referat santi

53
REFERAT ASMA Disusun oleh : Santi Lestari Nim : 11-2013-312 Pembimbing : Dr. Susilorini, Sp. A Kepaniteraan Fakultas Kedokteran UKRIDA Rumah Sakit Umum Daerah Tarakan Jakarta 2013

Upload: santi-lestari

Post on 05-Jan-2016

248 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

referat

TRANSCRIPT

Page 1: Referat Santi

REFERAT

ASMA

Disusun oleh :

Santi Lestari

Nim : 11-2013-312

Pembimbing :

Dr. Susilorini, Sp. A

Kepaniteraan Fakultas Kedokteran UKRIDA

Rumah Sakit Umum Daerah Tarakan

Jakarta

2013

Page 2: Referat Santi

I. PENDAHULUAN

Asma merupakan penyakit inflamasi kronik saluran nafas yang ditandaiadanya mengi

episodik, batuk dan rasa sesak di dada akibat penyumbatan salurannafas, termasuk dalam

kelompok penyakit saluran pernafasan kronik.World Health Organization (WHO)

memperkirakan 100-150 juta penduduk dunia menderitaasma. Bahkan jumlah ini diperkirakan

akan terus bertambah hingga mencapai180.000 orang setiap tahun. Sumber lain menyebutkan

bahwa pasien asma sudahmencapai 300 juta orang di seluruh dunia dan terus meningkat selama

20 tahun belakangan ini. Apabila tidak dicegah dan ditangani dengan baik, makadiperkirakan

akan terjadi peningkatan prevalensi yang lebih tinggi lagi pada masaakan datang serta

mengganggu proses tumbuh-kembang anak dan kualitas hidup pasien.

Hampir separuh dari seluruh pasien asma pernah dirawat di rumah sakit dan melakukan

kunjungan ke bagian gawat darurat setiap tahunnya.Hal ini disebabkan manajemen dan

pengobatan asma yang masih jauh dari pedoman yang direkomendasikan Global Initiative for

Asthma (GINA). Dengan melihat kondisi dan kecenderungan asma secara global, GINA pada

kongres asma sedunia di Barcelona tahun 1998 menetapkan tanggal 7 Mei 1998 sebagai “Hari

Asma Sedunia” untuk pertama kalinya.1Istilah asma berasal dari bahasa Yunani asthma yang

berarti “sengal-sengal”. Dalam pengertian klinik, asma dapat kita artikan sebagai batuk yang

disertai sesak napas berulang dengan atau tanpa disertai mengi.2

Asma memberi dampak negatif bagi pengidapnya seperti sering menyebabkan anak tidak

masuk sekolah, membatasi kegiatan olahraga serta aktifitas seluruh keluarga, juga dapat merusak

fungsi sistem saraf pusat, menurunkan kualitas hidup penderitanya, dan menimbulkan masalah

pembiayaan.Selain itu, mortalitas asma relatif tinggi.WHO memperkirakan terdapat 250.000

kematian akibat asma.Asma dapat diderita seumur hidup sebagaimana penyakit alergi lainnya,

dan tidak dapat disembuhkan secara total. Upaya terbaik yang dapat dilakukan untuk

menanggulangi permasalahan asma hingga saat ini masih berupa upaya penurunan frekuensi dan

derajat serangan, sedangkan penatalaksanaan utama adalah menghindari faktor penyebab.3

1

Page 3: Referat Santi

II. ISI

II.1. Definisi

Menurut Pedoman Nasional Asma Anak (PNAA) 2004, asma adalah mengi berulang

dan/atau batuk persisten (menetap) dengan karakteristik sebagai berikut:timbul secara episodic,

cenderung pada malam/dini hari (nokturnal),musiman,setelah aktivitas fisik,ada riwayat asma

atau atopi lain pada pasien dan/atau keluarganya.

Sedangkan menurut GINA (Global Initiative for Asthma), Asma didefinisikan sebagai

gangguan inflamasi kronik saluran respiratorik dengan banyak sel yang berperan, khususnya sel

mast, eosinofil, dan limfosit T.Secara khas, sebagian besar serangan berlangsung singkat selama

beberapa menit hingga beberapa jam setelah itu, pasien tampak mengalami kesembuhan klinik

yang total. Namun demikian, ada suatu fase ketika pasien mengalami obstruksi jalan napas

dengan derajat tertentu setiap harinya.Fase ini dapat ringan dengan atau tanpa disertai episode

yang berat atau yang lebih serius lagi, dengan obstruksi hebat yang berlangsung selama berhari-

hari atau berminggu-minggu.Keadaan semacam ini dikenal sebagai status asmatikus. Pada

beberapa keadaan yang jarang ditemui, serangan asma yang akut dapat berakhir dengan

kematian.4,5

Definisi asma menurut WHO pada tahun 1975, yaitu keadaan kronik yang ditandai oleh

bronkospasme rekuren akibat penyempitan lumen saluran napas sebagai respon terhadap

stimulus yang tidak menyebabkan penyempitan serupa pada banyak orang.6

II.2. Etiologi dan Faktor Risiko

Macam-macam pencetus asma :

1. Alergen

Faktor alergi dianggap mempunyai peranan penting pada sebagian besar anak dengan

asma.Disamping itu hiperreaktivitas saluran napas juga merupakan factor yang

penting.Sensitisasi tergantung pada lama dan intensitas hubungan dengan bahan alergenik

sehingga dengan berhubungan dengan umur.Pada bayi dan anak kecil sering

berhubungan dengan isi dari debu rumah.Dengan bertambahnya umur makin banyak

2

Page 4: Referat Santi

jenis alergen pencetusnya.Asma karena makanan biasanya terjadi pada bayi dan anak

kecil.

2. Infeksi

Biasanya infeksi virus, terutama pada bayi dan anak kecil.Virus penyebab biasanya

respiratory syncytial virus (RSV) dan virus parainfluenza.Kadang-kadang juga dapat

disebabkan oleh bakteri, jamur dan parasit.

3. Cuaca

Perubahan tekanan udara, suhu udara, angin dan kelembaban dihubungkan dengan

percepatan dan terjadinya serangan asma.

4. Iritan

Hairspray, minyak wangi, asap rokok, cerutu dan pipa, bau tajam dari cat, SO2, dan

polutan udara yang berbahaya lainnya, juga udara dingin dan air dingin.Iritasi hidung dan

batuk dapat menimbulkan refleks bronkokonstriksi. Udara kering mungkin juga

merupakan pencetus hiperventilasi dan kegiatan jasmani.

5. Kegiatan jasmani

Kegiatan jasmani yang berat dapat menimbulkan serangan pada anak dengan

asma.Tertawa dan menangis dapat merupakan pencetus.Pada anak dengan faal paru di

bawah normal sangat rentan terhadap kegiatan jasmani.

6. Infeksi saluran napas bagian atas

Disamping infeksi virus saluran napas bagian atas, sinusitis akut dan kronik dapat

mempermudah terjadinya asma pada anak.Rinitis alergi dapat memperberat asma melalui

mekanisme iritasi atau refleks.

7. Refluks gastroesofagitis

Iritasi trakeobronkial karena isi lambung dapat memberatkan asma pada anak dan orang

dewasa.

8. Psikis

Tidak adanya perhatian dan tidak mau mengakui persoalan yang berhubungan dengan

asma oleh anak sendiri atau keluarganya akan memperlambat atau menggagalkan usaha-

usaha pencegahan. Dan sebaliknya jika terlalu takut terhadap serangan asma atau hari

depan anak juga tidak baik, karena dapat memperberat serangan asma. Membatasi

aktivitas anak, anak sering tidak masuk sekolah, sering bangun malam, terganggunya

3

Page 5: Referat Santi

irama kehidupan keluarga karena anak sering mendapat serangan asma, pengeluaran uang

untuk biaya pengobatan dan rasa khawatir, dapat mempengaruhi anak asma dan

keluarganya.2

Faktor risiko :

1. Jenis kelamin, menurut laporan dari beberapa penelitian didapatkan bahwa prevalens

asma pada anak laki-laki sampai usia 10 tahun adalah 1,5 sampai 2 kali lipat anak

perempuan. Namun pada orang dewasa, rasio ini berubah menjadi sebanding antara laki-

laki dan perempuan pada usia 30 tahun.

