refleksi fitrah ke-khalifahan manusia dalam … · himpunan mahasiswa islam (hmi) 2018 . ii daftar...
TRANSCRIPT
REFLEKSI FITRAH KE-KHALIFAHAN MANUSIA DALAM
KERANGKA TANGGUNG JAWAB UNIVERSAL
KEPROFESIAN HUKUM
MAKALAH
Diajukan Sebagai Syarat Mengikuti
Disusun Oleh:
A.MUHAJIR
08384117026/[email protected]
HIMPUNAN MAHASISWA ISLAM (HMI)
2018
ii
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI ......................................................................................................... iv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ....................................................................................... 1
B. Identifikasi Masalah ............................................................................... 2
C. Tujuan .................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Hakikat Ajaran Islam Tentang Tanggung Jawab Universal Manusia
Sebagai Khalifah Fil Ardh ..................................................................... 3
B. Refleksi Fitrah Kekhalifahan Manusia Dalam Kerangka Tanggung
Jawab Universal Keprofesian Hukum.................................................. 14
BAB III PENUTUP
A. Simpulan .............................................................................................. 20
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................... 21
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Manusia merupakan ciptaan Tuhan yang sunguh sempurna dan
merupakan satu bagian dari alam semesta yang bersama-sama dengan
mahluk hidup lainnya mengisi kehidupan dialam semesta. Memang
dibandingkan dengan binatang manusia memiliki fungsi tubuh dan
fisiologis yang tidak berbeda dengan mahluk hidup lainnya, namun yang
membedakan adalah akal yang dimiliki manusia.
Bahkan para ahli juga memberikan sebutan yan berbeda beda untuk
manusia seperti halnya manusia dikategorikan sebagai homo sapiens
(binatang yang berpikir) homo volens ( binatang yang berkeinginan), homo
mechaniucus (bintang yang mekanis, dan homo ludens (binatang yang
bermain) sebutan sebutan tersebut dapat ditemukan dalam disiplin ilmu
psikologis,sosiologis,antropologis dan biologis.
Namun istilah tesebut tidak jauh memandang dari segi fisik-
material semata, bentuk pengakuan manusia sebagai mahluk sempurna
tertuang dalam firman allah Qur‟an Surat. At-Tiin, karena kududukan nya
sebagai mahluk yang sempurana manusia berpeluang untuk menjadi
mahluk mulia atau menjadi mahluk yang paling hina, tetapi hanya orang
beriman dan bermal shaleh yang akan menjadi mahluk mulia disisi Allah
Kedudukan manusia dalam sistem penciptaannya sebagai Khalifah
memiliki tugas yang tidak mudah disisilain manusia sebagai hamba allah
(„abdun) harus taat dan beriman kepada Tuhan disisilain juga manusia
harus menjadi wakil Tuhan yang tugasnya mewujudkan kemakmuran
dibumi
Mewujudkan kemakmuran dibumi secara universal salah satunya
adalah tentang social (homo socius) karena walau bagaimanapun manusia
adalah mahluk sosial yang senantiassa bersosialisasi dan bersingungan
dengan masyarakat selanjutnya manusia memiliki keinginan mencukupi
kebutuhan hidup atau homo economicus dengan melakukan pekerjaan
pekerjaan yang sesuai dengan kebisaan manusia seperti
ilmiah,keteknikan,sosial, politik dan artistik tidak terkecuali bidang hukum
yang disebut sebagai profesi yang menjadi tanggung jawab manusia.
2
Profesi manusia sebagai wujud tanggungjawab sosial kepada
masyarakat adalah salah satu bentuk inklusi wakil Tuhan di muka bumi.
Oleh karena itulah, melalui keprofesian, maka tanggung jawab manusia
dapat diaktualisasikan, sehingga keprofesian yang tidak dicerminkan dari
nilai-nilai kekhalifahan dapat menjadi ancaman terciderainya tanggung
jawab manusia kepada unsur sosial masyarakat. Namun bagaimana
menjalankan tangung jawab ke profesian yang sesuai dengan fitrah
manusia sehingga menjadi reflksi dari kahlifah fil ardh secara universal
khususnya keprofesian hukum tersebut?
Berdasarkan latar belakang tersebut maka penulis bermaksud
membahasnya dalam bentuk makalah yang berjudul “REFLEKSI
FITRAH KEKHALIFAHAN MANUSIA DALAM KERANGKA
TANGGUNG JAWAB UNIVERSAL KEPROFESIAN HUKUM”
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana konsep hakikat ajaran islam tentang tanggung jawab
universal manusia sebagai khalifah fil ardh
2. Bagaimana refleksi fitrah kekhalifahan manusia dalam kerangka
tanggung jawab universal keprofesian hukum
C. Tujuan Pembahasan
1. Untuk mengetahui bagaimana konsep hakikat ajaran islam tentang
tanggung jawab universal manusia sebagai khalifah fil ardh
2. Untuk mengetahhui bagaimana refleksi fitrah kekhalifahan manusia
dalam kerangka tanggung jawab universal keprofesian hukum
3
BAB II
PEMBAHASAN
A. Hakikat Ajaran Islam Tentang Tanggung Jawab Universal Manusia
Sebagai Khalifah Fil Ardh
a. Hakikat Tentang Khalifah Fil Ardh
Dalam pandangan islam ,manusia disamping sebagai salah satu
mahluk tuhan , ia sebagai wakil (khalifah) Tuhan dimuka bumi,
sebagai mahluk tuhan manusia mempunyai tugas untuk mengabdi,
menghamba (beribadah) kepada penciptanya (al-khaliq) sebagai wakil
Allah ,Maka manusia harus bisa merepresentasikan peran allah
terhadap alam semesta termasuk bumi seisinya antara lain memelihara
(al-rab) dan menebarkan rahmat di alam semesta (rahmatan lil
„alamin).1 Ada beberapa kata atau istilah yang digunakan Al-Quran
untuk menyebut manusia,yaitu insan,ins,nas ,basyar,bani Adam dan
dzurriyati Adam
Kata insan dijumpai dalam Al-Quran sebanyak 65 kali. Penekanan
insan ini adalah lebih mengacu pada peningkatan manusia ke derajat
yang dapat memberikannya potensi dan kemampuan untuk memangku
jabatan khalifah dan memikul tangung jawab dan amanat manusia di
muka bumi karena sebagai manusia dibekali dengan berbagai potensi
seperti ilmu,persepsi,akal dan nurani dengan potensi-potensi ini
manusai siap dan mampu menghadapi segala permasalahan sekaligus
mengantisipasinya. Disimping itu manusia dapat mengaktualisasi
dirinya sebagai mahluk yan mulia dan memiliki kedudukan yang lebih
tinggi dari mahluk lain dengan berbekal potensi potensi yang tadi.
