pterigium grade ii ods
DESCRIPTION
case mataTRANSCRIPT
BAB I
STATUS PASIEN
IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. E
Umur : 51 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Alamat : Perkebunan dayah manggung
Tanggal pemeriksaan : 2 MEI 2014
ANAMNESA
Keluhan utama : Penglihatan kabur pada kedua mata
Anamnesa khusus :
Pasien datang ke poliklinik mata RSU dr. Slamet garut dengan keluhan kedua mata
buram kurang lebih 1 tahun yang lalu. Pasien merasa penglihatan kedua matanya kurang jelas
saat melihat benda, atau orang dari kejauhan, sehingga pasine sering memincingkan mata
supaya dapat melihat jelas. Pasien mengaku lebih nyaman apabila melihat dari jarak dekat.
Keluhan disertai seperti ada yang menghalangi atau mengganjal pada kedua mata apa bila
mengedip serta kadang – kadang mata merah dan gatal pada kedua mata. Pasien bekerja
sebagai pengrajin, dan apabila keluar rumah tidak menggunakan kaca pelindung.
Keluhan penglihatan terasa silau bila melihat cahaya dan berbayang, pedih, berair,
nyeri kepala, dan seperti melihat pelangi tidak dirasakan pasien. Riwayat trauma disangkal,
riwayat memakai kacamata disangkal pasien, riwayat menggunakan obat tetes mata tanpa
resep dokter disangkal pasien.
Anamnesa keluarga :
Tidak terdapat anggota keluarga yang menderita penyakit maupun keluhan yang sama dengan
pasien.
Riwayat penyakit dahulu :
Riwayat tekanan darah tinggi diakui
Riwayat kencing manis tidak ada
Riwayat trauma tidak ada
Riwayat Sosial ekonomi : Cukup
Riwayat gizi : Cukup
PEMERIKSAAN
1. Keadaan Umum
Kesan sakit : tampak sakit sedang
Kesadaran : compos mentis
Tensi :160/100 mmHg
Nadi : 72x/menit
Respirasi : 20x/menit
Suhu : Aferbris
2. Status Oftalmologi
Pemeriksaan Subjektif
Visus OD OS
SC 0,2 0,4
CC 1,0 1,0
STN - -
KOREKSI S – 1,00 S – 1,00
ADD S + 2,00 S + 2,00
GERAKAN BOLA MATA BAIK KE SEGALA ARAH BAIK KE SEGALA ARAH
Pemeriksaan Eksternal
OD OS
Palpebra superior T.A.K T.A.K
Palpebra inferior T.A.K T.A.K
Silia Tumbuh teratur Tumbuh teratur
Ap. Lakrimalis T.A.K T.A.K
Konj. Tarsalis superior Tenang Tenang
Konj. Tarsalis inferior Tenang Tenang
Konj. Bulbi Injeksi konjungtiva (-) Injeksi konjungtiva (-)
Kornea Terdapat jaringan
fibrovaskular berbentuk
segitiga
Terdapat jaringan
fibrovaskular berbentuk
segitiga
COA sedang sedang
Pupil Bulat, ditengah Bulat, ditengah
Diameter pupil 3 mm 3 mm
Reflex cahaya
Direct + +
Indirect + +
Iris Coklat, sinekia (-) Coklat, sinekia (-)
Lensa Jernih Jernih
Pemeriksaan Biomikroskop (Slit Lamp)
OD OS
Silia T.A.K T.A.K
Konjungtiva superior T.A.K T.A.K
Konjungtiva inferior T.A.K T.A.K
Kornea Terdapat jaringan
fibrovaskular berbentuk
segitiga
Terdapat jaringan
fibrovaskular berbentuk
segitiga
COA Dalam Dalam
Pupil Bulat Bulat
Iris T.A.K T.A.K
Lensa jernih jernih
Tonometri 17,3 mmHg 17,3 mmHg
Pemeriksaan Funduskopi
Funduskopi OD OS
Lensa Jernih Jernih
Vitreus Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai
Fundus Reflex fundus + Reflex fundus +
Papil Bulat, batas tegas Bulat, batas tegas
CDR 0,3 0,3
A/V retina sentralis 2:3 2:3
Retina Eksudat ( - ) Eksudat ( - )
Macula Reflex fovea ( + ) Reflex fovea ( + )
Diagnosis Klinis
Miop Simpleks dengan Presbiop dan Pterigium Grade II ODS
Rencana Pemeriksaan
Topografi kornea
Diagnosis Banding
Pseudopterigium
Terapi
Medikamentosa
Obat
Eyevit 1x perhari
Cendo augentonic 3gtt per hari
Operasi
Conjunctival auto graft
Non medikamentosa
Resep kacamata dengan menggunakan lensa negative S – 1,00 ODS add S+2,00
Memakai pelindung mata ( mis. Kaca mata UV atau topi )
Prognosis
Quo ad vitam : ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam
RESUME
Seorang perempuan berusia 48 tahun datang dengan keluhan kedua mata buram
kurang lebih 1 tahun yang lalu. Pasien merasa penglihatan kedua matanya kurang jelas
ketika melihat benda atau orang dari kejauhan sehingga pasien sering memincingkan mata
agar dapat melihat lebih jelas. Pasien lebih nyaman jika melihat sesuatu dari dekat. Keluhan
disertai seperti ada yang menghalangi atau mengganjal apabila mengedip serta kadang –
kadang merah dan gatal pada kedua mata. Pasien bekerja sebagai ibu rumah tangga dan
apabila keluar rumah tidak memakai kaca mata pelindung. Riwayat memakai kacamata di
sangkal, riwayat menggunakan obat tetes mata tanpa resep dokter disangkal pasien. Riwayat
darah tinggi diakui, riwayat trauma, riwayat kencing manis di sangkal.
