responsi ika yusrin
DESCRIPTION
Yusrin AuliaTRANSCRIPT
LAPORAN KASUS
“ENSEFALITIS + HIDROSEFALUS”
Pembimbing:
dr. Monique Noorvitry, Sp.A
Oleh :
Yusrin Aulia (201410401011040)
KEPANITERAAN KLINIK
SMF ILMU KESEHATAN ANAK
RSU HAJI SURABAYA
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2015
3
BAB I
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS PENDERITA
Nama : An. D
Jenis kelamin : Laki-laki
Umur : 10 bulan
Berat badan : 7,3 kg
Tinggi Badan : 73 cm
Nama Ayah / Umur : Tn. S / 35 tahun
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Kuli bangunan
Nama Ibu / Umur : Ny. I / 30 Tahun
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Jl. Gunung Anyar Sawah, Surabaya
MRS : 4 Agustus 2015 Pukul : 18.10 wib
Kelas : III
SMF : Penyakit Anak
Tanggal Pemeriksaan : 7 Agustus 2015
II. ANAMNESA
1. Keluhan Utama : Kejang
2. Riwayat Penyakit Sekarang :
4
Pasien datang ke IGD RSU Haji dengan keluhan kejang sejak 30
menit SMRS. Saat kejang pasien tidak sadar, awalnya seluruh tubuh kaku,
kemudian kedua tangan dan kaki kejang, mata pasien melirik ke kiri atas,
gigi menggigit sehingga gigi patah, lidah tergigit (-), mulut berbusa (-),
ngompol (-). Di IGD diberi injeksi diazepam, kemudian kejang berhenti
dan pasien tertidur.
Pasien sebelumnya demam sejak 1 hari SMRS, saat di rumah ibu
pasien mengukur suhu pasien 39o C, panas tinggi mendadak dengan pola
naik turun. Batuk (-), pilek (-), menggigil(-), keringat dingin (-), mimisan
(-), gusi berdarah (-), bintik-bintik merah dikulit (-), muntah (-), diare (-),
keluar cairan dari telinga (-), pasien mau minum susu, menangis setiap
kencing (-), riwayat jatuh/ trauma (-)/ terbentur kepala (-). Riwayat
berpergian ke luar pulau (-). Pasien sudah diberi obat penurun panas, suhu
sempat turun namun setelah beberapa jam panas muncul kembali. BAB
dbn BAK berwarna kuning jernih, jumlah cukup.
3. Riwayat Penyakit Dahulu :
- Pasien MRS karena kejang 2x, disertai demam 3 minggu SMRS sekarang
- Pasien pilek berulang sejak usia 4 bulan
4. Riwayat Penyakit Keluarga :
- Tidak ada keluarga (ayah, ibu, saudara kandung) yang mengalami kejang
- Riwayat alergi (-)
5. Riwayat Antenatal : Saat hamil tidak pernah menderita sakit/gizi
cukup/ANC rutin ke Bidan
6. Riwayat Persalinan :
5
N.Aterm / Spt / ditolong bidan / ♂ / BBL 3200 g / PBL 52 cm / Langsung
menangis / asfiksia (-) / cyanosis (-) / ikterik (-) / kel.congenital (-)
7. Riwayat Imunisasi:
BCG : 1 x, usia 1 bulan
Polio : 4 x, saat lahir, usia 2 bulan, 4 bulan, 6 bulan
Hepatitis B : 3 x, saat lahir, usia 1 bulan, 3 bulan
DPT : 3 x, saat usia 2 bulan, 4 bulan, 6 bulan
Campak : 1 x, saat usia 9 bulan
8. Riwayat Tumbuh Kembang :
- Angkat kepala : 2 bulan
- Telungkup : 4 bulan
- Duduk sendiri : 7 bulan
- Berdiri : 9 bulan
- Memegang mainan : 6 bulan
- Kata-kata pertama : 6 bulan
- Kontak mata : 1 bulan
9. Riwayat Gizi :
- ASI: 0-1 bulan
- Susu formula: mulai umur 1 bulan sampai sekarang
- MPASI : mulai umur 6 bulan sampai sekarang
- Riwayat gizi sekarang : bubur tim (nasi, ikan, daging, wortel, hati,
bayam) tercukupi 3x sehari. Nafsu makan baik. Selama sakit nafsu makan
menurun.
