referat nodul tiroid baru.doc
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
Pembesaran tiroid atau yang sering kita sebut goiter merupakan
suatu permasalahan klinik yang sering ditemukan, 5- 10% dari kasus
tersebut dapat berkembang menjadi nodul tiroid dan dari hasil survei di
Inggris dilaporkan prevalensi dari goiter maupun nodul tiroid mencapai
15%. Adanya penggunaan ultrasonografi (USG) dapat menditeksi nodul
tiroid mencapai 19- 67% pada wanita dan pada usia lanjut yang
sebelumnya pada perabaan tampak seperti kelenjar normal.1 Kanker
tiroid merupakan suatu keganasan pada kelenjar tiroid dalam bentuk
nodul. Kanker tiroid semakin sering ditemukan dengan insiden yang
semakin meningkat dari tahun ke tahun.Pada tahun 1973 sampai 2002
terjadi peningkatan kasus mencapai 2.4% pada kanker tiroid dan 2.9%
pada Papilary Thyroid Cancer (PTC).2,3
Secara klinis, nodul tiroid jinak sulit dibedakan dari nodul tiroid
ganas. Nodul tiroid yang ganas, dapat timbul dalam beberapa bulan
terakhir, tetapi dapat juga timbul sesudah mengalami pembesaran
kelenjar selama beberapa puluh tahun tanpa disertai adanya gejala klinis
yang berarti. Dalam beberapa penelitian, menjelaskan bahwa ada
beberapa hal yang dapat digunakan untuk menilai nodul tersebut bersifat
ganas atau tidak, antara lain adanya riwayat paparan sinar radiasi pada
daerah leher, usia saat nodul tesebut timbul dan konsistensi nodul.
Dasar pemikiran pengelolaan nodul tiroid adalah bagaimana
mendeteksi karsinoma yang mungkin ditemukan hanya pada sebagian
kecil pasien, serta menghindarkan pembedahan atau tindakan lain yang
sebenarnya tidak perlu pada sebagian besar lainnya. Untuk itu perlu
dipahami pathogenesis, karakteristik nodul serta penilaian risiko,
manfaat spesifik dan keterbatasan alat uji diagnostik serta jenis tindakan
atau pengobatan yang akan dilakukan.4
Adanya hipersensitivitas terhadap Thyroid Stimulating Hormone
sensitive (TSHs) , USG, Fine Needle Aspiration (FNA) dan Fine Needle
Aspiration Biopsy (FNAB) memungkinkan bagi klinisi untuk
melakukanevaluasi nodul tiroid secara cermat sampai didapatkan
diagnosis yang tepat. Penilaian serum TSHs memiliki sensitivitas yang
tinggi dalam menentukan adanya disfungsi dari tiroid. Tes hormon ini
diperiksa pertama kali untuk mengevaluasi adanya hiperplasia dan
keganasan dari kelenjar tiroid.1,4
BAB II
PEMBAHASAN
A. FISIOLOGI HORMON TIROID
a) Regulasi TSH
TSH dan Reseptor TSH (TSHR) merupakan merupakan protein
yang memegang peranan penting dalam pengendalian fungsi tiroid.
