review and implementasi konsep akuntansi agrikultur, studi

34
Review and Implementasi Konsep Akuntansi Agrikultur, Studi Pada KAP Osman Bing Satrio dan Eny Disusun Oleh: MUHAMMAD IRFAN Noval Adib, Ph.D., Ak., CA. Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya JL. MT. Haryono 165, Malang Email : [email protected] atau [email protected] Abstract After the revision of IAS 41: Agriculture by IASB and DSAK discussion to adopt these revision by implementing PSAK 69: Agrikultur, there has been dynamic in Indonesian landscape of Agriculture Accounting. This study seek to examine the potential effects of adopting PSAK 69 and how Indonesian entities currently implement Agriculture Accounting by performing Case Study to 4 auditors of KAP Osman Bing Satrio dan Eny. The result of this study reveals that Indonesian entities adopt Historical Cost model to implement Agriculture Accounting by deferring plantation development costs up to plantation maturity point and start amortizing these deferred costs along plantation useful life. Furthermore there has been concern by auditors on practicability in fair value valuation which is a major part in IAS 41 and PSAK 69 especially for long lived plantation such as oil palm. Comprehensive literature review indicate significant portion of Indonesia plantation fall under Bearer Plant exception. Key words: agriculture accounting, auditor, biological asset, agricultural produce, PSAK 69, fair value. Abstrak Setelah revisi IAS 41: Agriculture dari IASB and diskusi DSAK untuk mengadopsi revisi tersebut dengan mengimplementasikan PSAK 69: Agrikultur, muncul bayak dinamika dalam ranah Akuntansi Agrikultur di Indonesia. Studi ini berusaha untuk mendalami efek potensial dari adopsi PSAK 69 dan bagaimana entitas Indonesia mengimplementasikan Akuntansi Agrikultur saat ini dengan melaksankaan Studi Kasus kepada 4 auditor KAP Osman Bing Satrio dan Eny. Hasil studi menunjukkan bahwa entitas di Indonesia mengadopsi model Biaya Historis untuk mengimplementasikan Akuntansi Agrikultur dengan mengakumulasikan biaya pengembangan kebun sampai titik maturitas dan memulai amortisasi akumulasi biaya tersebut selama umur aset. Selain itu terdapat perhatian dari auditor terkait kepraktisan penilaian nilai wajar yang merupakan bagian besar dalam IAS 41 dan PSAK 69 teruatama untuk perkebunan berumur panjang seperti kelapa sawit. Studi literature mengindikasikan porsi signifikan dalam perkebunan Indonesia akan masuk pengecualian Bearer Plant. Kata Kunci: akuntansi agrikultur, auditor, aset biologis, produk arikultur, PSAK 69, nilai wajar.

Upload: others

Post on 18-Oct-2021

5 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Review and Implementasi Konsep Akuntansi Agrikultur, Studi

Review and Implementasi Konsep Akuntansi Agrikultur, Studi Pada KAPOsman Bing Satrio dan Eny

Disusun Oleh:MUHAMMAD IRFAN

Noval Adib, Ph.D., Ak., CA.

Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas BrawijayaJL. MT. Haryono 165, Malang

Email : [email protected] atau [email protected]

AbstractAfter the revision of IAS 41: Agriculture by IASB and DSAK discussion to

adopt these revision by implementing PSAK 69: Agrikultur, there has been dynamicin Indonesian landscape of Agriculture Accounting. This study seek to examine thepotential effects of adopting PSAK 69 and how Indonesian entities currentlyimplement Agriculture Accounting by performing Case Study to 4 auditors of KAPOsman Bing Satrio dan Eny. The result of this study reveals that Indonesian entitiesadopt Historical Cost model to implement Agriculture Accounting by deferringplantation development costs up to plantation maturity point and start amortizingthese deferred costs along plantation useful life. Furthermore there has beenconcern by auditors on practicability in fair value valuation which is a major partin IAS 41 and PSAK 69 especially for long lived plantation such as oil palm.Comprehensive literature review indicate significant portion of Indonesiaplantation fall under Bearer Plant exception.

Key words: agriculture accounting, auditor, biological asset, agriculturalproduce, PSAK 69, fair value.

AbstrakSetelah revisi IAS 41: Agriculture dari IASB and diskusi DSAK untuk

mengadopsi revisi tersebut dengan mengimplementasikan PSAK 69: Agrikultur,muncul bayak dinamika dalam ranah Akuntansi Agrikultur di Indonesia. Studi iniberusaha untuk mendalami efek potensial dari adopsi PSAK 69 dan bagaimanaentitas Indonesia mengimplementasikan Akuntansi Agrikultur saat ini denganmelaksankaan Studi Kasus kepada 4 auditor KAP Osman Bing Satrio dan Eny.Hasil studi menunjukkan bahwa entitas di Indonesia mengadopsi model BiayaHistoris untuk mengimplementasikan Akuntansi Agrikultur denganmengakumulasikan biaya pengembangan kebun sampai titik maturitas dan memulaiamortisasi akumulasi biaya tersebut selama umur aset. Selain itu terdapat perhatiandari auditor terkait kepraktisan penilaian nilai wajar yang merupakan bagian besardalam IAS 41 dan PSAK 69 teruatama untuk perkebunan berumur panjang sepertikelapa sawit. Studi literature mengindikasikan porsi signifikan dalam perkebunanIndonesia akan masuk pengecualian Bearer Plant.

Kata Kunci: akuntansi agrikultur, auditor, aset biologis, produk arikultur, PSAK69, nilai wajar.

Page 2: Review and Implementasi Konsep Akuntansi Agrikultur, Studi

PENDAHULUAN

Agrikultur menurut Van Aarsten (1953) adalah digunakannya kegiatanmanusia untuk memperoleh hasil yang berasal dari tumbuh-tumbuhan dan atauhewan yang pada mulanya dicapai dengan jalan sengaja menyempurnakan segalakemungkinan yang telah diberikan oleh alam guna mengembangbiakkan tumbuhandan atau hewan tersebut. Dalam dunia akuntansi, istitilah Van Aartsen tersebutsejalan dengan pemahaman International Accounting Standard Board (IASB) yangdituangkan dalam definsi dan cakupan IAS 41 : Agriculture paragraf 1 – 5.

Industri agrikultur adalah sektor industri yang siginfikan di Indonesia .Pada2014 Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat Industri Pertanian, Peternakan,Perhutanan, dan Perikanan memiliki Pendapatan Domestik Bruto hingga 1.446triliiun rupiah dari 10.094 triliun rupiah total PDB Indonesia atau berkontribusi14,3% pada total GDP Indonesia. BPS juga mencatat nilai ekspor produk – produkagrikultur mencapai 31,9 milyar USD pada tahun 20131.

Kendati signifikansi industri agrikultur kepada perekonomian Indonesiasangat besar, dunia akuntansi Indonesia tidak memiliki peraturan yang khususmengatur akuntansi bisnis agrikultur. Ikatan Akuntansi Indonesia (IAI) pernahmemiliki Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) 32 : AkuntansiKehutanan, namun PSAK tersebut sudah dicabut oleh PPSAK 1 efekttif sejak 1januari 2010. Baru pada 29 Juli 2015 Dewan Standar Akuntansi Keuangan IkatanAkuntan Indonesia (DSAK IAI) mengesahkan exposure draft PSAK 69 : Agrikultursebagai implementasi proses adopsi IFRS di Indonesia.

Sedangkan di ranah akuntansi internasional, IASB telah mengeluarkan IAS41 : Agriculture untuk mengatur perlakuan akuntansi, presentasi laporan keuangan,dan pengungkapan aktivitas agrikultur, aktivitas entitas merubah aset biologis(biological asset) untuk dijual, menjadi produk agrikultur, atau aset biologistambahan (IAS 41.IN1). IAS 41 diterapkan sebagai bentuk pengecualian asetbiologis dari IAS 16 : Property, Plant, and Equipment (IAS 16.3). Sedangkan untukpengukuran nilai wajar aset biologis sudah merujuk pada IFRS 13 : Fair ValueMeasurement.

Pada tahun 2007 IASB memproposalkan pengakuan laba rugi menggunakanpendekatan aset dan liabilitas atau yang lebih dikenal sebagai Asset LiabilityApproach. Konsekuensi dari pendekatan ini adalah laba bersih periode pelaporanakan sama dengan perubahan net asset periode tersebut2. Secara tidak langsungperubahan nilai aset dan liabilitas akan berdampak pada laba entitas.

Proposal IASB tersebut kemudian termanifestasi dalam publikasi IASByang mengatur pengakuan laba rugi dari perubahan nilai aset dan liabilitas. Standarakuntansi yang mengdopsi Asset Liability Approach mengakui perubahan nilai asetdan liabilitas sebagai laba operasional (operational income) maupun labakomprehensif (comprehensive income)3. European Financial Advisory Group(EFRAG) mengobservasi adanya keprihatinan masuknya komponen nilai wajaraset dan liabilitas ke performa entitas akan menimbulkan salah paham olehpengguna informasi laporan keuangan.

1 Merupakan agragegasi nilai ekspor akun bahan makanan dan binatang hidup, Minuman dantembakau, Lemat serta minyak hewan dan nabati dalam statiska berdasarkan ISTC oleh BPS2 Diambil dari European Financial Advisory Group (EFRAG), “the asset liability approach bulletin”3 Merujuk pada IAS41.26

Page 3: Review and Implementasi Konsep Akuntansi Agrikultur, Studi

Dari penjelasan di atas terlihat besarnya peran nilai wajar untuk menilai asetbioogis semenjak entitas tidak diberikan opsi oleh IASB untuk menggunakan biayahistoris sebagai dasar penilaian aset biologis. Namun proses adopsi dan aplikasinilai wajar untuk akuntansi agrikultur bukannya tanpa ada masalah.

Yin Fah (2006) mengkritisi adopsi IAS 41 di Malaysia terkait dengankendala teknis untuk menilai nilai wajar aset biologis. Dalam keadaan quoted pricetidak ada dan market-determined price tidak tersedia, maka entitas menggunakandiscounted cash flow (IAS41.B27). Yin Fah berargumen bahwa praktik nilaisekarang (present value) adalah ruang manipulasi oleh entitas dan kehandalan(reliability) pengukuran nilai wajar harus menjadi perhatian utama akuntansi asetbiologis. Senada dengan Yin Fah, (Ryan, 2008) menyetujui pandangan bahwaketika nilai wajar disediakan selain oleh pasar likuid (quoted price), nilai wajar sulitdiverifikasi dan memberikan ruang manajemen laba dan perilaku akuntansi lainnya.

Peneltian – penelitian emipiris memperkuat kepihatinan aplikasi nilai wajardi. Grege & Staltmene (2010) menyimpulkan adanya defisiensi dalam aplikasi nilaiwajar untuk akuntansi aset biologis di sektor kehutanan, semenjak IAS 41 tidakmenjelaskan metodologi penilaian nilai wajar sehingga tiap perusahaan bisamemiliki interpretasi sendiri.

