refarat
TRANSCRIPT
BAB IPENDAHULUAN
Nyeri leher dan punggung yang mengganggu aktivitas seseorang, telah diketahui sejak
abad pertengahan, yang ditemukan tertulis dalam Papyrus 4600 tahun yang lalu. Tulisan ini
mengandung uraian berbagai kondisi tulang di spina servikal, antara lain dislokasi vertebra dan
sprain. Tutankhamen di zaman purba telah menjelaskan tentang laminektomi servikal yang
pertama dan pada tahun 460 SM Hippocrates mempostulasi kejadian paralisis akibat cedera
servikal, serta menjadi salah satu penemu terapi traksi servikal. Ambrose Pare (1559) telah
melakukan reduksi pada dislokasi spina servikal dengan traksi dan melakukan bedah membuang
osteofit yang menyebabkan kompresi medulla spinalis. Pada tahun 1928 Crowe memberi istilah
whiplash untuk cedera kepala-leher sebagai akibat hiperekstensi melewati batas fisiologik
gerakan kepala-leher.1
Berbagai kondisi tersebut masih ditemukan saat ini, bahkan beberapa di antaranya
diperberat oleh meningkatnya penggunaan peralatan mekanik dalam pekerjaan serta kendaraan
bermotor. Pengetahuan kedokteran telah ber- kembang dalam diagnosis dan terapi, serta penilaian
awal yang teliti akan memandu penegakan diagnosis yang tepat serta aplikasi pemeriksaan yang
sesuai. Kemudian dilanjutkan dengan tatalaksana yang relevan berdasarkan pengetahuan yang
lengkap tentang anatomi fungsional yang terganggu (impaired) yang menyebabkan nyeri dan
kecacatan/disabilitas.
1
BAB IIAnatomi dan Biomekanik
Leher merupakan bagian spina/tulang belakang yang paling bergerak (mobile), mempunyai tiga
fungsi utama, yaitu:1,2
1. menopang dan memberi stabilitas pada kepala;
2. memungkinkan kepala bergerak di semua bidang gerak;
3. melindungi struktur yang melewati spina, terutama medula spinalis, akar saraf, dan
arteri vertebra.
Spina servikal menopang kepala, memungkinkan gerakan dan posisi yang tepat. Semua
pusat saraf vital berada di kepala memungkinkan pengendalian penglihatan (vision),
keseimbangan vestibular, arahan pendengaran (auditory) dan saraf penciuman; secara esensial
mengendalikan semua fungsi neuromuskular yang sadar. Untuk itu maka kepala harus ditopang
oleh spina servikal pada posisi yang tepat agar memungkinkan gerakan spesifik untuk
menyelesaikan semua fungsi tersebut.
Kolumna servikal dibentuk oleh tujuh tulang vertebra. Spina servikal, C1-C7, terlihat dari
lateral membentuk lengkung lordosis dan kepala pada tingkat oksipitoservikal membentuk sudut
yang tajam agar kepala berada di bidang horizontal. Apabila dilihat dari anteroposterior maka
spina servikal sedikit mengangkat (tilt) kepala ke satu sisi. Hal tersebut dapat dijelaskan oleh faset
pada oksiput, atlas (C1) dan aksis (C2) yang sedikit asimetrik.
Spina servikal merupakan persatuan unit fungsional yang saling tumpang-tindih
(superimposed), masing-masing terdiri atas 2 badan, yang dipisahkan oleh diskus intervertebra
mulai di bawah aksis (C2). Unit fungsional spina servikal dibagi atas dua kolumna, yaitu kolumna
anterior yang terdiri atas vertebra, ligamen longitudinal dan diskus di antaranya, serta kolumna
posterior yang meliputi kanal oseus neural, ligamen posterior, sendi zygapophyseal, dan otot
erektor spina.3,4 Secara anatomis, foramen intervertebralis terletak di antara kedua kolumna
tersebut. Sebenarnya, otot servikal bagian anterior yaitu fleksor merupakan bagian dari kolumna
anterior. Untuk mengevaluasi secara fungsional maka spina servikal dibagi menjadi segmen
servikal atas (di- atas C3) dan segmen servikal bawah (C3-C7). Setiap segmen itu berfungsi
berbeda.
Vertebra C1 dan C2 berbeda dari vertebra yang lain. Atlas (C1) adalah struktur seperti
cincin tanpa badan dengan dua massa lateral yang berartikulasi dengan kondilus oksipitalis di
atas dan aksis (C2) di bawah. Aksis (C2) mempunyai badan, prosesus spinosus yang bifida, dan
2
prosesus odontoid yang menonjol ke atas yang secara kongenital adalah badan atlas yang
menyatu (fused). Odon- toid berartikulasi dengan lengkung anterior atlas. Hubungan normal
tersebut memungkinkan pemisahan <3 mm antara lengkung anterior dan atlas. Sendi tersebut
dapat menjadi lemah oleh karena trauma atau penyakit seperti artritis rheu- matoid (RA).
Pemisahan 3 mm atau lebih dalam fleksi dan ekstensi dianggap tidak stabil dan merupakan
bukti instabilitas.
Atlas dan aksis dalam kombinasi dengan kranial-oksiput (CO) membantu fleksi, ekstensi
dan rotasi. Artikulasi atlanto- oksipital (CO-C1) memungkinkan fleksi 10º dan ekstensi 25º. Rotasi
terbanyak di spina servikal terjadi di persendian C1- C2, dengan rotasi 45º ke arah kiri atau kanan.
Sedikit derajat fleksi-ekstensi terlihat juga di persendian C1-C2. Sendi sinovial asli (true synovial
joint) terletak di antara lengkung anterior atlas dan prosesus odontoid.
Vertebra regio servikal bawah masing-masing serupa dalam bentuk dan fungsi dan dapat
dikatakan merupakan unit fungsional yang khas (typical). Vertebra C3-C7 mempunyai badan
kecil dan dimensi terpanjang pada bidang koronal. Prosesus spinosus bifida dari C3 sampai C6,
dan C7 mempunyai prosesus spinosus terpanjang yang mudah teraba pada palpasi. Sendi
zygapophyseal di servikal lebih konkaf dibandingkan di torakal dan lumbal. Orientasi faset di
servikal adalah 45º (dibandingkan 60º di torakal dan 90º di lumbal). Prosesus spinosus, prosesus
transversa dan lamina menjadi daerah perlekatan otot.
Di perbatasan C2 dan C3 terdapat perubahan bentuk persendian yang menyebabkan
perbedaan bermakna dalam fungsi serta merupakan daerah transisi yang mengubah gerakan dari
rotasi ke fleksi dan ekstensi. Terjadi sekitar 10º fleksi pada masing-masing segmen dengan fleksi
terbesar pada C4-C5 dan C5-C6. Fleksi lateral terjadi terutama di C3- C4 dan C4-C5. Pemindahan
horizontal (horizontal displace- ment) vertebra >3,5 mm saat fleksi dan ekstensi atau deformitas
angular >11º menandakan instabilitas spina. Semua gerakan servikal berpasangan sehingga
rotasi dikaitkan dengan fleksi lateral dan sebaliknya. Pembatasan lingkup gerak (ROM) dalam satu
bidang memungkinkan klinisi mendeteksi segmen yang terlibat terutama letaknya apakah di regio
servikal atas atau bawah.
