referat finish dub

31
BAB 1 PENDAHULUAN Gangguan haid atau disebut juga dengan perdarahan uterus disfungsional merupakan keluhan yang sering menyebabkan seorang perempuan datang berobat ke dokter atau tempat pertolongan pertama lainnya. Keluhan gangguan haid bervariasi dari ringan sampai berat dan tidak jarang menyebabkan rasa frustasi baik bagi penderita maupun dokter yang merawatnya. Hampir semua wanita pernah mengalami gangguan haid selama masa hidupnya. 1,2 Gangguan ini dapat berupa kelainan siklus atau perdarahan. Masalah ini dihadapi oleh wanita usia remaja, reproduksi dan klimakterik. Haid yang tidak teratur pada masa 3-5 tahun setelah menarche dan pramenopause (3-5 tahun menjelang menopause) merupakan keadaan yang lazim dijumpai. Tetapi pada masa reproduksi (umur 20-40 tahun), haid yang tidak teratur bukan merupakan keadaan yang lazim, karena selalu dihubungkan dengan keadaan abnormal. Perdarahan abnormal dari uterus tanpa disertai kelainan organik, hematologik, melainkan hanya merupakan gangguan fungsional disebut sebagai perdarahan uterus disfungsional. Berdasarkan gejala klinis perdarahan uterus disfungsional dibedakan dalam bentuk akut dan kronis. Sedangkan secara kausal perdarahan uterus disfungsional mempunyai dasar ovulatorik (10% - 20 %) dan anovulatorik (80% - 90 %). 1 Perdarahan uterus disfungsional akut umumnya dihubungkan dengan keadaan anovulatorik, tetapi perdarahan uterus

Upload: renny-widiastuti

Post on 28-Apr-2017

240 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: Referat Finish Dub

BAB 1

PENDAHULUAN

Gangguan haid atau disebut juga dengan perdarahan uterus disfungsional merupakan

keluhan yang sering menyebabkan seorang perempuan datang berobat ke dokter atau tempat

pertolongan pertama lainnya. Keluhan gangguan haid bervariasi dari ringan sampai berat dan

tidak jarang menyebabkan rasa frustasi baik bagi penderita maupun dokter yang merawatnya.

Hampir semua wanita pernah mengalami gangguan haid selama masa hidupnya. 1,2

Gangguan ini dapat berupa kelainan siklus atau perdarahan. Masalah ini dihadapi oleh

wanita usia remaja, reproduksi dan klimakterik. Haid yang tidak teratur pada masa 3-5 tahun

setelah menarche dan pramenopause (3-5 tahun menjelang menopause) merupakan keadaan

yang lazim dijumpai. Tetapi pada masa reproduksi (umur 20-40 tahun), haid yang tidak

teratur bukan merupakan keadaan yang lazim, karena selalu dihubungkan dengan keadaan

abnormal. Perdarahan abnormal dari uterus tanpa disertai kelainan organik, hematologik,

melainkan hanya merupakan gangguan fungsional disebut sebagai perdarahan uterus

disfungsional. Berdasarkan gejala klinis perdarahan uterus disfungsional dibedakan dalam

bentuk akut dan kronis. Sedangkan secara kausal perdarahan uterus disfungsional mempunyai

dasar ovulatorik (10% - 20 %) dan anovulatorik (80% - 90 %). 1

Perdarahan uterus disfungsional akut umumnya dihubungkan dengan keadaan

anovulatorik, tetapi perdarahan uterus disfungsional kronis dapat terjadi pula pada siklus

anovulatorik. Walaupun ada ovulasi tetapi pada perdarahan uterus disfungsional anovulatorik

ditemukan umur korpus luteum yang memendek, memanjang atau insufisiensi. Pada

perdarahan uterus disfungsional anovulatorik, akibat tidak terbentuknya korpus luteum aktif

maka kadar progesteronnya rendah dan ini menjadi dasar bagi terjadinya perdarahan.3

Siklus haid normal adalah sekitar 28 dengan dan volume darah sekitar 33,3± 16ml.

Perdarahan uterus disfungsional (PUD) adalah diagnosis pengecualian ketika tidak ada

kelainan patologi pada panggul atau menyebabkan medis lain. PUD biasanya ditandai dengan

aliran menstruasi yang berkepanjangan dengan atau tanpa perdarahan yang berat. Ini

mungkin terjadi dengan atau tanpa ovulasi. 3

Menorrhagia (hypermenorrhoea) didefinisikan sebagai siklus perdarahan menstruasi

yang terjadi selama beberapa siklus berturut-turut selama pada tahun reproduksi. Secara

obyektif menorrhagia didefinisikan sebagai kehilangan darah lebih dari 80 ml per siklus,

Page 2: Referat Finish Dub

persentil ke-90 di sebuah studi dari 476 wanita Gothenberg diterbitkan oleh Hallberg et al.

pada tahun 1966. Perdarahan bulanan lebih dari 60 ml dapat mengakibatkan anemia dengan

defisiensi zat besi dan dapat mempengaruhi kualitas hidup. Penderita perdarahan uterus

disfungsional akut biasanya datang dengan perdarahan banyak, sehingga cepat ditangani

karena merupakan keadaan gawat darurat dan memerlukan perawatan di rumah sakit.

