provinsi sumatera selatan - bi.go.id · tabel 6.3 jumlah penduduk usia 15 tahun ke atas menurut...
TRANSCRIPT
KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Selatan
Kantor Bank Indonesia Palembang
Triwulan IV - 2010
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan
karunia-Nya ”Kajian Ekonomi Regional Provinsi Sumatera Selatan Triwulan IV 2010” dapat
dipublikasikan. Buku ini menyajikan berbagai informasi mengenai perkembangan beberapa
indikator perekonomian daerah khususnya bidang moneter, perbankan, sistem pembayaran,
dan keuangan daerah, yang selain digunakan untuk memenuhi kebutuhan internal Bank
Indonesia juga sebagai bahan informasi bagi pihak eksternal.
Selanjutnya kami mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah
memberikan data dan informasi yang diperlukan bagi penyusunan buku in i. Harapan kami,
hubungan kerja sama yang baik selama ini dapat terus berlanjut dan ditingkatkan lagi pada
masa yang akan datang. Kami juga mengharapkan masukan dari berbagai pihak guna lebih
meningkatkan kualitas buku kajian ini sehingga dapat memberikan manfaat yang lebih besar
bagi pihak-pihak yang berkepentingan.
Semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa melimpahkan berkah dan karunia-Nya
serta kemudahan kepada kita semua dalam upaya menyumbangkan pemikiran dalam
pengembangan ekonomi regional khususnya dan pengembangan ekonomi nasional pada
umumnya.
Palembang, Februari 2011
Ttd
Didy Laksmono R. Pemimpin
Daftar Isi
iii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI iii
DAFTAR TABEL vii
DAFTAR GRAFIK xi
INDIKATOR EKONOMI xv
RINGKASAN EKSEKUTIF 1
BAB 1 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL 7
1.1. Perkembangan Ekonomi Makro Regional Sisi Sektoral Secara Tahunan 7
1.1.1. Perkembangan Sisi Sektoral Triwulan IV 2010 7
Suplemen 1 KONDISI USAHA AKHIR TAHUN 2010 MEMBAIK, PROSPEK TAHUN 2011 CUKUP MENJANJIKAN 9
1.1.2. Perkembangan Sisi Sektoral Tahun 2010 13
1.2. Perkembangan Ekonomi Makro Regional Sisi Sektoral Secara Triwulanan 14
1.3. Perkembangan Ekonomi Makro Regional Sisi Penggunaan Secara Tahunan 21
1.3.1. Perkembangan Sisi Penggunaan Triwulan IV 2010 21
1.3.2. Perkembangan Sisi Penggunaan Tahun 2010 22
1.4. Perkembangan Ekonomi Makro Regional Sisi Penggunaan Secara Triwulanan 23
1.5. Struktur Ekonomi 24
Suplemen 2 PERLUNYA PERUBAHAN STRUKTURAL PADA PEREKONOMIAN SUMATERA SELATAN 25
1.6. Perkembangan Ekspor Impor 27
1.6.1. Perkembangan Ekspor 27
1.6.2. Perkembangan Impor 29
Daftar Isi
iv
Suplemen 3 KEYAKINAN KONSUMEN PALEMBANG KEMBALI MENURUN; EKSPEKTASI KONSUMEN DI AKHIR PERIODE SEDIKIT MENINGKAT 31
BAB 2 PERKEMBANGAN INFLASI PALEMBANG 35
2.1. Inflasi Tahunan 35
Suplemen 4 HARGA-HARGA KELOMPOK CORE MULAI MENGIKUTI GEJOLAK HARGA VOLATILE FOODS 37
Suplemen 5 RINGKASAN PENELITIAN: PERSISTENSI INFLASI KOTA PALEMBANG 41
Suplemen 6 REALISASI INFLASI PALEMBANG BERADA PADA RANGE SETIAP TRIWULAN PADA TAHUN 2010 44
2.2. Inflasi Bulanan 46
Suplemen 7 ANOMALI IKLIM MEMICU INFLASI 47
Suplemen 8 GANGGUAN PASOKAN PICU KENAIKAN HARGA CABE DI PALEMBANG 52
BAB 3 PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH 53
3.1. Kondisi Umum 53
3.2. Kelembagaan 54
3.3. Penghimpunan Dana Pihak Ketiga (DPK) 54
3.3.1. Penghimpunan DPK 54
3.3.2. Penghimpunan DPK Menurut Kabupaten/Kota 55
3.4. Penyaluran Kredit/Pembiayaan 56
3.4.1. Penyaluran Kredit/Pembiayaan Secara Sektoral 56
3.4.2. Penyaluran Kredit/Pembiayaan Menurut Penggunaan 58
3.4.3. Penyaluran Kredit/Pembiayaan Menurut Kabupaten 59
3.4.4. Penyaluran Kredit/Pembiayaan Mikro Kecil Menengah (MKM) 60
Daftar Isi
v
3.5. Perkembangan Suku Bunga Bank Umum Konvensional di Sumatera Selatan 61
3.5.1. Perkembangan Suku Bunga Simpanan 62
3.5.2. Perkembangan Suku Bunga Pinjaman 62
3.5.3. Perkembangan Spread Suku Bunga 63
3.6. Kualitas Penyaluran Kredit/Pembiayaan 64
3.7. Rentabilitas Perbankan 65
3.8. Kelonggaran Tarik 65
3.9. Risiko Likuiditas 66
3.10. Perkembangan Bank Umum Syariah 67
3.11. Perkembangan Bank Perkreditan Rakyat 68
Suplemen 9 VARIASI PERTUMBUHAN DANA PIHAK KETIGA (DPK) PERBANKAN SEBAGAI PENDEKATAN TERHADAP PERBEDAAN KARAKTERISTIK WILAYAH DI SUMATERA SELATAN 70
BAB 4 PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH 73
4.1. Realisasi APBD Sumatera Selatan Tahun 2010 73
4.2. APBD Sumatera Selatan Tahun 2011 76
4.3. Realisasi Penerimaan Pajak Sumatera Selatan 78
BAB 5 PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN 81
5.1. Perkembangan Kliring dan Real Time Gross Settlement (RTGS) 81
5.1.1. Perkembangan Kliring dan RTGS Triwulan IV 2010 81
5.1.2. Perkembangan Kliring dan RTGS Tahun 2010 84
5.2. Perkembangan Perkasan 85
5.2.1. Perkembangan Perkasan Triwulan IV 2010 85
5.2.2. Perkembangan Perkasan Tahun 2010 87
5.2.3. Aliran Perkasan Berdasarkan Denominasi 87
5.3. Perkembangan Kas Titipan Lubuk Linggau 90
BAB 6 PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAERAH DAN KESEJAHTERAAN 91
6.1. Ketenagakerjaan 91
6.2. Pengangguran 93
Daftar Isi
vi
6.3. Tingkat Kemiskinan 94
6.4. Nilai Tukar Petani 96
6.5. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) 98
6.6. Upah Minimum Provinsi (UMP) Sumatera Selatan Tahun 2011 99
6.7. Indikator Kesejahteraan Masyarakat Berdasarkan Survei Konsumen 100
6.7.1. Indikator Ketenagakerjaan 100
6.7.2. Indikator Penghasilan 101
6.7.3. Indikator Beban Angsuran Pinjaman 102
BAB 7 OUTLOOK PERTUMBUHAN EKONOMI DAN INFLASI DAERAH 103
7.1. Pertumbuhan Ekonomi 103
Suplemen 10 PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI SUMATERA SELATAN TAHUN 2011 107
7.2. Inflasi 109
Suplemen 11 PROYEKSI INFLASI KOTA PALEMBANG TAHUN 2011 111
7.3. Perbankan 113
Suplemen 12 PROSPEK PERMINTAAN CPO TAHUN 2011 115
DAFTAR ISTILAH
Daftar Tabel
vii
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Laju Pertumbuhan Tahunan (yoy) Sektoral PDRB Provinsi Sumatera Selatan ADHK 2000 (%) 8
Tabel 1.2 Laju Pertumbuhan Tahunan Kumulatif (yoy) Sektoral PDRB Provinsi Sumatera Selatan ADHK 2000 (%) 13
Tabel 1.3 Laju Pertumbuhan Triwulanan (qtq) Sektoral PDRB Provinsi Sumatera Selatan ADHK 2000 (%) 15
Tabel 1.4 Realisasi Luas Tanam (LT) dan Luas Panen (LP) Padi Provinsi Sumatera Selatan (dalam Ha) 16
Tabel 1.5 Pertumbuhan Ekonomi Tahunan (yoy) Provinsi Sumatera Selatan ADHK 2000 menurut Penggunaan Tahun 2009-2010 (%) 21
Tabel 1.6 Pertumbuhan Ekonomi Tahunan Kumulatif (yoy) Provinsi Sumatera Selatan ADHK 2000 menurut Penggunaan Tahun 2009-2010 (%) 22
Tabel 1.7 Pertumbuhan Ekonomi Triwulanan (qtq) Provinsi Sumatera Selatan ADHK 2000 menurut Penggunaan Tahun 2009-2010 (%) 24
Tabel 1.8 Struktur Ekonomi Sektoral Provinsi Sumatera Selatan (%) 26
Tabel 1.9 Struktur Ekonomi Penggunaan Provinsi Sumatera Selatan (%) 26
Tabel 1.10 Perkembangan Nilai Ekspor Komoditas Utama Provinsi Sumatera Selatan (USD) 27
Tabel 1.11 Perkembangan Bulanan Nilai Ekspor Komoditas Utama Provinsi Sumatera Selatan (USD Juta) 27
Tabel 1.12 Perkembangan Nilai Impor Komoditas Pilihan Provinsi Sumatera Selatan (USD) 29
Tabel 1.13 Perkembangan Bulanan Nilai Impor Komoditas Pilihan Provinsi Sumatera Selatan (USD Juta) 29
Tabel 3.1 Pertumbuhan DPK Perbankan per Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Selatan (dalam Rp Juta) 56
Tabel 3.2 Perkembangan Kredit Sektoral Provinsi Sumatera Selatan (Rp Juta) 57
Tabel 3.3 Perkembangan Penyaluran Kredit/Pembiayaan Perbankan per Wilayah di Provinsi Sumatera Selatan (dalam Rp Juta) 59
Tabel 3.4 Indikator Kinerja Perbankan terkait Laba Triwulan IV 2010 65
Tabel 3.5 Perkembangan Bank Umum Syariah di Sumatera Selatan (Rp Juta) 67
Tabel 4.1 Realisasi APBD Sumsel Tahun 2010 (Rp Miliar) 74
Tabel 4.2 Realisasi APBD Sumsel Tahun 2009 dan Tahun 2010 (Rp Miliar) 75
Tabel 4.3 APBD Sumsel Tahun 2010 & Tahun 2011 76
Tabel 4.4 APBD Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2011 (Rp Miliar) 77
Daftar Tabel
viii
Tabel 5.1 Perputaran Cek dan Bilyet Giro Kosong Provinsi Sumatera Selatan 83
Tabel 5.2 Perputaran Cek dan Bilyet Giro Kosong Tahunan Provinsi Sumatera Selatan 85
Tabel 5.3 Kegiatan Perkasan di Sumsel (Rp Miliar) 85
Tabel 5.4 Kegiatan Perkasan Tahunan di Sumsel (Rp Miliar) 87
Tabel 5.5 Pangsa Inflow Sumatera Selatan Berdasarkan Denominasi 88
Tabel 5.6 Pangsa Outflow Sumatera Selatan Berdasarkan Denominasi 88
Tabel 5.7 Perkembangan Kas Titipan Lubuk Linggau (Rp Miliar) 90
Tabel 6.1 Jumlah Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas Yang Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama, Februari 2009 - Agustus 2010 91
Tabel 6.2 Jumlah Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas Yang Bekerja Menurut Status Pekerjaan, Februari 2009 - Agustus 2010 92
Tabel 6.3 Jumlah Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas Menurut Kegiatan, Februari 2009 - Agustus 2010 93
Tabel 6.4 Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Sumatera Selatan Tahun 1993-2010 94
Tabel 6.5 Garis Kemiskinan, Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Menurut Daerah, Maret 2008 – Maret 2010 95
Tabel 6.6 Garis Kemiskinan Makanan dan Bukan Makanan di Sumsel Menurut Daerah, Maret 2009 – Maret 2010 96
Tabel 6.7 Rata-rata Indeks Konsumsi Rumah Tangga Petani di Sumatera Selatan 97
Tabel 6.8 Rata-rata Indeks Biaya Produksi dan Penambahan Modal Petani 97
Tabel 6.9 IPM Provinsi di Indonesia Tahun 2007-2009 98
Tabel 6.10 IPM Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2007-2009 99
Tabel 6.11 UMP Berdasarkan Sektor Ekonomi di Sumatera Selatan Tahun 2011 100
Tabel 6.12 Pendapat Konsumen Terhadap Ketersediaan Lapangan Pekerjaan Saat Ini Berdasarkan Kelompok Pengeluaran Responden per Bulan 100
Tabel 6.13 Pendapat Konsumen Terhadap Ketersediaan Lapangan Pekerjaan 6 Bulan YAD Berdasarkan Kelompok Pengeluaran Responden per Bulan 101
Tabel 6.14 Pendapat Konsumen Terhadap Penghasilan Saat Ini Berdasarkan Kelompok Pengeluaran Responden per Bulan 101
Tabel 6.15 Pendapat Konsumen Terhadap Penghasilan 6 Bulan YAD Berdasarkan Kelompok Pengeluaran Responden per Bulan 101
Tabel 6.16 Pendapat Konsumen Terhadap Beban Angsuran Pinjaman Terhadap Pendapatan Saat Ini Berdasarkan Kelompok Pengeluaran Responden per Bulan 102
Daftar Tabel
ix
Tabel 6.17 Pendapat Konsumen Terhadap Beban Angsuran Pinjaman Terhadap Pendapatan 6 Bulan YAD Berdasarkan Kelompok Pengeluaran Responden per Bulan 102
Tabel 7.1 Resume Leading Economic Indicator Provinsi Sumsel Triwulan IV 2010 104
Tabel 7.2 Proporsi Ekspor Sumatera Selatan dan Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Negara Tujuan Tahun 2010 dan 2011 (dalam persentase) 106
Tabel 7.3 Prediksi Beberapa Indikator Perekonomian pada Triwulan I 2011 114
Daftar Grafik
xi
DAFTAR GRAFIK
Grafik 1.1 PDRB dan Laju Pertumbuhan Tahunan PDRB Provinsi Sumsel ADHK 2000 7
Grafik 1.2 Perkembangan Penyaluran Kredit Konstruksi 11
Grafik 1.3 Perkembangan Jumlah Pelanggan dan Penjualan Air Bersih 12
Grafik 1.4 Perkembangan Lifting Minyak Bumi Provinsi Sumsel 12
Grafik 1.5 PDRB dan Laju Pertumbuhan Triwulanan PDRB Provinsi Sumsel ADHK 2000 14
Grafik 1.6 Kontribusi Sektor Ekonomi PDRB Provinsi Sumatera Selatan Triwulan IV 2010 15
Grafik 1.7 Perkembangan Curah Hujan di Sumatera Selatan 16
Grafik 1.8 Perkembangan Harga Tandan Buah Segar di Sumatera Selatan 16
Grafik 1.9 Perkembangan Harga Batu Bara di Pasar Internasional 17
Grafik 1.10 Perkembangan Harga Minyak Bumi di Pasar Internasional 17
Grafik 1.11 Perkembangan Penjualan LPG 18
Grafik 1.12 Perkembangan Konsumsi Listrik Total dan Sektor Rumah Tangga 18
Grafik 1.13 Perkembangan Konsumsi Listrik Sektor Sosial dan Pemerintah 18
Grafik 1.14 Perkembangan Konsumsi Listrik Sektor Bisnis dan Industri 18
Grafik 1.15 Perkembangan Harga Karet di Pasar Internasional 19
Grafik 1.16 Perkembangan Harga CPO di Pasar Internasional 19
Grafik 1.17 Perkembangan Konsumsi Semen 20
Grafik 1.18 Perkembangan Penumpang Angkutan Udara 20
Grafik 1.19 Perkembangan Penumpang Angkutan Laut Pelabuhan Boom Baru Provinsi Sumsel 20
Grafik 1.20 Perkembangan Indeks Ketepatan Waktu Pembelian (Konsumsi) Barang Tahan Lama 22
Grafik 1.21 Perkembangan Nilai Tukar Rupiah Terhadap US Dollar 23
Grafik 1.22 Perkembangan Konsumsi BBM di Provinsi Sumsel 23
Grafik 1.23 Struktur Ekonomi Provinsi Sumatera Selatan 24
Grafik 1.24 Perkembangan Net Ekspor Provinsi Sumatera Selatan 26
Grafik 1.25 Perkembangan Nilai Ekspor Provinsi Sumatera Selatan 28
Grafik 1.26 Perkembangan Volume Ekspor Provinsi Sumatera Selatan 28
Grafik 1.27 Perkembangan Ekspor Provinsi Sumatera Selatan Berdasarkan Negara Tujuan 28
Daftar Grafik
xii
Grafik 1.28 Pangsa Ekspor Provinsi Sumatera Selatan Berdasarkan Negara Tujuan Sep 10 - Nov 10 28
Grafik 1.29 Perkembangan Nilai Impor Provinsi Sumatera Selatan 30
Grafik 1.30 Perkembangan Volume Impor Provinsi Sumatera Selatan 30
Grafik 1.31 Perkembangan Impor Provinsi Sumatera Selatan Berdasarkan Negara Asal 30
Grafik 1.32 Pangsa Impor Provinsi Sumatera Selatan Berdasarkan Negara Asal Sep 10 - Nov 10 30
Grafik 2.1 Perkembangan Inflasi Tahunan Palembang 35
Grafik 2.2 Inflasi Tahunan Kota Palembang per Kelompok Pengeluaran Triwulan IV 2010 35
Grafik 2.3 Perkembangan Harga Komoditas Strategis di Pasar Internasional 36
Grafik 2.4 Perkembangan Inflasi Tahunan per Kelompok Barang dan Jasa di Palembang 40
Grafik 2.5 Kontribusi Inflasi Tahunan 43
Grafik 2.6 Disagregasi Inflasi Tahunan: Core, Volatile Foods, Administered Prices 43
Grafik 2.7 Perbandingan Inflasi Tahunan Palembang dan Nasional 43
Grafik 2.8 Perkembangan Inflasi Bulanan Palembang 46
Grafik 2.9 Perkembangan Inflasi Bulanan Palembang per Kelompok Barang dan Jasa 48
Grafik 2.10 Kontribusi Inflasi Bulanan 49
Grafik 2.11 Disagregasi Inflasi Bulanan: Core, Volatile Foods, Administered Prices 49
Grafik 2.12 Event Analysis Inflasi Kota Palembang Desember 2009 - Desember 2010 50
Grafik 2.13 Perbandingan Inflasi Bulanan dan Ekspektasi Harga Konsumen 3 Bulan YAD 51
Grafik 2.14 Perbandingan Inflasi Bulanan Palembang dan Nasional 51
Grafik 3.1 Perkembangan Aset, DPK, dan Kredit Perbankan Provinsi Sumatera Selatan 53
Grafik 3.2 Jumlah Kantor Bank dan ATM di Provinsi Sumatera Selatan 54
Grafik 3.3 Pertumbuhan DPK Perbankan di Provinsi Sumatera Selatan 55
Grafik 3.4 Komposisi DPK Perbankan Triwulan IV 2010 di Provinsi Sumatera Selatan 55
Grafik 3.5 Pangsa Penyaluran Kredit Sektoral Provinsi Sumatera Selatan Triwulan VI 2010 58
Grafik 3.6 Pertumbuhan Kredit Menurut Penggunaan Provinsi Sumatera Selatan 58
Daftar Grafik
xiii
Grafik 3.7 Pangsa Penyaluran Kredit/Pembiayaan Menurut Penggunaan Provinsi Sumsel Triwulan IV 2010 58
Grafik 3.8 Komposisi Penyaluran Kredit Perbankan Provinsi Sumatera Selatan Triwulan IV 2010 Berdasarkan Wilayah 60
Grafik 3.9 Penyaluran Kredit MKM Perbankan Provinsi Sumatera Selatan Menurut Penggunaan 61
Grafik 3.10 Penyaluran Kredit MKM Menurut Plafond Kredit 61
Grafik 3.11 Perkembangan Suku Bunga Simpanan Sumatera Selatan 62
Grafik 3.12 Perkembangan Suku Bunga Pinjaman Sumatera Selatan 63
Grafik 3.13 Perkembangan Spread Suku Bunga Sumatera Selatan 63
Grafik 3.14 Perkembangan NPL Perbankan Sumatera Selatan 64
Grafik 3.15 Perkembangan NPL Menurut Kelompok Bank 64
Grafik 3.16 Komposisi NPL Bank Umum Konvensional Menurut Sektor Ekonomi Triwulan IV 2010 64
Grafik 3.17 Perkembangan Undisbursed Loan Perbankan Sumatera Selatan 66
Grafik 3.18 Perkembangan Risiko Likuiditas Perbankan Sumatera Selatan 66
Grafik 3.19 Perkembangan Aset, DPK, dan Kredit Bank Perkreditan Rakyat di Provinsi Sumatera Selatan 68
Grafik 3.20 Perkembangan Rasio Likuiditas Bank Perkreditan Rakyat di Provinsi Sumatera Selatan 68
Grafik 4.1 Perbandingan Komponen Sisi Pendapatan Realisasi APBD Sumsel Tahun 2010 75
Grafik 4.2 Perbandingan Komponen Sisi Pengeluaran Realisasi APBD Sumsel Tahun 2010 75
Grafik 4.3 Perkembangan Penerimaan PPh Orang Pribadi Sumatera Selatan 79
Grafik 4.4 Perkembangan Penerimaan PPh Pasal 21 Sumatera Selatan 79
Grafik 4.5 Perkembangan Penerimaan PBB Sumatera Selatan 79
Grafik 4.6 Perkembangan Penerimaan BPHTB Sumatera Selatan 79
Grafik 5.1 Perkembangan Kliring Sumsel 81
Grafik 5.2 Perkembangan RTGS Sumsel 82
Grafik 5.3 Perkembangan Perputaran Kliring dan Hari Kerja 82
Grafik 5.4 Perkembangan Bulanan Perputaran Kliring Sumsel 83
Grafik 5.5 Perkembangan Jumlah Cek dan Bilyet Giro Kosong Sumsel 83
Grafik 5.6 Perkembangan Kliring Tahunan Sumsel 84
Grafik 5.7 Perkembangan RTGS Tahunan Sumsel 84
Grafik 5.8 Perkembangan Kegiatan Perkasan Sumsel 2009-2010 86
Daftar Grafik
xiv
Grafik 5.9 Perkembangan Penarikan Uang Lusuh oleh KBI Palembang 86
Grafik 5.10 Perkembangan Penarikan Uang Lusuh Tahunan oleh KBI Palembang 86
Grafik 5.11 Perkembangan Inflow Berdasarkan Denominasi Uang Kertas 89
Grafik 5.12 Perkembangan Outflow Berdasarkan Denominasi Uang Kertas 89
Grafik 5.13 Perkembangan Inflow Berdasarkan Denominasi Uang Logam 89
Grafik 5.14 Perkembangan Outflow Berdasarkan Denominasi Uang Logam 89
Grafik 5.15 Perkembangan Bulanan Kas Titipan Lubuk Linggau Tahun 2009-2010 90
Grafik 6.1 Indeks Harga yang diterima, Indeks Harga yang dibayar dan Nilai Tukar Petani 96
Grafik 6.2 Perkembangan Rata-rata Nilai Tukar Petani Sumsel dan Harga Komoditas Unggulan di Pasar Dunia 97
Grafik 7.1 Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Sumatera Selatan 103
Grafik 7.2 Proyeksi Inflasi Tahunan Sumatera Selatan 109
IV/10 RINGKASAN EKSEKUTIF Kajian Ekonomi Regional Sumatera Selatan
Abstraksi
Perekonomian Provinsi Sumatera Selatan pada triwulan IV 2010 tumbuh tinggi walaupun dibayangi anomali cuaca. Pertumbuhan ekonomi terakselerasi dibandingkan periode sebelumnya, didorong oleh tingginya harga komoditas unggulan. Efek anomali cuaca yang terjadi relatif rendah pada kuantitas produksi tanaman perkebunan yang merupakan keunggulan daerah. Anomali cuaca lebih berdampak pada meningkatnya inflasi karena tekanan pada produksi tanaman bahan pangan dan menipisnya pasokan pangan, yang terindikasi oleh tingginya inflasi volatile foods dan bahan makanan. Selain itu, core inflation mulai meningkat didongkrak oleh kenaikan biaya. Peran fiskal terindikasi cenderung lebih kontraktif terhadap perekonomian dibandingkan tahun sebelumnya karena melebarnya surplus fiskal. Di sisi lain, dunia perbankan masih tumbuh baik dari sisi penghimpunan dana maupun penyaluran kredit, diiringi dengan menyempitnya spread suku bunga. Intensnya transaksi sistem pembayaran baik tunai maupun non tunai mengkonfirmasi tingginya aktivitas perekonomian.
Pada triwulan I 2011, perekonomian diperkirakan akan terkendala oleh kenaikan biaya energi. Pertumbuhan ekonomi secara tahunan akan melambat. Selain dipengaruhi oleh faktor teknikal, pertumbuhan ekonomi diperkirakan akan banyak terkendala oleh kenaikan biaya energi baik secara langsung maupun tidak langsung. Di sisi lain, investasi yang berasal dari pemerintah dan swasta diperkirakan mulai terealisasi, salah satunya untuk membangun fasilitas Sea Games 2011. Tekanan inflasi akan terpengaruh oleh kenaikan harga energi dan kenaikan harga pangan di nasional dan global walaupun curah hujan di wilayah Sumatera Selatan diharapkan berangsur normal. Perbankan diperkirakan tumbuh konstan karena tetap terjaganya kondisi finansial secara makro dan prospek perekonomian. Frekuensi dan nilai transaksi tunai maupun non tunai diprediksi akan tinggi ditopang oleh permintaan domestik yang tetap kuat.
Ringkasan Eksekutif
2
Laju pertumbuhan ekonomi Sumatera Selatan (Sumsel) secara tahunan pada triwulan IV 2010 sebesar 6,0% (yoy), lebih baik dibandingkan dengan kondisi triwulan sebelumnya yang mencetak pertumbuhan sebesar 5,3% (yoy). Secara kumulatif, pertumbuhan ekonomi Sumatera Selatan pada tahun 2010 tercatat sebesar 5,4% (yoy) tidak jauh berbeda sebagaimana telah diproyeksikan pada laporan triwulan III 2010 pada kisaran 5,5 ± 1%, lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi pada tahun sebelumnya yang hanya mencapai 4,1% (yoy).
Membaiknya perekonomian secara global telah mendorong meningkatnya permintaan dunia terhadap komoditas primer. Sebagai daerah yang mengandalkan komoditas primer sebagai penopang perekonomian, kondisi tersebut berdampak positif pada meningkatnya kesejahteraan masyarakat dan pengembangan usaha di sektor terkait. Kendati demikian, terdapat beberapa faktor yang masih menjadi kendala dalam peningkatan kinerja sektor unggulan, yakni: (i) faktor cuaca yang kurang mendukung, yakni curah hujan yang tinggi, dan (ii) keterbatasan bahan baku karena terbatasnya produksi maupun meningkatnya persaingan dalam memperoleh bahan baku.
Kinerja dunia usaha pada triwulan IV 2010 secara umum menunjukkan peningkatan dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Peningkatan kinerja tersebut terjadi pada semua sektor ekonomi yang didorong oleh terus membaiknya harga komoditas primer seperti sawit, karet dan batu bara. Selain itu, tingkat suku bunga kredit terutama KPR yang relatif menurun dibanding tahun sebelumnya mendukung peningkatan kinerja di sektor bangunan.
Tingkat Keyakinan Konsumen Palembang terhadap kondisi perekonomian selama triwulan IV 2010 secara umum mengalami penurunan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Namun demikian, tingkat keyakinan masih berada pada level optimis kecuali Indeks Keyakinan Ekonomi Saat Ini (IKESI) yang pada triwulan ini turun ke level pesimis dengan nilai indeks sebesar 98,04. Rata-rata Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) pada periode laporan mencapai 104,28, sedikit menurun dibandingkan dengan kondisi triwulan sebelumnya yang mencapai 114,09. Demikian pula dengan rata-rata Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK) yang sedikit menurun dari sebesar 119,96 pada triwulan sebelumnya menjadi 110,52.
Kinerja perekonomian triwulan IV 2010 berdasarkan komponen sektoral ditandai dengan pertumbuhan tahunan tertinggi pada sektor pengangkutan dan komunikasi yakni sebesar 12,2% (yoy) dengan andil terhadap laju PDRB sebesar 0,7%. Adapun sektor ekonomi yang memberikan andil yang paling tinggi adalah sektor perdagangan, hotel,
Ringkasan Eksekutif
3
dan restoran yang memberikan sumbangan terhadap laju pertumbuhan ekonomi sebesar 1,1%.
Pertumbuhan ekonomi tahun 2010 dari sisi penggunaan masih didominasi oleh konsumsi, terutama konsumsi rumah tangga. Walaupun demikian, pertumbuhan konsumsi tercatat mengalami perlambatan dibanding kinerja tahun sebelumnya. Pada tahun 2010 peningkatan konsumsi tercatat sebesar 6,0% (yoy), sementara tahun sebelumnya mencapai 6,5% (yoy).
Nilai ekspor selama tiga bulan terakhir (September - November 2010) meningkat sebesar 101,76% (yoy). Berdasarkan komoditas, pangsa nilai ekspor terbesar masih didominasi oleh komoditas karet dengan pangsa sebesar 72,16%. Berdasarkan negara tujuan ekspor, ekspor ke Cina pada triwulan ini tercatat paling tinggi dengan pangsa sebesar 28,61%. Nilai impor periode September - November 2010 tercatat meningkat sebesar 36,08% (yoy), terkait dengan meningkatnya impor mesin industri tertentu yang banyak digunakan dalam menunjang kegiatan sektor industri pengolahan. Pangsa negara asal impor terbesar pada periode ini masih didominasi negara Jerman yakni sebesar 41,37%.
Inflasi tahunan kota Palembang pada triwulan IV 2010 sebesar 6,02% (yoy), atau meningkat dibandingkan dengan inflasi tahunan pada triwulan sebelumnya yang sebesar 4,57% (yoy). Tekanan inflasi terutama terjadi pada triwulan IV, dan lebih tinggi dibanding triwulan IV 2009 yang tercatat sebesar 1,85% (yoy). Kendati demikian, kenaikan inflasi tahun ini masih dalam kisaran proyeksi Bank Indonesia Palembang untuk akhir tahun 2010 yang sebesar 5,24±1%.
Tekanan inflasi tahunan utamanya bersumber dari kenaikan harga pangan yang disebabkan oleh berkurangnya pasokan dan produksi komoditas tersebut akibat adanya anomali cuaca. Selain itu, peningkatan harga jual beberapa jenis barang dan meningkatnya ekspektasi inflasi secara umum yang disebabkan oleh kenaikan tarif listrik yang terjadi pada periode sebelumnya juga menjadi faktor pemicu. Kelompok bahan makanan berkontribusi sebesar 57% pada inflasi tahunan Desember 2010.
Berdasarkan data BMKG, rata-rata curah hujan per bulan pada 2010 sangat tinggi, yaitu sekitar 30% lebih tinggi d ibandingkan rata-rata curah hujan selama kurun waktu 2007-2009. Rata-rata curah hujan pada musim kemarau di tahun 2010 lebih tinggi 70% dari rata-rata curah hujan pada musim kemarau selama 2007-2009. Hal ini tentunya berpengaruh terhadap produksi pertanian, dan mengganggu kualitas hasil pertanian di Sumatera Selatan.
