ringkasan eksekutif - sistem informasi investasi dan pasar...
TRANSCRIPT
Kajian Rantai Pasok Baja Konstruksi Untuk Mendukung Investasi Infrastruktur 5 - 1
KAJIAN RANTAI PASOK BAJA KONSTRUKSI UNTUK MENDUKUNG
INVESTASI INFRASTRUKTUR
RINGKASAN EKSEKUTIF
Tahun Anggaran 2012
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM BADAN PEMBINAAN KONSTRUKSI
PUSAT PEMBINAAN SUMBER DAYA INVESTASI Jln. Pattimura No. 20, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan
Kajian Rantai Pasok Baja Konstruksi Untuk Mendukung Investasi Infrastruktur 5 - 2
Daftar Isi
Halaman
Daftar Isi i
Daftar Gambar iii
Daftar Tabel v
1. Pendahuluan 1 - 1
1.1. Latar Belakang 1 - 1
1.2. Maksud dan Tujuan 1 - 6
1.3. Sasaran 1 - 6
2. Metodologi Penelitian 2 - 1
2.1. Metodologi Studi 2 - 1
2.2. Perancangan Pengambilan Data 2 - 3
2.3. Responden Survei 2 - 5
2.4. Jadual Survei 2 - 7
3. Kebutuhan Baja Konstruksi 3 - 1
3.1. Perekenomian Nasional 3 - 1
3.2. Profil Konstruksi Nasional 3 - 3
3.3. Data Kebutuhan (demand) Baja Konstuksi 3 - 4
3.4. Sebaran Kebutuhan Baja Konstruksi 3 - 13
4. Pasokan Baja Nasional 4 - 1
4.1. Industri Baja Dunia 4 - 3
4.2. Industri Baja Nasional 4 - 9
4.3. Komoditas Baja Konstruksi 4 - 10
Kajian Rantai Pasok Baja Konstruksi Untuk Mendukung Investasi Infrastruktur 5 - 3
4.4. Produsen Baja Konstruksi 3 - 13
5. Rantai Pasok 5 - 1
5.1. Rantai Pasok 5 - 1
5.2. Struktur, Perilaku dan Kinerja Rantai Pasok Konstruksi 5 - 6
5.3. Supply Channel 5 - 7
5.4. Kajian Rantai Pasok 5 - 9
5.5. Hasil Survei 5 - 10
5.6. Permasalahan Umum Dalam Rantai Pasok Baja Konstruksi di Indonesia 5 -36
6. Kesimpulan dan Rekomendasi 6 - 1
6.1. Kesimpulan 6 -1
6.2. Rekomendasi 6 -2
Daftar Pustaka
Kajian Rantai Pasok Baja Konstruksi Untuk Mendukung Investasi Infrastruktur 5 - 4
Daftar Gambar
Halaman
Gambar 1.1. Indikasi Investasi untuk Infrastruktur dalam MP3EI 1 - 4
Gambar 2.1 Bagan Alir Pelaksanaan 2 - 2
Gambar 2.2 Structure Channel di Konstruksi 2 - 5
Gambar 3.1 Penggunaan Material Baja pada Commercial dan
Industrial Buildings
3 - 5
Gambar 3.2 Penggunaan Material Baja pada Power plant dan Batching plant 3 - 5
Gambar 3.3. Penggunaan Material Baja Ringan pada Residential dan Housing pada
StrukturAtap
3 - 6
Gambar 3.4 Penggunaan Material Baja Infrastruktur 3 - 7
Gambar 3.5 Peta Sebaran Demand Baja 3 - 14
Gambar 4.1 Produksi Baja Dunia 4 - 2
Gambar 4.2 Perkembangan Produksi Baja Dunia 4 - 2
Gambar 4.3 Pohon Industri Baja Nasional 4 - 6
Gambar 4.4 Kapsitas Produksi Baja Nasional 4 - 7
Gambar 4.5 Trend Produksi Baja Indonesia 2004-2009 4 - 7
Gambar 4.6. Trend Ekspor Baja Indonesia 2004-2009 4 - 8
Gambar 4.7 Trend Impor Baja Indonesia 2004-2009 4 - 8
Gambar 4.8 Komoditas Produik Baja 4 - 9
Gambar 4.9 Peta Sebaran Komoditas Baja Konstruksi Nasional 4 - 15
Gambar 4.10 Peta Sebaran Pasokan Baja Konstruksi Nasional 4 - 16
Gambar 5.1 Rantai Pasok Konstruksi 5 - 2
Gambar 5.2 Konseptual Supply Chain Proyek Konstruksi 5 - 5
Gambar 5.3 Hubungan Konseptual Antara Struktur, Perilakuk dan Kinerja Rantai
Pasok
5 - 6
Gambar 5.4 Framework Distribusi Channel Structure 5 - 7
Gambar 5.5 Pendekatan Channel Structure 5 - 8
Kajian Rantai Pasok Baja Konstruksi Untuk Mendukung Investasi Infrastruktur 5 - 5
Gambar 5.6 Skema Rantai Pasok di Indonesia 5 - 8
Gambar 5.7 Tipologi Organisasi Rantai Pasok 5 - 10
Gambar 5.8 Rantai Pasok Baja Tulangan 5 - 14
Gambar 5.9 Rantai Pasok Baja Profil 5 - 16
Gambar 5.10 Rantai Pasok Pipa Baja 5 - 18
Gambar 5.11 Rantai Pasok Steel Wire 5 - 20
Gambar 5.12 Rantai Pasok Baja Ringan 5 - 22
Gambar 5.13 Komponen Export PT. Komatsu Indonesia 5 - 24
Gambar 5.14 Komponen In House PT. Komatsu Indonesia 5 - 25
Gambar 5.15 Rantai Pasok Baja Alat Berat 5 - 26
Kajian Rantai Pasok Baja Konstruksi Untuk Mendukung Investasi Infrastruktur 5 - 6
Bab I
Pendahuluan
1.1. Latar Belakang
Salah satu faktor bagi suatu negara untuk dapat bersaing adalah memiliki tingkat
produktivitas yang kompetitif. Produktivitas ini akan menjadi pondasi bagi para pengambil
kebijakan untuk memperbaiki kondisi mikro dan makro ekonomi, sehingga kebijakan tersebut
mampu untuk memperbaiki tingkat produktivitas. Dengan demikian produktivitas akan
menentukan posisi yang strategis untuk mengetahui posisi negara tersebut. Untuk dapat
meningkatkan produktivitas terdapat dua belas pilar pendukung. Keduabelas pilar tersebut
institutions, infrastructure, macroeconomics environment, health and primary education,
higher education and training, goods market efficiency, labor market efficiency, financial
market development, technology readiness, market size, business sophistication, innovation.
Keduabelas faktor ini juga dapat menjadi indeks untuk mengukur tingkat kompetitif bagi
suatu negara.
Keterkaitan penelitian ini dengan keduabelas faktor difokuskan pada infrastruktur.
Infrastuktur menjadi penting karena dengan adanya infrastrukstur yang layak akan menjamin
dari keberlangsungan perekonomian. Jika perekonomian meningkat maka akan memberikan
kontribusi yang signikan terhadap produktivitas. Berdasarkan The Global Competitiveness
Report 2011-2012 yang diterbitkan oleh World Economic Forums, pada tahun 2011-2012
daya saing Indonesia berada pada peringkat46setelah Portugal dari 142 negara. Sedangkan
pada tahun 2010-2011, daya saing Indonesia berada pada peringkat 44. Hal ini memberikan
indikasi bahwa tingkat produktivitas Indonesia menurun 2 peringkat. Faktor yang menjadi
penyebab turunnya peringkat ini adalah tingkat ketersediaan infrastruktur yang masih rendah.
Sehingga memperlambat laju tingkat perekonomian. Dampak dari kondisi semacam ini
berkurangnya minat investor untuk memindahkan investasinya ke negara tetangga yang
kondisi infrastrukturnya relatif lebih memadai. Oleh karena itu, diperlukan percepatan
pembangunan infrastruktur di Indonesia.
Kajian Rantai Pasok Baja Konstruksi Untuk Mendukung Investasi Infrastruktur 5 - 7
Upaya untuk mempercepat ketersediaan infrastruktur yang layak dan memadai adalah
harus ditunjang oleh sumber daya material dan peralatan yang memiliki waktu pendek
sehingga tingkat ketercapaian infrastruktur dapat lebih tinggi.Ketersediaan material yang
memungkinan untuk mencapai kondisi tersebut adalah baja.Material baja memberikan
peluang positif dari sisi waktu karena selain kemudahan untuk dikerjakan juga dapat
dikerjakan off-site. Semula baja hanya fokus digunakan untuk pekerjaan struktur pada
penulangan saja ataupun pada gelagar dan rangka jembatan, atau struktur rangka
pergudangan, tetapi dalam perkembangannya baja dengan berbagai modifikasi dimungkinkan
dipakai pada elemen bangunan yang lain seperti baja ringan pada atap. Pertimbangan
pemakaian baja ringan menjadi pilihan karena adanya isu-isu strategis untuk mengurangi
dampak dari pemanasan global.Oleh karena itu, penggunaan baja ringan menjadi kompetitif
terhadap material kayu sebagai upaya untuk mengurangi kelangkaan penggunaan kayu.Tabel
berikut ini akan memberikan gambaran tentang permintaan baja di konstruksi berdasarkan
RPJM dan MP3EI.
Tabel 1.1.Kebutuhan Material dan Peralatan Konstruksi
No Jenis MPK
Kebutuhan Per Tahun
Berdasarkan RPJM Berdasarkan MP3EI 2012 2013 2014 2012 2013 2014
1 Semen (juta ton) 12.1 13.9 16.0 12.1 18.6 21.4
2 Baja (juta ton) 5.3 6.0 7.0 7.6 10.1 12.6
3 Aspal (ribu ton) 1250 1.7 2.0 2800 3.7 4.7
4 Alat berat (ribu unit) 42 50 60 38.1 51 64 Sumber: Kementerian Pekerjaan Umum Badan Pembinaan Konstruksi dalam
Seminar Nasional Peluang Pasar Material dan Peralatan Konstruksi untuk Mendukung Penyelenggaraan
Infrastruktur Nasional, Jakarta 4 Mei 2012
Selain itu, seiring pesatnya pertumbuhan ekonomi dan penduduk serta terbatasnya
lahan,terutama pada wilayah perkotaan telah membuat kecenderungan penyelenggaraan
konstruksi ke arah bidang bangunan yang lebih kompleks, misalnya: bangunan bertingkat
tinggi, gedung pertemuan dan olahraga dengan ukuran super besar, pembangunan jembatan
dengan bentang panjang sebagai alternatif solusi transportasi yang lebih ekonomis,
pengembangan jaringan perpipaan dalam sistem penyediaan air minum dan sebagainya.
Perkembangan penggunaan baja tersebut menyebabkan kenaikan tingkat konsumsi baja dalam
jumlah yang cukup besar.Berdasarkan angka pertumbuhan 8,25%/tahun pada periode 2004-
2009, maka estimasi kebutuhan baja di Indonesia sampai dengan 2025 seperti pada tabel di
bawah ini.
Kajian Rantai Pasok Baja Konstruksi Untuk Mendukung Investasi Infrastruktur 5 - 8
Tabel 1.2.Estimasi Kebutuhan Baja Nasional Sampai dengan 2025
Konsumsi Baja 2011 2015 2020 2025
Jumlah konsumsi (juta ton) 10.36 14.22 21.14 31.43
Konsumsi/kapita (kg/kapita/tahun) 43 57 81 116
Sumber: Natsir, M., Sistem Rantai Pasok Material Dan Peralatan Konstruksi Untuk
Mendukung Investasi Infrastruktur dalam Seminar Nasional Peluang Pasar Material dan Peralatan Konstruksi
untuk Mendukung Penyelenggaraan Infrastruktur Nasional, Jakarta 4 Mei 2012
Tingkat konsumsi baja suatu negara pada saat ini telah menjadi salah satu indikator
dalam kemajuan negara tersebut.Semakin makmur suatu negara, yang ditunjukkan dengan
nilai PDB per kapita, cenderung memiliki konsumsi baja yang semakin tinggi sebagaimana
terlihat pada Tabel 1.3.Tingkat konsumsi baja perkapita Indonesia pada saat itu tercatat hanya
sebesar 38,7 kg, berada dibawah konsumsi baja Philipina pada tahun 2008 sebesar 39.4
kg/kapita/tahun. Menurut Natsir, M., (2012) dengan asumsi pertumbuhan konsumsi baja di
ketiga negara tersebut 5%/tahun, maka konsumsi baja rata-rata pada tahun 2025 diestimasikan
sebesar 453 kg/kapita/tahun. Dengan demikian, jika ingin bersaing dengan ketiga negara
tersebut, maka industri baja nasional perlu meningkatkan kapasitas produksinya sebesar
14%/tahun sejak saat ini, agar dapat memenuhi kebutuhan tersebut.Untuk mendorong
pertumbuhan ekonomi di Indonesia, pemerintah telah merencanakan percepatan peningkatan
investasi infrastruktur dalam beberapa tahun ke depan. Hal ini tertuang dalamProgram Master
Plan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI), dimana di
dalamnya terdapat alokasi dana yang sangat besar pada sektor infrastruktur.
Tabel 1.3. Konsumsi Baja di Negara Asia dan Australia Tahun 2008
Negara PDB Per Kapita Konsumsi Baja
(kg/kapita)
Vietnam 1.054 94,8
Philipina 1.847 39,4
Indonesia 2.252 38,7
Thailand 3.937 203,1
Malaysia 7.014 297,7
Taiwan 17.013 693,3
Korea 19.076 1.222,4
Jepang 38.442 608,4
Singapura 38.723 775,1
Australia 47.430 367,1 Sumber: Natsir, M., Sistem Rantai Pasok Material Dan Peralatan Konstruksi Untuk
Mendukung Investasi Infrastruktur dalam Seminar Nasional Peluang Pasar Material dan Peralatan Konstruksi
untuk Mendukung Penyelenggaraan Infrastruktur Nasional, Jakarta 4 Mei 2012
Kajian Rantai Pasok Baja Konstruksi Untuk Mendukung Investasi Infrastruktur 5 - 9
Gambar 1.1. Indikasi investasi untuk infrastruktur dalam MP3I
Sumber: Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) 2011-2025
*Catatan:Jumlah tersebut terdiri dari investasi dari Pemerintah, Badan Usaha Milik Negara, dan sektor swasta
Seiring dengan rencana pengembangan infrastruktur tersebut, dapat dipastikan
kebutuhan baja sebagai material konstruksi di Indonesia akan semakin meningkat pula.Selain
digunakan sebagai bahan bangunan, baja juga sangat dibutuhkan dalam mendukung industri
manufaktur permesinan, misalnya industri alat otomotif dan alat berat. Industri alat berat
nasional saat ini mengalami kemajuan yang cukup pesat, yaitu 15% pertahun. Berdasarkan
informasi yang diperoleh dari Asosiasi Industri Alat Besar Indonesia (HINABI), tercatat
beberapa merek alat berat ternama seperti Komatsu, Sakai, Bomag dan produsen lainnya yang
tergabung dalam HINABI telah mampu memproduksi alat berat di dalam negeri dengan
persentase kandungan lokal sebagaimana terlihat pada tabel berikut:
Tabel 1.4. Persentase Komponen Lokal Produk Alat Berat Nasional
Kandungan Lokal 2006 2010 est 2015 target
Excavator 45 % 50% 60%
Bulldozer 40 % 50% 60%
Dump Truck 20 % 35 % 40%
Sumber: Kementerian Pekerjaan Umum Badan Pembinaan Konstruksi dalam
Workshop Kebijakan dan Strategi Pembinaan Sumber Daya Material dan Peralatan Konstruksi,
Jakarta 6-7 Maret 2012
Kajian Rantai Pasok Baja Konstruksi Untuk Mendukung Investasi Infrastruktur 5 - 10
Sebagian dari local content tersebut masih memerlukan raw material yang berasal
dari impor, antara lain: weld wire, steel bar, wiring cable, dan material baja lainnya,
khususnya baja mutu tinggi. Kebutuhan baja yang masih besar, baik material baja lokal
maupun impor merupakan peluang yang hendaknya dapat dimanfaatkan para produsen baja
nasional, sehingga ketahanan industri baja nasional untuk mendukung penyelenggaraan
konstruksi dan industri manufaktur berbasis baja menjadi lebih kuat.
Sebagaimana diketahui, Indonesia merupakan salah satu konsumen sekaligus
produsen baja yang besar. Kapasitas produksi baja nasional pada tahun 2011 tercatat sebesar
18,9 juta ton, sedangkan konsumsi baja nasional pada tahun 2011 diperkirakan mencapai 12
juta ton. Berdasarkan dari sisi supply dan demand, seharusnya kebutuhan baja nasional telah
dapat dipenuhi. Akan tetapi, ternyata masih ditemukan berbagai permasalahan terkait dengan
pemenuhan baja nasional.Sedangkan dari berbagai informasi yang diperoleh, tercatat bahwa
Indonesia masih memenuhi sebagian besar kebutuhan baja dalam negeri melalui impor
sebanyak 4-5 juta ton per tahunnya.Berbagai permasalahan seperti fluktuasi harga masih
sering kali terjadi, terutama pada masa puncak proyek (Oktober-Desember) sehingga produk
baja standar seringkali tidak terjangkau oleh pelaksana konstruksi dalam menyelesaikan
pekerjaannya.Penggunaan baja non standar (ukuran “banci”) kemudian menjadi alternatif
pilihan dalam situasi tersebut.Dengan terjadinya keruntuhan beberapa bangunan jembatan
dalam satu tahun terakhir ini semakin menyadarkan kita akan pentingnya perhatian terhadap
kualitas baja yang digunakan, terutama dengan adanya beberapa rencana pembangunan mega
proyek infrastruktur kedepan yang menuntut baja dengan kualitas tinggi.
Untuk menjawab tantangan tingkat konsumsi baja Nasional yang cenderung
meningkat serta berbagai permasalahan yang dihadapi tersebut, khususnya baja untuk
keperluan material konstruksi dan material alat berat konstruksi kedepan, maka diperlukan
suatu sinergi diantara para pemangku kepentingan untuk melakukan pengelolaan rantai pasok
baja konstruksi yang lebih baik agar penyelenggaraan infrastruktur di Indonesia dapat berjalan
dengan lancar. Kesiapan produsen nasional terhadap rencana proyek-proyek infrastruktur
strategis, seperti rencana pembangunan Jembatan Selat Sunda dan kesiapan dalam
menghadapi ACFTA yang akan berlaku secara penuh pada tahun 2018 sangat diperlukan,
sehingga diharapkan produsen baja lokal dapat memegang peranan yang lebih besar dalam
memenuhi kebutuhan baja konstruksi nasional. Dengan dipenuhinya pasokan dari dalam
negeri, diharapkan kontinyuitas pasokan dan kestabilan harga dapat lebih terjamin.Selain itu
tentunya akan semakin mengurangi pengeluaran devisa untuk impor dan dapat meningkatkan
perekonomian nasional. Dalam hal ini, sistem informasi yang cepat dan terupdate mengenai
Kajian Rantai Pasok Baja Konstruksi Untuk Mendukung Investasi Infrastruktur 5 - 11
kebutuhan baja konstruksi, standar dan katalog produk, kapasitas produksi, tingkat konsumsi,
serta perkembangan harga baja terbaru sangat diperlukan untuk dapat dimanfaatkan secara
luas, baik oleh masyarakat, kalangan industri baja, investor yang berencana melakukan
investasi di Indonesia, maupun pihak pemerintah sebagai sumber pertimbangan untuk
membuat dan mengambil kebijakan.
Dalam rangka mewujudkan tujuan tersebut, Pusat Pembinaan Sumber Daya Investasi
bermaksud menyelenggarakan kegiatan Kajian Rantai Pasok Baja Konstruksi Untuk
Mendukung Investasi Infrastruktur.Hasil dari kegiatan ini diharapkan dapat memperoleh
informasi terkait kondisi dan permasalahan rantai pasok baja sertamembangun kesepahaman
diantara pemangku kepentingan yang terkait untuk mengatasi berbagai permasalahan yang
dihadapi.Dengan demikian,diharapkan penyelenggaraan infrastruktur di Indonesia dapat
berjalan dengan lancar, efektif dan efisien.
1.2. Maksud dan Tujuan
Maksud dari penelitian ini adalah untuk mengkaji keseimbangan ketersediaan dan kebutuhan
serta tata niaga baja konstruksi untuk mendukung program penyelenggaraan
infrastruktur.Sedangkan tujuannya adalah merumuskan rekomendasi kebijakan peningkatan
efektifitas dan efisiensi rantai pasok dan tata niaga baja konstruksi nasional.
1.3. Sasaran
Sasaran dari penelitian adalah:
a. Siklus produk baja konstruksi
b. Rumusan permasalahan pasok baja konstruksi
c. Katalog baja konstruksi
d. Sistem produksi baja konstruksi
e. Pasokan bahan baku untuk produksi baja konstruksi
f. Porsi penggunaan dan produksi baja konstruksi terhadap baja secara keseluruhan
g. Rumusan ketersediaan baja konstruksi nasional
h. Rumusan kebutuhan baja konstruksi nasional
i. Keseimbangan ketersediaan dan kebutuhan baja konstruksi
j. Tata niaga pasokan baja konstruksi nasional
k. Informasi rantai pasok baja ringan
l. Potensi pengembangan industri baja konstruksi nasional
Kajian Rantai Pasok Baja Konstruksi Untuk Mendukung Investasi Infrastruktur 5 - 12
m. Rumusan rekomendasi kebijakan peningkatan efektifitas dan efisiensi rantai pasok dan
tata niaga baja konstruksi nasional
Bab II
Metoda Penelitian
2.1. Metodologi Studi
Metoda yang digunakan dalam penelitian ini dibagi menjadi beberapa tahapan pelaksanaan
sebagai berikut:
1. Tahap I
Pada tahapan ini, kegiatan yang dilakukan meliputi kajian literatur terhadap material baja,
profil konsumsi baja, demand-kapasitas-trend produk baja, profil produsen baja di
Indonesia, standar-standar yang digunakan, rantai pasok, struktur-perilaku-kinerja rantai
pasok konstruksi, supply channel, kajian rantai pasok, mengidentifikasi jenis komoditas
baja, dalam kajian ini hanya dibatasi pada baja konstruksi, baja yang digunakan untuk alat
berat dan baja ringan untuk komponen atap dari gedung, melakukan kajian pasar terhadap
kebutuhan baja dan menyusun draft model struktur baja, kemudian tahap akhir dari bagian
pendahuluan adalah perancangan survei
2. Tahap II
Menyusun draft model struktur rantai pasok baja, kemudian perancangan survei, lalu
dilanjutkan dengan kegiatan pelaksanaan survei di lokasi-lokasi yang telah ditentukan
yaitu Banten, Surabaya, Palembang, Manado dan Banjarmasin. Setelah survei
dilaksanakan, diadakan Focus Group Discussion (FGD) yang akan membahas tentang
hasil survei, dan dari hasil FGD ini diharapkan memberikan masukan terhadap hasil survei
guna yang akan digunakan sebagai inputan terhadap penyusunan struktur rantai pasok
baja konstruksi, penyusunan katalog dan pengembangan katalog serta kajian pasar baja
konstruksi pemetaan rantai pasok baja. Bagian ini terdiri dari beberapa kegiatan yaitu
penyusunan katalog dan pengembangan katalog serta pemetaan rantai pasok baja.
Tahapan kegiatan ini diperoleh setelah melakukan survei baik sekunder maupun primer
Kajian Rantai Pasok Baja Konstruksi Untuk Mendukung Investasi Infrastruktur 5 - 13
a. Survei institusional
b. Survei wawancara
c. Survei inventarisasi/kondisi
Pelaksanaan Survei
a. Administrasi dan personel
b. Penyusunan metodologi, rencana kerja dan rencana survei
c. Kajian data sekunder, peraturan terkait dan
studi yang pernah dilakukan
Persiapan
Analisa Rantai Pasok Baja
Kajian literatur
Dasar analisa:
a. Identifikasi pihak-pihak (pelaku dan pembuat kebijakan)
b. Identifikasi hubungan antar pihak-pihak (pengadaan dan kontrak)
c. Channel Structure (variasi channel dan faktor yang menyebabkan)
d. Kapasitas pihak-pihak (level rantai pasok, kapasitas supply, tingkat
penyerapan, komposisi, importasi, harga dan masalah yang berhubungan
dengan tata niaga
Perencanaan struktur
katalog
Identifikasi komoditas
baja
Kajian Pasar Baja
Draft Model Struktur
Rantai Pasok Perancangan survei
Pemetaan rantai
pasok baja
Pengembangan
katalog
Finalisasi Studi
Analisa dan potensi rekomendasi
FGD
Loka Karya
.
Tah
ap
I
Tah
ap
II
Tah
ap
III
T
ah
ap
IV
Lap
ora
n P
en
dah
ulu
an
Lap
ora
nP
en
dah
ulu
an
Tah
ap
II
Tah
ap
III
T
ah
ap
IV
T
ah
ap
II
Tah
ap
III
Lap
. Fin
al
Lap
ora
n A
nta
ra
Lap
ora
n A
kh
ir
Gambar 2.1.Bagan Alir Pelaksanaan Studi
Kajian Rantai Pasok Baja Konstruksi Untuk Mendukung Investasi Infrastruktur 5 - 14
Tahap III
Tahap akhir dari studi ini melakukan analisa dengan beberapa faktor yang mempengaruhi
terhadap rantai pasok baja, yaitu identifikasi pihak-pihak yang terdiri dari pelaku dan
pembuat kebijakan, identifikasi hubungan antar pihak-pihak yang meliputi pengadaan
dan kontrak, channel structure, terdiri dari variasi channel dan faktor yang menyebabkan
dan kapasitas pihak-pihak yang terdiri dari: level rantai pasok, kapasitas supply, tingkat
penyerapan, komposisi, importasi, harga dan masalah yang berhubungan dengan tata
niaga. Setelah dilakukan analisa, hasilnya kemudian dipaparkan dalam sebuah workshop
yang tujuannya melakukan validasi terhadap analisa pekerjaan yang telah dilaksanakan
sampai sejauh ini. Selain itu workshop juga dapat memberikan masukan pada analisa
pekerjaan yang belum sempurna.
Tahap IV
Tahapan ini meliputi analisa akhir, kesimpulan, dan potensi rekomendasi terhadap studi
rantai pasok baja yang telah dilakukan. Merupakan tahap akhir dari studi yang mana akan
diambil kesimpulan dari keseluruhan studi ini yang kemudian akan dirumuskan menjadi
rekomendasi-rekomendasi bagi pemerintah.
