referat sle

32
BAB I PENDAHULUAN Dengan kemajuan pengetahuan dibidang pengobatan survival five years rate penderita LES bisa mencapai 90% sehingga kehamilan pada penderita LES tidak dapat dihindarkan. Penderita LES diperbolehkan hamil tetapi dengan syarat penyakitnya harus dalam fase tenang dan harus mendapat pengawasan. Kehamilan pada LES merupakan kehamilan risiko tinggi. Diketahui bahwa kehamilan normal memberikan beberapa perubahan pada tubuh, yang mana perubahan-perubahan ini dapat mencetus aktivitas penyakit LES, meningkatkan resiko kehamilan pada penderita LES terutama dengan gangguan fungsi ginjal atau jantung, serta adanya autoantibodi pada ibu yang mungkin dapat menembus plasenta atau bahkan mempengaruhi pertumbuhan plasenta. Jadi jelaslah bahwa kehamilan pada SLE bisa berdampak buruk pada ibu maupun janinnya sendiri. Resiko pada ibu antara lain memberatnya penyakit lupus, sedangkan pada janin dan menimbulkan abortus, partus prematur, kematian janin intrauterin, gangguan pertumbuhan serta kongenital lupus. Pengelolaan kehamilan dengan SLE diperlukan kerjasama antara spesialis penyakit dalam konsultan reumatologi, spesialis 1

Upload: dayah-mad

Post on 31-Jul-2015

157 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: Referat Sle

BAB I

PENDAHULUAN

Dengan kemajuan pengetahuan dibidang pengobatan survival five years rate penderita LES

bisa mencapai 90% sehingga kehamilan pada penderita LES tidak dapat dihindarkan.

Penderita LES diperbolehkan hamil tetapi dengan syarat penyakitnya harus dalam fase tenang

dan harus mendapat pengawasan. Kehamilan pada LES merupakan kehamilan risiko tinggi.

Diketahui bahwa kehamilan normal memberikan beberapa perubahan pada tubuh, yang mana

perubahan-perubahan ini dapat mencetus aktivitas penyakit LES, meningkatkan resiko

kehamilan pada penderita LES terutama dengan gangguan fungsi ginjal atau jantung, serta

adanya autoantibodi pada ibu yang mungkin dapat menembus plasenta atau bahkan

mempengaruhi pertumbuhan plasenta. Jadi jelaslah bahwa kehamilan pada SLE bisa

berdampak buruk pada ibu maupun janinnya sendiri. Resiko pada ibu antara lain

memberatnya penyakit lupus, sedangkan pada janin dan menimbulkan abortus, partus

prematur, kematian janin intrauterin, gangguan pertumbuhan serta kongenital lupus.

Pengelolaan kehamilan dengan SLE diperlukan kerjasama antara spesialis penyakit dalam

konsultan reumatologi, spesialis kebidanan dan spesialis anak perinatologi dengan harapan

mendapatkan hasil kehamilan yang baik.(1)

1

Page 2: Referat Sle

BAB II

LUPUS ERITEMATOUS SISTEMIK

2.1. Epidemiologi (2)

Prevalensi LES adalah 5 berbanding 100 per 100,000 individu, tergantung dari

populasi studi. LES terutama terjadi pada usia reproduksi antara 15 – 40 tahun, dengan rasio

wanita dan laki-laki 5 : 1, dengan demikian terdapat peningkatan kejadian kehamilan dengan

LES ini. Dari berbagai laporan kejadian LES ini tertinggi di Negara Cina dan Asia Tenggara.

Sedangkan Indonesia, RS Dr Soetomo Surabaya melaporkan 166 penderita dalam 1 tahun

( Mei 2003 – April 2004). Dari 2000 kehamilan dilaporkan sebanyak 1-2 kasus LES. (2)

2.2. Patogenesis (2)

Sampai saat ini belum jelas mekanisme terjadinya LES ini. Interaksi antara faktor

lingkungan, genetik dan hormonal yang saling terkaitkan menimbulkan abnormalitass respon

imun pada tubuh penderita LES. Beberapa faktor pencetus yang dilaporkan menyebabkan

kambuhnya LES adalah stress fisik maupun mental, infeksi, paparan ultraviolet dan obat-

obatan. Obat-obatan yang diduga mencetuskan SLE adalah procainamine, hidralazin, quidine

dan sulfazalasine. Pada LES ini sel tubuh sendiri dikenali sebagai antigen. Target antibodi

pada LES ini adalah sel beserta komponennya yaitu inti sel, dinding sel, sitoplasma dan

partikel nukleoprotein. Karena didalam tubuh terdapat berbagai macam sel yang dikenali

sebagai antigen maka akan muncul berbagai macam autoantibodi pada penderita LES. Peran

