reaksi terhadap tulang

21

Click here to load reader

Upload: kimberly-ross

Post on 26-Jul-2015

116 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: REAKSI TERHADAP TULANG

REAKSI TERHADAP TULANG

            Tulang merupakan suatu jaringan ikat dengan spesifikasi yang khusus dan bereaksi

secara terbatas terhadap suatu keadaan abnormal. Secara umum, tulang bereaksi terhadap

keadaan abnormal melalui empat cara, yaitu kematian lokal, gangguan deposisi tulang,

gangguan resorpsi tulang dan kegagalan mekanik yaitu fraktur.

Reaksi Umum Tulang

Reaksi umum tulang terhadap suatu trauma ada dua, yaitu:

1. Deposisi tulang yang lebih besar daripada resorpsi

         Osteopetrosis (Marble bones)

Pada kelainan ini deposisi tulang mungkin normal, tetapi resorpsinya terganggu sehingga

secara keseluruhan deposisi tulang meningkat (Gambar 1).

 

Gambar 1. Spine anak dengan osteopetrosis (marble bones) menunjukkan pertambahan densitas radiografi pada seluruh tulang

         Akromegali

Adanya peningkatan deposisi tulang pada akromegali terjadi akibat osifikasi intramembran

pada periosteum.

2. Resorpsi tulang yang lebih besar daripada deposisi

         Osteoporosis (osteopenia)

Pada osteoporosis deposisi tulang berkurang akibat berkurangnya pembentukan osteoblas

matriks (osteoid) disertai dengan resorpsi yang meningkat. Sebagai contoh adalah congenital

osteogenesis imperfecta (“fragile bones”) (Gambar 2), disuse osteoporosis,  steroid-induced

osteoporosis, dan postmenopausal osteoporosis.

Page 2: REAKSI TERHADAP TULANG

Gambar 2. Spine anak dengan osteogenesis imperfecta (“fragile bones”) menunjukkan penurunan densitas radiografi pada seluruh tulang

         Rakitis pada anak dan osteomalasia pada dewasa

Pada rakitis dan osteomalasia pembentukan matriks normal, tetapi kalsifikasi matriks

berkurang (hipokalsifikasi).

Reaksi Lokal Tulang

Reaksi lokal tulang terhadap suatu trauma ada dua, yaitu:

1. Deposisi tulang yang lebih besar daripada resorpsi

         Hipertrofi akibat kerja

Akibat tekanan dan tegangan yang berlebihan pada suatu tempat tertentu, terjadi deposisi

lokal pada tulang. Contoh varus deformity kaki berat yang disangga pada hipertrofi

metatarsal ke-lima tepi lateral kaki (Gambar 3).

Gambar 3. Hipertrofi metatarsal ke-5 kaki anak laki-laki

         Osteoartritis degeneratif

Tulang di bawah daerah subkondral yang secara intermiten menanggung beban berlebihan,

deposisinya akan meningkat dan terlihat gambaran sklerosis pada foto rontgen.

         Fraktur

Page 3: REAKSI TERHADAP TULANG

Periosteum dan endosteum tulang bereaksi terhadap trauma melalui peningkatan deposisi

tulang pada daerah fraktur, serta membentuk jaringan parut yang merupakan suatu proses

penyembuhan.

         Infeksi

Terjadinya pus di bawah periosteum menyebabkan periosteum terangkat dan terjadi deposisi

tulang yang baru, sebagai akibat reaksi tulang terhadap infeksi.

         Neoplasma osteosklerosis

Meningkatnya deposisi tulang juga dapat terjadi akibat suatu neoplasma jinak (misalnya pada

osteoid osteoma) disebut reactive bone, sedangkan akibat suatu neoplasma ganas (misalnya

osteosarcoma dan osteoblastic metastases) disebut tumor bone.