2.2. Perancangan Pengambilan Data
Pengambilan data dalam kajian ini menggunakan kuesioner yang disesuaikan dengan jenis
responden yang menjadi target survei. Untuk itu kuesioner dibedakan menjadi 6 macam
berdasarkan jenis entitas yang akan dicari informasinya, antara lain sebagai berikut:
Q(1) berisikan daftar pertanyaan yang ditujukan pada pihak Produsen baja
Q(2) berisikan daftar pertanyaan yang ditujukan pada pihak Kontraktor
Q(3.1) berisikan daftar pertanyaan yang ditujukan pada pihak Distributor baja
Q(3.2) berisikan daftar pertanyaan yang ditujukan pada pihak Fabrikator baja
Q(4) berisikan daftar pertanyaan yang ditujukan pada pihak Konsultan
Q(5) berisikan daftar pertanyaan yang ditujukan pada pihak Asosiasi
Kajian Rantai Pasok Baja Konstruksi Untuk Mendukung Investasi Infrastruktur 5 - 15
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
Karakteristik
Penggunaan
Produk
9
Praktek
Rantai Pasok11
Hubungan
dalam
anggota
rantai pasok
16
Karakteristik
Penggunaan
Produk
14
Praktek
Rantai Pasok15
Hubungan
dalam
anggota
rantai pasok
4
Karakteristik
Penggunaan
Produk
12
Praktek
Rantai Pasok4
Hubungan
dalam
anggota
rantai pasok
5
Karakteristik
Penggunaan
Produk
22
Praktek
Rantai Pasok8
Hubungan
dalam
anggota
rantai pasok
8
Karakteristik
Penggunaan
Produk
5
Praktek
Rantai Pasok12
Hubungan
dalam
anggota
rantai pasok
3
6Asosisasi, BPS
(Q5)
2 Produsen (Q2)
3
Servis Center,
Fabrikator dan
Sub Kontraktor
(Q3.1)
No RespondenJenis
Pertanyaan
Jumlah
Pertanyaan
1 Kontraktor (Q1)
4Distributor
(Q3.2)
Sasaran berdasarkan KAK
5 Konsultan (Q4)
Berikut adalah kesesuaian kuesioner yang dibuat dengan sasaran yang akan dituju yang
tertera dalam Kerangka Acuan Kerja (KAK)
Tabel 2.1. Matriks Kesesuaian Instrumen dengan Sasaran KAK
Kajian Rantai Pasok Baja Konstruksi Untuk Mendukung Investasi Infrastruktur 5 - 16
Gambar 2.2.Structure Channel di Konstruksi Sumber: Abduh, M., Workshop Identifikasi Rantai Pasok Sumber Daya Material dan Peralatanuntuk
Mendukung InvestasiI nfrastruktur Hotel Amos Cozy, Jakarta, 19 April 2011
Pusat Pembinaan Sumber Daya Investasi Kementrian Pekerjaan Umum
Berdasarkan Gambar 2.2, pelaksanaan survei dimulai dari kontraktor atau proyek yang
sedang dikerjakan. Informasi yang diharapkan dari kontraktor atau proyek adalah aliran
barang dan jasa yang diperoleh untuk memenuhi kebutuhan material baja.
2.3. Responden Survei
Dalam survei ini, informasi diperoleh dengan cara pengisian kuesioner dan wawancara
yang diajukan kepada para responden. Adapun yang menjadi responden antara lain:
Produsen baja, merupakan pihak yang mengolah material mentah baja menjadi bahan baku
yang akan diolah oleh pihak fabrikator.
Fabrikator baja, merupakan pihak yang mengolah bahan baku yang diproduksi oleh
produsen. Pihak fabrikator akan membentuk bahan baku tadi menjadi berbagai macam
bentuk baja yang diinginkan konsumen. Kemudian dari fabrikator, barang tersebut bisa dijual
langsung ke konsumen, ataupun bisa melalui distributor.
Distributor, merupakan pihak yang menyalurkan barang dari fabrikator ke distributor. Dalam
hal ini biasanya distributor menyimpan barang di inventory (gudang), biasanya dikenal
sebagai stockist. Kemudian dari distributor kemudian barang disalurkan ke tangan konsumen.
Distributor juga bisa menyalurkan barang ke distributor yang lebih kecil kapasitasnya, atau
bisa juga disebut retail /atau toko bangunan yang biasanya dijual ke masyarakat.
Servis
center
Sub-
kontraktor
Kontraktor
Fabrikator
Produsen
Distribut
or
Kajian Rantai Pasok Baja Konstruksi Untuk Mendukung Investasi Infrastruktur 5 - 17
No Kota Nama Perusahaan Status Keterangan
1 PT. Pembangunan Perumahan (Persero) Kontraktor BUMN
2 PT. Krakatau Steel (Persero) Produsen BUMN
3 PT. Gunung Garuda Produsen/Fabrikator Swasta
4 PT. Interworld Steel Produsen/Fabrikator Swasta
5 PT. Master Steel Produsen/Fabrikator Swasta
6 PT. Power Steel Produsen/Fabrikator Swasta
7 PT. Tata Logam Lestari Fabrikator Swasta
8 PT. KHI Pipe Industries Fabrikator Swasta
9 PT. Sumiden Serasi Fabrikator Swasta
10 PT. Delta Systech Indonesia Service Center Swasta
11 PT. Perentjana Djaja Konsultan Swasta
12 PT. Nindya Karya (Persero) Kontraktor BUMN
13 PT. Wijaya Karya (Persero) Kontraktor BUMN
14 PT. Wika Gedung Kontraktor BUMN
15 PT. Surya Abadi Putra Distributor Swasta
16 PT. Hutama Karya (Persero) Kontraktor BUMN
17 PT. Adhi Karya (Persero) Kontraktor BUMN
18 PT. Alpin Karya Kontraktor Swasta
19 PT. Muara Dua Distributor Swasta
20 PT. Bisma Distributor Swasta
21 Roofmart Distributor Swasta
22 PT. Wijaya Karya (Persero) Kontraktor BUMN
23 PT. Leilem Jaya Kontraktor Swasta
24 PT. Pilar Dasar Membangun Kontraktor Swasta
25 PT. Wijaya Kombos Indah Distributor Swasta
26 CV. Suma Tirta Kencana Distributor Swasta
27 Toko Pelita Indah Distributor Swasta
28 PT. Bhirawa Produsen/Fabrikator Swasta
29 PT. Hanil Jaya Steel Produsen/Fabrikator Swasta
30 PT. Ispat Indo Produsen/Fabrikator Swasta
31 PT. Kongdom Indah Fabrikator Swasta
32 PT. Steel Pipe Indonesia Fabrikator Swasta
Jakarta & Sekitarnya
Banjarmasin
Palembang
Manado
Surabaya
Penyedia jasa service center, merupakan pihak yang menyediakan jasa galvanizing, coating,
erection, instalasi, welding, cutting, dan lain-lain. Jasa service center bisa merupakan pihak
yang terintegrasi langsung dengan pihak fabrikator, bisa juga merupakan pihak yang berdiri
sendiri.
Kontraktor, dalam hal ini merupakan pihak yang menggunakan atau pemakai dari komoditas
baja. Kontraktor dapat dibedakan menjadi konstraktor besar dan kontraktor kecil, dalam
hubungannya dengan rantai pasok baja konstruksi keduanya berbeda dari segi kuantitas
volume pembelian produk baja.
Konsultan, adalah perwakilan dari owner (pemilik proyek). Salah satu pekerjaan konsultan
adalah sebagai perencana. Kemudian dari perencanaan nanti bisa ditentukan apakah
konstruksi yang akan dibangun akan menggunakan materail baja sebagai material utama atau
tidak, oleh karena itu perlu juga dilakukan survei bagaimana proses pemilihan material utama
dalam konstruksi, dan apakah material baja menjadi prioritas utama pemilihan.
Berikut adalah daftar responden yang menjadi target dari pelaksanaan survei:
Tabel 2.2.Daftar Responden Rantai Pasok Baja
Kajian Rantai Pasok Baja Konstruksi Untuk Mendukung Investasi Infrastruktur 5 - 18
Responden sebagian merupakan perusahaan negara BUMN dan perusahaan swasta. Lalu terdapat
juga perusahaan yang berperan sebagai produsen dan fabrikator.
2.4. Jadwal survei
Dalam pelaksanaan proyek baik konstruksi bangunan gedung, konstruksi bangunan sipil
ataupun konstruksi khusus, tentunya dibutuhkan sumber daya seperti material (dalam hal ini
hanya difokuskan pada baja) dan pengelola yang terdiri dari kontraktor dan rantai pasoknya.
Masing-masing pengelola tentunya mempunyai kewenangan dan tanggung jawab yang
berbeda pada suatu proyek konstruksi.
Pemetaan para pelaku rantai pasok tersebut akan digunakan sebagai dasar pelaksanaan
survei pada kajian studi rantai pasok baja. Berdasarkan KAK yang diperoleh maka kontraktor
yang akan disurvei meliputi wilayah Jakarta dan sekitarnya, Surabaya, Palembang, Manado
dan Banjarmasin. Pelaksanaan survei akan dilakukan dengan menggunakan metode non
random/nonprobability sampling. Pertimbangan teknis menggunakan metode ini adalah
keterbatasan waktu untuk melakukan survei.
Tabel 2.3. Jadwal Perencanaan Survei
2.5. Pelaksanaan Survei
Pelaksanaan survei yang dilakukan pada Kajian Rantai Pasok Baja Konstruksi meliputi
5 kota yang mengacu pada Kerangka Acuan Kerja yaitu Jakarta, Surabaya, Palembang,
Manado dan Banjarmasin. Komoditas baja yang disurvei hanya baja konstruksi yang terdiri
dari: baja tulangan, baja profil, baja plat, baja ringan, pipa baja dan baja untuk keperluan alat
berat. Sedangkan nara sumber yang digunakan sebagai responden terdiri dari konsultan,
kontraktor, produsen, fabrikator, distributor dan service centre.
Pertimbangan responden yang beragam ini merupakan gambaran dari masing-masing
tier sebagai pelaku pada jaringan rantai pasok. Kontraktor yang dijadikan sebagai responden
Kajian Rantai Pasok Baja Konstruksi Untuk Mendukung Investasi Infrastruktur 5 - 19
memiliki grade 6 atau 7, sedangkan kepemilikannya hampir 90% dilakukan pada BUMN
sedangkan 10% nya swasta. Perlunya kontraktor sebagai responden karena kontraktor adalah
sebagai salah satu entitas pada jaringan rantai pasok yang menggunakan produk baja. Entitas
berikutnya adalah konsultan, entitas ini tidak semua berada pada jaringan rantai pasok semua
komoditas. Namun demikian, peran konsultan turut menentukan jenis atau spesifikasi baja
yang akan digunakan.
Pada akhirnya, penentuan jenis atau spesifikasi baja lebih banyak ditentukan oleh
owner. Responden berikutnya adalah produsen, fabrikator, dan distributor. Ketiga entitas ini
hampir dapat dipastikan berada pada semua komoditas karena ketiga entitas ini memiliki
peran penting dalam jaringan rantai pasok terhadap ketersediaan baja. Entitas service centre
lebih sering ada pada komoditas steel wire. Kekhasan dari komoditas steel wire ini
memerlukan service centre untuk melakukan finishing dari pekerjaan prestress yaitu stressing.
Karakteristik dari masing-masing responden di tiap kota berbeda-beda, dalam artian tidak
semua kota mempunyai responden sebagai produsen atau juga tidak semua entitas berada
pada 1 kota. Hal ini disebabkan produsen lebih banyak berada di pulau Jawa.
Sedangkan distributor memang ada di semua kota yang disebutkan di atas, tetapi
karakteristik jenis komoditasnya pun tidak beragam dan tidak semua distributor memiliki
komoditas baja yang digunakan untuk keperluan konstruksi. Ada distributor yang memiliki
spesialis pada komoditas baja tertentu saja tetapi juga ada yang memiliki lebih dari satu
komoditas. Demikian pula dengan fabrikator ataupun service centre. Entitas-entitas tersebut
lebih banyak terfokus di pulau Jawa. Berdasarkan dari segi waktu, antara perencanaan dan
pelaksanaan tidak ada perbedaan.
a. Pelaksanaan Survei di Jakarta
Survei pertama kali dilakukan di kota Jakarta pada tanggal 6 Agustus 2012. Entitas
yang disurvei terdiri dari kontraktor, konsultan, produsen, dan service centre.
Kontraktor yang disurvei adalah PT. Pembangunan Perumahan (PP), konsultan yang
disurvei adalah PT. Perentjana Djaja, produsen yang disurvei adalah PT. Krakatau
Steel, dan service center yang disurvei adalah PT. Delta Systech Indonesia.
b. Pelaksanaan Survei di Banjarmasin
Survei kedua dilakukan di kota Banjarmasin pada tanggal 7-9 Agustus 2012. Entitas
yang disurvei terdiri dari kontraktor dan distributor. Kontraktor yang disurvei antara
Kajian Rantai Pasok Baja Konstruksi Untuk Mendukung Investasi Infrastruktur 5 - 20
lain BUMN dan kontraktor lokal. Namun pada akhirnya yang dapat disurvei hanya
dari BUMN saja. Sedangkan di kota Banjarmasin tidak ditemukan produsen baja,
bahkan distributor baja dalam skala besarpun tidak ditemukan.
c. Pelaksanaan Survei di Palembang
Survei ketiga dilakukan di kota Palembang padatanggal 10-11 Agustus 2012. Entitas
yang disurvei terdiri dari kontraktor dan distributor. Kontraktor yang disurvei antara
lain BUMN dan kontraktor lokal. Di kota Palembang terdapat distributor baja
(tulangan, pipa, profil, plat, dan baja ringan) dalam skala besar, tetapi tidak ada
produsen baja. Adapun yang menjadi target responden utama dalam survei di kota
Palembang adalah BUMN. Hampir semua BUMN menempatkan kantor divisi cabang
operasional wilayah Sumatranya di kota Palembang.
d. Pelaksanaan Survei di Manado
Survei keempat dilakukan di kota Manado pada tanggal 13-15 Agustus 2012. Entitas
yang disurvei terdiri dari kontraktor dan distributor. Kontraktor yang disurvei antara
lain BUMN dan kontraktor lokal. Sedangkan yang menjadi target responden utama
dalam survei di kota Manado adalah distributor khusus baja ringan, dan kontraktor
lokal.
e. Pelaksanaan Survei di Surabaya
Survei kelima dilakukan di kota Surabaya pada tanggal 30-31 Agustus 2012. Entitas
yang disurvei terdiri dari produsen dan fabrikator. Target responden utama dalam
survei di kota Surabaya adalah produsen baja tulangan, produsen wire rod, fabrikator
pipa baja, dan fabrikator steel wire.
f. Pelaksanaan Survei di Jakarta dan Sekitarnya
Survei keenam dilakukan di kota Jakarta dan Sekitarnya pada tanggal 3-4 September
2012. Entitas yang disurvei terdiri dari produsen dan fabrikator. Adapun yang menjadi
target responden utama dalam survei di kota Jakarta dan sekitarnya adalah produsen
baja, fabrikator pipa, fabrikator steel wire, dan fabrikator baja ringan.
Kajian Rantai Pasok Baja Konstruksi Untuk Mendukung Investasi Infrastruktur 5 - 21
g. Pelaksanaan Survei Tambahan di Jakarta dan Sekitarnya
Survei tambahan dilakukan di kota Jakarta 6 November 2012. Entitas yang disurvei
terdiri dari produsen dan fabrikator alat berat di PT. Komatsu Indonesia. Selain itu
juga dilakukan survei ke Balai Jalan Nasional selaku pemilik proyek jalan tol pada
proyek Jalan Tol Tanjung Priok yang menggunakan spesifikasi baja tulangan secara
khusus, yang hanya dapat diperoleh dengan cara impor, sekalipun ini merupakan
kebijakan dari proyek dengan soft loan.
Kajian Rantai Pasok Baja Konstruksi Untuk Mendukung Investasi Infrastruktur 5 - 22
Bab III
KEBUTUHAN BAJA KONSTRUKSI
3.1. Perekonomian Nasional
Peran sektor konstruksi dalam perkembangan ekonomi Indonesia memberikan
kontribusi yang terus meningkat seperti yang tercatat dalam data yang dikeluarkan oleh BPS
setiap tahunnya, dimana sektor konstruksi memberikan sumbangsih tehadap PDB. Hal ini
terbukti dari catatan BPS, dimana nilai konstruksi yang diselesaikan pada tahun 2004 – 2009
mengalami peningkatan rata-rata sebesar 12.5%. Hal ini juga didukung oleh pemerintah yang
melakukan peningkatan pembangunan infrastruktur seperti jembatan, jalan tol, dermaga,
sarana telekomunikasi dan gedung-gedung sebagai penunjang untuk mempercepat
perkembangan ekonomi.
Produk domestik bruto (Gross Domestic Product) merupakan jumlah produk berupa
barang dan jasa yang dihasilkan oleh unit-unit produksi di dalam batas wilayah suatu negara
(domestik) selama satu tahun. Dalam perhitungan GDP ini, termasuk juga hasil produksi
barang dan jasa yang dihasilkan oleh perusahaan/orang asing yang beroperasi di wilayah
negara yang bersangkutan. Barang-barang yang dihasilkan termasuk barang modal yang
belum diperhitungkan penyusutannya, karenanya jumlah yang didapatkan dari GDP dianggap
bersifat bruto/kotor.
Pertumbuhan ekonomi Indonesia mengalami peningkatan yang cukup signifikan
sebagaimana digambarkan oleh peningkatan PDB (Produk Domestik Bruto) setiap tahun pada
tahun 2001 – 2010, seperti yang dicatat oleh BPS (Badan Pusat Statistik) Indonesia (Tabel
3.1). Adapun sektor-sektor yang membentuk PDB menurut BPS (Badan Pusat Statistik)
Indonesia adalah:
Pertanian, Peternakan, Kehutanan&Perikanan
Pertambangan&Penggalian
IndustriPengolahan: IndustriMigas, IndustriBukanMigas
Listrik, Gas & Air Bersih
Konstruksi
Kajian Rantai Pasok Baja Konstruksi Untuk Mendukung Investasi Infrastruktur 5 - 23
Perdagangan, Hotel &Restoran
PengangkutandanKomunikasi: Pengangkutan, Komunikasi
Keuangan, Real Estate &Jasa Perusahaan
Jasa-jasa: PemerintahanUmum, Swasta
Tabel 3.1. Gambaran Pertumbuhan Produk Domestik Bruto 2001 – 2010
No TahunTinjauan
Pertumbuhan PDB
terhadapTahunSebelumnya
(%)
1 2001 3.32
2 2002 3.66
3 2003 4.10
4 2004 5.13
5 2005 5.60
6 2006 5.50
7 2007 6.30
8 2008 6.10
9 2009 4.50
10 2010 6.10
Sumber: www.bps.go.id
Salah satu pembentuk PDB tersebut adalah sektor konstruksi. Berikut ini akan disajikan nilai
PDB untuk sektor-sektor rtersebut di atas untuk kurun waktu tahun 2004 – 2009:
Tabel 3.2.Produk Domestik Bruto Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha
No Sektor Pembentuk PDB Nilai PDB (Milliar Rupiah)
2004 2005 2006 2007 2008 2009
1 Pertanian, Peternakan,
Kehutanan & Perikanan 329,124.60 364,169.30 433,223.40 541,931.50 716,065.30 858,252.00
2 Pertambangan & Penggalian 205,252.00 309,014.10 366,520.80 440,609.60 540,605.30 591,531.70
3 Industri Pengolahan 644,342.60 760,361.30 919,539.30 1,068,653.90 1,380,713.10 1,480,905.40
4 Listrik, Gas & Air Bersih 23,730.30 26,693.80 30,354.80 34,723.80 40,846.10 46,823.10
5 Konstruksi 151,247.60 195,110.60 251,132.30 304,996.80 419,642.40 554,982.20
6 Perdagangan, Hotel &
Restoran 368,555.90 431,620.20 501,542.40 592,304.10 691,494.70 750,605.00
7 Pengangkutan dan
Komunikasi 142,292.00 180,584.90 231,523.50 264,263.30 312,190.20 352,407.20
8 Keuangan, Real Estate &
Jasa Perusahaan 194,410.90 230,522.70 269,121.40 305,213.50 368,129.70 404,116.40
9 Jasa-jasa 236,870.30 276,204.20 336,258.90 398,196.70 481,669.90 573,818.70
Sumber: www.bps.go.id
Berdasarkan nilai-nilai sektor-sektor pembentuk PDB di atas, maka dapat dilihat bahwa sektor
pembentuk PDB setiap tahunnya dengan nilai yang paling besar adalah sektor Industri
Kajian Rantai Pasok Baja Konstruksi Untuk Mendukung Investasi Infrastruktur 5 - 24
Pengolahan. Sedangkan sektor konstruksi berada pada urutan ketujuh berdasarkan besarnya
nilai pembentuk PDB.
3.2. Profil Konstruksi Nasional
Sektor konstruksi memegang peranan sangat penting dalam menunjang kegiatan
perekomonian Indonesia karena produk dalam sektor konstruksi merupakan pusat kegiatan
ekonomi seperti bangunan gedung, dan juga sarana dan prasarana infrastruktur seperti
pelabuhan, jembatan, bandar udara, jalan, dan bangunan-bangunan irigasi. Meskipun sektor
konstruksi bukan sektor utama yang paling banyak membentuk GDP Indonesia, namun
sebagian besar pembentuk GDP terbesar di Indonesia seperti kegiatan industri dan manufaktur
dilakukan dengan bantuan produk dari sektor konstruksi.
Percepatan pembangunan infrastruktur tersebut di atas dipengaruhi oleh material yang
dipilih berdasarkan tujuan pembangunan konstruksi tersebut. Pemilihan akan material
pembentuk konstruksi didasarkan kepada kelebihan dan kekurangan material utama dengan
berbagai aspek tinjauan sesuai dengan kebutuhan. Pemilihan material tersebut, selain
didasarkan atas kebutuhan, juga perkembangan teknologi yang memungkinkan untuk
melakukan inovasi di dunia konstruksi, termasuk inovasi dalam pemilihan dan pemakaian
material utama pembentuk suatu konstruksi.
Namun penggunaan baja sebagai material utama pembentuk komponen struktural
maupun non struktural belum terlalu popular di Indonesia. Hal ini dibuktikan dengan
konsumsi baja Indonesia yang maih rendah dibandingkan negara-negara lain di ASEAN
dengan konsumsi baja 32.9kg/kapita (Republika, 2007). Kemungkinan belum populernya
penggunaan baja dibandingkan dengan beton bertulang yang sudah popular di Indonesia
kemungkinan disebabkan oleh biaya yang dibayar untuk suatu komponen strultural baja lebih
mahal dibandingkan dengan beton bertulang karena upah tenaga kerja untuk aplikasi beton
bertulang di Indonesia masih murah jika dibandingkan dengan biaya yang dikeluarkan untuk
baja. Biaya total yang dibutuhkan untuk baja lebih besar dari pada biaya total untuk beton
bertulang.
Meskipun demikian, penggunaan baja sebagai material utama dalam suatu konstruksi
tidak menutup kemungkinan untuk mengalami perubahan dan peningkatan apabila dilakukan
inovasi terhadap perencanaan konstruksi dan material itu sendiri. Inovasi yang dilakukan oleh
para pemasok baja sebagai penyedia material konstruksi sangat dipengaruhi oleh trend jenis
dan profil yang banyak digunakan dalam konstruksi-konstruksi tertentu yang pada umumnya
menggunakan baja sebagai salah satu material utamanya. Kebutuhan untuk mengetahui
Kajian Rantai Pasok Baja Konstruksi Untuk Mendukung Investasi Infrastruktur 5 - 25
konsumsi baja tersebut dapat dilakukan dengan melakukan kajian terhadap data historis dalam
sektor konstruksi.
3.3. Data Kebutuhan (Demand) Baja Konstruksi
Jumlah kebutuhan material baja konstruksi menurut RPJM dan MP3EI (dalam ton):
Tabel 3.3. Demand Baja Konstruksi
Berdasarkan Infrastruktur Non Infrastruktur Total
RPJM 5,300,000 8,000,000 13,300,000
MP3EI 7,600,000 11,400,000 19,000,000
Sumber: Pusbinsdi
Kajian ini hanya fokus pada pemakaian baja pada konstruksi. Secara garis besar, tipe
konstruksi dapat dibagi ke dalam beberapa kategori:
a. Commercial & Industrial Building
Tipe konstruksi ini banyak berhubungan dengan bangunan yang berorientasi pada
gedung-gedung yang berskala besar dan berfungsi sebagai pusat kegiatan ekonomi.
Material dasar yang digunakan pada tipe bangunan ini dapat dari beton ataupun baja
atau merupakan gabungan dari kedua komponen tersebut. Apabila komponen struktur
dari tipe bangunan ini dirinci maka komposisi dari penggunaan material beton dan
baja diperkirakan memiliki porsi yang sama. Pada bagian sub struktur, yaitu tipe
pondasi yang digunakan tentunya tipe pondasi dalam seperti bor pile, tiang
pancangatau pun sumuran. Berdasarkan dari tipe pondasi ini, baja tulangan lebih
dominandigunakan pada tipe baja lain selain beton sebagai komplemennya. Bagian
berikutnya adalah tiebeam, yang juga tidak mungkin lepas dari baja tulangan baik
yang fungsinya digunakan sebagai tulangan pokok ataupun sebagai tulangan geser.
Struktur utama yaitu kolom dan balok juga memiliki kandungan penggunaan baja
tulangan meskipun sebenarnya dapat digantikan dengan menggunakan baja profil,
demikian pula dengan bagian atap dapat juga menggunakan beton ataupun baja atau
gabungan dari kedua komponen tersebut.
Kajian Rantai Pasok Baja Konstruksi Untuk Mendukung Investasi Infrastruktur 5 - 26
Gambar 3.1. Penggunaan Material Baja pada Commercial dan
Industrial Buildings Sumber: www.google.com
Pada bagian plat lantai pun dimungkinkan menggunakan baja sebagai material utama
sehingga proporsi dari material baja dapat melebihi lima puluh persen dari pemakaian
beton apabila struktur utamanya menggunakan rangka baja.
b. Heavy Industrial
Tipe konstruksi yang kedua adalah heavy industrial, contoh power plant da ncement
plant. Penggunaan material baja untuk tipe konstruksi ini sangat dominan, karena
masing-masing komponen struktur berkaitan dengan tekanan yang tinggi dari proses
yang dibutuhkan untuk memproduk hasil akhir dari power plant dan cement plant.
Jenis baja yang dibutuhkan juga tentunya baja mutu tinggi yang mampu mendukung
dari kegiatan yang ada di power plant atau cement plant. Baja bukan hanya digunakan
pada struktur saja tetapi juga dipergunakan hampir di seluruh jaringan kegiatan dari
power plant atau cement plant, seperti pada gambar di bawah ini.
Gambar 3.2. Penggunaan Material Baja pada Power plant dan Batching plant Sumber: www.google.com
Kajian Rantai Pasok Baja Konstruksi Untuk Mendukung Investasi Infrastruktur 5 - 27
Komposisi dari pemakaian baja pada tipe heavy industrial diperkirakan lebih dari
enam puluh persen terutama untuk tipe penggunaan profil baja.
c. Residential & Housing
Tipe konstruksi residential dan housing, masih memberikan peluang yang sama
terhadap penggunaan material baja, hampir tipikal dengan commercial & industrial
building. Beberapa bagian struktur utama dapat menggunakan beton atau baja, atau
merupakan gabungan keduanya yang disebut dengan komposit. Namun untuk tipe
konstruksi ini memiliki adanya penggunaan material yang baru yaitu baja ringan
sebagai struktur utama pada atap, selain lebih murah dibandingkan dengan baja
konvensional seperti profil L, waktu yang dibutuhkan juga relative lebih singkat
sehingga komponen baja ringan menjadi prioritas pilihan yang sering digunakan.
Gambar 3.3. Penggunaan Material Baja Ringan pada Residential dan Housing
pada StrukturAtap Sumber: www.google.com
d. Infrastruktur
Pada tipologi konstruksi khususnya infrastruktur, memiliki banyak ragam jenis
konstruksinya seperti jalan, jembatan, dermaga, dan bandara. Berdasarkan jenis
tersebut masing-masing memiliki komposisi pemakaian yang sangat beragam pula.
