referat tifoid anak (trn)

Upload: tri-rizky-nugraha

Post on 02-Jun-2018

236 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 8/10/2019 Referat Tifoid Anak (TRN)

    1/28

    REFERAT

    DEMAM TIFOID

    Disusun oleh :

    Tri Rizky Nugraha 1102010280

    Pembimbing :

    dr. Hj. Nurvita Susanto, Sp. A

    dr. H. Budi Risjadi, Sp. A, M. Kes

    KEPANITERAAN ILMU KESEHATAN ANAK

    FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI

    RSUD SOREANG

    2014

  • 8/10/2019 Referat Tifoid Anak (TRN)

    2/28

    1

    DAFTAR ISI

    DAFTAR ISI............................................................................................................................. 1

    BAB I (PENDAHULUAN) .................................................................................................................. 2

    BAB II (TINJAUAN PUSTAKA) ........................................................................................................ 3

    I. Definisi .................................................................................................................................. 3

    II.

    Epidemiologi ......................................................................................................................... 3

    III.

    Etiologi .................................................................................................................................. 3

    IV. Patogenesis ............................................................................................................................ 4

    V. Manifestasi Klinis ................................................................................................................. 7

    VI. Pemeriksaan Penunjang ...................................................................................................... 8

    VII. Diagnosis ............................................................................................................................. 17

    VIII. Diagnosis Banding .............................................................................................................. 18

    IX. Penatalaksanaan ................................................................................................................ 18

    X.

    Komplikasi .......................................................................................................................... 21

    XI.

    Pencegahan ......................................................................................................................... 23

    XII. Prognosis ............................................................................................................................. 25

    BAB III (PENUTUP) .......................................................................................................................... 26

    DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................................................... 27

  • 8/10/2019 Referat Tifoid Anak (TRN)

    3/28

    2

    BAB I

    PENDAHULUAN

    Demam tifoid berasal dari bahasa Yunani kuno yaitu typhos yang berarti awan

    mendung. Terminologi ini muncul pertama kali untuk menyebut gejala para penderita di

    zaman Yunani kuno tepatnya di daerah Athena terdapat wabah besar dimana para

    penderitanya mengalami demam yang disertai gangguan kesadaran.

    Berdasarkan data Badan Kesehatan Dunia (WHO) tahun 2003 memperkirakan

    terdapat sekitar 17 juta kasus demam tifoid di seluruh dunia dengan insidensi 600.000 kasus

    kematian tiap tahun. Demam tifoid merupakan penyakit infeksi menular yang dapat terjadi

    pada anak maupun dewasa dan yang paling rentan terkena demam tifoid adalah anakanak,

    penyakit ini merupakan masalah kesehatan masyarakat yang sangat penting karena

    penyebarannya berkaitan erat dengan urbanisasi, kepadatan penduduk, kesehatan lingkungan,

    sumber air bersih, sanitasi yang buruk, dan standar higiene industri pengolahan makanan

    yang masih rendah.

  • 8/10/2019 Referat Tifoid Anak (TRN)

    4/28

    3

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    I. Definisi

    Demam tifoid adalah penyakit infeksi sistemik yang disebabkan oleh bakteri

    batang gram negatif yaitu Salmonella typhi.

    II. Epidemiologi

    Berdasarkan laporan Ditjen Pelayanan Medis Depkes RI, pada tahun 2008

    demam tifoid menempati urutan kedua dari 10 penyakit terbanyak pasien rawat inap di

    rumah sakit Indonesia dan tersebar secara merata di seluruh propinsi dengan insidensi

    di daerah pedesaan 358/100.000 penduduk dalam satu tahun dan di daerah perkotaan

    760/100.000 penduduk dalam satu tahun, umur penderita yang terkena demam tifoid di

    Indonesia dilaporkan antara 3 - 19 tahun.

    III. Etiologi

    Demam tifoid disebabkan oleh bakteri Salmonella thypi yaitu bakteri batang gram

    negative. Bakteri Salmonella thypi mempunyai 3 macam antigen yaitu :

    Antigen O : Somatic (badan di dalam kapsul)

    Antigen H : Flagela (alat gerak)

    Antigen Vi : Kapsul (bagian terluar setelah badan)

    Antigen yang paling umum digunakan untuk Salmonella adalah antigen O dan H.

  • 8/10/2019 Referat Tifoid Anak (TRN)

    5/28

    4

    Salmonella typhi dapat hidup didalam tubuh manusia (manusia sebagai natural

    reservoir). Manusia yang terinfeksi Salmonella typhi dapat mengekskresikannya

    melalui sekret saluran nafas, urin, dan tinja dalam jangka waktu yang sangat bervariasi.

    Salmonella typhiyang berada diluar tubuh manusia dapat hidup untuk beberapa minggu

    apabila berada didalam air, es, debu, atau kotoran yang kering maupun pada pakaian.

    Terjadinya penularan Salmonella typhi sebagian besar melalui minuman/makanan

    yang tercemar oleh kuman yang berasal dari penderita atau pembawa kuman, biasanya

    keluar bersama sama dengan tinja (melalui rute oral fekal = jalur oro-fekal). Dapat

    juga terjadi transmisi transplasental dari seorang ibu hamil yang berada dalam

    bakteremia kepada bayinya. Pernah dilaporkan pula transmisi oro-fekal dari seorang ibu

    pembawa kuman pada saat proses kelahirannya kepada bayinya.

    IV. Patogenesis

    Patogenesis demam tifoid melibatkan 4 proses kompleks yang mengikuti ingesti

    organism, yaitu: 1) penempelan dan invasi sel- sel pada Peyer Patch, 2) bakteri bertahan

    hidup dan bermultiplikasi dalam makrofag Peyer Patch, nodus limfatikus mesenterica,

    dan organ- organ extra intestinal sistem retikuloendotelial 3) bakteri bertahan hidup didalam aliran darah, 4) produksi enterotoksin yang meningkatkan kadar cAMP di dalam

    kripta usus dan meningkatkan permeabilitas membrane usus sehingga menyebabkan

    keluarnya elektrolit dan air ke dalam lumen intestinal.

    Masuknya kuman Salmonella typhi dan Salmonella paratyphi ke dalam tubuh

    manusia terjadi melalui makanan yang terkontaminasi kuman. Sebagian kuman

    dimusnahkan dalam lambung karena suasana asam di lambung (pH < 2) banyak yang

    mati namun sebagian lolos masuk ke dalam usus dan berkembang biak dalam peyer

    patch dalam usus. Untuk diketahui, jumlah kuman yang masuk dan dapat menyebabkan

    infeksi minimal berjumlah 105dan jumlah bisa saja meningkat bila keadaan lokal pada

    lambung yang menurun seperti aklorhidria, post gastrektomi, penggunaan obat- obatan

    seperti antasida, H2-bloker, dan Proton Pump Inhibitor.

  • 8/10/2019 Referat Tifoid Anak (TRN)

    6/28

    5

    Bakteri yang masih hidup akan mencapai usus halus tepatnya di jejnum dan

    ileum. Bila respon imunitas humoral mukosa usus (IgA) kurang baik maka kuman akan

    menembus sel- sel epitel (sel-M merupakan selnepitel khusus yang yang melapisi Peyer

    Patch, merupakan port de entry dari kuman ini) dan selanjutnya ke lamina propria. Di

    lamina propria kuman berkembang biak dan difagosit oleh sel- sel fagosit terutama

    makrofag. Kuman dapat hidup dan berkembang biak di dalam makrofag dan

    selanjutnya dibawa kepeyer patchdi ileum distal dan kemudian kelenjar getah bening

    mesenterika.

