refrat om finish

Upload: lesti-merdalina

Post on 08-Jul-2015

296 views

Category:

Documents


10 download

TRANSCRIPT

Abstract Oral lichen planus (OLP) has a prevalence of approximately 1%. The etiopathogenesis is poorly understood. The annual malignant transformation is less than 0.5%. There are no effective means to either predict or to prevent such event. Oral lesions may occur that to some extent look like lichen planus but lacking the characteristic features of OLP, or that are indistinguishable from OLP clinically but having a distinct cause, e.g. amalgam restoration associated. Such lesions are referred to as oral lichenoid lesions (OLLs). The management of OLP and the various OLLs may be different. Therefore, accurate diagnosis should be aimed at. Abstrak Oral lichen planus (OLP) memiliki prevalensi kira-kira sebanyak 1%. Etiopatogenesisnya belum dapat diketahui. Tiap tahunnya, presentase perubahan lesi ke arah keganasan sebanyak kurang dari 0,5%. Tidak ada cara yang efektif untuk memprediksi atau mencegah kejadian tersebut. Lesi rongga mulut dapat muncul menyerupai lichen planus tetapi kurang memiliki gambaran khas dari OLP, atau secara klinis tidak dapat dibedakan dari OLP tetapi memiliki penyebab yang berbeda, misalnya akibat restorasi amalgam. Lesi yang demikian dikenal sebagai lesi lichenoid (OLLs). Perawatan OLP dan OLLs dapat berbeda. Karena itu harus diagnosa yang akurat harus tercapai.

BAB I PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang Oral lichen planus dan oral lichenoid, keduanya merupakan lesi putih dengan gambaran hiperkeratosis. Keduanya memiliki gambaran klinis yang hampir serupa dan sangat sulit dibedakan secara klinis, namun memiliki etiologi yang berbeda. Lichen planus hingga saat ini masih belum diketahui penyebabnya, sedangkan oral lichenoid memiliki etiologi yang jelas yaitu obat-obatan, penyakit kronis GVHD, dan akibat restorasi amalgam. Karena keduanya memiliki etiologi yang berbeda, maka perlu dibuat diagnosa yang tepat. Diagnosa yang tepat akan menentukan keberhasilan perawatan lesi tersebut.

I.2 Tujuan Tujuan jurnal ini adalah untuk mengetahui perbedaan lichen planus dan lesi lichenoid secara klinis dan histopatologis agar klinisi tidak keliru dalam membuat diagnosa antara lichen planus dan lesi lichenoid serta agar perawatan yang diberikan sesuai.

I.3 Pembatasan Masalah Jurnal ini membahas perbedaan lichen planus dan lesi lichenoid dari segi gambaran klinis dan gambaran histopatologis. Setelah mengetahui gambaran klinis dan histopatologis kedua lesi tersebut, diharapkan dapat dibuat diagnosa yang tepat guna menentukan perawatan selanjutnya.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II.1

Oral Lichen Planus Lichen planus adalah lesi mukokutan kronis yang diduga berkaitan dengan sistem imun.1 Jika melibatkan mukosa rongga mulut, maka disebut dengan oral lichen planus. Oral lichen planus merupakan lesi putih pada rongga mulut, tidak dapat dikerok, tidak dapat digolongkan sebagai lesi putih lain, dan penyebabnya tidak diketahui. Oral lichen planus memiliki prevalensi sekitar 1%.2 Tiap tahunnya, presentase

perubahan lesi ke arah keganasan sebesar kurang dari 0,5%.2 Penyakit ini lebih banyak mengenai wanita dibanding laki-laki dengan usia di atas 40 tahun.

II.1.1

Etiologi dan Patogengesis Oral Lichen Planus Oral lichen planus merupakan suatu penyakit kronis yang dimediasi oleh sel T dan etiologinya tidak diketahui.1,2,3,4,5,6 Walaupun penyebabnya tidak diketahui, penyakit ini umumnya dianggap berkaitan dengan sistem imun di mana secara mikroskopis mirip dengan reaksi hipersensitivitas.3 Beberapa faktor yang diduga menjadi predisposisi penyakit ini, yaitu: faktor genetik, infeksi bakteri dan virus, autoimunitas, immunodefisiensi, alergi makanan, stress, dan trauma.1 Mekanisme penyakit ini dapat digambarkan dalam tahapan berikut: adanya faktor pencetus memicu, pelepasan sitokin, peningkatan adhesi molekul pembuluh darah, penumpukkan atau retensi sel-sel limfosit T, dan sitotoksisitas keratinosit basal yang dimediasi oleh limfosit T. Faktor pencetus yang mengawali mekanisme tersebut tidak diketahui.3

