referat dentoalveolar

26
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang trauma pada gigi adalah salah satu pemasalahan kedokteran gigi yang banyak didapat pada anak dan dewasa dan setiap dokter gigi harus siap mengatasi dan merawatnya. Trauma pada gigi harus selalu dianggap sebagai tindakan darurat . Trauma gigi menjadi masalah yang serius pada kesehatan masyarakat karena dapat menimpa sepertiga pasien anak dan remaja . Trauma pada gigi dan jaringan pendukungnya sering tejadi pada pasien trauma. Keterlibatan trauma orofasial diperkirakan sekitar 15 % dari semua pasien emergensi, dan 2% dari kasus tersebut melibatkan trauma dentoalveolar. Cedera yang terjadi dapat hanya mengenai gigi dan struktur pendukungnya saja seperti pada seorang anak yang terjatuh, ataupun dapat juga berhubungan dengan cedera multisistim, seperti yang terjadi pada kecelakaan kendaraan bermotor. Cedera dentoalveolar biasanya terjadi karena seseorang terjatuh, kecelakaan di taman bermain, penganiayaan, kecelakaan sepeda, kecelakaan sepeda motor, dan kecelakaan olahraga.Deteksi dan pengobatan dini dapat meningkatkan kelangsungan hidup dan fungsi dari gigi tersebut. Sekitar 82% gigi yang mengalami trauma adalah gigi-gigi maksiler. Fraktur gigi maksiler tersebut 64% adalah gigi incisivus sentral, 15% incisivus lateral, dan 3% caninus. Fraktur dentoalveolar pada umumnya terjadi pada kelompok usia anak, remaja, dan dewasa muda dengan rasio laki-laki terhadap perempuan 2-3 : 1. 2 Pemeriksaan klinis pada fraktur dentoalveolar meliputi kemungkinan adanya luka pada bibir dan umumnya terjadi edema dan echymosis. Pada pemeriksaan gigi dan alveolus kemungkinan terdapat laserasi, echymosis dari pada gingival dan perubahan bentuk dari pada alveolus.3 Selain itu pada saat palpasi hati-hati pada saat memeriksa bibir. Pemeriksaan pada bibir berguna untuk mengetahui apakah ada benda asing atau gigi di dalam jaringan tersebut. Palpasi pada alveolus berfungsi untuk merasakan perubahan bentuk tulang-tulang, dan kadang-kadang terdapat krepitasi 1

Upload: dhellaa-noviana

Post on 08-Feb-2016

165 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

jhkjl

TRANSCRIPT

Page 1: referat dentoalveolar

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

trauma pada gigi adalah salah satu pemasalahan kedokteran gigi

yang banyak didapat pada anak dan dewasa dan setiap dokter gigi harus siap mengatasi

dan merawatnya. Trauma pada gigi harus selalu dianggap sebagai tindakan darurat .

Trauma gigi menjadi masalah yang serius pada kesehatan masyarakat karena dapat

menimpa sepertiga pasien anak dan remaja .

Trauma pada gigi dan jaringan pendukungnya sering tejadi pada pasien trauma. Keterlibatan trauma orofasial diperkirakan sekitar 15 % dari semua pasien emergensi, dan 2% dari kasus tersebut melibatkan trauma dentoalveolar. Cedera yang terjadi dapat hanya mengenai gigi dan struktur pendukungnya saja seperti pada seorang anak yang terjatuh, ataupun dapat juga berhubungan dengan cedera multisistim, seperti yang terjadi pada kecelakaan kendaraan bermotor. Cedera dentoalveolar biasanya terjadi karena seseorang terjatuh, kecelakaan di taman bermain, penganiayaan, kecelakaan sepeda, kecelakaan sepeda motor, dan kecelakaan olahraga.Deteksi dan pengobatan dini dapat meningkatkan kelangsungan hidup dan fungsi dari gigi tersebut. Sekitar 82% gigi yang mengalami trauma adalah gigi-gigi maksiler. Fraktur gigi maksiler tersebut 64% adalah gigi incisivus sentral, 15% incisivus lateral, dan 3% caninus. Fraktur dentoalveolar pada umumnya terjadi pada kelompok usia anak, remaja, dan dewasa muda dengan rasio laki-laki terhadap perempuan 2-3 : 1. 2 Pemeriksaan klinis pada fraktur dentoalveolar meliputi kemungkinan adanya luka pada bibir dan umumnya terjadi edema dan echymosis. Pada pemeriksaan gigi dan alveolus kemungkinan terdapat laserasi, echymosis dari pada gingival dan perubahan bentuk dari pada alveolus.3 Selain itu pada saat palpasi hati-hati pada saat memeriksa bibir. Pemeriksaan pada bibir berguna untuk mengetahui apakah ada benda asing atau gigi di dalam jaringan tersebut. Palpasi pada alveolus berfungsi untuk merasakan perubahan bentuk tulang-tulang, dan kadang-kadang terdapat krepitasi