antibodi ini dalam menimbulkan gejala klinis belum jelas diketahui, beberapa ahli

melaporkan kerusakan organ atau sistem bisa disebabkan oleh efek langsung antibodi atau

melalui pembentukan kompleks imun. Kompleks imun akan mengaktivasi sistem komplemen

untuk melepaskan C3a dan C5a yang meransang sel basofil untuk membebaskan vasoaktif

amin seperti histamine yang menyebabkan peningkatan permeabilitas vaskuler yang akan

memudahkan mengendapnya kompleks imun. Pembentukan kompleks imun ini akan

2

Page 3: Referat Sle

terdeposit pada organ atau sistem sehingga menimbulkan reaksi peradangan pada organ atau

sistem tersebut. Sistem komplemen juga akan menyebabkan lisis selaput sel sehingga akan

memperberat kerusakan jaringan yang terjadi. Kondisi inilah yang menimbulkan manifestasi

klinis LES tergantung dari organ atau sistem mana yang terkena. Pada plasenta proses

tersebut akan menyebabkan vaskulitis desidua.(2)

2.3. Manifestasi Klinis (2, 3,4)

Penderita LES umumnya menegeluh lemah, demam, malaise, anoreksia dan berat

badan menurun. Pada penyakit yang sudah lanjut dan berbulan-bulan sampai tahunan barulah

akan menunjukkan manifestasi gejala klinis yang lebih spesifik dan lengkap serta cenderung

melibatkan multi organ. Manifestasinya bisa ringan sampai berat yang dapat mengancam

jiwa. Persentase spektrum klinis LES tampak pada tabel dibawah ini.(2)

Sistim Organ Manifestasi klinis Persen (%)

Sistemik Lemah, demam, anoreksia, penurunan berat badan 95

Muskuloskeletal Arthralgia, mialgia, poliarthritis, miopati 95

Hematologik Anemia, hemolisis, leukopenia, trombositopenia,

antikoasalan lupus

85

Kulit Ras kupu-kupu, ruam kulit, fotosensitiviti, ulkus mulut,

hopesia, ras kulit

80

Neurologik Disfungsi kongitif, ganguan berpikir, sakit kepala, kejang 60

Cardiopulmonar Pleuritis, pericarditis, miocarditis, endocarditis Libman

Sacks

60

Ginjal Proteinuria, sindroma neprotik, gagal ginjal 60

Gastrointestinal Anoreksia, mual, nyeri , diare 45

Thrombosit Venus (10%), arteri (5%) 15

Mata Infeksi konjungtif 15

3

Page 4: Referat Sle

Kehamilan Abortus berulang, preeklampsia, kematian janin dalam

rahim

30

Tabel 1- Manifestasi Klinis LES

Gambar 1- Manifestasi Klinis

2.4. DIAGNOSIS (2,3,4)

Untuk menegakkan diagnosis LES hendaknya dilakukan anamnesis dan pemeriksaan

fisik serta penunujang diagnosis yang cermat sebab manifestasi LES sangat luas dan

seringkali mirip dengan penyakit lainnya. Diagnosis LES dapat ditegakkan berdasarkan

gambaran klinis dan laboratorium. American College of Rheumatology (ACR) , mengajukan

11 kriteria untuk klasifikasi LES, dimana bila didapatkan 4 kriteria sahaja maka diagnosis

LES sudah dapat ditegakkan . Kriteria tersebut adalah : (2,4)

The 1997 Revised Criteria of American Rheumatism Association for Systemic Lupus Erythematosus (4)

Criteriaa Comments

Malar rash Malar erythema

Discoid rash Erythematous patches, scaling, follicular plugging

Photosensitivity Skin rash as a result of unusual reaction to sunlight , by patient history or physician observation

Oral ulcers Usually painless

Arthritis Nonerosive involving two or more peripheral joints

Serositis Pleuritis (pleuritic pain, evidence of pleural effusion) or pericarditis

4

Page 5: Referat Sle

Renal disorder Proteinuria greater than 0.5 g/day or > 3+ dipstick, or cellular casts – red cell, haemoglobin, granular, tubular or mixed

Neurological disorders

Seizures or psychosis without other cause (e.g., uremia, ketoacidosis, or electrolyte imbalance)

Hematological disorders

Hemolytic anemia, leukopenia (< 4,000/ uL on 2 or more occasion), lymphopenia( < 1500/uL on 2 or more occasion), or thrombocytopenia(<100,000/uL in absence of drugs)

Immunological disorders

Anti-dsDNA or anti-Sm antibodies, or false-positive VDRL, IgM or IgG anticardiolipin antibodies, or lupus anticoagulant

Antinuclear antibodies

Abnormal titer of ANAs

Tabel 2 – Kriteria LES

VDRL = Venereal Disease Research Laboratory.

aIf four criteria are present at any time during course of disease, systemic lupus can be diagnosed with 98-percent specificity and 97-percent sensitivity.

