refrat zoonosis

Upload: sekar-ciptaningrum

Post on 18-Jul-2015

365 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

BAB I PENDAHULUAN

Penyakit kulit parasit menyebar di seluruh belahan dunia dan dikenal sejak zaman kuno.1 Terdapat 6 penyakit yang penting, di antaranya adalah skabies, pedikulosis, tungiasis, dan creeping eruption.Pada penyakir kulit parasit ini, interaksi host dan parasit terbatas pada stratum korneum, bagian teratas epidermis. Di bagian itu, ektoparasit menyelesaikan siklus hidup mereka.1 Skabies, pedikulosis kapitis dan pedikulosis pubis terdapat di seluruh belahan dunia, tetapi pedikulosis korporis terbatas pada negara yang beriklim dingin dan hampir tidak ada di daerah tropis. Creeping eruption sangat jarang di negara industri, tetapi banyak terdapat di negara berkembang. Tungiasis secara geografi terbatas di caribbean, sub sahara afrika, dan amerika selatan. 2 Distribusi penyakit kulit ini tidak teratur, insidensi dan prevalensinya sangat beragam. Sebagai contoh suatu penelitian di bangladesh, menunjukkan bahwa pada anak-anak yang berusia kurang dari 6 tahun mengalami skabies dalam periode 12 bulan. Di Tanzania, prevalensinya 6 %, di Brazil 8-10 %, dan di India sebesar 13 %. Pada anak-anak di Mesir, prevalensinya diperkirakan sebesar 5 %, tetapi di suatu komunitas aborigin Australia, prevalensinya mencapat 50%. Pada anak-anak yang berusia 5-9 tahun yang tinggal di sebuah kamp penampungan di Sierra Leone, 86% dari anak-anak tersebut diinfestasi oleh S. Scabiei.3 Faktor yang berpengaruh terhadap tingginya angka kejadian penyakit parasit pada komunitas yang cenderung miskin ini sangat kompleks. Kepadatan, tidur dalam kasur yang sama, mobilitas populasi yang tinggi, higiene yang rendah, kurangnya akses terhadap pelayanan kesehatan, pengobatan yang tidak adekuat, dan malnutrisi, berkontribusi terhadap tingginya angka kejadian skabies. Studi epidemiologis yang lain penyebutkan bahwa sanitasi merupakan faktor yang paling berpengaruh terhadap angka kejadian skabies. 4 Dalam populasi yang miskin, beberapa kelompok mempunyai risiko tinggi untuk menderita penyakit tersebut. Perempuan lebih cenderung mengalami infestasi Pediculus humanus var. capitis, anak-anak (infestasi Pediculus humanus var. capitis, skabies, creeping eruption , tungiasis), orang dewasa (skabies, tungiasis), dan pada orang yang tidak punya rumah lebih cenderung menderita skabies, pedikulosis korporis, dan pedikulosis pubis. 4

1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. PEDIKULOSIS

Pedikulosis adalah gangguan yang disebabkan infestasi tuma, termasuk famili Pediculidae. Pediculus ini merupakan parasit obligat yakni menghisap darah manusia untuk mempertahankan hidup. Pediculus menghisap darah setelah memasukkan saliva ke dalam tubuh. Saliva ini menyebabkan keluhan gatal. Pediculus bisa bertahan hidup jauh dari host-nya, yaitu manusia. Bagaimanapun juga, pediculus akan mati dalam 10 hari setelah dipisahkan dari tubuh manusia.5 Tempat timbulnya kelainan tergantung tuma penyebabnya, dikenal pediculosis capitis, pediculosis corporis, dan pediculosis pubis (Phthiriasis). 6,7 Distribusi pedikulosis tersebar di seluruh belahan dunia, baik pada negara berkembang ataupun negara maju. Ratusan juta kasus telah dilaporkan dan cenderung meningkat dalam beberapa dekade terakhir. Suatu penelitian pada 6.169 anak-anak sekolah di Belgia dengan usia 2,5-12 tahun disebutkan bahwa prevalensi pedikulosis capitis 8,9%. P. Capitis ditemukan sebanyak 9,6% pada remaja usia sekolah di Saudi Arabia. P. Corporis sekarang jarang ditemukan di negara maju keciali pada mereka yang tidak mempunyai rumah. 5 Pada manusia sendiri, terdapat klasifikasi pedikulosis berdasarkan spesies pediculus yang menyerang beserta tempat predileksinya yaitu: Pediculus humanus capitis yang menyebabkan pedikulosis kapitis Pediculus humanus corporis yang menyebabkan pedikulosis korporis Pthirus pubis yang menyebabkan pedikulosis pubis

1. Pedikulosis Capitis a. Definisi Infeksi kulit rambut kepala yang disebabkan oleh Pediculus humanus var.capitis yang termasuk famili Pediculidae. Pedikulosis telah ditemukan sejak zaman dahulu dan ditemukan kosmopolit. 6,7 b. Epidemiologi Penyakit ini terutama menyerang anak-anak dan cepat meluas di lingkungan hidup yang padat, misalnya seperti asrama dan panti asuhan. Kondisi higiene yang2

tidak baik seperti jarang membersihkan rambut juga dapat menyebabkan seseorang terkena penyakit ini. Penduduk di negara dengan pendapatan yang kurang lebih cenderung menderita penyakit ini daripada negara maju.2

Cara penularannya

melalui perantara (benda), misalnya sisir, bantal, topi, dan kasur. 6 Pada infeksi berat dengan P. humanus capitis, helaian rambut akan sering melekat satu dengan yang lain dan mengeras, dapat ditemukan banyak tuma dewasa, telur, dan eksudat nanah yang berasal dari luka gigitan yang meradang. Keadaan ini disebut "plica palonica" yang dapat ditumbuhi jamur. Infestasi mudah terjadi melalui kontak langsung. 7

Gambar 1. Morfologi Pediculus humanus capitis: A. Jantan; B. Betina; C. Larva; dan D. Telur. Dikutip dari : 7

c. Etiologi Kutu ini mempunyai 2 mata dan 3 pasang kaki berwana abu-abu yang kemudian berubah menjadi kemerahan setelah menghisap darah. Siklus hidupnya melalui stadium telur, larva, nimfa, dan dewasa. Telur yanglebih matang akan berada di bagian ujung rambut. 6 d. Patogenesis Kelainan kulit yang timbul disebabkan oleh garukan untuk menghilangkan rasa gatal. Gatal tersebut timbul karena pengaruh liur dan ekskresi dari kutu yang dimasukkan ke dalam kulit ketika kutu menghisap darah. Selain gatal, air liur ini juga dapat menimbulkan papula eritematosa. 7 e. Manifestasi Klinis Rasa gatal merupakan gejala utama. Telur-telur cenderung lebih banyak ditemukan pada daerah oksipital kulit dan di atas telinga. Kadang-kadang serpihan ketombe atau lapisan keratin yang melekat pada batang-batang rambut bisa dikelirukan dengan telur-telur tersebut, sedangkan untuk membedakannya dengan jelas adalah dengan pemeriksaan mikroskopik. Kemudian arena garukan akan3

timbul erosi, ekskoriasi dan infeksi sekunder berupa pus dan krusta. Bila infeksi sekunder berat maka rambut akan menggumpal yang disebabkan oleh banyaknya pus dan disertai pembesarankelenjar getah bening regional. Pada keadaan tersebut akan memberikan bau yang busuk.6,8 f. Penegakkan Diagnosis Diagnosis ditegakkan dengan menemukan P. humanus capitis dewasa, nimfa atau telur dari rambut kepala. Telur berwarna abu-abu dan berkilat. 6,7 g. Diagnosis Banding Tinea capitis, pioderma (impetigo krustosa), dan dermatitis seboroika. 6 h. Pengobatan Pengobatan bertujuan untuk memusnahkan semua kutu dan telur serta mengobati infeksi sekunder. Pengobatan secara topikal di antaranya dengan pemberian malathion yang memberikan efek pedikulosid dengan cara pemberian topical sebanyak 0,5% atau 1% dalam bentuk losio atau sray. Cara penggunaannya :malam sebelum tidur rambut dicuci dengan sabun kemudian dipakaikan losio malathion, lalu kepala ditutup dengan kain. Kemudian keesokan harinya rambut dicuci lagi dengan sabun dan disisir menggunakan sisir rapat atau serit. Pengobatan dapat diulangi satu minggu kemudian jika masih terdapat telur. 6 Selain malathion, bisa juga digunakan gama benzene heksaklorida. Obat ini memberikan efek pedikulosid dan skabisid dengan cara pemberian topical sebanyak 1%. Cara penggunaannya : setelah obat dioleskan di rambut diamkan kurang lebih 12 jam lalu dicuci dan disisir dengan serit. Pengobatan dapat diulang satu minggu kemudian. Pada infeksi sekunder yang berat sebaiknya rambut dicukur, infeksi sekunter diobati dulu dengan antibiotik sistemik dan topikal lalu disusul dengan obat di atas dalam bentuk sampo. 6