Sebagai contoh, untuk jalan pemakaian baja hanya digunakan pada jenis
perkerasannya flexible dan rigid pavement. Sedangkan bagian lain hanya digunakan
sebagai asesories seperti hand rail atau pengaman di trotoar. Pemakaian baja pada
konstruksi jalan tidak signifikan apabila dibandingkan dengan jembatan. Demikian
pula pada bandara, komposisi penggunaan material baja tidak memberikan
signifikansi terhadap jumlah namun bukan berarti tidak ada sama sekali. Meskipun
Kajian Rantai Pasok Baja Konstruksi Untuk Mendukung Investasi Infrastruktur 5 - 28
demikian jembatan juga masih ada yang menggunakan beton tetapi terbatas hanya
untuk bentang-bentang pendekat ataupun apabila digunakan pada bentang panjang
hanya terbatas pada bagian-bagian tertentu. Komposisi pemakaian baja pada jembatan
sangat mendominasi terutama profil-profil besar sebagai pendukung pada gelagar
induk, dan akan sangat dominan apabila jembatan ini menggunakan rangka baja yang
hampir dapat dipastikan penggunaannya akan mencapai 90%. Sedangkan pemakaian
baja pada bangunan air seperti dermaga, justru memiliki komposisi yang cukup
signifikan sebagai contoh pemakaian sheet pile dan fender. Jenis sheet pile yang
digunakan juga sangat beragam. Hal ini memberikan indikasi bahwa material baja
sangat berkontribusi terhadap tren penggunaannya.
Gambar 3.4.Penggunaan Material Baja Infrastruktur Sumber: www.orientalsheetpiling.com; www.google.com
Berdasarkan dari keempat jenis konstruksi di atas, yang menjadi objek kajian adalah
konstruksi infrastruktur dan non infrastrukstur yang terdiri dari gedung bertingkat dan
konstruksi rumah. Data persentase penggunaan nilai material baja dalam total nilai konstruksi
diperoleh dari:
a. Abduh, M (2011)
Persentase rata-rata nilai baja terhadap nilai proyek konstruksi gedung tinggi adalah
25.92%. Nilai konsumsi baja per tingkat bangunan dan per m² berbeda-beda
ditentukan oleh fungsi gedung, lokasi dan tahun pembangunan gedung
Persentase rata-rata nilai material baja dalam suatu proyek jembatan adalah
34.99%. Nilai konsumsi baja untuk masing-masing jembatan ditentukan oleh tipe
jembatan, lokasi jembatan dan tahun pelaksanaan konstruksi jembatan
Persentase nilai rata-rata baja dalam suatu proyek dermaga adalah 16.08%. Nilai
konsumsi baja untuk masing-masing dermaga ditentukan oleh jenis dermaga
(fungsi dermaga), lokasi dermaga, kapasitas rencana dan tahun pelaksanaan
konstruksi dermaga
Kajian Rantai Pasok Baja Konstruksi Untuk Mendukung Investasi Infrastruktur 5 - 29
b. Pendekatan konseptual yang menggunakan data nilai konstruksi nasional
dibandingkan dengan data kebutuhan baja nasional
Dalam pendekatan ini, nilai konsumsi baja nasional diperoleh dari persentase nilai
material baja dari total nilai konstruksi dikali dengan nilai konstruksi di daerah yang ingin
ditinjau. Estimasi persentase material baja menggunakan persamaan di bawah ini:
Menurut persamaan di atas, data yang diperlukan adalah pertama, total nilai material baja
keseluruhan. Hal ini bisa diperoleh dengan cara mengalikan data demand baja konstruksi
tahun 2012 menurut RPJM ataupun MP3EI yang dikeluarkan Pusbinsdi.
IISIA (Indonesian Iron & Steel Association) mengeluarkan harga baja konstruksi per
April 2012 sebesar Rp. 8,000/ kg.
Sehingga jika harga yang dikeluarkan IISIA tersebut dikalikan dengan data kebutuhan
baja nasional yang dikeluarkan Pusbinsdi akan diperoleh total estimasi nilai material baja
yang diperlukan untuk konstruksi (Tabel 3.4).
Tabel 3.4. Nilai Material Baja Konstruksi
Konstruksi RPJM (ton) Nilai Material
(Rp.) MP3EI (ton)
Nilai Material
(Rp.)
Infrastruktur 5,300,000 42,400,000 7,600,000 60,800,000
Non
Infrastruktur 8,000,000 64,000,000 11,400,000 91,200,000
Total 13,300,000 106,400,000 19,000,000 152,000,000
Sumber: data diolah (dalam juta)
Selanjutnya adalah menentukan total nilai konstruksi yang dikerjakan dalam satu tahun.
Seperti yang telah disebutkan di atas, pekerjaan konstruksi dibagi menjadi pekerjaan
infrastruktur dan pekerjaan non infrastruktur. Dalam menentukan total nilai konsttruksi yang
terjadi dalam satu tahun digunakan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) dan data dari BCI
Asia. Baik kedua-duanya menggunakan data nilai konstruksi di tahun 2012.
Data nilai konstruksi menurut BPS:
Kajian Rantai Pasok Baja Konstruksi Untuk Mendukung Investasi Infrastruktur 5 - 30
Tabel 3.5. Data Nilai Konstruksi (BPS)
Sumber: BPS (2010) (dalam juta)
* Asumsi persentase kenaikan sebesar 0.39% (BCI Asia)
** Asumsi persentase kenaikan sebesar 0.2% (BCI Asia)
Saat ini (2012), BPS baru menyediakan data nilai konstruksi sampai 2010. Oleh karena itu
perhitungan nilai konstruksi di tahun 2011 dan 2012 menggunakan data kenaikan persentase
yang dikeluarkan oleh BCI Asia (2012). Sehingga diperoleh nilai konstruksi infrastruktur
sebesar Rp. 112,896,692,000,000 (112 triliun) dan nilai konstruksi non infrastruktur sebesar
Rp. 95,665,083,000,000 (95 triliun). Berikutnya adalah melakukan perbandingan antara total
nilai material baja konstruksi dengan total nilai konstruksi:
Tabel 3.6. Persentase Nilai Material Baja Menurut BPS
Demand baja menurut RPJM
Demand baja menurut MP3EI Sumber: data diolah (dalam juta)
Jenis
Pekerjaan
Nilai
Konstruksi
2008
Nilai
Konstruksi
2009
Nilai
Konstruksi
2010
Nilai
Konstruksi
2011 *
Nilai
Konstruksi
2012 **
Konstruksi
Bangunan Sipil 33,078,407 31,491,315 34,078,408 47,368,987 56,842,785
Konstruksi
Gedung 46,241,921 63,300,400 67,683,868 94,080,577 112,896,692
Konstruksi
khusus 22,695,272 19,475,604 23,268,764 32,343,582 38,812,298
Jumlah/ Total 102,015,600 114,267,319 125,031,040 173,793,146 208,551,775
Konstruksi Nilai
Konstruksi* Nilai Material Persentase (%)
Infrastruktur 112,896,692 42,400,000 37.5
Non Infrastruktur 95,655,083 64,000,000 67
Total 208,551,775 106,400,000 51
Konstruksi Nilai
Konstruksi* Nilai Material Persentase (%)
Infrastruktur 112,896,692 60,800,000 53.8
Non Infrastruktur 95,655,083 91,200,000 95.3
Total 208,551,775 152,000,000 72.8
Kajian Rantai Pasok Baja Konstruksi Untuk Mendukung Investasi Infrastruktur 5 - 31
Data nilai konstruksi menurut BCI Asia:
Tabel 3.7. Data Nilai Konstruksi (BCI Asia)
Wilayah
Nilai Konstruksi (Rp.) dalam jutaan
2011 2012
Sumatera 53,523,891 64,228,669
Jawa 124,128,338 148,954,006
Bali & Nustra 12,062,110 14,474,532
Kalimantan 31,436,168 37,723,402
Sulawesi, Maluku, Papua 27,575,023 33,090,028
Total 248,725,530 298,470,636
Sumber: BCI Asia (2011) (dalam juta)
Masih dari sumber yang sama, data di atas juga memperlihatkan persentase nilai
konstruksi menurut jenis konstruksi, infrastruktur dan non infrastruktur pada 5 region di
Indonesia tahun 2011. Dari grafik di atas dapat dilihat bahwa lebih dari 50% pembangunan
non infrastruktur di Indonesia dilakukan di pulau Pulau Jawa, lalu diurutan ke dua berada di
Pulau Sumatera. Hal lain yang menarik dari grafik di atas adalah untuk pembangunan
infrastruktur di Indonesia, persentasenya cenderung lebih merata, meskipun begitu,
pembangunan paling besar masih berada di Pulau Jawa dan Pulau Sumatera.
Berdasarkan kedua grafik di atas, terlihat bahwa pembangunan infrastruktur dan non
infrastruktur di daerah timur Indonesia (Sulawesi, Maluku, dan Papua) masih sangat kecil
dibandingkan di wilayah lainnya. Agar menggunakan data perhitungan yang seragam, maka
data nilai konstruksi tahun 2011 di atas perlu diolah dengan melakukan forecasting pada tahun
2012 dengan persentase kenaikan nilai konstruksi sebesar 0.2% yang juga dikeluarkan oleh
BCI Asia.
Dengan mengasumsikan persentase kenaikan nilai konstruksi berlaku sama di seluruh
wilayah, maka dalam pengolahan data selanjutnya diperoleh nilai konstruksi infrastruktur
sebesar Rp. 150,180,427,000,000 (150 triliun) dan nilai konstruksi non infrastruktur sebesar
Rp. 148,290,209,000,000 (148 triliun). Berikutnya adalah melakukan perbandingan antara
total nilai material baja konstruksi dengan total nilai konstruksi:
Kajian Rantai Pasok Baja Konstruksi Untuk Mendukung Investasi Infrastruktur 5 - 32
Tabel 3.8. Nilai Konstruksi Infrastruktur dan Non Infrastruktur
Sumber: Daya Saing Industri Konstruksi Nasional, Pamulu (2012)
Tabel 3.9. Persentase Nilai Material Baja Menurut BCI Asia
Demand baja menurut RPJM
Demand baja menurut MP3EI Sumber: data diolah (dalam juta)
Wilayah
Infrastruktur Non Infrastruktur
Persentase Nilai Konstruksi *
(dalam juta rupiah) Persentase
Nilai Konstruksi *
(dalam juta rupiah)
Sumatera 29.48 34,640,709 16.07 18,883,182
Jawa 36.72 46,292,835 61.74 77,835,503
Kalimantan 14.23 21,130,688 6.94 10,305,480
Sulawesi, Maluku, Papua 13.42 17,791,193 7.38 9,783,830
Bali & Nustra 6.15 5,294,931 7.86 6,767,179
Konstruksi Nilai
Konstruksi* Nilai Material Persentase (%)
Infrastruktur 148,290,209 42,400,000 28
Non Infrastruktur 150,180,427 64,000,000 43
Total 208,551,775 106,400,000 36
Konstruksi Nilai
Konstruksi* Nilai Material Persentase (%)
Infrastruktur 148,290,209 60,800,000 40
Non Infrastruktur 150,180,427 91,200,000 62
Total 298,470,636 152,000,000 51
Kajian Rantai Pasok Baja Konstruksi Untuk Mendukung Investasi Infrastruktur 5 - 33
Setelah diperoleh persentase nilai material baja baik menurut BPS dan BCI Asia, maka tahap
selanjutnya adalah memilih kondisi mana yang paling ideal, sesuai, dan masuk akal.
Tabel 3.10. Persentase Nilai Material Baja Menurut BCI Asia
Konstruksi BPS (%)
(1)
BCI Asia (%)
(2)
Infrastruktur 37.5 28
NonInfrastruktur 67 43
Total Nilai Konstruksi 51 36
Demand baja menurut RPJM
Konstruksi BPS (%)
(3)
BCI Asia (%)
(4)
Infrastruktur 53.8 40
NonInfrastruktur 95.3 62
Total Nilai Konstruksi 72.8 51
Demand baja menurut MP3EI Sumber: data diolah
Berdasarkan Tabel 3.10 memperlihatkan nilai-nilai dari kombinasi antara data nilai konstruksi
menurut BPS dan BCI Asia dengan data nilai demand baja menurut RPJM dan MP3EI. Cara
membacanya, misal pada point 1 (BPS-RPJM), persentase nilai material baja terhadap nilai
konstruksi infrastruktur adalah 37.5%; sedangkan persentase nilai material baja terhadap nilai
konstruksi non infrastruktur adalah 67%; lalu jika dilihat secara keseluruhan total nilai
material baja terhadap total nilai konstruksi adalah sebesar 51%.
Tabel ditas merupakan kombinasi yang paling sesuai dan masuk akal adalah kombinasi dari
data nilai konstruksi BCI Asia dengan data nilai demand baja RPJM (point nomor 2).
persentase nilai material baja terhadap nilai konstruksi infrastruktur adalah 28%; sedangkan
persentase nilai material baja terhadap nilai konstruksi non infrastruktur adalah 43%; lalu jika
dilihat secara keseluruhan total nilai material baja terhadap total nilai konstruksi adalah
sebesar 36%. Ada beberapa alasan mengapa hasil yang diperoleh di atas ada yang
menghasilkan nilai yang tidak masuk akal. Alasan pertama adalah ketidakakurtan data nilai
konstruksi, dan yang kedua adalah estimasi nilai demand baja terlalu besar.
Kajian Rantai Pasok Baja Konstruksi Untuk Mendukung Investasi Infrastruktur 5 - 34
3.4. Sebaran Kebutuhan Baja Konstruksi
Sebaran kebutuhan baja konstruksi di berbagai wilayah Indonesia diperoleh dengan
mengalikan rata-rata persentase nilai material baja terhadap nilai konstruksi di wilayah yang
akan ditinjau.
Tabel 3.11. Sebaran Kebutuhan Baja di Setiap Wilayah
Region Nilai Konstruksi Nilai Material Baja Demand Baja (ton)
Sumatera 22,659,818 9,779,664 1,222,458
Jawa 93,402,603 40,311,270 5,038,909
Kalimantan 12,366,576 5,337,243 667,155
Sulawesi, Maluku, Papua 11,740,596 5,067,079 633,385
Bali & Nustra 8,120,615 3,504,745 438,093
Material baja dalam konstruksi non infrastruktur = 43%
Region Nilai Konstruksi Nilai Material Baja Demand Baja (ton)
Sumatera 41,568,851 11,736,012 1,467,001
Jawa 55,551,402 15,683,665 1,960,458
Kalimantan 25,356,826 7,158,918 894,865
Sulawesi, Maluku, Papua 21,349,431 6,027,522 753,440
Bali & Nustra 6,353,917 1,793,883 224,235
Material baja dalam konstruksi infrastruktur = 28% Sumber: data diolah (nilai konstruksi-material dalam juta)
Tabel 3.12. Jumlah Demand Baja untuk Setiap Wilayah
Region Demand Baja (ton)
Sumatera 2,689,459
Jawa 6,999,367
Kalimantan 1,562,020
Sulawesi, Maluku, Papua 1,386,825
Bali & Nustra 662,328
Sumber: data diolah (nilai konstruksi-material dalam juta)
Kajian Rantai Pasok Baja Konstruksi Untuk Mendukung Investasi Infrastruktur 5 - 35
Berdasarkan Tabel 3.12, terlihat bahwa kebutuhan baja di pulau Jawa mencapai lebih dari
50% total kebutuhan baja nasional, hal ini mencerminkan pembangunan di Indonesia masih
terpusat di wilayah pulau Jawa. Berikut adalah peta sebaran demand baja nasional:
Gambar 3.5. Peta Sebaran Demand Baja
Pada Gambar 3.5 di atas, dapat dilihat bahwa sebagian besar demand (kebutuhan) akan
material baja nasional berada di wilayah Barat Indonesia (Jawa dan Sumatra). Sedangkan
wilayah timur Indonesia kebutuhannya sangat sedikit, hal tersebut dikarenakan pembangunan
di Indonesia belum merata (masih terfokus di Jawa). Pada peta ini juga dapat dilihat potensi
pengembangan wilayah Timur Indonesia terutama untuk pembangunan infrastruktur untuk
meningkatkan perekonomian daerah.
Kajian Rantai Pasok Baja Konstruksi Untuk Mendukung Investasi Infrastruktur 5 - 36
Bab IV
Pasokan Baja Nasional
4.1. Industri Baja Dunia
Industri baja dunia saat ini yakin bahwa pembangunan yang berkelanjutan
(sustainable development) harus memenuhi kebutuhan pada saat ini dan menjaga agar
generasi mendatang dapat tetap memenuhi kebutuhan mereka. Dua komponen penting dari
baja adalah besi (salah satu element yang paling melimpah yang ada di bumi), dan baja daur
ulang (scrap). Sekali baja diproduksi, akan menjadi sumberdaya yang permanen, karena baja
100% dapat didaur ulang, dan memiliki life cycle yang tidak terbatas, dengan kata lain baja
adalah sumberdaya yang tidak pernah habis karena kemampuannya yang dapat didaur ulang.
Kemampuannya yang dapat didaur ulang tak terbatas tanpa mengurangi properties-nya
menyebabkan baja menjadi sangat berharga dan unik. Sebagai contohnya, perdagangan scrap
dunia perlahan meningkat dengan stabil dari tahun ke tahun. Hal ini mengindikasikan
kebutuhan dunia akan baja.
Pada tahun 2011, konsumsi baja dunia perkapita mencapai angka 215 kg. seperti yang
terlihat pada Tabel 4.1, konsumsi baja meningkat perlahan dari waktu ke waktu. Berdasarkan
data yang ada, dari tahun 2006 sampai 2011, Korea Selatan menjadi negara dengan konsumsi
baja perkapita yang paling tinggi. Tahun 2011 konsumsi baja perkapita Korea Selatan
mencapai 1,156 kg. menurut World Steel Association (2012), industri baja dunia adalah kunci
utama penggerak perekonomian dunia saat ini.
Tabel 4.1. Konsumsi Baja Dunia
Tahun Konsumsi Baja/ kapita
2006 187.5
2007 198.4
2008 196.4
2009 181.9
2010 205.5
2011 214.7
Sumber: World Steel in Figures 2012
Kajian Rantai Pasok Baja Konstruksi Untuk Mendukung Investasi Infrastruktur 5 - 37
Selain itu, dari data World Steel Association, berikut adalah 10 negara dengan produksi baja
terbesar di dunia (Gambar 4.1).
Gambar 4.1. Produksi Baja Dunia
Sumber: World Steel in Figures 2012
Berdasarkan data di atas, China merupakan negara dengan produksi baja terbesar di dunia
yang mencapai 683 juta ton yang menguasai 45% produksi baja dunia. Sedangkan posisi
Indonesia dengan produksi yang mencapai angka 5 juta ton menempati peringkat ke 37
dengan mengambil porsi sebesar 0,35% dari baja dunia. Berikut ini merupakan grafik
perkembangan produksi baja dunia (gambar 4.1). Berdasarkan Gambar 4.1, terlihat bahwa
posisi Indonesia sangat kecil dalam industri baja dunia dibandingkan China.
Gambar 4.2. Perkembangan Produksi Baja Dunia Sumber: Peran Industri Baja Dalam Memasok Material Baja Untuk Mendukung Kemandirian
Industri Nasional, Fazwar Bujang, Juni 2012
Kajian Rantai Pasok Baja Konstruksi Untuk Mendukung Investasi Infrastruktur 5 - 38
4.2. Industri Baja Nasional
Kebutuhan akan material konstruksi sangat bergantung pada kemampuan produsen
material dalam memenuhi permintaan konsumen. Namun, bila material yang ada di pasar
tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan konsumen, maka konsumen harus menggunakan
material yang tersedia di pasar walau dalam jumlah sedikit, atau mencoba menggunakan
material alternatif (material pengganti), dan bisa juga untuk konsumen para pelaku sektor
konstruksi melakukan usaha penyesuaian desain konstruksi terhadap ketersediaan material di
pasar.
Dalam rangka usaha pemenuhan kebutuhan baja di Indonesia, terutama dalam
penggunaannya pada sektor konstruksi, para produsen baja di Indonesia yang tergabung
dalam IISIA (Indonesian Iron and Steel Industry Association) berusaha meningkatkan
pasokan baja yang dominan dalam sektor konstruksi. Kegiatan yang dilakukan oleh para
produsen baja tersebut dalam rangka usaha memenuhi kebutuhan baja di Indonesia adalah
dengan pertama melakukan kegiatan produksi, dan kedua melakukan impor berupa bahan
mentah atau bahan baku. Tapi untuk kondisi tertentu, impor juga dapat dilakukan dengan
mendatangkan secara langsung bahan yang diperlukan untuk konstruksi dan siap untuk
langsung dipergunakan di proyek konstruksi yang memerlukan. Kapasitas industry baja
nasional menurut IISIA, terdapat sekitar 63 produsen baja (Industri) yang berada di Indonesia
yang menghasilkan berbagai jenis baja sesuai dengan spesialisasi dan kapasitas produksinya
masing-masing. Sebagian produksi dari 63 produsen baja tersebut digunakan untuk memasok
baja untuk keperluan sektor konstruksi
Berdasarkan Road Map Pengembangan Klaster Industri Prioritas Basis Industri
Manufaktur Tahun 2010 - 2014 struktur industri baja nasional dibagi ke dalam beberapa
kelompok yang dapat dilihat pada Tabel 4.2
Kajian Rantai Pasok Baja Konstruksi Untuk Mendukung Investasi Infrastruktur 5 - 39
Tabel 4.2 Pengelompokan Industri Baja Nasional
Sumber: Road Map Pengembangan Klaster Industri Prioritas Basis Industri Manufaktur Tahun 2010 - 2014
Pengelompokan tersebut diusulkan sebagai bentuk penyederhanaan dalam identifikasi
kondisi masingmasing tahapan proses.
1. Kelompok Industri Hulu
a. Pertambangan
Meskipun secara proses bukan dianggap sebagai bagian dari industri besi baja dan merupakan
industri pemasok dalam supply chain industri baja, namun keberadaannya sangat strategis
dalam menentukan daya saing industri baja suatu negara. Termasuk ke dalam kelompok ini
adalah pertambangan bijih besi, pasir besi, ferro nikel, batu bara baik untuk bahan energi
maupun bahan baku kokas, gas alam, mineral penunjang seperti batu kapur dan dolomit.
b. Penyedia Bahan Baku.
Kelompok ini juga sangat strategis dalam menentukan daya saing industri baja suatu/negara.
Kelompok ini terdiri dua jalur proses pembuatan besi (iron making) serta satu industri
penyediaan scrap yang merupakan material besi bekas. Sebagaimana dipahami secara umum
dalam dunia perbajaan, bahwa terdapat dua jalur utama dalam industri pembuatan besi. Jalur
pertama yang mendominasi sebesar 70% dari produksi besi dunia adalah melalui teknologi
blast furnace. Melalui proses ini bijih besi direduksi dengan kokas batu bara dalam sebuah
tanur tiup yang tinggi. Produk dari proses ini adalah besi cair yang kemudian dapat diproses
lebih lanjut dalam tahap steel making atau dapat langsung dicetak sebagaimana dikenal
sebagai pig iron. Jalur lain yang merupakan alternatif industri pembuatan besi adalah jalur
pembuatan besi spons. Melalui jalur ini bijih besi dalam bentuk bulk atau pellet direduksi
Biji
h B
esi
Ferr
o N
ickel
Besi S
pons
Pig
Iro
n
Scra
p
HR
C/
P/ S
CR
C/
P /S
Pla
t B
aja
Wire R
od
BJLS
Tin
Pla
te
Galv
aniz
ing
Pro
fil Las
Pip
a B
aja
Shearing/
Slit
ting
Baja
Bata
ngan
Besi K
anal
Pro
fil
Paku
Wire M
esh
Besi B
eto
n
Kaw
at B
eto
n
Kaw
at B
aja
Kaw
at Las
Mur
& b
aut
PC
Wire
Ingot
Sla
b
Bill
et
Blo
om
Industri Hilir
Pembuatan Finished Flat Product Pembuatan Finished Long Product
Industri Hulu Industri Antara 1 Industri Antara 2
PertambanganPenyediaan Bahan
BakuPembuatan Baja Kasar
Pembuatan Semi Finished
Product
Kajian Rantai Pasok Baja Konstruksi Untuk Mendukung Investasi Infrastruktur 5 - 40
dengan gas pereduksi (yang berasal dari gas alam atau batu bara). Produk dari proses ini dapat
berupa besi spons atau hot briquette iron (HBI), sebagai bahan baku proses steel making
selanjutnya. Jalur ini menguasai sekitar 25 dari produksi besi dunia. Selain dua jalur utama
diatas terdapat pula beberapa teknologi penyedia bahan baku industri baja yang jumlahnya
relatif kecil seperti teknologi direct smelting, rotary kiln, dan open heart.
2. Kelompok Industri Antara 1: Pembuatan Baja Kasar (Crude Steel)
Kelompok ini sering dijadikan ukuran produksi industri baja suatu negara. Melalui proses
yang tahap akhirnya mengubah baja cair menjadi baja padat ini dihasilkan bloom dan billet
sebagai bahan baku industri baja pengolahan long product, slab sebagai bahan baku industri
pengolahan flat product dan ingot sebagai bahan baku industri pembentukan baja lainnya.
Konsumsi per kapita industri baja suatu negara dihitung dari jumlah produksi baja kasar ini
dibagi dengan jumlah penduduk negara tersebut pada saat itu.
3. Kelompok Industri Antara 2: Pembuatan Baja Semi Finished Product
Kelompok ketiga ini adalah tahap yang memproses baja kasar menjadi produk semi finished.
Billet dan bloom merupakan bahan baku untuk pembuatan produk semi finished wire rod dan
green pipe. Selanjutnya wire rod akan menjadi bahan baku berbagai industri pengolahan long
finished product seperti paku, baut, mur, kawat las, PC wire.Sedangkan green pipe akan
menjadi bahan baku industri seamless pipe (OCTG dan Line Pipe) bagi industri migas.
Sementara semi finished product di jalur flat product adalah hot rolled coil (HRC), hot rolled
plate (HRP) dan cold rolled coil (CRC). HRC selain merupakan bahan baku terbesar dari
industri pengolahan flat product seperti untuk konstruksi, pipa las spiral dan otomotif.
Sementara CRC digunakan sebagai bahan baku industri peralatan rumah tangga, otomotif,
pelapisan seng. Pelat baja merupakan semi finished product yang digunakan sebagai bahan
baku industri pipa las longitudinal, profil dan perkapalan.
4. Kelompok Industri Hilir
a. Pembuatan baja finished flat product
Kelompok ini merupakan konsumen terbesar industri baja dunia. Berbagai industri pemakai
diantaranya industri konstruksi, otomotif, pipa, profil dan pelapisan. Sebagai media antara
bahan baku HRC dan CRC dengan kebutuhan industri pembuatan finished product, maka
dimasukkan pula dalam kelompok ini industri jasa pemotongan dan pembentukan baja
lembaran (shearing/slitting lines).
Kajian Rantai Pasok Baja Konstruksi Untuk Mendukung Investasi Infrastruktur 5 - 41
b. Pembuatan baja finished long product
Kelompok ini merupakan konsumen paling bervariasi dari industri baja. Berbagai industri
pemakai diantaranya industri pembuatan baja batangan, profil, baja konstruksi, kawat, paku,
mur/baut.
