referat peb (bab 1 2 dan 3)
DESCRIPTION
preeklampsia (toksemia gravidarum) adalah tekanan darah tinggi yang disertai dengan proteinuria (protein dalam air kemih) atau edema (penimbunan cairan), yang terjadi pada kehamilan 20 minggu sampai akhir minggu pertama setelah persalinan.TRANSCRIPT
BAB IPENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Di Indonesia, Preeklampsia berat (PEB) merupakan salah satu
penyebab utama kematian maternal dan perinatal di Indonesia. PEB
diklasifikasikan kedalam penyakit hipertensi yang disebabkan karena
kehamilan. PEB ditandai oleh adanya hipertensi sedang-berat, edema, dan
proteinuria yang masif. Penyebab dari kelainan ini masih kurang dimengerti,
namun suatu keadaan patologis yang dapat diterima adalah adanya iskemia
uteroplacentol.
Diagnosis dini dan penanganan adekuat dapat mencegah perkembangan
buruk PER kearah PEB atau bahkan eklampsia penanganannya perlu segera
dilaksanakan untuk menurunkan angka kematian ibu (AKI) dan anak. Semua
kasus PEB harus dirujuk ke rumah sakit yang dilengkapi dengan fasilitas
penanganan intensif maternal dan neonatal untuk mendapatkan terapi definitif
dan pengawasan terhadap timbulnya komplikasi-komplikasi.
Pemeriksaan antenatal yang teratur dan secara rutin mencari tanda
preeklampsia sangat penting dalam usaha pencegahan preeklampsia berat, di
samping pengendalian terhadap faktor-faktor predisposisi yang lain.
Preeklampsia adalah penyakit pada wanita hamil yang secara langsung
disebabkan oleh kehamilan. Pre-eklampsia adalah hipertensi disertai
proteinuri dan edema akibat kehamilan setelah usia kehamilan 20 minggu atau
segera setelah persalinan. Gejala ini dapat timbul sebelum 20 minggu bila
terjadi. Preeklampsia hampir secara eksklusif merupakan penyakit pada
nullipara. Biasanya terdapat pada wanita masa subur dengan umur ekstrem
yaitu pada remaja belasan tahun atau pada wanita yang berumur lebih dari 35
tahun. Pada multipara, penyakit ini biasanya dijumpai pada keadaan-keadaan
berikut: 1) Kehamilan multifetal dan hidrops fetalis. 2) Penyakit vaskuler,
termasuk hipertensi essensial kronis dan diabetes mellitus. 3) Penyakit ginjal.
Pre-eklamsia dan eklamsia merupakan kumpulan gejala yang timbul
pada ibu hamil, bersalin dan dalam masa nifas yang terdiri dari trias:
1
hipertensi, proteinuria dan oedema, yang kadang-kadang disertai konvulsi
sampai koma. Ibu tersebut tidak menunjukkan tanda-tanda kelainan vaskuler
atau hipertensi sebelumnya (Mochtar, 1998).
Tingginya kejadian pre-eklamsia- eklamsia di negara-negara
berkembang dihubungkan dengan masih rendahnya status sosial ekonomi dan
tingkat pendidikan yang dimiliki kebanyakan masyarakat. Kedua hal tersebut
saling terkait dan sangat berperan dalam menentukan tingkat penyerapan dan
pemahaman terhadap berbagai informasi/masalah kesehatan yang timbul baik
pada dirinya ataupun untuk lingkungan sekitarnya (Zuhrina, 2010).
Menurut World Health Organization (WHO), salah satu penyebab
morbiditas dan mortalitas ibu dan janin adalah pre-eklamsia (PE), angka
kejadiannya berkisar antara 0,51%-38,4%. Di negara maju angka kejadian
pre- eklampsia berkisar 6-7% dan eklampsia 0,1-0,7%. Sedangkan angka
kematian ibu yang diakibatkan pre-eklampsia dan eklampsia di negara
berkembang masih tinggi (Amelda, 2008).
1.2 Tujuan Penulisan
Tujuan dari telaah ilmiah ini adalah untuk memberikan gambaran
mengenai Preeklamsi Berat yang meliputi Definisi, Epidiemologi,
Patofisiologi, dan tatalaksanaan, diagnosis banding, komplikasi dan prognosis.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Terdapat beberapa definisi preeklampsia dari berbagai literatur.
Menurut Manuaba (1998), preeklampsia (toksemia gravidarum) adalah
tekanan darah tinggi yang disertai dengan proteinuria (protein dalam air
kemih) atau edema (penimbunan cairan), yang terjadi pada kehamilan 20
minggu sampai akhir minggu pertama setelah persalinan. Rustam Muctar
(1998) menyatakan bahwa preeklampsia adalah sekumpulan gejala yang
timbul pada wanita hamil, bersalin dan nifas yang terdiri dari hipertensi,
edema dan protein uria tetapi tidak menunjukkan tanda-tanda kelainan
vaskuler atau hipertensi sebelumnya, sedangkan gejalanya biasanya muncul
setelah kehamilan berumur 28 minggu atau lebih. Menurut Mansjoer (2000),
preeklampsia adalah timbulnya hipertensi disertai proteinuria dan edema
akibat kehamilan setelah usia kehamilan 20 minggu atau segera setelah
persalinan. Berdasarkan Kamus Saku Kedokteran Dorland, preeklampsia
adalah toksemia pada kehamilan lanjut yang ditandai oleh hipertensi, edema,
dan proteinuria. Dari gejala-gejala klinik, preeklampsia dapat dibagi menjadi
preeklampsia ringan dan preeklampsia berat. Preeklampsia ringan adalah
suatu sindroma spesifik kehamilan dengan menurunnya perfusi organ yang
berakibat terjadinya vasospasme pembuluh darah dan aktivasi endotel
(Cunningham, dkk., 2005). Preeklampsia berat adalah preeklampsia dengan
tekanan darah sistolik lebih dari atau sama dengan 160 mmHg dan tekanan
darah diastolik lebih dari atau sama dengan 110 mmHg disertai proteinuria
lebih 5 g/24 jam (Hnat dan Sibai, 2003).