Di tengah kompleksitas aplikasi akuntansi aset biologis, sebuah laporankeuangan oleh entitas publik harus diaudit oleh auditor sebelum diterima publik.Sehingga auditor dalam realita bisnis adalah profesi yang memiliki tanggung jawabatas kepatuhan klien audit terhadap standar akuntansi yang berlaku.

TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS

Pengakuan dan pengukuran (recognition and measurement) Aset Biologisdalam IAS 41

Aset biologis dan Produk Agrikultur sesuai definisi IAS 41 pada awalpengakuan (initial recognition) dan setiap akhir peiode akuntansi harus dinilaisenilai nilai wajar dikurangi biaya penjualan (fair value less cost to sell). DanProduk agrikultur pada saat dipanen juga dinilai senilai nilai wajar dikurangi biayapenjualan di waktu panen (fair value less cost to sell at point of harvest) (IAS41.12-13). Laba rugi dari penilaian ulang (remeasurement) aset biologis maupun produkagrikultur dimasukkan ke dalam laba rugi operasional (IAS 41.26-30).

Dari penjelasan di atas terlihat adopsi Fair Value Accounting (FVA) untukIAS 41. Namun di lain sisi terdapat pihak yang menolak adopsi penuh FVA.(Feleage et al, 2012) dan (Cretu et al, 2014) sama – sama mencatat biaya adopsinilai wajar aset biologis di Romania melebihi kentungan adopsi nilai wajar danmeningkatkan volatilitas laba.. (Jana dan Marta, 2014) mengamati respondennyayang menolak adopsi penuh FVA sehingga mengingkan opsi basis biaya historisdalam adopsi IAS 41 di Republik Ceko.

Akuntansi Bearer PlantJuni 2014 IASB mengeluarkan amandemen terhadap IAS 41 yang bertujuan

mengecualikan bearer plant dari cakupan IAS 41 sehingga diperlakukan sepertiaset tetap. Sebuah aset tanamana hidup harus memenuhi semua kriteria berikutuntuk diklasifikasikan sebagai bearer plant:

1. Is used in the production or supply of aricultural produce;

Page 4: Review and Implementasi Konsep Akuntansi Agrikultur, Studi

2. Is expected to bear produce for more than one period; and3. Has a remote likelihood of being sold as agricultural produce, except for

incidental scrap salesTanaman yang diklasifikasikan sebagai bearer plant diperlakukan

menggunakan basis biaya historis mirip dengan aset tetap. Seluruh biaya aktivitasagrikultur untuk menumbuhkan bearer plant dikapitalisasi ke akun aset bearerplant. Ketika mencapai umur panen, bearer plant didepresiasi selama masa manfaatbearer plant (IAS41,5A-5C).

Hans Hoogervorst sebagai chairman IASB memandang bearer plantsebagai aset tetap karena bearer plant dimiliki untuk digunakan manfaatnya. Secarakonseptual fluktuasi nilai wajar aset tetap akan memperkeruh informasi laba entitasterkait. (Huffman, 2014) membuktikan pernyataan Hans yang mengobservasi basispengukuran disejalankan dengan perilaku entitas menggunakan aset4.

Definisi Nilai WajarIASB mendefinisikan nilai wajar (fair value) sebagai:

“the price that would be recevied to sell an asset or paid to transfera liability in an orderly transaction between market participants atthe measurement date” (IFRS13.9)

Dari konteks orderly transaction tersebut maka harga aset / liabilitas daritransaksi seperti likuidasi, distress sale, atau transfer pricing di luar jumlah arm’slength tidak memenuhi syarat sebagai dasar penentuan nilai wajar. IASB dalamIFRS 13 terus menekankan pengukuran nilai wajar berbasis pasar (market-basedmeasurement), artinya adalah pengukuran nilai wajar akan lebih banyakmemperhitungkan faktor ketimbang faktor dari pihak entitas yang dapatmempengaruhi harga aset dan liabilitas.

Landscape Historical Cost vs Fair ValueFitur utama dalam akuntansi agrikultur baik berdasarkan publikasi IAS 41,

ASC 905, maupun PSAK 69 adalah besarnya peran konsep Fair Value Accounting(FVA). Fenomena adopsi nilai wajar secara penuh seperti yang terjadi di akuntansiagrikultur juga terjadi area lain seperti akuntansi untuk instrumen keuangan(financial instrumen) melalui IFRS 9 : Financial Instrument di mana semua jenisaset tetap dan aset tidak berwujud harus melalui uji nilai wajar secara periodik(IAS16 dan IAS 38)

Topik perdebatan adopsi dasar pengukuran antara nilai wajar (fair value)dan biaya historis (historical cost) sudah banyak diperdebatkan peneliti lain dan dibanyak bidang bisnis. Anagnostopoulus dan Buckland (2005) mengambil topikperdebatan dasar pengukuran akuntansi ke industri perbankan, dengan aspek debatkehandalan, timeliness, dan kompariblitas. Ronen (2008) mengambil topikpengukuran ke ranah corporate governance, di mana dasar pengukuran bisamempengaruhi mekanisme kompensasi eksekutif. (Macve, 2014) bahkan sudahmencatat kontroversi dasar pengukuran sejak jaman Luca Pacioli.

4 Dalam penelitian Huffman, premisnya adalah ketika aset digunakan in-use berbasis biayahistoris, ketika aset digunakan in-exchange berbasis nilai wajar

Page 5: Review and Implementasi Konsep Akuntansi Agrikultur, Studi

Dukungan Teoritis dan Empiris Terhadap Historical CostKrumwiede (2008) secara ekspilit mengkritik praktik akuntansi nilai wajar,

dan secara tegas untuk mendukung aplikasi biaya historis terutama untuk aset tidakberwujud dan aset jangka panjang. Berikut adalah beberapa argumen yang disajikanKrumwiede:

1. Asumsi penilaian nilai wajar adalah ruang manajemen melakukankesalahan atau error teruma jika aset / liabilitas yang dinilai berjangkapanjang atau tidak memiliki nilai pasar

2. Input menilai nilai wajar untuk aset / liabilitas yang tidak memiliki hargapasar akan sulit untuk diverfikasi, semenjak input tersebut berasal daripertimbangan manajemen.

3. Aplikasi akuntansi nilai wajar menimbulkan biaya tambahan sepertipeningkatan biaya audit dan jasa appraisal.

4. Akuntansi nilai wajar dipandang tidak memberikan nilai tambah untukmencapai tujuan pelaporan keuangan5.Hal serupa juga diargumentasikan oleh Wilson (2001) yang mengkritik

konvergensi akuntansi instrumen keuangan secara spesifik adalah IAS 396 untukmenggunakan full fair value model untuk seluruh jenis instrumen keuangan. Wilsonmengargumentasikan adanya kesulitan teknis yang inheren untuk menilai nilaiwajar instrumen keuangan. Kesulitan teknis tersebut bisa berupa banyaknya pilihanmodel akuntansi untuk menilai instrumen keuangan dan instrumen keuangan tidaklikuid sehingga terdapat ukuran subjektivitas dari manajemen untuk menentukannilai wajar instrumen keuangan terkait.

Zhang, Andrew, dan Rudkin (2012) secara tegas menolak adopsi Fair ValueAccounting (FVA) di Cina. Zhang et al mengobservasi hubungan adopsi nilai wajardengan volatilitas laba, Zhang et al menuduh FVA sebagai instrumenneoliberalisasi di Cina dan hanya segelintir orang saja yang menikmati aplikasiFVA. (Bell dan Griffin, 2012) juga mengakui adanya area permasalahan volatilitaslaba terutama oleh pengukuran aset / liabilitas yang pengukuran nilai wajarmemiliki derajat ketidak pastian yang tinggi. Volatitlitas laba muncul karena FVAmengharuskan aset dan liabilitas dinilai ulang secara periodik. Penilaian ulang aset/ liabilitas tersebutlah yang termanifestasi sebagai komponen laba komprehensifdan bahkan beberapa item masuk ke laba operasional.

Dukungan Teoritis dan Emipiris Terhadap Fair Value Accounting (FVA)Meskipun FVA mendapat kritik dan perhatian khusus dari beberapa pihak,

FVA tetap mendapat dukungan baik secara teoritis muapun empiris. Dari segiteoritis, Prochazka (2011) berargumen nilai wajar adalah ukuran terbaik untukmengukur beberapa elemen laporan keuangan kendati kendala teknis denganargumen tidak adaya alternatif fungsional lain untuk menggantikan aplikasi nilaiwajar. Di sisi yang lebih ekstrim Hanselman (2009) memproposalkan bahwa

5 Penelitian Krumwiede berbasis di Amerika Serikat sehingga tujuan pelaporan keuangan yangdimaksud adalah sesuai SFAS 1 oleh FASB yaitu “provide information that is useful to present andpotential investors and creditors and other users in making rational investment, credit and similardecisions”6 Per tanggal penulisan IAS 39 masih berlaku, namun sudah diagendakan untuk digantikan olehstandar yang lebih baru yaitu IFRS 9 : Financial Instrument

Page 6: Review and Implementasi Konsep Akuntansi Agrikultur, Studi

konvergensi standar akuntansi internasional harus berbasis full fair valuedisclosure, sehingga selueuh komponen laporan keuangan harus dinilai dengannilai wajar dan biaya historis hanya dilampirkan di catatan kaki.

Dalam konteks teoritis, beberapa pihak tetap membela FVA meskipun FVAdituduh berkontribusi pada krisi ekonomi finansial tahun 2008. (Gup dan Lutton,2009) menteorikan peran FVA untuk mengeliminasi “surprise loss”7 karenaperubahan variabel pasar seperti suku bunga dengan mengintegrasikan distribusivariabel pasar ke model perhitungan nilai wajar. (Daas dan Masoud, 2014)mengkenseptualkan FVA sebagai bagian esensial untuk pemulihan ekonomi darikrisis finansial dan mencegah bencana serupa dengan mengaplikasikan fulldisclosure.

Tidak hanya secara teoritis, adopsi Fair Value Accounting juga mendapatdukungan secara empiris. Du, Hui et al (2014) mengobservasi peningkatan value-relevance dengan aplikasi nilai wajar di industri perbankan, artinya investormempersepsikan informasi nilai wajar lebih relevan untuk pengambilan keputusan.Dalam konteks agrikultur Argiles (2010) secara empiris tidak hanya menepisberbagai kritik aplikasi nilai wajar tapi juga menunjukkan manfaat nilai wajardengan menghindarkan entitas melakukan perhitungan biaya aset biologis danproduk agrikultur yang kompleks.

Peran Auditor Ekternal dalam Laporan KeuanganSeorang auditor memiliki keterlibatan dalam laporan keuangan meskipun

tidak secara langsung menyusun laporan keuangan. Keterlibatan auditor dalamperikatan audit termanifestasi seperti mengevaluasi aplikasi kebijakan akuntansi,apakah sudah sesuai dengan standar akuntansi yang berlaku. Melihat peran auditordalam laporan keuangan maka auditor bisa menjadi sumber informasi tentangaplikasi akuntansi di lapangan dalam sudut pandangnya sebagai auditor.Pengalaman auditor tersebut menjadi realitas yang oleh penelitian ini akandikomunikasikan ke pembaca.