TSHR merupakan reseptor dari TSH yang terdapat di sel-sel folikel pada
kelenjar tiroid. TSH disintesis di dalam kelenjar pituitari dan bergerak
melalui aliran darah menuju ke kelenjar tiroid dan berikatan dengan
TSHR yang sebagian besar terdapat di dalam jaringan ekstraselular dan
sebagian kecil terdapat di jaringan instaselular.5,6 TSH mengikat bagian
ekstraselular dari reseptor dan mengaktifkan serangkaian reaksi yang
mengontrol perkembangan kelenjar tiroid dan fungsinya, antara lain
dapat memacu pengambilan yodium, organifikasi, produksi dan
pelepasan iodotiroid dari kelenjar untuk menghasilkan hormon tiroid
yang mengantur pertumbuhan, perkembangan otak dan metabolisme
tubuh, selain itu TSH berperan penting dalam proses pertumbuhan
kelenjar tiroid, melindungi sel dari apoptosis dan memainkan peranan
penting dari onkogen yang erat kaitannya dengan perkembangan tumor
tiroid pada anak-anak dan tumorgenesis pada orang dewasa.3,5,6
b) Peran TSH dalam Proses Terjadinya Kanker
Adanya faktor risiko sangat berperan penting dalam proses
perkembangan dari sel kanker salahsatunya antara lain faktor usia, jenis
kelamin laki-laki, ukuran nodul, selain itu perkembangan yang sangat
cepat dari nodul tiroid sewaktu dalam terapi hormon, adanya riwayat
paparan sinar radiasi, riwayat pengobatan antitiroid jangka panjang dan
adanya defisiensi yodium.1 Dari beberapa penelitian, dikatakan bahwa
adanya paparan dari sinar radiasi (Iodine131) dalam jangka panjang
memberikan efek karsinogenik atau mutagenik akan menyebabkan
terjadinya mutasi somatik pada gen TSHR yang menyebabkan hormon
tiroid menjadi terlalu aktif (Hipertiroid) untuk merangsang reseptor
tersebut untuk mengaktifkan dirinya secara terus menerus yang
mendorong terjadinya pertumbuhan berlebih dan menyebabkan
terjadinya hiperplasia dari kelenjar dan dalam jangka waktu yang relarif
lama dapat berkembang menjadi tumor yang bersifat jinak (adenoma)
maupun ganas (karsinoma).3,4,7 Kasus defisiensi yodium dan pengobatan
antitiroid jangka panjang dapat menyebabkan terjadinya peningkatan
insiden kanker tiroid. Obat antitiroid tidak memiliki efek mutagenik yang
dapat menyababkan perkembangan sel yang abnormal pada kelenjar
tiroid, melainkan menyebabkan terjadinya penurunan sintesis dari
hormon tiroid yang akan mengakibatkan peningkatan dari serum TSH
sebagai umpan balik negatif untuk menstimulasi pertumbuhan kelenjar
tiroid dan mensintesis hormon tiroid sehingga terjadi hiperplasia dari sel-
sel tiroid dan dalam waktu yang lama dapat. Merangsang perkembangan
sel-sel tumor.3,8
Gambar1. Mekanisme perkembangan Sel Tumor Tiroid pada pengobatan
antitiroid jangka panjang (modifikasi dari Klaassen DC et al.Effect of
Microsomal Enzyme Inducer on ThyroidFollicular Cell. Toxicol Pathol.
Tahun 2001)
B. NODUL TIROID
1) Definisi dan klasifikasi
Dikepustakaan, selain istilah adenoma tiroid sering digunakan
istilah adenoma tiroid. Isitilah adenoma tiroid mempunyai arti yang lebih
spesifik yaitu suatu pertumbuhan jinak jaringan baru dari struktur kelenjar
sedangkan istilah nodul tidak spesifik karena dapat berupa kista,
karsinoma, lobul dari jaringan normal, atau lesi fokal lain yang berbeda
dari jaringan normal. Secara klinik, nodul dibagi menjadi nodul tunggal
(soliter) atau multiple, sedangkan berdasarkan fungsinya bias didapatkan
nodul hiperfungsi, hipofungsi atau berfungsi normal.9
Tabel 1. Klasifikasi Nodul Tiroid Berdasarkan Etiologinya
Adenoma KarsinomaAdenoma makrofolikular (koloid sederhana) Papiler (75%)Adenoma mikrofolikular (fetal) Folikular (10%)Adenoma Embrional (trabekular) Meduler (5-10%)Adenoma sel Hurtle (oksifilik, onkositik) Anaplastik (5%)Adenoma atipik Lain-lain: Limfoma tiroid (5%)Adenoma dengan papillaSignet-ring adenoma
Kista Lain-lainKista sederhana (simple cyst) Inflamasi tiroidTumor kistik/padat (perdarahan, nekrotik) Tiroiditis subakut
Tiroiditis limfostik kronikNodul koloid Penyakit granulomatosa
Nodul dominan pada struma multinodusa Gangguan pertumbuhanDermoidAgenesis lobus tiroid unilateral (jarang)
Sumber: Welker JO and Orlow D.
