referat mata - miopia
DESCRIPTION
Referat Mata - MiopiaTRANSCRIPT
Clinical Science Session
MIOPIA
Oleh:
Sukhvinder Singh 0810314160
Milfa Sari Muzamil 0910314184
Maryam Syifaurrahmah 1010312061
Abdullah Arief Syahputra 1010313024
Preseptor :
dr. M. Hidayat, Sp.M
BAGIAN ILMU KESEHATAN MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2014
i
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
nikmatnya berupa kesehatan, ilmu dan pikiran, sehingga penulis dapat menyelesaikan CSS yang
berjudul “Miopia”.
CSS ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan kepaniteraan klinik di
bagian Ilmu Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran Universitas Andalas RSUP DR.M.Djamil
Padang.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam CSS ini. Oleh karena itu
penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak.
Penulis berharap agar CSS ini bermanfaat dalam meningkatkan pengetahuan serta
pemahaman tentang “Miopia” terutama bagi penulis sendiri dan bagi teman – teman mahasiswa
yang tengah menjalani kepaniteraan klinik di bagian Ilmu Kesehatan Mata.
Padang, 19 Mei 2014
Penulis
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR……………………………………………………………… ii
DAFTAR ISI………………………………………………………………………... iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang……………………………………………………….. 1
1.2 Rumusan Masalah……………………………………………………. 2
1.3 Tujuan Penulisan……………………………………………………... 2
1.4 Metode Penulisan……………………………………………………... 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi………………….……………………………………………. 3
2.2 Epidemiologi…………………………………………………………. 4
2.3 Etiologi………………………………………………………………... 4
2.4 Patogenesis………………….………………………………………… 4
2.5 Klasifikasi………………...…………………………………………... 7
2.6 Manifestasi Klinis…………………………………………………..… 8
2.7 Diagnosis ……….…………………………………………………….. 8
2.8 Tatalaksana……………………………………………………………. 11
2.9 Intevensi Pencegahan Miopi………………………………………….. 12
2.10 Komplikasi…………………………………………………………… 14
2.11 Prognosis……………………………………………………………... 15
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan…………….……………………………………………… 16
DAFTAR PUSTAKA
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Miopia adalah suatu kelainan refraksi di mana sinar cahaya paralel yang memasuki mata secara
keseluruhan dibawa menuju fokus di depan retina. Miopia, yang umum disebut sebagai kabur jauh /
terang dekat (shortsightedness), merupakan salah satu dari lima besar penyebab kebutaan di seluruh
dunia. Dikatakan bahwa pada penderita miopia, tekanan intraokular mempunyai keterkaitan yang
cenderung meninggi pada tingkat keparahan miopia.1
Prevalensi miopia bervariasi berdasar negara dan kelompok etnis, hingga mencapai 70-90% di
beberapa negara Asia. Di Jepang diperkirakan lebih dari satu juta penduduk mengalami gangguan
penglihatan yang terkait dengan miopia tinggi. Berdasar bukti epidemiologis, prevalensi miopia terus
meningkat khususnya pada penduduk Asia. Selain pengaruh gangguan penglihatan, juga membebani
secara ekonomi. Sebagai contoh di Amerika Serikat, biaya terapi miopia mencapai sekitar $ 250 juta per
tahun. Di saat prevalensi miopia simpel meningkat, insidens miopia patologis turut meningkat. Karena
tidak ada terapi yang dapat membalikkan perubahan struktural pada miopia patologis, pencegahan miopia
telah lama menjadi tujuan dari penelitian para ahli. Pengertian terhadap mekanisme dan faktor-faktor
yang mempengaruhi pertumbuhan mata merupakan prasyarat mengembangkan strategi terapi tadi.2
1.2 Tujuan Penulisan
iv
Tujuan penulisan referat ini adalah untuk mengetahui epidemiologi, etiologi, patofisiologi,
gambaran klinis, terapi dan komplikasi serta prognosis miopia.
1.3 Batasan Masalah
Referat ini membahas secara ringkas tentang epidemiologi, etiologi, patofisiologi, gambaran
klinis, terapi dan komplikasi serta prognosis miopia.
1.4 Metode Penulisan
Referat ini disusun berdasarkan tinjauan kepustakaan yang merujuk kepada beberapa literatur.