2.5 PEMERIKSAAN ANTIBODI PADA LES (2,3)

Diagnosis LES didasarkan pada gejala klinis yang mendukung, dipastikan dengan

adanya autoantibodi yang ada dalam sirkulasi, banyak sekali autoantibodi yang telah dikenal

dan berhubungan dengan LES . Autoantibodi yang baik dalam mendiagnosis LES adalah

yang berhubungan langsung terhadap nuklear antigen, yaitu antinuklear antibodi (ANA).

Fenomena sel LES tidak lagi penting dalam diagnosis LES, telah digantikan dengan

imunofluorescent assays untuk ANA. Nilai ANA yang positif dapat diinterpretasikan pada

berbagai tingkatan tergantung pola ikatannya. Empat pola dasar ikatan tersebut adalah

homogenous,peripheral,speckled dan nucleolar. Ikatan homogenous ditemukan pada 65%

penderita LES, sedangkan ikatan periferal adalah ikatan yang paling spesifik untuk LES

walaupun tidak terlalu sensitif. Pola ikatan speckled dan nucleolar lebih spesifik terhadap

penyakit autoimun yang lain.

Antibodi terhadap double stranded (native) DNA (dsDNA) adalah yang paling

spesifik terhadap LES dan ditemukan pada 80-90-% penderita yang tidak diobati. Kehadiran

ataupun titer anti -dsDNA dikaitkan dengan aktifitas LES beberapa penelitian telah

5

Page 6: Referat Sle

membuktikan bahwa peningkatan titer anti-DNA mendahuluin lupus flares pada lebih dari

80% penderita peningkatan kadar antibodi ini telah dikaitkan dengan eksaserbasi penyakit

dan prematuritas dalam kehamilan. Berikut merupakan beberapa autoantibody yang

dihasilkan pada pasien LES ( dikutip dari Cunningham) (3).

Antibodi Incidency (%) Clinical Assocations

Antinuclear

Anti-DNA

Ant-Sm

Anti-RNP

Anti Ro (SSA)

Anti-La(SSB)

Antihistone

Anticardiolipin

95

70

30

40

30

10

70

50

Multiple antibodies, repeated

negative test make lupus

Unlikely

Associated with nephritis and

clinical actively

Specific for lupus

Polimyositis, scleroderma,

lupus, mixed connective tissue

disease

Sjorgen Syndrome, cutaneous

lupus, neonatal lupus.

Always with anti- Ro; Sjogrens

syndrome

Common in drug-induced lupus

(95%)

Antiphospolipid antibody;

increased thrombosis,

Spontaneous abortion; early

preeclampsia plasental

infarction; fetal death;

prolonged partial

thromboplastin

6

Page 7: Referat Sle

Antierythocytic

Antiplatelet

60

-

time; false positive VDRL

Overt hemolysis uncommon

Thrombocytopenia

Tabel 3 – Antibodi pada LES

Antibodi terhadap single-stranded DNA (ssDNA) juga ditemui pada persentase yang

cukup tinggi pada penderita LES yang tidak diobati, tetapi kurang spesifik jika

dibandingkan dengan anti-ds DNA. Penderita LES j(nRNP), Ro/SSA juga mempunyai

antibodi terhadap RNA yang meliputi Sm antigen, nuclear ribonucleoprotein (nRNP),Ro/SSA

antigen dan La/SSB antigen.

2.6. PENGARUH KEHAMILAN TERHADAP LES (2,3)

Masih belum dapat dipastikan apakah kehamilan dapat mencetuskan LES, eksaserbasi

LES pada kehamilan tergantung dari lamanya masa remisi LES, keterlibatan organ-organ

vital seperti ginjal dan jantung. Penderita LES yang telah mengalami remisi lebih dari 6 bulan

sebelum hamil mempunyai resiko 25% eksaserbasi pada saat hamil dan 90% hasil

kehamilannya baik. Tetapi sebaliknya bila masa remisi LES sebelum hamil kurang dari 6

bulan maka resiko eksaserbasi pada saat hamil menjadi 50% dengan hasil kehamilan yang

buruk. Apabila kehamilan terjadi saat LES aktif maka resiko kematian janin 50-75% dengan

angka kejadian kematian ibu menjadi 10 %. Dengan meningkatnya umur kehamilan maka

resiko eksaserbasi juga meningkat , yaitu 13% pada trimester I, 14 % pada trimester II, 53%

pada trimesterIII serta 23% pada masa nifas. Dari berbagai laporan dapat diketahui bahwa