2. Resoprsi tulang yang lebih besar daripada deposisi

         Disuse Osteoporosis (Disuse Atrophy)

Resorpsi tulang terjadi oleh karena anggota gerak kurang digunakan/digerakkan, misalnya

pada imobilisasi yang lama atau akibat adanya paralisis otot.

Gambar 4. Atrofi metatarsal kaki anak laki-laki sebagai reaksi terhadap penurunan tekanan dan tarikan pada bagian anterior kaki karena paralisis otot calf

         Artritis reumatoid

Resorpsi pada keadaan ini disebabkan oleh disuse atrofi akibat gangguan fungsi sendi.

         Infeksi

Proses inflamasi pada tulang dapat menyebabkan peningkatan resorpsi lokal tulang yang

disebut osteolisis.

         Tumor osteolitik

Adanya tumor pada tulang (terutama tumor ganas) akan menyebabkan terjadinya peningkatan

resorpsi tulang (osteolisis).

REAKSI TERHADAP LEMPENG EPIFISIS

Page 4: REAKSI TERHADAP TULANG

Lempeng epifisis mempunyai struktur tulang rawan yang berfungsi dalam pertumbuhan

memanjang tulang.

Reaksi Lempeng Epifisis Yang Bersifat Umum

1. Pertumbuhan umum yang berlebihan (Gigantisme)

         Araknodaktili (sindroma Marfan, hiperkondroplasia)

Kelainan ini berupa kelainan perkembangan yang dibawa lahir dimana terjadi pertumbuhan

berlebihan dari tulang rawan (hiperkondroplasia) pada semua lempeng epifisis (Gambar 5).

Gambar 5. Araknodaktili (sindroma Marfan, hiperkondroplasia)

         Gigantisme pituitari

Gigantisme pituitari terjadi akibat produksi hormon pertumbuhan yang berlebihan oleh

karena gangguan pada hipofisis anterior, misalnya pada adenoma hipofisis anterior.

2. Pertumbuhan umum yang berkurang (Dwarfism)

         Akondroplasia

Pada akondroplasia terjadi defisiensi pertumbuhan pada semua kartilago lempeng epifisis

(Gambar 6).

Page 5: REAKSI TERHADAP TULANG

Gambar 6. Akondroplasia

         Dwarfisme pituitari

Pada kelainan ini, dwarfisme (kekerdilan) terjadi akibat defisiensi hormon pertumbuhan.

         Rakitis

Pada rakitis terjadi defisiensi kalsifikasi pada daerah kartilago pra-oseus lempeng epifisis.

Reaksi Lempeng Epifisis Yang Bersifat Lokal

1. Pertumbuhan lokal yang berlebihan

         Inflamasi kronik

         Hiperemi yang berkepanjangan dekat lempeng epifisis pada suatu inflamasi kronik, akan

memberikan rangsangan pertumbuhan lokal. Fenomena ini ditemukan pada osteomielitis

kronis (Gambar 7) dan artritis reumatoid.

Gambar 7. Osteomielitis kronis pada tibia kanan karena hiperemi yang berkepanjangan

         Fraktur bergeser

Page 6: REAKSI TERHADAP TULANG

Pada fraktur bergeser, arteri yang berfungsi untuk nutrisi pada ujung epifisial batang tulang

terganggu. Selanjutnya dapat terjadi hiperemi kompensatoris temporer yang merupakan

stimulasi bagi pertumbuhan lokal.

         Kelainan arterio-venosa bawaan

Pada kelainan arterio-venosa bawaan, hiperemi dapat pula terjadi akibat malformasi arterio-

venosa, yang merupakan stimulasi bagi pertumbuhan lempeng epifisis yang bersangkutan.

2. Pertumbuhan lokal yang berkurang

         Disuse retardation

Disuse retardation terjadi bila anggota gerak tidak dimanfaatkan secara normal dalam jangka

waktu tertentu, misalnya pada suatu imobilisasi yang lama, atau paralisis durasi lama yang

parah berhubungan dengan penurunan tekanan intermiten disebabkan retardasi pertumbuhan

tungkai (Gambar 8).