Definisi trauma adalah cedera, atau kerugian psikologis atau emosional (Kamus

Kedokteran Dorland edisi 29, 2002), bersifat cepat, mendadak, tidak terduga, dan dapat

dibedakan menjadi dua kategori, trauma yang disebabkan cedera intensional dan

nonintensional. Cedera intensional contohnya adalah pembunuhan, kekerasan dalam

rumah tangga (kdrt), perang, dan cedera lain yang ada hubungannya dengan tujuan

seseorang atau kelompok orang,

sedangkan cedera nonintensional adalah kecelakaan domestik, seperti karena

olahraga, kecelakaan kerja, kecelakaan lalu lintas, dan cedera lain yang tidak ada

hubungannya dengan tujuan seseorang atau kelompok orang.Trauma dentoalveolar

dapat mengakibatkan cedera jaringan keras dan lunak. Manifestasi trauma pada jaringan

keras dapat mengakibatkan fraktur dentoalveolar. Fraktur dentoalveolar dapat berupa

1

Page 2: referat dentoalveolar

fraktur pada jaringan keras gigi tersebut atau dapat juga pada tulang pendukungnya.

Cedera yang berakibat pada tulang pendukung biasanya disebut luksasi. Insidensi kasus

luksasi lebih banyak terjadi pada anak karena sifat jaringan pendukung atau tulang yang

menopang akar gigi lebih berongga dan rasio antara akar dan mahkotanya lebih kecil

dibandingkan dengan gigi permanen. Pasien trauma pada anak berbeda dengan orang

dewasa meskipun memiliki luka yang serupa. Pasien anak memiliki kemampuan

penyembuhan cepat dan komplikasi yang minimal karena vaskularisasi yang baik dari

wajah dan kemampuan pertumbuhan yang merupakan sifat pada anak untuk beradaptasi.

Pemulihan jaringan orofasial yang rusak dapat dimaksimalkan dan hilangnya

fungsi dapat diminimalkan . Cedera pada wajah karena trauma berpengaruh pada

pertumbuhan dan perkembangan pasien anak.

Hal ini membuat tindak lanjut penanganan jangka panjang perlu diperhatikan

(Thaller and McDonald, 2004). Selain itu, trauma gigi pada anak dapat

menyebabkan intrusi gigi sulung ke folikel benih gigi permanen, semua jaringan

odontogenik terpengaruh dan mahkota dapat mengalami dilaserasi (Flores, 2007).

Insidensi trauma pada gigi anak, khususnya gigi susu antara 4%-33%, berkisar

antara 31% sampai 40% pada anak laki-laki dan 16% sampai 30% pada anak

perempuan (Welbury, 2005). Trauma meningkat pada usia 2-4 tahun ketika anak

sedang belajar merangkak, berdiri, dan berjalan. Kasus ini pun banyak terjadi

3

pada usia 8-10 tahun ketika anak-anak sudah mulai melakukan banyak aktivitas di

sekolahnya (Cameron and Widmer, 2008). Andreasen mengatakan bahwa trauma

pada gigi akan menjadi ancaman yang cukup signifikan sama halnya dengan

karies atau penyakit periodontal pada masa yang akan datang (Von Arx, 2005).

