representasi waria sebagai figur ayah …repository.fisip-untirta.ac.id/546/1/skripsi hendika...
TRANSCRIPT
REPRESENTASI WARIA SEBAGAI FIGUR
AYAH DALAM FILM LOVELY MAN KARYA
TEDDY SOERIAATMADJA
SKRIPSI
Disusun dan Diajukan Sebagai
Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Strata 1 (S1)
Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
Oleh
Hendika Sekti Pratama
NIM 6662101747
KONSENTRASI JURNALISTIK
PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
SERANG
2015
ABSTRAK
Hendika Sekti Pratama. NIM 6662101747/2015. Skripsi. Representasi Waria
Sebagai Figur Ayah Dalam Film “Lovely Man” Karya Teddy
Soeriaatmadja. Isti Nursih, M.I.kom; Husnan Nurjuman, M.Si.
Penelitian ini didasari oleh anggapan masyarakat heteroseksual bahwa laki-laki
haruslah maskulin dengan ciri laki-laki haruslah gagah, kuat dan mandiri sehingga
laki-laki yang tidak dapat menunjukan kemaskulinan tersebut (feminis) akan
dianggap abnormal oleh masyarakat heterogen. Film lovely man mengambarkan
bagaimana figur laki – laki yang memiliki karakter feminis atau biasa disebut
waria hidup ditengah-tengah terpaan hegemoni masyarakat heteroseksual. Dimana
masyarakat hetero mendiskriminasikan kaum waria baik secara verbal maupun
non verbal. Melihat fenomena yang terjadi di Indonesia terhadap waria. Maka,
film lovely man menjadi perwakilan tentang kehidupan waria dimasyarakat.
Dengan menggunakan analisis Charles Sanders Pierce mengenai tanda
menunjukan bahwa waria dalam film lovely man mendapatkan perlakuan
diskriminatif dari masyarakat meskipun waria tersebut memiliki keluarga, figur
ayah yang dibangun dalam film Lovely Man, direpresentasikan dengan
melakukan pemisahan dikotomis antara laki-laki dan perempuan dengan
melekatkan sifat dan perilaku tertentu yang seharusnya mereka lakukan. Lebih
jauh film ini juga merepresentasikan bagaimana transgender, sebagai gender non-
normatif, menjalani kehidupan yang akrab dengan dunia malam serta bagaimana
identitas mereka ditolak masyarakat. film ini juga mencoba untuk keluar dari
nilai-nilai heteronormatif. Bagaimana seorang transgender bisa memiliki pasangan
dan anak seperti pasangan heteroseksual pada umumnya dan jika dilihat secara
ideologis ataupun kepentingan, film ini memperjuangkan gagasan mengenai
kesetaraan gender.
Kata kunci : Representasi, Heteroseksual, keluarga, waria, Patriarki
ABSTRACT
Hendika Sekti Pratama. NIM 6662101747/2015. Undergraduate Thesis.
Transgender representation as father figure in “Lovely Man”, a film directed by
Teddy Soeriaatmadja. Isti Nursih, M.I.Kom; Husnan Nurjuman, M.Si.
This Study is based on heterogeneous community‟s belief that men must be manly,
strong and independent. Any male who fails to show his masculinity traits would
be considered as abnormal by heterogeneous society. The Lovely Man film
represents a male figure with feminine characters, also know as transgender, lives
in the middle of the exposure to the hegemony of heterosexuals community. In
which heterogeneous community discriminates transgenders verbally and non-
verbally. Reflecting social phenomenon occurs to transgenders in Indonesia,
Lovely Man is a suitable representative of transgender in society.Analysis using
Peirce‟s theory of signs show that the transgender in Lovely Man is disriminated
by society. Father figure shaped in the Lovely Man film is dichotomically
separting between males and females by embedding specific traits and behavior to
each gender. Furthermore the film represents how transgender,as non-normative
gender, living a nightlife and how their identity bring rejected by community. This
film seeks to go out of the heteronormative values. How transgender is able to
have partner and children as heterosexual couple in general. Ideologically, this
film fights for the idea of gender equality.
Keywords: representation, heterosexual, family, transgender, patriarchy
Lembar Persembahan
Skripsi ini kupersembahkan untuk dua malaikat saya
Ibu Sunarsih & Mayabela Rengganis
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur bagi ALLAH SWT atas rahmat dan hidayah-Nya yang tidak
terkira dan tidak terbatas, akhirnya skripsi ini dapat terselesaikan.
Dalam melakukan penelitian ini, peneliti telah berupaya semaksimal mungkin
sesuai dengan kemampuan peneliti untuk mendapat hasil yang terbaik dalam
menyelesaikan skripsi ini.
Skripsi ini juga dapat terselesaikan berkat bantuan dan dukungan dari berbagai
pihak. Semoga Allah SWT membalas kebaikan mereka semua. Dalam kesempatan kali ini
peneliti ingin mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya terutama kepada orangtua
yang tidak henti-hentinya memberikan dukungan sampai terselesaikannya skripsi ini.
Peneliti juga mengucapkan terima kasih kepada :
1. Prof. Dr. Soleh Hidayat, M.Pd selaku Rektor Universitas Sultan Ageng
Tirtayasa.
2. Dr. Agus Sjafari, S.Sos M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik.
3. Neka Fitriyah, S.Sos M.Si selaku Ketua Jurusan Program Studi Ilmu
Komunikasi.
4. Puspita Asri Praceka, S.Sos M.Ikom selaku Sekretaris Jurusan Program
Studi Ilmu Komunikasi.
5. Rangga Galura,Dipl.Ing (FH)., M.Si selaku dosen pembimbing akademik
sejak peneliti kuliah semester pertama hingga selesai.
6. Isti Nursih, S.Ip, M.Ikom selaku dosen pembimbing I yang dengan sabar
memberikan bimbingan dan arahan kepada peneliti untuk menyelesaikan
skripsi.
7. Husnan Nurjuman., S.Ag.,M.Si selaku dosen pembimbing II yang dengan
sabar mentrasfer khazanah ilmu pengetahuan serta membimbing peneliti
untuk menyelesaikan skripsi.
8. Seluruh dosen Ilmu Komunikasi yang telah memberikan ilmu yang sangat
bermanfaat kepada peneliti.
9. Seluruh Staf Jurusan Program Studi Ilmu Komunikasi yang telah
membantu peneliti melancarkan penyelesaian administratif selama
berkuliah disini.
10. Mayabela Rengganis S.Sos yang menjadi pengingat, fasilitator dan partner
sampai saat ini.
11. Terima kasih juga untuk Azy Syahrial Fauzi S.Pd yang telah terlebih
dahulu menjadi penggerak pendidikan di desa tertinggal, Ade Wira Sakti
S.Pd yang menjadi motivasi peneliti bahwa hidup harus berdo‟a dan
berusaha, Mamduh Jamaludin S,pd, Reza Trisandi, Ahmad Fauzan S.Pd
yang kembali mengejar gelar keduanya, Ansorul Hidayat S.pd yang
akhirnya berhasil menyelesaikan pendidikannya dan seluruh kawan-kawan
D12 baik yang pernah berkunjung untuk sekedar bertukar pikiran atau
sekedar bersenda gurau.
12. Teman-teman Komunikasi Jurnalistik 2010, Mardi, Rangga, Ucup, Iqbal
(Nying-nying), Galuh, Agung, Romi, Putut, Alif (Black), Vicy (Lacuk),
dan kawan kawan Humas baik dikelas F ataupun kelas lainnya.
13. Kawan-kawan Organisasi UMC (Nanis, Fawas, Madan, Irfie, Wahyu,
Timbul, dan seluruh dewan penuh pertimbangan), Kawan-kawan
HIMAKOM (Inge, Eki, Yuda, Amel, Budi, Anton, Beni, Ningsih, Fairuz,
dll), KOVIKITA (Novran, Jonah Silas, Aan, Nanda, Dayat dll) BEM
FISIP (Teh Amy, Pupu, Dian, Jaro, Haedi, Rengga, dll) serta kawan –
kawan Lab.TV, Pers Orange yang merelakan tempatnya dijadikan arena
singgah sebelum memulai perkuliahan.
14. Terima Kasih juga teruntuk kawan–Kawan Redaksi Detik.com khususnya
Divisi News DetikHealth Mbak Vita, Mas Uyung, Bang Reza, Mbak
Rahma, Mbak Ajeng, Mbak Herni, Anwar dan Ghea yang telah memberi
kesempatan peneliti untuk belajar menjadi jurnalis kilat.
15. Terima Kkasih juga untuk rekan-rekan Redaksi Warta Ekonomi (Mas
Hatta, Mas Hendra, Mbak Childa, Mas Haikal, Mas Wijil, Aldi, Aries,
Mas Pandu, Mamanya Dastan, dll) terima kasih pengalaman berharga bisa
bekerja di media dengan penuh tantangan dan kendalanya.
16. Tidak lupa kawan-kawan KKM 15 tahun 2013 Desa. Rancailat Kab.
Tangerang (Abah Didin, Syahnez, Marlin, Sopyan, Solihin, Nila, Linda,
Risca,dll ) Terima kasih atas pengalaman dan shareing ilmunya.
Dan seluruh kawan-kawan yang tidak dapat peneliti sebut satu persatu yang
telah membantu peneliti menyelesaikan penelitian ini ataupun pemberi saran dan
masukan bermanfaat, Insya Allah seluruh kebaikan kalian menjadi ladang pahala dan
dimuliakan oleh Allah SWT, Aamiin.
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ................................................................................................. 1
1.2 Identifikasi Masalah ....................................................................................... 13
1.3 Rumusan Masalah .......................................................................................... 13
1.4 Tujuan Penelitian ............................................................................................14
1.5 Manfaat Penelitian ......................................................................................... .14
1.5.1 Manfaat Teoritis ............................................................................. 14
1.5.2 Manfaat Praktis ............................................................................... 15
1.5.3 Manfaat Sosial ................................................................................. 15
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Teoritis ............................................................................................ 16
2.1.1 Komunikasi Massa .......................................................................... 16
2.1.1.1 Karakteristik Komunikasi Massa .................................... 18
2.1.1.2 Fungsi Komunikasi Massa ................................................19
2.1.2 Pengertian Film ............................................................................... 22
2.1.2.1 Unsur Pembentuk Film ................................................... 26
2.1.3 Representasi ................................................................................... 27
2.1.4 Pengertian Waria ............................................................................. 30
2.1.5 Pengertian Ayah ............................................................................. 32
2.1.5.1 Peran Ayah ...................................................................... 33
2.1.6 Budaya Patriarki .............................................................................. 36
2.1.7 Hegemoni .........................................................................................37
2.1.8 Heteronormativitas........................................................................... 40
2.1.7 Semiotik Charles Sanders Pierce .................................................... 43
2.2 Kerangka Berfikir ........................................................................................... 50
2.3 Penelitian Terdahulu ...................................................................................... 51
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Paradigma Penelitian ..................................................................................... 55
3.2 Pendekatan Penelitian .................................................................................... 57
3.3 Jenis Penelitian............................................................................................... 58
3.4 Unit Analisis.................................................................................................. 59
3.5 Satuan Pengamatan........................................................................................ 63
3.6 Teknik Pengumpulan Data............................................................................. 65
3.6.1 Dokumentasi .................................................................................. 66
3.6.2 Studi Pustaka ................................................................................... 66
3.7 Teknik Analisis Data ...................................................................................... 67
3.8 Jadual Penelitian ..............................................................................................72
BAB IV HASIL PENELITIAN
4.1 Deskripsi Subjek Penelitian ........................................................................... 73
4.1.1 Investasi Film Indonesia dan Karuna Pictures ................................ 74
4.1.2 Karya ................................................................................................75
4.1.3 Teddy Soeriaatmadja ....................................................................... 76
4.1.4 Deskripsi Film Lovely Man .............................................................77
4.1.5 Sinopsis Film Lovely Man ............................................................. 79
4.1.6 Penokohan ....................................................................................... 80
4.1.6.1 Karakter Syaiful/Ipuy (Dony Damara) ..............................80
4.1.6.2 Karakter Cahaya (Raihannun)........................................... 81
4.2 Hasil Penelitian .............................................................................................. 83
4.2.1 Film Lovely Man Dalam Unsur Pemaknaan Semiotik Charles
Sanders Peirce ................................................................................. 83
4.3 Pembahasan.................................................................................................... 96
4.3.1 Perlawanan Budaya Patriaki Melalui Representasi Waria Sebagai
Figur Ayah dalam Film Lovely Man ................................................. 96
4.3.2 Hegemoni Masyarakat Heteronormativitas Melalui Representasi
Waria Sebagai Figur Ayah dalam Film Lovely Man .................. 99
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan .................................................................................................. 102
5.2 Saran ............................................................................................................ 104
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 ......................................................................................................... 29
Tabel 2.2 ......................................................................................................... 50
Tabel 2.3 ......................................................................................................... 51
Tabel 2.4 .......................................................................................................... 54
Tabel 3.1 ......................................................................................................... 62
Tabel 3.2 ......................................................................................................... 64
Tabel 3.3 ......................................................................................................... 65
Tabel 3.4 ......................................................................................................... 72
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 ....................................................................................................46
Gambar 4.2 ....................................................................................................80
Gambar 4.3 ......................................................................................................81
Gambar 4.4 ....................................................................................................83
Gambar 4.5 ....................................................................................................85
Gambar 4.6 .....................................................................................................87
Gambar 4.7 ....................................................................................................89
Gambar 4.8 ....................................................................................................92
Gambar 4.9 ...................................................................................................94
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Waria adalah istilah baku dalam tata bahasa Indonesia yang berarti
wanita pria atau pria yang memiliki perasaan seperti wanita. Namun
masyarakat Indonesia lebih akrab dengan istilah “Banci” atau “Bencong” yang
merupakan bagian dari bahasa Indonesia informal untuk menyebut seorang
laki-laki yang berpakaian atau berbicara sebaliknya atau tidak sesuai dengan
kelaminnya.
Pada budaya patriarki, masyarakat yang menggunakan sistem patriaki
lebih mementingkan garis keturunan bapak/laki-laki sebagai sosok panutan
atau pemimpin dibanding dengan garis keturunan Ibu/perempuan dalam
sebuah kelompok sosial masyarakat. Patriaki juga dapat dijelaskan dimana
keadaan masyarakat menempatkan kedudukan dan posisi laki-laki jauh lebih
tinggi dari pada perempuan dalam segala aspek kehidupan sosial, budaya dan
ekonomi.1
Laki-laki dewasa selalu diidentikkan dengan sifat maskulin yang tegas,
gagah, mandiri, tidak menangis (cengeng)2 dan bertanggung jawab terhadap
kelompok ataupun keluargaaanya. Didalam keluarga, laki-laki dewasa
dibebankan tanggung jawab lebih dibanding perempuan dengan sebutan ayah.
Selaku kepala keluarga seorang ayah dijadikan sebagai figur panutan karena 1Saroha Pinem. 2009. Kesehatan Reproduksi & Kontrasepsi. Jakarta: Trans Media 2 Cengeng = Mudah menangis; suka menangis; lemah, tidak mandiri. Sumber :
www.kbbi.web.id/cengeng diakses 20 Agustus 2015 pukul 13:52 WIB
1
dinilai mampu memimpin dan bertanggung jawab terhadap keluarganya.
Namun bagaimana jika predikat Ayah yang memiliki sifat maskulin tersebut
dimiliki oleh seorang laki-laki dewasa yang memiliki kepribadian ganda, tidak
hanya menjadi sosok maskulin melainkan memiliki sosok feminis. Hal ini
yang kemudian bertolak belakang dengan sistem patriarki dimana Laki-laki
haruslah maskulin, Sehingga laki-laki yang memiliki sifat feminis bagi
masyarakat partriarki dianggap abnormal dan menyalahi norma yang berlaku.
Dikarena menyalahi norma yang berlaku dimasyarakat menyebabkan laki-laki
feminis atau biasa disebut waria,banci atau bencong mendapatkan perlakuaan
diskriminatif dari masyarakat.
Berangkat dari logika tersebut, maka perlakuan diskriminatif yang
ditujukan kepada waria baik dalam bentuk verbal maupun non verbal akan
membentuk stigma negatif dimasyarakat hetero. Stigma negatif tersebut yang
kemudian membentuk pola pikir baru yang mendeskripsikan seseorang
maskulin atau feminim hanya berdasarkan tindakan heteroseksis atau disebut
dengan heteronormatif.
Heteronormatif sendiri merupakan sebuah istilah yang digunakan
untuk mendeskripsikan sebuah norma yang meyakini bahwa manusia
dibedakan menjadi dua gender yang berbeda (laki-laki dan perempuan),
bersifat saling melengkapi, dan memiliki peran alamiahnya masing-masing
dalam kehidupan yang kemudian lahir istilah oposisi biner. Saskia Wieringa,
Nursyahbani Katjasungkana, Irwan M Hidayana dalam buku Membongkar
Seksualitas Perempuan Yang Terbungkam mengatakan heteronormatif
sesungguhnya seksual normatif atapun non-normatif yang merupakan hasil
dari konstruksi sosial masyarakat itu sendiri.3
Heteronormatif sendiri tidak akan terjadi bila tidak adanya hegemoni
yang dibangun oleh masyarakat dominan. Seperti yang di utarakan Gramsci
dalam Nezar Patria, Hegemoni adalah Sebuah pandangan hidup dan cara
berpikir yang dominan, yang di dalamnya sebuah konsep tentang kenyataan
disebarluaskan dalam masyarakat baik secara institusional maupun
perorangan; (ideologi) mendiktekan seluruh cita rasa, kebiasaan moral,
prinsip-prinsip religius dan politik, serta seluruh hubungan-hubungan sosial,
khususnya dalam makna intelektual dan moral.4
Berdasarkan pemikiran Gramsci tersebut dapat dijelaskan bahwa
hegemoni merupakan suatu kekuasaan atau dominasi atas nilai-nilai
kehidupan, norma, maupun kebudayaan sekelompok masyarakat yang
akhirnya berubah menjadi doktrin terhadap kelompok masyarakat lainnya
dimana kelompok yang didominasi tersebut secara sadar mengikutinya.
Kelompok yang didominasi oleh kelompok lain (penguasa) tidak merasa
ditindas dan merasa itu sebagai hal yang seharusnya terjadi.
Dengan demikian mekanisme yang digunakan masyarakat dominan
dalam hal ini masyarakat hetero dilakukan dengan penguasaan kepada kelas
bawah (non-hetero) menggunakan ideologi yang akhirnya masyarakat hetero
merekayasa kesadaran masyarakat non-hetero sehingga tanpa disadari, mereka
rela dan mendukung kekuasaan kelas dari masyarakat yang dominan. 3 Saskia E Wieringa, Nursyahbani katjasungkana, Irwan M Hidayana.2007. membongkar seksualitas perempuan yang terbungkam. Jakarta:Kartini Network 4 Nezar Patria. 1999. Antonio Gramsci Negara & Hegemoni.Yogyakarta:Pustaka Pelajar.
Di lingkungan masyarakat terdapat bermacam-macam perbedaan,
mulai dari status sosial, jenis kelamin, pekerjaan, pendidikan dan lain
sebagainya. Perbedaan inilah yang seharusnya saling dihargai oleh satu sama
lain. Perbedaan tersebut diharapkan dapat mempersatukan semua lapisan
masyarakat dan dipandang secara positif. Masyarakat yang menganut pola
pikir heteronormatif sebagai ideologi seksual (nilai dasar yang menuntun
seseorang atau sekelompok orang dalam seksualitas), akan menganggap
bahwa seks diluar heteroseks adalah tidak normal.
Berdasarkan latar belakang tersebut kemudian heteronormatif
berkembang menjadi sebuah ideologi yang disebut Heteronormativitas.
Heteronormativitas dalam sebuah jurnal yang di tulis oleh Dr. Argyo
Demartoto, M.Si. berjudul Seks, Gender, Seksualitas Gay dan Lesbian Secara
sederhana dapat didefinisikan sebagai Ideologi tentang keharusan untuk
menjadi heteroseksual, yang didasarkan pada penindasan orientasi seksual lain
yang tidak berorientasi reproduksi keturunan seperti onani, masturbasi atau
homoseksualitas. Juga keharusan akan kesesuaian antara identitas gender dan
identitas seksual dimana jika beranatomi laki-laki harus maskulin, dan
sebaliknya bila beranatomi perempuan maka harus feminim.5
Gayle Rubin melalui bukunya yang berjudul Thinking About Sex
(1984) menyatakan bahwa pada masyarakat yang heteronormatif, relasi yang
terbaik dan diharapkan adalah relasi heteroseksual, marital dan prokreatif.
Ideologi heteronormativitas pula yang secara hegemoni mengajarkan
5 Argyo Demartoto.2013.Seks,Gender, Seksualitas Gay dan Lesbian.Surakarta: FISIP UNS
masyarakat untuk berpikir secara dikotomis: laki-laki dan perempuan,
maskulin dan feminin. Waria dengan status gender dan orientasi seksual di
luar dari dikotomi tersebut dianggap „abnormal‟ dan lekat dengan kesan
menyimpang.
Koeswarno dalam bukunya yang berjudul Hidup Sebagai Waria,
menjelaskan bahwa waria secara fisik adalah laki-laki normal, memiliki
kelamin yang normal, namun mereka merasa dirinya perempuan dan
berpenampilan tidak ubahnya seperti perempuan lainnya.6 Waria oleh
masyarakat hetero dikelompokan sebagai bagian dari kelompok “Abnormal”
karena tidak sejalan dengan aturan heteroseks seperti halnya LGBT (Lesbian,
Gay, Biseksual, Transgender) akhirnya mendapatkan diskriminasi sosial dan
mengkonstruksikan makna waria dimasyarakat.
