referat tetanus (irawan k. - 406127013) edt.docx

27
I. Pendahuluan Tetanus adalah penyakit dengan tanda utama kekakuan otot (spasme) tanpa disertai gangguan kesadaran. Gejala ini bukan disebabkan kuman secara langsung, tetapi sebagai dampak eksotoksin (tetanospasmin) yang dihasilkan oleh kuman pada sinaps ganglion sambungan sumsum tulang belakang, sambungan neuro muskular (neuro muscular junction) dan saraf autonom. 1 II. Epidemiologi Tetanus tersebar di seluruh dunia dengan angka kejadian tergantung pada jumlah populasi masyarakat yang tidak kebal, tingkat populasi yang tidak kebal, tingkat pencemaran biologik lingkungan peternakan / pertanian dan adanya luka pada kulit atau mukosa. Tetanus pada anak tersebar di seluruh dunia terutama pada daerah resiko tinggi dengan cakupan imunisasi DPT yang rendah. Angka kejadian pada anak laki-laki lebih tinggi akibat perbedaan aktivitas fisiknya. Tetanus tidak menular dari manusia ke manusia. 1,2 Reservoir utama kuman ini adalah tanah yang mengandung kotoran ternak, kuda dan sebagainya, sehingga resiko penyakit ini di daerah peternakan sangat besar. Spora kuman C. tetani yang tahan terhadap kekeringan dapat 1

Upload: irawan-kantawijaya

Post on 25-Oct-2015

25 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: Referat Tetanus (Irawan K. - 406127013) edt.docx

I. Pendahuluan

Tetanus adalah penyakit dengan tanda utama kekakuan otot (spasme) tanpa

disertai gangguan kesadaran. Gejala ini bukan disebabkan kuman secara langsung,

tetapi sebagai dampak eksotoksin (tetanospasmin) yang dihasilkan oleh kuman pada

sinaps ganglion sambungan sumsum tulang belakang, sambungan neuro muskular

(neuro muscular junction) dan saraf autonom.1

II. Epidemiologi

Tetanus tersebar di seluruh dunia dengan angka kejadian tergantung pada

jumlah populasi masyarakat yang tidak kebal, tingkat populasi yang tidak kebal,

tingkat pencemaran biologik lingkungan peternakan / pertanian dan adanya luka pada

kulit atau mukosa. Tetanus pada anak tersebar di seluruh dunia terutama pada daerah

resiko tinggi dengan cakupan imunisasi DPT yang rendah. Angka kejadian pada anak

laki-laki lebih tinggi akibat perbedaan aktivitas fisiknya. Tetanus tidak menular dari

manusia ke manusia.1,2

Reservoir utama kuman ini adalah tanah yang mengandung kotoran ternak,

kuda dan sebagainya, sehingga resiko penyakit ini di daerah peternakan sangat besar.

Spora kuman C. tetani yang tahan terhadap kekeringan dapat bertebaran di mana-

mana; misalnya dalam debu jalanan, lampu operasi, bubuk antiseptic (dermatol),

ataupun pada alat suntik dan operasi.1

Data Insidens

Tetanus Menurut

WHO3,5

1

Page 2: Referat Tetanus (Irawan K. - 406127013) edt.docx

Pada dasarnya tetanus adalah penyakit yang terjadi akibat pencemaran

lingkungan oleh bahan biologis (spora) sehingga upaya kausal menurunkan attack rate

adalah dengan cara mengubah lingkungan fisik atau biologik. Port’d'entrée tak selalu

dapat diketahui dengan pasti, namun diduga melalui :1

Luka tusuk, patah tulang, komplikasi kecelakaan, gigitan binatang, luka bakar

yang luas.

Luka operasi, luka yang tidak dibersihkan (debridement) dengan baik.

Otitis media, karies gigi, luka kronik.

Pemotongan tali pusat yang tidak steril, pembubuhan puntung tali pusat dengan

kotoran binatang, bubuk kopi, bubuk ramuan, dan daun-daunan merupakan

penyebab utama masuknya spora pada puntung tali pusat yang menyebabkan

terjadinya kasus tetanus neonatorum.

III. Etiologi

Kuman yang menghasilkan toksin adalah Clostridium tetani, kuman berbentuk

batang dengan sifat :1

Basil Gram-positif dengan spora pada ujungnya sehingga berbentuk seperti

pemukul genderang.

Obligat anaerob (berbentuk vegetatif apabila berada dalam lingkungan

anaerob) dan dapat bergerak dengan menggunakan flagela.

Menghasilkan eksotoksin yang kuat.

Mampu membentuk spora (terminal spore) yang mampu bertahan dalam suhu

tinggi, kekeringan dan desinfektan.

