referat sjs

22
05 April, 2011 [REFERAT STEVEN JOHNSON SYNDROME] BAB 1 BAB 1 PENDAHULUAN PENDAHULUAN Stevens-Johnson syndrome, biasanya disingkatkan sebagai SJS, adalah reaksi buruk yang sangat gawat terhadap obat. Efek samping obat ini mempengaruhi kulit, terutama selaput mukosa. Juga ada versi efek samping ini yang lebih buruk, yang disebut sebagai nekrolisis epidermis toksik (toxic epidermal necrolysis/TEN). Ada juga versi yang lebih ringan, disebut sebagai eritema multiforme (EM). 7 Sindrom ini jarang dijumpai pada usia 3 tahun, kebawah kemudian umurnya bervariasi dari ringan sampai berat. Pada yang berat dapat sampai mengakibatkan kesadarannya menurun, penderita dapat soporus koma sampai koma, mulainya penyakit akut dapat disertai gejala prodormal berupa demam tinggi, malaise, nyeri kepala, batuk, pilek dan nyeri tenggorokan. 8 Stevens-Johnson syndrome ditemukan oleh dua dokter anak Amerika. A. M. steven dan S.C johnson, 1992 Stevens-Johnson syndrome yang bisa disingkat SJS merupakan reaksi alergi yang hebat terhadap obat-obatan. 5,7,8 Angka kejadian Stevens-Johnson syndrome sebenarnya tidak tinggi hanya sekitar 1-14 per 1 juta penduduk. Syndrom Steven Sohnson dapat timbul sebagai gatal-gatal hebat pada mulanya, diikuti dengan bengkak dan kemerahan pada kulit. Setelah beberapa Page 1

Upload: udy071288

Post on 05-Dec-2014

264 views

Category:

Documents


41 download

TRANSCRIPT

Page 1: referat SJS

05 April, 2011 [REFERAT STEVEN JOHNSON SYNDROME]

BAB 1BAB 1

PENDAHULUANPENDAHULUAN

Stevens-Johnson syndrome, biasanya disingkatkan sebagai SJS, adalah reaksi buruk yang

sangat gawat terhadap obat. Efek samping obat ini mempengaruhi kulit, terutama selaput

mukosa. Juga ada versi efek samping ini yang lebih buruk, yang disebut sebagai nekrolisis

epidermis toksik (toxic epidermal necrolysis/TEN). Ada juga versi yang lebih ringan, disebut

sebagai eritema multiforme (EM).7

Sindrom ini jarang dijumpai pada usia 3 tahun, kebawah kemudian umurnya bervariasi

dari ringan sampai berat. Pada yang berat dapat sampai mengakibatkan kesadarannya menurun,

penderita dapat soporus koma sampai koma, mulainya penyakit akut dapat disertai gejala

prodormal berupa demam tinggi, malaise, nyeri kepala, batuk, pilek dan nyeri tenggorokan.8

Stevens-Johnson syndrome ditemukan oleh dua dokter anak Amerika. A. M. steven dan

S.C johnson, 1992 Stevens-Johnson syndrome yang bisa disingkat SJS merupakan reaksi alergi

yang hebat terhadap obat-obatan.5,7,8

Angka kejadian Stevens-Johnson syndrome sebenarnya tidak tinggi hanya sekitar 1-14

per 1 juta penduduk. Syndrom Steven Sohnson dapat timbul sebagai gatal-gatal hebat pada

mulanya, diikuti dengan bengkak dan kemerahan pada kulit. Setelah beberapa waktu, bila obat

yang menyebabkan tidak dihentikan, serta dapat timbul demam, lepuh pada mulut, mata, anus,

dan kemaluan serta dapat terjadi luka-luka seperti koreng pada kulit. Namun pada keadaan-

keadaan kelainan sistem imun seperti HIV dan AIDS angka kejadiannya dapat meningkat secara

tajam.7

Rasio perbandingan berdasarkan jenis kelamin pria : wanita menderita Stevens-Johnson

syndrome adalah 2 : 1. Pasien yang menderita Stevens-Johnson syndrome terutama ditemukan

pada dekade ke empat, walaupun pada beberapa kasus ditemukan pada anak-anak usia 3 bulan.