3
2.2 Etiologi
Menurut Mochtar (2007), etiologi penyakit ini sampai saat ini belum
diketahui dengan pasti. Banyak teori-teori dikemukakan oleh para ahli yang
mencoba menerangkan penyebabnya. Oleh karena itu disebut ”penyakit teori”,
namun belum ada yang memberikan jawaban yang memuaskan. Teori yang
sekarang dipakai sebagai penyebab preeklampsia adalah teori ”iskemia
plasenta”. Namun teori ini belum dapat menerangkan semua hal yang
bertalian dengan penyakit ini.
Teori yang dapat diterima haruslah dapat menerangkan : (a) Mengapa
frekuensi menjadi tinggi pada: primigravida, kehamilan ganda,
hidramnion,dan molahidatidosa; (b) Mengapa frekuensi bertambah seiring
dengan tuanya kehamilan ,umumnya pada triwulan ke III; (c) Mengapa terjadi
perbaikan keadaan penyakit, bila terjadi kematian janin dalam kandungan; (d)
Mengapa frekuensi menjadi lebih rendah pada kehamilan berikutnya; dan (e)
Penyebab timbulnya hipertensi, proteinuria, edema dan konvulsi sampai
koma. Dari hal-hal tersebut diatas, jelaslah bahwa bukan hanya satu faktor,
melainkan banyak faktor yang menyebabkan preeklampsia dan eklampsia.
Adapun teori-teori yang dihubungkan dengan terjadinya preeklampsia adalah :
a) Peran prostasiklin dan trombiksan
Pada preeklampsia dan eklampsia didapatkan kerusakan pada endotel
vaskular, sehingga terjadi penurunan produksi prostsiklin (PGI 2) yang
pada kehamilan normal meningkat, aktifasi pengumpulan dan fibrinolisis,
yang kemudian akan digant trombin dan plasmin,trombin akan
mengkonsumsi anti trombin III, sehingga terjadi deposit fibrin. Aktifasi
trombosit menyebabkan pelepasan tromboksan (TXA2) dan serotonin,
sehingga terjadi vasospasme dan kerusakan endotel.
4
b) Peran faktor imunologis
Menurut Rukiyah (2010), Preeklampsia sering terjadi pada
kehamilan pertama dan tidak timbul lagi pada kehamilan berikutnya. Hal
ini dapat ditererangkan bahwa pada kehamilan pertama pembentukan
blocking antibodies terhadap antigen plasenta tidak sempurna, yang
semakin sempurna pada kehamilan berikutnya. Beberapa data yang
mendukung adanya sistem imun pada penderita PE-E, beberapa wanita
dengan PE-E mempunyai komplek imun dalam serum, beberapa studi juga
mendapatkan adanya aktifasi sistem komplemen pada PE-E diikuti
proteinuria.
c) Faktor genetik
Beberapa bukti menunjukkan peran faktor genetik pada kejadian PE-
E antara lain : (1) preeklampsia hanya terjadi pada manusia; (2)
terdapatnya kecenderungan meningkatnya frekuensi PE-E pada anak-anak
dari ibu yang menderita PE-E; (3) kescenderungan meningkatnya
frekuensi PE-E pada anak dan cucu ibu hamil dengan riwayat PE-E dan
bukan pada ipar mereka; (4) peran renin-angiotensin-aldosteron sistem
(RAAS). Riedman dan Walker (1992) menjelaskan bahwa terdapat faktor
keturunan dan familial dengan model tungal pada peningkatan resiko
terjadinya hipertensi dalam kehamilan. Genotipe ibu lebih menentukan
terjadinya hipertensi dalam kehamilan secara familial jika dibandingkan
dengan genotipe janin. Pada ibu yang mengalami preeklampsia, terbukti
bahwa 26% anak perempuannya akan mengalami preeklampsia pula dan
hanya 8% anak menantu mengalami preeklampsia.
Yang jelas preeklampsia merupakan salah satu penyebab kematian
pada ibu hamil, disamping infeksi dan perdarahan, Oleh sebab itu, bila ibu
hamil ketahuan beresiko, terutama sejak awal kehamilan, dokter kebidanan
dan kandungan akan memantau lebih ketat kondisi kehamilan tersebut.
5
Beberapa penelitian menyebutkan ada beberapa faktor yang dapat
menunjang terjadinya preeklampsia dan eklampsia. Faktor-faktor tersebut
antara lain, gizi buruk, kegemukan, dan gangguan aliran darah kerahim.
Faktor resiko terjadinya preeklampsia, preeklampsia umumnya terjadi
pada kehamilan yang pertama kali, kehamilan di usia remaja dan
kehamilan pada wanita diatas usia 40 tahun. Faktor resiko yang lain adalah
riwayat tekanan darah tinggi yang kronis sebelum kehamilan, riwayat
mengalami preeklampsia sebelumnya, riwayat preeklampsia pada ibu atau
saudara perempuan, kegemukan,mengandung lebih dari satu orang bayi,
riwayat kencing manis, kelainan ginjal, lupus atau rematoid artritis.