Budaya Patriarki serta dogma agama juga mengambil peran penting
untuk membentuk seperangkat sistem, dimana laki-laki dipusatkan dengan
maskulinitasnya dan perempuan dengan feminimitasnya. Pada budaya
patriarki feminitas yang identik dengan perempuan dijadikan sebagai The
second sex atau jenis kelamin kedua yang yang cenderung tunduk dibawah
kontrol laki-laki hal ini kemudian berimplikasi pada waria atau sebagai laki-
laki feminim yang kemudian turut mendapat tekanan dan kekerasan atas
feminitas yang dimilikinya. Ketidaksetaraan dan ketidakadilan berbasis gender
maupun seksualitas yang menimpa waria inilah yang kemudian dilanggengkan
masyarakat untuk mendiskriminasi.
6Koeswinarno. 2004. Hidup Sebagai Waria. Yogyakarta: Lkis Pelangi Aksara
Dengan adanya sudut pandangan seperti ini para waria secara tidak
langsung akan terdiskriminasi dari kehidupan sosial dan mendapat penolakan
dari masyarakat dominan dikarenakan pola pikir dikotomis tersebut. Hal-hal
inilah yang nanti akan menimbulkan diskriminasi sosial. Padahal dalam pasal
1 butir 3 Undang-Undang No.39/1999 Tentang HAM telah disebutkan bahwa
diskriminasi adalah setiap pembatasan, pelecehan, atau pengucilan, yang
langsung ataupun tak langsung, didasarkan pada perbedaan manusia atas dasar
agama, suku, ras, etnik, kelompok, golongan, status sosial, status ekonomi,
jenis kelamin, bahasa, keyakinan politik, yang berakibat pengurangan,
penyimpangan, atau penghapusan pengakuan pelaksanaan atau penggunaan
HAM dan kebebasan dasar dalam kehidupan baik individual maupun kolektif
dalam bidang politik,ekonomi, hukum, sosial, budaya, dan aspek kehidupan
sosial lainnya.7
Untuk menekan diskriminasi tersebut semakin meluas berbagai cara
dilakukan agar waria mendapat pengakuan atas keberadaan mereka,
diantaranya adalah munculnya berbagai penyelenggaraan kegiatan yang
melibatkan waria didalamnya. Selain itu munculnya berbagai figur waria saat
ini seperti Dorce Gamalama yang mengeksistensikan dirinya dibidang
hiburan, Solena Chaniago dengan profesinya sebagai Master Barber di
Amerika Serikat dengan salah satu prestasinya sebagai pencukur rambut Bill
Clinton yang merupakan Presiden ke 42 Amerika Serikat. Ataupun Dena
Rachman mantan artis cilik yang beralih profesi menjadi seorang Desainer
7Undang-Undang No.39 tahun 1999 pasal 1 Butir 3 tentang HAM
Fashion ternama Italia, Merupakan langkah awal usaha mereka untuk diterima
di lingkungan masyarakat. Selain itu penggunaan media massa digunakan
sebagai salah satu cara mereka untuk mendapat pengakuan, Salah satunya
adalah program yang ditayangkan disalah satu televisi swasta yang berjudul
Be A Man pada tahun 2008, dimana dalam tayangan tersebut kehidupan
seorang waria dibentuk agar menjadi laki-laki maskulin dengan pelatihan dan
pendidikan bergaya militer yang dilatih oleh TNI (Tentara Nasional
Indonesia). Pengangkatan tokoh waria dalam film-film layar lebar oleh para
sineas seperti film Taman Lawang, Lovely Man, Betty Bencong Slebor,
Madam X dll. Menjadi cara lain waria mendapatkan legalitas dimasyarakat
Saat ini masyarakat Indonesia sangat antusias terhadap film-film dalam
negeri dan jumlah film tersebut semakin meningkat setiap tahunnya. Apalagi
film-film yang memunculkan tokoh waria. Pada bulan Mei 2013 Mantan
Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Marie Pangestu dalam syukuran
dan puncak perayaan Hari Film Nasional ke-63 di Balaiurang Soesilo
Soedarman, mengatakan dari periode Januari hingga pertengahan Mei 2013,
terdapat 44 judul film Indonesia yang dirilis, jumlah tersebut meningkat dari
tahun lalu yang hanya 40 judul film Indonesia.8
Pada dasarnya film berperan sebagai sarana hiburan namun menurut
Denis McQuail, Film adalah sarana baru yang digunakan untuk menyebarkan
hiburan yang sudah menjadi kebisaan terdahulu, serta menyajikan cerita,
peristiwa, musik, drama, lawak, dan sajian teknis lainnya kepada masyarakat
8www.tempo.co/read/news/2013/05/29/111484323/marie-pangestu--jumlah-film-Indonesia-
meningkat di akses 24 maret pukul 15.07 WIB
umum.9 Film-film yang beredar dimasyarakat setidaknya memiliki pesan
moral maupun makna-makna tertentu. Secara denotasi film dipahami
sebagaimana adanya dan penikmat film tidak perlu berusaha banyak untuk
lebih menggali dan memahami secara mendalam. Inilah yang menjadi
kekuatan sebuah film sebab lebih mudah memberikan sesuatu yang mirip
dengan kenyataan serta mengkomunikasikan sesuatu dengan teliti yang jarang
dilakukan oleh bahasa tulisan maupun lisan. Sistem bahasa mungkin lebih
berkemampuan untuk mengemukakan dunia ide secara imaginatif, tapi sistem
bahasa tidak begitu sanggup untuk menyampaikan informasi terperinci tentang
realita-realita fisik.
Film adalah pesan komunikasi yang membutuhkan interpretasi lebih
dalam untuk mendeskripsikan gambaran akan makna. Lebih lanjut, film
menghadirkan kode-kode yang makna tandanya bersifat implisit, yaitu
sistem kode yang tandanya bermuatan makna-makna tersembunyi.
Kekuatan makna bukan terletak pada apa yang dilihat tapi justru apa
yang tidak dilihat. Kehadiran sebuah imajinasi dalam film tidak sekedar
karena bacaan visual pola pikiran namun film memberikan pengalaman
mental yang merupakan stock of knowledge untuk menyediakan kerangka
referensi dan rujukan bagi individu dalam kesatuan tindakannya.
Film sendiri mempunyai makna yang unik diantara media komunikasi
lainnya. Selain sebagai media komunikasi yang efektif dalam penyebarluasan
ide dan gagasan, film juga merupakan media ekspresi seni yang memberikan
9Denis Mc Quail. 1987. Teori Komunikasi Massa. Jakarta: Erlangga Hal:13
jalur pengungkapan kreatifitas, dan media budaya yang menggambarkan
kehidupan manusia dan kepribadian suatu bangsa. Perpaduan kedua hal
tersebut menjadikan film sebagai media yang mempunyai peranan penting
dimasyarakat. Sobur mengatakan bahwa kekuatan dan kemampuan film
menjangkau banyak segmen sosial, lantas membuat para ahli berpendapat
bahwa film memiliki potensi untuk mempengaruhi khalayaknya.10
Lain
halnya dengan Marcel Danesi dalam bukunya Pengantar Memahami
Semiotika Media mengatakan bahwa film telah menjadi obat yang sempurna
untuk melawan kebosanan, akibatnya medium film telah menjadi kekuatan
besar dalam perkembangan budaya pop yaitu budaya yang karakteristik
pendefenisiannya adalah pembauran dan percampuran seni serta pengalih
perhatian secara beragam.11
Dalam berbagai macam penelitian mengenai efek film terhadap
masyarakat, hubungan antara film selalu mempengaruhi dan membentuk
masyarakat berdasarkan muatan pesan (isi) dibaliknya tanpa ada balasan
(feedback).
Untuk menggugah kesadaran kritis atas fenomena-fenomena yang
terhadap waria salah satu sineas berbakat Indonesia Tedy Soeriaaatmadja pada
tahun 2011 mengangkat fenomena waria ini dalam sebuah film yang berjudul
Lovely Man produksi Investasi Film Indonesia dan Karuna Pictures. Sebagai
gambaran singkat film ini menceritakan seorang anak bernama Cahaya
berumur 19 tahun yang diperankan oleh Raihaanun, Ia merupakan seorang
10
Alex Sobur. 2004. Semiotika Komunikasi. Bandung : PT Remaja Rosdakarya hal : 127 11Marcel Danesi. 2010. Pengantar Memahami Semiotika Media. Yogyakarta: Jalasutra hal: 23
gadis muslim sederhana dan tinggal bersama ibunya, sedangkan sang ayah
Saiful yang diperankan Dony Damara, meninggalkan mereka pada saat
Cahaya berumur 4 tahun. Oleh sang ibu, Cahaya dibesarkan dengan nilai-nilai
keislaman. Dimana dalam film tersebut Cahaya diceritakan bersekolah di
sebuah pesantren. Setelah dewasa, Cahaya memiliki sebuah masalah yang
cukup sulit hingga ia memutuskan untuk mencari dan bertemu ayahnya
berharap dapat menyelesaikan masalahnya. Berbekal sebuah alamat yang ia
ambil dari ibunya. Serta sebuah foto dirinya ketika bersama sang ayah dahulu,
Cahaya memberanikan diri pergi ke Jakarta untuk pertama kalinya. Dengan
penuh harapan akan bertemu sang ayah. Sesampainya di Jakarta, ternyata
mencariayahnya tidaklah semudah yang Ia bayangkan. Hingga akhirnya
Cahaya mencari sang ayah ke sebuah tempat prostitusi transgender, Taman
Lawang. Betapa terkejutnya dan kecewanya Cahaya, ketika melihat dan
mengetahui bahwa ayahnya adalah seorang transgender. Pertemuan itu sendiri
tidak hanya mengejutkan Cahaya melainkan Syaiful sama terkejutnya dengan
kehadiran Cahaya, Bahkan pada awalnya Ipuy sapaan akrab syaiful menolak
kehadiran gadis tersebut. Namun jiwa kebapakan Syaiful tidak lantas hilang.
Dalam kepekatan malam Jakarta Syaiful akhirnya memilih untuk menemani
Cahaya dan berusaha mengisi kerinduan Cahaya pada sosok ayah yang telah
lama Ia rindukan.
Film yang digarap oleh Tedy Soeriaatmadja ini berhasil meraih tujuh
penghargan pada tahun 2012. Dua penghargaan pertama untuk kategori aktor
dan sutradara terbaik di Asian Film Award Hongkong, Kemudian penghargaan
Golden Reel, Lovely Man berhasil menyabet dua penghargaan untuk kategori
Film dan sutradara terbaik, Sedangkan di Tel- Aviv LGBT International Film
Festival mendapatkan penghargaan Best International Narative Feature.
Selain itu pada tahun 2013 Lovely Man juga mendapatkan penghargaan Jati
Emas untuk kategori Sutradara terbaik dan Skenario terbaik dipenghargaan
Akademi Film Indonesia.
Dalam penelitian ini peneliti membahas bagaimana waria
direpresentasikan sebagai figur ayah untuk melawan stigma negatif
masyarakat terhadap hegemoni heteronormativias tersebut melalui simbol,
tanda atau lambang pada setiap scene yang mewakili dalam film Lovely Man.
Representasi sendiri adalah proses mengkodekan (encoding) dan
memperlihatkan (display) bentuk-bentuk simbolik yang mencerminkan
posisi ideologis. Tim O'Sullivan dalam Saiful Totona, membedakan istilah
representasi pada dua pengertian, pertama, representasi sebagai suatu proses
dari representing. Kedua, representasi sebagai produk dari proses sosial
representing. Sehingga pada tatanan pertama merujuk kepada proses,
sedangkan yang kedua merujuk kepada produk dari pembuatan tanda yang
mengacu pada sebuah makna.12
Oleh karena itu untuk menganalisis bagaimana proses representasi
tersebut terjadi peneliti akan menggunakan analisis semiotik dari Charles
Sanders Peirce. Charles Sanders Peirce dalam elemen makna peircesan atau
biasa disebut dengan Triangle of meaning membagi tanda menjadi tiga.
12
Saiful Totona. 2010. Miskin Itu Menjual: Representasi Kemiskinan sebagai Komodifikasi Tontonan.Yogyakarta: Ummu Press. hlm. 227.
Pertama adalah sesuatu yang berbentuk fisik yang dapat ditangkap oleh panca
indera manusia dan merupakan sesuatu yang merujuk (merepresentasikan) hal
lain di luar tanda itu sendiri atau disebut dengan Sign. Kedua adalah konteks
sosial yang menjadi referensi dari tanda atau sesuatu yang dirujuk tanda atau
biasa disebut dengan Object. Ketiga adalah pemberian kesan, pendapat atau
pandangan teoritis terhadap sesuatu atau konsep pemikiran dari orang yang
menggunakan tanda dan menurunkannya ke suatu makna tertentu atau makna
yang ada didalam benak seseorang tentang objek yang dirujuk pada sebuah
tanda atau disebut dengan Interpretant.
Melalui analisis semiotik Charles Sanders Peirce inilah metode yang
akan digunakan untuk meneliti makna semiotik dibalik setiap scene-scene film
Lovely Man melalui bidang suara dan visual. Film Lovely Man sendiri
menyajikan fenomena seorang transgender yang memiliki pasangan dan anak
seperti pasangan heteroseksual pada umumnya dan masih tetap bertanggung
jawab terhadap keluarganya dengan memberikan nafkah terhadap anaknya
Meskipun stigma yang dibangun masyarakat beranggapan bahwa waria belum
tentu memiliki pasangan seperti masyarakat heteroseks terlebih memiliki anak
dikarena hegemoni heteronormatif tersebut. Karena film selalu merekam
realitas yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat, dan kemudian
memproyeksikannya ke atas layar.13
Membuat peneliti semakin tertarik untuk
meneliti lebih lanjut dalam sebuah skripsi berjudul :
13
Budi Irwanto. 1999. Film, Ideologi, dan Militer ; Hegemoni Militer dalam sinema Indonesia. Yogyakarta: Media Pressindo. Hal: 13
“Representasi waria sebagai figur ayah dalam Film Lovely Man
Karya Tedy Soeriaatmadja”
1.2. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas maka,
permasalahan yang dapat di identifikasi untuk diteliti lebih lanjut adalah
sebagai berikut :
1. Bagaimana tanda (sign) merepresentasikan waria sebagai figur
ayah pada film Lovely Man karya Tedy Soeriaatmadja ?
2. Bagaimana objek (object) merepresentasikan dirinya sebagai figur
ayah?
3. Bagaimana Interpretan (interpretasi) figur ayah digambarkan pada
film Lovely Man?
1.3. Rumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah yang telah diuraikan, maka
peneliti tertarik untuk menganalisis dengan menggunakan Semiotik Peirce
tentang :
“ Bagaimana waria dalam film lovely man direpresentasikan
sebagai figur ayah untuk melawan hegemoni heteronormativitas
masyarakat ”
1.4. Tujuan Penelitian
Dalam sebuah penelitian pastilah memiliki tujuan, dimana tujuan
dalam penelitian ini adalah :
1. Untuk menemukan tanda (sign) representasi waria
digambarkan sebagai figur ayah dalam film Lovely Man karya
Tedy Soeriaatmadja
2. Untuk menemukan Objek (Object) merepresentasikan dirinya
sebagai figur ayah ?
3. Untuk menemukan Interpretan (interpretasi) waria dalm film
Lovely Man digambarkan sebagai figur ayah untuk melawan
hegemoni heteronormativitas masyarakat ?
1.5.Manfaat Penelitian
1.5.1 Manfaat Teoritis
a. Dapat memberikan sumbangan teoritis bagi disiplin ilmu
Komunikasi, khususnya komunikasi massa mengenai penggunaan
semiotik Charles Sander Peirce dalam sebuah film.
b. Dapat memberikan sumbangan informasi bagi peneliti lain yang
ingin mengadakan penelitian-penelitian lanjutan mengenai dunia
perfilman, terutama yang berkaitan dengan pemaknaan waria
dimasyarakat.
1.5.2 Manfaat Praktis
a. Sebagai bahan referensi bagi kalangan pembuat film untuk
mengangkat realitas sosial masyarakat melalui media massa.
b. Sebagai bahan referensi atau acuan bagi penggiat seni bagaimana
merepresentasikan sesuatu yang dianggap tabu dimasyarkat ke
dalam sebuah bentuk karya seni.
1.5.3 Manfaat Sosial
a. Untuk memberikan gambaran bagi masyarakat tentang waria
yang memilki keluarga.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Teoritis
2.1.1 Komunikasi massa
Definisi komunikasi massa yang paling sederhana dikemukakan
oleh Bittner. Komunikasi massa merupakan pesan yang dikomunikasikan
melalui media massa pada sejumlah besar orang. Tapi menurut Gerbner
definisi komunikasi massa adalah :
“Mass communication is the technologically and instituationlly
based production and distribution of the broadly shared continious
flow of message in industrial societies"
Produksi dan distribusi yang berlandaskan teknologi dan lembaga
dari arus pesan yang kontinyu serta paling luas dimiliki orang dalam
masyarakat industri.14
Sedangkan menurut Rakhmat komunikasi massa
adalah jenis komunikasi yang ditujukan kepada sejumlah khalayak yang
tersebar, heterogen, dan anonim melalui media cetak atau elektronik
sehingga pesan yang sama dapat diterima secara serentak dan sesaat.15
Dengan demikian komunikasi massa atau komunikasi melalui media
massa sifatnya "satu arah" (One way traffic). Begitu pesan disebarkan oleh
komunikator, tidak diketahui apakan pesan tersebut diterima, dimengerti,
atau dilakukan oleh komunikan. Komunikasi massa berbeda dengan
14Elvinaro Ardianto dan lukiyati komala Erdiyana. 2004. Komunikasi massa suatu pengantar: Bandung: Simbiosa rekatama media. hal 3-4 15
Jalaluddin Rahmat. 2009. Metode Penelitian Komunikasi. Bandung: Simbiosa Rekatama media hal : 189
16
komunikasi antarpersonal dan komunikasi kelompok. perbedaanya
terdapat pada komponen-komponen yang terlibat didalamnya, dan proses
berlangsungnya komunikasi tersebut. Komunikasi massa memiliki
karakteristik seperti komunikator yang terlembagakan, pesannya bersifat
umum, komunikannya anonim dan heterogen, media massa menimbulkan
keserempakan dimana mengutamakan isi ketimbang hubungan,
komunikasi yang bersifat satu arah memiliki batasan terhadap indra
sehingga umpan balik (feedback) mengalami ketertundaan (delayed) atau
bahkan tidak langsung (inderect).
Michael W. Gamble dan Teri Kwal Gamble (1986) dalam Nurudin
mendefinisikan sesuatu yang disebut komunikasi massa dapat mencakup
hal-hal sebagai berikut:
1. Komunikator dalam komunikasi massa mengandalkan
peralatan modern untuk menyebarkan atau memancarkan pesan
secara cepat kepada khalayak yang luas dan tersebar. Pesan itu
disebarkan melalui media modern pula, antara lain surat kabar,
majalah, televisi, film, ataupun gabungan di antara media tersebut.
2. Komunikator dalam komunikasi massa dalam menyebarkan
pesan-pesannya bermaksud mencoba berbagi pengertian dengan
jutaan orang yang tidak saling mengenal atau mengetahui satu
sama lain. Anonimitas audience dalam komunikasi massa inilah
yang membedakan pula dengan jenis komunikasi yang lain.
Bahkan pengirim dan penerima pesan tidak saling mengenal satu
sama lain.
3. Pesan adalah milik publik. Artinya bahwa pesan ini bisa
didapatkan dan diterima oleh banyak orang. Karena itu diartikan
milik publik.
4. Sebagai sumber, komunikator massa biasanya organisasi
formal seperti jaringan, ikatan, atau perkumpulan. Dengan kata
lain, komunikatornya tidak berasal dari seseorang, tetapi lembaga.
Lembaga ini pun biasanya berorientasi pada keuntungan, bukan
organisasi suka rela atau nirlaba.
Komunikasi massa juga dikontrol oleh gatekeeper (penapis
informasi). Artinya, pesan-pesan yang disebarkan atau dipancarkan
dikontrol oleh sejumlah individu dalam lembaga tersebut sebelum
disiarkan lewat media massa.
2.1.1.1 Karakteristik Komunikasi Massa
Komunikasi massa pada dasarnya memiliki beberapa karakteristik
yang dikemukakan oleh para ahli seperti menurut Wright dalam Ardianto
komunikasi dapat dibedakan dari corak-corak yang lama karena memiliki
karakteristik utama yaitu:16
16
Elvinaro Ardianto. 2007.Komunikasi Massa Suatu Pengantar.Bandung: Simbosa Rekatama Media hal : 4
1) Diarahkan kepada khalayak yang relatif besar, heterogen dan
anonim.
2) Pesan disampaikan secara terbuka.
3) Pesan diterima secara serentak pada waktu yang sama dan
bersifat sekilas (khusus untuk media elektronik).
Pada komunikasi massa, pesan ditujukan untuk semua orang dan
tidak ditujukan untuk sekelompok orang tertentu dikarenakan sifatnya
yang heterogen dan anonim. Meskipun pesan tersebut diterima secara
serentak pada waktu yang relatif bersamaan. Pesan tersebut akan terpilah
dengan sendirinya berdasarkan dengan fungsi dari pesan tersebut.
Sehingga pesan komunikasi massa biasanya bersifat umum atau terbuka
yang dapat berupa fakta maupun opini.
2.1.1.2 Fungsi Komunikasi Massa
Terdapat beberapa fungsi komunikasi massa, salah satunya yang
dikemukakan oleh Effendy dalam Ardianto, secara umum yaitu:17
1. Fungsi Informasi Fungsi memberikan informasi ini diartikan
bahwa media massa adalah penyebar informasi bagi pembaca,
pendengar atau pemirsa. Berbagai informasi dibutuhkan oleh
khalayak media massa yang bersangkutan sesuai dengan
kepentingannya.
17Ibid hal : 18
2. Fungsi Pendidikan Media massa banyak menyajikan hal-hal
yang sifatnya mendidik seperti melalui pengajaran nilai, etika, serta
aturan-aturan yang berlaku kepada pemirsa, pendengar atau
pembaca.
3. Fungsi Mempengaruhi Media massa dapat mempengaruhi
khalayaknya baik yang bersifat pengetahuan (cognitive), perasaan
(affective), maupun tingkah laku (conative).
