respiratory distress syndrome

28

Click here to load reader

Upload: soni-sumarsono

Post on 24-Jul-2015

1.946 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

Page 1: Respiratory Distress Syndrome

RESPIRATORY DISTRESS SYNDROME

Fanny I Warman, Satrio Waskito S., Meddy Romadhon

Ilmu Kesehatan Anak FK UII/RSUD Dr. Soedono

PENDAHULUAN

Respiratory Distress Syndrome (RDS) disebut juga Hyaline Membrane

Disease (HMD), merupakan sindrom gawat napas yang disebabkan defisiensi

surfaktan terutama pada bayi yang lahir dengan masa gestasi kurang 1,2.Manifestasi

dari RDS disebabkan adanya atelektasis alveoli, edema, dan kerusakan sel dan

selanjutnya menyebabkan bocornya serum protein ke dalam alveoli sehingga

menghambat fungsi surfaktan2.

Penyebab terbanyak dari angka kesakitan dan kematian pada bayi premature

adalah Respiratory Distress Syndrome ( RDS ). Sekitar 5 -10% didapatkan pada bayi

kurang bulan, 50% pada bayi dengan berat 501-1500 gram3. Angka kejadian

berhubungan dengan umur gestasi dan berat badan dan menurun sejak digunakan

surfaktan eksogen . Saat ini RDS didapatkan kurang dari 6% dari seluruh neonatus.

Defisiensi surfaktanmerupakan faktor penyebab terjadinya RDS. Penemuan

surfaktan untuk RDS termasuk salah satu kemajuan di bidang kedokteran, karena

pengobatan ini dapat mengurangi kebutuhan tekanan ventilator dan mengurangi

konsentrasi oksigen yang tinggi3.Surfaktan dapat diberikan sebagai pencegahan RDS

maupun sebagai terapi penyakit pernapasan pada bayi yang disebabkan adanya

defisiensi atau kerusakan surfaktan4.

Tidakperlu membedakan antara pneumonia, sindrom distress respirasi

(penyakit membrane hialin) atau aspirasi mekonium karena semuanya dapat

menyebabkan gangguan nafas dan mendapat terapi yang serupa4

1

Page 2: Respiratory Distress Syndrome

DEFINISI

Definisi dan kriteria RDS bila didapatkan sesak napas berat (dyspnea ),

frekuensi napas meningkat (tachypnea ), sianosis yang menetap dengan terapi

oksigen, penurunan daya pengembangan paru, adanya gambaran infiltrat alveolar

yang merata pada foto thorak dan adanya atelektasis, kongesti vascular, perdarahan,

edema paru, dan adanya hyaline membran pada saat otopsi 1.Sedangkan pendapat lain

disebut RDS bila ditemukan adanya kerusakan paru secara langsung dan tidak

langsung, kerusakan paru ringan sampai sedang atau kerusakan yang berat dan

adanya disfungsi organ non pulmonar2. Definisi bila onset akut, ada infiltrat bilateral

pada foto thorak, tekanan arteri pulmonal = 18 mmHg dan tidak ada bukti secara

klinik adanya hipertensi atrium kiri, adanya kerusakan paru akut dengan PaO2 : FiO2

kurang atau sama dengan 300, adanya sindrom gawat napas akut yang ditandai

PaO2 : FiO2 kurang atau sama dengan 200, menyokong suatu RDS3.

EPIDEMIOLOGI

Di Amerika Serikat, RDS diperkirakan terjadi pada 20.000-30.000 bayi baru

lahir tiap tahunnya dan merupakan komplikasi dari 1% kehamilan. Kira-kira 50%

kelahiran neonates yang lahir pada usia kehamilan 26-28 minggu mengalami RDS,

dan kurang dari 30 %neonatus premature usia kehamilan 30-31 minggu mengalami

keadaan ini 5.

Pada satu laporan, angka kejadian RDS sekitar 42% pada infant 501-1500g,

dengan 71% dilaporkan pada berat badan 501-750 gram, 54% yang berat badan 751-

1000g, 36% yang berat badannya 1001-1250g, dan 22% pada 1251-1500g. RDS lebih

jarang ditemukan di Negara berkembang dibanding lainnya, terutama karena

kebanyakan infant premature yang kecil untuk masa kehamilan mengalami stress di

dalam rahim karena diinduksi oleh hipertensi. Tambahan, juga dikarenakan pada

wilayah ini kebanyakan persalinan dilakukan didalam rumah, sehingga

pencatatatannya buruk5.

