rsjd dr rm soedjarwadiprovinsi jawa tengah
TRANSCRIPT
1
Pemerintah Provinsi Jawa Tengah
Catatan atas Laporan Keuangan
RSJD Dr RM SoedjarwadiProvinsi Jawa Tengah
Bab I. Pendahuluan
1.1 Maksud dan tujuan penyusunan laporan keuangan
1.2 Landasan Hukum penyusunan laporan keuangan
1.3 Sistematika penulisan catatan atas laporan keuangan
Bab II. Ekonomi makro, kebijakan keuangan dan pencapaian target kinerja
2.1. Ekonomi Makro
2.2. Kebijakan Keuangan
Bab III. Ikhtisar pencapaian kinerja keuangan
3.1. Ikhtisar realisasi pencapaian target kinerja Keuangan
3.2. Hambatan dan Kendala yang ada dalam pencapaian target kinerja yang telah
ditetapkan
Bab IV. Kebijakan Akuntansi
4.1. Entitas akuntansi/entitas pelaporan keuangan daerah
4.2. Basis akuntansi yang mendasari penyusunan laporan keuangan
4.3. Basis pengukuran yang mendasari penyusunan laporan keuangan
4.4. Penerapan kebijakan akuntansi berkaitan dengan ketentuan yang ada dalam SAP
Bab V. Penjelasan pos-pos laporan keuangan
5.1. Rincian dari penjelasan pos-pos Neraca
5.2. Rincian dari penjelasan pos-pos Laporan Realisasi Anggaran
5.3. Rincian dari penjelasan pos-pos Laporan Operasional
5.4. Rincian dari penjelasan pos-pos Laporan Perubahan Ekuitas
5.5. Rincian dari penjelasan pos-pos Laporan Arus Kas
Bab VI. Penjelasan atas informasi-informasi non keuangan
Bab VII. Penutup
2
Bab I
Pendahuluan
1.1 Maksud dan tujuan penyusunan laporan keuangan
Laporan keuangan RSJD Dr. RM.Soedjarwadi Provinsi Jawa Tengah disusun untuk
menyediakan informasi yang relevan mengenai posisi keuangan dan seluruh transaksi
yang dilakukan oleh RSJD Dr. RM. Soedjarwadi Provinsi Jawa Tengah selama satu
periode pelaporan. Laporan keuangan terutama digunakan untuk membandingkan
realisasi pendapatan, belanja, transfer dan pembiayaan dengan anggaran yang telah
ditetapkan menilai kondisi keuangan, mengevaluasi efektivitas dan efisiensi suatu entitas
pelaporan dan membantu menentukan ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan.
Pelaporan keuangan menyajikan informasi yang bermanfaat bagi para pengguna dalam
menilai akuntabilitas dan membuat keputusan dengan:
1. Menyediakan informasi mengenai bagaimana entitas pelaporan mendanai seluruh
kegiatan dan mencukupi kebutuhan kasnya.
2. Menyediakan informasi mengenai posisi keuangan dan kondisi entitas pelaporan
berkaitan dengan sumber-sumber penerimaannya, baik jangka pendek maupun
jangka panjang.
3. Menyediakan informasi mengenai perubahan posisi keuangan entitas pelaporan,
apakah mengalami kenaikan atau penurunan, sebagai akibat kegiatan yang dilakukan
selama periode pelaporan.
Untuk memenuhi tujuan-tujuan tersebut, laporan keuangan menyediakan informasi
mengenai pendapatan, belanja, transfer, dana cadangan, pembiayaan, aset, kewajiban,
ekuitas dana, dan arus kas sebagai suatu entitas pelaporan.
Laporan Keuangan RSJD Dr.RM.Soedjarwadi Provinsi Jawa Tengah terdiri dari:
1. Neraca
2. Laporan Realisasi Anggaran
3. Laporan Operasional
4. Laporan Perubahan Ekuitas
5. Laporan Arus Kas
6. Catatan atas Laporan Keuangan
3
Neraca
Neraca menggambarkan posisi keuangan suatu entitas pelaporan mengenai aset,
kewajiban, dan ekuitas dana pada tanggal tertentu. Setiap entitas pelaporan
mengklasifikasikan asetnya menjadi aset lancar dan non lancar serta mengklasifikasikan
kewajibannya menjadi kewajiban jangka pendek dan jangka panjang dalam neraca.
Setiap entitas pelaporan mengungkapkan setiap pos aset dan kewajiban yang mencakup
jumlah-jumlah yang diharapkan akan diterima atau dibayar dalam waktu 12 (dua belas)
bulan setelah tanggal pelaporan dan jumlah-jumlah yang diharapkan akan diterima atau
dibayar dalam waktu 12 (dua belas) bulan.
Neraca mencantumkan sekurang-kurangnya pos-pos berikut:
a. Aset adalah sumber daya ekonomi yang dikuasai dan/atau dimiliki oleh pemerintah
sebagai akibat dari peristiwa masa lalu dan dari mana manfaat ekonomi dan/atau
sosial di masa depan diharapkan dapat diperoleh, baik oleh pemerintah maupun
masyarakat serta dapat diukur dalam satuan uang, termasuk sumber daya non
keuangan yang diperlukan untuk penyediaan jasa bagi masyarakat umum dan
sumber-sumber daya yang dipelihara karena alasan sejarah dan budaya.
b. Kewajiban adalah utang yang timbul dr peristiwa masa lalu yang penyelesaiannya
mengakibatkan aliran keluar sumber daya ekonomi pemerintah.
c. Ekuitas adalah kekayaan bersih pemerintah yang merupakan selisih antara aset dan
kewajiban pemerintah.
Laporan Realisasi Anggaran
Laporan Realisasi Anggaran menyajikan ikhtisar sumber, alokasi dan penggunaan
sumber daya ekonomi yang dikelola dalam satu periode pelaporan. Laporan Realisasi
Anggaran menyajikan sekurang-kurangnya unsur-unsur sebagai berikut:
a. Pendapatan-LRA adalah penerimaan oleh entitas pemerintah melalui bendahara yang
menambah SiLPA pada tahun anggaran yang bersangkutan, yang menjadi hak
pemerintah dan tidak perlu dibayar kembali oleh pemerintah.
b. Belanja adalah pengeluaran oleh entitas pemerintah melalui bendahara yang
mengurangi SiLPA pada tahun anggaran yang bersangkutan dan tidak akan diperoleh
kembali pembayarannya oleh pemerintah.
c. Transfer adalah penerimaan/pengeluaran uang oleh suatu entitas pelaporan
dari/kepada entitas pelaporan lain, termasuk Dana Perimbangan dan Dana bagi Hasil.
4
d. Pembiayaan (financing) adalah setiap penerimaan/pengeluaran yang tidak
berpengaruh pada kekayaan bersih entitas yang perlu dibayar kembali dan/atau akan
diterima kembali, baik pada tahun anggaran bersangkutan maupun tahun anggaran
berikutnya yang dalam anggaran pemerintah dimaksudkan untuk menutup defisit
atau memanfaatkan surplus anggaran. Penerimaan pembiayaan antara lain dapat
berasal dari pinjaman dan hasil divestasi sedang pengeluaran pembiayaan antara lain
digunakan untuk pembayaran kembali pokok pinjaman, pemberian pinjaman pada
entitas lain, dan penyertaan modal oleh pemerintah.
Laporan Realisasi Anggaran menggambarkan perbandingan antara anggaran dengan
realisasinya dalam satu periode pelaporan.
Laporan Operasional
Laporan Operasional adalah laporan yang menyajikan informasi mengenai seluruh
kegiatan operasional keuangan entitas pelaporan yang tercermin dalam pendapatan-LO,
beban dan surplus/defisit operasional dari suatu entitas pelaporan yang penyajiannya
disandingkan dengan periode sebelumnya.
Laporan Perubahan Ekuitas
Laporan Perubahan Ekuitas adalah laporan yang menyajikan informasi mengenai
perubahan ekuitas yang terdiri dari ekuitas awal, surplus/defisit-LO, koreksi dan ekuitas
akhir.
Laporan Arus Kas
Laporan Arus Kas menyajikan informasi kas sehubungan dengan aktivitas operasi,
pendanaan, dan transitoris yang menggambarkan saldo awal, penerimaan, pengeluaran,
dan saldo akhir kas selama periode tertentu.
Unsur yang dicakup dalam Laporan Arus Kas terdiri dari penerimaan dan pengeluaran
kas, yang masing-masing dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. Penerimaan Kas adalah semua aliran kas masuk ke bendahara.
b. Pengeluaran Kas adalah semua aliran kas keluar dari bendahara.
Catatan Atas Laporan Keuangan
Catatan atas Laporan Keuangan meliputi penjelasan naratif atau rincian dari angka yang
tertera dalam Laporan Realisasi Anggaran, Laporan Operasional, Laporan Perubahan
Ekuitas, Neraca, dan Laporan Arus Kas. Catatan atas Laporan Keuangan juga mencakup
informasi tentang kebijakan akuntansi yang dipergunakan oleh entitas pelaporan dan
informasi lain yang diharuskan dan dianjurkan untuk diungkapkan di dalam Standar
5
Akuntansi Pemerintahan serta ungkapan-ungkapan yang diperlukan untuk menghasilkan
penyajian laporan keuangan secara wajar.
1.2 Landasan Hukum penyusunan laporan keuangan
Pelaporan keuangan RSJD Dr. RM. Soedjarwadi Provinsi Jawa Tengah diselenggarakan
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang mengatur keuangan pemerintah antara
lain:
1. Peraturan Pemerintah No. 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi
Pemerintahan.
2. Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 64 Tahun 2013 tentang Penerapan
Standar Akuntansi Pemerintahan Berbasis Akrual pada Pemerintah Daerah.
3. Peraturan Gubernur Jawa Tengah No. 45 Tahun 2014 tentang Kebijakan dan
Sistem Akuntansi Pemerintah Provinsi Jawa Tengah.
1.3 Sistematika penulisan catatan atas laporan keuangan
Bab I. Pendahuluan
1.1 Maksud dan tujuan penyusunan laporan keuangan
1.2 Landasan Hukum penyusunan laporan keuangan
1.3 Sistematika penulisan catatan atas laporan keuangan
Bab II. Ekonomi makro, kebijakan keuangan dan pencapaian target kinerja
2.1. Ekonomi Makro
2.2. Kebijakan Keuangan
2.3. Indikator pencapaian kinerja
Bab III. Ikhtisar pencapaian kinerja keuangan
3.1. Ikhtisar realisasi pencapaian target kinerja Keuangan
3.2. Hambatan dan Kendala yang ada dalam pencapaian target kinerja yang telah
ditetapkan
Bab IV. Kebijakan Akuntansi
4.1. Entitas akuntansi/entitas pelaporan keuangan daerah
4.2. Basis akuntansi yang mendasari penyusunan laporan keuangan
6
4.3. Basis pengukuran yang mendasari penyusunan laporan keuangan
4.4. Penerapan kebijakan akuntansi berkaitan dengan ketentuan yang ada dalam SAP
Bab V. Penjelasan pos-pos laporan keuangan
5.1. Rincian dari penjelasan pos-pos Neraca
5.2. Rincian dari penjelasan pos-pos Laporan Realisasi Anggaran
5.3. Rincian dari penjelasan pos-pos Laporan Operasional
5.4. Rincian dari penjelasan pos-pos Laporan Perubahan Ekuitas
5.5. Rincian dari penjelasan pos-pos Laporan Arus Kas
Bab VI. Penjelasan atas informasi-informasi non keuangan
6.1. Profil RSJD Dr RM Soedjarwadi Pemerintah Provinsi Jawa Tengah
Bab VII. Penutup
7
Bab II
Ekonomi makro, kebijakan keuangan dan pencapaian target kinerja
2.1. Ekonomi Makro
Tabel. 2.1. Ekonomi Makro
No ASPEK MAKRO 2013 2014 2015
1. BI Rate 7,5 % 7,75 % 7,5 %
2. Tingkat Inflasi 4,5 % 4 % 5 %
3. Cadangan Devisa (M1) 110,123 111,862 100,240
4. Kurs 1 US$ (Rp) 13.250 12.440 13.795
Sumber: www.bi.go.id
2.2. Kebijakan Keuangan
Kebijakan keuangan Jawa Tengah mengacu pada kebijakan keuangan nasional dengan
menitik beratkan pada “mboten korupsi, mboten ngapusi” pada reformasi birokrasi nya.
Fokus kebijakan keuangan ditujukan pada keunggulan daerah masing-masing. Jawa
Tengah masih termasuk dalam daerah yang menarik sebagai tujuan investasi, sehingga
pertumbuhan investasi Jawa Tengah cukup tinggi. Relokasi pasar tujuan ekspor
mendorong perbaikan kinerja ekspor.
Sektor unggulan seperti pertanian, pariwisata dan hasil kebudayaan masih menjadi
penopang utama penghasilan daerah. Adanya permintaan domestik menjadikan gejolak
ekonomi global tidak terlalu berdampak pada pendapatan daerah.
2.3. Indikator Pencapaian Kinerja
2.3.1. Rasio Kemandirian; menunjukkan kemampuan BLUD dalam membiayai sendiri
kegiatan pelayanan, pemerintahan dan pembangunan. Rasio kemandirian
menggambarkan ketergantungan BLUD terhadap sumber dana eksternal (pusat
maupun provinsi). Semakin tinggi rasio kemandirian mengandung arti bahwa
tingkat ketergantungan BLUD terhadap bantuan pihak eksternal (pusat maupun
provinsi) semakin rendah, begitu juga sebaliknya.
2.3.2. Rasio Efektivitas; menggambarkan kemampuan BLUD dalam merealisasikan
pendapatan asli daerah yang direncanakan dibandingkan dengan target yang
8
ditetapkan berdasarkan potensi riil BLUD. Semakin tinggi rasio efektivitas
maka semakin efektif penerimaan pendapatan BLUD.
2.3.3. Rasio Efisiensi; menggambarkan perbandingan antara besarnya biaya yang
dikeluarkan untuk memperoleh pendapatan dikurangi realisasi pendapatan yang
diterima. Semakin kecil rasio maka kinerja BLUD semakin Efisien.
2.3.4. Rasio Pertumbuhan (growth ratio); mengukur seberapa besar kemampuan
BLUD dalam mempertahankan dan meningkatkan keberhasilan yang telah
dicapai dari periode ke periode berikutnya. Untuk rasio pertumbuhan
pendapatan semakin besar rasio maka pertumbuhan BLUD semakin baik. Untuk
rasio pertumbuhan beban/belanja semakin besar rasio pertumbuhan menjadi
catatan tersendiri atas efektivitas dan efisiensi beban/belanja tersebut.
2.3.5. Rasio Likuiditas; menunjukkan kemampuan BLUD untuk memenuhi
kewajibannya dengan segera. Termasuk rasio likuiditas adalah Rasio Kas dan
Rasio Lancar. Semakin besar rasio likuiditas, semakin baik kemampuan BLUD
untuk memenuhi kewajibannya.
Rumus Rasio Kemandirian:
����� ����������� =���������� ����
���� ���� ����� + ���� ���� �������� + ��������
Keterangan:
Pendapatan BLUD : Pendapatan asli BLUD dapat berupa pendapatan retribusi
daerah, Pendapatan Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah
yang dipisahkan, Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang
Sah maupun Lain-lain Pendapatan yang Sah kecuali
Pinjaman.
Dana dari Pusat : Semua Dana yang bersumber dari APBN yang digunakan
oleh BLUD.
Dana dari Provinsi : Semua Dana yang bersumber dari APBD yang digunakan
oleh BLUD.