Gambar 8. Paralisis residual yang parah dari poliomielitis

         Trauma fisik

Trauma fisik pada daerah epifisis tertentu (akibat aktivitas yang berlebihan), dapat

menyebabkan gangguan pertumbuhan.

         Trauma termal

Epifisis dapat mengalami trauma lokal panas (burns) atau dingin (frostbite) yang

menyebabkan gangguan pertumbuhan.

         Iskemia

Page 7: REAKSI TERHADAP TULANG

Iskemia pada pembuluh darah epifisis akan menyebabkan gangguan pertumbuhan lempeng

epifisis.

         Infeksi

Bila terjadi infeksi pada daerah dekat epifisis, maka akan terjadi kondrolisis, terutama

disebabkan oleh Staphylococcus.

3. Pertumbuhan memutar tulang

Apabila terjadi trauma yang bersifat twisting (putaran/puntiran) maka akan terjadi gangguan

pertumbuhan sesuai dengan arah putaran tersebut.

REAKSI TERHADAP SENDI SINOVIAL

Reaksi Tulang Rawan Sendi

Tulang rawan sendi tidak mengandung pembuluh darah, limfe serta saraf dan bereaksi

terhadap suatu kelainan melalui tiga cara, yaitu:

1. Destruksi

Kemampuan regenerasi tulang rawan sendi sangat terbatas dan merupakan hal yang serius

bila terjadi destruksi pada tulang rawan sendi. Beberapa keadaan yang dapat menyebabkan

kerusakan tulang rawan sendi yaitu artritis reumatoid, infeksi tulang, ankilosing spondilitis,

tekanan yang terus menerus pada permukaan tulang rawan yang mengakibatkan nekrosis

tekanan, injeksi intra-artikular Hydrocortisone.

2. Degenerasi

Dalam keadaan normal, terjadi degenerasi progresif secara perlahan-lahan pada permukaan

tulang rawan sendi akibat proses penuaan. Proses degenerasi yang abnormal terjadi apabila

ada proses penuaan tulang rawan yang dini atau bila sebelumnya telah terjadi kerusakan

tulang rawan oleh sebab apapun. Degenerasi dapat pula terjadi akibat ketidakrataan

permukaan sendi oleh suatu sebab.

3. Proliferasi perifer

Artikular perifer kartilago ditutupi oleh perikondrium yang berlanjut dengan membran

sinovial. Degenerasi  daerah pusat kartilago dengan gerakan yang terus menerus, proliferasi

perikondrium perifer dan menghasilkan ring perifer.

Reaksi Lapisan Sinovia

Lapisan sinovia bereaksi terhadap suatu trauma melalui tiga cara, yaitu:

Page 8: REAKSI TERHADAP TULANG

1. Efusi sinovia

Dalam keadaan normal, lapisan sinovia memproduksi cairan sinovia. Produksi cairan yang

berlebihan dalam bentuk cairan serosa, purulen atau darah dapat terjadi bila terdapat kelainan

lapisan sinovia.

2. Hipertrofi sinovia

Kelainan pada sinovia dapat menyebabkan hipertrofi sinovia.

3. Adhesi sendi

Selain terjadi efusi sendi dan hipertrofi sinovia, selanjutnya dapat terjadi adhesi antara lapisan

sinovia dengan sendi atau antara lapisan sinovia dengan tulang rawan.

REAKSI KAPSUL DAN LIGAMEN SENDI

Reaksi yang dapat terjadi pada suatu kelainan kapsul dan ligamen sendi adalah:

1. Kelemahan sendi (joint laxity)

Kelemahan pada sendi dapat terjadi oleh beberapa kemungkinan:

         Kelemahan sendi bawaan

Kelainan ini terjadi sejak lahir berupa kelemahan sendi yang menyeluruh.