Kejadian trauma gigi dapat menjadi penting dalam dunia kesehatan

masyarakat, bukan hanya karena insidensinya yang relatif tinggi dan pengaruh

terhadap tumbuh kembangnya, tetapi juga dapat berimplikasi pada kehidupan

sehari-hari anak tersebut. Hal ini dapat menyebabkan ketidaknyamanan dari segi

fisik maupun psikis jika tidak dirawat dengan baik. Anak tersebut akan merasa

nyeri, sulit untuk tertawa dan tersenyum. Keadaan ini dapat memengaruhi

hubungannya dengan teman dan lingkungan sekitar. Hal ini akan memengaruhi

kualitas hidup anak tersebut (Traibert, et al., 2003). Trauma seringkali

menimbulkan permasalahan yang berhubungan dengan kesehatan yang juga

meliputi fungsi dan estetika. Penanganan yang benar dan cepat pada kasus ini

2

Page 3: referat dentoalveolar

akan meningkatkan keberhasilan perawatan.

Perawatan pada kasus fraktur dentoalveolar terbagi menjadi beberapa tahap, di

antaranya perawatan darurat dan perawatan definitif. Salah satu tahap pada

perawatan definitif yaitu reposisi dan fiksasi gigi yang terkena trauma. Tindakan

ini menggunakan alat stabilisasi yang bertujuan untuk menjaga agar retakan,

patahan, atau pergeseran gigi dapat dipertahankan pada posisi normal. Alat

stabilisasi yang baik diupayakan sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan

gigi anak. Proses penyembuhan tulang pada anak lebih cepat dibandingkan pada

usia dewasa sehingga penggunaannya pun akan berbeda (Fonseca, 2005). Psikis

4

anak juga harus dipertimbangkan dalam hal pemilihan alat stabilisasi ini.

Karakteristik anak yang lebih banyak bergerak, kurang kooperatif, dan kurang

nyaman dengan dokter gigi akan mempersulit penanganan fraktur dentoalveolar

ini.

1.2 Rumusan Masalah

Bagaimana etiologi terjadinya trauma dento alveolar

1.3 Tujuan Penulisan

Adapun tujuan penulisan dari pembuatan makalah ini yaitu:

1. agar pembaca dapat mengetahui pengertian dari trauma dento alveolar

2. agar pembaca dapat mengetahui penyebab trauma dento alveolar

3. agar pembaca dapat mengetahui gejala trauma dento alveolar

4. agar pembaca dapat mengetahui bagaimana pengobatan dari trauma dento alveolar

1.4 Manfaat Penulisan

Dengan disusunnya referat in trauma dento alveolar , kita diharapkan sebagai dokter

dapat mengetahui tentang etiologi, patofisiologi, dan juga dapat lebih tepat dalam

mendiagnosa maupun memberikan terapi pada penderita yang b trauma dento alveolar

banyak terjadi disekitar kita.

3

Page 4: referat dentoalveolar

4

Page 5: referat dentoalveolar

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFINISI

Definisi fraktur secara umum adalah pemecahan atau kerusakan suatu bagian

terutama tulang (Kamus Kedokteran Dorland edisi 29, 2002). Literatur lain

menyebutkan bahwa fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas

jaringan tulang atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh trauma

(Mansjoer, 2000). Berdasarkan definisi-definisi tersebut maka fraktur

dentoalveolar adalah kerusakan atau putusnya kontinuitas jaringan keras pada

stuktur gigi dan alveolusnya disebabkan trauma.

2.2 KLASIFIKASI

2.2 Klasifikasi Fraktur Dentoalveolar

Jenis fraktur dentoalveolar pada anak diklasifikasikan menjadi beberapa

kejadian. Klasifikasi ini membantu dokter gigi untuk memilih cara penanganan

yang tepat untuk setiap kejadiannya sehingga pasien mendapatkan prognosis yang

baik selama perawatan. Klasifikasi fraktur dentoalveolar juga dapat memberikan

informasi yang komprehensif dan universal untuk mengkomunikasikan mengenai

tujuan perawatan tersebut. Terdapat banyak klasifikasi yang mendeskripsikan

mengenai fraktur dentoalveolar. Klasifikasi yang banyak dijadikan pedoman

dalam penanganan fraktur dentoalveolar adalah klasifikasi menurut World Health

Organization (WHO).