10% dari penderita LES aktif masih dapat mengalami kehamilan. Walaupun demikian

terjadinya eksarsebasi LES selama kehamilan dan menyebabkan bertambah tingginya tingkat

mortalitas dan morbiditas ibu terutama pada masa peripartum. Pada suatu penelitian

7

Page 8: Referat Sle

retrospektif, telah dibuktikan bahwa eksarsebasi LES dalam kehamilan 3 kali lebih besar

pada 20 minggu kehamilan dan 6 kali lebih besar pada 8 minggu post partum. Beberapa ahli

mengganggap bahwa kehamilan mempresipitasi timbulnya LES, dimana kematian yang

terkait dengan penyakit tersebut secara bermakna lebih tinggi. Hal ini merupakan alasan

sebagian ahli bahwa penderita dengan LES tidak diperbolehkan untuk hamil. Dewasa ini para

klinisi menganggap bahwa sesungguhnya hal ini tidak tepat, dimana diagnosis dan

penatalaksanaan LES saat ini telah lebih baik. Penelitian baru-baru ini telah menunjukkan

bahwa 150,605 wanita dengan LES akan mengalami eksarsebasi selama kehamilan dan masa

post partum.

Pada suatu penelitian telah membuktikan bahwa tidak ada perbedaan bermakna flare

score antara kelompok kasus dan kelompok kontrol. Peneliti yang sama mengikuti kehamilan

80 wanita dengan LES, disimpulkan bahwa kejadian eksarsebasi LES dengan kehamilan

kurang dari 25% dan sebagian besar dengan klinis yang ringan. Jika hanya menggunakan

gejala dan tanda yang spesifik untuk LES, maka kejadiannya hanya 13%.

2.7. PENGARUH LES TERHADAP KEHAMILAN (3,4,5,6)

Nasib kehamilan penderita LES sangat ditentukan dari aktifitas penyakitnya, konsepsi

yang terjadi pada saat remisi mempunyai hasil kehamilan yang baik. Beberapa komplikasi

kehamilan yang bisa terjadi pada kehamilan yaitu, kematian janin meningkat 2-3 kali

dibandingkan wanita hamil normal, bila didapatkan hipertensi dan kelainan ginjal maka

mortalitas janin menjadi 50%. Kelahiran prematur juga bisa terjadi sekitar 30–50 %

kehamilan dengan LES sebagian besar akibat preeklamsia atau gawat janin. Infark plasenta

yang terjadi pada penderita LES dapat meningkatkan resiko terjadinya pertumbuhan janin

terhambat sekitar 25% demikian juga resiko terjadinya preeklamsia, eklamsia meningkat

sekitar 25-30% pada penderita LES yang disertai lupus nefritis.

8

Page 9: Referat Sle

1. Hipertensi gestasional dan preeclampsia (4,6)

Hipertensi dan preeklampsi pada wanita hamil LES muncul 20% -30%. Preeklampsi berlaku

dalam 7 dari 19 (39%) wanita dengan lupus nefritis, dibandingkan dengan 15 dari 106 (14%)

tanpa lupus nefritis. Faktor prediposisi lain ialah hipertensi kronik, sindrom antifosfolipid dan

penggunanan steroid yang lama. Berikut merupakan tabel untuk membedakan preeklamsia

dan LES.

Test Preeclampsia SLE

Serologic

-Decreased complement

-Elevated Ba or Bb fragments

with low CH50

-Elevated anti-dsDNA

-Antithrombin III deficiency

++

±

-

++

+++

++

+++

±

Hematologic

-Microangiopathic hemolytic

anemia

-Coombs’ positive hemolytic

anemia

-Thrombocytopenia

-Leukopenia

++

-

+

+

-

++

++

+++

Renal

-Hematuria

-Cellular casts

-Elevated serum creatinine

-Elevated ratio of serum blood

urea nitrogen/ creatinine

--

±

+

±

+++

++

++

++

9

Page 10: Referat Sle

-Hypocalciuria ++ ±

Liver transaminase ++ +

Tabel 4 – Perbedaan Preeklampsi dan LES

2. Kematian janin (3,4,6)

Mekanisme dari kematian janin ini belum jelas, namun diduga berhubungan dengan disfungsi

plasenta dan peningkatan yang tidak dapat dijelaskan dari alfa fetoprotein serum pada wanita

hamil. Pada tiga penelitian retrospektif, kematian janin dikatakan berkisar 8 – 40 %.