Pinjaman : Penerimaan yang menambah ekuitas BLUD dan wajib
dibayarkan kembali pada periode pelaporan bersangkutan
maupun periode pelaporan selanjutnya.
9
Rumus Rasio Efektifitas:
����� ����������� = ��������� ���������� ����
������ ���������� ����
Keterangan:
Realisasi Penerimaan BLUD : Penerimaan Pendapatan BLUD dalam satu periode
laporan keuangan.
Target Penerimaan BLUD : Besaran target yang diperkirakan dan ditetapkan
berdasarkan potensi riil BLUD.
Rumus Rasio Efisiensi:
����� ��������� = ����� ���� ����������� ����� ����������� ����������
��������� ���������� ����
Keterangan:
Biaya yang dikeluarkan untuk mendapatkan penerimaan, adalah segala biaya yang
dikeluarkan untuk mendapatkan penerimaan BLUD yang sah.
Rumus Rasio Pertumbuhan:
����� ��������ℎ�� = ����� ������� ��ℎ�� ��������
����� ������� ��ℎ�� ����������� 100%
Rumus Rasio Likuiditas
a. Rasio Kas
Kemampuan BLUD untuk membayar kewajiban Lancar dengan Kas dan setara
Kas BLUD.
����� ��� = ��� + ������ ���
��������� ������
Setara Kas : Investasi jangka pendek yang sangat likuid yang siap dijabarkan
menjadi kas serta bebas dari resiko nilai perubahan yang
signifikan.
10
b. Rasio Lancar
Kemampuan BLUD untuk membayar kewajiban lancar menggunakan Aset
Lancar BLUD.
����� ������ = ���� ������
��������� ������
No Rasio Perhitungan Keterangan
1 Rasio Kemandirian 24.527.671.289
106.925.342.425 � 100% = 22,94%
RSJD Dr RM Soedjarwadi mampu
membiayai pengeluaran nya sendiri
sebesar 22,94% sedang sisanya adalah
dana dari APBD
2 Rasio Efektivitas 24.527.671.289
23.500.000.000 � 100% = 104,37%
RSJD Dr RM Soedjarwadi mampu
melebihi target pendapatan sebesar
104,37%.
3 Rasio Efisiensi 106.925.342.425
24.527.671.289 = 4,36
Untuk mendapatkan realisasi 1
pendapatan, memerlukan biaya/belanja
sebesar 4,36.
4 Rasio Pertumbuhan 24.527.671.289
30.628.053.537 � 100% = 80,08%
Hasil pencapaian RSJD Dr RM
Soedjarwadi sebesar 80,08% dari
pencapaian tahun sebelumnya.
5 Rasio Kas 7.209.573.930
1.575.353.916 = 4,58
Setiap satu kewajiban lancar, didukung
oleh kemampuan Kas sebesar 4,58.
6 Rasio Lancar 19.613.251.913,52
1.575.353.916 = 12,45
Setiap satu Kewajiban Lancar didukung
oleh 12,45Aset Lancar
11
Bab III
Ikhtisar pencapaian kinerja keuangan
3.1. Ikhtisar realisasi pencapaian target kinerja keuangan
Secara garis besar, RSJD Dr RM Soedjarwadi Pemerintah Provinsi Jawa Tengah
mencapai Target dalam Pendapatan. Pendapatan LRA RSJD Dr RM Soedjarwadi
Pemerintah Provinsi Jawa Tengah tahun anggaran 2015 mencapai Rp.24.527.671.289,-
atau mencapai 104,37% dari target sebesar Rp. 23.500.000.000,-.
Dalam hal penyerapan anggaran, RSJD Dr RM Soedjarwadi pada tahun anggaran
2015merealisasikan dana dalam DPPA-SKPD sebesar Rp. 106.925.342.425,- yang
terdiri dari Belanja Tidak Langsung sebesar Rp. 29.065.964.680,- dan Belanja Langsung
sebesar Rp. 77.859.377.745,- (sebanyak 6 program dengan 11 kegiatan).
3.2. Hambatan dan Kendala yang ada dalam pencapaian target kinerja yang telah ditetapkan.
Adapun permasalahan utama RSJD Dr RM Soedjarwadi yang harus diselesaikan dalam
rangka memberikan pelayanan di bidang kesehatan di Jawa Tengah, secara singkat
dapat dirinci sebagai berikut :
1. Lahan terlalu sempit ,hanya 28.894 m2 (sebagai perbandingan : RSJD
Surakarta 100.000 m2 dan RSJD Dr Amino Semarang 60.000 m2),
Sesuai Peraturan Daerah (Perda) no 11 tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang
Wilayah (RTRW) Kabupaten Klaten, area sekitar RSJD Dr RM Soedjarwadi merupakan
area pemukiman sehingga tidak memungkinkan untuk dilakukan pemekaran, hal ini
berakibat pada sulitnya melakukan penataan blok-blok bangunan RS.
Sempitnya lahan berpengaruh pula terhadap terbatasnya area parkir pengunjung,
sehingga pemakaian bahu jalan untuk parkir kendaraan roda 4 pun tak terelakkan. Di
samping mengganggu lalu lintas, hal ini tentu saja berpengaruh terhadap keamanan &
kenyamanan pengunjung, yang ujung-ujungnya berdampak pada kepuasan masyarakat.
Ditambah lagi dengan letak Rumah Sakit yang tidak pada jalur utama kota,
mengakibatkan masyarakat sulit mengakses Rumah Sakit.
12
2. Terlalu sederhananya SOTK RSJD Dr RM Soedjarwadi
Terlalu sederhananya SOTK RSJD Dr RM Soedjarwadi menjadikan beban kerja
terlalu besar, tumpang tindih & rentang kendali yang terlalu lebar sehingga tidak bisa
mengakomodir kebutuhan pelayanan yang cepat & inovatif
3. Ketidakseimbangan antara jumlah pegawai dengan peningkatan pelayanan di
RSJD Dr RM Soedjarwadi
Pertumbuhan respon masyarakat yang semakin meningkat tetapi tidak diimbangi
pertumbuhan jumlah pegawai dalam semua jenis layanan (kunjungan rawat jalan s/d
bulan Desember tahun 2015 adalah 90.232, mengakibatkan terjadinya stagnansi
pelayanan dan berkurangnya kecepatan pelayanan, yang pada akhirnya dikhawatirkan
akan berdampak pada tingkat kepuasan masyarakat.
13
Tabel 3.1 Ikhtisar realisasi pencapaian target kinerja keuangan Tahun Anggaran 2015
No Kegiatan Jumlah Anggaran Realisasi Realisasi Keterangan
(Rp) (Rp) Fisik (%) Keu (%)
1 Kegiatan Penyediaan Makanan dan Minuman 2.006.000.000 1.847.776.760 100 92,11
2 Kegiatan Penyediaan Jasa Pelayanan Perkantoran 6.282.630.000 6.246.301.406 100 99,42
3 Kegiatan Pengiriman Workshop/Simposium/Seminar 1.000.000.000 980.777.206 100 98,08
4 Kegiatan Pemenuhan Sarana dan Penunjang Pelayanan Kesehatan 28.175.247.000 26.143.773.320 100 92,79 Gagal lelang pengadaan instalasi air
minum bersih
5 Kegiatan Pemenuhan Fasilitas Pelayanan Kesehatan 10.926.800.000 6.748.226.106 61,76 61,76 Fisik tercapai 61%, terjadi penghentian
pekerjaan selama 2bulan
6 Kegiatan Pemenuhan Mutu Pelayanan Kesehatan 375.000.000 350.501.598 100 93,47 Efisiensi tanpa mengurangi target capaian
7 Kegiatan Pemenuhan Sarana dan Prasarana Pelayanan Kesehatan Rujukan (DAK) 1.975.650.000 1.942.634.888 100 98,33
8 Penyelenggaraan Pendidikan Tenaga Kesehatan 424.566.000 376.182.500 100 88,60 Efisiensi tanpa mengurangi target capaian
9 Kegiatan Penyelenggaraan Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Tk. Provinsi 100.000.000 96.010.225 100 96,01
10 Kegiatan Penyelenggaraan Promosi Kesehatan Rumah Sakit 312.350.000 277.646.850 100 88,89 Efisiensi tanpa mengurangi target capaian
11 Kegiatan Pelayanan dan Pendukung Pelayanan (BLUD) 39.031.449.000 32.848.885.636 100 84,16 Penambahan SiLPA tahun lalu di anggaran
perubahan.
14
Bab IV
Kebijakan Akuntansi
4.1. Entitas akuntansi/entitas pelaporan keuangan daerah
Asumsi dasar dalam pelaporan keuangan Pemerintah Daerah adalah anggapan yang
diterima sebagai suatu kebenaran tanpa perlu dibuktikan agar kebijakan akuntansi
dapat diterapkan, yang terdiri atas asumsi kemandirian entitas, asumsi
kesinambungan entitas dan asumsi keterukuran dalam satuan uang (monetary
measurement).
Asumsi kemandirian entitas mempunyai arti bahwa unit Pemerintah Daerah sebagai
entitas pelaporan dan entitas akuntansi dianggap sebagai unit yang mandiri dan
mempunyai kewajiban untuk menyajikan laporan keuangan sehingga tidak terjadi
kekacauan antar unit pemerintahan dalam pelaporan keuangan.
Laporan keuangan Pemerintah Daerah disusun dengan asumsi bahwa Pemerintah
Daerah akan berlanjut keberadaannya dan tidak bermaksud melakukan likuidasi
(going concern concept).
Laporan keuangan Pemerintah Daerah harus menyajikan setiap kegiatan yang
diasumsikan dapat dinilai dengan satuan uang (monetary measurement). Hal ini
diperlukan agar memungkinkan dilakukannya analisis dan pengukuran dalam
akuntansi.
Selaku penerima anggaran belanja pemerintah (APBN/APBD) maka Badan Layanan
Usaha Daerah adalah entitas akuntansi yang laporan keuangannya dikonsolidasikan
pada entitas pelaporan yang secara organisatoris membawahinya, dalam hal ini RSJD
Dr. RM. Soedjarwadi Provinsi Jawa Tengah sebagai entitas akuntansi dan Pemerintah
Provinsi Jawa Tengah sebagai entitas pelaporan.
Selaku satuan kerja pelayanan berupa badan, walaupun bukan berbentuk badan
hukum yang mengelola kekayaan negara yang dipisahkan maka Badan Layanan
Umum Daerah juga merupakan entitas pelaporan.
Konsolidasi laporan keuangan Badan Layanan Umum Daerah pada pemerintah
daerah yang secara organisatoris membawahinya dilaksanakan setelah laporan
keuangan Badan Layanan Umum Daerah disusun menggunakan standar akuntansi
yang sama dengan standar akuntansi yang dipakai oleh organisasi yang
membawahinya, maka dalam hal ini RSJD Dr. RM. Soedjarwadi Provinsi Jawa
Tengah menggunakan standar akuntansi yang sama dengan Pemerintah Provinsi Jawa
Tengah.
15
4.2. Basis akuntansi yang mendasari penyusunan laporan keuangan
Berdasarkan Peraturan Gubernur Jawa Tengah No.45 tahun 2014 tentang Kebijakan
Akuntansi Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Tengahdan Peraturan Pemerintah
Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintah serta Peraturan Menteri
Dalam Negeri no.64 Tahun 2013 menyatakan dalam rangka pengintegrasian laporan
keuangan Badan Layanan Umum Daerah dengan laporan keuangan kementerian
negara/lembaga, Badan Layanan Umum Daerah mengembangkan sub sistem
akuntansi keuangan yang menghasilkan laporan keuangan sesuai dengan standar
akuntansi pemerintahan (SAP).
Penyelenggaraan akuntansi dan laporan keuangan sebagaimana dimaksud diatas
adalah penggunaan basis akrual, baik dalam pengakuan pendapatan, belanja, aset,
kewajiban dan ekuitas.
4.3. Basis pengukuran yang mendasari penyusunan laporan keuangan
A. KEBIJAKAN AKUNTANSI KAS DAN SETARA KAS
1. Definisi
Kas dan Setara Kas merupakan kelompok akun yang digunakan untuk mencatat
kas dan setara kas yang dikelola oleh Bendahara Umum Daerah dan SKPD.
Kas adalah uang tunai dan saldo simpanan di bank yang setiap saat dapat
digunakan untuk membiayai kegiatan pemerintahan.
Setara Kas adalah investasi jangka pendek pemerintah yang sangat likuid, yang
siap dicairkan menjadi kas, bebas dari risiko perubahan nilai yang signifikan,
serta mempunyai masa jatuh tempo kurang dari 3 (tiga) bulan terhitung dari
tanggal perolehannya.
2. Jenis-Jenis
Dilihat dari bentuknya maka Kas dan Setara Kas dibagi dalam 3 klasifikasi besar
yaitu:
a. Uang Tunai.
terdiri atas uang kertas dan koin dalam mata uang rupiah yang dikuasai oleh
pemerintah, termasuk didalamnya uang tunai dan koin dalam mata uang
asing.
b. Saldo Simpanan di Bank.
adalah seluruh saldo rekening pemerintah daerah yang setiap saat dapat
ditarik atau digunakan untuk melakukan pembayaran.
16
c. Setara Kas.
adalah investasi jangka pendek pemerintah yang sangat likuid, yang siap
dicairkan menjadi kas, bebas dari risiko perubahan nilai yang signifikan,
serta mempunyai masa jatuh tempo 3 (tiga) bulan atau kurang, terhitung dari
tanggal perolehannya.
Berdasarkan unit pengelolanya maka kas pemerintah dapat dibagi menjadi tiga,
yaitu:
a. Kas Pemerintah Daerah Yang Dikelola Bendahara Umum Daerah(BUD)
1) Kas pada Rekening Kas Umum Daerah; dan
2) Setara Kas
b. Kas Pemerintah Daerah yang Dikelola SKPD
Kas pemerintah daerah yang penguasaan, pengelolaan, dan
pertanggungjawabannya dilakukan oleh SKPD terdiri dari:
1) Kas di Bendahara Penerimaan
Kas di Bendahara Penerimaan adalah saldo kas yang dikelola oleh
bendahara penerimaan dalam rangkapelaksanaan penerimaan di SKPD
berwenang sesuai peraturan perundang - undangan.
2) Kas di Bendahara Pengeluaran
Kas di Bendahara Pengeluaran adalah saldo kas yang dikelola oleh
bendahara pengeluaran yang harus dipertanggungjawabkan dalam rangka
pelaksanaan pengeluaran SKPD.
3) Kas di Badan Layanan Umum Daerah (Kas di BLUD)
Kas di BLUD adalah saldo kas pada SKPD yang menerapkan pola
pengelolaan keuangan BLUD yang merupakan bagian dari kekayaan
daerah yang tidak dipisahkan.
Kas di BLUD dapat disimpan dalam bentuk tunai atau disimpan pada
rekening di bankoleh bendahara penerimaan atau bendahara pengeluaran.
a) Kas di Bendahara BLUD
Rekening ini digunakan untuk menampung kas yang dipergunakan
dari kegiatan operasional sehari-hari BLUD baik untuk penerimaan
kas maupun pengeluaran kas.
b) Kas di Bendahara Penerimaan BLUD
Rekening Pengelolaan Kas adalah rekening lainnya pada BLU untuk
penempatan idle cash pada Bank Umum yang terkait dengan
pengelolaan kas BLU.
17
c) Setara Kas
Rekening Dana Kelolaan dipergunakan untuk menampung kas yang
masih merupakan hak pihak ketiga yang dimaksudkan untuk
mendukung pemberian layanan oleh BLU, namun layanan dimaksud
belum diberikan.