Dalam sebuah film fungsi komunikasi massa terlihat begitu jelas
dimana film tidak hanya dijadikan sebagai media hiburan melainkan
memberikan nilai-nilai informasi yang edukatif bagi khalayak. Selain itu
pesan yang disampaikan melalui film akan jauh mudah diterima
ketimbang dengan pesan yang disampaikan secara konvensional atau
langsung dikarenakan pesan yang disampaikan pada sebuah film dikemas
dengan gaya yang berbeda dan mengikuti konteks sosial yang diangkat
dalam film tersebut.
Pendapat lain mengenai fungsi komunikasi massa juga
dikemukakan oleh Dominick dalam Ardianto, yaitu terdiri dari :18
1. Surveillance (Pengawasan) Fungsi ini menunjuk pada
pengumpulan dan penyebaran informasi mengenai kejadian-
kejadian dalam lingkungan maupun yang dapat membantu
khalayak dalam kehidupan sehari-hari.
18Ibid Hal 14-17
2. Interpretation (Penasiran) Fungsi ini mengajak para pembaca
atau pemirsa untuk memperluas wawasan dan membahasnya
lebih lanjut dalam komunikasi antarpesona atau komunikasi
kelompok.
3. Linkage (Pertalian) Fungsi ini bertujuan dimana media massa
dapat menyatukan anggota masyarakat yang beragam, sehingga
membentuk linkage (pertalian) berdasarkan kepentingan dan
minat yang sama tentang sesuatu.
4. Transmission of values (Penyebaran nilai-nilai) Fungsi ini
artinya bahwa media massa yang mewakili gambaran masyarakat
itu ditonton, didengar, dan dibaca. Media massa memperlihatkan
kepada kita bagaimana mereka bertindak dan apa yang mereka
harapkan.
5. Entertainment (Hiburan) Fungsi ini bertujuan untuk mengurangi
ketegangan pikiran halayak, karena dengan membaca berita-berita
ringan atau melihat tayangan hiburan di televisi dapat membuat
pikiran khalayak segar kembali.
Dari beberapa fungsi yang dikemukakan oleh para ahli terdapat
benang merah yang sama bahwa komunikasi massa selain memberikan
unsur hiburan juga memiliki fungsi untuk memberikan informasi yang
memiliki nilai edukatif serta fungsi mempengaruhi melalui isi pesan yang
disampaikan kepada khalayak.
2.1.2 Pengertian Film
Media komunikasi adalah alat bantu yang digunakan dalam
mengefektifkan transformasi dua arah, yaitu sebagai perantara dalam
penyampaian pesan-pesan sosial. Sehingga media komunikasi massa
adalah alat bantu yang digunakan untuk mengefektifkan penyampaian
pesan pada masyarakat. Media komunikasi yang termasuk media massa
adalah radio siaran, dan televisi, keduanya dikenal sebagai media
elektronik; surat kabar dan majalah, keduanya disebut sebagai media cetak
serta media film. film sebagai media komunikasi massa adalah bioskop.19
Film dapat didefinisikan sebagai karya cipta seni dan budaya yang
merupakan media komunikasi massa pandang dengar dibuat berdasarkan
asas sinematografi dengan direkam pada pita seluloid, pita video, dan atau
bahan hasil penemuan teknologi lainnya dalam segala bentuk, jenis, dan
ukuran melalui proses kimiawi, proses elektronik, atau proses lainnya
dengan atau ditayangkan dengan sistem proyeksi mekanik, elektronik dan
atau lainnya.
Film juga dapat digunakan sebagai media menjalin hubungan relasi
sosial masyarakat.20
Film memiliki kekuatan dan kemampuan untuk
menjangkau banyak segmen sosial, karena film memiliki potensi untuk
mempengaruhi khalayak luas. harus diketahui bahwa hubungan antara film
dan masyarakat memiliki sejarah yang panjang dalam kajian para ahli
komunikasi. Dalam banyak penelitian tentang dampak film terhadap 19Elvinaro Ardianto dan lukiyati komala Erdiyana. 2004. Komunikasi massa suatu pengantar: Bandung: Simbiosa rekatama media. hal:3 20Asrul Seni. 1984. Cara menghayati sebuah film. Jakarta : Yayasan Citra. Hal: 3
masyarakat hubungan antara film dan masyarakat selalu dipahamai secara
linier. Artinya, film selalu mempengaruhi dan membentuk masyarakat
berdasarkan muatan pesan (message) dibaliknya tanpa pernah berlaku
sebaliknya. kritik yang muncul terhadap perspektif ini didasari atas
argumen bahwa film adalah potret dari masyarakat dimana film tersebut
dibuat. Film selalu merekam realitas yang tumbuh dan berkembang dalam
masyarakat dan kemudian memproyeksikan ke atas layar.21
Selain itu film juga berperan sebagai pengalaman dan nilai. Film
hadir dalam bentuk penglihatan dan pendengaran, melalui penglihatan dan
pendengaran, film memberikan pengalam-pengalam baru kepada
penonton. Pengalaman tersebut yang kemudian memberi nuansa perasaan
dan pikiran kepada penontonnya. selain itu juga film memiliki kekuatan
untuk membentuk budaya masyarakat dalam kehidupan sehari-hari. Selain
memberikan penerangan, pendidikan dan membentuk budaya dalam
masyarakat, media film merupakan media yang memiliki pengaruh luar
biasa dalam membentuk persepsi dibenak audiensnya.
Pada tahun 1888 Thomas Edison untuk pertama kalinya
mengembangkan kamera citra bergerak. Ketika itu ia membuat film
sepanjang 15 detik yang merekam salah satu asistennya ketika sedang
bersin. Sesudah itu, Lumire bersaudara memberikan pertunjukan film
sinematik kepada umum di sebuah kafe di Paris.22
Pada titik ini fim telah
menjadi media bertutur manusia, sebuah alat komunikasi, menyampaikan
21
Alex sobur. 2004.Semiotik komunikasi. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Hal: 126 22 Sobur.Ibid hal :69
kisah. jika sebelumnya bercerita hanya dapat dilakukan dengan lisan dan
tulisan, kini muncul satu medium lagi: dengan gambar bergerak, yang
diceritakan adalah perihal kehidupan. disini lantas kita menyebut film
sebagai representasi dunian nyata. Dibanding dengan media yang lain,
film memiliki kemampuan untuk meniru kenyataan sedekat mungkin
dengan realitas sehari-hari.
Pembuat film biasanya melakukan pengamatan terhadap
masyarakat dan direkonstruksi serta menuliskan skenario hingga film
selesai dibuat. Meski demikian, realitas yang tampil dalam film bukanlah
realitas sebenarnya. Film menjadi imitasi kehidupan nyata yang
merupakan hasil seni, dimana didalamnya diwarnai dengan nilai estetis
dan pesan-pesan tentang nilai yang terkemas rapi.
Dalam kajian semiotik, film adalah salah satu produk media massa
yang menciptakan atau mendaur ulang tanda untuk tujuannya sendiri.
Caranya adalah dengan mengetahui apa yang dimaksud atau di
representasikan oleh sesuatu, bagaimana makna digambarkan, dan
mengapa ia memiliki makna. Sebagai tampilan pada tingkat penanda, film
adalah teks yang memuat serangkaian citra fotografi yang mengakibatkan
adanya ilusi gerak dan tindakan dalam kehidupan nyata. Pada tingkat
petanda, film merupakan cermin kehidupan metaforis. Jelas bahwa topik
film menjadi sangat pokok dalam semiotik media karena didalam genre
film terdapat sistem signifikasi yang di tanggapi orang-orang masa kini
dan melalui film mereka mencari rekreasi, inspirasi, dan wawasan pada
tingkat interpant.23
Marcel Danesi dalam buku Pengantar Memahami Semiotika Media,
menuliskan tiga jenis atau kategori utama film, yaitu Film Fitur, Film
Dokumenter, dan Film Animasi. 24
Namun pada penelitian ini peneliti
hanya akan terfokus pada film fitur. Film Fitur merupakan karya fiksi,
yang strukturnya selalu berupa narasi yang dibuat dalam tiga tahap .
Tahap produksi merupakan periode ketika skenario diperoleh.
skenario ini bisa berupa adaptasi dari novel, atau cerita pendek, cerita fiktif
atau kisah nyata yang dimodifikasi, maupun karya cetakan lainnya; bisa
juga ditulis secara khusus untuk dibuat filmnya. tahap produksi merupakan
masa berlangsungya pembuatan film berdasarkan skenario. Tahap terakhir,
Post-Produksi (editing) ketika semua bagian film yang tidak sesuai dengan
urutan cerita, disusun menjadi suatu kisah yang menyatu.
Film adalah salah satu bentuk komunikasi yang melibatkan tanda
dan simbol dalam produksinya, serta mengandung makna di dalamnya.
tanda dan simbol menjadi sasaran komunikasi antara pembuatan film
(sutradara) dengan penikmat film. Dalam produksi film pembuatan makna
pada tanda dan simbol sangat erat kaitannya dengan pemberi pesan, apa
dan bagaimana pesan itu disampaikan kepada si penerima pesan.
sedangkan makna dianggap sebagai yang muncul sebelum transmisinya
23Marcel Danesi. 2010. Pengantar Memahami Semiotika Media. Yogyakarta: Jalan sutra hal: 134 24Ibid Hal:134-135
tersalurkan melalui film. Pesan suatu film dapat ditransmisikan tanpa
masalah kepada penonton yang pasif.25
2.1.2.1 Unsur Pembentuk Film
Himawan Pratista dalam buku Memahami Film mengatakan. Film
secara umum dapat dibagi atas dua unsur pembentuknya yakni26
:
1. Unsur naratif Unsur naratif berhubungan dengan aspek cerita
atau tema film. Setiap film cerita tidak mungkin lepas dari unsur
naratif. Setiap cerita pasti memiliki unsur-unsur seperti tokoh,
masalah, konflik, lokasi, waktu, serta lainnya. Seluruh elemen
tersebut membentuk unsur naratif secara keseluruhan.
2. Unsur sinematik Unsur sinemantik merupakan aspek-aspek
teknis dalam produksi sebuah film yaitu:
2.1 Mise-en-scene: Setting atau latar, tata cahaya, kostum dan
make up, serta akting dan pergerakan pemain.
2.2 Sinematografi: Perlakuan terhadap kamera dan filmnya
serta hubungan kamera dengan objek yang diambil.
2.3 Editing: Transisi sebuah gambar (shoot) ke gambar (shoot)
lainnya.
2.4 Suara: Segala hal dalam film yang mampu kita tangkap
melalui indra pendengaran.
25
Joanne Hollows. 2010. Feminisme, feminitas dan budaya populer. Yogyakarta: Jalan sutra hal:57 26Himawan Pratista. 2008. Memahami Film. Yogyakarta: Homerian Pustaka hal 1-2
Kedua unsur tersebut saling bertinteraksi dan berkesinambungan
satu sama lain untuk membentuk sebuah film. Masing-masing unsur
tersebut tidak akan dapat membentuk film jika hanya berdiri sendiri.
2.1.3 Representasi
Menurut David Croteau dan William Hoynes, representasi
merupakan hasil dari suatu proses penyeleksian yang menggaris bawahi
hal-hal tertentu dan hal lain diabaikan.27
Dalam representasi media, tanda
yang akan digunakan untuk melakukan representasi tentang sesuatu
mengalami proses seleksi. Marcel Danesi mendefinisikan representasi
sebagai, proses perekaman gagasan, pengetahuan, atau pesan secara fisik.
Atau lebih tepat dapat diidefinisikan sebagai penggunaan „tanda-tanda‟
(gambar, suara, dan sebagainya) untuk menampilkan ulang sesuatu yang
diserap, diindra, dibayangkan, atau dirasakan dalam bentuk fisik.
Stuart Hall dalam Indiawan ada dua proses representasi. Pertama,
representasi mental, yaitu konsep tentang “sesuatu” yang ada dikepala kita
masing-masing (peta konseptual), representasi mental masih merupakan
sesuatu yang abstrak. Kedua, “bahasa” yang berperan penting dalam
proses konstruksi makna. Konsep abstrak yang ada dalam kepala kita
harus diterjemahkan dalam “bahasa” yang lazim, supaya kita dapat
27
David Croteau and William Hoyes.2003.Media Society, Industry, Image, and Audiences.3rd
Edition.USA:Sage Publications
menghubungkan konsep dan ide-ide kita tentang sesuatu dengan tanda dari
simbol-simbol tertentu.28
Media sebagai suatu teks banyak menebarkan bentuk-bentuk
representasi pada isinya. Representasi dalam media menunjuk pada
bagaimana seseorang atau suatu kelompok, gagasan atau pendapat tertentu
ditampilkan dalam pemberitaan. Isi media bukan hanya pemberitaan tetapi
juga iklan, film dan hal-hal lain di luar pemberitaan, intinya bahwa sama
dengan berita, film juga merepresentasikan orang-orang, kelompok atau
gagasan tertentu.
John Fiske dalam Wibowo merumuskan tiga proses yang terjadi
dalam representasi melalui tabel dibawah ini.
REALITAS
Dalam bahasa tulis, seperti dokumen wawancara
transkrip dan sebagainya. Dalam televisi seperti
perilaku, make up, pakaian, ucapan, gerak-gerik
dan sebagainya.
REPRESENTASI
Elemen tadi ditandakan secara teknis. Dalam
bahasa tulis seperti kata, proposisi, kalimat,
foto, caption, grafik, dan sebagainya. Dalam TV
seperti kamera, musik, tata cahaya, dan lain-
lain). Elemen-elemen tersebut di transmisikan
28
Indiawan Seto Wahyu Wibowo. 2011. Semiotik Komunikasi Aplikasi Praktis Bagi Penelitian dan Skripsi Komunikasi. Jakarta: Mitra Wacana Media. Hal : 22
ke dalam kode representasional yang
memasukkan diantaranya bagaimana objek
digambarkan (karakter, narasi setting, dialog,
dan lain lain)
IDEOLOGI
Semua elemen diorganisasikan dalam koheransi
dan kode ideologi, seperti individualisme,
liberalisme, sosialisme, patriarki, ras, kelas,
materialisme, dan sebagainya.
Tabel 2.1 : Tiga proses dalam representasi
Sumber : Wibowo, Semiotika komunikasi aplikasi praktis bagi penelitian dan
skripsi komunikasi (Jakarta: Mitra Wacana Media,2011)
Pertama, tahap realitas dalam proses ini peristiwa atau ide
dikonstruksi sebagai realitas oleh media dalam bentuk bahasa gambar ini
umumnya berhubungan dengan aspek seperti pakaian, lingkungan, ucapan
ekspresi dan lain-lain. Di sini realitas selalu siap ditandakan.
Kedua, tahap representasi dalam proses ini realitas digambarkan
dalam perangkat-perangkat teknis seperti bahasa tulis, gambar, grafik,
animasi, dan lainlain.
Ketiga, tahap ideologis dalam proses ini peristiwa-peristiwa
dihubungkan dan diorganisasikan ke dalam konvensi konvensi yang
diterima secara ideologis.
Bagaimana kode-kode representasi dihubungkan dan
diorganisasikan ke dalam koherensi sosial atau kepercayaan dominan yang
ada dalam masyarakat. Representasi bekerja pada hubungan tanda dan
makna. Konsep representasi sendiri bisa berubah-ubah, selalu ada
pemaknaan baru. Representasi berubah-ubah akibat makna yang juga
berubah -ubah. Setiap waktu terjadi proses negoisasi dalam pemaknaan.
Jadi representasi bukanlah suatu kegiatan atau proses statis tapi
merupakan proses dinamis yang terus berkembang seiring dengan
kemampuan intelektual dan kebutuhan para pengguna tanda yaitu manusia
sendiri yang juga terus bergerak dan berubah. Representasi merupakan
suatu proses usaha konstruksi. Karena pandangan-pandangan baru yang
menghasilkan pemaknaan baru, juga merupakan hasil pertumbuhan
konstruksi pemikiran manusia, melalui representasi makna diproduksi dan
dikonstruksi.
2.1.4 Pengertian Waria
Waria atau wanita pria dalam bahasa sehari-hari dikenal sebagai
bencong yang mana merupakan istilah bagi laki-laki yang menyerupai
perilaku wanita. Dalam istilahnya waria adalah laki-laki yang berbusana
dan bertingkah laku sebagaimana layaknya wanita. Pendapat lain
mengenai waria adalah kecendrungan seseorang yang tertarik dan
mencintai sesama jenis. Sedangkan Koeswarno dalam bukunya
menjelaskan bahwa waria adalah individu-individu yang ikut serta dalam
sebuah komunitas khusus yang para anggotanya memahami bahwa jenis
kelamin sendiri itulah yang merupakan objek seksual paling
menggairahkan.29
Secara fisiologis waria itu sebenarnya adalah pria. Namun pria
(waria) ini mengidentifikasikan dirinya menjadi seorang wanita. Baik
dalam tingkah dan lakunya. Misalnya dalam penampilan atau
dandanannya ia mengenakan busana dan aksesori seperti wanita. Begitu
juga dalam perilaku sehari-hari, ia juga merasa dirinya sebagai seorang
wanita yang memiliki sifat lemah lembut.30
Menurut Benny D Setianto dalam Hesti dan Sugeng, menemukan
empat kategori kewariaan: pertama, pria yang menyukai pria, kedua,
kelompok yang secara permanen mendandani diri sebagai perempuan
atau berdandan sebagai perempuan, ketiga, kelompok karena desakan
ekonomi harus mencari nafkah dengan berdandan dan beraktivitas
sebagai perempuan, keempat, kelompok coba coba atau memanfaatkan
keberadaan kelompok itu sebagai bagian dari kehidupan seksual mereka.31
Dari kelompok-kelompok waria tersebut pada umumnya mereka
melakukan aktivitas sehari-hari dengan normal, umumnya mereka
berprofesi di bidang-bidang yang memerlukan keterampilan yang biasa
dilakukan wanita. Seperti salon, butik atau di bidang kesenian, meskipun
ada juga yang kerja kantoran. Para waria juga sering tampil apa adanya
artinya tidak menutup-nutupi ciri kewariaan mereka. Biarpun berpakaian
29Koeswinarno. 2004. Hidup Sebagai Waria. Yogyakarta:Lkis Pelangi Aksara. 30
ibid 31Hesti P dan Sugeng P. L. 2005. Waria dan Tekanan Sosial. Malang: UMM press. Hal: 09
laki-laki tetapi gaya bicara dan tingkah laku mereka punya kekhasan.
Seperti layaknya wanita, mereka juga berpakaian seperti wanita, lengkap
dengan pernak-perniknya. Dahulu para waria cenderung tertutup dan
malu-malu namun kini mereka lebih berperan dan terbuka.32
2.1.5 Pengertian Ayah
E.H Tambunan menjelaskan bahwa Ayah adalah orang tua laki-
laki seorang anak. dalam hubungannya dengan anak, Sebutan "ayah"
ditujukan pada ayah kandung (ayah secara biologis) atau ayah angkat.
panggilan "ayah" juga dapat diberikan kepada seseorang yang secara de
facto bertanggung jawab memelihara seorang anak meskipun antara
keduanya tidak ada hubungan darah.
Ayah merupakan gelar yang diberikan kepada seorang pria apabila
pria itu telah memiliki anak, terlepas apakah anak itu anak kandung atau
anak angkat. kata ayah disebut juga bapak atau father dalam bahasa
Inggris yang mengandung banyak pengertian. dalam hubungan
kekerabatan kata ayah memberikan pengertian sebagai kepala keluarga
yang diharapkan membawa kesejahteraan bagi keluarganya. Masyarakat
pada umumnya menuntut peran tanggung jawab yang lebih besar dari
seorang ayah. Bukan saja seorang ayah dituntut supaya dapat memenuhi
32
http://www.psychologymania.com/2012/10/pengertian-waria.html diakses hari senin 7 April 2014 Pukul 23.07 WIB
kebutuhan keluarga sehari-hari, tetapi lebih dari pada itu, yakni tanggung
jawab untuk dapat mewariskan keturunan manusia yang lebih baik.33
2.1.5.1 Peran Ayah
Peran merupakan aspek dinamis kedudukan atau status. Apabila
seseorang melaksanakan hak dan kewajiban sesuai dengan kedudukannya
maka dia menjalankan suatu peran. Dalam kamus Besar Bahasa Indonesia
dijelaskan bahwa peran adalah seperangkat tingkah laku yang diharapkan
dimiliki oleh individu sebagai anggota masyarakat.34
Setiap orang mempunyai macam-macam peran yang berasal dari
pola-pola pergaulan kehidupannya. Hal itu seklaigus mengartikan bahwa
peran menentukan apa yang diperbuatnya bagi masyarakat serta
kesempatan-kesempatan apa yang diberikan oleh masyarakat kepadanya.
Pentingnya peran adalah ia mengatur perilaku seseorang, oleh karena itu
peran menyebabkan seseorang pada batas-batas tertentu dapat meramalkan
perbuatan-perbuatan orang lain. Interaksi antar individu dalam masyarakat
dipahami sebagai suatu tata hubungan yang tidak melihat kepada siapa-
siapa anggota yang terlibat didalam hubungan itu melainkan pada
pengaruh-pengaruh yang dipancarkan atau dijalankan oleh masing-masing
individu dan dengan siapa seseorang berinteraksi. Peran adalah tata
hubungan antara dua hal yang tergantung dari apa yang disumbangkan,
33
E.H Tambunan. 1985. Pria Teladan. Bandung: Indonesia Publishing House hal : 29 34E.K Poerwandari. 1998. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. hal : 667
artinya apa yang dilakukan seseorang untuk menimbulkan atau
memelihara tata hubungan tersebut.35
Tanggung jawab seorang ayah merupakan satu pokok bahasan
yang sangat penting dalam kehidupan. Tantangan untuk mewariskan
generasi yang lebih baik harus mendapat tanggapan yang sungguh-
sungguh akan kemana dan bagaimana genrasi tersebut dikemudian hari,
masa depannya juga ditentukan dengan bagaimana pembinaan para ayah
sekarang terhadap anak-anaknya terutama tanggung jawab. Tanggung
jawab seorang ayah harus lebih banyak diberikan mengingat lebih
hebatnya tantangan yang akan dihadapi anak-anak masa kini.