BAB II
v
Sumber dikutip dari Medicastore.com4
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Miopia adalah suatu keadaan mata yang mempunyai kekuatan pembiasan sinar yang berlebihan
atau kerusakan refraksi mata sehingga sinar sejajar yang datang dibiaskan di depan retina atau bintik
kuning, dimana sistem akomodasi berkurang. Pasien dengan miopia akan menyatakan lebih jelas bila
melihat dekat, sedangkan kabur bila melihat jauh atau rabun jauh. Derajat miopia dapat dikategorikan,
yaitu :
Miopia ringan (0,25 - 3,00D)
Miopia sedang (3,00 – 6,00D)
Miopia berat / tinggi (>6,00D)3
Derajat myopia menurut perjalanannya;
vi
Myopia stasioner, myopia yang menetap setelah dewasa
Myopia progresif, myopia yang bertambah terus pada usia dewasa akibat bertambah panjangnya
sumbu bola mata
Myopia maligna, myopia yang berjalan progresif, yang dapat mengakibatkan ablasi retina dan
kebutaan atau sama dengan myopia pernisiosa = myopia maligna = myopia degenerative.
Trias akomodasi dekat :
1. Pupil mengecil (miosis)
2. Konvergensi
3. Akomodasi (lensa cembung)
2.2 Epidemiologi
Miopia memiliki insiden 2,1% di Amerika Serikat dan peringkat ke tujuh yang menyebabkan
kebutaan, serta tampak memiliki predileksi tinggi pada keturunan Cina, dan Jepang. Angka kejadiannya
lebih sering 2 kali lipat pada perempuan dibanding laki-laki. Keturunan kulit hitam biasanya bebas dari
kelainan ini.2
Menurut“National Eye Institute Study”, miopia merupakan penyebab kelima tersering yang
mengganggu penglihatan dan merupakan penyebab kutujuh yang tersering kebutaan di Amerika Serikat,
sedangkan di Inggris merupakan penyebab kebutaan tersering .2
2.3 Etiologi
Miopia tinggi dapat diturunkan, baik secara autosomal dominan maupun autosomal resesif.
Penurunan secara sex linked sangat jarang terjadi, biasanya terjadi pada miopia yang berhubungan dengan
vii
penyakit mata lain atau penyakit sistemik. Pada ras oriental, kebanyakan miopia tinggi diturunkan secara
autosomal resesif.1,2,3,5
Etiologi pasti pada miopia tidak diketahui dan banyak faktor memegang peranan penting dari
waktu kewaktu misalnya konvergen yang berlebihan, akomodasi yang berlebihan, lapisan okuler
kongestif, kelainan pertumbuhan okuler, avitaminosis dan disfungsi endokrin. Teori miopia menurut
sudut pandang biologi menyatakan bahwa miopia ditentukan secara genetik. Pengaruh faktor herediter
telah diteliti secara luas. Macam-macam faktor lingkungan prenatal, perinatal dan postnatal telah
didapatkan untuk operasi penyebab miopia.
Miopia dapat terjadi karena bola mata tumbuh terlalu panjang saat bayi. Dikatakan pula, semakin dini
seseorang terkena sinar terang langsung, semakin besar kemungkinannya untuk mengalami myopia.Hal
ini karena bola mata sedang dalam perkembangan cepat pada tahun-tahun awal kehidupan. Pada myopia,
panjang bola mata anteroposterior dapat terlalu besar atau kekuatan pembiasan media refraktif terlalu
kuat. Dikenal beberapa jenis myopia seperti :
1. Miopia refraktif, myopia yang terjadi akibat bertambahnya indeks bias media penglihatan,
disebabkan oleh penyimpanan tertentu sifat optic dari sistem lensa mata, mislanya kelainan
kelengkungan kornea atau indeks bias tertentu dari lensa seperti pada katarak intumesen dimana
lensa menjadi lebih cembung sehingga pembiasan lebih kuat. Sama dengan myopia bias atau
myopia indeks yang terjadi akibat pembiasan media penglihatan kornea dan lensa terlalu kuat.
2. Miopia aksial, myopia yang terjadi akibat memanjangnya sumbu bola mata dibandingkan
dengan kelengkungan kornea dan lensa yang normal yaitu melebihi 24mm. Dalam hal ini rasio
panjang mata (anteroposterior) dengan lebar mata (transversal) lebih besar dari 1. Panjangnya
sekitar 1mm sesuai dengan -0.3D. Peningkatan panjang mata dikatakan terjadi hanya pada siang
hari.
Selain itu penyebab myopia juga bisa diklasifikasikan sebagai berikut :
viii
1. Faktor Keturunan
Penelitian ginekologis telah memberikan banyak bukti bahwa factor keturunan merupakan etiologi utama
terjadinya myopia patologi. Cara transmisi dari myopia adalah autosomal resesif, autosomal dominan, sex
linked, dan derajat myopia yang diturunkan.