2.3 Epidemiologi
Di Indonesia frekuensi kejadian preeklampsia sekitar 3-10%
(Triadmojo, 2003), sedangkan di Amerika serikat dilaporkan bahwa
kejadian preeklampsia sebanyak 5% dari semua kehamilan (23,6 kasus per
1.000 kelahiran). (Jung, 2007).
Pada primigravida frekuensi preeklampsia lebih tinggi bila
dibandingkan dengan multigravida, terutama primigravida muda, pada
(tahun 2000) mendapatkan angka kejadian preeklampsia dan eklampsia di
RSU Tarakan Kalimantan Timur sebesar 74 kasus (5,1%) dari 1.413
persalinan selama periode 1 Januari 2000 sampai 31 Desember 2000,
dengan preeklampsia sebesar 61 kasus (4,2%) dan eklampsia 13 kasus
eklampsia 13 kasus (0,9%). Dari kasus ini terutama dijumpai pada usia 20-
24 tahun dengan primigravida (17,5%).
6
2.4 Faktor Risiko Preeklampsia
Riwayat preeclampsia, Primigravida, karena pada primigravida
pembentukan antibody penghambat (blocking antibodies) belum sempurna
sehingga meningkatkan resiko terjadinya Preeklampsia, Kegemukan,
Kehamilan ganda, Preeklampsia lebih sering terjadi pada wanita yang
mempunyai bayi kembar atau lebih, Riwayat penyakit tertentu. Penyakit
tersebut meliputi hipertensu kronik, diabetes, penyakit ginjal atau penyakit
degenerate seperti reumatik arthritis atau lupus.
2.5 Patofisiologi
Pada preeklampsia terjadi spasme pembuluh darah disertai dengan
retensi garam dan air. Pada biopsi ginjal ditemukan spasme hebat arteriola
glomerulus. Pada beberapa kasus, lumen arteriola sedemikian sempitnya
sehingga hanya dapat dilalui oleh satu sel darah merah. Jadi jika semua
arteriola dalam tubuh mengalami spasme, maka tekanan darah akan naik
sebagai usaha untuk mengatasi tekanan perifer agar oksigenasi jaringan
dapat dicukupi. Sedangkan kenaikan berat badan dan edema yang
disebabkan oleh penimbunan air yang berlebihan dalam ruangan interstitial
belum diketahui sebabnya, mungkin karena retensi air dan garam.
Proteinuria dapat disebabkan oleh spasme arteriola sehingga terjadi
perubahan pada glomerulus (Sinopsis Obstetri, Jilid I, Halaman 199).
Wanita dengan hipertensi pada kehamilan dapat mengalami
peningkatan respon terhadap berbagai substansi endogen (seperti
prostaglandin, tromboxan) yang dapat menyebabkan vasospasme dan
agregasi platelet. Penumpukan trombus dan perdarahan dapat
mempengaruhi sistem saraf pusat yang ditandai dengan sakit kepala dan
defisit syaraf lokal dan kejang. Nekrosis ginjal dapat menyebabkan
penurunan laju filtrasi glomelurus dan proteinuria. Kerusakan hepar dari
7
nekrosis hepatoseluler menyebabkan nyeri epigastrium dan peningkatan tes
fungsi hati. Manifestasi terhadap kardiovaskuler meliputi penurunan
volume intavaskuler, meningkatnya kardiakoutput dan peningkatan tahanan
pembuluh perifer. Peningkatan hemolisis microangiopati menyebabkan
anemia dan trobositopeni. Infark plasenta dan obstruksi plasenta
menyebabkan pertumbuhan janin terhambat bahkan kematian janin dalam
rahim (Michael,2005).
1) Perubahan kardiovaskuler
Gangguan fungsi kardiovaskuler yang parah sering terjadi pada
preeklampsia dan eklampsia. Berbagai gangguan tersebut pada dasarnya
berkaitan dengan peningkatan afterload jantung akibat hipertensi, preload
jantung yang secara nyata dipengaruhi oleh berkurangnya secara patologis
hipervolemia kehamilan atau yang secara iatrogenik ditingkatkan oleh
larutan onkotik / kristaloid intravena, dan aktifasi endotel disertai
ekstravasasi kedalam ekstravaskuler terutama paru (Cunningham,2003).
2) Metablisme air dan elektrolit
Hemokonsentrasi yang menyerupai preeklampsia dan eklampsia tidak
diketahui penyebabnya . jumlah air dan natrium dalam tubuh lebih banyak
pada penderita preeklampsia dan eklampsia dari pada wanita hamil biasa
atau penderita dengan hipertensi kronik. Penderita preeklampsia tidak
dapat mengeluarkan dengan sempurna air dan garam yang diberikan. Hal
ini disebabkan oleh filtrasi glomerulus menurun, sedangkan penyerapan
kembali tubulus tidak berubah. Elektrolit, kristaloid, dan protein tidak
mununjukkan perubahan yang nyata pada preeklampsia. Konsentrasi
kalium, natrium, dan klorida dalam serum biasanya dalam batas normal
(Trijatmo,2005).
8
3) Mata
Dapat dijumpai adanya edema retina dan spasme pembuluh darah.
Selain itu dapat terjadi ablasio retina yang disebabkan oleh edema
intraokuler dan merupakan salah satu indikasi untuk melakukan terminasi
kehamilan. Gejala lain yang menunjukkan pada preeklampsia berat yang
mengarah pada eklampsia adalah adanya skotoma, diplopia dan ambliopia.
Hal ini disebabkan oleh adaanya perubahan peredaran darah dalam pusat
penglihatan dikorteks serebri atau didalam retina (Rustam,1998).
