refrat plexus

27
REFERAT LESI PLEKSUS BRAKIALIS PEMBIMBING: DR. JOSEPHINE RETNO, SP.S OLEH: RIA PITASARI (2014-061-033) KEPANITERAAN KLINIK DEPARTEMEN NEUROLOGI UNIVERSITAS KATOLIK INDONESIA ATMA JAYA 1

Upload: josephine-ria-pitasari

Post on 05-Dec-2015

31 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

plexus brachialis

TRANSCRIPT

Page 1: Refrat plexus

REFERAT

LESI PLEKSUS BRAKIALIS

PEMBIMBING:

DR. JOSEPHINE RETNO, SP.S

OLEH:

RIA PITASARI (2014-061-033)

KEPANITERAAN KLINIK DEPARTEMEN NEUROLOGI

UNIVERSITAS KATOLIK INDONESIA ATMA JAYA

FAKULTAS KEDOKTERAN

PERIODE 27 APRIL 2015 – 30 MEI 2015

1

Page 2: Refrat plexus

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI……………………………………………………………………………. 1

PENDAHULUAN……………………………………………………………………… 2

DEFINISI………………………………………………………………………………. 2

ANATOMI………………………………………………………..……………………. 2

ETIOPATOFISIOLOGI……………………………………….………………….…… 6

DERAJAT KERUSAKAN………………………………………..…………………… 7

GAMBARAN KLINIS………………………………………………………………… 8

PEMERIKSAAN PENUNJANG……………………………………………………….. 13

TATALAKSANA………………………………………………………………………. 14

PROGNOSIS…………………………………………………………………………… 15

KESIMPULAN………………………………………………………………………… 16

DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………….. 17

1

Page 3: Refrat plexus

I. Pendahuluan

Lesi Pleksus brakialis (pleksopati brakialis) merupakan gangguan saraf perifer yang

mengenai pleksus brakhialis. Lesi pleksus brakhialis kejadiannya 10% dari lesi saraf perifer

dan kira-kira 14% lesi neurologik di anggota gerak atas adalah akibat lesi di pleksus

brakhialis. Trauma merupakan penyebab tersering kasus ini, terlebih lagi karena letaknya

didaerah leher dan bahu yang sering bergerak.1

II. Definisi

Lesi pleksus brakhialis, atau yang sering disebut pleksopati brakhialis adalah suatu

gangguan saraf perifer yang lesinya menimbulkan kerusakan saraf yang membentuk pleksus

brakhialis, yakni kumpulan saraf yang terdiri dari radix, trunkus, divisions dan cords

(fasciculus). Pleksus brachialis adalah pangkal dari serabut-serabut saraf yang berasal dari

medulla spinalis C5-Th1, dan mempersarafi ekstremitas superior. Pleksus brakialis juga

merupakan pleksus saraf somatik dibentuk oleh intercommunications antara rami ventral

(akar) dari saraf serviks 4 lebih rendah (C5-C8) dan saraf dada pertama (T1). Lesi pada

pleksus brachialis dapat diklasifisikasikan sesuai dengan derajat kerusakan saraf Pleksus

brachialis berawal dari ramus anterior radiks hingga fasikulus2 (gambar 1)

III. Anatomi

Pleksus brakhialis berawal dari serabut saraf yang berasal dari ramus anterior radiks

saraf C5-T1. C5 dan C6 akan bergabung membentuk trunkus superior, C7 membentuk

trunkus medialis, dan C8 dan T1 bergabung membentuk trunkus inferior. Trunkus berjalan

melewati klavikula dan disana membentuk divisi anterior dan posterior. Divisi posterior dari

masing-masing dari trunkus tadi akan membentuk fasikulus posterior. Divisi anterior dari

trunkus-trunkus superior dan media membentuk fasikulus lateralis. Divisi anterior dari

trunkus inferior membentuk fasikulus medialis. Kemudian fasikulus posterior membentuk n.

radialis dan n. axilaris. Fasikulus lateral terbagi dua dimana cabang yang satu membentuk n.