2. Faktor Kebiasaan
Antara kebiasaan yang dapat berpengaruh terhadap mata seperti kebiasaan melihat dekat pada waktu yang
lama, misalnya menonton tv atau komputer, melakukan pekerjaan yang memerlukan focus dekat pada
waktu yang lama. Kebiasaan membaca pada pencahayaan yang buruk juga menyebabkan eye
straint.Kebiasaan ini lebih berat efeknya jika pada usia anak-anak.
3. Faktor Perkembangan
Bukti yang ada menunjukkan bahwa factor prenatal dan perinatal turut berperan serta menyebabkan
myopia. Penyakit ibu yang dikaitkan dengan penderita myopia kongenital adalah hipertensi sistemik,
toksemia, dan penyakit retina. Faktor lainnya yang diduga berhubungan dengan myopia adalah berat
badan lahir rendah dan premature.
2.4 Patogenesis
Terjadinya elongasi sumbu yang berlebihan pada miopia patologi masih belum diketahui. Sama
halnya terhadap hubungan antara elongasi dan komplikasi penyakit ini, seperti degenerasi chorioretina,
ablasio retina dan glaucoma. Columbre dan rekannya, tentang penilaian perkembangan mata anak ayam
yang di dalam pertumbuhan normalnya, tekanan intraokular meluas ke rongga mata dimana sklera
berfungsi sebagai penahannya. Jika kekuatan yang berlawanan ini merupakan penentu pertumbuhan
ocular post natal pada mata manusia, dan tidak ada bukti yang menentangnya maka dapat pula
disimpulkan dua mekanisme patogenesis terhadap elongasi berlebihan pada miopia.1,2,3
i. Menurut tahanan sklera
ix
Mesadermal
Abnormalitas mesodermal sklera secara kualitas maupun kuantitas dapat mengakibatkan elongasi sumbu
mata. Percobaan Columbre dapat membuktikan hal ini, dimana pembuangan sebahagian masenkhim
sklera dari perkembangan ayam menyebabkan ektasia daerah ini, karena perubahan tekanan dinding
okular. Dalam keadaan normal sklera posterior merupakan jaringan terakhir yang berkembang.
Keterlambatan pertumbuhan strategis ini menyebabkan kongenital ektasia pada area ini. Sklera normal
terdiri dari pita luas padat dari bundle serat kolagen, hal ini terintegrasi baik, terjalin bebas, ukuran
bervariasi tergantung pada lokasinya. Bundle serat terkecil terlihat menuju sklera bagian dalam dan pada
zona ora equatorial. Bidang sklera anterior merupakan area crosectional yang kurang dapat diperluas
perunitnya dari pada bidang lain. Pada test bidang ini ditekan sampai 7,5 g/mm2. Tekanan intraokular
equivalen 100 mmHg, pada batas terendah dari stress ekstensi pada sklera posterior ditemukan 4 x dari
pada bidang anterior dan equator. Pada batas lebih tinggi sklera posterior kirakira 2 x lebih diperluas.
Perbedaan tekanan diantara bidang sklera normal tampak berhubungan dengan hilangnya luasnya bundle
serat sudut jala yang terlihat pada sklera posterior. Struktur serat kolagen abnormal terlihat pada kulit
pasien dengan Ehlers-Danlos yang merupakan penyakit kalogen sistematik yang berhubungan dengan
miopia.1
Ektodermal - Mesodermal
Vogt awalnya memperluasnya konsep bahwa miopia adalah hasil ketidak harmonisan pertumbuhan
jaringan mata dimana pertumbuhan retina yang berlebihan dengan bersamaan ketinggian perkembangan
baik koroid maupun sklera menghasilkan peregangan pasif jaringan. Meski alasan Vogt pada umumnya
tidak dapat diterima, telah diteliti ulang dalam hubungannya dengan miopia bahwa pertumbuhan koroid
dan pembentukan sklera dibawah pengaruh epitel pigmen retina. Pandangan baru ini menyatakan bahwa
epitel pigmen abnormal menginduksi pembentukan koroid dan sklera subnormal. Hal ini yang mungkin
menimbulkan defek ektodermal – mesodermal umum pada segmen posterior terutama zona oraequatorial
x
atau satu yang terlokalisir pada daerah tertentu dari pole posterior mata, dimana dapat dilihat pada miopia
patologik (tipe stafiloma posterior).1
ii. Meningkatnya suatu kekuatan yang luas
Tekanan intraokular basal
Contoh klasik miopia sekunder terhadap peningkatan tekanan basal terlihat pada glaucoma juvenil
dimana bahwa peningkatan tekanan berperan besar pada peningkatan pemanjangan sumbu bola mata.1
Susunan peningkatan tekanan
Secara anatomis dan fisiologis sklera memberikan berbagai respon terhadap induksi deformasi.