4) Kas di Bendahara SKPD yang karena peraturan perundang-undangan
menjadi bagian dari Kas Daerah.
3. Pengakuan
Kas dan setara kas diakui pada saat:
1. Memenuhi definisi kas dan/atau setara kas; dan
2. Penguasaan dan/atau kepemilikan telah beralih kepada pemerintah daerah.
4. Pengukuran
Kas dan Setara Kas dicatat berdasarkan nilai nominal yang disajikan dalam nilai
rupiah. Apabila terdapat saldo kas dalam valuta asing maka nilainya disajikan
dalam neraca menggunakan kurs tengah bank sentral pada tanggal neraca.
5. Penyajian dan Pengungkapan
Kas dan Setara Kas disajikan dalam Neraca dan LAK.
Saldo Kas dari pengembalian belanja yang belum disetorkan ke kas daerah pada
akhir tahun anggaran dicatat sebagai Kas Lainnya dan Setara Kas dengan akun
lawannya akun Pendapatan Ditangguhkan pada Tahun Anggaran Berjalan (TAB).
Dalam hal pengembalian belanja disetorkan pada Tahun Anggaran Berikutnya,
maka Satuan Kerja mencatat Pendapatan Lain - Lain LRA atau Pendapatan Lain
– Lain LO.
B. KEBIJAKAN AKUNTANSI INVESTASI
Investasi adalah aset yang dimaksudkan untuk memperoleh manfaat ekonomi seperti
bunga, dividen dan royalti, atau manfaat sosial, sehingga dapat meningkatkan
kemampuan pemerintah daerah dalam rangka pelayanan kepada masyarakat.
Investasi diklasifikasikan menjadi dua kelompok, yaitu investasi jangka pendek dan
investasi jangka panjang.
B.1. INVESTASI JANGKA PENDEK
1. Definisi
Investasi jangka pendek adalah investasi yang dapat segera dicairkan dan
dimaksudkan untuk dimiliki selama 12 (dua belas) bulan atau kurang.
Investasi jangka pendek harus memenuhi karakteristik sebagai berikut:
18
a. Dapat segera diperjualbelikan/dicairkan;
b. Investasi tersebut ditujukan dalam rangka manajemen kas, yaitu pemerintah
daerah dapat menjual investasi tersebut apabila timbul kebutuhan kas; dan
c. Berisikorendah.
2. Jenis-jenis
Investasi jangka pendek terdiri dari :
a. Deposito berjangka waktu 3 (tiga) sampai 12 bulan dan/atau yang dapat
diperpanjang secara otomatis (revolving deposits); dan
b. Pembelian Surat Berharga Negara (SBN) jangka pendek dan Sertifikat Bank
Indonesia (SBI).
3. Pengakuan
Pengeluaran kas dan/atau aset, penerimaan hibah dalam bentuk investasi dan
perubahan piutang menjadi investasi dapat diakui sebagai investasi jangka pendek
apabila memenuhi kriteria sebagai berikut:
a. Kemungkinan manfaat ekonomi dan manfaat sosial atau jasa potensial di masa
yang akan datang atas suatu investasi tersebut dapat diperoleh pemerintah dalam
jangka waktu 12 (dua belas) bulan atau kurang; dan
b. Nilai perolehan atau nilai wajar investasi dapat diukur secara memadai
(reliable).
Apabila dalam pelepasan/penjualan investasi jangka pendek terdapat kenaikan atau
penurunan nilai dari harga perolehan, maka selisihnya diakui sebagai penambah
atau pengurang SILPA dan sebagai surplus atau defisit pada LO. surplus diakui
pada saat harga pelepasan/penjualan (setelah dikurangi biaya penjualan) lebih
tinggi dari harga perolehan, dan defisit diakui pada saat harga pelepasan/penjualan
(setelah dikurangi biaya penjualan) lebih rendah dari harga perolehan.
4. Pengukuran
a. Investasi jangka pendek dalam bentuk surat berharga, misalnya saham dan
obligasi jangka pendek (efek), dicatat sebesar biaya perolehan. Biaya
perolehan investasi meliputi harga transaksi investasi itu sendiri ditambah
komisi perantara jual beli, jasa bank, dan biaya lainnya yang timbul dalam
rangka perolehan tersebut.
b. Apabila investasi dalam bentuk surat berharga diperoleh tanpa biaya
perolehan, maka investasi dinilai berdasarkan nilai wajar investasi pada
tanggal perolehannya yaitu sebesar harga pasar. Apabila tidak ada nilai wajar,
maka investasi dinilai berdasarkan nilai wajar aset lain yang diserahkan untuk
19
memperoleh investasi tersebut. Disamping itu, apabila surat berharga yang
diperoleh dari hibah yang tidak memiliki nilai pasar maka dinilai berdasarkan
hasil penilaian sesuai ketentuan.
c. Investasi jangka pendek dalam bentuk non saham, misalnya dalam bentuk
deposito jangka pendek dicatat sebesar nilai nominal deposito tersebut.
d. Investasi jangka pendek dalam mata uang asing disajikan pada neraca dalam
mata uang Rupiah sebesar kurs tengah Bank Sentral pada tanggal pelaporan.
5. Penyajian/Pengungkapan
Investasi jangka pendek disajikan pada pos aset lancar di neraca. Sedangkan hasil
dari investasi, seperti bunga, diakui sebagai pendapatan dan disajikan pada LRA
dan LO.
B.2. INVESTASI JANGKA PANJANG
1. Definisi dan Pengakuan
Investasi jangka panjang adalah investasi yang dimaksudkan untuk dimiliki lebih
dari 12 bulan.
2. Jenis-jenis
Investasi jangka panjang dibagi menurut sifat penanaman investasinya, yaitu:
a. Investasi Permanen
Investasi permanen merupakan investasi jangka panjang yang dimaksudkan
untuk dimiliki secara terus menerus tanpa ada niat untuk diperjualbelikan atau
menarik kembalitetapi untuk mendapatkan dividen dan/atau pengaruh yang
signifikan dalam jangka panjang dan/atau menjaga hubungan kelembagaan,
berupaPenyertaan Modal pada perusahaan daerah dan badan lainnya.
b. Investasi Non Permanen
Investasi nonpermanen merupakan investasi jangka panjang yang
kepemilikannya berjangka waktu lebih dari 12 (dua belas) bulan, dimaksudkan
untuk tidak dimiliki terus menerus atau ada niat untuk memperjualbelikan atau
menarik kembali. Investasi nonpermanen dapat berupa:
1). Pembelian obligasi atau surat utang jangka panjang yang dimaksudkan
untuk dimiliki sampai dengan tanggal jatuh tempo; dan
2). Dana yang disisihkan pemerintah dalam rangka pelayanan masyarakat
seperti bantuan modal kerja secara bergulir kepada kelompok masyarakat
(dana bergulir).
20
3. Pengakuan
Pengeluaran kas dan/atau aset, penerimaan hibah dalam bentuk investasi dan
konversi piutang atau aset lain menjadi investasi dapat diakui sebagai investasi
jangka panjang apabila memenuhi kriteria sebagai berikut:
a. Kemungkinan manfaat ekonomi dan manfaat sosial atau jasa potensial di masa
yang akan datang atas suatu investasi tersebut dapat diperoleh pemerintah dalam
jangka waktu lebih dari 12 bulan; dan
b. Nilai perolehan atau nilai wajar investasi dapat diukur secara andal (reliable).
Pengeluaran kas dalam rangka perolehan investasi jangka panjang diakui sebagai
pengeluaran pembiayaan. Sedangkan penerimaan kas atas pelepasan/penjualan
investasi jangka panjang diakui sebagai penerimaan pembiayaan. Penerimaan dan
pengeluaran pembiayaan disajikan dalam LRA.
Pada saat pelepasan/penjualan investasi, apabila terjadi perbedaan antara hasil
pelepasan investasi dengan nilai tercatatnya harus dibebankan atau dikreditkan
kepada surplus/defisit pelepasan investasi. surplus/defisit pelepasan investasi
disajikan dalam LO.
Hasil investasi seperti dividen tunai (cash dividend) dan bunga diakui sebagai
pendapatan baik pada LRA maupun LO. Sedangkan hasil investasi berupa dividen
saham (stock dividend), maka:
a. apabila metode pencatatanyang digunakan adalah metode biaya, maka deviden
saham diakui sebagai pendapatan LO, namun tidak diakui sebagai pendapatan
LRA; dan
b. apabila metode pencatatanyang digunakan adalah metode ekuitas, maka
deviden saham tidak diakui sebagai pendapatan baik pada LRA maupun LO.
4. Pengukuran
Metode yang digunakan untuk menilai investasi pemerintah adalah:
a. Metode Biaya
Metode biaya yaitu investasi dicatat sebesar biaya perolehan. Penghasilan atas
investasi tersebut diakui sebesar bagian hasil yang diterima dan tidak
mempengaruhi besarnya investasi pada badan usaha/badan hukum yang terkait.
Metode biaya diterapkan untuk:
1) investasi permanen dengan kepemilikan kurang dari 20% dan tidak
memiliki pengaruh yang signifikan; dan
21
2) investasi nonpermanen dalam bentuk obligasi atau surat utang jangka
panjang dan investasi yang tidak dimaksudkan untuk dimiliki
berkelanjutan.
b. Metode Ekuitas
Metode ekuitas yaitu pemerintah mencatat investasi awal sebesar biaya
perolehan dan ditambah atau dikurangi sebesar bagian laba atau rugi
pemerintah setelah tanggal perolehan. Bagian laba kecuali dividen dalam
bentuk saham yang diterima pemerintah akan mengurangi nilai investasi
pemerintah. Penyesuaian terhadap nilai investasi juga diperlukan untuk
mengubah porsi kepemilikan investasi pemerintah, misalnya adanya perubahan
yang timbul akibat pengaruh valuta asing serta revaluasi aset tetap.
Metode ekuitas diterapkan untuk :
1) kepemilikan sampai 50%, dan memiliki pengaruh yang signifikan; dan
2) kepemilikan lebih dari 50%.
pengertian signifikan yaitu memiliki saham dengan komposisi terbesar
dibanding pemegang saham lainnya.
c. Metode nilai bersih yang dapat direalisasikan (net realizable value);
Metode nilai bersih yang dapat direalisasikan diterapkan untuk investasi non
permanen berbentuk dana bergulir.
Secara periodik, harus dilakukan penyesuaian terhadap investasi non permanen
sehingga nilai investasi yang tercatat di neraca menggambarkan nilai bersih
yang dapat direalisasikan (net realizable value). Nilai yang dapat direalisasikan
ini dapat diperoleh dengan melakukan penatausahaan investasi sesuai dengan
jatuh temponya (aging schedule). Berdasarkan penatausahaan tersebut, akan
diketahui jumlah investasi yang tidak dapat tertagih/terealisasi, investasi yang
diragukan dapat tertagih/terealisasi, dan investasi yang dapat tertagih/
terealisasi.
Besaran investasi diragukan tertagih adalah sebagai berikut :
Lama Menunggak Kategori % diragukan Tertagih
- 0 tahun sampai dengan 1 tahun Lancar 0%
- Lebih dari 1 tahun sampai dengan 2 tahun Kurang Lancar 25%
- Lebih dari 2 tahun sampai dengan 3 tahun Kurang Lancar 50%
- Lebih dari 3 tahun sampai dengan 5 tahun Tidak Lancar 75%
- Lebih dari 5 tahun Macet 100%
Pengukuran investasi non permanen di neraca berdasarkan nilai yang dapat
direalisasikan, dilaksanakan dengan mengurangkan nilai investasi non
22
permanen diragukan tertagih/direalisasikan dari nilai investasi non permanen
awal yang dicatat sebesar harga perolehan.Investasi non permanen dapat
dihapuskan jika investasi non permanen tersebut benar-benar sudah tidak
tertagih/direalisasikan dan penghapusannya mengikuti ketentuan yang berlaku.
Akun lawan (contra account) dari investasi non permanen diragukan
tertagih/direalisasikan adalah bebaninvestasi non permanen diragukan
tertagih/direalisasikan.
Apabila investasi jangka panjang diperoleh dari pertukaran aset pemerintah, maka
nilai investasi yang diperoleh pemerintah adalah sebesar biaya perolehan, atau nilai
wajar investasi tersebut jika harga perolehannya tidak ada.
5. Penyajian/Pengungkapan
Investasi jangka panjang disajikan pada neraca menurut jenisnya, baik yang bersifat
non permanen maupun yang bersifat permanen. Investasi non permanen yang
diragukan tertagih/terealisasi disajikan sebagai pengurang investasi jangka panjang
non permanen.
Investasi non permanen yang akan jatuh tempo dalam waktu kurang dari 12 bulan
setelah tanggal pelaporan direklasifikasi menjadi bagian lancar investasi non
permanen pada aset lancar.
Hasil dari investasi, seperti bunga dan dividen, diakui sebagai pendapatan dan
disajikan pada LRA dan LO. Apabila terdapat hasil investasi yang masih terutang
disajikan sebagai piutang pada neraca.
C. KEBIJAKAN AKUNTANSI PIUTANG
1. Definisi
Piutang adalah jumlah uang yang wajib dibayar kepada Pemerintah dan/atau
hak Pemerintah yang dapat dinilai dengan uang sebagai akibat perjanjian atau
akibat lainnya berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku atau
akibat lainnya yang sah, yang diharapkan diterima Pemerintah dalam waktu
12 (dua belas) bulan sejak tanggal pelaporan.
2. Jenis-jenis
a. Piutang Pendapatan;
b. Belanja Dibayar di Muka;
c. Bagian Lancar Piutang Jangka Panjang;
d. Bagian Lancar Tagihan Tuntutan Perbendaharaan/Tuntutan Ganti Rugi
(TP/TGR); dan
e. Piutang Lainnya.
23
3. Pengakuan
Piutang pemerintah diakui pada saat timbulnya hak tagih pemerintah karena
adanya tunggakan pungutan pendapatan, perikatan, transfer antar
pemerintahan dan kerugian daerah serta transaksi lainnya.
Secara umum, pengakuan piutang harus didahului dengan pengakuan terhadap
pendapatan. Untuk dapat diakuinya sebagai piutang, maka harus dipenuhi
kriteria:
1) telah diterbitkan surat ketetapan; dan/atau
2) telah diterbitkan surat penagihan dan telah dilaksanakan penagihan;
3) belum dilunasi sampai dengan akhir periode pelaporan.
Terhadap piutang Pajak Kendaraan Bermotor pengakuan piutang dilakukan
pada saat jatuh tempo dan penerbitan surat ketetapan pajak dilakukan secara
Sistem Informasi Manajemen.
Piutang transfer diakui pada saat telah diperolehnya dokumen penetapan yang
sah atas hak Pemerintah Daerah.
4. Pengukuran
Piutang dicatat sebesar nilai nominal yang tercantum dalam :
a. surat ketetapan;
b. surat penagihan; dan
c. nilai yang belum dilunasi sampai dengan akhir periode pelaporan.
Penyisihan Piutang Tidak Tertagih
Nilai piutang di neraca harus terjaga agar nilainya sama dengan nilai bersih
yang dapat direalisasikan (net realizable value). Agar nilai piutang tetap
menggambarkan nilai bersih yang dapat direalisasikan, maka piutang-piutang
(sebagian atau seluruhnya) yang diperkirakan tidak tertagih perlu
dikeluarkan/disisihkan dari akun piutang. Metode untuk menghitung piutang
yang tidak tertagih adalah metode pencadangan/penyisihan piutang tidak
tertagih (the allowance method). Metode ini mengestimasi besarnya piutang-
piutang yang tidak akan tertagih dan kemudian mencatat dan menyajikan nilai
estimasi tersebut sebagai penyisihan piutang tidak tertagih, yang mengurangi
nilai piutang bruto. Beban yang timbul atas pembentukan penyisihan piutang
tidak tertagih tersebut pada akhir periode pelaporan dicatat sebagai beban
penyisihan tidak tertagih dan disajikan pada LO.