OD OS
Visus 0,2 0,4
koreksi S – 1,00 S – 1,00
Add S + 2,00 S + 2,00
Gerakan bola mata Baik ke segala arah Baik ke segala arah
Palpebra sup/inf Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
Konjungtiva bulbi Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
Kornea Terdapat jaringan
fibrovaskular berbentuk
segitiga
Terdapat jaringan
fibrovaskular berbentuk
segitiga
COA Dalam Dalam
Pupil Bulat isokor Bulat isokor
Iris Coklat, kripti normal Coklat, kripti normal
Lensa Jernih Jernih
Tonometri 17,3 mmHg 17,3 mmHg
Lensa (slitlamp) Jernih Jernih
Viterus Jernih Jernih
Fundus Reflex fundus + Reflex fundus +
BAB II PEMBAHASAN
1. Pasien ini di diagnose Miopia Simpleks ODS + Presbiob ODS dengan Pterigium Grade IIBerdasarkan anamnesa terhadap pasien ini , ditemukan :
Pasien datang ke poliklinik mata RSUD dr.Slamet Garut dengan keluhan penglihatan kedua mata kurang jelas ( buram ) saat melihat jarak jauh sejak kurang lebih satu tahun SMRS.
Pasien merasa penglihatan kedua matanya kurang jelas ( buram ) saat melihat benda atau orang dari kejauhan, sehingga pasien sering memincingkan mata supaya dapat melihat jelas.
Pasien mengaku lebih nyaman apabila melihat sesuatu dari jarak dekat. Pasien mengeluh ke dua mata seperti ada yang mengganjal atau menghalangi
apabila pasien mengedip yang disertai kadang – kadang merah dan gatal.
Pada pemeriksaan Oftalmologi di dapatkan hasil :
Kornea Terdapat jaringan
fibrovaskular berbentuk
segitiga
Terdapat jaringan
fibrovaskular berbentuk
segitiga
COA Dalam Dalam
Pupil Bulat, sentral Bulat, sentral
Iris Tak Tak
Lensa Jernih Jernih
Tonometri 17,3 mmHg 17,3 mmHg
Lensa (slit lamp) Jernih Jernih
Vitreus Jernih Jernih
Fundus Refleks fundus (+) Refleks fundus (+)
Pada pemeriksaan Oftalmologi di dapatkan jaringan fibrovaskular pada kedua mata sehingga pasien di diagnosis pterigium ODS.
Berdasarkan grade pterigium, pasien ini tergolong pterigium grade II ODS karena pterigium sudah melewati limbus.
Pada pemeriksaan Refraksi Subyektif, dengan metoda “trial and error”. Jarak pemeriksaan 6 meter. Digunakan kartu Snellen yang diletakkan setinggi mata pasien, mata di periksa satu persatu di biaskan mata kanan terlebih dahulu. Ditemukan visus/ tajam penglihatan masing – masing mata. Kemudian di koreksi
dengan lensa sferis negative, dan memberikan tajam penglihatan yang membaik dari sebelumnya.
Pemeriksaan Subjektif
Visus OD OS
SC 0,2 0,4
CC 1,00 1,00
STN
Koreksi S – 1,00 S – 1,00
Adde S + 2.00 S + 2,00
Gerakan bola mata Baik ke segala arah Baik ke segala arah
Pada pemeriksaan Refraksi Subyektif dengan snellen chart di dapatkan koreksi kacamata :VOD : 0.2 S-1.00 = 1.0VOS : 0.4 S-1.00 = 1.0 tinggi dioptri = 1 dioptri dan tidak pusing
visus pakai kacamata tidak dilakukan pemeriksaan Dilakukan pemeriksaan untuk jarak dekat ( baca ) karena usia pasien yang
sudah 48 tahun, ditambahkan lensa sferis positif S+2.00 sesuai usia. Berdasarkan klasifikasi myopia menurut derajat dioptri, pasien ini
tergolong Miopia Simpleks ODS derajat ringan + Presbiop ODS
Berdasarkan hasil anamnesis dan pemeriksaan oftalmologi yang di lakukan terhadap pasien ini, sehingga pasien ini di diagnose sebagai Miopia Simpleks ODS + Presbiop ODS dengan Pterigium Grade II.