7

Klasifikasi yang direkomendasikan dari World Health Organization (WHO)

diterapkan pada gigi sulung dan gigi tetap, yang meliputi jaringan keras gigi,

jaringan pendukung gigi dan jaringan lunak rongga mulut. Pada pembahasan ini

klasifikasi WHO yang diterangkan hanya pada trauma yang mengakibatkan

fraktur dentoalveolar, yaitu cedera pada jaringan keras gigi dan pulpa, jaringan

periodontal, dan tulang pendukung (Welbury, 2005) :

1. Cedera pada jaringan keras gigi dan pulpa (gambar 2.1)

1) Enamel infraction: jenis fraktur tidak sempurna dan hanya berupa retakan

tanpa hilangnya substansi gigi.

2) Fraktur email: hilangnya substansi gigi berupa email saja.

5

Page 6: referat dentoalveolar

3) Fraktur email-dentin: hilangnya substansi gigi terbatas pada email dan

dentin tanpa melibatkan pulpa gigi.

4) Fraktur mahkota kompleks (complicated crown fracture): fraktur email

dan dentin dengan pulpa yang terpapar.

5) Fraktur mahkota-akar tidak kompleks (uncomplicated crown-root

fracture): fraktur email, dentin, sementum, tetapi tidak melibatkan pulpa.

6) Fraktur mahkota-akar kompleks (complicated crown-root fracture): fraktur

email, dentin, dan sementum dengan pulpa yang terpapar.

7) Fraktur akar: fraktur yang melibatkan dentin, sementum, dan pulpa, dapat

disubklasifikasikan lagi menjadi apikal, tengah, dan sepertiga koronal

(gingiva).

Gambar 2.1 Cedera pada Jaringan Keras Gigi dan Jaringan Pulpa (Fonseca, 2005)

2. Cedera pada jaringan periodontal (gambar 2.2)

1) Concussion: tidak ada perpindahan gigi, tetapi ada reaksi ketika diperkusi.

2) Subluksasi: kegoyangan abnormal tetapi tidak ada perpindahan gigi.

3) Luksasi ekstrusif (partial avulsion): perpindahan gigi sebagian dari soket.

4) Luksasi lateral: perpindahan ke arah aksial disertai fraktur soket alveolar.

5) Luksasi intrusif: perpindahan ke arah tulang alveolar disertai fraktur soket

alveolar.

6) Avulsi: gigi lepas dari soketnya.

6

Page 7: referat dentoalveolar

Gambar 2.2 Cedera pada Jaringan Periodontal (Fonseca, 2005).

3. Cedera pada tulang pendukung (gambar 2.3)

1) Pecah dinding soket alveolar mandibula atau maksila : hancur dan

tertekannya soket alveolar, ditemukan pada cedera intrusif dan lateral

luksasi.

2) Fraktur dinding soket alveolar mandibula atau maksila : fraktur yang

terbatas pada fasial atau lingual/palatal dinding soket.

3) Fraktur prosesus alveolar mandibula atau maksila : fraktur prosesus

alveolar yang dapat melibatkan soket gigi.

4) Fraktur mandibula atau maksila : dapat atau tidak melibatkan soket

Alveolar.

7

Page 8: referat dentoalveolar

Gambar 2.3 Cedera pada Tulang Pendukung (Fonseca, 2005)

ANATOMI

Gigi adalah salah satu aksesoris dalam mulut yangmempunyai lima peranan yang

sangat penting iaitu sebagai fungsi mengunyah,fungsi fonasi, fungsi estatika,fungsi

kejiwaan, fungsi identifikasi (forensik). Setiap gigi terdiri daripada tiga bagian iaitu

mahkota gigi ( coronadentis), leher gigi ( cervix ), akar gigi ( radix).

Setiapgigi mempunyai jaringan gigi yang terdiri dari:

1. Email :

· Jaringankeras yang mengalami kalsifikasi yang menutupi dentin dari mahkota gigi.