muskulokutaneus dan cabang lainnya bergabung dengan fasikulus media untuk membentuk

n. medianus. Fasikulus media terbagi dua dimana cabang pertama ikut membentuk n.

medianus dan cabang lainnya menjadi n. ulnaris.1,2

2

Page 4: Refrat plexus

Gambar 1. Anatomi pleksus brakhialis

Plexus brachialis menerima komponen simpatis melalui ganglion cervicale medius,

yaitu n.spinalis C5-6, melalui ganglion cervicale inferius atau ganglion stellatum untuk

n.spinalis C6-7-8, dan melalui ganglion para vetebrae Th I dan II nervus spinalis Th1-2.

Menurut letaknya terhadap clavicula percabangan plexus brachialis dibagi menjadi

pars supraclavicularis dan pars infraclavicularis. Yang termasuk percabangan pars

supraclavicularis adalah :2

N.thoracalis posterior.

N.subclavius

N.supraclavicularis

Pars infraclavicularis mempercabangkan:

Nn.thoracalis anterior

Nn.subscapularis

N.thoraco dorsalis

N.axillaris, disebut n.circumflexus

N.cutaneus brachii medialis

N.cutaneus antebrachii medialis

3

Page 5: Refrat plexus

Cabang terminal plexus brachialis adalah :

1. N.musculocutaneus

2. N.medianus

3. N.ulnaris

4. N.radialis

Secara skematis percabangan terminal plexus brachialis adalah sebagai berikut :

Fasciculus lateralis mempercabangkan :

1. N.musculocutaneus

2. Radix superior nervus medianus

Fasciculus medialis mempercabangkan :

1. N.ulnaris

2. N.cutaneus brachii medialis

3. N.cutaneus antebrachii medialis

4. Radix inferior nervus medianus

Fasciculus posterior mempercabangkan :

1. N.axillaris

2. N.radialis

4

Page 6: Refrat plexus

Gambar 2. Berbagai persebaran dermatom inervasi sensoris pleksus

IV. Etiopatofisiologi

5

Page 7: Refrat plexus

Penyebab lesi dan patofisiologi pleksus brakhialis bervariasi, diantaranya:

i. Trauma3

Merupakan penyebab terbanyak lesi pleksus brakhialis pada orang dewasa maupun

neonatus. Keadaan ini dapat berupa cedera tertutup, cedera terbuka, cedera iatrogenic.

Traksi dan kompresi dapat juga menyebabkan iskemi, yang akan merusak pembuluh

darah. Kompresi yang berat dapat menyebabkan hematom intraneural yang dapat

menjepit jaringan saraf sekitarnya.

ii. Tumor 4

Tercatat dari penelitian yang dilakukan oleh Binder D, et al. kejadian lesi plexus

brachialis dapat disebabkan karena tumor primer (dari yang paling sering):

schwannoma, neurofibroma, malignant peripheral nerve sheath tumors. Hingga

tumor desmoid. Kejadian metastasis juga dilaporkan cukup sering terjadi akibat

kanker mamae, paru dan limfoma.

iii. Radiation-induced

Frekuensi cedera pleksus brachialis yang dipicu oleh radiasi diperkirakan sebanyak

1,8 – 4,9% dari lesi. Mekanisme dari proses ini diduga terjadi akibat kombinasi

dari kegagalan proliferasi sel dan iskemik lokal akibat radiasi, yang mengakibatkan

kerusakan pada sel akson dan sel schwann.4

iv. Entrapment

Keadaan ini merupakan penyebab cedera pleksus brakhialis pada thoracic outlet

syndrome. Postur tubuh dengan bahu yang lunglai dan dada yang kolaps

menyebabkan thoracic outlet menyempit sehingga menekan struktur neurovaskuler.