Miopia merupakan kelainan refraksi dimana berkas sinar sejajar yang memasuki mata tanpa akomodasi, jatuh pada focus yang berada di depan retina. Dalam keadaan ini objek yang jauh tidak dapat dilihat secara teliti karena sinar yang datang saling bersilangan pada badan kaca, ketika sinar tersebut sampai di retina sinar – sinar ini menjadi divergen, membentuk lingkaran yang dif us dengan akibat bayangan yang kabur.1
Klasifikasi Miopia terdiri dari :
1. Miopia aksial
Bertambah panjangnya diameter anteroposterior bola mata dari normal. Pada
orang dewasa panjang axial bola mata 22,6 mm. Perubahan diameter
anteroposterior bola mata 1 mm akan menimbulkan perubahan refraksi sebesar 3
dioptri.
2. Miopia kurfatura
Kurfatura dari kornea bertambah kelengkungannya, misalnya pada keratokonus
dan kelainan kongenital. Kenaikan kelengkungan lensa bisa juga menyebabkan
miopia kurvatura, misalnya pada stadium intumesen dari katarak. Perubahan
kelengkungan kornea sebesar 1 mm akan menimbulkan perubahan refraksi
sebesar 6 dioptri.
3. Miopia indeks refraksi
Peningkatan indeks bias media refraksi sering terjadi pada penderita diabetes
melitus yang kadar gula darahnya tidak terkontrol.
4. Perubahan posisi lensa
Perubahan posisi lensa kearah anterior setelah tindakan bedah terutama glaukoma
berhubungan dengan terjadinya miopia. 1
Berdasarkan tingginya dioptri, miopia dibagi dalam:2
1. Miopia sangat ringan, dimana miopia sampai dengan 1 dioptri
2. Miopia ringan, dimana miopia antara1-3 dioptri
3. Miopia sedang, dimana miopia antara 3-6 dioptri
4. Miopia tinggi, dimana miopia 6-10 dioptri
5. Miopia sangat tinggi, dimana miopia >10 dioptri
Gejala Klinis Miopia
Gejala subjektif miopia antara lain:2
a. Kabur bila melihat jauh
b. Membaca atau melihat benda kecil harus dari jarak dekat
c. Lekas lelah bila membaca ( karena konvergensi yang tidak sesuai dengan
akomodasi )
d. Astenovergens
Gejala objektif miopia antara lain:2
1. Miopia simpleks
a. Pada segmen anterior ditemukan bilik mata yang dalam dan pupil yang relatif
lebar. Kadang-kadang ditemukan bola mata yang agak menonjol
b. Pada segmen posterior biasanya terdapat gambaran yang normal atau dapat
disertai kresen miopia (myopic cresent) yang ringan di sekitar papil saraf
optik.
2. Miopis Patologik
a. Gambaran pada segmen anterior serupa dengan miopia simpleks
b. Gambaran yang ditemukan pada segmen posterior berupa kelainan-kelainan
pada
1. Badan kaca : dapat ditemukan kekeruhan berupa pendarahan atau
degenerasi yang terlihat sebagai floaters, atau benda-benda yang
mengapung dalam badan kaca. Kadang-kadang ditemukan ablasi badan
kaca yang dianggap belum jelas hubungannya dengan keadaan miopia
2. Papil saraf optik : terlihat pigmentasi peripapil, kresen miopia, papil
terlihat lebih pucat yang meluas terutama ke bagian temporal. Kresen
miopia dapat ke seluruh lingkaran papil sehingga seluruh papil dikelilingi
oleh daerah koroid yang atrofi dan pigmentasi yang tidak teratur
Gambar 2. Myopic cresent
3. Makula : berupa pigmentasi di daerah retina, kadang-kadang ditemukan
perdarahan subretina pada daerah makula.
4. Retina bagian perifer : berupa degenersi kista retina bagian perifer
5. Seluruh lapisan fundus yang tersebar luas berupa penipisan koroid dan
retina. Akibat penipisan ini maka bayangan koroid tampak lebih jelas dan
disebut sebagai fundus tigroid.
Gambar 3. Fundus Tigroid
Kesalahan pada saat pemeriksaan refraksi biasa mendominasi gejala klinik
yang terjadi pada miop tinggi. Hilangnya penglihatan secara tiba-tiba mungkin
disebabkan karena perdarahan makular pada bagian fovea dimana membrana
Bruch mengalami dekompensasi. Kehilangan penglihatan secara bertahap dan
metamorpopsia terjadi oleh karena rusaknya membrana Bruch.
Dikatakan miop tinggi apabila melebihi -8.00 dioptri dan dapat labih tinggi
lagi hingga mencapai -35.00 dioptri. Tingginya dioptri pada miopia ini
berhubungan dengan panjangnya aksial miopia, suatu kondisi dimana belakang
mata lebih panjang daripada normal, sehingga membuat mata memiliki pandangan
yang sangat dekat.
Untuk mendiagnosis myopia dapat dilakukan dengan beberapa
pemeriksaan pada mata, pemeriksaan tersebut adalah sebagai berikut:3,4
Refraksi Subyektif
Diagnosis myopia dapat ditegakkan dengan pemeriksaan Refraksi Subyektif,
metode yang digunakan adalah dengan Metoda ‘trial and error’ Jarak
pemeriksaan 6 meter/ 5 meter/ 20 kaki. Digunakan kartu Snellen yang
diletakkan setinggi mata penderita, Mata diperiksa satu persatu dibiasakan
mata kanan terlebih dahulu Ditentukan visus / tajam penglihatan masing-
masing mata Bila visus tidak 6/6 dikoreksi dengan lensa sferis negatif, bila
dengan lensa sferis negatif tajam penglihatan membaik atau mencapai 5/5, 6/6,
atau 20/20 maka pasien dikatakan menderita myopia, apabila dengan
pemberian lensa sferis negatif menambah kabur penglihatan kemudian diganti
dengan lensa sferis positif memberikan tajam penglihatan 5/5, 6/6, atau 20/20
maka pasien menderita hipermetropia.