Vertebra servikal yang tipikal (C3-C7) mempunyai sifat khusus, yaitu bagian anterior lebih
lebar dari posterior, yang menyebabkan lordosis servikal. Permukaan superior berbentuk
konkaf dari ujung ke ujung akibat prosesus uncinatus (uncovertebral bodies) yang juga disebut
sendi Luschka. Sendi tersebut muncul dari tepi posterolateral badan vertebra dan terletak di
3
anterior akar saraf yang keluar dari foramen intervertebra.6 Sendi itu tidak ada saat lahir, tetapi
berkembang pada akhir dekade pertama kehidupan.
Walaupun masih kontroversial, sendi itu tidak termasuk sendi asli (true joint) karena tidak
mempunyai sinovium.7 Artikulasi uncovertebral disangka berkembang dari celah (clefts)
degeneratif atau dari resorpsi jaringan fibrosa di tepi supraposterolateral. Artikulasi tersebut
dapat berdegenerasi mengalami hipertrofi dan kalsifikasi bersamaan dengan degenerasi diskus.
Proses itu dapat mengakibatkan penyem- pitan foramen intervertebra sehingga menekan akar saraf
bahkan medulla spinalis. Permukaan inferior vertebra C3-C7 berbentuk konkaf anteroposterior
dan konveks la-teral. Foramen terletak di setiap prosesus transversum di setiap sisi badan vertebra.
Arteri vertebral melalui foramen itu.
Di antara dua vertebra, mulai di bawah C2, terdapat diskus intervertebralis, yang lebih
lebar anterior diban- dingkan posterior. Setiap diskus terdiri atas annulus dan nukleus, serta
mempunyai struktur dalam yang lunak disebut nukleus pulposus. Diskus intervertebralis
mempunyai suplai vaskuler sejak lahir sampai sekitar dekade kedua dalam kehidupan saat
pembuluh darah mulai terobliterasi dan mulai terjadi kalsifikasi lempeng ujung (endplates)
vertebra. Pada dekade ketiga diskus menjadi avaskuler, dan nutrisi diskus melalui difusi dialisat
melalui endplate serta imbibisi tekanan osmotik (osmotic gradient) ion yang larut di dalam
substansi diskus. Terdapat juga faktor mekanik untuk imbibisi. Pada saat diskus mengalami
penekanan ia mengeluarkan cairan dan saat relaks menyerap cairan, penekanan-relaksasi
bergantian tersebut memungkinkan diskus menyerap (imbi- bition) seperti busa. Elastisitas
serabut annular dan kompresibilitas nukleus memungkinkan aksi menyerap secara mekanik.
Nukleus berupa gel proteoglikan sangat terhidrasi (80% air) dan mengandung serabut
kolagen yang tersebar (<5%). Gel proteoglikan mengandung banyak kelompok sulfat bermuatan
negatif yang menarik dan mengikat air serta mencegah difusi ke luar. Nukleus secara utuh
terkandung di dalam tabung annular yang mempertahankan tekanan intrinsik.
Serabut kolagen dikelilingi secara esensial terkandung di dalam, lapisan gel proteoglikan yang
terhidrasi, yang memberi lubrikasi dan nutrisi pada fibril kolagen. Caranya serabut annular
melekat di endplate dan interface dengan setiap lapisan memungkinkan gerakan vertebra berse-
berangan di unit fungsional memberi gerakan fleksi, ekstensi dan sedikit rotasi.
4
Mobilitas unit fungsional vertebra servikal dibatasi oleh elastisitas terbatas serabut annular
setiap annulus interver- tebral serta ligamen longitudinal anterior dan posterior (yang terikat pada
setiap vertebra dari kranium sampai sakrum).
Fleksi dibatasi oleh ligamen longitudinal posterior, ligamen intervertebra posterior,
elastisitas terbatas fascia otot ekstensor (erektor spina).
Fleksi berlebihan melewati batas fisiologis juga dibatasi oleh ligamen spinosum posterior
dan interspinosum serta elastisitas fascia otot erektor spina.
Ekstensi berlebihan dibatasi oleh kontak langsung lamina, faset dan prosesus spinosus
postero superior.
Gerakan unit fungsional ke arah manapun menyebabkan sedikit distorsi pada diskus
intervertebralis. Pada fleksi ke depan, ruang anterior diskus mengalami penekanan dengan
pemisahan simultan elemen posterior. Juga terjadi gerakan meluncur (gliding) vertebra superior di
atas vertebra berikut yang di bawahnya. Diskus intervertebralis tertekan di ante- rior serta melebar
di posterior, dan fleksi ini disertai sedikit gesekan (shear) anterior. Pemanjangan berlebihan
serabut annular posterior diskus dalam fleksi juga dibatasi oleh ligamen longitudinal posterior.
Ligamen pada spina servikal adalah:
1. ligamen transversum; menahan prosesus odontoid ke dalam notch yang terletak posterior di
pusat lengkung anterior, memungkinkan kepala dan atlas rotasi ke kiri dan kanan. Selain itu
mempertahankan prosesus odon- toid di daerah anterior kanal spina serta memberi ruangan cukup
bagi medulla spinalis. Apabila terjadi kerusakan pada ligamen, prosesus odontoid dapat bergerak
ke pos- terior dan menekan medulla spinalis. Pemeriksaan radiografik dapat memperlihatkan
aspek lateral spina servikal pada fleksi ke depan, atau dengan pencitraan MRI. Derajat
penekanan dapat dilihat secara klinis dengan pemeriksaan neurologik yang menunjukkan tanda
upper motor neuron,
2. ligamen alar; membatasi rotasi dan membatasi gerakan lateral prosesus odontoid, Apabila salah
satu ligamen alar rusak, dapat menye- babkan kepala dan atlas subluksasi ke lateral,
3. ligamen accessory atlantoaksial; membatasi derajat rotasi kepala terhadap atlas dan atlas terhadap
aksis, Kerusakan salah satu ligamen tersebut dapat menye- babkan gerakan berlebihan ke sisi
berlawanan. Dapat dilihat melalui pencitraan mulut terbuka (open mouth) dengan rotasi kepala
ke dua arah. Ligamen alar dan ac- cessory adalah ligamen pendek yang terikat pada dua struktur
5
tulang berdekatan sehingga mudah cedera, misalnya karena rotasi berlebihan, tiba-tiba atau
paksa (forceful).