Menurut Olen (1987) dalam E.H Tambunan, ada empat peran dari
pihak orang tua sehubungan dengan tahap-tahap pertumbuhan anak,
yaitu:36
1. Sebagai Pengasuh
Seorang ayah yang baik akan mengasuh dan memelihara anak-
anaknya dengan penuh kasih sayang.
2. Sebagai penguasa
Seorang ayah memiliki otoritas untuk mendidik serta mengarahkan
perilaku anak-anak.
3. Sebagai Konsultan
Seorang ayah menjadi tempat bertanaya maupun meminta pendapat
serta saran atas perilaku anak-anaknya. 35Natalia Yessi Christianawati. 2008. Peran Ayah pada Perkembanagn Sosio-Emosional Anak Autis. Semarang:Fakultas Psikologi Universitas Katolik Soegijapranata. 36E.H Tambunan, Opcit hal 16
4. Sebagai teman dialog
Seorang ayah dapat menjadi seorang sahabt, tempat berkeluh kesah
anak-anaknya dan berbagi pengalaman hidup.
Sementara menurut Mc. Adoo dalam Christianawati peran ayah
dibagi menjadi lima, sebagai berikut :
1. Provider (penyedia dan pemberi fasilitas)
2. Protector (pemberi perlindungan)
3. Decision Maker (pembuat keputusan)
4. Child Specialiser and Educator (Pendidik dan yang menjadikan
anak sosial)
5. Nurtured Mother (pendamping ibu)
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa jenis-jenis
peran ayah secara garis besar dapat disebutkan antara lain sebagai berikut:
sebagai penyedia dan pemberi fasilitas; pemberi pengasuhan dan
perlindungan; pembuat keputusan penyelesai masalah; pendidik dan
pendisiplin anak yang menjadikan anak sosial; teman bermain dan
berdialog.
2.1.6 Budaya Patriarki
Gazalba dalam Prasetya menjelaskan kebudayaan adalah cara
berpikir dan merasa yang menyatakan diri dalam seluruh segi kehidupan
dari segolongan manusia, yang membentuk kesatuan sosial dalam suatu
ruang dan suatu waktu.37
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI),
kebudayaan adalah: (1) Hasil kegiatan dan penciptaan batin manusia
seperti kepercayaan, kesenian dan adat istiadat. (2) Keseluruhan
pengetahuan manusia sebagai mahluk sosial yang digunakan untuk
memahami lingkungan serta pengalamannya untuk menjadi pedoman
tingkah laku.38
Sastriyani dalam buku Glosarium, Seks dan Gender menjelaskan
Patriarki adalah sistem pengelompokan masyarakat sosial yang
mementingkan garis keturunan bapak/laki-laki sedangkan patrilineal
adalah hubungan keturunan melalui garis keturunan kerabat pria atau
bapak.39
Patriarki juga dapat dijelaskan dimana keadaan masyarakat yang
menempatkan kedudukan dan posisi laki-laki lebih tinggi dari pada
perempuan dalam segala aspek kehidupan sosial, budaya dan ekonomi.40
Di negara-negara barat, Eropa barat termasuk Indonesia, budaya
dan ideologi patriarki masih sangat kental mewarnai berbagai aspek
kehidupan dan struktur masyarakat. Pada tatanan kehidupan sosial, konsep
patriarki dijadikan sebagai landasan ideologis dan pola hubungan gender
37Prasetya, ST, dkk. 2004. Ilmu Budaya Dasar, Jakarta : PT Rineka Citra hal : 30 38Salim, dkk. 2001. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta 39
Sastriyani, S. S. H. 2007. Glosarium, Seks dan Gender.Yogyakarta : Carasuati Books Hal :65 40Saroha Pinem. 2009. Kesehatan Reproduksi & Kontrasepsi, Jakarta : Trans Media Hal : 42
dalam masyarakat, dan dalam praktiknya secara sistematik akan saling
berhubungan dengan pranata pranata sosial lainnya. Perbedaan gender
sebetulnya tidak menjadi masalah selama tidak melahirkan ketidakadilan
gender. Namun ternyata perbedaan gender baik melalui mitos-mitos,
sosialisasi, kultur, dan kebijakan pemerintah telah melahirkan hukum yang
tidak adil terutama bagi mereka yang memiliki karakter feminis bagi laki-
laki dan maskulin bagi perempuan.
Sikap masyarakat patriaki yang kuat ini mengakibatkan masyarakat
cenderung tidak menanggapi atau berempati terhadap segala tindak
kekerasan baik verbal maupun non verbal yang menimpa terhadap
kelompok waria. Sehingga mengakibatkan timbulnya ketimpangan pada
konsep budaya patriarki seperti maskulinitas adalah stereotype tentang
laki-laki yang dapat dipertentangkan dengan feminitas sebagai steretotype
perempuan. Maskulin selalu diidentikan dengan sifat jantan yang ada pada
tubuh laki-laki, maskulinitas sendiri adalah kejantanan seorang laki-laki
yang dihubungkan dengan kualitas seksual.41
2.1.7 Hegemoni
Istilah hegemoni berasal dari bahasa Yunani kuno yaitu
„eugemonia‟. Yang diterapkan untuk menunjukkan dominasi posisi yang
diklaim oleh negara-negara kota (polism atau citystates) secaara individual
41Sastriani, S. S.H Opcit Hal : 77
misalnya yang dilakukan oleh negara Athena dan Sparta terhadap negara-
negara lain yang sejajar (Hendarto, 1993:73).
Jika dikaitkan pada masa kini, pengertian hegemoni menunjukkan
sebuah kepemimpinan dari suatu negara tertentu yang bukan hanya sebuah
negara kota terhadap negara-negara lain yang berhubungan secara longgar
maupun secara ketat terintegrasi dalam negara “pemimpin”.
Hegemoni dikembangkan oleh seorang filsuf Marxis Italia yaitu
Antonio Gramsci (1891-1937). Konsep hegemoni dikembangkan atas
dasar dekonstruksi terhadap konsep-konsep Marxis ortodoks. Chantal
Mouffe dalam bukunya yang berjudul Notes on the Sourthen Question
untuk pertama kalinya menggunakan istilah hegemoni ini di tahun 1926.
Hal ini kemudian disangkal oleh Roger Simon, menurutnya istilah
hegemoni sudah digunakan oleh Plekhamov sejak tahun1880-an.42
Secara umum, hegemoni adalah sebagai suatu dominasi kekuasaan
suatu kelas sosial atas kelas sosial lainnya, melalui kepemimpinan
intelektual dan moral yang dibantu dengan dominasi atau penindasan. Bisa
juga hegemoni didefinisikan sebagai dominasi oleh satu kelompok
terhadap kelompok yang lain, dengan atau tanpa ancaman kekerasan,
sehingga ide-ide yang didiktekan oleh kelompok dominasi terhadap
kelompok yang didominasi/dikuasai diterima sebagai sesuatu yang wajar
dan tidak mengekang pikiran.43
Adapun teori hegemoni yang dicetuskan
42 Ratna, Nyoman Kartha. 2005. Sastra dan Cultural Studies: Representasi Fiksi dan Fakta. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Hal :181 43
https://synaps.wordpress.com/2005/12/01/pengantar-hegemoni/ di akses pada Minggu 21 Juni 2015 Pukul 12:28 WIB
Gramsci adalah Sebuah pandangan hidup dan cara berpikir yang dominan,
yang di dalamnya sebuah konsep tentang kenyataan disebarluaskan dalam
masyarakat baik secara institusional maupun perorangan; (ideologi)
mendiktekan seluruh cita rasa, kebiasaan moral, prinsip-prinsip religius
dan politik, serta seluruh hubungan-hubungan sosial, khususnya dalam
makna intelektual dan moral.44
Hegemoni Gramsci menekankan kesadaran moral, dimana
seseorang disadarkan lebih dulu akan tujuan hegemoni itu. Setelah
seseorang sadar, ia tidak akan merasa dihegemoni lagi melainkan ia sadar
melakukan hal tersebut dengan suka rela. Jadi terdapat dua jenis
hegemoni, yang satu melalui dominasi atau penindasan, dan yang lain
melalui kesadaran moral. Hegemoni dengan dominasi atau penindasan
merupakan hegemoni konsep Marxis ortodoks, biasanya bernuansa
negatif. Sementara itu hegemoni menurut Gramsci, adalah hegemoni
dengan kepemimpinan intelektual dan moral, biasanya bernuansa positif.
Hegemoni Gramsci sendiri memuat ide-ide tentang usaha untuk
mengadakan perubahan sosial secara radikal dan revolusioner. Gagasan
hegemoni Gramsci telah mengandung isu-isu pokok dalam studi kultural,
seperti tentang pluralisme, multikultural, dan budaya marginal. Jadi
hegemoni Gramsci menolak konsep-konsep yang mengedepankan
kebenaran mutlak, baik yang terkandung dalam Marxisme maupun non-
Marxisme.
44 Nezar Patria.1999.Antonio Gramsci Negara & Hegemoni.Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Menurut Gramsci, ideologi tidak otomatis tersebar dalam
masyarakat, melainkan harus melalui lembaga-lembaga sosial tertentu
yang menjadi pusatnya.45
Berdasarkan pemikiran Gramsci tersebut dapat
dijelaskan bahwa hegemoni merupakan suatu kekuasaan atau dominasi
atas nilai-nilai kehidupan, norma, maupun kebudayaan sekelompok
masyarakat yang akhirnya berubah menjadi doktrin terhadap kelompok
masyarakat lainnya dimana kelompok yang didominasi tersebut secara
sadar mengikutinya. Kelompok yang didominasi oleh kelompok lain
(penguasa) tidak merasa ditindas dan merasa itu sebagai hal yang
seharusnya terjadi.
Dengan demikian mekanisme yang digunakan masyarakat dominan
dalam hal ini masyarakat hetero dilakukan dengan penguasaan kepada
kelas bawah (non-hetero) menggunakan ideologi yang akhirnya
masyarakat hetero merekayasa kesadaran masyarakat non-hetero sehingga
tanpa disadari, mereka rela dan mendukung kekuasaan kelas dari
masyarakat yang dominan.
2.1.8 Heteronormativitas
Hegemoni laki-laki atas perempuan memperoleh legitimasi dari
nilai-nilai sosial, agama, hukum tersosialisasi secara turun menurun dari
generasi ke generasi.46
Timbulnya kemaskulinitasan pada budaya patriarki
45 Faruk. 1994. Pengantar Sosiologi Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Hal: 74 46
Darwin, Muhadjir. 2001. Menggugat Budaya Patriarki, Yogyakarta : Kerjasama Ford Foundation dengan Pusat Penelitian kependudukan Hal: 98
karena adanya anggapan bahwa laki-laki menjadi sejati jika ia berhasil
menunjukkan kekuasaannya atas perempuan.
Dikarenakan telah menjadi budaya dan mengakar sebagai Ideologi.
masyarakat patriaki, sehingga menciptakan satu tataran baru dalam sudut
pandang lain mengenai gender yaitu Heteronormativitas atau sering juga
disebut heteronormatif. Heteronormativitas adalah sebuah pandangan, pola
pikir, kerangka tindakan berbasis heteroseksis (hubungan romantis-
seksual laki-laki dengan perempuan).47
Heteronormativitas dalam sebuah jurnal yang di tulis oleh Dr.
Argyo Demartoto, M.Si. berjudul Seks, Gender, Seksualitas Gay dan
Lesbian Secara sederhana dapat didefinisikan sebagai Ideologi tentang
keharusan untuk menjadi heteroseksual, yang didasarkan pada penindasan
orientasi seksual lain yang tidak berorientasi reproduksi keturunan seperti
onani, masturbasi atau homoseksualitas. Juga keharusan akan kesesuaian
antara identitas gender dan identitas seksual dimana jika beranatomi laki-
laki harus maskulin, dan sebaliknya bila beranatomi perempuan maka
harus feminim.48
Lalu mengapa hal ini menjadi permasalahan dan diperbincangkan,
ternyata didalam definisi heteronormativitas melibatkan bias pendapat,
diskriminatif (tidak adil, menghakimi) dan stigmatif. Ambil contoh pada
pendapat-pendapat berikut; seks diluar heteroseks adalah tidak normal,
47http://lakilakibaru.or.id/2014/12/heteronormativitas-sebagai-bentuk.html diakses hari Jum’at 16 Januari 2015 pukul 14.06 WIB 48 Argyo Demartoto.2013.Seks,Gender, Seksualitas Gay dan Lesbian.Surakarta: FISIP UNS
seks yang “diizinkan” hanyalah heteroseks sedangkan pasangan sejenis
tidak dibenarkan (imoral).
Dalam perjalanannya heteronormativitas tidaklah sesederhana yang
telah disebutkan sebelumnya, Namun, ada aspek-aspek lainnya yang
mempengaruhi pandangan-pandangan ini. Termasuk perlakuan-perlakuan
dan pendapat-pendapat bias lainnya yang kemudian menjadi persoalan
yang berasal dari konstruksi heteronormatif tersebut. Akhirnya
heteronormativitas tersebut menjadi bumerang yang memukul balik kaum
hetero.
Bagaimana Heteronormatif itu dapat muncul dan berkembang hal
ini diawali oleh sebuah diskursus terkenal yang di suarakan oleh seorang
antropolog feminis Gayle Rubin (1993) bahwa Heteronormativitas,
ideologi heteroseksualitas adalah bentuk hubungan seksual yang sah, tidak
lagi dipertanyakan. Dari sinilah terlihat bahwa praktik-praktik lain
dianggap “tidak normal”, sehingga ketika ada sebagian orang yang ingin
mengekplorasi seksualitas (diluar konteks ketubuhan), dianggap
“berlebihan”.
Heteronormativitas ini juga akhirnya menyebabkan lahirnya
aturan-aturan yang bias dan seksis. Diantaranya adalah; mengatur cara
berpakaian laki-laki dan perempuan, diskriminasi, stereotype, stigmatisasi
terhadap gender dan identitas gender tertentu, pengdiskriminalisasi
orientasi seks dan identitas gender diluar aturan heterosentris. Hal-hal
inilah yang tanpa disadari menjadi hegemoni dan menyebabkan
ketidakadilan pada suatu kelompok tertentu. Disamping itu pandangan-
pandangan lain seperti dogma agama membuat hegemoni-hegemoni
tersebut secara tidak sadar telah melanggengkan pandangan dari kelompok
mayoritas mengenai heteronormativitas.
Hegemoni heteronormativitas yang dikemukakan Rubin diatas
mengalami berbagai proses dan menjadi suatu nilai yang “benar”. Nilai ini
kemudian semakin menyebar dan akhirnya menempatkan kelompok-
kelompok yang ada diluar lingkaran menjadi marginal dan rentan
(Vulnerable Group). Secara internal kelompok-kelompok ini tak pernah
luput dari hegemoni. Sebagai contoh adalah perempuan yang condong
menyalahkan kelompoknya sebagai penyebab terjadinya perkosaan. Lalu
kelompok Gay menjadi lebih tertutup akibat dampak homofobia yang
menganggap kelompoknya “tidak normal” dan “berdosa”.
Pada film Lovely Man budaya patriarki serta hegemoni
heteronormativitas dengan jelas digambarkan dalam scene-scene tersebut.
Bentuk perlawanan masyarakat yang memandang rendah waria serta
diskriminasi yang dilontarkan dan dikemas secara menarik oleh Teddy
Soeriaatmadja sebagai penulis sekaligus sutradara film tersebut, Teddy
memasukan unsur semiotik melalui tanda, simbol,setting dan lain-lain.
2.1.9 Semiotik Peirce
Semiotik atau semiologi adalah studi tentang tanda dan cara tanda-
tanda itu bekerja. Tanda pada dasarnya akan mengisyaratkan suatu makna
yang dapat dipahami oleh manusia yang menggunakannya. Bagaimana
manusia menangkap sebuah makna tergantung pada bagaimana manusia
mengasosiasikan objek atau ide dengan tanda, Hal ini selaras dengan
pendapat Charles Sander Peirce bahwa semiotik sebagai "a relationship a
many sign, an object, and a meaning..." suatu hubungan antara tanda ,
objek, dan makna.49
Kata "semiotika" berasal dari bahasa Yunani, Semion yang berarti
"tanda" atau seme, yang berarti "penafsir tanda". Semiotik yang berakar
dari studi klasik dan skolastik atas seni logika, retorika, dan poetika.
"tanda" pada masa itu masih bermakna sesuatu hal yang menunjukan pada
adanya hal lain.50
Sedangkan semiotik adalah suatu ilmu atau metode
analisis untuk mengkaji tanda.Tanda-tanda yang kita pakai dalam upaya
berusaha mencari jalan di dunia ini, di tengah-tengah manusia dan
bersama-sama manusia.51
Semiotik menurut John Fiske mempunyai tiga
bidang studi utama :
1. Tanda itu sendiri. Hal ini terdiri atas studi tentang berbagai
tanda yang berbeda, cara tanda-tanda yang berbeda itu dalam
menyampaikan makna, dan cara tanda-tanda itu terkait dengan
manusia yang menggunakannya. Tanda adalah konstruksi
manusia dan hanya bisa di pahami dalam artian manusia yang
menggunakannya.
49Alex Sobur. 2004. Semiotika Komunikasi. Bandung : PT Remaja Rosdakarya hal :15 50
ibid hal :16-17 51Ibid hal : 15
2. Kode atau sistem yang mengorganisaskan tanda. Studi ini
mencakup cara berbagai kode dikembangkan guna memenuhi
kebutuhan suatu masyarakat atau budaya atau untuk
mengeksploritasi saluran komunikasi yang tersedia untuk
menstransmisikannya.
3. Kebudayaan tempat kode dan tanda bekerja. Ini pada gilirannya
bergantung pada penggunaan kode-kode dan tanda-tanda itu
untuk keberadaan dan bentuknya sendiri.
Dari pemahaman Jhon Fiske mengenai semiotik dan membaginya
menjadi tiga bidang utama yaitu, tanda, kode atau sistem dan kebudayaan.
Studi semiotika kemudian semakin berkembang hingga ke benua Amerika
salah satu seorang filsuf terkenal yang saat itu mendalami studi ini adalah
Charles Sanders Peirce. Pierce sendiri adalah seorang filsuf Amerika yang
paling orisinal dan multidimensional. Bagi teman-teman sejamannya Ia
terlalu orisional. Dalam kehidupan bermasyarakat, teman -temannya
membiarkannya dalam kesusahan dan meninggal dalam kemiskin-an
Perhatian untuk karya -karyanya tidak banyak diberikan oleh teman-
temannya.
Peirce banyak menulis, tetapi kebanyakan tulisannya bersifat
pendahuluan, sketsa dan sebagian besar tidak diterbitkan sampai ajalnya.
Baru pada tahun 1931-1935 Charles Hartshorne dan Paul Weiss
menerbitkan enam jilid pertama karyanya yang berjudul Collected
Papers of Charles Sanders Peirce. Pada tahun 1957, terbit jilid 7 dan 8
yang dikerjakan oleh Arthur W Burks. Jilid yang terakhir berisi bibliografi
tulisan Peirce. Peirce selain seorang filsuf juga seorang ahli logika dan
Peirce memahami bagaimana manusia itu bernalar. Peirce akhirnya sampai
pada keyakinan bahwa manusia berpikir dalam tanda. Maka diciptakanlah
ilmu tanda yang Ia sebut semiotik. Semiotika baginya sinonim dengan
logika.
Secara harfiah Ia mengatakan “Kita hanya berpikir dalam tanda”.
Disamping itu Ia juga melihat tanda sebagai unsur dalam komunikasi.
Semakin lama Ia semakin yakin bahwa segala sesuatu adalah tanda artinya
setidaknya sesuai cara eksistensi dari apa yang mungkin (Van Zoest,
1993:10).
Peirce mengemukakan teori segitiga makna atau triangle meaning
yang terdiri dari tiga elemen utama, yakni tanda (sign), object, dan
interpretasi (Interpretant).
Gambar 2.1 Elemen Makna Charles Sanders Peirce (tanda peircean)
Sumber : Marcel Danesi, Pesan, Tanda dan Makna: Buku teks dasar mengenai
semiotika dan teori komunikasi, Yogyakarta : Jalasutra, tahun 2010
Sign (X)
Objek (Y) Interpretan (X=Y)
Pertama Sign adalah sesuatu yang berbentuk fisik yang dapat
ditangkap oleh panca indera manusia dan merupakan sesuatu yang
merujuk (merepresentasikan) hal lain di luar tanda itu sendiri. Tanda
menurut Peirce terdiri dari Simbol (tanda yang muncul dari kesepakatan),
Ikon (tanda yang muncul dari perwakilan fisik) dan Indeks (tanda yang
muncul dari hubungan sebab-akibat). Dalam Sign terdapat konsep
mengenai Qualisigns, Sinsigns, dan Legisigns.
1. Qualisign adalah kualitas tanda. Hal ini tidak bisa benar-benar
bertindak sebagai tanda sampai diwujudkan, tetapi perwujudan
tidak ada hubungannya dengan karakter sebagai tanda. Qualisign
merupakan sesuatu yang mempunyai kulalitas untuk menjadi
tanda. Ia belum berfungsi sebagai tanda sampai ia terbentuk
sebagai tanda. Qualisign dapat menjadi tanda bila Qualisign
memperoleh bentuk. Saya contohkan warna pitih dapat menjadi
tanda ketika berfungsi pada bendera putih, atau hati yang putih,
seragam putih dan sebagainya. Warna putih pada awalnya adalah
belum berfungsi sebagai tanda.52
2. Sinsign adalah sesuatu yang sudah terbentuk tetapi belum
berfungsi sebagai tanda. Misalnya bendera putih tidak berarti apa-
apa ketika masih disimpan oleh tentara yang berperang, namun
berfungsi sebagai tanda ketika dikibarkan di muka musuhnya.