Sedangkan perdarahan uterus disfungsional kronis dengan perdarahan sedikit-sedikit dan

berlangsung lama bukan merupakan keadaan gawat darurat. Meskipun tidak darurat tetapi

perdarahan uterus disfungsional kronis justru memerlukan perhatian yang sungguh-sungguh

sehubungan dengan dampak jangka panjang yang ditimbulkannya seperti anemia sekunder,

yang dapat menganggu fungsi reproduksi. 3

Page 3: Referat Finish Dub

BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Definisi 1,3

Perdarahan bukan haid adalah perdarahan yang terjadi dalam masa antar 2 haid.

Perdarahan itu tampak terpisah dan dapat dibedakan dari haid atau 2 jenis perdarahan ini

menjadi satu yaitu yang pertama metroragia dan yang kedua menometroragia. Metroragia

adalah perdarahan antar siklus haid yang ireguler dan kadang dengan durasi yang lebih lama

manakala menometrorhagia adalah perdarahan yang berlebihan dan durasi lama dengan

interval yang lebih sering.

Dysfunctional uterine bleeding (DUB) atau perdarahan uterus disfungsional adalah

perdarahan abnormal yang dapat terjadi di dalam siklus maupun di luar siklus

menstruasi, karena gangguan fungsi mekanisme pengaturan hormon (hipotalamus – hipofisis

– ovarium - endometrium), tanpa kelainan organik ( RCOG, 2007). Perdarahan ini juga

didefinisikan sebagai menstruasi yang banyak dan/atau tidak teratur tanpa adanya

patologi pelvik yang diketahui, kehamilan atau gangguan perdarahan umum.

2. 2 Siklus Menstruasi Normal 2,5,6,7,12,13,14

Menstruasi normal terjadi akibat turunnya kadar progesteron dari endometrium

yang kaya estrogen. Siklus menstruasi yang menimbulkan ovulasi disebabkan interaksi

kompleks antara berbagai organ. Disfungsi pada tingkat manapun dapat mengganggu

ovulasi dan siklus menstruasi. Siklus menstruasi normal terjadi setiap 21-35 hari dan

berlangsung sekitar 2-7 hari. Pada saat menstruasi, jumlah darah yang hilang

diperkirakan 35-150 ml, biasanya berjumlah banyak hingga hari kedua dan selanjutnya

berkurang sampai menstruasi berakhir (Wiknjosastro, dkk, 2007).

Siklus menstruasi normal dapat dibagi menjadi 2 segmen yaitu, siklus ovarium

(indung telur) dan siklus uterus (rahim). Siklus indung telur terbagi lagi menjadi 2 bagian,

yaitu siklus folikular dan siklus luteal, sedangkan siklus uterus dibagi menjadi masa

proliferasi (pertumbuhan) dan masa sekresi. Siklus haid normal adalah sekitar 28 dengan dan

volume darah sekitar 33,3± 16ml. ( Winkjosastro,dkk, 2009 )

Page 4: Referat Finish Dub

Perubahan di dalam rahim merupakan respon terhadap perubahan hormonal. Rahim

terdiri dari 3 lapisan yaitu perimetrium (lapisan terluar rahim), miometrium (lapisan otot

rehim, terletak di bagian tengah), dan endometrium (lapisan terdalam rahim).  Endometrium

adalah lapisan yang berperan di dalam siklus menstruasi. 2/3 bagian endometrium disebut

desidua fungsionalis yang terdiri dari kelenjar, dan 1/3 bagian terdalamnya disebut sebagai

desidua basalis. Siklus menstruasi normal berlangsung selama 21-35 hari, 2-8 hari adalah

waktu keluarnya darah haid yang berkisar 20-60 ml per hari.

Sistem hormonal yang mempengaruhi siklus menstruasi adalah:

1. FSH-RH (follicle stimulating hormone releasing hormone) yang dikeluarkan

hipotalamus untuk merangsang hipofisis mengeluarkan FSH

2. LH-RH (luteinizing hormone releasing hormone) yang dikeluarkan hipotalamus untuk

merangsang hipofisis mengeluarkan LH

3. PIH (prolactine inhibiting hormone) yang menghambat hipofisis untuk mengeluarkan

prolaktin

Gambar 1 : gambar hormon siklus yang mempengaruhi siklus menstruasi 13

Pada setiap siklus menstruasi, FSH yang dikeluarkan oleh hipofisis merangsang

perkembangan folikel-folikel di dalam ovarium (indung telur). Pada umumnya hanya 1

folikel yang terangsang namun dapat perkembangan dapat menjadi lebih dari 1, dan folikel

tersebut berkembang menjadi folikel de graaf yang membuat estrogen. Estrogen ini menekan

Page 5: Referat Finish Dub

produksi FSH, sehingga hipofisis mengeluarkan hormon yang kedua yaitu LH. Produksi

hormon LH maupun FSH berada di bawah pengaruh releasing hormones yang disalurkan

hipotalamus ke hipofisis. Penyaluran RH dipengaruhi oleh mekanisme umpan balik estrogen

terhadap hipotalamus. Produksi hormon gonadotropin (FSH dan LH) yang baik akan

menyebabkan pematangan dari folikel de graaf yang mengandung estrogen. Estrogen

mempengaruhi pertumbuhan dari endometrium.

Di bawah pengaruh LH, folikel de graaf menjadi matang sampai terjadi ovulasi.

Setelah ovulasi terjadi, dibentuklah korpus rubrum yang akan menjadi korpus luteum, di

bawah pengaruh hormon LH dan LTH (luteotrophic hormones, suatu hormon gonadotropik).

Korpus luteum menghasilkan progesteron yang dapat mempengaruhi pertumbuhan kelenjar

endometrium. Bila tidak ada pembuahan maka korpus luteum berdegenerasi dan

mengakibatkan penurunan kadar estrogen dan progesteron. Penurunan kadar hormon ini

menyebabkan degenerasi, perdarahan, dan pelepasan dari endometrium. Proses ini disebut

haid atau menstruasi.