II.1.2

Gambaran Klinis Oral Lichen Planus Daerah yang paling sering terkena oral lichen planus yaitu di mukosa bukal.3 Meskipun jarang, lidah dan gingiva juga dapat terlibat. Gambaran klinis oral lichen planus hampir selalu bilateral, kurang lebih memiliki pola simetris dengan bentuk yang bervariasi.2 Tipe yang bervariasi dapat muncul bersamaan pada satu orang pasien dan dapat berubah seiring berjalannya waktu. Terdapat beberapa tipe oral lichen planus yaitu tipe retikular, tipe plak, tipe bulous, tipe atrofik, tipe popular dan tipe ulseratif.1,2,3,4,5,6 1. Tipe retikular Ditandai dengan adanya garis-garis keratosis putih atau striae jelas dan lebih menonjol dari mukosa sekitarnya yang dikenal dengan Wickhams striae.3,5 Striae dapat berbentuk jaring atau berbentuk lingkaran.4 Striae tersebut sering memperlihatkan daerah eritematous di sekelilingnya, yang menandakan adanya inflamasi subepitel.4 Tipe ini umumnya bilateral dan sering terdapat di mukosa bukal.4 Umumnya lichen planus tipe ini tidak memiliki gejala atau rasa sakit (asimptomatik).4

Lichen planus tipe reticular4

2.

Tipe plak Tipe ini mirip dengan leukoplakia.4,5 Ditandai dengan lesi berwarna putih

yang homogen, berbatas jelas, dan kadang dikelilingi oleh striae.4 Tipe ini sering terjadi pada dorsum lidah dan mukosa bukal.4 Sama seperti tipe retikular, tipe ini juga asimptomatik.4

Lichen planus tipe plak4

3. Tipe bullous

Tipe ini ditandai dengan adanya bulla yang dikelilingi oleh garis-garis retikular.4 Bulla tersebut biasanya tidak bertahan lama dan meninggalkan ulser jika pecah.3 Lesi ini biasanya terdapat di mukosa bukal terutama di daerah posterior regio molar kedua dan ketiga.3 Tipe ini merupakan tipe yang paling jarang ditemukan.3,4

http://screening.iarc.fr/atlasoral_detail.php?flag=0&lang=1&Id=A4000023&cat=A4

4. Tipe papular

Tipe ini biasanya muncul pada tahap awal lichen planus.4 Ditandai dengan adanya bintik-bintik kecil berwarna putih.4 Kadang bintik-bintik kecil tersebut bergabung dengan striae.4

Lichen planus tipe papular4

5.

Tipe atrofik Tipe ini disebut juga tipe erythematous ditandai dengan adanya daerah

kemerahan yang homogen dengan garis-garis putih retikuler terlihat pada bagian tepi lesi.4 Daerah yang umumnya terlibat yaitu attached gingiva.4 Lesi tipe ini dapat muncul tanpa papula atau striae.4 Pasien mungkin mengeluh adanya rasa terbakar, sensitif, dan tidak nyaman.3

http://scielo.isciii.es/scielo.php?pid=S1698-69462006000200006&script=sci_arttext

6. Tipe erosif

Tipe erosif atau ulseratif ini ditandai dengan adanya ulser di bagian tengah lesi yang dilapisi oleh fibrin atau pseudomembran.3,4 Ulser tersebut dikelilingi oleh daerah kemerahan dan seringkali terdapat garis-garis putih.4 Tipe ini umumnya terdapat di mukosa bukal. Sama seperti tipe atrofik, pasien dapat mengeluh adanya rasa sakit atau rasa terbakar.4

Lichen planus tipe ulseratif4

II.1.3

Histopatologis Oral Lichen Planus Gambaran mikroskopis lichen planus yaitu adanya daerah hiperkeratosis, sering disertai dengan penebalan lapisan sel granular serta terdapat infiltrasi limfofagositik pada epitel jaringan penyambung.3 Seiring berjalannya waktu, epitel akan mengalami remodeling secara bertahap menghasilkan penurunan ketebalan epitel dan retepeg akan berbentuk seperti gergaji (saw-toothed appearance).4 Terjadi peningkatan sel Langerhan dalam epitelium.4 Selain itu, tampak adanya degenerasi lapisan sel basal dan dikenal dengan sebutan liquefaction degeneration.4