4) Otak
Pada penyakit yang belum berlanjut hanya ditemukan edema dan
anemia pada korteks serebri, pada keadaan yang berlanjut dapat ditemukan
perdarahan (Trijatmo,2005).
5) Uterus
Aliran darah ke plasenta menurun dan menyebabkan gangguan pada
plasenta, sehingga terjadi gangguan pertumbuhan janin dan karena
kekurangan oksigen terjadi gawat janin. Pada preeklampsia dan eklampsia
sering terjadi peningkatan tonus rahim dan kepekaan terhadap rangsangan,
sehingga terjad partus prematur.
6) Paru-Paru
Kematian ibu pada preeklampsia dan eklampsia biasanya disebabkan
oleh edema paru yang menimbulkan dekompensasi kordis. Bisa juga
karena aspirasi pneumonia atau abses paru (Rustam, 1998).
9
2.5. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis yang dapat muncul pada kasus preeklampsia berat
diantaranya sebagai berikut:
PREEKLAMPSIA BERAT
EFEK PADA IBU
Tekanan darah Peningkatan menjadi ≥160/110 mmHg dua
kali pemeriksaan dengan jarak 6 jam pada
ibu hamil yang beristirahat di tempat tidur.
MAP 160/110=127
Peningkatan berat
badan
Peningkatan berat badan lebih dari 0,5
kg/minggu selama trimester kedua dan
ketiga atau peningkatan berat badan yang
tiba-tiba sebesar 2kg setiap kali
Proteinuria
Dipstik Kualitatif
Analisis Kuantitatif 24
Jam
Proteinuria 5 sampai 10g/dL dalam 24 jam
atau
≥ + 2 protein dengan dipstick
Edema Edema umum, bengkak semakin jelas di
mata,wajah,jari,bunyi paru (rales) bisa
terdengar.
Refleks Hiperefleksi +3 atau lebih; klonus di
pergelangan kaki
Haluaran urine Oliguria: <30ml/jam atau 120ml/4jam
Nyeri kepala Berat
Gangguan penglihatan Kabur, fotofobia,bintik buta pada
funduskopi
Iritabilitas/afek Berat
Nyeri ulu hati Berat
Kreatinin serum Meningkat
Trombositopenia Ada
Peningkatan AST Jelas
10
Hematokrit Menigkat
EFEK PADA JANIN
Perfusi plasenta Perfusi menurun dinyatakan sebagai IUGR
pada ferus, DJ:deselerasi lambat
Prematur plasenta Pada waktu lahir plasenta terlihat lebih
kecil daripada plasenta yang normal untuk
usia kehamila, premature aging terlihat
jelas dengan berbagai daerah yang
sinsitianya pecah, banyak terdapat nekrosis
iskemik(infark putih), dan deposisi fibrin
intervilosa (infark merah) bisa terlihat.
2.6 Klasifikasi
Preeklampsia berat dibagi menjadi (a) preeklampsia berat tanpa
impending eclampsia dan (b) preeclampsia berat dengan impending
eclampsia. Disebut impending eclampsia bila preeclampsia berat disertai
gejala-gejala subjektif berupa nyeri kepala hebat, gangguan visus, muntah-
muntah, nyeri epigastrium, dan kenaikan progresif tekanan darah (Angsar,
2010).
2.7 Diagnosis
Suatu preeklampsia digolongkan sebagai preeklampsia berat apabila
ditemukan satu atau lebih gejala sebagai berikut (Report of the National
High Blood Pressure Education Program Working Group on High Blood
Pressure in Pregnancy, 2010).
Tekanan darah sistolik ≥ 160 mmHg dan tekanan darah diastolik ≥
110 mmHg. Tekanan darah ini tidak menurun meskipun ibu hamil sudah
dirawat di rumah sakit dan sudah menjalani tirah baring, Proteinuria lebih
11
5 g/24 jam atau 4 + dalam pemeriksaan kualitatif. Oliguria, yaitu produksi
urin kurang dari 500 cc/24 jam, Kenaikan kadar kreatinin plasma,
Gangguan visus dan serebral: penurunan kesadaran, nyeri kepala,
skotoma, dan pandangan kabur, Nyeri epigastrium atau nyeri pada kuadran
kanan atas abdomen (akibat teregangnya kapsula Gibson), Edema paru-
paru dan sianosis, Hemolisis mikroangiopatik, Trombositopenia berat: <
100.000 sel/mm3 atau penurunan trombosit dengan cepat, Gangguan
fungsi hepar (kerusakan hepatoselular): peningkatan kadar alanin dan
aspartate aminotransferase, Pertumbuhan janin intrauterin yang
terhambat, Sindrom HELLP.
2.8 Penatalaksanaan
Pengelolaan preeklampsia dan eklampsia mencakup pencegahan
kejang, pengobatan hipertensi, pengelolaan cairan, pelanyanan suportif
terhadap organ yang terlibat, dan saat yang tepat untuk persalinan (Angsar,
2010).
Pada dasarnya penanganan preeklampsia terdiri atas pengobatan medik
dan penanganan obstetrik. Penanganan obsterik ditujukan untuk
melahirkan bayi pada saat yang optimal, yaitu sebelum janin mati dalam
kandungan, akan tetapi sudah cukup matur untuk hidup diluar uterus.
Tujuan pengobatan adalah : 1) Mencegah terjadinya eklampsi. 2)
Anak harus lahir dengan kemungkinan hidup besar. 3) Persalinan harus
dengan trauma yang sedikit-sedikitnya. 4)Mencegah hipertensi yang
menetap.
