referat skabies
DESCRIPTION
kedokteranTRANSCRIPT
1
SKABIES
I. DEFINISI
Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan sensitisasi
terhadap Sarcoptes scabiei varian hominis dan produknya. Sinonim atau nama lain
skabies adalah kudis, the itch, gudig, budukan, dan gatal agogo.(1)
II. EPIDEMIOLOGI
Skabies adalah infestasi kulit manusia disebabkan oleh penetrasi parasit
tungau Sarcoptes scabiei var. hominis ke dalam epidermis. Tungau skabies adalah
arthropoda kelas Acarina pertama kali diidentifikasi pada tahun 1600-an, tetapi belum
dikenal sebagai penyebab erupsi kulit sampai pada tahun 1700-an. Ada yang
memperkirakan bahwa lebih dari 300 juta orang di seluruh dunia terinfeksi dengan
tungau skabies. (2)
Skabies adalah masalah seluruh dunia dan segala usia, ras dan kelompok sosial
ekonomi yang rentan. Faktor lingkungan mempercepat penyebaran meliputi
kepadatan penduduk, pengobatan yang terlambat kasus primer, dan kurangnya
kesadaran masyarakat terhadap kondisi tersebut. Ada variasi yang cukup besar dalam
prevalensi, dengan tingkat di beberapa negara berkembang berkisar antara 4% sampai
100% . Insiden yang lebih tinggi terjadi pada daerah dengan kepadatan penduduk,
sering berhubungan dengan bencana alam, perang, depresi ekonomi dan tempat
pengungsian. Skabies dapat ditularkan langsung melalui kontak pribadi yang dekat,
seksual atau lainnya, atau tidak langsung melalui transmisi melalui benda-benda.
Prevalensi lebih tinggi pada anak dan pada orang yang aktif secara seksual. Pada
umumnya infestasi penyebarannya terjadi antara anggota keluarga dan orang yang
dekat.(1)
Skabies berkrusta (sebelumnya disebut skabies Norwegia) ditemukan pada
individu dengan sistem kekebalan tubuh yang rentan (misalnya orang tua, orang yang
terinfeksi HIV, dan pasien transplantasi) serta mereka yang memiliki fungsi sensorik
menurun (seperti pasien dengan kusta atau paraplegia).(2)
2
III. ETIOLOGI
Sarcoptes scabiei termasuk filum
Arthropoda, kelas Arachnida, ordo Ackarima,
super family Sarcoptes. Pada manusia disebut
Sarcoptes scabieivar. Hominis. Selain itu
terdapat S.scabiei yang lain, misalnya pada
kambing dan babi.(1)
Secara morfologik merupupakan tungau
kecil, berbentuk oval, punggungnya cembung
dan bagian perutnya rata. Tungau ini
translusen, berwarna putih kotor, dan tidak
bermata. Ukurannya yang betina berkisar
antara 330-450 mikron x 250-350 mikron,
sedangkan yang jantan lebih kecil, yakni 200-240 mikron x 150-200 mikron. Bentuk
dewasa mempunyai 4 pasang kaki di depan sebagai alat untuk melekat dan 2 pasang
kaki kedua pada betina berakhir dengan rambut, sedangkan pada yang jantan
pasangan kaki ketiga berakhir dengan rambut dan keempat berakhir dengan alat
perekat..(1,2)
Siklus hidup tungau ini sebagai berikut. Setelah kopulasi ( perkawinan) yang
terjadi di atas kulit, yang jantan akan mati, kadang-kadang masih dapat hidup
beberapa hari dalam terowongan yang digali oleh yang betina. Tungau betina yang
telah dibuahi menggali terowongan dalam stratum korneum, dengan kecepatan 2-3
milimeter sehari dan sambil meletakkan telurnya 2 atau 4 butir sehari sampai
mencapai jumlah 40 atau 50. Bentuk betina yang dibuahi ini dapat hidup sebulan
lamanya. Telurnya akan menetas, biasanya dalam waktu 3-5 hari, dan menjadi larva
yang mempunyai 3 pasang kaki. Larva ini dapat tinggal dalam terowongan, tetapi