    Selanjutnya melalui ductus thoracicus, kuman yang terdapat dalam makrofag ini

    masuk ke dalam sirkulasi darah (mengakibatkan bakteremia pertama yang sifatnya

    asimtomatik) dan menyebar ke seluruh organ Retikuloendotelial tubuh terutama hati

    dan Limpa. Di organ- organ RES ini kuman meninggalkan sel- sel fagosit dan

    kemudian berkembang biak di luar sel atau ruang sinusoid dan selanjutnya kembali

    masuk ke sirkulasi sistemik yang mengakibatkan bakteremia kedua dengan disertai

    tanda- tanda dan gejala infeksi sistemik.

    Di dalam hepar, kuman masuk ke dalam kandung empedu, berkembang biak, dan

    bersama cairan empedu diekskresikan secara intermitten ke dalam lumen usus.

    Sebagian kuman dikeluarkan bersama feses dan sebagian masuk lagi ke dalam sirkulasi

    setelah menembus usus. Proses yang sama terulang kembali, berhubung makrofag telah

    teraktivasi dan hiperaktif maka pada saat fagositosis kuman Salmonella terjadi

    beberapa pelepasan mediator inflamasi yang selanjutnya akan menimbulkan gejala

    reaksi inflamasi sistemik seperti demam, malaise, mialgia, sakit kepala, sakit perut,

    diare diselingi konstipasi, sampai gangguan mental dalam hal ini adalah delirium. Pada

    anak- anak gangguan mental ini biasanya terjadi sewaktu tidur berupa mengigau yang

    terjadi dalam 3 hari berturut- turut.

    Dalam Peyer Patch makrofag hiperaktif menimbulkan reaksi hiperplasi jaringan

    (S. typhi intra makrofag menginduksi reaksi hipersensitivitas tipe lambat, hyperplasia

    jaringan dan nekrosis organ). Perdarahan saluran cerna dapat terjadi akibat erosi

    pembuluh darah sekitar peyer patch yang sedang mengalami nekrosis dan hiperplasi

    akibat akumulasi sel- sel mononuclear di dinding usus.

  • 8/10/2019 Referat Tifoid Anak (TRN)

    7/28

    6

    Proses patologis jaringan limfoid ini dapat berkembang hingga ke lapisan otot,

    serosa usus, dan dapat mengakibatkan perforasi. Endotoxin dapat menempel di reseptor

    sel endotel kapiler dengan akibat timbulnya komplikasi seperti gangguan

    neuropsikiatrik, kardiovaskuler, respirasi, dan gangguan organ lainnya.

    Peran endotoksin dalam pathogenesis demam tifoid tidak jelas, hal tersebut

    terbukti dengan tidak terdeteksinya endotoksin dalam sirkulasi penderita melalui

    pemeriksaan limulus. Diduga endotoksin dari salmonella typhi ini menstimulasi

    makrofag di dalam hepar, lien, folikel usus halus dan kelenjar limfe mesenterika untuk

    memproduksi sitokin dan zat- zat lain. Produk dari makrofag inilah yang dapat

    menimbulkan kelainan anatomis seperti nekrosis sel, sistem vaskuler, yang tidak stabil,

    demam, depresi sumsum tulang, kelainan pada darah dan juga menstimulasi sistem

    imunologis.

  • 8/10/2019 Referat Tifoid Anak (TRN)

    8/28

    7

    Bagan : Patofisiologi Demam Tifoid

    V. Manifestasi Klinis

    Manifestasi klinis pada anak umumnya bersifat lebih ringan, lebih bervariasi bila

    dibandingkan dengan penderita dewasa. Bila hanya berpegang pada gejala atau tanda

    klinis, akan lebih sulit untuk menegakkan diagnosis demam tifoid pada anak, terutama

    pada penderita yang lebih muda, seperti pada tifoid kongenital ataupun tifoid pada bayi.

    Masa inkubasi rata-rata bervariasi antara 7 20 hari, dengan masa inkubasi

    terpendek 3 hari dan terpanjang 60 hari. Dikatakan bahwa masa inkubasi mempunyai

    korelasi dengan jumlah kuman yang ditelan, keadaan umum/status gizi serta status

    imunologis penderita.

    Walupun gejala demam tifoid pada anak lebih bervariasi, secara garis besar

    gejala-gejala yang timbul dapat dikelompokkan :

    Demam satu minggu atau lebih.

    Gangguan saluran pencernaan

    Gangguan kesadaran

    Dalam minggu pertama, keluhan dan gejala menyerupai penyakit infeksi akut

    pada umumnya, seperti demam, nyeri kepala, anoreksia, mual, muntah, diare,

    konstipasi. Pada pemeriksaan fisik, hanya didapatkan suhu badan yang meningkat.

    Setelah minggu kedua, gejala/ tanda klinis menjadi makin jelas, berupa demam remiten,

    lidah tifoid, pembesaran hati dan limpa, perut kembung mungkin disertai ganguan

    kesadaran dari yang ringan sampai berat.

    Demam yang terjadi pada penderita anak tidak selalu tipikal seperti pada orang

    dewasa, kadang-kadang mempunyai gambaran klasik berupa stepwise pattern, dapat

    pula mendadak tinggi dan remiten (39 41o C) serta dapat pula bersifat ireguler

    terutama pada bayi yang tifoid kongenital.

    Lidah tifoid biasanya terjadi beberapa hari setelah panas meningkat dengan

    tanda-tanda antara lain, lidah tampak kering, diolapisi selaput tebal, di bagian belakang

    tampak lebih pucat, di bagian ujung dan tepi lebih kemerahan. Bila penyakit makin

    progresif, akan terjadi deskuamasi epitel sehingga papila lebih prominen.

    Roseola lebih sering terjadi pada akhir minggu pertama dan awal minggu kedua.

    Merupakan suatu nodul kecil sedikit menonjol dengan diameter 2 4 mm, berwarna

    merah pucat serta hilang pada penekanan. Roseola ini merupakan emboli kuman yang

  • 8/10/2019 Referat Tifoid Anak (TRN)

    9/28

    8

    didalamnya mengandung kuman salmonella, dan terutama didapatkan di daerah perut,

    dada, kadang-kadang di bokong, ataupun bagian fleksor lengan atas.

    Limpa umumnya membesar dan sering ditemukan pada akhir minggu pertama

    dan harus dibedakan dengan pembesaran karena malaria. Pembesaran limpa pada

    demam tifoid tidak progresif dengan konsistensi lebih lunak.

    Rose spot, suatu ruam makulopapular yang berwarna merah dengan ukuran 1 5

    mm, sering kali dijumpai pada daerah abdomen, toraks, ekstremitas dan punggung pada

    orang kulit putih, tidak pernah dilaporkan ditemukan pada anak Indonesia. Ruam ini

    muncul pada hari ke 710 dan bertahan selama 2 -3 hari.

    Pengamatan selama 6 tahun (1987-1992) di Lab/SMF Ilmu Kesehatan Anak FK

    Unair/RSU Dr.Soetomo Surabaya terhadap 434 anak berumur 1-12 tahun dengan

    diagnosis demam tifoid atas dasar ditemukannya S.typhi dalam darah dan 85% telah

    mendapatkan terapi antibiotika sebelum masuk rumah sakit serta tanpa

    memperhitungkan dimensi waktu sakit penderita, didapatkan keluhan dan gejala klinis

    pada penderita sebagai berikut : panas (100%), anoreksia (88%), nyeri perut (49%),

    muntah (46%), obstipasi (43%) dan diare (31%). Dari pemeriksaan fisik didapatkan

    kesadaran delirium (16%), somnolen (5%) dan sopor (1%) serta lidah kotor (54%),

    meteorismus (66%), hepatomegali (67%) dan splenomegali (7%).10 Hal ini sesuai

    dengan penelitian di RS Karantina Jakarta dengan diare (39,47%), sembelit (15,79%),

    sakit kepala (76,32%), nyeri perut (60,5%), muntah (26,32%), mual (42,11%),

    gangguan kesadaran (34,21%), apatis (31,58%) dan delirium (2,63%).9 Sedangkan

    tanda klinis yang lebih jarang dijumpai adalah disorientasi, bradikardi relatif, ronki,

    sangat toksik, kaku kuduk, penurunan pendengaran, stupor dan kelainan neurologis

    fokal.

