referat penanganan dan tata laksana kejang pada kehamilan (pembimbing : dr. arie widiyasa, spog)

68
REFERAT Manajemen dan Tata-Laksana Kejang pada Ibu Hamil Pembimbing: dr. Arie Widiyasa, SpOG disusun oleh: Adeline - 07120120006 KEPANITERAAN KLINIK ILMU OBSTETRI DAN GINEKOLOGI 1

Upload: adeline-dlin

Post on 11-Jan-2017

215 views

Category:

Education


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Referat penanganan dan tata laksana kejang pada kehamilan (pembimbing : dr. Arie Widiyasa, spOG)

REFERAT

Manajemen dan Tata-Laksana Kejang pada Ibu Hamil

Pembimbing:

dr. Arie Widiyasa, SpOG

disusun oleh:

Adeline - 07120120006

KEPANITERAAN KLINIK ILMU OBSTETRI DAN GINEKOLOGI

RUMAH SAKIT MARINIR CILANDAK

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PELITA HARAPAN

PERIODE MEI – JULI 2016

1

Page 2: Referat penanganan dan tata laksana kejang pada kehamilan (pembimbing : dr. Arie Widiyasa, spOG)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL i

DAFTAR ISI ii

BAB I : PENDAHULUAN 1

BAB II : PEMBAHASAN 2

2.1 Definisi.............................................................................................................................

2.2 Epidemiologi...................................................................................................................

2.3 Etiologi dan Patofisiologi ..............................................................................................

2.3.1 Terhambatnya Pembentukan Aliran Darah dalam Uterus............................

2.3.2 Stress Oksidatif...................................................................................................

2.3.3 Disfungsi Endotel................................................................................................

2.3.4 Gangguan Aliran Darah Otak...........................................................................

2.4 Gejala Klinis...................................................................................................................

2.5 Diagnosis.......................................................................................................................

2.6 Komplikasi....................................................................................................................

2.6.1 Komplikasi Maternal.......................................................................................

2.6.2 Komplikasi Perinatal........................................................................................

2.7 Prognosis.......................................................................................................................

2.8 Pencegahan...................................................................................................................

2.9 Tata Laksana................................................................................................................

2.9.1 Terapi Farmakologi..........................................................................................

2.9.1.1 Magnesium Sulfat..................................................................................

2.9.1.2 Diazepam 35

BAB III : KESIMPULAN 37

DAFTAR PUSTAKA 39

2

Page 3: Referat penanganan dan tata laksana kejang pada kehamilan (pembimbing : dr. Arie Widiyasa, spOG)

BAB I

PENDAHULUAN

Kejang pada ibu hamil merupakan suatu kondisi komplikasi serius yang

tidak jarang ditemukan. Kejang pada ibu hamil disebut sebagai eklampsia.

Terjadinya eklampsia merupakan kejadian akut pada wanita hamil, dalam

persalinan atau nifas yang pada umumnya ditandai dengan adanya gejala dan

tanda preeklampsia. Preeklampsia sendiri merupakan suatu sindrom khusus

kehamilan yang dapat mengenai setiap sistem organ. Preeklampsia memiliki

kriteria minimum dengan tekanan darah 140/90 mmHg setelah usia kehamilan

20 minggu disertai proteinuria yang telah disebutkan diatas. Eklampsia

merupakan keadaan lanjutan dari preeklampsia dengan timbulnya gejala kejang

tanpa adanya penyebab lainnya.

Eklampsia yang timbul merupakan kejang umum dan dapat terjadi

sebelum, saat, atau setelah persalinan. Dari hasil penelitian yang di dapatkan, 10

persen perempuan mengalami eklampsia khususnya pada nulipara, tidak

mengalami kejang hingga 48 jam pasca partum. Insidensi terjadinya eklampsia

sendiri telah mulai menurun karena adanya asuhan antenatal yang adekuat

sehingga pencegahan dapat dilakukan. Di negara maju, insiden eklampsia berkisar

antara 1 dalam 2.000 kelahiran. 1

Umumnya pencegahan segera dilakukan pada wanita hamil yang memiliki

tekanan darah tinggi/hipertensi gestasional dengan atau tanpa proteinuria. Apabila

eklampsia sendiri terjadi walaupun pencegahan telah dilakukan, maka berbagai

tatalaksana dapat dilakukan. Obat yang paling sering digunakan adalah MgSO4

dan berbagai obat lainnya. Karena eklampsia merupakan keadaan gawat, maka

penanganannya harus segera dilakukan dan pencegahannya harus dioptimalkan.

3

Page 4: Referat penanganan dan tata laksana kejang pada kehamilan (pembimbing : dr. Arie Widiyasa, spOG)

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi

Kejang pada ibu hamil disebut juga dengan eklampsia. Definisi eklampsia

adalah kejang pada perempuan dengan preeklampsia tanpa penyebab lain.

Preeklampsia merupakan kondisi ibu hamil dengan tekanan darah tinggi

melebihi atau sama dengan 140/90 yang terjadi setelah usia kehamilan mencapai

20 minggu disertai dengan adanya proteinuria 300mg/24 jam atau +1 pada

pemeriksaan dipstik. Preeklampsia sendiri harus dibedakan dengan hipertensi

gestasional dan hipertensi kronis. Pada hipertensi gestasional, tekanan darah yang

pertama kali ditemukan harus 140 mmHg pada tekanan sistolik dan 90 mmHg

pada tekanan diastolik. Hipertensi gestasional harus kembali ke normal sebelum

12 minggu pasca partum. Hipertensi kronis merupakan suatu keadaan tekanan

darah 140/90mmHg yang ditemukan sebelum kehamilan atau terdiagnosis

sebelum kehamilan 20 minggu. Hipertensi kronis akan tetap ditemukan setelah 20

minggu pasca partum.

Kejang eklampsia bersifat kejang umum dan dapat terjadi sebelum, saat,

atau sesudah persalinan. Sebelum terjadinya eklampsia, umumnya wanita hamil

disertai dengan tanda-tanda perburukan gejala preeklampsia seperti tekanan darah

yang meningkat 160/110mmHg, proteinuria sebanyak +2, adanya nyeri kepala

yang menetap/gangguan visual maupun gangguan serebral lainnya serta adanya

nyeri epigastrik presisten. Melalui berbagai teori yang ditemukan, terjadinya

eklampsia dapat disebabkan oleh adanya hiperperfusi otak yang memaksa cairan

dalam kapiler keluar ke interstitium akibat adanya aktivasi endotel dan

menyebabkan edema perivaskular2.

4

Page 5: Referat penanganan dan tata laksana kejang pada kehamilan (pembimbing : dr. Arie Widiyasa, spOG)

Magnesium Sulfat terjadi selama merupakan obat yang sampai saat ini

dianggap paling baik untuk menangani kejang eklampsia. Magnsium sulfat

merupakan suatu jenis mineral yang bekerja untuk mengganti magnesium dalam

tubuh manusia. Selain itu magnesium sulfat juga dapat menurunkan impuls

neuron dalam otot sehingga menurunkan serangan kejang.

2.2 Epidemiologi

Eklampsia atau kejang pada ibu hamil merupakan suatu bentuk komplikasi

yang jarang terjadi namun bersifat fatal. Setiap tahunnya dapat ditemukan 50.000

ibu meninggal di dunia akibat eklampsia. Dari berbagai tempat di dunia, dapat

ditemukan data ratio insidensi terjadinya eklamsia berkisar antara 1:100 hingga

1:1700.

Eklampsia umumnya terjadi pada wanita kulit bewarna, nulipara dan

golongan sosial ekonomi rendah. Insiden tertinggi terjadi pada usia remaja

ataupun usia pada awal 20 tahun, dan prevalensi nya terus meningkat pada wanita

diatas 35 tahun. Eklampsia jarang terjadi pada usia kehamilan dibawah 20 minggu

dan dapat meningkat pada kehamilan mola atau sindroma antifosfolipid.

Beberapa Faktor risiko terjadinya eklampsia3:

- Nuliparitas, primigravida

- Riwayat keluarga dengan preeklampsia, riwayat preeklampsia dan eklampsia

- Komplikasi pada kehamilan sebelumnya seperti plasenta abrutio, Intrauterine

Growth Retardation, , Kematian janin

- Kehamilan ganda

- Kehamilan pada usia muda / usia diatas 35 tahun

- Keadaan medis seperti : obesitas, hipertensi kronis, gangguan ginjal, defisiensi

protein C, defisiensi protein S, gangguan pembuluh darah dan jaringan, Diabetes

gestasional, SLE.

Karena eklampsia ini sendiri mempersulit kehamilan dan bersifat fatal,

maka berbagai cara pencegahan diupayakan sebisa mungkin. Target utama dalam

5

Page 6: Referat penanganan dan tata laksana kejang pada kehamilan (pembimbing : dr. Arie Widiyasa, spOG)

pencgahan ini adalah untuk menurunkan tekanan darah yang meningkat baik itu

berupa preeklampsia, hipertensi kronis, maupun hipertensi gestasional. Pemberian

obat sebagai profilaksis eklampsia, dan penurun tekanan darah juga umumnya

segera diberikan.

