reduce supply risk improved in-stock levels reduce ... · pdf filevendor managed inventory ......
TRANSCRIPT
80
Business Benefit
Consumer demand visibility
More accurate forecast
Increased service to distributor
Reduce inventories
Reduce planning / deployment costs
Reduce replenishment cycle
Simplified, exception-based process
Business Benefit
Reduce supply risk
Improved in-stock levels
Reduce inventories
Increased sales
Increased transparency
Simplified, exception-based process
CICO CICO / Supplier Supplier
Front end agreements
Joint business plan
Create Demand Forecast
Create Demand Forecast
Project planning & Daily planning
Exchange Project, Forecast and
Collaboration on ExceptionReview
project schedule, daily usage as part of
consensus meeting
Review Project and daily usage
forecast
Create order forecast Create order forecast
Collaboration Supply and Distribution
Planning
Gambar 3.13. Keuntungan CPFR Bagi CICO dan Pemasok
Keuntungan bagi pemasok
• Reduce supply risk
• Improved in-stock levels
• Reduce inventories
• Increased sales
• Increased transparency
• Simplified, exception-based process
Tabel 3.3. Mekanisme yang ada pada penerapan CPFR
NO Koordinasi Kegiatan Mekanisme Hasil yang diharapkan
Pembuatan Usage Plan
Standarisasi dari pembagian informasi
Usage plan di submit 6 bulan sebelum proyek berjalan atau setiap
awal tahun untuk perubahan kebutuhan
suku cadang
Pembuatan Forecast
Standarisasi metode forecast yang
digunakan
Penggunaan metode forecast time series,
holt's model dan winter's model
Review forecast
Standarisasi koreksi forecast
Disiplin dilakukan perkuartal
1 User dengan Inventory Control
Standarisasi
pembagian informasi yang dibutuhkan
Information Sharing berjalan lebih
maksimal mengenai kebutuhan material,
baik untuk proyek dan kegiatan rutin
81
Tabel 3.3. Mekanisme yang ada pada penerapan CPFR (lanjutan)
NO Koordinasi Kegiatan Mekanisme Hasil yang diharapkan
Pembuatan Forecast
Standarisasi metode forecast yang
digunakan
Penggunaan metode forecast time series,
holt's model dan winter's model
Pembuatan Kontrak
Standarisasi yang berhubungan dengan
tipe kontrak, parameter koordinasi,
pembagian keuntungan
Kontrak jangka panjang yang dapat
mengakomodasi kebutuhan dalam
periodenya
Proses Procurement
Standarisasi proses procurement
Proses procurement berjalan tepat waktu
Proses Pengorderan
barang
Standarisasi pengelompokkan
barang dan tingkat pemenuhan
Pengorderan sesuai jadual
2
Inventory Control dengan
Buyer/Procurement specialist
Standarisasi
pembagian informasi yang dibutuhkan
Information Sharing berjalan dengan baik
mengenai kemampuan pemasok, lead time
dan jadual pemesanan barang
Proses Procurement
Standarisasi proses procurement
Proses procurement berjalan tepat waktu
Pembuatan Kontrak
Standarisasi yang berhubungan dengan
tipe kontrak, parameter koordinasi,
pembagian keuntungan
Nilai kontrak jangka panjang yang lebih
akurat
Proses pengorderan
barang
Standarisasi proses pengorderan barang,
penjadualan order
Pengorderan sesuai jadual
3 Buyer dengan Pemasok
Standarisasi
pembagian informasi yang dibutuhkan
Information Sharing mengenai barang,
leadtime dan monitoring order
Mengontrol Level Inventory
Standarisasi kegiatan pengontrolan level
inventory
Level inventory selalu update dan semua
pihak dapat mengetahuinya
Menyeleksi barang yang
akan di writeoff
Standarisasi prosedure
penyeleksian barang yang tidak terpakai di
gudang
Barang yang tidak terpakai selama 5
tahun dapat segera di write-off 4 Inventory Control
dengan Warehouse
Standarisasi
pembagian informasi yang dibutuhkan
Information Sharing mengenai level
inventory, barang-barang yang tidak
digunakan lagi (dihapus/diwriteoff)
82
Tabel 3.3. Mekanisme yang ada pada penerapan CPFR (lanjutan)
NO Koordinasi Kegiatan Mekanisme Hasil yang diharapkan
Pengiriman Barang
Peningkatan kualitas pelayanan
Pengecekan barang
Standarisasi proses pengiriman barang
dan dokumentasinya Pekerjaan lebih cepat dilaksanakan
5 Warehouse dengan Pemasok
Standarisasi
pembagian informasi yang dibutuhkan
Information Sharing mengenai jumlah
barang yang dikirim, kecocokan dengan
order, Pengorderan
barang Pengorderan sesuai
jadual Pengiriman
Barang
Standarisasi proses pengiriman barang
dan dokumentasinya Peningkatan kualitas pelayanan
6 Warehouse dengan User
Standarisasi
pembagian informasi yang dibutuhkan
Information Sharing mengenai waktu
pengiriman, jumlah barang yang diorder
dan meng update data di sistem
b. Vendor Managed Inventory (VMI)
Strategi berikutnya dari inventory management adalah Vendor Managed Inventory
(VMI). Pada VMI ini pemasok diberi tanggungjawab untuk mengatur inventory dari
perusahaan. Pemasok memiliki akses ke inventory CICO dan bertanggung jawab
untuk mengeluarkan order permintaan. CICO akan memberikan atau
menginformasikan seberapa banyak inventory digudang dan juga jumlah kebutuhan.