Apabila terdapat pembuahan dalam masa ovulasi, maka korpus luteum tersebut

dipertahankan. Pada tiap siklus dikenal 3 masa utama yaitu:

1. Masa menstruasi yang berlangsung selama 2-8 hari. Pada saat itu endometrium

(selaput rahim) dilepaskan sehingga timbul perdarahan dan hormon-hormon ovarium

berada dalam kadar paling rendah

2. Masa proliferasi dari berhenti darah menstruasi sampai hari ke-14. Setelah menstruasi

berakhir, dimulailah fase proliferasi dimana terjadi pertumbuhan dari desidua

fungsionalis untuk mempersiapkan rahim untuk perlekatan janin. Pada fase ini

endometrium tumbuh kembali. Antara hari ke-12 sampai 14 dapat terjadi pelepasan

sel telur dari indung telur (disebut ovulasi)

3. Masa sekresi. Masa sekresi adalah masa sesudah terjadinya ovulasi. Hormon

progesteron dikeluarkan dan mempengaruhi pertumbuhan endometrium untuk

membuat kondisi rahim siap untuk implantasi (perlekatan janin ke rahim)

Page 6: Referat Finish Dub

Siklus ovarium :

1. Fase folikular. Pada fase ini hormon reproduksi bekerja mematangkan sel telur yang

berasal dari 1 folikel kemudian matang pada pertengahan siklus dan siap untuk proses

ovulasi (pengeluaran sel telur dari indung telur). Waktu rata-rata fase folikular pada

manusia berkisar 10-14 hari, dan variabilitasnya mempengaruhi panjang siklus

menstruasi keseluruhan

2. Fase luteal. Fase luteal adalah fase dari ovulasi hingga menstruasi dengan jangka

waktu rata-rata 14 hari. Folikel menjadi korpus luteum. Mulai 10-12 hari setelah

ovulasi, korpus luteum mengalami regresi secara perlahan-lahan.

Gambar 2 : Gambar perubahan hormon selama siklus menstruasi 14

Siklus hormonal dan hubungannya dengan siklus ovarium serta uterus di dalam siklus

menstruasi normal:

Page 7: Referat Finish Dub

1. Setiap permulaan siklus menstruasi, kadar hormon gonadotropin (FSH, LH) berada

pada level yang rendah dan sudah menurun sejak akhir dari fase luteal siklus

sebelumnya

2. Hormon FSH dari hipotalamus perlahan mengalami peningkatan setelah akhir dari

korpus luteum dan pertumbuhan folikel dimulai pada fase folikular. Hal ini

merupakan pemicu untuk pertumbuhan lapisan endometrium

3. Peningkatan level estrogen menyebabkan feedback negatif pada pengeluaran FSH

hipofisis. Hormon LH kemudian menurun sebagai akibat dari peningkatan level

estradiol, tetapi pada akhir dari fase folikular level hormon LH meningkat drastis

(respon bifasik)

4. Pada akhir fase folikular, hormon FSH merangsang reseptor (penerima) hormon LH

yang terdapat pada sel granulosa, dan dengan rangsangan dari hormon LH, keluarlah

hormon progesteron

5. Setelah perangsangan oleh hormon estrogen, hipofisis LH terpicu yang menyebabkan

terjadinya ovulasi yang muncul 24-36 jam kemudian. Ovulasi adalah penanda fase

transisi dari fase proliferasi ke sekresi, dari folikular ke luteal

6. Kedar estrogen menurun pada awal fase luteal dari sesaat sebelum ovulasi sampai fase

pertengahan, dan kemudian meningkat kembali karena sekresi dari korpus lutk

mempersiapkan siklus berikutnya.

Fase – fase dalam siklus menstruasi

Setiap satu siklus menstruasi terdapat 4 fase perubahan yang terjadi dalam uterus.

Fase-fase ini merupakan hasil kerjasama yang sangat terkoordinasi antara hipofisis anterior,

ovarium, dan uterus. Fase-fase tersebut adalah :

1. Fase Menstruasi : fase endometrium terlepas dari dinding uterus dengan disertai

perdarahan dan lapisan yang masih utuh hanya stratum basale. Fase ini biasanya

berlangsung selama 3 – 4 hari.

2. Fase Pasca menstruasi : Fase ini, terjadi penyembuhan luka akibat lepasnya

endometrium. Kondisi ini mulai sejak fase menstruasi terjadi dan berlangsung selama

± 4 hari.

3. Fase proliferasi : Setelah luka sembuh, akan terjadi penebalan pada endometrium ±

3,5 mm. Fase ini berlangsung dari hari ke-5 sampai hari ke-14 dari siklus menstruasi.

Page 8: Referat Finish Dub

4. Fase sekresi : Fase ini berlangsung dari hari ke-14 sampai ke-28. Fase ini

endometrium kira-kira tetap tebalnya, tetapi bentuk kelenjar berubah menjadi panjang

berkelok-kelok dan mengeluarkan getah yang makin lama makin nyata. Bagian dalam

sel endometrium terdapat glikogen dan kapur yang diperlukan sebagai bahan makanan

untuk telur yang dibuahi.