Refraksi Obyektif
Yaitu menggunakan retinoskopi, dengan lensa kerja ∫+2.00D pemeriksa
mengamati refleks fundus yang bergerak berlawanan arah dengan arah
gerakan retinoskop (against movement) kemudian dikoreksi dengan lensa
sferis negatif sampai tercapai netralisasi.
Autorefraktometer (komputer)
Yaitu menentukan myopia atau besarnya kelainan refraksi dengan
menggunakan komputer.
Presbiopia adalah hilangnya daya akomodasi yang terjadi bersamaan dengan
proses penuaan pada semua orang. Seseorang dengan mata emetrop ( tanpa
kelainan refraksi ) akan mulai merasakan ketidakmampuan membaca huruf
kecil atau membedakan benda – benda kecil yang terletak berdekatan pada
usia sekitar 44 – 46 tahun. Hal ini semakin buruk pada cahay termaram dan
biasanya lebih nyata pada pagi hari atau saaat subjek lelah. Gejala – gejala ini
meningkat sampai usia 55 tahun, menjadi stabil, tetapi menetap.
Presbiopia dikoreksi dengan menggunakan lensa plus untuk mengatasi
daya focus otomatis lensa yang hilang. Lensa plus dapat digunakan dengan
berbagai cara. Kacamata baca memilik koreksi – koreksi di seluruh aperture
kacamata sehingga kacamata tersebut baik untuk membaca, tetapi membuat
benda – benda jauh menjadi kabur. Untuk mengatasi gangguan ini, dapat
digunakan kacamata separuh, yaitu kacamata yang bagian atasnya terbuka dan
tidak dikoreki untuk penglihatan jauh. Kacamata bifokus melakukan hal
serupa tetapi memungkinkan untuk koreksi kelainan refraksi yang lain.
Kacamata trifokus mengoreksi penglihatan jauh di segmen atas, penglihatan
sedang di segmen tengah dan penglihatan dekat di segmen bawah. Lensa
progresif juga mengoreksi penglihatan dekat, sedang dan jauh. Tetapi dengan
perubahan daya lensa yang progresif dan bukan bertingkat.
Pada pasien presbiopia kacamata atau adisi di perlukan untuk
membaca dekat yang berkekuatan tertentu, biasanya :
+ 1.0 D untuk usia 40 tahun
+ 1.5 D untuk usia 45 tahun
+ 2.0 D untuk usia 50 tahun
+ 2.5 D untuk usia 55 tahun
+ 3.0 D untuk usia 60 tahun
Karena jarak baca biasanya 33 cm, maka adisi + 3.0 dioptri adalah
lensa positif terkuat yang dapat di berikan pada seseorang. Pada keadaan ini
mata tidak melakukan akomodasi bila membaca pada jarak 33 cm, karena
benda yang dibaca terletak pada titik api lensa +3.00 dioptri sehingga sinar
yang keluar akan sejajar.
Pemeriksaan adisi untuk membaca perlu disesuaikan dengan
kebutuhan jarak kerja pasien pada waktu membaca. Pemeriksaan sangat
subjektif sehingga angka – angka di atas tidak merupakan angka yang tetap.1,2
Pterigium merupakan suatu pertumbuhan fibrovaskular konjungtiva
yang bersifat degenerative dan invasive. Pertumbuhan ini biasanya terletak
pada celah kelopak bagian nasal ataupun temporal konjungtiva yang meluas ke
daerah kornea. Pterigium berbentuk segitiga dengan puncak di bagian sentral
atau di daerah kornea. Pterigium mudah meradang dan bila terjadi iritasi,
maka bagian pterigium akan berwarna merah, pterigium dapat mengenai
kedua mata.2asal kata pterigium adalah dari bahasa yunani, yaitu pteron yang
artinya wing atau sayap.
Gambar 1. Pterigium
Manifestasi Klinis
Mata irritatatif, merah dan mungkin menimbulkan astigmatisme
Kemunduran tajam penglihatan akibat pteregium yang meluas ke kornea (Zone
Optic)
Dapat diserati keratitis Pungtata, delen (Penipisan kornea akibat kering) dan garis
besi yang terletak di ujung pteregium.