Adanya iga accessory atau jaringan fibrous juga berperan menyempitkan thoracic

outlet. Faktor lain yaitu payudara berukuran besar yang dapat menarik dinding dada

ke depan (anterior dan inferior).1

v. Idiopatik

6

Page 8: Refrat plexus

Pada Parsonage Turner Syndrome terjadi pleksitis tanpa diketahui penyebab yang

jelas namun diduga terdapat infeksi virus yang mendahului. Presentasi klasik adalah

nyeri dengan onset akut yang berlangsung selama 1–2 minggu dan kelemahan otot

timbul lebih lambat. Nyeri biasanya hilang secara spontan dan pemulihan komplit

terjadi dalam 2 tahun.3

Gambar 3. Patofisiologi lesi pleksus brakhialis

V. Derajat Kerusakan

Derajat Kerusakan pada lesi saraf perifer dapat dilihat dari klasifikasi Sheddon (1943)

dan Sunderland (1951).6

Klasifikasi Sheddon, yaitu :

a. Neuropraksia

Pada tipe ini terjadi kerusakan mielin, namun akson tetap intak. Dengan adanya

kerusakan mielin dapat menyebabkan hambatan konduksi saraf. Pada tipe cedera

seperti ini tidak terjadi kerusakan struktur terminal sehingga proses penyembuhan

lebih cepat dan merupakan derajat kerusakan paling ringan.

b. Aksonotmesis

Terjadi kerusakan akson namun semua struktur selubung saraf termasuk endoneural

masih tetap intak. Terjadi degenerasi aksonal segmen saraf distal dari lesi (degenerasi

Wallerian). Regenerasi saraf tergantung dari jarak lesi mencapai serabut otot yang

dienervasi tersebut. Pemulihan sensorik cukup baik bila dibandingkan motorik.

c. Neurotmesis

7

Page 9: Refrat plexus

Terjadi ruptur saraf dimana proses pemulihan sangat sulit terjadi meskipun dengan

penanganan bedah. Bila terjadi pemulihan biasanya tidak sempurna dan dibutuhkan

waktu serta observasi yang lama. Merupakan derajat kerusakan paling berat.

Klasifikasi Sunderland lebih merinci kerusakan saraf yang terjadi dan membaginya dalam 5

tingkat, yaitu :

1. Tipe I: hambatan dalam konduksi (neuropraksia)

2. Tipe II: cedera akson tetapi selubung endoneural tetap intak (aksonotmesis)

3. Tipe III: aksonotmesis yang melibatkan selubung endoneural tetapi perineural dan

epineural masih intak.

4. Tipe IV: aksonotmesis melibatkan selubung endoneural, perineural, tetapi epineural

masih baik.

5. Tipe V: aksonotmesis melibatkan selubung endoneural, perineural dan epineural

(neurotmesis).

VI. Gambaran Klinis

Gejala yang timbul umumnya unilateral berupa kelainan motorik, sensorik dan

bahkan otonom pada bahu dan/atau ekstremitas atas. Gambaran klinisnya mempunyai banyak

variasi tergantung dari letak dan derajat kerusakan lesi. Dalam keperluan klinis, lesi pleksus

brakhialis dapat dibagi menjadi regio supraklavikular dan regio infraklavikular.3,6,7

8

Page 10: Refrat plexus

Gambar 4. Pleksus supraclavikular dan infraklavikular

Pleksopati supraklavikuler

Pada Pleksopati supraklavikuler lesi terjadi ditingkat radiks, trunkus atau

kombinasinya. Lesi ditingkat ini paling sering terjadi.6

1. Lesi tingkat radiks (roots)

Pada lesi pleksus brakhialis ini biasanya berkaitan dengan kejadian avulsi radiks.

Gambaran klinis sesuai dengan dermatom dan miotomnya. Lesi di tingkat ini dapat

terjadi paralisis parsial dan hilangnya sensorik secara inkomplit, karena otot-otot tangan

dan lengan biasanya dipersyarafi oleh beberapa radiks.