Di beberapa negara Asia Tenggara seperti Malaysia, Singapura, Taiwan, dan Hongkong

penyebab paling sering untuk terjadinya Stevens-Johnson syndrome adalah allopurinol.7

Page 1

Page 2: referat SJS

05 April, 2011 [REFERAT STEVEN JOHNSON SYNDROME]

BAB 2BAB 2

TINJAUAN PUSTAKATINJAUAN PUSTAKA

1.1. DEFINISIDEFINISI

Gambar 1. Pasien Stevens-Johnson syndromeLepuh lapisan kulit di punggung dan bokongSumber : www.emedicine.mesdscape.com

Diakses pada tanggal 26 Oktober 2010

Stevens-Johnson syndrome merupakan bentuk eriema multiforme fatal yang timbul

dengan prodormal seperti penyakit flu, dan ditandai dengan lesi-lesi sistemik dan mukokutan

yang berat. Terdapat keterlibatan mukosa oronasal dan anogenital dengan pseudomembran putih

atau abu-abu yang khas, dan krusta hemoragik yang sering terjadi pada bibir. Lesi pada mata

bervariasi, sering dengan injeksi konjungtivitis, iritis, uveitis, vesikel, erosi, dan perforasi kornea

yang menyebabkan kekeruhan kornea dan kebutaan. Paru, gastrointestinal, jantung, dan ginjal

juga dapat terlibat. 9

Stevens-Johnson syndrome merupakan salah satu kedaruratan, yang biasanya

memerlukan perawatan di rumah sakit. Tatalaksana difokuskan untuk menghilangkan faktor

penyebab, pengawasan gejala, dan meminimalisir komplikasi. 2

Page 2

Page 3: referat SJS

05 April, 2011 [REFERAT STEVEN JOHNSON SYNDROME]

Penyembuhan Stevens-Johnson syndrome memerlukan waktu mulai dari beberapa

minggu sampai bulan, tergantung pada berat atau tidaknya kondisi pasien. Bila Stevens-Johnson

syndrome diakibatkan oleh pengobatan, maka pengobatan tersebut harus dihindari selamanya. 2

2.2. ETIOLOGIETIOLOGI

Hampir semua kasus Stevens-Johnson syndrome disebabkan oleh reaksi toksik terhadap

obat, terutama antibiotik (misal; obat sulfa dan penisilin), antikejang (mis. fenitoin) dan obat

nyeri, termasuk yang dijual tanpa resep (misal; ibuprofen). Terkait HIV, alasan Stevens-Johnson

syndrome yang paling umum adalah nevirapine (hingga 1,5 persen penggunanya) dan

kotrimoksazol (jarang). Reaksi ini dialami segera setelah mulai obat, biasanya dalam 2-3

minggu.

Etiologi Stevens-Johnson syndrome sukar ditentukan dengan pasti, karena penyebabnya

berbagai faktor, walaupun pada umumnya sering berkaitan dengan respon imun terhadap obat.

Beberapa faktor penyebab timbulnya Stevens-Johnson syndrome diantaranya : 7

a. Infeksi viral meliputi simplex virus (HSV), AIDS, coxsackie viral infections, influenza,

hepatitis, mumps, lymphogranuloma venereum (LGV), rickettsial infections, and variola.

Pada anak dapat disebabkan Epstein-Barr virus and enteroviruses. 7

b. Infeksi Bakteri meliputi group A beta streptococci, diphtheria, Brucellosis,

mycobacteria, Mycoplasma pneumoniae, tularemia, dan typhoid.7

c. Infeksi Jamur meliputi Coccidioidomycosis, dermatophytosis, dan histoplasmosis.

d. Infeksi Protozoa meliputi Malaria dan trichomoniasis. 7

e. Obat-obatan meliputi golongan penicillin dan sulfa. Antikonvulsi meliputi phenytoin,

carbamazepine, asam valproat, lamotrigine, dan barbiturate. Antidepresan mirtazapine

dan antagonis TNF alfa infliximab, etanercept, and adalimumab. Lain-lain (Allopurinol,

modafinil). 7

f. Keganasan 7

g. 25 – 50 % kasus Stevens-Johnson syndrome adalah idiopatik 7

Page 3

Page 4: referat SJS

05 April, 2011 [REFERAT STEVEN JOHNSON SYNDROME]

3.3. PATOFISIOLIOGIPATOFISIOLIOGI

Patogenesisnya belum jelas, disangka disebabkan oleh reaksi hipersensitif tipe III dan IV.

