referat sianida 4 april 2016
DESCRIPTION
zssTRANSCRIPT
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
terselesaikannya referat ya ng berjudul “Intoksikasi Sianida“. Referat ini disusun
guna melengkapi syarat dan memenuhi tugas dalam menempuh program
pendidikan di bagian Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal FK Universitas
Wijaya Kusuma Surabaya-RSUD dr. Soetomo Surabaya.
Penulis juga mengucapkan terimakasih yang sebesar besarnya kepada drs.
Putu selaku dosen pembimbing kepaniteraan klinik Ilmu Kedokteran Forensik
dan Medikolegal FK Universitas Wijaya Kusuma Surabaya-RSUD dr. Soetomo
Surabaya.
Penulis juga berharap referat ini dapat memberikan pengetahuan lebih
terhadap topik yang dibahas bagi penulis maupun pembaca. Penulis menyadari
bahwa masih banyaknya kekurangan yang terdapat pada referat ini, oleh karena
itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran, sehingga penulis dapat lebih
menyempurnakan referat ini.
Surabaya, April 2016
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 LATAR BELAKANG MASALAH
Sianida sudah banyak digunakan sejak ribuan tahun yang lalu, Efek
dari sianida dengan dosis tinggi sangat cepat dan mematikan yang dapat
terjadi dalam beberapa menit, sehingga antidot sangat tepat bila diberikan
tepat waktu. Dalam bidang militer, penggunaan sianida sebagai senjata
kimia digunakan dalam bentuk cairan yang mudah menguap yang dikenal
sebagi hidrogen sianida (HCN). Sianida dapat disimpan dan digunakan
dalam bentuk cairan dan garam sianida.
Garam sianida adalah derivat yang paling berbahaya dan sering
dijumpai juga mungkin sering diberitakan karena keragaman
penggunaannya. Dari garam sianida ini dapat juga terbentuk gas sianida.
The National Occupational Exposure Survey (NOES), yang
merupakan salah satu lembaga yang menanggulangi masalah keamanan
kerja di USA, menyatakan bahwa potassium sianida merupakan zat
dengan tingkat keracunan nomor dua terbanyak di Amerika. Hal ini
disimpulkan dari penelitian yang dilakukan pada tahun 2004. Dari 165.458
pekerja industri yang d2kutsertakan, 64.244 diantaranya terekspos oleh
potassium sianida sewaktu sedang melakukan pekerjaannya.1
Kegunaan dari potassium sianida sangat luas, dimulai dari sebagai
salah satu zat dalam industri logam yaitu untuk memisahkan bulir-bulir
emas dari bebatuan dan tanah serta untuk penyepuhan emas maupun perak,
hingga penggunaan dalam bidang fotografi. Kegunaan lain yang sering
disimpangkan adalah untuk dijadikan racun untuk membunuh tikus, ikan,
bahkan untuk perburuan illegal yang banyak dilakukan di berbagai negara.
Di Indonesia sendiri, potassium sianida sering juga disebut
“apotas”, atau “potas”, yang seringkali digunakan oleh para nelayan untuk
1
membius ikan sehingga dapat ditangkap dalam kondisi hidup, baik ikan
yang dapat dikonsumsi manusia maupun ikan hias.
Dewasa ini banyak sekali media yang bisa dijadikan untuk sumber
pengetahuan dan pembelajaran tentang berbagai kegunaan potassium
sianida sampai kegunaannya untuk mengakhiri nyawa seseorang. Seperti
halnya acara pemberitaan di televisi, maupun cerita detektif bergambar
yang dewasa ini ditayangkan berbagai kalangan.
Karena pengetahuan yang diperoleh secara mudah seperti itulah
dapat kita temui berbagai insiden yang terjadi, khususnya keterkaitannya
dengan keracunan sianida. contohnya adalah kasus pembunuhan seorang
anak oleh ibunya dengan menggunakan potassium sianida yang terjadi di
kota Malang beberapa waktu lalu, juga kasus bunuh diri di Jogjakarta.2
Dan kasus yang baru saja terjadi yaitu pembunuhan seorang wanita muda
oleh temannya dengan menggunakan potassium sianida yang terjadi di
kota Jakarta beberapa waktu lalu.
Tujuan penulisan referat ini adalah mengetahui tentang sianida
secara mendalam baik secara umum maupun dari segi forensik yaitu untuk
mengetahui mengenai sianida dan reaksinya dalam tubuh, juga gejala
keracunan sianida. Disamping itu juga untuk mengetahui tatalaksana
keracunan sianida, serta pemeriksaan penunjang forensik untuk
membuktikan kasus keracunan sianida, dan juga kelainan yang ditemukan
pada hasil otopsi korban mati akibat keracunan sianida.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2
2. 1 SEJARAH DAN PENGGUNAAN SIANIDA
Walaupun beberapa substansi yang mengandung sianida telah digunakan sebagai racun sejak berabad-abad yang lalu, sianida yang sesungguhnya belum dikenal sampai tahun 1782. Pada saat itu sianida berhasil d2dentifikasi oleh ahli kimia yang berasal dari Swedia, Scheele, yang kemudian meninggal akibat keracunan sianida di dalam laboratoriumnya.1
2.1.1 Penggunaan Militer
Pada zaman kejayaan kerajaan Romawi, sianida digunakan sebagai senjata. Sianida sebagai komponen yang sangat mematikan digunakan untuk meracuni anggota keluarga kerajaan dan orang-orang yang dianggap dapat mengganggu keamanan. Tidak itu saja, Napoleon 2I mengusulkan untuk menggunakan sianida pada bayonet pasukannya selama perang dunia pertama, Perancis menggunakan asam hidrosianik yang berbentuk gas. Tetapi racun sianida yang berbentuk gas ini mempunyai efek yang kurang mematikan dibandingkan dengan bentuk cairnya.1
Sementara itu, pihak Jerman sendiri pada waktu itu telah melengkapi pasukannya dengan masker yang dapat menyaring gas tersebut. Karena kurang efektifnya penggunaan gas ini, maka pada tahun 1916 Perancis mencoba jenis sianida gas lainnya yang mempunyai berat molekul yang lebih berat dari udara, lebih mudah terdispersi dan mempunyai efek kumulatif. Zat yang digunakan adalah Cyanogen chlorida, yang dibentuk dari potassium sianida. Racun jenis ini sudah cukup efektif pada konsentrasi yang rendah karena sudah bisa mengiritasi mata dan paru. Pada konsentrasi yang tinggi dapat mengakibatkan paralysis hebat pada sistem pernafasan dan sistem saraf pusat.1
Dilain pihak, Austria ketika itu juga mengeluarkan gas beracun yang berasal dari potassium sianida dan bromin. Zat ini kemudian disebut sianogen bromida yang mempunyai efek iritasi yang sangat kuat pada konjungtiva mata dan pada mukosa saluran pernafasan. Selama perang dunia ke 2, Nazi Jerman menggunakan asam hidrosianik yang disebut mereka Zyklon B untuk menghabisi ribuan rakyat sipil dan tentara musuh.1,2
3
2.1.2 Penggunan Non Militer
Sianida lebih banyak digunakan untuk kepentingan ekonomi daripada kepentingan militer. Kebanyakan hampir tiap hari kontak dengan sianida. Ratusan bahkan ribuan ton sianida dibentuk oleh dunia ini tiap harinya. Sianida banyak digunakan untuk bidang kimia, pembuatan plastik, penyaringan emas dan perak, metalurgi, anti jamur dan racun tikus. Sementara itu, keracunan sianida paling banyak dilaporkan setelah memakan singkong dan kacang. Singkong pada beberapa negara yang baru berkembang masih menjadi makanan utama dan dianggap sebagai biang kerok tingginya tropical ataxic neuropathy di negara ini. Pada saat ini, sianida digunakan oleh pemerintah, perusahaan maupun perorangan untuk bermacam keperluan.1,3
2.2 PENGERTIAN SIANIDA
Sianida adalah suatu senyawa kimia yang terdiri dari 3 buah atom
karbon yang berikatan dengan sebuah atom nitrogen (C≡N). Kata
“sianida” berasal dari bahasa Yunani yang berarti “biru” yang mengacu
pada hidrogen sianida yang disebut Blausäure ("blue acid") di Jerman.2
Secara spesifik, sianida adalah anion CN-. Senyawa ini ada dalam
bentuk gas, liquid dan solid. Setiap senyawa tersebut dapat melepaskan
anion CN- yang sangat beracun. Sianida dapat terbentuk secara alami
maupun dibuat oleh manusia. Sianida juga ditemukan pada hasil metabolit
dari beberapa preparat farmakologi seperti laetrile, nitroprusside, dan
succinonitrile. Dari beberapa studi kasus, beberapa formula tersebut dapat
menyebabkan keracunan sianida.