Dalam suatu studi multisenter dan multinasional untuk membandingkan

berbagai cara pengobatan terhadap eklampsia, ditemukan bahwa Magnesium

sulfat merupakan obat yang paling efektif untuk mengatasi kejang eklampsia

dibandingkan dengan obat diazepam maupun obat lainnya. (The Eclampsia

Collaborative Trial Group, 1995, Neilson, 1995 Lucas, Levano and Cunningham ,

1995)

2.3 Etiologi dan Patofisiologi

Eklampsia merupakan suatu kondis komplikasi fatal dari suatu

preeklampsia berat yang bersifat grand-mal atau umum dan dilanjutkan dengan

keadaan koma ketika kehamilan atau pascapartum. Eklampsia dapat berupa 1 atau

lebih kejang yang terjadi berkelanjutan. Umumnya pada eklampsia dapat

ditemukan 2 fase. Fase pertama terjadi selama 5-20 detik dan diawali dengan

adanya kedutan pada wajah, kemudian badan menjadi kaku dan kejang terjadi

pada seluruh tubuh. Fase kedua dapat terjadi selama 60 detik dan diawali pada

rahang pasien yang kemudian merambat ke daerah wajah dan pada akhirnya

seluruh tubuh. Setelah itu pasien kemudian menjadi tidak sadar dan ketika

kesadarannya pulih pasien menjadi cemas tanpa menyadari dirinya baru terserang

kejang.

Sampai sekarang ini, belum ada etiologi yang jelas mengenai terjadinya

eklampsia, namun pada beberapa literatur ditemukan bahwa penyebab kejang

adalah stress oksidatif dan terhambatnya pembentukan aliran darah di dalam

uterus. Penyebab lainnya yang masih diteliti atara lain adalah adanya suatu

keadaan dimana adanya gangguan regulasi aliran darah pada otak serta adanya

disfungsi endotel.

6

Page 7: Referat penanganan dan tata laksana kejang pada kehamilan (pembimbing : dr. Arie Widiyasa, spOG)

7

Page 8: Referat penanganan dan tata laksana kejang pada kehamilan (pembimbing : dr. Arie Widiyasa, spOG)

2.3.1 Terhambatnya Pembetukan Alran Darah dalam Uterus

Didalam berbagai penelitian, ditemukan bahwa pada pasien dengan

eklampsia ditemukan adanya gangguan dalam pembentukan arteri

uteroplasental. Umumnya pada saat kehamilan akan terjadi berbagai

perubahan pembuluh darah di dalam uterus, namun pada pasien

preeklampsia, perkembangan tersebut terganggu. Invasi trofoblas menjadi

terganggu sehingga lapisan otot dan endotel yang berfungsi untuk

memperlebar diameter pembuluh darah menjadi terganggu dan pembuluh

darah tidak terdilatasi dengan baik sehingga tekanan darah pun meningkat.

Selain itu faktor-faktor dalam pembuluh darah atau tepatnya

endotel itu sendiri juga dapat berperan dalam vasokonstriksi pembuluh

drah di rahim tersebut. Faktor-faktor tersebut antara lain adalah sel-sel

inflamatorik seperti prostaglandin dan terlepasnya nitat oksida.1

8

Page 9: Referat penanganan dan tata laksana kejang pada kehamilan (pembimbing : dr. Arie Widiyasa, spOG)

2.3.2 Stress Oksidatif

Vasokonstriksi merupakan dasar patogenesis preeklamsi

eklampsia. Hal ini disebabkan karena adanya hipoksia pada endotel

sehingga terjadi kerusakan endotel dan kebocoran arteriole dan

pendarahan mikro. Perfusi uteroplasental ini akan menyebabkan terjadinya

maladptasi plasenta sehingga pada akhirnya dapat menyebabkan

hipoksia/anoksia jaringan yang dimana hal ini memicu terjadinya

hiperoksidasi lemak yang memerlukan oksigen lebih pula sehingga hal ini

menyebabkan terjadinya gangguan metabolisme di dalam sel. Hasilnya

adalah terjadinya peningkatan dari peroksidase lemak yang menyebabkan

adanya hiperoksidase lemak jenuh. Peroksidase lemak ini merupakan

radikal bebas yang apabila kesemimbangannya terganggu menimbulkan

keadaan stress oksidatif.

Pada kejadian preeklamsi-eklampsia serum anti oksidan dalam

tubuh wanita hamil menurun dan plasentalah yang menjadi sumber

terjadinya peroksidase lemak. Pada wanita hamil normal, serum anti

oksidan ini mengandung transferin, ion tembaga, dan sulfhidril yang

berperan sebagai anti oksidan yang cukup kuat. Peroksidase lemak

kemudian beredar melalui ikatan lipoprotein dan sampai ke semua

komponen sel termasuk sel-sel endotel. Sel-sel endotel tersebut kemudian

akan menjadi rusak akibatnya 6:

- Adesi dan agregasi trombosit

- Gangguan permeabillitas lapisan endotel terhadap plasma

- Terlepasnya enzim lisosom, tromboksan dan serotonin

- Produksi prostasiklin terhenti

- Keseibangan prostasiklin dan tromboksan

- Hipoksia plasenta akibat konsumsi oksigen

9

Page 10: Referat penanganan dan tata laksana kejang pada kehamilan (pembimbing : dr. Arie Widiyasa, spOG)

2.3.3 Disfungsi Endotel

Disfungsi endotel yang terjadi pada keadaan preeklampsia

menyebabkan terjadinya suatu gangguan di dalam sirkulasi sitemik wanita

hamil. Disfungsi endotel ini kemudian menyebabkan meningkatnya

tekanan darah sistemik yang disebabkan oleh faktor-faktor endotel seperti 4:

- Fibronectin

- Faktor Von Willebrand

- Cell adhesion molecules (VCAM-1)

- Intercellular adhesion molecule-1 (ICAM-1)

- Sitokin (IL-6, dll.)

- TNF-a

Kebocoran protein dalam sirkulasi ini kemudian menyebabkan

terjadinya edema generalisata yang merupakan faktor yang berhubungan

dengan preeklampsia-eklampsia.

10

Page 11: Referat penanganan dan tata laksana kejang pada kehamilan (pembimbing : dr. Arie Widiyasa, spOG)

2.3.4 Gangguan Aliran Darah Otak5

Eklampsia dapat terjadi akibat adanya gangguan atau abnormalitas

pada aliran darah di dalam otak yang disebabkan oleh hipertensi yang

berat. Akibatnya terjadi gengguan dalam regulasi darah di otak yang

meningkatkan permiabilitas dan edema otak sehingga terjadi iskemi dan

ensepalopati. Pada hipertensi berat, sistem kompensasi menjadi defektif

sehingga aliran darah menjadi terganggu. Tekanan intra kranial menjadi

meningkat sehingga terjadi gangguan visual. Apabila pada keadaan yang

lebih berat maka dapat terjadi pendarah serebral akut yang menekan

struktur di dalam otak dan menyebabkan munculnya berbagai gejala

seperti sakit kepla berat, pusing, muntah, kehilangan keseimbangan, dsb.

Pada saat terjadinya gejala preeklampsia, ditemukan adanya

hiperperfusi otak yang memaksa cairan dalam kapiler keluar ke

interstisium akibat aktivasi endotel sehingga menyebabkan edema

perivaskuler. Hal ini kemudian menyebabkan kondisi otak yang abnormal

sehingga terjadi pelepasan neurotransmiter eksitatorik yang berlebih,

dalam kasus ini glutamat, adanya depolarisasi jaringan neuron dalam

jumlah besar dan adanya peningkatan aksi potensial.

Akibat adanya abnormalitas pada perfusi jaringan otak ini

mengubah struktur otak sehingga menyebabkan terjadinya eklampsia.

Berbagai perubahan yang terjadi adalah :

- Edema serebral

- Pendarahan serebral

- Infark serebral

- Vasospasme serebral

- Pertukaran ion antara intra dan ekstra seluler

- Koagulopati intravaskuler serebral

- Ensefalopati hipertensi

2.4 Gejala Klinis

11

Page 12: Referat penanganan dan tata laksana kejang pada kehamilan (pembimbing : dr. Arie Widiyasa, spOG)

Pada awal terjadi kejang, biasanya diawali dengan memburuknya

preeklampsia seperti adanya gangguan penglihatan, mual, nyeri epigastrium, nyeri

kepala, dan hiperrefleks. Apabila tidak segera ditangani, maka kejang dapat terjadi

dan berakibat fatal karena sangat membahayakan baik ibu maupun janin.

Konvulsi/kejang dalam eklampsia dibagi kedalam 4 tingkatan yaitu7 :

1. Tingkat awal/aura: disebut juga dengan tingkat invasi. Keadaan ini berlangsusng

kurang lebih selama 30 detik dengan kondisi mata pasien terbuka tanpa melihat.

Kelopak mata nampak bergetar disertai dengan tangan dan kepala diputar ke

kanan maupun kiri

2. Tingkat kejangan tonik (kontraksi): Berlangsung selama 30 detik dan seluruh otot

menjadi kaku. Wajah kaku disertai dengan tangan yang mengepal dan kaki

menghadap dalam. Pernafasan berhenti dan wajah nampak biru (sianotik).

Perhatikan bahwa lidah dapat tergigit.

3. Tingkat kejang klonik (konvulsi): berlangsung selama 1-2 menit dan merupakan

spasmus tonik. Semua otot ditubuh berkontraksi dan berulang-ulang dalam tempo

yang cepat. Mulut membuka dan menutup dan lidah dapat tergigit, Bola mata

menonjol dan dapat mengeluarkan busa dari dalam mulut, Wajah mnunjukkan

kongesti dan sianosis. Pasien menjadi tidak sadar. Pada akhirnya, pasien akan

menarik nafas panjang dan mendengkur

4. Tingkat koma: Lama waktu keberlangsungan tidak menentu dan secara perlahan-

lahan pasien menjadi sadar tanpa ada ingatan sama sekali mengenai kejang yang

baru terjadi. Akan tetapi, dapat pula terjadi keadaan dimana pasien tidak sempat

sadar dan terjadi serangan kejang yang kedua dan berulang.