Pada koordinasi dengan VMI ini, maka pemasok akan melakukan semua kegiatan
forecast dan pengorderan (lihat Gambar 3.14). Inventory control hanya mengawasi
aktivitas dari pemasok. Satu hal yang harus di perhatikan pemasok adalah level
inventory di gudang yang ada di lokasi. Pemasok akan memperhitungkan berapa
Apabila inventroy di gudang diperkirakan tidak mencukupi lagi memenuhi
kebutuhan user yang akan datang, maka pemasok akan memproses order dan
mengirimkan barang ke gudang user sesuai dengan kebutuhan. banyak barang yang
harus di simpan di gudang user di lapangan. Kinerja pemasok akan diukur dari
keberhasilannya mencapai target yang ditetapkan perusahaan (SAR, TOR, IPR dan
SL).
83
Dengan adanya target yang telah ditetapkan perusahaan, maka diharapkan jumlah
inventory akan berkurang. Pada akhirnya perusahaan dapat meningkatkan profit,
dengan adanya penghematan uang, waktu dan tenaga kerja, dan peningkatan kualitas
pelayanan dari penerapan VMI ini.
Vendor Managed Inventory (VMI)
Pemasok melakukan semua
kegiatan forecasting dan
pengorderan
Pemasok mengirimkan
langsung barang ke user
Tugas inventory control berkurang
Pemasok harus memenuhi target
Perusahan (SL, SAR, IPR,
TOR)
Saving money, time and man
power
Jumlah inventory berkurang
Kualitas pelayanan meningkat
Gambar 3.14. Diagram Solusi VMI
Untuk bisnis proses VMI dapa dilihat pada Gambar 3.15 Kegiatan berawal dari
pemberian usage plan oleh user dan historical data dari inventory control. Data-
data tersebut menjadi dasar bagi para pemasok untuk menentukan estimasi nilai
kontrak VMI. Setelah para pemasok menentukan estimasi nilai kontrak, maka
estimasi tersebut akan diberikan ke procurement untuk dilakukan penyeleksian
(proses procurement). Hasil dari proses procurement adalah VMI kontrak.
Pemasok yang memenangkan VMI kontrak akan melayani order langsung dari
user. Jadi inventory control tidak lagi melayani orde dari user. Inventory control
hanya menerima informasi dan juga mengawasi untuk setiap order yang
dikeluarkan oleh user dan setiap barang yang dikirm oleh pemasok. Pemasok
akan mengirimkan order selama nilai kontrak belum tercapai. Apabila nilai VMI
kontrak sudah berakhir, maka procurement akan melakukan proses procurement
yang baru untuk VMI kontrak. Pengiriman barang langsung ke user di lapangan.
Apabila barang dikirim, maka proses pembayaranpun juga menyertai. Semua
inventory berada dipemasok dan user. Kinerja pemasok akan dipantau dari
service level dalam pemenuhan order.
84
Gambar 3.15. Bisnis Proses untuk VMI
85
Tabel 3.4. Mekanisme yang ada pada penerapan VMI
NO Koordinasi Kegiatan Mekanisme Hasil yang diharapkan
Pembuatan Usage Plan
Standarisasi dari pembagian informasi
Usage plan akan diberikan ke pemasok pada awal tahun dan 6 bulan sebelum proyek
berjalan
Pembuatan Forecast
Standarisasi metode forecast yang
digunakan
Pemasok membuat forecast berdasarkan
kebutuhan user di lapangan
Review forecast
Standarisasi koreksi forecast
Pemasok melakukan koreksi terhadap
forecast
1 User dengan Pemasok
Standarisasi
pembagian informasi yang dibutuhkan
Information Sharing berjalan lebih
maksimal mengenai kebutuhan material,
baik untuk proyek dan kegiatan rutin dari user
2 Inventory Control dengan pemasok Data
Standarisasi pembagian informasi
yang dibutuhkan
Information Sharing berjalan lebih
maksimal mengenai kebutuhan data
periode sebelumnya
Monitoring order and
performance
Standarisasi penilaian hasil kerja
(service level)
Semua informasi berkaitan dengan
order dan pengiriman barang harus
diinformasikan ke inventory control
3 Procurement dan pemasok
Proses Pembuatan
kontrak
Standarisasi dalam hal tipe kontrak dan parameter kontrak,
Kontrak lebih jelas dan memberi keuntungan
untuk kedua belah pihak
3.1.3. Metode forecast yang lebih akurat (Time series, Holt’s model dan Winter’s
model)
Langkah-langkah dalam membuat forecast
Gambar 3.16. Langkah-langkah pembuatan Forecast
86
Untuk penjelasan langkah-langkah pembuatan forecast Gambar 3.16 adalah sebagai
berikut:
1. Tujuan dari Forecast
Tahap awal dari pembuatan forecast adalah penentuan tujuan dari
pembuatan forecast itu sendiri. Di Chevron Indonesia Company (CICO),
Forecast yang dibuat adalah forecast kebutuhan untuk barang-barang stok.
Barang-barang stok tersebut dapat berupa suku cadang mesin atau
peralatan. Apabila ada kerusakan atau kegiatan perawatan pada mesin
atau peralatan tersebut, maka diharapkan suku cadang selalu tersedia di
gudang. Kerusakan pada mesin atau peralatan tidak dapat diprediksikan.
