referat kulit pioderma trisakti

29
DAFTAR ISI KATA PENGANTAR………………………………………………………………….1 DAFTAR ISI…………………………………………………………………………....2 BAB I. TINJAUAN PUSTAKA……………………………………………………….4 1. Definisi Pioderma ……………………………………………..……………………4 2. Etiologi Pioderma. ……………………………………………..……………………4 3. Epidemiologi Pioderma ……………………………………………………………..4 4. Faktor Predisposisi Pioderma……………………………………………….……….4 5. Klasifikasi Pioderma. …………………………………………..................................5 6. Pengobatan Pioderma ………………………………………………………………..5 7. Pemeriksaan Pioderma …………………………………………………………..…..6 8. Bentuk Pioderma………………………………………………………………..........6 BAB II. KESIMPULAN………………………………………………………………19 DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………………20

Upload: pandu-satya-widiarto

Post on 12-Apr-2016

79 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

RSUD KardinahMUTAQIEN

TRANSCRIPT

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR………………………………………………………………….1

DAFTAR ISI…………………………………………………………………………....2

BAB I. TINJAUAN PUSTAKA……………………………………………………….4

1. Definisi Pioderma ……………………………………………..……………………4

2. Etiologi Pioderma. ……………………………………………..……………………4

3. Epidemiologi Pioderma ……………………………………………………………..4

4. Faktor Predisposisi Pioderma……………………………………………….……….4

5. Klasifikasi Pioderma. …………………………………………..................................5

6. Pengobatan Pioderma ………………………………………………………………..5

7. Pemeriksaan Pioderma …………………………………………………………..…..6

8. Bentuk Pioderma………………………………………………………………..........6

BAB II. KESIMPULAN………………………………………………………………19

DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………………20

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

PIODERMA

1. Definisi

Pioderma ialah penyakit kulit yang disebabkan oleh Staphylococcus,

Streptococcus, atau oleh kedua-duanya. Kadang juga disebabkan oleh bakteri gram

negative seperi pseudomonas namun itu jarang terjadi dan efeknya biasanya lebih

parah.

2. Etiologi

Penyebab yang utama dari pioderma adalah Staphylococcus B hemolyticus,

Streptococcus aureus. Etiologinya kebanyakan oleh  Staphylococcus aureus,

merupakan sel-sel berbentuk bola atau coccus Gram positif yang berpasangan

berempat dan berkelompok. Staphylococcus aureus merupakan bentuk koagulase

positif, ini yang membedakannya dari spesies lain, dan merupakan patogen utama

bagi manusia. Pada Staphylococcus koagulase negatif merupakan flora normal

manusia. Staphylococcus menghasilkan katalase yang membedakannya dengan

streptococcus.

3. Epidemiologi

Pioderma merupakan penyakit yang paling sering dijumpai. Penyakit

ini berhubungan erat dengan keadaan sosial ekonomi. Tidak ada ras tertentu yang

cenderung terkena pioderma. Pioderma dapat menyerang laki-laki

maupun perempuan pada semua usia. Angka kejadian di Indonesia mengenai

pioderma dilaporkan mengenai 1,4% kasus pada dewasa dan 0,2% kasus pada anak-

anak.

1

4. Faktor Predisposisi

Higiene yang kurang

Menurunnya daya tahan tubuh, biasanya karena kelelahan, anemia, atau

penyakit-penyakit tertentu seperti penyakit kronis, neoplasma, dan diabetes

mellitus

Telah ada penyakit lain di kulit, hal ini dapat merangsang terjadinya

pioderma yang hampir bisa dipastikan akan memperparah penyakit kulit

sebelumnya tersebut, hal itu juga terjadi karena fungsi kulit sebagai

pelindung yang terganggu oleh penyakit. Karena terjadi kerusakan di

epidermis, maka fungsi kulit sebagai pelindung akan terganggu sehingga

memudahkan terjadinya infeksi.

5. Klasifikasi

Pioderma Primer

Infeksi terjadi pada kulit yang normal. Gambaran klinisnya tertentu,

penyebabnya biasanya satu macam mikroorganisme.