Sifat racun yang dimiliki oleh sianida sangat kuat dan bekerja
dengan cepat. Garam sianida yang bereaksi dengan air akan menghasilkan
hydrogen sianida (HCN). Contoh lain adalah Kalium sianida (KCN).2
4
Hidrogen sianida merupakan gas yang tidak berasa dan memiliki
bau pahit yang seperti bau almond. Kebanyakan orang dapat mencium
baunya, tetapi ada beberapa orang yang karena masalah genetiknya tidak
dapat mencium bau HCN. Hidrogen sianida disebut juga formonitrile,
sedang dalam bentuk cairan dikenal sebagai asam prussit dan asam
hidrosianik. Dalam bentuk cairan, HCN tidak berwarna atau dapat juga
berwarna biru pucat pada suhu kamar. HCN bersifat volatile dan mudah
terbakar serta dapat berdifusi baik dengan udara dan bahan peledak, serta
sangat mudah bercampur dengan air.
Natrium sianida dan kalium sianida berbentuk bubuk putih dengan
bau yang juga menyerupai almond. Adanya hidrolisis dari KCN dan
NaCN, dapat terbentuk HCN dengan reaksi sebagai berikut : 3
NaCN + H2O → HCN + NaOH
KCN + H2O → HCN + KOH
Tabel I.1. Sifat fisik dan kimia dari hidrogen sianida (HCN) 3
Sifat Kimia dan Fisika Hidrogen sianida (HCN)
Titik didih 25,7o C
Tekanan gas 740 mmHg
Kadar dalam:
Gas
Cairan
0,99 dalam suhu 200 C
0.68 g/mL dalam 250C
5
Padat Tidak diketahui
Volatilitas 1.1 × 106 mg/m3 at 25°C
Bentuk dan bau Gas ; bau almond
Kelarutan dalam:
Air
Bahan pelarut lain
Sempurna pada 250C
Dapat terlarut sempurna
hampir dalam setiap larutan
organic
Sianida memasuki udara, air, dan tanah baik dengan proses alami
maupun karena proses industri. Keberadaan sianida di udara jauh di bawah
ambang batas yang dapat berbahaya. Sianida di udara berbentuk partikel
kecil yang halus. Adanya hujan atau salju mengurangi jumlah partikel
sianida di dalam udara, namun tidak begitu dengan gas HCN.
Kebanyakan sianida di air permukaan akan membentuk HCN dan
kemudian akan terevaporasi. Meskipun demikian, jumlahnya tetap tidak
mencukupi untuk memberikan pengaruh negatif terhadap manusia.
Beberapa dari sianida di air tersebut akan diuraikan menjadi bahan yang
tidak berbahaya oleh mikroorganisme atau akan membentuk senyawa
kompleks dengan berbagai logam, seperti besi.
HCN dilepaskan ke dalam atmosfer dari ledakan gunung berapi,
tumbuh-tumbuhan, bakteri dan juga jamur. Sumber utama pada keracunan
sianida pada manusia maupun hewan sebagian besar berasal dari buah atau
tanaman yang mengandung glikosida sianogenik, yang dapat melepaskan
sianida saat memasuki saluran pencernaan.
Konsumsi dari tumbuh-tumbuhan yang mengandung glikosida
sianogenik dapat menimbulkan gejala sampai dengan kematian. Tumbuh-
6
tumbuhan yang dapat menghasilkan hidrogen sianida yang telah
ditemukan antara lain Cassava sorghum, kentang manis, bambu, talas,
tebu, kacang polong, kacang kedelai, kacang almond, lemon, jeruk nipis,
apel, pir, persik, aprikot, dan plum.
Banyak sianida di tanah atau air berasal dari proses industri.
Sumber terbesarnya yaitu aliran buangan dari proses pertambangan logam,
industri kimia organik, pabrik besi dan baja, serta fasilitas pengolahan air
limbah publik. Pada kejadian diluar industrial, kemungkinan terpapar oleh
sianida adalah melalui pembakaran dari bahan-bahan plastik. Sebagian
kecil sianida dapat ditemukan pada runoff hujan yang membawa garam-
garam sianida yang terdapat di jalan. Sianida yang terdapat di landfill
dapat mencemari air tanah.
Seperti halnya di air permukaan, sianida yang berada di tanah juga
dapat mengalami proses evaporasi dan penguraian oleh mikroorganisme.
Baru-baru ini bahkan telah dideteksi sianida di air tanah di bawah
beberapa landfill dan tempat pembuangan limbah industri. Tidak sedikit
dantaranya mengandung sianida dalam konsentrasi yang tinggi.
Konsentrasi tinggi ini menjadi racun bagi mikroorganisme tanah.
Dikarenakan tidak ada lagi mikroorganisme tanah yang dapat
menguraikannya, sianida dapat memasuki air tanah di bawahnya.
HCN digunakan pula dalam ruangan gas yang dipakai untuk proses
eksekusi (hukuman mati) dan banyak juga digunakan dalam peperangan.
