dan minuman pada

komponen konsumsi rumah tangga.

Peningkatan tersebut didorong oleh

peningkatan permintaan masyarakat seiring

dengan perayaan Hari Raya Idul Fitri dan Hari

Raya Idul Adha di periode laporan.

Sejalan dengan akselerasi yang terjadi pada

lapangan usaha tersebut, penyaluran kredit

lapangan usaha industri pengolahan mengalami

akselerasi yang cukup tinggi. Pada triwulan III

2016, outstanding kredit ke lapangan usaha

industri pengolahan mampu mencapai Rp402,3

miliar atau meningkat sebesar Rp2,2 miliar jika

dibandingkan dengan periode sebelumnya

(Grafik 1.21).

Tracking Triwulan IV 2016& Tahun 2016

Pada periode mendatang, kondisi lapangan

usaha industri pengolahan diperkirakan

mengalami sedikit perlambatan. Pertumbuhan

pada lapangan usaha tersebut pada triwulan IV

2016 diprakirakan akan tumbuh pada kisaran

11,3% (yoy). Perlambatan tersebut utamanya

disebabkan oleh tingginya realisasi produksi

feronikel pada triwulan III. Hal ini menunjukkan

bahwa peningkatan yang diperkirakan terjadi

produksi pertambangn ore nickel tidak langsung

berpengaruh terhadap kinerja produksi

pengolahan tetapi bergantung juga pada

permintaan dan ketersediaan stock hasil

produksi sebelumnya.

Berdasarkan data prognosa dari salah satu

produsen nikel olahan di Sulawesi Tenggara di

triwulan mendatang hanya akan melakukan

produksi sebesar 4.906 MWT untuk memenuhi

target produksi pada tahun 2016. Kondisi

tersebut menyebabkan pertumbuhan produksi

feronikel hanya mencapai 12,2% (yoy) atau

menurun dibandingkan periode triwulan III.

Selain itu, untuk industri manufaktur mikro dan

kecil diperkirakan juga akan mengalami

perlambatan laju pertumbuhan akibat konsumsi

rumah tangga yang cenderung menurun di akhir

tahun 2016.

Dengan demikian, selama tahun 2016 kinerja

lapangan usaha ini diperkirakan dapat tumbuh

sebesar 9,8% (yoy), lebih tinggi daripada tahun

2015 yang hanya tumbuh sebesar 7,7% (yoy).

Peningkatan tersebut terutama disumbangkan

oleh perbaikan kinerja selama semester II 2016

seiring dengan kembali naiknya permintaan

nikel olahan dan harga nikel internasional.

1.3.4. Perdagangan Besar dan Eceran

Realisasi Triwulan III 2016

Kinerja lapangan usaha perdagangan besar dan

eceran pada triwulan III 2016 tercatat mampu

tumbuh positif sehingga mampu menahan laju

perlambatan yang lebih dalam. Pada triwulan

tersebut lapangan usaha perdagangan besar

dan eceran mampu tumbuh sebesar 19,2%

(yoy), meningkat dibandingkan triwulan

22

NO

VEM

BER 2

016

sebelumnya yang hanya tumbuh sebesar 7,5%

(yoy). Percepatan yang terjadi pada triwulan ini

disebabkan oleh peningkatan perdagangan

domestik maupun ekspor sejalan dengan

perbaikan kinerja lapangan usaha industri

pengolahan.

Hal tersebut tercermin dari meningkatnya

aktivitas bongkar muat yang mendominasi

kegiatan di pelabuhan Kendari. Dari data PT.

Pelindo IV, diketahui bahwa pada triwulan III

2016 pertumbuhan arus muat barang tercatat

mengalami akselerasi sebesar 26,2% (yoy).

Kondisi tersebut menunjukkan adanya

perbaikan karena periode sebelumnya

mengalami kontraksi sebesar 5,4%. Sejalan

dengan aktivitas muatnya, aktivitas bongkar

barang juga tercatat mengalami peningkatan

dan tumbuh sebesar 35,8% (yoy) (Grafik 1.24).

Secara total, aktivitas di pelabuhan Kendari

sebagai salah satu sentra aktivitas bongkar-muat

di Sulawesi Tenggara tercatat tumbuh sebesar

34,1% (yoy), lebih tinggi dibandingkan kinerja di

triwulan sebelumnya yang hanya tumbuh

sebesar 21,9% (yoy).

Sementara itu, kinerja perdagangan ekspor luar

negeri pada periode laporan juga mengalami

akselerasi sehingga menambah laju

pertumbuhan lapangan usaha perdagangan

besar dan eceran. Pada triwulan III 2016, total

ekspor provinsi Sulawesi Tenggara tercatat

sebesar 24.391 ton atau masih tumbuh positif

sebesar 3,4% (yoy) (Grafik 1.22).

Pada triwulan tersebut, komoditas utama yang

menyebabkan akselerasi pertumbuhan pada

kategori perdagangan adalah komoditas

feronikel. Ekspor komoditas feronikel tercatat

sebesar 24.019 ton lebih tinggi dibandingkan

periode sebelumnya yang hanya dapat

mengeskpor 22.231 ton. Sementara itu, ekspor

komoditas perikanan dan aspal tercatat

mengalami penurunan. Pada triwulan III ekspor

komoditas perikanan tercatat sebesar 353,4 ton

atau berkurang sebesar 233,2 ton dibandingkan

periode sebelumnya.Sedangkan untuk

komoditas aspal, Sultra tercatat hanya

melakukan ekspor sebesar 18 ribu ton, jauh

menurun dibandingkan triwulan sebelumnya

yang mampu melakukan ekspor sebesar 81,8

ribu ton.

Sumber: Bea Cukai, diolah Sumber: Bea Cukai, diolah

Grafik 1.22 Volume Ekspor Sulawesi Tenggara Grafik 1.23 Transaksi Perdagangan Luar Negeri

48,24

-35,2%

-80%

-70%

-60%

-50%

-40%

-30%

-20%

-10%

0%

10%

20%

-

20

40

60

80

100

120

140

I II III IV I II III IV I II III

2014 2015 2016

Ekspor Sultra g Ekspor Sultra

Volume (ribu ton) yoy

51

17

-

20

40

60

80

100

120

140

160

I II III IV I II III IV I II III

2014 2015 2016

Nilai Eksport Nilai Import

Juta USD

KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

23

Sejalan dengan akselerasi pada lapangan usaha

perdagangan, laju pertumbuhan penyaluran

kredit ke lapangan usaha tersebut juga

mengalami peningkatan. Pada periode laporan

total penyaluran kredit pada lapangan usaha

tersebut tercatat sebesar Rp4,8 triliun atau

tumbuh sebesar 16,4% (yoy), terakselerasi

dibandingkan periode sebelumnya yang hanya

tumbuh sebesar 15,9%(yoy) (Grafik 1.25).

Tracking Triwulan IV 2016& Tahun 2016

Memasuki triwulan IV, kinerja usaha

perdagangan besar dan eceran diperkirakan

masih tumbuh cukup tinggi namunterdapat

indikasi kecenderungan menurun yaknisebesar

8,0% (yoy). Perlambatan kinerja usaha tersebut

dipengaruhi oleh penurunan perdagangan

domestik sejalan dengan adanya indikasi

penurunan daya beli masyarakat di akhir tahun

2016. Hal tersebut sejalan dengan hasil SK, yang

menyebutkan bahwa indeks perkiraan

pengeluaran triwulan IV yang menurun dari

168,7 menjadi 146,0. Sementara untuk

pedagangan luar negeri masih diperkirakan

mengalami akselerasi akibat adanya

peningkatan ekspor komoditas unggulan

Sulawesi Tenggara seperti nikel olahan dan

komoditas perikanan.

Dengan melihat kondisi tersebut, selama tahun

2016 kinerja lapangan usaha ini diperkirakan

dapat tumbuh sebesar 10,5% (yoy), lebih tinggi

dibandingkan tahun sebelumnya yang hanya

tumbuh sebesar 7,4% (yoy). Peningkatan

tersebut terjadi seiring dengan masih kuatnya

optimisme konsumen dan juga mulai

membaiknya aktivitas perdagangan ekspor.

1.3.5. Konstruksi

Realisasi Triwulan III 2016

Pada triwulan III 2016, kinerja lapangan usaha

konstruksi tercatat mengalami perlambatan dan

menajdi salah satu penyebab dari perlambatan

perekonomi Sulawesi Tenggara secara umum.

Pada periode tersebut, pertumbuhan usaha

konstruksi mencapai 8,9% (yoy),lebih rendah

dibandingkan kinerja periode sebelumnya yang

tumbuh sebesar 10,9% (yoy). Kondisi tersebut

terjadi karena adanya penurunan realisasi

pembangunan oleh pemerintah daerah. Namun

Sumber: PT Pelindo, diolah Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi proyek, diolah

Grafik 1.24 Pertumbuhan Aktivitas Bongkar Muat

Pelabuhan Kendari Grafik 1.25 Kredit Perdagangan Sulawesi Tenggara

35,8%

26,2%

-150%

-100%

-50%

0%

50%

100%

150%

200%

250%

300%

350%

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III

2012 2013 2014 2015 2016

Arus bongkar Arus muat

%, yoy

4.818,95

16,4%

0%

5%

10%

15%

20%

25%

30%

-

1.000

2.000

3.000

4.000

5.000

6.000

I II III IV I II III IV I II

2014 2015 2016

Kredit Perdagangan g Kredit Perdagangan (sb. Kanan)

Rp Miliar yoy

24

NO

VEM

BER 2

016

masih tingginya realisasi pembangunan yang

dilakukan oleh swasta dapat menahan terjadinya

perlambatan lebih dalam.

Dari sisi realisasi pembangunan pemerintah,

rendahnya realisasi proyek pembangunan

disebabkan karena adanya penundaan transfer

DAU dari pemerintah pusat sehingga menunda

realisasi pembangunan proyek-proyek

pemerintah. Hal ini terlihat dari realisasi belanja

modal pemerintah daerah yang hanya mencapai

48,5% pada triwulan III 2016, jauh menurun

dibandingkan realisasi yang sama di tahun

sebelumnya yang mampu mencapai 66,9%.

Capaian realisasi yang masih rendah adalah

pada realisasi belanja bangunan dan gedung

(56,8%) dan belanja jalan, irigasi dan jaringan

(40,9%). Padahal pangsa dari anggaran kedua

belanja tersebut mencapai 91,6% dari total

anggaran belanja modal.

Dari sisi realisasi pembangunan proyek swasta,

berdasarkan hasil liaison diperoleh informasi

bahwa beberapa realisasi proyek pembangunan

smelter masih dihentikan pada semester I 2016

seiring dengan belum optimalnya harga

komoditas nikel olahan saat ini di pasar dunia.

Kontak liaison mengatakan bahwa

pembangunan akan dilanjutkan apabila harga

nikel dunia telah kembali pulih.

Perlambatan laju pertumbuhan lapangan usaha

konstruksi tersebut juga tercermin dari konsumsi

semen di Sulawesi Tenggara yang mengalami

perlambatan. Pada triwulan III 2016 konsumsi

semen di Sulawesi Tenggara sebanyak 157,9 ton

atau hanya tumbuh sebesar 10,4% (yoy),

mengalami penurunan jika dibandingkan

periode sebelumnya yang mampu tumbuh

sebesar 26,8%(yoy).

Selajan dengan dengan perlambatan laju

pertumbuhan ekonomi, penyaluran kredit pada

lapangan usaha tersebut juga mengalami

perlambatan. Pada triwulan III 2016,

outstanding kredit ke lapangan usaha konstruksi

mencapai Rp1.003,5 triliun atau mengalami

pertumbuhan sebesar 67,2% (yoy). Kondisi

tersebut mengalami perlambatan dibandingkan

dengan periode sebelumnya yang mampu

tumbuh sebesar 87,4% (yoy).

Tracking Triwulan IV 2016 & Tahun 2016

Pada triwulan IV 2016, lapangan usaha

kontruksi diperkirakan akan mengalami

akselerasi kembali seiring adanya peningkatan

kegiatan investasi di Sulawesi Tenggara. Pada

triwulan mendatang lapangan usaha tersebut

diperkirakan mampu tumbuh sebesar 9,6%

(yoy). Peningkatan tersebut terjadi baik dari

pembangunan proyek pemerintah maupun dari

pembangunan proyek swasta. Telah selesainya

proses pengadaan proyek-proyek pemerintah di

periode sebelumnya mengakibatkan proses

pengerjaan di periode mendatang diperkirakan

akan meningkat. Sementara itu, pembangunan

proyek smelter kembali akan dilanjutkan seiring

dengan mulai meningkatnya harga nikel.

Dengan demikian, selama tahun 2016 kinerja

lapangan usaha ini diperkirakan tidak setinggi

tahun sebelumnya, yaitu hanya dapat tumbuh

sebesar 10,0% (yoy). Hal ini seiring dengan

melambatnya kegiatan pembangunan

infrastruktur dari pemerintah.

KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

25

1.3.6. Transportasi dan Pergudangan

Realisasi Triwulan III 2016

Lapangan usaha transportasi dan pergudangan

Sulawesi Tenggara tercatat tumbuh sebesar

17,0% (yoy) pada triwulan III 2016 setelah pada

periode sebelumnya tumbuh sebesar 15,2%

(yoy). Peningkatan tersebut disebabkan oleh

adanya arus balik Hari Raya Idul Fitri pada

periode laporan. Hal tersebut terkonfirmasi oleh

peningkatan jumlah penumpang kapal laut.

Berdasarkan data dari otoritas perhubungan,

jumlah penumpang angkutan laut di triwulan III

tercatat sebesar 154,3 ribu jiwa atau

terakselerasi sebesar 7,1% (yoy), jumlah tersebut

meningkat sebesar 2,7 ribu dibandingkan

periode sebelumnya.

Tracking Triwulan IV 2016& Tahun 2016

Memasuki triwulan IV mendatang, lapangan

usaha transportasi dan pergudangan

diperkirakan akan tumbuh stabil jika

dibandingkan dengan triwulan III yakni tumbuh

sebesar 16,7 % (yoy). Stabilnya pertumbuhan

tersebut disebabkan oleh adanya libur natal dan

akhir tahun.

Seiring dengan hal tersebut, kinerja lapangan

usaha ini selama tahun 2016 diperkirakan dapat

tumbuh sebesar 15,4% (yoy), lebih tinggi

daripada tahun lalu yang hanya tumbuh sebesar

7,5% (yoy). Hal ini didukung oleh kinerja yang

tinggi sejak triwulan II 2016 seiring dengan

mulai meningkatnya konsumsi masyarakat.

Sumber: Pelindo IV, diolah

Grafik 1.26 Arus Penumpang Kapal Laut

154

7,07%

-60%

-40%

-20%

0%

20%

40%

60%

80%

-

20

40

60

80

100

120

140

160

180

200

I II III IV I II III IV I II III

2014 2015 2016

Th

ou

sa

nd

s

Penumpang kapal

orang (ribu)

26

NO

VEM

BER 2

016

Halaman ini sengaja dikosongkan

KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

KONDISI

FISKAL DAERAH

Anggaran Pendapatan dan Belanja (APBD) Provinsi Sulawesi

Tenggara pada tahun 2016 mengalami peningkatan jika

dibandingkan dengan anggaran tahun 2015.

Pada triwulan III 2016, realisasi pendapatan APBD Provinsi

Sulawesi Tenggara mencapai sebesar 73,6%, menurun

dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya

yang tercatat sebesar 80,6%.

Sejalan dengan kondisi tersebut, realisasi belanja APBD

Provinsi Sulawesi Tenggara juga mengalami penurunan dari

68,3% menjadi 60,3% di periode laporan.

Bab 2

28

KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

PRO

VIN

SI SU

LAW

ESI TE

NG

GA

RA

NO

VEM

BER 2

016

29

KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

PRO

VIN

SI SU

LAW

ESI TE

NG

GA

RA

NO

VEM

BER 2

016

2.1. STRUKTUR ANGGARAN APBD TAHUN

2016

Anggaran pendapatan dan belanja pada APBD

2016 meningkat relatif tinggi dibandingkan

tahun 2015. Dari sisi pendapatan, pada tahun

2016 diestimasikan pendapatan pemerintah

daerah provinsi Sulawesi Tenggara sebesar

Rp2,6 triliun atau meningkat sebesar 17,0%

dibandingkan dengan anggaran tahun

sebelumnya. Peningkatan tersebut terutama

terjadi pada pos dana penyesuaian dan Dana

Alokasi Khusus (DAK). Anggaran dana

penyesuaian bertambahsebesar Rp165 miliar

atau mengalami peningkatan sebesar

40,5%.Sementara untuk DAK mengalami

penambahan sebesar Rp117 miliar atau

meningkat sebesar 159,8% jika dibandingkan

dengan tahun sebelumnya. Adapun anggaran

pos Pendapatan Asli Daerah (PAD) ditargetkan

sebesar Rp558,4 miliar atau meningkat 5,8%

dibandingkan anggaran tahun 2015. Sumber

anggaran PAD utamanya berasal dari komponen

pajak daerah yang mencapai 81,6% dari total

pendapatan asli daerah.

Sementara itu dari sisi belanja, tercatat anggaran

belanja tahun 2016 sebesar Rp2,8 triliun atau

meningkat 20,3% dibandingkan anggaran

belanja tahun 2015. Peningkatan anggaran

belanja pada tahun 2016 tersebut didorong oleh

meningkatnya anggaran belanja modal sebesar

Rp802,2 miliar. Hal tersebut sejalan dengan

upaya pemerintah daerah untuk meningkatkan

kuantitas dan kualitas infrastruktur di Sulawesi

Tenggara.

Secara historis, APBD Provinsi Sulawesi Tenggara

selalu mencatatkan defisit sejak tahun 2010.

Namun pada APBD tahun 2016, defisit anggaran

tercatat lebih tinggi jika dibandingkan tahun

sebelumnya. Defisit APBD tahun 2016 adalah

sebesar Rp127,6 miliar atau meningkat

sebanyak Rp 84,3 miliar dibandingkan dengan

periode sebelumnya yang tercatat sebesar

Rp43,3 miliar.

2.2. PERKEMBANGAN REALISASI

ANGGARAN APBD PROVINSI

2.2.1. Realisasi Anggaran Pendapatan

Realisasi pendapatan Pemerintah Provinsi

Sulawesi Tenggara terhadap anggaran yang

Sumber: BPKAD Prov. Sultra, diolah Sumber: BPKAD Prov. Sultra, diolah

Grafik 2.1 Perkembangan Tahunan Anggaran

Pendapatan Provinsi Sulawesi Tenggara Grafik 2.2 Perkembangan Tahunan Anggaran Belanja

Provinsi Sulawesi Tenggara

2.641

17,0

0

5

10

15

20

25

30

35

40

-

500

1.000

1.500

2.000

2.500

3.000

2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016

Pendapatan Growth Pendapatan (sb kanan)

Rp Miliar % yoy

2.769

20,3

-10

-5

0

5

10

15

20

25

30

-

500

1.000

1.500

2.000

2.500

3.000

2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016

Belanja Growth Belanja (sb kanan)

Rp Miliar % yoy

30

KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

PRO

VIN

SI SU

LAW

ESI TE

NG

GA

RA

NO

VEM

BER 2

016

disediakan pada triwulan III 2016 relatif lebih

rendah jika dibandingkan realisasi pendapatan

pemerintah daerah di periode yang sama tahun

sebelumnya. Pendapatan Pemerintah Provinsi

Sulawesi Tenggara di triwulan III 2016 terealisasi

senilai Rp1,94 triliun, atau sebesar 73,6% dari

target total pendapatan dalam APBD 2016.

Angka serapan tersebut tercatat jauh lebih

rendah jika dibandingkan dengan realisasi di

triwulan III 2015 yang tercatat mampu mencapai

80,6% dari target dalam APBD tahun 2015 atau

sebesar Rp1,88 triliun.

Menurunnya realisasi pendapatan daerah

tersebut disebabkan oleh penurunan realisasi

pendapatan transfer. Pendapatan transfer

hingga bulan September 2016 tercatat hanya

mampu terealisasi sebesar 72,2 % dari total

target dalam APBD tahun 2016 atau sebesar

Rp1,5 triliun. Padahal pada periode yang sama

tahun 2015, realisasi pendapatan mencapai

80,8% dari total target pendapatan transfer

tahun 2015 atau sebesar Rp1,44 triliun.

Menurunnya realisasi pendapatan terhadap

target tersebut selain disebabkan oleh

meningkatnya target pendapatan transfer dari

Rp1,7 triliun menjadi Rp2,1 triliun di tahun

2016, juga disebabkan oleh penurunan realisasi

pendapatan Dana Alokasi Umum (DAU) serta

Dana Alokasi Khusus (DAK). Hingga bulan

September 2016, DAU hanya terealisasi sebesar

Rp891,8 miliar atau sebesar 74,3% dari target.

Sedangkan untuk DAK hingga akhir triwulan III

masih terealisasi sebesar Rp98,7 miliar (51.7%

dari target). Adanya penurunan pencapaian

tersebut disebabkan adanya penundaan transfer

dari pemerintah pusat.