2.3 Patofisiologi 6,8

Patologi DUB bervariasi. Gambaran penting salah satu kelompok DUB adalah

gangguan aksis hipotalamus - pituitari - ovarium sehingga menimbulkan siklus

anovulatorik. Kurangnya progesteron meningkatkan stimulasi esterogen terhadap

endometrium. Endometrium yang tebal berlebihan tanpa pengaruh progestogen, tidak

stabil dan terjadi pelepasan irreguler. Secara umum, semakin lama anovulasi maka

semakin besar resiko perdarahan yang berlebihan. Ini adalah bentuk DUB yang paling

sering ditemukan pada gadis remaja (Ely, et al, 2006; Walden, 2006). 6

Korpus luteum defektif yang terjadi setelah ovulasi dapat menimbulkan DUB

ovulatori. Hal ini menyebabkan stabilisasi endometrium yang tidak adekuat, yang

kemudian lepas secara irreguler. Pelepasan yang irreguler ini terjadi jika terdapat korpus

luteum persisten dimana dukungan progestogenik tidak menurun setelah 14 hari

sebagaimana normalnya, tetapi terus berlanjut diluar periode tersebut. Ini disebut DUB

ovulatori. Secara garis besar, kondisi di atas dapat terjadi pada siklus ovulasi (pengeluaran

sel telur/ovum dari indung telur), tanpa ovulasi maupun keadaan lain, misalnya pada

wanita premenopause (folikel persisten). Sekitar 90% perdarahan uterus disfungsional

(perdarahan rahim) terjadi tanpa ovulasi (anovulation) dan 10% terjadi dalam siklus

ovulasi (Behera, et al, 2006). 8

2.3.1 DUB pada siklus ovulasi 6

DUB pada siklus ovulasi adalah perdarahan rahim yang bisa terjadi pada

pertengahan menstruasi maupun bersamaan dengan waktu menstruasi. Perdarahan ini

terjadi karena rendahnya kadar hormon estrogen, sementara hormon progesteron tetap

terbentuk. Ovulasi abnormal (DUB ovulatori) terjadi pada 15 - 20 % pasien DUB dan

mereka memiliki endometrium sekretori yang menunjukkan adanya ovulasi setidaknya

intermitten jika tidak reguler. Pasien ovulatori dengan perdarahan abnormal lebih sering

memiliki patologi organik yang mendasari, dengan demikian mereka bukan pasien DUB

Page 9: Referat Finish Dub

sejati menurut definisi tersebut (Schrager, 2002). Secara umum, DUB ovulatori sulit untuk

diobati secara medis (RCOG, 2007).

2.3.2 DUB pada siklus tanpa ovulasi (anovulation) 2,4,6

DUB pada siklus tanpa ovulasi adalah perdarahan rahim yang sering terjadi

pada masa pre-menopause dan masa reproduksi. Hal ini karena tidak terjadi

ovulasi, sehingga kadar hormon estrogen berlebihan sedangkan hormon

progesteron rendah. Akibatnya dinding rahim (endometrium) mengalami

penebalan berlebihan (hiperplasi) tanpa diikuti penyangga (kaya pembuluh darah dan

kelenjar) yang memadai. Kondisi inilah penyebab terjadinya perdarahan rahim karena

dinding rahim yang rapuh. Anovulasi kronik adalah penyebab DUB yang paling sering.

Keadaan anovulasi kronik akibat stimulasi esterogen terhadap endometrium terus

menerus yang menimbulkan pelepasan irreguler dan perdarahan. Anovulasi sering

terjadi pada gadis perimenarche. Stimulasi esterogen yang lama dapat

menimbulkan pertumbuhan endometrium yang melebihi suplai darahnya dan terjadi

perkembangan kelenjar, stroma, dan pembuluh darah endometrium yang tidak

sinkron. Setiap kegagalan produksi progesteron juga dapat mempengaruhi

kelenjar, stroma, dan pembuluh darah endometrium. Kegagalan produksi

progesteron disebabkan berbagai etiologi endokrin seperti penyakit thiroid,

hiperprolaktinemia, dan tumor ovarium yang menghasilkan hormon, penyakit Cushing,

dan yang paling penting adalah sindroma ovarium polikistik atau sindroma Stein – Leventhal

(RCOG, 2007).

2.4 Gambaran Klinis DUB 2

Polymenorrhea (Sering,teratur dengan siklus kurang dari 21 hari)

Hypermenorrhea (Perdarahan yang banyak dalam siklus nomal)

Menorrhagia (Perdarahan yang lama dan banyak dalam siklus teratur)

metrorrhagia (Perdarahan yang terjadi diluar siklus biasanya)

menometrorrhagia (Perdarahan yang sering,dengan perdarahan yang banyak serta

waktu yang memanjang diluar siklus yang biasanya)

Perdarahan rahim yang dapat terjadi setiap saat dalam siklus menstruasi. Jumlah

perdarahan bisa sedikit dan terus - menerus atau banyak dan berulang. Kejadian

Page 10: Referat Finish Dub

tersering pada menarche (atau menarke: masa awal seorang wanita mengalami menstruasi)

atau masa pre-menopause.

2.4.1 DUB pada siklus ovulasi 6

Karakteristik DUB bervariasi, mulai dari perdarahan banyak tapi jarang, hingga

spotting atau perdarahan yang terus menerus. Perdarahan ini merupakan kurang lebih 10%

dari perdarahan disfungsional dengan siklus pendek (polimenorea) atau panjang

(oligomenorea). Untuk menegakan diagnosis perlu dilakukan kerokan pada masa

mendekati haid. Jika karena perdarahan yang lama dan tidak teratur sehingga siklus

haid tidal lagi dikenali maka kadang-kadang bentuk kurve suhu badan basal dapat

menolong (Strictland and Wall, 2006).