dapat juga keluar. Setelah 2-3 hari larva akan menjadi nimfa yang mempunyai 2
bentuk, jantan dan betina, dengan 4 pasang kaki. Seluruh siklus hidupnya mulai dari
telur sampai bentuk dewasa memerlukan waktu antara 8-12 hari. (1,2)
IV. PATOGENESIS
Reaksi alergi yang sensitif terhadap tungau dan produknya memperlihatkan
peran yang penting dalam perkembangan lesi dan terhadap timbulnya gatal. Alergi
Gambar 1. Sarcoptes scabei2
3
kepekaan terhadap tungau atau produknya tampaknya memainkan peran penting
dalam menentukan perkembangan lesi selain terowongan, dan gatal. Namun, urutan
kejadian imunologi tidak jelas dan membutuhkan penjelasan lebih lanjut. Bukti
menunjukkan bahwa hipersensitivitas baik langsung dan tipe lambat yang terlibat.(3)
Uji kulit dengan ekstrak tungau memberikan hasil yang meragukan, meskipun
menunjukkan hasil positif pada tes intradermal telah sering diperoleh pada pasien
dalam beberapa bulan infeksi skabies. Tingkat IgE yang normal dilaporkan dalam
satu seri pasien skabies, tetapi dalam penelitian selanjutnya menunjukkan peningkatan
yang signifikan pada banyak individu. Pada dua orang pasien skabies yang disertai
gangguan keratinisasi menunjukkan peningkatan kadar eosinofil. Terbentuknya papul
dan nodul dihubungkan dengan hipersensitifitas tipe lambat yang didukung oleh
perubahan histologis dan dominasi infiltrat limfosit T di kulit. Percobaan untuk
menentukan apakah ekstrak Sarcoptes scabiei mempengaruhi sitokin yang di
ekspresikan oleh limfosit T menunjukkan peningkatan produksi IL-10, sehingga hal
ini dapat memainkan peran dalam menekan proses inflamasi dan respon kekebalan
tubuh, dan dengan demikian menunda timbulnya gejala. Pada proses imunologi yang
lain, kadar serum IgG dan IgM yang tinggi serta IgA yang rendah, kembali normal
setelah pengobatan. IgM dan deposit C3 telah dibuktikan pada dermo-
epidermaljunction di area terowongan, dan beredar kompleks imun dalam serum
setelah perawatan skabies. Frekuensi antigen leukosit manusia (HLA)-A11 adalah
lebih tinggi di antara pasien dengan skabies dibandingkan pada populasi orang
norwegia normal.(3)
Kelainan kulit yang menyerupai dermatitis tersebut sering terjadi lebih luas
dibandingkan lokasi tungau dengan efloresensi dapat berupa papul, nodul, vesikel,
urtika dan lainnya. Akibat garukan yang dilakukan oleh pasien dapat timbul erosi,
ekskoriasi, krusta hingga terjadinya infeksi sekunder. (1)
Cara penularan skabies:(1)
1. Kontak langsung (Kulit dengan kulit, tidur bersama dan hubungan seksual).
2. Kontak tidak langsung (melalui benda misalnya pakaian handuk, sprei,
bantal dan lain - lain)
Penularan biasanya oleh Sarcoptes scabiei betina yang sudah dibuahi atau
kadang – kadang oleh bentuk larva. Dikenal pula Sarcoptes scabiei var.animalis yang
4
kadang – kadang dapat menulari manusia, terutama pada mereka yang banyak
memelihara binatang peliharaan misalnya anjing. (1)
V. GEJALA KLINIS
Kelainan klinis pada kulit yan ditimbulkan oleh infestasi Sarcoptes scabei
sangat bervariasi, dapat menyerupai dermatitis dengan disertai papula, vesikula,
urtika dan lain-lain. Dengan garukan dapat timbl erosi, ekskoriasi, krusta dan infeksi
sekunder. Meskipun demikian kita dapat menemukan gambaran klinis berupa keluhan
subyektif dan obyektif yang spesifik.
