publikasi gunung gupit
DESCRIPTION
Identifikasi hydrothermal fluid di 3 km ke barat dari Candi BorobudurTRANSCRIPT
-
1
Penemuan baru mineralisasi emas tipe epitermal sulfidasi tinggi di Gunung Gupit,
Magelang, Jawa Tengah, Indonesia
Arifudin Idrus* dan Resty Intan Putri
Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada
Yogyakarta INDONESIA *Alamat E-mail: [email protected]
SARI
Daerah penelitian berada di Gunung Gupit dan sekitarnya, Magelang yang merupakan bagian dari
Perbukitan Menoreh yang melampar di bagian utara Pegunungan Kulon Progo. Daerah penelitian merupakan suatu
prospek emas yang pertama kali ditemukan dengan tipe epitermal sulfidasi tinggi pada rangkaian Pegunungan
Menoreh-Kulon Progo. Paper ini bertujuan menjelaskan kontrol geologi terhadap penyebaran zona alterasi
hidrotermal dan mineralisasi bijih emas serta karakteristik mineralisasi bijih, mineralogi alterasi dan geokimia.
Litologi daerah penelitian tersusun oleh beberapa satuan seperti lava andesit dari Formasi Kebobutak, breksi
autoklastik dan breksi andesit dari endapan Gunungapi Sumbing Muda. Pada daerah ini ditemukan indikasi
mineralisasi emas yang berhubungan dengan kegiatan hidrotermal. Orientasi urat umumnya berarah timur laut barat daya, hampir searah dengan pola struktur yang berkembang di daerah penelitian. Struktur geologi yang
dijumpai yaitu kekar gerus dan tarik, serta tiga sesar geser diperkirakan dengan arah gaya pembentuk relatif utara selatan. Alterasi yang dijumpai adalah alterasi silisifikasi, argilik lanjut, argilik dan propilitik. Mineral alterasi yang
umum ditemukan yaitu alunit, mineral lempung (kaolin, illit, smektit), silika, klorit, epidot, serta hematit. Jerosit dan
native sulfur juga teridentifikasi. Tektur urat kuarsa dan bijih di lapangan menunjukan vuggy silica. Urat kuarsa
yang dijumpai mengandung digenit, enargit, pirit, kalkopirit dan emas. Berdasarkan hasil penelitian lapangan dan
analisis laboratorium seperti analisa petrografi dan mikroskopi bijih, XRD (X-Ray Diffraction) dan AAS (Atomic
Absorption Spectrometry) dapat disimpulkan bahwa mineralisasi di daerah penelitian dikategori sebagai tipe
epitermal sulfidasi tinggi (high sulfidation epithermal). Mineralisasi terbentuk pada batuan induk berupa lava dasit
dan lava andesit dengan kadar emas tertinggi 42.4 g/t dan Ag 112 g/t pada sampel urat. Penelitian detail berbagai
aspek genetik endapan emas tersebut seperti mineralogi alterasi hidrotermal dan mineralogi bijih secara detail,
geokimia batuan dan bijih secara detail dan studi inklusi fluida untuk mengungkap lebih jauh keberadaan, proses
pembentukan endapan dan potensi endapan tersebut.
Kata kunci: Mineralisasi emas, epitermal sulfidasi tinggi, Gunung Gupit, Magelang.
PENDAHULUAN
Daerah Gunung Gupit merupakan bagian dari
Perbukitan Menoreh yang melampar di bagian utara
Pegunungan Kulon Progo (Rahardjo dkk.,1995). Pada
daerah Gunung Gupit ini ditemukan indikasi
mineralisasi emas yang berhubungan dengan kegiatan
proses hidrotermal. Butiran emas (gold nugget)
pertama ditemukan melalui pendulangan di sebuah
anak sungai di daerah Gupit oleh penambang rakyat.
