respon tubuh terhadap nyeri

18
i RESPON TUBUH TERHADAP NYERI HALAMAN JUDUL Oleh : Anak Agung Wira Ryantama 1302006257 Pembimbing : dr. Cynthia Dewi Sinardja, Sp.An, MARS DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA DI SMF/BAGIAN ANESTESIOLOGI DAN REANIMASI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVESITAS UDAYANA RSUP SANGLAH DENPASAR 2017

Upload: others

Post on 16-Oct-2021

15 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: RESPON TUBUH TERHADAP NYERI

i

RESPON TUBUH TERHADAP NYERI

HALAMAN JUDUL

Oleh :

Anak Agung Wira Ryantama

1302006257

Pembimbing :

dr. Cynthia Dewi Sinardja, Sp.An, MARS

DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA

DI SMF/BAGIAN ANESTESIOLOGI DAN REANIMASI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVESITAS UDAYANA

RSUP SANGLAH DENPASAR

2017

Page 2: RESPON TUBUH TERHADAP NYERI

ii

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa, karena

atas berkat rahmat-Nya tinjauan pustaka yang berjudul “Respon Tubuh

Terhadap Nyeri” ini dapat selesai tepat waktu. Tinjauan pustaka ini merupakan

salah satu tugas dalam rangka mengikuti Kepaniteraan Klinik Madya di

SMF/Bagian Anestesiologi dan Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas

Udayana/Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar.

Dalam penyusunan Tinjauan Pustaka ini penulis banyak memperoleh

bimbingan dan masukan dari berbagai pihak. Dalam kesempatan ini penulis

mengucapkan terima kasih kepada yang terhormat :

1. dr. I Ketut Sinardja, Sp.An, KIC selaku Kepala Bagian SMF Ilmu

Anestesiologi dan Reanimasi FK UNUD/RSUP Sanglah Denpasar,

2. dr. Cynthia Dewi Sinardja, Sp.An, MARS, selaku pembimbing atas segala

bimbingan dan masukan beliau,

3. Residen serta rekan-rekan dokter muda yang bertugas di bagian

Anestesiologi dan Reanimasi FK UNUD/RSUP Sanglah Denpasar yang

telah ikut membantu penulis dalam menyelesaikan tinjauan pustaka ini,

4. Semua pihak yang tidak sempat disebutkan satu persatu, yang dengan tulus

telah bersedia memberikan bantuan dan masukan.

Penulis menyadari bahwa tinjauan pustaka ini masih jauh dari sempurna,

untuk itu saran dan kritik sangat penulis harapkan untuk kesempurnaan tinjauan

pustaka ini. Semoga tinjauan pustaka ini bermanfaat bagi pembaca.

Denpasar, 22 Mei 2017

Penulis

Page 3: RESPON TUBUH TERHADAP NYERI

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .............................................................................................. i

KATA PENGANTAR ........................................................................................... ii

DAFTAR ISI .......................................................................................................... ii

DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... iiv

DAFTAR TABEL ................................................................................................ iv

BAB I PENDAHULUAN ......................... Kesalahan! Bookmark tidak ditentukan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................... 3

2.1 Definisi Nyeri ........................................................................................... 3

2.2 Klasifikasi Nyeri ...................................................................................... 3

2.3 Patofisiologi Nyeri ................................................................................... 5

2.4 Respon Tubuh terhadap Nyeri ................................................................. 7

2.5 Peran Obat Anestesia terhadap Respon Tubuh Akibat Nyeri ................ 10

BAB III PENUTUP ............................................................................................. 12

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 13

Page 4: RESPON TUBUH TERHADAP NYERI

iv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.5 WHO Three Step Analgesic Ladder ................................................ 11

Page 5: RESPON TUBUH TERHADAP NYERI

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Perbedaan Klinis Nyeri Akut dan Nyeri Kronis ..................................... 4

Tabel 2.2 Konsekuensi Fisiologis terhadap Nyeri ................................................ 10