24
Penyisihan piutang tidak tertagih akan menyesuaikan jumlah piutang pada
neraca menjadi sebesar nilai bersih yang dapat direalisasikan (net realizable
value).
Penyisihan piutang tidak tertagih dibentuk berdasarkan kualitas/umur piutang
sebagai berikut :
Lama Menunggak Kategori % diragukan Tertagih
- 0 tahun sampai dengan 1 tahun Lancar 0%
- Lebih dari 1 tahun sampai dengan 2 tahun Kurang Lancar 25%
- Lebih dari 2 tahun sampai dengan 3 tahun Kurang Lancar 50%
- Lebih dari 3 tahun sampai dengan 5 tahun Tidak Lancar 75%
- Lebih dari 5 tahun Macet 100%
Piutang berupa Uang Muka/Belanja Dibayar di Muka dan Piutang terhadap
Pemerintah Pusat/Pemerintah Daerah Lainnya tidak dilakukan penyisihan
piutang tidak tertagih.
5. Penyajian dan Pengungkapan
Piutang disajikan pada pos aset lancar di neraca menurut jenis-jenis piutang.
Penyisihan piutang tidak tertagih disajikan tersendiri dalam neraca dan
sebagai pengurang atas jumlah piutang.
D. KEBIJAKAN AKUNTANSI PERSEDIAAN
1. Definisi
Persediaan adalah aset lancar dalam bentuk barang atau perlengkapan yang
dimaksudkan untuk mendukung kegiatan operasional pemerintah, dan barang-
barang yang dimaksudkan untuk dijual dan/atau diserahkan dalam rangka
pelayanan kepada masyarakat.
Persediaan merupakan aset yang berupa:
a. Barang atau perlengkapan (supplies) yang digunakan dalam rangka kegiatan
operasional pemerintah, contoh: barang habis pakai seperti suku cadang,
barang tak habis pakai seperti komponen peralatan dan pipa, dan barang bekas
pakai seperti komponen bekas;
b. Bahan atau perlengkapan (supplies) yang akan digunakan dalam proses
produksi, contoh: bahan yang digunakan dalam proses produksi seperti bahan
baku pembuatan alat-alat pertanian, bahan baku konstruksi bangunan yang
akan diserahkan ke masyarakat;
25
c. Barang dalam proses produksi yang dimaksudkan untuk dijual atau diserahkan
kepada masyarakat, contoh: konstruksi dalam pengerjaan yang akan
diserahkan kepada masyarakat, alat-alat pertanian setengah jadi/barang hasil
proses produksi yang belum selesai yang akan diserahkan kepada masyarakat;
d. Barang yang disimpan untuk dijual atau diserahkan kepada masyarakat dalam
rangka kegiatan pemerintahan, contoh:
1) hewan, tanaman untuk dijual atau diserahkan kepada masyarakat;dan
2) tanah/bangunan/peralatan dan mesin/aset tetap lainnya untuk diserahkan
kepada masyarakat.
e. barang-barang untuk tujuan berjaga-jaga atau strategis seperti minyak, beras.
2. Jenis-jenis
Berdasarkan sifat pemakaiannya, barang persediaan dapat terdiri dari:
a. bahan habis pakai; dan
b. bahan/material
3. Pengakuan
Persediaan diakui pada saat:
a. potensi manfaat ekonomi masa depan diperoleh pemerintah dan mempunyai
nilai atau biaya yang dapat diukur dengan andal (biaya tersebut didukung
oleh bukti/dokumen yang dapat diverifikasi dan di dalamnya terdapat elemen
harga barang persediaan sehingga biaya tersebut dapat diukur secara andal,
jujur, dapat diverifikasi, dan bersifat netral.
b. diterima atau hak kepemilikannya dan/ atau kepenguasaannya berpindah.
Dokumen sumber yang digunakan sebagai pengakuan perolehan persediaan
adalah faktur, kuitansi, atau Berita Acara Serah Terima (BAST).
Persediaan dicatat menggunakanmetode periodik, yaitu pencatatan hanya
dilakukan pada saat terjadi penambahan, sehingga tidak meng-update jumlah
persedian. Jumlah persedian akhir diketahui dengan melakukan perhitungan fisik
(stock opname) pada akhir periode.
Metode Penilaian persediaan menggunakan harga perolehan terakhir, kecuali
persediaan obat pada RSUD/RSJD menggunakan Metode FIFO (first in first out)
yaitu barang yang masuk terlebih dahulu dianggap yang pertama kali keluar maka
saldo persediaan dihitung berdasarkan harga perolehan persediaan terakhir.
Pencatatan barang persediaan dilakukan berdasarkan satuan barang yang lazim
dipergunakan untuk masing-masing jenis barang atau satuan barang lain yang
26
dianggap paling memadai dalam pertimbangan materialitas dan pengendalian
pencatatan.
Pada akhir periode pelaporan, catatan persediaan disesuaikan dengan hasil
inventarisasi fisik.
Inventarisasi fisik dilakukan atas barang yang belum dipakai, baik yang masih
berada di gudang/tempat penyimpanan maupun persediaan yang berada di unit
pengguna.
Persediaan dalam kondisi rusak atau usang tidak dilaporkan dalam neraca, tetapi
diungkapkan dalam CaLK.
4. Pengukuran
Persediaan disajikan sebesar:
a. biaya perolehan apabila diperoleh dengan pembelian.
biaya perolehan persediaan meliputi:
1) harga pembelian;
2) biaya pengangkutan;
3) biaya penanganan; dan
4) biaya lainnya yang secara langsung dapat dibebankan pada perolehan
persediaan.
Hal yang mengurangi biaya perolehan persediaan:
1) potongan harga; dan
2) rabat, dan lainnya yang serupa.
b. Harga pokok produksi apabila diperoleh dengan memproduksi sendiri.
Harga pokok produksi dapat terdiri dari biaya langsung yang terkait dengan
persediaan yang diproduksi dan biaya tidak langsung yang dialokasikan secara
sistematis.
c. Nilai wajar apabila persediaan diperoleh dari cara lainnya contoh: proses
pengembangbiakan hewan dan tanaman, donasi, rampasan dan lainnya.
Persediaan yang dimaksudkan untuk diserahkan kepada masyarakat, biaya
perolehannya meliputi harga pembelian serta biaya langsung yang dapat
dibebankan pada perolehan persediaan tersebut.
4. Penyajian dan Pengungkapan
Persediaan disajikan di Neraca pada bagian aset lancar.
27
E. KEBIJAKAN AKUNTANSI ASET TETAP
1. Definisi
Aset Tetap adalah aset berwujud yang mempunyai masa manfaat lebih dari 12
(dua belas) bulan untuk digunakan, atau dimaksudkan untuk digunakan, dalam
kegiatan pemerintah atau dimanfaatkan oleh masyarakat umum.
2. Jenis-jenis
Aset Tetap diklasifikasikan berdasarkan kesamaan dalam sifat atau fungsinya
dalam aktivitas operasi entitas. Klasifikasi Aset Tetap adalah sebagai berikut:
a. Tanah
tanah yang diperoleh dengan maksud untuk dipakai dalam kegiatan
operasional pemerintah dan dalam kondisi siap dipakai.
b. Peralatan dan Mesin
mencakup mesin-mesin dan kendaraan bermotor, alat elektonik, inventaris
kantor, dan peralatan lainnya yang nilainya signifikan (memenuhi batasan
nilai satuan minimal kapitalisasi) dan masa manfaatnya lebih dari 12 (dua
belas) bulan dan dalam kondisi siap pakai.
c. Gedung dan Bangunan
mencakup seluruh gedung dan bangunan yang diperoleh dengan maksud
untuk dipakai dalam kegiatan operasional pemerintah dan dalam kondisi
siap pakai.
d. Jalan, Irigasi, dan Jaringan
mencakup jalan, irigasi, dan jaringan yang dibangun oleh pemerintah serta
dimiliki dan/atau dikuasai oleh pemerintah dan dalam kondisi siap dipakai.
Jalan, irigasi dan jaringan tersebut, selain digunakan dalam kegiatan
pemerintah, juga dimanfaatkan oleh masyarakat umum.
Jalan, irigasi dan jaringan yang tidak dimanfaatkan oleh masyarakat umum
diklasifikasikan sebagai aset yang menambah nilai aset tetap tempat
melekatnya jalan, irigasi atau jaringan dimaksud.
e. Aset Tetap Lainnya
mencakup Aset Tetap yang tidak dapat dikelompokkan ke dalam kelompok
Aset Tetap di atas, yang diperoleh dan dimanfaatkan untuk kegiatan
operasional pemerintah dan dalam kondisi siap dipakai. Aset yang termasuk
dalam kategori Aset Tetap Lainnya antara lain koleksi perpustakaan (buku
dan non buku), barang bercorak kesenian/ kebudayaan, hewan, ikan, dan
tanaman.
28
f. Konstruksi Dalam Pengerjaan (KDP)
mencakup Aset Tetap yang sedang dalam proses pembangunan namun pada
tanggal pelaporan keuangan belum selesai seluruhnya. Konstruksi Dalam
Pengerjaan mencakup tanah, peralatan dan mesin, gedung dan bangunan,
jalan, irigasi dan jaringan, dan aset tetap lainnya, yang proses perolehannya
dan/atau pembangunannya membutuhkan suatu periode waktu tertentu dan
belum selesai.
3. Pengakuan
Aset Tetap diakui pada saat manfaat ekonomi masa depan dapat diperoleh dan
nilainya dapat diukur dengan andal. Pengakuan Aset Tetap akan sangat andal bila
Aset Tetap telah diterima ataudiserahkan hak kepemilikannya dan/atau pada saat
penguasaannya berpindah. Kriteria untuk dapat diakui sebagai Aset Tetap adalah:
a. berwujud;
b. mempunyai masa manfaat lebih dari 12 (dua belas) bulan;
c. biaya perolehan aset dapat diukur secara andal;
d. tidak dimaksudkan untuk dijual dalam operasi normal entitas; dan
e. diperoleh atau dibangun dengan maksud untuk digunakan.
Pengakuan atas Aset Tetap berdasarkan jenis transaksinya, terdiri dari :
a. perolehan adalah suatu transaksi perolehan aset tetap sampai dengan aset
tersebut dalam kondisi siap digunakan;
b. pengembangan adalah suatu transaksi peningkatan nilai Aset Tetap yang
berakibat pada peningkatan masa manfaat, peningkatan efisiensi,
peningkatan kapasitas, mutu produksi dan kinerja dan/atau penurunan biaya
pengoperasian;
c. pengurangan adalah suatu transaksi penurunan nilai Aset Tetap dikarenakan
berkurangnya volume/nilai Aset Tetap tersebut atau dikarenakan
penyusutan; dan
d. penghentian dan pelepasan adalah suatu transaksi penghentian dari
penggunaan aktif atau penghentian permanen suatu aset tetap.
Aset Tetap yang diperoleh dari hibah/donasi diakui pada saat Aset Tetap tersebut
diterima dan/atau hak kepemilikannya berpindah.
Kepemilikan atas Tanah ditunjukkan dengan adanya bukti bahwa telah terjadi
perpindahan hak kepemilikan dan/atau penguasaan secara hukum seperti
sertifikat tanah. Apabila perolehan tanah belum didukung dengan bukti secara
hukum, maka tanah tersebut harus diakui pada saat terdapat bukti bahwa
29
penguasaannya telah berpindah, misalnya telah terjadi pembayaran dan/atau
penguasaan atas tanah sudah beralih dari pemilik sebelumnya kepada entitas.
Konstruksi Dalam Pengerjaan dipindahkan ke Aset Tetap yang bersangkutan
setelah pekerjaan pembangunan/pengerjaan/konstruksi tersebut dinyatakan
selesai dan siap digunakan sesuai dengan tujuan perolehannya.
Dalam beberapa kasus, suatu KDP dapat saja dihentikan pembangunannya
oleh karena ketidaktersediaan dana, kondisi politik, ataupun kejadian-
kejadian lainnya. Penghentian KDP dapat berupa penghentian sementara dan
penghentian permanen. Apabila suatu KDP dihentikan pembangunannya
untuk sementara waktu, maka KDP tersebut tetap dicantumkan ke dalam
neraca dan kejadian ini diungkapkan secara memadai di dalam Catatan atas
Laporan Keuangan. Namun, apabila pembangunan KDP diniatkan untuk
dihentikan pembangunannya secara permanen karena diperkirakan tidak
akan memberikan manfaat ekonomik di masa depan, ataupun oleh sebab
lain yang dapat dipertanggungjawabkan, maka KDP tersebut harus
dieliminasi dari neraca dan kejadian ini diungkapkan secara memadai dalam
CaLK.
4. Pengukuran
Aset Tetap pada prinsipnya dinilai dengan biaya perolehan.Apabila biaya
perolehan suatu aset adalah tanpa nilai atau tidak dapat diidentifikasi, maka nilai
Aset Tetap didasarkan pada nilai wajar pada saat perolehan.
Biaya perolehan adalah jumlah kas atau setara kas yang dibayarkan atau nilai
wajar imbalan lain yang diberikan untuk memperoleh suatu aset pada saat
perolehan atau konstruksi sampai dengan aset tersebut dalam kondisi dan tempat
yang siap untuk dipergunakan.
Sedangkan, nilai wajar adalah nilai tukar aset atau penyelesaian kewajiban antar
pihak yang memahami dan berkeinginan untuk melakukan transaksi wajar.
Nilai wajar digunakan untuk mencatat aset tetap yang bersumber dari
donasi/hibah yang tidak diketahui nilai perolehannya.
Penggunaan nilai wajar pada saat tidak ada nilai perolehan atau tidak dapat
diidentifikasi bukan merupakan suatu proses penilaian kembali (revaluasi).
Suatu aset dapat juga diperoleh dari bonus pembelian, contohnya beli tiga gratis
satu.Atas aset hasil dari bonus tersebut biaya perolehan aset adalah nilai wajar
aset tersebut pada tanggal perolehannya.
30
Terkait dengan pengukuran Aset Tetap, perlu diperhatikan hal-hal sebagai
berikut:
a. Komponen Biaya Perolehan
Biaya perolehan suatu Aset Tetap terdiri dari harga belinya atau
konstruksinya, termasuk bea impor dan setiap biaya yang dapat diatribusikan
secara langsung dalam membawa aset tersebut ke kondisi yang membuat aset
tersebut dapat bekerja untuk penggunaan yang dimaksudkan.
Biaya perolehan aset terdiri dari:
1) Harga pembelian, termasuk bea impor dan pajak pembelian, setelah
dikurangi dengan diskon dan rabat; dan
2) Seluruh biaya yang secara langsung dapat dihubungkan/diatribusikan
dengan aset dan membawa aset tersebut ke kondisi yang membuat aset
tersebut dapat bekerja untuk penggunaan yang dimaksudkan.
Demikian juga pengeluaran untuk belanja perjalanan dan jasa yang terkait
dengan perolehan Aset Tetap atau aset lainnya.Hal ini meliputi biaya
konsultan perencana, konsultan pengawas, dan pengembangan perangkat
lunak (software), dan harus ditambahkan pada nilai perolehan.Meskipun
demikian, tentu saja harus diperhatikan nilai kewajaran dan kepatutan dari
biaya-biaya lain di luar harga beli Aset Tetap tersebut.