2. Pedikulosis Corporis a. Definisi Pedikulosis korporis merupakan infeksi kulit yang disebabkan oleh Pediculus humanus var. corporis. 6 b. Epidemiologi Penyakit ini biasa menyerang orang dewasa dengan higiene yang buruk, misalnya penggembala. Hal ini disebabkan karena mereka jarang mandi, jarang mengganti dan mencuci pakaian,. Penyebaran penyakit ini bersifat kosmopolit,4

lebih sering pada daerah beriklim dingin karena orang memakai baju yang tebal dan jarang dicuci.6

Selain itu juga, faktor risiko lain adalah situasi yang padat

(misalnya bus atau kereta api yang padat). 5 c. Etiologi Pediculus humanus var. corporis mempunyai ukuran yang lebih besar daripada Pediculus humanus var. capitis. Tubuhnya berukuran antara 2-4 mm dengan ukuran betina yang lebih besar daripada jantan. Tidak seperti P. humanus var. corporis dan P. pubis, P. humanus corporis tidak hidup pada tubuh manusia. Pediculus ini lebih suka temperatur yang lebih dingin, hidup di pakaian manusia dan hanya menginfestasi manusia ketika malam hari untuk makan. Betina bisa bertelur 10-15 telur setiap hari pada serat pakaian. Rata-rata, 20 betina dewasa bisa ditemukan pada orang yang terinfestasi pediculus ini. 5

Gambar 2. Morfologi Pediculus humanus corporis: A. Jantan dan B. Betina Dikutip dari: 7

d. Patogenesis Kelainan yang timbul disebabkan oleh garukan untuk menghilangkan rasa gatal. Rasa gatal ini disebabkan oleh pengaruh liur dan ekskreta dari kutu ketika menghisap darah. 6 e. Manifestasi Klinis Umumnya hanya ditemukan kelainan berupa bekas-bekas garukan pada badan, karena gatal baru berkurang dengan garukan yang lebih intensif. Kadang-kadang timbul infeksi sekunder dengan pembesaran kelenjar getah bening regional. 6 Gatal biasanya dirasakan pada malam hari terutama di daerah ketiak dan badan ketika kutu pindah dari pakaian ke tubuh untuk makan. 5

5

Pada pemeriksaan fisik ditemukan adanya lesi yang multipel yang disebabkan oleh gigitan kutu. Gigitan ini dapat dilihat sebagai papula eritematosa dengan diameter 2-4 mm. Penemuan makula serulea dipecaya merupakan tanda

patognomonik. Enzim pada kutu ketahui menyebabkan konversi bilirubin menjadi biliverdin dan menyebabkan perubahan pada warna kulit yang disebut makula serulea. 5 f. Pembantu Diagnosis Menemukan kutu dan telur pada serat kapas. 6 g. Diagnosis Banding Neurotic excoriation. 6 h. Pengobatan Pengobatannya ialah dengan krim gameksan 1% yang dioleskan tipis di seluruh tubuh dan didiamkan 24 jam, setelah itu penderita disuruh mandi. Jika masih belum sembuh, diulangi 4 hari kemudian. Obat lain ialah emulsi benzil benzoat 25% dan bubuk malathion 2%. Pakaian agar direbus dan disetrika untuk membunuh kutu. Jika terdapat infeksi sekunder, dapat diobati dengan antibiotik secara sistemik dan topikal. 6

3. Pthiriasis a. Definisi Phthiriasis adalah gangguan pada daerah pubis yang disebabkan oleh infestasi tuma Phthirus pubis. 7 b. Epidemiologi Penyakit ini menyerang orang dewasa dan dapat digolongkan dalam penyakit akibat hubungan seksual serta dapat pula menyerang jenggot dan kumis. Infeksi ini juga dapat terjadi pada anak-anak, yaitu di alis atau bulu mata dan pada tepi batas rambut kepala. 6 c. Etiologi P. pubis mempunyai ukuran 0,8-1,2 mm dengan bentuk oval dan mempunyai abdomen yang lebih kecil dibandingkan P. humanus capitis dan P. humanus corporis. Rata-rata siklus hidup P. pubis sekitar 35 hari. P. pubis betina mengeluarkan telur sebanyak 1-2 telur per hari. Infestasi yang berat dari P. pubis bisa juga meliputu alis, bulu mata, rambut wajah, dan rambut ketiak. P. pubis lebih

6

mobile daripada P. humanus dan P. corporis. Mereka tidak bisa bertahan hidup lebih dari sehari jika dipisahkan dari tubuh manusia. 5

Gambar 2. Morfologi Phthirus pubis: A. Dewasa dan B. Larva Dikutip dari: 7

d.

Patogenesis Rasa gatal terjadi pada tempat tusukan dan kadang-kadang kulit di sekitar tusukan tampak pucat. gangguan utama disebabkan perasaan gatal pada kulit daerah pubis. 1

e.

Manifestasi Klinis Gejala yang terutama adalah gatal di daerah pubis dan sekitarnya. Gatal ini dapat meluas sampai ke daerah abdomen dan dada, disitu dijumpai bercak yang berwarna abu-abu atau kebiruan yang disebut sebagai makula serulae. Kutu ini dapat dilihat dengan mata biasa dan susah untuk dilepaskan karena kepalanya dimasukkan ke dalam muara folikel rambut. 6 Gejala patognomonik lainnya adalah black dot, yaitu adanya bercak-bercak hitam yang tampak jelas pada celana dalam berwarna putih yang dilihat oleh penderita pada waktu bangun tidur. Bercak hitam ini merupakan krusta berasal dari darah yang sering diinterpretasikan salah sebagai hematuria. Kadang-kadang terjadi infeksi sekunder dengan pembesaran kelenjar getah bening regional. 6

f.

Penegakkan Diagnosis Diagnosis ditegakkan dengan menemukan P. pubis dewasa, nimfa atau telurnya dari rambut pubis atau dari rambut lainnya. 7

g.

Diagnosis Banding

7

Diagnosis

banding

dari

pthiriasis

adalah

dermatitis

seboroika

dan

dermatomikosis. 6 h. Pengobatan Pengobatannya yakni dengan gameksan 1% atau benzil benzoat 25% yang dioleskan dan didiamkan selama 24 jam. Pengobatan diulangi 4 hari kemudiian jika belum sembuh. 6

B. SKABIES a. Definisi Skabies Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan sensitisasi terhadap tungau sarcoptes scabiei varietas hominis. Skabies disebut juga dengan the itch, pamaan itch, seven year itch (diistilahkan dengan penyakit yang terjadi tujuh tahunan). Di Indonesia skabies lebih dikenal dengan nama gudik, kudis, buduk, kerak, penyakit ampere, dan gatal agogo. 6 b. Epidemiologi Skabies telah menyebar ke seluruh dunia, terutama pada daerah beriklim tropis dan subtropis. Penyakit ini dapat mempengaruhi semua jenis ras di dunia, meskipun demikian gambaran akurat insidensinya sulit ditentukan dengan pasti oleh karena berbagai laporan yang ada hanya berdasarkan catatan kunjungan pasien rawat jalan di rumah sakit. 10 Di beberapa negara berkembang, penyakit ini dapat menjadi endemik secara kronik pada beberapa kelompok. Sebagai contoh, survey di sepanjang sungai Ucayali, Peru tahun 1983 menemukan bahwa di beberapa desa semua anak penduduk asli telah mengidap skabies. Penelitian lain di India tahun 1985 menemukan bahwa prevalensi skabies pada anak-anak di banyak desa sebesar 100%. Hasil survey di Kuna tahun 1986 menemukan 61% dari 756 penderita skabies berusia 1-10 tahun dan 84% pada bayi kurang 1 tahun. Di daerah Malawi, suatu penelitian memperlihatkan bahwa insidens tertinggi terdapat pada usia 0-9 tahun. c. Etiologi Sarcoptes scabiei var.hominis termasuk filum Arthropoda, kelas Arachnida, ordo Ackarima, super family Sarcoptes. Pada manusia disebut Sarcoptes scabiei var. hominis. Secara morfologik merupakan tungau kecil, berbentuk oval, punggungnya cembung, dan bagian perutnya rata. Tungau ini translusen, berwarna putih kotor, dan tidak bermata. Ukurannya, yang betina berkisar antara 330-450 mikron x 250-3508

mikron, sedangkan yang jantan lebih kecil, yakni 200-240 mikron x 150-200 mikron. Bentuk dewasa mempunyai 4 pasang kaki, 2 pasang kaki di depan sebagai alat untuk melekat dan 2 pasang kaki kedua pada betina berakhir dengan rambut, sedangkan pada yang jantan pasangan kaki ketiga berakhir dengan rambut dan keempat berakhir dengan alat perekat. 6