2. Usia, umumnya pada kebanyakan kasus asma persisten gejala asma timbul pada usia

muda, yaitu pada beberapa tahun pertama kehidupan.

3. Riwayat atopi, adanya riwayat atopi berhubungan dengan meningkatnya risiko asma

persisten dan beratnya asma. Beberapa laporan menunjukan bahwa sensitisasi alergi

terhadap alergen inhalan, susu, telur, atau kacang pada tahun pertama kehidupan,

merupakan prediktor timbulnya asma.

4. Lingkungan, adanya alergen di lingkungan hidup anak meningkatkan risiko penyakit

asma, alergen yang sering mencetuskan asma antara lain adalah serpihan kulit binatang

piaraan, tungau debu rumah, jamur, dan kecoa.

5. Ras, menurut laporan dari amerika serikat, didapatkan bahwa prevalens asma dan

kejadian serangan asma pada ras kulit hitam lebih tinggi daripada kulit putih.

6. Asap rokok, prevalens asma pada anak yang terpajan asap rokok lebih tinggi daripada

anak yang tidak terpajan asap rokok. Risiko terhadap asap rokok sudah dimulai sejak

janin dalam kandungan, umumnya berlangsung terus setelah anak dilahirkan, dan

menyebakan meningkatnya risiko.

7. Outdoor air pollution,

8. Infeksi respiratorik.4

4

Page 6: Referat Santi

II.3. Epidemiologi

Asma merupakan penyakit kronik yang paling umum di dunia, dimana terdapat 300 juta

penduduk dunia yang menderita penyakit ini.Asma dapat terjadi pada anak-anak maupun

dewasa, dengan prevalensi yang lebih besar terjadi pada anak-anak (GINA, 2003).

Prevalensi total asma di dunia diperkirakan 7,2% (6% pada dewasa dan 10% pada anak).

Prevalensi pada anak menderita asma meningkat 8-10 kali di Negara berkembang dibanding

negara maju.Prevalensi tersebut sangat bervariasi. Di Indonesia, prevalensi asma pada anak

berusia 6-7 tahun sebesar 3% dan untuk usia13-14 tahun sebesar 5,2%. Berdasarkan laporan

National Center for Health Statistics(NCHS), prevalensi serangan asma pada anak usia 0-17

tahun adalah 57 per 1000 anak (jumlah anak 4,2 juta) dan pada dewasa > 18 tahun adalah 38 per

1000 (jumlahdewasa 7,8 juta). Secara global, morbiditas dan mortalitas asma meningkat pada 2

dekade terakhir.10

II.4. Patogenesis

Asma merupakan penyakit obstruksi jalan nafas yang reversibel dan ditandai oleh

serangan batuk, mengi dan dispnea pada individu dengan jalan nafas hiperreaktif. Asma mungkin

bermula pada semua usia tetapi paling sering muncul pertama kali dalam 5 tahun pertama

kehidupan.

Langkah pertama terbentuknya respon imun adalah aktivasi limfosit T oleh antigen yang

dipresentasikan oleh sel-sel aksesori, yaitu suatu proses yang melibatkan molekul Major

Histocompability Complex atau MHC (MHC kelas II pada sel T CD4+ dan MHC kelas I pada sel

T CD8+). Sel dendritik merupakan Antigen Precenting Cells (APC) utama pada saluran

respiratori. Sel dendritik terbentuk dari prekursornya di dalam sumsum tulang, lalu membentuk

jaringan yang luas dan sel-selnya saling berhubungan di dalam epitel saluran respiratori.

Kemudian, sel-sel tersebut bermigrasi menuju kumpulan sel-sel limfoid di bawah pengaruh GM-

CSF, yaitu sitokin yang terbentuk oleh aktivasi sel epitel, fibroblas, sel T, makrofag, dan sel

mast. Setelah antigen ditangkap, sel dendritik pindah menuju daerah yang banyak mengandung

limfosit. Di tempat ini, dengan pengaruh sitokin-sitokin lainnya, sel dendritik menjadi matang

sebagai APC yang efektif.11

5

Page 7: Referat Santi

Reaksi fase cepat pada asma dihasilkan oleh aktivasi sel-sel yang sensitif terhadap

alergen Ig-E spesifik, terutama sel mast dan makrofag. Reaksi fase lambat pada asma timbul

beberapa jam lebih lambat dibanding fase awal. Meliputi pengerakan dan aktivasi dari sel-sel

eosinofil, sel T, basofil, netrofil, dan makrofag. Juga terdapat retensi selektif sel T pada saluran

respiratori, ekspresi molekul adhesi, dan pelepasan newly generated mediator. Sel T pada saluran

respiratori yang teraktivasi oleh antigen, akan mengalami polarisasi ke arah Th2, selanjutnya

dalam 2 sampai 4 jam pertama fase lambat terjadi transkripsi dan transaksi gen, serta produksi

mediator pro inflamasi, seperti IL2, IL5, dan GM-CSF untuk pengerahan dan aktivasi sel-sel

inflamasi. Hal ini terus menerus terjadi, sehingga reaksi fase lambat semakin lama semakin

kuat.11

Pada remodeling saluran respiratori, terjadi serangkaian proses yang menyebabkan

deposisi jaringan penyambung dan mengubah struktur saluran respiratori melalui proses

dediferensiasi, migrasi, diferensiasi, dan maturasi struktur sel. Kombinasi antara kerusakan sel

epitel, perbaikan epitel yang berlanjut, ketidakseimbangan Matriks Metalloproteinase (MMP)

dan Tissue Inhibitor of Metalloproteinase (TIMP), produksi berlebih faktor pertumbuhan

profibrotik atau Transforming Growth Factors (TGF-β), dan proliferasi serta diferensiasi

fibroblas menjadi miofibroblas diyakini merupakan proses yang penting dalam remodelling.

Miofibroblas yang teraktivasi akan memproduksi faktor-faktor pertumbuhan, kemokin, dan

sitokin yang menyebabkan proliferasi sel-sel otot polos saluran respiratori dan meningkatkan

permeabilitas mikrovaskular, menambah vaskularisasi, neovaskularisasi, dan jaringan saraf.

Peningkatan deposisi matriks molekul termasuk kompleks proteoglikan pada dinding saluran

respiratori dapat diamati pada pasien yang meninggal akibat asma.11

Gambar 1. Patogenesis Asma

6

Page 8: Referat Santi

GejalaFaktor Risiko

Hiperaktivitas Bronkus Obstruksi Bronkus

Faktor Risiko Faktor Risiko

Inflamasi

Hipertrofi dan hiperplasia otot polos saluran respiratori serta sel goblet dan kelenjar

submukosa terjadi pada bronkus pasien asma, terutama yang kronik dan berat. Remodeling juga

merupakan hal penting pada patogenesis hiperaktivitas saluran respiratori yang non spesifik,

terutama pada pasien yang sembuh dalam waktu lama (lebih dari 1-2 tahun) atau yang tidak

sembuh sempurna setelah terapi inhalasi kortikosteroid.11

\Gejala asma, yaitu batuk sesak dengan mengi merupakan akibat dari obstruksi bronkus

yang didasari oleh inflamsai kronik dan hiperaktivitas bronkus.1

Gambar 2. Proses imunologis spesifik dan non-spesifik

Mediator inflamasi secara langsung maupun tidak langsung menyebabkan serangan asma,

melalui sel efektor sekunder seperti eusinofil, netrofil, trombosit dan limfosit. Sel-sel inflamasi

ni juga mengeluarkan mediator yang kuat seperti leukotrien, tromboksan, Platelet Activating

Factors (PAF) dan protein sititoksis memperkuat reaksi asma. Keadaan ini menyebabkan

inflamasi yang akhirnya menimbulkan hiperaktivitas bronkus.1

II.5. Patofisiologi

Anatomi, Fisiologi, dan Histologi Sistem Respirasi

7

Page 9: Referat Santi

Respirasi terdiri dari dua mekanisme, yaitu inspirasi dan ekspirasi.Pada saat inspirasi

costa tertarik ke kranial dengan sumbu di articulatio costovertebrale, diafragma kontraksi turun

ke caudal, sehingga rongga thorax membesar, dan udara masuk karena tekanan dalam rongga

thorax yang membesar menjadi lebih rendah dari tekanan udara luar.Sedangkan ekspirasi adalah

kebalikan dari inspirasi.