Bakteri Clostridium tetani ini banyak ditemukan di tanah, kotoran manusia dan

hewan peliharaan serta di daerah pertanian. Bakteri ini peka terhadap panas dan tidak

dapat bertahan dalam lingkungan yang terdapat oksigen. Sebaliknya, dalam bentuk

spora sangat resisten terhadap panas dan antiseptik. Spora mampu bertahan dalam

keadaan yang tidak menguntungkan selama bertahun-tahun dalam lingkungan yang

anaerob. Spora dapat bertahan dalam autoklaf pada suhu 249,8 °F (121°C) selama 10-

2

Page 3: Referat Tetanus (Irawan K. - 406127013) edt.docx

15 menit. Spora juga relatif resisten terhadap fenol dan agen kimia lainnya. Spora

dapat menyebar kemana-mana, mencemari lingkungan secara fisik dan biologik.1,4

Clostridium tetani biasanya masuk ke dalam tubuh melalui luka. Adanya luka

mungkin dapat tidak disadari, dan seringkali tidak dilakukan pengobatan. Tetanus juga

dapat terjadi akibat beberapa komplikasi kronik seperti ulkus dekubitus, abses dan

gangren. Dapat juga terjadi akibat frost bite, infeksi telinga tengah, pembedahan,

persalinan, dan pemakaian obat-obatan intravena atau subkutan. Tempat masuknya

kuman penyakit ini bisa berupa luka yang dalam yang berhubungan dengan kerusakan

jaringan lokal, tertanamnya benda asing atau sepsis dengan kontaminasi tanah, lecet

yang dangkal dan kecil atau luka geser yang terkontaminasi tanah, trauma pada jari

tangan atau jari kaki yang berhubungan dengan patah tulang jari dan luka pada

pembedahan.5

IV. Patogenesis

Spora C. tetani masuk ke dalam tubuh melalui luka. Spora yang masuk ke dalam

tubuh tidak berbahaya sampai dirangsang oleh beberapa faktor (kondisi anaerob),

sehingga berubah menjadi bentuk vegetatif dan berbiak dengan cepat tetapi hal ini

tidak mencetuskan reaksi inflamasi. Gejala klinis sepenuhnya disebabkan oleh toksin

yang dihasilkan oleh sel vegetatif yang sedang tumbuh. C. tetani menghasilkan dua

eksotoksin, yaitu tetanospasmin dan tetanolisin. Tetanolisin menyebabkan hemolisis

tetapi tidak berperan dalam penyakit ini. Gejala klinis tetanus disebabkan oleh

tetanospasmin. Tetanospasmin melepaskan pengaruhnya di keempat sistem saraf: (1)

motor end plate di otot rangka, (2) medula spinalis, (3) otak, dan (4) pada beberapa

kasus, pada sistem saraf simpatis. Diperkirakan dosis letal minimum pada manusia

sebesar 2,5 nanogram per kilogram berat badan (satu nanogram = satu milyar gram),

atau 175 nanogram pada orang dengan berat badan 70 kg.4,5

Hipotesis bahwa toksin pada awalnya merambat dari tempat luka lewat motor

end plate dan aksis silinder saraf tepi ke kornu anterior sumsum tulang belakang dan

menyebar ke susunan saraf pusat lebih banyak dianut daripada lewat pembuluh limfe

dan darah. Pengangkutan toksin ini melewati saraf motorik, terutama serabut

3

Page 4: Referat Tetanus (Irawan K. - 406127013) edt.docx

motorik. Reseptor khusus pada ganglion menyebabkan fragmen C toksin tetanus

menempel erat dan kemudian melalui proses perlekatan dan internalisasi, toksin

diangkut ke arah sel secara ektra aksional dan menimbulkan perubahan potensial

membran dan gangguan enzim yang menyebabkan kolin-esterase tidak aktif, sehingga

kadar asetilkolin menjadi sangat tinggi pada sinaps yang terkena. Toksin menyebabkan

blokade pada simpul yang menyalurkan impuls pada tonus otot, sehingga tonus otot

meningkat dan menimbulkan kekakuan. Bila tonus makin meningkat akan

menimbulkan spasme terutama pada otot yang besar.1

Dampak toksin antara lain :1

Dampak pada ganglion pra sumsum tulang belakang disebabkan karena

eksotoksin memblok sinaps jalur antagonis, mengubah keseimbangan dan

koordinasi impuls sehingga tonus otot meningkat dan otot menjadi kaku.

Dampak pada otak, diakibatkan oleh toksin yang menempel pada gangliosida

serebri diduga menyebabkan kekakuan dan spasme yang khas pada tetanus.

Dampak pada saraf otonom, terutama mengenai saraf simpatis dan

menimbulkan gejala keringat yang berlebihan, hipertermia, hipotensi,

hipertensi, aritmia, heart block, atau takikardia.