Sementara untuk realisasi Pendapatan Asli

Daerah (PAD)sampai dengan triwulan III 2016

tercatat sebesar 446,8 miliar atau sebesar 80%

dari total APBD tahun 2016. Capaian tersebut

meningkat jika dibandingkan dengan periode

yang sama pada tahun 2015 yang hanya mampu

mencapai 78,1% dari target total pendapatan

dalam APBD tahun 2015. Peningkatan

Tabel 2.1 Perbandingan Pencapaian Penyerapan Pendapatan Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara Triwulan III

Sumber: Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah Provinsi Sulawesi Tenggara, diolah

AnggaranRealisasi

(Miliar Rp)Serap (%) Anggaran

Realisasi

(Miliar Rp)Serap (%) Anggaran

Realisasi

(Miliar Rp)Serap (%)

PENDAPATAN 2.136,55 1.632,46 76,41 2.342,79 1.887,82 80,58 2.641,12 1.942,86 73,56

PENDAPATAN ASLI DAERAH 570,19 340,29 59,68 539,90 421,40 78,05 558,39 446,79 80,01

Pendapatan Pajak Daerah 467,50 281,20 60,15 415,49 350,69 84,41 455,62 371,60 81,56

Hasil Retribusi Daerah 23,04 13,57 58,91 16,67 13,33 79,99 10,07 9,29 92,26

Hasil Pengelolaan yang Dipisahkan 24,00 23,32 97,15 23,45 22,89 97,61 23,45 24,27 103,49

Lain-lain PAD 55,65 22,19 39,88 84,30 34,49 40,92 69,26 41,63 60,11

PENDAPATAN TRANSFER 1.526,47 1.292,17 84,65 1.785,51 1.443,49 80,84 2.071,73 1.496,07 72,21

Transfer Pemerintah Pusat 1.212,20 983,66 81,15 1.383,88 1.141,91 82,52 1.498,36 1.066,17 71,16

Dana Bagi Hasil Pajak 60,04 52,80 87,94 66,42 18,87 28,41 62,45 39,14 62,67

Dana Bagi Hasil Bukan Pajak 39,77 35,20 88,51 54,64 73,57 134,64 44,36 36,53 82,34

Dana Alokasi Umum 1.053,64 878,03 83,33 1.176,42 980,35 83,33 1.200,63 891,83 74,28

Dana Alokasi Khusus 58,75 17,63 30,00 86,40 69,12 80,00 190,92 98,67 51,68

Transfer Pemerintah Pusat Lainnya 314,27 235,28 74,86 401,63 301,58 75,09 573,36 429,90 74,98

Dana Otonomi Khusus - - - - - - - - -

Dana Penyesuaian 314,27 235,28 74,86 401,63 301,58 75,09 573,36 429,90 74,98

LAIN-LAIN PENDAPATAN YANG SAH 39,89 - - 17,38 22,92 131,89 11,00 - -

Pendapatan Hibah 39,89 - - 17,38 - - 11,00 - -

Pendapatan Dana Darurat - - - - - - - - -

Pendapatan Lainnya - - - - 22,92 - - - -

U R A I A N

APBD 2014 APBD 2015 APBD 2016

KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

PRO

VIN

SI SU

LAW

ESI TE

NG

GA

RA

NO

VEM

BER 2

016

31

pencapaian tersebut disebabkan oleh adanya

peningkatan pencapaian pendapatan terutama

pada pendapatan pajak daerah yang meningkat.

Hingga triwulan III 2016 pendapatan pajak

daerah Sulawesi Tenggara mencapai Rp371,6

milliar, mengalami peningkatan dibandingkan

periode tahun lalu yang hanya mencapai

Rp350,7 miliar.

Sumber terbesar realisasi PAD Sulawesi

Tenggara masih berasal dari pendapatan pajak

daerah. Hingga periode laporan Pemerintah

Daerah Provinsi Sulawesi Tenggara telah mampu

merealisasikan pajak daerah mencapai 81,6%

dari total target pendapatan pajak daerah di

tahun 2016. Adapun pajak daerah yang

dipungut oleh provinsi diantaranya adalah pajak

kendaraan bermotor, bea balik nama kendaraan

bermotor, pajak bahan bakar kendaraan

bermotor, pajak air permukaan dan pajak rokok.

Selain itu, realisasi hasil pengeloaan yang

dipisahkan juga sudah mencapai 103,5% dari

target. Pos pendapatan ini berasal dari badan

usaha milik daerah (BUMD) yang dimiliki oleh

Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara.

2.2.2. Realisasi Anggaran Belanja

Sejalan dengan kinerja di sisi pendapatan,

penyerapan anggaran belanja APBD Provinsi

Sulawesi Tenggara pada triwulan III 2016 juga

tercatat lebih rendah dibandingkan dengan

realisasi anggaran di triwulan III 2015. Realisasi

belanja Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara

pada periode laporan mencapai 60,3% atau

sebesar Rp1,7 triliun, lebih rendah dibandingkan

periode yang sama tahun sebelumnya yang

mampu merealisasikan anggaran sebesar

68,7%.

Penurunan tersebut terjadi pada realisasi belanja

operasional maupun belanja modal. Realisasi

belanja operasional mencapai 68,4% atau

sebesar Rp1,2 triliun. Rendahnya pencapaian

tersebut disebabkan oleh belum optimalnya

realisasi belanja barang yang hanya mencapai

57,7%.

Tabel 2.2 Perbandingan Pencapaian Penyerapan Belanja Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara Triwulan III

Sumber: Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah Provinsi Sulawesi Tenggara, diolah

AnggaranRealisasi

(Miliar Rp)Serap (%) Anggaran

Realisasi

(Miliar Rp)Serap (%) Anggaran

Realisasi

(Miliar Rp)Serap (%)

BELANJA 2.450,85 1.140,93 46,55 2.300,96 1.578,82 68,62 2.768,76 1.668,44 60,26

BELANJA OPERASI 1.453,54 843,35 58,02 1.445,49 1.043,75 72,21 1.699,15 1.161,47 68,36

Belanja Pegawai 576,08 362,57 62,94 593,62 423,05 71,27 622,06 448,87 72,16

Belanja Barang 406,15 166,24 40,93 313,54 240,87 76,82 385,93 222,69 57,70

Belanja Bunga 25,54 19,33 75,68 24,16 17,90 74,06 18,55 16,49 88,89

Belanja Hibah 326,75 239,53 73,31 412,99 312,09 75,57 584,66 436,85 74,72

Belanja Bantuan Keuangan 119,01 55,68 46,78 101,18 49,85 49,27 87,95 36,57 41,58

BELANJA MODAL 727,63 171,62 23,59 592,53 396,38 66,90 802,24 388,83 48,47

Belanja Tanah 42,35 - - 21,81 12,77 58,57 11,00 9,94 90,35

Belanja Peralatan dan Mesin 49,46 6,49 13,12 51,72 89,95 173,91 55,42 33,73 60,86

Belanja Bangunan dan Gedung 198,61 58,10 29,25 185,48 90,32 48,69 275,72 156,47 56,75

Belanja Jalan, irigasi dan Jaringan 436,02 106,88 24,51 331,64 203,00 61,21 459,06 188,09 40,97

Belanja Aset Tetap Lainnya 1,17 0,14 12,30 1,89 0,34 18,25 1,04 0,61 59,07

BELANJA TIDAK TERDUGA 20,00 - - 38,03 - - 25,25 - -

Belanja Tak Terduga 20,00 - - 38,03 - - 25,25 - -

TRANSFER 249,68 125,96 50,45 224,91 138,68 61,66 242,12 118,14 48,79

Transfer Bagi hasil ke Kab/Kota 249,68 125,96 50,45 224,91 138,68 61,66 242,12 118,14 48,79

Bagi Hasil Pajak - - - - - - - - -

APBD 2015APBD 2014

U R A I A N

APBD 2014

32

KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

PRO

VIN

SI SU

LAW

ESI TE

NG

GA

RA

NO

VEM

BER 2

016

Sedangkan, realisasi belanja modal pada periode

laporan juga menunjukkan kinerja yang kurang

maksimal dengantingkat realisasi 48,5% atau

sebesar Rp388,8 miliar. Kondisi tersebut jauh

menurun dibandingkan dengan periode yang

sama pada tahun sebelumnya yang dapat

mencapai 66,9%. Penurunan tersebut

disebabkan oleh rendahnya realisasi belanja

bangunan dan gedung yang mencapai 56,8%

dan juga belanja jalan, irigasi dan jaringan yang

hanya sebesar 40,9%.

Berdasarkan data Lembaga Kebijakan

Pengadaan Barang/Jasa Daerah (LKPP), kinerja

keuangan per bulan untuk Provinsi Sulawesi

Tenggara selama triwulan III 2016 relatif rendah

dibandingkan dengan target yang ditetapkan.

Sampai dengan triwulan III 2016, kondisi

realisasi keuangan Pemprov Sultra baru

mencapai 61,6% jauh di bawah target 84,9%.

Sementara itu kondisi penyelesaian fisik baru

mencapai 49,1%, jauh di bawah target 87,0%.

Namun pencapaian tersebut lebih tinggi jika

dibandingkan periode tahun sebelumnya yang

hanya mencapai 56,9% untuk realisasi

keuangan dan 41,7% untuk realisasi fisik.

Sementara untuk proses pengadaan barang dan

jasa hingga akhir triwulan III 2016 tercatat

bahwa dari total aktivitas strategis yang terdiri

dari 818 paket atau senilai Rp1,4 triliun, hanya

sebanyak 44,01% yang berstatus provisional

hand over (PHO) atau telah di lakukan serah

terima. Sedangkan yang sedang dalam tahap

pelaksanaan mencapai 21,3%.Sementara untuk

yang dalam tahap tanda tangan kontak dan

proses pengadaan masing-masing tercatat

sebesar 1,2% dan 0,6%. Sementara untuk

sisanya 32,9% atau sebanyak 269 belum dalam

tahap pengadaan.

2.3. PERKEMBANGAN REALISASI

ANGGARAN APBD KOTA/KABUPATEN

2.3.1. Realisasi Anggaran Pendapatan

Berdasarkan data yang diperoleh terhadap

realisasi 11 (sebelas) Kota/Kabupaten di Sulawesi

Tenggara, realisasi APBD di daerah tersebut lebih

rendah daripada capaian realisasi pendapatan

provinsi. Dari 11 (sebelas) daerah hanya Kab.

Buton Utara dan Kab. Kolaka Timur yang

realisasi anggarannya melebihi provinsi yang

Sumber: Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa , diolah Sumber: Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa , diolah

Grafik 2.3 Perkembangan Kondisi Keuangan Antara

Realisasi dan Target Bulanan APBD Sulawesi

Tenggara

Grafik 2.4 Perkembangan Penyelesaian Fisik Pengadaan Antara Realisasi dan Target Bulanan APBD Sulawesi Tenggara

0%

25%

50%

75%

100%

1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112

2015 . 2016Target Realisasi

0%

25%

50%

75%

100%

1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9101112

2015 . 2016

Target Realisasi

KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

PRO

VIN

SI SU

LAW

ESI TE

NG

GA

RA

NO

VEM

BER 2

016

33

masing-masing tercatat sebesar 74,7% dan

74,2% dari total anggarannya.

Kabupaten Konawe Kepulauan merupakan

daerah dengan capaian yang terendah dari

kesebelas Kota/Kabupaten tersebut yang hanya

mencapai 55,7% dari total anggaran

pendapatan. Rendahnya capaian tersebut

disebabkan oleh rendahnya realisasi pendapatan

daerah (39,4%) dan pendapatan transfer

(52,9%).

2.3.2. Realisasi Anggaran Belanja

Sejalan dengan rendahnya realisasi anggaran

pendapatan, realisasi anggaran belanja 11

(sebelas) Kota/Kabupaten juga masih belum

optimal. Hal ini terlihat dari masih terdapat

daerah yang realisasi belanja di bawah 50%

yakni Kab Konawe Kepulauan (36,0%), Kota

Baubau (42,1%), Kab. Kolaka Timur (42,1%),

Kab.Buton Selatan (43,8%) dan Kab Muna Barat

(48,5%).

Sementara itu, hanya terdapat satu kabupaten

yakni kabupaten Bombana yang realisasi

anggaran belanjanya lebih tinggi dari realisasi

belanja provinsi Sulawesi Tenggara. Capaian

realisasi pada triwulan III 2016 Kab. Bombana

mencapai 62,6%. Tingginya capaian realisasi

anggaran belanja tersebut disebabkan oleh

tingginya realisasi belanja operasi (69,5%) dan

realisasi belanja modal (55,2%).

Tabel 2.3 Perbandingan Pencapaian Penyerapan Pendapatan dan Belanja 11 Kota/Kabupaten

Sumber: Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah Provinsi Sulawesi Tenggara, diolah

Keterangan Sultra Kendari Baubau KolakaKolaka

TimurBombana

Konawe

Selatan

Konawe

Utara

Konawe

Kepulauan

Buton

Utara

Buton

Selatan

Muna

BaratPendapatan 73.6% 66.9% 67.2% 65.5% 74.2% 62.9% 68.4% 71.9% 55.7% 74.7% 69.5% 65.1%

Pendapatan Asli Daerah 80.0% 45.0% 96.1% 31.2% 52.5% 27.2% 43.5% 61.1% 39.4% 63.8% 109.8% 370.1%

Pendapatan Transfer 72.2% 72.0% 65.5% 69.8% 71.5% 68.4% 69.3% 70.1% 52.9% 74.7% 70.1% 63.5%

Lain-Lain Pendapatan Yang Sah 0.0% 133.9% 98.0% 7.9% 99.9% 45.5% 0.0% 82.9% 220.7% 0.0% 59.6% 0.0%

Belanja 60.3% 53.6% 42.1% 52.7% 42.1% 62.6% 51.2% 58.3% 36.0% 60.0% 43.8% 48.5%

Belanja Operasi 68.4% 58.3% 54.7% 57.8% 55.3% 69.5% 56.4% 57.3% 46.9% 58.2% 54.3% 64.0%

Belanja Modal 48.5% 42.6% 17.4% 42.0% 22.3% 55.2% 36.5% 59.1% 25.6% 63.5% 32.8% 28.3%

34

KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

PRO

VIN

SI SU

LAW

ESI TE

NG

GA

RA

NO

VEM

BER 2

016

Halaman Ini Sengaja Dikosongkan

KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

Inflasi Sulawesi Tenggara pada Triwulan III 2016 mengalami

penurunan dari 4,12% (yoy) di triwulan sebelumnya menjadi

3,28% (yoy).

Penurunan laju inflasi Sulawesi Tenggara tersebut disebabkan

oleh penurunan inflasi yang terjadi di Kota Kendari. Sementara

daerah lain yang merupakan kota perhitungan inflasi, yaitu

Kota Baubau mengalami peningkatan.

Sumber utama penurunan inflasi tersebut adalah penurunan

harga bahan pangan seiring telah kembali normalnya

permintaan masyarakat pasca Bulan Ramadhan dan perayaan

Hari Raya Idul Fitri.

Upaya pengendalian inflasi difokuskan untuk meningkatkan

koordinasi dan komunikasi seluruh TPID Kota/Kabupaten dan

TPID Provinsi. Selain itu, dilakukan pula upaya untuk menjaga

ekspektasi masyarakat terhadap harga kebutuhan strategis

terutama pada saat perayaan Hari Besar Keagamaan.

Bab 3

2

KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

PRO

VIN

SI SU

LAW

ESI TE

NG

GA

RA

NO

VEM

BER 2

016

37

KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

PRO

VIN

SI SU

LAW

ESI TE

NG

GA

RA

NO

VEM

BER 2

016

1Angka inflasi Sulawesi Tenggara merupakan perhitungan agregasi oleh KPw BI Sulawesi Tenggaraberdasarkan data IHK (indekshargakonsumen) Kota Kendari dan Kota Baubauyang dikeluarkan oleh BadanPusatStatistik.

Grafik 3.1 Pergerakan Inflasi Tahunan Sulawesi Tenggara

Grafik 3.2 Pergerakan Inflasi Tahunan Sultra Berdasarkan Kelompok

3,28%

3,07%

0%

1%

2%

3%

4%

5%

6%

7%

8%

9%

10%

I II III IV I II III IV I II III

2014 2015 2016

Sultra Nasional

0,97

-2,30

0,940,33

-5

0

5

10

15

Ba

ha

n M

aka

na

n

Ma

ka

na

n J

ad

i

Pe

rum

ah

an

Sa

nd

an

g

Ke

se

ha

tan

Pe

nd

idik

an

Tra

nsp

or

Tw II Tw III

1,040,87

0,26 0,32 0,240,50

0,07

0,0

0,5

1,0

1,5

% y

oy

% a

nd

il

38

KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

PRO

VIN

SI SU

LAW

ESI TE

NG

GA

RA

NO

VEM

BER 2

016

Grafik 3.3 Pergerakan Inflasi Tahunan Kota Kendari dan

Kota Baubau Berdasarkan Kelompok Grafik 3.4 Perbandingan Kinerja Inflasi Tahunan Pada

Triwulan III 2016 dan Tracking Oktober 2016

0,76

-2,23

0,96

-0,26 -5

0

5

10

15

20

-5

0

5

10

15

Ba

ha

n M

aka

na

n

Ma

ka

na

n J

ad

i

Pe

rum

ah

an

Sa

nd

an

g

Ke

se

ha

tan

Pe

nd

idik

an

Tra

nsp

orTw II Tw III

% y

oy

% y

oy

Kendari

Baubau

3,09%3,77% 3,28% 3,07%

3,47%3,58%

5,28%

4,04%3,31%

3,19%

Kendari Baubau Sultra Nasional KawasanTimur

Tw III 2016 Okt-16

KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

PRO

VIN

SI SU

LAW

ESI TE

NG

GA

RA

NO

VEM

BER 2

016

39

Grafik 3.5 Pergerakan dan Pola Inflasi BulananSulawesi

Tenggara Grafik 3.6 Pergerakan Inflasi Bulanan Kota Kendari dan

Kota Baubau Triwulan III 2016

0,99

-0,19

0,06

-1,5

-1

-0,5

0

0,5

1

1,5

2

2,5

3

3,5

4

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

2014 2015 2016

%, mtm

Tw III

0,77

1,54

0,01

-0,72

-0,01

0,27

-1,00

-0,50

0,00

0,50

1,00

1,50

2,00

Kendari Baubau

Jul-16 Aug-16 Sep-16

%, mtm

40

KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

PRO

VIN

SI SU

LAW

ESI TE

NG

GA

RA

NO

VEM

BER 2

016

Grafik 3.7 Perkembangan Inflasi Tahunan Berdasarkan

Disagregasi Inflasinya Grafik 3.8 Indeks Pengeluaran Konsumen Berdasarkan

Kelompok Inflasi

(4)

(2)

-

2

4

6

8

10

12

14

16

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9

2015 2016

Inflasi Umum Inflasi Inti

Volatile Food Administered Prices

inflasi (%,yoy)

100,0

125,0

150,0

175,0

200,0

Bah

an

ma

kana

n

Ma

kanan

jadi

Peru

ma

ha

n,

Bah

an

Ba

kar

San

da

ng

Keseh

ata

n

Tra

nspo

r

Pen

did

ika

n,

Rekre

asi

Jul Aug Sep

indeks pengeluaran(moving 3 bulan)

KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

PRO

VIN

SI SU

LAW

ESI TE

NG

GA

RA

NO

VEM

BER 2

016

41

2Analisis disagregasi membagi inflasi menjadi inflasi inti (core inflation) dan inflasi non-inti (volatile food dan administered prices). Hal ini dilakukan untuk menghasilkan indikator inflasi yang lebih menggambarkan pengaruh dari faktor yang bersifat fundamental.

42

KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

PRO

VIN

SI SU

LAW

ESI TE

NG

GA

RA

NO

VEM

BER 2

016

KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

PRO

VIN

SI SU

LAW

ESI TE

NG

GA

RA

NO

VEM

BER 2

016

43

44

KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

PRO

VIN

SI SU

LAW

ESI TE

NG

GA

RA

NO

VEM

BER 2

016

KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

PRO

VIN

SI SU

LAW

ESI TE

NG

GA

RA

NO

VEM

BER 2

016

45

BOKS 1. PUSAT INFORMASI HARGA PANGAN STRATEGIS (PIHPS)

Sebagai salah satu upaya pengendalian inflasi, Bank Indonesia bersama dengan Kemenko

Perekonomian dan Kementrian Dalam Negeri dalam wadah Tim Pengendalian Inflasi meluncurkan

Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS) dengan alamat http:\\hargapangan.id

PIHPS tersebut merupakan salah satu tindaklanjut keputusan Rakornas Tim Pengendalian inflasi

Daerah (TPID) ke III pada tahun 2012. Pada awalnya sejak pertama kali dikembangkan pada tahun

2014 sampai dengan awal tahun 2016, telah terdapat 19 website daerah (yang mencakup 127

kota/kabupaten dan 312 pasar) yang telah terintegasi dengan PIHPS Nasional.

Tujuan dari dilaksanakannya program PIHPS adalah untuk memperluas akses informasi kepada

masyarakat guna mengurangi asimetri informasi, dan mengarahkan ekspektasi pelaku ekonomi,

serta sebagai dasar bagi Pemerintah Daerah dalam melakukan monitoring dan merumuskan

kebijakan stabilisasi harga pangan di daerah.

46

KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

PRO

VIN

SI SU

LAW

ESI TE

NG

GA

RA

NO

VEM

BER 2

016

Sejak bulan Juli 2016, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Tenggara, telah

melaksanakan program PIHPS di Kota Kendari. Survey dilakukan pada dua pasar tradisional yaitu

Pasar Mandonga dan Pasar Kota.Memasuki bulan November 2016, Kantor Perwakilan Bank

Indonesia Provinsi Sulawesi Tenggara mulai melaksanakan program PIHPS di Kota Baubau. Adapun

pasar yang dijadikan objek survey adalah Pasar Karya Nugraha dan Pasar Wameo.

Pencacahan data harga untuk PIHPS dilakukan setiap hari kerja kepada pedagang pengecer di pasar

tradisional untuk memperoleh informasi mengenai harga 10 komoditi strategis sebagai berikut:

1. Beras

2. Bawang Merah

3. Bawang Putih

4. Cabai Merah

5. Cabai Rawit

6. Daging Sapi

7. Daging Ayam Ras

8. Telur Ayam Ras

9. Gula Pasir

10. Minyak Goreng

KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

PRO

VIN

SI SU

LAW

ESI TE

NG

GA

RA

TRIW

ULA

N II 2016

STABILITAS

KEUANGAN DAERAH

Stabilitas keuangan daerah masih terjaga, terutama dari

ketahanan sektor rumah tangga. Tingkat konsumsi masyarakat

yang masih terjaga, perilaku berutang yang masih normal, dan

risiko kredit yang masih terjaga berdampak minimal pada

sistem keuangan.

Dari sisi sektor korporasi, kinerja korporasi utama sudah mulai

membaik ditengah pelemahan ekonomi global dan mampu

menopang ketahanan sistem keuangan di Sulawesi Tenggara.

Perekonomian yang melambat mempengaruhi kinerja institusi

keuangan, khususnya perbankan di Sulawesi Tenggara. Kinerja

penghimpunan dana pihak ketiga dan penyaluran kredit

mengalami perlambatan. Sementara itu, risiko kredit

menunjukkan peningkatan meskipun masih dalam batas

terkendali.