Respirasi melibatkan otot-otot regular dan otot bantu. Otot reguler bekerja dalam

pernapasan normal, sedang otot bantu atau auxiliar bekerja saat pernapasan sesak. Otot reguler

inspirasi : m. Intercostalis externus, m. Levator costae, m. Serratus posterior superior, dan m.

Intercartilagineus. Otot auxiliar inspirasi : m. Scaleni, m. Sternocleidomastoideus, m. Pectoralis

mayor et minor, m. Latissimus dorsi, m. Serrarus anterior. Otot reguler ekspirasi : m.

Intercostalis internus, m. Subcostalis, m. Tranversus thorachis, m. Serratus posterior inferior.

Otot auxiliar ekspirasi : m. Obliquus externus et internus abdominis, m. Tranversus abdominis,

m. Rectus abdominis.

Secara histologis, saluran napas tersusun dari epitel, sel goblet, kelanjar, kartilago, otot

polos, dan elastin.Epitel dari fossa nasalis sampai bronchus adalah bertingkat toraks bersilia,

sedang setelahnya adalah selapis kubis bersilia.Sel goblet banyak terdapat di fossa nasalis sampai

bronchus besar, sedang setelahnya sedikit sampai tidak ada.Kartilago pada trakea berbentuk tapal

kuda, pada bronkiolus tidak ditemukan dan banyak terdapat elastin.Keadaan inilah yang

berpengaruh pada saat terjadinya serangan asma pada para penderita asma. Saluran napas yang

terdiri dari otot polos, dan banyak terdapat sel goblet terutama di bronkus besar yang mendasari

terjadinya proses patofisiologi pada penderita asma.8

Saluran pernafasan mulai dari hidung sampai bronkiolus dilapisi oleh membrane mukosa

yang bersilia.Ketika udara masuk kerongga hidung, udara tersebut disaring, dihangatkan dan

dilembabkan. Ketiga proses ini merupakan fungsi utama dari mukosa respirasi yang terdiri dari

epitel thorak yang bertingkat, bersilia dan bersel goblet. Permukaan epitel dilapisi oleh lapisan

mukus yang disekresi oleh sel goblet dan kelenjar serosa.Partikel-partikel debu yang kasar dapat

disaring oleh rambut-rambut yang terdapat dalam lubang hidung. Sedangkan, partikel yang halus

akan terjerat dalam lapisan mukus untuk kemudian dibatukkan atau ditelan. Air untuk

kelembapan diberikan oleh lapisan mukus, sedangkan panas yang disuplai keudara inspirasi

berasal dari jaringan dibawahnya yang kaya dengan pembuluh darah, sehingga bila udara

8

Page 10: Referat Santi

mencapai faring hampir bebas debu, bersuhu mendekati suhu tubuh dan kelembapannya

mencapai 100%.

Gambar 3.Anatomi sistem pernapasan pada manusia

Secara garis besar fungsi pernafasan dapat dibagi menjadi dua yaitu pertukaran gas dan

keseimbangan asam basa. Fungsi pertukaran gas dibagi menjadi 3 proses. Pertama ventilasi,

merupakan proses pergerakan keluar masuknya udara melalui cabang-cabang trakeobronkial

sehingga oksigen sampai pada alveoli dan karbondioksida dibuang. Pergerakan ini terjadi karena

adanya perbedaan tekanan antara udara luar dengan di dalam paru-paru. Proses kedua adalah

difusi yaitu masuknya oksigen dari alveoli ke kapiler melalui membran alveoli-kapiler. Proses ini

terjadi karena gas mengalir dari tempat yang tinggi tekanan parsialnya ketempat yang lebih

rendah tekanan partialnya. Oksigen dalam alveoli mempunyai tekanan parsial yang lebih tinggi

dari oksigen yang berada didalam darah.Karbondioksida darah lebih tinggi tekanan parsialnya

dari pada karbondioksida di alveoli. Proses ketiga adalah perfusi yaitu proses penghantaran

oksigen dari kapiler ke jaringan melalui transpor aliran darah.9

9

Page 11: Referat Santi

2.5.1 Obstruksi saluran respiratori

Penyempitan saluran nafas yang terjadi pada pasien asma dapat disebabkan oleh banyak

faktor. Penyebab utamanya adalah kontraksi otot polos bronkial yang diprovokasi mediator

agonis yang dikeluarkan oleh sel inflamasi seperti histamin, triptase, prostaglandin D2, dan

leukotrien C4 yang dikeluarkan oleh sel mast, neuropeptidase yang dikeluarkan oleh saraf aferen

lokal dan asetilkolin yang berasal dari saraf eferen post ganglionik.

Secara garis besar, semua gangguan fungsi pada asma ditimbulkan oleh penyempitan

saluran respiratori. Salah satu mekanisme adaptasi terhadap penyempitan saluran nafas adalah

kecenderungan untuk bernafas dengan hiperventilasi untuk mendapatkan volume yang lebih

besar, yang kemudian dapat menimbulkan hiperinflasi toraks. Perubahan ini meningkatkan kerja

pernafasan agar tetap dapat mengalirkan udara pernafasan melalui jalur yang sempit dengan

rendahnya compliance pada kedua paru. Peningkatan usaha bernafas dan penurunan kerja otot

menyebabkan timbulnya kelelahan dan gagal nafas.12

Gambar 4. Bronkus Normal dan Bronkus Asmatik

2.5.2 Hiperaktivitas saluran respiratori

Mekanisme terhadap reaktivitas yang berlebihan bronkus yang menyebabkan

penyempitan saluran napas sampai saat ini tidak diketahui, namun dapat berhubungan dengan

perubahan otot polos saluran nafas yang terjadi sekunder serta berpengaruh terhadap

kontraktilitas ataupun fenotipnya.

Saluran respiratori dikatakan hiperreaktif atau hiperresponsif jika pada pemberian

histamin dan metakolin dengan konsentrasi kurang 8µg% didapatkan penurunan Forced

Expiration Volume (FEV1) 20% yang merupakan kharakteristik asma, dan juga dapat dijumpai

pada penyakit yang lainnya seperti Chronic Obstruction Pulmonary Disease (COPD), fibrosis

kistik dan rhinitis alergi. Stimulus seperti olahraga, udara dingin, ataupun adenosin, tidak

memiliki pengaruh langsung terhadap otot polos saluran nafas (tidak seperti histamin dan

10

Page 12: Referat Santi

metakolin). Stimulus tersebut akan merangsang sel mast, ujung serabut dan sel lain yang terdapat

disaluran nafas untuk mengeluarkan mediatornya.12

2.5.3 Otot polos saluran respiratori

Pada penderita asma ditemukan pemendekan dari panjang otot bronkus. Kelainan ini

disebabkan oleh perubahan pada aparatus kontraktil pada bagian elastisitas jaringan otot polos

atau pada matriks ektraselularnya. Peningkatan kontraktilitas otot pada pasien asma berhubungan

dengan peningkatan kecepatan pemendekan otot.

Peran dari pergerakan aliran udara pernafasan dapat diketahui melalui hipotesis pertubed

equilibrium, yang mengatakan bahwa otot polos saluran nafas mengalami kekakuan bila dalam

waktu yang lama tidak direnggangkan sampai pada tahap akhir, yang merupakan fase terlambat,

dan menyebabkan penyempitan saluran nafas yang menetap atau persisten. Kekakuan dari daya

kontraksi, yang timbul sekunder terhadap inflamasi saluran nafas, kemudian menyebabkan

timbulnya edema adventsial dan lepasnya ikatan dari tekanan rekoil elastis.Mediator inflamasi

yang dilepaskan oleh sel mast, seperti triptase dan protein kationik eosinofil, dikatakan dapat

meningkatkan respon otot polos untuk berkontraksi, sama seperti mediator inflamasi yang

lainnya seperti histamin.12

2.5.4 Hipersekresi mukus

Hiperplasia kelenjar submukosa dan sel goblet sering kali ditemukan pada saluran nafas

pasien asma dan penampakan remodeling saluran nafas merupakan karakteristik asma kronis.