Gambar. 3 Sarcoptes scabiei Sumber: 11

Perkembangan penyakit ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain keadaan sosial-ekonomi yang rendah, kondisi perang, kepadatan penghuni yang tinggi, tingkat hygiene yang buruk, kurangnya pengetahuan, dan kesalahan dalam diagnosis serta penatalaksanaan skabies.10 Transmisi atau perpindahan skabies antara penderita dapat berlangsung melalui kontak langsung (kontak kulit), misalnya berjabat tangan, tidur bersama, dan hubungan seksual. Selain itu juga dapat melalui kontak tidak langsung (melalui benda), misalnya pakaian, handuk, sprei, bantal, dan lain-lain.6 d. Patogenesis Setelah kopulasi (perkawinan) yang terjadi di atas kulit, yang jantan akan mati, kadang-kadang-kadang masih dapat hidup beberapa hari dalam terowongan yang digali oleh yang betina. Tungau betina yang telah dibuahi menggali terowongan dalam stratum korneum, dengan kecepatan 2-3 milimeter sehari dan sambil meletakkan telurnya 2 atau 4 butir sehari sampai mencapai jumlah 40 atau 50. Bentuk betina yang dibuahi ini dapat hidup sebulan lamanya. Telur akan menetas, biasanya dalam waktu 3-5 hari, dan menjadi larva yang mempunyai 3 pasang kaki. Larva ini dapat tinggal dalam terowongan, tetapi dapat juga keluar. Setelah 2-4 hari larva akan menjadi nimfa yang mempunyai 2 bentuk, jantan dan betina, dengan 4 pasang kaki.69

Seluruh siklus hidupnya mulai dari telur sampai bentuk dewasa memerlukan waktu antara 8-12 hari.6 Pada suhu kamar (21oC dengan kelembaban relatif 40-80%) tungau masih dapat hidup di luar pejamu selama 24-36 jam. 11 Kelainan kulit dapat disebabkan tidak hanya oleh tungau skabies, tetapi juga oleh penderita sendiri akibat garukan. Gatal yang terjadi disebabkan oleh sensitisasi terhadap sekreta dan ekskreta tungau yang memerlukan waktu kira-kira sebulan setelah infestasi. Pada saat itu kelainan kulit menyerupai dermatitis dengan ditemukannya papul, vesikel, urtika, dan lain-lain. Dengan garukan dapat timbul erosi, ekskoriasi, krusta, dan infeksi sekunder. 12 e. Gejala klinis Ciri-ciri seseorang terkena skabies adalah kulit penderita penuh bintik-bintik kecil sampai besar. Berwarna kemerahan yang disebabkan garukan keras. Bintikbintik itu akan menjadi bernanah jika terinfeksi. 6 Terdapat 4 tanda kardinal: 1. Pruritus nokturna, artinya gatal pada malam hari yang disebabkan karena aktivitas tungau ini lebih tinggi pada suhu yang lebih lembab dan panas. 2. Penyakit ini menyerang manusia secara kelompok, misalnya dalam sebuah keluarga biasanya seluruh anggota keluarga terkena infeksi. Begitu pula dalam sebuah perkampungan yang padat penduduknya, sebagian besar tetangga yang berdekatan akan diserang oleh tungau tersebut. Dikenal keadaan hiposensitisasi, yang seluruh anggota keluarganya terkena. Walaupun mengalami infestasi tungau, tetapi tidak memberikan gejala. Penderita ini bersifat sebagai pembawa (carrier). 3. Adanya terowongan (kunikulus) pada tempat-tempat predileksi yang berwarna putih atau keabu-abuan, berbentuk garis lurus atau berkelok, rata-rata panjang 1 cm pada ujung terowongan itu ditemukan papul atau vesikel. Jika timbul infeksi sekunder ruam kulitnya menjadi polimorf (pustul, ekskoriasi, dan lain-lain). Tempat predileksinya biasanya merupakan tempat dengan stratum korneum yang tipis, yaitu: sela-sela jari tangan, pergelangan tangan bagian volar, siku bagian luar, lipat ketiak bagian depan, areola mamae (wanita), umbilikus, bokong, genitalia eksterna (pria), dan perut bagian bawah. Pada bayi dapat menyerang telapak tangan dan telapak kaki. 4. Menemukan tungau, merupakan hal yang paling diagnostik. Dapat ditemukan satu atau lebih stadium hidup tungau ini.

10

Diagnosis dapat dibuat dengan menemukan 2 dari 4 tanda kardinal tersebut.

Gambar.4 Gejala Kardinal Sumber : 13

f.

Bentuk-bentuk skabies Terdapat bentuk-bentuk khusus antara lain:6 Skabies pada orang bersih Bentuk ini ditandai dengan lesi berupa papul dan terowongan yang sedikit jumlahnya hingga sangat sukar ditemukan. Dalam penelitian dari 1000 orang penderita skabies menemukan hanya 7% terowongan. Skabies in cognito Bentuk ini timbul pada skabies yang diobati dengan kortikosteroid sehingga gejala dan tanda klinis membaik. Tetapi tungau tetap ada dan penularan masih bias terjadi. Skabies yang ditularkan melalui hewan Sumber utama dari skabies ini adalah anjing. Kelainan ini berbeda dengan skabies manusia yaitu tidak terdapat terowongan. Tidak menyerang sela-sela jari dan genitalia eksterna. Lesi biasanya terdapat pada daerah dimana orang sering kontak atau memeluk binatang kesayangannya yaitu paha, lengan, dan dada. Masa inkubasi lebih pendek dan transmisi lebih mudah. Kelainan ini bersifat sementara (4-8 minggu) dan dapat sembuh sendiri karena skabies varietas binatang tidak dapat melanjutkan siklus hidupnya pada manusia.

g. Diagnosis Skabies 1. Anamnesis Beberapa hal yang perlu ditanyakan dalam anamnesis antara lain: 12 Biodata.

11

Perlu dikaji secara lengkap untuk umur, penyakit skabies bisa menyerang semua kelompok umur, baik anak-anak maupun dewasa bisa terkena penyakit ini, tempat, paling sering di lingkungan yang kebersihannya kurang dan padat penduduknya seperti asrama dan penjara. Keluhan utama. Biasanya penderita datang dengan keluhan gatal dan ada lesi pada kulit. Riwayat penyakit sekarang. Biasanya penderita mengeluh gatal terutama malam hari dan timbul lesi berbentuk pustul pada sela-sela jari tangan, telapak tangan, ketiak, areola mammae, bokong, atau perut bagian bawah. Untuk menghilangkan gatal, biasanya penderita menggaruk lesi tersebut sehingga ditemukan adanya lesi tambahan akibat garukan. Riwayat penyakit terdahulu. Tidak ada penyakit lain yang dapat menimbulkan skabies kecuali kontak langsung atau tidak langsung dengan penderita. Riwayat penyakit keluarga Pada penyakit skabies, biasanya ditemukan anggota keluarga lain, tetangga atau juga teman yang menderita, atau mempunyai keluhan dan gejala yang sama. Psikososial. Penderita skabies biasanya merasa malu, jijik, dan cemas dengan adanya lesi yang berbentuk pustul. Mereka biasanya menyembunyikan daerahdaerah yang terkena lesi pada saat interaksi sosial. Pola kehidupan sehari-hari. Penyakit skabies terjadi karena hygiene pribadi yang buruk atau kurang (kebiasaan mandi, cuci tangan, dan ganti baju yang tidak baik). Pada saat anamnesis, perlu ditanya secara jelas tentang pola kebersihan diri penderita maupun keluarga. Dengan adanya rasa gatal di malam hari, tidur penderita sering kali terganggu. Lesi dan bau yang tidak sedap, yang tercium dari sela-sela jari atau telapak tangan akan menimbulkan gangguan aktivitas dan interaksi sosial. 2. Pemeriksaan fisik Dari pemeriksaan fisik didapatkan kelainan berupa: 1412

o Terowongan berupa garis hitam, lurus, berkelok, atau terputus-putus, berbentuk benang. o Papula, urtika, ekskoriasi dalam perubahan eksematous ialah lesi-lesi sekunder yang disebabkan sensitisasi terhadap parasit, serta ditemukan eksantem. o Terlihat infeksi bakteri sekunder dengan impetiginasi dan furunkulosis.