Contoh biaya yang secara langsung dapat dihubungkan/ diatribusikan dengan
aset :
1) biaya persiapan tempat;
2) biaya pengiriman awal (initial delivery) dan biaya simpan dan bongkar
muat (handling cost);
3) biaya pemasangan (installation cost);
4) biaya profesional seperti arsitek dan insinyur;
5) biaya konstruksi; dan
6) biaya pengujian aset untuk menguji apakah aset telah berfungsi dengan
benar (testing cost). Contoh: biaya pengujian aset pada proses
pembuatan/karoseri mobil.
Ketika pembelian suatu aset dilakukan secara kredit dimana jangka waktu
kredit melebihi jangka waktu normal, biaya perolehan yang diakui adalah
setara dengan harga kas yang tertera (harga perolehan kas). Perbedaan/selisih
antara harga kas dengan total pembayaran yang dikeluarkan diakui sebagai
31
beban bunga selama jangka waktu kredit kecuali selisih tersebut dapat
dikapitalisasi sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.
Biaya administrasi dan biaya overhead lainnya bukan merupakan komponen
dari biaya perolehan suatu aset kecuali biaya tersebut dapat diatribusikan
secara langsung pada biaya perolehan aset atau membawa aset ke kondisi
kerjanya (siap pakai). Demikian pula biaya permulaan (start-up cost) dan
biaya lain sejenisnya bukan merupakan komponen dari biaya suatu aset
kecuali biaya tersebut diperlukan untuk membawa aset ke kondisi kerjanya.
Biaya perolehan dari masing-masing Aset Tetap yang diperoleh secara
gabungan ditentukan dengan mengalokasikan harga gabungan tersebut
berdasarkan perbandingan nilai wajar masing-masing aset yang bersangkutan.
Biaya perolehan Aset Tetap yang dibangun dengan cara swakelola meliputi:
1) biaya langsung untuk tenaga kerja, bahan baku;
2) biaya tidak langsung termasuk biaya perencanaan dan pengawasan,
perlengkapan, tenaga listrik, sewa peralatan; dan
3) semua biaya lainnya yang terjadi berkenaan dengan pembangunan Aset
Tetap tersebut.
Pengukuran Aset Tetap harus memperhatikan kebijakan mengenai ketentuan
nilai satuan minimum kapitalisasi Aset Tetap. Nilai satuan minimum
kapitalisasi aset tetap adalah sebagai berikut :
1) Pengeluaran untuk per satuan peralatan dan mesin adalah yang sama
dengan atau lebih dari Rp 500.000,00 (lima ratus ribu rupiah);
2) Pengeluaran untuk gedung dan bangunan dan yang sama dengan atau
lebih dari Rp 20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah); dan
3) Nilai satuan minimum kapitalisasi aset tetap dikecualikan terhadap
pengeluaran untuk tanah, jalan/irigasi/jaringan, dan aset tetap lainnya
berupa koleksi perpustakaan dan barang bercorak kesenian.
b. Pengeluaran Setelah Tanggal Perolehan
Pengeluaran setelah perolehan awal suatu Aset Tetap yang memperpanjang
masa manfaat atau yang kemungkinan besar memberi manfaat ekonomi di
masa yang akan datang dalam bentuk kapasitas, mutu produksi, atau
peningkatan standar kinerja, harus ditambahkan pada nilai tercatat aset yang
bersangkutan (carrying amount). Pengeluaran lainnya yang timbul setelah
perolehan awal (selain pengeluaran yang memberi nilai manfaat tersebut)
32
diakui sebagai beban pengeluaran (expenses) pada periode dimana beban
pengeluaran tersebut terjadi.
Pengeluaran setelah perolehan awal suatu Aset Tetap hanya dapat
dikapitalisasikan pada nilai aset jika memenuhi persyaratan sebagai berikut:
1) pengeluaran tersebut mengakibatkan bertambahnya masa manfaat,
kapasitas, kualitas, dan volume aset yang telah dimiliki; dan
2) pengeluaran tersebut memenuhi batasan minimal nilai kapitalisasi Aset
Tetap/aset lainnya.
Terkait dengan kriteria pertama di atas, perlu diketahui tentang pengertian
berikut :
1) pertambahan masa manfaat adalah bertambahnya umur ekonomis yang
diharapkan dari Aset Tetap yang sudah ada. Misalnya sebuah gedung
semula diperkirakan mempunyai umur ekonomis 10 tahun. Pada tahun
ke-7 pemerintah melakukan renovasi dengan harapan gedung tersebut
masih dapat digunakan 8 tahun lagi. Dengan adanya renovasi tersebut
maka umur gedung berubah dari 10 tahun menjadi 15 tahun;
2) peningkatan kapasitas adalah bertambahnya kapasitas atau kemampuan
Aset Tetap yang sudah ada. Misalnya, sebuah generator listrik yang
mempunyai output 200 KW dilakukan renovasi sehingga kapasitasnya
meningkat menjadi 300 KW;
3) peningkatan kualitas aset adalah bertambahnya kualitas dari Aset Tetap
yang sudah ada. Misalnya, jalan yang masih berupa tanah ditingkatkan
oleh pemerintah menjadi jalan aspal; dan
4) pertambahan volume aset adalah bertambahnya jumlah atau satuan
ukuran aset yang sudah ada, misalnya penambahan luas bangunan suatu
gedung dari 400 m2 menjadi 500 m2.
Beban yang dikeluarkan untuk perbaikan atau pemeliharaan Aset Tetap yang
ditujukan untuk memulihkan atau mempertahankan economic benefit atau
potensi service atas aset dimaksud dari performa standar yang diharapkan
diperlakukan sebagai beban pada saat dikeluarkan/terjadi.
c. Konstruksi Dalam Pengerjaan
- Nilai konstruksi yang dikerjakan secara swakelola :
1) Biaya yang berhubungan langsung dengan kegiatan konstruksi;
2) Biaya yang dapat diatribusikan pada kegiatan pada umumnya dan
dapat dialokasikan ke konstruksi tersebut; dan
33
3) Biaya lain yang secara khusus dibebankan sehubungan konstruksi
yang bersangkutan.
- Nilai konstruksi yang dikerjakan oleh kontraktor melalui kontrak
konstruksi melalui :
1) Termin yang telah dibayarkan kepada kontraktor sehubungan dengan
tingkat penyelesaian pekerjaan;
2) Kewajiban yang masih harus dibayar kepada kontraktor berhubungan
dengan pekerjaan yang telah diterima tetapi belum dibayar pada
tanggal pelaporan; dan
3) Pembayaran klaim kepada kontraktor atau pihak ketiga sehubungan
dengan pelaksanaan kontrak konstruksi.
- Jika konstruksi dibiayai dari pinjaman maka biaya pinjaman yang timbul
selama masa konstruksi dikapitalisasi dan menambah biaya konstruksi,
sepanjang biaya tersebut dapat diidentifikasi dan ditetapkan secara andal.
d. Perolehan Secara Gabungan
Biaya perolehan dari masing-masing aset yang diperoleh secara gabungan
ditentukan dengan mengalokasikan harga gabungan tersebut berdasarkan
perbandingan nilai wajar masing-masing aset yang bersangkutan.
e. Pertukaran
Suatu aset dapat diperoleh melalui pertukaran suatu aset atau sebagian aset
yang tidak serupa dan memiliki nilai wajar yang tidak sama. Biaya perolehan
aset tersebut diukur dengan nilai wajar aset yang dilepas dan disesuaikan
dengan jumlah kas atau setara kas lainnya yang ditransfer/diserahkan.
Dalam hal aset yang diperoleh memiliki nilai wajar yang sama dengan aset
yang dilepas namun demikian terdapat indikasi dari nilai wajar aset yang
diterima bahwa aset tersebut masih harus dilakukan perbaikan untuk
membawa aset dalam kondisi bekerja seperti yang diharapkan, maka biaya
perolehan yang diakui adalah sebesar nilai aset yang dilepas dan disesuaikan
dengan jumlah kas yang harus dikeluarkan untuk perbaikan aset tersebut.
Suatu Aset Tetap dapat juga diperoleh melalui pertukaran atas suatu aset yang
serupa yang memiliki manfaat yang serupa dan memiliki nilai wajar yang
sama. Dalam keadaan tersebut tidak ada keuntungan dan kerugian yang diakui
dalam transaksi ini.Biaya aset yang baru diperoleh dicatat sebesar nilai tercatat
(carrying amount) atas aset yang dilepas.
34
f. Penyusutan
Penyusutan adalah alokasi yang sistematis atas nilai suatu Aset Tetap yang
dapat disusutkan (depreciable assets) selama masa manfaat aset yang
bersangkutan.Nilai penyusutan untuk masing-masing periode diakui sebagai
pengurang nilai tercatat Aset Tetap dalam neraca dan beban penyusutan dalam
LO.Selain tanah dan konstruksi dalam pengerjaan, seluruh Aset Tetap
disusutkan sesuai dengan sifat dan karakteristik aset tersebut.
Aset Tetap Lainnya berupa hewan, tanaman, buku perpustakaan tidak
dilakukan penyusutan secara periodik, melainkan diterapkan penghapusan
pada saat Aset Tetap lainnya tersebut sudah tidak dapat digunakan atau mati.
Aset Tetap yang direklasifikasikan sebagai Aset Lainnya dalam neraca berupa
Aset Kemitraan dengan Pihak Ketiga dan Aset Idle, disusutkan sebagaimana
layaknya Aset Tetap.
Dalam hal terjadi perubahan nilai Aset Tetap sebagai akibat koreksi nilai Aset
Tetap yang disebabkan oleh kesalahan dalam pencantuman nilai yang
diketahui di kemudian hari, maka penyusutan atas Aset Tetap tersebut perlu
untuk disesuaikan.Penyesuaian sebagaimana dimaksud meliputi penyesuaian
atas nilai yang dapat disusutkan dan nilai akumulasi penyusutan.Penentuan
nilai yang dapat disusutkan dilakukan untuk setiap unit Aset Tetap tanpa ada
nilai residu.Nilai residu adalah nilai buku suatu Aset Tetap pada akhir masa
manfaatnya.
Metode penyusutan yang digunakan adalah metode garis lurus (straight line
method).Metode garis lurus menetapkan tarif penyusutan untuk masing-
masing periode dengan jumlah yang sama. Rumusan perhitungan penyusutan
adalah:
Penyusutan per periode = Nilai yang dapat disusutkan
Masa manfaat
Nilai yang dapat disusutkan adalah seluruh nilai perolehan asetdengan
tidak memiliki nilai sisa (residu).
Masa manfaat aset untuk melakukan perhitungan penyusutan adalah
sebagaimana tercantum pada Peraturan Gubernur no.45 Tahun 2014.
Perhitungan penyusutan aset tetap yang diperoleh tengah tahun menggunakan
pendekatan tahunan yaitu penyusutan dihitung satu tahun penuh meskipun
baru diperoleh satu atau dua bulan atau bahkan dua hari.
35
Penambahan nilai aset yang disebabkan adanya kapitalisasi atas pengeluaran
setelah perolehan awal suatu Aset Tetap dapat menambah umur asset sesuai
dengan ketentuan sebagaimana tercantum dalam lampiran.
g. Penghentian dan Pelepasan
Suatu Aset Tetap dieliminasi dari neraca ketika dilepaskan atau bila aset
secara permanen dihentikan penggunaannya dan tidak ada manfaat ekonomi
masa yang akan datang. Aset Tetap yang secara permanen dihentikan atau
dilepas harus dieliminasi dari Neraca dan diungkapkan dalam CaLK.Aset
Tetap yang dihentikan dari penggunaan aktif pemerintah tidak memenuhi
definisi Aset Tetap dan harus dipindahkan ke pos aset lainnya sesuai dengan
nilai tercatatnya.
Dalam hal penghentian Aset Tetap merupakan akibat dari pemindahtanganan
dengan cara dijual atau dipertukarkan sehingga pada saat terjadinya transaksi
belum seluruh nilai buku Aset Tetap yang bersangkutan habis disusutkan,
maka selisih antara harga jual atau harga pertukarannya dengan nilai buku
Aset Tetap terkait diperlakukan sebagai penambah atau pengurang ekuitas
dana. Penerimaan kas akibat penjualan dibukukan sebagai pendapatan dan
dilaporkan pada LO dan LRA.
h. Penilaian kembali
Penilaian kembali atau revaluasi aset tetap pada umumnya tidak
diperkenankan karena Standar Akuntansi Pemerintahan menganut penilaian
aset berdasarkan biaya perolehan atau pertukaran.Penyimpangan dari
ketentuan ini mungkin dilakukan berdasarkan ketentuan pemerintah yang
berlaku secara nasional.
i. Penyusunan Neraca Awal
Untuk keperluan penyusunan neraca awal suatu entitas, biaya perolehan aset
tetap yang digunakan adalah nilai wajar pada saat neraca awal tersebut.Untuk
periode selanjutnya setelah tanggal neraca awal, atas perolehan aset tetap baru,
suatu entitas menggunakan biaya perolehan atau nilai wajar bila biaya
perolehan tidak ada.
5. Penyajian dan Pengungkapan
Penyajian Aset Tetap berdasarkan kepada biaya perolehan Aset Tetap tersebut
dikurangi akumulasi penyusutan.
36
6. Perlakuan Khusus
Aset Bersejarah
Penyajian aset bersejarah (heritage assets) tidak harus di neraca tetapi
diungkapkan dalam CaLK. Beberapa Aset Tetap dijelaskan sebagai aset
bersejarah dikarenakan kepentingan budaya, lingkungan, dan sejarah.Contoh dari
aset bersejarah adalah bangunan bersejarah, monumen, tempat-tempat purbakala
(archaeological sites) seperti candi, dan karya seni (works of art).
Beberapa karakteristik sebagai ciri khas suatu aset bersejarah:
1) nilai kultural, lingkungan, pendidikan, dan sejarahnya tidak mungkin secara
penuh dilambangkan dengan nilai keuangan berdasarkan harga pasar;
2) peraturan dan hukum yang berlaku melarang atau membatasi secara ketat
pelepasannya untuk dijual;
3) tidak mudah untuk diganti dan nilainya akan terus meningkat selama waktu
berjalan walaupun kondisi fisiknya semakin menurun; dan
4) sulit untuk mengestimasikan masa manfaatnya. Untuk beberapa kasus dapat
mencapai ratusan tahun.
Biaya untuk perolehan, konstruksi, peningkatan, dan rekonstruksi atas aset
bersejarah harus dibebankan sebagai belanja tahun terjadinya pengeluaran
tersebut.Biaya tersebut termasuk seluruh biaya yang berlangsung untuk
menjadikan aset bersejarah tersebut dalam kondisi dan lokasi yang ada pada
periode berjalan.
Beberapa aset bersejarah juga memberikan potensi manfaat lainnya kepada
pemerintah selain nilai sejarahnya, contoh bangunan bersejarah digunakan untuk
ruang perkantoran. Dalam kasus tersebut, aset ini akan diterapkan prinsip-prinsip
yang sama seperti aset tetap yang lain.
F. KEBIJAKAN AKUNTANSI DANA CADANGAN
1. Definisi
Dana Cadangan adalah dana yang disisihkan untuk menampung kebutuhan yang
memerlukan dana yang relatif besar yang tidak dapat dipenuhi dalam satu tahun
anggaran.
Pembentukan maupun peruntukan Dana Cadangan akan diatur dalam Peraturan
Kepala Daerah, sehingga Dana Cadangan tidak dapat digunakan untuk
peruntukan yang lain.