Obstruksi yang luas akibat penumpukan mukus saluran nafas hampir selalu ditemukan pada

asma yang fatal dan menjadi penyebab ostruksi saluran nafas yang persisiten pada serangan asma

berat yang tidak mengalami perbaikan dengan bronkodilator.

Penebalan dan perlengketan dari sekret tidak hanya sekedar penambahan produksi musin

saja tetapi terdapat juga penumpukan sel epitel, pengendapan albumin yang bersal datri

mikrovaskularisasi bronkial, eosinofil, dan DNA yang berasal dari sel inflamasi yang mengalami

lisis.Hipersekresi mukus merefleksikan dua mekanisme patofisiologi yaitu mekanisme terhadap

sekresi sel yang mengalami metaplasia dan hiperplasia dan mekanisme patofisologi hingga

terjadi sekresi sel granulasi.12

II.6. Klasifikasi

11

Page 13: Referat Santi

Pembagian derajat penyakit asma yang dibuat oleh Phelan dkk, (dikutip dari Konsensus

Pediatri Internasional III tahun 1998), yaitu sebagai berikut :

1. Asma episodik jarang ( Asma ringan)

Golongan ini merupakan 70–75% dari populasi asma anak.Biasanya terdapat pada anak

umur 3–6 tahun.Ditandai oleh adanya episode < 1x tiap 4-6 minggu, mengi setelah

aktivitas berat, tidak terdapat gejala di antara episode serangan dan fungsi paru normal di

antara serangan.Terapi profilaksis tidak dibutuhkan pada kelompok ini.

2. Asma episodik sering (Asma sedang)

Golongan ini merupakan 20% dari populasi asma anak.Ditandai oleh frekuensi serangan

yang lebih sering dan timbulnya mengi Umumnya gejala paling buruk terjadi papada

aktivitas sedang, tetapi dapat dicegah dengan pemberian agonis beta2.Gejala terjadi

kurang dari 1x/minggu dan fungsi paru diantara serangan normal atau hampir

normal.Terapi profilaksis biasanya dibutuhkan.

3. Asma kronik atau persisten (Asma Berat)

Pada 5% anak serangan pertama terjadi sebelum umur 6 bulan, 75% sebelum umur 3

tahun.Pada 50% anak terdapat mengi yang lama pada 2 tahun pertama dan pada 50%

sisanya serangan episodik.Ditandai oleh seringnya episode akut, mengi pada aktivitas

ringan, dan diantara interval gejala dibutuhkan agonis beta2 lebih dari 3x/minggu karena

anak terbangun di malam hari atau dada terasa berat di pagi hari.Terapi profilaksis sangat

dibutuhkan.6

Pembagian derajat penyakit asma pada anak menurut PNAA 20046

12

Page 14: Referat Santi

Parameter klinis,

kebutuhan obat

dan faal paru

Asma episodik

jarang

Asma episodik

sering

Asma persisten

Frekuensi serangan < 1x/bulan > 1x/bulan Sering

Lama serangan < 1 minggu ≥ 1 minggu Hampir sepanjang

tahun, tidak ada

remisi

Intensitas serangan Biasanya ringan Biasanya sedang Biasanya berat

Di antara serangan Tanpa gejala Sering ada gejala Gejala siang dan

malam

Tidur dan aktifitas Tidak terganggu Sering terganggu Sangat terganggu

Pemeriksaan fisis

diluar serangan

Normal (tidak

ditemukan kelainan)

Mungkin terganggu

(ditemukan

kelainan)

Tidak pernah

normal

Obat pengendali

(anti inflamasi)

Tidak perlu Perlu Perlu

Uji faal paru

(di luar serangan)

PEF/FEV1 > 80% PEF/FEV1 60-80% PEF/FEV1 < 60%

Variabilitas 20-30%

Variabilitas faal

paru (bila ada

serangan)

Variabilitas > 15% Variabilitas > 30% Variabilitas > 50%

13

Page 15: Referat Santi

Selain itu juga pembagian asma menurut GINA adalah sebagai berikut :6

Tabel klasifikasi derajat berat asma berdasarkan gambaran klinis

Derajat

asma

Gejala Gejala

malam

Faal paru

Intermitten Bulanan

Gejala < 1x/minggu

Tanpa gejala diluar serangan

Serangan singkat

≤ 2x/bulan FEV1 ≥ 80%

predicted atau PEF ≥

80% nilai terbaik

individu

Variabilitas PEF atau

FEV1< 20%

Persisten

ringan

Mingguan

Gejala > 1x/minggu tetapi <

1x/hari

Serangan dpt mengganggu

aktivitas dan tidur

> 2x/bulan FEV1> 80%

predicted atau PEF ≥

80% nilai terbaik

individu

Variabilitas PEF atau

FEV1 20-30%

Persisten

sedang

Harian

Gejala setiap hari

Serangan mengganggu

aktivitas dan tidur

Menggunakan agonis beta2

kerja pendek setiap hari

>

1x/minggu

FEV1 60-80%

predicted atau PEF

60-80% nilai terbaik

individu

Variabilitas PEF atau

FEV1> 30%

Persisten

berat

Kontinua

Gejala terjadi setiap hari

Serangan sering terjadi

Aktivitas fisik terbatas

Sering FEV1 ≤ 60%

predicted atau PEF ≤

60% nilai terbaik

individu

Variabilitas PEF atau

FEV1 > 30%

14

Page 16: Referat Santi

Penilaian Derajat Serangan Asma menurut GINA (2006) :6

Parameter

klinis,

Fungsi paru,

laboratorium

Ringan Sedang Berat Ancaman henti

nafas

Sesak timbul-

pada saat

(breathless)

Berjalan

Bayi:

menangis keras

Berbicara

Bayi :

-    Tangis pendek dan

lemah

-    Kesulitan

makan/minum

Istirahat

Bayi :

Tidak mau

makan/minum

 

Bicara Kalimat Penggal kalimat Kata-kata  

Posisi Bisa berbaring Lebih suka duduk Duduk

bertopang

lengan

 

Kesadaran Mungkin iritable Biasanya iritable Biasanya iritable Bingung dan

mengantuk

Sianosis Tidak ada Tidak ada Ada Nyata/Jelas

Mengi

(wheezing)

Sedang, sering

hanya pada akhir

ekspirasi

Nyaring, sepanjang

ekspirasi,

± inspirasi

Sangat nyaring,

terdengar tanpa

stetoskop

Sulit/tidak

terdengar

Sesak nafas Minimal Sedang Berat  

Obat Bantu nafas Biasanya tidak Biasanya ya Ya Gerakan paradok

torako-abdominal

Retraksi Dangkal,

retraksi

intercostal

Sedang, ditambah

retraksi suprasternal

Dalam,

ditambah nafas

cuping hidung

Dangkal / hilang

Laju nafas Meningkat Meningkat Meningkat Menurun

15

Page 17: Referat Santi

Pedoman nilai baku laju nafas pada anak sadar :

Usia                       laju nafas normal

< 2 bulan                       < 60 / menit

2 – 12 bulan                   < 50 / menit

1 – 5 tahun                     < 40 / menit

6 – 8 tahun                     < 30 / menit

Laju nadi Normal Takikardi Takikardi Bradikardi

Pedoman nilai baku laju nadi pada anak sadar :

Usia                       laju nadi normal

2 – 12 bulan                   < 160 / menit

1 – 2 tahun                     < 120 / menit

3 – 8 tahun                     < 110 / menit

Pulsus

paradoksus

(pemeriksaannya

tidak praktis)

