referat bronchi ectasis, spondylo listhesis

46
1 Referat BRONCHI ECTASIS SPONDYLOLISTHESIS Penyaji Roi Holan Ambarita, S.Ked 0718011080 Pembimbing dr. Haryadi, Sp. Rad KEPANITERAAN KLINIK RADIOLOGI SMF RADIOLOGI

Upload: roiholan

Post on 14-Aug-2015

83 views

Category:

Documents


6 download

DESCRIPTION

referat co-ass radiologi

TRANSCRIPT

Page 1: Referat Bronchi Ectasis, Spondylo Listhesis

1

Referat

BRONCHI ECTASIS

SPONDYLOLISTHESIS

PenyajiRoi Holan Ambarita, S.Ked

0718011080

Pembimbingdr. Haryadi, Sp. Rad

KEPANITERAAN KLINIK RADIOLOGISMF RADIOLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNGRSUD dr. H. ABDUL MOELOEK

BANDAR LAMPUNGDESEMBER 2012

Page 2: Referat Bronchi Ectasis, Spondylo Listhesis

2

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat –

Nya penulis dapat menyelesaikan Referat yang berjudul BRONCHI ECTASIS,

SPONDYLOLISTHESIS, yang merupakan salah satu tugas di dalam kepaniteraan

klinik SMF Radiologi. Penulis ucapkan terima kasih kepada:

1. dr. Haryadi, Sp.Rad selaku pembimbing penulis di dalam kepaniteraan klinik

SMF Radiologi RS Abdul Moeloek Bandar Lampung

2. Kedua orang tua penulis

3. Kepada teman-teman yang turut membantu dalam penyelesaian Referat ini.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan Referat ini, untuk itu

penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk memperbaiki

penulisan berikutnya. Semoga penulisan Referat ini bermanfaat bagi semua yang

membacanya.

Bandar Lampung, 16 Desember 2012

Penulis

Page 3: Referat Bronchi Ectasis, Spondylo Listhesis

3

DAFTAR ISI

Halaman

Kata Pengantar…........................................................................................... i

Daftar Isi…………………………………………………………………… ii

I. BRONCHI ECTASIS…………………………………………………… 1

A. Definisi……………………………………………………………… 1

B. Epidemiologi....................................................................................... 1

C. Etiologi............................................................................................... 2

D. Anatomi.............................................................................................. 3

E. Patofisiologi…………………………………………………………. 5

F. Diagnosis…………………….............................................................. 7

G. Diagnosis Banding…………………………………………………… 16

H. Pengobatan…………………………………………………………… 16

I. Prognosis……………………………………………………………... 17

Kepustakaan………………………………………………………………….. 18

II. SPONDYLOLISTHESIS............................................................................. .19

A. Definisi................................................................................................... 19

B. Etiopatofisiologi…………………………………………...………….. 19

C. Epidemiologi…………………………………………………………... 20

Page 4: Referat Bronchi Ectasis, Spondylo Listhesis

4

D. Gejala Klinis…………………………………………………………… 21

E. Diagnosis……………………………………………………………… 22

F. Pemeriksaan Penunjang……………………………………………….. 24

G. Penatalaksanaan……………………………………………………….. 25

H. Komplikasi…………………………………………………………….. 26

I. Prognosis………………………………………………………………. 27

Kepustakaan…………………………………………………………................. 28

Page 5: Referat Bronchi Ectasis, Spondylo Listhesis

5

I. BRONCHI ECTASIS

A. DEFINISI

Bronkiektasis adalah suatu penyakit yang ditandai dengan adanya dilatasi (ektasi)

dan distorsi bronkus lokal yang bersifat patologis dan berjalan kronik, persisten

dan irreversible. Kelainan bronkus tersebut disebabkan oleh perubahan-

perubahan dalam dinding bronkus berupa destruksi elemen-elemen elastis, otot-

otot polos bronkus, tulang rawan dan pembuluh darah, bronkus yang terkena

adalah bronkus kecil (Rahmatullah, 2007). Sehingga dilatasi tersebut

menyebabkan berkurangnya aliran udara dari dan ke paru-paru. Dengan alasan

ini, bronkiektasis digolongkan dalam penyakit paru obstruktif kronik, yang

bermanifestasi sebagai peradangan saluran pernafasan dan mudah kolaps, lalu

menyebabkan obstruksi aliran udara dan menimbulkan sesak, gangguan

pembersihan mukus yang biasanya disertai dengan batuk dan kadang-kadang

hemoptisis (O’Regan & Berman, 2004).

B. EPIDEMIOLOGI

Bronkiektasis merupakan penyebab utama kematian pada negara-negara

berkembang terutama pada negara yang sarana medis dan terapi antibiotika

terbatas. Bronkiektasis umumnya terjadi pada penderita dengan umur rata-rata 39

tahun, terbanyak pada usia 60-80 tahun dan prevalensinya lebih tinggi pada

penduduk dengan golongan sosioekonomi yang rendah. Sebab kematian yang

terbanyak pada bronkiektasis adalah karena gagal napas. Lebih sering terjadi

pada perempuan daripada laki-laki, dan yang bukan perokok (Sari, 2007).

Page 6: Referat Bronchi Ectasis, Spondylo Listhesis

6

Angka kejadian yang sebenarnya dari bronkiektasis tidak diketahui pasti. Di

negara-negara Barat, insidens bronkiektasis diperkirakan sebanyak 1,3% diantara

populasi. Insidensinya cenderung menurun dengan adanya kemajuan pengobatan

antibiotika. Akan tetapi, perlu diingat bahwa insidens ini juga dipengaruhi oleh

kebiasaan merokok, polusi udara dan kelainan kongenital.