Berdasarkan uraian di atas, maka produk dari hulu sampai ke hilir dapat digambarkan ke
dalam pohon industri baja nasional
Gambar 4.3 Pohon Industri Baja Nasional Sumber: Road Map Pengembangan Klaster Industri Prioritas Basis Industri Manufaktur Tahun 2010 - 2014
Sedangkan jenis kelompok produk dan kapasitas baja yang diproduksi oleh perusahaan-
perusahaan di atas antara lain seperti pada Tabel 4.3.
Tabel 4.3 Kelompok Produk dan Kapasitas Industri Baja Nasional
No Kelompok Jumlah
Perusahaan
Kapasitas 2009
(Ribu Ton)
1 Slab Baja 1 1,850
2 Billet 30 7,057
3 Besi Beton / Profile 63 5,844
4 HRC 2 2,200
5 Batang Kawat Baja 10 1,560
6 Plate 4 920
7 Pipa Las Lurus / Spiral 29 2,243
8 BJLS / warna 16 1,200
9 Tin Plate 1 130
10 Light & Heavy H-Beam 3 500
Sumber: Indonesian Iron and Steel Industry Association, 2009
Kajian Rantai Pasok Baja Konstruksi Untuk Mendukung Investasi Infrastruktur 5 - 42
Kapasitas produksi baja Indonesia dari tahun 2004 sampai 2010 pada Gambar 4.4 di bawah
menunjukkan tren positif terutama pada peningkatan kapasitas produksi baja kasar, besi beton
dan kawat baja.
Gambar 4.4. Kapasitas Produksi Baja Indonesia Sumber: Kementerian Perindustrian, 2010
Berdasarkan data yang diperoleh dari Kementrian Perindustrian untuk trend produksi,
ekspor dan impor baja di sektor konstruksi tahun 2010 adalah sebagai berikut:
Gambar 4.5. Trend Produksi Baja Indonesia 2004-2009 Sumber: Kementerian Perindustrian, 2010
Baja Kasar
Besi Beton
Kawat Baja
HRC/Plates
Pipa Las
Baja Lembaran
0.000.501.001.502.002.503.003.504.004.505.005.506.006.507.007.508.008.509.009.50
10.00
2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010
Kap
asit
as (
x Ju
ta)
Ton
Tahun
Kapasitas Produksi Baja Indonesia
Baja Kasar
Besi Beton
Kawat Baja
HRC/Plate
Pipa Las Baja Lembaran
0.00
0.50
1.00
1.50
2.00
2.50
3.00
3.50
4.00
4.50
2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010
Pro
du
ksi (
x Ju
ta)
Ton
Tahun
Produksi Baja Indonesia
Kajian Rantai Pasok Baja Konstruksi Untuk Mendukung Investasi Infrastruktur 5 - 43
Gambar 4.6. Trend Ekspor Baja Indonesia 2004-2009 Sumber: Kementerian Perindustrian, 2010
Gambar 4.7. Trend Impor Baja Indonesia 2004-2009 Sumber: Kementerian Perindustrian, 2010
Baja Kasar Besi Beton
Kawat Baja
HRC/Plates
Pipa Las Baja Lembaran
05
101520253035404550556065707580859095
100
2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010
Eksp
or
(x1
00
00
) To
n
Tahun
Ekspor Baja Indonesia
Baja Kasar
Besi Beton
Kawat Baja
HRC/Plates
Pipa Las
Baja Lembaran
0102030405060708090
100110120130140150160170180190200210220230240250260270
2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010
Imp
or
(x1
00
00
) To
n
Tahun
Impor Baja Indonesia
Kajian Rantai Pasok Baja Konstruksi Untuk Mendukung Investasi Infrastruktur 5 - 44
Berdasarkan grafik di atas maka, dapat dijelaskan beberapa hal sebagai berikut:
1. Jenis baja yang paling banyak diproduksi di Indonesia adalah Baja Kasar, HRC/Plates,
dan Besi Beton. Baja kasar menjadi jenis baja yang paling banyak diimpor, sedangkan
HRC/plates menjadi jenis baja yang paling banyak di ekspor.
2. Tahun 2008 terjadi peningkatan drastis pada impor baja jenis baja kasar, HRC/plates,
dan besi beton. Lalu terjadi penurunan kuantitas impor yang cukup banyak pada tahun
2009.
4.3. Komoditas Baja Konstruksi
Baja yang diproduksi dari masing-masing produsen memiliki karakteristik dan tipe yang
berbeda, sehingga di pasaran akan dijumpai berbagai macam produk baja. Perbedaan dari
karakteristik dan tipe yang berbeda dapat disebabkan pula karena permintaan dari pasar
sehingga produsen akan memproduksi sesuai dengan permintaan tersebut. Baja bukan hanya
digunakan untuk keperluan konstruksi tetapi pemakaiannya dapat di berbagai sektor lain
seperti packaging, furniture, home appliance, office equipment, arts equipment, educational
equipment ataupun sport equipment. Pemetaan komoditas baja menurut sektor pemakaiannya
dapat dilihat pada Gambar 4.8.
Gambar 4.8. Komoditas Produk Baja Sumber: Diolah dariwww.steelindonesia.com
Produsen Baja
Baja untuk Keperluan Umum
(BjKU)
Baja untuk Keperluan Konstruksi
(BjKK)
Packaging
Furniture
Home Appliance,
Office Equipment
Arts Equipment
Educational Equipment
Sport Equipment
Baja Profil
Plat
Baja Tulangan
Steel Wire
Pipa
Rantai
Peralatan Berat
Baja Ringan
Kajian Rantai Pasok Baja Konstruksi Untuk Mendukung Investasi Infrastruktur 5 - 45
Sehingga berdasarkan gambar di atas, maka komoditas baja konstruksi yang dianalisa:
a. Baja tulangan dengan rincian berbagai diameter yang lazim digunakan pada sub
strucutre dan upper structure.
b. Baja profil baik untuk atap, gelagar pada jembatan ataupun profil lain seperti pipa
untuk jaringan air minum
c. Baja dalam bentuk lembaran atau plat, yang banyak digunakan untuk profil yang
dibuat khusus, penutup rangka atap atau plat lantai sebagai pengganti plat beton
d. Baja ringan yang diperuntukkan untuk konstruksi atap
e. Baja untuk material peralatan konstruksi
4.4. Produsen Baja Konstruksi
Berikut adalah beberapa profil produsen industri penghasil baja di Indonesia yang tergabung
dalam IISIA, dimana sebagian produksi bajanya digunakan untuk memasok kebutuhan sektor
konstruksi.
1. PT Krakatau Steel
PT Krakatau Steel didirikan pada tanggal 31 Agustus 1970. Saat ini Krakatau Steel
adalah produsen baja terbesar terintegrasi di Asia Tenggara. Perusahaan ini
merupakan produsen baja lembaran panas (HRC) dan baja lembaran dingin (CRC)
yang terbesar di Indonesia. Dalam hal spesifikasi produk, Krakatau Steel menguasai
sekitar 85% dari total produk diserap oleh pasar domestik. Perusahaan ini memiliki
kapasitas baja gabungan sebesar 2,45 juta ton per tahun.
2. Gunung Steel Group
Gunung Steel Group didirikan pada tahun 1986 sebagai produsen Hot Rolled seperti
baja batangan dan baja siku, dan terletak di Cikarang Bekasi Barat, Jawa Barat.
Gunung Steel Group terdiri dari empat perusahaan terpisah yang bekerja sama yaitu:
PT Gunung Garuda (GG)
Didirikan pada tahun 1986, jenis produk yang dihasilkan yaitu Angle Hot Roll,
Cell Form, H-Beam, Honey Comb, King Cross, Queen Cross, T-Beam, Wide-
Flange Beam (IWF).
PT Gunung Raja Paksi (GRP)
Didirikan pada tahun 1998, jenis produk yang dihasilkan yaitu Angle Cold
Formed, Bridge Deck, ERW Pipe, Expanded Mesh, Floor Deck, Guard Rail, HR
Coil, Lipped Chanel, Rectangular Pipe, Roof & Wall Sheeting, Spiral Pipe,
Kajian Rantai Pasok Baja Konstruksi Untuk Mendukung Investasi Infrastruktur 5 - 46
Square Pipe, Steel Plate, Anchor Bolt, Annealed Wire, Galvanized Wire, Nails,
Nail Wire, Round/Deformed Bar, Sagrod, Welded Beam, Wire Mesh dan Wire
Rod.
PT Gunung Gahapi Sakti (GGS)
GGS merupakan perusahaan gabungan PT Gunung Gahapi dan PT Gunung Sakti.
PT Bukit Terang Paksi Galvanizing
Didirikan pada tahun 1970 untuk memenuhi permintaan layanan galvanizing
(pelapisan/coating).
3. PT Ispat Indo
PT Ispat Indo didirikan pada tahun 1976. Perusahaan ini memproduksi berbagai jenis
billet dengan nilai karbon rendah dan tinggi,wire rod dan baja batangan dengan
menggunakan sekitar 65% dari skrap dan 35% dari DRI/Pig iron. Campuran
bervariasi sesuai dengan kelas baja yang dihasilkan. Penjualan produk sekitar 70%
ke pasar domestic dan 30% untuk pasar ekspor di kawasan Asia Pasifik.PT. Ispat
Wire Produk (IWP) adalah anak perusahaan 100% dari PT. Ispat Indo dan bergerak
dalam kegiatan seperti produksi kawat batang, pembuatan paku, produksi bar lurus,
dll. IWP mengkonsumsi wire rod untuk dijual dalam negeri maupun ekspor. PT.
Ispat Indo adalah produsen batang kawat terbesar di Indonesia dengan pangsa pasar
tertinggi.
4. PT Bhirawa Steel
PT. Bhirawa Steel pada tahun 1973. PT Bhirawa Steel adalah salah satu pabrik baja
asli di Indonesia. Pabrik baru ini memiliki kapasitas 50 ton billet/jam yang
memungkinkan pabrik untuk menghasil kantotal 250.000 MT per tahun dari berbagai
kualitas seperti Round Bar, Shaft Bar, Hexagon Bar, Deformed Bar, Flat Bar, dan
Angle Bar mulai dari karbon rendah sampai dengan karbon tinggi.
5. Gunawan Group
Gunawan Group memiliki dua pabrik Hot Rolled Plate yaitu PT. Gunawan Dianjaya
Steel dan PT. Jaya Pari Steel. PT Gunawan Dianjaya Steel yang memiliki kapasitas
tahunan 350.000 ton, terletak di sebidang 15 hektar tanah di Surabaya dengan
menggunakan teknologi AS. Perusahaan menggunakan bahan baku seluruhnya
diimpor. Sekitar 80% dari produksinya diekspor ke Eropa. PT Jaya Pari Steel (JPS)
merupakan adik perusahaan PT. Gunawan Dianjaya Steel tercatat sejak tahun 1989.
Pabrik baja terpadu ini memiliki kapasitas tahunan 100.000 ton. Pada tahun 2007,
JPS memperoleh kenaikan penjualan menjadi Rp 432,8 miliar dengan laba bersih Rp
Kajian Rantai Pasok Baja Konstruksi Untuk Mendukung Investasi Infrastruktur 5 - 47
41,5 miliar dibanding 2006 senilai Rp 340,2 miliar dengan laba bersih Rp 26,7
miliar. Penjualan tersebut antara lain dilakukan melalui penetrasi ke pasar Asia
Tenggara terutama ke Singapura, meskipun 90% dari total penjualan ditujukan untuk
pasar domestik terutama sektor konstruksi.
6. PT Essar Dhanajaya
PT. Essar Dhanajaya (ED) didirikan pada tahun 1996 sebagai perusahaan patungan
antara PT. Garama Adipratama dan Essar Group dari India dengan kapasitas awal
200.000 MT. Perusahaan ini meningkatkan kapasitas dengan 200.000 ton menjadi
400.000 ton pada pertengahan 2003. Mayoritas bahan baku HRC dipasok oleh
perusahaan induk yaitu Baja Essar Limited, yang merupakan pabrik baja besar
terintegrasi di India.
Berikut adalah daftar produsen baja lainnya untuk setiap komoditas di sektor
konsturksi beserta kapasitasnya masing-masing menurut direktori IISIA (2012):
Baja Tulangan
No Nama Perusahaan Lokasi Kapasitas produksi
Ton/tahun
1 Asian profile Indosteel Surabaya 48,000
2 Beton Jaya Manunggal Surabaya 12,000
3 Bhirawa Steel Surabaya 250,000
4 Delcoprima Pacific Tangerang 23,000
5 Gramitrama Jaya Steel Gresik 4,000
6 Growth Sumatra Medan 86,000
7 Gunung Gahapi Sakti Medan 150,000
8 Gunung Garuda Cibitung 150,000
9 Hanil Jaya Steel Surabaya 360,000
10 Interworld Steel Tangerang 230,000
11 Inti General Jaya Semarang 100,000
12 Ispat Indo Surabaya 200,000
13 Ispat Panca Putra Gresik 300,000
14 Ispat Wire Product Surabaya 9,000
15 Jakarta Cakra tunggal Steel Jakarta 360,000
16 Jatim Taman Steel Surabaya 140,000
17 Krakatau Wajatama Cilegon 150,000
18 Liangying Nuansa Indonesia Mojokerto 2,400
19 Mekarindo Baja Utama Gresik
20 Nasional Interindo Metal Mojokerto 36,000
21 Pangeran Karang Murni Jakarta 50,000
22 Power Steel Indonesia Tangerang 192,000
23 Pulogadung Steel Jakarta 110,000
Kajian Rantai Pasok Baja Konstruksi Untuk Mendukung Investasi Infrastruktur 5 - 48
24 Raksa Indo Steel Gresik 12,000
25 Surya Steel Surabaya 4,500
26 The Master Steel Jakarta 360,000
27 Tobu indonesia Steel Jakarta 120,000
28 Toyogiri Iron & Steel Bekasi 200,000
29 Waru Djaya Sidoarjo 3,200
30 Wuhan Jakarta 6,000
Total National Capacity 3,668,100
Sumber: Direktori IISIA (2012)
Baja Profil
No Nama Perusahaan Lokasi Kapasitas produksi
Ton/tahun
1 Alim Ampuh Jaya Steel Surabaya 110,000
2 Alim Surya Steel Surabaya 24,000
3 Aneka Jakarta Steel Jakarta 10,800
4 Bhirawa Steel Surabaya 3,600
5 Bukit Baja Buana Bekasi 72,000
6 Cigading H-Beam Cilegon 100,000
7 Growth Sumatra Medan 14,000
8 Gunung Gahapi Sakti Medan 58,000
9 Gunung Garuda Bekasi 800,000
10 Interworld Steel Tangerang 42,000
11 Inti General Jaya Steel Semarang 50,000
12 Jatim Mustika Sarana Steel Surabaya 8,000
13 Jaya Peri Steel Surabaya 40,000
14 Krakatau Wajatama Cilegon 150,000
15 Multi Color Indah Indo Surabaya 30,000
16 Perjuangan Steel Surabaya 67,500
17 Sarana Steel Corp Jakarta 24,000
18 Sinar Tangerang Steel Tangerang 6,000
19 Super Tata Surya Tangerang 48,000
20 The Master Steel Jakarta 53,000
21 Timur Jaya Surabaya 10,000
22 Triputra Jaya Lestari Gresik 10,000
Total National Capacity 1,730,900
Sumber: Direktori IISIA (2012)
HRC
No Nama Perusahaan Lokasi Kapasitas produksi
Ton/tahun
1 Krakatau Steel Cilegon 2,400,000
2 Gunung Raja Paksi Bekasi 700,000
3 Gunawan Dianjaya Steel Surabaya 350,000
4 Jayapari Steel Surabaya 100,000
Kajian Rantai Pasok Baja Konstruksi Untuk Mendukung Investasi Infrastruktur 5 - 49
5 Little Giant Steel Semarang 60,000
6 Raja Besi Semarang 100,000
Total National Capacity 3,710,000 Sumber: Direktori IISIA (2012)
CRC
No Nama Perusahaan Lokasi Kapasitas produksi
Ton/tahun
1 Essar Indonesia Bekasi 400,000
2 Intan Nasional Medan 60,000
3 Krakatau Steel Cilegon 850,000
4 Little Giant Steel Semarang 230,000
5 Raja Besi Semarang 150,000
Total National Capacity 1,690,000
Sumber: Direktori IISIA (2012)
Steel Wire
No Nama Perusahaan Lokasi Kapasitas produksi
Ton/tahun
1 Krakatau Steel Cilegon 650,000
2 Gunung Raja Paksi Bekasi 60,000
3 Gunung Gahapi Medan 100,000
4 Growth Sumatra Industry Medan 45,000
5 Ispat Indo Surabaya 700,000
6 Master Steel Bekasi 250,000
7 Pangeran Karang Murni Jakarta 490,000
Total National Capacity 2,295,000 Sumber: Direktori IISIA (2012)
Steel Pipe
No Nama Perusahaan Lokasi Kapasitas produksi
Ton/tahun
1 Ahli Teknik Medan 23,000
2 Alim Surya Steel Sidoarjo 82,000
3 Aneka Djakarta Iron Steel Jakarta 75,000
4 Bakrie Pipe Industries Bekasi 300,000
5 Buana Central Steel Industry Cilegon 24,000
6 Bumi Karya steel Industry Bekasi 150,000
7 Indonesia Steel Tube Works Jakarta 140,000
8 Indo Mitra Sedaya Bekasi 9,600
9 Indal Steel Pipe Gresik 120,000
10 Indom Ulti Surabaya 20,000
11 KHI Pipe Industries Cilegon 200,000
Kajian Rantai Pasok Baja Konstruksi Untuk Mendukung Investasi Infrastruktur 5 - 50
12 Perjuangan steel Surabaya 20,000
13 Raja Besi Semarang 50,000
14 Sinar Surya Baja Profilindo Tangerang 36,000
15 South East Asia Pipe Industry Lampung 200,000
16 Sri Rejeki Perdana Steel Bekasi 60,000
17 Steel Pipe Industry of Indonesia Surabaya 250,000
18 Super Tata Raya Steel Tangerang 82,560
19 Swarna Baja Tangerang 60,000
20 Tri Putrajaya Lestari Gresik 10,000
Total National Capacity 1,912,160
Sumber: Direktori IISIA (2012)
Kapasitas produksi
No Komoditas Jenis Produk Jumlah
Perusahaan
Kapasitas Produksi
Ton/tahun
1 Profile
Heavy Profile, Channel, Angle, T-
Beam 22 1,730,900
2 Bars Deformed and Round Bars 30 3,668,100
3 Hot Rolled Coil Steel Plate, Plate untuk Alat Berat 6 3,710,000
4 Cold Rolled Coil Light Steel Frame 5 1,690,000
5 Steel Wire Wire Rod 7 2,295,000
6 Steel Pipe Seamless Pipe, Welded Spiral Pipe 20 1,912,160
Total Produksi 15,006,160
Sumber: Direktori IISIA (2012)
Berikut adalah peta sebaran produsen komoditas baja konstruksi:
Gambar 4.9. Peta Sebaran Komoditas Baja Konstruksi Nasional Sumber: Direktori IISIA (2012)
Berdasarkan Gambar 4.9 di atas, dapat dilihat bahwa produsen baja masih terkonsentrasi di
pulau Jawa, dan beberapa produsen yang berlokasi di pulau Sumatra (daerah Medan dan Sumber : Direktori IISIA, 2012
Kajian Rantai Pasok Baja Konstruksi Untuk Mendukung Investasi Infrastruktur 5 - 51
Lampung). Untuk wilayah Indonesia bagian barat sebagian besar baja konstruksi di pasok
dari daerah Jakarta, Jawa Barat, dan Banten. Sedangkan untuk wilayah Indonesia Timur, baja
konstruksi dipasok dari daerah Jawa Timur. Produsen baja yang lebih banyak berpusat di
pulau Jawa diperkirakan karena pulau Jawa merupakan pusat pembangunan di Indonesia
selama ini.
Berikut adalah peta sebaran supply baja nasional:
Gambar 4.10. Peta Sebaran Pasokan Baja Konstruksi Nasional Sumber: Direktori IISIA (2012)
Berdasarkan Gambar 4.10 di atas, dapat dilihat bahwa jumlah pasokan baja konstruksi hampir
seluruhnya berada di pulau Jawa, dan sebagian kecil di pulau Sumatra (daerah Sumatra utara
dan lampung). Dengan menumpuknya pasokan baja di pulau jawa, hal ini menimbulkan
masalah lain terutama dalam masalah harga material khususnya untuk di daerah luar pulau
Jawa. Selain itu waktu dan lamanya pengiriman material juga menjadi masalah lain yang turut
mempengaruhi harga material baja konstruksi di daerah luar pulau Jawa.
Kajian Rantai Pasok Baja Konstruksi Untuk Mendukung Investasi Infrastruktur 5 - 52
Bab V
Rantai Pasok
10.1. Rantai Pasok
Supply chain atau rantai pasok merupakan suatu konsep yang relatif baru di dunia
konstruksi, yang awal perkembangannya berasal dari industri manufaktur. Konsep supply
chain berhubungan erat dengan lahirnya konsep lean production yang berakar pada pemikiran
lean thinking yang telah merubah paradigma produksi dalam industri manufaktur. Tuntutan
terhadap efisiensi memaksa perusahaan untuk membentuk struktur organisasi yang lebih
sederhana, mendorong perusahaan untuk lebih fokus pada bisnis intinya, dan menyerahkan
aktifitas pendukungnya pada pihak lain. Perkembangan ini mengakibatkan produk atau jasa
yang dihasilkan oleh suatu bisnis, bukan lagi merupakan output dari satu organisasi secara
individu, namun merupakan output dari suatu rangkaian organisasi, yang disebut supply chain
(Maylor, 2003).
Menurut Hanfield dan Nichols (1999) bahwa pada dasarnya supply chain merupakan
sekumpulan supplier dan customer yang terhubung, setiap customer pada gilirannya akan
menjadi supplier bagi organisasi hilir selanjutnya. Rangkaian hubungan customer-supplier
tersebut terjadi dalam suatu rentang proses perubahan material, dimulai dari tahapan material
alam hingga produk akhirnya mencapai 10 pengguna akhir, bagaikan suatu rangkaian mata
rantai yang terhubung secara linier. Namun bentuk jaringan supply chain dalam konteks bisnis
yang sesungguhnya memiliki bentuk yang kompleks. Kompleksitas hubungan tersebut terjadi
karena suatu perusahaan memiliki hubungan ke hulu dengan beberapa pemasok (multiple
suppliers) dan ke hilir dengan beberapa customer (multiple customers). Secara lebih luas lagi
terdapat pula hubungan antara supplier dengan supplier-nya supplier serta hubungan antara
customer dengan customer-nya customer. Hal ini membentuk satu sistem pola jaringan yang
kompleks. Pada jaringan ini terdapat ketergantungan antar berbagai pihak, sehingga hubungan
ini lebih tepat digambarkan dengan suatu jaringan (network) dari pada rantai (chain)
(Christopher, 1998).
Kajian Rantai Pasok Baja Konstruksi Untuk Mendukung Investasi Infrastruktur 5 - 53
Dalam konteks konstruksi, kompleksitas supply chain konstruksi digambarkan oleh
Vaidyanathan (2001) seperti tertera pada Gambar 2.11, secara makro bahwa pihak-pihak yang
terlibat dapat dibagi menjadi dua kelompok besar yaitu: penyedia jasa yang terdiri dari
penyandang dana, penyedia jasa struktur, mekanikal, elektrikal, dan arsitektur dan kelompok
kedua yaitu penyedia barang/material yang terdiri dari pemasok material/produk bangunan
dan subkontraktor.
Gambar 5.1 Rantai Pasok Konstruksi Sumber: Vaidyanathan (2001)
Kedua kelompok besar ini akan memberikan kontribusi sesuai dengan fungsi dari
masing-masing anggota kelompok tersebut kepada kontraktor sebagai bagian yang akan
mewujudkan keinginan dari owner sehingga kontraktor secara kontinu dan langsung akan
mempunyai hubungan garis komando terhadap owner. Sedangkan hubungan antara arsitek
dengan owner hanya garis koordinasi. Sementara hubungan owner dengan sub kontraktor
sebatas hanya untuk mengetahui aliran informasi dan aliran material.
Sejalan dengan pengertian supply chain dalam konteks manufaktur, maka dalam
konteks konstruksi, supply chain dapat didefinisikan sebagai suatu proses dari sekumpulan
aktivitas perubahan material alam hingga menjadi produk akhir (misalnya jalan, bangunan,
dan jasa perencanaan), untuk digunakan oleh pengguna jasa dengan mengabaikan batas-batas
Structural
Engineer
Mechanical
Engineer
Electrical
Engineer
ArsitekPenyandang
dana
General
Contractor
(Construction
Manager at risk)
Produk
Bangunan
Manufaktur I
Produk
Bangunan
Manufaktur II
Produk
Bangunan
Manufaktur n
Sub Kontraktor ISub Kontraktor
II
Pekerja
langsung
Pekerja tidak
langsung
Pekerja
langsung
Owner
Aliran
mat
erial
Aliran
info
rmas
i
Kajian Rantai Pasok Baja Konstruksi Untuk Mendukung Investasi Infrastruktur 5 - 54
organisasi yang ada. Tambahan dalam definisi Tommelein dkk (2003) yang menyatakan
bahwa dalam jaringan yang terstruktur tersebut dilakukan selain untuk memenuhi kebutuhan
owner, juga untuk memenuhi kebutuhan seluruh anggota supply chain tersebut.
Dalam konteks pola tradisional, pembentukan supply chain konstruksi yang terlibat
dalam suatu proses produksi, dimulai pada tahap penawaran, ketika suatu jaringan supply
chain konstruksi suatu kontraktor akan memiliki daya saing tertentu terhadap jaringan supply
chain konstruksi dari kontraktor lainnya dalam memenangkan tender. Dalam tahap ini, hal itu
menunjukkan bahwa persaingan yang terjadi bukan lagi persaingan antar perusahaan
konstruksi secara individu, namun merupakan persaingan antar jaringan supply chain
konstruksi – antar jaringan perusahaan-perusaahan yang tergabung dalam suatu hubungan
proses produksi konstruksi, yang ditawarkan dalam penawaran.
Dalam tahap pelaksanaan, dimana terjadi proses pengadaan yang dilakukan oleh
kontraktor dalam penyusunan jaringan supply chain-nya, akan menentukan seberapa besar
tingkat efisiensi yang terjadi dalam proses produksinya, hingga menghasilkan produk dan jasa
yang sesuai dengan value dari owner. Apa yang terjadi dalam konstruksi tersebut
membenarkan pendapat yang menyatakan bahwa keunggulan persaingan yang menjadi aturan
main sekarang ini adalah keunggulan persaingan antar jaringan supply chain (Christopher,
1998).
Ditengah kompetisi usaha yang semakin ketat, menuntut kontraktor untuk melakukan
efisiensi dalam proses konstruksinya. Pola supply chain yang memiliki daya saing pada tahap
pengadaan, selanjutnya akan memberikan kinerjanya pada tahap produksi (pelaksanaan). Hal
itu menunjukkan bahwa desain suatu jaringan supply chain sangat penting peranannya. Suatu
studi menunjukkan bahwa desain supply chain yang buruk memiliki potensi untuk
meningkatkan biaya proyek hingga 10% (Bertelsen, 2002).