Secara konstan sklera mengalami perubahan pada stress. Kedipan kelopak mata yang sederhana dapat
meningkatkan tekanan intraokular 10 mmHg, sama juga seperti konvergensi kuat dan pandangan ke
lateral. Pada valsava manuver dapat meningkatkan tekanan intraokular 60 mmHg.Juga pada penutupan
paksa kelopak mata meningkat sampai 70 mmHg -110 mmHg. Gosokan paksa pada mata merupakan
kebiasaan jelek yang sangat sering diantara mata miopia, sehingga dapat meningkatkan tekanan
intraokular.1
2.5 Klasifikasi Miopia 1,3,5
Miopia Axial
Dalam hal ini, terjadinya miopia akibat panjang sumbu bola mata (diameter Antero-posterior), dengan
kelengkungan kornea dan lensa normal, refraktif power normal dan tipe mata ini lebih besar dari normal.
Miopia Kurvatura
Dalam hal ini terjadinya miopia diakibatkan oleh perubahan dari kelengkungan kornea atau perubahan
kelengkungan dari pada lensa seperti yang terjadi pada katarak intumesen dimana lensa menjadi lebih
cembung sehingga pembiasan lebih kuat, dimana ukuran bola mata normal.
Perubahan Index Refraksi
xi
Perubahan indeks refraksi atau miopia refraktif, bertambahnya indeks bias media penglihatan seperti yang
terjadi pada penderita Diabetes Melitus sehingga pembiasan lebih kuat.
Perubahan Posisi Lensa
Pergerakan lensa yang lebih ke anterior setelah operasi glaukoma berhubungan dengan terjadinya miopia.
2.6 Manifestasi Klinis1,3,6
Gejala umum miopia antara lain:
- Mata kabur bila melihat jauh
- Sering sakit kepala
- Menyipitkan mata bila melihat jauh (squinting / narrowing lids)
- Lebih menyukai pekerjaan yang membutuhkan penglihatan dekat disbanding pekerjaan yang
memerlukan penglihatan jauh.
Pada pemeriksaan mata didapatkan:
- Kamera Okuli Anterior lebih dalam
- Pupil biasanya lebih besar
- Sklera tipis
- Vitreus lebih cair
- Fundus tigroid
- Miopi crescent pada pemeriksaan funduskopi
2.7 Diagnosis 1,3,6
Gejala-gejala yang dapat ditemukan pada penderita miopiaantara lain adalah :
xii
Penglihatan kabur atau mata berkedip ketika mata mencoba melihat suatu objek dengan jarak
jauh (anak-anak sering tidak dapat membaca tulisan di papan tulis, tetapi dapat dengan mudah
membaca tulisan dalam sebuah buku).
Kelelahan mata
Sakit kepala
Pengujian atau test yang dapat dilakukan dengan pemeriksaan mata secara umum atau standar
pemeriksaan mata, terdiri dari : 3,6
1. Uji ketajaman penglihatan pada kedua mata dari jarak jauh (Snellen) dan jarak dekat (Jaeger).
2. Uji pembiasan, untuk menentukan benarnya resep dokter dalam pemakaian kaca mata.
3. Uji penglihatan terhadap warna, uji ini untuk meembuktikan kemungkinan ada atau tidaknya
kebutaan.
4. Uji gerakan otot-otot mata
5. Pemeriksaan celah dan bentuk tepat di retina
6. Mengukur tekanan cairan di dalam mata
7. Pemeriksaan retina
Gejala-gejala miopia juga terdiri dari gejala subjektif dan objektif. 1,3,6
Gejala subjektif :
Kabur bila melihat jauh
Membaca atau melihat benda kecil harus dari jarak dekat
Mata cepat lelah bila membaca (karena konvergensi yang tidak sesuai dengan akomodasi)
Astenovergens
Gejala objektif :
1. Miopia simpleks
xiii
Pada segmen anterior ditemukan bilik mata yang dalam da pupil yang relatif lebar. Biasanya
ditemukan bola mata yang agak menonjol.
Pada segmen posterior biasanya terdapat gambaran yang normal, atau dapat diserta kresen
miopia (miopic cresent) yang ringan di sekitar papil saraf optik.
2. Miopia patologik
Gambaran pada segmen anterior serupa dengan miopia simpleks
Gambaran yang ditemukan pada semen posterior berupa kelainan-kelainan pada :
Badan kaca, dapat ditemukan kekeruhan berupa pendarahan atau degenerasi yang
terlihat sebagai floaters, atau benda-benda yang mengapung dalam badan kaca.
Kadang-kadang ditemukan ablasio badan kaca yang dianggap belum jelas
hubungannya dengan keadaan miopia.