Tidak ada

< 10 mmHg

Ada

10-20 mmHg

Ada

> 20 mmHg

Tidak ada, tanda

kelelahan otot

nafas

PEFR atau

FEV1 (% nilai

dugaan/% nilai

terbaik)

-     pra

bronkodilator

-     pasca

bronkodilator

 

 

 

>

60%                    

 

40-60%

 

 

 

 

> 80%                    

 

60-80%

 

 

 

 

< 40%

 

< 60%

Respon < 2 jam

 

SaO2 % > 95% 91-95% £ 90%  

PaO2 Normal biasanya

tidak perlu

diperiksa

> 60 mmHg < 60 mmHg  

PaCO2 < 45 mmHg < 45 mmHg > 45 mmHg  

Tabel klasifikasi derajat berat asma pada penderita dalam pengobatan

Tahapan pengobatan yang digunakan saat penilaian6

16

Page 18: Referat Santi

Gejala dan faal paru dalam pengobatan Tahap I

intermiten

Tahap 2

persisten

sedang

Tahap 3

persisten

sedang

Tahap I : intermitten

Gejala < 1x/minggu

Serangan singkat

Gejala malam < 2x/bulan

Faal paru normal di luar serangan

Intermiten Persisten

ringan

Persisten

sedang

Tahap II : persisten ringan

Gejala > 1x/minggu, tetapi < 1x/hari,

gejala malam > 2x/bulan, tetapi <

1x/minggu

Faal paru normal diluar serangan

Persisten

ringan

Persisten

sedang

Persisten

berat

Tahap III : persisten sedang

Gejala setiap hari, serangan

mempengaruhi aktivitas dan tidur

Gejala malam > 1x/minggu

60% < VEP1 < 80% nilai prediksi

60% < APE < 80% nilai terbaik

Persisten

sedang

Persisten

berat

Persisten

berat

Tahap IV : persisten berat

Gejala terus menerus, serangan sering,

gejala malam sering

VEP1 ≤ 60% nilai prediksi atau

APE ≤ 60% nilai terbaik

Persisten

berat

Persisten

berat

Persisten

berat

Serangan asma ringan Serangan asma sedang Serangan asma

berat

17

Page 19: Referat Santi

Anak tampak sesak berjalan Anak tampak sesak saat berbicara Anak tampak

sesak saat

beristirahat

Bayi:menangis keras Pada bayi: menangis pendek dan

lemah, sulit menyusu/makan

Pada bayi: tidak

mau

minum/makan

Posisi anak:bisa berbaring Posisi anak: lebih suka duduk Posisi anak:

duduk bertopang

lengan

Dapat berbicara dgn kalimat Dapat berbicara dengan kalimat yang

terpenggal/terputus

Dapat berbicara

dengan kata-kata

Kesadaran:mungkin iritable Kesadaran: biasanya irritable Kesadaran:

biasanya irritable

Tidak ada sianosis Tidak ada sianosis Terdapat sianosis

Mengi sedang, sering hanya

pada akhir ekspirasi

Mengi nyaring, sepanjang ekspirasi

± inspirasi

Mengi sangat

nyaring, terdengar

tanpa stetoskop

sepanjang

ekspirasi dan

inspirasi

Biasanya tidak menggunakan

otot bantu pernafasan

Biasanya menggunakan otot bantu

pernafasan

Menggunakan

otot bantu

pernafasan

Retraksi interkostal &dangkal Retraksi interkostal dan suprasternal,

sifatnya sedang

Retraksi

interkostal dan

suprasternal,

sifatnya dalam,

ditambah nafas

18

Page 20: Referat Santi

cuping hidung

Frekuensi nafas: cepat Frekuensi nafas: cepat (takipnea) Frekuensi nafas:

cepat (takipnea)

Frekuensi nadi : normal Frekuensi nadi: cepat (takikardi) Frekuensi nadi:

cepat (takikardi)

Tidak ada pulsus paradoksus (<

10 mmHg)

Ada pulsus paradoksus (10-20

mmHg)

Ada pulsus

paradoksus (> 20

mmHg)

SaO2 % > 95% SaO2 % sebesar 91-95% SaO2 % sebesar <

90 %

PaO2 normal, biasanya tidak

perlu diperiksa

PaO2 > 60 mmHg PaO2 < 60 mmHg

PaCO2 < 45 mmHg PaCO2 < 45 mmHg PaCO2 > 45

mmHg

II.7 Diagnosis

Anamnesis :

Anamnesis yang baik meliputi riwayat tentang penyakit atau gejala yaitu :1

a. Asma bersifat episodik, seringkali bersifat reversibel dengan atau tanpa pengobatan.

b. Asma biasanya muncul setelah adanya paparan terhadap alergen, gejala musiman,

riwayat alergi/atopi, dan riwayat keluarga pengidap asma.

19

Page 21: Referat Santi

c. Gejala asma berupa batuk, mengi, sesak napas yang episodik, rasa berat di dada dan

berdahak yang berulang

d. Gejala timbul/memburuk terutama malam/dini hari.

e. Mengi atau batuk setelah kegiatan fisik

f. Responsif terhadap pemberian bronkodilator.

Ada beberapa hal yang harus ditanyakan dari pasien asma antara lain :1

- Apakah ada batuk yang berulang terutama pada malam menjelang dini hari ?

- Apakah pasien mengalami mengi atau dada terasa berat atau batuk setelah terpajan

allergen atau polutan (pencetus) ?

- Apakah pada waktu pasien mengalami selesma (common cold) merasakan sesak di dada

dan selesmanya menjadi berkepanjangan (10 hari atau lebih) ?

- Apakah ada mengi atau rasa berat di dada atau batuk setelah melakukan aktifitas atau

olahraga ?

- Apakah gejala-gejala tersebut diatas berkurang atau hilang setelah pemberian obat pelega

(bronkodilator) ?

- Apakah ada batuk, mengi, sesak di dada jika terjadi perubahan musim/cuaca atau suhu

yang ekstrim (perubahan yang tiba-tiba) ?

- Apakah ada penyakit alergi lainnya (rhinitis, dermatitis atopi, konjungtivitis alergi) ?

- Apakah dalam keluarga (kakek/nenek, orang tua, anak, saudara kandung, saudara sepupu)

ada yang menderita asma atau alergi ?

Pemeriksaan Fisik :

Pada pemeriksaan fisik dapat bervariasi dari normal sampai didapatnya kelainan.Selain

itu perlu diperhatikan tanda-tanda asma dan penyakit alergi lainnya.Tanda asma yang paling

sering ditemukan adalah wheezing (mengi) tetapi pada sebagian pasien asma tidak didapatkan

mengi diluar serangan.Pada serangan asma umumnya terdengar mengi, disertai tanda-tanda

lainnya, pada asma yang sangat berat mengi dapat tidak terdengar (silent chest) dan pasien dalam

keadaan sianosis dan kesadaran menurun.

20

Page 22: Referat Santi

Pasien yang mengalami serangan asma, pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan (sesuai derajat

serangan) :1

a. Inspeksi : pasien terlihat gelisah, sesak (napas cuping hidung, nafas cepat, retraksi sela

iga, retraksi epigastrium, retraksi suprasternal), sianosis

b. Palpasi : biasanya tidak ada kelainan yang nyata (pada serangan berat dapat terjadi pulsus

paradoksus)

c. Perkusi : biasanya tidak ada kelainan yang nyata, kadang terdengar hipersonor seluruh

toraks, terutama bagian bawah posterior.

d. Auskultasi : ekspirasi memanjang, wheezing, suara lendir.Terdengar juga ronkhi kering

dan ronkhi basah serta suara lender bila sekresi bronkus banyak.

Pemeriksaan penunjang :

Uji faal paru

Berguna untuk menilai asma meliputi diagnosis dan penatalaksanaannya. Pengukuran faal

paru digunakan untuk menilai :

1. Derajat obstruksi bronkus

2. Menilai hasil provokasi bronkus

3. Menilai hasil pengobatan dan mengikuti perjalanan penyakit.

Pemeriksaan faal paru yang penting pada asma adalah PEFR, FEV1, PVC, FEV1/FVC.

