risk management disclosure dalam prespektif …/risk... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id...
TRANSCRIPT
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
RISK MANAGEMENT DISCLOSURE DALAM PRESPEKTIF STAKEHOLDER
THEORY: STUDI EMPIRIS PERBANKAN INDONESIA
SKRIPSI
Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas Dan Memenuhi Syarat-Syarat
untuk Mencapai Gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Akuntansi
Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta
Disusun Oleh:
TRI REJEKI ARUMSARI
F. 1310086
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2013
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
MOTTO
v Jadikanlah sabar dan shalat itu sebagai penolongmu, sesungguhnya Allah
beserta orang-orang yang sabar. (QS. Al Baqarah: 153)
v Sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan. (QS. Al Insyiroh: 6)
v Setiap kesuksesan dalam hidup tidaklah gratis, harus dibayar dengan
harga yang pantas. (Anonim)
v Nikmati dan syukuri proses yang ada, dari proses itulah kita akan
mendapat pembelajaran kehidupan. (Penulis)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
HALAMAN PERSEMBAHAN
© Ibu, Bapak, my older sister and my younger sister yang selalu mendoakan
yang terbaik dalam hidupku.
© Bapak Djoko Suhardjanto, terimakasih untuk bimbingan yang
diberikan selama ini.
© Syahroni, untuk dukungan dan doanya.
© Teman-teman seperjuangan di UNS Transfer 2010.
© ALMAMATER
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan hidayah-Nya,
sehingga akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini, karena penulis menyadari tanpa
ridha dan bimbingan-Nya segala sesuatu tidak dapat terwujud.
Skripsi ini disusun dan diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat-
syarat untuk mencapai gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Akuntansi Universitas Sebelas Maret
Surakarta.
Penyusunan skripsi ini tidak akan berhasil dengan baik tanpa adanya bantuan,
dorongan, doa dan bimbingan dari berbagai pihak, untuk itu penulis mengucapkan terima
kasih kepada semua pihak yang telah membantu hingga terselesainya skripsi ini dengan baik.
Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Wisnu Untoro M. S selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas
Sebelas Maret Surakarta.
2. Bapak Drs. Santoso Tri Hananto, M.Si., Ak., selaku Ketua Jurusan Akuntansi Fakultas
Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta.
3. Bapak Drs. Djoko Suhardjanto, M.Com (Hons) Ph. D Ak, selaku pembimbing yang
telah banyak meluangkan waktu, kesabaran dan perhatian yang tinggi dalam
memberikan bimbingan, serta pengarahan hingga selesainya penulisan skripsi ini.
Makasih Bapak buat dateline setiap minggu, maaf kalo saya keset dan gak mudengan.
Pak Djoko joss pokoknya.
4. Keluargaku yang selalu memberikan kepercayaan, dukungan dan doa yang tiada henti.
Ibu, Ibu, Ibu dan Bapak, seluas dan sebanyak apapun anakmu ini berikan takkan
mampu membalas kebaikan kalian. Semoga Alloh SWT memberikan balasan dengan
surga terindah-Nya, Amin. Mba Ipung, Iis (filak), atas motivasi dan dorongan untuk
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
selalu semangat, cerewet dan nakalnya si kecil Dhita. Terimakasih atas setiap
kehangatan rumah yang selalu tercipta dan membuat semangat lagi balik kalo nyolo J.
5. Syahroni, the best man ever i had. Terimakasih untuk dukungan dan doamu.
6. Janita Pratika Sari, makasih karena selalu bersedia mendengarkan atas celotehku tiap
kali galau dan patah semangat. Epong, ayo semangat skripsinya, kamu pasti bisa! Nana,
makasiih buat tumpangan nge-printnya.
7. Teman-teman “J” yang dipurwokerto (Mbaeh, Mz Rasyid, Mz sony, Mz Budi, Yeti,
Evi, Lintung, Aa Ari, Dodo, Pujel, Mz Wendy, Mz Joni and all “J”), ayook pada
camping, rafting, manjat..kangen bau tanah, kangen wave+hole-nya Serayu, dan
terutama kangen suasana kekeluargaan yang selalu tercipta.
8. Mbak Indi, Sesar, Nana, Awin, Bunga, Yuanita, Tika, kangen buat jalan-jalan bareng
kalian lagi. Mbak Indi, Tika, Sesar, Nana, Yuanita, ayook ndang nyusul.
9. The Djs Family (Ima, Moecha, Mbak Indi ma Mbak Citra, Mbak Ane), makasih buat
koreksian tiap minggunya, Ima makasih buat sharing, masukan, koreksian dan nyuplai
semangatku di akhir-akhir skripsi ini. Buat Moecha, jangan patah semangat yaa..kamu
pasti bisa! Mbak Indi ma Mbak Citra ndang konsul neh tho mbak, segera menyusul lho.
10. Wisma Puri Sari dan penduduknya, pasti bakalan kangen sama celoteh dan gumaman
kalian semua.
11. Teman-teman di Akuntansi Transfer 2010, ditunggu reunian yahhh.
12. Semua orang-orang yang telah memberikan warna dalam hidupku, yang tidak bisa
disebutkan satu per satu, dengan segenap kerendahan hati izinkan sebuah kata mengalir
tulus dari lubuk terdalam: Terima kasih.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dan ketidaksempurnaan dalam penulisan
ini. Untuk itu saran dan kritik yang bersifat membangun dari semua pihak, penulis harapkan
demi perbaikan yang berkelanjutan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Semoga amal kebaikan dan bantuan yang diberikan kepada penulis mendapatkan
balasan dari Allah SWT. Akhir kata, penulis berharap skripsi ini bermanfaat bagi semua yang
membutuhkan di kemudian hari. Terima kasih.
Surakarta, Desember 2012
Penulis
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL................................ ........................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN ................................................................... ……ii
HALAMAN PENGESAHAN .......................................................................... iii
HALAMAN MOTO .......................................................................................... iv
HALAMAN PERSEMBAHAN ......................................................................... v
KATA PENGANTAR ....................................................................................... vi
DAFTAR ISI ...................................................................................................... ix
DAFTAR TABEL .............................................................................................. xi
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ xii
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xiii
ABSTRAKSI ……………………………………………………………… .. xiv
ABSTRACT ........................................................................................................ xv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ......................................................................... 6
C. Tujuan Penelitian ........................................................................... 7
D. Manfaat Penelitian ........................................................................ 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS
A. Landasan Teori .............................................................................. 9
1. Teori Stakeholder ...................................................................... 9
2. Disclosure (Pengungkapan) .................................................... 20
3. Risk Management Disclosure ................................................. 22
B. Kaitan antara Stakeholder dan Risk Management Disclosure ..... 30
C. Kerangka Konseptual .................................................................. 36
D. Penelitian Terdahulu dan Pengembangan Hipotesis ................... 37
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
BAB III METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian ......................................................................... 44
B. Populasi, Sampel, dan Teknik Pengambilan Sampel .................. 44
C. Data dan Metode Pengumpulan Data…………………………. . 45
D. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel Penelitian ........ 46
E. Teknik Analisis Data ................................................................... 51
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN
A. Deskriptif data ............................................................................. 56
1. Seleksi Sampel ........................................................................ 56
2. Statistik Deskriptif .................................................................. 58
B. Pengujian Hipotesis dan Pembahasan ......................................... 67
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan .................................................................................. 80
B. Saran ............................................................................................ 81
C. Keterbatasan ................................................................................ 83
D. Rekomendasi ………………………………………………… .. 83
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel II.1 Perbandingan Klasifikasi Risiko ... .................................................33
Tabel III.1 Keterangan Persamaan Penghitungan
Risk Management Disclosure ........................................................ 48
Tabel III.2 Keterangan Persamaan Analisis Regresi ....................................... 52
Tabel IV.1 Jumlah Populasi dan Sampel Penelitian ....................................... 57
Tabel IV.2 Statistik Deskriptif Risk Management Disclosure ......................... 58
Tabel IV.3 Statistik Deskriptif Variabel Independen ....................................... 61
Tabel IV.4 Hasil Regresi Berganda .................................................................. 68
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar II.1 Kerangka Konseptual ................................................................... 36
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran I Summary Item Pengungkapan Risk Management
Lampiran II Daftar Perbankan
Lampiran III Perbankan dan Skor Pengungkapan Risk Management
Lampiran IV Statistik Deskriptif
Lampiran V Uji Asumsi Klasik
Lampiran VI Regresi Berganda
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iv
RISK MANAGEMENT DISCLOSURE DALAM PERSPEKTIF STAKEHOLDER THEORY: STUDI EMPIRIS PERBANKAN INDONESIA
ABSTRAKSI
TRI REJEKI ARUMSARI F1310086
Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh penerapan stakeholder theory terhadap risk management disclosure perusahaan perbankan di Indonesia. Stakeholder theory direpresentasikan dengan leverage, blockholder ownership, kepemilikan manajerial, proporsi Komite Audit Independen, ukuran Komite Pemantau Risiko, Return on Equity (ROE), dan Tobins’q
Pengukuran tingkat risk management disclosure dalam penelitian ini menggunakan item-item yang terdapat dalam Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia Nomor: 13/23/DPNP/2011. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini berjumlah 84 perusahaan perbankan yang terdaftar di Bursa efek Indonesia tahun 2009-2011. Sampel tersebut dipilih dengan menggunakan teknik purposive sampling.
Rerata tingkat risk management disclosure sebesar 52,24%. Hal tersebut mengindikasikan bahwa tingkat kepatuhan perbankan di Indonesia dalam mengungkapkan informasi mengenai risk management masih rendah, mengingat risk management disclosure adalah salah satu pengungkapan wajib (mandatory disclosure) sesuai dengan PSAK No. 60 (revisi 2010), PBI Nomor: 11/25/PBI/2009. Hasil pengujian regresi menunjukan adanya pengaruh negatif signifikan antara variabel blockholder ownership dan kepemilikan manajerial, dan pengaruh pengaruh positif signifikan antara variabel ukuran Komite Pemantau Risiko terhadap risk management disclosure. Variabel lainnya yaitu leverage, proporsi Komite Audit Independen, ROE dan Tobins’q tidak berpengaruh terhadap tingkat risk management disclosure. Kata Kunci: risk management disclosure, stakeholder theory, perbankan Indonesia
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
v
RISK MANAGEMENT DISCLOSURE DALAM PERSPEKTIF STAKEHOLDER THEORY: STUDI EMPIRIS PERBANKAN INDONESIA
ABSTRACT
TRI REJEKI ARUMSARI F1310086
This purpose of this study is to examine the effect of the application of stakeholder theory to risk management disclosure of Indonesian banks. Stakeholder theory are identified as leverage, blockholder ownership, managerial ownership, proportion of audit committee, the number of risk management committee, return on equity (ROE) and tobins’q.
The level of risk management disclosure is measured based on identified items of Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia Nomor: 13/23/DPNP/2011. Under purposive sampling, secondary data of 84 annual reports year 2009-2011 of banks in Indonesian Stock Exchange are selected.
The average level of risk management disclosure is at 52.24%. This number indicates that Indonesian’s banks are not fully complience to PSAK No. 60 (revisi 2010), PBI Nomor: 11/25/PBI/2009. The results of multiple regression shows the significant negative effect of the variable blockholder ownership and managerial ownership, and a significant positive effect between the variable size of risk management committee to risk management disclosure. Other variables, leverage, the composition of independent audit comittee members, ROE and Tobins'q are not good predictors for level of risk management disclosure. Keywords: risk management disclosure, stakeholder theory, Indonesian banks
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user 1
BAB I
PENDAHULUAN
Bab yang pertama ini akan menjelaskan mengenai latar belakang
dilakukannya penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian
dan sistematika dari penulisan penelitian ini.
A. Latar Belakang
Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh stakeholder perusahaan
terhadap risk management disclosure perusahaan perbankan di Indonesia.
Dimensi stakeholder dalam penelitian ini merunut pada pendapat Ullmann (1985)
yang terdiri dari stakeholder power, strategic posture dan economic performance.
Stakeholder power diproksikan dengan kreditur, pemegang saham, manajer,
sedangkan untuk strategic posture diproksikan dengan Komite Audit dan Komite
Pemantau Risiko. Economic performance diproksikan dengan Return on Equity
(ROE) dan Tobins’q.
Sejak tahun 2007 sampai dengan tahun 2008, dunia dilanda krisis
keuangan internasional yang disebut credit crisis (Oorschot, 2009). Krisis
keuangan ini karena kegagalan kebijakan kredit yang dilakukan di Amerika
Serikat yang kemudian menjalar ke seluruh dunia, termasuk di Indonesia. Topik
risk disclosure, khususnya risk management disclosure menjadi topik yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
menarik untuk diteliti karena permintaan dan penawaran mengenai risk disclosure
pada perusahaan dari tahun ke tahun semakin meningkat (Oorschot, 2009).
Amran, Abdul, Hassan (2008) mengemukakan bahwa risiko merupakan
bagian dari kegiatan bisnis. Menurut Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor:
5/8/PBI/2003 yang selanjutnya mengalami perubahan menjadi PBI Nomor;
11/25/PBI/2009, risiko adalah potensi kerugian akibat terjadinya suatu peristiwa
(events) tertentu. Dalam konteks perbankan, risiko merupakan suatu kejadian
potensial, baik yang dapat diperkirakan (anticipated) maupun yang tidak dapat
diperkirakan (unanticipated) yang berdampak negatif terhadap pendapatan dan
permodalan bank (Lampiran SE No.5/21/DPNP, 29 September 2003).
Ada beberapa kasus berkaitan dengan manajemen risiko perbankan
Indonesia diantaranya mengenai penggelapan rekening nasabah Citibank pada
periode 2007 – 2011 yang merugikan 30 nasabah Citibank
(http://www.finance.detik.com, 2012 ). Kasus penggelapan tersebut dapat dicegah
bila perusahaan menerapkan manajemen risiko dengan baik
(http://www.mtempo.co, 2012). Kasus lain yang terjadi di Indonesia berkaitan
dengan risiko kredit adalah penyimpangan Bantuan Likuiditas Bank Indonesia
(BLBI) dimana bank tidak mampu mengembalikan BLBI, 5 (lima) Bank yang
melakukan penyimpangan terbesar yaitu, Bank Dagang Nasional, Bank Central
Asia (BCA), Bank Danamon, Bank Umum Nasional (BUN), Bank Indonesia
Raya (BIRA) (Yuntho dan Rahayu, 2006).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
Kasus – kasus tersebut menunjukkan bahwa risiko manajemen perusahaan
tidak dikelola dengan baik dan membuktikan kurangnya transparansi antara pihak
manajemen dan stakeholder. Padahal, unsur keterbukaan (transparansi) dalam
laporan keuangan perusahaan telah diatur oleh Bapepam, diantaranya perusahaan
diwajibkan untuk mengungkapkan transaksi – transaksi penting yang berkaitan
dengan perusahaan, risiko yang dihadapi dan rencana/kebijakan perusahaan
(corporate action) yang akan dijalankan (Fuad, 2006). Pengungkapan risiko
dalam laporan keuangan menjadi penting karena dapat mengurangi asimetri
informasi yang menyebabkan kerugian bagi stakeholder.
Penelitian mengenai risk management disclosure di Indonesia dilakukan
oleh Yudawijaya (2011) pada sektor publik yaitu, Pemerintah Kota dan
Kabupaten se-Indonesia. Hasil penelitian menunjukkan ukuran Pemerintah
Daerah, dan leverage yang berpengaruh positif terhadap risk management
disclosure. Ukuran Pemerintah Daerah berpengaruh karena pemerintah daerah
yang lebih besar cenderung akan memanfaatkan sumber daya yang dimiliki untuk
mendapatkan dan menyampaikan informasi yang lebih banyak kepada
stakeholder. Pemerintah Daerah yang mempunyai tingkat leverage tinggi
memiliki kewajiban mengungkapkan informasi yang berkaitan dengan
pengungkapan risiko. Pengungkapan tersebut penting dilakukan guna memberikan
rasa aman dan kepastian di masa mendatang. Perbedaan penelitian ini dengan
penelitian sebelumnya adalah variabel yang digunakan merupakan aplikasi
stakeholder Ulmann (1985) dan sampel yang digunakan adalah pada sektor
perbankan (privat) bukan pada sektor publik.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
Lajli dan Zeghal (2005) melakukan analisis risk management disclosure
terhadap 300 perusahaan di Canada dengan metode content analysis yang
dilakukan dengan mengklasifikasikan kalimat dan meranking, menghasilkan
kesimpulan : (1) pengungkapan risiko pada laporan tahunan perusahaan sebagian
besar terdapat footnote laporan keuangan sebesar 85,09% dan bersifat kualitatif,
(2) sebagian besar perusahaan mengungkapkan minimal satu kategori risiko dan
maksimal 9 kategori risiko, dimana risiko keuangan merupakan risiko yang paling
sering diungkapkan. Penelitian lain dilakukan oleh Linsley dan Shrives (2006)
mengenai pengungkapan risiko annual report perusahaan di UK. Berdasarkan
penelitian tersebut, ditemukan pengaruh signifikan terhadap ukuran perusahaan
dan tingkat risiko lingkungan dengan luas pengungkapan risiko. Helbok dan
Wagner (2006) meneliti luas pengungkapan risiko operasional dalam laporan
keuangan dari 59 bank komersial di Nord America, Asia dan Eropa pada rentang
waktu tahun 1999 – 2001 secara kuantitatif dan kualitatif. Penelitian tersebut
menunjukkan bahwa lembaga keuangan dengan profitabilitas yang lebih rendah
mengungkapkan penilaian dan pengelolaan risiko operasional dengan lebih luas.
Tingkat profitabilitas yang tinggi akan semakin meningkatkan kemampuan
perusahaan untuk memperoleh laba, sehingga perusahaan dengan tingkat
profitabilitas tinggi mendorong para manajer untuk memberikan informasi yang
lebih luas terhadap stakeholdernya.