Grade Pterigium
1. Grade I : bila apeks sampai ke limbus
2. Grade II : 2 mm dari limbus
3. Grade III : pertengahan pinggir pupil dan kornea
4. Grade IV : melewati pinggir pupil
2. Etiologi dari penyakit pada pasien ini
Berdasarkan anamnesa lainnya juga didapatkan pasien mengeluhkan penglihatan
kedua mata kurang jelas saat melihat jarak jauh sejak ± 1 tahun SMRS dan pasien
merasa penglihatan kedua matanya kurang jelas saat melihat benda atau orang dari
kejauhan, sehingga pasien sering memicingkan mata supaya dapat melihat jelas, dan
pada pemeriksaan refraksi subjektif dengan snellen chart beserta hasil koreksi dengan
metode trial and error ditemukan adanya myopia simpleks derajat ringan,
berdasarkan dari hasil anamnesa dan pemeriksaan refraksi subjektif ini sesuai dengan
etiologi dari presbiop. Berdasarkan dari hasil anamnesa dan pemeriksaan oftalmologi
ini sesuai dengan etiologi pterigium grade II.
Etiologi pada miopia tidak diketahui secara pasti dan banyak faktor memegang
peranan penting dari waktu kewaktu. Teori miopia menurut sudut pandang biologi
menyatakan bahwa miopia ditentukan secara genetik. Pengaruh faktor herediter telah
diteliti secara luas. Macam-macam faktor lingkungan prenatal, perinatal dan postnatal
telah didapatkan untuk operasi penyebab miopia.3
Patofisiologi pada miopia disebabkan karena pembiasan sinar di dalam mata
yang terlalu kuat untuk panjangnya bola mata akibat:
1. Sumbu aksial mata lebih panjang dari normal (diameter antero-posterior yang
lebih panjang, bola mata yang lebih panjang ) disebut sebagai miopia aksial.
2. Kurvatura kornea atau lensa lebih kuat dari normal (kornea terlalu cembung
atau lensa mempunyai kecembungan yang lebih kuat) disebut miopia
kurvatura/refraktif.
3. Indeks bias mata lebih tinggi dari normal, misalnya pada diabetes mellitus.
Kondisi Ini Disebut Miopia Indeks
4. Miopi Karena perubahan posisi lensa Posisi lensa lebih ke anterior, misalnya
pasca operasi glaukoma.1
Etiologi Presbiop Gangguan akomodasi pada usia lanjut dapat terjadi akibat :
Kelemahan otot akomodasi
Lensa mata tidak kenyal atau berkurang elastisitasnya akibat sklerosis lensa.2
Etiologi Pterigium belum dapat dipahami secara jelas, diduga merupakan suatu
neoplasma radang dan degenerasi. Namun, pterigium banyak terjadi pada mereka
yang banyak menghabiskan waktu di luar rumah dan banyak terkena panas terik
matahari. Faktor resiko terjadinya pterigium adalah tinggal di daerah yang
banyak terkena sinar matahari, daerah yang berdebu, berpasir atau anginnya
besar. Penyebab paling umum adalah exposure atau sorotan berlebihan dari sinar
matahari yang diterima oleh mata. Ultraviolet, baik UVA ataupun UVB, dan
angin (udara panas) yang mengenai konjungtiva bulbi berperan penting dalam hal
ini. Selain itu dapat pula dipengaruhi oleh faktor2 lain seperti zat allegen, kimia
dan zat pengiritasi lainnya. Pterigium Sering ditemukan pada petani, nelayan dan
orang-orang yang tinggal di dekat daerah khatulistiwa. Jarang menyerang anak-
anak. 2,6,7
Patofisiologi Presbiopia pada mekanisme akomodasi yang normal terjadi
peningkatan daya refraksi mata karenaadanya perubahan keseimbangan antara
elastisitas matriks lensa dan kapsul sehingga lensa menjadi cembung. Dengan
meningkatnya umur maka lensa menjadi lebih keras (sklerosis)dan kehilangan
elastisitasnya untuk menjadi cembung. Dengan demikian kemampuan melihat
dekat makin berkurang.
Patofisiologi pterygium ditandai dengan degenerasi elastotik kolagen dan ploriferasi fibrovaskular, dengan permukaan yang menutupi epithelium, Histopatologi kolagen abnormal pada daerah degenerasi elastotik menunjukkan basofilia bila dicat dengan hematoksin dan eosin. Jaringan ini juga bisa dicat dengan cat untuk jaringan elastic akan tetapi bukan jaringan elastic yang sebenarnya, oleh karena jaringan ini tidak bisa dihancurkan oleh elastase.
Sinar UV-B merupakan sinar yang dapat menyebabkan mutasi pada gen suppressor tumor p53 pada sel-sel benih embrional di basal limbus kornea. Tanpa adanya apoptosis (program kematian sel), perubahan pertumbuhan faktor Beta akan menjadi berlebihan dan menyebabkan pengaturan berlebihan pula pada sistem kolagenase, migrasi seluler dan angiogenesis. Perubahan patologis tersebut termasuk juga degenerasi elastoid kolagen dan timbulnya jaringan fibrovaskular, seringkali disertai dengan inflamasi. Secara histopalogis ditemukan epitel konjungtiva irrekuler kadang-kadang berubah menjadi gepeng. Pada puncak pteregium, epitel kornea menarik dan pada daerah ini membran bowman menghilang. Terdapat degenerasi stauma yang berfoliferasi sebagai jaringan granulasi yang penuh pembulih darah. Degenerasi ini menekan kedalam kornea serta merusak membran bowman dan stoma kornea bagian atas. Histopatologi dari kolagen abnormal pada area degenerasi elastik menunjukkan basofilia dengan pewarnaan hematoksilin dan eosin. Kornea menunjukkan destruksi pada lapisan membrana Bowman akibat pertumbuhan fibrovaskular, disertai dengan peradangan ringan. Epitelnya dapat normal, tipis atau menebal kadang disertai displasia .2
3. Penatalaksanaan pada pasien ini
Non-medikamenosa :
Pemberian resep kacamata dengan menggunakan lensa negatif S -1.00 ODS
dengan Add S+2.00 ODS.