Gambar 5. Gambar miotom servikal

9

Page 11: Refrat plexus

Presentasi klinis pada lesi radiks :

Radiks saraf Penurunan Refleks Kelemahan Hipestesi/kesemutan

C5 Biseps brakhii Fleksi siku Lateral lengan atas

C6 Brakhioradiialis Ekstensi pergelangan tangan Lateral lengan bawah

C7 Triceps brakhii Ekstensi siku Jari tengah

C8 - Fleksi jari2 tangan Medial lengan bawah

T1 - Abduksi jari2 tangan Medial siku

2. Sindroma Erb-Duchenne

Biasanya lesi terjadi akibat trauma. Pada bayi, kejadian ini terjadi karena penarikan

kepala saat proses kelahiran dengan penyulit distokia bahu, sedangkan pada orang

dewasa terjadi karena jatuh pada bahu dengan kepala terlampau menekuk kesamping.

Presentasi klinis pasien berupa waiter’s tip position dimana lengan berada dalam posisi

adduksi (kelemahan otot deltoid dan supraspinatus), rotasi internal pada bahu (kelemahan

otot teres minor dan infraspinatus), pronasi (kelemahan otot supinator dan

brachioradialis) dan pergelangan tangan fleksi (kelemahan otot ekstensor karpi radialis

longus dan brevis). Selain itu terdapat pula kelemahan pada otot biseps brakhialis,

brakhialis, pektoralis mayor, subscapularis, rhomboid, levator scapula dan teres mayor.

Refleks bisep biasanya menghilang, sedangkan hipestesi terjadi pada bagian luar (lateral)

dari lengan atas dan tangan.

3. Sindroma Klumpke’s Paralysis

Lesi di radiks servikal bawah (C8, T1) atau trunkus inferior dimana penyebab pada bayi

baru dilahirkan adalah karena penarikan bahu untuk mengeluarkan kepala,sedangkan

pada orang dewasa biasanya saat mau jatuh dari ketinggian tangannya memegang sesuatu

kemudian bahu tertarik. Presentasi klinis berupa deformitas clawhand (kelemahan otot

lumbrikalis) sedangkan fungsi otot gelang bahu baik. Selain itu juga terdapat kelumpuhan

pada otot fleksor carpi ulnaris, fleksor digitorum, interosei, tenar dan hipotenar sehingga

tangan terlihat atrofi. Disabilitas motorik sama dengan kombinasi lesi n. Medianus dan

ulnaris. Kelainan sensorik berupa hipestesi pada bagian dalam/ sisi ulnar dari lengan dan

tangan.

10

Page 12: Refrat plexus

Gambar 6. lokasi lesi pada Erb’s palsy dan Klumpke’s palsy

4. Lesi di trunkus superior

Gejala klinisnya sama dengan sindroma Erb di tingkat radiks dan sulit dibedakan. Namun

pada lesi di trunkus superior tidak didapatkan kelumpuhan otot rhomboid, seratus

anterior, levator scapula dan saraf supra - & infraspinatus. Terdapat gangguan sensorik di

lateral deltoid, aspek lateral lengan atas dan lengan bawah hingga ibu jari tangan.

5. Lesi di trunkus media

Sangat jarang terjadi dan biasanya melibatkan daerah pleksus lainnya (trunkus superior

dan/atau trunkus inferior) Gejala klinis didapatkan kelemahan otot triceps dan otot-otot

yang dipersyarafi n. Radialis (ekstensor tangan), serta kelainan sensorik biasanya terjadi

pada dorsal lengan dan tangan.

6. Lesi di trunkus inferior

Gejala klinisnya yang hampir sama dengan sindroma Klumpke di tingkat radiks. Terdapat

kelemahan pada otot-otot tangan dan jari-jari terutama untuk gerakan fleksi, selain itu

juga kelemahan otot-otot spinal intrinsik tangan. Gangguan sensorik terjadi pada aspek

medial dari lengan dan tangan.

7. Lesi pan-supraklavikular (radiks C5-T1 / semua trunkus)

Pada lesi ini terjadi kelemahan seluruh otot ekstremitas atas, defisit sensorik yang jelas

pada seluruh ekstremitas atas dan mungkin terdapat nyeri. Otot rhomboid, seratus

11

Page 13: Refrat plexus

anterior dan otot-otot spinal mungkin tidak lemah tergantung dari letak lesi proksimal

(radiks) atau lebih ke distal (trunkus).