Sianida yang digunakan oleh militer NATO (North American Treaty
Organization) adalah yang jenis cair yaitu asam hidrosianik. Selain itu,
banyak bahan-bahan yang mengandung sianida digunakan dalam dunia
kedokteran, seperti penggunaan sebagai vasodilator dalam pemeriksaan
pembuluh darah dan digunakan pula untuk menurunkan tekanan darah
manusia secara cepat dalam kondisi kritis.4
2.3 Insidens dan Penggunaan Sianida
7
Kematian akibat keracunan CN umumnya terjadi pada kasus bunuh
diri dan pembunuhan. Tetapi dapat pula terjadi akibat kecelakaan di
laboratorium, pada penyemprotan (fumigasi) dalam pertanian dan
penyemprotan di gudang-gudang kapal.2 Sianida digunakan secara massal
sebagai racun pada pengikut fanatik tim karismatik James Jones di tempat
pengungsiannya di Amerika Selatan, Jonestown. Kejadian tragis yang
terjadi pada tahun 1978 ini memakan korban sekitar 900 nyawa. Setelah
memaksa pengikutnya untuk minum cairan jernih yang telah dicampur
pottasium sianida, Jone melakukan bunuh diri dengan menembak dirinya
sendiri.1
Meskipun sianida telah digunakan sejak lama, namun identifikasi
sianida pertama kali adalah pada tahun 1782 oleh ahli kimia dari Swedia,
Scheele yang kemudian meninggal akibat keracunan sianida di
laboratoriumnya.3,5
2.3.1 Penggunaan militer
Pada zaman kejayaan kerajaan Romawi, sianida digunakan sebagai
senjata yang digunakan untuk meracuni anggota keluarga kerajaan dan
orang-orang yang dianggap dapat menganggu keamanan. Kemudian
Napoleon 2I mengusulkan penggunaan sianida pada bayonet pasukannya.
Perancis menggunakan asam hidrosianik yang berbentuk gas selama
perang dunia pertama. Akan tetapi efeknya kurang mematikan
dibandingkan dengan bentuk cair. Ditambah lagi pihak Jerman pada saat
itu telah melengkapi pasukannya dengan masker yang dapat menyaring
gas sianida. Oleh karena itu, pada tahun1916 Perancis mencoba jenis
sianida gas lainnya yang berat molekulnya lebih berat dari udara, lebih
mudah terdispersi dan mempunyai efek kumulatif. Zat yang digunakan
adalah cyanogen chlorida yang dibentuk dari pottasium sianida. Jenis
racun ini sudah cukup efektif karena dalam konsentrasi yang rendah sudah
dapat mengiritasi mata dan paru. Sedangkan pada konsentrasi tinggi dapat
menyebabkan paralisis hebat pada sistem pernafasan dan sistem saraf
pusat.3,5
8
Kemudian Austria juga mengeluarkan gas beracun yang berasal
dari potasium sianida dan bromin yang disebut sianogen bromida. Zat ini
mempunyai efek iritasi yang sangat kuat pada konjungtiva mata dan
mukosa saluran pernafasan.3,5
Selama perang dunia 2, Nazi Jerman menggunakan asam
hidrosianik yang disebut Zyklon B dimana digunakan untuk menghabisi
ribuan rakyat sipil dan tentara musuh.1,2,5
2.3.2 Pada perindustrian dan pekerjaan
Contohnya pemadam kebakaran, industri karet, industri kulit,
pertambangan, penyepuhan dengan listrik, pengelasan, petugas
laboratorium dan ahli kimia, pekerja yang menggunakan pestisida,
pengasapan, industri kertas.1,2,5
2.3.3 Sumber lain yang berpotensi sebagai sumber sianida
Contohnya pembersih kuteks, bahan pelarut, asap rokok, buah-
buahan seperti cherry, apel, tanaman tertentu seperti bambu, singkong,
bayam, kacang, tepung tapioka; asap kendaraan bermotor, hasil
pembakaran dari material sintetik seperti plastik.1,2,5
2.4 Asal Paparan
2.4.1 Inhalasi
Sisa pembakaran produk sintetis yang mengandung karbon dan
nitrogen seperti plastik pasti akan melepaskan sianida. Rokok juga
mengandung sianida, pada perokok pasif ditemukan sekitar 0,06 µg/mL
sianida dalam darah, sedangkan pada perokok aktif ditemukan sekitar
0,17 µg/mL sianida dalam darah. Hidrogen sianida sangat mudah
diabsorbsi oleh paru, gejala keracunan dapat timbul dalam hitungan detik
sampai menit. Ambang batas minimal HCN di udara adalah 2-10 ppm
(part per million), tetapi angka ini belum dapat memastikan konsentrasi
sianida yang berbahaya bagi lingkungan di sekitarnya. Selain itu,
gangguan dari saraf-saraf sensoris pernafasan juga sangat terganggu.
9
Berat jenis HCN lebih ringan dari udara. Anak-anak yang terpapar HCN
dengan kadar yang sama seperti orang dewasa akan terpapar HCN jauh
lebih tinggi.2,5,6
2.4.2 Mata dan kulit
Paparan HCN dapat menimbulkan iritasi pada mata dan kulit.
Muncul segera setelah paparan atau paling lambat 30 sampai 60 menit.
Kebanyakan kasus disebabkan kecelakaan pada saat bekerja sehingga
cairan sianida kontak dengan kulit dan meninggalkan luka bakar.2,5
2.4.3 Saluran pencernaan
Apabila HCN tertelan, tidak perlu merangsang korban untuk
muntah, karena sianida sangat cepat berdifusi dengan jaringan dalam
saluran pencernaan.2,5 ,7
2.5 Patomekanisme
Pada saat seseorang terpapar racun sianida secara inhalasi, kulit
maupun oral, baik sianida yang terlepas dari sisa pembakaran plastik
yang mengandung karbon dan nitrogen, ataupun sianida yang terlepas
dari asap rokok, maka sianida tersebut akan cepat diabsorbsi oleh tubuh .
Garam sianida cepat diabsorbsi melalui saluran pencernaan, Cyanogen
dan uap HCN diabsorbsi melalui pernapasan . HCN cair akan cepat
diabsorbsi melalui kulit tetapi gas HCN lambat, sedangkan nitril organik
(iminodipropilnitril, glikonitril, asetonitril) cepat diserap melalui kulit.