Pioderma Sekunder

Pada kulit telah ada penyakit kulit yang lain. Gambaran klinisnya tak khas

dan mengikuti penyakit yang telah ada. Jika penyakit kulit disertai pioderma

sekunder disebut impetigenisata, contohnya: dermatitis impetigenisata,

scabies impetigenisata. Tanda impetigenisata ialah jika terdapat pus, pustul,

bula purulen, krusta berwarna kuning kehijauan, pembesaran kelenjar getah

bening regional, leukositosis, dapat pula disertai demam.

6. Pengobatan Umum

Sistemik

Contoh obat untuk pengobatan pioderma

a. Penisilin G prokain dan semi-sintetiknya

- Penisilin G prokain, dosisnya 1,2 juta/hari i.m, obat ini sudah tidak

dipakai lagi karena dianggap tidak praktis dan pemakaiannya sering

menimbulkan syok anafilaktik

- Ampisillin, dosis 4×500 mg, ante cunam

2

- Amoksisilin, dosisnya sama dengan ampisilin, dipakai post-cunam

dan absorbsinya lebih cepat sehingga kadar dalam plasma lebih

tinggi.

- Golongan obat penisilin resisten-penisillinase, contohnya adalah

oksasillin, kloksasillin, dikloksasillin, flukloksasillin. Dosis 3×250

mg/hari ante-cunam. Kelebihan obat ini adalah juga berkashiat

pada Staphylococcus yang telah membentuk penisilinase.

b. Linkomisin dan Klindamisin

Dosis linkomisin, 3×500 mg/hari. Klindamisin diabsorbsi lebih banyak

karenanya dosisnya lebih kecil yaitu 4×150 mg/hari/os, pada infeksi berat

dosisnya 4×300-450 mg/hari. Linkomisin agar tidak dipakai lagi dan

digantikan oleh Klindamisin karena potensial antibakterinya lebih besar

dan efek sampingnya lebih sedikit dan tidak terlalu terhambat oleh

adanya makanan dalam lambung.

c. Eritromisin

Dosis 4×500 mg/hari/os. Efektivitasnya kurang dibandingkan

Linkomisin/klindamisin dan obat golongan penisilin resisten-

penisillinase. Cepat menyebabkan resistensi dan kadang terjadi tak enak

di lambung.

d. Sefalosporin

Bila terjadi pioderma berat yang dengat obat diatas tidak menunjukan

hasil maka dipakailah Sefalosporin. Ada empat generasi yang berkhasiat

untuk kuman gram positif yaitu generasi I juga generasi IV. Contohnya

adalah sefadoksil dari generasi I dengan dosis dewasa, 2×500 mg atau

2×1000 mg/hari

Topikal

Bermacam obat topikal dapat digunakan untuk pioderma, contohnya

basitrasin, neomisin, mupirosin. Neomisin berkhasiat juga untuk bakteri

gram negative, Neomisin dituliskan sering mengalami sensitisasi, sedangkan

teramisin dan kloramfenikol sebenarnya tidak terlalu efektif namun sering

3

dipakai karenanya harganya murah. Obat-obatan ini biasanya berbentuk

salep atau krim.

Selain itu juga baik agar diberikan kompres terbuka contohnya, larutan

permanganas kalikus 1/5000, larutan rivanol 1 o/oo dan yodium povidon 7,5

% yang dilarutkan 10 kali.

7. Pemeriksaan

Pada pemeriksaan laboratorik (darah tepi) terdapat leukositosis. Pada kasus yang

kronis dan sukar sembuh dilakukan kultur dan tes resistensi. Ada kemungkinan

penyebabnya bukan stafilokokus melainkan kuman negative-Gram. Hasil tes

resistensi hanya bersifat menyokong, invivo tidak selalu sesuai dengan in vitro.

Terdapat leukositosis pada pemeriksaan lab. Pada kasus yang sulit sembuh

dilakukan kultur dan tes resistensi. Ada kemungkinan penyebabnya bukan kedua

bakteri penyebab pioderma yang sering terjadi.