Pleksopati Infraklavikuler1

Pada pleksopati infraklavikuler terjadi lesi ditingkat fasikulus dan/atau saraf terminal.

Lesi infraklavikuler ini jarang terjadi dibanding supraklavikuler namun umumnya

mempunyai prognosis lebih baik. Penyebab utama terjadi pleksopati infraklavikuler biasanya

adalah trauma dapat tertutup (kecelakaan lalu lintas) maupun terbuka (luka tembak).

Mayoritas disertai oleh kerusakan struktur di dekatnya (dislokasi kaput humerus, fraktur

klavikula, scapula atau humerus).

Gambaran klinis sesuai dengan lesinya :

1. Lesi di fasikulus lateral

Dapat terjadi akibat dislokasi tulang humerus. Lesi disini akan mengenai daerah yang

dipersyarafi oleh n. Muskulocutaneus dan sebagian dari n. Medianus. Gejala

klinisnya yaitu kelemahan otot fleksor lengan bawah dan pronator lengan bawah,

sedangkan otot-otot intrinsik tangan tidak terkena. Kelainan sensorik terjadi di lateral

lengan bawah dan jari 1 – III tangan.

2. Lesi di fasikulus medial

Disebabkan oleh dislokasi subkorakoid dari humerus. Kelemahan dan gejala sensorik

terjadi dikawasan motorik dan sensorik n. Ulnaris. Lesi disini akan mengenai seluruh

fungsi otot intrinsik tangan seperti fleksor, ekstensor dan abduktor jari-jari tangan,

juga fleksor ulnar pergelangan tangan. Secara keseluruhan kelainan hampir

menyerupai lesi di trunkus inferior. Kelainan sensorik terlihat pada lengan atas dan

bawah medial, tangan dan 2 jari tangan bagian medial.

3. Lesi di fasikulus posterior

Lesi ini jarang terjadi. Gejala klinisnya yaitu terdapat kelemahan dan defisit sensorik

dikawasan n. Radialis. Otot deltoid (abduksi dan fleksi bahu), otot-otot ekstensor

lengan, tangan dan jari-jari tangan mengalami kelemahan. Defisit sensorik terjadi

pada daerah posterior dan lateral deltoid, juga aspek dorsal lengan, tangan dan jari-

jari tangan.

12

Page 14: Refrat plexus

VII. Pemeriksaan Penunjang5

a. Radiografi

Adanya cedera saraf tepi biasanya disertai dengan cedera tulang dan jaringan iikat

sekitar yang dapat dinilai dengan pemeriksaan radiografi. Pada kasus cedera

traumatik, penggunaan X-ray dapat membantu menilai adanya dislokasi,

subluksasi atau fraktur yang dapat berhubungan dengan cedera pleksus tersebut.

Pemeriksaan radiografi:

1. Foto vertebra servikal untuk mengetahui apakah ada fraktur pada vertebra

servikal

2. Foto bahu untuk mengetahui apakah ada fraktur skapula, klavikula atau

humerus.

3. Foto thorak untuk melihat disosiasi skapulothorak serta tinggi diafragma pada

kasus paralisa saraf phrenicus.

CT scan dapat digunakan untuk menilai adanya fraktur tersembunyi yang tidak

dapat dinilai oleh x-ray. Sedangkan myelografi digunakan pada lesi

supraklavikular berat, yang berguna untuk membedakan lesi preganglionik dan

postganglionik. Kombinasi CT dan myelografi lebih sensitif dan akurat terutama

untuk menilai lesi proksimal (avulsi radiks). MRI dapat memberikan gambaran

yang lebih jelas mengenai jaringan ikat sekitar lesi dan penilaian pleksus

brakhialis ekstraforaminal normal atau tidak normal.

b. Elektrofisiologi

Hasil pemeriksaan kecepatan hantar syaraf untuk Compound Muscle Action

Potentials (CMAP) didapatkan amplitudo yang rendah setelah hari ke-9.

SNAPs (Sensory Nerve Action Potentials) berguna untuk membedakan lesi

preganglionic atau lesi postganglionic.