II.1.4

Diagnosa Banding Oral Lichen Planus Chronic discoid lupus erythematosus. Kondisi ini biasanya muncul sebagai lesi putih dengan tepi berupa daerah eritema dan dapat mengenai oral mukosa.6 Sama seperti lichen planus pada chronic discoid lupus erythematosus juga terdapat striae.4 Striae pada lesi ini lebih nyata dan lebar dengan hiperkeratinisasi yang lebih tebal sedangkan lichen planus berupa garis-garis putih retikular yg tipis.4,6 Selain itu, gambaran lesi lupus erythematosus yang lembut dan seperti berbulu sangat membantu diagnosa.5 Secara mikroskopis, lesi ini terlihat sebagai lesi parakeratosis, dengan degenerasi stratum germinativum, dan degenerasi kolagen jaringan penyambung.6 Infiltrasi sel-sel inflamasi kronis cenderung terjadi di perivaskular, sedangkan pada lichen planus infiltrasi sel-sel inflamasi kronis terjadi pada subepitel.6

http://www.vgrd.org/archive/cases/2002/dcle/dcle.html

Leukoplakia Lesi yang juga dikenal dengan nama leukokeratosis atau smokers patch ini merupakan lesi yang sering terjadi di rongga mulut dan memiliki gambaran yang mirip dengan lichen planus tipe plak.6 Jika lesi lichen planus juga muncul di kulit maka diagnosa lichen planus akan lebih mudah.5 Leukoplakia lebih banyak

mengenai pria dibandingkan wanita tidak seperti lichen planus yang lebih banyak mengenai wanita.5 Pada tahap yang lebih ringan terdapat hiperkeratosis dengan inflamasi kronis dengan daerah mirip plak yang keras.6 Pada lesi yang parah, leukoplakia merupakan lesi diskeratosis atau perubahan tahap awal keganasan.6

Benign mucous membrane pemphigoid Benign mucous membrane pemphigoid merupakan penyakit autoimun yang etiologinya tidak diketahui.3 Lesi ini mirip dengan lichen planus tipe bulous atau tipe erosif.6 Desquamative gingivitis merupakan benign mucous membrane pemphigoid yang terdapat di gingiva.6 Benign mucous membrane pemphigoid dapat mengenai konjungtiva sedangkan lichen planus tidak.6 Perbedaan lain dengan lichen planus yaitu pada lesi ini tidak terdapat lesi infiltratif pada tepi daerah erosi.6

http://www.nature.com/bdj/journal/v199/n6/fig_tab/4812805a_ft.html

Pemphigus Vulgaris Pemphigus vulgaris merupakan penyakit autoimun di mana sistem imun memproduksi antibodi terhadap protein tertentu di kulit dan mukosa mulut. 3 Antibodi tersebut menyebabkan terpisahnya sel-sel epitel.3 Penyebab pastinya tidak diketahui.3 Pada tahap awal pemphigus vulgaris dapat menyerupai lichen planus tipe erosif.6 Tetapi dari pemeriksaan mikroskopis, lesi pemphigus vulgaris akan memperlihatkan ciri khasnya yaitu adanya akantolisis dan pembentukan vesikel intraepitel. Pada lichen planus tidak tampak adanya akantolisis.6 Eritema Multiformis Eritema multiformis merupakan penyakit kulit dan membran mukosa yang banyak variasinya.4 Etiologi penyakit ini tidak diketahui pasti, beberapa faktor diduga merupakan penyebabnya diantaranya yaitu alergi obat-obatan (misalnya penisilin dan sulfa), infeksi virus, infeksi jamur, autoimun, radiasi, dermatitis kontak yang berat.4 Gambaran klinis lesi ini di dalam rongga mulut berupa lesi irreguler, kemerahan, daerah yang menonjol dengan bermacam-macam ukuran.4 Ciri yang khas yaitu terdapat krusta di vermillion border.4 Pada beberapa kasus, penyakit ini menyerupai lichen planus tipe bullous atau ulseratif.4,6 Evaluasi klinis serta riwayat penyakit yang teliti akan membantu diagnosa.4 Sifilis Mucous patches merupakan lesi sifilis stadium II, di mana lesi ini sangat infeksius.4 Lesi ini disebabkan oleh Treponema palidum di mana penularannya melalui kontak langsung, ditandai dengan daerah eritema kecil dan licin atau dapat juga berupa daerah erosif superfisial, dilapisi lapisan putih keabuan dengan dasar eritematous.4 Lesi ini dapat juga terjadi pada mukosa bibir, lidah dan palatum.4