Setelah diabsorbsi, sianida akan masuk ke dalam sirkulasi darah sebagai
CN bebas dan tidak dapat berikatan dengan hemoglobin, kecuali dalam
bentuk methemoglobin akan terbentuk sianmethemoglobin. Sianida
dalam tubuh akan menginaktifkan beberapa enzim oksidatif seluruh
jaringan secara radikal, terutama sitokrom oksidase dengan mengikat
bagian ferric heme group dari oksigen yang dibawa oleh darah. Selain itu
sianida juga secara reflex merangsang pernapasan dengan bekerja pada
ujung saraf sensorik sinus (kemoreseptor) sehingga pernafasan
bertambah cepat dan menyebabkan gas racun yang diinhalasi makin
banyak.8,9
10
Fe++sitokrom-oksidase Fe+++sitokrom-oksidase
Fe++sitokrom oksidase
CN
+
Oksigen Tidak Dapat Diambil
Blok Sitokrom Oksidase(mitokondria)
Toksin Sianida
Metabolism Sel Aerobik Terganggu
Perfusi Oksidatif
Meninggal
Histotoksik Hipoksia
Hipoksia Jaringan
Proses oksidasi dan reduksi
terjadi sebagai berikut:8
Dengan demikian proses oksidasi-reduksi dalam sel tidak dapat
berlangsung dan oksi-Hb tidak dapat berlangsung dan oksi-Hb tidak dapat
berdisosiasi melepaskan O2 ke sel jaringan sehingga timbul anoksia
jaringan (anoksia histotoksik). Hal ini merupakan keadaan paradoksal
karena korban meninggal akibat hipoksia tetapi dalam darahnya kaya akan
oksigen.8,9
Sianida dioksida dalam tubuh menjadi sianat dan sulfosianat dan
dikeluarkan dari tubuh melalui urin. Takaran toksin peroral untuk HCN
adalah 60-90 mg sedangkan takaran toksik untuk KCN atau NaCN adalah
200 mg. Kadar gas sianida dalam udara lingkuangan dan lama inhalasi
akan menentukan kecepatan timbul gejala keracunan dan kematian.8
11
Nilai TLV (Threshold imit value) adalah 11 mg per M3 untuk gas
HCN sedangkan TLV untuk debu sianida adalah 5 gr per M3. 8
Kadang-kadang korban keracunan CN melebihi takaran mematikan
(letal) tetapi tidak meninggal. Hal ini mungkin disebabkan oleh toleransi
individual dengan daya detoksifikasi tubuh berlebihan, dengan mengubah
CN menjadi sianat dan sulfosianat. Dapat pula disebabkan oleh keadaan
anasiditas asam lambung, sehingga menyebabkan garam CN yang ditelan
tidak terurai menjadi HCN. Keadaan ini dikenal sebagai imunitas
Rasputin. Tetapi sekarang hal ini telah dibantah, karena cukup dengan air
saja dalam lambung, garam CN sudah dapat terurai menjadi HCN.
Kemungkinan lain adalah karena dalam penyimpanan sianida sudah
berubah menjadi garam karbonat. Misalnya NaCN +Udara Na2CO3 +
NH3.8
Pada pemeriksaan fisik setelah kematian akan ditemukan adanya
lebam mayat berwarna merah terang, karena darah vena kaya akan oksi-
Hb. Tetapi ada pula yang mengatakan karena terdapat Cyan-Met-Hb.
Warna lebam yang merah terang tidak selalu ditemukan pada kasus
12
keracunan sianida, ditemukan pula kasus kematian akibat sianida dengan
warna lebam mayat biru kemerahan, livid. Hal ini tergantung pada keadaan
dan derajat keracunan. Tercium bau amandel yang patognomonik untuk
keracunan CN, dapat tercium dengan menekan dada mayat sehingga akan
keluar gas dari mulut dan hidung. Pada saat pembedahan mayat juga
tercium bau amandel yang khas pada saat membuka rongga dada, perut
dan otak serta lambung (bila racun melalui mulut). Darah, otot dan organ-
organ tubuh dapat berwarna merah terang. Selanjutnya hanya ditemukan
tanda-tanda asfiksia pada organ-organ tubuh.8,9
Pada korban yang menelan garam alkali sianida, dapat ditemukan
kelainan pada mukosa lambung berupa korosi dan berwarna merah
kecoklatan karena terbentuk hematin alkali dan pada perabaan mukosa
licin seperti sabun. Korosi dapat menyebabkan perforasi lambung yang
dapat terjadi antemortal atau postmortal.8,9
Yang memegang peran penting di dalam patofisiologi keracunan
sianida adalah sitokrom c oksidase.
Sitokrom c oksidase adalah suatu hemoprotein yang terdistribusi
secara luas pada berbagai jaringan, memiliki tipikal prostetik heme yang
ada pada myoglobin, hemoglobin, dan sitokrom lain. Sitokrom tersebut
merupakan rantai terakhir pernafasan yang ada pada mitokondria dan
mentransfer elektron menghasilkan oksidasi dari molekul substrat dengan
dehidrogenase untuk akseptor terakhir oksigen. Enzim tersebut dapat
diracuni oleh karbonmonoksida, sianida dan hydrogen sulfat. Hal ini juga
melibatkan “sitokrom a3.”
Telah diketahui bahwa sitokrom a dan a3 tergabung dalam protein
tunggal, dan kompleks enzim sitokrom oksidase dikenal sebagai
sitokrom aa3. Terdiri dari dua molekul heme, dan masing-masing
memiliki satu atom Fe yang berubah-ubah antara Fe3+ dan Fe2+ selama
proses oksidasi dan reduksi. Pada rantai respirasi, ia terlibat sebagai
13
karier elektron dari flavoprotein yang satu ke sitokrom oksidase yang
lain.
2.6 Patofisiologi
Jumlah dan bentuk dari sianida, durasi paparan, rute paparan serta
kondisi komorbid dari masing-masing individu mempengaruhi onset dan
tingkat keparahan dari pasien yang terkena sianida. Kombinasi dari
faktor-faktor tersebut dapat mengganggu kemampuan alami tubuh untuk
detoksifikasi dan menimbulkan gejala-gejala.10
Banyak informasi menjelaskan bahwa sianida berperan dalam
menghambat rantai respirasi. Jadi penelitian terhadap penghambat rantai
pernafasan sangat berguna dalam perkembangan penelitian dari system
rantai pernafasan yang kemudian dihambat akibat keracunan sianida,
antara lain penghambat fosforilasi oksidatif dan pemutusan rantai
fosforilasi oksidatif.
Gambar 1. : letak inhibisi rantai respirasi oleh obat tertentu, bahan kimia,
dan antibiotik.11
14
Rute paparan sianida antara lain melalui inhalasi, tertelan
(ingestion), dermal, konjungtiva dan parenteral. Toksisitas terjadi segera
setelah inhalasi gas hidrogen sianida, ingesti sianida melalui garam atau
cyanogen, atau melalui absorpsi perkutaneus sianida dari larutan
berkonsentrasi tinggi. Sianida memiliki berat molekul yang ringan dan
tidak terionisasi sehingga dapat dengan mudah menemus membrane
epitel. Hidrogen sianida sangat mudah diabsorbsi oleh paru melalui
membran alveolar .
15
16
GARAM SIANIDAINGESTIINHALASIKULITSIRKULASIAnaerob Diagram 2.1. Patofisiologi keracunan sianida
Konsentrasi HCN di udara yang tidak tercemar adalah kurang
dari 0,2 ppm. Di USA dan Kanada, konsentrasi sianida di dalam air
minum berkisar antara 0,001-0,011 ppm. Sisa pembakaran produk
sintesis yang mengandung karbon dan nitrogen seperti plastik juga akan
melepaskan sianida, begitu pula dengan rokok. Pada perokok pasif dapat
ditemukan sekitar 0.06µg/mL sianida dalam darahnya, sementara pada
perokok aktif ditemukan sekitar 0.17 µg/mL sianida dalam darahnya.