Berdasarkan survei singkat, hasil analisa kimia
beberapa batuan, urat dan sedimen sungai yang diambil
secara acak menunjukkan kehadiran emas dengan
kadar yang bervariasi dan beberapa menunjukkan
kadar yang cukup signifikan (nilai tertinggi 42.4 g/t Au
dan 112 g/t Ag pada sampel urat), walaupun demikian
sumberdaya masih belum jelas. Dengan adanya
indikasi mineralisasi hidrotermal di daerah ini, maka
perlu dilakukan studi lebih lanjut terhadap endapan
emas hidrotermal tersebut terutama keberadaan,
karakteristik mineralisasi serta proses pembentukan
dan hubungannya dengan kontrol geologi sekitarnya.
Paper ini bertujuan untuk menjelaskan kondisi geologi
dan karakteristik mineralogi alterasi dan bijih, tektur
dan geokimia bijih, sehingga dapat membantu
menjelaskan tipe dan proses pembentukan endapan
emas tersebut.
GEOLOGI REGIONAL
Geomorfologi regional daerah ini termasuk
dalam zona Pegunungan Kulon Progo tepatnya berada
pada bagian utara, yaitu pada kaki Perbukitan Menoreh
yang merupakan hasil vulkanisme dari masa lampau.
Terdapat beberapa formasi yang membentuk daerah
penelitian yaitu Formasi Kebobutak yang terdiri dari
lava andesit, breksi autoklastik, serta breksi andesit.
Terdapat tiga fase tektonik yang mempengaruhi
pembentukan daerah KulonProgo. Pengangkatan pada
Oligosen Awal Akhir yang mengaktifkan vulkanisme, penurunan pada Miosen Awal Tengah, dan pengangkatan kembali pada Pliosen Pleistosen.
-
2
Struktur geologi yang berperan yaitu berupa sesar geser
pada daerah penelitian yang berarah baratlaut-tenggara
berjenis dekstral, dan timurlaut baratdaya berjenis sinistral. Gaya pembentuk struktur tersebut relatif
berarah utara selatan.
METODA PENELITIAN
Metode yang digunakan pada daerah penelitian
adalah pemetaan geologi dan penyebaran zona alterasi
hidrotermal pada skala 1:15.000, juga pengambilan
sampel untuk analisis di laboratorium. Analisis
laboratorium meliputi analisis mineralogi alterasi dan
bijih serta geokimia bijih. Analisis mineralogi
menggunakan sayatan tipis (petrografi) sebanyak 10
sampel, sayatan poles (mikroskopi bijih) sebanyak 9
sampel dan XRD (X-ray Diffraction) sebanyak 5
sampel terutama untuk mengetahui tipe mineral pada
batuan teralterasi argilik dan argilik lanjut. Analisis
geokimia bijih menggunakan AAS (Atomic Absorption
Spectrometry) di Intertek Jakarta sebanyak 31 sampel.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Geologi Daerah Penelitian
Stratigrafi daerah penelitian dibagi menjadi
empat yaitu lava andesit yang berumur Miosen Awal,
serta breksi autoklastik dan breksi andesit yang
berumur Pleistosen dan Holosen (Gambar 1). Struktur
geologi yang membentuk daerah ini adalah tiga sesar
besar jenis geser, yaitu dua sesar geser sinistral yang
berarah timurlaut baratdaya dengan arah gaya pembentuk utara selatan dan satu sesar dekstral yang berarah baratlaut - tenggara. Sesar geser dekstral
diperkirakan Bandungan terbentuk terlebih dahulu,
kemudian dilanjutkan oleh sesar geser sinistral
Semunut Kulon diperkirakan, dan sesar geser sinistral
diperkirakan Semunut Wetan yang terjadi setelah
mineralisasi. Sesar geser Bandungan dan Semunut
Kulon membentuk zona dilatasi yang kemudian
menjadi channelway fluida hidrotermal pembawa
mineralisasi. Mineralisasi utama terjadi pada lava
andesit. Pada peta geologi daerah penelitian
menunjukkan orientasi struktur geologi berarah relatif
timurlaut baratdaya, hampir searah dengan struktur geologi pengontrol mineralisasi.