Frekuensi pernafasan biasanya meningkat setelah serangan berhenti hingga

mencapai 50 kali per menit dan dapat menyebabkan hiperkarbia hingga asidosis

laktat. Pada kasus yang berat dapat terjadi sianosis. Apabila terjadi demam, maka

harus dicurigai adanya pendarahan pada susunan saraf pusat.

Selama serangan kejang terjadi, harus diawasi terjadinya lidah tergigit,

luka, fraktur, gangguan pernafasan, solusio plasenta dan perdarah otak yang

merupakan komplikasi.

12

Page 13: Referat penanganan dan tata laksana kejang pada kehamilan (pembimbing : dr. Arie Widiyasa, spOG)

Kematian dapat terjadi pada eklampsia karna dapat menyebabkan edema

paru-paru, apoplexia dan asidosis, pneumonia aspirasi (beberapa hari setelah

kejang), kerusakan hati dan gangguan faal ginjal.

2.5 Diagnosis

Diagnosis eklampsia pada umumnya tidak sulit ditegakan. Diagnosis

ditegakkan apabila terdapat tanda dan gejala pre eklampsia yang disertai dengan

seranga kejang. Gejala eklampsia harus dapat dibedakan dengan kejang epilepsi

maupun kejang oleh karena obat. Faktor-faktor resiko pun harus diperhatikan.

Diagnosis dapat ditegakan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, dan

pemerksaan penunjang. Pada anamnesis, pasien di tanyakan apakah terdapat

tanda-tanda preeklampsia berat seperti nyeri kepa,a gangguan penglihatan,

flushing, dyspnea, nyeri dada, mual muntah, kejang, berat badan bertambah. Lalu

di tanyakan apakah pada kehamilan sebelumnya terdapat hipertensi, atau

hipertensi sebelum kehamilan, penyulit kontrasepsi hormonal, penyakit ginjal,

maupun UTI dan apakah ada riwayat keluarga dengan keluhan serupa. Pada

pemeriksaan fisik, diperiksa tanda-tanda vital, edema paru, nyeri hepar, keadaan

rahim dan janin, klonus, maupun retinopati

.

13

Page 14: Referat penanganan dan tata laksana kejang pada kehamilan (pembimbing : dr. Arie Widiyasa, spOG)

14

Page 15: Referat penanganan dan tata laksana kejang pada kehamilan (pembimbing : dr. Arie Widiyasa, spOG)

2.6 Komplikasi

Seperti yang telah dijelaskan di atas bahwa eklampsia merupakan suatu

jenis keadaan fatal dan membahayakan sehingga komplikasi terberat yang dapat

terjadi adalah terjadinya kematian baik terhadap ibunya, bayi maupun keduanya.

Selain itu berbagai komplikasi juga sering ditemukan baik perubahan-perubahan

pada ibu maupun pada bayi tersebut.

2.6.1 Komplikasi Maternal

A. Paru

Edema paru sering terjadi akibat adanya pneumonitis aspirasi

akibat inhalasi isi lambung yang terjadi apabila pasien memuntahkan isi

perutnya pada saat kejang, Selain itu, juga dapat disebabkan sebagai akibat

dari penanggulangan hipertensi berat dengan pemberian cairan intravena

yang berlebihan sehingga menyebabkan kegagalan fungsi jantung. Edema

paru merupakan suatu tanda prognostik yang buruk.

B. Otak

Kejang yang terjadi dapat menimbulkan terjadinya perdarahan otak

yang berakibat fatal. Komplikasi paling buruk adalah kematian. Kematian

yang disebabkan oleh perdarahan otak umumnya bersifat mendadak.

Selain itu, apabila perdarahan terjadi pada sublethal maka pasien akan

mengalami hemiplegia. Perdarahan otak cenderung terjadi pada wanita

usia tua dengan hipertensi kronik. Komplikasi di otak yang jarang terjadi

lainnya adalah pecahnya aneurisma arteri atau kelainan vasa otak (seperti :

stroke) yang berujung pada perdarahan otak. Koma atau penurunan

kesadaran tidak jarang di temukan. Apabila tekanan di dalam otak

meningkat maka dapat terjadi suatu herniasi batang otak yang dapat

menyebabkan kematian8.

15

Page 16: Referat penanganan dan tata laksana kejang pada kehamilan (pembimbing : dr. Arie Widiyasa, spOG)

C. Mata

Kebutaan dapat terjadi setelah atau bersamaan dengan kejang.

Penyebab kebutaan antara lain adalah ablasio retina yang ringan sampai

berat dan iskemia atau infark pada lobus oksipitalis. Pada banyak kasus,

penglihatan pasiien dapat kembali normal setelah 1 minggu terminasi

kehamilan.

D. Psikosis

Komplikasi ini merupakan komplikasi yang jarang terjadi.

Eklampsia diikuti dengan keadaan psikosis dan mengamuk yang

berlangsung sampai 2 minggu. Apabila sebelum kehamilan pasien tidak

memiliki gangguan mental maka prognosis untuk kembali normal

sangatlah baik.

E. Hematologi

Plasma darah menjadi menurun dengan meningkatnya viskositas

darah. Terjadi hemokonsentrasi, gangguan pembekuan darah, DIC dan

sindroma HELLP.

F Ginjal dan hepar

Filtrasi glomerullus menurun dan aliran plasma meningkat. Hal ini

dapat menyebabkan gagal ginjal akut. Sedangkan pada hepar akan terjadi

nekrosis periportal dan gangguan sel hati.

G. Uterus

Solusio plasenta dapat terjadi karena adanya vasokonstriksi

pembuluh darah uteroplasental yang menyebabkan pembuluh darah

tersebut mudah lepas dan di antara plasenta dan dinding endometrium

menghasilkan darah. Apabila tidak segera ditangani maka dapat terjadi

perdarahan antepartum.

16

Page 17: Referat penanganan dan tata laksana kejang pada kehamilan (pembimbing : dr. Arie Widiyasa, spOG)

H. Kardiovaskuler

Komplikasi yang dapat terjadi adalah serangan jantung, spasme

vaskular menurun, tahanan pembuluh darah tepi meningkat, indeks kerja

ventrikel kiri meningkat, tekanan vena sentral menurun dan tekanan paru

menurun.

I. Kematian

Kematian maternal akibat eklampsia dapat disebabkan oleh

perdarahan otak, kelainan perfusi otak, infeksi, perdarahan dan sindroma

HELLP.

2.6.2 Komplikasi Perinatal

Karena pada saat kejang kontraksi uterus meningkat dan otot-otot

uterus terus meningkat maka akan terjadi vasospasme pada arterioli

sehingga aliran darah menuju retroplasenter semakin berkurang. Denyut

Jantung Janin (DJJ) kemudian akan meningkat seperti takikardia yang

diikuti dengan bradikardia. Beberapa komplikasi lainanya yang dapat

terjadi pada perinatal antara lain :

A. Dismaturitas

Bayi baru lahir dengan berat badan yang tidak sesuai dengan usia

kehamilan disebut dengan dismaturitas. Dikatakan seperti itu apabila berat

lahir perinatal dibawah presentil ke-10 menurut kurva pertumbuhan

intrauterin Lubhenco atau dibawah 2SD.

Ketika kejang berlangsung, maka arteriol spiralis desidua menjadi

spasme sehingga aliran darah menuju ke plasenta menurun. Perubahan-

perubahan fisiolois yang seharusnya terjadi menjadi dipercepat sehingga

mesoderm menjadi jaringan fibrotik. Hal ini menyebabkan terjadi nya

gangguan fungsi plasenta yang dapat menyebabkan dismaturitas karena

17

Page 18: Referat penanganan dan tata laksana kejang pada kehamilan (pembimbing : dr. Arie Widiyasa, spOG)

pertumbuhnan janin terganggu. Pada hipertensi pendek, dismaturitas

terjadi akibat adanya kekurangan oksigen.

Dismaturitas pada perinatal dapat menyebabkan sindrom aspirasi

mekonium yang disebabkan oleh keadaan dimana perinatal dengan sangat

berusaha untuk mengadakan gaping. Hipoglikemia simptomatik dicurigai

disebabkan oleh persediaan glikogen yang sangat kurang, Asfiksia

neonatorum adalah suatu keadaan gawat janin akibat gagal bernafas secara

spontan dan teratur. Apabila berat dan berkelanjutan maka menjadi

asidosis. Derajat asfiksia :

B. Prematuritas

Prematuritas sering terjadi karena adanya kenaikan tonus uterus

dan kepekaan terhadapat perangsangan,

C. Sindroma Distress Respirasi

Faktor yang berperan dalam eklampsia adalah adanya hipovolemik,

asfiksia dan aspirasi mekonium.

D. Trombositopenia

Trombositopenia pada bayi yang baru lahir dapat merupakan

penyakit sistemik primer sistem hemopoetik atau suatu transfer faktor-

faktor yang abnormal.