Sigsign dapat terbentuk dari beberapa qualisign.
52IbidHal:209
3. Legisign adalah hukum yang merupakan tanda. Hukum yang
dibentuk oleh para tokoh penentu kebijagan, atau yang
berpengaruh di masyarakat. Tanda dalam bahasa tersusun berkat
adanya tata bahasa. Setiap tanda konvensional adalah sebuah
legisign. Ini bukan satu objek, tetapi tipe yang umum, telah
disepakati, akan menjadi signifikan. Sehingga tanda bahasa yang
merupakan legisign adalah bahasa yang merupakan kode yang
disepakati oleh masyarakat (konvensi).
Kedua acuan tanda dalam semiotik peirce disebut dengan objek.
Objek atau acuan tanda adalah konteks sosial yang menjadi referensi dari
tanda atau sesuatu yang dirujuk tanda.Berdasarkan Objeknya Peirce
membagi tanda-tanda dalam gambar dan dapat dilihat dari jenis tanda
yang di golongkan dalam semiotik meliputi: ikon, indeks, simbol.
1. Icon adalah sesuatu yang melaksanakan fungsi sebagai penanda
yang serupa dengan bentuk objeknya (terlihat pada gambar atau
lukisan),
2. Index adalah sesuatu yang melaksanakan fungsi sebagai
penanda yang mengisyaratkan petandanya.
3. Symbol adalah sesuatu yang melaksanakan fungsi sebagai
penanda yang oleh kaidah secara konvensi telah lazim
digunakan dalam masyarakat.
Ketiga Interpretant/Interpretasi sendiri merupakan pemberian
kesan, pendapat, atau pandangan teoritis terhadap sesuatau atau
Interpretasi adalah konsep pemikiran dari orang yang menggunakan tanda
dan menurunkannya ke suatu makna tertentu atau makna yang ada dalam
benak seseorang tentang objek yang dirujuk pada sebuah tanda. Hal yang
terpenting dalam proses semiosis ini adalah bagaimana makna muncul dari
sebuah tanda ketika tanda itu digunakan orang saat berkomunikasi.Dalam
interpretant terdapat konsep berupa Rheme, Decisign, dan Argument.
1. Rheme adalah penanda yang bertalian dengan mungkin
terpahaminya objek petanda bagi penafsir.
2. Decisign adalah penanda yang menampilkan informasi tentang
petandanya.
3. Argument adalah penanda yang petandanya akhir bukan suatu
benda tetapi kaidah.
2.2 Kerangka Berfikir
Berikut tabel yang menjelaskan kerangka berfikir peneliti :
Film merupakan produk dari komunikasi massa yang memiliki
kekuatan dan kemampuan untuk menjangkau banyak segmen sosial dimana
berpotensi untuk mempengaruhi khalayak. Film juga merupakan refleksi
yang merepresentasikan realitas masyarakat. sebagai contoh dalam film
Stigma negatif masyarakat terhadap waria
waria yang memiliki keluarga
Representasi Figur Ayah
Film Lovely Man
Semiotik Charles Sanders Peirce
Sign Interpretant Object
Representasi waria sebagai figur ayah dalam
Film Lovely Man
Tabel 2.2 : Kerangka berfikir
Hegemoni Heteronormativitas
Lovely Man penonton akan diajak untuk menginterpretasikan waria dalam
sudut pandang yang berbeda. Dalam teori semiotik Charles Sanders Peirce
akan ditemukan sejumlah ground (Dasar/tanda), Object dan Interpretant
(Interpretasi) atau lebih dikenal dengan teori segitiga makna. dalam teori
Peirce Ground/Sign peneliti akan mengamati setiap tanda yang muncul,
kemudian ditangkap oleh panca indra yang menjadi rujukan untuk masuk
kedalam tahap Object. Setelah itu akan diteruskan ke tahap interpretasi yang
memiliki dasar atas rheme, decisign dan argument.
2.3 Penelitian Terdahulu
Untuk menghindari kesamaan terhadap penelitian yang telah ada
sebelumnya maka peneliti melakukan peninjauan terhadap penelitian
sebelumnya yaitu sebagai berikut :
Tabel 2.3
Judul REPRESENTASI
WARIA DALAM
FILM INDONESIA
(Studi Analisis Film
Indonesia dari Tahun
2003 – 2006)
MAKNA TANDA
REPRESENTASI
WARIA DALAM FILM
KINKY BOOTS
(Analisis Semiotika
Terhadap Film Kinky
Boots Karya Julian
Jarrold)
Representasi Waria
Sebagai Figur
Ayahdalam film Lovely
Man
Karya Teddy
Soeriaatmadja
(Analisis Semiotik
Charles Sanders
Peirce)
Penulis Agustina Nunung
Hadiati
Kharisma Tri Saputra Hendika Sekti Pratama
Tahun 2013 2010 2015
Penerbit Ilmu Komunikasi,
FISIP. Universitas
Atmajaya Yogyakarta
Ilmu Komunikasi, FISIP.
Universitas
Muhamadiyah Malang
Ilmu Komunikasi,
FISIP. Universitas
Sultan Ageng Tirtayasa
Teori Roland Barthes Roland Barthes Charles Sanders Peirce
Paradigma Kritis Kritis Kritis
Metodologi Kualitatif kualitatif interpretative Kualitatif Deskriptif
Tujuan Mengetahui bagaimana
representasi waria
dalam film Indonesia
dari tahun 2003-2006.
Mengetahui
representasikan lewat
waria yang dimunculkan
dalam film Kinky
Boots
Untuk menemukan
tanda (sign)
representasi waria
digambarkan sebagai
figur ayah dalam film
Lovely Man karya Tedy
Soeriaatmadja
Untuk menemukan
Objek (Object)
merepresentasikan
dirinya sebagai figur
ayah ?
Untuk menemukan
Interpretan
(interpretasi) waria
yang menggambarkan
dirinya sebagai figur
ayah dalam film Lovely
Man ?
Hasil waria dalam film
Indonesia dari tahun
2003-2006 mendapat
peran yang hanya
sebagai bahan olokan,
lelucon yang tidak ada
hubungannya dengan
cerita, ejekan dan
bahkan di gambarkan
sebagai penggoda
ataupun pelacur
Sehingga dari analisis
tersebut dapat
disimpulkan bahwa
Film Arisan! dan
Realita Cinta dan Rock
„n” Roll ini melayani
kepentinganideologi
kekuasaan kaum
heteroseksual terhadap
homoseksual dalam hal
ini adalah waria.
film Kinky Boots karya
Julian Jarrold
memanfaatkan nilai
nilai liberalisme untuk
kepentingan pencitraan
positif dari waria demi
mendukung keberadaan
dan eksistensinya dalam
masyarakat. Ini bisa
dilihat dari scenescene
yang menggambaran
waria dengan sangat
positif seperti,
kedudukan mereka yang
bisa lebihtinggi
dibandingkan
masyarakat, bisa
mengalah dan tabah
demi kepentingan
mayoritas, juga berhak
menentukan apa yang ia
mau dalam menjalani
hidupnya dan bukan
orang lain yang
menentukan jalan hidup
mereka. Selain itu
mereka juga memiliki
.-
selera yang tinggi, juga
mendapatkan dukungan
dari kelompok yang
selama ini bisa dibilang
konservatif dan
mendapat dukungan dari
agama
Dari hasil tinjauan terhadap penelitian terdahulu dapat disimpulkan
sebagai berikut :
Tabel 2.4
Persamaan 1. Yang menjadi objek penelitian adalah Waria dalam
sebuah Film atau media massa
2. Sama-sama mencari makna dalam film
3. Menggunakan teori semiotik
4. Menggunakan Paradigma Kritis
5. Menggunakan Pendekatan Kualitatif
6. Menggunakan Metode analisis Semotik
7. Jenis Penelitian berupa deskriptif
Perbedaan 1. Untuk menemukan makna-makna yang menggambarkan
figur ayah dalam film tersebut.
2. Menggunakan Teori Semiotik Charles Sanders Peirce.
3. Menggunakan teori patriaki dan heteronormativitas
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Paradigma Penelitian
Dalam sebuah penelitian, dibutuhkan sebuah perspektif atau
paradigma yang nantinya dapat bermanfaat untuk menelaah data, menurut
Becker dalam Mulyana, paradigma adalah seperangkat gagasan untuk
pengambilan sebuah keputusan53
atau suatu spesifikasi jenis – jenis
tindakan yang secara layak dan masuk akal dilakukan orang, standar nilai
ini yang memungkinkan orang dapat dinilai. Sedangkan Wimmer dan
Dominick menyebut pendekatan dengan paradigma, yaitu seperangkat
teori, prosedur, dan asumsi yang diyakini tentang bagaimana peneliti
melihat dunia.54
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan paradigma kritis.
Dalam paradigma kritis peneliti percaya bahwa mereka yang memiliki
kekuasaan membentuk pengetahuan dalam arti bahwa pekerjaan mereka
adalah untuk mempertahankan kondisi yang sudah ada.55
Stuart Hall
sendiri seperti yang dikuti richard West dan Lyna H Turner berpandangan
bahwa ketidakseimbangan kekuasaan mungkin tidak selalu merupakan
53Dedy Mulyana. 2001.Teknk Praktis Riset Komunikasi. Jakarta: kencana .hal :5 54Roger D Wimmer And Joseph R Dominick. 2000. Mass media research. New York: wads worth publishing company hal :102 55
Mc Graw Hill. 2007. Pengantar Teori Komunikasi;analisis dan aplikasi.Jakarta: Salemba Humanika hal 76
55
hasil dari strategi yang disengaja oleh pihak yang berkuasa.56
Paradigma
kritis menekankan pada konstelasi kekuatan yang terjadi pada proses
produksi dan reproduksi makna. Individu tidak dianggap subjek yang
netral yang bisa menafsirkan secara bebas sesuai dengan pikirannya,
karena sangat berhubungan dan dipenuhi oleh kekuatan sosial yang ada di
masyarakat.57
Secara ontologis penelitian ini beranggapan bahwa realitas dalam
film merupakan realitas semu, hasil dari sebuah konstruksi Teddy
Soeriaatmadja sebagai penulis serta sutradara film Lovely Man yang
dipengaruhi oleh faktor sosial, politik, budaya, ekonomi, nilai gender
dan sebagainya serta telah terkristalisasi dalam film. Secara
epistemologis, hubungan antara peneliti dengan realitas yang diteliti
selalu dijembatani oleh nilai-nilai tertentu. Dimana tujuan dari peneliti
adalah untuk mengungkapkan bagaimana pemahaman masyarakat dalam
relitas yang dikonstruksi dalam film tersebut. Dalam proses konstruksi
realitas tersebut film Lovely Man menjadikan waria sebagai objek
yang terdiskriminasikan. Jadi secara ontologis, substansi penelitian ini
telah mengikuti paradigma kritis. Realitas harus dipahami sebagai
kenyataan yang telah diperantarai oleh nilai-nilai (value mediated findings)
antara si subjek dengan realitas sebenarnya. Dalam hal ini makna-
makna serta pesan yang merepresentasikan figur ayah yang berperan
sebagai waria diteliti secara semiotik dengan menggunakan analisis 56Richard West dan Lyna H.Turner.2008.Intoducting Communication Theory; Analysis andApplication.3nd ed. New York 57Eriyanto. 2001. Analisis Wacana : Pengantar Analisis Teks Media.Yogyakarta: Lkis hal 6
Semiotik Charles Sanders Peirce. Sehingga secara metodologi. Paradigma
kritis akan terbentuk. Dalam hal ini peneliti juga akan menggunakan
sumber data berupa dokumentasi serta studi pustaka dan di cocokan
dengan analisis semiotik Peirce guna memenuhi tuntutan metodologis
paradigma kritis. Teknik penelitian seperti ini dilakukan tiada lain
agar diperoleh pemahaman secara logis dalam menemukan representasi
waria sebagai figur ayah.
3.2 Pendekatan Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, yaitu penelitian
yang menggunakan latar belakang alamiah. tujuannya menafsirkan
fenomena yang terjadi dan dilakukan dengan jalan melibatkan berbagai
metode yang ada.58
Riset kualitatif bertujuan untuk menjelaskan fenomena
dengan sedalam-dalamnya. di sini yang lebih di tekankan adalah persoalan
kedalam (kualitas) dan bukan banyaknya (kuantitas).59
Metode kualitatif di gunakan karena untuk meneliti bidang ilmu
sosial, dan khususnya komunikasi adalah lebih tepat jika dilakukan dengan
metode kualitatif, karena pengkajian dilakukan lebih mendalam untuk
lebih mengetahui fenomena-fenomena tentang aspek-aspek kejiwaan,
58Lexy Moleong. 2006. Metode Penelitian Kualitatif edisi revisi. Bandung. PT.Remaja Rosdakarya.hal 5 59
Rachmat Krisyantono. 2008. Teknik praktis riset komunikasi. Jakarta: Kencana prenada Media Group. hal 56-57
perilaku, sikap, tanggapan, opini, perasaan, keinginan, dan kemauan
seseorang atau kelompok.60
Maksudnya adalah data yang dikumpulkan bukan berupa angka-
angka dan tidak lantas pula dilakukan uji statistik. Pada kualitatif data
tersebut berasal dari naskah wawancara, catatan lapangan, dokumen
pribadi, catatan memo, dan dokumen resmi lainnya. Mengapa demikian,
karena penelitian kualitatif tidak hanya mengkritisi yang terlihat saja,
melainkan yang tidak terlihat juga.
3.3 Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan
metodologi Kulaitatif dengan jenis deskriptif. Menurut Azwar (2000)
metode deskriptif merupakan metode yang bertujuan untuk
menggambarkan secara sistematis faktual dan akurat, fakta dan
karakteristik mengenai populasi. Dalam penelitian ini, data yang
dikumpulkan semata-mata bersifat deskriptif, tidak bermaksud mencari
penjelasan, menguji hipotesa, membuat prediksi maupun mempelajari
implikasi. Menurut Hadi (2000) metode penelitian deskriptif merupakan
metode yang bertujuan untuk menggambarkan secara sistematik dan
akurat, fakta, karakteristik mengenai populasi atau mengenai bidang
tertentu.Pertimbangan penulis menggunakan metode deskriptif karena
memiliki tujuan yang sama dengan keinginan penelitian penulis, yaitu
60Rosady Ruslan, 2005, Kampanye Public Relations. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. hal 70
hanya untuk melihat kondisi objektif yang terjadi dilapangan, lalu
memaparkan keadaan atau peristiwa tersebut.
3.4 Unit Analisis
Unit analisis adalah setiap unit yang akan dianalisis, digambarkan
atau dijelaskan dengan pernyataan-pernyataan deskriptif. Yang menjadi
unit analisis dalam penelitian ini adalah tanda-tanda yang
merepresentasikan waria sebagai figur ayahdan tanda-tanda bentuk
perlawanan masyarakat terhadap keberadaan waria yang memiliki
keluarga. Sesuai dengan teori yang di gunakan maka peneliti menganalisis
melalui analisis semiotik Charles Sanders Peirce. Adapun tanda-tanda
tersebut meliputi kategori-kategori tanda yang ditonjolkan dalam film
Lovely Man, yaitu ikon, indeks, dan simbol dengan makna yang ditautkan
sesuai dengan konteks film tersebut. Sedangkan kode-kode yang
ditampilkan dalam film ini dimaknai sebagai tata ungkap visual yang
diaplikasikan melalui scene-scene yang di pernakan oleh para pemainnya.
Terdapat 8 gambar yang penulis pilih dan nantinya akan dianalisis,
berikut adalah gambar-gambar tersebut :
No VISUAL AUDIO TIME
1.
-“ssttt kenapa
loe,kalau gak biasa
malem-malem di
jalan gak usah,
-kenapa loe ?
masuk angin ?
-loe udah makan
belum ? makanya
00:19:08
s/d
00:19:55
Dalam scene ini Cahaya merasakan tidak enak badan dengan digambarkan Ia
muntah-muntah didekat Ipuy. Kemudian
Ipuy memberikan respon dengan
bertanya pada cahaya
kalau makan ,
makan nasi jangan
makan angin"
-sini ikut gue loe,
sini !!!
2.
Scene ini menggambarkan saat Ipuy dan
Cahaya sedang berada disebuah rumah
makan, Ipuy merasa tidak nyaman dengan
keberadaan Cahaya karena pada saat ini
Ipuy masih berpakaian perempuan
-Cahaya: "Bapak
Kenapa ?"
-Ipuy :
“Gakpapa,
ngapain emang?
Sebenernya lu
malu gak sih duduk
sama gue? “
-Cahaya : “Bapak
malu duduk sama
aku ?”
-Ipuy : “Enggak,
Siapa yang malu ?
udah biasa diliatin
orang - orang
sekitar sini.”
00:21:30
s/d
00:22:18
3.
Scene ini menggambarkan bagaimana
Ipuy mencoba untuk menghibur Cahaya
dengan memainkan ukulele dan bernyanyi
Bintang kecil dihadapan Cahaya.
-Ipuy : Gue mau
nyanyi nih tapi
harus pake suara
laki-laki,
mau lagu apa ?
-Cahaya : Aku
ingetnya bapak
nyanyinya kalau
gak salah bintang
kecil deh
-_Ipuy : bintang
kecil bintang besar
gue bisa.
00:35:20
s/d
00:35:45
4.
Dalam Scene ini Ipuy memeluk Cahaya
ketika Cahaya bercerita secara emosional
dan menjelaskan kepada Ipuy kenapa Ia
harus menemui bapaknya. Ipuy langsung
merangkul cahaya sebagai bentuk respon
kepedulian.
- 00:45:45
s/d
00:45:55
5.
Scene ini menggambarkan Ipuy
memperkenalkan Cahaya kepada teman-
teman komunitasnya. Dan Cahaya merasa
nyaman dengan digambarkan cahaya berekspresi tersenyum. Ketika Ipuy
mengusap kepala Cahaya.
- 00:46:06
s/d
00:46:08
6.
Scene ini menggambarkan Ipuy sedang
memberi nasehat kepada cahaya agar
cahaya tidak mencontoh kehidupan seperti
Ayahnya.
Ipuy : “Intinya
adalah kamu jangan
pernah kabur dari
masalah,jangan kamu ulangi
kesalahan orang tua
kamu, penyesalan itu pasti datang
terakhir. Bapak tahu
kok bapak salah, bapak juga bukan
jadi orang tua yang
bener. Mana pernah
bapak jadi orang tua, bukan berarti bapak
harus jadi seperti
kamu atau kamu jadi seperti bapak, Kamu
adalah kamu.”
00:48:06
s/d
00:48:22
7.
Pada scene ini Ipuy menelpon mantan
istrinya (Ibu cahaya) untuk
memberitahukan bahwa Cahaya sedang
bersama dirinya dan memberi pesan
kepada mantan istrinya agar tidak
memarahi cahaya
Ipuy : "Iya dia
udah tidur, dia
pasti capek.
-kenapa kamu
bolehin dia dateng
kesini ? saya
belum siap buat
jadi bapak
-Itu menurut
kamu.terlalu
banyak saya
mengecewakan
orang. saya gak
mau
mengecewakan
anak saya sendiri.
-kamu jangan
terlalu keras
dengan dia, dia
sedang ketakutan.
-udahlah kamu gak
usah kuatir. dia
pasti akan cerita
kekamu
- yah besok juga
dia pulang kok
01:03:46
s/d
01:04:32
8.
Pada scene ini nampak Cahaya mencium
tangan Ayahnya sebagai bentuk
perpisahan Cahaya dengan Ipuy sebelum
Ia pergi menaiki kereta dilanjut dengan
adegan memeluk erat Ipuy dengan diiringi
isak tangis Cahaya.
- 01:08:20
s/d
01:08:44
Tabel 3.1 Tabel Unit Analisis
3.5 Satuan Pengamatan
Menurut W. Gulo (2005:77) Satuan pengamatan adalah satuan
tempat informasi yang diperoleh dari unit analisis atau satuan analisis
dalam sebuah penelitian. Satuan pengamatan ini merupakan sumber data
yang berhubungan erat dengan tujuan penelitian. Maka satuan pengamatan
dalam penelitian ini adalah tokoh Ipuy yang berperan sebagai waria dan
Cahaya yang berperan sebagai anak Ipuy sedangan satuan pengamatan
yang lain merupakan instrumen penambah berupa objek-objek yang
memiliki hubungan dengan tujuan penelitian ini seperti pemain pendukung
(figuran),setting, pengambilan gambar, proses transisi, hingga objek-objek
yang mewakili dengan penlitian
Arikunto dalam Rachmat Kriyantono menjelaskan Instrumen
penelitian atau disebut sebagai instrumen riset adalah alat bantu yang
dipilih dan digunakan oleh periset dalam kegiatan mengumpulan data agar
kegiatan itu menjadi sistematis dan dipermudah. Instrumen riset ini
merupakan sebuah alat ukur untuk mengukur data dilapangan.61
Alat ukur adalah alat bantu yang menentukan bagaimana dan apa
yang harus dilakukan dalam mengumpulkan data. Karena pada dasarnya
kegiatan pengumpulan data adalah kegiatan untuk melakukan pengukuran
terhadap data mana yang sesuai dan mana yang tidak. Dengan kata lain,
alat ukur ini sangat penting untuk mencari data dengan cara membatasi
kebenaran dan ketepatan indikator variabel yang sudah ditetapkan dari
61Ibid hal 94
data di lapangan, sehingga data yang terkumpul adalah sesuai dengan
masalah dan tidak meluas. Dengan menggunakan teori Semiotik Charles
Sanders Peirce maka berikut ini merupakan satuan pengamatan dalam film
Lovely Man.