Otot leher secara fungsional dapat dibagi atas dua kelompok besar:
1. Otot yang membuat fleksi dan ekstensi kepala terhadap spina, disebut capital movers, yaitu
capital flexor terdiri atas rektus pendek dan kapitis longus, serta capital ex- tensor. Otot tersebut
terdiri atas 4 otot pendek yang berjalan dari basis kranium ke atlas (C1) dan aksis (C2):
posterior rectus capitis minor & major, obliquus capi- tis superior & inferior;
2. Otot yang membuat fleksi dan ekstensi seluruh sisa spina servikal, disebut cervical movers;
3. Otot yang lebih panjang seperti splenius capitis dan splenius cervicis terutama untuk rotasi
kepala, akan tetapi dapat juga menjadi ekstensor apabila berkontraksi bersamaan/bilateral.
4. Otot panjang dari spina torasik dan skapula yang membuat ekstensi, rotasi dan fleksi lateral
spina servikal, yaitu trapesius, levator scapulae, dll.
Massa terbesar otot leher terletak di bagian ekstensor segmen servikal atas: daerah
atlantoaksial, yang menandakan kebutuhan akan otot kuat di regio tersebut untuk menjaga
terhadap trauma. Massa terbesar otot fleksor terletak di regio servikal tengah (C4-C5) adalah
regio segmen servikal bawah yang mempunyai derajat gerak terbesar. Oleh karena itu merupakan
daerah yang mengalami pakai-aus mekanik (me- chanical wear & tear) serta paparan trauma dan
stress besar.
Saraf servikal dengan formasi pleksus servikobrakhial dan saraf ke kepala berperan
penting pada fungsi ekstremitas atas dan juga terlibat dalam produksi nyeri serta kecacatan.
Semua saraf servikal mengandung serabut sensoris dan motorik kecuali saraf C1 yang hanya
mempunyai serabut motorik.8 Akar saraf servikal atas (C1-C2 dan cabang dari C3) mempersarafi
kepala dan wajah. Akar saraf C2 juga disebut greater occipital nerve adalah sumber utama nyeri
kepala dan wajah apabila terjebak, tertekan, atau teregang, atau encroached. Hunter dan Mayfield
mempostulasikan bahwa saraf C2 terjebak di antara arkus posterior aksis (C1 verte- bra) dan
lamina aksis (C2). Oleh karena itu dapat dirusak apabila terjadi ekstensi berlebihan dari kepala
dengan rotasi simultan ke sisi.9 Namun demikian, secara anatomik tidak feasible.10 Akar saraf
C2 juga disangka terjebak dalam perja- lanannya melalui membran atlantoaksial posterior; juga
saat saraf ini menjadi saraf perifer ketika melalui daerah kecil yang dibentuk oleh situs
perlekatan kondilus oksipital otot trapesius atas dan otot sternokleidomastoid. Saraf greater
6
occipital (C2 ke C3) keluar di antara percabangan kedua otot di atas dan ditahan di dalam sling
bernama Schultze’s bundle.
Di segmen servikal bawah (C3-C8) cabang sensoris dan motorik bersatu membentuk akar
saraf yang kemudian masuk foramen intervertebra. Saat memasuki foramen, akar ventral
(motorik) saraf spinal sangat dekat dengan sendi von Luschka, sedangkan akar dorsal
(sensoris) terletak dekat prosesus artikulasi dan simpai sendi. Secara normal akar saraf spinal
menempati hanya seperlima-seperempat dari foramen, dilindungi oleh penutup dan selubungnya.
Setiap akar, mengandung serabut sensoris dan motorik, diberi nomor menurut tingkat eksit dari
spina servikal serta distribusi terakhir ke ekstremitas atas. Setiap akar saraf berjalan turun
anterior dan lateral ke dalam foramen intervertebra terkandung di dalam selubung dura yang
selanjutnya mengandung serabut saraf otonomik segmental, kapiler, venules, limfatik, serabut
saraf nervosum, dan cairan spinal.
Saraf servikal keluar melalui kanal akar saraf sambil membagi diri menjadi :
1. ramus anterior, yang mensuplai otot prevertebra dan paravertebra serta membentuk pleksus
brachialis untuk ekstremitas atas;
2. ramus posterior, yang membagi menjadi cabang muskular, kutan, dan artikular untuk
struktur leher pos- terior termasuk otot postvertebral.
Ada dua komponen sistem saraf simpatetik yang mempengaruhi daerah spina servikal.
Semuanya terlibat dalam efek sirkulasi, kelenjar keringat, dan folikel rambut, tetapi bagaimana
mereka terkait dengan nyeri dari dan dalam daerah servikal masih kontroversial. Komponen
tersebut adalah rantai simpatik (sympathetic chain) dan saraf vertebralis (ver- tebral nerve). Semua
ramus saraf servikal adalah saraf post- ganglionic kelabu (gray) tak bermielin (unmyelinated) yang
telah muncul pada sinaps di ganglia, dengan serabut pregan- glionic dari spina torasik. Ramus
kelabu tersebut berlanjut dalam tiga arah:
1. mendampingi akar saraf ke dalam ramus primer anterior dan posterior ke tujuan (sensoris dan
motorik) di jaringan servikal posterior dan ekstremitas atas (ekstraforamina);
2. bersinaps dengan serabut postganglionic yang berlanjut ke mata, saraf cranial, arteri kepala dan
leher, dan ke pleksus kardiak (ekstraforamina);
3. Mendampingi cabang sensoris akar saraf spinal membentuk saraf sinuvertebral (saraf
Luschka atau saraf meningeal rekuren) untuk kembali melalui foramen intervertebra kedalam
kanalis spinalis. Saraf tersebut dianggap sebagai saraf sensoris ke dura, ligamen longi- tudinal
posterior, dan serabut diskus annular luar (intraforamina).
7
Nyeri atau parestesi dihantar melalui saraf simpatetik. Nyeri di wajah, distribusi saraf
kranial, dan tengkorak dikaitkan pada iritasi suplai saraf simpatetik ke jaringan tersebut. Sindroma
Barre’-Lieou telah dikaitkan dengan iritasi saraf vertebra, dan gejala termasuk vertigo, nyeri fasial,
nyeri kepala, tinnitus, gangguan hidung, wajah memerah (facial flushing) dan parestesia faringeal.
Postur
Postur adalah sikap mahluk hidup pada waktu berdiri atau duduk tegak, dan
mempunyai aplikasi kosmetik bagaimana penampilan kita. Postur dipengaruhi faktor famil- ial
dan kongenital, termodifikasi oleh pelatihan dan kebiasaan, dipengaruhi peer appearance,
ditentukan oleh tuntutan okupasi dan selanjutnya dipengaruhi penyakit konsekuensi ortopedik
atau neurologik. Postur juga dapat mempengaruhi berbagai penyakit atau sindroma nyeri dan
kecacatan. Postur yang salah menambah perubahan jaringan pada struktur tulang, ligamen, otot
dan diperkirakan mempengaruhi jaringan diskogenik kolumna spinalis.
Seluruh spina pada bayi baru lahir mempertahankan postur in utero, yaitu fleksi total
(kifosis), tanpa kurva lordotik. Kurvatura spina pada bayi baru lahir membentuk kurva kifotik
yang sedikit lebih besar dari kurva kifotik fisiologik spina torasik yang menetap seumur hidup.
