berkas.dpr.go.idberkas.dpr.go.id/puskajiakn/buku/public-file/buku-public-7.pdf · pusat kajian akn...
TRANSCRIPT
Pusat Kajian AKN | 1
Pusat Kajian AKN | i
KATA SAMBUTAN
Sekretaris Jenderal DPR RI
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada kita semua.
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 31 ayat (2) menyatakan bahwa setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya. Kewajiban setiap warga negara untuk mengikuti pendidikan dasar tersebut diatur juga dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Lebih lanjut, pada Pasal 31 ayat (4) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Negara diberikan amanah untuk memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya dua puluh persen dari APBN untuk kebutuhan penyelenggaraan pendidikan. Sebagai tindak lanjut dari amanah konstitusi tersebut, Pemerintah menetapkan mandatory spending bidang pendidikan, yaitu anggaran pendidikan sebesar 20 persen dari APBN.
Untuk menunjang pelaksanaan pendidikan dasar, pemerintah melaksanakan program Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Dana BOS diperuntukkan untuk pendanaan biaya operasi nonpersonalia pada satuan pendidikan dasar. Sasaran program BOS adalah semua sekolah SD/SDLB, SMP/SMPLB/SMPT termasuk SD-SMP Satu Atap (SATAP), Tempat Kegiatan Belajar Mandiri (TKB Mandiri) dan SMA/SMK di seluruh provinsi di Indonesia. Pengalokasian, komponen pengunaan, dan hal teknis lainnya terkait Dana BOS telah diatur pada Permendikbud Nomor 1 Tahun 2018.
Dalam perkembangannya, Dana BOS mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Pada tahun 2015, besaran anggaran Dana BOS yang telah disalurkan oleh Pemerintah Pusat adalah sebesar Rp30,9 triliun, tahun 2016 sebesar Rp43,1 triliun, tahun 2017 sebesar Rp43,5 triliun dan pada tahun 2018 meningkat menjadi sebesar Rp44,1 triliun.
Peningkatan anggaran Dana BOS hendaknya diikuti dengan pengelolaan Dana BOS yang akuntabel dan transparan. Namun, berdasarkan Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) I Tahun 2018 atas Laporan Keuangan
ii | Pusat Kajian AKN
Pemerintah Daerah (LKPD) Provinsi dan Kabupaten/Kota Tahun Anggaran 2017, BPK RI mengungkap masih banyaknya permasalahan dalam pengelolaan Dana BOS, seperti: penggunaan Dana BOS yang tidak diverifikasi dan dicatat secara valid dan akurat; pencatatan Dana BOS tidak didukung dengan dokumen pengesahan; realisasi penggunaan Dana BOS tidak sesuai dengan rencana penganggaran Dana BOS; Bendahara Dana BOS dan rekening Dana BOS belum ditetapkan; pendapatan jasa giro Dana BOS belum disetor ke kas daerah, dan lain sebagainya.
Untuk memperkuat pengawasan DPR RI atas penggunaan keuangan negara, khususnya Dana BOS, dengan berbasis pada IHPS I Tahun 2018 atas LKPD Provinsi dan Kabupaten/Kota TA. 2017, Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara dalam memberikan dukungan pelaksanaan fungsi pengawasan DPR RI, telah melakukan penelaahan terhadap temuan dan permasalahan pengelolaan Dana BOS berdasarkan hasil pemeriksaan BPK RI atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Provinsi dan Kabupaten/Kota TA. 2017. Adapun permasalahan pengelolaan Dana BOS yang paling sering terjadi di provinsi dan kabupaten/kota di Indonesia berdasarkan hasil penelaahan Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara adalah belum ditetapkannya Bendahara Dana BOS dan rekening Dana BOS oleh Kepala Daerah; Dana BOS belum dianggarkan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) ; dan APBD terkait Dana BOS belum melalui mekanisme pengesahaan pendapatan dan belanja (SP3B dan SP2B).
Demikianlah hal-hal yang dapat kami sajikan. Kami berharap hasil telaahan atas akuntabilitas pengelolaan Dana BOS ini dapat memberikan informasi bermanfaat kepada seluruh Alat Kelengkapan Dewan DPR RI, terutama komisi-komisi terkait dan Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN) DPR RI, sehingga dapat dijadikan acuan dasar dalam melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan pengelolaan Dana BOS.
Kami mengucapkan terima kasih atas perhatian seluruh Anggota DPR RI yang terhormat.
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
`
Pusat Kajian AKN | iii
KATA PENGANTAR
Kepala Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara
Sekretariat Jenderal dan Badan Keahlian DPR RI
Puji dan syukur marilah kita panjatkan
kehadirat Allah SWT, karena berkat
nikmat dan rahmat-Nya Pusat Kajian
Akuntabilitas Keuangan Negara
(PKAKN) Badan Keahlian DPR RI dapat
menyelesaikan buku telaahan
“Akuntabilitas Pengelolaan Dana Bantuan
Operasional Sekolah Berdasarkan Hasil
Pemeriksaan BPK RI atas LKPD Provinsi
dan Kabupaten/Kota TA 2017”. Buku ini
disusun bertujuan untuk memperkuat
pengawasan DPR RI atas penggunaan
keuangan negara, khususnya Dana BOS.
Buku II ini merupakan penelaahan atas akuntabilitas pengelolaan Dana BOS
pada 8 Provinsi (termasuk kabupaten/kota) di Indonesia dengan berbasis
pada hasil pemeriksaan BPK atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah
(LKPD) Provinsi dan Kabupaten/Kota TA 2017 di Provinsi: Bengkulu,
Lampung, DKI Jakarta, Jawa Barat, Banten, Jawa Tengah, D.I.Y. dan Jawa
Timur.
Secara umum, berdasarkan Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) I
Tahun 2018, permasalahan pengelolaan Dana BOS di seluruh provinsi dan
kabupaten/kota di Indonesia, antara lain: (1) Pencatatan Aset Tetap yang
bersumber dari dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) belum dilakukan
atau tidak akurat; (2) Saldo dana BOS tidak dicatat dan disajikan pada neraca,
tidak diverifikasi dan diidentifikasi sumber pendanaannya, serta dicatat
berdasarkan hasil rekapitulasi yang tidak valid; (3) Pendapatan dana BOS
belum dianggarkan, dicatat, diverifikasi, dilaporkan dan disajikan; (4)
Pencatatan dana BOS tidak didukung dokumen pengesahan, tidak dapat
diperinci dan mencakup sisa dana tahun sebelumnya, serta disajikan berbeda
dari hasil rekonsiliasi dengan selisih yang tidak dapat dijelaskan; (5)
iv | Pusat Kajian AKN
Pencatatan beban operasi atas penggunaan dana BOS disajikan berdasar
mutasi rekening koran, tidak dapat ditelusuri, dan tidak didukung dengan
perincian data yang valid; (6) Penganggaran dana BOS untuk belanja barang
dan jasa, namun realisasinya untuk belanja pegawai dan belanja modal; (7)
Bendahara dana BOS dan rekening dana BOS belum ditetapkan; dan (8)
Pendapatan jasa giro dana BOS belum disetor ke kas daerah.
Pada akhirnya kami berharap buku ini dapat bermanfaat untuk seluruh Alat
Kelengkapan Dewan DPR RI, terutama komisi-komisi terkait dan Badan
Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN) DPR RI sebagai bahan
pembahasan saat Rapat Kerja, Rapat Dengar Pendapat dan kunjungan kerja
komisi dan perorangan. Atas kesalahan dan kekurangan dalam buku ini,
kami mengharapkan kritik dan masukan yang membangun guna perbaikan
produk PKAKN kedepannya.
Jakarta, April 2019
Helmizar
NIP. 196407191991031001
Pusat Kajian AKN | v
DAFTAR ISI
Kata Sambutan Sekretaris Jenderal DPR RI ........................................... i
Kata Pengantar Kepala Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara iii
Daftar Isi........................................................................................................ v
A. Telaahan Atas Hasil Pemeriksaan BPK RI Terkait Dana
BOS pada LKPD Provinsi & LKPD Kab/Kota di
BENGKULU ........................................................................ 1
1 Provinsi Bengkulu ....................................................................... 3
2 Kabupaten Bengkulu Selatan .................................................... 5
3 Kabupaten Bengkulu Tengah ................................................... 6
4 Kabupaten Bengkulu Utara ...................................................... 7
5 Kabupaten Kaur ......................................................................... 10
6 Kabupaten Kepahiang ............................................................... 12
7 Kabupaten Lebong ..................................................................... 12
8 Kabupaten Mukomuko .............................................................. 13
9 Kabupaten Rejang Lebong ........................................................ 14
10 Kabupaten Seluma ...................................................................... 15
B. Telaahan Atas Hasil Pemeriksaan BPK RI Terkait Dana
BOS pada LKPD Provinsi & LKPD Kab/Kota di
LAMPUNG ......................................................................... 17
1 Provinsi Lampung ...................................................................... 19
2 Kabupaten Lampung Selatan ................................................... 21
3 Kabupaten Lampung Timur ..................................................... 22
4 Kabupaten Lampung Utara ...................................................... 24
5 Kabupaten Mesuji ...................................................................... 25
6 Kabupaten Pesawaran ............................................................... 26
7 Kabupaten Pesisir Barat ............................................................ 27
8 Kabupaten Pringsewu ................................................................ 28
9 Kabupaten Tulang Bawang ..................................................... 29
10 Kota Bandar Lampung ............................................................... 30
vi | Pusat Kajian AKN
C. Telaahan Atas Hasil Pemeriksaan BPK RI Terkait Dana
BOS pada LKPD Provinsi di DKI JAKARTA .................. 33
1 Provinsi DKI Jakarta ................................................................. 34
D. Telaahan Atas Hasil Pemeriksaan BPK RI Terkait Dana
BOS pada LKPD Provinsi & LKPD Kab/Kota di JAWA BARAT ...............................................................................1 Provinsi Jawa Barat .................................................................... 392
3
Kabupaten Bandung Barat .......................................................
Kabupaten Bekasi ......................................................................
40
41
4 Kabupaten Bogor ....................................................................... 42
5
6
7
8
9
10
11
12
Kabupaten Cianjur .....................................................................
Kabupaten Purwakarta ..............................................................
Kabupaten Subang .....................................................................
Kabupaten Sumedang ................................................................
Kota Banjar .................................................................................
Kota Cimahi ................................................................................
Kota Sukabumi ...........................................................................
Kota Tasikmalaya .......................................................................
43
45
47
49
50
51
53
54
E. Telaahan Atas Hasil Pemeriksaan BPK RI Terkait Dana
BOS pada LKPD Provinsi & LKPD Kab/Kota di BANTEN ............................................................................
55
1 Provinsi Banten ........................................................................... 57
2 Kota Tangerang .......................................................................... 57
F. Telaahan Atas Hasil Pemeriksaan BPK RI Terkait Dana
BOS pada LKPD Provinsi & LKPD Kab/Kota di JAWA
TENGAH ..............................................................................1 Provinsi Jawa Tengah .................................................................. 61
2
3
Kabupaten Banjarnegara .............................................................
Kabupaten Banyumas ..................................................................
63
64
4 Kabupaten Batang ........................................................................ 65
59
37
Pusat Kajian AKN | vii
5 Kabupaten Boyolali ...................................................................... 65
6 Kabupaten Brebes ....................................................................... 67
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
Kabupaten Cilacap ......................................................................
Kabupaten Demak ......................................................................
Kabupaten Jepara ........................................................................
Kabupaten Karanganyar .............................................................
Kabupaten Kebumen .................................................................
Kabupaten Kendal ......................................................................
Kabupaten Klaten .......................................................................
Kabupaten Pati ............................................................................
Kabupaten Pemalang ..................................................................
Kabupaten Semarang ..................................................................
Kabupaten Sragen ........................................................................
Kabupaten Sukoharjo ..................................................................
Kabupaten Tegal ..........................................................................
Kabupaten Temanggung ............................................................
Kota Salatiga .................................................................................
Kota Semarang .............................................................................
Kota Surakarta .............................................................................
Kota Tegal ....................................................................................
67
69
69
70
71
72
74
75
76
76
77
78
79
80
81
81
82
83
G. Telaahan Atas Hasil Pemeriksaan BPK RI Terkait Dana
BOS pada LKPD Provinsi & LKPD Kab/Kota di DAERAH
ISTIMEWA YOGYAKARTA ................................................ 85
1 Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta ...................................... 87
2
3
4
Kabupaten Bantul ........................................................................
Kabupaten Gunung Kidul ..........................................................
Kabupaten Sleman .......................................................................
89
93
94
5 Kota Yogyakarta ........................................................................... 95
viii | Pusat Kajian AKN
1 Provinsi Jawa Timur ..................................................................... 99
2
3
4
Kabupaten Bangkalan .................................................................
Kabupaten Banyuwangi ..............................................................
Kabupaten Bondowoso ..............................................................
100
103
105
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
Kabupaten Jember .......................................................................
Kabupaten Lamongan ................................................................
Kabupaten Lumajang ..................................................................
Kabupaten Madiun ......................................................................
Kabupaten Magetan ....................................................................
Kabupaten Nganjuk ....................................................................
Kabupaten Pasuruan ...................................................................
Kabupaten Ponorogo ..................................................................
Kabupaten Sidoarjo ....................................................................
Kabupaten Sumenep ...................................................................
Kabupaten Trenggalek ................................................................
Kabupaten Tulungagung ............................................................
Kota Blitar ....................................................................................
Kota Mojokerto ...........................................................................
Kota Probolinggo ........................................................................
107
110
110113
114
115
117
118
119
120
121
123 125
127
129
H. Telaahan Atas Hasil Pemeriksaan BPK RI Terkait Dana
BOS pada LKPD Provinsi & LKPD Kab/Kota di JAWA
TIMUR .................................................................................... 97
Pusat Kajian AKN | 1
BENGKULU
2 | Pusat Kajian AKN
TELAAHAN
ATAS HASIL PEMERIKSAAN BPK RI
TERKAIT DANA BANTUAN OPERASIONAL SEKOLAH
(BOS) PADA LKPD PROVINSI DAN LKPD KABUPATEN/
KOTA DI BENGKULU
Berdasarkan IHPS I 2018, BPK RI melakukan pemeriksaan terhadap 11
Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Provinsi dan
Kabupaten/Kota di Bengkulu. Dari hasil pemeriksaan, BPK RI mengungkap
temuan dan permasalahan Dana BOS pada 10 LKPD. Secara umum
permasalahan pengelolaan Dana BOS di Bengkulu, meliputi: 1) Dana BOS
belum dianggarkan dalam APBD TA 2017; 2) Belum dicatatnya pendapatan
dan belanja Dana BOS pada Laporan Realisasi Anggaran (LRA) TA 2017; 3)
Rekening Dana BOS belum ditetapkan melalui Peraturan Daerah terkait; 4)
Terdapat kas yang masih ada di tingkat satuan pendidikan dasar; 5) Belum
adanya verifikasi barang inventaris dan aset sekolah; 6) Pertanggungjawaban
Dana BOS belum memadai; 7) Terdapat pengenaan pajak pada rekening Dana
BOS; 8) Penyaluran Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) di Triwulan
III pada beberapa sekolah tidak sesuai dengan Surat Keputusan Gubernur; 9)
Saldo Kas di Bendahara BOS pada bersaldo negatif; 10) Penerimaan jasa giro
rekening BOS belum disetorkan ke kas daerah; dan 11) Selisih antara
penerimaan dan belanja Dana BOS
Diantara 11 permasalahan tersebut di atas, permasalahan belum
dianggarkannya Dana BOS pada APBD TA 2017 dan belum dicatatnya
pendapatan dan belanja Dana BOS pada LRA merupakan permasalahan
yang paling banyak terjadi pada Provinsi dan Kabupaten/Kota di Bengkulu.
Terdapat beberapa faktor yang menjadi penyebab belum dianggarkannya
Dana BOS pada APBD TA 2017, antara lain karena belum disusunnya
pedoman pengelolaan Dana BOS, belum adanya alokasi Dana BOS dari Dinas
Pendidikan kepada TAPD sampai dengan penyusunan buku APBDP TA
2017, dan lain-lain. Permasalahan ini terjadi di Kabupaten Bengkulu Selatan,
Kabupaten Bengkulu Tengah, Kabupaten Bengkulu Utara, dan Kabupaten
Kepahiang. Selain itu, permasalahan lain yang juga acapkali terjadi di Bengkulu
adalah belum dicatatnya Dana BOS pada LRA yang disebabkan tidak adanya
sosialisasi pembuatan Surat Permintaan Pengesahan Pendapatan dan Belanja
(SP3B).
Pusat Kajian AKN | 3
Secara rinci, temuan dan permasalahan Dana BOS pada LKPD Provinsi
dan Kabupaten/Kota di Bengkulu TA 2017 diuraikan sebagai berikut:
1. Provinsi Bengkulu
Penyaluran Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) di Triwulan III
pada beberapa sekolah tidak sesuai dengan Surat Keputusan Gubernur
Provinsi Bengkulu (Temuan No. 4 dalam LHP SPI
No.16.B/LHP/XVIII.BKL/05/2018, Hal. 19)
Hasil pemeriksaan uji petik penyaluran Dana BOS pada SD, SMP,
SMA/SMK di wilayah Kota Bengkulu diketahui terdapat penyaluran Dana
BOS ke masing-masing sekolah di Triwulan III tidak sesuai dengan Keputusan
Gubernur Provinsi Bengkulu yaitu pada sekolah-sekolah sebagai berikut:
Tabel 1. Rincian Selisih BOS pada sekolah-sekolah di Provinsi Bengkulu
No Nama Sekolah
Jumlah
Diterima
(Rp)
Jumlah
Sesuai SK (Rp) Selisih (Rp)
1 SD IT Iqro 1 148.640.000 148.960.000 (320.000)
2 SMPN 2 Kota Bengkulu 188.800.000 189.200.000 (400.000)
3 SMAS Pelita Kasih 23.800.000 26.600.000 (2.800.000)
4 SMAS Idhata 0 0 Tidak menerima
5 SMAS Pancasila 30.520.000 35.560.000 (5.040.000)
6 SMAS Hidayatullah 15.400.000 16.520.000 (1.120.000)
7 SMAS Muhammadiyah 4 129.640.000 133.560.000 (3.920.000)
8 SMAS Pembangunan 56.560.000 57.680.000 (1.120.000)
9 SMA PGRI 10.360.000 10.920.000 (560.000)
10 SMKS 3 Serunting 28.840.000 29.960.000 (1.120.000)
11 SMKS 4 PGRI 0 0 Tidak Menerima
12 SMKS 8 Grakarsa 87.640.000 87.920.000 (280.000,00)
13 SMKS 15 Taruna Indonesia 17.640.000 18.760.000 (1.120.000)
14 SMKS 17 Budi Mulya 35.840.000 38.640.000 (2.800.000)
Temuan Dana BOS pada Sistem Pengendalian Intern
1. Penyaluran Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) di Triwulan III pada
beberapa sekolah tidak sesuai dengan Surat Keputusan Gubernur Provinsi
Bengkulu
2. Uang Yang Harus Dipetanggungjawabkan (UYHD) pada 5 (lima) bendahara
pengeluaran terlambat disetor serta 183 Rekening BOS tidak terlapor dan
dikenakan potongan Pajak Penghasilan
4 | Pusat Kajian AKN
Sumber: LKPD Provinsi Bengkulu TA 2017
Pemeriksaan lebih lanjut menunjukkan bahwa penyaluran dana hibah
BOS triwulan III pada beberapa sekolah tidak sesuai dalam hal jumlah karena
adanya kesalahan perhitungan yang dilakukan oleh Tim Manajemen BOS atas
dana yang diterima oleh SMAS Idhata dan SMKS 4 PGRI Kota Bengkulu,
sehingga menyebabkan dana yang harus diterima oleh kedua sekolah tersebut
minus. Untuk menyesuaikan dana yang tersedia pada SP2D TW III dan
penyaluran Dana BOS ke masing-masing sekolah di Triwulan III tersebut,
Bendahara BOS berinisiatif melakukan koreksi dengan melakukan
pengurangan jumlah penyaluran Dana BOS di beberapa sekolah secara acak.
Atas perubahan tersebut, tidak dilakukan revisi atas SK Gubernur pada
triwulan III. Revisi pengurangan Dana BOS tersebut diketahui oleh Ketua
Tim Pelaksana BOS Provinsi dengan mengirimkan email revisi rincian
penyaluran Dana BOS ke PT Bank Bengkulu selaku bank yang mentransfer
Dana BOS. Atas kekurangan penyaluran Dana BOS pada triwulan III,
dilakukan penyesuaian pada SK Gubernur Triwulan IV.
Dalam juknis BOS dinyatakan apabila ditemukan terdapat perbedaan yang
signifikan antara hasil cut off setiap triwulan, maka Tim BOS Provinsi dapat
melakukan verifikasi ke sekolah (untuk pendidikan dasar melalui Tim Bos
Kabupaten/Kota). Hasil verifikasi tersebut akan menjadi dasar bagi Tim BOS
Provinsi untuk menetapkan diantara dua data hasil cut off yang digunakan
dalam penetapan alokasi setiap triwulan. Hal inilah yang tidak dilakukan oleh
Tim BOS Provinsi Bengkulu, sehingga terdapat selisih penyaluran pada
triwulan III tahun 2017. Hal ini mengakibatkan Dana BOS triwulan III pada
minimal 14 sekolah tidak sesuai kebutuhan sekolah dan sekolah penerima
BOS tidak dapat segera memanfaatkan dana operasional sekolah.
Atas permasalahan ini BPK merekomendasikan Gubernur Bengkulu agar
memerintahkan Kepala Dinas Pendidikan untuk memerintahkan Tim
Manajemen BOS Provinsi Bengkulu melakukan verifikasi kelengkapan ulang
atas data (jumlah siswa dan nomor rekening) di sekolah yang diragukan tingkat
akurasinya.
Pusat Kajian AKN | 5
Uang Yang Harus Dipetanggungjawabkan (UYHD) pada 5 (lima)
bendahara pengeluaran terlambat disetor serta 183 Rekening BOS tidak
terlapor dan dikenakan potongan Pajak Penghasilan (Temuan No. 5
dalam LHP SPI No.16.B/LHP/XVIII.BKL/05/2018, Hal. 24)
Terdapat 183 rekening BOS tidak terlapor dan tidak tercantum pada
Laporan Keuangan Unaudited. Hasil penelusuran Tim BOS dan Tim BPK
menunjukkan terdapat saldo Kas Lainnya - Kas di Bendahara BOS sebesar
Rp1.600.554.730. Atas bunga tabungan yang diterima, rekening tersebut
dipotong pajak penghasilan selama tahun 2017 oleh Bank Bengkulu sebesar
Rp8.831.324. Permasalahan ini disebabkan Tim Manajemen BOS Provinsi
Bengkulu tidak melaksanakan tupoksinya untuk melaporkan
pertanggungjawaban BOS dan tidak memahami bahwa jasa giro pemerintah
bukan merupakan subjek pajak penghasilan.
BPK merekomendasikan Gubernur Bengkulu agar memerintahkan
Kepala Dinas Pendidikan untuk memperingatkan Tim Manajemen BOS
Provinsi Bengkulu yang tidak melaksanakan tupoksinya untuk melaporkan
pertanggungjawaban BOS. Selain itu, BPK merekomendasikan Gubernur
Bengkulu agar memerintahkan Kepala Dinas Pendidikan untuk berkoordinasi
dengan Bank Bengkulu terkait bunga tabungan SMA milik pemerintah
Provinsi Bengkulu sebesar Rp8.831.324 yang dikenakan pajak.
2. Kabupaten Bengkulu Selatan
Atas temuan ini terdapat permasalahan Pendapatan dan Belanja BOS
belum dianggarkan dalam APBD TA 2017. Hal ini dikarenakan pihak
TAPD sampai dengan penyusunan buku APBDP TA 2017 belum menerima
alokasi Dana BOS dan pihak Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten
Bengkulu Selatan belum dapat menyampaikan SK Alokasi Dana BOS dari
Provinsi Bengkulu termasuk juga pada saat penyusunan APBD Perubahan TA
Temuan Dana BOS pada Sistem Pengendalian Intern
Penyusunan APBD Pemerintah Kabupaten Bengkulu Selatan Tahun Anggaran
2017 belum sepenuhnya sesuai dengan pedoman penyusunan anggaran
(Temuan No. 6 dalam LHP SPI No.23B/LHP/XVII.BKL/05/2018, Hal. 32)
6 | Pusat Kajian AKN
2017 Pemkab Bengkulu Selatan. Kondisi ini mengakibatkan terdapat kurang
saji pendapatan dan belanja yang berasal dari hibah Dana BOS pada LRA
Pemkab Bengkulu Selatan Tahun 2017.
Atas permasalahan ini, BPK merekomendasikan Bupati Bengkulu Selatan
agar memerintahkan kepada TAPD dan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan
untuk berkoordinasi secara aktif terkait penyampaian besaran alokasi Dana
BOS untuk dianggarkan dalam APBD.
3. Kabupaten Bengkulu Tengah
Pemeriksaan BPK RI mengungkapkan bahwa Pemerintah Kabupaten
Bengkulu Tengah belum menganggarkan penerimaan dan belanja
Dana BOS pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)
TA 2017 dan belum melaporkan realisasi penerimaan dan belanja Dana
BOS pada LRA TA 2017. Selain itu, pada TA 2018, Pemerintah
Kabupaten Bengkulu Tengah juga belum menganggarkan Dana BOS
dalam APBD TA 2018.
Namun demikian, Pemerintah Kabupaten Bengkulu Tengah telah
mencatat pendapatan dan belanja Dana BOS sebagai Pendapatan dan Beban
pada Laporan Operasional (LO) TA 2017 dan telah mencatat sisa kas dan aset
tetap hasil pengadaan dari Dana BOS pada Neraca per 31 Desember 2017.
Pihak sekolah (satuan pendidikan) telah melaporkan pembelian barang
inventaris dan aset tetap kepada Tim Manajemen Dana BOS Dinas
Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Bengkulu Tengah. Pengadaan barang
inventaris tersebut sudah dicatat pada KIB masing-masing sekolah dan KIB
Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, namun Dinas Pendidikan dan
Kebudayaan Kabupaten Bengkulu Tengah belum melakukan verifikasi
pencatatan pengadaan barang inventaris. Selain itu Pemerintah
Kabupaten Bengkulu Tengah juga belum menyusun dan menetapkan
Temuan Dana BOS pada Sistem Pengendalian Intern
Pemerintah Kabupaten Bengkulu Tengah belum menganggarkan pendapatan
dan belanja Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dan belum menyusun
pedoman/kebijakan pengelolaan Dana BOS (Temuan No. 2 dalam LHP SPI
No.24.B/LHP/XVIII.BKL/05/2018, Hal. 6)
Pusat Kajian AKN | 7
pedoman/kebijakan pelaksanaan dan penatausahaan serta pelaporan
dan pertanggungjawaban Dana BOS. Permasalahan ini disebabkan Bupati
Bengkulu Tengah belum menyusun dan menetapkan pedoman/kebijakan
pengelolaan Dana BOS serta Kepala Dinas Pendidikan dan TAPD tahun 2017
tidak menganggarkan Dana BOS.
BPK merekomendasikan Bupati Bengkulu Tengah agar:
1. Menyusun dan menetapkan serta menerapkan pedoman/kebijakan terkait
penganggaran, penggunaan, pencatatan, pertanggungjawaban, pelaporan
(termasuk mekanisme pengesahan) penerimaan dan belanja Dana BOS
yang diterima dan digunakan langsung oleh Satuan Pendidikan Dasar di
lingkungan Pemerintah Kabupaten Bengkulu Tengah;
2. Memerintahkan Kepala Dinas Pendidikan dan TAPD Tahun 2018 untuk
menganggarkan pendapatan dan belanja daerah atas Dana BOS yang
dikelola satuan pendidikan milik pemerintah daerah pada perubahan
APBD TA 2018.
4. Kabupaten Bengkulu Utara
Penyusunan APBD Pemerintah Kabupaten Bengkulu Utara Tahun
Anggaran 2017 belum sepenuhnya sesuai dengan pedoman
penyusunan anggaran dan terdapat klasifikasi belanja belum tepat
sebesar Rp102.736.031.633,00 (Temuan No. 1 dalam LHP SPI
No.25.B/LHP/XVIII.BKL/06/2018, Hal. 3)
Atas temuan ini terdapat permasalahan Pendapatan dan Belanja BOS
belum dianggarkan dalam APBD TA 2017. BPK mengungkapkan bahwa
saat penyusunan APBD TA 2017 SE Mendagri tentang Juknis Penganggaran
dan Pelaksanaan dan Penatausahaan serta Pertanggungjawaban Dana BOS
Satuan Pendidikan Negeri yang diselenggarakan Kabupaten/Kota pada
Temuan Dana BOS pada Sistem Pengendalian Intern
1. Penyusunan APBD Pemerintah Kabupaten Bengkulu Utara Tahun Anggaran
2017 belum sepenuhnya sesuai dengan pedoman penyusunan anggaran
dan terdapat klasifikasi belanja belum tepat sebesar Rp102.736.031.633,00.
2. Pengelolaan Dana BOS Dinas Pendidikan dan Kebudayaan belum memadai
8 | Pusat Kajian AKN
APBD belum diterbitkan sehingga anggaran Dana BOS belum dapat
dimasukkan pada APBD Kabupaten Bengkulu Utara TA 2017. Pada
penyusunan APBD Perubahan, anggaran BOS juga tidak dapat dimasukkan
karena sesuai hasil evaluasi Gubernur Bengkulu tidak terdapat evaluasi tentang
pemindahan Dana BOS dari Provinsi ke Daerah. Kondisi ini disebabkan
TAPD kurang cermat dan tidak memperhatikan ketentuan yang berlaku dalam
melakukan verifikasi dan otorisasi penyusunan anggaran sehingga
mengakibatkan terdapat kurang saji pendapatan dan belanja yang berasal dari
Dana BOS pada LRA Pemkab Bengkulu Utara Tahun 2017.
Atas permasalahan ini BPK merekomendasikan agar Bupati Bengkulu
Utara memperingatkan TAPD untuk lebih cermat dan memperhatikan
ketentuan yang berlaku dalam melakukan verifikasi dan otorisasi penyusunan
anggaran.
Pengelolaan Dana BOS Dinas Pendidikan dan Kebudayaan belum
memadai (Temuan No. 7 dalam LHP SPI
No.25.B/LHP/XVIII.BKL/06/2018, Hal. 40)
Hasil pemeriksaan BPK mengungkapkan beberapa permasalahan sebagai
berikut:
a. Saldo Kas di Bendahara BOS pada 28 SD dan 4 SMP bersaldo
negatif.
Pemeriksaan pada SDN 04 Arga Makmur diketahui saldo akhir tidak
minus namun diketahui bahwa nilai belanja lebih besar dibanding
pendapatan. Penelusuran lebih lanjut menunjukkan bahwa masih terdapat
saldo kas tunai pada Bendahara BOS per 31 Desember 2016 yang belum
dimasukkan dalam komponen yang menambah saldo. Terkait
permasalahan ini diketahui bahwa format laporan yang dibuat oleh
sekolah untuk pelaporan keuangan pemerintah daerah telah sesuai
sehingga tidak diketahui penyebab saldo yang dilaporkan menjadi minus.
b. Pendapatan dan Belanja BOS Dinas Pendidikan dan Kebudayaan
belum disahkan dan dicatat dalam LRA TA 2017.
Penelusuran lebih lanjut ke aplikasi Simda Keuangan diketahui bahwa
selama Tahun 2017, Simda Keuangan tidak pernah mencatat realisasi
Pendapatan dan Belanja Dana BOS. Kepala Subbidang Pembukuan dan
Pelaporan menerangkan bahwa pada awal tahun 2017, BPKD telah
Pusat Kajian AKN | 9
menyampaikan Surat Edaran Menteri Dalam Negeri agar Dinas
Pendidikan dan Kebudayaan memasukkan anggaran pendapatan dan
belanja Dana BOS dalam DPA. Akan tetapi, DPA Dinas Pendidikan dan
Kebudayaan telah terbit, sehingga BPKAD menyarankan untuk
dimasukkan dalam DPA Perubahan yang diperkirakan pada bulan
Oktober 2017. Namun demikian, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan
tidak pernah mengajukan SP3B hingga berakhirnya TA 2017 dan tidak
melakukan perubahan pada DPA Perubahan dengan memasukkan Dana
BOS.
Kondisi ini antara lain disebabkan Kurangnya sosialisasi dari BPKD dan
Dinas Pendidikan terkait tata cara pelaporan Dana BOS dan Kepala Dinas
Pendidikan dan Kebudayaan tidak menyampaikan SP3D kepada BPKD
secara tepat waktu. Kondisi ini mengakibatkan pengakuan Kas di Bendahara
BOS lebih kecil dari yang sebenarnya dan pengakuan pendapatan dan belanja
pada LRA lebih kecil dari sebenarnya.
Atas permasalahan ini, BPK merekomendasikan Bupati Bengkulu Utara
agar:
a. Memerintahkan Kepala BPKAD dan Kepala Dinas Pendidikan dan
Kebudayaan untuk melakukan sosialisasi kepada sekolah-sekolah terkait
tata cara pelaporan Dana BOS;
b. Memperingatkan Tim BOS Kabupaten untuk mengumpulkan dan
merekapitulasi laporan realisasi penggunaan BOS secara memadai;
c. Memperingatkan Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan untuk
menyampaikan SP3D kepada BPKD secara tepat waktu; dan
d. Memperingatkan Kepala BPKAD untuk mengikuti ketentuan dalam
mengakui, mencatat, dan menyajikan pendapatan dan belanja Dana BOS
pada Laporan Keuangan.
10 | Pusat Kajian AKN
5. Kabupaten Kaur
Pertanggungjawaban Belanja Bantuan Operasional Sekolah (BOS)
pada Pemerintah Kabupaten Kaur TA 2017 belum sesuai dengan
ketentuan (Temuan No. 9 dalam LHP SPI No.
19.B/LHP/XVIII.BKL/05/2018, Hal. 36)
Pemeriksaan atas laporan pertanggungjawaban penggunaan Dana BOS
diketahui sekolah dalam menyampaikan laporan pertanggungjawaban
penggunaan BOS menggunakan nota belanja dari toko yang ditulis tangan
sendiri dengan meminta tanda tangan dan cap kepada pihak toko. Hasil
konfirmasi kepada beberapa sekolah tanggal 28 Februari 2018 diketahui pihak
sekolah mengakui bahwa isi nota toko ditulis sendiri dengan alasan terdapat
beberapa kegiatan yang tidak dianggarkan namun harus dikeluarkan biayanya.
Permasalahan ini disebabkan Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan
kurang optimal dalam melakukan pembinaan dan pengawasan pelaksanaan
Dana BOS serta Pengelola Dana tidak merealisasikan belanja Dana BOS
sesuai petunjuk teknis sehingga mengakibatkan pertanggungjawaban Dana
BOS belum akuntabel.
Atas permasalahan ini, BPK merekomendasikan Bupati Kaur agar
memperingatkan para Kepala Sekolah agar dalam pertanggungjawaban
penggunaan Dana BOS sesuai dengan ketentuan yaitu sesuai bukti yang
senyatanya.
Terdapat 16 Rekening Bantuan Operasional Kesehatan dan 189
Rekening Pada Dinas Pendidikan dan Kebudayaan belum ditetapkan
Kepala Daerah (Temuan No. 16 dalam LHP SPI No.
19.B/LHP/XVIII.BKL/05/2018, Hal. 58)
Pada temuan ini terdapat permasalahan Dinas Pendidikan dan
Kebudayaan memiliki 189 rekening yang belum ditetapkan Kepala Daerah.
Temuan Dana BOS pada Sistem Pengendalian Intern
1. Pertanggungjawaban Belanja Bantuan Operasional Sekolah (BOS) pada
Pemerintah Kabupaten Kaur TA 2017 belum sesuai dengan ketentuan
2. Terdapat 16 rekening Bantuan Operasional Kesehatan dan 189 rekening
pada Dinas Pendidikan dan Kebudayaan belum ditetapkan Kepala Daerah
Pusat Kajian AKN | 11
Atas rekening ini sebanyak 165 rekening merupakan rekening Dana BOS.
Secara rinci, 165 yang belum ditetapkan kepala daerah ini merupakan 129
rekening SD dan 36 rekening SMP.