EMG (Elektromiografi) dengan jarum pada otot dapat tampak fibrilasi, positive

sharp wave (pada lesi axonal), amplitudo dan durasi. Dimana denervasi terlihat

setelah minggu ke-2.

13

Page 15: Refrat plexus

VIII. Tatalaksana

Penatalaksanaan pada pleksus brakhialis menjadi tantangan, terutama karena

beberapa penyebab tidak ada terapi yg spesifik. Lesi dengan manifestasi ringan

biasanya dapat sembuh sendiri tanpa terapi yang spesifik. Penatalaksanaan suportif,

dengan berfokus pada kontrol nyeri dan disertai dengan penatalaksanaan aspek

rehabilitasi dan tindakan operasi diindikasikan pada lesi pleksus brakhialis berat dan

umumnya dilakukan 3-4 bulan setelah trauma dan tidak dianjurkan jika telah lebih

dari 6 bulan karena hasil kesembuhan tidak optimal. Jika lesi sangat luas dan

perbaikan keseluruhan tidak memungkinkan maka tujuan utama perbaikan bedah

adalah mengembalikan fungsi fleksi siku, kemudian dapat dilanjutkan dengan fungsi

ekstensi pergelangan tangan dan fleksi jari-jari.5

Beberapa tindakan operasi yang dilakukan pada lesi pleksus brakhialis adalah:

1. Bedah primer

Pembedahan dengan standart microsurgery dengan tujuan memperbaiki

injury pada plexus serta membantu reinervasi. Teknik yang digunakan tergantung

berat ringan lesi.8

Neurolysis : Melepaskan constrictive scar tissue disekitar saraf

Neuroma excision: Bila neuroma besar, harus dieksisi dan saraf dilekatkan

kembali dengan teknik end-to-end atau nerve grafts

Nerve grafting : Bila “gap” antara saraf terlalu besar, sehingga tidak mungkin

dilakukan tarikan. Saraf yang sering dipakai adalah n suralis, n lateral dan

medial antebrachial cutaneous, dan cabang terminal sensoris pada n interosseus

posterior

Neurotization : Neurotization pleksus brachialis digunakan umumnya pada

kasus avulsi pada akar saraf spinal cord. Saraf donor yang dapat digunakan :

hypoglossal nerve, spinal accessory nerve, phrenic nerve, intercostal nerve, long

thoracic nerve dan ipsilateral C7 nerve. Intraplexual neurotization menggunakan

bagian dari root yang masih melekat pada spinal cord sebagai donor untuk saraf

yang avulsi.

Perbaikan primer yang segera biasanya direkomendasikan bila laserasi saraf

bersih dari benda tajam.

14

Page 16: Refrat plexus

2. Bedah sekunder

Tujuan untuk meningkatkan seluruh fungsi extremitas yang terkena. Ini

tergantung saraf yang terkena. Prosedurnya berupa tendon transfer, pedicled

muscle transfers, free muscle transfers, joint fusions and rotational, wedge or

sliding osteotomies.

Perbaikan operatif sekunder setelah 2-4 minggu secara umum

direkomendasikan untuk cedera tumpul atau cedera dengan kerusakan jaringan

lunak yang luas dimana cedera saraf sangat berat dan perbaikan primer atau

grafting tidak memungkinkan, neurotization dengan anastomosis satu saraf

dengan yang lain dapat menjadi pilihan lainnya.8

3. Rehabilitasi medis

Program rehabilitasi secara individual meliputi modifikasi dari faktor resiko,

perubahan gaya hidup, dan edukasi pada kesadaran tentang kesehatan dan kebugaran,

juga pendekatan yang mengkombinasi teknik restorasi dan adaptasi. Pendekatan

restorasi mencoba untuk mempengaruhi selama proses perbaikan dan memperoleh

kembali fungsi yang hilang, meliputi therapeutic exercise (terapi latihan), aplikasi

stimulasi elektrik (ES: electrical stimulation), atau pasien menyelesaikan gerakan

tanpa gravitasi dengan atau tanpa bantuan terapis. Tenik adaptasi meliputi

pembelajaran cara baru dalam melakukan tugas, penggunaan brace untuk menyokong

otot yang lemah atau memberikan posisi yang benar, serta peralatan khusus untuk

memungkinkan seseorang melakukan tugas dengan adanya defisit.7

IX. Prognosis

Proses regenerasi saraf terjadi kira-kira 1-2 mm/hari atau 1 inci/bulan,

sehingga mungkin diperlukan beberapa bulan sebelum tanda pemulihan dapat dilihat.