Lokasi biasanya pada tempat dengan stratum korneum yang tipis seperti: selasela jari tangan, pergelangan tangan bagian volar, siku bagian luar, lipat ketiak bagian depan, areola mammae (wanita), umbilikus, bokong, genitalia eksterna (pria) dan perut bagian bawah. Pada bayi dapat menyerang telapak tangan dan kaki bahkan diseluruh permukaan kulit, sedangkan pada remaja dan dewasa dapat timbul pada kulit kepala dan wajah. 15 Sifat-sifat lesi kulit berupa papula dan vesikel milier sampai lentrikuler disertai ekskoriasi. Bila terjadi infeksi sekunder tampak pustul lentrikuler. Lesi yang khas adalah terowongan (kanalikulus) milier, tampak berasal dari salah satu papula atau vesikel, panjang kira-kira 1 cm, berwarna putih abu-abu. Ujung kanalikuli adalah tempat persembunyian dan bertelur Sarcoptes scabiei.15 3. Pemeriksaan mikroskopis Diagnosis pasti ditegakkan dengan ditemukannya tungau pada pemeriksaan mikroskopis yang dapat dilakukan dengan berbagai cara, yaitu: 6,10,12 Kerokan kulit. Minyak mineral diteteskan di atas papul atau terowongan baru yang masih utuh, kemudian dikerok dengan menggunakan scalpel steril untuk mengangkat atap papul atau terowongan, lalu diletakkan di atas gelas objek, di tutup dengan gelas penutup, dan diperiksa di bawah mikroskop. Hasil positif apabila tampak tungau, telur, larva, nimfa, atau skibala. Pemeriksaan harus dilakukan dengan hati-hati pada bayi dan anak-anak atau pasien yang tidak kooperatif. Mengambil tungau dengan jarum. Jarum dimasukkan ke dalam terowongan pada bagian yang gelap, lalu digerakkan secara tangensial. Tungau akan memegang ujung jarum dan dapat diangkat keluar.

13

Epidermal shave biopsi. Mencari terowongan atau papul yang dicurigai pada sela jari antara ibu jari dan jari telunjuk, lalu dengan hati-hati diiris pada puncak lesi dengan scalpel no.16 yang dilakukan sejajar dengan permukaan kulit. Biopsi dilakukan sangat superficial sehingga tidak terjadi perdarahan dan tidak memerlukan anestesi. Spesimen kemudian diletakkan pada gelas objek, lalu ditetesi minyak mineral dan periksa di bawah mikroskop.

Tes tinta Burrow. Papul skabies dilapisi dengan tinta pena, kemudian segera dihapus dengan alkohol. Jejak terowongan akan tampak sebagai garis yang karakteristik berbelok-belok karena adanya tinta yang masuk. Tes ini mudah sehingga dapat dikerjakan pada bayi/anak dan pasien nonkooperatif.

Kuretasi terowongan. Kuretasi superficial sepanjang sumbu terowongan atau pada puncak papul, lalu kerokan diperiksa dibawah mikroskop setelah ditetesi minyak mineral. Cara ini dilakukan pada bayi, anak-anak dan pasien nonkooperatif.

h. Diagnosis Banding Ada pendapat yang mengatakan penyakit skabies ini merupakan the great immitator karena dapat menyerupai banyak penyakit kulit dengan keluhan gatal. Sebagai diagnosis banding ialah: prurigo, pedikulosis korporis, dermatitis, dan lainlain. 6 i. Penatalaksanaan Penatalaksanaan skabies dibagi menjadi 2 bagian : 6,10,12 1. Penatalaksanaan secara umum. Pada pasien dianjurkan untuk menjaga kebersihan dan mandi teratur setiap hari. Semua pakaian, sprei, dan handuk yang telah digunakan harus dicuci secara teratur dan bila perlu direndam dengan air panas. Demikian pula halnya dengan anggota keluarga yang beresiko tinggi untuk tertular, terutama bayi dan anakanak, juga harus dijaga kebersihannya dan untuk sementara waktu menghindari terjadinya kontak langsung. Secara umum tingkatkan kebersihan lingkungan maupun perorangan dan tingkatkan status gizinya. Beberapa syarat pengobatan yang harus diperhatikan :

14

o Semua anggota keluarga harus diperiksa dan mungkin semua harus diberi pengobatan secara serentak. o Hygiene perorangan : penderita harus mandi bersih, bila perlu menggunakan sikat untuk menyikat badan. Sesudah mandi pakaian yang akan dipakai harus disetrika. o Semua perlengkapan rumah tangga seperti bangku, sofa, sprei, bantal, kasur, selimut harus dibersihkan dan dijemur dibawah sinar matahari selama beberapa jam. 2. Penatalaksanaan secara khusus. Obat-obat anti skabies yang tersedia dalam bentuk topikal antara lain: 6 Belerang endap (sulfur presipitatum), dengan kadar 4-20% dalam bentuk salap atau krim. Kekurangannya ialah berbau dan mengotori pakaian dan kadang-kadang menimbulkan iritasi. Dapat dipakai pada bayi berumur kurang dari 2 tahun. Emulsi benzil-benzoas (20-25%), efektif terhadap semua stadium, diberikan setiap malam selama tiga hari. Obat ini sulit diperoleh, sering memberi iritasi, dan kadang-kadang makin gatal setelah dipakai. Gama benzena heksa klorida (gameksan=gammexane) kadarnya 1% dalam krim atau losio, termasuk obat pilihan karena efektif terhadap semua stadium, mudah digunakan, dan jarang memberi iritasi. Pemberiannya cukup sekali, kecuali jika masih ada gejala diulangi seminggu kemudian. Krotamiton 10% dalam krim atau losio juga merupakan obat pilihan, mempunyai dua efek sebagai anti skabies dan anti gatal. Harus dijauhkan dari mata, mulut, dan uretra. Permetrin dengan kadar 5% dalam krim, kurang toksik dibandingkan gameksan, efektifitasnya sama, aplikasi hanya sekali dan dihapus setelah 10jam. Bila belum sembuh diulangi setelah seminggu. Tidak dilanjutkan pada bayi di bawah umur 12 bulan. j. Prognosis Dengan memperhatikan pemilihan dan cara pemakain obat, serta syarat pengobatan dapat menghilangkan faktor predisposisi, maka penyakit ini memberikan prognosis yang baik. 6

15

C. CREEPING ERUPTION a. Pendahuluan Creeping eruption disebut juga cutaneous larva migrans (CLM) disebabkan oleh penetrasi dan migrasi larva nemato da di dalam epidermis. Istilah creeping eruption digunakan pada kelainan kulit yang merupakan peradangan berbentuk linear atau berkelok-kelok, menimbul dan progresif, disebabkan oleh invasi larva cacing tambang yang berasal dari anjing dan kucing. 16 Creeping eruption termasuk dalam penyakit parasit hewani. Maksudnya parasit berupa hewan. Beberapabuku menyebutkan sebagai zoonosis, namun istilah ini kurang tepat karena zoonosis berarti penyakit pada hewan yang dapat ditularkan pada manusia, sedangkan penyakit ini bukan panyakit hewan. Jadi istilah penyakit parasit hewani lebih tepat. 6,16 Infestasi biasanya terjadi melalui kontak dengan tanah atau pasir yang terkontaminasi dengan kotoran binatang. Invasi ini sering terjadi pada anak-anak terutama yang sering berjalan tanpa alas kaki, atau yang sering berhubungan dengan tanah dan pasir. Demikian pula para petani atau tentara sering mengalami hal yang sama.

b. Epidemiologi Creeping eruption ditemukan di seluruh dunia tapi paling sering terjadi di daerah dengan iklim tropis atau subtropis yang hangat dan lembab, misalnya di Afrika, Amerika Selatan dan Barat, terutama Amerika Serikat bagian tenggara, Karibia, Afrika, Amerika Selatan, Amerika Pusat, India, dan Asia Tenggara, di Indonesia pun banyak dijumpai. Infestasi lebih sering ditemukan saat ini karena tingginya mobilitas dan tamasya. Dilaporkan adanya outbreak insiden CLM di perkemahan anak-anak di Miami, Florida pada tahun 2006. Dilaporkan 22 orang (33,7%) terdiri dari anak-anak dan dewasa, menderita CLM setelah 2,5 minggu berada di perkemahan. Dari analisa didapatkan 22 orang tersebut berain di kotak pasir selama minimal 1 jam per hari, berjemur matahari 1 jam per hari, 17 dari 22 orang yag terkena ternyata tidak mengenakan sandal pada saat bermain pasir. Banyak yang mengakui adanya kucing yang bekeliaran dalam jumlah cukup banyak di sekitar perkemahan. 16

16

Cara infeksi melalui kontak kulit dengan larva infektif pada tanah. Orang dari berbagai jenis umur, seksa dan ras bisaterinfeksi jika terpajan larva. Grup yang beresiko adalah mereka yang pekerjaan atau hobinya berkontak dengan tanah berpasir yang lembab dan hangat antara lain sebagai berikut: 6,17,18 1. Orang yang tidak memakai alas kaki di pantai 2. Anak-anak yang bermain pasir 3. Petani 4. Tukang kebun 5. Pembersih septic tank 6. Pemburu 7. Tukang kayu 8. Penyemprot serangga

c. Etiologi Sreeping eruption biasanya ditujukan untuk lesi yang diakibatkan cacing tambang dengan hospes non manusia. Penyebab utama adalah larva yang berasal dari cacing tambang binatang anjing dan kucing, yaitu ancylostoma braziliense dan ancylostoma caninum. Ancylostoma braziliense adalah penyebab tersering. Di Asia Timur umumnya disebabkan oleh Gnathostoma babi dan kucing. Pada beberapa kasus ditemukan Echinococcus, Strongyloides stercoralis, Dermatobia maziales dan Lucilia caesar. Selain itu dapat pula disebabkan oleh larva dari beberapa jenis lalat, misalnya Castrophilus (the horse bot fly) dan cattle fly. 6,16,17 Penyebab yang umum: 1. Ancylostoma braziliense 2. Ancylostoma caninum 3. Uncinaria phlebotonum Penyebab yang jarang: 1. Ancylostoma ceylonicum 2. Ancylostoma tubaeforme 3. Necator amricanus 4. Strongyloides papillosus 5. Strongyloides westeri 6. Ancylostoma duondenale