Ringkasan Eksekutif
4
Inflasi pada triwulan IV 2010 lebih banyak dipengaruhi oleh komponen core inflation. Core inflation bulanan masih relatif terkendali di kisaran yang rendah. Komponen volatile foods mengalami perubahan harga yang semakin bergejolak dibandingkan tren pada dua tahun terakhir, mengalami inflasi 3,2% (mtm) pada bulan Desember 2010.
Dari hasil Survei Pemantauan Harga (SPH) yang dilakukan KBI Palembang secara mingguan pada dua pasar modern dan dua pasar tradisional di Palembang, secara umum terjadi tendensi peningkatan harga barang/komoditas sebesar 7,22% dibandingkan posisi triwulan sebelumnya.
Pola pergerakan harga antara beberapa komoditas secara umum meningkat. Untuk komponen volatile foods, harga beras, minyak goreng dan cabe merah mengalami tendensi peningkatan Di sisi lain, daging ayam mengalami penurunan harga. Sementara itu, harga beberapa komoditas yang termasuk komponen core inflation mengalami peningkatan. Harga nasi dan mie mengalami peningkatan. Selain itu, harga emas perhiasan juga meningkat.
Secara umum, kinerja perbankan di Sumsel pada triwulan IV 2010 (November 2010) dari beberapa indikator seperti total aset, penghimpunan dana dan penyaluran kredit/pembiayaan mengalami peningkatan seiring dengan baiknya kondisi perekonomian dan naiknya harga komoditas unggulan. Selama tahun 2010, penyaluran kredit tumbuh lebih cepat dibandingkan penghimpunan DPK.
Pendapatan daerah Sumsel pada tahun 2010 (November) terealisasi sebesar Rp2.708,58 miliar atau mencapai 84,36% dari total anggaran yang sebesar Rp3.210,71 miliar. Sementara itu, total realisasi belanja daerah mencapai Rp2.414,44 miliar atau sebesar 69,33% dari anggaran sebesar Rp3.482,54 miliar. Realisasi belanja maupun pendapatan daerah sampai dengan November 2010 tercatat lebih rendah dibandingkan pencapaian pada tahun sebelumnya. Selisih antara realisasi pendapatan dan belanja pada tahun 2010 ini lebih rendah dibandingkan tahun 2009, yang mengindikasikan bahwa peran fiskal dalam perekonomian cenderung lebih kontraktif terhadap perekonomian dibandingkan tahun sebelumnya.
Perputaran kliring di Sumsel pada triwulan IV 2010 menunjukkan peningkatan dari sisi nominal d ibandingkan triwulan sebelumnya. Dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya, perkembangan kliring tercatat mengalami peningkatan. Meningkatnya kegiatan kliring dan RTGS dibandingkan triwulan sebelumnya salah satunya erat kaitannya dengan meningkatnya pengeluaran pemerintah
Ringkasan Eksekutif
5
di akhir tahun. Kegiatan perkasan di Palembang pada triwulan IV 2010 mencatat inflow sebesar Rp1,75 triliun, naik 8,10% (yoy) dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.
Pertumbuhan ekonomi Provinsi Sumatera Selatan pada triwulan I 2011 diprediksi tinggi, namun melambat dibandingkan triwulan sebelumnya. Walaupun terdapat pembangunan konstruksi terkait penyelenggaraan Sea Games 2011 dan tingginya harga komoditas di pasar internasional, terdapat beberapa faktor risiko dari sisi suplai, yaitu yang muncul dari meningkatnya tarif listrik, pembatasan subsidi BBM di pulau Jawa, dan kenaikan harga minyak di pasar internasional. Secara musiman, Produk Domestik Regional Bruto perekonomian pada triwulan I 2011 hanya akan sedikit mengalami peningkatan dibandingkan triwulan IV 2010. Pertumbuhan ekonomi Sumatera Selatan triwulan I 2011 diperkirakan akan melambat, yang juga disebabkan oleh faktor teknikal. Berdasarkan data historis, kondisi ekonomi terkini, dan prediksi shock yang akan terjadi di masa depan, diperkirakan pertumbuhan ekonomi tahunan (yoy) pada triwulan I 2011 akan berada pada kisaran 5,5 ± 1%. Di sisi lain, secara triwulanan (qtq) pertumbuhan ekonomi diperkirakan akan sedikit tumbuh di kisaran 0,2 ± 1%.
Proyeksi pertumbuhan ekonomi negara tujuan ekspor Sumatera Selatan untuk tahun 2011 secara umum menurun dibandingkan 2010. Penurunan volume perdagangan dunia dibandingkan tahun sebelumnya diperkirakan terjadi yang disebabkan oleh adanya penurunan pengeluaran pemerintah dan penurunan jumlah uang beredar di negara maju dibandingkan tahun sebelumnya. Hal ini akan turut menurunkan permintaan barang baku yang berasal dari negara berkembang, sehingga kemudian ikut menurunkan pertumbuhan ekonomi di negara berkembang.
Inflasi tahunan diperkirakan akan mengalami peningkatan, yang didorong oleh masih berlanjutnya excess demand pangan karena adanya anomali cuaca, serta dampak lanjutan kenaikan tarif listrik melalui peningkatan harga jual. Berdasarkan proyeksi dan dengan mempertimbangkan perkembangan harga serta determinan utama inflasi di Sumatera Selatan, maka diperkirakan inflasi tahunan (yoy) pada triwulan I 2010 akan meningkat menjadi 6,92±0,5%, sedangkan inflasi triwulanan (qtq) diperkirakan akan meningkat menjadi 1,43±0,5%.
Ekspektasi inflasi masyarakat ke depan adalah meningkat, yang ditunjukkan oleh hasil Survei Konsumen dimana sebagian besar responden berpendapat bahwa akan terjadi kenaikan harga. Ekspektasi inflasi juga dapat dipengaruhi oleh inflasi akhir tahun 2010 yang cukup tinggi akibat lonjakan harga cabe merah. Selain itu, rencana
Ringkasan Eksekutif
6
pembatasan BBM bersubsidi di Jabodetabek juga dapat meningkatkan ekspektasi inflasi, termasuk dari kenaikan penentuan harga jual barang dan jasa atas produk-produk yang berasal dari Pulau Jawa.
Kinerja perbankan pada triwulan I 2011 diproyeksikan akan relatif konstan dibandingkan triwulan IV 2010, baik dari sisi penghimpunan dana pihak ketiga maupun penyaluran kredit, namun secara tahunan diperkirakan akan mengalami peningkatan pada tingkat yang moderat. Berdasarkan proyeksi teknikal dan judgment, diperkirakan pertumbuhan kredit pada triwulan I 2011 hanya akan cenderung konstan dari triwulan sebelumnya, yaitu berada di kisaran 3,2% ± 1% (qtq). Tingkat Non Performing Loan (NPL) diprediksi tidak akan mengalami peningkatan berarti. Walaupun kemampuan membayar debitur sedikit berkurang karena turunnya margin pasca naiknya biaya energi, namun hal tersebut diperkirakan hanya akan bersifat temporer, sehingga tingkat NPL tetap rendah.
Grafik 1.1 PDRB dan Laju Pertumbuhan Tahunan PDRB
Provinsi Sumsel ADHK 2000
Sumber: BPS Provinsi S umatera Selatan, diolah
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL
• Laju pertumbuhan ekonomi Sumsel triwulan IV 2010 sebesar 6,0% (yoy) ditopang oleh kinerja positif sektor perdagangan, hotel, dan restoran, serta meningkatnya konsumsi secara umum.
• Pertumbuhan ekonomi tahun 2010 sebesar 5,4% (yoy) yang ditandai dengan semakin dominannya sektor industri pengolahan dalam menopang perekonomian.
1.1. Perkembangan Ekonomi Makro Regional Sisi Sektoral Secara Tahunan
1.1.1. Perkembangan Sisi Sektoral Triwulan IV 2010
Laju pertumbuhan ekonomi Sumatera Selatan (Sumsel) secara tahunan pada triwulan IV
2010 sebesar 6,0% (yoy), lebih baik dibandingkan dengan kondisi triwulan sebelumnya
yang mencetak pertumbuhan sebesar 5,3% (yoy).
Produk Domestik Regional Bruto
(PDRB) Provinsi Sumsel Atas Dasar Harga
Konstan (ADHK) 2000 pada triwulan ini
mencapai Rp16,0 triliun, lebih tinggi
dibandingkan PDRB periode yang sama
pada tahun sebelumnya yang tercatat
sebesar Rp15,1 triliun. Membaiknya
perekonomian di Sumsel terkonfirmasi
oleh survei bisnis yang menunjukkan
perkembangan usaha yang cukup baik
seiring dengan pulihnya kondisi
keuangan global.
Membaiknya perekonomian secara global telah mendorong meningkatnya
permintaan dunia terhadap komoditas primer. Sebagai daerah yang mengandalkan
komoditas primer sebagai penopang perekonomian, kondisi tersebut berdampak positif
pada meningkatnya kesejahteraan masyarakat dan pengembangan usaha di sektor terkait.
Kendati demikian, terdapat beberapa faktor yang masih menjadi kendala dalam
peningkatan kinerja sektor unggulan, yakni: (i) faktor cuaca dan iklim yang kurang
BAB 1
BAB 1 - Perkembangan Ekonomi Makro Regional
8
Tabel 1.1 Laju Pertumbuhan Tahunan (yo y) Sektoral
PDRB Provinsi Sumatera Selatan ADHK 2000 (%) Lapangan
Usaha
2009 2010
IV I II III IV
Pertanian 6.3 8.9 4.6 2.6 6.2
Pertambangan dan Pe nggalian
0.8 0.5 1.6 1.4 0.8
Industri Pengola han
5.2 4.6 5.9 6.4 5.6
LGA 6.7 6.2 5.5 7.1 4.9
Banguna n 8.7 6.6 8.5 10.0 9.9
PHR 4.4 5.8 6.7 7.1 8.0
Pengangkutan & Komunikasi
12.3 12.7 13.9 15.0 12.2
Keu., Persewaan & Js. Perusahaan
6.6 7.4 7.8 7.4 8.8
Jasa-jasa 9.5 7.7 8.4 5.8 7.6
Total PDRB 5.3 5.6 5.7 5.3 6.0
Sumber : BPS Provinsi Sumatera Selatan, diolah
mendukung, yakni curah hujan yang tinggi, dan ( ii) keterbatasan bahan baku karena
terbatasnya tingkat produksi maupun meningkatnya persaingan dalam memperoleh bahan
baku (Lihat Suplemen 1. Kondisi Usaha Akhir Tahun 2010 Membaik, Prospek Tahun 2011
Cukup Menjanjikan).
Kinerja dunia usaha pada triwulan IV 2010 secara umum menunjukkan peningkatan
dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Peningkatan kinerja tersebut terjadi
pada semua sektor ekonomi yang didorong oleh terus membaiknya harga komoditas
primer seperti sawit, karet dan batu bara. Selain itu, tingkat suku bunga kredit terutama
KPR yang relatif menurun dibanding tahun sebelumnya dirasakan telah mendukung
peningkatan kinerja di sektor bangunan.
Kinerja perekonomian triwulan
IV 2010 berdasarkan komponen
sektoral ditandai dengan
pertumbuhan tahunan tertinggi
pada sektor pengangkutan dan
komunikasi yakni sebesar 12,2%
(yoy) dengan andil terhadap laju
pertumbuhan PDRB sebesar 0,7%.
Adapun sektor ekonomi yang
memberikan andil yang paling
tinggi adalah sektor perdagangan,
hotel, dan restoran yang
memberikan sumbangan terhadap
laju pertumbuhan ekonomi sebesar
1,1%.
Sektor Pengangkutan dan Komunikasi menunjukkan pertumbuhan tahunan
yang paling tinggi yakni sebesar 12,2% (yoy). Ekspansifnya kinerja subsektor komunikasi
diproyeksikan memberi andil yang cukup besar dalam mendorong peningkatan kinerja
sektor pengangkutan dan komunikasi dibandingkan tahun sebelumnya. Namun demikian,
kondisi cuaca yang relatif lebih buruk dibanding triwulan sebelumnya, memaksa aktivitas
perekonomian di subsektor pengangkutan mengalami perlambatan dibandingkan kinerja
tahunan pada triwulan sebelumnya.
BAB 1 - Perkembangan Ekonomi Makro Regional
9
KONDISI USAHA AKHIR TAHUN 2010 MEMBAIK, PROSPEK TAHUN 2011 CUKUP MENJANJIKAN *)
Kondisi usaha di Sumatera Selatan secara umum menunjukkan perkembangan usaha yang cukup baik seiring dengan pulihnya perekonomian global yang berdampak pada meningkatnya permintaan terhadap komoditas primer. Selain itu, pertumbuhan konsumsi dunia khususnya untuk minyak nabati dan peluang yang masih terbuka dari India dan Cina diyakini menjadi pendukung optimisme pengembangan usaha di masa yang akan datang.
Meskipun demikian, beberapa pelaku usaha menyatakan bahwa terdapat beberapa kendala dalam upaya optimalisasi kegiatan usaha, yaitu: (i) faktor cuaca yang kurang mendukung, yakni curah hujan yang tinggi, dan ( ii) keterbatasan bahan baku karena terbatasnya tingkat produksi maupun meningkatnya persaingan dalam memperoleh bahan baku.
Permintaan pasar domestik secara umum menguat. Penjualan yang meningkat dibanding tahun lalu menjadi indikator bahwa daya beli masyarakat saat ini relatif membaik. Sementara itu, membaiknya harga komoditas primer seperti kelapa sawit dan karet menjadi stimulus bagi industri pengolahan dan secara tidak langsung berdampak positif terhadap sektor lainnya. Penjualan untuk pasar ekspor saat ini secara umum menunjukkan terus berlanjutnya trend positif dibandingkan tahun sebelumnya, terutama untuk komoditas crumb rubber dan Crude Palm Oil (CPO). Permintaan luar negeri terhadap CPO diperkirakan akan terus meningkat pada masa yang akan datang. Selain CPO, Palm Acid Oil yang merupakan produk turunan kelapa sawit juga diekspor, terutama ke Karachi (Pakistan). Produk ini digunakan sebagai bahan baku pembuatan sabun.
Kapasitas utilisasi relatif bervariasi, namun sebagian besar meningkat karena dorongan penjualan. Di sektor pertanian, peningkatan kapasitas terjadi pada pelaku usaha yang bergerak di bidang perkebunan kelapa sawit yang didorong oleh perluasan lahan perkebunan dan penanaman kembali (replanting).
Hal yang masih menggembirakan di tengah masih terdapatnya kendala dan keterbatasan peningkatan usaha, beberapa pelaku usaha sangat optimis dapat meningkatkan kapasitas produksinya di masa yang akan datang dengan melakukan investasi. Investasi yang dilakukan diantaranya berupa: (i) perluasan lahan perkebunan, (ii) peremajaan tanaman, (iii) pembangunan dermaga, dan (iv) pembukaan show room baru yang dilakukan pelaku usaha sektor perdagangan.
Secara umum, biaya produksi mengalami peningkatan pada kisaran yang bervariasi terutama pada biaya tenaga kerja yang mengacu pada ketentuan pengupahan daerah setempat. Selain itu, kenaikan harga bahan baku seiring meningkatnya harga komoditas di pasar internasional dan kenaikan biaya energi yakni Tarif Dasar Listrik (TDL) telah mendorong meningkatnya biaya operasional para pelaku usaha. Namun demikian, biaya operasional mengalami kenaikan, margin usaha secara umum relatif meningkat yang didorong oleh peningkatan penjualan.
Suplemen 1
*) Diperoleh dari hasil Busi ness S urvey yang merupakan kegiatan pemantaua n kondisi usaha dengan mewawa ncarai langsung pelaku usaha
BAB 1 - Perkembangan Ekonomi Makro Regional
10
Penggunaan tenaga kerja saat ini secara umum relatif tetap dibanding tahun sebelumnya. Namun demikian, ada beberapa pelaku usaha yang menambah tenaga kerja seiring dengan meningkatnya beban kerja, pembukaan areal perkebunan baru, penambahan pabrik baru, serta replanting kebun plasma.
Terkait dengan pembiayaan, sebagian besar pelaku usaha menggunakan dana internal untuk operasional perusahaan. Meskipun demikian, beberapa pelaku usaha juga menggunakan pembiayaan perbankan untuk modal kerja maupun investasi terutama dari perbankan lokal dengan kisaran tingkat suku bunga yang bervariasi. Tingkat suku bunga KPR yang relatif menurun dibanding tahun lalu, mendorong peningkatan permintaan perumahan terutama tipe 36-45. Selain itu, pelaku usaha sangat mengharapkan agar tingkat suku bunga perbankan berada pada level yang mendukung pengembangan usaha.
BAB 1 - Perkembangan Ekonomi Makro Regional
11
Grafik 1.2 Perkembang an Penyaluran Kredit Konstruksi
Sumber : Ba nk Indonesia
Kinerja sektor bangunan meningkat sebesar 9,9% (yoy), sedikit melambat
dibandingkan kondisi triwulan sebelumnya yang mencapai 10,0% (yoy). Akselerasi usaha di
sektor ini terindikasi dari meningkatnya
penyaluran kredit di sektor konstruksi yang
menembus angka Rp1,67 triliun. Hasil survei
terhadap dunia usaha menunjukkan bahwa
meskipun harga perumahan pada tahun ini rata-
rata mengalami kenaikan sebesar 5-10%
dibanding tahun sebelumnya, tingkat suku
bunga kredit terutama KPR yang relatif menurun
dibanding tahun sebelumnya merupakan
pendorong peningkatan kinerja sektor
bangunan. Namun demikian, pelaku usaha yang bergerak di sektor properti mengeluhkan
kesulitan dalam pemasangan jaringan listrik baru dan penambahan daya.
Sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan mengalami pertumbuhan
tahunan yang relatif tinggi yakni sebesar 8,8% (yoy). Cukup tingginya kinerja sektor
keuangan tidak terlepas dari perkembangan sektor perbankan yang cukup baik
(pembahasan lebih lanjut sektor ini dibahas pada bab mengenai Perkembangan Perbankan
Daerah).
Sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran (PHR) serta sektor jasa-jasa masing-
masing tumbuh sebesar 8,0% dan 7,6 (yoy). Kondisi tersebut lebih baik dibandingkan
pencapaian tahunan pada triwulan sebelumnya. Peningkatan kinerja sektor PHR dibanding
kondisi triwulan sebelumnya ditenggarai dipicu oleh peningkatan kinerja sektor pertanian
yang merupakan salah satu sektor unggulan Sumatera Selatan dan berdampak langsung
pada peningkatan konsumsi masyarakat dan mendorong usaha di sektor tersier.
Meningkatnya konsumsi pun pada gilirannya mendorong kinerja sektor jasa-jasa
dibandingkan pertumbuhan tahunan pada triwulan sebelumnya yang mencapai 5,8% (yoy).
Sektor pertanian mengalami peningkatan dibandingkan kondisi tahun
sebelumnya yakni menjadi sebesar 6,2% (yoy) yang disebabkan terutama karena lebih
baiknya kinerja subsektor tanaman bahan makanan (tabama) pada periode laporan.
BAB 1 - Perkembangan Ekonomi Makro Regional
12
Grafik 1.4 Perkembang an Lifting Minyak Bumi
Provinsi Sumsel
Sumber: Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi, Departemen Energi da n Sum ber
Daya Mineral
Grafik 1.3 Perkembang an Jumlah Pelanggan
dan Penju alan Air Bersih
Sumber : PT PDAM Tirta Musi, diolah
Berdasarkan hasil survei di beberapa sentra pertanian diindikasikan terjadinya
peningkatan produktivitas tabama dibandingkan kondisi tahun sebelumnya. Hal tersebut
pun didukung dengan data luas panen padi yang meningkat sesuai catatan dari Dinas
Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi Sumatera Selatan.
Sektor industri pengolahan mengalami perlambatan dibandingkan kinerja
tahunan triwulan sebelumnya. Melambatnya kinerja sektor industri pengolahan dipengaruhi
oleh cuaca yang tidak kondusif sehingga menyebabkan pasokan bahan baku karet dan sawit
menjadi terbatas. Namun demikian, di tengah faktor alam yang tidak kondusif
meningkatnya harga komoditas unggulan di pasar internasional menjadi insentif utama
terhadap pelaku bisnis pada sektor industri
pengolahan.
Sektor Listrik, Gas Kota, dan Air Bersih
(LGA) tumbuh sebesar 4,9% (yoy). Mengalami
perlambatan dibanding kinerja triwulan
sebelumnya. Hal tersebut salah satunya
disebabkan melambatnya peningkatan penjualan
air bersih dari sebesar 11,20% menjadi 8,53%
(yoy) walaupun jumlah pelanggan PDAM
meningkat sebesar 11,58% (yoy).
Sektor pertambangan dan
penggalian merupakan sektor ekonomi yang
mengalami pertumbuhan tahunan paling rendah
yakni sebesar 0,8% (yoy). Hal tersebut diperkuat
dengan proyeksi lifting minyak yang
diindikasikan mengalami penurunan sebesar
26,28% (yoy). Kondisi tersebut lebih buruk
dibandingkan pencapaian triwulan sebelumnya
yang mengalami penurunan sebesar 22,17%
(yoy).
BAB 1 - Perkembangan Ekonomi Makro Regional
13
Tabel 1.2 Laju Pertumbuhan Tahunan Kumulatif (yoy) Sektoral
PDRB ProvinsiSum atera Selatan ADHK 2000 (%)
Lapangan Usaha 2006 2007 2008 2009 2010
Pertanian 6.4 6.5 4.0 3.1 4.4
Pertambangan da n Penggalian
0.4 0.3 1.4 1.6 1.2
Industri Pengolaha n 5.3 5.7 3.3 2.1 5.8
Listrik, Gas & Air Bersih 7.7 7.4 4.5 5.1 6.3
Banguna n 7.3 8.1 6.1 7.3 8.8
Perdaganga n, Hotel & Restoran
7.9 9.0 7.0 3.3 6.9
Pengangkutan & Komunikasi
10.6 14.3 13.8 13.8 12.7
Keu., Persewaan & Jasa Perusahaan 8.3 9.1 8.5 6.9 7.4
Jasa-jasa 7.9 9.1 11.3 9.4 7.4
Total PDRB 5.2 5.8 5.1 4.1 5.4 Sumber : BPS ProvinsiSumatera Selatan, diolah
1.1.2. Perkembangan Sisi Sektoral Tahun 2010
Pertumbuhan ekonomi Sumatera Selatan pada tahun 2010 tercatat sebesar 5,4% (yoy),
lebih tinggi d ibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi pada tahun sebelumnya yang
hanya mencapai 4,1% (yoy). Pertumbuhan ekonomi tahun 2010 ditandai dengan semakin
dominannya sektor industri pengolahan dalam menopang perekonomian dengan
pertumbuhan yang mencapai 5,8% (yoy). Nilai Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
menurut harga konstan tercatat sebesar Rp63,7 triliun (dengan migas).
Sektor pengangkutan dan komunikasi tetap dapat mempertahankan kinerja
positifnya selama kurun waktu 5 tahun terakhir dengan pencapaian pertumbuhan di atas
angka 10%. Hal ini tidak terlepas dari: (i) sifat industri yang terus melakukan inovasi,
(ii) pangsa pasar potensial yang masih luas, ( iii) tingkat permintaan yang tetap tinggi, dan
(iv) harga jual yang semakin kompetitif.
Sektor bangunan mencatat pertumbuhan tahunan sebesar 8,8% (yoy). Informasi
yang diperoleh dari pelaku usaha di sektor bangunan menunjukkan bahwa animo
masyarakat terhadap properti pada tahun ini tidak surut.
Sektor jasa-jasa dan sektor keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan
membukukan pertumbuhan kumulatif masing-masing sebesar 7,4% (yoy). Walaupun
angka pertumbuhan tersebut tergolong relatif tinggi, namun kinerja sektor jasa-jasa
mengalami perlambatan dibandingkan kinerja tahun sebelumnya.
Sektor Perdagangan,
Hotel, dan Restoran (PHR),
serta sektor Listrik, Gas dan
Air Bersih (LGA) mengalami
peningkatan kinerja masing-
masing menjadi 6,9% (yoy) dan
6,3% (yoy). Meningkatnya
kinerja kedua sektor tersebut
merupakan dampak dari
meningkatnya kinerja sektor
unggulan seperti pertanian dan
industri pengolahan yang pada
gilirannya mendorong
konsumsi masyarakat secara umum maupun konsumsi masyarakat terhadap energi.
BAB 1 - Perkembangan Ekonomi Makro Regional
14
Grafik 1.5 PDRB dan Laju Pertumbuhan Tr iwulan an PDRB
Provinsi Sumsel ADHK 2000
Sumber: BPS Provinsi S umatera Selatan, diolah
Walaupun tercatat mengalami peningkatan pertumbuhan dalam kisaran yang relatif
rendah dibandingkan sektor lainnya, tiga sektor unggulan Sumsel yaitu sektor industri
pengolahan, sektor pertanian, serta sektor pertambangan dan penggalian
mengalami peningkatan kinerja dibandingkan kondisi tahun sebelumnya. Masing-masing
sektor tersebut tercatat mengalami peningkatan tahunan sebesar 5,8% (yoy), 4,4% (yoy),
dan 1,2% (yoy). Meningkatnya kinerja ketiga sektor utama tersebut tidak terlepas dari
membaiknya perekonomian secara global yang telah mendorong meningkatnya permintaan
dunia terhadap komoditas primer. PT Tambang Batubara Bukit Asam memproyeksikan
volume penjualan batu bara akan meningkat sebesar 30% pada tahun 2011. Penjualan
diharapkan meningkat menjadi 16,9 juta metrik ton dari 12,95 juta ton yang ditorehkan
pada tahun 2010, sedangkan produksi batu bara ditargetkan naik menjadi 17,6 juta ton
dari 13,1 juta ton. Di sisi lain, relatif terjaganya kualitas panen tabama dari serangan hama
telah mendorong meningkatnya produktivitas sub sektor tabama dibandingkan tahun
sebelumnya.
1.2. Perkembangan Ekonomi Makro Regional Sisi Sektoral Secara Triwulanan
Perekonomian Sumatera Selatan secara triwulanan mengalami kontraksi sebesar 3,7%
(qtq). Kondisi tersebut mengalami
penurunan dibandingkan triwulan
sebelumnya yang mencatat kinerja
triwulanan sebesar 5,5% (qtq).
Penyebab utama menurunnya
pertumbuhan ekonomi secara
triwulanan adalah tidak kondusifnya
cuaca yang berpengaruh terhadap
terhadap kinerja sektor unggulan
Sumatera Selatan, seperti sektor
pertanian dan sektor industri
pengolahan.
Kinerja perekonomian pada triwulan IV 2010 ditandai dengan turunnya
pertumbuhan hampir di seluruh sektor unggulan. Kinerja sektor pertanian mengalami
kontraksi pertumbuhan paling tinggi seiring curah hujan yang lebih tinggi dibandingkan
BAB 1 - Perkembangan Ekonomi Makro Regional
15
Grafik 1.6 Andil Sektor Ekonomi PDRB
Provinsi Sum atera Selatan Triwulan IV 2010
Sumber : BPS Provinsi Sumatera Selatan, diolah
Tabel 1.3 Laju Pertumbuhan Triwulanan (qtq) Sektoral
PDRB Provinsi Sumatera Selatan ADHK 2000 (%)
Lapangan Usaha 2009 2010
IV I II III IV
Pertanian (18.9) 3.6 5.5 15.2 (18.1)
Pertambangan dan Pe nggalian (0.8) (1.0) 2.0 1.6 (1.8)
Industri Pengola han
(2.2) (1.4) 4.6 3.2 0.7
LGA 1.7 (0.7) 2.6 3.3 (0.4)
Banguna n 1.7 (2.7) 4.8 5.2 2.4
PHR (2.0) 0.4 3.0 5.7 (1.1) Pengangkutan & Komunikasi 4.7 1.2 2.6 4.4 2.5
Keu., Persewaan & Jasa Perusahaan 0.3 4.2 0.1 2.2 3.2
Jasa-jasa 1.4 0.2 3.9 0.3 1.5
Total PDRB (4.4) 0.3 3.6 5.5 (3.7)
Sumber : BPS Provinsi Sumatera Selatan, diolah
triwulan sebelumnya. Penurunan kinerja sektor pertanian ini tercatat memberikan andil
yang paling besar terhadap kontraksi pertumbuhan triwulanan yakni sebesar 76,5 %.
Sektor lainnya yang mengalami laju kontraksi cukup tinggi antara lain sektor
pertambangan dan penggalian yang
terkontraksi sebesar 1,8 % (qtq).
Adapun sektor ekonomi yang
mengalami pertumbuhan triwulanan
paling tinggi adalah sektor keuangan,
persewaan, dan jasa perusahaan
dengan laju pertumbuhan triwulanan
sebesar 3,2% (qtq).
Dari segi pangsa, sektor
pertambangan dan penggalian
merupakan penyumbang PDRB yang
paling besar dengan pangsa sebesar
21,8%. Kontribusi sektor tersebut
mengalami peningkatan setelah pada
triwulan sebelumnya tercatat memberikan sumbangan sebesar 21,4%.
Kinerja sektor pertanian mengalami kontraksi sebesar 18,1% (qtq). Kondisi
tersebut jauh lebih buruk dibandingkan
kinerja pada triwulan sebelumnya yang
mengalami pertumbuhan sebesar 15,2%
(qtq). Lebih tingginya curah hujan
dibandingkan triwulan sebelumnya
berdampak negatif terhadap produktivitas
subsektor tanaman bahan makanan
maupun tanaman perkebunan (terutama
karet). Rendahnya produktivitas tanaman
perkebunan sangat berdampak pada
industri terkait akibat berkurangnya
pasokan bahan baku. Walaupun demikian, berkurangnya pasokan menyebabkan semakin
meningkatnya harga komoditas tersebut baik di pasar domestik maupun internasional.
BAB 1 - Perkembangan Ekonomi Makro Regional
16
Grafik 1.8 Perkembang an Harga Tand an Buah Segar
di Sumatera Selatan
Sumber: Dinas Perkebunan Provinsi S umatera Selatan, diolah
Dari subsektor tabama, selesainya panen padi yang terjadi di beberapa sentra beras
menyebabkan produksi subsektor tabama mengalami penurunan. Hal tersebut
terkonfirmasi melalui data dari Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi Sumsel
yang menunjukkan terjadinya penurunan luas panen padi sebesar 65,09% (qtq).
Grafik 1.7 Perkembang an Curah Hujan
di Sumatera Selatan
Sumber: Stasiun Klimatologi Ke nten
Tabel 1.4 Realisasi Lu as Tan am (LT) dan Lu as Pan en (LP) Padi Provinsi Sum atera Selatan (dalam Ha)
Sumber : Dina s Tanaman Panga n dan Hortikultura Provinsi Sumatera Selatan
BAB 1 - Perkembangan Ekonomi Makro Regional
17
Grafik 1.9 Perkembang an Harga Batu Bara
di Pasar Intern asional
Sumber: Bloomberg
Terbatasnya kenaikan harga-harga komoditas pertambangan di pasar internasional
dan relatif menurunnya produksi pertambangan menyebabkan kinerja sektor
pertambangan dan penggalian mengalami kontraksi triwulanan yang cukup tinggi.
Kinerja sektor pertambangan dan penggalian tercatat mengalami kontraksi pertumbuhan
sebesar 1,8% (qtq) dibandingkan triwulan sebelumnya. Hasil monitoring pada beberapa
pelaku usaha menunjukkan bahwa stagnannya kapasitas produksi yang dialami pelaku
usaha (bahkan beberapa pelaku usaha mengalami penurunan lifting minyak). Rata-rata
harga batu bara di pasar internasional pada triwulan ini tercatat di level USD70,94/metrik
ton atau mengalami peningkatan sebesar 4,40% (qtq) dibandingkan posisi triwulan
sebelumnya, sedangkan rata-rata harga minyak bumi tercatat di level USD85,10/barrel atau
mengalami peningkatan sebesar 11,97% (qtq).