Reaksi tipe III dan IV. Reaksi tipe III terjadi akibat terbentuknya komplek antigen antibodi yang

mikro presitipasi sehingga terjadi aktifitas sistem komplemen.1

Akibatnya terjadi akumulasi neutrofil yang kemudian melepaskan lisozim dan

menyebabkan kerusakan jaringan pada organ sasaran (target-organ). Reaksi hipersensitifitas tipe

IV terjadi akibat limfosit T yang tersintesisasi berkontak kembali dengan antigen yang sama

kemudian limtokin dilepaskan sebagai reaksi radang. 1

Reaksi hipersensitif tipe III (Reaksi imun kompleks)

Hal ini terjadi sewaktu komplek antigen antibodi yang bersikulasi dalam darah

mengendap di dalam pembuluh darah atau jaringan lunak.9 Di sini antibodi berikatan dengan

antigen dan komplemen membentuk kompleks imun. Keadaan ini menimbulkan

neurotrophichemotactic factor yang dapat menyebabkan terjadinya peradangan atau kerusakan

lokal. Pada umumnya terjadi pada pembuluh darah kecil. 1

Antibiotik tidak ditujukan kepada jaringan tersebut, tetapi terperangkap dalam jaringan

kapilernya. Pada beberapa kasus antigen asing dapat melekat ke jaringan menyebabkan

terbentuknya komplek antigen antibodi ditempat tersebut. Reaksi tipe ini mengaktifkan

komplemen dan degranulasi sel mast sehingga terjadi kerusakan jaringan atau kapiler ditempat

terjadinya reaksi tersebut. Neutrofil tertarik ke daerah tersebut dan mulai memfagositosis sel-sel

yang rusak sehingga terjadi pelepasan enzim-enzim sel, serta penimbunan sisa sel. Hal ini

menyebabkan siklus peradangan berlanjut. 1

Reaksi hipersensitif tipe IV (Reaksi tipe lambat)

Pada reaksi ini diperantarai oleh sel T, terjadi pengaktifan sel T. Penghasil limfokin atau

sitotoksik atau suatu antigen meningkat sehingga terjadi penghancuran sel-sel yang

bersangkutan. Reaksi yang diperantarai oleh sel ini bersifat lambat (delayed) memerlukan waktu

Page 4

Page 5: referat SJS

05 April, 2011 [REFERAT STEVEN JOHNSON SYNDROME]

14 jam sampai 27 jam untuk terbentuknya. Limfosit T peka (sensitized T lymphocyte) bereaksi

dengan antigen, dan menyebabkan terlepasnya mediator (limfokin). 1

Hipersensitivitas tipe IV dapat dikelompokkan ke dalam tiga kategori berdasarkan waktu

awal timbulnya gejala, serta penampakan klinis dan histologis. Ketiga kategori tersebut dapat

dilihat pada tabel di bawah ini :10

Tabel 2. Tipe Reaksi Hipersensitivitas tipe IVSumber http://id.wikipedia.org/wiki/Hipersensitivitas Diakses tanggal 02 November 2010

4.4. DIAGNOSISDIAGNOSIS

4.14.1 AnamnesaAnamnesa

Biasanya, proses penyakit bermula dari infeksi saluran pernapasan atas yang nonspesifik

o Gejala prodormal biasanya berlangsung antara 1-14 hari berupa demam, sakit

tenggorokan, sakit kepala, dan malaise.4,7

o Muntah dan diare biasanya bukan merupakan gejala prodormal.6

Lesi mukokutaneus dapat timbul secara mendadak. Biasanya muncul pada akhir minggu

ke 2 - 4. Lesi biasanya tidak disertai rasa gatal. 7

Riwayat demam yang memberat harus dipikirkan adanya suatu infeksi yang memberat;

walaupun pada 85% kasus disertai dengan demam. 7

Adanya selaput pada mucosa oral yang berat dapat mengakibatkan kesulitan untuk makan

dan minum. 7

Page 5

Page 6: referat SJS

05 April, 2011 [REFERAT STEVEN JOHNSON SYNDROME]

Dapat disertai gejala pada genitourinaria berupa disuria dan inkontinensia uri.