V. Manifestasi Klinis

Masa inkubasi tetanus umumnya 3-21 hari, tetapi bisa lebih pendek (1 hari atau

hingga beberapa bulan). Hal ini secara langsung berhubungan dengan jarak dari

tempat masuknya kuman C. tetani (tempat luka) ke Susunan Saraf Pusat (SSP); secara

umum semakin besar jarak antara tempat luka dengan SSP, masa inkubasi akan

semakin lama. Semakin pendek masa inkubasi, akan semakin tinggi kemungkinan

terjadinya kematian.5

Ada empat bentuk tetanus yang dikenal secara klinis, yakni :5

Generalized tetanus (Tetanus umum)

Tetanus umum merupakan bentuk yang sering ditemukan. Derajat luka

bervariasi, mulai dari luka yang tidak disadari hingga luka trauma yang

terkontaminasi. Masa inkubasi sekitar 7-21 hari, sebagian besar tergantung dari

4

Page 5: Referat Tetanus (Irawan K. - 406127013) edt.docx

jarak luka dengan SSP. Penyakit ini biasanya memiliki pola yang desendens.

Tanda pertama berupa trismus/lock jaw, diikuti dengan kekakuan pada leher,

kesulitan menelan, dan spasme pada otot abdomen. Gejala utama berupa

trismus terjadi sekitar 75% kasus, seringkali ditemukan oleh dokter gigi dan

dokter bedah mulut. Gambaran klinis lainnya meliputi iritabilitas, gelisah,

hiperhidrosis dan disfagia dengan hidrofobia, hipersalivasi dan spasme otot

punggung. Manifestasi dini ini merefleksikan otot bulbar dan paraspinal,

mungkin karena dipersarafi oleh akson pendek. Spasme dapat terjadi berulang

kali dan berlangsung hingga beberapa menit. Spasme dapat berlangsung hingga

3-4 minggu. Pemulihan sempurna memerlukan waktu hingga beberapa bulan.

Localized tetanus (Tetanus lokal)

Tetanus lokal terjadi pada ektremitas dengan luka yang terkontaminasi

serta memiliki derajat yang bervariasi. Bentuk ini merupakan tetanus yang tidak

umum dan memiliki prognosis yang baik. Spasme dapat terjadi hingga beberapa

minggu sebelum akhirnya menghilang secara bertahap. Tetanus lokal dapat

mendahului tetanus umum tetapi dengan derajat yang lebih ringan. Hanya

sekitar 1% kasus yang menyebabkan kematian.

Cephalic tetanus (Tetanus sefalik)

Tetanus sefalik umumnya terjadi setelah trauma kepala atau terjadi

setelah infeksi telinga tengah. Gejala terdiri dari disfungsi saraf kranialis motorik

(seringkali pada saraf fasialis). Gejala dapat berupa tetanus lokal hingga tetanus

umum. Bentuk tetanus ini memiliki masa inkubasi 1-2 hari. Prognosis biasanya

buruk.

Tetanus neonatorum

Bentuk tetanus ini terjadi pada neonatus. Tetanus neonatorum terjadi

pada negara yang belum berkembang dan menyumbang sekitar setengah

kematian neonatus. Penyebab yang sering adalah penggunaan alat-alat yang

terkontaminasi untuk memotong tali pusat pada ibu yang belum diimunisasi.

Masa inkubasi sekitar 3-10 hari. Neonatus biasanya gelisah, rewel, sulit minum

ASI, mulut mencucu dan spasme berat. Angka mortalitas dapat melebihi 70%.

5

Page 6: Referat Tetanus (Irawan K. - 406127013) edt.docx

Selain berdasarkan gejala klinis, berdasarkan derajat beratnya penyakit, tetanus

dapat dibagi menjadi empat (4) tingkatan5

Klasifikasi Ablett untuk Derajat Manifestasi Klinis Tetanus

Derajat Manifestasi Klinis I : Ringan Trismus ringan sampai sedang;spastisitas umum tanpa

spasme atau gangguan pernapasan;tanpa disfagia atau disfagia ringan

II : Sedang Trismus sedang; rigiditas dengan spasme ringan sampai sedang dalam waktu singkat; laju napas>30x/menit; disfagia ringan

III : Berat Trismus berat; spastisitas umum; spasmenya lama; laju napas>40x/menit; laju nadi > 120x/menit, apneic spell, disfagia berat

IV : Sangat berat (derajat III + gangguan sistem otonom termasuk kardiovaskular) Hipertensi berat dan takikardia yang dapat diselang-seling dengan hipotensi relatif dan bradikardia, dan salah satu keadaan tersebut dapat menetap

VI. Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaaan fisik dapat ditemukan :1,5

Trismus adalah kekakuan otot mengunyah (otot maseter) sehingga sukar untuk

membuka mulut. Pada neonatus kekakuan mulut ini menyebabkan mulut mencucu

seperti mulut ikan sehingga bayi tidak dapat menetek. Secara klinis untuk menilai

kemajuan kesembuhan, lebar bukaan mulut diukur setiap hari.

Risus sardonikus, terjadi sebagai akibat kekakuan otot mimik sehingga tampak dahi

mengkerut, mata agak tertutup dan sudut mulut tertarik keluar dan kebawah.