37
Dana Cadangan dapat dibentuk lebih dari satu peruntukan.Apabila terdapat lebih
dari satu peruntukan maka Dana Cadangan dirinci menurut tujuan
pembentukannya.
2. Pengakuan
Dana Cadangan diakui pada saat terjadi pemindahan klasifikasi dari Kas ke Dana
Cadangan.
3. Pengukuran
Dana Cadangan diukur sesuai dengan nilai nominal dari Kas yang
diklasifikasikan ke Dana Cadangan.
Hasil yang diperoleh dari pengelolaan Dana Cadangan di Pemerintah Daerah
merupakan penambah Dana Cadangan.
4. Pengungkapan
Dana Cadangan disajikan dalam Neraca pada kelompok aset non lancar.
Rinciannya dijelaskan dan diungkapkan dalam CaLK
Hasil-hasil yang diperoleh dari pengelolaan Dana Cadangan dicatat sebagai
Pendapatan–LRA dalam pos Pendapatan Asli Daerah Lainnya, kemudian
ditambahkan dalam Dana Cadangan dengan mekanisme pembentukan Dana
Cadangan dengan nilai sebesar hasil yang diperoleh dari pengelolaan tersebut hal
ini perlu diungkapkan dalam CaLK.
G. KEBIJAKAN AKUNTANSI ASET LAINNYA
1. Definisi
Aset lainnya adalah aset pemerintah selain aset lancar, investasi jangka panjang,
aset tetap dan dana cadangan.
Aset lainnya antara lain:
1) aset tak berwujud;
2) Tagihan Tuntutan Ganti Rugi Daerah;
3) kemitraan dengan pihak ketiga;
4) kas yang dibatasi penggunaannya; dan
5) aset Lain-Lain
G.1. ASET TAK BERWUJUD
1. Definisi
Aset Tak Berwujud didefinisikan sebagai aset non-moneter yang dapat
diidentifikasi dan tidak mempunyai wujud fisik. Aset Tak Berwujud merupakan
38
bagian dari Aset Non lancar yang digunakan secara langsung atau tidak langsung
untuk kegiatan pemerintah atau yang digunakan masyarakat umum yang
memiliki kriteria sebagai berikut:
1. aset non-moneter yang dapat diidentifikasi;
2. dikendalikan oleh entitas pemerintah; dan
3. mempunyai potensi manfaat ekonomi masa depan.
2. Jenis-jenis
a. Goodwill
Goodwill adalah kelebihan nilai yang diakui oleh suatu entitas akibat adanya
pembelian kepentingan/saham di atas nilai buku. Goodwill dihitung
berdasarkan selisih antara nilai entitas berdasarkan pengakuan dari suatu
transaksi peralihan/penjualan kepentingan/saham dengan nilai buku kekayaan
bersih perusahaan.
b. Hak Paten, Hak Cipta
Hak-hak ini pada dasarnya diperoleh karena adanya kepemilikan kekayaan
intelektual atau atas suatu pengetahuan teknis atau suatu karya yang dapat
menghasilkan manfaat bagi entitas. Di samping itu dengan adanya hak ini
dapat mengendalikan pemanfaatan aset tersebut dan membatasi pihak lain
yang tidak berhak untuk memanfaatkannya.
c. Royalti
Nilai manfaat ekonomi yang akan/dapat diterima atas kepemilikan hak
cipta/hak paten/hak lainnya pada saat hak dimaksud akan dimanfaatkan oleh
orang, instansi atau perusahaan lain.
d. Software
Software computer yang masuk dalam kategori Aset Tak Berwujud adalah
software yang bukan merupakan bagian tak terpisahkan dari hardware
komputer tertentu. Jadi software ini adalah yang dapat digunakan di
komputer lain.
e. Lisensi
Adalah izin yang diberikan pemilik Hak Paten atau Hak Cipta yang diberikan
kepada pihak lain berdasarkan perjanjian pemberian hak untuk menikmati
manfaat ekonomi dari suatu Hak Kekayaan Intelektual yang diberi
perlindungan dalam jangka waktu dan syarat tertentu.
39
f. Hasil Kajian/Penelitian yang memberikan manfaat jangka panjang
Hasil kajian/pengembangan yang memberikan manfaat jangka panjang
adalah suatu kajian atau pengembangan yang memberikan manfaat ekonomis
dan/atau sosial dimasa yang akan datang yang dapat diidentifikasi sebagai
aset.
g. Aset Tak Berwujud Lainnya
Aset Tak berwujud lainnya merupakan jenis aset tak berwujud yang tidak
dapat dikelompokkan ke dalam jenis aset tak berwujud yang ada.
h. Aset Tak Berwujud dalam Pengerjaan.
Terdapat kemungkinan pengembangan suatu Aset Tak Berwujud yang
diperoleh secara internal yang jangka waktu penyelesaiannya melebihi satu
tahun anggaran atau pelaksanaan pengembangannya melewati tanggal
pelaporan. Dalam hal terjadi seperti ini, maka atas pengeluaran yang telah
terjadi dalam rangka pengembangan tersebut sampai dengan tanggal
pelaporan harus diakui sebagai Aset Tak Berwujud dalam Pengerjaan
(intangible asset – work in progress), dan setelah pekerjaan selesai kemudian
akan direklasifikasi menjadi Aset Tak Berwujud yang bersangkutan.
3. Pengakuan
Untuk dapat diakui sebagai Aset Tak Berwujud maka suatu entitas harus dapat
membuktikan bahwa aktivitas/kegiatan tersebut telah memenuhi:
a. definisi dari Aset Tak Berwujud; dan
b. kriteria pengakuan.
Sesuatu dapat diakui sebagai Aset Tak Berwujud jika memenuhi kriteria sebagai
berikut:
1) kemungkinan besar diperkirakan manfaat ekonomi di masa datang yang
diharapkan atau jasa potensial yang diakibatkan dari Aset Tak Berwujud
tersebut akan mengalir kepada/dinikmati oleh entitas; dan
2) biaya perolehan atau nilai wajarnya dapat diukur dengan andal.
4. Pengukuran
Aset Tak Berwujud diukur dengan harga perolehan, yaitu harga yang harus dibayar
entitas untuk memperoleh suatu Aset Tak Berwujud hingga siap untuk digunakan
dan Aset Tak Berwujud tersebut mempunyai manfaat ekonomi yang diharapkan
dimasa datang atau jasa potensial yang melekat pada aset tersebut akan mengalir
masuk kedalam entitas tersebut.
40
Terhadap Aset Tak Berwujud dilakukan amortisasi, kecuali atas Aset Tak
Berwujud yang memiliki masa manfaat tak terbatas. Metode amortisasi yang
digunakan adalah metode metode garis lurus (straight line method). Metode garis
lurus menetapkan tarif penyusutan untuk masing-masing periode dengan jumlah
yang sama. Rumusan tersebut adalah:
Penyusutan per periode = Nilai yang dapat disusutkan
Masa manfaat
Nilai yang dapat disusutkan adalah seluruh nilai perolehan aset dan tidak
memiliki nilai sisa (residu).
Masa manfaat aset Tak Berwujud selain yang memiliki masa manfaat tak
terbatas adalah selama 5 (lima) tahun.
Biaya untuk memperoleh Aset Tak Berwujud dengan pembelian, terdiri dari:
a. Harga beli, termasuk biaya import dan pajak-pajak, setelah dikurangi dengan
potongan harga dan rabat;dan
b. Setiap biaya yang dapat diatribusikan secara langsung dalam membawa aset
tersebut ke kondisi yang membuat aset tersebut dapat bekerja untuk
penggunaan yang dimaksudkan.
Contoh dari biaya yang dapat diatribusikan secara langsung adalah:
1) biaya staf yang timbul secara langsung agar aset tersebut dapat digunakan;
2) biaya professional yang timbul secara langsung agar aset tersebut dapat
digunakan; dan
3) biaya pengujian untuk menjamin aset tersebut dapat berfungsi secara baik.
Pengukuran Aset Tak Berwujud yang diperoleh secara internal adalah:
a. Aset Tak Berwujud dari kegiatan pengembangan yang memenuhi syarat
pengakuan, diakui sebesar biaya perolehan yang meliputi biaya yang
dikeluarkan sejak memenuhi kriteria pengakuan;
b. pengeluaran atas unsur tidak berwujud yang awalnya telah diakui oleh entitas
sebagai beban tidak boleh diakui sebagai bagian dari harga perolehan Aset
Tak Berwujud di kemudian hari; dan
c. Aset Tak Berwujud yang dihasilkan dari pengembangan software komputer,
maka pengeluaran yang dapat dikapitalisasi adalah pengeluaran tahap
pengembangan aplikasi.
Aset yang memenuhi definisi dan syarat pengakuan aset tak berwujud, namun
biaya perolehannya tidak dapat ditelusuri dapat disajikan sebesar nilai wajar.
41
5. Penghentian dan pelepasan
Aset Tak Berwujud diperoleh dengan maksud untuk digunakan dalam mendukung
kegiatan operasional pemerintah. Namun demikian, pada saatnya suatu Aset Tak
Berwujud harus dihentikan dari penggunaannya. Beberapa keadaan dan alasan
penghentian Aset Tak Berwujud antara lain adalah penjualan, pertukaran, hibah,
atau berakhirnya masa manfaat Aset Tak Berwujud sehingga perlu diganti dengan
yang baru. Secara umum, penghentian Aset Tak Berwujud dilakukan pada saat
dilepaskan atau Aset Tak Berwujud tersebut tidak lagi memiliki manfaat ekonomi
masa depan yang diharapkan dari penggunaan atau pelepasannya. Pelepasan Aset
Tak Berwujud dilingkungan pemerintah lazim disebut sebagai pemindahtanganan.
Apabila suatu Aset Tak Berwujud tidak dapat digunakan karena ketinggalan jaman,
tidak sesuai dengan kebutuhan organisasi yang makin berkembang, rusak berat,
atau masa kegunaannya telah berakhir, maka Aset Tak Berwujud tersebut
hakekatnya tidak lagi memiliki manfaat ekonomi masa depan, sehingga
penggunaannya harus dihentikan.
Apabila suatu Aset Tak Berwujud dihentikan dari penggunaannya, baik karena
dipindahtangankan maupun karena berakhirnya masa manfaat/tidak lagi memiliki
manfaat ekonomi, maka pencatatan akun Aset Tak Berwujud yang bersangkutan
harus ditutup. Dalam hal penghentian Aset Tak Berwujud merupakan akibat dari
pemindahtanganan dengan cara dijual atau dipertukarkan sehingga pada saat
terjadinya transaksi belum seluruh nilai buku Aset Tak Berwujud yang
bersangkutan habis disusutkan, maka selisih antara harga jual atau harga
pertukarannya dengan nilai buku Aset Tak Berwujud terkait diperlakukan sebagai
penambah atau pengurang ekuitas dana. Penerimaan kas akibat penjualan
dibukukan sebagai pendapatan dan dilaporkan pada LRA.
6. Penyajian dan Pengungkapan
ATB disajikan dalam neraca sebagai bagian dari “Aset Lainnya”. Hal-hal yang
diungkapkan dalam Laporan Keuangan atas Aset Tak Berwujudantara lain sebagai
berikut:
a. masa manfaat dan metode amortisasi;
b. nilai tercatat bruto, akumulasi amortisasi dan nilai sisa Aset Tak Berwujud;
dan
c. penambahan maupun penurunan nilai tercatat pada awal dan akhir periode,
termasuk penghentian dan pelepasan Aset Tak Berwujud.
42
G.2. TAGIHAN TUNTUTAN GANTI RUGIDAERAH
1. Definisi
Hak tagih pemerintah daerah atas kerugian daerah yang disebabkan oleh
tindakan melanggar hukum atau kelalaianseseorang.
2. Pengakuan
Tagihan Tuntutan Ganti Rugi diakui pada saat terbitnya surat keterangan
tanggung jawab mutlak atau suratkeputusan pembebanan penggantian kerugian
sementara.
3. Pengukuran
Tagihan Tuntutan Ganti Rugi diukur sebesar nominal yang tercantum dalam
surat keterangan tanggung jawab mutlak atau suratkeputusan pembebanan
penggantian kerugian sementara.
4. Pengungkapan
Tagihan Tuntutan Ganti Rugi disajikan dalam neraca sebagai bagian dari “Aset
Lainnya” dan informasi yang perlukan diungkapkan dalam CaLK.
G.3. ASET KEMITRAAN DENGAN PIHAK KETIGA
1. Definisi
a. Aset Kerjasama/Kemitraan adalah aset tetap yang dibangun atau digunakan
untuk menyelenggarakan kegiatan kerjasama/kemitraan.
b. Bangun, Kelola, Serah – BKS (Build, Operate, Transfer – BOT), adalah
pemanfaatan tanah milik pemerintah oleh pihak lain dengan mendirikan
bangunan dan/atau sarana, berikut fasilitasnya, kemudian didayagunakan
oleh pihak lain tersebut dalam jangka waktu tertentu yang telah disepakati,
untuk selanjutnya tanah beserta bangunan dan/atau sarana, berikut
fasilitasnya, diserahkan kembali kepada pengelola barang setelah
berakhirnya jangka waktu kerjasama BKS.
c. Bangun, Serah, Kelola – BSK (Build, Transfer, Operate – BTO) adalah
pemanfaatan tanah milik pemerintah oleh pihak lain dengan mendirikan
bangunan dan/atau sarana, berikut fasilitasnya, dan setelah selesai
pembangunannya diserahkan kepada pengelola barang untuk kemudian
didayagunakan oleh pihak lain tersebut selama jangka waktu tertentu yang
disepakati.
d. Kerjasama Pemanfaatan (KSP) adalah pendayagunaan Barang Milik
Daerah oleh pihak lain dalam jangka waktu tertentu dalam rangka
43
peningkatan penerimaan Daerah bukan pajak dan sumber pembiayaan
lainnya.
e. masa kerjasama/kemitraan adalah jangka waktu dimana Pemerintah dan
mitra kerjasama masih terikat dengan perjanjian kerjasama/kemitraan.
2. Pengakuan
a. Aset Kerjasama/Kemitraan diakui pada saat terjadi perjanjian kerjasama/
kemitraan, yaitu dengan perubahan klasifikasi aset dari aset tetap menjadi
aset kerjasama/kemitraan.
b. Aset Kerjasama/Kemitraan berupa Gedung dan/atau sarana berikut
fasilitasnya, dalam rangka kerja sama BSK, diakui pada saat
pengadaan/pembangunan Gedung dan/atau Sarana berikut fasilitasnya
selesai dan siap digunakan untuk digunakan/dioperasikan.
c. dalam rangka kerja sama pola BSK/BTO, harus diakui adanya Utang
Kemitraan dengan Pihak Ketiga, yaitu sebesar nilai aset yang dibangun
oleh mitra dan telah diserahkan kepada Pemerintah pada saat proses
pembangunan selesai.
d. setelah masa perjanjian kerjasama berakhir, aset kerjasama/kemitraan harus
diaudit oleh aparat pengawas fungsional sebelum diserahkan kepada
Pengelola Barang dan/atau Pengguna Barang.
e. penyerahan kembali objek kerjasama beserta fasilitasnya kepada Pengelola
Barang dilaksanakan setelah berakhirnya perjanjian dituangkan dalam
berita acara serah terima barang.
f. setelah masa pemanfaatan berakhir, tanah serta bangunan dan fasilitas hasil
kerjasama/kemitraan ditetapkan status penggunaannya oleh Pengelola
Barang.
g. klasifikasi aset hasil kerjasama/kemitraan berubah dari “Aset Lainnya”
menjadi “Aset Tetap” sesuai jenisnya setelah berakhirnya perjanjian dan
telah ditetapkan status penggunaannya oleh Pengelola Barang.