2) Patogenesis dan Perjalanan Penyakit
Lingkungan, genetic dan proses autoimun dianggap
merupakan factor-faktor penting dalam patogenesis nodul tiroid.
Namun masih belum dimengerti sepenuhnya proses perubahan atau
pertumbuhan sel-sel folikel tiroid menjadi nodul. Konsep yang
selama ini dianut bahwa (hormone perangsang tiroid) TSH secara
sinergistik bekerja dengan insulin dan/atau insulin-like growth
factor 1 dan memegang peranan penting dalam pengaturan
pertumbuhan sel-sel tiroid perlu ditinjau kembali. Berbagai temuan
akhir-akhir ini menunjukan TSH mungkin hanya merupakan salah
satu dari mata rantai di dalam suatu jejaring sinyal-sinyal yang
kompleks yang memodulasi dan mengkontrol stimulasi
pertumbuhan dan fungsi sel tiroid. Penelitian yang mendalam
berikut implikasi klinik dari sinyal tersebut sangat diperlukan untuk
memahami patogenesis nodul tiroid.7
Adenoma tiroid merupakan pertumbahan baru monoclonal
yang terbentuk sebagai respons terhadap suatu rangsangan. Faktor
herediter tampaknya tidak memegang peranan penting. Nodul tiroid
ditemukan 4 kali lebih sering pada wanita dibandingkan pria,
walaupun tidak ada bukti kuat keterkaitan antara estrogen dengan
pertumbuhan sel. Adenoma tiroid tumbuh perlahan dan menetap
selama bertahun-tahun, hal ini mungkin terkait dengan kenyataan
bahwa sel tiroid dewasa biasanya membelah setiap delapan tahun.
Kehamilan cenderung menyebabkan nodul bertambah besar dan
menimbulkan pertumbuhan nodul baru. Kadang-kadang dapat
terjadi perdarahan ke dalam nodul menyebabkan pembesaran
mendadak serta keluhan nyeri. Pada waktu terjadi perdarahan ke
dalam adenoma, bisa timbul tirotoksikosis selintas dengan
peningkatan kadar T4 dan penurunan penangkapan iodium
(radioiodine uptake). Regresi spontan adenoma dapat terjadi.8
Sekitar 10% adenoma folikuler merupakan nodul yang
hiperfungsi tampak sebagai nodul panas(hot nodul) pada sidik tiroid
yang menekan fungsi jaringan tiroid normal disekitarnya dan
disebut sebagai nodul tiroid autonom (Autonomously Functioning
Thyroid Nodule=AFTN). Nodul tersebut dapat menetap selama
bertahun-tahun, beberapa diantaranya menyebabkan hipertiroidisme
subklinik (kadar t4 masih dalam batas normal tetapi kadar TSH
tersupresi) atau berubah menjadi nodul autonom toksik terutama
bila diameternya lebih dari 3 cm. Sebagian lagi akan mengalami
nekrosis spontan. Sekitar 2% dari sekuruh kasus tirotoksikosis
disebabkan ileh nodul tiroid autonom toksik.3
Karakteristik nodul dan penialaian risiko
Di klinik perlu dibedakan nodul tiroid jinak dari nodul tiroid
ganas yang memiliki karakteristik antara lain sebagai berikut :
Konsistensi keras dan sukar digerakkan, walaupun nodul
ganas dapat mengalami degenerasi kistik dan kemudian
menjadi lunak.
Sebaliknya nodul dengan konsistensi lunak lebih sering jinak,
walaupun nodul yang mengalami kalsifikasi dapat ditemukan
pada hyperplasia adenomatosa yang sudah berlangsung lama.
Infiltrasi nodul ke jaringan sekitarnya merupakan pertnda
keganasan, walaupun nodul ganas tidak selalu mengadakan
infiltrasi.
20% nodul soliter bersifat ganas sedangkan nodul multipel
jarang yang ganas, tetapi nodul multipel dapat ditemukan
pada 40% keganasan tiroid.
Nodul yang muncul tiba-tiba atau cepat membesar perlu
dicurigai ganas.