Opistotonus adalah kekakuan otot yang menunjang tubuh seperti: otot punggung,

otot leher, otot badan dan trunk muscle. Kekakuan yang sangat berat dapat

menyebabkan tubuh melengkung seperti busur.

Otot dinding perut kaku sehingga dinding perut seperti papan.

Bila kekakuan makin berat, akan timbul spasme umum yang awalnya hanya terjadi

setelah dirangsang misalnya dicubit, digerakkan secara kasar, atau terkena sinar

yang kuat. Lambat laun masa istirahat spasme makin pendek sehingga anak jatuh

dalam status konvulsivus.

6

Page 7: Referat Tetanus (Irawan K. - 406127013) edt.docx

Pada tetanus neonatorum awalnya bayi tampak sulit untuk menghisap dan

cenderung terus menangis. Setelah itu, rahang menjadi kaku sehingga bayi tidak

bisa menghisap dan sulit menelan. Beberapa saat sesudahnya, badan menjadi kaku

serta terdapat spasme intermiten.

Pada tetanus yang berat akan terjadi gangguan pernapasan sebagai akibat spasme

yang terus-menerus atau oleh karena kekakuan otot laring yang dapat

menimbulkan anoksia dan kematian; pengaruh toksin pada saraf otonom

menyebabkan gangguan sirkulasi (gangguan irama jantung atau kelainan pembuluh

darah), dapat pula menyebabkan suhu badan yang tinggi atau berkeringat banyak;

kekakuan otot sfingter dan otot polos lain sehingga terjadi retentio alvi atau

retentio urinae atau spasme laring; patah tulang panjang dan kompresi tulang

belakang.

Uji spatula dilakukan dengan menyentuh dinding posterior faring dengan

menggunakan alat dengan ujung yang lembut dan steril. Hasil tes positif, jika terjadi

kontraksi rahang involunter (menggigit spatula) dan hasil negatif berupa refleks

muntah. Dalam laporan singkat The American Journal of Tropical Medicine and

Hygiene menyatakan bahwa pada penelitian, uji spatula memiliki spesifitas yang

tinggi (tidak ada hasil positif palsu) dan sensitivitas yang tinggi (94% pasien yang

terinfeksi menunjukkan hasil yang positif).

VII. Pemeriksaan Penunjang

Tidak ada pemeriksaan laboratorium yang khas untuk tetanus.5

Pemeriksaan biakan pada luka perlu dilakukan pada kasus tersangka tetanus.

Namun demikian, kuman C. tetani dapat ditemukan di luka orang yang tidak

mengalami tetanus, dan seringkali tidak dapat dikultur pada pasien tetanus.

Biakan kuman memerlukan prosedur khusus untuk kuman anaerobik. Selain

mahal, hasil biakan yang positif tanpa gejala klinis tidak mempunyai arti. Hanya

7

Page 8: Referat Tetanus (Irawan K. - 406127013) edt.docx

sekitar 30% kasus C. tetani yang ditemukan pada luka dan dapat diisolasi dari

pasien yang tidak mengalami tetanus.

Nilai hitung leukosit dapat tinggi.

Pemeriksaan cairan serebrospinal dapat menunjukkan hasil yang normal.

Kadar antitoksin di dalam darah 0,01 U/mL atau lebih, dianggap sebagai imunisasi

dan bukan tetanus.

Kadar enzim otot (kreatin kinase, aldolase) di dalam darah dapat meningkat.

EMG dapat menunjukkan pelepasan subunit motorik yang terus-menerus dan

pemendekan atau tidak adanya interval tenang yang normal yang diamati setelah

potensial aksi.

Dapat ditemukan perubahan yang tidak spesifik pada EKG.

VIII. Diagnosis

Diagnosis tetanus sepenuhnya didasarkan pada temuan klinis, karena

pemeriksaan laboratorium tidak spesifik. Jadi, penegakan diagnosis sepenuhnya

didasarkan pada anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jangan menyingkirkan diagnosis

tetanus meskipun orang tersebut telah diimunisasi secara lengkap. Diperkirakan

terdapat 4-100 juta kasus tetanus pada orang yang telah divaksinasi

(imunokompeten).5

Anamnesis yang dapat membantu diagnosis antara lain:1

Apakah dijumpai luka tusuk, luka kecelakaan/patah tulang terbuka, luka dengan

nanah atau gigitan binatang?

Apakah pernah keluar nanah dari telinga?

Apakah pernah menderita gigi berlubang?

Apakah sudah pernah mendapat imunisasi DT atau TT, kapan imunisasi yang

terakhir?

Selang waktu antara timbulnya gejala klinis pertama (trismus atau spasme lokal)

dengan spasme yang pertama (period of onset)?

8

Page 9: Referat Tetanus (Irawan K. - 406127013) edt.docx

IX. Diagnosis Banding

Diagnosis banding tergantung dari manifestasi klinis utama dari penyakit.