Dikenal ada 4 tanda utama atau cardinal sign pada infestasi skabies, yaitu :
1. Pruritus nocturna
Adanya gatal hebat pada malam hari, keadaan ini disebabkan karena
meningkatnya aktivitas tungau akibat suhu yang lebih lembab dan panas. Sensasi
gatal yang hebat seringkali mengganggu tidur dan penderita menjadi gelisah. (5)
Gambar 2. Lokasi penyebaran infeksi2
5
2. Sekelompok orang
Penyakit ini menyerang manusia secara kelompok, misalnya dalam sebuah
dalam sebuah keluarga biasanya mengenai seluruh anggota keluarga. Begitu pula
dalam sebuah pemukiman yang padat penduduknya, tungau dapat menular hampir ke
seluruh penduduk. Perlu diperhatikan didalam kelompok mungkin akan ditemukan
individu yang hiposensitisasi, walaupun terinfestasi oleh parasit sehingga tidak
menimbulkan keluhan klinis akan tetapi menjadi pembawa/carier bagi individu
lain.(5)
3. Adanya terowongan (kunikulus/kanalikuli)
Kelangsungan hidup Sarcoptes scabiei sangat bergantung kepada
kemampuannya meletakkan telur, larva dan nimfa didalam stratum korneum, oleh
karena itu parasit sangat menyukai bagian kulit yang memiliki stratum korneum yang
relatif lebih longgar dan tipis. Terowongan biasanya berbentuk garis lurus atau
berkelok, rata-rata panjang 1 cm, berwarna putih abu-abu, pada ujung terowongan
ditemukan papul atau vesikel. Bila ada infeksi sekunder ruam kuitnya menjadi
polimorf (pustule, ekskoriasi dan lain-lain).(5)
4. Menemukan Sarcoptes scabiei
Apabila kita dapat menemukan terowongan yang masih utuh kemungkinan
besar kita dapat menemukan tungau dewasa, larva, nimfa maupun skibala dan ini
merupakan hal yang paling diagnostik. Akan tetapi, kriteria yang keempat ini agak
susah ditemukan karena hampir sebagian besar penderita pada umumnya datang
dengan lesi yang sangat variatif dan tidak spesifik. (5)
Gambar 3. Scabies pada tangan2
6
Sebuah eritematosa difus dapat terjadi dan merupakan reaksi hipersensitivitas
terhadap antigen tungau. Parapathognomonic lesi adalah terowongan yang tipis,
seperti benang, struktur linear yang panjangnya 1 sampai 10 mm panjang, dan
merupakan terowongan yang disebabkan oleh gerakan dari tungau di stratum
korneum. (2)
Skabies Norwegian (skabies berkrusta) memiliki bentuk yang ditandai dengan
dermatosis berkrusta pada tangan dan kaki, kuku yang distrofik, dan skuama yang
generalisata. Bentuk ini sangat menular, tetapi rasa gatalnya sangat sedikit. Tungau
dapat ditemukan dalam jumlah sangat besar. Penyakit terdapat pada penderita
retardasi mental, kelemahan fisis, gangguan imunologik, dan psikosis(1,2)
VI. DIAGNOSIS
Diagnosis skabies terletak sebagian besar pada riwayat pasien dan
pemeriksaan pasien, serta pada riwayat keluarga dan orang yang dekat. Diagnosis
pasti tergantung pada identifikasi tungau, telur, fragmen cangkang, atau pelet tungau.
Beberapa sampel kulit dangkal harus diperoleh dari lesi khususnya, liang atau papula
dan vesikula yang kemudian dicongkel dari lateral di kulit dengan pisau, berhati-hati
untuk menghindari perdarahan. Spesimen dapat diperiksa dengan mikroskop cahaya
bawah daya yang rendah. Kalium hidroksida tidak boleh digunakan, karena dapat
melarutkan tungau. Oleh karena jumlah tungau rendah dalam kasus-kasus skabies
klasik, teknik ini sangat tergantung pemeriksa. Kegagalan untuk menemukan tungau
biasa terjadi dan tidak mengesampingkan diagnosis skabies. Selain itu tungau juga
dapat didapatkan dengan cara menyikat dengan sikat dan ditampung di atas selembar
kertas putih dan dilihat dengan kaca pembesar. Cara lain juga dapat dibuat dengan
melakukan biopsy irisan yaitu lesi dijepit dengan 2 jari kemudian dibuat irisan tipis
dengan pisau dan diidentifikasi dengan mikroskop cahaya. Cara terakhir yaitu dengan
melakukan biopsy eksisional dan diperiksa dengan pewarnaan H.E. (1)
VII. DIAGNOSIS BANDING
Karakteristik yang menunjukkan liang hanya dimiliki oleh Skabies. Skabies dari
hewan peliharaan menginduksi ruam gatal pada manusia tetapi ini tidak memiliki
liang. Diagnosa banding scabies adalah lesi urtikaria papular yang excoriated papula,
dalam kelompok, terutama pada kaki, onset akhir eczema, atopik urtikaria kolinergik,
lichen planus, neurotik exco-riations dan dermatitis herpetiformis memiliki fitur khas
7
mereka sendiri. Fibreglass juga dapat menyebabkan epidemi gatal.(4)
Ada pendapat
yang mengatakan penyakit scabies in merupakan the great imitator karena dapat
menyerupai banyak penyakit kulit dengan keluhan gatal. Sebagai diagnose banding
ialah : pruriog, pedikulosis korporis, dermatitis, dan lain-lain.(1)
VIII. PENATALAKSANAAN
Cara pengobatannya ialah seluruh anggota keluarga harus diobati (termasuk
penderita yang hiposensitasi). (1)
Penderita dianjurkan untuk menjaga kebersihan dengan mandi secara teratur,
seluruh pakaian, sprei, dan handuk yang digunakan harus dicuci secara teratur bila
perlu direndam dengan air panas. Begitu pula dengan selurh anggota keluarga yang
berisiko tinggi utnuk tertular agar ikut menjaga kebersihan dan untuk sementara
menghindari kontak langsung.(5)
Syarat obat yang ideal ialah : (1)