Di Indonesia belum ada laporan tentang angka-angka yang pasti mengenai

penyakit ini. Data terakhir yang diperoleh dari RSUD Dr. Soetomo tahun 1990

menempatkan bronkiektasis pada urutan ke-7 terbanyak. Dengan kata lain

didapatkan 221 penderita dari 11.018 (1.01%) pasien rawat inap (Siampa, 2010).

C. ETIOLOGI

Penyebab bronkiektasis sampai saat ini belum diketahui dengan jelas. Namun

diduga bronkiektasis dapat timbul secara kongenital maupun didapat.

1. Kelainan kongenital

Dalam hal ini, bronkiektasis terjadi sejak individu masih dalam kandungan.

Faktor genetik atau faktor pertumbuhan dan perkembangan memegang

peranan penting. Bronkiektasis yang timbul kongenital biasanya mengenai

hampir seluruh cabang bronkus pada satu atau kedua bronkus. Selain itu,

bronkiektasis kongenital biasanya menyertai penyakit-penyakit kongenital

seperti Fibrosis kistik, Sindroma Kertagener, William Campbell syndrome,

Mounier-Kuhn syndrome, dan lain sebagainya.

2. Kelainan didapat

Bronkiektasis paling sering disebabkan karena infeksi dan obstruksi bronkus

seperti korpus alienum, karsinoma bronkus, atau tekanan dari luar lainya

terhadap bronkus (Rahmatullah, 2007).

Page 7: Referat Bronchi Ectasis, Spondylo Listhesis

7

D. ANATOMI

Gambar dibawah ini menunjukkan anatomi dari sistem respirasi.

Gambar 1: Anatomi bronkus.

Dari gambar dapat kita lihat bahwa cabang utama bronkus kanan dan kiri akan

bercabang menjadi bronkus lobaris dan bronkus segmentalis. Percabangan ini

berjalan terus-menerus menjadi bronkus yang ukurannya semakin kecil sampai

akhirnya menjadi bronkiolus terminalis, yaitu bronkiolus yang tidak mengandung

alveoli. Bronkiolus terminalis mempunyai diameter kurang lebih 1 mm.

Bronkiolus tidak diperkuat oleh kartilago tetapi dikelilingi oleh otot polos

sehingga ukurannya dapat berubah. Seluruh saluran udara sampai pada tingkat ini

disebut saluran penghantar udara karena fungsinya menghantarkan udara ke

tempat pertukaran gas terjadi.

Setelah bronkiolus terdapat asinus yang merupakan unit fungsional dari paru-

paru. Asinus terdiri atas bronkiolus respiratorius, duktus alveolaris dan sakkus

alveolaris terminalis. Asinus atau kadang disebut lobulus primer memiliki

Page 8: Referat Bronchi Ectasis, Spondylo Listhesis

8

diameter 0,5 sampai 1 cm. Terdapat sekitar 23 percabangan mulai dari trakea

sampai sakkus alveolaris terminalis. Alveolus dipisahkan dari alveolus di

dekatnya oleh septum. Lubang pada dinding ini dinamakan pori-pori Kohn yang

memungkinkan komunikasi antara sakkus. Alveolus hanya selapis sel saja,

namun jika seluruh alveolus yang berjumlah sekitar 300 juta itu dibentangkan

akan seluas satu lapangan tennis.

Alveolus pada hakikatnya merupakan gelembung yang dikelilingi oleh kapiler-

kapiler darah. Batas antara cairan dengan gas akan membentuk suatu tegangan

permukaan yang cenderung mencegah ekspansi pada saat inspirasi dan

cenderung kolaps saat ekspirasi. Di sinilah letak peranan surfaktan sebagai

lipoprotein yang mengurangi tegangan permukaan dan mengurangi resistensi saat

inspirasi sekaligus mencegah kolaps saat ekspirasi.

Pembentukan surfaktan oleh sel pembatas alveolus dipengaruhi oleh kematangan

sel-sel alveolus, enzim biosintetik utamanya alfa anti tripsin, kecepatan

regenerasi, ventilasi yang adekuat serta perfusi ke dinding alveolus. Defisiensi

surfaktan, enzim biosintesis serta mekanisme inflamasi yang berjung pada

pelepasan produk yang mempengaruhi elastisitas paru menjadi dasar patogenesis

emphysema, dan penyakit lainnya (Wilson, 2006).

Bronkus merupakan percabangan dari trachea. Terdiri dari bronkus dextra dan

bronkus sinistra.

1. Bronkus Dextra, mempunyai bentuk yang lebih besar, lebih pendek dan

letaknya lebih vertikal daripada bronkus sinistra. Hal ini disebabkan oleh

desakan dari arcus aortae pada ujung caudal trachea ke arah kanan, sehingga

benda-benda asing mudah masuk ke dalam bronkus dextra. Panjangnya kira-

kira 2,5 cm dan masuk kedalam hilus pulmonis setinggi vertebra thoracalis

VI. Vena Azygos melengkung di sebelah cranialnya. Ateria pulmonalis pada

mulanya berada di sebelah inferior, kemudian berada di sebelah ventralnya.

Membentuk tiga cabang (bronkus sekunder), masing-masing menuju ke lobus

Page 9: Referat Bronchi Ectasis, Spondylo Listhesis

9

superior, lobus medius, dan lobus inferior. Bronkus sekunder yang menuju ke

ke lobus superior letaknya di sebelah cranial a.pulmonalis dan disebut bronkus

eparterialis. Cabang bronkus yang menuju ke lobus medius dan lobus inferior

berada di sebelah caudal a.pulmonalis disebut bronkus hyparterialis.