Permasalahan ini disebabkan Kepala BKD selaku Bendahara Umum
Daerah belum proaktif menyampaikan informasi rekening pemerintah daerah
dan Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan tidak mengusulkan rekening
untuk ditetapkan Kepala Daerah. Permasalahan ini mengakibatkan
pengendalian terhadap penggunaan rekening yang belum ditetapkan lemah
dan rawan penyalahgunaan keuangan daerah serta tertib administrasi
penerimaan tidak tercapai.
Atas permasalahan ini BPK merekomendasikan Bupati Kaur agar
memerintahkan Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan segera
mengusulkan rekening untuk ditetapkan oleh Kepala Daerah melalui PPKD
selaku BUD.
Dalam temuan ini BPK mengungkapkan adanya permasalahan terkait
Dana BOS, yaitu adanya jasa giro Dana BOS sebesar Rp14.867.970 yang
dikenakan pajak dan administrasi oleh bank sebesar Rp8.627.206.
Kondisi ini disebabkan Kepala BKD selaku BUD belum proaktif
menyampaikan informasi mengenai rekening Pemerintah Daerah (dhi.
Rekening Bendahara Dana BOS) yang seharusnya tidak dikenakan pajak, baik
kepada bank tempat penyimpanan rekening penerimaan Dana BOS, maupun
kepada Bendahara Penerimaan Dana BOS. Kondisi ini mengakibatkan Jasa
Giro Dana BOS Tahun Anggaran 2017 sebesar Rp8.627.206 pada satuan
pendidikan tidak dapat digunakan untuk operasional tahun berikutnya.
Atas permasalahan ini BPK merekomendasikan Bupati Kaur agar
memerintahkan OPD untuk menyetor jasa giro dan berkoordinasi dengan
bank terkait untuk menghentikan pemotongan pajak atas jasa giro yang
diterima.
Temuan Dana BOS atas Kepatuhan Terhadap Peraturan
Perundang-undangan
Terdapat Penerimaan Jasa Giro yang belum disetorkan ke Kas Daerah sebesar
Rp3.862.256 dan terdapat pengenaan pajak atas rekening sebesar Rp9.399.659
(Temuan No.1 dalam LHP Kepatuhan No.19.C/LHP/XVIII.BKL/05/2018,
Hal.3)
12 | Pusat Kajian AKN
6. Kabupaten Kepahiang
Hasil pemeriksaan mengungkapkan bahwa terdapat permasalahan
penyusunan LKPD terkait BOS yaitu belum dianggarkannya penerimaan
dan beban operasional BOS dalam APBD dikarenakan Pemerintah
Kabupaten Kepahiang belum membuat aturan mengenai sistem
pertanggungjawaban pengelolaan Dana BOS. Terkait beban operasional BOS
hanya dicatat berdasarkan laporan dari Dinas Pendidikan namun belum
didukung dengan data yang telah diverifikasi karena Pemerintah Kabupaten
Kepahiang belum memiliki prosedur untuk melakukan hal tersebut.
Permasalahan ini disebabkan penyusun laporan keuangan SKPKD belum
sepenuhnya memahami proses penyusunan laporan keuangan yang baik, dan
belum sepenuhnya mengikuti sistem dan prosedur akuntansi dengan benar
serta Bidang Akuntansi BKD selaku penanggungjawab belum sepenuhnya
memiliki administrasi yang lengkap dalam menyusun LKPD. Permasalahan ini
mengakibatkan Laporan Keuangan Pemerintah Kabupaten Kepahiang TA
2017 memiliki resiko salah saji.
BPK merekomendasikan Bupati Kepahiang agar menyusun dan
menetapkan kebijakan terkait penganggaran, pelaksanaan, penatausahaan dan
pertanggungjawaban Dana BOS sesuai ketentuan yang berlaku, serta segera
mensosialisasikan dan menerapkannya.
7. Kabupaten Lebong
Temuan Dana BOS pada Sistem Pengendalian Intern
Pengendalian atas pencatatan dan penyusunan laporan keuangan kurang
memadai (Temuan No. 3 dalam LHP SPI No. 15.B/LHP/XVIII.BKL/05/2018,
Hal. 11)
Temuan Dana BOS pada Sistem Pengendalian Intern
Mekanisme pencatatan dan pengesahan pendapatan dan belanja Dana Bantuan
Operasional Sekolah (BOS) belum memadai (Temuan No. 2 dalam LHP SPI
No. 21.B/LHP/XVIII.BKL/05/2018, Hal. 7)
Pusat Kajian AKN | 13
Pemeriksaan BPK atas Laporan Keuangan Pemerintah Kabupaten
Lebong TA 2017 menunjukkan hal-hal sebagai berikut:
a. LRA Kabupaten Lebong TA 2017 belum mencatat pendapatan dan
belanja Dana BOS;
b. Neraca per 31 Desember 2017 mencatat saldo Kas Lainnya sebesar
Rp350.145.015,00 yang merupakan sisa kas Dana BOS yang masih ada di
tingkat satuan pendidikan dasar (SD/SLB/SMP); dan
c. Konfirmasi kepada Tim Manajemen BOS Dinas Pendidikan diketahui
bahwa rekening Dana BOS pada seluruh sekolah negeri belum ditetapkan
oleh Bupati Lebong sebagai rekening penampungan Dana BOS dan tidak
dilaporkan kepada PPKD.
Selain itu atas pembelian barang inventaris sekolah, pihak sekolah telah
melaporkan pembelian barang inventaris dan aset tetap kepada Tim BOS
Kabupaten Lebong dan telah dicatat pada Kartu Inventaris Barang (KIB)
masing-masing sekolah namun belum dilakukan verifikasi atas barang
inventaris tersebut. Permasalahan ini disebabkan belum ditetapkannya
kebijakan pengelolaan BOS oleh Pemerintah Kabupaten Lebong sehingga
mengakibatkan LRA TA 2017 belum menggambarkan penerimaan dan
pengeluaran Dana BOS pada Sekolah Negeri di Kabupaten Lebong dan
potensi tidak tepatnya kebenaran kriteria barang inventaris dan aset yang
dilaporkan sekolah negeri penerima Dana BOS.
Atas permasalahan tersebut, BPK merekomendasikan Bupati Lebong
untuk menetapkan kebijakan pengelolaan Dana BOS.
8. Kabupaten Mukomuko
Hasil pemeriksaan mengungkapkan bahwa masih terdapat Pendapatan
Jasa Giro yang belum disetorkan ke Kas Daerah senilai Rp20.025.029, yang
Temuan Dana BOS pada Sistem Pengendalian Intern
Terdapat penerimaan jasa giro rekening Dana BOS yang belum disetorkan ke
Kas Daerah senilai Rp20.025.029,00 dan pemotongan pajak atas jasa giro senilai
Rp9.578.887 (Temuan No. 10 dalam LHP SPI No.20.C/LHP/XVIII.BKL/05/2018, Hal. 42)
14 | Pusat Kajian AKN
terdiri dari 124 SDN Negeri senilai Rp12.271.305,00 dan 45 SMP Negeri
senilai Rp7.753.724,00. Jasa giro tersebut merupakan akumulasi atas jasa giro
yang diperoleh rekening penyimpanan Dana BOS selama tahun 2017. Selain
itu, dari pemeriksaan lebih lanjut berdasarkan rekening koran dan rekapitulasi
penerimaan dan pengeluaran Dana BOS tersebut, terdapat pemotongan pajak
atas jasa giro tersebut sebesar Rp9.578.887. Seharusnya atas rekening
pemerintah tidak dapat dikenakan pajak penghasilan. Kondisi ini disebabkan
tidak tertibnya Bendahara Dana BOS 124 SD dan 45 SMP dalam menyetorkan
sisa jasa giro ke rekening Kas Daerah serta Kepala BKD belum
menyampaikan informasi mengenai rekening Pemerintah Daerah yang
seharusnya tidak dikenakan pajak.
BPK merekomendasikan Bupati Mukomuko agar memerintahkan Kepala
Dinas Pendidikan untuk memperingatkan masing-masing Bendahara BOS
dan memerintahkan Kepala BKD untuk berkoordinasi dengan Bank agar
tidak mengenakan pajak rekening bendahara BOS.
9. Kabupaten Rejang Lebong
Pada temuan ini terdapat permasalahan penyajian Kas Lainnya terkait
BOS yaitu penyajian BOS tidak berdasarkan uang yang benar-benar ada
di kas bendahara BOS per 31 Desember 2017. Saldo Kas Lainnya - BOS
yang disajikan adalah selisih antara penerimaan BOS TA 2017 dengan belanja
BOS TA 2017. Sehingga atas saldo kas di rekening BOS belum
memperhitungkan saldo awal kas di rekening BOS atau saldo per 31
Desember 2016. Saldo BOS belum dapat disajikan sesuai dengan ketentuan
dikarenakan rekapan data-data dari sekolah yang masih perlu dilakukan
konfirmasi ulang karena hasil perhitungan antara laporan sekolah dengan
perekapan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan belum selesai dan masih dalam
proses penyelesaian akhir.
Temuan Dana BOS pada Sistem Pengendalian Intern
Proses penganggaran, penatausahaan, dan pelaporan Anggaran Pendapatan
dan Belanja Daerah Pemerintah Kabupaten Rejang Lebong belum sepenuhnya
sesuai dengan ketentuan (Temuan No. 5 dalam LHP SPI
No.22.B/LHP/XVIII.BKL/05/2018, Hal. 22)
Pusat Kajian AKN | 15
Kondisi ini disebabkan lemahnya pengendalian pengelolaan dan
pelaporan keuangan dari tingkat pejabat Penatausahaan Keuangan, Pengguna
Anggaran, dan Pejabat Pengelola Keuangan Daerah, sehingga mengakibatkan
timbulnya permasalahan yang ditemukan dalam pemeriksaan Laporan
Keuangan Pemerintah Kabupaten Rejang Lebong TA 2017.
Atas permasalahan ini, BPK merekomendasikan Bupati Rejang Lebong
agar memerintahkan PPKD dan para Kepala OPD untuk meningkatkan
pengendalian dan pengawasan dalam perencanaan, pengelolaan, dan
pelaporan keuangan.
10. Kabupaten Seluma
Pemeriksaan BPK pada aplikasi SIMDA Keuangan menunjukkan bahwa
selama 2017 SIMDA Keuangan tidak pernah mencatat realisasi
Pendapatan dan Belanja Dana BOS. Dinas Pendidikan telah menyerahkan
Surat Permintaan Pengesahan Pendapatan dan Belanja (SP3B) Dana BOS
untuk penyusunan laporan keuangan pada 19 Januari 2018, namun SP3B
tidak sesuai ketentuan sehingga dikembalikan oleh BPKD. Hingga
penyerahan Laporan Keuangan Unaudited, Dinas Pendidikan belum
mengembalikan SP3B.
Selain itu, penyebab lain permasalahan ini adalah tidak adanya sosialisasi
pembuatan SP3B sehingga masih banyak Bendahara BOS SD yang salah
memasukkan informasi untuk penyusunan SP3B. Permasalahan ini
mengakibatkan pengakuan pendapatan dan belanja pada LRA lebih kecil dari
sebenarnya serta Aset Tetap dari Belanja BOS belum dicatat di Neraca
Daerah.
BPK merekomendasikan Bupati Seluma agar:
a. Memerintahkan Kepala Dinas Pendidikan mengajukan SP3B secara tepat
waktu dan penyajian kepada BPKD;
Temuan Dana BOS pada Sistem Pengendalian Intern
Pendapatan dan belanja BOS Dinas Pendidikan dan Kebudayaan belum
disahkan dan dicatat di LRA TA 2017 (Temuan No. 7 dalam LHP SPI
No.18.B/LHP/XVIII.BKL/05/2018, Hal. 56)
16 | Pusat Kajian AKN
b. Memerintahkan Kepala BPKD mencatat Dana BOS dalam Laporan
keuangan;
c. Memerintahkan Kepala BPKD dan Dinas Pendidikan melakukan
sosialisasi pelaporan Dana BOS.
Pusat Kajian AKN | 17
LAMPUNG
18 | Pusat Kajian AKN
TELAAHAN ATAS HASIL PEMERIKSAAN BPK RI
TERKAIT DANA BANTUAN OPERASIONAL SEKOLAH (BOS) PADA LKPD PROVINSI DAN LKPD KABUPATEN/
KOTA DI LAMPUNG
Berdasarkan IHPS I 2018, BPK RI melakukan pemeriksaan terhadap 16
Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Provinsi dan
Kabupaten/Kota di Lampung. Dari hasil pemeriksaan, BPK RI
mengungkap temuan dan permasalahan Dana BOS pada 10 LKPD. Secara
umum permasalahan yang terkait dengan pengelolaan Dana BOS pada
Provinsi dan Kabupaten/Kota di Lampung meliputi: 1) Penatausahaan Aset
terkait Dana BOS belum memadai; 2) Rekening Dana BOS belum
ditetapkan oleh Kepala Daerah; dan 3) Kesalahan penganggaran Belanja
BOS.
Permasalahan penatausahaan Aset Tetap terkait Dana BOS yang belum
memadai menjadi permasalahan yang banyak terjadi di Lampung, yaitu pada
Pemerintah Provinsi dan 5 (lima) Pemerintah Kabupaten serta 1 (satu)
Pemerintah Kota, dengan uraian sebagai berikut: 1) Pemerintah Provinsi
Lampung terdapat permasalahan adanya sekolah yang belum
mencantumkan nomor inventaris barang pada Aset Tetap dari belanja BOS
Tahun 2017 dan terdapat aset dari belanja BOS TA 2017 yang tidak
ditemukan sekolah senilai Rp9.010.000,00 mengakibatkan potensi hilangnya
aset karena tidak ada identifikasi barang dan aset yang belum ditemukan; 2)
Pemerintah Kabupaten Mesuji terdapat permasalahan pencatatan aset dari
Dana BOS Tahun 2017 yang dicatat secara gabungan/paket bukan secara
satuan yang mengakibatkan potensi penyalahgunaan atas aset karena
identitas aset yang tidak jelas; 3) Pemerintah Kabupaten Pesawaran terdapat
permasalahan 1 (satu) aset tetap bangunan gedung tempat ibadah senilai
Rp14.378.000,00 dari Dana BOS yang belum dikapitalisasikan ke aset
induknya yang berakibat pada informasi Aset Tetap yang disajikan dalam
neraca tidak lengkap dan akurat serta berpotensi mengganggu kewajaran
penyajian laporan keuangan; 4) Pemerintah Kabupaten Pesisir Barat terdapat
permasalahan adanya peralatan dan mesin yang diperoleh dari dana BOS
Pusat Kajian AKN | 19
sebesar Rp47.000.000,00 yang tidak dapat ditelusuri; 5) Pemerintah
Kabupaten Pringsewu terdapat permasalahan pencatatan aset peralatan dan
mesin yang tidak sama antara satu sekolah dengan sekolah lain yang
mengakibatkan data aset peralatan dan mesin tidak informatif; 6) Pemerintah
Kabupaten Tulang Bawang terdapat permasalahan masih tercatatnya Aset
Tetap pada Neraca Pemkab Tulang Bawang padahal sudah ada pengalihan
urusan kewenangan Pemkab kepada Pemprov yang mengakibatkan aset
yang disajikan pada Neraca per 31 Desember 2017 belum menggambarkan
kondisi yang sebenarnya; 7) Pemerintah Kota Bandar Lampung terdapat
permasalahan adanya selisih pencatatan atas Aset (SMA/SMK) yang
dialihkan dari Pemkab kepada Pemprov yang mengakibatkan Aset pada
Neraca per 31 Desember 2017 belum menggambarkan kondisi yang
sebenarnya.
Secara rinci, temuan dan permasalahan Dana BOS pada LKPD Provinsi
dan Kabupaten/Kota di Lampung TA 2017 diuraikan sebagai berikut:
1. Provinsi Lampung
Pada TA 2017, Pemerintah Provinsi Lampung menganggarkan belanja
BOS kepada 336 Pendidikan Dasar sebesar Rp233.511.600.000,00 dan telah
direalisasikan sebesar Rp224.864.364.215,00. Berdasarkan pemeriksaan
dokumen pertanggungjawaban belanja BOS dari 337 sekolah diketahui hal-
hal sebagai berikut.
a. Pemeriksaan secara uji petik pada 54 sekolah menunjukkan terdapat 4
sekolah yang belum menyusun laporan realisasi belanja BOS TA 2017.
Laporan yang telah disusun adalah realisasi sampai dengan Triwulan II
tahun 2017.
b. Terdapat selisih lebih realisasi belanja BOS TA 2017 berdasarkan
realisasi menurut LRA (Rp224.864.364.215,00) dengan realisasi
menurut rekapitulasi sekolah (Rp224.884.129.405,00) sebesar
Rp19.765.190,00.
Temuan BOS pada Sistem Pengendalian Intern
Pelaporan Belanja Bantuan Operasional Sekolah (BOS) TA 2017 belum tertib
(Temuan No. 3 atas LHP SPI No. 31b/LHP/XVIII.BLP/05/2018, Hal. 11)
20 | Pusat Kajian AKN
c. Terdapat perbedaan Dana BOS yang diterima sekolah sebesar
Rp56.547.000,00. Berdasarkan rekapitulasi sekolah diterima sebesar
Rp225.009.799.900,00, sedangkan berdasarkan reviu atas rekening
koran masing-masing sekolah, Dana BOS yang diterima sebesar
Rp225.066.346.900,00.
d. Terdapat selisih sisa Dana BOS sebesar Rp199.067.600,00 dari
perbandingan sisa Dana BOS pada Bendahara BOS sebesar
Rp201.982.685,00 (tidak termasuk jasa giro bank) dengan sisa Dana
BOS berdasarkan pertanggungjawaban dan rekap belanja dari sekolah
sebesar Rp401.050.285,00 (tidak termasuk jasa giro bank).
e. Kesalahan penganggaran belanja BOS, yaitu:
1) Belanja Pegawai yang digunakan untuk Belanja Barang sebesar
minimal Rp105.111.800,00;
2) Realisasi Belanja Modal dari Belanja Pegawai sebesar minimal
Rp68.188.200,00;
3) Realisasi Belanja Barang dan Jasa dari Belanja Pegawai sebesar
minimal Rp32.300.000,00;
4) Realisasi Belanja Modal dari Belanja Barang dan Jasa sebesar
minimal Rp1.312.746.175,00; dan
5) Realisasi Belanja Barang dan Jasa dari Belanja Modal sebesar
minimal Rp915.541.811,00.
f. Terdapat 21 sekolah SMA/SMK yang belum mencantumkan nomor
inventaris barang pada aset tetap dari belanja BOS Tahun 2017.
g. Terdapat aset dari belanja BOS TA 2017 yang tidak ditemukan pada
SMAN 1 Gunung Labuhan senilai Rp9.010.000,00.
Hal tersebut mengakibatkan terjadinya lebih saji pada Belanja Pegawai
BOS lebih saji sebesar Rp141.000.000,00, Belanja Barang dan Jasa BOS
sebesar Rp324.391.564,00 dan Belanja Modal BOS sebesar
Rp465.391.564,00; dan potensi hilangnya aset karena tidak ada identifikasi
barang dan aset yang belum ditemukan.
Atas permasalahan tersebut, BPK merekomendasikan kepada Gubernur
Lampung agar memerintahkan Kepala Dinas Pendidikan untuk lebih cermat
dalam melakukan koordinasi atas inventarisasi BMD dan menginstruksikan:
a. Kepala Sekolah untuk melaksanakan inventarisasi/kodefikasi dan
mengamankan BMD yang ada pada kekuasaannya;
Pusat Kajian AKN | 21
b. Tim Manajemen BOS Provinsi lebih cermat dalam melaksanakan
monitoring, memantau pertanggungjawaban, mengumpulkan dan
merekapitulasi pencatatan belanja BOS;
c. Tim Manajemen BOS sekolah lebih tertib dalam menyusun laporan
pertanggungjawaban realisasi belanja BOS dan lebih cermat dalam
mengklasifikasikan realisasi belanja BOS; dan
d. Pengurus barang sekolah SMA/SMK lebih cermat dalam
mengadministrasikan BMD.
2. Kabupaten Lampung Selatan
Dari hasil pemeriksaan, diketahui terdapat permasalahan realisasi
belanja BOS melebihi anggaran. Jumlah realisasi belanja barang dan jasa
serta belanja modal seluruh sekolah melebihi anggaran. Sedangkan untuk
belanja pegawai (honorarium pengelolaan Dana BOS) tidak melebihi
anggaran namun melebihi ketentuan sebesar 15% pada delapan SD Negeri.
Kemudian terdapat permasalahan dua sekolah yang belum termasuk
dalam penganggaran pendapatan dan belanja Dana BOS tahun 2017
yaitu pada SDN 2 Sindang Sari Kecamatan Tanjung Bintang dan
SDN Sumber Jaya Kecamatan Jati Agung.
Selain permasalahan tersebut, diketahui juga bahwa penyajian sisa
dana pada Kas di Bendahara BOS tahun berjalan belum memadai
karena sisa kas atas perhitungan Kas di Bendahara BOS tahun 2016 masih
tercatat pada TA 2017.
Permasalahan tersebut mengakibatkan anggaran untuk belanja TA 2017
belum mencerminkan penerimaan hibah Dana BOS yang tersalurkan dan
penggunaan Dana BOS berpeluang tidak terkendali. Hal tersebut
disebabkan karena Kabid BPKAD kurang cermat dalam menyusun
anggaran untuk Dana BOS serta Tim BOS Dinas Pendidikan belum optimal
dalam melakukan pengawasan secara intensif ke sekolah-sekolah dalam
penggunaan Dana BOS sesuai Petunjuk Teknis (Juknis) BOS.
Temuan Dana BOS pada Sistem Pengendalian Intern
Pengelolaan Dana BOS tidak sesuai ketentuan (Temuan No. 9 atas LHP SPI
No. 19.B/LHP/XVIII.BLP/05/2018, Hal. 27)
22 | Pusat Kajian AKN
Atas permasalahan tersebut, BPK merekomendasikan Bupati Lampung
Selatan agar memerintahkan Kepala BPKAD untuk menginstruksikan
Kepala Bidang Anggaran lebih cermat dalam menyusun anggaran Dana BOS
serta memerintahkan Kepala Dinas Pendidikan untuk menginstruksikan
Tim BOS lebih optimal dalam melakukan pengawasan secara intensif ke
sekolah-sekolah dalam penggunaan Dana BOS sesuai Juknis BOS.
3. Kabupaten Lampung Timur
Dari hasil pemeriksaan atas realisasi belanja barang BOS sebesar
Rp71.857.697.789,00, diantaranya sebesar Rp12.107.510.777,00
digunakan untuk pembelian Aset Tetap Lainnya berupa buku. Namun
dalam ketentuan dalam Juknis BOS diwajibkan untuk menggunakan Dana
BOS sebesar 20% untuk pembelian buku.
Selain permasalahan tersebut, terdapat permasalahan lain yaitu
Bendahara yang ditunjuk sekolah untuk mengelola Dana BOS pada
600 sekolah negeri belum ditetapkan oleh Bupati melalui keputusan
kepala daerah. Kemudian atas rekening yang digunakan untuk
mengelola Dana BOS belum dimintakan ijin oleh para kepala sekolah
untuk ditetapkan melalui keputusan kepala daerah sebagai rekening
daerah. Pemeriksaan atas data rekening BOS diketahui terdapat pendapatan
bunga sebesar Rp54.053.330,09 dan atas pendapatan bunga tersebut
dikenakan pajak bunga sebesar Rp8.124.493,00 dan biaya administrasi bank
sebesar Rp34.289.822,00.
Permasalahan tersebut mengakibatkan belanja barang lebih saji dan
belanja modal kurang saji masing-masing sebesar Rp12.107.510.778,00 dan
Sekolah kehilangan dana dari pengenaan pajak atas bunga sebesar
Rp8.124.493,00. Hal tersebut disebabkan Kepala Disdikbud belum
mengajukan usulan penetapan bendahara BOS dan rekening penampungan
Temuan Dana BOS pada Sistem Pengendalian Intern
Kesalahan Penganggaran Belanja Barang BOS serta Bendahara dan Rekening
BOS belum ditetapkan dalam Keputusan Kepala Daerah (Temuan No. 7 atas
LHP SPI No. 33B/LHP/XVIII.BLP/05/2018, Hal. 21)
Pusat Kajian AKN | 23
dana BOS kepada Bupati serta kurang cermat dalam mengajukan usulan
anggaran belanja BOS.
Untuk itu, BPK merekomendasikan kepada Bupati Lampung Timur
agar memerintahkan Kepala Disdikbud untuk mengajukan usulan penetapan
bendahara BOS dan rekening penampungan dana BOS dalam keputusan
kepala daerah serta lebih cermat dalam mengajukan usulan anggaran belanja
BOS.
Diketahui bahwa Kabupaten Lampung Timur ditetapkan sebagai daerah
dengan kelompok kemampuan keuangan rendah. Namun sejak Bulan
September 2017, Setwan telah membayarkan TKI, tunjangan reses dan
belanja penunjang operasional (BPO) dalam kelompok kemampuan
keuangan tinggi. Perbedaan tingkat kemampuan keuangan daerah tersebut
karena pada perhitungan sebelumnya, BPKAD memperhitungkan Dana
BOS dan Dana Desa dalam komponen pendapatan. Atas hal tersebut,
Setwan telah melakukan perhitungan kelebihan pembayaran TKI dan
tunjangan reses sebesar Rp1.428.000.000,00.
Dari nilai kelebihan pembayaran sebesar Rp1.428.000.000,00 tersebut,
telah dilakukan penyetoran kembali ke kas daerah sebesar
Rp1.006.355.000,00, sehingga masih terdapat sisa sebesar Rp421.645.000,00.
Permasalahan tersebut mengakibatkan kelebihan TKI sebesar
Rp421.645.000,00. Hal tersebut disebabkan karena Kepala BPKAD tidak
cermat dalam melakukan perhitungan kemampuan keuangan daerah serta
Sekretaris DPRD tidak cermat dalam melakukan pembayaran TKI.
Untuk itu, BPK merekomendasikan kepada Bupati Lampung Timur
agar memerintahkan Kepala BPKAD lebih cermat dalam melakukan
perhitungan kemampuan keuangan daerah serta memerintahkan Sekretaris
DPRD lebih cermat dalam melakukan pembayaran TKI
Temuan Dana BOS pada Kepatuhan terhadap Peraturan Perundang-
undangan
Kelebihan pembayaran Tunjangan Transportasi sebesar Rp28.560.000,00, dan
Tunjangan Komunikasi Intensif (TKI) sebesar Rp421.645.000,00 serta Dana
Operasional Pimpinan DPRD membebani keuangan daerah sebesar
Rp63.000.000,00 (Temuan No. 5 atas LHP Kepatuhan No.
33C/LHP/XVIII.BLP/05/2018, Hal. 13)
24 | Pusat Kajian AKN
4. Kabupaten Lampung Utara
Terkait dengan Dana BOS, dari hasil pemeriksaan pertanggungjawaban
penggunaan Dana BOS menunjukkan bahwa Kepala Dinas Pendidikan
dan Kebudayaan (Disdikbud) belum menyampaikan SP3B kepada
PPKD (PPKD selaku BUD belum menerbitkan SP2B sebagai dasar
pembukuan bagi Pejabat Penatausahaan Keuangan OPD (PPK-
OPD)).
Selain hal tersebut, terdapat 424 rekening sekolah penerima Dana
BOS belum ditetapkan dengan SK Bupati TA 2017 serta 29 sekolah
penerima Dana BOS belum menyampaikan realisasi pendapatan dan
belanja kepada Disdikbud secara tepat waktu karena terlambatnya
proses pencairan Dana BOS dari Dinas Pendidikan Pr.ovinsi Lampung.
Permasalahan tersebut mengakibatkan terbukanya peluang
penyalahgunaan rekening Dana BOS yang belum ditetapkan dengan SK
Bupati dan tidak terjaminnya tertib pengelolaan Dana BOS sesuai dengan
ketentuan.
Hal tersebut disebabkan sekolah penerima Dana BOS belum
melaporkan rekening Dana BOS untuk ditetapkan dalam SK Bupati serta
Bendahara BOS di JKN tidak patuh terhadap tata kelola dana yang dikuasai.
Atas permasalahan tersebut, BPK merekomendasikan kepada Bupati
Lampung Utara untuk memerintahkan Kepala Disdikbud lebih cermat
dalam memedomani ketentuan yang berlaku, khususnya
pertanggungjawaban dan pengesahan laporan realisasi pendapatan belanja
untuk Dana BOS.
Temuan Dana BOS pada Sistem Pengendalian Intern
Pengelolaan Kas di Kas Daerah, Kas di Bendahara Pengeluaran, Kas Lainnya di
Bendahara Jaminan Kesehatan Nasional, dan Kas Lainnya di Bendahara Dana
Bantuan Operasional Sekolah belum optimal (Temuan No.1 atas LHP SPI
No. 24B/LHP/XVIII.BLP/05/2018, Hal. 4)
Pusat Kajian AKN | 25
5. Kabupaten Mesuji
Pengelolaan Rekening Bank dan Kas Tunai pada tiga OPD belum
tertib (Temuan No. 1 atas LHP SPI No.
25.B/LHP/XVIII.BLP/05/2018, Hal. 4)
Berdasarkan hasil pemeriksaan atas rekening bank yang digunakan OPD
(dhi. Dinas Pendidikan) diketahui rekening yang digunakan sekolah
untuk menerima Dana BOS belum ditetapkan dalam surat keputusan
kepala daerah.
Permasalahan di atas mengakibatkan terbukanya peluang
penyalahgunaan rekening yang dibuka tanpa melalui Kepala Daerah. Hal
tersebut disebabkan karena Kepala Disdik kurang melakukan pengawasan
pembukaan rekening dan tidak melaporkan pembukaan rekening Dinas
kepada BUD serta BUD kurang optimal melakukan pengendalian atas
rekening-rekening yang dimiliki OPD.
Atas permasalahan tersebut, BPK merekomendasikan Bupati Mesuji
agar memerintahkan kepada Kepala Disdik untuk melakukan pengawasan
dan melaporkan pembukaan rekening dan kepada BUD agar lebih optimal
dalam melakukan pengendalian atas rekening-rekening yang dimiliki OPD.
Penatausahaan dan pelaporan Aset Tetap Pemerintah Kabupaten
Mesuji belum tertib (Temuan No. 3 atas LHP SPI No.
25.B/LHP/XVIII.BLP/05/2018, Hal. 12)
Dari hasil pemeriksaan atas saldo Aset Tetap dalam Neraca Laporan
Keuangan Pemerintah Kabupaten Mesuji per 31 Desember 2017 diketahui
permasalahan terkait Dana BOS berikut.
Hasil pemeriksaan fisik dan pemeriksaan dokumen secara uji petik
menunjukkan terdapat barang-barang yang dicatat di Buku Inventaris bukan
secara satuan barang tetapi dicatat secara gabungan/paket. Barang-barang
tersebut merupakan aset yang berasal Dana BOS Tahun 2017 yang tercatat
Temuan Dana BOS pada Sistem Pengendalian Intern
1. Pengelolaan Rekening Bank dan Kas Tunai pada tiga OPD belum tertib
2. Penatausahaan dan Pelaporan Aset Tetap Pemerintah Kabupaten Mesuji
belum tertib
26 | Pusat Kajian AKN
di sekolah-sekolah. Total aset yang dicatat secara paket senilai
Rp4.129.176.513,92 yang dicatat ke dalam buku inventaris menjadi dua paket
kelompok, yaitu kelompok Peralatan Mesin (alat-alat kantor lainnya) dan
Aset Tetap Lainnya (buku).
Hal tersebut mengakibatkan terbukanya peluang penyalahgunaan
barang oleh pihak lain atas tidak adanya data identitas yang jelas yang
disebabkan oleh Pengurus Barang dan operator SIMDA BMD pada OPD
tidak cermat dalam menginput barang dan melaporkan kondisi barang
Atas permasalahan tersebut, BPK merekomendasikan Bupati Mesuji
agar memerintahkan Sekda untuk menginstruksikan Pengurus Barang dan
operator SIMDA BMD pada OPD lebih cermat dalam menginput barang
dan melaporkan kondisi barang.
6. Kabupaten Pesawaran
Dari hasil pemeriksaan terhadap rincian Aset Tetap Gedung dan
Bangunan serta Jalan, Irigasi, dan Jaringan menunjukkan bahwa terdapat 124
record Aset Tetap Gedung dan Bangunan senilai Rp23.788.819.535,49 serta
669 record Aset Tetap Jalan, Irigasi dan Jaringan senilai Rp408.199.705.138,00
yang merupakan kapitalisasi tetapi belum dilekatkan ke aset induknya. Hal
tersebut akan berpengaruh terhadap perhitungan penyusutan. Dari jumlah
124 record aset tetap gedung dan bangunan, terdapat 1 (satu) aset tetap
bangunan gedung tempat ibadah permanen berupa rehab mushola, taman,
dll senilai Rp14.378.000,00 (tahun perolehan 2015) dari Dana BOS yang
belum dilekatkan ke aset induknya.
Permasalahan tersebut mengakibatkan informasi aset tetap yang
disajikan dalam neraca tidak lengkap dan akurat serta berpotensi
mengganggu kewajaran penyajian laporan keuangan.
BPK merekomendasikan Bupati Pesawaran agar memerintahkan Sekda
untuk meningkatkan pengendalian atas pengamanan, pemanfaatan serta
Temuan Dana BOS pada Sistem Pengendalian Intern
Pengelolaan Aset Tetap belum tertib (Temuan No. 7 atas LHP SPI No.
22B/LHP/XVIII.BLP/05/2018, Hal. 19)
Pusat Kajian AKN | 27
penatausahaan BMD dan para Kepala OPD melakukan penatausahaan
secara cermat atas BMD yang berada dalam pengelolaannya.
7. Kabupaten Pesisir Barat
Salah satu permasalahan dalam temuan ini yang terkait dengan Dana
BOS adalah adanya peralatan dan mesin yang tidak dapat ditelusuri
sebesar Rp773.962.540,00. Dari jumlah tersebut terdapat peralatan dan
mesin yang diperoleh dari Dana BOS sebesar Rp47.000.000,00, dengan
rincian sebagai berikut:
Tabel 1. Rincian Peralatan dan Mesin dari dana BOS yang tidak dapat ditelusuri
Jenis Aset Tahun
Perolehan Harga
(Ribuan Rp) SKPD
Papan Tulis BOS 2017 2.700 SMPN 1 Pesisir Tengah
Laptop BOS 2015 6.000
SMPN 2 Pesisir Tengah BOS 2016 6.000
Mesin Absensi BOS 2015 3.000 SMPN 2 Pesisir Selatan
Laptop BOS 2015 3.000
Printer BOS 2015 800 SMPN 3 Pesisir Selatan
Komputer/PC BOS 2015 7.500 SMPN 4 Pesisir Selatan
Jam Dinding BOS 2015 500
SDN 3 Pasar Krui
Laptop BOS 2014 4.500
Printer BOS 2014 800
Printer BOS 2016 1.400
Printer BOS 2014 800
Proyektor BOS 2016 5.000
Komputer/PC BOS 2016 5.000
Total 47.000
sumber: lampiran 3 LHP SPI atas LKPD Kabupaten Pesisir Barat TA 2017
Permasalahan tersebut mengakibatkan peralatan dan mesin yang tidak
dapat ditelusuri sebesar Rp773.962.540,00 (khusus peralatan dan mesin yang
dari Dana BOS sebesar Rp47.000.000). Hal tersebut disebabkan karena
Sekretaris Daerah selaku pengelola barang kurang optimal dalam melakukan
Temuan Dana BOS pada Sistem Pengendalian Intern
Penatausahaan Aset Tetap belum memadai (Temuan No. 3 atas LHP SPI No.
29B/LHP/XVIII.BLP/05/2018, Hal. 9)
28 | Pusat Kajian AKN
pengawasan dan pengendalian atas pengelolaan BMD dan seluruh Kepala
OPD selaku Pengguna Barang belum optimal dalam melakukan inventarisasi
aset di unit kerjanya khususnya atas aset yang tidak dapat diidentifikasi
keberadaannya.
Atas permasalahan tersebut, BPK merekomendasikan Bupati Pesisir
Barat untuk memerintahkan Sekretaris Daerah selaku pengelola barang
untuk lebih optimal dalam melakukan pengawasan dan pengendalian atas
pengelolaan BMD serta memerintahkan Kepala OPD selaku Pengguna
Barang untuk melakukan inventarisasi aset di unit kerjanya khususnya atas
aset yang tidak dapat diidentifikasi keberadaannya.
