ringkasan hasil riset prom tahun 2011pom.go.id/ppid/2016/ringkasan_riset2011.pdf · 2017-11-17 ·...

64
RINGKASAN HASIL RISET PROM TAHUN 2011 No Judul Topik Riset 2011 I Metoda analisis tervalidasi A Metoda analisa tervalidasi deteksi mikotoksin pada pangan ( 1PKT) B Metode analisa tervalidasi bahan berbahaya dalam kosmetik (1 PKT = 20 judul ) 2 Riset pengembangan metode analisis 2-4 Diaminoanisol dalam sediaan pewarna rambut 3 Riset pengembangan metode analisis Asam oksalat dalam sediaan pewarna rambut 4 Riset pengembangan metode analisis Alil Isothyocyanat dalam sediaan pewarna rambut 5 Riset pengembangan metode analisis Basic blue 26 dalam sediaan pewarna rambut 6 Riset pengembangan metode analisis Dehidroacetic acid sodium salt dalam sediaan perawatan rambut 7 Riset pengembangan metode analisis Etridonik acid dalam sediaan perawatan rambut 8 Riset pengembangan metode analisis m-fenilendiamine dalam sediaan pewarna rambut 9 Riset pengembangan metode analisis Fitonadion dalam sediaan perawatan kulit 10 Riset pengembangan metode analisis Hidrastin dalam sediaan eye gel 11 Riset pengembangan metode analisis Morfolin dalam sediaan eye liner 12 Riset pengembangan metode analisis Quinine dalam sediaan perawatan kulit 13 Riset pengembangan metode analisis 2-metil-isothiazolin-3-one dalam sediaan perawatan rambut 14 Riset pengembangan metode analisis 2-nitro-1,4-fenilendiamine dalam sediaan pewarna rambu 15 Riset pengembangan metode analisis N,N-Dimetil-p-fenilendiamine sulfat dalam sediaan pewarna rambut 16 Riset pengembangan metode analisis Basic Red 2 dalam sediaan pewarna rambut 17 Riset pengembangan metode analisis Trietanolamin dalam sediaan maskara 18 Riset pengembangan metode analisis Aminofilin dalam sediaan pewarna rambut 19 Riset pengembangan metode analisis Barium Peroksida dalam sediaan pewarna rambut 20 Riset pengembangan metode analisis Aminocaproic Acid dalam sediaan pasta gigi II Hasil riset yang didiseminasikan 1 Riset iritasi kulit secara in vitro terhadap kosmetik 2 Riset toksisitas akut formula jamu yang digunakan di sarana layanan kesehatan pemerintah 3 Riset Isolasi / Produksi Senyawa Marker (6 Judul) a Riset Isolasi dan IdentifikasiSenyawa mimosin Sebagai Marker dari Daun Petai Cina (leucena leucochepala (lam.)De wit) Sebagai Dasar Standardisasi Ekstrak Tanaman Obat Bahan Alam b Riset Isolasi dan IdentifikasiSenyawa alstonin Sebagai Marker dari Kulit Batang Pule (Alstonia scholaris (L.) R. Br.)Sebagai Dasar Standardisasi Ekstrak Tanaman Obat Bahan Alam

Upload: others

Post on 12-Apr-2020

14 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

RINGKASAN HASIL RISET PROM TAHUN 2011

No Judul Topik Riset 2011

I Metoda analisis tervalidasi

A Metoda analisa tervalidasi deteksi mikotoksin pada pangan ( 1PKT)

B Metode analisa tervalidasi bahan berbahaya dalam kosmetik (1 PKT = 20 judul )

2 Riset pengembangan metode analisis 2-4 Diaminoanisol dalam sediaan pewarna rambut

3 Riset pengembangan metode analisis Asam oksalat dalam sediaan pewarna rambut

4 Riset pengembangan metode analisis Alil Isothyocyanat dalam sediaan pewarna rambut

5 Riset pengembangan metode analisis Basic blue 26 dalam sediaan pewarna rambut

6 Riset pengembangan metode analisis Dehidroacetic acid sodium salt dalam sediaan perawatan rambut

7 Riset pengembangan metode analisis Etridonik acid dalam sediaan perawatan rambut

8 Riset pengembangan metode analisis m-fenilendiamine dalam sediaan pewarna rambut

9 Riset pengembangan metode analisis Fitonadion dalam sediaan perawatan kulit

10 Riset pengembangan metode analisis Hidrastin dalam sediaan eye gel

11 Riset pengembangan metode analisis Morfolin dalam sediaan eye liner

12 Riset pengembangan metode analisis Quinine dalam sediaan perawatan kulit

13 Riset pengembangan metode analisis 2-metil-isothiazolin-3-one dalam sediaan perawatan rambut

14 Riset pengembangan metode analisis 2-nitro-1,4-fenilendiamine dalam sediaan pewarna rambu

15 Riset pengembangan metode analisis N,N-Dimetil-p-fenilendiamine sulfat dalam sediaan pewarna rambut

16 Riset pengembangan metode analisis Basic Red 2 dalam sediaan pewarna rambut

17 Riset pengembangan metode analisis Trietanolamin dalam sediaan maskara

18 Riset pengembangan metode analisis Aminofilin dalam sediaan pewarna rambut

19 Riset pengembangan metode analisis Barium Peroksida dalam sediaan pewarna rambut

20 Riset pengembangan metode analisis Aminocaproic Acid dalam sediaan pasta gigi

II Hasil riset yang didiseminasikan

1 Riset iritasi kulit secara in vitro terhadap kosmetik

2 Riset toksisitas akut formula jamu yang digunakan di sarana layanan kesehatan pemerintah

3 Riset Isolasi / Produksi Senyawa Marker (6 Judul)

a Riset Isolasi dan IdentifikasiSenyawa mimosin Sebagai Marker dari Daun Petai Cina (leucena leucochepala (lam.)De wit) Sebagai Dasar Standardisasi Ekstrak Tanaman Obat Bahan Alam

b Riset Isolasi dan IdentifikasiSenyawa alstonin Sebagai Marker dari Kulit Batang Pule (Alstonia scholaris (L.) R. Br.)Sebagai Dasar Standardisasi Ekstrak Tanaman Obat Bahan Alam

No Judul Topik Riset 2011

c Riset Produksi Senyawa Marker dari Kulit Buah Manggis (Garcinia Mangostana I.)Sebagai Dasar Standardisasi Ekstrak Tanaman Obat Bahan Alam

d Riset Produksi Senyawa Marker dari Batang Benalu Teh (Scurulla atropurpurea, Dans) Sebagai Dasar Standardisasi Ekstrak Tanaman Obat Bahan Alam

e Riset Produksi Senyawa Marker dari Rimpang Temu Ireng (Curcuma aeruginosa Roxb) Sebagai Dasar Standardisasi Ekstrak Tanaman Obat Bahan Alam

f Riset Produksi Senyawa Marker dari Akar Kelembak (Rheum officinale Baill)Sebagai Dasar Standardisasi Ekstrak Obat Bahan Alam

4 Riset profil kromatogram/ fingerprint tanaman obat bahan alam (10 Judul)

a Riset Profil Kromatogram (Finger Print) Buah Cabe Jawa (Piper retrofractum Vahl) Sebagai Dasar Standardisasi Ekstrak Tanaman Obat Bahan Alam

b Riset Profil Kromatogram (Finger Print) Rimpang Jahe Merah (Zingiber officinale Roxb. var Rubra.) Sebagai Dasar Standardisasi Ekstrak Tanaman Obat Bahan Alam

c Riset Profil Kromatogram (Finger Print) Daun Jambu Biji (Psidium guajava L.) Sebagai Dasar Standardisasi Ekstrak Tanaman Obat Bahan Alam

d Riset Profil Kromatogram (Finger Print) Herba Kumis Kucing (Orthosiphon stamineus Benth) Sebagai Dasar Standardisasi Ekstrak Tanaman Obat Bahan Alam

e Riset Profil Kromatogram (Finger Print) Daun Jati Blanda (Guazuma ulmifolia Lamk) Sebagai Dasar Standardisasi Ekstrak Tanaman Obat Bahan Alam

f Riset Profil Kromatogram (Finger Print) Rimpang Kunyit (Curcumae Domestica) Sebagai Dasar Standardisasi Ekstrak Tanaman Obat Bahan Alam

g Riset Profil Kromatogram (Finger Print) Buah Mengkudu (Morinda citrifolia L.) Sebagai Dasar Standardisasi Ekstrak Tanaman Obat Bahan Alam

h Riset Profil Kromatogram (Finger Print) Buah Adas (Foeniculum vulgare Mill) Sebagai Dasar Standardisasi Ekstrak Tanaman Obat Bahan Alam

i Riset Profil Kromatogram (Finger Print) Rimpang Lengkuas (Alpinia galanga (L.) Sw.) Sebagai Dasar Standardisasi Ekstrak Tanaman Obat Bahan Alam

j Riset Profil Kromatogram (Finger Print) Sambung Nyawa (Gynura procumbens) Sebagai Dasar Standardisasi Ekstrak Tanaman Obat Bahan Alam

5 Riset disolusi terbanding obat copy

a Riset disolusi Nefidipin dalam sediaan tablet

b Riset Disolusi Allupurinol Dalam Sediaan Tablet

6 Riset efek mutagenik terhadap formula jamu yang digunakan di sarana layanan kesehatan pemerintah sebagai adjuvan obat kanker

7 Riset efek mutagenik terhadap formula jamu yang digunakan di sarana layanan kesehatan pemerintah sebagai obat penyakit degeneratif dan infeksi

8 Kajian dan penelusuran mikroba pantogen penyebab keracunan pada pangan

9 Uji profisiensi DNA babi

I. METODE ANALISIS TERVALIDASI

A. METODA ANALISIS TERVALIDASI DETEKSI DEOKSIVALENOL PADA JAGUNG

Data dan informasi tentang riset pengembangan metode analisis tervalidasi

deteksi deoksinivalenol (DON). Mikotoksin yang berasal dari jamurFusarium SP

pada jagung yang diproduksi di Indonesia masih sedikit, sehingga menyebabkan

kesulitan bagi pemerintah untuk memanfaatkan informasi tersebut. Tujuan

dilakukan riset ini adalah tersedianya metoda analisa identifikasi mikotoksin DON

pada jagung dan produk olahannya, memberikan masukan akan adanya DON

dalam produk gandum di Indonesia dan meningkatnya kemampuan SDM dalam

melakukan analisis DON menggunakan kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT).

Riset ini adalah (1) pengumpulan data sekunder mengenai analisa

deoksinivalenol, (2) penyusunan proposal, (3) pengembangan metode analisis

dan (4) analisis data. Analisa deoksinivalenol membutuhkan tahapan (1)

Homogenisasi. (2) Preparasi sampel (3) Clean-up (Immunoaffinitycolumn (IAC)

(4) Pengeringan dan (5) Pengukuran DON dalam sampel jagung.

Dengan menggunakan KCKT hasil analisis menunjukkan bahwa semua sampel

jagung memiliki kadar DON dibawah batas yaitu : kisaran 5.648 – 9.613 (ppb).

Data linieritas menghasilkan persamaan kurva standard, yaitu y = 22718 x - 1555

dengan nilai R2 sebesar 0.998. Selain itu diperoleh niilai LOD dan LOQ berturut-

turut adalah sebesar 0.347 dan 0.556 (ppb). Hasil recovery pada konsentrasi

baku DON 5.0 dan 10.0 (ppb) secara berturut-turut adalah 105.425 dan 89.169

(%).

Berdasarkan hasil tersebut metoda analisa untuk DON pada jagung terbukti

akurat dengan menggunakan kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT).

B. PENGEMBANGAN METODE ANALISIS TERVALIDASI BAHAN BERBAHAYA

DALAM KOSMETIK

Kosmetik dikenal manusia sejak berabad-abad yang lalu. Pada abad ke-19, pemakaian kosmetik mulai mendapat perhatian salah satu bagian dunia usaha, selain untuk kecantikan juga untuk kesehatan. Perkembangan ilmu kosmetik dalam industri dimulai secara besar-besaran pada abad ke-20 bahkan sekarang teknologi kosmetik begitu maju dan merupakan paduan antara kosmetik dan obat {(pharmaceutical dengan kosmetik medik (cosmeceuticals)}. Kosmetik adalah bahan atau sediaan yang digunakan pada bagian luar tubuh yaitu pada bagian: epidermis, rambut, kuku, bibir dan organ genital bagian luar atau gigi dan mukosa mulut terutama untuk membersihkan, mewangikan, mengubah penampilan atau pemeliharaan tubuh pada kondisi baik.(1)

Pada tahun 2008,telah ditetapkan harmonisasi ASEANdibidang kosmetikyang merupakan regulasi dibidang kosmetik yang disetujui oleh negara anggota ASEAN untuk ditetapkan pada masing-masing negara, yaitu: Brunei, Filipina, Indonesia, Kamboja, Laos, Malaysia, Myanmar, Singapura, Thailand, Vietnam. Perbedaan mendasar sistem pengawasan pada saat ini adalah adanya transisi dari sistem registrasi (pre market approval) menjadi sistem pengawasan setelah beredar (post market surveillance)(2). Perubahan mendasar sebelum diera harmonisasi ASEAN dibidang kosmetika terletak pada sistem pendaftaran produk sebelum beredar. Pada era sebelum harmonisasi, setiap produsen/importir baik perorangan maupun badan usaha yang akan mengedarkan produk kosmetik di Indonesia wajib mendaftarkan produknya (registrasi) di Badan POM. Sedangkan diera harmonisasi, produsen/importir harus melakukan pengajuan permohonan notifikasi kepada Kepala Badan POM RI sebelum mengedarkan kosmetik(4). Namun melalui berbagai pertimbangan terutama terkait kesiapan industri kosmetik dalam negeri yang juga wajib memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam harmonisasi ASEAN dibidang kosmetik, Indonesia mulai menerapkan notifikasi kosmetik pada 1 Januari 2011.Untuk mengawali penerapan notifikasi kosmetik tersebut, pemerintah telah mengeluarkan beberapa peraturan baru seperti Peraturan Menteri Kesehatan RI No.1176 Tahun 2010 tentang Notifikasi Kosmetik, Peraturan Menteri Kesehatan RI No.1175 Tahun 2010 tentang Izin Produksi Kosmetik dan beberapa peraturan teknis lainnya. (3)

Dalam rangka menghadapi harmonisasi ASEAN tersebut, untuk pendaftaran kosmetik akan dilakukan melalui sistem notifikasi, maka Badan POM selaku institusi yang memiliki kewenangan dalam pengawasan obat dan makanan di Indonesia terus berupaya untuk meningkatkan perannya dalam melindungi masyarakat dari peredaran kosmetik yang tidak memenuhi syarat keamanan, khasiat dan mutu.

Pengawasan yang dilakukan oleh Badan POM dimulai sebelum produk beredar yaitu dengan evaluasi produk pada saat pendaftaran (pre marketing evaluation), inspeksi sarana produksi sampai kepada pengawasan produk di peredaran (post marketing surveillance). Dengan adanya harmonisasi ASEAN, pengawasan yang dilakukan oleh Badan POM tersebut menjadi pengawasan produk di peredaran (post marketing surveillance). Salah satu bentuk pengawasan produk di peredaran (post marketing surveillance) adalah dengan melakukan pengujian terhadap produk – produk yang beredar, hal ini dilakukan oleh Pusat Pengujian

Obat dan Makanan Nasional (PPOMN). Pengujian terhadap produk tersebut ditujukan untuk mengetahui apakah produk tersebut telah memenuhi persyaratan mutu dan keamanan atau tidak. Salah satu bentuk pengujian yang dilakukan terhadap kosmetik adalah pengujian terhadap kemungkinan adanya kandungan bahan berbahaya dalam produk tersebut atau tidak. Dalam melaksanakan pengujian kandungan bahan berbahaya diperlukan metode analisis yang sesuai terhadap setiap jenis bahan berbahaya yang akan diuji. Beberapa metode analisis bahan berbahaya yang telah tersedia di PPOMN antara lain adalah metode analisis bahan berbahaya merkuri (Hg), asam retinoat (retinoic acid), zat warna merah K.3 (CI 15585), merah K.10 (rhodamin B), jingga K.1 (CI 12075), dan lain - lain. Namun saat ini berdasarkan laporan negara - negara ASEAN melalui PMAS (Post Market Alert System) ditemukan produk kosmetik yang mengandung bahan berbahaya/bahan dilarang lainnya. Jumlah bahan berbahaya yang disebutkan dalam laporan tersebut adalah sebanyak 47 jenis, antara lain dibutil ftalat (pada sediaan lipgloss), 2-nitro-p-phenylendiamine sulfat (pada sediaan pewarna rambut), thioacid (pada sediaan pelembab mata), fitonadion (pada sediaan perawatan kulit), dan lain-lain. Munculnya jenis bahan berbahaya yang baru diketahui tersebut tentu menjadi tantangan Badan POM untuk menemukan atau mengembangkan metode analisis yang tepat agar pengawasan terhadap kosmetik semakin optimal. Beberapa dari bahan berbahaya tersebut belum dapat diuji di PPOMN karena belum tersedianya metode analisis yang sesuai. Oleh karena itu, PROM sebagai unit penunjang di Badan POM yang salah satu tugasnya adalah melaksanakan pengembangan metode analisis guna mendukung tugas PPOMN dalam melaksanakan pengujian perlu melakukan pengembangan metode analisis ini, mengingat semakin luasnya penyebaran produk kosmetik di pasaran, baik produk lokal maupun impor. Pada tahun 2011 ini, PROM akan mengembangkan 20 jenis metode analisis bahan berbahaya dalam kosmetik. Daftar Bahan Berbahaya yang akan dikembangkan Metode Analisisnya pada Tahun 2011. Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan metode analisis yang tervalidasi terhadap bahan-bahan berbahaya dalamproduk kosmetik dan mengidentifikasi secara kualitatif dan kuantitatif yangdigunakan untukpengawasan mutu produk kosmetik yang beredar di pasaran. Penelitian ini bermanfaat dalam mendukung program pengembangan Harmonisasi ASEAN Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen serta Pusat Pengujian Obat Makanan Nasional dalam meningkatkan mutu pengawasan produk kosmetik yang beredar di Indonesia dan negara ASEAN.

1. METODE ANALISIS 2-AMINO-5-NITROFENOL DALAM PRODUK KOSMETIK

SEDIAAN SEMI SOLIDA (KRIM PEWARNA RAMBUT) SECARA KROMATOGRAFI

CAIR KINERJA TINGGI (KCKT)

Senyawa 2-amino-5-nitrofenoldengan nama lain 2-hidroksi-4-

nitroanilinmerupakan salah satu bahan berbahaya yang terkandung dalam

sediaan kosmetik yang digunakan sebagai pengemulsi. Senyawa ini termasuk

ke dalam bahan berbahaya dalam kosmetik karena dapat menyebabkan iritasi

kulit, bahkan dikenal berpotensi menyebabkan kanker sehingga

keberadaannya dalam produk kosmetik harus diwaspadai.

Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan metode analisis sehingga

dapat dipisahkan dari matrik sampel dan dianalisis secara Kromatografi Cair

Kinerja Tinggi. Kondisi optimal dengan menggunakan : Kolom C18 ukuran

4.6 mm x 150 mm, ukuran partikel 5µm; fase gerak : Asetonitril : asam

fosfat 0,5 % (30 : 70, v/v); dengan laju alir 1,0 mL per menit; detektor UV λ

262 nm; dan volume penyuntikan 20 L.