Didapatkan bahwa angka kematian janin pada wanita hamil dengan LES lebih tinggi secara

bermakna (21%) dibandingkan dengan wanita hamil tanpa LES (14%). Pada penderita LES,

kematian janin dihubungkan dengan adanya antibodi antifosfolipid. Pada sebuah penelitian

yang melibatkan 21 orang wanita dengan LES, didapatkan bahwa antibodi antifosfolipid

merupakan indikator yang paling sensitif untuk kematian janin. Pada penelitian kedua yang

dilakukan oleh peneliti yang sama dijumpai bahwa antifosfolipid ada pada 10 atau 11 wanita

dengan kematian janin, dan nilai prediksi positif antibodi antifosfolipid adalah diatas 50%.

Penelitian lain menyebutkan bahwa adanya antibody antifosfolipid dan riwayat kematian

janin memberikan angka prediksi kematian janin diatas 85% pada wanita LES. Beberapa

penulis percaya bahwa suatu penyakit ginjal yang menyertai LES mempunyai efek terhadap

kelangsungan kehidupan janin. Aborsi spontan terjadi sebanyak 26% .

3. Persalinan preterm (3,4)

Persalinan preterm nampaknya terjadi lebih sering pada penderita LES dibandingkan wanita

dengan kehamilan normal. Pada suatu penelitian yang mencatat usia kehamilan pada saat

kelahiran, didapatkan nilai median dari 30% kelahiran adalah sebelum 37 minggu (kisaran 3-

73%). Sebenarnya ada banyak faktor perancu lain seperti adanya tendensi ahli kebidanan

untuk melahirkan janin yang telah dianggap matur secepatnya. Persalinan preterm pada LES

nampaknya dikaitkan dengan kejadian SLE flare . Pada suatu penelitian kasus kontrol

berskala besar, didapatkan hasil bahwa persalinan preterm lebih sering pada kelompok LES

10

Page 11: Referat Sle

dibandingkan dengan kontrol (12% vs 4%) . Sebagai tambahan, pecah ketuban sebelum

waktunya lebih sering dijumpai pada kehamilan dengan penyulit LES.

4. Kelainan Pertumbuhan Janin(4)

Berdasarkan kenyataan bahwa wanita hamil penderita LES dapat mengidap preeklampsi,

sindroma antifosfolipid atau keduanya, tidaklah mengejutkan bila terjadi kejadian kelainan

pertumbuhan janin. Pada suatu penelitian yang dilakukan oleh Mintz dkk., menemukan

bahwa 20 dari 86 (23%) kehamilan diatas 20 minggu menghasilkan janin dengan kelainan

pertumbuhan, termasuk 4 kasus kematian janin. Hanya 4% dari kelompok kontrol yang

melahirkan janin dengan gangguan pertumbuhan.

5. Lupus Neonatal

Neonatal lupus erythematosus (NLE) adalah gangguan yang jarang,disebabkan oleh aliran

transplasenta dari autoantibodi ibu yang LES. Manifestasi klinis yang paling umum adalah

jantung, kulit, dan hati. Gejalanya adalah ruam kulit,kelainan hati, defek hati, kelainan kulit

seperti LES. Mereka mungkin seperti mengalami urtikaria, deskuamasi, atau ulserasi.

Terdapat juga kelainan irama jantung dan kelainan konduksi. Gangguan hematologi

misalnya, anemia hemolitik, trombositopenia mendalam, neutropenia dapat terjadi dalam 2

minggu pertama kehidupan.

Gambar 2-Neonatal Lupus Eritematous (8)

Maternal and Perinatal Effects of Systemic Lupus Erythematosus

11

Page 12: Referat Sle

Outcome Description

Maternal

Lupus flare Overall a third flare during pregnancy

Flare can be life threatening (1 in 20 chance)

Flares associated with worse perinatal outcomes

Prognosis worse if antiphospholipid antibodies present

Increased incidence common with nephritis

Preeclampsia Controversial if incidence is increased

Preterm labor Increased

Perinatal

Preterm delivery Increased with preeclampsia

Growth restriction Increased

Stillbirth Increased, especially with antiphospholipid antibodies

Neonatal lupus About 10% incidence (transient except for heart block)Table 5 – Efek LES pada maternal dan fetal

2.8. MANEJEMEN LES PADA KEHAMILAN (2,3)

A. Masa pra kehamilan

Idealnya wanita dengan LES yang ingin hamil harus terlebih dahulu menjalani konseling

pra kehamilan. Pada saat itu harus dijelaskan masalah obstetrik yang akan timbul jika wanita

tersebut hamil, termasuk resiko kematian janin, persalinan preterm, preeklampsi dan

gangguan pertumbuhan janin. Perhatian khusus juga diberikan terhadap kemungkinan

timbulnya sindroma antifosfolipid dan lupus neonatal. Evaluasi laboratorium prekonsepsi

termasuk penilaian penyakit ginjal ( anlisis urin, kreatinin dan urin 24 jam untuk klearens

kreatinin dan protein total) dan aPLs. Penderita yang hendak hamil harus berada dalam fase

remisi dan tidak sedang menggunakan obat-obatan sitotoksik dan OAINS sebelum terjadi

konsepsi,juga harus dinilai apakah penderita menderita anemia, trombositopenia, penyakit

ginjal dan antibodi antifosfolipid.(3)