Kecuali kegiatan perawatan yang sesuai dengan buku panduan dari pabrik.
Ketidakpastian kebutuhan tersebut harus diantisipasi dengan
menyediakan stok suku cadang di gudang. Maka didapatlah tujuan dari
pembuatan forecast yaitu untuk memperkirakan kebutuhan suku cadang
dikemudian hari agar nantinya kita bisa menentukan jumlah stok suku
cadang yang harus disediakan di gudang.
2. Analisis data
Apabila mesin tersebut baru, maka kebutuhan suku cadang berdasarkan
perkiraan saja atau hanya untuk kepentingan perawatan yang terencana
saja. Sedangkan untuk mesin lama, maka kita bisa menjadikan data
penggunaan masa lalu sebagai acuan awal dalam pembuatan forecast
kebutuhan.
Dari data masa lalu akan terlihat apakah penggunaan suku cadang
tersebut memiliki satu pola tertentu atau pola yang berubah ubah setiap
tahun. Untuk perhitungan forecast di CICO, penulis menggunakan
variabel Level (L), Trend (T) dan Seasonal. Level dan trend dapat telihat
dari grafik penggunan suku cadang. Untuk lebih jelasnya mengenai
langkah-langkah pembuatan forecast, dapat dilihat pada Gambar 3.17.
87
Eval
uate
Ext
erna
l Fac
tors
Ev
alua
te In
tern
al
Fact
ors
Dev
elop
and
R
efin
e a
Fore
cast
M
odel
Col
lect
and
Ana
lyze
His
toric
al D
ata
Def
ine
the
purp
ose
/ rea
son
for t
he
Fore
cast
Gambar 3.17. Langkah-langkah pembuatan Forecast
3. Setelah kita menentukan termasuk ke jenis apakah kebutuhan suku
cadang ini, maka kita bisa melakukan forecast model. Untuk jenis pola
kebutuhan tanpa ada level atau trend, maka kita menggunaakan metode
time series saja, yaitu moving average dan simple exponential smoothing.
Apabila pola kebutuhan terdapat level dan trend tapi tidak ada seasonal,
88
maka kita menggunakan Holt’s model. Apabila semua faktor ada, Level,
Trend, dan Seasonal, maka kita menggunakan Winter;s model. Setelah
dilakukan perhitungan berdasarkan metode forecast yang sesuai, maka
kita bisa menyusun forecast untuk periode yang akan datang.
4. Setelah forecast dibuat, maka kita akan mengkaji faktor-faktor internal
yang tidak tercermin di data masa lalu. Seperti kegiatan proyek, jadual
perawatan mesin, atau penambahan mesin baru. Semua kebutuhan
kegiatan tersebut ditambahkan ke dalam forecast yang kita buat
berdasarkan waktu kebutuhan yang telah ditentukan.
5. Faktor terakhir yang harus diperhitungkan juga adalah faktor ekternal.
Faktor eksternal tersebut dapat berupa keadaan ekonomi negara secara
umum, perubahan peraturan dan lain-lain yang akan mempengaruhi
proses pengadaan suku cadang di masa datang.
Untuk dapat membuat forecast dengan tingkat akurasi yang tinggi, maka terlebih
dahulu kita harus mengetahui faktor apa saja yang diperlukan untuk membuatnya.
Gambar 3.18. Forecasting model
Dua faktor utama yang untuk membuat forecast adalah metode forecast dan data
(lihat Gambar 3.18). Penjelasan lebih lanjut mengenai kedua faktor tersebut adalah
sebagai berikut.
89
a. Data
Data-data yang dimaksud disini adalah data pemakaian tahun atau periode
sebelumnya, data rencana kerja rutin tahun atau periode kedepan yang
membutuhkan barang-barang stok, kegiatan projek, data adanya perubahan
jumlah mesin atau peralatan dan modifikasi mesin yang nantinya menentukan
jumlah stok untuk suku cadang. Semua data tersebut harus memiliki kejelasan
dalam hal jumlah barang yang dibutuhkan, waktu pemakaian, deskripsi
barang, tempat pemakaian dan yang melakukan pengorderan. Untuk saat ini,
usage plan hanya berisi nilai maksimum dan minimum.
b. Metode
Apabila metode forecast yang dipakai dapat mendeteksi penurunan
kebutuhan, baik dari data-data tahun sebelumnya ditambah usage plan,
kemudian membuat forecast kebutuhan lebih detail (baik itu dalam bulan atau
perkuartal) sehingga inventory control dapat memperhitungkan standar
deviasi dari forecast kebutuhan, maka akan didapat nilai parameter baru yang
mungkin lebih akurat. Dengan adanya parameter yang lebih akurat, maka
kemungkinan untuk kelebihan inventory juga dapat diperkecil.
Metode yang digunakan dalam proyek akhir ini ada tiga, yaitu time series
(moving average dan simple exponential smoothing) Holt’s model dan
Winter’s model.
• Moving average
Kita menggunakan metode ini ketika pola kebutuhan tidak menunjukkan
adanya trend atau seasonality.
