rangkuman hukum islam tentang mawaris
TRANSCRIPT
HUKUM ISLAM TENTANG MAWARIS
A. PENGERTIAN ILMU MAWARIS
Dari segi bahasa, mawaris () merupakan bentuk jamak dari kata ميراث artinya harta
yang diwariskan. Dari segi istilah, mawaris adalah ilmu tentang pembagian harta
peninggalan setelah seseorang meninggal dunia. Ilmu mawaris disebut juga ilmu
faraidh (). Kata faraidh dari segi bahasa merupakan bentuk jamak dari () yang berarti
ketentuan, bagian atau ukuran.
Dengan demikian dapat dirumuskan defini ilmu mawaris adalah ilmu yang
mempelajari tentang ketentuan-ketentuan pembagian harta pusaka bagi ahli waris
menurut hukum islam.
Orang yang meninggal dunia (yang mewariskan) disebut Al-Muwaris () bentuk
jamaknya () sedangkan ahli warisnya (yang mewarisi) disebut Al-Waris () bentuk
jamaknya () dan harta peninggalannya atau harta pusakanya disebut Al-Mirats () atau
Al- Irst ().
Beberapa istilah dalam fiqih mawaris antara lain :
1. Waris adalah ahli waris yang berhak menerima warisan. Ada ahli waris yang
dekat hubungan kekerabatanya tetapi tidak menerima warisan. Dalam fiqih
ahli waris semacam ini disebut dzawil arham. Waris bisa timbul karena
hubungan darah, karena hubungan perkawinan dan karena akibat
memerdekakan budak.
2. Muwaris artinya orang yang mewarisi harta peninggalannya, yaitu orang yang
meninggal dunia, baik meninggal secara hakiki atau secara taqdiry (perkiraan),
atau melalui keputusan hakim. Seperti orang yang hilang (al mafqud) dan
tidak diketahui kabar berita dan domisilinya. Setelah melalui persaksian atau
tenggang waktu tertentu hakim memutuskan bahwa ia dinyatakan meninggal
dunia.
3. Al- Irs artinya harta warisan yang siap dibagi oleh ahli waris sesudah diambil
untuk kepentingan pemeliharaan jenazah (tajhiz al janazah), pelunasan utang,
serta pelaksanaan wasiat.
4. Warasah yaitu harta warisan yang telah diterima oleh ahli waris. Ini bedanya
dengan harta pusaka yang dibeberapa daerah tertentu tidak bisa dibagi, karena
menjadi milik kolektif semua ahli waris.
5. Tirkah yatiu semua harta peninggalan orang yang meninngal dunia sebelum
diambil untuk kepentingan pemeliharaan jenazah, pembayaran utang,
pelaksanaan wasiat.
B. HUKUM MEMBAGI WARISAN
Rasulullah saw memerintahkan agar kita membagi harta warisan sesuai dengan
sabdanya :
“ bagilah harta warisan antara ahli-ahli waris menurut kitab Allah (Al-Qur’an)”.
C. TUJUAN ILMU MAWARIS
Tujuan dari ilmu mawaris antara lain yaitu :
1. Agar kaum muslimin bertanggung jawab dalam melaksanakan syariat islam
bidang pembagian harta warisan.
2. Supaya dapat memberikan solusi terhadap pembagian harta warisan sesuai
dengan perintah Allah SWT dan Rasulnya.
3. Agar terhindar dari pembagian yang salah (menurut kepentingan pribadi) bagi
umat islam.
4. Segala percobaan hidup manusia baik yang terkait dengan Allah ST dan yang
terkait dengan manusia lainnya adalah diatur didalam syariat islam.
D. SUMBER HUKUM ILMU MAWARIS
Sumber hukum ilmu mawaris adalah Al-Qur’an dan Hadist. Adapun sumber hukum
yang terdapat dalam Al-Qur’an diantaranya surah an-Nisa’ ayat 7 yang berbunyi :
“bagi orang laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu-bapak dan kerabatnya,
dan bagi orang wanita ada hak bagian (pula) dari harta peninggalan ibu-bapak dan
kerabatnya, baik sedikit atau banyak menurut bagian yang telah ditetapkan. ”(QS. An-
Nisa’ :7)
Sabda Nabi Muhammad Saw :
“Allah telah menurunkan hukum waris bagi saudara-saudaramu yang perempuan itu
dan Allah telah menerangkan bahwa mereka mendapat bagian 2/3 dari hartamu.”
“seseorang yang membunuh tidak mendapat bagian warisan (dari harta terbunuh)”.
“Orang muslim tidak berhak mendapat bagian harta warisan orang kafir, dan
sebaliknya orang kafir tidak berhak mendapat warisan harta orang muslim”. (HR.
Jamaah).
E. HUKUM MEMPELAJARI ILMU MAWARIS
Para ulama berpendapat bahwa mempelajari dan mengajarkan fiqih mawaris adalah
wajib kifayah. Artinya kewajiban yang apabila telah ada sebagian orang yang
memenuhinya, dapat menggugurkan kewajiban semua orang. Tetapi apabila tidak ada
seorang pun yang menjalani kewajiban itu, amka semua orang menanggung dosa. Ini
sejalan dengan perintah Rasulullah saw agar umatnya mempelajari dan mengajarkan
ilmu faraidh sebagaimana mempelajari dan mengajarkan Al-Qur’an :
“Pelajarilah oleh kalian Al-Qur’an dan ajarkanlah kepada orang lain, dan pelajarilah
ilmu faraidh dan ajarkanlah kepada orang lain. Karena aku adalah orang yang bakal
terenggut (mati) sedang ilmu akan dihilangkan. Hampir saja dua orang yang
bertengkar tentang pembagian warisan tidak mendapatkan seorang pun yang dapat
memberikan fatwa kepada mereka” (Riwayat Ahmad, An Nasai dan Al Daruqutni).
Oleh karena itu, dilihat dari satu sisi, mempelajari dan mengajarkan ilmu mawaris
dapat berubah statusnya menjadi wajib ‘ain, terutama bagi orang-orang yang
dipandang sebagai pimpinan, terutama pemimpin keagamaan.
Mempelajari ilmu mawaris adalah fardu kifayah. Kita umat islam wajib mengetahui
ketentuan-ketentuan yang ditetappkan Allah SWT dalam pembagian harta warisan.
Nabi saw bersabda :
“Bagilah harta warisan antara ahli-ahli waris menurut kitab Allah (Al-Qur’an)”.
Karena pentingnya ilmu faraidh dalam masyarakat sehingga Nabi saw menyebutnya
dengan separuh ilmu, sebagaimana sabda berikut :
“Belajarlah ilmu faraidh dan ajarkanlah kepada manusia maka sesungguhnya (ilmu)
faraidh adalah separuh ilmu agama dan ia akan dilupakan (oleh manusia) dan
merupakan ilmu yang pertama diambil dari umatku.” (HR. Ibnu Majah dan
Daruqutni).