Dengan demikian al-Quran menggunakan kata insan untuk menyebut
manusia dengan penekanan totalitasnya,jiwa dan raganya. manusia
dapat di identifikasi perbedaannya, seseorang dengan lainnya akibat
perbedaan fisik mental,kecerdasan,dan sifat sifat yang dimilikinya.2
1 Kementrian Lingkungan,Teologi lingkungan Etika Pengelolaan Lingkungan dalam
prespektif islam (yogyakarta: Deputi Komunikasi Linkungan dan Pemberdayaan Masyarakat
Kementrian Lingkungan Hidup,Dan Majelis Lingkungan Hidup Pimpinan Pusat Muhamadiyah
2011),hlm.10. 2 Marzuki, “Pembinaan Karakter Mahasiswa Melalui Pendidikan Agama Islam di
Perguruan tinggi Umum”( Yogyakarta: Ombak,2012),hlm 13
4
Potensi-potensi yang dimiliki dalam kitab suci dibagi dalam tiga
konteks Pertama, insan dihubungkan dengan keistimewaannya sebagai
khalifah pemikul amanah. Kedua, insan dihubungkan dengan
predisposisi negatif dalam dirinya. Ketiga, insan dihubungkan dengan
proses penciptaan manusia. Kecuali kategori ketiga, semua konteks
insan merujuk pada sifat-sifat psikologis dan spiritual-intelektual
tersebut dalam kitab suci dikategorikan dalam tiga adapaun
pemahamannya sebagai berikut :
1. Pada kategori pertama, Keistimewaan sebagai khalifah
pemikul amanah
Menurut Al-Qur‟an insan adalah mahluk yang diberi ilmu
dan diajarkan bahasa konseptual. Insan diberikan kemampuan
untuk mengembangkan ilmu dengan daya nalarnya dengan menalar
perbuatannya sendiri, proses terbentuknya bahan makanan dan
penciptaannya.Dalam hubungan inilah setelah Allah menjelaskan
sifat insan yang labil, Allah berfirman yang artinya Akan kami
perlihatkkan kepada mereka (insan) tanda-tanda kami di alam
semesta dan pada diri mereka sendiri sehingga jelas bagi mereka
itu kebenaran (al-haq) (QS Fuslihat 41:53)
Dengan menggunakan istilah Insan Al-Qur‟an menjelaskan
manusia adalah mahluk yang mengemban amanah, Menurut Al-
Qurtubi berpendapat bahwa amanah adalah segala sesuatu yang
dipikul/ditanggung manusia,baik sesuatu terkait dengan urusan
agama maupun urusan dunia,baik terkait dengan perbuatan maupun
dengan perkataan dimana puncak amanah adalah penjagaan dan
pelaksanaannya pernyataan ini lebih sebagai predisposisi untuk
beriman dan menaati petunjuk Allah. Amanah inilah yang dalam
ayat-ayat lain disebut sebagai perjanjian dan komitmen yan
digambarkan secara metamorfosis dalam Al-Qur‟an. Fazlur ahman
berpendapat amanah itu adalah menemukan hukum alam
menguasainya atau dalam istilah Al-Qur‟an mengetahui nama-
nama semuanya.dan kemudian menggunakannya dengan inisiatif
moral insani.
Dalam menerapkan amanah Tuhan ini insan sangat di
pengaruhi oleh lingkungannya.Bila ditimpa musibah ia cenderung
5
menyembah Allah dengan Khidmat, bila mendapat keberuntungan
ia cenderung sombong, takabur bahkan musyrik.3
2. Pada kategori kedua, kata Insan dihubungkan dengan
predisposisi negatif
Menurut Al-Qur‟an, manusia itu cenderung zalim dan kafir,
tergesa-gesa bakhil,bodoh, suka berbantah dan
berdebat,resah,gelisah susah dan menderita,tidak berterima
kasih dan suka berbuat dosa serta meragukan hari kiamat.
Bila dihubungkan dengan sifat-sifat manusia pada kategori
pertama, insan menjadi mahluk paradoksal yang berjuang
mengatasi konflik antara dua kekuatan yang saling
bertentangan yaitu kekuatan untuk mengikuti fitrah dan
kekuatan untuk mengikuti predisposisi negatif .4
3. Pada kategori ketiga, insan dihubungkan dengan proses
penciptaan manusia
Pada proses ini membahas filsafat kejadian penciptaan
manusia dimana manusia di ciptakan dari zat lumpur dan zat
yang ditiupkan Allah , sehinga timbul dua anasir yang saling
bertentangan dimana zat lumpur digambarkan pada suatu hal
hina,stagnan,immobilitas dan negatif sedangkan ruh yang di
tiupkan Allah merupakan gambaran Mobilitas,mulia dan
postif. Apakah ia akan terperosok kedalam kutub lumpur
endapan yang terdapat dalam dirinya.Ataukah ia akan
meningkat ke arah kutub mulia ke arah Allah dan ruh Allah5
Kata basyar digunakan Al-Qur‟an untuk menyebut manuasia dari
sudut lahiriah serta persamaanya dengan manusia seluruhnya, kata
basyar juga selalu dihubungkan dengan sifat-sifat biologis
3 Azhari Akmal Tarigan..”Islam Mahzab HMI: Tafsir Tema Besar Nilai Dasar Perjuangan
(NDP)”.(Ciputat: Kultura2007).hlm 70 4 ibid
5 Ali Syari‟ati, “Paradigma Kaum Tertindas (Jakarta: Islamic Center AL-
HUDA,2001),hlm.64
6
manusia6.Kata basyar adalah jamak dari kata basyarah yang berarti
kulit, Al-Qur‟an menggunakan kata ini sebanyak 35 kali dalam bentuk
tunggal dan sekali dalam bentuk mutsanna (dua) untuk menunjukan
persamaannya dari sudut lahiriah.Karena itu nabi Muhammad SAW
diperintahkan untuk menyampaikan bahwa “Aku adalah basyar
(manusia) seperti kamu yang diberi wahyu (QS. Al-
Kahfi(18):110).Disisi lain diamati bahwa banyak ayat-ayat al-Qur‟an
yang menemukan kata basyar mengisyaratkan bahwa proses kejadian
manusia sebagai basyar ,melalui tahapan tahapan sehingga mencapai
tahapan kedewasaan. Firman Allah (Qs al-Rum (3):20) “Dan diantara
tanda tanda kekuasaan-Nya (Allah) menciptakanmu dari tanah ketika
kamu menjadi basyar kamu bertebaran.