10. Riwayat Sosial Ekonomi : 1 rumah tinggal 10 orang
6
11. Riwayat Lingkungan : Rumah di perkampungan / ventilasi baik / air
minum menggunakan air mineral galon / Kamar mandi (+) WC (+)
III. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran/GCS : Somnolen/ 1-1-3
Tekanan Darah : 100/70 mmHg
Nadi : 149 x / menit, kuat, teratur
Suhu (Axila) : 36,4 °C
RR : 28 x / menit, teratur
BB : 7,3 kg
TB : 73 cm
LK : 44,5 cm
Status Gizi : Gizi kurang
Kepala / Leher :
- Anemis/Icterus/Cyanosis/Dyspneu : - / - / - / -
- Kepala : normochepali, UUB datar, Moon face (-)
- Rambut : hitam, lurus, tidak mudah dicabut
- Mata: Mata cowong -/-, sekret (-)
- Hidung: sekret (-), darah (-), Pernafasan Cuping Hidung (-),
deviasi septum (-)
- Mulut: Mukosa bibir kemerahan, Lidah kotor (-), Gusi berdarah
(-), Pharynx hyperemi (-)
- Telinga: sekret (-), darah (-)
- Leher: Pembesaran kelenjar getah bening : - / - , deviasi trakea (-)
7
Thorax : normochest
- Pulmo: I: Bentuk simetris, gerak dinding dada simetris, retraksi (-)
P: Ekspansi dinding dada simetris
P: Sonor di semua lapang paru
A: suara nafas vesikuler, rh-/-, wh-/-
- Cor : I: Ictus cordis tidak tampak
P: Ictus tidak kuat angkat, thrill (-)
P: Batas jantung dalam batas normal
A: S1S2 tunggal, murmur (-), gallop (-)
Abdomen :
I : Flat, simetris, Distensi (-)
P : Supel, Nyeri tekan (-), H/L/R tak teraba, turgor dbn
P : Tympani di seluruh lapang abdomen, meteorismus (-)
A : Bising Usus (+) Normal
Ekstremitas :
Akral Hangat + + ; Cyanosis - - ; Oedem -
+ + - - - -
CRT < 2 detik
Genetalia :
♂ / Phymosis (-)
Neurologis :
- Meningeal sign: -
- N. Cranialis: PBI Ø 3mm RC +/+
- N. Cranialis lain: sde
8
- Motorik: hemiparese sinistra
- Sensorik: sde
- Reflek fisiologis: BPR +2/+2, TPR +2/+2, KPR +2/+2
- Reflek patologis: Babinski +/+, chaddock +/+
IV. Hasil Laboratorium :
4/8/2015
Darah Lengkap
Hb : 11,4 gr/dl
Leukosit : 18.590/ mm3
Hct : 37,6 %
Thrombosit : 634.000 / mm3
Kimia Klinik
GDA stik: 100 mg/dl
Serum elektrolit
K: 5 mEq/L
Na: 154 mEq/L
Cl: 105 mEq/L
9
7/8/2015
CT-Scan
Pelebaran ventrikel kanan dan kiri Hidrosefalus
10
V. DAFTAR MASALAH
- Kejang
- Demam
- Penurunan kesadaran
- Gizi kurang
- Babinski +/+ chaddock +/+
- Leukositosis
- Trombositosis
- Hipernatremia
- CT-Scan: hidrosefalus
VI. DIAGNOSIS
s. Ensefalitis + Hidrosefalus
VII. DIFFERENTIAL DIAGNOSIS
Meningitis, meningoensefalitis
VIII. PLANNING
- Diagnosa: DL, SE, lumbal pungsi
- Terapi:
- Masuk ICU
- infus D5 ¼ NS 800 cc/24 jam
- O2 nasal 1 lpm
- Ceftriaxone 1 x 750 mg iv
- Paracetamol 4 x 80 mg iv (k/p)
- Konsul bedah saraf pro EVD
- Monitor: Vital sign (Tensi, Nadi, RR, Suhu, Produksi urine)
11
DL, SE
Keluhan dan gejala
Produksi cairan EVD
- Edukasi:
- Menjelaskan pada orang tua bahwa pasien mengalami
infeksi pada otak dan hidrosefalus
- Menjelaskan bahwa pasien akan dilakukan operasi EVD
untuk mengatasi hidrosefalus
- Menjelaskan bahwa pasien harus dipindahkan ke ICU
setelah operasi untuk monitoring keadaan pasien
- Menjelaskan bahwa prognosis pasien kurang baik
12
SOAP Harian
8 Agustus 2015
Anamnesis & Pemeriksaan Fisik Diagnosis Planning
S:
demam (+), kejang (-), kesadaran
menurun, BAK (+), BAB (-)
O:
GCS: 1-x-2, koma
Vital sign: HR: 144 x/m
RR: 34 x/m
t°: 37,7°C
K/L: a/i/c/d -/-/-/- pch -/- mc-/-
Terpasang ventilator
Terpasang OGT
Terpasang EVD produksi 30
cc, jernih
Thorax:
- Cor: I: ictus cordis tak tampak
P: ictus cordis tak teraba
P: batas jantung dbn
A: S1S2 tunggal, murmur(-),
gallop (-)
- Pulmo: I: normochest, simetris,
retraksi (-)
P: ekspansi dbn
P: sonor/sonor
A: ves +/+, rh -/-, wh -/-
Abdomen: I: cembung
P: soepel, nyeri tekan(-),
turgor dbn
Ensefalitis +
Hidrosefalus post
EVD hari ke-1
Dx:
SGOT/SGPT,
albumin, CRP
Tx:
- inf. D5 ¼ S 750 cc/
24 jam + Ca gluconas
8cc/ 24 jam
- Diet susu formula 4
x 30 cc
- Sanmol 3 x 100 mg
iv
13
P: timpani, meteorismus
(-), hepar teraba 2 jari
di bawah arcus costae,
lien ttb
A: BU (+) normal
Ekstremitas: akral hangat, CRT < 2
Detik
Status neurologis:
N.cranialis: pupil bulat isokor, RC
+/+ lambat
Motorik: hemiparese (-)
Reflek fisiologis: dbn
Reflek patologis: babinski +/+
9 Agustus 2015
Anamnesis & Pemeriksaan Fisik Diagnosis Planning
S:
demam (-), kejang (-), kesadaran
menurun, BAK (+), BAB (+)
O:
GCS: 1-x-3, koma
Vital sign: HR: 133 x/m
RR: 37 x/m
t°: 37,4°C
K/L: a/i/c/d -/-/-/- pch -/- mc-/-
Terpasang ventilator
Terpasang OGT
Terpasang EVD produksi 50
cc, jernih
Thorax:
Ensefalitis +
Hidrosefalus post
EVD hari ke-2
Dx:
SGOT/SGPT,
albumin, CRP
Tx:
- inf. D5 ¼ S 750 cc/
24 jam + Ca gluconas
8cc/ 24 jam
- Diet susu formula 4
x 30 cc
- Sanmol 3 x 100 mg
iv
14
- Cor: I: ictus cordis tak tampak
P: ictus cordis tak teraba
P: batas jantung dbn
A: S1S2 tunggal, murmur(-),
gallop (-)
