referat difteri tonsil editan

31
1 BAGIAN THT REFERAT FAKULTAS KEDOKTERAN JANUARI, 2015 UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR DIFTERI TONSIL OLEH TENRI MARDARLISSA. DM, S.Ked 10542 0129 09 PEMBIMBING BAGIAN THT

Upload: rusmin-usman

Post on 02-Jun-2018

222 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Referat Difteri Tonsil Editan

8/10/2019 Referat Difteri Tonsil Editan

http://slidepdf.com/reader/full/referat-difteri-tonsil-editan 1/31

1

BAGIAN THT REFERAT

FAKULTAS KEDOKTERAN JANUARI, 2015

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

DIFTERI TONSIL

OLEH

TENRI MARDARLISSA. DM, S.Ked

10542 0129 09

PEMBIMBING

BAGIAN THT

Page 2: Referat Difteri Tonsil Editan

8/10/2019 Referat Difteri Tonsil Editan

http://slidepdf.com/reader/full/referat-difteri-tonsil-editan 2/31

2

FAKULTAS KEDOKTERAN 

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR  

2015

Page 3: Referat Difteri Tonsil Editan

8/10/2019 Referat Difteri Tonsil Editan

http://slidepdf.com/reader/full/referat-difteri-tonsil-editan 3/31

3

BAB I

PENDAHULUAN

I.  1. Latar Belakang

Difteri adalah penyakit saluran pernafasan yang disebabkan oleh Corynebacterium

diphtheria, suatu bakteri gram positif fakultatif anaerob. Bakteri ini pertama kali diamati

 pada membran difteri oleh Klebs pada tahun 1883 dan dibudidayakan oleh Löffler pada

tahun 1884. Difteri ditandai dengan sakit tenggorokan, demam rendah, dan suatu

 pseudomembrane pada tonsil, faring, dan / atau rongga hidung.1,2 

Difteri adalah penyakit menular yang menular melalui kontak fisik langsung atau

terhirup droplet dari napas individu yang terinfeksi. Difteri umumnya telah diberantas di

negara-negara industri dan beberapa negara berkembang.1,2 

Secara keseluruhan insidens difteri mulai menurun di Amerika, masih terdapat angka

kematian 10%. Faring tetap merupakan daerah paling tersering untuk infeksi ini. Penyakit

lebih sering pada individu yang tidak diimunisasi atau imunisasi yang tidak adekuat.

Individu yang mendapat imunisasi yang adekuat mendapat tingkat perlindungan dari

antitoksin untuk sepuluh tahun atau lebih. Keluhan awal yang paling sering adalah nyeri

tenggorokan. Di samping itu, pasien mengeluh nausea, muntah dan disfagia. Keadaan

imunisasi tidak mempunyai efek terhadap keluhan yang terjadi.1,2

Pemeriksaan yang khas menunjukkan membran yang khas terjadi di atas daerah

tonsila dengan meluas ke struktur yang berdekatan. Membran tampak kotor dan berwarna

hijau tua dan bahkan dapat menyumbat peradangan tonsila. Perdarahan terjadi pada

 pengangkatan membran yang berbeda dengan penyebab faringitis membranosa lain. 

Diagnosa biasanya dibuat lebih awal dan penanganan dimulai segera ketika diketahui

 bahwa terjadi epidemi difteri. Seringkali terdapat keterlambatan dalam dianosis pada

kasus-kasus sporadik dan epidemi difteri yang tidak luas.1,2

Page 4: Referat Difteri Tonsil Editan

8/10/2019 Referat Difteri Tonsil Editan

http://slidepdf.com/reader/full/referat-difteri-tonsil-editan 4/31

4

Penanganan penyakit terdiri dari dua fase: (1) penggunaan antitoksin spesifik dan (2)

eliminasi organisme dari orofaring. Sebelum antitoksin diberikan, pasien sebaiknya diuji

untuk sensitivitas terhadap serum. Pasien sebaiknya menerima 40.000 sampai 80.000 unit

antitoksin yang dilarutkan dalam cairan saline normal diberikan secara perlahan melalui

intravena. Terapi antibiotik dalam bentuk penisilin dan eritromisin dimulai dari untuk

menyingkirkan keadaan karier. Biakan ulang sebaiknya dilakukan untuk memastikan

 pasien tidak mengandung organisme dalam faring. Menetapnya organisme membutuhkan

 pengobatan yang lama dengan eritromisin.1,2

Komplikasi dari difteri adalah biasa dan pasien yang mengalami obstruksi jalan nafas

membutuhkan trakeostomi. Kegagalan jantung dan paralisis otot dapat terjadi dan proses

 peradangan dapat menyebar ke telinga, menyebabkan otitis media atau ke paru-paru

menyebabkan pneumonia.1,2 

I.  2. Tujuan

Setelah mempelajari makalah ini diharapkan dapat mengetahui tinjauan pustaka dari

 penyakit Difteri tonsil sehingga nantinya jika menemui kasus di tempat praktek dapat

melakukan tata laksana yang baik mengenai penyakit tersebut dan penyakit telinga,

hidung, dan tenggorok (THT).

Page 5: Referat Difteri Tonsil Editan

8/10/2019 Referat Difteri Tonsil Editan

http://slidepdf.com/reader/full/referat-difteri-tonsil-editan 5/31

5

BAB II

ANATOMI DAN FISOLOGI TENGGOROKAN 

A.  Anatomi

Pada anatomi, tenggorokan bagian dari leher depan sampai kolumna vertebra.

Terdiri dari faring dan laring. Bagian yang terpenting dari tenggorokan adalah epiglottis,

ini menutup jika ada makanan dan minuman yang lewat dan akan menuju ke esophagus.

Tenggorakan jika dipendarahi oleh bermacam-macam pembuluh darah, otot faring,

trakea dan esophagus. Tulang hyoid dan klavikula merupakan salah satu tulang

tenggorokan untuk mamalia.3 

1.  Rongga mulut

Rongga mulut dan faring dibagi menjadi beberapa bagian. Rongga mulut

terletak di depan batas bebas palatum mole, arkus faringeus anterior dan dasar lidah.