Diagnosis bandingnya adalah sebagai berikut :1

Meningitis, meningoensefalitis, ensefalitis. Pada ketiga diagnosis tersebut tidak

dijumpai trismus, risus sardonikus. Namun dijumpai gangguan kesadaran dan

terdapat kelainan likuor serebrospinal.

Tetani disebabkan oleh hipokalsemia. Secara klinis dijumpai adanya spasme

karpopedal.

Keracunan striknin : minum tonikum terlalu banyak (pada anak).

Rabies :dijumpai gejala hidrofobia dan kesukaran menelan, sedangkan pada

anamnesis terdapat riwayat digigit binatang pada waktu epidemi.

Trismus akibat proses lokal yang disebabkan oleh mastoiditis, otitis media

supuratif kronis (OMSK) dan abses peritonsilar. Biasanya asimetris.

X. Penatalaksanaan

Tujuan penatalaksanaan pada tetanus adalah sebagai berikut :1,5

Penanganan spasme.

Pencegahan komplikasi gangguan napas dan metabolik.

Netralisasi toksin yang masih terdapat di dalam darah yang belum berikatan

dengan sistem saraf. Pemberian antitoksin dilakukan secepatnya setelah diagnosis

tetanus dikonfirmasi. Namun, tidak ada bukti kuat yang menyatakan bahwa toksin

tetanus dapat diinaktifkan dengan antitoksin setelah toksin berikatan di jaringan.

Bahkan pada kenyataannya, efektivitas antitoksin dalam dosis yang sangat besar

dalam menurunkan angka kematian masih dipertanyakan.

9

Page 10: Referat Tetanus (Irawan K. - 406127013) edt.docx

Jika memungkinkan, melakukan pembersihan luka di tempat masuknya kuman,

untuk memusnahkan pabrik penghasil tetanospasmin. Pada tetanus neonatorum

eksisi luas tunggul umbilikus tidak diindikasikan.

Asuhan keperawatan yang sangat ketat dan terus-menerus.

Lakukan pemantauan cairan, elektrolit dan keseimbangan kalori (karena biasanya

terganggu), terutama pada pasien yang mengalami demam dan spasme berulang,

juga pada pasien yang tidak mampu makan atau minum akibat trismus yang

berat, disfagia atau hidrofobia.

Penatalaksanaan pada tetanus terdiri dari tatalaksana umum yang terdiri dari

kebutuhan cairan dan nutrisi, menjaga kelancaran jalan napas, oksigenasi, mengatasi

spasme, perawatan luka atau port’d'entrée lain yang diduga seperti karies dentis dan

OMSK; sedangkan tatalaksana khusus terdiri dari pemberian antibiotik dan serum anti

tetanus.

X.I. Tatalaksana Umum5

Mencukupi kebutuhan cairan dan nutrisi.

Pada hari pertama perlu pemberian cairan secara intravena sekaligus pemberian

obat-obatan, dan bila sampai hari ke-3 infus belum dapat dilepas sebaiknya

dipertimbangkan pemberian nutrisi secara parenteral. Setelah spasme mereda

dapat dipasang sonde lambung untuk makanan dan obat-obatan dengan perhatian

khusus pada kemungkinan terjadinya aspirasi.

Menjaga saluran napas tetap bebas, pada kasus yang berat perlu trakeostomi.

Memberikan tambahan O2 dengan sungkup (masker).

Mengurangi spasme dan mengatasi spasme.

Diazepam efektif mengatasi spasme dan hipertonisitas tanpa menekan pusat

kortikal. Dosis diazepam yang direkomendasikan adalah 0,1-0,3 mg/kgBB/kali

dengan interval 2-4 jam sesuai gejala klinis atau dosis yang direkomendasikan

untuk usia <2 tahun adalah 8 mg/kgBB/hari diberikan oral dalam dosis 2-3 mg

setiap 3 jam. Spasme harus segera dihentikan dengan pemberian diazepam 5 mg

per rektal untuk BB<10 kg dan 10 mg per rektal untuk anak dengan BB≥10 kg, atau

dosis diazepam intravena untuk anak 0,3 mg/kgBB/kali. Setelah spasme berhenti,

10

Page 11: Referat Tetanus (Irawan K. - 406127013) edt.docx

pemberian diazepam dilanjutkan dengan dosis rumatan sesuai dengan keadaan

klinis pasien. Alternatif lain, untuk bayi (tetanus neonatorum) diberikan dosis

awitan 0,1-0,2 mg/kgBB iv untuk menghilangkan spasme akut, diikuti infus tetesan

tetap 15-40 mg/kgBB/hari. Setelah 5-7 hari dosis diazepam diturunkan bertahap 5-

10 mg/hari dan dapat diberikan melalui pipa orogastrik. Dosis maksimal adalah 40

mg/kgBB/hari. Tanda klinis membaik bila tidak dijumpai spasme spontan, badan

masih kaku, kesadaran membaik (tidak koma), tidak dijumpai gangguan

pernapasan. Bila dosis diazepam maksimal telah tercapai namun anak masih

spasme atau mengalami spasme laring, sebaiknya dipertimbangkan untuk dirawat

di ruang perawatan intensif sehingga otot dapat dilumpuhkan dan mendapat

bantuan pernapasan mekanik. Apabila dengan terapi antikonvulsan dengan dosis

rumatan telah memberikan respons klinis yang diharapkan, dosis dipertahankan

selama 3-5 hari. Selanjutnya pengurangan dosis dilakukan secara bertahap

(berkisar antara 20% dari dosis setiap dua hari). Midazolam iv atau bolus,

fenobarbital iv dan morfin dapat digunakan sebagai terapi tambahan jika pasien

dirawat di ICU karena terdapat risiko depresi pernapasan.