Hal ini menunjukkkan bahwa pola supply chain konstruksi akan memberikan
kontribusi terhadap efisiensi suatu pelaksanaan proyek, sehingga pola suatu supply chain
konstruksi memiliki potensi untuk menjadi salah satu ruang yang memungkinkan untuk
dilakukannya peningkatan dalam industri konstruksi. Sehingga dalam konteks konstruksi
dimana fragmentasi sudah menjadi bagian dari karakteristik industri ini, maka peningkatan
yang dapat dilakukan adalah melalui manajemen hubungan terhadap organisasi yang terlibat
dalam suatu susunan jaringan supply chain yang menghasilkan produk konstruksi tertentu.
Konsep supply chain management merupakan konsep yang relatif baru. Konsep ini
merupakan perluasan dari konsep logistik dimana lingkupnya adalah optimasi aliran
(optimizing flows) didalam lingkup suatu organisasi tertentu (Christopher, 1998).
Kajian Rantai Pasok Baja Konstruksi Untuk Mendukung Investasi Infrastruktur 5 - 55
Konsep supply chain management melihat bahwa konsep logistik belum mencukupi
dalam usaha untuk mencapai optimalisasi aliran yang terjadi, sehingga perlu diperluas hingga
keluar batas organisasi tersebut - ke hulu dengan supplier-nya dan ke hilir dengan
customernya (Christopher, 1998). Dengan demikian hal yang paling mendasar dari
manajemen hubungan dalam suatu supply chain adalah yang menyangkut hubungan antar
organisasi yang berbeda dalam suatu proses produksi. Hal ini sesuai dengan pendapat
Hanfield & Nichols (1999) bahwa supply chain management merupakan pendekatan
manajemen yang terintegrasi dari aktivitas-aktivitas yang terjadi dalam proses perubahan
material, melalui peningkatan hubungan dalam supply chain.
Dalam konteks persaingan bisnis yang semakin ketat, melalui penerapan konsep ini
diharapkan daya saing yang berkelanjutan dapat tercapai (Christopher, 1998). Hal inilah yang
menunjukkan pentingnya penerapan supply chain manajemen dalam praktek bisnis saat ini,
termasuk dalam industri konstruksi. Fragmentasi yang sudah menjadi karkteristik industri
konstruksi, yang disebabkan tingginya tingkat kebutuhan spesialisasi dalam industri ini, telah
menyebabkan terpecah-pecahnya suatu proses (aktifitas) menjadi paket-paket yang lebih
kecil, yang masing-masing melibatkan pihak tertentu. Sehingga dalam suatu proyek
konstruksi bangunan, yang melibatkan item pekerjaan yang sangat banyak, yang menuntut
keahlian tertentu didalam produksinya, telah membentuk jaringan supply chain yang
kompleks.
Hal itu menujukkan bahwa karakteristik dalam industri konstruksinya pun telah
menuntut suatu konsep manajemen yang dapat mengatur hubungan antar mata rantai yang
menghasilkan output produk konstruksi. Sehingga peran konsep dalam industri konstruksi
menjadi penting. Definisi ini diinterpretasikan oleh Arbulu dan Ballard (2005), yang
mendefinisikan supply chain sebagai sekelompok perusahaan dan individu yang bekerja sama
dalam suatu jaringan proses yang saling berhubungan. Menurutnya pula bahwa dalam suatu
supply chain terdapat sistem pasokan yang harus didefinisikan, dirancang, dan
diimplementasikan untuk mendapatkan aliran yang efektif dari material, informasi dan dana
dalam suatu supply chain.
Kajian Rantai Pasok Baja Konstruksi Untuk Mendukung Investasi Infrastruktur 5 - 56
Gambar 5.2 Konseptual supply chain Proyek Konstruksi Sumber: O’Brien et al., 2002
Pada Gambar 2.12 yang dikembangkan oleh O‟Brien et. al. (2002), terlihat
keterlibatan beberapa pihak dalam proses produksi yang terjadi di dalam site (in site
production), juga menunjukkan adanya rangkaian pihak yang menunjukkan proses produksi
yang terjadi luar site (off site production). Rangkaian aktifitas subkontraktor sebagai pihak
yang memberikan input pada site konstruksi dipahami sebagai pihak yang dapat melakukan
proses produksinya diluar site. Berdasarkan pada model supply chain pada proyek konstruksi
di atas, maka karakteristik dari supply chain konstruksi adalah:
Karakteristik produknya unik – produk konstruksi bangunan pada umumnya dibuat
berdasarkan permintaan tertentu (custom made product). Dengan demikian tidak ada satu
pun produk konstruksi yang sama - walaupun hal ini tergantung pada tingkatan mana kita
melihatnya.
Dilakukan oleh organisasi yang bersifat sementara (temporary organisastion).
Suatu rangkaian supply chain yang terbentuk yang menghasilkan produk konstruksi, akan
berakhir ketika selesai masa produksi.
Produknya terikat pada tempat tertentu, sehingga proses produksinya berlangsung di site
konstruksi (in site production). Hal ini juga memberikan kontribusi terhadap keunikan
produk konstruksi, karena pada proyek yang sama, baik kondisi fisik (kondisi tanah,
pengaruh cuaca, dan lain-lain) maupun non fisik (regulasi yang berlaku, kondisi lalulintas,
dan lain-lain) yang mempengaruhinya tidak akan pernah sama.
Supplier
Supplier
Sub
Supplier
Supplier
Supplier
Sub
Perencana
Kontraktor
Owner
Jaringan aktivitaspada proyek
Kajian Rantai Pasok Baja Konstruksi Untuk Mendukung Investasi Infrastruktur 5 - 57
Technology
Demand
Marke
Structure
Firm Conduct
Procurement
RelationshipSupply Chain
Supply Chain
Performance
In site production dan off site production. Terjadinya produksi didalam site konstruksi (in
site production), telah membagi dua batasan proses yang terjadi dalam produksi
konstruksi.
Diproduksi dalam lingkungan alam yang tidak terkendali, sehingga terdapat ketidakpastian
yang tinggi dalam konstruksi.
10.2. Struktur, Perilaku dan Kinerja Rantai Pasok Konstruksi
Konsep rantai pasok di industri konstruksi sangat bermanfaat untuk melihat sejauh
mana kinerja industri konstruksi tersebut. London (2008) menyampaikan bahwa pengelolaan
rantai pasok pada tingkat industri akan sangat bermanfaat dalam penetapan kebijakan di
industri konstruksi itu sendiri. Hal ini sangat sesuai dengan pendekatan ekonomi organisasi
industri yang menyatakan bahwa struktur (structure) dari rantai pasok dan perilaku (conduct)
pihak-pihak yang ada dalam rantai pasok akan mempengaruhi kinerja dari rantai pasok
tersebut (Martin, 1993). Hal ini sering disebut dengan pendekatan SCP atau Structure,
Conduct, and Performance.
Gambar 5.3 Hubungan Konseptual Antara Struktur, Perilaku dan
Kinerja Rantai Pasok Sumber: London, K., 2008
Sebagaimana terlihat dalam Gambar 2.13, struktur pasar akan berinterkasi dengan
perilaku pihak-pihak yang terlibat dalam pasar tersebut. Dalam hal ini, struktur akan
mempengaruhi perilaku, dan perilaku akan mempengaruhi struktur pasar juga. Interaksi ini
akan terlihat dari bagaimana perusahanperusahaan yang ada terikat dalam proses pengadaan.
Perilaku akan terlihat sekali dalam proses ini, terkait dengan bagaimana formasi perikatan
terjadi, transaksi terjadi dan pengelolaan dilakukan. Jadi dengan demikian, jika diharapkan
Kajian Rantai Pasok Baja Konstruksi Untuk Mendukung Investasi Infrastruktur 5 - 58
akan dilakukan pengelolaan rantai pasok konstruksi, maka gambaran akan strukturnya,
perilakunya, dan interaksinya harus dapat teridentifikasi dengan baik, agar pengelolaan yang
dirancang dapat menghasilkan kinerja rantai pasok konstruksi yang diharapkan.
10.3. Supply Channel
Beberapa industri ataupun organisasi melakukan pembagian supply chain ke dalam
beberapa level. Sebagai contoh pembagian level dapat dilihat pada Gambar 2.14. Dalam
industri konstruksi masih jarang yang melakukan pembagian ke dalam beberapa level seperti
yang dilakukan oleh industri yang non konstruksi. Hal ini dapat dilakukan hanya pada
konsultan atau kontraktor yang berskala besar.
Tujuan dari pembagian ke dalam beberapa lavel ini untuk mengetahui flow dari
beberapa komoditas yang sangat bervariasi dan kemudian dikelompokkan ke dalam beberapa
group sehingga memudahkan pengendalian. Metode inilah yang kemudian dikenal dengan
istilah channel structure. Sedangkan pada Gambar 2.15, menunjukkan tipe channel structure
dari distribusi komoditas sehari-hari dan distribusi komoditas industri. Perbedaan dari kedua
channel structure ini jangkauan dari produsen sampai ke konsumen atau end user, dapat
langsung ke konsumen atau pengguna komoditas atau harus melalui suatu perusaahaan yang
berperan sebagai supplier bagi level berikutnya. Selain itu juga menggambarkan posisi dan
peran dari masing-masing perusahaan sebagai entitas dari channel structure sehingga mampu
memberikan arus informasi aliran komoditas tersebut.
Middleman
Merchant Functional middleman
Split Function
middleman
Limited Function
middlemanFull Function
middleman
Limited Function
middleman
Class of customerService RenderedOwnership, control
or representationLine of goods
Method of
operation
First level
Second level
Third level
Gambar 5.4. Framework distribusi Channel Structure Sumber: London, K, 2008
Kajian Rantai Pasok Baja Konstruksi Untuk Mendukung Investasi Infrastruktur 5 - 59
Producer
Agent or
broker
WholesalerWholesaler
RetailerRetailerRetailer
Consumer
Producer
Agent or
broker
Agent or
broker
Industrial
distributor
Industril
distributor
Industrial user
Typical channel structure alternatives in consumer goods
distribution
Typical channel structure alternatives in industrial goods
distribution
Gambar 5.5. Pendekatan Channel Structure Sumber: London, K, 2008
Berdasarkan kerangka diatas, maka apabila channel struktur tesebut digunakan
konstruksi maka akan didapakan channel structure seperti pada Gambar 5.5, khususnya untuk
rantai pasok baja dalam sektor konstruksi di Indonesia. Bagi kontraktor, untuk mendapatkan
baja konstruksi dapat diperoleh langsung dari produsen atau harus melalui beberapa entitas
dari channel structure tersebut seperti service centre, distributor, fabrikator atau sub
kontraktor.
Gambar 5.6. Skema Rantai Pasok Baja di Indonesia Sumber: Sandika, 2011
Servis
center
Sub-
kontraktor
Kontraktor
Fabrikator
Produsen
Distribut
or
Kajian Rantai Pasok Baja Konstruksi Untuk Mendukung Investasi Infrastruktur 5 - 60
10.4. Kajian Rantai Pasok
Beberapa peneliti menggambarkan tipologi dari supply chain ke dalam dua bagian
yaitu logistik dan supply chain management seperti pada Gambar 2.17. Kontribusi dari
masing-masing tipologi ini sangat dipengaruhi oleh kebutuhan dan tingkat kepentingan dari
masing-masing organisasi yang mengimplementasikan supply chain. Tipologi yang dilakukan
oleh Hines (1998) adalah intra-functional supply chain, inter-functional supply chain, inter
organizational supply chain, network supply chain dan regional clustering supply chains.
Sedangkan menurut London, K., (2008), rantai pasok di konstruksi terbagi menjadi 3 (tiga)
yaitu:
a. Intra-organizational supply chain,
yang dimaksud dengan intra-organizational supply chain adalah sistem logistik di dalam
perusahaan masing-masing perusahaan yang menjadi entitas dari rantai pasok. Sistem
logistik ini hanya terbatas pada masing-masing perusahaan saja tidak terkait dengan
perusahaan lainnya.
b. Inter-organizational supply chain,
tipe supply chain yang kedua, hubungan rantai pasok yang tergabung dalam suatu proyek
konstruksi. Tipe ini melibatkan beberapa entitas dari perusahaan yang berbeda-beda dan
selanjutnya bergabung di dalam suatu rantai pasok untuk proyek konstruksi.
c. Cross-organizational supply chain,
cross-organizational supply chain merupakan gabungan dari beberapa rantai pasok beserta
beberapa clients. Tipe rantai pasok seperti ini banyak diimplementasikan pada rantai pasok
industri konstruksi.
Purchasing
Material control
Production
Sales
Distribution
Purchasing Material control Production Sales Distribution
Intra-organizational supply chain
SupplierFocal
CompanyCustomer
Inter-organizational supply chain
Kajian Rantai Pasok Baja Konstruksi Untuk Mendukung Investasi Infrastruktur 5 - 61
Gambar 5.7. Tipologi organisasi rantai pasok Sumber: Diolah dari London, K., 2008
10.5. Hasil Survei
Survei yang dilakukan dari keenam kota dan dari keenam komoditas baja, hanya baja
untuk keperluan alat berat tidak dapat diperoleh data sehingga jaringan rantai pasoknya tidak
dapat dipetakan. Secara umum, proses dari pembuatan baja dimulai dari bahan baku yang
terdiri dari biji besi dan scrap (besi bekas). Sumber dari bahan baku baik biji besi dan scrap
berasal dari impor dan lokal. Menurut hasil survei yang dilakukan komposisi antara impor dan
lokal adalah 70% berasal dari impor dan 30% dari lokal. Para pelaku dari bahan baku ini
biasanya dilakukan oleh para trader atau pengepul kemudian akan didistribusikan ke
produsen. Tahap berikutnya adalah proses peleburan dari biji besi atau scrap akan diolah
menjadi sponge iron.
Hasil dari sponge iron dapat dibagi menjadi 2 yaitu long product dan slab product.
Long product menjadi bahan dasar untuk pembuatan baja tulangan, baja profil, dan steel wire.
Pada proses produksi, bloom dan billet merupakan hasil dari long product sebelum diolah
menjadi bahan jadi seperti profil, tulangan dan steel wire. Untuk memproduk profil, baja
Kajian Rantai Pasok Baja Konstruksi Untuk Mendukung Investasi Infrastruktur 5 - 62
tulangan dan steel wire, dari bloom dan billet akan diolah ke dalam suatu proses yang disebut
dengan Hot Rolling Mill. Adapun yang dimaksud dengan rolling adalah proses reduksi
pengurangan luas penampang atau pengurangan ketebalan atau proses pembentukan logam
melalui deformasi dengan melewatkan benda kerja pada sepasang roll yang berputar dengan
arah berlawanan. Sedangkan yang dimaksud dengan Hot Rolling Mill adalah operasi
pencairan yang dilakukan pada temperatur yang lebih tinggi daripad temperatur rekristalisasi.
Pada proses hot rolling, deformasi tidak menyebabkan terjadinya penguatan logam. Tegangan
alir bahan akan semakin kecil dengan semakin tingginya temperatur operasi. Energi deformasi
yang dibutuhkan menjadi lebih kecil daripada temperatur yang lebih tinggi. Khusus untuk
profil dihasilkan dari bloom sedangkan baja tulangan dan steel wire diproduk dari billet.
Produk yang berikutnya adalah slab product, produk ini akan menghasilkan baja
dalam bentuk lembaran. Produk ini akan menjadi bahan baku bagi produk pipa baja, baja
ringan ataupun untuk alat berat. Setelah sponge iron diolah menjadi slab, maka tahap
berikutnya adalah Hot Rolling Mill, dari proses ini akan dihasilkan Hot Rolling Plate dan Hot
Rolling Coil. Hot Rolling Plate akan diproses berikutnya yang akan digunakan untuk pipa
baja dan alat berat. Demikian pula dengan Hot Rolling Coil akan diproses untuk plat baja.
Untuk memperoleh hasil akhir baja ringan, Hot Rolling Coil diolah terlebih dahulu menjadi
cold roll coil/CRC. CRC ini merupakan salah satu bentuk produk baja yang dihasilkan dari
proses pengerolan dingin. Baja putih ini memiliki sifat tipikal yang berbeda secara signifikan
dengan baja hitam atau baja lembaran panas. Baja lembaran dingin memiliki kualitas
permukaan yang lebih baik, lebih tipis dan dengan ukuran yang lebih presisi, serta
mempunyai sifat mekanis yang baik dan formability yang sangat bagus. Hasil survei yang
telah dilakukan pada masing-masing tier baik yang dimulai dari produsen ke tier-tier atau
entitas yang paling akhir dan dari entitas yang paling akhir ke produsen maka jaringan rantai
pasok untuk masing-masing komoditas dapat digambarkan sebagai berikut:
a. Rantai Pasok Baja Tulangan
Untuk komoditas baja tulangan, sumber bahan baku masih sama dengan yang harus
diperoleh produsen yaitu scrap atau biji besi. Asal sumber bahan dasar pun berasal dari impor
dan lokal. Komposisi impor dan lokal berbanding 70:30. Berdasarkan hasil survei, diperoleh
informasi bahwa suatu produsen dapat memiliki fungsi yaitu produsen dan fabrikator. Istilah
produsen ini mengacu pada produk yang dihasilkan untuk tier berikutnya, dalam hal ini
produk yang dimaksud adalah long product dan slab product. Oleh karena pada rantai pasok
ini merupakan baja tulangan maka produk yang diperoleh dari produsen adalah long product.
Kajian Rantai Pasok Baja Konstruksi Untuk Mendukung Investasi Infrastruktur 5 - 63
Pada Gambar 5.8 terlihat bahwa produsen yang memiliki fungsi sebagai produsen saja hanya
ada 2 (berdasarkan yang disurvei) yaitu PT. Krakatau Steel dan PT. Gunung Garuda Group.
Sedangkan produsen yang memiliki 2 fungsi baik sebagai produsen dan fabrikator ada 3
perusahaan yaitu PT. Inter World Steel, PT. Hanil Jaya Steel dan PT. Master Steel. Khusus
untuk 2 produsen PT. Krakatau Steel dan PT. Gunung Garuda, produk yang dihasilkan tidak
semua didistribusikan kepada fabrikator lokal tetapi juga ada yang diekspor ke luar negeri.
Bagi produsen PT. Krakatau Steel dan PT. Gunung Garuda, mendistribusikan billet ke
fabrikator yang merupakan anak perusahaan mereka sendiri yaitu PT. Krakatau Wajatama
yang merupakan anak perusahaan dari PT. Krakatau Steel sedangkan PT. Gunung Garuda
mendistribusikan billet ke anak perusahaan mereka yang berada di bawah paying PT. Gunung
Garuda Group. Produk akhir dari kedua anak perusahaan ini pun juga melayani kebutuhan di
beberapa negara sehingga proses ekspor pun terjadi di komoditas baja tulangan yang
diproduksi oleh PT. Krakatau Wajatama dan PT. Gunung Garuda Group. Baik PT. Krakatau
Wajatama dan PT. Gunung Garuda juga mendistribusikan ke distributor lokal dengan tujuan
untuk melayani kebutuhan pasar lokal dengan jumlah yang tidak terlalu besar sehingga dari
distributor pun mendistribusikan ke retail (dalam hal ini toko-toko besi). Selain melayani ke
distributor, PT. Krakatau Wajatama dan PT. Gunung Garuda Group, seringkali mendapatkan
order dari kontraktor-kontraktor besar seperti BUMN. Order dari BUMN ke kedua produsen
biasanya dalam jumlah besar sehingga seringkali untuk menghindari fluktuasi harga yang
signfinkan maka kedua belah pihak terikat dalam kontrak payung. Sedangkan PT. Hanil Jaya
Steel, PT. Master Steel dan PT. Inter World Steel, juga mendistribusikan ke distributor dan
dari distributor ke retail serta mendistribusikan langsung ke kontraktor berskala atau yang
berada pada grade 6 atau grade 7. Dengan pertimbangan yang sama yaitu menghindari
pengaruh fluktuasi harga yang tinggi, mereka pun seringkali menggunakan kontrak payung.
Berdasarkan hasil survei, ada juga fabrikator yang mendapatkan billet dari para trader,
fabrikator tersebut adalah PT. Bhirawa Steel Indonesia yang beroperasi di Surabaya. Hasil
survei menunjukkan bahwa fabrikator ini juga melayani ke distributor dan kontraktor-
kontraktor. Bagi para kontraktor yang dimiliki oleh negara tidak menutup kemungkinan untuk
melakukan impor langsung dari fabrikator. Pertimbangan yang digunakan sebagai dasar
pengambilan keputusan adalah masalah harga, yang tentunya sangat berpengaruh terhadap
nilai kontrak yang langsung berhubungan dengan owner. Bagi owner, dimensi baja tulangan
tidak memberikan pengaruh yang kuat tetapi harga yang murah dan selama masih masuk ke
dalam toleransi akan dipilih. Bagi kontraktor kecil, perolehan baja tulangan biasanya dari
retail ataupun kalau membutuhkan dalam jumlah yang cukup besar maka diperoleh dari
Kajian Rantai Pasok Baja Konstruksi Untuk Mendukung Investasi Infrastruktur 5 - 64
distributor. Berdasarkan hasil survei, biasanya bagi para pengguna baja tulangan mereka
memilih produsen atau fabrikator atas dasar pertimbangan bahwa mereka sebagai mitra tetap
dan tentunya harga yang bersaing dengan produk sejenis yang diproduk oleh berbagai macam
produsen. Penggunaan baja tulangan ini relatif lebih besar pemakaian apabila dibandingkan
dengan komoditas baja yang lain. Hampir 90% bangunan konstruksi akan menggunakan baja
tulangan sebagai main struktur, selain itu dari hasil survei kepada konsultan menunjukkan
bahwa owner cenderung memilih struktur beton daripada baja profil dengan alasan harga
lebih optimal.
Kajian Rantai Pasok Baja Konstruksi Untuk Mendukung Investasi Infrastruktur 5 - 65
Gambar 5.8. Rantai Pasok Baja Tulangan Sumber: Diolah dari hasil survei Kajian Rantai Pasok Baja Konstruksi, 2012
ServiceProdusen DistributorFabrikator KonsumenRaw Material
Produsen 1
Produsen 2
Produsen 3
Produsen 4
Fabrlatpr 3
PP
HK
WK
NK
Fabrikator
1
Fabrikator
2
Import
Kontraktor
Kecil
Non
BUMN
Ekspor
Distributor
Lokal
Ekspor
Import
Supllier
Produsen
Perusahaan
Pengumpul
Trader
Retail
600,000 150,000
200,000
230,000
360,000
360,000
250,000
Kajian Rantai Pasok Baja Konstruksi Untuk Mendukung Investasi Infrastruktur 5 - 66
b. Rantai Pasok Baja Profil
Komoditas berikutnya adalah komoditas baja profil. Demikan halnya yang berkaitan
dengan bahan dasar masih sama yaitu scrap atau biji besi. Kedua bahan dasar ini pun masih
diperoleh dengan cara impor dan lokal. Entitas dari rantai pasok baja profil tidak sebanyak
pada baja tulangan. Sebagai contoh pada rantai pasok baja profil, entitas nya hanya terdiri dari
raw material, supplier produsen, produsen, fabrikator dan konsumen. Bagi para produsen
yaitu PT. Krakatau Steel dan PT. Gunung Garuda Group memperoleh bahan dasar dari para
pengepul atau trader lokal ataupun importer. Produk yang dihasilkan dari kedua produsen
tersebut adalah long product tepatnya bloom bukan billet. Bloom ini akan didistribusikan ke
fabrikator yaitu PT. Krakatau Wajatama dan PT. Gunung Garuda Group, yang merupakan
anak perusahaan dari PT. Krakatau Steel dan PT. Gunung Garuda Group. Produk akhir yang
berupa profil, jalur distribusi nya langsung ke konsumen yaitu kontraktor dan tidak melewati
distributor ataupun retail. Penggunaan baja profil lebih banyak digunakan pada jembatan,
gudang ataupun bangunan industri. Seperti yang telah disebutkan di atas biasanya owner
cenderung memilih baja tulangan sebagai main struktur pada proyek yang dimilikinya, harga
masih menjadi pertimbangan utama pemilihan baja profil atau baja tulangan. Rantai pasok
baja profil dapat dilihat pada Gambar 5.9.
Kajian Rantai Pasok Baja Konstruksi Untuk Mendukung Investasi Infrastruktur 5 - 67
Gambar 5.9. Rantai Pasok Baja Profil Sumber: Diolah dari hasil survei Kajian Rantai Pasok Baja Konstruksi, 2012
Perusahaan
Pengumpul
Trader
Krakatau
Steel
Gunung
Garuda
PP
HK
WK
NK
K.
Wajatama
G. Group
Import
Lokal
ServiceProdusen DistributorFabrikator KonsumenRaw MaterialSupllier
Produsen
Kajian Rantai Pasok Baja Konstruksi Untuk Mendukung Investasi Infrastruktur 5 - 68
c. Rantai Pasok Pipa Baja
Pipa baja merupakan komoditas baja konstruksi yang masih menjadi bagian dari
kajian studi ini. Karakteristik dari jaringan rantai pasok pipa baja hampir tipikal dengan rantai
pasok baja profil, dari segi entitas atau pelaku pada jaringan rantai pasok sama tidak ada
distribusi atau retail. Produsen yang disurvei pada kajian studi ini hanya dua yaitu PT.
Krakatau Steel dan PT. Gunung Garuda Group. Asal bahan dasar dari pipa baja ini yaitu biji
besi dan scrap yang perolehannya dari lokal dan impor. Produk yang dihasilkan oleh PT.
Krakatau Steel dan PT. Gunung Garuda Group adalah slab product. Slab product ini diproses
dengan Hot Rolling Mill menjadi Hot Rolling Plate (HRP). Slab product yang diproduksi oleh
PT. Krakatau Steel didistirbusikan ke fabrikator seperti PT. Spindo, PT. Bakrie Pipe Industry
dan PT. KHI Pipe. Oleh fabrikator ini, slab product yang berasal dari produsen diolah menjadi
pipa welded. Para fabrikator memproduk berbagai macam pipa dengan cara melipat HRP
sesuai dengan diameter yang dibutuhkan kemudian dilakukan pengelasan ke arah
longitudinal. Dalam perolehan slab product, tidak menuntup kemungkinan bagi para
fabrikator untuk mendapatkan langsung dari pengepul bahan dasar. Hal ini terjadi apabila dari
kedua produsen tersebut belum dapat memenuhi permintaan dari para fabrikator tersebut.
Jalur distribusi dari pipa baja ini akan berakhir pada konsumen yaitu kontraktor tanpa melalui
distributor ataupun retail. Bagi bara konsumen atau kontraktor ini juga kadang kala
melakukan impor apabila spesifikasi produk yang diminta oleh mereka tidak dapat dipenuhi
oleh para fabrikator, sebagai contoh pipa baja dengan mutu tinggi. Penggunaan pipa baja ini
dapat dijumpai di beberapa sektor seperti oil and gas, air minum, pipa untuk keperluan
konstruksi khususnya pancang. Fabrikator yang disurvei memiliki komposisi yang berbeda-
beda terhadap pengguna baja, sebagai contoh PT. KHI Pipe lebih banyak melayani
penggunaan pipa untuk oil and gas, dibandingkan PT. Spindo lebih banyak melayani di sektor
konstruksi untuk pancang. Sedangkan PT. BPI beragam memberikan pelayanan ke berbagai
sektor, untuk konstruksi 30% kebutuhan pipa dapat didistribusikan dari PT. BPI. Selain pipa
welded ada juga seamless yaitu pipa yang tidak menggunakan metode pengelasan, jenis pipa
ini lebih banyak digunakan untuk oil and gas karena membutuhkan spesifikasi material yang
tahan terhadap tekanan yang tinggi. Jaringan rantai pasok pada pipa baja dapat dilihat pada
Gambar 5.11.