· Berasaldari jaringan ektodermal

· Berfungsisebagai menahan daya kunyah/abrasi

· Terdiridari zat anorganik lebih kurang 99% sebagai prismata dan zat organiklebih

8

Page 9: referat dentoalveolar

kurang 1 % sebagai substantia pelekat.

2. Dentin:

· Jaringan yang berasal dari mesenchym

· Merupakan jaringan ikat yang mengalamikalsifikasi dan jaringan yang terbesar

dari gigi

· Terdiri dari zat anorganik lebih kurang70% dan zat organic lebih kurang 30% pada

canaliculi dentin yang didalamnyaterdapat Tomes Fiber

3. Pulpa:

· Jaringan yang berasal dari mesenchym

· Pada ronga pulpa bias ditemui saraf,pembuluh darah, pem lymphe dan jaringan

ikat ( jarang)

· Fungsi : formatif ( member bentuk),nurtisi, sensoris, dan defensif

Padaujung akar gigi terdapat foramen apikal yaitu lubang yang terdapat di

ujungakar gigi yang merupakan jalan masuk persyarafan dan pembuluh darah pada

gigi.

Sedangkanbagian-bagian jaringan pendukung gigi adalah sebagai berikut:

1. Ligamentumperiodontal:

· Mempunyaidua fugsi iaitu sebagai:

o sumbernutrisi ( membekalkan nutrisi kepada cementum, tulang dan gingival) dan

sensori( dipersarafi oleh serabut saraf sensori yang berfungsi untuk

menghantarkanstimulus sentuhan, tekanan, dan nyeri).

o Fungsifisikal:

§ Sarung untuk melindungi pembuluhdarah, serabut saraf daripada luka yang di

sebabkan oleh tekanan mekanikal.

§ Sebagai pelekatan gigi kepada tulang

§ Mempertahankan tisu gingival

§ Sebagai penyerap tekanan

2. AlveolarProcessus:

· Adalahbahagian daripada mandibular dan maxilla

· Berfungsisebagai pembentuk dan penyokong “tooth sockets’

3. Cementum:

· Jaringantulang dimana jaringan intercellulernya alami kalsifikasi meliputi bagian

akargigi.

9

Page 10: referat dentoalveolar

· Fungsi: melekatkan gigi pada periodontal

· Merupakancellular atau acellular$

Pada bagian gigi manusia terstruktur / tersusun atas 4 (empat) jaringan yakni :

1. EmailEmail adalah jaringan yang berfungsi untuk melindungi tulang gigi dengan

zat yang sangat keras yang berada di bagian paling luar gigi manusia.

2. TulangTulang merupakan lapisan yang berada pada lapisan setelah email yang

dibentuk dari zat kapur.

3. Rongga GigiRongga gigi adalah rongga yang di dalamnya terdapat pembuluh

darah kapiler dan serabut-serabut syaraf.

4. Semen / SementumSemen merupakan bagian dari akar gigi yang berdampingan

2.3 ETIOLOGI

Penyebab trauma dibagi menjadi dua, langsung dan tidak langsung. Trauma

langsung jika benturannya itu langsung mengenai gigi, biasanya pada regio

anterior. Trauma tidak langsung terjadi ketika ada benturan rahang bawah ke

rahang atas, gigi patah pada bagian mahkota atau mahkota-akar di gigi premolar

dan molar, dan juga pada kondilus dan simfisis rahang. Faktor yang memengaruhi

hasil trauma adalah kombinasi dari energi impaksi, resiliensi objek yang terkena

impaksi, bentuk objek yang terkena impaksi, dan sudut arah gaya impaksi.

(Welburry, 2005).

Penyebab umum trauma adalah terjatuh dengan perbandingan antara 26% dan

82% dari semua kasus cedera, tergantung pada subpopulasi yang diteliti. Olahraga

merupakan penyebab kedua yang mengakibatkan cedera (Berman, et al., 2007).

11

Kasus trauma dentoalveolar pada anak dapat disebabkan kecelakaan lalu lintas,

serangan hewan, perkelahian dan kekerasan dalam rumah tangga. Gigi yang

terkena trauma biasanya hanya satu, kecuali pada kasus kecelakaan dan olahraga.

(Cameron and Widmer, 2008).