Amran et.al. (2008) meneliti mengenai risk management disclosure pada
laporan tahunan perusahaan Malaysia mengungkapkan bahwa variabel ukuran
perusahaan positif signifikan berpengaruh terhadap risk management disclosure.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
Perusahaan yang lebih besar akan mempunyai stakeholder yang lebih banyak
sehingga akan semakin banyak mengungkapkan informasi sebagai bentuk
pertanggungjawaban terhadap stakeholdernya. Oorschot (2009) melakukan
penelitian mengenai pengungkapan risiko pada perbankan Jerman dengan
cakupan pembahasan pengungkapan pasar, kredit dan risiko likuiditas bank di
Jerman dalam tahun 2005 – 2008 secara kuantitatif dan kualitatif. Pengungkapan
secara kuantitatif dan kualitatif masing-masing mencapai tingkat 74,50% dan
83,00%. Penelitian tersebut menyimpulkan bahwa permintaan dan penawaran
tentang risiko pada perbankan di Jerman semakin bertambah dari tahun ke tahun.
Penelitian ini menganalisis aspek dalam stakeholder theory yang dikaitkan
dengan risk management disclosure. Chairiri (2008) mengatakan bahwa dalam
stakeholder theory perusahaan bukanlah entitas yang hanya beroperasi untuk
kepentingannya sendiri namun harus memberikan manfaat bagi stakeholdernya
(pemegang saham, kreditor, konsumen, supplier, pemerintah, masyarakat, analis
dan pihak lain), sehingga keberadaan suatu perusahaan sangat dipengaruhi oleh
dukungan yang diberikan oleh stakeholder kepada perusahaan tersebut. Hal
tersebut seperti yang diungkapkan oleh Gray, Kouhy dan Adams (1995) bahwa
kelangsungan hidup perusahaan tergantung pada dukungan stakeholder, makin
powerfull stakeholder makin besar perusahaan untuk beradaptasi. Dukungan
kepada perusahaan dapat diperoleh dengan menerapkan tanggungjawabnya
kepada stakeholder salah satunya dengan mengungkapkan risk management
disclosure perusahaan. Laporan keuangan dan pengungkapannya sangat penting
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
bagi manajemen sebagai sarana untuk mengkomunikasikan tata kelola dan kinerja
perusahaan kepada stakeholdernya (Healy dan Palepu, 2001).
Era globalisasi seperti saat ini menjadikan produk dan aktivitas bank
semakin kompleks sehingga mengakibatkan risiko yang dihadapi bank akan
semakin meningkat. Hal tersebut menjadikan penelitian ini penting untuk
dilakukan, selain itu penelitian mengenai risk management disclosure dalam
perspektif stakeholder theory untuk perusahaan perbankan di Indonesia belum
pernah dilakukan. Pemilihan perusahaan perbankan dengan alasan bahwa
perbankan berbeda dengan sektor industri lain. Perusahaan perbankan merupakan
perusahaan keuangan (financial) yang highly regulated (Suhardjanto dan Aryane,
2011) dan lembaga yang dikenal sebagai risk taking entities (Oorschot, 2009),
selain itu penelitian mengenai aplikasi stakeholder pada risk management
disclosure di Indonesia belum pernah dilakukan. Berdasarkan uraian tersebut
diatas, peneliti akan melakukan penelitian dengan judul ”Risk Management
Disclosure dalam Perspektif Stakeholder Theory: Studi Empiris Perbankan di
Indonesia”.
B. Rumusan Masalah
Sesuai dengan latar belakang dan judul penelitian, maka permasalahan
yang hendak diteliti adalah apakah stakeholder theory yang direpresentasikan
dengan (1) leverage, (2) blockholder ownership, (3) kepemilikan manajerial, (4)
proporsi Komite Audit Independen, (5) ukuran Komite Pemantau Risiko, (5)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
return on equity (ROE) dan Tobins’q berpengaruh terhadap risk management
disclosure perusahaan perbankan di Indonesia?
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh stakeholder theory yang
direpresentasikan dengan (1) leverage, (2) blockholder ownership, (3)
kepemilikan manajerial, (4) proporsi Komite Audit Independen, (5) ukuran
Komite Pemantau Risiko, (5) return on equity (ROE) dan Tobins’q terhadap risk
management disclosure perusahaan perbankan di Indonesia.
D. Manfaat Penelitian
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat termasuk :
1. Bagi akademisi, memberikan bukti empiris mengenai cakupan risk
management disclosure yang dipengaruhi oleh stakeholder perusahaan.
Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memunculkan penelitian lain
mengenai risk management disclosure pada perusahaan perbankan di
Indonesia.
2. Bagi stakeholder dan pihak – pihak yang berkepentingan, diharapkan
dapat menjadi pertimbangan dalam pengambilan keputusan dan
melaksanakan fungsi pengawasan terhadap pengelolaan perusahaan,
terutama dalam pengelolaan dan risk management disclosure.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
3. Bagi perusahaan, memberikan bukti empiris mengenai pentingnya risk
management disclosure dimana dapat dijadikan bahan pertimbangan
dalam menyusun annual report.
4. Bagi pihak regulator, khususnya IAI dan Bapepam – LK, memberikan
referensi untuk membuat peraturan yang lebih baik mengenai item – item
risk management disclosure.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Setelah membahas pendahuluan di Bab I, maka pada Bab II ini akan
dijelaskan mengenai landasan teori, kerangka teoritis serta penelitian terdahulu
dan pengembangan hipotesis dalam penelitian ini.
A. Landasan Teori
Pada landasan teori ini akan dijabarkan mengenai teori dan literatur yang
mendasari komponen maupun variabel penelitian.
1. Teori Stakeholder
Teori stakeholder dimulai dengan asumsi bahwa nilai adalah sesuatu yang
perlu dan secara eksplisit merupakan bagian dalam kegiatan bisnis (Freeman,
Andrew, Bidhan, 2004). Stakeholder merupakan kelompok atau individu yang
dapat berpengaruh ataupun dipengaruhi oleh pencapaian tujuan perusahaan,
mendapatkan keuntungan ataupun dirugikan oleh perusahaan, serta haknya
dipenuhi ataupun diabaikan oleh perusahaan. (Freeman, 1984 dalam Roberts,
1992).
Kelompok stakeholder dalam perusahaan terdiri dari investor, pelanggan,
supplier dan karyawan (Donaldson dan Preston, 1995). Kelompok stakeholders
inilah yang menjadi pertimbangan utama bagi perusahaan dalam mengungkapkan
atau tidak mengungkapkan suatu informasi di dalam laporan keuangan (Rafinda,
9
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
Bambang, Poppy, 2011). Seorang pemangku kepentingan (stakeholder), seperti
investor, mengumpulkan informasi risiko perusahaan yang berguna untuk
membantu pengambilan keputusan (Amran et.al., 2008).
Teori stakeholder mengatakan bahwa perusahaan bukanlah entitas yang
hanya beroperasi untuk kepentingannya sendiri namun harus memberikan manfaat
bagi stakeholdernya (pemegang saham, kreditor, konsumen, supplier, pemerintah,
masyarakat, analis dan pihak lain) (Chairiri, 2008). Teori stakeholder memiliki
penekanan yang berbeda tentang pihak-pihak yang dapat mempengaruhi luas
pengungkapan informasi di dalam annual report perusahaan dimana lebih
mempertimbangkan posisi para stakeholders yang dianggap mempunyai
kekuasaan (Rafinda et.al., 2011).
Penelitian Roberts (1992) secara empiris membuktikan bahwa teori
stakeholder merupakan landasan teori untuk menganalisis dampak dari kinerja
keuangan perusahaan, strategi aktivitas tanggungjawab sosial perusahaan, dan
intensitas stakeholder dalam mempengaruhi pengungkapan lingkungan.
Perusahaan yang berkomitmen untuk melaporkan segala aktivitasnya kepada
stakeholder, biasanya bertujuan untuk mempertahankan keseimbangan dan
keberlanjutan pengkreasian nilai untuk semua stakeholder (Ernst dan Young,
1999).
Salah satu strategi untuk mengelola stakeholder adalah dengan disclosure.
Disclosure merupakan suatu cara untuk mewujudkan transparansi dalam bidang
bisnis, selain itu disclosure atas laporan keuangan tahunan juga dapat
meningkatkan kepercayaan investor dan pengguna laporan lainnya (Ardi dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
Lana, 2007). Hackston dan Milne (1996) mengemukakan bahwa pengungkapan
tanggung jawab lingkungan dipercaya sebagai pendekatan manajemen untuk
mengurangi tekanan sosial dan merespon kebutuhan sosial. Teori stakeholder
menekankan bahwa organisasi akan lebih memilih secara sukarela (voluntary)
mengungkapkan informasi tentang kinerja lingkungan, sosial dan intelektualnya,
melebihi kewajibannya, untuk memenuhi ekspektasi sesungguhnya atau yang
diakui oleh stakeholder (Rafinda et.al., 2011).
Ullmann (1985) menyajikan tiga model dimensi teori stakeholder untuk
menjelaskan korelasi antara pengungkapan sosial serta kinerja sosial dan kinerja
ekonomi. Dimensi pertama adalah stakeholder power yang menjelaskan mengenai
kekuasaan stakeholder. Dimensi kedua adalah strategic posture perusahaan
terhadap kegiatan tanggung jawab sosial. Strategic posture menggambarkan
respon dari pembuat keputusan perusahaan tentang tuntutan sosial. Dimensi ketiga
adalah economic perfomance yang menyangkut kinerja masa lalu dan ekonomi
perusahaan saat ini. Economic performance secara langsung mampu
mempengaruhi kemampuan keuangan terhadap tanggung jawab sosial.
a. Stakeholder power
Stakeholder power merupakan landasan teori yang mendasari kerangka
Ulmann (1985). Weber (1947) dalam Mitchell, Bradley, Donna (1997)
mendefinisikan power sebagai kemungkinan dimana seorang pemain diantara
suatu hubungan sosial mempunyai posisi untuk membawa kekuasaannya
meskipun akan mendapatkan perlawanan. Dahl (1957) mendefinisikan power
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
sebagai hubungan antara pemain sosial, dimana salah satu pemain sosial A
mendapatkan pemain sosial yang lain, sebaliknya B melakukan sesuatu dimana B
tidak dapat menyelesaikannya. Pihak yang mempunyai power dalam perusahaan
dapat memperoleh akses untuk memaksa, memanfaatkan, atau bersifat normatif
untuk menjatuhkan suatu hubungan (Mitchell et.al., 1997). Jadi dapat disimpulkan
bahwa kekuasaan adalah kemampuan orang atau golongan untuk menguasai orang
atau golongan lain berdasarkan kewibawaan, wewenang, kharisma, atau kekuatan
fisik. Stakeholder power dibahas sebagai dasar kerangka dari model Ullmann
(1985), mengacu bagaimana pengaruh kekuasaan stakeholder terhadap
perusahaan, agar perusahaan memenuhi tuntutan stakeholder (pemilik, kreditur,
manajer, maupun regulator), hal ini dianggap penting karena untuk keberlanjutan
keberhasilan perusahaan (Clarkson, 1995; Roberts, 1992).
1) Stakeholder Power – Kreditur
Kedudukan teori stakeholder terbatas pada memelihara dalam hubungan,
perusahaan akan menginformasikan pengungkapan yang lebih banyak kepada
stakeholder kunci seperti kreditur. Stakeholder seperti pemegang saham dengan
kreditur mewajibkan hubungan yang baik dengan perusahaan (Suhardjanto, 2008).
Kreditur meminjamkan dana kepada perusahaan bila mereka percaya bahwa
perusahaan tersebut mempunyai kinerja yang baik sehingga dapat mengembalikan
pinjaman pokok beserta bunganya di kemudian hari.
Jika stakeholder menginvestasikan sumber daya mereka dengan jumlah
yang banyak mereka akan mengharapkan hubungan yang lebih penting
(Alexander, Paul, Amy, 2004). Kreditur dapat mengontrol akses sumber daya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
keuangan yang diperlukan untuk keberlanjutan operasi perusahaan (Robert, 1992).
Kreditur akan melaksanakan kekuasaan mereka dengan meningkatkan biaya
modal atau menahan utang (Kent dan Chan, 2003). Dapat disimpulkan bahwa,
semakin besar perusahaan bergantung pada pembiayaan utang untuk mendanai
proyek-proyek modal, semakin besar pula pengungkapan yang dilakukan oleh
perusahaan sebagai bentuk pertanggungjawaban terhadap stakeholdernya.
Kreditur dalam penelitian ini diproksikan dengan tingkat leverage
perusahaan. Perusahaan dengan leverage yang semakin tinggi menunjukkan
semakin berisiko dalam pelunasannya. Tingkat leverage yang tinggi menunjukkan
tingkat ketergantungan terhadap pihak eksternal (kreditur), sehingga perusahaan
mempunyai kewajiban untuk memberikan informasi yang lebih detail dalam
laporan tahunan untuk memenuhi kebutuhan stakeholder. Suhardjanto (2008)
memperkuat pendapat tersebut, bahwa semakin besar tingkat leverage perusahaan,
maka semakin terperinci informasi yang diungkapkan. Semakin rendah tingkat
leverage perusahaan maka akan semakin bagus kondisi perusahaan tersebut dan
semakin tinggi tingkat leverage semakin tinggi pula risiko pelunasannya.
2) Stakeholder Power – Pemegang Saham
Pemegang saham menurut kamus besar Bahasa Indonesia adalah
pemegang surat bukti kepemilikan bagian modal perseroan terbatas yang memberi
hak atas deviden dan lain – lain menurut besar kecilnya modal yang disetor.
Penyebaran kepemilikan perusahaan, terutama oleh pemegang saham yang peduli
dengan kegiatan sosial perusahaan (dana tanggung jawab sosial bersama
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
misalnya, gereja dan rencana pensiun sipil, dan pemegang saham etis),
mempertinggi tekanan bagi manajemen untuk mengungkapkan kegiatan tanggung
jawab sosial (Ullmann, 1985). Struktur kepemilikan saham perusahaan dapat
menurunkan konflik kepentingan (Jensen dan Meckling, 1976). Shleifer dan
Vishny (1986) mengemukakan bahwa pemegang saham publik layak melakukan
pengawasan terhadap perusahaan.
3) Stakeholder Power – Manajer
Dalam kamus besar Bahasa Indonesia, manajer mempunyai pengertian
orang yang berwenang dan bertanggungjawab membuat rencana dan
mengendalikan pelaksanaannya untuk mencapai sasaran tertentu. Manajer sebagai
pengelola perusahaan lebih banyak mengetahui informasi internal dan prospek
perusahaan di masa yang akan datang dibandingkan dengan pemegang saham
(Jensen dan Meckling, 1976). Apabila manajer ikut memiliki perusahaan (insider
ownership), atau apabila pendapatan atau kompensasi manajer dikaitkan secara
langsung dengan kekayaan pemilik maka manajer akan bertindak sebagaimana
pemilik (Haryono, 2005). Hal tersebut didukung oleh Ujiyantho (2007) bahwa
kepemilikan seorang manajer akan ikut menentukan kebijakan dan pengambilan
keputusan terhadap metode akuntansi yang diterapkan pada perusahaan yang
mereka kelola.
Manajer dalam penelitian ini diproksikan dengan kepemilikan manajerial
perusahaan. Jensen dan Meckling (1976) menyatakan bahwa guna mengurangi
konflik kepentingan antara prinsipal dan agen dapat dilakukan dengan
meningkatkan kepemilikan manajerial dalam suatu perusahaan, yang berarti
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
bahwa kepemilikan manajerial dalam suatu perusahaan akan mendorong
informasi positif yang lebih banyak pada publikasi terakhir sebelum pengumuman
akuisisi. Ullmann (1985) mengungkapkan bahwa jika kekuasaan stakeholder
besar, permintaan mereka cenderung menjadi perhatian perusahaan. Suhardjanto
(2008) mengungkapkan bahwa bila kepemilikan perusahaan terpusat maka
pengungkapan informasi mengenai lingkungan hidup kecil.
b. Strategic posture
Ullmann (1985) menerangkan bahwa strategic posture menggambarkan
model reaksi yang ditunjukkan untuk pengambil keputusan kunci perusahaan
terhadap tuntutan sosial. Cara-cara yang dilakukan perusahaan untuk memanage
stakeholdernya tergantung pada strategic posture yang diadopsi perusahaan
(Ullmann, 1985). Perusahaan yang mengadopsi strategic posture aktif akan
berusaha mempengaruhi hubungan organisasinya dengan stakeholder yang
dipandang berpengaruh/penting. Hal ini menunjukkan bahwa strategic posture
aktif tidak hanya mengidentifikasi stakeholder tetapi juga menentukan stakeholder
mana yang memiliki kemampuan terbesar dalam mempengaruhi alokasi sumber
ekonomi ke perusahaan. Sebaliknya, strategic posture pasif cenderung tidak terus
menerus memonitor aktivitas stakeholder dan secara sengaja tidak mencari
strategi optimal untuk menarik perhatian stakeholder. Kurangnya perhatian
terhadap stakeholder (dalam pendekatan strategic posture pasif) akan
mengakibatkan rendahnya tingkat pengungkapan informasi sosial dan rendahnya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
kinerja sosial perusahaan (Ullmann, 1985). Strategic posture dalam penelitian ini
adalah Komite Audit dan Komite Pemantau Risiko.
1) Strategic Posture – Komite Audit
Sesuai dengan Keputusan Bapepam Nomor : Kep-29/PM/2004, Komite
Audit adalah komite yang dibentuk oleh Dewan Komisaris untuk melakukan tugas
pengawasan pengelolaan perusahaan. Komite Audit Independen merupakan
anggota Komite Audit yang tidak terafiliasi dengan manajemen, anggota
komisaris lainnya dan pemegang saham pengendali, serta bebas dari hubungan
bisnis atau hubungan lainnya yang dapat mempengaruhi kemampuannya untuk
bertindak semata-mata demi kepentingan perusahaan. Berdasarkan Komite
Nasional Kebijakan Governance (2006), Komite Audit bertugas membantu
Dewan Komisaris untuk memastikan bahwa: (a) laporan keuangan disajikan
secara wajar sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum, (b) struktur
pengendalian internal perusahaan dilaksanakan dengan baik, (c) pelaksanaan audit
internal maupun eksternal dilaksanakan sesuai dengan standar audit yang berlaku,
(d) tidak lanjut temuan hasil audit dilaksanan oleh manajemen.
Menurut pasal 43, PBI Nomor: 8/4/PBI/2006 tugas dan tanggung jawab
Komite Audit adalah memantau dan mengevaluasi perencanaan dan pelaksanaan
audit, serta pemantauan atas tindak lanjut hasil audit dalam rangka menilai
kecukupan pengendalian internal termasuk kecukupan proses pelaporan keuangan
perbankan. Dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa Komite Audit
merupakan strategic posture perusahaan karena berfungsi meningkatkan kualitas
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
laporan keuangan (Forker, 1992) dan meningkatkan kepercayaan publik terhadap
kelayakan dan/atau obyektifitas laporan keuangan serta memastikan tidak ada
tindakan manajemen yang merugikan stakeholder.