    VI.

    Pemeriksaan Penunjang

    Pemeriksaan laboratorium untuk membantu menegakkan diagnosis demam tifoid

    dibagi dalam empat kelompok, yaitu :

    1. Pemeriksaan darah tepi

    Pada demam tifoid sering disertai anemia dari yang ringan sampai sedang

    dengan peningkatan laju endap darah, gangguan eritrosit normokrom normositer,

    yang diduga karena efek toksik supresi sumsum tulang atau perdarahan usus. Tidak

    selalu ditemukan leukopenia, diduga leukopenia disebabkan oleh destruksi leukosit

    oleh toksin dalam peredaran darah. Sering hitung leukosit dalam batas normal dan

  • 8/10/2019 Referat Tifoid Anak (TRN)

    10/28

    9

    dapat pula leukositosis, terutama bila disertai komplikasi lain. Trombosit

    jumlahnya menurun, gambaran hitung jenis didapatkan limfositosis relatif,

    aneosinofilia, dapat shift to the left ataupun shift to the right bergantung pada

    perjalanan penyakitnya. SGOT dan SGPT seringkali meningkat, tetapi akan

    kembali menjadi normal setelah sembuh. Kenaikan SGOT dan SGPT tidak

    memerlukan penanganan khusus.

    Gambaran sumsum tulang menunjukkan normoseluler, eritroid dan mieloid

    sistem normal, jumlah megakariosit dalam batas normal.

    2. Uji serologis

    Uji serologis digunakan untuk membantu menegakkan diagnosis demam

    tifoid dengan mendeteksi antibodi spesifik terhadap komponen antigen S. typhi

    maupun mendeteksi antigen itu sendiri. Volume darah yang diperlukan untuk uji

    serologis ini adalah 1-3 mL yang diinokulasikan ke dalam tabung tanpa

    antikoagulan.

    Metode pemeriksaan serologis imunologis ini dikatakan mempunyai nilai

    penting dalam proses diagnostik demam tifoid. Akan tetapi masih didapatkan

    adanya variasi yang luas dalam sensitivitas dan spesifisitas pada deteksi antigen

    spesifik S. typhi oleh karena tergantung pada jenis antigen, jenis spesimen yang

    diperiksa, teknik yang dipakai untuk melacak antigen tersebut, jenis antibodi yang

    digunakan dalam uji (poliklonal atau monoklonal) dan waktu pengambilan

    spesimen (stadium dini atau lanjut dalam perjalanan penyakit).

    Beberapa uji serologis yang dapat digunakan pada demam tifoid ini meliputi :

    a)

    Uji Widal

    Uji serologi standar yang rutin digunakan untuk mendeteksi antibodi

    terhadap kuman S.typhi yaitu uji Widal. Uji telah digunakan sejak tahun 1896.

    Pada uji Widal terjadi reaksi aglutinasi antara antigen kuman S.typhi dengan

    antibodi yang disebut aglutinin. Prinsip uji Widal adalah serum penderita

    dengan pengenceran yang berbeda ditambah dengan antigen dalam jumlah yang

    sama. Jika pada serum terdapat antibodi maka akan terjadi aglutinasi.

    Pengenceran tertinggi yang masih menimbulkan aglutinasi menunjukkan titer

    antibodi dalam serum.

    Maksud uji widal adalah untuk menentukan adanya aglutinin dalam serum

    penderita tersangka demam tifoid yaitu;

  • 8/10/2019 Referat Tifoid Anak (TRN)

    11/28

    10

    1. Aglutinin O (dari tubuh kuman)

    2. Aglutinin H (flagel kuman)

    3.

    Aglutinin Vi (simpai kuman)

    Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang digunakan

    untuk diagnosis demam tifoid. Semakin tinggi titernya semakin besar

    kemungkinan terinfeksi kuman ini.

    Pada demam tifoid mula-mula akan terjadi peningkatan titer antibodi O.

    Antibodi H timbul lebih lambat, namun akan tetap menetap lama sampai

    beberapa tahun, sedangkan antibodi O lebih cepat hilang. Pada seseorang yang

    telah sembuh, aglutinin O masih tetap dijumpai setelah 4-6 bulan, sedangkan

    aglutinin H menetap lebih lama antara 9 bulan 2 tahun. Antibodi Vi timbul

    lebih lambat dan biasanya menghilang setelah penderita sembuh dari sakit. Pada

    pengidap S.typhi, antibodi Vi cenderung meningkat. Antigen Vi biasanya tidak

    dipakai untuk menentukan diagnosis infeksi, tetapi hanya dipakai untuk

    menentukan pengidap S.typhi.

    Di Indonesia pengambilan angka titer O aglutinin 1/40 dengan memakai

    uji widal slide aglutination (prosedur pemeriksaan membutuhkan waktu 45

    menit) menunjukkan nilai ramal positif 96%. Artinya apabila hasil tes positif,

    96% kasus benar sakit demam tifoid, akan tetapi apabila negatif tidak

    menyingkirkan. Banyak senter mengatur pendapat apabila titer O aglutinin

    sekali periksa 1/200 atau pada titer sepasang terjadi kenaikan 4 kali maka

    diagnosis demam tifoid dapat ditegakkan. Aglutinin H banyak dikaitkan dengan

    pasca imunisasi atau infeksi masa lampau, sedang Vi aglutinin dipakai pada

    deteksi pembawa kuman S. typhi (karier). Banyak peneliti mengemukanan

    bahwa uji serologi widal kurang dapat dipercaya sebab dapat timbul positif

    palsu pada kasus demam tifoid yang terbukti biakan darah positif.

    Ada 2 faktor yang mempengaruhi uji Widal yaitu faktor yang

    berhubungan dengan penderita dan faktor teknis.

    Faktor yang berhubungan dengan penderita, yaitu

    1. Pengobatan dini dengan antibiotik, pemberian kortikosteroid.

    2. Gangguan pembentukan antibodi.

    3. Saat pengambilan darah.

    4.

    Daerah endemik atau non endemik.

    5. Riwayat vaksinasi.

  • 8/10/2019 Referat Tifoid Anak (TRN)

    12/28

    11

    6. Reaksi anamnesik, yaitu peningkatan titer aglutinin pada infeksi

    bukan demam akibat infeksi demam tifoid masa lalu atau vaksinasi.

    Faktor teknik, yaitu

    1. Akibat aglutinin silang.

    2.

    Strain Salmonellayang digunakan untuk suspensi antigen.

    3. Teknik pemeriksaan antar laboratorium.

    Beberapa keterbatasan uji Widal ini adalah:

    Negatif Palsu

    Pemberian antibiotika yang dilakukan sebelumnya (ini kejadian paling

    sering di negara kita, demam > kasih antibiotika> nggak sembuh dalam

    5 hari> tes Widal) menghalangi respon antibodi.

    Padahal sebenarnya bisa positif jika dilakukan kultur darah.

    Positif Palsu

    Beberapa jenis serotipe Salmonella lainnya (misalnya S. paratyphi A, B, C)

    memiliki antigen O dan H juga, sehingga menimbulkan reaksi silang

    dengan jenis bakteri lainnya, dan bisa menimbulkan hasil positif palsu

    (false positive).

    Padahal sebenarnya yang positif kuman non S. typhi (bukan tifoid).

    b) Tes TUBEX

    Tes TUBEX merupakan tes aglutinasi kompetitif semi kuantitatif yang

    sederhana dan cepat (kurang lebih 2 menit) dengan menggunakan partikel yang

    berwarna untuk meningkatkan sensitivitas. Spesifisitas ditingkatkan dengan

    menggunakan antigen O9 yang benar-benar spesifik yang hanya ditemukan

    pada Salmonella serogrup D. Tes ini sangat akurat dalam diagnosis infeksi akut

    karena hanya mendeteksi adanya antibodi IgM dan tidak mendeteksi antibodi

    IgG dalam waktu beberapa menit.