Bibir dan pipi terutama disusun oleh sebagian besar otot orbikularis oris yang

dipersarafi oleh saraf fasilais. Vermilion berwarna merah karena di tutupi oleh lapisan

tipis epitel skuamosa. Ruangan di antara mukosa pipi bagian dalam dan gigi adalah

vestibulum oris. Muara duktus kelenjar parotis menghadap gigi molar kedua atas.3 

Gigi ditunjang oleh krista alveolar mandibula dibagian bawah dan krista

alveolar maksila di bagian atas. Gigi pada bayi terdiri dari dua gigi seri, satu gigi taring

dan dua gigi geraham. Gigi dewasa terdiri dari dua gigi seri dan satu gigi taring, dua

gigi premolar dan tiga gigi molar. Permukaan oklusal dari gigi seri berbentuk

menyerupai pahat dan gigi taring tajam, sedangkan gigi premolar dan molar

mempunyai permukaan oklusal yang datar. Daerah diantara gigi molar paling belakang

atas dan bawah dikenal dengan trigonum retromolar.3

Palatum dibentuk oleh tulang dari palatum durum dibagian depan dan sebagian

 besar dari otot palatum mole dibagian belakang. Palatum mole dapat diangkat untuk

Page 6: Referat Difteri Tonsil Editan

8/10/2019 Referat Difteri Tonsil Editan

http://slidepdf.com/reader/full/referat-difteri-tonsil-editan 6/31

6

faring bagian nasal dari rongga mulut dan orofaring. Ketidakmampuan palatum mole

menutup akan mengakibatkan bicara yang abnormal (rinolalia aperta) dan kesulitan

menelan. Dasar mulut diantara lidah dan gigi terdapat kelenjar sublingual dan bagian

dari kelenjar submandibula. Muara duktus mandibularis terletak di depan ditepi

frenulum lidah. Kegagalan kelenjar liur untuk mengeluarkan liur menyebabkan mulut

menjadi kering, atau xerostomia. Hal ini merupakan keluhan yang menyulitkan pada

 beberapa pasien.3

Lidah merupakan organ muskular yang aktif. Dua pertiga bagian depan dapat

digerakkan, sedangkan pangkalnya terfiksasi. Otot dari lidah dipersarafi oleh saraf

hipoglosus. Dua pertiga lidah bagian depan dipersarafi oleh saraf lingualis dan saraf

glosofaringeus pada sepertiga lidah bagian belakang.3

2.  Faring

Faring bagian dari leher dan tenggorokan bagian belakang dari mulut, cavum

nasi, kranial atau superior sampai esofagus, laring dan trakea. Faring adalah suatu

kantong fibromuskuler yang bentuknya seperti corong, yang besar di bagian atas dan

sempit di bagian bawah. Kantong ini mulai dari dasar tengkorak terus menyambung ke

esofagus setinggi vertebra servikalis ke-6. ke atas, faring berhubungan dengan rongga

hidung melalui koana, ke depan berhubungan dengan rongga mulut melalui ismus

orofaring, sedangkan dengan laring dibawah berhubungan melaui aditus laring dan ke

 bawah berhubungan dengan esofagus. Panjang dinding posterior faring pada orang

dewasa kurang lebih 14 cm; bagian ini merupakan bagian dinding faring yang

terpanjang. Dinding faring dibentuk oleh (dari dalam keluar) selaput lendir, fasia

faringobasiler, pembungkus otot dan sebagian fasia bukofaringeal. Faring terbagi atas

nasofaring, orofaring dan laringofaring (hipofaring).3

Page 7: Referat Difteri Tonsil Editan

8/10/2019 Referat Difteri Tonsil Editan

http://slidepdf.com/reader/full/referat-difteri-tonsil-editan 7/31

7

Pada mukosa dinding belakang faring terdapat dasar tulang oksiput inferior,

kemudian bagian depan tulang atas dan sumbu badan, dan vertebra servikalis lain.

 Nasofaring membuka ke arah depan ke hidung melalui koana posterior. Superior,

adenoid terletak pada mukosa atap nasofaring. Disamping, muara tuba eustakhius

kartilaginosa terdapat didepan lekukan yang disebut fosa Rosenmuller. Kedua struktur

ini berada diatas batas bebas otot konstriktor faringis superior. Otot tensor veli palatini,

merupakan otot yang menegangkan palatum dan membuka tuba eustakhius, masuk ke

faring melalui ruangan ini. Otot ini membentuk tendon yang melekat sekitar hamulus

tulang untuk memasuki palatum mole. Otot tensor veli palatini dipersarafi oleh saraf

mandibularis melalui ganglion otic.3

Orofaring ke arah depan berhubungan dengan rongga mulut. Tonsila faringeal

dalam kapsulnya terletak pada mukosa pada dinding lateral rongga mulut. Didepan

tonsila, arkus faring anterior disusun oleh otot palatoglosus, dan dibelakang dari arkus

faring posterior disusun oleh otot palatofaringeus otot-otot ini membantu menutupnya

orofaring bagian posterior. Semuanya dipersarafi oleh pleksus faringeus.3

Unsur-unsur faring meliputi mukosa, palut lendir (mucous blanket ) dan otot:3 

a.  Mukosa

Bentuk mukosa faring bervariasi, tergantung pada letaknya. Pada nasofaring

karena fungsinya untuk saluran respirasi, maka mukosanya bersilia, sedang

epitelnya torak berlapis yang mengandung sel goblet. Di bagian bawahnya, yaitu

orofaring dan laringofaring, karena fungsinya untuk saluran cerna, epitelnya

gepeng berlapis dan tidak bersilia. 

Di sepanjang faring dapat ditemukan banyak sel jaringan limfoid yang

terletak dalam rangkaian jaringan ikat yang termasuk dalam sistem

Page 8: Referat Difteri Tonsil Editan

8/10/2019 Referat Difteri Tonsil Editan

http://slidepdf.com/reader/full/referat-difteri-tonsil-editan 8/31

8

retikuloendotelial. Oleh karena itu faring dapat disebut juga daerah pertahanan

tubuh terdepan. 

 b.  Palut Lendir ( Mucous Blanket )

Daerah nasofaring dilalui oleh udara pernapasan yang diisap melalui hidung.

Di bagian atas, nasofaring ditutupi oleh palut lendir yang terletak diatas silia dan

 bergerak sesuai dengan arah gerak silia ke belakang. Palut lendir ini berfungsi

untuk menangkap partikel kotoran yang terbawa oleh udara yang diisap. Palut

lendir ini mengandung enzim Lyzozyme yang penting untuk proteksi  

c. 

Otot

Faring merupakan daerah dimana udara melaluinya dari hidung ke laring

 juga dilalui oleh makanan dari rongga mulut ke esofagus. Oleh karena itu,

kegagalan dari otot-otot faringeal, terutama yang menyusun ketiga otot

konstriktor faringis, akan menyebabkan kesulitan dalam menelan dan biasanya

 juga terjadi aspirasi air liur dan makanan ke dalam cabang trakeobronkial. 

Gambar 3. Ukuran perbandingan posisi dan hubungan ketiga otot konstriktor

faringis

Page 9: Referat Difteri Tonsil Editan

8/10/2019 Referat Difteri Tonsil Editan

http://slidepdf.com/reader/full/referat-difteri-tonsil-editan 9/31

9

d.  Pendarahan

Faring mendapat darah dari beberapa sumber dan kadang-kadang tidak

 beraturan. Yang utama berasal dari cabang a.karotis eksterna (cabang faring

asendens dan cabang fausial) serta dari cabang a.maksila interna yakni cabang

 palatina superior. 

e. 