2) Strategic Posture – Komite Pemantau Risiko
Komite Pemantau Risiko merupakan komite yang dibentuk oleh Dewan
Komisaris untuk mendukung efektivitas pelaksanaan tugas dan
tanggungjawabnya. Berdasarkan PBI No: 8/4/PBI/2006, Komite Pemantau Risiko
bertanggungjawab kepada Dewan Komisaris dengan keanggotaan paling kurang
terdiri dari: (a) seorang komisaris independen, (b) seorang pihak independen yang
memiliki keahlian di bidang keuangan, dan (c) seorang pihak independen yang
memiliki keahlian di bidang manajemen risiko. Menurut PBI Nomor:
8/4/PBI/2006 pasal 44 Komite Pemantau Risiko melakukan (a) evaluasi tentang
kesesuaian antara kebijakan manajemen risiko dengan pelaksanaan kebijakan
tersebut, (b) pemantauan dan evaluasi pelaksanaan tugas komite manajemen risiko
dan satuan kerja manajemen risiko guna memberikan rekomendasi kepada Dewan
Komisaris. Komite pemantau risiko dikatakan sebagai strategic posture
perusahaan karena dibentuk untuk menjalankan proses dan sistem manajemen
risiko yang efektif.
c. Economic Performance
Economic performance sering disebut dengan kinerja perusahaan (Suratno,
2006). Economic performance (kinerja perusahaan) didefinisikan sebagai prestasi
manajemen keuangan untuk mencapai tujuan perusahaan yaitu menghasilkan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
keuntungan dan meningkatkan nilai perusahaan dan diukur dari laporan keuangan
yang dikeluarkan secara periodik. Penilaian kinerja perusahaan (companies
performance assesment) mengandung makna suatu proses atau sistem penilaian
mengenai pelaksanaan kemampuan kerja perusahaan (organisasi) berdasarkan
standar tertentu (Kaplan dan Norton, 1996). Menurut Dalton, Daily, dan Ellstrand
(1999), terdapat beberapa indikator yang dapat digunakan untuk mengukur kinerja
perusahaan, yaitu accounting based indicator, market based indicator atau
kombinasi di antara keduanya sebagai indikator yang digunakan. Accounting
based indicator terdiri dari return on asset (ROA), return on equity (ROE), dan
return on investment (ROI) (Dalton, Daily dan Ellstrand, 1999; Pathan, Skully dan
Wickramanayake, 2007; Staikouras, Staikouras dan Agoraki, 2007). Market based
indicator terdiri dari Tobin’s Q, market to book value, jensen’s alpha, the treynor
measure, dan sharpe measure (Dalton, Daily dan Ellstrand, 1999; Larmou dan
Vafeas, 2010).
1) Economic performance – Return on Equity (ROE)
Return on equity (ROE) adalah jumlah laba bersih yang dikembalikan
sebagai persentase dari ekuitas pemegang saham. ROE menunjukkan kemampuan
perusahaan dalam menghasilkan laba dengan menggunakan modal sendirinya
sehingga besarnya ROE mengindikasikan tingkat efisiensi perusahaan dalam
mengelola modal sendirinya untuk menghasilkan keuntungan. Semakin tinggi
ROE menunjukkan semakin efisien perusahaan menggunakan modal sendiri untuk
menghasilkan laba atau keuntungan bersih.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
Kinerja perusahaan yang memuaskan memiliki pengaruh tingkat dukungan
para pengambil keputusan perusahaan agar dapat berkomitmen untuk masa depan
kegiatan tanggung jawab sosial (Ullmann, 1985). ROE merupakan salah satu cara
untuk menghitung profitabilitas perusahaan. Haniffa dan Cooke (2005)
menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat profitabilitas, perusahaan akan
semakin lebih banyak mengungkapkan informasi sukarela ke publik. Ullmann
(1985) mengungkapkan bahwa semakin tinggi tingkat profitabilitas maka akan
semakin tinggi pula pengungkapan perusahaan untuk stakeholder, dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi nilai ROE suatu perusahaan
akan semakin tinggi risk management disclosure yang diungkapkan.
2) Economic performance – Tobins’ Q
Pengukuran menggunakan accounting based saja dirasa kurang karena
beberapa alasan, (1) berpotensi terjadi manipulasi, (2) terdapat penilaian aset
yang undervalue, (3) menciptakan distorsi karena mengadopsi metode yang
berbeda dalam melakukan konsolidasi, dan (4) sulit dalam menginterpretasi jika
terdapat kasus partisipasti multi-industri (Dalton et.al., 1999 ; Nayyar, 1992).
Oleh karena itu, diperlukan adanya indikator yang lain sebagai alternatif ataupun
sebagai pendamping accounting based indicator, yaitu market based indicator.
Pengukuran menggunakan market based indicator memberikan beberapa
kelebihan, di antaranya (1) dapat merefleksikan kinerja risiko disesuaikan, (2)
pengukuran ini tidak terpengaruh oleh konteks multi-industri atau
multidimensional, dan (3) tunduk pada kekuatan di luar kendali manajemen
(Dalton et.al., 1999; Nayyar, 1992; Hambrick dan Finkelstein, 1995).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
Market based indicator dalam penelitian ini menggunakan nilai Tobin’s q.
Nilai Tobin’s q digunakan karena menggambarkan suatu kondisi peluang
investasi yang dimiliki perusahaan (Lang, Stulz dan Walkling, 1989). Tobin’s q
adalah rasio dari nilai pasar aset untuk biaya penggantian aset. Tobin’s q dapat
diukur sebagai nilai pasar aset (nilai buku aset ditambah nilai pasar ekuitas
dikurangi nilai buku ekuitas) atas nilai buku aset (Staikouras, Staikouras, dan
Arogaki, 2007). Pengukuran Tobin’s q pada penelitian ini mengacu pada
penelitian yang dilakukan oleh Bhagat dan Bolton (2008).
2. Disclosure (Pengungkapan)
Tanor (2009) mengungkapkan bahwa pengungkapan merupakan informasi
yang diberikan sebagai lampiran pada laporan keuangan dalam bentuk catatan
kaki atau tambahan. Meek, Roberts dan Gray (1995) menyatakan bahwa informasi
yang diungkapkan dalam laporan tahunan dikelompokkan menjadi 2 (dua) jenis
yaitu pengungkapan wajib (mandatory disclosure) dan pengungkapan sukarela
(voluntary disclosure). Pengungkapan wajib merupakan pengungkapan informasi
yang diharuskan oleh peraturan yang berlaku. Pengungkapa wajib meliputi
penjelasan mengenai kebijakan akuntansi yang ditempuh, jumlah saham yang
beredar dan ukuran alternatif seperti pos-pos yang dicatat dalam historical cost
(Almilia dan Retrinasari, 2007). Pengungkapan sukarela merupakan pilihan bebas
manajemen perusahaan untuk pembuatan keputusan oleh para pengguna laporan
tahunannya. Pengungkapan sukarela meliputi gambaran strategi perusahaan dalam
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
jangka panjang, indikator-indikator keuangan yang penting dan bermanfaat untuk
keefektifan implementasi strategiperusahaan (Yularto dan Chairiri, 2003).
Pengungkapan dalam laporan keuangan secara umum telah diatur dalam
Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 1 tentang Penyajian
Laporan Keuangan. Selain itu, pemerintah melalui Keputusan Bapepam No. SE-
02/PM/2002 juga telah mengatur mengenai pengungkapan informasi dalam
laporan keuangan tahunan perusahaan di Indonesia, namun peraturan ini disusun
tetap mengacu pada PSAK. Menurut PSAK 31 (revisi 2009) tujuan dari disclosure
(pengungkapan) adalah mengevaluasi informasi instrumen keuangan atau posisi
dan kinerja keuangan entitas, mengevaluasi informasi mengenai jenis dan
besarnya risiko yang timbul dari instrumen keuangan yang mana entitas
terpengaruh selama periode dan pada akhir periode pelaporan dan bagaimana
entitas mengelola risiko tersebut. Kelengkapan informasi penting bagi
stakeholder. Informasi yang tidak lengkap dapat menyebabkan keputusan yang
diambil bias, karena tidak sesuai dengan keadaan organisasi yang sebenarnya
(Yudawijaya, 2011). Pelaporan risiko, sebagai salah satu bentuk pengungkapan
wajib dapat mengurangi asimetri informasi yang akan meningkatkan efektivitas
manajemen perusahaan dan membantu investor untuk mengelola portofolionya.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa disclosure merupakan sumber informasi untuk
pengambilan keputusan investasi.
Menurut Oorschot (2009), pengungkapan risiko beberapa tahun yang lalu
masih bersifat voluntary. Ketentuan mengenai pengungkapan risiko oleh
perbankan di Indonesia secara eksplisit dalam PSAK 31 (revisi 2009)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
menyebutkan bahwa entitas diharuskan menyediakan pengungkapan dalam
laporan keuangan yang memungkinkan para pengguna untuk mengevaluasi : a)
signifikansi instrumen keuangan atas posisi dan kinerja entitas; b) jenis dan
besarnya risiko yang timbul dari instrumen keuangan dan bagaimana entitas
mengelola risiko-risiko tersebut. Dengan demikian pengungkapan risiko oleh
perbankan di Indonesia bukan merupakan pengungkapan sukarela (voluntary
disclosure), tetapi sudah merupakan pengungkapan wajib (mandatory disclosure).
Ketentuan mengenai wajibnya pengungkapan risiko oleh perbankan di
Indonesia diperkuat dengan berlakunya PBI Nomor: 5/8/PBI/2003 yang telah
mengalami perubahan menjadi PBI Nomor: 11/25/PBI/2009, mewajibkan bank
untuk menerapkan dan mengungkapkan risiko yang dihadapai dalam menjalankan
usahanya. Pengungkapan tersebut mencakup delapan jenis risiko, yaitu: (a) risiko
kredit; (b) risiko pasar; (c) risiko likuiditas; (d) risiko operasional; (e) risiko
hukum; (f) risiko reputasi; (g) risiko strategik; dan (h) risiko kepatuhan. Peraturan
tersebut menunjukkan bahwa Indonesia ikut serta mengalami perkembangan
dalam risk management disclosure.
3. Risk Management Disclosure
Risiko adalah elemen tak terhindarkan dari setiap usaha bisnis. Selain
risiko keuangan, perusahaan juga rentan terhadap risiko bisnis atau perubahan
dalam iklim ekonomi secara keseluruhan yang dapat mempengaruhi harga efek.
Oleh karena itu, ini menjadi perhatian stakeholders dimana risiko diungkapkan
secara tepat waktu (Amran, et. al, 2008). Jadi, dapat disimpulkan bahwa risiko
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
adalah suatu keadaan yang dihadapi oleh perusahaan atau organisasi yang dapat
menimbulkan kerugian.
Menurut PBI Nomor 11/19/PBI/2009, manajemen risiko didefinisikan
sebagai serangkaian prosedur dan metodologi yang digunakan untuk
mengidentifikasi, mengukur, memantau, dan mengendalikan risiko yang timbul
dari kegiatan usaha Bank. Brigham dan Houston (2004) berpendapat bahwa
manajemen risiko adalah peristiwa – peristiwa yang dapat memberikan
konsekuensi keuangan yang merugikan dan kemudian mengambil tindakan –
tindakan untuk mencegah dan/atau meminimalkan kerugian yang diakibatkan oleh
peristiwa – peristiwa tersebut.
Manajemen risiko menurut Rejda (2011) merupakan proses
mengidentifikasi kerugian yang dialami perusahaan atau organisasi dan memilih
teknik yang paling tepat untuk menyelesaikan kerugian tersebut. Lajli dan Zeghal
(2005) mengemukakan bahwa kerangka manajemen risiko melibatkan beberapa
proses yaitu, manajemen risiko merupakan suatu identifikasi kehati – hatian dan
penilaian atas risiko yang dihadapi, perumusan model atau strategi untuk
menangkal risiko, monitoring dan pemeriksaan tindakan dalam menghadapi
risiko.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa manajemen risiko berkaitan dengan
langkah – langkah yang diambil manajemen perusahaan untuk mencegah kerugian
yang akan dialami atas peristiwa yang tidak diinginkan. Selain itu, manajemen
risiko dapat diidentifikasikan sebagai proses pengukuran atau penilaian risiko
serta pengembangan strategi dan pengelolaannya. Stakeholder menginginkan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
informasi mengenai management risk yang dihadapi perusahaan. Informasi
tersebut penting untuk menilai risiko dan ketidakpastian terkait dengan kondisi
ekonomi perusahaan di masa depan (Kruk, 2009).
Brigham dan Houston (2004) menguraikan jenis – jenis risiko, risiko
manajemen tersebut adalah :
a. Pure risks are risks that offer only the prospect of a loss. b. Speculative risks are situations that offer the chance of a gain but
might result in a loss. c. Demand risks are associated with the demand for a firm’s product or
services. d. Input risks are risks associated with input costs, including both labor
and materials. e. Financial risks are risks that result from financial transaction. f. Property risks are associated with destruction of productive assets. g. Personnel risks are risk that result from employees’ action. h. Environmental risks include risks associated with polluting the
environment. i. Liability risks are associated with product, service, or employee
action. j. Insurable risks are risks that can be covered by insurance.
Pada umumnya jenis risiko dibagi menjadi pure risks yang meliputi
kerugian perusahaan; speculative risks yang menawarkan adanya investasi pada
proyek-proyek baru; demand risks terkait akan penjualan perusahaan; input risks
yang merupakan penanganan risiko atas bahan baku dalam proses produksinya;
financial risks yang terkait dengan instrumen finansial seperti suku bunga;
property risks mengenai ancaman terjadinya kebakaran, banjir dan huru-hara;
personnel risks merupakan suatu risiko karena kecurangan dan penggelapan oleh
karyawan; environmental risks terkait dengan polusi dan limbah yang dihasilkan
perusahaan; liability risks timbul dari kesalahan karyawan seperti klaim jasa
pelayanan kesehatan; dan insurable risks trekait mengenai risiko-risiko
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
perusahaan yang dapat dikelola oleh perusahaan asuransi. Klasifikasi jenis risiko
tersebut merupakan gambaran mengenai luasnya jenis risiko yang dikelola
perusahaan. Pengelolaan terhadap jenis risiko perusahaan dapat dilakukan dengan
empat tahap, yaitu (1) Mengidentifikasi kerugian exposures, (2) Mengukur dan
menganalisis kerugian exposures, (3) Memilih teknik yang tepat untuk
menyelesaikan kerugian exposures, (4) Melaksanakan dan memonitor program
manajemen risiko (Rejda, 2011).
Di Indonesia, ketentuan mengenai wajibnya pengungkapan risiko oleh
perbankan secara eksplisit dapat ditemukan dalam PSAK No. 31 (revisi 2000)
tentang Akuntansi Perbankan. Serta diperkuat dengan berlakunya PBI Nomor:
5/8/PBI/2003 yang saat ini telah mengalami perubahan menjadi PBI Nomor:
11/25/PBI/2009. Risiko yang harus tercakup dalam laporan keuangan menurut
PBI Nomor: 11/25/PBI/2009 adalah :
a. Risiko kredit adalah risiko akibat kegagalan debitur dan/atau pihak lain dalam memenuhi kewajiban kepada bank.
b. Risiko pasar adalah risiko pada posisi neraca dan rekening administratif termasuk transaksi derivatif, akibat perubahan secara keseluruhan dari kondisi pasar, termasuk risiko perubahan harga option. Risiko pasar meliputi antara lain: risiko suku bunga, risiko nilai tukar, risiko komoditas dan risiko ekuitas. · Risiko suku bunga adalah risiko akibat perubahan harga instrumen
keuangan dari posisi trading book atau akibat perubahan nilai ekonomis dari posisi banking book, yang disebabkan oleh perubahan suku bunga.
· Risiko nilai tukar adalah risiko akibat perubahan nilai posisi trading book dan banking book yang disebabkan oleh perubahan nilai tukar valuta asing atau perubahan harga emas.
· Risiko komoditas adalah risiko akibat perubahan harga instrumen keuangan dari posisi trading book dan banking book yang disebabkan oleh perubahan harga komoditas.
· Risiko ekuitas adalah risiko akibat perubahan harga instrumen keuangan dari posisi trading book yang disebabkan oleh perubahan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
harga saham. c. Risiko likuiditas adalah risiko akibat ketidakmampuan bank untuk
memenuhi kewajiban yang jatuh tempo dari sumber pendanaan arus kas dan/atau dari aset likuid berkualitas tinggi yang dapat diagunkan, tanpa mengganggu aktivitas dan kondisi keuangan bank.
d. Risiko operasional adalah risiko akibat ketidakcukupan dan/atau tidak berfungsinya proses internal, kesalahan manusia, kegagalan sistem, dan/atau adanya kejadian-kejadian eksternal yang mempengaruhi operasional bank.
e. Risiko kepatuhan adalah risiko akibat bank tidak mematuhi dan/atau tidak melaksanakan peraturan perundang-undangan dan ketentuan yang berlaku.
f. Risiko hukum adalah risiko akibat tuntutan hukum dan/atau kelemahan aspek yuridis.
g. Risiko reputasi adalah risiko akibat menurunnya tingkat kepercayaan stakeholder yang bersumber dari persepsi negatif terhadap bank.
h. Risiko strategik adalah risiko akibat ketidaktepatan dalam pengambilan dan/atau pelaksanaan suatu keputusan strategi serta kegagalan dalam mengantisipasi perubahan lingkungan bisnis.
Penetapan PBI Nomor: 11/25/PBI/2009 mengharuskan perusahaan
perbankan Indonesia mengungkapkan kedepalan risiko (risiko kredit, risiko pasar,
risiko likuiditas, risiko operasional, risiko kepatuhan, risiko hukum, risiko reputasi
dan risiko strategik) dalam annual report terkait pertanggungjwaban terhadap
stakeholder. Pengungkapan risiko tersebut merupakan wujud transparansi
perusahaan terhadap stakeholder mengenai penerapan dan pengelolaan
manajemen risiko yang dihadapi perusahaan. Dengan adanya penetapan PBI
Nomor: 11/25/PBI/2009 diharapkan mampu untuk meningkatkan kualitas
penerapan manajemen risiko dan mendukung efektivitas pengawasan terhadap
risiko perusahaan perbankan di Indonesia.