Kinerja sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran (PHR) dan sektor Listrik, Gas
dan Air Bersih (LGA) masing-masing mengalami kontraksi pertumbuhan sebesar 1,1%
(qtq) dan 0,4% (qtq) yang diperkirakan sebagai dampak menurunnya konsumsi masyarakat
terutama di subsektor perdagangan besar & eceran. Kondisi yang sama terjadi pada tingkat
hunian hotel yang juga mengalami penurunan dibanding triwulan sebelumnya. Walaupun
demikian, data pendaftaran kendaraan baru dari Dispenda Provinsi Sumatera Selatan masih
menunjukkan peningkatan pendaftaran mobil dan motor baru masing-masing sebesar
4,15% dan 2,62% (qtq). Terkontraksinya pertumbuhan sektor LGA terutama disebabkan
menurunnya kinerja subsektor air bersih. Sedangkan kinerja kedua subsektor lainnya yakni
subsektor gas kota dan subsektor listrik mengalami peningkatan. Salah satu indikator pada
Grafik 1.10 Perkembang an Harga Minyak Bumi
di Pasar Intern asional
Sumber: Bloomberg
BAB 1 - Perkembangan Ekonomi Makro Regional
18
sektor gas kota ini tercermin dari data penjualan Liquid Petroleum Gas (LPG) yang
menunjukkan peningkatan sebesar 6,45% (qtq). Kondisi tersebut masih cukup
menggembirakan walaupun pada triwulan sebelumnya tercatat mengalami peningkatan
pada level 8,84% (qtq). Di sisi lain, data konsumsi listrik dari PT PLN Wilayah Sumatera
Selatan, Jambi, dan Bengkulu (WS2JB) menunjukkan terjadinya peningkatan konsumsi listrik
dibandingkan triwulan sebelumnya.
Grafik 1.11 Perkembang an Penjualan LPG
Sumber : PT. Pertamina UPMS II
Grafik 1.12 Perkembang an Konsumsi Listrik Total
dan Sektor Rumah Tangg a
Sumber : PT. PLN WS2J B
Grafik 1.13 Perkembang an Konsumsi Listrik Sektor Sosial
dan Pem erintah
Sumber : PT. PLN WS2J B
Grafik 1.14 Perkembang an Konsumsi Listrik
Sektor Bisnis dan Industri
Sumber : PT. PLN WS2J B
BAB 1 - Perkembangan Ekonomi Makro Regional
19
Kinerja sektor industri pengolahan pada triwulan ini meningkat sebesar 0,7%
(qtq) mengalami penurunan kinerja dibandingkan triwulan sebelumnya yang mengalami
pertumbuhan triwulanan sebesar 3,2% (qtq). Berdasarkan hasil Survei Kegiatan Dunia
Usaha, walaupun harga di pasar internasional terus menguat terkait permintaan yang tetap
tinggi, curah hujan yang semakin tinggi mengakibatkan ketersediaan bahan baku menjadi
terbatas. Kondisi curah hujan yang tinggi pun terjadi di kawasan ASEAN lainnya, khususnya
negara Thailand yang merupakan produsen karet alam terbesar di dunia.
Menurunnya pasokan karet dunia dan semakin tingginya permintaan karet dunia,
khususnya negara China telah menyebabkan rata-rata harga karet di pasar internasional
mencapai USD434,67 cent/kg atau mengalami peningkatan sebesar 17,16% (qtq)
dibandingkan rata-rata harga pada triwulan sebelumnya yang sebesar USD371,00 cent/kg.
Sementara itu rata-rata harga CPO dunia tercatat sebesar USD1.051,37/metrik ton atau
mengalami peningkatan sebesar 25,38% dibandingkan dengan rata-rata harga pada
triwulan sebelumnya.
Sektor jasa-jasa sebagai sektor pendukung perekonomian Sumsel tercatat
mengalami peningkatan sebesar 1,5% (qtq). Kondisi tersebut mengalami peningkatan
dibandingkan kondisi triwulan sebelumnya yang hanya mencatatkan pertumbuhan
triwulanan sebesar 0,3% (qtq).
Grafik 1.15 Perkembang an Harga Karet
di Pasar Intern asional
Sumber: Bloomberg
Grafik 1.16 Perkembang an Harga CPO
di Pasar Intern asional
Sumber: Bloomberg
BAB 1 - Perkembangan Ekonomi Makro Regional
20
Grafik 1.17 Perkembang an Konsumsi Sem en
Sumber : Asosiasi Semen Indonesia, di olah
Kinerja sektor bangunan mengalami pertumbuhan triwulanan sebesar 2,4% (qtq),
kinerja tersebut lebih rendah dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang mengalami
pertumbuhan sebesar 5,2% (qtq).
Sementara itu, berdasarkan kegiatan
survei bisnis diperoleh informasi bahwa
permintaan properti untuk perumahan
tipe menengah ke bawah masih
meningkat. Kondisi tersebut diperkuat
dengan data Asosiasi Semen Indonesia
yang menunjukkan terjadi peningkatan
penjualan semen yakni sebesar 10,02%
(qtq). Selain dipergunakan untuk
membangun properti, peningkatan
konsumsi semen juga diperkirakan erat kaitannya dengan penyelesaian beberapa proyek
pembangunan pada akhir tahun.
Sektor pengangkutan dan komunikasi mengalami pertumbuhan triwulanan
cukup tinggi yakni sebesar 2,5% (qtq). Walaupun demikian, kondisi tersebut tidak sebaik
kinerja yang ditorehkan pada triwulan sebelumnya yang mencapai 4,4% (qtq). Semakin
kompetitifnya layanan komunikasi seiring permintaan konsumen yang tetap tinggi diyakini
mampu menjaga kinerja subsektor komunikasi. Pada subsektor pengangkutan, perayaan
natal yang sebelumnya didahului liburan sekolah telah cukup menjaga konsistensi
pertumbuhan pada subsektor ini. Data dari PT. Angkasa Pura II dan dari PT. Pelindo
menunjukkan tingkat aktivitas angkutan penumpang yang cukup tinggi dan mengalami
peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya.
Grafik 1.19 Perkembang an Penumpang Angkutan L aut
Pelabuhan Boom Baru Provinsi Sumsel
Sumber : PT. Pelindo Boom Baru, diolah
Grafik 1.18 Perkembangan Penumpang Angkutan Udara
Sumber : PT. Angkasa Pura II, diolah
BAB 1 - Perkembangan Ekonomi Makro Regional
21
Sektor keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan tercatat sebagai sektor
ekonomi yang kinerja triwulannya meningkat paling tinggi yakni sebesar 3,2% (qtq)..
Kondisi tersebut lebih baik dibandingkan pencapaian triwulan sebelumnya yang mengalami
pertumbuhan triwulanan sebesar 2,2% (qtq). 1.3. Perkembangan Ekonomi Makro Regional Sisi Penggunaan Secara Tahunan
1.3.1. Perkembangan Sisi Penggunaan Triwulan IV 2010
Pada sisi penggunaan, laju pertumbuhan ekonomi triwulan IV 2010 secara tahunan
didorong oleh konsumsi dengan andil sebesar 5,3%. Kegiatan ekspor mengalami
peningkatan sebesar 8,4% (yoy), mengalami perlambatan dibandingkan kondisi pada
triwulan sebelumnya yang sempat mencapai 23,8% (yoy). Sementara itu, impor juga
tercatat melambat dengan pertumbuhan tahunan sebesar 12,9% (yoy) dibandingkan
kinerja tahunan pada triwulan sebelumnya yang mencapai 17,7% (yoy).
Tabel 1.5 Pertumbuhan Ekonomi Tahunan (yoy) Pro vinsi Sum atera Selatan
ADHK 2000 menurut Penggunaan Tahun 2009 –2010 (%)
Sumber : BPS Provinsi Sumatera Selatan, diolah
Konsumsi secara umum mengalami peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya
menjadi 7,2% (yoy) dari 3,6% (yoy). Berdasarkan komponen konsumsi, konsumsi rumah
tangga tumbuh sebesar 6,1% (yoy), tercatat lebih baik apabila dibandingkan dengan
pertumbuhan tahunan pada triwulan sebelumnya yang sebesar 4,1% (yoy). Konsumsi
lembaga swasta nirlaba tumbuh sebesar 1,1% (yoy) mengalami perbaikan dibandingkan
triwulan sebelumnya yang mengalami kontraksi sebesar 7% (yoy), dan konsumsi
pemerintah meningkat sebesar 16,1% (yoy). Sementara itu, investasi tercatat mengalami
pertumbuhan sebesar 7,1% (yoy). Namun demikian, kondisi tersebut mengalami
perlambatan dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar 8,8% (yoy).
BAB 1 - Perkembangan Ekonomi Makro Regional
22
Grafik 1.20 Perkembang an Indeks Ketepatan Waktu Pembel ian
(Konsumsi) Barang Tahan L ama
Sumber : Survei Konsumen K BI Palembang
1.3.2. Perkembangan Sisi Penggunaan Tahun 2010
Pertumbuhan ekonomi tahun 2010 dari sisi penggunaan masih didominasi oleh konsumsi,
terutama konsumsi rumah tangga. Walaupun demikian, pertumbuhan konsumsi tercatat
mengalami perlambatan dibanding kinerja tahun sebelumnya. Pada tahun 2010
peningkatan konsumsi tercatat sebesar 6,0% (yoy), sementara tahun sebelumnya mencapai
6,5% (yoy). Pertumbuhan konsumsi rumah tangga dan konsumsi pemerintah masing-
masing sebesar 6,0% (yoy) dan 9,8% (yoy). Di sisi lain, konsumsi swasta nirlaba mengalami
penurunan dari tahun sebelumnya yakni terkontraksi sebesar 16,6% (yoy), jauh lebih rendah
dibanding kinerja tahun 2009 yang mencapai 45,9% (yoy). Tabel 1.6
Pertumbuhan Ekonomi Tahunan Kumulatif (yoy) Provinsi Sumatera Selatan ADHK 2000 menurut Penggunaan (%)
Sumber : BPS ProvinsiSumatera Selatan, diolah
Dari sisi kegiatan perdagangan, ekspor barang dan jasa diproyeksikan mengalami
pertumbuhan sebesar 11,8% (yoy), meningkat dibandingkan dengan kinerja pada tahun
sebelumnya yang mengalami kontraksi pertumbuhan sebesar 11,3% (yoy). Sementara itu,
impor mengalami akselerasi pertumbuhan yakni meningkat sebesar 14,0% (yoy), tercatat
lebih baik apabila dibandingkan dengan kinerja tahun sebelumnya yang tumbuh sebesar
8,8% (yoy).
BAB 1 - Perkembangan Ekonomi Makro Regional
23
Grafik 1.22 Perkembang an Konsumsi BBM di Provinsi Sumsel
Sumber : Pertamina UPMS II Palembang
Grafik 1.21 Perkembang an Nilai Tu kar Rupiah Terhad ap US Dollar
Sumber : Website Ba nk Indonesia, diola h
1.4. Perkembangan Ekonomi Makro Regional Sisi Penggunaan Secara Triwulanan
Komponen PDRB Penggunaan yang mengalami pertumbuhan triwulanan paling tinggi
adalah konsumsi pemerintah dengan pertumbuhan sebesar 18,5% (qtq). Kondisi tersebut
diperkirakan terkait dengan realisasi belanja pemerintah yang dioptimalkan pada akhir
tahun anggaran.
Net Ekspor mengalami pertumbuhan relatif tinggi yakni sebesar 13,5% (qtq).
Kondisi tersebut mengalami peningkatan dibandingkan kinerja triwulan sebelumnya yang
mengalami kontraksi pertumbuhan
sebesar 9,9% (qtq). Meningkatnya net
ekspor dibandingkan triwulan
sebelumnya didorong akselerasi ekspor
dibandingkan triwulan sebelumnya
walaupun nilai mata uang Rupiah relatif
terus menguat terhadap US Dollar.
Penguatan nilai Rupiah dalam kurun
waktu satu tahun terakhir rata-rata
meningkat sebesar 2,14% setiap triwulannya. Di sisi lain, menguatnya nilai tukar rupiah
belum mendorong peningkatan nilai impor. Saat ini pertumbuhan impor sebesar 2,8%
(qtq), tidak mengalami perubahan dibandingkan triwulan sebelumnya.
Konsumsi tercatat hanya
mengalami pertumbuhan sebesar 2,8%
(qtq). Kondisi tersebut lebih buruk
dibandingkan kinerja triwulan sebelumnya
yang mengalami pertumbuhan sebesar
3,8% (qtq). Melambatnya komponen
konsumsi disebabkan melambatnya
konsumsi rumah tangga dan lembaga
swasta nirlaba yang masing-masing
menjadi sebesar 0,9% (qtq) dan -2,0%
(qtq).
BAB 1 - Perkembangan Ekonomi Makro Regional
24
Tabel 1.7 Pertumbuhan Ekonomi Triwulanan (qtq) Pro vinsi Sum atera Selatan
ADHK 2000 menurut Penggunaan Tahun 2009 –2010 (%)
Sumber : BPS Provinsi Sumatera Selatan
1.5. Struktur Ekonomi
Berdasarkan strukturnya, PDRB Sumsel tahun 2010 masih ditopang oleh sektor primer
yakni sektor pertanian serta sektor pertambangan dan penggalian dengan pangsa sebesar
38,5%. Pangsa sektor primer tersebut sedikit meningkat dibandingkan kondisi tahun
sebelumnya. Peningkatan pangsa di sektor primer terutama didorong peningkatan pangsa
sektor pertambangan dan penggalian dari sebesar 21,0% menjadi 21,6%.
Sektor sekunder relatif tidak
mengalami perubahan dibandingkan tahun
sebelumnya, yakni sebesar 30,7%. Pangsa
subsektor industri pengolahan mengalami
peningkatan dibandingkan triwulan
sebelumnya yakni dari 23,6% menjadi
23,7%. Sedangkan sub sektor lainnya,
yakni subsektor LGA dan subsektor
bangunan relatif tidak mengalami
perubahan.
Pangsa sektor tersier relatif tidak mengalami perubahan yakni sebesar 30,9%. Pada
sektor ini hanya subsektor jasa-jasa yang mengalami peningkatan pangsa yakni dari 10,0%
menjadi 10,2%, sedangkan pangsa subsektor PHR mengalami penurunan dari sebesar
12,8% menjadi 12,7%. Sementara itu kedua pangsa subsektor lainnya tidak mengalami
perubahan.
Grafik 1.23 Struktur Ekonomi Provinsi Sumatera Selatan
Sumber: BPS Pr ovinsi Sumatera Selatan, diolah
BAB 1 - Perkembangan Ekonomi Makro Regional
25
PERLUNYA PERUBAHAN STRUKTURAL PADA PEREKONOMIAN SUMATERA SELATAN
Pertumbuhan ekonomi kumulatif Sumatera Selatan selama 10 tahun (2001 s.d. 2011F) tidak pernah mencapai level lebih dari 6% (yoy). Sedangkan pertumbuhan per triwulan sempat melebihi 6% pada tahun 2007-2008, yaitu disaat booming komoditas terjadi di dunia dan berlanjut pada krisis finansial global. Pada periode dimana tidak terjadi shock berlebihan, pertumbuhan ekonomi konstan pada level di bawah 6%. Hal tersebut membuktikan bahwa Sumatera Selatan sangat bergantung pada pergerakan harga komoditas di pasar internasional, atau dengan kata lain sangat bergantung pada fluktuasi permintaan jangka pendek.
Setelah mengalami percepatan dari tahun 2001, percepatan pertumbuhan ekonomi semakin melambat sehingga pertumbuhan ekonomi jangka panjang terindikasi sudah mengalami konvergensi di level 5 – 6% (yoy). Hal ini berimplikasi bahwa pertumbuhan yang hanya mengandalkan permintaan domestik maupun eksternal tidak dapat mendorong pertumbuhan melebihi level tersebut, dan lambat laun, pertumbuhan perekonomian yang tinggi akan selalu diikuti dengan inflasi yang tinggi. Karena itu, perubahan yang bersifat struktural perlu dilakukan untuk meningkatkan kapasitas produksi perekonomian lebih lanjut.
Peningkatan kapasitas produksi perekonomian, terutama dapat dicapai bukan dengan penambahan faktor produksi secara masif, namun dengan pemanfaatan teknologi terkini yang lebih efisien. Dengan kata lain, pertumbuhan ekonomi mulai saat ini harus dipicu dari produktivitas, karena efek permintaan sudah bersifat jenuh dan hanya memberikan dampak siklikal. Peningkatan produktivitas dapat diusahakan melalui intensifikasi pertanian dan peningkatan skala ekonomi secara makro.
Penopang pertumbuhan yang lebih stabil sangat diperlukan. Pertumbuhan ekonomi triwulanan yang disesuaikan secara musiman (seasonally adjusted) terlihat sangat berfluktuasi pada saat booming komoditas, dan kembali berfluktuasi rendah pada saat krisis finansial global. Dengan melihat pola historis, fluktuasi pertumbuhan ekonomi yang tinggi akan terjadi lagi pada tahun 2014-2015. Karena itu, perubahan struktural perlu diusahakan sebelum periode tersebut.
Suplemen 2
Grafik Pertumbuh an Ekonomi Tahunan
Grafik Pertumbuhan Ekonomi Triwu lanan
BAB 1 - Perkembangan Ekonomi Makro Regional
26
Dari sisi penggunaan, walaupun secara struktural komponen konsumsi masih
memperlihatkan peran yang dominan pada PDRB Sumsel, namun pangsa komponen
tersebut mengalami penurunan menjadi 75,3% dibandingkan pangsa tahun sebelumnya
yang mencapai 77,0%.
Menurunnya kontribusi komponen impor dan peningkatan ekspor yang relatif besar
sangat berpengaruh terhadap peningkatan kontribusi komponen eksternal menjadi 1,3%
dari pangsa tahun sebelumnya yang sebesar 0,2%. Sebagai konsekuensinya, komponen
internal tercatat mengalami penurunan kontribusi dibandingkan kondisi tahun sebelumnya
yakni menjadi sebesar 98,7%.
Tabel 1.8 Struktur Ekonomi Sektoral Pro vinsi Sum atera Selatan (%)
Sumber: BPS Provinsi S umatera Selatan, diolah
Tabel 1.9 Struktur Ekonomi Penggunaan Provinsi Sum atera Selatan (%)
Sumber: BPS Provinsi S umatera Selatan, diolah
Grafik 1.24 Perkembangan Net Ekspor Provinsi Sumatera Selatan
Sumber: BPS Provinsi Sumatera Selatan, diolah
BAB 1 - Perkembangan Ekonomi Makro Regional
27
Tabel 1.10 Perkembang an Nilai Ekspor Komoditas Utam a Provinsi Sumatera Selatan (USD)
Sumber : Direktorat Statistik Ekonomi dan M oneter Ba nk Indonesia, di olah
1.6. Perkembangan Ekspor Impor
1.6.1. Perkembangan Ekspor
Nilai ekspor selama tiga bulan terakhir (September - November 2010) tercatat sebesar
USD900,59 juta, meningkat sebesar 101,76% (yoy) dibandingkan nilai ekspor pada periode
yang sama tahun sebelumnya yang sebesar USD446,37 juta. Dibandingkan dengan
triwulan sebelumnya, nilai ekspor tercatat meningkat sebesar 14,66% (qtq) dari sebesar
USD785,43 juta. Berdasarkan komoditas, pangsa nilai ekspor terbesar masih didominasi
oleh komoditas karet dengan pangsa sebesar 72,16%.
Nilai ekspor Sumsel tahun 2010 sampai dengan bulan November 2010 (ytd) tercatat
sebesar USD2.697,01 juta atau meningkat sebesar 96,28% (yoy) dibandingkan dengan
posisi yang sama pada tahun sebelumnya yang tercatat sebesar USD1.374,04 juta.
Tabel 1.11
Perkembang an Bulanan Nilai Ekspor Komoditas Utama Provinsi Sumatera Selatan (USD Juta)
Sumber : Direktorat Statistik Ekonomi dan M oneter Ba nk Indonesia, di olah
Berdasarkan volume, ekspor pada periode September - November 2010 tercatat
sebesar 1.051,64 ribu ton, meningkat sebesar 49,53% (yoy) dibandingkan periode yang
sama tahun sebelumnya yang tercatat sebesar 703,31 ribu ton. Sementara dibandingkan
triwulan sebelumnya mengalami peningkatan sebesar 18,39% (qtq) dari sebesar 888,25
ribu ton.
BAB 1 - Perkembangan Ekonomi Makro Regional
28
Volume ekspor Sumsel tahun 2010 sampai dengan bulan November 2010 tercatat
sebesar 2.728,56 ribu ton atau meningkat sebesar 24,30% (yoy) dibandingkan periode
yang sama tahun sebelumnya yang tercatat sebesar 2.235,42 ribu ton.
Berdasarkan negara tujuan, ekspor ke Cina pada triwulan ini tercatat paling tinggi
dengan pangsa sebesar 28,61%, lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang
hanya mencapai 21,99%. Begitupun dengan ekspor ke Amerika Serikat mengalami
peningkatan pangsa dari sebesar 20,70% pada triwulan sebelumnya menjadi 22,68%.
Grafik 1.25 Perkembangan Nilai Ekspor Provinsi Sumatera Selatan
Sumber : Direktorat Statistik Ekonomi dan M oneter
Bank Indonesia
Grafik 1.26 Perkembang an Volum e Ekspor
Provinsi Sumatera Selatan
Sumber : Direktorat Statistik Ekonomi dan M oneter
Bank Indonesia
Grafik 1.27 Perkembang an Ekspor Provinsi Sumatera Selatan
Berdasarkan Negara Tujuan
Sumber : Direktorat Statistik Ekonomi dan Moneter
Bank Indonesia
Grafik 1.28 Pangsa Ekspor Provinsi Sumatera Selatan Berd asarkan
Negara Tujuan Sep 10-Nov 10
Sumber : Direktorat Statistik Ekonomi dan Moneter Bank Indonesia
BAB 1 - Perkembangan Ekonomi Makro Regional
29
Tabel 1.13 Perkembang an Bulanan Nilai Impor Komoditas Pi lihan Provinsi Sumatera Selatan (USD Juta)
Sumber : Direktorat Statistik Ekonomi dan M oneter Ba nk Indonesia
1.6.2. Perkembangan Impor
Nilai impor periode September - November 2010 tercatat sebesar USD111,96 juta,
meningkat sebesar 36,08% (yoy) d ibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang
tercatat sebesar USD82,27 juta. Dibandingkan dengan triwulan sebelumnya terjadi
peningkatan nilai impor sebesar 25,60% (qtq) dari sebesar USD89,13 juta. Peningkatan
nilai impor secara triwulanan ini terkait dengan meningkatnya impor mesin industri tertentu
yang banyak digunakan dalam menunjang kegiatan sektor industri pengolahan.
Nilai impor Sumsel tahun 2010 sampai dengan bulan November 2010 (ytd) tercatat
sebesar USD368,28 juta, meningkat sebesar 51,20% (yoy) diandingkan dengan posisi yang
sama pada tahun sebelumnya yang tercatat sebesar USD243,57 juta.
Volume impor pada periode ini tercatat sebesar 102,56 ribu ton atau meningkat
sebesar 104,55% (yoy) dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang tercatat
sebesar 50,15 ribu ton. Apabila dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, volume impor
tercatat mengalami penurunan sebesar 2,35% (qtq) dari sebesar 105,05 ribu ton.
Tabel 1.12 Perkembang an Nilai Impor Komoditas Pilihan Provinsi Sumatera Selatan (USD)
Sumber : Direktorat Statistik Ekonomi dan M oneter Ba nk Indonesia
BAB 1 - Perkembangan Ekonomi Makro Regional
30
Pangsa negara asal impor terbesar pada periode ini masih didominasi negara
Jerman yakni sebesar 41,37%, kemudian disusul o leh negara China dengan pangsa sebesar
27,24%, dan negara Malaysia dengan pangsa sebesar 5,45%. Sementara itu, pangsa
negara asal impor terbesar selama tahun 2010 hingga November 2010 adalah negara Cina
dengan pangsa sebesar 45,71%.
Grafik 1.31 Perkembang an Impor Provinsi Sumatera Selatan
Berdasarkan Negara Asal
Sumber : Direktorat Statistik Ekonomi dan M oneter Bank Indonesia
Grafik 1.32 Pangsa Impor Provinsi Sumatera Selatan Berd asarkan
Negara Asal Sep 10-Nov 10
Sumber : Direktorat Statistik Ekonomi dan Moneter Bank Indonesia
Grafik 1.29 Perkembang an Nilai Impor Provinsi Sum atera Selatan
Sumber : Direktorat Statistik Ekonomi dan Moneter Bank Indonesia
Grafik 1.30 Perkembangan Volume Impor
Provinsi Sum atera Selatan
Sumber : Direktorat Statistik Ekonomi dan Moneter Bank Indonesia
BAB 1 - Perkembangan Ekonomi Makro Regional
31
KEYAKINAN KONSUMEN PALEMBANG KEMBALI MENURUN; EKSPEKTASI KONSUMEN DI AKHIR PERIODE SEDIKIT MENINGKAT
I. Perkembangan Indeks Keyakinan Konsumen Selama Triwulan IV 2010
Tingkat Keyakinan Konsumen Palembang terhadap kondisi perekonomian selama triwulan IV 2010 secara umum mengalami penurunan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Namun demikian, tingkat keyakinan masih berada pada level optimis kecuali Indeks Keyakinan Ekonomi Saat Ini (IKESI) yang pada triwulan ini turun ke level pesimis dengan nilai indeks sebesar 98,04. Rata-rata Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) pada periode laporan mencapai 104,28, sedikit menurun dibandingkan dengan kondisi triwulan sebelumnya yang mencapai 114,09. Demikian pula dengan rata-rata Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK) yang sedikit menurun dari sebesar 119,96 pada triwulan sebelumnya menjadi 110,52.
Grafik 1. IKK, IKESI, IEK Tahun 2010
‐
20
40
60
80
100
120
140
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
2010
IKK IKESI IEK
Opt
imis
Pesi
mis
Suplemen 3
Indeks Keyakinan Konsumen diperoleh dari Survei Konsumen. Survei Konsumen merupakan survei bulanan yang dilaksanakan Bank Indonesia sejak Januari 1999. Di kota Palembang survei dilaksanakan sejak tahun 2001 terhadap 300 rumah tangga setiap bulan sebagai responden (stratified random sampling). Pengumpulan data dilakukan secara langsung kepada responden secara rotated. Indeks dihitung dengan metode balance score (net balance + 100), sehingga jika indeks diatas 100 berarti optimis, sebaliknya dibawah 100 berarti pesimis.
BAB 1 - Perkembangan Ekonomi Makro Regional
32
Beberapa hal yang mendapatkan perhatian konsumen Palembang antara lain: tingkat penghasilan, ketersediaan tenaga kerja, perkiraan harga barang dan jasa baik kondisi untuk saat ini, maupun prediksi untuk periode 6 bulan mendatang (lihat grafik 2).
Grafik 2. Pembentuk Keyakinan Konsumen Tahun 2010
II. Keyakinan Konsumen
Secara umum IKK selama triwulan IV 2010 mengalami tren penurunan. Pada bulan Oktober tercatat sebesar 104,94, dengan IKESI dan IEK masing-masing 98,33 dan 111,56. Pada bulan November mengalami peningkatan menjadi sebesar 106,06 dengan IKESI dan IEK masing-masing sebesar 103,56 dan 108,56. Sementara itu IKK pada bulan Desember turun menjadi sebesar 101,83 dengan IKESI dan IEK masing-masing sebesar 92,22 dan 111,44.
2.1 Pendapat Responden terhadap Kondisi Ekonomi
Mayoritas responden menilai bahwa kondisi ekonomi selama periode laporan masih sama dibandingkan kondisi 6 bulan sebelumnya. Hal itu terkonfirmasi dari besarnya persentase responden yang berpendapat demikian, yakni sebesar 44,33% pada bulan Oktober, kemudian meningkat menjadi 49,00% pada bulan November. Akan tetapi, pada Desember sedikit menurun menjadi 48,00%.
2.2 Pendapat Responden terhadap Ketersediaan Lapangan Kerja
Pada awal triwulan, sebanyak 44,67% responden berpendapat bahwa ketersediaan lapangan kerja lebih buruk dibandingkan kondisi 6 bulan sebelumnya. Sementara itu pada bulan November, mayoritas responden yakni sebesar 38,67% justru menilai ketersediaan lapangan kerja tidak mengalami perubahan. Namun hal tersebut tidak berlangsung lama karena pada bulan Desember mayoritas responden kembali meyakini bahwa kondisi ketersediaan lapangan kerja kembali memburuk. Fluktuatifnya kondisi ketersediaan lapangan kerja terindikasi dari pendapat responden yang membaik ke level indeks 88,00 pada bulan November dari sebelumnya sebesar 77,00. Kemudian pendapat masyarakat terhadap kondisi ketersediaan lapangan kerja menurun cukup signifikan di akhir triwulan yang diindikasikan dengan penurunan indeks menjadi 79,67.
BAB 1 - Perkembangan Ekonomi Makro Regional
33
2.3 Pendapat Responden terhadap Penghasilan
Sebanyak 54,67% responden berpendapat bahwa penghasilan mereka relatif tetap pada bulan Oktober 2010, yang kemudian sedikit turun menjadi 50,00% responden pada bulan berikutnya. Di akhir periode triwulan IV 2010 jumlah responden yang berpendapat bahwa pendapatan mereka tidak berubah mengalami peningkatan menjadi 52,33%.
2.4 Perkiraan Perkembangan Harga Barang/Jasa 3 Bulan Mendatang
Lebih dari setengah jumlah responden berpendapat bahwa harga barang/jasa pada 3 bulan yang akan datang akan mengalami peningkatan. Hal tersebut tercermin dari persentase responden yang berada di atas 50,00% pada tiap periodenya. Pada bulan Oktober tercatat sebesar 55,00%, kemudian meningkat cukup tajam menjadi sebesar 59,00% pada bulan November dan kembali turun ke level 54,33% pada bulan Desember 2010. III. Profil Responden
3.1 Profil Responden Bulan Oktober 2010
Profil responden pada bulan Oktober 2010 secara rinci dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1.
Profil R esponden Survei Konsumen Kota Palembang
Periode Bulan Oktober 2010
Profil Responden Pengeluaran per Bulan
Rp 1juta-Rp3 Juta
Rp3-5 juta >Rp 5 juta Total
Jenis Kelamin
Laki-Laki Pendidikan
SMA 75 8 2 85 Akademi/D.III 22 2 0 24 Sarjana/S1 37 17 1 55 Pasca Sarjana 8 1 4 13
Subtotal 142 28 7 177
Perempuan Pendidikan
SMA 52 5 1 58 Akademi/D.III 15 0 1 16 Sarjana/S1 28 10 1 39 Pasca Sarjana 4 2 4 10 99 17 7 123
Total responden Berdasarkan Latar Belakang Pendidikan
SMA 127 13 3 143 Akademi/D.III 37 2 1 40 Sarjana/S1 65 27 2 94 Pasca Sarjana 12 3 8 23
Total Responden 241 45 14 300
BAB 1 - Perkembangan Ekonomi Makro Regional
34
3.2 Profil Responden Bulan November 2010
Profil responden pada bulan November 2010 secara rinci dapat dilihat pada tabel 2.
Tabel 2
Profil R esponden Survei Konsumen Kota Palembang Periode Bulan November 2010
3.3 Profil Responden Bulan Desember 2010
Profil responden pada bulan Desember 2010 secara rinci dapat dilihat pada tabel 3.