Bab 4

2

KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

PRO

VIN

SI SU

LAW

ESI TE

NG

GA

RA

NO

VEM

BER 2

016

49

KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

PRO

VIN

SI SU

LAW

ESI TE

NG

GA

RA

NO

VEM

BER 2

016

4.1. ASESMEN SEKTOR RUMAH TANGGA

4.1.1. Sumber Kerentanan dan Kondisi Sektor

Rumah Tangga

Beberapa faktor yang mempengaruhi kondisi

keuangan rumah tangga adalah tingkat

pendapatan, tingkat pengangguran, tingkat

konsumsi, dan kondisi pembiayaan/kredit oleh

rumah tangga. Secara umum, tingkat

pendapatan, tingkat pengangguran dan tingkat

konsumsi rumah tangga turut juga dipengaruhi

oleh kinerja perekonomian.

Pada triwulan III 2016, kondisi perekonomian

Sulawesi Tenggara mengalami perlambatan

(lihat Bab 1). Perlambatan tersebut berpengaruh

kepada penurunan aktivitas konsumsi rumah

tangga. Konsumsi rumah tangga pada periode

tersebut tercatat hanya tumbuh sebesar 6,1%

(yoy), lebih rendah daripada periode sebelumnya

yang dapat tumbuh sebesar 6,7% (yoy) (Grafik

4.1). Meskipun melambat namun konsumsi

rumah tangga masih berkontribusi besar

terhadap perekonomian Sulawesi Tenggara

dengan pangsa sebesar 47,2%.

Masih tingginya kontribusi konsumsi rumah

tangga tersebut sejalan dengan masih

optimisnya rumah tangga dalam melakukan

kegiatan konsumsi. Hal ini terlihat dari Indeks

Keyakinan Konsumen (IKK) selama triwulan III

2016 yang mencapai 123,3 (Grafik 4.2).

Faktor yang menyebabkan optimisme konsumen

masih tinggi pada triwulan tersebut adalah

adanya ekspektasi kondisi ekonomi ke depan

yang relatif meningkat (Grafik 4.4). Untuk 6

bulan ke depan, rumah tangga masih

memperkirakan adanya peningkatan

pendapatan/penghasilan. Selain itu, ekspektasi

bahwa lapangan kerja yang tersedia semakin

banyak juga memperkecil kerentanan sektor

rumah tangga dalam sektor keuangan di

Sulawesi Tenggara (Grafik 4.4).

Berdasarkan hasil Survei Konsumen yang

dilakukan oleh KPw BI Sulawesi Tenggara,

peningkatan penghasilan rumah tangga pada

triwulan III 2016 dialami oleh 33% responden,

sementara hanya 2% saja yang mengalami

penurunan penghasilan dan 65% masih

mendapatkan penghasilan yang sama

dibandingkan 6 bulan sebelumnya. Berdasarkan

sektornya, hampir seluruh sektor usaha

mengalami peningkatan penghasilan, kecuali

Sumber: BPS Provinsi Sulawesi Tenggara, diolah Sumber: Survei Konsumen KPw BI Sultra, diolah

Grafik 4.1 Kontribusi Konsumsi Rumah Tangga Terhadap

PDRB Sulawesi Tenggara Grafik 4.2 Indeks Keyakinan Konsumen Rumah Tangga

Sulawesi Tenggara

47,2

7,2

6,1

0,0

1,0

2,0

3,0

4,0

5,0

6,0

7,0

8,0

40,0

45,0

50,0

55,0

60,0

I II III IV I II III IV I II III IV I II III

2013 2014 2015 2016

Pangsa gKonsumsi RT (sb.kanan)

Pangsa thd PDRB (%) %, yoy

60

70

80

90

100

110

120

130

140

150

160

1 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 9

2014 2015 2016IKK (Keyakinan Konsumen)IKE (Kondisi Ekonomi Saat Ini)IEK (Ekspektasi Konsumen)

indeks

Kenaikan harga BBM

Kenaikan harga BBM

Penurunan harga BBM

Penurunan harga BBM

optim

ispesim

is

Penurunan harga BBM

50

KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

PRO

VIN

SI SU

LAW

ESI TE

NG

GA

RA

NO

VEM

BER 2

016

sektor kelistrikan, transportasi, dan infokom.

Sementara itu pada rumah tangga yang bekerja

pada sektor jasa persewaan mengalami

penurunan penghasilan hingga 33% dan sektor

kesehatan turun sebesar 11% (Grafik 4.5).

Sumber kerentanan yang berasal dari sisi

penghasilan rumah tangga diperkirakan masih

dapat terjaga pada periode mendatang. Hasil

dari Survey Konsumen juga menunjukkan

bahwa responden masih memperkirakan

terjadinya peningkatan penghasilan di 6 bulan

berikutnya. Secara aggregat, responden

memperkirakan akan terdapat penambahan

gaji/upah sebesar 9,9%. Secara sektoral, rumah

tangga yang bekerja pada sektor jasa keuangan

memiliki optimisme peningkatan penghasilan

yang paling tinggi (15%), diikuti oleh pekerjaan

di bidang perdagangan (11%), dan pendidikan

(11%) (Grafik 4.6).

Sumber kerentanan lainnya adalah terkait

dengan adanya potensi tekanan harga. Pada

awal triwulan IV 2016, rumah tangga

menghadapi tekanan harga dari sisi

administered prices dan bahan makanan (Grafik

4.7). Adanya adjusment tarif listrik dan relatif

tingginya tarif angkutan udara menjelang

liburan akhir tahun mendorong terjadinya inflasi.

Selain itu, tekanan harga bahan pangan pada

masa tersebut relatif tinggi karena gangguan

cuaca. Meskipun demikian, tekanan harga

Sumber: Survei Konsumen KPw BI Sultra, diolah Sumber: Survei Konsumen KPw BI Sultra, diolah

Grafik 4.3 Persepsi Rumah Tangga Sultra Terhadap

Kondisi Saat Ini Grafik 4.4 Ekspektasi Rumah Tangga Sultra Terhadap

Ekonomi 6 Bulan Mendatang

Sumber: Survei Konsumen KPw BI Sultra, diolah Sumber: Survei Konsumen KPw BI Sultra, diolah

Grafik 4.5 Perubahan Penghasilan Saat Ini

dibandingkan 6 Bulan yang lalu Grafik 4.6 Ekspektasi Peningkatan Gaji/Upah 6 bulan

mendatang Berdasarkan Sektoral

92

140

96 93

119

96 97

133

107

60

70

80

90

100

110

120

130

140

150

KetersediaanLapangan Kerja

Penghasilan SaatIni

PembelianBarang Tahan

LamaJuli 16 Agst 16 Sept 16

indeks

optim

ispesim

is

146

128

143144 146

124

157 154162

60

80

100

120

140

160

180

EkspektasiPenghasilan

EkspektasiLapangan Kerja

EkspektasiKegiatan Usaha

Est Jan 17 Est Feb 17 Est Mar 17

indeks

optim

ispesim

is

33%50%

67%0%

29%34%

0%33%

0%18%

25%17%16%

64%11%

100%37%

0%

5%0%0%

0%3%

33%

11%

2%

0% 20% 40% 60% 80% 100%

PertanianPertambangan

IndustriListrik

KonstruksiPerdaganganTransportasi

Hotel RestoranInfokom

Jasa KeuanganJasa Profesional

PersewaanPemerintahan

PendidikanKesehatan

KebudayaanLainnya

Perorangan

Lebih baik Sama Lebih Buruk

10

10 107

1110 10 10

15

10

8 5

1110

71310

0

5

10

15

20

25

Pe

rtan

ian

Pe

rtam

ba

ng

an

Indu

str

i

Lis

trik

Ko

nstr

uksi

Perd

ag

anga

n

Tra

nspo

rta

si

Ho

tel R

esto

ran

Info

kom

Jasa K

eu

an

ga

n

Jasa P

rofe

sio

na

l

Pe

rse

wa

an

Pe

me

rinta

han

Pe

nd

idik

an

Ke

se

hata

n

Ke

bu

da

ya

an

Lain

nya

Pe

rora

ng

an

% kenaikanmax

rata-rata

min

KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

PRO

VIN

SI SU

LAW

ESI TE

NG

GA

RA

NO

VEM

BER 2

016

51

selama triwulan IV 2016 diperkirakan akan

semakin menurun pada bulan November dan

Desember (Grafik 4.8).

4.1.2. Kinerja Keuangan Rumah Tangga

Secara umum, penggunaan keuangan rumah

tangga lebih banyak ditujukan untuk keperluan

konsumsi. Pada triwulan III 2016, pengeluaran

untuk konsumsi mengambil porsi sebesar

51,4%, lebih rendah dibandingkan dengan

triwulan sebelumnya (Grafik 4.9). Selain itu, dana

rumah tangga yang ditabung juga semakin

besar dari 25,1% menjadi 26,9% dari

keseluruhan penggunaan dana rumah tangga.

Berkurangnya konsumsi juga digunakan untuk

membayar cicilan hutang lebih besar. Pada

periode tersebut pangsa dana rumah tangga

yang disisihkan untuk membayar cicilan hutang

bertambah dari 16,4% menjadi 20,1%.

Apabila dilihat berdasarkan pendapatannya,

tingkat pengeluaran konsumsi yang tertinggi

dilakukan oleh kelompok rumah tangga

berpendapatan tertinggi (dengan pengeluaran

>Rp5 juta). Meskipun demikian, terlihat tidak

terdapat diferensiasi yang signifikan pada porsi

konsumsi berdasarkan tingkat pengeluaran.

Diferensiasi yang terlihat signifikan adalah pada

porsi pengeluaran untuk cicilan/pinjaman. Porsi

pembayaran cicilan/pinjaman yang terbesar

Sumber: Survei Konsumen KPw BI Sultra, diolah Sumber: Survei Konsumen KPw BI Sultra, diolah

Grafik 4.7 Ekspektasi Perubahan Harga Oleh Rumah

Tangga 3 Bulan Mendatang Grafik 4.8 Ekspektasi Perubahan Harga 3 Bulan

Mendatang Berdasarkan Komoditi

Sumber: Survei Konsumen KPw BI Sultra, diolah Sumber: Survei Konsumen KPw BI Sultra, diolah

Grafik 4.9 Komposisi Pengeluaran Rumah Tangga

Sulawesi Tenggara Grafik 4.10 Komposisi Pengeluaran Rumah Tangga

Berdasarkan Pengeluaran/Bulan

-2

-1

0

1

2

3

4

5

120,0

130,0

140,0

150,0

160,0

170,0

180,0

190,0

200,0

1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112

2015 2016

Ekspektasi Perubahan Harga (moving 3 bulan)

Inflasi Sultra qtq (sb.kanan)

indeks inflasi %, qtq

Idul Fitri80

100

120

140

160

180

200

Est.Okt 16 Est.Nov 16 Est.Des 16

indeks perubahan harga

Konsumsi Cicilan/Pinjaman Tabungan

Tw III 2016Tw II 2016

56,7%16,4%26,9%

51,4%20,1%28,6%

54,9%

54,3%

48,9%

43,4%

55,3%

11,0%

19,1%

18,1%

30,6%

21,6%

34,1%

26,6%

33,0%

26,0%

23,0%

0% 20% 40% 60% 80% 100%

Rp1 - 2 jt

Rp2,1 - 3 jt

Rp3,1 - 4 jt

Rp4,1 - 5 jt

>Rp5 jt

Konsumsi Cicilan/Pinjaman Tabungan

Pengelu

ara

n/b

ula

n

52

KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

PRO

VIN

SI SU

LAW

ESI TE

NG

GA

RA

NO

VEM

BER 2

016

adalah pada rumah tangga yang memiliki

pengeluaran antara Rp4 juta s.d Rp5 juta.

Sementara rumah tangga yang memiliki

pengeluaran di antara Rp1 juta s.d Rp2 juta,

relatif memiliki cicilan/pinjaman yang lebih

rendah dengan pangsa sebesar 11,0% (Grafik

4.10).

Sementara itu jika dilihat dari perilaku berutang,

maka terdapat peningkatan risiko dari sisi kredit

karena secara agregat terjadi peningkatan

jumlah rumah tangga yang memiliki debt service

ratio lebih dari 30% (DSR>30%). Pada triwulan

III 2016, jumlah rumah tangga dengan

DSR>30% bertambah hingga 83,3%,

dibandingkan dengan triwulan sebelumnya.

Institusi keuangan menilai bahwa rumah tangga

dengan DSR>30% memiliki risiko yang tinggi

dan dapat menjadi penyebab NPL (non

performing loan) (Tabel 4.1).

Di sisi lain, terjadi peningkatan risiko pada

perilaku menabung. Hal ini terlihat dari

bertambahnya jumlah rumah tangga yang tidak

menabung hingga 17,5%, jika dibandingkan

dengan triwulan sebelumnya (Tabel 4.2). Rumah

tangga yang paling besar peningkatannya dalam

hal tidak menabung berada pada kelompok

pendapatan lebih dari Rp4 juta. Rumah tangga

yang tidak dapat menabung berisiko pada

stabilitas sistem keuangan karena dapat

mengganggu likuiditas institusi keuangan dari

sisi sumber dana.

Tabel 4.1 Dana Rumah Tangga Untuk Membayar Cicilan dan Perubahannya Berdasarkan Tingkat Pengeluaran/Bulan

Tabel 4.2 Dana Rumah Tangga Untuk Menabung dan Perubahannya Berdasarkan Tingkat Pengeluaran/bulan

TMP = Tidak Memiliki Pinjaman/Cicilan TMB = Tidak Menabung * Perubahan triwulan III 2016 dibandingkan triwulan II 2016

Sumber: Survei Konsumen KPw BI Sultra, diolah * Perubahan triwulan III 2016 dibandingkan triwulan II 2016

Sumber: Survei Konsumen KPw BI Sultra, diolah

>0-1

0%

10%

-20%

20%

-30%

>30%

0-1

0%

10%

-20%

20%

-30%

>30%

TMB

Rp1 - 2 jt 0,7% 1,0% 2,3% 3,0% 25,3% Rp1 - 2 jt 1,7% 5,0% 7,0% 15,0% 3,7%

Rp2,1 - 3 jt 2,7% 7,0% 2,7% 3,7% 15,0% Rp2,1 - 3 jt 4,7% 6,3% 8,3% 6,7% 5,0%

Rp3,1 - 4 jt 0,3% 2,0% 2,7% 5,3% 17,0% Rp3,1 - 4 jt 3,3% 1,7% 7,3% 10,7% 4,3%

Rp4,1 - 5 jt 0,0% 1,0% 1,0% 2,0% 1,7% Rp4,1 - 5 jt 1,0% 0,7% 2,0% 0,7% 1,3%

>Rp5 jt 1,3% 0,3% 0,7% 0,7% 0,7% >Rp5 jt 0,7% 0,3% 1,0% 0,3% 1,3%

Total 5,0% 11,3% 9,3% 14,7% 59,7% Total 11,3% 14,0% 25,7% 33,3% 15,7%

0-1

0%

10%

-20%

20%

-30%

>30%

TMP

0-1

0%

10%

-20%

20%

-30%

>30%

TMB

Rp1 - 2 jt -66,7% -75,0% 0,0% 50,0% 13,4% Rp1 - 2 jt -50,0% -44,4% 23,5% 32,4% 10,0%

Rp2,1 - 3 jt -27,3% -4,5% -33,3% -8,3% -21,1% Rp2,1 - 3 jt -17,6% -26,9% -16,7% -16,7% -11,8%

Rp3,1 - 4 jt -75,0% -45,5% -50,0% 220% 59,4% Rp3,1 - 4 jt 25,0% -77,3% 15,8% 300,0% 18,2%

Rp4,1 - 5 jt -100% -25,0% 500% 0,0% Rp4,1 - 5 jt 0,0% 0,0% 500,0% -50,0% 300,0%

>Rp5 jt 300% -80,0% 0,0% 100,0% >Rp5 jt 0,0% -80,0% 0,0% 300,0%

Total -34,8% -37,0% -24,3% 83,3% 10,5% Total -15,0% -48,8% 14,9% 40,8% 17,5%

Pengelu

ara

n/

bln

Pengelu

ara

n/

bln

Perubahan DSR*

Pengelu

ara

n/

bln

Triwulan III 2016

Debt Service Ratio (DSR) Tabungan

TMP

Triwulan III 2016

Pengelu

ara

n/

bln

Perubahan Tabungan*

KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

PRO

VIN

SI SU

LAW

ESI TE

NG

GA

RA

NO

VEM

BER 2

016

53

Meskipun demikian, dari Survey Konsumen juga

dapat diketahui bahwa kondisi keuangan rumah

tangga masih berada dalam batas yang aman.

Sebanyak 96,0% responden menyatakan bahwa

pendapatan yang diterima masih cukup untuk

memenuhi kebutuhan dan membayar cicilan,

bahkan masih terdapat sisa untuk ditabung

guna pemenuhan kebutuhan kesehatan dan

pendidikan.

Sementara itu jika dilihat berdasarkan tingkat

pengeluaran/bulannya, rumah tangga yang

dalam kondisi sangat cukup (masih terdapat

sebagian untuk investasi dan rekreasi) dan lebih

dari cukup (sebagian besar untuk investasi,

berlibur dan membeli kebutuhan tersier) terjadi

pada rumah tangga dengan tingkat pengeluaran

antara Rp4 juta s.d Rp5 juta. Adapun pada

rumah tangga dengan tingkat pengeluaran di

bawah Rp4juta masih terdapat responden pada

kondisi pas-pasan karena pendapatan yang

didapat hanya cukup untuk kebutuhan sehari-

hari tanpa bisa menabung (Grafik 4.11).

Kondisi keuangan rumah tangga diperkirakan

juga akan semakin membaik karena beban

cicilan/pinjaman yang diperkirakan akan

semakin ringan. Pada responden yang memiliki

tingkat pengeluaran antara Rp4,1 juta s.d Rp5

juta terdapat 5,9% responden yang

memperkirakan akan terjadi pengurangan posisi

pinjaman 6 bulan mendatang karena percepatan

pembayaran. (Grafik 4.12).

4.1.3. Dana Pihak Ketiga Perseorangan Di

Perbankan

Sektor rumah tangga masih mendominasi dana

pihak ketiga (DPK) yang berada di perbankan

Sulawesi Tenggara. Hal ini tercermin dari pangsa

DPK perseorangan yang mencapai 66,7% dari

keseluruhan DPK di Sulawesi Tenggara (Grafik

4.13). Seiring dengan pangsanya yang semakin

bertambah, DPK perseorangan juga tumbuh

sebesar 18,6% (yoy), lebih tinggi daripada

pertumbuhan DPK bukan perseorangan yang

terkontraksi sebesar 16,7% (yoy) (Grafik 4.14).

Namun, DPK yang berasal dari perseorangan

maupun dari bukan perseorangan (korporasi

dan pemerintah) sama-sama mengalami tren

penurunan.

Preferensi rumah tangga dalam melakukan

penempatan masih didominasi oleh fasilitas

tabungan dan deposito. Bahkan porsi tabungan

perseorangan pada perbankan Sulawesi

Sumber: Survei Konsumen KPw BI Sultra, diolah Sumber: Survei Konsumen KPw BI Sultra, diolah

Grafik 4.11 Komposisi Pengeluaran Rumah Tangga

Sulawesi Tenggara Grafik 4.12 Perkiraan Posisi Pinjaman 6 Bulan

Mendatang

-1,0%

-1,1%

-1,2%

2,1%

1,1%

2,4%

5,9%

1,0%

2,4%

-5,0% 0,0% 5,0% 10,0%

Rp1 - 2 jt

Rp2,1 - 3 jt

Rp3,1 - 4 jt

Rp4,1 - 5 jt

>Rp5 jt

Pas-pasan Sangat Cukup Lebih dari cukup

Penge

luara

n/b

ln

% pangsa

cukup

-4,1%

-6,5%

-6,1%

-2,1%

-1,2%

-5,9%

1,1%

-10,0% -5,0% 0,0% 5,0%

Rp1 - 2 jt

Rp2,1 - 3 jt

Rp3,1 - 4 jt

Rp4,1 - 5 jt

>Rp5 jt

Berkurang Signifikan RencanaBerkurang Signifikan PercepatanBertambah Signifikan Rencana

Penge

luara

n/b

ln

% pangsa

berubah tidak signifikan

54

KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

PRO

VIN

SI SU

LAW

ESI TE

NG

GA

RA

NO

VEM

BER 2

016

Tenggara mencapai 96,7% dibandingkan

dengan total keseluruhan DPK. Sementara itu

porsi DPK dalam bentuk deposito juga masih

dominan dilakukan oleh nasabah perseorangan

dengan porsi mencapai 60,5% dan sisanya

merupakan nasabah bukan perseorangan.

Dari sisi pertumbuhannya, DPK perseorangan

yang mengalami perlambatan disebabkan oleh

adanya perlambatan pada fasilitas tabungan.

Pada triwulan III 2016, tabungan perseorangan

hanya tumbuh sebesar 17,1% (yoy), lebih

rendah daripada sebelumnya yang dapat

tumbuh sebesar 28,8% (yoy). Selain itu,

pertumbuhan DPK perseorangan pada fasilitas

deposito hanya tumbuh sebesar 18,1% (yoy),

sedikit lebih rendah daripada triwulan

sebelumnya yang tumbuh sebesar 20,6% (yoy).

(Grafik 4.16).

4.1.4. Kredit Perbankan Pada Sektor Rumah

Tangga

Dari sisi kredit perbankan, rumah tangga di

Sulawesi Tenggara mendominasi realisasi

penyaluran kredit. Hal ini terlihat dari pangsa

kredit untuk perseorangan pada triwulan III

2016 yang mencapai 77,7% dibandingkan

keseluruhan kredit yang direalisasikan untuk

daerah ini (Grafik 4.17). Dari sisi penggunaannya,

sebagian besar kredit perseorangan tersebut

digunakan untuk konsumsi yaitu sebesar 68,0%,

sedangkan sisanya digunakan untuk kegiatan

Sumber: LBU Bank Indonesia, diolah Sumber: LBU Bank Indonesia, diolah

Grafik 4.13 Komposisi DPK Sulawesi Tenggara Grafik 4.14 Pertumbuhan Dana Pihak Ketiga Perseorangan Sulawesi Tenggara

Sumber: LBU Bank Indonesia, diolah Sumber: LBU Bank Indonesia, diolah

Grafik 4.15 Komposisi DPK Perseorangan di Sulawesi

Tenggara Grafik 4.16 Pertumbuhan DPK Perseorangan Tiap Jenis

Penempatan

59,460,5

8,9 12,0

96,496,7

64,566,7

40,6 39,5 91,1 88,0 3,6 3,3 35,5 33,3

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

80%

90%

100%

Tw II2016

Tw III2016

Tw II2016

Tw III2016

Tw II2016

Tw III2016

Tw II2016

Tw III2016

Deposito Giro Tabungan Total

Perseorangan Bukan Perseorangan

pangsa

3,9

18,6

-16,7-30,0

-20,0

-10,0

0,0

10,0

20,0

30,0

40,0

50,0

60,0

I II III IV I II III IV I II III

2014 2015 2016

DPK Total Perseorangan Bukan Perseorangan

%, yoy

3,5 4,4

73,072,3

23,5 23,3

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

80%

90%

100%

I II III IV I II III IV I II III

2014 2015 2016

Giro Tabungan Deposito

pangsa

53,9

17,1

18,1

6,1

3,0

4,0

5,0

6,0

7,0

8,0

-50,0

0,0

50,0

100,0

150,0

I II III IV I II III IV I II III

2014 2015 2016

Giro Tabungan

Deposito Sk. Bg Deposito (sb.kanan)

%, yoy %

KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

PRO

VIN

SI SU

LAW

ESI TE

NG

GA

RA

NO

VEM

BER 2

016

55

produktif seperti untuk modal kerja dan investasi

dengan pangsa masing-masing sebesar 23,5%

dan 8,6% (Grafik 4.18).