Pada umumnya indikasi untuk merawat penderita preeklampsia di
rumah sakit ialah:1) Tekanan darah sistolik 140 mm Hg atau lebih. 2)
Proteinuria 1+ atau lebih. 3) Kenaikan berat badan 1,5 kg atau lebih dalam
seminggu yang berulang. 4) Penambahan edema berlebihan secara tiba-
12
tiba. Pengobatan preeklampsia yang tepat ialah pengakhiran kehamilan
karena tindakan tersebut menghilangkan sebabnya dan mencegah terjadinya
eklampsia dengan bayi yang masih prematur.
Perawatan preeklampsia berat dibagi menjadi dua unsur yaitu sikap
terhadap penyakitnya, yaitu pemberian obat-obat atau terapi medisinalis,
dan sikap terhadap kehamilannya.
2.7.1 Tindakan terhadap penyakitnya
Penderita preeklampsia berat harus segera masuk rumah sakit untuk
rawat inap dan dianjurkan tirah baring miring ke satu sisi (kiri).
Perawatan yang penting pada preeklampsia berat adalah pengelolaan
cairan karena penderita preeklampsia dan eklampsia memiliki resiko tinggi
untuk terjadinya edema paru dan oliguria. Sebab terjadinya kedua keadaan
tersebut belum jelas, tetapi faktor yang sangat menentukan terjadinya
edema paru dan oliguria ialah hipovolemia, vasospasme, kerusakan sel
endotel, penurunan gradien tekanan onkotik koloid/pulmonary capillary
wedge pressure. Oleh karena itu, pemantauan masukan cairan (melalui oral
dan infuse) dan keluaran cairan (melalui urin) menjadi sangat penting.
Artinya harus dilakukan pengukuran secara tepat berapa jumlah cairan yang
dimasukkan dan juga cairan yang dikeluarkan melalui urin.
Bila terjadi tanda-tanda edema paru, segera dilakukan tindakan
koreksi. Cairan yang diberikan dapat berupa (a) 5% Ringer-dekstrose atau
cairan garam faali jumlah tetesan: < 125 cc/jam atau (b) Infus Dekstrose
5% yang tiap 1 liternya diselingi dengan infuse Ringer laktat (60-125
cc/jam) 500 cc.
Dipasang Foley catheter untuk mengukur pengeluaran urin. Oliguria
terjadi bila produksi urin < 30 cc/jam dalam 2-3 jam atau < 500 cc/24 jam.
13
Diberikan antasida untuk menetralisir asam lambung sehingga bila
mendadak kejang, dapat menghindari risiko aspirasi asam lambung. Diet
yang cukup protein, rendah kabohidrat, lemak, dan garam.
Obat anti kejang yang diberikan berupa MgSO4 (magnesium sulfat).
Selain itu, dapat dipakai obat-obat antikejang lainnya seperti diazepam atau
fenitoin, walaupun diketahui pemberian magnesium sulfat sebagai
antikejang lebih efektif dari fenitoin berdasarkan Cochrane Review
terhadap enam uji klinik yang melibatkan 897 penderita eklampsia (Duley,
Gullmaezoglu dan Hendorson-Smart, 2007). Magnesium sulfat
menghambat atau menurunkan kadar asetilkolin pada rangsangan serat
saraf dengan menghambat transmisi neuromuskular. Transmisi
neuromuskular membutuhkan kalsium pada sinaps. Pada pemberian
magnesium sulfat, magnesium akan menggeser kalium, sehingga terjadi
kompetitif inhibition antara ion kalsium dan ion magnesium, Kadar kalsium
yang tinggi di dalam darah dapat menghambat kerja magnesium sulfat
(Angsar, 2010).
Magnesium sulfat diberikan dalam dengan dosis awal 4 gr iv (40%
dalam 10cc) selama 15 menit, dilanjutkan dengan dosis pemeliharaan
sebanyak 6 gram dalam larutan Ringer/6 jam (infus); atau diberikan 4 atau
5 gram i.m. Selanjutnya maintenance dose diberikan 4 gr i.m. tiap 4-6 jam.
Syarat pemberian MgSO4 antara lain frekuensi nafas > 16x/menit, tidak
ada tanda-tanda gawat nafas, diuresis >100 ml dalam 4 jam sebelumnya
dan refleks patella positif. Siapkan juga antidotumnya, yaitu: Ca-glukonas
10% (1 gram dalam 10 cc NACL 0,9% IV, dalam 3 menit). Apabila terjadi
refrakter terhadap pemberian MgSO4, maka dapat diberikan salah satu obat
sebagai berikut: tiopental sodium, soudium amobarbital, diazepam, atau
fenitoin.
14
Antihipertensi yang dapat diberikan berupa nifedipin dengan dosis
10-20 gram per oral, diulang setelah 30 menit, maksimum 120 mg dalam
24 jam (Norman dan Davison, 2003).
2.7.2 Tindakan Terhadap Kehamilannya
Berdasarkan Williams Obstetrics, ditinjau dari umur kehamilan dan
perkembangan gejala-gejala preeklampsia berat, sikap terhadap
kehamilanya dapat dibagi menjadi dua, yaitu: 1) Aktif: berarti kehamilan
segera diakhiri/diterminasi bersamaan dengan pemberian obat
medikamentosa. 2) Konservatif: berarti kehamilan tetap dipertahankan
bersamaan dengan pemberian pengobatan medikamentosa.