1. Harus efektif terhadap semua stadium tungau.
2. Harus tidak menimbulkan iritasi dan tidak toksik.
3. Tidak berbau atau kotor serta tidak merusak atau mewarnai pakaian.
4. Mudah diperoleh dan harganya murah.
Ada banyak cara pengobatan secara khusus pada pengobatan skabies dapat
berupa topikal maupun oral antara lain :
a. Permethrin
Permethrin merupakan sintesa dari pyrethtoid, sifat skabisidnya sangat
baik. obat ini merupakan pilihan pertama dalam pengobatan skabies karena efek
toksisitasnya terhadap mamalia sangat rendah dan kecenderungan keracunan
akibat salah dalam penggunaannya sangat kecil. Hal ini disebabkan karena
hanya sedikit yang terabsorbsi dan cepat dimetabolisme di kulit dan deksresikan
di urin. Tersedia dalam bentuk krim 5 % dosis tunggal digunakan selama 8-12
jam, digunakan malam hari sekali dalam 1 minggu selama 2 minggu, apabila
belum sembuh bisa dilanjutkan dengan pemberian kedua setelah 1 minggu.
Permethrin tidak dapat diberikan pada bayi yang kurang dari 2 bulan, wanita
8
hamil, dan ibu menyusui. Efek samping jarang ditemukan berupa rasa terbakar,
perih, dan gatal. Beberapa studi menunjukkan tingkat keberhasilan permetrin
lebih tinggi dari lindane dan crotamiton. Kelemahannya merupakan obat topikal
yang mahal.(5)
b. Presipitat Sulfur 2-10%
Presipitat sulfur adalah antiskabietik tertua yang telah lama digunakan,
sejak 25 M. Preparat sulfur yang tersedia dalam bentuk salep (2% -10%) dan
umumnya salep konsentrasi 6% lebih disukai. Cara aplikasi salep sangat
sederhana, yakni mengoleskan salep setelah mandi ke seluruh kulit tubuh
selama 24 jam tiga hari berturut-turut. Keuntungan penggunaan obat ini adalah
harganya yang murah dan mungkin merupakan satu-satunya pilihan di negara
yang membutuhkan terapi massal.(5)
Bila kontak dengan jaringan hidup, preparat ini akan membentuk hidrogen
sulfida dan pentathionic acid (CH2S5O6) yang bersifat germisid dan fungisid.
