rinosinusitis dengan polip hidung
DESCRIPTION
rinosinusitisTRANSCRIPT
TUTORIAL
RINOSINUSITIS KRONIK DENGAN POLIP HIDUNG
Danil Anugrah Jaya (2008730007)
Herdy Rizky Susetyo (200873000 )
Rika Enjelia (200873000 )
BAGIAN ILMU PENYAKIT TELINGA HIDUNG TENGGOROK
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
2013
Pembimbing : dr. Dian Nurul al Amini, Sp. THT
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas
segala limpahan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis sehingga dapat
menyelesaikan Tuorial ini yang berjudul:
“Rinosinusitis Kronis dengan polip hidung”
Penulis menyadari bahwa dalam proses penulisan tutorial ini masih dari
jauh dari kesempurnaan baik materi maupun cara penulisannya. Namun demikian,
penulis telah berupaya dengan segala kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki
sehingga dapat selesai dengan baik dan oleh karenanya, penulis dengan rendah
hati dan dengan tangan terbuka menerima masukan,saran dan usul guna
penyempurnaan tutorial ini.
Akhirnya penulis berharap semoga tutorial ini dapat bermanfaat bagi
seluruh pembaca.
Jakarta, Juli 2013
Penulis
Tutorial iRinosinusitis Kronis dengan polip hidung
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN.................................................................................................i
KATA PENGANTAR........................................................................................................ii
DAFTAR ISI..................................................................................................................... iii
PENDAHULUAN.............................................................................................................1
1.1. Latar Belakang.......................................................................................................1
1.2. Tujuan Penulisan....................................................................................................2
1.3. Teknik Pengumpulan referensi................................................................................2
1.4. Sistematika Penulisan..............................................................................................2
ISI......................................................................................................................................3
II.1. Definisi...................................................................................................................3
II.2. Anatomi Sinus........................................................................................................3
II.3. Patogenesa..............................................................................................................5
II.4. Etiologi...................................................................................................................7
II.5. Klasifikasi...............................................................................................................8
II.6. Gejala dan Diagnosis..............................................................................................8
II.7. Komplikasi sinusitis.............................................................................................14
PENUTUP.......................................................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................18
Tutorial iiRinosinusitis Kronis dengan polip hidung
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Rhinosinusitis merupakan suatu proses infalamasi yang melibatkan mukosa dari nasal dan satu atau lebih sinus paranasal. Mukosa dari nasal dan sinus-sinus paranasal membentuk suatu ikatan atau kountinuitas bentuk dan dengan demikian lebih sering mucosa dari sinus paranasal akan terlibat jika terdapat suatu penyakit atau kelainan primer yang diakibatkan suatu proses peradangan dari mukosa nasal. Akut rhinosinusitis yang diakibatkan suatu infeksi virus sering berhubungan dengan selesma atau common cold dimana hal tersebut paling sering diakibatkan oleh infeksi virus. Hal ini sering sekali ditemukan atau dihadapi oleh dokter umum, dokter spesialis paru, dan dokter spesialis THT diseluruh dunia.
Hal tersebut telah diestimasi atau diperhitungkan, dimana anatara 30% dan 50% dari keseluruhan pasien yang dokter keluarga temukan menderita beberapa bentuk rhinosinusitis. Rhinosinusitis adalah penyakit yang paling sering dilaporkan secara konstitusi sekitar 14% ( 30 juta) kasus di Amerika menurut departemen sensus dimana secara estimasi biaya sekitar 5.78 juta dollar Amerika dikeluarkan per tahun. Dengan rata-rata dewasa muda mengalami serangan sekitar 2-5 kali dalam 1 tahun dengan grup yang paling tinggi diantara usia 3 dan 6 tahun.
European position paper on rhinosinusitis and nasal polyps (EPOS) pada tahun 2012 menetapkan ke dalam 3 inti yaitu, definisi secara klinik, definisi secara studi epidemiologi, dan definisi berdasarkan simptom tanpa pemeriksaan THT dan radiologi. Rhinosinusitis akut ditetapkan sebagai suatu serangan mendadak dua atau lebih simptom, salah satunya harus suatu bentuk obstruksi/kongesti/blokade dari nasal atau keluarnya kotoran dari nasal (anterior/post nasal drip), dengan atau tidak nyeri fasial dan rasa tertekan, hilang atau berkurangnya penciuman lebih dari 12 minggu, baik itu deisertai dengan polip atau tidak disertai dengan polip.
1.2. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dalam pembahasan tutorial ini adalah untuk mengetahui apakah terdapat suatu massa di rongga hidung merupakan polip atau bukan selain perlu dikuasai anatomi dari hidung juga perlu dimengerti serta dikuasai beserta dengan tata cara pemeriksaan yang dapat menyingkirkan kemungkinan diagnosa lain. Di dalam tutorial ini akan dijelaskan mengenai anatomi, fisiologi hidung serta patofisiologi, gejala klinis, pemeriksaan dan penatalaksanaan pada polip nasi dan secara keseluruhan mengenai keluhan pada pasien.
Tutorial 1Rinosinusitis Kronis dengan polip hidung
1.3. Teknik Pengumpulan referensiDalam penyusunan tutorial ini, metode pengumpulan referensi yang digunakan
adalah secara tidak langsung melalui kepustakaan yaitu buku-buku referensi dan pustaka
elektronik yang berhubungan dengan judul dari referat ini yaitu obstruksi saluran
pernapasan atas.
1.4. Sistematika PenulisanTutorial ini disusun secara sistematis mulai dari bab pendahuluan yang
membahas latar belakang, tujuan penulisan, teknik pengumpulan referensi dan
sistematika penulisan. Kemudian diikuti bab pembahasan yang akan menjelaskan tentang
toipk. Terakhir bab III yang merupakan bab penutup yang akan disimpulkan mengenai
pembahasan pada bab II serta kritik dan saran juga akan disampaikan pada bab III
tersebut.
Tutorial 2Rinosinusitis Kronis dengan polip hidung
BAB II
ISI
PERTANYAAN
• Bagaimana anatomi dan fisiologi hidung dan sinus paranasal ?
• Pengertian rinosinusitis & polip Hidung?
• Apa penyebab ?
• Bagaimana patofisiologi?
• Bagaimana pembagian klasifikasi pada rinosinusitis & stadium pada polip
hidung?
• Bagaimana tanda dan gejala rinosinusitis & Polip Hidung?
• Bagaimana penatalaksanaanrinosinusitis & Polip hidung?
• Komplikasi rinosinusitis & Polip hidung?
II.1. Anatomi
2.1.1 Hidung Luar
Hidung luar berbentuk piramid dengan bagian-bagiannya dari atas ke
bawah : 1) pangkal hidung (bridge), 2) dorsum nasi, 3) puncak hidung, 4) ala nasi, 5)
kolumela dan 6) lubang hidung (nares anterior).1
Tutorial 3Rinosinusitis Kronis dengan polip hidung
Gambar 5. Anatomi hidung luar
Hidung luar dibentuk oleh kerangka tulang dan tulang rawan yang dilapisi
oleh kulit, jaringan ikat dan beberapa otot kecil yang berfungsi untuk melebarkan
atau menyempitkan lubang hidung. Kerangka tulang terdiri dari 1) tulang hidung (os
nasalis), 2) prosesus frontalis os maksila dan 3) prosesus nasalis os frontal,
sedangkan kerangka tulang rawan terdiri dari beberapa pasang tulang rawan yang
terletak di bagian bawah hidung, yaitu 1) sepasang kartilago nasalis lateralis
superior, 2) sepasang kartilago nasalis lateralis inferior yang disebut juga sebagai
kartilago alar mayor, 3) beberapa pasang kartilago alar minor dan 4) tepi anterior
kartilago septum.1
Tutorial 4Rinosinusitis Kronis dengan polip hidung
Gambar 6. Anatomi tulang hidung
2.1.2 Hidung Dalam
Rongga hidung atau kavum nasi berbentuk terowongan dari depan ke
belakang, dipisahkan oleh septum nasi di bagian tengahnya menjadi kavum nasi
kanan dan kiri. Pintu atau lubang masuk kavum nasi bagian depan disebut nares
anterior dan lubang belakang disebut nares posterior (koana) yang menghubungkan
kavum nasi dengan nasofaring.1
Bagian dari kavum nasi yang letaknya sesuai dengan ala nasi, tepat
dibelakang nares anteriror, disebut vestibulum. Vestibulum ini dilapisi oleh kulit
yang mempunyai banyak kelenjar sebasea dan rambut-rambut panjang yang disebut
vibrise.1
Tiap kavum nasi mempunyai 4 buah dinding, yaitu dinding medial, lateral,
inferior dan superior. 1
Dinding medial hidung ialah septum nasi. Septum dibentuk oleh tulang dan
tulang rawan. Bagian tulang adalah lamina perpendikularis os etmoid, vomer, krista
nasalis os maksila dan krista nasalis os palatina. Bagian tulang rawan adalah
kartilago septum (lamina kuadrangularis) dan kolumela. 1
Septum dilapisi oleh perikondrium pada bagian tulang rawan dan periostium
pada bagian tulang, sedangkan diluarnya dilapisi pula oleh mukosa hidung. Bagian
depan dinding lateral hidung licin, yang disebut ager nasi dan dibelakangnya
terdapat konka-konka yang mengisi sebagian besar dinding lateral hidung. 1
Pada dinding lateral terdapat 4 buah konka. Yang terbesar dan letaknya
paling bawah ialah konka inferior, kemudian yang lebih kecil adalah konka media,
lebih kecil lagi ialah konka superior, sedangkan yang terkecil disebut konka
suprema. 1
Konka inferior merupakan tulang tersendiri yang melekat pada os maksila
dan labirin etmoid, sedangkan konka media, superior dan suprema merupakan
bagian dari labirin etmoid. Di antara konka-konka dan dinding lateral hidung
terdapat rongga sempit yang disebut meatus. Tergantung dari letak meatus, ada tiga
meatus yaitu meatus inferior, medius dan superior. Meatus inferior terletak di antara
konka inferior dengan dasar hidung dan dinding lateral rongga hidung. Pada meatus
Tutorial 5Rinosinusitis Kronis dengan polip hidung
inferior terdapat muara (ostium) duktus nasolakrimalis. Meatus medius terletak di
antara konka media dan dinding lateral rongga hidung. Pada meatus medius terdapat
muara sinus frontal, sinus maksila, dan sinus etmoid anterior. Pada meatus superior
yang merupakan ruang diantara konka superior dan konka media terdapat muara
sinus etmoid posterior dan sinus sfenoid. 1
Gambar 7. Anatomi Hidung Dalam
2.1.3 Batas Rongga Hidung
Dinding inferior merupakan dasar rongga hidung dan dibentuk oleh os
maksila dan os palatum. Dinding superior atau atap hidung sangat sempit dan
dibentuk oleh lamina kribriformis, yang memisahkan rongga tengkorak dari
rongga hidung. Lamina kribriformis merupakan lemoeng tulang berasal dari os
etmoid, tulang ini berlubang-lubang (kribrosa= saringan) tempat masuknya
serabut-serabut saraf olfaktorius. Dibagian posterior, atap rongga hidung
dibentuk oleh os sfenoid. 1
2.1.4 Kompleks Ostiomeatal (KOM)
Kompleks ostiomeatal (KOM) adalah bagian dari sinus etmoid anterior
yang berupa celah pada dinding lateral hidung yang dibatasi oleh konka media
dan lamina papirasea. Struktur anatomi penting yang membentuk KOM adalah
prosesus unsinatus, infundibulum etmoid, hiatus semilunaris, bula etmoid, agger
nasi dan ressus frontal. KOM merupakan unit fungsional yang merupakan tempat
Tutorial 6Rinosinusitis Kronis dengan polip hidung
ventilasi dan drainase dari sinus-sinus yang letaknya di anterior, yaitu sinus
maksila, etmoid anterior dan frontal. Jika terjadi obstruksi pada celah yang sempit
ini, maka akan terjadi perubahan patologis yang signifikan pada sinus-sinus yang
terkait. 1
Gambar 8. Kompleks Osteomeatal
2.1.5 Suplai Darah (Vaskularisasi Hidung)
Bagian atas rongga hidung mendapat perdarahan dari a. Etmoid anterior
dan posterior yang merupakan cabang dari a.oftalmika dari a.karotis interna. 1
Bagian bawah rongga hidung mendapat pendarahan dari cabang
a.maksilaris interna, di antaranya ialah ujung a.palatina mayor dan
a.sfenopalatina yang keluar dari foramen sfenopalatina bersama n.sfenopalatina
dan memasuki rongga hidung di belakang ujung posterior konka media. 1
Bagian depan hidung mendapat pendarahan dari cabang-cabang a.fasialis.
Pada bagian depan septum terdapat anastomosis dari cabang-cabang
a.sfenopalatina, a.etmoid anterior, a.labialis superior dan a.palatina mayor, yang
disebut pleksus Kiesselbach. Pleksus Kiesselbach letaknya superfisial dan mudah
cidera oleh trauma, sehingga sering menjadi sumber epistaksis terutama pada
anak. 1
Tutorial 7Rinosinusitis Kronis dengan polip hidung
Vena-vena hidung mempunyai nama yang sama dan berjalan
berdampingan dengan arterinya. Vena di vestibulum dan struktur luar hidung
bermuara ke v.oftalmika yang berhubungan dengan sinus kavernosus. Vena-vena
di hidung tidak memiliki katup, sehingga merupakan faktor predisposisi untuk
mudahnya penyebaran infeksi sampai ke intrakranial. 1
Gambar 9. Pembuluh Darah Hidung
2.1.6 Persarafan Hidung
Bagian depan dan atas rongga hidung mendapat persarafan sensoris dari
n.etmoidalis anterior, yang merupakan cabang dari n.nasosiliaris, yang berasal
dari n.oftalmikus (N. V-1). Rongga hidung lainnya, sebagian besar mendapat
persarafan sensoris dari n.maksila melalui ganglion sfenopalatinum. 1
Tutorial 8Rinosinusitis Kronis dengan polip hidung
Ganglion sfenopalatina, selain memberikan persarafan sensoris, juga
memberikan persarafan vasomotor atau otonom untuk mukosa hidung. Ganglion
ini menerima serabut-serabut sensoris dari n.maksila, serabut parasimpatis dari
n.petrosus superfisialis mayor dan serabut-serabut simpatis dari n.petrosus
profundus. Ganglion sfenopalatinum terletak di belakang dan sedikit di atas ujung
posterior konka media. 1
Gambar 10. Persarafan Hidung
Fungsi penghidu berasal dari nervus olfaktorius. Saraf ini turun melalui
lamina kribosa dari permukaan bawah bulbus olfaktorius dan kemudian berakhir
pada sel-sel reseptor penghidu pada mukosa olfaktorius di daerah sepertiga atas
hidung. 1
2.1.7 Sistem Mukosiliar
Seperti pada mukosa hidung, di dalam sinus juga terdapat mukosa
bersilia dan palut lendir di atasnya. di dalam sinus, silia bergerak secara teratur
untuk mengalirkan lendir menuju ostium alamiahnya mengikuti jalur-jalur yang
sudah tertentu polanya. Pada dinding lateral hidung terdapat dua aliran ttanspor
mukosiliar dari sinus. Lendir yang berasal dari kelompok sinus anterior yang
bergabung di infundibulum etmoid dialirkan ke nasofaring di depan muara tuba
eustachius. Lendir yang berasal dari kelompok sinus posterior bergabung di
resesus sfenoetmoidalis, dialirkan ke nasofaring di postero-superior muara tuba.