Page 6: RESPON TUBUH TERHADAP NYERI

BAB I

PENDAHULUAN

Nyeri menurut International Association for the Study of Pain (IASP)

merupakan pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan akibat

adanya kerusakan atau ancaman kerusakan pada jaringan.1 Nyeri merupakan

keluhan utama yang paling sering dialami pasien dan kegelisahan akibat nyeri

akan menimbulkan suatu peringatan bagi klinisi.1 Nyeri adalah suatu fenomena

perseptual dan sensual serta penting bagi tubuh untuk terlindung dari cedera

sehingga manusia dapat bertahan hidup. Nyeri sangat mengganggu dan

menyulitkan lebih banyak orang dibanding suatu penyakit manapun.1

Nyeri dapat mengenai semua orang, tanpa memandang jenis kelamin, umur,

ras, status sosial, dan pekerjaan.2 Menurut National Phamaceutical Council,

sekitar 9 dari 10 penduduk Amerika mengalami nyeri secara regular dan

merupakan alasan utama datang ke petugas medis. Setiap tahun sekitar 25 juta

penduduk Amerika mengalami nyeri akut karena trauma ataupun operasi dan 50

juta penduduk menderita nyeri kronik.3 Saat ini prevalens nyeri kronis di Eropa

berkisar antara 10-30% populasi orang dewasa. Nyeri kronis sering terjadi pada

kelompok usia lanjut, kelompok berpenghasilan rendah, dan di kalangan wanita.4

Tingginya prevalens nyeri mebuktikan bahwa nyeri masih diabaikan.

Penanganan nyeri yang tidak adekuat memiliki konsekuensi yang merugikan. Hal

tersebut dapat menyebabkan komplikasi medis yang serius meliputi gangguan

sistem endokrin, metabolik, imun dan sistem tubuh lainnya dengan manifestasi

klinis berupa penurunan berat badan, demam, hipertensi dan lain-lain. Nyeri juga

dapat menyebabkan berbagai efek psikososial termasuk depresi, kecemasan,

delirium, gangguan stres pasca trauma, dan disorientasi.5

Pasien yang merasakan nyeri perlu pemberian terapi yang adekuat untuk

menghilangkan nyeri karena nyeri yang tidak ditangani dengan baik sehingga

dapat memperparah kondisi fisik maupun mental dari pasien tersebut. Nyeri akut

dan kronik dapat menimbulkan masalah dalam kehidupan. Setiap persepsi nyeri

yang timbul akan membuat tubuh merespons rangsangan nyeri tersebut, yang

Page 7: RESPON TUBUH TERHADAP NYERI

2

kemudian akan mempengaruhi aktifitas dan sistem organ penderita nyeri. Oleh

karena itu penulis tertarik untuk membahas tentang respons tubuh terhadap nyeri.

Page 8: RESPON TUBUH TERHADAP NYERI

3

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Nyeri

Nyeri merupakan pengalaman sensorik dan emosional yang tidak

menyenangkan akibat kerusakan jaringan, baik aktual maupun potensial,

atau yang digambarkan dalam bentuk kerusakan tersebut.1,7 Nyeri bersifat

subjektif dan dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti budaya,

pengalaman-pengalaman nyeri sebelumnya, mood, kepercayaan, dan

kemampuan untuk menyesuaikan diri.2

2.2 Klasifikasi Nyeri

Nyeri berdasarkan durasi terbagi menjadi nyeri akut dan nyeri kronis.

Nyeri berdasarkan patofisiologi terdiri dari nyeri fisiologis, nosiseptif dan

neuropatik.1

Nyeri akut didefinisikan sebagai nyeri dengan onset segera dan

memiliki durasi terbatas. Nyeri akut biasanya memiliki hubungan temporal

dan kausal dengan perlukaan seperti pembedahan, trauma dan infeksi yang

menyebabkan peradangan. Nyeri kronik umumnya menetap lebih dari

waktu penyembuhan suatu perlukaan (>3-6 bulan) dan sering tidak

memiliki penyebab yang jelas.1 Perbedaan nyeri akut dan kronis diuraikan

pada Tabel 2.1.