Mucous patches dapat menyerupai lichen planus tipe plak, tetapi mucous patches lebih rapuh dan mudah dikerok.6

II.1.5

Perawatan Oral Lichen Planus Etiologi oral lichen planus tidaklah diketahui, karena itu perawatan yang diberikan bertujuan untuk mengurangi atau menghilangkan gejala.2 Beberapa obat topikal yang dapat digunakan untuk perawatan lichen planus yaitu anestesi topikal (untuk menghilangkan rasa sakit pada lichen planus tipe erosif), steroid topikal, calcineurin inhibitor (cyclosporine dan tacrolimus), dan terapi penyinaran dengan ultraviolet.4 Steroid topikal adalah obat yang banyak digunakan dan dianggap sebagai terapi pilihan dalam perawatan lichen planus walaupun keberhasilannya tidak mutlak.4 Contoh obat steroid yang digunakan yaitu clobatesol propionate dan triamcinolone.4 Aplikasi topikal cyclosporine, tacrolimus, dan retinoid telah menjadi terapi pilihan kedua untuk oral lichen planus.4

II.2

Oral Lichenoid Lesi di dalam rongga mulut yang secara klinis menyerupai lichen planus tetapi memiliki etiologi yang berbeda disebut lesi oral lichenoid.2 Berdasarkan etiologinya, lesi oral lichenoid dapat dibedakan menjadi; 1) lesi lichenoid karena restorasi amalgam, 2) lesi lichenoid terkait obat-obatan, 3) lesi lichenoid karena penyakit graft versus host kronis (cGVHD), 4) lesi yang mirip dengan lichen planus tetapi tidak memiliki satu atau beberapa ciri khas klinis lichen planus.2

II.2.1

Lesi Lichenoid karena Obat-obatan Tidak ada prevalensi yang tersedia untuk penyakit lesi lichenoid karena obat-obatan karena lesi ini sangat jarang terjadi.4 Mekanisme terjadinya lesi lichenoid akibat obat-obatan tidak diketahui secara pasti. Secara klinis dan histopatologis, gambaran lesi ini mirip dengan reaksi hipersensitivitas tipe lambat.4 Contoh obat-obatan yang dikaitkan dengan terjadinya reaksi lichenoid yaitu penicillin, emas, sulfonamide, carbamazepine, chloroquin, ketoconazole, metronidazole, tetracycline, dan masih banyak obatobatan lainnya.4 Penicillin dan emas dapat berikatan secara langsung dengan protein, yang akan dikenali oleh sel limfosit T spesifik sebagai benda asing, sama seperti reaksi hipersensitivitas tipe lambat.4 Berdasarkan laporan-laporan kasus, lesi ini umumnya unilateral dan muncul dalam bentuk ulseratif. dan sangat sulit dibedakan secara klinis dengan oral lichen planus.4 Salah satu kesulitan dalam mendiagnosa lesi ini yaitu patogenesis imunitas untuk kebanyakan obat belumlah diketahui. Agar secara klinis dapat diklasifikasikan sebagai lesi lichenoid terkait dengan obat-obatan, maka lesi harus memiliki garis-garis putih retikular atau papula.4 Diagnosa yang tepat lebih mudah dibuat apabila pasien menderita lesi lichenoid setelah baru mulai mengkonsumsi obat-obatan.4 Lesi lichenoid karena obat-obatan mungkin tidak langsung timbul dalam beberapa bulan awal pasien mengkonsumsi obat-obatan.4 Saat obat-obatan dihentikan, lesi lichenoid juga tidak langsung menghilang namun membutuhkan waktu beberapa minggu.4