Nodul dicurigai ganas bila disertai dengan pembesaran
kelenjar getah bening regional atau perubahan suara menjadi
serak.10
3) Diagnostik
Berbagai modalitas diagnostic untuk mengevaluasi nodul
tiroid seperti biopsi aspirasi jarum halus (BAJAH; Fine Needle
Aspiration Biopsy = FNAB)
Biopsi Aspirasi Jarum Halus
Biopsi aspirasi jarum halus (BAJAH; Fine Needle
Aspiration Biopsy = FNAB) Pada sekarang ini, pemeriksaan
sitologi biopsi aspirasi jarum halus (Si-BAJAH) pada kelenjar
tiroid merupakan suatu test diagnostik yang dapat diandalkan,
murah, mudah dilaksanakan, dapat segera dilakukan pengambilan
ulang kembali dan akurat yang dapat dilakukan sebagai langkah
awal dalam mengevaluasi kelainan-kelainan nodular pada kelenjar
tiroid dengan komplikasi yang minimal seperti infeksi dan
perdarahan. Pada penelitian dari American Thyroid Association
terbukti hampir 96% nodul tiroid dilakukan biopsi aspirasi jarum
halus untuk pendiagnosaan. Sitologi biopsi jarum halus terutama
diindikasikan pada nodul tiroid soliter atau nodul dominan pada
multinodul goiter. Empat sampai tujuh persen orang dewasa
memiliki nodul tiroid yang dapat diraba dan angka ini meningkat
dengan ultrasonografi atau pada pemeriksaan otopsi (>60%). 4
Klasifikasi Sitologi Biopsi Aspirasi Jarum Halus
1. Jinak
Sel-sel epitel tersebar dan sebagian membentuk
kelompokan atau mikrofolikular. Inti sel bulat atau oval dengan
kromatin yang dense dan homogen. Sitoplasma sedikit dan agak
eosinofilik, tetapi kadang-kadang ditemukan sel-sel onkositik.
Sejumlah koloid dapat ditemukan.
2. Curiga
Sel-sel epitel membentuk kelompokan atau susunan
folikular. Inti sel membesar, bulat atau oval dengan kromatin
yang bergranul dan anak inti yang menonjol. Sitoplasma
eosinofilik, bergranul, karakteristik akan perubahan sel-sel
onkositik. Koloid sedikit atau tidak dijumpai.
3. Ganas
a) Bentuk papilari – sel-sel epitel tersusun dalam gambaran
papilari. Inti bulat atau oval dengan adanya pseudoinklusi
nuklear, nuclear grooves dan/atau bentuk palisada.
b) Bentuk medular – sel-sel yang hiperselular. Bentuk bervariasi
dengan inti bentuk bulat, oval atau lonjong. Inti terletak
eksentrik dengan gambaran plasmasitoid. Struktur amiloid
jarang terlihat.
c) Bentuk anaplastik – terdiri dari sel-sel yang kecil, adanya
multinukleated sel raksasa dan sel-sel bentuk lonjong. Inti
besar, bizarre, satu atau banyak, dan kromatin kasar dan anak
inti yang menonjol. Kadang dijumpai mitosis atipik.4
Tabel 2. Hasil Sitologi Diagnostik BAJAH Tiroid
Jinak (negatif)
Tiroid normal Nodul kolloid Kista
Tiroiditis subakut Tiroiditis HashimotoCuriga (indeterminate) Neoplasma sel folikular Neoplasma sel Hurtle Temuan kecurigaan keganasan tapi tidak pastiGanas (positif) Karsinoma tiroid papiler Karsinoma tiroid medular Karsinoma tiroid anaplastik
Sumber : Castro and Gharib
Akurasi Diagnosa Sitologi Biopsi Aspirasi Jarum Halus (Si-
BAJAH)
Carpi dkk melaporkan sensitivitas dan spesifitas Si-BAJAH
masing-masing sebesar 90% dan 80%. Nilai prediksi negatif dan
positif masing-masing sebesar 97% dan 40% (Cap dkk, 1999).