Page 9: RESPON TUBUH TERHADAP NYERI

4

Tabel 2.1 Perbedaan Nyeri Akut dan Nyeri Kronis

Nyeri Akut Nyeri Kronis

Penyebab berupa kerusakan jaringan

yang nyata

Penyebab multiple (keganasan, jinak)

Onset yang jelas Onset gradual atau jelas

Durasi yang pendek dan jelas Menetap setalah 3-6 bulan setelah

penyembuhan

Hilang dengan sembuhnya luka Dapat merupakan gejala atau diagnosis

Berfungsi sebagai proteksi Tidak ada tujuan adaptif

Memiliki terapi efektif Dapat refrakter terhadap pengobatan

Vadivelu N et al. Pain Pathway and Acute Pain Processing dalam Acute Pain

Management. Cambridge University Press. New York. 2009. p 3-20.

Berdasarkan patofisiologi terkait nyeri, nyeri dapat diklasifikasikan menjadi

nyeri fisiologis, nosiseptif, serta neuropatik. Nyeri fisiologis merupakan rasa

ketidaknyamanan non traumatic yang segera dengan durasi yang sangat singkat.

Nyeri fisiologis sebagai penanda bagi individu terhadap adanya potensi stimulus

lingkungan yang berpotensi menyebabkan cedera, seperti objek yang panas dan

menginisisasi refleks menghindar yang mencegah atau meminimalisasi kerusakan

jaringan. Nyeri ini sifatnya sementara, hanya selama ada rangsang nyeri dan dapat

dilokalisir.5,6

Nyeri nosiseptif merupakan akibat adanya kerusakan sel setelah operasi,

trauma atau cedera yang berhubungan dengan penyakit. Nyeri nosiseptif juga

disebut dengan inflamasi karena inflamasi perifer dan mediator inflamasi berperan

penting dalan inisisasi serta perkembangannya. Secara umum, intensitas nyeri

nosiseptif sesuai dengan besarnya kerusakan jaringan serta lepasnya mediator

inflamasi.5

Nyeri neuropatik adalah nyeri yang disebabkan oleh lesi atau disfungsi

patologi pada sistem saraf pusat dan sistem saraf tepi. Nyeri neuropatik sering

dikatakan nyeri yang patologis karena tidak bertujuan atau tidak jelas kerusakan

Page 10: RESPON TUBUH TERHADAP NYERI

5

organnya. Nyeri neuropatik bersifat terus menerus atau episodik dan digambarkan

dalam banyak gambaran seperti rasa terbakar, tertusuk, shooting, seperti kejutan

listrik, pukulan, remasan, spasme atau dingin. Beberapa hal yang mungkin

berpengaruh pada terjadinya nyeri neuropatik yaitu sensitisasi perifer, timbulnya

aktifitas listrik ektopik secara spontan, sensitisasi sentral, reorganisasi struktur,

adanya proses disinhibisi sentral, dimana mekanisme inhibisi dari sentral yang

normal menghilang, serta terjadinya gangguan pada koneksi neural, dimana

serabut saraf membuat koneksi yang lebih luas dari yang normal.5

2.3 Patofisiologi Nyeri

Nyeri timbul akibat adanya rangsangan oleh zat-zat algesik pada reseptor

nyeri yang banyak dijumpai pada lapisan superficial kulit dan pada beberapa

jaringan di dalam tubuh, seperti periosteum, permukaan sendi, otot rangka dan

pulpa gigi.7 Zat-zat algesik yang mengaktifkan reseptor nyeri adalah ion K, H,

asam laktat, serotonin, bradikinin, histamin dan prostaglodin.7

Respon terhadap stimulus untuk stimulus nyeri disebut nosiseptor yang

merupakan ujung-ujung saraf bebas tidak bermielin yang mampu mengubah

berbagai stimulus menjadi impuls saraf, yang diinterpretasikan oleh otak sebagai

sensasi nyeri. Badan-badan sel saraf tersebut terdapat pada ganglia radiks dorsalis,

atau saraf trigeminal pada ganglia trigeminal, dan badan-badan sel saraf tersebut

mengirimkan satu cabang serat saraf menuju ke perifer, serta cabang lainnya

menuju medula spinalis atau batang otak.8

Nosiseptor diklasifikasikan menjadi dua jenis yaitu saraf-saraf tidak

bermielin dan berdiameter kecil yang mengkonduksikan impuls saraf dengan

lambat, yaitu serabut saraf C dan saraf-saraf bermielin berdiameter lebih besar

yang mengkonduksikan impuls-impuls saraf lebih cepat yaitu serabut saraf Aδ.