- Pulmo: I: normochest, simetris,
retraksi (-)
P: ekspansi dbn
P: sonor/sonor
A: ves +/+, rh -/-, wh -/-
Abdomen: I: cembung
P: soepel, nyeri tekan(-),
turgor dbn
P: timpani, meteorismus
(-), hepar teraba 2 jari
di bawah arcus costae,
lien ttb
A: BU (+) normal
Ekstremitas: akral hangat, CRT < 2
Detik
Status neurologis:
N.cranialis: pupil bulat isokor, RC
+/+ lambat
Motorik: hemiparese (-)
Reflek fisiologis: dbn
Reflek patologis: babinski +/+
15
10 Agustus 2015
Anamnesis & Pemeriksaan Fisik Diagnosis Planning
S:
demam (+), kejang (+), kesadaran
menurun, BAK (+), BAB (-)
O:
GCS: 1-x-3, koma
Vital sign: HR: 160 x/m
RR: 45 x/m
t°: 39,3°C
K/L: a/i/c/d -/-/-/- pch -/- mc-/-
Terpasang ventilator
Terpasang ETT
Terpasang EVD produksi 20
cc, jernih
Thorax:
- Cor: I: ictus cordis tak tampak
P: ictus cordis tak teraba
P: batas jantung dbn
A: S1S2 tunggal, murmur(-),
gallop (-)
- Pulmo: I: normochest, simetris,
retraksi (-)
P: ekspansi dbn
P: sonor/sonor
A: ves +/+, rh -/-, wh -/-
Abdomen: I: cembung
P: soepel, nyeri tekan(-),
turgor dbn
P: timpani, meteorismus
Ensefalitis +
Hidrosefalus post
EVD hari ke-3 +
Sepsis
Dx:
Tx:
- inf. D5 ¼ S 750 cc/
24 jam + Ca gluconas
8cc/ 24 jam
- Diet susu formula 4
x 30 cc
- Sanmol 3 x 100 mg
iv
16
(-), hepar teraba 2 jari
di bawah arcus costae,
lien ttb
A: BU (+) normal
Ekstremitas: akral hangat, CRT < 2
Detik
Status neurologis:
N.cranialis: pupil bulat isokor, RC
+/+ lambat
Motorik: hemiparese (-)
Reflek fisiologis: dbn
Reflek patologis: babinski +/+
17
BAB II
TINJANUAN PUSTAKA
2.1 Ensefalitis
2.1.1 Definisi
Ensefalitis adalah infeksi jaringan otak yang dapat disebabkan oleh
berbagai macam mikroorganisme (virus, bakteri, jamur dan protozoa) dan disertai
oleh disfungsi sistem saraf pusat. Adapun disfungsi sistem saraf pusat tersebut
menyebabkan terjadinya kejang berulang, defisit neurologis fokal, dan penurunan
kesadaran.1,2
2.1.2 Etiologi
Berbagai macam mikroorganisme dapat menimbulkan ensefalitis,
misalnya bakteri, parasit, jamur, spirokaeta dan virus.Penyebab yang terpenting
dan tersering ialah virus.Infeksi dapat terjadi karena virus langsung menyerang
otak atau reaksi radang akut atau kronis karena infeksi sistemik atau vaksinasi
terdahulu.Berbagai jenis virus dapat menimbulkan ensefalitis, meskipun gejala
klinisnya sama. Sesuai dengan jenis virus, serta epidemiologinya, diketahui
berbagai macam ensefalitis virus.3
Data mengenai agen penyebab ensefalitis pada anak sudah banyak berubah
selama 30 tahun ini.Hal ini dikarenakan sudah banyak agen infeksi seperti
campak, varisela, rubela, dan pertusis, yang bisa dicegah dengan pemberian
vaksin. Di lain pihak, beberapa agen infeksi baru-baru ini ditemukan ternyata bisa
menyebabkan ensefalitis. Pengobatan sesuai agen infeksi diyakini sangat
membantu dalam tatalaksana penyakit ensefalitis.Berikut ini adalah agen-agen
patogen penyebab ensefalitis:2
18
Gambar 1.Mikroorganisme patogen penyebab ensefalitis2
2.1.3 Epidemiologi
Angka kejadian ensefalitis bervariasi pada beberapa penelitian, tetapi pada
umumnya berkisar antara 3,5 - 7,4 pada 100.000 pasien per tahun, dan umumnya
angka ini lebih tinggi pada anak-anak. Walaupun ensefalitis terjadi pada kedua
jenis kelamin, tetapi pada beberapa penelitian, ada kecenderungan angka kejadian
lebih tinggi pada laki-laki.4
Insiden tertinggi terjadi pada anak-anak dibawah usia 1 tahun dengan
kasus 13.7/100.000. Dalam analisis National Hospital Discharge, didapatkan data
penyebab ensefalitis 60% adalah tidak diketahui, dan dari yang diketahui
didapatkan penyebab tersering adalah herpes virus, varisela dan arbovirus.2
2.1.4 Patofisiologi
Rangkaian peristiwa bagaimana terjadinya ensefalitis sangat bervariasi,
19
sesuai dengan agen penyakit dan pejamu. Pada umumnya virus ensefalitis masuk
melalui sistem limfatik. Di dalam sistem limfatik ini terjadi perkembangbiakan
dan penyebaran ke dalam aliran darah yang mengakibatkan infeksi pada beberapa
organ. Pada stadium ini (fase ekstraneural), ditemukan penyakit demam, tetapi
jika terjadi perkembangbiakan lebih lanjut dalam organ yang terserang, terjadi
pembiakan dan penyebaran virus sekunder dalam jumlah besar. Invasi ke susunan
saraf pusat akan diikuti oleh bukti klinis adanya penyakit neurologis.5
Kemungkinan besar kerusakan neurologis disebabkan oleh:5
1. Invasi langsung dan destruksi jaringan saraf oleh virus yang
berproliferasi aktif
2. Reaksi jaringan saraf terhadap antigen-antigen virus. Perusakan neuron
mungkin terjadi akibat invasi langsung virus, sedangkan respon
jaringan pejamu yang hebat mungkin mengakibatkan demielinisasi,
kerusakan pembuluh darah dan perivaskular. Kerusakan pembuluh
darah mengakibatkan gangguan peredaran darah dan menimbulkan
tanda-tanda serta gejala-gejala yang sesuai.