Papil saraf optik : terlihat pigmentasi peripapil, cresent miopia, papil terlihat labih
pucat yang meluas terutama ke bagian temporal. Cresent miopia dapat ke seluruh
lingkaran papil sehingga seluruh papil dikelilingi oleh daerah koroid yang atrofi dan
pigmentasi yang tidak teratur.
Makula berupa pigmentasi di daerah retina, kadang-kadang ditemukan perdarahan
subretina pada daerah makula.
Retina bagian perifer berupa degenerasi kista retina bagian perifer.
2.8 Tatalaksana 1,2,3,7
Koreksi terhadap miopia dapat dilakukan diantaranya dengan :
a. Koreksi Miopia dengan Penggunaan Kacamata
Penggunaan kacamata untuk pasien miopia masih sangat penting. Meskipun banyak pasien
miopia menggunakan lensa kontak, kacamata masih dibutuhkan. Pembuatan kacamata untuk miopia
membutuhkan keahlian khusus. Bingkai kacamata haruslah cocok dengan ukuran mata. Bingkainya juga
xiv
harus memiliki ukuran lensa yang kecil untuk mengakomodasi resep kacamata yang tinggi. penggunaan
indeks material lensa yang tinggi akan mengurangi ketebalan lensa. Semakin tinggi indeks lensa, semakin
tipis lensa. Pelapis antisilau pada lensa akan meningkatkan pengiriman cahaya melalui material lensa
dengan indeks yang tinggi ini sehingga membuat resolusi yang lebih tinggi.
b. Koreksi Miopia dengan Menggunakan Lensa Kontak
Cara yang disukai untuk mengoreksi kelainan miopia adalah lensa kontak. Banyak jenis lensa
kontak yang tersedia meliputi lensa kontak sekali pakai yang sekarang telah tersedia lebih dari -16.00
dioptri. Lensa kontak ada dua macam yaitu lensa kontak lunak (soft lens) serta lensa kontak keras (hard
lens). Pengelompokan ini didasarkan pada bahan penyusunnya. Lensa kontak lunak disusun oleh
hydrogels, HEMA (hydroksimethylmetacrylate) dan vinyl copolymer sedangkan lensa kontak keras
disusun dari PMMA (polymethylmetacrylate). Keuntungan lensa kontak lunak adalah nyaman, singkat
masa adaptasi pemakaiannya, mudah memakainya, dislokasi lensa yang minimal, dapat dipakai untuk
sementara waktu. Kerugian lensa kontak lunak adalah memberikan ketajaman penglihatan yang tidak
maksimal, risiko terjadinya komplikasi, tidak mampu mengoreksi astigmatisme, kurang awet serta
perawatannya sulit. Kontak lensa keras mempunyai keuntungan yaitu memberikan koreksi visus yang
baik, bisa dipakai dalam jangka waktu yang lama (awet), serta mampu mengoreksi astigmatisme kurang
dari 2 dioptri. Kerugiannya adalah memerlukan fitting yang lama, serta memberikan rasa yang kurang
nyaman.
Pemakaian lensa kontak harus sangat hati-hati karena memberikan komplikasi pada kornea,
tetapi komplikasi ini dikurangi dengan pemilihan bahan yang mampu dilewati gas O2. Hal ini disebut Dk
(gas Diffusion Coefficient), semakin tinggi Dk-nya semakin besar bisa mengalirkan oksigen, sehingga
semakin baik bahan tersebut. Lensa Kontak Ditinjau dari Segi Klinis
1. Lapang Pandangan
xv
Karena letak lensa kontak yang dekat sekali dengan pupil serta tidak memerlukan bingkai dalam
pemakaiannya, lensa kontak memberikan lapang pandangan yang terkoreksi lebih luas dibandingkan
kacamata. Lensa kontak hanya sedikit menimbulkan distorsi pada bagian perifer.
2. Ukuran Bayangan di Retina
Ukuran bayangan di retina sangat tergantung dari vertex distance (jarak verteks) lensa koreksi. Jika
dibandingkan dengan pemakaian kacamata, dengan koreksi lensa kontak, penderita miopia memiliki
bayangan yang lebih besar di retina, sedangkan pada penderita hipermetropia bayangan menjadi lebih
kecil.
3. Akomodasi
Dibandingkan dengan kacamata, lensa kontak meningkatkan kebutuhan akomodasi pada penderita miopia
dan menurunkan kebutuhan akomodasi pada penderita hipermetropia sesuai dengan derajat anomali
refraksinya. Pemilihan Lensa Kontak
c. Koreksi Miopia dengan LASIK
LASIK adalah suatu tindakan koreksi kelainan refraksi mata yang menggunakan teknologi laser
dingin (cold/non thermal laser) dengan cara merubah atau mengkoreksi kelengkungan kornea. Setelah
dilakukan tindakan LASIK, penderita kelainan refraksi dapat terbebas dari kacamata atau lensa kontak,
sehingga secara permanen menyembuhkan rabun jauh (miopia), rabun dekat (hipermetropia), serta mata
silinder (astigmatisme).