Tutorial 9Rinosinusitis Kronis dengan polip hidung
Inilah sebabnya pada sinusitis didapati sekret pasca-nasal (post nasal drip), tetapi
belum tentu ada sekret di rongga hidung. 1
2.1.8 Sistem Limfatik
Suplai limfatik hidung sangat kaya dimana terdapat jaringan pembuluh
anterior dan posterior. Jaringan limfatik anterior adalah kecil dan bermuara di
sepanjang pembuluh fasialis yang menuju leher. Jaringan ini mengurus hampir
seluruh bagian anterior hidung – vestibulum dan daerah prekonka. 1
Jaringan limfatik posterior mengurus mayoritas anatomi hidung,
menggabungkan ketiga saluran utama di daerah hidung belakang saluran
superior, media dan inferior. Kelompok superior berasal dari konka media dan
superior dan bagian dinding hidung yang berkaitan, berjalan di atas tuba
eustachius dan bermuara pada kelenjar limfe retrofaringea. Kelompok media,
berjalan di bawah tuba eustachius, mengurus konka inferior, meatus inferior, dan
sebagian dasar hidung dan menuju rantai kelenjar limfe jugularis. Kelompok
inferior berasal dari septum dan sebagian dasar hidung, berjalan menuju kelenjar
limfe di sepanjang pembuluh jugularis interna. 1
2.1.9 Sinus Paranasal
Gambar 11. Sinus Paranasal
Ada delapan sinus paranasal, empat buah pada masing-masing sisi hidung.
Anatominya dapat dijelaskan sebagai berikut:
Sinus frontal kanan dan kiri, sinus ethmoid kanan dan kiri (anterior dan
posterior), sinus maksila kanan dan kiri (antrium highmore) dan sinus sfenoid kanan
Tutorial 10Rinosinusitis Kronis dengan polip hidung
dan kiri. Semua sinus ini dilapisi oleh mukosa yang merupakan lanjutan mukosa
hidung, berisi udara dan semua bermuara di rongga hidung melalui ostium masing-
masing. Pada meatus medius yang merupakan ruang diantara konka superior dan
konka inferior rongga hidung terdapat suatu celah sempit yaitu hiatus semilunaris
yakni muara dari sinus maksila, sinus frontalis dan ethmoid anterior. 1
Sinus paranasal terbentuk pada fetus usia bulan III atau menjelang bulan IV
dan tetap berkembang selama masa kanak-kanak, jadi tidak heran jika pada foto
rontgen anak-anak belum ada sinus frontalis karena belum terbentuk. Pada meatus
superior yang merupakan ruang diantara konka superior dan konka media terdapat
muara sinus ethmoid posterior dan sinus sfenoid. 1
a. Sinus Maksilaris
Sinus maksilaris merupaka sinus paranasalis yang terbesar. Sinus ini sudah
ada sejak lahir dan mencapa ukuran maksimum (+ 15 ml) pada saat dewasa. Dari
segi klinis yang perlu diperhatikan dari anatomi sinus maxilla adalah:1. Dasar sinus maksilaris berhubungan dengan gigi P1, P2, M1, dan M22. Ostium sinus maksilaris lebih tinggi dari dasarnya
Sinus maksilaris (antrum of highmore) adalah sinus yang
pertama berkembang. Struktur ini pada umumnya berisi cairan pada kelahiran.
Pertumbuhan dari sinus ini adalah bifasik dengan pertumbuhan selama 0-3 tahun dan
7-12 tahun.Sepanjang pneumatisasi kemudian menyebar ke tempat yang rendah
dimana gigi yang permanen mengambil tempat mereka. Pneumatisasinya dapat
sangat luas sampaiakar gigi hanya satu lapisan yang tipis dari jaringan halus yang
mencakup mereka. 1
Sinus maksilaris orang dewasa berbentuk piramida dan mempunyai volume
kira-kira 15 ml (34 x 33 x 23 mm). dasar dari piramida adalah dinding nasal
dengan puncak yang menunjuk ke arah processus zigomatikum. Dinding anterior
mempunyai foramen intraorbital yang berada pada bagian midsuperior dimana
nervus intraorbital berjalan di atas atap sinus dan keluar melalui foramen ini. Bagian
tertipis dari dinding anterior adalah sedikit diatas fossa canina. Atap dibentuk oleh
dasar orbita dan ditranseksi oleh n.infraorbita. dinding posterior tidak bisa ditandai.
Di belakang dari dinding ini adalah fossa pterygomaxillaris dengan a.maksilaris
interna, ganglion sfenopalatina dan saluran vidian, n.palatina mayor dan foramen
rotundum. 1
Tutorial 11Rinosinusitis Kronis dengan polip hidung
Dasar dari sinus bervariasi tingkatannya. Sejak lahir sampai umur 9 tahun
dasar dari sinus adalah di atas rongga hidung. Pada umur 9 tahun dasar dari sinus
secara umum samadengan dasar nasal. Dasar sinus berlanjut menjadi pneumatisasi
sinus maksilaris. Oleh karena itu berhubungan dengan penyakit gigi di sekitar gigi
rahang atas, yaitu premolar dan molar. 1
Cabang dari a. maksilaris interna mendarahi sinus ini. Termasuk infraorbita,
cabang a. sfenopalatina, a. palatina mayor, v. aksilaris dan v. jugularis system
duralsinus. Sedangkan persarafan sinus maksila oleh cabang dari n.V.2 yaitu n.
palatina mayor dan cabang dari n. infraorbita. 1
Ostium sinus maksilaris terletak di bagian superior dari dinding medial
sinus. Intranasal biasanya terletak pada pertengahan posterior infundibulum etmoid,
atau disamping 1/3 bawah processus uncinatus. Ukuran ostium ini rata-rata 2,4 mm
tapi dapat bervariasi. 88% dari ostium sinus maksilaris bersembunyi di
belakang processus uncinatus sehingga tidak bisa dilihat secara endoskopi. 1
b. Sinus Ethmoidalis
Sinus etmoid adalah struktur yang berisi cairan pada bayi yang baru
dilahirkan. Selama masih janin perkembangan pertama sel anterior diikuti oleh
sel posterior. Sel tumbuh secara berangsur-angsur sampai usia 12 tahun. Sel ini
tidak dapat dilihat dengan sinar x sampai usia 1 tahun. Septa yang ada secara
berangsur-angsur menipis dan pneumatisasi berkembang sesuai usia. Sel etmoid
bervariasi dan sering ditemukan di atas orbita, sfenoid lateral, ke atap maksila dan
sebelah anterior diatas sinus frontal. Peyebaran sel etmoid ke konka disebut konka
bullosa. 1
Gabungan sel anterior dan posterior mempunyai volume 15 ml (33 x 27 x
14mm). Bentuk ethmoid seperti piramid dan dibagi menjadi sel multipel oleh sekat
yang tipis. Atap dari ethmoid dibentuk oleh berbagai struktur yang penting. Sebelah
anterior posterior agak miring (15°). 2/3 anterior tebal dan kuat dibentuk oleh os
frontal dan foveola etmoidalis. 1/3 posterior lebih tinggi sebelah lateral dan
sebelahmedial agak miring ke bawah ke arah lamina kribiformis. Perbedaan berat
antara atapmedial dan lateral bervariasi antara 15-17 mm. sel etmoid posterior
berbatasandengan sinus sfenoid. 1
Tutorial 12Rinosinusitis Kronis dengan polip hidung
Sinus etmoid mendapat aliran darah dari a.karotis eksterna dan interna
dimana a.sfenopalatina dan a.oftalmika mendarahi sinus dan pembuluh venanya
mengikuti arterinya. Sinus etmoid dipersarafi oleh n V.1 dan V.2, n V.1 mensarafi
bagiansuperior sedangkan sebelah inferior oleh n V.2. Persarafan parasimpatis
melaluin.vidianus, sedangkan persarafan simpatis melalui ganglion servikal. Sel di
bagian anterior menuju lamela basal. Pengalirannya ke meatus mediamelalui
infundibulum etmoid. Sel yang posterior bermuara ke meatus superior dan
berbatasan dengan sinus sfenoid. Sel bagian posterior umumnya lebih sedikit
dalam jumlah namun lebih besar dalam ukuran dibandingkan dengan sel bagian
anterior. Bula etmoid terletak diatas infundibulum dan permukaan lateral inferiornya,
dan tepi superior prosesus uncinatus membentuk hiatus semilunaris. Ini merupakan
sel etmoid anterior yang terbesar. Infundibulum etmoid perkembanganya
mendahului sinus. 1
Dinding anterior dibentuk oleh prosesus uncinatus, dinding medial
dibentuk oleh prosesus frontalis os maksila dan lamina papyracea. 1
c. Sinus Frontalis
Sinus frontalis sepertinya dibentuk oleh pergerakan ke atas dari sebagian besar
sel-sel etmoid anterior. Os frontal masih merupakan membran pada saatkelahiran
dan mulai mengeras sekitar usia 2 tahun. Perkembangan sinus mulai usia 5tahun dan
berlanjut sampai usia belasan tahun. 1
Volume sinus ini sekitar 6-7 ml (28 x 24 x 20 mm). Anatomi sinus frontalis
sangat bervariasi tetapi secara umum ada dua sinus yang terbentuk seperti corong.
Dinding posterior sinus yang memisahkan sinus frontalis dari fosa kranium
anterior lebih tipis dan dasar sinus ini juga berfungsi sebagai bagian dari atap rongga
mata. 1
Sinus frontalis mendapatkan perdarahan dari a.oftalmika melalui
a.supraorbitadan supratrochlear. Aliran pembuluh vena melalui v.oftalmica superior
menuju sinuskavernosus dan melalui vena-vena kecil di dalam dinding posterior
yang mengalir kesinus dural. Sinus frontalis dipersarafi oleh cabang n V.1. secara
khusus, nervus-nervus ini meliputi cabang supraorbita dan supratrochlear. 1
Tutorial 13Rinosinusitis Kronis dengan polip hidung
d. Sinus Sfenoidalis
Sinus sfenoidalis sangat unik karena tidak terbentuk dari kantong
ronggahidung. Sinus ini dibentuk dalam kapsul rongga hidung dari hidung janin.
Tidak berkembang sampai usia 3 tahun. Usia 7 tahun pneumatisasi telah mencapai
sela turcica. Sinus mencapai ukuran penuh pada usia 18 tahun. 1
Usia belasan tahun, sinus ini sudah mencapai ukuran penuh dengan volume
7,5 ml (23 x 20 x 17 mm). Pneumatisasi sinus ini, seperti sinus frontalis,
sangat bervariasi. Secara umum merupakan struktur bilateral yang terletak
posterosuperior dari rongga hidung. Dinding sinus sphenoid bervariasi ketebalannya,
dinding anterosuperior dan dasar sinus paling tipis (1-1,5 mm). Dinding yang lain
lebih tebal. Letak dari sinus oleh karena hubungan anatominya tergantung dengan
tingkat pneumatisasi. Ostium sinus sfenoidalis bermuara ke recessus
sfenoetmoidalis. Ukurannya sangat kecil (0,5 -4 mm) dan letaknya 10 mm di atas
dasar sinus. 1
Atap sinus sfenoid diperdarahi oleh a.ethmoid posterior, sedangkan bagian
lainnya mendapat aliran darah dari a.sfenopalatina. Aliran vena melalui v.maksilaris
ke v.jugularis dan pleksus pterigoid. sinus sfenoid dipersarafi oleh cabang n V.1
danV.2. n.nasociliaris berjalan menuju n.etmoid posterior dan mempersarafi atap
sinus. Cabang-cabang n.sfenopalatina mempersarafi dasar sinus. 1
II.2 Histologi Hidung
Mukosa Hidung
Rongga hidung dilapisi oleh mukosa yang secara histologik dan fungsional
dibagi atas mukosa pernapasan (mukosa respiratori) dan mukosa penghidu (mukosa
olfaktorius). 1
Mukosa pernapasan terdapat pada sebagian besar rongga hidung dan
permukaannya dilapisi oleh epitel torak berlapis semu yang mempunyai silia
(ciliated pseudostratified collumner ephitelium) dan di antaranya terdapat sel – sel
goblet.
Mukosa penghidu terdapat pada atap rongga hidung, konka superior dan
sepertiga atas septum. Mukosa dilapisi oleh epitel torak berlapis semu tidak bersilia
Tutorial 14Rinosinusitis Kronis dengan polip hidung
(pseudostratified collumner non ciliated ephitelium ). Epitelnya dibentuk oleh tiga
macam sel, yaitu sel penunjang, sel basal dan sel reseptor penghidu. Daerah mukosa
penghidu berwarna cokelat kekuningan. 1
Pada bagian yang lebih terkena aliran udara mukosanya lebih tebal dan
kadang – kadang terjadi metaplasia, menjadi sel epitel skuamosa. 1
Dalam keadaan normal mukosa respiratori berwarna merah muda dan selalu
basah karena diliputi oleh palut lendir (mucous blanket) pada permukaannya. Di
bawah epitel terdapat tunika propia yang banyak mengandung pembuluh darah,
kelenjar mukosa dan jaringan limfoid. 1
Pembuluh darah pada mukosa hidung mempunyai susunan yang khas.
Arteriol terletak pada bagian yang lebih dalam dari tunika propia dan tersusun secara
paralel dan longitudinal. Arteriol ini memberikan perdarahan pada anyaman kapiler
periglanduler dan sub epitel. Pembuluh eferen dari anyaman kapiler ini membuka ke
rongga sinusoid vena yang besar yang dindingnya dilapisi oleh jaringan elastik dan
otot polos. Pada bagian ujungnya sinusoid mempunyai sfingter otot. Selanjutnya
sinusioid akan mengalirkan darahnya ke pleksus vena yang lebih dalam lalu ke
venula. Dengan susunan demikian mukosa hidung menyerupai jaringan kavernosa
yang erektil, yang mudah mengembang dan mengerut. Vasodilatasi dan
vasokonstriksi pembuluh darah ini dipengaruhi oleh saraf otonom. 1
II.3 Fisiologi
2.3.1 Fisiologi Hidung
Fungsi hidung ialah untuk jalan napas, alat pengatur kondisi udara (air
conditioning), penyaring udara, sebagai indra penghidu, untuk resonansi suara, turut
membantu proses bicara dan refleks nasal. 2
a. Sebagai Jalan Napas
Pada inspirasi, udara masuk melalui nares anterior, lalu naik ke atas
setinggi konka media dan kemudian turun ke bawah ke arah nasofaring, sehingga
aliran udara ini berbentuk lengkungan atau arkus. Pada ekspirasi, udara masuk
melalui koana dan kemudian mengikuti jalan yang sam seperti udara inspirasi.