Secara umum sulfur bersifat aman bila digunakan oleh anak-anak, wanita hamil
dan menyusui serta efektif dalam konsentrasi 2,5% pada bayi. Kerugian
pemakaian obat ini adalah bau tidak enak, mewarnai pakaian dan kadang-
kadang menimbulkan iritasi.(5)
c. Benzyl benzoate
Benzyl benzoate adalah ester asam benzoat dan alkohol benzil
yang
merupakan bahan sintesis balsam peru. Benzyl benzoate bersifat neurotoksik
pada tungau skabies. Digunakan sebagai 25% emulsi dengan periode kontak 24
jam dan pada usia dewasa muda atau anak-anak, dosis dapat dikurangi menjadi
12,5%. Benzyl benzoate sangat efektif bila digunakan dengan baik dan teratur
dan secara kosmetik bisa diterima. Efek samping dari benzyl benzoate dapat
menyebabkan dermatitis iritan pada wajah dan skrotum karena itu penderita
harus diingatkan untuk tidak menggunakan secara berlebihan. Penggunaan
berulang dapat menyebabkan dermatitis alergi. Terapi ini dikontraindikasikan
pada wanita hamil dan menyusui, bayi, dan anak-anak kurang dari 2 tahun. Tapi
benzyl benzoate lebih efektif dalam pengelolaan resistant crusted scabies. Di
9
negara-negara berkembang dimana sumber daya yang terbatas, benzyl benzoate
digunakan dalam pengelolaan skabies sebagai alternatif yang lebih murah.(5)
d. Lindane (Gamma benzene heksaklorida)
Lindane juga dikenal sebagai hexaklorida gamma benzena, adalah sebuah
insektisida yang bekerja pada sistem saraf pusat tungau. Lindane diserap masuk
ke mukosa paru-paru, mukosa usus, dan selaput lendir kemudian keseluruh
bagian tubuh tungau dengan konsentrasi tinggi pada jaringan yang kaya lipid
dan kulit yang menyebabkan eksitasi, konvulsi, dan kematian tungau, lindane
dimetabolisme dan diekskresikan melalui urin dan feses.(5)
Lindane tersedia dalam bentuk krim, losion, gel, tidak berbau dan tidak
berwarna. Pemakaian secara tunggal dengan mengoleskan ke seluruh tubuh dari
leher ke bawah selama 12-24 jam dalam bentuk 1% krim atau losion. Setelah
pemakaian dicuci bersih dan dapat diaplikasikan lagi setelah 1 minggu. Hal ini
untuk memusnahkan larva-larva yang menetas dan tidak musnah oleh
pengobatan sebelumnya. Beberapa penelitian menunjukkan penggunaan lindane
selama 6 jam sudah efektif. Dianjurkan untuk tidak mengulangi pengobatan
dalam 7 hari, serta tidak menggunakan konsentrasi lain selain 1%.(5)
Efek samping lindane antara lain menyebabkan toksisitas sistem saraf
pusat, kejang, dan bahkan kematian pada anak atau bayi walaupun jarang
terjadi. Tanda-tanda klinis toksisitas SSP setelah keracunan lindane yaitu sakit
kepala, mual, pusing, muntah, gelisah, tremor, disorientasi, kelemahan, berkedut
dari kelopak mata, kejang, kegagalan pernapasan, koma, dan kematian.
Beberapa bukti menunjukkan lindane dapat mempengaruhi perjalanan fisiologis
kelainan darah seperti anemia aplastik, trombositopenia, dan pansitopenia.(5)
e. Crotamiton krim (Crotonyl-N-Ethyl-O-Toluidine)
Crotamion (crotonyl-N-etil-o-toluidin) digunakan sebagai krim 10% atau
losion. Tingkat keberhasilan bervariasi antara 50% dan 70%. Hasil terbaik telah
diperoleh bila diaplikasikan dua kali sehari selama lima hari berturut-turut
setelah mandi dan mengganti pakaian dari leher ke bawah selama 2 malam,
kemudian dicuci setelah aplikasi kedua. Efek samping yang ditimbulkan berupa
iritasi bila digunakan jangka panjang.(5)
10
Beberapa ahli beranggapan bahwa krim ini tidak direkomendasikan
terhadap skabies karena kurangnya efikasi dan data penunjang tentang tingkat
keracunan terhadap obat tersebut. Crotamiton 10% dalam krim atau losion,
tidak mempunyai efek sistemik dan aman digunakan pada wanita hamil, bayi
dan anak kecil. (5)
f. Ivermectin
Ivermectin adalah bahan semisintetik yang dihasilkan oleh Streptomyces
avermitilis, anti parasit yang strukturnya mirip antibiotik makrolid, namun tidak
mempunyai aktifitas sebagai antibiotik, diketahui aktif melawan ekto dan endo
parasit. Digunakan secara meluas pada pengobatan hewan, mamalia, pada
manusia digunakan untuk pengobatan penyakit filaria terutama oncocerciasis.
Diberikan secara oral, dosis tunggal, 200 ug/kgBB dan dilaporkan efektif untuk
skabies. Digunakan pada umur lebih dari 5 tahun. Juga dilaporkan secara
khusus tentang formulasi ivermectin topikal efektif untuk mengobati skabies.