Tabel 3
Profil R esponden Survei Konsumen Kota Palembang Periode Bulan Desember 2010
Profil Responden Pengeluaran per Bulan
Rp 1juta-Rp3 Juta
Rp3-5 juta
>Rp 5 juta Total
Jenis Kelamin
Laki-Laki Pendidikan
SMA 88 9 3 100 Akademi/D.III 11 1 0 12 Sarjana/S1 46 16 3 65 Pasca Sarjana 4 3 1 8
Subtotal 149 29 7 185
Perempuan Pendidikan
SMA 44 1 4 49 Akademi/D.III 20 1 0 21 Sarjana/S1 26 9 3 38 Pasca Sarjana 3 3 1 7 93 14 8 115
Total responden Berdasarkan Latar Belakang Pendidikan
SMA 132 10 7 149 Akademi/D.III 31 2 0 33 Sarjana/S1 72 25 6 103 Pasca Sarjana 7 6 2 15
Total Responden 242 43 15 300
Profil Responden Pengeluaran per Bulan
Rp 1juta-Rp3 Juta
Rp3-5 juta >Rp 5 juta Total
Jenis Kelamin
Laki-Laki Pendid ikan
SMA 73 9 3 85 Akademi/D.III 12 3 0 15 Sarjana/S1 51 11 4 66 Pasca Sarjana 0 1 0 1
Subtotal 136 24 7 167
Perempuan Pendid ikan
SMA 53 8 0 61 Akademi/D.III 19 5 0 24 Sarjana/S1 34 11 1 46 Pasca Sarjana 1 0 1 2 107 24 2 133
Total responden Berdasarkan Latar Belakang Pendidikan
SMA 126 17 3 146 Akademi/D.III 31 8 0 39 Sarjana/S1 85 22 5 112 Pasca Sarjana 1 1 1 3
Total Responden 243 48 9 300
PERKEMBANGAN INFLASI PALEMBANG
• Realisasi inflasi akhir tahun sesuai dengan proyeksi inflasi Bank Indonesia Palembang.
• Core inflation mulai mengalami peningkatan dan harga volatile foods masih bergejolak.
2.1. Inflasi Tahunan
Inflasi tahunan kota Palembang pada triwulan IV 2010 sebesar 6,02% (yoy), atau
meningkat dibandingkan dengan inflasi tahunan pada triwulan sebelumnya yang sebesar
4,57% (yoy). Tekanan inflasi terutama terjadi pada triwulan IV, dan lebih tinggi dibanding
triwulan IV 2009 yang tercatat sebesar 1,85% (yoy). Kendati demikian, kenaikan inflasi
tahun ini masih dalam kisaran proyeksi Bank Indonesia untuk akhir tahun 2010 yang
sebesar 5,24±1%.
Tekanan inflasi tahunan utamanya bersumber dari kenaikan harga pangan yang
disebabkan oleh berkurangnya pasokan dan produksi komoditas tersebut akibat adanya
anomali cuaca. Selain itu, peningkatan harga jual beberapa jenis barang dan meningkatnya
ekspektasi inflasi secara umum yang disebabkan oleh kenaikan tarif dasar listrik juga
menjadi faktor pemicu inflasi 2010.
Grafik 2.2 Inflasi Tahunan Kota Palembang
per Kelompok Pengeluaran Triwulan IV 2010
Sumber: BPS Provinsi S umatera Selatan
Grafik 2.1 Perkembang an Inflasi Tahun an Palemb ang
Sumber: BPS Provinsi Sumatera Selatan
BAB 2
BAB 2 - Perkembangan Inflasi Palembang
36
Grafik 2.3 Perkembangan Harga Komoditas Strategis di Pasar Intern asional
Harga beberapa komoditas pangan (terigu, beras, dan kedelai) di pasar internasional
secara umum mengalami peningkatan pada triwulan IV 2010 ini. Excess demand terhadap
komoditas terjadi dalam skala global seiring dengan berkurangnya produksi di negara-
negara sentra produksi secara umum akibat adanya anomali cuaca.
Menurut data Bloomberg, dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, harga beras
di pasar internasional pada triwulan IV 2010 mengalami peningkatan dari USD
403,06/metrik ton menjadi USD 446,35/metrik ton, atau naik sebesar 10,74% (qtq). Harga
beras secara tahunan menurun sebesar 0,11% (yoy), namun penurunan tersebut jauh
melambat dibandingkan triwulan sebelumnya. Sementara itu harga terigu dan harga
kedelai mengalami peningkatan dari USD 5,31/bushel menjadi USD 6,26/bushel dan dari
USD 10,18/bushel menjadi USD 12,14/bushel, atau masing-masing naik cukup tajam
sebesar 17,92% (qtq) dan 19,31% (qtq). Secara tahunan pertumbuhan harga terigu dan
Perkembang an Harga Terigu
Sumber : Bloomberg, diola h
Perkembang an Harga Beras
Sumber : Bl oomberg, diola h
Perkembang an Harga Em as
Sumber : Bl oomberg, diola h
Perkembangan Harga Ked elai
Sumber : Bloomberg, diola h
BAB 2 - Perkembangan Inflasi Palembang
37
HARGA-HARGA KELOMPOK CORE MULAI MENGIKUTI GEJOLAK HARGA VOLATILE FOODS
Dari hasil Survei Pemantauan Harga (SPH) yang dilakukan KBI Palembang secara mingguan pada dua pasar modern dan dua pasar tradisional di Palembang, secara umum terjadi tendensi peningkatan harga barang/komoditas sebesar 7,22% dibandingkan posisi triwulan sebelumnya. .
Grafik 1. Perg erakan Harga Bulan an Berd asarkan SPH
Sumber : SPH K BI Palembang
Suplemen 4
Grafik 2. Perg erakan Harga Mingguan Berd asarkan SPH
Sumber : SPH K BI Palembang
BAB 2 - Perkembangan Inflasi Palembang
38
Sesuai dengan disagregasi inflasi menjadi core, volatile foods, dan administered prices, perubahan harga komoditas-komoditas yang termasuk pada volatile foods pada triwulan IV 2010 in i masih terbilang bergejolak. Setelah mengalami kecenderungan penurunan harga pada bulan Oktober, harga volatile foods meningkat tajam hampir 5% dalam satu minggu pada minggu ketiga November, dan menurun tipis sekitar 1% pada minggu keempat November. Secara gradual, harga volatile foods mulai meningkat kembali hingga pertengahan Desember, kemudian kenaikan tersebut sedikit melambat pada minggu kelima Desember. Di sisi lain, core Inflation secara umum lebih mengalami gejolak harga dibandingkan triwulan sebelumnya. Core inflation meningkat sekitar 3% pada minggu kedua Oktober, dan menurun pada minggu keempat Oktober. Kemudian, proses kenaikan harga pada minggu kedua dan penurunan harga pada minggu keempat tersebut berulang sampai dengan akhir tahun.
Grafik 3. Perg erakan Harg a Beras
Sumber : SPH K BI Palembang
Grafik 4. Perg erakan Harg a Minyak Goreng
Sumber : SPH K BI Palembang
Grafik 5. Perg erakan Harg a Daging Ayam
Sumber : SPH K BI Palembang
Grafik 6. Perg erakan Harg a Cab e Merah
Sumber : SPH K BI Palembang
BAB 2 - Perkembangan Inflasi Palembang
39
Pola pergerakan harga antara beberapa komoditas secara umum meningkat. Untuk komponen volatile foods, harga cabe merah mengalami lonjakan harga sebesar 41,8% (qtq), harga beras mengalami tendensi peningkatan sebesar 5,3% (qtq), sedangkan minyak goreng mengalami peningkatan harga sebesar 13,9% (qtq). Di sisi lain, daging ayam mengalami penurunan harga sebesar 13,1%. Sama halnya dengan volatile foods, harga beberapa komoditas yang termasuk komponen core inflation mengalami peningkatan. Harga nasi dan mie mengalami peningkatan masing-masing sebesar 7,7% dan 2,3% (qtq). Selain itu, harga emas perhiasan mengalami inflasi sebesar 11,3% (qtq).
Grafik 7. Perg erakan Harg a Nasi
Sumber : SPH K BI Palembang
Grafik 8. Pergerakan Harg a Mie
Sumber : SPH K BI Palembang
Grafik 9. Perg erakan Harg a Emas Perhiasan
Sumber : SPH K BI Palembang
BAB 2 - Perkembangan Inflasi Palembang
40
kedelai masing-masing sebesar 43,33% dan 50,02% (yoy). Adapun harga emas mengalami
peningkatan sebesar 11,57% (qtq) dari USD 1.227,73/oz menjadi USD 1.369,73/oz.
Walaupun meningkat, peningkatan harga emas mengalami perlambatan dari 27,77% (yoy)
menjadi 24,39% (yoy).
Berdasarkan kelompok barang, kelompok bahan makanan mengalami inflasi
tahunan tertinggi yaitu sebesar 14,93% (yoy), diikuti oleh kelompok sandang dan
kelompok perumahan yaitu masing-masing sebesar 8,85% dan 3,22% (yoy). Sebaliknya,
inflasi terendah terjadi pada kelompok kesehatan dan kelompok transportasi masing-
masing sebesar 0,92% dan 1,41% (yoy).
Bila dibandingkan dengan triwulan
III, inflasi tahunan sebagian besar kelompok
barang dan jasa cukup bervariasi.
Kelompok bahan makanan dan kelompok
sandang mengalami peningkatan inflasi
yang cukup besar dari yang semula sebesar
9,77% dan 7,28% menjadi 14,93% dan
8,85% (yoy). Kelompok makanan jadi juga
mengalami peningkatan inflasi dari 1,29%
menjadi 1,69% (yoy). Adapun perubahan
tingkat inflasi pada kelompok barang
lainnya relatif kecil.
Kelompok bahan makanan berkontribusi sebesar 57% pada inflasi tahunan
Desember 2010. Kelompok perumahan dan kelompok sandang berkontribusi masing-
masing sebesar 14% dan 13%. Subkelompok bumbu-bumbuan merupakan subkelompok
yang berkontribusi tertinggi pada inflasi tahunan, yaitu mencapai 23%. Kenaikan
subkelompok bumbu-bumbuan terutama dikontribusikan oleh kenaikan harga cabe yang
tinggi pada beberapa bulan terakhir. Selain itu, subkelompok padi-padian juga
berkontribusi tinggi terhadap inflasi tahunan, yaitu sebesar 21%, yang banyak dipengaruhi
oleh kenaikan harga beras yang cukup persisten. Subkelompok sayur-sayuran dan
subkelompok daging dan hasilnya berkontribusi terhadap inflasi tahunan masing-masing
sebesar 6% dan 5%.
Grafik 2.4 Perkembang an Inflasi Tahun an per Kelompo k Barang dan
Jasa di Palembang
Sumber: BPS Provinsi S umatera Selatan
BAB 2 - Perkembangan Inflasi Palembang
41
RINGKASAN PENELITIAN: PERSISTENSI INFLASI KOTA PALEMBANG
Persistensi inflasi merupakan derajat korelasi serial yang positif antara inflasi periode t dengan periode sebelumnya (Batini, 2002) dan seberapa lama waktu yang diperlukan oleh inflasi untuk kembali ke posisi semula jika terjadi kejutan untuk kembali ke perilaku normal atau rata-ratanya (Ceccheti dan Debelle 2004).
Persistensi inflasi Sumatera Selatan (dalam hal ini yang dihitung adalah inflasi Kota Palembang) tergolong tinggi meski lebih rendah dibanding nasional, dengan kelompok tertinggi kelompok bahan makanan, diikuti dengan kelompok makanan jadi, minuman, rokok, dan tembakau, dan kelompok transportasi, komunikasi, dan jasa keuangan. Sementara pada komoditas persistensi inflasi tertinggi yaitu pada minyak goreng diikuti dengan kontrak rumah, beras, pempek, mie, sewa rumah, tukang bukan mandor, dan gas elpiji. Pembedaan periode pengamatan berdasarkan masa sebelum dan sesudah pemberlakuan Inflation Targetting Framework (ITF) memperlihatkan pengaruh implementasi kebijakan ITF belum terbukti secara statistik dapat menurunkan derajat persistensi inflasi Kota Palembang.
Berdasarkan New Keynesian Phillips Curve (NKPC) hybrid, perilaku inflasi dipengaruhi oleh eskpektasi inflasi yang lebih bersifat backward looking. Perilaku pembentukan harga yang cenderung melihat ke belakang di Kota Palembang terkait dengan masih banyaknya pengusaha di Palembang yang tidak mengubah harga. Selain itu pada komoditas kebutuhan pokok (seperti beras, gula, minyak goreng) di Kota Palembang hanya dikuasai oleh sedikit pedagang. Persistensi inflasi kelompok bahan makanan dan makanan jadi beserta komoditas pembentuknya (minyak goreng, beras, pempek, dan mie) memiliki derajat persistensi inflasi yang lebih tinggi dibanding komoditas lain, dikarenakan struktur pasar dan sifat barang tersebut yang tergolong inelastis. Untuk komoditas beras, penyebab tingginya persistensi inflasi antara lain adalah beras produksi Sumatera Selatan selain dikonsumsi oleh masyarakat Sumatera Selatan juga oleh beberapa provinsi lainya yaitu Bangka Belitung, Lampung, Jambi, Riau, Bengkulu, dan Jakarta.
Inflasi Sumatera Selatan dan Indonesia konvergen, dengan tingkat konvergen setelah penerapan ITF sedikit lebih tinggi dibanding sebelum penerapan ITF. Selain itu tingkat konvergensi Sumatera Selatan dengan Indonesia pada saat era otonomi mengalami peningkatan dibanding sebelum era otonomi. Inflasi Sumatera Selatan (Kota Palembang) dengan provinsi lain (Bangka Belitung, Jambi, Lampung, Bengkulu, Jakarta, Jawa Barat, dan Jawa Timur) konvergen dengan tingkat yang berbeda-beda, dimana tingkat konvergensi tertinggi adalah inflasi Sumatera Selatan dengan Bangka Belitung. Inflasi Kota Palembang dengan target/sasaran inflasi nasional konvergen dengan tingkat yang tidak terlalu tinggi.
Inflasi Kota Palembang memiliki tingkat persistensi yang cukup tinggi. Kondisi tersebut menyebabkan inflasi Kota Palembang cenderung lambat untuk kembali ke keseimbangan awal jika terjadi gangguan (shock). Sehingga, strategi untuk meminimalisir potensi inflasi adalah sedapat mungkin menghindari shock dan pengendalian inflasi yang lebih bersifat preventif.
Suplemen 5
BAB 2 - Perkembangan Inflasi Palembang
42
Terkait dengan hal tersebut, maka perlu untuk memunculkan awareness stakeholders akan pentingnya pengendalian inflasi di daerah, penguatan manajemen stok, khususnya kebutuhan barang pokok seperti beras, persiapan program mitigasi bencana untuk menjaga kelangsungan pasokan, regulasi antisipasi kelangkaan pasokan (supply dan distribusi), diseminasi melalui media massa yang cukup intensif dapat dilakukan guna mempengaruhi ekspektasi inflasi masyarakat.
Selain itu, diperlukan peningkatan koordinasi antara TPID Sumatera Selatan dengan provinsi lain mengingat tingginya tingkat konvergensi inflasi Kota Palembang dengan provinsi lain. Salah satu koordinasi yang dapat dilakukan adalah mengenai distribusi dan produksi tanaman bahan makanan. Mengingat Sumatera Selatan merupakan produsen beras yang cukup besar di Sumatera, sehingga produksi beras Sumatera Selatan juga dikonsumsi oleh beberapa provinsi lain.
Peran pemerintah daerah dalam era otonomi sangat besar dalam mempengaruhi inflasi baik secara jangka pendek maupun panjang, yaitu dari sisi penawaran. Perlunya kebijakan pemerintah yang dapat menurunkan inflasi dan meningkatkan pertumbuhan, seperti program sekolah gratis yang telah dapat menurunkan inflasi pada kelompok pendidikan, rekreasi, dan olah raga. Lebih jauh lagi secara jangka panjang dapat meningkatkan kualitas sumber daya manusia di Sumatera Selatan yang merupakan faktor penting dalam pembangunan ekonomi yang berkelanjutan.
BAB 2 - Perkembangan Inflasi Palembang
43
Sejak awal tahun hingga Desember 2010, peningkatan inflasi yang terjadi terutama
didorong oleh adanya inflasi pada volatile foods. Core inflation tercatat stabil pada tingkat
yang rendah sejak pertengahan 2009 dan sampai bulan Juni 2010. Inflasi administered
prices mulai menunjukkan peningkatan namun masih berada pada level yang rendah.
Walaupun mempunyai pergerakan yang cenderung searah dengan inflasi nasional,
inflasi kota Palembang relatif cukup terkendali sejak pertengahan tahun 2009 sampai
dengan triwulan IV 2010, dimana inflasi tahunan Palembang setiap bulannya selalu berada
di bawah inflasi nasional. Inflasi Palembang sebesar 6,02% (yoy) sedangkan inflasi nasional
sebesar 6,96% (yoy) pada triwulan IV 2010, atau mempunyai selisih sebesar 0,94%.
Grafik 2.7 Perbanding an Inflasi Tahun an
Palembang dan N asional
Sumber: BPS
Grafik 2.6 Disagregasi Inflasi Tahunan: Core, Volatile Foods,
Administered Pr ices
Grafik 2.5 Kontribusi Inflasi Tahunan
Sumber: BPS, diolah
BAB 2 - Perkembangan Inflasi Palembang
44
REALISASI INFLASI PALEMBANG BERADA PADA RANGE PROYEKSI SETIAP
TRIWULAN PADA TAHUN 2010
Pengendalian inflasi merupakan suatu proses utama dalam mencapai tujuan tunggal Bank Indonesia yaitu memelihara kestabilan nilai Rupiah. Sejak tahun 2005, Bank Indonesia menerapkan Kebijakan moneter dengan Inflation Targeting Framework (ITF) yang bersifat forward looking.
Untuk efektivitas penerapan ITF, Bank Indonesia perlu menuntun ekspektasi inflasi masyarakat yang salah satunya dilakukan melalui diseminasi proyeksi inf lasi ke depan. Sehubungan dengan hal tersebut, Bank Indonesia Palembang juga mendiseminasikan proyeksi inflasi selama satu tahun pada awal tahun.
Melalui Kajian Ekonomi Regional Provinsi Sumatera Selatan Triwulan IV 2009 dan beberapa kajian rutin perekonomian Sumatera Selatan yang bersifat internal, Bank Indonesia Palembang dalam berbagai kesempatan telah menyampaikan angka proyeksi inflasi tahun 2010 pada akhir 2009. Kota Palembang diprediksi akan mengalami inflasi sebesar 5,24±1% (yoy) pada tahun 2010, atau 4,24-6,24% (yoy), lebih tinggi dibandingkan realisasi inflasi pada tahun 2009 yang sebesar 1,85% (yoy). Realisasi inflasi pada akhir tahun 2010 mencapai 6,02% (yoy), atau sesuai dengan proyeksi. Mencermati pencapaian inflasi di akhir tahun yang telah terjadi, inflasi berada lebih tinggi dari median proyeksi yang mengindikasikan terealisasinya risiko tekanan inflasi tinggi yang berasal dari gangguan suplai barang sebagai akibat dari anomali cuaca, sehingga memunculkan excess demand pada kondisi permintaan pangan yang cenderung inelastis. Sepanjang triwulan, realisasi inflasi sesuai dengan proyeksi Bank Indonesia Palembang.
Suplemen 6
Grafik 1. Tracking Proyeksi dan R eal isasi Inflasi 2010
BAB 2 - Perkembangan Inflasi Palembang
45
Pada triwulan I 2010, realisasi inflasi sebesar 2,50% (yoy) atau lebih rendah dari median proyeksi triwulan I 2010 yang sebesar 2,77% (yoy). Kemudian, realisasi inflasi meningkat menjadi 3,62% (yoy) atau sangat mendekati median proyeksi triwulan II 2010 yang sebesar 3,70% (yoy). Pada triwulan III 2010, realisasi inflasi mencapai 4,57% (yoy) atau lebih tinggi dari median proyeksi triwulan III 2010 yang sebesar 3,96% (yoy). Pada akhir tahun, realisasi inflasi mencapai 6,02% (yoy) atau lebih tinggi dari median proyeksi yang sebesar 5,24% (yoy).
Sejak triwulan I hingga triwulan IV 2010, deviasi proyeksi mengalami peningkatan setiap triwulannya. Hal ini menunjukkan bahwa tekanan inflasi semakin melebihi tingkat normal, dan lebih banyak disebabkan oleh volatilitas jangka pendek.
Tabel 1. Proyeksi dan R ealisasi Inflasi 2010
Triwulan Proy eksi
Realisasi Dev iasi
terhadap median
Batas bawah Median Batas atas
I 1.77 2.77 3.77 2.50 -0.27
II 2.70 3.70 4.70 3.62 -0.08 III 2.96 3.96 4.96 4.57 0.61
IV 4.24 5.24 6.24 6.02 0.78
BAB 2 - Perkembangan Inflasi Palembang
46
2.2. Inflasi Bulanan
Kota Palembang pada bulan Desember
2010 tercatat mengalami inflasi sebesar
0,54% (mtm), menurun dibandingkan
bulan Juli 2010 dimana terjadi inflasi
sebesar 1,01%. Selama bulan November
dan Desember 2010, terjadi kenaikan harga
volatile foods yang cukup signifikan
disebabkan oleh adanya anomali cuaca
yang juga merupakan isu global.
Berkurangnya produksi dan pasokan
komoditas bahan makanan akibat kondisi
cuaca yang tidak kondusif dibarengi
dengan permintaan yang cenderung
inelastis memberikan tekanan inflasi yang
cukup tinggi pada akhir tahun 2010.
Inflasi bulanan yang tertinggi pada bulan Desember 2010 terjadi pada kelompok
bahan makanan dan kelompok sandang masing-masing sebesar 1,02%. Kenaikan harga
kelompok bahan makanan disumbang antara lain oleh kenaikan harga cabe dan beras.
Harga-harga di kelompok tersebut secara umum mengalami peningkatan didorong oleh
gangguan produksi dan pasokan dari pulau Jawa berkenaan dengan gagalnya panen
beberapa komoditas pangan sehubungan dengan anomali cuaca yang terjadi. Kelompok
perumahan mengalami kenaikan harga yang disebabkan antara lain oleh meningkatnya
harga-harga bahan bangunan. Kelompok sandang mengalami inflasi yang cukup tinggi
seiring kenaikan harga emas dan meningkatnya ekspektasi inflasi, kelompok makanan jadi
juga menunjukkan tendensi peningkatan yang semakin tajam. Harga-harga kelompok
kesehatan dan kelompok pendidikan relatif konstan. Sementara itu, kelompok transportasi
mengalami penurunan harga pada bulan Oktober sebagai penyesuaian setelah Idul Fitri.
Grafik 2.8 Perkembang an Inflasi Bulanan Palembang
Sumber: BPS Provinsi S umatera Selatan
BAB 2 - Perkembangan Inflasi Palembang
47
ANOMALI CUACA MEMICU INFLASI
Cuaca ekstrim terjadi pada tahun 2010 in i, yang juga merupakan isu global. Banjir terjadi di berbagai negara seperti Cina, Australia, India, dan Pakistan. Gelombang panas terjadi antara lain di Jepang, Eropa, dan Rusia.
Berdasarkan data BMKG Kenten, rata-rata curah hujan per bulan pada 2010 sangat tinggi, yaitu sekitar 30% lebih tinggi d ibandingkan rata-rata curah hujan selama kurun 2007-2009. Rata-rata curah hujan pada musim kemarau di tahun 2010 lebih tinggi 70% dari rata-rata curah hujan pada musim kemarau selama 2007-2009. Hal ini tentunya berpengaruh terhadap produksi pertanian, dan mengganggu kualitas hasil pertanian di Sumatera Selatan.
Southern Oscillation Index (SOI) mengindikasikan adanya el nino d i Pasifik pada Januari sampai Maret 2010 (nilai SOI < -8), yang seketika berubah secara ekstrim menjadi la nina pada Mei sampai dengan akhir tahun 2010 (nilai SOI > +8). Kedua fenomena iklim tersebut (el nino dan la nina) merupakan anomali cuaca dan memberikan dampak negatif bagi produksi pertanian. El nino mengganggu produksi pertanian akibat adanya kekeringan, sedangkan la nina akan mengganggu produksi pertanian karena terjadinya banjir dan meningkatnya organisme pengganggu tanaman. Mengingat umur tanaman pangan relatif pendek, maka pengaruh anomali cuaca tersebut akan lebih besar pada produksi tanaman pangan dibandingkan tanaman perkebunan (Irawan, 2006)1. Karena itu, anomali cuaca akan menimbulkan adanya supply shock dan kemudian akan memberikan tekanan inflasi melalui kenaikan harga barang pangan.
1 Bambang Irawan (2006), “Fenomena Anomali Iklim El Nino dan La Nina: Kecenderungan Jangka Panjang dan Pengaruhnya terhadap Produksi Pangan”, Forum Penelitian Argo Ekonomi, Vol. 24, No. 1.
Grafik 1. Perkemb angan Curah Hujan
Sumber : BMKG
Suplemen 7
Grafik 2. Southern Oscillation Index (SOI)
Sumber : Australian Bureau of Meteorology
BAB 2 - Perkembangan Inflasi Palembang
48
Bahan makanan tercatat mempunyai kontribusi yang sangat besar pada inflasi
bulanan September 2010 yaitu sebesar 48%. Kemudian, kontribusi yang tinggi juga dicatat
oleh kelompok sandang, kelompok perumahan dan kelompok makanan jadi, yaitu masing-
masing sebesar 18%, 16% dan 16%. Di antara kelompok bahan makanan, subkelompok
bumbu-bumbuan merupakan subkelompok yang berkontribusi terbesar terhadap inflasi
bulanan, yaitu sebesar 34%, yang diikuti oleh subkelompok ikan segar yang sebesar 9%. Di
sisi lain, subkelompok sayur-sayuran meminimalisir tekanan inflasi dengan berkontribusi
negatif terhadap inflasi sebesar 6%.
Grafik 2.9 Perkembang an Inflasi Bulanan Palembang
per Kelompok Barang dan Jasa
Sumber: BPS Provinsi S umatera Selatan
BAB 2 - Perkembangan Inflasi Palembang
49
Grafik 2.10 Kontribusi Inflasi Bulanan
Sumber: BPS Provinsi S umatera Selatan
Grafik 2.11 Disagregasi Inflasi Bulanan : Core, Volatile Foods, Administered Prices
BAB 2 - Perkembangan Inflasi Palembang
50
Melalui disagregasi inflasi bulanan, dapat diketahui bahwa inflasi pada triwulan IV
2010 lebih banyak dipengaruhi oleh komponen core inflation. Core inflation bulanan masih
relatif terkendali di kisaran yang rendah. Komponen volatile foods mengalami perubahan
harga yang semakin bergejolak dibandingkan tren pada dua tahun terakhir, mengalami
inflasi 3,2% (mtm) pada bulan Desember 2010. Di sisi lain, inflasi administered prices mulai
mengalami peningkatan pada bulan Desember, yang antara lain dipengaruhi oleh kenaikan
harga listrik.
Efek anomali cuaca yang sangat terasa pada akhir tahun 2010 ternyata sempat
meningkatkan inflasi bulanan pada bulan November melebihi inflasi bulanan pada bulan
September dimana terdapat hari raya Idul Fitri. Walaupun pada Desember inflasi bulanan
melambat, namun inflasi bulanan yang terjadi masih relatif tinggi dibanding tahun-tahun
sebelumnya.
Grafik 2.12
Event Analysis Inflasi Kota Palemb ang Desember 2009 – Desember 2010
Sumber: Diolah dari BPS Pr ovinsi Sumatera Selatan
BAB 2 - Perkembangan Inflasi Palembang
51
Grafik 2.13 Perbanding an Inflasi Bulanan d an Ekspektasi Harga
Konsumen 3 Bulan YAD
Sumber: BPS dan Survei Konsume n BI
Grafik 2.14 Perbanding an Inflasi Bulanan
Palembang dan N asional
Sumber: Ba dan P usat Statistik
Secara umum inflasi kota Palembang memiliki pola pergerakan yang searah dengan
inflasi nasional, meskipun relatif lebih fluktuatif dibandingkan dengan inflasi nasional,
terutama mulai bulan Agustus 2010. Sejak akhir tahun 2009, Kota Palembang mengalami
inflasi yang secara umum lebih rendah dibandingkan nasional, dan mengalami variasi pada
semester kedua 2010.
Berdasarkan hasil Survei Konsumen yang dilaksanakan setiap bulan oleh Bank
Indonesia Palembang dengan responden yang berdomisili di Palembang, terdapat
pergerakan yang searah antara laju inflasi bulanan atau laju inflasi bulanan pada bulan
sebelumnya dengan jumlah konsumen yang memprediksikan kenaikan harga pada 3 bulan
yang akan datang (ekspektasi harga t).
BAB 2 - Perkembangan Inflasi Palembang
52
GANGGUAN PASOKAN PICU KENAIKAN HARGA CABE DI PALEMBANG
Pedasnya rasa cabe rupanya masih kalah dengan pedasnya harga cabe yang kian hari kian membumbung tinggi. Selama 3 bulan terakhir harga cabe masih belum menunjukkan tanda-tanda penurunan. Persoalan harga cabe di Palembang memang tidak dapat dilepaskan dari rantai pasokan Pulau Jawa. Begitu dominannya cabe dari Pulau Jawa terlihat ketika pasokannya berkurang bahkan berhenti sama sekali langsung membawa pengaruh terhadap kenaikan harga cabe. Di Pasar Induk Jakabaring harga cabe merah keriting pada Sabtu 15 Januari 2011 tercatat Rp40.000,- h ingga Rp42.000,- per kg dan cabe rawit mencapai Rp38.000,- hingga Rp40.000,- per kg. Sebagai pusat perkulakan sayur mayur, harga di Pasar Induk Jakabaring tentunya masih lebih murah jika dibanding dengan harga di Pasar Tradisional lain seperti Pasar Cinde dan Pasar Lemabang yang harganya mencapai Rp55.000,- hingga Rp60.000,- per kg baik untuk cabe merah kriting maupun cabe rawit. Menurut salah seorang pedagang besar, masih tingginya harga cabe selama 3 bulan terakhir ini dipengaruhi oleh tidak adanya pasokan cabe dari Pulau Jawa akibat pengaruh cuaca dan bencana alam yang melanda Yogyakarta beberapa waktu yang lalu. Cabe yang berasal dari Pulau Jawa memang sangat mendominasi pasokan cabe di Pasar Induk, mencapai sekitar 70% dari total cabe yang diperdagangkan. Selebihnya merupakan cabe yang berasal dari Betung (Banyuasin), Pagar Alam, dan Lampung. Meski di bulan Januari ini daerah Betung (Banyuasin), Pagar Alam, dan Lampung.telah panen, namun supply-nya tidak mampu untuk membuat harga cabe bergerak ke harga normal sekitar Rp15.000,- per kg. Akibatnya untuk menyiasati harga cabe yang masih tinggi ini sebagian konsumen yang membuka usaha rumah makan yang memerlukan bahan mentah cabe mulai beralih ke cabe giling yang harganya lebih murah, sekitar Rp27.000,- per kg. Pedagang sampai saat ini belum mampu untuk memperkirakan kapan harga cabe akan turun ke harga normal.
Suplemen 8
PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH
• Pertumbuhan kredit lebih cepat dibandingkan pertumbuhan DPK selama tahun 2010.
• Suku bunga simpanan mulai mengalami peningkatan, namun belum diikuti oleh suku bunga pinjaman.
3.1. Kondisi Umum
Secara umum, kinerja perbankan di Provinsi
Sumatera Selatan (Sumsel) pada triwulan IV
2010 (November 2010) dari beberapa indikator
seperti total aset, penghimpunan dana dan
penyaluran kredit/pembiayaan mengalami
peningkatan seiring dengan baiknya kondisi
perekonomian dan naiknya harga komoditas
unggulan.