Kata Al-anas (nas) merupakan bentuk jamak dari kata insan yan
tentu saja memiliki makna yang sama.Al-Qur‟an menyebut kata nas
sebanyak 240 kali penyebutan manusia dengan nas lebih menonjolkan
bahwa manusia merupakan mahluk sosial yang tidak dapat hidup tanpa
bantuan dan bersama-sam manusia lainnya. Al-Qur‟an
menginformasikan bahwa penciptaan manusia menjadi berbagai suku
dan bangsa bertujuan untuk bergaul dan berhubungan antar sesamanya
(ta‟ruf) (QS. Al-hujurat (49):13) saling membantu dalam
melaksanakan kebajikan (QS al-Maidah (5):2), saling menasehati agar
selalu dalam kebenaran dan kesabaran
Kata Bani Adam dan dzurriyatu Adam digunakan menyebut
manusia dalam konteks historis Istilah banu Adam disebutkan dalam
Al- Qur‟an sebanyak delapan kali, tujuh kali dalam surat-surat
Makiyah dan satu kali dalam surat Madaniyah dengan istilah Ibnay
Adam. Adapun istilah zurriyat Adam disebut satu kali. Secara umum
kedua istilah tersebut menunjukkan arti keturunan yang berasal dari
Adam. Dalam istilah banu Adam dan zurriyat Adam terkandung
konsep keragaman dan kesatuan asal-usul umat manusia sebagai
keturunan dan anak cucu Adam yang bersaudara. Seluruh umat
manusia yang tersebar dalam berbagai suku bangsa dengan warna
kulit, bahasa dan budaya yang berbeda itu secara historis memiliki
hubungan darah, satu bapak, yakni Adam. Manusia sebagai banu
6 Marzuki, Op.cit.,hlm 14.
7
Adam mempunyai ikatan janji kepada Allah yang mengakui keesaan-
Nya. Perjanjian yang bersifat rohaniah itu disebut “perjanjian
primordial”. Adapun isi perjanjian itu direkam dalam firman Allah
SWT yang artinya,
“Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan
anak-anak Adam dai sulbi mereka dan Allah mengambil
kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya bertanya): „Bukankah
Aku ini Tuhanmu?” Mereka menjawab „Betul (Engkau Tuhan
Kami), kami menjadi saksi!”(QS Al-A‟raf [7] : 172)
Perjanjian antara manusia dengan Allah dalam keadaan pra-
eksistensial manusia di alam rohani, sebelum penciptaan dunia itu,
menegaskan dan merupakan rujukan utama tentang sifat manusia.
Perjanjian itu berisi kesaksian dan pengakuan manusia akan ke-
Tuhan-an Allah. Kesaksian ini menerangkan bahwa manusia pada
dasarnya adalah homo religius dengan kecenderungan bawaan untuk
mengimani dan menyembah Allah Yang Maha Esa. Di sisi lain,
kesaksian dan pengakuan akan ke-Tuhan-an Allah di alam rohani itu
juga menunjukkan bahwa manusia pada asalnya telah memiliki
“pengetahuan bawaan” tentang keimanan tauhidullah yang secara
intrinsik akan menyelamatkan manusia dari semua penyimpangan dan
penyakit-penyakit spiritual, kelak setelah lahir di dunia fisik
fenomenal.7
Dari uraian di atas tampak bahwa Al-Qur‟an memandang manusia
sebagai makhluk biologis, psikologis, intelektual, spiritual dan sosial.
Manusia sebagai basyar berkaitan dengan unsur fisik-material, hingga
pada keadaan ini manusia secara alami tunduk (muyassar) pada takdir
Allah sama tunduknya matahari, hewan, tumbuh-tumbuhan. Namun
manusia, meskipun dalam cakupan takdir Ilahi, insan dan al-nas diberi
kekuatan untuk memilih (ikhtiyar), sesuai dengan kemampuan dan
kesempatan yang dianugerahkan Allah kepadanya. Pada diri manusia
ada predisposisi negatif dan positif sekaligus. Menurut Al-Qur‟an,
kewajiban manusia untuk memenangkan predisposisi positif. Ini bisa
terjadi bila manusia tetap setia pada amanah yang diembannya dan
tidak memungkiri fitrahnya yang suci.
7 Tim Dosen MKPK PAI. “Islam Progresif”,(Serang: Untirta Press 2004),hlm.5
8
Dengan demikian, Al-Qur‟an menggambarkan manusia sebagai
mahkluk biologis, psikologis (intelektual, spiritual) dan sosial. Ketiga
dimensi harus terjalin secara integral dalam diri manusia. Tidak boleh
yang satu mendominasi yang lainnya. Kecenderungannya sebagai
makhluk biologis seperti mementingkan kebutuhan-kebutuhan fa‟ali
(pangan, sandang, papan dan sex) tidak boleh mendominasi dan lebih
menonjol dari dimensi psikologisnya. Jika ini terjadi, manusia bisa
jatuh pada derajat yang paling bawah bahkan lebih rendah dari
binatang.