II.2.2

Lesi lichenoid pada cGVHD Penyakit graft versus host kronis atau cGVHD kronis terjadi pada 15 hingga 50% pasien yang berhasil melakukan transplantasi.4 GVHD dapat

didefinisikan sebagai penyakit yang terjadi 100 hari paska transplantasi, umumnya sebagai transisi dari GVHD akut.4 Penyebab utama penyakit cGVHD yaitu transplantasi sel allogenik yang hematopoetik, bahkan transplantasi autologus juga memiliki kemungkinan terjadinya cGVHD. Pada cGVHD, jaringan yang ditransplantasikan berusaha menolak jaringan host.4 Lesi lichenoid pada rongga mulut pada penyakit cGVHD dapat muncul baik pada keadaan akut GVHD maupun keadaan kronis GVHD.4 Namun lebih sering terjadi pada GVHD kronis.4 Gambaran klinis lesi lichenoid pada cGVHD sangat sulit dibedakan dengan lesi pada oral lichen planus, di mana pada lesi ini juga terdapat tipe retikular, eritema dan ulseratif.4 Tetapi lesi lichenoid memiliki ciri khas yaitu melibatkan daerah yang lebih luas pada mukosa rongga mulut.4 Lesi pada kulit umumnya terlihat berupa rash yang berbentuk makulopapular.4 Terutama mengenai telapak tangan dan telapak kaki.4 Adanya GVHD sistemik dapat membantu diagnosa GVHD kronis di rongga mulut.4 Namun pada beberapa kasus, rongga mulut dapat menjadi lokasi primer atau bahkan lokasi satu-satunya pada penyakit GVHD kronis.4 Perawatan yang diberikan pada oral lichenoid pada penyakit GVHD kronis hampir sama dengan oral lichen planus yaitu preparasi steroid topikal seperti fluocinonide dan clobetasol gel.4 Infeksi oportunistik seperti kandidiasis harus selalu dipertimbangkan pada pasien yang ditekan sistem imunnya.4

BAB III ORAL LICHEN PLANUS AND ORAL LICHENOID LESIONS; A CRITICAL APPRAISAL WITH EMPHASIS ON THE DIAGNOSIS ASPECTS

Terdapat berbagai macam lesi putih dan lesi merah-putih pada mukosa rongga mulut. Beberapa dari lesi tersebut dapat didiagnosa melalui pemeriksaan klinis, misalnya geographic tongue dan pseudomembranosis candidiasis. Namun, para klinisi mungkin dihadapkan dengan lesi rongga mulut yang dalam secara klinis sangat sulit dibedakan, contohnya lichen planus dan lesi lichenoid. Seperti telah disebutkan pada bab-bab sebelumnya mengenai lichen planus dan lichenoid bahwa kedua lesi tersebut memiliki etiologi yang berbeda sehingga perawatannya pun berbeda. Oleh karena itu diagnosa yang akurat harus tercapai.

III.1

Perbedaan Oral Lichen Planus dan Oral Lichenoid berdasarkan Gambaran Klinis Gambaran klinis oral lichen planus hampir selalu bilateral, kurang lebih memiliki pola simetris dengan bentuk yang bervariasi, sedangkan lesi lichenoid dapat hanya berupa lesi unilateral. Contohnya pada lesi lichenoid akibat obat-obatan yang umumnya unilateral dan memiliki gambaran ulseratif. Lesi lichenoid dapat muncul atau terlokalisasi pada daerah rongga mulut yang tidak sama dengan OLP. Oral lichen planus paling sering terjadi pada mukosa bukal, dan hampir tidak pernah terjadi pada palatum dan bibir. Sedangkan lesi lichenoid akibat cGVHD dapat melibatkan daerah palatum dan bibir. Lesi lichenoid pada mukosa bibir kemungkinan dipicu oleh plak mikroba yang mengendap pada permukaan bukal gigi anterior.

III.2

Perbedaan Oral Lichen Planus dan Oral Lichenoid berdasarkan Gambaran Histologis Terdapat ciri khas pada gambaran histopatologis oral lichen planus yaitu adanya infiltrasi limfohistositik sedangkan pada oral lichenoid terdapat infiltrasi mixed subepitel serta adanya distribusi difus yang lebih dalam pada lamina propria dan permukaan submukosa. Gambaran histopatologis lain yang dapat membedakan OLP dengan OLL yaitu pada OLP terdapat adanya peningkatan jumlah sel mast bergranulasi pada daerah degenerasi membran basalis, serta peningkatan vaskularisasi dan peningkatan PASpositif pada ketebalan membran basalis.