Untuk dapat menjalani prosedur LASIK perlu diperhatikan beberapa hal, yaitu:
a. Ingin terbebas dari kacamata dan lensa kontak
b. Kelainan refraksi:
Miopia sampai -1.00 sampai dengan - 13.00 dioptri.
Hipermetropia + 1.00 sampai dengan + 4.00 dioptri.
xvi
Astigmatisme 1.00 sampai dengan 5.00 dioptri
c. Usia minimal 18 tahun
d. Tidak sedang hamil atau menyusui
e. Tidak mempunyai riwayat penyakit autoimun
f. Mempunyai ukuran kacamata/ lensa kontak yang stabil selama paling tidak 6 (enam) bulan
g. Tidak ada kelainan mata, yaitu infeksi, kelainan retina saraf mata, katarak, glaukoma dan ambliopia
h. Telah melepas lensa kontak (Soft contact lens) selama 14 hari atau 2 (dua) minggu dan 30 (tiga puluh)
hari untuk lensa kontak (hard contact lens)
Adapun kontraindikasi dari tindakan LASIK antara lain:
a. Usia < 18 tahun / usia dibawah 18 tahun dikarenakan refraksi belum stabil.
b. Sedang hamil atau menyusui.
c. Kelainan kornea atau kornea terlalu tipis.
d. Riwayat penyakit glaukoma.
e. Penderita diabetes mellitus.
f. Mata kering
g. Penyakit : autoimun, kolagen
h. Pasien Monokular
i. Kelainan retina atau katarak
Sebelum menjalani prosedur LASIK, ada baiknya pasien melakukan konsultasi atau pemeriksaan
dengan dokter spesialis mata untuk dapat mengetahui dengan pasti mengenai prosedur / tindakan LASIK
baik dari manfaat, ataupun kemungkinan komplikasi yang dapat terjadi. Setelah melakukan konsultasi /
pemeriksaan oleh dokter spesialis mata, kemudian mata anda akan diperiksa secara seksama dan teliti
xvii
dengan menggunakan peralatan yang berteknologi tinggi (computerized) dan mutakhir sehingga dapat
diketahui apakah seseorang layak untuk menjalankan tindakan LASIK.
Persiapan calon pasien LASIK:
a. Pemeriksaan refraksi, slit lamp, tekanan bola mata dan finduskopi
b. Pemeriksan topografi kornea / keratometri / pakhimetri Orbscan
c. Analisa aberometer Zy Wave, mengukur aberasi kornea sehingga bisa dilakukan Custumize LASIK
d. Menilai kelayakan tindakan untuk menghindari komplikasi
Sebagian besar pasien yang telah melakukan prosedur atau tindakan LASIK menunjukan hasil yang
sangat memuaskan, akan tetapi sebagaimana seperti pada semua prosedur atau tindakan medis lainnya,
kemungkinan adanya resiko akibat dari prosedur atau tindakan LASIK dapat terjadi oleh sebagian kecil
dari beberapa pasien antara lain:
a. Kelebihan / Kekurangan Koreksi (Over / under correction). Diketahui setelah pasca tindakan LASIK
akibat dari kurang atau berlebihan tindakan koreksi, hal ini dapat diperbaiki dengan melakukan LASIK
ulang / Re-LASIK (enhancement) setelah kondisi mata stabil dalam kurun waktu lebih kurang 3 bulan
setelah tindakan.
b. Akibat dari menekan bola mata yang terlalu kuat sehingga flap kornea bisa bergeser (Free flap, button
hole, decentration flap). Flap ini akan melekat cukup kuat kira-kira seminggu setelah tindakan.
c. Biasanya akan terjadi gejala mata kering. Hal ini akan terjadi selama seminggu setelah tindakan dan
akan hilang dengan sendirinya. Pada sebagian kasus mungkin diperlukan semacam lubrikan tetes mata.
d. Silau saat melihat pada malam hari. Hal ini umum bagi pasien dengan pupil mata yang besar dan
pasien dengan miopia yang tinggi. Gangguan ini akan berkurang seiring dengan berjalannya waktu.
Komplikasi sangat jarang terjadi, dan keluhan sering membaik setelah 1-3 bulan.