2

Page 3: Respiratory Distress Syndrome

FAKTOR RESIKO

Factor risiko terjadinya Respiratory Distress Syndrome 6:

1. Bayi kurang bulan (BKB). Pada bayi kurang bulan, paru bayi secara

biokimiawi masih imatur dengan kekurangan surfaktan yang melapisi rongga

paru.

2. Kegawatan neonatal seperti kehilangan darah dalam periode perinatal, aspirasi

mekonium, pneumotoraks akibat tindakan resusitasi,dan hipertensi pulmonal

dengan pirau kanan ke kiri yang membawa darah keluar dari paru.

3. Bayi dari ibu diabetes mellitus. Pada bayi dari ibu dengan diabetesterjadi

keterlambatn pematangan paru sehingga terjadi distress respirasi

4. Bayi lahir dengan operasi sesar. Bayi yang lahir dengan operasi sesar,berapa

pun usia gestasinya dapat mengakibatkan terlambatnya absorpsi cairan paru

(Transient Tachypnea of Newborn).

5. Bayi yang lahir dari ibu yang menderita demam, ketuban pecah dini dapat

terjadi pneumonia bakterialis atau sepsis.

6. Bayi dengan kulit berwarna seperti mekonium, mungkin mengalami aspirasi

mekonium.

ETIOLOGI

Pada bayi premature, respiratory distress syndrome terjadi karena gangguan

sintesis dan sekresi surfaktan yang menyebabkan terjadinya atelektasis,

ketidakseimbangannya ventilasi-perfusi, dan hipoventilasi yang mengakibatkan

hipoksemia dan hiperkarbi. Analisis gas darah menunjukkan asidosis metabolic dan

respiratorik yang mengakibatkan vasokonstriksi pulmonum, kerusakan endotel dan

integritas epithelial dan terbentuknya eksudat protein dan terbentuknya formasi

membrane hialin.3

3

Page 4: Respiratory Distress Syndrome

Defisiensi relative dari surfaktan menurunkan daya kompliens paru dan kapasitas

residu fungsional, dengan meningkatkan deadspace. Hipoksia, asidosis, hipotermia

dan hipotensi akan merusak produksi dan sekresi surfaktan. Evaluasi makroskopik,

menunjukkan bahwa paru terlihat merah seperti hati dan tidak berudara (seperti

gambaran hati). Sedangkan atelektasis dan distensi difus di bagian distal saluran

napas diobservasi secara mikroskopik. Atelektasis progresif, barotruma atau

volutrauma dan toksisitas oksigenasi merusak sel endotel dan sel epitel

mengakibatkan eksudasi matriks fibrin dari darah.2,3

Membrane hialin di alveoli terbentuk dalam waktu setengah jam setelah kelahiran.

Pada bayi premature, epitel mulai menyembuh saat 36-72 jam setelah kelahiran, dan

sintesis surfaktan dimulai. Fase penyembuhan ditandai dengan regenerasi sel alveolar,

termasuk sel tipe II, menghasilkan peningkatan aktivitas surfaktan.3

Defisiensi Apoprotein3

Idrofobik SP-B dan SP-C esensial untuk fungsi paru dan homeostasis pulmo

setelah lahir. Protein ini memperkuat penyebaran, adsorpsi dan stabilitas surfaktan

lipid diperlukan untuk mengurangi tegangan permukaan di alveolus. SP-B dan SP-C

berperan dalam regulasi proses intraselular dan ekstraselular dalam menjaga struktur

dan fungsi paru.

Defisiensi SP-B merupakan defisiensi bawaan yang disebabkan oleh

mekanisme pretranslasi yang mengakibatkan ketidakhadiran messenger ribonucleic

acid (mRNA). Defisiensi SP-B menyebabkan kematian pada bayi aterm atau dekat

aterm dan secara klinis bermanifestasi sebagai respiratory distress syndrome dengan

hipertensi pulmo, atau proteinosis alveoli Kongenital. Penyebab defisiensi SP-B

paling sering disebabkan oleh insersi sepasang 2-basa (121 ins 2) yang memproduksi

sinyal premature akhir yang akhirnya menyebabkan absennya SP-B.

Kira-kira 15% bayi lahir cukup bulan yang meninggal karena sindrom yang

mirip RDS mengalami defisiensi SP-B. kekurangan SP-B menyebabkan kekurangan

4

Page 5: Respiratory Distress Syndrome

badan lamellar sel tipe II dan kekurangan SP-C. mutasi SP-B dan SP-C menyebabkan

acute respiratory distress syndrome dan penyakit paru kronis yang berkaitan dengan

akumulasi cedera protein intraseluler, defisiensi ekstraseluler surfaktan bioaktif

peptide atau keduanya. Mutasi gen SP-C juga merupakan penyebab familial dan

sporadic penyakit paru interstisial dan emfisema saat pasien bertambah usia.