Persarafan

Persarafan motorik dan sensorik daerah faring berasal dari pleksus faring

yang ekstensif. Pleksus ini dibentuk oleh cabang faring dari n.vagus, cabang dari

n.glosofaring dan serabut simpatis. Cabang faring dari n.vagus berisi serabut

motorik. Dari pleksus faring yang ekstensif ini keluar cabang-cabang untuk otot-

otot faring kecuali m.stilofaring yang dipersarafi lansung oleh cabang

n.glosofaring (n.IX). 

f.  Kelenjar getah bening

Aliran limfa dari dinding faring dapat melaui 3 saluran yakni superior,

media dan inferior. Saluran limfa superior mengalir ke kelenjar getah bening

retrofaring dan kelenjar getah bening servikal dalam atas. Saluran limfa media

mengalir ke kelenjar getah bening jugulo-digastrik dan kelenjar servikal dalam

atas, sedangkan saluran limfa inferior mengalir ke kelenjar getah bening servikal

dalam bawah. 

Berdasarkan letak, faring dibagi atas:2

1)  Nasofaring

Berhubungan erat dengan beberapa struktur penting misalnya adenoid,

 jaringan limfoid pada dinding lareral faring dengan resessus faring yang disebut

fosa rosenmuller, kantong rathke, yang merupakan invaginasi struktur embrional

Page 10: Referat Difteri Tonsil Editan

8/10/2019 Referat Difteri Tonsil Editan

http://slidepdf.com/reader/full/referat-difteri-tonsil-editan 10/31

10

hipofisis serebri, torus tubarius, suatu refleksi mukosa faring diatas penonjolan

kartilago tuba eustachius, konka foramen jugulare, yang dilalui oleh nervus

glosofaring, nervus vagus dan nervus asesorius spinal saraf kranial dan vena

 jugularis interna bagian petrosus os.tempolaris dan foramen laserum dan muara

tuba eustachius.3

2)  Orofaring

Disebut juga mesofaring dengan batas atasnya adalah palatum mole, batas

 bawahnya adalah tepi atas epiglotis kedepan adalah rongga mulut sedangkan

kebelakang adalah vertebra servikal. Struktur yang terdapat dirongga orofaring

adalah dinding posterior faring, tonsil palatina fosa tonsil serta arkus faring

anterior dan posterior, uvula, tonsil lingual dan foramen sekum.3,

a.  Dinding posterior faring

Secara klinik dinding posterior faring penting karena ikut terlibat pada

radang akut atau radang kronik faring, abses retrofaring, serta gangguan otot

 bagian tersebut. Gangguan otot posterior faring bersama-sama dengan otot

 palatum mole berhubungan dengan gangguan n.vagus. 

 b.  Fosa tonsil

Fosa tonsil dibatasi oleh arkus faring anterior dan posterior. Batas

lateralnya adalah m.konstriktor faring superior. Pada batas atas yang disebut

kutub atas (upper pole) terdapat suatu ruang kecil yang dinamakan fossa

supratonsil. Fosa ini berisi jaringan ikat jarang dan biasanya merupakan

tempat nanah memecah ke luar bila terjadi abses. Fosa tonsil diliputi oleh fasia

yang merupakan bagian dari fasia bukofaring dan disebu kapsul yang sebenar-

 benarnya bukan merupakan kapsul yang sebena-benarnya. 

Page 11: Referat Difteri Tonsil Editan

8/10/2019 Referat Difteri Tonsil Editan

http://slidepdf.com/reader/full/referat-difteri-tonsil-editan 11/31

11

c.  Tonsil

Tonsil adalah massa yang terdiri dari jaringan limfoid dan ditunjang oleh

 jaringan ikat dengan kriptus didalamnya.3

Terdapat macam tonsil yaitu tonsil faringal (adenoid), tonsil palatina dan

tonsil lingual yang ketiga-tiganya membentuk lingkaran yang disebut cincin

waldeyer. Tonsil palatina yang biasanya disebut tonsil saja terletak di dalam

fosa tonsil. Pada kutub atas tonsil seringkali ditemukan celah intratonsil yang

merupakan sisa kantong faring yang kedua. Kutub bawah tonsil biasanya

melekat pada dasar lidah. 

Permukaan medial tonsil bentuknya beraneka ragam dan mempunyai celah

yang disebut kriptus. Epitel yang melapisi tonsil ialah epitel skuamosa yang

 juga meliputi kriptus. Di dalam kriptus biasanya biasanya ditemukan leukosit,

limfosit, epitel yang terlepas, bakteri dan sisa makanan.3

Permukaan lateral tonsil melekat pada fasia faring yang sering juga disebut

kapsul tonsil. Kapsul ini tidak melekat erat pada otot faring, sehingga mudah

dilakukan diseksi pada tonsilektomi.Tonsil mendapat darah dari a.palatina

minor, a.palatina ascendens, cabang tonsil a.maksila eksterna, a.faring

ascendens dan a.lingualis dorsal. 

Tonsil lingual terletak di dasar lidah dan dibagi menjadi dua oleh

ligamentum glosoepiglotika. Di garis tengah, di sebelah anterior massa ini

terdapat foramen sekum pada apeks, yaitu sudut yang terbentuk oleh papila

sirkumvalata. Tempat ini kadang-kadang menunjukkan penjalaran duktus

tiroglosus dan secara klinik merupakan tempat penting bila ada massa tiroid

lingual (lingual thyroid ) atau kista duktus tiroglosus.3

Page 12: Referat Difteri Tonsil Editan

8/10/2019 Referat Difteri Tonsil Editan

http://slidepdf.com/reader/full/referat-difteri-tonsil-editan 12/31

12

3)  Laringofaring (hipofaring)

Batas laringofaring disebelah superior adalah tepi atas yaitu dibawah valekula

epiglotis berfungsi untuk melindungi glotis ketika menelan minuman atau bolus

makanan pada saat bolus tersebut menuju ke sinus piriformis (muara glotis bagian

medial dan lateral terdapat ruangan) dan ke esofagus, nervus laring superior

 berjalan dibawah dasar sinus piriformis pada tiap sisi laringofaring. Sinus

 piriformis terletak di antara lipatan ariepiglotika dan kartilago tiroid. Batas

anteriornya adalah laring, batas inferior adalah esofagus serta batas posterior

adalah vertebra servikal. Lebih ke bawah lagi terdapat otot-otot dari lamina

krikoid dan di bawahnya terdapat muara esofagus.3

Bila laringofaring diperiksa dengan kaca tenggorok pada pemeriksaan laring

tidak langsung atau dengan laringoskop pada pemeriksaan laring langsung, maka

struktur pertama yang tampak di bawah dasar lidah ialah valekula. Bagian ini

merupakan dua buah cekungan yang dibentuk oleh ligamentum glosoepiglotika

medial dan ligamentum glosoepiglotika lateral pada tiap sisi. Valekula disebut

 juga “ kantong pil” ( pill pockets), sebab pada beberapa orang, kadang-kadang bila