Higgins (1996) menghipotesiskan bahwa pengalaman seseorang dalamtahap individual adalah bersifat sementara, random, tidak kekal. Hanya denganpengakuan oleh pihak – pihak lain maka suatu pengalaman bisa menjadi “sharedreality”, yaitu suatu pengalaman bisa dianggap valid dan handal setelah dibagikanbersama dengan orang lain. Dengan mengumpulkan pengalaman dari berbagaiauditor yang secara langsung berhubungan dengan aplikasi nilai wajar aset biologisdi lapangan maka Penulis mengharapkan untuk dapat menemukan titik temu umumyang menjadi “shared reality” yang bisa diterima oleh pembaca.

Kaplan et al (2008) menemukan bahwa auditor yang lebih berpengalamanakan mengurangi kebergantungan terhadap penilaian manajemen klien ketimbangauditor yang pengalamannya lebih sedikit. Sejalan dengan Kaplan, Bedard (1989)juga menemukan perbedaan pengetahuan antara auditor senior dengan auditorpemula yang menyebabkan kedua grup auditor tersebut memiliki prosespengambilan keputusan yang berbeda pula. Shelton (1999) juga menemukan efekpengalaman auditor di mana auditor pemula akan terpangaruh oleh informasi tidakrelevan saat menentukan going concern entitas klien.

7 Insert loss merupakan frase yang digunakan untuk menjelaskan fenomena krisis finansial yangmembuat banyak entitas menderita kerugian secara tiba - tiba

Page 7: Review and Implementasi Konsep Akuntansi Agrikultur, Studi

METODOLOGI PENELITIAN

Jenis PenelitianPenelitian ini adalah penelitian kualitaitf dengan pendekatan interpretif.

Fokus penelitian pada arti individu dan persepsi manusia pada realitias bukan padarealitas independen yang berada di luar mereka (Chairi, 2010). Penelitian interpretiftidak menempatkan objektifitas sebagai hal yang terpenting, melainkan mengakuibahwa demi memperoleh pemahanan mendalam, maka subjektivitas para pelakuharus digali sedalam mungkin sehingga memungkinkan terjadinya trade-offs antaraobjektivitas dan kedalaman temuan penelitian (Efferin et al, 2004)

Metode Penelitian Studi KasusPenelitian ini menggunkan metode Studi Kasus (Case Study). Tujuan pada

case study adalah memberikan gambaran secara mendetail tentang latar belakang,sifat – sifat, serta karakter yang khas dari kasus, individu, kelompok, institusi, ataumasyarakat.

Robert K. Yin menjelaskan secara umum bahwa studi kasus merupakanstrategi yang lebih cocok bila pokok pertanyaan suatu penelitian berkenaan dengan“How” dan “Why”. Menggunakan penelitian kualitatif dengan metode studi kasus,Penelitian ini berusaha mendapatkan gambaran detail terkait “How” AkuntansiAgrikultur telah dilaksanakan selama ini di Indonesia dan “Why” akuntansi nilaiwajar dalam konteks Akuntansi Agrikultur memiliki masalah tersendiri dan Penelitiprediksi memiliki dampak kecil terhadap Indonesia.

Proses Pemilihan Informan sebagai Sumber Data dan InformasiPemilihan informan bersifat sengaja berdasarkan kriteria yang telah

dijelaskan oleh Bungin (2003), bahwa informan merupakan individu yang telahcukup lama dan intensif menyatu dengan kegiatan atau medan aktivitasyangmenjadi sasaran penelitian.

Semua auditor yang diwawancara adalah auditor KAP Osman Bing Satriodan Eny yang telah memenuhi satu kriteria yaitu:

1. Pernah melakukan audit atau jasa akuntansi lainnya untuk perusahaandi sektor agrikultur (tanpa memberikan nama klien).

Waktu Pelaksanaan PenelitianPeneliti diterima sebagai auditor di KAP Osman Bing Satrio dan Eny sejak

10 November 2016 hingga 29 Febuari 2016. Pencarian auditor respondendilaksankan dari tanggal 1 Febuari 2016 hingga 29 Febuari 2016.

Teknik Penelitian DataPeneliti semata – mata hanya akan menggunakan wawancara untuk

mengumpulkan data. Sedangkan dokumentasi hanya akan digunakan untuktriangulasi data, tanpa secara spesifik merujuk ke klien yang pernah diauditinforman.

a. Wawancara. Wawancara dilakukan dengan menerapkan metode wawancaramendalam. Wawancara ini merupakan proses yang dilakukan untukmemperoleh keterangan selengkap mungkin dengan bertatap muka secaralangsung dengan informan.

Page 8: Review and Implementasi Konsep Akuntansi Agrikultur, Studi

Berikut adalah Auditor yang bersedia diwawancara:1. Andre Hernando yang berjabatan Associate Auditor.2. Riyan Ganda Prata Manulung yang berjabatan Senior Auditor.3. Hardiyan Yuditya yang berjabatan Assistant Manager Auditor.4. Gea Fabia Ekaputri yang berjabatan Associate Auditor.

Sebelum wawancara, responden mengisi formulir respnden sebagai buktiketersediaan untuk diwawancara dan pencatuman bahwa wawancara sudahsesuai confidentiality policy.

b. Studi Literatur. Studi Literatur dilakukan dengan melukan tabulasi data dariLaporan Keuangan yang relevan untuk memverifikasi hasil wawancaradengan Auditor dan memperoleh pemahaman lebih mendalam terkaitAkuntansi Agrikultur. Tidak hanya melakukan tabulasi, Peneliti melakukanreview mendalam terhadap pengungkapan untuk akun Aset Biologis danProduk Agrikultur dalam laporan keuangan dan melakukan reviewmendalam regulasi dan peraturan seperti Standar Akuntansi Keuanga,Standar Audit, dan Undang – Undang.

c. Observasi. Observasi diperoleh dari Peneliti melakukan 4 bulan (November2015 – Februari 2016) magang di KAP Osman Bing Satrio dan Eny sebagaiAuditor. Di metode penelitian, seharusnya hasil wawancara masih sejalandengan sejalan pengalaman Peneliti meskipun dalam derajat yangbervariasi.

Uji Keabsahan dan TriangulasiTriangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan

sesuatu yang lain dalam membandingkan hasil wawancara terhadap objekpenelitian (Moloeng, 2004’ 330). Triangulasi dapat dilakukan denganmenggunakan teknik yang berbeda yaitu wawancara, observasi, dan dokumen.(Nasution, 2003; 115). Triangulasi juga berguna untuk memperkaya data.

Sugiyono (2007:274) menjelaskan terdapat tiga macam triangulasi, anatalain:

1. Triangulasi Sumber : untuk menguji kredibilitas data dilakukan dengancara mengecek data yang telah diperoleh melalui beberapa sumber.

2. Triangulasi Teknik : untuk menguji kredibilitas data dilakukan dengancara mengecek data kepada sumber yang sama dengan teknik yangberbeda. Dalam teknik ini, keterangan yang diperoleh dari respondenakan dicek kembali dengan analisis observasi, dokumentasi, dankuisioner.

3. Triangulasi Waktu : untuk menguji kredibilias data dengan caramelakukan pengecekan dalam waktu yang berbeda dan kondisi yangberbeda,

Penelitian ini menggunakan kombinasi antara triangulasi sumber dantriangulasi teknik untuk mencapai kredibilitas yang maksimal. Secara garis besarPeneliti akan memverifikasi keterangan responden dengan menanyakan hal yangsama kepada responden yang berbeda. Kemudian keterangan responden tersebutdivalidasi dengan analisis laporan keuangan dan observasi Peneliti sebagai mantanauditor KAP Osman Bing Satrio dan Eny (OBSE).

Adapun utnuk mencapai kepercayaan itu, maka ditempuh langkah sebagaiberikut:

Page 9: Review and Implementasi Konsep Akuntansi Agrikultur, Studi

a. Membandingkan data hasil wawancara dengan isi suatu dokumen yangberikaitan.

b. Membandingkan data hasil wawancara dengan peraturan yang berlaku.c. Membandingkan data hasil wawancara dengan observasi.d. Membandingkan data hasil wawancara dengan hasil – hasil peneltian lain

yang telah dilakukan.

Keterbatasan Penelitian1. Jabatan Auditor paing tinggi yang diwawancara adalah Assistant Manager,

masih ada level Manager, Senior Manager, dan Partner yang belumdiwawancara.

2. Per tanggal penelitian, naskah PSAK 69 masih dalam tahap exposure draftdan Peneliti tidak memiliki akses ke dokumen terkait. Menanggapi tersebutPeneliti menggunakan IAS/IFRS sebagai referensi pengganti yangmerupakan dokumen sumber konvergensi PSAK.

ANALISIS DATA

BAB IVANALISIS DATA

Berikut adalah data deskriptif terkait 4 auditor KAP Osman Bing Satrio danENy yang menjadi responden penelitian:

Tabel 4.1Tabulasi Data Auditor Responden

Nama Posisi PengalamanTerakhir

Audit AsetBiologis

Keterangan

Andre Hernando Associate < 1 tahun Merupakan pegawai baru yang barumasuk di tahun 2016.

Riyan GandaPrata Manurung

Senior > 3 tahun Merupakan Senior yang terkenalberspesialisasi mengauditperusahaan agrikultur.

Gea FebiaEkaputri

Associate < 1 tahun Memiliki pengalaman di klienperusahaan manufaktur yangmemiliki Aset Biologis.

Hardian Yuditya AssistantManager

1 – 3 tahun Sebagai Assistant Manager, tidakberspesialisasi di bidang agrikultur.

Sumber: Diolah dari hasil penelitian, 2016

Bias Responden Menggunakan Perusahaan Kelapa Sawit Sebagai Referensi

Para auditor responden cenderung menggunakan perusahaan kelapa sawitsebagai referensi untuk memahami Akuntansi Agrikultur merupakan faktor dariKAP OBSE sendiri. Dengan kata lain para auditor responden menggunakanperusahana kelapa sawit karena klien audit yang ditemui sebagian besar merupakanperusahaan kelapa sawit.

Page 10: Review and Implementasi Konsep Akuntansi Agrikultur, Studi

Analisis Pengetahuan Auditor Terhadap Akuntansi Agrikultur

Temuan Penelitian Terkait Awareness Auditor Terhadap Akuntansi AgrikulturTahapan wawancara yang dilakukan Peneliti berisi tahapan untuk

mengetahui awareness auditor terhadap standar – standar akuntansi yangmembangun Akuntansi Agrikultur. Berikut adalah tabulasi yang Penelitikumpulkan dari hasil menganilisis jawaban responden.