17

b. Siklus Hidup Siklus hidup ancylostoma braziliense terjadi pada binatang dan serupa dengan ancylostoma duodenale pada manusia. Siklus hidup parasit dimulai saat telur keluar bersama kotoran binatang ke tanah berpasir yang hangat dan lembab. Pada kondisi kelembaban dan temperatur yang menguntungkan, telur bisa menetas dan tumbuh cepat menjadi larva rhabditiform. Awalnya larva makan bakteri yang ada di tanah dan berganti buluh dua kali sebelum menjadi bentuk infektif (larva stadium tiga). Pada hospes alami binatang, larva mampu penetrasi sampai ke dermis dan ditranspor melalui sistem limfatik dan vena sampai ke paru-paru. Kemudian menembus samai ke alveoli dan trakea dimana kemudian tertelan. Di usus terjadi pematangan secara seksual, dan siklus baru dimulai saat telur diekskresikan. Larva yang infektif dapat tetap hidup pada tanah selama beberapa minggu. 6

c. Patogenesis Creeping eruption disebabkan oleh berbagai spesies cacing tambang binatang yang didapat dari kontak kulit langsung dengan tanah yang terkontaminasi feses anjing atau kucing. Hospes normal cacing tambang ini adalah kucing dan anjing. Telur cacing diekskresikan ke dalam feses, kemudian menetas pada tanah berpasiryang hangat dan lembab. Kemudian terjadi pergantian bulu dua kali sehingga menjadi bentuk infektif (larva stdaium tiga). Manusia yang berjalan tanpa alas kaki terinfeksi secara tidak sengaja oleh larva dimana larva menggunakan enzim protease untuk menembus melalui folikel, fisura atau kulit intak. Setelah penetrasi stratum korneum, larva melepas kutikelnya. Biasanya migrasi dimulai dalam waktu beberapa hari. 6 Larva stadium tiga menembus kulit manusia dan bermigrasi beberapa cm per hari, biasanya antara stratum germinativum dan stratum korneum. Larva ini tinggal di kulit berjalan-jalan tanpa tujuan sepanjang dermoepidermal.hal ini menginduksi reaksi inflamasi eosinofilik setempat. Setelah beberapa jam atau hari akan timbul gejala di kulit. Larva bemigrasi pada epidermis tepat di atas membran basalis dan jarang menembus ke dermis. Manusia merupakan hospes aksidental dan larva tidak mempunyai enzim kolagenase yang cukup untuk penetrasi membran basalis sampai ke dermis. Sehingga penyakit ini menetap di kulit saja. Enzim proteolitik yang disekresi larva menyababkan inflamasi sehingga terjadi rasa gatal dan progresi lesi.18

Meskipun larva tidak bisa mencapai intestinum untuk melengkapi siklus hidup, larva seringkali migrasi ke paru-paru sehingga terjadi infiltrat paru. Pada pasien dengan keterlibatan paru-paru didapat larva dan eosinofil pada sputumnya. 6 Kebanyakan larva tidak mampu menembus lebih dalam dan mati setelah beberapa hari sampai beberapa bulan.

d. Manifestasi Klinik Masuknya larva ke kulit biasanya disertai rasa gatal dan panas. Mula-mula akan timbul papul, kemudian diikuti bentuk yang khas, yakni lesi berbentuk linear atau berkelok-kelok, menimbul dengan diameter 2-3 mm, dan berwarna kemerahan. Adanya lesi papul yang eritematosa ini menunjukkan bahwa larva tersebut telah ada di kulit selama beberapa jam atau hari. 6,17,18 Perkembangan selanjutnya papul merah ini menjalar seperti benang berkelokkelok, polisiklik, sepriginosa, menimbul dan membentuk terowongan (burrow), mencapai panjang beberapa cm. Rasa gatal biasanya lebih hebat pada malam hari. Terjadi rasa gatal pada ujung lesi yang bertambah panjang karena terdapat larva. Lebar lesi berkisar antara 3 mm dan panjang bervariasi mencapai 15-20 cm. Lesi bisa tunggal atau multipel, sangat gatal dan bisa juga nyeri. Tempat predileksi adalah di tungkai, plantar, tangan, anus, bokong, paha, juga di bagian tubuh di mana saja yang sering berkontak dengan tempat larve berada. Sering terjadi ekskoriasi dan infeksi sekunder oleh bakteri. Larva terbatas hanya pada lapisan epidermis. Penyakit ini self limited dengan kematian larva dalam waktu sebulan atau dua bulan. Infeksi bakteri sekunder bisa terjadi akibat garukan pada lesi.6,17-19

Tanda dan gejala sistemik (mengi, batuk kering, urtikaria) pernah dilaporkan pada pasien dengan infeksi ekstensif. Tanda sistemik termasuk eosinofilia perifer dan peningkatang kadar IgE. Pada kasus creeping eruption bisaterjadi sindrom loeffler dan mtositis namun jarang dijumpai. Larva bisa bermigrasi ke usus halus dan menyebabkan enteritis eosinofilik. 6

e. Diagnosis Diagnosis creeping eruption ditegakkan berdasarkan riwayat pajanan epidemiologi dan penemuan lesi karakteristik. Bentuk khas, yakni terdapatnya kelainan seperti benang yang lurus atau berkelok-kelok, menimbul, dan terdapat papul19

atau vesikel di atasnya. Biopsi spesimen diambil pada ujung jalur yang mungkin mengandung larva. 6 Bila infeksi ekstensif bisa dijumpai tanda sistemik berupa eosinofilia perifer, sindrom loeffler (infiltrat paru yang berpindah-pindah), peningkatan IgE. Hanya sedikit pasien yang menunjukkan eosinofilia perifer dan peningkatan IgE. Untuk menunjang diagnosa bisa dilakukan biopsi kulit. Biopsi kulit yang diambil tepat di atas lesi menunjukkan larva (tes periodik asam schiff positif) di terowongan suprabsalar, terowongan pada membran basalis, spongiosis dengan vesikel intraepidermal, nekrosis keratinosit dan infiltrat kronis oleh eosinofil pada lapisan epidermis dan dermis bagian atas. 17,19

f. Diagnosis Banding Dengan melihat adanya terowongan harus dibedakan dengan skabies. Pada skabies terowongan yang terbentuk tidak akan sepanjang seperti pada penyakit ini. bila melihat bentuk yang polisiklis sering dikacaukan dengan dermatofitosis. Pada permulaan lesi berupa papul, marena itu sering diduga insect bite. Bila invasi larvayang multipel timbul serentak, papul-papul lesi dini sering menyerupai herpes zoster stadium permulaan. Diagnosis banding mencakup serkaria atau dermatitis kontak, infeksi bakteri atau jamur, skabies, myiasis, loiasis dan beberapa parasit migran lainnya. 6

g. Penatalaksanaan Infeksi cacing tambang binatang dicegah dengan menghindari kontak kulit langsung dengan tanah yang tercemar kotoran binatang. Pengobatan cacing tambang untuk kucing dan anjing merupakan hal yang utama untuk mencegah creeping

eruption. Kotoran binatang harus dipindahkan secara benar dari area aktivitas manusia. Creeping eruption bisa dicegah dengan mudah dengan memakai alas kaki yang memadai setiap saat. 6 Jika dibiarkan saja tanpa pengobatan, larva akan mati dan diabsorbsi. Meskipun penyakit ini self limited, rasa gatal yang hebat dan resiko infeksi sekunder memaksa seseorang untuk berobat. Untuk kasus yang ringan biasanya tidak memerlukan pengobatan. Jika perlu dapat diberikan secara topikal. Pengobatan topikal ditujukan untuk lesi awal yang terlokalisasi. Untuk kasus yang lebih berat dapat diberikan obat peroral. Pengobatan oral untuk lesi yang luas atau gagal dengan20