8. Bentuk Pioderma

a. IMPETIGO

Definisi : Impetigo adalah pioderma superficial (terbatas pada epidermis).

Klasifikasi : Terdapat 2 bentuk impetigo krustosa dan impetigo bulosa.

o Impetigo krustosa

Sinonim : Impetigo kontagiosa, impetigo vulgaris, impetigo Tillbury

FoX. Etiologi : Biasanya Streptococcus B hemolyticus.

Gejala klinis:

Tidak disertai gejala umum, hanya terdapat pada anak-anak.

Tempat predileksi di muka, yakni disekitar lubang hidung dan mulut

karena dianggap sumber infeksi dari daerah tersebut. Kelainan kulit

berupa eritema dan vesikel yang cepat memecah sehingga jika penderita

4

datang berobat yang terlihat ialah krusta tebal berwarna kuning seperti

madu. Jika dilepaskan akan tampak erosi di bawahnya. Sering krusta

menyebar ke perifer dan sembuh di bagian tengah.

Komplikasi : glomerulonefritis (2-5%) yang disebabkan oleh sero tipe

tertentu.

Diagnosa banding : Ektima

Pengobatan:

Jika krusta sedikit, dilepaskan dan diberi salep antibiotic, kalau banyak

diberi pula antibiotic sistemik.

Gambar1. Impetigo krustosa

o Impetigo bulosa

Sinonim : Impetigo vesiko-bulosa, cacar monyet.

Etiologi : Biasanya karena Staphylococcus aureus.

5

Gejala klinis :

Keadaan umum tidak dipengaruhi. Tempat predileksi di ketiak,

dada, punggung. Sering bersama-sama merialia. Terdapat pada anak dan

orang dewasa. Kelainan kulit berupa eritema, bula dan bula hipopin.

Kadang-kadang waktu penderita datang berobat, vesikel/bula telah

memecah sehingga yang tampak hanya koleret dan dasarnya masih

eritematosa.

Diagnosa banding :

Jika vesikel/bula telah pecah dan hanya terdapat koleret dan

eritema, maka mirip dermafitosis. Pada anamnesa hendaknya ditanyakan,

apakah sebelumnya terdapat lepuh. Jika ada, diagnosanya adalah

impetigo bulosa.

Pengobatan :

Jika terdapat hanya beberapa vesikel/bula, dipecahkan lalu diberi

salap antibiotik atau cairan antiseptik. Kalau banyak diberi pula antibiotic

sitemik. Faktor predisposisi dicari, jika karena banyak keringat, ventilasi

diperbaiki.

6

Gambar2. Impetigo bulosa

o Impetigo neonatorum

Penyakit ini merupakan varian impetigo bulosa yang terdapat

pada neonates. Kelainan kulit serupa impetigo bulosa hanya lokasinya

menyeluruh, dapat disertai demam.

Diagnosa banding :

Sifilis congenital. Pada penyakit ini bula juga terdapat ditelapak

tangan dan kaki, terdapat pula snuffle nose, saddle nose, dan pseudo

paralisis parrot.

7

Pengobatan :

Antibiotik harus diberikan secara sistemik. Topical dapat diberikan bedak

salisil 2%.

Gambar3. Impetigo neonatorum

b. FOLIKULITIS

Definisi : Radang folikel rambut.

Etiologi : Biasanya Staphylococcus aureus.

Klasifikasi

Folikulitis superfisialis: terbatas di dalam epidermis.

Sinonim : Impetigo Bockhart

Gejala klinis :

8

Tempat predileksi di tungkai bawah. Kelainan berupa papul atau pustul yang

eritomatosa da di tengahnya terdapat rambut, biasanya multiple.

Folikulitis profunda: sampai ke subkutan.

Gambaran klinisnya seperti di atas, hanya teraba infiltrate di subkutan.

Contohnya sikosis barbe yang berlokasi di bibir atas dan dagu, bilateral.

Diagnosa banding

Tinea barbe, lokasinya di mandibula/ submandibula, unilateral. Pada tenia

barbe sediaan dengan KOH positif.

Pengobatan: Antibiotic sistemik/ topical.