Tabel 4.2Tabulasi Awareness Auditor Responden

Nama Posisi Memiliki awareness terhadap:IAS 41 FVA Amandemen

ISA 41PSAK 69

Andre Hernando Associate Tidak Tidak Tidak TidakRiyan GandaPrata Manurung

Senior Iya Iya Iya Iya

Gea FebiaEkaputri

Associate Tidak Tidak Tidak Tidak

Hardian Yuditya AssistantManager

Iya Iya Iya Iya

Sumber: Diolah dari hasil penelitian, 2016

Berdasarkan tabel di atas telihat bahwa hanya Auditor di atas posisiAssociate memiliki awareness adanya Akuntansi Agrikultur. Hal inimengindikasikan bahwa Auditor memerlukan pengalaman beberapa tahunmemahami akuntansi yang berlaku meskipun sudah terlibat dalam audit perusahaanterkait. Penjelasan lain terkait data di atas adalah karena KAP OBSE mewajibkantraining topik akuntansi khusus seperti Akunansi Agrikultur yang mungkin tidakdiberikan ke auditor tingkat Associate.

Auditor Ryan sebagai auditor senior memiliki komentar terkait teknisimplementasi akuntansi nilai wajar untuk Akuntansi Agrikultur. Berikut adalahpoin penting hasil wawancara dengan Auditor Ryan:

1) Terdapat permasalahan teknis yang cukup nyata untuk menimbulkankeprihatinan kesulitan untuk mengaplikasikan Fair Value Accounting untukAset Biologis.

2) Kesulitan teknis pengukuran nilai wajar yang dipersepsikan oleh AuditorRiyan sudah cukup untuk membuat Auditor Riyan bahwa konvergensiPSAK 69 tidak akan berhasil.

Analisis Akuntansi Agrikultur Sebelum Konvergensi PSAK 69: Agrikultur

Pengakuan (recognition) Akuntansi Agrikultur dalam Laporan KeuanganBerdasarkan IAS 41: Agriculture seharusnya Akuntansi Agrikultur hanya

mengakui 2 jenis akun aset yaitu Aset Biologis (Biological Asset) dan ProdukAgrikultur (Agricultural Produce). Para auditor responden mempersepsikan AsetBiologis sebagai “Plantation Asset” yang terpisah dari Aset Tetap seperti Mesinatau Bangunan. Kedua para auditor responden memahami Produk Agrkultur

Page 11: Review and Implementasi Konsep Akuntansi Agrikultur, Studi

sebagai Persediaan yang disebut Tandan Buah Segar (TBS) atau Fresh FruitBrunches (FFB). Berikut adalah gambaran visual terkait pemahaman auditor:

Gambar 4.1Awareness Auditor Responden Terhadap Ruang Lingkup Akuntansi

Agrikultur

Sumber: Diolah dari hasil penelitian, 2016

ProdukAgrikultur

AsetBiologis

Akuntansi AgrikulturBerdasarkan StandarAkuntansi IAS 41

Namun semenjak auditormempersepsikan:

Maka persepsi auditorterhadap AkuntansiAgrikultur adalah:

ProdukAgrikultur

Persediaan

PersediaanAsetBiologis

Akuntansi Agrikultur

Page 12: Review and Implementasi Konsep Akuntansi Agrikultur, Studi

Basis Pengukuran (Measurement Basis) untuk Akuntansi Agrikultur SebelumPSAK 69

Berikut adalah tabulasi hasil wawancara terkait basis pengukuran(measurement basis) yang berlaku dalam Akuntansi Agrikultur:

Tabel 4.3Awareness Auditor Responden Terhadap Basis Pengkuruan Akuntansi

Agrikultur

Nama PosisiPernah memiliki klien

pengadopsi IAS 41?Basis Pengukuranyang Digunakan

ClientIya TIdakAndre Hernando Associate X Historical costRiyan Ganda PrataManurung

Senior X Historical cost

Gea FebiaEkaputri

Associate X Historical cost

Hardian Yuditya AssistantManager

X Historical cost

Sumber: Diolah dari hasil penelitian, 2016Secara garis besar Peneliti menemukan dua kesimpulan dari wawancara

dengan aditor responden yaitu:1. Seluruh klien perusahaan yang tidak mengadopsi IAS 41 secara konsisten

menggunakan historical cost basis untuk menilai Aset Biologis dan ProdukAgrikultur.

2. Basis Pengukuran untuk Aset Biologis dan Produk Agrikultur tidakmempertimbangkan faktor variasi fisik aset – aset tersebut misal usia, siklushidup, atau varietas. Pertimbangan auditor dan perusahaan klien terbatas padakesehatan (wellness) aset, atau dengan kata lain terbatas pada aspek value-in-use aset biologis.

Page 13: Review and Implementasi Konsep Akuntansi Agrikultur, Studi

Model Akuntansi Agrikultur Perusahaan Kelapa Sawit

Gambar 4.4Accounting Model Akuntansi Agrikultur Perusahaan Kelapa Sawit

Sumber: Diolah dari hasil penelitian, 2016

Dari penjelasan para auditor hakikatnya biaya untuk membangunperkebunan dikeluarkan secara terus menerus. Biaya perkebunan tersebut misaladalah biaya pupuk, biaya perawat kebun, termasuk alokasi biaya tidak langsung.Biaya perkebunan akan ditangguhkan selama aset masih dalah tahap immature,sedangkan setelah mencapai maturitas biaya perkebunan yang dikeluarkandibebankan ke akun Produk Agrikultur atau Persediaa. Sehingga dengan kata lain,biaya Bahan Baku Mentah atau Persediaan perusahaan kelapa sawit adalah biayaperkebunan untuk blok lahan kelapa sawit yang sudah mature.

Terdapat titik poting (cutoff point) di mana pohon atau blok yang sudahmenghasilkan TBS maka dianggap mature. Seluruh subsequent cost yangdikeluarkan untuk suatu blok lahan yang sudah mature diakumulasikan ke akunPersediaan (Inventory). Konsekuensinya adalah akumulasi biaya historis ProdukAgrikultur akan berakhir di Laporan Keuangan sebagai Harga Pokok Penjualan(Cost of Goods Sold).

AsetBiologis

Diamortisasi selama umur pohonmanfaat kelapa sawit

ProdukAgrikultur

Cutoff maturitas Aset Biologis

Biaya aset

Page 14: Review and Implementasi Konsep Akuntansi Agrikultur, Studi

Model Akuntansi Perusahaan Kertas

Gambar 4.5Accounting Model Akuntansi Agrikultur Perusahaan Manufaktur Kertas

Sumber: Diolah dari hasil penelitian, 2016Berdasarkan wawancara dengan Auditor Gea diketahui bahwa perusahaan

kertas yang memiliki hutan sendiri akan mengakumulasikan biaya pengembangandan perawatan kebun ke akun Aset Biologis sebagai Persediaan. Hal ini tak lainkarena pohon kertas yang ditanam oleh perusahaan memiliki umur lebih dari satuperiode akuntansi tetapi hanya memiliki masa manfaat satu periode karena pohonkertas akan langsung ditebang (disposed) saat pohon kertas mencapai maturitas.Konsekuesinya adalah pohon kertas dapat diklasifikasikan Persediaan (Inventory)tapi memiliki sifat tidak lancar (non-current).

Per standar akuntansi internasional yaitu IAS 41, hutan pohon kertas adalahAset Biologis, sedangkan kayu (timber) hasil penebangan hutan kertas adalahProduk Agrikultur (Agricultural Produce). Hasil analisis wawancara dandokumentasi standar akuntansi masih harus diverifikasi di analisis laporankeuangan.

Audit untuk Akuntansi Agrikultur

Audit bertujuan untuk meningkatkan tingkat kepercayaan pengguna laporankeuangan yang dicapai dengan pernyataan opini auditor (ISA200.3). Dalam prosesaudit tersebut auditor mengumpulkan mengumpulkan sufficient appropriate auditevidence untuk menjadi basis penentuan opini akuntan publik (ISA500.4).

Audit Saldo Akun Asset BiologisSatu hal yang menjadi topik utama ketika membahas audit aset biologis

adalah permasalahan maturitas aset biologis. Auditor responden Andre, Riyan, danHardian sama – sama menekankan pentingnya untuk memisahkan blok – blok lahankebun kelapa sawit yang masih immature dengan blok yang sudah mature.

ProdukAgrikultur

Bahan BakuMentah

Page 15: Review and Implementasi Konsep Akuntansi Agrikultur, Studi

Dari keterangan di atas dapat diketahui bahwa klien perusahaan dan auditormengakui suatu blok perkebunan kelapa sawit sebagai mature ketika blok tersebutsudah menghasilkan produk agrikultur yang disebut dengan Tandan Biah Segar(TBS). TBS tersebut itulah yang menjadi cutoff point untuk menentukan jika blokyang immature sudah beralih menjadi blok yang mature, sehingga blok tersebutmengalami perubahan perlakuan akuntansi. Auditor menggunakan 3 tahun sebagaireferensi atau mengikuti volume produksi pohon kelapa sawit. Pada akhirnyaauditor mengikuti kebijakan akuntansi perusahaan klien.

Berdasarkan observasi Peneliti, perusahaan klien bebas menentukan areaakuntansi yang berupa professional judgment misal penentuan Beban KerugianPiutang (Bad Debt Expense) atau dalam kasus penelitian ini adalah professionaljudgment untuk menentukan kriteria cutoff point maturitas Aset Biologis KebunKelapa Sawit. Auditor hanya sebatas menilai kewajaran professional judgmentyang ditentukan perusahaan klien denganmengobservasi secara objektif bahwa bloklahan kelapa sawit yang diuji memang sudah masuk tahap mature.

Proses Audit Produk AgrikulturDengan melihat keterangan para responden bisa disimpulkan audit untuk

Produk Agrikultur berfokus pada asersi pada tingkat Saldo Akun atau AccountBalance. Artinya adalah auditor berfokus untuk menentukan kebenaran ataukewajaran nominal saldo suatu akun di laporan keuangan. Dalam kasus auditProduk Agrikultur ini maka keempat auditor responden berfokus pada kebenaransaldo akun Persediaan.

Dengan melihat data wawancara dan pengalaman Peneliti melakukan auditPersediaan. Kewajaran asersi tingkat saldo akun untuk akun Produk Agrikultur atauPersediaan diperoleh dengan audior memverifikasi:

· Kuantitas· Pergerakan barang atau akunSesuai pernyataan Auditor Riyan bahwa audit untuk Produk Agrikultur akan

berfokus menentukan keuantitas Tandan Buah Segar yang dinotasi menggunakansatuan ton. Tapi berdasarkan pengalaman Penelitit, ada beberapa situasi di manaauditor harus memperhitungkan faktor pergerakan suatu barang, misal akun BarangDalam Proses yang bergerak cepat audit harus memastikan jumlah Barang Jadi hasilproses Barang Dalam Proses yang menjadi sampel auditor adalah benar jumlahnya.