Impuls-impuls saraf yang dikonduksikan oleh serat nosiseptor Aδ menghasilkan

sensasi nyeri yang tajam dan cepat, sedangkan serat nosiseptor C menghasilkan

sensasi nyeri yang tumpul dan terlambat. Kebanyakan nosiseptor beujung bebas

yang mendeteksi adanya kerusakan jaringan.9

Page 11: RESPON TUBUH TERHADAP NYERI

6

Selama proses inflamasi, nosiseptor menjadi lebih peka dan mengakibatkan

nyeri yang terus menerus. Rangkaian proses yang menyertai antara kerusakan

jaringan sebagai sumber stimuli nyeri sampai dirasakannya persepsi nyeri adalah

suatu proses elektrofisiologik yang disebut sebagai nosisepsi. Terdapat empat

proses dalam nosisepsi, yakni : transduksi, transmisi, modulasi dan persepsi.7,8

a. Transduksi

Transduksi merupakan proses pengubahan stimuli nyeri (noxious stimuli)

menjadi suatu impuls listrik pada ujung-ujung saraf.7 Proses transduksi

dimulai ketika nociceptor yaitu reseptor yang berfungsi untuk menerima

rangsang nyeri teraktivasi. Aktivasi reseptor ini (nociceptors) merupakan

sebagai bentuk respon terhadap stimulus yang datang seperti kerusakan

jaringan atau trauma.8 Trauma tersebut kemudian menghasilkan mediator-

medator nyeri perifer sebagai hasil dari respon humoral dan neural.

Prostaglandin beserta ion H+ dan K+ berperan penting sebagai activator

primer nosiseptor perifer serta menginisiasi respon inflamasi dan sensitisasi

perifer yang menyebabkan pembengkakan jaringan dan nyeri pada lokasi

cedera.5

b. Transmisi

Transmisi merupakan serangkaian kejadian-kejadian neural yang

membawa impuls listrik melalui sistem saraf ke area otak. Proses transmisi

melibatkan saraf aferen yang terbentuk dari serat saraf berdiameter kecil ke

sedang serta yang berdiameter besar. Saraf aferen akan ber-axon pada

dorsal horn di spinalis. Selanjutnya transmisi ini dilanjutkan melalui sistem

contralateral spinalthalamic melalui ventral lateral dari thalamus menuju

cortex serebral. Proses penyaluran impuls melalui saraf sensoris setelah

proses transduksi. Impuls ini akan disalurkan oleh serabut Aδ fiber dan C

fiber sebagai neuron pertama dari perifer ke medula spinalis.7 Proses

tersebut menyalurkan impuls noxious dari nosiseptor primer menuju ke sel

di dorsal horn medulla spinalis.