    Walaupun belum banyak penelitian yang menggunakan tes TUBEX ini,

    beberapa penelitian pendahuluan menyimpulkan bahwa tes ini mempunyai

    sensitivitas dan spesifisitas yang lebih baik daripada uji Widal. Penelitian oleh

    Lim dkk (2002) mendapatkan hasil sensitivitas 100% dan spesifisitas 100%.

  • 8/10/2019 Referat Tifoid Anak (TRN)

    13/28

    12

    Penelitian lain mendapatkan sensitivitas sebesar 78% dan spesifisitas sebesar

    89%. Tes ini dapat menjadi pemeriksaan yang ideal, dapat digunakan untuk

    pemeriksaan secara rutin karena cepat, mudah dan sederhana, terutama di

    negara berkembang.

    Ada 4 interpretasi hasil :

    Skala 2-3 adalah Negatif Borderline. Tidak menunjukkan infeksi demam

    tifoid. Sebaiknya dilakukan pemeriksaan ulang 3-5 hari kemudian.

    Skala 4-5 adalah Positif. Menunjukkan infeksi demam tifoid

    Skala > 6 adalah positif. Indikasi kuat infeksi demam tifoid

    Penggunaan antigen 09 LPS memiliki sifat- sifat sebagai berikut:

    Immunodominan yang kuat

    Bersifat thymus independent tipe 1, imunogenik pada bayi (antigen Vi dan

    H kurang imunogenik) dan merupakan mitogen yang sangat kuat terhadap

    sel B.

    Dapat menstimulasi sel limfosit B tanpa bantuan limfosit T sehingga respon

    antibodi dapat terdeteksi lebih cepat.

    Lipopolisakarida dapat menimbulkan respon antibodi yang kuat dan cepatmelalui aktivasi sel B via reseptor sel B dan reseptor yang lain.

    Spesifitas yang tinggi (90%) dikarenakan antigen 09 yang jarang ditemukan

    baik di alam maupun diantara mikroorganisme

    Kelebihan pemeriksaan menggunakan tes TUBEX :

    Mendeteksi infeksi akut Salmonella

    Muncul pada hari ke 3 demam

    Sensifitas dan spesifitas yang tinggi terhadap kuman Salmonella

    Sampel darah yang diperlukan relatif sedikit

    Hasil dapat diperoleh lebih cepat

    c) Metode enzyme immunoassay(EIA) DOT

    Uji serologi ini didasarkan pada metode untuk melacak antibodi spesifik

    IgM dan IgG terhadap antigen OMP 50 kD S. typhi. Deteksi terhadap IgM

    menunjukkan fase awal infeksi pada demam tifoid akut sedangkan deteksi

  • 8/10/2019 Referat Tifoid Anak (TRN)

    14/28

    13

    terhadap IgM dan IgG menunjukkan demam tifoid pada fase pertengahan

    infeksi. Pada daerah endemis dimana didapatkan tingkat transmisi demam tifoid

    yang tinggi akan terjadi peningkatan deteksi IgG spesifik akan tetapi tidak dapat

    membedakan antara kasus akut, konvalesen dan reinfeksi. Pada metode

    Typhidot-M yang merupakan modifikasi dari metode Typhidot telah

    dilakukan inaktivasi dari IgG total sehingga menghilangkan pengikatan

    kompetitif dan memungkinkan pengikatan antigen terhadap Ig M spesifik.

    Penelitian oleh Purwaningsih dkk (2001) terhadap 207 kasus demam tifoid

    bahwa spesifisitas uji ini sebesar 76.74% dengan sensitivitas sebesar 93.16%,

    nilai prediksi positif sebesar 85.06% dan nilai prediksi negatif sebesar 91.66%.16

    Sedangkan penelitian oleh Gopalakhrisnan dkk (2002) pada 144 kasus demam

    tifoid mendapatkan sensitivitas uji ini sebesar 98%, spesifisitas sebesar 76.6%

    dan efisiensi uji sebesar 84%. Penelitian lain mendapatkan sensitivitas sebesar

    79% dan spesifisitas sebesar 89%.

    Uji dot EIA tidak mengadakan reaksi silang dengan salmonellosis non-

    tifoid bila dibandingkan dengan Widal. Dengan demikian bila dibandingkan

    dengan uji Widal, sensitivitas uji dot EIA lebih tinggi oleh karena kultur positif

    yang bermakna tidak selalu diikuti dengan uji Widal positif.

    Dikatakan bahwaTyphidot-Mini dapat menggantikan uji Widal bila digunakan bersama dengan

    kultur untuk mendapatkan diagnosis demam tifoid akut yang cepat dan akurat.

    Beberapa keuntungan metode ini adalah memberikan sensitivitas dan

    spesifisitas yang tinggi dengan kecil kemungkinan untuk terjadinya reaksi silang

    dengan penyakit demam lain, murah (karena menggunakan antigen dan

    membran nitroselulosa sedikit), tidak menggunakan alat yang khusus sehingga

    dapat digunakan secara luas di tempat yang hanya mempunyai fasilitas

    kesehatan sederhana dan belum tersedia sarana biakan kuman. Keuntungan lain

    adalah bahwa antigen pada membran lempengan nitroselulosa yang belum

    ditandai dan diblok dapat tetap stabil selama 6 bulan bila disimpan pada suhu

    4C dan bila hasil didapatkan dalam waktu 3 jam setelah penerimaan serum

    pasien.

    d)

    Metode enzyme-linked immunosorbent assay(ELISA)

  • 8/10/2019 Referat Tifoid Anak (TRN)

    15/28

    14

    Uji Enzyme-Linked Immunosorbent Assay (ELISA) dipakai untuk

    melacak antibodi IgG, IgM dan IgA terhadap antigen LPS O9, antibodi IgG

    terhadap antigen flagella d (Hd) dan antibodi terhadap antigen Vi S. typhi. Uji

    ELISA yang sering dipakai untuk mendeteksi adanya antigen S. typhi dalam

    spesimen klinis adalah double antibody sandwich ELISA. Chaicumpa dkk

    (1992) mendapatkan sensitivitas uji ini sebesar 95% pada sampel darah, 73%

    pada sampel feses dan 40% pada sampel sumsum tulang. Pada penderita yang

    didapatkan S. typhi pada darahnya, uji ELISA pada sampel urine didapatkan

    sensitivitas 65% pada satu kali pemeriksaan dan 95% pada pemeriksaan serial

    serta spesifisitas 100%.Penelitian oleh Fadeel dkk (2004) terhadap sampel urine

    penderita demam tifoid mendapatkan sensitivitas uji ini sebesar 100% pada

    deteksi antigen Vi serta masing-masing 44% pada deteksi antigen O9 dan

    antigen Hd. Pemeriksaan terhadap antigen Vi urine ini masih memerlukan

    penelitian lebih lanjut akan tetapi tampaknya cukup menjanjikan, terutama bila

    dilakukan pada minggu pertama sesudah panas timbul, namun juga perlu

    diperhitungkan adanya nilai positif juga pada kasus dengan Brucellosis.

    e)

    Pemeriksaan dipstik

    Uji serologis dengan pemeriksaan dipstik dikembangkan di Belanda

    dimana dapat mendeteksi antibodi IgM spesifik terhadap antigen LPS S. typhi

    dengan menggunakan membran nitroselulosa yang mengandung antigen S. typhi

    sebagai pita pendeteksi dan antibodi IgM anti-human immobilized sebagai

    reagen kontrol. Pemeriksaan ini menggunakan komponen yang sudah

    distabilkan, tidak memerlukan alat yang spesifik dan dapat digunakan di tempat

    yang tidak mempunyai fasilitas laboratorium yang lengkap.