Berdasarkan observasi Peneliti, salah satu prosedur audit untuk persediaandiberi nama Inventory Counting. Pada tanggal pelaksanaan Inventory Counting,auditor eksternal akan menggunakan management listing untuk akun Persediaanper tanggal pelaksanaan Inventory Counting. Kemudian auditor akan memverifikasikebenaran sampel data management listing dengan data fisik di lapangan.Pengalaman Peneliti melakukan Inventory Counting adalah prosedur audit terseutbiasanya dilakukan bersamaan dengan jadwal audit perusahaan klien.Konsekuensinya pada tanggal pelaksanaan Inventory Counting terdapat dua auditbersamaan yaitu audit oleh auditor eksternal dan audit oleh staff akuntansiperusahaan klien. Perbedaannya adalah auditor eksternal seperti Auditor Andre dnaRiyan hanya memeriksa sampel auditor, sedangkan staff akuntansi perusahaanklien memverifikasi populasi data management listing.

Page 16: Review and Implementasi Konsep Akuntansi Agrikultur, Studi

Analisis Akuntansi Nilai Wajar untuk Akuntansi AgrikulturHasil wawancara dengan Auditor Ryan dan Hardyan memberikan dua cara

pengukuran nilai wajar dalam entitas agrikultur.

1. Eksistensi Technical Guideline untuk Menilai Nilai Wajar

“Irfan : Kalau boleh tahu cara ngitung nilai wajar gimana?Riyan : Kita sudah ada standarnya sendiri. Jadi ada techincal

guideline langsung dari IASB sana, Misal mas untuk buahdengan kondisi tertentu nanti sudah ada nominal nilaiwajar.”

Proses pemakaian techincal guidelines tersebut digambarkan lebihdetail sebagai berikut:

Gambar 4.7Tata Cara Perhitungan Nilai Wajar oleh Auditor Riyan Ganda Prata

Manulung

Sumber: Diolah dari hasil penelitian, 2016

Poin yang dibuat Riyan sebagai Senior Auditor dalam jawaban di atasbahwa IASB sudah menyediakan technical guideline. Techincal Guideline tersebutberdasarkan jawaban Riyan adalah panduan yang berisi daftar teknis denganmelihat kondisi fisik Aset Biologis dan Produk Agrikultur maka bisa langsungdiketahui nominal nilai wajar (fair value) Aset Biologis atau Produk Agrikulturterkait. Dalam konteks yang dibicarakan, techinical guideline tersebut hanyaberlaku untuk sektor industri perkebunan kelapa sawit saja. Riyan sepanjangwawancara sama sekali tidak menyinggung adanya asumsi – asumsi untukmengkalkulasi nilai wajar seperti yang dibahas dalam IFRS 13.

Jawaban dari Riyan tersebut sangat berbeda dengan gambaran awal yangdiperoleh dari literatur akademis dan analisis dokumentasi IFRS 13. Namuntechnical guideline yang disebutkan oleh Riyan kemungkinan merupakandokumentasi internal yang hanya dimiliki oleh pihak – pihak internal perusahaansaja dan bersifat rahasia (confidential).

Fair ValueNominal ($)

Technical Guideline

Page 17: Review and Implementasi Konsep Akuntansi Agrikultur, Studi

2. Asumsi Nilai Wajar untuk Menilai Nilai Wajar “ Irfan : fair value-nya sendiri, cara ngitung sendiri gimana?,

kan kalau baca standar-nya aja kan gak kelihatan. Kira– kira ada nggak technical guideline?

Hardian : Kaya’nya gak ada deh. Irfan : Jadi gak aware nih? Hardian : Karena itu kan banyak asumsi, nilai wajar kan pasti

untuk satu jenis banyak asumsi yang digunakan, pastibutuh expert untuk ngitung fair value.

Irfan : Oke ya, jadi ini gak ada technical guideline, masihpakai professional judgment?

Hardian : Iya.”

Hardian secara kongkrit dan eksplisit menyatakan bahwa nilai wajarseharusnya dinilai oleh profesional khusus menggunakan jasa aktuaria. Dengankata lain menurut Hardian untuk menilai nilai wajar Aset Biologis dan ProdukAgrikultur maka Auditor harus menggunakan jasa aktuaria yang berperan sebagaiAuditor’s Expert. Pernyataan Hardian ini juga sejalan dengan pernyataan Gea yangmenyatakan bahwa untuk aset – aset yang membutuhkan spesialisasi khusus sepertiaset hutan membutuhkan audit terspesialisasi.

Jawaban Hardian tersebut sesuai dengan standar akuntansi IFRS 13: FairValue Measurement di mana untuk penilaian nilai wajar mungkin memutuhkankeahlian khusus. Meskipun demikian Per ISA 620, auditor masih diwajibkan untukmengevaluasi hasil kerja auditor’s expert (ISA 620.3–12).

Tidak hanya jawaban Hardian wajar berdasarkan standar audit tapi jugaberdasarkan peraturan pasar modal yang berlaku di Indonesia. KEP-372.BL/2012tentang Pendaftaran Penilai yang Melakukan Kegiatan di Pasar Modal secaraimplisit menyatakan bahwa Penilai memiliki hal untuk menilai nilai wajar AsetBiologis dan Produk Agrikultur dalam paragraf 5 sebagai salah satu bentukpenilaian properti.

Berdasarkan observasi Peneliti, biasanya untuk akun – akun yang dinilaimenggunakan nilai wajar misal biaya asuransi yang berasal dari definedcontribution plan, pihak menejemen perusahaan klien menggunakan jasa aktuariauntuk menentukan nilai wajar liabilitas dan biaya asuransi tersebut. Setelah pihakaktuaria menyelesaikan pekerjaannya maka dibuatlah Actuarial Repport oleh pihakaktuaria dan diberikan kepada auditor. Auditor dengan pengalaman tinggi biasanyaberjabatan Senior atau Assistant Manager membuat working paper khusus di manaAuditor melakukan recalculation, yaitu auditor melakukan perhitangan ulangseluruh perhitungan yang dilakukan oleh pihak aktuaria menentukan kewajaranactuarial report tersebut.

Analisis Laporan KeuanganPeneliti melakukan tabulasi laporan keuangan untuk memperoleh

pemahaman lebih mendalam dengan melihat – melihat pola – pola yang terbentukoleh tabulasi data – data laporan keuangan dalam konteks Akuntansi Agrikultur.

Untuk menyusun tabulasi laporan keuangan Peneliti mengumpulkan sampellaporan keuangan dari perusahaan terdaftar di bursa, 8 perusahaan dari AmerikaSerikat (USA), 2 dari Singapura, 8 dari Malaysia, 3 dari New Zealand,dan 4 dari

Page 18: Review and Implementasi Konsep Akuntansi Agrikultur, Studi

Indonesia. Semua sampel tersebut diambil secara acak. Peneliti menyusun tabulasidengan kolom – kolom sebagai berikut:

a. Nama Perusahaanb. Negara. Kolom negara ini diisi berdasarkan lokasi bursa di mana

perusahaan melampirkan laporan keuangan. Hal ini biasanya ditentukanoleh lokasi negara di mana perusahaan parent berada.

c. Komoditas. Kolom Komoditas diisi dengan melihat komoditas – komoditasyang diproduksi oleh perusahaan terkait.

d. Tahune. Adopsi Akuntansi Agrikultur. Hal ini ditentukan dengan melihat apakah

perusahaan memiliki akun Aset Biologis (Biological Asset) atau tidak.Perusahaan yang tidak memiliki akun Aset Biologis dianggap belummengadopsi Akuntansi Agrikultur.

f. Basis Pengukuran Akuntansi Agrkultur. Peneliti melihat notes onfinancial statement untuk akun Aset Biologis dan Persediaan apakah keduaakun tersebut dinliai menggunakan Nilai Wajar (Fair Value) atau BiayaHistoris (Historical Cost).

g. Amandemen IAS 41. Peneliti di sini menentukan apakah perusahaan sudahmenerapkan amandemen IAS 41 atau tidak dengan melihat notes onfinancial statement.

Page 19: Review and Implementasi Konsep Akuntansi Agrikultur, Studi

Tabel 4.4Tabulasi Pelaporan Akuntansi Agrikultur

Nama Perusahaan Negara Komoditas TahunAdopsi

AkuntansiAgrkultur

Basis PengukuranAkuntansi Agrikultur

AdopsiAmandemen

IAS 41PT Pabrik KertasTjiwi Kimia Tbk. Indonesia Paper 2015 Iya biaya historis tidakPT PerkebunanNusantara IV Indonesia tea and palm oil 2014 Iya biaya historis tidakAstra Agro Lestari Indonesia palm oil 2015 Iya biaya historis tidakPT Dharma SatyaNusantara Indonesia palm oil 2014 Iya biaya historis tidak

Indo Agri Malaysiapalm oil, sugarcane,and rubber 2014 Iya nilai wajar, level 2 tidak

Genting Plantation Malaysia palm oil 2014 Tidak <tidak ada pengungkapan> tidakFelda GlobalVentures HoldingBerhad Malaysia palm oil & rubber 2014 Iya nilai wajar, level 2 tidakIOI Group Malaysia palm oil & rubber 2015 Tidak <tidak ada pengungkapan> tidakMP Evans Group Malaysia palm oil 2014 Iya nilai wajar, level 2 tidakSarawak PlantationBerhad Malaysia palm oil 2012 Iya nilai wajar, level 2 tidakUnited MalaccaBerhad Malaysia palm oil 2014 Iya nilai wajar, level 1 tidakUnited PlantationBerhad Malaysia palm oil 2014 Iya biaya historis tidak

Page 20: Review and Implementasi Konsep Akuntansi Agrikultur, Studi

Landcorp FarmingLtd. New Zealand Livestock 2015 Iya nilai wajar, level 1 tidakZespri Kiwifruit New Zealand Kiwi 2015 Tidak <tidak ada pengungkapan> tidakSilver Fern Farms New Zealand Livestock 2015 Iya nilai wajar, level 2 tidakGolden AgriResources Ltd. Singapore palm oil 2014 Iya nilai wajar, level 2 tidakWilmar International Singapore palm oil 2014 Iya nilai wajar, level 2 tidakThe Andreson, inc USA grain & corn 2014 Tidak <tidak ada pengungkapan> tidakAgria Co. USA grain & livestock 2015 Iya nilai wajar, level 2 tidak

Adecoagro S. A. USAcoffe, sugarcane,crops, rice 2015 Iya nilai wajar tidak

Diageo USA Alcohol 2015 Iya <tidak ada pengungkapan> tidakFresh Del MonteProduce inc. USA

fresh vegetables andfruit 2014

iya (sebagaiinventories) tidak ada tidak

Brasilagro USA grain & sugarcane 2015 Iya nilai wajar tidakBunge Ltd. USA sugar & bioenergy 2014 Tidak <tidak ada pengungkapan> tidakLimoneira USA Lemon 2014 Tidak <tidak ada pengungkapan> tidak

Sumber: Diolah dari hasil penelitian, 2016

Page 21: Review and Implementasi Konsep Akuntansi Agrikultur, Studi

Melihat hasil tabulasi di atas dan menganilisis detail laporan keuangan, Penelitimengamati pola – pola yang terbentuk sebagai berikut:

1. Indonesia adalah satu – setunya negara yang meskipun belum mengadopsiIAS 41 ataupun PSAK 69 sudah mengaplikasikan Akuntansi Agrikutltur.Seluruh laporan keuangan perusahaan Indonesia yang menjadi sampelsemuanya memiliki akun khusus untuk aset kehutanan dan memilikikebijakan akuntansi untuk memisahkan aset kehutanan yang immaturedengan yang sudah mature.