Di samping itu, multi dimensi manusia digambarkan Al-Qur‟an
juga menunjukkan bahwa sebenarnya ia memiliki kebutuhan yang
bermacam-macam. Sebagai makhluk biologis misalnya, manusia
membutuhkan hal-hal yang dapat menyehatkan dan melindungi
tubuhnya. Sebagai makhluk psikologis manusia membutuhkan hal-hal
yang dapat menyuburkan pertumbuhan intelektual dan rohaninya.
Sebagai makhluk sosial manusia membutuhkan bersosialisasi dengan
makhluk lainnya.8
b. Manusia Sebagai Khalifah fil ardh
a) Khalifah pada diri Manusia
Di dalam Al-Quran menjelaskan bahwa manusia diciptakan Allah
adalah sebagai pengemban amanat Allah (QS-Ar-Rum ayat 72), karena
manusia sebagai pengemban amanat Allah. Maka manusia diberikan
kedudukan sebagai Khalifah-Nya. QS. Al-Baqarah ayat 20 yang
berbunyi :
Artinya:
8 Azhari Akmal Tarigan.”Islam Mahzab HMI: Tafsir Tema Besar Nilai Dasar Perjuangan
(NDP)”,(Ciputat: Kultura 2007),hlm 68-72
9
“Dan ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat,
“Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang Khalifah dimuka
bumi” Mereka berkata: “Mengapa engkau hendak menjadikan
(Khalifah) dibumi itu orang yang akan membuat kerusakan
padanya dan menumpahkan darah,padahal kami senantiasa
bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan engkau? ”
Tuhan berfirman, “Sesunguhnya Aku mengetahui apa yang kamu
tidak ketahui”.
A-Maraghi sebagaiman dikutip oleh Samsul Nizar menafsirkan
kata khalifah dalam ayat diatas dengan dua pengertian yaitu: pertama,
khalifah adalah pengganti yaitu pengganti Allah untuk melaksanakan
titah-NYA di dunia ini,kedua,kata khalifah diartikan sebagai pemimpin
yang diserahkan tugas untuk memimpin diri dan mahluk lainnya serta
memakmurkan dan mendayagunakan alam semesta dalam kepentingan
manusia secara keseluruhan atau bersama. Pendapat ini dipertegas oleh
Muhammad Iqbal dengan mengatakan bahwa manusia sebagai khalifah
diberikan mandat unntuk mengatur dunia dengan segala isinya
Dengan tugasnya sebagai khalifah, maka timbul implikasi dan
konsekuensi yang harus dimiliki manusia yaitu kemampuan untuk
memahami apa yang akan di atur dan dipimpinnya,yaitu alam semesta
ini. Untuk dapat melaksanakan tugasnya sebagai khalifah Allah
membekali manusia dengan berbagai potensi9
b) Mengapa manusia menjadi khalifah
Dalam kacamata sufi, setidaknya ada tiga hal yang menyebabkan
manusia sangat istimewa sehingga ia menjadi khalifah. Pertama,
manusia merupakan tujuan akhir penciptaan Tuhan. Kedua, manusia
sebagai mikro kosmos dan Ketiga, manusia sebagai cermin Tuhan.
Adapun penjelasannya sebagai berikut:
Satu Berkenan dengan yang pertama, di dalam sebuah hadis Qudsi,
ada pernyataan, “kalau bukan karenamu, tidak akan kuciptakan alam
semesta ini”. Walaupun yang menjadi kawan bicara adalah Nabi
Muhammad Saw, bagi Ibn „Arabi, ini bisa juga diterapkan kepada
9 Rodliyah, “Pendidikan & Ilmu Pendidikan”,(Jember:STAIN Jember Pres 2013), hlm.12-
13
10
manusia karena Nabi Muhammad merupakan simbol par excellence
dari manusia yang telah mencapai tingkat kesempurnaan “insan
kamil”. Dengan pengertian ini kita bisa menyimpulkan, manusia
adalah tujuan akhir (reason d‟etre) dari penciptaan alam.
Manusia diciptakan di ujung proses evolusi agar manusia bisa
mencapai tingkat kesempurnaan penuh. Manusia sangat dimungkinkan
untuk memiliki semua daya dan kecakapan yang dimiliki oleh
makhluk-makhluk lain yang mendahuluinya, sehingga dialah yang
tercanggih dan terunggul dari semua makhluk yang ada.
Kedua, manusia sebagai mikro kosmos (dunia kecil) karena
manusia memiliki semua daya atau kekuatan yang terkandung dalam
unsur-unsur yang berbeda dari alam atau kosmos itu. Manusia
mengandung unsur mineral termasuk materi, sedangkan materi
mengandung atom-atom dengan segala dayanya. Jadi manusia
memiliki daya-daya atomic. Dalam diri manusia yang ada unsur nabati
(tumbuh-tumbuhan) dan unsur hewani. Yang terpenting adalah
manusia juga memiliki apa yang disebut Ibn Sina sebagai indra-indra
batin. Kalima indra tersebut adalah, al-hiss al-musytarak (common
senses, indra bersama); khayal (daya retensif), kemampuan untuk
merekam bentuk-bentuk lahiriyah; wahm (daya estimative),
kemampuan untuk menilai sebuah objek dari sudut manfaat atau
bahayanya; mutakhayyilah (imajinasi), yakni kemampuan untuk
menggabungkan secara mental berbagai bentuk fisik sehingga
menghasilkan bentuk yang unik yang mungkin tidak ditemui dalam
dunia nyata, seperti kuda terbang dan unicorn; dan al-quwwah al-
hafizhah (memori), dengannya manusia bisa menyimpan bahkan data-
data non empiris.