topikal. Antihistamin membantu mengurangi rasa gatal. Jika terjadi infeksi sekunder oleh bakteri dapat diberikan antibiotik. 6 Sejak tahun 1963 telah diketahui bahwa antihelminthes berspektrum luas, misalnya tiabendazol ternyata efektif. Dosisnya 50 mg/kgBB/hari, dua kali sehari, diberikan berturut-turut selama dua hari. Dosis maksimum 3 gr sehari. Jika belum sembuh dapat diulangi setalah beberapa hari. Obat ini sukar didapat. Efek sampingnya mual,pusing dan muntah. Eyster mencoba pengobatan topikal solusio tiabendazol dalam DMSO dan ternyata efektif. Demikian pula pengobatan secara oklusi selama 34-48 jam telah dicoba oleh Davis. Obat lain ialah albendazol, dosis sehari 400 mg sebagai obat dosis tunggal, oral atau thiabendazole topikal merupakan terapi yang direkomendasikan. Namun pengobatan ini mempunyai efek samping seperti nausea, diare, anoreksia, pusing, sakit kepala, pembesaran KBG dan reaksi alergi. Keamanan pengobatan ini selama kehamilan masih belum diketahui. 6,18 Cara terapi ialah dengan cryotherapy yakni menggunakan CO2 snow (dr ice) dengan b.penakanan 45 detik sampai 1 menit, 2 hari berturut-turut. Penggunaan N2 cair juga pernah dicoba. Cara beku dengan menyemprotkan kloretil sepanjang lesi. Cara tersebut di atas agak sulit karena kita tidak mengetahui secara oasti di mana larva berada, dan bila terlalu lama dapat merusak jaringan di sekitarnya. Pengobatan cara lama dan sudah ditinggalkan adalah dengan preparat antimony. Penggunaan topikal spray etil klorida, nirtogen cair, fenl, Co2 beku, piperazin sitrat, elektrokauter dan radiasi tidak behasil karena larva bisa lolos. Kemoterapi dengan klorokuin, antimony, dan dietilkarbamazin juga tidak berhasil.

1. Tiabendazol Merupakan drog of choice. Menghambat enzim fumarat reduktase sehingga menginhibisi pembentukan mikrotubuli. Akan terjadi gangguan ambilan glukosa dan inhibisi malat dehidrogenase. Merupakan anihelminthes heterosiklik generasi ketiga. 6 Dewasa o Topikal berupa supensi 10-15% (kadang dicampur dengan krim kortikosteroid) secara oklusi, 2 kali sehari, selama minimal 1 minggu o Oral 25-50 mg/kgBB/hari, tiap 12 jam, selama 2-5 hari

21

Anak-anak o Dengan dosis 25-50 mg/kgBB/hari setiap 12 jam. Tidak lebih dari 3 gr/hari o Tiabendazol lebih toksik daripada benzimidazol lainnya dan ivermectin sehingga lebih dipilih agen yang lain. Efek sampign yang sering berupa pusing, anoreksia, nausea dan muntah. Permasalahan yang lebih jarang seperti nyeri epigastrium, kram abdomen, diare, pruritus, nyeri kepala, mengantuk, dan simtom neuroleptik. Pernah dilaporkan kerusakan hati yang ireversibel dan sindrom steven johnson. Tiabendazol pada anak di bawah 15 kg masih terbatas penggunaaannya. Obat ini tidak boleh digunakan untuk ibu hamil atau yang menderita penyakit hati maupun ginjal.

2. Ivermectin Antiparasit semisintetik makrosiklik yang berspektrum luas terhadap nematoda. Cara kerjanya dengan menghasilkan paralisis flaksid melalui pengikatan kanal klorida yang diperantarai glutamat. Mungkin merupakan drug of choice karena keamanan, toksisitas rendah dan dosis tunggal. 6 Dewasa o 12 mg atau 200 ug/kgBB dosis tunggal Anak-anak o -5 tahun: sama dengan dewasa

Efek samping mencakup kelelahan, pusing, nausea, muntah, nyeri perut dan bercak kemerahan. Hindari penggunaan bersama obat yang meningkatkan aktivitas GABA seperti barbiturat, benzodiazepin dan asam valproat. Ivermectin tidak boleh diberikan pada ibu hamil.

3. Albendazol Antihelmintas bersepektrum luas yang mengganggu ambilan glukosa dan agregasi mikrotubuli. Sebagai alternatif pengganti tiabendazol. 6 Dewasa

22

400 per oral, sekali sehari, selama 3 hari atau 2x200 mg sehari selama 5 hari Anak-anak o 2 tahun: sama seperti dewasa

Bila digunakan 1-3 hari, albendazol hampir bebas efek samping. Bisa terjadi gejala ringan distres epigastrium, diare, sakit kepala, nausea, pusing, lesu dan insomnia. Pada pemakaian jangka panjang harus dicek darah dan fungsi hati. Tidak bileh diberikan pada orang yang hipersensitif terhadap benzimidazol lainnya atau orang dengan sirosis. Kemanan pada ibu hamil dan anak kurang dari 2 tahun masih belum diketahui.

4. Mebendazol Antihelmintes spektrum luas yang menginhibisi perakitan mikrotubuli dan memblok ambilan glukosa sehingga terjdai deplesi cadangan glikogen parasit. 6 Dewasa 200 mg per oral, 2 kali sehari selama 4 hari Anak-anak o 2 tahun: seperti dewasa

Bisa terjadi nausea, muntah, diare dan nyeri abdominal. Efek samping yang jarang berupa reaksi hipersensitivitas, agranulositosis, alopesia dan peningkatan enzim hati. Mebandazol teratogenik pada binatang sehingga tidak disarankan untuk ibu hamil. Pada anak kurang dari 2 tahun harus berhati-hati karena masih kurangnya penelitian. Kadar plasma bisa berkurang pada penggunaan bersama karbamazepin atau fenitoin. Meningkat ada penggunaan bersama simetidin. Harus berhati-hati pada orang dengan sirosis. Hasil studi yang dilakukan Tae Hyeung Kim, Byeung Song Lee, dan Wook Mok Sohn mendapatkan bahwa ivermectin dosis tunggal 12 mg pada studi acak 21 pasien didapat hasil lebih efektif daripada albendazol 400 mg dosis tunggal. Tiabendazol juga merupakan pengobatan yang efektif untuk CLM. Namun

23

ivermectin dan tiabendazol sukar didapat sehingga disarankan pengobatan dengan albendazol dosis tunggal.

h. Komplikasi Komplikasi yang sering terjadi adalah ekskoriasi dan infeksi sekunder oleh bakteri akibat garukan. Infeksi umumnya disebabkan oleh streptokokkus pyogenes. Bisa juga terjadi selulitis dan reaksi alergi.

i. Prognosis Prognosis bisanyan baik. Ini merupakan penyakit yang self limited. Manusia merupakan hospes aksidental yang dead end di mana larva akan mati dan lesi membaik dalam waktu 4-8 minggu. Dengan pengobatan progresi lesi danrasa gatal akan hilang dalam waktu 48 jam. Bisa terjadi reaksi hipersensitivitas. Sering terjadi eosinofilia perifer. Tidak terjadi imunitas protektif sehingga bisa terjadi infeksi berulang pada pajanan berikutnya.

D. AMEBIASIS KUTIS a. Definisi Amebiasis kulit adalah infeksi amuba ke dalam kulit dengan gejala gejala khas.15

b. Epidemiologi Amebiasis kutis dapat mengenai semua umur, walaupoun lebih sering terjadi pada usia dewasa. Penyebaran dari amebiasis kutis dapat terjadi di seluruh dunia dan paling sering adalah di daerah tropis. 6 c. Etiologi Penyebab dari amebiasis kutis adalah Entamoeba Histolytica, berbentuk bulat dengan diameter 20 40 mikron. 6 d. Faktor Predisposisi Faktor faktor yang mempengaruhi terjadinya penyakit ini umumnya didahului oleh infeksi amuba di tempat lain terutama di saluran cerna dan abses hati. Orang orang yang kurang mengerti kebersihan lebih mudah terkena penyakit ini. e. Perjalanan Penyakit

24

Lesi dimulai sebagai abses di sekitar anus, selanjutnya memecah dan mengeluarkan amuba. Kemudian menjadi daerah yang merah dan menebal. Biasanya penderita mengeluh gatal dan sakit. 6 f. Pemeriksaan Kulit Dari pemeriksaan kulit biasanya berlokasi di genitalia eksterna, sekitar anus, perineum dan bokong dengan efflorensi makula eritematosa dengan permukaan kasar tak rata, jika sudah lama akan menjadi granuloma merah di sekitar anus.

Gambar 1. Gambaran Klinis Amebiasis Kutis Sumber : 21 g. Gambaran Hisopatologi Pada epidermis terjadi hiperkeratosis, terdapat pula sebukan jaringan nekrosis dengan sel plasma, limfosit dan sel sel polinuklear. E.histolytica dapat ditemukan dalam jaringan kulit.