Gharib dkk melaporkan bahwa Si-BAJAH mempunyai sensitivitas
sebesar 83% dan spesifitas 92%. Angka negatif palsu kurang dari 5%
dan angka positif palsu hampir mendekati 1%. Tjahjono melaporkan
mendapati nilai sensitivitas sebesar 85,89%, spesifitas 89,69%, dan
akurasi 87,3%. 2,7 Hal ini membuktikan Si-BAJAH cukup handal
digunakan sebagai alat diagnostik preoperatif. 7
Ultrasonografi Tiroid
Ultrasonografi dapat membedakan apakah lesi nodul tersebut
berada pada intra atau ekstratiroid. Selain itu, juga dapat
membedakan lesi kistik dari lesi solid, dengan nilai akurasi
diagnostik mencapai 100%. Hal ini penting, karena keganasan lebih
sering dijumpai pada lesi solid. USG dengan lebih mudah dapat
menentukan apakah lesi di tiroid tersebut tunggal atau lebih dari satu,
dimana hal ini cukup penting karena kecenderungan untuk keganasan
tiroid banyak ditemukan pada lesi tunggal. Beberapa penulis
melaporkan bahwa jika secara klinis teraba satu tonjolan di tiroid,
maka sebanyak 40-50% akan ditemui lesi yang multipel pada
pemeriksaan USG dan histopatologi. Sampai saat ini USG belum
dapat membedakan lesi jinak dari lesi ganas secara pasti, walaupun
ada beberapa kriteria secara USG untuk menyatakan satu lesi itu
cenderung ganas atau jinak.7 USG juga mempunyai peranan pada
golongan resiko tinggi untuk menemukan keganasan tiroid yaitu
kelompok pasien yang pernah memperoleh radiasi di daerah leher
semasa anak-anak. Selain itu, pemeriksaan serial USG juga
bermanfaat untuk menilai respon pengobatan supresif. 9
USG dapat memberikan gambaran atau informasi yang akurat
yang bisa dipakai dalam menilai nodul tiroid, seperti :
Ukuran nodul
Banyaknya nodul
Struktur ekografi (solid, kistik atau campuran)
Ekogenisiti (iso-, hiper- atau hipoekoik)
Ada tidaknya kalsifikasi
Batas lesi
Bentuk pembuluh darah
Akurasi Ultrasonografi Tiroid
Dalam membedakan lesi jinak dan ganas, ultrasonografi
mempunyai nilai rata-rata sensitifiti 63-94%, spesifisitas 61-95% dan
akurasi 80-94%. Analisa statistik yang dilakukan di FK Universitas
Baskent tahun 2001, dilaporkan angka sensitivitas, spesifitas, dan
akurasi masing-masing sebesar 60%, 59%, dan 59% untuk USG.7
Ultrasonografi sebagai pengarah pada biopsi aspirasi jarum halus,
secara signifikan meningkatkan sensitivitas dan spesifitas daripada
Si-BAJAH. Terutama pada nodul tiroid yang sulit di palpasi oleh
karena ukurannya yang sangat kecil, letaknya yang lebih dalam dan
pada kasus-kasus adanya perubahan kistik yang luas atau adanya
fibrosis; dengan panduan USG maka jarum halus dapat diarahkan ke
bagian yang solid untuk mendapatkan spesimen yang akurat. Angka
sensitivitas, spesifitas, akurasi, nilai prediksi positif dan negatif untuk
BAJAH dipandu USG. masing-masing sebesar 100%, 73%, 85%,
57.1% dan 100%. 8
CT scan atau MRI
Seperti halnya ultrasonografi, CT scan atau MRI merupakan
pencitraan anatomi dan tidak digunakan secara rutin untuk evaluasi
nodul tiroid. Penggunaanya lebih diutamakan untuk mengetahui
posisi anatomi dari nodul atau jaringan tiroid terhadap organ
sekitarnya seperti diagnosis struma sub-sternal dan kompresi trakhea
karena nodul.9
Studi in-vitro
Penentuan kadar hormone tiroid dan TSHs diperlukan untuk
mengetahui fungsi tiroid. Nodul yang fungsional (nodul anatom)
dengan kadar TSHs tersupresi dan hormon tiroid normal dapat
menyingkirkan keganasan. Kadar kalsitonin perlu diperiksa bila ada
riwayat keluarga dengan karsinoma tiroid medulare atau Multiple
Endocrine Neoplasia (MEN) tipe 2.9
4) Algoritma Diagnostik
Dalam kepustakaan dapat ditemukan berbagai algoritma
pengelolaan nodul tiroid, yang disusun berdasarkan pengalaman serta
fasilitas diagnostik yang tersedia. Beberapa senter menyusun
algoritma diagnostic dengan menggunakan BAJAH sebagai alat uji
diagnostik awal, diikuti dengan ultrasonografi dan/atau penyidikan
penyidikan isotopik (kalau fasilitas kedokteran nuklir tersedia).