Hasil validasi metode analisis dengan waktu retensi (Rt) adalah 2,469 menit

dan % RSDpresisi retention time (Rt) 0,322 % dan luas area 0,758%, pada

konsentrasi 50 μg/ml dengan persyaratan RSD < 2 %; nilai linieritaspada

konsentrasi 10, 20, 30, 40, dan 50 μg/ml, dengan persamaan garis regresi Y =

78470 x + 31967, koefisien korelasi adalah 0.999 dengan nilai

keberterimaanr ≥ 0,999; nilai akurasi adalah 110.97 %; batas deteksi(LOD)

adalah 0,32 μg/ml dan batas kuantitasi (LOQ) 0,96 μg/ml. Senyawa 2-amino-

5-nitrofenol termasuk bahan yang dilarang tidak boleh ada dalam

sediaan kosmetik pewarna rambut menurut ACD (Asean Cosmetic

Directive tahun 2011).

Kata kunci :2- Amino-5-Nitrofenol, Kosmetik, KCKT

2. METODE ANALISIS 2,4-DIAMINOANISOL DALAM PRODUK KOSMETIK

SEDIAAN SEMI SOLIDA (KRIM PEWARNA RAMBUT) SECARA KROMATOGRAFI

CAIR KINERJA TINGGI (KCKT)

Senyawa 2,4-diaminoanisol digunakan dalam sediaan kosmetik sebagai

pewarna rambut sebagai bahan oksidatif. Senyawa ini termasuk ke dalam

bahan berbahaya dalam kosmetik karena dapat menyebabkan iritasi kulit,

bahkan dikenal berpotensi menyebabkan kanker sehingga keberadaannya

dalam produk kosmetik harus diwaspadai.Senyawa ini memiliki nama lain di

antaranya adalah 4-metoksi-m-fenilendiamina, 1,3-diamino-4-

metoksibenzena, 3-amino-4-metoksianilina, atau 4-metoksi-1,3-

benzenadiamina.Penggunaan utama 2,4-diaminoanisol adalah sebagai

komponen oksidasi zat warna rambut. Komponen lain yang biasanya banyak

digunakan adalah derivatif tersubstitusi dari benzena, naftalena, atau piridina.

Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan metode analisis 2,4-

diaminoanisol sehingga dapat dipisahkan dari matrik sampel dan dianalisis

secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi. Kondisi optimal dengan

menggunakan : Kolom C18 ukuran 4.6 mm x 150 mm, ukuran partikel 5µm;

fase gerak : Asetonitril : asam formiat 0,1 % (70 : 30, v/v); dengan laju alir

1,0 mL per menit; detektor UV λ 254 nm; dan volume penyuntikan 20 L.

Hasil validasi metode analisis dengan waktu retensi (Rt) adalah2,702 menit

dan % RSDpresisi retention time (Rt)1.011 % dan luas area 0,095% pada

konsentrasi 50 μg/ml, dengan persyaratan RSD < 2 %; nilai linieritaspada

konsentrasi 10, 20, 30, 40, dan 50 μg/ml, dengan persamaan garis regresi Y =

23607 x - 16119, koefisien korelasi adalah 0.998 dengan nilai keberterimaanr

≥ 0,999; nilai akurasi adalah 98.0 %; batas deteksi (LOD) adalah 0,153 μg/ml

dan batas kuantitasi (LOQ) 0,464 μg/ml. Senyawa 2,4-diaminoanisol termasuk

bahan berbahaya yang diperbolehkan dalam kosmetik dengan persyaratan 10

% menurut ACD (Asean Cosmetic Directive tahun 2011).

Kata kunci :2,4-Diaminoanisol, Kosmetik, KCKT

3. METODE ANALISIS ASAM OKSALAT DALAM PRODUK KOSMETIK SEDIAAN

CAIR (PENGUAT RAMBUT) SECARA KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI

(KCKT)

Senyawa asam oksalat digunakan dalam pembuatan penguat rambut sebagai

bahan oksidatif. Senyawa ini termasuk ke dalam bahan berbahaya dalam

kosmetik karena dapat menyebabkan iritasi kulit. Senyawa ini memiliki nama

lain di antaranya adalah asam etanadion

Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan metode analisis asam oksalat

sehingga dapat dipisahkan dari matrik sampel dan dianalisis secara

Kromatografi Cair Kinerja Tinggi. Kondisi optimal dengan menggunakan :

Kolom C18 ukuran 4.6 mm x 150 mm, ukuran partikel 5µm; fase gerak :

Metanol : 25 mM NaH2PO4 pH 3.0 (40 : 60, v/v); dengan laju alir 1,0 mL

per menit; detektor PDA λ 209 nm; dan volume penyuntikan 20 L.

Hasil validasi metode analisis dengan waktu retensi (Rt) adalah 2,702 menit

dan % RSDpresisi retention time (Rt)0.334 % dan luas area 0,376% pada

konsentrasi 60 μg/ml dengan persyaratan RSD < 2 %; nilai linieritaspada

konsentrasi 20, 40, 60, 80, dan 100 μg/ml, dengan persamaan garis regresi Y

= 4624.5 x - 149795, koefisien korelasi adalah 0.999 dengan nilai

keberterimaanr ≥ 0,999; nilai akurasi adalah 99,21 %; batas deteksi(LOD)

adalah 0,98 μg/ml dan batas kuantitasi (LOQ) 2,99 μg/ml. Senyawa asam

oksalat termasuk bahan berbahaya yang diperbolehkan dalam kosmetik

dengan persyaratan 5 % menurut ACD (Asean Cosmetic Directive

tahun 2011).

Kata kunci :Asam oksalat,Kosmetik, KCKT

4. METODE ANALISIS ALIL ISOTHIOCYANAT DALAM PRODUK

KOSMETIK SEDIAAN SEMI SOLIDA (PERAWATAN RAMBUT) SECARA

KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI (KCKT)

Senyawa alil isothiocyanat digunakan dalam perawatan rambut sebagai

bahan oksidatif. Senyawa ini merupakan bahan berbahaya yang tidak

diperbolehkan ada dalam sediaan kosmetik.

Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan metode analisis alil

isothiocyanat sehingga dapat dipisahkan dari matrik sampel dan dianalisis

secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi. Kondisi optimal dengan

menggunakan : Kolom C18 ukuran 4.6 mm x 150 mm, ukuran partikel

5µm; fase gerak : Asetonitril : asam fosfat 0.5 % (40 : 60, v/v); dengan laju

alir 1,0 mL per menit; detektor UV λ 244 nm; dan volume penyuntikan

20 L.

Hasil validasi metode analisis dengan waktu retensi (Rt) adalah 9.552 menit

dan % RSDpresisi retention time (Rt) 0.150 % dan luas area 0,092% pada

konsentrasi 40 μg/ml, dengan persyaratan RSD < 2 %; nilai linieritaspada

konsentrasi 10, 20, 30, 40 dan 50 μg/ml, dengan persamaan garis regresi Y =

11641 x - 7497, koefisien korelasi adalah 0.999 dengan nilai keberterimaanr

≥ 0,999; nilai akurasi adalah 102,364 %; batas deteksi(LOD) adalah 0,118

μg/ml dan batas kuantitasi (LOQ) 0,36 μg/ml. Senyawa alil isothiocyanattidak

boleh ada dalam sediaan kosmetik perawatan rambut menurut ACD

(Asean Cosmetic Directive tahun 2011).

Kata kunci :Alil Isothiocyanat, Kosmetik, KCKT

5. METODE ANALISIS BASIC BLUE 26DALAM PRODUK KOSMETIK

SEDIAAN SEMI SOLIDA (KRIM PEWARNA RAMBUT) SECARA

KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI (KCKT)

Senyawa basic blue 26 mempunyai Color Index (CI) 44045 atau dengan

nama lain victoria blue bx digunakan dalam pewarna rambut sebagai bahan

oksidatif. Senyawa ini merupakan bahan berbahaya yang tidak diperbolehkan

ada dalam sediaan kosmetik.

Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan metode analisis basic blue 26

sehingga dapat dipisahkan dari matrik sampel dan dianalisis secara

Kromatografi Cair Kinerja Tinggi. Kondisi optimal dengan menggunakan :

Kolom C18 ukuran 4.6 mm x 150 mm, ukuran partikel 5µm; fase gerak :

Asetonitril : asam fosfat 0.5 % (60 : 40, v/v); dengan laju alir 1,0 mL per

menit; detektor UV λ 202 nm; dan volume penyuntikan 20 L.

Hasil validasi metode analisis dengan waktu retensi (Rt) adalah 3.272 menit

dan % RSDpresisi retention time (Rt)0.085 % dan luas area 0,394% pada

konsentrasi 30 μg/ml, dengan persyaratan RSD < 2 %; nilai linieritaspada

konsentrasi 10, 20, 30, 40 dan 50 μg/ml, dengan persamaan garis regresi Y =

35556 x - 1334578, koefisien korelasi adalah 0.995 dengan nilai

keberterimaanr ≥ 0,999; nilai akurasi adalah 96.9 %; batas deteksi(LOD)

adalah 0,88 μg/ml dan batas kuantitasi (LOQ) 2,69 μg/ml. Basic blue 26

merupakan senyawa yang dilarang dalam sediaan kosmetik menurut ACD

(Asean Cosmetic Directive, tahun 2011).

Kata kunci : Basic blue 26, Kosmetik, KCKT

6. METODE ANALISIS DEHYDROACETIC ACID SODIUM SALT DALAM

PRODUK KOSMETIK SEDIAAN SEMI SOLIDA (EYE LINER) SECARA

KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI (KCKT)

Senyawa dehydroacetic acid sodium salt digunakan dalam produk kosmetik

dalam sediaan semi solida dalam eye liner. Senyawa ini dalam produk

kosmetik merupakan bahan berbahaya yang diperbolehkan tapi dengan

persyaratan khusus pada sediaan kosmetik.

Penggunaan utama dehydroacetic acid sodium salt adalah sebagai bahan

pengawet. Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan metode analis

dehydroacetic acid sodium salt sehingga dapat dipisahkan dari matrik sampel

dan dianalisis secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi. Kondisi optimal

dengan menggunakan : Kolom C18 ukuran 4.6 mm x 150 mm, ukuran partikel

5µm; fase gerak : Asetonitril : 50 mM NaH2PO4 pH 2,0 (50 : 50, v/v); dengan

laju alir 1,0 mL per menit; detektor PDA λ 235 nm; dan volume penyuntikan

20 L.

Hasil validasi metode analisis dengan waktu retensi (Rt) adalah 3.427 menit

dan % RSDpresisi retention time (Rt)adalah 0.156 % dan luas area adalah

0,274%, pada konsentrasi 30 μg/ml dengan persyaratan RSD < 2 %; nilai

linieritaspada konsentrasi 10, 20, 30, 40 dan 50 μg/ml, dengan persamaan

garis regresi Y = 35815 x - 70196, koefisien korelasi adalah 0.999 dengan

nilai keberterimaanr ≥ 0,999. Nilai akurasi adalah 99.32 %, Batas deteksi

(LOD) adalah 0,25 μg/ml dan batas kuantitasi (LOQ) adalah 0.76 μg/ml.

Senyawa dehydroacetic acid sodium salt termasuk bahan berbahaya yang

dilarang dalam sediaan kosmetik menurut ACD (Asean Cosmetic Directive

tahun 2011).

Kata kunci :Dehydroacetic acid sodium salt, Kosmetik, KCKT

7. METODE ANALISIS ETRIDONIC ACIDDALAM PRODUK

KOSMETIKSEDIAAN SEMI SOLIDA (KRIM PERAWATAN RAMBUT)

SECARAKROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI (KCKT)

Senyawa etridonic acid digunakan dalam produk kosmetik dalam sediaan

semi solida dalam perawatan rambut. Senyawa etridonic acidini dalam

perawatan rambut merupakan bahan berbahaya yang diperbolehkan tapi

dengan persyaratan khusus pada sediaan kosmetik.

Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan metode analis etridonic acid

sehingga dapat dipisahkan dari matrik sampel dan dianalisis secara

Kromatografi Cair Kinerja Tinggi. Kondisi optimal dengan menggunakan :

Kolom C18 ukuran 4.6 mm x 150 mm, ukuran partikel 5µm; fase gerak :

A. Asetonitril : asam fosfat 0,5 % (70 :30 v/v) B. Asetonitril = (A : B = 70 :30

v/v); dengan laju alir 1,0 mL per menit; detektor UV λ 202 nm; dan

volume penyuntikan 20 L.

Hasil validasi metode analisis dengan waktu retensi (Rt) adalah 2.006 menit

dan % RSDpresisi retention time (Rt)adalah 0.694 % dan luas area adalah

1,599% pada konsentrasi 50 μg/ml, dengan persyaratan RSD < 2 %; nilai

linieritaspada konsentrasi 10, 20, 30, 40 dan 50 μg/ml, dengan persamaan

garis regresi Y = 80767 x - 51670, koefisien korelasi adalah 0.999 dengan

nilai keberterimaanr ≥ 0,999. Nilai akurasi adalah 102,55 %,Batas

deteksi(LOD) adalah 0,083 μg/ml dan batas kuantitasi (LOQ) adalah 0.250

μg/ml. Senyawa etridonic acidtermasuk bahan berbahaya yang

diperbolehkan dalam kosmetik dengan persyaratan 1,5 % menurut

ACD (Asean Cosmetic Directive tahun 2011).

Kata kunci : Etridonic acid, Kosmetik, KCKT

8. METODE ANALISIS M- FENILENDIAMINE DALAM PRODUK

KOSMETIKSEDIAAN SEMI SOLIDA (KRIM PEWARNA RAMBUT) SECARA

KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI (KCKT)

Senyawa m-fenilendiamine digunakan dalam produk kosmetik dalam sediaan

semi solida dalam pewarna rambut. Senyawa m-fenilendiamine ini merupakan

bahan berbahaya yang tidak diperbolehkan ada dalam sediaan kosmetik.

Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan metode analisis m-

fenilendiamine sehingga dapat dipisahkan dari matrik sampel dan dianalisis

secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi.Kondisi optimal dengan

menggunakan : Kolom C18 ukuran 4.6 mm x 150 mm, ukuran partikel

5µm; fase gerak : A. Asetonitril : asam fosfat 0,5 % (70 :30 v/v) B. Asam

fosfat 0,5 % = (A : B = 40 :60 v/v); dengan laju alir 1,0 mL per menit;

detektor UV λ 222 nm; dan volume penyuntikan 20 L.

Hasil validasi metode analisis dengan waktu retensi (Rt) adalah 2,04 menit

dan % RSDpresisi retention time (Rt)adalah 0.156 % dan luas area adalah

0,274%, pada konsentrasi 50 μg/ml dengan persyaratan RSD < 2 %; nilai

linieritaspada konsentrasi 10, 20, 30, 40 dan 50 μg/ml, dengan persamaan

garis regresi Y = 54496 x - 103412, koefisien korelasi adalah 0.999 dengan

nilai keberterimaanr ≥ 0,999. Nilai akurasi adalah 101,37 %,Batas

deteksi(LOD) adalah 0,055 μg/ml dan batas kuantitasi (LOQ) adalah 1,67

μg/ml. Senyawa m-fenilendiamine termasuk bahan berbahaya yang

dilarang dalam sediaan kosmetik menurut ACD (Asean Cosmetic

Directive tahun 2011).

Kata kunci :M-Fenilendiamine, Kosmetik, KCKT

9. METODE ANALISIS FITONADIONDALAM PRODUK KOSMETIK

SEDIAAN SEMI SOLIDA (KRIM PERAWATAN KULIT) SECARA

KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI (KCKT)

Senyawa fitonadion digunakan dalam produk kosmetik dalam sediaan semi

solida dalam perawatan kulit. Senyawa ini merupakan bahan berbahaya yang

dilarang pada semua sediaan kosmetik.

Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan metode analisis fitonadion

sehingga dapat dipisahkan dari matrik sampel dan dianalisis secara

Kromatografi Cair Kinerja Tinggi.Kondisi optimal dengan menggunakan :

kolom C18 ukuran 4.6 mm x 150 mm, ukuran partikel 5µm; fase gerak :

Asetonitril : asam fosfat 0.5 % (70 : 30, v/v); dengan laju alir 1,0 mL per

menit; detektor UV λ 270 nm; dan volume penyuntikan 20 L.

Hasil validasi metode analisis dengan waktu retensi fitonadion (Rt) adalah

4,04 menit dan % RSDpresisi retention time (Rt)adalah 0.053 % dan luas area

adalah 0,710% pada konsentrasi 30 μg/ml, dengan persyaratan RSD < 2 %;

nilai linieritaspada konsentrasi 10, 20, 30, 40 dan 50 μg/ml, dengan

persamaan garis regresi Y = 594,6 x + 45130, koefisien korelasi adalah 0.988

dengan nilai keberterimaanr ≥ 0,999. Nilai akurasi adalah 100,15 %,Batas

deteksi(LOD) adalah 0,517 μg/ml dan batas kuantitasi (LOQ) adalah 1,567

μg/ml. Senyawa fitonadion termasuk bahan perawatan kulit yang tidak

diperbolehkan dalam sediaan kosmetik menurut ACD (Asean Cosmetic

Directive tahun 2011).

Kata kunci : Fitonadion, Kosmetik, KCKT

10. METODE ANALISIS HIDRASTIN DALAM PRODUK KOSMETIK SEDIAAN

SEMI SOLIDA (EYE GEL) SECARA KROMATOGRAFI CAIR KINERJA

TINGGI (KCKT)

Senyawa hidrastin digunakan dalam produk kosmetik dalam sediaan semi

solida dalam eye gel. Senyawa ini merupakan bahan berbahaya yang dilarang

dalam sedian kosmetik.

Penggunaan utama hidrastin adalah sebagai eye gel. Penelitian ini bertujuan

untuk mengembangkan metode analisis hidrastin sehingga dapat dipisahkan

dari matrik sampel dan dianalisis secara Kromatografi Cair Kinerja

Tinggi.Kondisi optimal dengan menggunakan kolom C18 ukuran 4.6 mm x

150 mm, ukuran partikel 5µm; fase gerak : A. Asetonitril : asam fosfat 0,5 %

(70 :30 v/v) B. Asetonitril = (A : B = 50 :50 v/v); dengan laju alir 1,0 mL per

menit; detektor UV λ 213 nm; dan volume penyuntikan 20 L.

Hasil validasi metode analisis dengan waktu retensi (Rt) adalah 2,040 menit

dan % RSDpresisi retention time (Rt)adalah 0.322 % dan luas area adalah

0,758%, pada konsentrasi 50 μg/ml dengan persyaratan RSD < 2 %; nilai

linieritaspada konsentrasi 10, 20, 30, 40 dan 50 μg/ml, dengan persamaan

garis regresi Y = 14060 x - 41010, koefisien korelasi adalah 0.993 dengan

nilai keberterimaanr ≥ 0,999. Nilai akurasi adalah 100,0 %, Batas deteksi

(LOD) adalah 1,308 μg/ml dan batas kuantitasi (LOQ) adalah 3,96 μg/ml.

Senyawa hidrastin termasuk bahan yang dilarang dan tidak boleh ada dalam

sediaan kosmetik menurut ACD (Asean Cosmetic Directive tahun 2011).

Kata kunci :Hidrastin, Kosmetik, KCKT

11. METODE ANALISIS MORFOLIN DALAM PRODUK KOSMETIKSEDIAAN

SEMI SOLIDA (EYE LINER) SECARA KROMATOGRAFI GAS

SPEKTROFOTOMETRI MASSA

Senyawa morfolin (C4H9NO) adalah ligan yang mempunyai nama lain

diethyleneimide oxide atau diethylene imodoxida. Morfolina merupakan

senyawa kimia serbaguna yang penting dalam industri. Senyawa ini

merupakan bahan berbahaya dan dilarang dalam sediaan kosmetik.

Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan metode analisis morfolin

sehingga dapat dipisahkan dari matrik sampel dan dianalisis secara

Kromatografi Gas Spektrofotometri Massa (KG-MS). Kondisi optimal dengan

menggunakan : Kolom Rtx-5MS dengan panjang kolom 30,00 m, ketebalan

0,25 µm, diameter 0,25 mm; suhu oven kolom 50oC, 3 menit/ 100 oC, 200 oC/

10 menit dan suhu injektor 230 oC

Hasil validasi metode analisis dengan waktu retensi (Rt) adalah 4,20 menit

dan % RSDpresisi retention time (Rt)adalah 1,90 % dan luas area adalah 1,50

% pada konsentrasi 30 μg/ml, dengan persyaratan RSD < 2 %; nilai

linieritaspada konsentrasi 10, 20, 30, 40 dan 50 μg/ml, dengan persamaan

garis regresi Y = 327881 x – 2E+6, koefisien korelasi adalah 0.999 dengan

nilai keberterimaanr ≥ 0,999; nilai akurasi adalah 104,82 %; batas

deteksi(LOD) adalah 2,79 μg/ml dan batas kuantitasi (LOQ) 8,45 μg/ml.

Senyawa morfolin termasuk bahan yang dilarang dan tidak boleh ada

dalam sediaan kosmetik menurut ACD (Asean Cosmetic Directive

tahun 2011).

Kata kunci :Morfolin, Kosmetik , KCKT

12. METODE ANALISIS 2- METIL-3-ISOTHIAZOLIN-3-ONE DALAM PRODUK

KOSMETIK SEDIAAN SEMI SOLIDA (PERAWATAN RAMBUT) SECARA

KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI (KCKT)

Senyawa 2-metil-3-isothiazolin-3-one digunakan dalam produk kosmetik

dalam sediaan semi solida dalam perawatan rambut. Senyawa ini merupakan

bahan berbahaya dan dilarang dalam sediaan kosmetik.

Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan metode analisis 2-metil-3-

isothiazolin-3-one sehingga dapat dipisahkan dari matrik sampel dan

dianalisis secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi. Kondisi optimal dengan

menggunakan : Kolom C18 ukuran 4.6 mm x 150 mm, ukuran partikel 5µm;

fase gerak : Asetonitril : KH2PO4 0.05 M pH 3,0 (30 : 70, v/v); dengan laju alir

1,0 mL per menit; detektor UV λ 244 nm; dan volume penyuntikan 20 L.

Hasil validasi metode analisis dengan waktu retensi (Rt) adalah 2.243 menit

dan % RSDpresisi retention time (Rt)0,332 % dan luas area adalah 0,128 %,

pada konsentrasi 40 μg/ml dengan persyaratan RSD < 2 %; nilai linieritaspada

konsentrasi 10, 20, 30, 40 dan 50 μg/ml, dengan persamaan garis regresi Y =

90083 x - 42097, koefisien korelasi adalah 0.999 dengan nilai keberterimaanr

≥ 0,999; nilai akurasi adalah 110,97 %; batas deteksi (LOD) adalah 0,32 μg/ml

dan batas kuantitasi (LOQ) 0,96 μg/ml. Senyawa 2-metil-3-isothiazolin-3-one

termasuk bahan yang dilarang dan tidak boleh ada dalam sediaan kosmetik

menurut ACD (Asean Cosmetic Directive tahun 2011).

Kata kunci : 2-Metil-3-Isothiazolin-3-One, Kosmetik, KCKT

13. METODE ANALISIS 2-NITRO-1.4-FENILENDIAMIN DALAM PRODUK

KOSMETIK SEDIAAN SEMI SOLIDA (KRIM PEWARNA RAMBUT)

SECARA KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI (KCKT)

Senyawa 2-nitro-1.4-fenilendiamin digunakan dalam produk kosmetik dalam

sediaan semi solida dalam pewarna rambut. Senyawa 2-nitro-1.4-

fenilendiamin ini dalam produk kosmetik merupakan bahan berbahaya dan

dilarang ada dalam sediaan kosmetik.

Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan metode analisis 2-nitro-1.4-

fenilendiamin sehingga dapat dipisahkan dari matrik sampel dan dianalisis

secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi. Kondisi optimal dengan

menggunakan : Kolom C18 ukuran 4.6 mm x 150 mm, ukuran partikel 5µm;

fase gerak : Asetonitril : 25 mM NaH2PO4 pH 3(20 : 80, v/v); dengan laju alir

1,2 mL per menit; detektor UV λ 254 nm; dan volume penyuntikan 20 L.

Hasil validasi metode analisis dengan waktu retensi (Rt) adalah 3.588 menit

dan % RSDpresisi retention time (Rt)adalah 0.072 % dan luas area 0,140%

pada konsentrasi 5,12 μg/ml, dengan persyaratan RSD < 2 %; nilai

linieritaspada konsentrasi 5,12, 4,1, 3,07, 2,05 dan 1,02 μg/ml, dengan

persamaan garis regresi Y = 73952 x - 1247, koefisien korelasi adalah 0.998

dengan nilai keberterimaanr ≥ 0,999. Nilai akurasi adalah 99.81 %, Batas

deteksi (LOD) adalah 0,02 μg/ml dan batas kuantitasi (LOQ) adalah 0,07

μg/ml. Senyawa 2-nitro-1.4-fenilendiamin termasuk bahan yang dilarang dan

tidak boleh ada dalam sediaan kosmetik menurut ACD (Asean Cosmetic

Directive tahun 2011).

Kata kunci : 2-Nitro-1.4-Fenilendiamin, Kosmetik, KCKT

14. METODE ANALISIS N.N-DIMETIL-ρ-FENILENDIAMIN SULFAT DALAM

PRODUK KOSMETIK SEDIAAN SEMI SOLIDA (KRIM PEWARNA

RAMBUT) SECARA KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI (KCKT)

Senyawa n,n-dimetil-ρ-fenilendiamin sulfat digunakan dalam produk kosmetik

dalam sediaan semi solida dalam pewarna rambut. Senyawa n,n-dimetil-ρ-

fenilendiamin sulfat merupakan bahan berbahaya dan dilarang dalam

sediaan kosmetik.

Penelitian ini bertujuan untuk untuk mengembangkan metode analisisn,n-

dimetil-ρ-fenilendiamin sulfat sehingga dapat dipisahkan dari matrik sampel

dan memberikan hasil yang optimal secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi.

Kondisi optimal dengan menggunakan : kolom C18 ukuran 4.6 mm x 150

mm, ukuran partikel 5µm; fase gerak : Asetonitril : 25 Mm NaH2PO4 0 pH 3,0

(60 : 40, v/v); dengan laju alir 1,0 mL per menit; detektor UV λ 254 nm; dan

volume penyuntikan 20 L.

Hasil validasi metode analisis dengan waktu retensi (Rt) adalah 2,867 menit

dan % RSDpresisi retention time (Rt)intraday pada hari ke-1 adalah 0,517 %

dan luas area adalah 0,777%; pada hari ke-2 retention time (Rt)0,072 % dan

luas area adalah 1,371; pada hari ke-3 retention time (Rt)0,064 dan luas area

1,389 % pada konsentrasi 50 μg/ml, dengan persyaratan RSD < 2 %; nilai

linieritaspada kosentrasi 10, 20, 30, 40 dan 50 μg/ml, dengan persamaan

garis regresi Y = 44933 x - 31545, koefisien korelasi adalah 0.998 dengan

nilai keberterimaanr ≥ 0,999. Nilai akurasi adalah 102,2 %, Batas deteksi

(LOD) adalah 1,35 μg/ml dan batas kuantitasi (LOQ) adalah 4,10 μg/ml.

Senyawa n,n-dimetil-ρ-fenilendiamin sulfat termasuk bahan yang tidak

diperbolehkan ada dalam sediaan kosmetik menurut ACD (Asean Cosmetic

Directive).

Kata kunci :N,N-Dimetil-ρ-enilendiamin sulfat , Bahan Pewarna, KCKT

15. METODE ANALISIS ORANGE II SODIUM SALT DALAM PRODUK

KOSMETIK SEDIAAN SEMI SOLIDA (KRIM PERAWATAN MATA)

SECARA KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI (KCKT)

Senyawa orange II sodium salt mempunyai Color Index (CI) 15510 yang

digunakan dalam produk kosmetik dalam sediaan semi solida dalam

perawatan mata. Senyawa orange II sodium salt ini merupakan bahan

berbahaya dan dilarang ada dalam sediaan kosmetik karena bersifat

karsinogenik.

Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan metode analisis orange II

sodium salt sehingga dapat dipisahkan dari matrik sampel dan dianalisis

secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi. Kondisi optimal KCKT dengan

menggunakan : Kolom C18 ukuran 4.6 mm x 150 mm, ukuran partikel 5µm;

fase gerak adalah A = Asetonitril : asam fosfat 0,5 % (32 : 68 v/v) (Isokratik);

B = Asetonitril dan dilanjutkan dengan sistem gradien A:B (85 : 15) dengan

laju alir 1,0 mL per menit; detektor UV λ 226 nm; dan volume penyuntikan 20

L.

Hasil validasi metode analisis dengan waktu retensi (Rt) adalah 5,732 menit

dan % RSDpresisi retention time (Rt)adalah 0,257 % dan luas area 0,506%,

pada konsentrasi 30 μg/ml dengan persyaratan RSD < 2 %; nilai linieritaspada

konsentrasi 10, 20, 30, 40 dan 50 μg/ml, dengan persamaan garis regresi Y =

73387 x + 12553, koefisien korelasi adalah 0.999 dengan nilai

keberterimaanr ≥ 0,999. Nilai akurasi adalah 100 %, Batas deteksi (LOD)

adalah 0,33 μg/ml dan batas kuantitasi (LOQ) 1,02 μg/ml. Senyawa orange II

sodium salt termasuk bahan yang tidak diperbolehkan ada dalam sediaan

kosmetik menurut ACD (Asean Cosmetic Directive).

Kata kunci : Orange II sodium salt; Kosmetik; KCKT

16. METODE ANALISIS TRIETANOLAMIN DALAM PRODUK KOSMETIK

SEDIAAN SEMI SOLIDA (MASKARA) SECARA KROMATOGRAFI CAIR

KINERJA TINGGI (KCKT)

Senyawa trietanolamin digunakan dalam produk kosmetik dalam sediaan

semi solida dalam maskara. Senyawa trietanolamin ini merupakan bahan

berbahaya dan dilarang ada dalam sediaan kosmetik.

Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan metode analisis trietanolamin

sehingga dapat dipisahkan dari matrik sampel dan dianalisis secara

Kromatografi Cair Kinerja Tinggi. Kondisi optimal dengan menggunakan :

Kolom C18 ukuran 4.6 mm x 150 mm, ukuran partikel 5µm; fase gerak :

Asetonitril : KH2PO4 0,05 M pH 3,0 (30 : 70, v/v); dengan laju alir 1,0 mL per

menit; detektor UV λ 337 nm; dan volume penyuntikan 20 L.

Hasil validasi metode analisis dengan waktu retensi (Rt) adalah 2,22 menit

dan % RSDpresisi retention time (Rt)adalah 0,246 % dan luas area 0,351%

pada konsentrasi 40 μg/ml dengan persyaratan RSD < 2 %; nilai

linieritaspada konsentrasi 10, 20, 30, 40 dan 50 μg/ml, dengan persamaan

garis regresi Y = 58153 x - 98710, koefisien korelasi adalah 0.991 dengan

nilai keberterimaanr ≥ 0,999. Nilai akurasi adalah 103,08 %, Batas deteksi

(LOD) adalah 0,49 μg/ml dan batas kuantitasi (LOQ) adalah 1,47 μg/ml.

Senyawa trietanolamin termasuk bahan yang tidak diperbolehkan ada dalam

sediaan kosmetik menurut ACD (Asean Cosmetic Directive).

Kata kunci :Trietanolamin, Kosmetik, KCKT

II. HASIL RISET YANG DIDISEMINASIKAN

1. RISET IRITASI DARI KOSMETIK TERHADAP KULIT SECARA IN VITRO

Riset Iritasi dari Kosmetik terhadap Kulit secara In vitro adalah riset pembuatan

metode analisis uji iritasi dalam rangka menjawab tantangan European Union

Cosmetic Regulation, yang melarang penggunaan hewan untuk uji produk

kosmetik, serta mulai tahun 2015 di Indonesia mulai di larang penggunaan

hewan uji untuk pengujian tersebut.

Selain itu, dengan berlakunya ASEAN Harmonized Cosmetic maka akan

semakin mudah masuknya kosmetik dari negara ASEAN ke Indonesia, serta

mempermudah pengembangan produk dalam negeri. Dengan adanya

perubahan cara regulasi tersebut, maka pengawasan post-market produk

kosmetik harus diperkuat. Oleh karena itu, pada riset ini dilakukan uji iritasi dari

kosmetik menggunakan jaringan kulit buatan.

Pada riset ini dilakukan uji terhadap kosmetik (handbody) dengan bentuk

sediaan cair, terhadap sel kulit buatan EpiDermTM. EpiDermTM dipilih karena

jaringan kulit ini merupakan jaringan yang telah tervalidasi dan sesuai

rekomendasi dari OECD. Dari hasil penelitian menunjukan nilai absorbansi

kontrol negatif tidak memenuhi kriteria penerimaan pengujian, yaitu hanya

sebesar 0,127. Demikian juga halnya dengan nilai persentase kehidupan sel

pada kontrol positif sebasar 73% jauh lebih tinggi dari yang seharusnya yaitu

kurang dari 20%. Nilai standar deviasi (SD) maupun koefesien variasi (CV)

pengukuran tinggi yang menunjukan rendahnya presisi pengukuran. Dapat

disimpulkan bahwa uji iritasi kulit secara in vitro dapat dilakukan dengan metode

uji viabilitas sel yang diukur dengan MTT namun masih perlu perbaikan untuk

meningkatkan validitas.

2. RISET TOKSISITAS AKUT TERHADAP FORMULA JAMU YANG DIGUNAKAN DI SARANA LAYANAN KESEHATAN PEMERINTAH

Dalam rangka mendukung program saintifikasi jamu dari Kementerian

Kesehatan, maka bidang Toksikologi PROM BADAN POM bermaksud untuk

mengevaluasi keamanan jamu yang digunakan disarana layanan kesehatan

pemerintah antara lain melalui uji toksisitas akut, tujuan dilakukan uji ini adalah

untuk mendapatkan informasi tingkatan toksisitas dari sampel jamu.

Sepuluh sampel jamu yang diperoleh dari Klinik OT Rumah Sakit Umum Daerah

Dr. Soetomo, Surabaya. Hewan yang digunakan adalaah mencit galur ddY,

sehat, umur 7 minggu, jantan dan betina, masing-masing 5 ekor per kelompok

dosis untuk setiap jenis kelamin.

Dari ke-10 sampel jamu tersebut, pada saat observasi, tidak ditemukan adanya

gejala-gejala toksisitas secara klinis seperti perubahan pada rambut, kulit, mata,

pernafasan, sistim syaraf pusat dan syaraf otonom, perilaku. Ditemukan

kematian hewan uji yang terjadi secara individual yang tidak diduga tidak

merupakan efek toksisitas jamu-jamu tersebut dan tidak ditemukan penurunan

BB secara mencolok. Pada pembedahan, observasi secara “gross pathology”,

juga tidak ditemukan ketidak-normalan atau adanya lesi, maupun perubahan

konsistensi, warna, maupun bentuk pada organ-organ penting yang

dibandingkan dengan kontrol, organ-organ tersebut meliputi: hati, paru-paru,

jantung, ginjal, limfa, usus dan pankreas.

LD50 dari jamu 1 adalah lebih dari 3744 mg/kg BB, jamu 2 lebih dari 2704 mg/kg

BB, jamu 3 adalah lebih dari 7488 mg/kg BB, jamu 4 adalah lebih dari 7488

mg/kg BB, jamu 5 adalah lebih dari 4992 mg/kg BB, jamu 6 adalah lebih dari

3328 mg/kg BB, jamu 7 adalah lebih dari 7488 mg/kg BB, jamu 8 adalah lebih

dari 4992 mg/kg BB, jamu 9 adalah lebih dari 3824 mg/kg BB dan jamu 10

adalah lebih dari 4160 mg/kg BB, maka dapat disimpulkan bahwakandungan

kapsul-kapsul tersebut tidak termasuk zat yang toksik pada pemberian tunggal

pada mencit ddY, disarankan perlu juga dilakukan pengujian toksisitas lebih

lanjut untuk mengetahui efek jangka panjangnya.

3. RISET ISOLASI DAN PRODUKSI SENYAWA MARKER OBAT BAHAN ALAM

(6 JUDUL)

Indonesia telah dikenal sebagai salah satu negara kepulauan terbesar yang

memiliki keanekaragaman hayati (Megadiversity) nomor dua setelah Brazil.

Keanekaragaman obat tradisional yang dibuat dari bahan-bahan alami bumi

Indonesia, termasuk tanaman obat.

Agar simplisia dan ekstrak terjamin mutunya untuk keperluan standarisasi

ekstrak diperlukan senyawa penanda atau marker, dan secara fitokimiawi hal ini

tidak sulit dimonitor dengan menentukan senyawa penanda / marker yang

spesifik.

Penelitian ini bertujuan mengisolasi/memproduksi senyawa marker untuk

memperoleh metoda ekstraksi, teknik isolasi golongan senyawa/kelompok

senyawa dan mengetahui kandungan senyawa marke/penanda spesifik yang

terkarakterisasi sebagai standardisasi obat bahan alam.

Senyawa marker yang mahal dan sangat sulit ditemui dipasaran untuk

standardisasi Obat Bahan Alam menjadikan senyawa marker tersebut perlu

dilakukan isolasi dan produksi. Beberapa tanaman obat bahan alam yang

dilakukan isolasi dan produksi senyawa markernya pada tahun 2011adalah :

(a).Isolasi Daun Petai Cina (Leucena leucochepala (Lam.)De Wit) (b).Isolasi Kulit

Batang Pule (Alstonia scholaris (L.) R. Br.) (c). Produksi Kulit Buah Manggis

(Garciniae Mangostanae Cortex fructus). (d). Benalu Teh (Scurrula

atropurpurea). (e). Produksi Rimpang Temu Ireng (Curcuma aeruginosa Roxb.).

(f). Akar Akar Kelembak (Rheum officinale Baill.).

a. Isolasi dan IdentifikasiSenyawa mimosin Sebagai Marker dari Daun

Petai Cina (leucena leucochepala (lam.)De wit)

Salah satu tanaman obat yang banyak digunakan di Indonesia sebagai obat

tradisional adalah daun petai cina (Leucena leucochepala (Lam.)De Wit).

Kandungan kima yang terdapat dalam daun tanaman ini adalah alkaloida

yaitu mimosin, saponin, flavonoida, dan tannin(1). Selain itu daun ini

mengandung lekanol, lekanin, zat putih telur, minyak lemak(2). Daun

Leucaena leucocephala (Lam). De Wit berkhasiat sebagai peluruh air seni

dan obat cacing(1).Pada Penelitian terhadap dekokta biji lamtoro

menunjukkan efek hipoglikemik(3).