Masih relatif besarnya pembiayaan aktivitas

produktif menggunakan jalur perseorangan

menunjukkan bahwa banyak UMKM yang

belum menggunakan badan usahanya dalam

mendapatkan fasilitas pembiayaan dari

perbankan. Pada periode laporan, nominal

kredit modal kerja perseorangan yang diakses

oleh UMKM mencapai 95,8%, sementara pada

kredit investasi mencapai 95,6% (Grafik 3.19).

Penggabungan aktivitas keuangan usaha dan

rumah tangga terlihat masih banyak terjadi pada

UMKM di Sulawesi Tenggara dan dapat

meningkatkan risiko pada kondisi keuangan

rumah tangga.

Kredit konsumsi oleh perseorangan digunakan

untuk berbagai keperluan. Paling besar adalah

kredit multiguna yang mencapai pangsa sebesar

73,2% dari keseluruhan kredit konsumsi

perseorangan. Penggunaan kedua terbesar

adalah kredit kepemilikan rumah (KPR) yang

mencapai pangsa 19,2%. Sementara itu kredit

kepemilikan kendaraan bermotor (KKB) dan

kredit peralatan rumah tangga masih relatif kecil

masing-masing sebesar 6,2% dan 1,4% (Grafik

4.18).

Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi proyek, diolah Sumber: LBU Bank Indonesia, loaksi proyek, diolah

Grafik 4.17 Komposisi Kredit Perseorangan di Sulawesi

Tenggara Grafik 4.18 Komposisi Penggunaan Kredit Perseorangan

di Sulawesi Tenggara

Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi proyek, diolah Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi proyek, diolah

Grafik 4.19 Komposisi Penggunaan Kredit Produktif

Perseorangan Oleh UMKM Grafik 4.20 Pertumbuhan Kredit Perseorangan di

Sulawesi Tenggara

77,7

22,3

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

80%

90%

100%

I II III IV I II III IV I II III

2014 2015 2016Perseorangan Bukan Perseorangan

pangsa

Lokasi Proyek Konsumsi Modal Kerja Investasi

68,023,58,6

Multiguna KPR KKB Alat RT

73,219,2

6,21,4

*Lokasi Proyek

Tw III 2016

Tw III 2016

99,8%

95,8%4,2%

0,2%

Nominal

Rekening

95,6%4,4%

Nominal

98,8%1,2%

Rekening

UMKM Bukan UMKM

KREDIT MODAL KERJA

PERORANGAN

KREDIT INVESTASI

PERORANGAN

Tw III 2016

15,114,2

1,1

-1,3

20,3

-20,0

-10,0

0,0

10,0

20,0

30,0

40,0

50,0

60,0

70,0

I II III IV I II III IV I II III

2014 2015 2016

Kredit Perseorangan Kredit KonsumsiKPR KKBMultiguna

%, yoy

56

KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

PRO

VIN

SI SU

LAW

ESI TE

NG

GA

RA

NO

VEM

BER 2

016

Dari sisi pertumbuhan kreditnya, kredit

perseorangan tumbuh sebesar 15,1% (yoy) pada

triwulan III 2016, lebih rendah daripada periode

sebelumnya yang mampu tumbuh 17,0% (yoy).

Perlambatan kredit perseorangan tersebut

disebabkan oleh melambatnya kredit konsumsi,

termasuk kredit multiguna.

Sementara itu, kredit kepemilikan kendaraan

bermotor masih mengalami kontraksi sebesar

1,3% (yoy) meskipun sudah lebih baik daripada

triwulan sebelumnya yang terkontraksi lebih

dalam mencapai 7,4% (yoy). Di sisi lain kredit

kepemilikan rumah (KPR) masih menunjukkan

tren melambat sejak awal tahun 2014. Pada

periode laporan, KPR hanya tumbuh sebesar

1,1%, yoy (Grafik 4.20).

Dilihat dari sisi suku bunganya, suku bunga

kredit perseorangan menunjukkan arah yang

mengarah ke suku bunga yang lebih rendah.

Pada triwulan III 2016, suku bunga tertimbang

kredit perseorangan di Sulawesi Tenggara

mencapai 12,98% per tahun, lebih rendah

daripada periode sebelumnya yang mencapai

13,12%. Meskipun demikian, kondisi suku

bunga kredit konsumsi perseorangan masih

stabil dan bahkan lebih tinggi daripada suku

bunga kredit perseorangan secara keseluruhan,

yaitu sebesar 13,04% per tahun (Grafik 4.21).

Dari sisi risiko kredit, kredit rumah tangga masih

menunjukkan tekanan yang minimal. Hal ini

tercermin dari NPL kredit perseorangan yang

berada pada level 2,54%. Bahkan NPL pada

kredit konsumsi perseorangan hanya berada

pada level 1,22% (Grafik 4.21).

Secara spasial, kredit perseorangan masih

terkonsentrasi di Kota Kendari, dengan pangsa

sebesar 47,4%, diikuti oleh penyaluran di

Kabupaten Kolaka dengan pangsa sebesar

13,1% dan Kota Baubau (pangsa 8,8%).

Meskipun demikian, pertumbuhan penyaluran

kredit perseorangan pada ketiga daerah tersebut

berada di bawah rata-rata pertumbuhan kredit

di Sulawesi Tenggara. Hal ini menunjukkan

bahwa penyaluran kredit mulai terekspansi ke

daerah-daerah lainnya di Sulawesi Tenggara,

bahkan di Kab. Bombana kredit perseorangan

dapat tumbuh sebesar 33,5% (yoy).

Pertumbuhan kredit di daerah tidak secara

Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi proyek, diolah Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi proyek, diolah

*dibandingkan dengan tingkat suku bunga triwulan III 2015 Ukuran lingkaran= baki debet kredit perseorangan (tw III 2016)

Grafik 4.21 NPL dan Suku Bunga Kredit Rumah Tangga &

Kredit Konsumsi di Sulawesi Tenggara Grafik 4.22 Hubungan Antara Pertumbuhan Kredit

Perseorangan dan Penurunan Suku Bunga

12,98

13,04

2,54

1,22

0,00

0,50

1,00

1,50

2,00

2,50

3,00

3,50

4,00

4,50

5,00

11,40

11,60

11,80

12,00

12,20

12,40

12,60

12,80

13,00

13,20

13,40

13,60

I II III IV I II III IV I II III

2014 2015 2016Sk.Bunga K. RT Sk.Bunga K. Kons

NPL K. RT (sb.kanan) NPL K.Kons (sb.kanan)

%, tertimbang %, NPL

R² = 0,2007

-0,4

-0,2

0

0,2

0,4

0,6

0,8

1

1,2

0 5 10 15 20 25 30 35

Bombana

Kolut

Konut

Butur

Konawe

Konsel

Muna

Wakatobi

Buton

Baubau

Kolaka

Kendari

Pertumbuhan Kredit Perseorangan (%, yoy)

Penu

run

an

Suku B

ung

a K

redit R

T (D

%)*

Rp7,9 T

KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

PRO

VIN

SI SU

LAW

ESI TE

NG

GA

RA

NO

VEM

BER 2

016

57

signifikan dipengaruhi oleh penurunan suku

bunganya dengan R2 sebesar 0,2. Rata-rata

penurunan suku bunga kredit rumah tangga

adalah sebesar 0,15%, dengan penurunan

tertinggi terjadi di Kab.Kolaka Utara (0,96%)

(Grafik 4.22).

Kredit Kepemilikan Rumah

Masih berlanjutnya perlambatan pertumbuhan

KPR di Sulawesi Tenggara menambah tekanan

risiko pada pelaku usaha di bidang konstruksi

perumahan dan penjualan real estate. Penjualan

rumah baru yang masih rendah dapat

menyebabkan tekanan pada kondisi keuangan

pelaku usaha konstruksi dan real estate. Hal ini

juga tercermin dari melambatnya kinerja sektor

konstruksi (PDRB) pada triwulan III 2016 yang

hanya tumbuh sebesar 8,9% (yoy) dari

sebelumnya 10,9% (yoy).

Dari jenis KPR-nya, perlambatan pertumbuhan

yang terjadi pada triwulan II 2016 bersumber

dari KPR/KPA untuk ukuran tipe besar (> T.70)

dan pada kredit kepemilikan ruko. Meskipun

demikian, terdapat peningkatan permintaan

untuk rumah tipe kecil (KPR s.d tipe 21) yang

semula tumbuh sebesar 3,4% (yoy) menjadi

7,2% (yoy) dan tipe sedang (> T.21-T.70) yang

dapat tumbuh sebesar 6,4% (yoy) (Tabel 4.3).

Peningkatan tersebut salah satunya dipengaruhi

oleh kebijakan program subsidi perumahan

rakyat (KPR bersubsidi).

Dari sisi risiko kredit KPR, perilaku rumah tangga

dalam melakukan pembayaran cicilan

pembayaran rumah masih terjaga meskipun

tekanan lebih tinggi daripada triwulan

sebelumnya. Pada triwulan III 2016, NPL gross

KPR mencapai 3,98%, lebih tinggi dari

sebelumnya yang hanya sebesar 3,18%. Risiko

kredit yang perlu mendapatkan perhatian dari

institusi keuangan adalah pada penyaluran

kredit ruko (rumah toko) yang telah melampaui

threshold 5%.

Kredit Kepemilikan Kendaraan Bermotor

Kredit kendaraan bermotor (KKB) di Sulawesi

Tenggara pada triwulan III 2016 masih

terkontraksi. Namun kontraksi pada periode

tersebut relatif tidak sedalam periode

sebelumnya. Dilihat dari jenis kendaraan yang

dibeli, kredit kendaraan roda 4 (mobil) mulai

menunjukkan adanya perbaikan, meskipun

masih mengalami kontraksi. Secara nominal

terdapat penambahan baki debet untuk

pembiayaan pembelian mobil sebesar Rp23,5

Tabel 4.3 Pertumbuhan dan NPL KPR di Sulawesi Tenggara Tabel 4.4 Pertumbuhan dan NPL KKB di Sulawesi Tenggara

Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi proyek, diolah

Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi proyek, diolah

Tw II-16 Tw III-16 Tw II-16 Tw III-16

KPR/KPA

sd 217 3,4 7,2 3,21 3,15

KPR/KPA

>21-7058 6,2 6,4 2,61 3,25

KPR/KPA

>7015 -9,4 -15,0 2,52 2,74

KP

Ruko19 1,7 -1,3 5,43 7,55

KPR 100 2,3 1,1 3,18 3,98

Growth (% yoy) NPL (%)Jenis KPR

Pangsa

% Tw II-16 Tw III-16 Tw II-16 Tw III-16

Mobil 76,9 -4,2 -1,0 0,44 1,38

Sepeda

Motor15,6 -12,7 -22,0 10,42 1,85

Kendaraan

Lainnya7,6 -39,5 102,1 0,27 3,84

KPR 100 -7,4 -1,3 2,27 1,64

Jenis KPRPangsa

%

Growth (% yoy) NPL (%)

58

KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

PRO

VIN

SI SU

LAW

ESI TE

NG

GA

RA

NO

VEM

BER 2

016

miliar selama 1 triwulan. Jika diasumsikan harga

sebuah mobil keluarga sebesar Rp250 juta/unit

maka dalam 1 triwulan tersebut jumlah mobil

yang dibeli melalui pembiayaan perbankan

sekitar 94 unit.

Sementara itu, pembiayaan pembelian

kendaraan roda 2 (sepeda motor) masih

terkontraksi sebesar 22,0% (yoy) (Tabel 3.4).

Selama 1 triwulan terjadi penurunan baki debet

sebesar Rp11,9 miliar, atau terjadi penurunan

jumlah sepeda motor baru yang dibiayai

perbankan sekitar 790 unit (asumsi harga

sepeda motor Rp15 juta/unit). Menurut hasil

liasion kepada salah satu dealer kendaraan

bermotor, pola pembayaran pembelian

kendaraan didominasi dengan pembelian

melalui lembaga pembiayaan (bank dan leasing)

sebesar 70%, sisanya melakukan pembelian

secara tunai.

Dari sisi risiko kredit KKB, meskipun

pertumbuhan kreditnya mengalami kontraksi

namun NPL gross kredit ini relatif rendah pada

kisaran 1,64% Bahkan untuk KKB roda 4 NPL-

nya paling rendah yaitu sebesar 1,38%. Selain

itu, risiko pada KKB sepeda motor yang

sebelumnya berada di atas threshold 5% juga

menurun menjadi sebesar 3,84%.

Kredit Multiguna

Besarnya penggunaan kredit konsumsi

perseorangan secara multiguna menunjukkan

bahwa kebutuhan pembiayaan rumah tangga

lainnya masih cukup besar, di luar kebutuhan

untuk memiliki rumah, kendaraan bermotor

maupun peralatan rumah tangga. Hal ini terjadi

karena pengajuan kredit multiguna relatif

mudah dengan menggunakan jaminan/agunan

yang dimiliki oleh rumah tangga. Selain itu

penggunaan dana yang diterima dapat secara

leluasa digunakan oleh rumah tangga dalam

melakukan aktivitas konsumsi seperti

merenovasi rumah, biaya pernikahan, biaya

pendidikan, biaya pengobatan, maupun

pembelian barang berharga/elektronik, dan

bahkan dapat digunakan untuk modal usaha.

Pada triwulan III 2016, kredit multiguna juga

tumbuh melambat menjadi sebesar 20,3% (yoy),

lebih rendah daripada sebelumnya yang dapat

tumbuh sebesar 24,6% (yoy) (Grafik 4.20). Jika

Tabel 4.5 Komposisi Kredit Multiguna Posisi Triwulan III 2016

Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi proyek, diolah

< 1

th

1-3

th

>3 -

4 t

h

>4 -

10 t

h

>10 t

h

Jumlah

< 1

th

1-3

th

>3 -

4 t

h

>4 -

10 t

h

>10 t

h

Jumlah

<10 jt 0,05 0,04 0,02 0,01 0,37 0,48 2,24 0,72 0,24 0,11 1,40 4,71

>10-50 jt 1,78 0,42 0,27 0,04 1,71 4,22 6,86 2,38 1,26 0,24 5,89 16,64

>50-100 jt 0,02 0,64 0,93 0,15 18,77 20,51 0,04 1,34 1,81 0,24 28,19 31,62

>100-500 jt 0,02 0,34 0,79 0,15 71,62 72,93 0,01 0,25 0,61 0,14 45,77 46,79

>500-1 M 0,01 0,02 0,01 0,00 1,00 1,03 0,00 0,00 0,00 0,00 0,18 0,19

>1M 0,02 0,03 0,00 0,00 0,77 0,83 0,00 0,00 0,00 0,00 0,05 0,05

Jumlah 1,91 1,48 2,03 0,35 94,23 100,00 9,15 4,70 3,94 0,73 81,48 100,00

Jangka Waktu

Berdasarkan Nominal (% Pangsa) Berdasarkan Jumlah Rekening (%)

Besar

pinjaman

Jangka Waktu

KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

PRO

VIN

SI SU

LAW

ESI TE

NG

GA

RA

NO

VEM

BER 2

016

59

melihat dari pangsa berdasarkan besar

pinjamannya dan jangka waktu kreditnya, kredit

multiguna masih didominasi oleh kredit

kelompok pinjaman >Rp100 juta s.d Rp500 juta

dengan jangka waktu lebih dari 10 tahun yang

mencapai 72,93% dari keseluruhan nominal

kredit multiguna. Dari sisi nasabah, kelompok

tersebut juga memiliki jumlah nasabah paling

besar jumlahnya dengan pangsa sebesar

45,77% (dengan menggunakan pendekatan

jumlah rekening).

Dari sisi risiko kredit, kredit rumah tangga untuk

fasilitas multiguna berada dalam kondisi risiko

yang rendah. Pada triwulan III 2016, NPL kredit

multiguna hanya sebesar 0,43% dan NPL pada

konsentrasi kelompok terbesar hanya sebesar

1,74% (Tabel 4.6). Adapun kredit multiguna

dengan risiko kredit terbesar berada pada

pembiayaan dengan nominal di bawah Rp10

juta. Meskipun dari jumlah nasabah pangsanya

sebesar 1,40% dari keseluruhan rekening

multiguna, namun karena pangsa nominalnya

hanya sebesar 0,37% maka risiko kredit tersebut

masih berdampak kecil pada institusi keuangan

di Sulawesi Tenggara. Kondisi ini menunjukkan

bahwa eksposur keuangan rumah tangga masih

berdampak minimal pada institusi keuangan

maupun pada sistem keuangan di Sulawesi

Tenggara.

4.2. ASESMEN SEKTOR KORPORASI

4.2.1. Sumber Kerentanan Sektor Korporasi

Perlambatan perekonomian Sulawesi Tenggara

pada triwulan III 2016 bersumber dari

penurunan kinerja usaha pertambangan dan

penggalian dan melambatnya kinerja usaha

konstruksi dan usaha pertanian. Sebaliknya,

sektor dominan lainnya di Sulawesi Tenggara

yaitu usaha industri pengolahan mengalami

peningkatan. Beberapa sektor dominan yang

mengalami perlambatan tersebut dapat menjadi

sumber kerentanan sistem keuangan di Sulawesi

Tenggara yang berasal dari sektor korporasi.

Perlambatan kinerja konstruksi sebagai dampak

dari melambatnya kegiatan investasi pemerintah

dan swasta pada periode tersebut berpengaruh

kepada permintaan bahan bangunan yang

berasal dari komoditas pertambangan dan

galian (batu, kerikil dan pasir).

Sementara itu perlambatan kinerja usaha

pertanian terjadi pada hampir seluruh subsektor,

baik pada subsektor tanaman bahan makanan,

peternakan, kehutanan, kecuali pada subsektor

perikanan. Hal ini disebabkan karena adanya

anomali cuaca dan iklim.

Tabel 4.6 NPL Kredit Multiguna

Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi proyek, diolah

< 1 th 1-3 th >3 - 4 th >4 - 10 th >10 th Jumlah

<10 jt 1,13 9,65 20,41 9,49 29,71 17,44

>10-50 jt 0,08 0,86 1,46 0,86 2,10 0,82

>50-100 jt 0,00 0,22 0,23 0,24 0,00 0,23

>100-500 jt 0,00 1,10 0,23 0,98 1,74 0,24

>500-1 M 5,64 0,00 5,49

>1M 0,00 5,19 4,84

Jumlah 0,11 0,82 0,44 0,70 1,62 0,43

Jangka WaktuBesar

pinjaman

60

KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

PRO

VIN

SI SU

LAW

ESI TE

NG

GA

RA

NO

VEM

BER 2

016

Di sisi lain, masih bergantungnya ekspor

Sulawesi Tenggara pada komoditas Feronikel

menyebabkan terdapat kerentanan pada sektor

industri pengolahan nikel. Meskipun demikian,

kinerja ekspor feronikel yang mengalami

perbaikan pada triwulan III 2016 dapat

meminimalkan risiko default pada sektor-sektor

pendukungnya. Pada periode tersebut, ekspor

feronikel mencapai 95% dari keseluruhan

ekspor (Grafik 3.23). Volume ekspor komoditas

tersebut sudah mencatat pertumbuhan sebesar

100,67% (yoy), setelah pada periode

sebelumnya masih terkontraksi hingga mencapai

24,8% (yoy). Harga nikel yang sudah mengalami

rebound menunjukkan peningkatan permintaan

dari negara tujuan ekspor terhadap produk

olahan nikel. Harga nikel pada triwulan III 2016

secara rata-rata sebesar USD10.227/metric ton,

lebih tinggi daripada harga pada triwulan

sebelumnya yang hanya sebesar

USD8.827/metric ton (Grafik 4.24).

Dengan meningkatnya permintaan olahan nikel

(feronikel dan nikcel pig iron/ NPI) dunia dan

harga nikel yang mulai membaik maka akan

mengurangi risiko lanjutan pada korporasi

pertambangan nikel, korporasi penyedia jasa

peralatan berat pertambangan, dan korporasi

penyedia jasa pengangkutan hasil olahan. Selain

berpengaruh kepada korporasi lainnya,

peningkatan pada permintaan nikel olahan juga

berdampak pada potensi perbaikan kondisi

ketenagakerjaan dan peningkatan tingkat

penghasilan pekerja di korporasi yang berkaitan

secara langsung maupun tidak langsung.

Bahkan secara tidak langsung, dampak dari

kondisi ini akan dirasakan oleh korporasi

penjualan ritel dan korporasi akomodasi (hotel).