Sebaiknya tiap anak dengan asma di uji faal parunya pada tiap kunjungan. “peak flow meter”

adalah yang paling sederhana, sedangkan dengan spirometer memberikan data yang lebih

lengkap. Volume kapasitas paksa (FVC), aliran puncak ekspirasi (PEFR) dan rasio

FEV1/FVC berkurang > 15% dari nilai normalnya. Perpanjangan waktu ekspirasi paksa

biasanya ditemukan, walaupun PEFR dan FEV1/FVC hanya berkurang sedikit. Inflasi yang

berlebihan biasanya terlihat secara klinis, akan digambarkan dengan meningginya isi total

paru (TLC), isi kapasitas residu fungsional dan isi residu. Di luar serangan faal paru tersebut

umumnya akan normal kecuali pada asma yang berat. Uji provokasi bronkus dilakukan bila

diagnosis masih diragukan. Tujuannya untuk menunjukkan adanya hiperreaktivitas bronkus.

Uji Provokasi bronkus dapat dilakukan dengan :

1. Histamin

2. Metakolin

21

Page 23: Referat Santi

3. Beban lari

4. Udara dingin

5. Uap air

6. Alergen

Yang sering dilakukan adalah cara nomor 1, 2 dan 3. Hiperreaktivitas positif bila PEFR,

FEV1 turun > 15% dari nilai sebelum uji provokasi dan setelah diberi bronkodilator nilai

normal akan tercapai lagi. Bila PEFR dan FEV1 sudah rendah dan setelah diberi

bronkodilator naik > 15% yang berarti hiperreaktivitas bronkus positif dan uji provokasi

tidak perlu dilakukan.

Foto rontgen toraks

Tampak corakan paru yang meningkat. Atelektasis juga sering ditemukan. Hiperinflasi

terdapat pada serangan akut dan pada asma kronik. Rontgen foto sinus paranasalis perlu juga

bila asmanya sulit dikontrol.

Pemeriksaan darah eosinofil dan uji tuberkulin

Pemeriksaan eosinofil dalam darah, sekret hidung dan dahak dapat menunjang diagnosis

asma. Dalam sputum dapat ditemukan kristal Charcot-Leyden dan spiral Curshman. Bila ada

infeksi mungkin akan didapatkan leukositosis polimormonuklear.

Uji kulit alergi dan imunologi

1. Komponen alergi pada asma dapat diidentifikasi melalui pemeriksaan uji kulit atau

pengukuran IgE spesifik serum.

2. Uji kulit adalah cara utama untuk mendignosis status alergi/atopi, umumnya

dilakukan dengan prick test. Alergen yang digunakan adalah alergen yang banyak

didapat di daerahnya. Walaupun uji kulit merupakan cara yang tepat untuk diagnosis

atopi, dapat juga mendapatkan hasil positif palsu maupun negative palsu. Sehingga

konfirmasi terhadap pajanan alergen yang relevan dan hubungannya dengan gejala

klinik harus selalu dilakukan. Untuk menentukan hal itu, sebenarnya ada pemeriksaan

yang lebih tepat, yaitu uji provokasi bronkus dengan alergen yang bersangkutan.

Reaksi uji kulit alergi dapat ditekan dengan pemberian antihistamin

3. Pemeriksaan IgE spesifik dapat memperkuat diagnosis dan menentukan

penatalaksaannya. Pengukuran IgE spesifik dilakukan pada keadaan uji kulit tidak

dapat dilakukan (antara lain dermatophagoism, dermatitis/kelainan kulit pada lengan

22

Page 24: Referat Santi

tempat uji kulit dan lain-lain). Pemeriksaan kadar IgE total tidak mempunyai nilai

dalam diagnosis alergi/atopi.1

Gambar 5. Alur Diagnosis ASMA Pada anak

II.8. Diagnosis Banding

- Pada bayi adanya benda asing di saluran napas dan esophagus atau kelenjar timus yang

menekan trakea.

- Penyakit paru kronik yang berhubungan dengan bronkiektasis dan fibrosis kistik.

- Kelainan trakea dan bronkus misalnya laringotrakeomalasia dan stenosis bronkus.

- Tuberkulosis kelenjar limfe di daerah trakeobronkial

- Bronkitis. Tidak ditemukan eosinofilia, suhu biasanya tinggi dan tidak herediter. Bila

sering berulang dan kronik biasanya disebabkan oleh asma.

23

Page 25: Referat Santi

- Bronkiolitis akut, biasanya mengenai anak di bawah umur 2 tahun dan terbanyak di

bawah umur 6 bulan dan jarang berulang.

- Asma kardial. Sangat jarang pada anak. Dispnea paroksismal terutama malam hari dan

biasanya didapatkan tanda-tanda kelainan jantung.

- Asma pada bayi dan anak kecil sering didiagnosis sebagai bronkitis asmatika, wheezy

cold, bronkitis dengan mengi, bronkiolitis berulang dan lain-lainnya.12

II.9. Penatalaksaan

Obat – obat Pereda (Reliever)

1. Bronkodilator

a. Short-acting β2 agonist

Merupakan bronkodilator terbaik dan terpilih untuk terapi asma akut pada

anak.Reseptor β2 agonist berada di epitel jalan napas, otot pernapasan, alveolus, sel-

sel inflamasi, jantung, pembuluh darah, otot lurik, hepar, dan pankreas.Obat ini

menstimulasi reseptor β2 adrenergik menyebabkan perubahan ATP menjadi cyclic-

AMP sehingga timbul relaksasi otot polos jalan napas yang menyebabkan terjadinya

bronkodilatasi.(13).

Epinefrin/adrenalin

Tidak direkomendasikan lagi untuk serangan asma kecuali tidak ada β2 agonis selektif.

Epinefrin menimbulkan stimulasi pada reseptor β1, β2, dan α sehingga menimbulkan

efek samping berupa sakit kepala, gelisah, palpitasi, takiaritmia, tremor, dan hipertensi.

Pemberian epinefrin aerosol kurang menguntungkan karena durasi efek bronkodilatasinya

hanya 1-1,5 jam dan menimbulkan efek samping, terutama pada jantung dan CNS.(13)

β2 agonis selektif

Obat yang sering dipakai : salbutamol, terbutalin, fenoterol.

Dosis salbutamol oral : 0,1 - 0,15 mg/kgBB/kali , setiap 6 jam.

Dosis tebutalin oral : 0,05 – 0,1 mg/kgBB/kali , setiap 6 jam.

Dosis fenoterol : 0,1 mg/kgBB/kali , setiap 6 jam.

24

Page 26: Referat Santi

Dosis salbutamol nebulisasi : 0,1 - 0,15 mg/kgBB (dosis maksimum 5mg/kgBB),

interval 20 menit, atau nebulisasi kontinu dengan dosis 0,3 – 0,5 mg/kgBB/jam (dosis

maksimum 15 mg/jam).

Dosis terbutalin nebulisasi : 2,5 mg atau 1 respul/nebulisasi.

Pemberian oral menimbulkan efek bronkodilatasi setelah 30 menit, efek puncak dicapai

dalam 2 – 4 jam, lama kerjanya sampai 5 jam.

Pemberian inhalasi (inhaler/nebulisasi) memiliki onset kerja 1 menit, efek puncak dicapai

dalam 10 menit, lama kerjanya 4 – 6 jam.

Serangan ringan : MDI 2 – 4 semprotan tiap 3 – 4 jam.

Serangan sedang : MDI 6 – 10 semprotan tiap 1 – 2 jam.

Serangan berat: MDI 10 semprotan.

Pemberian intravena dilakukan saat serangan asma berat ksrena pada keadaan ini obat

inhalasi sulit mencapai bagian distal obstruksi jalan napas. Efek samping takikardi lebih

sering terjadi.

Dosis salbutamol IV : mulai 0,2 mcg/kgBB/menit, dinaikkan 0,1 mcg/kgBB setiap 15

menit, dosis maksimal 4 mcg/kgBB/menit.