Jika sudah dipastikan bahwa perdarahan berasal dari endometrium tipe sekresi

tanpa ada sebab organik, maka harus dipikirkan sebagai etiologi:

1. Korpus luteum persistens yaitu dalam hal ini dijumpai perdarahan kadang-kadang

bersamaan dengan ovarium membesar. Dapat juga menyebabkan pelepasan

endometrium tidak teratur.

2. Insufisiensi korpus luteum dapat menyebabkan premenstrual spotting, menoragia atau

polimenorea. Dasarnya ialah kurangnya produksi progesteron disebabkan oleh

gangguan LH releasing faktor. Diagnosis dibuat, apabila hasil biopsi

endometrial dalam fase luteal tidak cocok dengan gambaran endometrium yang

seharusnya didapat pada hari siklus yang bersangkutan.

3. Apopleksia uteri: pada wanita dengan hipertensi dapat terjadi pecahnya pembuluh darah

dalam uterus.

4. Kelainan darah seperti anemia, purpura trombositopenik dan gangguan dalam

mekanisme pembekuan darah.

(RCOG, 2007)

2.4.2 DUB pada siklus tanpa ovulasi (anovulation)6

Perdarahan tidak terjadi bersamaan. Permukaan dinding rahim di satu bagian baru

sembuh lantas diikuti perdarahan di permukaan lainnya. Jadilah perdarahan rahim

berkepanjangan (Wiknjosastro, dkk, 2007).

Pada tipe ini berhubungan dengan fluktuasi kadar estrogen dan jumlah folikel

yang pada suatu waktu fungsional aktif. Folikel-folikel ini mengeluarkan estrogen

Page 11: Referat Finish Dub

sebelum mengalami atresia dan kemudian diganti oelh folikel-folikel baru . Endometrium

dibawah pengaruh estrogen akan tumbuh terus, dan dari endometrium yang mula-mula

proliferatif dapat terjadi endometrium hiperplastik kistik. Jika gambaran ini diperoleh

pada saat kerokan dapat diambil kesimpulan bahwa perdarahan bersifat anovulatoar

(Schrager, 2005).

Biasanya perdarahan disfungsional ini terjadi pada masa pubertas dan masa

pramenopause. Pada masa pubertas terjadi sesudah menarche, perdarahan tidak normal

disebabkan oleh gangguan atau terlambatnya proses maturasi pada hipotalamus, dengan

akibat bahwa pembuatan releasing factor dan hormon gonadotropin tidak sempurna.

Pada wanita dalam masa pramenopause proses terhentinya fungsi ovarium tidak selalu

berjalan lancar. Bila pada masa pubertas kemungkinan keganasan kecil sekali dan ada

harapan bahwa lambat laun keadaan menjadi normal dan siklus haid menjadi

ovulatoar. Sedangkan pada wanita dewasa dan terutama dalam masa pramenopause

dengan perdarahan tidak teratur mutlak diperlukan kerokan untuk menentukan ada

tidaknya tumor ganas (Strictland and Wall, 2006).

2.5 Faktor Penyebab 6

Hingga saat ini penyebab pasti perdarahan rahim disfungsional (DUB) belum

diketahui secara pasti. Beberapa kondisi yang dikaitkan dengan perdarahan rahim

disfungsional, antara lain :

Kegemukan (obesitas)

Faktor psikis

Alat kontrasepsi hormonal

Alat kontrasepsi dalam rahim (intra uterine devices)

Beberapa penyakit dihubungkan dengan perdarahan rahim (DUB), misalnya:

trombositopenia (kekurangan trombosit atau faktor pembekuan darah), diabetes

melitus, dan lain-lain

Walaupun jarang, perdarahan rahim dapat terjadi karena: tumor organ reproduksi,

kista ovarium (polycystic ovary disease), infeksi vagina, dan lain-lain.

(RCOG, 2007)

2.6 Diagnosis 8,10,11

Anamnesis dan pemeriksaan klinis yang lengkap harus dilakukan dalam

pemeriksaan pasien. Jika anamnesis dan pemeriksaan fisik menunjukkan adanya penyakit

Page 12: Referat Finish Dub

sistemik, maka penyelidikan lebih jauh mungkin diperlukan. Abnormalitas pada pemeriksaan

pelvis harus diperiksa dengan USG dan laparoskopi jika diperlukan. Perdarahan siklik

(reguler) didahului oleh tanda premenstruasi (mastalgia, kenaikan berat badan karena

meningkatnya cairan tubuh, perubahan mood, atau kram abdomen) lebih cenderung

bersifat ovulatori. Sedangkan, perdarahan lama yang terjadi dengan interval tidak teratur

setelah mengalami amenore berbulan - bulan, kemungkinan bersifat anovulatori.

(RCOG,2007)

Peningkatan suhu basal tubuh (0,3 - 0,6 ºC), peningkatan kadar progesteron serum

(> 3 µg/ml) dan atau perubahan sekretorik pada endometrium yang terlihat pada biopsi yang

dilakukan saat onset perdarahan, semuanya merupakan bukti ovulasi. Diagnosis DUB

setelah eksklusi penyakit organik traktus genitalia, terkadang menimbulkan kesulitan

karena tergantung pada apa yang dianggap sebagai penyakit organik, dan tergantung

pada sejauh mana penyelidikan dilakukan untuk menyingkirkan penyakit traktus genitalia

(Behera, et al, 2006).

Pasien berusia dibawah 40 tahun memiliki resiko yang sangat rendah mengalami

karsinoma endometrium, jadi pemeriksaan patologi endometrium bukan keharusan.