Perawatan aktif diindikasikan apabila ditemukan satu/lebih keadaan
sebagai berikut:
1. Ibu
a. Umur kehamilan ≥37 minggu.
b. Ada tanda-tanda impending eclampsia.
c. Kegagalan pada terapi konservatif
d. Diduga terjadi solusio plasenta
e. Timbul onset persalinan, ketuban pecah, atau pendarahan.
2. Janin
a. Adanya tanda-tanda fetal distress.
b. Adanya tanda-tanda intra uterine growth restriction (IUGR).
c. NST nonreaktif dengan profil biofisik abnormal.
d. Terjadi oligohidroamnion.
3. Laboatorik
a. Adanya tanda-tanda “sindroma HELLP”, khususnya menurunnya
jumlah trombosit dengan cepat.
15
Adapun cara mengakhiri kehamilan (terminasi kehamilan) dilakukan
berdasarkan keadaan obstetrik pada waktu itu, apakah sudah inpartu atau
belum.
Perawatan konservatif dapat dilakukan dengan indikasi
kehamilan preterm ≤ 37 minggu tanpa disertai tanda-tanda impending
eclampsia dengan kondisi janin baik. Pengobatan medikamentosa yang
dilakukan sama dengan pengobatan medikamentosa pada perawatan
aktif. Pada perawatan konservatif, hanya dilakukan observasi dan
evaluasi, kehamilan tidak diakhiri. MgSO4 dihentikan bila tidak ada
tanda-tanda preeklampsia berat, selambatnya dalam waktu 24 jam. Bila
sesudah 24 jam tidak ada perbaikan maka keadaan ini harus dianggap
sebagai kegagalan pengobatan dan harus segera diterminasi.
2.9 Komplikasi
a) Komplikasi PEB terhadap Ibu
Akibat gejala preeklampsia, proses kehamilan maternal terganggu
karena terjadi perubahan patologis pada sistem organ, yaitu :
1. Jantung
Perubahan pada jantung disebabkan oleh peningkatan cardiac
afterload akibat hipertensi dan aktivasi endotel sehingga terjadi
ekstravasasi cairan intravaskular ke ekstraselular terutama paru. Terjadi
penurunan cardiac preload akibat hipovolemia.
2. Otak
Tekanan darah yang tinggi dapat menyebabkan autoregulasi tidak
berfungsi. Jika autoregulasi tidak berfungsi, penghubung penguat
endotel akan terbuka menyebabkan plasma dan sel-sel darah merah
keluar ke ruang ekstravaskular.
16
3. Mata
Pada preeklampsia tampak edema retina, spasmus menyeluruh
pada satu atau beberapa arteri, jarang terjadi perdarahan atau eksudat.
Spasmus arteri retina yang nyata dapat menunjukkan adanya
preeklampsia yang berat, tetapi bukan berarti spasmus yang ringan
adalah preeklampsia yang ringan.
Skotoma, diplopia dan ambliopia pada penderita preeklampsia
merupakan gejala yang menunjukan akan terjadinya eklampsia.
Keadaan ini disebabkan oleh perubahan aliran darah pada pusat
penglihatan di korteks serebri maupun didalam retina (Wiknjosastro,
2006).
4. Paru
Edema paru biasanya terjadi pada pasien preeklampsia berat yang
mengalami kelainan pulmonal maupun non-pulmonal setelah proses
persalinan. Hal ini terjadi karena peningkatan cairan yang sangat
banyak, penurunan tekanan onkotik koloid plasma akibat proteinuria,
penggunaan kristaloid sebagai pengganti darah yang hilang, dan
penurunan albumin yang diproduksi oleh hati.
5. Hati
Pada preeklampsia berat terdapat perubahan fungsi dan integritas
hepar, perlambatan ekskresi bromosulfoftalein, dan peningkatan kadar
aspartat aminotransferase serum. Sebagian besar peningkatan fosfatase
alkali serum disebabkan oleh fosfatase alkali tahan panas yang berasal
dari plasenta. Pada penelitian yang dilakukan Oosterhof dkk, dengan
menggunakan sonografi Doppler pada 37 wanita preeklampsia, terdapat
resistensi arteri hepatika.
Nekrosis hemoragik periporta di bagian perifer lobulus hepar
menyebabkan terjadinya peningkatan enzim hati didalam serum.
Perdarahan pada lesi ini dapat mengakibatkan ruptur hepatika,
17
menyebar di bawah kapsul hepar dan membentuk hematom subkapsular
(Cunningham, 2005).
6. Ginjal
Lesi khas pada ginjal pasien preeklampsia terutama
glomeruloendoteliosis, yaitu pembengkakan dari kapiler endotel
glomerular yang menyebabkan penurunan perfusi dan laju filtrasi
ginjal. Konsentrasi asam urat plasma biasanya meningkat terutama pada
preeklampsia berat. Pada sebagian besar wanita hamil dengan
preeklampsia, penurunan ringan sampai sedang laju filtrasi glomerulus
tampaknya terjadi akibat berkurangnya volume plasma sehingga kadar
kreatinin plasma hampir dua kali lipat dibandingkan dengan kadar
normal selama hamil (sekitar 0,5 ml/dl). Namun pada beberapa kasus
preeklampsia berat, kreatinin plasma meningkat beberapa kali lipat dari
nilai normal ibu tidak hamil atau berkisar hingga 2-3 mg/dl. Hal ini
disebabkan perubahan intrinsik ginjal akibat vasospasme yang hebat
(Cunningham, 2005).
Kelainan pada ginjal biasanya dijumpai proteinuria akibat
retensi garam dan air. Retensi garam dan air terjadi karena penurunan
laju filtrasi natrium di glomerulus akibat spasme arteriol ginjal. Pada
pasien preeklampsia terjadi penurunan ekskresi kalsium melalui urin
karena meningkatnya reabsorpsi di tubulus (Cunningham,2005).