Dosis terbutalin IV : 10 mcg/kgBB melalui infuse selama 10 menit, dilanjutkan dengan

0,1 – 0,4 ug/kgBB/jam dengan infuse kontinu.

Efek samping β2 agonist antara lain tremor otot skeletal, sakit kepala, agitasi, palpitasi,

dan takikardi.13

b. Methyl xanthine

Efek bronkodilatasi methyl xantine setara dengan β2 agonist inhalasi, tapi karena efek

sampingnya lebih banyak dan batas keamanannya sempit, obat ini diberikan pada

serangan asma berat dengan kombinasi β2 agonist dan

anticholinergick.Methilxanthine cepat diabsorbsi setelah pemberian oral, rectal, atau

parenteral.Pemberian teofilin IM harus dihindarkan karena menimbulkan nyeri

setempat yang lama. Metilxanthine didistribusikan keseluruh tubuh, melewati

plasenta dan masuk ke air susu ibu. Eliminasinya terutama melalui metabolism hati,

sebagian besar dieksresi bersama urin.

Dosis aminofilin IV inisial bergantung kepada usia :

25

Page 27: Referat Santi

o 1 – 6 bulan : 0,5mg/kgBB/Jam

o 6 – 11 bulan : 1 mg/kgBB/Jam

o 1 – 9 tahun : 1,2 – 1,5 mg/kgBB/Jam

o > 10 tahun : 0,9 mg/kgBB/Jam

Efek samping obat ini adalah mual, muntah, sakit kepala. Pada konsentrasi yang lebih

tinggi dapat timbul kejang, takikardi dan aritmia.13

2. Anticholinergics

Obat yang digunakan adalah Ipratropium Bromida.Kombinasi dengan nebulisasi β2

agonist menghasilkan efek bronkodilatasi yang lebih baik.Dosis anjuran 0, 1 cc/kgBB,

nebulisasi tiap 4 jam.Obat ini dapat juga diberikan dalam larutan 0,025 % dengan dosis :

untuk usia diatas 6 tahun 8 – 20 tetes; usia kecil 6 tahun 4 – 10 tetes. Efek sampingnya

adalah kekeringan atau rasa tidak enak dimulut.Antikolinergik inhalasi tidak

direkomendasikan pada terapi asma jangka panjang pada anak.13

3. Kortikosteroid

Kortikosteroid sistemik terutama diberikan pada keadaan :terapi inisial inhalasi β2

agonist kerja cepat gagal mencapai perbaikan yang cukup lama, serangan asma tetap

terjadi meski pasien telah menggunakan kortikosteroid hirupan sebagai kontroler dan

serangan ringan yang mempunyai riwayat serangan berat sebelumnya. Preparat oral yang

di pakai adalah prednisone, prednisolon, atau triamsinolon dengan dosis 1 – 2

mg/kgBB/hari diberikan 2 – 3 kali sehari selama 3 – 5 kali sehari.

Kortikosteroid tidak secara langsung berefek sebagai bronkodilator. Obat ini bekerja

sekaligus menghambat produksi sitokin dan kemokin, menghambat sintesis eikosainoid,

menghambat peningkatan basofil, eosinofil dan leukosit lain di jaringan paru dan

menurunkan permeabilitas vascular. Metilprednisolon merupakan pilihan utama karena

kemampuan penetrasi kejaringan paru lebih baik, efek anti inflamasi lebih besar, dan efek

mineralokortikoid minimal. Dosis metilprednisolon IV yang dianjurkan adalah 1

mg/kgBB setiap 4 sampai 6 jam. Dosis Hidrokortison IV 4 mg/kgBB tiap 4 – 6 jam.

26

Page 28: Referat Santi

Dosis dexamethasone bolus IV 0,5 – 1 mg/kgBB dilanjtkan 1 mg/kgBB/hari setiap 6 – 8

jam.13

Obat – obat Pengontrol

1. Inhalasi glukokortikosteroid

Glukokortikosteroid inhalasi merupakan obat pengontrol yang paling efektif dan

direkomendasikan untuk penderita asma semua umur. Intervensi awal dengan

penggunaan inhalasi budesonide berhubungan dengan perbaikan dalam pengontrolan

asma dan mengurangi penggunaanobat-obat tambahan. Terapi pemeliharaan dengan

inhalasi glukokortikosteroid ini mampu mengontrol gejala-gejala asma, mengurangi

frekuensi dari eksaserbasi akut dan jumlah rawatan di rumah sakit, meningkatkan

kualitas hidup, fungsi paru dan hiperresponsif bronkial, dan mengurangi

bronkokonstriksi yang diinduksi latihan. Dosis yang dapat digunakan sampai 400ug/hari

(respire anak). Efek samping berupa gangguan pertumbuhan, katarak, gangguan sistem

saraf pusat, dan gangguan pada gigi dan mulut.

2. Leukotriene Receptor Antagonist (LTRA)

Keuntungan memakai LTRA adalah sebagai berikut :

- LTRA dapat melengkapi kerja steroid hirupan dalam menekan cystenil leukotriane;

- Mempunyai efek bronkodilator dan perlindungan terhadap bronkokonstriktor;

- Mencegah early asma reaction dan late asthma reaction

- Dapat diberikan per oral, bahkan montelukast hanya diberikan sekali per hari.,

penggunaannya aman, dan tidak mengganggu fungsi hati; sayangnya preparat

montelukast ini belum ada di Indonesia;

- Mungkin juga mempunyai efek menjaga integritas epitel, yaitu dengan meningkatkan

kerja epithel growth factor (EGF) dan menekan transforming growth factor (TGF)

sehingga dapat mengendalikan terjadinya fibrosis, hyperplasia, dan hipertrofi otot polos,

serta diharapkan mencegah perubahan fungsi otot polos menjadi organ pro-inflamator.

Ada 2 preparat LTRA :

27

Page 29: Referat Santi

a. Montelukast. Preparat ini belum ada di Indonesia dan harganya mahal. Dosis per oral

1 kali sehari.(respiro anak) Dosis pada anak usia 2-5 tahun adalah 4 mg qhs. (gina)

b. Zafirlukast. Preparat ini terdapat di Indonesia, digunakan untuk anak usia> 7 tahun

dengan dosis 10 mg 2 kali sehari.

Leukotrin memberikan manfaat klinis yang baik pada berbagai tingkat keparahan

asma dengan menekan produksi cystenil leukotrine.Efek samping obat dapat

mengganggu fungsi hati (meningkatkan transaminase) sehingga perlu pemantauan

fungsi hati.14

3. Long acting β2 Agonist (LABA)

Preparat inhalasi yang digunakan adalah salmeterol dan formoterol. Pemberian ICS

400ug dengan tambahan LABA lebih baik dilihat dari frekuensi serangan, FEV1 pagi dan

sore, penggunaan steroid oral,, menurunnya hiperreaktivitas dan airway remodeling.

4. Teofilin lepas lambat

Teofilin efektif sebagai monoterapi atau diberikan bersama kortikosteroid yang bertujuan

untuk mengontrol asma dan mengurangi dosis pemeliharaan glukokortikosteroid.Efek

samping berupa anoreksia, mual, muntah, dan sakit kepala, stimulasi ringan SSP,

palpitasi, takikardi, aritmia, sakit perut, diare, dan jarang, perdarahan lambung. Efek

samping muncul pada dosis lebih dari 10mg/kgBB/hari, oleh karena itu terapi dimulai

pada dosis inisial 5mg/kgBB/hari dan secara bertahap diingkatkan sampai

10mg/kgBB/hari.