Mutasi ABCA33

Mutasi adenosine triphosphate (ATP)–binding gene (ABCA3) pada bayi

menghasilkan defisiensi surfaktan. ABCA3 sangat penting dalam formasi badan

lamellar dan fungsi surfaktan. Karena sangat berkaitan dengan ABCA1 dan ABCA4

yang mengkode protein yang mentransportasi fosfolipid di makrofag dan sel

fotoreseptor, yang berperan dalam metabolism fosfolipid surfaktan.

PATOFISIOLOGI

Faktor2 yang memudahkan terjadinya RDS pada bayi prematur disebabkan

oleh alveoli masih kecil sehingga sulit berkembang, pengembangan kurang sempurna

karena dinding thorax masih lemah, produksi surfaktan kurang sempurna.

Kekurangan surfaktan mengakibatkan kolaps pada alveolus sehingga paru-paru

menjadi kaku. Hal tersebut menyebabkan perubahan fisiologi paru sehingga daya

pengembangan paru (compliance) menurun 25 % dari normal, pernafasan menjadi

berat, shunting intrapulmonal meningkat dan terjadi hipoksemia berat, hipoventilasi

yang menyebabkan asidosis respiratorik3.

Telah diketahui bahwa surfaktan mengandung 90% fosfolipid dan 10%

protein, lipoprotein ini berfungsi menurunkan tegangan permukaan dan menjaga agar

alveoli tetap mengembang. Secara makroskopik, paru-paru tampak tidak berisi udara

dan berwarna kemerahan seperti hati. Oleh sebab itu paru-paru memerlukan tekanan

pembukaan yang tinggi untuk mengembang5. Secara histologi, adanya atelektasis

5

Page 6: Respiratory Distress Syndrome

yang luas dari rongga udara bagian distal menyebabkan edem interstisial dan kongesti

dinding alveoli sehingga menyebabkan desquamasi dari epithel sel alveoli type II.

Dilatasi duktus alveoli, tetapi alveoli menjadi tertarik karena adanya defisiensi

surfaktan ini. Dengan adanya atelektasis yang progresif dengan barotrauma atau

volutrauma dan toksisitas oksigen, menyebabkan kerusakan pada endothelial dan

epithelial sel jalan napas bagian distal sehingga menyebabkan eksudasi matriks fibrin

yang berasal dari darah. Membran hyaline yang meliputi alveoli dibentuk dalam satu

setengah jam setelah lahir. Epithelium mulai membaik dan surfaktan mulai dibentuk

pada 36-72 jam setelah lahir. Proses penyembuhan ini adalah komplek; pada bayi

yang immatur dan mengalami sakit yang berat dan bayi yang dilahirkan dari ibu

dengan chorioamnionitis sering berlanjut menjadi Bronchopulmonal Displasia (BPD).

GEJALA KLINIS

Manifestasi dari RDS disebabkan adanya atelektasis alveoli, edema, dan

kerusakan sel dan selanjutnya menyebabkan bocornya serum protein ke dalam alveoli

sehingga menghambat fungsi surfaktan.Gejala klinis yang timbul yaitu : adanya sesak

napas pada bayi prematur segera setelah lahir, yang ditandai dengan takipnea (> 60

x/menit), pernapasan cuping hidung, grunting, retraksi dinding dada,dan sianosis, dan

gejala menetap dalam 48-96 jam pertama setelah lahir.

Berdasarkan foto thorak, menurut kriteria Bomsel ada 4 stadium RDS yaitu :

Stadium 1. Terdapat sedikit bercak retikulogranular dan sedikit bronchogram udara,

Stadium 2. Bercak retikulogranular homogen pada kedua lapangan paru dan

gambaran airbronchogram udara terlihat lebih jelas dan meluas sampai ke perifer

menutupi bayangan jantung dengan penurunan aerasi paru.

6

Page 7: Respiratory Distress Syndrome

Stadium 3. Kumpulan alveoli yang kolaps bergabung sehingga kedua lapangan paru

terlihat lebih opaque dan bayangan jantung hampir tak terlihat, bronchogram udara

lebih luas.