2. Jenis komoditas yang digeluti oleh perusahaan sampel secara umum tidakberpengaruh pada adopsi Akuntansi Agrikultur. Pada tanggal penelitianmasih belum terlihat bagaimana amandemen IAS 41 berdampak padabeberapa komoditas misal minyak kelapa sawit semenjak tidak earlyadopter yang menjadi sampel.

3. Terdapat beberapa perusahaan yang tidak memiliki akun Aset Biologis(Biological Asset) meskipun dalam Annual Report perusahaan dijelaskanmemiliki bisnis perkebunan dan penjualan produk agrikultur. Semuaperusahaan yang demikian semuanya juga memiliki pengungkapan(disclosure) yang terbatas untuk akun Property, Plant, and Equipment.Beberapa perusahaan sampel memang tidak mengadopsi AkuntansiAgrikultur versi IAS 41.

4. Perusahaan – perusahaan yang sudah menerapkan IAS 41 menggunakanpenilaian nilai wajar yang bervariasi yaitu antara level satu atau dua. Hal inisudah sesuai dengan Fair Value Hierarchy dalam IFRS 13, meskipunpengungkapan nilai wajar yang diberikan tidak terlalu ekspilisit.

5. Tidak ada perusahaan sampel yang sudah mengadopsi amandemen IAS 41.Hal ini disebabkan oleh masalah timing semenjak amandemen IAS 41dipublikasikan Juni 2014 sehingga pada tahun 2014 amandemen tersebutbelum efektif berlaku. Penyebab kedua adalah tidak ada perusahaan sampelyang eksplisit menyatakan untuk menjadi pengadopsi awal amandemen IAS41.

6. Negara Amerika Serikat, Selandia Baru, dan Malaysia tidak menunjukkankonsistensi aplikasi Akuntansi Agrikultur. Dalam satu negara beberapaperusahaan sudah mengadopsi Akuntansi Agrikultur sedangkan beberapaperusahaan belum. Hal ini mengindikasikan kemungkinan bahwa PSAK 69nantinya tidak akan diadopsi secara merata oleh perusahaan agrikultur diIndonesia.

7. Pengungkapan (disclosure) untuk Produk Agrikultur (AgriculturalProduce) lebih terbatas dan sedikit dibandingkan pengungkapan untuk AsetBiologis (Aset Biologis). Hal ini bisa dibuktikan dengan perusahaan –perusahaan sampel tidak membuat akun khusus untuk Produk Agrikultur,tapi langsung dimasukkan bersama dalam akun Persediaan (Inventory).

Page 22: Review and Implementasi Konsep Akuntansi Agrikultur, Studi

Model Akuntansi Aset Biologis Perusahaan Kelapa Sawit di Indonesia

Berikut adalah bagian Consolidated Statement of Financial Position untuk asetmilik PT Astra Agro Lestari Tbk. Yang menjadi referensi reviu model AkuntansiAgrikultur di Indonesia:

Gambar 4.9Laporan Keuangan Parsial PT Astra Agro Lestari Tbk. Tahun 2015

Sumber: Laporan Keuangan PT Astra Agro Lestari Tbk., 2015Sesuai dengan jawaban para auditor responden ,di bagian laporan keuangan

di atas Aset Biologis memiliki akun bernama “Tanaman Perkebunan” atau“Plantation” yang terpisah dari akun Aset Tetap. Kemudian aset TanamanPerkebunan tersebut masih dipisah dua antara aset yang sudah mature dengan yangimmature. Aset yang sudah mature diberi nama “Tanaman menghasilkan, setelahdikurangi akumulasi penyusutan”, sedangkan aset yang masih immature disebut“Tanaman yang belum menghasilkan”.

Page 23: Review and Implementasi Konsep Akuntansi Agrikultur, Studi

Gambar 4.10Pengungkapan Kebijakan Akuntansi Aset Biologis (Tanaman Perkebunan)

PT Astra Agro Lestari Tbk Tahun 2015

Sumber: Laporan Keuangan PT Astra Agro Lestari Tbk., 2015Sesuai dengan pernyataan para auditor responden aspek maturitas PT Astra

Agro Lestari Tbk. mengungkapkan bahwa suatu kebun kelapa sawit dianggapdewasa (mature) setelah berumur tiga sampai empat tahun dengan rata – rataproduksi Tandan Buah Segar (TBS) empat sampai enam ton per hektar dalam satutahun.

Untuk memastikan kasus PT Astra Agro Lestari Tbk. bukan kasus yangterisolasi maka Peneliti mengambil data Palm Age Profile dari beberapa AnnualReport milik perusahaan sampel. Berikut adalah data Palm Age Profile yangPeneliti kumpulkan:

Gambar 4.11Golden-Agri Resources Ltd. Palm Age Profile 2014

Sumber: Golden Agri-Resources Annual Report, 2014

Gambar 4.12

Page 24: Review and Implementasi Konsep Akuntansi Agrikultur, Studi

PT Perkebunan Nusantara IV Palm Age Profile

Sumber: Laporan Tahunan PT Perkebunan Nusantara, 2014Gambar 4.13

Wilmar International Palm Age Profile

Sumber: Wilmar International Annual Report, 2015Dari data Palm Age Profile di atas telrihat bahwa masing - masing

perusahaan memiliki kebijakan akuntansi yang berbeda untuk menentukan titikmaturitas pohon kelapa sawit. Wilmar International menggunakan umur minimaltiga tahun sedangkan Golden Agri Resources dan PT Perkebunan Nusantara IVmenggunakan usia minimal empat tahun. Pada akhirnya kebijakan akuntansitersebut merupakan hak manajemen, sedangkan sebagaimana dijelaskansebelumnya hanya bertugas menilai kewajaran kebijakan akuntansi yang diterapkanmanajemen perusahaan klien.

Page 25: Review and Implementasi Konsep Akuntansi Agrikultur, Studi

Model Akuntansi Produk Agrikultur Perusahaan Kelapa Sawit di Indonesia

Gambar 4.14Pengungkapan Akun Produk Agrikultur (Persediaan) Laporan Keuangan

PT Astra Agro Lestari Tbk., 2015

Sumber: Laporan Keuangan PT Astra Agro Lestari Tbk., 2015Para auditor responden menganggap Produk Agrikultur sebagai akun

Persediaan (Inventory) yang berupa akun Raw Material, Work-in-Process, danFinished Goods.

Barang Jadi tak lain adalah TBS mentah yang sudah dipanen olehperusahaan per tanggal neraca. Barang Dalam Proses adalah biaya yang dikeluarkanuntuk lahan kelapa sawit yang masih belum berbuah per tanggal neraca. SedangkanBahan Peunjang adalah bahan yang dimiliki perusahaan untuk menunjangopersional perkebunan yang masih belum digunakan.

Page 26: Review and Implementasi Konsep Akuntansi Agrikultur, Studi

Analisis Penentuan Nilai Wajar per Laporan Keuangan

Berikut adalah tabulasi metode penentuan nilai wajar yang diuangkapkan olehperusahaan baik nasional maupun internasional:

Tabel 4.5Tabulasi Metode Pengukuran Nilai Wajar Aset Biologis

Nama PerusahaanBasis Pengukuran

AkuntansiAgrikultur

Metode Penilaian Nilai Wajar

Jasa PenilaiIndependen

Uji AsumsiNilai Wajar(Nilai wajar,

level 2)

Tidak adapengungkapan

terkaitGolden Agri ResourcesLtd. nilai wajar, level 2 XIndo Agri nilai wajar, level 2 XFelda Global VenturesHolding Berhad nilai wajar, level 2 XMP Evans Group nilai wajar, level 2 XUnited Malacca Barhad nilai wajar, level 1 xLandcorp Farming Ltd. nilai wajar, level 1 xSilver Fern Farms nilai wajar, level 2 XWilmar International nilai wajar, level 2 x XAgria Co. nilai wajar, level 2 X

Adecoagro S. A. nilai wajar XBrasilagro nilai wajar X

Sumber: Diolah dari hasil peneliian, 2016Dari tabulasi di atas diketahui tiga perusahaan yang secara eksplisit

mengungkapkan menggunakan jasa penilai independen, enam perusahaanagrikultur yang disampel peneliti menggunakan analisis uji asumsi sebagaimanayang diatur oleh IFRS 13 sebagai metode pengukuran nilai wajar level 2.Sedangkan sisanya tidak mengungkapkan bagaimana perusahaan mengetahuivariasi nilai wajar.

Besarnya proporsi penggunaan metode pengukuran nilai wajar level 2menjadikan bukti yang lebih kuat untuk mendukung pernyataan Hardian.

Reviu Literatur Hasil Temuan Penelitian

Justifikasi Depresiasi untuk Aset Biologis Secara KonseptualPada dasarnya Aset Biologis selama masih berbasis biaya historis akan

dikenakan amortisasi atau depresiasi sepanjang umur manfaat aset. Hendriksen &Breda (1991) menyatakan depresiasi bermula dari struktur tradisional yangmenyatakan depresiasi sebagai alokasi biaya yang rassional dan sistematiskemudian berkembang menjadi 2 intepretasi definisi depresiasi yang mendukungrelevansi praktik depresiasi untuk pengambilan keputusan:1. Sebagai ukuran penuruan nilai aset terkait.2. Sebagai alokasi biaya berdasarkan basis ekspektasi manfaat yang akan diterima

di setiap periode.

Page 27: Review and Implementasi Konsep Akuntansi Agrikultur, Studi

Dalam konteks Aset Biologis, definisi pertama menjadi problematissemenjak Aset Biologis memiliki karakteristik transformasi biologis (biologicaltransformation) sehingga Aset Biologis justru mengalami peningkatan nilai denganberjalannya waktu.

Interpretasi kedua di mana depresiasi diintepretasikan sebagai alokasi biaya.Hendriksen & Breda (1991) menyatakan 2 ukuran yang menjadi basis alokasi biayayaitu: i) jasa fisik (physical service), dan ii) .potensi jasa (service potential). Jasa(service) di sini adalah manfaat yang akan diterima dari penggunaan aset.

Pada depresiasi berbasis jasak fisik (physical service), depresiasi dihitungberdasarkan input-output pemakaian fisik. Dalam konteks Aset Biologis, basis inimenjadi problematis semenjak tidak hanya Aset Biologis tumbuh secara fisik tapijuga pemakaian Aset Biologis tidak mengurangi produktifitas Aset Biologis terkait.

Pada potensi jasa (service potential), dengan basis potensi jasa, alokasibiaya didasarkan total potensi jasa yang diekspektasikan pada tanggal penerimaanaset tanpa perusahana potensi yang material.