Sebagai contoh dibawah ini (Gambar 2) dicantumkan algoritma
yang cukup sederhana dan praktis berdasarkan hasil BAJAH dan
penyidikan isotopik seperti diajukan oleh Mazzaferri.Algoritma
diatas memerlukan fasilitas kedokteran nuklir dan dapat dimodifikasi
dengan melakukan BAJAH dengan tuntutan ultrasonografi.
Berikutnya pada (Gambar 3) disajikan algoritma lain yang disusun
oleh Hegedus (2004) dengan catatan sebagai berikut :
Bila secara klinis curiga ganas, dianjurkan pembedahan tanpa melihat
hasil BAJAH
Bila kadar TSH tersupresi, lakukan sidik tiroid, nodul yang berfungsi
bukan kanker
Bila BAJAH non-diagnostik, biopsy ulangan akan berhasil pada 50%
kasus
Bila pada USG ditemukan nodul lain dengan ukuran >10 mm,
BAJAH diulangi pada nodul
Pilihan pengobatan tersebut berlaku untuk nodul padat dan kistik
Bila ada nodul kistik rekuren, pilihannya ulangi BAJAH, bedah atau
etanol
Hegedus tidak menganjurkan terapi supresi dengan I-tiroksin pada
nodul tiroid.
Ganas bedah
Dingin/ hangat
bedah
BAJAH Meragukan Sidik tiroid
Ulang Jinak Ikuti Panas Ikuti /
pantau
Tidak adekuat
Gambar 2.Evaluasi Nodul Tiroid Berdasarkan Hasil BAJAH dan
Sidik Tiroid (Sumber: Mazzaferri EL)
Nodul Tiroid
Riwayat penyakit, pemeriksaan fisik dan TSHs
TSHs normal atau tinggi
Evaluasi klinik
BAJAH dengan tuntutan USG
Dengan kanker
Bedah
Diagnostik Non-diagnostikUlangi BAJAH dengan tuntutan USGNon-diagnostikBedahJinakJinakJinakBedah Bedah
Alternatif, observas, bedah, terapi,
levotiroksin, suntikan ethanol, laser
TSHs rendah
Sidik tiroid
Nodul berfungai
1-131; alternatif, observasi, bedah, suntikan ethanol,
laser
Gambar 3.Algoritma Pengelolaan Nodul Tiroid Soliter.
(Sumber:Hegedus)
5) Pengelolaan Nodul Tiroid
a) Terapi supresi dengan I-tiroksin
Terapi supresi dengan hormone tiroid (levotiroksin)
merupakan pilihan yang paling sering dan mudah dilakukan.
Terapi supresi dapat menghambat pertumbuhan nodul serta
mungkin bermanfaat pafa nodul yang kecil. Tetapi tidak semua
ahli setuju melakukan terapi supresi secara rutin, karena hanya
sekitar 20% yang responsif. Oleh karena itu perlu diseleksi
pasien yang akan diberikan terapi supresi, berapa lama, dan
sampai kadar TSH yang diingin dicapai. Bila kadar TSH sudah
dalam keadaan tersupresi, terapi dengan I-tiroksin tidak
diberikan. Terapi supresi dilakukan dengan memberikan I-
tiroksin dalam dosis supresi dengan sasaran TSH sekitar 1-0.3
mlU/ml. Biasanya diberikan selama 6-12 bulan dan bila dalam
waktu tersebut nodul tidak mengecil atau bertambah besar perlu
dilakukan biopsy ulang atau disarankan operasi. Bila setelah satu
tahun nodul mengecil, terapi supresi dapat dilanjutkan. Padaa
pasien tertentu terapi supresi dapat dilanjutkan. Pada pasien
tertentu terapi supresi hormonal dapat diberikan seumur hidup,
walaupun belum diketahui pasti manfaaat terapi supresi jangka
panjang tersebut.11
b) Suntikan etanol perkutan (Percutaneous Ethanol
Injection)
Penyuntikan etanol pada jaringan tiroid akan
menyebabkan dehidrasi seluler, denaturasi protein dan nekrosis
koagulatif pada jaringan tiroid dan infark hemoragik akibat
thrombosis vascular, akan terjadi juga penurunan aktivitas enzim
pada sel-sel yang masih viable yang mengelilingi jaringan
nekrotik. Nodul akan dikelilingi oleh reaksi granulomatosa
dengan multinucleated giant cells dan kemudian secarabertahap
jaringan tiroid diganti dengan jaringan parut granulomatosa.