Gejala lain yang dpat muncul berupa7 :

o Batuk berdahak yang purulen

o Sakit kepala

o Malaise

o Arthralgia

4.24.2 Pemeriksaan FisikPemeriksaan Fisik

Tanda tanda utama :

1. Kelainan pada kulit berupa bercak-bercak perdarahan dibawah kulit.

2. Bercak merah bulat pada kulit dengan bagian tengah terdapat lepuh kecil hingga kulit

terkelupas luas, basah dan berdarah.

3. Kelainan pada mukosa (hidung, mata, mulut, kelamin), bentuknya bisa berupa bibir terkelupas

dan berdarah, kelamin lepuh terkelupas dan konjungtivitis (radang selaput bola mata).

Gambar 2. Konjungtivitis pada Pasien Stevens-Johnson syndromeSumber : www.emedicine.mesdscape.com Diakses pada tanggal 26 Oktober 2010

Rash awalnya berupa macula yang kemudian berkembang menjadi papula, vesikel, bulllae,

plaques urtikaria, atau eritema. 7

Page 6

Page 7: referat SJS

05 April, 2011 [REFERAT STEVEN JOHNSON SYNDROME]

Lesi di tengah dapat berupa vesicular, purpura, atau nekrotik. 7

Lesi yang khas berupa lesi berbentuk target. Lesi tersebut merupakan patognomonik.

Pada eritema multiforme lesi memiliki dua zona warna. Ditengah dapat berupa

vesicular, purpuric, atau nekrotik; dan dikelilingi oleh zona macular eritema. Yang

biasa disebut dengan “target lession”. 7

Gambar 3. Gambaran Target Lession dan bullaeSumber : www.emedicine.mesdscape.com Diakses pada tanggal 26 Oktober 2010

Lesi dapat berupa bullae yang kemudia rupture, yang mengakibatkan lapisan kulit

menjadi terbuka. Kulit tersebut dapat terkena infeksi sekunder. 7

Gambar 4. Gambaran kulit yg terkelupas pada Stevens-Johnson syndromeSumber : www.emedicine.mesdscape.com Diakses pada tanggal 26 Oktober 2010

Lesi urtikaria biasanya tidak pruritic7

Dapat terjadi infeksi yang mengakibatkan terbentuknya jaringan parut. 7

Page 7

Page 8: referat SJS

05 April, 2011 [REFERAT STEVEN JOHNSON SYNDROME]

Lesi dapat timbul dimana saja mulai dari telapak tangan sampai telapak kaki. Berikut

ini gambaran deskuamasi kaki. 7

Gambar 5. Gambar deskuamasi kaki pada Stevens-Johnson syndromeSumber : www.emedicine.mesdscape.com Diakses pada tanggal 26 Oktober 2010

Rash dapat ditemukan hanya pada satu area di tubuh, yang paling sering pada

punggung7

Mucosa biasanya timbul lesi berupa eritema, edema, lepuh, kulit yang terkelupas,

ulcerasi, dan nekrosis. Contoh pada tipe ini dapat lihat gambar di bawah ini7

Gambar 6. Krusta membaran mucosa padaStevens-Johnson syndromeSumber : http://childrenclinic.wordpress.com/2009/08/20/photo-images-stevens-johnson-syndrome-in-children/ Diakses pada tanggal 03April 2011

Page 8

Page 9: referat SJS

05 April, 2011 [REFERAT STEVEN JOHNSON SYNDROME]

4.34.3 Pemeriksaan PenunjangPemeriksaan Penunjang

Pada kasus Stevens-Johnson syndrome, pemeriksaan laboratorium dilakukan untuk

mengobservasi keadaan umum pasien dan bukan untuk membantu menegakkan diagnosis. Hasil

pemeriksaan laboratorium tidak khas. Leukositosis dapat disebabkan oleh infeksi bakteri.