Tabel 3.2
Tabel Pengamatan berdasarkan semiotik Peirce
VISUAL
Dapat dilihat dengan indra
penglihatan (mata) berdasarkan
penglihatan.62
TEKS DAN AUDIO Percakapan dialog atau suara yang
di terjemahkan dalam bentuk teks
Sign
sesuatu yang berbentuk fisik yang
dapat ditangkap oleh panca indera
manusia dan merupakan sesuatu
yang merujuk (merepresentasikan)
hal lain di luar tanda itu sendiri
Object acuan tanda adalah konteks sosial
yang menjadi referensi dari tanda
atau sesuatu yang dirujuk tanda.
Interpretant
pemberian kesan, pendapat, atau
pandangan teoritis terhadap
sesuatauatau konsep pemikiran dari
orang yang menggunakan tanda dan
menurunkannya ke suatu makna
tertentu atau makna yang ada dalam
benak seseorang tentang objek yang
dirujuk pada sebuah tanda.
Secara umum untuk mendapatkan satuan pengamatan secara jelas
terhadap sign, object, interpretant maka peneliti membatasi penelitian dari
sisi sinematografi yang dapat dijelaskan pada konsep pemaknaan Berger
sebagai berikut63
:
62
www.kbbi.id/visual diakses rabu, 10 September 2014 pukul 3.36 WIB. 63Arthur asa Berger. 1999. Media Analiysisi Techniques. Yogyakarta : Andi Offset. Hal: 33
Tabel 3.3
Tabel pemaknaan Peter L. Berger
Penanda Definisi Petanda (Makna)
Close Up Hanya wajah Keintiman
Medium Shot Hampir seluruh tubuh Hubungan personal
Long shot Seluruh tubuh Hubungan social
Pan down Kamera megarah kebawah Kekuasaan, Kewenangan
Pan Up Kamera bergerak ke atas Kelemahan, pengecilan
Dolly In Kamera bergerak kedalam Observasi, focus
Fade In Gambar terlihat pada layar Permulaan
Fade Out Gambar menghilang pada
layar
Penutup
Cut Gambar pindah dari gambar
satu ke gambar yang lain
Kebersambungan,
menarik
Wipe Gambar terhapus pada layar Penutup kesimpulan
3.6 Teknik Pengumpulan Data
Dalam sebuah penelitian kualitatif dibutuhkan sumber untuk
mengumpulkan data-data baik berupa kata-kata, kalimat, atau narasi-
narasi. Data-data tersebut bisa berupa hasil dokumentasi, observasi,
wawancara maupun studi pustaka. Pada tahap ini sebenarnya peneliti
sudah mulai masuk pada tahap menganalisis data karena data tersebut akan
berperan penting dalam riset penelitian kualitatif, sebagai faktor utama
penilaian kualitas terhadap suatu riset. artinya kemampuan periset
memberi makna kepada data tersebut, menjadi kunci apakah data tersebut
memenuhi unsur realibilitas dan validitas penelitian.
3.6.1 Dokumentasi
Dokumentasi adalah instrumen pengumpulan data yang
sering digunakan dalam berbagai metode pengumpulan data.
tujuannya untuk mendapatkan informasi yang mendukung analisis
dan interpretasi data. Dokumen bisa berbentuk dokumen publik atau
dokumen private. dokumen publik misalnya: laporan polisi, berita-
berita surat kabar, transkrip acara TV dan lainnya. Dokumen privat
misalnya : memo, Surat-surat pribadi,catatan telepon, buku harian
individu dan lainnya. ada juga dokumen yang berbentuk tulisan
misalnya catatan harian, sejarah kehidupan (life histories), cerita,
biografi, peraturan, dan kebijakan. dokumen yang berupa karya
misalnya karya seni, yang dapat berupa gambar, patung, film dan
lain-lain.
Dalam penelitian ini data yang diperoleh yaitu berupa
observasi pada video atau gambar berformat DVDRip yang
ditayangkan dalam film Lovely Man karya Tedy Soeriaatmadja
produksi Investasi Film Indonesia dan Karuna Pictures.
3.6.2 Studi Pustaka
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan artikel yang
diambil baik dari situs internet maupun koran yang akan dijadikan
data sekunder. artikel atau buku yang akan digunakan adalah buku,
karya ilmiah, koran dan lain-lain yang memiliki keterkaitan akan
penelitian yang akan diteliti. Salah satu hal yang perlu dilakukan
dalam persiapan penelitian ialah pendayagunaan sumber informasi
yang terdapat di perpustakaan dan jasa informasi yang tersedia.
pemanfaatan perpustakaan ini diperlukan. baik berbentuk
dokumentasi (data primer). dalam penelitian ini peneliti
menggunakan beberapa artikel yang diambil baik dari situs internet
maupun buku yang dijadikan sumber referensi (data sekunder).
3.7 Teknik Analisis Data
Dalam penelitian kualitatif, teknik analisis yang digunakan yaitu
diarahkan untuk menjawab rumusan masalah. Analisis data dalam penelitian
kualitatif di lakukan pada saat pengumpulan data berlangsung dan setelah
selesai di lapangan. Teknik analisa data yang digunakan dalam penelitian ini
adalah dengan menggunakan teknik analisa data kualitatif mengikuti model
Miles dan Huberman, yaitu reduksi data, penyajian data, dan verifikasi.
1. Reduksi data, yaitu merangkum, memilih hal-hal yang pokok,
memfokuskan pada hal-hal yang penting, di cari tema dan polanya.
Data yang di reduksi akan memberikan gambaran yang jelas dan
mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data
selanjutnya, dan mencarinya jika di perlukan.
2. Penyajian data yang dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan
atau hubungan antar kategori. Setelah melakukan reduksi data, maka
selanjutnya adalah mendisplaykan data, berupa bentuk tabel, grafik,
phie chart, pictigram, dan sejenisnya.
3. Verifikasi dan penarikan kesimpulan, dengan catatan bahwa
kesimpulan yang di dapatkan di dukung dengan bukti-bukti valid
dan konsisten, maka telah terbentuk kesimpulan yang kredibel. 64
Secara lebih rinci, uraian ringkas mengenai langkah-langkah
analisisnya diolah dari analisis semiotik:65
a. Inventarisasi data, yaitu dengan cara mengumpulkan data
sebanyak-banyaknya baik dalam bentuk dokumentasi maupun
studi kepustakaan.
b. Kategorisasi model semiotik, menentukan model semiotik yang
digunakan , yakni model semiotik Charles Sanders Peirce.
c. Klasifikasi data, Indentifikasi teks (tanda), alasan-alasan tanda
tersebut dipilih. tentukan pola semiosis, dan tentukan kekhasan
wacana dengan mempertimbangkan elemen semiotika dalam
scene yang dianggap mewakili representasi waria.
d. Penentuan Scene tersebut menentukan Tanda Sign, yang terdiri
dari Qualisigns, Sinsigns, dan Legisigns.
e. Lalu Object yang juga merupakan makna denotasi yang
memiliki unsur Icon, Index, Symbol. ditarik berdasarkan
ideologi, Interpretan kelompok, Frame-work budaya, Aspek
64
Ibid, hlm 277 - 283 65Rachmat Krisyantono,Op.Cit. Hal. 271-272
sosial, komunikatif, interteksualitas, kaitan dengan tanda lain,
Hukum yang mengaturnya, serta bersal dari kamus
ensiklopedia maupun jurnal Ilmiah.
f. Analisis data untuk membahas Interpretasi makna waria dalam
film tersebut.
g. Penarikan kesimpulan, penilaian terhadap data-data yang
ditemukan dibahas dan dipadukan dengan sumber lain selama
penelitian.
Dari uraian teori diatas maka dapat disimpulkan teknis satuan
pengamatan berdasarkan sumber, yaitu :
a. Peneliti Menonton Film Lovely Man terlebih dahulu
b. Melakukan pengamatan adegan ataupun hal-hal yang terjadi
dalam Scene tersebut.
c. mengklasifikasi data dengan melakukan Capture-capture yang
dianggap mewakili pemaknaan waria sebagai figur ayahdalam
film tersebut
d. Penentuan Scene tersebut menentukan Sign berdasarkan
Qualisigns, Sinsigns, dan Legisigns. yang berupa pemaknaan
terhadap waria.
e. Analisis data Object yang memiliki konsep berupa Icon, Index,
Symbol
h. Analisis data untuk membahas Interpretasi makna waria dalam
film tersebut.
f. Penarikan kesimpulan, penilaian terhadap data-data yang
ditemukan dibahas dan dipadukan dengan sumber lain selama
penelitian.
Sedangkan untuk menguji keabsahan data, penulis menggunakan
teknik triangulasi.Triangulasi digunakan untuk mengetahui data yang di
peroleh meluas, tidak konsisten atau kontradiksi. Dalam menggunakan
triangulasi akan di peroleh data yang lebih konsisten, tuntas dan pasti.66
Uji keabsahan data melalui triangulasi di lakukan karena dalam penelitian
kualitatif untuk menguji keabsahan informasi tidak dapat dilakukan
dengan alat uji statistik, oleh sebab itu sesuatu dianggap benar jika
kebenaran itu mewakili kebenaran orang banyak.67
Triangulasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah triangulasi
sumber data yaitu menguji kredibilitas data dengan cara memeriksa data
yang telah diperoleh melalui beberapa sumber sebagai contoh, untuk
menguji kredibilitas data tentang makna waria pada film, maka
pengumpulan dan pengujian data yang telah diperoleh dilakukan dari buku
literatur, jurnal serta analisis dari peneliti. Data dari ketiga sumber
tersebut tidak bisa dirata-ratakan seperti penelitian kuantitatif, tetapi
66
Rosady Ruslan, Op Cit, hlm 241 67Ibid, hlm 108
dideskripsikan, dikategorikan, mana yang memiliki sudut pandang yang
sama dan mana yang berbeda dari spesifikasi sumber data tersebut.
Dalam teknik pengumpulan data, triangulasi dapat diartikan sebagai
teknik pengumpulan data yang bersifat menggabungkan dari berbagai
teknik pengumpulan data dan sumber data yang telah ada. Mengutip
perkataan Susan Stainback (1988) dalam buku memahami penelitian
kualitatif karya sugiyono tentang triangulasi menyatakan bahwa
“The aim is not determinate the truth about some social
phenomenon, rather the purpose of triangulation is to increase
one‟s understanding of what ever is being investigated”.
Tujuan dari penelitian kualitatif bukanlah hanya mencari
kebenaran, tetapi lebih kepada pemahaman subyek terhadap dunia
sekitar.68
karena realitas terkadang tidak akan sama dengan teori yang
berlaku.
68Ibid hal : 85
3.8 Jadual Penelitian
Tabel 3.4
No Kegiatan
2014 2015
Bulan Ke-
4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7
8
1 Pengajuan judul
2
Penyusunan Proposal Seminar
3 Seminar Proposal
4 Proses Pencarian Data
5 Sidang Outline
6 Pengolahan Data
7
Penyususnan Laporan Hasil Penelitian
8 Sidang Skripsi c
9 Revisi Skripsi
BAB IV
HASIL PENELITIAN
4.1 Deskripsi Subjek Penelitian
Film Lovely Man memiliki keunikan dibanding dengan film-film
lain yang bergenre sama, film ini berusaha keluar dari nilai-nilai
heteronormatif dengan memperlihatkan hubungan seorang waria yang
memiliki keluarga terlebih memiliki anak. Meskipun pada awal cerita sang
anak kecewa dengan bapaknya yang bekerja sebagai waria. Film ini juga
menjadi salah satu film terbaik di Tel-Aviv LGBT International Film
Festival.
Selain itu, Donny Damara yang berperan sebagai (Ipuy)
mendapatkan penghargaan untuk kategori „Best Actor‟ atas perannya
sebagai waria dalam ajang Asian Film Award keenam. Akting Donny patut
diacungi jempol. Karena berhasil membuat tokoh Ipuy (seorang waria)
menjadi hidup. Totalitas Ia memerankan tokoh Ipuy terlihat dari cara Ia
berbicara serta gesture tubuh yang ditonjolkan dalam film tersebut. Film
berbiaya rendah dengan peralatan dan pencahayaa yang terbatas mampu
digarap dengan baik oleh Teddy Soeriaatmadja selaku sutradara. Melalui
Lovely Man Ia mampu merubah pandangan penonton terhadap citra Donny
yang maskulin menjadi Donny (Ipuy) yang feminis.
“Kita bikinnya dengan gaya survival, dengan lensa dan lighting yang
apa adanya, lahir dari keterbatasan Resources hingga akhirnya
menampilkan look seperti ini.” kata Teddy saat ditemui usai pemutaran
73
perdana film Lovely Man di Senayan City,Jakarta Selasa (8/5)
malam.69
Film ini menarik untuk diteliti mengingat kaum transgender selama
ini mendapat tekanan sosial dan stigma negatif dari masyarakat. Padahal
mereka juga bagian dari masyarakat yang berhak mendapat perlakuan
yang sama dan perlindungan sesuai dengan undang-undang Indonesia.
Film ini juga digunakan untuk menyuarakan kesetaraan bagi kaum LGBT
terutama waria agar bisa hidup dan bekerja layaknya seperti masyarakat
heteroseksual. Film ini membawa misi perubahan pola pikir khalayak,
membawa pesan bahwa waria juga bisa bertanggung jawab atas apa yang
menjadi pilhannya seperti masyarakat umumnya.
4.1.1 Investasi Film Indonesia dan Karuna Pictures
IFI (Investasi Film Indonesia) adalah sebuah perusahaan
investasi film yang khusus mencari investor untuk mendanai
pembuatan suatu film yang diajukan oleh seorang sutradara.
Berawal dari niat membantu sahabat dalam pendanaan sebuah
produksi film ditahun 2004 PT. Investasi Film Indonesia yang
didirikan oleh Adiyanto Sumarjono dan Madiyan Sahdinto
mampun menelurkan berbagai karya yang banyak menarik
perhatian masyarakat. IFI sendiri secara resmi didirikan pada Mei
Tahun 2007 di Jl. Sampit 4 No 4, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan
69
www.beritasatu.com/hiburan/47179-lovely-man-menggali-makna-hubungan-ayah-anak.html diakses Sabtu 11 April 2015 pukul 16.31 WIB
sejak saat itu Adiyanto Sumarjono sampai dengan sekarang mulai
memproduksifilmnya sendiri. Sebelumnya IFI telah melakukan
investasi terhadap beberapa film- film Indonesia seperti
Alexandria, Banyu Biru dan sebagainya.
Tujuan utama berdirinya IFI adalah untuk memajukan
perkembangan film Indonesia, baik melalui investasi terhadap film-
film bermutu, maupun melakukan produksi sendiri yang tujuannya
untuk memberikan dukungan kepada bakat-bakat muda. Pola kerja
dari IFI (Investasi Film Indonesia) itu sendiri ialah bertugas
mengatur investasi untuk mendanai pembuatan film. IFI bekerja
pada saat produser datang menyodorkan proposal pembuatan
sebuah film.
Selain mengamati isi proposal yang ditawarkan, IFI juga
melihat seperti apa skrip film yang diajukannya. Karena, 90 persen
kekuatan film ada pada skrip. Setelah melihat apakah film itu layak
dibuat atau diinvestasi. IFI akan menyebar proposal penawaran ke
berbagai investor.70
4.1.2 Karya
Saat ini terdapat beberapa karya dari para pembuat film
seperti Salto Films (Shanty Harmayn), Rexinema, atau Miles
menggaet perusahaan Investasi Film Indonesia (IFI) sebagai rekan
70
http://adeir.blogspot.com/2007/07/film-indonesia-termahal-modal-membuat.html diakses pada 13 April 2015 pukul 13.02 WIB
kerja untuk mendanai pembuatan film-film mereka. Salto Films
bekerja sama dengan IFI saat membuat Banyu Biru (2005), Miles
Pictures di film Untuk Rena (2005) dan Garasi (2006). Sedangkan
Rexinema memakai jasa IFI saat memproduksi Alexandria (Rilis
24 November). Pada Film Lovely Man ini IFI bekerjasama dengan
Karuna Pictures untuk memproduksi film yang menjadi bahan
penelitian ini.
4.1.3 Teddy Soeriaatmadja
Lahir di Tokyo Jepang, Teddy Soeriaatmadja memulai
karirnya dengan film independen berjudul Culik kembali pada
tahun 2001. Ia kini membuat lima film termasuk Banyu Biru,
Ruang, Badai Pasti Berlalu, Ruma Maida dan Lovely Man. Selama
beberapa tahun Teddy telah memenangkan berbagai penghargaan
film di festival film bertaraf Internasional. Pada tahun 2011 Teddy
dinominasikan sebagai Sutradara Terbaik untuk Film nya Lovely
Man dipenghargaan Film Asia 2012. Ia dinominasikan dalam
kategori yang sama dengan beberapa sutradara film seperti Ashgar
Farhadi,Tsui Hark, Zhang Yi Mao, Sono Sion dan Wei Te Sheng.
Dikenal karena perhatian terhadap detail, sinematografi
yang menakjubkan dan kemampuan mendongeng membuat Teddy
menjadi salah satu pembuat film yang diakui kemampuannya di
Indonesia. Semangatnya untuk mendongeng dan pengambilan
sudut pandang yang unik dibidang sinematografi mampu ia
proyeksikan dalam sebuah film, Video musik, Dokumenter dan
Iklan Televisi yang akhirnya membuat Teddy menjadi sangat
berhasil terutama mengenai pemahaman komunikasi visual. Teddy
juga sering kali diminta untuk membuat iklan komersil oleh
perusahaan-perusahaan ternama seperti UNILEVER, Heinz, Kraft,
SUZUKI, L‟Oreal, Djarum dan banyak lagi.71
4.1.4 Deskripsi Film (Crew and Cast)
Executive Producer : Millan Rushan
Sendi Sugiharto
Producer : Teddy Soeriaatmadja,
Indra tamoron Musu,
Adiyanto Sumardjono
Director :Teddy Soeriaatmadja
Ass director : Azhar Kinoi Lubis
Direct Of Photography : Ical Tanjung
Art Director : Richard Sibuea
Screenplay : Teddy Soeriaatmadja
Editor : W Ichwandiardono
Music : Bobby Surjadi
71https://www.teddysoeriaatmadja.com diakses sabtu 16 Mei 2015 pukul 18.28 WIB
Gambar 4.1
Costume : Ve Verdinand
Make Up : Eba Sheba
Sound : Abdul Malik,
Khikmawan Sentosa
Tanggal Edar : Kamis, 10 Mei 2012
Format Syuting : HD
Warna : Warna
Sistem Suara : Stereo
Bahasa Utama : Indonesia
Pemeran Utama :
Syaiful/Ipuy : Dony Damara
Cahaya : Raihaanun Soeriaatmadja
Pemeran Pendukung :
Bos Preman : Yayu Aw Unru
Preman 1 : Luddy Saputro
Preman 2 : John Guntar
Pacar Syaiful : Ari Syarif
Pria Pelanggan : Asrul Dahlan
Ibu di Rusun : Lani Sonda
Cahaya Kecil : Alma Zikra Syafia
Penjaga Warung Makan : Jean
Penjaga toko kelontong : Azhar Kinoi Lubis
Tukang Rokok : Sumargiono
Tukang Ojek :Taufik Geba
Banci 1 : Edi Nayangga
Banci 2 :Ve Verdinand
Banci 3 : Riswan aye setiawan
4.1.5 Sinopsis Film Lovely Man
Film ini bercerita tentang seorang anak bernama Cahaya
berumur 19 tahun yang diperankan oleh Raihaanun, Ia merupakan
seorang gadis muslim sederhana dan tinggal bersama ibunya
sedangkan ayahnya Saiful yang diperankan Dony Damara,
meninggalkan mereka pada saat Cahaya berumur 4 tahun. Oleh
sang ibu Cahaya dibesarkan dengan nilai-nilai keislaman yang
ketat.
Pada film Lovely Man Cahaya diceritakan bersekolah di
sebuah pesantren. Setelah dewasa, Cahaya memiliki sebuah
masalah yang cukup sulit dan memutuskan untuk mencari dan
bertemu ayahnya. Berbekal sebuah alamat yang ia ambil dari
ibunya. Serta sebuah foto dirinya ketika bersama sang ayah dulu,
Cahaya memberanikan diri pergi ke Jakarta untuk pertama kalinya.
Dengan penuh harapan akan bertemu sang ayah. Sesampainya di
Jakarta, ternyata mencari ayahnya tidaklah semudah yang Ia
bayangkan. Hingga akhirnya Cahaya mencari sang ayah ke sebuah
tempat prostitusi Transgender, Taman Lawang. Betapa terkejutnya
dan kecewanya Cahaya, ketika melihat dan mengetahui bahwa
ayahnya adalah seorang Transgender.
Pertemuan itu sendiri tidak hanya mengejutkan Cahaya
melainkan Syaiful sama terkejutnya dengan kehadiran Cahaya,
Bahkan pada awalnya Ipuy sapaan akrab syaiful menolak kehadiran
gadis tersebut. Namun jiwa kebapakan Syaiful tidak lantas hilang.
Dalam kepekatan malam Jakarta Syaiful akhirnya memilih untuk
menemani Cahaya dan berusaha mengisi kerinduan Cahaya pada
sosok ayah yang telah lama Ia rindukan.
4.1.6 Penokohan
4.1.6.1 Syaiful/Ipuy (Donny Damara)
Ipuy atau Syaiful yang diperankan oleh Dony Damara
adalah seorang transgender yang bekerja di lingkungan prostitusi
di wilayah Taman Lawang Jakarta, Sebelum bekerja sebagai PSK
Gambar 4.2
Syaiful/Ipuy
(Pelerja Seks Komersial) Ipuy sapaan akrab dikalangan teman-
teman komunitasnya pernah bekerja sebagai buruh bangunan di
desa tempat ia tingga dahulu dan sempat menjalani kehidupan
seperti masayarakat umumnya, hal demikian diperkuat bahwa
Ipuy memiliki seorang istri dan seorang anak. Meskipun Ia
memiliki keluarga dan cukup bahagia jiwa transgender yang
dimilikinya selama ini membuat Ia merasa terpanggil untuk
menjadi transgender seutuhnya. Sehingga Ia meninggalkan anak
istrinya dikampung dan memilih menjadi transgender (waria) di
Jakarta.