8. Kabupaten Pringsewu
Terkait dengan permasalahan dalam pengelolaan Dana BOS, diketahui
bahwa pencatatan Aset Peralatan dan Mesin yang berasal dari Dana BOS
Tahun 2017 belum tertib.
Dari hasil uji petik terhadap 16 sekolah dasar dan sekolah menengah
pertama yang melaksanakan pengadaan aset dari belanja modal Dana BOS
2017, terdapat permasalahan pencatatan aset peralatan dan mesin yang tidak
sama antara satu sekolah dengan sekolah yang lain serta aset peralatan dan
mesin berasal dari Dana BOS 2017 pada SMPN 3 Pringsewu berupa dua
buah tiang basket dipasang pada lapangan masyarakat, bukan pada tanah
sekolah milik pemda.
Permasalahan tersebut mengakibatkan data aset peralatan dan mesin
tidak informatif yang disebabkan karena Kepala OPD selaku pengguna
BMD tidak tertib dalam melakukan inventarisasi BMD di unit kerja dan
kurang memperhatikan status/kepemilikan dan nilai tanah yang tercatat di
unit kerja.
Atas permasalahan tersebut, BPK merekomendasikan kepada Bupati
Pringsewu agar segera memerintahkan Kepala OPD selaku pengguna BMD
agar tertib dalam melakukan inventarisasi BMD di unit kerja serta lebih
Temuan Dana BOS pada Sistem Pengendalian Intern
Penatausahaan Barang Milik Daerah belum optimal (temuan No. 3 atas LHP
SPI No. 27B/LHP/XVIII.BLP/05/2018 hal. 10)
Pusat Kajian AKN | 29
memperhatikan status/kepemilikan dan nilai tanah yang tercatat di unit
kerja.
9. Kabupaten Tulang Bawang
Pemerintah Kabupaten Tulang Bawang dan Pemerintah Provinsi
Lampung telah menandatangani Berita Acara Serah Terima (BAST)
Personel, Pendanaan, Sarana dan Prasarana, serta Dokumen (P3D) urusan
pendidikan menengah khususnya pengelolaan pendidikan sekolah
menengah atas (SMA) dan sekolah menengah kejuruan (SMK).
BAST tersebut tidak menyebutkan nilai total sarana dan prasarana yang
diserahterimakan. Nilai dan rincian sarana dan prasarana hanya disajikan
dalam lampiran BAST. Pada saat diserahkan pihak Pemerintah Provinsi
Lampung belum melakukan verifikasi faktual atas daftar aset yang terdapat
dalam lampiran tersebut. Sehingga, seluruh Aset Tetap P3D tersebut masih
dicatat dalam Neraca Pemerintah Kabupaten Tulang Bawang TA 2016
senilai buku Rp35.411.686.721,44 (audited), yaitu sisa kas di Bendahara BOS
senilai Rp115.600.000,00 ditambah nilai perolehan aset Rp50.491.490.270,96
dikurangi dengan penyusutan Rp15.195.403.549,52.
Terkait pengelolaan Dana BOS terdapat permasalahan yaitu nilai sisa
kas di Bendahara BOS sebesar Rp115.600.000,00 dan aset BOS sebesar
Rp1.381.494.591,00 belum diperhitungkan dalam BAST P3D yang
telah ditandatangani oleh pihak Pemerintah Kabupaten Tulang
Bawang dan Pemerintah Provinsi Lampung. Selain itu terdapat
perbedaan nilai aset peralatan dan mesin antara jumlah rincian BAST dengan
nilai aset peralatan dan mesin yang tercatat di aset lainnya sebesar
Rp11.197.000,00 yang belum dapat dijelaskan.
Permasalahan di atas mengakibatkan aset yang disajikan pada Neraca
per 31 Desember 2017 belum menggambarkan kondisi yang sebenarnya atas
Temuan Dana BOS pada Sistem Pengendalian Intern
Serah terima sarana dan prasarana sebagai dampak pengalihan urusan
pemerintahan sesuai amanat UU Nomor 23 Tahun 2014 antara Pemerintah
Kabupaten Tulang Bawang dan Pemerintah Provinsi Lampung belum optimal
(Temuan No. 4 atas LHP SPI No. 18B/LHP/XVIII.BLP/05/2018, Hal. 14)
30 | Pusat Kajian AKN
dampak pengalihan urusan pemerintah sesuai amanat UU Nomor 23 Tahun
2014.
Hal tersebut disebabkan Pemerintah Kabupaten Tulang Bawang dan
Pemerintah Provinsi Lampung belum melakukan verifikasi faktual bersama
atas Aset Tetap yang terkait dengan pengalihan urusan pemerintahan sesuai
amanat UU Nomor 23 Tahun 2014.
BPK merekomendasikan kepada Bupati Tulang Bawang agar
memerintahkan Sekretaris Daerah selaku Pengelola Barang agar segera
melakukan verifikasi atas aset P3D yang terkait dengan pengalihan urusan
pemerintahan sesuai amanat UU Nomor 23 Tahun 2014 yang masih tercatat
dalam Neraca Pemerintah Kabupaten Tulang Bawang melalui koordinasi
dengan Pemerintah Provinsi Lampung;
10. Kota Bandar Lampung
Penatausahaan Rekening Bendahara OPD dan BLUD tidak tertib (Temuan No. 2 atas LHP SPI No. 28.B/LHP/XVIII.BLP/05/2018, Hal. 7)
Hasil pemeriksaan atas penatausahaan rekening operasional yang
digunakan oleh BUD dan Bendahara OPD khususnya yang terkait dengan
rekening Dana BOS diketahui bahwa rekening penerima BOS baik pada
tingkat SD yang berjumlah 190 sekolah dan SMP yang berjumlah 34
sekolah dikenakan pajak atas penghasilan bunga dan biaya
administrasi bank selama TA 2017 sebesar Rp25.855.876,84, yang
mengakibatkan Pemerintah Kota Bandar Lampung terbebani biaya
administrasi dan pajak penghasilan atas pendapatan bunga sebesar
Rp25.855.876,84.
Hal tersebut disebabkan karena Kepala BPKAD belum membuat
perjanjian kerja sama yang jelas mengenai hak dan kewajiban antara
Temuan Dana BOS pada Pengendalian Intern
1. Penatausahaan Rekening Bendahara OPD dan BLUD tidak tertib
2. Penyelesaian penyerahan Aset SMA/SMK ke Pemerintah Provinsi
Lampung belum optimal
Pusat Kajian AKN | 31
Pemerintah Kota Bandar Lampung sebagai pemilik kas dengan Bank
Lampung sebagai bank yang ditunjuk untuk memegang kas daerah.
Atas permasalahan tersebut, BPK merekomendasikan Walikota Bandar
Lampung agar memerintahkan Kepala BPKAD membuat perjanjian kerja
sama antara Pemerintah Kota Bandar Lampung sebagai pemilik kas dengan
Bank Lampung sebagai bank yang ditunjuk untuk memegang kas daerah,
mengenai hak dan kewajiban diantaranya terkait penghentian pemotongan
pajak dan biaya administrasi atas pendapatan bunga rekening.
Penyelesaian penyerahan Aset SMA/SMK ke Pemerintah Provinsi Lampung belum optimal (Temuan No. 5 atas LHP SPI No. 28.B/LHP/XVIII.BLP/05/2018, Hal. 16)
UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan SE Mendagri
No. 120/253/SJ tentang Penyelenggaraan Urusan Pemerintahan
mengamanatkan untuk mengalihkan urusan-urusan tertentu antara
pemerintah kabupaten/kota dengan pemerintah provinsi atau pemerintah
pusat dan segera berkoordinasi menyelesaikan secara seksama inventarisasi
P3D antar tingkatan/susunan pemerintahan sebagai akibat pengalihan
urusan pemerintahan konkuren paling lambat tanggal 31 Maret 2016 dan
serah terima personel, sarana dan prasarana serta dokumen (P2D) paling
lambat tanggal 2 Oktober 2016.
Pemkab Bandar Lampung telah menindaklanjutinya dengan
menandatangani Berita Acara Serah Terima (BAST) personel, pendanaan,
sarana dan prasarana, serta dokumen (P3D) urusan pendidikan menengah
khususnya pengelolaan pendidikan SMA dan SMK.
BAST tersebut tidak menyebutkan nilai total sarana dan prasarana yang
diserahterimakan. Nilai dan rincian sarana dan prasarana hanya disajikan
dalam lampiran BAST. Pada saat diserahkan pihak baik Pemerintah Kota
Bandar Lampung dan Pemerintah Provinsi Lampung belum melakukan
verifikasi faktual atas daftar aset yang terdapat dalam lampiran tersebut.
Sehingga, seluruh Aset P3D tersebut masih dicatat dalam Neraca
Pemerintah Kota Bandar Lampung TA 2016 senilai Rp221.956.560.874,00
(audited).
Atas nilai aset P3D sebesar Rp221.956.560.874,00 yang disampaikan ke
Pemprov Lampung, terdapat selisih sebesar Rp6.879.010.866,00 yang
32 | Pusat Kajian AKN
merupakan aset yang tidak ditemukan oleh Pemerintah Provinsi. Sehingga
Neraca Pemprov mencatat aset P3D yang diakui sebesar
Rp215.077.550.008,00.
Selain selisih tersebut, masih terdapat Aset Tetap SMA/SMK yang
bersumber dari belanja modal BOS dan Bansos APBN senilai
Rp11.196.817.598,00, yang tercatat pada Aset Lain-lain selama dua tahun
anggaran yaitu tahun 2016 dan 2017.
Berdasarkan keterangan Bendahara BMD Disdikbud, nilai aset tersebut
merupakan nilai estimasi atas kegiatan belanja modal dengan pendanaan
BOS dan APBN, dan pada saat serah terima P3D Bulan September 2016
belum selesai dilaksanakan, dan langsung dilimpahkan kepada Pemerintah
Provinsi Lampung pada akhir 2016. Atas penyajiaan aset tersebut,
Bendahara BMD Disdikbud tidak dapat memberikan rincian kegiatan
belanja modal, BAST, maupun bukti pendukung pencatatan yang mamadai.
Namun, aset tersebut juga tidak dapat serta merta dikeluarkan dari Neraca
Pemerintah Kota Bandar Lampung karena tidak mempunyai bukti BASR
ataupun bukti lainnya yang memadai.
Permasalahan di atas mengakibatkan Aset yang disajikan pada Neraca
per 31 Desember 2017 belum menggambarkan kondisi yang sebenarnya atas
dampak pengalihan urusan pemerintah sesuai amanat UU Nomor 23 Tahun
2014 dan BAST P3D tidak memberikan informasi yang akurat dan memadai
untuk digunakan sebagai dasar penghapusan aset dari Neraca.
BPK merekomendasikan kepada Walikota Bandar Lampung agar
memerintahkan Sekda selaku Pengelola BMD segera menyelesaikan
verifikasi bersama terkait penyerahan aset SMA/SMK dengan Pemerintah
Provinsi Lampung.
Pusat Kajian AKN | 33
DKI JAKARTA
34 | Pusat Kajian AKN
TELAAHAN ATAS HASIL PEMERIKSAAN BPK RI
TERKAIT DANA BANTUAN OPERASIONAL SEKOLAH (BOS) PADA LKPD PROVINSI DKI JAKARTA
Berdasarkan IHPS I 2018, BPK RI melakukan pemeriksaan terhadap
Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Provinsi DKI Jakarta.
Secara umum permasalahan pengelolaan Dana BOS di DKI Jakarta yaitu
pertanggungjawaban penyaluran Dana BOS yang masih belum sesuai
dengan ketentuan.
Permasalahan ini terjadi karena tidak lengkapnya bukti
pertanggungjawaban, perbedaan data laporan realisasi Dana BOS, serta jasa
giro pada rekening sekolah penerima Dana BOS belum disetorkan ke kas
daerah. Pertanggungjawaban penyaluran Dana BOS yang belum sesuai
dengan ketentuan tersebut mengakibatkan adanya risiko potensi
penyalahgunaan rekening dana BOS. Untuk itu, perlu ada koordinasi antara
Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta dengan pihak terkait dalam
meningkatkan pengawasan penyaluran Dana BOS, agar tidak terjadi
permasalahan yang sama di masa mendatang.
Secara rinci, temuan dan permasalahan Dana BOS pada LKPD Provinsi
DKI Jakarta TA 2017 diuraikan sebagai berikut:
Pengendalian belanja dari Dana BOS dan BOP kurang memadai
(Temuan No. 2 dalam LHP SPI No. 08.B/LHP/XVIII.JKT-
XVIII.JKT.2/05/2018, Hal. 74)
Hasil pemeriksaan atas data penyaluran, pengelolaan, penggunaan, dan
pertanggungjawaban Dana BOS TA 2017, diketahui terdapat
permasalahan penggunaan Dana BOS pada minimal 39 sekolah tidak
sesuai ketentuan. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor
26 Tahun 2017 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan Nomor 8 Tahun 2017 tentang Petunjuk Teknis Bantuan
Temuan Dana BOS pada Sistem Pengendalian Intern
1. Pengendalian belanja dari Dana BOS dan BOP kurang memadai
2. Pengelolaan dan penatausahaan kas atas Dana Bantuan Operasional
Sekolah (BOS) belum memadai
Pusat Kajian AKN | 35
Operasional Sekolah telah mengatur mekanisme penggunaan dan
pertanggungjawaban Dana BOS.
Dari 39 sekolah tersebut, BPK melakukan uji petik dengan berkunjung
ke 2 sekolah yaitu SMKN I dan SMPN 253. Hasil pemeriksaan pada 2
sekolah tersebut ditemukan penggunaan Dana BOS yang tidak sesuai
ketentuan, berupa kekurangan bukti pertanggungjawaban Dana BOS
dan pengadaan sembilan unit komputer (PC All in One) dari Dana
BOS yang tidak sesuai spesifikasi. Permasalahan tersebut mengakibatkan
penggunaan Dana BOS yang tidak sesuai ketentuan dengan nilai keseluruhan
Rp52.853.607,00.
Atas permasalahan tersebut, BPK RI merekomendasikan Gubernur
agar memerintahkan Kepala Dinas Pendidikan supaya lebih cermat dalam
melakukan pengelolaan, penggunaan, pertanggungjawaban Dana BOS.
Selain itu juga agar membuat regulasi juknis Dana BOS dan pelaksanaan
laporan pengelolaan Dana BOS.
Pengelolaan dan penatausahaan Kas atas Dana Bantuan Operasional
Sekolah (BOS) belum memadai (Temuan No. 3 dalam LHP SPI
No.08.B/LHP/XVIII.JKT-XVIII.JKT.2/05/2018, Hal. 144)
Berdasarkan pemeriksaaan atas pengelolaan dan penatausahaan Dana
BOS, ditemukan permasalahan sebagai berikut:
a. Penetapan Bendahara Dana BOS dan Rekening Dana BOS belum
sesuai ketentuan.
Berdasarkan pemeriksaan diketahui bahwa jumlah sekolah penerima
Dana BOS dan rekening Dana BOS yang digunakan oleh sekolah tidak
dapat dipastikan karena terdapat sekolah terbuka dan sekolah luar biasa
penyaluran Dana BOS pada rekening yang sama.
b. Ketidaksesuaian laporan penyaluran dan realisasi Dana BOS
Dinas Pendidikan dengan pihak sekolah penerima Dana BOS.
Hasil uji petik pada 109 sekolah menunjukkan saldo kas pada rekening
sekolah per 31 Desember 2017 belum tentu merupakan sisa Dana BOS
pada masing-masing sekolah, dikarenakan masih memungkinkan
terdapat pembayaran pihak ketiga yang gagal transfer atau belum
dibayarkan, terdapat sisa kas yang masih disimpan secara tunai dan
terdapat sisa kas yang masih dalam penguasaan pihak ketiga, misalnya
36 | Pusat Kajian AKN
kelebihan transfer kepada rekanan namun dikembalikan ke sekolah pada
tahun 2018.
c. Kelemahan pengendalian atas transaksi pengeluaran kas pada
sekolah penerima Dana BOS.
Dari reviu uji petik dokumen pertanggungjawaban sekolah diketahui
terdapat perbedaan antara nilai tagihan/invoice/kuitansi yang dibuat oleh
pihak ketiga/rekanan dengan slip transfer dan bilyet giro yang dibuat
oleh Bendahara Pengeluaran Sekolah untuk pembayaran kepada pihak
ketiga/rekanan.
d. Jasa giro pada rekening sekolah penerima Dana BOS belum
disetorkan ke kas daerah sebesar Rp7.637.792,00.
Hasil konfirmasi atas rekening sekolah penerima Dana BOS diketahui
terdapat 102 sekolah yang menerima jasa giro selama tahun 2017 sebesar
Rp10.245.680,00. Atas jasa giro tersebut terdapat koreksi kesalahan
perhitungan jasa giro oleh Bank DKI dengan pendebitan saldo sebesar
Rp588.573,00 dan telah dikenakan pajak jasa giro selama tahun 2017
sebesar Rp2.019.315,00, sehingga pendapatan jasa giro atas rekening
sekolah penerima Dana BOS yang diterima sekolah sebesar
Rp7.637.792,00. Pendapatan jasa giro tersebut sampai dengan
pemeriksaan berakhir belum dilakukan penyetoran ke Kas Daerah.
Permasalahan tersebut mengakibatkan potensi terjadinya
kekurangan/kelebihan fisik Kas di Bendahara Pengeluaran Sekolah untuk
Dana BOS per 31 Desember 2017; terdapat potensi penyalahgunaan Dana
BOS atas pengeluaran kas yang kemudian dana tersebut dikembalikan lagi
ke rekening sekolah; dan kekurangan penerimaan Pendapatan Jasa Giro
sebesar Rp7.637.792,00.
BPK merekomendasikan kepada Gubernur agar memerintahkan Kepala
Dinas Pendidikan supaya melakukan koordinasi dengan pihak terkait untuk
meningkatkan pengawasan dalam penyaluran Dana BOS; dan menyusun,
menetapkan dan mensosialisasikan Standar Operasional Prosedur (SOP)
terkait mekanisme rekonsiliasi antara Laporan Realisasi Belanja Dana BOS
yang disampaikan masing-masing sekolah dengan bukti penyaluran Dana
BOS sampai dengan akhir tahun anggaran.
Pusat Kajian AKN | 37
JAWA BARAT
38 | Pusat Kajian AKN
TELAAHAN ATAS HASIL PEMERIKSAAN BPK RI
TERKAIT DANA BANTUAN OPERASIONAL SEKOLAH (BOS) PADA LKPD PROVINSI DAN LKPD
KABUPATEN/KOTA DI JAWA BARAT
Berdasarkan IHPS I 2018, BPK RI melakukan pemeriksaan terhadap 28
Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Provinsi dan
Kabupaten/Kota di Jawa Barat. Dari hasil pemeriksaan, BPK RI
mengungkap temuan dan permasalahan Dana BOS pada 12 LKPD. Secara
umum permasalahan pengelolaan Dana BOS di Jawa Barat, meliputi: 1)
Penatausahaan Dana BOS belum tertib; 2) Perhitungan dan penganggaran
Dana BOS tidak menggunakan data yang akurat; 3) Pemungutan dan
penyetoran pajak Dana BOS; 4) Rekening Dana BOS belum dilaporkan ke
BUD; 5) Rekening Dana BOS belum ditetapkan melalui Peraturan Daerah
terkait; dan 6) Permasalahan biaya administrasi dan bunga bank Dana BOS.
Diantara keenam permasalahan tersebut, permasalahan yang terjadi
hampir di seluruh kabupaten/kota maupun provinsi di Jawa Barat adalah
penatausahaan Dana BOS yang belum tertib. Permasalahan ini
diantaranya terjadi di Kabupaten Cianjur, Kabupaten Purwakarta,
Kabupaten Subang, Kota Banjar, Kota Cimahi dan Kota Sukabumi.
Permasalahan ini diantaranya disebabkan karena saldo sisa kas Dana BOS
yang bernilai minus, perbedaan pencatatan realisasi penggunaan Dana BOS,
dan adanya pembayaran honorarium bulanan guru honorer dan tenaga
kependidikan honorer melebihi prosentase yang telah ditetapkan dalam
petunjuk teknis BOS. Dampak dari penatausahaan Dana BOS yang belum
tertib adalah penyajian Laporan Keuangan yang bersumber dari Dana BOS
tidak mencerminkan nilai sebenarnya.
Secara rinci, temuan dan permasalahan Dana BOS pada LKPD Provinsi
dan Kabupaten/Kota di Jawa Barat TA 2017 diuraikan sebagai berikut:
Pusat Kajian AKN | 39
1. Provinsi Jawa Barat
Hasil Pemeriksaan BPK atas Laporan Keuangan Pemerintah Provinsi
Jawa Barat Tahun 2016 pada Laporan Hasil Pemeriksaan atas Sistem
Pengendalian Intern Nomor 40B/LHP/XVIII.BDG/06/2017 tanggal 12
Juni 2017, diketahui kelemahan pengendalian intern yaitu penyaluran Dana
BOS dari Pemerintah Pusat untuk SMA dan SMK tahun 2016 tidak
sesuai dengan jumlah siswa yang ada di sekolah menyebabkan terjadi
kurang salur sebesar Rp15.479.450.000,00.
Hasil pemeriksaan dokumen, wawancara dengan Tim BOS Provinsi
Jawa Barat dan uji petik terhadap pengelolaan Dana BOS di SMA Negeri
dan SMK Negeri di Provinsi Jawa Barat pada tahun 2017 diketahui
permasalahan sebagai berikut:
a. Perhitungan anggaran Belanja Langsung Dana BOS tidak sesuai
ketentuan;
b. Kelebihan penyaluran Dana BOS dari Kas Daerah ke SMA, SMK dan
SLB Negeri sebesar Rp49.509.845.000,00;
c. Perhitungan Alokasi Dana BOS oleh Tim BOS Provinsi Jawa Barat
tidak menggunakan data yang akurat;
d. Penggunaan Dana BOS untuk pembelian buku teks belum sesuai
ketentuan.
Hal tersebut mengakibatkan realisasi belanja BOS TA 2017 sebesar
Rp996.349.804.273,00 tidak menunjukkan kondisi yang sebenarnya;
keuangan daerah TA 2017 terbebani Dana BOS sebesar
Rp49.509.845.000,00; sekolah tidak mendapatkan alokasi Dana BOS sesuai
dengan jumlah siswa; dan belanja buku teks pelajaran sekolah belum
terpenuhi secara maksimal.
Atas permasalahan tersebut, BPK merekomendasikan Gubernur Jawa
Barat agar menginstruksikan Kepala Dinas Pendidikan untuk meningkatkan
Temuan Dana BOS pada Kepatuhan Terhadap Peraturan
Perundang-Undangan
Pengelolaan Belanja Langsung Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS)
belum sesuai ketentuan (Temuan No. 1 dalam LHP Kepatuhan
No.12C/LHP/XVIII.BDG/05/2018, Hal. 3)
40 | Pusat Kajian AKN
pengawasan dan pengendalian pengelolaan Dana BOS serta
memperhitungkan kelebihan salur Dana BOS dalam perubahan anggaran
tahun 2018. Selain itu agar memerintahkan Kepala Sub Bagian Perencanaan
untuk berkoordinasi dengan Tim BOS dalam proses perhitungan anggaran
sesuai ketentuan yang berlaku dan memverifikasi usulan alokasi belanja buku
sesuai ketentuan. Selanjutnya agar memerintahkan Tim BOS Provinsi Jawa
Barat melakukan verifikasi data siswa sebagai dasar perhitungan alokasi dana
BOS.
2. Kabupaten Bandung Barat
Hasil pemeriksaan terhadap dokumen dan cek fisik di lapangan terhadap
67 SMP Negeri dan 56 SD Negeri diketahui bahwa:
a. Bendahara BOS belum sepenuhnya memahami tata cara
pemungutan dan penyetoran pajak.
Hal ini dikarenaka selama tahun 2017, belum ada sosialisasi yang secara
khusus membahas tentang kewajiban perpajakan dalam penggunaan
Dana BOS.
b. Bendahara belum memungut pajak sebesar Rp88.370.164,09
dengan rincian PPN yang belum dipungut sebesar
Rp63.016.108,00, PPh Pasal 21 yang belum dipungut sebesar
Rp20.272.666,73, dan PPh Pasal 23 yang belum dipungut sebesar
Rp5.081.389,36.
Berdasarkan konfirmasi pada Bendahara BOS diketahui bahwa belum
dipungutnya pajak disebabkan oleh kurangnya pemahaman Bendahara
BOS mengenai obyek apa saja yang harus dipungut pajaknya dan obyek
apa saja yang dibebaskan dari pemungutan pajak. Menurut ketentuan
tentang perpajakan bahwa pemungutan PPN dilakukan pada saat
Temuan Dana BOS pada Kepatuhan Terhadap Peraturan
Perundang-Undangan
Bendahara BOS SD dan SMP Negeri Kabupaten Bandung Barat belum
sepenuhnya melaksanakan kewajiban pemungutan dan penyetoran pajak
(Temuan No. 11 dalam LHP Kepatuhan No. 38.C/LHP/XVIII.BDG/05/2018, Hal. 55)
Pusat Kajian AKN | 41
terjadinya pembayaran atas transaksi/penyerahan barang kena pajak dan
atau jasa kena pajak.
c. Bendahara belum menyetorkan PPN dan PPh ke kas negara
sebesar Rp129.530.278,00.
Permasalahan tersebut mengakibatkan negara belum dapat
memanfaatkan potensi penerimaan pajak sebesar Rp129.530.278,00 dari
pajak yang belum disetor.
Atas permasalahan ini, BPK merekomendasikan Bupati Bandung Barat
agar menginstruksikan Kepala Dinas Pendidikan untuk menyelenggarakan
pelatihan perpajakan bagi Bendahara BOS dan menginstruksikan Bendahara
Pengeluaran BOS agar menyetorkan ke Kas Negara.
3. Kabupaten Bekasi
BPK RI mengungkap permasalahan pengelolaan Dana BOS pada
Kabupaten Bekasi yaitu:
a. 702 rekening bank SD Negeri dan 89 rekening bank SMP Negeri
yang digunakan untuk menampung Dana Bantuan Operasional
Sekolah (BOS) belum ditetapkan dengan Keputusan Bupati.
Meskipun Dana BOS bukan berasal dari dana RKUD Pemkab Bekasi,
namun SD dan SMP Negeri yang berada dalam wilayah Kabupaten
Bekasi merupakan tanggung jawab dan dikelola oleh Dinas Pendidikan
Kabupaten Bekasi dan harus dianggarkan dalam RKA OPD serta
rekening bank yang digunakan oleh sekolah harus ditetapkan dengan
Keputusan Bupati dan dimonitoring oleh BUD.
b. 128 rekening bank SMP Negeri yang digunakan untuk
menampung dana bantuan pemerintah lainnya (selain rekening
Dana BOS) tidak dilaporkan ke BUD.
Permasalahan tersebut mengakibatkan penggunaan rekening bank oleh
sekolah tidak dapat dimonitoring oleh BPKD dhi. BUD. Atas
Temuan Dana BOS pada Sistem Pengendalian Intern
Pengelolaan Rekening Non Rekening Kas Umum Daerah (RKUD) belum tertib
(Temuan No. 1 dalam LHP SPI No. 14.B/LHP/XVIII.BDG/05/2018, Hal. 3)
42 | Pusat Kajian AKN
permasalahan ini, BPK RI merekomendasikan Bupati Bekasi agar
menetapkan rekening yang digunakan untuk menampung dana Bantuan
Operasional Sekolah (BOS) dan memerintahkan Kepala Dinas Pendidikan
untuk melaporkan adanya pembukaan rekening yang digunakan oleh
sekolah-sekolah untuk menampung dana transfer dari pihak lain kepada
BUD.
4. Kabupaten Bogor
Hasil pemeriksaan atas pengelolaan kas pada Pemerintah Kabupaten
Bogor diketahui terdapat penggunaan rekening untuk menampung
Dana BOS pada sekolah negeri belum tertib. Hasil penelusuran terhadap
rekening bank pengelolaan dana kegiatan BOS diketahui bahwa Pemerintah
Kabupaten Bogor memiliki 1.646 rekening bank yang mengelola Dana BOS,
terdiri dari 1.543 rekening pengelolaan Kas BOS SD dan 103 rekening
pengelolaan Kas BOS SMP. Atas pembukaan rekening tersebut, Bupati
belum menerbitkan izin pembukaan rekening berupa Surat Keputusan (SK)
mengenai penetapan nomor rekening bank pada rekening Kas BOS yang
digunakan dalam pengelolaan dana BOS. Permasalahan tersebut
mengakibatkan penggunaan rekening sekolah negeri tidak terpantau dan
rawan terjadinya penyalahgunaan.
Atas permasalahan tersebut, BPK RI merekomendasikan kepada Bupati
Bogor agar menetapkan prosedur pemberian izin pembukaan rekening pada
seluruh OPD serta menetapkan rekening pada seluruh sekolah negeri dalam
Surat Keputusan Kepala Daerah.
Temuan Dana BOS pada Sistem Pengendalian Intern
Pengelolaan Kas pada Pemerintah Kabupaten Bogor TA 2017 belum
sepenuhnya memadai (Temuan No. 1 dalam LHP SPI No.
16B/LHP/XVIII.BDG/05/2018, Hal. 3)
Pusat Kajian AKN | 43
5. Kabupaten Cianjur
Pengelolaan Dana BOS Pemkab Cianjur belum memadai (Temuan
No. 7 dalam LHP SPI No. 18B/LHP/XVIII.BDG/05/2018, Hal. 35)
Pemeriksaan atas Dana BOS TA 2017 pada Kabupaten Cianjur
menunjukkan hal-hal berikut:
a. Pemkab Cianjur belum memiliki Sisdur dan Juknis yang
memadai terkait pengelolaan BOS.
Meskipun belum memiliki Sisdur dan Juknis yang memadai, Pemkab
Cianjur sudah dapat melakukan proses pencatatan angggaran dan
belanja. Namun ketiadaan sisdur dan juknis menyebabkan tidak jelasnya
pembagian kewenangan dan tanggungjawab yang menimbulkan
permasalahan dalam proses penganggaran dan realisasi Dana BOS.
b. Penganggaran dan realisasi belanja pegawai Dana BOS melebihi
15%.
Kelebihan belanja pegawai pada Pemkab Cianjur adalah sebesar
Rp22.414.819.136,70. Kelebihan belanja pegawai terjadi pada 1.129 SD
dengan nilai kelebihan sebesar Rp15.175.887.893 dan pada 149 SMP
dengan nilai kelebihan sebesar Rp7.238.931.243,70. Kelebihan porsi
belanja pegawai terjadi sejak saat pembuatan RKAS oleh sekolah.
Sekolah telah menganggarkan belanja pegawai lebih dari 15%.
Kelebihan penganggaran ini terjadi antara lain karena sekolah tidak
memiliki guru PNS yang memadai. Untuk menutupi kekurangan tenaga
pengajar sekolah mempekerjakan guru honorer yang dibayar dari Dana
BOS karena tidak ada dana lain untuk membiayai guru honorer.
c. Satu Sekolah belum membuat SPJ
Hasil pemeriksaan secara uji petik terhadap pertanggungjawaban Dana
BOS di SDN DS menunjukkan sekolah belum menyusun SPJ Dana
BOS untuk Triwulan III dan Triwulan IV TA 2017. SDN DS sudah
memenuhi kewajiban dokumen formal berupa laporan K-7 dan Surat
Temuan Dana BOS pada Sistem Pengendalian Intern
1. Pengelolaan Dana BOS Pemkab Cianjur belum memadai
2. Pengelolaan Kas Pemkab Cianjur belum sesuai ketentuan
44 | Pusat Kajian AKN
Pernyataan Tanggung Jawab (SPTJ). Namun dokumen materiil atas
pertanggungjawaban tersebut belum ada. Selain itu kewajiban
perpajakan sekolah belum disetorkan. Verifikasi terhadap
pertanggungjawaban Dana BOS tidak dapat dilakukan secara memadai
karena belum ada sisdur dan juknis pengelolaan Dana BOS.
Permasalahan tersebut mengakibatkan pembagian tanggungjawab dan
wewenang antara pihak-pihak yang terlibat tidak jelas; belanja pegawai Dana
BOS melebihi ketentuan sebesar Rp15.263.556.724,05; dan SDN DS belum
memiliki laporan pertanggungjawaban Dana BOS.
Atas hal ini, BPK RI merekomendasikan Bupati Cianjur agar merevisi
Peraturan Bupati Nomor 8 Tahun 2017, meliputi: mekanisme pengelolaan
Dana BOS, pelaporan Dana BOS untuk tujuan penyajian dalam laporan
keuangan, pembagian tugas dan kewenangan secara jelas, dan mekanisme
verifikasi oleh sekolah, Dinas Pendidikan dan kebudayaan, serta BPKAD.
Selain itu juga agar memerintahkan Kepala Dinas Pedidikan dan
Kebudayaan untuk lebih optimal dalam melakukan pengawasan dan
pengendalian atas pengelolaan Dana BOS oleh sekolah, serta memberikan
sanksi sesuai ketentuan terhadap sekolah yang tidak menyampaikan SPJ.
Pengelolaan Kas Pemkab Cianjur belum sesuai ketentuan (Temuan
No. 9 dalam LHP SPI No. 18B/LHP/XVIII.BDG/05/2018, Hal. 41)
Hasil pemeriksaan atas pengelolaan kas pada Pemkab Cianjur
diantaranya menemukan hal-hal berikut:
a. Bendahara BOS ditetapkan bukan berdasarkan keputusan bupati
dan rekening BOS milik sekolah negeri belum ditetapkan oleh
bupati.
Hasil pemeriksaan terhadap Bendahara Pengelola BOS di sekolah-
sekolah negeri menunjukkan bahwa penetapan bendahara dilakukan
hanya berdasarkan keputusan kepala sekolah. Selain itu, rekening BOS
milik sekolah negeri juga belum ditetapkan oleh keputusan bupati.
b. Rekening sekolah pada TA 2017 dikenakan pajak bunga sebesar
Rp8.141.033,33 dan biaya administrasi sebesar Rp83.837.000,00.
Hasil pengolahan data rekening milik sekolah negeri yang digunakan
untuk mengelola Dana BOS menunjukkan bahwa atas rekening BOS
Pusat Kajian AKN | 45
masih dikenakan pajak bunga dan biaya administrasi. Hasil konfirmasi
kepada Bank BJB menunjukkan bahwa rekening tabungan yang dibuat
oleh sekolah negeri untuk keperluan pengelolaan Dana BOS
diperlakukan sebagai rekening umum bukan sebagai rekening milik
Pemkab Cianjur.
Kondisi tersebut mengakibatkan kekurangan pendapatan sekolah negeri
atas pengenaan pajak jasa giro sebesar Rp8.141.033,33 dan atas pengenaan
biaya administrasi sebesar Rp83.837.000,00 dan kurang pengendalian atas
bendahara sekolah dan rekening BOS.
BPK merekomendasikan Bupati Cianjur untuk menetapkan bendahara
dan rekening bank yang digunakan untuk mengelola Dana BOS di sekolah
negeri, serta memerintahkan Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan
untuk secara periodik mengingatkan para guru untuk melakukan
pemutakhiran data Dapodik.
6. Kabupaten Purwakarta
BPK RI mengungkap permasalahan dalam pengelolaan kas Dana BOS
pada Kabupaten Purwakarta yaitu:
a. Jumlah Penerimaan Dana BOS tahun 2017 berbeda dan terdapat
selisih sebesar Rp319.500.000,00 antara dokumen pendukung
SP3B sebesar Rp112.285.740.000,00 dengan NPHD sebesar
Rp111.966.240.000,00.
Selain itu, realisasi penggunaan Dana BOS Pusat Pendidikan Dasar
Tahun 2017 yang diperoleh dari Dinas Pendidikan menunjukkan
terdapat 39 sekolah yang menyajikan Penerimaan Dana BOS tahun 2017
berbeda dengan NPHD dengan total selisih sebesar Rp48.080.000,00.
b. Terdapat saldo sisa Kas Dana BOS yang bernilai minus sebesar
Rp64.943.356,00 pada 18 sekolah yang didasarkan Laporan
Temuan Dana BOS pada Sistem Pengendalian Intern
Penatausahaan Dana BOS tidak tertib dan penyajian dalam laporan keuangan
tidak memadai (Temuan No. 12 dalam LHP SPI No. 34B/LHP/XVIII.BDG/05/2018,
Hal. 71)
46 | Pusat Kajian AKN
Pertanggungjawaban Realisasi Penggunaan Dana BOS Pusat
Pendidikan Dasar Tahun 2017 yang dibuat oleh Dinas Pendidikan.
c. Terdapat kelebihan realisasi Belanja BOS dari anggaran sebesar
Rp1.065.215.404,00.