Regulasi lain yang mengatur pengungkapan risiko bagi perusahaan di
Indonesia secara umum yaitu PSAK No. 50 (revisi 2006)-Instrumen Keuangan:
Penyajian dan Pengungkapan yang selanjutnya direvisi menjadi PSAK No. 50
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
(revisi 2010)- Instrumen Keuangan: Penyajian dan PSAK No. 60 (revisi 2010)-
Instrumen Keuangan: Pengungkapan. PSAK No. 50 (revisi 2010), Pedoman
Penyajian dan Pengungkapan Laporan Keuangan Emiten atau Perusahaan Publik
Industri Perbankan (P3LKEPPBANK) yang dikeluarkan oleh Badan Pengawas
Pasar Modal (BAPEPAM) pada tahun 2008 dan PSAK No. 60 (revisi 2010)
merupakan adopsi dari IFRS 7-Financial Instrument: Disclosure, dengan
beberapa modifikasi yang diperlukan. Fokus dalam risk disclosure meningkat
sejak munculnya introduction IFRS 7. Peraturan mengenai risk disclosure
dikuatkan dengan munculnya Basel II. Basel II adalah persetujuan internasional
yang dikembangkan oleh Basel Committee on Banking Supervision (BCBS)
dengan membentuk standar global untuk perbankan dan institusi keuangan lain
dalam mengukur dan mengakui risiko. Basel II terdiri dari 3 pilar yaitu, minimum
capital requirements, supervisory review dan market discipline.
Perbandingan klasifikasi risiko menurut PBI Nomor: 11/25/PBI/2009,
PSAK No. 60 (revisi 2010), P3LKEPPBANK (2008), IFRS 7 (2008), dan Basel II
(2008).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28
Tabel II.1
Perbandingan Klasifikasi Risiko
PBI Nomor: 11/25/PBI/2009
PSAK No. 60 (revisi 2010)
P3LKEPPBANK IFRS 7 (2008) Basel II (2008)
Risiko Khusus Risiko Kredit Risiko Kredit Risiko kredit Credit risk Credit risk Risiko Pasar : · Risiko suku
bunga · Risiko nilai
tukar
Risiko pasar · Risiko suku
bunga · Risiko mata
uang asing · Risiko
harga
Risiko Pasar : · Risiko suku bunga · Risiko nilai tukar
Market risk : · Interest rate risk · Currency risk · Other price risk
(equity and commodity risk
Market risk
Risiko Likuiditas
Risiko likuiditas
Risiko likuiditas Liquidity Risk Other risk : · Bussiness risk · Strategic risk · Reputation
risk Risiko
Operasional Risiko solvabilitas
Risiko Hukum Risiko obligasi rekapitulasi pemerintah
Risiko Strategik Risiko teknologi sistem informasi
Risiko Kepatuhan
Risiko ketergantungan kepada pemerintah
Risiko Reputasi Risiko tidak dilanjutkannya program penjaminan pemerintah
Risiko ketergantungan pada deposito berjangka
Risiko agunan kredit
Risiko pemulihan krisis sektor perbankan
Risiko fidusia Sumber : PBI Nomor: 11/25/PBI/2009, PSAK No. 60 (revisi 2010), P3LKEPPBANK, IFRS 7
(2008), dan Basel II (2008)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
Penelitian dalam institusi keuangan, khususnya industri perbankan Indonesia,
jenis risiko yang akan diteliti dan diukur mengacu pada PBI Nomor:
11/25/PBI/2009 dan PSAK No. 60 (revisi 2010). Peraturan tersebut dipilih karena
sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah perbankan yang listing di
Bursa Efek Indonesia tahun 2009-2011. Menurut Oorschoot (2009) sejak
terjadinya krisis keuangan tahun 2007, perhatian terhadap pengungkapan risiko
pada perbankan semakin meningkat. Pemilihan tahun sampel (2009-2011)
bertujuan untuk mengetahui sejauh mana tingkat kepatuhan pengungkapan risiko
pada perbankan di Indonesia setelah krisis terjadi.
PBI Nomor: 11/25/PBI/2009 merupakan landasan utama yang mengatur
pelaksananaan pengungkapan risiko bagi perusahaan perbankan di Indonesia.
Bank Indonesia (BI) merupakan lembaga yang bertugas mengatur dan mengawasi
bank-bank di Indonesia, oleh karena itu setiap peraturan yang dikeluarkan oleh BI
harus dipatuhi dan dilaksanakan oleh perusahaan perbankan di Indonesia. PSAK
merupakan salah satu standar akuntansi di Indonesia yang digunakan sebagai
kerangka dasar penyusunan dan penyajian laporan keuangan. PSAK No. 60 (revisi
2010) mensyaratkan entitas untuk mengungkapkan informasi mengenai jenis dan
tingkat risiko yang timbul dari instrument keuangan, termasuk perusahaan
perbankan diwajibkan untuk mengungkapkan risiko yang dihadapi dalam
usahanya pada annual report.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30
Menurut PBI Nomor: 11/25/PBI/2009 dan Lampiran Surat Edaran Bank
Indonesia Nomor: 13/23/DPNP/2011, bank wajib menenerapkan manajemen
risiko secara efektif. Penerapan manajemen risiko sekurang-kurangnya mencakup:
a. Definisi
b. Pengawasan aktif Dewan Komisaris dan direksi
c. Kecukupan kebijakan, prosedur, dan pentapan limit manajemen risiko
d. Kecukupan proses identifikasi, pengukuran, pemantauan dan pengendalian
risiko serta sistem informasi manajemen risiko
e. Sistem pengendalian intern yang menyeluruh.
Cakupan penerapan manajemen risiko yang ditetapkan PBI Nomor:
11/25/PBI/2009 dan Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia Nomor:
13/23/DPNP/2011 diharapkan mampu untuk mencukupi kebutuhan informasi para
stakeholders perusahaan. Penerapan manajamen risikotidak hanya ditujukan bagi
kepentingan perusahaan perbankan, tetapi juga bagi kepentingan nasabah. Melalui
penetapan cakupan manajemen risiko perusahaan perbankan di Indonesia
diharapkan mampu untuk meningkatkan kualitas penerapan manajemen risiko,
mengukur dan mengendalikan risiko yang dihadapi dalam melakukan kegiatan
usahanya.
B. Kaitan antara Stakeholder dan Risk Management Disclosure
Stakeholder theory menyatakan bahwa seluruh stakeholder memiliki hak
untuk disediakan informasi tentang bagaimana aktivitas organisasi dalam
mempengaruhi mereka (polusi, sponsorship, inisiatif pengamanan) bahkan ketika
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
31
mereka memilih untuk tidak menggunakan informasi tersebut dan tidak secara
langsung memainkan peran yang konstruktif dalam kelangsungan hidup
organisasi (Deegan, 2009). Berdasarkan teori stakeholder, manajemen organisasi
diharapkan untuk melakukan aktivitas yang dianggap penting oleh stakeholder
dan melaporkan kembali aktivitas perusahaan pada stakeholder (Ulum, Imam, dan
Anis, 2008).
Perusahaan menganggap bahwa peran para stakeholder sangat
berpengaruh bagi perusahaan sehingga dapat mempengaruhi dan menjadi
pertimbangan dalam mengungkapkan suatu informasi dalam annual report.
Motivasi organisasi melakukan pengungkapan terhadap risiko manajemennya
dikarenakan kebutuhan stakeholder mengenai informasi perusahaan semakin
besar (Amran et.al., 2008). Oleh karena itu, kelangsungan hidup perusahaan
tergantung pada dukungan stakeholder dan dukungan tersebut harus dicari
sehingga dapat disimpulkan bahwa aktivitas perusahaan adalah mencari dukungan
tersebut (Gray et.al., 1994). Ullmann (1985) mengemukakan bahwa organisasi
lebih memilih stakeholder yang dianggap penting dan mengambil tindakan yang
dapat menghasilkan hubungan harmonis antara perusahaan dengan
stakeholdernya. Dalam teori stakeholder menekankan bahwa organisasi akan
lebih memilih secara sukarela (voluntary) mengungkapkan informasi tentang
kinerja lingkungan, sosial dan intelektualnya, melebihi kewajibannya, untuk
memenuhi ekspektasi sesungguhnya atau yang diakui oleh stakeholder (Rafinda
et.al., 2011).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
32
Kreditur mengendalikan sumber keuangan yang mungkin dibutuhkan
perusahaan untuk beroperasi (Robert, 1992). Zhang, Huiting, Bin, dan Wei (2008)
mengungkapkan bahwa leverage merupakan indikator yang kuat dalam
menetukan dalam pengungkapan informasi lingkungan perusahaan. Leverage
menunjukkan seberapa besar ekuitas yang tersedia untuk memberikan jaminan
terhadap hutang (Purwandari dan Agus, 2012). Perusahaan yang mempunyai
tingkat leverage yang tinggi berarti sangat bergantung pada pinjaman luar. Jensen
dan Meckling (1976) mengungkapkan bahwa rasio leverage yang tinggi akan
mengungkapkan informasi yang tinggi pula sebagai wujud pertanggungjawaban
kepada stakeholder. Pengungkapan mengenai informasi perusahaan diperlukan
untuk menghilangkan keraguan pemegang obligasi terhadap dipenuhinya hak-hak
mereka sebagi kreditur (Schipper, 1981). Leverage yang tinggi berpengaruh pada
bertambahnya risk management disclosure perusahaan perbankan di Indonesia.
Pemegang saham merupakan salah satu stakeholder perusahaan (Chairiri,
2008). Morck, Shleifer, dan Vishny (1998) menemukan bahwa ketika kepemilikan
saham masih dibawah 10% akan meningkatkan laba perusahaan, namun setelah
kepemilikan diatas 10% maka akan menurunkan laba perusahaan. Hal ini dapat
disimpulkan bahwa kepemilikan saham yang masih kecil maka kontrol terhadap
perusahaan lebih efisien, tetapi jika kepemilikan saham sudah efisien dan
kepemilikan tersebut ditambah maka kontrol terhadap perusahaan akan
berlebihan. Kemampuan kontrol yang yang berlebihan akan merugikan
stakeholder yang lain karena pemegang saham hanya mengambil tindakan untuk
menguntungkan diri sendiri (Arifin, 2005). Maka dapat disimpulkan bahwa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
33
dengan bertambahnya kepemilikan saham akan mengurangi laba perusahaan,
perusahaan cenderung akan menutupi informasi kepada stakeholder dan
pengungkapan mengenai risk management disclosure juga akan berkurang.
Manajer mendapat kesempatan untuk terlibat pada kepemilikan saham
dengan tujuan untuk mensetarakan dengan pemegang saham (Nuringsih, 2005).
Tingginya kepemilikan manajerial akan mengakibatkan konflik antara stockholder
dan bondholders sehingga mengakibatkan ketidakkompakan dan meningkatkan
risiko perusahaan (Chen dan Steiner, 1999). Semakin besar risiko yang dihadapi
perusahaan maka keterbukaan mengenai informasi akan semakin kecil (Widajati,
2007). Kepemilikan manajerial dapat mengurangi nilai perusahaan (Morck et.al.,
1988). Dengan demikian kepemilikan perusahaan yang terpusat pada manajemen
akan mengurangi pengungkapan mengenai risk management disclosure
perusahaan perbankan di Indonesia.
Menurut Herwidayatmo (2000), peran pengawasan sekaligus akuntabilitas
Dewan Komisaris pada perusahaan di Indonesia pada umunya belum memadai.
PBI Nomor: 8/4/PBI/2006 mewajibkan Dewan Komisaris membentuk sekurang-
kurangnya Komite Audit, Komite Pemantau Risiko dan komite remunerasi dan
nominasi untuk mendukung efektivitas pelaksanaan tugas dan tanggungjawabnya.
Keberadaan Komite Audit dalam suatu perusahaan berfungsi untuk meningkatkan
kualitas laporan keuangan (Forker, 1992). McMullen (1996) menyatakan bahwa
keberadaan anggota Komite Audit independen dalam Komite Audit akan
meningkatkan transparansi. Menurut Ho dan Wong (2001) Komite Audit
independen akan meningkatkan kualitas laporan keuangan sehinggapengungkapan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
34
dalam annual report akan diperluas sesuai dengan aktivitas perusahaan. Dengan
demikian, Komite Audit independen mendorong tingkat risk management
disclosure perusahaan perbankan di Indonesia.
Komite lain selain Komite Audit yang pembentukannya guna membantu
tugas dan fungsi Dewan Komisaris adalah Komite Pemantau Risiko. Komite
Pemantau Risiko dinilai dapat menjadi mekanisme yang efektif dalam mendukung
Dewan Komisaris untuk memenuhi tanggungjawabnya dalam tugas pengawasan
risiko dan manajemen pengendalian internal (Restuningdiah, 2011). Dengan
adanya Komite Pemantau Risiko diharapkan berbagai risiko yang dihadapi
perusahaan dapat dikelola dan pengendalian dapat dilakukan secara efektif
(Subramaniam, Lisa, Jiani, 2008). Pengelolaan risiko dan pengendalian yang baik
akan mendorong manajemen untuk lebih mengungkapkan manajemen risikonya
kepada stakeholder.
Indikator yang mempengaruhi pengungkapan kepada stakholder adalah
kinerja ekonomi. Perusahaan yang mempunyai kinerja ekonomi tinggi akan
mengungkapkan informasi lebih banyak kepada stakeholder (Suhardjanto dan
Laras, 2009). Penelitian ini menggunakan ROE karena tujuan perusahaan
mengungkapkan risk management disclosure untuk memperoleh keuntungan atau
laba demi kelangsungan hidup perusahaan. Jika tingkat ROE rendah maka
investor tidak akan tertarik untuk menanamkan modalnya bahkan dapat menarik
modal yang telah ditanamkan (Sudana dan Putu, 2011). Suhardjanto dan Aryane
(2011); Haniffa dan Cooke (2005) mengemukakan bahwa semakin tinggi nilai
ROE maka akan semakin besar tingkat pengungkapan perusahaan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
35
Nilai perusahaan dibentuk melalui indikator nilai pasar saham dimana
sangat dipengaruhi oleh peluang investasi, peluang investasi akan berdampak
pada pertumbuhan dimasa yang akan datang sehingga harga saham dan nilai
saham akan meningkat (Anggitasari dan Siti, 2012). Nilai Tobin’s q digunakan
karena menggambarkan suatu kondisi peluang investasi yang dimiliki perusahaan
(Lang et.al., 1989). Dengan nilai Tobins’q yang semakin tinggi maka kinerja
perusahaan akan semakin baik dan dorongan untuk mengungkapkan risk
management disclosure semakin meningkat sebagai pembuktian bahwa
perusahaan berada dalam persaingan yang kuat dan operasi berjalan dengan
efisien.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
36
C. Kerangka Konseptual
Kerangka mengenai hubungan antar masing – masing variabel dapat
dilihat dalam gambar dibawah ini :
Variabel Independen Variabel Dependen
Gambar II.1 Kerangka konseptual
Berdasarkan kerangka pemikiran diatas, dapat diketahui bahwa model
penelitian ini hanya terdiri dari satu arah, yaitu untuk menjelaskan pengaruh
stakeholder theory yang terbagi dalam tiga dimensi (stakeholder power, strategic
posture dan economic performance) yang direpresentasikan dengan leverage,
blockholder ownership, kepemilikan manajerial, proporsi Komite Audit
Independen, ukuran Komite Pemantau Risiko, ROE, dan Tobins’ q.
Leverage(X1)
Blockholder Ownership (X2)
Proporsi Komite Audit Independen (X4)
Kepemilikan Manajerial (X3)
Risk Management Disclosure (Y)
Ukuran Komite Pemantau Risiko (X5)
Return on Equity (ROE) (X6)
Tobin’s q (X7)
Stakeholder
Power
Strategic
Posture
Economic
Performance
H2 -
H1 +
H7 +
H6 +
H5 +
H4 +
H3 -
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
37
D. Penelitian Terdahulu dan Pengembangan Hipotesis
Untuk membangun hipotesis, penulis menggunakan beberapa acuan dari
penelitian terdahulu yang akan dijelaskan dalam bagian ini.
1. Pengaruh leverage terhadap risk management disclosure
Ketergantungan perusahaan terhadap hutang dalam membiayai
kegiatan operasinya tercermin dalam tingkat leverage (Sembiring, 2005).
Leverage ratio merupakan perbandingan antara hutang terhadap modal
(Suharli dan Megawati, 2005). Rasio tersebut digunakan untuk memberikan
gambaran mengenai struktur modal yang dimiliki perusahaan, sehingga dapat
dilihat tingkat risiko tak tertagihnya piutang. Teori keagenan memprediksi
bahwa perusahaan dengan rasio leverage yang lebih tinggi akan
mengungkapkan lebih banyak informasi, karena biaya keagenan perusahaan
dengan struktur modal seperti itu lebih tinggi (Jensen dan Meckling, 1976).
Menurut teori stakeholder, perusahaan diharapkan mengungkap lebih
banyak risiko dengan tujuan untuk menyediakan penilaian dan penjelasan
mengenai apa yang terjadi pada perusahaan (Amran et.al., 2009). Suhardjanto
(2008) mengemukakan bahwa semakin besar tingkat leverage perusahaan,
maka semakin terperinci informasi yang diungkapkan. Penggunaan utang
yang sangat besar oleh perusahaan akan membuat perusahaan menyediakan
informasi lebih banyak untuk memenuhi tuntutan stakeholder (kreditur),
sebab kreditur akan selalu mengawasi dana yang dipinjamkannya kepada
perusahaan (Suhardjanto dan Laras, 2009).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
38
Hasil penelitian dari Amran et.al. (2008); Suhardjanto dan Laras
(2009) menunjukkan bahwa leverage berpengaruh positif terhadap disclosure.
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa :
H1 = Leverage berpengaruh positif terhadap risk management disclosure.