Akan tetapi di bagian depan aliran udara memecah, sebagian akan melaui nares
anterior dan sebagian lain kembali ke belakang membentuk pusaran dan
bergabung dengan aliran dari nasofaring. 2
Tutorial 15Rinosinusitis Kronis dengan polip hidung
Gambar 12. Proses Inspirasi
b. Pengatur Kondisi Udara
Fungsi hidung sebagai pengatur kondisi udara perlu untuk
mempersiapkan udara yang akan masuk ke dalam alveolus paru. Fungsi ini
dilakukan dengan cara mengatur kelembaban udara dan mengatur suhu. 2
Mengatur kelembaban udara. Fungsi ini dilakukan oleh palut lendir
(mucous blanket). Pada musim panas, udara hampir jenuh oleh uap air,
penguapan dari lapisan ini sedikit, sedangkan pada musim dingin akan terjadi
keadaan sebelumnya. 2
Mengatur suhu. Fungsi ini dimungkinkan karena banyaknya pembuluh
darah di bawah epitel dan adanya permukaan konka dan septum yang luas,
sehingga radiasi dapat berlangsung secara optimal. Dengan demikian suhu udara
setelah melalui hidung kurang lebih 37 oC. 2
c. Sebagai Penyaring Dan Pelindung
Fungsi ini berguna untuk membersihkan udara inspirasi dari debu dan
bakteri dandilakukan oleh : rambut (vibrissae) pada vestibulum nasi, silia, serta
palut lendir (mucous blanket). Debu dan bakteri akan melekat pada palut lendir
dan partikel-partikel yang besar akan dikeluarkan dengan refleks bersin. Palut
lendir ini akan dialirkan ke nasofaring oleh gerakan silia. Faktor lain ialah enzim
yang dapat menghancurkan beberapa jenis bakteri, yang disebut lysozyme. 2
d. Indra Penghidu
Hidung juga bekerja sebagai indra penghidu dengan adanya mukosa
olfaktorius pada atap rongga hidung, konka superior dan sepertiga bagian atas
septum. Partikel bau dapat dapat mencapai daerah ini dengan cara difusi dengan
palut lendir atau bila menarik napas dengan kuat. 2
Tutorial 16Rinosinusitis Kronis dengan polip hidung
e. Resonansi Suara
Resonansi oleh hidung penting untuk kualitas suara ketika berbicara dan
menyanyi. Sumbatan hidung akan menyebabkan resonansi berkurang atau hilang,
sehingga terdengar suara sengau (rinolalia). 2
f. Proses Bicara
Hidung membantu proses pembentukan kata-kata. Kata dibentuk oleh
lidah, bibir dan palatum mole. Pada pembentukan konsonan nasal rongga mulut
tertutup dan hidung terbuka, palatum mole turun untuk aliran darah. 2
g. Refleks Nasal
Mukosa hidung merupakan reseptor refleks yang berhubungan dengan
saluran cerna, kardiovaskuler dan pernafasan. Contoh : iritasi mukosa hidung
menyebabkan sekresi kelenjar liur, lambung dan pankreas. 2
2.3.2 Fisiologi Sinus Paranasal
Berbagai teori telah dikembangkan untuk menjelaskan fungsi dari
sinus paranasal. Teori ini meliputi fungsi dari kelembaban udara inspirasi,
membantu pengaturan tekanan intranasal dan tekanan serum gas, mendukung
pertahanan imunitas, meningkatkan area permukaan mukosa, meringankan volume
tengkorak, membantu resonansi suara, menyerap goncangan dan mendukung
pertumbuhan muka. 2
a. Mengatur Kelembaban Udara Inspirasi
Menurut beberapa teori walaupun mukosa hidung telah beradaptasi
untuk melakukan fungsi ini, sinus tetap berperan pada area permukaan mukosa
dankemampuannya untuk menghangatkan. Beberapa peneliti memperlihatkan
bahwa bernafas dengan mulut dapat menurunkan volume akhir CO2 yang
dapatmeningkatkan kadar CO2 serum dan berperan pada sleep apnea. 2
Meskipun sinus dianggap dapat berfungsi sebagai ruang tambahan
untuk memanaskan dan mengatur kelembaban udara inspirasi, namun teori ini
memiliki kelemahan karena tidak didapati pertukaran udara yang definitif antara
sinus danrongga hidung. Volume pertukaran udara dalam ventilasi sinus kurang
lebih 1/1000 volume sinus pada tiap kali bernafas, sehingga dibutuhkan beberapa
Tutorial 17Rinosinusitis Kronis dengan polip hidung
jam untuk pertukaran udara total dalam sinus. Selain itu mukosa sinus juga tidak
memilikivaskularisasi dan kelenjar yang sebanyak mukosa hidung. 2
b. Penyaringan Udara
Oleh karena produksi mukosa sinus, mereka berperan pada pertahanan
imunatau penyaringan udara yang dilakukan oleh hidung. Hidung dan mukosa sinus
terdiridari sel silia yang berfungsi untuk menggerakan mukosa ke koana. Penelitian
yang paling terbaru pada fungsi sinus berfokus pada molekul Nitrous Oxide (NO).
studimenunjukkan bahwa produksi NO intranasal adalah secara primer pada sinus.
Telahkita ketahui bahwa NO bersifat racun terhadap bakteri, jamur dan virus pada
tingkatan sama rendah 100 ppb. Konsentrasi ini dapat menjangkau 30.000
ppbdimana beberapa peneliti sudah berteori tentang sterilisasi sinus. NO juga
meningkatkan pergerakan silia. 2
Mukus yang dihasilkan oleh sinus paranasal jumlahnya kecil
dibandingkandengan mukus dari rongga hidung, namun efektif untuk membersihkan
partikel yangturut masuk dengan udara inspirasi karena mukus ini keluar dari meatus
medius,merupakan tempat yang paling strategis. 2
c. Fungsi Sinus Lainnya
Sinus diyakini dapat membantu keseimbangan kepala karena
mengurangi berat tulang muka, namun bila udara dalam sinus digantikan dengan
tulang, hanya akan memberikan pertambahan berat sebanyak 1% dari berat kepala,
sehingga dianggap tidak bermakna. Sinus juga dianggap berfungsi sebagai peredam
perubahan tekanan udara apabila ada perubahan tekanan yang besar dan mendadak
seperti pada saat bersin atau membuang ingus. Sinus tidak mempunyai fungsi
fisiologis yang nyata. Beberapa peneliti mendukung opini bahwa sinus juga
berfungsi sebagai indra penghidu dengan jalan memudahkan perluasan dari
etmokonka, terutama sinus frontalis dan sinus etmoidalis. Namun menurut penelitian
lainnya, etmokonka manusia telah menghilang selama proses evolusi. Sinus mungkin
berfungsi sebagai rongga untuk resonansi suara dan mempengaruhi kualitas suara.
Namun ada teori yang menyatakan bahwa posisi sinus dan ostiumnya tidak
memungkinkan sinus berfungsi sebagai resonator yang efektif. Fungsi sebagai
peredam perubahan tekanan udara ini berjalan bila ada perubahan tekanan yang
besar dan mendadak, misalnya pada waktu bersin atau membuang ingus. Mukus
yang dihasilkan oleh sinus paranasal memang jumlahnya kecil dibandingkan dengan
Tutorial 18Rinosinusitis Kronis dengan polip hidung
mukus dari rongga hidung, namun efektif untuk membersihkan partikel yang turut
masuk dengan udara inspirasi karena mukus ini keluar dari meatus medius, tempat
yang paling strategis.1
II.4. Rinosinusitis
Definisi
Rinosinusitis adalah suatu kondisi yang merupakan manifestasi dari respon peradangan membran mukosa sinus paranasalis, yang biasanya dihubungkan dengan infeksi yang dapat menyebabkan penebalan mukosa dan akumulasi sekret mukus dalam rongga sinus paranasalis. Sehingga besar infeksi sinus paranasalis bersifat rinogen dan rinitis sering diiringi oleh perubahan pada sinus, istilah rinosinusitis saat ini merupakan istilah yang lebih sidukai untuk sinusitis, khususnya pada anak-anak dimana penyakit ini
terlihat sebagai satu kesatuan penyakit yang sama.3
Epidemiologi
Rinosinusitis merupakan penyakit yang umum dijumpai dalam praktek sehari-hari. rinosinusitis tersebar luas dan diperkirakan mengenai 10 % hingga 30 % individu di Eropa. Di Amerika Serikat hampir 15 % penduduk pernah menderita paling sedikit sekali episode rinosinusitis dalam hidupnya.3,4
Insiden dan prevalensi rinosinusitis sebenarnya tidak diketahui secara pasti pada beberapa kasus. Perkiraan prevalensi rhinosinusitis akut didasrakan pada hasil Ct scan yang menunjukkan bahwa 90% terjadi pada pasien yang pilek karena virus dan bakteri bersamaan. Setiap tahun, anak-anak dan orang deawasa rata-rata antara 6 dan 8 atau 2 sampai 3 mengalami infeksi saluran peranfasan atas. Oleh karena itu , lebih dari 1 milliar kasus rinosinusitis terjadi setiap tahun. 4
Bila suatu rinosinusitis merupakan peradangan dari lapisan mukosa hidung dan sinus paranasalis, maka dapatlah dikatakan bahwa rinosinusitis dapat terjadi pada setiap infeksi saluran nafas atas .Tetapi pada anak-anak dimana rongga sinus paranasalis relatif kecil dengan ukuran ostium sinus paranasalis yang relatif besar, maka tidak terdapat retensi sekret, sehingga meskipun terjadi rinitis karena virus yang dapat meluas ke lapisan mukosasinus paranasalis mukus yang terdapat dalam rongga sinus akan dengan cepat dikeluarkan oleh gerakan silia. Oleh karena itu pada anak-anak usia 2 – 3 tahun jarang timbul masalah klinis. Infeksi dari sinus paranasalis lebih mungkin terjadi pada anak yang lebih besar, namun demikian ini tidak berarti bahwa insiden infeksi sinus paranasalis pada anak-anak lebih jarang daripada orang dewasa karena anak-anak lebih sering terkena infeksi saluran nafas atas daripada orang dewasa.4
EtiologiFaktor yang dapat merupakan predisposisi terjadinya rinosinusitis adalah : Udem mukosa hidung : infeksi saluran nafas atas rinitis alergi, rinitis non alergi, merokok, berenang. Obstruksi mekanik : hipertofi adenoid, deviasi septum nasi, konka bulosa, polip nasi,
Tutorial 19Rinosinusitis Kronis dengan polip hidung
trauma, benda asing, neoplasma. Faktor tersering adalah infeksi saluran nafas atas oleh virus rinitis alergi. Udem mukosa hidung merupakan karakteristik infeksi akut atau rinitis alergi yang mengakibatkan obstruksi ostium, penurunan kerja silia dalam sinus paranasalis dan meningkatnya produksi mukus serta kekentalannya. Ritis non alergi dapat mengalami efek yang serupa dengan rinitis alergi. Faktor fisiologis dapat menjadi faktor predisposisi terkena rinosinusitis. Misalnya, rokok yang memiliki efek yang sangat besar karena dapat meningkatkan produksi mukusdan memperlambat gerak silia.5
Hal ini berdasarkan fakta yang menunjukkan bahwa anak-anak yang tinggal di alam rumah dimana salah satu atau kedua orang tuanya merokok, mengalami peningkatan insiden kelainan pernafasan dan rinosinusitis. Obstruksi mekanis juga dapat menjadi predisposisi bagi individu untuk terkena rinosinusitis. Beberapa keadaan seperti hipertrofi adenoid, deviasi septum nasi, konka bulosa, polip nasi, trauma, benda asing dan neoplasma harus dikesampingkan dengan pemeriksaan endoskopi pada pasien rinosinusitis berulang. Pada anak, hipertrfi adenoid merupakan factor terpenting penyebab sinusitis sehingga perlu dilakukan adenoktomi utnutk menghilangkan sumbatan dan menyembuhkan rinosinusitisnya. Hipertrofi adenoid da[at didiagnosis dengan foto polos leher posisi lateral. 1,5
TabelFaktor Penyebab Rinosinusitis.7
Faktor Lingkungan Infeksi Microbial pathogenAlergi/atopi/asma
Polusi udara
Faktor Anatomi Konka bullosaDeviasi septum
Gangguan Mukosiliar
Penyakit Sistemik Ganngguan geneticImmunodefisiensi
Gangguan metabolicRefluks laringofaringeal.
Resistensi Obat-obatanCemas dan Depresi
Telah diketahui bahwa berbagai factor fisik, kimia, saraf, hormonal, dan emosiaonal dapat mempengaruhi mukosa hidung, demikian juga mukosa sinus dalam derajat yang lebih rendah. Secara umum sinusitis kronik lebih lazim pada iklim yang dingin dan basah. Defisiensi gizi, kelemahan, tubuh yang tidak bugar, dan penyakit sistemik perlu dipertimbangkna dalam etiologi sinusitis. Perubahan dalam factor-faktor lingkungan, misalnya dingin, panas, kelembaba, dan keekeringan,, demikaina pula polutan atmosfer termasuk asap tembakau, dapat merupakan predisposisi infeksi.Agen etiologi sinusitis dapat berupa virus, bakteri atau jamur. 6
Tutorial 20Rinosinusitis Kronis dengan polip hidung
Klasifikasi dna Mikrobiologi
Rinosinusitis diklasifikasikan menjadi :
Akut : infeksi yang berlangsung dengan batas sampai 4 minggu, dan dibagi
menajdi gejala yang berat dan non berat.
Akut berulang : berlangsung 4 atau lebih episode dalam 1 tahun.
Subakut : berlangsung antara 4 sampai 12 minggu, dan meupakan transisi
anatara infeksi akut dan kronis.
Kronik : Jika lebih dari 12 minggu.