Jika karies dentis atau OMSK dicurigai sebagai port’d'entrée, maka diperlukan

konsultasi dengan dokter gigi/THT.

X.II. Tatalaksana Khusus5

Anti serum atau Human Tetanus Immunoglobuline (HTIG)

Dosis ATS yang dianjurkan adalah 100.000 IU dengan 50.000 IU im dan 50.000 IU iv.

Pemberian ATS harus berhati-hati akan reaksi anafilaksis. Pada tetanus anak,

pemberian anti serum dapat disertai dengan imunisasi aktif DT setelah anak pulang

dari rumah sakit. Bila fasilitas tersedia, dapat diberikan HTIG (3.000-6.000 IU)

secara intramuskular (IM) dalam dosis tunggal. Untuk bayi, dosisnya adalah 500 IU

IM dosis tunggal. Sebagian dari dosis tersebut diberikan secara infiltrasi di tempat

sekitar luka. HTIG hanya dapat menghilangkan toksin tetanus yang belum berikatan

dengan ujung saraf. Intraveneous Immunoglobuline (IVIG) mengandung antitoksin

tetanus dan dapat digunakan jika HTIG tidak tersedia. Kontraindikasi HTIG adalah

riwayat hipersensitivitas terhadap imunoglobulin atau komponen human

11

Page 12: Referat Tetanus (Irawan K. - 406127013) edt.docx

immunoglobuline sebelumnya; trombositopenia berat atau keadaan koagulasi lain

yang dapat merupakan kontraindikasi pemberian secara IM.

Pada keadaan tetanus berat memerlukan perawatan di perawatan intensif.

Selain penatalaksanaan diatas, berikan tambahan penatalaksanaan berikut :

o HTIG disuntikkan secara intratekal (meningkatkan perbaikan klinis dari

4-30%).

o Trakeostomi dan ventilasi mekanik selama 3-4 minggu.

o Magnesium diberikan secara infus (iv) untuk mencegah spasme otot.

o Diazepam (dikenal sebagai valium) diberikan secara kontinu melalui

infus iv.

o Efek otonom tetanus dapat menyulitkan untuk diatasi (hiper dan

hipotensi yang berganti-ganti, hiperpireksia/hipotermia) dan mungkin

memerlukan labetolol, magnesium, klonidin atau nifedipin.

Obat-obatan seperti klorpromazin atau diazepam atau pelemas otot lain

dapat diberikan untuk mengontrol spasme otot. Pada kasus yang ekstrim mungkin

diperlukan untuk menimbulkan paralisis pada pasien dengan obat kurare serta

menggunakan ventilator mekanik. Rangsangan yang sangat ringan dapat memicu

spasme yang berpotensi menyebabkan kematian pada pasien dengan penyakit

yang sudah menyebar. Karena alasan ini, semua prosedur terapeutik harus

dikoordinasi dengan baik sehingga risiko menghasilkan tetanospasmin dapat

berkurang hingga minimal. Semua prosedur paling baik dilakukan setelah pasien

mendapatkan sedasi dan relaksasi yang optimal. Karena toksin tetanus sangat kuat,

penyakit tetanus tidak menimbulkan kekebalan. Imunisasi aktif dengan toksoid

tetanus harus segera dilakukan setelah kondisi pasien stabil. Infeksi tetanus pada

anak merupakan infeksi yang akut sehingga relatif tidak mengganggu tumbuh

kembang anak. Sedangkan pada tetanus neonatorum, dapat terjadi gangguan

tumbuh kembang akibat hipoksia yang berat. Selanjutnya pasien diberikan

imunisasi tetanus.