Sianida merupakan bahan kimia umum yang dapat menyebabkan
kematian dalam 5 – 10 menit jika tidak ditangani segera.14 Racun klasik
seperti H2S, karbon monoksida dan sianida menginhibisi Complex IV
(sitokrom oxidase), menghalangi siklus asam trikarboksilat dan
menyebabkan henti nafas. Namun proses tersebut reversible.11
Gejala keracunan dapat timbul dalam hitungan detik sampai
menit. Ambang batas minimal hidrogen sianida di udara adalah 2-10
ppm. Tetapi angka ini belum dapat memastikan konsentrasi sianida yang
berbahaya bagi orang disekitarnya. Sianida merupakan satu dari sebagian
kecil senyawa kimia yang tidak mengikuti hukum Hawer, bagian dimana
Ct ( produk konsentrasi dan waktu ) dibutuhkan dalam menyebabkan
efek biologi adalah konstan berdasarkan konsentrasi dan waktu. Paparan
pendek untuk konsentrasi tinggi berbeda dengan paparan jauh untuk
konsentrasi rendah. Anak-anak yang terpapar hidrogen sianida dengan
tingkat yang sama pada orang dewasa akan terpapar hidrogen sianida
yang jauh lebih tinggi. Selain itu, orang yang tinggal di dekat
pembuangan limbah berbahaya akan terpapar lebih banyak dibanding
dengan orang umum lainnya.
Sianida sangat mudah masuk ke dalam saluran pencernaan. Dosis
letal via transmisi oral diperkirakan 200 miligram untuk potassium
sianida. Tidak perlu melakukan atau merangsang korban untuk muntah,
karena sianida sangat cepat berdifusi dengan jaringan dalam saluran
17
pencernaan. Namun waktu kematian via oral ini masih lebih lama
dibandingkan dengan via parenteral (20 menit banding 5 menit).
Paparan melalui kulit, khususnya pada kulit yang terkelupas,
dapat menimbulkan gejala keracunan. Namun hingga saat ini korelasi
antara paparan melalui kulit dengan timbulnya gejala masih dianggap
sulit. Kecelakaan industri dimana seseorang terpapar sianida melalui
kulit dan inhalasi, mununjukkan bahwa paparan melalui inhalasi lebih
berbahaya.
Sianida merupakan inhibitor nonspesifik untuk beberapa enzim
respirasi termasuk sitokrom oksidase, karbonik anhidrase, superoksida
dimutase, dan banyak lainnya. Inhibisi enzim-enzim tersebut dikarenakan
sianida yang memiliki kemampuan untuk berikatan dengan porsi metal
dari metalloenzim. Sitokrom oksidase merupakan metalloenzim yang
mengandung besi (ferri (Fe3+)) dan merupakan bagian penting pada
fosforilasi dan produksi energi secara aerobik. Sitokrom oksidase
berfungsi dalam rantai transpor elektron dalam mitokondria yang
mengubah produk katabolis dari glukosa menjadi molekul yang
berenergi tinggi yaitu adenosine triphophatase (ATP).11
Gambar 1. Reaksi ikatan sianida dengan enzim sitokrom oksidase 12
18
Sianida bisa menimbulkan selular hipoksia karena sianida
menghambat kerja dari sitokrom oksidase. Pada akhir rantai transpor
elektron adalah tempat dimana sianida tampak mangambil bagian dari
sitokrom A3 di dalam enzim. Hal ini merupakan cara yang efektif untuk
mengurangi jumlah produksi ATP. Penurunan produksi ATP
mengakibatkan jaringan tidak dapat menggunakan O2 dan sebagai
konsekuensinya, pembuluh vena cenderung tinggi O2 karena oksigen
tidak digunakan. PO2 alveolar, PO2 arterial dan kandungan oksigen dapat
normal (bahkan meningkat, sianida dalam dosis rendah dapat
mengakibatkan peningkatan ventilasi dengan menstimulasi kemoreseptor
arterial).12
Keadaan ini disebut Hipoksia Histotoksik. Buruknya perfusi
jaringan, juga dapat meningkatkan L-laktat di plasma darah, yang
menyebabkan asidosis laktat sekunder. Sebagai akibatnya hanya dalam
waktu beberapa menit akan mengganggu transmisi neuronal.12
Tidak perlu paparan sianida dalam jumlah banyak untuk
mengakibatkan gangguan kesehatan yang merugikan. Kehebatan efek
yang ditimbulkan sianida bergantung pada bentuknya, apakah itu HCN
atau dalam bentuk garam dan lainnya.
Gejala yang ditimbulkan antara lain bradikardi dan hipertensi,
d2kuti hipotensi dengan takikardi yang akhirnya menjadi bradikardi dan
hipotensi.
Apabila terpapar dalam konsentrasi yang sangat tinggi, hanya
dalam jangka waktu 15 detik tubuh akan merespon dengan hiperpnea, 15
detik setelah itu seseorang akan kehilangan kesadarannya. 3 menit
kemudian akan mengalami apnea yang dalam jangka waktu 5-8 menit
akan mengakibatkan aktifitas otot jantung terhambat karena hipoksia dan
berakhir dengan kematian.13
19
Pekerja yang terpapar dalam konsentrasi rendah akan tetapi
terpapar beberapa tahun dapat mengalami kesulitan dalam pernapasan,
nausea, sakit dada, dan kepala. Indikasi pertama keracunan sianida
adalah napas cepat dan pendek, sakit kepala, hiperpnea sementara,
gelisah dan lainnya. Tanda akhir sebagai ciri adanya penekanan terhadap
CNS adalah koma dan dilatasi pupil, tremor, aritmia, kejang-kejang,
koma penekanan pada pusat pernafasan, gagal nafas sampai henti
jantung, tetapi gejala ini tidak spesifik bagi mereka yang keracunan
sianida sehingga menyulitkan penyelidikan apabila penderita tidak
mempunyai riwayat terpapar sianida.
Gejala klinis pada kulit bervariasi. Umumnya berupa kulit
kemerahan seperti cherry. Hal ini disebabkan peningkatan saturasi
hemoglobin pada darah vena karena penurunan pemanfaatan oksigen
pada jaringan. Fenomena ini dapat lebih terbukti pada pemeriksaan
funduskopi, dimana vena dan arteri tampak dalam warna yang hamper
sama. Sianosis juga pernah dilaporkan namun diduga karena syok.14
Gambar 2. Gejala klinis yang ditimbulkan oleh keracunan sianida 14
20
2.7 Tanda dan gejala keracunan sianida
2.7.1 Keracunan akut
Racun yang ditelan cepat menyebabkan kegagalan pernafasan
dan kematian dapat timbul dalam beberapa menit. Korban sering
mengeluh rasa terbakar pada kerongkongan dan lidah, sesak nafas,
hipersalivasi, mual, muntah, sakit kepala, vertigo, fotofobi, tinitus,
pusing dan kelelahan.15
Dapat pula ditemukan sianosis pada muka, busa keluar dari
mulut, nadi cepat dan lemah, pernafasan cepat dan kadang-kadang
tidak teratur, pupil dilatasi dan refleks melambat, udara pernafasan
dapat berbau amandel, juga dari muntahan tercium bau amandel.
Menjelang kematian sianosis lebih nyata dan timbul kedut otot-otot
kemudian kejang-kejang dengan inkontinesia urin dan alvi.15
Racun yang diinhalasi menimbulkan palpitasi, kesukaran
bernafas, mual-muntah, sakit kepala, salivasi, lakrimasi, iritasi mulut,
dan kerongkongan, pusing dan kelemahan ekstremitas cepat timbul
dan kemudian kolaps, kejang-kejang, koma dan meninggal.15
2.7.2 Keracunan kronik
Korban tampak pucat, keringat dingin, pusing, rasa tidak enak
dalam perut, mual dan kolik, rasa tertekan pada dada dan sesak nafas.