menelan pil akan tersangkut disitu.3

Dibawah valekula terdapta epiglotis. Pada bayi epiglotis ini berbentuk omega

dan perkembangannya akan lebih melebar, meskipun kadang-kadang bentuk

infantil (bentuk omega) ini tetap sampai dewasa. Dalam perkembangannya,

epiglotis ini dapat menjadi demikian lebar dan tipisnya sehingga pada

 pemeriksaan laringoskopi tidak langsung tampak menutupi pita suara. Epiglotis

 berfungsi juga untuk melindungi (proteksi) glotis ketika menelan minuman atau

Page 13: Referat Difteri Tonsil Editan

8/10/2019 Referat Difteri Tonsil Editan

http://slidepdf.com/reader/full/referat-difteri-tonsil-editan 13/31

13

 bolus makanan, pada saat bolus tersebut menuju ke sinus piriformis dan ke

esofagus.3

 Nervus laring superior berjalan dibawah dasar sinus piriformis pada tiap sisi

laringofaring. Hal ini penting untuk diketahui pada pemberian anestesia lokal di

faring dan laring pada tindakan laringoskopi langsung.2

B.  Fisiologi

1.  FUNGSI FARING

Terutama untuk pernapasan, menelan, resonansi suara dan artikulasi. Tiga dari

fungsi-fungsi ini adalah jelas. Fungsi penelanan akan dijelaskan terperinci.3,4

a. Penelanan

Proses penelanan dibagi menjadi tiga tahap. Pertama gerakan makanan

dari mulut ke faring secara volunter. Tahap kedua, transport makanan melalui

faring dan tahap ketiga, jalannya bolus melalui esofagus, keduanya secara

involunter. Langkah yang sebenarnya adalah: pengunyahan makanan

dilakukan pada sepertiga tengah lidah. Elevasi lidah dan palatum mole

mendorong bolus ke orofaring. Otot supra hiod berkontraksi, elevasi tulang

hioid dan laring intrinsik berkontraksi dalam gerakan seperti sfingter untuk

mencegah aspirasi. Gerakan yang kuat dari lidah bagian belakang akan

mendorong makanan kebawah melalui orofaring, gerakan dibantu oleh

kontraksi otot konstriktor faringis media dan superior. Bolus dibawa melalui

introitus esofagus ketika otot konstriktor faringis inferior berkontraksi dan otot

krikofaringeus berelaksasi. Peristaltik dibantu oleh gaya berat, menggerakkan

makanan melalui esofagus dan masuk ke lambung.

 b. Proses berbicara 

Page 14: Referat Difteri Tonsil Editan

8/10/2019 Referat Difteri Tonsil Editan

http://slidepdf.com/reader/full/referat-difteri-tonsil-editan 14/31

14

Pada saat berbicara dan menelan terjadi gerakan terpadu dari otot-otot

 palatum dan faring. Gerakan ini antara lain berupa pendekatan palatum mole

kearah dinding belakang faring. Gerakan penutupan ini terjadi sangat cepat

dan melibatkan mula-mula m.salpingofaring dan m.palatofaring, kemudian

m.levator veli palatine bersama-sama m.konstriktor faring superior. Pada

gerakan penutupan nasofaring m.levator veli palatini menarik palatum mole ke

atas belakang hampir mengenai dinding posterior faring. Jarak yang tersisa ini

diisi oleh tonjolan ( fold of ) Passavant pada dinding belakang faring yang

terjadi akibat 2 macam mekanisme, yaitu pengangkatan faring sebagai hasil

gerakan m.palatofaring (bersama m,salpingofaring) oleh kontraksi aktif

m.konstriktor faring superior. Mungkin kedua gerakan ini bekerja tidak pada

waktu bersamaan. 

Ada yang berpendapat bahwa tonjolan Passavant ini menetap pada periode

fonasi, tetapi ada pula pendapat yang mengatakan tonjolan ini timbul dan

hilang secara cepat bersamaan dengan gerakan palatum.  

Page 15: Referat Difteri Tonsil Editan

8/10/2019 Referat Difteri Tonsil Editan

http://slidepdf.com/reader/full/referat-difteri-tonsil-editan 15/31

15

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

A.  Definisi

Difteri adalah penyakit saluran pernafasan yang disebabkan oleh

Corynebacterium diphtheria, suatu bakteri gram positif fakultatif anaerob. Bakteri ini

 pertama kali diamati pada membran difteri oleh Klebs pada tahun 1883 dan

dibudidayakan oleh Löffler pada tahun 1884. Difteri ditandai dengan sakit tenggorokan,

demam rendah, dan suatu  pseudomembrane  pada tonsil, faring, dan / atau rongga

hidung.1,2 

Difteri adalah infeksi akut yang disebabkan oleh Corynebacterium Diphteriae. 

Infeksi biasanya terdapat pada faring, laring, hidung dan kadang pada kulit, konjungtiva,

genitalia dan telinga. Infeksi ini menyebabkan gejala-gejala lokal dan sistemik, efek

sistemik terutama karena eksotoksin yang dikeluarkan oleh mikroorganisme pada tempat

infeksi.5 

Difteri didapat melalui kontak dengan karier atau seseorang yang sedang

menderita difteri. Bakteri dapat disebarkan melalui tetesan air liur akibat batuk, bersin

atau berbicara. Beberapa laporan menduga bahwa infeksi difteri pada kulit merupakan

 predisposisi kolonisasi pada saluran nafas.5 

B.  Etiologi

Penyebab difteri adalah Corynebacterium diphteriae  (basil  Klebs-Loeffler )

merupakan basil gram positif tidak teratur, tidak bergerak, tidak membentuk spora dan

 berbentuk batang pleomorfis. Organisme tersebut paling mudah ditemukan pada media

yang mengandung penghambat tertentu yang memperlambat pertumbuhan

mikroorganisme lain (Tellurite). Koloni-koloni Corynebacterium diphteriae  berwarna

 putih kelabu pada medium Loeffler.

Page 16: Referat Difteri Tonsil Editan

8/10/2019 Referat Difteri Tonsil Editan

http://slidepdf.com/reader/full/referat-difteri-tonsil-editan 16/31

16

Pada media Tellurite dapat dibedakan 3 tipe koloni :

a.  koloni mitis yang halus, berwarna hitam dan cembung 

 b.  koloni gravis yang berwarna kelabu dan setengah kasar  

c.  koloni intermedius berukuran kecil, halus serta memiliki pusat berwarna hitam. 