Pada TA 2017, Dinas Pendidikan Kabupaten Purwakarta
menganggarkan Pendapatan BOS sebesar Rp111.064.000.000,00
dengan realisasi sebesar Rp113.651.355.410,00 atau sebesar 102,33%
dari anggaran.
d. Terdapat perbedaan nilai realisasi penggunaan Dana BOS antara
SP3B sebesar Rp112.129.215.404,00 dengan Laporan Rekapitulasi
Penggunaan Dana (formulir K8) selama tahun 2017 di seluruh SD
dan SMP Negeri sebesar Rp112.551.496.180,00, sehingga terdapat
selisih sebesar Rp422.280.776,00.
e. Terdapat perolehan Aset Tetap Dana BOS yang belum tercatat
dalam KIB.
Berdasarkan hasil pemeriksaan, diketahui terdapat realisasi Belanja
Modal yang salah klasifikasi pencatatan Aset Tetap nya dan kurang
dicatat Aset Tetap yaitu Aset Tetap Gedung dan Bangunan sebesar
Rp300.001.747,00, Aset Tetap Lainnya sebesar Rp3.596.624.716,00 dan
Aset dibawah kapitalisasi sebesar Rp2.175.654.498,00 yang merupakan
Aset Tetap yang seharusnya dicatat sebagai Aset Tetap
(intrakomptabel). Sampai dengan akhir pemeriksaan, BPK belum
memperoleh rincian Aset Tetap yang salah klasifikasi dan kurang catat
tersebut.
Berdasarkan kondisi tersebut diatas, Dinas Pendidikan melakukan
rekapitulasi ulang realisasi penerimaan dan penggunaan Dana BOS dari
semua sekolah secara berjenjang dari tingkat sekolah, Unit pelaksana Teknis
Dinas (UPTD) Dinas Pendidikan dan terakhir pada Dinas Pendidikan. Hasil
rekapitulasi ulang realisasi penerimaan dan penggunaan Dana BOS
menunjukkan kondisi sebagai berikut:
a. Saldo awal Dana BOS tahun 2017 seluruh sekolah total sebesar
Rp1.272.570.380,00;
b. Penerimaan Dana BOS seluruh sekolah selama 2017 total sebesar
Rp112.063.443.551,00;
Pusat Kajian AKN | 47
c. Jumlah penggunaan Dana BOS seluruh sekolah selama 2017 total
sebesar Rp112.424.501.308,00;
d. Sisa Kas Dana BOS seluruh sekolah per 31 Desember 2017 total sebesar
Rp1.058.544.224,00.
Dari data di atas dapat dihitung sisa Kas Dana BOS adalah sebesar
Rp1.351.642.178,00,00 (Rp1.272.570.380,00+Rp112.063.443.551,00-
Rp112.424.501.308,00), sehingga terdapat selisih sebesar Rp293.097.954,00.
Selisih tersebut masih dalam penelusuran oleh Dinas Pendidikan Kabupaten
Purwakarta.
Kondisi tersebut mengakibatkan penyajian Pendapatan, Beban, Aset
Tetap, dan saldo Kas yang bersumber dari Dana BOS pada Laporan
Keuangan Pemerintah Kabupaten Purwakarta TA 2017 tidak
mencerminkan nilai sebenarnya.
Atas permasalahan tersebut, BPK RI merekomendasikan Bupati
Purwakarta agar memerintahkan Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten
Purwakarta untuk lebih optimal dalam melakukan pengawasan pengelolaan
Dana BOS; menginstruksikan Manajer BOS agar lebih optimal dalam
melakukan pengawasan pengelolaan Dana BOS, dan pencatatan atau
kompilasi pengelolaan Dana BOS sehingga tidak terjadi selisih nilai Kas,
selisih NPHD dengan SP3B, nilai realisasi yang melebihi anggaran, selisih
Dana BOS antara SP3B dengan Laporan Rekapitulasi Penggunaan Dana
BOS, dan selisih realisasi Belanja Modal dengan pencatatan KIB Aset Tetap.
7. Kabupaten Subang
Hasil pemeriksaan terhadap dokumen sumber penyajian Dana BOS TA
2017 pada Pemerintah Kabupaten Subang diketahui permasalahan sebagai
berikut:
a. Pemerintah Kabupaten Subang belum memiliki sistem dan prosedur
penyajian Dana BOS dalam Laporan Keuangan;
Temuan Dana BOS pada Sistem Pengendalian Intern
Pengelolaan Dana BOS belum memadai dan terdapat kurang saji Pendapatan
BOS di LRA Pemerintah Kabupaten Subang TA 2017 sebesar Rp624.082.831,00
(Temuan No. 9 dalam LHP SPI No. 37B/LHP/XVIII.BDG/05/2018, Hal. 57)
48 | Pusat Kajian AKN
b. Perbedaan realisasi Belanja BOS LRA dengan laporan BOS Sekolah;
c. Kesalahan penyajian Pendapatan dan Belanja Dana BOS pada LKPD
TA 2017;
d. Pengelolaan Dana BOS belum sesuai SE Mendagri No. 910/106/SJ.
Hasil pemeriksaan atas pengelolaan Dana BOS dengan mengacu pada
SE Mendagri diketahui adanya permasalahan sebagai berikut:
1) Penyusunan Anggaran Dana BOS dalam APBD belum berdasarkan
RKAS sehingga berdampak:
a) Kesalahan penganggaran pendapatan BOS dalam APBD;
b) Realisasi belanja Dana BOS melebihi pagu anggaran
(berdasarkan jenis belanja);
c) Pengendalian realisasi belanja Dana BOS (berdasarkan rincian
obyek) tidak memadai;
d) Realisasi belanja pegawai Dana BOS melebihi anggaran serta
penggunaan belanja pegawai BOS melebihi 15% pendapatan
dana BOS yang diterima;
e) Pengakuan saldo persediaan dan beban persedian Dana BOS
tidak didukung pencatatan yang memadai;
f) Terdapat realisasi belanja modal yang tidak memenuhi kategori
aset tetap;
g) Kurang saji pendapatan BOS sebesar Rp624.082.831,00;
2) BUD tidak menerbitkan SP2B untuk masing-masing satuan
pendidikan negeri;
3) Penyajian laporan realisasi pendapatan dan belanja Dana BOS pada
Dinas Pendidikan dan Kebudayaan belum sesuai ketentuan.
Kondisi tersebut mengakibatkan realisasi belanja/beban pegawai serta
belanja/beban barang dan jasa yang disajikan di LRA dan LO tidak diyakini
kewajarannya; beban persediaan sebesar Rp33.912.877.928,00 tidak diyakini
kewajarannya; sekolah berpotensi merealisasikan Dana BOS tidak sesuai
dengan yang direncanakan; dan terdapat kurang saji pendapatan Dana BOS
dalam LRA LKPD Pemerintah Kabupaten Subang TA 2017 sebesar
Rp624.082.831,00.
BPK merekomendasikan Bupati Subang agar:
Pusat Kajian AKN | 49
a. Menetapkan sistem dan prosedur yang mengatur mekanisme
pengakuan, pencatatan, dan pelaporan penerimaan dan penggunaan
Dana BOS dan untuk tujuan laporan keuangan;
b. Menginstruksikan Tim Anggaran Pemerintah Daerah mempedomani
ketentuan yang berlaku dalam penyusunan anggaran pendapatan dan
belanja Dana BOS;
c. Memerintahkan Kepala BPKD selaku BUD mempedomani ketentuan
yang berlaku dalam pengesahan pendapatan dan belanja Dana BOS;
d. Memerintahkan Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan:
1) Meningkatkan pengawasan dan pengendalian atas pengelolaan
Dana BOS;
2) Menginstruksikan Kepala Sekolah menyusun RKAS sesuai
ketentuan yang berlaku sebagai dasar dalam menyusun RKA-OPD.
8. Kabupaten Sumedang
Hasil pemeriksaan atas penatausahaan keuangan Dana BOS pada
Kabupaten Sumedang diketahui terdapat permasalahan pengenaan Pajak
Bunga pada 474 SD sebesar Rp4.928.511,00 dan 71 SMP sebesar
Rp2.618.768,00; pengeluaran Dana BOS pada SMPN 9 Sumedang belum
didukung bukti pertanggungjawaban sebesar Rp104.000.000,00; serta
penyajian pendapatan dan belanja Dana BOS belum didukung dengan bukti
pengesahan oleh Bendahara Umum Daerah (BUD) dan digunakan langsung
tanpa melalui Kas Daerah.
Permasalahan tersebut mengakibatkan kekurangan penerimaan atas
pengenaan Pajak Bunga minimal sebesar Rp7.547.279,00, ketidaktertiban
penatausahaaan pajak dan belanja tidak dapat diyakini sebesar
Temuan Dana BOS pada Kepatuhan Terhadap Peraturan
Perundang-Undangan
Pajak pada Bendahara Pengeluaran belum disetorkan ke Kas Negara dan Kas
Daerah, pengenaan Pajak Bunga atas penempatan uang daerah pada RSUD,
BLUD Puskesmas, Labkesda dan Dana BOS serta penatausahaan Dana BOS
belum Didukung dengan pengesahan (Temuan No. 11 dalam LHP Kepatuhan
No. 23C/LHP/XVIII.BDG/05/2018, Hal. 44)
50 | Pusat Kajian AKN
Rp104.000.000,00, serta penyajian Pendapatan dan Belanja BOS pada LRA
belum didukung pengesahan.
BPK merekomendasikan kepada Bupati Sumedang agar:
a. Memberikan sanksi sesuai ketentuan kepada Kepala Dinas Pendidikan
yang tidak menerbitkan SP3B sebagai syarat pengesahan pendapatan
dan belanja Dana BOS serta menginstruksikan agar segera melengkapi
pertanggungjawaban Dana BOS sebesar Rp104.000.000,00 dan untuk
selanjutnya menerbitkan SP3B sebagai dasar pengesahan; dan
b. Memerintahkan kepada Kepala Dinas Pendidikan untuk memberikan
sanksi sesuai ketentuan kepada Bendahara Pengeluaran yang tidak
melaksanakan tugasnya dalam menatausahakan pajak dan bukti
pertanggungjawaban yang dikelolanya, memerintahkan agar segera
menyetorkan pajak dan untuk selanjutnya menginstruksikan agar
penyetoran pajak dilakukan pada tahun anggaran berkenaan.
9. Kota Banjar
Pemeriksaan atas APBD TA 2017 diketahui bahwa Pemerintah Kota
Banjar tidak melakukan penganggaran untuk kegiatan yang
bersumber dari Dana BOS. Pemerintah Kota Banjar tidak memasukkan
Dana BOS dalam APBD Perubahan karena ketidaksiapan Dinas Pendidikan
untuk mengalokasikan Dana BOS dalam APBD. Kondisi tersebut
mengakibatkan kurang saji nilai LRA TA 2017.
Atas permasalahan tersebut, BPK RI merekomendasikan Walikota
Banjar agar memerintahkan kepada Kepala BPPKAD dan Kepala Bidang
Anggaran agar lebih cermat dalam melakukan penyusunan APBD; dan
Kepala Dinas Pendidikan untuk membuat sistem perencanaan dan
pelaporan Dana BOS sesuai ketentuan.
Temuan Dana BOS pada Sistem Pengendalian Intern
Penerimaan dan realisasi Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) tidak
melalui mekanisme APBD (Temuan No. 9 dalam LHP SPI No.
24B/LHP/XVIII.BDG/05/2018, Hal. 48)
Pusat Kajian AKN | 51
10. Kota Cimahi
Hasil analisis dokumen sumber atas penyajian saldo Kas Dana BOS
berupa Rekapitulasi Laporan Pendapatan dan Belanja Dana BOS Tahun
2017 yang dibuat oleh Dinas Pendidikan, Rekening Koran Dana BOS
masing-masing Sekolah Negeri, Laporan Penggunaan Dana BOS dari
Sekolah beserta Dokumen Pertanggungjawaban Penggunaan Dana BOS
serta wawancara dengan Tim BOS Kota dan Tim BOS Sekolah ditemukan
hal-hal sebagai berikut:
a. Laporan realisasi pendapatan dan belanja belum sepenuhnya
selesai disusun dan tidak sepenuhnya disertai dengan dokumen
pertanggungjawaban berupa bukti-bukti pendapatan dan belanja
yang sah.
Laporan Realisasi Pendapatan dan Belanja Dana BOS Triwulan IV
beserta kelengkapannya baru selesai disusun saat BPK meminta laporan
tersebut yaitu paling lambat 2 Mei 2017. Namun, Dinas Pendidikan
telah menerima SPTJ dari sekolah paling lambat 30 Maret 2018.
b. Penerbitan SP3B tidak disertai dengan verifikasi yang memadai;
c. Penertbitan Surat Pengesahan Pendapatan dan Belanja (SP2B)
terlambat.
Selama TA 2017, BPKAD telah menerima pengajuan SP3B disertai
dengan SPTJ dari sekolah melalui Dinas Pendidikan. BPK tidak dapat
memastikan berapa SP3B yang telah diserahkan Dinas Pendidikan
kepada BPKAD karena baik Dinas Pendidikan maupun BPKAD tidak
membuat register pengiriman maupun penerimaan SP3B. Atas SP3B
yang diterima selama TA 2017 Kepala BPKAD selaku BUD belum
menerbitkan SP2B karena pengajuan SP3B oleh Dinas Pendidikan rata-
rata mendekati akhir tahun yaitu pada bulan Mei 2018.
d. Pencantuman realisasi pendapatan dan belanja BOS pada LRA
Pemerintah Kota Cimahi TA 2017 hanya menggunakan data
Laporan Realisasi Anggaran Dinas Pendidikan TA 2017.
Temuan Dana BOS pada Sistem Pengendalian Intern
Pengelolaan Kas Dana BOS pada satuan pendidikan negeri dan pengesahan
pendapatan dan belanja atas Dana BOS belum memadai (Temuan No. 1 dalam
LHP SPI No. 26.B/LHP/XVIII.BDG/05/2018, Hal. 3)
52 | Pusat Kajian AKN
Pada bulan Mei 2018, BUD baru menerbitkan SP2B dengan
menggunakan data dari Laporan Realisasi Anggaran Dinas Pendidikan
TA 2017.
e. Saldo Kas Dana Bos yang disajikan belum menggambarkan
kondisi sebenarnya.
Hal tersebut karena terdapat pajak TA 2017 yang baru disetor di TA
2018 tidak termasuk dalam saldo Kas Dana BOS per 31 Desember 2017
dengan nilai sebesar Rp722.770.695,09. Pembayaran pajak 2017 yang
dilaksanakan di tahun 2018 tersebut menggunakan Dana BOS triwulan
I 2018. Sementara pada Buku Pembantu Pajak TA 2017 dibukukan telah
disetor seluruh pajaknya.
Hal tersebut mengakibatkan tertib administrasi pertanggungjawaban
pengelolaan Dana BOS tidak tercapai serta pendapatan dan Belanja BOS
pada Laporan Keuangan Pemerintah Kota Cimahi belum didukung oleh
dasar ketetapan pengesahan.
Atas permasalahan tersebut, BPK merekomendasikan Walikota Cimahi
agar:
a. Menginstruksikan Kepala Dinas Pendidikan untuk lebih cermat dalam
melakukan pengendalian atas pengeloaan Dana BOS;
b. Melalui Kepala Dinas Pendidikan menginstruksikan Tim BOS Kota
untuk lebih cermat dalam melakukan verifikasi SPTJB dari sekolah
sebelum melakukan penerbitan SP3B, serta dalam melakukan
pendampingan dan pemantauan pelaporan pertanggungjawaban
penggunaan Dana BOS oleh Satuan Pendidikan;
c. Melalui Kepala Dinas Pendidikan menginstruksikan Tim BOS Sekolah
untuk lebih cermat dalam melakukan tugas dan tanggungjawabnya
menatausahakan dan melaporkan Realisasi Pendapatan dan Belanja Dana
BOS.
Pusat Kajian AKN | 53
11. Kota Sukabumi
Hasil pemeriksaan atas rekapitulasi penggunaan Dana BOS dari Tim
Manajemen BOS Kota Sukabumi menunjukkan penggunaan Dana BOS
tidak memedomani juknis penggunaan dan pertanggungjawaban keuangan
Dana BOS yaitu:
a. Penggunaan Biaya Pengembangan Perpustakaan kurang dari
ketentuan sebesar Rp108.825.184,00.
Hasil verifikasi atas penggunaan dana pengembangan perpustakaan
pada SD Negeri dan SMP Negeri menunjukkan adanya sekolah yang
merealisasikan biaya pengembangan perpustakaan kurang dari 5%.
b. Dana BOS yang diterima oleh sekolah, dapat digunakan untuk
membiayai komponen kegiatan, salah satunya untuk pembayaran
honorarium bulanan.
Honorarium yang dapat dibayarkan adalah untuk guru honorer, tenaga
administrasi, pegawai perpustakaan, penjaga sekolah, petugas satpam
dan petugas kebersihan. Adapun batasan maksimum penggunaan Dana
BOS untuk membayar honor bulanan guru/tenaga kependidikan
honorer di sekolah negeri adalah 15% dari total Dana BOS yang
diterima. Hasil verifikasi atas laporan rekapitulasi penggunaan Dana
BOS menunjukkan pembayaran honorarium bulanan guru honorer dan
tenaga kependidikan honorer melebihi prosentase yang telah ditetapkan
dalam Petunjuk Teknis BOS Tahun 2017.
Hal tersebut mengakibatkan penggunaan Dana BOS tidak seluruhnya
tepat sasaran sesuai komponen kegiatan yang harus diselenggarakan disetiap
unit pendidikan, serta berpotensinya Standar Pelayanan Minimal (SPM)
pendidikan tidak tercapai.
BPK merekomendasikan Wali Kota Sukabumi agar menginstruksikan
kepada Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan untuk melakukan analisa
Temuan Dana BOS pada Kepatuhan Terhadap Peraturan
Perundang-Undangan
Penggunaan Dana BOS tidak mempedomani juknis presentase pembiayaan
komponen kegiatan (Temuan No. 10 dalam LHP Kepatuhan
No.28.C/LHP/XVIII.BDG/05/2018, Hal. 46)
54 | Pusat Kajian AKN
kebutuhan guru honor untuk memenuhi standar mutu pendidikan dan
melakukan kegiatan monitoring dan evaluasi secara periodik atas
penggunaan Dana BOS.
12. Kota Tasikmalaya
Hasil pemeriksaan atas BKU dan Register Penutupan Kas OPD per 31
Desember 2017, diketahui terdapat penerimaan pajak pusat/daerah
pada Bendahara BOS Dinas Pendidikan yang belum disetorkan ke
Kas Negara/Daerah sebesar Rp61.818.707,00, yang terdiri dari
Bendahara BOS SMP sebesar Rp1.347.454,00 dan Bendahara BOS SD
sebesar Rp60.471.253,00.
Dana pajak pusat/daerah yang dipungut, merupakan dana Fihak Ketiga
(PFK) yang harus disetor ke Kas Negara/Daerah sesuai dengan ketentuan
masing-masing jenis pajak. Para Bendahara Dana Bos telah menyetorkan ke
Kas Negara/Daerah, namun melampaui tanggal 31 Desember 2017 saat
berakhirnya tahun anggaran. Kondisi tersebut mengakibatkan pajak sebesar
Rp61.818.707,00 terlambat diterima oleh Kas Negara dan Kas Daerah.
Kondisi tersebut disebabkan karena Bendahara BOS SD dan SMP Dinas
Pendidikan tidak cermat dalam melaksanakan tugas.
BPK merekomendasikan Walikota Tasikmalaya agar memerintahkan
Kepala Dinas Pendidikan agar memberikan sanksi kepada para Bendahara
BOS SD dan SMP sesuai ketentuan yang berlaku.
Temuan Dana BOS pada Sistem Pengendalian Intern
Pengelolaan Kas oleh Bendahara Penerimaan, pengeluaran Dana BOS belum
dilakukan secara tertib (Temuan No. 3 dalam LHP SPI
No.13B/LHP/XVIII.BDG/05/2018, Hal. 6)
Pusat Kajian AKN | 55
BANTEN
56 | Pusat Kajian AKN
TELAAHAN ATAS HASIL PEMERIKSAAN BPK RI
TERKAIT DANA BANTUAN OPERASIONAL SEKOLAH (BOS) PADA LKPD PROVINSI DAN LKPD
KABUPATEN/KOTA DI BANTEN
Berdasarkan IHPS I 2018, BPK RI melakukan pemeriksaan terhadap 9
(sembilan) Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Provinsi dan
Kabupaten/Kota di Banten. Dari hasil pemeriksaan tersebut, BPK RI
mengungkap temuan dan permasalahan Dana BOS pada 2 (dua) LKPD
yaitu LKPD Provinsi Banten dan LKPD Kota Tangerang. Secara umum
terdapat dua permasalahan yang terjadi yaitu mengenai masih dikenakannya
pajak penghasilan pada rekening Dana BOS dan masih dikenakannya biaya
administrasi pada rekening Dana BOS.
Salah satu diantara dua permasalahan tersebut, terdapat permasalahan
yang sama di Provinsi Banten dan Kota Tangerang yang perlu mendapat
perhatian, yaitu permasalahan masih dikenakannya pajak penghasilan
pada bunga tabungan rekening Dana BOS. Permasalahan ini disebabkan
karena Manajer BOS kurang cermat dalam memantau Dana BOS di
rekening penampungan sekolah-sekolah dan Bendahara BOS yang kurang
memahami aturan mengenai pajak penghasilan. Atas permasalahan
pemotongan pajak penghasilan tersebut, Pemerintah Daerah mengalami
kekurangan penerimaan dan tidak dapat memanfaatkan dana tersebut
sebagaimana mestinya. Oleh karena itu, sangat penting bagi Kepala Daerah
untuk melaksanakan rekomendasi yang diberikan oleh BPK RI agar
permasalahan yang sama tidak terulang kembali.
Secara inci, telaahan mengenai temuan dan permasalahan Dana BOS
pada LKPD Provinsi dan Kabupaten/Kota di Banten TA 2017 diuraikan
sebagai berikut::
Pusat Kajian AKN | 57
1. Provinsi Banten
Berdasarkan hasil pemeriksaan BPK RI atas mutasi rekening seluruh
tabungan sekolah menengah menunjukkan bahwa hampir seluruh bunga
tabungan dari saldo yang terdapat pada rekening Dana BOS masih
dikenakan pajak penghasilan oleh BJB dan Bank Banten, sehingga
mengakibatkan pendapatan daerah kurang diterima sebesar
Rp47.128.172,56. Atas masalah tersebut, Bank BJB dan Bank Banten telah
menyetorkan kembali ke kas daerah potongan pajak sebesar
Rp47.128.172,56.
Atas permasalahan tersebut, BPK RI merekomendasikan kepada
Gubernur Banten agar Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan supaya
memerintahkan Bendahara dan Manajer BOS untuk lebih memahami aturan
tentang pajak penghasilan dan intensif dalam memantau dana BOS di
rekening penampungan sekolah-sekolah.
2. Kota Tangerang
Berdasarkan hasil pemeriksaan uji petik BPK RI atas 304 rekening
penerima Dana BOS pada SDN dan 32 rekening penerima Dana BOS pada
SMP menunjukkan masih terdapat pengenaan biaya administrasi
bulanan sebesar Rp19.790.632,00 dan pajak penghasilan atas bunga
tabungan sebesar Rp6.696.222,00. Lebih lanjut, hasil pemeriksaan atas 24
rekening giro SMPN yang digunakan sebagai rekening penerimaan gaji
menunjukkan terdapat satu rekening yang masih dikenakan biaya
Temuan Dana BOS pada Kepatuhan terhadap Ketentuan Peraturan
Perundang-undangan
Penerimaan bunga tabungan rekening Dana BOS Sekolah dipotong Pajak
Penghasilan sebesar Rp47.128.172,56 (Temuan No.1 atas LHP Kepatuhan
No.25C/LHP/BPK/XVIII.SMG/05/2018, Hal.3)
Temuan Dana BOS pada Sistem Pengendalian Intern
Rekening sekolah penerima BOS TA 2017 masih dikenakan biaya administrasi
dan pajak penghasilan (Temuan No.3 atas LHP SPI
No.17B/LHP/BPK/XVIII.SMG/05/2018, Hal.9)
58 | Pusat Kajian AKN
administrasi rekening per bulan sebesar Rp63.000,00 dan pajak atas
giro sebesar Rp175.020,00. Permasalahan tersebut mengakibatkan
Pemerintah Kota Tangerang tidak dapat memanfaatkan dana BOS minimal
sebesar Rp26.724.874,00.
Atas permasalahan tersebut, BPK RI merekomendasikan Walikota
Tangerang agar membuat perjanjian kerjasama antara Pemerintah Kota
Tangerang dengan PT Bank Jabar Banten Cabang Tangerang tentang
Pengelolaan Uang Daerah.
Pusat Kajian AKN | 59
JAWA TENGAH
60 | Pusat Kajian AKN
TELAAHAN ATAS HASIL PEMERIKSAAN BPK RI
TERKAIT DANA BANTUAN OPERASIONAL SEKOLAH (BOS) PADA LKPD PROVINSI DAN LKPD KABUPATEN/
KOTA DI JAWA TENGAH
Berdasarkan IHPS I 2018, BPK RI melakukan pemeriksaan terhadap 36
Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Provinsi dan
Kabupaten/Kota di Jawa Tengah. Dari hasil pemeriksaan tersebut, BPK RI
mengungkap temuan dan permasalahan dana BOS pada 24 LKPD. Secara
umum, permasalahan mengenai pengelolaan Dana BOS di Provinsi Jawa
Tengah, meliputi: 1) Pengenaan biaya administrasi dan pajak pada rekening
Dana BOS, 2) Realisasi Belanja Dana BOS melampaui anggaran, dan 3)
Rekening BOS belum ditetapkan dengan SK Kepala Daerah.
Diantara ketiga permasalahan tersebut, permasalahan yang perlu
mendapat perhatian adalah permasalahan pengenaan biaya administrasi
dan pajak pada rekening Dana BOS. Hal ini dikarenakan permasalahan
tersebut diungkap dalam 10 LKPD Provinsi/Kabupaten/Kota atau sebesar
42% dari keseluruhan LKPD yang terdapat permasalahan mengenai Dana
BOS. Permasalahan ini terjadi pada Provinsi Jawa Tengah dan sembilan
kabupaten/kota diantaranya Kabupaten Boyolali, Kabupaten Brebes,
Kabupaten Demak, Kabupaten Jepara, Kabupaten Kebumen, Kabupaten
Kendal, Kabupaten Pati, Kabupaten Semarang, dan Kota Semarang.
Permasalahan tersebut disebabkan karena belum adanya kerjasama antara
Pemerintah Daerah dengan pihak Bank terkait pengelolaan Dana BOS. Oleh
karena itu, Kepala Daerah perlu mengadakan perjanjian kerjasama terkait
pengelolaan Dana BOS, khususnya mengenai pembebasan biaya
administrasi dan pajak serta melaksanakan rekomendasi BPK RI atas temuan
dan permasalahan Dana BOS secara umum.
Secara rinci, telaahan mengenai temuan dan permasalahan Dana BOS
pada LKPD Provinsi dan Kabupaten/Kota di Jawa Tengah TA 2017
diuraikan sebagai berikut:
Pusat Kajian AKN | 61
1. Provinsi Jawa Tengah
Pengelolaan Kas dari Dana BOS belum memadai (Temuan No.3 dalam LHP SPI No.68B/LHP/BPK/XVIII.SMG/05/2018, Hal.9)
Berdasarkan hasil pemeriksaan BPK RI atas pengelolaan Dana BOS,
terdapat beberapa permasalahan sebagai berikut:
a. Proses penyusunan laporan keuangan sekolah oleh Sub Bagian
Keuangan tidak melalui proses rekonsiliasi dengan Bidang Pembinaan
Pendidikan Khusus, SMA, dan SMK yang mengelola Dana BOS, serta
dengan masing-masing sekolah;
b. Saldo akhir Dana BOS TA 2016 sebesar Rp22.390.916.357,00 belum
dianggarkan dan dicatat realisasinya sebagai pendapatan dalam APBD
TA 2017;
c. Terjadinya keterlambatan transfer Dana BOS triwulan I TA 2017 ke
sekolah;
d. Saldo akhir Dana BOS TA 2016 belum dipindahkan ke tabungan Dana
BOS TA 2017;
e. Pengelolaan pendapatan bunga, biaya administrasi bank, dan pajak atas
bunga bank tidak memadai antara lain bunga tabungan Dana BOS
senilai Rp579.900.062,00 belum disetor ke Kas Daerah; perlakuan
bunga, biaya administrasi, dan pajak atas bunga bank tidak seragam pada
masing-masing sekolah; dan bunga tabungan Dana BOS pada beberapa
sekolah dengan total sebesar Rp11.283.880,00 ditransfer ke rekening
lain.
f. Sisa Dana BOS tahun 2017 di SMKN 2 Tegal disetorkan kembali ke
RKUD Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2018;
g. Pembayaran belanja melewati tahun anggaran berjalan;
h. Rekening BOS digunakan untuk menampung dana dari sumber lain;
i. Bendahara BOS memegang uang tunai melebihi nilai yang diizinkan;
j. Beberapa rekening Dana BOS belum dilengkapi dengan surat izin
pembukaan rekening dari Gubernur.
Temuan Dana BOS pada Sistem Pengendalian Intern
1. Pengelolaan Kas dari Dana BOS belum memadai
2. Pengendalian Belanja dari Dana BOS belum memadai
62 | Pusat Kajian AKN
Permasalahan tersebut mengakibatkan Laporan Dana BOS berisiko
tidak valid, berkurangnya pendapatan karena tidak mengakui saldo akhir
Dana BOS TA 2016, dan risiko penyalahgunaan kas dari Dana BOS.
Atas permasalahan tersebut, BPK RI merekomendasikan kepada
Gubernur Jawa Tengah agar memerintahkan Kepala Dinas Pendidikan dan
Kebudayaan untuk:
a. Membuat sistem pelaporan kas dan penggunaan Dana BOS untuk
dikonsolidasi dalam LKPD.
b. Melakukan rekonsiliasi atas nilai kas dan penggunaan Dana BOS antara
Bagian Teknis dengan Bagian Akuntansi dan Pelaporan Dinas
Pendidikan dan Kebudayaan secara periodik.
c. Menginstruksikan kepada para Kepala SMAN, SMKN, dan SLBN
untuk:
1) Menyetorkan bunga dan jasa giro ke RKUD Provinsi Jawa Tengah
2) Menyimpan sisa dana BOS di rekening bendahara Dana BOS dan
melaporkan kepada PPKD melalui Dinas Pendidikan dan
Kebudayaan, selanjutnya digunakan kembali pada tahun anggaran
berikutnya dengan berpedoman pada Juknis Penggunaan Dana
BOS yang berlaku.
3) Memperingatkan Bendahara Dana BOS agar lebih cermat dalam
mengelola kas dari BOS.
Pengendalian Belanja dari Dana BOS belum memadai (Temuan No.4 dalam LHP SPI No.68B/LHP/BPK/XVIII.SMG/05/2018, Hal.17)
Berdasarkan hasil pemeriksaan BPK RI atas pengelolaan Dana BOS,
terdapat beberapa permasalahan sebagai berikut:
a. Pengadaan Aset Tetap oleh Dana BOS diklasifikasikan sebagai Belanja
Barang dan Jasa bukan sebagai Belanja Modal;
b. Saldo akhir Dana BOS TA 2016 sebesar Rp22.390.916.357,00 tidak
dianggarkan sebagai belanja dalam APBD TA 2017, namun terdapat
realisasi atas penggunaan saldo tersebut dan atas realisasi tersebut tidak
didukung dengan pembuatan RKAS;
c. Adanya selisih nilai antara Laporan Realisasi Belanja Modal Dana BOS
dengan data SIM Aset dikarenakan salah input sumber dana, salah input
ke SIM atas aset dihasilkan dari Belanja Barang dan Jasa serta salah input
nilai aset;
Pusat Kajian AKN | 63
d. Belanja Langsung BOS sebesar Rp39.080.000,00 direalisasikan melalui
Belanja Hibah;
e. Terdapat selisih nilai pengembalian Dana BOS yang terdapat pada Surat
Tanda Setor (STS) Dinas Pendidikan dengan STS BPKAD sebesar
Rp30.000.000,00.
Permasalahan tersebut mengakibatkan:
a. Belanja Barang dan Jasa dari Dana BOS tidak mencerminkan jenis
belanja yang sebenarnya;
b. Aset Tetap yang dihasilkan dari belanja BOS tidak mencerminkan
belanja Aset Tetap dari Dana BOS;
c. Belanja Hibah Dana BOS disajikan lebih tinggi sebesar
Rp39.080.000,00;
d. Pengembalian Dana BOS tidak sepenuhnya dapat diidentifikasi sebagai
pengurang Belanja Langsung atau Belanja Hibah BOS.
Atas permasalahan tersebut, BPK merekomendasikan kepada Gubernur
Jawa Tengah agar memerintahkan Kepala Dinas Pendidikan dan
Kebudayaan untuk:
a. Menganggarkan penggunaan Dana BOS sesuai jenis belanjanya;
b. Menganggarkan saldo akhir BOS tahun sebelumnya sebagai belanja
pada tahun berjalan didukung dokumen perencanaan yang ditetapkan.
c. Memerintahkan Kepala SMAN, SMKN, dan SLBN agar merekonsiliasi
belanja modal dari Dana BOS dengan catatan Aset Tetap.
2. Kabupaten Banjarnegara
Hasil pemeriksaan BPK mengenai pengelolaan dan penatausahaan Kas
BOS mengungkap adanya permasalahan yang mengakibatkan timbulnya
risiko penyalahgunaan keuangan daerah dan risiko salah saji kas di
Bendahara Pengeluaran Dana BOS, antara lain:
Temuan Dana BOS pada Sistem Pengendalian Intern
Pengelolaan Kas Lainnya (BOS) pada Pemerintah Kabupaten Banjarnegara
belum sepenuhnya memadai (Temuan No.1 dalam LHP SPI
No.57B/LHP/BPK/XVIII.SMG/05/2018, Hal.1)
64 | Pusat Kajian AKN
1) Bendahara BOS pada 15 sekolah menyimpan sisa uang anggaran sekolah
yang belum dibelanjakan lebih dari Rp10.000.000,00 dan diletakkan
dalam tas bendahara.
2) Terdapat selisih saldo uang antara cash opname dengan saldo Buku Kas
Umum (BKU) per tanggal opname sebesar Rp27.596.663,00 pada 15
SDN.
3) Terdapat selisih saldo uang antara saldo BOS per 31 Desember 2017
dengan prosedur pengujian matematis setelah cash opname sebesar
Rp4.321.099,00 pada 9 SDN.
Atas permasalahan tersebut, BPK RI merekomendasikan kepada Bupati
Banjarnegara agar memerintahkan Kepala Dinas Pendidikan untuk
menyusun kebijakan internal terkait penatausahaan kas di bendahara
pengeluaran BOS.
3. Kabupaten Banyumas
Hasil pemeriksaan BPK RI mengungkap adanya permasalahan dalam
pertanggungjawaban Dana BOS sebagai berikut:
1) Terdapat pembebanan tidak sesuai dengan mata anggaran atas realisasi
kegiatan yang telah dilaksanakan mengakibatkan realisasi belanja BOS
melebihi anggaran sebesar Rp2.781.052.155,00.
2) Bendahara BOS SMP 1 Jatilawang tidak tertib melakukan kas opname
dan terdapat dua kali pencatatan untuk pengeluaran dengan bukti yang
sama sehingga berakibat pada kekurangan kas atas sisa Dana BOS
sebesar Rp1.704.000,00.
Atas permasalahan tersebut, BPK RI merekomendasikan kepada Bupati
Banyumas agar memerintahkan Kepala Dinas Pendidikan untuk
memerintahkan Pejabat Penatausahaan Keuangan agar melakukan verifikasi
Belanja BOS sesuai Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun
2011.