E. Hipermagnesemia

Kondisi ini terjadi apabila kadar magnesium serum dalam darah

lebih besar atau sama dengan 15 mEq/L. Hal sering ditemukan pada bayi

18

Page 19: Referat penanganan dan tata laksana kejang pada kehamilan (pembimbing : dr. Arie Widiyasa, spOG)

dengan ibu yang menderita eklampsia dan diobati dengan magnesium

sulfat. Pada keadaan ini dapat menyebabkan adanya depresi susunan saraf

pusat dan paralisis otot-otot skeletal.

F. Neutropenia

Bayi yang dilahirkan dengan ibu eklampsia maupun dengan

sindroma HELLP dapat ditemukan neutropenia yang sampai sekarang

belum diketahui dengan jelas, namun perkiraan yang terjadi adalah adanya

kerusakan endotel pembuluh darah ibu melewati jalan plasenta lahir.

G. Kematian Perinatal

Kematian umumnya terjadi karena adanya asfiksia neonatorum

berat, trauma saat kejang intrapartum, dismaturitas yang berat. Beberapa

kasus ditemukan bay yang meninggal di dalam kandungan ibunya sendiri.

2.7 Prognosis

Eklampsia meskipun jarang insidensi nya namun tetap memakan korban

nyawa yang cukup besar baik kepada ibu maupun bayi nya. Dari berbagai

literatur, kematian bayi yang tercatat sekitar 9.8% - 25.5 % dan angka kematian

bayi tercata sebanyak 42.2 % - 48.9 persen. Angka kematian ini lebih tinggi pada

negara-negara berkembang dan kurang maju karena adanya ketidak waspadaan

dan kurangnya pengawasan antenatal. Hal ini memicu terhadap keterlambatan

pengobatan dan pencegahan yang tidak tepat. Kematian pada maternal disebabkan

oleh perdarahan otak, dekompansasio kordis, edema paru, gagal ginjal, dan

aspirasi makanan kedalam jalan pernafasan ketika kejang berlangsung8.

Penyebab utama kematian bayi disebabkan oleh hipoksia intrauterin dan

prematuritas. Preeklampsia dan eklampsia sendiri tidak akan menyebabkan

terjadinya hipertensi kronik namun pada suatu penelitian ditemukan bahwa angka

insidensi terjadinya hipertensi lebih tinggi pada pasien setelah 10-15 tahun pasca

partum.

19

Page 20: Referat penanganan dan tata laksana kejang pada kehamilan (pembimbing : dr. Arie Widiyasa, spOG)

Prognosa bagi ibu dan anak kurang baik terutama bagi mereka yang

merupakan multipara dan berusia lebih dari 35 tahun. Apabila jumlah urin lebih

sedikit dari 800 cc dalam 24 jam atau kurang dari 200 cc setiap 6 jam yang

disebut oliguria, maka prognosis menjadi lebih buruk.

Gejala-gelaja yang memperburuk prognosa antara lain :

- Koma dalam waktu lama

- Nadi > 120x/menit

- Suhu > 39oC

- TD > 200 mmHg

- Lebih dari 10 serangan

- Proteinuria 10 gr / hari atau lebih

- Edema (-)

2.8 Pencegahan

Pencegahan atau profilaksis dapat dilakukan kepada wanita hamil dengan

tekanan darah tinggi, baik hipertensi kronik, hipertensi gestasional, dengan atau

tanpa proteinuria atau pada preeklampsia. Dari berbagai penelitian, ditemukan

bahwa magnesium sulfat memiliki keunggu;an daripada obat lainnya dalam

mencegah eklampsia.

Di dalam suatu penelitian yang telah dilakukan, dimana magnesium sulfat

dibandingkan dengan nimodipine. Nimodipie merupakan suatu penyekat kanal

kalsium yang memberikan dampak vasodilator pada serebral spresifik dan

berfungsi untuk mencegah eklampsia. Namun begitu, pada penggunaan

Nimodipine ditemukan adanya insidensi eklampsia meningkat 3 kali lipat lebih

daripada penggunaan magnesium sulfat. Pada penelitian lain yang

membandingkan fenitoin dengan magnesium sulfat, ditemukan bahwa magnesium

sulfat lebih unggul pada wanita dengan hipertensi gestasional maupun

preeklampsia9 .

20

Page 21: Referat penanganan dan tata laksana kejang pada kehamilan (pembimbing : dr. Arie Widiyasa, spOG)

Magnesium sulfat akan mencegah berulangnya kejang pada perempuan

dengan penyakit yang juga memburuk. Pemberian magnesium kepada wanita

hamil pada sebgaian literatur diberikan secara universal, yang berarti kepada

semua wanita hamil dengan hipertensi gestasional, namun pada beberapa literatur

ada juga yang menerapkan pemberiannya dilakukan secara selektif. Kriteria berat

atau ringannya suatu preeklampsia dan hipertensi gestasional menjadi faktor

penting, namun presepsi disetiap bagian negara dan berbagai penelitian berbeda-

beda untuk menentukan tingkat keparahan suatu preeklampsia.

Hingga tahun 2000, semua perempuan dengan hipertensi gestasional

diberikan profilaksis magnesium secara intramuskular seperti yang dipaparkan

oleh Pitchard pada tahun 1955. Setelah tahun 2000, kemudian diterapkan

pemberiannya melalui intravena. Pada saat yang bersamaan, pemberian secara

universal diubah menjadi pemberian secara selektif, yakni hanya kepada mereka

yang memenuhi kriteria hipertensi gestasional berat. Kriteria-kriteria yang ada

pada perempuan dengan hipertensi awitan baru yang disertai proteinuria (minimal

1 kriteria)10 :

- Tekanan darah sistolik 160 atau tekanan darah diastolik 110 mmHg

- Proteinuria 2+ pada pengukuran spesimen urin hasil kateterisasi dengan cari

celup

- Kreatinin serum > 1.2 mg/dL

- Hitung trombosit <100/000/Ml

- Kadar aspartat transaminase (AST) meningkat 2x lipat melebihi batas kisaran

normal

- Skotomata atau nyeri keapala presisten

- Nyeri kuadran kanan atas atau pertengahan epigastrium yang menetap

Setelah penelitian dilakukan, maka ditemuan bahwa kejang eklamptik tetap

terjadi terhadap 1 diantara 358 pada 3935 pasien dan dapat disimpulkan bahwa

terjadi kegagalan terapi. Selain itu pada mereka yang tidak memenuhi kriteria dan

tidak diterapi, 1 diantara 92 pasien mengalami kejang eklamptik. Seperempat dari

21

Page 22: Referat penanganan dan tata laksana kejang pada kehamilan (pembimbing : dr. Arie Widiyasa, spOG)

seluruh pasien dengan hipertensi gestasional membutuhkan penanganan bedah

sesar emergensi yang bersifat kontroversial karena intubasi tidak dapat dilakukan

pada pasien dengan kejang eklamptik yang mengalami edema laringotrakea. Oleh

sebab itu, maka magnesium sulfat sebagai profilaksis kembali diberikan secara

universal yaitu kepada semua pasien yang mengalami hipertensi gestasional.

Ergomentrine tidak boleh diberikan kepada wanita hamil dengan

preeklampsia, eklampsia maupun hipertensi gestasional, karena dapat

meningkatkan resiko terjadinya kejang dan kerusakan sereberovaskular.

Selain itu, perlu adanya observasi dan tatalaksana untuk menurunkan

tekanan darah tinggi dari ibu hamil tersebut. Berbagai obat antihipertensi yang

dapat digunakan dipertimbangkan berdasarkan kondisi pasien dan pengalaman

dokter . Beberapa obat antihipertensi yang dapat digunakan antara lain adalah :

Nama Obat Dosis Keterangan

Nifedipin 4x 10-30 mg per oral (short acting)

1 x 20-30 mg per oral (long

acting/Adalat OROS)

Dapat menyebabakan

hipoperfusi pada ibu dan janin

bila diberikan sublingual

Nikardipin 5 mg per jam dapat ditotrasi 2.5

mg/jam tiap 5 menit hingga

maksimum 10 mg/jam

Metildopa 2 x 250-500 mg per oral (dosis

maksimum : 2000 mg/hari)

Ibu yang memiliki riwayat penggunaan obat anti hipertensi di sarankan

melanjutkan dengan obat yang sama hingga persalinan.

Pemeriksaan penunjang tambahan diperlukan untuk memonitor kondisi

ibu. Pemeriksaan yang disarankan adalah hitung darah perifer lengkap, golongan

darah ABO, Rh dan uji pencocokan silang, Fungsi hati (LDH, SGOT, SGPT),

22

Page 23: Referat penanganan dan tata laksana kejang pada kehamilan (pembimbing : dr. Arie Widiyasa, spOG)

Fungsi ginjal (ureum, kreatinin serum), profil koagulasi (PT, APTT, fibrinogen),

dan USG.

2.9 Tata Laksana

Penatalaksanaan dalam kejadian eklampsia adalah untuk menghentikan

berulangnya serangan kejang dan mengakhiri kehamilan secepatnya dengan cara

yang aman setelah keadaan ibu stabil. Pengawasan dan perawatan yang intesif

penting bagi penanganan penderita eklampsia. Tujuan utama dalam pengobatan

eklampsia adalah untuk menghentikan kejang, mengurangi vasospasmus, dan

meningkatkan diuresis.