Secara triwulanan (qtq) total aset
meningkat sebesar 2,51% menjadi Rp49,17
triliun dan secara tahunan total aset perbankan
Sumsel meningkat dibandingkan triwulan yang
sama pada tahun sebelumnya (yoy) sebesar
18,92%.
Penghimpunan DPK triwulan ini mengalami peningkatan sebesar 16,62% (yoy)
dibandingkan tahun sebelumnya dari Rp33,39 triliun menjadi Rp38,94 triliun, dan secara
triwulanan tercatat meningkat sebesar 3,03% (qtq). Sementara itu, penyaluran kredit/
pembiayaan secara tahunan mengalami peningkatan sebesar 17,29% (yoy) dari Rp27,91
triliun menjadi Rp32,74 triliun.
Penyaluran kredit Mikro, Kecil, dan Menengah (MKM) secara tahunan (yoy) tercatat
mengalami peningkatan sebesar 19,47% dari Rp18,19 triliun menjadi sebesar Rp21,73
triliun. Sementara itu, secara triwulanan (qtq), realisasi kredit MKM mengalami penurunan
sebesar 1,13%.
Grafik 3.1 Perkembangan Aset, DPK, dan Kredit Perban kan Provinsi Sumatera Selatan
*Posisi November 2010
BAB 3
BAB 3 - Perkembangan Perbankan Daerah
54
Grafik 3.2 Jumlah Kantor Bank dan ATM di Provinsi Sumatera Selatan
*Posisi November 2010
Peningkatan penghimpunan DPK yang lebih tinggi dari pertumbuhan penyaluran
pembiayaan/kredit secara triwulanan telah menyebabkan penurunan Loan to Deposit Ratio
(LDR) dari 86,06% pada triwulan III 2010 menjadi 84,08% pada triwulan IV 2010.
3.2. Kelembagaan
Jumlah bank yang beroperasi di Provinsi Sumsel
sampai dengan triwulan IV 2010 berjumlah 56
bank. Jumlah kantor bank sebanyak 530 kantor
yang terdiri dari 4 Kantor wilayah Bank Umum
Konvensional, 1 Kantor Pusat Bank Pemerintah
Daerah, 18 Kantor Pusat BPR/S, 62 Kantor
Cabang Bank Umum Konvensional, 11
Kantor Cabang Bank Umum Syariah dan 4
Kantor Cabang BPR/S, 314 Kantor Cabang
Pembantu Bank Umum Konvensional, 41
Kantor Cabang Pembantu Bank Umum Syariah,
serta 64 Kantor Kas Bank Umum, 6 Kantor Kas
Bank Syariah dan 4 Kantor Kas BPR. Sementara itu jumlah Anjungan Tunai Mandiri (ATM)
tercatat sebanyak 525 unit.
3.3. Penghimpunan Dana Pihak Ketiga (DPK)
3.3.1 Penghimpunan DPK
Jika dibandingkan dengan akhir triwulan yang sama pada tahun sebelumnya (yoy), DPK
mengalami peningkatan sebesar 16,62%. Seluruh komponen DPK mengalami kenaikan
secara tahunan. Giro tercatat meningkat dari Rp4,79 triliun menjadi sebesar Rp6,34 triliun
atau sebesar 32,45%. Tabungan mengalami peningkatan sebesar 19,07% menjadi
Rp16,27 triliun. Simpanan berjangka/deposito meningkat dari Rp14,94 triliun menjadi
Rp16,33 triliun atau meningkat sebesar 9,03%.
Secara triwulanan (qtq), penghimpunan DPK mengalami peningkatan sebesar
3,03% yang dikontribusikan oleh peningkatan simpanan deposito dan tabungan masing-
masing sebesar 5,37% dan 6,45%. Namun di sisi lain, seiring dengan pelunasan transaksi
BAB 3 - Perkembangan Perbankan Daerah
55
bisnis yang dilakukan pada akhir tahun, simpanan giro mengalami penurunan sebesar
9,57% (qtq).
Berdasarkan pangsa masing-masing komponen simpanan terhadap total DPK yang
dihimpun, deposito tercatat memiliki pangsa terbesar yaitu sebesar 41,93%, atau sedikit
melebihi tabungan yang pada triwulan lalu memiliki pangsa terbesar. Sementara itu
tabungan dan giro masing-masing memiliki pangsa sebesar 41,78% dan 16,29%.
3.3.2. Penghimpunan DPK Menurut Kabupaten/Kota
Saat ini sistem pelaporan bank yang dikelola Bank Indonesia Palembang masih
mengelompokkan daerah berdasarkan 11 kabupaten/kota. Berdasarkan laju pertumbuhan
secara tahunan (yoy), penghimpunan DPK Musi Banyuasin tercatat mengalami
pertumbuhan paling tinggi yakni sebesar 54,06% atau dengan pangsa pertumbuhan
tahunan sebesar 2,33%. Kota Palembang mencatat kontribusi terhadap pertumbuhan
tahunan yang tinggi, yaitu sebesar 12,66%. Pada periode ini, Lematang Ilir Ogan Tengah
merupakan wilayah yang membatasi pertumbuhan kredit secara tahunan, yaitu dengan
andil pertumbuhan tahunan sebesar minus 0,33%.
Grafik 3.3 Pertumbuhan D PK Perban kan di Provinsi Sumatera Selatan
*Posisi November 2010
Grafik 3.4 Komposisi DPK Perbankan Tr iwulan IV 2010
di Provinsi Sumatera Selatan
*Posisi November 2010
BAB 3 - Perkembangan Perbankan Daerah
56
Tabel 3.1
Pertumbuhan DPK Perban kan p er Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Selatan (dalam Rp Juta)
Kabupaten/Kota 2009 2010
IV I II III IV* Prabumulih 1,069,924 994,060 1,204,056 1,287,632 1,262,557
Pagar Alam 308,350 244,480 327,537 372,992 369,986
Lubuklinggau 1,196,570 1,266,307 1,467,709 1,465,093 1,430,246
Baturaja 789,252 42,448 44,761 52,096 46,499
Palembang 22,469,744 21,479,957 23,946,104 25,466,056 26,629,153
Ogan Komering Ulu 472,256 1,329,957 1,519,619 1,572,425 1,618,354
Ogan Komering Ilir 746,578 841,085 694,373 637,310 637,139
Musi Banyuasin 1,041,640 1,265,999 1,795,090 1,803,149 1,604,732
Musi Rawas 45,194 104,645 44,027 52,043 60,541
Lematang Ilir Ogan Tengah 4,524,899 4,482,735 4,263,236 4,204,704 4,394,034
Lahat 722,501 764,056 870,552 875,061 881,779
*Posisi November 2010
Pertumbuhan DPK secara triwulanan di berbagai wilayah secara umum pada
periode ini relatif rendah. Wilayah Palembang dan Lematang Ilir Ogan Tengah tercatat
sebagai wilayah dengan peningkatan penghimpunan DPK terbesar secara triwulanan yakni
masing-masing naik sebesar 4,57% dan 4,50%. Sementara itu, beberapa kota/kabupaten
lain yakni Musi Banyuasin dan Baturaja mencatat penurunan DPK dibandingkan triwulan
sebelumnya. DPK Kabupaten Musi Banyuasin juga tercatat mengalami penurunan paling
drastis yaitu sebesar 11,00%. Kontribusi Palembang terhadap pertumbuhan DPK
merupakan yang tertinggi yakni sebesar 3,12%. Wilayah yang juga berkontribusi sebagai
penopang pertumbuhan triwulanan antara lain adalah Lematang Ilir Ogan Tengah dan
Ogan Komering Ulu, dengan andil masing-masing sebesar 0,51% dan 0,12%. Berdasarkan
pangsa, DPK Kota Palembang masih merupakan wilayah dengan pangsa terbesar yakni
sebesar 68,39% dari total DPK Sumatera Selatan, sementara daerah yang mempunyai
pangsa terendah adalah Kabupaten Baturaja sebesar 0,12%.
3.4. Penyaluran Kredit/Pembiayaan
3.4.1. Penyaluran Kredit/Pembiayaan Secara Sektoral
Laju pertumbuhan kredit/pembiayaan tercatat mengalami peningkatan sebesar 17,29%
dari tahun sebelumnya (yoy) yaitu dari Rp27,91 triliun menjadi Rp32,74 triliun. Laju
BAB 3 - Perkembangan Perbankan Daerah
57
pertumbuhan tertinggi terjadi pada kredit sektor jasa listrik, gas, dan air dan kredit sektor
jasa sosial masyarakat dan masing-masing sebesar 172,27% dan 113,36%.
Tabel 3.2
Perkembangan Kredit Sektoral Provinsi Sumatera Selatan (Rp Juta)
Sektor 2009 2010
IV I II III IV*
Pertanian 4,935,680 4,263,349 4,270,243 4,747,927 4,830,256
Pertambangan 609,393 615,637 518,460 587,974 718,683
Perindustrian 3,156,263 2,610,876 3,018,585 3,282,853 3,685,796
Perdagangan 5,828,923 4,936,273 5,325,800 6,292,020 6,379,800
Jasa-jasa 3,485,232 3,518,964 3,712,200 4,100,111 4,375,275
Listrik, Gas dan Air 242,201 250,016 284,317 639,984 659,433
Konstruksi 1,550,167 1,485,497 1,601,727 1,638,913 1,675,739
Pengangkutan 244,498 330,557 363,728 356,889 348,540
Jasa Dunia Usaha 1,262,746 1,255,387 1,041,484 1,050,939 1,295,528
Jasa Sosial Masyarakat 185,620 197,507 420,944 413,386 396,035
Lain-lain 9,896,154 12,060,873 13,224,773 13,509,297 12,747,304
*Posisi November 2010
Sektor yang berkontribusi terbesar sebagai penopang pertumbuhan kredit tahunan
adalah sektor jasa listrik, gas dan air dan sektor perindustrian masing-masing sebesar 3,47%
dan 1,89%. Sektor perindustrian juga memegang peranan terbesar pada pertumbuhan
triwulanan dengan andil pertumbuhan sebesar 1,38%. Pertumbuhan kredit secara tahunan
sedikit terhambat oleh pertumbuhan kredit di sektor pertanian dengan andil sebesar minus
0,32%.
Selain sektor lain-lain, sektor perdagangan memiliki pangsa terbesar dalam
penyaluran kredit yaitu sebesar 19,49%. Urutan kedua dan ketiga ditempati oleh sektor
pertanian dan sektor perindustrian yaitu masing-masing sebesar 14,75% dan 11,26%.
Selain itu, penyaluran kredit di sektor jasa konstruksi dan sektor jasa dunia usaha juga
mempunyai pangsa yang cukup besar, yaitu masing-masing sebesar 5,12% dan 3,96%.
BAB 3 - Perkembangan Perbankan Daerah
58
3.4.2. Penyaluran Kredit/Pembiayaan Menurut Penggunaan
Penyaluran kredit/pembiayaan menurut penggunaan mengalami perubahan yang bervariasi
dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya (yoy). Kredit modal kerja
mencatat peningkatan paling tinggi yakni dari Rp11,87 triliun menjadi Rp.14,54 triliun atau
22,43%. Kredit konsumsi mencatat pertumbuhan sebesar 22,34%. Di sisi lain, kredit
investasi menurun 0,73%. Secara triwulanan (qtq), penyaluran kredit/pembiayaan untuk
investasi justru tercatat mengalami peningkatan yang juga tertinggi yaitu sebesar 10,00%.
Penyaluran kredit modal kerja mengalami peningkatan sebesar 1,44%, sedangkan kredit
konsumsi tercatat menurun sebesar 4,31%.
Grafik 3.5 Pangsa Penyaluran Kredit Sektoral
Provinsi Sumatera Selatan Triwulan IV 2010
*Posisi November 2010
Grafik 3.6 Pertumbuhan Kredit Menurut Penggunaan
Provinsi Sum atera Selatan
*Posisi November 2010
Grafik 3.7 Pangsa Penyaluran Kredit /Pembiayaan
Menurut Penggunaan Provinsi Sumsel Triwulan IV 2010
*Posisi November 2010
BAB 3 - Perkembangan Perbankan Daerah
59
Berdasarkan jenis penggunaan, penyaluran kredit masih didominasi oleh kredit
modal kerja yakni sebesar 44,40%, kemudian diikuti kredit konsumsi yakni sebesar
36,93%, dan kredit investasi dengan pangsa sebesar 18,67%. Jika diperhatikan pula data
triwulan sebelumnya, telah terjadi sedikit peningkatan pada proporsi kredit modal kerja dari
sebelumnya sebesar 44,07%.
3.4.3. Penyaluran Kredit/Pembiayaan Menurut Kabupaten
Berdasarkan daerah penyaluran kredit, wilayah Lubuklinggau, Musi Banyuasin, dan
Palembang tercatat sebagai wilayah yang paling dominan dalam penyaluran
kredit/pembiayaan secara tahunan (yoy) yakni dengan andil pertumbuhan masing-masing
sebesar 34,87%, 27,00% dan 24,83%.
Tabel 3.3
Perkembang an Penyaluran Kredit/Pemb iayaan Perb ankan per W ilayah di Provinsi Sumatera Selatan (dalam Rp Juta)
Wilayah 2009 2010
IV I II III IV*
Prabumulih 1,034,049 926,720 1,065,823 1,120,648 1,077,349
Pagar Alam 309,706 264,518 269,491 311,886 289,665
Lubuklinggau 840,973 921,416 1,130,749 1,145,890 1,134,211
Baturaja 1,099,851 95,339 91,588 102,257 111,769
Palembang 14,835,993 16,204,837 16,815,392 18,063,601 18,520,274
Ogan Komering Ulu 1,743,072 1,844,438 2,087,848 2,216,523 2,169,811
Ogan Komering Ilir 2,209,802 2,259,199 2,485,484 2,519,835 2,507,507
Musi Banyuasin 2,727,439 2,342,973 2,745,756 3,470,524 3,463,952
Musi Rawas 693,235 869,712 766,770 841,560 822,388
Lematang Ilir Ogan Tengah 1,674,845 1,552,376 1,803,014 1,884,898 1,820,057
Lahat 737,015 718,920 802,817 837,322 814,928
Lainnya 5,665 5,524 5,329 5,238 5,203 *Posisi November 2010
Begitupun halnya dengan pertumbuhan secara triwulanan (qtq), wilayah Palembang
dan Musi Banyuasin tercatat sebagai wilayah dengan kontribusi tertinggi terhadap
pertumbuhan kredit/pembiayaan yakni masing-masing sebesar 14,05% dan 2,86%.
Sementara itu, kontribusi pertumbuhan yang negatif disumbang oleh wilayah Pagar Alam
dengan andil sebesar minus 0,06%.
BAB 3 - Perkembangan Perbankan Daerah
60
Grafik 3.8 Komposisi Penyaluran Kredit Perbankan Pro vinsi Sum atera Selatan Triwulan IV 2010
Berdasarkan Wilayah
*Posisi November 2010
Menurut lokasi penyaluran, Palembang tercatat sebagai kota dengan pangsa
penyaluran kredit terbesar yakni sebesar 56,57%. Kemudian disusul oleh Musi Banyuasin
dan Ogan Komering Ilir yaitu masing-masing mempunyai pangsa sebesar 10,58% dan
7,66%.
3.4.4. Penyaluran Kredit/Pembiayaan Mikro Kecil Menengah (MKM)
Realisasi kredit Mikro, Kecil, dan Menengah (MKM) pada triwulan ini secara tahunan
tercatat mengalami peningkatan dari posisi yang sama tahun sebelumnya, yakni meningkat
sebesar 19,47% (yoy) dari Rp18,19 triliun menjadi sebesar Rp21,73 triliun. Berdasarkan
penggunaan, pertumbuhan tertinggi adalah kredit investasi yaitu sebesar 26,52%, diikuti
oleh kredit konsumsi dan kredit modal kerja masing-masing sebesar 22,29% dan 13,47%.
Sementara itu, secara triwulanan (qtq), realisasi kredit MKM mengalami penurunan sebesar
1,13% dibanding triwulan sebelumnya. Penurunan tersebut dikontribusikan oleh
penurunan penyaluran kredit modal kerja dan kredit konsumsi masing-masing sebesar
3,30% dan 3,68%. Di sisi lain, kredit investasi masih tumbuh positif sebesar 25,97%.
Berdasarkan pangsa penggunaan, kredit yang diberikan pada triwulan IV 2010
banyak digunakan untuk konsumsi dan modal kerja. Kredit konsumsi tercatat sebesar
Rp11,93 triliun atau dengan pangsa sebesar 54,89%, sementara kredit modal kerja tercatat
BAB 3 - Perkembangan Perbankan Daerah
61
sebesar Rp7,55 triliun atau dengan pangsa sebesar 34,77%. Selain itu, kredit investasi
tercatat sebesar Rp2,25 triliun atau dengan pangsa sebesar 10,35%.
Berdasarkan plafon kredit, realisasi penyaluran kredit kecil masih mencatat
pertumbuhan tertinggi secara tahunan. Secara tahunan (yoy), perkembangan realisasi
penyaluran kredit mikro (plafon sd. Rp50 juta) mengalami peningkatan sebesar 2,83%,
sedangkan kredit kecil (plafon Rp51 juta s.d. Rp500 juta), dan menengah (Rp501 juta s.d.
Rp5 miliar) masing-masing meningkat sebesar 29,00%, dan 23,76%. Secara triwulanan
(qtq), perkembangan realisasi penyaluran kredit usaha mikro dan kredit usaha kecil masing-
masing menurun sebesar 1,40% dan 3,31%, sedangkan penyaluran kredit menengah
masih meningkat sebesar 3,21%.
Menurut komposisinya, kredit kecil mempunyai pangsa tertinggi yaitu sebesar
46,46% dari keseluruhan kredit Mikro, Kecil, dan Menengah. Kemudian, kredit mikro dan
kredit menengah masing-masing mempunyai pangsa sebesar 26,91% dan 26,63%.
Walaupun menurun secara triwulanan, pangsa penyaluran kredit kecil mengalami
peningkatan cenderung berkelanjutan sejak awal tahun 2009.
3.5. Perkembangan Suku Bunga Bank Umum Konvensional di Sumatera Selatan
Suku bunga bank umum konvensional yang terdiri dari suku bunga simpanan dan suku
bunga pinjaman pada triwulan IV 2010 mengalami pertumbuhan dengan arah yang
Grafik 3. 9 Penyaluran Kredit MKM Perb ankan
Provinsi Sum atera Selatan Menurut Penggunaan
*Posisi November 2010
Grafik 3.10 Penyaluran Kredit MKM Menurut Plafond Kredit
*Posisi November 2010
BAB 3 - Perkembangan Perbankan Daerah
62
berbeda. Kenaikan bunga simpanan dan penurunan suku bunga pinjaman mempersempit
spread suku bunga kredit perbankan.
3.5.1. Perkembangan Suku Bunga Simpanan
Suku bunga simpanan yang terdiri dari suku bunga simpanan yang berjangka waktu
1 bulan, 3 bulan, 6 bulan, 12 bulan, dan 24 bulan, secara rata-rata mengalami peningkatan
bila dibandingkan dengan triwulan sebelumnya.
Suku bunga simpanan mengalami
peningkatan setelah menurun pada
beberapa periode terakhir. Rata-rata suku
bunga simpanan tercatat sebesar 7,55%,
sedikit meningkat dibandingkan dengan
tingkat suku bunga simpanan pada triwulan
sebelumnya (qtq) yang tercatat sebesar
7,45%, namun lebih rendah dibandingkan
dengan periode yang sama tahun
sebelumnya (yoy), yang sebesar 8,12%.
Bila dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, berdasarkan jangka waktu
simpanan, jenis simpanan dengan berbagai jangka waktu mengalami perubahan yang
bervariasi. Kenaikan suku bunga yang secara relatif paling tajam terjadi pada jenis
simpanan dengan jangka waktu 24 bulan, yaitu sebesar 0,25%.
Suku bunga simpanan yang tertinggi saat ini dicatat oleh suku bunga simpanan
dengan jangka waktu 24 bulan, yakni sebesar 8,50%. Sedangkan suku bunga simpanan
yang memiliki rate paling rendah adalah dengan jangka waktu 6 bulan yakni sebesar
7,13%.
3.5.2. Perkembangan Suku Bunga Pinjaman
Perkembangan tingkat suku bunga pinjaman yang terdiri dari suku bunga kredit modal
kerja, kredit investasi, maupun konsumsi, secara rata-rata mengalami penurunan
dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya (yoy), namun sedikit
meningkat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya (qtq).
Grafik 3.11 Perkembang an Suku Bunga Simpanan
Sumatera Selatan
*Posisi November 2010
BAB 3 - Perkembangan Perbankan Daerah
63
Rata-rata tingkat suku bunga
pinjaman tercatat sebesar 15,34%,
sedikit menurun apabila dibandingkan
dengan tingkat suku bunga pinjaman
pada triwulan sebelumnya (qtq) yang
sebesar 15,41%. Namun, suku bunga
pinjaman lebih tinggi dibandingkan
dengan tahun sebelumnya (yoy) yang
tercatat sebesar 15,22%. Berdasarkan
penggunaan, suku bunga kredit yang
tertinggi pada triwulan IV 2010 adalah
suku bunga kredit konsumsi, yaitu
sebesar 18,19%. Sementara itu kredit
investasi tercatat sebagai kredit dengan
suku bunga terendah, yakni sebesar
13,78%.
Berbeda dengan suku bunga kredit investasi dan suku bunga kredit modal kerja,
suku bunga kredit konsumsi mengalami sedikit peningkatan dibandingkan triwulan
sebelumnya. dari 18,17% menjadi 18,19%.
3.5.3. Perkembangan Spread Suku Bunga
Spread suku bunga bank umum
konvensional, yaitu selisih antara suku
bunga kredit dan suku bunga
simpanan perbankan tercatat
mengalami penurunan pada triwulan
IV 2010 menjadi 7,79%. Selain itu,
angka tersebut lebih tinggi
dibandingkan tahun sebelumnya yang
sebesar 7,10%. Hal ini memberikan
indikasi menurunnya excess demand
dalam hal penyaluran kredit pada
triwulan IV 2010.
Grafik 3.12 Perkembang an Suku Bunga Pin jaman
Sumatera Selatan
*Posisi November 2010
Grafik 3.13 Perkembang an Spread Suku Bunga Sumatera Selatan
*Posisi November 2010
BAB 3 - Perkembangan Perbankan Daerah
64
3.6. Kualitas Penyaluran Kredit/Pembiayaan
Tingkat Non-Performing Loan (NPL)
gross bank umum Sumatera Selatan
pada triwulan IV 2010 sebesar 2,19%,
sedikit meningkat dibandingkan
kondisi tahun sebelumnya maupun
triwulan sebelumnya yang sebesar
2,15%. Sementara itu, NPL net (sudah
memperhitungkan PPAP) posisi
triwulan IV 2010 tercatat sebesar
0,95%, relatif konstan apabila
dibandingkan tingkat NPL net triwulan
sebelumnya.
Perubahan NPL Gross pada periode triwulan IV 2010 secara umum menurun pada
setiap kelompok bank. NPL pada Bank pemerintah relatif konstan pada level 2,07%. Bank
Umum Swasta Nasional (BUSN) mengalami peningkatan NPL dari 2,05% menjadi 2,21%.
Walaupun tetap merupakan yang tertinggi, NPL pada BPR mengalami penurunan dari
7,58% menjadi 7,47%. Persentase NPL gross bank umum konvensional terbesar masih
Grafik 3.16 Komposisi NPL Bank Umum Konvensional menurut Sektor Ekonomi Triwulan IV 2010
*Posisi November 2010
Grafik 3.14 Perkembang an NPL Perban kan Sumatera Selatan
*Posisi November 2010
Grafik 3.15 Perkembang an NPL m enurut Kelompok B ank
*Posisi November 2010
BAB 3 - Perkembangan Perbankan Daerah
65
bersumber dari sektor perdagangan yakni sebesar 42,61%, meningkat dari triwulan
sebelumnya yang mencapai 38,25%. Sektor pertanian tercatat menyumbang NPL sebesar
7,01% dan sektor konstruksi tercatat menyumbang NPL sebesar 12,19%. Berubahnya
proporsi NPL di sektor–sektor tersebut pada umumnya lebih bersifat temporer bergantung
pada faktor musiman permintaan barang dan jasa serta cash flow yang secara umum
berbeda pada masing-masing sektor.
3.7. Rentabilitas Perbankan
Bank pemerintah mampu mencatat keuntungan sebesar Rp812,4 miliar, lebih tinggi
dibandingkan BUSN yang memperoleh keuntungan Rp449,6 miliar. Sementara itu, BPR
hanya mampu mencetak laba sebesar Rp27,6 miliar.
Return on Asset (ROA) Bank Pemerintah sebesar 2,43%, lebih rendah dibandingkan
BPR yang mencapai 4,35% maupun dibandingkan BUSN yang mencapai 3,37%. Rasio
beban operasional terhadap pendapatan operasional (BOPO) bank pemerintah sebesar
80,72%. Sementara itu, BOPO pada BUSN dan BPR lebih rendah, yaitu masing-masing
sebesar 78,18% dan 71,59%.
Tabel 3.4 Indikator Kinerja Perbankan terkait Laba Triwulan IV 2010
No Indikator Angka Rasio
Bank Pemerintah BUSN BPR
1 Rasio Beban Operasional terhadap Pendapatan Operasional (BOPO) 80.72 78.18 71.59
2 Return on Asset (ROA) 2.43 3.37 4.35
3 Keuntungan (dalam Rp juta) 812,363 449,565 27,647
3.8. Kelonggaran Tarik
Dari Laporan Bank Umum (LBU) KBI Palembang diperoleh informasi bahwa undisbursed
loan (kredit yang belum ditarik oleh debitur) pada triwulan III 2010 tercatat sebesar Rp2,05
triliun atau 7,71% dari plafon kredit yang disetujui oleh perbankan, menurun dibandingkan
dengan tahun sebelumnya yang tercatat sebesar Rp2,95 triliun atau 13,21%, dan juga
menurun bila dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar Rp2,12
triliun atau 7,98%.
BAB 3 - Perkembangan Perbankan Daerah
66
3.9. Risiko Likuiditas
Risiko likuiditas bank umum konvensional di Provinsi Sumatera Selatan pada triwulan IV
2010 tergolong cukup likuid dengan
besaran angka rasio likuiditas sebesar
91,76% 1. Rasio tersebut tercatat
menurun jika dibandingkan dengan rasio
likuiditas triwulan sebelumnya yang
tercatat sebesar 95,48%.
Meningkatnya rasio likuiditas
merupakan dampak dari kenaikan aktiva
likuid < 1 bulan sebesar 2,04% (qtq)
menjadi sebesar Rp31,33 triliun yang
disertai dengan peningkatan pasiva likuid
< 1 bulan sebesar 6,17% (qtq) menjadi
sebesar Rp34,14 triliun.
1 Diperoleh melalui rasio nila i aktiva likuid < 1 bulan terhadap nilai pasiva likuid < 1 bulan
Grafik 3.17 Perkembang an Undisbursed Loan
Perban kan Sumatera Selatan
*Posisi November 2010
Grafik 3.18 Perkembang an Risiko Likuiditas
Perban kan Sumatera Selatan
*Posisi November 2010
BAB 3 - Perkembangan Perbankan Daerah
67
3.10. Perkembangan Bank Umum Syariah
Perkembangan bank umum Syariah dalam kurun satu tahun terakhir menunjukkan kinerja
yang cukup baik. Total aset pada triwulan IV 2010 (hingga akhir November 2010) tercatat
sebesar Rp2.130,08 miliar, meningkat sebesar 36,30% dibandingkan periode yang sama
tahun sebelumnya (yoy) yang tercatat sebesar Rp1.460,97 miliar, dan juga meningkat
apabila dibandingkan dengan triwulan sebelumnya (qtq), yaitu tercatat mengalami
peningkatan sebesar 8,04%.
Penghimpunan DPK tercatat sebesar Rp1.398,53 miliar, meningkat cukup pesat
sebesar 36,30% (yoy) dan meningkat sebesar 8,04% (qtq). Dana investasi t idak terikat
mendominasi pangsa penghimpunan DPK yakni sebesar 87,64% atau sebesar Rp1.224,88
miliar yang terdiri dari komponen tabungan mudharabah sebesar Rp470,53 miliar (pangsa
34,59% dari total DPK) dan deposito mudharabah sebesar Rp754,35 miliar (pangsa
53,05% dari total DPK).
Tabel 3.5 Perkembangan Bank Umum Syariah di Sumatera Selatan (Rp Juta)
INDIKATOR 2009 2010
IV I II III IV*
Total Aset 1,460,966 1,547,729 1,737,731 2,008,655 2,130,084
Dana Pihak Ketiga 1,026,077 1,015,414 1,156,153 1,294,504 1,398,534
1. Simpanan Wadiah 92,307 95,832 130,473 159,938 173,649
- Giro Wadiah 64,322 57,057 75,080 94,874 84,080
- Tabungan Wadiah 27,985 38,775 55,393 65,064 89,569
2. Dana Investasi tidak terikat 933,770 919,582 1,025,680 1,134,566 1,224,885
- Tabungan Mudharabah 419,160 406,078 433,700 447,822 470,532
- Deposito Mudharabah 514,610 513,504 591,980 686,744 754,353
Komposisi Pembiayaan 1,051,636 1,214,996 1,356,821 1,453,330 1,522,512
- Piutang Murabahah 669,024 755,944 869,120 929,506 966,282
- Piutang Istishna 1,919 1,819 1,753 1,881 1,824
- Piutang Qardh 54,364 79,804 85,373 91,414 106,901
- Pembiayaan Mudharabah 215,169 211,819 213,776 228,497 233,678
- Pembiayaan Musyarakah 111,113 165,178 185,764 200,212 211,780
Aktiva Ijarah 47 432 1035 1820 2047
Non Performing Financing 1.09 1.34 1.83 1.05 1.53
*) Data s.d November 2010
BAB 3 - Perkembangan Perbankan Daerah
68
Penyaluran pembiayaan mengalami peningkatan secara tahunan sedikit lebih tinggi,
yaitu sebesar 44,78% (yoy) dan secara triwulanan meningkat sebesar 4,76% (qtq). Dari
total penyaluran pembiayaan yang mencapai Rp1.522,51 miliar, piutang murabahah
memiliki pangsa sebesar 63,96% dari total pembiayaan yang disalurkan. Pembiayaan
mudharabah tercatat sebesar Rp 233,68 miliar atau memiliki pangsa sebesar 15,72% dan
pembiayaan musyarakah tercatat sebesar Rp211,78 miliar atau memiliki pangsa sebesar
13,78%. Sementara itu, piutang qardh dan piutang istishna pangsanya masih relatif kecil
yakni masing-masing sebesar 6,29% dan 0,13%.
Secara triwulanan pertumbuhan penyaluran pembiayaan yang lebih kecil
dibandingkan pertumbuhan penghimpunan DPK menyebabkan angka Finance to Deposit
Ratio (FDR) menurun dari sebesar 112,27% pada triwulan sebelumnya menjadi 108,86%.
Non Performing Financing (NPF) pada perbankan syariah mengalami peningkatan
tipis d ibandingkan triwulan sebelumnya, yaitu dari 1,05% menjadi 1,53. Tingkat NPF juga
lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya, namun secara besaran masih terbilang
rendah.
3.11. Perkembangan Bank Perkreditan Rakyat
Bank Perkreditan Rakyat (BPR) di Provinsi Sumatera Selatan secara umum menunjukkan
perkembangan kinerja. Total aset BPR meningkat sebesar 20,78% (yoy) atau 0,40% (qtq).
Peningkatan DPK yang terjadi juga cukup tinggi, yakni sebesar 18,72% (yoy) namun secara
triwulanan menurun sebesar 0,34% (qtq).