Sinusitis kronik dengan penyebab rinogenik umumnya merupakan lanjutan dari
sinusitis akut yang tidak terobati secara adekuat. Pada sinusitis kronik adanya factor
predisposisi hars dicari dan diobati secara tuntas. 5
Menurut beberapa penelitian, bakteri utaama yang ditemukan pada sinusitis akut
adalah Streptococcus pneumonia (30-50%), H.influenzae (20-40%), dan Moraxella
catarrhalis (4%). Pada anak , M,catarrhais lebih banyak ditemukan (20%). Pada sinusitis
kronik , factor predisposisi lebih berperan, tetapi umumnya bakteri yang ada lebih
condong kea rah bakteri negarif gram dan anaerob.1,6
PatogenesisKegagalan transport mukus dan menurunnya ventilasi sinus merupakan faktor
utama berkembangnya sinusitis. Patofisiologi rinosinusitis digambarkan sebagai lingkaran tetutup, dimulai dengan inflamasi mukosa hidung khususnya kompleks ostiomeatal (KOM). Secara skematik patofisiologi rinosinusitis sebagai berikut: Inflamasi mukosa hidung -> pembengkakan (udem) dan eksudasi -> obstruksi (blokade) ostium sinus -» gangguan ventilasi & drainase, resorpsi oksigen yang ada di rongga sinus -> hipoksi (oksigen menurun, pH menurun, tekanan negatif) -> permeabilitas kapiler meningkat, sekresi kelenjar meningkat -Mransudasi, peningkatan eksudasi serus, penurunan fungsi silia -> retensi sekresi di sinus a pertumbuhan kuman. Sebagian besar kasus rinosinusitis disebabkan karena inflamasi akibatdari colds (infeksi virus) dan rinitis alergi. Infeksi virus yang menyerang hidung dan sinus paranasal menyebabkan udem mukosa dengan tingkat keparahan yang berbeda. Virus penyebab tersering adalah coronavirus, rhinovirus, virus influenza A, dan respiratory syncytial virus (RSV). Selain jenis virus, keparahan udem mukosa bergantung pada kerentanan individu. Infeksi virus influenza A dan RSV biasanya menimbulkan udem berat. Udem mukosa akan menyebabkan obstruksi ostium sinus sehingga sekresi sinus normal menjadi terjebak (sinus stasis). Pada keadaan ini ventilasi dan drainase sinus masih mungkin dapat kembali normal, baik secara spontan atau efek dari obat-obat yang diberikan sehingga terjadi kesembuhan. Apabila obstruksi ostium sinus tidak segera diatasi (obstruksi total) maka dapat terjadi pertumbuhan bakteri sekunder pada mukosa dan cairan sinus paranasal. Sekitar 0,5% - 5% dari rinosinusitis virus (RSV) pada dewasa berkembang menjadi rinosinusitis akut bakterial, sedangkan pada hanya sekitar 5 % - 10% saja. 5
Tutorial 21Rinosinusitis Kronis dengan polip hidung
Peneliti lain mengatakan, infeksi saluran napas atas akut yang disertai komplikasi rinosinusitis akut bakterial tidak lebih dari 13%. Bakteri yang paling sering dijumpai pada rinosinusitis akut dewasa adalah Streptococcus pneumoniae dan Haemaphilus influenzae, sedangkan pada anak Branhamella (Moraxella) catarrhalis. Bakteri ini kebanyakan ditemukan di saluran napas atas, dan umumnya tidak menjadi patogen kecuali bila lingkungan disekitarnya menjadi kondusif untuk pertumbuhannya. Pada saat respons inflamasi terus berlanjutdan respons bakteri mengambil alih, lingkungan sinus berubah ke keadaan yang lebih anaerobik. Flora bakteri menjadi semakin banyak (polimikrobial) dengan masuknya kuman anaerob, Streptococcus pyogenes (microaero-philic streptococci), dan Staphylococcus aureus. Perubahan lingkungan bakteri ini dapat menyebabkan peningkatan organisme yang resisten dan menurunkan efektivitas antibiotik akibat ketidakmampuan antibiotik mencapai sinus. Infeksi menyebabkan 30% mukosa kolumnar bersilia mengalami perubahan metaplastik menjadi mucus secreting goblet cells, sehingga efusi sinus makin meningkat. Pada pasien rinitis alergi, alergen menyebabkan respons inflamasi dengan memicu rangkaian peristiwa yang berefek pelepasan mediator kimia dan mengaktifkan sel inflamasi. Limfosit T-helper 2 (Th-2) menjadi aktif dan melepaskan sejumlah sitokin yang berefek aktivasi sel mastosit, sel B dan eosinofil. Berbagai sel ini kemudian melanjutkan respons inflamasi dengan melepaskan lebih banyak mediator kimia yang menyebabkan udem mukosa dan obstruksi ostium sinus. Rangkaian reaksi alergi ini akhirnya membentuk lingkungan yang kondusif untuk pertumbuhan bakteri sekunder seperti halnya pada infeksi virus. 5
Klirens dan ventilasi sinus yang normal memerlukan mukosa yang sehat. Inflamasi yang berlangsung iama (kronik) sering berakibat penebalan mukosa disertai kerusakan silia sehinggastium sinus makin buntu. Mukosa yang tidak dapat kembali normal setelah inflamasi akut dapat menyebabkan gejala persisten dan-mengarah pada rinosinusitis kronik (gambar 5). Bakten yang sering dijumpai pada rinosinusitis kronik adalah Staphylococcus coagulase negative (51%), Staphylococcus aureus (20%), anaerob (3%), Streptococcus pneumoniae, dan bakteri yang sering dijumpai pada rinosinusitis akut bakterial.7
Kesehatan sinus dipengaruhi oleh patensi ostium-ostium sinus dan kelancaran klirens dari mukosiliar didalam komplek osteo meatal (KOM). Disamping itu mukus juga mengandung substansi antimikrobial dan zat-zat yang berfungsi sebagai pertahanan terhadap kuman yang masuk bersama udara pernafasan. 7
Bila terinfeksi organ yang membentuk KOM mengalami oedem, sehingga mukosa yang berhadapan akan saling bertemu. Hal ini menyebabkan silia tidak dapat bergerak dan juga menyebabkan tersumbatnya ostium. Hal ini menimbulkan tekanan negatif didalam rongga sinus yang menyebabkan terjadinya transudasi atau penghambatan drainase sinus. Efek awal yang ditimbulkan adalah keluarnya cairan serous yang dianggap sebagai sinusitis non bakterial yang dapat sembuh tanpa pengobatan. Bila tidak sembuh maka sekret yang tertumpuk dalam sinus ini akan menjadi media yang poten untuk tumbuh dan multiplikasi bakteri, dan sekret akan berubah menjadi purulen yang disebut sinusitis akut bakterialis yang membutuhkan terapi antibiotik. Jika terapi inadekuat maka keadaan ini bisa berlanjut, akan terjadi hipoksia dan bakteri anaerob akan
Tutorial 22Rinosinusitis Kronis dengan polip hidung
semakin berkembang. Keadaan ini menyebabkan perubahan kronik dari mukosa yaitu hipertrofi, polipoid atau pembentukan polip dan kista. 7
Gejala Klinis
Riwayat pasien sangat penting dalam rinosinusitis kronis (CRS) karena tumpang
tindih luas antara gejala sinus dan proses penyakit lainnya, serta korelasi yang minim
antara gejala dan temuan endoskopi dan radiografi.8
Pasien dengan sinusitis kronis dapat disertai dengan gejala berikut:
Kongesti nasal / Obstruksi nasal
Nasal discharge (dapat ditemukan berbagai karakter mulai dari sekret yang tipis
ke tebal hingga purulen)
Postnasal drip
Rasa penuhan wajah, rasa tertekan, dan sakit kepala
Batuk produktif kronis
Hyposmia
Sakit tenggorokan
Nafas berbau busuk
Anoreksia
Eksaserbasi asma
Sakit gigi
Gangguan visual
Sneezing / Bersin
Telinga Tersumbat
Demam yang tidak diketahui
Sinusitis kronis memiliki manifestasi gejala dan tanda yang lebih ringan daripada
sinusitis akut. Keluhan utama rinosinusitis akut adalah hidung tersumbat disertai nyeri /
rasa tekanan pada muka dan ingus purulen, yang seringkali turun ke tenggorok (post nasal
drip). Dapat disertai gejala sistemik seperti demam dan lesu, dalam sinusitis kronik pun
masih dapat ditemukan gejala demam namun dalam level yang lebih ringan. Keluhan
nyeri atau rasa tertekan didaerah sinus terkena merupakan ciri khas sinusitis akut, serta
kadang-kadang nyeri juga terasa di tempat lain (reffered pain). Nyeri pipi menandakan
sinusitis maksila,nyeri pada wajahbiasanya ada dalam sinusitis kronis. Nyeri diantara atau
Tutorial 23Rinosinusitis Kronis dengan polip hidung
dibelakang kedua bola mata menandakan sinusitis etmoid, nyeri didahi atau seluruh
kepala menandakan sinusitis frontal. Pada sinusitis sphenoid, nyeri dirasakan diverteks,
oksipital, belakang bola mata dan daerah mastoid. Pada sinusitis maksila kadang-kadang
ada nyeri alih ke gigi dan telinga. 9
Gejala lain adalah sakit kepala, hiposmia/anosmia dimana anak yang lebih tua
mungkin mengeluh hilangnya rasa akibat sumbatan hidung terkait dan anosmia.,
halithosis. Dalam pengaturan pediatrik, halitosis dilaporkan lebih sering oleh orang tua
dari anak-anak muda, Sumbatan hidung dengan pernapasan mulut dan sakit tenggorokan
yang terkait dapat hadir, postnasaldrip yang menyebabkan batuk dan sesak pada anak.
Keluhan sinusitis kronik tidak khas, sehingga sulit didiagnosis. Kadang-kadang hanya 1
atau 2 dari gejala-gejala dibawah ini yaitu sakit kepala kronik, gejala nokturnal mungkin
termasuk mendengkur dan batuk karena postnasal drip terkait sehingga terdapat batuk
kronik, gangguan tenggorok, gangguan telinga akibat sumbatan kronik muara Tuba
Eustachius, gangguan ke paru seperti bronchitis (sino-brnkhitis), bronkhiektasis dan yang
penting adalah serangan asma yang meningkat dan sulit diobati. Pada anak, mukopus
yang tertelan dapat menyebabkan gastroenteritis. 9
Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang. 9
Penggalian pada anamnesis pasien harus fokus pada faktor-faktor kunci berikut,
dimulai dengan pertimbangan kriteria diagnostik mayor dan minor:
Kehadiran gejala utama (termasuk drainase purulen anterior hidung, bernanah-
berubah warna pada drainase hidung posterior, obstruksi atau penyumbatan
hidung, kongesti wajah, nyeri pada wajah atau tekanan, dan hyposmia atau
anosmia).
Kehadiran gejala minor (termasuk sakit kepala, sakit telinga atau kepenuhan,
halitosis, sakit gigi, batuk, demam,lemas).
Durasi gejala
Memperburuk dan menghilangkan faktor-faktor
Sejarah hidung sebelumnya atau bedah sinus paranasal
Obat yang diberikan apabila diberikan
Perawatan sebelumnya dan durasi
Tutorial 24Rinosinusitis Kronis dengan polip hidung
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pada pasien dengan sinusitis kronis dapat menampaka berbagai
temuan klinis. Hal ini harus mencakup pemeriksaan fisik kepala lengkap dan pemeriksaan
leher (limfadenopati) untuk memastikan diagnosa dan untuk menyingkirkan gangguan yang
lebih serius.10
Pemeriksaan fisik dengan :
o Inspeksi : Memperhatikan ada atau tidaknya pembengkakan pada
daerah muka. Pembengkakan dipipi sampai kelopak mata bawah yang
berwarna kemerah-merahan mungkin menunjukkan suatu bentuk
sinusitis maksila akut. Pembengkakan dikelopak mata atas mungkin
menunjukkan sinusitis frontal akut. Sinusitis etmoid akut jarang
menyebabkan pembengkakan diluar, kecuali bila telah terbentuk abses. 10
o Palpasi : Palpasi sinus dilakukan untuk mengevaluasi nyeri atau bengkak.