Pada saat kejang terjadi, maka wanita hamil harus diperhatikan terlebih

dahulu keselamatannya dan harus dilindungi terutama jalan nafasnya. Perhatikan

gerakan wanita karena kekuatan kejang tersebut dapat membuat wanita terlempar

dari posisinya. Selain itu lidah wanita hamil juga dapat tergigit. Fase otot ini

terjadi selama kurang lebih 1 menit dan kemudian pergerakan otot menjadi lebih

pelan dan jarang. Pada akhirnya pasien akan berbaring dan tidak bergerak atau

yang disebut dengan pasca-iktal (dalam beberapa kasus, pasien dapat menjadi

koma). Apabila pasien dalam keadaan koma, waktu untuk sadar bervariasi dan

dalam kasus yang sangat jarang, dapat timbul kematian. Setelah pasien sadar,

kondisi pasien menjadi agresif dalam keadaan setengah sadar. Dapat juga timbul

suatu gejala dimana pasien tidak sadar namun kejang timbul kembali atau yang

disebut dengan status epilepticus dan harus segera diberikan sedasi dalam maupun

anestesia umum.

Laju pernafasan cenderung meningkat hingga 50x/menit sebagai respon

terhadap hiperkarbia, asidemia laktat dan hipoksemia transien. Demam tinggi

dapat merupakan suatu tanda bahaya yang terjadi akibat adanya perdarahan

serebrovaskular. Proteinuria sering ditemukan dan berat. Edema perifer dan pada

wajah dapat terjadi. Apabila setelah pelahiran jumlah urin meningkat, hal ini

23

Page 24: Referat penanganan dan tata laksana kejang pada kehamilan (pembimbing : dr. Arie Widiyasa, spOG)

merupakan tanda bahwa kondisi pasien telah membalik. Proteinuria dan edema

pun akan menghilang pada 1 minggu pasca partum.

Pada eklampsia antepartum, bayi harus segera dlahirkan setelah timbul

kejang. Kejang pada saat persaliinan dapat menyebabkan meningkatnya kontraksi,

meningkatnya intensitas frekuesi dan durasi persalinan memendek. Selain itu,

karena hipoksemia dan asidemia laktat pada ibu kejang, maka tidak jarang

ditemukan adanya bradikardia janin paska kejang yang umumnya kembali pulih

setelah 3-5 menit.

Edema paru sering ditemukan oleh karena pneumonitis aspirasi oleh sebab

adanya inhalasi isi lambung saat muntah. Selain itu, perdarahan dan gangguan

vaskular pada otak dapat menyebabkan gangguan visual,, sakit kepala, dan yang

paling parah adalah kematian. Terkadang eklampsia diikuti dengan kejadian

psikosis dan pengobatan antipsikosis dapat diberikan.

A. Tata Laksana Umum

Tata laksana kejang

- Bila tejadi kejang, perhatikan jalan napas, pernapasan (oksigen), dan

sirkulasi (cairan intravena)

- MgSO4 diberikan secara intravena kepada ibu dengan eklampsia

sebagai tatalaksana kejang dan preeklampsia berat sebagai pencegahan

kejang. Pemberian dapat dimulai dengan loading dose intravena yang

kemudian dilanjutkan dengan pemberian MgSO4 per

infus/intramuskuler secara periodik

- Pada kondisi dimana MgSO4 tidak dapat diberikan, berikan dosis awal

(loading dose) lalu rujuk segera ke fasilitas kesehatan yang memadai

- Lakukan intuasi jika terjadi kejang berulang dan segera kirim ibu ke

ruang ICU (bila tersedia) yang sudah siap denga fasiitas ventilator

tekanan positif.

- Berikan obat antihipertensi

- Koreksi hipoksemia dan asidosis

24

Page 25: Referat penanganan dan tata laksana kejang pada kehamilan (pembimbing : dr. Arie Widiyasa, spOG)

- Infus Ringer Asetat atau Ringer Laktat ( Jumlah cairan dalam 24 jam

sekitar 200 ml

Anti Hipertensi

- Hipertensi berat selama kehamilan perlu diobati dengan obat

antiphipertensi

- Diberikan apabila tekanan darah diastolik > 110 mmHg

- Obat ini diberikan secara intermitten intra vena atau oral untuk

menurunkan tekanan darah. (Batasan diastolik) berbeda-beda, 100-110

mmHg)

- Obat antihipertensi yang direkomendasikan : Nifedipin, Nikardipin,

Metildopa

- Nifedipine digunakan sublingual 10 mg. Setelah 1 jam apabila tekanan

masih tinggi dapat diberikan berulang 5-10 mg sublingual atu oral

dengan interval 1jam, 2 jam, atau 3 jam sesuai kebutuhan

- Penurunan tidak boleh terlalu agresif (diastolik harus diatas 90 mmHg)

/ penurunan maksimal 30%

- Antihipertensi golongan ACE inhibitor, dan ARB (diuretik) tidak

diberikan kecuali pada kasus kehilangan cairan yang berat seperti

muntah atau diare yang berlebihan atau pada kasus edema paru, gagal

jantung kongestif, dan edema anasakra

- Hindari penggunaan cairan hiperosmotik

- Terapi anti hipertensi juga diberikan untuk hipertensi pasca salin berat.

Perawatan saat kejang:

- Dirawat dikamar isolasi yang cukup tenang

- Masukkan sudip lidah / spatel ke dalam mulut penderita

- Kepala di rendahkan, lendir diisap dari daerah orofaring

25

Page 26: Referat penanganan dan tata laksana kejang pada kehamilan (pembimbing : dr. Arie Widiyasa, spOG)

- Fiksasi badan pada tempat tidur harus aman namun cukup longgar

untuk menghindari fraktur

- Pemberian oksigen

- Dipasang kateter menetap /foley kateter.

Perawatan pada saat koma

- Monitor kesadaran dan dalamnya koma memakai GCS

- Perlu dilakukan pencegahan dekubitus dan makanan penderita

- Pada koma yang lama (>24 jam), makanan harus masuk melalui

hidung / NGT

Penatalaksanaan penunjang tambahan

- Hitung darah lengkap (DPL)

- Golongan darah ABO, Rh, dan uji pencocokan silang

- Fungsi hati (LDH, SGOT, SGPT)

- Fungsi ginjal (ureum, kreatinin serum)

- Profil koagulasi (PT, APTT, fibrinogen)

- USG (terutama apabila terdapat indikasi gawat janin/pertumbuhan

janin terhambat)

Terminasi Kehamilan

- Bayi harus segera dilahirkan dalam 12 jam setelah terjadinya kejang

tanpa memandak umur kehamilan maupun keadaan janin

- Terminasi harus dilakukan apabila sudah ada stabilisasi hemodinamika

dan metabolisme ibu, yaitu 4-8 jam setelah 1 atau lebih keadaan

dibawah ini :

o Setelah pemberian obat anti kejang terakhir

o Setelah kejang terakhir

o Setelah pemberian obat antihipertensi terakhir

o Penderita mulai sadar (responsif dan orientasi)

26

Page 27: Referat penanganan dan tata laksana kejang pada kehamilan (pembimbing : dr. Arie Widiyasa, spOG)

- Induksi persalinan dianjurkan bagi ibu dengan preeklampsia berat

dengan janin yang belum atau tidak akan viable dalam 1-2 minggu

- Apabila ibu dengan preeklampsia berat dan janin sudah viable namun

usia kehamilan belum mencapai 34 minggu, manajemen ekspektan

dianjurkan asalkan tidak terdapat kontraindikasi. Lakukan pengawasan

ketat.

- Pada ibu dengan preeklampsia berat dengan usia kehamilan sudah 34-

37 minggu, manajemen ekspektan boleh dianjurkan, asalkan tidak

terdapat hipertensi yang tidak terkontrol, disfungsi organ ibu dan

gawat janin.

- Pada ibu dengan preeklampsia berat yang kehamilannya sudah aterm,

persalinan dini dianjurkan

- Pasien dengan preeklampsia ringan atau hipertensi gestasional ringan

yang sudah aterm, induksi persalinan dianjurkan.

- Apabila tidak terdapat respon terhadap penanganan konservatif atau

anak hidup pertimbangkan seksio sesaria.

27

Page 28: Referat penanganan dan tata laksana kejang pada kehamilan (pembimbing : dr. Arie Widiyasa, spOG)

Perawatan Pasca Persainan

- Persalinan pervaginam : monitor TTV

- Pemeriksaan LAB setelah 1x24 jam persalinan

- Perbakan pada umumnya terjadi setelah 24-48 jam pasca persalinan.

B. Tata Laksana Khusus

Edema Paru

- Posisikan ibu dalam posisi tegak

- Berikan oksigen

- Berikan furosemide 40mg IV

- Apabila produksi urin masih rendah (<30mg/jam dalam 4 jam),

pemberian furosemide dapat diulang

- Ukur keseimbangan cairan. Batasi cairan yang masuk

Sindroma HELLP

- Lakukan terminasi kehamilan.

2.9.1 Terapi Farmakologi

2.9.1.1 Magnesium Sulfat

Farmakologi

Pada penatalaksanaan eklampsia, obat yang paling sering dan

efektif digunakan adalah Magnesium Sulfat. Magnesium Sulfat USP

adalah MgSO4.7H2O dan bukan hanya MgSO4 sederhana. Pemberian

Magnesium Sufat biasanya dilakukan secara intravena melalui infus

kontinu atau secara intramuskular melalui injeksi berkala. Wanita denga

preeklampsia-eklampsia, magnesium sulfat diberikan selama persalinan

dan 24 jam pasca partum.