Perhitungan awal
NDDDL Ntttt /)...( 1 +−− +++=
tt LF =+1 dan tnt LF =+
Perhitungan estimasi
12211 ,/)...( +++−++ =+++= ttNtttt LFNDDDL
Catatan:
Systematic component of demand = Level (L)
t = periode
90
Lt = estimasi dari level pada akhir periode t
Tt = estimasi dari trend pada akhir periode t
St = estimasi dari faktor seasonal untuk periode t
Ft = Forecast kebutuhan untuk periode t (dibuat pada periode t-1 atau
sebelumnya)
Dt = aktual kebutuhan pada periode t
Et = Forecast error pada periode t
• Simple exponential smoothing
Estimasi awal dari Level
∑=
=n
itD
nL
10
1
Forecast untuk semua periode
tt LF =+1 dan tnt LF =+
Setelah melakukan observasi kebutuhan pada periode tertentu maka estimasi
level menjadi
ttt lDL )1(11 αα −+= ++
∑+
=−++ −=
1
011 )1(
t
nnt
nt DL αα
• Holt’s model
Systematic component of demand = level + trend
batDt +=
Estimasi Level (Lt) dan Trend (Tt) untuk periode berikutnya
ttt TLF +=+1 dan ttnt nTLF +=+
Setelah melakukan observasi kebutuhan pada periode tertentu maka estimasi
level dan tren menjadi
))1()())(1(
11
11
tttt
tttt
TLLTTLDL
ββαα
−+−=+−+=
++
++
α = smoothing constant untuk level, 0<α<1
β = smoothing constant untuk trend, 0<β<1
91
• Winter’s model
Systematic component of demand = (Level + trend)x Seasonal factor
Forecast untuk periode berikutnya
11 )( ++ += tttt STLF dan ltttt SlTLF ++ += )(1
1111
11
111
)1()/()1()(
))(1()/(
+++++
++
+++
−+=−+−=
+−+=
tttpt
tttt
ttttt
SLDSTLLT
TLSDL
γγββαα
α = smoothing constant untuk level, 0<α<1
β = smoothing constant untuk trend, 0<β<1
γ = smoothing constant untuk seasonal, 0<γ<1
(Sumber: Chopra dan Meindl, 2004, p.179-199)
Setelah kedua faktor tadi terpenuhi, dimana data cukup dan metode yang sesuai,
maka inventory control akan mengolah data dengan metode tersebut dan
menghasilkan satu forecast untuk periode kedepan. Dari forecast tersebut, inventory
control akan mengeluarkan Purhcase Request (PR) dimana nanti akan diproses
Buyer. Buyer kemudian mengadakan pembelian dari pemasok. Kemudian pemasok
akan mengisi stok di gudang. Selain mengeluarkan PR, inventory control juga
menetapkan parameter berupa ROP, ROQ dan SS yang menjadi alat kontrol untuk
melakukan proses pengisian ulang. Semua kegiatan di atas secara terus menerus
dilakukan.
User akan mengeluarkan Warehouse Request (WR) ke warehouse.Barang kemudian
dikirimkan ke user apabila stok tersedia. Apabila level inventory mencapai ROP,
maka inventory control akan mengeluarkan delivery order ke pemasok untuk
mengisi kembali stok sebesar ROQ. Setiap adanya WR dari user akan di up date ke
sistem. Inventory control akan selalu memonitoring apakah forecast sesuai dengan
kebutuhan aktual. Apabila ada penyimpangan, maka inventory control harus
menyesuaikan parameter yang ada.
Contoh perhitungan pembuatan Forecast untuk 976 adalah sebagai berikut
92
Tabel 3.5. Data dua tahun kebutuhan barang 976
976
0
20
40
60
80
100
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Periode
Nila
i
Demand (Dt)
Deseasonaliszed Demand(Dt")
Grafik 3.1. Grafik kebutuhan 976
Dari Grafik terlihat bahwa tidak ada trend dan seasonality. Oleh karena itu
pengolahan data menggunakan metode Four-Period Moving average dan simple
exponential smoothing.
Nilai Level dan trend
L 54.442T -0.788
Period Demand (Dt)
Deseasonaliszed
Demand
Deseasonaliszed
Demand (Dt")
Seasonal Factor (St)
1 63 54 1.1742 40 53 0.7573 53 46 52 1.0084 70 51 51 1.3655 89 55 51 1.7526 90 53 50 1.8007 67 51 49 1.3698 45 48 48 0.9359 50 44 47 1.05610 63 45 47 1.34211 70 46 1.52912 79 45 1.745
000000976
Tabel 3.6. Rata-rata kebutuhan dalam periode 12 bulan
Periode 000000976Jan-05 86Feb-05 30Mar-05 65Apr-05 80May-05 100Jun-05 79Jul-05 80Aug-05 50Sep-05 60Oct-05 85Nov-05 75Dec-05 57Jan-06 40Feb-06 50Mar-06 40Apr-06 60May-06 77Jun-06 100Jul-06 54Aug-06 40Sep-06 40Oct-06 40Nov-06 65Dec-06 100
93
Tabel 3.7. Perhitungan model Simple exponential smoothing Simple exponential Smoothing
α = 0.1
Period Demand Level (Lt) Forecast (Ft) Error (Et) Absolute Error (At)
Mean Absolute Error (MSEt) MADt % Error MAPEt TSt
0 64.711 63 65 65 2 2 0.05 2 3 3 12 40 62 65 25 25 15 13 61 32 23 53 61 62 10 10 13 12 18 27 34 70 62 61 -9 9 11 11 13 24 25 89 65 62 -26 26 17 14 30 25 06 90 67 65 -25 25 23 16 28 25 -27 67 67 67 0 0 31 14 0 22 -28 45 65 67 22 22 57 15 49 25 09 50 63 65 15 15 56 15 30 26 110 63 63 63 1 1 45 13 1 23 111 70 64 63 -7 7 41 13 10 22 112 79 65 64 -14 14 39 13 18 22 -1