4.2.2. Kinerja Korporasi

Omzet Penjualan

Dari hasil liaison kepada pelaku usaha korporasi

di Sulawesi Tenggara pada triwulan III 2016,

terdapat peningkatan omzet penjualan ekspor,

khususnya pada korporasi perikanan dengan

skala likert penjulan ekspor sebesar +1,0

(peningkatan berada di bawah rata-rata

normalnya) (Grafik 4.25). Peningkatan yang

terjadi pada korporasi perikanan terutama untuk

memenuhi pasar Amerika, Eropa, Jepang dan

beberapa negara di Asia lainnya. Kinerja positif

penjualan ekspor terjadi pada komoditas baby

octopus seiring dengan adanya penambahan

kontrak kerjasama dengan beberapa pembeli

Sumber: Bea Cukai, diolah Sumber: Bloomberg, diolah

Grafik 4.23 Komposisi Ekspor Sulawesi Tenggara Grafik 4.24 Harga Nikel Internasional

Feronikel

48,773

95,9%

Lainnya

956

1,9%

Ikan

Hidup

1,077

2,1%

10.227

15,9

-25

-20

-15

-10

-5

0

5

10

15

20

25

30

0

2.000

4.000

6.000

8.000

10.000

12.000

14.000

16.000

18.000

20.000

I II III IV I II III IV I II III

2014 2015 2016Series1 Series2

USD/metric ton %, qtq

KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

PRO

VIN

SI SU

LAW

ESI TE

NG

GA

RA

NO

VEM

BER 2

016

61

baru dari luar negeri, serta masih tingginya

tingkat permintaan global atas komoditas

tersebut. Untuk memenuhi tingkat permintaan

dari luar negeri, korporasi tersebut melakukan

penambahan kerjasama baru/kemitraan dengan

beberapa nelayan lokal, khususnya dengan

nelayan dari Sulawesi Tengah maupun Sulawesi

Tenggara sebagai pemasok utama komoditas

baby octopus.

Peningkatan juga terjadi pada korporasi yang

bergerak di sektor yang berhubungan langsung

dengan aktivitas konsumsi rumah tangga seperti

lapangan usaha perdagangan besar dan eceran

(PBE) penjualan kendaraan, PBE ritel dan

lapangan usaha akomodasi (perhotelan). Pada

korporasi perdagangan kendaraan dan

perdagangan ritel memiliki skala likert penjualan

domestik mencapai +2,0 (peningkatan berada

pada rata-rata normal). Kinerja positif penjualan

kendaraan didorong oleh masih membaiknya

daya beli seiring dengan mulai pulihnya kondisi

ekonomi masyarakat. Selain itu, berbagai

promosi dan adanya model/varian baru yang

diluncurkan turut meningkatkan penjualan pada

triwulan III 2016.

Sementara itu pada usaha perhotelan, skala

likert penjualan domestik juga mencapai +2,0

(peningkatan berada pada rata-rata normal).

Kondisi tersebut disumbangkan oleh

meningkatnya kontribusi penjualan bagi tamu

partai politik seiring dengan pelaksanaan

kampanye dalam rangka pemilihan umum

kepala daerah tingkat kota/kabupaten. Secara

umum, sumbangan omzet penjualan korporasi

hotel dari partai politik mencapai 20%, hampir

menyamai sumbangan dari korporasi lainnya

30% dan pemerintah 25%.

Di sisi lain, penjualan domestik pada korporasi

PBE yang behubungan dengan penjualan

komoditas kakao mengalami penurunan dengan

skala likert -2,3 (penurunan lebih besar daripada

rata-rata normal). Korporasi yang bergerak di

bidang perdagangan kakao menyatakan terjadi

penurunan serapan kakao dari petani hingga

50%. Penurunan jumlah serapan biji kakao

disebabkan oleh beberapa hal, diantaranya

adalah berkurangnya stok hasil panen biji kakao

di petani seiring dengan musim kemarau

panjang yang terjadi di periode tahun 2015 yang

baru memberikan dampak terhadap hasil panen

di tahun 2016. Di sisi lain, penurunan produksi

Sumber: Liaison KPw BI Sultra, diolah

Grafik 4.25 Kinerja Korporasi di Sulawesi Tenggara Berdasarkan Liaison Triwulan III 2016

(3,00)

(2,00)

(1,00)

-

1,00

2,00

3,00

PenjualanDomestik

PenjualanEkspor

KapasitasUtilisasi

Persediaan Investasi Biaya Harga Jual Marjin

PBE-Konsumsi PBE-Komoditi Perikanan Hotel

Skala Likert

62

KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

PRO

VIN

SI SU

LAW

ESI TE

NG

GA

RA

NO

VEM

BER 2

016

juga diantaranya disebabkan oleh cukup

banyaknya alih fungsi lahan/kecenderungan

petani kakao yang mengganti tanamannya

menjadi tanaman komoditas lain seperti

cengkeh dan nilam.

Kinerja penjualan yang masih menunjukkan

adanya optimisme secara umum terlihat pula

dari hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU)

yang dilakukan oleh KPw BI Sulawesi Tenggara.

Pada triwulan III 2016, kegiatan usaha

menunjukkan saldo bersih sebesar 16,69%. Nilai

saldo bersih yang positif tersebut menunjukkan

bahwa korporasi yang mengalami peningkatan

permintaan lebih banyak daripada korporasi

yang mengalami penurunan permintaan (Grafik

4.26).

Biaya

Pada triwulan III 2016, semua korporasi yang

menjadi responden liaison menyatakan

mengalami peningkatan biaya produksi.

Peningkatan terbesar dialami oleh korporasi

perdagangan besar dan eceran komoditas

bahan mentah dengan likert scale sebesar

+2,33, diikuti dengan korporasi perdagangan

besar dan eceran barang konsumsi dengan likert

scale sebesar +1,87 (Grafik 4.25). Peningkatan

biaya tersebut lebih disebabkan karena adanya

kenaikan harga bahan baku. Seperti pada

korporasi PBE komoditas kakao yang harus

membeli biji kakao dari petani sebesar Rp38.000

s.d Rp40.000 per kilogram pada masa panen

tahun ini, lebih tinggi dibandingkan harga tahun

sebelumnya yang hanya sebesar Rp33.000 s.d

Rp35.000 per kilogram. Harga komoditas kakao

yang mengikuti harga internasional tersebut

mengalami kenaikan seiring dengan

peningkatan permintaan dunia terhadap

komoditas tersebut.

Marjin Keuntungan

Kinerja korporasi dari sisi perolehan laba atau

margin keuntungan secara umum relatif stabil.

Pada triwulan III 2016, peningkatan margin

hanya dialami oleh korporasi korporasi

perdagangan besar dan eceran barang konsumsi

dengan skala likert +1,00. Sementara itu pada

korporasi perikanan mengalami sedikit

penurunan marjin (skala likert -0,33) (Grafik

4.25). Peningkatan margin keuntungan yang

terjadi pada korporasi PBE barang konsumsi

dilakukan untuk memitigasi flukstuasi harga

pembelian dan harga penjualan serta untuk

memberikan ruang bagi korporasi untuk

Sumber: SKDU KPw BI Sulawesi Tenggara, diolah Sumber: Pemprov Sultra, diolah

Grafik 4.26 Kondisi Kegiatan Usaha di Sulawesi Tenggara Grafik 4.27 Perkembangan Upah Minimum Provinsi

-12,80%

6,21%

26,66%

16,69%

-20,00%

-10,00%

0,00%

10,00%

20,00%

30,00%

I II III IV I II III

2015 2016

saldo bersih

1.850.000 1.890.000 1.950.000

0

500.000

1.000.000

1.500.000

2.000.000

2.500.000

UMP SektorPertambangan

Sektor Bangunan

2013 2014 2015 2016

Upah (Rp)

KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

PRO

VIN

SI SU

LAW

ESI TE

NG

GA

RA

NO

VEM

BER 2

016

63

mengadaka diskon harga bagi konsumen

sebagai bagian dari upaya promosi produknya.

Kondisi likuiditas keuangan korporasi

Secara umum, dari hasil SKDU, likuiditas

keuangan korporasi menunjukkan posisi yang

cukup baik. Pada triwulan III 2016, pangsa

korporasi yang memiliki kondisi likuiditas baik

mencapai 37,4%, lebih rendah daripada

triwulan sebelumnya yang hanya sebanyak

42,1% dari total responden korporasi di

Sulawesi Tenggara. Selain itu pangsa korporasi

dengan kondisi likuiditas yang buruk relatif

berkurang menjadi 0,6% (Grafik 4.28).

Jika dilihat secara sektoral, korporasi yang

berada pada kondisi likuiditas yang baik adalah

korporasi yang bergerak di sektor pertambangan

dan penggalian. Jumlah korporasi yang memiliki

likuiditas keuangan yang baik di sektor tersebut

mencapai 60,0%. Sementara itu, korporasi pada

sektor tambang memiliki kondisi likuiditas baik

yang paling rendah, yaitu hanya sebesar 4,3%

dari keseluruhan responden pada sektor

tersebut. Pada triwulan tersebut hanya korporasi

sektor jasa-jasa yang memiliki kondisi likuiditas

yang buruk (Grafik 4.29).

Beban Angsuran Hutang Korporasi

Dari sisi kemampuan membayar hutang,

korporasi di Sulawesi Tenggara secara umum

masih memiliki risiko yang relatif terjaga. Kondisi

ini tercermin dari hasil Survei Kegiatan Dunia

Sumber: SKDU KPw BI Sulawesi Tenggara, diolah Sumber: SKDU KPw BI Sulawesi Tenggara, diolah

Grafik 4.28 Perkembangan Kondisi Likuiditas Keuangan

Korporasi di Sulawesi Tenggara Grafik 4.29 Kondisi Likuiditas Keuangan Korporasi

Berdasarkan Sektoral

Tabel 4.8 Perkiraan Beban Angsuran Terhadap Pendapatan Korporasi 6 Bulan Mendatang

Sumber: SKDU KPw BI Sulawesi Tenggara, diolah

Tw III 2016Tw II 2016

42,1%

56,1%1,8%

37,4%

62,0%0,6%

Baik Cukup Buruk

14,3

31,3

32,0

38,5

39,1

41,9

50,0

60,0

85,7

68,8

68,0

61,5

60,9

54,8

50,0

40,0

3,2

0% 20% 40% 60% 80% 100%

Tambang

Perdagangan

Hotel Resto

Industri

Pertanian

Jasa jasa

Transportasi

Konstruksi

Baik Cukup Buruk

Semakin Berat Tetap Semakin Ringan

Pertanian 19,57 0,0 77,8 22,2

Pertambangan 28,57 0,0 0,0 100,0

Industri 23,08 0,0 66,7 33,3

Konstruksi 60,00 0,0 66,7 0,0

Perdagangan 25,00 0,0 87,5 12,5

Hotel Restoran 36,00 0,0 88,9 11,1

Angkutan 25,00 0,0 66,7 33,3

Jasa 16,13 0,0 100,0 0,0

Total 24,56 0,0 78,6 19,0

Sektor

Memiliki kredit

bank (% thd total

responden)

Perkiraan Beban Angsuran

(% Responden thd Responden Kredit)

64

KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

PRO

VIN

SI SU

LAW

ESI TE

NG

GA

RA

NO

VEM

BER 2

016

Usaha (SKDU) pada triwulan III 2016 yang

menunjukkan tidak terdapat korporasi yang

mengalami beban angsuran perbankan yang

semakin berat. Bahkan terdapat 19,0%

korporasi yang sedang memiliki kredit

perbankan menyatakan bahwa beban angsuran

kredit ke depan akan semakin ringan terhadap

pendapatan perusahaan. Jumlah responden

SKDU yang masih memiliki hutang ke perbankan

hanya sebesar 24,56% dari keseluruhan

responden (Tabel 4.7).

4.2.3. Eksposure Perbankan Pada Sektor

Korporasi

Untuk menjaga stabilitas sistem keuangan,

kerentanan yang terjadi pada sektor korporasi

tetap perlu diwaspadai meskipun eskposur

kredit perbankan pada sektor ini hanya sebesar

22,3% dari total kredit di Sulawesi Tenggara

(berdasarkan lokasi proyek). Faktor tersebut

terjadi karena kondisi keuangan sektor rumah

tangga yang menjadi eksposur dominan kredit

perbankan di Sulawesi Tenggara juga

dipengaruhi oleh kinerja sektor korporasi,

terutama dari sisi penghasilan dan penyerapan

tenaga kerja.

Kredit perbankan pada sektor korporasi di

Sulawesi Tenggara pada triwulan III 2016

mencapai Rp5,0 triliun, tumbuh sebesar 38,6%

(yoy), lebih rendah daripada triwulan

sebelumnya yang dapat tumbuh sebesar 45,5%

(yoy) (Grafik 4.31). Meskipun melambat namun

pertumbuhan kredit korporasi lebih tinggi

daripada pertumbuhan kredit rumah tangga

(perseorangan) yang hanya tumbuh sebesar

15,1% (yoy).

Perlambatan yang terjadi pada kredit korporasi

tersebut bersumber dari melambatnya kredit

investasi yang tumbuh sebesar 42,3% (yoy),

lebih rendah daripada periode sebelumnya yang

mengalami kontraksi sebesar 52,9% (yoy).

Karena pangsa kredit investasi mendominasi

kredit korporasi sebesar 69,0% maka kondisi

tersebut sangat mempengaruhi kredit korporasi

secara keseluruhan. Sementara itu, kredit modal

kerja korporasi hanya tumbuh sebesar 33,0%

(yoy), sedikit lebih rendah daripada sebelumnya

yang mencapai 34,9% (yoy).

Kredit Modal Kerja Korporasi

Posisi kredit modal kerja korporasi pada triwulan

III 2016 mencapai Rp1,52 triliun, tumbuh

melambat sebesar 33,0% (yoy). Perlambatan

Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi proyek, diolah Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi proyek, diolah

Grafik 4.30 Pangsa Penggunaan Kredit Korporasi Grafik 4.31 Pertumbuhan Kredit Korporasi

30,3%

69,0%0,7%

Kredit Modal Kerja

Kredit Investasi

Kredit Konsumsi

38,633,0

42,3

-60

-40

-20

0

20

40

60

80

100

I II III IV I II III IV I II III

2014 2015 2016

Kredit Korporasi Kredit Modal Kerja Korporasi

Kredit Investasi Korporasi

%, yoy

KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

PRO

VIN

SI SU

LAW

ESI TE

NG

GA

RA

NO

VEM

BER 2

016

65

yang terjadi disebabkan karena perlambatan

penyaluran kredit pada sektor konstruksi. Kredit

modal kerja pada sektor konstruksi tumbuh

sebesar 66,6% (yoy) (Grafik 4.32). Meskipun

melambat, namun penyaluran kredit korporasi

untuk modal kerja masih dapat tumbuh pada

level yang tinggi. Dari sisi pangsanya, kredit

modal kerja didominasi oleh kredit kepada

sektor konstruksi (pangsa 45,1%) dan sektor

perdagangan (pangsa 32,1%). Sementara itu,

pangsa sektor pertambangan menempati posisi

ke-3 dengan pangsa sebesar 12,7%.

Dari sisi risiko kredit, terjadi penurunan tekanan

dari sisi kredit modal kerja. Hal ini terlihat dari

NPL yang turun dari 8,28% pada triwulan II 2016

menjadi 3,87% pada periode laporan (Grafik

4.33). Penurunan tekanan risiko kredit tersebut

berasal dari penurunan risiko pada sektor

pertambangan dan penggalian.

Kredit Investasi Korporasi

Posisi kredit investasi korporasi pada triwulan III

2016 mencapai Rp3,45 triliun, berkurang

sebesar Rp93 miliar dibandingkan dengan posisi

triwulan sebelumnya. Berbeda dengan kredit

modal kerja, pangsa terbesar kredit investasi

korporasi berada pada sektor pertambangan

dan penggalian (pangsa 65,6%). Diikuti oleh

penyaluran kredit ke sektor perhotelan (pangsa

7,9%) dan sektor pertanian (pangsa 6,9%)

(Grafik 4.34).

Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi proyek, diolah Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi proyek, diolah

Grafik 4.32 Pertumbuhan Kredit Modal Kerja Korporasi

Sektor Dominan Grafik 4.33 Pergerakan NPL Kredit Modal Kerja Korporasi

Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi proyek, diolah Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi proyek, diolah

Grafik 4.34 Pertumbuhan Kredit Investasi Korporasi

Sektor Dominan Grafik 4.35 Pergerakan NPL Kredit Investasi Korporasi

92,7

10,9

49,3

66,6

18,2

58,6

0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

100

Konstruksi Perdagangan PertambanganTwII 16 TwIII 16

%, yoy

pa

ng

sa 4

5,1

%

pa

ng

sa 3

2,1

%

pa

ng

sa

12,7

%

0%

5%

10%

15%

20%

Konstruksi Perdagangan Pertambangan Modal KerjaKorporasi

TwII 16 TwIII 16

%, NPL

risiko terjaga

risiko terkendali

risiko terkendali

risiko terkendali

threshold

79,2

18,410,7

60,9

21,416,1

0,0

10,0

20,0

30,0

40,0

50,0

60,0

70,0

80,0

90,0

Pertambangan Perhotelan PertanianTw II 16 TwIII 16

%, yoy

pangsa 65,6%

pangsa 7,9%

pangsa 6,9%

0%

1%

2%

3%

4%

5%

6%

Tambang Perhotelan Pertanian InvestasiKorporasi

Tw II 16 TwIII 16

%, NPL

risiko terjaga

risiko terjaga

risiko terjaga

risiko terjaga

threshold

66

KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

PRO

VIN

SI SU

LAW

ESI TE

NG

GA

RA

NO

VEM

BER 2

016

Perlambatan kredit investasi korporasi

dipengaruhi oleh penurunan kredit ke sektor

pertambangan. Pada triwulan III 2016, baki

debet kredit di sektor pertambangan tumbuh

sebesar 60,9% (yoy), lebih rendah daripada

triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar

79,2% (yoy). Kondisi ini berkebalikan dengan

pertumbuhan kredit modal kerja ke sektor yang

sama yang justru meningkat.

Sementara itu dari sisi risiko kredit, kredit

investasi korporasi masih memiliki risiko yang

terjaga di bawah threshold 5%. Pada triwulan III

2016, NPL kredit ini hanya sebesar 0,96% (Grafik

4.35).

4.3. ASESMEN INSTITUSI KEUANGAN

(PERBANKAN) DI SULAWESI TENGGARA

4.3.1. Aset Bank Umum

Aset bank umum yang berada di Sulawesi

Tenggara pada triwulan III 2016 mencapai

Rp22,6 triliun, atau tumbuh sebesar 2,0% (yoy).

Pertumbuhan aset bank umum tersebut lebih

rendah daripada periode sebelumnya yang

mencapai 4,8% (yoy). Perlambatan tersebut

disebabkan karena berkurangnya aset bank

swasta nasional dan melambatnya aset bank

pemerintah. Secara umum berdasarkan

pangsanya, bank pemerintah masih

mendominasi industri perbankan di Sulawesi

Tenggara dengan porsi aset mencapai 83,5%,

sedangkan total bank swasta nasional hanya

sebesar 16,5% dari total aset bank umum di

Sulawesi Tenggara.

4.3.2. Intermediasi Bank Umum Sulawesi

Tenggara

Dana Pihak Ketiga

Dana Pihak Ketiga (DPK) yang berhasil dihimpun

oleh bank umum yang berkantor di Sulawesi

Tenggara pada triwulan III 2016 kembali

mengalami perlambatan pertumbuhan jika

dibandingkan dengan periode sebelumnya, yaitu

dari 14,7% (yoy) di triwulan I menjadi 3,8% (yoy)

di triwulan III 2016. Perlambatan penyerapan

DPK tersebut terjadi karena perlambatan

deposito dan tabungan serta penurunan giro.

Pada periode tersebut giro terkontraksi sebesar

16,7% (yoy), tabungan tumbuh sebesar 16,6%

(yoy) dan untuk deposito tumbuh sebesar 5,9%

(yoy) (Grafik 4.38).

Jumlah DPK yang dihimpun oleh bank umum

Sulawesi Tenggara sampai dengan periode

tersebut mencapai Rp15,44 triliun, atau

Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi bank, diolah Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi bank, diolah

Grafik 4.36 Aset Bank Umum Sulawesi Tenggara Grafik 4.37 Pangsa Aset Berdasarkan Pemilik Bank

22,63

2,0

3,9

-6,518

19

20

21

22

23

24

25

-15,0

-10,0

-5,0

0,0

5,0

10,0

15,0

20,0

25,0

30,0

I II III IV I II III

2015 2016

Aset Bank (sb.kanan) gAset Total

gAset Bank Pemerintah gAset Bank Swasta

%, yoy Rp triliun

83,5%

16,5%

Aset Bank Pemerintah

Aset Bank Swasta

Rp3,73triliun

Rp18,91triliun

KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

PRO

VIN

SI SU

LAW

ESI TE

NG

GA

RA

NO

VEM

BER 2

016

67

berkurang sebesar Rp248,2 miliar dibandingkan

dengan periode sebelumnya. Dari jenis

penempatannya, sebanyak 50,0% berada pada

fasilitas tabungan, sementara untuk giro

memiliki pangsa sebesar 24,5% dan deposito

25,5%.

Kredit

Seiring dengan kinerja penghimpunan dana

yang mengalami perlambatan, fungsi

penyaluran kredit perbankan oleh bank umum

yang berkantor di Sulawesi Tenggara secara

keseluruhan juga mengalami perlambatan. Pada

triwulan III 2016, kredit perbankan tumbuh

sebesar 15,8% (yoy) lebih rendah dibandingkan

dengan kinerja periode sebelumnya yang

tumbuh sebesar 18,0% (yoy). Secara nominal,

kredit perbankan yang disalurkan sampai

dengan triwulan III 2016 mencapai Rp18,1 triliun

(Grafik 4.39).