28

Page 29: Referat penanganan dan tata laksana kejang pada kehamilan (pembimbing : dr. Arie Widiyasa, spOG)

Magnesium sulfat merupakan kristal kecil yang tidak bewarna dan

digunakan sebagai antikonvulsi, dan pengganti elektrolit yang sering

digunakan untuk mengobati preeklampsia eklampsia. Magnesium sulfat

juga sering digunakan sebagai penangan disritmia (seperti : Torsades de

Pointes) dan toksisitas digitalis. Penggunaannya juga sering dipakai untuk

mengobati hipokalsemia, nefritis akut pada anak kecil, dan hipomagnesia

akut. Kegunaan lain nya dapat digunakan untuk mengobati tetani uterus

sebagai relaksan miometrium.

Magnesium merupakan senyawa kedua terbanyak di dalam cairan

intraselular. Magnesium penting untuk aktivitas berbagai enzim dan

berperan penting dalam transmisi neurokimia dan eksitabilitas muskular.15

Magnesium sulfat mengurangi kontraksi otot lurik dan menghambat

adanya transmisi neuromuskular perifer dengan mengurangi jumlah

asetilkolin yang dilepaskan di neuromuscular junction. Selain itu,

magnesium juga menghambat masuknya Ca2+ melalui dihydropyridine

dan voltage dependent kanal. Magnesium sulfat juga berperan sebagai

relaksan terhadap otot halus di pembuluh darah.

Magnesium termasuk non kompetitif inhibitor dari inositol trifosfat

gated saluran kalsium dan berfungsi sebagai antagonis kalsium endogen.

Magnesium dapat memberikan efek penekanan saraf pusat karena

berperan sebagai antagonis respetor N-Methyl D-Aspartat (NMDA),

glutamat dan penghambatan pelepasan katekolamin.

29

Page 30: Referat penanganan dan tata laksana kejang pada kehamilan (pembimbing : dr. Arie Widiyasa, spOG)

Magnesium sulfat juga dapat digunakan untuk menanggulangi

asma apabila bronkodilator tidak dapat digunakan. Magnesium sulfat

bekerja untuk menghambat kontraksi otot polos, mengurangi pelepasan

histamin dari sel mas, dan menghambat pelepasan asetilkolin. Oleh sebab

itu, penggunaan magnesium dapat memberikan dampak relaksasi otot

polos dengan menhambat masuknya kalsium ke dalam sitosol.

Penggunaannya juga dapat meningkatkan fungsi daripada bronkodilator.16

Membran dan pompa membran

Magnesium menurunkan aktivasi Ca ATPase dan Na-K ATPase

yang terlibat dalam pertukaran ion selama fase depolarisasi-repolarisasi.

Apabila tubuh kekurangan magnesium, maka dapat mengganggu pompa

sehingga jumlah Natrium akan meningkat bersamaan dengan

meningkatnya kalsium ekstrasel namun kalium intrasel akan menurun.

Membran dan organ sel di dalam plasma akan menjadi tidak stabil.11

Kanal ion

Peran magnesium di dalam kanal ion adalah untuk mengatur

keseimbangan yang ada sehingga konsentrasi magnesium yang rendah

dapat mengakibatkan kalium keluar sel dan konduksi serta metabolisme

sel menjadi terganggu.

Susunan saraf pusat

Magnesium berperan sebagai antagonis reseptor NMDA dan

penghambat kalsium sehingga terjadi vasodilatasi arteriol dan mencegah

vasospasme. NMDA berperan dalam memasukan ion kalsium dan

magnesium ekstraseluler yang menutup celah tersebut. NMDA terletak

pada kornu posterior dan berperan dalam mengendalikan suhu tubuh.

Sehingga, apabila NMDA berkurang maka suhu tubuh akan meningkat

dan begitu sebaliknya.

30

Page 31: Referat penanganan dan tata laksana kejang pada kehamilan (pembimbing : dr. Arie Widiyasa, spOG)

Kardiovaskular

Magnesium berperan baik secara langsung maupun tidak langsung

pada otot jantung dengan menghambat asupan kalsium oleh troponin C

pada miosit. Apabila dosis magnesium ditingkatkan, maka akan

memberikan efek inotropik negatif yang menurunkan tekanan arteri

sistemik dan pulmonal dan efek tersebut dapat dirasakan pada pemberian

magnesium dosis 3 atau 4 gram dengan cepat. Dismagnesia dapat

menyebabkan adanya perubahan dan gangguan dalam pergerakan ion

dalam sel yang mempengaruhi eksitabilitas sel-sel jantung pada nodus SA

sehingga dapat menyebabkan gangguan irama jantung.

Otot dan Neuromuskular

Kadar magnesium yang rendah dapat meningkatkan kontraksi otot

sehingga kalsium terlepas dari retikulum sarkoplasma dan sebaliknya.

Hipomagnesia sendiri dapat menyebabkan hipereksitabilitas

neuromuskular, sedangkan hipermagnesia dapat menyebabkan kelemahan

neuromuskular atau penurunan refleks tendon.

Magnesium sulfat bersifat antikonvulsan dan neuroprotektif.

Mekanisme kerjanya meliput penurunan pelepasan presinaptik

neurotransmiter glutamat, penyekatan respetor N-metil-D-aspartat

(NMDA) glutamatergik, potensiasi kerja adenosin, perbaikan sistem

pedapran kalsium dalam mitokondria, dan penyekatan masuknya kalsium

melalui voltage gated chanel

31

Page 32: Referat penanganan dan tata laksana kejang pada kehamilan (pembimbing : dr. Arie Widiyasa, spOG)

Pemberiannya secara parenteral hampir seluruhnya dibersihkan

oleh ekskresi ginjal, dan intoksiskasi magnesium jarang terjadi apabila

filtrasi glomerulus tetap normal. Oleh sebab itu, kadar kreatinin harus

selalu di periksa untuk mengawasi tanda penurunan laju filtrasi di

glomerolus.

Apabila kadar magnesium sulfat di dalam serum darah meningkat

hingga 10 meq/L atau sekitar 20 mg/dL Latu mencapai kadar keracunan

magnesium, maka refleks patella dapat mengihilang. Apabila kadar

melebihi 10 mEq/L maka pernafasan akan melemah. Pada kadar diatas 12

mEq/L terjadi paralisis pernapasan yang diikuti dengan henti napas. Pada

kadar 15 mEq/L timbul depresi napas yang memerlukan ventilasi mekanik.

Ketika hal ini terjadi, maka pemberian kalsium glukonak atau kalsium

klorida 1 g intravena disertai dengan penghentian magnesium sulfat

biasanya memulihkan depresi napas ringan hingga sedang. Namun, efek

32

Page 33: Referat penanganan dan tata laksana kejang pada kehamilan (pembimbing : dr. Arie Widiyasa, spOG)

dari pemberian kalsium hanya bertahan sesaat, sehingga untuk depresi

nafas yang bera dan henti nafas, intubasi trakea segera dan ventilas

mekanis harus segera dilakukan untuk menyelamatkan jiwa.

Pada jantung, toksisitas yang dapat terjadi berlangsung pada

miokardium. Setelah pemberian awal 4g maka tekanan darah arteri

menurun sedikit dan peningkatan indeks jantung mencapai 13 persen.

Sehingga, magnesium sulfat dapat disimpulkan menurunkan tahanan

vaskular sistemik, dan tekanan arteri, meningkatkan curah jantung tanpa

tanda-tanda depresi miokardium. Gejala yang paling sering ditemukan

adalah adanya flushing dan nausea yang menteap sehlama 15 menit12.

Dosis magnesium awal 4 g aman diberikan, namun apabila

ekskresi ginjal menurun, penting untuk tidak menurunkannya. Hal yang

harus dilakukan adalah mempertahankan kadar seimbangnya.

MgSO4 terahadap uterus1

Kadar magnesium yang tinggi menekan kontraktilitas miometrium

baik in vivo maupun in vitro. Tanda penekanan ini adalah adanya

penurunan sementara aktivitas miomerium selama dan sesaat setelah dosis

awal intravena. Magnesium tidak menimbulkan perubahan bermakana

pada kebutuhan stimulasi oksitosin untuk persalinan atau interval masuk

perawatan hingga pelahiran ataupun rute pelahiran. Mekanisme kerja

uterus diduga adalah merupakan efek magnesium terhadap kalsium

intrasel. Hal ini hanya terjadi pada kadar MgSO4 sebanyak 8 – 10 mEq/L

yang terdeteksi di dalam serum darah.

MgSO4 terhadap janin1

Magnesium yang mengalir di dalam darah ibu akan menyebrangi

plasental untuk mencapai keseimbangan di dalam serum janin dan hanya

sebagian kecil memasuki cairan amnion. Namun begitu, kadar di dalam

33

Page 34: Referat penanganan dan tata laksana kejang pada kehamilan (pembimbing : dr. Arie Widiyasa, spOG)

amnion terus meningkat bersamaan dengan lama nya transfusi dilakukan.

Pada janin, pemberian dosis magnesium sulfat secara terus menerus akan

menyebabkan kondisi hipermagnesia pada saat perlahiran. Di dalam suatu

penelitian di simpulkan bahwa pemberian magnesium sulfat dapat

memberikan dampak penurunan denyut jantung janin yang tidak

signifikan.

Pemberian MgSO4 diduga memiliki dampak protektf terhadap

janin sehingga menurunkan angka terjadinya palsi serebral pada bayi

dengan berat badan rendah. Efek lainnya adalah efek neuroprotektif

sehingga menurunkan angka terjadinya gangguan fungsi motorik kasar.