Kelebihan Bedah Refraksi LASIK antara lain:
xviii
a. Anestesi topikal (tetes mata)
b. Pemulihan yang cepat (Magic Surgery)
c. Tanpa rasa nyeri (Painless)
d. Tanpa jahitan (Sutureless & Bloodless)
e. Tingkat ketepatan yang tinggi (Accuracy)
f. Komplikasi yang rendah
g. Prosedur dapat diulang (Enhancement)
d. Koreksi Miopia dengan Fotokoagulasi Laser
Bila terdapat choroidal neovascularization membrane dapat dilakukan argon laser fotokoagulasi tetapi
diharapkan pertimbangan pemanjangan dan peregangan bola mata sehingga sikatrik yang diakibatkan
oleh laser akan menambah peregangan pada bola mata.
e. Modifikasi Lingkungan
Beberapa penelitian mendukung efektivitas diet dalam pengelolaan myopia, tapi penelitian yang masih
belum mendukung. Telah dianjurkan pada penderita myopia yang terpapar secara genetic untuk
meningkatkan konsumsi protein hewani, mengurangi karbohidrat. Aktivitas lingkungan yang dianjurkan
adalah olahraga luar ruang missal jogging, namun aktivitas lain yang cenderung meningkatkan tekanan
intra kranial dan stress sebaiknya dihindari.
2.9 Intervensi Pencegahan Miopi 2,8
Kebanyakan anak-anak miopia hanya dengan miopia tingkat rendah hingga menengah,
tapi beberapa akan tumbuh secara progresif menjadi miopia tinggi. Faktor resiko terjadinya hal
tersebut antara lain faktor etnik, refraksi orangtua, dan tingkat progresi miopia. Pada anak-anak
tersebut, intervensi harus diperhitungkan.
xix
Pengontrolan miopia antara lain dengan:
Zat Sikloplegik
Berdasarkan laporan penelitian, pemberian harian atropin dan cyclopentolate mengurangi
tingkat progresi miopia pada anak-anak. Meskipun demikian, hal ini tidak sebanding dengan
ketidaknyamanan, toksisitas dan resiko yang berkaitan dengan sikloplegia kronis. Selain itu,
penambahan lensa plus ukuran tinggi (contoh: 2,50 D) diperlukan untuk melihat dekat karena
inaktivasi otot silier. Meskipun progresi melambat selama terapi, efek jangka panjang tidak
lebih dari 1-2 D.
Lensa plus untuk melihat dekat
Efektivitas pemakaian lensa bifokus untuk mengontrol miopia pada anak-anak masih
kontroversial, beberapa penelitian tidak menunjukkan reduksi progresi miopia yang
bermakna namun ada juga penelitian yang menemukan bahwa pemakaian lensa bifokus dapat
mengontrol miopia. Ukuran adisi dekat yang efektif masih diperdebatkan.
Lensa Kontak Rigid
Lensa kontak Rigid gas-permeable (RGP) dilaporkan efektif memperlambat tingkat progresi
miopia pada anak-anak. Pengontrolan miopia diyakini disebabkan karena perataan kornea.
Selama 3 tahun pemberian lensa kontak, ruang vitreus masih lanjut memanjang, hingga
kontrol miopia dengan RGP tidak mengurangi resiko berkembangnya sekuele miopia segmen
posterior. Bila pemakaian lensa kontak dihentikan muncul efek rebound seperti curamnya
kembali korenea (resteepening of the cornea)
Orthokeratology adalah fitting terprogram dengan sejumlah seri lensa kontak selama
periode beberapa minggu hingga beberapa bulan, guna meratakan kornea dan mengurangi
miopia. Kebanyakan pengurangan ini terjadi dalam 4-6 bulan. Namun, perubahan kelainan
xx
refraksi menuju keadaan awal terjadi bila pasien berhenti memakai lensa kontak. Mekanisme
pasti pemakaian RGP untuk tujuan ini masih belum jelas.
Bila membaca atau melakukan kerja jarak dekat secara intensif, istirahatlah tiap 30 menit.
Selama istirahat, berdirilah dan memandang ke luar jendela.
Bila membaca, pertahankan jarak baca yang cukup dari buku.
Pencahayaan yang cukup untuk membaca.
Batasi waktu bila menonton televisi dan video game. Duduk 5-6 kaki dari televisi.
Jenis-jenis intervensi lain seperti pemakaian vitamin, bedah sklera, obat penurun tekanan bola
mata, teknik relaksasi mata, akupunktur. Namun, efektivitasnya belum teruji dalam
penelitian.