Kurva lordotik pertama kolumna vertebralis nampak di daerah servikal pada usia 6-8 minggu.
Pada tahap perkembangan maka anak baru lahir mengekstensikan kepalanya dari posisi
tengkurap. Ekstensi kepala-leher ini adalah aksi antigravitasi yang terjadi akibat kontraksi otot
ekstensor. Aksi tersebut terjadi akibat beberapa input proprioseptif dan inisiasi (pengawalan)
dari refleks righting dasar. Kurva lordotik servikal yang terakhir menetap sepanjang kehidupan
dengan variasi sehari-hari akibat perubahan posisi dan berbagai aktivitas.
Spina servikal fleksibel dan tunduk pada hukum gravitasi serta kepada dampak aksi
muskular. Oleh karena spina servikal adalah kurva teratas dan menopang kepala, maka tergantung
pada kurva kolum spinal lebih bawah yaitu kurva torasik, lumbal dan sakral. Semua kurva
fleksibel dan untuk tetap tegak tergantung pada tunjangan ligamen dan kapsular serta tonus
muskular. Tonus otot sangat predominan, akan tetapi bukan satu-satunya sumber tunjangan dan
merupakan faktor utama yang menentukan derajat kurvatura spinal dalam kaitannya dengan
pusat gravitasi.
8
BAB II
Nyeri Leher dan Punggung Atas
Penelitian mutakhir telah menjelaskan jaringan mana di dalam spina servikal yang apabila
teriritasi atau terkena radang dapat menimbulkan nyeri. Produksi zat nosiseptif akibat reaksi jaringan
harus mempengaruhi saraf sensoris organ akhir (end organs) yang terletak di jaringan khusus yang
mampu mentransmisi sensasi nyeri.
Beberapa situs nosiseptif adalah:
1. ligamen longitudinal anterior,
2. annulus terluar (outer),
3. dura,
4. ligamen longitudinal posterior,
5. kapsul (simpai) faset,
6. otot,
7. ligamen.
Dua penyebab utama nyeri adalah: trauma dan artritis
Trauma mengimplikasikan suatu gaya eksternal yang harus menimbulkan perubahan di
dalam spina servikal melebihi gerakan/posisi normal segmen untuk menimbulkan kerusakan atau
gejala. Elastisitas atau plastisitas jaringan terlibat harus dilampaui dan/atau dirusak untuk
melepaskan zat kimia nosiseptor. Pemeriksaan lingkup gerak sendi (ROM = range of mo- tion)
sangat penting untuk mendeteksi keterbatasan gerak di setiap segmen. Nyeri biasanya
menyebabkan refleks kontraksi isometrik otot untuk membidai sendi yang mengalami trauma.
Kontraksi otot itu disebut spasme protektif, suatu refleks neuromuskular yang ditandai oleh
muscle guarding dan selanjutnya keterbatasan gerak. Pada spasme, rasa nyeri (tenderness) lebih
menyeluruh dan keterbatasan gerak lebih umum dibanding segmental pada keterbatasan artikular
ligamen.
Kontraksi otot yang berlanjut (sustained) pada leher dan punggung atas, seperti di bagian
lain sistem muskuloskeletal, disebut sindroma tension myositis (TMS).11 Hal itu diperkirakan
sebagai sisa ketegangan emosional (emotional tension) dan juga suatu sindroma okupasi akibat
9
postur yang berlangsung lama (sustained postural occupa- tional syndrome) yang
menyebabkan iskemia otot.12,13
Latihan otot berlebihan juga dapat menyebabkan nyeri otot yang dapat menetap beberapa
jam setelah berhenti latihan. Secara EMG telah ditunjukkan penurunan amplitudo dari kontraksi
volunter maksimum dan ketidakmampuan serabut otot untuk relaksasi. Ketidakmampuan
relaksasi disebabkan disrupsi pada gelendong otot (muscle spindle) oleh kontraksi
berkepanjangan, elongasi dan perubahan iskemik. Metabolit (sampah metabolik) yang
disekresi oleh otot yang berkontraksi berkepanjangan, yang menjadi iritan lokal serta juga
nosiseptor adalah faktor/substance P, asam laktat dan potassium shift. Terapi panas lokal, diatermi
ultrasound (terapi panas dalam), massage, dan peregangan mengurangi TMS. Obat yang
menyebabkan relaksasi juga mengurangi nyeri ketegangan otot. Biofeedback dapat efektif
mengurangi ketegangan otot.
Kontraksi isometrik yang terlalu kuat dapat menye- babkan robekan serabut otot serta
edem. Radang perios- teum tempat otot melekat pada tulang serta jaringan subpe- riosteal juga
menimbulkan nyeri dan sakit lokal. Kontraksi otot berkepanjangan juga menyebabkan
penekanan berkepanjangan pada diskus intervertebra, yang selanjutnya mengurangi kemampuan
mukopolisakarida untuk menyerap zat makanan dan akhirnya menyebabkan degenerasi diskus.
Kontraksi isometrik berkepanjangan otot spina servikal menekan diskus serta menyebabkan
protrusi nukleus dan selanjutnya penonjolan (bulging) annulus, yang dapat menyebabkan
nyeri. Hal tersebut dapat dilihat pada pencitraan dengan magnetic resonance imaging (MRI).
Pencitraan (X-ray) yang menunjukkan pengurangan/ melurusnya lordosis servikal
menandakan spasme otot.
Postur yang salah dapat menyebabkan trauma pada berbagai aspek sistem muskuloskeletal,
terutama kolumna vertebra:
1. Postur kepala ke depan (forward head posture) terjadi akibat bertambahnya kifosis dorsal
spina yang meletakkan kepala di depan pusat gravitasi sehingga beban kepala menjadi
bertambah. Karena lordosis servikal bertambah, setiap unit fungsional juga menambah sudut
lordosisnya. Penambahan tersebut mendekatkan serta menekan aspek posterior diskus.
2. Bahu yang menggantung (droping shoulder) mempengaruhi spina servikal. Skapula berotasi
ke bawah, dada menggantung, rongga toraks berkurang sehingga kapasitas vital menurun dan
orang bertambah pendek. Karena otot trapesius berorigo pada spina servikal maka skapula yang
10
tertekan memberi tegangan otot (strain) leher. Foramen intervertebra lebih menutup pada postur
lordotik servikal yang meningkat dan akar saraf tertekan.
3. Subluksasi akibat gaya eksternal. Cedera hiperfleksi dan hiperekstensi spina servikal dinamakan
cedera whiplash. Istilah itu diperkenalkan oleh Dr. Harold Crowe pada tahun 1928, sebagai efek
akselerasi-deselerasi yang tiba- tiba di leher dan tubuh bagian atas sebagian dampak eksternal
paksa. Saternus mempostulasi suatu gaya akselerasi (deselerasi) hebat yang mendislokasi skeleton
aksial yang stasioner menyebabkan efek khas pada kepala dan leher yang tidak dibatasi
(unrestrained). Hasilnya adalah peregangan hebat jaringan lunak, sendi intervertebra, akar saraf,
dan saraf perifer di bagian pos- terior spina servikal.