Gambar 2. Gambaran Histopatologi Amebiasis Kutis Sumber : 22

25

h. Pemeriksaan Penunjang o Mencari E.Histolytica dalam tinja o Pemeriksaan Serologi. i. Diagnosis Banding Granuloma Inguinale, limfogranuloma venereum atau tuberkulosis mukokutan bahkan karsinoma rektum harus dipikirkan sebagai diagnosis banding. j. Penatalaksanaan6 o Emetin 1 mg/kgBB selama 10 14 hari o Diiodohidroksikuinolin atau tetrasiklin juga berkhasiat baik, jika tidak berhasil dengan emetin k. Prognosis Prognosis pada penyakit ini adalah baik.

E. INSECT BITE a. Definisi Insect bite adalah kelainan akibat gigitan atau tusukan serangga yang disebabkan reaksi terhadap toksin atau alergen yang dikeluarkan artropoda. 6,15 b. Epidemiologi Gigitan serangga dapat mengenai semua umur dengan frekuensi yang sama pada pria dan wanita. c. Etiologi Toksin atau alergen dalam cairan gigitan serangga tersebut. 6 d. Faktor Predisposisi Lingkungan yang banyak serangga, seperti perkebunan, persawahan dll e. Perjalanan Penyakit Setelah digigit serangga timbul edema pada kulit, disusul jaringan nekrosis setempat. Penderita mengeluh gatal dan nyeri pada tempat gigitan. Gejala sistemik berupa rasa tak enak, muntah muntah, pusing sampai syok dapat menyertai gigitan dengan toksin yang berat. 6 f. Pemeriksaan Kulit26

Lokasi yang terkena dapat hampir di seluruh tubuh dengan effloresensi dapat berupa eritema morbiliformis atau bula yang dikelilingi eritema dan iskemia, kemudian terjadi nekrosis luas dan gangren. Kadang kadang berupa pustul miliar sampai lentikular menyeluruh atau pada sebagian tubuh. 6,15 g. Gambaran Histopatologi Edema antara sel sel epidermis, spongiosis, serta sebukan sel polimorfonuklear. Pada dermis ditemukan pelebaran ujung pembuluh darah dan sebukan sel radang akut. 15 h. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan darah melihat eosinofil Tes tusuk dan goresan dengan alergen tersangka

i. Diagnosis Banding Prurigo : biasanya kronik, berbentuk papula/nodula kronik yang gatal. Urtikaria : tidak jelas ada gigitan/tusukan serangga Dermatitis kontak : biasanya jelas ada bahan bahan kontaktan, lesi sesuai dengan tempat kontak. j. Penatalaksanaan6,15 Topikal : jika reaksi lokal ringan, dikompres dengan larutan asam borat 3% atau kortikosteroid topikal seperti krim hidrokortison 1 2%. Jika reaksi berat dengan gejala sistemik, lakukan pemasangan torniket proksimal dari tempat gigitan, dan diberi obat sistemik. Sistemik : injeksi antihistamin seperti klorfeniramin 10 mg atau difenhidramin 50 mg. Adrenalin 1% 0,3 0,5 ml subkutan. Kortikosteroid sistemik diberikan pada penderita yang tak tertolong dengan antihistamin atau adrenalin. k. Prognosis Prognosis pada penyakit kulit akibat gigitan serangga umumnya baik.

F. TRIKOMONIASIS a. Definisi Trikomoniasis merupakan infeksi saluran urogenital bagian bawah pada wanita maupun pria dapat bersifat akut atau kronik disebabkan oleh Trichomonas Vaginalis dan peniularannya biasanya melalui hubungan seksual. 627

b. Etiologi Penyebab trikomoniasis adalah Trichomonas Vaginalis yang pertama kali ditemukan oleh Donne tahun 1836. T.Vaginalis merupakan flagellata berbentuk filiformis, berukuran 15 18 mikron, mempunyai 4 flagela dan bergerak seperti gelombang. Parasit ini berkembang biak secara belah pasang memanjang dan dapat hidup dalam suasana PH 5 7,5. Pada suhu 50 derajat celcius akan mati dalam beberapa menit, tetapi pada suhu 0 derajat celcius dapat bertahan sampai 5 hari. 6 c. Insidens Penularan umumnya melalui hubungan kelamin, tetapi dapat juga melalui pakaian, handuk atau karena berenang. Oleh karena itu trikomoniasis terutama ditemukan pada orang dengan aktivitas seksual tinggi, tetapi dapat juga ditemukan pada bayi dan penderita setelah menopause. Penderita wanita lebih banyak dibandingkan pria. 6 d. Patogenesis T. Vaginalis mampu menimbulkan peradangan pada dinding saluran urogenital dengan cara invasi sampai mencapai jaringan epitel dan sub epitel. Masa Tunas rata rata 4 hari sampai 3 minggu. Pada kasus yang lanjut terdapat bagian bagian dengan jaringan granulasi yang jelas. Nekrosis dapat ditemukan di lapisan sub epitel yang menjalar sampai di permukaan epitel. Di dalam vagina dan uretra parasit hidup dari sisa sisa sel, kuman kuman dan benda lain yang terdapat di dalam sekret. 6 e. Gejala Klinis Trikomoniasis pada wanita Pada kasus akut terlihat sekret vagina seropurulen berwarna kekuning kuningan, kuning hijau, berbau tidak enak, dan berbusa. Dinding vagina tampak kemerahan dan sembab. Kadang kadang terbentuk abses kecil pada dinding vagina dan serviks, yang tampak sebagai granulasi berwarna merah dan dikenal sebagai strawberry appearance dan disertai gejala dispareunia, perdarahan pasca koitus dan perdarahan inttermenstrual. Bila sekret banyak yang keluar dapat timbul iritasi pada lipat paha atau di sekitar genitalia eksterna. Selain vaginitis dapat pula terjadi uretritis, bartholinitis, skenitis dan sistitis yang pada umumnya tanpa keluhan. Pada kasus yang kronik gejala lebih ringan dan sekret vagina biasanya tidak berbusa. 6,15

28

Trikomoniasis pada laki laki Pada laki laki yang diserang terutama uretra, kelenjar prostat, kadang kadang preputium, vesikula seminalis dan epididimis. Pada umumnya gambaran klinis lenih ringan dibandingkan dengan wanita. Bentuk akut gejalanya mirip uretritis non gonore, misalnya disuria, poliuria dan sekret uretra mukoid atau mukopurulen. Urin biasanya jernih, tetapi kadang kadang ada benang benang halus. Pada bentuk kronik gejala tidak khas, gatal pada uretra, disuria dan urin keruh pada pagi hari. 6,15

f. Diagnosis Selain pemeriksaan langsung dengan mikroskopik sediaan basah dapat juga dilakukan pemeriksaan dengan pewarnaan giemsa, akridin oranye, leishman, gram dan papanicolau. Akan tetapi pengecatan tersebut dianggap sulit karena proses fiksasi dan pengecatan diduga dapat mebgubah morfologi kuman. 6 Pada pembiakan pemilihan media merupakan hal penting, mengingat banyak jenis media yang digunakan. Media modifikasi diamond, misalnya in pouch tv digunakan secara luas dan menurut penelitian yang dilakukan media ini yang paling baik dan mudah didapat. g. Pengobatan Pengobatan dapat diberikan secara topikal atau sistemik. 6,15 Secara topikal, dapat berupa : 1. Bahan cairan berupa irigasi, misalnya hidrogen peroksida 1 2% dan larutan asam laktat 4%. 2. Bahan berupa suppositoria, bubuk yang bersifat trikomoniasidal. 3. Jel dan krim yang bersifat zat trikomoniasidal Secara sistemik (oral)\ Obat yang sering digunakan tergolong derivat nitromidazol seperti : Metronidazol : dosis tunggal 2 gram atau 3 x 500 mg per hari selama 7 hari Nimorazol : dosis tunggal 2 gram Tinidazol : dosis tunggal 2 gram Omidazol : dosis tunggal 1,5 gram

Pada waktu pengobatan perlu beberapa anjuran pada penderita :

29

Pemeriksaan dan pengobatan terhadap pasangan seksual untuk mencegah jangan terjadi infeksi ping pong Jangan melakukan hubungan seksual selama pengobatan dan sebelum dinyatakan sembuh. Hindari pemakaian barang barang yang mudah menimbulkan transmisi.