Penelitian ini bertujuan untuk mengisolasi senyawa marker atau senyawa

identitas dari ekstrak etanol daun petai cina dan memperoleh metode

ekstraksi isolasi dan identifikasi senyawa marker dari ekstrak etanol daun

petai cina.

Pada penelitian awal dilakukan ekstraksi menggunakan etanol 80%,

kemudian difraksinasi dengan n-heksana, fraksinasi dilanjutkan dengan

menggunakan pelarut kloroform/asam sulfat, dilanjutkan dengan

penambahan pelarut kloroform/ammonia.

Isolasi dilakukan terhadap fraksi kloroform basadengan menggunakan

kromatografi kolom dengan penambahan fase gerak kloroform: etil asetat

pada perbandingan (5:5 v/v)yang dilanjutkan dengan eluen fase gerak etil

asetat : metanol (7:3 v/v) higga diperoleh isolat. Kristalisasi dan rekristalisasi

terhadap senyawa isolat menggunakan pelarut aseton dan n-heksana

diperoleh senyawa isolat berbentuk serbuk berwarna putih dengan nilai Rf

0,66.

Hasil spektroskopi ultraviolet senyawa isolat menunjukkan puncak

maksimum yaitu pada 270 nm dan pada panjang gelombang 277 nm

diperoleh hasil mengalami hipsokromik.

Hasil spektroskopi infra merah senyawa isolat memberikan puncak serapan

pada panjang gelombang 3396,64 cm-1 dan 3267,41 cm-1 yang menunjukkan

adanya gugus fungsi OH, panjang gelombang 2912,51 cm-1 menunjukkan

gugus N-H, pada panjang gelombang 1726,29 cm-1 menunjukkan adanya

gugugs C=O, 1425,40 cm-1menunjukkan adanya gugus C-O-O, dan pada

panjang gelombang 1332.81 cm-1 adanya gugus NH2.

Berdasarkan data analisis tersebut diatas senyawa isolat yang diperoleh,

mempunyai data analisis spektroskopi (UVdan IR,) diperoleh

senyawamimosin yang merupakan senyawa marker daun petai cina dan

diperoleh serbuk putih sebanyak 19,88 mg.

Daftar Pustaka:

1. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1991. Inventaris Tanaman Obat Indonesia Jilid (1). Badan LitBangKes, Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta. Hal. 34-35.

2. Arif Aliadi.1996. Tanaman Obat Pilihan. Yayasan Sidowayah, Jakarta. Hal 201.

3. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2004. Kajian Potensi Tanaman Obat. Pusat Penelitian dan Pengembangan Farmasi dan Obat Tradisional . Depkes RI, Jakarta Hal 1 , 39.

b. Isolasi dan IdentifikasiSenyawa alstonin Sebagai Marker dari Kulit

Batang Pule (Alstonia scholaris (L.) R. Br.)

Batang pule (Alstonia scholaris(L.) R.Br.) salah satu produk bahan alam

yang luas dipergunakan masyarakat sebagai obat tradisional.Kulit batang

pule (Alstonia scholaris (L.) R. Br.) mengandung senyawa saponin, alkaloid,

flavonoid dan terpenoid. Pada kulit mengandung alkaloid alstonin, ditain,

ekitamin, (ditamin), ekitenin, ekitamidin, ekiserin, ekitein, porfirin dan

triterpen(1). Senyawa yang dapat menjadi penanda (marker) pada kulit

batang pulai adalah alstonin.Kulit batang pule berkasiat sebagai obat

demam dan obat tekanan darah tinggi. Selain itu digunakan untuk diabetes

mellitus, stomakik dan antelmintik(2). Pada penelitian yang telah dilakukan

didapatkan efek anti malaria dari kulit pule(3).

Penelitian ini bertujuan untuk memproduksi senyawa marker atau senyawa

identitas dari ekstrak etanolbatang pule dan juga memperoleh metode

ekstraksi dan isolasi serta identifikasi senyawa marker dari ekstrak etanol

batang pule.

Pada penelitian awal dilakukan ekstraksi menggunakan etanol 80 %

kemudian difraksinasi dengan n-heksana dan kloroform suasana asam

kemudian fraksinasi dilanjutkan dengan pelarut kloroform metanol dalam

suasana basa. Isolasi dilanjutkan dengan menggunakan kromatografi kolom

dengan menggunakan fase gerak etil asetat : methanol pada perbandingan

(80:20 v/v) sehingga diperoleh senyawa isolat. Dari kristalisasi dan

rekristalisasi terhadap senyawa isolat diperoleh senyawa berbentuk kristal

berwarna putih.

Hasil identifikasi isolat dengan spektrofotometer ultraviolet diperoleh

puncak maksimum pada panjang gelombang 270,40 nm dimana pada

panjang gelombang tersebut menunjukkan adanya gugus benzene

tersubstitusi, sedangkan pada literatur, panjang gelombang 280 nm

menunjukan adanya alstonin. Hal tersebut terjadi disebabkan pergeseran

panjang gelombang dari isolat pada saat pengukuran mengalami

pergeseran hipsoromik.

Hasil spektroskopi infra merah untuk senyawa alstonin dari literatur :

memberikan puncak serapan pada bilangan gelombang 3250 cm-1, untuk

gugus N-H, 1720 cm-1 gugus C=0 dan 1100 cm-1 gugus C-O.Untuk senyawa

isolat, pada pengukuran spektrofotometer inframerah, diperoleh hasil

serapan pada 3250,05 cm-1adanya gugus N-H (amina),1722,43 cm-1adanya

gugus C=0 (ester), 1425,40 cm-1adanya gugus C=C (aromatic) dan 1255,66

cm-1adanya gugus C-O.

Pada uji identifikasi menggunakan spektrometri RMI menunjukkan adanya

pergeseran kimia atom 1H pada 1.09, 1.11, 1.12, 1.13, 1.39, 1.41, 1.41, 1.42,

1.59, 2.03, 2.07, 2.12, 2.15, 2.28, 2.33, 3.47, 4.29, 4.45, 4.58 sedangkan

pada 6.85, 7.52, 7.53, 7.69 dan 7.70 menunjukkan adanya proton pada

gugus aromatik. Pengukuran atom 13C pada senyawa isolat diperoleh

sebanyak 21 atom C pada 11.14, 14.22, 23.16, 23.93, 29.11, 30.54, 38.91,

45.91, 46.47, 47.07, 47.46, 56.06, 56.27, 57.08, 57.18, 68.34, 76.94, 128.98,

131.06, 132.64 dan 167.94 yang merupakan kerangka struktur alstonia.

Berdasarkan data analisis spektrofotometri ultraviolet, inframerah dan RMI,

dapat diketahui bahwa senyawa isolat yang telah diisolasi mempunyai

rumus molekul C21H24N2O3.yang diidentifikasi sebagai alstonin yang

merupakan senyawa marker dari kulit batang pule.

Daftar Pustaka: 1. Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan, 1995. Materia

MedikaIndonesia, Jilid VI. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta.

2. http://ozonsilampirin.wordpress.com/2008/02/01/kenalilahpulai-alstonia. diakses tanggal 21-03-2010

3. Suyati S, Sri dan Johny Ria Hutapea, 1991. Inventaris Tanaman Obat Indonesia Jilid (1). Badan LitBangKes, Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta. Hal. 34-35.

c. Produksi Senyawa Markerdari Kulit Buah Manggis (Garcinia

Mangostana I.) Sebagai Dasar Standardisasi Ekstrak Obat Bahan Alam

KulitBuah manggis (Garcinia mangostana I.) merupakan salah satu produk

bahan alam yang luas dipergunakan masyarakat sebagai obat

tradisional.Akar, kulit batang dan kulit buah manggis mengandung saponin,

di samping itu akar dan kulit batangnya juga mengandung flavonoid dan

polifenol.(1) Kulit buahnya mengandung senyawa xanton seperti α-

mangostin, 8-deoxygartanin, gartanin, mangostinone, tovophylin A dan

cudraxanthone.(2) Kulit buah manggis secara tradisional digunakan sebagai

pengelat (adstringen), obat diare, radang saluran kemih menahun,

perdarahan usus, obat cacingan, borok, pembengkakan tonsil, tumor dalam

rongga mulut dan kerongkongan, obat untuk keputihan, peluruh haid, obat

sariawan, dan penurun panas.(3)

Penelitian ini bertujuan untuk memproduksi senyawa marker atau senyawa

identitas dari ekstrak etanolkulit buah manggis dan juga memperoleh

metode ekstraksi dan isolasi serta identifikasi senyawa marker dari ekstrak

etanol kulit buah manggis.

Pada penelitian awal dilakukan ekstraksi menggunakan etanol 80 %

kemudian difraksinasi dengan n-heksana, methanol, etil asetat dan butanol.

Fraksinasi dilanjutkan dengan menggunakan kromatografi kolom dengan

menggunakan fase gerak n heksan ; etil asetat pada perbandingan (8:2 v/v)

sehingga diperoleh senyawa isolat. Dari kristalisasi dan rekristalisasi

terhadap senyawa isolat diperoleh senyawa berbentuk kristal berwarna

kuning.

Hasil identifikasi isolat dengan spektrofotometer ultraviolet diperoleh 3

puncak maksimum dimana pada panjang gelombang 316 nm menunjukkan

adanya eksitasi elektron nπ * yang memperlihatkan adanya ikatan

terkonjugasi dari sistem aromatik (-C=C-C=C=0-) dan pada panjang

gelombang 243,2 nm menunjukkan adanya eksitasi elektron dari π π * ,

menunjukkan kromofor khas ikatan rangkap terkonjugasi (-C=C-C=C-).

Hasil spektroskopi infra merah untuk senyawa mangostin dari literatur :

memberikan puncak serapan pada bilangan gelombang 3421,72 cm-1,

untuk gugus OH, 3057,17 cm-1 gugus =CH (alkena), 2924,09, 2912,51 dan

2881,65 cm-1 menunjukkan gugus C-H, pada 1641,2 adanya gugus karbonil

C=O (aldehid, keton, ester dan asam karboksilat), 1608,63 cm-1

menunjukkan gugus C=C dari cincin aromatik dan pada 1051,2 cm-1 adanya

ikatan C-O-C dari alkohol, eter, ester dan asam karboksilat.

Pada uji identifikasi menggunakan spektrometri 1H-RMI menunjukkan

adanya pergeseran kimia (δH) 13,60 ppm menunjukkan gugus –OH, pada

7,9 dan 7,6 ppm menunjukkan adanya gugus hidroksil bebas. Pada (δH) 6,64

ppm dan 6,19 ppm menunjukkan proton aromatis. Pada (δH) 4,03 ppm

menunjukkan gugus metal aromatis dan pada (δH) 3,25 ppm menunjukkan

adanya Ar-CH2. Pada (δH) 3,74 ppm menunjukkan gugus metoksi (-OCH3).

Sedangkan pada 1,81, 1,77, 1,66 dan 1,65 ppm menunjukkan adanya metal

(CH3).

Hasil pada 13C-RMI menunjukkan adanya jumlah atom C sebanyak 24, pada

pergeseran kimia (δc) 183,16, gusus (C=O) pada C9, 163,64 (CH=) C17,

161,63 pada C+H posisi C12, 157,86 C pada posisi Cd, 156,72 C pada

posisi Cc, 156,22 C pada posisi Cb, 144,79 C pada posisi Ca, 138,53 C

pada posisi 8, 131,80 C pada posisi C7, 131,71 C pada posisi C6, 125,27 C

pada posisi C5, 124,01 C pada C4, 112,29 C pada C3, 111,47 C pada C2 ,

103,82 C pada C1, 102,82 C Pada C18, 93,21 C pada C13, 61,39 gugus

OCH3, 27,21 CH2 pada C16, 26,099 CH2 padaC11 , 26,08 CH3 pada C20,

22,10 CH3 pada posisi pada C19, 18,42 pada CH3 pada C15 dan 18,03 CH3

pada C14.

Berdasarkan data analisis spektrofotometri ultraviolet, inframerah dan RMI,

dapat diketahui bahwa senyawa isolat yang telah diproduksi mempunyai

rumus molekul C24H26O6.yang diidentifikasi sebagai mangostin yang

merupakan senyawa marker dari kulit buah manggis.

Daftar Pustaka: 1. Tanaman Obat Indonesia. www.iptek.net. Diakses pada tanggal 16

April 2009.

2. Tanaman Obat Indonesia. www.iptek.net. Diakses pada tanggal 24 April 2009.

3. Heyne, K.1987. Tumbuhan Berguna Indonesia III. Penerjemah : Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Yayasan Sarana Wahajaya, Jakarta. Hal : 1385-138x6.

d. Produksi Senyawa Marker dari Batang Benalu Teh (Scurulla

atropurpurea, Dans) Sebagai Dasar Standardisasi Ekstrak Obat Bahan

Alam

Benalu teh ((Scurrula atropurpurea(BL) Danser))) salah satu produk bahan

alam yang luas dipergunakan masyarakat sebagai obat tradisional. Daun

dan batang benalu teh (Scurulla atropurpurea (BI.) Dans.) memiliki

kandungan kimia, yaitu alkaloid, terpenoid, saponin, tannin, flavonoid yaitu

quersetin, quercitrin. Pemanfaatan tanaman benalu teh tersebut digunakan

secara turun temurun untuk mengobati penyakit kanker dan tumor.(1,2)

Penelitian ini bertujuan untuk memproduksi senyawa marker atau senyawa

identitas dari ekstrak etanolbenalu teh dan juga memperoleh metode

ekstraksi dan isolasi serta identifikasi senyawa marker dari ekstrak etanol

benalu teh.

Pada penelitian awal dilakukan maserasi menggunakan etanol 80 %

kemudian difraksinasi dengan metanol. Isolasi dilakukan terhadap fraksi n-

heksan secara kromatografi kolom menggunakan fase gerak n-heksan ;etil

asetatpada perbandingan (90:10 v/v) diperoleh senyawa isolat. Dari

kristalisasi dan rekristalisasi terhadap senyawa isolat menggunakan pelarut

aseton dan n-heksana diperoleh senyawa isolat berbentuk kristal berwarna

kuning dengan dengan nilai Rf 0,2.

Hasil identifikasi isolat dengan spektrofotometer ultraviolet diperoleh puncak

maksimum pada panjang gelombang 350 nm dan 255,80 nm dimana pada

panjang gelombang 350 nm menunjukkan adanya gugus kromofor karbonil

dan panjang gelombang 255,80 menunjukkan adanya gugus benzene.

Hasil spektroskopi infra merah senyawa isolat memberikan puncak serapan

pada bilangan gelombang 3221,12 cm-1, 3248,13 cm-1, 3263,56 cm-1,

3302,73 cm-1,3419,73 cm-1dan 3523,95 cm-1 yang menujukkan adanya

gugus alkohol (OH). Puncak serapan pada bilangan gelombang 2887,44 cm-

1 dan 2956,87 cm-1 menunjukkan adanya gugus alkana (C-H). Puncak

serapan pada bilangan gelombang 1658.78 cm-1 menunjukkan adanya

gugus fungsi aldehid (C=O). Puncak serapan pada bilangan gelombang

1500,62 cm-1, 1521,84 cm-1, 1560,41cm-1, dan 1570,06 cm-1 menunjukkan

adanya gugus cincin aromatik(C=C).

Hasil spektroskopi 1H-RMI dari senyawa isolat memperlihatkan adanya

sinyal-sinyal proton dan inti karbon yaitu : (5-OH) 12,64 (d), (H-2) 7,33 (d),

(H-6) 7,29 (d), (H-5) 6,89 (d), (H-8) 6,35 (d), (H-6) 6,19 (d), (H-1) 5,34 (d)

,(H-2) 4,22 (d),(H-3) 3,76 (d),(H-5) 3,34 (d),(H-4) 3,31 (d),(H-6) 0,94 (d)

Hasil spektroskopi 13C-RMI memperlihatkan adanya sinyal-sinyal dari (C-4)

179,7 (s), (C-7) 165,9 (s), (C-5) 163,3 (s), (C-2) 159,3(s), (C-9) 158,6 (s), (C-

4)149,9 (s), (C-3) 146,5(s), (C-3)136,3 (s), (C-6) 123,1(d), (C-1)122,9 (s),

(C-5) 117,3 (d), (C-2) 116,4 (d), (C-10) 105,9 (s), (C-1)103,6 (d), (C-6) 99,9

(d), (C-8) 94,8 (d), (C-2) 73,3(d), (C-3) 72,2 (d), (C-4) 72,1 (d),(C-5) 71,9(d),

(C-6) 17,7(q).

Berdasarkan data analisis spektroskopi tersebut diatas bahwa senyawa

isolat yang diperoleh apabila dibandingkan dari hasil penelitian terdahulu

mempuyai data analisis spektroskopi (UV, IR, 1H-RMI, dan 13 C-RMI) yang

sama dengan quercitrin dengan rumus molekul C11H20O11.Senyawa isolat

tersebut diidentifikasi sebagai quercitrin yang merupakan senyawa marker

dari batang benalu teh dan diperoleh kristal jarum sebanyak 15,93g.

Daftar Pustaka:

1. Chairul, dkk. 1998. Skrining fitokimia dan analisis komponen kimia ekstrak batang benalu teh(Scurulla atropurpurea (BI.) Dans.). Jakarta. Warta tumbuhan obat Indonesia, kelompok kerja nasional Tumbuhan Obat Indonesia vol 4. Hal 5-8

2. Pasha IB. 1996. Penelitian pendahuluan kandungan benalu teh (Scurulla atropurpurea (BI.) Dans. Simposium penelitian tumbuhan obat V.

e. Produksi Senyawa Marker dari Rimpang Temu Ireng (Curcuma

aeruginosa Roxb)Sebagai Dasar Standardisasi Ekstrak Obat Bahan

Alam

Salah satu tanaman obat yang banyak digunakan di Indonesia sebagai obat

tradisional adalah rimpang temu hitam (Curcuma aeruginosa

Roxb).Kandungan kimia dari rimpang temu hitam yang ditemukan pada

rimpang dan daunnya adalah 1,8-cineole, curzerenone, furanogermenone,

camphor (2)-3-hexenol, zederone, furanodienone, curcumenol,

isocurcumenol, betaelemene, curzerene dan germacrone.(1)Masyarakat

menggunakan tanaman tersebut sebagai karminatif, antirematik,

membersihkan darah sesudah haid, obat koreng/kudis, obat cacing, peluruh

dahak, meningkatkan nafsu makan.(2)

Penelitian ini bertujuan untuk mengisolasi senyawa marker atau senyawa

identitas dari ekstrak etanol rimpang temu hitam dan memperoleh metode

ekstraksi dan isolasi serta identifikasi senyawa marker dari ekstrak etanol

rimpang temu hitam.

Pada penelitian awal dilakukan ekstraksi menggunakan etanol 80%,

kemudian difraksinasi dengan n-heksana,metanol dan butanol. Isolasi

dilakukan terhadap fraksi butanol secara kromatografi kolom dengan

menggunakan fase gerakn-heksana : etil asetat berturut-turut dengan

perbandingan dengan (9:1, 8:2, 7:3, 6:4, 5:5, 4:6, 3:7, 2:8 dan 1:9, v/v)higga

diperoleh isolat pada perbandingan n-heksana : etil asetat (8:2, v/v).

Kristalisasi dan rekristalisasi terhadap senyawa isolat menggunakan pelarut

aseton dan n-heksana diperoleh senyawa isolat berbentuk serbuk berwarna

kuning dengan nilai Rf 0,818. Identifikasi senyawa isolat dengan

spektrofotometer ultraviolet memberikan puncak serapan pada λmaks 285 nm

dan 231 nm menunjukkan kromofor dengan ikatan rangkap terkonjugasi.