Tatalaksana Nyeri Leher dan Punggung Atas
Tatalaksana nyeri leher dan punggung atas terdiri atas tatalaksana farmakologik dan non
farmakologik. Tatalaksana non-farmakologik antara lain:
Modalitas
Modalitas fisik digunakan pada fase akut untuk membantu mengatasi nyeri.
Panas
Panas superfisial dapat memberi relaksasi dan mengurangi nyeri. Pemanasan dalam
(deep heating) seperti ultrasound sebaiknya dihindari pada fase akut karena dapat menambah
radang saraf yang bengkak sehingga menambah nyeri.14
TENS
TENS atau Transcutaneous Electrical Nerve Stimulation, adalah bentuk elektroanalgesia
menggunakan stimulasi listrik frekuensi-tinggi intensitas-rendah dengan rentang 50-100 Hz.
Menurut teori kendali gerbang Melzack dan Wall, TENS secara khusus di tingkat tanduk dorsal
mengaktifkan serabut A-beta perifer sehingga memodulasi serabut A-delta dan C yang
mengangkut nyeri. Di samping itu TENS diperkirakan melepas opioid endogen di situs susunan
saraf pusat (CNS). TENS frekuensi rendah meningkatkan pelepasan metencephalin dan beta-
endorphin. TENS frekuensi-tinggi menyebabkan peningkatan dynorphin A.15
11
Ortosis
Soft collar disarankan pada cedera akut jaringan lunak leher dan untuk jangka pendek.
Terdapat risiko keterbatasan ROM atau kehilangan kekuatan otot leher apabila lama
digunakan.17 Philadelphia collar yang lebih keras dapat diberikan pada malam hari waktu
tidur untuk memberikan posisi yang lebih rigid dan membantu mencegah penyempitan foramina
dengan menghindari ekstensi servikal. Soft collar masih memungkinkan gerakan servikal
fleksi/ekstensi 74,2º, fleksi lateral 92,3º dan rotasi 82,6º; sedangkan Philadelphia collar
memungkinkan fleksi/ekstensi 28,9º, fleksi lateral 66,4º dan rotasi 43,7º. 18
Massage dan Manipulasi
Manipulasi dan mobilisasi spinal digunakan untuk mengembalikan ROM normal dan
mengurangi nyeri. Walaupun belum ada penjelasan yang tepat tentang kerja manipulasi,
beberapa percaya bahwa penyesuaian sendi zygapophyseal memperbaiki signal aferen dari
mekanoreseptor ke sistem saraf perifer dan sentral. Normalisasi dengan sudut tarikan dan
pemisahan maksimum terjadi pada fleksi 24º.16 Beban sekurangnya 10 lb (4 kg) diperlukan untuk
impuls aferen memperbaiki tonus otot, mengurangi muscle guarding, dan metabolisme jaringan
lokal lebih efektif. Modifikasi fisiologis tersebut memperbaiki ROM dan mengurangi nyeri.
Massage mempunyai efek mekanik, refleks, neurologik dan psikologik. Tujuan terapi adalah
memberi sedasi dan relaksasi otot.
Stabilisasi
Stabilisasi servikotorasik merupakan program rehabilitasi yang dirancang untuk
membatasi nyeri, memaksimalkan fungsi, dan mencegah cedera lebih lanjut.2 Stabilisasi
termasuk fleksibilitas spina servikal, re-edukasi postur dan penguatan. Program tersebut
menekankan partisipasi aktif pasien. Mengembalikan ROM normal dan postur yang baik
diperlukan untuk menghindari mikrotrauma berulang pada struktur servikal akibat pola gerak yang
buruk. ROM penuh dibutuhkan untuk melatih spina servikotorasik dalam stabilisasi selama
bermacam aktivitas. ROM bebas nyeri ditentukan dengan meletakkan spina servikal pada posisi
yang mengurangi gejala. Awalnya, stabilisasi dimulai dengan menentukan ROM bebas nyeri
kemudian diaplikasikan di luar ROM sewaktu kondisi pasien membaik. Pembatasan apapun pada
12
jaringan lunak atau sendi harus diterapi untuk membantu mencapai ROM spina servikal yang
normal.
Hal tersebut dicapai melalui latihan ROM pasif, mobilisasi spina, teknik mobilisasi
jaringan lunak, peregangan-sendiri, dan mengatur postur yang benar. Pelatihan postur dilakukan
dengan pasien duduk atau berdiri di depan cermin. Kemudian melakukan berbagai fungsi pindah
tempat (transfer) dengan mem- pertahankan neutral spine (postur yang benar) menggunakan
umpan balik dari cermin. Tujuannya adalah mengajarkan cara mempertahankan posisi neutral
spine dalam melakukan kegiatan sehari-hari. Keterampilan proprioseptif tersebut diterapkan saat
latihan penguatan yang akan membuat pasien mampu mempertahankan spina servikal dalam posisi
stabil, bebas-nyeri dan aman saat melakukan aktivitas berat. Latihan penguatan otot harus
memperhatikan kondisi umum dan nyeri. pemberian analgesik/NSAID disinkronkan dengan
waktu latihan sehingga latihan dapat maksimal.
Traksi
Traksi servikal dapat membantu mengurangi gejala yang berkaitan dengan penekanan akar
saraf. Hot packs, massage, atau stimulasi listrik, atau kombinasi modalitas tersebut harus diberikan
sebelum traksi untuk membantu mengurangi nyeri dan memberi relaksasi otot.16 Traksi servikal
dapat dilakukan dengan menggunakan beban berat secara intermiten atau beban ringan secara
kontinu. Posisi leher dalam fleksi. Traksi servikal juga dapat diberikan melalui tarikan manual.
Pemisahan vertebra posterior dimungkinkan berkaitan melawan efek gravitasi pada kepala, dan
tarikan sebesar 25 lb (10 kg) diperlukan untuk meluruskan kurva lordotik servikal serta pemisahan
awal segmen vertebra posterior. Setelah dipastikan bahwa pasien mendapat manfaat traksi maka
penggunaan traksi rumah dengan beban ringan secara kontinu dapat disarankan.2
Kontraindikasi absolut untuk traksi adalah keganasan; penyakit infeksi seperti TBC,
osteomielitis atau discitis; osteoporosis; rheumatoid arthritis; penekanan medulla spinalis; hamil;
dan hipertensi atau penyakit kardiovaskuler. Herniasi diskus tengah (midline) daerah servikal juga
merupakan kontraindikasi karena traksi dapat menarik medulla sampai kontak dengan diskus.
Traksi harus dihentikan apabila terjadi mual, pusing, eksaserbasi disfungsi sendi
temporomandibuler, atau peningkatan nyeri di jaringan lunak leher.