Pada ensefalitis bakterial, organisme piogenik masuk ke dalam otak
melalui peredaran darah, penyebaran langsung atau komplikasi luka
tembus.Penyebaran melalui peredaran darah dalam bentuk sepsis atau berasal dari
radang fokal di bagian lain di dekat otak. Penyebaran langsung dapat melalui
tromboflebitis, osteomielitis, infeksi telinga bagian tengah dan sinus paranasalis.6
Mula-mula terjadi peradangan supuratif pada jaringan otak. Biasanya
terdapat di bagian substantia alba, karena bagian ini kurang mendapat suplai
darah. Proses peradangan ini membentuk eksudat, trombosis septik pada
20
pembuluh-pembuluh darah dan agregasi leukosit yang sudah mati. Di daerah yang
mengalami peradangan tersebut timbul edema, perlunakan dan kongesti jaringan
otak disertai peradangan kecil. Di sekeliling abses terdapat pembuluh darah dan
infiltrasi leukosit. Bagian tengah kemudian melunak dan membentuk ruang abses.
Mula-mula dindingnya tidak begitu kuat, kemudian terbentuk dinding kuat
membentuk kapsul yang konsentris. Di sekeliling abses terjadi infiltrasi leukosit
PMN, sel-sel plasma dan limfosit. Abses dapat membesar, kemudian pecah dan
masuk ke dalam ventrikulus atau ruang subarakhnoid yang dapat mengakibatkan
meningitis. Proses radang pada ensefalitis virus selain terjadi jaringan otak saja,
juga sering mengenai jaringan selaput otak. Oleh karena itu ensefalitis virus lebih
tepat bila disebut sebagai meningo ensefalitis.6
2.1.5 Diagnosis
Anamnesis yang cermat, tentang kemungkinan adanya infeksi akut atau
kronis, keluhan kemungkinan adanya peningkatan tekanan intra kranial, adanya
gejala fokal serebral/serebelar, adanya riwayat pemaparan selama 2-3 minggu
terakhir terhadap penyakit melalui kontak, pemaparan dengan nyamuk, riwayat
berpergian ke daerah endemik dan lain-lain. Pemeriksaan fisik/neurologik, perlu
dikonfirmasikan dengan hasil anamnesis dan sebaliknya anamnesis dapat diulang
berdasarkan hasil pemeriksaan.Diagnosis pasti untuk ensefalitis ialah berdasarkan
pemeriksaan patologi anatomi jaringan otak. Scara praktis diagnostik dibuat
berdasarkan manifestasi neurologik dan informasi epidemiologik.5
2.1.5.1 Manifestasi Klinis
Secara umum gejala berupa trias ensefalitis:
1. Demam
21
2. Kejang
3. Kesadaran menurun
Bila berkembang menjadi abses serebri akan timbul gejala-gejala infeksi
umumdengan tanda-tanda meningkatnya tekanan intrakranial yaitu : nyeri kepala
yang kronik dan progresif, muntah, penglihatan kabur, kejang, kesadaran
menurun. Pada pemeriksaan mungkin terdapat edema papil. Tanda-tanda defisit
neurologis tergantung pada lokasi dan luasnya abses.2,3 Anamnesis yang dapat
diperoleh adalah:7
Demam tinggi mendadak, sering ditemukan hiperpireksia
Penurunan kesadaran dengan cepat. Anak agak besar sering mengeluh
nyeri kepala, kejang dan kesadaran menurun.
Kejang bersifat umum atau fokal, dapat berupa status konvulsius.
Dapat ditemukan sejak awal ataupun kemudian dalam perjalanan
penyakitnya.
Pemeriksaan fisik yang dapat diperoleh dari pasien ensefalitis adalah:
Seringkali ditemukan hiperpireksia, kesadaran menurun sampai koma
dan kejang. Kejang dapat berupa status konvulsius.
Ditemukan gejala peningkatan tekanan intrakranial.
Gejala serebral lain dapat beraneka ragam, seperti spastis, hiperrefleks,
reflek patologis dan klonus.
Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium
Pada pemeriksaan darah rutin didapatkan leukosit: normal atau
leukositosis (10.000 – 35.000/mm), neutrofil 50 – 90 %. Pada pemeriksaan
22
kimia darah ditemukan amilase serum sering meningkat pada parotitis,
fungsi hati abnormal dijumpai pada hepatitis virus dan mononukleosis
infeksiosa, dan pemeriksaan antibodi-antigen spesifik untuk HSV, CMV,
dan HIV.7
2. Punksi lumbal
Apabila tidak ada kontraindikasi punksi lumbal, dapat ditemukan cairan
serebrospinal jernih dan tekanannya dapat normal atau dapat meningkat
dan pada fase dini dapat dijumpai peningkatan sel PMN serta glukosa dan
klorida normal. Pada ensefalitis virus menunjukkan peningkatan protein,
glukosa normal, pleiositosis limfositer.2,7
3. Elektroensefalografi (EEG)
Pada anak usia diatas 5 bulan yang menderita HSV-1 ensefalitis, sebanyak
80% menunjukkan perlambatan fokal atau perlepasan gelombang
epileptogenik berulang di lobus temporal. Perlambatan irama dasar difus
atau pelepasan gelombang epileptogenik multifokal sering ditemukan pada
anak dengan ensefalitis virus dan nonvirus.2,7
4. Polymerase chain reaction (PCR)
Pemeriksaan PCR pada cairan serebrospinal biasanya positif lebih awal
dibandingkan titer antibodi. Pemeriksaan PCR mempunyai spesifisitas
100% dan sensitivitas 75-98% dalam 24-48 jam pertama.2,7
5. Radiologi
CT-scan merupakan salah satu modalitas pilihan pada kasus
ensefalitis.Pada keadaan awal, dapat tidak ditemukan kelainan intrakranial.
Namun, pada proses lanjut dapat ditemukan lesi yang hipodens dan terjadi
23
enhancement setelah pemberian kontras disertai edema yang hebat
disekitarnya (perifokal edema) sehingga menimbulkan efek
massaintrakranial. Dapat pula ditemukan perdarahan intrakranial.Lokasi
tersering adalah pada lobus frontalis dan temporalis baik unilateral
maupun bilateral.MRI jauh lebih sensitif dalam mendeteksi perubahan
parenkim otak, bahkan sejak onset 24-48 jam pertama.Pada fase akut
setelah pemberian kontras, dapat menunjukkan afinitas virus pada
hipokampal, parahipokampal dan korteks insular. Dalam hal perluasan
infeksi, MRI dapat menunjukkan lesi di pusat korteks atau korteks
temporal anterior, insula dan inti korteks serebri pada hemisfer serebral.8
2.1.6 Penatalaksanaan
Semua pasien yang dicurigai sebagai ensefalitis harus dirawat di rumah
sakit. Penanganan ensefalitis biasanya tidak spesifik, tujuan dari penanganan
tersebut adalah mempertahankan fungsi organ, yaitu mengusahakan jalan nafas
tetap terbuka, pemberian makanan secara enteral atau parenteral, menjaga
keseimbangan cairan dan elektrolit, koreksi terhadap gangguan keseimbangan
asam basa darah.6
Pengobatan antivirus diberikan pada ensefalitis yang disebabkan virus,
yaitu dengan memberikan asiklovir 10 mg/kgBB/hari IV setiap 8 jam selama 10-
14 hari, beberapa ahli memberikan samapai 21 hari. Pemberian asiklovir bisa
menurunkan angka mortalitas, dari 70 % menjadi 25-30%.Preparat asiklovir
tersedia dalam 250 mg dan 500 mg yang harus diencerkan dengan aquadest atau
larutan garam fisiologis.Pemberian secara perlahan-lahan diencerkan menjadi 100
24
ml larutan, diberikan selama 1 jam. Efek sampingnya adalah peningkatan kadar
ureum dan kreatinin tergantung kadar obat dalam plasma.9
Pada pemberian asiklovir, fungsi ginjal dimonitor secara ketat, dengan
pemberian cairan yang adekuat, karena adanya resiko terjadinya gagal ginjal,
walaupun jarang. Pemberian asiklovir perlahan-lahan akan mengurangi efek
samping. Efek samping lainnya seperti inflamasi lokal, hepatitis, penekanan
sumsum tulang. Asiklovir diberikan selama 10 hari, bahkan sebagian ahli
memberikan sampai 14 atau 21 hari terutama pada pasien yang terbukti menderita
ensefalitis HSV, karena adanya resiko relaps.9
Bahkan dari penelitian American Collaborative Antiviral Study Group
diketahui jika pada pemeriksaan PCR ulangan 3 minggu setelah terapi, dan masih
terdeteksi DNA virus maka diberikan valasiklovir oral selama 3 bulan. Bila
selama pengobatan terbukti bukan infeksi virus Herpes Simpleks, maka
pemberian asiklovir dihentikan. Valasiklovir, merupakan ester dari asiklovir,
diberikan setelah 10 hari pemberian asiklovir intravena, walaupun sebenarnya
pemakaian valasiklovir tidak direkomendasikan pada ensefalitis HSV karena
kadar yang tidak terlalu tinggi dalam cairan serebrospinal.9
Pasien dengan ensefalitis karena infeksi CMV pilihan terapi utama
digunakan gansiklovir dengan dosis 5 mg/kgBB dua kali sehari. Kemudian dosis
diturunkan menjadi satu kali, lalu dengan terapi maintenance. Pemberian
antibiotik parenteral tetap diberikan sampai penyebab bakteri dikesampingkan,
dan juga untuk kemungkinan timbulnya infeksi sekunder. Pada ensefalitis
supurativa diberikan antibiotik berupa ampisilin 3-4 gr per oral selama 10 hari
atau kloramfenikol 1 gr diberikan 4 kali sehari intravena selama 10 hari.9
25
Obat antikonvulsif diberikan segera untuk mengatasi kejang, bisa
diberikan IM atau IV.Obat yang diberikan yaitu diazepam dengan dosis 0,3-0,5
mg/kgBB/ hari dilanjutkan dengan fenobarbital. Perlunya diperiksa kadar glukosa
darah, kalsium, magnesium harus dipertahankan normal agar ancaman timbulnya
kejang menjadi minimal.5
Untuk mengatasi hiperpireksia, diberikan antipiretik seperti parasetamol
dengan dosis 10-15mg/kgBB secara IV. Dapat juga diberikansurface cooling
dengan menempatkan handuk yang dibasahi air kamar mandi pada permukaan
tubuh yang mempunyai pembuluhbesar, misalnya pada leher, ketiak,
selangkangan, daerah proksimal betis dan di atas kepala.9
Untukmengurangi edema serebridengandeksametason 0,2 mg/kgBB/hari
IM dibagi 3 dosis dengan cairan rendah natrium, dilanjutkan dengan pemberian
0,25-0,5mg/kgBB/hari. Bilaterdapattandapeningkatantekananintrakranial, dapat
diberikan manitol 0,5-2 g/kgBB IV dalamperiode 8-12 jam.10
2.1.7 Komplikasi
Kesadaran pasien sewaktu keluar dari rumah sakit bukan merupakan
gambaran penyakit secara keseluruhan karena gejala sisa kadang-kadang baru
timbul setelah pasien pulang.Gejala sisa yang sering muncul berupa gangguan
daya ingat (69%), perubahan kepribadian dan tingkah laku (45%), epilepsi (25%).