Antibiotika

o Pada penelitian yang dilakukan di Indonesia, metronidazol telah menjadi terapi

pilihan yang digunakan di beberapa pelayanan kesehatan. Metronidazol

12

Page 13: Referat Tetanus (Irawan K. - 406127013) edt.docx

diberikan secara iv dengan dosis inisial 15 mg/kgBB dilanjutkan dosis 30

mg/kgBB/hari dengan interval setiap 6 jam selama 7-10 hari. Metronidazol

efektif untuk mengurangi jumlah kuman C. tetani bentuk vegetatif. Sebagai lini

kedua dapat diberikan penisilin prokain 50.000-100.000 U/kgBB/hari selama 7-

10 hari, jika terdapat hipersensitif terhadap penisilin dapat diberikan tetrasiklin

50 mg/kgBB/hari (untuk anak berumur lebih dari 8 tahun). Penisilin membunuh

bentuk vegetatif C.tetani. Sampai saat ini, pemberian penisilin G secara

parenteral dengan dosis 100.000 U/kgBB/hari secara iv, setiap 6 jam selama 10

hari direkomendasikan pada semua kasus tetanus. Sebuah penelitian

menyatakan bahwa penisilin mungkin berperan sebagai agonis terhadap

tetanospasmin dengan menghambat pelepasan asam aminobutirat gama

(GABA). Tabel di bawah ini menggambarkan perbandingan antara penisilin dan

metronidazol.

Penisilin Metronidazol

Spektrum Spektrum luas, bakteri Gram (+), anaerob

Spektrum sempit, obligat anaerob (tidak dapat menginduksi superinfeksi)

Mekanisme kerja Menghambat sintesis

dinding sel

Menghambat sintesis

DNA

Stabilitas Tidak stabil Stabil

Reaksi alergi Sering Jarang

Resistensi Sering Jarang

Struktur Strukturnya

menyerupai GABA:

menginduksi spasme

Penetrasi ke abses Rendah Baik

Akses IM Oral, rektal, IV

o Jika terjadi penyulit sepsis atau bronkopneumonia, diberikan antibiotik yang

sesuai. Pemberian antibiotika bertujuan untuk memusnahkan klostridium di

tempat luka yang dapat memproduksi toksin.

13

Page 14: Referat Tetanus (Irawan K. - 406127013) edt.docx

XI. Komplikasi5

Sistem Tubuh KomplikasiJalan napas Aspirasi*

Laringospasme/obstruksi*Sedasi dihubungkan dengan obstruksi*

Respirasi Apnea*Hipoksia Tipe I* (ateletaksis, aspirasi,

pneumonia) dan tipe II* gagal napas (spasme laring, pemanjangan spasme batang tubuh, sedasi berlebihan)

ARDS* Komplikasi dari pemanjangan bantuan

ventilasi (contoh : pneumonia) Komplikasi trakeostomi (contoh : stenosis trakea)

Emboli paruEmfisema mediastinumPenumotoraksSpasme diafragma

Kardiovaskular Takikardia*, hipertensi*, iskemia* Hipotensi*, bradikardia*Takiaritmia, bradiaritmia*Asistol*Gagal jantung*

Ginjal Gagal ginjal : fase oligouria dan poliuria Stasis urin dan infeksi

Gastrointestinal Stasis lambungIleusDiarePerdarahan*

Lain-lain Status konvulsivusDehidrasiPenurunan berat badan* Tromboemboli*Sepsis dan gagal organ multipel*

14

Page 15: Referat Tetanus (Irawan K. - 406127013) edt.docx

Fraktur vertebra selama spasmeAvulsi tendon selama spasme

*Komplikasi jangka panjang

XII. Prognosis5

Rata-rata angka kematian akibat tetanus berkisar antara 25-75%, tetapi angka

mortalitas dapat diturunkan hingga 10-30 persen dengan perawatan kesehatan yang

modern. Banyak faktor yang berperan penting dalam prognosis tetanus. Diantaranya

adalah masa inkubasi, jenis luka, dan keadaan status imunitas pasien. Semakin pendek

masa inkubasi, prognosisnya menjadi semakin buruk. Letak, jenis luka dan luas

kerusakan jaringan turut memegang peran dalam menentukan prognosis. Jenis

tetanus juga memengaruhi prognosis. Tetanus neonatorum dan tetanus sefalik harus

dianggap sebagai tetanus berat, karena mempunyai prognosis buruk. Sebaliknya

tetanus lokal yang memiliki prognosis baik. Pemberian antitoksin profilaksis dini

meningkatkan angka kelangsungan hidup, meskipun terjadi tetanus.

Berikut ini adalah skala/derajat keparahan yang menentukan prognosis tetanus

menurut sistem skoring Bleck:

Sistem skoring 1 0Masa inkubasi < 7 hari ≥ 7 hari Awitan penyakit < 48 jam ≥ 48 jam Tempat masuk luka bakar, luka

operasi, bagian dari fraktur, aborsi septik, tali pusat, atau penyuntikan intramuskular

Selain tempat tersebut

Spasme (+) (-) Suhu

Aksilar Rektal

> 38,4°C> 40°C

≤ 38,4°C≤ 40°C

Takikardia dengan frekuensi lebih dari

(+) (-)

15

Page 16: Referat Tetanus (Irawan K. - 406127013) edt.docx

120x/menit (pada neonatus >150x/menit) Tetanus umum (+) (-) Adiksi narkotika (+) (-)

Skor total menunjukkan derajat keparahan dan prognosis, seperti diuraikan

berikut ini:

XIII. Pencegahan

Pencegahan sangat penting, mengingat perawatan kasus tetanus sulit dan

mahal. Untuk pencegahan, perlu dilakukan:5

Imunisasi aktif

Imunisasi dengan toksoid tetanus merupakan salah satu pencegahan yang

sangat efektif. Angka kegagalannya relatif rendah. Terdapat dua jenis toksoid

tetanus yang tersedia yaitu adsorbed (aluminium salt precipitated) toxoid dan fluid

toxoid. Toksoid tetanus tersedia dalam kemasan antigen tunggal, atau dikombinasi

dengan toksoid difteri sebagai DT atau dengan toksoid difteri dan vaksin pertusis

aselular sebagai DPT.