Studi literatur ini mengkonfirmasi keputusan IASB untuk memasukkanbearer plant menjadi aset tetap dan dikenai depresiasi. Depresiasi untuk AsetBiologis yang dikategorikan bearer plant menjadi logis dengan membasiskanpotensi jasa dan kemampuan perusahaan untuk mengestimasi umur aset secarahandal.

Aspek Teoritis Produk Agrikultur Berbasis Biaya HistorisProduk Agrikultur oleh perusahaan agrikultur di Indonesia berdasarkan

hasil wawancara dihitung senilai agregasi biaya-biaya untuk memeliharaperkebunan setelah aset mencapai meturitas. Sistem valuasi ini disebut HistoricalInput Value (Hendriksen & Berda, 1991).

Bosch et al (2010) melaporkan petani, mahasiswa, dan akuntan mengalamikesulitan menghitung biaya historis dalam bentuk seringnya melakukan salahhitung. Namun hal ini sangat kontras dengan hasil wawancara auditor respondenyang tidak pernah menyinggung kesulitan perhitungan biaya historis. Auditormenjelaskan dengan sistem akuntansi yang rapi, maka auditor bisa secara cepatmenghitung total biaya untuk Produk Agrikultur.

Perbedaan hasil penelitian ini bisa dijelaskan oleh perbedaan ukuran bisnissubyek penelitian Bosch et al (2010) dengan hasil wawancara adalah Bosch et al(2010) menggunakan subyek penelitian usaha kecil sedangkan klien audit KAPOBSE sebagian besar adalah korporat. Hal ini konsisten dengan Jana dan Mara(2014) yang menemui perbedaan aplikasi standar akuntansi agrikultur antaraperusahaan kecil menegah dengan perusahaan besar.

Reviu Awareness Auditor Terhadap Standar AkuntansiHasil wawancara menunjukkan bahwa minimal auditor harus

berpengalaman Senior Auditor untuk mampu menunjukkan awareness terhadapstandar akuntansi tertentu. Dengan kata lain terdapat aspek pengalaman sebagaiauditor yang terasosiasi dengan awareness auditor terhadap standar akuntansi.

Perbedaan awareness di antara auditor tidak lain adalah perbedaan faktorkompetensi profesional yaitu kemampuan menunjukkan pengetahuan di bidangakuntansi keuangan (IES 2, 2015). Di dunia akademis, DeAngelo (1981)mendefinisikan faktor kompetensi auditor bersamaan faktor independensi

Page 28: Review and Implementasi Konsep Akuntansi Agrikultur, Studi

membentuk metrik kualitas audit. Kualitas audit menurut DeAngelo (1981) adalahkemampuan untuk mendeteksi error di sistem keuangan klien dan membawakesalahan tersebut ke laporan audit. Sehingga dengan kata lain rendahnyaawareness yang masih ditunjukkan Associate Auditor tidak hanya mengartikanrendahnya komptensi akuntansi profesional tapi juga kualitas audit yang mampudiberikan Associate Auditor.Penjelasan Akademis Terhadap Firm-Specific Knowledge yang Dimiliki AuditorRiyan

Perbedaan Senior Audittor Riyan dengan Assistant Manager adalah auditorlebih berpengalaman di sektor agrikultur. Sehingga Auditor Riyan mampu untukmenjelaskan secara detail proses akuntansi perusahaan agrikultur termasuk tata carapenilai nilai wajar Aset Biologis yang Peneliti duga sebagai inside information.Dengan kata lain Senior Audittor Riyan memiliki firm-specific knowledge, yaitupengetahuan khusus terhadap jenis perusahaan terkait saja (Scott, 1995) dankompetensi sebagai auditor.

Fenomena tingginya pengetahuan Auditor Riyan disebabkan oleh keahlianpengalaman audit konsisten dengan literatur-literatur akademis. St.Piere danAnderson (1984) menemukan peningkatan firm-specific knowledge bersamaandengan berjalannya durasi hubungan klien-auditor (auditor tenure). Gul et al (2009)mengamati di mana auditor dengan industry expertise mampu menunjukkan laporankeuangan dengan kualitas laba (earning quality) yang lebih tinggi dibandingkanauditor tanpa industry expertise, Gul et al (2009) mengatributkan perbedaantersebut oleh kemampuan auditor dengan industry expertise untuk mendeteksikejanggalan dan misrepresentasi mendukung kualitas audit tinggi. Tidak hanyamemiliki kualitas audit yang lebih tinggi, auditor dengan industry expertise sepertiAuditor Riyan juga lebih resisten oleh konflik kepentingan (conflict of interest)dalam proses pengambilan keputusan (Guiral et al, 2015).

Ekspektasi Adopsi PSAK 69 : Agrikultur di IndonesiaPada awal berita adanya konvergensi PSAK menggunakan IAS 41 :

Agriculture bisa terlihat besarnya signifikansi konvergensi tersebut semenjakBadan Pusat Statistika mencatat industri pertanian dan peternakan menyumbang12% dari total Produk Domestik Bruto di tahun 2014. Namun signifikansi tersebutberubah dengan amandemen IAS 41 yang sudah diintegrasikan ke exposure draftPSAK 69 di mana Aset Biologis yang dikategorikan bearer plant dikeluarkan daricakupan IAS 41 dan masuk ke IAS 16 sehingga diperlakukan selayaknya Property,Plant, and Equipemt. Amandemen tersebut juga senada dengan IFRS untuk SmallMedium Enterprise (SME) yang membolehkan entitas berskala kecil dan menengahuntuk memilih antara cost model atau revaluation model dalam AkuntansiAgrikultur,

Pertama, terdapat tren peningkatan bisnis UMKM yang tidak harusmengaplikasikan PSAK penuh, BPS mencatat kontribusi GDP oleh UMKMmencapai 50% dari total GDP Indonesia di tahun 2014. Kedua, data eksporIndonesia oleh Bank Indonesia sebagian besar terisi oleh komoditas yang dihasilkanoleh bearer plant seperti kopi, karet alam, coklat ,dan minyak sawit yang notabeneadalah bearer plant.

Dengan melihat data – data yang dikumpulkan selama penelitian makaPeneliti menelaah bahwa konvergensi PSAK 69 tidak akan berdampak terlalu

Page 29: Review and Implementasi Konsep Akuntansi Agrikultur, Studi

material semenjak sebagian Aset Biologis yang dimiliki perusahaan arikultur diIndonesia bisa diklasifikasikan sebagai bearer plant atau pengusaha terkait tidakberskala cukup besar sehinga diwajibkan menggunakan PSAK 69. Sehingga padaakhirnya akuntansi berbasis historis akan tetap dominan untuk entitas agrikultur diIndonesia bahkan setelah konvergensi PSAK 69.

Aspek terakhir konvergensi PSAK 69 adalah Produk Agrikultur yang akanberlaku secara merata bahkan untuk perusahaan yang memiliki bearer plant.Keharusan mengaplikasikan nilai wajar untuk Produk Agrikultur sesuaikonvergensi tidak akan menimbulkan distrupsi proses akuntansi yang materialsemenjak harga pasar untuk kemoditas agrikultur mudah untuk diobservasi. Entitasbisa menggunakan harga komoditas dari pasar komoditas di luar negeri seperti NewYork Merchentile Exchage (NYMEX) atau pasar komoditas tujuan ekspor entitasagrikultur terkait sebagai dasar nominal nlai wajar Produk Agrikultur. KesimpulanPeneliti ini juga didukung oleh sampel laporan keuangan perusahaan agrikulturyang menunjukkan entitas perusahaan yang sebagian besar menggunakan hierarkilevel 1 untuk menentukan nilai wajar Produk Agrikultur yang mengindikasikanentitas perusahaan tidak menghadapi kesulitan yang signifikan dalam valuasi nilaiwajar Produk Agrikultur.

KESIMPULAN

Penelitian ini pada dasarnya menunjukkan bahwa pertama, topik AkuntansiAgrikultur membutuhkan pengalaman tersendiri untuk memahaminya bahkan dikalagan auditor sekalipun. Kedua, sebagaian besar entitas di Indonesia masihmeggunakan biaya historis untuk mengimplementasikan Akuntansi Arikultur.Ketiga, terdapat isu terdapat variasi praktik penentuan nilai wajar dalam konteksAkuntansi Agrikultur yang berdampak berkurangnya nilai komparabilitas antarentitas oleh informasi Akuntansi Agrikultur.

Penelitian mengalami keterbatasan bahwa tidak semua jenjang auditor diKAP OBSE menjadi auditor responden. Jabatan auditor tertinggi yangdiwawancara adalah Assistant Manager, masih terdapat posisi yang lebih tinggiseperti Manager, Senior Manager, bahkan Principal Partner yang mungkinmemiliki pemahaman dan fokus yang berbeda terkait praktik Akuntansi Agrikulturdalam perikatan audit.

Diharapkan dengan penelitian ini para Entitas yang bergerak di bidangAgrikultur memiliki referensi untuk mengimplementasikan Akuntansi Agrikulturisal di area pengakuan biaya perkebunan dan titik potong maturitas kebun. BagiPerguruan Tinggi. Adapaun untuk Perguruan Tinggi diharapkan penelitian bergunasebagai referensi Akuntan Pendidik untuk mengajarkan proses AkuntansiAgrikultur di Universitas.

Bagi peneliti yang akan meneliti topik Akuntansi Agrikultur, penelitian dimasa depan bisa difokuskan ke fenomena Akuntansi Agrikultur yang terjadi setelahproses konvergensi PSAK 69 terjadi dan efektif berlaku. Penelitian di masa depantidak sebatas mendefinisikan dan menjelaskan Akuntansi Agrikultur seperti ini tapijuga bisa diperluas untuk mengetahui dampak konvergensi PSAK 69 baik dari sisimetrik value relevance, aspek discretionary accrual, ataupun perubahan biayaadministrasi untuk mengaplikasin nilai wajar di Akuntansi Agrikultur. Padaakhirnya masuh banyak potensial yang bisa dieksplor setelah konvergensi terjadi.

Page 30: Review and Implementasi Konsep Akuntansi Agrikultur, Studi

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, F. B. A., Aladwan, M. S. 2015. The Effect of Fair Value Accounting onJordanian Investment Properties. International Jpurnal of FinancialResearch. Vol. 6, No. 4.

Al-Saudat, Ziat, 2014. Evaluation of Accounting Systems Used by Companies in theAgriculture Sector in Jordan: A Field Study. International Journal ofEcnonomics and Finance; Vol. 6, No. 2.

Anagnostopoulos, Yiannis dan Buckland, Roger. 2005. Historical Cost Versus FairValue Accouting in Banking: Implications for Supervision, Provisioning,Financial Reporting, and Market Discipline. Journal of BankingRegulations, Vol. 6, No. 2.

Bayboltave, N. A., Makulova, A. T., Abaeva K., Alibekova, B. A., Bolysbayeva,A.. 2014. Problems of Development of Accounting on Peasant (Farm)Enterprises in Republic of Kazakhstan. Asian Soacial Science Vol. 11, No.14. Cadian Center of Science and Education.