30

BAB III KESIMPULAN

Penyakit kulit parasit menyebar di seluruh belahan dunia dan dikenal sejak zaman kuno. Terdapat 6 penyakit yang penting, di antaranya adalah skabies, pedikulosis, tungiasis, dan creeping eruption. Pedikulosis merupakan gangguan yang disebabkan infestasi tuma yang menghisap darah manusia untuk mempertahankan hidup. Pada manusia terdapat 4 klasifikasi pedikulosis yaitu; Pediculus humanus capitis, Pediculus humanus corporis, dan Pthirus pubis. Pedikulosis Capitis merupakan infeksi kulit rambut kepala yang disebabkan oleh Pediculus humanus var.capitis. Rasa gatal merupakan gejala utama. Telur-telur cenderung lebih banyak ditemukan pada daerah oksipital kulit dan di atas telinga. Kemudian arena garukan akan timbul erosi, ekskoriasi dan infeksi sekunder berupa pus dan krusta. Pengobatan secara topikal di antaranya dengan pemberian malathion yang memberikan efek pedikulosid dengan cara pemberian topical sebanyak 0,5% atau 1% dalam bentuk losio atau sray. Pedikulosis Corporis merupakan infeksi kulit yang disebabkan oleh Pediculus humanus var. corporis. Umumnya hanya ditemukan kelainan berupa bekas-bekas garukan pada badan, karena gatal baru berkurang dengan garukan yang lebih intensif. Gatal biasanya dirasakan pada malam hari terutama di daerah ketiak dan badan. Pengobatannya ialah dengan krim gameksan 1% yang dioleskan tipis di seluruh tubuh dan didiamkan 24 jam, setelah itu penderita disuruh mandi. Phthiriasis adalah gangguan pada daerah pubis yang disebabkan oleh infestasi tuma Phthirus pubis. Gejala yang terutama adalah gatal di daerah pubis dan sekitarnya. Disitu dijumpai bercak yang berwarna abu-abu atau kebiruan yang disebut sebagai makula serulae. Gejala patognomonik lainnya adalah black dot, yaitu adanya bercak-bercak hitam yang tampak jelas pada celana dalam berwarna putih yang dilihat oleh penderita pada waktu bangun tidur. Pengobatannya yakni dengan gameksan 1% atau benzil benzoat 25% yang dioleskan dan didiamkan selama 24 jam. Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan sensitisasi terhadap tungau sarcoptes scabiei varietas hominis. Terdapat 4 tanda kardinal yang merupakan tanda khas pada pasien skabies, diantaranya: Pruritus nokturna, penyakit ini menyerang manusia secara kelompok, adanya terowongan (kunikulus) pada tempat-tempat predileksi, dan menemukan tungau. Penatalaksanaan skabies dibagi menjadi 2 bagian, yaitu penatalaksanaan secara umum berupa anjuran untuk menjaga kebersihan dan mandi teratur setiap hari. Semua31

pakaian, sprei, dan handuk yang telah digunakan harus dicuci secara teratur dan bila perlu direndam dengan air panas. Dan penatalaksanaan secara khusus dengan pemberian belerang endap (sulfur presipitatum) 4-20% dalam bentuk salap atau krim, emulsi benzil-benzoas (2025%), gama benzena heksa klorida 1%, krotamiton 10%, dan permetrin dengan kadar 5%. Creeping eruption disebut juga cutaneous larva migrans (CLM) disebabkan oleh penetrasi dan migrasi larva nemato da di dalam epidermis. Masuknya larva ke kulit biasanya disertai rasa gatal dan panas. Mula-mula akan timbul papul, kemudian diikuti bentuk yang khas, yakni lesi berbentuk linear atau berkelok-kelok, menimbul dengan diameter 2-3 mm, dan berwarna kemerahan. Tempat predileksi adalah di tungkai, plantar, tangan, anus, bokong, paha, juga di bagian tubuh di mana saja yang sering berkontak dengan tempat larve berada. Infeksi cacing tambang binatang dicegah dengan menghindari kontak kulit langsung dengan tanah yang tercemar kotoran binatang. Untuk kasus yang ringan biasanya tidak memerlukan pengobatan. Jika perlu dapat diberikan secara topikal. Untuk kasus yang lebih berat dapat diberikan obat peroral. Antihistamin membantu mengurangi rasa gatal. Obat-obatan yang dapat digunakan antyara lain: tiabendazol, ivermectin, albendazol, dan mebendazol. Amebiasis kulit adalah infeksi amuba ke dalam kulit dengan gejala gejala khas. Dari pemeriksaan kulit biasanya berlokasi di genitalia eksterna, sekitar anus, perineum dan bokong dengan efflorensi makula eritematosa dengan permukaan kasar tak rata, jika sudah lama akan menjadi granuloma merah di sekitar anus. Penatalaksanaan dengan pemberian emetin 1 mg/kgBB selama 10 14 hari, diiodohidroksikuinolin atau tetrasiklin juga berkhasiat baik, jika tidak berhasil dengan emetin. Insect bite adalah kelainan akibat gigitan atau tusukan serangga yang disebabkan reaksi terhadap toksin atau alergen yang dikeluarkan artropoda. Penderita mengeluh gatal dan nyeri pada tempat gigitan. Penatalaksanaan dengan pemberian secara topikal : jika reaksi lokal ringan, dikompres dengan larutan asam borat 3% atau kortikosteroid topikal seperti krim hidrokortison 1 2%. Dan sistemik : injeksi antihistamin seperti klorfeniramin 10 mg atau difenhidramin 50 mg. Adrenalin 1% 0,3 0,5 ml subkutan. Trikomoniasis merupakan infeksi saluran urogenital bagian bawah pada wanita maupun pria dapat bersifat akut atau kronik disebabkan oleh Trichomonas Vaginalis dan peniularannya biasanya melalui hubungan seksual. Pengobatan dapat diberikan secara topikal atau sistemik. Secara topikal, dapat berupa bahan cairan berupa irigasi, bahan berupa suppositoria (bubuk yang bersifat trikomoniasidal), dan jel dan krim yang bersifat zat trikomoniasidal. Secara sistemik obat yang sering digunakan tergolong derivat nitromidazo: metronidazol, nimorazol, tinidazol, dan omidazol.32

DAFTAR PUSTAKA

1. Hawker, J. et al., 2006. Communicable Disease Control Handbook. Blackwell: Oxford. 2. Heukelbach, J. & Feldmieier, H., 2008. Epidemiological And Clinical Characteristics Of Hookworm-Related Cutaneous Larva Migrans. Lancet Infect Dis, 8, pp.302-9. 3. Terry, B. et al., 2001. Sarcoptes Scabiei Infestation Among Children In A Displacement Camp In Sierra Leone. Public Health, 115, pp.208-11. 4. Feldmeier, H. & Heukelbach, J., 2008. Epidermal Parasitic Skin Diseases: A Neglected Category Of Poverty-Associated Plagues. WHO. 5. Guenther, L., 2012. Pediculosis (Lice). [Online] Available at:

http://emedicine.medscape.com/article/225013-overview [Accessed 2 April 2012]. 6. Djuanda, A. et al., 2007. Ilmu penyakit Kulit dan Kelamin. 7th ed. Jakarta: FKUI. 7. Natadisastra, D. & Ridad, A., 2009. Parasitologi Kedokteran: Ditinjau dari Organ Tubuh yang Diserang. Jakarta: EGC. 8. Graham, R. & Burns, T., 2005. Lecture Notes Dermatologi. 8th ed. Jakarta: Erlangga. 9. Heukelbach, J., Walton, S. & Feldmeier, H., 2005. Ectoparasitic Infestations. Curr Infect Dis Rep, 7, pp.373-80. 10. Burns DA. Diseases Caused by Arthropods and Other Noxious Animals, in: Burns T,Breathnach S, Cox N, Griffiths C. Rooks Textbook of Dermatology. Vol.2. USA:Blackwell publishing; 2004. 37-47 11. Http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/c/c0/Sarcoptes_scabei_2.jpg/ 230px-Sarcoptes_scabei_ 2.jpg 12. Amiruddin MD. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Ed.1. Kedokteran Universitas Hasanuddin ; 2003. 5-10. 13. : http://en.wikipedia.org/wiki/File:ScabiesD08.JPG 14. Harahap M. Ilmu Penyakit Kulit.Ed.1. Jakarta: Hipokrates; 2000. 109-13 15. Siregar RS, Wijaya C, Anugerah P. Saripati Penyakit Kulit dan Kelamin. Ed.3. Makassar: Fakultas

Jakarta: EGC; 1996. 191-5. 16. Peris,M. Pruritic, serpiginous eruption in a returning traveller. CMAJ 2008;179:5152.diunduh dari: http//:www.cmaj.ca/cgi/content/full/179/1/51 17. Tierney,M, Papadakis.Cutaneous Larva Migran. Terdapat dalam: Current medical diagnosis & treatment 45th ed[ebook]. San Francisco:Mc Graw Hill.2003.pg 1520.33

18. Gerd P,Thomas J.Cutaneous Larva Migran. Terdapat dalam: Fitzpatrick`s dermatology in general medicine 6th ed[ebook]. New York:Mc Graw Hill;2003.ch 236. 19. Ngan,V. Cutaneous larva migran. DermNetNZ:New Zealand.2007. diunduh dari: http://www.dermnetnz.org/arthropods/larva-migrans.html 20. Carlson,Amy Olivia. Cutaneous larva migran. 2005. Diunduh dari:

http://www.stanford.edu/group/parasites/ParaSites2005/CLM 21. (http://dermatology.cdlib.org/DOJvol2num1/path/clinical.jpeg) 22. (http://dermatology.cdlib.org/DOJvol2num1/path/histo2.jpeg)

34