    Penelitian oleh Gasem dkk (2002) mendapatkan sensitivitas uji ini sebesar

    69.8% bila dibandingkan dengan kultur sumsum tulang dan 86.5% bila

    dibandingkan dengan kultur darah dengan spesifisitas sebesar 88.9% dan nilai

    prediksi positif sebesar 94.6%. Penelitian lain oleh Ismail dkk (2002) terhadap

    30 penderita demam tifoid mendapatkan sensitivitas uji ini sebesar 90% dan

    spesifisitas sebesar 96%. Penelitian oleh Hatta dkk (2002) mendapatkan rerata

    sensitivitas sebesar 65.3% yang makin meningkat pada pemeriksaan serial yang

    menunjukkan adanya serokonversi pada penderita demam tifoid. Uji ini terbukti

    mudah dilakukan, hasilnya cepat dan dapat diandalkan dan mungkin lebih besar

  • 8/10/2019 Referat Tifoid Anak (TRN)

    16/28

    15

    manfaatnya pada penderita yang menunjukkan gambaran klinis tifoid dengan

    hasil kultur negatif atau di tempat dimana penggunaan antibiotika tinggi dan

    tidak tersedia perangkat pemeriksaan kultur secara luas.

    3. Pemeriksaan bakteriologis dengan isolasi dan biakan kuman

    Diagnosis pasti demam tifoid dapat ditegakkan bila ditemukan bakteri S.

    typhidalam biakan dari darah, urine, feses, sumsum tulang, cairan duodenum atau

    dari rose spots. Berkaitan dengan patogenesis penyakit, maka bakteri akan lebih

    mudah ditemukan dalam darah dan sumsum tulang pada awal penyakit, sedangkan

    pada stadium berikutnya di dalam urine dan feses.

    Hasil biakan yang positif memastikan demam tifoid akan tetapi hasil negatif

    tidak menyingkirkan demam tifoid, karena hasilnya tergantung pada beberapa

    faktor. Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil biakan meliputi (1) jumlah darah

    yang diambil; (2) perbandingan volume darah dari media empedu; dan (3) waktu

    pengambilan darah.

    Volume 10-15 mL dianjurkan untuk anak besar, sedangkan pada anak kecil

    dibutuhkan 2-4 mL.

    Sedangkan volume sumsum tulang yang dibutuhkan untukkultur hanya sekitar 0.5-1 mL.Bakteri dalam sumsum tulang ini juga lebih sedikit

    dipengaruhi oleh antibiotika daripada bakteri dalam darah. Hal ini dapat

    menjelaskan teori bahwa kultur sumsum tulang lebih tinggi hasil positifnya bila

    dibandingkan dengan darah walaupun dengan volume sampel yang lebih sedikit

    dan sudah mendapatkan terapi antibiotika sebelumnya. Media pembiakan yang

    direkomendasikan untuk S.typhi adalah media empedu (gall) dari sapi dimana

    dikatakan media Gall ini dapat meningkatkan positivitas hasil karena hanya S.

    typhidan S. paratyphiyang dapat tumbuh pada media tersebut.

    Biakan darah terhadap Salmonella juga tergantung dari saat pengambilan

    pada perjalanan penyakit. Beberapa peneliti melaporkan biakan darah positif 40-

    80% atau 70-90% dari penderita pada minggu pertama sakit dan positif 10-50%

    pada akhir minggu ketiga. Sensitivitasnya akan menurun pada sampel penderita

    yang telah mendapatkan antibiotika dan meningkat sesuai dengan volume darah

    dan rasio darah dengan media kultur yang dipakai.

    Bakteri dalam feses ditemukanmeningkat dari minggu pertama (10-15%) hingga minggu ketiga (75%) dan turun

  • 8/10/2019 Referat Tifoid Anak (TRN)

    17/28

    16

    secara perlahan. Biakan urine positif setelah minggu pertama. Biakan sumsum

    tulang merupakan metode baku emas karena mempunyai sensitivitas paling tinggi

    dengan hasil positif didapat pada 80-95% kasus dan sering tetap positif selama

    perjalanan penyakit dan menghilang pada fase penyembuhan. Metode ini terutama

    bermanfaat untuk penderita yang sudah pernah mendapatkan terapi atau dengan

    kultur darah negatif sebelumnya. Prosedur terakhir ini sangat invasif sehingga tidak

    dipakai dalam praktek sehari-hari. Pada keadaan tertentu dapat dilakukan kultur

    pada spesimen empedu yang diambil dari duodenum dan memberikan hasil yang

    cukup baik akan tetapi tidak digunakan secara luas karena adanya risiko aspirasi

    terutama pada anak. Salah satu penelitian pada anak menunjukkan bahwa

    sensitivitas kombinasi kultur darah dan duodenum hampir sama dengan kultur

    sumsum tulang.

    Kegagalan dalam isolasi/biakan dapat disebabkan oleh keterbatasan media

    yang digunakan, adanya penggunaan antibiotika, jumlah bakteri yang sangat

    minimal dalam darah, volume spesimen yang tidak mencukupi, dan waktu

    pengambilan spesimen yang tidak tepat.

    Walaupun spesifisitasnya tinggi, pemeriksaan kultur mempunyai

    sensitivitas yang rendah dan adanya kendala berupa lamanya waktu yang

    dibutuhkan (5-7 hari) serta peralatan yang lebih canggih untuk identifikasi bakteri

    sehingga tidak praktis dan tidak tepat untuk dipakai sebagai metode diagnosis baku

    dalam pelayanan penderita.

    4. Pemeriksaan kuman secara molekuler

    Metode lain untuk identifikasi bakteri S. typhi yang akurat adalah

    mendeteksi DNA (asam nukleat) gen flagellin bakteri S. typhidalam darah dengan

    teknik hibridisasi asam nukleat atau amplifikasi DNA dengan cara polymerase

    chain reaction(PCR) melalui identifikasi antigen Vi yang spesifik untuk S. typhi.

    Penelitian oleh Haque dkk (1999) mendapatkan spesifisitas PCR sebesar

    100% dengan sensitivitas yang 10 kali lebih baik daripada penelitian sebelumnya

    dimana mampu mendeteksi 1-5 bakteri/mL darah. Penelitian lain oleh Massi dkk

    (2003) mendapatkan sensitivitas sebesar 63% bila dibandingkan dengan kulturdarah (13.7%) dan uji Widal (35.6%).

  • 8/10/2019 Referat Tifoid Anak (TRN)

    18/28

    17

    Kendala yang sering dihadapi pada penggunaan metode PCR ini meliputi

    risiko kontaminasi yang menyebabkan hasil positif palsu yang terjadi bila prosedur

    teknis tidak dilakukan secara cermat, adanya bahan-bahan dalam spesimen yang

    bisa menghambat proses PCR (hemoglobin dan heparin dalam spesimen darah

    serta bilirubin dan garam empedu dalam spesimen feses), biaya yang cukup tinggi

    dan teknis yang relatif rumit. Usaha untuk melacak DNA dari spesimen klinis

    masih belum memberikan hasil yang memuaskan sehingga saat ini penggunaannya

    masih terbatas dalam laboratorium penelitian.