Perlambatan penyaluran kredit tersebut

disebabkan oleh melambatnya penyaluran kredit

konsumsi dan kredit investasi yang mendominasi

kredit di Sulawesi Tenggara. Pangsa kredit

konsumsi mencapai 61,5% dari total penyaluran

kredit pada triwulan III 2016. Pada periode

tersebut, kredit konsumsi hanya tumbuh sebesar

15,6% (yoy) setelah pada periode sebelumnya

tumbuh sebesar 18,9% (yoy). Sedangkan untuk

kredit investasi tercatat sebesar Rp1,92 triliun

atau tumbuh sebesar 13,4% (yoy), lebih rendah

Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi bank, diolah Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi bank, diolah

Grafik 4.38 DPK Bank Umum Sulawesi Tenggara Grafik 4.39 Kredit Bank Umum Sulawesi Tenggara

Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi bank, diolah Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi bank, diolah

Grafik 4.40 Perkembangan Loan To Deposit Rasio

Sulawesi Tenggara Grafik 4.41 Perkembangan NPL Bank Umum Sulawesi

Tenggara

15,44

3,8

-16,7

16,6

5,9

0

5

10

15

20

-20,0

-10,0

0,0

10,0

20,0

30,0

40,0

50,0

60,0

I II III IV I II III

2015 2016DPK (sb.kanan) gDPK

gDPK Giro gDPK Tabungan

gDPK Deposito

%, yoy Rp triliun

18,1

17,3

13,4

15,615,8

0

5

10

15

20

25

-5,0

0,0

5,0

10,0

15,0

20,0

25,0

I II III IV I II III

2015 2016Kredit (sb.kanan) gKr.Modal KerjagKr.Investasi gKr.KonsumsigKredit

%, yoy Rp triliun

114,7 111,0105,1

110,9 110,1 114,1

117,3

10

11

12

13

14

15

16

17

18

19

98

100

102

104

106

108

110

112

114

116

118

120

I II III IV I II III

2015 2016

DPK (sb.kanan) Kredit (sb.kanan) LDR

LDR (%) Rp triliun

505,7

2,79

4,82

6,83

1,170

100

200

300

400

500

600

0,0

2,0

4,0

6,0

8,0

10,0

I II III IV I II III

2015 2016Nominal NPL (sb.kanan) NPL

NPL K.MK NPL K.Inv

NPL K.Kons

%, NPL Rp miliar

68

KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

PRO

VIN

SI SU

LAW

ESI TE

NG

GA

RA

NO

VEM

BER 2

016

dibandingkan dengan periode sebelumnya yang

tumbuh sebesar 15,3% (yoy). Sementara itu,

kredit modal kerja tercatat sebesar Rp5,1 triliun

atau tumbuh terakselerasi sebesar 17,3% (yoy),

relatif stabil dibandingkan periode sebelumnya.

Loan to Deposit Ratio (LDR)

Kondisi intermediasi perbankan yang

diindikasikan dengan indikator Loan to Deposit

Ratio (LDR) menunjukkan peningkatan. Pada

triwulan III 2016 LDR bank umum di Sulawesi

Tenggara mencapai 114,1%, lebih tinggi

daripada triwulan sebelumnya yang tercatat

sebesar 110,1% (Grafik 4.40). Hal tersebut terjadi

karena penambahan penghimpunan dana dari

masyarakat lebih besar daripada penambahan

realisasi penyaluran kredit. Nilai LDR yang lebih

dari 100 juga menunjukkan bahwa kapasitas

pembiayaan perekonomian di Sulawesi

Tenggara memerlukan dana dari daerah lain.

Kondisi ini terlihat dari adanya peningkatan

kewajiban antar kantor (penerimaan dari kantor

bank yang sama di daerah lain) sebesar 9,71%

(qtq) pada triwulan III 2016.

Non Performing Loans (NPL)

Sementara itu dari sisi risiko kredit, penyaluran

kredit oleh bank umum yang ada di Sulawesi

Tenggara masih berada pada batas yang aman.

Hal ini terlihat dari indikator Non Performance

Loans (NPLs) Gross pada triwulan III 2016 yang

hanya sebesar 2,79%, lebih tinggi daripada

periode sebelumnya yang mencapai 2,48%

(Grafik 4.41).

Pada periode tersebut penyaluran kredit

investasi memiliki risiko kredit terbesar yaitu

dengan NPL sebesar 6,83%. Sementara itu

kredit modal kerja juga masih memiliki NPL

relatif tinggi meskipun masih berada dalam

batas threshold 5%, yaitu sebesar 4,82%. Di sisi

lain, penyaluran kredit konsumsi masih memiliki

risiko kredit terendah dengan NPL hanya sebesar

1,17%.

4.3.3. Rentabilitas Bank Umum Sulawesi

Tenggara

Rentabilitas suatu bank umum dipengaruhi dari

kemampuan mendapatkan pendapatan dari aset

yang dimiliki dan kemampuan untuk melakukan

efisiensi biaya. Pada triwulan III 2016, kondisi

rentabilitas bank umum di Sulawesi Tenggara

relatif berada dalam kondisi yang baik. Hal ini

diindikasikan dengan tingkat Net Interest Margin

(NIM) yang relatif stabil berada pada level 9,98%

(Grafik 4.43). Relatif stabilnya NIM tersebut terjadi

Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi bank, diolah Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi bank, diolah

Grafik 4.42 Spread Suku Bunga Bank Umum Grafik 4.43 Perkembangan BOPO dan NIM Bank Umum

8,91

4,004,254,504,755,005,255,505,756,006,256,506,757,007,257,507,758,00

8

8,5

9

9,5

10

10,5

I II III IV I II III IV I II III

2014 2015 2016

Spread Suku Bunga BI Rate (sb.kanan)BI 7DRR

% %

61,56%

9,98%

8,00%

9,00%

10,00%

11,00%

12,00%

50%

60%

70%

I II III IV I II III IV I II III

2014 2015 2016

BOPO Net Interest Margin (Sb. Kanan)

% %

KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

PRO

VIN

SI SU

LAW

ESI TE

NG

GA

RA

NO

VEM

BER 2

016

69

karena terdapat peningkatan pendapatan bunga

sebesar 8,4% (yoy), sementara beban bunga

juga naik sebesar 6,1% (yoy). Kondisi tersebut

juga terjadi karena spread suku bunga (selisih

antara bunga kredit dengan bunga DPK) di

Sulawesi Tenggara relatif mengecil dari

sebelumnya pada kisaran 9,96% menjadi 8,91%

(Grafik 4.42).

Selain itu, kondisi rentabilitas bank umum juga

semakin membaik terlihat dari BOPO (Biaya

Operasional per Pendapatan Operasional) yang

menurun. Pada triwulan III 2016, BOPO

perbankan di Sulawesi Tenggara sebesar

61,56%, lebih rendah daripada periode

sebelumnya yang mencapai 64,25% (Grafik

4.43).

4.3.4. Perbankan Syariah

Pangsa perbankan syariah di Sulawesi Tenggara

masih relatif kecil di tengah kondisi masyarakat

yang religius. Dari sisi aset, perbankan syariah

hanya memiliki aset sebesar Rp987,4 miliar, atau

sebesar 4,4% dari keseluruhan aset bank umum

di Sulawesi Tenggara. Kondisi yang sama juga

terjadi pada penghimpunan dana dan

penyaluran pembiayaan. Pada triwulan III 2016,

pangsa pembiayaan hanya mencapai 3,7% dari

total realisasi kredit oleh bank umum.

Sedangkan penghimpunan DPK bank syariah

hanya sebesar 4,1% dari seluruh DPK se

Sulawesi Tenggara (Grafik 4.44).

Sampai dengan triwulan III 2016, penyaluran

pembiayaan syariah masih mengalami kontraksi

sejak triwulan III 2015. Pada periode tersebut

pembiayaan syariah terkontraksi sebesar 0,3%

(yoy) dengan baki debet sebesar Rp830,2 miliar

(Grafik 4.45).

Sebaliknya, penghimpunan DPK perbankan

syariah menunjukkan peningkatan. Pada periode

tersebut jumlah DPK bank syariah mencapai

Rp639,4 miliar, tumbuh sebesar 11,1% (yoy).

Dibandingkan dengan periode sebelumnya,

kinerja DPK syariah tersebut terakselerasi karena

sebelumnya hanya tumbuh sebesar 8,4% (yoy).

Peningkatan tersebut disebabkan karena

penempatan DPK fasilitas serupa deposito yang

tumbuh sebesar 8,6% (yoy). Meskipun

demikian, terjadi perlambatan DPK pada fasilitas

tabungan syariah yang tumbuh sebesar 15,2%

(yoy).

Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi bank, diolah Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi bank, diolah

Grafik 4.44 Pangsa Perbankan Syariah Grafik 4.45 Perkembangan DPK dan Pembiayaan Syariah

4,4%Aset Pembiayaan

DPK

3,7%

4,1%

Rp987,4miliar

Rp830,2miliar

Rp639,4miliar

Bank Konvensional Bank Syariah

11,1

-0,3

6,11

0

1

2

3

4

5

6

7

8

-15,0

-10,0

-5,0

0,0

5,0

10,0

15,0

I II III IV I II III

2015 2016gDPK gPembiayaan NPF (sb.kanan)

%, yoy %

70

KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

PRO

VIN

SI SU

LAW

ESI TE

NG

GA

RA

NO

VEM

BER 2

016

Dari sisi risiko pembiayaan, tekanan pada risiko

tersebut kembali meningkat. Hal ini terlihat dari

NPF (Non Performance Financing) masih berada

di atas threshold 5% yaitu sebesar 6,11%.

4.3.4. Bank Perkreditan Rakyat

Di triwulan III 2016, kinerja BPR (termasuk BPR

Syariah) tetap tumbuh tinggi meskipun

mengalami tren yang melambat. Aset BPR

tumbuh sebesar 14,0% (yoy), lebih rendah dari

periode sebelumnya yang dapat tumbuh sebesar

24,9% (yoy) sehingga secara nominal asetnya

mencapai Rp274,2 miliar (Grafik 4.46).

Perlambatan aset BPR di Sulawesi Tenggara juga

diikuti oleh melambatnya kinerja penghimpunan

dana dari masyarakat. Penghimpunan DPK

tumbuh sebesar 7,6% (yoy) atau tercatat

sebesar Rp110,1 miliar, melambat dibandingkan

periode sebelumnya yang tumbuh sebesar

19,5% (yoy). Namun sebaliknya, penyaluran

kredit dapat tumbuh sebesar 23,2% (yoy),

meningkat dari sebelumnya hanya tumbuh

20,3% (yoy) dengan nominal kredit sebesar

1 Penentuan UMKM dilakukan berdasarkan kriteria dalam UU No. tahun 2008. Usaha mikro merupakan usaha

dengan asset maksimal Rp50 juta dan omzet maksimal Rp300 juta. Usaha kecil merupakan usaha dengan aset antara Rp50 juta s.d Rp500 juta dan omzet antara Rp300 juta s.d Rp2,5 miliar. Usaha menengah merupakan usaha dengan aset antara Rp500 juta s.d Rp10 miliar dan omzet antara Rp2,5 miliar s.d Rp50 miliar.

Rp215,4 miliar. Dengan kondisi tersebut, LDR

BPR pada triwulan III 2016 mencapai 195,5 yang

berarti kredit yang disalurkan oleh BPR

menggunakan dana dari institusi keuangan

lainnya. Dengan demikian risiko yang terjadi

pada BPR dapat menyebabkan risiko pada

institusi keuangan lainnya. Sementara itu, risiko

kredit pada BPR masih relatif tinggi yaitu sebesar

12,25%, di atas threshold 5%.

4.4. AKSES KEUANGAN

4.4.1. Akses Keuangan Kepada UMKM

Pada triwulan III 2016, kredit yang diterima oleh

UMKM di Sulawesi Tenggara (berdasarkan lokasi

proyek) mencapai Rp6,19 triliun. Secara pangsa

mencapai 27,4% dibandingkan total kredit di

Sulawesi Tenggara. Kredit kepada UMKM1

tersebut, sebagian besar diberikan kepada usaha

kecil sebesar 44,1% dan usaha mikro dengan

pangsa sebesar 30,4%. Sedangkan untuk usaha

menengah memiliki pangsa sebesar 25,5% dari

total kredit UMKM (Grafik 4.47).

Sumber: LBU Bank Indonesia, diolah, lokasi bank Sumber: LBU Bank Indonesia, diolah, lokasi proyek

Grafik 4.46 Perkembangan BPR di Sulawesi Tenggara Grafik 4.47 Pangsa Kredit UMKM

7,6

23,2

14,0

0,0

10,0

20,0

30,0

40,0

50,0

60,0

70,0

I II III IV I II III

2015 2016

gDPK BPR gKredit BPR gAset BPR

%, yoy

Non UMKM72,6%

UMKM27,4%Rp6,19triliun

UsahaMenengah

UsahaKecil

UsahaMikro

25,5%

44,1%

30,4%

KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

PRO

VIN

SI SU

LAW

ESI TE

NG

GA

RA

NO

VEM

BER 2

016

71

Sejalan dengan kondisi kredit perbankan secara

umum, laju pertumbuhan kredit UMKM tercatat

mengalami perlambatan, dari semula tumbuh

sebesar 13,2% (yoy) pada triwulan sebelumnya

menjadi sebesar 10,3% (yoy). Perlambatan

tersebut disebabkan oleh penurunan realisasi

kredit kepada usaha menengah dan usaha

mikro. Sementara itu kredit untuk usaha kecil

relatif stabl tumbuh sekitar 10,5% (yoy) (Grafik

4.48).

Secara sektoral, perlambatan kredit UMKM

dipengaruhi oleh melambatnya penyaluran

kredit di sektor perdagangan dengan pangsa

kredit terbesar (69,0%) yang semula tercatat

mampu tumbuh sebesar 15,8% (yoy) pada

triwulan sebelumnya, namun pada triwulan III

2016 hanya tumbuh sebesar 14,0%(yoy).

Penyaluran kredit UMKM kepada sektor

pertanian, konstruksi dan transportasi juga

mengalami penurunan. Namun disisi lain

penyaluran kredit kepada UMKM industri

pengolahan masih dapat tumbuh tinggi sebesar

48,8% (yoy) (Grafik 4.49).

Dari sisi risiko kreditnya, secara umum kredit

UMKM mengalami peningkatan risiko dan masih

berada sedikit di atas threshold 5%. Pada

triwulan III 2016 NPL kredit UMKM mencapai

5,86%, mengalami sedikit peningkatan dari

sebelumnya yang tercatat sebesar 5,35%.

Kondisi tersebut dipengaruhi oleh meningkatnya

risiko kredit pada hampir semua sektor kecuali

UMKM pertanian (Grafik 4.50).

Sumber: LBU Bank Indonesia, diolah, lokasi proyek Sumber: LBU Bank Indonesia, diolah, lokasi bank

Grafik 4.50 NPL Kredit UMKM Sektor Dominan Grafik 4.51 Pergerakan Baki Debet KUR Sulawesi Tenggara

Sumber: LBU Bank Indonesia, diolah, lokasi proyek Sumber: LBU Bank Indonesia, diolah, lokasi proyek

Grafik 4.48 Pertumbuhan Kredit UMKM Grafik 4.49 Pertumbuhan Kredit UMKM Sektoral

0,0

5,0

10,0

15,0

Pe

rda

ga

ng

an

Ko

nstr

uksi

Pe

rtan

ian

Indu

str

i

Tra

nspo

rta

si

Tw II 16 Tw III 16

%, NPL

theshold

341,3

9.429

0

5.000

10.000

15.000

20.000

25.000

30.000

0

50

100

150

200

250

300

350

400

I II III IV I II III

2015 2016

KUR Rekening (sb.kanan)

Baki Debet (Rp miliar)

Nasabah

37,5

10,5

-10,9

10,3

-20

-10

0

10

20

30

40

50

60

I II III IV I II III

2015 2016

Mikro Kecil Menengah UMKM

%, yoy

15,8

9,9

16,2

47,1

1,7

14,0

-2,0

13,5

48,8

-3,9

-10,0

0,0

10,0

20,0

30,0

40,0

50,0

60,0

Pe

rda

ga

ng

an

Ko

nstr

uksi

Pe

rtan

ian

Indu

str

i

Tra

nspo

rta

si

Tw II 16 Tw III 16

%, yoy

pangsa69,0%

pangsa7,68%

pangsa5,02%

pangsa3,84%

pangsa3,3%

72

KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

PRO

VIN

SI SU

LAW

ESI TE

NG

GA

RA

NO

VEM

BER 2

016

Seiring dengan adanya perubahan kebijakan

KUR (Kredit Usaha Rakyat) pada tahun 2016,

terdapat peningkatan penyaluran kredit tersebut

kepada UMKM. Sampai dengan triwulan III

2016, baki debet KUR di Sulawesi Tenggara

mencapai Rp341,3 miliar dengan jumlah debitur

aktif mencapai 9.429 usaha (Grafik 4.51). Salah

satu kebijakan yang mendorong peningkatan

adalah penurunan suku bunga dari 12% efektif

per tahun menjadi 9% efektif.

4.4.2. Akses Keuangan Kepada Penduduk

Indikator akses keuangan di Sulawesi Tenggara

terutama dari sisi penghimpunan dana

mengalami peningkatan, begitu juga dari sisi

kredit. Rasio jumlah rekening DPK terhadap

penduduk angkatan kerja di Sulawesi Tenggara

tetap menunjukkan tren peningkatan, dimana

pada triwulan III 2016 rasio tersebut tercatat

sebesar 133,0% (Grafik 4.52). Rasio yang lebih

besar dari 100% menunjukkan bahwa terdapat

penduduk angkatan kerja di Sulawesi Tenggara

yang memiliki rekening simpanan lebih dari satu.

Selain itu rasio lebih dari 100% juga

mengindikasikan adanya penduduk bukan

angkatan kerja yang juga memiliki rekening

seperti siswa sekolah maupun mahasiswa.

Sementara itu, rasio jumlah rekening kredit

terhadap penduduk angkatan kerja di Sulawesi

Tenggara menunjukkan penurunan menjadi

18,1% (Grafik 4.53). Masih rendahnya rasio

rekening kredit menunjukkan bahwa fasilitas

pembiayaan masih sedikit digunakan oleh

masyarakat di provinsi ini dan masih terdapat

ruang untuk meningkatkan penyaluran kredit di

masa yang akan datang.

Upaya pengembangan akses keuangan memiliki

peran penting dalam menjaga stabilitas sistem

keuangan dan mendorong pertumbuhan

ekonomi Sulawesi Selatan. Oleh karena itu, KPw

BI Provinsi Sulawesi Tenggara berupaya

memberikan dan memfasilitasi berbagai

kegiatan edukasi keuangan yang bertujuan

untuk memberikan informasi mengenai produk

dan jasa keuangan serta untuk menumbuhkan

kesadaran masyarakat pada umumnya untuk

menabung dan melakukan pengelolaan

keuangan. Dalam rangka mendukung upaya

tersebut, pada bulan Agustus dan September

2016, telah dilakukan kegiatan edukasi

keuangan, elektronifikasi dan keuangan inklusif.

Sumber: LBU Bank Indonesia, BPS, diolah Sumber: LBU Bank Indonesia, BPS, diolah

Grafik 4.52 Rasio Rekening DPK per Penduduk Bekerja Grafik 4.53 Rasio Rekening Kredit per Penduduk Bekerja

1.623

115,5118,0

125,1

133,7

126,9130,6

133,0

0

200

400

600

800

1.000

1.200

1.400

1.600

1.800

105

110

115

120

125

130

135

140

I II III IV I II III

2015 2016Rekening DPK (sb. Kanan) Rasio DPK

% nasabah

221

19,7 20,021,3 22,0 21,0 22,0

18,1

200

210

220

230

240

250

260

0

5

10

15

20

25

I II III IV I II III

2015 2016Rekening Kredit Rasio Kredit

% nasabah (ribu)

KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

PRO

VIN

SI SU

LAW

ESI TE

NG

GA

RA

TRIW

ULA

N I 2

016

Pada triwulan III 2016, aktivitas sistem pembayaran non tunai

melalui sistem kliring dan RTGS di Sulawesi Tenggara

mengalami penurunan baik secara nominal maupun jumlah

transaksi jika dibandingkan dengan periode sebelumnya.

Di sisi sistem pembayaran tunai, pada triwulan III 2016 terjadi

net inflow uang kartal yang berbeda dengan pola musimannya.

Selain itu, KPw Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Tenggara juga

terus melakukan peningkatan kelayakedaran dari uang kartal

dan meminimalkan peredaran uang palsu.

Bab 5

2

KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

PRO

VIN

SI SU

LAW

ESI TE

NG

GA

RA

NO

VEM

BER 2

016

75

KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

PRO

VIN

SI SU

LAW

ESI TE

NG

GA

RA

NO

VEM

BER 2

016

Grafik 5.3 Perputaran kliring harian di Sulawesi

Tenggara Grafik 5.2 Penolakan Kliring (Cek/BG Kosong)

Grafik 5.1 Nilai Transaksi Kliring (SKNBI) Provinsi

Sulawesi Tenggara Grafik 5.2 Volume Transaksi Kliring (SKNBI) Provinsi

Sulawesi Tenggara

35

905

0

200

400

600

800

1.000

1.200

-

5

10

15

20

25

30

35

40

45

I II III IV I II III IV I II III

2014 2015 2016Nominal/hari Transaksi/hari(sb.kanan)

TransaksiRp miliar

0

200

400

600

800

1.000

1.200

1.400

-

10

20

30

40

50

60

70

I II III IV I II III IV I II III

2014 2015 2016Nominal/hari Transaksi/hari(sb.kanan)

TransaksiRp miliar

2.172

107

-20

0

20

40

60

80

100

120

140

160

180

-

500

1.000

1.500

2.000

2.500

3.000

I II III IV I II III IV I II III

2014 2015 2016Nominal (Rp miliar) Pertumbuhan yoy (sb.kanan)

%, yoyRp miliar

56

27

-100

-80

-60

-40

-20

0

20

40

60

80

-

10

20

30

40

50

60

70

I II III IV I II III IV I II III

2014 2015 2016Lembar (ribu) Pertumbuhan yoy (sb.kanan)

%, yoyTransaksi

76

KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

PRO

VIN

SI SU

LAW

ESI TE

NG

GA

RA

NO

VEM

BER 2

016

Grafik 5.5 Nilai Transaksi RTGS Provinsi Sulawesi

Tenggara Grafik 5.6 Volume Transaksi RTGS Provinsi Sulawesi

Tenggara

848 874

689

-

100

200

300

400

500

600

700

800

900

1.000

I II III

2016

Rp Miliar

481

529

478

450

460

470

480

490

500

510

520

530

540

I II III

2016

Transaksi

KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

PRO

VIN

SI SU

LAW

ESI TE

NG

GA

RA

NO

VEM

BER 2

016

77

Grafik 5.7 Aliran Uang Kartal Dari Bank Sentral di

Sulawesi Tenggara Grafik 5.8 Posisi Selisih Inflow dan Outflow Di Bank

Sentral Sulawesi Tenggara

51

(41)

(100)

(50)

-

50

100

150

200

-

500

1.000

1.500

2.000

2.500

3.000

I II III IV I II III IV I II III IV I II III

2013 2014 2015 2016

Inflow Outflow

g Inflow (sb. Kanan) g Outflow (sb. Kanan)

%, yoyRp Miliar

(1.033)

96

(2.000)

(1.500)

(1.000)

(500)

-

500

1.000

1.500

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III

2011 2012 2013 2014 2015 2016

Rp Miliar

net inflow

net outflow

78

KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

PRO

VIN

SI SU

LAW

ESI TE

NG

GA

RA

NO

VEM

BER 2

016

Grafik 5.9 Pemusnahan Uang Tidak Layak Edar Grafik 5.10 Komposisi Pecahan Uang Palsu Yang Ditemukan

291

19,8 (50)

-

50

100

150

200

250

300

0

50

100

150

200

250

300

350

400

I II III IV I II III IV I II III

2014 2015 2016

Nominal UTLE g Nominal UTLE (sb.Kanan)

Rp, Miliar %, yoy

70,8

29,2

Pecahan 100.000 Pecahan 50.000

KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

PRO

VIN

SI SU

LAW

ESI TE

NG

GA

RA

NO

VEM

BER 2

016

79

BOKS 2. KENDARI PEDULI KOIN

UANG LOGAM MASIH DIBUTUHKAN

Kurangnya penggunaan koin oleh masyarakat khususnya pada saat bertransaksi menjadi fenomena

umum yang sering dijumpai dihampir seluruh daerah termasuk di Kendari. Salah satunya karena

uang logam dianggap tidak praktis digunakan karena nilainya kecil namun berat dibawa. Akibatnya

banyak orang lebih memilih menyimpan uang logam di rumah dibanding membelanjakannya.