Medikamentosa :
vitamin untuk kesehatan mata : Eyevit 1 x per hari
penyegar mata : Cendo augentonic 3gtt per hari
Penatalaksaan pada Miopia
Penderita miopia dapat dikoreksi dengan menggunakan kacamata, kontak
lensa atau melalui operasi. Terapi terbaik pada miopia adalah dengan penggunaan
kacamata atau kontak lensa yang akan mengkompensasi panjangnya bola mata
danakan memfokuskan sinar yang masuk jatuh tepat di retina.
Menggunakan kacamata merupakan cara terapi yang sering digunakan untuk
mengkoreksi miopia. Lensa konkaf yang terbuat dari kaca atau lensa plastik
ditempatkan pada frame dan dipakai didepan mata. Pengobatan pasien dengan
miopiaadalah dengan memberikan kacamata sferis negatif terkecil yang
memberikanketajaman penglihatan maksimal tanpa akomodasi. Sebagai contoh bila
pasiendikoreksi dengan –3,0 memberikan tajam penglihatan 5/5, dan demikian juga
biladiberi S – 3,25, maka sebaiknya diberikan lensa koreksi – 3,0 agar untuk
memberikanistirahat mata dengan baik sesudah dikoreksi.
Penggunaan kontak lensa merupakan pilihan kedua pada terapi miopia.Kontak
lensa merupakan lengkungan yang sangat tipis terbuat dari plastik yangdipakai
langsung di mata di depan kornea. Meski terkadang ada rasa tidak nyaman pada awal
pemakaian tetapi kebanyakan orang akan cepat membiasakan diri terhadap pemakaian
kontak lensa.
Lensa kontak ada dua macam yaitu lensa kontak lunak (soft lens) serta lensa
kontak keras (hard lens). Pengelompokan ini didasarkan pada bahan penyusunnya.
Lensa kontak lunak disusun oleh hydrogels, HEMA
(hydroksimethylmetacrylate) dan vinyl copolymer sedangkan lensa kontak keras
disusun dari PMMA (polymethylmetacrylate).
Keuntungan lensa kontak lunak adalah nyaman, singkat masa adaptasi
pemakaiannya, mudah memakainya, dislokasi lensa yang minimal, dapat dipakai
untuk sementara waktu. Kerugian lensa kontak lunak adalah memberikan ketajaman
penglihatan yang tidak maksimal, risiko terjadinya komplikasi, tidak mampu
mengoreksi astigmatisme, kurang awet serta perawatannya sulit.
Kontak lensa keras mempunyai keuntungan yaitu memberikan koreksi visus
yang baik, bisa dipakai dalam jangka waktu yang lama (awet), serta mampu
mengoreksi astigmatisme kurang dari 2 dioptri. Kerugiannya adalah memerlukan
fitting yang lama, serta memberikan rasa yang kurang nyaman.
Pemakaian lensa kontak harus sangat hati-hati karena memberikan komplikasi
pada kornea, tetapi komplikasi ini dikurangi dengan pemilihan bahan yang mampu
dilewati gas O2. Hal ini disebut Dk (gas Diffusion Coefficient), semakin tinggi Dk-nya
semakin besar bisa mengalirkan oksigen, sehingga semakin baik bahan tersebut.
Lensa Kontak Ditinjau dari Segi Klinis
1. Lapang Pandangan
Karena letak lensa kontak yang dekat sekali dengan pupil serta tidak
memerlukan bingkai dalam pemakaiannya, lensa kontak memberikan lapang
pandangan yang terkoreksi lebih luas dibandingkan kacamata. Lensa kontak
hanya sedikit menimbulkan distorsi pada bagian perifer.
2. Ukuran Bayangan di Retina
Ukuran bayangan di retina sangat tergantung dari vertex distance (jarak
verteks) lensa koreksi. Jika dibandingkan dengan pemakaian kacamata,
dengan koreksi lensa kontak, penderita miopia memiliki bayangan yang lebih
besar di retina, sedangkan pada penderita hipermetropia bayangan menjadi
lebih kecil.
3. Akomodasi
Dibandingkan dengan kacamata, lensa kontak meningkatkan kebutuhan
akomodasi pada penderita miopia dan menurunkan kebutuhan akomodasi pada
penderita hipermetropia sesuai dengan derajat anomali refraksinya.2,4
LASIK adalah suatu tindakan koreksi kelainan refraksi mata yang
menggunakan teknologi laser dingin (cold/non thermal laser) dengan cara merubah
atau mengkoreksi kelengkungan kornea. Setelah dilakukan tindakan LASIK,
penderita kelainan refraksi dapat terbebas dari kacamata atau lensa kontak, sehingga
secara permanen menyembuhkan rabun jauh (miopia), rabun dekat (hipermetropia),
serta mata silinder (astigmatisme).