Page 12: RESPON TUBUH TERHADAP NYERI

7

c. Modulasi

Modulasi adalah proses yang mengacu kepada aktivitas neural dalam upaya

mengontrol jalur transmisi nociceptor tersebut. Proses modulasi melibatkan

sistem neural yang komplek. Impuls nyeri ketika sampai di saraf pusat

akan dikontrol oleh sistem saraf pusat dan mentransmisikan impuls nyeri

ini kebagian lain dari system saraf seperti bagian cortex. Selanjutnya

impuls nyeri ini akan ditransmisikan melalui saraf-saraf descend ke tulang

belakang untuk memodulasi efektor.8

d. Persepsi

Persepsi adalah proses yang subjective. Persepsi merupakan hasil akhir dari

proses interaksi yang kompleks dan unik yang dimulai dari proses

transduksi, transmisi, dan modulasi yang pada gilirannya menghasilkan

suatui perasaan yang subjektif yang dikenal sebagai persepsi nyeri.7 Proses

persepsi ini tidak hanya berkaitan dengan proses fisiologis atau proses

anatomis saja, akan tetapi juga meliputi cognition (pengenalan) dan

memory (mengingat). Oleh karena itu, faktor psikologis, emosional, dan

berhavioral (perilaku) juga muncul sebagai respon dalam mempersepsikan

pengalaman nyeri tersebut. Proses persepsi ini jugalah yang menjadikan

nyeri tersebut suatu fenomena yang melibatkan multidimensional.8

Beberapa traktus asenden berperan dalam mentransmisikan impuls nosisepsi

dari dorsal horn ke target supraspinal, yaitu traktus spinomesencephalic,

spinoreticular dan spinotalamikus, dimana traktus spinotalamikus merupakan

traktus yang utama untuk jalur persepsi. Akson dari sel dorsal horn bersinaps

dengan sel thalamus, yang mengubah transmisi impuls nosiseptif langsung ke

korteks somatosensoris.5

2.4 Respon Tubuh Terhadap Nyeri

Nyeri sebagai suatu pengalaman sensoris dan emosional tentunya akan

menimbulkan respon terhadap tubuh. Respon tubuh terhadap nyeri merupakan

terjadinya reaksi endokrin berupa mobilisasi hormon-hormon katabolik dan

terjadinya reaksi imunologik, yang secara umum disebut sebagai respon stres.7

Page 13: RESPON TUBUH TERHADAP NYERI

8

Rangsang nosiseptif menyebabkan respons hormonal bifasik, artinya

terjadi pelepasan hormon katabolik seperti katekolamin, kortisol, angiotensin II,

ADH, ACTH, GH dan Glukagon, sebaliknya terjadi penekanan sekresi hormon

anabolik seperti insulin. Hormon katabolik akan menyebabkan hiperglikemia

melalui mekanisme resistensi terhadap insulin dan proses glukoneogenesis,

selanjutnya terjadi katabolisme protein dan lipolisis. Kejadian ini akan

menimbulkan balans nitrogen negatif. Aldosteron, kortisol, ADH menyebabkan

terjadinya retensi NA dan air. Katekolamin merangsang reseptor nyeri sehingga

intensitas nyeri bertambah sehingga terjadilah siklus vitrousus.7 Sirkulus vitiosus

merupakan proses penurunan tekanan O2 di arteri pulmonalis (PaO2) yang

disertai peningkatan tekanan CO2 di arteri pulmonalis (PCO2) dan penurunan pH

akan merangsang sentra pernafasan sehingga terjadi hiperventilasi.10 Respon nyeri

memberikan efek terhadap organ dan aktifitas. Berikut beberapa efek nyeri

terhadap oragan dan aktifitas:

a. Efek nyeri terhadap kardiovaskular

Pelepasan katekolamin, Aldosteron, Kortisol, ADH dan aktifasi

Angiostensin II akan mennimbulkan efek pada kardiovaskular. Hormon-

hormon ini mempunyai efek langsung pada miokardium atau pembuluh

darah dan meningkatkan retensi Na dan air. Angiostensin II menimbulkan

vasikontriksi. Katekolamin menimbulkan takikardia, meningkatkan otot

jantung dan resistensi vaskular perifer, sehingga terjadilah hipertensi.