Keracunan kronik CN dapat menyebabkan goiter dan hipotiroid,
akibat terbentuk sulfosianat.15
Calcium cyanimide menghambat aldehida-oksidase sehingga
toleransi terhadap alkohol menurun. Gejala keracunan berupa sakit
kepala, vertigo, sesak nafas dan meninggal akibat kegagalan
pernafasan. 15
2.8 Pemeriksaan Jenazah Kasus Keracunan Sianida
2.8.1 Pemeriksaan Luar
Pada pemeriksaan luar dapat ditemukan bau sianida pada tubuh
yang dapat dikenali seperti bau almond akan tetapi banyak orang
tidak bisa mendeteksi bau ini sebagian karena kemampuan adaptasi
21
indera penciuman dengan cepat akan ‘menghilangkan’ bau tersebut.
Selain itu, secara genetik 40% populasi tidak dapat mencium bau
tersebut. Penampakan lebam mayat pada kondisi ini cukup
bervariasi. Yang klasik dikatakan menjadi berwarna merah bata,
sesuai dengan kelebihan oksi hemoglobin atau sianmethemoglobin
(karena jaringan tidak dapat menggunakan oksigen). Banyak
deskripsi lebam mayat yang mengarah pada kulit yang berwarna
merah muda gelap atau bahkan merah terang, terutama bergantung
pada daerahnya, yang dapat dibingungkan dengan karboksi
hemoglobin (HbCO). Terdapat pula kemungkinan muntahan hitam
disekitar bibir. Hal lain dapat dilihat adanya tanda-tanda sianosis
seperti kebiruan pada bibir dan ujung jari-jari. Akan tetapi jika lebih
dari 24 jam maka tanda ini akan dikacaukan oleh perubahan
postmortal. Tanda lain adalah adanya perdarahan berbintik pada
selaput biji mata dan kelopak mata.17
2.8.2 Pemeriksaan Dalam
Sebelum pemeriksaan dalam dilakukan sangat penting
diketahui bahwa pemeriksaan dalam (autopsi) korban dengan
keracunan sianida cukup beresiko karena pemeriksa akan terpapar
sianida dalam waktu yang cukup lama.18
Kematian oleh karena sianida disebabkan oleh karena
histotoksik hipoksia maka tanda-tanda asfiksia dapat dilihat pada
pemeriksaan dalam seperti adanya kongesti organ-organ dalam
akibat perbendungan sistemik. Organ dalam terlihat membesar dan
jaringan di dalam mungkin juga menjadi berwarna merah muda
terang disebabkan karena oksi-hemoglobin yang tidak dapat
digunakan oleh jaringan - yang mungkin lebih umum terjadi dari
pada karena sianmethemoglobin. Selain itu terjadi kongesti pada
paru-paru dan dilatasi jantung kanan.17
22
Striae pada lambung dapat mengalami kerusakan hebat dan
terlihat menutupi permukaan, selain itu terdapat resapan darah pada
lekukan mukosa. Ini terutama disebabkan kekuatan alkali yang kuat
dari hidrolisa garam-garam natrium dan kalium sianida. Pada kasus
keracunan berat, lambung akan ditandai dengan striae berwarna
merah gelap. Lambung dapat berisi darah maupun rembesan darah
akibat erosi maupun pendarahan di dindingnya. Jika sianida berada
dalam larutan encer, kerusakan yang terjadi lebih minimal. Apabila
racun masuk secara oral maka kekuatan alkali dari sianida akan
mengiritasi saluran cerna. Esofagus dapat mengalami kerusakan,
terutama pada bagian mukosa pada sepertiga distal, terutama saat
post mortem dimana terjadi regurgitasi isi perut karena relaksasi dari
sphincter. Organ lain tidak menunjukkan perubahan yang spesifik
dan diagnosis dibuat berdasarkan bau dan warna kemerahan pada
jaringan dalam tubuh.18
Verslag dalam bukunya mengatakan terdapat beberapa
perubahan histologis yang mengindikasikan adanya kematian akibat
defisiensi oksigen melalui asfiksia yaitu:
1. Hilangnya lemak terutama pada vakuola sitoplasma dari epitel
pada jaringan hati, sel otot jantung, dan sel pada tubulus renal
2. Pembengkakan sel endotel pada otak dan otot jantung
3. Mobilisasi dan proliferasi dari makrofag alveolar dengan
pembentukan sel raksasa polinuklear (hanya terjadi pada paru-
paru yang sehat)
4. Presipitasi droplet hialin pada epitel hati
5. Perdarahan pada paru-paru dan otak
6. Degenarasi sel ganglion dan hilangnya substansi Nissl terutama
pada girus hippocampus
7. Emfisema akut pada jaringan interstistial dan alveolar paru.19
23
2.8.3 Pemeriksaan Toksikologi Kasus Keracunan Sianida
Jumlah sianida yang ditemukan dalam pemeriksaan tergantung
jumlah sianida yang masuk dalam tubuh dan waktu antara masuknya
sianida dengan kematiannya. Yang mana akhir-akhir ini biasanya diukur
dalam menit, atau pada kasus dengan dosis rendah dan sempat diterapi,
korban dapat bertahan hidup dalam jam bahkan hari. Sianida yang
ditemukan dalam jumlah cukup adalah bukti bahwa sianida telah masuk
dalam tubuh yang mana hal itu sendiri tidak normal dan dikonfermasi
sebagai barang bukti dari terjadinya keracunan. Akan tetapi, Karhunen et
al telah melaporkan kasus dimana seorang tersangka pembunuhan terbakar
dan pada post mortemnya menunjukkan tingkat sianida dalam darah 10
mg/l, yang diperkirakan sesuai dengan difusi pasif dari sianida melalui
seluruh cavitas tubuh yang terbuka saat terjadinya kebakaran. Maka dari
itu sangat penting untuk mengidentifikasi sumber pasti sianida pada kasus-
kasus keracunan dan rute masuknya zat ke dalam tubuh sehingga dapat
diketahui penyebab kematiannya.18
Beberapa spesimen yang dapat diambil untuk pemeriksaan
laboratorium adalah
1. Lambung (isi dan jaringannya). Material ini berguna untuk
mengetahui keracunan sianida peroral atau pada kasus mati mendadak
dimana terdapat sejumlah besar obat-obat yang tidak terabsorpsi pada
lambung. Pada kasus-kasus overdosis obat maka lambung harus
diambil seluruhnya. Jika terdapat tablet atau capsul pada lambung
maka harus ditempatkan di kontainer terpisah dan dikirim bersama
specimen lambung.
2. Hati. Specimen ini berguna untuk kasus keracunan yang kompleks.
Biasanya diambil 100 gram pada dari lobus kanan karena tidak
terkontaminasi dengan empedu.
3. Darah. Dianjurkan untuk mengambil spesimen darah dari berbagai
pembuluh darah perifer. Khasnya, tingkat sianida darah dalam 1 serial
kasus yang fatal antara 1-53 mg/l, dengan rata-rata 12 mg/L.9 Kadar
24
sianida normal dalam darah sebesar 0,016-0,014mg/L.10 Selain
pemeriksaan kadar sianida dapat juga dilakukan pemeriksaan pH
darah yang akan menjadi lebih asam karena peningkatan asam laktat.