Stadium 4. Seluruh thorax sangat opaque ( white lung ) sehingga jantung tak dapat

dilihat.6

Gejala klinis yang progresif dari RDS adalah 1,2,3,5 :

a. Takipnea diatas 60x/menit

b. Grunting ekspiratoar

c. Subcostal dan interkostal retraksi

d. Cyanosis

e. Nasal flaring

Pada bayi extremely premature ( berat badan lahir sangat rendah) mungkin

dapat berlanjut apnea, dan atau hipotermi. Pada RDS yang tanpa komplikasi maka

surfaktan akan tampak kembali dalam paru pada umur 36-48 jam. Gejala dapat

memburuk secara bertahap pada 24-36 jam pertama. Selanjutnya bila kondisi stabil

dalam 24 jam maka akan membaik dalam 60-72 jam. Dan sembuh pada akhir minggu

pertama.5

Derajat beratnya distress nafas dapat dinilai dengan menggunakan skor

Silverman-Anderson dan skor Downes. Skor Silverman-Anderson lebih sesuai

digunakan untuk bayi prematur yang menderita hyaline membrane disease (HMD),

sedangkan skor Downes merupakan sistem skoring yang lebih komprehensif dan

dapat digunakan pada semua usia kehamilan. Penilaian dengan sistem skoring ini

sebaiknya dilakukan tiap setengah jam untuk menilai progresivitasnya.

7

Page 8: Respiratory Distress Syndrome

Tabel 1. Evaluasi Gawat Napas dengan skor Downes

PemeriksaanSkor

0 1 2

Frekuensi napas < 60 /menit 60-80 /menit > 80/menit

Retraksi Tidak ada retraksi Retraksi ringan Retraksi berat

Sianosis Tidak ada sianosis Sianosis hilang dengan 02

Sianosis menetap walaupun diberi O2

Air entry Udara masuk Penurunan ringan udara masuk

Tidak ada udara masuk

Merintih Tidak merintih Dapat didengar dengan stetoskop

Dapat didengar tanpa alat bantu

Skor > 6 : Ancaman gagal nafasSumber: Mathai 8

DIAGNOSIS

Tes Kematangan Paru

Tes yang dipercaya saat ini untuk menilai kematangan paru janin adalah Tes

Kematangan Paru yang biasanya dilakukan pada bayi prematur yang mengancam

jiwa untuk mencegah terjadinya Neonatal Respiratory Distress Syndrome (RDS). Tes

tersebut diklasifikasikan sebagai tes biokimia dan biofisika8,9

Tes Biokimia (Lesithin - Sfingomyelin rasio)

Paru-paru janin berhubungan dengan cairan amnion, maka jumlah fosfolipid

dalam cairan amnion dapat untuk menilai produksi surfaktan, sebagai tolok ukur

kematangan paru, dengan cara menghitung rasio lesitin dibandingkan sfingomielin

dari cairan amnion.

Tes ini pertamakali diperkenalkan oleh Gluck dkk tahun 1971, merupakan

salah satu test yang sering digunakan dan sebagai standarisasi tes dibandingkan

dengan tes yang lain. Rasio Lesithin dibandingkan Sfingomyelin ditentukan dengan

thinlayer chromatography (TLC). Cairan amnion disentrifus dan dipisahkan dengan

pelarut organik, ditentukan dengan chromatography dua dimensi; titik lipid dapat

8

Page 9: Respiratory Distress Syndrome

dilihat dengan ditambahkan asam sulfur atau kontak dengan uap iodine. Kemudian

dihitung rasio lesithin dibandingkan sfingomyelin dengan menentukan fosfor organic

dari lesithin dan sfingomyelin.8,9

Sfingomyelin merupakan suatu membran lipid yang secara relatif merupakan

komponen non spesifik dari cairan amnion. Gluck dkk menemukan bahwa L/S untuk

kehamilan normal adalah < 0,5 pada saat gestasi 20 minggu dan meningkat secara

bertahap pada level 1 pada usia gestasi 32 minggu. Rasio L/S = 2 dicapai pada usia

gestasi 35 minggu dan secara empiris disebutkan bahwa Neonatal RDS sangat tidak

mungkin terjadi bila rasio L/S > 2. Beberapa penulis telah melakukan pemeriksaan

rasio L/S dengan hasil yang sama. Suatu studi yang bertujuan untuk mengevaluasi

harga absolut rasio L/S bayi immatur dapat memprediksi perjalanan klinis dari

neonatus tersebut dimana rasio L/S merupakan prediktor untuk kebutuhan dan

lamanya pemberian bantuan pernapasan. Dengan melihat umur gestasi, ada korelasi

terbalik yang signifikan antara rasio L/S dan lamanya hari pemberian bantuan

pernapasan.