Penyebab tonsilitis difteri ialah kuman Corynebacterium diphteriae, kuman yang

termasuk Gram positif dan hidung di saluran nafas bagian atas yaitu hidung, faring dan

laring. Tidak semua orang yang terinfeksi oleh kuman ini akan menjadi sakit. Keadaan

ini tergantung pada titer anti toksin dalam darah seseorang. Titer anti toksin sebesar 0,03

satuan per cc darah dapat dianggap cukup memberikan dasar imunitas. Hal inilah yang

dipakai pada tes Schick.1,5,6  

C.  Epidemiologi

Difteri tersebar di seluruh dunia, tetapi insiden penyakit ini menurun secara

mencolok setelah penggunaan toksoid difteri secara meluar. Umumnya masih tetap

terjadi pada individu-individu yang berusia kurang dari 15 tahun (yang tidak

mendapatkan imunisasi primer). Bagaimanapun, pada setiap epidemi insidens menurut

usia tergantung pada kekebalan individu. Serangan difteri yang sering terjadi,

mendukung konsep bahwa penyakit ini terjadi di kalangan penduduk miskin ynag tinggal

di tempat berdesakan dan memperoleh fasilitas pelayanan kesehatan terbatas. Kematian

umumnya terjadi pada individu yang belum mendapatkan imunisasi.5,6

Tonsilitis difteri sering ditemukan pada anak berusia kurang dari 10 tahun dan

frekuensi tertinggi pada usia 2-5 tahun walaupun pada orang dewasa masih mungkin

menderita penyakit ini.5,6 

D.  Patofisiologi

Kuman masuk melalui mukosa/kulit, melekat serta berbiak pada permukaan mukosa

saluran nafas bagian atas dan mulai memproduksi toksin yang merembes ke sekeliling

Page 17: Referat Difteri Tonsil Editan

8/10/2019 Referat Difteri Tonsil Editan

http://slidepdf.com/reader/full/referat-difteri-tonsil-editan 17/31

17

serta selanjutnya menyebar ke seluruh tubuh melalui pembuluh limfe dan darah. Toksin

ini merupakan suatu protein dengan berat molekul 62.000 dalton, tidak tahan

 panas/cahaya, mempunyai 2 fragmen yaitu fragmen A (aminoterminal) dan fragmen B

(carboxyterminal) yang disatukan dengan ikatan disulfida. Fragmen B diperlukan untuk

melekatkan molekul toksin yang teraktifasi pada reseptor sel pejamu yang sensitif.

Perlekatan ini mutlak agar fragmen A dapat melakukan penetrasi ke dalam sel. Kedua

fragmen ini penting dalam menimbulkan efek toksik pada sel.5,7 

Reseptor-reseptor toksin diphtheria pada membran sel terkumpul dalam suatu

coated pit   dan toksin mengadakan penetrasi dengan cara endositosis. Proses ini

memungkinkan toksin mencapai bagian dalam sel. Selanjutnya endosom yang

mengalami asidifikasi secara alamiah ini dan mengandung toksin memudahkan toksin

untuk melalui membran endosom ke cytosol. Efek toksik pada jaringan tubuh manusia

adalah hambatan pembentukan protein dalam sel.5,7

Pembentukan protein dalam sel dimulai dari penggabungan 2 asam amino yang telah

diikat 2 transfer RNA yang menempati kedudukan P dan A dari pada ribosome. Bila

rangkaian asam amino ini akan ditambah dengan asam amino lain untuk membentuk

 polipeptida sesuai dengan cetakan biru RNA, diperlukan proses translokasi. Translokasi

ini merupakan pindahnya gabungan transfer RNA + dipeptida dari kedudukan A ke

kedudukan P. Proses translokasi ini memerlukan enzim translokase (Elongation faktor-2)

yang aktif.7,8

Toksin diphtheria mula mula menempel pada membran sel dengan bantuan fragmen B

dan selanjutnya fragmen A akan masuk dan mengakibatkan inaktivasi enzim translokase

melalui proses :

 NAD+  + EF2  (aktif) ---toksin---> ADP-ribosil-EF2  (inaktif) + H2  + Nicotinamide ADP-

ribosil-EF2 yang inaktif .

Page 18: Referat Difteri Tonsil Editan

8/10/2019 Referat Difteri Tonsil Editan

http://slidepdf.com/reader/full/referat-difteri-tonsil-editan 18/31

18

Hal ini menyebabkan proses translokasi tidak berjalan sehingga tidak terbentuk

rangkaian polipeptida yang diperlukan, dengan akibat sel akan mati. Nekrosis tampak jelas

di daerah kolonisasi kuman. Sebagai respons terjadi inflamasi lokal yang bersama-sama

dengan jaringan nekrotik membentuk bercak eksudat yang mula-mula mudah dilepas.

Produksi toksin semakin banyak, daerah infeksi semakin lebar dan terbentuklah eksudat

fibrin. Terbentuklah suatu membran yang melekat erat berwarna kelabu kehitaman,

tergantung dari jumlah darah yang terkandung. selain fibrin, membran juga terdiri dari sel-

sel radang, eritrosit dan sel-sel epitel. Bila dipaksa melepas membran akan terjadi

 perdarahan. Selanjutnya membran akan terlepas sendiri dalam periode penyembuhan.6

Kadang-kadang terjadi infeksi sekunder dengan bakteri (misalnya Streptococcus

 pyogenes). Membran dan jaringan edematous dapat menyumbat jalan nafas. gangguan

 pernafasan/suffokasi bisa terjadi dengan perluasan penyakit ke dalam laring atau cabang-

cabang tracheobronchial. Toksin yang diedarkan dalam tubuh bisa mengakibatkan

kerusakan pada setiap organ, terutama jantung, saraf dan ginjal.8

Antitoksin diphtheria hanya berpengaruh pada toksin yang bebas atau yang

terabsorbsi pada sel, tetapi tidak bila telah terjadi penetrasi ke dalam sel. Setelah toksin

terfiksasi dalam sel, terdapat periode laten yang bervariasi sebelum timbulnya manifestasi

klinik. Miokardiopati toksik biasanya terjadi dalam 10-14 hari, manifestasi saraf pada

umumnya terjadi setelah 3-7 minggu. Kelainan patologi yang menonjol adalah nekrosis

toksis dan degenerasi hialin pada bermacam-macam organ dan jaringan. Pada jantung

tampak edema, kongesti, infiltrasi sel mononuklear pada serat otot dan sistem konduksi.

Bila penderita tetap hidup terjadi regenerasi otot dan fibrosis interstisial. Pada saraf

tampak neuritis toksik dengan degenerasi lemak pada selaput mielin. Nekrosis hati bisa

disertai gejala hipoglikemia, kadang-kadang tampak perdarahan adrenal dan nekrosis

tubuler akut pada ginjal.7,8

 

Page 19: Referat Difteri Tonsil Editan

8/10/2019 Referat Difteri Tonsil Editan

http://slidepdf.com/reader/full/referat-difteri-tonsil-editan 19/31

19

E.  Manifestasi Klinis

Tanda-tanda dan gejala difteri tergantung pada fokus infeksi, status kekebalan dan

apakah toksin yang dikeluarkan itu telah memasuki peredaran darah atau belum.

Masa inkubasi difteri biasanya 2-5 hari, walaupun dapat singkat hanya satu hari dan lama

8 hari bahkan sampai 4 minggu. Biasanya serangan penyakit agak terselubung, misalnya

hanya sakit tenggorokan yang ringan, panas yang tidak tinggi, berkisar antara 37,8oC  –  

38,9oC. Pada mulanya tenggorok hanya hiperemis saja tetapi kebanyakan sudah terjadi

membran putih/keabu-abuan.1,2,5

Dalam 24 jam membran dapat menjalar dan menutupi tonsil, palatum molle, uvula.