Grafik 3.19 Perkembang an Aset, DPK, dan Kredit
Bank Perkreditan Rakyat di Provinsi Sumatera Selatan
*Posisi November 2010
Grafik 3.20 Perkembang an Rasio Likuiditas
Bank Perkreditan Rakyat di Provinsi Sumatera Selatan
*Posisi November 2010
BAB 3 - Perkembangan Perbankan Daerah
69
Penyaluran kredit mengalami peningkatan sebesar 2,57% (qtq), dan secara tahunan
juga menunjukkan peningkatan sebesar 25,89% (yoy). Dengan perkembangan DPK dan
penyaluran kredit tersebut, Loan to Deposit Ratio (LDR) pada BPR meningkat menjadi
94,88%. Secara bersamaan, tingkat Non Performing Loan (NPL) pada BPR menurun dari
7,58% menjadi 7,47%.
Sama halnya dengan bank umum konvensional, rasio likuiditas BPR meningkat
dibandingkan triwulan sebelumnya, yaitu dari 39,79% menjadi 44,77%, yang
menunjukkan meningkatnya kondisi likuiditas pada BPR. Rasio likuiditas tersebut meningkat
dari tahun sebelumnya yang sebesar 43,82%.
BAB 3 - Perkembangan Perbankan Daerah
70
VARIASI PERTUMBUHAN DANA PIHAK KETIGA (DPK) PERBANKAN SEBAGAI PENDEKATAN TERHADAP PERBEDAAN KARAKTERISTIK WILAYAH
DI SUMATERA SELATAN *
Rata-rata laju pertumbuhan penghimpunan Dana Pihak Ketiga (DPK) di wilayah Sumatera Selatan selama kurun waktu 2006-2010 tercatat sebesar 18,33%. Kondisi tersebut ditopang oleh stabilnya rata-rata pertumbuhan DPK di wilayah utama sentra ekonomi Sumatera Selatan (Kota Palembang, Prabumulih, Lahat, Lubuk Linggau, dan Pagar Alam) pada kisaran 16,69%. Gabungan penghimpunan DPK kelima wilayah tersebut sangat dominan terhadap raihan DPK Sumatera Selatan dengan rata-rata total pangsa sebesar 79,70%. Namun demikian, 6 (enam) wilayah lainnya tercatat mengalami laju pertumbuhan DPK yang cukup bervariasi dari 3,43% hingga mencapai 163,10%. Wilayah Musi Rawas mencatatkan rata-rata peningkatan DPK paling tinggi, sedangkan yang paling rendah ditorehkan oleh wilayah Baturaja.
Secara umum, sebaran laju peningkatan DPK di sebagian besar wilayah Sumatera Selatan berada pada range yang tidak terlalu lebar. Tercatat hanya 3 (tiga) wilayah yang memiliki laju pertumbuhan DPK di atas 20% dan 1 (satu) wilayah dengan pertumbuhan di bawah 5%. Namun demikian, perlu dilakukan pengujian terhadap variabilitas laju pertumbuhan DPK antar wilayah tersebut untuk mengetahui ada tidaknya variansi antar wilayah.
Suplemen 9
Grafik 1. Rata-rata Laju Peningkatan DPK per Wilayah
di Sumatera Selatan Tahun 2006- 2010*
*Data s.d. November 2010
Tabel 1. Variabilitas Penghimpunan DPK di Wilayah
Tahun 2006-2010
Data 2010 hingga November
*signifikan pa da nilai kritis 5%
*) Pembagian wilayah berdasarkan Statistik Ekonomi dan Ke uangan Daerah (SEKDA) Provinsi S umatera Selatan yang dipublikasikan Kantor Ba nk Indonesia Palembang
BAB 3 - Perkembangan Perbankan Daerah
71
Adanya variansi pada laju pertumbuhan DPK dapat dijadikan proxy adanya perbedaan karakteristik antar wilayah di Sumatera Selatan. Untuk mengetahui hal tersebut dapat digunakan Uji Anova pada program Predictive Analytics Software (PASW).
Berdasarkan hasil Uji Anova pada laju pertumbuhan DPK yang terjadi di 11 (sebelas) wilayah Sumatera Selatan diperoleh nilai estimasi variansi sesatan (σ2) sebesar 2,497 dengan variansi
wilayah sebesar 15,2710. Dengan asumsi menolak H0 jika σλ2 > 0 dan H0 bermakna tidak
terdapat variansi laju pertumbuhan DPK antar wilayah, maka dapat diketahui bahwa terdapat variansi laju pertumbuhan DPK antar wilayah yang ditunjukkan dengan nilai signifikansi 0,00 pada tingkat kepercayaan 95%.
Adanya variasi dalam laju pertumbuhan DPK di wilayah Sumsel mengimplikasikan bahwa kemajuan daerah berbeda, khususnya dari sisi income masyarakat. Wilayah yang konsisten mencatat pertumbuhan DPK yang tinggi antara lain adalah Musi Rawas, Ogan Komering Ulu, dan Lematang Ilir Ogan Tengah. Kinerja penghimpunan dana juga terkait dengan kinerja penyediaan dana dalam bentuk kredit/pembiayaan yang bersumber dari sektor perbankan.
BAB 3 - Perkembangan Perbankan Daerah
72
Halaman ini sengaja dikosongkan
This page is intentionally blank
BAB 4 PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH
• Realisasi belanja maupun pendapatan daerah s.d. November tahun 2010 tercatat
lebih rendah dibandingkan pencapaian tahun sebelumnya.
• Realisasi pendapatan daerah mencapai Rp2.708,58 miliar atau sebesar 84,36%. Sementara itu, belanja terealisasi 69,33% atau sebesar Rp2.414,44 miliar.
4.1. Realisasi APBD Sumatera Selatan Tahun 2010
Pendapatan daerah Provinsi Sumatera Selatan pada tahun 2010 (November) terealisasi
sebesar Rp2.708,58 miliar atau mencapai 84,36% dari total anggaran yang sebesar
Rp3.210,71 miliar. Sementara total realisasi belanja daerah mencapai Rp2.414,44 miliar
atau sebesar 69,33% dari anggaran sebesar Rp3.482,54 miliar. Realisasi belanja maupun
pendapatan daerah sampai dengan November 2010 tercatat lebih rendah dibandingkan
pencapaian pada tahun sebelumnya.
Dari komponen pendapatan daerah, realisasi paling tinggi dicapai oleh pendapatan
Dana Perimbangan yakni sebesar Rp1.466,30 miliar atau mencapai 81,58% dengan
kontribusi sebesar 54,14% dari total realisasi pendapatan. Realisasi Dana Perimbangan
paling tinggi disumbangkan oleh dana Bagi Hasil Pajak dan Bukan Pajak sebesar Rp947,09
dengan pencapaian sebesar 75,08%, sedangkan Dana Alokasi Umum (DAU) terealisasi
100%. Sementara itu, realisasi komponen Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang merupakan
gambaran kemandirian suatu daerah mencapai Rp1.214,58 miliar atau 89,10% dari target
dengan pangsa sebesar 41,31% terhadap total pendapatan. Komponen PAD yang
mencatat realisasi paling besar adalah Pajak Daerah yakni sebesar Rp1.116,69 miliar atau
dengan realisasi sebesar 92,93% dari anggaran. Hasil Retribusi Daerah mencapai 90,96%
dengan nominal sebesar Rp15,35 miliar dan realisasi Lain-lain PAD yang sah mencapai
Rp59,29 miliar atau 69,44% dari target anggaran.
BAB 4 - Perkembangan Keuangan Daerah
74
Tabel 4.1 Realisasi APBD Sumsel Tahun 2010 (Rp Miliar)
Sumber: Biro Keuanga n Provinsi S umatera Selatan, diolah
Pada komponen belanja, realisasi belanja tidak langsung tercatat sebesar 68,72%
atau sebesar Rp935,35 miliar, di bawah pencapaian tahun sebelumnya yang mencapai
79,34%. Realisasi belanja hibah pada komponen belanja tidak langsung tercatat sebesar
Rp75,93 miliar merupakan komponen belanja dengan tingkat realisasi paling tinggi yakni
sebesar 92,60%. Sementara itu, realisasi belanja pegawai sebesar Rp398,30 miliar atau
mencapai 75,54%. Komponen belanja tidak langsung yang terealisasi paling rendah adalah
belanja tidak terduga yakni sebesar 8,25%.
BAB 4 - Perkembangan Keuangan Daerah
75
Komponen belanja langsung mencapai Rp1.479,09 miliar atau terealisasi sebesar
69,72%, lebih rendah dibandingkan pencapaian tahun sebelumnya yang sebesar 76,90%.
Realisasi belanja pegawai pada komponen belanja langsung tercatat sebesar Rp486,11
miliar dan merupakan komponen belanja langsung dengan tingkat realisasi paling tinggi
yakni sebesar 88,05%. Sementara itu, realisasi belanja modal sebesar Rp681,41 miliar atau
mencapai 63,67%. Komponen belanja langsung yang terealisasi paling rendah adalah
belanja barang dan jasa yakni dengan realisasi sebesar Rp311,57 atau terealisasi sebesar
62,44% dari anggaran.
Tabel 4.2 Realisasi APBD Sumsel Tahun 2009 dan Tahun 2010 (Rp Miliar)
Sumber : Biro Keuangan Provinsi S umatera Selatan, diolah
Grafik 4.2 Perbanding an Komponen Sisi Pengelu aran
Realisasi APBD Sumsel Tahun 2010
Sumber : Biro Ke uangan Provinsi S umatera Selatan
Grafik 4.1 Perbanding an Komponen Sisi Pendapatan
Realisasi APBD Sumsel Tahun 2010
Sumber : Biro Keuangan Provinsi S umatera Selatan
BAB 4 - Perkembangan Keuangan Daerah
76
4.2. APBD Sumatera Selatan Tahun 2011
Berdasarkan data Biro Keuangan Provinsi Sumatera Selatan diperoleh informasi bahwa
secara umum alokasi APBD tahun 2011 dari sisi pendapatan maupun belanja pemerintah
berada di atas APBD tahun 2010. Di sisi pendapatan, penerimaan Anggaran Pendapatan
dan Belanja Daerah (APBD) Sumsel pada tahun 2011 ditargetkan sebesar Rp3.435,48 miliar
atau meningkat sebesar 7,00% dari pendapatan APBD tahun 2010 yang sebesar
Rp3.210,71 miliar. Adapun belanja pemerintah daerah direncanakan sebesar Rp3.565,89
miliar atau meningkat sebesar 2,39% dari sebesar Rp3.482,54 miliar.
Berdasarkan komponen penerimaan, Pendapatan Asli Daerah tercatat ditargetkan
meningkat paling tinggi d ibandingkan sumber pendapatan lainnya yakni sebesar 14,71%.
Hal tersebut setidaknya dapat menutupi pendapatan Lain-lain PAD yang sah mengalami
penurunan sebesar 76,54% dari tahun sebelumnya. Sementara itu berdasarkan komponen
belanja, belanja tidak langsung meningkat sebesar 29,01% sedangkan belanja langsung
direncanakan turun sebesar 14,69%.
Target penerimaan APBD Sumsel tahun 2011 ditopang oleh komponen Dana
Perimbangan yakni sebesar Rp1.859,99 miliar atau mencapai 54,14% dari total target
penerimaan APBD Sumsel. Pangsa komponen Pendapatan Asli Daerah (PAD) tercatat
sebesar 45,52% atau sebesar Rp1.563,70 miliar. Komponen lain-lain PAD yang sah
ditargetkan sebesar Rp11,79 miliar atau dengan pangsa sebesar 0,34%.
Tabel 4.3 APBD Sumsel Tahun 2010 & Tahun 2011
Anggaran 2010 Anggaran 2011 Peningkatan
(Rp Miliar) (Rp Miliar) (%)
Pendapatan 3,210.71 3,435.48 7.00
PAD 1,363.16 1,563.70 14.71
Dana Perimbangan 1,797.29 1,859.99 3.49
Lain-lain PAD 50.26 11.79 (76.54)
Belanja 3,482.54 3,565.89 2.39
Belanja Tidak Langsung 1,361.20 1,756.13 29.01
Belanja Langsung 2,121.34 1,809.76 (14.69)
Surplus/Defisit (271.83) (130.40) (52.03)
Pembiayaan 271.83 130.40 (52.03)
Komponen
Sumber : Biro Keuangan Provinsi S umatera Selatan, diolah
BAB 4 - Perkembangan Keuangan Daerah
77
Komponen Belanja Langsung tercatat sedikit lebih besar dalam menopang
pengeluaran pemerintah Sumatera Selatan dengan pangsa sebesar 50,75% atau mencapai
Rp1.809,76 miliar. Adapun komponen Belanja Tidak langsung tercatat sebesar Rp
Rp1.756,13 miliar atau memiliki pangsa sebesar 49,25%.
Tabel 4.4
APBD Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2011 (Rp Miliar)
Sumber: Biro Ke uanga n Provinsi Sumatera Selatan
BAB 4 - Perkembangan Keuangan Daerah
78
Menyikapi rendahnya target penerimaan dibandingkan anggaran belanja,
Pemerintah Provinsi telah menetapkan anggaran pembiayaan daerah secara sebesar
Rp130,40 miliar, turun sebesar 52,03% dari rencana pembiayaan tahun sebelumnya yang
mencapai Rp271,83 miliar.
4.3. Realisasi Penerimaan Pajak Sumatera Selatan
Proyeksi terhadap data penerimaan pajak sampai dengan bulan November 2010 yang
diperoleh dari Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Sumatera Selatan dan Kepulauan
Bangka Belitung menunjukkan bahwa rata-rata penerimaan pajak pada triwulan IV 2010
akan mengalami penurunan dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.
Walaupun demikian, realisasi penerimaan pajak tahun 2010 secara total diperkirakan
meningkat 14,91% dibandingkan realisasi tahun sebelumnya. Rendahnya realisasi pada
triwulan IV disebabkan karena realisasi Pajak Bumi dan bangunan (PBB) sebagai
penyumbang penerimaan pajak paling besar telah dioptimalkan pada triwulan III 2010.
Penerimaan PPh Orang Pribadi diperkirakan sebesar Rp10,24 miliar atau mengalami
peningkatan sebesar 62,66% (yoy). Kondisi tersebut lebih baik dibandingkan kinerja
triwulan sebelumnya yang mengalami peningkatan sebesar 9,61% (yoy). Realisasi
penerimaan PPh Orang Pribadi pada tahun 2010 diperkirakan mencapai Rp53,47 miliar,
meningkat sebesar 35,64% (yoy) dibandingkan realisasi tahun sebelumnya.
Bertolak belakang dengan kinerja penerimaan PPh Orang Pribadi, kinerja
penerimaan PPh Pasal 21 pada triwulan IV diperkirakan mengalami perlambatan
dibandingkan pencapaian triwulan sebelumnya. Penerimaan PPh Pasal 21 triwulan berjalan
diperkirakan hanya meningkat sebesar 14,05% (yoy) menjadi sebesar Rp236,10 miliar,
melambat dari pencapaian triwulan sebelumnya yang mencatatkan peningkatan sebesar
36,85% (yoy). Realisasi penerimaan PPh Pasal 21 pada tahun 2010 diperkirakan mencapai
Rp991,45 miliar, meningkat sebesar 22,48% (yoy) dibandingkan realisasi tahun sebelumnya
yang sebesar Rp809,51 miiar.
BAB 4 - Perkembangan Keuangan Daerah
79
Sementara itu, penerimaan PBB pada triwulan IV 2010 diperkirakan sebesar
Rp376,59 miliar atau turun sebesar 43,66% (yoy). Kondisi tersebut pun tercatat lebih buruk
dibandingkan kinerja triwulan sebelumnya yang mencatatkan peningkatan sebesar 11,92%
(yoy). Penerimaan PBB selama tahun 2010 diperkirakan mencapai Rp1,56 triliun, meningkat
sebesar 12,21% dibandingkan realisasi pada tahun 2009. Adapun penerimaan Bea
Perolehan Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) pada tahun 2010 diperkirakan turun 11,85%
(yoy) dari tahun sebelumnya menjadi sebesar Rp105,02 miliar.
Grafik 4.3 Perkembang an Penerim aan PPh Orang Pribadi
Sumatera Selatan
Sumber : Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Sumatera Selatan dan
Kepulauan Ba ngka Belitung
Grafik 4.4 Perkembang an Penerim aan PPh Pasal 21
Sumatera Selatan
Sumber : Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Sumatera Selatan dan
Kepulauan Ba ngka Belitung
Grafik 4.6 Perkembang an Penerimaan B PHTB
Sumatera Selatan
Sumber : Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Sumatera Selatan dan
Kepulauan Ba ngka Belitung
Grafik 4.5 Perkembang an Penerim aan PBB
Sumatera Selatan
Sumber : Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Sumatera Selatan dan
Kepulauan Bangka Belitung
BAB 4 - Perkembangan Keuangan Daerah
80
Halaman ini sengaja dikosongkan
This page is intentionally blank
Grafik 5.1 Perkembang an Kliring Sumsel
Bab 5 PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN
• Aktivitas pembayaran tunai menunjukkan adanya peningkatan. Kendati demikian, secara net telah terjadi penurunan outflow pada kegiatan perkasan selama triwulan IV 2010.
• Transaksi kliring dan RTGS triwulan IV 2010 mengalami peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya.
5.1. Perkembangan Kliring dan Real Time Gross Settlement (RTGS)
5.1.1. Perkembangan Kliring dan RTGS Triwulan IV 2010
Perputaran kliring di Sumsel pada
triwulan IV 2010 menunjukkan sedikit
penurunan dalam jumlah warkat, namun
terjadi peningkatan dari sisi nominal
dibandingkan triwulan sebelumnya.
Dibandingkan dengan periode yang
sama tahun sebelumnya, perkembangan
kliring tercatat mengalami peningkatan.
Selama triwulan IV jumlah warkat yang
dikliringkan sebanyak 187.427 lembar
dengan nominal sebesar Rp6,95 triliun. Jumlah warkat secara tahunan meningkat
sebesar 6,30% (yoy), sedangkan secara nominal meningkat sebesar 15,86% (yoy) dari
sebesar Rp6,00 triliun.
Perkembangan nilai net RTGS pada triwulan IV 2010 menunjukkan peningkatan
baik secara tahunan maupun triwulanan. Nilai net RTGS tercatat sebesar Rp6,94 triliun,
meningkat sebesar 12,03% (yoy) dibandingkan tahun sebelumnya. Sementara itu volume
(transaksi) net RTGS juga tercatat mengalami peningkatan dibandingkan tahun triwulanan
sebelumnya, namun mengalami penurunan dibandingkan periode yang sama tahun
sebelumnya.
5. Perkembangan Sistem Pembayaran
82
Grafik 5.3 Perkembang an Perputaran Kliring dan Hari Kerja
Meningkatnya kegiatan kliring dan RTGS dibandingkan triwulan sebelumnya salah
satunya erat kaitannya dengan meningkatnya pengeluaran pemerintah di akhir tahun.
Secara triwulanan terjadi sedikit penurunan volume warkat kliring sebesar 1,26% (qtq) dari
sebanyak 189.809 lembar, sedangkan
berdasarkan nominal meningkat sebesar
4,13% (qtq) dari sebesar Rp6,68 triliun.
Perkembangan RTGS secara net dibandingkan
triwulan sebelumnya tercatat mengalami
peningkatan sebesar 35,27% (qtq) dari sisi nilai
dan mengalami peningkatan sebesar 17,97%
dari sisi volume. Jumlah hari kerja pada
triwulan ini tercatat sebanyak 62 hari atau
sama dibandingkan triwulan sebelumnya.
Seiring dengan peningkatan aktivitas pembayaran non tunai, peredaran cek dan
bilyet giro kosong.ternyata mengalami peningkatan. Perkembangan cek dan bilyet giro (BG)
kosong yang dikliringkan pada triwulan IV 2010 tercatat sebanyak 3.551 lembar dengan
nominal sebesar Rp115,55 miliar.
Grafik 5.2 Perkembang an RTGS Sumsel
-
5,000
10,000
15,000
20,000
25,000
30,000
IV I II III IV
2009 2010
-51015202530354045
Nilai RTG S da ri Sumse lNilai RTG S ke Sumse lNilai RTG S Ne t Volume RTG S da ri Sumse l (Aks is Kanan)Volume RTG S ke Sumse l (Aksis K anan)Volume RTG S Ne t (Aksis K anan)
Rp Milia rL
Ribu Lembar
5. Perkembangan Sistem Pembayaran
83
Jumlah warkat cek/BG kosong tercatat meningkat sebesar 14,92% (qtq)
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yakni dari sebanyak 3.090 lembar, sedangkan
dari sisi nominal tercatat meningkat sebesar 38,64% (qtq) dari sebesar Rp83,35 miliar.
Dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya pun nominal cek/BG kosong
tercatat mengalami peningkatan yakni sebesar 31,06% (yoy), sementara itu jumlah warkat
tercatat mengalami peningkatan sebesar 13,70% (yoy).
Tabel 5.1 Perputaran Cek dan Bilyet Giro Kosong
Provinsi Sum atera Selatan
IV I II III IV
1. Lembar Warkat 3,123 2,784 2,934 3,090 3,551
2. Nominal (Rp Miliar) 88.17 85.10 87.19 83.35 115.55
Keterangan2009 2010
Aktivitas kliring bulanan yang paling tinggi selama triwulan IV 2010 terjadi pada
bulan November dengan jumlah warkat sebanyak 66.530 lembar dan nominal sebesar
Rp2,37 triliun atau rata-rata perputaran nominal kliring/hari sebesar Rp113,01 miliar.
Sementara itu, secara bulanan aktivitas perputaran warkat cek dan bilyet giro kosong paling
tinggi terjadi pada bulan Desember.
Grafik 5.5 Perkembangan Jumlah Cek dan Bilyet Giro
Kosong Sumsel
Grafik 5.4 Perkembang an Bulanan Jumlah
Perputaran Kliring Sumsel
5. Perkembangan Sistem Pembayaran
84
Grafik 5.6 Perkembang an Kliring Tahunan Sumsel
5.1.2. Perkembangan Kliring dan RTGS Tahun 2010
Perputaran kliring di Sumsel pada tahun
2010 menunjukkan peningkatan baik
dari jumlah warkat maupun nominal
dibandingkan tahun sebelumnya.
Jumlah warkat yang dikliringkan
tercatat sebanyak 745.360 lembar atau
naik sebesar 5,56% (yoy), dengan
jumlah nominal sebesar Rp26,22 triliun
yang mengalami kenaikan sebesar
13,52% (yoy) dari sebesar Rp23,09
triliun pada tahun 2009.
Perkembangan nilai
RTGS secara net pada tahun 2010
menunjukkan peningkatan yakni
sebesar 8,99% (yoy) dari tahun
sebelumnya yang tercatat sebesar
Rp19.795,02 miliar. Sementara itu
volume net RTGS tercatat
mengalami peningkatan menjadi
sebesar 30,23 ribu lembar atau
naik sebesar 3,40% (yoy) dari
tahun sebelumnya.
Jumlah warkat cek/BG kosong selama tahun 2010 tercatat meningkat sebesar
9,15% (yoy) dibandingkan tahun sebelumnya yakni dari sebanyak 11.323 lembar menjadi
12.359, sedangkan dari sisi nominal tercatat mengalami peningkatan sebesar 22,00% (yoy)
dari sebesar Rp304,24 miliar menjadi Rp371,19 miliar
Grafik 5.7 Perkembang an RTGS Tahunan Sumsel
-
20,000
40,000
60,000
80,000
100,000
2007 2008 2009 2010
-
50
100
150
200
Nilai RTGS dari SumselNilai RTGS ke SumselNilai RTGS Net Volume RTGS dari Sumsel (Aksis Kanan)Volume RTGS ke Sumsel (Aksis Kanan)Volume RTGS Net (Aksis Kanan)
Rp Miliar Ribu Lembar
5. Perkembangan Sistem Pembayaran
85
Tabel 5.2 Perputaran Cek dan B ilyet Giro Kosong Tahunan
Propinsi Sumatera Selatan
1. Lembar Warkat 8,041 5,864 8,830 11,323 12,359
2. Nominal (Miliar Rp) 127.00 153.24 278.23 304.24 371.19
2009 2010Keterangan 2006 2007 2008
5.2. Perkembangan Perkasan
5.2.1. Perkembangan Perkasan Triwulan IV 2010
Kegiatan perkasan di Palembang pada triwulan IV 2010 mencatat inflow sebesar Rp1,75
triliun, naik 8,10% (yoy) dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang tercatat
sebesar Rp1,62 triliun. Apabila dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, terjadi
penurunan sebesar 30,31% (qtq) dari sebesar Rp2,51 triliun. Pada periode yang sama,
outflow tercatat sebesar Rp3,51 triliun, naik sebesar 51,39% (yoy) dibandingkan periode
yang sama tahun sebelumnya dan mengalami peningkatan sebesar 43,70% (qtq) apabila
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya.
Dengan membandingkan angka inflow dan outflow maka diperoleh net-outflow
selama triwulan IV 2010 sebesar Rp1,76 triliun, sedangkan pada periode yang sama tahun
sebelumnya tercatat mengalami net-outflow sebesar Rp0,70 triliun. Sementara itu kondisi
triwulan sebelumnya yang mengalami net-inflow sebesar Rp0,06 triliun.
Tabel 5.3 Kegiatan Perkasan di Sumsel (Rp Miliar)
IV I II III IV
Inflow 1,617.00 1,258.33 1,487.84 2,508.09 1,747.93
Outflow 2,319.96 1,635.36 2,501.95 2,444.08 3,512.18
Net Inflow (Net Outflow) (702.96) (377.03) (1,014.11) 64.02 (1,764.25)
2010Keterangan
2009
5. Perkembangan Sistem Pembayaran
86
Grafik 5.8 Perkembang an Keg iatan Perkasan Sumsel
2009-2010
Grafik 5.9 Perkembang an Penarikan Uang Lusuh
oleh KBI Palembang
Grafik 5.10 Perkembang an Penarikan Uang Lusuh
Tahunan oleh KBI Palembang
Melalui kegiatan perkasan,
dilakukan pula penarikan uang lusuh
di KBI Palembang sebagai wujud dari
clean money policy Bank Indonesia
untuk memenuhi kebutuhan uang
dalam kondisi layak edar. Secara
triwulanan, uang lusuh yang ditarik
tercatat menurun sebesar 29,55%
(qtq), sedangkan secara tahunan
tercatat naik sebesar 51,55%
(yoy) dibandingkan tahun sebelumnya yang sebesar Rp149,69 miliar.
Menurut proporsinya terhadap inflow, persentase penarikan uang lusuh juga
mengalami peningkatan dari sebesar 19,16% pada triwulan sebelumnya menjadi 19,36%.
Secara nominal, uang lusuh yang ditarik dan dimusnahkan pada triwulan ini mencapai
Rpp338,48 miliar.
5. Perkembangan Sistem Pembayaran
87
5.2.2. Perkembangan Perkasan Tahun 2010
Kegiatan perkasan di KBI Palembang pada tahun 2010 mencatat inflow sebesar Rp7,00
triliun, meningkat sebesar 19,52% (yoy) dibandingkan tahun sebelumnya yang sebesar
Rp5,86 triliun. Pada periode yang sama, outflow tercatat sebesar Rp10,09 triliun,
meningkat sebesar 31,65% (yoy) dibandingkan tahun sebelumnya yang tercatat sebesar
Rp7,67 triliun.
Tabel 5.4 Kegiatan Perkasan Tahunan di Sumsel (Rp Miliar)
Inflow 5,238.51 6,970.81 5,858.67 7,002.19
Outflow 7,272.26 7,645.26 7,666.92 10,093.56
Net Inflow (Net Outflow) (2,033.75) (674.45) (1,808.25) (3,091.37)
2010Keterangan 2008 20092007
Dengan membandingkan angka inflow dan outflow maka diperoleh net-outflow
selama 2010 sebesar Rp3,09 triliun, sedangkan pada tahun sebelumnya tercatat mengalami
net-outflow sebesar Rp1,81 triliun. Uang lusuh yang ditarik selama tahun 2010 tercatat
meningkat sebesar 80,66% (yoy) dibandingkan tahun sebelumnya yang tercatat sebesar
Rp1.007,55 miliar.
5.2.3. Aliran Perkasan Berdasarkan Denominasi
Sebagaimana gejala umum yang terjadi secara nasional, masyarakat Sumatera Selatan pada
umumnya sangat mengandalkan uang kertas dalam transaksi keuangan tunai. Hal tersebut
dapat dilihat dari dominasi uang kertas yang mengalir masuk (inflow) maupun yang keluar
(outflow) dari Sumatera Selatan yakni dengan rata-rata mencapai 99,98%.
Dalam rangka memenuhi kebutuhan masyarakat terhadap pecahan mata uang
(denominasi) yang sesuai dan layak edar, inflow uang kertas selama triwulan IV 2010
didominasi denominasi Rp100.000,00 sebesar Rp923,08 miliar atau 52,82%, kemudian
diikuti denominasi Rp50.000,00 sebesar Rp626,85 miliar atau 35,87%. Kedua denominasi
tersebut pun mendominasi outflow yakni masing-masing tercatat sebanyak 66,47% dan
31,59%. Sementara itu denominasi Rp500,00 mendominasi inflow uang logam yakni
sebesar 72,97%, sedangkan outflow didominasi denominasi Rp1.000,00 sebesar 63,32%.
5. Perkembangan Sistem Pembayaran
88
Tabel 5.5
Pangsa Inflow Sumatera Selatan Berd asarkan Denomin asi
Tabel 5.6 Pangsa Outflow Sumatera Selatan Berdasarkan Denomin asi
5. Perkembangan Sistem Pembayaran
89
Selain mendominasi pangsa uang kertas, permintaan masyarakat terhadap
denominasi Rp100.000,00 tercatat meningkat sebesar 96,24% (qtq) dibandingkan triwulan
sebelumnya, sementara dibandingkan tahun sebelumnya meningkat sebesar 120,74%
(yoy). Permintaan denominasi Rp50.000,00 pun mengalami peningkatan dibandingkan
triwulan sebelumnya yakni sebesar 36,92% (qtq), namun mengalami penurunan apabila
dibandingkan tahun sebelumnya yakni sebesar 7,97% (yoy).
Pada uang logam, permintaan masyarakat terhadap denominasi Rp1.000,00
tercatat menurun sebesar 38,88% (qtq) dibandingkan triwulan sebelumnya, sementara
dibandingkan tahun sebelumnya meningkat sebesar 7.107,32% (yoy). Adapun peningkatan
permintaan uang logam yang paling tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya adalah
denominasi Rp500,00 yakni sebesar 383,64% (qtq) dengan peningkatan secara tahunan
sebesar 74,09% (yoy).
Grafik 5.11 Perkembang an Inflow Berdasarkan Denominasi
Uang Kertas
Grafik 5.12 Perkembang an Outflow Berdasarkan D enominasi
Uang Kertas
Grafik 5.13 Perkembang an Inflow Berdasarkan Denominasi
Uang Logam
Grafik 5.14 Perkembang an Outflow Berdasarkan D enominasi
Uang Logam
5. Perkembangan Sistem Pembayaran
90
5.3. Perkembangan Kas Titipan Lubuk Linggau
Selain kegiatan perkasan yang dilaksanakan di Kota Palembang, Bank Indonesia
mengadakan kegiatan kas titipan di Kota Lubuk Linggau. Pertimbangan penyelenggaraan
kas titipan di daerah ini dilatarbelakangi oleh relatif tingginya kebutuhan terhadap uang
tunai serta jarak yang cukup jauh dari Kota Palembang.
Tabel 5.7
Perkembang an Kas Titip an Lubuk Linggau (Rp Miliar)
IV I II III IV
Inflow 1,095.19 1,119.30 239.24 312.39 235.59 318.01 253.32
Outflow 1,157.85 1,410.79 344.60 284.62 437.42 318.98 369.78
Net Inflow (Net Outflow) (62.67) (291.49) (105.36) 27.77 (201.83) (0.97) (116.46)
2009 20102010Keterangan 2009
Pada triwulan IV 2010 outflow di Lubuk Linggau tercatat sebesar Rp369,78 miliar,
meningkat sebesar 15,92% (qtq) dibandingkan triwulan sebelumnya. Sementara itu
aktivitas inflow tercatat sebesar Rp253,32 miliar, turun sebesar 20,34% (qtq) dibandingkan
triwulan sebelumnya, sehingga dengan membandingkan angka outflow dan inflow
diperoleh net-outflow sebesar Rp116,46 miliar.