Selanjutnya bronkus sekunder tersebut mempercabangkan bronkus tertier

yang menuju ke segmen pulmo.

2. Bronkus Sinistra, mempunyai diameter yang lebih kecil, tetapi bentuknya

lebih panjang daripada bronkus dextra. Berada di sebelah caudal arcus aortae,

menyilang di sebelah ventral oesophagus, ductus thoracicus, dan aorta

thoracalis. Pada mulanya berada di sebelah superior arteri pulmonalis, lalu di

sebelah dorsalnya dan akhirnya berada di sebelah inferiornya sebelum

bronkus bercabang menuju ke lobus superior dan lobus inferior, disebut letak

bronkus hyparterialis. Pada tepi lateral batas trachea dan bronkus terdapat

lymphonodus tracheobronchialis superior dan pada bifurcatio trachea (di

sebelah caudal) terdapat lymphonodus tracheobronchialis inferior. Bronkus

memperoleh vascularisasi dari a.thyroidea inferior. Innervasinya berasal dari

n.vagus, n.recurrens, dan truncus sympathicus (Siampa, 2010).

E. PATOFISIOLOGI

Berdasarkan definisinya, bronkiektasis menggambarkan suatu keadaan dimana

terjadi dilatasi bronkus yang ireversibel (> 2 mm dalam diameter) yang

merupakan akibat dari destruksi komponen muskular dan elastis pada dinding

bronkus. Rusaknya kedua komponen tersebut adalah akibat dari suatu proses

infeksi, dan juga oleh pengaruh cytokine inflamasi, nitrit okside dan netrophilic

protease yang dilepaskan oleh system imun tubuh sebagai respon terhadap

antigen.

Bronkiektasis dapat terjadi pada kerusakan secara langsung dari dinding bronkus

atau secara tidak langsung dari intervensi pada pertahanan normal jalan nafas.

Page 10: Referat Bronchi Ectasis, Spondylo Listhesis

10

Pertahanan jalan nafas terdiri dari silia yang berukuran kecil pada jalan nafas.

Silia tersebut bergerak berulang-ulang, memindahkan cairan berupa mucus yang

normal melapisi jalan nafas. Partikel yang berbahaya dan bakteri yang

terperangkap pada lapisan mukus tersebut akan dipindahkan naik ke tenggorokan

dan kemudian batukkan keluar atau tertelan.

Terlepas dari apakah kerusakan tersebut diakibatkan secara langsung atau tidak

langsung, daerah dinding bronkus mengalami kerusakan dan menjadi inflamasi

yang kronik. Bronkus yang mengalami inflamasi akan kehilangan keelastisannya,

sehingga bronkus akan menjadi lebar dan lembek serta membentuk kantung atau

saccus yang menyerupai balon yang kecil. Inflamasi juga meningkatkan sekresi

mukus. Karena sel yang bersilia mengalami kerusakan, sekret yang dihasilkan

akan menumpuk dan memenuhi jalan nafas dan menjadi tempat berkembangnya

bakteri. Yang pada akhirnya bakteri-bakteri tersebut akan merusak dinding

bronkus, sehingga menjadi lingkaran setan antara infeksi dan kerusakan jalan

nafas (Siampa, 2010).

Gambar 2: Pada bronkiektasis, produksi mukus meningkat, silia mengalami kerusakan dan daerah bronkus mengalami inflamasi kronik dan mengalami kerusakan.

Page 11: Referat Bronchi Ectasis, Spondylo Listhesis

11

F. DIAGNOSIS

1. Gambaran Klinis

Manifestasi klasik dari bronkiektasis adalah batuk dan produksi sputum harian

yang mukopurulen sering berlangsung bulanan sampai tahunan. Sputum yang

bercampur darah atau hemoptisis dapat menjadi akibat dari kerusakan jalan

nafas dengan infeksi akut.

Variasi yang jarang dari bronkiektasis kering yakni hemoptisis episodik

dengan sedikit atau tanpa produksi sputum. Bronkiektasis kering biasanya

merupakan sekuele (gejala sisa) dari tuberculosis dan biasanya ditemukan

pada lobus atas.

Gejala spesifik yang jarang ditemukan antara lain dyspnea, nyeri dada

pleuritik, wheezing, demam, mudah lelah dan berat badan menurun. Pasien

relatif mengalami episode berulang dari bronkitis atau infeksi paru, yang

merupakan eksaserbasi dari bronkiektasis dan sering membutuhkan antibiotik.

Infeksi bakteri yang akut ini sering diperberat dengan onsetnya oleh

peningkatan produksi sputum yang berlebihan, peningkatan kekentalan

sputum, dan kadang-kadang disertai dengan sputum yang berbau (Siampa,

2010).

Batuk kronik yang produktif merupakan gejala yang menonjol. Terjadi hampir

90% pasien. Beberapa pasien hanya menghasilkan sputum dengan infeksi

saluran pernafasan atas yang akut. Tetapi sebaliknya, pasien-pasien itu

mengalami infeksi yang diam. Sputum yang dihasilkan dapat berbagai

macam, tergantung berat ringannya penyakit dan ada tidaknya infeksi

sekunder. Sputum dapat berupa mukoid, mukopurulen, kental dan purulen.