    VII. Diagnosis

    Demam tifoid pada anak biasanya memberikan gambaran klinis yang ringan

    bahkan asimtomatik. Walaupun gejala klinis sangat bervariasi namun gejala yang

    timbul setelah inkubasi dapat dibagi dalam (1) demam, (2) gangguan saluran

    pencernaan, dan (3) gangguan kesadaran. Timbulnya gejala klinis biasanya bertahap

    dengan manifestasi demam dan gejala konstitusional seperti nyeri kepala, malaise,

    anoreksia, letargi, nyeri dan kekakuan abdomen, pembesaran hati dan limpa, serta

    gangguan status mental. Sembelit dapat merupakan gangguan gastointestinal awal dan

    kemudian pada minggu ke-dua timbul diare. Diare hanya terjadi pada setengah darianak yang terinfeksi, sedangkan sembelit lebih jarang terjadi. Dalam waktu seminggu

    panas dapat meningkat. Lemah, anoreksia, penurunan berat badan, nyeri abdomen dan

    diare, menjadi berat. Dapat dijumpai depresi mental dan delirium. Keadaan suhu tubuh

    tinggi dengan bradikardia lebih sering terjadi pada anak dibandingkan dewasa. Rose

    spots (bercak makulopapular) ukuran 1-6 mm, dapat timbul pada kulit dada dan

    abdomen, ditemukan pada 40-80% penderita dan berlangsung singkat (2-3 hari). Jika

    tidak ada komplikasi dalam 2-4 minggu, gejala dan tanda klinis menghilang namun

    malaise dan letargi menetap sampai 1-2 bulan.

    Gambaran klinis lidah tifoid pada anak tidak khas karena tanda dan gejala

    klinisnya ringan bahkan asimtomatik. Akibatnya sering terjadi kesulitan dalam

    menegakkan diagnosis bila hanya berdasarkan gejala klinis. Oleh karena itu untuk

    menegakkan diagnosis demam tifoid perlu ditunjang pemeriksaan laboratorium yang

    diandalkan. Pemeriksaan laboratorium untuk membantu menegakkan diagnosis demam

    tifoid meliputi pemeriksaan darah tepi, serologis, dan bakteriologis.

  • 8/10/2019 Referat Tifoid Anak (TRN)

    19/28

    18

    VIII.Diagnosis Banding

    Pada stadium dini demam tifoid, beberapa penyakit kadang-kadang secara klinis

    dapat menjadi diagnosis bandingnya yaitu influenza, gastroenteritis, bronkitis dan

    bronkopneumonia. Beberapa penyakit yang disebabkan oleh mikroorganisme

    intraseluler seperti tuberkulosis, infeksi jamur sistemik, bruselosis, tularemia, shigelosis

    dan malaria juga perlu dipikirkan. Pada demam tifoid yang berat, sepsis, leukimia,

    limfoma dan penyakit hodgkin dapat sebagai dignosis banding.

    IX. Penatalaksanaan

    9.1.Non Medika Mentosa

    a)Tirah baring

    Seperti kebanyakan penyakit sistemik, istirahat sangat membantu. Pasien harus

    diedukasi untuk tinggal di rumah dan tidak bekerja sampai pemulihan.

    b)Nutrisi

    Pemberian makanan tinggi kalori dan tinggi protein (TKTP) rendah serat adalah

    yang paling membantu dalam memenuhi nutrisi penderita namun tidak

    memperburuk kondisi usus. Sebaiknya rendah selulosa (rendah serat) untuk

    mencegah perdarahan dan perforasi. Diet untuk penderita demam tifoid, basanya

    diklasifikasikan atas diet cair, bubur lunak, tim, dan nasi biasa.

    c)Cairan

    Penderita harus mendapat cairan yang cukup, baik secara oral maupun parenteral.

    Cairan parenteral diindikasikan pada penderita sakit berat, ada komplikasi,

    penurunan kesadaran serta yang sulit makan. Cairan harus mengandung elektrolit

  • 8/10/2019 Referat Tifoid Anak (TRN)

    20/28

    19

    dan kalori yang optimal. Kebutuhan kalori anak pada infus setara dengan kebutuhan

    cairan rumatannya.

    d)

    Kompres air hangat

    Mekanisme tubuh terhadap kompres hangat dalam upaya menurunkan suhu tubuh

    yaitu dengan pemberian kompres hangat pada daerah tubuh akan memberikan sinyal

    ke hipotalamus melalui sumsum tulang belakang. Ketika reseptor yang peka

    terhadap panas di hipotalamus dirangsang, sistem efektor mengeluarkan sinyal yang

    memulai berkeringat dan vasodilatasi perifer. Perubahan ukuran pembuluh darah

    diatur oleh pusat vasomotor pada medulla oblongata dari tangkai otak, dibawah

    pengaruh hipotalamik bagian anterior sehingga terjadi vasodilatasi. Terjadinya

    vasodilatasi ini menyebabkan pembuangan/ kehilangan energi/ panas melalui kulit

    meningkat (berkeringat), diharapkan akan terjadi penurunan suhu tubuh sehingga

    mencapai keadaan normal kembali. Hal ini sependapat dengan teori yang

    dikemukakan oleh Aden (2010) bahwa tubuh memiliki pusat pengaturan suhu

    (thermoregulator) di hipotalamus. Jika suhu tubuh meningkat, maka pusatpengaturan suhu berusaha menurunkannya begitu juga sebaliknya.

    9.2.Medika Mentosa

    a) Simptomatik

    Panas yang merupakan gejala utama pada tifoid dapat diberi antipiretik. Bila

    mungkin peroral sebaiknya diberikan yang paling aman dalam hal ini adalah

    Paracetamol dengan dosis 10 mg/kg/kali minum, sedapat mungkin untuk

    menghindari aspirin dan turunannya karena mempunyai efek mengiritasi saluran

    cerna dengan keadaan saluran cerna yang masih rentan kemungkinan untuk

    diperberat keadaannya sangatlah mungkin. Bila tidak mampu intake peroral dapat

    diberikan via parenteral, obat yang masih dianjurkan adalah yang mengandung

    Methamizole Na yaitu antrain atau Novalgin.

    b) Antibiotik

  • 8/10/2019 Referat Tifoid Anak (TRN)

    21/28

    20

    Antibiotik yang sering diberikan adalah :

    Chloramphenicol, merupakan antibiotik pilihan pertama untuk infeksi tifoid fever

    terutama di Indonesia. Dosis yang diberikan untuk anak- anak 50-100 mg/kg/hari

    dibagi menjadi 4 dosis untuk pemberian intravena biasanya cukup 50 mg/kg/hari.

    Diberikan selama 10-14 hari atau sampai 7 hari setelah demam turun. Pemberian

    Intra Muskuler tidak dianjurkan oleh karena hidrolisis ester ini tidak dapat

    diramalkan dan tempat suntikan terasa nyeri. Pada kasus malnutrisi atau

    didapatkan infeksi sekunder pengobatan diperpanjang sampai 21 hari. Kelemahan

    dari antibiotik jenis ini adalah mudahnya terjadi relaps atau kambuh, dan carier.

    Cotrimoxazole, merupakan gabungan dari 2 jenis antibiotika trimetoprim dan

    sulfametoxazole dengan perbandingan 1 : 5. Dosis Trimetoprim 10 mg/kg/hari

    dan Sulfametoxzazole 50 mg/kg/hari dibagi dalam 2 dosis. Untuk pemberian

    secara syrup dosis yang diberikan untuk anak 4-5 mg/kg/kali minum sehari diberi

    2 kali selama 2 minggu. Efek samping dari pemberian antibiotika golongan ini

    adalah terjadinya gangguan sistem hematologi seperti Anemia megaloblastik,

    Leukopenia, dan granulositopenia. Dan pada beberapa Negara antibiotika

    golongan ini sudah dilaporkan resisten.

    Ampicillin dan Amoxicillin, memiliki kemampuan yang lebih rendah

    dibandingkan dengan chloramphenicol dan cotrimoxazole. Namun untuk anak-

    anak golongan obat ini cenderung lebih aman dan cukup efektif. Dosis yang

    diberikan untuk anak 100-200 mg/kg/hari dibagi menjadi 4 dosis selama 2

    minggu. Penurunan demam biasanya lebih lama dibandingkan dengan terapi

    chloramphenicol.