Kajian Rantai Pasok Baja Konstruksi Untuk Mendukung Investasi Infrastruktur 5 - 69
Gambar 5.10. Rantai Pasok Pipa Baja Sumber: Diolah dari hasil survei Kajian Rantai Pasok Baja Konstruksi, 2012
Krakatau
Steel
Gunung
Garuda
PP
HK
WK
NK
KHI Pipe
BPI
Import
Lokal
Spindo
Import
Perusahaan
Pengumpul
Trader
ServiceProdusen DistributorFabrikator KonsumenRaw MaterialSupllier
Produsen
Kajian Rantai Pasok Baja Konstruksi Untuk Mendukung Investasi Infrastruktur 5 - 70
d. Rantai Pasok Steel Wire
Jenis komoditas baja konstruksi berikutnya adalah steel wire. Steel wire ini banyak
digunakan pada pekerjaan jembatan yang menggunakan beton prestress. Rantai pasok pada
steel wire ini memiliki keunikan yaitu masih diperlukan entitas „service center’ sebagai
pelengkap hasil akhir produk yaitu untuk melakukan pekerjaan stressing atau penarikan kabel
seperti pada Gambar 5.11. Produsen yang memproduk steel wire sampai dengan
pendistribusian hanya PT. Ispat Indo, sedangkan PT. Krakatau Steel dan PT. Gunung Garuda
tidak memproduk steel wire. Peroleh bahan dasar scrap yang digunakan oleh PT. Ispat Indo
juga melalui para trader lokal dan impor. Produk yang dihasilkan oleh PT. Ispat Indo berupa
billet kemudian melalui proses Hot Rolling Mill menjadi wire rod. Billet yang diproduksi oleh
PT. Ispat Indo didistribusikan kepada fabrikator dan juga berfungsi sebagai distributor, yang
berdasarkan hasil survei terdapat 3 fabrikator yaitu PT. Sumiden, PT. Kingdom Indah
Surabaya dan PT. Walsin. Ketiga fabrikator inilah yang akan memproses billet menjadi steel
wire. Tier berikutnya yang menggunakan produk dari fabrikator adalah servis centre yang
memberikan jasa penarikan atau stressing pada pekerjaa precast concrete. Service center yang
dijadikan responden adalah PT. DSI, sekalipun pada Gambar 5.12 masih ada service centre
yang lain yaitu PT. Fressynet dan PT. VSL. Entitas yang menggunakan jasa mereka adalah
kontraktor yang sedang melaksanakan pekerjaan precast concrete seperti jembatan ataupun
gedung. Jenis jasa yang mereka gunakan merupakan bagian dari struktur gedung ataupun
jembatan sehingga hal yang berhubungan dengan kontrak sifatnya hanyalah short term saja
tidak menggunakan jenis kontrak payung yang membutuhkan waktu lebih panjang.
Penggunaan jasa dari fabrikator dan distributor ini dapat terbagi menjadi 2 macam, bagi para
konsumen dapat melakukan pemesanan steel wire langsung ke produsen kemudian jasa
penarikan atau stressing diserahkan kepada PT. DSI, PT. Fressynet atau PT. VSL, sehingga
mereka hanya menerima jasa stressing saja. Opsi kedua adalah mulai dari pemesanan steel
wire dan penarikan menjadi satu paket untuk pekerjaan yang diserahkan dari para konsumen.
Secara tidak langsung ada juga fabrikator yang langsung melakukan pemesanan tidak melalui
produsen lokal seperti PT. Ispat Indo, tetapi mendatangkan dari luar negeri. Dalam proses
pelaksanaan survei ada juga BUMN yang memiliki ruang lingkup pekerjaan yang sama
dengan PT. Ispat Indo yaitu PT. Wijaya Karya Beton, baik dari bahan baku sampai pekerjaan
stressing dilakukan sendiri karena memang memiliki peralatan yang mendukung.
Kajian Rantai Pasok Baja Konstruksi Untuk Mendukung Investasi Infrastruktur 5 - 71
Gambar 5.11. Rantai Pasok Steel Wire Sumber: Diolah dari hasil survei Kajian Rantai Pasok Baja Konstruksi, 2012
Perusahaan
Pengumpul
Trader
Krakatau
Steel
Gunung
GarudaG. Group
Import
Lokal
Ispat Indo Kingdom
Sumiden
Walsin
Feyssinet
DSI
VSL
BUMN
Wijaya
Karya
Wijaya
Karya
Import
ServiceProdusen DistributorFabrikator KonsumenRaw MaterialSuplplier
Produsen
Kajian Rantai Pasok Baja Konstruksi Untuk Mendukung Investasi Infrastruktur 5 - 72
e. Rantai Pasok Baja Ringan
Komoditas baja ringan juga menjadi bagian kajian dari studi ini. Baja ringan ini
menjadi bagian kajian karena sudah menjadi material alternative yang digunakan sebagai
bahan pengganti kayu, sehingga jumlah demandnya menunjukkan kenaikan. Hal ini dapat
dilihat banyaknya property yang menggunakan baja ringan sebagai rangka atap. Dalam jalur
distribusinya pun tidak sekomplek pada komoditas baja konstruksi yang lain, artinya siapa
pun dapat memperoleh dengan mudah. Produsen yang menghasilkan bahan baku bagi produk
baja ringan ada 2 yang disurvei yaitu PT. Krakatau Steel dan PT. Gunung Garuda Group.
Produk yang dihasilkan dari kedua produsen tersebut adalah slab produk yang selanjutnya
oleh fabrikator diolah dengan Hot Rolling Mill dan Hot Rolling Cold menjadi cold rolling coil
(CRC). Fabrikator yang ada pada Gambar 5.13 ada tiga yaitu PT. Bluescopesteel, PT. Alpin
Jakarta dan PT. Gunung Garuda Group, dan satu lagi yang memiliki dua fungsi sebagai
fabrikator dan distributor adalah PT. Tata Logam Lestari. Proses yang dikerjakan pada
fabrikator hampir mirip pada pekerjaan pipa welded yang membedakan adalah pada fabrikator
baja ringan tidak melakukan pengelasan tetapi yang dilakukan adalah former process atau
proses pembentukan. Sebagai contoh apabila sebuah reng dibutuhkan panjang 25 cm per
batang, maka CRC ini akan dislitting per 25 cm kemudian akan dibentuk reng seperti huruf C
atau yang lain dengan menggunakan former machine. Setelah diproses oleh fabrikator maka
produk ini akan didistribusikan kepada distributor dan dari distributor akan ke para retail.
Dalam pelaksanaan survei, fabrikator PT. Tata Logam Lestari dapat melayani langsung ke
konsumen tetapi sifatnya by project tidak melayani pembelian per batang. Apabila konsumen
memerlukan per batang maka dapat dilayani oleh para distributor. Upaya yang dilakukan oleh
PT. Tata Logam Lestari untuk mengurangi biaya distribusi, mereka membuka fabrikator-
fabrikator kecil di beberapa lokasi sebagai contoh di Manado, sehingga apabila mereka
mengirim produk tidak dalam kondisi jadi tetapi masih dalam bentuk lembaran yang siap
dipotong sesuai kebutuhan produk. Selain itu, untuk melayani pemakaian kapasitas kecil
mereka membuka factory outlet dengan nama Roofmart. Jenis kontrak yang dipakai pada
komoditas ini dari konsumen ke tier sebelumnya lebih banyak menggunakan jual lepas.
Penggunaan baja ringan ini lebih banyak pada kontraktor yang tidak berskala besar atau
perorangan untuk proyek-proyek perumahan.
Kajian Rantai Pasok Baja Konstruksi Untuk Mendukung Investasi Infrastruktur 5 - 73
Gambar 5.12. Rantai Pasok Baja Ringan Sumber: Diolah dari hasil survei Kajian Rantai Pasok Baja Konstruksi, 2012
Perusahaan
Pengumpul
Trader
Krakatau
Steel
Gunung
Garuda Perorangan
Blue Scope
G. Group
Tata Logam
DistributorKontraktor
KecilAlpin
Jakarta
Retail
Import
Lokal
ServiceProdusen DistributorFabrikator KonsumenRaw MaterialSupllier
Produsen
Kajian Rantai Pasok Baja Konstruksi Untuk Mendukung Investasi Infrastruktur 5 - 74
f. Rantai Pasok Baja Alat Berat
Komoditas lain yang dikaji dalam studi ini adalah komoditas baja untuk alat berat.
Salah satu produsen yang disurvei adalah PT. Komatsu Indonesia. Fungsi dari PT. Komatsu
Indonesia ini adalah sebagai fabrikator alat berat. Adapun jenis alat berat yang difabrikasi
oleh PT. Komtasu Indonesia adalah: hydraulic excavator, dump truck dan bulldozer.
Spesifikasi dari masing-masing jenis alat berat yang difabrikasi oleh PT. Komatsu Indonesia
adalah sebagai berikut:
Tabel 5.1. Spesifikasi Hydraulic Excavator
Specification
Operation
Weight
( Kg )
Flywheel
Horse Power
( Hp / Rpm )
Bucket Capacity
( M3 )
Optional
Attachment
PC200-7 20,785
SAA6D102E
( 143 / 1950 )
107 KW
0.9 ( Std )
0.8 ( Quarry )
* SLF
* SEF
* Fix & Rotary
Grapple
* Swing Yarder
PC300LC-7 31,520
SAA6D114E
( 242 / 1900 )
180 KW
2.1
* Bucket 2.3
* Parallel Link Cab
* RLG 1.8
PC300SE-7 33,490
SAA6D114E
( 242 / 1900 )
180 KW
2.1 * Bucket 2.3
PC400LCSE-7 44,190
SA6D125E
( 330 / 1850 )
246 KW
3.0
Sumber: www.komi.co.id
Tabel 5.2. Spesifikasi Bulldozer
Specification
Operation
Weight
( Kg )
Flywheel
Horse Power
( Hp / Rpm )
Blade Type Optional
Attachment
D68ESS-12 19,100
S6D114E-1
( 155 / 1850 )
116 KW
Angle (3970) * Towing Winch
* Sweep Guard
D85ESS-2 21,490
S6D125E
( 215 / 1950 )
161 KW
Angle (4370) * Towing Winch
* Sweep Guard
Sumber: www.komi.co.id
Kajian Rantai Pasok Baja Konstruksi Untuk Mendukung Investasi Infrastruktur 5 - 75
Tabel 5.3. Spesifikasi Dumptruck
Specification
Operation
Weight
( Kg )
Flywheel
Horse Power
( Hp / Rpm )
Payload
( Ton )
Optional
Attachment
HD465-7 98,800
SAA6D170E-3
( 715 / 2100 )
533 KW
55.0
HD785-5 166,000
SA12V140
( 1010 / 2000 )
753 KW
91.0
Sumber: www.komi.co.id
Berdasarkan hasil survei yang dilakukan proses fabrikasi dari alat berat tersebut,
sumber bahan baku dari masing-masing komponen dapat dibagi 3 (tiga) yaitu lokal, import
dan in house. Sedangkan rantai pasok dari alat berat dapat dilihat pada Gambar 5.15. Adapun
yang dimaksud lokal adalah komponen di subkon dari dalam negeri Indonesia. Para sub kon
ini memiliki fungsi untuk memotong lembaran plat menjadi bagian-bagian dari alat berat
seperti arm, boom, crawler kemudian oleh PT. Komatsu Indonesia digabung melalui
pengelasan sehingga menjadi satu kesatuan komponen. Sedangkan komponen yang diimpor
adalah mesin dan transmisi. Komponen yang dibuat sendiri oleh PT. Komatsu Indonesia
seperti bucket, arm dan beberapa komponen yang lain melalui proses pengecoran. Bahan baku
yang diperlukan untuk pengecoran menggunakan sisa baja potongan dari subkon PT.
Komatsu Indonesia. Komposisi material dari masing-masing produk untuk dump truck 60%
import sedangkan 30% lokal, excavator 60% import sedangkan 40% lokal, dan bulldozer 60%
import dan 40% lokal. Rincian dari masing-masing komponen baik yang lokal maupun in
house dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
Export Components
Idler
Crawler
Outrigger
Arm
Boom
Super Long Arm & Boom
Gambar 5.13. Komponen export PT. Komatsu Indonesia Sumber: www.komi.co.id
Kajian Rantai Pasok Baja Konstruksi Untuk Mendukung Investasi Infrastruktur 5 - 76
In-House Components
Bucket
Arm
Boom
Floor Plate
Revol Frame
Track Frame
Blade
C-Frame
Track Frame
Under Cover
Hull Frame
Mainframe Assy Rear Cross Assy
Member LH/RH
Side Member LH/RH
Gambar 5.14. Komponen in house PT. Komatsu Indonesia Sumber: www.komi.co.id
Kajian Rantai Pasok Baja Konstruksi Untuk Mendukung Investasi Infrastruktur 5 - 77
Gambar 5.15. Rantai Pasok Baja Alat Berat Sumber: Diolah dari hasil survei Kajian Rantai Pasok Baja Konstruksi, 2012
Lokal(ex. Arm,
boom, guard,
counter weight,
bukcet
Fabrikator 1
Import
Lokal Lokal
Impor
Jepang
ServiceProdusen DistributorFabrikator KonsumenRaw MaterialSupplier
Produsen
Distributor 1
Import(machine, transmisi)
In House(ex. Shoe,
centre frame,
silinder, hoist)
KontraktorRentalPrivatePublic
Lokal (dariscrap)
Fabrikator 2
Fabrikator 3
Distributor 2
Subkontraktor
Produsen I
Kajian Rantai Pasok Baja Konstruksi Untuk Mendukung Investasi Infrastruktur 5 - 78
g. Katalog Produk Baja
Selain mengenai komoditas produk baja yang dikaji, bagian lain yang menjadi obyek
dalam survei adalah katalog produk. Tiap-tiap produsen mempunyai katalaog produk yang
berbeda pula baik dari informasi spesifikasi produk maupun bentuk fisik dari informasi yang
mereka berikan kepada para pengguna. Ada produsen yang menerbitkan dalam bentuk buku
katalog tetapi juga ada dalam bentuk brosur. Berikut ini adalah beberapa informasi mengenai
hal-hal yang berkaitan dengan informasi produk dari masing-masing produsen.
i. Katalog baja tulangan
Sumber: Diolah dari Katalog PT. Krakatau Steel, 2012
Sumber: Diolah dari Katalog PT. Gunung Garuda, 2012
Sumber: Diolah dari Katalog PT. Master Steel, 2012
ii. Katalog baja profil
Sumber: Diolah dari Katalog PT. Krakatau Steel, 2012
Sumber: Diolah dari Katalog PT. Gunung Garuda, 2012
Sumber: Diolah dari Katalog PT. Master Steel, 2012
Designation
Unit Weight
Nominal
Diameter
Effective
Cross
Section
Area
Height of Rings Max
Distance
Between
Rings
Gap
Between
RingsNominal Tolerance Min Max
CodeDiameter Weight Cross
Section
Tinggi Sirip
(h)
Jarak Sirip
(p)
Lebar
Rususk (b)Product Tolerance Nominal Tolerance
Nominal
Diameter
Plain/
DeformedSection Area
Nominal
Mass
Tolerance (+/-)
Diameter Weight pc Weight lost
Designation Dimension Section Area Unit WeightMoment of
Inertia
Radiius of
Gyration
Modulus of
Section
Dimension Section Area Unit WeightInformative Reference
Center of Gravity Moment of Inertia Radiius of Gyration Modulus of Section
Section Dimension Section Area Mass
Kajian Rantai Pasok Baja Konstruksi Untuk Mendukung Investasi Infrastruktur 5 - 79
iii. Katalog pipa baja
Sumber: Diolah dari Katalog PT. Krakatau Steel, 2012
iv. Katalog pipa plat
Sumber: Diolah dari Katalog PT. Gunung Raja Paksi 2012
Sumber: Diolah dari Katalog PT. Krakatau Steel, 2012
v. Katalog baja ringan
Sumber: Diolah dari Katalog PT. Tata Logam Lestari, 2012
Sumber: Diolah dari Katalog PT. Pryda Indonesia, 2012
h. Perilaku pada Rantai Pasok dan Permasalahannya
Para pelaku yang berada pada masing-masing tier rantai pasok berbeda-beda, tidak
semua pada tier memiliki pelaku. Perbedaan ini dapat dipengaruhi oleh kompleksitas dari
masing-masing jenis komoditas dan tingkat kuantitas pemakaian dari jenis komoditas.
Sebagai bahan perbandingan antara komoditas baja tulangan dan baja profile, pelaku yang ada
pada masing-masing tier komoditas baja profil lebih komplek daripada komoditas profile
ataupun jenis komoditas yang lain. Dengan semakin kompleksnya pelaku yang ada pada
masing-masing tier maka akan semakin kompleks pula permasalahan yang ada pada
komoditas tersebut. Adapun permasalahan dari masing-masing untuk jenis komoditas dapat
dilihat pada tabel di bawah ini.
Standard
Specf.Grade Application
Chemical
Composition
Mechanical
Strenght
Size
Outside
Diameter
WeightWall
Thickness
Inside
Diameter
Minimum
Pressure,
kPax100
Specification GradeProduct
Thickness
Thickness
Range
Tensile
TestBend Test
Impact
TestApplication Remarks
Type Spesification Thickness
Specification Designation Grade Application
Type Specification Width Height
Kajian Rantai Pasok Baja Konstruksi Untuk Mendukung Investasi Infrastruktur 5 - 80
Tabel 5.4. Pelaku dan Permasalahan Pada Rantai Pasok Baja Tulangan
No Tier Mekanisme Pengadaan Mekanisme Penentuan Harga Mekanisme
Pembayaran Permasalahan
1 Supplier Produsen (Trader) Dari pihak ke 3 Mengikuti pasar baja nasional dan
dunia Sesuai pesanan
Kebijakan ekspor impor terhadap
negara tujuan
2 Produsen Pembelian langsung Mengikuti pasar baja nasional dan
dunia Sesuai pesanan
Kebijakan Pemerintah terhadap
kandungan B3 belum memiliki
standar yang baku dalam bentuk SNI
3 Fabrikator Pembelian langsung Mengikuti pasar baja nasional Sesuai pesanan Bahan baku dari produsen sering
kosong dan terhambat
4 Distributor Pembelian langsung Mengikuti pasar baja nasional Sesuai pesanan
Infrastruktur bangunan pelengkap di
pelabuhan kondisinya sudah tidak
layak, akibatnya waktu bongkar
muat menjadi lebih lama
Adanya pungutan liar pada jalur
distribusi
5 Konsumen Pembelian langsung Kontrak Payung
Ketersediaan baja tulangan pada
bulan-bulan tertentu (oktober-
desember)
Sumber: Diolah dari hasil survei Kajian Rantai Pasok Baja Konstruksi, 2012
Kajian Rantai Pasok Baja Konstruksi Untuk Mendukung Investasi Infrastruktur 5 - 81
Tabel 5.5. Pelaku dan Permasalahan Pada Rantai Pasok Baja Profil
No Tier Mekanisme Pengadaan Mekanisme Penentuan Harga Mekanisme
Pembayaran Permasalahan
1 Supplier Produsen (Trader) Dari pihak ke 3 Mengikuti pasar baja nasional dan
dunia Sesuai pesanan
Kebijakan ekspor impor terhadap
negara tujuan
2 Produsen Pembelian langsung Mengikuti pasar baja nasional dan
dunia Sesuai pesanan
Kebijakan Pemerintah terhadap
kandungan B3 belum memiliki
standar yang baku dalam bentuk SNI
3 Fabrikator Pembelian langsung Mengikuti pasar baja nasional dan
dunia Sesuai pesanan
Bahan baku dari produsen sering
kosong dan terhambat
4 Distributor - - - -
5 Konsumen Pembelian langsung Sesuai pesanan
Ketidakpastian informasi tentang
pengadaan barang dan jasa
konstruksi
Infrastruktur bangunan pelengkap di
pelabuhan kondisinya sudah tidak
layak, akibatnya waktu bongkar
muat menjadi lebih lama
Adanya pungutan liar pada jalur
distribusi
Sumber: Diolah dari hasil survei Kajian Rantai Pasok Baja Konstruksi, 2012
Kajian Rantai Pasok Baja Konstruksi Untuk Mendukung Investasi Infrastruktur 5 - 82
Tabel 5.6. Pelaku dan Permasalahan Pada Rantai Pasok Baja Pipa
No Tier Mekanisme Pengadaan Mekanisme Penentuan Harga Mekanisme
Pembayaran Permasalahan
1 Supplier Produsen (Trader) Dari pihak ke 3 Mengikuti pasar baja nasional dan
dunia Sesuai pesanan
Kebijakan ekspor impor terhadap
negara tujuan
2 Produsen Pembelian langsung Mengikuti pasar baja nasional dan
dunia Sesuai pesanan
Kebijakan Pemerintah terhadap
kandungan B3 belum memiliki
standar yang baku dalam bentuk SNI
3 Fabrikator Pembelian langsung Mengikuti pasar baja nasional dan
dunia Sesuai pesanan
Bahan baku dari produsen sering
kosong dan terhambat
4 Distributor - - - -
5 Konsumen Pembelian langsung Sesuai pesanan
Ketidakpastian informasi tentang
pengadaan barang dan jasa
konstruksi
Infrastruktur bangunan pelengkap di
pelabuhan kondisinya sudah tidak
layak, akibatnya waktu bongkar
muat menjadi lebih lama
Adanya pungutan liar pada jalur
distribusi
Sumber: Diolah dari hasil survei Kajian Rantai Pasok Baja Konstruksi, 2012
Kajian Rantai Pasok Baja Konstruksi Untuk Mendukung Investasi Infrastruktur 5 - 83
Tabel 5.7. Pelaku dan Permasalahan Pada Rantai Pasok Steel Wire
No Tier Mekanisme Pengadaan Mekanisme Penentuan Harga Mekanisme
Pembayaran Permasalahan
1 Supplier Produsen (Trader) Dari pihak ke 3 Mengikuti pasar baja nasional dan
dunia Sesuai pesanan
Kebijakan ekspor impor terhadap
negara tujuan
2 Produsen Pembelian langsung Mengikuti pasar baja nasional dan
dunia Sesuai pesanan
Kebijakan Pemerintah terhadap
kandungan B3 belum memiliki
standar yang baku dalam bentuk SNI
3 Fabrikator Pembelian langsung Mengikuti pasar baja nasional dan
dunia Sesuai pesanan
Bahan baku dari produsen sering
kosong dan terhambat
4 Distributor - - - -
5 Konsumen Pembelian langsung Sesuai pesanan
Ketidakpastian informasi tentang
pengadaan barang dan jasa
konstruksi
Infrastruktur bangunan pelengkap di
pelabuhan kondisinya sudah tidak
layak, akibatnya waktu bongkar
muat menjadi lebih lama
Adanya pungutan liar pada jalur
distribusi
Sumber: Diolah dari hasil survei Kajian Rantai Pasok Baja Konstruksi, 2012
Kajian Rantai Pasok Baja Konstruksi Untuk Mendukung Investasi Infrastruktur 5 - 84
Tabel 5.8. Pelaku dan Permasalahan Pada Rantai Pasok Baja Ringan
No Tier Mekanisme Pengadaan Mekanisme Penentuan Harga Mekanisme
Pembayaran Permasalahan
1 Supplier Produsen (Trader) Dari pihak ke 3 Mengikuti pasar baja nasional dan
dunia Sesuai pesanan
Kebijakan ekspor impor terhadap
negara tujuan
2 Produsen Pembelian langsung Mengikuti pasar baja nasional dan
dunia Sesuai pesanan
Material import sering kewalahan
dalam memenuhi pesanan
3 Fabrikator Pembelian langsung Mengikuti harga di lokasi Sesuai pesanan Bahan baku dari produsen sering
kosong dan terhambat
4 Distributor Pemelian langsung Mengikuti harga di lokasi Sesuai pesanan
Infrastruktur bangunan pelengkap di
pelabuhan kondisinya sudah tidak
layak, akibatnya waktu bongkar
muat menjadi lebih lama
Adanya pungutan liar pada jalur
distribusi
Karena jumlah distributor cukup
banyak, maka harga menjadi
bersaing
5 Konsumen Pembelian langsung Sesuai pesanan
Sumber: Diolah dari hasil survei Kajian Rantai Pasok Baja Konstruksi, 2012
Kajian Rantai Pasok Baja Konstruksi Untuk Mendukung Investasi Infrastruktur 5 - 85
Tabel 5.9. Pelaku dan Permasalahan Pada Rantai Pasok Baja Plat
No Tier Mekanisme Pengadaan Mekanisme Penentuan Harga Mekanisme
Pembayaran Permasalahan
1 Supplier Produsen (Trader) Dari pihak ke 3 Mengikuti pasar baja nasional dan
dunia Sesuai pesanan
Kebijakan ekspor impor terhadap
negara tujuan
2 Produsen Pembelian langsung Mengikuti pasar baja nasional dan
dunia Sesuai pesanan
Kebijakan Pemerintah terhadap
kandungan B3 belum memiliki
standar yang baku dalam bentuk SNI
3 Fabrikator Pembelian langsung Mengikuti pasar baja nasional Sesuai pesanan Bahan baku dari produsen sering
kosong dan terhambat
4 Distributor Pembelian langsung Mengikuti pasar baja nasional Sesuai pesanan
Infrastruktur bangunan pelengkap di
pelabuhan kondisinya sudah tidak
layak, akibatnya waktu bongkar
muat menjadi lebih lama
Adanya pungutan liar pada jalur
distribusi
5 Konsumen Pembelian langsung Sesuai pesanan
Ketidakpastian informasi tentang
pengadaan barang dan jasa
konstruksi
Sumber: Diolah dari hasil survei Kajian Rantai Pasok Baja Konstruksi, 2012
Kajian Rantai Pasok Baja Konstruksi Untuk Mendukung Investasi Infrastruktur 5 - 86
Tabel 5.10. Pelaku dan Permasalahan Pada Rantai Pasok Baja Alat Berat
No Tier Mekanisme Pengadaan Mekanisme Penentuan Harga Mekanisme
Pembayaran Permasalahan
1 Supplier Produsen (Trader) Dari pihak ke 3 Mengikuti pasar baja nasional dan
dunia Sesuai pesanan
Kebijakan ekspor impor terhadap
negara tujuan
2 Produsen Pembelian langsung Mengikuti pasar baja nasional dan
dunia Sesuai pesanan
Delivery, kualitas
Pajak yang ditetapkan:
10%-15% dikenakan bagi
komponen-komponen yang diimport
0% dikenakan bagi 1 unit alat berat
yang diimport
3 Fabrikator Pembelian langsung Mengikuti pasar baja nasional Sesuai pesanan Bahan baku dari produsen sering
kosong dan terhambat
4 Distributor Pembelian langsung Mengikuti harga dari fabrikator
masing-masing produk Sesuai pesanan
5 Konsumen Pembelian langsung Mengikuti harga dari distributor Sesuai pesanan
Informasi pembelian seharusnya
kepada distributor tetapi yang sering
terjadi ke fabrikator
Sumber: Diolah dari hasil survei Kajian Rantai Pasok Baja Konstruksi, 2012
Kajian Rantai Pasok Baja Konstruksi Untuk Mendukung Investasi Infrastruktur 1 -87
10.6. Permasalahan Umum Dalam Rantai Pasok Baja Konstruksi di Indonesia
Berikut adalah permasalahan umum dalam rantai pasok baja konstruksi di Indonesia:
a. Supplier produsen:
Kebijakan ekspor impor terhadap negara tujuan khususnya mengenai kandungan B3
dalam scrap yang berbeda-beda dari masing-masing negara tujuan
b. Produsen:
Kebergantungan bahan baku terhadap impor, maka apabila terjadi ketidakstabilan
baik harga maupun faktor lain, maka produsen akan mengalami langsung dampak
dari kondisi tersebut
Belum adanya informasi yang akurat tentang kebutuhan baja konstruksi untuk
keperluan proyek konstruksi di Indonesia
Belum tersedianya teknologi yang mendukung untuk produk baja yang memiliki
spesifikasi khusus
Masuknya mesin produksi baja yang sudah tidak layak atau tidak boleh beroperasi
di negara asal, tetapi justru mesin produksi baja tersebut beroperasi di Indonesia
sementara produk baja tersebut tidak memenuhi standar karena mereka memproduk
sesuai permintaan dari konsumen
Pabrikan produk-produk (pada point 4) tersebut tidak memberikan kontribusi
terhadap pajak
Belum adanya terobosan yang kuat pemerintah terhadap perlindungan produk
dalam negeri
Investasi yang dilakukan oleh produsen bertujuan untuk memperbesar kapasitas
tetapi tidak menyebar ke luar pulau Jawa
c. Fabrikator:
Kelangkaan bahan baku pada produsen pada waktu-waktu tertentu dan selanjutnya
akan berdampak fabrikator
Adanya fabrikator yang melakukan „modifikasi ukuran‟ (contoh: melakukan
penarikan ulang terhadap produk baja yang sebenarnya sudah terstandar)
Kajian Rantai Pasok Baja Konstruksi Untuk Mendukung Investasi Infrastruktur 1 -88
d. Distributor:
Infrastruktur pendukung seperti prasarana di pelabuhan yang kurang layak guna, adanya
pungutan liar sepanjang jalur distribusi
e. Konsumen:
Kelangkaan produk baja pada waktu-waktu tertentu
Penggunaan baja banci pada penggunaan beberapa proyek konstruksi
Kurangnya prosedur baku dalam pemasangan komponen struktur baja ringan
Belum tersedinya produsen baja di luar pulau Jawa, menyebabkan harga baja
menjadi mahal
Kajian Rantai Pasok Baja Konstruksi Untuk Mendukung Investasi Infrastruktur 1 -89
Bab VI
Kesimpulan dan Rekomendasi
6.1. Kesimpulan
Berdasarkan uraian pada bab sebelumnya, maka beberapa hal yang dapat disimpulkan
adalah sebagai berikut:
1. Sebagai salah satu negara produsen baja di dunia, Indonesia berkontribusi sebesar
0.35% dari total baja dunia sebesar 5,21 Mega Ton, dan berada pada peringkat ke 37
di dunia
2. Sektor konstruksi sebagai salah satu pembentuk PDB, memiliki porsi 67.6% dari total
produk yang dihasilkan sebesar 5.500.000 ton
3. Berdasarkan peta sebaran supply dan demand:
o Supply baja lebih banyak berada di pulau Jawa, sekalipun ada juga yang
berada di luar Jawa seperti Sumatera Utara tetapi kapasitas produksi yang
dimiliki kecil, ada juga yang berada di Lampung khusus untuk produk pipa
o Demand, hampir tersebar di seluruh Indonesia:
Sumatera, Jawa, Kalimantan, Bali, Nusa Tenggara, Sulawesi, Maluku dan
Papua
o Jumlah demand masih lebih besar daripada supply
4. Berdasarkan hasil kajian studi rantai pasok, komoditas yang paling banyak didominasi
oleh baja tulangan dengan persentase 27.5% dibanding komoditas lain (steel wire,
steel plate, steel pipe, profil dan CRC)
5. Kompleksitas dari masing-masing komoditas rantai pasok beragam:
o Rantai pasok yang kompleks dimiliki oleh baja tulangan
o Rantai pasok yang sederhan dimiliki oleh baja profil
Kajian Rantai Pasok Baja Konstruksi Untuk Mendukung Investasi Infrastruktur 1 -90
6.2. Rekomendasi
Sedangkan rekomendasi untuk kajian rantai pasok baja konstruksi untuk mendukung
infrastruktur adalah:
1. Kementrian PU harus mendefinisikan dan menginformasikan kebutuhan baja
konstruksi dengan lebih jelas dan terinci dari segi waktu, jenis dan wilayah sebagai
hasil forecast serta mengadakan model estimasi konseptual kebutuhan
2. Mengidentifikasi dan mempercepat pembangunan infrastruktur untuk distribusi
material konstruksi yang dibutuhkan di seluruh Indonesia
3. Kebutuhan akan standarisasi produk baja perlu dikaji untuk memastikan jumlah
demand
4. Menyampaikan hasil kajian kepada kementerian-kementerian yang terkait dengan
industri baja baik yang terkait dengan produksi, distribusi, perdagangan dan bahan
mentah
5. Membuat forum komunikasi pertemuan antara konsumen dan produsen baja
konstruksi secara periodik untuk menunjang pembangunan infrastruktur
6. Memberikan edukasi kepada masyarakat khususnya mengenai produk baja untuk
konstruksi umum non struktural (baja ringan dan baja banci).