Sakit atau nyeri tekan didasar sinus frontal, yaitu pada bagian medial atap
orbita pada palpasi atas sinus frontalis atau maksilaris dapat dicatat.Nyeri
tekan pada pipi dan nyeri ketuk di gigi menunujukkan adanya sinusitis
maksila. Sinusitis etmoid menyebabkan rasa nyeri tekan didaerah kantus
medius.10
o Transiluminasi sinus maksilaris atau frontal mungkin berguna, tidak
memiliki sensitivitas tetapi mungkin memiliki nilai di tangan
berpengalaman. 10
o Pemeriksaan kavum oris atau rongga mulut dserta orofaring pemeriksaan
digunakan untuk mengevaluasi integritas langit-langit atau palatum dan
kondisi gigi dan untuk mencari bukti postnasal drip. Eritema orofaringeal
dan sekresi purulen dapat dicatat. Karies dentis pun mungkin ditemukan
dan dicatat. 10
o Rhinoskopi anterior, dengan menggunakan spekulum hidung, digunakan
untuk mengevaluasi kondisi mukosa hidung dan mencari drainase
Tutorial 25Rinosinusitis Kronis dengan polip hidung
purulen atau bukti polip hidung atau massa lainnya. Faktor lain untuk
sinusitis kronik yang dapat dievaluasi adalah deviasi septum hidung dan
konka hipertrofi. Tanda khas adalah adanya pus di meatus medius (pada
sinusitis maksila dan etmoid anterior dan frontal) atau dimeatus superior
(pada sinusitis etmoid posterior dan sphenoid). Pada rhinosinusitis akut,
mukosa edema, dan hiperemis. Pada anak sering ada pembengkakan dan
kemerahan didaerah kantus medius. Pemeriksaan hidung harus dilakukan
baik sebelum dan sesudah penggunaan dekongestan topikal. 10
o Pemeriksaan hidung dapat dilengkapi dengan menggunakan nasal
endoskopi (jika tersedia). Endoskopi (rhinoscopic) temuan pemeriksaan
meliputi:
1. Nasal eritema mukosa, edema
2. sekresi purulen
3. Sumbatan hidung karena deviasi septum hidung atau turbinates
hipertrofi
4. polip nasal
Imaging Nose and Sinus Paranasal
Prosedur Pencitraan atau prosedur imaging adalah alat penting dalam diagnostik penyakit
rhinologis. Selain radiografi konvensional sinus, yang paling penting disini ialah
modalitas pencitraan saat ini ialah Computed Tomography dan pencitraan magnetic
resonance imaging.11
Radiografi konvensional
Tutorial 26Rinosinusitis Kronis dengan polip hidung
Indikasi
Radiografi Standar sinus paranasal berupa proyeksi occipitomental proyeksi dan Proyeksi
occipitofrontal atau disebut juga proyeksi Caldwell masih rutin diperoleh, khususnya di
kasus peradangan akut. Mereka juga memperoleh untuk mengevaluasi fraktur tengah
wajah. 11
Nilai Diagnostik
Nilai radiografi sinus secara inheren dikompromikan dengan adanya superimposed
structured struktur yang ditumpangkan. Jika operasi sebelumnya telah dilakukan pada
sinus paranasal, interpretasi rontgen lebih lanjut terhambat oleh jaringan parut, yang
dapat memberikan gambaran opasitas dari sinus. Kadang-kadang sulit untuk
mengevaluasi sinus sphenoid di Proyeksi occipitomental. Jika ada indeks tinggi
kecurigaan keterlibatan sinus sphenoid, proyeksi sinus lateralis. Luasnya Kraniokaudal
sinus frontal dan maksila juga dapat dievaluasi dengan teknik ini. 11
Computed Tomography (CT)
Indikasi
Selain malformasi, indikasi utama untuk CT scan hidung dan sinus paranasal adalah
sinusitis kronis, trauma (terutama frontobasal patah tulang), dan tumor. CT scan sinus
Tutorial 27Rinosinusitis Kronis dengan polip hidung
terganggu oleh gigi palsu mengandung logam, yang menyebabkan balok-pengerasan
artefak yang secara signifikan dapat menurunkan kualitas gambar. 11
Scan Planes
Computed tomography dapat memberikan nonsuperimposed gambar utama dari sinus
paranasal di koronal dan bagian aksial. Gambar Sagital dapat direkonstruksi sekunder
dari aksial atau scan koronal, tetapi mereka memiliki kualitas yang lebih kurang. 11
Scan Acquisition
Scan dapat diperoleh dengan menggunakan sekuensial, singleslice Teknik (CT
konvensional) atau spiral terus menerus Teknik (spiral atau heliks CT). Keuntungan dari
CT spiral adalah cakupan yang lengkap tanpa interslice kesenjangan ("Volume scan") dan
waktu pemeriksaan yang lebih pendek (sekitar 20 detik), membuat gambar kurang rentan
untuk pernapasan dan gerak artefak. 11
Dokumentasi
Tutorial 28Rinosinusitis Kronis dengan polip hidung
Gambar CT didokumentasikan pada film radiografi harus menempati seluruh frame,
hanya menampilkan struktur yang relevan untuk membuat interpretasi. Interpretasi
Biasanya aerasi sinus paranasal menunjukkan kerapatan udara pada CT scan-i.e., mereka
tampak hitam. Normal lapisan mukosa sinus tidak divisualisasikan. Itu Dinding sinus
tulang muncul hyperdense (putih). 11
Magnetic Resonance Imaging
Indikasi
Magnetic resonance imaging (MRI) memiliki sedikit indikasi dibandingkan CT pada
pasien dengan penyakit sinus paranasal. Hal ini terutama karena MRI dalam kenyataan
lebih rendah daripada CT dalam mendefinisikan batas-batas tulang dari sinus. Kekuatan
MRI terletak pada diskriminasi jaringan lunak unggul. MRI diindikasikan pada penyakit
yang melibatkan sinus paranasal di samping rongga atau orbit tengkorak (misalnya, tumor
dan kongenital malformasi seperti encephaloceles). Hal ini juga dapat memberikan
Tutorial 29Rinosinusitis Kronis dengan polip hidung
informasi yang berguna dalam membedakan lesi jaringan lunak di dalam sinus paranasal
(Mucocele, kista, polip), dan dapat membedakan antara jaringan tumor solid dan reaksi
inflamasi perifocal. 11
Kontraindikasi
Sebelum memesan pemeriksaan, dokter harus mempertimbangkan prinsip fisik dasar
MRI-yaitu, pemanfaatan medan magnet dan frekuensi radio energi. Saat ini, MRI
merupakan kontraindikasi pada kebanyakan pasien dengan perangkat dikendalikan secara
elektrik seperti jantung alat pacu jantung, pompa insulin, pompa sitostatik, atau koklea
implan. Sebaliknya, modern bahan fiksasi internal seperti titanium biasanya bukan
magnetik dan Oleh karena itu MRI-kompatibel. 11
Sinoskopi
Pemeriksaan ke dlaam sinus maksila menggunakan endoskop. Endoskop
dimasukkan melalui lubang yang dibuat dimeatus inferior atau difosa kanina. 11
Penatalaksanaan
Tujuan terapi sinusitis adalah :
1. Mempercepat penyembuhan
Tutorial 30Rinosinusitis Kronis dengan polip hidung
2.Mencegah komplikasi
3.Mencegah perubahan menjadi kronik. Prinsip pengobatan adalah
membuka sumbatan di kompleks osteomeatal sehingga drainase dan ventilasi
pada sinus-sinus paranasal menjadi pulih secara alami. 12
Antibiotik dan dekongestan
Antibiotika serta pengunaan dekongestan merupakan terapi pilihan utama pada
pengobatan yang ditujukan untuk sinusitis akut bacterial, bertujuan untuk
menghilangkan serta mengeliminasi imfeksi dan inflamasi atau pembengkakan
pada mukosa serta membuka sumbatan ostium sinus. Antibotik yang dipilih
adalah golongan penicillin seperti amoksisilin. Jika diperkirakan kuman telah
resisten atau memproduksi beta-laktamase, maka pilihan terapi antibiotika dapat
diberikan amiksisilin –klavulanat atau jenis sefalosporin generasi ke -2 . Pada
sinusitis antibiotic diberikan selama 10-14 hari meskipun gejala klinis sudah
hilang. Pada sinusitis kronik diberikan antibiotic yang seuai untuk kuman gram
negatif dan anaerob. Selain dekongestan oral dan topical, terapi lain juga dapat
diberikan jika diperlukan, sperti analgetik, mukolitik, stroid oral/topical,
pencucian rongga hidung dengan NaCl. Antihistamin tidak rutin diberikan,
karena sifat antikolinergikny ynag dapat menyebabkan secret jadi lebih kental.
Bila ada alergi berat sebaikanya diberikan antihistamin generasi ke -2. Irigasi
sinus maksila atau Proetz displacement therapy juga merupakan terapi tamabahan
yang dapat bermanfaat. Imumoterapi dapat dipertimbangkan jika pasien
menderita kelainan alergi yang berat.12
Tindakan Operasi
Penelitian mengenai operasi sinus sangat sulit untuk digeneralisasi, karena operasi
diindikasikan pada pasien tertentu yang tidak memberikan respon yang adekuat terhadap
pengobatan medikamentosa. Terdapat masalah khusus dalam melaksanakan studi
operatif, karena operasi sangat sulit untuk diprediksi atau distandarisasi, terutama pada
penelitian multisenter, dan tipe penatalaksanaan sulit dibuat membuta (blinding/
masking). Randomisasi kemungkinan berhadapan dengan masalah etik kecuali kriteria
inklusi dipersempit dan adalahsangat sulit untuk memperoleh kelompok pasien homogen
dengan prosedur terapi yang dapat dibandingkan untuk menyingkirkan bias evaluasi hasil
operasi sinus. 12
Tutorial 31Rinosinusitis Kronis dengan polip hidung
Bedah sinus endoskopi fungsional (BSEF / FESS) merupakan operasi terkini untuk
sinusitia kronik yang memerlukan operasi. Tindakan ini telah menggantikan hamper
semua jenis bedah sinus terdahulu karena meberikan hasil yang lebih memuaskan dan
tindakan lebih ringan dan tidak radikal. Indikasinya berupa : sinusitis kronik yang tidak
membaik setelah terapi adekuat, sinusitis kroni disertai kista atau kelaianan yang
irreversible, polip ekstensif, adanya komplikasi sinusitis serta sinusitis jamur. 12
Tatalaksana Rinosinusitis berdasarkan European Position Paper on Rhinosinusitis
and Nasal Polyps (EPOS )2012 :12
Tutorial 32Rinosinusitis Kronis dengan polip hidung
Skema managemen rinosinusitis akut pada pediatri untuk pelayanan primer
Tutorial 33Rinosinusitis Kronis dengan polip hidung
2 simtom : salat satunya harus ada obstruksi nasal, discharge hidung.
+/- nyeri frontal, sakit kepala
+/- gangguan penciuman hidung,
Pemeriksaan rinoskopi anterior
X-ray/CT scan tidak direkomendasikan
Simtom < 5 hari/membaik
Simtom dikurangi dengan memberikan analgesik, irigasi nasal dengan larutan fisiologis, dekongestan, dan gabungan herbal yang diseleksi
Tidak ada efek setelah pengobatan 10 hr
Tidak ada efek setelah 14 hari
Pertimbangkan untuk merujuk ke spesialis
Moderate (paska infeksi virus)
Simtom persisten setelah 10 hari, atau meningkat setelah 5 hari
Diberikan steroid topikal. Pertimbangkan pemberian antibiotik
Berat (disertai infeksi bakteri)
Tidak ada efek dalam 48 jam
Efek dalam 48 jam
Lanjutkan terapi 7 – 14 hari
Rujuk ke spesialis
Sekurang-kurangnya 3 dari pengeluaran kotoran hidung, nyeri local yang hebat, demam, meningkat ESR/CRP
Merujuk segera jika :
1 edem periorbita
2. Kesalahan tempat pada bola mata
3. penglihatan ganda
4. kelumpuhan gerak bola mata
5. berkurangnya tajam penglihatan
6. nyeri frontal hebat baik unilateral atau bilateral
7. pembengkan frontal
8. tanda dari meningitis atau kel. neurologis
Skema managemen rinosinusitis akut pada dewasa untuk pelayanan primer
Tutorial 34Rinosinusitis Kronis dengan polip hidung
Tutorial 35Rinosinusitis Kronis dengan polip hidung
Rujukan dari pelayanan Primer dan Spesialis Anak
Simptom Moderat,
Tidak ada peningkatan setelah 14 hari terapi
Simptom Berat
(Tidak ada perbaikan setelah 48 jam diberikan terapo)
Komplikasi
Pertimbangkan kembali diagnosis
Endoskopi Nasal
Pertimbangkan Studi Imaging
Pertimbangkan kultur
Kortikosteroid nasal
Antibiotik Oral
Pertimbangkan untuk dirawat di rumah sakit
Endoskopi Nasal
Pertimbangkan Studi Imaging
Pertimbangkan kultur
Antibiotik I.V dan Pembedahan
Pertimbangkan untuk dirawat di rumah sakit
Endoskopi Nasal
Pertimbangkan Studi Imaging
Pertimbangkan kultur
Kortikosteroid nasal
Pemberian antibiotic I.V
Kortikosteroid Oral
Pertimbangkan Terapi Pembedahan
Tutorial 36Rinosinusitis Kronis dengan polip hidung
2 simtom : salat satunya harus ada obstruksi nasal, discharge hidung.
+/- nyeri frontal, sakit kepala
+/- gangguan penciuman hidung,
Pemeriksaan rinoskopi anterior
X-ray/CT scan tidak direkomendasikan
Sarana Endoskopi Tidak tersedia
Pemeriksaan : Rhinoskopi Anterior X-ray/CT scan tidak
direkomendasikan
Steroid Topikal
Irigasi Nasal
Evaluasi Ulang setelah 4 minggu
Perbaikan Tidak ada perbaikan
Lanjutkan Terapi
Rujuk ke spesialis THT
Ikuti skema untuk CRS sNP atau
CRSwNP
Rujuk ke Spesialis THT jika dipertimbangkan
untuk di operasi
Sarana Endoskopi Tersedia
Pertimbangkan Diagnosis Lain
Jika ada symptom unilateral
Perdarahan
Kakosmia
Simptom Orbita
1 edem periorbita
2. Kesalahan tempat pada bola mata
3. penglihatan ganda
4. kelumpuhan gerak bola mata
5. berkurangnya tajam penglihatan
6. nyeri frontal hebat baik unilateral atau bilateral
7. pembengkan frontal
8. tanda dari meningitis atau kel. neurologis
Investigasi dan Intervensi Urgent
Tutorial 37Rinosinusitis Kronis dengan polip hidung
2 simtom : salat satunya harus ada obstruksi nasal, discharge hidung.
+/- nyeri frontal, sakit kepala
+/- gangguan penciuman hidung,
Pemeriksaan rinoskopi anterior
X-ray/CT scan tidak direkomendasikan
Ringan
VAS 0-3
Pada endoskopi tidak ditemukan gangguan seromukosa
Sedang
VAS > 3-7
Pada endoskopi ditemukan gangguan mukosa
Pertimbangkan Diagnosis Lain
Jika ada symptom unilateral
Perdarahan
Kakosmia
Simptom Orbita
1 edem periorbita
2. Kesalahan tempat pada bola mata
3. penglihatan ganda
4. kelumpuhan gerak bola mata
5. berkurangnya tajam penglihatan
6. nyeri frontal hebat baik unilateral atau bilateral
7. pembengkan frontal
8. tanda dari meningitis atau kel. neurologis
Investigasi dan Intervensi Urgent
Berat
VAS > 7-10
Pada endoskopi ditemukan gangguan
mukosa
Steroid Topikal Spray
Steroid Topikal Spray
Pertimbangkan meningkatkan dosis
Pertimbangkan drops
Pertimbangkan DOxycycline
Steroid Lokal
Steroid Oral
(Dosis Pendek)
Evaluasi Ulang setelah 3
Perbaikan
Teruskan Steroid Topikal
Evaluasi Setiap 6
bulan
Evaluasi Ulang setelah 3
bulan
Tidak ada Perbaikan
Perbaikan Tidak ada Perbaikan
CT- SCAN
Pembedahan
Follw UP
1. Irigasi Nasal
2. Steroid Topikal
3. Antibiotik Jangka panjang
Tutorial 38Rinosinusitis Kronis dengan polip hidung
2 simtom : salat satunya harus ada obstruksi nasal, discharge hidung.
+/- nyeri frontal, sakit kepala
+/- gangguan penciuman hidung,
Pemeriksaan rinoskopi anterior
X-ray/CT scan tidak direkomendasikan
Pertimbangkan Diagnosis Lain
Jika ada symptom unilateral
Perdarahan
Kakosmia
Simptom Orbita
1 edem periorbita
2. Kesalahan tempat pada bola mata
3. penglihatan ganda
4. kelumpuhan gerak bola mata
5. berkurangnya tajam penglihatan
6. nyeri frontal hebat baik unilateral atau bilateral
7. pembengkan frontal
8. tanda dari meningitis atau kel. neurologis
Ringan
VAS 0-3
Sedang
VAS > 3-7
Steroid Nasal
Irigasi Nasal
Gagal setelah 3 bulan
Pertimbangkan kultur
Pertimbangkan Penggunaan antibiotika jangka Panjang
Investigasi dan Intervensi
Urgent
Follow Up +
Irigasi Nasal
Steroid Topikal
Follow- Up
Irigasi Nasal
Topical Steroid
Pertimbangkan antibiotika jangka panjang
CT-SCAN
Pertimbangkan Adenoidectomi dan
Irigasi Sinus
Pertimbangkan FESS
Komplikasi
Komplikasi sinusitis telah menurun secara nyata sejak ditemukannya antibiotic.