Untuk mencegah tetanus neonatorum, salah satu pencegahan adalah dengan

pemberian imunisasi TT pada wanita usia subur (WUS). Setiap WUS yang

berkunjung ke fasilitas pelayanan kesehatan harus selalu ditanyakan status

imunisasi TT mereka dan bila diketahui yang bersangkutan belum mendapatkan

imunisasi TT harus diberi imunisasi TT minimal 2 kali.

Perawatan Luka

16

Page 17: Referat Tetanus (Irawan K. - 406127013) edt.docx

Perawatan luka harus segera dilakukan terutama pada luka tusuk, luka kotor

atau luka yang diduga tercemar dengan spora tetanus. Perawatan luka dilakukan

guna mencegah timbulnya jaringan anaerob. Jaringan nekrotik dan benda asing

harus dibuang. Untuk pencegahan kasus tetanus neonatorum sangat bergantung

pada penghindaran persalinan yang tidak aman, aborsi serta perawatan tali pusat

selain dari imunisasi ibu.

Pada perawatan tali pusat, penting diperhatikan hal-hal berikut ini :

o Jangan membungkus punting tali pusat/mengoleskan cairan/bahan apapun

ke dalam punting tali pusat.

o Mengoleskan alkohol/povidon iodine masih diperkenankan tetapi tidak

dikompreskan karena menyebabkan tali pusat lembab.

Pemberian ATS dan HTIG profilaksis

Profilaksis dengan pemberian ATS hanya efektif pada luka baru (< 6 jam) dan

harus segera dilanjutkan dengan imunisasi aktif. Dosis ATS profilaksis 3000 IU. HTIG

juga dapat diberikan sebagai profilaksis luka. Dosis untuk anak < 7 tahun : 4 U/kg

IM dosis tunggal, sedangkan dosis untuk anak ≥ 7 tahun : 250 U IM dosis tunggal.

17

Page 18: Referat Tetanus (Irawan K. - 406127013) edt.docx

KESIMPULAN

Tetanus merupakan penyakit yang dapat disembuhkan dan dicegah. Diagnosis

tetanus sepenuhnya didasarkan pada temuan klinis, karena pemeriksaan laboratorium tidak

spesifik. Penatalaksanaan pasien tetanus secara garis besar terdiri atas tatalaksana umum

dan khusus. Pada penatalaksanaan umum, hal-hal yang harus diperhatikan adalah sebagai

berikut :

Tercukupinya kebutuhan cairan dan nutrisi.

Menjaga saluran napas agar tetap bebas.

Penanganan spasme. Pada penanganan spasme, diazepam menjadi pilihan pertama.

Mencari port d’entree.

Penatalaksanaan khusus tetanus terdiri dari pemberian serum anti tetanus/HTIG dan

antibiotika. Tujuan pemberian ATS dan HTIG adalah untuk menetralisasi toksin yang beredar

di dalam darah dan dapat juga diberikan sebagai profilaksis.

Pada penelitian yang dilakukan di Indonesia, metronidazol telah menjadi terapi

pilihan yang digunakan di beberapa pelayanan kesehatan. Metronidazol diberikan secara iv

dengan dosis inisial 15 mg/kgBB dilanjutkan dosis 30 mg/kgBB/hari dengan interval setiap 6

jam selama 7-10 hari. Metronidazol efektif untuk mengurangi jumlah kuman C. tetani

bentuk vegetatif.

Pencegahan terdiri atas 3 aspek yaitu: imunisasi, perawatan luka dan pemberian

ATS/HTIG profilaksis. Peranan imunisasi sangatlah penting dalam memberikan proteksi pada

infeksi tetanus.

18

Page 19: Referat Tetanus (Irawan K. - 406127013) edt.docx

DAFTAR PUSTAKA

1. Sumarmo SPS, Garna H, Hadinegoro SR, Satari HI. Buku Ajar Infeksi dan Penyakit

Tropis: Tetanus. Edisi 2. IDAI. 2008.

2. Tetanus (Lockjaw). 2006. RedBook.

3. WHO Immunization surveillance, assessment and monitoring. Available at

http://apps.who.int/immunization_monitoring/globalsummary/incidences?c=IDN

4. CDC. Tetanus.

5. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Penatalaksanaan Tetanus Pada Anak.

Jakarta. 2008

19