Adanya mekonium dapat mempengaruhi hasil interpretasi dari tes ini. Pada

studi yang dilakukan telah menemukan bahwa mekonium tidak mengandung lesithin

atau sfingomyelin, tetapi mengandung suatu bahan yang tak teridentifikasi yang

susunannya mirip lesithin, sehingga hasil rasio L/S meningkat palsu.

Test Biofisika :

Shake test diperkenalkan pertamakali oleh Clement pada tahun 1972. Test ini

bardasarkan sifat dari permukaan cairan fosfolipid yang membuat dan menjaga agar

gelembung tetap stabil . Dengan mengocok cairan amnion yang dicampur ethanol

akan terjadi hambatan pembentukan gelembung oleh unsur yang lain dari cairan

amnion seperti protein, garam empedu dan asam lemak bebas. Pengenceran secara

serial dari 1 ml cairan amnion dalam saline dengan 1 ml ethanol 95% dan dikocok

dengan keras. Bila didapatkan ring yang utuh dengan pengenceran lebih dari 2 kali

9

Page 10: Respiratory Distress Syndrome

(cairan amnion : ethanol) merupakan indikasi maturitas paru janin. Pada kehamilan

normal, mempunyai nilai prediksi positip yang tepat dengan resiko yang kecil untuk

terjadinya neonatal RDS 1,8,9.

Analisis Gas Darah

Gas darah menunjukkan asidosis metabolic dan respiratorik bersamaan

dengan hipoksia, Asidosis muncul karena atelektasis alveolus dan/atau overdistensi

jalan napas terminal. Asidosis metabolik merupakan asidosis laktat primer, yang

merupakan akibat dari perfusi jaringan yang jelek dan metabolism anaerob12

Radiografi Thoraks

Radiografi thorak pada bayi dengan RDS menunjukkan retikular granular atau

gambaran ground-glass bilateral, difus, air bronchograms, dan ekspansi paru yang

jelek. Gambaran air bronchograms yang mencolok menunjukkan bronkioli yang

terisi udara didepan alveoli yang kolap.

Bayangan jantung bisa normal atau membesar. Kardiomegali mungkin

dihasilkan oleh asfiksi prenatal, diabetes maternal, patent ductus arteriosus (PDA),

kemungkinan kelainan jantung bawaan. Temuan ini mungkin berubah dengan terapi

surfaktan dini dan ventilasi mekanik yang adekuat12.

10

Page 11: Respiratory Distress Syndrome

Gambar 1. Gambaran radiologi bayi dengan RDS 8

TATALAKSANA

Terapi respiratory distress syndrome ditujukan untuk mencegah komplikasi

dan memburuknya keadaan yang terjadi akibat penyakit paru-paru pada neonatus,

seperti hipoksemia dan asidemia, sehingga proses penyembuhan dapat berlangsung.

Bayi baru lahir yang mengalami gangguan nafas berat harus dirawat di ruang rawat

intensif untuk neonatus (NICU), bila tidak tersedia bayi harus segera dirujuk ke

rumah sakit yang memiliki fasilitas NICU.14Sebelum dirujuk atau dipindahkan ke

NICU, penatalaksanaan yang tepat sejak awal sangat diperlukan untuk mencapai

keberhasilan perawatan.

Penatalaksanaan Non Respiratorik

Monitoring temperatur merupakan hal yang penting dalam perawatan neonatus yang

mengalami distress pernafasan. Keadaan hipo maupun hipertermi harus dihindari.8

Temperatur bayi harus dijaga dalam rentang 36,5−37,5oC.4,8,9

11

Page 12: Respiratory Distress Syndrome

Enteral feeding harus dihindari pada neonatus yang mengalami distress nafas

yang berat, dan cairan intravena dapat segera diberikan, untuk mencegah keadaan

hipoglikemia.16 Keseimbangan cairan, elektrolit dan glukosa harus diperhatikan.

Pemberian cairan biasanya dimulai dengan jumlah yang minimum, mulai dari 60

ml/kgBB/hari dengan Dekstrose 10% atau ¾ dari kebutuhan cairan harian. Kalsium

glukonas dengan dosis 6-8 ml/kgBB/hari dapat ditambahkan pada infus cairan yang

diberikan.11 Pemberian nutrisi parenteral dapat dimulai sejak hari pertama. Pemberian

protein dapat dimulai dari 3,5 g/kgBB/hari dan lipid mulai dari 3 g/kgBB/hari.13

Gejala dan hasil pemeriksaan radiologis pada bayi yang mengalami distress

nafas sering tidak spesifik sehingga penyebab lain terjadinya distress nafas seperti