Alterasi Hidrotermal dan Mineralisasi Bijih
Alterasi yang terbentuk adalah silisifikasi,
argilik lanjut, argilik, dan propilitik (Gambar 2).
Alterasi silisifikasi merupakan alterasi yang paling
asam dan paling terpengaruh oleh fluida hidrotermal
karena dekat dengan sumber keluarnya fluida
hidrotermal (Gambar 3), dicirikan oleh kehadiran silika
yang sangat melimpah dan cukup masif dengan tekstur
vuggy silica dan silika masif, sangat sedikit dijumpai
kehadiran mineral lempung. Batuan induk (host rock)
alterasi yang dijumpai di lapangan adalah lava andesit
dengan pelamparan sekitar 7% dari daerah penelitian.
Endapan mineral logam yang terbentuk yaitu enargit
(CuAsS), kalkopirit (CuFeS2), pirit (FeS2), digenit
(Cu9S5), emas (Au) dan hematit (Fe2O3) (Gambar 4).
Tekstur vuggy silica dijumpai dalam bentuk urat
dengan tebal 15 cm, dengan kandungan mineral bijih
yang sangat melimpah. Berdasarkan hasil mineragrafi,
didapatkan pirit, kalkopirit, emas, enargit dan hematit.
Hasil AAS menunjukan kadar emas sampai 42.4 g/t
dan Ag sampai 112 g/t.
Zona alterasi berikutnya yaitu argilik lanjut yang
dicirikan oleh kehadiran silika dan mineral lempung
yang cukup masif (Gambar 5 dan 7). Batuan induk
(host rock) alterasi ini yaitu lava andesit. Kenampakan
singkapan alterasi argilik lanjut di lapangan yaitu
batuan berwarna abu - putih kecoklatan, berkomposisi
silika dan mineral lempung yang lebih masif yang
diketahui dari tergoresnya batuan ketika digerus
dengan paku. Pada batuan seringkali dijumpai
stockwork berupa sulfida dan urat kuarsa yang
berukuran panjang 5 25 cm dengan lebar 0.5 2 cm. Terdapat pula kehadiran mineral sulfur, enargit yang
berwarna kehitaman, mineral lempung jarosit yang
berwarna oranye, alunit yang berwarna putih susu, dan
hematit yang cukup segar.
Selanjutnya yaitu alterasi argilik terbentuk pada
kisaran temperatur 150-200C dengan kondisi pH
berkisar 3-5 (Corbett & Leach, 1996). Batuan
teralterasi argilik umumnya berwarna putih kecoklatan
dengan komposisi penyusun mineral yang relatif lunak
(Gambar 9 & 10). Warna putih menunjukkan kehadiran
mineral lempung, biasanya kaolin, sedangkan warna
kecoklatan menandakan intensitas proses pelapukan
pada alterasi tersebut. Mineral sulfida seperti pirit telah
banyak teroksidasi menjadi hematit yang berwarna
kuning kecoklatan. Urat dengan panjang mulai dari 10
cm hingga 3 m, dan dengan ketebalan 2 mm 10 cm, umumnya memiliki orientasi berarah timurlaut baratdaya. Batuan asal yang mengalami alterasi argilik
ini adalah lava andesit.
Zona alterasi propilitik merupakan zona terluar
dari setiap sistem alterasi hidrotermal. Alterasi
propilitik dicirikan oleh melimpahnya kehadiran klorit
dan epidot. Alterasi propilitik terbentuk pada
temperatur 100-250 C dengan salinitas yang beragam,
pH mendekati netral dan terbentuk pada daerah dengan
permeabilitas yang rendah (Corbett & Leach, 1996).