Walaupun Ia bekerja sebagai waria dan memilih berpisah
dengan keluarganya, Ipuy tetap melakukan tanggung jawabnya
sebagai Ayah yaitu dengan memberikan nafkah kepada anaknya
dengan cara mengirimi uang hasil Ia bekerja setiap bulan pada
mantan Istrinya.
4.1.6.2 Cahaya/Aya (Raihannun Soeriaatmadja)
Gambar 4.3
Cahaya
Cahaya adalah anak dari keluarga broken home, Sejak usia
4 tahun Cahaya kecil sudah tidak bertemu dengan Ayahnya dan
tinggal bersama ibunya. Dikarenakan ia tinggal bersama Ibunya
Cahaya tidak mendapatkan peran pendidikan dari seorang Ayah.
Untuk memenuhi kebutuhan pendidikan Cahaya, sang Ibu
menyekolahkan Cahaya di sebuah pesantren yang syarat akan
nilai-nilai agama. Hingga pada suatu hari Cahaya ditimpa sebuah
masalah dan membutuhkan sosok Ayah untuk menyelesaikan
masalah yang dialaminya. Dengan bermodal keberanian dan
secarai kertas alamat yang Ia ambil secara diam-diam dari sang
Ibu, Cahaya Remaja memberanikan diri mencari sang Ayah yang
diperankan oleh Dony Damara di Jakarta. Sesampainya di Jakarta
betapa kagetnya ketika mengetahui sosok Ayah yang menjadi
motivasi dia untuk menyelesaikan masalahnya ternyata bekerja
sebagai seorang Pekerja Seks Komersial di kawasan Taman
Lawang yang terkenal akan komunitas warianya. Seketika itu
juga hancur sudah harapan Cahaya untuk mendapatkan jawaban
atas segala permasalahannya.
4.2 Hasil Penelitian
4.2.1 Film Lovely Man Dalam Unsur Pemaknaan Semiotik Charles
Sanders Peirce
Penelitian ini bertujuan mengetahui tanda-tanda bagaimana
waria direpresentasikan sebagai seorang Ayah dalam film Lovely
Man. Seperti yang telah diungkapkan sebelumnya pada bagian
metodologi, peneliti akan menggunakan analisis semiotik dari
Charles Sanders Peirce. Dalam prosesnya, peneliti akan mengawali
dengan menghubungkan adegan pada setiap scene film Lovely
Man.
Gambar 4.4
Ipuy : “ssttt kenapa loe,kalau gak biasa malem-malem di jalan
gak usah,
-kenapa loe ? masuk angin ?
-loe udah makan belum ? makanya kalau makan,
Makan nasi jangan makan angin"
-sini ikut gue loe, sini !!!
Frame 1-2 [00:19:08 s/d 00:19:55
Bertanya dan mencari tahu (sign)
Dalam gambar 4.4 diatas nampak Cahaya merasa mual dan ingin
muntah, tergambar dengan raut wajah Cahaya yang menunjukan rasa
tidak nyaman terhadap keadaan tubuhnya. Melihat kondisi Cahaya yang
seperti itu, secara spontan Ipuy sebagai object menunjukan reaksi
kepeduliannya terhadap Cahaya dengan tanda (sign) bertanya dan
mencari tahu mengapa Cahaya berperilaku demikian dan akhirnya
mengajak Cahaya untuk ikut dengannya pergi ke Rumah Makan terdekat.
Interpretasi tanda tersebut tergambar melalui cara ipuy
memposisiskan dirinya sebagai figur seorang ayah. Menurut Olen dalam
E.H Tambunan mengatakan bahwa peran seorang ayah yang baik akan
mengasuh dan memelihara anak-anaknya dengan penuh kasih sayang.
Bentuk perhatian orang tua dalam hal ini ayah, secara reflektif akan
menggunakan bahasa sebagai bentuk komunikasi untuk menunjukan rasa
kepedulian orang tua terhadap kondisi anaknya. Penggunaan bahasa
sebagai saran komunikasi ini juga akan menuntun pemikiran remaja
Memberikan perhatian (Object) Orang tua (Ayah) akan mencari
tahu kondisi anaknya ketika
mengetahui ada yang tidak beres
terhadap kondisi anaknya dengan
melakukan komunikasi
(Interpretan)
bahwa orang tua pun pasti memiliki kepedulian terhadap dirinya. Secara,
pemikiran remaja yang lebih bersifat egosentris dimana remaja
mempunyai keyakinan bahwa orang lain akan memperhatikan dirinya
sebagaimana halnya dirinya sendiri.72
Gambar 4.5
-Ipuy : Gue mau nyanyi nih tapi harus pake suara laki-laki,
mau lagu apa ?
-Cahaya : Aku ingetnya bapak nyanyinya kalau gak salah bintang kecil
deh
-Ipuy : bintang kecil bintang besar gue bisa
72
Santrock, John W. 1995. Perkembangan masa hidup jilid 2..terjemahan oleh Juda Damanika & Ach Chusairi. Jakarta: Erlangga.
Frame 3 dan 4 [00:35:20 s/d 00:36:53
Menyanyi (Sign)
Orang tua akan menghibur
anaknya agar kembali ceria
dan menambah kedekatan
hubungan (Interpretant)
Menghibur (Object)
Pada Gambar 4.5 Ipuy mencoba menghibur Cahaya dengan
menyanyikan lagu Bintang kecil dan memainkan alat musik ukelele.73
Latar set yang digunakan pada scene ini mengambil tema disebuah warung
makan kecil didalam pasar dengan lampu yang sedikit temaram sehingga
memberikan kesan dramatis. Jika dirunut menurut tabel pemaknaan Berger
pengambilan gambar pada scene ini menggunakan teknik Long shoot
dimana teknik ini digunakan untuk memberikan kesan hubungan sosial
antar pemain didalamnya.
Dalam dialog percakapan yang dilakukan oleh Ipuy dengan
Cahaya, Terdapat dialog Ipuy harus menggunakan suara laki-lakinya untuk
menghibur cahaya dengan kalimat penegasan “Gue mau nyanyi tapi harus
pake suara laki-laki” penekanan pada kata “harus” tersebut merupakan
tanda (Sign) Ipuy mengisyaratakan dirinya sebagai seorang laki-laki yang
harus memiliki suara berat dan menandakan dirinya merupakan sosok
yang maskulin.
Suara sendiri dihasilkan dari getaran pita suara ketika manusia
berbicara atau mengeluarkan suara. Kemampuan getaran suara tersebut
berbeda-beda pada setiap orang. Pada tubuh pria terdapat 3 pembagian
suara yang menjadi ciri khas pria yaitu Tenor untuk suara tinggi, Bariton
untuk suara sedang dan Bass untuk suara rendah. Salah satu karakter suara
yang menonjolkan kesan bertenaga dan Jantan adalah suara Tenor.74
73 Ukulele : Alat musik petik sejenis gitar berukuran kecil,dan merupakan alat musik asli Hawaii www.oocities.com/-ukulele/history.html diakses 25 Agustus 2015 pukul 23:25 WIB 74www.forumbebas.com/thread-157708.html diakses 16 Mei 2015 Pukul 8:11 WIB
Pada film ini Ipuy harus menanggalkan suara Tenornya dan
mengganti dengan suara Alto yang lebih feminis ketika dengan komunitas
warianya ataupun saat melakukan percakapan dengan pelanggan, Namun
pada scene ini karakter wibawa Ayah kembali diangkat melalui tanda
dengan dialog penegasan “Harus Pake Suara Laki-Laki” pada saat Ipuy
(Objek) mencoba menghibur Cahaya.
Interpretasi yang dihadirkan disini menunjukan bahwa Ipuy
mampu menghibur Cahaya dengan cara Ia bernyanyi. Salah satu peran
seorang ayah yang dikemukakan oelh Mc. Adoo adalah dengan menjadi
penyedia dan pemberi fasilitas hiburan serta rasa aman pada anak. Hal ini
sesuai dengan Teori yang dikemukanan oleh Mc. Adoo dalam
Christianawati (2008) bahwa seorang Ayah harus mampu menjadi
Provider (penyedia dan pemberi fasilitas) dan Protector (pemberi
perlindungan) terhadap anaknya dengan memberikan suasana yang
nyaman dan aman.
Gambar 4.6
Frame 5 dan 6 [00:45:45 s/d 00:46:08
Pada Gambar 4.6 Ipuy memeluk/mendekap Cahaya ketika Cahaya
bercerita secara emosional dan menjelaskan kepada Ipuy mengapa Ia harus
menemuinya. Secara reflektif Ipuy langsung merangkul Cahaya sebagai
respon bentuk kepeduliannya agar Cahaya tenang. Sedangkan pada frame
selanjutnya setelah Cahaya meluapkan emosinya Ipuy mengajak Cahaya
menemui teman-teman komunitasnya dan memperkenalkan Cahaya pada
teman-temannya. Pada Scene tersebut terlihat Cahaya merasa nyaman dan
memperlihatkan perasaannya dengan tersenyum saat Ipuy membelai
rambut Cahaya.
Bentuk sign Ipuy menunjukan kepedulian Ia terhadap Cahaya
dengan cara memeluk dan membelai rambut cahaya yang merupakan
sebuah pesan bahwa Ia merasa peduli terhadap keadaan anaknya.
Interpretasi yang timbul dalam scene ini ditunjukan melalui adegan saling
berpelukan hal ini menunjukan bagaimana kedekatan orang tua terhadap
anaknya. Menurut Psikolog Melly Puspita Sari, Psi,M, NLPm sekaligus
Dekapan dan membelai (Sign)
Ipuy mendekap dan membelai
rambut Cahaya mengisyaratkan
Ia tahu bagaimana perasaan
Cahaya dan apa yang harus
dilakukan saat itu (Interpretant)
kepedulian (Object)
penulis buku “The Miracle Of Hug” mengatakan bahwa manusia
membutuhkan sentuhan fisik. Pelukan memiliki dampak yang luar biasa
dalam memberi ketenangan dan perasaan disayang. Pelukan juga
mempengaruhi munculnya perasaan penuh kasih sayang untuk kita berikan
kepada sesam.75
Selain memberi dampak ketenangan dan perasaan disayang
psikolog seperti Edward R. Christopherson, Ph.D dalam penelitiannya
mengatakan pelukan jauh lebih efektif dari pada pujian atau ucapan sayang
karena membuat anak merasa dicintai dan dihargai.76
Komunikasi yang dibagun pada scene ini Teddy selaku sutradara
merepresentasikan bahwa orang tua (Ayah) tidaklah harus hanya sekedar
memberi nasehat melalui wicara (verbal) melainkan komunikasi dalam
bentuk non verbal akan jauh lebih efektif untuk menananamkan ikatan
emosional yang lebih dalam.
Gambar 4.7
75http://www.detik.com/wolipop/read/2013/10/18/180712/2389655/857/ayo-berpelukan-anak-yang-sering-dipeluk-orangtua-bisa-jadi-lebih-cerdas diakses 16 Mei 2015 Pukul 10:56 WIB 76 Ibid
Frame 7 [00:48:06 s/d 00:48:22]
- Ipuy : “Intinya adalah kamu jangan pernah kabur dari
masalah,jangan kamu ulangi kesalahan orang tua kamu,
penyesalan itu pasti datang terakhir. Bapak tahu kok
bapak salah, bapak juga bukan jadi orang tua yang
bener. Mana pernah bapak jadi orang tua, bukan berarti
bapak harus jadi seperti kamu atau kamu jadi seperti
bapak, Kamu adalah kamu.”
Pada Gambar 4.7 Ipuy dan Cahaya berjalan menyusuri lorong jalan
raya di kawasan Taman Lawang dimana mereka melakukan perbincangan
selayaknya orang tua dan anak. Dalam dialog percakapan tersebut Ipuy
memberikan nasehat agar Cahaya tidak lari dari masalah dan tidak
mengulangi kesalahan orang tua Cahaya yang memilih untuk berpisah dan
tidak menyelesikan masalah yang dihadapi. Hal tersebut diperkuat dengan
dialog .
“Jangan kamu ulangi kesalahan orang tua kamu, penyesalan itu
pasti datang terakhir”.
Nasehat (Sign)
Konsultasi merupakan cara
orang tua untuk memberikan
nasehat kepada anak dan
memberikan pesan moral
didalamnya (Interpretant)
Konsultasi (Object)
Ipuy sendiri menyadari dirinya bukanlah sosok orangtua yang
dapat menjadi panutan dengan diperkuat dialog “Bapak tahu kok bapak
salah, bapak juga bukan jadi orangtua yang bener.” Namun pada
dasarnya orang tua adalah panutan bagi anak-anaknya karena orang tua
adalah model utama bagi pendidikan anak. Olen (1987) dalam E.H
Tambun mengatakan bahwa peran orang tua terutama Ayah sangatlah
penting karena selain sebagai pembuat keputusan (Decision
Maker)seorang Ayah menjadi tempat bertanya maupun meminta pendapat
serta saran atas perilaku anak-anaknya. Seorang ayah pun dapat juga
menjadi teman dialog layaknya sahabat untuk berkeluh kesah dan saling
berbagi pengalaman hidup.
Pada gambar 4.7 meskipun Ipuy adalah seorang transgender, sikap
dan perilaku Ia sebagai ayah tidak lantas hilang. Hal ini diperlihatkan
melalui Sign saat Ipuy memberi nasehat kepada Cahaya dan memberikan
keyakinan pada Cahaya agar bisa menjadi diri sendiri dan tidak terbayangi
oleh perilaku orangtuanya
“Bukan berarti bapak harus jadi seperti kamu atau kamu jadi
seperti bapak, Kamu adalah kamu.”
Interpretasi dalam scene ini menunjukan bahwa nilai budaya
patriaki masih menempatkan laki-laki sebagai otoritas utama atau pemeran
utama dalam organisasi sosial. Konsep ini mencetuskan pemikiran bahwa
seorang pemimpin harus laki laki, seorang kepala keluarga harus laki-laki
ataupun laki-laki merupakan pencari nafkah utama dalam keluarga, dan
melanggengkan eksistensi dominasi laki-laki dalam ranah publik. Tak
hanya itu, konsep patriarki juga mengandung tuntutan bagi laki-laki untuk
menjadi sosok yang tangguh, kuat, dan selalu menjadi yang terdepan.77
Seorang laki-laki terutama ayah memiliki otoritas untuk mendidik serta
mengarahkan perilaku anak. Ipuy yang notabene adalah laki-laki tetap
digambarkan sebagai sosok laki-laki yang mampu memberi keputusan
dan mengeksistensikan dominasi laki-lakinya dengan menyebut dirinya
sebagai “Bapak”.
Gambar 4.8
Ipuy : "Iya dia udah tidur, dia pasti capek. kenapa kamu bolehin
dia dateng kesini ? saya belum siap buat jadi bapak. Itu
menurut kamu. Terlalu banyak saya mengecewakan orang.
saya gak mau mengecewakan anak saya sendiri. Kamu
jangan terlalu keras dengan dia, dia sedang
ketakutan. Udahlah kamu gak usah kuatir. Dia pasti akan
cerita kekamu. yah besok juga dia pulang kok
77http://www.kongko.co/melawan-budaya-patriarki/ diakses Rabu 20 Mei 2015 Pukul 12:57 WIB
Frame 8 [01:03:46 s/d 01:04:32]
Pada gambar 4.8 Ipuy menghubungi mantan istrinya (Ibu Cahaya)
dan memberitahukan bahwa Cahaya sedang bersama dirinya. Dimana
tanda (sign) yang menunjukan bahwa Ia masih mendominasikan dirinya
sebagai laki-laki terdapat pada dialog
“Saya belum siap buat jadi bapak”
Kalimat diatas diarahkan kepada Ipuy oleh Ibu Cahaya saat Ipuy
sedang mengubungi mantan Istrinya tersebut via telepon genggam. Hal ini
diperkuat pada dialog “Itu menurut kamu”. Yang mengisyaratkan bahwa
Ibu Cahaya selaku perempuan masih menganggap bahwa Ipuy adalah
sosok laki-laki yang bertanggung jawab terhadap anaknya dan selalu siap
sedia ketika keluarga membutuhkan dirinya. Sebagai sosok laki-laki Ipuy
memiliki sifat egosentris yang kuat terhadap prinsip hidupnya. Sifat
tersebut disimbolkan pada kalimat :
“Saya gak mau mengecewakan anak saya sendiri”.
Penekanan Suara (Sign)
Tegas (Object) Tegas adalah sifat dasar yang ada
pada laki-laki, sehingga laki-laki yang
tegas baik tegas dalah hal bicara
maupun prinsip hidup dianggap
sebagai ciri laki-laki maskulin .
(Interpretant)
Interpretasi yang menunjukan Ipuy adalah seorang laki-laki dan
figur ayah adalah saat Ipuy kembali menegaskan kepada istrinya bahwa
Cahaya akan aman dan baik-baik saja dengan melontarkan kalimat
“Udahlah kamu gak usah kuatir. Dia pasti akan cerita kekamu.”
Kata “udahlah” yang berasal dari kata “sudah” menandakan bahwa
dengan keberadaan Ipuy sebagai sosok Ayah saat ini akan memberikan
rasa yang jauh lebih aman dibanding saat Cahaya harus berada diluar
sendirian. Representasi figur ayah pada scene ini menunjukan bahwa
bagaimanapun kondisi psikis laki-laki, Ia akan tetap menunjukan dirinya
sebagai seorang yang dominan dibanding perempuan meskipun orientasi
seksual yang ia miliki berbeda dengan orientasi seksual dari kebanyakan
pria umumnya.
Penggunaan nada yang tinggi dan sikap yang memudahkan segala
sesuatu dijadikan tanda sebagai sifat dasar laki-laki. Ipuy yang merupakan
seorang waria ketika berhadapan dengan prinsip hidup maka sifat
ketegasan yang menjadi dasar laki-laki kembali dimunculkan melalui
Intonasi suara yang tegas.
Gambar 4.9
Frame 9 dan 10 [01:08:20 s/d 01:08:44]
Pada gambar 4.9 Cahaya mencium tangan ayahnya di peron
stasiun, sebagai bentuk perpisahan Cahaya terhadap Ipuy yang dilanjutkan
dengan adegan memeluk diantara keduanya sambil meneteskan air mata.
Berdasarkan tabel pemaknaan Berger pengambilan gambar dengan teknik
medium shoot pada gambar diatas menggambarkan hubungan personal
yang intim diantara keduanya.
Sosok Cahaya yang mencium tangan Ipuy menandakan bentuk
suatu penghormatan anak kepada orang tua. Object dalam hal ini Ipuy
mendapatkan bentuk penghormatan sebagai figur ayah oleh anaknya
dengan cara dicium tangannya oleh Cahaya. Dalam konteks budaya
patriaki, laki-laki sebagai pemangku kekuasaan tertinggi memiliki hak
untuk mendapatkan penghormatan dari perempuan terlebih anaknya
sendiri. Di Indonesia mencium tangan merupakan bentuk penghormatan
kalangan muda kepada orang yang lebih tua dengan cara memegang
tangan dan mencium tangan tersebut sambil menunduk sedangkan pada
Cium tangan (Sign)
mencium tangan merupakan
budaya sopan santun sebagai
bentuk penghormatan anak
terhadap orang tua (interpretant)
Dihormati (Object)
tradisi jawa mencium tangan dilakukan dengan cara menunduk dan sedikit
bersimpuh atau dalam tradisi jawa disebut sungkeman.78
Selain di Indonesia mencium tangan juga dilakukan pada budaya
barat namun yang menjadi pembeda adalah mencium tangan disana biasa
dilakukan oleh laki-laki terhadap perempuan sebagai bentuk apresiasi akan
ketertarikan yang bersifat romantik. Pada budaya patriaki yang lebih
mendominasikan pria berada diurutan atas, menganggap pria selayaknya
harus mendapat penghormatan dari wanita dengan cara dicium tangannya.
Sepertti istri mencium tangan suami, anak laki-laki ataupun perempuan
mencium tangan ayah dan ibunya ataupun murid mencium tangan
gurunya. Berbeda halnya dengan budaya barat yang menonjolkan kesan
romantik antara laki-laki dan perempuan. Di Indonesia cium tangan lebih
menonjolkan hubungan menghargai antara kalangan yang muda kepada
yang lebih tua.
4.3 Pembahasan
4.3.1 Perlawanan Budaya Patriaki Melalui Representasi Waria
Sebagai Figur Ayah dalam Film Lovely Man
Setelah tanda-tanda dari film Lovely Man tersebut dianalisis
berdasarkan segitiga makna dari Charles Sanders Peirce meliputi
sign, object dan interpretant. Berdasarkan hasil analisis maka
ditemukan bahwa film Lovely Man menggunakan beberapa tanda
78
http://nunusangpemimpi.blogspot.in/2012/06/tradisi-cium-tangan-memang-paling.html/m=1 diakses 24 Mei 2015 pukul 17:04 WIB
untuk merepresentasikan bagaimana figur ayah digambarkan pada
sosok waria di film tersebut. Hal ini dapat terlihat pada setiap
adegan-adegan yang diperankan oleh para pemain, dialog-dialog
yang diucapkan serta teknik pengambilan gambar yang digunakan.