7. Mensosialisasikan manajemen rantai pasok kepada perusahan konstruksi terkait
material baja agar terjadi efisiensi
8. Memberikan edukasi kepada kontraktor-kontraktor terutama kontraktor kecil terkait
dengan rantai pasok untuk mengurangi pengunaan produk tidak standar dan mutu
yang sesuai spesifikasi
9. Memberikan edukasi kepada masyarakat khususnya mengenai produk baja untuk
konstruksi umum non struktural.
10. Mendukung penggunaan produk baja dalam negeri dengan menerapkan TKDN dalam
proses pengadaan pekerjaan konstruksi
Kajian Rantai Pasok Baja Konstruksi Untuk Mendukung Investasi Infrastruktur 1 -91
RINGKASAN EKSEKUTIF
Kajian Rantai Pasok Baja Konstruksi Untuk
Mendukung Investasi Infrastruktur
Ketersediaan Infrastruktur yang baik merupakan salah satu faktor utama yang diperlukan
dalam mendorong perekonomian suatu negara. Berdasarkan The Global Competitiveness
Report 2011-2012 yang diterbitkan oleh World Economic Forums, daya saing Indonesia
berada pada peringkat46 dari 142 negara yang dinilai(menurun 2 peringkat dari Tahun 2010-
2011). Salah satupenyebab rendahnya daya saing dan terhambatnya percepatan
pertumbuhan ekonomi tersebut adalah ketersediaan infrastruktur yang kurang memadai.
Kondisi tersebut juga menyebabkan beberapa calon investor pada sektor ekonomi strategis
mengalihkan investasinya ke negara tetangga yang kondisi infrastrukturnya relatif lebih
memadai. Untuk memperbaiki hal ini, diperlukan percepatan pembangunan infrastruktur di
Indonesia.
Agar pembangunan infrastruktur tersebut dapat berjalan dengan lancar, maka perlu
ditunjang oleh sumber daya material dan peralatan yang memadai. Salah satu material
utama yang sangat diperlukan dalam pembangunan infrastruktur adalah Baja.
Perkembangan penggunaan material baja dalam dunia konstruksi baja di tanah air akhir-
akhir ini mengalami kemajuan yang cukup pesat. Di masa lalu penggunaan baja terfokus
pada pembesian untuk konstruksi beton, gelagar baja untuk jembatan, rangka baja untuk
jembatan, dan struktur atap pergudangan. Namun sejak merebaknya isu pemanasan global,
hasil penebangan hutan berupa kayu sebagai material konstruksi menjadi sangat terbatas
dan harganya pun menjadi mahal. Kondisi ini membuat masyarakat mulai beralih untuk
menggunakan konstruksi rangka atap baja ringan yang harganya semakin bersaing dengan
kayu. Disamping itu, seiring pesatnya pertumbuhan ekonomi dan penduduk serta
terbatasnya lahan,terutama pada wilayah perkotaan telah membuat kecenderungan
penyelenggaraan konstruksi ke arah bidang bangunan yang lebih kompleks, misalnya:
bangunan bertingkat tinggi, gedung pertemuan dan olahraga dengan ukuran super besar,
pembangunan jembatan dengan bentang panjang sebagai alternatif solusi transportasi yang
lebih ekonomis, pengembangan jaringan perpipaan dalam sistem penyediaan air minum dan
sebagainya. Perkembangan penggunaan baja tersebut menyebabkan kenaikan tingkat
konsumsi baja dalam jumlah yang cukup besar. Tingkat konsumsi baja suatu negara pada
saat ini telah menjadi salah satu tolak ukur dalam kemajuan negara tersebut. Semakin
makmur suatu Negara, yang ditunjukkan dengan nilai PDB per kapita, cenderung memiliki
konsumsi baja yang semakin tinggi
L a t a r B e l a k a n g
Kajian Rantai Pasok Baja Konstruksi Untuk Mendukung Investasi Infrastruktur 1 -92
Tingkat konsumsi baja perkapita Indonesia pada saat itu tercatat hanya sebesar 38,7 kg,
berada dibawah konsumsi baja gabungan rata-rata di tiga negara, yaitu: Vietnam, Thailand,
dan Malaysia pada tahun 2008 sebesar 198 kg/kapita/tahun. Dengan asumsi pertumbuhan
konsumsi baja di ketiga negara tersebut 5%/tahun, maka konsumsi baja rata-rata pada tahun
2025 diestimasikan sebesar 453 kg/kapita/tahun. Dengan demikian, jika ingin bersaing
dengan ketiga negara tersebut, maka industri baja nasional perlu meningkatkan kapasitas
produksinya sebesar 14%/tahun sejak saat ini, agar dapat memenuhi kebutuhan tersebut.
Untuk mendorong pertumbuhan ekonomi di Indonesia, pemerintah telah merencanakan
percepatan peningkatan investasi infrastruktur dalam beberapa tahun ke depan. Hal ini
tertuang dalamProgram Master Plan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi
Indonesia (MP3EI), dimana di dalamnya terdapat alokasi dana yang sangat besar pada
sektor infrastruktur.
Seiring dengan rencana pengembangan infrastruktur tersebut, dapat dipastikan kebutuhan
baja sebagai material konstruksi di Indonesia akan semakin meningkat pula. Selain
digunakan sebagai bahan bangunan, baja juga sangat dibutuhkan dalam mendukung
industri manufaktur permesinan, misalnya industri alat otomotif dan alat berat. Industri alat
berat nasional saat ini mengalami kemajuan yang cukup pesat, yaitu 15% pertahun.
Berdasarkan informasi yang diperoleh dari Asosiasi Industri Alat Besar Indonesia (HINABI),
tercatat beberapa merek alat berat ternama seperti Komatsu, Sakai, Bomag dan produsen
lainnya yang tergabung dalam HINABI telah mampu memproduksi alat berat di dalam
negeri dengan persentase kandungan lokal yang berbeda-beda.
Sebagian dari local content tersebut masih memerlukan raw material yang berasal dari
impor, antara lain: weld wire, steel bar, wiring cable, dan material baja lainnya, khususnya
baja mutu tinggi. Kebutuhan baja yang masih besar, baik material baja lokal maupun impor
merupakan peluang yang hendaknya dapat dimanfaatkan para produsen baja nasional,
sehingga ketahanan industri baja nasional untuk mendukung penyelenggaraan konstruksi
dan industri manufaktur berbasis baja menjadi lebih kuat.
Sebagaimana kita ketahui, Indonesia merupakan salah satu konsumen sekaligus produsen
baja yang besar. Kapasitas produksi baja nasional pada tahun 2011 tercatat sebesar 18,9 juta
ton, sedangkan konsumsi baja nasional pada tahun 2011 diperkirakan mencapai 12 juta ton.
Dari sisi supply dan demand, seharusnya kebutuhan baja nasional telah dapat dipenuhi.
Akan tetapi, ternyata masih ditemukan berbagai permasalahan terkait dengan pemenuhan
baja nasional.Dari berbagai informasi yang diperoleh, tercatat bahwa Indonesia masih
memenuhi sebagian besar kebutuhan baja dalam negeri melalui impor sebanyak 4-5 juta ton
per tahunnya.
Berbagai permasalahan seperti fluktuasi harga masih sering kali terjadi, terutama pada masa
puncak proyek (Oktober-Desember) sehingga produk baja standar seringkali tidak
Kajian Rantai Pasok Baja Konstruksi Untuk Mendukung Investasi Infrastruktur 1 -93
terjangkau oleh pelaksana konstruksi dalam menyelesaikan pekerjaannya. Penggunaan baja
non standar (ukuran ‚banci‛) kemudian menjadi alternatif pilihan dalam situasi tersebut.
Dengan terjadinya keruntuhan beberapa bangunan jembatan dalam satu tahun terakhir ini
semakin menyadarkan kita akan pentingnya perhatian terhadap kualitas baja yang
digunakan, terutama dengan adanya beberapa rencana pembangunan mega proyek
infrastruktur kedepan yang menuntut baja dengan kualitas tinggi.
Untuk menjawab tantangan tingkat konsumsi baja Nasional yang cenderung meningkat
serta berbagai permasalahan yang dihadapi tersebut, khususnya baja untuk keperluan
material konstruksi dan material alat berat konstruksi kedepan, maka diperlukan suatu
sinergi diantara para pemangku kepentingan untuk melakukan pengelolaan rantai pasok
baja konstruksi yang lebih baik agar penyelenggaraan infrastruktur di Indonesia dapat
berjalan dengan lancar. Kesiapan produsen nasional terhadap rencana proyek-proyek
infrastruktur strategis, seperti rencana pembangunan Jembatan Selat Sunda dan kesiapan
dalam menghadapi ACFTA yang akan berlaku secara penuh pada tahun 2018 sangat
diperlukan, sehingga diharapkan produsen baja lokal dapat memegang peranan yang lebih
besar dalam memenuhi kebutuhan baja konstruksi nasional. Dengan dipenuhinya pasokan
dari dalam negeri, diharapkan kontinyuitas pasokan dan kestabilan harga dapat lebih
terjamin. Disamping itu tentunya akan semakin mengurangi pengeluaran devisa untuk
impor dan dapat meningkatkan perekonomian nasional. Dalam hal ini, sistem Informasi
yang cepat dan terupdate mengenai kebutuhan jangka menengah dan jangka panjang,
standar dan katalog produk, kapasitas produksi, tingkat konsumsi, serta perkembangan
harga baja terbaru sangat diperlukan untuk dapat dimanfaatkan secara luas, baik oleh
masyarakat, kalangan industri baja, investor yang berencana melakukan investasi di
Indonesia, maupun pihak pemerintah sebagai sumber pertimbangan untuk membuat dan
mengambil kebijakan.
Dalam rangka mewujudkan tujuan tersebut, Pusat Pembinaan Sumber Daya Investasi
bermaksud menyelenggarakan kegiatan Kajian Rantai Pasok Baja Konstruksi Untuk
Mendukung Investasi Infrastruktur. Hasil dari kegiatan ini diharapkan dapat memperoleh
informasi terkait kondisi dan permasalahan rantai pasok semensertamembangun
kesepahaman diantara pemangku kepentingan yang terkait untuk mengatasi berbagai
permasalahan yang dihadapi. Dengan demikian,diharapkan penyelenggaraan infrastruktur
di Indonesia dapat berjalan dengan lancar, efektif dan efisien.
Hingga saat ini Indonesia masih terus melakukan import terhadap material dasar untuk
pengolahan baja. Kebutuhan akan material mentah tersebut seluruhnya didatangkan dari
negri luar khususnya untuk pellet dan bijih besi. Material mentah lainnya yang digunakan
P e r m a s a l a h a n
Kajian Rantai Pasok Baja Konstruksi Untuk Mendukung Investasi Infrastruktur 1 -94
untuk produksi baja adalah besi rongsokan (scrap) yang juga ternyata tidak semua
kebutuhannya diperoleh dari dalam negri. Importasi scrap yang dilakukan pihak-pihak
pabrikan akhir-akhir ini mendapat masalah khususnya karena kondisi scrap itu sendiri yang
adalah bahan rongsokan besi ternyata memang bahan yang kotor. Kebijakan importasi scrap
pada setiap negara berbeda-beda dalam hal kualitas dan tingkat kebersihan scrap. Hal ini
menjadi masalah, ketika kebijakan scrap negara lain ternyata berbeda dengan kebijakan di
negara ini. Akibat perbedaan tersebut, barang yang sudah diimport ada yang tidak dapat
diterima. Hal ini selanjutnya akan menyulitkan pihak pabrikan baja di Indonesia yang
ujung-ujungnya akan meningkatkan harga baja dan kekosongan baja.
Seperti yang telah diuraikan di atas, bahan mentah industri baja Indonesia sangat tergantung
pada importasi. Sehingga ketika ada masalah dalam importasi, maka hal tersebut akan
secara langsung berdampak pada harga dan hal lainnya. Begitu sensitifnya industri baja di
Indonesia sehingga kestabilan kondisi baja global dapat mempengaruhi arah pertumbuhan
industri baja di Indonesia.
Hal lainnya adalah, pihak penyedia jasa konstruksi pemerintah Indonesia belum
menyediakan informasi yang akurat dan jelas tentang kebutuhan baja di sektor konstruksi
untuk keperluan pembangunan di Indonesia. Pemerintah dirasa kurang dalam melakukan
terobosan khususnya terkait perlindungan terhadap penggunaan material dalam negri
dalam proyek-proyek khusus multi negara yang didanai lewat pinjaman asing.
Penguasaan teknologi sendiri menjadi salah satu isu utama dalam industri baja nasional.
Lemahnya penguasaan teknologi, kurangnya riset dan pengembangan turut membatasi
perkembangan industri baja nasional. Belum lagi akhir-akhir ini Indonesia kedatangan
mesin-mesin produksi baja generasi lama dari luar negeri. Di negeri asalnya mesin-mesin ini
telah dilarang penggunaannya karena suddah tidak sesuai dari segi efisiensi konsumsi
bahan bakar dan kapasitas produksinya yang terkait dengan teknologi yang sudah tua.
Lebih parahnya lagi, mesin-mesin yang masuk ke Indonesia ini ternyata justru digunakan
untuk memproduksi produk-produk baja dengan kualitas rendah dan tidak sesuai
spesifikasi. Bahkan ada indikasi bahwa perusahaan-perusahaan yang menggunakan mesin –
mesin ini tidak membayar pajak pada pemerintah Indonesia.
Menumpuknya para produsen baja di pulau Jawa menyebabkan tingginya harga jual baja
untuk daerah-daerah di luar pulau Jawa, khususnya di daerah Indonesia timur. Hal ini
menyebabkan meningkatnya biaya pengiriman dan waktu pengiriman, lebih lanjut dengan
lamanya waktu pengiriman, maka resiko yang dihadapi juga meningkat. Arah investasi para
produsen baja saat ini masih terfokus pada peningkatan kapasitas produksi saja, tanpa
berpikir untuk ekspansi perusahaan ke luar pulau Jawa.
Bagi pihak fabrikator, sering juga mengalami kelangkaan bahan baku dari produsen. Hal ini
merupakan rentetan permasalahan dari kelangkaan bahan baku pada pihak produsen baja.
Kajian Rantai Pasok Baja Konstruksi Untuk Mendukung Investasi Infrastruktur 1 -95
Selain itu ditemukan juga adanya pihak fabrikator yang melakukan ‛modifikasi ukuran‛
pada produk baja tertentu dengan maksud meningkatkan profit tapi tanpa memikirkan
pengaruh yang akan ditimbulkannya pada masyarakat luas. Infrastruktur menjadi masalah
lainnya terutama untuk distribusi produk baja dari pulau Jawa ke luar daerah. Pengiriman
yang umum dilakukan adalah dengan menggunakan jalur laut, dan di sinilah masalahnya
berada. Di daerah kelengkapan dari bangunan pelabuhan sangat minim dan kondisinya
sudah tidak layak, belum lagi sejumlah pungutan-pungutan liar yang terjadi di sepanjang
jalur distribusi.
Bagi konsumen, sebagai pemakai masalah utama yang dihadapi adalah, hilangnya produk
baja konstruksi pada waktu-waktu tertentu. Hal ini karena waktu pengerjaan proyek di
Indonesia dilaksanakan pada waktu yang bisa dikatakan pendek. Sehingga secara tiba-tiba
pihak produsen kebanjiran pesanan besi beton (over demand) yang menyebabkan
kewalahan dan ketidaksanggupan produsen dalam menyediakan besi beton tersebut. Hal
ini pada akhirnya menyebabkan perusahaan kontraktor mengambil jalan alternatif lain yaitu
melakukan importasi.
Beredarnya penggunaan baja ‛banci‛ di pasaran khususnya penggunaannya pada
masyarakat luas semakin memprihatinkan. Isu ini hanya ada pada kontraktor kecil yang
membeli baja banci (besi beton dengan ukuran yang tidak sesuai standart) dari distributor
baja. Celakanya banyak penggunaanya yang salah yang menyebabkan sejumlah kegagalan
bangunan khususnya rumah saat terjadi gempa. Karena berhubungan dengan masyarakat
luas, isu ini menjadi sangat penting, ditambah lagi sejumlah pabrikan kecil yang
memproduksi baja banci ini tidak dilarang beroperasi.
Maksud dari kajian studi ini adalah mengkaji keseimbangan ketersediaan dan kebutuhan
serta tata niaga baja konstruksi untuk mendukung program penyelenggaraan infrastruktur.
Adapun tujuannya adalah merumuskan rekomendasi kebijakan peningkatan efektifitas dan
efisiensi rantai pasok dan tata niaga baja konstruksi nasional
Lingkup dari kajian rantai pasok baja konstruksi ini (1). meliputi mengidentifikasi para
pemangku kepentingan baik personal maupun kelembagaan yang terkait dengan kajian
kebutuhan dan ketersediaan material dan peralatan konstruksi untuk mendukung
peningkatan investasi infrastruktur; (2) melakukan brainstorming dengan para pemangku
kepentingan untuk membahas berbagai topik terkait dalam rangka mencapai maksud,
tujuan dan sasaran paket pekerjaan ini secara efisien dan efektif, (3) menyusun katalog
M a k s u d d a n T u j u a n
L i n g k u p P e k e r j a a n d a n K e l u a r a n
Kajian Rantai Pasok Baja Konstruksi Untuk Mendukung Investasi Infrastruktur 1 -96
produk baja yang diperlukan dalam dunia konstruksi katalog dan katalog produk baja yang
diperlukan untuk mendukung industri alat beratnasional; (4) mengidentifikasi trend
penggunaan baja konstruksi dan siklus hidup baja konstruksi di Indonesia; (5) melakukan
kajian kebutuhan dan ketersediaan baja konstruksi di Indonesia (6) mengidentifikasi kondisi
rantai pasok baja konstruksi dan berbagai permasalahan yang dihadapi dalam memenuhi
kebutuhan nasional, meliputi volume impor, ekspor, pasokan bahan baku, sistem produksi,
sistem distribusi dan fluktuasi harga baja konstruksi (termasuk baja ringan); (7)
mengidentifikasi kesiapan produsen baja nasional dalam mendukung investasi
infrastruktur, meliputi: peta sebaran produsen baja di Indonesia, jenis baja yang diproduksi
beserta kapasitas produksinya; (8) merumuskan persentase penggunaan baja konstruksi
terhadap konsumsi baja secara keseluruhan; (9) merumuskan potensi pengembangan
industri baja dan pengelolaan rantai pasok baja konstruksi yang efektif dan efisien dalam
mendukung investasi infrastruktur di Indonesia; (10) mengidentifikasi standar yang berlaku
untuk produk baja dan permasalahan yang dihadapi dalam penerapannya; (11)
mengidentifikasi kebutuhan terhadap sistem informasi baja yang terpadu dan up to date
mengenai produksi, distribusi dan harga baja di Indonesia; (12) merumuskan rekomendasi
kebijakan strategis yang diperlukan dalam upaya peningkatan efektifitas dan efisiensi rantai
pasok dan tata niaga baja konstruksi nasional
Studi kajian rantai pasok baja konstruksi untuk mendukung investasi instrukstruktur, dalam
pengerjaannya direncanakan ke dalam empat tahapan. Tahapan pekerjaan ini didasarkan
pada maksud dan tujuan kajian studi ini, lingkup pekerjaan serta keluaran dari kajian studi
ini.
Tahap pertama dari kegiatan ini adalah melakukan kajian terhadap kondisi eksisting dari
baja yang digunakan pada konstruksi di Indonesia dan mengidentifikasi komoditas dari
masing-masing baja konstruksi. Tujuan dari tahapan ini adalah untuk mengetahui peta akan
kebutuhan pasar baja konstruksi secara nasional dalam pengembangan sistem rantai pasok
baja konstruksi. Tahap kedua adalah menyusun draft model rantai pasok baja konstruksi,
menyusun perancangan survei dengan tujuan sebagai dasar pelaksanaan survei dan
merencanakan pemetaan rantai pasok serta perencanaan struktur katalog baja konstruksi.
Tahap ketiga meliputi kegiatan menganalisa hasil dari survei dengan dasar beberapa hal
yaitu melakukan identifikasi pihak-pihak (pelaku dan pembuat kebijakan), mengidentifikasi
hubungan antar pihak-pihak (pengadaan dan kontrak), channel structure (variasi channel dan
faktor yang menyebabkan) dan kapasitas pihak-pihak (level rantai pasok, kapasitas supply,
tingkat penyerapan, komposisi, importasi, harga dan masalah yang berhubungan dengan
tata niaga
P e l a k s a n a a n P e k e r j a a n
Kajian Rantai Pasok Baja Konstruksi Untuk Mendukung Investasi Infrastruktur 1 -97
Gambar 1. Tahapan Pelaksanaan Kajian Rantai Pasok Baja Konstruksi Untuk Mendukung
Investasi Infrastruktur
Baja yang diproduksi dari masing-masing produsen memiliki karakteristik dan tipe yang
berbeda, sehingga di pasaran akan dijumpai berbagai macam produk baja. Perbedaan dari
Kajian Rantai Pasok Baja
Konstruksi Untuk Mendukung
Investasi Infrastruktur
Mengidentifikasi kondisi
eksisting sebagai dasar
kajian
Melakukan kajian
literatur
Kajian pasar baja di
Indonesia
Identifikasi komoditas
baja
T a h a p IMenyusun draft
pemodelan struktur
rantai pasok
Menyusun perancangan
survei
Melakukan survei
T a h a p II
Perencanaan struktur
katalog
Pemetaan rantai pasok
baja
Melakukan analisa rantai pasok baja
T a h a p III
a. Identifikasi pihak-pihak (pelaku dan pembuat
kebijakan)
b. Identifikasi hubungan antar pihak-pihak
(pengadaan dan kontrak)
c. Channel Structure (variasi channel dan faktor
yang menyebabkan)
d. Kapasitas pihak-pihak (level rantai pasok,
kapasitas supply, tingkat penyerapan, komposisi,
importasi, harga dan masalah yang berhubungan
dengan tata niagaT a h a p IV
Rekomendasi struktur
rantai pasok dan
katalog konstruksi
Pengembangan struktur
rantai pasok baja
konstruksi
Pengembangan katalog
baja konstruksi
A n a l i s a K o n d i s i E k s i s t i n g
Kajian Rantai Pasok Baja Konstruksi Untuk Mendukung Investasi Infrastruktur 1 -98
karakteristik dan tipe yang berbeda dapat disebabkan pula karena permintaan dari pasar
sehingga produsen akan memproduksi sesuai dengan permintaan tersebut. Baja bukan
hanya digunakan untuk keperluan konstruksi tetapi pemakaiannya dapat di berbagai sektor
lain seperti packaging, furniture, home appliance, office equipment, arts equipment, educational
equipment ataupun sport equipment.