Takikardia serta disritmia dapat menimbulkan iskemia miokard. Jika

retensi Na dan air bertambah makan akan timbul resiko gagal jantung.7

b. Efek nyeri terhadap respirasi

Bertambahnya cairan ekstra seluler di paru-paru akan

menimbulkan kelainan ventilasi perfusi. Nyeri didaerah dada atau

abdomen akan menimbulkan peningkatan otot tonus di daerah tersebut

sehingga muncul risiko hipoventilasi, kesulitan bernafass dalam

mengeluarkan sputum, sehingga penderita mudah hipoksia dan

atelektasis.7

Page 14: RESPON TUBUH TERHADAP NYERI

9

c. Efek nyeri terhadap sistem oragan lain

Peningkatan aktifitas simpatis akibat nyeri menimbulkan inhibisi

fungsi saluran cerna. Gangguan pasase usus sering terjadi pada penderita

nyeri. Terhadap fungsi immunologik, nyeri akan menimbulkan limfopenia,

dan leukositosis sehingga menyebabkan resistensi terhadap kuman

patogen menurun.7

d. Efek nyeri terhadap psikologi

Pasien yang menderita nyeri akut yang berat akan mengalami

gangguan kecemasan, rasa takut dan gangguan tidur. Hal ini disebabkan

karena ketidaknyamanan pasien dengan kondisinya, dimana pasien

menderita dengan rasa nyeri yang dialaminya kemudian pasien juga tidak

dapat beraktivitas. Bertambahnya durasi dan intensitas nyeri, pasien dapat

mengalami gangguan depresi, kemudian pasien akan frustasi dan mudah

marah terhadap orang sekitar dan dirinya sendiri. Kondisi pasien seperti

cemas dan rasa takut akan membuat pelepasan kortisol dan katekolamin,

dimana hal tersebut akan merugikan pasien karena dapat berdampak pada

sistem organ lainnya, gangguan sistem organ yang terjadi kemudian akan

membuat kondisi pasien bertambah buruk dan psikologi pasien akan

bertambah parah.9

e. Efek nyeri terhadap mutu kehidupan

Nyeri menyebabkan pasien sangat menderita, tidak mampu

bergerak, susah tidur, tidak enak makan, cemas, gelisah, putus asa tidak

mampu bernafas dan batuk dengan tidak baik. Keadaan seperti ini sangat

mengganggu kehidupan pernderita sehari-hari. Mutu kehidupannya sangat

rendah, bahkan sampai tidak mampu untuk hidup mandiri layaknya orang

sehat. Penatalaksanaan nyeri pada hakikatnya tidak tertuju pada

mengurangi rasa nyeri melainkan untuk menjangkau peningkatan mutu

kehidupan pasien, sehingga dapat kembali menikmati kehidupannya.

Sementara kualitas hidup pasien menurun karena pasien tidak bisa

beristirahat dan beraktivitas 7,9

Nyeri memiliki konsekuensi fisiologis didalam tubuh. Berikut ini

merupakan konsekuensi fisiologis terhadap nyeri:

Page 15: RESPON TUBUH TERHADAP NYERI

10

Tabel 2.4 Konsekuensi Fisiologis terhadap Nyeri

Sistem Tubuh Respon terhadap Nyeri Manifestasi Klinis

Endokrin/Metabolik Gangguan sekresi hormon

ACTH, kortisol,

katekolamin, insulin

Penurunan berat badan

Demam

Peningkatan laju napas

dan laju jantung

Kardiovaskular Peningkatan laju jantung

Peningkatan resistensi

vaskular

Peningkatan tekanan darah

Unstable Angina

Infark miokardial

DVT

Respirasi Keterbatasan usaha respirasi Pneumonia

Atelektasis

Gastrointestinal Penurunan laju pengosongan

lambung

Penurunan motilitas usus

Anoreksia

Konstipasi

Ileus

Muskuloskeletal Muscle spasm Imobilitas

Lemah

Imun Gangguan fungsi imun Infeksi

Genitourinari Abnomalitas hormon yang

mengatur jumlah urin,

volume cairan dan elektrolit

Hipertensi

Gangguan elektrolit

Tennant F. The Physiologic Effects of Pain on the Endocrine System. Spinger

Healthcare. 2013. 2:75-86.

2.5 Peran Obat Anestesia Terhadap Nyeri

Garis Besar farmakologi mengikuti “WHO Three Step Analgesic Ladder”.

Tiga langkah tangga analgesik menurut WHO untuk pengobatan nyeri itu terdiri

dari:7

- Pada mulanya, langkah pertama hendaknya menggunakan obat

analgesik non opiat.

- Apabila masih tetap nyeri naik kelangkah kedua dimana akan

ditambahkan obat opioid lemah misalnya kodein.

Page 16: RESPON TUBUH TERHADAP NYERI

11

- Apabila ternyata masih belum reda atau menetap maka sebagai

langkah ketiga disarankan untuk menggunakan opioid keras

yaiut morfin.

Pada dasarnya prinsip “WHO Three Step Analgesic Ladder” dapat

diterapkan untuk nyeri kronik maupun nyeri akut, yaitu:7

- Pada nyeri kronik mengikuti langkah tangga keatas 1-2-3

- Pada nyeri akut mengikuti langkah tangga kebawah 3-2-1

Gambar 2.5 WHO Three Step Analgesic Ladder

Mangku G, Senapathi TGA. Buku Ajar Ilmu Anestesia dan Reanimasi. Indeks.