Eosinofilia dapat disebabkan oleh alergi. 6

Jika diduga adanya infeksi atau tapering off kortikosteroid tidak lancar, dan

dipertimbangkan adanya faktor lain, dilakukan kultur darah. Kulit darah diambil dikompres

dengan spiritus dilutus (alkohol70%) dan kasa steril selama setengah jam untuk menghindari

kontaminasi. 3

Pencitraan radiologis bukan pemeriksaan rutin dan diindikasikan jika terdapat

kecurigaan terhadap pneumonitis. Selain itu bronkoskopi, esofagogastroduodeniskopi dan

colonoskopi jika terdapat indikasi. 6

Biopsi kulit untuk menegakkan diagnosis pasti, bukan merupakan prosedur

kegawatdaruratan, mendapatkan bula subepidermal dengan sel epidermal nekrosis yang

menyeluruh. Didapatkan juga infiltrat, limfosit, pembuluh darah.dermis superficial, edema dan

ekstravasasi sel darah merah di dermis papilar, degenerasi hidropik lapisan basalis sampai

terbentuk vesikel subepidermal, nekrolisis sel epidermal dan kadang-kadang adneksa, spongiosis

dan edema intrasel di epidermis.6,7

Uji tempel dan uji tusuk bertujuan untuk mencari agen penyebab dilakukan setelah

pasien pulih dan minimal 2 minggu tidak mengonsumsi kortikosteroid. Uji provokasi oral yang

merupakan baku emas pada erupsi obat alergik tidak dilakukan pada eritema multiforme mayor

karena dapat berakibat fatal.3

Pemeriksaan imunofluoresen dapat memperlihatkan endapan IgM, IgA, C3, dan fibrin.

Untuk mendapat hasil pemeriksaan imunofluoresen yang baik maka bahan biopsi kulit harus

diambil dari lesi baru yang berumur kurang dari 24 jam. 7

5.5. TATALAKSANATATALAKSANA

Page 9

Page 10: referat SJS

05 April, 2011 [REFERAT STEVEN JOHNSON SYNDROME]

Terapi suportif merupakan tata laksana standar pada pasien SJS. Pasien yang umumnya

datang dengan keadaan umum berat membutuhkan cairan dan elektrolit, serta kebutuhan

kalori dan protein yang sesuai secara parenteral. Pemberian cairan tergantung dari

luasnya kelainan kulit dan mukosa yang terlibat. Pemberian nutrisi melalui pipa

nasogastrik dilakukan sampai mukosa oral kembali normal. Lesi di mukosa mulut

diberikan obat pencuci mulut dan salep gliserin.1

Untuk infeksi, diberikan antibiotika spektrum luas, biasanya dipergunakan gentamisin

5mg/kgBB/hari intramuskular dalam dua dosis. Pemberian antibiotik selanjutnya

berdasarkan hasil biakan dan uji resistensi kuman dari sediaan lesi kulit dan darah. 1

Kortikosteroid diberikan parenteral, biasanya deksametason dengan dosis awal 1

mg/kgBB bolus, kemudian selama 3 hari 0,2-0,5 mg/kgBB tiap 6 jam, setelah itu

diturunkan berangsur-angsur dan bila mungkin diganti dengan prednison per oral.