Terapi sklerosing dengan etanol dilakukan pada nodul
jinak padat atau kistik dengan menyuntikan larutan etanol
(alkohol), tidak banyak center yang melakukan hal ini secara
rutin karena tingkat keberhasilannya tidak begitu tinggi,dalam
waktu 6 bulan ukuran nodul bisa berkurang sebesar 45%.
Disamping itu dapat terjadi efek samping yang serius terutama
bila dilakukan oleh operator yang tidak berpengalaman. Efek
samping yang mungkin terjadi adalah rasa nyeri yang hebat,
rembasan (leakage) alcohol ke jaringan ekstratioid, juga ada
risiko tirotoksikosis dan paralisis pita suara.11
c) Terapi Iodium Radioaktif (1-131)
Terapi dengan iodium radioaktif (1-131) dilakukan pada
nodul tiroid autonom atau nodul panas (fungsional) baik yang
dalam keadaan eutiroid maupun hipertiroid. Terapi iodium
radioaktif juga dapat diberikan pada struma multinodosa non
toksik terutama bagi pasien yang tidak bersedia dioperasi atau
mempunyai risiko tinggi untuk operasi. Iodium radioaktif dapat
mengurangi volume nodul tiroid dan memperbaiki keluhan dan
gejala penekanan pada sebagian besar pasien, yang perlu
diperhatikan adalah kemungkinan terjadinya tiroiditis radiasi
(jarang) dan difungsi tiroid pasca-radiasi seperti hipertiroidisme
selintas dan hipotiroidisme.11
d) Pembedahan
Melalui tindakan bedah dapat dikaukan dekompresi terhadap
jaringan vital disekitar nodul, disamping dapat diperoleh
spesimen untuk pemeriksaan patologi. Hemitiroidektomi dapat
dilakukan pada nodul jinak, sedangkan berapa luas tiroidektomi
yang akan dilakukan pada nodul ganas tergantung pada jenis
histology dan tingkat risiko prognostik. Hal yang perlu
diperhatikan adalah penyulit seperti perdarahan pasca
pembedahan, obstruksi trakea pasca-pembedahan, gangguan
pada n.rekurens laringeus, hipoparatiroidi, hipoparatiroidi atau
nodul kambuh. Untuk menekan kejadian penyulit tersebut,
pembedahan hemdaknya dilakukan oleh ahli bedah yang
berpengalaman dalam bidangnya.10
e) Terapi laser interstisial dengan tuntutan ultrasonografi
Terapi nodul tiroid dengan laser masih dalam tahap
eksperimental. Dengan menggunakan “low power laser energy”,
energy termik yang diberikan dapat mengakibatkan nekrosis
nodul tanpa atau sedikit sekali kerusakan pada jaringan
sekitarnya. Suatu studi tentang terapi laser yang dilakukan oleh
Dossing dkk (2005) pada 30 pasien dengan nodul padat-dingin
soliter jinak (benign solitary solid-cold nodule) mendapatkan
hasil sbb, pengecilan volume nodul sebesar 44% (median) yang
berkorelasi dengan penurunan gejala penekanan dan keluhan
kosmetik, sedangkan pada kelompok kontrol ditemukan
peningkatan volume nodul yang tidak signifikan sebesar 7%
(median) setelah 6 bulan. Tidak ditemukan efek samping yang
berarti. Tidak ada korelasi antara deposit energy termal dengan
pengurangan volume nodul serta tidak ada perubahan fungsi
tiroid.11
Tabel 3. Perbandingan pengobatan Nodul Tiroid Soliter Jinak
JenisPengobatan
Keuntungan Kekurangan/Kerugian
Bedah Ablasi nodul, menghilangkan keluhan, specimen untuk diagnostic histologi