Bell, Timothy B., dan Griffin, Jeremy B. 2012. COmmnetary on Auditing HighUncertainty Fair Value Estimates. Auditing: A Journal of Practice &Theory Vol. 31, No. 1.

Brad, L., Dobre, F. Turlea, C., dan Brasoveanu, I. V.. 2014. The Impact of IFRSAdoption inROmania Upon the Earning Managemnet of the BucharestStock Exchange Entities. Elsevier Scince Direct.

Bosch, Josep M. Argiles, Aliberch, Anna Sabata, Blandon, Josep Garcia. 2010. AComparative Study of Difficulties in Accounting Preparation and Judgmentin Agriculture Using Fair Value and Historical Cost for Biological AssetsValuation. RC-SAR Vol. 15 p. 109-142.

Carnegie, Garry D., Napier, Christoper J.. 2002. Exploring ComparativeInternational Accounting History,. Accounting, Auditing, & AccountabilityJournal; Vol. 15, No. 5.

Chebaane, Sawcen, Othman, Hakim Ben. 2014. The Impact of IFRS Adoption onValue Relevance of Earnings and Book Value of Equity: The Case ofEmerging Markets in African and Asian Regions. Procedia Social andBehavioral Sciences 145 (2014) p. 70-80.

Creswell, J. W. 1998. Qualitative Inquiry and Research Design: Choosing AmongFive Traditions. Thousands Oaks: London

Diaz, Balen-Gonzales, Fernandez, Roberto Garcias, Diaz, Antonio Lopez. 2015.Auditor Tenure and Audit Quality in Spanish State-Owned Foundations.Spanish Accounting Review 18 (2) (2015) p. 115-126.

Elad, Charles dan Herbohn, Kathleen. 2011. Implementing Fair Value Accountingin the Agricultural Sector. The Institute of Chartered Accountants ofScotland.

Page 31: Review and Implementasi Konsep Akuntansi Agrikultur, Studi

European Financial Reporting Advisory Group (EFRAG). 2013. Getting A BetterFramework: The Asset/Liability Approach Bulletin.

Festiani, Satrya. 2015. Indonesia-Selandia Baru Tingkatkan Kerja Sama Ekonomi.Republika. http://www.republika.co.id/berita/ekonomi/bisnis-global/15/03/04/nkofxz-indonesiaselandia-baru-tingkatkan-kerja-sama-ekonomi (diakses 12 Desember 2015)

Feleage, Liliana, Feleage, Nicule, Raileanu, Vasile. 2012. TheoreticalConsiderations about Implementation of IAS 41 in Romania. Theoreticaland Applied Economics; Vol. 29, No. 2(567), pp. 31-38.

Francis, J. dan Schipper, K. 1999. Have Financial Statement Lost Their Relevance?.Journal of Accounting Research 57, p. 319-352.

G20 Leaders Statement: The Pittsburgh Summit. 2009.http://www.g20.utoronto.ca/2009/2009communique0925.html (diakses 12Desember 2015)

Guiral, Andres, Rodgers, Waymond, Ruiz, Emiliano, Gonzalo-Agulo, Jose A..2015. Can Expertise Mitigate Auditors Unintentional Biases?. Journal ofInternational Accounting, Auditing, and Taxation 24 (2015), p. 105-117

Gul, Ferdinand A., Fung, Simon Yu Kit, Bikki, Jaggi. 2009. Earnings Quality:Some Evidence on the Role of Auditor Tenure and Auditors’ IndustryExpertise. Journal of Accounting and Economics 47 (2009), p. 265-287

Hanselman, Orlando. 2009. Full Fair Value Accountingl Its Time Has Come. BankAsset/Liability Management.

Hansen, Thomas Bowe. 2002. Disertasi. The Demand and Supply of InternationalAccounting Standards; Empirical Evidence from Lobbying of the IASB.Emory University.

Hayati, Murni, Yurniwati, Putra, A. Rizal. 2015. The Effect of Intellectual Capitalto Value Relevance of Accounting Information Based on PSAKConvergence of IFRS (Manufacture Firms in Indonesia). Procedia – Socialand Behavioral Sciences 211 (2015) p. 999-1007.

Higgins, E. Tory, Sorrentino, Richard M.. 1996. Shared Reality: How SocialVerification Makes the Subjective Objective. Handbook of Motivation andCognition, Vol. 3, pp. 28-84

Hoogervorst, Hans. 2015. Historical cost versus fair valuemeasurement: lesextremes se rejoignent. IASB Speech.

Hui, Du, Fang Li, Sherry, Zhaohui Xu, Randall. 2014. Adjustment of ValuationInputs and It’s Effect on Value Relevance of Fair Value Measurement.Research in Accounting Regulation. No. 26, pp. 54-66.

International Accounting Standard Board (IASB). 2014. Blue Book 2014 IAS 41:Agriculture.

Page 32: Review and Implementasi Konsep Akuntansi Agrikultur, Studi

International Accounting Standard Board (IASB). 2014. Blue Book 2014 IAS 16:Property, Plant, and Equipment.

International Accounting Standard Board (IASB). 2014. Blue Book 2014 IFRS 13:Fair Value Measurement.

International Auditing and Assurance Standard Board (IAASB). 2015. ISA 200:Overall Objectives of the Independent Auditor And The Conduct of An AuditIn Accordance With International Standards on Auditing.

International Auditing and Assurance Standard Board (IAASB). 2015. ISQC 1:Quality Control for Firms that Perform Audits and Assurance of FinancialStatements and Other Assurance and Related Services Engagements.

International Accoutning Eduacation Standards Board (IASESB). 2011. IES 8:Professional Competence for Engagement Partners Responsible for Auditsof Financial Statements (Revised).

Internatinal Accounting Standard Board. 2007. An Asset and Liability Approach(Agenda Paper 4B).

International Education Standard (IES) 2. 2015. International AccountingEducation Standard Board.

Jana, Hinke, dan Marta, Starova. 2014. The Fair Value Model for the Measurementof Biological Assets and Agricultural Produce in the Czech Republic.Procedia Economics and Finance 12 (2014) p. 213-220.

Jin, Kai, Yaowen Shan, Taylor, Stephen. 2014. Matching Between Revenues andExpenses and the Adoption of International Financial Reporting Standards.Pasific-Basin Finance Journal 35 (2015) p. 90-107.

Kaplan, S. E., O’Donnell, E. F., Arel, B. M.. 2008. The Influence of AuditorExperience on the Persuasivenedd of Information Provided byManagement. Journal of Practice & Theory, Vol. 27, No. 1, 00. 67-83.

Karampisnis, Nikolaos I., Hevas, Dimosthenis L. 2009. Mandating IFRS in anUnfavorable Environment: The Greek Experience. The InternationalJournal of Accounting 46 (2011) 304-332

Krumwiede, Tim. 2008. Why Historical Cost Accoutning Makes Sense. StrategicFinance.

Kurniawan, Rendra, Mulawarman, Aji Dedi, Kamayanti, Ari. 2014. BiologicalAssets Valuation Reconstruction: A Critical Study of IAS 41 on AgriculturalAccounting in Indonesia Farmers. Procedia – Social and BehavioralSciences 164 (2014) p. 68-75.

Liu, Xiaoyan, Yu, Yanqing. 2013. Impact in Earning Management of Fair ValueMeasurement Based on Electric Power Industry. Internatinoal BusinessResearch; Vol. 6, No. 8.

Liu, Yichao. 2010. The Study of the Applization Status of Fair Value Accounting inChina. International Jounral of Business and Management; Vol. 4, No. 9.

Page 33: Review and Implementasi Konsep Akuntansi Agrikultur, Studi

Macve, R. H.. 2014. Fair Value vs Conservatism? Aspects of the History ofAccoutning, Auditing, Business, and Finance From Ancient Mesopotamiato Modern China. The British Accounting Review.

Mousoud, Najeb dan Daas, Abdullah. 2014. Fair-Value Accounting’s Role in theGlobal Financial Crisi?: Lessons for the Future. International Journal ofMarketing Studies; Vol. 6, No. 5.

Prochazka, David. 2011. The Role of Fair Value Measurement in the RecentFinancial Crunch. Economics, Management, and Financial Markets; Vol.6, No. 1.

Palea, Vera. 2014. Fair Value Accounting and It’s Usefulness to FinancialStatement Users. Journal of Financial Reporting and Accouting, Vol. 12,No. 2.

Palea, Vera. 2013. IAS/IFRS and Financial Reporting Quality: Lessons from theEuropean Experience. China Journal of Accounting Research.

Palea, Vera. 2013. IAS/IFRS and Financial Reporting Quality: Lessons from theEurpean Experience. China Journal of Accounting Research 6 (2013) p.247-263.

Paul, Ebling. 2001. Fair Value Accounting: Breaking A Butterfly Upon A Wheel.Balance Sheet, Vol. 9, No. 1.

Peng, Songlan dan Bewley, Kathryn. 2010. Adaptability to Fair Value Accoutningin An Emerging Economy. Accounting, Auditing, & Accountability Journal,Vol. 23, No. 8.

Ronen, Josua. 2008. To Fair Value or Not to Fair Value: A Broader Perspective.ABACUS, Vol. 44, No. 2.

Ryan, Stephen G. 2008. Fair Value Accouting: Understanding the Issues Raised bythe Credit Crunch. Council of Insitutional Investors.

Scott, William R. 1995. Financial Accounting Theory. Cangage Learning

Shelton, A. W.. 1999. The Effects of Experience on the Use of Irrelevent Evidencein Auditor Judgment. The Accounting Review. Vol. 74, No. 2, 00. 217-224.

St. Pierre, K. dan Anderson, J. A. 1984. An Analysis of the Factors Associated withLawsuit Against Public Accountants. Accounting Review 59(2), p. 242-263.

Sun, Pingsheng, Liu, Xiaoyan, dan Cao, Yuan. 2011. Research on the IncomeVolatility of Listed Banks in China: Based on the Fair Value Measurement.International Business Research; Vol. 4, No. 3.

Sun, Pingsheng, Liun Xiaoyan, Cao, Yuan. 2011. Research on the Income Volatilityof Listed anks in Chinea: Based on the Fair Value Measurement.International Business Research, Vol. 4, No. 3.

Wilson, Allister. 2001. Fair Value and Measurement: Where the Conflicts Lie.Balance Sheet; Vol 9, No. 4; Banking Information Source.

Page 34: Review and Implementasi Konsep Akuntansi Agrikultur, Studi

Yin Fah, Foo. 2006. Fair Value Accounting for Local Farm Sector. Proquest.

Yin, Robert K., 2009. Case Study Research: Design and Method. Sage Publishing.4th Edition.

Zhang, Ying, Andrew, Jane, dan Rudkin, Kathy. 2012. Accounting as AnInstrument of Neoliberalisation?. Accounting, Auditing, & AccountabilityJurnal, Vol. 25, No. 8.