Mula-mula membran tipis, putih dan berselaput yang segera menjadi tebal., abu-abu/hitam

tergantung jumlah kapiler yang berdilatasi dan masuknya darah ke dalam eksudat.

Membran mempunyai batas-batas jelas dan melekat dengan jaringan dibawahnya.

Sehingga sukar untuk diangkat, sehingga bila diangkat secara paksa menimbulkan

 perdarahan. Jaringan yang tidak ada membran biasanya tidak membengkak.

Pada difteri sedang biasanya proses yang terjadi akan menurun pada hari-hari 5-6,

walaupun antitoksin tidak diberikan.5,7,

Gejala lokal dan sistemik secara bertahap menghilang dan membran akan

menghilang. Dan perubahan ini akan lebih cepat bila diberikan antitoksin. Difteri berat

akan lebih berat pada anak yang lebih muda. Bentuk difteri antara lain bentuk Bullneck

atau maglinant difteri. Bentuk ini timbul dengan gejala-gejala yang lebih berat dan

membran menyebar secrara cepat menutupi faring dan dapat menjalar ke hidung. Udema

tonsil dan uvula dapat pula timbul. Kadang-kadang udema disertai nekrose.

Pembengkakan kelenjer leher, infiltrat ke dalam jaringan sel-sel leher, dari telinga satu ke

telinga yang lain. Dan mengisi dibawah mandibula sehingga memberi gambaran

 bullneck.5

Page 20: Referat Difteri Tonsil Editan

8/10/2019 Referat Difteri Tonsil Editan

http://slidepdf.com/reader/full/referat-difteri-tonsil-editan 20/31

20

Gambaran klinik dibagi dalam 3 golongan yaitu :8

a.  gejala umum, seperti juga gejala infeksi lainnya yaitu kenaikan suhu tubuh biasanya

subfebris, nyeri kepala, tidak nafsu makan, badan lemah, nadi lambat, serta keluhan

nyeri menelan

 b.  gejala lokal, yang tampak berupa tonsil membengkak ditutupi bercak putih kotor yang

makin lama makin meluas dan bersatu membentuk semu. Membran ini dapat meluas

ke palatum molle, uvula, nasofaring, laring, trakea dan bronkus dan dapat menyumbat

saluran nafas. Membran semu ini melekat erat pada dasarnya, sehingga bila diangkat

akan mudah berdarah. Pada perkembangan penyakit ini bila infeksinya berjalan terus,

kelenjar limfa leher akan membengkak sedemikian besarnya sehingga leher

menyerupai sapi (bullneck) atau disebut juga Burgermeester’s hals. 

c.  gejala akibat eksotoksin, yang dikeluarkan oleh kuman difteri ini akan menimbulkan

kerusakan jaringan tubuh yaitu pada jantung dapat terjadi miokarditis sampai

decompensatio cordis, mengenai saraf kranial menyebabkan kelumpuhan otot palatum

dan otot-otot pernafasan dan pada ginjal menimbulkan albuminoria.

Difteri Tonsil

Gejala biasanya tidak khas berupa malaise, anoreksia, sakit tenggorok dan demam. Difteri

tonsil dan faring khas ditandai dengan adanya adenitis / periadenitis cervical, kasus yang

 berat ditandai dengan bullneck (limfadenitis disertai edema jaringan lunak leher). Suhu

dapat normal atau sedikit meningkat tetapi nadi biasanya cepat.5,7 

Pada kasus ringan membran biasanya akan menghilang antara 7-10 hari dan penderita

tampak sehat. Pada kasus sangat berat ditandai dengan gejala-gejala toksemia berupa

lemah, pucat, nadi cepat dan kecil, stupor, koma dan meninggal dalam 6-10 hari. Pada

kasus sedang penyembuhan lambat disertai komplikasi seperti miokarditis dan neuritis.7

 

Page 21: Referat Difteri Tonsil Editan

8/10/2019 Referat Difteri Tonsil Editan

http://slidepdf.com/reader/full/referat-difteri-tonsil-editan 21/31

21

Difteri Hidung

Pada permulaan mirip common cold , yaitu pilek ringan tanpa atau disertai gejala

sistemik ringan. Sekret hidung berangsur menjadi serosanguinous dan kemudian

mukopurulen mengadakan lecet pada nares dan bibir atas.  Pada pemeriksaan tampak

membran putih pada daerah septum nasi. Absorpsi toksin sangat lambat dan gejala

sistemik yang timbul tidak nyata sehingga diagnosis lambat dibuat.7 

Difteri Laring

Biasanya merupakan perluasan diphtheria faring, pada diphtheria laring primer gejala

toksik kurang nyata, tetapi lebih berupa gejala obstruksi saluran nafas atas. Gejala sukar

dibedakan dari tipe infectious croup yang lain seperti nafas berbunyi, stridor progresif,

suara parau, batuk kering dan pada obstruksi laring yang berat terdapat retraksi

suprasternal, subcostal dan supraclavicular. Bila terjadi pelepasan membran yang

menutup jalan nafas bisa terjadi kematian mendadak. pada kasus berat, membran meluas

ke percabangan tracheobronchial. Dalam hal diphtheria laring sebagai perluasan daripada

diphtheria faring, gejala merupakan campuran gejala obstruksi dan toksemia.7

Page 22: Referat Difteri Tonsil Editan

8/10/2019 Referat Difteri Tonsil Editan

http://slidepdf.com/reader/full/referat-difteri-tonsil-editan 22/31

22

Page 23: Referat Difteri Tonsil Editan

8/10/2019 Referat Difteri Tonsil Editan

http://slidepdf.com/reader/full/referat-difteri-tonsil-editan 23/31

23

F.  Diagnosis

Harus dibuat atas dasar pemeriksaan klinis oleh karena penundaan pengobatan akan

membahayakan jiwa penderita. Penentuan kuman diphtheria dengan sediaan langsung

kurang dapat dipercaya. Cara yang lebih akurat adalah dengan identifikasi secara

 fluorescent antibody technique, namun untuk ini diperlukan seorang ahli. Diagnosis pasti

dengan isolasi C, diphtheriae dengan pembiakan pada media Loeffler dilanjutkan dengan

tes toksinogenesitas secara vivo (marmut) dan vitro (tes Elek). Cara  Polymerase Chain

 Reaction  (PCR) dapat membantu menegakkan diagnosis difteri dengan cepat, namun

 pemeriksaan ini mahal dan masih memerlukan penjajagan lebih lanjut untuk penggunaan

secara luas.1,5,7

Diagnosis tonsilitis difteri ditegakkan berdasarkan gambaran klinik dan pemeriksaan

 preparat langsung kuman yang diambil dari permukaan bawah membran semu dan

didapatkan kuman Corynebacterum diphteriae.5,7

G.  Diagnosis Banding

1. Difteri Hidung 

a. 

Rhinorrhea (common cold, sinusitis, adenoiditis)

 b.  Benda asing dalam hidung

c. 