         Trauma

Trauma dapat menyebabkan robekan pada kapsul/ligamen dan dapat menimbulkan

subluksasi/dislokasi sendi.

         Infeksi

Apabila terjadi infeksi pada sendi, maka kemungkinan dapat terjadi kerusakan pada kapsul

sendi sehingga terjadi dislokasi sendi.

2. Kontraktur sendi

Kelemahan sendi dapat terjadi oleh karena beberapa hal, yaitu:

         Kontraktur sendi bawaan

Pada keadaan ini, kontraktur terjadi setelah lahir, misalnya pada clubfoot (Talipes

Equinovarus).

Page 9: REAKSI TERHADAP TULANG

Gambar 9. Congenital clubfeet

         Infeksi

Setelah suatu infeksi dapat terjadi fibrosis serta pembentukan jaringan parut pada kapsul

sendi yang mengakibatkan terjadinya kontraktur sendi.

         Artritis kronik

Pada keadaan ini, kontraktur terjadi akibat peradangan sendi yang kronik, misalnya pada

artritis reumatoid atau kelainan degeneratif pada sendi.

         Kontraktur otot

Adanya iskemia otot, ketidakseimbangan otot atau spasme otot yang berkepanjangan dapat

menyebabkan terjadinya kontraktur otot.

REAKSI TERHADAP OTOT

Reaksi otot terhadap suatu trauma meliputi:

         Disuse atrofi

Pada keadaan ini, atrofi terjadi apabila otot tidak dipergunakan secara normal dalam jangka

waktu tertentu (Gambar 10).

Gambar 10. Disuse atrofi otot lengan kiri karena kekakuan bahu kiri akibat fraktur intra-artikular dengan imobilisasi yang lama

         Hipertrofi kerja

Page 10: REAKSI TERHADAP TULANG

Bila otot dilatih untuk suatu ketahanan tertentu atau dipergunakan secara berlebihan, maka

dapat terjadi hipertrofi otot (Gambar 11).

Gambar 11. Hipertrofi otot karena latihan

         Nekrosis iskemia

Penyumbatan arteri otot, baik oleh karena spasme yang terus menerus, trombosis atau emboli

dalam jangka waktu 6 jam dapat menyebabkan nekrosis otot.

         Kontraktur

Apabila terjadi pemendekan otot dalam jangka waktu tertentu, maka dapat terjadi kontraktur

otot. Kontraktur juga dapat terjadi akibat penyakit – penyakit tertentu, misalnya pada

poliomielitis, muskular distrofi dan cerebral palsy.

Gambar 12. Kontraktur otot karena kerusakan vaskular karena fraktur humerus suprakondilar

         Regenerasi

Bila terjadi kelainan pada otot, maka terjadi regenerasi serabut otot dalam batas – batas

tertentu.

DEFORMITAS MUSKULOSKELETAL

Tipe dan Jenis Deformitas Tulang

Deformitas yang dapat terjadi pada tulang, meliputi:

         Ketidaksejajaran tulang (loss of alignment)

Tulang panjang dapat mengalami gangguan dalam kesejajaran (alignment) oleh karena terjadi

deformitas torsional atau deformitas angulasi.

Page 11: REAKSI TERHADAP TULANG

Gambar 13. Deformitas angulasi tibia kanan bagian atas

         Abnormalitas panjang tulang (abnormal length)

Kelainan panjang pada tulang dapat berupa tulang memendek/menghilang sama sekali atau

panjangnya melebihi normal.

Gambar 14. Ketidaksesuaian panjang tungkai disebabkan terhambatnya pertumbuhan lempeng epifisis tungkai bawah kiri

         Pertumbuhan abnormal tulang (bony outgrowth)

Abnormalitas pertumbuhan tulang dapat terjadi akibat adanya kelainan pada tulang, misalnya

osteoma atau osteokondroma.