12

Page 13: Referat Sle

B. Prenatal

Penderita LES yang hamil harus melakukan pemeriksaan ke ahli kebidanan setiap 1-2

minggu pada trimester satu dan dua, dan setiap minggu setelahnya. Pada setiap kunjungan,

penderita harus dianamnesis mengenai gejala atau tanda aktivitas LES. Dianjurkan

pemeriksaaan fisik dan penunjang seperti pemeriksaan tekanan darah, urinalisis,

perbandingan kreatinin- protein, GFR, dan antibodi aPL. Sesetengah ahli, memeriksa rutin

antibodi anti Ro/SS-A dan anti La/SSB, anti-dsDNA dan komplemen C3 dan C4.

C. Persalinan

Manejemen kehamilan dengan LES pada persalinan, adalah kelanjutan dari ANC .

Eksaserbasi bisa timbul pada proses persalinan dan diperlukan penatalaksanaan kotikosteroid

akut. Pemberian glukokortikoid perlu diberikan saat persalinan atau saat section secarean

terhadap pasien dengan pengobatan steroid kronik. Hidrokortison intravena diberi dalam tiga

dosis 100 mg setiap 8 jam.

D. Postnatal

Terapi pemeliharaan perlu dimulai setelah persalinan, dosisnya adalah dosis yang

sama waktu hamil. Perubahan dosis bisa dilakukan sesuai kondisi pasien.

Management Options of Systemic Lupus Erythematous (3)

Preprenancy

Establish good control of SLE; adjust maintenance medications.

Discontinue azathioprine and cyclophosphamide if possible and only under careful

supervision; avoid methotrexate.

It is not necessary to discontinue hydroxychloroquine.

Laboratory assesement for anemia, thrombocytopenia, renal disease, antiphospholipid

antibodies ( antiphospholipid).

13

Page 14: Referat Sle

Counsel patient regarding risk ( exacerbations, preeclampsia , fetal/ neonatal.)

Prenatal

Provide multidisciplinary care.

Encourage early prenatal care.

Obtain a dating scan.

Obtain frequent antenatal checks : every 2 weeks in the first and second trimesters,

weekly in third trimester.

Maintain vigilance for SLE flare, preeclampsia, IUGR.

For SLE patients with renal involvement, perform baseline 24-hr urine collections for

creatinine clearance and total protein ; repeat as clinically indicated.

Labor and delivery

Deliver at term; avoid post dates.

Continuous fetal heart rate monitoring.

Intravenous glucocorticosteroids for delivery in patients who have received

maintenance or steroid bursts during pregnancy.

Post natal

Monitor for SLE exacerbation.

Restart maintenance therapy.

Check neonate for SLE manifestations.

Tabel 6 - Manajemen LES pada kehamilan

2.9. PENGOBATAN LES PADA KEHAMILAN.(3,4,6)

Penatalaksanaan optimal tidak harus memerlukan evaluasi serologis untuk

hipokomplementania, kompleks imun yang bersirkulasi atau sekadar autoantibodi, selama

penderita asimtomatik.

Modalitas utama dalam pengobatan LES adalah penggunaan kortikosteroid, obat

antiinflamasi non steroid (OAINS), aspirin, antimalaria dan imunosupresan. Akan tetapi

14

Page 15: Referat Sle

untuk penggobatan LES dalam kehamilan terdapat kecenderungan untuk tidak memberikan

penggobatan secara polifarmakoterapi dan pemberian obat harus dimulai pada dosis

serendah mungkin yang masih bermanfaat untuk penekanan aktivitas LES.

1. Kortikosteroid

Kortikosteroid memiliki peran yang sangat penting dalam pengobatan LES pada

kehamilan. Tanpa kortikosteroid sebagian besar penderita LES yang hamil akan mengalami

eksarbasi selama kehamilannya sampai pada masa postpartum. Jika penderita LES

mengalami eksarsebasi akut selama masa kehamilan, penggunaan kortikosteroid dalam dosis

adekuat harus segera diberikan sampai 6 bulan postpartum untuk menekan aktivitas penyakit.

Penggunaan kortikosteroid tertentu seperti prednison, prednisolon, hisrokortison dan

kortisol dalam jangka panjang oleh ibu selama hamil umumnya relatif aman dalam

kehamilan. Diperkirakan hanya 10% dari dosis yang diterima oleh ibu akan melintasi

plasenta dan sampai kepada janin. Sedangkan penggunaan deksametason dan beta metason

hendaknya dihindari penggunaannya selama kehamilan dikarenakan kemampuannya yang

lebih besar dalam melintasi plasenta. Pemberian steroid juga akan menstimulasi pematangan

paru janin pada janin yang preterm.