Efek samping yang sering adalah kontak dermatitis dan toxicepidermal
necrolysis.(5)
g. Monosulfiran
Tersedia dalam bentuk lotion 25% sebelum digunakan harus ditambahkan
2-3 bagian air dan digunakan setiap hari selama 2-3 hari.(5)
h. Malathion
Malathion 0,5% adalah
dengan dasar air digunakan selama 24 jam,
pemberian berikutnya beberapa hari kemudian. Namun saat ini tidak lagi
direkomendasikan karena berpotensi memberikan efek samping yang sangat
tinggi.(5)
c. Penatalaksanaan skabies berkrusta
Terapi skabies ini mirip dengan bentuk umum lainnya, meskipun skabies
berkrusta berespon lebih lambat dan umumnya membutuhkan beberapa pengobatan
dengan skabisid. Kulit yang diobati meliputi kepala, wajah, kecuali sekitar mata,
hidung, mulut dan khusus dibawah kuku jari tangan dan jari kaki diikuti dengan
penggunaan sikat di bagian bawah ujung kuku. Pengobatan diawali dengan krim
11
permethrin dan jika dibutuhkan diikuti dengan lindane dan sulfur. Mungkin sangat
membantu bila sebelum terapi dengan skabisid diobati dengan keratolitik.(5)
d. Penatalaksanaan skabies nodular
Skabies nodular merupakan salah satu karakteristik skabies yang kronik
mengenai beberapa bagian tubuh seperti genitalia pria dan aksilla. Skabies seperti ini
ditangani dengan anti skabitik disertai dengan pemberian steroid. (5)
e. Pengobatan terhadap komplikasi
Pada infeksi bakteri sekunder dapat digunakan antibiotik oral khususnya
eritromisin.(5)
f. Pengobatan simptomatik
Obat antipruritus seperti obat anti histamin mungkin mengurangi gatal yang
secara karakeristik menetap selama beberapa minggu setelah terapi dengan anti
skabies yang adekuat. Pada bayi, aplikasi hidrokortison 1% pada lesi kulit yang
sangat aktif dan aplikasi pelumas atau emolien pada lesi yang kurang aktif mungkin
sangat membantu, dan pada orang dewasa dapat digunakan triamsinolon 0,1% untuk
mengurangi keluhan.(5)
IX. PENCEGAHAN
Untuk melakukan pencegahan terhadap penularan skabies, orang-orang yang
kontak langsung atau dekat dengan penderita harus diterapi dengan topikal skabisid.
Terapi pencegahan ini harus diberikan untuk mencegah penyebaran skabies karena
seseorang mungkin saja telah mengandung tungau skabies yang masih dalam periode
inkubasi asimptomatik.(2)
Selain itu untuk mencegah terjadinya reinfeksi melalui seprei, bantal, handuk
dan pakaian yang digunakan dalam 5 hari terakhir, harus dicuci bersih dan
dikeringkan dengan udara panas karena tungau skabies dapat hidup hingga 3 hari
diluar kulit, karpet dan kain pelapis lainnya juga harus dibersihkan (vacuum
cleaner).(2)
12
X. PROGNOSIS
Dengan memperhatikan pemilihan dan cara pemakain obat, serta syarat
pengobatan dan menghilangkan factor predisposisi (antara lain hygiene), maka
penyakit ini dapat diberantas dan memberi prognosis yang baik. (1)
13
DAFTAR PUSTAKA
1. Handoko, Ronny P. 2010. “Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin”. Jakarta : FK
UI. p.122-125
2. Wolf, Goldsmith, Katz, Gilchrest, Paller, Leffel. 2008. “Fitzpatrick's
Dermatology in General Medicine”. Seventh Edition. The McGraw-Hili
Companies, United States of America. p.2029-2032
3. Burns DA. Diseases caused by arthropods and other noxious animals. In:
Rook’s textbook of dermatology. 8th
ed. United kingdom. Willey-blackwell;
2010. p. 38.36 – 38.38.
4. Hunter,John.Savin,John.Dahl,Mark. 2002.Clinical Dermatology 3rd
Edition.Blackwell. p.228-231
5. Amiruddin, Muh. Dali. 2003. “Ilmu Penyakit Kulit”. Makassar : FK Unhas.
p.5-10