Jika terjadi infeksi berulang, sputum menjadi purulen dengan bau yang tidak

sedap. Dahulu, jumlah total sputum harian digunakan untuk membagi

karakteristik berat ringannya bronkiektasis. Sputum yang kurang dari 10 ml

Page 12: Referat Bronchi Ectasis, Spondylo Listhesis

12

digolongkan sebagai bronkiektasis ringan, sputum dengan jumlah 10-150 ml

perhari digolongkan sebagai bronkiektasis moderat dan sputum lebih dari 150

ml digolongkan sebagai bronkiektasis berat. Namun sekarang, berat ringannya

bronkiektasis dikalsifikasikan berdasarkan temuan radiologis. Pada pasien

fibrosis kistik, volume sputum pada umumnya lebih banyak dibanding

penyakit penyebab bronkiektasis lainnya (Barker, 2002).

Hemoptisis terjadi pada 56-92% pasien dengan bronkiektasis. Hemoptisis

mungkin terjadi masif dan berbahaya bila terjadi perdarahan pada arteri

bronkial. hemoptisis biasanya terjadi pada bronkiektasis kering, walaupun

angka kejadian dari bronkiektasis tipe ini jarang ditemukan.

Dyspnea terjadi pada kurang lebih 72% pasien bronkiektasis tapi bukan

merupakan temuan yang universal. Biasanya terjadi pada pasien dengan

bronkiektasis luas yang terlihat pada gambaran radiologisnya.

Wheezing sering dilaporkan dan mungkin akibat obstruksi jalan nafas yang

diikuti oleh destruksi dari cabang bronkus. Seperti dyspnea, ini juga mungkin

merupakan kondisi yang mengiringi, seperti asma.

Nyeri dada pleuritik kadang-kadang ditemukan, terjadi pada 46% pasien pada

sekali observasi. Paling sering merupakan akibat sekunder pada batuk kronik,

tetapi juga terjadi pada eksaserbasi akut (O’Regan & Berman, 2004).

Penurunan berat badan sering terjadi pada pasien dengan bronkiektasis yang

berat. Hal ini terjadi sekunder akibat peningkatan kebutuhan kalori berkaitan

dengan peningkatan kerja pada batuk dan pembersihan sekret pada jalan

nafas. Namun, pada umumnya semua penyakit kronik disertai dengan

penurunan berat badan. Demam biasanya terjadi akibat infeksi yang berulang

(Siampa, 2010).

Page 13: Referat Bronchi Ectasis, Spondylo Listhesis

13

2. Gambaran Radiologis

Foto thorax

Dengan pemeriksaan foto thoraks, maka pada bronkiektasis dapat

ditemukan gambaran seperti dibawah ini:

Ring shadow

Terdapat bayangan seperti cincin dengan berbagai ukuran (dapat mencapai

diameter 1 cm) dengan jumlah satu atau lebih bayangan cincin sehingga

membentuk gambaran ‘honeycomb appearance’ atau ‘bounches of grapes’.

Bayangan cincin tersebut menunjukkan kelainan yang terjadi pada bronkus

(Kusumawidjaja, 2006).

.

Gambar 3: Tampak Ring Shadow yang pada bagian bawah paru yang menandakan adanya dilatasi bonkus.

Page 14: Referat Bronchi Ectasis, Spondylo Listhesis

14

Gambar 4: Tampak dilatasi bronkus yang ditunjukkan oleh anak panah.

Gambar 5: Tampak Ring Shadow yang menandakan adanya dilatasi bonkus.

Page 15: Referat Bronchi Ectasis, Spondylo Listhesis

15

Tramline shadow

Gambaran ini dapat terlihat pada bagian perifer paru-paru. Bayangan ini

terlihat terdiri atas dua garis paralel yang putih dan tebal yang dipisahkan

oleh daerah berwarna hitam. Gambaran seperti ini sebenarnya normal

ditemukan pada daerah parahilus. Tramline shadow yang sebenarnya

terlihat lebih tebal dan bukan pada daerah parahilus (Kusumawidjaja,

2006).

Gambar 6: Tramline shadow terlihat diantara bayangan jantung.

Tubular shadow

Ini merupakan bayangan yang putih dan tebal. Lebarnya dapat mencapai 8

mm. Gambaran ini sebenarnya menunjukkan bronkus yang penuh dengan

sekret. Gambaran ini jarang ditemukan, namun gambaran ini khas untuk

bronkiektasis.

Page 16: Referat Bronchi Ectasis, Spondylo Listhesis

16

Glove finger shadow

Gambaran ini menunjukkan bayangan sekelompok tubulus yang terlihat

seperti jari-jari pada sarung tangan (Sutton, 2003).

Bronkografi

Bronkografi merupakan pemeriksaan foto dengan pengisian media kontras

ke dalam sistem saluran bronkus pada berbagai posisi (AP, Lateral, Oblik).

Pemeriksaan ini selain dapat menentukan adanya bronkiektasis, juga dapat

menentukan bentuk-bentuk bronkiektasis yang dibedakan dalam bentuk

silindris (tubulus, fusiformis), sakuler (kistik) dan varikosis. Pemeriksaan

bronkografi juga dilakukan pada penderita bronkiektasis yang akan

dilakukan pembedahan pengangkatan untuk menentukan luasnya paru yang

mengalami bronkiektasis yang akan diangkat (Kusumawidjaja, 2006).

Pemeriksaan bronkografi saat ini mulai jarang dilakukan oleh karena

prosedurnya yang kurang menyenangkan terutama bagi pasien dengan

gangguan ventilasi, alergi dan reaksi tubuh terhadap kontras media

(Siampa, 2010).

.