sepsis perlu dipertimbangkan, dan pemberian antibiotik spektrum luas sedini

mungkin harus dimulai sampai hasil kultur terbukti negatif. Pemilihan antibiotik

inisial yang dianjurkan adalah ampicillin dan gentamicin.6

Penatalaksanaan Respiratorik

Penanganan awal adalah dengan membersihkan jalan nafas, jalan nafas

dibersihkan dari lendir atau sekret yang dapat menghalangi jalan nafas selama

diperlukan, serta memastikan pernafasan dan sirkulasi yang adekuat. Monitoring

saturasi oksigen dapat dilakukan dengan menggunakan pulse oxymetri secara

kontinyu untuk memutuskan kapan memulai intubasi dan ventilasi . 9 Semua bayi yang

mengalami distress nafas dengan atau tanpa sianosis harus mendapatkan tambahan

oksigen. Oksigen yang diberikan sebaiknya oksigen lembab dan telah dihangatkan.8

12

Page 13: Respiratory Distress Syndrome

Tabel 2. Panduan untuk monitoring saturasi oksigen dengan pulse oxymetri

> 95% Bayi aterm

88-94% Bayi pre term (28-34 minggu)

85-92% < 28 minggu

Sumber: Mathai8

Tujuan utama dalam penatalaksanaan gagal nafas adalah menjamin

kecukupan pertukaran gas dan sirkulasi darah dengan komplikasi yang seminimal

mungkin. Hal ini dapat dicapai dengan menangani dan mengatasi etiologi gagal nafas.

Indikasi untuk memulai ventilasi mekanis pada pasien yang mengalami gagal nafas

biasanya didasari atas menetap atau memburuknya keadan klinis akibat proses

pertukaran gas di paru-paru yang terganggu.8,9

13

Page 14: Respiratory Distress Syndrome

Sumber: Mathai11, Hermansen15

14

Neonatus dengan distress nafas

Berat(PCH, grunting, apneu,

sianosisResusitasi:Bersihkan jalan nafas, hisap lendir (suction)Pemberian oksigen , pasang OGTPasang akses intra vena :D10% 60 ml/kgBBCa-Gukonas 10% 6-8 ml/kgBBMonitor temperaturMonitor saturasiRontgen toraks (Bila memungkinkan)

Algoritma diagnosis dan Tatalaksana Gagal nafas pada Neonatus

Ringan(Takipneu ringan)

Disesuaikan menurut

usia

Evaluasi menggunakan skor Downes

Perbaikan klinis YA

TIDAK

Evaluasi menggunakan skor

Downes

Perawatan bayi rutin

Observasi 30 menit

Membaik

YA

Perawatan di NICU

Pemberian O2 dilanjutkanMonitoring saturasiRontgen toraks

IntubasiPemberian antibiotik spektrum luas: Ampicillin & Gentamicin (inisial)Pemeriksaan penunjang:

Darah rutin & hitung jenis, AGD, GDS, elektrolit, rontgen toraks

Konsul NICU/rujuk ke RS yang memiliki NICUHasil AGD:

Asidosis metabolik/respiratorikBila pH ≤ 7,25 Na-Bikarbonat 1-2 mEq/kgBB dlm 30 menit

TIDAK ( Ancaman gagal nafas/DS≥6)

Hipoglikemi bolus D10% 2cc/kgBB, dilanjutkan infus kontinyu kec 6-8 mg/kgBB/mntHiperglikemi kuranngi konsentrasi infus glukosa (D5%)

Page 15: Respiratory Distress Syndrome

Penatalaksanaan di ruang NICU

Penatalaksanaan gagal nafas pada neonatus di ruang perawatan intensif

neonatus (NICU) saat ini telah mengalami perkembangan. Penggunaan surfaktan,

high frequency ventilator, inhaled nitric oxide (iNO), telah banyak dilakukan.8,912

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa terapi gagal nafas pada neonatus

(misalnya dengan pemberian nitrat oksida, extracorporeal membrane oxygenation),

25-30% penderita yang berhasil bertahan hidup mengalami gangguan kognitif, 6-13%

mengalami cerebral palsy, 6-30% mengalami gangguan pendengaran, dan pada usia

sekolah banyak yang mengalami gangguan perhatian, pendengaran, disfungsi

neuromotorik dan perilaku.12

Ventilasi Mekanis

Ventilasi mekanis merupakan prosedur bantuan hidup yang invasif dengan berbagai

efek pada sistem kardiopulmonal. Tujuan ventilasi mekanis adalah membaiknya

kondisi klinis pasien dan optimalisasi pertukaran gas dan pada FiO2 (fractional

concentration of inspired oxygen) yang minimal, serta tekanan ventilator/volume tidal