Ketiga, Manusia sebagai cermin Tuhan mengandung arti bahwa
secara potensial manusia mampu merefleksikan atau memantulkan
seluruh sifat ilahi. Secara biologis saja manusia telah memiliki
kelebihan-kelebihan yang sangat mengesankan dibandingkan dengan
makhluk-makhluk lainnya. Meskipun demikian, perlu segera disadari
bahwa kelebihan manusia yang sebenarnya terletak pada aspek
11
spiritualnya, yang padanya sifat-sifat dan bahkan tindakan-tindakan
Tuhan dapat dipantulkan secara lebih sempurna.10
Setidaknya karena tiga hal ini, manusia pantas ditempatkan
sebabagai khalifah di muka bumi. Sebagai duta Tuhan, manusia
berkewajiban untuk menyempurnakan bumi sesuai dengan pola-pola
yang telah ditetapkan Tuhan dalam kitab sucinya. Sebab lain yang
menyebabkan Adam (manusia) menjadi khalifah adalah, karena
kemampuan untuk berkomunikasi, berpikir dan mempergunakan
simbol-simbol. Kemampuan berpikir dan berbahasa merupakan potensi
manusia yang cukup penting sehingga ia mampu mengembangkan diri
dan peradabannya di muka bumi.11
c) Fitrah Ke-Khalifahan dan Tanggung Jawab Universal Manusia
Dari segi bahasa, kata fitrah terambil dari akar kata al-fathr yang
berarti belahan dan dari makna ini terlahir makna-makna lain antara
lain “penciptaan” atau “kejadian”. Konon Sahabat Nabi, Ibnu Abbas
tidak tahu makna kata fathri pada ayat-ayat yang berbicara tentang
penciptaan langit dan bumi sampai ia mendengar pertengkaran dengan
kepemilikan satu sumur. Salah seorang berkata, “Ana fathar tuhu”.
Ibnu abbas memahami kalimat ini dalam arti “ saya yang membuatnya
petama kali.” Dan dari situ Ibnnu Abbas memahami bahwa kata ini
digunakan untuk penciptaan atau kejadian sejak awal, dalam alquran
kata ini dalam berbagai betuknya terulang sebanyak 28 kali 14
diantaranya dalam konteks uraian tentang bumi dan atau langit.
Sisanya dalam konteks penciptaan manusia baik dari sisi pengakuan
bahwa penciptaannya adalah allah maupun dari segi uraian tentan
fitrah manusia.12
Karena itu benar kesimpulan Muhammad bin Asyur
dalam tafsirnya surat al-rum (30) : 30, yang menyatakan bahwa “Fitrah
adalah bentuk dan sistem yang diwujudkan Allah pada setiap mahluk
fitrah yang berkaitan dengan manusia adalah apa yang diciptakan allah
pada manusia yang berkaitan dengan jasmani dan akalnya (serta
ruhnya)
10 Ibid.hlm.82
11 Ibid.hlm.84
12 Quraish Shihab, “Wawasan Al-Quran”(Bandung:Mizan,1996),hlm.283
12
Fitrah merupakan bentuk keseluruhan tentang diri manusia yang
secara asasi dan prinsipil membedakannya dari mahluk-mahluk yang
lain,dengan memenuhi hati nurani,seseorang berada dalam fitrahnya
dan manusia sejati,fitrah sendiri membuat manusia berkeinginan suci
dan secara kodrati cenderung kepada kebenaran (hanief) atau
sebenarnnya lebih potensi pada nilai-nilai kebenaran dalam
memancarkan fitrah pada diri manusia ialah dengan cara
menyeimbangkan dua aspek antara duniawi dan ukhruwi sehinggga
bermetaforsis menjadi manusia yang sejati yaitu khalifah yang sesuai
dengan fitrahnya, karena untuk mencapai sebagai manusia sejati di
kembalikan pada diri manusia maka Allah menurukan secara nyata
rule of the game berupa firman surat At-Tin (94) ayat 4-6 yang
artinya:
“ Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk
yang sebaik-baiknya.Kemudian Kami kembalikan dia ketemmpat
yang serendah rendahnya (neraka), kecuali orang-orang yang
beriman dan mengerjakan amal saleh,maka bagi mereka pahala
yang tiada putus-putusnya”.
Walaupun manusia memiliki potensi kesempurnaan sebagai
gambaran kessempurnaan citra ilahi,tetap kemudian,ketika ia terjatuh
dari prototype ketuhanan,maka kesempurnaan tersebut semakin
berkurang (Yunasril:1997 :3).13
Hal ini pun dijelaskan dalam konsep
Bidimensional yang di jelaskan oleh Dr.Ali Syari‟ati yanng secara
sederhana meperhatikan dari mulai asal asul manusia atau pada filsafat
kejadian, pada filsafat kejadian Al-Quran menjelaskan ada tiga tempat
tentang asal manusia, semula Al-Quran mengunnakan
ungkapan”Lempur Tembikar” (QS.55:14) yakni lempur endapan yang
kering, lalu Al-Quran menyeutkan “Kuciptakan Manusia dari lempung
berbau (QS.15:26) yakni lempung busuk kemudian dipergunakannya
kata tin juga berarti lempung (lumpur).