Perlu perawatan di RS, mahal, risiko bedah :paralisis pita suara, hipoparatiroidis, hipotiroidisme
Levotiroksin Tidak perlu dirawat di RS, murah, dapat memperlambat pertumbuhan nodul dan menghambat pembentukan nodul baru
Efikasi rendah, pengobatan jangka panjang, nodul tumbuh kembali setelah dihentikan, takiaritmia jantung, penurunan densitas tulang, tidak berguna bila TSH tersupresi
Iodium Tidak perlu dirawat di RS, Kontraindikasi pada wanita hamil,
radioaktif murah, efek samping rendah, nodul mngecil sampai 40% dalam satu tahun
pengecilan nodul bertahap, hipotiroidisme dalam 5 tahun (10% pasien), risiko tiroiditis dan tirotoksikosis
Suntikan etanol
Tidak perlu di rawat di RS, relatif murah, tidak ada hipotiroidisme nodul mengecil 45% dalam 6 bulan
Pengalamanasih terbatas, efikasi rendah pada nodul besar, keberhasilan tergantung operator, rasa nyeri hebat, risiko tirotoksikosis dan paralisis pita suara, perembesan etanol, etanol mengganggu penilaian sitologi dan histology
Terapi laser Masih dalam tahap eksperimental
Sumber : Hegedus, 2004
BAB III
KESIMPULAN
Dasar pemikiran pengelolaan nodul tiroid adalah bagaimana
mendeteksi dan menyingkirkan kemungkinan keganasan serta menghindari
tindakan-tindakan yang sebenarnya tidak perlu dilakukan. BAJAH,
ultrasonografi dan penyidikan isotopic (sidik tiroid), serta
DAFTAR PUSTAKA
1. Boelaert k, Horacek J, Holder RL, Watkinson JC, Sheppard MC, Franklyn
JA.Serum thyrotropin concentration as novel predictor of malignancy in thyroid nodule investigated by fine needle aspiration. J Clin Endocrinol Metab 2006;91: 4295-301.
2. Hymart MR, Repplinger DJ, Leverson GE, Elson DF, Sippel RS, Jaume JC. Higher serum thyroid stimulating hormone level in thyroid nosule patient is associated with greater risk og differentiated thyroid cancer and advanced tumor stage. J Clin Endocrinol Metab 2008; 93: 809-14.
3.Klaassen CD, Hood AM. Effect of microsomal enzyme inducer on thyroid follicular cell. Toxicol Pathol 2001;29: 34- 40.
4. Pendekatan pasien dengan nodul tiroid untuk deteksi dini karsinoma tiroid. [diakses:20 September 2013]. Diunduhdari :http://www.perkeni.net/index.php? page=buletin_view&id=104
5. Szkudlinski MW, Fremont V, Ronin , Weintrau BD. Thyroid stimulating hormoneand thyroid stimulating hormone receptor structure function relationships. Physiol Rev 2002; 82: 473-502.
6. TSHR-thyroid stimulating hormone receptor. [diakses :17 Januari 2010]. Diunduh dari : http://ghr.nlm.nih.gov/gene=tshr
7. Shakhtarin VV, Tsyb AF, Stepanenko VF, Orlov MY, Kopecjy KJ, Davis S. Indine deficiency, radiation doseand the risk of thyroid cancer among children and adolescents in the bryansk region oh russia following the chernobyl power station accident. International Journal of Epidemology 2003; 32: 584-91.
8. Hoffmann S, Hofbauer LC, Scharrenbach V, Wunderlich A, Hassan I, Sesanne L. Thyropin (TSH)- induce production of vascular endothelial groeth factor in thyroid cancer cell in vitro: evatuation of THS signal tranduction and of angiogenesisstimulating growth factors. J Clin Endocrinol Metab 2004;89(12):613