Pemberian kortikosteroid sistemik sebagai terapi SJS masih kontroversial. Beberapa

mengganggap bahwa penggunaan steroid sistemik pada anak bisa menyebabkan

penyembuhan yang lambat dan efek samping yang signifikan, namun ada juga yang

menganggap steroid menguntungkan dan menyelamatkan nyawa. 1

Penggunaan Human Intravenous Immunoglobulin (IVIG) dapat menghentikan

progresivitas penyakit SJS dengan dosis total 3 gr/kgBB selama 3 hari berturut-turut (1

gr/kgBB/hari selama 3 hari). 1,2

Dilakukan perawatan kulit dan mata serta pemberian antibitik topikal. Kulit dapat

dibersihkan dengan larutan salin fisiologis atau dikompres dengan larutan Burrow. Pada

kulit atau epidermis yang mengalami nekrosis dapat dilakukan debridement. Untuk

mencegah sekuele okular dapat diberikan tetes mata dengan antiseptik. 1

Faktor penyebab (obat atau faktor lain yang diduga sebagai penyebab) harus segera

dihentikan atau diatasi. Deteksi dari penyebab yang paling umum seperti riwayat

penggunaan obat-obatan terakhir, serta hubungannya dengan perkembangan penyakit

terutama terhadap episode SJS, terbukti bermanfaat dalam manajemen SJS. 1

Antibiotik spektrum luas, selanjutnya berdasarkan hasil biakan dan uji resistensi kuman

dari sediaan lesi kulit dan darah. 1

Antihistamin bila perlu. Terutama bila ada rasa gatal. Feniramin hidrogen maleat (Avil)

dapat diberikan dengan dosis untuk usia 1-3 tahun 7,5 mg/dosis, untuk usia  3-12 tahun

Page 10

Page 11: referat SJS

05 April, 2011 [REFERAT STEVEN JOHNSON SYNDROME]

15 mg/dosis, diberikan 3 kali/hari.  Sedangkan untuk setirizin dapat diberikan dosis

untuk usia anak 2-5 tahun : 2.5 mg/dosis,1 kali/hari;  > 6 tahun : 5-10 mg/dosis, 1

kali/hari. Perawatan kulit dan mata serta pemberian antibiotik topikal. 1

Bula di kulit dirawat dengan kompres basah larutan Burowi. 1

Tidak diperbolehkan menggunakan steroid topikal pada lesi kulit. 1

Lesi mulut diberi kenalog in orabase. 1

Terapi infeksi sekunder dengan antibiotika yang jarang menimbulkan alergi, berspektrum

luas, bersifat bakterisidal dan tidak bersifat nefrotoksik, misalnya klindamisin intravena

8-16 mg/kg/hari intravena, diberikan 2 kali/hari. 1

6.6. MORTALITAS/MORBIDITASMORTALITAS/MORBIDITAS

Mortalitas terutama ditentukan pada luas kulit yang terkena. Ketika BSA (Body Surface

Area) kurang dari 10%, angka mortalitas kira-kira 1-5%. Terkadang BSA yang terkena

bias mencapai 30%, pada saat itu terjadi maka angka mortalitas meningkat menjadi 25%

dan mungkin mencapai 50%. Bakteremia atau sepsis juga dapat mengakibatkan

mortalitas.7

Lesi akan terus muncul sampai 2-3 minggu. Terbentuknya pseudomembran di mukosa

akan mengakibatkan parut pada mukosa tersebut dan akan mengakibatkan hilangnya

fungsi pada organ yang terkena. Striktur esofagus akan muncul bila parut meluas pada

esofagus. Kerusakan yang terjadi pada tracheobronchial akan mengakibatkan gagal

napas.

Sekuele pada mata meliputi ulcus kornea dan uveitis anterior. Kebutaan mungkin akan

muncul sebagai akibat sekunder dari keratitis atau panoftalmitis yang berat

SCORTEN (Score of Toxic Epidermal Necrosis) Scale6 :

Tabel 1. SCORTEN ScaleSumber http://www.diseasesandconditions.net/stevens.html Diakses tanggal 02 November 2010Faktor Resiko 0 1

Usia < 40 tahun > 40 tahun

Page 11

Page 12: referat SJS

05 April, 2011 [REFERAT STEVEN JOHNSON SYNDROME]

Riwayat keganasan Tidak Ya

Heart Rate (denyut per menit) <120 >120

Serum BUN (mg/dL) <27 >27

Luas permukaan tubuh <10% >10%

Serum bikarbonat (mEq/L) >20 <20

Serum glukosa (mg/dL) <250 >250

Skor faktor resiko Angka Mortalitas

0-1 3,2 %

2 12,1 %

3 35,3 %

4 58,3 %

5 atau lebih > 90 %

7.7. PROGNOSIS PROGNOSIS

Pada kasus yang tidak berat, prognosisnya baik, dan penyembuhan terjadi dalam waktu 2-