Dalam bahasa manusia Lumpur adalah simbol kenistaan ,terendah
tidak ada yang lebih rendah dari pada lumpur, kembali pada manusia
zat yang paling suci dan luhur adalah Allah.Manusia Wakil Allah
diciptakan dari lumpur dari lempung endapan dan bahan terendah di
13 Rodliyah,Op.cit., hlm 16.
13
dunia lalu Allah menghembuskan kedalamnya bukan darah-Nya,raga-
Nya atau semacamnya, yaitu yang dihembuskan adalah ruhnya yakni
sebutan bagian yang paling terhormat yang terdapat dalam
pembendaharaan manusia, jadi manusia adalah gabungan lumpur dan
ruh Allah,ia adalah mahluk yang bersifat ganda (Bidimensional)
sehinga memiliki dua demensi berupa anasirr yang saling
bertentangan. Konsep ini sama dengan dua aspek dunia dan ukhrowi
yang harus seimbang, sehinga tidak terperangkap pada endapan
lempung lumpur,atau kepada sisi negatif dan menjadi manusia sejati
dalam aktualisasi tersebut, predisposisi yang ada di dirimanusia untuk
mencapai manusia sejati harus dinyatakan dalam kerja dan amal
perbuatannya
Seorang manusia sejati ialah yang kegiatan mental dan pshikisnya
merupakan suatu keseluruhan,kerja jasmani dan kerja rohani bukanlah
dua kenyataanyan terpisah ,malahan dia tidak mengenal anatara kerja
dan kesenangan,kerja baginya adalah kesenangan dan kesenangan ada
dalam dan melalui kerja.Dia berkpribadian,merdeka, memiliki dirinya
sendiri ,dia tidak memebdakan kehidupan secara individu dan
kehidupan secara komunal. Bagi manusia sejati tidak ada pembagian
atau dichotomy antara kegiatan-kegiatan rohani dan jasmani,pribadi
dan masyarakat,agama dan politik maupun dunia akhirat , kesemuanya
dimanifestasikan dalam suatu kesatuan kerja yang tungal pancaran
niatnya,yaitu mencari kebaikan ,keindahan dan kebenaran.14
Dalam hal
tugas manusia secara vertical yaitu sebagai „Abd (hamba) secara luas
sebenarnya jua meliputi seluruh aktifitas manusia dalam kehidupannya.
Yaitu ditungankan dalam aktivitas manusia yang menjadi nilai ibadah
apabila niatannya untuk mendekatkan diri kepada allah (idza nawa bihi
failuha at-Taqarub ilallah) ketika manusia bisa mampu menjalin
hubungan yang baik dengan Allah (habluminallah) dan hubungan
dengan sesama manusia (habluminannas) maka akan menjadi manusia
yang fitrah.
14
Hasil-hasil Kongres HMI XXVIII, Jakarta Timur,Depok,Jakarta Selatan.2013
14
B. Refleksi Fitrah Kekhalifahan Manusia Dalam Kerangka Tanggung
Jawab Universal Keprofesian Hukum
Dijelaskan diatas tentang Manusia sebagai Khalifah yaitu sebagai
wakil Tuhan di bumi dan bertangung jawab pula mensejahtrakan bumi
seisinya ,sifat khas manusia sebagai mahluk dan karenanya ia berbeda
dengan binatang bahwa ia merupakan mahluk yang diciptakan selain
sebagai mahluk berjiwa individual, bersosialiasi dan hidup bermasyakat
adalah kecenderungan dari jiwa manusia yang paling sublim, idividu
manusia yang berbeda beda memberikan dinamisasi pada suatu
masyarakat sehinga dengann adanya perbedaan-perbedaan di antara para
individu meniscayakan adanya saling membutuhkan, dan memberi ,dalam
konteks ini berbagai macam profesi yang ada di masyarakat merupakan
bentuk perbedaan –perbedaan untuk menciptkan konsep masyarakat dan
kemanusiaan yang bermakna.
Jika merujuk pada sejarah para Nabi, kita temukan contoh
keanekaragaman jenis pekerjaan mereka. Nabi nuh sebagai ahli perkayuan,
Nabi Daud sebagai ahli logam (QS Al-Anbiya (21) :80),Nabi Idris sebagai
ahli jahit,Nabi syu‟eb sebagai ahli pertanian,Nabi yusuf sebagai menteri
hasil bumi,nabi musa sebagai buruh dan ahli bangunan,Nabi Muhammad
SAW ssebagai pengusaha dan pengembala.15
Didalam Al-Quran terdapat
360 ayat yang berbicara tentang “al-amal” 109 ayat tentang “al-fi‟il”,
belum lagi tentang “al-kasb” sebanyak 67 ayat dan “al-sa‟yu” sebanyak
30 ayat.Semua ayat-ayat tersebut mengandung hukum-hukum yang
berkaitan dengan kerja, menetapkan sikap sikap terhadap pekerjaan
,memberikan motivasi,bahkan contoh-contoh kongkret tangung jawab
kerja.
Mengenai hal ini perlu di telaah bagaimana tanggung jawab profesi
hukum dalam merefleksikan fitrahnya sebagai manusia.Maka pada bagian
ini penulis coba akan uraikan Refleksi Fitrah Kekhalifahan Manusia
Dalam Kerangka Tanggung Jawab Universal Keprofesian Hukum.
Untuk melaksanakkan tugas dan fungsinya sebagai Pengelola dan
pemakmur bumi manusia tidak bisa lain kecuali bekerja. Bekerja adalah
bagian kodrati dan integgral dari kehidupan manusia.Hal ini menunjukan
15 Siti Marwiyah,” Penegakan Kode etik profesi di Era Malapraktik Profesi
Hukum”(Madura:UTM Press,2015) ,hlm.45
15
bahwa setiap orang itu menghadapi kerja sebagai bagian dari aktivitas
kehidupannya. Lebih dari itu kerja merupakan kewajiban yang berlaku
umum bagi setiap manusia,sedangkan penganguran merupakan wujud
kehidupan yang sia-sia. Semua yang bekerja itu adalah mulia yang tidak
bekerja tidak punya kemuliaan, sebagaimana yang pernah disampaikan
Pramodeya Ananta Toer. Thomas Aquinus menyatakan bahwa setiap
wujud kerja mempunyai empat tujuan, yaitu :16
a. Dengan bekerja,orang dapat memenuhi apa yang menjadi
kebutuhan hidup sehari-harinya.
b. Dengan adanya lapangan pekerjaan,maka penggangguran dapat
dihapuskan/dicegah.ini juga berarti dengan tidak adanya
penganguran maka kemungkinan timbulnya kejahatan dapat
dihindari pula.
c. Dengan surplus hasil kerjanya, manusia jua dapat berbuat amal
bagi sesamanya.
d. Dengan kerja,orang dapat mengontrol atau mengendlikan gaya
hidupnya
Dalam Al-Quran banyak ayat yang memerintahkan manusia untuk
bekerja salah satunya firman Allah dalam QS.At-Taubah :105 yang artinya
sebaggai berikut :
“Dan katakanlah:”Bekerjalah Kamu,Maka Allah dan rossul-Nya serta
orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu dan kamu akan
dikembalikan kepada Allah yang mengetahui akan yang haib dan yang
nyata,lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang kamu telah kamu
kerjakan.”