2.10 Komplikasi1,6
Komplikasi miopia adalah :
1. Ablasio retina
Resiko untuk terjadinya ablasio retina pada 0D – (-4,75) D sekitar 1/6662. Sedangkan
pada (-5)D – (-9,75) D resiko meningkat menjadi 1/1335. Lebih dari (-10) D resiko ini menjadi
1/148. Dengan kata lain penambahan factor resiko pada miopia rendah tiga kali sedangkan
miopia tinggi meningkat menjadi 300 kali.
2. Vitreal Liquefaction dan Detachment
Badan vitreus yang berada di antara lensa dan retina mengandung 98% air dan 2% serat
kolagen yang seiring pertumbuhan usia akan mencair secara perlahan-lahan, namun proses ini
akan meningkat pada penderita miopia tinggi. Hal ini berhubungan denga hilangnya struktur
normal kolagen. Pada tahap awal, penderita akan melihat bayangan-bayangan kecil (floaters).
Pada keadaan lanjut, dapat terjadi kolaps badan viterus sehingga kehilangan kontak dengan
xxi
retina. Keadaan ini nantinya akan beresiko untuk terlepasnya retina dan menyebabkan kerusakan
retina. Vitreus detachment pada miopia tinggi terjadi karena luasnya volume yang harus diisi
akibat memanjangnya bola mata.
3. Miopic makulopati
Dapat terjadi penipisan koroid dan retina serta hilangnya pembuluh darah kapiler pada
mata yang berakibat atrofi sel-sel retina sehingga lapanagn pandang berkurang. Dapat juga
terjadi perdarahan retina dan koroid yang bisa menyebabkan kurangnya lapangan pandang. Miop
vaskular koroid/degenerasi makular miopic juga merupakan konsekuensi dari degenerasi
makular normal, dan ini disebabkan oleh pembuluh darah yang abnormal yang tumbuh di bawah
sentral retina.
4. Glaukoma
Resiko terjadinya glaukoma pada mata normal adalah 1,2%, pada miopia sedang 4,2%,
dan pada miopia tinggi 4,4%. Glaukoma pada miopia terjadi dikarenakan stress akomodasi dan
konvergensi serta kelainan struktur jaringan ikat penyambung pada trabekula.
5. Katarak
Lensa pada miopia kehilangan transparansi. Dilaporkan bahwa pada orang dengan miopia
onset katarak muncul lebih cepat.
2.11 Prognosis3,6
Diagnosis awal pada penderita miopia adalah sangat penting karena seorang anak yang
sudah positif miopia tidak mungkin dapat melihat dengan baik dalam jarak jauh.
xxii
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Miopia adalah suatu keadaan mata yang mempunyai kekuatan pembiasan sinar yang berlebihan
atau kerusakan refraksi mata sehingga sinar sejajar yang datang dibiaskan di depan retina atau
bintik kuning, dimana sistem akomodasi berkurang. Miopia, dibagi menjadi 4, yaitu miopia
axial, miopia kurvatura, perubahan index refraksi dan perubahan posisi lensa.
Gejala umum miopia adalah mata kabur bila melihat jauh, sering sakit kepala,
menyipitkan mata bila melihat jauh (squinting / narrowing lids) dan lebih menyukai pekerjaan
yang membutuhkan penglihatan dekat disbanding pekerjaan yang memerlukan penglihatan jauh.
Tatalaksana dari miopia adalah koreksi refraksi terhadap miopia, dengan cara memakai kacamata
dan lensa kontak sferis minus pada pasien.
xxiii
DAFTAR PUSTAKA
1. Sativa Oriza, 2003. Tekanan Intraokular Pada Penderita Myopia Ringan Dan Sedang.
Bagian Ilmu Penyakit Mata Universitas Sumatra Utara. Diakses dari e-medicine. Oktober
2008
2. American Optometric Association. Care of the Patient with Miopia. Diakses dari
http://www.aoa.org. Oktober 2008
3. Ilyas Sidarta, 2005. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Fakultas Kedokteran Indonesia
4. Medicastore. Kelainan Refraksi. Diakses dari medicastore.
5. Vaughan, DG. Asbury, T. Neurooftalmogy. Oftalmologi Umum edisi 14. 2000; 389-406
6. Ilyas, HS. 2003.Dasar-dasar Pemeriksaan mata dan penyakit mata, Cetakan I. Balai
Penerbit FKUI, Jakarta.
7. Ilyas, HS. 2002. Ilmu Penyakit Mata untuk Dokter Umum dan Mahasiswa Kedokteran
Edisi Dua, Perhimpunan Dokter Spesialis Mata Indonesia tahun 2002. Jakarta : Sagung
Seto.
8. Fredrick DR. Miopia. BMJ 2002;324;1195-1199. Diakses dari http :
//bmj.com/cgi/content/full/324/7347/1195 September 2006.
xxiv