Snuffles (lues congenita). 

2. Difteri Faring : 

a.  Tonsilitis membranosa akuta oleh karena streptokokus (tonsillitis akuta/ septic sore

throat) 

 b.   Mononucleosis infectiosa 

c. 

Tonsilitis membranosa non bakterial

Page 24: Referat Difteri Tonsil Editan

8/10/2019 Referat Difteri Tonsil Editan

http://slidepdf.com/reader/full/referat-difteri-tonsil-editan 24/31

24

d.  Tonsillitis herpetika primer

e.  Moniliasis

f.   Blood dyscrasia 

g.  Pasca tonsilektomi. 

3  Difteri Laring : 

a.   Infectious croup yang lain

 b. 

Spasmodic croup 

c. 

 Angioneurotic edema pada laring

d. 

Benda asing dalam laring. 

H.  Penyulit

1.  Obstruksi jalan nafas

Disebabkan oleh karena tertutup jalan nafas oleh membran diphtheria atau oleh

karena edema pada tonsil, faring, daerah sub mandibular dan cervical.  

2.  Efek toksin

Penyulit pada jantung berupa miokardioopati toksik bisa terjadi pada minggu ke

dua, tetapi bisa lebih dini (minggu pertama) atau lebih lambat (minggu ke enam).

Manifestasinya bisa berupa takhikardi, suara jantung redup, bising jantung, atau

aritmia. Bisa pula terjadi gagal jantung. Penyulit pada saraf (neuropati) biasanya

terjadi lambat, bersifat bilateral, terutama mengenai saraf motorik dan sembuh

sempurna. Kelumpuhan pada palatum molle pada minggu ke-3, suara menjadi

sengau, terjadi regurgitasi nasal, kesukaran menelan. Paralisis otot mata biasanya

 pada minggu ke-5, meskipun dapat terjadi antara minggu ke-5 dan ke-7. Paralisa

ekstremitas bersifat bilateral dan simetris disertai hilangnya deep tendon reflexes,

 peningkatan kadar protein dalam liquor cerebrospinalis. Bila terjadi kelumpuhan

 pada pusat vasomotor dapat terjadi hipotensi dan gagal jantung. 

Page 25: Referat Difteri Tonsil Editan

8/10/2019 Referat Difteri Tonsil Editan

http://slidepdf.com/reader/full/referat-difteri-tonsil-editan 25/31

25

3.  Infeksi sekunder dengan bakteri lain

4.  Setelah penggunaan antibiotika secara luas, penyulit ini sudah sangat jarang.

I.  Penatalaksanaan 

1.  Isolasi dan Karantina

Penderita diisolasi sampai biakan negatif 3 kali berturut-turut setelah masa akut

terlampaui. Kontak penderita diisolasi sampai tindakan-tindakan berikut

terlaksana :5,7,8

a. biakan hidung dan tenggorok

 b. seyogyanya dilakukan tes Schick (tes kerentanan terhadap diphtheria)

c. diikuti gejala klinis setiap hari sampai masa tunas terlewati.3

Anak yang telah mendapat imunisasi dasar diberikan booster dengan toksoid

diphtheria.

Bila kultur (-)/Schick test  (-) : bebas isolasi

Bila kultur (+)/Schick test  (-) :pengobatan carrier

Bila kultur (+)/Schick test  (+)/gejala (-) : anti toksin diphtheria + penisilin

Bila kultur (-)/Shick test  (+) : toksoid (imunisasi aktif).5

2.  Pengobatan

Tujuan mengobati penderita diphtheria adalah menginaktivasi toksin yang belum

terikat secepatnya, mencegah dan mengusahakan agar penyulit yang terjadi

minimal, mengeliminasi C . diphtheriae  untuk mencegah penularan serta

mengobati infeksi penyerta dan penyulit diphtheria.  

a.  Umum

Istirahat mutlak selama kurang lebih 2 minggu, pemberian cairan serta diit

yang adekwat. Khusus pada diphtheria laring dijaga agar nafas tetap bebas

Page 26: Referat Difteri Tonsil Editan

8/10/2019 Referat Difteri Tonsil Editan

http://slidepdf.com/reader/full/referat-difteri-tonsil-editan 26/31

26

serta dijaga kelembaban udara dengan menggunakan nebulizer. Bila tampak

kegelisahan, iritabilitas serta gangguan pernafasan yang progresif hal-hal

tersebut merupakan indikasi tindakan trakeostomi.3

b.  Khusus : 

1)  Antitoksin : serum anti diphtheria (ADS)

Antitoksin harus diberikan segera setelah dibuat diagnosis

diphtheria. Sebelumnya harus dilakukan tes kulit atau tes konjungtiva

dahulu. Oleh karena pada pemberian ADS terdapat kemungkinan

terjadinya reaksi anafilaktik, maka harus tersedia larutan Adrenalin 1 :

1000 dalam semprit.2,5

Tes kulit dilakukan dengan penyuntikan 0,1 ml ADS dalam larutan

garam fisiologis 1 : 1000 secara intrakutan. Tes positif bila dalam 20

menit terjadi indurasi > 10 mm.7,8

Tes konjungtiva dilakukan dengan meneteskan 1 tetes larutan serum 1 : 10

dalam garam faali. Pada mata yang lain diteteskan garam faali. Tes positif

 bila dalam 20 menit tampak gejala konjungtivitis dan lakrimasi.

Bila tes kulit/konjungtiva positif, ADS diberikan dengan cara

desensitisasi (Besredka). Bila tes hipersensitivitas tersebut di atas negatif,

ADS harus diberikan sekaligus secara tetesan intravena.

Dosis serum anti diphtheria ditentukan secara empiris berdasarkan

 berat penyakit, tidak tergantung pada berat badan penderita, dan berkisar

antara 20.000-120.000 KI.

Dosis ADS di ruang Menular Anak RSUD Dr. Soetomo disesuaikan

menurut derajat berat penyakit sebagai berikut :

20.000 KI i.m. untuk diphtheria ringan (hidung, kulit, konjungtiva).

Page 27: Referat Difteri Tonsil Editan

8/10/2019 Referat Difteri Tonsil Editan

http://slidepdf.com/reader/full/referat-difteri-tonsil-editan 27/31

27

-  40.000 KI i.v. untuk diphtheria sedang (pseudomembran terbatas pada

tonsil, diphtheria laring).

-  100.000 KI i.v. untuk diphtheria berat (pseudomembran meluas ke luar

tonsil, keadaan anak yang toksik; disertai "bullneck ", disertai penyulit

akibat efek toksin).