Sementara pemetaan pemakaian baja konstruksi yang dilakukan oleh Biro Pusat Statistik
terbagi menjadi tiga yaitu konstruksi bangunan gedung, konstruksi bangunan sipil dan
konstruksi khusus. Dalam 5 tahun (2004-2009) terakhir, untuk konstruksi bangunan sipil
menunjukkan peningkatan yang signifikan terutama dari tahun 2007 ke tahun 2008, apabila
dibandingkan dengan konstruksi bangunan gedung. Sebagai analisa awal, bahwa yang
dimaksud dengan konstruksi bangunan sipil meliputi ketersediaan infrastruktur. Hal ini
berarti bahwa adanya peningkatan nilai konstruksi untuk infrastruktur memberikan
kontribusi yang sangat signifikan dalam mendukung laju investasi di Indonesia. Dengan
demikian dapat diperkirakan bahwa kebutuhan material baja untuk menunjang
ketersediaan infrastruktur juga akan meningkat. Nilai konstruksi bangunan gedung
memang menunjukkan peningkatan, besar kemungkinan diperkirakan adanya dukungan
dari sektor perumahan yang sedang berkembang. Pada sektor ini kontribusi baja terbesar
diprediksi dari meningkatnya penggunaan baja ringan sebagai komponen pada struktur
atap. Proses konstruksi yang dilaksanakan baik pada commercial & industrial buildings,
residential & housing buildings, heavy construction ataupun infrastruktur tidak dapat
dilepaskan dari penggunaan alat berat. Penggunaan alat berat ini didasarkan pada beberapa
pertimbangan seperti kondisi geografis/alam, tingkat kesulitan dari jenis konstruksi yang
dikerjakan dan waktu yang dibutuhkan untuk penyelesaian konstruksi. Pada umumnya
ketersediaan alat berat pada proses konstruksi dilakukan dengan menyewa pada pihak
ketiga, tentunya dengan pertimbangan bahwa kepemilikan alat berat membutuhkan
investasi yang sangat mahal. Namun demikian keberadaan industri yang memproduksi alat
berat juga sangat dibutuhkan sebagai penopang produktivitas bagi negara yang menjadi
indikator untuk dapat berkompetisi dengan negara lain. Segmentasi dari industri peralatan
berat bukan saja melayani pada sektor konstruksi saja tetapi peralatan berat ini juga
melayani pada sektor pertambangan, kehutanan, kelautan dan sektor-sektor lain.
Berdasarkan MP3EI, jumlah kebutuhan alat berat di sektor konstruksi juga menunjukkan
tren yang terus meningkat terutama potensi penggunaan alat berat di sektor kontruksi.
Namun pada sisi yang lain, tantangan terhadap ketersediaan untuk menyediakan alat berat
ini adalah bagaimana menyediakan bahan material baja sebagai material utama pembentuk
alat berat.
Gambaran dari penggunaan baja yang merupakan pengembangan dari baja konvensional
adalah baja ringan merupakan baja mutu tinggi yang memiliki sifat ringan dan tipis, namun
memililki fungsi setara baja konvensional. Rangka atap baja ringan diciptakan untuk
memudahkan perakitan dan konstruksi. Desain stuktur karena perilaku strukturnya yang
Kajian Rantai Pasok Baja Konstruksi Untuk Mendukung Investasi Infrastruktur 1 -99
berbeda, struktur rangka atap baja ringan tidak bisa dihitung menggunakan software
analisis struktur untuk konstruksi baja tebal yang umum dipakai.
Sistem pengaku/bracing dan murplat (top plate) rangka atap baja ringan dibuat dari baja
tipis, Meskipun telah dibuat menjadi bentuk profil yang kokoh, kekuatannya tinggi tetapi
kekakuannya lemah (dibanding balok kayu misalnya). Dengan kekakuan yang lemah,
struktur rangka atap baja ringan harus dilengkapi dengan batang pengaku/bracing yang
cukup. Banyak kasus rangka atap baja ringan yang roboh akibat kurangnya batang
pengaku/bracing ini.
Penggunaan baja ringan sebagai material pada konstruksi atap sangat berkembang dan
signfikan dalam satu decade ini. Salah satu yang mendasarinya adalah harga kayu yang
semakin naik, begitu juga dengan harga besi. Dahulu atap-atap rumah banyak
menggunakan kayu sebagai penyangga untuk memasang genteng (atap). Sekarang hal
tersebut mulai beralih pada penggunaan rangka baja ringan yang lebih kuat, dan harganya
pun terjangkau. Produk-produk baja ringan banyak tersebar di pasaran dengan berbagai
merek dan kualitas. Selain itu, produk baja ringan umumnya akan memberikan garansi 5
tahun dalam pemasangannya. Hal ini juga salah satu alasan semakin meningkatnya
penggunaan baja ringan sebagai penyangga atap.
Tren baja ringan pada mulanya digunakan untuk rumah-rumah berskala besar dan gedung-
gedung. Kini, rumah-rumah sederhana juga sudah banyak yang menggunakan baja ringan,
termasuk di antaranya sekolah. Pendek kata, hampir semua bangunan yang tadinya
menggunakan kayu sebagai penyangga atap genteng, dan seng, kini beralih menggunakan
material baja ringan. Salah satu keunggulan baja ringan dalam aplikasinya pada
pemasangan rangka atap adalah kecepatan instalasinya yang lebih cepat dibanding
menggunakan material kayu. Hal ini membuat baja ringan menjadi salah satu material
pilihan yang dapat digunakan untuk merenovasi konstruksi khususnya di daerah pedesaan
saat terserang bencana alam.
Sehingga berdasarkan uraian dan data di atas, maka komoditas yang akan dijadikan sebagai
sampling adalah baja tulangan dengan rincian berbagai diameter yang lazim digunakan
pada sub strucutre dan upper structure, baja profil baik untuk atap, gelagar pada jembatan
ataupun profil lain seperti pipa untuk jaringan air minum, baja dalam bentuk lembaran atau
plat, yang banyak digunakan untuk profil yang dibuat khusus, penutup rangka atap atau
plat lantai sebagai pengganti plat beton, baja ringan yang diperuntukkan untuk konstruksi
atap dan baja untuk material peralatan konstruksi
Peran sektor konstruksi dalam perkembangan ekonomi Indonesia memberikan kontribusi
yang terus meningkat seperti yang tercatat dalam data yang dikeluarkan oleh BPS setiap
tahunnya, dimana sektor konstruksi memberikan sumbangsih tehadap PDB. Hal ini terbukti
A n a l i s a K e b u t u h a n B a j a K o n s t r u k s i
Kajian Rantai Pasok Baja Konstruksi Untuk Mendukung Investasi Infrastruktur 1 -100
dari catatan BPS, dimana nilai konstruksi yang diselesaikan pada tahun 2004 – 2009
mengalami peningkatan rata-rata sebesar 12.5%. Hal ini juga didukung oleh pemerintah
yang melakukan peningkatan pembangunan infrastruktur seperti jembatan, jalan tol,
dermaga, sarana telekomunikasi dan gedung-gedung sebagai penunjang untuk
mempercepat perkembangan ekonomi.
Produk domestik bruto (Gross Domestic Product) merupakan jumlah produk berupa barang
dan jasa yang dihasilkan oleh unit-unit produksi di dalam batas wilayah suatu negara
(domestik) selama satu tahun. Dalam perhitungan GDP ini, termasuk juga hasil produksi
barang dan jasa yang dihasilkan oleh perusahaan/orang asing yang beroperasi di wilayah
negara yang bersangkutan. Barang-barang yang dihasilkan termasuk barang modal yang
belum diperhitungkan penyusutannya, karenanya jumlah yang didapatkan dari GDP
dianggap bersifat bruto/kotor.
Sektor konstruksi memegang peranan sangat penting dalam menunjang kegiatan
perekomonian Indonesia karena produk dalam sektor konstruksi merupakan pusat kegiatan
ekonomi seperti bangunan gedung, dan juga sarana dan prasarana infrastruktur seperti
pelabuhan, jembatan, bandar udara, jalan, dan bangunan-bangunan irigasi. Meskipun sektor
konstruksi bukan sektor utama yang paling banyak membentuk GDP Indonesia, namun
sebagian besar pembentuk GDP terbesar di Indonesia seperti kegiatan industri dan
manufaktur dilakukan dengan bantuan produk dari sektor konstruksi.
Percepatan pembangunan infrastruktur tersebut di atas dipengaruhi oleh material yang
dipilih berdasarkan tujuan pembangunan konstruksi tersebut. Pemilihan akan material
pembentuk konstruksi didasarkan kepada kelebihan dan kekurangan material utama
dengan berbagai aspek tinjauan sesuai dengan kebutuhan. Pemilihan material tersebut,
selain didasarkan atas kebutuhan, juga perkembangan teknologi yang memungkinkan untuk
melakukan inovasi di dunia konstruksi, termasuk inovasi dalam pemilihan dan pemakaian
material utama pembentuk suatu konstruksi.
Namun penggunaan baja sebagai material utama pembentuk komponen struktural maupun
non struktural belum terlalu popular di Indonesia. Hal ini dibuktikan dengan konsumsi baja
Indonesia yang maih rendah dibandingkan negara-negara lain di ASEAN dengan konsumsi
baja 32.9kg/kapita (Republika, 2007). Kemungkinan belum populernya penggunaan baja
dibandingkan dengan beton bertulang yang sudah popular di Indonesia kemungkinan
disebabkan oleh biaya yang dibayar untuk suatu komponen strultural baja lebih mahal
dibandingkan dengan beton bertulang karena upah tenaga kerja untuk aplikasi beton
bertulang di Indonesia masih murah jika dibandingkan dengan biaya yang dikeluarkan
untuk baja. Biaya total yang dibutuhkan untuk baja lebih besar dari pada biaya total untuk
beton bertulang.
Meskipun demikian, penggunaan baja sebagai material utama dalam suatu konstruksi tidak
menutup kemungkinan untuk mengalami perubahan dan peningkatan apabila dilakukan
inovasi terhadap perencanaan konstruksi dan material itu sendiri. Inovasi yang dilakukan
Kajian Rantai Pasok Baja Konstruksi Untuk Mendukung Investasi Infrastruktur 1 -101
oleh para pemasok baja sebagai penyedia material konstruksi sangat dipengaruhi oleh trend
jenis dan profil yang banyak digunakan dalam konstruksi-konstruksi tertentu yang pada
umumnya menggunakan baja sebagai salah satu material utamanya. Kebutuhan untuk
mengetahui konsumsi baja tersebut dapat dilakukan dengan melakukan kajian terhadap
data historis dalam sektor konstruksi.
Berdasarkan jenis konstruksi menurut BPS, yang menjadi objek kajian adalah konstruksi
infrastruktur dan non infrastrukstur yang terdiri dari gedung bertingkat dan konstruksi
rumah, maka menurut Abduh, M (2011) diperoleh bahwa persentase rata-rata nilai baja
terhadap nilai proyek konstruksi gedung tinggi adalah 25.92%. Nilai konsumsi baja per
tingkat bangunan dan per m² berbeda-beda ditentukan oleh fungsi gedung, lokasi dan tahun
pembangunan gedung, persentase rata-rata nilai material baja dalam suatu proyek jembatan
adalah 34.99%. Nilai konsumsi baja untuk masing-masing jembatan ditentukan oleh tipe
jembatan, lokasi jembatan dan tahun pelaksanaan konstruksi jembatan dan persentase nilai
rata-rata baja dalam suatu proyek dermaga adalah 16.08%. Nilai konsumsi baja untuk
masing-masing dermaga ditentukan oleh jenis dermaga (fungsi dermaga), lokasi dermaga,
kapasitas rencana dan tahun pelaksanaan konstruksi dermaga
Sementara apabila dilihat berdasarkan kebutuhan baja, maka di pulau Jawa membutuhkan
lebih dari 50% total kebutuhan baja nasional, hal ini mencerminkan pembangunan di
Indonesia masih terpusat di wilayah pulau Jawa. Sebagian besar demand (kebutuhan) akan
material baja nasional berada di wilayah Barat Indonesia (Jawa dan Sumatra). Sedangkan
wilayah timur Indonesia kebutuhannya sangat sedikit, hal tersebut dikarenakan
pembangunan di Indonesia belum merata (masih terfokus di Jawa). Adapun kebutuhan atau
demand baik untuk proyek infrastruktur dan non infrastruktur pada masing-masing wilayah
dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Sebaran Kebutuhan Baja di Setiap Wilayah
Region Nilai Konstruksi Nilai Material Baja Demand Baja (ton)
Sumatera 22,659,818 9,779,664 1,222,458
Jawa 93,402,603 40,311,270 5,038,909
Kalimantan 12,366,576 5,337,243 667,155
Sulawesi, Maluku, Papua 11,740,596 5,067,079 633,385
Bali & Nustra 8,120,615 3,504,745 438,093
Material baja dalam konstruksi non infrastruktur = 43%
Region Nilai Konstruksi Nilai Material Baja Demand Baja (ton)
Kajian Rantai Pasok Baja Konstruksi Untuk Mendukung Investasi Infrastruktur 1 -102
Sumatera 41,568,851 11,736,012 1,467,001
Jawa 55,551,402 15,683,665 1,960,458
Kalimantan 25,356,826 7,158,918 894,865
Sulawesi, Maluku, Papua 21,349,431 6,027,522 753,440
Bali & Nusa Tenggara 6,353,917 1,793,883 224,235
Material baja dalam konstruksi infrastruktur = 28%
Sumber: data diolah (nilai konstruksi-material dalam juta)
Sedangkan kemampuan yang dapat disediakan untuk memenuhi kebutuhan tersebut, juga
masih berfokus di pulau Jawa sehingga pengaruh dari ketersediaan ini akan banyak faktor
yang mempengaruhi diantaranya tranportasi dan keberadaan infrastruktur pendukung.
Salah satu akibat dari kondisi ini, harga per kilo baja untuk wilayah Indonesia bagian timur
akan sangat mahal. Berikut ini merupakan peta dari supply baja.
Gambar 2. Peta Sebaran Pasokan Baja Konstruksi Nasional
Sumber: Direktori IISIA (2012)
Kajian Rantai Pasok Baja Konstruksi Untuk Mendukung Investasi Infrastruktur 1 -103
Survei yang dilakukan dari keenam kota dan dari keenam komoditas baja. Secara umum,
proses dari pembuatan baja dimulai dari bahan baku yang terdiri dari biji besi dan scrap (besi
bekas). Sumber dari bahan baku baik biji besi dan scrap berasal dari impor dan lokal.
Menurut hasil survei yang dilakukan komposisi antara impor dan lokal adalah 70% berasal
dari impor dan 30% dari lokal. Para pelaku dari bahan baku ini biasanya dilakukan oleh
para trader atau pengepul kemudian akan didistribusikan ke produsen. Tahap berikutnya
adalah proses peleburan dari biji besi atau scrap akan diolah menjadi sponge iron. Hasil dari
sponge iron dapat dibagi menjadi 2 yaitu long product dan slab product. Long product menjadi
bahan dasar untuk pembuatan baja tulangan, baja profil, dan steel wire. Sedangkan produk
dari slab product adalah baja dalam bentuk lembaran.
Untuk komoditas baja tulangan, sumber bahan baku masih sama dengan yang harus
diperoleh produsen yaitu scrap atau biji besi. Asal sumber bahan dasar pun berasal dari
impor dan lokal. Komposisi impor dan lokal berbanding 70:30. Berdasarkan hasil survei,
diperoleh informasi bahwa suatu produsen dapat memiliki fungsi yaitu produsen dan
fabrikator. Istilah produsen ini mengacu pada produk yang dihasilkan untuk tier berikutnya,
dalam hal ini produk yang dimaksud adalah long product dan slab product. Rantai pasok yang
memiliki kompleksitas pada masing-masing tier dimiliki oleh rantai pasok baja tulangan
yang dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3. Rantai Pasok Baja Tulangan
Sumber: Diolah dari hasil survei Kajian Rantai Pasok Baja Konstruksi, 2012
ServiceProdusen DistributorFabrikator KonsumenRaw Material
Produsen 1
Produsen 2
Produsen 3
Produsen 4
Fabrikator
3
PP
HK
WK
NK
Fabrikator
1
Fabrikator
2
Import
Kontraktor
Kecil
BUMN
Ekspor
Distributor
Lokal
Ekspor
Import
Supllier
Produsen
Perusahaan
Pengumpul
Trader
Retail
600,000 150,000
200,000
230,000
360,000
360,000
250,000
A n a l i s a R a n t a I P a s o k B a j a K o n s t r u k s i d a n K a t a l o g P r o d u k
Kajian Rantai Pasok Baja Konstruksi Untuk Mendukung Investasi Infrastruktur 1 -104
Komoditas berikutnya adalah komoditas baja profil. Demikan halnya yang berkaitan dengan
bahan dasar masih sama yaitu scrap atau biji besi. Kedua bahan dasar ini pun masih
diperoleh dengan cara impor dan lokal. Entitas dari rantai pasok baja profil tidak sebanyak
pada baja tulangan. Sebagai contoh pada rantai pasok baja profil, entitas nya hanya terdiri
dari raw material, supplier produsen, produsen, fabrikator dan konsumen. Rantai pasok pada
baja profil tidak memiliki kompleksitas yang panjang apabila dibandingkan dengan rantai
pasok baja tulangan. Adapun rantai pasok baja profil dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4. Rantai Pasok Baja Profil
Sumber: Diolah dari hasil survei Kajian Rantai Pasok Baja Konstruksi, 2012
Pipa baja merupakan komoditas baja konstruksi yang masih menjadi bagian dari kajian studi
ini. Karakteristik dari jaringan rantai pasok pipa baja hampir tipikal dengan rantai pasok
baja profil, dari segi entitas atau pelaku pada jaringan rantai pasok sama tidak ada distribusi
atau retail. Jenis komoditas baja konstruksi berikutnya adalah steel wire. Steel wire ini banyak
digunakan pada pekerjaan jembatan yang menggunakan beton prestress. Rantai pasok pada
steel wire ini memiliki keunikan yaitu masih diperlukan entitas ‘service center’ sebagai
pelengkap hasil akhir produk yaitu untuk melakukan pekerjaan stressing atau penarikan
kabel.
Komoditas baja ringan juga menjadi bagian kajian dari studi ini. Baja ringan ini menjadi
bagian kajian karena sudah menjadi material alternative yang digunakan sebagai bahan
pengganti kayu, sehingga jumlah demandnya menunjukkan kenaikan. Hal ini dapat dilihat
banyaknya property yang menggunakan baja ringan sebagai rangka atap. Dalam jalur
distribusinya pun tidak sekomplek pada komoditas baja konstruksi yang lain, artinya siapa
pun dapat memperoleh dengan mudah. Komoditas lain yang dikaji dalam studi ini adalah
komoditas baja untuk alat berat. Salah satu produsen yang disurvei adalah PT. Komatsu
Indonesia. Fungsi dari PT. Komatsu Indonesia ini adalah sebagai fabrikator alat berat.
Adapun jenis alat berat yang difabrikasi oleh PT. Komtasu Indonesia adalah: hydraulic
Perusahaan
Pengumpul
Trader
Krakatau
Steel
Gunung
Garuda
PP
HK
WK
NK
K.
Wajatama
G. Group
Import
Lokal
ServiceProdusen DistributorFabrikator KonsumenRaw MaterialSupllier
Produsen
Kajian Rantai Pasok Baja Konstruksi Untuk Mendukung Investasi Infrastruktur 1 -105
excavator, dump truck dan bulldozer. Berdasarkan hasil survei yang dilakukan proses fabrikasi
dari alat berat tersebut, sumber bahan baku dari masing-masing komponen dapat dibagi 3
(tiga) yaitu lokal, import dan in house.
Selain mengenai komoditas produk baja yang dikaji, bagian lain yang menjadi obyek dalam
survei adalah katalog produk. Tiap-tiap produsen mempunyai katalaog produk yang
berbeda pula baik dari informasi spesifikasi produk maupun bentuk fisik dari informasi
yang mereka berikan kepada para pengguna. Ada produsen yang menerbitkan dalam
bentuk buku katalog tetapi juga ada dalam bentuk brosur. Pentingnya katalog menjadi
kajian adalah mempertemukan kepentingan informasi yang diberikan oleh produsen dan
apa yang dibutuhkan oleh konsumen, sehingga setiap informasi yang diberikan oleh
produsen baik melalui katalog ataupun bentuk lain dapat memberikan manfaat secara
langsung kepada konsumen.
Berdasarkan kajian yang telah dilakukan baik melalui kajian literatur maupun survei yang
telah dilakukan maka dapat disimpulkan beberapa hal yaitu: (1) sebagai salah satu negara
produsen baja di dunia, Indonesia berkontribusi sebesar 0.35% dari total baja dunia sebesar
5,21 Mega Ton, dan berada pada peringkat ke 37 di dunia (2) sektor konstruksi sebagai salah
satu pembentuk PDB, memiliki porsi 67.6% dari total produk yang dihasilkan sebesar
5.500.000 ton, (3) berdasarkan peta sebaran supply dan demand diperoleh bahwa supply baja
lebih banyak berada di pulau Jawa, sekalipun ada juga yang berada di luar Jawa seperti
Sumatera Utara tetapi kapasitas produksi yang dimiliki kecil, ada juga yang berada di
Lampung khusus untuk produk pipa, sedangkan demand hampir tersebar di seluruh
Indonesia Sumatera, Jawa, Kalimantan, Bali, Nusa Tenggara, Sulawesi, Maluku dan Papua
dan jumlah demand masih lebih besar daripada supply dari dalam negeri; (4) berdasarkan
hasil kajian studi rantai pasok, komoditas yang paling banyak didominasi oleh baja tulangan
dengan persentase 27.5% dibanding komoditas lain (steel wire, steel plate, steel pipe, profil dan
CRC) (5) kompleksitas dari masing-masing komoditas rantai pasok beragam yaitu rantai
pasok yang kompleks dimiliki oleh baja tulangan dan rantai pasok yang sederhan dimiliki
oleh baja profil.
Sedangkan rekomendasi yang dapat dikembangkan untuk rantai pasok baja konstruksi ini
terdiri dari (1) Kementrian PU harus mendefinisikan dan menginformasikan kebutuhan baja
konstruksi dengan lebih jelas dan terinci dari segi waktu, jenis dan wilayah sebagai hasil
forecast serta mengadakan model estimasi konseptual kebutuhan; (2) mengidentifikasi dan
mempercepat pembangunan infrastruktur untuk distribusi material konstruksi yang
dibutuhkan di seluruh Indonesia; (3) kebutuhan akan standarisasi produk baja perlu dikaji
untuk memastikan jumlah demand ; (4) menyampaikan hasil kajian kepada kementerian-
kementerian yang terkait dengan industri baja baik yang terkait dengan produksi, distribusi,
K e s i m p u l a n d a n R e k o m e n d a si
Kajian Rantai Pasok Baja Konstruksi Untuk Mendukung Investasi Infrastruktur 1 -106
perdagangan dan bahan mentah; (5) membuat forum komunikasi pertemuan antara
konsumen dan produsen baja konstruksi secara periodik untuk menunjang pembangunan
infrastruktur; (6) memberikan edukasi kepada masyarakat khususnya mengenai produk baja
untuk konstruksi umum non struktural (baja ringan dan baja banci); (7) mensosialisasikan
manajemen rantai pasok kepada perusahan konstruksi terkait material baja agar terjadi
efisiensi; (8) memberikan edukasi kepada kontraktor-kontraktor terutama kontraktor kecil
terkait dengan rantai pasok untuk mengurangi pengunaan produk tidak standar dan mutu
yang sesuai spesifikasi; (9) memberikan edukasi kepada masyarakat khususnya mengenai
produk baja untuk konstruksi umum non struktural; (10) mendukung penggunaan produk
baja dalam negeri dengan menerapkan TKDN dalam proses pengadaan pekerjaan
konstruksi.
Kajian Rantai Pasok Baja Konstruksi Untuk Mendukung Investasi Infrastruktur 1 -107
Daftar Pustaka
Bertelsen, Sven (2002), Complexity- Construction in A New Perspective revised paper of a
report originally prepared as a contribution for an IGLC championship.
http://www.bertelsen.org/strategisk_r%E5dgivning_aps/pdf/Complexity%20
%20Construction%20in%20a%20New%20Perspective.pdf (8/20/2004 DATA 25)
Brian, M., (2004) An Introduction To Materials Engineering And Science, p. 693), Mc. Graw
Hill
Christopher, M. ( 1998), Logistics and Supply Chain Management, Second Edition, Prentice
Hall
Dewobroto, W. (2011), Prospek dan Kendala Pada Pemakaian Material Baja untuk
Konstruksi bangunan di Indonesia, Seminar & exhibition Future prospects of Steel
For Construction In Indonesia, Gran Media Hotel, 2011
Hanfield, R.B., & Nichols, E.L. (1999), Introduction to supply chain management, Prentice-
Hall, Upper Saddle River, New Jersey
http://pusbinsdi.net/peta_material.php?jenis=3
http://digilib.petra.ac.id/viewer.php?submit.x=22&submit.y=23&submit=prev&page=2&qual
=high&submitval=prev&fname=%2Fjiunkpe%2Fs1%2Fsip4%2F2008%2Fjiunkpe-
ns-s1-2008-21404037-11811-baja-chapter2.pdf
Kementerian Pekerjaan Umum Badan Pembinaan Konstruksi, 2012, Supply-Demand Material
dan Peralatan Konstruksi dalam Rangka Mendukung Investasi Infrastruktur Nasional,
Seminar Nasional Peluang Pasar Material dan Peralatan Konstruksi untuk
Mendukung Penyelenggaraan Infrastruktur Nasional, Jakarta 4 Mei 2012
Kementerian Pekerjaan Umum Badan Pembinaan Konstruksi, 2012, Profil Industri Alat Berat
Indonesia 2012, Workshop Kebijakan dan Strategi Pembinaan Sumber Daya Material
dan Peralatan Konstruksi, Jakarta 6-7 Maret 2012
Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) 2011-2025
Maylor, H., 2003, Project Management, third edition, Prentice-Hall.
Natsir, M., 2012, Sistem Rantai Pasok Material dan Peralatan Konstruksi Untuk Mendukung
Investasi Infrastruktur dalam Seminar Nasional Peluang Pasar Material dan
Peralatan Konstruksi untuk Mendukung Penyelenggaraan Infrastruktur Nasional,
Jakarta 4 Mei 2012
Kajian Rantai Pasok Baja Konstruksi Untuk Mendukung Investasi Infrastruktur 1 -108
Scwab, K., 2011, The Global Competitiveness Report 2011-2012, World Economic Forum,
Geneva Switzerland
Setiawan, A.,(2008), Perencanaan Struktur Baja dengan Metode LRFD, PT. Erlangga,
Jakarta
SNI 03-1729-2002
Tommelein, I.D.; Walsh, K.D.; Hershauer, J.C. (2003). Improving Capital Projects Supply
Chain Performance. Research Report PT172-11. Texas: Construction Industry
Institute. 241 p.
Vaidyanathan, K. ( 2001), Value of Visibility Planning in An Enginerr-to-Order Environment
<http://strobos.cee.vt.edu/IGLC11/> 7 Desember 2004
Kajian Rantai Pasok Baja Konstruksi Untuk Mendukung Investasi Infrastruktur 1 -109