Gambar 15. Deformitas sisi medial lutut kanan disebabkan oleh osteokondroma (osteocartilaginous exostosis)

Page 12: REAKSI TERHADAP TULANG

Penyebab deformitas tulang

         Pertumbuhan abnormal tulang bawaan

Kelainan bawaan pada tulang dapat berupa aplasia, displasia, duplikasi atau pseudoartrosis.

         Fraktur

Deformitas juga dapat terjadi akibat kelainan penyembuhan fraktur berupa mal- union atau

non-union. Kelainan lain yaitu fraktur patologis dimana fraktur terjadi karena sebelumnya

sudah ada kelainan patologis pada tulang.

         Gangguan pertumbuhan lempeng epifisis

Gangguan pertumbuhan lempeng epifisis baik oleh trauma maupun oleh kelainan bawaan,

dapat menyebabkan deformitas tulang.

         Pembengkokan abnormal tulang (bending of abnormally soft bone)

Pada keadaan tertentu dapat terjadi pembengkokan tulang, misalnya pada penyakit metabolik

tulang yang bersifat umum, rakitis dan osteomalasia.

         Pertumbuhan berlebih pada tulang matur (overgrowth of adult bone)

Pada kelainan yang disebut penyakit Paget (osteitis deformans), terjadi penebalan tulang.

Kelainan ini dapat pula terjadi pada osteokondroma dimana terjadi pertumbuhan lokal

(Gambar 15).

Tipe dan Jenis Deformitas Sendi

Deformitas pada sendi dapat berupa:

         Bergesernya sendi

Permukaan sendi dapat bergeser terhadap permukaan lainnya dan bila hanya sebagian yang

bergeser disebut subluksasi dan bila seluruhnya disebut dislokasi.

Page 13: REAKSI TERHADAP TULANG

Gambar 16. Anak perempuan berusia 2 tahun, sendi panggul kiri bergeser lengkap sejak lahir dan tidak stabil

         Mobilitas sendi yang berlebihan (excessive mobility of the joint)

Kapsul dan ligamen sendi merupakan jaringan fibrosa yang berfungsi mengamankan sendi

dari gerakan yang abnormal. Apabila terdapat kelemahan (laxity) kapsul/ligamen oleh karena

suatu sebab, maka akan terjadi kecenderungan hipermobilitas sendi.

Gambar 17. Mobilitas sendi yang berlebihan

         Mobilitas sendi yang berkurang (restricted mobility of the joint)

Pada keadaan ini terjadi gangguan gerakan sendi oleh karena salah satu sebab, sehingga

kemampuan pergerakan sendi kurang dari normal.

Gambar 18. Anak laki-laki 12 tahun dengan deformitas fleksi lutut bilateral

Penyebab deformitas sendi

         Pertumbuhan abnormal sendi bawaan

Gangguan stabilitas sendi dapat terjadi sejak lahir, misalnya pada dislokasi panggul bawaan

(congenital dislocation of the hip) atau fibrosis pada jaringan sekitar sendi misalnya pada

artrogriposis multipel kongenital.

         Dislokasi akuisita

Dislokasi sendi dapat pula terjadi secara akuisita (didapat), baik oleh karena trauma (yang

mengakibatkan robekan pada ligamen), infeksi tulang atau oleh karena instabilitas sendi.

Page 14: REAKSI TERHADAP TULANG

         Hambatan mekanik

Pada osteoartritis atau fraktur intra-artikuler, permukaan sendi menjadi iregular sehingga

terjadi ketidaksesuaian (incongruous) permukaan sendi dan dapat menimbulkan gangguan

gerakan sendi akibat adanya blok yang bersifat mekanis.

         Adhesi sendi

Pada suatu infeksi misalnya pada penyakit – penyakit artritis septik, artritis reumatoid maka

dapat terjadi adhesi pada sendi yang bersangkutan.