Gambar4. Folikulitis superfisialis

9

Gambar5. Folikulitis profunda

c. FURUNKEL/KARBUNKEL

Furunkel ialah radang folikel rambut dan sekitarnya. Jika lebih dari

sebuah disebut furunkulosis, Karbunkel ialah kumpulan furunkel. Biasanya

disebabkan oleh Staphylococcus aureus.

Keluhan yang muncul adalah nyeri, dengan kelainan berupa nodus eritem

berbentuk kerucut dengan pustule ditengahnya. Kemudian melunak menjadi

abses berisi pus dan jaringan nekrotik lalu memecah membentuk fistel.

Predileksi adalah tempat yang banyak friksi, misalnya aksila dan bokong.

Pengobatan jika hanya sedikit furunkel, cukup dengan antibiotic topical,

jika banyak perlu gabungan dengan antibiotic sistemik. Jika terjadi furunkulosis

atau karbunkel berulang-ulang cari faktor predisposisi, misalnya diabetes

mellitus.

10

Gambar 6. Karbunkel Gambar 7.Furunkel

d. EKTIMA

Ektima ialah ulkus superficial dengan krusta diatasnya disebabkan infeksi

Streptococcus, biasanya Streptococcus B hemolyticus. Gejala yang tampak

adalah krusta tebal berwarna kuning berlokasi di tungkai bawah, yaitu tempat

yang relative banyak trauma. Jika krusta diangkat ternyata lekat dan tampak

ulkus yang dangkal. Diagnosis bandingnya adalah impetigo krustosa,

perbedaannya, impetigo krustosa sering terjadi pada anak dan berlokasi di muka

dan dasarnya adalah erosi, ektima terjadi pada anak maupun dewasa tempat

predileksi tungkai bawah dan dasarnya adalah ulkus.

Pengobatan yang dipakai adalah krusta diangkat dan disalep antibiotik.

Jika banyak, gabungkan dengan antibiotic sistemik.

11

Gambar 8.Ektima

e. PIONIKA

Radang sekitar kuku oleh piokokus. Penyebabnya biasanya

Staphylococcus dan/atau Streptococcus B hemolyticus. Gejala klinis dari

penyakit ini adalah didahului trauma, mulai infeksi pada lipatan kuku, terlihat

tanda-tanda radang dan menjalar ke matriks dan lempeng kuku, dapat terbentuk

abses subungual.

Pengobatan kompres dengan larutan antiseptic dan berikan antibiotic

sistemik. Jika terjadi abses subungual, kuku diekstraksi.

Gambar 9. Pionika

12

f. ERISIPELAS

Erisipelas ialah penyakit infeksi akut, biasanya disebabkan oleh

Streptococcus B hemolyticus. Gejala klinis, demam, malaise. Lapisan kulit yang

diserang ialah epidermis dan dermis, didahului dengan trauma, tempat

predileksinya tungkai bawah. kelainan yang utama adalah eritema merah cerah,

berbatas tegas, dan pinggirnya meninggi dengan tanda radang akut. Dapat

disertai edem, vesikel dan bula. Terdapat leukosistosis. Jika sering residif

ditempat yang sama dapat terjadi elephantiasis.

Diagnosis bandingnya adalah selulitis, namun pada penyakit ini

infiltratnya di subkutan. Pengobatan terutama adalah istirahat, tungkai bawah

dan kaki yang diserang ditinggikan (elevasi), pengobatan sistemik dengan

antibiotic, topical diberikan kompres terbuka dengan larutan antiseptic. Jika

terjadi edem diberikan diuretic.

Gambar 10. Erysipelas

g. SELULITIS

Etiologi, gejala konstitusi, tempat predileksi, kelainan pemeriksaan laboratorium,

dan terapi sama dengan erysipelas. Kelainan kulit berupa infiltrate difus di

subkutan dengan tanda-tanda radang akut.

13

Gambar 11. Selulitis

h. FLEGMON

Selulitis yang mengalami supurasi. Terapi sama dengan selulitis hanya saja

ditambah dengan insisi.

Gambar 12. Flegmon

i. ULKUS PIOGENIK

Berbentuk ulkus, gambaran klinisnya tidak khas dengan disertai pus diatasnya.