2. Pengaruh blockholder ownership terhadap risk management disclosure
Pemegang saham menurut kamus besar Bahasa Indonesia adalah
pemegang surat bukti kepemilikan bagian modal perseroan terbatas yang
memberi hak atas deviden dan lain – lain menurut besar kecilnya modal yang
disetor. Blockholder ownership merupakan banyaknya jumlah blockholder
yang memiliki 5% atau lebih dari saham perusahaan yang beredar (Endri,
2011). Penyebaran kepemilikan perusahaan, terutama oleh pemegang saham
yang peduli dengan kegiatan sosial perusahaan (dana tanggung jawab sosial
bersama misalnya, gereja dan rencana pensiun sipil, dan pemegang saham
etis), mempertinggi tekanan bagi manajemen untuk mengungkapkan kegiatan
tanggung jawab sosial (Ullmann, 1985).
Pendapat Ullmann (1985) berbeda dengan pendapat Godfrey dan
Jones (1999) yang menyatakan bahwa semakin rendah konsentrasi
kepemilikan di tangan satu pemilik, maka akan semakin besar tingkat
disperse control terhadap perusahaan, sehingga dapat disimpulkan bahwa
semakin rendah kepemilikan tunggal atas saham perusahaan, maka akan
semakin tinggi tingkat pengungkapan laporan keuangan perusahaan. Eng dan
Mak (2003); menemukan pengaruh negatif antara blockholder ownership
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
39
dengan pengungkapan sukarela perusahaan. Oleh karena itu dengan adanya
penurunan blockholder ownership maka akan terjadi peningkatan risk
management disclosure.
H2 = Blockholder ownership berpengaruh negatif terhadap risk management disclosure.
3. Pengaruh kepemilikan manajerial terhadap risk management disclosure
Kepemilikan manajerial adalah persentase saham biasa yang dimiliki
CEO dan eksekutif direktur (Eng dan Mak, 2003). Menurut Boediono (2005)
kepemilikan manajerial adalah jumlah kepemilikan saham oleh pihak
manajemen dari seluruh modal saham perusahaan yang dikelola. Kepemilikan
manajemen terhadap saham perusahaan dipandang dapat menyelaraskan
potensi perbedaan kepentingan antara pemegang saham luar dengan
manajemen (Jensen dan Meckling, 1976). Susanti, Rahmawati, Aryani
(2010), mengungkapkan bahwa proporsi kepemilikan saham yang dikontrol
oleh manajer mempengaruhi kebijakan perusahaan dan pengambilan
keputusan terhadap metode akuntansi yang diterapkan pada perusahaan yang
mereka kelola (Boediono, 2005).
Tingginya tingkat kepemilikan manajerial akan mengakibatkan
konflik antara stockholder dan bondholders sehingga mengakibatkan
ketidakkompakan karena manajer cenderung mengambil tindakan untuk
mementingkan diri sendiri dan dapat meningkatkan risiko perusahaan (Chen
dan Steiner, 1999; Morck et.al., 1988). Semakin besar risiko yang dihadapi
perusahaan maka keterbukaan mengenai informasi akan semakin kecil
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
40
(Widajati, 2007). Suhardjanto (2008) memeperkuat pendapat tersebut bahwa
jika kepemilikan perusahaan terpusat pada manajemen maka pengungkapan
mengenai risiko semakin kecil. Eng dan Mak (2003) menemukan hubungan
negatif antara kepemilikan manajerial dengan disclosure. Dengan
berkurangnya kepemilikan manajerial diharapkan dapat meningkatkan risk
management disclosure.
H3 = Kepemilikan manajerial berpengaruh negatif terhadap risk management disclosure.
4. Pengaruh proposi Komite Audit Independen terhadap risk management
disclosure
Menurut Suhardjanto dan Novita (2009) Komite Audit merupakan
komite yang dibentuk untuk membantu tugas dan fungsi Dewan Komisaris.
Komite Audit bertugas mewakili dan membantu Dewan Direksi untuk
mengawasi proses pelaporan akuntansi dan keuangan, audit laporan keuangan
dan pengendalian internal serta fungsi – fungsi audit. Menurut Peraturan
Bank Indonesia Nomor: 8/4/PBI/2006 Komite Audit melakukan pemantauan
dan evaluasi atas perencanaan dan pelaksanaan audit serta pemantauan atas
tindal lanjut hasil audit dalam rangka menilai kecukupan pengendalian intern
termasuk kecukupan proses pelaporan keuangan. Komite Audit yang
dibentuk dalam perusahaan sebagai sebuah komite khusus diharapkan dapat
mengoptimalkan fungsi pengawasan yang sebelumnya dilakukan oleh Dewan
Komisaris (Siallagan dan Mas’ud, 2006)
Komite Audit Independen berpengaruh terhadap pengawasan dan
proses pelaporan keuangan yang lebih baik (Beasley, 1996). Forker (1992)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
41
menyatakan bahwa keberadaan anggota Komite Audit Independen
meningkatkan kualitas kontrol perusahaan. Proporsi anggota Komite Audit
Independen berpengaruh positif terhadap environmental disclosure
(Suhardjanto dan Novita, 2010; Ho dan Wong, 2001; Li et.al., 2008,
Suhardjanto dan Theodora, 2010). Semakin independen Komite Audit,
diharapkan semakin meningkatkan kepatuhan terhadap risk management
disclosure.
H4 = Proporsi Komite Audit Independen berpengaruh positif terhadap risk management disclosure.
5. Pengaruh ukuran Komite Pemantau Risiko terhadap risk management
disclosure
Peraturan Bank Indonesia Nomor: 8/4/PBI/2006 tentang pelaksanaan
good corporate governance bagi bank umum pasal 12 menyebutkan bahwa
dalam rangka mendukung efektivitas pelaksanaan tugas dan tanggung jawab,
Dewan Komisaris wajib membentuk paling kurang : (a) Komite Audit, (b)
Komite Pemantau Risiko, (c) komite remunerasi dan nominasi. PBI Nomor:
8/4/PBI/2006 pasal 44 menerangkan bahwa Komite Pemantau Risiko paling
kurang melakukan : (a) evaluasi tentang kesesuaian antara kebijakan
manajemen risiko dengan pelaksanaan kebijakan tersebut, (b) pemantauan
terhadap evaluasi pelaksanaan tugas Komite Pemantau Risiko dan satuan
kerja manajemen risiko, guna memberikan rekomendasi kepada Dewan
Komisaris.
Penetapan mengenai kewajiban Dewan Komisaris dalam
pembentukan Komite Pemantau Risiko diharapkan agar manajemen risiko
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
42
perusahaan dapat dikelola dengan baik. Penetapan dari Bank Indonesia
mengenai pembentukan Komite Pemantau Risiko pada industri perbankan
Indonesia diharapkan agar manajemen risiko dapat dikelola dengan baik,
sehingga risk management disclosure akan meningkat.
H5 = Ukuran Komite Pemantau Risiko berpengaruh positif terhadap risk management disclosure.
6. Pengaruh return on equity (ROE) terhadap risk management disclosure
Pertumbuhan yang berkelanjutan dalam keuntungan ekonomi bagi
pemegang saham ekuitas adalah tujuan utama yang umum bagi semua
manajer perusahaan (Robert, 1992). Kinerja perusahaan yang memuaskan
memiliki pengaruh tingkat dukungan para pengambil keputusan perusahaan
agar dapat berkomitmen untuk masa depan kegiatan tanggung jawab sosial
(Ullmann, 1985).
Suhardjanto dan Aryane (2011); Haniffa dan Cooke (2005)
mengemukakan bahwa semakin tinggi nilai ROE maka akan semakin besar
tingkat pengungkapan perusahaan. Dengan demikian, teori stakeholder
memprediksi hubungan positif antara tindakan akuntansi berbasis kinerja
ekonomi dan tingkat perusahaan dari pengungkapan tanggung jawab sosial
(Robert, 1992). Jadi dapat disimpulkan bahwa semakin besar economic
performance perusahaan maka akan semakin besar pula risk management
disclosure yang diungkapakan.
H6 = Return on Equity berpengaruh positif terhadap risk management disclosure.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
43
7. Pengaruh Tobin’s q terhadap risk management disclosure
Tobin’s q merupakan salah satu dari beberapa jalur other asset
channel yang digunakan oleh Bank Indonesia dalam mempengaruhi
perekonomian khususnya dalam mencapai sasaran akhir dari kebijakan
moneter yang dikeluarkan yaitu kestabilan harga-harga (tingkat inflasi) (Jin,
2010). Nilai pasar ekuitas saham (market value of equity) dihitung dengan
mengalikan harga penutupan saham di akhir tahun dengan jumlah lembar
saham yang beredar. Nilai Tobin’s q dapat digunakan untuk mengukur
kinerja perusahaan, yaitu dari sisi potensi nilai pasar suatu perusahaan.
Menurut Tobin (1969), bila rasio lebih besar dari 1, berarti perusahaan
menghasilkan earning dengan rate of return yang sesuai dengan harga
perolehan aset.
Nilai Tobin’s q menggambarkan suatu kondisi peluang investasi yang
dimiliki perusahaan (Lang,et.al., 1989). Klapper dan Love (2002)
menemukan adanya hubungan positif antara corporate governance dengan
kinerja perusahaan yang diproksikan dengan nilai Tobins’q. Dengan
demikian jika nilai Tobin’s q tinggi maka risk management disclosure pun
akan meningkat.
H7 = Tobins’q berpengaruh positif terhadap risk management disclosure.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
44
BAB III
METODE PENELITIAN
Setelah membahas landasan teori dan pengembangan hipotesis di Bab II,
maka pada Bab III akan menjelaskan mengenai desain penelitian, populasi,
sampel dan teknik pengambilan sampel, data dan metode pengumpulan data,
pengukuran variabel dan metode analisis data yang dilakukan dalam penelitian
ini.
A. Desain Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian pengujian hipotesis (hypothesis testing)
yang bertujuan untuk menguji hipotesis yang diajukan oleh peneliti mengenai
pengaruh stakeholder yang direpresentasikan dengan leverage, kepemilikan
manjerial, proporsi Komite Audit Independen, ukuran Komite Pemantau Risiko,
ROE dan Tobins’q terhadap risk management disclosure. Menurut Sekaran dan
Roger (2010), pengujian hipotesis harus dapat menjelaskan sifat dari hubungan
tertentu, memahami perbedaan antar kelompok atau independensi dua variabel
atau lebih.
B. Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel
Populasi adalah suatu kelompok dari elemen penelitian, dimana elemen
adalah unit terkecil yang merupakan sumber dari data yang diperlukan (Kuncoro,
2009). Sampel adalah bagian dari populasi yang diharapkan dapat mewakili
44
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
45
populasi penelitian. Populasi dalam penelitian ini adalah perusahaan perbankan
yang terdapat di Indonesia. Sampel dalam penelitian ini adalah perusahaan yang
listing di BEI.
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
purposive sampling dengan jenis judgement sampling, dimana merupakan tipe
pemilihan sampel secara tidak acak yang informasinya diperoleh dengan
menggunakan pertimbangan tertentu (umumnya disesuaikan dengan tujuan atau
masalah penelitian (Indriantoro dan Supomo, 2002). Jadi, dapat disimpulkan
pemilihan sampel penelitian populasi harus memenuhi kriteria yang dikehendaki
peneliti. Penggunaan metode ini diharapkan agar memperoleh sampel yang
representatif sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan. Kriteria pengambilan
sampel dalam penelitian ini yaitu, perusahaan perbankan yang telah listing di BEI,
dan menerbitkan laporan keuangan untuk tahun 2009-2011 serta perusahaan
perbankan yang menyediakan data dan informasi secara lengkap terkait dengan
stakeholder theory. Berdasarkan kriteria tersebut maka diperoleh jumlah sampel
untuk tahun 2008 – 2011 sebanyak 28 perusahaan dengan 84 annual report.
C. Data dan Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan data sekunder
yang diambil dari laporan tahunan bank yang terdaftar di BEI pada tahun 2009-
2011. Laporan tahunan dipilih karena memiliki kredibilitas tinggi, selain itu
laporan tahunan digunakan oleh sejumlah stakeholder sebagai sumber utama
informasi yang pasti dan dapat diakses untuk tujuan penelitian. Data sekunder
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
46
yang dikumpulkan diperoleh dari jurnal, Indonesian Capital Market Directory
(ICMD), situs www.idx.co.id dan dari situs masing-masing perusahaan sampel.
D. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel
Sekaran dan Roger (2010) menyatakan bahwa variabel merupakan sesuatu
yang mempunyai nilai yang dapat berbeda atau berubah. Nilai ini dapat berbeda
dalam waktu yang lain untuk objek/orang yang sama atau dapat juga berbeda pada
waktu yang sama untuk orang/objek yang berbeda. Penelitian ini menggunakan
variabel utama, yaitu variabel dependen dan independen. Adapun definisi dan
pengukuran masing – masing variabel akan dijelaskan sebagai berikut.
1. Variabel dependen
Variabel dependen yang digunakan dalam penelitian ini adalah risk
management disclosure. Risk management disclosure dianalisis dengan
menggunakan metode disclosure index study (checklist) secara kuantitatif.
Checklist terhadap item – item pengungkapan dinilai lebih cepat dan mudah. Item
– item kuantitatif Oorschot dan Kruk (2009) mengacu pada IFRS 7 dan
menggunakan teknik scoring untuk mengukur risk disclosure. Skor 1 diberikan
untuk item – item risk management yang diungkapkan oleh perusahaan dan skor
0 bagi item – item yang tidak diungkapkan oleh perusahaan. Jumlah dari item –
item yang diungkapkan dibagi dengan keseluruhan item.
Variabel dependen dalam penelitian ini adalah ada atau tidaknya risk
management disclosure, yang meliputi 85 item, dalam annual report bank yang
menjadi sampel. Item – item dalam penelitian ini merupakan jenis pengungkapan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
47
kuantitatif yang mengacu pada PBI Nomor: 11/25/PBI/2009 dan diperjelas dalam
Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia Nomor: 13/23/DPNP/2011, yang
membagi risk managemen menjadi delapan risiko, yaitu : (1) risiko kredit; (2)
risiko pasar; (3) risiko likuiditas; (4) risiko operasional; (5) risiko hukum; (6)
risiko strategik; (7) risiko kepatuhan; (8) risiko reputasi. Risiko kredit terdiri dari
15 item, risiko pasar terdiri dari 12 item, risiko likuiditas terdiri dari 11 item,
risiko operasional terdiri dari 10 item, risiko strategik terdiri dari 10 item, risiko
hukum, kepatuhan dan reputasi masing – masing terdiri dari 9 item, sehingga total
pengungkapan yang wajib diungkapkan 85 item.
Dalam penelitian ini tingkat risk management disclosure diukur dengan
menggunakan teknik scoring, jika item – item tersebut diungkapkan dalam annual
report maka diberikan skor 1 dan skor 0 diberikan jika item tersebut tidak
diungkapkan dalam annual report. Mengacu pada penelitian Oorschot (2009),
kuantitas risk management disclosure dapat diukur dengan menjumlahkan skor
pengungkapan untuk setiap annual report bank tertentu pada tahun tertentu,
kemudian membaginya dengan skor maksimal yang dapat dilakukan oleh bank
tertentu pada tahun tertentu.
Persamaan yang digunakan untuk menghitung tingkat kuantitas risk
management disclosure dalam penelitian ini :
1 n
RMDBY = SCOREiBY MAXBY i = 1
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
48
Tabel III.1 Keterangan Persamaan Penghitungan Risk Management Disclosure
Simbol Keterangan
RMDBY Skor pengungkapan bank B pada tahun Y
MAXBY Nilai maksimum yang mungkin dicapai bank B pada tahun Y
i Item dalam framework
SCOREiBY Skor untuk item I, bank B pada tahun Y
2. Variabel independen
Variabel independen dalam penelitian ini mencakup tiga dimensi Ullmann
(1985), yaitu stakeholder power, strategic management, dan economic
performance.
1) Leverage
Rasio leverage (leverage ratios) mengukur sejauh mana aktiva
perusahaan telah dibiayai oleh penggunaan hutang. Penghitungan leverage
dalam penelitian ini adalah : Leverage diukur dengan total hutang terhadap
ekuitas (Haniffa dan Cooke, 2005); (Susanti, et. al., 2010).
2) Blockholder Ownership
Blockholder ownership adalah persentase saham biasa yang
dimiliki oleh pemegang saham (yaitu, kepemilikan saham 5% atau lebih)
(Kaplan dan Minton, 1994). Eng dan Mak (2003) mengukur kepemilikan
saham sebagai berikut :
Total hutang Leverage =
Ekuitas
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
49
3) Kepemilikan Manajerial
Menurut Davies, David, dan Patrick (2002) kepemilikan
manajerial adalah ekuitas kepemilikan manajer perusahaan untuk
memaksimalkan nilai perusahaan. Eng dan Mak, 2003; Gideon, 2005;
Ujiyanto, 2007 mengukur kepemilikan manajerial sebagai berikut :
4) Proporsi Komite Audit Independen
Menurut Keputusan Bapepam Nomor : Kep-29/PM/2004, Komite
Audit adalah komite yang dibentuk oleh dewan komisaris untuk
melakukan tugas pengawasan pengelolaan perusahaan. Komite Audit
independen merupakan anggota Komite Audit yang tidak terafiliasi dengan
manajemen, anggota komisaris lainnya dan pemegang saham pengendali.
Pengukuran independensi Komite Audit dalam penelitian ini sesuai dengan
Suhardjanto dan Theodora (2011) :
Komite Audit Independen Proporsi Komite Audit Independen = X 100%
Komite Audit
Saham subtansial pemegang saham Blockholder Ownership = X 100% Saham yang beredar
Saham dewan direksi Kepemilikan Manajerial = X 100%
Saham yang beredar
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
50
5) Ukuran Komite Pemantau Risiko
Komite Pemantau Risiko merupakan komite yang dibentuk oleh
dewan komisaris untuk mendukung efektivitas pelaksanaan tugas dan
tanggung jawab, dewan komisaris. Komite Pemantau Risiko
bertanggungjawab melakukan : (a) evaluasi tentang kesesuaian antara
kebijakan manajemen risiko dengan pelaksanaan kebijakan tersebut, (b)
pemantauan terhadap evaluasi pelaksanaan tugas Komite Pemantau Risiko
dan satuan kerja manajemen risiko, guna memberikan rekomendasi kepada
dewan komisaris. Pengukuran Komite Pemantau Risiko dalam penelitian
ini adalah :
6) Return on Equity (ROE)
Return on equity (ROE) mengukur kemampuan bank dalam
memperoleh keuntungan bersih dikaitkan dengan pembayaran dividen.