Common Cervical Syndrome
13
Cervical Sprain & Strain
Cedera sprain dan strain pada struktur spina servikal merupakan kondisi yang paling
sering dijumpai. Sprain adalah peregangan berlebihan atau robekan pada ligament atau tendon
atau keduanya, akibat trauma sendi. Strain adalah cedera pada otot. Cedera whiplash adalah
penyebab terbanyak dan mekanisme khas adalah cedera hiperekstensi pada spina servikal akibat
tabrakan. Impak tabrakan menyebabkan ekstensi servikal diikuti fleksi akibat peningkatan gaya G
(G force), menyebabkan cedera akselerasi dan deselerasi pada ligament, sendi faset, dan otot.20
Dapat juga terjadi cedera akar saraf dengan gejala radikuler, kemungkinan akibat cedera regang atau
dari perdarahan fokal. Ganglia akar dorsal C2 rentan cedera antara aksis dan atlas arkus vertebra
saat hiperekstensi, yang dapat menyebabkan neuralgia oksipital. 21
Riwayat penyakit biasanya termasuk nyeri leher dan sakit kepala. Gejala dapat juga dirujuk
ke ekstremitas atas. Pasien mengeluh fatique dan kekakuan leher. Nyeri berhubungan dengan
gerakan. Gejala lain adalah pusing, kepala ringan, sulit konsentrasi dan memori, perasaan aneh
pada kulit wajah, penglihatan kabur, sulit mendengar, tinni- tus dan masalah saraf kranial lain.2
Pemeriksaan fisik menunjukkan keterbatasan ROM leher dengan kualitas gerak yang buruk.
Tanda Spurling dan Lhermitte negatif. Nyeri palpasi sering ditemukan pada struktur anterior
maupun pos- terior leher. Apabila ada cedera pada sendi faset, ligamen atau kapsul terdapat nyeri
tekan pada sendi faset. Pemeriksaan neurologis biasanya normal. Abnormalitas sensasi lebih
banyak sklerotomal dan tanda radikuler kadang-kadang muncul dini setelah cedera, akan tetapi
hilang dalam 2 minggu. Pencitraan foto polos menunjukkan hilangnya kurvatura normal lordosis
servikal. MRI dan CT scan normal, akan tetapi dapat juga menunjukkan herniasi diskus, cedera
ligamen dan perdarahan.22 EMG dapat menyingkirkan adanya radikulopati pada pasien dengan
nyeri kontinu dan rujukan sensasi yang tidak biasa pada lengan. 2
Tatalaksana awal melibatkan penggunaan NSAID dan analgesik untuk mengendalikan
nyeri. Modalitas terapi fisik seperti panas dan TENS dapat membantu mengurangi nyeri dan
spasme. Massage yang tepat akan meningkatkan sirkulasi, mengurangi nyeri, dan memfasilitasi
latihan. Re-edukasi postural juga penting.
Cervical Disc Disorders
Disrupsi diskus interna (IDD), hernia nucleus pulposus (HNP) dan penyakit degeneratif
diskus (DDD) merupakan ketiga jenis gangguan diskus servikal yang sering dijumpai. Hernia
diskus ditemukan dengan MRI pada 10% orang yang tanpa gejala di bawah usia 40 tahun dan 5%
14
pada yang di atas 40 tahun.23 MRI menunjukkan diskus degeneratif pada 25% orang tanpa gejala
di bawah usia 40 tahun dan hampir 60% pada mereka di atas 40 tahun. Radikulopati servikal relatif
sering merupakan konsekuensi HNP atau dapat disebabkan oleh pembentukan spur berkaitan
dengan penyakit diskus degeneratif. Walaupun tidak ada data tentang kejadian dan kekerapan
radikulopati servikal, 51% populasi dewasa pada suatu waktu mengalami nyeri leher dan lengan.
Aktivitas kerja dan merokok merupakan faktor tambahan pada anatomi ab- normal yang
mempredisposisi perkembangan radikulopati.2 Disrupsi diskus internal (internal disc disruption)
adalah istilah yang digunakan untuk mendeskripsikan perubahan patologik struktur interna
diskus. IDD ditandai sebagai abnormalitas nukleus pulposus atau annulus fibrosus tanpa deformasi
diskus eksterna. Gangguan tersebut disangka akibat atau degradasi nuklear terkait trauma, atau
cedera annular terisolasi dari kombinasi gerakan fleksi servikal dan rotasi. Cedera whiplash juga
dapat merupakan penyebab IDD servikal. Annulus terluar dari diskus servikal dipersarafi dan
merupakan sumber nyeri serta rujukan nyeri.
Diskus mulai berdegenerasi pada dekade ke-2 kehidupan, dimulai dengan robekan
sirkumferensial di annu- lus, terutama di aspek posterolateral setelah regangan (strain) berulang.
Beberapa robekan menyatu menjadi robekan ra- dial yang kemudian berlanjut menjadi fisura
radial yang meluas sampai ke nukleus. Diskus menjadi rusak lengkap dengan robekan sepanjang
diskus. Terjadi juga pengurangan tinggi diskus dengan penonjolan annular di perifer.
Proteoglikan dan air dari degradasi nukleus hilang melalui fisura. Akhirnya sela diskus menjadi
tipis dan dikaitkan dengan perubahan sklerotik vertebra serta pembentukan osteofit.2
Nyeri diskogenik tidak jelas dan difus dalam distribusi aksial. Nyeri dirujuk dari diskus ke
lengan biasanya dalam pola nondermatomal. Gejala dapat bervariasi menurut perubahan pada
tekanan intradiskal. Aktivitas seperti mengangkat dan maneuver vasalva yang cenderung
meningkatkan tekanan diskus, dapat memperberat gejala, sedangkan berbaring terlentang dapat
mengurangi gejala. Vibrasi juga cenderung menambah nyeri diskogenik. ROM aktif berkurang,
pemeriksaan neurologik biasanya normal. Nyeri bertambah dengan kompresi (penekanan) aksial
dan berkurang dengan distraksi. Titik nyeri atau titik picu miofasial sering dapat dipalpasi. Nyeri
radikuler dalam, dull dan achy, atau tajam, membakar dan berkualitas nyengat seperti listrik,
tergantung apakah keterlibatan primer adalah motor atau akar dorsal.2
Nyeri terkait radikulopati umumnya mengikuti pola dermatomal atau miotomal di bahu,
lengan dan tangan.24 Si- tus yang paling sering dari nyeri radikuler servikal adalah di daerah
interskapula, walaupun nyeri dapat menjalar ke oksiput, bahu atau lengan. Nyeri leher tidak
15
selalu dikaitkan dengan radikulopati dan sering tidak ada. Pasien dengan radikulopati dapat juga
mengalami kesemutan dan kelemahan lengan atas bersamaan dengan nyeri.
Secara khas pasien dengan radikulopati menunjukkan penurunan lingkup gerak sendi
(ROM). Nyeri bertambah dengan ekstensi dan rotasi leher, serta membaik dengan fleksi. Dapat
terjadi penurunan sensasi terhadap nyeri, raba halus, atau vibrasi. Kelemahan anggota gerak atas
terjadi apabila akar saraf cukup tertekan, akan tetapi harus dibedakan dari kelemahan terkait nyeri.