Page 17: Referat Bronchi Ectasis, Spondylo Listhesis

17

Page 18: Referat Bronchi Ectasis, Spondylo Listhesis

18

CT-Scan thorax

CT-Scan dengan resolusi tinggi menjadi pemeriksaan penunjang terbaik

untuk mendiagnosis bronkiektasis, mengklarifikasi temuan dari foto thorax

dan melihat letak kelainan jalan nafas yang tidak dapat terlihat pada foto

polos thorax. CT-Scan resolusi tinggi mempunyai sensitivitas sebesar 97%

dan spesifisitas sebesar 93%. CT-Scan resolusi tinggi akan memperlihatkan

dilatasi bronkus dan penebalan dinding bronkus. Modalitas ini juga mampu

mengetahui lobus mana yang terkena, terutama penting untuk menentukan

apakah diperlukan pembedahan (Barker, 2002).

Gambar 8: CT-Scan Thorax menunjukkan adanya dilatasi bronkus pada lobus inferior kiri.

3. Patologi Anatomi

Terdapat berbagai variasi bronkiektasis, baik mengenai jumlah atau luasnya

bronkus yang terkena maupun beratnya penyakit.

Page 19: Referat Bronchi Ectasis, Spondylo Listhesis

19

Perubahan morfologis bronkus yang terkena

Dinding bronkus

Dinding bronkus yang terkena dapat mengalami perubahan berupa proses

inflamasi yang sifatnya destruktif dan ireversibel. Pada pemeriksaan

patologi anatomi sering ditemukan berbagai tingkatan keaktifan proses

inflamasi serta terdapat proses fibrosis. Jaringan bronkus yang mengalami

kerusakan selain otot-otot polos bronkus juga elemen-elemen elastis.

Mukosa bronkus

Mukosa bronkus permukaannya menjadi abnormal, silia pada sel epitel

menghilang, terjadi perubahan metaplasia skuamosa, dan terjadi sebukan

hebat sel-sel inflamasi. Apabila terjadi eksaserbasi infeksi akut, pada

mukosa akan terjadi pengelupasan, ulserasi, dan pernanahan.

Jaringan paru peribronkial

Pada parenkim paru peribronkial dapat ditemukan kelainan antara lain

berupa pneumonia, fibrosis paru atau pleuritis apabila prosesnya dekat

pleura. Pada keadaan yang berat, jaringan paru distal bronkiektasis akan

diganti jaringan fibrotik dengan kista-kista berisi nanah.

Variasi kelainan anatomi bronkiektasis

Pada tahun 1950, Reid mengkasifikasikan bronkiektasis sebagai berikut :

Bentuk tabung (tubular, cylindrical, fusiform bronchiectasis)

Variasi ini merupakan bronkiektasis yang paling ringan. Bentuk ini sering

ditemukan pada bronkiektasis yang menyertai bronchitis kronik.

Bentuk kantong (saccular bronkiektasis)

Merupakan bentuk bronkiektasis yang klasik, ditandai dengan adanya

dilatasi dan penyempitan bronkus yang bersifat ireguler. Bentuk ini

kadang-kadang berbentuk kista.

Page 20: Referat Bronchi Ectasis, Spondylo Listhesis

20

Varicose bronkiektasis

Bentuknya merupakan bentuk diantara bentuk tabung dan kantong. Istilah

ini digunakan karena perubahan bentuk bronkus yang menyerupai varises

pembuluh vena (Rahmatullah, 2007).

G. DIAGNOSIS BANDING

Fibrosis Kistik

Kelainan yang ditemukan dapat bervariasi dari pasien yang satu ke pasien yang

lain, namun banyak individu yang memiliki gambaran radiografi yang

memperlihatkan bronkiektasis kronis disertai fibrosis kistik yang meliputi:

hiperinflasi, penebalan dan dilatasi bronkus, peribronkial cuffing, mucoid

impaction, kistik radiolusen, peningkatan tanda interstisial dan penyebaran

nodul-nodul (Rahmatullah, 2007).

H. PENGOBATAN

Pengobatan pasien bronkiektasis terdiri atas 2 kelompok, yaitu :

1. Pengobatan konservatif

Pengelolaan umum, meliputi:

- Menciptakan lingkungan yang baik dan tepat bagi pasien

- Memperbaiki drainase sekret bronkus

- Mengontrol infeksi saluran napas, misalnya dengan pemberian

antibiotik.

Pengelolaan khusus

- Kemoterapi pada bronkiektasis

- Drainase sekret dengan bronkoskopi

Pengobatan simtomatik

- Pengobatan obstruksi bronkus, misalnya dengan obat bronkodilator

- Pengobatan hipoksia, dengan pemberaian oksigen

Page 21: Referat Bronchi Ectasis, Spondylo Listhesis

21

- Pengobatan hemoptisis misalnya dengan obat-obat hemostatik

- Pengobatan demam, dengan pemberian antibiotik dan antipiretik.

2. Pengobatan Pembedahan

Tujuan pembedahan adalah untuk mengangkat (reseksi) segmen atau lobus

yang terkena. Indikasinya pada pasien bronkiektasis yang terbatas dan

resektabel, yang tidak berespon terhadap tindakan-tindakan konservatif yang

adekuat, selain itu juga pada pasien bronkiektasis terbatas, tetapi sering

mengalami infeksi berulang atau hemoptisis yang berasal dari daerah tersebut.

Pasien dengan hemoptisis masif seperti ini mutlak perlu tindakan operasi

(Rahmatullah, 2007).

I. PROGNOSIS

1. Kelangsungan Hidup

Prognosis pasien bronkiektasis tergantung pada berat-ringannya serta luasnya

penyakit waktu pasien berobat pertama kali. Pemilihan pengobatan secara

tepat (konservatif atau pembedahan) dapat memperbaiki prognosis penyakit.