4. Otak. Pada kasus-kasus dimana sumber sianida tidak diketahui,
dianjurkan untuk mengambil sampel otak kurang lebih 20 gram dari
bagian dalam untuk mengkorfirmasi keberadaan sianida.
5. Paru-paru. Jika kematian mungkin disebabkan oleh inhalasi gas
hidrogen sianida, paru-parunya harus dikirim utuh, dibungkus dalam
kantong yang terbuat dari nilon (bukan polivinil klorida).
6. Limpa merupakan jaringan dengan konsentrasi sianida yang paling
tinggi, diperkirakan karena limpa banyak mengandung sel darah
merah, dalam 1 serial seperti diatas, tingkat sianida limpa berkisar
antara 0,5-398 mg/l, dengan rata-rata 44 mg/l. Dalam serial lain,
tingkat sianida darah rata-rata 37 mg/l.
7. Urine. Ekskresi sianida pada urine dalam beberapa bentuk salah
satunya adalah tiosianat.9 Pada orang yang tidak merokok konsentrasi
tiosianat berkisar antara 1-4mg/L sementara pada perokok
konsentrasinya hingga 3-12mg/L.21
Penting untuk membawa sampel ke laboratorium sesegera mungkin
(dalam beberapa hari) untuk menghindari struktur sianida yang tidak
seperti aslinya lagi dalam sampel darah yang telah disimpan. Hal ini
biasanya dapat terjadi akibat suhu ruangannya, sehingga jika ada
penundaan, sampel darah dan jaringan sebaiknya disimpan pada suhu 4
derajat celcius dan harus dianalisa sesegera mungkin. Akan tetapi kualitas
sampel telah menurun walaupun dengan adanya pendingin. Lebih dari
70% isi sianida dapat hilang setelah beberapa minggu, akibat reaksi
dengan komponen jaringan dan konversi menjadi thiosianad. Sebaliknya,
sampel postmortem yang terlalu lama disimpan dapat menghasilkan
sianida akibat reaksi dari bakteri. Pencegahan terhadap hal ini dengan
mempergunakan kontainer yang berisi 2% sodium flourida.20
25
2.9 Pengobatan dan terapi
Prinsip pertama dari terapi ini adalah mengeliminasi sumber-sumber
yang terus-menerus mengeluarkan racun sianida. Pertolongan
terhadap korban keracunan sianida sangat tergantung dari tingkat
dan jumlah paparan dengan lamanya waktu paparan.
Segera menjauh dari tempat atau sumber paparan. Jika korban
berada di dalam ruangan maka segera keluar dari ruangan.
Jika tempat yang menjadi sumber berada diluar ruangan, maka
sebaiknya tetap berada di dalam ruangan.Tutup pintu dan jendela,
matikan pendingin ruangan, kipas maupun pemanas ruangan
sampai bantuan datang.
Cepat buka dan jauhkan semua pakaian yang mungkin telah
terkontaminasi oleh sianida. Letakkan pakaian itu di dalam
kantong plastik, ikat dengan kuat dan rapat. Jauhkan ke tempat
aman yang jauh dari manusia, terutama anak-anak.
Segera cuci sisa sianida yang masih melekat pada kulit dengan
sabun dan air yang banyak.
Tindakan kedua adalah segera cari udara segar. Jika berada di dekat
balai pengobatan tertentu maka dapat diberikan oksigen murni.
Berikan antidotum untuk mencegah keracunan yang lebih serius.
Penambahan tingkat ventilasi oksigen ini akan meningkatkan efek
dari antidotum. Asidosis laktat yang berasal dari metabolisme
anaerobik dapat diterapi dengan memberikan sodium bikarbonat
secara intravena dan bila penderita gelisah dapat diberikan obat-
obat antikonvulsan seperti diazepam. Perbaikan perfusi jaringan
dan oksigenisasi adalah tujuan utama dari terapi ini. Selain itu
juga, perfusi jaringan dan tingkat oksigenisasi sangat
mempengaruhi tingkat keberhasilan pemberian antidotum. Bila
korban dalam keadaan tidak sadar maka harus segera
ditatalaksana di rumah sakit karena bila terlambat dapat berakibat
kematian.16
26
Terdapat beberapa antidote yang dapat dipergunakan pada kasus
keracunan sianida.Masing-masing antidote bekerja pada bagian
tertentu pada proses reaksi sianida dan menghambat reaksi
tersebut. Beberapa agent tersebut adalah
1. Agent yang menginduksi pembentukan MetHb. Contoh ini adalah
nitril yang dapat merubah ion ferous (fe2+) dari hemoglobin
menjadi ion ferric (Fe3+). MetHb yang dihasilkan berikatan kuat
dengan sianida menjadi cyanmetHb. Preparat yang tersedia adalah
sodium nitrit (i.v), amil nitrit (inhale) dan dimetil aminofenol (i.v
atau i.m)
2. Agent yang berikatan secara langsung seperti cobalt yang
langsung memotong dan berikatan dengan ion sianida. Dicobalt
edetate (Kelocyanor) dan hydroxocobalamin (Cyanokit)
keduanya dalam sediaan i.v.
3. Agent yang bekerja sebagai pendonor sulfur. Jalur detoksifikasi
sianida normalnya melalui konversi sianida menjadi tiosianat,
dengan gugus sulfur yang diberikan oleh glutatione. Maka dari itu
sodium tiosulfat akan berkontribusi terhadap reaksi ini dengan
memberikan gugus sulfur. Agent ini diberikan dalam bentuk i.v.
Pada beberapa negara terjadi prosedur penenganan terhadap keracunan
sianida mempergunakan antidote yang berbeda-beda karena
perbedaan pendapat tentang keefektifan dari masing-masing
antidote.
1. Di USA. Sodium nitrit adalah obat pilihan karena mempunyai
range dosis terapeutik yang lebar. Akan tetapi diperlukan
monitoring metHb jika diberikan dalam jumlah yang besar.
2. UK lebih memilih dicobalt edetate karena efeknya yang cepat,
walaupun bahan ini mempunyai toksisitas yang cukup signifikant.
Maka dari itu penegakan diagnosis pasti keracunan sianida sangat
diperlukan.
27
3. Dimetil aminofenol direkomendasikan di Jerman. Obat ini
menginduksi pembentukan metHb dengan cepat. Monitoring
metHb sangat diperlukan dan perlu dipertimbangkan reversal
dengan metilen blue. Preparat ini diberikan i.m maka dari itu
dapat diberikan oleh paramedis akan tetapi pada tempat injeksi
akan terjadi nekrosis. Kelemahan lain adalah obat ini adalah
penyerapannya yang buruk terutama dalam keadaan toksikasi
akut/kolaps.