Jakarta Barat. 2010. hal 217-232.

Pada setiap langkah, apabila dianggap perlu dapat ditambakan adjuvan atau

obat pembantu. Berbagai obat pembantu dapat bermanfaat dalam masing-masing

taraf penanggulangan nyeri, khususnya untuk lebih meningkatkan efektifitas

analgesik, memberantas gejala-gejala yang menyertai, dan kemampuan untuk

bertindak sebagai obat tersendiri terhadap tipe-tipe nyeri.7

Obat anesthesia golongan opioid, terutama opioid kerja panjang atau opioid

intrathecal, dapat menekan beberapa produksi hormon terkait respon stres tubuh

menjelang operasi atau respon nyeri. Dosis pasti yang dapat menurunkan respon

hormonal sampai saat ini tidak bisa ditentukan karena bergantung pada masing-

masing individu.

Page 17: RESPON TUBUH TERHADAP NYERI

12

BAB III

PENUTUP

Nyeri merupakan salah satu bentuk respon tubuh terhadap kerusakan

jaringan melalui nosiseptor. Nyeri menurut International Association for the Study

of Pain (IASP) merupakan pengalaman sensorik dan emosional yang tidak

menyenangkan akibat adanya kerusakan atau ancaman kerusakan pada jaringan.

Nyeri dapat menyebabkan berbagai efek psikososial termasuk depresi, kecemasan,

delirium, gangguan stres pasca trauma, dan disorientasi.

Nyeri dapat timbul akibat adanya stimulus atau rangsangan berupa termal,

mekanik, elektrik atau rangsangan kimiawi. Yang kemudian akan lanjut menuju

mekanisme nyeri yaitu transduksi, transmisi, modulasi dan kemudian masuk ke

persepsi nyeri. Stimulus nyeri memberikan respon terhadap organ dan aktifitas.

Responnya teridiri dari kardiovaskular, respirasi, sistem organ lain, kehidupan dan

psikologi. Pada penatalaksanaan nyeri dapat dilakukan teknik WHO Three Step

Analgesic Ladder. Apabila dianggap tidak efektif bisa ditambakan adjuvan atau

obat pembantu. Berbagai obat pembantu dapat bermanfaat dalam masing-masing

taraf penanggulangan nyeri, khususnya untuk lebih meningkatkan efektifitas

analgesik, memberantas gejala-gejala yang menyertai, dan kemampuan untuk

bertindak sebagai obat tersendiri terhadap tipe-tipe nyeri.

Page 18: RESPON TUBUH TERHADAP NYERI

13

DAFTAR PUSTAKA

1. Swleboda P et.al. Assessment of Pain: Types, Mechanism, and Treatment.

Ann Agric Environ Med. 2013 December 29; Special Issue 1:2-7.

2. Meliala L., Pinzon R. Dexa Media. Jurnal Kedokteran dan Farmasi. No. 4

Vol 4. Jakarta 1988.

3. National Pharmaceutical Council. Pain: Current Understanding of

Assessment, Management, and Treatments. 2001. p 3-4.

4. Harker J et al. Epidemiology of Chronic Pain in Denmark and Sweden.

2012. P 1-30

5. Marandina A. M. Pengkajian Skala Nyeri Di Ruang Perawatan Intensive

Literatur Review. 2014. Vol 1 p. 18-26.

6. Tennant F. The Physiologic Effects of Pain on the Endocrine System .Cambridge University Press. New York. 2009. p 3-20.

7. Mangku G, Senapathi TGA. Buku Ajar Ilmu Anestesia dan Reanimasi.

Indeks. Jakarta Barat. 2010. hal 217-232.

8. Ardinata D. Multidimensional. Jurnal Kesehatan 2007. No. 2 Vol 2 hal.

77-81.

9. Butterworth JF et al. Morgan & Mikhail’s. Clinical Anesthesiology 5th

edition. McGraw-Hill Education. United States. 2013.

10. Wibisono Jusuf M, Winariani, Hariadi Slamet. Buku Ajar Ilmu Penyakit

Paru 2010. Cetakan III. Surabaya: Airlangga University press, 2011. Hal 9-

27.