Pengobatan medis dapat digunakan sebagai pengobatan lini pertama dimana

penyelidikan secara invasif dilakukan hanya jika gejala menetap. Resiko karsinoma

endometrium pada pasien DUB perimenopause adalah sekitar 1%. Jadi, pengambilan

sampel endometrium penting dilakukan.

Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan umum dinilai adanya hipo/hipertiroid dan gangguan homeostasis

seperti ptekie, selain itu perlu diperhatikan tanda-tanda yang menunjuk kearah kemungkinan

penyakit metabolik, penyakit endokrin, penyakit menahun dan lain-lain.

Pada pemeriksaan ginekologik perlu dilihat apakah tidak ada kelainan-kelainan

organik, yang menyebabkan perdarahan abnormal (polip, ulkus, tumor, kehamilan

terganggu)1

Pemeriksaan penunjang:

1. Pemeriksaan darah: Hemoglobin, uji fungsi thiroid , dan kadar HCG, FSH, LH, Prolaktin

dan androgen serum jika ada indikasi atau skrining gangguan perdarahan jika ada

tampilan yang mengarah kesana.

2. Transvaginal sonografi dilakukan bila wanita memiliki:

Page 13: Referat Finish Dub

Umur ≥ 35

Memiliki risiko untuk mendapat kanker endometrium seperti diabetes, sindrom

polikistik ovari, anovulasi eugonodal kronik, hirsutism, kondisi ketidakstabilan

estrogen yang berkepanjangan.

Perdarahan terus - terusan walaupun dengan terapi hormon empirik.

Organ pelvik yang tidak bisa diperiksa secara adekuat sewaktu pemeriksaan fisik.

Bukti klinis mengarah ke abnormalitas ovari atau uterus.

Gambar 3 : Gambar Transvaginal sonografi 15

Transvaginal USG bisa mendeteksi abnormalitas struktur termasuk polip, fibroid,

masa lain, kanker endometrial dan area yang mengalami penebalan fokal endometriosis.

Sonohisterografi yaitu USG setelah dimasukkan saline ke uterus berguna dalam menentukan

samada perlu dilakukan histeroskopi (pemeriksaan yang lebih invasif) dan merancang reseksi

masa intraunterine.

3. Deteksi patologi endometrium melalui (a) dilatasi dan kuretase dan (b)

histeroskopi. Wanita tua dengan gangguan menstruasi, wanita muda dengan

perdarahan tidak teratur atau wanita muda (< 40 tahun) yang gagal berespon terhadap

pengobatan harus menjalani sejumlah pemeriksaan endometrium. Penyakit organik

traktus genitalia mungkin terlewatkan bahkan saat kuretase. Maka penting untuk

melakukan kuretase ulang dan investigasi lain yang sesuai pada seluruh kasus perdarahan

uterus abnormal berulang atau berat. Pada wanita yang memerlukan investigasi,

Page 14: Referat Finish Dub

histeroskopi lebih sensitif dibandingkan dilatasi dan kuretase dalam mendeteksi

abnormalitas endometrium.

Pada wanita yang memerlukan investigasi, histeroskopi (biopsi secara langsung) lebih

sensitif dibandingkan dilatasi dan kuretase dalam mendeteksi abnormalitas endometrium.

Histereskopi hanya bisa dilakukan jika terapi medikamentosa gagal, perdarahan menstruasi

persisten irreguler/ persistent erratic menstrual bleeding atau transvaginal saline sonografi

menunjukkan patologi intrauterine lokal seperti polip atau mioma. Wanita dengan umur lebih

40 tahun atau dengan berat badan sama atau lebih dari 90kg lebih sering digunakan tehnik ini

untuk mendapatkan sampel karena risiko untuk mendapat kanker lebih tinggi dan untuk

menyingirkan kemungkinan penyebab-penyebab memerlukan tes yang banyak dan masa

lebih lama.7

Gambar 4 : Hysteeroscopy15

Laparoskopi: Laparoskopi bermanfaat pada wanita yang tidak berhasil dalam uji coba

terapeutik.

(Behera, et al, 2006)

2.7 Penatalaksanaan 8

Setelah menegakkan diagnosa dan setelah menyingkirkan berbagai kemungkinan

kelainan organik, teryata tidak ditemukan penyakit lainnya, maka langkah selanjutnya

adalah melakukan prinsip-prinsip pengobatan sebagai berikut:

1. Menghentikan perdarahan.

2. Mengatur menstruasi agar kembali normal

3. Transfusi jika kadar hemoglobin (Hb) kurang dari 8 gr%.

Page 15: Referat Finish Dub

2.7.1 Menghentikan perdahan 8,9,16

Menurut The Royal College of Obstetricians and Gynecologist (2007), langkah-langkah

upaya menghentikan perdarahan adalah sebagai berikut:

Kuret (curettage)

Hanya untuk wanita yang sudah menikah. Tidak bagi gadis dan tidak bagi

wanita menikah tapi belum sempat berhubungan intim.

Obat (medikamentosa)

1. Golongan estrogen.

Pada umumnya dipakai estrogen alamiah, misalnya: estradiol valerat (nama

generik) yang relatif menguntungkan karena tidak membebani kerja liver dan tidak

menimbulkan gangguan pembekuan darah. Jenis lain, misalnya: etinil estradiol, tapi obat ini

dapat menimbulkan gangguan fungsi liver.

Dosis dan cara pemberian:

Estrogen konjugasi (estradiol valerat): 2,5 mg diminum selama 7-10 hari.