Pada wanita hamil yang hanya menunjukkan gejala konstitusional yang ringan atau

yang tidak menunjukkan keterlibatan organ vital, misalnya arthritis, ruam kulit ataupun

alopesia umumnya hanya memerlukan terapi prednison oral 5-15 mg/hari. Untuk penderita

yang mengalami demam, serositis, flebitis dan miositis, dapat diberikan prednison 15-45

mg/hari. Untuk pengobatan kelainan organ vital yang aktif seperti nefritis dan serebritis,

diperlukan prednison oral dosis tinggi sebesar 1mg/kg/bb/hari atau 60-80 mg/hari.

Untuk penderita yang tidak memberikan respon dapat diberikan metilprednisolon 100

mg intravena setiap 4-8 jam. Jika 24-48 jam keadaan tidak membaik, maka dosis

metilprednisolon dapat ditingkatkan sampai 25-100% dari dosis awal. Pada keadaan dimana

15

Page 16: Referat Sle

terdapat kegawatan dimana efek sistemik yang berat dapat diberikan steroid dengan dosis

yang sangat tinggi dalam waktu singkat. Cara ini dikenal sebagai pulse steroid therapy,

walaupun umumnya efektif tetapi cara ini akan memberikan efek samping yang berbahaya.

Steroid dosis tinggi juga diberikan pada penderita LES yang akan menjalani seksio sesaria,

dapat diberikan metilprednisolon intravena sampai 48 jam pasca operasi untuk kemudian

dilakukan tapering off.

2. Salisilat dan OAINS

Penggunaan salisilat seperti yang dilaporkan oleh Lewis dan Schulman (1973) akan

menyebabkan postmaturitas, persalinan yang lama dan perdarahan yang relatif lebih banyak

selama persalinan jika diberikan dalam dosis lebih dari 50 mg selama 6 bulan. Tuner dan

Collins dalam penelitiannya menunjukan peningkatan bayi berat lahir rendah pada

penggunaan aspirin. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh jick dkk,justru memberikan

hasil yang sebaliknya, dikatakan bahwa pemberian aspirin selama kehamilan relatif aman .

Aspirin dosis rendah profilaktik antikoagulasi sangat berguna pada penderita ini. OAINS juga

memiliki efek yang relatif sama terhadap kehamilan dalam derajat yang bervariasi.

Penggunaan OAINS sedapat mungkin dihindari selama kehamilan dikarenakan dapat

menyebabkan penutupan duktus arteriosus in utero.

3. Antimalaria

Penggunaan antimalaria tidak dianjurkan, walaupun efek samping yang terjadi

dilaporkan sangat jarang. Klorokuin fosfat 250 mg/hari atau hidroksiklorokuin 400 mg/hari

dapat digunakan dengan aman selama kehamilan. Jika antimalaria tidak menunjukkan hasil

yang baik setelah digunakan selama 6 bulan, maka antimalaria dihentikan penggunaannya.

Jika penggunaannya memberikan respon yang baik,penghentian secara mendadak akan

menyebabkan terjadinya peningkatan aktivitas LES, yang merupakan suatu keadaan yang

harus dihindari pada penderita LES yang mengalami kehamilan.

16

Page 17: Referat Sle

4.Golongan Sitotoksik dan Agen Immunosupresif

Penderita LES yang tidak memberikan respon yang baik terhadap kortikosteroid dan

antimalaria dapat dicoba dengan penggunaan golongan imunosupresan. Yang banyak

digunakan adalah azathioprine (Imuran) dan siklofosfamid (Cytoxan/Endoxan). Penggunaan

Azathioprin selama kehamilan masih merupakan kontroversi. Obat ini akan melewati

plasenta dan memberikan efek janin. Walaupun dilaporkan bahwa tidak bersifat teratogen,

tetapi akan sangat mempengaruhi sistim imunitas janin. Dosis insial harian berkisar antara

100-200 mg.hari yang diberikan bersama dengan kortikosteroid. Dosis dikurangi jika

dijumpai perbaikan secara klinis.

Penggunaan siklofosfamid selama kehamilan tidak dianjurkan karena dapat

menyebabkan efek tetratogenik pada janin. Diberikan hanya jika keadaan penyakit sangat

mengancam ibu. Pemberian biasanya digunakan bersamaan dengan kortikosteroid dan

dengan cara pulse therapy. Dosis yang diberikan adalah 750-1000 mg/m2 permukaan tubuh

bersama dengan kortikosteroid dosis tinggi setiap 3 minggu sampai 3 bulan.