Pada kasus-kasus yang berat dan tidak diobati, prognosisnya jelek,

survivalnya tidak akan lebih dari 5-15 tahun. Kematian pasien tersebut

biasanya karena pneumonia, empiema, payah jantung kanan, hemoptisis dan

lain-lain. Pada kasus-kasus tanpa komplikasi bronkitis kronik berat dan difus

biasanya disabilitasnya ringan.

2. Kelangsungan Organ

Kelainan pada bronkiektasis biasanya mengenai bronkus dengan ukuran

sedang. Adanya peradangan dapat menyebabkan destruksi lapisan muscular

dan elastic dari bronkus serta dapat pula menyebabkan kerusakan daerah

peribronchial. Kerusakan ini biasanya akan menyebabkan timbulnya daerah

fibrosis terutama pada daerah peribronkial (Rahmatullah, 2007).

Page 22: Referat Bronchi Ectasis, Spondylo Listhesis

22

KEPUSTAKAAN

1. Barker, A.F.. 2002. The New English Journal of Medicine: Bronkiektasis.

2. Kusumawidjaja, K.. 2006. Radiologi Diagnostik Edisi Kedua. Editor Iwan

Ekayuda. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.

3. O’Regan A.W. & Berman J.S.. 2004. Baum’s Textbook of Pulmonary Disease 7 th

Edition. Editor James D. Crapo, MD. Lippincott Williams & Walkins.

Philadelphia.

4. Rahmatullah, P.. 2007. Bronkiektasis, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II

Edisi IV. Jakarta: FKUI.

5. Sari, I.M.. 2007. Bronkiektasis. www.google.com. Diakses 14 Desember 2012.

6. Siampa, V.N.. 2010. Bronkiektasis. www.google.com. Diakses 14 Desember 2012.

7. Sutton, D.. 2003. Textbook of Radiology and Imaging volume 1. Tottenham:

Churchill livingstone.

8. Wilson, L.M.. 2006. Patofisiologi (Proses-Proses Penyakit) Edisi Enam. Editor

Hartanto Huriawati, dkk. Jakarta: EGC.

Page 23: Referat Bronchi Ectasis, Spondylo Listhesis

23

II. SPONDYLOLISTHESIS

A. DEFINISI

Kata spondylolisthesis berasal dari bahasa Yunani yang terdiri atas kata

spondylo yang berarti “tulang belakang (vertebra)”, dan listhesis yang berarti

“bergeser”. Maka spondilolistesis merupakan istilah deskriptif untuk pergeseran

(biasanya ke anterior) dari vertebra relatif terhadap vertebra yang dibawahnya,

(Sjamsuhidajat, 2005).

B. ETIOPATOFISIOLOGI

Penyebab dari sindrom ini adalah malformasi persimpangan lumbosakral (kecil

bagian belakang dan bagian belakang panggul) yang kecil, sendi facet tidak

kompeten, yang dapat bersifat kongenital (bawaan), disebut sebagai

spondilolisthesis displastik, atau mungkin terjadi selama masa remaja karena

patah tulang atau cedera pada salah satu tulang-tulang belakang darikegiatan

olahraga terkait seperti angkat berat, berlari, berenang, atau sepak bola yang

menyebabkan seseorang memiliki spondilolisthesisisthmic (Sjamsuhidajat,

2005).

Ada lima jenis utama dari Spondilolisthesis dikategorikan oleh sistem klasifikasi

Wiltse:

1. Displatik

- Sendi facet memungkinkan pergeseran ke depan

- Lengkungan neural biasanya masih utuh

2. Isthmic

- Lesi dari pars

Page 24: Referat Bronchi Ectasis, Spondylo Listhesis

24

- Terdapat 3 subtipe: fraktur stress, pemanjangan dari pars, dan fraktur pars

akut.

3. Degeneratif

Spondilolisthesis bisa disebabkan oleh penuaan, umum, dan keausan tulang,

jaringan, otot-otot, dan ligamen tulang belakang disebut sebagai

spondilolisthesis degenerative.

4. Trauma

Setelah kecelakaan besar atau trauma untuk kembali menghasilkan kondisi

yang disebut spondilolisthesis trauma.

5. Patologis

Jenis terakhir Spondilolisthesis, yang juga yang paling langka, disebut

spondilolisthesis patologis. Jenis Spondilolisthesis terjadi karena kerusakan

pada elemen posterior dari metastasis (kanker sel-sel yang menyebar ke

bagian lain dari tubuh dan menyebabkan tumor) atau penyakit tulang

metabolik. Jenis ini telah dilaporkan dalam kasus-kasus penyakit Paget tulang

(dinamai Sir James Paget, seorang ahli bedah Inggris yang menggambarkan

gangguan kronis yang biasanya menghasilkan tulang membesar dan cacat),

tuberkulosis (penyakit menular mematikan yang biasanya menyerang paru-

paru tetapi dapat menyebar ke bagian lain dari tubuh), tumor sel raksasa, dan

metastasis tumor.

Diagnosis yang tepat dan identifikasi jenis atau kategori Spondilolisthesis adalah

penting untuk memahami serta keparahan dari pergeseran yang terbagi menjadi 5

kelas sebelum pengobatan yang tepat untuk kondisi tersebut dapat disarankan

(Word press, 2011).

C. EPIDEMIOLOGI

Insidensi spondilolisthesis tipe ismik berkisar 5% berdasarkan studi otopsi.

Spondilolisthesis degeneratif memiliki frekuensi tersering karena secara umum

Page 25: Referat Bronchi Ectasis, Spondylo Listhesis

25

populasi pastinya akan mengalami penuaan. Paling sering melibatkan level L4-

L5. Sampai 5,8% pria dan 9,1% wanita memiliki listhesis tipe ini (Japardi, 2002).