yang minimal.3 Derajat distress pernafasan, derajat abnormalitas gas darah, riwayat

penyakit paru-paru, dan derajat instabilitas kardiopulmonal serta keadaan fisiologis

penderita harus ikut dipertimbangkan dalam memutuskan untuk memulai penggunaan

ventilator mekanik. Berbagai mode ventilasi mekanik dapat ditentukan oleh

parameter yang diatur oleh klinisi untuk menentukan karakteristik pernafasan

mekanis yang diinginkan. 9

Indikasi absolut penggunaan ventilasi mekanis antara lain: (1) prolonged

apnea, (2) PaO2 kurang dari 50 mmHg atau FiO2 diatas 0,8 yang bukan disebabkan

oleh penyakit jantung bawaan tipe sianotik, (3) PaCO2 lebih dari 60 mmHg dengan

asidemia persisten, dan (4) bayi yang menggunakan anestesi umum. Sedangkan

15

Page 16: Respiratory Distress Syndrome

indikasi relatif untuk penggunaan ventilasi mekanis antara lain: (1) frequent

intermittent apnea, (2) bayi yang menunjukkan tanda-tanda kesulitan nafas, (3) dan

pada pemberian surfaktan.8,9

Surfaktan

Surfaktan dapat diberikan pada 6 sampai 24 jam setelah bayi lahir apabila

bayi mengalami respiratory distress syndrome yang berat. Selanjutnya surfaktan

dapat diberikan 2 jam (umumnya 4-6 jam) setelah dosis awal apabila sesak menetap

dan bayi memerlukan tambahan oksigen 30% atau lebih.4

Dosis surfaktan yang direkomendasikan untuk terapi.

Nama Produk Dosis Awal Dosis TambahanGalfactant 3 ml/KgBB Dapat diulang sampai 3 kali

pemberian dengan interval tiap 12 jam

Beractant 4 ml/KgBB Dapat diulang setelah 6 jam, sampai total 4 dosis dalam 48 jam

Colfosceril 5 ml/KgBB diberikan dalam 4 menit

Dapat diulang setelah 12 dan 24 jam

Porcine 2,5 ml/KgBB Dosis 1,25 ml/KgBB dapat diberikan tiap 12 jam

Sumber: Kosim4

Surfaktan dapat diberikan langsung melalui selang ETT atau dengan

menggunakan nebulizer. Pemberian langsung kedalam selang ETT memungkinkan

distribusi surfaktan yang lebih cepat sampai ke bagian perifer paru-paru, efektivitas

nya lebih baik dan efek samping yang dapat ditimbulkan lebih sedikit. Pemberian

surfaktan juga dapat dilakukan dengan menggunakan nebulizer disertai dengan

ventilasi mekanis (2-3 menit), dilanjutkan dengan postural drainage, tetapi hasil

penelitian menunjukkan bahwa pemberian surfaktan dengan cara ini kurang efektif

karena volume surfaktan yang sampai kedalam paru-paru lebih sedikit. 8

16

Page 17: Respiratory Distress Syndrome

Komplikasi yang mungkin terjadi pada pemberian surfaktan antara lain,

bradikardi, hipoksemia, hipo atau hiperkarbia, dan apnea. Bradikardi, hipoksemia dan

sumbatan pada endotracheal tube (ETT) dapat terjadi pada saat pemberian surfaktan

dilakukan. Perubahan perfusi serebral dapat terjadi pada bayi yang sangat prematur

akibat redistribusi yang mendadak dari aliran darah paru kedalam sirkulasi otak.

Seluruh efek samping tersebut dapat diatasi dengan menghentikan pemberian

surfaktan dan meningkatkan aliran oksigen dan ventilasi.8,9

High Frequency Ventilation

High frequency ventilation (HFV) adalah bentuk ventilasi mekanik yang

menggunakan volume tidal yang kecil, dan laju ventilator yang cepat. Keuntungan

HFV adalah dapat memberikan gas yang adekuat dengan tekanan pada jalan nafas

yang lebih rendah sehingga mengurangi kejadian barotrauma3

High frequency ventilation menggunakan konsep untuk mengurangi trauma

volume dan atelektaruma, yang akan mengurangi PaCO2 dengan resiko barotrauma

yang kecil pada paru-paru. HFV telah digunakan pada bayi dengan respiratory

distress syndrome (RDS) yang memerlukan bantuan nafas lebih lanjut. HVF

mengurangi kejadian barotrauma pada bayi dengan berat badan rendah. Pada saat ini

penggunaan HFV lebih direkomendasikan karena komplikasi yang lebih sedikit..8,9

Penggunaan klinis HFV lebih menguntungkan dibandingkan ventilator biasa.