Terapi Suportif

a. Terapi oksigen. Oksigen diberikan pada serangan sedang dan berat melalui kanula

hidung, masker atau headbox. Perlu dilakukan pemantauan saturasi oksigen, sebaiknya

diukur dengan pulse oxymetry (nilai normal > 95%).

b. Campuran Helium dan oksigen. Inhalasi Helioks (80% helium dan 20% oksigen) selama

15 menit sebagai tambahan pemberian oksigen (dengan kanula hidung), bersama dengan

nebulisasi salbutamol dan metilprednisolon IV, secara bermakna menurunkan pulsus

28

Page 30: Referat Santi

paradoksus, meningkatkan peakflow dan mengurangi sesak. Campuran helium dan

oksigen dapat memperbaiki oksigenasi karena helium bersifat ringan sehingga dapat

mengubah aliran turbulen menjadi laminar dan menyebabkan oksigen lebih mudah

mencapai alveoli.

c. Terapi cairan. Dehidrasi dapat terjadi pada serangan asma berat karena kurang

adekuatnya asupan cairan, peningkatan insensible water loss, takipnea serta efek diuretic

teofilin. Pemberian cairan harus hati-hati kareana pada asma berat terjadi peningkatan

sekresi Antidiuretik Hormone (ADH) yan memudahkan terjadinya retensi cairan dan

tekanan pleura negatif tinggi pada puncak inspirasi yang memudahkan terjadinya edema

paru. Jumlah cairan yang diberikan adalah 1-1,5 kali kebutuhan rumatan.13

Gambar 6. Alur tatalaksana serangan asma pada anak

29

Page 31: Referat Santi

II.10. Pencegahan

Pencegahan primer ditujukan untuk mencegah sensitisasi pada bayi dengan risiko asma

(orang tua asma), dengan cara : penghindaran asap rokok dan polutan lain selama

kehamilan dan masa perkembangan bayi/anak, diet hipoalergenik ibu hamil,

asalkan/dengan syarat diet tersebut tidak menganggu asupan janin, pemberian ASI

eksklusif sampai usia 6 bulan, diet hipoalergenik ibu menyusui.

Pencegahan sekunder ditujukan untuk mencegah inflamasi pada anak yang telah

tersensitisasi dengan cara menghindari pajanan asap rokok, serta allergen dalam ruangan

terutama tungau debu rumah.

Pencegahan tersier ditujukan untuk mencegah manifestasi asma pada anak yang telah

menunjukkan manifestasi penyakit alergi.

II.11. Komplikasi

Bila serangan asma sering terjadi dan telah berlangsung lama, maka akan terjadi

emfisema dan mengakibatkan perubahan bentuk toraks yaitu toraks membungkuk ke depan dan

memanjang. Pada asma kronik dan berat dapat terjadi bentuk dada burung dara dan tampak

sulkus Harrison.Bila sekret banyak dan kental, salah satu bronkus dapat tersumbat sehingga

dapat terjadi atelektasis pada lobus segmen yang sesuai.Bila atelektasis berlangsung lama dapat

berubah menjadi bronkiektasis dan bila ada infeksi terjadi bronkopneumonia.Serangan asma

yang terus menerus dan beberapa hari serta berat dan tidak dapat diatasi dengan obat-obatan

disebut status asmatikus.Bila tidak dtolong dengan semestinya dapat menyebabkan gagal

pernapasan, gagak jantung, bahkan kematian.

II.12. Prognosis

Mortalitas akibat asma jumlahnya kecil.Gambaran yang paling akhir menunjukkan

kurang dari 5000 kematian setiap tahun dari populasi berisiko yang jumlahnya kira-kira 10 juta

penduduk.Informasi mengenai perjalanan klinis asma menyatakan bahwa prognosis baik

ditemukan pada 50–80% pasien, khususnya pasien yang penyakitnya ringan dan timbul pada

masa kanak-kanak. Jumlah anak yang masih menderita asma 7–10 tahun setelah diagnosis

pertama bervariasi dari 26–78% dengan nilai rata-rata 46%, akan tetapi persentase anak yang

menderita penyakit yang berat relatif berat (6 –19%).

30

Page 32: Referat Santi

III. PENUTUP DAN KESIMPULAN

Asma merupakan penyakit yang cukup banyak dijumpai pada anak-anak. Asma

didefenisikan sebagai wheezing dan/atau batuk dengan karakteristik sebagai berikut : timbul

secara episodik dan/atau kronis, cenderung pada malam hari (nocturnal), musiman, adanya faktor

pencetus diantaranya aktifitas fisik, dan bersifat reversible baik secara spontan maupun dengan

pengobatan, serta adanya riwayat asma atau atopi pada pasien/keluarganya, sedangkan sebab-

sebab lain sudah disingkirkan.

Karena asma merupakan penyakit yang berhubungan dengan imunologi, maka penderita

asma dapat mengalami serangan berulang.Asma dapat diklasifikasikan sebagai asma episodik

jarang, episodik sering, dan asma persisten.Sedangkan jika terjadi serangan, dapat

diklasifikasikan sebagai asma serangan ringan, sedang, dan berat.Serangan asma yang tidak

terkontrol dapat menyebabkan terjadinya apnea.Oleh karena itu, penatalaksanaan serangan asma

tergantung kepada derajat serangannya.Serangan asma ditanggulangi dengan pemberian

bronkodilator, baik secara oral, parenteral, maupun inhalasi.Tatalaksana asma diluar serangan

dapat dilakukan dengan menghindari faktor pencetus asma serta penggunaan obat pengendali

(controller).Diharapkan dengan dilakukannya tatalaksana asma jangka panjang dapat

mengurangi terjadinya serangan asma, sehingga dapat meningkatkan quality of life dari penderita

asma.

31

Page 33: Referat Santi

DAFTAR PUSTAKA

1. Direktorat Jenderal PPM & PLP, Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman

Pengendalian Penyakit Asma. Departemen KesehatanRI ;2009; 5-11.

2. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Buku

Kuliah 3 Ilmu Kesehatan Anak. Cetakan Ke 7. Percetakan Infomedika : Jakarta, 2002.

3. Kartasasmita CB. Epidemiologi Asma Anak. dalam: Rahajoe NN, Supriyatno B, Setyanto

DB, penyunting. Buku Ajar Respirologi Anak. edisi pertama. Jakarta : Badan Penerbit

IDAI ; 2008. h.71-83.

4. Adi Utomo Suardi,Dr, SpA (K), dkk, Buku Ajar Respirologi Anak Edisi Pertama.

Cetakan Pertama : Ikatan Dokter Anak Indonesia. Badan Penerbit IDAI : Jakarta, 2008.

5. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Pedoman Nasional Asma Anak . Balai Penerbit FUI :

Jakarta, 2004.

6. Nataprawira HMD. Diagnosis Asma Anak. dalam: Rahajoe NN, Supriyatno B, Setyanto

DB, penyunting. Buku Ajar Respirologi Anak. edisi pertama. Jakarta : Badan Penerbit

IDAI ; 2008. h.119-18.

7. Rahajoe N, Supriyatno B, Setyanto DB. Pedoman Nasional Asma Anak. Jakarta: UKK

Pulmonologi PP IDAI; 2009.

8. Di unduh dari http://www.docstoc.com/docs/36495210/Tuberculosis_-pneumonia_-dan-

kanker-paru diakses pada tanggal 27 September 2013.

9. Sherwood, L. Fisiologi manusia dari sel ke system. EGC. 2006

10. Global Initiative for Asthma (GINA). Pocket guide management andprevention asthma in

children. 2005.

11. Supriyatno B, Wahyudin B. Patogenesis dan Patofisiologi Asma Anak. dalam: Rahajoe

NN, Supriyatno B, Setyanto DB, penyunting. Buku Ajar Respirologi Anak. edisi

pertama. Jakarta : Badan Penerbit IDAI ; 2008. h.85-96.

12. S Makmuri M. Patofisologi Asma Anak. dalam: Rahajoe NN, Supriyatno B, Setyanto

DB, penyunting. Buku Ajar Respirologi Anak. edisi pertama. Jakarta : Badan Penerbit

IDAI ; 2008. h.98-104.

32

Page 34: Referat Santi

13. Supriyatno B, MS Makmuri. Serangan Asma Akut. Buku Ajar Respirologi Anak. edisi

pertama. Jakarta :Badan Penerbit IDAI ; 2008. h.120-131.

14. Rahajoe N. Deteksi dan Penanganan Jangka Asma Anak. dalam : Manajemen Kasus

Respiratorik Anak Dalam Praktek Sehari-hari. Edisi pertama. Jakarta : Yapnas

Suddharprana; 2007.h. 97-106.

33