Beberapa kelainan yang mungkin dapat dijumpai antara lain retardasi mental,
iritabel, emosi tidak stabil, sulit tidur, halusinasi, enuresis, perubahan perilaku,
dan juga dapat ditemukan gangguan motorik dan epilepsi.11
Gangguan neurokognitif yang bisa terjadi setelah ensefalitis, terutama
akibat virus, berupa perubahan pada fungsi memori, persepsi dan eksekusi.
26
Perubahan ini terlihat jelas pada anak yang terkena ensefalitis saat usia sekolah,
sehingga ketika sudah sembuh dan kembali ke sekolah mengalami kesulitan. Pada
keadaan ini diperlukan pemeriksaan intelegensia, fungsi kognitif, memori dan
bicara, sehingga dapat diketahui gangguan yang timbul sekaligus mengidentifikasi
terapi yang diperlukan.11
Komplikasi yang sering mengikuti ensefalitis yaitu epilepsi, terutama pada
anak dengan riwayat kejang yang berulang, status epileptikus, terjadinya
penurunan kesadaran yang berat. Jika anak kembali kejang setelah sembuh, maka
dapat diberikan antikonvulsif jangka panjang berupa karbamazepin atau
lamotrigin.11
Infeksi sistem saraf pusat seperti ensefalitis dapat menyebabkan
komplikasi hidrosefalus. Hidrosefalus yang terjadi sebagai komplikasi ensefalitis
dapat dijumpai pada semua usia, tetapi lebih seringpada bayi dan anak-anak.12
2.1.8 Prognosis
Prognosis pasien ensefalitis tergantung pada keparahan penyakit klinis,
etiologi spesifik, umur anak, keterlibatan parenkim otak dan susunan saraf spinal,
adanya edema otak, adanya gangguan vaskularisasi dan perfusi pada otak, adanya
keterlibatan sistem organ lain, komplikasi yang timbul serta respon terhadap
pengobatan.5
Agen penyebab infeksi juga mempengaruhi prognosis,pada sebuah
penelitian di Taiwan didapatkan 60% anak dengan ensefalitis HSV memiliki
sekuele neurologi. Sedangkan pada anak dengan ensefalitis yang disebabkan
enterovirus,sekitar 71,8 % tidak memiliki defisit neurologi ketika dievaluasi 2
tahun setelah sembuh dari ensefalitis.11
27
Pada ensefalitis yang disebabkan virus herpes simpleks yang tidak diobati
sangat buruk dengan kematian 70-80% setelah 30 hari dan meningkat menjadi
90% dalam 6 bulan. Pengobatan dini dengan asiklovir akan menurunkan
mortalitas menjadi 28%. Gejala sisa lebih sering ditemukan dan lebih berat pada
kasus yang tidak diobati. Keterlambatan pengobatan yang lebih dari 4 hari
memberikan prognosis buruk, demikian juga koma; pasien yang mengalami koma
memiliki angka mortalitas yang tinggi atau sembuh dengan gejala sisa yang
berat.11
2.2 Hidrosefalus
2.2.1 Definisi
Hidrosefalus adalah pelebaran ventrikel otak disertai peningkatan tekanan
intrakranial akibat meningkatnya jumlah cairan serebrospinal (CSS). Hidrosefalus
terjadi karena 3 hal yaituobstruksi aliran CSS di sistem ventrikel otak, absorbsi
CSS di vili arakhnoid yang menurun dan produksi CSS di pleksus koroid yang
abnormal.12
2.2.2. Etiologi
Hidrosefalus terjadi karena gangguan sirkulasi likuor di dalam sistem
ventrikel atau oleh produksi likuor yang berlebihan.Hidrosefalus terjadi bila
terdapat penyumbatan aliran likuor pada salah satu tempat, antara tempat
pembentukan likuor dalam sistem ventrikel dan tempat absorpsi dalam ruang
subarakhnoid. Akibat penyumbatan, terjadi dilatasi ruangan CSS di bagian
proksimal sumbatan. Tempat yang sering tersumbat dan terdapat dalam klinis
adalah foramen Monro, foramen Luschka dan Magendi, sisterna magna dan
sisterna basalis. Penyebab penyumbatan aliran CSS yang sering terdapat pada
bayi dan anak yaitu kelainan bawaan, infeksi, neoplasma dan perdarahan.13
28
Akibat infeksi dapat timbul perlekatan meningen sehingga terjadi
obliterasi ruang subarachnoid. Pelebaran ventrikel pada fase akut meningitis
purulenta terjad bila aliran CSS terganggu oleh obstruksi mekanik eksudat purulen
di akuaduktus Sylvius atau sisterna basalis. Secara patologis terlihat penebalan
jaringan piamater dan arakhnoid sekitar sisterna basalis dan daerah lain. Pada
meningitis serosa tuberkulosa, perlekatan meningen terutama terdapat di daerah