Dalam kurun waktu tahun 2010 kas titipan Lubuk Linggau mencatat angka net-
outflow sebesar Rp291,49 miliar yang diperoleh dari nilai outflow dan inflow masing-
masing sebesar Rp1.410,79 miliar dan Rp1.119,30 miliar. Net-outflow yang terjadi pada
tahun 2010 tercatat lebih tinggi apabila dibandingkan dengan kondisi tahun 2009 yang
mencapai Rp62,67 miliar.
Grafik 5.15
Perkembang an Bulanan Kas Titipan Lubuk Linggau Tahun 2009-2010
BAB 6 PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAERAH DAN KESEJAHTERAAN
• Perkembangan NTP dalam satu tahun terakhir terus mengalami peningkatan. Rata-rata NTP pada triwulan IV 2010 tercatat sebesar 107,54, meningkat sebesar 2,57% (qtq) dibandingkan periode triwulan sebelumnya.
• Peningkatan harga komoditas pertanian menjadi salah satu penyebab meningkatnya Indeks Harga yang diterima Petani, sementara naiknya harga bahan makanan menjadi pendorong utama meningkatnya Indeks Konsumsi Rumah Tangga Petani
6.1. Ketenagakerjaan
Jumlah angkatan kerja di Provinsi Sumsel pada bulan Agustus 2010 mencapai 3.665.044
orang, bertambah 204.679 orang atau 5,91% (yoy) dibanding jumlah angkatan kerja pada
bulan Agustus 2009 yang tercatat sebesar 3.460.365 orang. Secara keseluruhan, kondisi
ketenagakerjaan di Sumsel ditandai perubahan beberapa indikator ketenagakerjaan yang
cukup signifikan ke arah yang lebih baik. Dari total angkatan kerja, jumlah penduduk yang
bekerja tercatat sebesar 3.421.193 orang, bertambah 224.299 orang atau sebesar 7,02%
(yoy) jika dibandingkan dengan posisi yang sama pada tahun sebelumnya.
Tabel 6.1 Jumlah Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas Yang Beker ja
Menurut Lapangan Pekerjaan Utama, Februari 2009 – Agustus 2010
Sumber : BPS Provinsi Sumatera Selatan
BAB 6 - Perkembangan Ketenagakerjaan Daerah dan Kesejahteraan
92
Ditinjau dari lapangan pekerjaan utama, komposisi ketenagakerjaan menurut sektor
ekonomi pada Agustus 2010 relatif sama dengan kondisi tahun-tahun sebelumnya, dimana
sebagian besar penduduk bekerja di sektor pertanian. Hal ini d isebabkan sektor pertanian
merupakan sektor utama di Sumatera Selatan dan mayoritas penduduk memiliki mata
pencaharian pada sektor tersebut. Walaupun demikian, pangsa tenaga kerja sektor
pertanian pada Agustus 2010 mengalami penurunan dibanding beberapa semester
sebelumnya menjadi sebesar 58,10%.
Hal yang cukup mengembirakan adalah adanya peningkatan pangsa tenaga kerja
yang bergerak pada sektor jasa. Sektor tersebut kini memiliki pangsa tenaga kerja sebesar
12,20% dan tercatat merupakan pencapaian tertinggi dalam kurun waktu 10 tahun
terakhir. Berubahnya pola hidup seiring tingkat pendidikan yang semakin maju diyakini
menjadi pendorong utama terjadinya transformasi struktur ketenagakerjaan.
Dari tujuh pembedaan status pekerjaan yang terekam pada Survei Angkatan
Kerja Nasional (Sakernas), diidentifikasi dua kelompok utama terkait kegiatan ekonomi,
yakni formal dan informal. Kegiatan formal terdiri dari mereka yang berstatus berusaha
dibantu buruh tetap dan buruh/karyawan. Sementara kelompok kegiatan informal
umumnya adalah mereka yang berstatus di luar itu. Jika melihat status pekerjaan
berdasarkan klasifikasi formal dan informal, pada bulan Agustus 2010 lebih dari 70%
tenaga kerja Sumatera Selatan bekerja pada kegiatan informal.
Tabel 6.2 Jumlah Penduduk Umur 15 Tahun ke Atas Yang Beker ja Menurut Status Pekerjaan, F ebruari 2009 – Agustus 2010
Sumber : BPS Provinsi Sumatera Selatan
BAB 6 - Perkembangan Ketenagakerjaan Daerah dan Kesejahteraan
93
6.2. Pengangguran
Pengangguran merupakan indikator utama dari bidang ketenagakerjaan dan kesejahteraan.
Klasifikasi penduduk yang menganggur adalah penduduk yang sedang mencari pekerjaan
ditambah penduduk yang sedang mempersiapkan usaha (tidak bekerja), yang mendapat
pekerjaan tetapi belum mulai bekerja, serta yang tidak mungkin mendapatkan pekerjaan.
Berdasarkan data BPS Sumsel, jumlah pengangguran pada bulan Agustus 2010
mengalami penurunan sebanyak 19.620 orang atau 7,45% dibandingkan dengan posisi
bulan Agustus 2009. Namun apabila dibandingkan dengan kondisi bulan Februari 2010
tercatat mengalami sedikit peningkatan sebanyak 6.733 orang atau sebesar 2,84% yang
diperkirakan sebagai dampak dari melambatnya kinerja beberapa sektor unggulan pada
periode survey. Kinerja sektor pertanian tercatat tumbuh sebesar 2,6% (yoy) pada triwulan
III 2010, mengalami perlambatan yang cukup signifikan dari kinerja triwulan I 2010 yang
mencapai 8,9% (yoy).
Tabel 6.3 Jumlah Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas Menurut Kegiatan,
Februari 2009 – Agustus 2010
Sumber : BPS Provinsi Sumatera Selatan
Melambatnya perekonomian secara umum juga telah menyebabkan meningkatnya
Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Sumsel pada bulan Agustus 2010 menjadi 6,65%
dibandingkan kondisi pada bulan Februari 2010 yang sebesar 6,55%. Namun demikian,
kondisi tersebuut lebih baik dibanding pencapaian periode yang sama tahun sebelumnya
yang mencatat TPT sebesar 7,61%.
Berdasarkan daerah tempat tinggal, TPT di daerah perkotaan jauh lebih tinggi
dibandingkan dengan daerah pedesaan. Tingginya TPT di kota erat kaitannya dengan
pertumbuhan alamiah penduduk, arus masuk angkatan kerja dari pedesaan, dan
BAB 6 - Perkembangan Ketenagakerjaan Daerah dan Kesejahteraan
94
banyaknya pencari kerja sebagai konsekuensi meningkatnya pendidikan penduduk
perkotaan.
6.3. Tingkat Kemiskinan
Berdasarkan data BPS Sumsel, jumlah penduduk miskin atau penduduk yang berada di
bawah Garis Kemiskinan pada bulan Maret 2010 tercatat sebesar 1.125.725 jiwa atau
15,47% dari jumlah penduduk Sumsel. Angka tersebut tercatat mengalami penurunan
sebesar 3,61% atau sebesar 42.140 orang dibandingkan periode yang sama tahun
sebelumnya (Maret 2009) yang tercatat sebesar 1.167.870 jiwa.
Tabel 6.4
Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Sumatera Selatan Tahun 1993-2010
Tahun Jumlah Penduduk Miskin
(ribuan) Persentase
1993 901,9 15,73
1996 1.017,0 17,04 1999 1.481,9 23,87 2002 1.434,1 22,49
2003 1.397,3 21,54 2004 1.379,3 20,92
Januari 2005 1.429,0 21,01 Januari 2006 1.446,9 20,99 Maret 2007 1.331,8 19,15 Maret 2008 1.249,61 17,73 Maret 2009 1.167,87 16,28 Maret 2010 1.125,73 15,47
Sumber : Data BPS Provinsi Sumsel, diolah dari Survei Sosial Ekonomi Nasional (Suse nas)
Jumlah dan persentase penduduk miskin pada periode 1993-2010 berfluktuasi dari
tahun ke tahun. Pada periode 1996-1999 jumlah penduduk miskin meningkat sebesar
464,9 ribu karena krisis ekonomi, persentase penduduk miskin mengalami peningkatan dari
17,04% menjadi 23,87%. Selama periode 1999-2010, jumlah penduduk miskin relatif
terus mengalami penurunan.
Garis Kemiskinan mengalami peningkatan dalam kurun waktu satu tahun terakhir,
yakni sebesar 4,38% dari Rp212.381,00 per kapita/bulan menjadi Rp221.687,00 per
kapita/bulan. Berdasarkan pembagian kelompok kemiskinan antara perkotaan dan
pedesaan, Garis Kemiskinan di perkotaan dalam setahun terakhir tercatat mengalami
BAB 6 - Perkembangan Ketenagakerjaan Daerah dan Kesejahteraan
95
peningkatan sebesar 4,3% dari Rp247.661,00 per kapita/bulan menjadi Rp258.304,00 per
kapita/bulan. Sementara itu, Garis Kemiskinan di daerah pedesaaan mengalami kenaikan
sebesar 4,5% pada periode yang sama, dari Rp190.109,00 per kapita/bulan menjadi
Rp198.572,00 per kapita/bulan.
Tabel 6.5 Garis Kemiskinan, Jum lah d an Persentase Penduduk Miskin
Menurut Daerah, Maret 2008-Maret 2010
Daerah/Tahun Garis Kemiskinan
(Rp/Kapita/Bulan)
Jumlah Penduduk
Miskin Persentase
Perkotaan
Maret 2008 229.552 514.704 18,87 Maret 2009 247.661 470.025 16,93 Maret 2010 258.304 471.224 16,73
Perdesaan Maret 2008 175.556 734.905 17,01
Maret 2009 190.109 697.848 15,87 Maret 2010 198.572 654.501 14,67
Kota+Desa Maret 2008 196.452 1.249.609 17,73 Maret 2009 212.381 1.167.873 16,28
Maret 2010 221.687 1.125.725 15,47
Sumber : Data BPS Provinsi Sumsel, diolah dari Survei Sosial Ekonomi Nasional (Suse nas)
Dengan memperhatikan garis kemiskinan berdasarkan komponen makanan dan
bukan makanan terlihat bahwa peranan komoditi makanan jauh lebih besar dibandingkan
peranan komoditi bukan makanan. Kontribusi garis kemiskinan makanan terhadap garis
kemiskinan pada bulan Maret 2010 tercatat sebesar 77,08%. Garis kemiskinan bukan
makanan pada bulan Maret 2010 tercatat sebesar Rp170.875,00/kapita/bulan, dan garis
kemiskinan makanan sebesar Rp50.813,00/kapita/bulan. Kondisi tersebut mengalami
kenaikan dibandingkan Maret 2009 yang mencatat Rp163.801,00/kapita/bulan untuk garis
kemiskinan bukan makanan dan Rp48.580,00/kapita/bulan untuk garis kemiskinan
makanan.
Persoalan kemiskinan bukan hanya sekadar berapa jumlah dan persentase
penduduk miskin, karena ada beberapa dimensi lain yang perlu diperhatikan yakni tingkat
kedalaman dan keparahan dari kemiskinan itu sendiri. Selain harus mampu memperkecil
jumlah penduduk miskin, kebijakan pengentasan kemiskinan juga harus mampu
mengurangi tingkat kedalaman dan keparahan kemiskinan.
BAB 6 - Perkembangan Ketenagakerjaan Daerah dan Kesejahteraan
96
Grafik 6.1 Indeks Harga yang d iterima, Indeks Harga yang dibayar
dan Nilai Tukar Petani
Sumber : BPS Provinsi Sumatera Selatan
Tabel 6.6 Garis Kemiskinan Makanan d an Bukan Makanan di Sumsel
Menurut Daerah, Maret 2009-Maret 2010
Daerah/Tahun Garis Kemiskinan (Rp/Kapita/Bln)
Total Makanan Bukan Makanan
Perkotaan Maret 2009 181.415 66.246 247.661
Maret 2010 188.781 69.523 258.304
Perdesaan Maret 2009 152.681 37.427 190.109 Maret 2010 159.571 39.001 198.572
Kota+Desa Maret 2009 163.801 48.580 212.381 Maret 2010 170.875 50.813 221.687
Sumber : Data BPS Provinsi Sumsel, diolah dari Survei Sosial Ekonomi Nasional (Suse nas)
6.4. Nilai Tukar Petani
Nilai Tukar Petani (NTP) merupakan
salah satu indikator kesejahteraan
masyarakat, khususnya petani.
Perkembangan NTP dalam satu tahun
terakhir terus mengalami peningkatan.
Rata-rata NTP pada triwulan IV 2010
tercatat sebesar 107,54, meningkat
sebesar 2,57% (qtq) dibandingkan
periode triwulan sebelumnya yang
memiliki rata-rata NTP sebesar 104,85.
Peningkatan harga komoditas pertanian menjadi salah satu penyebab
meningkatnya indeks harga yang diterima petani menjadi jauh lebih besar daripada
pertumbuhan indeks harga yang dibayar petani. Rata-rata indeks yang diterima petani
meningkat dari 128,79 menjadi 133,69 atau sebesar 3,80% (qtq), sedangkan indeks yang
dibayar petani mengalami peningkatan sebesar 2,48% (qtq) dari 122,83 menjadi 124,30.
BAB 6 - Perkembangan Ketenagakerjaan Daerah dan Kesejahteraan
97
Grafik 6.2 Perkembang an Rata-rata Nilai Tukar Petani Sumsel dan
Harga Komoditas Unggulan di Pasar Dunia
Sumber : BPS Provinsi Sumatera Selatan
Rata-rata Indeks Konsumsi Rumah
Tangga Petani mengalami peningkatan
sebesar 1,37% (qtq) dibanding triwulan
sebelumnya dari 124,51 menjadi 126,21.
Konsumsi yang mengalami peningkatan
indeks paling tinggi terjadi pada
komponen bahan makanan yang naik
sebesar 1,77% (qtq) sebagai akibat
naiknya harga bahan makanan dengan
inflasi sebesar 4,11% (qtq).
Tabel 6.7
Rata-rata Indeks Konsumsi Rumah Tangga Petani di Sum atera Selatan
Sumber : BPS Provinsi Sumatera Selatan
Rata-rata biaya produksi dan penambahan modal petani mengalami peningkatan
yang tercermin dari kenaikan rata-rata indeks biaya produksi dan penambahan modal dari
sebesar 118,46 pada triwulan sebelumnya menjadi 119,22. Peningkatan biaya produksi
yang paling tinggi terjadi pada biaya sewa lahan, sementara peningkatan yang paling
rendah adalah biaya bibit.
Tabel 6.8 Rata-rata Indeks Biaya Produksi dan Pen ambahan Modal Petani
Sumber : BPS Provinsi Sumatera Selatan
BAB 6 - Perkembangan Ketenagakerjaan Daerah dan Kesejahteraan
98
Tabel 6.9 IPM Provinsi di Indonesia Tahun 2007-2009
Sumber : Ba dan P usat Statistik
6.5. Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) atau Human Development Index (HDI) adalah pengukuran prestasi keseluruhan suatu wilayah menurut tiga dimensi Pembangunan
Manusia, yaitu : panjangnya usia, pengetahuan, dan standar hidup layak. IPM digunakan
untuk mengklasifikasikan apakah sebuah wilayah adalah wilayah maju, wilayah
berkembang atau wilayah terbelakang, serta untuk mengukur pengaruh dari kebijaksanaan
ekonomi terhadap kualitas hidup.
Berdasarkan data yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS), IPM Sumatera
Selatan pada tahun 2009 sebesar 72,61 menempati peringkat ke-10 dari seluruh provinsi di
Indonesia. Kondisi ini lebih baik dibandingkan peringkat tahun sebelumnya dimana IPM
Sumatera Selatan tercatat sebesar 72,05 dan menempati peringkat ke-12 nasional.
BAB 6 - Perkembangan Ketenagakerjaan Daerah dan Kesejahteraan
99
Tabel 6.10 IPM Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2007-2009
Sumber : Ba dan P usat Statistik Sumatera Selatan
Peringkat IPM tertinggi masih dimiliki o leh DKI Jakarta dengan IPM sebesar 77,36,
sedangkan IPM terendah adalah Provinsi Papua dengan IPM sebesar 64,53.
Sementara itu, berdasarkan kabupaten/kota di Sumatera Selatan, IPM Kota
Palembang masih tetap menempati peringkat pertama dan diikuti oleh Kota Prabumulih di
posisi kedua. Dalam kurun waktu satu tahun terakhir, tercatat hanya ada satu kabupaten
yang peringkatnya naik yaitu Kabupaten Musi Banyuasin. Kabupaten Musi Banyuasin
menggantikan posisi Kabupaten OKU Selatan yang peringkatnya turun satu peringkat.
Namun demikian, secara umum IPM seluruh kabupaten/kota yang berada di Sumatera
Selatan mengalami peningkatan.
6.6. Upah Minimum Provinsi (UMP) Sumatera Selatan Tahun 2011
Upah Minimum Provinsi (UMP) Sumatera Selatan pada tahun 2011 ditetapkan sebesar
Rp1.048.440,00 atau mengalami peningkatan sebesar 13,00% dibandingkan UMP tahun
2010 yang sebesar Rp927.825,00. Sektor bangunan mencatat UMP paling tinggi yakni
sebesar Rp1.750.000,00 sementara UMP terendah diberlakukan untuk sektor angkutan,
pergudangan, dan komunikasi dengan UMP sebesar Rp1.100.862,00.
BAB 6 - Perkembangan Ketenagakerjaan Daerah dan Kesejahteraan
100
Tabel 6.11 UMP Berdasarkan Sektor Ekonomi di Sum atera Selatan Tahun 2011
Sumber : Dina s Tena ga Kerja Provinsi Sumatera Selatan
Selain tercatat sebagai sektor ekonomi yang UMP-nya paling tinggi, sektor
bangunan juga mengalami peningkatan yang paling tinggi yakni sebesat 45,83%
dibandingkan UMP tahun lalu. Sementara itu, sektor ekonomi yang mengalami
peningkatan UMP paling rendah adalah sektor pertanian, peternakan, dan kehutanan, serta
sektor perdagangan besar, eceran, dan rumah yakni sebesar 7,62%.
6.7. Indikator Kesejahteraan Masyarakat Berdasarkan Survei Konsumen
Survei Konsumen (SK) yang dilakukan oleh Bank Indonesia Palembang mencatat setidaknya
ada 3 (tiga) pengukuran yang dapat dijadikan indikator kesejahteraan masyarakat. Survei
yang dilakukan secara bulanan tersebut melibatkan 300 responden dari berbagai kalangan
pendidikan dan pekerjaan di Kota Palembang.
6.7.1. Indikator Ketenagakerjaan
Mayoritas responden Survei Konsumen di Kota Palembang berpendapat bahwa
ketersediaan lapangan kerja pada triwulan IV 2010 relatif lebih buruk dibandingkan 6 bulan
sebelumnya. Hal tersebut terkonfirmasi dari banyaknya responden yang berpendapat
demikian, yakni sebesar 41,00%. Sementara itu, 40,67 responden berpendapat
ketersediaan lapangan kerja pada 6 bulan yang akan datang juga tidak jauh berbeda.
Tabel 6.12 Pendapat Konsumen Terhadap Ketersediaan L apangan Peker jaan Saat Ini
Berdasarkan Kelompok Pengeluaran Responden per Bulan
Sumber : Survei Konsumen Bank I ndonesia Palembang
BAB 6 - Perkembangan Ketenagakerjaan Daerah dan Kesejahteraan
101
6.7.2. Indikator Penghasilan
Dari sisi pendapatan, mayoritas responden yakni sebesar 52,33% menyatakan bahwa
penghasilan mereka pada periode pengukuran relatif sama dibandingkan 6 bulan
sebelumnya. Namun demikian, sebanyak 34,00% responden meningkat penghasilannya
yang terutama terjadi pada responden dengan penghasilan antara Rp1 s.d. Rp3 juta rupiah
per bulan.
Hal yang cukup menggembirakan diperkirakan akan terjadi pada 6 bulan yang akan
datang ketika sebagian besar responden yakni sebesar 44,11% berpendapat akan terjadi
kenaikan pendapatan seiring naiknya Upah Minimum. Sementara itu, 43,89 responden
meyakini bahwa penghasilannya tidak akan mengalami peningkatan.
Tabel 6.15 Pendapat Konsumen Terhad ap Penghasilan 6 Bulan YAD
Berdasarkan Kelompok Pengeluaran Responden per Bulan
Sumber : Survei Konsumen Bank I ndonesia Palembang
Tabel 6.13 Pendapat Konsumen Terhad ap Ketersediaan L apangan Pekerjaan 6 Bulan YAD
Berdasarkan Kelompok Pengeluaran Responden per Bulan
Sumber : Survei Konsumen Bank I ndonesia Palembang
Tabel 6.14 Pendapat Konsumen Terhadap Penghasilan Saat Ini
Berdasarkan Kelompok Pengeluaran Responden per Bulan
Sumber : Survei Konsumen Bank I ndonesia Palembang
BAB 6 - Perkembangan Ketenagakerjaan Daerah dan Kesejahteraan
102
6.7.3. Indikator Beban Angsuran Pinjaman
Dari 55,67% responden yang memiliki pinjaman, mayoritas responden yakni sebesar
50,38% menyatakan bahwa beban angsuran pinjaman terhadap pendapatan mereka saat
ini tidak berubah dibandingkan kondisi 6 bulan sebelumnya. Sementara itu hanya sebagian
kecil saja atau sebanyak 18,80% yang menyatakan bertambah. Kondisi yang sama
diperkirakan akan terjadi pada 6 bulan yang akan datang, yang diindikasikan dengan tidak
berubahnya jumlah responden yang berpendapat bahwa beban angsuran mereka tidak
mengalami peerubahan.
Tabel 6.17 Pendapat Konsumen Terhad ap Beban Angsuran Pinjaman Terh adap Pendapatan 6 Bulan YAD
Berdasarkan Kelompok Pengeluaran Responden per Bulan
Sumber : Survei Konsumen Bank I ndonesia Palembang
Tabel 6.16 Pendapat Konsumen Terhad ap Beban Angsuran Pinjaman Terh adap Pendapatan Saat Ini
Berdasarkan Kelompok Pengeluaran Responden per Bulan
Sumber : Survei Konsumen Bank I ndonesia Palembang
OUTLOOK PERTUMBUHAN EKONOMI DAN INFLASI DAERAH
• Pertumbuhan ekonomi diperkirakan cukup tinggi namun melambat pada triwulan I 2011 seiring dengan adanya dorongan dari permintaan domestik, kendati terdapat risiko dari sisi suplai produksi.
• Harga-harga volatile foods yang telah bertahan di level yang tinggi selama beberapa bulan diperkirakan akan meningkatkan core inflation.
• Kinerja perbankan diperkirakan tumbuh stabil karena baiknya prospek usaha terkait pangan dan energi.
7.1. Pertumbuhan Ekonomi
Pertumbuhan ekonomi Provinsi Sumatera Selatan pada triwulan I 2011 diprediksi tinggi,
namun melambat dibandingkan triwulan sebelumnya. Walaupun terdapat pembangunan
konstruksi terkait penyelenggaraan Sea Games 2011 dan tingginya harga komoditas di
pasar internasional, terdapat beberapa faktor risiko yang akan menekan sisi suplai, yaitu
yang muncul dari kenaikan tarif dasar listrik, pembatasan subsidi BBM di pulau Jawa,
kenaikan harga minyak di pasar internasional, dan masih tidak menentunya kondisi cuaca.
Secara musiman, Produk Domestik Regional Bruto perekonomian pada triwulan I 2011
hanya akan sedikit mengalami peningkatan dibandingkan triwulan IV 2010.
Pertumbuhan ekonomi Sumatera
Selatan triwulan I 2011 diperkirakan akan
melambat, yang juga disebabkan oleh faktor
teknikal. Berdasarkan data historis, kondisi
ekonomi terkini, dan prediksi shock yang akan
terjadi di masa depan, diperkirakan
pertumbuhan ekonomi tahunan (yoy) pada
triwulan I 2011 akan berada pada kisaran 5,5
± 1%. Di sisi lain, secara triwulanan (qtq)
pertumbuhan ekonomi diperkirakan akan
sedikit tumbuh di kisaran 0,2 ± 1%.
Grafik 7.1 Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Sumatera Selatan
Sumber: BPS, estimasi BI
*Hasil proyeksi KBI Palemba ng
BAB 7
BAB 7 - Outlook Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi Daerah
104
Laju pertumbuhan ekonomi triwulanan dengan penyesuaian musiman diprediksi
akan mengalami perlambatan dibandingkan triwulan sebelumnya dan memberikan indikasi
bahwa pertumbuhan ekonomi pada triwulan I 2011 secara riil akan melambat, yaitu
menjadi sebesar 1,3 ± 0,5% (qtq,sa) dari sebelumnya sebesar 1,9% (qtq,sa).1
Tabel 7.1
Resume Lead ing Economic Indicator Pro vinsi Sumsel Tr iwulan IV 2010 Aspek Pertumbuhan Penyebab Pertumbuhan Ekspektasi
triwulan mendatang
Keterangan Ekspektasi
Kegiatan Usaha (umum)
Moderat Realokasi sumber daya produksi akibat kenaikan TDL, namun permintaan barang tinggi
Moderat Baiknya prospek perekonomian khususnya permintaan karet dan pangan
Volume produksi
Meningkat Faktor musiman yang meningkatkan produksi
Meningkat Kondisi cuaca yang lebih mendukung
Nilai penjualan
Moderat Meningkatnya harga jual namun stok terbatas
Meningkat Harga jual tetap tinggi, dan kondisi cuaca relatif lebih baik
Kapasitas produksi
Moderat Peningkatan kegiatan investasi karena optimisme usaha yang tinggi dan kondisi perekonomian yang baik
Meningkat Adanya investasi, namun terdapat ekspektasi kenaikan biaya energi
Tenaga kerja Menurun Terjadinya mobilitas tenaga kerja yang bersifat jangka pendek
Meningkat Investasi pemerintah dan swasta, termasuk terkait penyelenggaraan Sea Games
Volume pesanan
Meningkat Permintaan yang cukup tinggi karena meningkatnya aktivitas perekonomian
Moderat Ekspektasi melambatnya pertumbuhan ekonomi dunia
Harga jual komoditas unggulan
Meningkat Meningkatnya permintaan dari negara maju dan berkembang
Meningkat Meningkatnya permintaan dan terbatasnya suplai
Kondisi keuangan
Meningkat Membaiknya harga jual Tetap Harga jual tetap tinggi namun di saat yang sama terjadi kenaikan biaya energi
Akses kredit Meningkat
Baiknya prospek bisnis dan permintaan komoditas unggulan
Tetap Permintaan komoditas unggulan tinggi, namun terjadi kontraksi moneter
Situasi bisnis Meningkat Perekonomian domestik tetap baik, diiringi dengan situasi investasi yang kondusif
Meningkat Pengeluaran pemerintah dan swasta diperkirakan meningkat untuk menyambut Sea Games
Sumber: SKDU K BI Palembang, Analisa Kelompok Kajian Ekonomi KBI Palembang
Berdasarkan hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) triwulan IV 2010 dan analisis
yang dilakukan KBI Palembang, secara umum kegiatan usaha diperkirakan masih akan
1 Laju pertumbuhan ekonomi dengan penyesuaian musiman (qtq,sa) diperoleh dari laju pertumbuhan triwulanan dari hasil estimasi PDRB harga konstan yang telah dihilangkan faktor musimannya (seasonally adjusted). Metode yang digunakan adalah X12-ARIMA dengan mengadopsi US Census Bureau.
BAB 7 - Outlook Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi Daerah
105
mengalami peningkatan pada triwulan I 2011, namun peningkatan tersebut lebih lambat
dibanding triwulan sebelumnya. Peningkatan terjadi baik dari aspek volume produksi, nilai
penjualan, kapasitas produksi, tenaga kerja, harga jual, dan situasi bisnis.
Secara umum, terdapat beberapa faktor yang dapat membuat permintaan domestik
tetap kuat, yaitu: (1) tetap baiknya pendapatan karena tetap tingginya harga komoditas
unggulan dan kenaikan UMP yang memicu peningkatan konsumsi masyarakat, (2) adanya
ekspansi usaha seiring dengan meningkatnya perhatian pengusaha dan investor untuk
memenuhi kebutuhan pangan dan energi dunia, (3) adanya peningkatan investasi fisik, baik
yang berasal dari pemerintah maupun swasta, sehubungan dengan persiapan pergelaran
Sea Games 2011. Di sisi permintaan domestik, pembangunan venues Sea Games senilai
lebih dari Rp2 triliun diperkirakan akan memicu pertumbuhan di beberapa sektor,
khususnya sektor bangunan.
Di sisi lain, pertumbuhan ekonomi dari sisi permintaan domestik akan sedikit
tertahan oleh kenaikan administered prices khususnya kenaikan tarif listrik dan pembatasan
subsidi BBM di Jabodetabek. Selain itu, biaya energi juga akan terdongkrak oleh adanya
kecenderungan peningkatan harga minyak di pasar internasional, yang pada akhirnya akan
menghambat kegiatan produksi dan distribusi.
Produksi secara triwulanan lebih menurun karena faktor musiman, namun
pertumbuhan tahunan produksi komoditas unggulan diperkirakan meningkat karena
kondisi cuaca yang relatif telah menurun dibandingkan triwulan sebelumnya menjadi lebih
dekat pada curah hujan normal.
Net ekspor diperkirakan sedikit mengalami penurunan walaupun masih berada
pada zona positif. Ekspor diperkirakan akan relatif tetap karena melambatnya pertumbuhan
permintaan komoditas unggulan, walaupun produksi sedikit membaik dibandingkan
triwulan sebelumnya karena curah hujan yang menurun. Di sisi lain, impor diperkirakan
akan mengalami peningkatan karena baiknya pendapatan masyarakat dan kegiatan
investasi yang meningkat.
Proyeksi pertumbuhan ekonomi negara tujuan ekspor Sumatera Selatan untuk
tahun 2011 secara umum menurun dibandingkan 2010. Berdasarkan World Bank dan IMF,
Singapura dan Jepang diproyeksikan mengalami perlambatan pertumbuhan ekonomi paling
dalam diantara beberapa negara tujuan ekspor Sumatera Selatan, yaitu masing-masing dari
17,5% dan 4,3% menjadi 5,0% dan 1,6%. Berdasarkan IMF, pertumbuhan ekonomi Uni
Eropa dan India diproyeksikan menurun masing-masing dari 1,8% menjadi 1,5% dan dari
BAB 7 - Outlook Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi Daerah
106
9,7% menjadi 8,4%. Kemudian, negara yang mengalami pertumbuhan tinggi di Asia, yaitu
Cina, juga diperkirakan mengalami perlambatan pertumbuhan dari 10,3% menjadi 9,6%.
Harapan topangan ekspor muncul dari pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat yang
diproyeksikan meningkat, yaitu menjadi 3,0% dari yang sebelumnya 2,8%. Berdasarkan
World Bank, pertumbuhan ekonomi Malaysia juga diproyeksikan melambat, yaitu dari
7,4% menjadi 4,8%.