III.3

Diagnosa Oral Lichen Planus dan Oral Lichenoid Pada tahun 1978 kriteria histopatologis dari oral lichen planus telah disediakan oleh WHO, yang masih dianggap sebagai sumber yang berpengaruh. Namun, kriteria tersebut belum disahkan. Selain itu, telah diketahui bahwa diagnosa akhir dari OLP tidak dapat dibuat hanya berdasarkan histopatologis saja dan seringkali perlu dilakukan penilaian secara klinikopatologis. Peran pewarnaan immunofluorosensi dan immunohistokemikal dalam penegakkan diagnosa OLP cukup terbatas. Jika tidak terdapat faktor etiologi yang jelas, sebaiknya dipertimbangkan untuk pengambilan biopsi. Pengambilan biopsi ini ditekankan untuk mencari adanya displasia epitel atau bahkan karsinoma sel skuamosa.

III. 4 Perbedaan Perawatan Oral Lichen Planus dan Lesi Lichenoid Lichen planus merupakan lesi yang tidak diketehui etiologinya sehingga perawatan yang diberikan hanya bersifat simtomatik. Umumnya, pemberian salep topikal atau obat kumur yang mengandung kortikosteroid sudah cukup, walau keberhasilannya

masih dipertanyakan. Perawatan bedah atau perawatan dengan penyinaran perlu dipertimbangkan apabila lesi persisten dan menyakitkan. Terdapat adanya peningkatan bukti bahwa oral lichen planus merupakan kelainan yang berpotensi menjadi keganasan, walaupun resikonya rendah. Perkiraan tingkat perubahan menjadi keganasan pada OLP tiap tahunnya kurang dari 0,5%, walaupun pada kelompok pasien tertentu disebutkan bahwa presentasenya lebih tinggi. Hal ini dapat terjadi pada semua tipe klinis oral lichen planus termasuk tipe retikular. Perawatan pada lesi lichenoid (akibat amalgam, terkait dengan obat-obatan, akibat cGVHD) tentu saja tergantung dengan etiologinya. Pada lesi lichenoid akibat restorasi amalgam misalnya, penggantian restorasi amalgam biasanya akan mengahsilkan perbaikan dalam beberapa bulan. Jika tidak terdapat respon, maka harus dilakukan biopsi apabila biopsi belum dilakukan pada kunjungan pertama. Pasien yang demikian sebaiknya dirawat sebagai pasien dengan potensi keganasan. Oral lichenoid pada penyakti graft versus host kronis biasanya ditangani dengan pemberian kortikosteroid lokal atau obat-obatan lain seperti tacrolimus.

III. 5 Kesimpulan Terdapat berbagai macam lesi rongga mulut yang mirip dengan lichen planus atau yang sulit dibedakan dengan lichen planus secara klinis dan histopatologis, tetapi memiliki etiologi yang jelas berbeda. Terkadang sulit atau bahkan tidak mungkin untuk mencapai diagnosa yanga akurat. Karena kriteria histopatologis oral lichen planus yang tersedia saat ini belum benar-benar dapat digunakan, maka diagnosa akhir oral lichen planus tidak dapat didasarkan pada histopatologis saja. Pada keadaan di mana faktor etiologi tidak diketahui, maka pengambilan biopsi perlu dipertimbangkan, khususnya pada lesi non-retikular, guna menyingkirkan kemungkinan epitelial displasia atau bahkan karsinoma in situ atau karsinoma sel skuamosa yang invasif.

DAFTAR PUSTAKA

1.

Roopashree MR, Gondhalekar RV, Shashikanth MC, et al. Pathogenesis of oral lichen planus a review. 2010:(39):729-734.

2.

Waal I. Oral lichen planus and oral lichenoid lesions; a critical appraisal with emphasis on the diagnostics aspects. 2009:(7):E310-E314.

3.

Regezi JA, Sciubba JJ, Jordan RC. Oral pathology: Critical Pathology Correlations. 4th edition. California: Saunders; 2003. p. 92-97.

4.

Greenberg MS, Glick M, Ship JA. Burkets Oral Medicine. 11th edition. Hamilton: BC Decker Inc; 2008. p. 89-98.

5.

Wood NK, Goaz PW. Differential diagnosis of oral lesions. London: Mosby; 1997. p. 74-77.

6.

McCarthy LP, Shklar G. Diseases of the oral mucosa: diagnosis, management, therapy. London: McGraw Book-Hill Book Company; 2006. p. 114-127.