Pengukuran return on equity dalam penelitian ini sama halnya dengan
Suhardjanto dan Laras (2009); Haniffa dan Cooke (2005) yaitu :
Pendapatan setelah pajak Return on Equity (ROE) = kuitas
Ukuran Komite Pemantau Risiko = Komite Pemantau Risiko
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
51
7) Tobins’q
Tobin’s merupakan ukuran penilaian pasar (Klapper dan Love,
2002). Pengukuran Tobin’s q pada penelitian ini mengacu pada penelitian
yang dilakukan oleh Bhagat dan Bolton (2008). Adapun rumus yang
digunakan untuk menghitung Tobin’s q adalah sebagai berikut:
E. Teknik Analisis Data
Analisis data dalam penelitian ini dilakukan dengan statistik deskriptif, uji
asumsi klasik dan pengujian hipotesis. Pengujian dilakukan menggunakan
bantuan program SPSS release 16.
1. Statistik deskriptif
Statistik deskriptif terdiri dari penghitungan mean, median, standar
deviasi, maksimum dan minimum. Analisis ini dimaksudkan untuk memberikan
gambaran mengenai distribusi dan perilaku data (Ghozali, 2009).
2. Pengujian Hipotesis
Teknik pengujian hipotesis dalam penelitian ini menggunakan analisis
regresi berganda, dimana untuk menguji apakah teori stakeholder berpengaruh
terhadap pengungkapan risk management. Uji regresi mengukur kekuatan
Total aset + Market value of equity – Book value of equity – Deferred taxes) Tobins’ q = Total aset
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
52
hubungan antara dua variabel atau lebih serta menunjukkan arah hubungan antara
variabel dependen dan independen (Ghozali, 2009).
Ketepatan fungsi regresi sampel dalam menaksir nilai aktual dapatdiukur
dari goodness of fit-nya. Secara statistik, goodness of fit dapat diukur dari nilai
koefisien determinasi (R²), nilai statistik F dan nilai statistik t. Perhitungan
statistik dikatakan signifikan apabila nilai uji statistiknya berada di daerah kritis
(daerah dimana H0 ditolak) dan signifikan jika nilai uji statistiknya berada dalam
daerah H0 diterima (Ghozali, 2009). Persamaan regresi berganda untuk pengujian
hipotesis ini adalah :
Tabel III.2 Keterangan Persamaan Analisis Regresi
Simbol Keterangan RMD Risk management disclosure a Konstanta LEV Leverage BHO Blockholder Ownership KMNJ Kepemilikan Manajerial PKAI Proporsi Komite Audit independen JKPR Ukuran Komite Pemantau Risiko ROE Return on Equity TOBINS Tobin’s q e Error
a. Koefisien determinasi (R²)
Koefisien determinasi mengukur seberapa jauh variabel independen
mampu menerangkan variabel dependen. Untuk jumlah variabel lebih dari
dua, lebih baik menggunakan koefisien determinasi yang disesuaikan, yaitu
RMD = a + 1LEV + 2BHO + 3KMNJ + 4PKAI + 5JKPR + 6ROE + 7TOB INS+ e
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
53
adjusted R² Ghozali, 2009). Besarnya koefisien determinasi adalah antara 0
(nol) sampai dengan 1 (satu). Semakin mendekati nol, semakin kecil pula
pengaruh semua variabel independen (X) terhadap nilai variabel dependen
(Y), semakin mendekati satu semakin besar pengaruh variabel independen
(X) terhadap nilai variabel dependen (Y) (Ghozali, 2009).
b. Nilai F
Uji statistik F menunjukkan apakah semua variabel independen yang
dimasukkan dalam model secara bersama – sama mempunyai pengaruh
terhadap variabel dependen (Ghozali, 2009). Melalui uji F ini dapat diketahui
apakah variabel (X) (disebutkan satu per satu) berpengaruh secara simultan
terhadap variabel Y.
c. Nilai t
Uji t merupakan pengujian yang dilakukan untuk mengetahui apakah
variabel independen berpengaruh secara signifikan terhadap variabel
dependen (Ghozali, 2009). Nilai t digunakan untuk menguji koefisien regresi
secara parsial dari variabel independennya. Dalam penelitian ini, nilai t
menggunakan tingkat signifikansi 5%. Adapun pengujian hipotesisnya
adalah:
Jika p – value < 0,05 maka H1 diterima
Jika p – value > 0,05 maka H1 ditolak
Sebagai persyaratan pengujian regresi berganda dilakukan uji asumsi
klasik untuk memastikan bahwa data penelitian valid, tidak bias, konsisten dan
penaksiran koefisien regresinya efisien.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
54
1. Uji normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk mengetahui apakah dalam model
regresi, variabel penganggu atau residual memiliki ditribusi normal (Ghozali,
2009). Hasil pengujian data dilakukan dengan uji Kolmogorov – Smirnov.
Untuk kriteria pengujian adalah :
Jika p – value > 0,05 maka data berdistribusi normal.
Jika p – value < 0,05 maka data tidak berdistribusi normal.
Hal ini didukung pula dengan tampilan grafik histrogam dan normal
probability plot.
2. Uji multikolonieritas
Uji multikolonieritas merupakan suatu keadaan dimana terdapat
hubungan yang sempurna antara beberapa atau semua variabel independen
dalam model regresi. Uji multikolonieritas bertujuan untuk menguji apakah
masalah yang sering muncul dalam regresi, yaitu dimana terdapat korelasi
yang tinggi antara dua atau lebih variabel (Ghozali, 2009). Pengujian ini
dilakukan dengan menggunakan tolerance value VIF (variance inflation
factor). Jika tolerance value > 0,1 dan VIF < 10 maka tidak terjadi
multikolonieritas.
3. Uji Autokorelasi
Uji autokorelasi bertujuan untuk mengetahui apakah dalam model
regresi linier ada korelasi antara kesalahn penganggu pada periode t dengan
kesalahn penganggu pada periode t-1. Untuk mengetahui dan menguji ada
tidaknya autokorelasi dalam model analisis regresi, dapat digunakan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
55
pengujian statistik Durbin Watson (DW). Apabila nilai DW lebih besar dari
batas (du) dan kurang dari 4-du, maka dapat disimpulkan bahwa tidak
terdapat autokorelasi.
4. Uji Heterokedastisitas
Uji heterokedastisitas bertujuan untuk mengetahui apakah dalam
model regresi terjadi ketidaksamaan varian dari residual satu pengamatan ke
pengamatan yang lain (Ghozali, 2009). Untuk menentukan heterokedastisitas
dapat digunakan menggunakan grafik scatterplot. Dalam grafik scatterplot
yang terbentuk harus menyebar secara acak, baik diatas maupun dibawah
angka 0 pada sumbu Y. Bila kondisi ini terpenuhi maka tidak terjadi
heterokedastisitas (Ghozali, 2009).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
56
BAB IV
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
Bab ini akan menjelaskan mengenai deskripsi data, pengujian hipotesis
dan pembahasan hasil pengujian yang telah dilakukan selama penelitian. Model
analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah statistik deskriptif, uji asumsi
klasik dan pengujian hipotesis.
A. Deskriptif Data
Dalam deskripsi ini akan dijelaskan mengenai populasi data, jumlah
sampel, dan persentase masing-masing sampel yang digunakan dan analisis
deskriptif data yang diperoleh.
1. Seleksi Sampel
Penelitian ini menggunakan data sekunder yang diperoleh dari laporan
keuangan berupa annual report perusahaan perbankan yang terdaftar di Bursa
Efek Indonesia selama tahun 2009 hingga 2011. Data ini diperoleh dari website
resmi Bursa Efek Indonesia (www.idx.co.id), Indonesian Capital Market
Directory (ICMD) dan dari situs masing-masing perusahaan sampel. Berikut ini
disajikan hasil pengambilan sampel penelitian.
56
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
57
Tabel IV.I Jumlah Populasi dan Sampel Penelitian
Tahun Populasi Sampel penelitian 2009 29 28 2010 28 28 2011 31 28 Total 88 84
Sumber: Hasil olahan data
Populasi dalam penelitian ini adalah bank yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia (BEI) selama tahun 2009 – 2011 yang berjumlah 88 perusahaan. Pada
Tabel IV.I dijelaskan bahwa pada tahun 2009 terdapat 29 bank yang listing, pada
tahun 2010 terdapat 28 bank dan 31 bank pada tahun 2011. Teknik pengambilan
sampel dilakukan dengan metode purposive sampling. Bank yang menjadi sampel
adalah bank yang memenuhi kriteria tertentu yang sudah dijelaskan pada populasi,
sampel dan teknik pengambilan sampel. Berdasarkan kriteria teknik pengambilan
sampel tersebut, maka jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian ini
sebanyak 28 bank, karena terdapat 3 sampel perusahaan perbankan yang tidak
menyediakan data dan informasi secara lengkap terkait variabel stakeholder
theory dalam annual report perusahaan perbankan. Oleh karena itu, pengolahan
dan pengujian data dilakukan pada 28 perusahaan dengan 84 annual report yang
data dan informasinya lengkap.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
58
2. Statistik Deskriptif
Risk management disclosure sebagai variabel dependen dalam penelitian
ini diperoleh dari PBI Nomor: 11/25/PBI/2009 dan Lampiran Surat Edaran Bank
Indonesia Nomor: 13/23/DPNP/2011 dan PSAK No. 60 (revisi 2010). Risk
management disclosure dalam penelitian ini meliputi (1) risiko kredit; (2) risiko
pasar; (3) risiko likuiditas; (4) risiko operasional; (5) risiko hukum; (6) risiko
strategik; (7) risiko kepatuhan; (8) risiko reputasi. Berdasarkan tabel IV.2 di
bawah ini dijelaskan statistik deskriptif dari variabel dependen penelitian.
Informasi mengenai statistik deskriptif tersebut meliputi: nilai maksimum, nilai
minimum, rerata (mean), dan standar deviasi yang dihitung dengan menggunakan
alat bantu statistik SPSS release 16. Hasil dari perhitungan ditampilkan pada
Tabel IV.2 berikut:
Tabel IV.2 Statistik Deskriptif Risk Management Disclosure
Tahun Minimum Maximum Mean Std. Deviation 2009 11,76 78,82 42,22 16,01 2010 27,06 81,18 53,74 14,15 2011 29,41 85,88 60,76 15,26 Total 11,76 85,88 52,24 16,83
Sumber: Hasil olahan data
Dari hasil statistik deskriptif di atas, dapat diketahui bahwa rerata
perusahaan mengungkapkan item risk management disclosure adalah 52,24%.
Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa risk management disclosure oleh
perbankan di Indonesia belum mencerminkan tingkat kepatuhan yang baik dan
memadai karena tidak diungkapkan secara keseluruhan (pada tingkat
pengungkapan sebesar 100%) mengingat risk management disclosure merupakan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
59
salah satu pengungkapan wajib yang harus diharuskan didalam PBI Nomor:
11/25/PBI/2009, PSAK No.60 (revisi 2010) dan P3LKEPPBANK (2008).
Rendahnya tingkat risk management disclosure perusahaan perbankan di
Indonesia dapat merugikan stakeholder terutama investor dan penabung, seperti
kasus penggelapan yang terjadi pada rekening nasabah Citibank. Kasus mengenai
penyimpangan BLBI juga menunjukkan penerapan manajemen risiko yang tidak
baik dan membuktikan kurangnya transparansi antara pihak manajemen dan
stakeholder. Bank Indonesia selaku regulator belum membuat regulasi yang
memadai dan spesifik mengenai apa saja yang harus diungkapkan dalam annual
report juga menjadi salah satu penyebab rendahnya tingkat disclosure khususnya
risk management disclosure pada perbankan di Indonesia.
Pada tahun 2009, rerata tingkat risk management disclosure sebesar
42,22%, angka ini paling rendah dibandingkan dengan risk management
disclosure tahun 2010 dan 2011, hal tersebut dikarenakan perusahaan perbankan
Indonesia mengacu pada PBI Nomor: 5/8/PBI/2003 yang belum mengalami
perluasan pengungkapan risiko seperti dalam PBI Nomor: 11/25/PBI/2009
mengenai penerapan manajemen risiko bagi bank umum. Berdasarkan data selama
tiga tahun tersebut, dapat dijelaskan bahwa terjadi peningkatan kepatuhan risk
management disclosure dari tahun 2009 ke tahun 2010 sebesar 11,52% dan
peningkatan untuk tahun 2010 ke tahun 2011 sebesar 7,02%.
Kenaikan jumlah pengungkapan risiko di tahun 2010 dan 2011
dilatarbelakangi dengan adanya PBI No: 11/9/PBI/2009 yang diubah menjadi PBI
No: 12/7/PBI/2010 tentang sertifikasi manajemen risiko bagi pengurus dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
60
pejabat bank umum. Sertifikasi manajemen risiko gencar dilakukan mulai akhir
tahun 2009 setelah keluarnya PBI No: 11/9/PBI/2009. Sehingga bank-bank yang
mengikutsertakan pengurus dan pejabatnya dapat mengimplementasikan serta
melakukan perbaikan di tahun 2010 dan 2011, termasuk segi pengungkapan.
Bank dengan tingkat kepatuhan pengungkapan tertinggi untuk tahun 2009
adalah Bank Mandiri, untuk tahun 2010 yaitu Bank Internasional Indonesia dan
Bank Mandiri, dan untuk tahun 2011 pengungkapan tertinggi oleh Bank
Internasional Indonesia. Risk management disclosure yang dilakukan secara
spesifik oleh Bank Internasional Indonesia tahun 2009 untuk risiko kredit:
“Bank telah mengimplementasikan credit risk management yang mencakup penetapan prosedur dan kebijakan kredit, pengaturan limit dan mengevaluasinya secara berkala penggunaan Credit Risk Rating untuk kredit UKM/komersial/korporasi, mengevaluasi kebijakan dan prosedur kredit untuk memastikan bahwa seluruh risiko yang mungkin timbul dari kegiatan pemberian kredit telah tercakup, serta menerapkan prinsip “Four Eyes Principle” secara konsisten. Bank telah melaksanakan pengelolaan portofolio kredit secara konsisten dan berkelanjutan serta melaporkannya kepada manajemen senior dan Dewan Komisaris secara berkala (bulanan)” (AR Bank BII 2009: 156). Selanjutnya, bank dengan tingkat kepatuhan terendah untuk tahun 2009
yaitu Bank Eksekutif Internasional, tahun 2010 dan tahun 2011 tingkat kepatuhan
terendah dilakukan oleh Bank ICB Bumiputera. Secara keseluruhan, rendahnya
tingkat pengungkapan yang dilakukan oleh kedua bank tersebut dikarenakan
pengungkapan terhadap risiko pasar dalam annual report tidak dilakukan secara
spesifik untuk risiko suku bunga maupun risiko nilai tukar. Seperti yang
diungkapkan dalam annual report Bank Eksekutif Internasional tahun 2009, yaitu:
“Berdasarkan hasil penilaian sendiri (self assessment) terhadap profil risiko Bank posisi 31 Desember 2009, Risiko Pasar secara komposit masuk dalam kisaran moderate karena hasil perhitungan risiko inheren
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
61
tergolong low dan sistem pengendalian risiko yang tergolong weak. Dari awal 2009 sampai dengan akhir Desember 2009, trend risiko pasar secara komposit menunjukkan kondisi yang tidak stabil yaitu pada peringkat moderate dan low. Pada periode Januari 2009 sampai dengan akhir Juli 2009 berada pada peringkat moderate, sementara pada Juli 2009 sampai dengan September 2009 berada pada peringkat low dan periode Oktober 2009 sampai dengan Desember 2009 kembali ke peringkat moderate” (AR Bank Eksekutif Internasional 2009: 48). Untuk statistik deskriptif dari variabel independen penelitian akan
dijelaskan pada Tabel IV.3 dibawah ini.
Tabel IV.3 Statistik Deskriptif Variabel Independen
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
Leverage
84 -31,53 15,62 8,56 5,27
Blockholder Ownership
84 00,00 99,97 61,70 34,31
Kepemilikan Manajerial
84 00,00 79,26 2,57 11,49
Proporsi Komite Audit Independen
84 25,00 100,00 57,74 13,27
Ukuran Komite Pemantau Risiko
84 2,00 8,00 4,06 2,38
Return on Equity
84 -00,35 2,89 0,15 0,32
Tobins
84 00,94 1,98 1,13 0,16
Valid N (listwise)
Sumber: Hasil olahan data dengan SPSS
Leverage yang diukur dengan debt ratio (total hutang/total aktiva)
menghasilkan nilai rerata sebesar 8,56%. Hal ini mengindikasikan bahwa sekitar
8,56% investasi bank dibiayai oleh hutang. Pada penelitian ini tingkat leverage
terendah sebesar -31,53% dimiliki oleh Bank Eksekutif Internasional dan tingkat
leverage tertinggi sebesar 15,62% dimiliki oleh Bank Artha Graha Internasional.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
62
Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1999 tentang pembelian
saham bank umum, jumlah blockholder ownership Bank oleh Warga Negara
Asing (WNA) dan atau badan hukum asing yang diperoleh melalui pembelian
secara langsung maupun melalui Bursa Efek sebanyak-banyaknya adalah 99%
dari jumlah saham bank yang bersangkutan, sedangkan 1% sisa saham tetap
dimiliki oleh Warga Negara Indonesia (WNI) dan atau badan hukum Indonesia.
Bank Indonesia akan selektif dalam menentukan porsi saham mayoritas di
perbankan. Menurut pejabat bank sentral, kepemilikan mayoritas di perbankan
bisa lebih dari 50% jika tingkat kesehatan dan pelaksanaan good corporate
governance perbankan masuk kategori satu (low risk) dan dua (low to moderate
risk) (http://www.indonesiafinancetoday.com/read/28771/BI-Akan-Selektif-
Tetapkan-Kepemilikan-Saham-Bank, 2012).