4. Prancis telah merekomendasikan antidote terbaru sianida yaitu
hydroxicobalamin. Preparat ini adalah prekursor dari vitamin B12
yang mempunyai toksisitas minimal. Hydroxicobalamin
merupakan molekul yang besar dan hanya akan berikatan dengan
sianida pada molar yang sama. Preparate yang tersedia harus
diencerkan terlebih dahulu sebelum diberikan. Satu-satunya
kelemahan dari obat ini hanyalah kesulitan dalam pemberiannya
dan harganya yang masih mahal.
28
KESIMPULAN
Sianida merupakan senyawa kimia yang dapat terbentuk secara alami
maupun buatan. Di alam, senyawa ini terdapat dalam bentuk gas, cair dan padat.
Senyawa ini mempunyai daya toksisitas yang tinggi dan dosis letal yang sangat
rendah, oleh karena itu zat ini sangat berbahaya. Proses masuknya sianida dalam
tubuh dapat melalui berbagai cara, antara lain melalui proses pernapasan, proses
pencernaan , rute parenteral dan juga kontak melalui kulit.
Tingkat toksisitas sianida ini diperngaruhi oleh bentuk, durasi, rute serta
kondisi komorbiditas dari masing – masing individu. Tidak perlu paparan sianida
dalam jumlah banyak untuk mengakibatkan gangguan kesehatan. Tanda – tanda
keracunan sianida antara lain adalah bau mulut seperti bau “almond”,gejala gejala
susunan saraf pusat dan juga sistem kardiovaskular.
Tidak semua keracunan sianida mengakibatkan kematian, oleh karena itu
pertolongan pertama sangat diperlukan sesegera mungkin, dan tingkat
keberhasilan dari pertolongan tersebut tergantung dari tingkat dan jumlah paparan
dengan lamanya waktu terpapar. Maka dari itu tindakan yang diperlukan antara
lain adalah mengevakuasi korban dari tempat paparan, melepaskan semua barang
yang melekat pada tubuh yang telah terpapar oleh sianida tersebut, lalu dilakukan
tindakan untuk membersihkan tubuh korban dari sianida, kemudian berikan
oksigenasi yang cukup, serta antidotum, dan juga tidak lupa untuk memberikan
obat – obatan untuk gejala simptomatisnya .
Pada pemeriksaan otopsi untuk korban yang meninggal akibat keracunan
sianida juga dilakukan seperti pemeriksaan otopsi pada umumnya, tapi biasanya
kelainan yang ditemukan pada kasus ini terdapat pada kulit, otak, mata, hidung,
mulut, kelenjar tiroid, saluran pencernaan, paru - paru dan sistem kardiovaskular,
rta organ – organ lainnya.
29
Maka dari itu, sebagai ahli medis diperlukan pengetahuan mengenai
keracunan sianida,penanganan pada korban hidup juga temuan pada korban mati
untuk mengidentifikasi penyebab kematiannya.
30
DAFTAR PUSTAKA
1. Baskin SI, Brewer TG. Cyanide Poisoning. Chapter. Pharmacology Division.
Army Medical Research Institute of Chemical Defense, Aberdeen Proving
Ground, Maryland. USA. Available from:
www.bordeninstitute.army.mil/cwbw/Ch10.pdf. Access on: April 2, 2016.
2. Anonymus. Fact About Cyanide.C. Departement Of Health and Human
Service. Center for Disease Control and Prevention. 2003. Available from:
www.bt.cdc.gov/agent/cyanide/basics/pdf/cyanide-facts.pdf. Access on: April
2, 2016
3. Agency for Toxic Substances and Disease Registry. Cyanide. Division of
Toxicology and Environmental Medicine. Atlanta. 2006. Available from:
www.atsdr.cdc.gov/tfacts8.pdf. Access on: 2 April, 2016
4. Robert K. Murray, Daryl K. Granner, Victor W. Rodwell; Harper's
Illustrated Biochemistry 27th Edition; The McGraw-Hill Companies; 2006
5. Gill JR, Marker E, Stajic M. Suicide by Cyanide : 17 Deaths. ASTM
International. 2004. http://www.astm.org, diakses tanggal 2 April 2016.
6. Gerberding JL. Toxicological Profile for Cyanide. U.S. Departement of
Health and Human Services, Public Health Service Agency for Toxic
Substances and Disease Registry. 2006. hal. 72-98
7. Centers for Disease Control and Prevention. Facts About Cyanide.
Departement Of Health and Human service. 2003.
http://www.bt.cdc.gov ,diakses tanggal 2 April 2016.
8. Keracunan Sianida. Dalam: Budiyanto A, widiatmaka W, Sudiono S, Mun’im
T, Sidhi, Herfian S, editors. Ilmu Kedokteran Forensik. Jakarta: Bagian
Kedokteran Forensik FKUI; 1997. hal. 95-100.
31
9. Ikegaya H, Iwase H, Hatanaka K, Sakurada K, Yoshida K, Takatori T.
Diagnosis of Cyanide Intoxication by Measurement of Cytochrome C
Oxidase Activity. Toxicology Letters. 2001. http://www.elsevier.com, diakses
tanggal 2 April 2016.
10. Goldfrank, LS. Cyanide and Hydrogen Sulfide. Toxicologic Emergencies 87,
1994: 1215-1225
11. Kasper, Braunwald, Fauci, Hauser, Longo, Jameson; Harrison’s Principles of
Internal Medicine 16th edition; The McGraw-Hill Companies; 2005.
12. Levitsky M. G.; Pulmonary Physiology, Seventh Edition; The McGraw-Hill
Companies, Inc; 2007.
13. WU. Harry. Keracunan Sianida. Di unduh dari
http://klikharry.wordpress.com/2006/ 12/14/keracunan-sianida/. Diakses
tanggal 2 April 2016.
14. CDC. Facts About Cyanide. Diunduh dari
http://emergency.cdc.gov/agent/cyanide/basics/facts.asp. Diakses tanggal 2
April 2016.
15. Keracunan Sianida. Dalam: Budiyanto A, widiatmaka W, Sudiono S, Mun’im
T, Sidhi, Herfian S, editors. Ilmu Kedokteran Forensik. Jakarta: Bagian
Kedokteran Forensik FKUI; 1997. hal. 95-100.
16. Utama, Harry Wahyudy, 2006, Keracunan Sianida,
http/klikharry.wordpress.com, diakses pada 2 April 2016.
17. Idries, AM. 1997. Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik. Binarupa Aksara:
Jakarta.
18. ATSDR. 2004. Draft toxicology profile for cyanide. Atlanta, GA, United
States Department of Health and Human Service, Public Health Service,
Agency for Toxic Substance and Disease Registry.
19. Bismuth, C., Clarmann, M.V., Dijk, A.V., Mallinckrodt, M.G.V., Hall.,
Heijst, A.N.P., Marrs, T.C., Meredith, T.J., Parren, A.C.G.M., Persson, H.,
32
Taitelman, U., 1993, Antidote for Poisoning by Cyanide, Cambrige
University Press.
20. Chishiro T, 2000. Clinical Aspect of Accidental Poisoning with Cyanide.
Asian Medical Journal 43(2) : 59-64.
21. IPCS. 2004. Hydrogen cyanide and cyanide : Human health aspect. Geneva,
World Health Organization, International Programme on Chemical Safety
(Concise International Chemical Assessment Document No. 61). Diakses
pada tanggal 2 April 2016.
33