Tabel 7.2
Proporsi Ekspor Sum atera Selatan d an Pro yeksi Pertumbuhan Ekonomi Neg ara Tujuan Tahun 2010 dan 2011
(dalam persentase)
Negara Ekspor Sumsel1 Proyeksi 2
2010 2011
AS 21,50 2,8 3,0
Uni Eropa 10,93 1,8 1,5
Cina 25,96 10,3 9,6
India 5,47 9,7 8,4
Jepang 5,95 4,3 1,6
Malaysia 5,23 7,4 4,8
Singapura 3,67 17,5 5,0
Kanada 3,13 2,9 2,3 1 Proporsi nilai ekspor Sumatera Selatan pada negara tersebut, menggunakan data “Nilai Ekspor
Berdasarkan Negara Tujuan” periode Januari 2009 sampai dengan November 2010, Bank Indonesia 2 IMF, World Economic Outlook Update, January 2011, kecuali untuk Malaysia dan Singapura dari
World Bank, Global Economic Prospects, January 2011.
Selanjutnya, juga berdasarkan IMF, pertumbuhan volume perdagangan dunia akan
menurun dari 12,0% pada 2010 menjadi 7,1% pada 2011. Impor baik dari negara maju
maupun negara berkembang diproyeksikan akan mengalami penurunan, masing-masing
dari 11,1% dan 13,8% pada 2010 menjadi 5,5% dan 9,3% pada tahun 2011.
Penurunan volume perdagangan dunia secara umum dibandingkan tahun
sebelumnya disebabkan oleh adanya penurunan pengeluaran pemerintah dan penurunan
jumlah uang beredar di negara maju dibandingkan tahun sebelumnya. Hal ini akan turut
menurunkan permintaan barang baku yang berasal dari negara berkembang, sehingga
kemudian ikut menurunkan pertumbuhan ekonomi di negara berkembang. Walaupun
demikian, pertumbuhan ekonomi Indonesia yang termasuk salah satu emerging markets,
diproyeksikan masih mengalami sedikit percepatan antara lain karena adanya potensi
ditingkatkannya rating surat utang pemerintah menjadi investment grade yang kemudian
memicu investasi.
BAB 7 - Outlook Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi Daerah
107
PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI SUMATERA SELATAN TAHUN 2011
Pertumbuhan ekonomi Sumatera Selatan pada tahun 2011 secara kumulatif diproyeksikan akan mencapai 5,6 ± 1% (yoy), lebih tinggi d ibandingkan tahun 2010 yang sebesar 5,4% (yoy). Pertumbuhan ekonomi akan didominasi lebih banyak oleh permintaan domestik, khususnya penanaman modal dan investasi.
Anomali cuaca yang terjadi secara cukup signifikan pada tahun 2010 kembali mengingatkan masyarakat dunia atas pentingnya pemenuhan kebutuhan pangan dan energi. Sebagai perekonomian yang kaya akan sumber daya alam, Sumatera Selatan diperkirakan akan menjadi salah satu tujuan dari investor asing untuk mengamankan cadangan komoditas primer, khususnya energi, demi mendukung pertumbuhan ekonomi beberapa negara. Hal ini akan memicu investasi yang bersifat jangka panjang dalam nilai investasi yang cukup besar.
Konsumsi swasta diperkirakan akan tetap kuat dan akan mampu mempertahankan kondisi perekonomian jika gejolak eksternal terjadi. Konsumsi akan didorong oleh tingginya permintaan komoditas unggulan baik yang berasal dari propinsi maupun negara lainnya. Selain itu, terdapat kenaikan UMP yang dapat meningkatkan ekspektasi penghasilan di masa mendatang, sehingga akan meningkatkan optimisme secara umum.
Dari sisi ekspor, harga komoditas unggulan masih akan meningkat namun kenaikannya diperkirakan jauh melambat dibandingkan tahun lalu. Pertumbuhan ekonomi dunia akan terhambat oleh adanya pengurangan defisit fiskal dan kontraksi kebijakan moneter, yang pada akhirnya akan memperlambat laju permintaan dan volume transaksi perdagangan dunia.
Grafik 1. Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Sum atera Selatan Tahun 2011
Sumber: BPS, Proyeksi Bank I ndonesia
Suplemen 10
BAB 7 - Outlook Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi Daerah
108
Pada triwulan I 2011 pertumbuhan ekonomi diproyeksikan sebesar 5,5% (yoy) dengan pertumbuhan triwulanan sebesar 0,2% (qtq). Pertumbuhan ekonomi akan meningkat menjadi 5,6% (yoy) pada triwulan II 2011, didorong oleh percepatan pembangunan venues untuk penyelenggaraan Sea Games.
Pertumbuhan ekonomi kemudian akan kembali mengalami percepatan menjadi 5,8% (yoy) pada triwulan III 2011. Namun, secara riil pertumbuhan ekonomi justru akan melambat pada periode ini, yang ditunjukkan oleh melambatnya pertumbuhan ekonomi triwulanan dengan penyesuaian musiman. Pada periode ini pula, d iperkirakan perlambatan pertumbuhan ekonomi dunia mulai terasa dan berimplikasi pada mulai terkoreksinya harga komoditas.
Pada akhir tahun, pertumbuhan ekonomi akan dipicu oleh penyelenggaraan Sea Games pada bulan November. Pertumbuhan ekonomi triwulanan dengan penyesuaian musiman diperkirakan mengalami percepatan, dari 1,0% menjadi 1,8% (qtq,sa). Namun demikian pertumbuhan secara tahunan akan menurun menjadi 5,7% (yoy).
Tabel 1. Proyeksi Pertumbuh an Ekonomi 2011
Triwulan Proy eksi
qtq y oy qtq,sa* I 0.2 5.5 1.3 II 3.7 5.6 1.5 III 5.8 5.8 1.0 IV -3.8 5.7 1.8
Sumber: BPS, Proyeksi Bank I ndonesia * Pertumbuha n ek onomi triwulana n de nga n pe nyesuaian musiman
BAB 7 - Outlook Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi Daerah
109
7.2. Inflasi
Inflasi tahunan diperkirakan akan mengalami peningkatan, yang didorong oleh masih
berlanjutnya excess demand pangan karena adanya anomali cuaca, serta dampak lanjutan
kenaikan tarif listrik melalui peningkatan harga jual. Berdasarkan proyeksi dan dengan
mempertimbangkan perkembangan harga serta determinan utama inflasi di Sumatera
Selatan, maka diperkirakan inflasi tahunan (yoy) pada triwulan I 2010 akan meningkat
menjadi 6,92±0,5%, sedangkan inflasi triwulanan (qtq) diperkirakan akan meningkat
menjadi 1,43±0,5%.
Persediaan beras Bulog pada awal tahun ini diperkirakan masih terbatas, sehingga
diperkirakan sulit untuk melakukan operasi pasar beras secara masif. Rencana PLN
menghapus capping kenaikan TDL yang dilakukan pada Juli 2010 lalu diperkirakan akan
kembali meningkatkan biaya produksi beberapa jenis industri.
Berdasarkan BMKG, curah hujan di beberapa wilayah sebelah selatan dan barat
Sumatera Selatan diperkirakan masih cukup tinggi, khususnya pada bulan Januari dan
Maret 2011. Hal ini dapat menyebabkan masih terganggunya produksi dan pasokan
pangan. Namun demikian, curah hujan diperkirakan menurun dan telah mencapai kisaran
normal pada wilayah timur dan utara Sumatera Selatan, sehingga distribusi barang secara
umum akan lebih baik dibandingkan triwulan sebelumnya.
Ekspektasi inflasi masyarakat ke
depan adalah meningkat, yang ditunjukkan
oleh hasil Survei Konsumen dimana
sebagian besar responden berpendapat
bahwa akan terjadi kenaikan harga.
Ekspektasi inflasi juga dapat dipengaruhi
oleh inflasi akhir tahun 2010 yang cukup
tinggi akibat lonjakan harga cabe merah.
Selain itu, rencana pembatasan BBM
bersubsidi d i Jabodetabek juga dapat
meningkatkan ekspektasi inflasi, termasuk
dari kenaikan penentuan harga jual barang
dan jasa atas produk-produk yang berasal
dari Pulau Jawa.
Grafik 7.2 Proyeksi Inflasi Tahunan Sumatera Selatan
Sumber: BPS Provinsi S umatera Selatan dan
proyeksi KBI Palembang
BAB 7 - Outlook Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi Daerah
110
Walaupun inflasi pada triwulan IV 2010 lebih banyak terpengaruh oleh inflasi pada
volatile foods, namun kenaikan harga volatile foods yang diprediksi bertahan dalam
beberapa periode ini lambat laun diperkirakan akan juga mendorong core inflation, karena
biaya hidup maupun biaya pembelian bahan baku mengalami peningkatan.
Dari sisi perekonomian domestik, peningkatan tekanan inflasi tersebut utamanya
disebabkan oleh investasi dan konsumsi yang diindikasikan akan tetap tinggi pada baik
melalui pengeluaran pemerintah maupun melalui konsumsi masyarakat. Pergelaran Sea
Games 2011 yang menuntut berbagai persiapan termasuk pembangunan venues berbagai
cabang olahraga diperkirakan akan berdampak pada kenaikan harga barang konstruksi
karena tingginya permintaan. Selain itu, rencana penyelenggaraan Sea Games diperkirakan
dapat meningkatkan optimisme masyarakat secara umum sehingga akan meningkatkan
konsumsi.
Realisasi inflasi tahunan sampai dengan triwulan IV 2010 (Desember 2010) sesuai
dengan proyeksi Bank Indonesia untuk inflasi sepanjang 2010, begitu pula volatilitas inflasi
bulanan. Hal ini diharapkan dapat meminimalisasi inflation bias ke depan melalui terjaganya
ekspektasi inflasi dalam perekonomian pada tingkat yang wajar.
BAB 7 - Outlook Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi Daerah
111
PROYEKSI INFLASI KOTA PALEMBANG TAHUN 2011
Inflasi Kota Palembang pada tahun 2011 diperkirakan masih terkendali pada kisaran yang moderat, dengan volatilitas harga-harga bulanan yang cenderung menurun dibandingkan tahun 2010. Sepanjang tahun 2011, diperkirakan terdapat tekanan harga barang konstruksi akibat adanya investasi fisik, yang salah satunya terkait persiapan Sea Games ke 26 di Kota Palembang.
Tekanan inflasi pada tahun 2011 secara umum terbagi menjadi dua periode, yaitu saat efek la nina diperkirakan masih tinggi dan mengganggu pasokan serta produksi pangan pada semester pertama, serta saat permintaan dunia mengalami sedikit koreksi akibat pengurangan defisit fiskal dan kebijakan moneter ketat di berbagai negara pada semester kedua.
Pada triwulan I 2011 inflasi diproyeksikan berada pada kisaran 6,92 ± 1% (yoy). Terdapat kenaikan harga beras beserta harga pangan lainnya secara umum akibat berkurangnya stok sehubungan dengan anomali cuaca. Selain itu, terdapat kenaikan penentuan harga barang makanan jadi dan sandang akibat kenaikan tarif listrik. Kemudian, rencana penghapusan capping kenaikan TDL akan berpengaruh pada meningkatnya biaya produksi barang industri.
Grafik 1. Proyeksi Inf lasi Palembang 2011
Sumber: BPS, Proyeksi Bank I ndonesia
Suplemen 11
BAB 7 - Outlook Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi Daerah
112
Pada triwulan II 2011 inflasi diproyeksikan menurun tipis menjadi 6,82 ± 1% (yoy). Rata-rata inflasi bulanan diperkirakan sedikit menurun karena adanya musim panen. Namun demikian, diperkirakan terjadi penurunan hasil panen sehingga inflasi tahunan masih tinggi. Ekspektasi inflasi juga diperkirakan meningkat karena adanya rencana pembatasan subsidi BBM, walaupun untuk tahun 2011 belum berlaku di dalam wilayah Sumsel.
Pada triwulan III 2011, tekanan inflasi secara tahunan diperkirakan akan menurun, dengan inflasi tahunan yang diproyeksikan sebesar 6,49 ± 1% (yoy). Pembatasan subsidi BBM di Jabodetabek diperkirakan mulai berpengaruh terhadap harga jual barang yang berasal dari Pulau Jawa. Pada bulan September, terjadi tekanan inflasi yang cukup tinggi secara bulanan akibat adanya perayaan Idul Fitri. Dari sisi eksternal, permintaan dunia diperkirakan mulai menurun akibat adanya pengurangan defisit fiskal dan kebijakan moneter ketat, sehingga akan menyebabkan sedikit koreksi pada harga komoditas.
Pada triwulan IV 2011, tekanan inflasi diperkirakan akan tetap rendah, dan angka inflasi pada akhir tahun diproyeksikan sebesar 6,20 ± 1% (yoy). Setelah Idul Fitri, diperkirakan akan terjadi penyesuaian pada harga-harga yang telah naik pada jangka pendek, berbarengan dengan adanya lanjutan koreksi permintaan dunia. Namun di sisi lain, karena penyediaan barang dan jasa masih terbatas untuk lonjakan permintaan jangka pendek, penyelenggaraan Sea Games diperkirakan akan diikuti dengan kenaikan tarif transportasi dan beberapa jenis barang dan jasa lainnya.
Tabel 1. Proyeksi Inflasi Palembang 2011
Triwulan Proyeksi
Batas bawah Median Batas atas
I 5.92 6.92 7.92
II 5.82 6.82 7.82
III 5.49 6.49 7.49
IV 5.20 6.20 7.20 Sumber: BPS, Proyeksi Bank I ndonesia
BAB 7 - Outlook Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi Daerah
113
7.3. Perbankan
Kinerja perbankan pada triwulan I 2011 diproyeksikan akan relatif konstan dibandingkan
triwulan IV 2010, baik dari sisi penghimpunan dana pihak ketiga maupun penyaluran
kredit, namun secara tahunan diperkirakan akan mengalami peningkatan pada tingkat
yang moderat.
Adanya kontraksi moneter dan pengurangan defisit fiskal di berbagai negara akan
membuat berkurangnya likuiditas dunia, sehingga akan berpengaruh terhadap kondisi
pasar finansial secara global. Hal in i tentunya juga akan berpengaruh terhadap portofolio
investasi di negara berkembang termasuk Indonesia. Pada triwulan I 2010, diperkirakan
akan terjadi volatilitas capital flow walaupun masih dalam tingkat yang moderat, karena
outlook perekonomian Indonesia yang baik namun secara bersamaan terdapat aksi ambil
untung investor asing secara jangka pendek. Tren penanaman dana akan cenderung beralih
ke pasar komoditas yang juga dipengaruhi oleh peningkatan tren inflasi.
Faktor risiko juga muncul dari kenaikan harga energi yang akan mempengaruhi
profitabilitas bisnis. Dalam jangka pendek, hal ini dapat memperlambat kegiatan penjualan
secara jangka pendek karena konsumen belum sepenuhnya terbiasa dengan harga baru
yang lebih tinggi. Hal tersebut pada akhirnya akan memperlambat laju pertumbuhan kredit
perbankan.
Penyaluran kredit perbankan diperkirakan juga akan terdorong kegiatan investasi
maupun pembangunan fisik khususnya terkait persiapan Sea Games 2011, antara lain
melalui pembangunan perumahan, jalan, dan infrastruktur pendukung lainnya. Kemudian,
ekspektasi naiknya permintaan Cina dan India, serta meningkatnya perhatian pengusaha
atas pemenuhan kebutuhan pangan dunia di masa depan juga dapat mendorong
penyaluran kredit.
Berdasarkan proyeksi teknikal dan judgment, diperkirakan pertumbuhan kredit pada
triwulan I 2011 hanya akan cenderung konstan dari triwulan sebelumnya, yaitu berada di
kisaran 3,2% ± 1% (qtq).
Tingkat Non Performing Loan (NPL) diprediksi tidak akan mengalami peningkatan
berarti. Walaupun kemampuan membayar debitur sedikit berkurang karena turunnya
keuntungan pasca naiknya tarif listrik, namun hal tersebut diperkirakan hanya akan bersifat
temporer, sehingga tingkat NPL tetap rendah.
BAB 7 - Outlook Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi Daerah
114
Tabel 7.3
Prediksi Beberapa Indikator Perekonomian p ada Triwulan I 2011
Indikator Prediksi Faktor Penyebab
Ekspor Moderat Harga komoditas dunia khususnya karet berada pa da level yang cukup
tinggi, nam un terdapat penuruna n permintaan dari berbagai negara.
Impor Moderat Pendapatan per kapita yang meningkat, da n meningkatnya investasi fisik.
Pertumbuhan Moderat Potensi pe ningkatan investasi, walaupun terda pat hambatan dari sisi
produk si terkait kenaikan biaya energi
Inflasi Meningkat Masih berlanjutnya kek uranga n stok pangan akibat k ondisi iklim yang
tidak kondusif, ekspektasi inflasi meningkat karena meningkatnya harga
minyak
Pengangguran Moderat Meningkatnya investasi yang me ndor ong pe nyerapan tenaga kerja
khususnya terkait konstruksi, namun di sisi lain terdapat kenaika n UMP
dan tarif listrik yang dapat meningkatkan upaya efisiensi tenaga kerja
Investasi Meningkat Meningkatnya urgensi peningkatan produksi komoditas primer dan
adanya rencana pem banguna n terkait persiapan Sea Games.
Konsumsi domestik Moderat Kenaikan permintaan karena naiknya ekspektasi penghasilan ke depa n
Kredit p erbankan Moderat Adanya capital inflow, namun terdapat efek musiman awal tahun dimana
kredit perbankan cenderung menurun
*Prediksi mempertimbangkan kondisi terkini, ekspektasi, dan karakteristik siklikal secara relatif terhadap keadaan normal
BAB 7 - Outlook Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi Daerah
115
PROSPEK PERMINTAAN CPO TAHUN 2011
Saat ini, harga-harga komoditas di pasar internasional sudah mencapai level yang hampir sama dengan saat booming komoditas primer sebelum terjadinya krisis tahun 2008. Kondisi ini banyak didorong oleh permintaan dunia yang semakin meningkat di saat anomali cuaca terjadi di seluruh dunia, sehingga berimbas pada menipisnya stok komoditas berbasis pertanian, termasuk CPO. Tren ini diperkirakan masih akan berlanjut pada tahun 2011, khususnya pada semester pertama.
Permintaan yang terus-menerus meningkat banyak disebabkan oleh meningkatnya populasi dunia, sehingga kebutuhan atas pangan dan energi mengalami peningkatan. Di samping itu, pertumbuhan ekonomi emerging markets yang tinggi menyebabkan meningkatnya pendapatan per kapita dan juga konsumsi pangan per kapita, sehingga akan menyebabkan peningkatan permintaan robust secara jangka panjang khususnya pada beberapa negara berpopulasi besar, seperti Cina, India, dan Indonesia.
Lain halnya dengan permintaan jangka panjang, terdapat risiko atas permintaan pada jangka pendek. Pengetatan kebijakan moneter dan pengurangan defisit fiskal di banyak negara terkait dengan meningkatnya tekanan inflasi dan melonjaknya utang berpotensi menyebabkan melambatnya pertumbuhan ekonomi baik di negara maju maupun negara berkembang. Hal ini dapat berdampak pula pada melambatnya laju pertumbuhan permintaan atas CPO pada semester kedua.
Di sisi suplai, produksi CPO dunia diperkirakan akan meningkat cukup signifikan pada tahun 2011, yang banyak dikontribusikan oleh peningkatan produksi di Indonesia dan Malaysia. Pada triwulan pertama, produksi diperkirakan masih tidak optimal karena faktor cuaca, namun produksi diperkirakan akan jauh lebih baik pada semester kedua. Sejak tahun 2006, produksi CPO Indonesia telah melebihi produksi CPO Malaysia, dengan konsumsi pasar domestik lebih dari 60%.
Seiring dengan prediksi perubahan konsumsi dan produksi CPO dunia, terdapat faktor bearish yang dapat membuat harga CPO terkoreksi pada semester kedua, yaitu pada saat produksi dunia sudah kembali pada tren potensialnya seiring dengan kondisi cuaca yang mulai mendukung, dibarengi dengan menurunnya permintaan jangka pendek akibat adanya perlambatan pertumbuhan ekonomi. Selain itu, selisih harga CPO dengan harga minyak dunia saat ini sudah sangat tinggi. Kondisi-kondisi ini tentunya berpotensi membuat harga CPO akan sedikit terkoreksi.
Kinerja industri CPO, khususnya perkebunan kelapa sawit, masih akan menghadapi beberapa tantangan, terutama terkait dengan isu lingkungan. Selain itu, keterbatasan infrastruktur, baik transportasi darat dan juga pelabuhan, dapat membuat aktivitas produksi dan distribusi kelapa sawit dan CPO kurang dari optimal.
Suplemen 12
BAB 7 - Outlook Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi Daerah
116
Halaman ini sengaja dikosongkan
This page is intentionally blank
DAFTAR ISTILAH
Mtm
Month to month. Perbandingan antara data satu bulan dengan bulan sebelumnya
Qtq
Quarter to quarter perbandingan antara data satu triwulan dengan triwulan sebelumnya
Yoy
Year on year. Perbandingan antara data satu tahun dengan tahun sebelumnya
Share Of Growth
Kontribusi suatu sektor ekonomi terhadap total pertumbuhan PDRB
Investasi Kegiatan meningkatkan nilai tambah suatu kegiatan suatu kegiatan produksi melalui peningkatan modal
Sektor ekonomi dominan
Sektor ekonomi yang mempunyai nilai tambah besar sehingga mempunyai pengaruh dominan pada pembentukan PDRB secara keseluruhan
Migas
Minyak dan Gas. Merupakan kelompok sektor industri yang mencakup industri minyak dan gas
Omzet
Nilai penjualan bruto yang diperoleh dari satu kali proses produksi
Share effect
Kontribusi pangsa sektor atau subsektor terhadap total PDRB
Indeks Keyakinan Konsumen (IKK)
Indeks yang menunjukan level keyakinan konsumen terhadap kondisi ekonomi saat ini dan ekspektasi kondisi ekonomi enam bulan mendatang. Dengan skala 1-100
Indeks Harga Konsumen (IHK)
Sebuah indeks yang merupakan ukuran perubahan rata-rata harga barang dan jasa yang dikonsumsi masyarakat pada suatu periode tertentu
Indeks Kondisi Ekonomi
Salah satu pembentuk IKK. Indeks yang menunjukan level keyakinan konsumen terhadap kondisi ekonomi saat ini, dengan skala 1-100
Indeks Ekspektasi Konsumen
Salah satu pembentuk IKK. Indeks yang menunjukan level keyakinan konsumen terhadap ekspektasi kondisi ekonomi saat ini, dengan skala 1-100
Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Pendapatan yang diperoleh dari aktifitas ekonomi suatu daerah seperti hasil pajak daerah, retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah
Dana Perimbangan Sumber pendapatan daerah yang berasal dari APBN untuk mendukung pelaksanaan kewenangan pemerintah daerah dalam mencapai tujuan pemberian otonomi daerah.
Indeks Pembangunan Manusia
Ukuran kualitas pembangunan manusia, yang diukur melalui pencapaian rata-rata 3 hal kualitas hidup, yaitu pendidikan, kesehatan, daya beli
APBD
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, Rencana keuangan tahunan pemerintah daerah yang dibahas dan disetujui bersama oleh pemerintah yang dibahas dan disetujui bersama oleh pemerintah daerah dan DPR, dan ditetapkan dengan peraturan daerah
Andil inflasi
Sumbangan perkembangan harga suatu komoditas/kelompok barang/kota terhadap tingkat inflasi secara keseluruhan
Bobot inflasi
Besaran yang menunjukan pengaruh suatu komoditas, terhadap tingkat inflasi secarakeseluruhan, yang diperhitungkan dengan melihat tingkat konsumsi masyarakat terhadap komoditas tersebut
Ekspor
Dalah keseluruhan barang yang keluar dari suatu wilayah/daerah baik yang bersifat komersil maupun bukan komersil.
Impor
Seluruh barang yang masuk suatu wilayah/daerah baik yang bersifat komersil maupun bukan komersil
PDRB atas dasar harga berlaku
Penjumlahan nilai tambah bruto (NTB) yang mencakup seluruh komponen faktor pendapatan yaitu gaji, bunga, sewa tanah, keuntungan, penyusutan dan pajak tak langsung dari seluruh sektor perekonomian
PDRB atas dasar harga konstan
Merupakan perhitungan PDRB yang didasarkan atas produk yang dihasilkan menggunakan harga tahun tertentu sebagai dasar perhitungannya
Bank Pemerintah
Bank-bank yang sebelum program rekapitalisasi merupakan bank milik pemerintah (persero) yaitu terdiri dari bank Mandiri, BNI, BTN dan BRI
Dana Pihak Ketiga (DPK)
Simpanan masyarakat yang ada di perbankan terdiri dari giro, tabungan, dan deposito
Loan to Deposits Ratio (LDR)
Rasio antara kredit yang diberikan oleh perbankan terhadap jumlah dana pihak ketiga yang dihimpun
Cash inflows
Jumlah aliran kas yang masuk ke kantor Bank Indonesia yang berasal dari perbankan dalam periode tertentu
Cash Outflows
Jumlah aliran kas keluar dari kantor Bank Indonesia kepada perbankan dalam periode tertentu
Net Cashflows
Selisih bersih antara jumlah cash inflows dan cash outflows pada periode yang sama terdiri dari Netcash Outflows bila terjadi cash outflows lebih tinggi dibandingkan cash inflows, dan Netcash inflows bila terjadi sebaliknya
Aktiva Produktif
Penanaman atau penempatan yang dilakukan oleh bank dengan tujuan menghasilkan penghasilan/pendapatan bagi bank, seperti penyaluran kredit, penempatan pada antar bank, penanaman pada Sertifikat Bank Indonesia(SBI), dan surat-surat berharga lainnya.
Aktiva Tertimbang Menurut Resiko (ATMR)
Pembobotan terhadap aktiva yang dimiliki oleh bamk berdasarkan risiko dari masing-masing aktiva. Semakin kecil risiko suatu aktiva, semakin kecil bobot risikonya. Misalnya kredit yang diberikan kepada pemerintah mempunyai bobot yang lebih rendah dibandingkan dengan kredit yang diberikan kepada perorangan
Kualitas Kredit
Penggolongan kredit berdasarkan prospek usaha, kinerja debitur dan kelancaran pembayaran bunga dan pokok. Kredit digolongkan menjadi 5 kualitas yaitu lancar, Dalam Perhatian Khusus (DPK), Kurang Lancar, Diragukan dan Macet
Capital Adequacy Ratio (CAR)
Rasio antara modal (modal inti dan modalpelengkap) terhadap Aktiva Tertimbang Menurut Resiko (ATMR)
Financing to Deposit Ratio (FDR)
Rasio antara pembiayaan yang diberikan oleh bank syariah terhadap dana yang diterima. Konsep ini sama dengan konsep LDR pada bank umum konvensional
Inflasi Kenaikan harga barang secara umum dan terus menerus (persistent) Kliring
Pertukaran warkat atau Data Keuangan Elektronik (DKE) antar peserta kliring baik atas nama peserta maupun atas nama nasabah peserta yang perhitungannya diselesaikan pada waktu tertentu
Kliring Debet
Kegiatan kliring untuk transfer debet antar bank yang disertai dengan penyampaian fisik warkat debet seperti cek, bilyet giro, nota debet kepada penyelenggara kliring lokal (unit kerja di Bank Indonesia atau bank yang memperoleh persetujuan Bank Indonesia sebagai penyelenggara kliring lokal) dan hasil perhitungan akhir kliring debet dikirim ke Sistem Sentral Kliring (unit kerja yang menagani SKNBI di KP Bank Indonesia) untuk diperhitungkan secara nasional
Non Performing Loans/Financing (NPLs/Ls)
Kredit atau pembiayaan yang termasuk dalam kualitas kurang lancar, diragukan dan macet.
Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif (PPAP)
Suatu pencadangan untuk mengantisipasi kerugia yang mungkin timbul dari tidak tertagihnya kredit yang diberikan oleh bank. Besaran PPAP ditentukan dari kualitas kredit. Semakin buruk kualitas kredit, semakin besar PPAP yang dibentuk, misalnya, PPAP untuk kredit yang tergolong Kurang Lancar adalah 15 % dari jumlah Kredit Kurang Lancar (setelah dikurangi agunan), sedangkan untuk kedit Macet, PPAP yang harus dibentuk adalah 100% dari totsl kredit macet (setelah dikurangi agunan)
Rasio Non Performing Loans/Financing (NPLs/Fs)
Rasio kredit/pembiayaan yang tergolong NPLs/Fs terhadap total kredit/pembiayaan. Rasio ini juga sering disebut rasio NPLs/Fs, gross. Semakin rendah rasio NPLs/Fs, semakin baik kondisi bank ybs.
Rasio Non Performing Loans (NPLs) – NET
Rasio kredit yang tergolong NPLs, setelah dikurangi pembentukan penyisihan penghapusan Aktiva Produktif (PPAP), terhadap total kredit
Sistem Bank Indonesia Real Time Gross Settlement (BI RTGS)
Proses penyelesaian akhir transaksi pembayaran yang dilakukan seketika (real time) dengan mendebet maupun mengkredit rekening peserta pada saat bersamaan sesuai perintah pembayaran dan penerimaan pembayaran.
Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKN-BI) Industri Pekerja Pekerja Dibayar Pekerja Tidak Dibayar I n p u t Output Nilai Tambah/Value Added Produktivitas Tingkat Efisiensi
Sistem kliring bank Indonesia yang meliputi kliring debet dan kliring kredit yang penyelesaian akhirnya dilakukan secara nasional. Suatu kegiatan yang mengubah barang dasar menjadi barang jadi/setengah jadi dan atau barang yang kurang nilainya, menjadi yang lebih tinggi nilainya termasuk kegiatan jasa industri, pekerjaan perakitan (assembling) dari bagian suatu industri. Orang yang biasanya bekerja diperusahaan/usaha tersebut. Oorang yang biasanya bekerja diperusahaan/usaha dengan mendapatkan upah/gaji dan tunjangan-tunjangan lainnya baik berupa uang maupun barang. Pekerja pemilik dan pekerja keluarga yang ikut aktif dalam pengelolaan perusahaan tetapi tidak mendapatkan upah/gaji, tidak termasuk mereka yang bekerja kurang dari 1/3 jam kerja yang biasa di perusahaan. Biaya antara yang dikeluarkan dalam kegiatan proses produksi/proses industri yang berupa bahan baku, bahan bakar, barang lainnya diluar bahan baku/penolong, jasa industri, sewa gedung dan biaya jasa non industri lainnya. Nilai keluaran yang dihasilkan dari kegiatan proses produksi/proses industri yang berupa nilai barang yang dihasilkan, tenaga listrik yang dijual, jasa industri yang diterima, keuntungan jual beli, pertambahan stok barang setengah jadi dan penerimaan-penerimaan lainnya. Selisih nilai output dengan nilai input atau biasa disebut dengan nilai tambah menurut harga pasar. Rasio antara nilai out put dengan jumlah tenaga kerja baik yang dibayar maupun yang tidak dibayar. Ratio antara nilai tambah atas dasar harga pasar terhadap output produksi.
Intensitas Tenaga Kerja Gross Margin Usaha Perusahaan Perusahaan Industri Jasa Industri
Suatu rasio antara biaya upah/gaji yang dikeluarkan untuk tenaga kerja terhadap nilai tambah. Persentase value added dikurangi biaya tenaga kerja dibagi output. Kegiatan yang menghasilkan barang/jasa dengan tujuan sebagian atau seluruh hasilnya untuk dijual/ditukar dan atau menunjang kehidupan dan menanggung resiko. Suatu unit usaha yang diselenggarakan/ dikelola secara komersil yaitu yang menghasilkan barang dan jasa sehomogen mungkin, umumnya terletak pada satu lokasi dan mempunyai catatan administrasi tersendiri mengenai produksi, bahan baku, pekerja dan sebagainya yang digunakan dalam proses produksi. Diklasifikasikan menjadi empat kategori berdasarkan jumlah tenaga kerja tanpa memperhatikan penggunaan mesin maupun nilai dari aset yang dimiliki. Kegiatan dari suatu usaha yang melayani sebagian proses industri suatu usaha industri atas dasar kontrak atau balas jasa ( fee ).