000000976
Tabel 3.8. Perhitungan model Four-period Moving Average
Period Demand Level (Lt) Forecast (Ft) Error (Et) Absolute
Error (At)Mean Absolute Error (MSEt) MADt % Error MAPEt TSt
1 632 403 534 70 635 89 75 63 -26 26 663 26 29 29 -16 90 79 75 -14 14 435 20 16 23 -27 67 73 79 12 12 336 17 18 21 -28 45 63 73 28 28 441 20 61 31 09 50 56 63 13 13 386 18 26 30 110 63 57 56 -6 6 328 16 10 27 011 70 65 57 -13 13 306 16 19 26 012 79 70 65 -13 13 290 16 17 24 -1
000000976
Tabel 3.9. Kesimpulan metode Forecast
Min Max
Four-period moving average 16 24 -2 1
Simple exponential smoothing 13 22 -2 3
Forecasting Method MAD MAPE(%) TS Range
Dari data perhitungan di atas terlihat bahwa Simple exponential Smoothing memiliki
nilai MAD dan MAPE yang lebih kecil dibandingkan dengan Four-period Moving
average. Standar deviasi untuk Simple exponential smoothing adalah 1.25 X MAD,
yaitu 16,25. Sedangkan standar deviasi untuk Four-period moving average 20. Oleh
karena itu, untuk 976 inventory control bisa menggunakan metode forecast simple
exponential smoothing untuk penyusunan forecast periode berikutnya. Untuk
forecast periode ke 13, 14, 15, 16 sama dengan level untuk periode 12 yaitu 65.
94
Setelah penentuan forecast di atas, maka langkah selanjutnya adalah penentuan nilai
parameter SS, ROP dan ROQ. Nilai parameter ini akan dievaluasi perkuartal. Untuk
kuartal pertama (periode 13 s/d 16) perhitungan nya sebagai berikut:
Tabel 3.10. Tabel forecast kuartal pertama Periode Forecast
13 6514 6515 6516 65
Lead Time 14 (hari)/ 0.47 (bulan)Service level 99.99% Z = 3.72STD 13d 65D 706Price 16.4198Order cost 100Holding cost 20%*price
207)4198,16*%20(
)100*706*2(
)Pr*%20()cos_**2(
63)47,0*65(33
)_*(33
47,0*72.3*13
_**
=
=
=
=+=+=
==
=
ROQ
ROQ
icetOrderDROQ
ROPROP
timeleaddSSROPSSSS
timeLeadZSTDSS
SS 33ROP 63ROQ 207
Catatan:
• Standar deviasi didapat dari data demand kuartal pertama tahun sebelumnya.
Untuk standar deviasi kuartal kedua akan diambil dari standar deviasi data aktual
demand kuartal pertama tahun yang sama. Begitu seterusnya.
95
• Untuk forecast periode 17 s/d 20 (kuartal kedua), akan ditentukan dari Level data
aktual demand kuartal pertama (sebelumnya). Rumusnya adalah sebagai berikut
ttt lDL )1(11 αα −+= ++
Setelah didapat Levelnya, maka level tersebut akan menjadi forecast untuk
periode 17 s/d 20. Begitu seterusnya.
• Order cost dan setup cost tidak berubah.
Dari hasil perhitungan di atas, terlihat bahwa nilai parameter yang baru jauh lebih
kecil jika dibandingkan dengan nilai parameter sebelumnya.
Tabel 3.11. Perbandingan nilai parameter lama dan baru Parameter Lama Baru Selisih
SS 400 33 367ROP 600 63 537ROQ 600 207 393
Inventory level dengan metode forecast yang baru
0
50
100
150
200
250
300
1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23 25
Periode
Jum
lah Inventory level
ROP
Grafik 3.2. Simulasi level inventory dengan metode Forecast yang baru
Dari Grafik 3.2 di atas, maka dapat dilihat bahwa terjadinya penurunan level
inventory tetapi tidak mengurangi kualitas pelayanan atau tidak terjadi stock out.
Dengan kata lain, ketika kita menurunkan nilai-nilai parameter, kualitas pelayanan
tetap terjaga. Hal ini dapat dilihat dari tidak adanya level inventory yang minus.
96
Hal lain yang dicapai dari nilai parameter yang baru adalah penurunan jumlah
inventory dalam satu periode dibandingkan dengan jika kita tetap memakai nilai
parameter yang lama.
3.1.4. Pengkajian pembuatan kontrak jangka panjang.
Selama ini belum semua barang stok yang dicover oleh kontark jangka panjang.
Ada beberapa alasan kenapa tidak dicover oleh kontrak jangka panjang, yaitu:
• Pemasok tidak bersedia melakukan kontrak jangka panjang karena mekanisme
kontrak yang tidak menguntungkan bagi pemasok. Tidak adanya ikatan atau
minimum pembelian dari Chevron dalam satu periode kontrak. Ketidakpastian
kuantitas pembelian dari Chevron membuat pemasok menanggung lebih besar
risiko. Pemasok harus menyetok barang di gudang apabila barang tersebut susah
didapat. Apabila tidak ada pembelian terhadap barang tersebut, atau pembelian
kurang dari perkiraan awal, maka kelebihan stok akan menjadi beban pemasok.