Peningkatan refleks ekstremitas bawah atau tanda upper motor neuron (UMN) lain
menandakan kemungkinan mielopati dan memerlukan penanganan lebih agresif. Pencitraan
polos membantu mengevaluasi sela diskus dan tinggi badan vertebra, serta dapat
menggambarkan perubahan degeneratif tulang dan diskus. Pemeriksaan EMG membantu menilai
radikulopati atau neuropati perifer atau fokal. MRI dapat memberikan evaluasi anatomik lebih
mendalam dari diskus intervertebralis. Korelasi klinis harus selalu digunakan untuk
menginterpretasi hasil tes diagnostik dan khususnya studi anatomik seperti pencitraan. Tatalaksana
konservatif umumnya sama untuk nyeri diskogenik dengan atau tanpa radikulopati. Awalnya
dengan NSAID untuk pengendalian nyeri, dapat diberikan steroid oral pada radikulopati yang
tidak berespons baik dengan NSAID. Karena kebanyakan pasien dengan DDD adalah lanjut usia
maka NSAID harus diberikan dengan hati-hati, memperhatikan efek NSAID menurut teori COX.
Relaksan otot dapat diberikan sebagai penunjang analgetik.
Modalitas fisik awalnya digunakan untuk nyeri akut dan kemudian hanya apabila
diperlukan. Traksi servikal ber- manfaat untuk nyeri diskogenik dan gejala radikuler. Latihan
ROM secara aktif dan pasif diberikan untuk membantu mengembalikan fungsi normal. Setelah
masa akut lewat, pasien dilanjutkan ke peregangan aktif dan fleksibilitas rutin untuk spina servikal.
Selanjutnya adalah program penguatan dan stabilisasi. Pasien yang gagal dengan pengobatan
konservatif maupun prosedur suntikan spinal mungkin memerlukan tindakan bedah. Hasil
terbaik tindakan bedah diskus servikal adalah pada mereka dengan nyeri radikuler yang jelas.25
Spondilosis Servikal (Osteoartritis)
Istilah spondilosis dan osteoartritis digunakan saling tertukar dan sebagian memberikan
definisi terpisah. Spondilosis adalah perubahan degeneratif yang terjadi pada diskus
intervertebra dan badan vertebra. Osteoartritis (OA) digambarkan terjadi secara eksklusif di sendi
zygapophyseal dan uncovertebral (yang lebih mirip dengan OA di sendi lain). Faktor yang
berkontribusi adalah proses menua, trauma, aktivitas kerja, dan genetik. Pada orang di bawah usia
40 tahun, tanpa gejala, didapatkan dengan MRI, 40,25% dengan DDD dan 4% mengalami stenosis
16
foramen.23 Pada di atas 40 tahun, hampir 60% mengalami DDD dan 20% mempunyai stenosis
foramen. Perubahan spondilotik dapat menyebabkan stenosis kanalis spinalis yang dapat
mengakibatkan mielopati dan stenosis lateral recess serta foramen yang dapat menyebabkan
radikulopati.
Diskus intervertebralis kehilangan hidrasi dan elastisitas saat menua, menyebabkan retak
dan fisura. Selanjutnya diskus kolaps karena inkompetensi biomekanik, menye- babkan annulus
menonjol ke luar. Ligamen sekitar juga kehilangan sifat elastis dan membentuk spur akibat
tarikan. Pembentukan spur uncovertebral terjadi akibat proses degeneratif di mana sendi faset
kehilangan tulang rawan menjadi sklerotik dan membentuk osteofit. Stenosis servikal didapat
(acquired) lebih sering akibat perubahan degeneratif seperti pembentukan osteofit, protrusion
diskus, hipertrofi ligamen atau hipertrofi sendi faset.2 Sekuele neurologik akibat stenosis kanalis
sentralis terjadi apabila diameter kanal kurang dari 12 mm pada bidang sagital dan stenosis
absolut dinyatakan apabila diameter kanal kurang dari 10 mm.27 Steno- sis spinal dengan gejala
mielopati dapat mencakup disfungsi kandung kemih dan bowel neurogenik, gangguan pola jalan
(gait), impotensi, dan perubahan fungsi seksual. Kelemahan tungkai dan spastisitas juga dapat
terjadi. Kelemahan dan kesemutan pada tingkat tertentu bertepatan dengan lokasi stenosis yang
terberat.28
Spondilosis servikal dapat menyebabkan nyeri radikuler akibat penjepitan akar saraf,
akan tetapi dapat juga menyebabkan nyeri sendi zygapophyseal.Nyeri sendi faset hanya terbatas
di leher dan bahu. Nyeri bertambah hebat dengan posisi berbeda dan dapat mengganggu tidur.
Tidak ada kesemutan atau kelemahan pada anggota gerak atas.Pemeriksaan fisik secara khas
menunjukkan penurunan ROM spina servikal, terutama ekstensi leher. Pemeriksaan neurologik
ditekankan pada deteksi tanda traktus panjang (long tract signs) yang konsisten dengan
mielopati, seperti Babinski dan kelemahan pada & di bawah tingkat lesi, serta tanda/gejala
radikulopati, seperti penurunan sensasi dan refleks, kelemahan dalam distribusi segmental.
Tes diagnostik termasuk pencitraan polos untuk melihat sendi uncovertebral, sendi faset,
foramen dan sela diskus intervertebra. MRI mengevaluasi kanalis spinalis dan fora- men dalam
hubungannya dengan medulla spinalis, thecal sac, dan akar saraf. Respons sensory evoked
potential (SEP) terlambat atau beramplitudo rendah dengan adanya mielopati, dan dapat dilakukan
berkala untuk mengevaluasi status perkembangan mielopati. EMG jarum dapat mengkonfirmasi
keterlibatan akar saraf pada gejala radikuler. CT scan dan mielografi merupakan pencitraan
17
pilihan untuk mendokumentasi stenosis spinal dan foramen. MRI sendiri tidak cukup sensitif
dan dapat memberi hasil false-positive dan false-negative.
Tatalaksana nyeri spondilosis servikal dengan atau tanpa gejala radikuler dimulai dengan
pemberian NSAID. Modalitas terapi fisik dapat dicoba pemberian traksi dengan hati-hati. Terapi
panas yang dalam seperti ultrasound di- athermy dapat menurunkan nyeri dan selanjutnya gerak
sendi dapat ditingkatkan. TENS dan massage bermanfaat mengurangi nyeri dan spasme
otot daerah servikal. Mobilisasi seperti teknik energi otot juga bermanfaat, akan tetapi harus
diawasi dengan ketat karena mobilisasi berlebihan dapat menyebabkan mielopati. Program
latihan termasuk fleksibilitas, penguatan, stabilisasi dan kondisi aerobik. Rujukan bedah
dilakukan segera apabila evaluasi klinis dan tes neurodiagnostik positif untuk mielopati.