Batuan induk teralterasi propilitik pada daerah
penelitian adalah lava andesit yang dicirikan dengan
tekstur porfiroafanitik hingga faneroporfiritik, memiliki
fenokris berukuran 0.5 5 mm, massa dasar < 0.03-0.1mm, holokristalin, tersusun atas hornblenda,
piroksen, sedikit kuarsa, epidot, klorit dan mineral
-
3
opak. Pengamatan mineral bijih pada beberapa sampel
menunjukan kehadiran pirit, hematit, magnetit dan
sedikit galena.
Berdasarkan beberapa analisa paragenesa
mineral logam, baik berdasarkan suhu pembentukan
dan bentuk kontak antar mineral, dapat diketahui
bagaimana urutan pembentukan seluruh mineral logam
dan kisaran suhu pembentukan mineralisasi pada
daerah penelitian. Urutan mineralisasi bila diurutkan
dari yang pertama terbentuk hingga yang paling akhir
yaitu : magnetit (Fe2O3) enargit (CuAsS) emas (Au) - kalkopirit (CuFeS2) - pirit (FeS2) galena (PbS) - hematit (Fe2O3) - digenit (Cu9S5). Emas native terlihat dalam sayatan poles pada Gambar 8.
Analisa XRD dilakukan pada sampel argilik,
argilik lanjut dan silisifikasi. Pada sampel argilik
menunjukan kehadiran mineral kaolin, haloysit, illit,
montmorilonit dan smektit. Pada sampel argilik lanjut
menunjukan alunit, jerosit, illit dan kuarsa. Pada
silisifikasi dijumpai kuarsa, alunit, smektit dan illit.
Analisa AAS dilakukan di beberapa titik pada lintasan
Gunung Gupit Gunung Kunir. Titik dengan kadar tertinggi Au 42.4 g/t dan Ag 112 g/t pada urat kurasa
dengan tekstur vuggy silica (Tabel 2).
Tipe dan Model Endapan
Berdasarkan data pemetaan dan karakteristik
endapan, tipe alterasi, dan sifat fluida hidrotermal di
atas, dapat disimpulkan bahwa tipe endapan emas
hidrotermal di daerah penelitian berupa endapan
epitermal tipe sulfidasi tinggi dengan fluida yang
sangat asam (Evans 1993). Model endapan dan
pembagian alterasi mengacu pada Arribas (1995) dan
Sillitoe (1999) (Gambar 14 & 15).
Aspek yang paling mengontrol terjadinya
mineralisasi adalah adanya struktur geologi berupa
sesar geser yang berarah relatif timurlaut - baratdaya.
Meruntut pada korelasi umur satuan geologi regional,
proses geologi yang dapat diidentifikasi di daerah
penelitian berawal sejak Miosen Awal menghasilkan
lava andesit, dimana pada regional disebut sebagai
intrusi andesit. Selanjutnya terbentuk sesar geser
dekstral diperkirakan Bandungan yang berarah
baratlaut tenggara. Kemudian pada Miosen Akhir terbentuk sesar geser sinistral diperkirakan Semunut
Kulon yang berarah timurlaut baratdaya. Kedua sesar ini diperkirakan sebagai channelway larutan
hidrotermal yang membawa mineralisasi bijih di
daerah penelititan.
KESIMPULAN
Stratigrafi daerah penelitian tersusun oleh satuan
lava andesit, satuan breksi autoklastik dan satuan
breksi andesit dengan struktur geologi berupa kekar
dan tiga sesar geser diperkirakan. Sesar berarah relatif
timurlaut - baratdaya Semunut Kulon merupakan faktor
pengontrol proses pembentukan alterasi hidrotermal
dan mineralisasi bijih.
Alterasi yang berasosiasi dengan endapan
epitermal sulfidasi tinggi tersebut yaitu silisifikasi,
argilik lanjut, argilik, dan propilitik. Mineral penciri
alterasi yaitu klorit, epidot, mineral lempung (illit,
smektit, dikit, dan alunit, jarosit, enargit, silika serta
terdapat stockwork yang melimpah (Gambar 6).