Melihat alasan-alasan di atas, penulis mencoba memberikan solusi mengenai
kontrak jangka panjang tersebut, yaitu:
• Adanya kepastian minimum pembelian dari Chevron. Kepastian itu didapat
dari forecast yang dibuat besama antara inventory control dengan pemasok.
• Meningkatkan rasa saling percaya antara CICO dengan pemasok dengan cara
berbagi informasi berkaitan dengan rencana kerja kedepan dari CICO.
• Adanya mekanisme pemberian diskon bagi CICO apabila pencapaian nilai
target lebih dari 70%.
3.2. Analisis Solusi Bisnis
3.2.1. Peningkatan tingkat kedisiplinan melalui kebijakan dan peraturan
perusahaan.
Setelah dilaksanakannya kebijakan-kebijakan yang menyangkut tingkat kedisiplinan
dan juga mekanisme koordinasi, maka penulis mencoba untuk memberikan
97
gambaran tentang hasil dari penerapan tersebut. Untuk lebih jelas dapat melihat
Tabel 3.12.
Pada Tabel 3.12 tersebut dapat dilihat perbandingan antara kondisi sebelum dan
sesudah adanya kebijakan. Tingkat kedisiplinan dalam pengisian usage plan
meningkat dari kondisi sebelumnya. Selain itu review meeting juga selalu dilakukan
dan berjalan lebih efektif. Tingkat akurasi forecast meningkat karena information
sharing yang telah berjalan lebih baik dan juga penggunaan metode forecast yang
lebih akurat. Dukungan dari user juga akan lebih baik terutama dalam hal forecasting
dan inventory control. Evaluasi kinerja juga dilakukan lebih baik dimana setiap pihak
(user, inventory control, procurement dan pemasok) memiliki KPI dan targetnya
masing-masing. Apabila target tercapai, maka akan ada reward bagi pihak yang
melakukan. Begitu juga sebaliknya, apabila tidak tercapai maka akan ada punishment
untuk pihak tersebut.
Tabel 3.12. Perbandingan kondisi sebelum dan sesudah adanya Kebijakan
Aspek Kondisi sebelum Kondisi setelah adanya kebijakan
Pengisian usage plan tidak selalu dilakukan
Disiplin melakukan pengisian usage
plan
Review meeting Dilakukan apabila perlu
Lebih sering dilakukan dan lebih
efektif
Forecast Tingkat akurai rendah
Tingkat akurasi lebih baik
Koordinasi Informastion
sharing belum berjalan maksimal
Information sharing berjalan lebih baik
Dukungan dari user Masih kurang
dalam hal forecasting
User memiliki komitment yang kuat
dalam hal forecasting dan
inventory
Evaluasi nilai target Hanya untuk
internal departemen SCM
Disosialisasikan ke seluruh departemen dan menjadi target
bersama
Pemberian Reward and punishment Tidak ada Sudah dilakukan
98
3.2.2. Mekanisme koordinasi antara User, Inventory Control, Buyer dan pemasok.
Penjelasan perbandingan antara koordinasi dalam bentuk CPFR dan VMI dapat
dilihat pada Tabel 3.13.
Tabel 3.13. Perbandingan antara CPFR, VMI dengan kondisi saat ini
NO Kegiatan Kondisi saat ini Kondisi setelah penerapan CPFR
Kondisi setelah penerapan VMI
Dilakukan oleh Inventory control
Dilakukan secara bersama-sama dengan User, inventory control,
dan pemasok
Dilakukan oleh vendor dan diawasi oleh inventory control
Data usage plan tidak lengkap dengan waktu penggunaan
Data usage plan lebih terperinci dalam hal waktu penggunaan
dan jumlahnya
Data usage plan akan diolah oleh
vendor/pemasok
Forecasting
User tidak selalu mengirimkan usage plan
Disiplin dalam mengirimkan usage
plan
Disiplin dalam mengirimkan usage
plan
Kurangnya koordinasi dalam hal pembagian
informasi keadaan dilapangan
Inventory control atau buyer mengunjungi
user di lapangan sehingga mendapat informasi yang lebih
akurat
Inventory control memberikan semua
informasi yang didapat dari user ke pemasok
Jadual forecasting yang belum jelas
Forecasting diadakan setiap akhir tahun dan
dievaluasi setiap kuartal
Forecast merupakan tanggung jawab dari
pemasok
1
Masih menggunakan
metode forecast sederhana
Metode forecast lebih akurat
Pemasok akan memastikan forecast tidak akan jauh dari aktual kebutuhan
Kinerja pemasok yang belum jelas
Penyeleksian pemasok dengan syarat-syarat
yang lebih rinci
Penyeleksian pemasok lebih ketat dan
terperinci 2
Procurement
Internal lead time tidak dapat diprediksi
Internal lead time dapat dikurangi karena adanya blanked order
contract
Internal lead time dapat dikontrol oleh pemasok
sehingga kinerja pelayanan tetap memenuhi target
Tidak semua barang stok dicover oleh blanked order
contract
Persentase barang stok yang dicover
blanked order contract meningkat (target
100%)
Blanked order kontrak diganti dengan kontrak
kerja sama (out sourching)
Buyer harus mencari tahu harga
barang setiap dilakukannya
proses procurement
Harga barang tetap untuk satu periode
kontrak
Harus ada mekanisme penyesuai harga
barang apabila harga yang telah ditetapkan melebihi atau kurang dari harga pasar yang
berlaku
99
Tabel 3.13. Perbandingan antara CPFR, VMI dengan kondisi saat ini (lanjutan)
NO Kegiatan Kondisi saat ini Kondisi setelah penerapan CPFR
Kondisi setelah penerapan VMI
2 Procurement
Tingkat kepercayaan buyer dengan pemasok
masih rendah
Tingkat kepercayaan buyer dengan
pemasok lebih tinggi
Buyer percaya kepada pemasok untuk
melakukan sebagian dari tugas mereka
3 Kontrak Kontrak jangka
panjang yang tidak mengikat
Kontrak jangka panjang yang
mengikat dan saling menguntungkan
Kontrak jangka panjang yang mengikat dan
saling menguntungkan
4
Pengisian Ulang
Adanya keterlambatan
pengiriman
Barang dikirim tepat waktu
Perusahaan menetapkan target KPI
Pemasok tidak siap
dengan barang stok
Pemasok harus siap setiap saat apabila ada
order
Pemasok dapat mengetahui kapan
order akan tiba
Pemasok tidak
mengetahui kondisi inventory level
Pemasok dapat memonitor inventory
level
Pemasok dapat mengatur inventory level sesuai dengan kebutuhan user dan
harus mencapai target perusahaan
Pengisian ulang
Masih melibatkan buyer untuk
menerbitkan PO
Pemasok langsung mengirimkan barang ketika sampai ROP dengan persetujuan
inventory control (adanya DO) / tidak melibatkan buyer
Keterlibatan procurement hanya di
awal pembuatan kontrak kerja sama.