Hasil spektroskopi infra merah senyawa isolat memberikan puncak serapan

pada bilangan gelombang cm-1 : 2927 cm-1 yang menunjukkan adanya gugus

alkana, puncak serapan 1662 cm-1 menunjukkan adanya gugus keton,

puncak serapan 1521 cm-1 menunjukkan adanya gugus aromatic, puncak

serapan 1400,32 cm-1, 1232,51 cm-1, 1020,34 cm-1 menunjukkan adanya

gugus furan, dan puncak serapan 808,17 cm-1 menunjukkan adanya gugus

alkena.

Hasil pengukuran spektrometri 1H-RMI dari senyawa isolat menunjukkan

hasil pengggeseran kimia pada : 2,0982 (3H) yang menunjukkan gugus CH3

- C13, 1,5788 (3H) yang menunjukkan gugus CH3 - C15, 1,2708 (3H) yang

menunjukkan gugus CH3 - C14, 2,2559 (2H)yang menunjukkan gugus

CH2 - C2, 2,2877 (2H)yang menunjukkan gugus CH2 - C3, 3,6811 (2H)yang

menunjukkan gugus CH2 - C9, 4,0099 (1H) yang menunjukkan gugus CH -

C5, 5,5927 (1H)yang menunjukkan gugus CH - C1, dan 7,2318 (1H) yang

menunjukkan gugus CH - C12,. Hasil pengukuran spektrometri 1C-RMI dari

senyawa isolat menunjukkan hasil penggeseran kimia pada : 10,8711 yang

menunjukkan gugus CH3 - C13, 15,5353 yang menunjukkan gugus CH3

- C15, 15,7929 yang menunjukkan gugus CH3 - C14, 25,4838 yang

menunjukkan gugus CH2 - C2, 39,0706 yang menunjukkan gugus CH2 - C3,

42,5765 yang menunjukkan gugus CH2 - C9, 65,3636 yang menunjukkan

gugus C - C4, 67,8913 yang menunjukkan gugus CH - C5, 123,0420 yang

menunjukkan gugus C - C7, 124,4441 yang menunjukkan gugus C - C11,

132,0843 yang menunjukkan gugus C - C10, 132,8855 yang menunjukkan

gugus CH - C1, 139,7627 yang menunjukkan gugus CH - C12, 160,3369

yang menunjukkan gugus C – C8 dan 194,3124 yang menunjukkan gugus

C=O, C6.

Berdasarkan data analisis spektroskopi tersebut diatas senyawa isolat yang

diperoleh mempunyai data analisis spektroskopi (UV, IR, 1H-RMI dan 13C-

RMI) yang telah dibandingkan dengan data literatur, sama dengan

zederonepada isolatyang mempunyai rumus molekul C15H18O3. Senyawa

isolat tersebut diidentifikasi sebagai zederone yang merupakan senyawa

markerrimpang temu hitam dan diperoleh serbuk berwarnaputih sebanyak.

102,02 mg.

Daftar Pustaka:

1. Kristina,N.N, dkk. 2008. Peluang Tanaman Obat Sebagai Alternatif Bahan Obat Flu Burung. Jakarta. Warta tumbuhan obat Indonesia, kelompok kerja nasional Tumbuhan Obat Indonesia vol 14. Hal 19

2. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1989. Vademekum Bahan Obat Alam. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta. Hal 289

f. Produksi Senyawa Marker dari Akar Kelembak (Rheum officinale

Baill)Sebagai Dasar Standardisasi Ekstrak Obat Bahan Alam

Indonesia merupakan negara yang banyak memiliki kekayaan alam,

terutama keanekaragaman hayatinya.Salah satu tanaman obat yang banyak

digunakan di Indonesia sebagai obat tradisional adalah akar kelembak

(Rheum officinale Baill). Komponen utama yang terdapat dalam tanaman ini

adalah turunan antrakuinon diantaranya emodin, aloe-emodin, rhein dan

krisofanin(1). Akar kelembak mempunyai aktivitas farmakologi sebagai

laksatif, antibakteri, hemostatik dan efek antipasmodik(2). Penelitian ini

bertujuan untuk mengisolasi senyawa marker atau senyawa identitas dari

ekstrak etanol akar kelembak dan memperoleh metode ekstraksi dan isolasi

serta identifikasi senyawa marker dari ekstrak etanol akar kelembak.

Pada penelitian awal dilakukan ekstraksi menggunakan etanol 80%,

kemudian difraksinasi dengan n-heksana, etil asetat dan n-butanol. Isolasi

dilakukan terhadap fraksi etil asetat secara kromatografi kolom

menggunakan fase gerak n-heksana – etil asetat pada perbandingan (9:1,

8:2, 7:3, 6:4, 5:5, 4:6, 3:7, 2:8 dan 1:9) v/v hingga diperoleh isolat pada

perbandingan 8:2 v/v. Kristalisasi dan rekristalisasi terhadap senyawa isolat

menggunakan pelarut aseton dan n-heksana diperoleh senyawa isolat

berbentuk serbuk berwarna kuning dengan nilai Rf 0,833.

Hasil spektroskopi ultraviolet senyawa isolat menunjukkan 4 puncak

maksimum yaitu pada 264,8 nm, 252,6 nm, 222 nm dan 235,8 nm yang

menunjukkan adanya gugus benzene.

Hasil spektroskopi infra merah senyawa isolat memberikan puncak serapan

pada bilangan gelombang 3057,17 cm-1 yang menunjukkan adanya gugus

fungsi OH, pada bilangan gelombang 1676,14, 1624,06 cm-1 menunjukkan

adanya gugus karbonil C=O (dari aldehida, keton, asam karboksilat, ester),

pada bilangan gelombang 1562,34 dan 1454,33 cm-1 menunjukkan adanya

C=C dari cincin aromatik.

Hasil pengukuran spektrometri 1H-RMI dari senyawa isolat menunjukkan

hasil geser kimia (δH) 7,35, 7,36, 7,62, 7,79, 7,83 yang menunjukkan adanya

proton aromatis, pada 11,95 menunjukkan adanya gugus OH dan pada

12,04 menunjukkan gugus karboksilat. Hasil pengukuran spektrometri 13C-

RMI dari senyawa isolat menunjukkan adanya jumlah atom C sebanyak 15,

pada pergeseran kimia (δC) 162,3, 124,06, 133,5, 120,8, 119,4, 137,4,

124,0, 162,3, 183,8, 181,4, 120,82, 129,49, 113,8, 133,53, 162,6.

Berdasarkan data analisis spektroskopi tersebut diatas senyawa isolat yang

diperoleh apabila dibandingkan dari hasil penelitian terdahulu (Sudhir et al,

2003), mempunyai data analisis spektroskopi (UV, IR, 1H-RMI dan 13C-RMI)

yang sama dengan rhein yang mempunyai rumus molekul C15H8O6.

senyawa isolat tersebut diidentifikasi sebagai rhein yang merupakan

senyawa marker akar kelembak dan diperoleh serbuk kuning sebanyak

970,3 mg.

Senyawa marker yang diproduksi dari penelitian ini dapat digunakan sebagai

dasar standardisasi obat bahan alam yang beredar.

Daftar Pustaka: 1. Ming, R and Hung, JL. 2003. Analysis of Rhubarb by Liquid

Chromatography Electrospray-Mass Spectrometry. Tamkang Journal of Science and Engineering, Vol. 6, No. 1, pp. 31-36.

2. Gong, YX., Li, SP., Wang, YT., Li, Peng., Yang, FQ. 2005. Simultaneous Determination of Anthraquinones in Rhubarb by Pressurized Liquid Extraction and Capillary Zone Electrophoresis. Journal Electrophoresis. 26, 1778-1782

3. Sudhir, CS., Pandey, CS., Singh, R., Agarwal, KS. 2003. 1,8-Dihidroxyanthraquinone From Rhizomes of Rheum Emodi Wall. India

4. RISET PROFIL KROMATOGRAM / FINGERPRINT TANAMAN OBAT BAHAN

ALAM (10 Judul)

a. Buah Cabe Jawa (Piper retrofractum) Hasil penelitian riset fingerprint buah cabe jawa didapatkan bahwa senyawa

yang terkandung dalam buah cabe jawa sebagian besar cenderung bersifat

semi polar Hal ini bisa dilihat dari hasil rendemen ekstrak etanol (bersifat

polar) sebesar 11.18 % dan ekstrak n-heksan (bersifat non polar) sebesar

6.30 % bila dibandingkan dengan rendemen ekstrak etil asetat dan kloroform

(bersifat semi polar) masing-masing sebesar 12.80 % dan 15.47 %. Analisis

secara KLT didapatkan tiga fase gerak terbaik yaitun-heksan: etil asetat (7:

3 v/v), toluen: etil asetat (8: 2 v/v), dantoluen: kloroform: etil asetat (6:

3: 1 v/v/v)dan dapat diketahui secara visual bahwa ketiga fase gerak

tersebut dapat memisahkan senyawa pada semua ekstrak dari buah cabe

jawa dengan baik.

Analisis secara KLT scanner diperoleh nilai Retention factor (Rf)

maksimum pada λ 254 nm dengan fase gerakn-heksan: etil asetat (7: 3

v/v)untuk ekstrak etanol0.20, 0.25, 0.28, 0.32, 0.36, 0.54, dan 0.68;untuk

ekstrak etil asetat0.20, 0.25, 0.29, 0.32, 0.36, 0.53, 0.68, dan 0.82; untuk

ekstrak kloroform 0.20, 0.25, 0.29, 0.32, 0.36, 0.54, 0.69, dan 0.82; untuk

ekstrak n-heksan 0.20, 0.25, 0.29, 0.32, 0.37, 0.57, dan

0.69.Sedangkanpada λ 366 nm diperoleh nilai Rf maksimum untuk ekstrak

etanol 0.12, 0.20, 0.32, 0.36, 0.54, 0.60, dan 0.68; untuk ekstrak etil asetat

0.13, 0.20, 0.32, 0.36, 0.55, 0.60, dan 0.68; untuk ekstrak kloroform 0.12,

0.20, 0.32, 0.36, 0.54, 0.61, dan 0.68; untuk ekstrak n-heksan 0.11, 0.20,

0.32, 0.37, 0.56, dan 0.69.

Analisis secara KLT scanner dengan fase gerak toluen: etil asetat (8: 2 v/v)

pada λ 254 nm diperoleh Rf maksimum untuk ekstrak etanol 0.10, 0.25,

0.33, 0.35, 0.48, 0.55, 0.61, 0.73, dan 0.84; untuk ekstrak etil asetat 0.12,

0.25, 0.33, 0.35, 0.48, 0.55, 0.61, dan 0.84; untuk ekstrak kloroform 0.11,

0.25, 0.32, 0.35, 0.48, 0.55, 0.61, dan 0.84; untuk ekstrak n-heksan 0.25,

0.30, 0.35, 0.48, 0.56, 0.61, 0.73, dan 0.84. Sedangkanpada λ 366 nm

diperoleh nilai Rf maksimum untuk ekstrak etanol 0.11, 0.19, 0.33, 0.44,

0.48, 0.55, dan 0.84; untuk ekstrak etil asetat 0.11, 0.20, 0.33, 0.44, 0.48,

0.55, 0.72, dan 0.84; untuk ekstrak kloroform 0.11, 0.19, 0.32, 0.44, 0.48,

0.55, dan 0.84; untuk ekstrak n-heksan 0.30, 0.35, 0.44, 0.48, 0.56, 0.72,

dan 0.84.

Analisis secara KLT scanner dengan fase gerak toluen: kloroform: etil

asetat (6: 3: 1 v/v/v) pada λ 254 nm diperoleh Rf maksimum untuk ekstrak

etanol 0.32, 0.36, 0.42, 0.52, 0.56, 0.64, dan 0.77; untuk ekstrak etil asetat

0.32, 0.36, 0.41, 0.52, 0.55, 0.63, dan 0.76; untuk ekstrak kloroform 0.32,

0.35, 0.41, 0.51, 0.55, 0.64, dan 0.76; untuk ekstrak n-heksan 0.27, 0.31,

0.36, 0.42, 0.53, 0.57, 0.65, dan 0.77. Sedangkanpada λ 366 nm diperoleh

nilai Rf maksimum untuk ekstrak etanol 0.33, 0.36, 0.52, dan 0.76; untuk

ekstrak etil asetat 0.32, 0.36, 0.51, dan 0.76; untuk ekstrak kloroform 0.32,

0.35, 0.51, dan 0.76; untuk ekstrak n-heksan 0.31, 0.36, 0.53, dan 0.77.

Profil kromatogram (fingerprint) menggunakan Kromatografi Cair Kinerja

Tinggi (KCKT) dilakukan dengan kondisi analisis kolom C18, fase gerak

Metanol : 0,5 % H3PO4 (8: 2 v/v/), detektor PDA pada 366 nm dan laju alir

1,0 mL/menit. Senyawa yang spesifik untuk ekstrak etanol berada pada

waktu retensi 2.93, 3.82, 4.84, 5.45, 6.16, 8.09, 9.43, 16.24, 24.87, 27.17

dan 29.43 menit; ekstrak etil asetat berada pada waktu retensi 3.28, 3.70,

4.15, 5.17, 5.77, 6.47, 7.33, 8.37, 9.69, 16.39, 19.08, 20.70, 24.13, 27.11,

dan 29.35 menit; ekstrak kloroform berada pada waktu retensi 2.53, 2.90,

3.32, 3.64, 5.39, 6.08, 6.93, 7.97, 9.27, 17.01, 20.35, 24.38, 26.58, dan

28.80 menit; dan ekstrak n-heksan berada pada waktu retensi 2.90, 3.33,

3.69, 4.78, 5.38, 6.08, 7.95, 9.24, 12.34, 19.49, 24.24, 26.45, dan 28.68

menit

b. Jahe Merah (Zingiber officinale)

Hasil penelitian riset fingerprint jahe merahcenderung bersifat polar. Hal ini

bisa dilihat dari hasil rendemen ekstrak etanol (bersifat polar) sebesar

17.21% dibanding ekstrak n-heksan (bersifat non polar) sebesar 16.62%,

ekstrak kloroform dan etil asetat (bersifat semi polar) masing-masing

sebesar 9.61 % dan 10.71 %.Analisis secara KLT didapatkan tiga fase

gerak terbaik yaitu n-heksan: dietil eter (45: 55 v/v),toluen: dietil eter: etil

asetat (60: 30: 10 v/v/v), dan toluen: etil asetat: dietil amin (60:

20: 20 v/v/v) dan dapat diketahui secara visual bahwa ketiga fase gerak

tersebut dapat memisahkan senyawa pada semua ekstrak dari

rimpangkunyitdengan baik.

Analisis secara KLT scanner diperoleh nilai Retention factor (Rf)

maksimum pada λ 254 nm dengan fase gerakn-heksan: dietil eter

(45: 55 v/v), untuk ekstrak etanol 0.02, 0.08, 0.12, 0.15, 0.19, 0.20, 0.24,

0.25, 0.28, 0.29, 0.41, 0.42, 0.48, 0.49, 0.59, 0.60, 0.70, 0.72, 0.86, 0.87

dan 0.91; untuk ekstrak etil asetat 0.02, 0.03, 0.08, 0.12, 0.18, 0.19, 0.31,

0.32,0.33, 0.48, 0.49, 0.50, 0.58, 0.59, 0.69, 0.70, 0.85, 0.90, 0.91, 0.94 dan

0.95; untuk ekstrak kloroform 0.02, 0.03, 0,12, 0,19, 0,28, 0.47, 0.48, 0.58,

0.59, 0.69, 0.70, 0.85, 0.86, 0.90 dan 0.91; untuk ekstrak n-heksan 0.03,

0.05, 0.09, 0.12, 0.16, 0.19, 0.20, 0,24, 0.28, 0.35, 0.36, 0.42, 0.47, 0.48,

0.49, 0.59, 0.60, 0.71, 0.73, 0.86, 0.87, 0.88 dan 0.91. Sedangkanpada λ

366 nm diperoleh nilai Rf maksimum untuk ekstrak etanol 0.02, 0.10, 0.19,

0.20, 0.36, 0.37, 0.50, 0.85 dan 0.86 untuk ekstrak etil asetat, 0.02, 0.10,

0.11, 0.19, 0.35, 0.36, 0.49, 0.50, 0.84, dan 0.85; untuk ekstrak kloroform

0.02, 0.10, 0.21, 0.22, 0.33, 0.34, 0.49, 0.50, 0.84 dan 0.85 untuk ekstrak n-

heksan0.03, 0.19, 0.36, 0.41, 0.42, 0.49, 0.53, 0.59, 0.60, 0.86 dan 0.88.

Analisis secara KLT scanner dengan fase gerak toluen: dietil eter: etil

asetat (60: 30: 10 v/v),pada λ 254 nm diperoleh Rf maksimum untuk ekstrak

etanol 0.02, 0.06, 0.09, 0.14, 0.15, 0.17, 0.26, 0.31, 0.32, 0,42, 0.51, 0.59,

0.60, 0.80, 0.91 dan 0.96; untuk ekstrak etil asetat 0.08, 0.09, 0.16, 0.17,

0.19, 0.30, 0.31, 0.32, 0.33, 0.36, 0.41, 0.42, 0.50, 0.51, 0.72, 0.79, 0.91 dan

0.97; untuk ekstrak kloroform 0,07, 0,14, 0.18, 0.19, 0.24, 0.25, 0.30, 0.31,

0.40, 0.45, 0.49, 0.50, 0.71, 0.79, 0.90 dan 0.91 untuk ekstrak n-

heksan0.07, 0.14, 0.17, 0.21, 0.22, 0.28, 0.29, 0.38, 0.41, 0.43, 0.44, 0.47,

0.55, 0.56, 0.57, 0.61, 0.63, 0.64, 0.74, 0.75, 0.76, 0.82, 0.83 dan 0.84.

Sedangkanpada λ 366 nm diperoleh nilai Rfmaksimum untuk ekstrak etanol

0.01, 0.64, 0.65, 0.68, 0.69, 0.94 dan 0.95; untuk ekstrak etil asetat 0.88,

0.89 , 0.90, 0.93 dan 0.94; untuk ekstrak kloroform 0.92 dan 0,93 ; untuk

ekstrak n-heksan 0.70, 0.71, 0.90, dan 0.91.