3. Pengukuran
a. aset yang diserahkan oleh Pemerintah untuk diusahakan dalam perjanjian
kerjasama/kemitraan harus dicatat sebagai aset kerjasama/kemitraan
sebesar nilai bersih yang tercatat pada saat perjanjian atau nilai wajar pada
saat perjanjian, dipilih yang paling objektif atau paling berdaya uji.
44
b. dana yang ditanamkan Pemerintah dalam kerjasama/ kemitraan dicatat
sebagai penyertaan kerjasama/ kemitraan. Di sisi lain, investor mencatat
dana yang diterima ini sebagai kewajiban.
c. aset hasil kerjasama yang telah diserahkan kepada pemerintah setelah
berakhirnya perjanjian dan telah ditetapkan status penggunaannya, dicatat
sebesar nilai bersih yang tercatat atau sebesar nilai wajar pada saat aset
tersebut diserahkan, dipilih yang paling objektif atau paling berdaya uji.
4. Penyajian dan Pengungkapan
a. aset kerjasama/kemitraan disajikan dalam neraca sebagai aset lainnya.
b. dalam hal sebagian dari luas aset kemitraan (tanah dan atau
gedung/bangunan), sesuai perjanjian, digunakan untuk kegiatan
operasional SKPD, harus diungkapkan dalam CaLK.
c. aset kerjasama/kemitraan selain tanah harus dilakukan penyusutan selama
masa kerja sama.
d. masa penyusutan aset kemitraan dalam rangka KSP melanjutkan masa
penyusutan aset sebelum direklasifikasi menjadi aset kemitraan.
e. masa penyusutan aset kemitraan dalam rangka BSK adalah selama masa
kerjasama.
f. sehubungan dengan Perjanjian Kerjasama/Kemitraan, pengungkapan
berikut harus dibuat :
1) pihak-pihak yang terkait dalam perjanjian;
2) hak dan kewajiban masing-masing pihak dalam perjanjian;
3) ketentuan tentang perubahan perjanjian apabila ada;
4) kententuan mengenai penyerahan asetkerjasama/kemitraan kepada
pemerintah pada saat berakhirnya masa kerjasama;
5) ketentuan tentang kontribusi tetap yang harus dibayar/disetor mitra
kerjasama ke Rekening Kas Daerah; dan
6) penghitungan atau penentuan hak bagi pendapatan/hasil kerjasama.
g. Sehubungan dengan pengungkapan yang lazim untuk aset, pengungkapan
berikut harus dibuat untuk aset kerjasama/kemitraan :
1) klasifikasi aset yang membentuk aset kerjasama;
2) penentuan biaya perolehan aset kerjasama/kemitraan; dan
3) penentuan depresiasi/penyusutan aset kerjasama/kemitraan.
h. Setelah aset diserahkan dan ditetapkan penggunaannya, aset hasil
kerjasama disajikan dalam neraca dalam klasifikasi aset tetap.
45
G.4. ASET LAIN-LAIN
1. Definisi
Aset Lain-lain digunakan untuk mencatat aset lainnya yang tidak dapat
dikelompokkan dalam aset tak berwujud, tagihan penjualan angsuran, tuntutan
perbendaharaan, tuntutan ganti rugi, dan kemitraan dengan pihak ketiga.
2. Jenis-Jenis
Aset tetap yang dimaksudkan untuk dihentikan dari penggunaan aktif
pemerintah direklasifikasi ke dalam Aset Lain-lain. Contoh: penghentian
penggunaan aset tetap pemerintah dapat disebabkan karena rusak berat, usang,
dan/atau aset tetap yang tidak digunakan karena sedang menunggu proses
pemindahtanganan (proses penjualan, sewa beli, penghibahan, penyertaan
modal).
3. Pengakuan
Pengakuan aset lain-lain diakui pada saat dihentikan dari penggunaan aktif
pemerintah dan direklasifikasikan ke dalan aset lain-lain.
4. Pengukuran
Aset tetap yang dimaksudkan untuk dihentikan dari penggunaan aktif
pemerintah direklasifikasi ke dalam Aset Lain-lain menurut nilai tercatatnya.
Aset lain – lain yang berasal dari reklasifikasi aset tetap disusutkan mengikuti
kebijakan penyusutan aset tetap. Proses penghapusan terhadap aset lain – lain
dilakukan paling lama 12 bulan sejak direklasifikasi kecuali ditentukan lain
menurut ketentuan perundang-undangan.
5. Penyajian dan Pengungkapan
Aset Lain-lain disajikan di dalam kelompok Aset Lainnya dan diungkapkan
secara memadai di dalam CaLK. Hal-hal yang perlu diungkapkan antara lain
adalah faktor-faktor yang menyebabkan dilakukannya penghentian penggunaan,
jenis aset tetap yang dihentikan penggunaannya, dan informasi lainnya yang
relevan.
H. KEBIJAKAN AKUNTANSI KEWAJIBAN
Kewajiban adalah utang yang timbul dari peristiwa masa lalu yang penyelesaiannya
mengakibatkan aliran keluar sumber daya ekonomi pemerintah. Kewajiban
diklasifikasikan menjadi dua kelompok, yaitu kewajiban jangka pendek dan
kewajiban jangka panjang.
46
H.1. Kewajiban Jangka Pendek
1. Definisi
Kewajiban Jangka Pendek adalah utang yang timbul dari peristiwa masa lalu yang
penyelesaiannya mengakibatkan aliran keluar sumber daya ekonomi pemerintah
dan masa pembayaran/ pelunasan diharapkan dalam waktu 12 (dua belas) bulan
setelah tanggal pelaporan.
Secara umum dalam konteks pemerintahan, kewajiban jangka pendek dapat
muncul antara lain karena:
a. penggunaan sumber pembiayaan berupa pinjaman yang bersifat jangka pendek
dari masyarakat dan lembaga keuangan;
b. perikatan dengan pegawai yang bekerja pada pemerintah;
c. kewajiban kepada masyarakat luas dalam tempo kurang dari satu tahun yaitu
kewajiban tunjangan, kompensasi, ganti rugi, kelebihan setoran pajak dari
wajib pajak, atau kewajiban dengan pemberi jasa lainnya;
d. kewajiban kepada entitas lainnya sebagai konsekuensi alokasi/realokasi
pendapatan atau anggaran; dan
e. Kewajiban karena adanya putusan pengadilan.
2. Jenis-Jenis
Kewajiban Jangka Pendek terdiri dari:
a. Utang Perhitungan Fihak Ketiga
Utang PFK merupakan utang pemerintah kepada pihaklain yang disebabkan
kedudukan pemerintah sebagai pemotong pendapatan atau penerima iuran
BPJS, Taspen dan Taperum.
b. Utang Bunga
Utang bunga adalah kewajiban pemerintah atas beban bunga utang yang
belum dibayar sampai dengan akhir periode pelaporan.
Utang bunga, sebagai bagian dari kewajiban atas pokok utang berupa
kewajiban bunga yang telah terjadi dan belum dibayar, pada dasarnya
berakumulasi seiring dengan berjalannya waktu, tetapi demi kepraktisan
diakui pada setiap akhir periode pelaporan. Nilai yang dicantumkan dalam
neraca untuk utang bunga adalah sebesar kewajiban bunga yang telah terjadi
tetapi belum dibayar oleh pemerintah.
c. Bagian Lancar Utang Jangka Panjang
Bagian Lancar Utang Jangka Panjang adalah bagian dari Utang Jangka
Panjang baik pinjaman dari dalam negeri maupun luar negeri yang akan jatuh
47
tempo dan diharapkan akan dibayar dalam waktu 12 (dua belas) bulan setelah
tanggal neraca.
d. Pendapatan Diterima Di Muka
Pendapatan Diterima Dimuka adalah kewajiban pemerintah yang timbul
karena pemerintah telah menerima barang/jasa/uang, namun pemerintah
belum menyerahkan barang/jasa kepada pihak ketiga.
e. Utang Beban
Utang Beban adalah utang pemerintah yang timbul karena entitas secara rutin
mengikat kontrak pengadaan barang atau jasa dari pihak ketiga yang
pembayarannya akan dilakukan setelah diterimanya barang/jasa tersebut.
Utang ini pada umumnya terjadi karena pihak ketiga melaksanakan
penyediaan barang atau jasa di muka dan melakukan penagihan setelah
diterimanya barang/jasa tersebut.
f. Utang Jangka Pendek Lainnya
UtangJangka Pendek Lainnya adalah utang yang tidak dapat dikategorikan
dalam kelompok utang diatas.
3. Pengakuan
Secara umum, kewajiban diakui jika besar kemungkinan bahwa pengeluaran
sumber daya ekonomiakandilakukan untuk menyelesaikan kewajiban yang ada
sampai dengan pada saat tanggal pelaporan, dan perubahan atas kewajiban tersebut
mempunyai nilai penyelesaian yang dapat diukur dengan andal. Kewajiban diakui
pada saat dana pinjaman diterima oleh pemerintahatau dikeluarkan oleh kreditur
sesuai dengan kesepakatan, dan/atau pada saat kewajiban timbul.
4. Pengukuran
Secara umum, kewajiban jangka pendek dicatat sebesar nilai nominal. Apabila
kewajiban jangka pendek tersebut dalam bentukmata uang asing maka harus
dijabarkan dan dinyatakan dalam mata uang rupiah dengan menggunakan kurs
tengah bank sentral pada tanggal neraca.
5. Penyajian/Pengungkapan
Kewajiban Jangka Pendek harus disajikan dalamNeraca dan CaLK.
H.2. KEWAJIBAN JANGKA PANJANG
1. Definisi
Kewajiban Jangka Panjang adalah utang yang timbul dari peristiwa masa lalu yang
penyelesaiannya mengakibatkan aliran keluar sumber daya ekonomi pemerintah
dalam waktu lebih dari 12 (dua belas) bulan setelah tanggal pelaporan.
48
Secara umum dalam konteks pemerintahan, kewajiban jangka panjang dapat
muncul antara lain karena:
a. penggunaan sumber pembiayaan berupa pinjaman yang bersifat jangka
panjang baik yang berasal dari masyarakat, lembaga keuangan, entitas
pemerintahan lain, maupun lembaga internasional; dan
b. kewajiban dengan pemberi jasa yang penyelesaiannya melalui cicilan dengan
jangka waktu lebih dari satu tahun.
2. Jenis-Jenis
Kewajiban Jangka Panjang terdiri dari:
a. Utang Dalam Negeri; dan
b. Utang Jangka Panjang Lainnya.
3. Pengakuan
Secara umum, kewajiban jangka panjang diakui jika besar kemungkinan bahwa
pengeluaran sumber daya ekonomiakandilakukan untuk menyelesaikan kewajiban
yang ada sampai saat pelaporan, dan perubahan atas kewajiban tersebut
mempunyai nilai penyelesaian yang dapat diukur dengan andal. Kewajiban diakui
pada saat dana pinjaman diterima oleh pemerintahatau dikeluarkan oleh kreditur
sesuai dengan kesepakatan, dan/atau pada saat kewajiban timbul.
4. Pengukuran
Secara umum, kewajiban jangka panjang dicatat sebesar nilai nominal.Apabila
kewajiban jangka panjang tersebut dalam bentuk mata uang asing maka harus
dijabarkan dan dinyatakan dalam mata uang rupiah dengan menggunakan kurs
tengah bank sentral pada tanggal neraca.
5. Penyajian dan Pengungkapan
Utang jangka panjang pemerintah harus diungkapkan dalam neraca pada periode
pelaporan dengan nilai yang handal. Untuk mendukung agar informasinya lebih
lengkap dan bermanfaat bagi setiap pengguna laporan keuangan, selain disajikan
dalam neraca maka harus diungkapkan dalam CaLK. Informasiyang harus
disajikan dalam CaLK antara lain meliputi:
a. jumlah saldo kewajiban jangka panjang berdasarkan tipe pemberi pinjaman;
b. jumlah saldo utang pemerintah jangka panjang berdasarkan jenis sekuritas utang
pemerintah dan jatuh temponya; dan
c. syarat-syarat dan konsekuensi perjanjian atas pembayaran utang jangka panjang
tersebut.
49
I. KEBIJAKAN AKUNTANSI EKUITAS
Ekuitas adalah kekayaan bersih pemerintah yang merupakan selisih antara aset dan
kewajiban pemerintah. Dalam Basis Akrual, pemerintah hanya menyajikan satu jenis
pos ekuitas.
Saldo akhir ekuitas diperoleh dari perhitungan pada Laporan Perubahan Ekuitas.
Ekuitas disajikan dalam Neraca, Laporan Perubahan Ekuitas, dan CaLK.
J. KEBIJAKAN AKUNTANSI PENDAPATAN
J.1 PENDAPATAN-LO
1. Definisi dan Pengakuan
Pendapatan-LO adalah hak pemerintah daerah yang diakui sebagai penambah
ekuitas dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan dan tidak perlu dibayar
kembali. Hak pemerintah tersebut dapat diakui sebagai Pendapatan-LO apabila
telah timbul hak pemerintah untuk menagih atas suatu pendapatan atau telah
terdapat suatu realisasi pendapatan yang ditandai dengan adanya aliran masuk
sumber daya ekonomi. Secara lebih rinci, pengaturan pengakuan atas Pendapatan-
LO adalah sebagai berikut:
a. Pendapatan-LO yang diperoleh berdasarkan peraturan perundang-undangan
diakui pada saat timbulnya hak untuk menagih pendapatan yaitu pada saat
diterbitkannya surat ketetapan oleh pejabat yang berwenangatau adanya
dokumen sumber yang menunjukkan pemerintah memiliki hak untuk
menagih pendapatan tersebut.Contoh dari pendapatan-LO ini adalah pada
saat diterbitkannya surat ketetapan pajak oleh pejabat yang berwenang yang
mempunyai kekuatan hukum mengikat dan harus dibayar oleh wajib pajak.
Hal ini merupakan tagihan (piutang) bagi pemerintah dan utang bagi wajib
pajak;
b. Pendapatan-LO yang diperoleh sebagai imbalan atas suatu pelayanan yang
telah selesai diberikan diakui pada saat timbulnya hak untuk menagih
imbalan yaitu setelah diserahterimakannya barang atau jasa dari pemerintah
kepada pihak ketiga;
c. Pendapatan-LO yang diperoleh dari eksekusi jaminan diakui pada saat pihak
ketiga tidak menunaikan kewajibannya;
d. Pendapatan-LO yang diperoleh dari sanksi/denda diakui pada saat telah
diterbitkan surat penagihan atau kas diterima;
50
e. Pendapatan-LO yang diperoleh dari pendapatan transfer antar pemerintah
diakui pada saat telah diperolehnya dokumen penetapan yang sah atas hak
Pemerintah Daerah atau pada saat kas diterima;
f. Pendapatan hibah pada LO diakui pada saat timbulnya hak atas pendapatan
hibah tersebut atau terdapat aliran masuk sumber daya ekonomi, mana yang
lebih dahulu; dan
g. Pendapatan-LO yang diperoleh dariadanya aliran masuk sumber daya
ekonomi, diakui pada saat diterimanyakas atau aset non kasyang menjadi
hak pemerintah tanpa terlebih dahulu adanya penagihan.
2. Pengukuran Pendapatan-LO
Pendapatan-LO dilaksanakan berdasarkan azas bruto, yaitu dengan membukukan
pendapatan bruto, dan tidak mencatat jumlah netonya (setelah dikompensasikan
dengan pengeluaran).