Temuan Dana BOS pada Sistem Pengendalian Intern
Penatausahaan dana BOS di Dinas Pendidikan belum memadai (Temuan
No.6 dalam LHP SPI No.67B/LHP/BPK/XVIII.SMG/05/2018, Hal.31)
Pusat Kajian AKN | 65
4. Kabupaten Batang
Hasil pemeriksaan BPK mengungkap adanya permasalahan mengenai
penerimaan dan pengeluaran Dana BOS SDN dan SMPN yang
bersumber dari APBN melalui APBD Provinsi yang tidak
dianggarkan di APBD Kabupaten. Selain itu, tidak ada praktik
pengesahan sebagaimana diatur dalam SE Mendagri Nomor
910/106/SJ disebabkan Dana BOS tidak masuk dalam penganggaran di
APBD Kabupaten.
Atas permasalahan tersebut, BPK RI merekomendasikan kepada Bupati
Batang agar memerintahkan Kepala Dinas Pendidikan untuk:
1. Menganggarkan Dana BOS dalam APBD dan berkoordinasi dengan
Ketua TAPD dan Kepala BPKAD dalam proses penyusunannya;
2. Memerintahkan Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan untuk
melaksanakan mekanisme pengesahan dalam penyajian Dana BOS di
LRA.
5. Kabupaten Boyolali
Hasil pemeriksaan BPK mengungkap adanya permasalahan mengenai
pelaksanaan dan penatausahaan Dana BOS sebagai berikut:
1) Pengangkatan Bendahara Dana BOS pada masing-masing sekolah
belum ditetapkan dengan SK Bupati.
2) 618 rekening Dana BOS pada satuan pendidikan negeri belum
ditetapkan dengan SK Bupati, selain itu masih terdapat pengenaan pajak
Temuan Dana BOS pada Sistem Pengendalian Intern
Penganggaran Dana BOS APBN melalui APBD Provinsi belum diintegrasikan
ke APBD Kabupaten (Temuan No.7 dalam LHP SPI
No.43B/LHP/BPK/XVIII.SMG/05/2018, Hal.26)
Temuan Dana BOS pada Sistem Pengendalian Intern
Pelaksanaan dan penatausahaan Dana Bantuan Operasional Sekolah belum
memadai (Temuan No.6 dalam LHP SPI
No.41B/LHP/BPK/XVIII.SMG/05/2018, Hal.17)
66 | Pusat Kajian AKN
oleh Bank Jateng Cabang Boyolali selama tahun 2017 sebesar
Rp7.338.773,00.
3) Pengesahan Pendapatan dan Belanja Dana BOS satuan pendidikan oleh
Bidang Akuntansi selaku Kuasa BUD bertentangan dengan Peraturan
Bupati Nomor 76 Tahun 2016.
4) Masih terdapat saldo Dana BOS per 31 Desember 2017 di delapan SDN
yang telah ditutup.
5) Realisasi Belanja Modal BOS salah peruntukkan sebesar
Rp4.854.070.425,00.
Atas permasalahan tersebut, BPK RI merekomendasikan kepada Bupati
Boyolali agar:
a. Menetapkan dalam SK Bupati tentang Bendahara Dana BOS dan
rekening yang digunakan dalam penatausahaan Dana BOS yang
dilaporkan oleh Kepala Disdikbud.
b. Memerintahkan Kepala Disdikbud agar:
1. Lebih cermat dalam melakukan pengawasan dan pemantauan atas
penyampaian Laporan Realisasi Pendapatan dan Belanja Dana
BOS.
2. Melakukan bimbingan teknis dan supervisi penyelenggaraan
penatausahaan keuangan dana BOS sebagaimana diatur dalam
ketentuan.
c. Mengevaluasi kembali Surat Keputusan Bupati Nomor 900/666 tahun
2017 tentang penunjukkan pejabat kuasa Bendahara Umum Daerah
Kabupaten Boyolali Tahun Anggaran 2018 tanggal 29 Desember 2017
yang antara lain menyatakan bahwa salah satu tugas Kepala Bidang
Akuntansi dan Pembiayaan pada Badan Keuangan Daerah yaitu
menerbitkan dan menandatangani surat pengesahan, pendapatan, dan
belanja untuk BLUD dan BOS.
d. Memerintahkan TAPD dan Kepala Disdikbud agar lebih cermat
mengevaluasi penganggaran Dana BOS.
Pusat Kajian AKN | 67
6. Kabupaten Brebes
Hasil pemeriksaan atas pengelolaan Kas BOS mengungkap adanya
permasalahan, diantaranya rekening BOS masih dikenakan biaya
administrasi senilai Rp85.335.000,00 pada 949 sekolah, dan Tim
Manajemen BOS Kabupaten Brebes belum melakukan evaluasi
optimal terhadap pelaporan yang disampaikan sekolah, serta tidak
semua sekolah menyertakan SPJ fisik atas penggunaan Dana BOS,
sehingga mengakibatkan adanya potensi penyalahgunaan Kas dari Dana
BOS.
Atas permasalahan tersebut, BPK RI merekomendasikan Bupati Brebes
agar:
a. Merevisi penetapan SK rekening BOS;
b. Memerintahkan Kepala BPPKAD selaku BUD mengadakan perjanjian
dengan Bank terkait biaya administrasi Dana BOS;
c. Memerintahkan Kepala Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga
menegur tim manajemen BOS Kabupaten Brebes yang tidak melakukan
pengujian nilai pelaporan berdasarkan dokumen pendukung; dan
d. Memerintahkan Kepala Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga supaya
memerintahkan Tim Manajemen BOS melakukan rekonsiliasi Kas
dengan Pengelola Dana BOS di sekolah dan melaporkan hasilnya ke
BUD.
7. Kabupaten Cilacap
Hasil pemeriksaan BPK atas pengelolaan Dana BOS mengungkapkan
permasalahan sebagai berikut:
Temuan Dana BOS pada Sistem Pengendalian Intern
Pengelolaan kas lainnya dari dana BOS belum memadai (Temuan No.3
dalam LHP SPI No.72B/LHP/BPK/XVIII.SMG/06/2018, Hal.8)
Temuan Dana BOS pada Sistem Pengendalian Intern
Pengendalian atas pengelolaan dana BOS dan penyajian saldo kas tunai BOS
belum memadai (Temuan No.8 dalam LHP SPI
No.66B/LHP/BPK/XVIII.SMG/05/2018, Hal.40)
68 | Pusat Kajian AKN
a. Mekanisme penganggaran Dana BOS pada APBD TA 2017 mendahului
penetapan APBD-P dengan cara terlebih dahulu merubah Peraturan
Bupati tentang Penjabaran APBD Kabupaten Cilacap TA 2017 sebagai
dasar penganggaran dan pelaksanaan Dana BOS.
b. Keterlambatan Pengesahan Pendapatan dan Belanja BOS dikarenakan
keterlambatan pelaporan SP3B (Surat Permintaan Pengesahan
Pendapatan dan Belanja) yang tidak disampaikan setiap triwulan namun
disampaikan pada tiap semester.
c. Saldo Kas Dana BOS, realisasi Pendapatan BOS, dan realisasi Belanja
BOS pada Laporan Keuangan TA 2017 berbeda dengan nilai yang
disahkan dalam SP2B.
d. Terdapat perbedaan saldo kas riil dengan saldo kas tunai berdasarkan
verifikasi Inspektorat dan belum dilakukannya pencatatan di Neraca atas
Aset Tetap dari realisasi Belanja Modal serta sisa Persediaan dari realisasi
Belanja Barang Jasa.
Atas permasalahan tersebut, BPK RI merekomendasikan kepada Bupati
Cilacap agar:
a. Menegur Kepala Disdikbud untuk meningkatkan pengendalian atas
pertanggungjawaban, verifikasi, serta pelaporan Dana BOS sesuai
ketentuan;
b. Memerintahkan TAPD supaya menganggarkan Pendapatan dan Belanja
BOS secara memadai dalam APBD sesuai ketentuan;
c. Memerintahkan Inspektorat untuk melakukan pemeriksaan khusus atas
realisasi Belanja BOS TA 2017;
d. Memerintahkan Kepala Disdikbud melakukan kerjasama dengan Bank
Jateng terkait pengelolaan rekening Dana BOS dan menginstruksikan
Kepala Sekolah melakukan peningkatan pengendalian atas
pertanggungjawaban Belanja serta penatausahaan Kas BOS oleh
Bendahara Dana BOS di sekolah.
Pusat Kajian AKN | 69
8. Kabupaten Demak
Hasil pemeriksaan BPK RI atas pengelolaan Dana BOS mengungkap
permasalahan diantaranya kelebihan pembayaran belanja honorarium
sebesar Rp205.164.096,00, rekening bendahara BOS masih dikenakan
pajak atas bunga jasa giro dengan total sebesar Rp15.106.793,00, serta
terdapat bukti pertanggungjawaban dana yang tidak valid berindikasi
merugikan daerah sebesar Rp58.508.800,00.
Atas permasalahan tersebut, BPK RI merekomendasikan kepada Bupati
Demak agar memerintahkan Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan:
a. Bersama-sama dengan BUD, untuk berkoordinasi dengan Bank Jateng
Cabang Demak untuk penyelesaian pengenaan pajak atas jasa giro dan
biaya administrasi pada rekening BOS;
b. Memberikan sanksi pembinaan kepada Tim Manajemen BOS dan PPK
OPD Dinas Pendidikan dan Kebudayaan supaya lebih cermat dalam
proses verifikasi dokumen realisasi belanja BOS;
c. Memberikan sanksi kepada Kepala SMPN 1 Demak dan Kepala SMPN
2 dan memerintahkan mempertanggungjawabkan dengan menyetorkan
indikasi kerugian daerah ke rekening BOS masing-masing sekolah
sebesar Rp58.508.800,00.
9. Kabupaten Jepara
Hasil pemeriksaan BPK RI atas pengelolaan dana BOS mengungkap
permasalahan diantaranya beberapa rekening pada sekolah negeri
Temuan Dana BOS pada Kepatuhan terhadap Ketentuan Peraturan
Perundang-undangan
Penggunaan Dana BOS oleh sekolah di Kabupaten Demak belum sesuai
ketentuan (Temuan No.3 atas dalam LHP Kepatuhan No.47C
/LHP/BPK/XVIII.SMG/05/2018, Hal.7)
Temuan Dana BOS pada Sistem Pengendalian Intern
Pengendalian pengelolaan rekening bendahara pengeluaran dan rekening
BOS pada UPT sekolah belum memadai (Temuan No.7 dalam LHP SPI
No.59B/LHP/BPK/XVIII.SMG/05/2018, Hal.23)
70 | Pusat Kajian AKN
belum ditetapkan dengan SK Bupati dan rekening BOS yang masih
dikenakan biaya administrasi dan pajak sebesar Rp26.531.553,00.
Atas permasalahan tersebut, BPK RI merekomendasikan Bupati Jepara
agar memerintahkan Kepala BPKAD selaku Bendahara Umum Daerah
untuk:
1) Menginventarisasi seluruh rekening bank yang digunakan oleh OPD dan
menetapkan penggunaannya melalui izin Bupati;
2) Meninjau kembali perjanjian kerjasama antara Pemkab dengan Bank
Jateng terkait pembebasan biaya administrasi dan pajak;
3) Menarik kembali biaya administrasi dan pajak dari Bank Jateng sebesar
Rp26.531.553,00 dan menyetorkan ke kas daerah.
10. Kabupaten Karanganyar
Berdasarkan hasil pemeriksaan cek fisik pada tujuh Sekolah Dasar
menunjukkan terdapat satu sekolah yang menganggarkan pembelian
buku melalui Belanja Barang dan Jasa dan dicatat sebagai Persediaan
Barang Cetak padahal seharusnya pembelian buku tersebut dianggarkan
melalui Belanja Modal dan dicatat sebagai Aset Tetap Lainnya. Selain itu,
terdapat permasalahan laporan pertanggungjawaban belum didukung bukti
pertanggungjawaban dengan lengkap dan benar pada SD Negeri Baturan
senilai Rp50.712.656,00.
Atas permasalahan tersebut, BPK RI merekomendasikan kepada Bupati
Karanganyar melalui Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan
memerintahkan:
a. Sekretaris Dinas Pendidikan sebagai Manajer BOS untuk:
1) Menyusun standardisasi penganggaran, pertanggungjawaban, dan
pelaporan realisasi Dana BOS.
2) Melakukan pembinaan atas penganggaran dan pertanggungjawaban
realisasi BOS.
Temuan Dana BOS pada Sistem Pengendalian Intern
Pencatatan pembelian buku dan pertanggungjawaban BOS belum seluruhnya
sesuai ketentuan (Temuan No.5 dalam LHP SPI
No.37B/LHP/BPK/XVIII.SMG/04/2018, Hal.20)
Pusat Kajian AKN | 71
b. Tim Monitoring dan Evaluasi BOS agar meningkatkan monitoring dan
evaluasi.
11. Kabupaten Kebumen
Hasil pemeriksaan BPK atas pengelolaan Dana BOS mengungkap
adanya permasalahan pelaksanaan Dana BOS mendahului penetapan
anggaran APBD-P, belanja atas Dana BOS pada beberapa satuan
pendidikan melebihi pagu anggaran, keterlambatan penyampaian
SP3B dan penandatanganan SP3B mendahului proses verifikasi, serta
masih adanya pengenaan biaya administrasi dan pajak oleh Bank
pada rekening Dana BOS.
Atas permasalahan tersebut, BPK RI merekomendasikan kepada Bupati
Kebumen agar:
a. Menginstruksikan kepada TAPD, Kepala Dinas Pendidikan, dan Kepala
Satuan Pendidikan Negeri untuk menganggarkan Dana BOS sesuai
ketentuan;
b. Menginstruksikan Kepala Dinas Pendidikan lebih optimal dalam:
1) Memverifikasi pendapatan dan belanja dari Dana BOS;
2) Menyampaikan SP3B tepat waktu sesuai ketentuan;
3) Melakukan perjanjian kerja sama dengan bank atas pembukaan
rekening Dana BOS;
4) Mengajukan usulan rekening Dana BOS untuk ditetapkan oleh
Bupati;
5) Memerintahkan Kepala Satuan Pendidikan Negeri untuk
merealisasikan Dana BOS memedomani ketentuan yang berlaku.
Temuan Dana BOS pada Sistem Pengendalian Intern
Pengelolaan Dana BOS TA 2017 belum memadai (Temuan No.10 dalam LHP
SPI No.54B/LHP/BPK/XVIII.SMG/05/2018, Hal.42)
72 | Pusat Kajian AKN
12. Kabupaten Kendal
Pengelolaan anggaran dan realisasi kegiatan atas Dana BOS di Dinas
Pendidikan dan Kebudayaan tidak memadai (Temuan No.3 dalam LHP SPI No.42B/LHP/BPK/XVIII.SMG/05/2018, Hal.11)
Hasil pemeriksaan BPK RI atas pertanggungjawaban Dana BOS
mengungkap adanya permasalahan mengenai tidak tersedianya anggaran
senilai Rp134.026.491,00, namun realisasi belanja kegiatan telah
dilaksanakan serta realisasi kegiatan melampaui anggaran senilai
Rp2.307.913.909,00. Permasalahan tersebut mengakibatkan realisasi
kegiatan Dana BOS senilai Rp2.442.140.400,00 yang tersaji dalam Laporan
Keuangan tidak menunjukkan jenis belanja yang sebenarnya.
Atas permasalahan tersebut, BPK RI merekomendasikan kepada Bupati
Kendal agar menginstruksikan Kepala Dinas Pendidikan untuk:
a. Memberikan sosialisasi kepada seluruh kepala sekolah tentang
penyusunan analisis kebutuhan berupa Rencana Kebutuhan Barang
(RKB) dan Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) secara akurat sesuai
dengan kebutuhan;
b. Memberikan sosialisasi dan atau pendampingan kepada manajer BOS
tentang verifikasi, monitoring, dan pengawasan kesesuaian realisasi belanja
dengan ketersediaan anggaran Dana BOS yang telah ditetapkan secara
periodik; dan
c. Membuat mekanisme pengawasan atas perubahan anggaran per rincian
kegiatan di sekolah sesuai dengan APBD Perubahan.
Pengelolaan Kas BOS belum sepenuhnya tertib (Temuan No.5 dalam
LHP SPI No.42B/LHP/BPK/XVIII.SMG/05/2018, Hal.21)
Hasil pemeriksaan BPK RI atas pengelolaan Kas BOS menunjukkan
permasalahan antara lain:
a. Saldo pada rekening BOS tidak dapat ditarik seluruhnya sehingga masih
menyisakan saldo minimal dalam rekening;
Temuan Dana BOS pada Sistem Pengendalian Intern
1. Pengelolaan anggaran dan realisasi kegiatan atas Dana BOS di Dinas
Pendidikan dan Kebudayaan tidak memadai.
2. Pengelolaan Kas BOS belum sepenuhnya tertib.
Pusat Kajian AKN | 73
b. Rekening BOS pada 8 (delapan) sekolah masih dikenai biaya
administrasi bank maupun pajak;
c. Rekening BOS a.n. SMP N 1 Cepiring tidak mendapatkan bunga atas
aktivitas penyimpanan dan penggunaan Dana BOS;
d. Saldo Kas berupa pajak (Utang PFK) per 31 Desember 2016 senilai
Rp4.292.017,00 belum disetorkan ke Kas Negara sampai dengan 31
Desember 2017; serta
e. Pengelolaan Kas Dana BOS pada SMP N 1 Kaliwungu yang belum
tertib diantaranya: uang kas senilai Rp27.179.000,00 tidak disimpan
dalam brankas; belum lengkapnya SPJ atas pengeluaran yang sudah
dicatat dalam BKU; dan adanya selisih kas yang tidak dapat dijelaskan
berindikasi merugikan daerah senilai Rp748.653,00.
Atas permasalahan tersebut, BPK RI merekomendasikan kepada Bupati
Kendal agar memerintahkan:
a. Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan menginstruksikan kepada
Bendahara dana BOS untuk segera menyetorkan selisih Kas ke Kas
Daerah senilai Rp748.653,00;
b. Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan untuk melakukan sosialisasi
kepada seluruh Bendahara Penerimaan dan Bendahara Pengeluaran
untuk melaksanakan penatausahaan Kas sesuai ketentuan yang berlaku;
dan
c. Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan untuk melakukan
pengawasan atas pengelolaan penerimaan dan pengeluaran secara
periodik melalui pemeriksaan penutupan Kas oleh atasan langsung.
Atas selisih Kas diketahui telah dilakukan penyetoran ke rekening BOS
reguler atas nama SMPN 1 Kaliwungu (Dana BOS) senilai Rp748.653,00
pada tanggal 18 Mei 2018.
74 | Pusat Kajian AKN
13. Kabupaten Klaten
Berdasarkan hasil pemeriksaan BPK RI atas pengelolaan Dana BOS
mengungkapkan masih terdapat permasalahan sebagai berikut:
a. Saldo Kas BOS SMA dan SMK tahun 2016 yang seharusnya telah
dialihkan pencatatannya ke Pemerintah Provinsi Jawa Tengah masih
tercatat dalam Neraca (unaudited) Pemkab Klaten per 31 Desember 2017.
Atas permasalahan tersebut telah dilakukan koreksi oleh Pemkab
Klaten.
b. Saldo Kas BOS TA 2016 tidak diakui sebagai Pendapatan Tahun 2017
namun diakui sebagai Penerimaan Pembiayaan di LRA (unaudited) TA
2017. Atas permasalahan tersebut telah dilakukan koreksi oleh Pemkab
Klaten.
c. Terdapat selisih saldo awal Kas BOS TA 2017 pada penggunaan SiLPA
di LRA (unaudited) TA 2017 dengan saldo akhir kas sekolah tahun 2016
sebesar Rp15.945.026,00.
d. Terdapat selisih saldo Pendapatan BOS pada Laporan Operasional
(unaudited) TA 2017 dengan Laporan Realisasi Pendapatan BOS sekolah
sebesar Rp139.071.279,00.
e. Terdapat selisih saldo Belanja BOS pada LRA (unaudited) TA 2017
dengan Laporan Realisasi Belanja BOS sekolah sebesar
Rp197.085.858,00.
f. Terdapat selisih saldo akhir Kas BOS SDN pada Laporan Dinas
Pendidikan dengan saldo akhir Kas BOS SDN yang disajikan pada
Neraca (unaudited) per 31 Desember 2017 sebesar Rp86.461.469,00.
g. Belanja Dana BOS yang terdiri dari Belanja Pegawai dan Belanja Modal
melampaui anggaran sebesar Rp2.031.456.192,52.
Permasalahan tersebut mengakibatkan:
a. Penyajian pendapatan dan belanja Dana BOS SDN pada LRA Tahun
2017 belum dapat diyakini kewajarannya.
Temuan Dana BOS pada Sistem Pengendalian Intern
Penatausahaan dan penyajian Dana BOS dalam Laporan Keuangan
Pemerintah Kabupaten Klaten TA 2017 belum memadai (Temuan No.2 atas
LHP SPI No.46B/LHP/BPK/XVIII.SMG/05/2018, Hal.25)
Pusat Kajian AKN | 75
b. Penyajian pendapatan dan beban Dana BOS SDN pada LO Tahun 2017
belum dapat diyakini kewajarannya.
c. Saldo Kas BOS SDN Tahun 2017 belum dapat diyakini kewajarannya.
Atas permasalahan tersebut, BPK RI merekomendasikan kepada Bupati
Klaten agar:
a. Memerintahkan Kepala BPKD selaku PPKD agar lebih cermat dalam
menerbitkan pengesahan SP2B Pendapatan dan Belanja BOS;
b. Memerintahkan Kepala Dinas Pendidikan untuk menginstruksikan
Kepala Satuan Pendidikan Formal SD dan SMP menyusun laporan
realisasi Pendapatan dan Belanja BOS berdasarkan dokumen yang dapat
diandalkan.
14. Kabupaten Pati
Hasil pemeriksaan BPK RI atas pengelolaan Kas BOS masih
menunjukkan adanya permasalahan rekening BOS yang masih
dikenakan biaya administrasi dan biaya layanan bank, yang
mengakibatkan kelebihan pembayaran sebesar Rp22.117.330,00.
Atas permasalahan tersebut, BPK RI merekomendasikan kepada Bupati
Pati agar memerintahkan Kepala BPKAD selaku BUD untuk menarik
kelebihan pembayaran biaya administrasi dan layanan bank sebesar
Rp22.117.330,00 serta memastikan bahwa seluruh rekening yang tercantum
dalam Perjanjian Kerjasama diperlakukan bebas biaya administrasi dan biaya
layanan.
Temuan Dana BOS pada Sistem Pengendalian Intern
Pengelolaan atas rekening BOS Kabupaten Pati TA 2017 belum memadai
(Temuan No.2 atas LHP SPI No.61B/LHP/BPK/XVIII.SMG/05/2018,
Hal.9)
76 | Pusat Kajian AKN
15. Kabupaten Pemalang
Hasil pemeriksaan BPK RI atas penatausahaan, pengelolaan, dan
pertanggungjawaban Dana BOS menunjukkan masih adanya permasalahan
terdapatnya perbedaan sisa Kas Dana BOS antara realisasi berdasarkan
SP2B dengan hasil verifikasi Dana BOS sebesar Rp3.973.680.866,00;
realisasi belanja pegawai/pembayaran honor yang melebihi batas maksimal
15%; serta adanya komposisi pembiayaan Dana BOS untuk pembelian buku
tes masih kurang dari 20%.
Atas permasalahan tersebut, BPK RI merekomendasikan Bupati
Pemalang agar memerintahkan Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan
selaku pengguna anggaran untuk meningkatkan pengawasan dan
pengendalian pengelolaan dan pertanggungjawaban Dana BOS; menyusun
SOP terkait penganggaran dan pertanggungjawaban Dana BOS; dan
menganggarkan dan melaksanakan kegiatan bimtek kepada bendahara BOS
dan pengurus barang sekolah.
16. Kabupaten Semarang
Hasil pemeriksaan BPK RI atas pengelolaan Kas BOS menunjukkan
adanya permasalahan yang diuraikan sebagai berikut:
a. Rekening Dana BOS masih dikenakan biaya administrasi minimal
sebesar Rp14.140.638,00 dan pajak bunga minimal sebesar
Rp46.153.294,00 oleh BPD Jateng;
b. Terdapat saldo kas tunai dilaporkan minus pada 5 (lima) Bendahara
BOS SD sebesar Rp249.972,00;
Temuan Dana BOS pada Sistem Pengendalian Intern
Penatausahaan, pengelolaan, dan pertanggungjawaban Dana BOS TA 2017
tidak sesuai ketentuan (Temuan No.3 atas LHP SPI
No.44B/LHP/BPK/XVIII.SMG/05/2018, Hal.8)
Temuan Dana BOS pada Sistem Pengendalian Intern
Pengendalian pengelolaan kas di Bendahara Pengeluaran belum sepenuhnya
memadai (Temuan No.7 atas LHP SPI
No.60B/LHP/BPK/XVIII.SMG/05/2018, Hal.32)
Pusat Kajian AKN | 77
c. Bendahara BOS menyimpan uang tunai lebih dari Rp2.500.000,00 pada
123 SD dan 21 SMP;
d. Penghapusan pencatatan saldo BOS SMA dan SMK ke Provinsi Jawa
Tengah belum didukung dengan Berita Acara Serah Terima (BAST);
e. Laporan penggunaan Dana BOS dalam sistem online tidak di-update
setiap triwulan;
f. Sekolah tidak mengumumkan penerimaan dan penggunaan Dana BOS
di papan pengumuman sekolah.
Atas permasalahan tersebut, BPK RI merekomendasikan kepada Bupati
Semarang agar memerintahkan:
a. Kepala OPD terkait memedomani peraturan yang berlaku khususnya
terkait penyimpanan uang tunai, pengelolaan transaksi non kas dan
kelengkapan pembukuan di bendahara pengeluaran pembantu;
b. Tim Manajemen BOS melakukan verifikasi serta validasi sisa Dana BOS
tiap SD dan SMP per triwulan dengan pendampingan Inspektorat;
c. Tim Manajemen BOS Pemerintah Kabupaten Semarang meningkatkan
sosialisasi dan pembinaan kepada Pengelola BOS di tiap sekolah;
d. Tim Manajemen BOS Pemerintah Kabupaten Semarang meningkatkan
monitoring evaluasi pertanggungjawaban Dana BOS per triwulan dan
melakukan koordinasi dengan Bank Jateng terkait pemotongan biaya
administrasi dan pajak bunga BOS.
17. Kabupaten Sragen
Hasil pemeriksaan BPK RI atas pengelolaan Kas BOS menunjukkan
adanya permasalahan yang diuraikan sebagai berikut:
a. Realisasi belanja melebihi anggaran yang terdiri dari realisasi Belanja
Pegawai pada 283 sekolah; realisasi Belanja Barang dan Jasa pada 233
sekolah; dan realisasi Belanja Modal pada 266 sekolah;
b. Terdapat kelebihan transfer Dana BOS dari Pemerintah Provinsi Jawa
Tengah kepada Pemkab Sragen pada 290 sekolah sebesar
Temuan Dana BOS pada Sistem Pengendalian Intern
Pengelolaan atas Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) TA 2017 belum
tertib (Temuan No.7 atas LHP SPI No.63B/LHP/BPK/XVIII.SMG/05/2018, Hal.34)
78 | Pusat Kajian AKN
Rp570.760.000,00. Atas kelebihan transfer tersebut, sekolah telah
mengembalikan ke kas daerah Pemerintah Provinsi Jawa Tengah pada
Bulan Maret 2018 sebesar Rp570.760.000,00.
c. Penerimaan dan pengembalian dana transfer pada sekolah yang
digabung tidak seluruhnya tercatat di Laporan Keuangan.
Atas permasalahan tersebut, BPK RI merekomendasikan Bupati Sragen
agar memerintahkan Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan untuk:
a. Melakukan pemantauan atas pertanggungjawaban dan pelaporan Dana
BOS sesuai tugas dan fungsinya secara berkala;
b. Menginstruksikan:
1) Tim manajemen BOS agar melakukan pembinaan, pemantauan, dan
monitoring pengelolaan dana BOS melalui kegiatan sosialisasi tata
cara penganggaran dan pertanggungjawaban Dana BOS serta
pemantauan atas penerimaan Dana BOS berdasarkan alokasi SK
Gubernur;
2) Kepala Sekolah terkait agar cermat dalam melakukan
pertanggungjawaban penerimaan dan belanja Dana BOS sesuai
dengan anggaran yang telah ditetapkan serta memedomani
ketentuan penatausahaan keuangan Dana BOS;
3) Kepala Sekolah yang menerima penggabungan sekolah agar
menutup rekening sekolah yang terkena penggabungan yaitu
rekening SDN Sribit 2, SDN Slendro 2, SDN Blimbing 2, SDN
Ngebung 3.
18. Kabupaten Sukoharjo
Berdasarkan hasil pemeriksaan BPK RI atas pengelolaan Dana BOS
menunjukkan masih terdapat permasalahan mengenai penyusunan
Laporan Keuangan Dinas Pendidikan yang bersumber dari Dana
BOS tidak berdasarkan Surat Pengesahan Pendapatan dan Belanja
Temuan Dana BOS pada Sistem Pengendalian Intern
Penyusunan Laporan Keuangan Pemerintah Kabupaten Sukoharjo belum
didukung pengendalian yang memadai (Temuan No.6 atas LHP SPI
No.51B/LHP/BPK/XVIII.SMG/05/2018, Hal.34)
Pusat Kajian AKN | 79
(SP2B) sehingga mengakibatkan penyajian pendapatan dan belanja sumber
Dana BOS pada LRA tidak sah.
Atas permasalahan tersebut, BPK RI merekomendasikan kepada Bupati
Sukoharjo agar memerintahkan Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan
untuk menyampaikan SP3B ke BUD dan selanjutnya BUD menerbitkan
SP2B Dana BOS.
19. Kabupaten Tegal
Berdasarkan hasil pemeriksaan BPK RI atas pengelolaan Dana BOS
menunjukkan masih terdapat permasalahan penganggaran Dana BOS
baru dianggarkan pada perubahan anggaran TA 2017, dan
penganggaran BOS tidak berdasarkan RKAS dari sekolah-sekolah,
serta terdapat Belanja Modal BOS SMP yang melebihi anggaran
sebesar Rp2.270.399.518,00.
Atas permasalahan tersebut, BPK RI merekomendasikan kepada Bupati
Tegal agar memerintahkan:
a. Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan untuk:
1) Melakukan sosialisasi kepada Sekolah terkait mekanisme
penyusunan RKA Sekolah sebagai dasar RKA BOS Kabupaten;
2) Menginstruksikan Tim BOS Kabupaten untuk lebih cermat dalam
melakukan monitoring dan evaluasi serta pendampingan kepada
Sekolah dalam penyusunan RKA Sekolah.
b. Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah untuk menyusun
kebijakan terkait pengelolaan Dana BOS di Kabupaten Tegal.
Temuan Dana BOS pada Sistem Pengendalian Intern
Pengelolaan Dana Bantuan Operasional (BOS) pada Dinas Pendidikan dan
Kebudayaan belum memadai (Temuan No.6 atas LHP SPI
No.50B/LHP/BPK/XVIII.SMG/05/2018, Hal.42)
80 | Pusat Kajian AKN
20. Kabupaten Temanggung
Hasil pemeriksaan BPK mengenai penatausahaan Dana BOS
mengungkap permasalahan, antara lain: belum adanya SK pengangkatan
Bendahara BOS dan pembukaan rekening Bank yang ditetapkan oleh
Kepala Daerah serta rekening sekolah tidak hanya digunakan untuk
operasional BOS saja melainkan juga digunakan untuk operasional Dana
Beasiswa Siswa Miskin (BSM) sehingga saldo akhir rekening Bank tidak
menunjukkan sisa Dana BOS murni.
Selain itu, berdasarkan pemeriksaan secara uji petik pada empat SD
Negeri yaitu SDN Tlogorejo, SDN 2 Temanggung II, SDN 1 Badran, dan
SDN 1 Kranggan diketahui terdapat beberapa permasalahan mengenai
penatausahaan Dana BOS, seperti: 1) Terdapat kekurangan kas pada SDN
Tlogorejo disebabkan adanya transaksi pembelian buku belum dapat
dipertanggungjawabkan karena pos anggaran pembelian buku baru dapat
direalisasikan pada triwulan II; 2) Masih terdapat dua rekening yang dimiliki
SDN 1 Badran dan SDN 1 Kranggan yang digunakan untuk menampung
Dana BOS; dan 3) Masih terdapat kesalahan penulisan saldo awal pada BKU
di SDN 1 Badran dan SDN 1 Kranggan.
`Atas permasalahan tersebut, BPK RI merekomendasikan kepada
Bupati Temanggung agar:
a. Membuat SK penunjukkan bendahara dan penetapan rekening BOS;
b. Memerintahkan Kepala Dinas Pendidikan Pemuda dan Olah Raga
Kabupaten Temanggung untuk mengadakan bimbingan teknis terhadap
bendahara BOS SD dan SMP secara berkala;
c. Memerintahkan tim manajemen BOS Kabupaten untuk melakukan
rekonsiliasi secara berkala terkait penatausahaan Dana BOS dengan
Bendahara BOS dan SKPKD; dan
Temuan Dana BOS pada Sistem Pengendalian Intern
Penatausahaan Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) belum memadai
(Temuan No.2 atas LHP SPI No.53B/LHP/BPK/XVIII.SMG/05/2018,
Hal.4)
Pusat Kajian AKN | 81
d. Memerintahkan Kepala Dinas Pendidikan Pemuda dan Olah Raga
Kabupaten Temanggung untuk membuat ketentuan pelaksanaan lebih
lanjut atas Juknis BOS terkait jumlah saldo kas tunai BOS di Bendahara.
21. Kota Salatiga
Hasil pemeriksaan BPK RI terkait penatausahaan Dana BOS
mengungkap adanya permasalahan mengenai belum andalnya SIPKD
(Sistem Informasi Pengelolaan Keuangan Daerah) untuk dapat
mengontrol pengeluaran belanja dan anggaran sehingga masih terjadi
realisasi belanja yang melampaui anggaran belanja BOS.
Atas permasalahan tersebut, BPK RI merekomendasikan kepada
Walikota Salatiga agar memerintahkan Kepala BKD agar menginstruksikan
Kepala Bidang Akuntansi untuk menyempurnakan aplikasi SIPKD untuk
Bendahara BOS sekolah agar memberikan kontrol atas pengeluaran belanja
dan anggarannya.
22. Kota Semarang
Berdasarkan hasil pemeriksaan BPK RI terkait pengelolaan Dana BOS
menunjukkan masih terdapat permasalahan mengenai rekening BOS yang
masih dikenakan biaya administrasi sebesar Rp21.389.905, pajak jasa
giro sebesar Rp38.488.689 dan pendebetan karena koreksi bunga
bank sebesar Rp25.367.317. Selain itu, terdapat belanja BOS yang
melampaui anggaran tahun 2017 sebesar Rp559.150.855. Sedangkan,
berdasarkan penjelasan bendahara BOS dan cash opname diketahui
permasalahan pengelolaan Dana BOS antara lain:
Temuan Dana BOS pada Sistem Pengendalian Intern
Pengelolaan Kas di Pemerintah Kota Salatiga belum sepenuhnya memadai
(Temuan No.6 atas LHP SPI No.71B/LHP/BPK/XVIII.SMG/05/2018,
Hal.34)
Temuan Dana BOS pada Sistem Pengendalian Intern
Pengelolaan Kas di Bendahara Umum Daerah dan Kas Pemerintah diluar
pengelolaan BUD belum tertib (Temuan No.1 atas LHP SPI
No.69B/LHP/BPK/XVIII.SMG/05/2018, Hal.1)
82 | Pusat Kajian AKN
a. Kas tunai yang dikuasai oleh Bendahara BOS yang diperuntukkan untuk
membayar kegiatan belanja tidak dibayarkan karena telah melebihi pagu
anggaran terjadi pada:
No Sekolah Jumlah (Rp)
1. SMP Negeri 8 55.865.836
2. SMP Negeri 42 71.880.571
3. SD Negeri Sekaran 01 56.770.227
b. Kas tunai yang dikuasai oleh Bendahara BOS yang diperuntukkan untuk
membayar pesanan buku ditunda pembayarannya karena buku pesanan
belum lengkap diterima;
No Sekolah Jumlah (Rp)
1. SD Tlogosari Wetan 01 70.453.557
2. SD Gisikdrono 58.090.152
c. Sisa kas tunai BOS sebesar Rp1.308.400 disimpan di rumah pribadi guru
pengelola pos anggaran ujian dan ekstrakurikuler.