Pemberian ADS secara intravena dilakukan secara tetesan dalam

larutan 200 ml dalam waktu kira-kira 4-8 jam. Pengamatan terhadap

kemungkinan efek samping obat/reaksi sakal dilakukan selama pemberian

antitoksin dan selama 2 jam berikutnya. Demikian pula perlu dimonitor

terjadinya reaksi hipersensitivitas lambat ( serum sickness).3

2)  Antimikrobial 

Bukan sebagai pengganti antitoksin, melainkan untuk menghentikan

 produksi toksin. Penisilin prokain 50.000-100.000 KI/BB/hari selama 7-10

hari, bila alergi bisa diberikan eritromisin 40 mg/kg/hari.3

3)  Kortikosteroid  

Belum terdapat persamaan pendapat mengenai kegunaan obat ini pada

diphtheria. Di Ruang Menular Anak RSUD Dr. Soetomo kortikosteroid

diberikan kepada penderita dengan gejala obstruksi saluran nafas bagian atas

dan bila terdapat penyulit miokardiopati toksik.3

4)  Pengobatan penyulit 

Page 28: Referat Difteri Tonsil Editan

8/10/2019 Referat Difteri Tonsil Editan

http://slidepdf.com/reader/full/referat-difteri-tonsil-editan 28/31

28

Pengobatan terutama ditujukan terhadap menjaga agar hemodinamika

 penderita tetap baik oleh karena penyulit yang disebabkan oleh toksin pada

umumnya reversibel.7,8

2.2.5. Pengobatan Carrier  

Carrier   adalah mereka yang tidak menunjukkan keluhan, mempunyai

reaksi Schick negatif tetapi mengandung basil diphtheria dalam nasofaringnya.

Pengobatan yang dapat diberikan adalah penisilin oral atau suntikan, atau

eritromisin selama satu minggu. Mungkin diperlukan tindakan

tonsilektomi/adenoidektomi. 

J.  Pencegahan 

1.  Umum 

Kebersihan dan pengetahuan tentang bahaya penyakit ini bagi anak-anak. Pada

umumnya setelah menderita penyakit difteri kekebalan penderita terhadap penyakit

ini sangat rendah sehingga perlu imunisasi.3 

2.  Khusus

Terdiri dari imunisasi DPT dan pengobatan carrier .3

Imunitas 

1)  Test kekebalan : 

Schick test   :  menentukan kerentanan (suseptibilitas) terhadap diphtheria. Test

dilakukan dengan menyuntikan toksin diphtheria (dilemahkan) secara intrakutan.

Bila tidak terdapat kekebalan antitoksik akan terjadi nekrosis jaringan sehingga

test positif.

Page 29: Referat Difteri Tonsil Editan

8/10/2019 Referat Difteri Tonsil Editan

http://slidepdf.com/reader/full/referat-difteri-tonsil-editan 29/31

29

2)  Moloney test   : menentukan sensitivitas terhadap produk kuman diphtheria. Tes

dilakukan dengan memberikan 0,1 ml larutan fluid difteri toxoid secara suntikan

intradermal. Reaksi positif bila dalam 24 jam timbul eritema >10 mm. Ini berarti

 bahwa :

-   pernah terpapar pada basil difteri sebelumnya sehingga terjadi reaksi

hipersensitivitas.

-   pemberian toksoid difteri bisa mengakibatkan timbulnya reaksi yang

 berbahaya.

Kekebalan pasif : diperoleh secara transplasental dari ibu yang kebal

terhadap difteri (sampai 6 bulan) dan suntikan antitoksin (sampai 2-3 minggu).

Kekebalan aktif :  diperoleh dengan cara menderita sakit atau inapparent

infection dan imunisasi dengan toksoid difteri. 

K.  Komplikasi

Laringitis difteri dapat berlangsung cepat, membran semu menjalar ke laring dan

menyebabkan gejala sumbatan. Makin muda pasien makin cepat timbul komplikasi

ini.

Miokarditis dapat mengakibatkan payah jantung atau dekompensasio kordis.

Kelumpuhan otot palatum molle, otot mata untuk akomodasi, otot faring serta otot

laring sehingga menimbulkan kesulitan menelan, suara parau dan kelumpuhan otot-

otot pernafasan.

Albuminuria sebagai akibat dari komplikasi ke ginjal. 

III.13. Prognosa

Sebelum adanya antitoksin dan antibiotika, angka kematian mencapai 30-50

%. Dengan adanya antibiotik dan antitoksin maka kematian menurun menjadi 5-10%

dan sering terjadi akibat miokarditis.

Page 30: Referat Difteri Tonsil Editan

8/10/2019 Referat Difteri Tonsil Editan

http://slidepdf.com/reader/full/referat-difteri-tonsil-editan 30/31

30

Prognosa tergantung pada :

1.  Usia penderita

Makin rendah makin jelek prognosa. Kematian paling sering ditemukan pada

anak-anak kurang dari 4 tahun dan terjadi sebagai akibat tercekik oleh membran

difterik.

2.  Waktu pengobatan antitoksin

Sangat dipengaruhi oleh cepatnya pemberian antitoksin.

3. 

Tipe klinis difteri

Mortalitas tertinggi pada difteri faring-laring (56,8%) menyusul tipe nasofaring

(48,4%) dan faring (10,5%)

4.  Keadaan umum penderita

Prognosa baik pada penderita dengan gizi baik.

Difteri yang disebabkan oleh strain gravis biasanya memberikan prognosis

 buruk. Semakin luas daerah yang diliputi membran difteri, semakin berat penyakit

yang diderita. Difteri laring lebih mudah menimbulkan akibat fatal pada bayi atau

 pada penderita tanpa pemantauan pernafasan ketat. Terjadinya trombositopenia

amegakariositik atau miokarditis yang disertai disosiasi atrioventrikuler

menggambarkan prognosis yang lebih buruk.5

Page 31: Referat Difteri Tonsil Editan

8/10/2019 Referat Difteri Tonsil Editan

http://slidepdf.com/reader/full/referat-difteri-tonsil-editan 31/31

DAFTAR PUSTAKA

1. 

Anonim, Diphtheria- the Disease. Online diakses dari www.who.int tanggal akses 10

 januari 2015 

2. 

 Atkinson W, Hamborsky J, Wolfe S, 2012. Diphtheria. Epidemiology and Prevention

of Vaccine-Preventable Diseases. Ed. 12 Washington DC: Public Health Foundation

3.  Anatomi dan fisiologi untuk pemula

4.  Guyton

5. 

Maqbool.M , Textbook of Ear, Nose, and Throat. Ed 11. New Delhi:  Jaypee Brother

 Publisher. 2007 p327-329

6.  Harris JP, Michael H. Weisman.  Head and neck manifestations of systemic disease.

USA:Informa Healthcare, 2007 p 147-151 7.   Demirci. C.S et all. Pediatric Diphtheria. Online dari http://emedicine.medscape.com/

tanggal akses 30 Desember 2014

8. 

Feigin RD, Stechenberg BW, Nag PK. Textbook of Pediatric Infectious Disease. 6th

ed. Philadelphia:Saunders; 2009. p 1393-1401

9.  Behrman RE, Kliegman RM, Jenson HB. Ilmu Kesehatan Anak Nelson, Vol.II.

Jakarta: EGC, 2000

10. 

Soepardi E., Iskandar N. Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala, Leher . Edisi Kelima.

Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta: FKUI 2004