         Kontraktur otot

Deformitas sendi dapat pula disebabkan oleh kontraktur otot misalnya akibat spasme otot

yang berkepanjangan atau pada iskemia Volkmann.

         Ketidakseimbangan otot

Ketidakseimbangan otot dapat menyebabkan deformitas sendi, misalnya pada penyakit

poliomielitis, paralisis yang bersifat flaksid/spastik dan pada paralisis serebral.

         Kontraktur fibrosa dari fasia dan kulit (fibrous contractures of fasciaand skin)

Deformitas sendi dapat pula terjadi akibat kontraktur fasia dan kulit, baik kontraktur akibat

adanya jaringan parut pada kulit/fasia oleh karena suatu sebab, misalnya kombustio atau oleh

kontraktur Dupuytren.

Gambar 19. Kontraktur Dupuytren fasia palmar

         Tekanan ekternal

Tekanan yang terus menerus pada sendi pada satu sisi tertentu akan memberikan trauma pada

sisi tersebut dan akan mengakibatkan gangguan sendi.

         Deformitas sendi yang tidak jelas kausanya

Dalam kelompok ini dimasukkan deformitas sendi yang kausanya tidak diketahui, misalnya

skoliosis.

DAFTAR PUSTAKA

Salter, R.B., 1999, Reactions of Musculoskeletal Tissues to Disorders and Injuries in Textbook of

Disorders and Injuries of the Musculoskeletal System, 3rd Ed., Williams & Wilkins, p.29 - 48,

138, 297

Page 15: REAKSI TERHADAP TULANG

Empat Macam Deformitas Pada Dada

Secara normal, perbandingan antara diameter anteroposterior (jarak dari dada ke punggung) dan diameter lateral (lebar dada) adalah 1:2.

Ada empat macam bentuk dada di mana keempat bentuk tersebut tidak menunjukkan perbandingan 1:2. Bentuk-bentuk dada ini berhubungan dengan gangguan pernapasan. Adapun keempat bentuk dada ini yaitu:

Pertama. Barrel Chest: Bentuk dada ini terjadi karena hasil hiperinflasi paru. Hiperinflasi ialah terjebaknya udara akibat saluran pernapasan yang sempit/menyempit. Pada keadaan ini terjadi peningkatan diameter anteroposterior. Penyakit yang bermanifestasikan barrel chest ini misalnya asma berat dan PPOK (jenis emfisema).

Kedua. Funnel Chest (Pectus Excavatum): Bentuk dada ini terjadi ketika adanya gangguan (defek) perkembangan tulang paru yang menyebabkan depresi ujung bawah sternum (tulang tengah di dada). Pada bentuk dada seperti ini rentan terjadi penekanan jaringan terhadap jantung dan pembuluh darah besar, sehingga murmur (suara bising) pada jantung sering terjadi. Funnel chest dapat terjadi pada pasien dengan penyakit rikets atau sindrom marfan.

Ketiga. Pigeon Chest (Pectus Carinatum): Bentuk dada ini terjadi ketika ada pergeseran yang menyebabkan "lengkungan keluar" pada sternum dan tulang iga. Pada keadaan ini juga terjadi peningkatan diameter anteroposterior. Pigeon chest dapat terjadi pada pasien dengan penyakit rikets, sindrom marfan, atau kifoskoliosis berat. 

Page 16: REAKSI TERHADAP TULANG

Keempat. Khyposcoliosis: Keadaan ini ditandai dengan elevasi skapula dan spina berbentuk huruf 'S' sesuai namanya yang terdiri dari kifosis (tulang belakang ke arah depan) dan skoliosis (ke arah samping). Kifoskoliosis yang berat dapat mengurangi kapasitas paru dan meningkatkan kerja pernapasan. Bentuk dada ini dapat terjadi sebagai akibat sekunder dari polio(- mielitis) atau sebagai manifestasi dari sindrom marfan.