Menurut Abdul kadir Muhammad,pekerjaan yan dilakukan manusia
dapat di klasifikasikan kepada tiga jenis,yaitu :17
1. Pekerjaan dalam arti umum yaitu pekerjaan apasaja yang
dilakukan manusia dengan mengutamakan kemampuan pisik,
baik semesntara atau tetap dengan tujuan memperoleh pendapatan
(upah).
16
Sufirman Rahman – Nurul Qamar, “Etika Profesi Hukum” (Makasar:
Refleksi,2014),hlm 74 17
Suparman Usma , ”Etika dan Tanggung Jawab Profesi Hukum di Indonesia” (Serang :Untirtapres,2013),hlm.117
16
2. Pekerjaan dalam arti tertentu yaitu pekerjaan yang mengutamakan
kemampuan pisik atau Intelektual,baik sementara atau tetap
dengan tujuan pengabdian.
3. Pekerjaan dalam arti khusus,yaitu pekerjaan bidang tertentu
mengutamakan kemampuan pisik dan intelektual berifat tetap
dengan tujuan memperoleh pendapatan.
Dari ketiga jenis pekerjaan diatas ,Profesi adalah jenis pekerjaan
nomer tiga, dalam kamus populer disebutkan bahwa: profesi adalah
pekerjaan dengan keahlian khusus sebagai mata pencaharian tetap.
Dalam Webster New World Dictionary,kata profesi (profession) diartikan :
a vocation or accupation requaring advanced education and training and
involving intelectual skills,as medicine,law,theoloy, engineering,teaching
etc. (Profesi adalah suatu pekerjaan atau jabatan yan memerlukan
pendidikan dan latihan yang maju serta melibatkan keahlian intelektual,
seperti dalam bidang pengobatan,hukum,teologi; enineering dan
sebagainya).18
Dengan demikian profesi menjadi suatu kelompok yang
mempuyai kekuatan tersendiri dan karena itu mempunnyai tanggung jawab
khusus
Karena memiliki sifat tanggung jawab Khusus maka profesi harus
memiliki prefesionalisme, Imaduddin Abdurrahim menytakan,suatau
prefesionalime harus dipahami sebagai kualitas dengan karakteristik :
1. Punya keterampilan tinggi dalam saatu bidang dan kemahiran;
2. Punya ilmu,penngalaman serta kecerdasan dalam menganalisis
suatu masalah,peka membaca situasi dan cermat dalam mengambil
keputusan terbaik;
3. Punya sikap dan orientasi ke masa depan tentan apayan akan
terjadi;
4. Punya sikap mandiri berdasar keyakinan atas kemaampuannya
Penjelasan dari point-point diatas Imaddudin mensyaratkan adanya
sikap idepedensi yang harus melekat pada kontruksi profesi .Artinya
pelaksanaan profesi dituntut memilki ketegasan sikap,kuputusan-
keputusan yang akan di jatuhkan tidak berdasar atas tekanan pihak pihak
18 Ibid
17
lain melainkan didasarkan keyakinan,kebersihan nurani dan kebebasannya,
dalam penjelasannya sebagai berikut :19
1. Parson menunjukan karakteristik profesi yang agak berbeda lagi
dengan yang lainnya,terutam ciri ciri khusus yang berkaitan dengan
okupasional,pertama, “disinterestednees” atau tidak berorientasi
pada pamrih.
2. Rasionalitas diatas sudah dikemukakan bahwa profesi menunjukan
pada suatu sistem okupasional yang perwujudannya dilakukan
dengan melaksanakan ilmu tertentu, salah satu ciri dominan pada
ilmu adalah rasionalitas dalam arti sebagai lawan tradisionalisme,
yaitu lebeih kepada kebanara objektif.
3. Spesifitas Fungsional, di dalam masyarakat para prefesional
menjalankan atau memili kewibawaan (otoritas). Otoritas
Prefesional ini memiliki struktur sosiologi yang khas.Otoritas
Prefesional ditanndai oleh spesifitas fungsi. Spesifitas ini adalah
unsur esensial pada pola prefesional, seorang prefesional dianggap
“suatu otoritas”
4. Universalime dalam pengertian objektivitas sebagai lawan dari
partikularisme.Yang simaksud disini dengan Universalisme adalah
bahwa landasan pertimbangan prefesional dalam mengambil
keputusan didasarkan pada “apa yang menjadi masalahnya” dan
tidak pada “siapa atau keuntungan apa yang dapat diperoleh bagi
dirinya.
Dari penjelasan di atas manjadi prefesioanal sangat berat selanjut
bagaimana dengan Tanggung jawab profesi hukum.
Tanggung jawab merupakan salah satu etika yang harus di taati bagi
orang yang mempunyai profesi tertentu bertanggung jawab bagi seorang
yang memiliki profesi tertentu dapat dirumuskan antara lain :20
a. Bertanggung jawab terhadap dunia profesi yang dimilikinya dan
mentaati kode etik yang berlaku dalam profesi yang bersangkutan.
b. Bertanggung jawab atas pekerjaan yan dilakukanya sesuai dengan
tuntunan pengabdian profesi.
19 Siti Marwiyah,Op.cit.,hlm.45
20 Suparman Usman.Op.cit.hlm 127
18
c. Bertanggung jawab atas hasil profesi yag dilaksanakannya.
d. Bertangung jawab atas diri sendiri,terhadap Masyarakat dan
Kepada Tuhan Yan maha Esa, bahwa seluruh pekerjaan yang
dilakuakannya adalah dalam rangka ibadahnya kepada-Nya.
e. Dalam keadaan apapapun dia harus berani mengambil resiko untuk
menegakan kebenaran yan berhubungan dengan profesinya.
f. Dia secara sadar harus selalu berusaha untuk meningkatkan
kualitas yang berubungan denan tuntutan profesinya.
g. Dalam keadaan tertentu bila diperlukan harus bersedia memberikan
laporan pertanungjawaban kepada pihak manapun tentang segala
hal yang pernah dilakukan sesuai dengan profesinya.