Dibedakan dengan ulkus lain yang disebabkan oleh kuman gram negative

sehingga perlu dilakukan kultur.

j. ABSES MULTIPEL KELENJAR KERINGAT

14

Infeksi yang biasanya disebabkan oleh Staphylococcus aureus, pada

kelenjar keringat berupa abses multiple tak nyeri berbentuk kubah. Didapati pada

anak dengan faktor predisposisi berupa daya tahan tubuh yang menurun juga

banyak keringat, sehingga sering bersama denga miliaria. Kelainan berupa nodus

eritema, multiple, tidak nyeri, berbentuk kubah dan lama memecah. Lokasinya di

tempat yang banyak keringat.

Diagnosis bandingnya adalah furunkulosis, namuan furunkulosis terasa

nyeri dan bentuknya seperti kerucut, dengan pustule ditengah dan lebih cepat

memecah. Pengobatan yaitu antibiotic topical dan sistemik dengan tidak lupa

memperhatikan faktor predisposisi.

k. HIDRADENITIS

Infeksi kelenjar apokrin biasanya oleh Staphylococcus aureus. Sering

didahului oleh trauma, dengan gejala konstitusi berupa demam, malaise. Ruam

berupa nodus, dengan kelima tanda radang akut (rubor, dolor, kalor, tumor,

fungsiolesa). Kemudian dapat melunak menjadi abses, dan memecah membentuk

fistel yang disebut hidradenitis supuratif. Pada yang menahun dapat terbentuk

abses, fistel, sinus yang multiple. Terbanyak berlokasi di ketiak, juga di

perineum. Terdapat leukositosis.

Diagnosis bandingnya adalah skrofuloderma, perbedaannya pada

hidradenitis didahului tanda radang akut dan terdapat gejala konstitusi.

Pengobatan yang digunakan adalah antibiotic sistemik, jika telah terbentuk

abses, diinsisi. Jika belum melunak diberi kompres terbuka, pada kasus yang

kronik residif, kelenjar apokrin dieksisi.

15

Gambar 13. Hidradenitis

l. S4 (STAPHYLOCOCCAL SCALDED SKIN SYNDROME)

S4 pertama kali oleh Ritter von Rittershain, sehingga sering disebut

penyakit Ritter. S.S.S.S ialah infeksi kulit oleh Staphylococcus aureus tipe

tertentu dengan ciri yang khas ialah terdapatnya epidermolisis.

Penyakit ini terutama terdapat pada anak dibawah 5 tahun, pria lebih

banyak dari wanita. Etiologinya ialah Staphylococcus aureus grup II faga 52, 55

dan/atau faga 71.

Patogenesis.

Sebagai sumber infeksi ialah infeksi pada mata, hidung, tenggorok, dan

telinga. Eksotoksin yang dikeluarkan bersifat epidermolitik (epidermolin,

eksofoliatin) yang beredar di seluruh tubuh sampai pada epidermis dan

menyebabkan kerusakan. Pada kulit tidak selalu ditemukan kuman penyebab.

Fungsi ginjal yang baik diperlukan untuk mengekskresikan eksofoliatin, pada

16

bayi diduga fungsi ginjal belum sempurna sehingga penyakit ini terjadi pada

golongan usia tersebut.

Gejala Klinis.

Pada umumnya terdapat demam yang tinggi disertai infeksi disaluran

nafas bagian atas. Kelainan kulit yang pertama timbul adalah eritema, yang

timbul mendadak pada muka, leher, ketiak dan lipat paha, kemudian menyeluruh

dalam waktu 24 jam. Dalam waktu 1-2 hari akan muncul bula-bula berdinding

kendur, tanda nikolsky positif. Dalam 2-3 hari terjadi pengeriputan spontan

disertai pengelupasan lembaran-lembaran kulit sehingga tanpak daerah erosif.

Akibat epidermolisis tersebut gambarannya mirip dengan kambustio. Daerah-

daerah tersebut akan mongering dalam beberapa hari dan terjadi deskuamasi.