basal sekitar sisterna kiasmatika dan interpendunkularis, sedangkan pada
meningitis purulenta lokasinya lebih tersebar.13
Ensefalitis virus dapat menyebabkan kerusakan sel-sel ependimal sehingga
terganggu fungsi regulasi cairan, ion dan molekul antara cairan parenkim serebral
dan ventrikel sehingga dapat menyebabkan hidrosefalus. Virus tersebut juga dapat
menyebabkan deskuamasi sel-sel ependimal dan terjadi oklusi ependimal yang
dapat menyebabkan obstruksi akuaduktus Sylvius.13
2.2.3 Klasifikasi
1. Hidrosefalus Obstruktif (Non-komunikans)
Terjadi peningkatan tekanan cairan serebrospinal yang disebabkan
obstruksi pada salah satu tempat pembentukan likuor, antara pleksus
koroidalis sampai tempat keluarnya dari ventrikel IV melalui foramen
Magendi dan Luschka.
2. Hidrosefalus Komunikans
Terjadi peningkatan tekanan cairan serebrospinal tanpa disertai
penyumbatan sistem ventrikel.
3. Hidrosefalus kongenital
29
Terjadi pada sekitar satu per seribu kelahiran. Hal ini umumnya terkait
dengan malformasi kongenital lain dan mungkin disebabkan oleh
gangguan genetik atau gangguan intrauterin seperti infeksi dan perdarahan.
4. Hidrosefalus didapat
Bisa disebabkan oleh tumor otak, perdarahan intrakranial, atau infeksi.
2.2.4 Patofisiologi13
Secara teoritis hidrosefalus terjadi sebagai akibat dari tiga mekanisme
yaitu obstruksi aliran CSS di sistem ventrikel otak, absorbsi CSS di vili arakhnoid
yang menurun dan produksi CSS di pleksus koroid yang abnormal.Sebagai
konsekuensi dari tiga mekanisme diatas adalah peningkatan tekanan intrakranial
sebagai upaya mempertahankan keseimbangan sekresi dan absorbsi.Mekanisme
terjadinya dilatasi ventrikel masih belum dipahami dengan jelas, namun hal ini
bukanlah hal yang sederhana sebagaimana akumulasi akibat dari
ketidakseimbangan antara produksi dan absorbsi. Mekanisme terjadinya dilatasi
ventrikel cukup rumit dan berlangsung berbeda-beda tiap saat selama
perkembangan hidrosefalus. Dilatasi ini terjadi sebagai akibat dari:
1. Kompensasi sistem serebrovaskular
2. Redistribusi dari CSS atau cairan ekstraseluler atau keduanya dalam
susunan sistem saraf pusat.
3. Perubahan mekanis dari otak (peningkatan elastisitas otak, gangguan
viskoelastisitas otak, kelainan turgor otak)
4. Hilangnya jaringan otak
5.Pembesaran volume tengkorak (pada penderita dengan usiamuda) akibat
adanya regangan abnormal pada sutura kranial.
30
2.2.5 Diagnosis
2.2.5.1 Anamnesis12
Kepala yang tampak membesar pada anak dengan UUB yang belum
menutup
Tanda-tanda peningkatan intrakranial: letargi, muntah, sakit kepala,
iritabel, sampai penurunan kesadaran. Terutama ditemukan pada anak
dengan UUB yang sudah menutup
Anamnesis ke arah penyebab: riwayat trauma, infeksi SSP seperti
meningitis dan ensefalitis.
2.2.5.2 Pemeriksaan fisik dan neurologis12
Pertumbuhan lingkar kepala yang abnormal (> +2 SD atau dalam
pemantauan terdapat peningkatan lingkar kepala yang tidak sesuai
grafik pertumbuhan lingkar kepala). Pertumbuhan lingkar kepala anak:
2 cm/bulan mulai usia 0-3 bulan, 1 cm/bulan pada usia 4-6 bulan dan
0,5 cm/bulan sampai usia 12 bulan.
UUB masih terbuka pada anak usia >18 bulan atau UUB menonjol
Kelainan bentuk kepala: oksipital yang prominen, asimetri bentuk
kepala, pembesaran diameter biparietal, dan frontal boosing
Funduskopi: papiledema jika terdapat peningkatan tekanan intrakranial,
perdarahan retina pada hidrosefalus akut, atrofi nervus optik pada
hidrosefalus kronik, korioretinitis pada infeksi toksoplasma atau CMV
“Sun set appearance” dimana mata terlihat deviasi ke bawah
Tanda-tanda lesi upper motor neuron: hiperrefleks, klonus, spastisitas
2.2.5.2 Pemeriksaan penunjang12
31
Pemeriksaan transiluminasi positif
Foto rontgen kepala: tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial:
impresionis digitata, sutura yang melebar; pembesaran daerah fosa
posterior (Sindrom Dandy-Walker), fosa posterior yang mengecil
(malformasi Arnold-Chiari), kalsifikasi periventrikuler (infeksi CMV),
kalsifikasi yang menyebar (infeksi toksoplasma).