Maloklusi dapat menjadi faktor pendukung terjadinya trauma dentoalveolar.

Beberapa kondisi yang dapat menyebabkan terjadinya trauma adalah protrusi gigi

anterior pada maloklusi kelas I tipe 2 atau kelas II divisi 1. Insidensi pada anak

dengan kondisi tersebut dua kali dibandingkan anak dengan kondisi oklusi

normal. Anak dengan overjet berlebih juga dapat memiliki faktor resiko lebih

tinggi terjadi trauma dibandingkan dengan anak dengan overjet normal (Holan

10

Page 11: referat dentoalveolar

and McTigue, 2005). Tabel 2.1 menunjukkan probabilitas fraktur gigi incisif

sentral maksila dengan perbedaan overjet.

Menurut frekuensi terjadinya antara lain:

1. kekerasan inter personal2. sporting injuries (olahraga)3. jatuh4. kecelakaan lalu lintas5. industrial trauma

Dentoalveolar injury dapat terjadi pada berbagai kelompok usia, mulai dari anak-

anak, remaja, hingga dewasa. Pada masa kanak-kanak dan balita, penyebab utamanya

biasanya adalah jatuh, terutama pada usia setahun pertama. Penyebab lainnya dapat berupa

kekerasan yang dilakukan pada anak. Pada masa remaja, penyebabnya umumnya adalah

olahraga. Pada usia dewasa, biasanya penyebabnya adalah karena kecelakaan dalam

berkendara, assaults, jatuh, olahraga, dan kecelakaan pabrik

Prevalensi dan Insidensi1 dari 5 anak dan 1 dari 4 dewasa memiliki bukti dental injuri pada gigi anteriornya.

Bahkan pada beberapa negara, prevalensi trauma dental lebih banyak daripada dental karies. Laki-laki lebih sering mengalami trauma ini 2x lebih besar dari perempuan. Insidensi puncak dari dental injuri yaitu pada usia 2-4 dan 8-10 tahun.

2.4 PATOFISIOLOGI

2.5 MENIFESTASI KLINIS

Tanda-tanda klinis traumadentoalveolar diantaranya adalah adanya kegoyangan dan pergeseran beberapa gigi dalam satu segmen, laserasi pada gingiva dan vermilion bibir adanya pembengkakan atau luka pada dagu. Untuk menegakkan diagnosa diperlukan

pemeriksaan klinis yang teliti dan pemeriksaan Radiografi adanya luka pada gingiva dan hematom di atasnya adanya nyeri tekan pada daerah garis fraktur. Pada kasus ini fraktur alveolar

mungkin terjadi karena adanya trauma tidak langsung pada gigi atau tulang pendukung yang dihasilkan dari pukulan atau tekanan pada dagu. Hal ini biasa terlihat dengan adanya pembengkakan dan hematom pada dagu serta luka pada bibir

11

Page 12: referat dentoalveolar

2.6 DIAGNOSIS

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan

penunjang.

Cedera pada gigi-gigi dan struktur pendukungnya harus dipertimbangkan sebagai

suatu keadaan darurat. Agar penatalaksanaannya tepat dan berhasil, dibutuhkan suatu

penegakan diagnosa dan perawatan dalam waktu yang cepat. Riwayat mekanisme dan

kejadian yang lengkap harus didapatkan dan langsung dilakukan pemeriksaan klinis dan

radiografis untuk menjamin diagnosa dan perawatan yang tepat. 1,3 Langkah pertama dalam

proses mendiagnosa yaitu mendapatkan riwayat kecelakaan yang akurat. Riwayat yang

komprehensif harus didapatkan dari pasien, orangtuanya atau orang yang mengetahui

informasi yang berhubungan dengan pasiennya, dimana, kapan, dan bagaimana kejadiannya,

terapi apa yang sudah diberikan sebelumnya.

Anamnesis. 1 Yang dimaksud dengan anamnesis adalah riwayat terjadinya trauma.

Anamnesis dapat dilakukan dengan menanyakan langsung kepada penderita atau pengantar.

Dalam melakukan anamnesis, ada beberapa informasi yang harus diketahui antara lain

sebagai berikut : a. Kapan Terjadinya Trauma.