    Sefalosporin generasi ketiga (Ceftriaxone, Cefotaxim, Cefixime), merupakan

    pilihan ketiga namun efektifitasnya setara atau bahkan lebih dari

    Chloramphenicol dan Cotrimoxazole serta lebih sensitive terhadap Salmonella

    typhi. Ceftriaxone merupakan prototipnya dengan dosis 100 mg/kg/hari IVdibagi

    dalam 1-2 dosis (maksimal 4 gram/hari) selama 5-7 hari. Atau dapat diberikan

    cefotaxim 150-200 mg/kg/hari dibagi dalam 3-4 dosis. Bila mampu untuk sediaan

    Per oral dapat diberikan Cefixime 10-15 mg/kg/hari selama 10 hari.

  • 8/10/2019 Referat Tifoid Anak (TRN)

    22/28

    21

    Pada demam tifoid berat kasus berat seperti delirium, stupor, koma sampai

    syok dapat diberikan kortikosteroid IV (dexametasone) 3 mg/kg dalam 30 menit

    untuk dosis awal, dilanjutkan 1 mg/kg tiap 6 jam sampai 48 jam.

    Untuk demam tifoid dengan penyulit perdarahan usus kadang- kadang

    diperlukan tranfusi darah. Sedangkan yang sudah terjadi perforasi harus segera

    dilakukan laparotomi disertai penambahan antibiotika metronidazol.

    X. Komplikasi

    Komplikasi demam tifoid dapat dibagi 2 bagian :

    1. Komplikasi pada usus halus

    a) Perdarahan usus

    Bila sedikit hanya ditemukan jika dilakukan pemeriksaan tinja dengan benzidin.

    Jika perdarahan banyak terjadi melena dapat disertai nyeri perut dengan tanda

    tanda renjatan.

    b) Perforasi usus

    Timbul biasanya pada minggu ketiga atau setengahnya dan terjadi pada bagian

    distal ileum. Perforasi yang tidak disertai peritonitis hanya dapat ditemukan bila

    terdapat udara dirongga peritoneum yaitu pekak hati menghilang dan terdapat

    udara diantara hati dan diafragma pada foto rontgen abdomen yang dibuat

    dalam keadaan tegak.

    c) Peritonitis

    Biasanya menyertai perforasi tetapi dapat terjadi tanpa perforasi usus.

    Ditemukan gejala akut, yaitu nyeri perut yang hebat, dinding abdomen tegang,

    dan nyeri tekan.

    2.

    Komplikasi diluar usus halus

    a) Bronkitis dan bronkopneumonia

    Pada sebagian besar kasus didapatkan batuk, bersifat ringan dan disebabkan

    oleh bronkitis, pneumonia bisa merupakan infeksi sekunder dan dapat timbul

    pada awal sakit atau fase akut lanjut. Komplikasi lain yang terjadi adalah abses

    paru, efusi, dan empiema.

    b) Kolesistitis

  • 8/10/2019 Referat Tifoid Anak (TRN)

    23/28

    22

    Pada anak jarang terjadi, bila terjadi umumnya pada akhi minggu kedua dengan

    gejala dan tanda klinis yang tidak khas, bila terjadi kolesistitis maka penderita

    cenderung untuk menjadi seorang karier.

    c) Typhoid ensefalopati

    Merupakan komplikasi tifoid dengan gejala dan tanda klinis berupa kesadaran

    menurun, kejang kejang, muntah, demam tinggi, pemeriksaan otak dalam

    batas normal. Bila disertai kejang kejang maka biasanya prognosisnya jelek

    dan bila sembuh sering diikuti oleh gejala sesuai dengan lokasi yang terkena.

    d) Meningitis

    Menigitis oleh karena Salmonella typhi yang lain lebih sering didapatkan pada

    neonatus/bayi dibandingkan dengan anak, dengan gejala klinis tidak jelas

    sehingga diagnosis sering terlambat. Ternyata peyebabnya adalah Salmonella

    havana danSalmonella oranemburg.

    e) Miokarditis

    Komplikasi ini pada anak masih kurang dilaporkan serta gambaran klinis tidak

    khas. Insidensnya terutama pada anak berumur 7 tahun keatas serta sering

    terjadi pada minggu kedua dan ketiga. Gambaran EKG dapat bervariasi antara

    lain : sinus takikardi, depresi segmen ST, perubahan gelombangan I, AV blok

    tingkat I, aritmia, supraventrikular takikardi.

    f) Infeksi saluran kemih

    Sebagian kasus demam tifoid mengeluarkan bakteri Salmonella typhi melalui

    urin pada saat sakit maupun setelah sembuh. Sistitis maupun pilonefritis dapat

    juga merupakan penyulit demam tifoid. Proteinuria transien sering dijumpai,

    sedangkan glomerulonefritis yang dapat bermanifestasi sebagai gagal ginjal

    maupun sidrom nefrotik mempunyai prognosis yang buruk.

    g)

    Karier kronik

    Tifoid karier adalah seorang yang tidak menunjukkan gejala penyakit demam

    tifoid, tetapi mengandung kuman Salmonella typhosa di sekretnya. Karier

    temporer- ekskresi S.typhi pada feces selama tiga bulan. Hal ini tampak pada

    10% pasien konvalesen. Relapse terjadi pada 5-10% pasien biasanya 2-3

    minggu setelah demam mengalami resolusi dan pada isolasi organisme memiliki

    bentuk sensivitas yang sama seperti semula. Faktor predisposisi menjadi kronik

    karier adalah jenis kelamin perempuan, pada kelompok usia dewasa, dan

    cholelithiasis. Pasien dengan traktus urinarius yang abnormal, seperti

  • 8/10/2019 Referat Tifoid Anak (TRN)

    24/28

    23

    schistosomiasis, mungkin memgeluarkan bakteri pada urinya dalam waktu yang

    lama.

    XI. Pencegahan

    Berikut beberapa petunjuk untuk mencegah penyebaran demam tifoid :

    Cuci tangan.

    Cuci tangan dengan teratur meruapakan cara terbaik untuk mengendalikan demam

    tifoid atau penyakit infeksi lainnya. Cuci tangan anda dengan air (diutamakan air

    mengalir) dan sabun terutama sebelum makan atau mempersiapkan makanan atau

    setelah menggunakan toilet. Bawalah pembersih tangan berbasis alkohol jika tidak

    tersedia air.

    Hindari minum air yang tidak dimasak.

    Air minum yang terkontaminasi merupakan masalah pada daerah endemik tifoid.

    Untuk itu, minumlah air dalam botol atau kaleng. Seka seluruh bagian luar botol

    atau kaleng sebelum anda membukanya. Minum tanpa menambahkan es di

    dalamnya. Gunakan air minum kemasan untuk menyikat gigi dan usahakan tidak

    menelan air di pancuran kamar mandi.

    Tidak perlu menghindari buah dan sayuran mentah.

    Buah dan sayuran mentah mengandung vitamin C yang lebih banyak daripada yang

    telah dimasak, namun untuk menyantapnya, perlu diperhatikan hal-hal sebagai

    berikut. Untuk menghindari makanan mentah yang tercemar, cucilah buah dan

    sayuran tersebut dengan air yang mengalir. Perhatikan apakah buah dan sayuran

    tersebut masih segar atau tidak. Buah dan sayuran mentah yang tidak segar

  • 8/10/2019 Referat Tifoid Anak (TRN)

    25/28

    24

    sebaiknya tidak disajikan. Apabila tidak mungkin mendapatkan air untuk mencuci,

    pilihlah buah yang dapat dikupas.

    Pilih makanan yang masih panas.

    Hindari makanan yang telah disimpan lama dan disajikan pada suhu ruang. Yang

    terbaik adalah makanan yang masih panas. Pemanasan sampai suhu 57C beberapa

    menit dan secara merata dapat membunuh kuman Salmonella typhi. Walaupun

    tidak ada jaminan makanan yang disajikan di restoran itu aman, hindari membeli

    makanan dari penjual di jalanan yang lebih mungkin terkontaminasi.