Berdasarkan tabel IV.3, blockholder ownership yang diukur menggunakan
persentase saham biasa yang dimiliki oleh pemegang saham (kepemilikan saham
5%) menunjukkan rerata sebesar 61,70%. Hasil ini menunjukkan bahwa
blockholder ownership yang terpusat memiliki dorongan yang lebih tinggi untuk
memonitor terkait dengan kesejahteraan mereka dan memiliki kekuatan dalam
pengambilan suara, serta memiliki pengaruh apabila tidak puas dengan aspek-
aspek kinerja perusahaan yang tidak mencerminkan pengelolaan yang baik
(Shleifer dan Vishny, 1986). Blockholder ownership tertinggi sebesar 99,97%
dimiliki oleh Bank Kesawan. Tingkat blockholder ownership terendah sebesar
0,00% dimiliki oleh Bank Mandiri, Bank Mutiara, Bank Mega, Bank Negara
Indonesia, Bank Rakyat Indonesia, Bank Eksekutif Internasional, Bank Tabungan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
63
Negara. Blockholder ownership mencapai titik terendah sebesar 0,00% karena
saham dimiliki oleh Pemerintah Indonesia.
Nilai rerata kepemilikan manajerial bank di Indonesia sebasar 2,57%. Hal
ini menunujukkan bahwa saham yang dimiliki CEO, direksi maupun manajer
sebesar 2,57%. Hal ini berarti jumlah saham yang dimiliki pihak internal
tergolong rendah (kurang dari 10%) dan sisanya dimiliki oleh pihak eksternal
(pemerintah dan institusi). Alasan yang mendasari fenomena ini yaitu manajer
berperilaku risk averse sehingga mengurangi keterlibatan dalam kepemilikan
saham pada tingkat risiko tinggi. Manajer memilih mengalihkan kekayaan pribadi
pada investasi lain atau pada lembaga keuangan.
Kepemilikan manajerial tertinggi sebesar 79,26% dimiliki oleh Bank
Eksekutif Internasional. Tingkat kepemilikan terendah sebesar 0,00% dimiliki
oleh Bank Artha Graha Internasional, Bank Bumi Artha, Bank ICB Bumiputera,
Bank Mutiara, Bank CIMB Niaga, Bank Danamon Indonesia, Bank Ekonomi
Raharja, Bank Eksekutif Internasional, Bank Internasional Indonesia, Bank
Kesawan, Bank Mandiri, Bank Mega, Bank Negara Indonesia, Bank OCBC NISP,
Bank Nusantara Parahyangan, Bank PAN Indonesia, Bank Permata, Bank Rakyat
Indonesia, Bank Tabungan Negara. Rendahnya kepemilikan saham manajer yang
risk averse melakukan diversifikasi secara optimal untuk mengurangi risiko
pribadi. Saat kekayaan pribadi tidak terdiversifikasi, manajer menuntut insentif
tinggi untuk mengimbangi risiko yang diterima. Kondisi ini menyebabkan
manajer (CEO) termotivasi memperkecil risiko melalui diversifikasi (May, 1995).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
64
Sesuai dengan Keputusan Ketua BAPEPAM Nomor: Kep.29/PM/2004,
Komite Audit adalah komite yang dibentuk oleh dewan komisaris untuk
melakukan tugas pengawasan dan pengelolaan perusahaan. Menurut
Herwidayatmo (2000), Komite Audit independen adalah anggota komite yang
tidak memiliki hubungan usaha maupun afiliasi dengan perusahaan, direktur,
komisaris, maupun pemegang saham utama. Berdasarkan PBI Nomor: 8/4/2006,
keanggotaan Komite Audit sekurang-kurangnya terdiri dari 3 (tiga) orang
anggota, seorang diantaranya merupakan komisaris independen perusahaan
tercatat yang sekaligus merangkap sebagai ketua Komite Audit, sedangkan
anggota lainnya merupakan pihak eksternal yang independen. Tabel IV.3
menunjukkan jumlah rerata proporsi Komite Audit independen bank di Indonesia
sebesar 57,74%. Hal ini mengindikasikan bahwa perusahaan perbankan di
Indonesia telah mematuhi peraturan yang ditetapkan. Tingginya rerata proporsi
Komite Audit independen bank di Indonesia mengindikasikan bahwa kualitas
kontrol oleh Komite Audit terhadap aktivitas perusahaan semakin baik (Forker,
1992). Tingkat proporsi Komite Audit independen tertinggi sebesar 100% dimiliki
oleh Bank Bukopin dan tingkat proporsi Komite Audit terendah dimiliki oleh
Bank Himpunan Saudara dan Bank Mandiri sebesar 25,00%.
Peraturan PBI No: 8/4/PBI/2006 menerangkan bahwa untuk untuk
mendukung efektivitas pelaksanaan tugas dan tanggung jawab, dewan komisaris
wajib membentuk Komite Pemantau Risiko yang diketuai oleh komisaris
independen. Komite Pemantau Risiko berjumlah minimal 3 orang anggota, yang
terdiri dari seorang komisaris independen, seorang pihak independen yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
65
memiliki keahlian di bidang keuangan dan seorang pihak independen yang
memiliki keahlian di bidang manajemen risiko. Tabel IV.3 menunjukkan nilai
rerata untuk Komite Pemantau Risiko sebesar 4 orang anggota. Besarnya tingkat
rerata Komite Pemantau Risiko mengindikasikan bahwa perusahaan perbankan di
Indonesia telah mematuhi peraturan PBI No: 8/4/PBI/2006. Tingkat Komite
Pemantau Risiko tertinggi sebesar 8 orang anggota yang dimiliki oleh Bank
Danamon. Hal tersebut terjadi karena komisaris perusahaan juga menjadi anggota
dalam Komite Pemantau Risiko. Tingkat Komite Pemantau Risiko terendah
dimiliki oleh Bank Saudara sebesar 2 orang anggota Komite Pemantau Risiko.
Hal tersebut terjadi karena ketua Komite Pemantau Risiko mengundurkan diri
sebelum masa jabatannya berakhir.
Return on equity (ROE) adalah jumlah laba bersih yang dikembalikan
sebagai persentase dari ekuitas pemegang saham (Haniffa dan Cooke, 2005).
Rerata return on equity (ROE) bank di Indonesia sebesar 0,15%. Hal ini
menunjukkan bahwa tingkat kemampuan dari modal perusahaan untuk
menghasilkan laba bagi pemegang saham sebesar 0,15%. Dengan laba yang tinggi
perusahaan mempunyai dana yang cukup untuk mengumpulkan,
mengelompokkan dan mengolah informasi menjadi lebih bermanfaat serta dapat
menyajikan pengungkapan yang lebih komprehensif termasuk risk management
disclosure (Hertanti, 2005). Tingkat kinerja perbankan di Indonesia lebih baik dari
kinerja bank di tingkat regional dan tercatat lebih stabil pada tahun 2008-2009
(http://beritasore.com, 2012). Berdasarkan Tabel IV.3, nilai ROE tertinggi sebesar
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
66
2,89% diperoleh Bank Eksekutif Internasional pada tahun 2009, ROE terendah
dimiliki oleh Bank Eksekutif Internasional pada tahun 2010 sebesar -0,35%.
Pengukuran kinerja perusahaan perbankan tidak cukup hanya dengan
accounting based indicator, namun juga perlu dari market based indicator.
Market based indicator dalam penelitian ini menggunakan Tobins’q. Tabel IV.3
menunjukkan untuk rerata Tobins’q bank di Indonesia mencapai tingkat 1,13%
yang menunjukkan peluang investasi yang dimiliki bank di Indonesia sebesar
1,13%. Hal ini menjelaskan bahwa meski kondisi keuangan secara global
menurun karena dipicu krisis Eropa, namun pertumbuhan ekonomi di Indonesia
justru meningkat (Prihatiningtyas, 2012). Krisis global tidak terlalu memberikan
dampak negatif dalam kinerja perbankan indonesia (www.bi.go.id, 2012).
Tobins’q tertinggi dimiliki oleh Bank Tabungan Pensiunan Nasional sebesar
1,98%. Untuk nilai Tobins’q terendah sebesar 0,94% diperoleh Bank Tabungan
Negara.
Berdasarkan hasil statistik deskriptif dan penjelasan diatas maka dapat
disimpulkan bahwa rerata risk management disclosure sebesar 52,24%; rerata
leverage sebesar 8,56%; rerata blockholder ownership sebesar 61,70%; rerata
kepemilikan manajerial sebesar 2,57%; rerata proporsi Komite Audit Independen
sebesar 57,74%; rerata jumlah Komite Pemantau Risiko sebesar 4 orang, rerata
ROE sebesar 0,15%, dan rerata Tobins’q sebesar 1,13%.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
67
B. Pengujian Hipotesis dan Pembahasan
Pengujian hipotesis dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan
satu pengujian, yaitu dengan menggunakan analisis regresi berganda. Sebagai
prasyarat pengujian regresi berganda dilakukan uji asumsi klasik untuk
memastikan bahwa data penelitian valid, tidak bias, konsisten, dan penaksiran
koefisien regresinya efisien (Gujarati, 2009). Pengujian asumsi klasik terdiri dari
beberapa macam pengujian, meliputi: Normalitas, Multikolonieritas,
Autokorelasi, Heterokedastisitas. Penelitian ini telah memenuhi uji asumsi klasik.
Analisis Regresi Berganda
Regresi berganda dalam penelitian ini digunakan untuk menguji apakah
stakeholder berpengaruh terhadap risk management disclosure bank di Indonesia.
Pengujian regresi berganda ini dilakukan dengan metode backward. Metode
backward adalah salah satu metode pengolahan data dengan cara memasukkan
semua variabel independen secara keseluruhan dan secara otomatis SPSS akan
menghilangkan satu per satu variabel independen yang dianggap kurang
signifikan dalam memprediksi model persamaan regresi sampai didapatkan model
persamaan regresi yang paling signifikan (Mauliano, 2009). Penelitian ini
memiliki lima tahap untuk mencapai keadaan dimana tidak ada variabel yang
dikeluarkan dari fungsi diskriminan. Tahap keempat dipilih karena memiliki nilai
signifikansi konstanta sebesar 0,000 dengan nilai anova tertinggi sebesar 8,236.
Tahap tersebut merupakan yang paling signifikan dalam memprediksi risk
management disclosure.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
68
Berdasarkan hasil pengujian regresi berganda terkait pengaruh stakeholder
terhadap risk management disclosure diperoleh hasil sebagai berikut:
Tabel IV.4 Hasil Regresi Beganda
Variabel Koefisien t p-value (Constant) 57,968 12,844 0,000 Leverage 0,048 0,365 0,716 Blockholder Ownership -0,149 -3,083 0,003*
Kepemilikan Manajerial -0,593 -4,095 0,000* Proporsi Komite Audit Independen 0,256 1,810 0,074** Ukuran Komite Pemantau Risiko 4,229 3,091 0,003* Return on Equity 0,056 0,427 0,670 Tobins 0,033 0,332 0,740 R Square 0,294 Adjusted R Square 0,269 F 8,236 Sig 0,000 Keterangan : (*) signifikan pada tingkat 5% (**) signifikan pada tingkat 10%
Sumber: Hasil olahan data dengan SPSS
Koefisien determinasi (R2) digunakan untuk mengukur seberapa jauh
variabel independen mampu menerangkan variabel dependen. Setiap tambahan
satu variabel independen, maka R2 pasti meningkat tidak peduli apakah variabel
tersebut berpengaruh secara signifikan terhadap variabel dependen. Oleh karena
itu, untuk jumlah variabel independen lebih dari dua, lebih baik menggunkan
koefisien determinasi yang telah disesuaikan yaitu Adjusted R2 (Ghozali, 2009).
Dari Tabel IV.4 diatas menunjukkan bahwa nilai R Square (R2) sebesar
0,294 dan Adjusted R Square (Adjusted R2) sebesar 0,269. Berdasarkan nilai
Adjusted (R2) tersebut, dapat disimpulkan bahwa sebanyak 26,9% variabel
dependen dapat dijelaskan oleh variabel independen dan sisanya sebanyak 73,1%
dijelaskan oleh faktor lain di luar model.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
69
Dalam tabel tersebut juga menunjukkan nila F hitung sebesar 8,236
dengan probabilitas 0,000 (p – value < 0,05). Karena nilai F lebih besar dari 4,00
dan probabilitas jauh lebih kecil dari 0,05 maka model regresi ini menunjukkan
tingkatan yang baik (good overall model fit) sehingga model regresi dapat
digunakan untuk memprediksi risk management disclosure atau dapat dikatakan
bahwa leverage, blockholder ownership, kepemilikan manajerial, proporsi Komite
Audit independen, ukuran Komite Pemantau Risiko, ROE, Tobin’s q secara
bersama-sama berpengaruh terhadap risk management disclosure (Ghozali, 2009).
Berdasarkan pengujian hipotesis yang telah dilakukan, hasilnya
menunjukkan bahwa blockholder ownership kepemilikan manajerial, proporsi
Komite Audit independen, dan jumlah Komite Pemantau Risiko berpengaruh
terhadap risk management disclosure, sedangkan leverage, ROE dan Tobin’s q
tidak berpengaruh terhadap risk management disclosure.
1. Hipotesis Pertama
Leverage merupakan rasio utang terhadap ekuitas perusahaan (Sejjaaka,
2004). Rasio ini menunjukkan seberapa besar dari keseluruhan aset perusahaan
yang diperoleh atau didanai oleh hutang. Perjanjian terbatas seperti utang yang
tergambar dalam tingkat leverage dimaksudkan membatasi kemampuan
manajemen untuk menciptakan transfer kekayaan antar pemegang saham dan
pemegang obligasi (Jensen dan Meckling, 1976). Zhang et. al. (2008) mengatakan
bahwa leverage merupakan indikator yang kuat dalam menentukan apakah
perusahaan mengungkapkan informasi lingkungan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
70
Nilai probabilitas leverage adalah sebesar 0,716 pada tingkat signifikansi
0,05 dan menunjukkan koefisien positif sebesar 0,048. Koefisien positif sebesar -
0,048 memperlihatkan hubungan positif yaitu tingkat risk management disclosure
akan naik sebesar 4,80% jika leverage bertambah 1 satuan. Penelitian ini
menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat leverage maka risk management
disclosure semakin besar. Perusahaan dengan leverage yang semakin tinggi
menunjukkan semakin berisiko dalam pelunasannya. Tingkat leverage yang tinggi
menunjukkan tingkat ketergantungan terhadap pihak eksternal (kreditur), sehingga
perusahaan mempunyai kewajiban untuk memberikan informasi yang lebih detail
dalam laporan tahunan untuk memenuhi kebutuhan stakeholder. Suhardjanto
(2008) memperkuat pendapat tersebut, bahwa semakin besar tingkat leverage
perusahaan, maka semakin terperinci informasi yang diungkapkan.
Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh
Suhardjanto dan Umi (2010); Suhardjanto dan Laras (2009); Cormier dan Magnan
(1999); nilai ini menunjukkan bahwa leverage tidak berpengaruh secara signifikan
terhadap risk management disclosure perbankan di Indonesia. Hal ini
menunjukkan bahwa leverage tidak mempengaruhi keputusan stakeholder
perusahaan. Bagi stakeholder, perusahaan dengan derajat ketergantungan terhadap
hutang adalah suatu hal biasa terjadi, hal ini dapat diinterpretasikan bahwa 50%
perusahaan di Indonesia mempunyai hutang yang lebih besar daripada modalnya
sendiri (Sembiring, 2005). Hasil pengujian bertolak belakang dengan hipotesis,
maka hipotesis pertama ditolak.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
71
2. Hipotesis Kedua
Blockholder ownership merupakan banyaknya jumlah blockholder yang
memiliki 5% atau lebih dari saham perusahaan yang beredar (Endri, 2011).
Blockholder ownership mempunyai p-value sebesar 0,003 pada tingkat
signifikansi 0,05 dan menunjukkan koefisien negatif sebesar -0,149. Koefisien
negatif sebesar -0,149 memperlihatkan hubungan negatif yaitu tingkat risk
management disclosure akan turun sebesar 14,90% jika blockholder ownership
bertambah 1 satuan. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Eng dan Mak
(2003). Nilai ini menunjukkan bahwa blockholder ownership berpengaruh negatif
signifikan terhadap risk management disclosure. Jika kepemilikan saham
terkonsentrasi melewati batas tertentu, maka pemegang saham besar akan
memiliki pengendalian penuh dan cenderung memanfaatkan perusahaan untuk
menghasilkan keuntungan pribadi yang tidak bisa didapat oleh pemegang saham
minoritas (Shleifer dan Vishny, 1997).
Morck, Shleifer, dan Vishny (1988) menemukan bahwa ketika
kepemilikan saham masih dibawah 10% akan meningkatkan laba perusahaan,
namun setelah kepemilikan diatas 10% maka akan menurunkan laba perusahaan.
Hal ini dapat disimpulkan bahwa kepemilikan saham yang masih kecil maka
kontrol terhadap perusahaan lebih efisien, tetapi jika kepemilikan saham sudah
efisien dan kepemilikan tersebut ditambah maka kontrol terhadap perusahaan akan
berlebihan. Kemampuan kontrol yang yang berlebihan akan merugikan
stakeholder yang lain karena pemegang saham hanya mengambil tindakan untuk
menguntungkan diri sendiri (Arifin, 2005). Pola kepemilikan yang terdistribusi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
72
luas seringkali memicu perusahaan untuk mengeluarkan informasi-informasi yang
memiliki sentimen positif terhadap harga saham, perusahaan cenderung
melakukan menutupi informasi jika informasi tersebut dapat menyebabkan
terpuruknya harga saham, seperti pelaporan rugi perusahaan dan risk reporting
(Mayangsari, 2003).
Godfrey dan Jones (1999) berpendapat mengenai kepemilikan saham
bahwa semakin rendah konsentrasi kepemilikan di tangan satu pemilik, maka
semakin besar tingkat disperse control terhadap perusahaan, sehingga dapat
disimpulkan bahwa semakin rendah kepemilikan tunggal atas saham perusahaan,
maka semakin tinggi tingkat pengungkapan laporan keuangan perusahaan sebagai
upaya untuk memonitor manajemen. Hasil penelitian ini sesuai dengan hipotesis
kedua, sehingga hipotesis ketiga diterima.
3. Hipotesis Ketiga
Manajer dipandang sebagai pihak internal yang memiliki informasi
mengenai kinerja dan risiko perusahaan. Pada saat menghadapi peningkatan
risiko, pihak internal mengendalikan persentase kepemilikan saham dalam jumlah
kecil atau sebaliknya (Ismiyanti dan Mamduh, 2003). Manajer mendapat
kesempatan untuk terlibat pada kepemilikan saham dengan tujuan untuk
mensetarakan dengan pemegang saham (Nuringsih, 2005). Kepemilikan
manajerial merupakan kepemilikan saham oleh manajemen perusahaan yang
diukur dengan persentase jumlah saham yang dimiliki oleh manajemen (Sujono
dan Soebiantoro, 2007). Kepemilikan manajerial memiliki p-value sebesar 0,000
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
73
pada tingkat signifikansi 0,05 dan menunjukkan koefisien negatif sebesar -0,593.