120

Karena jarak antara kecelakaan dan perawatan sangat penting diketahui bukan hanya

untuk menentukan jenis perawatan yang akan dilakukan tetapi berpengaruh juga terhadap

prognosisnya. Seperti pada gigi yang mengalami avulsi, semakin cepat gigi tersebut di

replantasi, maka prognosisnya akan semakin baik. Juga pada fraktur rahang yang proses

penyembuhannya akan berpengaruh jika perawatannya ditunda. b. Dimana Tempat Trauma

Terjadi. Hal ini penting karena mungkin saja penderita memerlukan suntikan anti tetanus

karena luka akibat trauma tersebut terjadi di daerah yang kotor yang dengan mudah akan

terkontaminasi dengan bakteri. Demikian juga pada kecelakaan mobil perlu diperhitungkan

kemungkinan ada pecahan kaca pada bibir dan daerah muka. c. Bagaimana Trauma Terjadi.

Informasi ini penting untuk mengetahui apakah trauma tersebut mengenai benda keras atau

tumpul atau lunak. Karena trauma pada benda keras dapat mengakibatkan fraktur ahkota

gigi, sedangkan trauma pada benda yang lunak atau tumpul seperti siku biasanya dapat

mengakibatkan fraktur akar gigi dan luksasi. d. Perawatan yang Sudah Didapat. e. Riwayat

Trauma pada Gigi f. Penyakit Sistemik yang Diderita. g. Keluhan Lain. h. Gangguan

Pengunyahan.

Pemeriksaan Klinis. 3 Pemeriksaan Fisik, Pemeriksaan terhadap keadaan umum

penderita, meliputi pemeriksaan denyut nadi, pernafasan, tekanan darah, tingkat kesadaran

12

Page 13: referat dentoalveolar

dan suhu tubuh. Pemeriksaan Ekstra Oral Pada kasus trauma gigi anterior ini dapat

dilakukan dengan cara visual dan palpasi. Palpasi pada wajah dilakukan untuk melihat

diskontinuitas tulang rahang

121

yang menunjukkan adanya fraktur, gangguan pergerakan rahang, kelainan saraf serta

hematoma. Pemeriksaan Intra Oral, Pemeriksaan ini penting untuk mendapatkan informasi

agar dapat memberikan pertolongan pertama. Tindakan yang sebaiknya dilakukan pada

pemeriksaan intra oral meliputi antara lain : (1) Perkusi gigi (2) Pencatatan kegoyangan

abnormal dari gigi atau tulang alveolar. (3) Pencatatan adanya perubahan warna gigi (4)

Pencatatan kerusakan jaringan lunak, seperti pada bibir, gusi, langit- langit dan lidah. (5)

Pencatatan perubahan letak gigi (6) Tes vitalitas dari gigi (7) Pencatatan adanya kerusakan

prosesus alveolaris, dengan cara palpasi prosesus alveolaris.

Pemeriksaan Radiologis. 3 Kegunaan Pemeriksaan Radiologis Pemeriksaan ini

diperlukan untuk membantu menegakkan diagnosa kelainan akibat trauma gigi anterior yang

tepat dan benar. Biasanya pemeriksaan radiologis dilakukan pada saat sebelum memulai

perawatan dan pada saat kontrol sesudah perawatan sebagai evaluasi terhadap perawatan

yang telah dilakukan. Pemeriksaan ini berguna untuk memberikan informasi, misalnya : 1.

Untuk melihat arah garis fraktur 2. Adanya fraktur akar 3. Bagaimana tingkat keparahan

dari gigi yang mengalami instrusi atau ekstrusi 4. Adanya kelainan dari jaringan periodontal

5. Tingkat perkembangan akar 6. Ukuran kamar pulpa dan saluran akar 7. Adanya fraktur

rahang

8. Melihat keadaan fragmen gigi dan jaringan lunak lain disekitar rongga mulut,

seperti dasar mulut, bibir dan pipi.