Sementara di lain pihak banyak pedagang khususnya pedagang retail yang membutuhkan uang

logam untuk pengembalian transaksi.

Dalam satu dasawarsa terakhir Bank Indonesia mengeluarkan uang koin sekitar Rp 6 triliun, namun

yang kembali ke Bank Indonesia hanya Rp900 miliar atau 16% dengan tren semakin menurun. Hal

ini disebabkan adanya persepsi dan kebiasaan masyarakat yang menganggap uang koin bukan

sebagai alat transaksi. Kondisi tersebut mendorong Bank Indonesia sebagai otoritas dibidang Sistem

Pembayaran dan PUR untuk memfasilitasi dua pihak dimaksud dengan menyelenggarakan Gerakan

Peduli Koin Nasional.

80

KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

PRO

VIN

SI SU

LAW

ESI TE

NG

GA

RA

NO

VEM

BER 2

016

Gerakan tersebut dilaksanakan hampir di seluruh kota dimana terdapat Kantor Perwakilan Bank

Indonesia termasuk di Kota Kendari yang digelar pada hari Minggu 25 September 2016 bertempat di

Taman Kota Kendari. Kepala Perwakilan Bank Indonesia Prov. Sultra dalam sambutan pembukaan

mengatakan bahwa Gerakan Peduli Koin Nasional di Kendari dimaksudkan untuk mendorong

penggunaan uang koin sebagai alat pembayaran yang sah, meningkatkan efektivitas uang koin, dan

menyediakan fasilitas kepada masyarakat yang akan melakukan penukaran uang koin. “Seperti halnya

uang kertas uang koin/logam juga merupakan alat pembayaran yang sah di Republik Indonesia” ujarnya

kepada masyarakat Kota Kendari yang hadir.

Berdasarkan hasil pengolahan uang logam yang diperoleh dari kegiatan Kendari Peduli Koin tersebut

terkumpul 70.393 keping logam senilai Rp26.681.000,-. Selain memberikan layanan penukaran uang

logam, dalam kegiatan Gerakan Peduli Koin Nasional tersebut, KPw Bank Indonesia Provinsi Sultra

juga memberikan layanan penukaran uang lusuh/rusak dan uang yang telah dicabut dari peredaran.

KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

PRO

VIN

SI SU

LAW

ESI TE

NG

GA

RA

NO

VEM

BER 2

016

81

BOKS 3. KAMPANYE NON TUNAI DI PEMKOT KENDARI

Sebagai tindaklanjut MoU No.17/2/KPwBI/Kdi tanggal 25 Juni 2015 tentang Transaksi Keuangan Non

Tunai Di Lingkungan Pemerintah Daerah Kota Kendari, KPw BI Provinsi Sulawesi Tenggara bersama

Pemkot Kendari dan PT. BRI Cabang Kendari menyelenggarakan kampanye dan sosialisasi

penggunaan Kendari Smart Card sebagai alat pembayaran di kantin Pemkot Kendari. Kendari Smart

Card merupakan kartu pegawai elektronik yang sekaligus dapat berfungsi sebagai uang elektronik

dan ATM. Kegiatan ini dimaksudkan untuk mendorong penggunaan Kendari Smart Card khususnya

oleh PNS lingkup Pemkot Kendari sekaligus mensukseskan implementasi transaksi non tunai dalam

mewujudkan Kota Kendari menjadi Smart City yang mendapat dukungan dari Pemkot Kendari dan

pihak BRI. Sebelumnya pihak BRI Kendari telah memasang EDC di kantin Pemkot Kendari dan bus

Trans Lulo, namun demikian berdasarkan evaluasi tingkat pemanfaatannya masih kurang.

Kepala Perwakilan BI Sultra dalam sambutannya menyampaikan bahwa secara luas, uang elektronik

telah banyak digunakan sebagai alat pembayaran untuk keperluan pembayaran tol, parkir, SPBU,

tiket KRL Jabodetabek, toko/retail dll. Mengutip data dari website Bank Indonesia, secara nasional

nilai transaksi menggunakan uang elektronik pada tahun 2015 tercatat sebesar Rp5,28 triliun dengan

jumlah transaksi mencapai 535,5 juta transaksi. Nilai tersebut meningkat 59,1% dibandingkan tahun

sebelumnya yang tercatat sebesar Rp3,32 triliun. Adapun jumlah uang elektronik yang beredar di

masyarakat hingga bulan Agustus 2016 sebanyak 43.087.252 kartu. “Bank Indonesia berkomitmen

untuk terus mendorong penggunaan transaksi non tunai dalam berbagai jenis transaksi termasuk

transaksi pembayaran di lingkungan pemerintahan pada khususnya” tutupnya.

Sebagai salah satu bank pelopor uang elektronik di Sultra, BRI menyampaikan bahwa pihaknya terus

melakukan inovasi agar penggunaan transaksasi non tunai dapat terus diperluas seperti yang telah

berlangsung saat ini seperti untuk pencairan dana PAUD, bantuan kepada masyarakat dll. “Salah

satu kendala yang kami hadapi dalam perluasan transaksi non tunai di wilayah Sultra adalah

gangguan listrik dan signal” ujar Manajer Operasional BRI Kendari. Sementara itu Sekretaris Kota

Kendari mewakili Pemkot Kendari memberikan apresiasi atas upaya yang ditempuh oleh Bank

Indonesia dan BRI tersebut. “Kegiatan ini sejalan dengan visi pemerintah kota untuk mewujudkan

Kendari sebagai Smart City kedepannya” ujarnya.

Dalam kegiatan kampanye tersebut para pengunjung diminta untuk langsung menggunakan kartu

yang dimiliki untuk melakukan transaksi di kantin Pemkot. Para pedagangpun tampak lincah

mengoperasikan EDC yang disediakan oleh BRI. Tidak hanya untuk keperluan transaksi di kantin,

Kendari Smart City juga diujicobakan untuk pembayaran angkutan bis Trans Lulo milik Pemkot

Kendari. Selain untuk kalangan PNS Pemkot Kendari, masyarakat umum juga dapat menggunakan

uang elektronik dari BRI untuk pembayaran Trans Lulo dan outlet yang telah ditunjuk oleh BRI.

82

KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

PRO

VIN

SI SU

LAW

ESI TE

NG

GA

RA

NO

VEM

BER 2

016

KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

PRO

VIN

SI SU

LAW

ESI TE

NG

GA

RA

TRIW

ULA

N I 2

016

KETENAGAKERJAAN

& KESEJAHTERAAN

Kondisi ketenagakerjaan di Sulawesi Tenggara mengalami

perbaikan walaupuan terjadi perlambatan kinerja

perekonomian pada periode laporan. Kondisi tersebut terlihat

dari peningkatan jumlah penduduk yang bekerja dan

penurunan jumlah penggangguran.

Sementara itu, untuk perkiraan kondisi ketenagakerjaan pada

periode yang akan datang akan mengalami perbaikan.

Sejalan dengan kondisi ketenagakerjaan, tingkat

kesejahteraan terutama pada masyarakat pedesaan

mengalami peningkatan. Hal tersebut tercermin dari Nilai

Tukar Pertani (NTP) yang meningkat di periode laporan.

Bab 6

2

KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

PRO

VIN

SI SU

LAW

ESI TE

NG

GA

RA

NO

VEM

BER I 2

016

85

KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

PRO

VIN

SI SU

LAW

ESI TE

NG

GA

RA

NO

VEM

BER 2

016

6.1. KETENAGAKERJAAN

Kondisi ketenagakerjaan di Sulawesi

Tenggara pada triwulan III 2016 diindikasikan

mengalami perbaikan, walaupun terjadi

perlambatan ekonomi pada periode tersebut.

Hal ini tercermin dari data BPS Sulawesi

Tenggara yang menunjukkan adanya

peningkatan jumlah penduduk yang bekerja dan

penurunan jumlah penggangguran terbuka.

Pada bulan Agustus 2016, jumlah penduduk

bekerja tercatat sebanyak 1,25 juta jiwa atau

meningkat sebesar 41,5 ribu jika dibandingkan

dengan periode Februari 2016. Peningkatan

jumlah tenaga kerja tersebut utamanya berasal

dari peningkatan jumlah tenaga kerja yang

berkerja di lapangan usaha pertanian dan

lapangan usaha konstruksi. Struktur lapangan

pekerjaan pada periode laporan tidak

mengalami perubahan, pada bulan Agustus

lapangan usaha pertanian masih menjadi

penyumbang terbesar penyerapan tenaga kerja

di Sulawesi Tenggara di ikuti oleh lapangan

usaha perdagangan dan rumah makan dan

lapangan usaha jasa.

Pada Agustus 2016, lapangan usaha pertanian

menyerap tenaga kerja sebesar 474 ribu jiwa

atau 38,9% dari total penduduk yang bekerja di

Sulawesi Tenggara. Peningkatan jumlah

penduduk yang bekerja di lapangan usaha

pertanian ditengarai sebagai akibat adanya

panen pada periode tersebut serta dari persepsi

kesejahteraan petani yang meningkat. Hal ini

tercermin dari adanya kenaikan NTP pada

periode laporan jika dibandingkan dengan

periode sebelumnya.

Lapangan usaha perdagangan dan rumah

makan menempati posisi kedua dengan

penyerapan tenaga kerja sebesar 243,4 ribu jiwa

atau 19,9% dari penduduk yang bekerja di

Sulawesi Tenggara. Sementara lapangan usaha

jasa menempati posisi ketiga dengan menyerap

225,5 ribu jiwa atau 18,5% dari penduduk yang

bekerja di Sulawesi Tenggara.

Jenis pekerjaan yang dominan pada bulan

Agustus 2016 adalah kelompok orang yang

bekerja sebagai buruh/karyawan. Sementara itu

jumlah tenaga kerja yang bekerja pada sektor

formal hanya sebesar 383,8 ribu jiwa atau

31,5% dari total penduduk bekerja di Sulawesi

Sumber: BPS, diolah Sumber: BPS, diolah

Grafik 6.1 Kondisi Penduduk Bekerja Sulawesi Tenggara Grafik 6.2 Kondisi Penduduk Menganggur

1.054

997

1.112

1.037

1.126

1.075

1.166

1.220

900

950

1.000

1.050

1.100

1.150

1.200

1.250

Feb Aug Feb Aug Feb Aug Feb Aug

2013 2014 2015 2016

orang (ribu)

37

46

24

48 42

63

46

34

-

10

20

30

40

50

60

70

Feb Aug Feb Aug Feb Aug Feb Aug

2013 2014 2015 2016

orang (ribu)

86

KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

PRO

VIN

SI SU

LAW

ESI TE

NG

GA

RA

NO

VEM

BER I 2

016

Tenggara, menurun sebanyak 17,3 ribu jiwa jika

dibandingkan dengan bulan Februari 2016.

Sementara untuk penduduk yang bekerja pada

sektor informal pada periode laporan mencapai

835,8 ribu jiwa atau sebanyak 68,5% dari total

penduduk bekerja di Sulawesi Tenggara. Kondisi

tersebut meningkat sebanyak 70,7 ribu jiwa

dibandingkan periode bulan Februari 2016.

Di sisi lain, jumlah pengangguran terbuka pada

periode laporan mengalami penurunan. Dari

Februari 2016 hingga Agustus 2016, jumlah

pengangguran terbuka berkurang sebanyak

11,7 ribu orang atau menurun sebesar 25,6%.

Dengan adanya penurunan tersebut, jumlah

penduduk yang menganggur di Bulan Agustus

2016 tercatat sebesar 34,1 ribu orang. Jika

diperhatikan dari pendidikan tertinggi yang

ditamatkan masih banyak terdapat tenaga kerja

yang berpendidikan yang menganggur.

Berdasarkan data BPS Provinsi Sulawesi

Tenggara diketahui bahwa sebanyak 5,0% dari

total penduduk usia yang 15 tahun ke atas yang

menganggur berpendidikan sarjana, sementara

untuk yang berpendidikan Diploma I/II/III

sebanyak 2,3%.

Terjadinya peningkatan jumlah penduduk yang

bekerja dan penurunan jumlah penduduk yang

menganggur membuat Tingkat Pengganguran

Terbuka (TPT) di Sulawesi Tenggara menurun

dari 3,78% (Februari 2016) menjadi 2,72%

(Agustus 2016) serta Tingkat Partisipasi

Angkatan Kerja yang meningkat dari 71,9%

menjadi sebesar 73,5%.

Kondisi tersebut sejalan dengan hasil Survei

Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) yang dilakukan

oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi

Sulawesi Tenggara. Hasil SKDU menunjukkan

bahwa kondisi ketenagakerjaan pada triwulan III

mengalami peningkatan jika dibandingkan

dengan periode sebelumnya. Pada triwulan III

2016, pelaku usaha masih menyatakan adanya

perbaikan jumlah tenaga kerja yang terserap dari

saldo bersih tertimbang (SBT) sebesar 2,21%,

dari sebelumnya yang tercatat sebesar -1,81%.

Sementara itu, diperkirakan kondisi

ketenagakerjaan pada periode yang akan

datang juga akan mengalami perbaikan. Hasil

SKDU menunjukkan bahwa perkiraan

perkembangan jumlah penggunaan tenaga

kerja pada tiga bulan mendatang akan

Sumber: SKDU KPw BI Sultra, diolah Sumber: SKDU KPw BI Sultra, diolah

Grafik 6.3 Indeks Realisasi Penggunaan Tenaga Kerja Grafik 6.4 Indeks Perkiraan Jumlah Pengunaan Tenaga

Kerja

-8%

-6%

-4%

-2%

0%

2%

4%

6%

I II III IV I II III IV I II III

2014 2015 2016

SBT (Saldo Bersih Tertimbang)

0%

5%

10%

15%

20%

25%

I II III IV I II III IV I II III

2014 2015 2016

SBT (Saldo Bersih Tertimbang)

KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

PRO

VIN

SI SU

LAW

ESI TE

NG

GA

RA

NO

VEM

BER 2

016

87

mengalami peningkatan. SBT tenaga kerja pada

triwulan IV 2016 tercatat sebesar 4,53,

meningkat dibandingkan dengan periode

triwulan III yang tercatat sebesar 2,60.

Peningkatan tersebut diperkirakan berasal dari

lapangan usaha pertanian dan lapangan usaha

penggangkutan dan komunikasi.

6.2. KESEJAHTERAAN

Sejalan dengan perbaikan yang terjadi dari sisi

ketenagakerjaan, kondisi kesejahteraan

Sulawesi Tenggara juga terindikasi

mengalami peningkatan pada triwulan III

2016. Hal ini terlihat dari peningkatan indeks

penghasilan masyarakat dan Nilai Tukar Petani

(NTP) pada triwulan III 2016 jika dibandingkan

dengan triwulan II 2016. NTP merupakan suatu

indikator kemampuan tukar produk pertanian

untuk keperluan memproduksi produk

pertanian. Oleh karena itu, NTP dapat dijadikan

alat ukur untuk tingkat kesejahteraan

masyarakat khususnya yang bekerja di sektor

pertanian.

Pada triwulan III 2016, NTP Sulawesi Tenggara

tercatat sudah lebih dari nilai 100 yakni sebesar

100,4 atau meningkat dibandingkan triwulan

sebelumnya yang hanya tercatat sebesar 99,6.

Peningkatan tersebut terutama disebabkan oleh

peningkatan NTP yang terjadi pada subsektor

tanaman perkebunan rakyat, dari 101,3 pada

triwulan II 2016 menjadi 104,7 di triwulan III

2016 akibat dengan adanya musim panen

komoditas kakao di periode tersebut. Subsektor

peternakan juga mengalami peningkatan dari

105,3 di triwulan II 2016 menjadi 106,7 di

triwulan III 2016 seiring dengan adanya

perayaan Hari Raya Idul Adha yang

mengakibatkan adanya permintaan komoditas

ternak. Serta subsektor perikanan dari 109,2 di

triwulan II menjadi 111,6 di triwulan III.

Peningkatan tersebut disebabkan oleh

meningkatnya kinerja perikanan tangkap yang

meningkat dari 114,7 menjadi 118,4. Kondisi

tersebut sejalan dengan akselerasi pertumbuhan

sub lapangan usaha perikanan.

Pencapaian NTP subsektor hortikultura Provinsi

Sulawesi tenggara sampai triwulan III 2016

masih berada di bawah 100, hal ini

menunjukkan bahwa total pendapatan yang

diterima oleh para petani lebih rendah

dibandingkan dengan total pengeluaran untuk

Sumber: Bea Cukai, diolah Sumber: Produsen Feni, diolah

Grafik 6.5 Indeks Penghasilan Konsumen Grafik 6.6 Perkembangan NTP Sulawesi Tenggara

120

125

130

135

140

145

150

155

I II III IV I II III IV I II III

2014 2015 2016

Indeks

99,6

93,5

92,3

101,3

105,3

109,2

100,4

91,4

89,8

104,7

106,7

111,6

- 50,0 100,0 150,0

Total

Tanaman Pangan

Hortikultura

Perkebunan Rakyat

Peternakan

Perikanan

NTP Tw III NTP Tw II

88

KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

PRO

VIN

SI SU

LAW

ESI TE

NG

GA

RA

NO

VEM

BER I 2

016

memproduksi hasil usahanya. Selain subsektor

hortikultura, subsektor tanaman pangan juga

berada di bawah angka 100, yakni sebesar 91,4.

Rendahnya NTP dibeberapa sector pertanian

(khususnya subsektor hortikultura dan subsektor

tanaman pangan) tersebut menunjukkan bahwa

kesejahteraan para pekerja di sektor pertanian

belum secara merata dirasakan oleh masyarakat.

Hal ini sesuai dengan hasil Survei Konsumen

yang dilakukan oleh KPw BI Provinsi Sulawesi

Tenggara menunjukkan adanya penurunan

Indeks Penghasilan Konsumen (IPK) dari 140,3

pada triwulan II 2016 menjadi 130,7 pada

triwulan III 2016. Adanya penurunan

penghasilan tersebut dapat berdampak pada

rendahnya daya beli masyarakat.

KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

PRO

VIN

SI SU

LAW

ESI TE

NG

GA

RA

TRIW

ULA

N I 2

016

PROSPEK

PEREKONOMIAN DAERAH

Pada tahun 2017 mendatang, pertumbuhan ekonomi Sulawesi

Tenggara diperkirakan berada pada tren meningkat dan

tumbuh pada kisaran 6,5% – 7,0% (yoy).

Percepatan tersebut searah dengan prakiraan perekonomian

Indonesia dan dunia yang juga mengalami peningkatan.

Kinerja lapangan usaha pertanian, pertambangan dan

penggalian serta industri pengolahan masih merupakan faktor

pendorong laju percepatan perekonomian di periode triwulan

mendatang.

Di sisi lain, perkembangan inflasi Sultra pada tahun 2017

diperkirakan akan dominan dipengaruhi oleh penurunan

kelompok volatile food dan administered prices. Inflasi

Sulawesi Tenggara pada tahun 2017 diprakirakan berada pada

kisaran 3,0% - 3,4% (yoy), relatif menurun dibandingkan

dengan periode tahun 2016 yang diperkirakan berada pada

kisaran 3,3%-3,7% (yoy).

Bab 7

2

KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

PRO

VIN

SI SU

LAW

ESI TE

NG

GA

RA

NO

VEM

BER 2

016

91

KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

PRO

VIN

SI SU

LAW

ESI TE

NG

GA

RA

NO

VEM

BER 2

016

7.1. PROSPEK PERTUMBUHAN EKONOMI

7.1.1. Tahun 2017

Berdasarkan beberapa indikator pendukung,

hasil survei dan liaison, pertumbuhan ekonomi

Sulawesi Tenggara pada tahun 2017

diprakirakan berada pada kisaran 6,5% - 7,0%

(yoy) mengalami akselerasi jika dibandingkan

pertumbuhan pada periode 2016 yang

diperkirakan akan tumbuh pada kisaran 6,2%

(yoy). Perkembangan perekonomian di Sultra

tersebut searah dengan prakiraan perekonomian

Indonesia dan dunia yang juga diperkirakan

mengalami peningkatan. Kinerja lapangan

usaha pertanian, pertambangan dan industri

pengolahan yang masih mendominasi

perekonomian Sultra secara signifikan

dipengaruhi oleh kondisi ekonomi global.

Beberapa asumsi yang menjadi pendorong

perekonomian Sulawesi Tenggara tahun 2017

adalah (1) peningkatan kinerja lapangan usaha

utama, (2) peningkatan konsumsi rumah

tangga, (3) peningkatan realisasi investasi, dan

(4) meningkatnya ekspor komoditas utama.

Peningkatan kinerja lapangan usaha utama

Lapangan usaha pertanian (tabama,

perkebunan dan perikanan)

Kondisi cuaca pada tahun 2017 mendatang

diperkirakan akan kembali normal dan

mendukung peningkatan produktivitas

pertanian di Sultra. Selain itu, terdapat

beberapa faktor yang diperkirakan akan

mendorong peningkatan produksi di sektor

pertanian, antara lain;

1) Perikanan

- Terdapat program dari Pemprov di tahun

2016 untuk pembenahan produksi

perikanan tangkap maupun budidaya

seperti Penyusunan Tata Ruang Wilayah

Laut, penataan perizinan 5-30 GT, dan

peningkatan balai benih perikanan.