Untuk dapat menjalani prosedur LASIK perlu diperhatikan beberapa hal, yaitu:
a. Ingin terbebas dari kacamata dan lensa kontak
b. Kelainan refraksi:
Miopia sampai -1.00 sampai dengan - 13.00 dioptri.
Hipermetropia + 1.00 sampai dengan + 4.00 dioptri.
Astigmatisme 1.00 sampai dengan 5.00 dioptri
c. Usia minimal 18 tahun
d. Tidak sedang hamil atau menyusui
e. Tidak mempunyai riwayat penyakit autoimun
f. Mempunyai ukuran kacamata/ lensa kontak yang stabil selama paling tidak
6 (enam) bulan
g. Tidak ada kelainan mata, yaitu infeksi, kelainan retina saraf mata, katarak,
glaukoma dan ambliopia
h. Telah melepas lensa kontak (Soft contact lens) selama 14 hari atau 2 (dua)
minggu dan 30 (tiga puluh) hari untuk lensa kontak (hard contact lens)
Adapun kontraindikasi dari tindakan LASIK antara lain:5
Usia < 18 tahun / usia dibawah 18 tahun dikarenakan refraksi belum
stabil.
Sedang hamil atau menyusui.
Kelainan kornea atau kornea terlalu tipis.
Riwayat penyakit glaukoma.
Penderita diabetes mellitus.
Mata kering
Penyakit : autoimun, kolagen
Pasien Monokular
Kelainan retina atau katarak
Sebelum menjalani prosedur LASIK, ada baiknya pasien melakukan konsultasi
atau pemeriksaan dengan dokter spesialis mata untuk dapat mengetahui dengan
pasti mengenai prosedur / tindakan LASIK baik dari manfaat, ataupun
kemungkinan komplikasi yang dapat terjadi. Setelah melakukan konsultasi /
pemeriksaan oleh dokter spesialis mata, kemudian mata anda akan diperiksa
secara seksama dan teliti dengan menggunakan peralatan yang berteknologi tinggi
(computerized) dan mutakhir sehingga dapat diketahui apakah seseorang layak
untuk menjalankan tindakan LASIK.
Persiapan calon pasien LASIK5
Pemeriksaan refraksi, slit lamp, tekanan bola mata dan finduskopi
Pemeriksan topografi kornea / keratometri / pakhimetri Orbscan
Analisa aberometer Zy Wave, mengukur aberasi kornea sehingga bisa
dilakukan Custumize LASIK
Menilai kelayakan tindakan untuk menghindari komplikasi
Sebagian besar pasien yang telah melakukan prosedur atau tindakan
LASIK menunjukan hasil yang sangat memuaskan, akan tetapi sebagaimana
seperti pada semua prosedur atau tindakan medis lainnya, kemungkinan adanya
resiko akibat dari prosedur atau tindakan LASIK dapat terjadi oleh sebagian kecil
dari beberapa pasien antara lain:
o Kelebihan / Kekurangan Koreksi (Over / under correction). Diketahui
setelah pasca tindakan LASIK akibat dari kurang atau berlebihan tindakan
koreksi, hal ini dapat diperbaiki dengan melakukan LASIK ulang / Re-
LASIK (enhancement) setelah kondisi mata stabil dalam kurun waktu
lebih kurang 3 bulan setelah tindakan.
o Akibat dari menekan bola mata yang terlalu kuat sehingga flap kornea bisa
bergeser (Free flap, button hole, decentration flap). Flap ini akan melekat
cukup kuat kira-kira seminggu setelah tindakan.
o Biasanya akan terjadi gejala mata kering. Hal ini akan terjadi selama
seminggu setelah tindakan dan akan hilang dengan sendirinya. Pada
sebagian kasus mungkin diperlukan semacam lubrikan tetes mata.
o Silau saat melihat pada malam hari. Hal ini umum bagi pasien dengan
pupil mata yang besar dan pasien dengan miopia yang tinggi. Gangguan
ini akan berkurang seiring dengan berjalannya waktu. Komplikasi sangat
jarang terjadi, dan keluhan sering membaik setelah 1-3 bulan.
Kelebihan Bedah Refraksi LASIK antara lain:5
o Anestesi topikal (tetes mata)
o Pemulihan yang cepat (Magic Surgery)
o Tanpa rasa nyeri (Painless)
o Tanpa jahitan (Sutureless & Bloodless)
o Tingkat ketepatan yang tinggi (Accuracy)
o Komplikasi yang rendah
o Prosedur dapat diulang (Enhancement)
Komplikasi yang dapat terjadi pada Miopia terutama derajat tinggi berupa:1
o Dinding mata yang lebih lemah, karena sklera lebih tipis.
o Degenerasi miopik pada retina dan koroid. Retina lebih tipis sehingga
terdapat risiko tinggi terjadinya robekan pada retina.
o Ablasi retina, lubang pada makula sering terjadi pada miopia tinggi.
o Orang dengan miopia mempunyai kemungkinan lebih tinggi terjadi
glaukoma.