Analisis secara KLT scanner dengan fase geraktoluen: etil asetat: dietil

amin (60: 20: 20 v/v/v), pada λ 254 nm diperoleh Rf maksimum untuk

ekstrak etanol 0.02, 0.84, 0.85, 0.86 dan 0.94; untuk ekstrak etil asetat 0.81,

0.84, 0.92, 0.93 dan 0.94; untuk ekstrak kloroform 0.01, 0.02, 0.72, 0.74,

0.92 dan 0.94 dan untuk ekstrak n-heksan0.02, 0.72, 0.74, 0.82, 0.83, 0.85,

0.90, 0.91, dan 0.98. Sedangkanpada λ 366 nm diperoleh nilai Rf

maksimum untuk ekstrak etanol 0.48, 0.67, 0.68, 0.77, dan 0.94; untuk

ekstrak etil asetat 0.66, 0.68, 0.88, 0.89, 0.9, dan 0.94; untuk ekstrak

kloroform 0.92 dan 0.93; dan untuk ekstrak n-heksan0.63, 0.71, 0.72, 0.89,

0.90, dan 0.91

Profil kromatogram (fingerprint) menggunakan Kromatografi Cair Kinerja

Tinggi (KCKT) dengan resolusi terbaik dan luas area terbesar dilakukan

dengan kondisi analisis kolom C18, fase gerak (A) asetonitril : air :

ammonium asetat 2 % (59: 39: 2), (B) asetonitril: ammonium asetat 2 % (98:

2 v/v); A: B (70: 30 v/v) , temperatur kolom 400 C , detektor PDA pada λ 254

nm dan laju alir 1.0 mL/menit. Senyawa yang spesifik untuk ekstrak etanol

pada 7.57, 8,69 dan 11,40 menit, ekstrak etil asetat pada 3.08, 6.08, 7.72

dan 8.96 menit dan ekstrak n-heksana pada 3.86, 7.90, 9.00 dan 11.77

menit.

c. Daun Jambu Biji (Psidium guajava)

Hasil penelitian riset fingerprint daun jambu bijididapatkan bahwa senyawa

yang terkandung dalamdaun jambu bijisebagian besar cenderung bersifat

polar. Hal ini bisa dilihat dari hasil rendemen ekstrak etanol (bersifat polar)

sebesar 21,30 % bila dibandingkan dengan rendemen ekstrak etil asetat,

kloroform dan heksana (semi polar menuju non polar) masing-masing

sebesar 6,70 %, 5,11 % dan 1,82 %. Analisis secara KLT didapatkan tiga

fase gerak terbaik yaitu n-heksan : etil asetat (6: 4 v/v), toluen : etil asetat (9:

1 v/v), dantoluena : kloroform : etil asetat (6: 3: 1 v/v), dan dapat diketahui

secara visual bahwa ketiga fase gerak tersebut dapat memisahkan senyawa

pada semua ekstrak dari daun jambu biji dengan baik.

Analisis secara KLT scanner diperoleh nilai Retention factor (Rf)

maksimum pada λ 254 nm dengan fase gerakn-heksan : etil asetat (6: 4 v/v)

untuk ekstrak etanol0.26, 0.35, 0.74, dan 0.86;untuk ekstrak etil asetat0.26,

0.34, 0.61, 0.72, dan 0.85; untuk ekstrak kloroform 0.26, 0.35, 0.61, 0.73,

0.80, dan 0.86; untuk ekstrak n-heksan 0.82 dan 0,85. Sedangkanpada λ

366 nm diperoleh nilai Rfmaksimum untuk ekstrak etanol 0.61, 0.75, dan

0.86; untuk ekstrak etil asetat 0.72, 0.78, dan 0.85; untuk ekstrak kloroform

0.61, 0.67, 0.73, 0.80 dan 0.86; untuk ekstrak n-heksan 0.82 dan 0.88.

Analisis secara KLT scanner dengan fase gerak toluen : etil asetat (9: 1

v/v) pada λ 254 nm diperoleh Rf maksimum untuk ekstrak etanol 0.31, 0.51,

0.56, 0.81, dan 0.86; untuk ekstrak etil asetat 0.50, 0.56, dan 0.90; untuk

ekstrak kloroform 0.50, 0.56, dan 0.90; untuk ekstrak 0.44, 0.48, 0.57 dan

0.91. Sedangkanpada λ 366 nm diperoleh nilai Rfmaksimum untuk ekstrak

etanol 0.31, 0.51, 0.56, dan 0.86; untuk ekstrak etil asetat 0.41, 0.50, 0.56,

dan 0.90; untuk ekstrak kloroform 0.32, 0.41, 0.50, 0.56, dan 0.90; untuk

ekstrak n-heksan 0.11, 0.52, 0.57, dan 0.91.

Analisis secara KLTscanner dengan fase gerak toluena : kloroform : etil

asetat (6: 3: 1 v/v) pada λ 254 nm diperoleh Rf maksimum untuk ekstrak

etanol 0.41, 0.60, dan 0,65; untuk ekstrak etil asetat 0.48, 0.59, 0.65, dan

0,80; untuk ekstrak kloroform 0.24, 0.48, 0.59, 0.65, dan 0.81; untuk ekstrak

n-heksan 0.27, 0.41, 0.45, 0.49, 0.61, 0.66, dan 0.81. Sedangkanpada λ 366

nm diperoleh nilai Rfmaksimum untuk ekstrak etanol 0.41, 0.60, dan 0.65;

untuk ekstrak etil asetat 0.25, 0.48, 0.59, dan 0.65; untuk ekstrak kloroform

0.24, 0.40, 0.48, 0.59, dan 0.65; untuk ekstrak n-heksan 0.46, 0.49, 0.60,

dan 0.66.

Profil kromatogram (fingerprint) menggunakan Kromatografi Gas (KG)

dilakukan dengan kondisi analisis kolom RTX-1, 30 m, ID 0,25 μm, film

thickness 0,25 μm, gas pembawa nitrogen, detektor FID, dan laju alir

1,0 mL/menit. Senyawa yang spesifik untuk ekstrak etil asetat berada pada

waktu retensi 4.57, 5.43, 6.45, 6.67, 6.75, 7.17, 7.66, dan 7.76 menit;

ekstrak kloroform berada pada waktu retensi 4.57, 5.43, 6.45, 6.67, 7.17,

dan 7.67 menit; dan ekstrak n-heksana berada pada waktu retensi 5.43,

6.45, 6.67, 6.76, 29.43, dan 7.76 menit.

d. Daun Kumis Kucing (Orthosiphon stamineus)

Hasil penelitian riset fingerprint daun kumis kucing didapatkan bahwa

senyawa yang terkandung dalam ekstrak kumis kucing sebagian besar

cenderung bersifat polar. Hal ini bisa dilihat dari hasil rendemen ekstrak

etanol (bersifatpolar) sebesar 10,81 % bila dibandingkan dengan rendemen

ekstrak etil asetat, kloroform, dan n-heksan (semi polar menuju non polar)

masing-masing sebesar 5.35 %, 4.65 % dan 1.85 %. Analisis secara KLT

didapatkan tiga fase gerak terbaik yaitu n-heksan: kloroform: etil asetat (3:

2: 5 v/v/v),n-heksan : etil asetat (6: 4 v/v), dan kloroform : etil asetat (7 : 3

v/v) dan dapat diketahui secara visual bahwa ketiga fase gerak tersebut

dapat memisahkan senyawa pada semua ekstrak dari ekstrak kumis kucing

dengan baik.

Analisis secara KLT scanner diperoleh nilai Retention factor (Rf)

maksimum pada λ 254 nm dengan fase gerak n-heksan: kloroform: etil

asetat (3:2:5v/v/v) untuk ekstrak etanol 0.14, 0.39, 0.52, 0.73, 0.89 dan 0.96

untuk ekstrak etil asetat 0.15, 0.39, 0.52, 0.72, 0.85 dan 0.95 untuk ekstrak

kloroform 0.14, 0.39, 0.51, 0.71, 0.84 dan 0.93 untuk ekstrak n-heksan0.14,

0.38, 0.51, 0.71, 0.81 dan 0.91. Sedangkanpada λ 366 nm diperoleh nilai Rf

maksimum untuk ekstrak etanol 0.14, 0.29, 0.39, 0.52, 0.84, 0.89 dan 0.96

untuk ekstrak etil asetat 0.15, 0.29, 0.39, 0.52, 0.65, 0.78, 0.85 dan 0.95

untuk ekstrak kloroform 0.14, 0.29, 0.39, 0.51, 0.64, 0.77, 0.84, 0.88 dan

0.93 untuk ekstrak n-heksan0.13, 0.39, 0.51, 0.68, 0.76, 0.81, 0.91 dan 0.95.

Analisis secara KLT scanner dengan fase gerak n-heksan: etil asetat (6 : 4

v/v) pada λ 254 nm diperoleh Rf maksimum untuk ekstrak etanol 0.11, 0.15,

0.23, 0.38, 0.43, 0.50, 0.63, 0.77 dan 0.88 untuk ekstrak etil asetat 0.11,

0.15, 0.22, 0.39, 0.43, 0.50, 0.64, 0.75 dan 0.86 untuk ekstrak kloroform

0.10, 0.15, 0.22, 0.38, 0.42, 0.49, 0.61, 0.70 dan 0.83 untuk ekstrak n-

heksan 0.12, 0.21, 0.37, 0.41, 0.49, 0.61, 0.79 dan 0.84. Sedangkanpada λ

366 nm diperoleh nilai Rf maksimum untuk ekstrak etanol 0.11, 0.23, 0.37,

0.50, 0.63, 0.78 dan 0.88 untuk ekstrak etil asetat 0.11, 0.22, 0.39, 0.50,

0.64, 0.75 dan 0.86 untuk ekstrak kloroform 0.10, 0.22, 0.38, 0.49, 0.61, 0.70

dan 0.83 untuk ekstrak n-heksan 0.12, 0.21, 0.41, 0.48, 0.61, 0.66, 0.73,

0.78 dan 0.84.

Analisis secara KLT scanner dengan fase gerak kloroform : etil asetat (7 :3

v/v) pada λ 254 nm diperoleh Rf maksimum untuk ekstrak etanol 0.11, 0.20,

0.31, 0.50, 0.57, 0.68, 0.77 dan 0.91 untuk ekstrak etil asetat 0.12, 0.24,

0.31, 0.40, 0.50, 0.57, 0.70, 0.76 dan 0.95 untuk ekstrak kloroform 0.10,

0.21, 0.31, 0.39, 0.49, 0.56, 0.69, 0.75 dan 0.94 untuk ekstrak n-heksan

0.10, 0.23, 0.56, 0.66, 0.75, 0.76 dan 0.96. Sedangkanpada λ 366 nm

diperoleh nilai Rf maksimum untuk ekstrak etanol 0.10, 0.31, 0.38, 0.50,

0.57, 0.68, 0.80, 0.90 dan 0.96 untuk ekstrak etil asetat 0.13, 0.31, 0.39,

0.50, 0.57, 0.70, 0.81, 0.90 dan 0.95 untuk ekstrak kloroform 0.10, 0.31,

0.39, 0.49, 0.56, 0.69, 0.80 dan 0.94 untuk ekstrak n-heksan 0.10, 0.49,

0.56, 0.62, 0.67, 0.77 dan 0.97.

Profil kromatogram (fingerprint) menggunakan Kromatografi Cair Kinerja

Tinggi (KCKT) dilakukan dengan kondisi analisis kolom C18, fase gerak

metanol : tetrahidrofuran : 0,1 % asam fosfat (55:5:40 v/v), detektor PDA

pada 340 nm dan laju alir 0,7 mL/menit. Puncak yang menunjukkan profil

kromatogram dengan waktu retensi spesifik pada ekstrak etanol adalah

6,798; 9,384; 12,142; 13,149; 14,259 dan 24,652 menit. Waktu retensi untuk

ekstrak etil asetat 6,750; 9,323; 12,018; 13,008; 14,124; dan 24,321 menit.

Waktu retensi untuk ekstrak kloroform 6,603; 7,604; 9,229; 12,617; 13,841;

dan 23,662 menit. Waktu retensi untuk ekstrak n-heksana 9,300; 11,942;

12,932; 14,074; dan 24,137 menit.

e. Daun Jati Belanda (Guazuma ulmifolia) Hasil penelitian riset fingerprint daun jati belanda didapatkan bahwa

senyawa yang terkandung dalam daun jati belanda sebagian besar

cenderung bersifat polar Hal ini bisa dilihat dari hasil rendemen ekstrak

etanol (bersifat polar) sebesar 23.52 % bila dibandingkan dengan rendemen

ekstrak etil asetat, kloroform dan heksana (semi polar menuju non polar)

masing-masing sebesar 15.89 %, 4.52 % dan 1.25%. Dari hasil TLC

Scanner (Rf antara 0,2-0,8) dengan fase gerak toluena: kloroform: etil asetat

(5: 3: 2 v/v/v)memberikan bercak utama dengan Rf 0.17, 0.36, 0.74, 0.87,

0,92 pada λ 254 nm dan 0.04, 0.06, 0.09, 0.36, 0.61, 0.74, 0.87, 0.92 pada λ

366 nm. Ekstrak etil asetat dengan fase gerak toluena: dietil eter: etil asetat

(6: 3: 1 v/v/v) mempunyai bercak utama dengan Rf 0.06, 0.23, 0.36, 0.71,

0.79, 0.86, 0.91 pada λ 254 nm dan 0.07, 0.23, 0.36, 0.71, 0.86, 0.91 pada λ

366 nm. Ekstrak kloroform dengan fase gerak toluena: dietil eter: etil asetat

(6: 3: 1 v/v/v) mempunyai bercak utama dengan Rf 0.05, 0.36, 0.79, 0.86,

0.92 pada λ 254 nm dan 0.05, 0.36, 0.65, 0.80, 0.86, 0.92 λ 366 nm. Ekstrak

n-heksan dengan fase gerak toluena: kloroform: etil asetat (5: 4: 1 v/v/v)

mempunyai bercak utama dengan Rf 0.19, 0.46, 0.57, 0.69, 0.75, 0.78, 0.97

pada λ 254 nm dan 0.54, 0.58, 0.69, 0.75, 0.89, 0.96 pada λ 366 nm.

Sedangkan profil kromatogram (fingerprint) menggunakan Kromatografi Cair

Kinerja Tinggi (KCKT) dilakukan dengan kondisi analisis kolom C18, fase

gerak metanol: asam format 0,5% dalam air (70: 30 v/v), detektor PDA pada

λ 254 nm, dan laju alir 1,0 ml/menit, Senyawa yang spesifik untuk ekstrak

etanol pada 5.69 dan 10.22 menit, ekstrak etil asetat pada 5.53, 8.59, dan

10.14 menit, ekstrak kloroform pada 5.27, 5.63, dan 10.098 menit dan

ekstrak n-heksan pada 5.25, 5.62, dan 10.03 menit.

f. Rimpang Kunyit (Curcuma domestica)

Hasil penelitian riset fingerprint rimpang kunyit didapatkan bahwa senyawa

yang terkandung dalam rimpang kunyit sebagian besar cenderung bersifat

semi polar. Hal ini bisa dilihat dari hasil rendemen ekstrak kloroform (bersifat

semi polar) sebesar 15,87 % bila dibandingkan dengan rendemen ekstrak

etanol, etil asetat, dan n-heksan (polar menuju non polar) masing-masing

sebesar 11.08 %, 9.38 % dan 0.43 %. Analisis secara KLT didapatkan tiga

fase gerak terbaik yaitu kloroform: etil asetat (8: 2 v/v), kloroform: metanol

(97: 3 v/v), dan n-heksana: kloroform: metanol (2: 7: 0.5 v/v/v) dan

dapat diketahui secara visual bahwa ketiga fase gerak tersebut dapat

memisahkan senyawa pada semua ekstrak dari rimpangkunyitdengan baik.

Analisis secara KLT scanner diperoleh nilai Retention factor (Rf)

maksimum pada λ 254 nm dengan fase gerak kloroform: etil asetat(8: 2 v/v)

untuk ekstrak etanol 0.02, 0.09, 0.12, 0.17, 0.20, 0.25, 0.30, 0.37, 0.46, 0.54,

0.74, 0.82, 0.88,dan 0.96; untuk ekstrak etil asetat 0.01, 0.09, 0.12, 0.13,

0.15, 0.16, 0.20, 0.24, 0.30, 0.36, 0.44, 0.52, 0.63, 0.81, 0.87, dan 0.95;

untuk ekstrak kloroform 0.02, 0.09, 0.12, 0.17, 0.20, 0.25, 0.31, 0.37, 0.45,

0.53, 0.64, 0.82, 0.88, dan 0.95; untuk ekstrak n-heksan 0.02; 0.12; 0.14;

0.18; 0.26; 0.33; 0.38; 0.56; 0.59; 0.68; 0.74; 0.76; 0.83; 0.88; 0.95.

Sedangkanpada λ 366 nm diperoleh nilai Rf maksimum untuk ekstrak etanol

0.01, 0.07, 0.09, 0.14, 0.17, 0.20, 0.25, 0.30, 0.37, 0.46, 0.54, 0.81, dan

0.96; untuk ekstrak etil asetat 0.01, 0.09, 0.15, 0.17, 0.20, 0.25, 0.30, 0.36,

0.44, 0.52, 0.70, 0.82, dan 0.96; untuk ekstrak kloroform 0.02, 0.09, 0.14,

0.17, 0.20, 0.25, 0.30, 0.37, 0.45, 0.53, 0.82, dan 0.96; untuk ekstrak n-

heksan 0.02, 0.35, 0.56, 0.62, 0.76, 0.85, dan 0.95.

Analisis secara KLT scanner dengan fase gerak kloroform: metanol(97: 3

v/v) pada λ 254 nm diperoleh Rf maksimum untuk ekstrak etanol 0.02, 0.17,

0.20, 0.24, 0.31, 0.34, 0.42, 0.56, 0.70, 0.78, dan 0.89; untuk ekstrak etil

asetat 0.02, 0.17, 0.16, 0.19, 0.26, 0.28, 0.36, 0.44, 0.49, 0.54, 0.65, 0.88,

dan 0.96; untuk ekstrak kloroform 0.02, 0.15, 0.18, 0.23, 0.24, 0.27, 0.34,

0.42, 0.48, 0.53, 0.64, 0.81, 0.87, dan 0.96; untuk ekstrak n-heksan

0.02, 0.24, 0.33, 0.41, 0.45, 0.57, 0.65, 076, 0.82, dan 0.87. Sedangkanpada

λ 366 nm diperoleh nilai Rf maksimum untuk ekstrak etanol 0.10, 0.12,

0.17, 0.24, 0.32, 0.42, 0.51, 0.56, 0.61, 0.71, 0.90, 0.91, dan 0.97; untuk

ekstrak etil asetat 0.08, 0.13, 0.19, 0.26, 0.28, 0.36, 0.45, 0.49, 0.55, 0.66,

0.88, 0.90, dan 0.96; untuk ekstrak kloroform 0.02, 0.09, 0.14, 0.17, 0.20,

0.25, 0.30, 0.37, 0.45, 0.53, 0.82, dan 0.96; untuk ekstrak n-heksan 0.25,

0.38, 0.40, 0.45, 0.59, 0.76, 0.88, dan 0.95.

Analisis secara KLT scanner dengan fase gerakn-heksana: kloroform :

methanol (2: 7: 0.5 v/v/v) pada λ 254 nm diperoleh Rf maksimum untuk

ekstrak etanol 0.02, 0.07, 0.16, 0.23, 0.29, 0.36, 0.43, 0.54, 0.62, 0.68, 0.74,

0.86, dan 0.94; untuk ekstrak etil asetat 0.02, 0.12, 0.18, 0.25, 0.31, 0.39,

0.50, 0.57, 0.68, 0.77, 0.84, dan 0.93; untuk ekstrak kloroform 0.02, 0.11,

0.17, 0.24, 0.30, 0.37, 0.48, 0.55, 0.66, 0.83, dan 0.94; untuk ekstrak n-

heksan 0.02, 0.20, 0.30, 0.42, 0.47, 0.50, 0.53, 0.59, 0.59, 0.64, 0.71, 0.79,

0.86, dan 0.94. Sedangkanpada λ 366 nm diperoleh nilai Rf maksimum

untuk ekstrak etanol 0.12, 0.16, 0.23, 0.30, 0.36, 0.43, 0.54, 0.62, 0.68, 0.86,

dan 0.94; untuk ekstrak etil asetat 0.09, 0.12, 0.19, 0.25, 0.31, 0.38, 0.50,

0.57, 0.66, 0.77, 0.84, dan 0.93; untuk ekstrak kloroform 0.08, 0.12, 0.18,

0.24, 0.30, 0.37, 0.40, 0.48, 0.56, 0.65, 0.83, dan 0.93; untuk ekstrak n-

heksan 0.20, 0.33, 0.34, 0.52, 0.59, 0.69, 0.86, dan 0.93.