Komplikasi berat biasanya terjadii pada sinusitis akut atau pada sinusitis kronik dengan
eksaserbasi akut, berupa komplikasi orbita atau intracranial.13
Komplikasi Orbital
o Disebabkan oleh sinus paranasal yang berdekatan dengan mata (orbita).
Yang paling sering adalah sinusitis etmoid, kemudian sinusitis frontal
dan maksila. Penyebaran infeksi terjadi melalui tromboflebitis dan
perkontinuitatum. Kelainan yang dapat timbul adalah edema palpebra,
selulitis orbita,abses subperiostal, abses orbita dan selanjutnya dapat
terjadi thrombosis sinus kavernosus.
Komplikasi Intrakranial
Dapat berupa meningitis, abses ekstradural atau subdural , abses otak,
dan thrombosis sinus kavernosus. Komplikasi juga dapat terjadi pada sinusitis
kronis berupa : Osteomielitis dan abses subperisotal.
Kelainan Paru
Sperti bronchitis kronik dan bronkhiektasis. Adanya kelaian sinus
paranasal disertai dengan kelainan paru ini disebut sebagai sino-bronkhitis. Selain
itu juga dapat menyebabkan kambuhnya asma bronchial yang sukar dihilangkan
sebelum sinusitisnya disembuhkan. 13
Pencegahan
Untuk menghindari mengembangkan sinusitis selama serangan dingin atau alergi,
menjaga sinus Anda jelas dengan: 13
Menggunakan dekongestan oral atau kursus singkat semprot hidung
dekongestan
Menghindari perjalanan udara. Jika Anda harus terbang, menggunakan
dekongestan nasal spray sebelum lepas landas untuk mencegah penyumbatan
sinus memungkinkan untuk mengalirkan lendir.
Tutorial 39Rinosinusitis Kronis dengan polip hidung
menghindari penyelaman mendalam dalam kolam renang dapat membantu
mencegah infeksi sinus.
Jika Anda memiliki alergi, cobalah untuk menghindari kontak dengan hal-hal
yang memicu serangan. Jika Anda tidak bisa, gunakan antihistamin over-the-
counter atau resep dan / atau obat semprot hidung resep untuk mengendalikan
serangan alergi
Prognosis
Karena ini adalah suatu keadaan atau kondisi yabng persisten, sinusitis kronis
dapat menjadi penyebab suatu bentuk morbiditas yang signifikan. Jika tidak diobati,
dapat mengurangi kualitas hidup dan produktivitas orang yang memiliki suatu bentuk
sinusitis kronik.Sinusitis kronis dikaitkan dengan eksaserbasi asma dan komplikasi yang
serius seperti abses otak dan meningitis, yang dapat menghasilkan morbiditas dan
mortalitas yang signifikan. 14
Pengobatan dini dan agresif untuk sinusitis kronis biasanya menghasilkan hasil
yang memuaskan. Bedah sinus endoskopi fungsional (FESS) mengembalikan kesehatan
sinus dengan bantuan lengkap atau sedang gejala pada 80-90% pasien dengan berulang
atau tidak responsif medis sinusitis kronis. 14
Sinusitis kronis jarang mengancam kehidupan, meskipun komplikasi serius dapat
terjadi karena dekat dengan orbita dan rongga tengkorak. Sekitar 75% dari semua infeksi
orbital secara langsung berhubungan dengan sinusitis. Komplikasi intrakranial tetap
relatif jarang, dengan 3,7-10% infeksi intrakranial berhubungan dengan sinusitis14
II. 5. Polip Hidung
Definisi
Didefinisikan secara luas, polip hidung adalah lesi abnormal yang berasal dari
setiap bagian dari mukosa hidung atau sinus paranasal. Polip adalah hasil akhir dari
berbagai proses penyakit pada rongga hidung. Polip paling sering dibahas adalah lesi
jinak hidung semitransparan yang timbul dari mukosa rongga hidung atau dari satu atau
lebih dari sinus paranasal, sering pada saluran keluar dari sinus. 1
Beberapa polip dapat terjadi pada anak dengan sinusitis kronis, rhinitis alergi,
cystic fibrosis (CF), atau sinusitis jamur alergi (AFS). Sebuah polip individu bisa menjadi
polip antral-choanal, polip besar jinak, atau tumor jinak atau ganas (misalnya,
Tutorial 40Rinosinusitis Kronis dengan polip hidung
encephaloceles, glioma, hemangioma, papiloma, remaja angiofibromas nasofaring,
rhabdomyosarcoma, limfoma, neuroblastoma, sarkoma, Chordoma, karsinoma
nasofaring, papiloma pembalik). Mengevaluasi semua anak dengan poliposis hidung
beberapa jinak untuk CF dan asma. 1
Etiologi
Etiologi polip tidak diketahui. Beberapa teori mempertimbangkan polip akibat
dari kondisi-kondisi yang menyebabkan peradangan kronis pada hidung dan sinus hidung
ditandai dengan edema stroma dan variabel menyusup seluler. Sementara banyak aspek
telah didokumentasikan untuk mendukung teori ini, penyebab awal masih belum
diketahui dan mungkin berbeda dalam banyak kasus. 2,3
Secara historis telah diasumsikan bahwa alergi cenderung untuk polip karena
gejala-gejala dari rhinorrhea berair dan bengkak mukosa hadir dalam kedua penyakit
bersama dengan kelimpahan eosinofil dalam sekresi hidung. Namun, studi epidemiologi
memberikan sedikit bukti untuk mendukung hubungan dengan polip ditemukan hanya 1%
-2% dari pasien dengan tes tusuk kulit positif. Selain itu, penelitian telah menunjukkan
bahwa polip tidak lebih umum pada orang atopik. Penelitian telah menunjukkan bahwa
bagaimanapun total dan IgE spesifik serta fitur histologis lainnya alergi-jenis polip yang
berhubungan dengan tes tusuk kulit positif tetapi tidak berkorelasi dengan tingkat
eosinofil. Oleh karena itu tetap mungkin bahwa mekanisme alergi lokal dengan tidak
adanya fitur sistemik dapat memainkan peran dalam patogenesis polip. 2,3
Banyak penelitian telah difokuskan pada eosinophilic mediator dalam jaringan
polip dan menunjukkan bahwa jenis sel yang berbeda menghasilkan mediator ini.
Interleukine-5 (IL-5) telah ditemukan secara signifikan dibesarkan di polip dibandingkan
dengan kontrol sehat dan konsentrasi IL-5 adalah independen dari status atopik pasien
(Bachert et al, 2001). Peran kunci dari IL-5 adalah mendukung porting oleh temuan
bahwa perawatan jaringan polip eosinofil-disusupi dengan menetralisir anti-IL-5 antibodi
monoklonal menghasilkan eosinofil apoptosis. Peraturan dari IL-5 reseptor juga telah
diteliti dengan regulasi bawah yang ditemukan terjadi di polip, terutama berkaitan dengan
asma. 2,3
Hubungan antara poliposis dan kultur jamur telah didirikan selama bertahun-
tahun. Laporan lebih lanjut terkait temuan ini dengan alergi aspergillosis bronchopul-
monary. Pengakuan ini memunculkan istilah 'alergi sinusitis jamur' yang didiagnosis
dengan adanya tes RAS positif terhadap jamur, polip, komputerisasi erized tomography
(CT) temuan bahan hyperdense dalam rongga sinus, lendir alergi dengan bukti histologis
Tutorial 41Rinosinusitis Kronis dengan polip hidung
eosinophilic dominan, dan identifikasi jamur di sinus lendir. Hal ini muncul karena dari
tipe reaksi hipersensitivitas 3 yang mengarah ke edema mukosa berulang, representasi
antigen dan resultan NP. Sifat yang tepat dari jamur dalam patogenesis polip tetap belum
terpecahkan tetapi penelitian lebih lanjut akan membantu menjelaskan ini di masa depan.
Ada beberapa bukti untuk elemen genetik untuk polip. Sebuah link telah
dibuktikan baru-baru ini antara HLA-A74 dan NP, tetapi pengetahuan saat ini di daerah
ini masih sangat terbatas. 2,3
Kondisi medis umumnya terkait dengan polip termasuk asma, bronkiektasis, dan
cystic fibrosis. Ada subkelompok diakui pasien dengan Samnter itu Triad terdiri
poliposis, asma, dan hipersensitivitas aspirin yang membuat hampir 10% kasus polip. 2
Patogenesis
Patogenesis hidung poliposis tidak diketahui. Pengembangan polip telah
dikaitkan dengan peradangan kronis, disfungsi sistem saraf otonom, dan predisposisi
genetik. Kebanyakan teori menganggap polip menjadi manifestasi utama dari peradangan
kronis, karena itu, kondisi yang menyebabkan peradangan kronis di rongga hidung dapat
menyebabkan polip hidung.4
Kondisi berikut ini berhubungan dengan beberapa polip jinak:
Asma bronkial - Pada 20-50% pasien dengan polip
CF - Polip di 6-48% pasien dengan CF
Rhinitis alergi
AFS - Polip pada 85% pasien dengan AFS
Rinosinusitis
Tardive ciliary primer
Aspirin intoleransi - Pada 8-26% pasien dengan polip
Intoleransi Alkohol - Dalam 50% pasien dengan polip hidung
Sindrom Churg-Strauss - Polip hidung pada 50% pasien dengan sindrom Churg-
Strauss
Sindrom muda (yaitu, kronis sinusitis, hidung poliposis, azoospermia)
Rhinitis nonallergic dengan sindrom eosinofilia (nares) - Polip hidung pada 20%
pasien dengan nares
Kebanyakan penelitian menunjukkan bahwa polip berhubungan lebih kuat dengan
penyakit nonallergic dibandingkan dengan penyakit alergi. Secara statistik, polip hidung
Tutorial 42Rinosinusitis Kronis dengan polip hidung
lebih sering terjadi pada pasien dengan asma nonallergic (13%) dibandingkan dengan
asma alergi (5%), dan hanya 0,5% dari 3000 orang atopik memiliki polip hidung.5
Beberapa teori telah menjelaskan patogenesis polip hidung, meskipun tidak ada
tampaknya untuk bertanggung jawab penuh untuk semua fakta yang diketahui. Beberapa
peneliti percaya bahwa polip merupakan exvagination dari hidung normal atau sinus
mukosa yang mengisi dengan edema stroma, yang lain percaya polip adalah entitas yang
berbeda yang timbul dari mukosa. Berdasarkan tinjauan literatur dan beberapa studi yang
rumit dari sifat bioelektrik polip, Bernstein berasal sebuah teori yang meyakinkan tentang
patogenesis polip hidung, membangun teori-teori lain. 5
Dalam teori Bernstein, perubahan inflamasi pertama terjadi pada dinding nasal lateral
atau sinus mukosa sebagai akibat dari interaksi host virus-bakteri atau sekunder untuk
aliran turbulen. Dalam kebanyakan kasus, polip berasal dari area kontak dari meatus
media, terutama celah sempit di wilayah ethmoid anterior yang menciptakan aliran
turbulen, dan terutama ketika menyempit oleh peradangan mukosa. Ulserasi atau prolaps
dari submukosa dapat terjadi, dengan reepithelialization dan pembentukan kelenjar baru.
Selama proses ini, polip dapat terbentuk dari mukosa karena proses inflamasi tinggi dari
sel epitel, sel endotel vaskular, dan fibroblas mempengaruhi integritas bioelektrik dari
saluran natrium pada permukaan luminal sel epitel pernafasan dalam bagian dari mukosa
hidung. Hal ini meningkatkan penyerapan natrium, menyebabkan retensi air dan
pembentukan polip. 5
Teori lain melibatkan ketidakseimbangan vasomotor atau pecah epitel. Teori
ketidakseimbangan vasomotor mendalilkan bahwa permeabilitas pembuluh darah
meningkat dan gangguan pembuluh darah regulasi menyebabkan detoksifikasi produk sel
mast (misalnya, histamin). Efek berkepanjangan produk ini dalam hasil stroma polip di
ditandai edema (terutama di polip gagang bunga) yang diperparah dengan obstruksi
drainase vena. Teori ini didasarkan pada stroma sel-miskin polip, yang buruk
vascularized dan tidak memiliki persarafan vasokonstriktor. 5
Teori pecah epitel menunjukkan bahwa pecahnya epitel mukosa hidung disebabkan
oleh peningkatan turgor jaringan dalam penyakit (misalnya, alergi, infeksi). Pecah ini
menyebabkan prolaps dari lamina propria mukosa, membentuk polip. Cacat yang
mungkin diperbesar oleh efek gravitasi atau obstruksi drainase vena, menyebabkan polip.