Atas permasalahan tersebut, BPK RI merekomendasikan kepada
Walikota Semarang agar memerintahkan Kepala Dinas Pendidikan supaya:
1) Menegur Bendahara BOS pada 44 sekolah yang lalai dalam
melaksanakan pengelolaan keuangan; dan
2) Menetapkan panduan pengelolaan BOS yang lebih rinci dan membatasi
penggunaan Dana BOS diluar perencanaan atau mengatur mekanisme
pengendalian Dana BOS agar resiko penggunaan Dana BOS diluar
ketentuan dapat diminimalkan.
23. Kota Surakarta
Berdasarkan hasil pemeriksaan BPK RI terkait pengelolaan Dana BOS
menunjukkan masih terdapat permasalahan mengenai rekening BOS pada
3 (tiga) sekolah di Bank Jateng belum tercantum dalam SK Penetapan
rekening BOS serta terdapat 24 Bendahara BOS yang belum
Temuan Dana BOS pada Sistem Pengendalian Intern
Pengelolaan Kas Pemerintah Kota Surakarta belum memadai (Temuan No.6
atas LHP SPI No.38B/LHP/BPK/XVIII.SMG/05/2018, Hal.33)
Pusat Kajian AKN | 83
menyetorkan kas tunai BOS per 31 Desember 2017 ke rekening bank
sebesar Rp70.438.450.
Atas permasalahan tersebut, BPK RI merekomendasikan kepada
Walikota Surakarta untuk memerintahkan Kepala Dinas Pendidikan agar
melakukan pengawasan rekening yang dikelola oleh sekolah dan
menginstruksikan Bendahara BOS agar menyetorkan kas tunai ke rekening
BOS di setiap akhir tahun.
24. Kota Tegal
Pengelolaan Kas pada Pemerintah Kota Tegal tidak memadai (Temuan No.1 atas LHP SPI No.45B/LHP/BPK/XVIII.SMG/05/2018, Hal.1)
Berdasarkan hasil pemeriksaan BPK RI terkait pengelolaan Dana BOS
menunjukkan terdapat permasalahan mengenai sisa Dana BOS pada 5
(lima) SD yang digabung sebesar Rp47.298.910 belum dikembalikan
ke Kasda Provinsi Jawa Tengah.
Atas permasalahan tersebut, BPK RI merekomendasikan kepada
Walikota Tegal agar memerintahkan Kepala Dinas Pendidikan dan
Kebudayaan serta kepala sekolah terkait untuk segera menutup rekening
sekolah yang telah digabung dan memverifikasi Dana BOS yang ada di
rekening Sekolah Dasar sebelum penggabungan.
Penerimaan dan penggunaan sisa Kas BOS APBN TA 2016 serta
Dana BOS APBN TA 2017 belum disajikan dalam Laporan Realisasi
Anggaran (LRA) Pemerintah Kota Tegal (Temuan No.6 atas LHP
SPI No.45B/LHP/BPK/XVIII.SMG/05/2018, Hal.28)
Berdasarkan hasil pemeriksaan BPK RI atas pengelolaan Dana BOS
menunjukkan terdapat permasalahan mengenai sisa kas Dana BOS APBN
TA 2016 serta tidak menganggarkan Pendapatan dan Belanja Dana
Temuan Dana BOS pada Sistem Pengendalian Intern
1. Pengelolaan Kas pada Pemerintah Kota Tegal tidak memadai.
2. Penerimaan dan Penggunaan Sisa Kas BOS APBN TA 2016 serta Dana BOS
APBN TA 2017 belum disajikan dalam Laporan Realisasi Anggaran (LRA)
Pemerintah Kota Tegal.
84 | Pusat Kajian AKN
BOS TA 2017 dalam APBD TA 2017 sehingga sisa Kas Dana BOS APBN
TA 2016 sebesar Rp1.238.927.930 serta Pendapatan Dana BOS APBN
TA 2017 sebesar Rp28.007.872.308 tidak dapat disajikan pada LRA
dalam LKPD Kota Tegal Tahun 2017, namun rincian belanja dan
beban dari realisasi Dana BOS sudah diungkap dalam CaLK.
Atas permasalahan tersebut, BPK RI merekomendasikan kepada
Walikota Tegal agar memerintahkan Kepala Badan Keuangan Daerah
menginstruksikan Kepala Bidang Akuntansi agar sisa kas BOS APBN TA
2017 disajikan dalam LRA TA 2017.
Pusat Kajian AKN | 85
DAERAH
ISTIMEWA
YOGYAKARTA
86 | Pusat Kajian AKN
TELAAHAN
ATAS HASIL PEMERIKSAAN BPK RI
TERKAIT DANA BANTUAN OPERASIONAL SEKOLAH (BOS)
PADA LKPD PROVINSI DAN LKPD KABUPATEN/KOTA
DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA (DIY)
Berdasarkan IHPS I 2018, BPK RI melakukan pemeriksaan terhadap 6
Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Provinsi dan
Kabupaten/Kota di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Dari hasil
pemeriksaan, BPK RI mengungkap temuan dan permasalahan Dana BOS
pada 5 LKPD. Secara umum permasalahan pengelolaan Dana BOS di
Provinsi DIY meliputi: 1) Belum ditetapkannya bendahara dan rekening
Dana BOS oleh Kepala Daerah; dan 2) Rekening yang digunakan untuk
menampung Dana BOS juga digunakan untuk menampung sumber dana
lainnya.
Selain kedua permasalahan tersebut, permasalahan yang juga terjadi di
seluruh Kabupaten/Kota maupun Provinsi di DIY adalah terkait belum
tertibnya penatausahaan Persediaan dan Aset Tetap yang berasal dari Dana
BOS, Tim Manajemen BOS dan Tim Teknis Kegiatan BOS Pengumpul dan
Validasi Data Laporan BOS tidak melakukan tugas dan tanggung jawab
sesuai ketentuan salah satunya dalam memverifikasi belanja yang bersumber
dari Dana BOS, SP3B dan SP2B tidak diterbitkan setiap triwulan, dan
penganggaran belanja Dana BOS dan BOSDA belum diuraikan hingga
rincian obyek belanja. Diantara permasalahan di atas, permasalahan belum
ditetapkannya Bendahara dan Rekening Dana BOS oleh Kepala Daerah
menjadi permasalahan yang seringkali ditemukan dalam pemeriksaan terkait
Dana BOS. Permasalahan ini disebabkan baik karena Bendahara BOS belum
melaporkan rekening BOS kepada Kepala Dinas Pendidikan, Pemuda dan
Olahraga (Disdikpora), Kepala Satuan Pendidikan belum mengusulkan
pembukaan rekening Dana BOS pada masing-masing Satuan Pendidikan
Negeri atas nama Satuan Pendidikan melalui Kepala Disdikpora, ataupun
BUD tidak melakukan rekonsiliasi rekening dengan OPD secara memadai.
Dampak dari permasalahan tersebut adalah tidak adanya pengendalian
terhadap rekening Bendahara Dana BOS yang berpotensi membuka peluang
penyalahgunaan keuangan daerah.
Pusat Kajian AKN | 87
Secara terperinci, temuan dan permasalahan Dana BOS pada LKPD
Provinsi dan Kabupaten/Kota di DIY TA 2017 diuraikan sebagai berikut:
1. Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
Penatausahaan Barang Persediaan tidak tertib (Temuan No. 5 dalam
LHP SPI No. 10B/LHP/XVIII.YOG/05/2018, Hal. 15)
Pada Neraca per 31 Desember 2017 Pemda D.I. Yogyakarta, saldo
Persediaan disajikan senilai Rp159.477.711.582,68 yang merupakan saldo
Persediaan pada 35 OPD dan bersumber dari dana APBD, Dana
Keistimewaan, serta Belanja Operasional Sekolah (BOS). Hasil pemeriksaan
atas penatausahaan barang persediaan dan efektivitas penggunaan Sistem
Informasi Manajemen (SIM) Persediaan secara uji petik menemukan
permasalahan sebagai berikut:
a. Pencatatan Persediaan tidak memadai: petugas penatausahaan
barang persediaan pada sekolah belum ditetapkan, tidak
menyelenggarakan kartu persediaan dan buku catatan persediaan keluar
maupun bukti otorisasi atas penggunaan persediaan. Akibatnya, terjadi
overstated/lebih saji Persediaan sebesar Rp72.537.000,00;
b. Barang persediaan seharusnya dicatat sebagai Aset Tetap:
beberapa barang seperti speaker, kipas, pompa air, proyektor, dan barang
lainnya yang digunakan untuk operasional sekolah dicatat sebagai
persediaan dimana seharusnya dikapitalisasi menjadi Aset Tetap.
Akibatnya, terdapat risiko terjadinya kesalahan penyajian saldo akun
Persediaan, Aset Tetap, Beban Persediaan dan Beban Penyusutan pada
penyusunan laporan keuangan tahun berikutnya;
c. Klasifikasi barang pada SIM Persediaan tidak jelas: pencatatan
persediaan tidak sesuai dengan klasifikasi barang pada aplikasi SIM
Persediaan, beberapa ditemukan melakukan pencatatan nilai Laporan
Pertanggungjawaban Uang Persediaan (LPJ UP), dan berdasarkan nama
kegiatan. Hal tersebut dikarenakan Pemda D.I. Yogyakarta belum
menetapkan kodefikasi barang persediaan sehingga pada SIM Persediaan
tidak ditemukan daftar barang-barang persediaan yang lebih rinci dan
Temuan Dana BOS pada Sistem Pengendalian Intern
1. Penatausahaan Barang Persediaan tidak tertib.
2. Penatausahaan Aset Tetap tidak tertib.
88 | Pusat Kajian AKN
dapat dipilih secara sistematis. Dengan demikian penyimpan barang
melakukan pencatatan nama barang sesuai dengan pemahamannya
masing-masing.
Hal tersebut disebabkan karena belum optimalnya pengawasan
pengelolaan SIM Persediaan, aplikasi SIM Persediaan belum dikembangkan
sesuai kebutuhan, pencatatan belum sesuai ketentuan, dan petugas
penatausahaan barang persediaan pada sekolah belum ditentukan.
BPK merekomendasikan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta agar
memerintahkan :
a. Kepala DPPKA untuk lebih optimal dalam melakukan pengawasan
pengelolaan SIM Persediaan supaya menghasilkan laporan persediaan
yang memadai;
b. Kepala DPPKA supaya menginstruksikan Kepala Bidang Aset untuk
mengatur kodefikasi barang persediaan yang jelas dan rinci dan
menyajikan fungsi otorisasi atasan langsung atas pengambilan barang
persediaan dalam aplikasi SIM Persediaan;
c. Kepala Dinas Perhubungan, Kepala Dinas Pendidikan, BPBD, dan
Dinas Kebudayaan supaya menginstruksikan Pengurus Barang atau
Pengurus Barang Pembantu pada UPT Terminal Wates, Terminal
Jombor untuk menyelenggarakan pencatatan persediaan sesuai
ketentuan;
d. Kepala Disdikpora supaya menetapkan petugas penatausahaan barang
persediaan pada sekolah-sekolah.
Penatausahaan Aset Tetap tidak tertib (Temuan No. 6 dalam LHP
SPI No. 10B/LHP/XVIII.YOG/05/2018, Hal. 22)
Dalam temuan Aset Tetap, diketahui terdapat permasalahan terkait
Dana BOS yaitu belum dilakukannya kapitalisasi berupa penambahan nilai
dan masa manfaat aset tetap induk terutama pada Aset Tetap yang berada di
sekolah. Terdapat realisasi untuk pemeliharaan aset tetap menggunakan
Dana BOS atas peralatan mesin, gedung bangunan, dan jaringan, namun
tidak diidentifikasi oleh sekolah untuk menambah nilai dan masa manfaat
aset tetap yang direhabilitasi/diperbaiki. Dengan demikian nilai penyusutan
juga belum memperhitungkan penambahan nilai Aset Tetap tersebut.
Permasalahan tersebut diantaranya terjadi pada SMAN 1 Sleman dengan
Pusat Kajian AKN | 89
nilai belanja sebesar Rp45.000.000,00, SMKN 1 Kalasan dengan nilai belanja
sebesar Rp326.665.000,00, SMKN 2 Pengasih dengan nilai belanja sebesar
Rp201.497.000,00, dan SMKN 2 Wonosari berupa rehabilitasi gedung
sekolah senilai Rp151.800.000,00.
Hal tersebut disebabkan Pengurus Barang Pembantu tidak memahami
peraturan terkait kapitalisasi belanja pemeliharaan ke aset induk serta tidak
memadainya informasi yang diberikan oleh pelaksana kegiatan atas belanja
pemeliharaan yang dapat menambah nilai dan masa manfaat Aset Tetap.
Akibatnya, terdapat kurang saji/under stated atas Aset Tetap pada sekolah-
sekolah tersebut.
BPK merekomendasikan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta agar
memerintahkan:
a. Kepala Disdikpora supaya menetapkan kebijakan pengelolaan Aset
Tetap di sekolah melakukan sosialisasi tentang tata cara penatusahaan
Aset Tetap kepada para pengurus barang, dan memerintahkan kepada
pengurus barang Disdikpora serta pengurus barang pembantu di sekolah
untuk menatausahakan Aset Tetap sesuai ketentuan antara lain dengan
mengidentifikasi Aset Tetap rusak, dan melakukan pencatatan serta
pelaporan Aset Tetap secara rutin sesuai dengan ketentuan;
b. Kepala DPPKA dan Kepala Bidang Pengelolaan Aset DPPKA supaya
melakukan sosialisasi tentang tata cara penatusahaan Aset Tetap kepada
para pengurus barang.
2. Kabupaten Bantul
Pembukaan rekening pada Bagian Administrasi Kesejahteraan
Rakyat dan sekolah pengelola Dana BOS tanpa persetujuan Bupati
(Temuan No. 2 dalam LHP SPI No. 13B/LHP/XVIII.YOG/05/2018,
Hal. 6)
Temuan Dana BOS pada Sistem Pengendalian Intern
1. Pembukaan rekening pada Bagian Administrasi Kesejahteraan Rakyat dan
sekolah pengelola Dana BOS tanpa persetujuan Bupati.
2. Penatausahaan atas penggunaan/pengelolaan Dana BOS pada SD dan
SMP di lingkungan Kabupaten Bantul belum memadai.
90 | Pusat Kajian AKN
Berdasarkan Peraturan Bupati tentang Pengelolaan Rekening Milik
Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD), maka SKPD selaku Pengguna
Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran dapat membuka rekening penerimaan
dan/atau rekening pengeluaran dan/atau rekening lainnya dengan
persetujuan Bupati. Hasil pemeriksaan menunjukkan jika masih terdapat
pembukaan rekening yang dilakukan tanpa persetujuan Bupati dan
penggunaannya tidak dilaporkan kepada Bupati terkait Dana BOS.
Keterangan petugas peneliti dan entry laporan dalam Tim Teknis
Kegiatan BOS Tahun 2017 menyatakan bahwa sekolah telah membuka
rekening pengelolaan Dana BOS sebelum Tahun 2017 tanpa mengajukan
permohonan persetujuan kepada Bupati sebelumnya dan juga tidak
dilaporkan kepada Bupati sebagai rekening yang digunakan untuk mengelola
Dana BOS.
Berkaitan dengan adanya kepemilikan rekening giro/tabungan, deposito
on call/deposito berjangka dan rekening titipan yang dimiliki Organisasi
Perangkat Daerah (OPD) maka Badan Keuangan dan Aset Daerah (BKAD)
telah melakukan rekonsiliasi rekening dengan OPD pada semester I tahun
2017 yang dituangkan dalam berita acara rekonsiliasi dan disampaikan
kepada Bupati. Hasil rekonsiliasi tersebut menjadi acuan Keputusan Bupati
Bantul Nomor 134 Tahun 2017 tentang Penunjukan Bank Umum Sebagai
Tempat Untuk Pengelolaan Uang Milik OPD Se-Kabupaten Bantul dimana
didalamnya berisi daftar rekening semua OPD. Namun rekening Bendahara
Dana BOS tidak terdapat dalam daftar tersebut. Akibatnya, tidak ada
pengendalian terhadap rekening Bendahara Dana BOS yang berpotensi
membuka peluang penyalahgunaan keuangan daerah.
Permasalahan tersebut disebabkan karena Bendahara BOS belum
melaporkan rekening BOS kepada Kepala Dinas Pendidikan, Pemuda dan
Olahraga (Disdikpora), Kepala Satuan Pendidikan belum mengusulkan
pembukaan rekening Dana BOS pada masing-masing Satuan Pendidikan
Negeri atas nama Satuan Pendidikan melalui Kepala Disdikpora; dan BUD
tidak melakukan rekonsiliasi rekening dengan OPD secara memadai.
Untuk itu, BPK merekomendasikan Bupati Bantul agar memerintahkan:
a. Kepala Satuan Pendidikan melalui Kepala Dinas Pendidikan, Pemuda
dan Olahraga mengusulkan membuka rekening Dana BOS pada masing-
Pusat Kajian AKN | 91
masing Satuan Pendidikan Negeri atas nama Satuan Pendidikan untuk
selanjutnya rekening tersebut ditetapkan oleh Bupati; dan
b. BUD lebih cermat dalam melakukan rekonsiliasi rekening OPD.
Penatausahaan atas penggunaan/pengelolaan Dana BOS pada SD
dan SMP di lingkungan Kabupaten Bantul belum memadai (Temuan
No. 2 dalam LHP SPI No. 13B/LHP/XVIII.YOG/05/2018, Hal. 37)
Laporan Keuangan Pemkab Bantul TA 2016 menyajikan saldo Kas di
Bendahara BOS sebesar Rp17.353.282.450,00 (lingkup pendidikan dasar
sebesar Rp12.068.065.125,00 dan lingkup pendidikan menengah dan non
formal sebesar Rp5.285.217.325,00). Namun demikian terdapat
permasalahan selisih antara saldo akhir pada TA 2016 dengan saldo awal
tahun 2017, lebih catat di Buku Kas Umum (BKU) karena terdapat saldo
bank dan pajak yang belum disetorkan, belanja kurang/belum dicatat pada
BKU, dan bukti pertanggungjawaban sebagai dasar penyusunan BKU belum
lengkap.
Pemkab Bantul telah membentuk Tim Manajemen BOS melalui
Keputusan Bupati Bantul Nomor 111 Tahun 2017. Lebih lanjut, Kepala
Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga Pemkab Bantul juga membentuk
Tim Teknis Kegiatan BOS Pengumpul dan Validasi Data Laporan BOS.
Hasil pemeriksaan menunjukkan jika belum semua tugas dan tanggung
jawab Tim seperti yang diatur sesuai ketentuan telah dilakukan. Kegiatan
pengumpulan dan rekapitulasi data hanya sebatas mengumpulkan dan
merekapitulasi tanpa dilakukan verifikasi lebih lanjut seperti mencermati
korelasi per mata anggaran belanja pegawai, belanja modal dan belanja
barang dan jasa sesuai dengan pagu anggaran maupun dengan saldo awal dan
total pendapatan.
Pemeriksaan lebih lanjut menemukan adanya realisasi belanja yang
melebihi pagu anggaran belanja pegawai, belanja barang dan jasa serta
belanja modal meskipun tidak terjadi pada semua sekolah sebagaimana
digambarkan pada tabel berikut.
92 | Pusat Kajian AKN
Tabel 1. Realisasi Belanja yang Melebihi Pagu Anggaran Belanja dalam RKAS
Jenis Belanja Belanja yang Melebihi Pagu Anggaran RKAS
Sekolah Belanja (Rp)
Belanja Pegawai 131 808.195.485,10
Belanja Barang dan Jasa 206 3.860.414.732,00
Belanja Modal 131 1.655.694.322,50
Jumlah 6.324.304.539,60
Sumber : LHP SPI BPK RI atas LKPD Kabupaten Bantul TA 2017
Hal tersebut mengakibatkan anggaran tidak dapat dijadikan sebagai alat
kendali pengeluaran. Hal tersebut disebabkan karena Tim Manajemen BOS
Kabupaten Bantul dan Tim Teknis Kegiatan BOS Pengumpul dan Validasi
Data Laporan BOS Kabupaten Bantul tidak melakukan tugas dan tanggung
jawab sesuai ketentuan, Bendahara BOS tidak menatausahakan pengelolaan
BOS secara memadai, dan Kepala Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga
Kabupaten Bantul belum melakukan pembinaan, monitoring dan evaluasi
terkait dengan pengelolaan BOS secara memadai.
Sehubungan dengan hal tersebut, BPK merekomendasikan Bupati
Bantul agar:
a. Memberi sanksi kepada Tim Manajemen BOS Kabupaten Bantul Tahun
2017 yang tidak melakukan tugas dan tanggung jawabnya;
b. Memerintahkan Kepala Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga untuk:
1) Mengoptimalkan pembinaan, untuk melakukan monitoring dan
evaluasi terkait dengan pengelolaan BOS;
2) Memberikan sanksi kepada Tim Teknis Kegiatan BOS Pengumpul
dan Validasi Data Laporan BOS Kabupaten Bantul Tahun 2017 yang
tidak melakukan tugas dan tanggung jawabnya; dan
c. Menginstruksikan kepada Bendahara BOS supaya lebih cermat dalam
melakukan penatausahaan pengelolaan BOS sesuai dengan ketentuan
yang berlaku.
Pusat Kajian AKN | 93
3. Kabupaten Gunung Kidul
Pada CaLK atas LKPD Pemerintah Kabupaten Gunungkidul tahun
anggaran 2017, diketahui terdapat saldo Kas Lainnya sebesar
Rp2.919.261.240,38 yang merupakan saldo Kas BOS. Kas BOS yang
dimaksud adalah saldo uang yang dikuasai oleh Bendahara Pengeluaran BOS
pada sekolah baik yang berupa uang tunai maupun yang ada dalam rekening
bank pada tanggal 31 Desember 2017.
Hasil pemeriksaan menunjukkan jika Bendahara BOS pada sekolah
ditetapkan oleh kepala sekolah dan rekening sekolah yang digunakan untuk
menampung Dana BOS, juga digunakan untuk menampung dana lain yang
diterima oleh sekolah. Rekening sekolah tersebut belum ditetapkan melalui
Keputusan Kepala Daerah. Permasalahan tersebut disebabkan karena
Kepala Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga selaku Pengguna Anggaran
tidak mengusulkan pengangkatan bendahara dan pembukaan rekening Dana
BOS ke Bupati sehingga belum ada SK Bupati terkait penetapan bendahara
dan rekening Dana BOS. Akibatnya, posisi kas pada Dinas Pendidikan
Pemuda dan Olahraga atau unit dibawahnya tidak terdata sebagai rekening
pemerintah daerah, serta tidak dapat dikendalikan dan dipantau oleh BUD.
BPK merekomendasikan Bupati Gunungkidul agar memerintahkan
Kepala Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga untuk mengusulkan
pengangkatan bendahara dan nomor rekening Dana BOS, serta selanjutnya
menetapkan bendahara dan rekening Dana BOS sesuai Surat Edaran
Menteri Dalam Negeri Nomor 910/106/SJ.
Temuan Dana BOS pada Kepatuhan terhadap Peraturan
Perundang-Undangan
Bendahara dan rekening Dana BOS pada sekolah negeri belum ditetapkan
dengan Keputusan Bupati (Temuan No. 1 dalam LHP Kepatuhan
No.15C/LHP/XVIII.YOG/05/2018, Hal. 1)
94 | Pusat Kajian AKN
4. Kabupaten Sleman
Di dalam temuan penatausahaan keuangan Pemerintah Kabupaten
Sleman yang belum memadai tersebut, terdapat permasalahan terkait
rekening Dana BOS baik yang berasal dari pemerintah pusat (BOS) maupun
pemerintah daerah (BOSDA) yang belum termasuk dalam daftar rekening
seperti yang tercantum dalam Surat Bupati perihal Pernyataan atas
Kepemilikan Rekening dan Deposito tanggal 22 Februari 2018 dan Daftar
Rekening Pemerintah Kabupaten Sleman TA 2017 pada Bank BPD DIY
hasil konfirmasi bank BPD DIY. Akibatnya, terdapat risiko penyalahgunaan
keuangan daerah atas rekening yang belum ditetapkan. Hal tersebut
disebabkan karena Kepala BKAD selaku Kepala Satuan Kerja Pengelolaan
Keuangan Daerah belum optimal dalam mengelola rekening pemerintah
daerah.
Untuk itu, BPK merekomendasikan Bupati Sleman agar memerintahkan
Kepala BKAD untuk:
a. Melakukan penertiban rekening-rekening dengan cara inventarisasi
seluruh rekening yang dibuka atas nama Pemerintah Kabupaten Sleman
pada seluruh bank yang digunakan oleh seluruh SKPD dilingkungan
Pemerintah Kabupaten Sleman dan mengusulkan kepada Bupati untuk
selanjutnya diberikan izin penggunaan atas rekening-rekening yang masih
dipakai dalam operasional kegiatan; dan
b. Mengusulkan konsep perjanjian pengelolaan rekening operasional yang
dibuka atas nama Pemerintah Kabupaten Sleman oleh seluruh SKPD
pada seluruh bank, untuk selanjutnya disepakati oleh Bupati Sleman
dengan Bank terkait.
Temuan Dana BOS pada Sistem Pengendalian Intern
Penatausahaan Keuangan pada Pemerintah Kabupaten Sleman belum
memadai (Temuan No. 1 dalam LHP SPI
No.12B/LHP/XVIII.YOG/05/2018, Hal. 1)
Pusat Kajian AKN | 95
5. Kota Yogyakarta
Hasil pemeriksaan atas BOS maupun BOSDA menemukan beberapa
permasalahan sebagai berikut.
a. Penganggaran belanja dana BOS dan BOSDA belum diuraikan
hingga rincian obyek belanja. Dalam APBD TA 2017, Pemerintah
Kota Yogyakarta belum menguraikan rencana Belanja Dana BOS
khususnya belanja barang dan belanja modal hingga ke rincian obyek
belanja. Menurut Dina Pendidikan, hal tersebut terjadi karena SE
Mendagri tertanggal 11 Januari 2017 baru diterima pada akhir Januari
2017 setelah APBD ditetapkan sehingga sulit untuk memasukkan
anggaran Dana BOS/BOSDA sampai dengan rincian belanja karena
meskipun sekolah sudah memiliki Anggaran Pendapatan dan Belanja
Sekolah (APBS) tetapi perlu pemisahan belanja yang dibiayai Dana BOS
dan BOSDA, maupun sumber pendanaan lainnya.
b. Walikota Yogyakarta belum menetapkan Bendahara dan
Rekening Dana BOS. Walikota Yogyakarta belum menetapkan
Bendahara dan Rekening Dana BOS pada masing-masing Satuan
Pendidikan Negeri. Bendahara Satuan Pendidikan Negeri TA 2017
ditetapkan berdasarkan SK Kepala Dinas Pendidikan No. 188/007
Tahun 2017, sedangkan untuk Rekening Dana BOS belum ditetapkan
karena sekolah negeri hanya mempunyai satu rekening yang digunakan
untuk menampung seluruh dana yang diperoleh sekolah.
c. Penerbitan SP3B dan SP2B BOS belum dibuat setiap triwulan.
Hasil pemeriksaan menunjukkan jika SP3B dan SP2B hanya diterbitkan
pada Triwulan IV karena menyesuaikan dengan anggaran pendapatan
dan belanja yang bersumber dari Dana BOS yang baru dimasukkan dalam
APBD Perubahan yang disahkan pada tanggal 16 Oktober 2017
(Triwulan IV). Hal ini disebabkan Kepala Bidang Pembinaan Sekolah
Dasar dan Kepala Bidang Pembinaan Sekolah Menengah Pertama belum
melakukan verifikasi pertanggungjawaban Dana BOS dan BOSDA
secara optimal.
Temuan Dana BOS pada Sistem Pengendalian Intern
Pengelolaan Dana Bantuan Operasional Sekolah belum memadai (Temuan
No. 4 dalam LHP SPI No. 11B/LHP/XVIII.YOG/05/2018, Hal. 18)
96 | Pusat Kajian AKN
Permasalahan-permasalahan tersebut mengakibatkan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah terkait Belanja Dana BOS dan BOSDA
tidak informatif dan adanya risiko penyalahgunaan atas rekening Dana BOS
dan BOSDA yang belum ditetapkan.
Sehubungan dengan hal tersebut, BPK merekomendasikan Walikota
Yogyakarta agar:
a. Memerintahkan Kepala Dinas Pendidikan untuk menginstruksikan
Kepala Sub Bagian Perencanaan Evaluasi dan Pelaporan supaya
menguraikan rencana belanja Dana BOS dan BOSDA hingga ke rincian
obyek belanja pada APBD Perubahan TA 2018;
b. Memerintahkan Kepala Dinas Pendidikan untuk mengusulkan
bendahara dan rekening Dana BOS dan BOSDA serta melakukan
pengawasan dan pengendalian secara memadai atas pengelolaan Dana
BOS dan BOSDA serta selanjutnya menetapkan bendahara dan rekening
Dana BOS dan BOSDA;
c. Memerintahkan Kepala Dinas Pendidikan untuk menginstruksikan
Kepala Bidang Pembinaan Sekolah Dasar dan Kepala Bidang Pembinaan
Sekolah Menengah Pertama supaya melakukan verifikasi
pertanggungjawaban Dana BOS; dan
d. Memerintahkan Kepala Dinas Pendidikan dan Kepala BPKAD untuk
menerbitkan SP3B dan SP2B setiap triwulan.
Pusat Kajian AKN | 97
JAWA TIMUR
98 | Pusat Kajian AKN
TELAAHAN ATAS HASIL PEMERIKSAAN BPK RI
TERKAIT DANA BANTUAN OPERASIONAL SEKOLAH (BOS) PADA LKPD PROVINSI DAN LKPD KABUPATEN/KOTA
DI JAWA TIMUR
Berdasarkan IHPS I 2018, BPK RI melakukan pemeriksaan terhadap 39
Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Provinsi dan
Kabupaten/Kota di Jawa Timur. Dari hasil pemeriksaan, BPK RI
mengungkap temuan dan permasalahan Dana BOS pada 19 LKPD. Secara
umum permasalahan pengelolaan Dana BOS di Provinsi Jawa Timur
meliputi: 1) Laporan realisasi Belanja BOS tidak berdasarkan SP3B dan
SP2B; 2) Pengenaan pajak dan biaya administrasi atas rekening Dana BOS;
dan 3) Rekening yang digunakan untuk menampung Dana BOS tidak
didukung dengan penetapan SK Kepala Daerah.
Permasalahan yang seringkali ditemukan pada pemeriksaan terkait Dana
BOS di Kabupaten/Kota maupun Provinsi di Jawa Timur adalah terkait
laporan realisasi Belanja BOS tidak berdasarkan SP3B dan SP2B dimana hal
tersebut umumnya disebabkan karena BUD tidak menerbitkan SP2B dan
Kepala Dinas Pendidikan belum menerbitkan SP3B secara tertib dan tepat
waktu serta belum optimal dalam melakukan pemantauan penerbitan SP3B
dan SP2B. Selain permasalahan tersebut, permasalahan yang sering
ditemukan terkait Dana BOS adalah pengenaan pajak dan biaya administrasi
atas rekening Dana BOS yang mana seharusnya hal tersebut tidak dilakukan
oleh Bank dikarenakan rekening milik Pemerintah bukan merupakan subyek
pajak sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang tentang Pajak
Penghasilan. Permasalahan ini ditemukan pada LKPD Kabupaten
Trenggalek, Kabupaten Pasuruan, Kabupaten Magetan, Kabupaten Madiun,
Kabupaten Jember dan Kabupaten Mojokerto.
Permasalahan ini disebabkan karena Kepala Dinas Pendidikan sebagai
Pengguna Anggaran tidak melakukan koordinasi dengan bank umum atas
ketentuan pengenaan pajak bunga rekening pemerintahan dan Bendahara
BOS kurang memahami peraturan perpajakan yang berlaku sehingga
dampak dari permasalahan tersebut adalah pengurangan atas pendapatan
bunga tabungan karena adanya pemungutan pajak dan biaya administrasi
bank pada rekening pengelolaan Dana BOS.
Pusat Kajian AKN | 99
Secara terperinci, temuan dan permasalahan Dana BOS pada LKPD
Provinsi dan Kabupaten/Kota di Jawa Timur TA 2017 diuraikan sebagai
berikut:
1. Provinsi Jawa Timur
Pemeriksaan BPK tahun 2017 menemukan permasalahan belum
memadainya penyimpanan dan pelaporan Dana BOS pada Sekolah
Menengah Negeri di Dinas Pendidikan Jawa Timur minimal sebesar
Rp1.515.553.779,31. Permasalahan atas temuan tersebut diantaranya:
a. Penyimpanan Dana BOS tidak memadai. Hasil konfirmasi secara uji
petik kepada 32 sekolah menengah negeri menunjukkan jika 5 (lima)
sekolah memiliki saldo rekening melebihi saldo Buku Kas Umum (BKU).
Kelebihan tersebut disebabkan karena selain dipergunakan untuk
menyimpan Dana BOS, rekening tersebut juga dipergunakan untuk
menyimpan dana lainnya, seperti SPP dari siswa, dana bantuan Dana
Alokasi Khusus (DAK), uang komite dan dana lain. Akibatnya, saldo
akhir di rekening BOS tidak mencerminkan sisa Dana BOS di akhir
tahun;
b. Saldo awal Dana BOS minimal sebesar Rp630.522.316,00 dan saldo
akhir Dana BOS tunai minimal sebesar Rp885.031.463,31 tidak
dilaporkan kepada Dinas Pendidikan. Pengalihan pengelolaan
pendidikan menengah dari Pemerintah Kabupaten/Kota ke Pemerintah
Provinsi disertai dengan serah terima yang dicatumkan dalam Berita
Acara Serah Terima (BAST). Hasil konfirmasi kepada 32 sekolah
menemukan jika 5 (lima) sekolah memiliki saldo Dana BOS Tahun 2016
sebesar Rp630.522.316,00 yang tidak dilaporkan sehingga tidak dapat
dimonitor oleh Dinas Pendidikan. BAST telah mencantumkan data
personil dan Aset Tetap yang diserahterimakan namun tidak
mencantumkan adanya serah terima kas yang dikelola sekolah (termasuk
Dana BOS). Pada Tahun 2017, enam sekolah yang memiliki sisa Dana
Temuan Dana BOS pada Sistem Pengendalian Intern
Penyimpanan dan pelaporan Dana BOS pada Sekolah Menengah Negeri di
Dinas Pendidikan minimal sebesar Rp1.515.553.779,31 belum memadai
(Temuan No. 5 dalam LHP SPI No. 59.B/LHP/XVIII.SBY/05/2018, Hal. 23)
100 | Pusat Kajian AKN
BOS Tahun 2017 sebesar Rp885.031.463,31 dan dikuasai secara tunai
oleh sekolah tidak melaporkannya kepada Dinas Pendidikan;
c. Pelaporan penggunaan Dana BOS oleh Kepala Sekolah belum
memadai. Sekolah penerima BOS tidak menyampaikan
pertanggungjawaban berupa bukti-bukti transaksi penggunaan BOS dan
disimpan oleh pihak sekolah. Laporan penggunaan Dana BOS
didasarkan per jenis kegiatan dan bukan per jenis belanja sehingga tidak
dapat dibandingkan dengan realisasi sesuai mata anggaran.
d. Sisa Dana BOS. Hasil konfirmasi kepada 32 sekolah, diketahui jika 10
sekolah memiliki sisa Dana BOS per 31 Desember 2017 sebesar
Rp1.172.854.074,77 sedangkan Dinas Pendidikan melaporkan jika Dana
BOS telah terealisasi seluruhnya. Adanya sisa dana tersebut menunjukkan
adanya sekolah yang tidak menggunakan seluruh Dana BOS yang
diterimanya untuk keperluan operasional sekolah.
Permasalahan tersebut mengakibatkan Dinas Pendidikan tidak dapat
melakukan kontrol yang memadai atas saldo Dana BOS minimal sebesar
Rp1.515.553.779,31 (Rp630.522.316,00 + Rp885.031.463,31) dan realisasi
Belanja BOS pada Dinas Pendidikan minimal sebesar Rp1.172.854.074,77
tidak dapat diyakini kewajarannya.