Penyembuhan penyakit akan terjadi setelah 10-14 hari tanpa disertai sikatriks.

Komplikasi

Meskipun dapat sembuh spontan, dapat pula terjadi komplikasi seperti

selulitis, pneumonia dan septicemia.

Pemeriksaan bakteriologi

Jika terdapat infeksi ditempat lain maka dapat dilakukan pemeriksaan

bakteriologi. Juga dilihat tipe kuman karena tidak semua Satphylococcus aureus

dapat menyebabkan penyakit ini, hanya tipe tertentu. Pada kulit tidak ditemukan

kuman penyebab karena kerusakan kulit akibat toksin.

Histopatologi

Terdapat gambaran yang khas yaitu terlihat lepuh intraepidermal, celah

terdapat di stratum granulosum, meskipun ruang lepuh sering mengandung sel-

sel akantolitik, epidermis sisanya tampaknya utuh tanpa disertai nekrosis sel.

17

Diagnosis banding

Penyakit ini mirip N.E.T (Nekrolisis Epidermal Toksik, bahkan pada

awalnya disebut N.E.T sebelum dilaporkan oleh Ritter). Perbedaannya S4

umumnya menyerang anak-anak dibawah usia 5 tahun, mulainya kelainan kulit

didaerah muka, leher, dan lipat paha, mukosa umumnya tidak diserang dan

angka kematian lebih rendah (meskipun begitu penyakit ini adalah pioderma

penyebab kematian paling mungkin). Kedua penyakit ini sulit dibedakan

sehingga ada baiknya dilakukan pemeriksaan histopatologi secara frozen section

agar hasilnya cepat diketahui, karena prinsip pengobatan keduanya berbeda.

Perbedaan terletak pada celah, S4 di stratum granulosum, N.E.T di sub

epidermal. Perbedaan lain pada N.E.T terdapat nekrosis disekitar celah dan

terdapat sel radang.

Pengobatan

Pengobatan antibiotik, kortikosteroid tidak perlu. Penisilin cukup efektif,

misalnya kloksasillin dengan dosis 3x250 mg untuk orang dewasa/hari/os. Pada

neonatus, dosisnya 3x50 mg/hari/os. Obat lain yang dapat diberikan ialah

klindamisin dan sefalosporin generasi I. topical dapat diberikan sufratulle, atau

krim antibiotic. Diperhatikan juga keseimbangan cairan dan elektrolit.

Prognosis

Kematian dapat terjadi terutama pada bayi berusia kurang dari 1 tahun

dengan prevalensi sekitar 1-10%. Penyebab utama kematian adalah tidak adanya

keseimbangan cairan dan elektrolit juga karena sepsis.

18

Gambar 14. S4 (Staphylococcal Scalded Skin Syndrome)

BAB II

KESIMPULAN

Pioderma ialah penyakit kulit yang disebabkan oleh Staphylococcus,

Streptococcus, atau oleh kedua-duanya. Pioderma merupakan penyakt yang sering

dijumpai. Dibagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas

Indonesia, insidennya menduduki tempat ketiga dan berhubungan erat dengan keadaan

sosial ekonomi. Faktor Predisposisi adalah higiene yang kurang, menurunnya daya tahan

tubuh, telah ada penyakit lain di kulit.

Karena disebabkan oleh bakteri, terapi yang diberikan menggunakan antibiotik

yang harus sesuai. Pioderma erat kaitannya dengan keadaan sosial ekonomi yang rendah

19

dan salah satu faktor predisposisinya adalah kurang hygiene. Ini merupakan masalah

yang penting untuk Negara yang berkembang seperti Indonesia. Sehingga diperlukan

peningkatan menjaga kebersihan untuk pencegahan terhadap penyakit pioderma.

DAFTAR PUSTAKA

1. Djuanda, Adhi. dkk. 2010. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi VI. Jakarta: Badan

Penerbit FKUI

2. Graham-Brown, Robin. 2005. Dermatologi Edisi VIII. Jakarta: Erlangga.

3. Siregar, R. S. 2004. Atlas Berwarna Penyakit Kulit. Jakarta: EGC.

20