Teori ini, meskipun mirip dengan Bernstein, memberikan penjelasan kurang meyakinkan
Tutorial 43Rinosinusitis Kronis dengan polip hidung
untuk polip pembesaran daripada teori fluks natrium didukung oleh data Bernstein. Baik
teori sepenuhnya mendefinisikan memicu inflamasi. 5
Pasien dengan CF memiliki kecil saluran rusak klorida konduktansi, diatur oleh
adenosin monofosfat siklik (cAMP), yang menyebabkan transportasi klorida normal
melintasi membran sel apikal sel epitel. Patogenesis poliposis hidung pada pasien dengan
CF dapat dikaitkan dengan keadaan ini. 7
Gejala dan tanda
Timbulnya gejala biasanya pelan dan insidius, dapat juga tiba-tiba dan cepat setelah infeksi akut. Sumbatan di hidung adalah gejala utama. Dimana dirasakan semakin hari semakin berat. Sering juga ada keluhan pilek lama yang tidak sembuh-sembuh 14, sengau, sakit kepala. Pada sumbatan yang hebat didapatkan gejala hiposmia atau anosmia, rasa lendir di tenggorok. 5
Pada pemeriksaan rhinoskopi anterior tampak adanya massa lunak, bertangkai, tidak nyeri jika ditekan, tidak mudah berdarah dan pada pemakaian vasokontriktor (kapas efedrin 1%) tidak mengecil. Pada pemeriksaan rhinoskopi posterior bila ukurannya besar
Tutorial 44Rinosinusitis Kronis dengan polip hidung
akan tampak massa berwarna putih keabu-abuan mengkilat yang terlihat mengggantung di nasofaring.8
Diagnosis
Manifestasi polip hidung tergantung pada ukuran polip. Polip kecil mungkin tidak menghasilkan gejala dan dapat diidentifikasi hanya selama pemeriksaan rutin ketika mereka anterior ke tepi anterior konka media. Polip yang terletak posterior ke situs yang tidak biasanya terlihat selama pemeriksaan rhinoskopi anterior rutin dilakukan dengan otoskop dan tidak terjawab kecuali anak merupakan gejala. Polip kecil di daerah di mana polip biasanya muncul (yaitu, meatus tengah) dapat menghasilkan gejala dan memblokir saluran keluar dari sinus, menyebabkan gejala sinusitis akut kronis atau berulang. 10
Polip gejala yang memproduksi dapat menyebabkan obstruksi jalan nafas hidung, postnasal drainase, sakit kepala, mendengkur, dan rhinorrhea. Ditemukannya hyposmia atau anosmia dapat menjadi petunjuk bahwa polip, daripada sinusitis kronis saja. Epistaksis yang tidak timbul dari iritasi hidung septum anterior (yaitu, daerah Kiesselbach) biasanya tidak terjadi dengan beberapa polip jinak dan mungkin menyarankan lain, lebih serius, lesi rongga hidung. 10
Poliposis besar atau polip tunggal yang besar (misalnya, antral-choanal polip yang menghambat rongga hidung, nasofaring, atau keduanya) dapat menyebabkan gejala tidur obstruktif dan pernapasan dengan mulut kronis. 10
Dalam sebuah artikel yang dikirimkan untuk publikasi, penulis telah melaporkan 40% anak dengan AFS disajikan dengan kelainan kraniofasial, dibandingkan dengan 10% orang dewasa dengan AFS. Poliposis besar jarang menyebabkan kompresi cukup ekstrinsik pada saraf optik untuk mengurangi ketajaman visual. Selanjutnya, karena mereka tumbuh lambat, polyposes besar biasanya tidak menimbulkan gejala neurologis, bahkan mereka yang meluas ke rongga intrakranial. 10
Anamnesis
Keluhan utama penderita polip nasi adalah hidung terasa tersumbat dari yang ringan sampai berat, rinore mulai yang jernih sampai purulen, hiposmia atau anosmia. Mungkin disertai bersin-bersin, rasa nyeri pada hidung disertai sakit kepala didaerah frontal. Bila disertai infeksi sekunder mungkin didapati post nasal drip dan rinore purulen. Gejala sekunder yang dapat timbul ialah bernafas melalui mulut, suara sengau, halitosis, gangguan tidur dan penurunan kualitas hidup. 10
Dapat menyebabkan gejala pada saluran napas bawah berupa batuk kronik dan mengi, terutama pada penderita polip nasi dengan asma. Selain itu harus ditanyakan riwayat rhinitis alergi, asma, intoleransi terhadap aspirin dan alergi obat lainnya serta alergi makanan. 10
Pemeriksaan Fisik
Tutorial 45Rinosinusitis Kronis dengan polip hidung
Mulailah pemeriksaan fisik untuk polip hidung dengan prosedur rhinoskopi anterior Untuk anak-anak kecil, otoscope genggam dan spekulum otologic biasanya digunakan. Sebuah otoscope ditempatkan di rongga hidung memberikan inferior konka, septum anterior, dan wilayah di rongga hidung memanjang ke tepi anterior konka menengah dan midportion dari septum. Meatus tengah (yaitu, daerah di bawah konka tengah lateral) sering bisa dilihat menggunakan rhinoskopi anterior jika anak kooperatif dan jika tidak ada edema mukosa signifikan atau sekresi yang hadir dalam rongga hidung anterior. 10.
Untuk polip hidung jinak, meatus media adalah lokasi yang paling umum. Jika cukup terlihat, dilihat dari meatus media dapat mengungkapkan apakah cukup patologi hadir untuk menjamin memesan CT scan sinus, daripada preforming endoskopi prosedur kaku atau fleksibel yang mungkin marabahaya pasien muda dan orang tua. Namun, kaku atau fleksibel endoskopi adalah metode terbaik untuk memeriksa rongga hidung dan nasofaring untuk sepenuhnya menilai anatomi hidung dan untuk menentukan luas dan lokasi polip hidung. 10
Untuk anak-anak kecil, nasopharyngoscope fiberoptik fleksibel sering digunakan karena tidak mengakibatkan traumatis bagi anak-anak yang bisa bergerak kepala mereka dari kecemasan atau ketidaknyamanan. Pada anak kooperatif dan remaja, sebuah endoskopi kaku dapat digunakan untuk menilai meatus menengah dan reses sphenoethmoid. Lakukan decongestion memadai dan anestesi dari rongga hidung sebelum prosedur endoskopik untuk setiap anak yang lebih tua dari 6 bulan. 10
Untuk anak-anak, mengevaluasi dinding posterior rongga mulut dapat juga menunjukkan gejala-gejala dari poliposis (misalnya, bersamaan drainase postnasal dengan sinusitis kronis). Polip besar atau lesi rongga hidung juga dapat menonjol ke dalam orofaring posterior dari nasofaring, ini mungkin terjadi sebagai lesi di belakang langit-langit dan uvula atau mungkin menekan langit-langit inferior dan anterior (lihat gambar di bawah). 10
Lakukan pemeriksaan otoscopic karena poliposis luas yang menyebabkan disfungsi tuba eustachius dapat menyebabkan cairan dan infeksi di ruang telinga tengah. Pemeriksaan yang cermat terhadap sistem diinervasi dari saraf kranial dan struktur kraniofasial membantu menentukan perluasan potensi lesi hidung ke dalam struktur vital disekitarnya. Polip nasi yang massif dapat menyebabkan deformitas hidung luar sehingga hidung tampak mekar karena pelebaran batang hidung. Pada pemeriksaan Rinoskopi anterior terlihat sebagai massa yang berwarna pucat yang berasal dari meatus medius dan mudah digerakkan. Pembagian stadium polip menurut Mackay dan Lund (1997): 1
Stadium 1 : Polip masih terbatas di meatus medius
Stadium 2 : Polip sudah keluar dari meatus medius, tampak di rongga hidung tetapi
belum memenuhi rongga hidung.
Stadium 3 : Polip yang massif.
Tutorial 46Rinosinusitis Kronis dengan polip hidung
Laboratorium Studi
Penelitian laboratorium langsung di proses patologis diyakini dapat berguna untuk mendiagnosis atas polip hidung.
Anak-anak dengan poliposis yang berhubungan dengan rhinitis alergi harus memiliki evaluasi untuk alergi mereka, ini mungkin termasuk tes serologi radioallergosorbent (RAST) atau beberapa bentuk tes kulit alergi. Mabry dkk menunjukkan penurunan tingkat kekambuhan polip pada anak-anak diobati dengan imunoterapi diarahkan pada semua antigen yang mereka alergi, khususnya cetakan, Oleh karena itu, tes alergi dan pengobatan mungkin penting dalam mengobati sinusitis jamur alergi (AFS) .12
Melakukan uji klorida keringat atau pengujian genetik untuk cystic fibrosis (CF) pada setiap anak dengan beberapa polip hidung jinak. 12
Pap hidung untuk eosinofil dapat membedakan alergi dari penyakit sinus nonallergic dan menunjukkan apakah anak mungkin responsif terhadap glukokortikoid. Kehadiran neutrofil dapat menunjukkan sinusitis kronis. 12
Pemeriksaan Radiologi
Kriteria standar untuk mengevaluasi lesi hidung, polip hidung atau sinusitis terutama, adalah tipis-potong (1-3 mm) CT scan daerah maksilofasial, sinus aksial, dan bidang koronal. Lakukan CT scan kompatibel jika sistem gambar-dipandu intraoperatif digunakan. 12
Foto polos radiografi tidak memiliki nilai yang signifikan setelah polip didiagnosis. Foto Polos Sinus paranasal (Posisi Waters, AP, Caldwell, Lateral) dapat memperlihatkan penebalan mukosa dan adanya batas udara-cairan didalam sinus, tetapi kurang bermanfaat pada kasus polip. Pemeriksaan tomografi computer (TK, CT-Scan) sangat bermanfaat untuk melihat dengan jelas keadaan di hidung dan sinus paranasal apakah ada proses radang, kelainan anatomi, polip atau sumbatan pada kompleks ostiomeatal. TK terutama diindikasikan pada kasus polip yang gagal diobati dengan terapi medikamentosa, jika ada komplikasi dari sinusitis dan pada perencanaan tindakan bedah terutama bedah endoskopi. 12
Dapat dilakukan pemeriksaan Endoskopi nasal dan sinus untuk memastikan adanya polip nasal maupun sinus dan untuk menentukan letak polip nasal tersebut. Dapat pula dilakukan pemeriksaan CT-scan, tes alergi, kultur tetapi hal ini dilakukan atas indikasi. Gambar dari suatu polip nasi yang tampak dengan endoskopi. 12
Juga melakukan MRI pada pasien dengan kemungkinan keterlibatan intrakranial atau perpanjangan polip hidung jinak. 12
CT scan temuan dan temuan MRI dapat membantu mendiagnosis polip atau polip, menentukan luasnya lesi di rongga hidung, sinus, dan seterusnya, dan sempit diferensial diagnosis polip biasa atau presentasi klinis. 12
Tutorial 47Rinosinusitis Kronis dengan polip hidung
Naso-endoskopiAdanya fasilitas endoskop (teleskop) akan sangat membantu diagnosis kasus
polip yang baru. Polip stadium 1 dan 2 terkadang tidak terlihat pada pemeriksaan rinoskopi anterior tetapi tampak dengan pemeriksaan nasoendoskopi. Pada kasus polip koanal juga sering dapat dilihat tangkai polip yang berasal dari ostium asesorius sinus maksila12
Temuan histologis
Tutorial 48Rinosinusitis Kronis dengan polip hidung
Histologi, polip hidung ditandai dengan semu epitel kolumnar bersilia, penebalan membran basal epitel, dan beberapa ujung saraf. Stroma polip hidung edema. Vaskularisasi miskin dan tidak memiliki persarafan, kecuali di dasar polip. Penulis melaporkan baik hiperplasia kelenjar seromucous atau kelenjar hampir tidak ada atau langka ketika membandingkan polip pada konka inferior atau menengah. Hiperplasia kelenjar dapat menyebabkan kelenjar cystically melebar dan merosot mengandung lendir inspissated. 12
Sel eosinofil merupakan sel inflamasi yang paling sering diidentifikasi, terjadi pada 80-90% dari polip. Eosinofil, yang ditemukan dalam polip pasien dengan asma bronkial dan alergi, mengandung butiran dengan produk-produk beracun (misalnya, leukotrien, eosinophilic cationic protein, protein utama basofilik, platelet-activating factor, eosinophilic peroksidase, zat vasoaktif lain dan faktor kemotaktik). Faktor-faktor beracun bertanggung jawab untuk lisis epitel, kerusakan saraf, dan ciliostasis. Protein spesifik granul, leukotrien A4, dan platelet-activating factor tampaknya bertanggung jawab atas pembengkakan mukosa dan hyperresponsiveness. 12
Eosinofil dalam darah perifer yang normal dan dalam mukosa hidung biasanya 3 hari terakhir. Dalam kultur sel polip hidung, eosinofil hadir setidaknya 12 hari. Ini apoptosis tertunda eosinofil dimediasi, sebagian, oleh penyumbatan reseptor Fas, biasanya dengan protease yang membantu memulai proses kematian sel. Apoptosis tertunda juga dimediasi oleh peningkatan interleukin 5 (IL) -5, IL-3, dan granulosit-makrofag colony-stimulating factor (GM-CSF) disekresikan oleh limfosit T, yang membantu mempertahankan eosinofil dari kematian. Glukokortikoid tampaknya membantu mengurangi polip atau reaksi polypoid pada pasien dengan jaringan eosinofilia, mungkin, sebagian, dengan menghambat IL-5. 12
Sel lain inflamasi, neutrofil, terjadi pada 7% kasus polip. Jenis polip terjadi dalam hubungan dengan CF, sindrom tardive ciliary primer, atau sindrom muda. Polip ini tidak merespon dengan baik terhadap kortikosteroid karena mereka tidak memiliki eosinofil kortikosteroid-sensitif. Sel mast Degranulated hadir. Degranulasi mungkin terjadi dalam nonimmunoglobulin E-dimediasi fashion. Peningkatan jumlah sel plasma, limfosit, dan myofibroblasts juga terjadi. 12
Diagnosa Banding
Diagnosis banding dari polip nasi adalah :
a. Angiofibroma Nasofaring Juvenil
Etiologi dari tumor ini belum diketahui. Menurut teori, jaringan asal tumor ini mempunyai tempat perlekatan spesifik di dinding posterolateral atap rongga hidung. Dari anamnesis diperoleh adanya keluhan sumbatan pada hidung dan epistaksis berulang yang masif. Terjadi obstruksi hidung sehingga timbul rhinorhea kronis yang diikuti gangguan penciuman. Oklusi pada tuba Eustachius akan menimbulkan ketulian atau otalgia. Jika ada keluhan sefalgia menandakan adanya perluasan tumor ke intrakranial. Pada pemeriksaan fisik dengan rhinoskopi posterior terlihat adanya massa tumor yang konsistensinya kenyal, warna bervariasi dari abu-abu sampai merah muda, diliputi oleh
Tutorial 49Rinosinusitis Kronis dengan polip hidung
selaput lendir keunguan. Mukosa mengalami hipervaskularisasi dan tidak jarang ditemukan ulcerasi. Pada pemeriksaan penunjang radiologik konvensional akan terlihat gambaran klasik disebut sebagai tanda Holman Miller yaitu pendorongan prosesus Pterigoideus ke belakang.13