Untuk itu, BPK merekomendasikan agar para kepala sekolah penerima
Dana BOS menyampaikan laporan penggunaan Dana BOS secara tertib dan
akurat berdasarkan bukti-bukti transaksi yang lengkap dan sah. Kemudian,
Dinas Pendidikan perlu melakukan monitoring atas penggunaan Dana BOS
secara cermat, dan melaporkan hasilnya secara berkala kepada Kepala Dinas
Pendidikan.
2. Kabupaten Bangkalan
Penatausahaan pengelolaan keuangan daerah tidak sesuai ketentuan
(Temuan No.4 dalam LHP SPI No.77.B/LHP/XVIII.SBY/06/2018,
Hal. 15)
Temuan Dana BOS pada Sistem Pengendalian Intern
1. Penatausahaan pengelolaan keuangan daerah tidak sesuai ketentuan.
2. Pengelolaan Dana Bantuan Operasional Sekolah tidak memadai sebesar
Rp102.773.756.144,77.
Pusat Kajian AKN | 101
Pemeriksaan atas pengelolaan kas pada Pemerintah Kabupaten
Bangkalan menunjukkan adanya permasalahan terkait Dana BOS berupa
ditemukannya empat rekening yang dikelola oleh Bendahara Pengeluaran
Pembantu (BPP) pada Dinas Pendidikan yang tidak didukung dengan
penetapan SK Kepala Daerah. Hasil perbandingan antara SK Bupati dengan
seluruh rekening Bendahara Pengeluaran Pembantu (BPP) menunjukkan
jika empat rekening tersebut masih berstatus aktif dan digunakan oleh
Bendahara BOS pada SMPN 7 Bangkalan dan SMPN 1 Arosbaya namun
belum ditetapkan dalam SK Bupati. Permasalahan tersebut disebabkan
karena Dinas Pendidikan tidak mengajukan nomor rekening tersebut untuk
ditetapkan dalam SK Bupati. Akibatnya, rekening yang belum ditetapkan
dengan SK Bupati berisiko terjadi penyalahgunaan.
Untuk itu, BPK merekomendasikan Bupati Bangkalan agar
memerintahkan Kepala BPKAD untuk melakukan inventarisasi seluruh
rekening yang dimiliki SKPD yang kemudian ditetapkan melalui surat
keputusan Kepala Daerah.
Pengelolaan Dana Bantuan Operasional Sekolah tidak memadai
sebesar Rp102.773.756.144,77 (Temuan No. 5 dalam LHP SPI No.
77.B/LHP/XVIII.SBY/06/2018, Hal. 18)
Dalam laporan hasil pemeriksaan BPK, disebutkan jika total pendapatan
Dana BOS SDN dan SMPN adalah sebesar Rp102.773.756.144,77. Namun
hasil pemeriksaan secara uji petik pada tujuh puluh sekolah SD dan SMP
menunjukkan beberapa permasalahan dalam pengelolaan Dana BOS sebagai
berikut:
a. Terdapat ketekoran kas Dana BOS sebesar Rp127.132.500,03.
Terdapat satu sekolah yang menggunakan Dana BOS Buku K-13 (saldo
kas yang dikelola oleh SMPN yang diterima oleh sekolah melalui rekening
BOS pada tahun 2014) yaitu SMPN 5 Bangkalan sebesar
Rp20.030.000,00 untuk peruntukkan yang tidak sesuai dengan maksud
penggunaan Dana BOS Buku K-13. Dana tersebut digunakan untuk
operasional sekolah dan sampai dengan 31 Desember 2017 belum
dikembalikan ke rekening sekolah. Lebih lanjut, hasil pemeriksaan
dengan membandingkan SILPA Dana BOS dan kas di Bank diketahui
terdapat kekurangan kas Dana BOS per 31 Desember 2017 sebesar
102 | Pusat Kajian AKN
Rp127.132.500,03 dan kas yang harus disetorkan kembali ke rekening
sekolah sebesar Rp107.102.500,03. Akibat Bendahara Pengeluaran Dana
BOS yang tidak tertib mengelola Dana BOS tersebut, maka terjadi
ketekoran kas Dana BOS sebesar Rp127.132.500,03;
b. Laporan realisasi Belanja BOS tidak berdasarkan SP2B.
Pemeriksaan menemukan beberapa permasalahan seperti Laporan
Realisasi Pendapatan dan Belanja tersebut tidak didukung Surat
Permintaan Pengesahan Pendapatan dan Belanja (SP3B) dan Surat
Pengesahan Pendapatan dan Belanja (SP2B), hanya SP3B sekolah-
sekolah pada lima kecamatan dari 18 (delapan belas) kecamatan yang
telah menyampaikan SP3B ke BPKAD sebelum 25 April 2018, dan SP3B
triwulan I tahun 2017 tidak mencantumkan saldo kas akhir tahun 2016.
Keterlambatan penerbitan SP3B terjadi karena sekolah-sekolah
terlambat dalam menyampaikan SPTJ ke Dinas Pendidikan dan juga Tim
Manajemen BOS Dinas Pendidikan tidak melaksanakan monitoring
sesuai ketetentuan;
c. Potensi tumpang tindih atas kegiatan monitoring dan evaluasi
Dana BOS. Tim Manajemen BOS yang ditetapkan oleh Bupati dan Tim
Monitoring dan Tim Verifikasi BOS yang ditetapkan oleh Dinas
Pendidikan mempunyai tugas monitoring dan evaluasi kegiatan BOS
yang penugasannya berpotensi tumpang tindih. Selain itu, Tim
Manajemen BOS tidak memiliki anggaran untuk melakukan monitoring
evaluasi atas kegiatan BOS. Untuk kegiatan monitoring triwulanan, Tim
Manajemen BOS mengumpulkan sekolah pada satu koordinator wilayah
(kecamatan) dan biaya kegiatan dibebankan pada 649 SD sebesar
Rp50.000,00 per sekolah atau total sebesar Rp32.450.000,00 (649 x
Rp50.000,00). Laporan atas kegiatan monitoring ini hanya disampaikan
secara lisan ke Kepala Dinas Pendidikan. Akibat permasalahan ini, maka
pungutan sebesar Rp32.450.000,00 kepada 649 sekolah tidak berdasarkan
ketentuan, dan hasil evaluasi atas pelaksanaan dan pertanggungjawaban
Dana BOS tidak dilakukan secara komprehensif.
Pusat Kajian AKN | 103
Untuk itu, BPK merekomendasikan Bupati Bangkalan agar
menginstruksikan:
a. Kepala Dinas Pendidikan untuk menyajikan saldo Kas Dana BOS yang
bersumber dari Dana BOS pada Laporan Keuangan Dinas Pendidikan
sesuai dengan bukti yang valid;
b. Kepala Dinas Pendidikan untuk memerintahkan Bendahara Pengeluaran
Dana BOS sekolah supaya mempertanggungjawabkan kekurangan kas
sebesar Rp107.102.500,03 (Rp127.132.500,03 - Rp20.030.000,00) dengan
menyetorkan ke kas Dana BOS masing-masing sekolah;
c. Kepala Dinas Pendidikan untuk menganggarkan pelaksanaan monitoring
pengelolaan Dana BOS.
3. Kabupaten Banyuwangi
Pada TA 2017, jumlah sekolah penerima Dana BOS pada Pemerintah
Kabupaten Banyuwangi adalah sebanyak 769 Sekolah Dasar (SD) dan 73
Sekolah Menengah Pertama (SMP). Berdasarkan hasil pemeriksaan terhadap
pengelolaan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dan Dana Bantuan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) pada Dinas Pendidikan
diketahui beberapa permasalahan berikut:
a. Sebanyak sepuluh sekolah ditolak pengajuannya oleh Bagian Hukum
Sekretariat Daerah karena Bendahara yang diajukan oleh sepuluh sekolah
tersebut bukan merupakan PNS;
b. Berdasarkan perbandingan antara data transfer pusat ke daerah dari
portal e-audit, Pemerintah Kabupaten Banyuwangi menerima bantuan
(baik berupa uang maupun barang) sebesar Rp6.342.752.200,00,
sedangkan nilai pendapatan dana transfer pusat yang disajikan dalam
LKPD adalah Rp6.179.727.570,80. Dengan demikian terdapat selisih
sebesar Rp163.024.629,20 (Rp6.342.752.200,00-Rp6.179.727.570,80).
Selisih tersebut merupakan nilai pendapatan bunga tabungan TA 2017
sebesar Rp1.975.370,80 dan dana bantuan APBN yang langsung masuk
Temuan Dana BOS pada Sistem Pengendalian Intern
Pengelolaan rekening Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dan Dana
Bantuan APBN pada Dinas Pendidikan tidak tertib (Temuan No. 1 dalam LHP
SPI No. 40.B/LHP/XVIII.SBY/05/2018, Hal. 3)
104 | Pusat Kajian AKN
ke dalam rekening sekolah tanpa melalui mekanisme APBD sebesar
Rp165.000.000,00. Atas dana yang belum masuk dalam mekanisme
APBD tersebut belum dilakukan pengesahan oleh BUD.
Akibat kurangnya pengendalian atas pembentukan rekening Bantuan
Operasional Sekolah, menimbulkan risiko terjadinya penyalahgunaan
keuangan daerah, dan terdapat kurang saji pendapatan dan beban pada
Laporan Operasional sebesar nilai pendapatan dan belanja yang berasal dari
dana Non APBD.
Untuk itu, BPK merekomendasikan Bupati Banyuwangi agar:
a. Memerintahkan Kepala Dinas Pendidikan menginstruksikan Kepala
Sekolah mengajukan Bendahara BOS yang merupakan PNS;
b. Memerintahkan Kepala Dinas Pendidikan, supaya:
1) Melaporkan dan mengajukan pengesahan atas pendapatan dan
belanja yang berasal dari dana Non APBD; dan
2) Mengajukan usulan permohonan penetapan bendahara dengan status
PNS dan penetapan rekening pada sepuluh sekolah penerima BOS.
Penyusunan anggaran sejak proses perencanaan sampai dengan
pengesahan APBD, dilakukan oleh Tim Anggaran Pemerintah Daerah
(TAPD) yang dibentuk melalui keputusan Bupati. Namun hasil pemeriksaan
menunjukkan adanya ketidakakuratan penganggaran, salah satunya terkait
Dana BOS yaitu belum dianggarkannya Belanja BOS dalam APBD TA 2017.
Berbeda dengan pendapatan BOS yang telah dianggarkan dalam APBD,
TAPD tidak menganggarkan belanja BOS. Hal tersebut menunjukkan
bahwa pendapatan Dana BOS secara tidak langsung telah dialokasikan untuk
membiayai belanja yang tidak terkait dengan BOS.
Untuk mengatasi beberapa permasalahan tersebut, Pemerintah
Kabupaten Banyuwangi melakukan penyesuaian saat proses perubahan
APBD, salah satunya dengan menganggarkan belanja BOS sebesar
Temuan Dana BOS pada Kepatuhan terhadap Peraturan
Perundang-Undangan
Realisasi Belanja Pegawai melebihi anggaran sebesar Rp64.867.228.839,40
(Temuan No. 8 dalam LHP Kepatuhan No. 40.C/LHP/XVIII.SBY/05/2018,
Hal. 11)
Pusat Kajian AKN | 105
Rp100.000.000.000,00 yang terbagi dalam tiga pos belanja, yaitu Belanja
Pegawai BOS, Belanja Barang dan jasa BOS serta Belanja Modal BOS.
Penganggaran sebesar Rp100.000.000.000,00 ini masih lebih kecil bila
dibandingkan dengan anggaran pendapatannya.
Untuk itu, BPK merekomendasikan Bupati Banyuwangi agar
memerintahkan TAPD supaya melakukan penganggaran Belanja Pegawai
sesuai kebutuhan dan pedoman penyusunan APBD, melakukan
penganggaran sesuai prioritas terutama belanja yang bersifat wajib dan
mengikat, melakukan verifikasi atas usulan penambahan belanja pada
masing-masing SKPD, dan melakukan penganggaran mengacu kepada
pedoman penyusunan APBD tahun anggaran terkait.
4. Kabupaten Bondowoso
Pemerintah Kabupaten Bondowoso menyajikan saldo Utang Jangka
Pendek Lainnya per 31 Desember 2017 sebesar Rp346.091.781,00 dimana
didalamnya termasuk saldo Utang Dana BOS sebesar Rp21.044.781,00.
Hasil pemeriksaan menunjukkan jika atas saldo tersebut belum didukung
dokumen yang memadai. Saldo utang yang disajikan merupakan koreksi
sesuai hasil pemeriksaan BPK atas LKPD Tahun 2015 sedangkan Bidang
Akuntansi dan Pelaporan BPKAD maupun Dinas Pendidikan dan
Kebudayaan tidak menatausahakan transaksi yang menjadi penyebab
dilakukannya koreksi tersebut. Kondisi tersebut tidak sesuai dengan
Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan Nomor 09 tentang Kewajiban.
Permasalahan tersebut disebabkan Kepala BPKAD dalam menyajikan saldo
utang belum didukung data yang lengkap dan akurat. Akibatnya, saldo utang
Dana BOS sebesar Rp21.044.781,00 belum menggambarkan nilai
sebenarnya.
Untuk itu, BPK merekomendasikan Bupati Bondowoso agar
memerintahkan Kepala BPKAD agar berkoordinasi dengan OPD terkait
untuk menelusuri dokumen pendukung penyajian saldo Utang Dana BOS.
Temuan Dana BOS pada Sistem Pengendalian Intern
Penyajian Utang Beban sebesar Rp125.912.000,00 dan Utang Dana BOS
sebesar Rp21.044.781,00 tidak didukung dokumen (Temuan No. 8 dalam
LHP SPI No. 43.B/LHP/XVIII.SBY/05/2018, Hal. 37)
106 | Pusat Kajian AKN
Hasil pemeriksaan BPK pada SDN Cangkring, Kecamatan Prajekan
diketahui beberapa hal sebagai berikut:
a. Dana BOS ditransfer ke rekening nomor 0312053918 pada Bank Jatim
Cabang Bondowoso, atas nama SDN Cangkring (BOS);
b. Bendahara Dana BOS belum menyusun laporan pertanggungjawaban
penerimaan dan penggunaan Dana BOS yang dikelola pada Tahun 2017;
c. Bendahara Dana BOS tidak menyusun Buku Kas Umum (BKU).
Penyusunan BKU dilakukan oleh staf di Bagian Tata Usaha selaku
operator berdasarkan perintah lisan dari bendahara;
d. Pencatatan transaksi yang tidak memiliki nota pembelian dari Bendahara
akan dicatat operator berdasarkan perkiraan dan tidak didasarkan pada
bukti pembelian;
e. Hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa data transaksi yang telah dicatat
pada BKU tidak dapat dibandingkan dengan bukti pertanggungjawaban
berupa nota pembelian yang disampaikan kepada BPK;
f. Jika berdasarkan bukti pertanggungjawaban belanja berupa nota
pembelian yang disampaikan kepada BPK, maka nilai penggunaan Dana
BOS selama Tahun 2017 hanya sebesar Rp50.411.476,00. Namun
berdasarkan BKU Triwulan I s.d. IV yang telah disampaikan kepada
Dinas Pendidikan, nilai penggunaan dana Tahun 2017 yang dilaporkan
adalah sebesar Rp102.995.509,00;
g. Perbandingan antara saldo akhir menurut BPK yaitu Rp54.608.968,04
dan saldo akhir rekening sebesar Rp2.048.940,92 ditambah saldo kas
tunai yang dipegang oleh bendahara Dana BOS sebesar Rp500,00, maka
terdapat kekurangan saldo kas Dana BOS sebesar Rp52.559.527,12
(Rp54.608.968,04 - Rp2.048.940,92 - Rp500,00). Bendahara SDN
Cangkring Kecamatan Prajekan telah menyetorkan ke kas daerah sebesar
Rp52.559.527,12 dengan Surat Tanda Setoran (STS) Nomor
1.01.01.1/00021/STS/CP/00.00/2018 tanggal 26 April 2018.
Temuan Dana BOS pada Kepatuhan terhadap Peraturan
Perundang-undangan
Kekurangan Kas atas Dana BOS Tahun 2017 pada SD Negeri Cangkring
Kecamatan Prajekan sebesar Rp52.559.527,12 (Temuan No. 1 dalam LHP
Kepatuhan No. 43.C/LHP/XVIII.SBY/05/2018, Hal. 3)
Pusat Kajian AKN | 107
Permasalahan tersebut mengakibatkan kekurangan kas Dana BOS pada
SDN Cangkring Kecamatan Prajekan sebesar Rp52.559.527,12.
Untuk itu, BPK merekomendasikan Bupati Bondowoso agar
memerintahkan Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan supaya
menginstruksikan:
a. Bendahara Dana BOS SDN Cangkring Kecamatan Prajekan untuk:
1) Menyusun BKU berdasarkan bukti pertanggungjawaban;
2) Memulihkan kekurangan kas sebesar Rp52.559.527,12 sesuai
ketentuan dengan menyetorkan ke kas daerah (telah ditindaklanjuti);
dan
b. Kepala sekolah SDN Cangkring Kecamatan Prajekan untuk memeriksa
kelengkapan BKU beserta bukti pertanggungjawaban yang disusun
bendahara setiap triwulan.
5. Kabupaten Jember
Penganggaran Pendapatan dan Belanja Dana BOS tidak akurat
sebesar Rp180.648.886,40, melebihi anggaran sebesar
Rp3.564.910.292,68, serta penyetoran pajak oleh Bendahara BOS tidak
tertib sebesar Rp576.908.965,11 (Temuan No. 2 dalam LHP SPI No.
48.B/LHP/XVIII.SBY/05/2018, Hal. 7)
Berdasarkan hasil pemeriksaan atas Pendapatan dan Belanja Dana BOS
diketahui permasalahan sebagai berikut:
a. Penganggaran Pendapatan dan Belanja Dana BOS tidak akurat
sebesar Rp180.648.886,40. Besaran pengalokasian Dana BOS akan
bergerak seiring pergerakan jumlah siswa. Setiap lembaga sekolah wajib
menyesuaikan Rencana Kegiatan dan Anggaran Sekolah (RKAS) yang
telah disusun dengan alokasi jumlah siswa yang termutakhir sebagai
Temuan Dana BOS pada Sistem Pengendalian Intern
1. Penganggaran Pendapatan dan Belanja Dana BOS tidak akurat sebesar
Rp180.648.886,40, melebihi anggaran sebesar Rp3.564.910.292,68, serta
penyetoran pajak oleh Bendahara BOS tidak tertib sebesar
Rp576.908.965,11.
2. Pengenaan pajak atas bunga rekening BOS dan FKTP sebesar
Rp615.322.297,78 tidak sesuai ketentuan.
108 | Pusat Kajian AKN
acuan pendapatan dan belanja kegiatan. Hasil pemeriksaan diketahui
bahwa penyusunan RKAS tidak akurat dikarenakan kesalahan
perhitungan atas alokasi penerimaan TA 2017. Akibatnya, alokasi
melebihi anggaran pada 299 RKAS SD dan 54 RKAS SMP, alokasi
kurang dari yang dianggarkan pada 523 RKAS SD dan 40 RKAS SMP,
dan untuk 88 RKAS SD telah sesuai;
b. Total realisasi Belanja BOS pada sekolah melebihi anggaran yang
tercantum pada RKAS sebesar Rp410.564.397,63. Penelusuran pada
RKAS setiap sekolah dengan realisasi belanjanya menunjukkan jika dari
1.004 sekolah, terdapat 197 SD dan satu SMP yang merealisasikan belanja
melebihi RKAS dengan total selisih sebesar Rp410.564.397,63;
c. Realisasi Belanja BOS melebihi pagu anggaran pada masing-
masing kode rekening belanja yang dianggarkan sebesar
Rp3.564.910.292,68. Terdapat 81 sekolah yang melaksanakan Belanja
Pegawai melebihi anggaran, 302 sekolah melaksanakan Belanja Barang
Jasa melebihi anggaran dan 229 sekolah yang melaksanakan Belanja
Modal melebihi anggaran dengan total pelampauan anggaran mencapai
Rp3.564.910.292,68;
d. Pelaksanaan dan pelaporan atas pemungutan dan penyetoran
pajak oleh Bendahara BOS tidak tertib sebesar Rp576.908.965,11.
Hasil inventarisasi seluruh kewajiban perpajakan yang belum disetorkan
ke Kas Negara/Kas Daerah per 31 Desember 2017 menemukan adanya
pembayaran kewajiban pajak tahun 2017 yang dilaksanakan pada tahun
2018 dari 1.004 SD dan SMP sebesar Rp576.908.965,11. Akibatnya,
terdapat potensi penyalahgunaan uang pajak atas Dana BOS yang tidak
segera disetorkan ke Kas Negara sebesar Rp576.908.965,11.
Hal ini disebabkan karena Tim BOS Kabupaten Jember tidak
melaksanakan fungsi monitoring dan evaluasi pelaksanaan Dana BOS TA
2017 sesuai ketentuan dan Bendahara BOS tidak sepenuhnya memahami
ketentuan yang berlaku atas petunjuk teknis BOS TA 2017.
Untuk itu, BPK merekomendasikan kepada Bupati Jember agar
memerintahkan Tim BOS Kabupaten Jember melaksanakan pembinaan
pengelolaan dan pelaporan serta memantau pelaporan pertanggungjawaban
Dana BOS sesuai ketentuan.
Pusat Kajian AKN | 109
Pengenaan pajak atas bunga rekening BOS dan FKTP sebesar
Rp615.322.297,78 tidak sesuai ketentuan (Temuan No. 3 dalam LHP
SPI No. 48.B/LHP/XVIII.SBY/05/2018, Hal. 11)
Hasil pemeriksaan menunjukkan jika bunga atas rekening Dana BOS
masih dikenakan pajak. Dari 1.004 rekening yang ditunjuk dalam SK Bupati
Nomor 188.45/82/1.12/2017 tentang Bendahara Dana Bantuan
Operasional Sekolah (BOS) pada Satuan Pendidikan Negeri dan Rekening
Bantuan Operasional Sekolah (BOS) Tahun Anggaran 2017, diketahui
seluruhnya dikenakan pajak atas bunga yang diperoleh selama TA 2017
sebesar Rp15.864.718,78. Pengenaan pajak penghasilan dikecualikan atas
subjek pajak badan berupa unit tertentu dari Badan Pemerintah yang
memenuhi kriteria:
a. Pembentukannya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-
undangan;
b. Pembiayaannya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah;
c. Penerimaannya dimasukkan dalam Anggaran Pemerintah Pusat atau
Pemerintah Daerah; dan
d. Pembukuannya diperiksa oleh Aparat Pengawasan Fungsional Negara.
Akibat permasalahan tersebut, maka terdapat kekurangan pendapatan
atas bunga rekening sebesar Rp15.864.718,78. Hal tersebut disebabkan
Kepala Dinas Pendidikan sebagai Pengguna Anggaran tidak melakukan
koordinasi dengan bank umum atas ketentuan pengenaan pajak bunga
rekening pemerintahan dan Bendahara BOS kurang memahami peraturan
perpajakan yang berlaku.
Untuk itu, BPK merekomendasikan kepada Bupati Jember agar
memerintahkan Kepala Dinas Pendidikan untuk berkoordinasi dengan Bank
terkait terhadap ketidaktepatan pengenaan pajak bunga atas rekening BOS.
110 | Pusat Kajian AKN
6. Kabupaten Lamongan
Laporan Realisasi Anggaran (LRA) Pemerintah Kabupaten Lamongan
TA 2017, salah satunya menyajikan realisasi pendapatan dan belanja yang
tidak melalui Rekening Kas Umum Daerah (RKUD) yaitu Bantuan
Operasional Sekolah (BOS) sebesar Rp85.107.080.000,00. Namun hasil
pemeriksaan menunjukkan jika PPKD/BUD di Bidang Akuntansi
melakukan pencatatan dalam aplikasi SAKTI, baik pendapatan, belanja,
beban dan aset atas SP3B yang diterima dari Dinas Pendidikan berdasarkan
Laporan Realisasi Pendapatan dan Belanja oleh Kepala Satuan Pendidikan,
tanpa menerbitkan Surat Pengesahan Pendapatan dan Belanja (SP2B).
Permasalahan tersebut terjadi karena BUD tidak menerbitkan Surat
Pengesahan Pendapatan dan Belanja (SP2B) yang menjadi tanggung
jawabnya dan juga Kepala Dinas Pendidikan tidak memantau dan
melaporkan kepada BUD atas penerimaan hibah pada sekolah negeri.
Akibatnya, belanja dari luar mekanisme APBD berpotensi disalahgunakan.
Untuk itu, BPK merekomendasikan Bupati Lamongan agar
memerintahkan BUD untuk mengesahkan Surat Pendapatan dan Belanja
(SP2B) yang menjadi tanggung jawabnya dan juga memerintahkan Kepala
Dinas Pendidikan untuk secara tertib memantau dan melaporkan kepada
BUD atas penerimaan hibah ke sekolah negeri secara periodik.
7. Kabupaten Lumajang
Hasil pemeriksaan terkait pengelolaan Dana BOS di Kabupaten
Lumajang diketahui beberapa permasalahan sebagai berikut:
Temuan Dana BOS pada Sistem Pengendalian Intern
Penatausahaan Pendapatan dan Belanja diluar mekanisme APBD pada
Pemerintah Kabupaten Lamongan belum memadai (Temuan No. 1 dalam
LHP SPI No. 46.B/LHP/XVIII.SBY/05/2018, Hal. 3)
Temuan Dana BOS pada Sistem Pengendalian Intern
Pengelolaan Dana Bantuan Operasional Sekolah oleh Dinas Pendidikan tidak
tertib sebesar Rp65.964.463.857,68 (Temuan No. 1 dalam LHP SPI No.
75.B/LHP/XVIII.SBY/05/2018, Hal. 3)
Pusat Kajian AKN | 111
a. Rekening BOS belum ditetapkan dalam Surat Keputusan Bupati.
Untuk menampung Dana BOS dari Pemerintah Provinsi, masing-masing
Bendahara Pengeluaran Dana BOS pada 599 sekolah, memiliki dua
rekening dengan status masih aktif yaitu rekening untuk menampung
Dana BOS yang dibuat sebelum tahun 2016 dan rekening yang dibuat
tahun 2017. Atas rekening yang dibuat tahun 2017, seluruhnya telah
ditetapkan dalam SK Bupati, sedangkan untuk rekening yang dibuat
sebelum tahun 2016 belum ditetapkan dalam SK Bupati yaitu sebanyak
599 rekening;
b. Terdapat perbedaan nilai saldo Kas Lainnya menurut Neraca,
BKU dan rekening tabungan masing-masing Bendahara
Pengeluaran Dana BOS. Jika membandingkan antara saldo kas di Bank
pada 599 rekening tabungan Bendahara Pengeluaran Dana BOS dengan
saldo Kas di Bank menurut BKU maka terdapat selisih sebesar
Rp49.485.795,29. Jika membandingkan antara saldo kas BKU dan saldo
kas yang belum tercatat dengan nilai saldo Kas di Neraca, maka terdapat
selisih sebesar Rp253.699.564,35. Sampai berakhirnya pemeriksaan
tanggal 8 Mei 2018, selisih-selisih tersebut belum bisa dijelaskan oleh
Dinas Pendidikan;
c. Terdapat saldo kas bernilai negatif menurut rincian aplikasi e-
finance. Berdasarkan hasil konfirmasi, disebutkan jika kas bersaldo
negatif tersebut disebabkan adanya kesalahan dalam penginputan nilai
realisasi belanja pada aplikasi SIPBOS;
d. Terdapat realisasi Belanja yang melebihi anggaran sebesar
Rp419.245.245,00 yang disebabkn karena tidak adanya kontrol dari
Dinas Pendidikan atas pengelolaan dana yang dilaksanakan oleh masing-
masing sekolah selama TA 2017;
e. Realisasi belanja BOS belum mendapatkan SP2B untuk triwulan
III dan IV dari BUD sebesar Rp64.241.701.583,97 dari total realisasi
Belanja sebesar Rp78.410.767.896,97. Hal tersebut dikarenakan Dinas
Pendidikan selaku tim pengelola Dana BOS belum menyerahkan Surat
Permintaan Pengesahan Pendapatan dan Belanja (SP3B) kepada BUD
sampai dengan LKPD diserahkan ke BPK;
f. Hasil pemeriksaan terhadap Belanja makan dan minum selama TA 2017
pada pada 186 SDN dan 33 SMPN penerima Dana BOS TA 2017,
112 | Pusat Kajian AKN
menunjukkan jika atas belanja tersebut belum dipungut dan
dilakukan pembayaran pajak restorannya oleh Bendahara
Pengeluaran Dana BOS sebesar Rp201.840.805,45. Hal ini
disebabkan kurangnya pemahaman tentang peraturan perpajakannya dan
belum dilakukannya sosialisasi oleh Dinas Pendidikan;
g. Pajak pusat yang telah dipungut Bendahara Pengeluaran Dana
BOS belum disetorkan ke Kas Negara sebesar Rp89.501.324,47.
Permasalahan tersebut mengakibatkan rekening tabungan Bendahara
Pengeluaran Dana BOS yang belum ditetapkan dalam SK Bupati berpotensi
disalahgunakan, penyajian saldo kas lainnya per 31 Desember 2017 sebesar
Rp1.431.420.143,79 belum menggambarkan kondisi sebenarnya, penyajian
realisasi belanja yang belum mendapatkan pengesahan dari BUD sebesar
Rp64.241.701.583,97 belum dapat diyakini kewajarannya, adanya potensi
kekurangan penerimaan daerah atas pajak restoran yang belum dipungut dan
disetorkan ke Kas Daerah oleh Bendahara Pengeluaran Dana BOS sebesar
Rp201.840.805,45, dan adanya potensi kekurangan penerimaan negara atas
pajak yang belum disetorkan ke Kas Negara sebesar Rp89.501.324,47.
Untuk itu, BPK merekomendasikan kepada Bupati Lumajang agar
menginstruksikan kepada:
a. Kepala BPKD untuk memerintahkan Kepala Bidang Akuntansi dan
Pelaporan BPKD agar:
1) Menggunakan nilai realisasi Belanja yang telah disahkan oleh BUD
dalam menyusun laporan keuangan konsolidasi; dan
2) Menelusuri penyebab selisih penyajian nilai saldo Kas Lainnya melalui
rekonsiliasi data dengan masing-masing Bendahara Pengeluaran
Dana BOS Dinas Pendidikan.
b. Kepala Dinas Pendidikan untuk memerintahkan:
1) Manajer BOS agar:
a) Melakukan perhitungan kembali saldo Kas Lainnya pada masing-
masing Bendahara Pengeluaran Dana BOS, dan melakukan
rekonsiliasi data dengan Bidang Akuntansi dan Pelaporan BPKD
terkait nilai saldo Kas Lainnya tersebut;
b) Melakukan sosialisasi terkait peraturan perpajakan pusat dan pajak
daerah kepada seluruh Bendahara Pengeluaran Dana BOS; dan
Pusat Kajian AKN | 113
c) Meminta masing-masing Bendahara Pengeluaran Dana BOS
untuk memungut dan menyetorkan pajak restoran sebesar
Rp201.840.805,45 ke Kas Daerah dan pajak pusat yang telah
dipungut sebesar Rp89.501.324,47 ke Kas Negara.
2) Seluruh Bendahara Pengeluaran Dana BOS agar:
a) Menutup rekening penampungan Dana BOS yang belum
ditetapkan dalam SK Bupati dan memindahkan saldo atas
rekening tersebut ke rekening yang telah ditetapkan dalam SK
Bupati; dan
b) Melaksanakan kegiatan sesuai dengan anggaran yang telah
ditetapkan.
c. Inspektur melaksanakan reviu atas hasil penelusuran terkait penyajian
saldo Kas Lainnya per 31 Desember 2017 yang telah dilaksanakan oleh
Dinas Pendidikan dan
8. Kabupaten Madiun
Saldo Kas pada Neraca LKPD Kabupaten Madiun TA 2017 salah
satunya terdiri dari saldo kas Dana BOS sebesar Rp178.799.389,00. Hasil
pemeriksaan BPK dalam temuan tersebut, menunjukkan adanya pendapatan
bunga tabungan atas rekening BOS yang dikenakan pajak penghasilan
sebesar Rp4.507.284,33. Hal ini disebabkan karena Perjanjian Kerjasama
antara Pemerintah Kabupaten Madiun dengan Bank Jatim tentang
penempatan Dana BOS belum mengatur ketentuan terkait pengecualian
pengelolaan Dana BOS sebagai subjek pajak dalam negeri. Permasalahan
tersebut mengakibatkan kekurangan penerimaan bunga giro dan bunga
tabungan yang dikenakan pajak penghasilan senilai Rp4.507.284,33 pada 452
rekening tabungan Dana BOS.
Untuk itu, BPK merekomendasikan kepada Bupati Madiun agar
menginstruksikan Kepala BPKAD (sebagai BUD) untuk mengatur kembali
Perjanjian Kerjasama dengan pihak Bank terkait untuk tidak mengenakan
Temuan Dana BOS pada Sistem Pengendalian Intern
Kas Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama dan Bantuan Operasional Sekolah
masih dikenakan pajak atas pendapatan bunga giro dan tabungan oleh bank
sebesar Rp30.913.345,33 (Temuan No. 4 dalam LHP SPI
No.64.B/LHP/XVIII.SBY/05/2018, Hal. 8)
114 | Pusat Kajian AKN
pajak penghasilan atas pendapatan bunga dari rekening giro atau tabungan
yang digunakan untuk operasional Pemerintah Kabupaten Madiun.
9. Kabupaten Magetan
Pemerintah Kabupaten Magetan menganggarkan Dana BOS untuk
sekolah SD dan SMP Negeri pada APBD Perubahan TA 2017 sebesar
Rp49.634.600.000,00 dan direalisasikan sebesar Rp50.164.011.096,77. Hasil
pemeriksaan atas penatausahaan Dana BOS menunjukkan beberapa
permasalahan sebagai berikut:
a. Penganggaran Dana BOS pada Dinas Pendidikan belum sesuai
ketentuan. Belanja Pegawai dan Belanja Barang dan Jasa dari Dana BOS
disajikan secara gelondongan dan tidak disajikan secara rinci per rincian
objek belanja. Selain itu, Disdikpora belum menganggarkan sisa Kas di
Bendahara Dana BOS tahun 2016 sebagai penerimaan Dana BOS TA
2017;
b. Rekening Dana BOS di tiap-tiap sekolah menggunakan rekening
tabungan Bank Jatim yang telah dibuka sejak tahun 2011 dan terdapat
penerimaan bunga dan potongan administrasi dan pajak tiap bulannya
dimana atas pendapatan dari pengelolaan Dana BOS tersebut seharusnya
dikecualikan dari subjek pajak badan;
c. Penatausahaan Dana BOS oleh bendahara sekolah tidak tertib.
Terdapat saldo akhir tahun 2016 berupa kas tunai yang dipegang
bendahara namun tidak dilaporkan sebesar Rp147.496.733,66, penyajian
Dana BOS belum memperhitungkan pendapatan bunga sebesar
Rp37.825.585,04 serta biaya administrasi dan pajak sebesar
Rp7.322.800,55, realisasi belanja barang dan jasa belum dipisahkan dalam
beban pemeliharaan, beban persediaan dan beban jasa, Kas di Bendahara
Dana BOS disajikan sebesar Rp1.421.801.918,75 namun berdasarkan
hasil pemeriksaan diketahui sebesar sebesar Rp1.474.557.334,56
sehingga terdapat selisih sebesar Rp52.755.415,81.
Temuan Dana BOS pada Sistem Pengendalian Intern
Penatausahaan Dana BOS belum sepenuhnya sesuai ketentuan (Temuan
No.6 dalam LHP SPI No. 57.B/LHP/XVIII.SBY/05/2018, Hal. 30)
Pusat Kajian AKN | 115
Permasalahan tersebut mengakibatkan realisasi Belanja Dana BOS
berpotensi tidak sesuai dengan perencanaannya, adanya potensi penerimaan
dari pendapatan bunga pada rekening sekolah yang tidak dapat digunakan
secara langsung oleh sekolah tersebut, dan kas di Bendahara Dana BOS
tahun 2017 pada Neraca kurang saji sebesar Rp52.755.415,81
(Rp1.474.557.334,56 - Rp1.421.801.918,75).