3 minggu. Kematian berkisar antara 5-15% pada kasus berat dengan berbagai komplikasi atau

pengobatan terlambat dan tidak memadai. Prognosis lebih berat bila terjadi purpura yang lebih

luas. Kematian biasanya disebabkan oleh gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit,

bronkopneumonia, serta sepsis. 1

Page 12

Page 13: referat SJS

05 April, 2011 [REFERAT STEVEN JOHNSON SYNDROME]

BAB 3BAB 3

KESIMPULANKESIMPULAN

Stevens-Johnson syndrome merupakan syndrom yang mengenai kulit, selaput lendir, dan

mata dengan keadaan umum bervariasi dan ringan sampai berat. Kelainan pada kulit berupa

eritema, vesikel atau bula dapat disertai purpura.

Beberapa faktor yang dapat dianggap sebagai penyebab, yaitu meliputi alergi obat

( misalnya, penisilin, analgetik, anti peuritik ). Infeksi mikroorganisme ( bakteri, virus, jamur,

parasit ). Neoplasma dan faktor endoktrin, faktor fisik, dan makanan.

Pada syndrom ini terlihat adanya trias kelainan, berupa : kelainan pada kulit terdiri atas

eritema, purpura, papul, urtika, plak, vesikel, dan bula. lesi khas berbentuk seperti lesi target

(target lessions), yaitu bagian tengah lesi yang berwarna keunguan dapat disertai vesikel

ditengahnya dan dikelilingi makula eritema. Vesikel dan bula kemudian pecah, sehingga terjadi

erosi luas yang sangat rentan mengalami infeksi sekunder.

Page 13

Page 14: referat SJS

05 April, 2011 [REFERAT STEVEN JOHNSON SYNDROME]

DAFTAR PUSTAKADAFTAR PUSTAKA

1. Anonim 2009. Sindrom Steven Jonhson. http://childrenallergyclinic.wordpress.com/, 2009.

Diakses pada tanggal 25 Oktober 2010.

2. Behrman R.E., Kliegman R.M., Jenson H.B., Adverse Reactions to Drugs. NELSON

TEXTBOOK OF PEDIATRICS, 17TH EDITION. United States of America. 2004.

3. Djuanda A, Hamzah M. Sindrom Stevens-Johnson. dalam: Adhi Djuanda, Mochtar Hamzah

and Siti Aisah. Ilmu penyakit kulit dan kelamin edisi ke-5 cetakan ke-3. Jakarta : Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia, 2008.

4. Anonim 2009. Stevens-Johnson Syndrome. http://doctorology.net/?p=250. Diakses pada

tanggal 27 Oktober 2010

5. Klein P.A., Stevens-Johnson Syndrome and Toxic Epidermal Necrolysis: Treatment &

Medication University Hospital, State University of New York at Stony Brook. New York.

2010.

6. Hamzah M. Eritema Multiforme. dalam: Adhi Djuanda, Mochtar Hamzah and Siti Aisah.

Ilmu penyakit kulit dan kelamin edisi ke-5 cetakan ke-3. Jakarta : Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia, 2008.

7. Parrilo S.J., Stevens-Johnson syndrome. Jefferson Medical College and Philadelphia College

of Osteopathic Medicine. Philadelphia. 2010.

8.8. Perdana H.I., Heptayana P., Kinsky M., Stevens-Johnson Syndrome.

http://www.exomedindonesia.com/referensi-kedokteran/artikel-ilmiah-kedokteran/kulit/2010/

10/28/steven-johnson-syndrome/, Diakses pada tanggal 25 Oktober 2010.

9. Dorland, W.A. Newman. Kamus Kedokteran Dorland. Penerbit Buku Kedokteran. Jakarta,

Indonesia. 2000.

10. Anonim 2010. Hipersensitivitas. http://id.wikipedia.org/wiki/Hipersensitivitas. Diakses pada

tanggal 01 November 2010.

Page 14