Pada pemeriksaan CT scan dengan zat kontras akan tampak perluasan tumor dan destruksi tulang sekitarnya. Pemeriksaan arteriografi arteri karotis interna akan memperlihatkan vaskularisasi tumor. Pemeriksaan PA tidak dilakukan karena merupakan kontra indikasi karena bisa terjadi perdarahan. Angiofibroma Nasofaring Juvenil banyak terjadi pada anak atau remaja laki-laki14
b. Keganasan pada hidung
Etiologi belum diketahui, diduga karena adanya zat-zat kimia seperti nikel, debu kayu, formaldehid, kromium, dan lain-lain. Paling sering terjadi pada laki-laki. Gejala klinis berupa obstruksi hidung, rhinorhea, epistaksis, diplopia, proptosis, gangguan visus, penonjolan pada palatum, nyeri pada pipi, sakit kepala hebat dan dapat disertai likuorhea. Pemeriksaan CT scan memperlihatkan adanya pendesakan dari massa tumor . Pemeriksaan PA didapatkan 85% tumor termasuk sel squamous berkeratin. 13
Penatalaksanaan
Tujuan utama pengobatan pada kasus polip nasi adalah menghilangkan keluhan-keluhan, mencegah komplikasi dan mencegah rekurensi polip. Pemberian steroid hidung oral dan topikal adalah terapi medis utama untuk hidung poliposis. Antihistamin, dekongestan, dan natrium kromolin memberikan sedikit manfaat. Imunoterapi mungkin berguna untuk mengobati rhinitis alergi tetapi, bila digunakan sendiri, biasanya tidak menyelesaikan polip yang ada. Mengelola antibiotik untuk superinfeksi bakteri. 14
Kortikosteroid adalah pengobatan pilihan, baik topikal atau sistemik. Injeksi langsung ke polip tidak disetujui oleh US Food and Drug Administration (FDA) karena laporan kehilangan penglihatan unilateral pada 3 pasien setelah injeksi steroid intranasal dengan Kenalog. Keselamatan mungkin tergantung pada spesifik ukuran partikel obat, obat berat molekul besar seperti Aristocort lebih aman dan lebih kecil kemungkinannya untuk ditransfer ke daerah intrakranial. Hindari injeksi langsung ke pembuluh darah. 14
Steroid oral adalah pengobatan yang paling efektif untuk hidung poliposis. Pada orang dewasa, kebanyakan penulis menggunakan prednison (30-60 mg) selama 4-7 hari dan lancip obat selama 1-3 minggu. Dosis bervariasi untuk anak-anak, tetapi dosis maksimum biasanya 1 mg / kg / hari selama 5-7 hari, kemudian lancip selama 1-3 minggu. Tanggap terhadap kortikosteroid tampaknya tergantung pada ada atau tidaknya eosinofilia, dengan demikian, pasien dengan polip dan rhinitis alergi atau asma harus merespon pengobatan ini. 14
Tutorial 50Rinosinusitis Kronis dengan polip hidung
Pasien dengan poliposis tidak didominasi oleh eosinofilia (misalnya, pasien dengan fibrosis kistik [CF], sindrom silia primer tardive, atau sindrom Young) mungkin tidak merespon steroid. Penggunaan jangka panjang steroid oral tidak dianjurkan karena banyak efek samping potensial (misalnya, retardasi pertumbuhan, diabetes mellitus, hipertensi, efek psikotropika, efek samping GI, katarak, glaukoma, osteoporosis, dan nekrosis aseptik kepala femoral). 14
Banyak penulis menganjurkan pemberian steroid topikal hidung untuk polip hidung, baik sebagai pengobatan utama atau sebagai pengobatan sekunder terus-menerus segera setelah steroid oral atau operasi. Steroid yang paling hidung (misalnya, flutikason, beclomethasone, budesonide) efektif meredakan gejala subyektif dan meningkatkan aliran udara hidung ketika diukur secara obyektif (terutama dalam studi plasebo-terkontrol double-blind). Sebuah tinjauan sistematis dari 19 studi menemukan hasil yang serupa. Persiapan topikal steroid fluticasone, mometasone, dan budesonide ditunjukkan untuk memperbaiki gejala nasal pada pasien dengan hidung poliposis. [8] Beberapa studi menunjukkan flutikason memiliki timbulnya tindakan lebih cepat dan kemungkinan keunggulan ringan sampai beclomethasone. 14
Pemberian kortikosteroid topikal umumnya menyebabkan efek samping lebih sedikit dibandingkan penggunaan kortikosteroid sistemik karena mantan bioavailabilitas yang terbatas. Penggunaan jangka panjang, terutama pada dosis tinggi atau dalam kombinasi dengan kortikosteroid inhalasi, menyajikan risiko sumbu penekanan hipotalamus-hipofisis-adrenal, pembentukan katarak, retardasi pertumbuhan, pendarahan hidung, dan, dalam kasus yang jarang, perforasi septum hidung. 14
Seperti halnya terapi jangka panjang, memantau penggunaan semprotan kortikosteroid topikal. Namun, jangka panjang (> 5 y) studi evaluasi penggunaan beclomethasone telah menunjukkan tidak ada degradasi epitel pernapasan normal epitel skuamosa terlihat pada rhinitis atrofi kronis. Selain itu, generasi baru dari steroid sistemik (misalnya, flutikason, NASONEX) tampaknya memiliki bioavailabilitas kurang dari steroid hidung yang lebih tua, seperti beclomethasone. 14
Terapi Konservatif
a. Kortikosteroid sistemik
merupakan terapi efektif sebagai terapi jangka pendek pada polip nasal. Pasien yang responsif terhadap pengobatan kortikosteroid sistemik dapat diberikan secara aman sebanyak 3-4 kali setahun, terutama untuk pasien yang tidak dapat dilakukan operasi. 14
b. Kortikosteroid spray
dapat mengecilkan ukuran polip, tetapi relatif tidak efektif unutk polip yang masif Kortikosteroid topikal, intranasal spray, mengecilkan ukuran polip dan sangat efektif pada pemberian postoperatif untuk mencegah kekambuhan14
c. Leukotrin inhibitor.
Tutorial 51Rinosinusitis Kronis dengan polip hidung
Menghambat pemecahan asam arakidonat oleh enzyme 5-lipoxygenase yang akan menghasilkan leukotrin yang merupakan mediator inflamasi. 14
Terapi Pembedahan
Terapi operasi dilakukan pada kasus polip yang berulang atau polip yang sangat besar, sehingga tidak dapat diobati dengan terpi konservatif. Tindakan operasi yang dapat dilakukan meliputi : 14
d. Polipektomi intranasal
e. Antrostomi intranasal
f. Ethmoidektomi intranasal
g. Ethmoidektomi ekstranasal
h. Caldwell-Luc (CWL)
i. Bedah Sinus Endoskopi Fungsional (BSEF)
Intervensi bedah diperlukan untuk anak-anak dengan beberapa poliposis hidung jinak atau rinosinusitis kronis yang gagal terapi medis maksimal. Polypectomy sederhana efektif pada awalnya untuk meringankan gejala hidung, terutama untuk polip yang terisolasi atau sejumlah kecil polip. Dalam jinak beberapa poliposis hidung, polypectomy yang penuh dengan tingkat kekambuhan tinggi. 14
Bedah sinus endoskopi (BSE) adalah teknik yang lebih baik yang tidak hanya menghilangkan polip tetapi juga membuka celah di meatus media, di mana mereka paling sering bentuk, yang membantu menurunkan tingkat kekambuhan. Yang tepat tingkat operasi yang dibutuhkan, apakah pemusnahan lengkap (yaitu, prosedur Nasalide) atau aerasi sederhana dari sinus, tidak sepenuhnya diketahui, hanya karena kelangkaan studi. Perbandingan Langka menunjukkan bahwa prosedur pemusnahan lengkap adalah sebagai efektif atau unggul aerasi sinus, tingkat komplikasi yang rendah dengan ahli bedah berpengalaman. Penggunaan microdebrider bedah telah membuat prosedur lebih aman dan lebih cepat, memberikan pemotongan jaringan yang tepat dan penurunan hemostasis dengan visualisasi yang lebih baik14
Operasi langsung di jaringan yang sakit yang terlihat pada CT scan pada saat operasi. Pasien dengan penyakit seperti CF, sindrom tardive ciliary primer, atau sindrom muda dapat melanjutkan operasi tanpa perawatan medis ekstensif karena penyakit ini biasanya tidak merespon dengan baik terhadap pengobatan kortikosteroid. Setelah jaringan yang sakit telah dihapus dari rongga hidung dan sinus, sistem paru biasanya membaik. Pertimbangkan penggunaan sistem gambar-dipandu untuk menentukan lokasi yang tepat dari intranasal, sinus, orbital, dan struktur intrakranial untuk poliposis besar atau operasi revisi karena landmark bedah mungkin tidak ada atau diubah. Untuk teknik-teknik khusus dalam operasi sinus anak, dengan dan tanpa polip. 14
Tutorial 52Rinosinusitis Kronis dengan polip hidung
Nasal poliposis terjadi pada 6-48% anak dengan CF. Pembedahan dilakukan ketika anak-anak menjadi gejala. Kekambuhan polip di CF hampir universal yang memerlukan operasi berulang setiap beberapa tahun. Bahkan, kekambuhan khas untuk banyak penyakit yang menyebabkan polip hidung, pasien harus menerima konseling pra operasi tentang kemungkinan ini. Untuk lesi selain polip hidung jinak yang menghasilkan polip hidung, polip harus dibiopsi atau dihapus, tergantung pada proses penyakit. 14
komplikasi
Poliposis besar atau polip tunggal yang besar (misalnya, polip antral-choanal) yang menghambat rongga hidung dan / atau nasofaring dapat menyebabkan gejala tidur obstruktif dan pernapasan mulut kronis. Jarang, poliposis besar, diamati pada CF dan AFS dapat mengubah struktur kraniofasial. Hal ini dapat mengakibatkan proptosis, hypertelorism, dan diplopia.15
Dalam sebuah artikel yang dikirimkan untuk publikasi, penulis melaporkan bahwa 40% anak-anak (dibandingkan dengan 10% orang dewasa) dengan AFS disajikan dengan kelainan kraniofasial. Poliposis besar jarang menyebabkan kompresi cukup ekstrinsik pada saraf optik untuk mengurangi ketajaman visual. Satu studi melaporkan bahwa 3 dari 82 pasien dengan AFS memiliki perubahan visi dari kompresi saraf optik dalam sinus sphenoid yang diselesaikan dari waktu ke waktu dengan penghapusan penyakit. Namun, karena polip ini lambat tumbuh, mereka biasanya tidak menimbulkan gejala neurologis, bahkan ketika mereka memperpanjang ke dalam rongga intrakranial. 15
Prognosa
Kekambuhan polip adalah setelah pengobatan umum dengan terapi medis atau bedah jika beberapa polip jinak yang hadir (lihat Perawatan Bedah). Polip tunggal yang besar (misalnya, polip antral-choanal) cenderung kambuh. 15
Tutorial 53Rinosinusitis Kronis dengan polip hidung
BAB III
PENUTUP
Sinusitis adalah radang mukosa sinus paranasal. Bila mengenai beberapa sinus disebut multisinusitis, sedangkan bila mengenai semua sinus paranasal disebut pansinusitis.Paling sering ditemukan adalah sinusitis maksila dan sinusitis ethmoid, sedangkan sinusitis frontal dan sinusitis sfenoid lebih jarang, pada anak hanya sinus maksila dan sinus etmoid yang berkembang, sedangkan sinus frontal dan sinus sfenoid belum.
Sinusitis terjadi jika ada gangguan drenase dan ventilasi di dalam sinus. Bila terjadi edema di kompleks ostio-meatal, mukosa yang letaknya berhadapan akan saling bertemu, sehingga silia tidak dapat bergerak dan lendir tidak dapat dialirkan. Akibatnya lendir yang diproduksi mukosa sinus menjadi lebih kental dan merupakan media yang baik untuk tumbuhnya bakteri patogen.
Faktor predisposisi sinusitis adalah obstruksi mekanik, seperti deviasi septum, hipertrofi konka media, benda asing di hidung, polip serta tumor dalam rongga hidung. Selain itu rinitis kronis serta rinitis alergi juga menyebabkan obstruksi ostium sinus serta menghasilkan lendir yang banyak, yang merupakan media untuk tumbuhnya bakteri. Sebagai faktor predisposisi lain ialah lingkungan berpolusi, udara dingin serta kering, yang dapat mengakibatkan perubahan mukosa serta kerusakan silia.
Secara klinis sinusitis dibagi menjadi sinusitis akut, bila gejala berlangsung dari beberapa hari sampai 4 minggu. Sinusitis subakut bila berlangsung dari 4 minggu sampai 3 bulan dan sinusitis kronis bila lebih dari 3 bulan. Gejala sinusitis yang banyak dijumpai adalah gejala sistemik berupa demam dan rasa lesu. Lokal pada hidung terdapat sekret kental yang kadang-kadang berbau dan dirasakan mengalir ke nasofaring. Dirasakan hidung tersumbat dan rasa nyeri di daerah sinus yang terinfeksi serta kadang-kadang dirasakan juga ditempat lain karena nyeri alih (referred pain). Tetapi pada sinusitis subakut tanda-tanda radang akut demam, nyeri kepala hebat dan nyeri tekan sudah reda. Sedangkan pada sinusitis kronis selain gejala-gejala di atas sering ditemukan gejala komplikasi dari sinusitis. Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala-gejala,
Tutorial 54Rinosinusitis Kronis dengan polip hidung
foto rontgen sinus dan hasil pemeriksaan fisik. Untuk menentukan luas dan beratnya sinusitis, bisa dilakukan pemeriksaan CT Scan. Pada sinusitis maksilaris, dilakukan pemeriksaan roentgen gigi untuk mengetahui adanya abses gigi.
Terapi sinusitis secara umum diberikan medikamentosa berupa antibiotik selama 10-14 hari, meskipun gejala klinik telah hilang. Antibiotik yang diberikan berupa golongan penisilin. Diberikan juga dekongestan sistemik dan analgetik untuk menghilangkan nyeri. Terapi pembedahan dilakukan jika ada komplikasi ke orbita atau intrakanial; atau bila nyeri hebat karena sekret tertahan oleh sumbatan yang biasanya disebabkan sinusitis kronis.
DAFTAR PUSTAKA
1. Anonim, Sinusitis, www.naid.nih.gov/factsheets/sinusitis.20013
2. Anonim, Sinusitis, www.nlm.nih.gov/medline plus/ sinusitis.html.2013
3. Anonim, Sinusitis, dalam ; Arif et all, editor. Kapita Selekta Kedokteran, Ed. 3, Penerbit Media Ausculapius FK UI, Jakarta 2001, 102 – 106.
4. Ballenger. J. J., infeksi Sinus Paranasal, dalam : Penyakit Telinga, Hidung dan Tenggorok Kepala dan Leher, ed 13 (1), Binaputra Aksara, jakarta, 1994, 232 – 241.
5. Cody. R et all, Sinusitis,dalam Andrianto P, editor, Penyakit telinga Hidung dan Tenggorokan, Penerbit buku Kedokteran EGC, Jakarta, 1993, 229 – 241.
6. Damayanti dan Endang, Sinus Paranasal, dalam : Efiaty, Nurbaiti, editor. Buku Ajar Ilmu Kedokteran THT Kepala dan Leher, ed. 5, Balai Penerbit FK UI, Jakarta 2002, 115 – 119.
7. Endang Mangunkusumo, Nusjirwan Rifki, Sinusitis, dalam Eviati, nurbaiti, editor, Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher, Balai Penerbit FK UI, Jakarta, 2002, 121 – 125.
8. Peter A. Hilger, MD, Penyakit Sinus Paranasalis, dalam : Haryono, Kuswidayanti, editor, BOIES, buku ajar Penyakit THT, penerbit buku kedokteran EGC, Jakarta, 1997, 241 – 258.
Tutorial 55Rinosinusitis Kronis dengan polip hidung