Benzoas estradiol: 20 mg disuntikkan intramuskuler. (melalui bokong)

Jika perdarahannya banyak, dianjurkan masuk Rumah Sakit (rawat inap), dan

diberikan Estrogen konyugasi (estradiol valerat): 25 mg secara intravena

(suntikan lewat selang infus) perlahan-lahan (10-15 menit), dapat diulang tiap 3-

4 jam. Tidak boleh lebih 4 kali sehari.

Estrogen intravena dosis tinggi (estrogen konjugasi 25 mg setiap 4 jam sampai

perdarahan berhenti) akan mengontrol secara akut melalui perbaikan proliferatif

endometrium dan melalui efek langsung terhadap koagulasi, termasuk peningkatan

fibrinogen dan agregasi trombosit. Terapi estrogen bermanfaat menghentikan

perdarahan khususnya pada kasus endometerium atrofik atau inadekuat. Estrogen juga

diindikasikan pada kasus DUB sekunder akibat depo progestogen (Depo Provera).

Kekurangan dari terapi ini adalah bahwa setelah suntikan dihentikan, perdarahan dapat

timbul lagi (Schrager, 2006).

2. Obat Kombinasi

Terapi siklik merupakan terapi yang paling banyak digunakan dan paling efektif.

Pengobatan medis ditujukan pada pasien dengan perdarahan yang banyak atau

perdarahan yang terjadi setelah beberapa bulan amenore. Cara terbaik adalah

memberikan kontrasepsi oral ; obat ini dapat dihentikan setelah 3 - 6 bulan dan dilakukan

Page 16: Referat Finish Dub

observasi untuk melihat apakah telah timbul pola menstruasi yang normal. Banyak pasien

yang mengalami anovulasi kronik dan diperlukan pengobatan berkelanjutan (Ely,et al, 2006).

Paparan estrogen kronik dapat menimbulkan perdarahan endometrium selama

penarikan progestin. Oleh karena itu dianjurkan untuk melakukan pengobatan menggunakan

kombinasi kontrasepsi oral dengan regimen menurun secara bertahap. Dua hingga empat pil

diberikan setiap hari, setiap enam hingga duabelas jam, selama 5 sampai 7 hari untuk

mengontrol perdarahan akut. Formula ini biasanya mengontrol perdarahan akut dalam 24

hingga 48 jam; penghentian obat akan menimbulkan perdarahan berat. Pada hari ke-5

mulai diberikan kontrasepsi oral siklik dosis rendah dan diulangi selama 3 siklus agar terjadi

regresi teratur endometrium yang berproliferasi berlebihan. Cara lain, dosis pil kombinasi

dapat diturunkan bertahap (4 kali sehari, kemudian 3 kali sehari, kemudian 2 kali sehari)

selama 3 hingga 6 hari, dan kemudian dilanjutkan sekali setiap hari (Ely, et al, 2006).

Kombinasi kontrasepsi oral menginduksi atrofi endometrium, karena paparan

estrogen progestin kronik akan menekan gonadotropin pituitari dan menghambat

steroidogenesis endogen. Kombinasi ini berguna untuk tatalaksana DUB jangka panjang pada

pasien tanpa kontraindikasi dengan manfaat tambahan yaitu mencegah kehamilan. Khususnya

untuk pasien perimenarche, perdarahan berat yang lama dapat mengelupaskan

endometrium basal, sehingga tidak responsif terhadap progestin. Kuretase untuk

mengontrol perdarahan dikontraindikasikan karena tingginya resiko terjadinya sinekia

intrauterin (sindroma Asherman) jika endometrium basal dikuret. Kontrasepsi oral aman

pada wanita hingga usia 40 dan diatasnya yang tidak obesitas, tidak merokok dan tidak

hipertensi.

3. Golongan progesteron

Pertimbangan di sini ialah bahwa sebagian besar perdarahan fungsional bersifat

anovulatoar, sehingga pemberian obat progesteron mengimbangi pengaruh estrogen

terhadap endometrium.

Obat untuk jenis ini, antara lain:

Medroksi progesteron asetat (MPA): 10-20 mg per hari, diminum selama 7-10

hari.

Norethisteron: 3×1 tan blet, diminum selama 7-10 hari.

Kaproas hidroksi-progesteron 125 mg secara intramuskular.

4. AINS (anti inflamasi non steroid)

Menorragia dapat dikurangi dengan obat anti inflamasi non steroid. Fraser dan

Shearman membuktikan bahwa AINS paling efektif jika diberikan selama 7 hingga 10 hari

Page 17: Referat Finish Dub

sebelum onset menstruasi yang diharapkan pada pasien DUB ovulatori, tetapi umumnya

dimulai pada onset menstruasi dan dilanjutkan selama espisode perdarahan dan berhasil baik.

Obat ini mengurangi kehilangan darah selama menstruasi (mensturual blood loss/MBL

dan manfaatnya paling besar pada DUB ovulatori dimana jumlah pelepasan prostanoid

paling tinggi (Slap, 2003).

2.7.2 Mengatur menstruasi agar kembali normal 6

Setelah perdarahan berhenti, langkah selanjutnya adalah pengobatan untuk

mengatur siklus menstruasi, misalnya dengan pemberian: Golongan progesteron: 2×1

tablet diminum selama 10 hari. Minum obat dimulai pada hari ke 14-15 menstruasi

(Strictland and Wall, 2003).