USG (pada anak dengan UUB yang belum menutup)
CT Scan atau MRI kepala: digunakan sebagai alat diagnostik terpenting
dan untuk mencari etiologi.
o Diagnosis : ditemukan pelebaran ventrikel dan tanda-tanda
peningkatan tekanan intraventrikel seperti sulkus yang tidak jelas
terlihat, penumpulan sudut kornu anterior atau edema
periventrikular
o Etiologi : gambaran obstruksi, kalsifikasi periventrikuler (infeksi
kongenital CMV) atau kalsifikasi intraparenkim (infeksi kongenital
toksoplasma), sindrom Dandy-Walker atau malformasi Arnold-
Chiari.
2.2.6 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan dilakukan pada hidrosefalus yang disertai peningkatan
tekanan intraventrikuler. Penatalaksanaan utama adalah tindakan bedah berupa
pemasangan pirau ventrikuloperitoneal (VP-shunt), drainase eksterna ventrikel
atau endoscopic third ventriculostomy.Pada keadaan tertentu dimana keadaan
umum pasien belum memungkinkan untuk operasi permanen VP-shunt dapat
dilakukan drainase eksterna ventrikel, ventricular tapping atau pungsi lumbal
32
serial. Terapi medikamentosa seperti pemberian asetazolamid (dosis 30-50
mg/kgBB/hari) atau furosemid (dosis 1 mg/kgBB/hari) dapat dipakai sementara
sambil menunggu tindakan bedah.12
Gambar 2. VP shunt dan AV shunt
Gambar 2. Extra Ventricular Drainage
33
BAB III
PEMBAHASAN
Berdasarkan anamnesis didapatkan pasien kejang sejak 30 menit SMRS.
Pasien juga mengalami demam sejak 1 hari sebelumnya. Saat demam pasien tidak
sadar, setelah demam pasien tertidur dan sampai saat ini terdapat penurunan
kesadaran. Pada pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran somnolen, suhu ketika
pasien di IGD 38°C, pemeriksaan reflek patologis babinski dan chaddock positif.
Dari anamnesis dan pemeriksaan tersebut sudah menyingkirkan kejang demam
simpleks maupun kompleks dan mengarahkan kita ke diagnosis ensefalitis karena
trias ensefalitis terpenuhi, yaitu kejang, demam, dan penurunan kesadaran. Pada
pemeriksaan tidak didapatkan meningeal sign positif sehingga dapat
menyingkirkan diagnosis meningitis.
Pasien riwayat pilek berulang 4 bulan lalu menunjukkan adanya infeksi
virus yang kemudian dapat ditumpangi bakteri yang kemungkinan menyebabkan
ensefalitis. Pemeriksaan laboratorium menunjukkan leukositosis dan
trombositosis, menguatkan bahwa telah terjadi infeksi bakteri. Untuk mengetahui
secara pasti penyebab infeksinya, maka direncanakan pemeriksaan lumbal pungsi.
34
DAFTAR PUSTAKA
1. Saharso D, Hidayati SN.Infeksi Susunan Saraf Pusat,Dalam: Ismael S,
Soetomenggolo T. Neurologi Anak. Jakarta: IDAI. 2000.
2. Lewis P. Glacor C. Encephalitis. American Academic of Pediatrics:
Pediatrics in Review. 2011:26;353-363.
3. Lazoff, M., et al.Encephalitis. Medscape Refference. 2011. Available from
http://emedicine.medscape.com/article/791896 [Accesed on August 9,
2015].
4. Ferrari S. Viral Encephalitis : Etiology, Clinical Features, Diagnosis and
Management. The Open Infectious Diseases Journal. 2009:3;1-12
5. Behrman R. Kliegman R. Arvin A. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak
Nelson. Edisi 15. EGC. 2007;p880-881.
6. Hom, Jeffrey. Pediatric Meningitis and Encephalitis. Department of
Pediatrics/Emergency Service. 2011. New York University School of
Medicine. Available from http://emedicine.medscape.com/article/802760
[Accesed on August 9. 2015].
7. Pudjiaji AH, Hegar B, Handryastuti S, dkk. Ensefalitis.Dalam: Pedoman
Pelayanan Medis IDAI, Jilid I. Jakarta: Badan Penerbit IDAI. 2010. 67-69.
8. McCann JWJ, Phelan E. Pediatric Neurological Emergencies. In:
Marincek Borut, Dondelinger F.Robert, eds. Emergency Radiology
Imaging and Intervention. Berlin: Springer; 2007. p.590.
9. Salomon, Tom. Management and Outcome of Viral Encephalitis in
Children. In :Pediatrics and Child Health Neurology Symposium. 2007.
10. Soetomenggolo TS. Ensefalitis Herpes Simpleks. Dalam: Ismael S,
Soetomenggolo T. Neurologi anak. Jakarta: IDAI. 2000
11. Ebaugh, Franklin, G. Neuropsychiatric Sequelae of Acute Epidemic
Encephalitis in children. Journal of Attention Disorders. 2007. SAGE
publication.
12. Pudjiaji AH, Hegar B, Handryastuti S, dkk. Hidrosefalus.Dalam: Pedoman
Pelayanan Medis IDAI, Jilid II. Jakarta: Badan Penerbit IDAI. 2010. 111-
113.
35
13. Rekate HL. A contemporary definition and classification of
hydrocephalus. Semin Pediatr Neurol. Mar 2009;16(1):9-15.
36