    Jika anda adalah pasien demam tifoid atau baru saja sembuh dari demam tifoid, berikut

    beberapa tips agar anda tidak menginfeksi orang lain:

    Sering cuci tangan.

    Ini adalah cara penting yang dapat anda lakukan untuk menghindari penyebaran

    infeksi ke orang lain. Gunakan air (diutamakan air mengalir) dan sabun, kemudian

    gosoklah tangan selama minimal 30 detik, terutama sebelum makan dan setelah

    menggunakan toilet.

    Bersihkan alat rumah tangga secara teratur.

    Bersihkan toilet, pegangan pintu, telepon, dan keran air setidaknya sekali sehari.

    Hindari memegang makanan.

    Hindari menyiapkan makanan untuk orang lain sampai dokter berkata bahwa anda

    tidak menularkan lagi. Jika anda bekerja di industri makanan atau fasilitas

    kesehatan, anda tidak boleh kembali bekerja sampai hasil tes memperlihatkan anda

    tidak lagi menyebarkan bakteri Salmonella.

    Gunakan barang pribadi yang terpisah.

    Sediakan handuk, seprai, dan peralatan lainnya untuk anda sendiri dan cuci dengan

    menggunakan air dan sabun.

    Pencegahan dengan menggunakan vaksinasi

    Di banyak negara berkembang, tujuan kesehatan masyarakat dengan mencegah dan

    mengendalikan demam tifoid dengan air minum yang aman, perbaikan sanitasi, dan

  • 8/10/2019 Referat Tifoid Anak (TRN)

    26/28

    25

    perawatan medis yang cukup, mungkin sulit untuk dicapai. Untuk alasan itu, beberapa

    ahli percaya bahwa vaksinasi terhadap populasi berisiko tinggi merupakan cara terbaik

    untuk mengendalikan demam tifoid.

    Di Indonesia telah ada 3 jenis vaksin tifoid, yakni:

    Vaksin oral Ty 21a (kuman yang dilemahkan)

    Vaksin yang mengandung Salmonella typhi galur Ty 21a. Diberikan per oral tiga kali

    dengan interval pemberian selang sehari. Vaksin ini dikontraindikasikan pada wanita

    hamil, menyusui, penderita imunokompromais, sedang demam, sedang minum

    antibiotik, dan anak kecil 6 tahun. Vaksin Ty-21a diberikan pada anak berumur diatas

    2 tahun. Lama proteksi dilaporkan 6 tahun.

    Vaksin parenteral sel utuh (TAB vaccine)

    Vaksin ini mengandung sel utuh Salmonella typhi yang dimatikan yang mengandung

    kurang lebih 1 milyar kuman setiap mililiternya. Dosis untuk dewasa 0,5 mL; anak 6-

    12 tahun 0,25 mL; dan anak 1-5 tahun 0,1 mL yang diberikan 2 dosis dengan interval

    4 minggu. Cara pemberian melalui suntikan subkutan. Efek samping yang dilaporkan

    adalah demam, nyeri kepala, lesu, dan bengkak dengan nyeri pada tempat suntikan.

    Vaksin ini di kontraindikasikan pada keadaan demam, hamil, dan riwayat demam

    pada pemberian pertama. Vaksin ini sudah tidak beredar lagi, mengingat efek

    samping yang ditimbulkan dan lama perlindungan yang pendek.

    Vaksin polisakarida

    Vaksin yang mengandung polisakarida Vi dari bakteri Salmonella. Mempunyai daya

    proteksi 60-70 persen pada orang dewasa dan anak di atas 5 tahun selama 3 tahun.

    Vaksin ini tersedia dalam alat suntik 0,5 mL yang berisi 25 mikrogram antigen Vidalam buffer fenol isotonik. Vaksin diberikan secara intramuskular dan diperlukan

    pengulangan (booster) setiap 3 tahun. Vaksin ini dikontraindikasikan pada keadaan

    hipersensitif, hamil, menyusui, sedang demam, dan anak kecil 2 tahun.

    XII. Prognosis

    Prognosis pasien demam tifoid tergantung ketepatan terapi, usia, keadaan

    kesehatan sebelumnya, dan ada tidaknya komplikasi. Di negara maju, dengan terapi

    antibiotik yang adekuat, angka mortalitas

  • 8/10/2019 Referat Tifoid Anak (TRN)

    27/28

    26

    mortalitasnya >10%, biasanya karena keterlambatan diagnosis, perawatan, dan

    pengobatan. Munculnya komplikasi, seperti perforasi gastrointestinal atau perdarahan

    hebat, meningitis, endokarditis, dan pneumonia, mengakibatkan morbiditas dan

    mortalitas yang tinggi.

    Relaps dapat timbul beberapa kali. Individu yang mengeluarkan S.ser. Typhi 3

    bulan setelah infeksi umumnya menjadi karier kronis. Resiko menjadi karier pada anak

    anak rendah dan meningkat sesuai usia. Karier kronik terjadi pada 1-5% dari seluruh

    pasien demam tifoid.

    BAB III

    PENUTUP

    Demam tifoid pada anak disebabkan oleh bakteri gram negatif Salmonella typhi yang

    ditularkan melalui jalur fecal-oral yang mana pada nantinya akan masuk ke saluran cerna dan

    melakukan replikasi dapal ileum terminal.

    Demam tifoid pada anak memiliki gejala yang cukup spesifik berupa demam,

    gangguan gastro intestinal, dan gangguan saraf pusat. Demam yang terjadi lebih dari 7 hari

    terutama pada sore menjelang malam dan turun pada pagi hari. Gejala gastrointestinal bisa

    terjadi diare yang diselingi konstipasi. Pada cavum oris bisa didapatkan Tifoid Tongueyaitu

    lidah kotor dengan tepi hiperemi yang mungkin disertai tremor. Gangguan Susunan Saraf

    Pusat berupa Sindroma Otak Organik, biasanya anak sering ngelindur waktu tidur. Dalam

    keadaan yang berat dapat terjadi penurunan kesadaran seperti delirium, supor sampai koma.

    Diagnosis cukup ditegakkan secara klinis. Pemeriksaan penunjang yang dapat

    menunjang infeksi Demam Tifoid ini adalah Darah Lengkap, Uji Widal, atau pemeriksaan

    serologi khusus yaitu IgM dan IgG antiSalmonella.

    Penatalaksanaan penyakit ini meliputi 3 pokok utama yaitu: istirahat dengan tirah

    baring yang cukup, Diet Tinggi Kalori Tinggi Protein Rendah Serat, dan Antibiotika yang

    memiliki efektivitas yang cukup tinggi terhadap kuman Salmonella typhi.

  • 8/10/2019 Referat Tifoid Anak (TRN)

    28/28

    DAFTAR PUSTAKA

    1. Soedarmo, Sumarmo S., dkk. Demam tifoid. Dalam : Buku ajar infeksi & pediatri tropis.

    Ed. 2. Jakarta : Badan Penerbit IDAI ; 2008. h. 338-45.

    2. Pawitro UE, Noorvitry M, Darmowandowo W. Demam Tifoid. Dalam : Soegijanto S,

    Ed. Ilmu Penyakit Anak : Diagnosa dan Penatalaksanaan, edisi 1. Jakarta : Salemba

    Medika, 2002:1-43.

    3. Richard E. Behrman, Robert M. Kliegman, Ann M. Arvin; edisi bahasa Indonesia: A

    Samik Wahab; Ilmu Kesehatan Anak Nelson, ed.15. Jakarta: EGC ; 2000.

    4.

    Alan R. Tumbelaka. Diagnosis dan Tata laksana Demam Tifoid. Dalam Pediatrics

    Update. Cetakan pertama; Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta : 2003. h. 2-20.