5 Kebijakan
dan peraturan
Belum adanya kebijakan mengenai koordinasi
langsung dengan pemasok
Adanya kebijakan dan peraturan yang
mengatur pelaksanaan CPFR
Adanya kebijakan dan peraturan yang
mengatur pelaksanaan VMI
6 Biaya Biaya pengorderan barang adalah 20% dari harga barang
Perlu adanya pengkajian terhadap
biaya yang harus dikeluarkan (apakah lebih besar dari cara
sebelumnya atau lebih kecil)
Perlu adanya pengkajian terhadap
biaya yang harus dikeluarkan (apakah lebih besar dari cara
sebelumnya atau lebih kecil)
Kedua alternatif di atas apabila dilakukan oleh CICO akan membantu dalam
melakukan aktifitas inventory management-nya. Satu hal yang menjadi perhatian
CICO adalah seberapa besar biaya yang harus dikeluarkan dan bagaimana
perbandingannya dengan biaya sistem saat ini. Tetapi biaya yang besar akan
dirasakan pada awal penerapan (jangka pendek). Untuk jangka panjang, CICO akan
dapat menghemat biaya dan meningkatakan profit perusahaannya lebih dari saat ini.
100
Untuk pemilihan alternatif, penulis mengusulkan untuk menerapkan CPFR untuk
koordinasi inventory management di CICO. Dengan adanya CPFR, maka kita dapat
memaksimalkan koordinasi antara user, inventory Control dan pemasok.
Untuk VMI, penulis menilai metode ini bisa dilaksanakan. Tetapi ada beberapa
persyaratan yang harus dipenuhi CICO, yaitu pemasok harus memiliki akses
langsung ke user dan tersedianya gudang/ tempat penyimpanan barang di lokasi kerja
(masing-masing wilayah operasi). Saat ini, pemasok tidak diizinkan untuk dapat
langsung ke lokasi kerja dan juga tidak tersedianya gudang pada lokasi kerja. Hal-hal
ini harus dipertimbangkan CICO apabila menerapkan VMI.
3.2.3. Metode forecast yang lebih akurat (Time series, Holt’s model dan Winter’s
model)
Keuntungan yang didapat apabila menerapkan metode forecast yang baru dapat
dilihat pada Tabel 3.13.Dari tersebut terlihat jelas bahwa dengan menggunakan
metode baru yaitu Time series atau Holt’s model atau Winter model, dimana
memperhitungkan adanya kecenderungan dari data sebelumnya dan juga
memperkirakan kebutuhan akan datang, maka inventory control dan pemasok dapat
membangun forecast yang lebih akurat atau tingkat kesalahan yang rendah. Sehingga
kinerja pelayanan dari inventory management dapat meningkat. Berdasarkan analisa
tesebut, penulis mengusulkan untuk penggunaan metode forecast yang baru.
Tabel 3.14. Perbandingan metode forecast awal dengan metode forecast yang baru
Aspek Metode sebelumnya Dengan metode baru (Time
series, Holt's model dan Winter's model)
Tingak akurasi Rendah Lebih baik dan cenderung meningkat
Waktu pengerjaan Tidak memerlukan waktu yang lama
Dengan bantuan software akan lebih cepat
Nilai parameter (SS, ROP dan ROQ)
Tidak sesuai dengan aktual kebutuhan Sesuai dengan aktual kebutuhan
Pihak yang terlibat Inventory control Inventory control, User dan pemasok
Jumlah inventory Cenderung tidak terkontrol (ada kenaikan)
Bisa dikontrol dan cenderung turun
Koreksi Forecast terkadang tidak dilakukan Selalu dilakukan
101
Tabel 3.14. Perbandingan metode forecast awal dengan metode forecast yang baru (lanjutan)
Aspek Metode sebelumnya Dengan metode baru (Time
series, Holt's model dan Winter's model)
Pembagian jenis kebutuhan
Kebutuhan barang proyek dan rutin dijadikan satu
Pemisahan antara kebutahan proyek dengan kebutuhan rutin
Kinerja pelayanan Adanya stock out Akan lebih baik (stok out dapat diminimalisasi)
3.2.4. Pengkajian pembuatan kontrak jangka panjang
Untuk memperlihatkan perbedaan mekanisme pembuatan kontrak jangka panjang
sebelumnya dan mekanime baru, maka penulis merangkumnya dalam Tabel 3.15.