Kelainan ginjal yang dapat dijumpai berupa glomerulopati,
terjadi karena peningkatan permeabilitas terhadap sebagian besar
protein dengan berat molekul tinggi, misalnya: hemoglobin, globulin,
dan transferin. Protein – protein molekul ini tidak dapat difiltrasi oleh
glomerulus.
18
7. Darah
Kebanyakan pasien preeklampsia mengalami koagulasi
intravaskular (DIC) dan destruksi pada eritrosit (Cunningham, 2005).
Trombositopenia merupakan kelainan yang sangat sering, biasanya
jumlahnya kurang dari 150.000/μl ditemukan pada 15 – 20 % pasien.
Level fibrinogen meningkat pada pasien preeklampsia dibandingkan
dengan ibu hamil dengan tekanan darah normal. Jika ditemukan level
fibrinogen yang rendah pada pasien preeklampsia, biasanya
berhubungan dengan terlepasnya plasenta sebelum waktunya (placental
abruption).
Pada 10 % pasien dengan preeklampsia berat dapat terjadi
HELLP syndrome yang ditandai dengan adanya anemia hemolitik,
peningkatan enzim hati dan jumlah platelet rendah.
8. Sistem Endokrin dan Metabolisme Air dan Elektrolit
Pada preeklampsia, sekresi renin oleh aparatus jukstaglomerulus
berkurang, proses sekresi aldosteron pun terhambat sehingga
menurunkan kadar aldosteron didalam darah. Pada ibu hamil dengan
preeklampsia kadar peptida natriuretik atrium juga meningkat. Hal ini
terjadi akibat ekspansi volume yang menyebabkan peningkatan curah
jantung dan penurunan resistensi vaskular perifer.
Pada pasien preeklampsia terjadi pergeseran cairan dari
intravaskuler ke interstisial yang disertai peningkatan hematokrit,
protein serum, viskositas darah dan penurunan volume plasma. Hal ini
mengakibatkan aliran darah ke jaringan berkurang dan terjadi hipoksia.
b) Komplikasi PEB terhadap Janin
Penurunan aliran darah ke plasenta mengakibatkan gangguan
fungsi plasenta. Hal ini mengakibatkan hipovolemia, vasospasme,
penurunan perfusi uteroplasenta dan kerusakan sel endotel pembuluh
19
darah plasenta sehingga mortalitas janin meningkat (Sarwono
prawirohardjo, 2009). Dampak preeklampsia pada janin, antara lain:
Intrauterine growth restriction (IUGR) atau pertumbuhan janin
terhambat, oligohidramnion, prematur, bayi lahir rendah, dan solusio
plasenta.
2.10Pencegahan
Menurut Cuningham dkk. (2005), Berbagai strategi telah digunakan
sebagai upaya untuk mencegah preeklampsia. Biasanya strategi-strategi ini
mencakup manipulasi diet dan usaha farmakologis untuk memodifikasi
mekanisme patofisiologis yang diperkirakan berperan dalam terjadinya
preeklampsia. Usaha farmakologis mencakup pemakaian aspirin dosis
rendah dan antioksidan.
1. Manipulasi diet
Salah satu usaha paling awal yang ditujukan untuk mencegah
preeklampsia adalah pembatasan asupan garam selama hamil, Knuist dkk.
(1998) yang dikutip oleh Cuningham (2005).
Berdasarkan sebagian besar studi di luar amerika serikat, ditemukan
bahwa wanita dengan diet rendah kalsium secara bermakna beresiko lebih
tinggi mengalami hipertensi akibat kehamilan. Hal ini mendorong
dilakukanya paling sedikit 14 uji klinis acak yang menghasilkan
metaanalisis yang memperlihatkan bahwa suplementasi kalsium selama
kehamilan menyebabkan penurunan bermakna tekanan darah serta
mencegah preeklampsia. Namun studi yang tampaknya definitif dilakukan
oleh Lavine dkk.,(1997) yang dikutip oleh Cuningham (2005). Studi ini
adalah suatu uji klinis acak yang disponsori oleh the National Institute of
Child Health and Human development. Dalam uji yang menggunakan
penyamar-ganda ini,4589 wanita nulipara sehat dibagi secara acak untuk
mendapat 2 g suplemen kalsium atau plasebo.
20
Manipulasi diet lainya untuk mencegah preeklampsia yang telah
diteliti adalah pemberian empat sampai sembilan kapsul yang mengandung
minyak ikan setiap hari. Suplemen harian ini dipilih sebagai upaya untuk
memodifikasi keseimbangan prostaglandin yang diperkirakan berperan
dalam patofisiologi preeklampsia.
2. Aspirin dosis rendah
Dengan aspirin 60 mg atau plasebo yang diberikan kepada wanita
primigravida peka-angiotensin pada usia kehamilan 28 minggu.
Menurunya insiden preeklamsi pada kelompok terapi diperkirakan
disebabkan oleh supresi selektif sintesis tromboksan oleh trombosit serta
tidak terganggunya produksi prostasiklin. Berdasarkan laporan ini dan
laporan lain dengan hasil serupa, dilakukan uji klinis acak multisentra
pada wanita beresiko rendah dan tinggi di amerika serikat dan negara lain.
Uji-uji klinis ini secara konsisten menperlihatkan aspirin dosis rendah
efektif untuk mencegah preeklampsia. Dalam suatu analisis sekunder
terhadap uji klinis intervensi resiko-tinggi, memperlihatkan bahwa
pemberian aspirin dosis rendah secara bermakna menurunkan kadar
tromboksan B2 ibu.