D. GEJALA KLINIS

Presentasi klinis dapat bermacam-macam, tergantung pada jenis pergeseran dan

usia pasien.Selama tahun-tahun awal kehidupan, presentasi klinis dapat berupa

nyeri punggung bawah ringan yang sesekali dirasakan pada panggul dan paha

posterior, terutama saat beraktivitas. Gejala jarang berkorelasi dengan tingkat

pergeseran, meskipun mereka disebabkan ketidakstabilan segmental. Tanda

neurologis seringkali berkorelasi dengan tingkat selip dan melibatkan motorik,

sensorik, dan perubahan refleks yang sesuai untuk pelampiasan akar saraf

(biasanya S1) (Japardi, 2002).

Gejala yang paling umum dari spondylolisthesis adalah:

1. Nyeri punggung bawah

Hal ini sering lebih memberat dengan latihan terutama dengan ekstensi tulang

belakang lumbal.

2. Beberapa pasien dapat mengeluhkan nyeri, mati rasa, kesemutan, atau

kelemahan pada kaki karena kompresi saraf. Kompresi parah dari saraf dapat

menyebabkan hilangnya kontrol dari usus atau fungsi kandung kemih.

3. Keketatan dari paha belakang dan penurunan jangkauan gerak dari punggung

bawah

Pasien dengan spondilolistesis degeneratif biasanya lebih tua dan datang dengan

nyeri punggung, radikulopati, klaudikasio neurogenik, atau kombinasi dari

gejala-gejala tersebut. Pergeseran yang paling umum adalah di L4-5 dan kurang

umum di L3-4. Gejala-gejala radikuler sering hasil dari stenosis recessus lateral

dari facet dan ligamen hipertrofi dan/ atau disk herniasi. Akar saraf L5

dipengaruhi paling sering dan menyebabkan kelemahan ekstensor halusis longus.

Page 26: Referat Bronchi Ectasis, Spondylo Listhesis

26

Stenosis pusat dan klaudikasio neurogenik bersamaan mungkin atau mungkin

tidak ada.

Penyebab gejala klaudikasio selama ambulasi adalah multifaktorial. Rasa sakit

ini berkurang ketika pasien memfleksikan tulang belakang dengan duduk atau

bersandar. Fleksi memperbesar ukuran kanal oleh peregangan ligamentum

flavum menonjol, pengurangan lamina utama dan aspek, dan pembesaran

foramen tersebut. Hal ini mengurangi tekanan pada akar saraf keluar dan, dengan

demikian, mengurangi rasa sakit (Nicrovic, 2009).

E. DIAGNOSIS

Pada kebanyakan kasus, jarang ditemukan kelainan pada pemeriksaan fisik

pasien spondilolistesis. Pasien biasanya mengeluh nyeri di bagian punggung

yang disertai dengan nyeri intermitten pada tungkai. Spondilolistesis sering

menyebabkan spasme otot, atau kekakuan pada betis.

Spondilolistesis mudah didiagnosis dengan menggunakan foto polos tulang

belakang. X-ray lateral akan menunjukkan kelainan apabila terdapat vertebra

yang bergeser ke depan dibandingkan dengan vertebra didekatnya.

Spondilolistesis dibagi berdasarkan derajat persentase pergeseran vertebra

dibandingkan dengan vertebra didekatnya, yaitu:

1. Derajat I: pergeseran kurang dari 25%

2. Derajat II diantara 26-50%

3. Derajat III diantara 51-75%

4. Derajat IV diantara 76-100%

5. Derajat V, atau spondiloptosis terjadi ketika vertebra telah terlepas dari

tempatnya.

Page 27: Referat Bronchi Ectasis, Spondylo Listhesis

27

Gambar 1. Pengukuran Derajat Spondilolisthesis

Gambar 2. Spondilolisthesis Grade I

Page 28: Referat Bronchi Ectasis, Spondylo Listhesis

28

Gambar 3. Spondilolisthesis Traumatik Grade IV.

Jika pasien mengeluh nyeri, kebas-kebas, kelemahan pada tungkai, pemeriksaan

penunjang tambahan mungkin diperlukan. Gejala-gejala ini dapat disebabkan

stenosis atau penyempitan ruang tempat lewatnya saraf pada tungkai. CT scan

atau MRI dapat membantu mengidentifikasi kompresi saraf yang berhubungan

dengan spondilolistesis. Pada keadaan tertentu, PET scan dapat membantu

menentukan adanya proses akftif pada tulang yang mengalami kelainan.

Pemeriksaan ini juga berperan dalam menentuskan terapi pilihan untuk

spondilolistesis (Japardi, 2002).

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Berikut adalah pemeriksaan-pemeriksaan yang menunjang diagnosis

spondilolisthesis:

1. X-ray

Pemeriksaan awal untuk spondilolistesis yaitu foto AP, lateral, dan spot view

radiograffi dari lumbal dan lumbosacral junction. Foto oblik dapat

memberikan informasi tambahan, namun tidak rutin dilakukan. Foto lumbal

Page 29: Referat Bronchi Ectasis, Spondylo Listhesis

29

dapat memberikan gambaran dan derajat spondilolistesis tetapi tidak selalu

membuktikan adanya isolated spondilolistesis.

2. Computed tomography (CT) scan

CT scan dengan potongan 1 mm, koronal ataupun sagital, dapat memeberikan

gambaran yang lebih baik dari spondilolistesis. CT scan juga dapat membantu

menegakkan penyebab spondilolistesis yang lebih serius.