Koefisien negatif sebesar -0,593 memperlihatkan hubungan negatif yaitu tingkat
risk management disclosure akan turun sebesar 59,30% jika kepemilikan
manajerial bertambah 1 satuan. Nilai ini menunjukkan bahwa kepemilikan
manajerial berpengaruh negatif signifikan terhadap risk management disclosure.
Susanti et. al. (2010), mengungkapkan bahwa proporsi kepemilikan saham
yang dikontrol oleh manajer mempengaruhi kebijakan perusahaan dan
pengambilan keputusan terhadap metode akuntansi yang diterapkan pada
perusahaan yang mereka kelola (Boediono, 2005).
Kepemilikan manajerial akan mengakibatkan konflik antara stockholder
dan bondholders sehingga mengakibatkan ketidakkompakan dan meningkatkan
risiko perusahaan (Chen dan Steiner, 1999). Widajati (2007) mengungkapkan
bahwa semakin besar risiko yang dihadapi perusahaan maka keterbukaan
mengenai informasi akan semakin kecil, karena kepemilikan manajerial dapat
mengurangi nilai perusahaan (Morck et.al., 1988).
Eng dan Mak (2003) menjelaskan bahwa ketika kepemilikan manajerial
rendah, ada masalah agency yang lebih tinggi sehingga meningkatkan monitoring.
Hal tersebut terjadi karena manajer memiliki insentif yang lebih besar untuk
mengkonsumsi tunjangan dan mengurangi insentif untuk memaksimalkan kinerja,
karena manajer merasa perusahaan bukanlah miliknya, sehingga manajer dapat
bertindak bebas dan mengambil tunjangan untuk memaksimalkan kinerjanya.
Oleh karena itu, pemegang saham luar akan meningkatkan monitoring perilaku
manajer untuk mengurangi agency problem (Jensen dan Meckling, 1976).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
74
Monitoring oleh pemegang saham luar akan meningkatkan biaya
perusahaan tetapi hal tersebut dapat dikurangi jika manajer dapat memberikan
pengungkapan yang lebih banyak. Dengan demikian manajemen akan lebih
memilih untuk mengungkapkan risiko kepada pihak stakeholder untuk
mengurangi biaya yang dikeluarkan perusahaan. Hal ini berarti semakin tinggi
saham yang dimiliki oleh manajemen perusahaan maka akan semakin kecil
pengungkapan risiko manajemen yang dilakukan oleh manajemen perusahaan.
Hasil penelitian ini sejalan dengan hipotesis kedua, sehingga hipotesis kedua
diterima.
4. Hipotesis Keempat
Peraturan Bapepam dengan surat edaran No. SE-03/PM/2000
mensyaratkan bahwa setiap perusahaan publik di Indonesia wajib membentuk
Komite Audit. Komite Audit merupakan salah satu mekanisme kontrol atas
organisasi perusahaan dalam meningkatkan transparansi perusahaan dan
mendorong manajemen agar mengungkapkan lebih banyak informasi (Anyta dan
Siti, 2012). Menon dan Williams (1994) mengungkapkan bahwa Komite Audit
merupakan suatu variabel yang dapat digunakan untuk memonitor kinerja
keuangan perusahaan dan mempengaruhi keputusan manajer sehingga dapat
meningkatkan pengendalian dalam perusahaan (Forker, 1992). Komite Audit
mempunyai peran yang penting dan strategis dalam hal memelihara kredibilitas
proses penyusunan laporan keuangan, menjaga terciptanya sistem pengawasan
perusahaan yang memadai (Iqbal dan Nurul, 2007). Komite Audit bertugas
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
75
memonitor manajemen untuk menjamin kualitas dari laporan keuangan dan
akuntabilitas perusahaan, komposisi atau jumlah Komite Audit merupakan faktor
penting dalam keefektifan monitoring perusahaan (Zhou dan Chen, 2004). Komite
Audit dipandang sebagai alat untuk menghindari kecurangan dalam pelaporan
keuangan dan memonitoring kinerja manajemen.
Abbot dan Parker (2000) menjelaskan bahwa Komite Audit independen
adalah anggota dalam Komite Audit yang bukan merupakan karyawan perusahaan
dan tidak mempunyai hubungan afiliasi dengan perusahaan tempatnya bekerja.
Proporsi Komite Audit Independen mempunyai p-value sebesar 0,074 pada
tingkat signifikansi 0,10 dan menunjukkan koefisien positif sebesar 0,256.
Koefisien positif sebesar 0,256 memperlihatkan hubungan positif yaitu tingkat
risk management disclosure akan naik sebesar 25,60% jika proporsi Komite Audit
Independen bertambah 1 satuan. Nilai ini menunjukkan bahwa proporsi Komite
Audit independen berpengaruh terhadap risk management disclosure, karena nilai
p-value kurang dari tingkat signifikansi 0,10. Hal ini mengindikasikan bahwa
peran dan tanggungjawab anggota komite audit independen telah berfungsi
sebagaimana mestinya.
Komite Audit Independen berpengaruh terhadap pengawasan dan proses
pelaporan keuangan yang lebih baik (Beasley, 1996). Forker (1992) menyatakan
bahwa keberadaan anggota Komite Audit Independen meningkatkan kualitas
kontrol perusahaan. Proporsi Komite Audit Independen yang semakin besar akan
meningkatkan monitoring terhadap aktivitas perusahaan dalam rangka
meningkatkan kinerja dan meningkatkan transparansi kepada stakeholder
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
76
termasuk transparansi mengenai risk management disclosure. Hasil pengujian
sejalan dengan hipotesis, maka hipotesis keempat diterima.
5. Hipotesis Kelima
Peraturan Bank Indonesia Nomor: 8/4/PBI/2006 menyebutkan bahwa
untuk mendukung efektivitas pelaksanaan tugas dan tanggung jawab, dewan
komisaris wajib membentuk Komite Pemantau Risiko untuk melakukan (a)
evaluasi tentang kesesuaian antara kebijakan manajemen risiko dengan
pelaksanaan kebijakan tersebut, (b) pemantauan terhadap evaluasi pelaksanaan
tugas Komite Pemantau Risiko dan satuan kerja manajemen risiko, guna
memberikan rekomendasi kepada dewan komisaris. Pembentukan Komite
Pemantau Risiko untuk meningkatkan efektivitas penerapan dan pengelolaan
manajemen risiko sehingga dapat meningkatkan risk management disclosure pada
stakeholder perusahaan.
Ukuran Komite Pemantau Risiko mempunyai p-value sebesar 0,003 pada
tingkat signifikansi 0,05 dan menunjukkan koefisien positif sebesar 4,229.
Koefisien positif sebesar 4,229 memperlihatkan hubungan positif yaitu tingkat
risk management disclosure akan naik sebesar 422,90% jika ukuran pemantau
risiko bertambah 1 satuan. Nilai ini menunjukkan bahwa ukuran Komite
Pemantau Risiko berpengaruh terhadap risk management disclosure, karena nilai
p-value kurang dari tingkat signifikansi 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa dengan
adanya Komite Pemantau Risiko maka risk management disclosure perusahaan
perbankan di Indonesia meningkat. Penelitian ini menunjukkan bahwa Komite
Pemantau Risiko dalam membantu dewan komisaris sudah melaksanakan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
77
tugasnya dengan baik sesuai dengan regulasi yang ditetapkan. Dengan
dibentuknya Komite Pemantau Risiko pelaksanaan kebijakan dan pengelolaan
manajemen risiko akan lebih terkendali dan terarah karena evaluasi dan
pemantauan yang dilakukan komite. Pengelolaan risiko yang baik akan
menjadikan manajemen untuk lebih mengungkapkan risikonya kepada pihak
stakeholder perusahaan. Hasil penelitian ini sejalan dengan hipotesis kelima,
sehingga hipotesis kelima diterima.
6. Hipotesis Keenam
Return on equity (ROE) adalah jumlah laba bersih yang dikembalikan
sebagai persentase dari ekuitas pemegang saham. ROE menunjukkan kemampuan
perusahaan dalam menghasilkan laba dengan menggunakan modal sendirinya
sehingga besarnya ROE mengindikasikan tingkat efisiensi perusahaan dalam
mengelola modal sendirinya untuk menghasilkan keuntungan demi kelangsungan
hidup perusahaan. Jika tingkat ROE rendah maka investor tidak akan tertarik
untuk menanamkan modalnya bahkan dapat menarik modal yang telah
ditanamkan (Sudana dan Putu, 2011). Semakin tinggi ROE menunjukkan semakin
efisien perusahaan menggunakan modal sendiri untuk menghasilkan laba atau
keuntungan bersih dan perusahaan akan mengungkapkan informasi lebih agar
stakeholder yakin bahwa perusahaan dalam posisi persaingan yang kuat dan
operasi berjalan efisien (Suhardjanto dan Laras, 2009).
ROE mempunyai p-value sebesar 0,670 pada tingkat signifikansi 0,05 dan
menunjukkan koefisien positif sebesar 0,056, sehingga dapat disimpulkan bahwa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
78
ROE tidak berpengaruh signifikan terhadap tingkat risk management dislosure.
Nilai koefisien mengindikasikan bahwa setiap perubahan tingkat ROE sebesar 1
satuan akan menyebabkan perubahan risk management disclosure sebesar 5,60%
satuan. Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Sembiring (2005)
bahwa besar kecilnya kinerja tidak akan mempengaruhi tingkat pengungkapan
tanggung jawab sosial perusahaan. Perusahaan dengan tingkat kinerja tinggi tidak
menggunakan sebagian profitnya untuk memperbaiki kualitas informasi karena
pengungkapan informasi perusahaan justru memberikan kerugian kompetitif
(competitive disadvantage) karena perusahaan harus mengeluarkan biaya
tambahan untuk mengungkapkan informasi tersebut (Suhardjanto dan Theodora,
2011). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kinerja perusahaan yang tinggi
dari suatu perusahaan perbankan di Indonesia tidak menjamin adanya peningkatan
pengungkapan. Hasil pengujian bertolak belakang dengan hipotesis, maka
hipotesis keenam ditolak.
7. Hipotesis Ketujuh
Pengukuran kinerja dengan market based indicator mewakili sudut
pandang pemegang saham tidak hanya berfokus pada pendapatan perusahaan
terhadap kebijakan yang diambil oleh manajemen perusahaan. Pengukuran
menggunakan market based indicator memberikan beberapa kelebihan, di
antaranya (1) dapat merefleksikan kinerja risiko disesuaikan, (2) pengukuran ini
tidak terpengaruh oleh konteks multi-industri atau multidimensional, dan (3)
tunduk pada kekuatan di luar kendali manajemen (Dalton et.al., 1999; Nayyar,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
79
1992; Hambrick dan Finkelstein, 1995). Market based indicator dalam penelitian
ini menggunakan Tobin’s q. Nilai perusahaan dibentuk melalui indikator nilai
pasar saham dimana sangat dipengaruhi oleh peluang investasi, peluang investasi
akan berdampak pada pertumbuhan dimasa yang akan datang sehingga harga
saham dan nilai saham akan meningkat (Anggitasari dan Siti, 2012). Nilai Tobin’s
q menggambarkan suatu kondisi peluang investasi yang dimiliki perusahaan
(Lang,et al., 1989).
Tobin’s q mempunyai p-value sebesar 0,740 pada tingkat signifikansi
0,05 dan menunjukkan koefisien positif sebesar 0,033, sehingga dapat
disimpulkan bahwa Tobin’s q tidak berpengaruh signifikan terhadap tingkat risk
management dislosure. Nilai koefisien mengindikasikan bahwa setiap perubahan
tingkat Tobin’s q sebesar 1 satuan akan menyebabkan perubahan risk
management disclosure sebesar 3,3% satuan. Perusahaan dengan tingkat kinerja
pasar yang tinggi tidak menjamin akan melakukan pengungkapan yang lebih besar
dibanding dengan perusahaan yang memiliki kinerja pasar yang lebih rendah, hal
ini dikarenakan pengungkapan kinerja pasar yang dilakukan oleh pihak
manajemen hanya sebagai pelaksanaan kewajiban pelaporan untuk pihak
stakeholder. Hasil pengujian bertolak belakang dengan hipotesis, maka hipotesis
ketujuh ditolak.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
80
BAB V
PENUTUP
Setelah dilakukan analisis hasil pembahasan pada bab IV, maka pada bab
V akan dibahas mengenai kesimpulan hasil penelitian, saran, keterbatasan dan
rekomendasi untuk peneliti selanjutnya.
A. Kesimpulan
Penelitian ini dilakukan dengan menguji stakeholder (leverage,
kepemilikan manajerial, kepemilikan saham, proporsi komite audit independen,
ukuran komite pemantau risiko, ROE, Tobins’q) dalam risk management
disclosure pada perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI). Dari
hasil penelitian yang diperoleh, maka dapat diambil kesimpulan:
1. Hasil penelitian menunjukkan tingkat risk management disclosure sebesar
52,24%. Hal tersebut mengindikasikan bahwa tingkat kepatuhan
perbankan di Indonesia dalam mengungkapkan informasi mengenai risk
management masih rendah, mengingat risk management disclosure adalah
salah satu pengungkapan wajib (mandatory disclosure) sesuai dengan
PSAK No. 60 (revisi 2010), PBI Nomor: 11/25/PBI/2009.
2. Sesuai dengan tujuan penelitian, hasil dari pengujian hipotesis
menunjukkan stakeholder mempengaruhi tingkat risk management
disclosure. Variabel independen (stakeholder) yang mempengaruhi tingkat
risk management disclosure yaitu blockholder ownership, kepemilikan
manajerial, proporsi Komite Audit Independen, ukuran Komite Pemantau
80
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
81
Risiko. Pola kepemilikan yang terdistribusi luas seringkali memicu
perusahaan untuk mengeluarkan informasi-informasi yang memiliki
sentimen positif terhadap harga saham, perusahaan cenderung melakukan
menutupi informasi jika informasi tersebut dapat menyebabkan
terpuruknya harga saham, seperti pelaporan rugi perusahaan dan risk
reporting (Mayangsari, 2003). Eng dan Mak (2003) menjelaskan bahwa
ketika kepemilikan manajerial rendah, ada masalah agency yang lebih
tinggi sehingga meningkatkan monitoring. Monitoring oleh pemegang
saham luar akan meningkatkan biaya perusahaan tetapi hal tersebut dapat
dikurangi jika manajer dapat memberikan pengungkapan yang lebih
banyak. Proporsi Komite Audit Independen yang semakin besar akan
meningkatkan monitoring terhadap aktivitas perusahaan dalam rangka
meningkatkan kinerja dan meningkatkan transparansi kepada stakeholder
termasuk transparansi mengenai risk management disclosure. Komite
Pemantau Risiko dalam membantu dewan komisaris sudah melaksanakan
tugasnya dengan baik sesuai dengan regulasi yang ditetapkan. Dengan
dibentuknya Komite Pemantau Risiko pelaksanaan kebijakan dan
pengelolaan manajemen risiko akan lebih terkendali dan terarah. Semakin
besar ukuran Komite Pemantau Risiko akan meningkatkan pengungkapan
manajemen risiko.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
82
B. Saran
Beberapa saran yang dapat diberikan berdasarkan hasil penelitian adalah
sebagai berikut:
1. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat risk management disclosure
pada perbankan di Indonesia masih rendah yaitu sebesar 52,24%.
Rendahnya tingkat risk management disclosure menunjukkan kurangnya
pengawasan dari pihak stakeholder perusahaan. Pihak regulator (Bank
Indonesia) perlu membuat regulasi mengenai item yang diharuskan untuk
diungkapkan karena risk management disclosure merupakan salah satu
pengungkapan wajib (mandatory disclosure) yang harus diungkapkan oleh
perbankan di Indonesia.
2. Hasil penelitian menunjukkan bahwa blockholder ownership dan
kepemilikan manajerial berpengaruh negatif terhadap risk management
disclosure perusahaan perbankan di Indonesia. Oleh karena itu perusahaan
perbankan perlu membatasi pembelian saham yang dilakukan oleh
blockholder (jumlah kepemilikan saham 5%) dan CEO perusahaan.
Proporsi Komite Audit Independen dan ukuran Komite Pemantau Risiko
berpengaruh positif terhadap pengungkapan manajemen risiko. Oleh
karena itu proporsi Komite Audit Independen perusahaan perbankan harus
sesuai dengan PBI Nomor: 8/4/PBI/2006, dan perusahaan perbankan yang
belum mempunyai jumlah anggota Komite Pemantau Risiko minimal 3
orang (PBI Nomor: 8/4/PBI/2006) diwajibkan untuk menambah jumlah
Komite Pemantau Risiko-nya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
83
3. Perlu diadakan sosialisasi mengenai Peraturan Bank Indonesia Nomor:
11/25/PBI/2009 dan Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia Nomor:
13/23/DPNP/2011 mengenai pelaksanaan manajemen risiko dan
pengungkapan informasi risiko kepada publik.
C. Keterbatasan
Keterbatasan dalam penelitian ini antara lain:
1. Karakteristik item yang digunakan sebagai dasar pengukuran tingkat risk
management disclosure hanya menggunakan item kuantitatif, karena
belum adanya regulasi yang baku mengenai item apa saja yang harus
diungkapkan oleh perusahaan perbankan di Indonesia.
2. Penelitian ini menggunakan metode scoring dengan bobot yang sama
(unweighted) pada setiap item yang diunkapkan dalam annual report
perusahaan, sehingga tidak ada perbedaan skor untuk perusahaan yang
menungkapkan risk management disclosure secara detail dengan
perusahaan yang mengungkap tapi tidak secara detail.
D. Rekomendasi
Adapun rekomendasi untuk penelitian selanjutnya mengenai risk
management disclosure, antara lain:
a. Penelitian selanjutnya dapat menggunakan karakteristik item kualitatif risk
management disclosure untuk masing-masing jenis risiko manajemen.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
84
b. Untuk penelitian selanjutnya dapat membandingkan tingkat risk
management disclosure antara industri perbankan di Indonesia dengan
negara lain (studi komparatif).