Nyeri Miofasial
Sindrom nyeri miofasial sering menyerupai sindrom radikulopati servikal dan sindrom
faset servikal. Sindrom itu juga dikenal dengan fibrositis dan fibromiositis. Pada tahun 1983
Travell dan Simons30 mendefinisikan komponen klinis utama karakteristik nyeri miofasial, yang
terpenting adalah titik picu (trigger points), taut band (pita kencang) dan local “twitch” response
(respon kedutan lokal) Nyeri miofasial harus dievaluasi lebih lanjut apabila pencitraan normal
pada orang dengan nyeri leher serta nyeri rujukan ke bahu dan lengan. Di daerah leher secara khas
melibatkan otot paraspina servikal dan otot trapesius atas. Tanda utama adalah muscle tenderness
di otot yang teraba keras, digambarkan sebagai nodul keras. Daerah itu disebut titik picu (trigger
points). Titik picu biasanya berlokasi di bagian tengah otot atau perut otot yang terlibat. Palpasi
otot yang relaks di bawah regangan pasif melokalisir titik nyeri tersebut berdiameter kurang dari 1
cm, dan penekanan lama sekitar 10 detik atau tusukan jarum menyebabkan nyeri rujukan zona
rujukan (zone of reference) khusus untuk otot tersebut.
Mungkin ada atau tidak ada nodul yang teraba dan titik picu sering terletak di dalam taut
band (pita tegang) di otot dengan ROM terbatas. Pita tegang adalah kelompok serabut otot yang
memendek yang dapat dipalpasi dengan menggeser kulit dan subkutan tegak lurus sepanjang
serabutotot. Setelah menemukan pita tegang maka palpasi sepanjang pita itu akan membawa ke
titik yang paling nyeri yaitu titik picu. Snapping palpation dari pita merupakan tanda yang lain
yaitu local twitch response.31Simons membuat kriteria klinis untuk diagnosis MPS, yaitu 5
kriteria mayor termasuk nyeri regional, nyeri rujukan atau gangguan sensasi di lokasi yang
diprediksi, taut band, titik nyeri sepanjang taut band, dan ROM terbatas. Satu dari 3 kriteria minor
18
harus ada: (1) keluhan nyeri ditimbulkan oleh tekanan pada titik sakit/nyeri, (2) respons kedut
lokal, atau (3) nyeri hilang setelah peregangan atau suntikan.32
Fibromialgia
Smythe dan Moldofsky mendefinisikan kembali fibrositis untuk memasukkan bentuk luas
nyeri otot. Kriterianya mencakup antara lain nyeri tersebar luas selama 3 bulan, 12 atau 14 titik
nyeri, dan tidur terganggu, ditambah gangguan lain termasuk gangguan psikologik.2 Patofisiologi
fibromialgia tetap merupakan misteri. Teori dapat dibagi dalam 3 kelompok berdasarkan lokasi
mekanisme tersangka: (1) primer sentral, (2) kombinasi sentral dan perifer, (3) primer perifer.
Perbedaan fibromialgia dari MPS adalah umumnya MPS diperkirakan sebagai masalah lokal atau
19
regional akibat trauma otot akut, sedangkan fibromialgia adalah masalah nyeri tersebar luas
mengenai lebih daripada hanya otot serta mempunyai gejala sistemik.
Tatalaksana Sindrom Nyeri Otot30
1. Menghilangkan faktor yang mengkontribusi, seperti defisiensi vitamin sikap dan mekanik
tubuh yang salah/ buruk, variasi anatomik seperti perbedaan panjang tungkai, pemakaian
berlebihan pada otot selama kerja/ vokasional, serta stres psikologis.
2. Pengobatan disfungsi motorik, yang tujuannya adalah mengurangi nyeri, mengembalikan
lingkup gerak sendi (ROM) normal, mengembalikan fungsi neuromuskuler normal, dan
memperbaiki kebugaran.
3. Terapi lokal, seperti spray & stretch menggunakan vapocoolant spray. Semprotan dingin
menimbulkan relaksasi otot yang memudahkan peregangan cukup. Terapi lain adalah
suntikan ke daerah dengan nyeri terhebat atau pada titik picu. Dapat juga dengan suntikan
kering disebut dry needling.31 Cara lain adalah penekanan iskemik (ischemic compression)
untuk mengobati titik picu, dengan teori bahwa penekanan terus-menerus di daerah patologis
menginduksi peningkatan aliran darah ke daerah tersebut saat penekanan dilepas sehingga
mengatasi iskemia pada otot dibawahnya. Tekanan bertahap ditingkatkan sampai sekitar 10
kg (30 lbs) pada jari yang menekan selama 1 menit.31
Kegagalan dalam Tatalaksana Nyeri Servikal2
1. Tempat tidur terlalu keras; akan menambah banyak rasa sakit dan nyeri, demikian juga
bantal yang terlalu keras; gunakan bantal yang dapat dibentuk.
2. Penggunaan berlebihan relaksan otot; yang hanya bermanfaat pada pasien yang tegang
dan konsisten tidak dapat merelaksasikan otot secukupnya untuk mencapai penyembuhan, karena
obat tersebut bekerja sentral untuk merelaksasi pasien daripada memberi efek langsung pada otot.
3. Penggunaan berlebihan obat nyeri; terutama analgesik narkotik, sebaiknya digunakan
hanya untuk jangka pendek.
4. Latihan dimulai terlalu dini; cedera akut muskuloskeletal
20
21
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
1. Hall, Guyton. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC Penerbit
Buku Kedokteran.
2. Ganong. 2003. Review of Medical Physiology 23th Edition. Philadelphia:
McGraw Hill.
3. Tortora, Gerrard J. 2007. Human Anatomy and Physiology. Philadelphia:
Wiley.
4. Moore, K. L. 2006. Clinical Oriented Anatomy 5th Edition. Philadelphia:
Lippincott William and Willkins.
5. Anderson MK, Hall SJ, Martin, M: Sports Injury Management, 2nd ed.
Baltimore, Lippincott Williams & Wilkins, 2000.
6. Anatomic Variation: Text, Atlas and World Literature. Baltimore, Urban &
Schwarzenberg, 1988.
7. Ger R, Abrahams P, Olson T: Essentials of Clinical Anatomy, 3rd ed. New
York, Parthenon, 1996.
8. Halpern BC: Shoulder injuries. In Birrer RB, O'Connor FG (eds): Sports
Medicine for the Primary Care Physician, 3rd ed. Boca Raton, FL, CRC Press, 2004.
9. Keegan JJ, Garrett FD: The segmental distribution of the cutaneous nerves in
the limbs of man. Anat Rec 102:409, 1948.
10. Salter RB: Textbook of Disorders and Injuries of the Musculoskeletal System,
3rd ed. Baltimore, Lippincott Williams & Wilkins, 1999.
11. Fergusson MWJ (eds): Gray's Anatomy, 38th ed. Edinburgh, UK, Churchill
Livingstone, 1995.
22
23