Meskipun kehadiran film Lovely Man tidak terlalu
menghebohkan dibandingkan dengan film-film yang mengangkat
legitimasi keberadan waria. Film Lovely Man justru mendapat
banyak sambutan hangat dan apresiasi luar biasa diluar negeri
dengan diraihnya berbagai macam penghargaan internasional
Representasi sendiri adalah istilah yang merujuk pada
bagaimana seseorang, satu kelompok, gagasan atau pendapat
tertentu ditampilkan dalam pemberitaan. Representasi ini penting
dalam dua hal. Pertama, apakah seseorang, kelompok atau gagasan
tersebut ditampilkan sebagaimana mestinya. Kata semestinya ini
mengacu apakah seseorang atau kelompok itu diberitakan apa
adanya ataukah diburukkan.79
Dalam film ini ditemukan simbol-simbol yang
merepresentasikan waria sebagai figur ayah serta bagaimana
budaya patriaki digambarkan untuk menghadapi hegemoni
masyarakat heteronormativitas. Ipuy yang memutuskan untuk
menjadi waria sebelumnya adalah sosok pria normal selayaknya
masyarakat heteronormativitas pada umumnya, hal ini tergambar
79Eriyanto, Op.Cit hal : 133
pada dialog yang dilakukan Ipuy kepada Cahaya bahwa Ipuy
dahulu merupakan buruh bangunan yang tertarik dengan Ibu
Cahaya, karena Ia selalu diberi perhatian oleh Ibu Cahaya sehingga
Ipuypun tertarik menikahinya dan akhirnya memiliki anak bernama
Cahaya. Namun akibat gejolak dalam batinnya akan kebutuhan
biologis seksualnya, Ipuy memilih untuk meninggalkan keluarga
dan menjadi waria di Jakarta.
Sebagai seorang waria sifat kelaki-lakian Ipuy tidaklah
lantas hilang begitu saja. Ketika Cahaya datang menemuinya di
Jakarta, sifat feminis warianya pun lama kelamaan semakin
menghilang dan muncul karakter laki-laki dewasa yang sadar
bahwa dirinya memiliki beban tanggung jawab apalagi sebagai
seorang ayah. Salah satu bentuk tanggung jawab Ipuy sebagai
seorang ayah sebelum bertemu dengan Cahaya adalah tetap
menafkahi kelurganya seperti membiayai sekolah cahaya dan rajin
mengirimi uang kepada Ibu Cahaya.
Ciri figur seorang ayah dalam film ini terlihat ketika sang
anak memilki sebuah masalah dalam hidupnya sehingga Ipuy
sekaligus seorang ayah harus bertindak dan menjadi problem
solved bagi Cahaya. Menurut Olen (1987) dalm E.H Tambunan
menjelaskan selain sebagai problem solved seorang ayah juga
berperan untuk menjadi seorang pengasuh yang menyayangi dan
memelihara anak-anaknya dengan penuh kasih sayang, seorang
ayah juga memiliki peran sebagai penguasa atas segala tingkah
laku anaknya untuk mendidik dan mengarahkan perilaku, sebagai
konsultan dan teman dialog seorang ayah dapat menjadi teman
bertanya ataupun meminta pendapat serta saran bagi anak-
anaknya.80
Pada konteks budaya Patriaki masyarakat masih
menggunakan sistem pengelompokan masyarakat sosial
berdasarkan garis keturunan laki-laki atau biasa disebut dengan
patrilineal. Patrilineal sendiri adalah hubungan keturunan melalui
garis keturunan kerabat pria atau bapak.81
Posisi patriaki disini juga
menjelaskan dimana masyarakat masih menempatkan kedudukan
dan posisi laki-laki jauh lebih tinggi dari pada perempuan dalam
segala aspek kehidupan sosial, budaya dan ekonomi. Sehingga laki
laki yang memiliki ciri feminis akan terdiskriminasikan akibat dari
determinasi dominasi laki-laki.
4.3.2 Hegemoni Masyarakat Heteronormativitas Melalui
Representasi Waria Sebagai Figur Ayah dalam Film Lovely
Man
Waria jika dilihat berdasarkan budaya patriaki dan
patrilineal seharusnya berada pada kedudukan yang lebih tinggi
selayaknya posisi laki-laki di masyarakat. Namun akibat dari
80
Natalia, Op. Cit hal : 31 81Salim dkk. Op.Cit
hegemoni masyarakat terhadap heteronormativitas yang
mengklasifikasikan seseorang hanya berdasarkan ketertarikan
seksual menyebabkan garis patrilineal menjadi samar.
Heteronormativitas atau sering disebut heteronormatif adalah
sebuah pandangan, pola pikir, kerangka tindakan berbasis
heteroseksis (hubungan romantis-seksual laki-laki dengan
perempuan) yang menyebabkan bias pendapat.
Bias pendapat akibat heteronormatif ini justru melahirkan
aturan-aturan yang seksis antara laki-laki dan perempuan seperti
mengatur cara berpakaian, diskriminasi, stereotype, stigmatisasi
terhadap gender tertentu hingga pendiskriminalisasi orientasi
seksual. Ipuy dalam film Lovely Man merepresentasikan dirnya
bagaimana posisi waria mengalami diskriminasi sosial ataupun
seksual, seperti saat Ipuy berada di rumah makan ataupun saat
berhadapan dengan para preman.
Padahal jika ditelisik pada ranah patrilineal ipuy tetaplah
laki-laki dan seharusnya diposisikan selayaknya masyarakat hetero
lainnya. Scene-scene serta dialog Ipuy kepada Cahaya juga
digambarkan bahwa waria juga memiliki kehidupan seksual yang
normal sebelum memilih untuk menjadi seorang waria. Selain itu
film ini juga merepresentasikan bagaimana bentuk perlawanan
ideologis masyarakat hetereo bahwa waria dapat menjadi sosok
maskulin meskipun terbalut dengan sifat feminis yang Ia pilih
melalui figur sebagai seorang ayah.
Sebagai seorang ayah dan suami Ipuy juga memiliki kuasa
penuh atas segala tindakan terhadap masa depan keluarganya
termasuk memberi keputusan untuk bercerai dan memperingati
Cahaya agar tidak menemuinya kembali. Mantan istri Ipuy pun
secara tersirat melalui percakapan telepon genggam dengan Ipuy
masih menganggap Ipuy adalah seorang laki-laki normal sehingga
Ia mengizinkan Cahaya untuk pergi menemui ayahnya. Meskipun
Ipuy memiliki sifat maskulin beberapa orang yang terlibat dalam
cerita film ini masih menganggap bahwa Ipuy sebagai salah satu
kelompok abnormal diluar masyarakat hetero sehingga Ipuy masih
terdiskriminasikan dikarena pola pokir masyarakat hetero yang
masih berfikir kaum waria adalah sosok yang lemah selayaknya
perempuan.
BAB V
Penutup
5.1 Kesimpulan
Lovely Man adalah film produksi Karuna Picture yang didanai oleh
Investasi Film Indonesia (IFI). Meskipun Teddy Soeratmadja sebagai
sutradara dalam film ini menyatakan bahwa film ini adalah film yang lahir
dari keterbatasan, baik sumber daya manusia maupun peralatannya namun
film ini justru mampu membawa nama dan para pemainnya melangkah di
kancah internasional. Lovely Man sendiri mencoba untuk mengangkat sisi
lain waria yang lebih humanis, tanpa menyudutkan seseorang yang telah
memutuskan untuk menjadi seorang waria.
Dalam film ini peneliti menemukan tanda-tanda bagaimanan waria
direpresentasikan sebagai figur ayah serta bagamana figur tersebut dapat
menjadi senajata untuk melawan hegemoni masyarakat terhadat
heteronormativitas. Tanda-tanda tersebut dianalisis menggunakan semiotik
peirce yaitu triangle meaning yaitu Sign, Object, Interpretant. Pada sisi
Sign figur seorang ayah terlihat saat Ipuy berbicara dengan Cahaya dimana
Ia menggunakan suara laki-lakinya ketimbang suara perempuannya. Pada
saat yang lain bentuk Sign yang dihadirkan bahwa Ipuy yang merupakan
Object atau dalam segitiga pemaknaan pierce dikenal dengan konteks
sosial yang menggunakan tanda tersebut memperlihatkan bahwa Ipuy
merepresentasikan dirinya sebagai figur ayah dengan memberikan
102
perhatian dan kepedulian dengan cara bertanya dan memeluk yang
merupakan Sign dirinya adalah seorang figur ayah. Interpretan dalam film
ini adalah melalui sign yang mensimbolkan bahwa Ipuy yang merupakan
konteks sosial adalah simbol perlawanan bahwa waria dapat hidup
selayaknya masyarakat hetero bahkan dapat menjadi figur seorang ayah
yang notabene disematkan kepada kaum laki-laki dalam budaya patriarki.
Pada proses representasi yang dikemukakan oleh Jhon Fiske
elemen-elemen mengenai ideologi dapat direpresentasikan melalui bahasa
tulis seperti kata, proposi, kalimat dll. Kemudian elemen elemn yang
menandai Ipuy sebagai figur ayah ditransmisikan melalui kode
representasional seperti karakter, narasi, setting, dialog dll.
Pada konteks film ini bentuk perlawanan masyarakat terhadap
eksistensi waria direpresentasikan melalui gesture tubuh baik yang
diucapkan secara verbal maupun non verbal. Selain itu jika dilihat pada
sudut pandang heteronormativitas menujukan bahwa masyarakat hetero
masih menganggap waria sebagai kelompok kelas dua sehingga posisi
waria berada dibawah kaum perempun yang merupakan the second sex
pada budaya patriarki. Akibat pola pikir demikian pendiskriminasian
terhadap waria akan dianggap wajar dan normal dikarenakan hegemoni
masyarakat hetero sebagai masyarakat dominan dibanding dengan
kelompok lainnya.
Film Lovely Man mencoba mengangkat bagaimana kelompok
waria yang terkena dampak dari hegemoni heteronormativitas masyarakat
hetero yang mendominasi difilm tersebut. Namun dalam kenyataannya
para waria masih tetap terjebak dengan pola pikir bahwa mereka adalah
the second sex dan pantas menerima bentuk pendiskriminasian masyarakat
dominan.
5.2 . Saran
Film Lovely Man membuat masyarakat menjadi tahu bahwa kaum
waria tidak hanya sekedar the second sex melainkan suatu komunitas yang
mencoba membuat perlawanan terhadap pranata-pranata sosial yang
selama ini dianggap telah uzur.
Secara teoritis, diharapkan penelitian ini dapat memberikan
konstribusi bagi penelitian serupa dan dapat memperluas penelitian-
penelitian sebelumnya mengenai representasi gender. Dengan
menggunakan pendekatan analisis semiotik milik Charles Sanders Peirce
dan dikolaborasikan dengan konsep pemaknaan Berger dari sisi
sinematografi sehingga dapat diketahui bagaimana waria di
representasikan sebagai figur ayah serta bagaiamana representasi tersebut
dijadikan alat untuk melawan stigma negatif masyarakat terhadap waria.
Secara praktis, peneliti berharap bagi pembuat film agar bisa
lebih peka dalam membuat film bertema transgender tidak memberi
konstruksi negatif terhadap posisi transgender di masyarakat melainkan
dengan pendekatan yang lebih humanis mengenai kehidupan kelompok
tertentu. Sehingga, akan memberikan pandangan positif mengenai
kehidupan transgender di tengah masyarakat.
Secara sosial penelitian ini berusaha mengungkap adanya
konstruksi positif terhadap sosok transgender dalam film Lovely man,
dengan menampilkan waria sebagai figur seorang ayah. Penelitian ini juga
diharapkan mampu mengajak masyarakat untuk lebih berpikir kritis
terhadap kehadiran waria. Peneliti menganggap bahwa waria sama seperti
masyarakat heteroseksual lainnya dan berharap masyarakat dapat lebih
berfikir terbuka dan saling menghargai satu sama lainnya.
Dikarenakan keterbatasan peneliti yang memfokuskan diri meneliti
mengenai bagaimana waria direpresentasikan sebagai figur ayah dalam
film Lovely Man, diharapkan penelitian ini tidak berhenti sampai disini
melainkan dapat dilanjutkan oleh peneliti lain untuk dapat mengeksplorasi
lebih dalam mengenai kekerasan seksual yang ditujukan kepada kaum
waria ataupun meneliti bagaimana para sineas mengkonstruksi fenomena
yang tabu menjadi sebuah karya fisik seperti film yang dapat dinikmati
banyak masyarakat tanpa menyudutkan kelompok tertentu.
DAFTAR PUSTAKA
Alex Sobur. 2004. Semiotika Komunikasi. Bandung : PT Remaja Rosdakarya
Arthur asa Berger. 1999. Media Analiysisi Techniques. Yogyakarta : Andi Offset.
Asrul Seni. 1984. Cara menghayati sebuah film. Jakarta : Yayasan Citra.
Budi Irwanto. 1999. Film, Ideologi, dan Militer ; Hegemoni Militer dalam sinema
Indonesia.Yogyakarta: Media Pressindo.
David Croteau and William Hoyes.2003.Media Society, Industry, Image, and
Audiences.3rd
Edition.USA:Sage Publications
Dedy Mulyana. 2001.Teknk Praktis Riset Komunikasi. Jakarta: kencana.
Denis Mc Quail. 1987. Teori Komunikasi Massa. Jakarta: Erlangga
E.H Tambunan. 1985. Pria Teladan. Bandung: Indonesia Publishing House
Elvinaro Ardianto dan lukiyati komala Erdiyana. 2004. Komunikasi massa suatu
pengantar: Bandung: Simbiosa rekatama media.
E.K Poerwandari. 1998. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Eriyanto. 2001. Analisis Wacana : Pengantar Analisis Teks Media.
Yogyakarta:Lkis.
Faruk. 1994. Pengantar Sosiologi Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Himawan Pratista. 2008. Memahami Film. Yogyakarta: Homerian Pustaka
Hesti P dan Sugeng P. L. 2005. Waria dan Tekanan Sosial. Malang: UMM press.
Indiawan Seto Wahyu Wibowo. 2011. Semiotik Komunikasi Aplikasi Praktis
Bagi Penelitian dan Skripsi Komunikasi. Jakarta: Mitra Wacana
Media.
Jalaluddin Rahmat. 2009. Metode Penelitian Komunikasi. Bandung: Simbiosa
Rekatama media
Joanne Hollows. 2010. Feminisme, feminitas dan budaya populer. Yogyakarta:
Jalan sutra
Koeswinarno. 2004. Hidup Sebagai Waria. Yogyakarta: Lkis Pelangi Aksara
Lexy Moleong. 2006. Metode Penelitian Kualitatif edisi revisi. Bandung.
PT.Remaja Rosdakarya.
Marcel Danesi. 2010. Pengantar Memahami Semiotika Media. Yogyakarta:
Jalan sutra
Mc Graw Hill. 2007. Pengantar Teori Komunikasi;analisis dan aplikasi.Jakarta:
Salemba Humanika.
Nezar Patria. 1999. Antonio Gramsci Negara & Hegemoni.Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Nyoman Kartha Ratna. 2005. Sastra dan Cultural Studies: Representasi Fiksi dan
Fakta. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Prasetya, ST, dkk. 2004. Ilmu Budaya Dasar, Jakarta : PT Rineka Citra
Rachmat Krisyantono. 2008. Teknik praktis riset komunikasi. Jakarta: Kencana
Prenada Media Group.
Richard West dan Lyna H.Turner.2008.Intoducting Communication Theory;
Analysis and Application.3nd ed. New York
Roger D Wimmer And Joseph R Dominick. 2000. Mass Media Research.
New York: wads worth publishing company.
Rosady Ruslan, 2005, Kampanye Public Relations. Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada.
Saiful Totona. 2010. Miskin Itu Menjual: Representasi Kemiskinan sebagai
Komodifikasi Tontonan.Yogyakarta: Ummu Press.
Salim, dkk. 2001. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta
Santrock, John W. 1995. Perkembangan masa hidup jilid 2..terjemahan oleh Juda
Damanika & Ach Chusairi. Jakarta: Erlangga.
Saroha Pinem. 2009. Kesehatan Reproduksi & Kontrasepsi. Jakarta: Trans Media
Saskia E Wieringa, Nursyahbani katjasungkana, Irwan M Hidayana.2007.
Membongkar seksualitas perempuan yang terbungkam.
Jakarta:Kartini Network
Sastriyani, S. S. H. 2007. Glosarium, Seks dan Gender.Yogyakarta:
Carasuati Books
Undang-Undang No.39 tahun 1999 pasal 1 Butir 3 tentang HAM
Jurnal
Andri Deswandi.2014.Representasi Perempuan Modern Indonesia Dalam Film
“Wanita Tetap Wanita. Serang: FISIP Universitas Sultan Ageng
Tirtayasa.
Argyo Demartoto.2013.Seks,Gender, Seksualitas Gay dan Lesbian.Surakarta:
FISIP UNS
Muhadjir Darwin. 2001. Menggugat Budaya Patriarki, Yogyakarta : Kerjasama
Ford Foundation dengan Pusat Penelitian kependudukan.
Natalia Yessi Christianawati. 2008. Peran Ayah pada Perkembanagn Sosio-
Emosional Anak Autis. Semarang:Fakultas Psikologi Universitas
Katolik Soegijapranata.
Internet
www.tempo.co/read/news/2013/05/29/111484323/marie-pangestu--jumlah-film-
Indonesia-meningkat di akses 24 maret pukul 15.07 WIB
http://lakilakibaru.or.id/2014/12/heteronormativitas-sebagai-bentuk.html diakses
hari Jum‟at 16 Januari 2015 pukul 14.06 WIB
https://www.teddysoeriaatmadja.com diakses sabtu 16 Mei 2015 pukul 18.28
WIB
http://adeir.blogspot.com/2007/07/film-indonesia-termahal-modal-membuat.html
diakses pada 13 April 2015 pukul 13.02 WIB
www.kbbi.id/visual diakses rabu, 10 September 2014 pukul 3.36 WIB.
www.beritasatu.com/hiburan/47179-lovely-man-menggali-makna-hubungan-
ayah-anak.html diakses Sabtu 11 April 2015 pukul 16.31 WIB
www.oocities.com/-ukulele/history.html diakses 25 Agustus 2015 pukul 23:25
WIB
www.forumbebas.com/thread-157708.html diakses 16 Mei 2015 Pukul 8:11 WIB
http://www.psychologymania.com/2012/10/pengertian-waria.html diakses hari
senin 7 April 2014 Pukul 23.07 WIB
https://synaps.wordpress.com/2005/12/01/pengantar-hegemoni/ di akses pada
Minggu 21 Juni 2015 Pukul 12:28 WIB
http://www.detik.com/wolipop/read/2013/10/18/180712/2389655/857/ayo-
berpelukan-anak-yang-sering-dipeluk-orangtua-bisa-jadi-lebih-cerdas diakses 16
Mei 2015 Pukul 10:56 WIB
http://www.kongko.co/melawan-budaya-patriarki/ diakses Rabu 20 Mei 2015
Pukul 12:57 WIB
http://nunusangpemimpi.blogspot.in/2012/06/tradisi-cium-tangan-memang-
paling.html/m=1 diakses 24 Mei 2015 pukul 17:04 WIB
www.kbbi.web.id/cengeng diakses 20 Agustus 2015 pukul 13:52 WIB
D A T A DIRI
Nama Lengkap Hendika Sekti Pratama
Nama Panggilan Dika
Umur 23 Tahun
Jenis Kelamin Laki-laki
Tempat/ Tanggal Lahir Madiun , 26 Januari 1992
Alamat
Perum Bumi Asri, Jl. Apel III Blok E16/5 RT.003 RW.017
Kel. Kutabumi, Kec. Pasar kemis Tangerang-Banten
Status Pernikahan Belum Kawin
Email [email protected] atau [email protected]
Motto Sadumuk Bathuk Sanyari Bumi Mikul Duwur Mendem Jero
R I W A Y A T P E N D I D I K A N
SD SD Negeri Kutabumi 1 Tangerang
1998 – 2004 -
SMP SMP N 1 Pasar Kemis Tangerang
2004 – 2007 -
SMA SMK Negeri 2 Kab. Tangerang 2007 – 2010 Teknik Mekanik
Otomotif
Sarjana (S1) Universitas Sultan Ageng
Tirtayasa IPK : 3,10
2010 – 2015 Ilmu Komunikasi
Jurnalistik
R I W A Y A T O R G A N I S A S I
Persaudaraan Setia Hati Terate Cab. Tangerang 2009
Koordinator Remaja Islam Masjid Perumahan Bumi Asri 2010
Untirta Movement Community (UMC) 2010
CURRICULUM VITAE
HENDIKA SEKTI PRATAMA
Perum Bumi Asri, Jl. Apel III Blok E16/5 RT.003 RW.017
Kel. Kutabumi, Kec. Pasar kemis Tangerang-Banten
Email : [email protected]
Komunitas Video Komunikasi Untirta (KOVIKITA) 2011
HMJ Komunikasi, Sebagai Koordinator Departemen Minat dan Bakat. (HIMAKOM) 2010-2012
Ikatan Mahasiswa Ilmu Komunikasi Indonesia (IMIKI) Pengurus Cabang Banten 2011-2012
Yayasan Da’wah dan Sosial At-Tazkiyyah 2014
Klub Buku Tangerang 2015
PELATIHAN DAN SEMINAR
Latihan Kepemimpinan Universitas Sultan Ageng Tirtayasa - Banten 2010
Talkshow dan Workshop Jurnalistik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa - Banten 2011
Seminar Super Mentor 4 Dino Pathi Djalal Foundation Grand Ballroom Theater XXI-Jakarta 2014
Seminar Media Tumbuh kembang anak Resto bebek bengil-Jakarta 2014
Konferensi Hulu, Hilir, Halal 2015 Gedung Sucofindo – Jakarta 2015 Foreign Policy Community Of Indonesian Theater XXI Epicentrum – Jakarta 2015
Seminar Sistem Arsitektur keuangan Indonesia
Sumba Room Borobudur Hotel – Jakarta 2015
KETERAMPILAN
B i d a n g J u r n a l i s t i
k Menulis Berita, Soft/Hard news, Feature, Design grafis, Reporter,Fotografi , Videografi, Event Organizer
K o m p u t e r Microsoft Office, Adobe Photoshop
KeterampilanLain Bela Diri, Masak, Social Media Management
PENGALAMAN JOB TRAINING
CV. Simpati Motor 2009 Teknisi Painting
PT. Agranet Multicitra Siberkom (DETIKCOM) Divisi News
2014 Reporter DetikHealth
PENGALAMAN BEKERJA
CV. Jakarta Service Sep 2014 – Feb 2015 Administrasi Penjualan
PT. Obor Sarana Utama ( Warta Ekonomi) Feb 2015 – Juli 2015 Social Media Officer