Neuropraksia mempunyai prognosis yang paling baik, dimana perbaikan spontan

dapat terjadi beberapa minggu hingga bulan (3-4 bulan setelah cedera). Pada tipe

aksonotmesis, perbaikan diharapkan dapat terjadi dalam beberapa bulan dan biasanya

komplit kecuali terjadi atrofi motor endplate dan reseptor sensorik sebelum

pertumbuhan akson mencapai organ-organ ini. Perbaikan fungsi sensorik mempunyai

15

Page 17: Refrat plexus

prognosis lebih baik dibandingkan motorik karena reseptor sensorik dapat bertahan

lebih lama dibandingkan motor endplate. Pada neurotmesis, regenerasi dapat terjadi

namun fungsional sulit kembali sempurna. Faktor-faktor yang mempengaruhi

outcome yaitu luasnya lesi jaringan saraf dan derajat kerusakannya, usia tua, status

medis pasien, kepatuhan dan motivasi pasien dalam menjalani terapi.1,3

X. Kesimpulan

Lesi pleksus brakhialis kejadiannya adalah 10% dari lesi saraf perifer dan

kira-kira 14% dari lesi neurologik di anggota gerak atas dan trauma merupakan

penyebab tersering. Derajat Kerusakan bervariasi, mulai dari neuropraksia,

aksonotmesis, dan neurotmesis. Gejala yang timbul dari lesi ini berupa kelainan

motorik, sensorik dan bahkan yang mempunyai banyak variasi klinis tergantung dari

letak dan derajat kerusakan lesi. Penatalaksanaan pleksopati brakialis dapat suportif,

dengan berfokus pada kontrol nyeri disertai dengan penatalaksanaan aspek

rehabilitasi dan tindakan operasi dengan tujuan utama adalah mengembalikan fungsi

fleksi siku maupun ekstensi pergelangan tangan dan fleksi jari-jari.

16

Page 18: Refrat plexus

DAFTAR PUSTAKA

1. Ropper, A, Brown, R. Adams and Victores Principlesof Neurology, 8th edition.

Medical Publishing Division.

2. Moore, K.L.; Agur, A.M. (2007). Essential Clinical Anatomy (3rd ed.). Baltimore:

Lippincott Williams & Wilkins. pp. 430–1. ISBN 978-0-7817-6274-8.

3. Chad DA. Disorders of nerve roots and plexuses. In: Daroff RB, Fenichel GM,

Jankovic J, Mazziotta JC, eds. Bradley’s Neurology in Clinical Practice

4. Primary Brachial Plexus Tumors: Imaging, Surgical, and Pathological Findings in

25 Patients. Devin K. Binder, M.D., Ph.D., Justin S. Smith, M.D., Ph.D.,

Nicholas M. Barbaro, M.D.

5. Ensrud E, King JC. Plexopathy-brachial. In: Frontera WR, Silver JK, Rizzo TD, eds.

Essentials of Physical Medicine and Rehabilitation.

6. Dumitru D, Zwarts MJ. Brachial plexopathies and proximal mononeuropathies. In:

Dumitru D, Amato AA, Zwarts MJ. Electrodiagnostic Medicine. 2nd. Philadephia:

Hanley & Belfus; 2002:777-836.

7. Mardjono. Mahar., Shidarta Priguna. Neurologi Klinis Dasar. Dian Rakyat, Jakarta

8. Shenaq S.M., Hand, Brachial Plexus Surgery, available from : www.emedicine.com ,

last updated : October 7, 2002, taken on May, 2015.

17