Manfaat Klinis

Pada penelitian Eclampsia Trial Collaborative Group yang meliputi

banyak negara dengan menggunakan dua regimen antikonvulsan berbeda

didaptkan berbagai hasil. Hasil penelitian ini menyatakan bahwa pada

penggunaan MgSO4 dibandingkan dengan diazepam, didapatkan kejang

berulang dengan perbandingan 5/24, dan dengan Lytic cocktail 1/45,

fenitoin sebanyak 60/453. Oleh sebab itu dapat disimpulkan bahwa terapi

magnesium sulfat dikaitkan dengan penurunan bermakna insiden kejang

berulang dibandingkan dengan antikonvulsan lainnya.

Cara Pemberian MgSO4

Prinsip – prinsip yang digunakan dalam penggunaan MgSO4:

1. Pengendalian kejang dengan menggunakan MgSO4 dalam dosis awal

yang diberikan secara intravena yang kemudian dilanjutkan dengan

infus magnesium sulfat berkesinambungan.

2. Pemberian obat antihipertensi intermiten untuk menurunkan tekanan

darah saat dianggap terlalu tinggi sehingga berbahaya.

34

Page 35: Referat penanganan dan tata laksana kejang pada kehamilan (pembimbing : dr. Arie Widiyasa, spOG)

3. Penghindaran penggunaan diuretik kecuali terdapat edema paru yang

nyata,pembatasan pemberian cairan intravena kecuali terjadi

kehilangan cairan dalam jumlah besar.

4. Pelahiran janin dengan tujuan menyembuhkan.

Syarat pemberian Magnesium Sulfat:

- Harus tersedia antidotum MgSO4 yaitu Kalsium glukonas 10%

diberikan iv secara perlahan apabila terdapat tanda-tanda intoksikasi

- Refleks patella (+)

- Frekuensi pernafasan > 16x/menit

- Produksi urin >100 cc dalam 4 jam sebelumnya (0.5cc/kgBB/jam)

- Pemberian Magnesium Sulfat sampai 20gr tidak perlu

mempertimbangkan diurese.

Seperti yang telah tertulis di atas bahwa pemberian MgSO4 pada

wanita hamil dengan preeklampsia berat dan eklampsia dapat dilakukan

melalui infus intravena maupun injeksi intramuskular intermiten, Melalui

dua rute yang disebutkan, pemberian MgSO4 berbeda baik dosis maupun

caranya.

Pada infus intravena kontinu awalnya diberikan dosis awal

magnesium sulfat 4-6gr yang diencerkan di dalam 100 mL cairan IV dan

selama 15-20 menit. Kemudian dilanjutkan dengan memulai infus rumatan

2gr/jam dalam 100 mL cairan IV atau dapat sebanyak 1gr/jam. Pantau

toksisitas magnesium dengan terus memeriksa refleks tendon dalam secara

berkala, mengukur kadar mangensium serum pada jam ke 4 dan 6 sesuai

dengan kecepatan infus, dan mengukur kadar magnesium serum jika

kreatinin serum diatas 1.0 mg/dl. Pemberian magnesium sulfat dihentikan

setelah 24 jam pasca kelahirnan.

Lain halnya dengan injeksi intra muskular yang menggunakan 4 gr

magnesium sulfat (MgSO4 . 7 H2O USP) sebagai larutan 20% intravena

dengan kecepatan tidak melebihi 1 gr/menit. Segera lanjutkan dengan 10

35

Page 36: Referat penanganan dan tata laksana kejang pada kehamilan (pembimbing : dr. Arie Widiyasa, spOG)

gram larutan magnesium 50%. Kemudian, sebagian dimasukan ke

profunda di kuadran kanan luar kedua bokong dengan jarum ukuran 20

sepanang 3 inci. Penambahan 1mL lidokain 2% meminimalkan nyeri.

Apabila kejang menetap setelah 15 menit, berikan kembali magnesium

sulfat dalam larutan 20% dengan dosis hingga 2 gr dan kecepatan tidak

melebihi 1g/menit. Apabila perempuan dengan tubuh besar, maka dapat

diberikan hingga 4 gr secara berkala. Setelah itu, berikan 5gr magnesium

sulfat setiap 4 jam yang disuntikan profunda pada kuadran kanan luar

bokong kanan dan kiri secara bergantian. Pada pemberian, harus

dipastikan bahwa refleks patella positif, respirasi tidak tertekan, dan

keluaran urin dalam 4 jam terakhir melebihi 100mL. Magnesium sulfat

dapat dihentikan 24 jam setelah partum.

Pemberian MgSO4 dilakukan dengan dosis awal 4gr dan sembari

menunggu dapat dilakukan dosis rumatan 6gr. 4 gr dosis awal ini

merupakan 10 mL larutan MgSO4 40% yang dilarutkan dengan 10 mL

akuades. Pemberian dilakukan secara intravena dan perlahan selama 20

menit. Apabila akses intravena sulit dilakukan, maka pemberian dapat

dilakukan sebanyak 5gr MgSO4 IM pada bokong kiri dan kanan. Untuk

dosis rumatan, 6 gr MgSO4 yang berupa 15 mL MgSO4 cair 40% yang

dilarutkan di dalam 500 mL Ringer Lactate/Ringer Asetat yang diberikan

secara IV dalam kecepatan 28 tetes per menit selama 6 jam dan diulang

hingga 24 jam pasca persalinan atau kejang berakhir. Selama pemberian,

harus tersedia Ca Glukonas 10% dan jumlah urin minimal 0.5ml/kg

BB/jam serta refleks patela harus ada.

Setelah pemberian MgSO4 maka pasien harus selalu di monitor

dan pemeriksaan fisik tiap jam harus dilakukan seperti TTV, dan refleks

patella serta jumlah urin. Apabila frekuensi nafas <16x/menit dan refleks

patella (-), disertai dengan oliguria dimana produksi urin <0.5 ml/kg

BB/jam, pemberian MgSO4 harus segera dierhentikan. Pada pasien

dengan depresi nafas, Ca glukonas harus segera diberikan. Selama ibu

36

Page 37: Referat penanganan dan tata laksana kejang pada kehamilan (pembimbing : dr. Arie Widiyasa, spOG)

dengan preeklampsia dan eklampsia dirujuk, pantau dan nilai kondisi dan

awasi apabila ada perburukan. Apbaila terjadi preeklampsia maka harus

dilakukan penilaian awal dan tatalaksana kegawatdaruratan. Berikan

kembali MgSO4 2 gr IV perlahan (15-20 menit). Apabila setelah

pemberian ulangan masih terjadi kejang, maka dapat dipertimbangkan

pemberian diazepam 10 mg IV selama 2 menit.

Efek Samping MgSO4

Dosis pemberian dan kadar MgSO4 di dalam tubuh mempengaruhi

efek samping yang dapat terjadi di dalam tubuh manusia. Umumnya efek

samping yang dapat terjadi seperti yang telah diuraikan diatas adalah

37

Page 38: Referat penanganan dan tata laksana kejang pada kehamilan (pembimbing : dr. Arie Widiyasa, spOG)

hilangnya refleks patela, flushing, berkeringat, hipotensi, depresi susunan

saraf pusat, depresi jantung dan depresi napas. Dosis-dosis yang dapat

mempengaruhi :

Kondisi Dosis

Kadar Normal 1.5-2.5 mEq/L

Kadar terapeutik untuk mencegah kejang 4-7 mEq/L

Refleks patella (-) 8-10 mEq/L

Rasa hangat, flushing, somnolen, pandangan kabur 10-12 mEq/L

Depresi nafas 12-14 mEq/L

Paralisis otot, kesulitan bernafas 15-17 mEq/L

Henti jantung 30-35 mEq/L

Apabila ditemukan satu dari gejala toksisitas diatas, maka kadar

magnesium harus segera diperiksa. Kalsium glukonas 1 gram intravena

selama 3 menit harus diberikan secara perlahan (untuk menghindari

hipotensi atau bradikardia). Oksigenasi juga dapat diberkan apabila

diperlukan.

38

Page 39: Referat penanganan dan tata laksana kejang pada kehamilan (pembimbing : dr. Arie Widiyasa, spOG)

2.9.1.2 Diazepam

Pemberian diazepam dapat diberikan kepada pasien dengan kejang

yang tidak memiliki tanda-tanda eklampsia dengan dosis 10 mg IV

perlahan selama 2 menit dan dapat diulangi apabila setelah 10 menit

kejang berulang.

Diazepam merupakan derifat benzodiazepin. Diazepam adalah obat

anxiolytic, sedative, relaksan otot, dan antikonvulsif. Diazepam bekerja

dengan menempel pada gamma-aminobutyric acid-A (GABA-A) sehingga

meningkatkan efek dari GABA. Ini kemudian membuka canal klorida

sehingga menyebabkan membran sel terhiperpolarisasi dan mencegah

adanya eksitasi pada sel17.

Pada suatu penelitian, ditemukan bahwa penggunaan diazepam IV

dibandingkan dengan magnesium sulfat IV maupun IM meningkatkan

angka mortalitas yang lebih tinggi dan bayi dengan skor APGAR yang

lebih rendah.18.