3. Magnetic resonance imaging (MRI)

MRI dapat memperlihatkan adanya edema pada lesi yang akut. MRI juga

dapat menentukan adanya kompresi saraf spinal akibat stenosis dadri kanalis

sentralis.

4. EMG

EMG dapat mengidentifikasi radikulopati lainnya atau poliradikulopati

(stenosis), yang dapat timbul pada spondilolistesis (Shiel Jr, William C).

G. PENATALAKSANAAN

1. Nonoperatif

Pengobatan untuk spondilolistesis umumnya konservative. Pengobatan non

operative diindikasikan untuk semua pasien tanpa defisit neurologis atau

defisit neurologis yang stabil. Hal ini dapat merupakan pengurangan berat

badan, stretching exercise, pemakaian brace, pemakain obat anti inflamasi.

Hal terpenting dalam manajemen pengobatan spondilolistesis adalah motivasi

pasien.

2. Operatif

Pasien dengan defisit neurologis atau nyeri yang mengganggu aktifitas, yang

gagal dengan non operative manajemen diindikasikan untuk operasi. Bila

radiologis tidak stabil atau terjadi progresivitas slip dengan serial x-ray

Page 30: Referat Bronchi Ectasis, Spondylo Listhesis

30

disarankan untuk operasi stabilisasi. Jika progresivitas slip menjadi lebih 50%

atau jika slip 50% pada waktu diagnosis, ini indikasi untuk fusi. Pada high

grade spondilolistesis walaupun tanpa gejala, fusi tetap harus dilakukan.

Dekompresi tanpa fusi adalah logis pada pasien dengan simptom oleh karena

neural kompresi. Bila manajemen operative dilakukan pada dewasa muda

maka fusi harus dilakukan karena akan terjadi peningkatan slip yang

bermakna bila dilakukan operasi tanpa fusi. Jadi indikasi fusi antara lain: usia

muda, progresivitas slip lebih besar 25%, pekerja yang sangat aktif,

pergeseran 3mm pada fleksi/ekstensi lateral x-ray. Fusi tidak dilakukan bila

multi level disease, motivasi rendah, aktivitas rendah, osteoporosis, habitual

tobacco abuse. Pada habitual tobacco abuse angka kesuksesan fusi menurun.

Brown dkk mencatat pseudoarthrosis (surgical non union) rate 40% pada

perokok dan 8% pada tidak perokok. Fusi insitu dapat dilakukan dengan

beberapa pendekatan:

a. anterior approach

b. posterior approach (yang paling sering dilakukan)

c. posterior lateral approach (Irani, Z).

H. KOMPLIKASI

Progresifitas dari pergeseran dengan peningkatan tekanan ataupun penarikan

(traction) pada saraf spinal, bisa menyebabkan komplikasi. Pada pasien yang

membutuhkan penanganan dengan pembedahan untuk menstabilkan

spondilolistesis, dapat terjadi komplikasi seperti nerve root injury (<1%),

kebocoran cairan serebrospinal (2%-10%), kegagalan melakukan fusi (5%-25%),

infeksi dan perdarahan dari prosedur pembedahan (1%-5%). Pada pasien yang

perokok, kemungkinan untuk terjadinya kegagalan pada saat melakukan fusi

ialah (>50%). Pasien yang berusia lebih muda memiliki resiko yang lebih tinggi

untuk menderita spondilolistesis isthmic atau congenital yang lebih progresif.

Page 31: Referat Bronchi Ectasis, Spondylo Listhesis

31

Radiografi serial dengan posisi lateral harus dilakukan setiap 6 bulan untuk

mengetahui perkembangan pasien ini (Japardi, 2002).

I. PROGNOSIS

Pasien dengan fraktur akut dan pergeseran tulang yang minimal kemungkinan

akan kembali normal apabila fraktur tersebut membaik. Pasien dengan perubahan

vertebra yang progresif dan degenerative kemungkinan akan mengalami gejala

yang sifatnya intermiten. Resiko untuk terjadinya spondilolistesis degenerative

meningkat seiring dengan bertambahnya usia, dan pergeseran vertebra yang

progresif terjadi pada 30% pasien. Bila pergeseran vertebra semakin progresif,

foramen neural akan semakin dekat dan menyebabkan penekanan pada saraf

(nerve compression) atau sciatica hal ini akan membutuhkan pembedahan

dekompresi (Japardi, 2002).

Page 32: Referat Bronchi Ectasis, Spondylo Listhesis

32

KEPUSTAKAAN

1. Irani, Z. Spondylolisthesis Imaging. Diunduh dari

http://emedicine.medscape.com/article/396016-overview#showall [Diakses

tanggal 14 Desember 2012].

2. Japardi, I. 2002, Spondilolistesis. Dalam USU digital Library. Fakultas

Kedokteran, Bagian Bedah, Universitas Sumatera Utara.

3. Nicrovic, Peter. A. 2009. Back pain in children and adolescents: Overview of

causes. UpToDate Systematic review ver. 17.3.

4. Shiel Jr, William C. Spondylolisthesis. MedicineNet.com. Diunduh dari:

http://www.medicinenet.com/spondylolisthesis/page2.htm [Diakses tanggal 14

Desember 2012].

5. Sjamsuhidajat R, Jong Wd. 2005. Spondilolistesis. Dalam: Buku Ajar Ilmu

Bedah Edisi ke-2. Jakarta: EGC. 835.

6. Word press. 2011. Spondylolisthesis. Diunduh dari

http://www.spondylolisthesis.org/ [Diakses tanggal 14 Desember 2012].