- Terdapat bantuan kapal kepada nelayan

di tahun 2016 sebanyak 217 kapal

ukuran 5-15 GT dan akan efektif

digunakan untuk meningkatkan kinerja

perikanan tangkap pada tahun 2017.

2) Perkebunan

- Sulawesi Tenggara ditunjuk sebagai

salah satu sentra produksi kakao.

Sumber: OECD (June 2016), diolah Sumber: World Bank Commodity Forecast Price Oct 2016, diolah

Grafik 7.1 Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia

dan Dunia Grafik 7.2 Proyeksi Harga Komoditas Internasional

0,0

1,0

2,0

3,0

4,0

5,0

6,0

7,0

8,0

2013 2014 2015 2016 2017

Sultra Indonesia (OECD) Dunia (OECD)

%, yoy

0

500

1000

1500

2000

2500

3000

3500

0

2000

4000

6000

8000

10000

12000

14000

16000

18000

2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020

Nickel Kakao (sb.kanan)

US$/mt US$/kg

92

KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

PRO

VIN

SI SU

LAW

ESI TE

NG

GA

RA

NO

VEM

BER 2

016

Produksi tanaman kakao di Sultra rata-

rata mencapai 157.537 ton/tahun.

Perusahaan pengolah kakao di Sultra

sudah mulai beroperasi dan dapat

mendorong petani kakao untuk

meningkatkan produksinya.

- Sulawesi Tenggara ditunjuk sebagai

salah satu sentra produksi kakao.

Produksi tanaman kakao di Sultra rata-

rata mencapai 157.537 ton/tahun.

Perusahaan pengolah kakao di Sultra

sudah mulai beroperasi dan dapat

mendorong petani kakao untuk

meningkatkan produksinya.

- Adanya program peremajaan pada

tanaman-tanaman kakao mulai

menunjukkan adanya peningkatan

produksi kakao.

- Beberapa daerah mulai

mengembangkan perkebunan kelapa

sawit, pada tahun 2016 diperkirakan

tanaman kelapa sawit mulai dapat

berproduksi lebih ekspansif.

3) Tanaman Bahan Makanan

- Terdapat penambahan lahan sawah di

beberapa kabupaten yang mencapai

luas 1.500 hektar. Diperkirakan lahan

sawah baru tersebut akan sudah mulai

berproduksi pada tahun 2017.

- Adanya perbaikan sarana irigasi pada

tahun 2016 diperkirakan akan

memberikan dampak pada peningkatan

produksi pertanian di tahun 2017.

- Terdapat beberapa kabupaten yang

memanfaatkan lahannya untuk

penanaman jagung

- Sulawesi Tenggara ditunjukkan sebagai

salah satu sentra produksi sapi potong

diperkirakan akan memberikan dampak

pada peningkatan hasil produksi.

Lapangan usaha pertambangan dan

industri pengolahan (nikel, feronikel dan

aspal)

Produksi tambang nikel diperkirakan akan

kembali mengalami peningkatan cukup

signifikan pada tahun 2017 khususnya

untuk memenuhi permintaan dalam negeri

yang semakin meningkat seiring dengan

telah beroperasinya beberapa smelter

pengolahan (output sebagai feronikel

maupun NPI). Berdasarkan hasil liaison

diketahui bahwa salah satu perusahaan

besar pengolahan nikel diperkirakan akan

mulai mengoperasikan salah satu tungku

pada tahun 2017 telah selesainya proses

pembangunan di akhir tahun 2016. Selain

itu juga, diperkirakan pada tahun

mendatang juga akan terdapat 3 (tiga)

perusahaan smelter yang akan mulai

beroperasi.

Beberapa lembaga internasional

memprediksi bahwa harga nikel akan mulai

mengalami peningkatan seiring dengan

meningkatnya permintaan dunia terutama

negara Tiongkok terhadap stainless steel.

Sementara itu, produksi dari negara

pengekspor terbesar di dunia yakni Filipina

mengalami penurunan akibat adanya

penertiban besar-besaran tambang nikel

dan penutupan sementara pabrik-pabrik

akibat adanya masalah lingkungan.

KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

PRO

VIN

SI SU

LAW

ESI TE

NG

GA

RA

NO

VEM

BER 2

016

93

Di sisi lain, kinerja pertambangan aspal juga

diperkirakan akan semakin mengalami

peningkatan seiring adanya instruksi presiden

tentang penggunaan aspal buton untuk

peningkatan atau pembangunan jalan nasional

sementara permintaan luar negeri untuk

komoditas aspal juga akan semakin meningkat,

terutama ke Tiongkok dan Myanmar.

Peningkatan konsumsi rumah tangga

Konsumsi rumah tangga diprakirakan masih

tumbuh pada level yang tinggi di kisaran

6,5%(yoy) dipengaruhi oleh peningkatan jumlah

penduduk sebesar 2,2%. Selain itu, presentase

penduduk yang masuk dalam usia produktif juga

semakin meningkat dibandingkan tahun-tahun

sebelumnya. Hal ini diperkirakan dapat

mendorong peningkatan jumlah masyarakat

berpenghasilan menengah (middle income

group) yang menopang konsumsi domestik.

Di samping itu, kondisi perekonomian dunia

yang meningkat juga turut diperkirakan akan

memperbesar permintaan komoditas utama

eskpor Sultra sehingga berakibat pada

peningkatan penghasilan masyarakat dan

berujung pada peningkatan konsumsi domestik.

Peningkatan investasi

Pada tahun 2017, aktivitas investasi di Sultra

diperkirakan akan kembali mengalami

peningkatan terutama yang dilakukan oleh

pemerintah. Kondisi tersebut diperkirakan

disebabkan oleh adanya pembayaran transfer

DAU dari pemerintah pusat yang tertunda pada

akhir tahun 2016 serta masih terdapatnya

proyek pembangunan infrastruktur yang bersifat

multiyears seperti pembangunan jembatan

Bahteramas dan bendungan Ladongi.

Peningkatan ekspor

Sejalan dengan adanya peningkatan

perekonomian global dan negara mitra dagang,

ekspor Sultra pada tahun 2017 diperkirakan

tumbuh positif. Ekspor nikel olahan seperti

feronikel dan NPI (Nikel Pig Iron) diperkirakan

akan meningkat seiring dengan adanya

Tabel 7.1 Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Sisi Penawaran

2017

I II III IVP IP

Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 10,7 5,7 5,6 5,5 5,7 0,04 6,8 6,7 - 7,1

Pertambangan dan Penggalian (9,1) 0,5 (9,0) 0,9 1,9 11,3 (4,2) 2,6 - 3,0

Industri Pengolahan 8,7 5,5 13,9 11,3 11,8 7,7 9,8 11,1 - 11,5

Pengadaan Listrik, Gas 8,2 6,2 11,6 7,5 7,1 4,0 8,3 6,4 - 6,8

Pengadaan Air 13,3 7,1 14,3 8,8 14,3 2,8 10,8 11,3 - 11,7

Konstruksi 11,0 10,9 8,9 9,6 7,0 12,6 10,0 9,8 - 10,2

Perdagangan Besar dan Eceran 7,2 7,5 19,2 8,0 7,1 7,4 10,5 7,9 - 8,3

Transportasi dan Pergudangan 12,2 15,2 17,0 16,7 12,0 7,5 15,4 11,6 - 12,0

Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 7,7 8,3 7,7 8,7 7,2 7,9 8,1 7,3 - 7,7

Informasi dan Komunikasi 13,7 12,2 13,2 7,7 9,5 6,5 11,6 8,8 - 9,2

Jasa Keuangan 14,5 21,6 14,0 9,7 4,8 7,7 14,8 3,1 - 3,6

Real Estate 0,4 1,2 (8,8) 5,2 2,9 4,8 (0,5) 5,9 - 6,2

Jasa Perusahaan 10,0 8,1 7,7 6,2 8,9 10,3 8,0 5,5 - 5,6

Administrasi Pemerintahan 3,3 9,2 5,0 4,6 3,9 5,3 5,5 4,8 - 5,2

Jasa Pendidikan 11,2 12,7 16,1 6,0 5,3 7,9 11,4 1,7 - 2,1

Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 9,2 4,5 8,3 6,0 5,7 6,4 7,0 5,9 - 6,3

Jasa Lainnya 8,5 9,4 6,1 7,8 7,4 7,1 7,9 8,5 - 8,9

PDRB 5,5 6,8 6,0 6,5 6,0 6,9 6,2 6,6 - 7,0

Lapangan Usaha 20152016

2016P 2017P

94

KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

PRO

VIN

SI SU

LAW

ESI TE

NG

GA

RA

NO

VEM

BER 2

016

peningkatan permintaan dari negara Eropa,

Tiongkok maupun negara Asia lainya seperti

India dan Korea Selatan. Ekspor aspal juga

diperkirakan akan mengalami perbaikan

sehingga dapat mendorong peningkatan ekspor

secara umum. Selain produk tambang, ekspor

hasil perikanan Sultra diperkirakan juga akan

mengalami peningkatan seiring dengan adanya

peningkatan produksi dan permintaan dari

negara tujuan ekspor.

7.1.2. Triwulan I 2017

Dengan didasarkan pada beberapa indikator

pendukung, hasil survei dan liaison,

pertumbuhan ekonomi Sulawesi Tenggara pada

triwulan I 2017 diprakirakan berada pada

kisaran 5,8% - 6,2% (yoy), mengalami

perlambatan jika dibandingkan periode triwulan

IV 2016 yang diperkirakan akan mengalami

pertumbuhan sebesar 6,5% (yoy).

Dari sisi penawaran, lapangan usaha konstruksi

diperkirakan akan menjadi lapangan usaha yang

secara dominan memberikan kontribusi pada

perlambatan kinerja ekonomi Sultra di periode

triwulan I 2017. Lapangan usaha konstruksi

mengalami perlambatan dipengaruhi oleh

perilaku musiman dari investasi pemerintah

dalam membangun infrastruktur. Pada awal

tahun, proyek-proyek pemerintah masih dalam

masa tender dan persiapan sehingga belum

memberikan dampak terhadap lapangan usaha

konstruksi.

Sedangkan dari sisi permintaan, perlambatan

disumbangkan oleh tingginya impor, terutama

dalam mendukung hilirisasi nikel. Sejauh ini

barang modal untuk membangun smelter masih

didatangkan dari luar negeri, terutama dari

Tiongkok.

7.2. PROSPEK INFLASI

7.2.1. Tahun 2017

Tekanan inflasi Sulawesi Tenggara pada tahun

2017 mendatang diperkirakan akan berada

pada level moderat yaitu pada kisaran 3,0% -

3,4% (yoy), lebih rendah dibandingkan tahun

2016 yang diperkirakan berada pada kisaran

3,3% - 3,7% (yoy). Penurunan tekanan inflasi

pada tahun tersebut didorong oleh penurunan

tekanan volatile food dan administered prices

terkait dengan kebijakan energi.

Beberapa asumsi yang mendasari penurunan

tersebut adalah sebagai berikut:

Tabel 7.2 Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Sisi Permintaan

2017

I II III IVP IP

Konsumsi Rumah Tangga 6,5 6,7 6,1 5,8 6,2 4,8 6,3 6,2 - 6,6

Konsumsi LNPRT 6,6 7,2 3,2 8,8 6,5 -2,5 6,5 7,4 - 7,8

Konsumsi Pemerintah 4,8 16,1 8,0 7,6 7,5 4,5 9,2 8,2 - 8,6

PMTB 10,2 9,3 4,5 5,4 7,9 4,4 7,1 8,1 - 8,5

Perubahan Inventori -114,2 -83,5 -80,0 -124,7 -45,1 -33,9 -85,5 -412,8 - -413,2

Eksport Luar Negeri -49,7 -29,4 -2,6 57,5 59,4 -20,9 -9,6 105,4 - 105,8

Import Luar Negeri -22,8 27,7 3,8 31,9 58,8 -23,4 12,5 55,1 - 55,5

Net Eksport Antar Daerah 6,7 -41,1 -27,7 5,0 14,3 -30,0 -12,0 42,2 - 42,6

PDRB 5,5 6,8 6,0 6,5 6,0 6,9 6,2 6,6 - 7,0

20162016P 2017PKomponen Pengeluaran 2015

KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

PRO

VIN

SI SU

LAW

ESI TE

NG

GA

RA

NO

VEM

BER 2

016

95

1. Tekanan inflasi volatile foods menurun

Kinerja produksi bahan pangan di Sultra

pada tahun 2017 diperkirakan akan

meningkat dan membantu tersedianya

pasokan bahan makanan baik serelia

maupun dari komoditi ikan dan unggas.

Program kerja peningkatan bahan pangan

sebagai salah satu program Tim

Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Sultra

diperkirakan turut mendorong peningkatan

kinerja tersebut. Di sisi lain, dengan

terbentuknya TPID di seluruh

Kota/Kabupaten maka kerjasama/koordinasi

antar daerah dalam rangka penyediaan

pasokan dan distribusi bahan pangan

diperkirakan akan semakin lancar. Selain itu,

terbangunnya jalan dan pelabuhan yang

memadai diperkirakan akan meningkatkan

jumlah dan memperlancar arus barang di

Sultra.

2. Tekanan inflasi administered price

menurun.

Peningkatan kelompok administered price di

Sultra banyak dipengaruhi oleh tekanan

harga tiket pesawat udara terutama Kota

Baubau. Namun dengan adanya

penambahan jadwal penerbangan pada

akhir tahun 2016, maka diperkirakan

tekanan inflasi dari tarif angkutan udara

dapat lebih rendah.

Namun demikian, masih terbatasnya

kemampuan pemerintah dalam

meningkatkan pendapatan negara,

terutama dari pajak, menyebabkan terdapat

indikasi kebijakan dalam meningkatkan

pengenaan pajak dan cukai yang pada

akhirnya dapat memberikan tekanan

terhadao inflasi secara tidak langsung. Selain

itu, subsidi pemerintah terhadap beberapa

komoditas seperti listrik dan BBM

diperkirakan akan mulai dikurangi untuk

menyehatkan keuangan pemerintah.

3. Tekanan inflasi inti relatif meningkat

Perkembangan inflasi inti dipengaruhi oleh

faktor domestik dan faktor eksternal.

Permintaan domestik diperkirakan masih

tinggi seiring dengan peningkatan

penghasilan masyarakat. Mulai aktifnya

pertambangan dan harga nikel dunia yang

sudah berangsur membaik menyebabkan

tingkat penghasilan masyarakat juga akan

meningkat. Kondisi tersebut akan

mendorong terciptanya lapangan kerja baru

dan adanya migrasi tenaga kerja dari daerah

maupun negara lain.

7.2.2. Triwulan I 2017

Tekanan inflasi Sulawesi Tenggara pada triwulan

I 2017 mendatang diperkirakan akan berada

pada tekanan yang lebih rendah dibandingkan

dengan inflasi pada akhir triwulan IV 2016.

Inflasi pada triwulan I 2017 diperkirakan berada

pada kisaran 2,3% s.d 2,7% (yoy). Kelompok

volatile food diperkirakan akan menjadi

penyumbang utama terjadinya penurunan

tekanan pada triwulan tersebut. Selain itu

diperkirakan tekanan dari administered prices

akan sedikit meningkat terutama dari adanya

rencana kenaikan cukai rokok. Sementara itu

tingkat konsumsi yang masih tinggi diperkirakan

dapat meningkatkan inflasi dari kelompok inti

namun masih dapat terkendali.

96

KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

PRO

VIN

SI SU

LAW

ESI TE

NG

GA

RA

NO

VEM

BER 2

016

Halaman Ini Sengaja Dikosongkan

Administered

price

Salah satu disagregasi inflasi, yaitu untuk komoditas yang

perkembangan harganya diatur oleh pemerintah.

Andil inflasi Sumbangan perkembangan harga suatu komoditas/kelompok

barang/kota terhadap tingkat inflasi secara keseluruhan.

APBD Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. Rencana keuangan

tahunan pemerintah daerah yang dibahas dan disetujui bersama oleh

pemerintah daerah dan DPRD, dan ditetapkan dengan peraturan

daerah.

Bobot inflasi Besaran yang menunjukkan pengaruh suatu komoditas terhadap

tingkat inflasi secara keseluruhan, yang diperhitungkan dengan

melihat tingkat konsumsi masyarakat terhadap komoditas tersebut.

Dana

Perimbangan

Sumber pendapatan daerah yang berasal dari APBN untuk

mendukung pelaksanaan kewenangan pemerintah daerah dalam

mencapai tujuan pemberian otonomi daerah.

Dana Pihak

Ketiga (DPK)

Dana masyarakat (berupa tabungan, deposito, giro, dll) yang disimpan

di suatu bank.

Faktor

Fundamental

Faktor fundamental adalah faktor pendorong inflasi yang dapat

dipengaruhi oleh kebijakan moneter, yakni interaksi permintaan-

penawaran atau output gap, eksternal, serta ekspektasi inflasi

masyarakat

Faktor Non

Fundamental

Faktor non fundamental adalah faktor pendorong inflasi yang berada

di luar kewenangan otoritas moneter, yakni produksi maupun

distribusi bahan pangan (volatile foods), serta harga barang/jasa yang

ditentukan oleh pemerintah (administered price)

Feronikel Hasil olahan nikel mentah (ore nickel) dengan kadar antara 20-30%

Ni dan digunakan sebagai bahan baku pembuatan baja dan stainless

steel

Imported

inflation

Salah satu disagregasi inflasi, yaitu inflasi yang berasal dari pengaruh

perkembangan harga di luar negeri (eksternal)

Indeks

Ekspektasi

Konsumen

Salah satu pembentuk IKK. Indeks yang menunjukkan level keyakinan

konsumen terhadap ekspektasi kondisi ekonomi 6 bulan mendatang,

dengan skala 1---100.

Indeks Harga

Konsumen (IHK)

Sebuah indeks yang merupakan ukuran perubahan rata-rata harga

barang dan jasa yang dikonsumsi masyarakat pada suatu periode

tertentu.

Daftar

Istilah

KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

PRO

VIN

SI SU

LAW

ESI TE

NG

GA

RA

TRIW

ULA

N I 2

016

Indeks Kondisi

Ekonomi

Salah satu pembentuk IKK. Indeks yang menunjukkan level keyakinan

konsumen terhadap kondisi ekonomi saat ini, dengan skala 1---100.

Indeks

Keyakinan

Konsumen (IKK)

Indeks yang menunjukkan level keyakinan konsumen terhadap kondisi

ekonomi saat ini dan ekspektasi kondisi ekonomi enam bulan

mendatang, dengan skala 1---100.

Investasi Kegiatan meningkatkan nilai tambah suatu kegiatan produksi melalui

peningkatan modal.

Inflasi inti Inflasi inti adalah inflasi yang dipengaruhi oleh faktor fundamental

Liaison Kegiatan pengumpulan data/statistik dan informasi yang bersifat

kualitatif dan kuantitatif yang dilakukan secara periodik melalui

wawancara langsung kepada pelaku ekonomi mengenai

perkembangan dan arah kegiatan ekonomi dengan cara yang

sistematis dan didokumentasikan dalam bentuk laporan

Loan to Deposit

Ratio (LDR)

Ratio yang menunjukkan perbandingan antara jumlah pinjaman yang

disalurkan dengan dana pihak ke tiga yang dihimpun pada suatu

waktu tertentu.

Migas Minyak dan gas. Merupakan kelompok sektor industri yang mencakup

industri minyak dan gas.

Mtm Month to month. Perbandingan antara data satu bulan dengan bulan

sebelumnya.

NPI Nikcel Pig Iron. Hasil olahan ore nickel dengan kandungan 5-10% Ni.

Non Performing

Loan (NPL)

Besarnya jumlah kredit bermasalah pada suatu Bank dibanding

dengan total keseluruhan kreditnya

Omzet Nilai penjualan bruto yang diperoleh dari satu kali proses produksi.

PDRB Produk Domestik Regional Bruto. Pendapatan suatu daerah yang

mencerminkan hasil kegiatan ekonomi yang ada di suatu wilayah

tertentu.

Pendapatan Asli

Daerah (PAD)

Pendapatan yang diperoleh dari aktivitas ekonomi suatu daerah

seperti hasil pajak daerah, retribusi daerah, hasil perusahaan milik

daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah.

Perceived risk Persepsi risiko yang dimiliki oleh investor terhadap kondisi

perekonomian sebuah negara

Qtq Quarter to quarter. Perbandingan antara data satu triwulan dengan

triwulan sebelumnya.

Saldo Bersih Selisih antara persentase jumlah respondenyang memberikan jawaban

meningkat dengan persentase jumlah responden yang memberikan

jawaban menurun danmengabaikan jawaban sama .

KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

PRO

VIN

SI SU

LAW

ESI TE

NG

GA

RA

TRIW

ULA

N I 2

016

SBT Saldo Bersih Tertimbang. Nilai yang diperoleh dari hasil perkalian saldo

bersih sektor/subsektor yang bersangkutan dengan bobot

sektor/subsektor yang bersangkutan sebagai penimbangnya.

Sektor ekonomi

dominan

Sektor ekonomi yang mempunyai nilai tambah besar sehingga

mempunyai pengaruh dominan pada pembentukan PDRB secara

keseluruhan.

Volatile food Salah satu disagregasi inflasi, yaitu untuk komoditas yang

perkembangan harganya sangat bergejolak karena faktor-faktor

tertentu.

West Texas

Intermediate

Jenis minyak bumi yang menjadi acuan untuk transaksi perdagangan

minyak dunia.

Yoy Year on year. Perbandingan antara data satu tahun dengan tahun

sebelumnya.

KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

PRO

VIN

SI SU

LAW

ESI TE

NG

GA

RA

TRIW

ULA

N I 2

016

PENANGGUNG JAWAB

Dian Nugraha

([email protected])

KOORDINATOR PENYUSUN

Harisuddin

([email protected])

TIM PENULIS

Daniel Agus Prasetyo

([email protected])

Argo Hadianto

([email protected])

KONTRIBUTOR

Fungsi Data dan Statistik Ekonomi dan Keuangan

Fungsi Pelaksanaan Pengembangan UMKM

Fungsi Koordinasi dan Komunikasi Kebijakan

Unit Pengelolaan Uang Rupiah

KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA SULAWESI TENGGARA Tim Advisory dan Pengembangan Ekonomi

Fungsi Asesmen Ekonomi dan Surveilans

Jl. Sultan Hasanudin No. 150 Kendari

No. Telp. (0401) 3121655; No. Fax.(0401)3122718

Tim

Penyusun