3. Antioksidan
Serum wanita hamil normal memiliki mekanisme antioksidan yang
berfungsi mengendalikan peroksidasi lemak yang diperkirakan berperan
dalam disfungsi sel endotel pada preeklampsia. serum wanita dengan
preeklampsia memperlihatkan penurunan mencolok aktivitas antioksidan.
Schirif dkk.,(1996) yang dikutip oleh Cuningham (2005), menguji
hipotesis bahwa penurunan aktifitas antioksidan berperan dalam
preeklampsia dengan mempelajari konsumsi diet serta konsentrasi vitamin
E dalam plasma pada 42 kehamilan dengan 90 kontrol. Mereka
menemukan kadar vitamin E plasma yang tinggi pada wanita dengan
preeklampsia, tetapi konsumsi vitamin E dalam diet tersebut tidak
21
berkaitan dengan preeklampsia. Mereka berspekulasi bahwa tingginya
kadar vitamin E yang diamati disebabkan oleh respons terhadap stres
oksidatif pada preeklampsia.
Penelitian sistematik pertama yang dirancang untuk menguji
hipotesis bahwa terapi antioksidan untuk wanita hamil akan mengubah
cedera sel endotel yang dikaitkan dengan preeklampsia. Sebanyak 283
wanita hamil 18 sampai 22 minggu yang beresiko preeklampsia dibagi
secara acak untuk mendapat terapi antioksidan atau plasebo. Terapi
antioksidan secara bermakna menurunkan aktivasi sel endotel dan
mengisyaratkan bahwa terapi semacam ini mungkin bermanfaat untuk
mencegah preeklampsia. Juga terjadi penurunan bermakna insiden
preeklampsia pada mereka yang mendapat vitamin C dan E dibandingkan
dengan kelompok kontrol (17 versus 11 persen,p <0,02).
4. Pemeriksaan antenatal
Pemeriksaan antenatal care yang teratur dan bermutu serta teliti,
mengenali tanda-tanda sedini mungkin (preeklamsi ringan), lalu diberikan
pengobatan yang cukup supaya penyakit tidak menjadi lebih berat. Harus
selalu waspada terhadap kemungkinan terjadinya preeklampsia kalau ada
faktor-faktor predisposisi, memberikan penerangan tentang manfaat
istirahat dan tidur, ketenangan, serta pentingnya mengatur diet rendah
garam, lemak, serta karbohidrat dan tinggi protein, juga menjaga kenaikan
berat badan yang berlebihan (Mochtar,2007).
Terapi paling efektif adalah pencegahan. Pada awal perawatan
prenatal,identifikasi wanita hamil yang beresiko tinggi, pengenalan, dan
laporan gejala-gejala peringatan fisik merupakan komponen inti untuk
mengoptimalkan hasil pada maternal dan perinatal. Kemampuan perawat
dalam memeriksa faktor-faktor dan gejala-gejala preeklampsia pada klien
tidak dapat terlalu dihrapkan. Perawat dapat melakukan banyak hal dalam
22
tugas pendukung. Tindakan harus diambil untuk menambah pengetahuan
dan akses publik pada perawatan antenatal. Konseling, penyerahan
sumberdaya masyarakat, pengerahan sistem pendukung, konseling nutrisi
dan informasi tentang adaptasi normal pada kehamilan merupakan
komponen pencegahan yang esensial pada perawatan (Bobak,
Jensen.2000).
2.11Prognosis
Prognosis pada preeklampsia berat prognosisnya bervariasi.
Preeklampsia dapat ditangani dengan mengontrol tekanan darah supaya
tidak terlalu tinggi dan mencegah agar tidak terjadi eklampsia. Dikatakan
eklampsia apabila disertai dengan kejang. Kalau kondisi ini terjadi maka
prognosis untuk Ibu hamil maupun janin menjadi sangat buruk.
Untuk prognosis dari PEB dibuat kriteria EDEN yang terdiri dari : 1)
Kejang > 10 kali. 2) Tekanan darah sistolik > 200 mmHg. 3) Nadi > 140
kali/menit. 4) Nafas > 40 kali / menit. 5) Suhu > 39 °C. 6) Edema (+). 7)
Protein urin > (+4).
Bila dijumpai salah satu tanda-tanda yang diatas maka disebut dengan
eklampsia ringan, bila dijumpai 2 atau lebih tergolong berat dan prognosis
akan lebih jelek.
23
BAB III
KESIMPULAN
Preeklampsia berat adalah timbulnya hipertensi ≥ 160/110 mmHg disertai
proteinuria daN atau edema pada kehamilan setelah 20 minggu. Pada kasus ini ibu
dikatakan mengalami preeclampsia berat karena mengalami hipertensi, yaitu
tekanan darah sebesar 160/110 mmHg dan disertai proteinuria +3. Hipertensi
terjadi sebagai usaha untuk mengatasi kenaikan tahanan perifer agar oksigenasi
jaringan dapat tercukupi.
Sebab potensial yang mungkin menjadi penyebab preeklampsia adalah
invasi trofoblastik abnormal pembuluh darah uterus, intoleransi imunologis antara
jaringan plasenta ibu dan janin, maladaptasi maternal pada perubahan
kardiovaskular atau inflamasi dari kehamilan normal, faktor nutrisi dan pengaruh
genetik.
Anti hipertensi diberikan bila tekanan diastole mencapai 110mmHg.
Tujuan utama pemberian obat antihipertensi adalah menurunkan tekanan diastolik
menjadi 90-100 mmHg.
24