Diazepam merupakan obat yang dikategorikan D untuk diberikan

kepada ibu hamil karena dapat meningkatkan malformasi kongenital dan

abnormalitas. Bayi akan menjadi flaccid, terdapat kesulitan untuk bernafas

dan makan serta hipotermia. Selain itu, pemberiannya juga dapat

menyebabkan janin menjadi cacat baik fisik maupun fungsional. Faktor

risiko lainnya yang dapat terjadi adalah adanya gangguan pertumbuhan,

keganasa, mutasi genetik. Obat diazepam dapat diberikan kepada pasien

apabila keuntungan yang diberikan lebih besar daripada risiko terjadinya

suatu abnormalitas.

Diazepam dapat menembus sawar plasenta dan berdampak pada

depresi nafas pada janin dan juga hipotermia serta hiperbilirubinemia

karena adanya destruksi sel darah merah. Pada pemberian MgSO4 dan

diazepam masih tetap ditemukan adanya kejadian kejang berulang, namun

prevalensi nya lebih kecil pada pemberian MgSO419. Selain itu pada

39

Page 40: Referat penanganan dan tata laksana kejang pada kehamilan (pembimbing : dr. Arie Widiyasa, spOG)

pemberian MgSO4 juga ditemukan adanya penurunan angka kematian

pada ibu dan fetal yang lebih signifikan dibandingkan dengan pemberian

diazepam20.

40

Page 41: Referat penanganan dan tata laksana kejang pada kehamilan (pembimbing : dr. Arie Widiyasa, spOG)

BAB III

KESIMPULAN

Eklampsia adalah suatu kondisi kejang yang dialami oleh ibu hamil

dengan diawali oleh gejala preeklampsia berat. Preeklampsia dikatakan berat

apabila tekanan darah mencapai 160/110 mmHg dan proteinuria sebanyak +2

disertai dengan gangguan serebral seperti nyeri epigastrik, nyeri kepala, dan

gangguan visual. Eklampsia merupakan suatu jenis komplikasi berat yang jarang

terjadi namun sangat membahayakan. Angka kematian ibu yang disebabkan oleh

eklampsia muali menurun karna pecegahan nya sudah banyak diketahui dan

dilaksanakan.

Penyebab terjadinya eklampsia sampai sekarang masih belum terlalu jelas

diketahui, namun berbagai patofisiologi mulai diketahui. Beberapa patofisiologi

yang ada adalah terhambanya pembentukan aliran darah dalam uterus, stres

oksidatif, disfungsi endotel dan gangguan perfusi/aliran darah di dalam otak.

Patofisiologi ini saling berkesinambungan sehingga menyebabkan suatu kondisi

abnormalitas di dalam otak seperti edema serebral, pendaraha, infark, vasospasme,

koagulopati intravaskuler, dan ensefalopati hipertansi.

Karena tingkat morbiditas dan mortalitasnya yang tinggi, maka penata-

laksanaannya harus di edukasikan dan dijalankan dengan tepat. Tatalaksana

eklampsia dimulai dari pencegahan dan pengobatan. Pencegahan dapat dilakukan

dengan mengobservasi dan mengawasi kondisi pasien yang memiliki tekanan

darah tinggi, baik dengan proteinuria (preeklampsia) maupun yang tidak

(hipertensi gestasional). Dalam pencegahannya, pasien dapat diberikan obat

antihipertensi yang aman bagi janin dan obat MgSO4. Pemberian MgSO4 terbukti

efektif dalam mencegah terjadinya kejang dalam kehamilan. Selain itu,

pemeriksaan penunjang tambahan juga diperlukan seperti darah rutin, fungsi hari,

profil koagulasi, dan USG.

41

Page 42: Referat penanganan dan tata laksana kejang pada kehamilan (pembimbing : dr. Arie Widiyasa, spOG)

Dalam penatalaksanaannya, terlebih dahulu harus diperhatikan

keselamatannya dan harus dilindungi terutama jalan nafasnya. Kemudian

dilakukan penatalaksanakan umum dengan pemberian oksigen dan cairan

intravena. Lalu diberikan MgSO4 loading dose sebanyak 4gr. Obat antihipertensi

dapat juga diberikan kecuali ACE inhibitor dan ARB atau golongan diuretik.

Terapi farmakologis yang pada umumnya diberikan adalah Magnesium

Sulfat. Mekanisme kerja dari obat ini adalah dengan menghambat reseptor N-

Methyl D-Aspartat (NMDA), glutamat, dan katekolamin sehingga menghambat

canel kalsium. Oleh sebab itu, penggunaan MgSO4 bersifat perifer dan depresan

sehingga kejang dapat dihentikan. Pemberiannya diberikan 4 gr atau 10 mL dari

40% MgSO4 yang dilarutkan dalam 10 mL akuades, setelah itu dilanjutkan 6 gr

MgSO4 atau 15 mL MgSO4 cair 40%, Pemberiannya dapat diulang hingga 24

jam pasca persalinan atau kejang berakhir. Harus diperhatikan adanya ketersian

kalsium glukonas 10% untuk menanggulangi apabila terjadi depresi pernafasan.

Atau bisa juga diberikan MgSO4 2 gr IV perlahan selama 15-20 menit. Apabila

setelah pemebrian ulangan masih terjadi kejang, maka dapat dipertimbangkan

pmberian diazepam 10 mg IV selama 2 menit.

Pemberian diazepam (benzodiazepin) tidak terlalu efektif seperti pada

pemberian MgSO4. Hal ini dinyatakan bahwa dalam penggunaan diazepam, dapat

meningkatkan faktor resiko terjadinya malformalitas kongenital dan abnormalitas.

Selain itu bayi lebih cenderung menjadi flaccid dan kesulitan bernafas. Obat

diazepam dikahwatirkan dapat menurunkan denyut jantung janin karena obat ini

dapat disalurkan melalui plasenta.

Melalui berbagai penelitian dan teori yang ada, dapat disimpulkan bahwa

pemberian MgSO4 lebih efektif daripada pemberian diazepam. Pmeberiannya

juga lebih aman dan berperan secara periferal tidak seperti diazepam yang bekerja

secara sentral. Oleh sebab itu, maka pada algoritma penatalaksanaan kejang pada

ibu hamil, lebih banyak digunakan MgSO4 baik dalam pencegahan maupun

pengobatannya.

42

Page 43: Referat penanganan dan tata laksana kejang pada kehamilan (pembimbing : dr. Arie Widiyasa, spOG)

DAFTAR PUSTAKA

1. Cunningham, F Gary. et all. Obstetri Williams 23rded. USA : The McGraw-

Hill Companies, Inc. 2010

2. Prawihardjo S. Ilmu Kandungan. 3rd ed. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono

Prawihardjo; 2011.

3. ACOG. ACOG Practice Bulletin: Diagnosis and Management of Preeclampsia

and Eclampsia: The American College of Obstetricians and Gynecologists

Number 33. Jan 2002.

4. Craici I, Wagner S, Garovic VD. Preeclampsia and future cardiovascular risk:

formal risk factor or failed stress test?. Ther Adv Cardiovasc Dis. 2008

5. Lockwood CJ dan Paidas MJ. Preeclampsia and Hypertensive Disorders In

Wayne R. Cohen

6. Hubel, C. A. Oxidative strress in the pathogenesis of preeclampsia. Proc Sac

Exp Biol Med, 223. 1999

7. Indriani S, Kumala F. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kejadian

Preeklampsia Pada Ibu Hamil. Jurnal Keperawatan. 2010;3(2):44-7.

8. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku Ajar Ilmu

Penyakit Dalam Edisi V. Jakarta: InternaPublishing; 2009.

9. Lucas, M. J., Leveno., K. J., & Cunnngham, F. G. A comparison of

magnesium sulfate with phenytoin for the prevention of eclampsia. N Engl J

Med, 333. 1995

10. Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia (POGI). 2010 “Pedoman

Nasional Pelayanan Kedokteran (PNPK) -Preeklamsia”. POGI: Jakarta.

11. Montazeri K, Fallah M. A dose Response Study of Magnesium Sulfate in

Suppressing Cardiovascular Responses to Laryngoscopy & Endotracheal

Intubation. Journal of Research in Medical Sciences.

43

Page 44: Referat penanganan dan tata laksana kejang pada kehamilan (pembimbing : dr. Arie Widiyasa, spOG)

12. Pritchard JA. Management of pre-eclampsia and eclampsia. Kidney Int 1980;

18: 259–66

13. Anonim, 2003, Managing Complications In Pregnancy and Childbirth, A

Guide for Midwives and Doctors,

http://who.int/reproductive-health/impac/index.html, 29 desember 2010.

14. Saftlas AF, Olson DR, Franks AL, et al. Epidemiology of preeclampsia and

eclampsia in the United States, 1979–1986. Am J Obstet Gynecol 1990

15. The Eclampsia Trial Collaborative Group. Which anticonvulsant for women

with eclampsia? Evidence from the collaborative eclampsia trial. Lancet 1995

16. Belfort, M.A., Annthony, J., Saade, G.R., & A;;en, J.c.,Jr. Acomparison of

magnesium sulfate and nimodipine for the prevention of eclampsia. N Engl J

Med. 2003

17. Duley L, Henderson‐Smart DJ, Walker GJA, Chou D. Magnesium sulphate

versus diazepam for eclampsia. Cochrane Database of Systematic Reviews

2010

18. Wagner, L.K, Diagnosis and Management of Preeclampsia, American Family

Physician.2004.

19. Yaseen Aleem Khalid efficacy of magnesium sulfate in the treatment of pre

eclampsia eclampsia, Annual KE- MC, 11

20. Duley L,Henderson SD Magnesium sulfate versus diazepam for eclampsia

The Cochran Data base of syste- matic reviews 2003

44