Mineralisasi bijih yang terbentuk yaitu magnetit
(Fe2O3) enargit (CuAsS) kalkopirit (CuFeS2) galena (PbS) - pirit (FeS2) emas (Au) digenit (Cu9S5) hematit (Fe2O3). Pada daerah ini, kandungan emas tertinggi yaitu terdapat pada urat di Gunung
Gupit dengan kadar emas 42.4 g/t and Ag 112 g/t.
Berdasarkan data pemetaan dan karakteristik
endapan, tipe alterasi, dan sifat fluida hidrotermal di
atas, dapat disimpulkan bahwa tipe endapan emas
hidrotermal di daerah penelitian berupa endapan
epitermal tipe sulfidasi tinggi. Penelitian ini sangat
awal sehingga direkomendasikan untuk melakukan
penelitian detail beberapa aspek genetik endapan
dan/atau kegiatan eksplorasi lanjut.
DAFTAR PUSTAKA
Arribas, Antonio Jr., 1995, Characteristics of High
Sulfidation Epithermal Deposits, And Their
Relaiton To Magmatic Fluid, Mineral Resources
Department, Geological Survey of Japan,l-l-3
Higashi, Tsukuba 305, Japan.
Corbett, G.J. and Leach, T.M., 1996, SW Pasific Rim
Gold and Cooper System (Structure, Alteration, and
Mineralization), CMS New Zealand Ltd.,
Auckland.
Evans, A. M., 1993. Ore Geology and Industrial
Minerals., 3rd
Edition. Blackwell Scientific
Publications, Oxford, 398 p.
Hedenquist, J.W., Izawa, E., Arribas, A., White, N.C.,
1996, Epithermal Gold Deposits: Styles,
Characteristic, and Exploration: Resource Geology
Special Publication No. 1, Society of Resource
Geology, Australia. Page 165-182.
Rahardjo,W., Sukandarrumidi, Rosidi,H.M.D.,1995,
Peta Geologi LembarYogyakarta, Jawa, ed.2, Pusat
Penelitian danPengembangan Geologi, Bandung.
Sillitoe, R H, 1999.,Styles of High-Sulphidation Gold,
Silver and Copper Mineralisation in Porphyry and
Epithermal Environments.Bali,Indonesia, p 5.
van Bemmelen, R. W., 1970, The Geology of Indonesia
vol. II, Economic Geology, Martinus Nijhoff, The
Haque.
-
4
Gambar 1. Peta geologi dan penyebaran urat di Gunung Gupit dan sekitarnya, Magelang.
Gambar 2 Peta zona alterasi hidrotermal di Gunung Gupit dan sekitarnya, Magelang.
Arifudin Idrus, Resty Intan Putri, I
Wayan Warmada & Wahyu S.
-
5
Tabel 1. Paragenesis mineral logam pada daerah penelitian
Mineral Bijih Tahap Pembentukan
Awal ------------------------------- Akhir
Hipogen Supergen
350C------------- 150C
-
6
Gambar 9. Alterasi argilik yang dicirikan oleh kaolin yang
berwarna putih.
Gambar 10. Kehadiran urat sulfida dengan panjang 3 meter,
orientasi N 30 E (timurlaut baratdaya) pada alterasi argilik.
Gambar 11. Kenampakan lava andesit yang teralterasi
propilitik (kiri) dan conto batuan propilitik (kanan).
Gambar 12. Analisa petrografi pada alterasi propilitik. Nikol
sejajar (kiri) dan nikol bersilang (kanan). Terdapat epidot
(Ep), klorit (Chl), kuarsa (Qtz), plagioklas (Plg) dan mineral
opak (Opq).
Gambar 13. Galena (Gn), pirit (Py), magnetit (Mag), hematit
(Hem) pada mineragrafi propilitik.
Gambar 14. Zona alterasi dan mineralisasi daerah penelitian
mengacu pada model endapan epitermal sulfidasi tinggi
(Arribas, 1995).
Gambar 15. Model endapan mengacu pada Sillitoe (1999)
(dengan modifikasi), hostrock batuan berupa lava andesit.