Macam-macam foto rontgen yang digunakan Teknik foto rontgen yang biasa

digunakan dalam melakukan pemeriksaan riologis pada kasus trauma gigi anterior adalah

teknik intra oral ( foto periapikal dan foto oklusal), dan kadangkala diperlukan teknik ekstra

oral (foto panoramik, foto lateral dan foto postero-anterior) jika dengan foto intra oral garis

fraktur tidak terlihat.

Gambar 7. Foto panoramic, fraktur alveolar crest pada maksila dan fraktur 1/3 apikal

akar gigi pada mandibula

2.7 PENATALAKSANAAN

13

Page 14: referat dentoalveolar

2.8 KOMPLIKASI

2.9 PENCEGAHAN

2.10 PROGNOSIS

14

Page 15: referat dentoalveolar

BAB III

RINGKASAN

Angina Ludwig ialah infeksi ruang submandibular berupa selulitis atau flegmon

yang progresif. Karakter spesifik yang membedakan angina Ludwig dari infeksi oral lainnya

ialah infeksi ini harus melibatkan dasar mulut serta kedua ruang submandibularis

(sublingualis dan submaksilaris) pada kedua sisi (bilateral).Dilaporkan sekitar 90% kasus

angina Ludwig disebabkan oleh odontogen baik melalui infeksi dental primer, postekstraksi

gigi maupun oral hygiene yang kurang.Rute infeksi pada kebanyakan kasus ialah dari

terinfeksinya molar kedua atau ketiga rahang bawah, dapat pula dari

perikoronitis.Organisme yang paling banyak ditemukan pada penderita melalui isolasi

adalah Streptococcus viridians dan Staphylococcus aureus.Manifestasi klinis dari angina

Ludwig meliputi pembengkakan, nyeri dan terdorongnya lidah ke atas; pembengkakan leher

dan jaringan ruang submandibular yang keras seperti papan; malaise; demam; disfagia.

Tanda-tanda penting seperti pasien tidak mampu menelan air liurnya sendiri dan adanya

stridor inspirasi mengindikasikan adanya obstruksi jalan napas.Penatalaksaan angina

Ludwig memerlukan tiga fokus utama, yaitu: pertama, menjaga patensi jalan napas dengan

intubasi nasal, trakeostomi, krikotiroidotomi atau trakheotomi; kedua, terapi antibiotik IV

secara progesif, dibutuhkan untuk mengobati dan membatasi penyebaran infeksi; ketiga,

dekompresi ruang submandibular, sublingual, dan submental dengan cara insisi atau

drainase abses. Prognosis angina Ludwig tergantung pada kecepatan proteksi jalan

napasuntuk mencegah asfiksia, eradikasi infeksi dengan antibiotik, serta pengurangan

radang.

15

Page 16: referat dentoalveolar

DAFTAR PUSTAKA

1. Murphy SC. The Person Behind the Eponym: Wilhelm Frederick von Ludwig.Journal of

Oral Pathology & Medicine. August 9 1996.

2. Fachruddin D. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala, dan

Leher. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2009.

3. Damayanti. Kumpulan Kuliah Stomatologi. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas

Tarumanagara.

4. Raharjo SP. Penatalaksanaan Angina Ludwig. Jurnal Dexa Media. Januari-Maret

2008;Vol.21.

5. Anonymous. Ludwig's Angina. 2010. available at: http://en.wikipedia.org/wiki/Ludwig

%27s_angina.

6. Hartmann RW. Ludwig's Angina in Children. Journal of American Family Physician.

July 1999;Vol. 60.

7. Winters S. A Review of Ludwig's Angina for Nurse Practitioners. Journal of the

American Academy of Nurse Practitioners. December 2003;Vol. 15(Issue 12).

8. Arfani A. Dentist: Phlegmon. Available at :

http://asnuldentist.blogspot.com/2010/08/phlegmon.

9. Anonymous. Ludwig's Angina. available at: http://www.mdguidelines.com/ludwigs-

angina.

10. Bailey B. Odontogenic Infection. Head and Neck Surgery. 4th ed. Pennsylvanya:

Elsener Mosby; 2005.

11. Topazian R. Oral and Maxillofacial Infection. 4th ed. St. Louis: W.B. Saunders; 2002.

16