2.7.3 Transfusi jika kadar hemoglobin kurang dari 8 gr%. 6

Terapi ini mengharuskan pasien untuk menginap di Rumah Sakit atau klinik. Satu

kantong darah (250 cc) diperkirakan dapat menaikkan kadar hemoglobin (Hb) 0,75 gr

%. Ini berarti, jika kadar Hb ingin dinaikkan menjadi 10 gr% maka kurang lebih

diperlukan 4 kantong darah (Strictland and Wall, 2003).

Algoritma Tatalaksana PUD10

Page 18: Referat Finish Dub

2. 8 Prognosis

Dubia ad bonam bila segera ditangani

2.9 RINGKASAN

Hb <7,5 g/dL

-Estrogen konjugasi 2,5mg PO setiap 6 jam

- Prometasin 25mg PO/IM setiap 4-6jam/kebutuhan

-asam traneksamat 3x1g

-asam mafenamat 3x500mg (jika nyeri)

-dilatasi & kuratase (D&K) (jika masih berdarah dalam 12-24jam)

Teruskan pengobatan/berhenti: sesuai keinginan pasien

Infus RL, oksigen dan transfusi darah

Ya

Respon adekuat

Perdarahan akut berhenti:

-Obat Kombinasi : ulang siklus 3 bulan

-Kontraindikasi: Progestin selama 14 hari, berhenti selama 14 hari. Ulangi 3 bulan

Tidak

-USG TV/SIS

-biopsi endometrium

-ablasi endometrium

-reseksi histereskopi

-histerektomi

Hb masih dalam batas normal

Page 19: Referat Finish Dub

Perdarahan uterus disfungsional (PUD) atau dysfunctional uterine bleeding ( DUB )

adalah perdarahan abnormal yang dapat terjadi tanpa penyakit organik, karena gangguan

fungsi mekanisme pengaturan hormon (hipotalamus - hipofisis - ovarium axis). PUD

merupakan penyebab utama perdarahan vaginal abnormal sepanjang usia reprodutif wanita;

menarche dan premenopause. Anamnesis, pemeriksaan laboratorium dan penunjang yang

terarah penting dalam menegakkan diagnosa dan merancang terapi. Evaluasi dan mengikuti

perkembangan pasien selama terapi penting untuk melihat keberhasilan terapi. Pengobatan

medis dapat digunakan sebagai pengobatan lini pertama dimana penyelidikan secara invasif

dilakukan hanya jika simptom menetap. 10

Page 20: Referat Finish Dub

DAFTAR PUSTAKA

1. Behera M, Elia G, Price, T, Queenan J. 2006. Dysfunctional Uterine Bleeding.

Online: www.emedicine.com. Diakses tanggal 4 April 2014

2. Wiknjoksastro, Hanifa, dkk. 2007. Ilmu Kandungan Ed 2, Cet 5. Jakarta: Yayasan

Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

3. Gale Encyclopedia of Medicine. Copyright 2008 The Gale Group, Inc. All rights

reserved.Diunduhdarihttp://medicaldictionary.thefreedictionary.com/

Abnormal+uterine+bleeding.

4. A Estephan, MD. Dysfunctional uterine bleeding in emergency medicine. Diunduh

dari http://emedicine.medscape.com/article/795587-overview#a0104

5. Wiknjosastro H, Saifuddin AB, Rachimhadhi T. Ilmu Kandungan. Jakarta: Yayasan

Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 2007: 103-113

6. J V Pinkerton, MD. Dysfunctional uterine bleeding (DUB). Diunduh dari

http://www.merckmanuals.com/professional/gynecology_and_obstetrics/

menstrual_abnormalities/dysfunctional_uterine_bleeding_dub.html#v1062277 24

Oktober 2012

7. J O Schorge, J I Schaffer, L M Halvorson, B L Hoffman, K D Bradshaw, F G

Cunningham, et al. Reproductive endocrinology. Williams gynaecology. McGraw-

Hill Co. Inc. China: 2008

8. G A Vilos, MD. G Lefebvre, MD. G R Graves, MD. Guideline for the management

abnormal uterine bleeding. Diunduh dari

http://www.sogc.org/guidelines/public/106E-CPG-April2014.pdf

9. K Poppe. D Glinoer. B Velkenier. Thyroid autoimmunity and female infertility.

Diunduh dari

http://www.thyrolink.com/merck_serono_thyrolink/en/images/Thyroid-Inter-4-

2008_tcm1553_84956.pdf?Version=

10. A Hestiantoro SpOG, B Wiweko SpOG. Panduan tatalaksana perdarahan uterus

disfungsional. Himpunan endokrinologi-reproduksi dan fertilitas Indonesia.

Perkumpulan obstetri dan ginekologi Indonesia 2007. Diunduh dari

http://www.scribd.com/doc/97345251/Panduan-Tatalaksana-PUD

Page 21: Referat Finish Dub

11. Queenan, J. T., Elia, G. F. W., 2004. Dysfuntional Uterine Bleeding. Diakses dari

http://www.emedicine.com/

12. http://emedicine.medscape.com/article/795587-followup#a2651 diakses tanggal 5

April 2014 jam 14.21

13. http://img.medscape.com/pi/emed/ckb/obstetrics_gynecology/252558-1336968-

276110-1622624.jpg diakses tanggal 5 April 2014 jam 11.00

14. http://dentistryandmedicine.blogspot.com/2011/07/menstrual-cycle-gynecology-

lecture.html diakses tanggal 5 April 2014 jam 13.10

15. http://burndownblog.files.wordpress.com/2011/05/vaginal-sonogram.jpg diakses

tanggal 5 April 2014 jam 21.46

16. Mansjoer, A., et al., 2006. Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3. Media Aesculapius.

Jakarta.