Profil kromatogram (fingerprint) menggunakan Kromatografi Cair Kinerja

Tinggi (KCKT) dilakukan dengan kondisi analisis kolom C18, fase gerak

asetonitril: 2 % asam asetat glasial dalam air (40: 60 v/v), detektor PDA

pada 270 nm dan laju alir 1,0 mL/menit. Senyawa yang spesifik untuk

ekstrak etanol pada 21.64, 24.78, dan 28.31 menit; ekstrak etil asetat pada

21.49, 24.61, dan 28.10 menit; ekstrak kloroform pada 21.33, 24.45 dan

27.95 menit; dan ekstrak n-heksana pada 10.06, 11.08, 18.69, 24.53, dan

29.77 menit.

g. Buah Mengkudu (Morindra citrofilia)

Hasil penelitian riset fingerprint buah mengkududidapatkan bahwa senyawa

yang terkandung dalambuah mengkudu sebagian besar cenderung bersifat

polar Hal ini bisa dilihat dari hasil rendemen ekstrak etanol (bersifat polar)

sebesar 3,42 % bila dibandingkan dengan rendemen ekstrak etil asetat,

kloroform dan heksana (semi polar menuju non polar) masing-masing

sebesar 1,30 %, 1,59 % dan 0,84 %. Analisis secara KLT didapatkan tiga

fase gerak terbaik yaitu n-heksan: etil asetat (4: 6 v/v), toluen : etil asetat (6:

4 v/v), dann-heksan: kloroform : metanol (5: 35: 2,5 v/v/v) dan dapat

diketahui secara visual bahwa ketiga fase gerak tersebut dapat memisahkan

senyawa pada semua ekstrak dari buah mengkudu dengan baik.

Analisis secara KLT scanner diperoleh nilai Retention factor (Rf)

maksimum pada λ 254 nm dengan fase gerakn-heksan: etil asetat (4: 6

v/v)untuk ekstrak etanol0.15, 0.19, 0.22, 0.26, 0.44, 0.74, 0.93, dan

0.96;untuk ekstrak etil asetat0.02, 0.11, 0.20, 0.27, 0.40, 0.44, 0.60, 0.73,

0.80, 0.84, 0.92, dan 0.96; untuk ekstrak kloroform 0.02, 0.11, 0.19, 0.26,

0.39, 0.43, 0.59, 0.69, 0.73, 0.74, 0.84, dan 0.91; untuk ekstrak n-heksan

0.02, 0.37, 0.60, 0.76, 0.84, 0.87, dan 0.93.Sedangkanpada λ 366 nm

diperoleh nilai Rf maksimum untuk ekstrak etanol 0.02, 0.10, 0.19, 0.44,

0.93, dan 0.96; untuk ekstrak etil asetat 0.02, 0.20, 0.27, 0.44, 0.59, 0.73,

0.91, dan 0.96; untuk ekstrak kloroform 0.02, 0.08, 0.19, 0.26, 0.43, 0.59,

0.74, 0.76, 0.85, 0.91, dan 0.95; untuk ekstrak n-heksan 0.02, 0.59, 0.76,

0.84, dan 0.93.

Analisis secara KLT scanner dengan fase gerak toluen: etil asetat (6: 4 v/v)

pada λ 254 nm diperoleh Rf maksimum untuk ekstrak etanol 0.02, 0.09,

0.13, 0.22, 0.23, 0.27, 0.38, 0.64, 0.65, 0.69, 0.72, 0.91, 0.96, dan 0.98;

untuk ekstrak etil asetat 0.01, 0.10, 0.15, 0.24, 0.43, 0.53, 0.54, 0.58, 0.64,

0.72, 0.77, 0.89, 0.93, dan 0.98; untuk ekstrak kloroform 0.01, 0.07, 0.13,

0.24, 0.27, 0.32, 0.38, 0.53, 0.55, 0.57, 0.64, 0.71, 0.77, 0.89, 0.92, dan

0.96; untuk ekstrak n-heksan 0.01, 0.43, 0.52, 0.65, 0.68, 0.70, 0.77, 0.85,

0.89, dan 0.97. Sedangkanpada λ 366 nm diperoleh nilai Rf maksimum

untuk ekstrak etanol 0.02, 0.05, 0.09, 0.26, 0.38, 0.96, dan 0.98; untuk

ekstrak etil asetat 0.01, 0.10, 0.13, 0.15, 0.24, 0.38, 0.43, 0.52, 0.58, 0.64,

0.86, 0.93, dan 0.98; untuk ekstrak kloroform 0.01, 0.10, 0.13, 0.14, 0.24,

0.24, 0.38, 0.53, 0.58, 0.64, 0.67, 0.86, dan 0.96; untuk ekstrak n-heksan

0.01, 0.52, 0.64, 0.67, 0.71, 0.86, dan 0.95.

Analisis secara KLT scanner dengan fase gerakn-heksan: kloroform:

metanol (5: 35: 2,5 v/v/v) pada λ 254 nm diperoleh Rf maksimum untuk

ekstrak etanol 0.02, 0.06, 0.14, 0.48, 0.53, 0.67, 0.68, 0.84, dan 0.91; untuk

ekstrak etil asetat 0.01, 0.06, 0.13, 0.19, 0.25, 0.26, 0.53, 0.60, 0.67, 0.83,

0.90, dan 0.94; untuk ekstrak kloroform 0.01, 0.05, 0.10, 0.12, 0.18, 0.20,

0.24, 0.28, 0.55, 0.59, 0.64, 0.69, 0.80, 0.87, 0.91, 0.94, dan 0.99; untuk

ekstrak n-heksan 0.01, 0.03, 0.08, 0.14, 0.18, 0.24, 0.32, 0.72, 0.78, 0.81,

0.87, 0.92, dan 0.99. Sedangkanpada λ 366 nm diperoleh nilai Rf maksimum

untuk ekstrak etanol 0.01, 0.05, 0.12, 0.53, 0.68, 0.68, 0.78, 0.86, 0.91, dan

0.94; untuk ekstrak etil asetat 0.01, 0.06, 0.13, 0.18, 0.53, 0.67, 0.85, 0.89,

dan 0.93; untuk ekstrak kloroform 0.01, 0.05, 0.12, 0.21, 0.24, 0.55, 0.62,

0.69, 0.80, 0.86, 0.90, dan 0.94; untuk ekstrak n-heksan 0.01, 0.08, 0.18,

0.72, 0.81, 0.87, dan 0.92.

Profil kromatogram (fingerprint) menggunakan Kromatografi Cair Kinerja

Tinggi (KCKT) dilakukan dengan kondisi analisis kolom C18, fase gerak

Metanol :THF : 0,1 % H3PO4 (55: 5: 40 v/v/v), detektor PDA pada 366 nm

dan laju alir 0,7 mL/menit. Senyawa yang spesifik untuk ekstrak etanol

berada pada waktu retensi 18.05, 22.34, dan 34.22 menit; ekstrak etil asetat

berada pada waktu retensi 18.99 dan 36.83 menit; ekstrak kloroform berada

pada waktu retensi 9.02 dan 19.00 menit; dan ekstrak n-heksan berada

pada waktu retensi 9.02 dan 19.00 menit

h. Buah Adas (Foeniculum vulgare)

Hasil penelitian riset fingerprintbuah adas didapatkan bahwa senyawa yang

terkandung dalam buah adas sebagian besar cenderung bersifat semi polar.

Hal ini bisa dilihat dari hasil rendemen ekstrak kloroform (bersifat semi polar)

sebesar 4,54 % bila dibandingkan dengan rendemen ekstrak n-heksana

(bersifat non polar) sebesar 2,63 %, ekstrak etil asetat (bersifat polar)

sebesar 2,04 %; dan ekstrak etanol (bersifat polar) sebesar 3,05 %. Analisis

secara KLT didapatkan tiga fase gerak terbaik yaitu n-heksan: etil asetat (7:

3 v/v), kloroform: etil asetat (9: 1 v/v), dan toluen: kloroform: etil asetat(3: 6:

1 v/v/v) dan dapat diketahui secara visual bahwa ketiga fase gerak tersebut

dapat memisahkan senyawa pada semua ekstrak dari rimpangkunyitdengan

baik.

Analisis secara KLTscanner diperoleh nilai Retention factor (Rf) maksimum

pada λ 254 nm dengan fase gerakn-heksan: etil asetat (7: 3 v/v), untuk

ekstrak etanol 0.23, 0.34, dan 0.41; untuk ekstrak etil asetat 0.22, 0.33, 0.39,

dan 0.87; untuk ekstrak kloroform 0.20, 0.31, 0.37, dan 0.91; untuk ekstrak

n-heksan0.21, 0.32, 0.37, dan 0.90. Sedangkanpada λ 366 nm diperoleh

nilai Rfmaksimum untuk ekstrak etanol 00.35, 0.70, dan 0.48; untuk ekstrak

etil asetat 0.33, 0.67,0.72, dan 0.91; untuk ekstrak kloroform 0.31, 0.64,

0.72, dan 0.90; dan untuk ekstrak n-heksan0.32, 0.68, 0.75, dan 0.90.

Analisis secara KLTscanner dengan fase gerak kloroform: etil asetat (9:

1 v/v),pada λ 254 nm diperoleh Rf maksimum untuk ekstrak etanol 0.04,

0.12, 0.15, 0.46, dan 0.79; untuk ekstrak etil asetat 0.13, 0.44, 0.50, 0.56,

dan 0.87; untuk ekstrak kloroform 0.04, 0.12,0.44, dan 0.75; untuk ekstrak

n-heksan0.12, 0.43, dan 0.48. Sedangkanpada λ 366 nm diperoleh nilai Rf

maksimum untuk ekstrak etanol 0.05, 0.37, 0.49, 0.56, 0.80, 0.88, dan 0.97;

untuk ekstrak etil asetat 0.05, 0.35, 0.58, 0.80, 0.85, dan 0.94; untuk ekstrak

kloroform 0.05, 0.16, 0.35, 0.53, 0.84, dan 0.97; untuk ekstrak n-heksan0.16,

0.50, 0.54, 0.76, 0.84, dan 0.93.

Analisis secara KLT scanner dengan fase geraktoluen: kloroform: etil

asetat (3: 6: 1 v/v/v), pada λ 254 nm diperoleh Rf maksimum untuk ekstrak

etanol 0.11, 0.13, 0.40, 0.62, 0.77, dan 0.92; untuk ekstrak etil asetat 0.08,

0.13, 0.39, 0.45, 0.61, 0.65, 0.90, dan 0.96; untuk ekstrak kloroform 0.10,

0.12, 0.38, 0.60, 0.75, dan 0,94, dan untuk ekstrak n-heksan 0.10, 0.12,

0.38, 0.42, 0.60, 0.74, dan 0,95. Sedangkanpada λ 366 nm diperoleh nilai

Rfmaksimum untuk ekstrak etanol 0.27, 0.40, 0.63, 0.73, dan 0.97; untuk

ekstrak etil asetat 0.24, 0.45, 0.61, 0.72, 0.80, dan 0.96; untuk ekstrak

kloroform 0.24, 0.40, 0.61, 0.72, 0.81, dan 0.94; dan untuk ekstrak n-

heksan0.42, 0.61, 0.65, 0.71, dan 0.80.

Profil kromatogram (fingerprint) menggunakan Kromatografi Cair Kinerja

Tinggi (KCKT) dilakukan dengan kondisi analisis kolom C18, fase gerak

asetonitril: 1 % asam fosfat (6: 4 v/v), detektor PDA pada 254 nm dan laju

alir 1.0 mL/menit. Puncak yang menunjukkan profil kromatogram dengan

waktu retensi spesifik pada ekstrak etanol adalah 1.43, 1.92, 2.03, 2.36,

2.55, 2.88, 3.33, 3.84, 5.28, 7.77, dan 8.45 menit. Waktu retensi untuk

ekstrak etil asetat 1.43, 1.92, 2.03, 2.36, 2.55, 2.88, 3.33, 3.84, 5.28, 7.77,

dan 8.45 menit. Waktu retensi untuk ekstrak kloroform 1.73, 1.92, 2.55,

3.28, 5.23, 9.55, dan 10.86 menit. Waktu retensi untuk ekstrak n-heksan

2.57, 2.76, 3.04, 3.23, 5.10, 9.40, dan 10.64 menit

i. Rimpang Lengkuas(Alpinia galanga)

Hasil penelitian riset fingerprint rimpang lengkuascenderung bersifat polar.

Hal ini bisa dilihat dari hasil rendemen ekstrak etanol (bersifat polar) sebesar

6.16% dibanding ekstrak n-heksan (bersifat non polar) sebesar 1.94%,

ekstrak kloroform dan etil asetat (bersifat semi polar) masing-masing

sebesar 3.08 % dan 2.97 %. Analisis secara KLT didapatkan tiga fase gerak

terbaik yaitu kloroform: etil asetat (48: 20 v/v), toluen: kloroform: etil asetat

(50: 40: 10 v/v/v), dan n-heksana: kloroform: etil asetat(40: 30: 30 v/v/v) dan

dapat diketahui secara visual bahwa ketiga fase gerak tersebut dapat

memisahkan senyawa pada semua ekstrak dari ekstrak kumis kucing

dengan baik.

Analisis secara KLTscanner diperoleh nilai Retention factor (Rf) maksimum

pada λ 254 nm dengan fase gerak kloroform: etil asetat (48: 20 v/v)

untuk ekstrak etanol 0.14, 0.36, 0.60, 0.71 dan 0.83; untuk ekstrak etil asetat

0.15, 0.32, 0.37, 0.62, 0.70 dan 0.83; untuk ekstrak kloroform 0.20, 0.38,

0.58, 0.70, dan 0.84; untuk ekstrak n-heksan 0.16, 0.20, 0.32, 0.50, 0.60,

dan 0.84. Sedangkanpada λ 366 nm diperoleh nilai Rfmaksimum untuk

ekstrak etanol 0.36, 0.64, 0.71, dan 0.83; untuk ekstrak etil asetat 0.31,

0.37, 0.57, 0.70, dan 0.83; untuk ekstrak kloroform 0.24, 0.30, 0.42, 0.50,

dan 0.79; untuk ekstrak n-heksan 0.23, 0.35, 0.58, 0.79, dan 0.87.

Analisis secara KLT scanner dengan fase gerak toluen: kloroform: etil

asetat (50: 40: 10 v/v/v) pada λ 254 nm diperoleh Rf maksimum untuk

ekstrak etanol 0.24, 0.34, 0.55, 0.60, dan 0.82; untuk ekstrak etil asetat

0.14, 0.21, 0.24, 0.33, 0.54, 0.59, dan 0.83; untuk ekstrak kloroform 0.14,

0.21, 0.24, 0.32, 0.52, 0.58, dan 0.82; untuk ekstrak n-heksan 0.12, 0.18,

0.24, 0.32, 0.54, 0.59, dan 0.82. Sedangkanpada λ 366 nm diperoleh nilai

Rf maksimum untuk ekstrak etanol 0.26, 0.36, 0.55, 0.61, 0.74, dan 0.82;

untuk ekstrak etil asetat 0.16, 0.22, 0.35, 0.53, 0.62, 0.72, dan 0.82; untuk

ekstrak kloroform 0.16, 0.22, 0.34, 0.52, 0.59, dan 0.82; untuk ekstrak n-

heksan 0.11, 0.14, 0.24, 0.32, 0.50, 0.54, dan 0.81.

Analisis secara KLT scanner dengan fase gerak dan n-heksan: kloroform

:etil asetat (40: 30: 30 v/v/v) pada λ 254 nm diperoleh Rf maksimum untuk

ekstrak etanol 0.21, 0.26, 0.33, 0.45, 0.52, dan 0.68 ; untuk ekstrak etil

asetat 0.25, 0.37, 0.45, 0.50, 0.62, dan 0.73; untuk ekstrak kloroform 0.24,

0.37, 0.49, 0.58, 0.62, dan 0.84; untuk ekstrak n-heksan 0.20, 0.35, 0.38,

0.51, 0.62, dan 0.84. Sedangkanpada λ 366 nm diperoleh nilai Rf

maksimum untuk ekstrak etanol 0.42, 0.59, 0.65, 0.77, dan 0.79; untuk

ekstrak etil asetat 0.24, 0.42, 0.58, 0.62, 0.76, dan 0.79; untuk ekstrak

kloroform 0.24, 0.30, 0.42, 0.50, dan 0.79; untuk ekstrak n-heksan 0.23,

0.35, 0.58, 0.79, dan 0.87.

Profil kromatogram (fingerprint) menggunakan Kromatografi Cair Kinerja

Tinggi (KCKT) dilakukan dengan kondisi analisis kolom C18, fase gerak

metanol: air (50: 50 v/v), detektor PDA pada 254 nm dan laju alir 1.0

mL/menit. Puncak yang menunjukkan profil kromatogram dengan waktu

retensi spesifik pada ekstrak etanol adalah 1.65, 1.87, 2.71, 5.19, 6.98, 9.81,

dan 13.57 menit. Waktu retensi untuk ekstrak etil asetat 2.73, 6.87, 13.33,

dan 17.38 menit. Waktu retensi untuk ekstrak kloroform 2.81, 3.39, 5.03,

6.82, 13.29, dan 17.34 menit. Waktu retensi untuk ekstrak n-heksana 2.86,

4.67, 5.97, 6.69, 9.28, 11.67, 12.62, dan 16.81 menit

j. Daun Sambung Nyawa (Gynura procumbens)

Hasil penelitian riset fingerprint daun sambung nyawa didapatkan bahwa

senyawa yang terkandung dalam ekstrak daun sambung nyawa sebagian

besar cenderung bersifat polar. Hal ini bisa dilihat dari hasil rendemen

ekstrak etanol (bersifat polar) sebesar 10,25 % bila dibandingkan dengan

rendemen ekstrak etil asetat, kloroform, dan n-heksan (semi polar menuju

non polar) masing-masing sebesar 5.25 %, 7.50 % dan 4.12 %. Analisis

secara KLT didapatkan tiga fase gerak terbaik yaitu toluena : kloroform:

metanol (60: 30: 10 v/v/v), n-heksana: kloroform: metanol (80: 20: 10 v/v/v),

dan n-heksana: kloroform: etil asetat: metanol (70: 20: 10: 10 v/v/v/v) dan

dapat diketahui secara visual bahwa ketiga fase gerak tersebut dapat

memisahkan senyawa pada semua ekstrak dari daun sambung nyawa

dengan baik.

Analisis secara KLT scanner diperoleh nilai Retention factor (Rf)

maksimum pada λ 254 nm dengan fase gerak toluena : kloroform: metanol

(60: 30: 10 v/v/v) untuk ekstrak etanol 0.06, 0.41, 0.72, 0.78, 0.86, dan 0.90;

untuk ekstrak etil asetat 0.06, 0.37, 0.59, 0.76, 0.77, dan 0.89; untuk ekstrak

kloroform 0.06, 0.23, 0.45, 0.73, 0.79, 0.85, 0.89, dan 0.93; untuk ekstrak

n-heksan 0.05, 0.77, 0.86, dan 0.90. Sedangkanpada λ 366 nm diperoleh

nilai Rf maksimum untuk ekstrak 0.10, 0.29, 0.43, 0.49, 0.54; 0.60, dan

0.69; untuk ekstrak etil asetat 0.29, 0.41, 0.47, 0.51, 0.55, 0.59, dan 0.67;

untuk ekstrak kloroform 0.15, 0.31, 0.49, 0.61, dan 0.66; untuk ekstrak n-

heksan 0.11, 0.14, 0.19, dan 0.35.