Tabel 3.15. Perbandingan mekanisme kontrak lama dengan kontrak baru
Aspek Mekanisme kontrak sekarang Mekanisme kontrak yang baru
Risiko
Risiko dalam kegiatan inventory management
masih belum teratasi dengan baik, seperti tidak
tersedianya barang/suku cadang pada saat
dibutuhkan.
Berusaha mengurangi risiko dengan melakukan information sharing yang lebih efektif dan
efisien.
Pembelian minimum
Tidak ada pembelian minimum
Mekanisme pembelian lebih baik karena tingkat akurasi forecast
yang tinggi
Target pemenuhan Tidak adanya target pemenuhan nilai kontrak
Apabila tercapai target nilai kontrak tercapai(misalnya 80%)
maka akan ada pemotongan harga / diskon
Jumlah barang yang dicover oleh
blanked order kontrak
Tidak semua tercover Akan meningkat
Penentuan nilai kontrak
Estimasi kasar dari inventory control dan user
Adanya koordinasi antara inventory control, user dan
pemasok
Dari tabel di atas, maka penulis mengusulkan agar CICO menggunakan mekanisme
kontrak yang baru. Dengan mekanisme kontrak yang baru tersebut, hubungan bisnis
102
antara CICO dengan pemasok dapat lebih baik karena kontrak yang dibuat dapat
saling menguntungkan.
3.2.5. Kajian Key Performance Indicator (KPI)
Untuk dapat melihat kinerja masing-masing pihak, yaitu user, inventory control dan
pemasok, maka performance indicator harus selalu dijaga. Performace indicator
tersebut adalah:
• Order fulfiment, baik dari pemasok dan juga dari inventory control. Target
dari pemenuhan order adalah 99,99%.
• Delivery On time, pengiriman barang oleh pemasok. Target pengiriman
barang oleh pemasok adalah 100% tepat waktu.
• Stock Available at warehouse, dimana targetnya adalah barang tersedia pada
saat waktu yang dibutuhkan.
• Average total inventory. Untuk PI ini, targetnya adalah terjadi penurunan
jumlah inventory setiap tahunnya.
• Annual production. PI ini tergantung dari kondisi di lapang. Pihak inventory
management tidak bisa mengontrol PI ini.
• Total usage, merupakan total pemakaian user selama satu periode. Semua
pemakaian harus dicatat dan dievaluasi.
Performance indicator sebagai faktor yang akan dipakai dalam perhitungan KPI.
Apabila performace indicator terus berada pada level yang baik (sesuai target), maka
perhitungan KPI akan memberikan hasil yang baik pula.
• Apabila order fullfilment dan delivery on time meningkat, maka service level
dapat meningkat.
• Apabila stock available at warehouse dapat dijaga pada level optimum,
dimana stok yang tersedia sesuai dengan kebutuhan user (total kebutuhan
user), maka Stock Available Ratio juga dapat meningkat.
• Average total inventory berhubungan dengan annual production. Apabila
produksi dalam satu tahun menurun, diharapkan total inventory tahun yang
sama juga menurun.
103
Delivery On time
Average Total Inventory
Annual production
Stock available at warehouse
Service Leve
Service Available Ratio
Inventory to Production Ratio
Turn Over Ratio
Order fulfillment
Total Usage
Performance Indicator
Key Performance Indicator (KPI)
Gambar 3.19. Hubungan PI dan KPI
Untuk melihat pengaruh solusi terhadap masalah yang dihadapi, maka penulis
menggambarkan diagram hubungan solusi dan hasil yang dicapai pada Gambar 3.20.
Penjelasanya adalah sebagai berikut:
• Pemakaian metode forecast yang baru telah dilakukan, maka tingkat
kesalahan dalam forecast dapat dikurangi.
• Apabila semua kebijakan telah diterapkan, maka user akan disiplin dalam
mengisi usage plan dan melaksanaan review meeting. Dengan tingkat akurasi
forecast yang meningkat maka pengorderan akan sesuai dengan kebutuhan.
Pada akhirnya jumlah inventory dapat dikontrol pada level optimal. Koreksi
level optimal pada inventory akan dapat menurunkan jumlah inventory.
• Penerapan CPFR telah dijalankan maka koordinasi antara user, inventory
control, procurement dan pemasok akan berjalan lebih efektif dan efisien.
• Mekanisme kontrak yang telah diperbaharuhi, maka kerjasama antara CICO
dengan pemasok dapat lebih ditingkatkan. Semua barang stok dapat dicover
104
oleh Blanked Order Contract dan kegiatan procurement dapat diminimalisasi
sehingga internal lead time dapat di kurangi. Internal lead time yang
berkurang akan mempercepat proses pengorderan dan pemasok juga dapat
tepat waktu untuk mengirim barang.
• Kinerja dari semua akan terus dikontrol dari hasil yang dicapai, yaitu jumlah
penurunan inventory dan kualitas pelayanan.
105