Profesi hukum memiliki memiliki tempat yang istimewa ditengah
masyarakat. Apalagi jika dikaitkan dengan eksistensi konstitusional
kenegaraan yang telah mendeklarasikan diri sebagai negara hukum
(rechstaat), jika dikaitkan pada penjelasan di atas profesi hukum pun
berangat dari suatu proses yang kemudian melahirkan pelaku hukum yang
andal. Penguasaan terhadap peraturan perundang-undangan, hukum yang
sedang berlaku dan di ikuti dengan aspek aplikatifnya menjadi substansi
profesi hukum. Masih banyak profesi prefesioanal yang tidak menerapkan
nilai Parson, Rasionalitass, spesifitas Funsional dan Universalisme
khususnya pada pengemban profesi hukum.
Terjadinya Pelanggaran nilai moral dan nilai kebenaran karena
kebutuhan ekonomi yang terlalu berlebihan dibandinkan dengan
kebutuhan psikhis yang seharusnya berbanding sama. Perbuatan
pelanggaran oleh profesi prefesional yang mempunyai otoritas prefesional
merupakan ancaman atas kemerdekaan masyarakat dan karena itu juga
berarti ancaman terhadap kemerdekaan pribadi angggota ialah keinginan
tak terbatas atau hawa nafsu tersebut.
Kemerdekaan dan keadilan merupakan dua nilai yang saling
menopang sebab harga diri manusia terlatak pada adanya hak bagi orang
lain untuk mengembankan kepribadiannya sebagai kawan hidup dengan
tingkat yang sama, anggota-anggota masyarakat harus saling menolong
dalam membentuk masyarakat yang bahagia. Untuk mencapai keadilan
tersebut atau menegakan keadilan ialah masyarakat sendiri yang dalam
prakteknya diperlukan adanya kelompok dalam masyarakat, yang karena
19
kualitas–kualitas yang dimilikinya senantiasa mengadakan usaha-usaha
menegakan keadilan itu, dengan jalan selalu menganjurkan sesuatu yang
bersifat kemanusian serta mencegah terjadinya sesuatu yang berlawanan
dengan kemanusiaan, siapa kelompok itu ialah tidak lain dalam konteks ini
orang-orang yang memiliki profesi prefesional yang di jelaskan diatas
Usaha penyelesaian selanjutnya adalah tidak lain harus kembali
hakikat manusia yaitu sebagai khalifah fil ardh, Jadi artinya, disetiap
tanggung jawab manusia, termasuk tangun jawab prefesional hukum
semuanya selain bertanggun jawab kepada sesama manusia juga
bertangung jawab kepada Tuhan.
20
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan penjelasan pada bagian-bagian sebelumnya, maka
penulis dapat menarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Peran Manusia sebagai mahluk ciptaan Allah yang paling sempurna
ialah sebagai Khalifah yaitu sebagai wakil Tuhan dibumi selanjutnya
Tanggung jawab Universal yang di emban manusia mensejahtrakan
bumi dan isinya melalui keseimbangan Duniawi dan Ukhrowi , dengan
tertuju pada kebenaran Mutlak yaitu Allah SWT
2. Dalam bentuk refleksi Ke khalifahan fil ardh manusia
mengaktualisasikannya pada kerja dan amal perbuatan yang berupa
bentuk kerja-kerja , yang dalam bentuknya kerja manusia di sebut
sebagai profesi, profesi sendiri dikategorikan sebagai yang mempunyai
tanggung jawab khusus karena memiliki otoritas prefesionalisme
korelasi dengan Tanggungjawab ialah untuk mencapai keadilan dan
kemerdekaan , bagaiman hal itu terjadi perlu adanya kelompok dalam
masyarakat, yang karena kualitas –kualitas yang dimilikinya senantiasa
mengadakan usaha-usaha menegakan keadilan itu, dengan jalan selalu
menanjurkan sesuatu yang bersifat kemanusian serta mencegah
terjadinya sesuatu yang berlawanan dengan kemanusiaan. Kelompok
tersebut adalah orang yang memililiki profesi karena memiliki
kekuatan tersendiri dan tanggung jawab khusus tentunya profesi yanng
memancarkan hati nurani dan kebaikan, begitu pula tanggung jawab
profesi hukum memiliki tempat yang sentral di negara Hukum
ini.Tanggung jawab Profesi hukum bukan hanya kepada sesama
manusia bigitu juga kepada Tuhan.
21
DAFTAR PUSTAKA
Ali Syari‟ati.2001.Paradigma Kaum Tertindas Jakarta: Islamic Center AL-
HUDA
Kementrian Lingkungan. 2011. Teologi lingkungan Etika Pengelolaan
Lingkungan dalam prespektif islam Yogyakarta Deputi Komunikasi
Linkungan dan Pemberdayaan Masyarakat
Marzuki.2012.Pembinaan Karakter Mahasiswa Melalui Pendidikan
Agama Islam di Perguruan tinggi UmumYogyakarta: Ombak
Quraish Shihab.1996. Wawasan Al-Quran Bandung:Mizan
Rodliyah.2013.Pendidikan & Ilmu Pendidikan Jember:STAIN Jember Pres
Siti Marwiyah.2015.Penegakan Kode etik profesi di Era Malapraktik
Profesi Hukum Madura:UTM Press
Sufirman Rahman – Nurul Qamar.2014.Etika Profesi Hukum Makasar:
Refleksi
Suparman Usman.2013.Etika dan Tanggung Jawab Profesi Hukum di
Indonesia, Serang :Untirta press.
Tarigan,Azhari Akmal.2007. Islam Mahzab HMI: Tafsir Tema Besar Nilai
Dasar Perjuangan (NDP) .Ciputat: Kultura
Tim Dosen MKPK PAI.2004. Islam Progresif Serang: Untirta Press.