Analisis secara KLT scanner dengan fase gerak n-heksana: kloroform:

metanol (80: 20: 10 v/v/v) pada λ 254 nm diperoleh Rf maksimum untuk

ekstrak etanol 0.06, 0.21, 0.24, 0.50, 0.53, 0.59, 0.64, 0.68, dan 0.81; untuk

ekstrak etil asetat 0.06, 0.27, 0.44, 0.56, 0.61, 0.55, 0.66, dan 0.79; untuk

ekstrak kloroform 0.06, 0.20, 0.26, 0.39, 0.43, 0.48, 0.58, 0.65, dan 0.74;

untuk ekstrak n-heksan 0.06, 0.21, 0.41, 0.64, 0.71, dan 0.86.

Sedangkanpada λ 366 nm diperoleh nilai Rf maksimum untuk ekstrak etanol

0.07, 0.22, 0.30, 0.36, 0.46, 0.52, 0.59, dan 0.82; untuk ekstrak etil asetat

0.06, 0.27, 0.31, 0.43, 0.50, 0.56, 0.61, dan 0.79; untuk ekstrak kloroform

0.07, 0.29, 0.39, 0.44, 0.47, 0.53, 0.64, dan 0.74; untuk ekstrak n-heksan

0.06, 0.18, 0.22, 0.41, 0.52, 0.56, dan 0.74.

Analisis secara KLT scanner dengan fase gerak n-heksana: kloroform: etil

asetat: metanol (70: 20: 10: 10 v/v/v/v) pada λ 254 nm diperoleh Rf

maksimum untuk ekstrak etanol 0.32, 0.36, 0.42, 0.52, 0.56, 0.64, dan 0.77 ;

untuk ekstrak etil asetat 0.32, 0.36, 0.41, 0.52, 0.55, 0.63, dan 0.76; untuk

ekstrak kloroform 0.32, 0.35, 0.41, 0.51, 0.55, 0.64, dan 0.76; untuk ekstrak

n-heksan 0.27, 0.31, 0.36, 0.42, 0.53, 0.57,0.65 dan 0.77. Sedangkanpada λ

366 nm diperoleh nilai Rf maksimum untuk ekstrak etanol 0.33, 0.36, 0.52,

dan 0.76; untuk ekstrak etil asetat 0.32, 0.36, 0.51, dan 0.76; untuk ekstrak

kloroform 0.32, 0.35, 0.51, dan 0.76; untuk ekstrak n-heksan 0.31, 0.36,

0.53, dan 0.77.

Profil kromatogram (fingerprint) menggunakan Kromatografi Cair Kinerja

Tinggi (KCKT) dilakukan dengan kondisi analisis kolom C18, fase gerak

metanol: 0.5 % asam fosfst (80: 20 v/v), detektor PDA pada 254 nm dan laju

alir 1.0 mL/menit. Puncak yang menunjukkan profil kromatogram dengan

waktu retensi spesifik pada ekstrak etanol adalah 2.66, 3.82, 4.84, 10.09,

14.71, dan 18.119 menit. Waktu retensi untuk ekstrak etil asetat 4.05, 5.56,

6.10, 7.33, 8.54, 10.07, 11.79, 14.71, dan 18.08 menit. Waktu retensi untuk

ekstrak kloroform 2.68, 3.13, 3.55, 4.13, 5.85, 10.07, 11.79, 14.71, dan

18.08 menit.

5. RISET DISOLUSI TERBANDING OBAT COPY

Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM) berkewajiban melaksanakan

pengawasan obat sebelum beredar (pre market) sampai obat dipasarkan (post

market) untuk melindungi masyarakat dari obat yang tidak memenuhi standar

khasiat, keamanan dan mutu.

Dalam pengawasan premarket, Badan POM melakukan penilaian secara

komprehensif terhadap data khasiat, keamanan dan mutu obat yang

mengandung zat aktif baru (new chemical entity), sedangkan untuk obat copy /

obat generik, penilaian khasiat, keamanan dan mutu dilakukan antara lain

melalui pembuktian ekivalensi dengan inovatornya secara in vitro (uji disolusi

terbanding) atau in vivo (uji bioavailabilitas/bioekivalensi). Obat copy ini akan

menyentuh seluruh lapisan masyarakat sehingga perlu dilakukan pengawasan

mutu, khasiat dan keamanannya, salah satunya dengan uji disolusi terbanding

(in vitro).

Berdasarkan data dari Kedeputian I tentang data obat copy yang tidak memenuhi

syarat uji disolusi, maka dilakukan riset disolusi terbanding untuk obat copy

dengan bahan aktif Allopurinol dan Nifedipin menggunakan spektrofotometer UV-

Vis untuk analisis kadar pada 3 (tiga) medium disolusi, yaitu HCl pH 1,2, Sitrat

pH 4,5 dan Dapar Fosfat pH 6,8. Pengambilan cuplikan pada disolusi terbanding

Allopurinol dan Nifedipin dilakukan pada 10, 15, 30, 45 dan 60 menit.

Allopurinol dengan rumus kimia C5H4N4O biasa digunakan untuk pengobatan

gout dan hiperurikemia, Duchenne muscular dystrophy, epilepsi, prostatitis,

infeksi protozoa dan sarkoidosis. Nifedipin dengan rumus kimia C17H18N2O6 biasa

digunakan untuk pengobatan hipertensi, angina pectoris, cardiomyopathies, high

altitude disorders dan sindrom Raynaud. Nifedipin adalah dihydropyridine

calcium-channel blocker dan memiliki efek vasodilatasi periferal ataupun koroner.

Dari hasil perhitungan kadar dan perhitungan statistik dapat disimpulkan bahwa

profil disolusi untuk tablet Allopurinol generik tidak similar terhadap produk

inovatornya dan profil disolusi untuk tablet nifedipin generik similar terhadap

tablet inovatornya.

Kata kunci : Disolusi terbanding, obat copy, allopurinol, nifedipin

6. RISET EFEK MUTAGENIK TERHADAP FORMULA JAMU YANG

DIGUNAKAN DI SARANA LAYANAN KESEHATAN PEMERINTAH SEBAGAI

ADJUVAN OBAT KANKER

Saat ini banyak sekali bahan alam yang digunakan sebagai obat alternatif untuk

menanggulangi penyakit kanker. Beberapa pubikasi menyebutkan bahwa zat anti

kanker atau antineoplastik dapat pula menyebabkan mutasi. Dengan demikian

zat kimia termasuk bahan alam yang dipakai sebagai obat antikanker juga dapat

menyebabkan mutasi. Untuk menentukan sifat karsinogenik dari suatu zat kimia

dapat dilakukan uji mutagenisitas dengan metode Ames. Ames telah

membuktikan bahwa 80-90% senyawa yang bersifat karsinogenik juga bersifat

sebagai mutagenik.

Metode Ames ini menggunakan bakteri yang sudah dimutasi sehingga tidak

mampu mensintesa salah satu jenis asam amino esensial yaitu histidin dan

triptofan untuk pertumbuhannya. Oleh karena itu bakteri butuh media yang

mengandung histidin atau triptofan agar bisa tumbuh normal. Bila bahan uji yang

diperiksa bersifat mutagen dipaparkan pada bakteri uji, maka bakteri uji akan

mengalami mutasi balik dan kembali pada wildtype. Dengan demikian gen his

dan gen trp yang termutasi akan mengalami mutasi balik, sehingga kembali

normal dan bakteri uji dapat mensintesis sendiri histidin dan triptofan yang

dibutuhkan dalam pertumbuhannya, yang ditunjukkan dengan pertumbuhan

bakteri di dalam media yang kekurangan histidin atau triptofan.

Tujuan dilakukan riset mutagenisitas formula jamu ini untuk mendukung program

saintifikasi jamu di Indonesia, selain itu untuk mengetahui apakah formula jamu

tersebut tidak bersifat mutagenik.

Formula jamu yang berfungsi sebagai Adjuvan obat kanker yaitu terdiri dari

campuran ekstrak yang setara dengan Viscum Articulatum 2,5 g danb Pegagan

(Centellae Herba) 2,5 g yang diuji pada dosis156,4; 312,52; 665; 1250; 2500;

5000 µg/ml dipaparkan pada bakteri Ames Salmonella thypymurium TA 100, TA

98 dan Escherichia coli uvra tanpa dan dengan penambahan homogenat hati

tikus (S9) dengan dan tanpa penambahan S9 tidak memperlihatkan

pertumbuhan bakteri, sehingga dapat disimpulkan bahwa formula jamu ini tidak

bersifat mutagenik

Formula jamu lain yang berfungsi sebagai Adjuvan obat kanker yaitu terdiri dari

campuran ekstrak yang setara dengan tapak dara (Catharanti Herba) 2,5 g,

benalu teh (Dendrophthoe Pentandra) 2,5 g dan Pegagan (Centellae Herba) 2,5

g yang diuji pada dosis 156,4; 312,52; 665; 1250; 2500; 5000 µg/ml dipaparkan

pada bakteri Ames yaitu Salmonella thypymurium TA 100, TA 98 dan

Escherichia coli uvra tanpa dan dengan penambahan homogenat hati tikus (S9)

menunjukan dosis bahwa pada hasil 1250; 2500; 5000 µg/ml yang dipaparkan

pada Salmonella thypymurium TA 100 tanpa penambahan S9 menunjukkan sifat

mutagenik sedangkan dengan penambahan S9 bersifat mutagenik pada dosis

665; 1250; 2500; 5000 µg/ml. Tehadap bakteri Salmonella thypymurium TA 98

dan Escherichia coli uvra tanpa dan dengan penambahan homogenat hati tikus

(S9) pada semua tingkat dosis tidak memperlihat adanya pertumbuhan bakteri,

sehingga dapat disimpulkan bahwa campuran ekstrak ini memberikan efek

mutagenik dengan mekanisme substitusi pasangan basa.

7. RISET EFEK MUTAGENIK TERHADAP FORMULA JAMU YANG

DIGUNAKAN DI SARANA LAYANAN KESEHATAN PEMERINTAH SEBAGAI

OBAT PENYAKIT DEGENERARIF DAN INFEKSI

Obat herbal telah digunakan selama bertahun-tahun dan secara turun temurun

oleh masyarakat Indonesia, untuk pengobatan penyakit degeneratif seperti darah

tinggi, diabetes dan penurun lemak darah karena diyakini lebih aman dan murah.

Namun demikian obat herbal umumnya masih belum mempunyai data efek

mutagenik. Efek mutagenik menyebabkan terjadinya perubahan pada sifat

genetika sel makhluk hidup yang dapat berupa mutasi gen, aberasi kromosom

atau kerusakan DNA.

Tujuan dilakukan riset efek mutagenik terhadap formula jamu yang digunakan di

sarana layanan kesehatan pemerintah sebagai obat penyakit degeneratif adalah

untuk mendukung saintifikasi jamu di Indonesia dan agar dapat diketahui apakah

formula jamu tersebut tidak bersifat mutagenik sehingga konsumen merasa

aman menggunakan formula jamu tersebut.

Untuk menentukan sifat karsinogenik dari suatu zat kimia dapat dilakukan uji

mutagenisitas menggunakan metode Ames MPF (microplate format). Metode

Ames MPF merupakan pengembangan dari metode Ames konvensional, pada

metode Ames MPF digunakan microplate, sehingga lebih mudah dalam

pengerjaannya dan lebih efisien.

Formula jamu yang digunakan untuk membantu mengurangi lemak darah

mempunyai kandungan ekstrak yang setara dengan Curcuma Rhizoma 2,5 g

dan Morindae Fructus 2,5 g. Pada156,4; 312,52; 665; 1250; 2500 µg/ml

dipaparkan pada bakteri Ames yaitu Salmonella thypymurium TA 100, TA 98 dan

Escherichia coli uvra tanpa dan dengan penambahan homogenat hati tikus (S9)

tidak memperlihatkan adanya pertumbuhan bakteri.

Formula jamu yang digunakan sebagai anti diabetes melitus mempunyai

kandungan ekstrak yang setara dengan Sambiloto (Andrographidis paniculata)

0,5 g dan Daun salam (Syzygium polyanthum (Wight) 0,5 g. Pada156,4; 312,52;

665; 1250; 2500; 5000 µg/ml dipaparkan pada bakteri Ames yaitu Salmonella

thypymurium TA 100, TA 98 dan Escherichia coli uvra tanpa dan dengan

penambahan homogenat hati tikus (S9) tidak memperlihatkan adanya

pertumbuhan bakteri.

Formula jamu yang berkhasiat untuk membantu meringankan tekanan darah

tinggi yang ringan mempunyai kandungan ekstrak yang setara dengan pegagan

(Centellae Herba) 2,5 g dan daun kumis kucing (Orthosiphonis Folium) 2,5 g.

Pada dosis 156,4; 312,52; 665; 1250; 2500; 5000 µg/ml dipaparkan pada bakteri

Ames yaitu Salmonella thypymurium TA100, TA98 dan Escherichia coli uvra

tanpa dan dengan penambahan homogenat hati tikus (S9) tidak memperlihatkan

adanya pertumbuhan bakteri.

Dapat disimpulkan bahwa dari ketiga formula jamu diatas setelah dilakukan uji

mutagenisitas dengan metode Ames MPF menggunakan bakteri Salmonella

thypymurium TA 100, TA 98 dan Escherichia coli uvra tanpa dan dengan

penambahan homogenat hati tikus (S9) pada semua tingkat dosis tidak

memperlihat efek mutagenik.

8. KAJIAN DAN PENELUSURAN MIKROBA PANTOGEN PENYEBAB

KERACUNAN PADA PANGAN

Metode deteksi cepat yang dalam dekade ini berkembang pesat adalah metode

deteksi berbasiskan DNA. Real Time PCR merupakan salah satu metode cepat

secara kuantitatif yang mampu menguji secara tepat dan teliti. Keunggulan real-

time PCR lainnya ialah analisis dapat dilakukan tanpa membuka tabung

sehingga mengurangi resiko kontaminasi amplikon PCR atau molekul target

lainnya, serta mengurangi waktu penanganan atau pengujian. Dengan demikian,

penggunaan teknik real-time PCR lebih efisien dan efektif dibandingkan PCR

konvensional.

Kajian ini merupakan kajian literatur dan kajian laboratorium lanjutan yang

dilakukan terhadap kultur murni bakteri patogen S.Typhimurium sebagai bakteri

uji dan Shigella sonnei sebagai bakteri kontrol negatif. Pengembangan metode

berbasis DNA dimulai dengan tahap pra-amplifikasi dan diakhiri dengan tahap

amplifikasi. Tahap pra-amplifikasi meliputi persiapan sampel dan isolasi DNA,

kemudian dilanjutkan dengan tahap amplifikasi yaitu pengujian dengan Real

Time PCR. Tahap Persiapan mencakup reagensia, bakteri, sampel pangan, dan

media. Sampel pangan yang diuji adalah susu. S.Typhimurium dihitung dengan

metode Petroff hausser untuk mendapatkan konsentrasi 108 CFU/ml, kemudian

diencerkan hingga delapan tingkat pengenceran dan kemudian S.Typhimurium

dengan konsentrasi 105 CFU/ml diinokulasikan ke dalam sampel susu. Tahap

selanjutnya adalah diisolasi DNA S.Typhimurium dari setiap pengenceran,

sampel susu yang tidak diinokulasi dan sampel susu yang telah diinokulasi

dengan S.Typhimurium. Perhitungan jumlah mikroba pada sampel pangan

dilakukan dengan media selektif XLD.

Isolasi DNA S.Typhimurium dilakukan dengan metode pendidihan (boiling) dan

metode kit komersial (Qiagen, 2007, termodifikasi). Selanjutnya isolat DNA

S.Typhimurium tersebut ditelusuri kembali dengan menggunakan Real

TimePCR. Primer yang digunakan pada penelitian ini adalah primer invAF (5’-

ATC AGT ACC AGT CGT CTT ATC TTG AT-3’) dan primer invAR (5’-TCT GTT

TAC CGG GCA TAC CAT-3’) dengan sebelumnya telah dilakukan optimasi

konsentrasi primer akhir, yaitu 0,1 – 0,5 µM.

Hasil optimasi primer menunjukkan bahwa konsentrasi primer yang optimum

adalah 0,3 µM. Hasil pengembangan metode menunjukkan kurva standar

dengan nilai koefisien regresi (R2) dan efisiensi (E) berturut-turut adalah sebagai

berikut: untuk metode pendidihan nilai R2 adalah 0,944 dan nilai E adalah

122,3%, sedangkan dengan metode kit komersial nilai R2 adalah 0,999 dan nilai

E adalah 101,4%. Secara teoritis, kurva standar untuk nilai R2 adalah 1 dan nilai

E adalah 90% sampai dengan 110%. Sehingga perlu dilakukan pengembangan

lebih lanjut untuk metode pendidihan, agar diperoleh hasil yang lebih baik dan

konsisten.

9. UJI PROFISIENSI DNA BABI

Kegiatan Uji Banding DNA babi di Pusat Riset Obat dan Makanan (PROM)

dilaksanakan pada bulan April sampai Juni 2011. Kegiatan ini dikoordinasi oleh

laboratorium bioteknologi PPOMN dengan melibatkan beberapa laboratorium

diantaranya laboratorium bioteknologi PPOMN, laboratorium PROM,

laboratorium Balai Besar POM Makassar dan laboratorium Balai Besar POM

Mataram.

Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk mendeteksikeberadaanbabidalam

makanan olahandengan metodereal-timePCR menggunakanSYBR Green. Gen

sitokrom-b pada daerah mitokondria DNA digunakan sebagai kunci pendeteksian

DNA dengan PCR. Sampel yang diuji pada kegiatan ini berupa 4 sampel (2

sampel dendeng dan 2 sampel kornet). Masing-masing sampel diisolasi DNA

nya dengan kit komersial QIAamp DNA Blood Mini Kit (Qiagen, Hilden,

Germany). Setelah diekstraksi, DNA diidentifikasi dengan real-time PCR dengan

primer cytb forward primer 5’-ATG AAA CAT TGG AGT AGT CCT ACT ATT TAC

C-3’, cytb reverse primer 5’-CTA CGA GGT CGT TTC CGATAT AAG G-3’.

Dari hasil yang didapat, menunjukkan bahwa dari 4 sampel yang diuji,

duasampel berasal dari daging babi (1 sampel kornet dan 1 sampel

dendeng)dan duasampel adalah negatif.

Sebagai kesimpulan, metodeekstraksi DNAolehCTABdan

kitkomersialmenunjukkanhasil yang baikkarenadapat digunakan

untukmengisolasidaging olahanpada dendeng dankornet. Metode inijuga

merupakan metode sederhana dan cepat. Dengan memilih daerah mitokondria

yang dan primer yang sesuai, sangat memungkinkan untuk mendapatkan

amplifikasi DNA yang spesifik yang dapat digunakan untuk mendeteksi pada

tingkat spesies, bahkan pada produk olahan. Metode real-time

PCRberdasarkanSYBRGreen dapat digunakan untuk penentuankualitatif dan

kuantitatif, tetapi diperlukan desain dan optimasi yang maksimal untuk

mendapatkan hasil uji yang valid.