Pada beberapa penelitian didapatkan bahwa pasien RDS yang menggunakan

ventilator HFV memperlihatkan penurunan kejadian lung injuries. Penggunaan HFV

ini dapat menyediakan ventilasi yang adekuat dengan airway pressure (tekanan jalan

nafas) yang rendah, sehingga penggunaannya dapat dipertimbangkan pada

pneumotoraks, hipoplasia paru, sindroma aspirasi mekonium, pneumonia dengan

atelektasis.8,9

17

Page 18: Respiratory Distress Syndrome

Inhaled Nitric Oxide

Pengunaan Inhaled nitric oxide (iNO) berdasar kepada kemampuannya sebagai

vasodilator di paru-paru tanpa menurunkan tonus vaskuler paru. Penggunaan iNO

dipertimbangkan karena memiliki kemampuan selektif menurunkan pulmonary

vascular resistance (PVR).13

Nitrat oksida disintesis pada saluran napas atas dan bawah. Nitrat oksida

merupakan salah satu substansi fisiologis yang dilepaskan endotel untuk memelihara

tekanan darah dalam batas normal. Nitrat oksida akan berdifusi dari lapisan endotel

ke dalam otot polos pembuluh darah dimana akan mengaktifkan guanil siklase, dan

mengkatalisir formasi dari cGMP, cGMP kemudian akan mengfosforilasi beberapa

protein melalui protein kinase dependent cGMP, yang secara tidak langsung akan

menyebabkan defosforilasi miosin dan menyebabkan relaksasi otot polos.13,14

Sirkulasi paru janin cenderung mempunyai resistensi yang tinggi. Nitrat

oksida endogen secara fisiologis penting untuk mengatur tonus vaskuler paru janin.

Nitrat oksida menyebabkan angiogenesis, pembentukan alveolar dan pertumbuhan

paru normal.14

Terapi iNo pada bayi baru lahir telah diteliti pada bayi preterm dan aterm.

Nitrat oksida eksogen yang dihantarkan melalui ventilator akan menyebabkan

vasodilatasi paru. Terapi iNO memperbaiki oksigenisasi tanpa efek samping jangka

pendek seperti perdarahan paru, perdarahan intrakranial, pnumotoraks pada bayi

prematur dengan gagal napas.,13,14

PROGNOSIS

Komplikasi jangka pendek ( akut ) dapat terjadi 3:

1. Ruptur alveoli : Bila dicurigai terjadi kebocoran udara ( pneumothorak,

pneumomediastinum, pneumopericardium, emfisema intersisiel ), pada

18

Page 19: Respiratory Distress Syndrome

bayi dengan RDS yang tiba2 memburuk dengan gejala klinis hipotensi,

apnea, atau bradikardi atau adanya asidosis yang menetap.

2. Dapat timbul infeksi yang terjadi karena keadaan penderita yang

memburuk dan adanya perubahan jumlah leukosit dan thrombositopeni.

Infeksi dapat timbul karena tindakan invasiv seperti pemasangan jarum

vena, kateter, dan alat2 respirasi.

3. Perdarahan intrakranial dan leukomalacia periventrikular : perdarahan

intraventrikuler terjadi pada 20-40% bayi prematur dengan frekuensi

terbanyak pada bayi RDS dengan ventilasi mekanik.

4. PDA dengan peningkatan shunting dari kiri ke kanan merupakan

komplikasi bayi dengan RDS terutama pada bayi yang dihentikan terapi

surfaktannya.

Komplikasi jangka panjang dapat disebabkan oleh toksisitas oksigen, tekanan yang

tinggi dalam paru, memberatnya penyakit dan kurangnya oksigen yang menuju ke

otak dan organ lain.

Komplikasi jangka panjang yang sering terjadi :

1. Bronchopulmonary Dysplasia (BPD): merupakan penyakit paru kronik yang

disebabkan pemakaian oksigen pada bayi dengan masa gestasi 36 minggu.

BPD berhubungan dengan tingginya volume dan tekanan yang digunakan

pada waktu menggunakan ventilasi mekanik, adanya infeksi, inflamasi, dan

defisiensi vitamin A. Insiden BPD meningkat dengan menurunnya masa

gestasi.

2. Retinopathy premature. Kegagalan fungsi neurologi, terjadi sekitar 10-70%

bayi yang berhubungan dengan masa gestasi, adanya hipoxia, komplikasi

intrakranial, dan adanya infeksi.

19