Untuk itu, BPK merekomendasikan kepada Bupati Magetan agar Kepala
Dinas Pendidikan, Kepemudaan, dan Olah Raga untuk:
a. Memedomani ketentuan penganggaran Dana BOS dalam APBD
Perubahan TA 2018;
b. Membuat perjanjian dengan bank terkait dana pemerintah memenuhi
kriteria sebagai subyek pajak maka tidak dikenakan pajak atas pendapatan
bunga/jasa giro;
c. Menginstruksikan Bendahara sekolah supaya memedomani ketentuan
pengelolaan keuangan Dana BOS terkait dengan pencatatan dalam BKU,
dan pelaporan sisa Dana BOS baik kas tunai maupun kas di rekening
BOS; dan
d. Menginstruksikan Tim Manajemen BOS Dinas Pendidikan,
Kepemudaan dan Olah Raga supaya melaksanakan monitoring
pelaksanaan Dana BOS.
10. Kabupaten Nganjuk
Penggunaan dan pelaporan Dana BOS Tahun 2017 belum memadai
(Temuan No. 3 dalam LHP SPI No. 60.B/LHP/XVIII.SBY/05/2018,
Hal. 8)
Hasil pemeriksaan terkait penerimaan dan pengelolaan Dana BOS TA
2017 menemukan beberapa permasalahan diantaranya:
a. Terdapat realisasi Belanja Barang Jasa BOS melebihi anggaran
sebesar Rp8.651.244.822,32. Hal tersebut terjadi karena pada saat
penyusunan anggaran, Dinas Pendidikan menetapkan proporsi tertentu
Temuan Dana BOS pada Sistem Pengendalian Intern
1. Penggunaan dan pelaporan Dana BOS Tahun 2017 belum memadai;
2. Pengembalian kelebihan pendapatan pada tahun sebelumnya tidak dicatat
sesuai ketentuan yang berlaku
116 | Pusat Kajian AKN
untuk Belanja Pegawai, Belanja Barang dan Jasa, dan Belanja Modal
namun tidak dikoordinasikan dengan masing-masing sekolah. Akibatnya,
pada saat realisasi belanja, pihak sekolah tidak berpatokan pada anggaran
yang telah ditetapkan;
b. Tidak terdapat Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) Sekolah dan
Laporan Realisasi Pendapatan dan Belanja Dana BOS untuk TA
2017 dikarenakan pihak sekolah baru dilatih untuk menyusun RKA
Sekolah sekitar bulan Juni 2017. Setelah dilakukan pelatihan penyusun
RKA Sekolah, lembaga sekolah tidak langsung menyusun RKA Sekolah
untuk TA 2017. Selain itu, selama TA 2017 sekolah juga tidak menyusun
Laporan Realisasi Pendapatan dan Belanja Dana BOS, dikarenakan
sekolah tidak menyusun RKA Sekolah pada TA 2017;
c. Terdapat selisih pembayaran utang pajak tahun 2016 sebesar
Rp4.286.587,89. Selisih tersebut merupakan perbedaan antara
pembayaran utang pajak menurut hasil perhitungan ulang oleh Tim BOS
yaitu sebesar Rp171.569.473,57 dengan yang tercatat dalam Laporan
Dana BOS SD dan SMP Tahun 2016 yaitu sebesar Rp167.282.885,68.
Selain itu, terdapat pula perbedaan perhitungan pajak atas Belanja BOS
hasil perhitungan ulang dengan data pada Laporan Realisasi Anggaran
(LRA). Untuk itu, telah dilakukan koreksi.
Permasalahan-permasalahan tersebut mengakibatkan realisasi Barang
dan Jasa BOS melebihi anggaran sebesar Rp8.651.244.822,32 atau 16,15%
dan risiko terjadinya penyalahgunaan Dana BOS akibat penatausahaan Dana
BOS yang kurang memadai.
Untuk itu, BPK merekomendasikan kepada Bupati Nganjuk untuk
memerintahkan:
a. Kepala BPKAD agar memerintahkan Kabid Perbendaharaan supaya
lebih cermat dalam melakukan pengesahan SP2B;
b. Kepala Dinas Pendidikan untuk memerintahkan sekolah penerima Dana
BOS agar membuat RKA dan menyetorkan pajak tepat waktu; dan
c. Tim Monev BOS agar melakukan koordinasi dengan sekolah penerima
Dana BOS dalam memperbaiki penatausahaan dan pelaporan Dana
BOS.
Pusat Kajian AKN | 117
Pengembalian kelebihan pendapatan pada tahun sebelumnya tidak
dicatat sesuai ketentuan yang berlaku (Temuan No. 4 dalam LHP SPI
No. 60.B/LHP/XVIII.SBY/05/2018, Hal. 12)
Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih (Audited) Pemkab Nganjuk
menyajikan nilai koreksi kesalahan pembukuan tahun sebelumnya sebesar
Rp835.260.354,50 dimana di dalamnya terdapat koreksi atas pengembalian
pendapatan Dana BOS Tahun 2011 sebesar Rp815.844.037,00. Namun
pengembalian tersebut tidak menggunakan anggaran Belanja Tidak Terduga
melainkan dengan pemindahbukuan langsung, sehingga tidak tercatat di
Laporan Realisasi Anggaran (LRA). Berdasarkan ketentuan yang berlaku,
pengembalian kelebihan pendapatan seharusnya dibebankan pada Belanja
Tidak Terduga. Hal tersebut mengakibatkan saldo Belanja Tidak Terduga
pada LRA dan LO kurang catat sebesar Rp815.844.037,00 untuk
pengembalian Dana BOS.
Untuk itu, BPK merekomendasikan kepada Bupati Nganjuk agar
memerintahkan Kepala BPKAD untuk memerintahkan Kepala Bidang
Perbendaharaan supaya membebankan pengembalian kelebihan pendapatan
pada tahun-tahun sebelumnya pada anggaran Belanja Tidak Terduga.
11. Kabupaten Pasuruan
Hasil pemeriksaan BPK menemukan 662 SDN dan 62 SMPN telah
dikenakan biaya administrasi sebesar Rp65.160.000,00 (724 rekening x
Rp7.500,00 x 12 bulan) dan telah dikenakan pajak sebesar Rp28.629.815,43
atau total sebesar Rp93.789.815,43. Penelusuran lebih lanjut pada Naskah
Perjanjian Kerjasama Pengelolaan Kas Daerah Pemerintah Kabupaten
Pasuruan dengan Bank Jatim diketahui belum diatur mengenai pemotongan
pajak atas bunga dan biaya administrasi tabungan. Akibatnya, terjadi
pengurangan atas Pendapatan Bunga Tabungan karena adanya pemungutan
pajak dan administrasi bank pada rekening pengelolaan Dana BOS sebesar
Rp93.789.815,43 (Rp28.629.815,43+ Rp65.160.000,00).
Temuan Dana BOS pada Sistem Pengendalian Intern
Bunga tabungan BOS dikenakan pajak penghasilan dan biaya administrasi
bank sebesar Rp93.789.815,43 (Temuan No. 1 dalam LHP SPI No.
42.B/LHP/XVIII.SBY/05/2018, Hal. 3)
118 | Pusat Kajian AKN
Untuk itu, BPK merekomendasikan Bupati Pasuruan agar merevisi
perjanjian dengan Bank Jatim terkait pengenaan pajak dan biaya administrasi
atas tabungan BOS.
12. Kabupaten Ponorogo
Hasil pemeriksaan atas pengelolaan Dana BOS pada Kabupaten
Ponorogo menunjukkan permasalahan sebagai berikut:
a. Pendapatan Dana BOS tahun 2017 tidak mencerminkan nilai
sebenarnya minimal sebesar Rp717.256.510,01.
b. Terdapat penggunaan langsung sisa Dana BOS Tahun 2016 tanpa
melalui mekanisme APBD sebesar Rp1.671.996.245,23. Penggunaan
langsung ini tergambar dari adanya transaksi pengeluaran Dana BOS
pada awal Tahun 2017 sebelum Dana BOS Triwulan I cair di bulan Maret
2017. Selain itu, proses validasi Laporan Realisasi Pendapatan dan
Belanja serta pertanggungjawaban penggunaan Dana BOS untuk
Triwulan IV tidak didasarkan dengan bukti transaksi pengeluaran
Dana BOS minimal sebesar Rp18.018.007.256,00. Akibatnya, penyajian
akun Belanja Modal dan Barang Jasa pada LRA atas penggunaan Dana
BOS belum menggambarkan keadaan yang sebenarnya minimal sebesar
Rp19.690.003.501,00 (Rp1.671.996.245,23 + Rp18.018.007.256,00);
c. Bendahara BOS pada sekolah-sekolah tersebut tidak pernah
melaporkan jumlah pendapatan bunga di Laporan Realisasi Kode
Rekening, serta tidak menggunakan pendapatan bunga untuk biaya
operasional sekolah. Pendapatan bunga tersimpan dalam rekening
sekolah Rp434.020.537,36. Hal ini diantaranya disebabkan karena
beberapa sekolah masih menggunakan satu rekening untuk berbagai
sumber penerimaan sehingga kesulitan untuk memisahkan pendapatan
bungan Dana BOS. Akibatnya, Akun Lain-lain PAD yang Sah pada
Pendapatan LRA dan LO atas pendapatan bunga Dana BOS belum
menggambarkan keadaan sebenarnya sebesar Rp434.020.537,36.
Temuan Dana BOS pada Sistem Pengendalian Intern
Pengelolaan Dana BOS pada Pemerintah Kabupaten Ponorogo belum
sepenuhnya sesuai dengan ketentuan (Temuan No. 4 dalam LHP SPI No.
67.B/LHP/XVIII.SBY/05/2018, Hal. 13)
Pusat Kajian AKN | 119
Untuk itu, BPK merekomendasikan Bupati Ponorogo agar:
a. Memerintahkan Kepala Dinas Pendidikan supaya menginstruksikan
Pejabat Penatausahaan Keuangan melakukan pembukuan Dana BOS
melalui pengajuan SP3B per triwulan;
b. Memerintahkan BUD supaya melakukan validasi atas SP3B serta
menerbitkan SP2B;
c. Memerintahkan BUD supaya menginstruksikan Bidang Akuntansi
melakukan pencatatan pendapatan dan belanja Dana BOS sesuai dengan
SP2B yang diterbitkan;
d. Memerintahkan Kepala Dinas Pendidikan supaya mengusulkan dan
mengalokasikan sisa Kas Dana BOS tahun sebelumnya dalam APBD;
dan
e. Memerintahkan Kepala Dinas Pendidikan supaya melakukan pencatatan
atas bunga Dana BOS.
13. Kabupaten Sidoarjo
Berdasarkan hasil reviu dokumen rekapitulasi Belanja Hibah dari BP
PPKD TA 2017 diketahui dari 399 sekolah penerima hibah pendamping
BOSDA, 367 diantaranya belum menyerahkan LPJ dengan nilai belum
menyerahkan LPJ ke Bupati melalui BPKAD (dhi. BP PPKD) sebesar
Rp25.214.832.870,00. Permasalahan ini berpotensi mengakibatkan
terjadinya penyalahgunaan atas pertanggungjawaban hibah yang terlambat
disampaikan. Hal ini disebabkan karena Kepala SKPD yang bertindak
sebagai rekomendator kurang optimal dalam melakukan pembinaan dan
sosialisasi kepada penerima hibah tentang kewajiban penyampaian LPJ.
Untuk itu, BPK merekomendasikan Bupati Sidoarjo agar
memerintahkan:
a. Kepala BPKAD selaku PPKD agar melakukan verifikasi atas laporan
pertanggungjawaban penerima hibah dan untuk laporan penggunaan
hibah diatas satu milyar rupiah agar dilampiri hasil audit independen;
Temuan Dana BOS pada Sistem Pengendalian Intern
Pelaksanaan Belanja Hibah Pemerintah Kabupaten Sidoarjo belum sesuai
ketentuan (Temuan No. 9 dalam LHP SPI
No.44.B/LHP/XVIII.SBY/05/2018, Hal. 43)
120 | Pusat Kajian AKN
b. Kepala SKPD rekomendator terkait agar menagih laporan
pertanggungjawaban kepada Penerima Hibah senilai
Rp27.182.832.870,00 (khusus Dana Hibah Pendamping BOSDA senilai
Rp25.214.832.870,00) untuk disampaikan kepada Bupati melaksanakan
ketentuan terkait pertanggungjawaban dana hibah; dan
c. Inspektorat Kabupaten Sidoarjo untuk melakukan audit terhadap
penerima hibah yang terlambat menyampaikan laporan
pertanggungjawaban.
14. Kabupaten Sumenep
Hasil pemeriksaan BPK atas LKPD Kabupaten Sumenep TA 2017
menemukan adanya permasalahan pencatatan transaksi Dana BOS satuan
pendidikan negeri di Kabupaten Sumenep diantaranya transaksi Dana BOS
tidak melalui mekanisme Surat Pengesahan Pendapatan dan Belanja (SP2B),
prosedur pencatatan hanya dilakukan dengan cara menghitung selisih
penerimaan hibah Dana BOS dan penggunaan Dana BOS tahun berjalan
atau tidak dilakukan pada saat terjadi realisasi penerimaan maupun realisasi
belanja, dan saldo Kas di Bendahara BOS pada Neraca LKPD TA 2017
belum termasuk saldo awal kas Dana BOS Tahun 2016 maupun nilai
pendapatan bunga bank dan pajak atas bunga bank pada rekening BOS
masing-masing sekolah Tahun 2017. Atas permasalahan tersebut, dokumen
pencatatan Belanja BOS berupa SP3B dan SP2B yang telah disahkan oleh
PPKD telah ditindaklanjuti setelah pemeriksaan berakhir. Selain itu, terkait
Kas di Bendahara BOS, telah dilakukan koreksi dari Rp555.657.792,00
menjadi Rp1.085.100.387,01.
Permasalahan tersebut mengakibatkan pencatatan pembukuan Realisasi
Pendapatan dan Belanja yang berasal dari Dana BOS tidak sesuai ketentuan
dan nilai Kas di Bendahara Dana BOS yang tercatat dalam Rekening Kas di
Kas Daerah tidak menunjukkan nilai yang sebenarnya. Hal tersebut
disebabkan karena PPKD sebagai BUD belum menyusun mekanisme
Temuan Dana BOS pada Sistem Pengendalian Intern
Penatausahaan keuangan Dana BLUD dan Dana BOS belum melalui
mekanisme pengesahan BUD yang memadai (Temuan No. 1 dalam LHP SPI
No.69.B/LHP/XVIII.SBY/05/2018, Hal. 3)
Pusat Kajian AKN | 121
pengesahan dan pelaporan atas pendapatan dan belanja yang berasal dari
Dana BOS, Kepala Dinas Pendidikan kurang optimal melaksanakan
pengendalian atas pertanggungjawaban pengelolaan kas Dana BOS, dan
PPK SKPD Dinas Pendidikan kurang cermat dalam melaksanakan tugas dan
tanggung jawabnya.
Untuk itu, BPK merekomendasikan Bupati Sumenep agar
mengistruksikan:
a. PPKD selaku BUD untuk menyusun mekanisme pengesahan dan
pelaporan atas pendapatan dan belanja yang berasal dari Dana BOS; dan
b. Kepala Dinas Pendidikan untuk memerintahkan PPK SKPD Dinas
Pendidikan agar melaporkan transaksi BOS sesuai dengan transaksi
sebenarnya menggunakan mekanisme SP3B.
15. Kabupaten Trenggalek
Rekening tabungan Bantuan Operasional Sekolah belum ditetapkan
Surat Keputusan Bupati dan dipotong pajak sebesar Rp5.442.855,50
(Temuan No. 2 dalam LHP SPI No.73.B/LHP/XVIII.SBY/05/2018,
Hal. 5)
Hasil pemeriksaan BPK menemukan permasalahan terkait rekening
Dana BOS yaitu:
a. Atas 523 rekening sekolah di Kabupaten Trenggalek pada Bank Jatim
diketahui belum ditetapkan dengan Surat Keputusan Bupati
Trenggalek;
b. Total rekening Dana BOS yang diakui sebagai rekening Pemerintah
Kabupaten Trenggalek adalah sebanyak 523 rekening Dana BOS.
Sementara data rekapitulasi Laporan Penggunaan Dana BOS oleh Dinas
Pendidikan Kabupaten Trenggalek menunjukkan bahwa jumlah sekolah
SD Negeri adalah 422 SD Negeri dan 50 SMP Negeri dan sisanya adalah
Temuan Dana BOS pada Sistem Pengendalian Intern
1. Rekening Tabungan Bantuan Operasional Sekolah belum ditetapkan Surat
Keputusan Bupati dan dipotong pajak sebesar Rp5.442.855,50;
2. Penyajian saldo Dana BOS sebesar Rp424.947.249,76 belum
menggambarkan nilai yang sebenarnya.
122 | Pusat Kajian AKN
Sekolah Swasta. Dengan demikian SK Bupati tidak menggambarkan
kepemilikan rekening Dana BOS yang sebenarnya;
c. Terdapat pengenaan potongan pajak TA 2017 atas rekening Dana
BOS sebesar Rp5.442.855,50 yang mana seharusnya tidak dilakukan
oleh bank dikarenakan rekening milik pemerintah bukan merupakan
subyek pajak sebagaimana yang diatur dalam undang-undang tentang
Pajak Penghasilan.
Permasalahan tersebut mengakibatkan risiko penyalahgunaan 472
rekening yang belum ditetapkan oleh Kepala Daerah oleh pengelola Dana
BOS dan hilangnya peluang pemanfaatan dana sebesar Rp5.442.855,50
untuk kepentingan Pemerintah Daerah.
Untuk itu, BPK merekomendasikan kepada Bupati Trenggalek agar
memerintahkan:
a. Kepala Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olah Raga untuk melaporkan
rekening di bawah penguasaannya untuk ditetapkan dengan Keputusan
Bupati;
b. Kepala Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olah Raga untuk menutup
rekening tabungan BOS yang tidak digunakan dan menyerahkan bukti
penutupan rekening ke BPK; dan
c. Pejabat Pengelola Keuangan Daerah Kabupaten Trenggalek agar
memproses usulan penetapan rekening bank Dana BOS dengan
Keputusan Bupati.
Penyajian saldo Dana BOS sebesar Rp424.947.249,76 belum
menggambarkan nilai yang sebenarnya (Temuan No. 2 dalam LHP
SPI No.73.B/LHP/XVIII.SBY/05/2018, Hal. 5)
Hasil pemeriksaan atas dokumen pertanggungjawaban, dan rekapitulasi
penerimaan dan pengeluaran Dana BOS dari Tim Bantuan Operasional
Sekolah Kabupaten Trenggalek menunjukkan permasalahan sebagai berikut:
a. Pengakuan dan Penyajian Pendapatan Dana BOS dan Belanja Dana BOS
triwulan IV masing-masing sebesar Rp10.704.894.000,00 dan
Rp15.356.458.579,45 pada Laporan Keuangan Pemerintah Daerah tidak
berdasarkan SP2B. Hal ini disebabkan karena Dinas Pendidikan,
Pemuda, dan Olahraga tidak menerbitkan SP3B seluruh sekolah
penerima BOS pada Triwulan IV secara tepat waktu yaitu baru
Pusat Kajian AKN | 123
menerbitkan dan menyerahkan ke Perbendaharaan pada tanggal 20 April
2018;
b. Hasil pemeriksaan atas data rekapitulasi laporan pendapatan dan belanja
Dana BOS, SP3B, SP2B dan data verifikasi atas Dana BOS menunjukkan
bahwa terdapat perbedaan saldo awal, pendapatan, dan belanja yang
berdampak pada nilai saldo akhir 2017. Perbedaan-perbedaan dalam
kondisi yang disebabkan adanya perubahan/revisi data yang tidak dapat
dijelaskan menyebabkan BPK tidak bisa menyakini atas saldo akhir kas
bos yang disajikan.
Permasalahan tersebut di atas mengakibatkan saldo akhir Dana BOS TA
2017 Rp424.947.249,76 belum dapat diyakini kewajaran penyajiannya.
Untuk itu, BPK merekomendasikan kepada Bupati Trenggalek agar
memerintahkan:
a. Kepala Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga untuk melakukan
pengelolaan keuangan Dana BOS sesuai dengan ketentuan yang berlaku;
b. Manajer BOS dan PPK Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga untuk
tepat waktu dalam proses verifikasi pendapatan dan belanja Dana BOS
dan menerbitkan SP3B; dan
c. PPKD selaku BUD dan Kuasa BUD untuk melaksanakan pembukuan
atas pendapatan dan belanja Dana BOS berdasarkan SP2B yang telah
disahkan.
16. Kabupaten Tulungagung
Selama TA 2017, Pemerintah Kabupaten Tulungagung menerima
dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dari Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan sebesar Rp90.765.963.000,00 ditambahkan dengan saldo awal
dan jasa giro maka total Dana BOS menjadi Rp91.295.457.767,29. Hasil
pemeriksaan menunjukkan beberapa permasalahan sebagai berikut:
a. Barang persediaan pada satuan pendidikan dasar belum
ditatausahakan sesuai SAP diantaranya: mutasi masuk dan keluar tidak
Temuan Dana BOS pada Sistem Pengendalian Intern
Pengelolaan Dana Bantuan Operasional Sekolah belum sepenuhnya memadai
(Temuan No. 3 dalam LHP SPI No.61.B/LHP/XVIII.SBY/05/2018, Hal. 10)
124 | Pusat Kajian AKN
dicatat, beban persediaan tidak dapat ditelusuri, dan begitupun nilai saldo
persediaan akhir tahun;
b. Bendahara BOS satuan pendidikan dasar menyetorkan kewajiban
perpajakan kegiatan BOS sebesar Rp19.080.503,00 tidak tepat
waktu. Bendahara masih menyimpan sisa kas tunai yang merupakan
pajak yang telah dipungut namun belum disetorkan. Penyetoran pajak
umumnya disetorkan sekitar dua s.d. empat minggu kemudian. Bahkan
untuk pajak Dana BOS Triwulan IV TA 2017 baru disetorkan pada bulan
April 2018;
c. UPT Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga dan Tim BOS
belum pernah melakukan pemeriksaan kas secara berjenjang dan
secara periodik pada satuan pendidikan dasar. Hasil pemeriksaan
menunjukkan jika enam SD dan dua SMP belum menyusun BKU, dari
delapan sekolah tersebut, tiga SD dan satu SMP menyimpan sisa Dana
BOS 2017 secara tunai sebesar RRp75.345.775,00, Kepala sekolah
melakukan pemeriksaan kas hanya satu kali setiap triwulan yaitu pada saat
menerima Dana BOS sementara Tim BOS dan UPT Disdikpora belum
pernah melakukan pemeriksaan kas pada satuan pendidikan dasar.
Permasalahan tersebut mengakibatkan beban persediaan dan saldo
persediaan dari Dana BOS tidak dapat diketahui nilai riilnya, negara dan
daerah terlambat menerima dan memanfaatkan pajak yang dipungut dari
Dana BOS sebesar Rp19.080.503,00, dan pengelolaan kas tunai di tangan
Bendahara BOS tanpa prosedur pemeriksaan kas oleh lembaga di atasnya
secara berjenjang berisiko hilang atau disalahgunakan.
Untuk itu, BPK merekomendasikan kepada Bupati Tulungagung untuk
memerintahkan Kepala Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga agar:
a. Tim Manajemen BOS Kabupaten dan UPT masing-masing Kecamatan
lebih intensif dalam melakukan pembinaan dan pengawasan kebenaran
pertanggungjawaban BOS sesuai Juknis dan pedoman
pertanggungjwaban keuangan daerah; dan
b. Para Kepala sekolah mempertanggungjawabkan penggunaan Dana BOS
dengan benar sesuai juknis dan praktek pengelolaan keuangan daerah
yang baik dhi. terkait pengelolaan kas, kepatuhan perpajakan, dan
persediaan.
Pusat Kajian AKN | 125
17. Kota Blitar
Hasil pemeriksaan BPK menemukan beberapa permasalahan sebagai
berikut:
a. Nilai Pendapatan dan Belanja Dana BOS dalam Neraca tidak
sesuai SP2B. SP2B yang diterima Dinas Pendidikan dari satuan
pendidikan merupakan SP2B sampai dengan bulan Oktober 2017
sedangkan untuk periode November dan Desember 2017 belum dibuat,
sedangkan buku register SP3B belum ditemukan sehingga tidak dapat
diketahui secara pasti jumlah SP3B dan SP2B yang telah disahkan oleh
Dinas Pendidikan. Hingga pemeriksaan berakhir, Dinas Pendidikan
belum meyakini nilai pada Sistem Informasi Pengelolaan Bantuan
Operasional Sekolah (SIPBOS) adalah nilai yang benar dan dapat
disahkan menjadi SP2B. Perbandingan antara Nilai Dana BOS dalam
LKPD 2017 dan SP2B adalah sebagai berikut:
Tabel 1. Perbandingan Nilai Dana BOS dalam LKPD 2017 dengan SP2B (dalam Rupiah)
Uraian LKPD SP2B Selisih
Saldo Awal 1.314.273.555,31 1.308.874.960,44 (5.398.594,87)
Pendapatan 17.478.920.000,00 17.383.047.241,49 (95.872.758,51)
Belanja 16.859.109.300,92 16.830.084.548,25 (29.024.752,67)
Saldo Akhir 1.919.021.273,59 1.867.129.598,51 (51.891.675,08)
Sumber: LKPD Kota Blitar TA 2017 dan SP2B
Lebih lanjut, jika membandingkan antara nilai pendapatan dalam SP2B
dan berdasarkan buku tabungan, maka terdapat selisih sebesar
Rp147.818.751,75. Atas nilai belanja dalam LRA sebesar
Rp16.859.109.300,92, tidak dapat dilakukan koreksi sesuai SP2B karena
nilai belanja tidak dapat dirinci hingga rincian objek belanja;
b. Dinas Pendidikan belum optimal dalam memverifikasi pencatatan
Dana BOS. Akibat adanya selisih antara nilai pada data pendukung
dengan nilai pada SIPBOS, maka Dinas Pendidikan menginstruksikan
satuan pendidikan melakukan koreksi SP3B dan SP2B serta hasil input
pada SIPBOS. Adanya aktivitas update tersebut menyebabkan perubahan
nilai pada SIPBOS jika dibandingkan dengan dasar penyajian unaudited
namun selisihnya tidak dapat diidentifikasi lebih lanjut akibat ketiadaan
Temuan Dana BOS pada Sistem Pengendalian Intern
Penatausahaan Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) belum memadai
(Temuan No. 3 dalam LHP SPI No.56.B/LHP/XVIII.SBY/05/2018, Hal. 7)
126 | Pusat Kajian AKN
back up data dan juga tidak terdokumentasinya perubahan dalam
SIPBOS;
c. Pemanfaatan Aplikasi SIPBOS belum optimal. Terdapat perbedaan
prinsip penggolongan belanja yang menyebabkan nilai belanja pegawai
dan belanja barang jasa pada SIPBOS tidak menggambarkan nilai yang
sebenarnya. Selain itu, hasil reviu SIPBOS menemukan beberapa
kelemahan diantaranya tampilan SIPBOS pada Laporan Rekapitulasi
Pendapatan dan Belanja belum informatif, SIPBOS belum dapat
menghasilkan SP3B dan SP2B, kode rekening yang tidak dipergunakan
masih dimunculkan dalam SIPBOS, dan penyajian Saldo akhir BKU
tidak terpisah antara saldo tunai dan bank.
Permasalahan tersebut mengakibatkan:
a. Selisih antara nilai Dana BOS dalam LKPD Tahun 2017 dengan SP2B
berupa saldo awal, pendapatan, belanja, dan saldo akhir masing-masing
sebesar Rp5.398.594,87; Rp95,872.758,51; Rp29.024.752,67; dan
Rp51.891.675,08 tidak dapat ditelusuri;
b. Selisih nilai pendapatan dalam SP2B dan buku tabungan satuan sekolah
sebesar Rp147.818.751,75 tidak dapat ditelusuri;
c. Nilai Belanja dan Beban BOS masing-masing sebesar
Rp16.859.109.300,92, serta Kas BOSNAS sebesar Rp1.919.021.273,59
pada Neraca tidak sepenuhnya mencerminkan kondisi yang sebenarnya;
d. Belanja dalam SP2B sebesar Rp16.830.084.548,25 tidak dapat disajikan
sebagaimana klasifikasi sesuai SAP.
Untuk itu, BPK merekomendasikan kepada Walikota Blitar agar
memerintahkan Kepala Dinas Pendidikan supaya:
a. Menyusun dan menetapkan peraturan atau kebijakan terkait mekanisme
kegiatan monitoring dan evaluasi Dana BOS;
b. Memerintahkan Tim Pelaksana dan Tim Verifikasi Kegiatan BOS pada
Dinas Pendidikan Kota Blitar TA 2017 agar memverifikasi dokumen
pendukung SP3B sesuai dengan batas waktu yang telah ditentukan;
c. Memerintahkan Kepala Satuan Pendidikan agar mengusulkan SP3B
kepada Kepala Dinas Pendidikan sesuai dengan batas waktu yang telah
ditentukan; dan
d. Memerintahkan operator BOS sekolah agar lebih tepat dalam melakukan
input data dalam SIPBOS.
Pusat Kajian AKN | 127
18. Kota Mojokerto
Kebijakan Akuntansi Pemerintah Kota Mojokerto atas delapan akun
belum sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP)
(Temuan No. 1 dalam LHP SPI No.74.B/LHP/XVIII.SBY/05/2018,
Hal. 3)
Hasil analisis dokumen kebijakan akuntansi Pemerintah Kota Mojokerto
dibandingkan dengan Standar Akuntansi Pemerintahan dan Buletin Teknis
(Bultek), diketahui adanya permasalahan kebijakan akuntansi terkait
pendapatan/belanja BOS. Kebijakan akuntansi Pemerintah Kota Mojokerto
belum mengatur pencatatan, pengakuan, pengukuran dan pengungkapan
pendapatan dan belanja yang berasal dari Dana BOS. Akibatnya, Kebijakan
Akuntansi Pemerintah Kota Mojokerto belum sepenuhnya dapat digunakan
sebagai pedoman dalam penyusunan dan penyajian laporan keuangan
pemerintah daerah.
Untuk itu, BPK merekomendasikan Walikota Mojokerto agar
memerintahkan Kepala BPPKA untuk segera melakukan inventarisasi
permasalahan kebijakan akuntansi secara menyeluruh dan mengajukan revisi
Kebijakan Akuntansi Pemerintah Kota Mojokerto yang sesuai dengan
Standar Akuntansi Pemerintahan maupun Buletin Teknis SAP.
Pendapatan sebesar Rp15.281.560.000,00 dan Belanja sebesar
Rp15.139.150.740,00 dari Dana BOS Nasional belum dikelola sesuai
ketentuan (Temuan No. 6 dalam LHP SPI
No.74.B/LHP/XVIII.SBY/05/2018, Hal. 32)
Berdasarkan hasil pemeriksaan terhadap pengelolaan Dana BOSNAS
diketahui beberapa permasalahan sebagai berikut:
a. Selama Tahun 2017 Pemerintah Kota Mojokerto belum menerapkan
mekanisme SP3B dan SP2B untuk pengesahan pertanggungjawaban
Temuan Dana BOS pada Sistem Pengendalian Intern
1. Kebijakan Akuntansi Pemerintah Kota Mojokerto atas delapan akun belum
sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP)
2. Pendapatan sebesar Rp15.281.560.000,00 dan Belanja sebesar
Rp15.139.150.740,00 dari Dana BOS Nasional belum dikelola sesuai
ketentuan
128 | Pusat Kajian AKN
pendapatan dan belanja Dana BOSNAS. Realisasi dicatat berdasarkan
laporan rekapitulasi yang dibuat oleh masing-masing satuan pendidikan.
Akibat tidak digunakannya SP2B dalam penginputan nilai realisasi ke
LRA maka Pemerintah Kota Mojokerto tidak memiliki dasar pengakuan
yang sah atas pendapatan dan belanja Dana BOS;
b. Sisa Kas di Bendahara BOSNAS tahun-tahun sebelumnya tidak
dianggarkan dan tidak seluruhnya dilaporkan dalam Neraca Tahun 2017.
Untuk hal ini, telah dilakukan koreksi pembukuan;
c. Penunjukkan Bank Jatim terkait penyimpanan dan penyaluran Dana
BOS TA 2017 tidak didasari dengan MoU. Akibatnya, rekening tempat
penyimpanan Dana BOSNAS masih dikenakan pajak atas pendapatan
jasa/bunga giro dan biaya administrasi;
d. Tim Manajemen BOS tidak melaporkan pendapatan jasa giro sebagai
pendapatan BOSNAS. Hasil uji petik terhadap 61 rekening tabungan
menunjukkan masih terdapat penerimaan BOSNAS yang belum
diperhitungkan sebagai pendapatan BOSNAS sebesar Rp1.556.433,79;
e. Terdapat realisasi buku literasi sebesar Rp20.000.000,00 bersumber dari
sisa dana Tahun 2016 yang belum dianggarkan.
Permasalahan tersebut mengakibatkan penyajian pendapatan BOSNAS
sebesar Rp15.281.560.000,00 dan belanja BOSNAS sebesar
Rp15.139.150.740,00 di Laporan Realisasi Anggaran (LRA) tidak memiliki
dasar pengakuan yang sah sesuai dengan ketentuan.
Untuk itu, BPK merekomendasikan Walikota Mojokerto agar
memerintahkan:
a. TAPD memastikan sisa Kas di Bendahara BOSNAS yang tersaji di
neraca dianggarkan seluruhnya dalam rancangan Dokumen Pelaksanaan
Anggaran (DPA) Dinas Pendidikan;
b. Kepala Dinas Pendidikan untuk:
1) Mengusulkan SP3B kepada PPKD untuk diterbitkannya SP2B terkait
pengesahan pendapatan dan belanja BOS Nasional;
2) Berkoordinasi dengan Bank Jatim Cabang Mojokerto atas
pemotongan pajak dari jasa giro rekening; dan
3) Menginstruksikan Kepala Bagian Perencanaan dan Keuangan Dinas
Pendidikan dalam melakukan verifikasi usulan anggaran lembaga
satuan pendidikan BOS Nasional dilengkapi Berita Acara verifikasi.
Pusat Kajian AKN | 129
19. Kota Probolinggo
Beban Persediaan Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga dalam
Laporan Operasional TA 2017 adalah sebesar Rp3.692.844.096,00. Hasil
pemeriksaan terhadap beban persediaan menemukan permasalahan terkait
Dana BOS. Perbandingan antara beban persediaan yang disajikan pada
CaLK dengan nilai mutasi keluar menunjukkan selisih sebesar
Rp3.516.904.096,00 (Rp3.692.844.096,00 – Rp175.940.000,00). Hasil
konfirmasi menyatakan jika mutasi persediaan yang jauh lebih kecil
dibandingkan dengan beban persediaan tersebut belum termasuk beban
persediaan dari Dana BOS. Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga tidak
mencatat mutasi persediaan dari Dana BOS. Sampai dengan pemeriksaan
berakhir, pihak Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga belum dapat
mengklasifikasikan Beban Barang Dana BOS dengan didukung bukti yang
memadai, sehingga BPK tidak dapat melakukan koreksi atas penyajian beban
persediaan pada LO tahun 2017. Akibatnya, permasalahan tersebut
mengakibatkan penyajian Beban Persediaan sebesar Rp3.516.904.096,00
tidak menggambarkan kondisi yang sebenarnya.
Untuk itu, BPK merekomendasikan kepada Walikota Probolinggo agar
memerintahkan:
a. Memerintahkan Bidang Akuntansi BPPKAD, Dinas Pendidikan Pemuda
dan Olahraga untuk mempedomani kebijakan akuntansi yang telah
ditetapkan dalam menyajikan saldo Beban Persediaan; dan
b. Memerintahkan Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga untuk
mencatat dan mendokumentasikan bukti mutasi persediaan sesuai
ketentuan.
Temuan Dana BOS pada Sistem Pengendalian Intern
Beban Persediaan pada RSUD dr. M. Saleh dan Dinas Pendidikan Pemuda dan
Olahraga sebesar Rp1.127.557.900,00 dan Rp3.692.844.096,00 tidak tepat
(Temuan No. 5 dalam LHP SPI No.76.B/LHP/XVIII.SBY/05/2018, Hal. 29)