2.8 PROGNOSA (2,4,5)

A. Terhadap kehamilan

Terjadi peningkatan morbiditas dan mortalitas pada janin, terjadi abortus rekuren dan

kematian janin. Kini telah ditemukan bukti bahwa prognosa bisa diperbaiki dengan

pemberian aspirin dosis rendah ( sekitar 75 mg ) diberikan bersama dengan prednison 20-80

mg perhari. Gant(1986) melaporkan peningkatan bayi lahir hidup dari 6 menjadi 80 persen

dengan pengobatan tersebut Lubbe(1985) menganjurkan pengobatan hanya diberikan pada

wanita dengan riwayat kematian janin.

B. Terhadap ibu

17

Page 18: Referat Sle

Sebelum tahun 1950, SLE merupakan penyakit yang fatal. Pemakaian preparat

kortikosteroid merupakan pengobatan pertama yang memberikan hasil baik pada penyakit

ini. Pemakaian kortikosteroid yang lebih teratur dan terencana, pemakaian obat

imunosupresif, dan penggunaan antibiotik, antihipertensi, dialisis serta transplantasi ginjal

lebih memperpanjang survival rate lagi. Survival rate 5 tahun sebesar 50 % pada tahun 1954

menjadi 95% pada tahun 1976. Angka ini tidak banyak berubah sampai sekarang . Kematian

paling sering terjadi karena komplikasi pada ginjal dan susunan saraf pusat.

18

Page 19: Referat Sle

BAB III

KESIMPULAN

Penderita LES diperbolehkan hamil tetapi dengan syarat penyakitnya harus dalam

fase tenang dan harus mendapat pengawasan. Kehamilan pada LES merupakan kehamilan

risiko tinggi. Diketahui bahwa kehamilan normal memberikan beberapa perubahan pada

tubuh, yang mana perubahan-perubahan ini dapat mencetus aktivitas penyakit LES,

meningkatkan resiko kehamilan pada penderita LES terutama dengan gangguan fungsi ginjal

atau jantung, serta adanya autoantibodi pada ibu yang mungkin dapat menembus plasenta

atau bahkan mempengaruhi pertumbuhan plasenta.

Diagnosis pada LES ditegakkan berdasarkan manifestasi kilnis. ACR ( American

College Rheumatology), telah mebuat kriteria–kriteria diagnosis untuk LES. Jika memenuhi 4

dari 11 kriteria diagnosis LES bisa ditegakkan, dan dilanjutkan dengan pemeriksaan

autoantibodi. Resiko pada ibu selama kehamilan antara lain memberatnya penyakit lupus,

sedangkan pada janin dan menimbulkan abortus, partus prematur, kematian janin intrauterin,

gangguan pertumbuhan serta kongenital lupus.

Manejemen pada kehamilan perlu dilakukan secara teratur mulai dari prakehamilan,

prenatal, persalinan dan juga postnatal. Penggunaan obat pada wanita LES harus diperhatikan

kerana penggunaan obat sitotoksik dan imunosupresif dielakkan supaya tidak menganggu

perkembangan janin. Jika terdapat eksasebasi akut bias diterapi dengan kortikosteroid.

Pengelolaan kehamilan dengan SLE diperlukan kerjasama antara spesialis penyakit

dalam konsultan reumatologi, spesialis kebidanan dan spesialis anak perinatologi dengan

harapan mendapatkan hasil kehamilan yang baik.

19

Page 20: Referat Sle

DAFTAR PUSTAKA

1. Yuliasi, Kehamilan Pada Lupus Eritematosus Sistemik, Available at :

http://penelitian.unair.ac.id/_9b8fb37dd4dba2c1a9281b66b8254222_Unair.pdf

2. Anak Agung Ngurah Jaya Kusum , Lupus Eritematosus Sistemik Pada Kehamilan.

http://ejournal.unud.ac.id/abstrak/8_lupus%20eritematosus.pdf

3. Jeff M, Troy F, D. ware. Autoimmune Diseases. High Risk Pregnancy Management

Options. Pg 763 -76.

4. Cunningham, FG. Williams Obstetrics 21st Edition. McGraw Hill. USA. 1073-78, 1390-94, 1475-77.

5. Gestational complications. Johns Hopkins Manual of Gynecology and Obstetrics, The, 3rd Edition.Lippincott Williams & Wilkins. Pg 120-21.

6. Lupus Eritematous. Available at : http://digilib.unsri.ac.id/download/Lupus

%20eritematosus.pdf

7. Neonatal Lupus. Available at :

http://www.rightdiagnosis.com/n/neonatal_lupus/symptoms.htm

8. Neonatal Lupus Eritematous. Available at :

http://emedicine.medscape.com/article/1006582-clinical

20

Page 21: Referat Sle

21