Penatalaksanaan pada Pterigium
Medikamentosa
Pterygium sering bersifat rekuren, terutama pada pasien yang masih muda.
Bila pterygium meradang dapat diberikan steroid atau suatu tetes mata dekongestan.
Pengobatan pterygium adalah dengan sikap konservatif atau dilakukan pembedahan
bila terjadi gangguan penglihatan akibat terjadinya astigmatisme ireguler atau
pterygium yang telah menutupi media penglihatan.
Lindungi mata dengan pterygium dari sinar matahari, debu dan udara kering
dengan kacamata pelindung. Bila terdapat tanda radang berikan air mata buatan dan
bila perlu dapat diberi steroid. Bila terdapat delen (lekukan kornea) beri air mata
buatan dalam bentuk salep. Bila diberi vasokontriktor maka perlu kontrol 2 minggu
dan bila terdapat perbaikkan maka pengobatan dihentikan. 1,3
Operasi
Indikasi tindakan operasi (eksisi) pterygium adalah :
1. Pertumbuhan yang mengancam penglihatan dengan tumbuh mencapai aksis
visual.
2. Terdapat astigmatisma yang signifikan.
3. Iritasi mata yang berat.
Sebagai tambahan, terapi adjuvan pasca operasi, dapat diberikan sinar
radiasi β dengan strontium-90 dan terapi antimetabolit dengan mitomycin C atau
fluorourasil.
Jenis-jenis operasi pterigium telah mulai dilakukan sejak awal tahun 1960-
an, termasuk :
1. Taditional “bare sclera” technique
Teknik ini dilakukan dengan mengangkat pterigium dan sklera di atasnya
dibiarkan. Penyembuhan terjadi 2 sampai 4 minggu. Sayangnya, pterigium
dapat tumbuh kembali pada 50% pasien – dan pada kebanyakan kasus,
pterigium dapat tumbuh melebihi ukuran awalnya. Tidak dilakukan untuk
pterygium progresif karena dapat terjadi granuloma granuloma diambil
kemudian di graph dari amnion.
2. Conjunctival auto graft (with or without stitches)
Teknik yang paling banyak digunakan saat ini, karena auto graft konjungtiva
menurunkan angka rekurensi.
Pterygium setelah diambil lalu di-graf dari amnion/selaput mukosa
mulut/konjungtiva forniks. Tindakan pembedahan untuk eksisi pterygium
biasanya bisa dilakukan pada pasien rawat jalan dengan menggunakan anastesi
topikal ataupun lokal, bila diperlukan dengan memakai sedasi. Perawatan
pasca operasi, mata pasien biasanya merekat pada malam hari, dan dirawat
memakai obat tetes mata atau salep mata antibiotika atau antiinflamasi.
Komplikasi
Komplikasi dari pterygium meliputi sebagai berikut:
Penyimpangan atau pengurangan pusat penglihatan
Kemerahan
Iritasi
Bekas luka yang kronis pada konjungtiva dan kornea
Keterlibatan yang luas otot extraocular dapat membatasi penglihatan dan
memberi kontribusi terjadinya diplopia. Bekas luka yang berada ditengah otot rektus
umumnya menyebabkan diplopia pada pasien dengan pterygium yang belum
dilakukan pembedahan. Pada pasien dengan pterygia yang sudah diangkat, terjadi
pengeringan focal kornea mata akan tetapi sangat jarang terjadi.
Komplikasi postooperasi pterygium meliputi:
Infeksi
Reaksi material jahitan
Diplopia
Conjungtival graft dehiscence
Corneal scarring
Komplikasi yang jarang terjadi meliputi perforasi bola mata perdarahan vitreous,
atau retinal detachment.
Komplikasi akibat terlambat dilakukan operasi dengan radiasi beta pada
pterygium adalah terjadinya pengenceran sclera dan kornea. Sebagian dari kasus ini
dapat memiliki tingkat kesulitan untuk mengatur.
4. Prognosis pada pasien ini
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Berdasarkan anamnesa dan pemeriksaan, pasien memiliki riwayat penyakit
sistemik yang dapat memperberat myopia
Quo ad functionam : dubia ad bonam
Fungsi organ penglihatan tidak seperti orang normal, dimana pasien sangat
bergantung pada penggunaan kacamata.
DAFTAR PUSTAKA
1. Vaughan, Daniel..2007. Oftalmologi Umum. Edisi 17. EGC. Jakarta.
2. Ilyas, Sidarta. 2010. Ilmu Penyakit Mata untuk dokter umum dan mahasiswa
kedokteran. Edisi ke-2 Sagung Seto. Jakarta.
3. Ilyas, S, Tanzil M, Salamun dkk. 2003. Sari Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI.
4. Hartono, Yudono RH. 2007. Refraksi dalam: Ilmu Penyakit Mata. Suhardjo, Hartono
(eds). Yogyakarta: Bagian Ilmu Penyakit Mata FK UGM.
5. Semarang Eye Centre. Tindakan Bedah LASIK. www. semarang - eye - centre.com /
6. http://emedicine.medscape.com/article/1192527-overview ( online, di akses tanggal
11 maret 2013 )
7. Kanski Jack J. Clinical Opthalmology : A Sistemic Approach. 2007. 6th Edition.