3. Penyajian dan Pengungkapan
1) Entitas pemerintah menyajikan pendapatan-LO yang diklasifikasikan menurut
sumber pendapatan;
2) Pendapatan-LO disajikan dalam mata uang rupiah. Apabila Realisasi
pendapatan LO dalam mata uang asing dijabarkan dan dinyatakan dalam mata
uang rupiah. Penjabaran mata uang asing menggunakan kurs tengah Bank
Sentral pada tanggal transaksi; dan
3) Di samping disajikan pada LO, pendapatan-LO juga harus diungkapkan
sedemikian rupa pada CaLK sehingga dapat memberikan semua informasi
yang relevan mengenai bentuk dari pendapatan-LO.
J.2. PENDAPATAN-LRA
1. Definisi
Pendapatan-LRA adalah semua penerimaan rekening kas umum daerah yang
menambah Saldo Anggaran Lebih dalam periode tahun anggaran yang
bersangkutan yang menjadi hak pemerintah dan tidak perlu dibayar kembali.
2. Pengakuan Pengukuran
Pendapatan-LRA dicatat pada saat kas dari pendapatan tersebut diterima di
rekening kas umum daerah kecuali Pendapatan BLUD. Pendapatan BLUD diakui
oleh pemerintah pada saat pendapatan tersebut dilaporkan atau disahkan oleh
Bendahara Umum Daerah.
51
Pendapatan Perpajakan-LRA diukur dengan menggunakan nilai nominal kas yang
masuk ke kas daerah dari sumber pendapatan dengan menggunakan asas bruto,
yaitu pendapatan dicatat tanpa dikurangkan/dikompensasikan dengan belanja yang
dikeluarkan untuk memperoleh pendapatan tersebut.
3. Penyajian dan Pengungkapan
Pendapatan-LRA disajikan pada LRA dan LAK.
Pendapatan LRA disajikan dalam mata uang rupiah. Apabila penerimaan kas atas
pendapatan LRA dalam mata uang asing, maka penerimaan tersebut dijabarkan dan
dinyatakan dalam mata uang rupiah. Penjabaran mata uang asing tersebut
menggunakan kurs pada tanggal transaksi.
K. KEBIJAKAN AKUNTANSI BEBAN, BELANJA DAN TRANSFER
K.1. BEBAN
1. Definisi
Beban adalah penurunan manfaat ekonomi atau potensi jasa termasuk potensi
pendapatan yang hilang, atau biaya yang timbul akibat transaksi tersebut dalam
periode pelaporan yang berdampak pada penurunan ekuitas, baik berupa
pengeluaran, konsumsi aset atau timbulnya kewajiban.
2. Pengakuan dan Pengukuran
1) Beban Operasi
a. Beban Pegawai
Beban pegawai merupakan kompensasi terhadap pegawai baik dalam
bentuk uang atau barang, yang harus dibayarkan kepada pejabat negara,
pegawai negeri sipil, dan pegawai yang dipekerjakan oleh pemerintah
daerah yang belum berstatus PNS sebagai imbalan atas pekerjaan yang
berkaitan dengan pembentukan modal.
Pembayaran atas beban pegawai dapat dilakukan melalui mekanisme
UP/GU/TU atau LS. Beban pegawai yang pembayarannya melalui
mekanisme UP/GU/TU, diakui ketika bukti pembayaran beban telah
disahkan pengguna anggaran. Sedangkan beban pegawai yang
pembayarannya melalui mekanisme LS, diakui pada saat diterbitkan
SP2D atau pada saat timbulnya kewajiban pemerintah daerah.
52
b. Beban Barang dan Jasa
(1) Beban Persediaan
Beban persediaan dicatat pada saat pembelian persediaan, yaitu pada
saat barang telah diterima. Pada akhir tahun, nilai sisa persediaan
berdasarkan inventarisasi fisik sebagai pengurang beban persediaan.
(2) Beban Jasa, Pemeliharaan, dan Perjalanan Dinas
Beban jasa, pemeliharaan dan perjalanan dinas dicatat sebesar nilai
nominal yang tertera dalam dokumen tagihan dari Pihak Ketiga
sesuai ketentuan peraturan perundang–undangan yang telah
mendapatkan persetujuan dari Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna
Anggaran .
(3) Beban Bunga Utang
Beban Bunga merupakan alokasi pengeluaran Pemerintah Daerah
untuk pembayaran bunga yang dilakukan atas kewajiban
penggunaan pokok utang termasuk beban pembayaran biaya-biaya
yang terkait dengan pinjaman dan hibah yang diterima Pemerintah
Daerah, seperti biaya commitment fee dan biaya denda.
Beban Bunga meliputi beban bunga pinjaman dan beban bunga
obligasi. Beban bunga diakui pada saat bunga tersebut jatuh tempo
untuk dibayarkan. Untuk keperluan pelaporan keuangan, nilai beban
bunga diakui sampai dengan tanggal pelaporan walaupun saat jatuh
tempo melewati tanggal pelaporan.
(4) Beban Subsidi
Beban Subsidi merupakan pengeluaran atau alokasi anggaran yang
diberikan Pemerintah Daerah kepada Perusahaan/Lembaga tertentu
agar harga jual produksi/jasa yang dihasilkan dapat terjangkau oleh
masyarakat. Beban Subsidi diakui pada saat kewajiban Pemerintah
Daerah untuk memberikan subsidi telah timbul.
(5) Beban Hibah
Beban hibah merupakan beban Pemerintah dalam bentuk uang,
barang, atau jasa kepada Pemerintah, Pemerintah Daerah lainnya,
Perusahaan Daerah, Masyarakat, dan Organisasi Kemasyarakatan,
yang bersifat tidak wajib dan tidak mengikat.
Beban hibah dalam bentuk uang dicatat sebesar nilai nominal yang
tertera dalam nota perjanjian hibah. Beban hibah dalam bentuk
53
barang/jasa dicatat sebesar nilai wajar barang/jasa tersebut saat
terjadinya transaksi.
Pada akhir tahun anggaran karena ketentuan perundangan-undangan
beban hibah tidak lagi disalurkan maka atas beban tersebut dikoreksi
sebesar yang tidak dapat disalurkan.
(6) Beban Bantuan Sosial
Beban Bantuan Sosial merupakan beban Pemerintah Daerah dalam
bentuk uang atau barang yang diberikan kepada individu, keluarga,
kelompok dan/atau masyarakat yang sifatnya tidak secara terus-
menerus dan selektif yang bertujuan untuk melindungi dari
kemungkinan terjadinya resiko sosial.
Beban bantuan sosial dicatat sebesar nilai nominal yang tertera
dalam dokumen keputusan pemberian bantuan sosial berupa uang
atau dokumen pengadaan barang/jasa oleh Pihak Ketiga.
Pada akhir tahun anggaran karena ketentuan perundangan-undangan
beban bantuan sosial tidak lagi disalurkan maka atas beban tersebut
dikoreksi sebesar yang tidak dapat disalurkan.
(7) Beban Penyusutan
Diakui pada akhir tahun berdasarkan metode penyusutan yang telah
ditetapkan.
(8) Beban amortisasi
Diakui pada akhir tahun berdasarkan metode amortisasi yang telah
ditetapkan.
(9) Beban Piutang Tak Tertagih
Beban penyisihan piutang dapat dilakukan dengan 2 metode yaitu:
a. Metode Penyisihan Piutang
Metode ini dilakukan dengan cara mengakui Beban Piutang Tak
Tertagih di muka sebelum piutang tersebut dihapuskan.
b. Metode Penghapusan Langsung.
Metode ini dilakukan dengan cara mengakui Beban Piutang Tak
Tertagih hanya pada saat piutang tersebut benar-benar tidak dapat
ditagih lagi.
54
Beban piutang tak tertagih diukur dengan:
a. Metode Penyisihan Piutang
Beban Piutang Tak Tertagih diukur dengan cara mengestimasi
besarnya piutang yang kemungkinan tak tertagih.
b. Metode Penghapusan Langsung.
Beban Piutang Tak Tertagih diukur sebesar jumlah piutang yang
benar-benar tidak dapat ditagih kembali.
2) Beban Transfer
Beban Transfer merupakan beban berupa pengeluaran uang atau kewajiban
untuk mengeluarkan uang dari Pemerintah Daerah kepada Pemerintah
Kabupaten/Kota dan Pemerintah Desa. Beban transfer diakui pada saat
diterbitkan SP2D atau pada saat timbulnya kewajiban Pemerintah Daerah.
Dalam hal pada akhir tahun anggaran terdapat Pendapatan yang harus
dibagihasilkan tetapi belum disalurkan dan sudah diketahui daerah yang
berhak menerima, maka nilai tersebut dapat diakui sebagai beban.
3. Penyajian dan Pengungkapan
Beban disajikan dalam LO entitas akuntansi/pelaporan. Penjelasan secara
sistematis mengenai rincian, analisis dan informasi lainnya yang bersifat material
harus diungkapkan dalam CaLK sehingga menghasilkan informasi yang andal dan
relevan.
K.2. BELANJA
1. Definisi
Belanja adalah semua pengeluaran dari Rekening Kas Umum Daerah yang
mengurangi Saldo Anggaran Lebih dalam periode tahun anggaran bersangkutan
yang tidak akan diperoleh pembayarannya kembali oleh pemerintah.
2. Pengakuandan Pengukuran
Belanja diakui pada saat terjadinya pengeluaran dari rekening Kas Umum Daerah.
Khusus pengeluaran melalui bendahara pengeluaran pengakuannya terjadi pada
saat pertanggungjawaban atas pengeluaran tersebut disahkan Bendahara Umum
Daerah.
Belanja BLUD diakui pada saat diterbitkannya Surat pengesahan Pendapatan dan
Belanja (SP2B) oleh BUD.
Belanja diukur berdasarkan nilai nominal yang dikeluarkan dan tercantum dalam
dokumen sumber pengeluaran yang sah dan diukur berdasarkan azas bruto.
55
3. Penyajian dan Pengungkapan
Belanjadisajikan dan diungkapkan dalam:
a) LRA sebagai pengeluaran daerah;
b) LAK masuk kategori Aktivitas Operasi;
c) LAK masuk kategori Aktivitas Investasi; dan
d) CaLK untuk memudahkan pengguna mendapatkan informasi.
K.3. TRANSFER
1. Definisi
Transfer adalah pengeluaran uang dari entitas pelaporan ke entitas pelaporan lain,
antara lain Bagi Hasil Pajak Daerah, Retribusi Daerah, dan Bagi Hasil Pendapatan
Lainnya serta Bantuan Keuangan kepada Kabupaten/Kota dan Pemerintah Desa.
2. Pengakuan dan Pengukuran
Pengeluaran transfer diakui pada saat terjadinya pengeluaran dari rekening Kas
Umum Daerah.
Pengukuran transfer keluar didasarkan pada nilai nominal yang tercantum dalam
dokumen sumber pengeluaran yang sah untuk pengeluaran dari Kas Daerah
(SP2D). Terhadap pengeluaran transfer yang terdapat potongan maka pengakuan
nilai transfer diakui sebesar nilai bruto.
3. Penyajian dan Pengungkapan
Transfer keluar disajikan sebagai berikut:
a) LRA sebagai pengeluaran daerah;
b) LAK yang dimasukkan dalam kategori Arus Kas Keluar dari Aktivitas
Operasi; dan
c) CaLK.
L. KEBIJAKAN AKUNTANSI PEMBIAYAAN (PENERIMAAN/
PENGELUARAN)
1. Definisi
Pembiayaan (financing) adalah setiap penerimaan yang perlu dibayar kembali
dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahunanggaran
bersangkutan maupun tahun-tahun anggaran berikutnya, yang dalam
penganggaran pemerintah terutama dimaksudkan untuk menutup defisit atau
memanfaatkan surplus anggaran.
56
2. Jenis-Jenis
a. Penerimaan Pembiayaan
Penerimaan pembiayaan adalah semua penerimaan Rekening Kas Umum
Daerah yang perlu dibayar kembali yang antara lain berasal dari penerimaan
pinjaman, penjualan obligasi pemerintah, hasil privatisasi perusahaan daerah,
penerimaan kembali pinjaman yang diberikan kepada pihak ketiga, penjualan
investasi permanen lainnya, dan pencairan dana cadangan.
b. Pengeluaran Pembiayaan
Pengeluaran pembiayaan adalah semua pengeluaran Rekening Kas Umum
Daerahyang akan diterima kembaliyang antara lain berupa pemberian
pinjaman kepada pihak ketiga, penyertaan modal pemerintah, pembayaran
kembali pokok pinjaman dalam periode tahun anggaran tertentu, dan
pembentukan dana cadangan.
3. Pengakuan
Penerimaan Pembiayaan diakui pada saat kas diterima pada Rekening Kas Umum
Daerah atau pada saat terjadi pengesahan penerimaan pembiayaan oleh
Bendahara Umum Daerah. Sedangkan pengeluaran pembiayaan diakui pada saat
dikeluarkan dari Rekening Kas Umum Daerah.
4. Pengukuran
Penerimaan dan pengeluaran pembiayaan dicatat sebesar nilai nominal. Apabila
penerimaan dan pengeluaran pembiayaan tersebut dalam bentuk mata uang asing
maka harus dijabarkan dan dinyatakan dalam mata uang rupiah. Penjabaran mata
uang asing menggunakan kurs tengah bank sentral pada tanggal transaksi.
Penerimaan dan pengeluaran pembiayaan dilaksanakan berdasarkan azas bruto,
yaitu dengan membukukan penerimaan bruto, dan tidak mencatat jumlah netonya
(setelah dikompensasikan dengan pengeluaran).
5. Penyajian dan Pengungkapan
Penerimaan Pembiayaan dan Pengeluaran Pembiayaan disajikan dalam LRA,
LAK (Aktivitas Investasi atau Aktivitas Pendanaan), serta diungkapkan dalam
CaLK.
Hal–hal terkait pembiayaan yang diungkapkan di CaLK antara lain:
a. Informasi tentang rincian penerimaan pembiayaan;
b. Informasi tentang rincian pengeluaran pembiayaan; dan
c. Penjelasan mengenai selisih apabila nilai penerimaan/pengeluaran
pembiayaan berbeda.
57
M. KEBIJAKAN AKUNTANSI KOREKSI DAN PENGEMBALIAN
Koreksi adalah tindakan pembetulan secara akuntansi agar akun/pos yang tersaji
dalam laporan keuangan entitas menjadi sesuai dengan yang seharusnya. Sedangkan
kesalahan adalah penyajian akun/pos yang secara signifikan tidak sesuai dengan
yang seharusnya yang mempengaruhi laporan keuangan periode berjalan atau
periode sebelumnya.
Kesalahan ditinjau dari sifat kejadian dikelompokkan dalam 2 (dua) jenis:
1) Kesalahan tidak berulang; dan
2) Kesalahan berulang dan sistemik.
Kesalahan tidak berulang adalah kesalahan yang diharapkan tidak akan terjadi
kembali, terdiri atas :
1) Kesalahan tidak berulang yang terjadi pada periode berjalan; dan
2) Kesalahan tidak berulang yang terjadi pada periode sebelumnya.
Kesalahan berulang dan sistemik adalah kesalahan yang disebabkan sifat alamiah
(normal) dari jenis-jenis transaksi tertentu yang diperkirakan akan terjadi secara
berulang. Contohnya adalah penerimaan pajak dari wajib pajak yang memerlukan
koreksi sehingga perlu dilakukan restitusi atau tambahan pembayaran dari wajib
pajak. Setiap kesalahan harus dikoreksi segera setelah diketahui.
Koreksi kesalahan ada beberapa macam. Berikut adalah beberapa macam koreksi
kesalahan pada pemerintah daerah:
1) Koreksi kesalahan yang tidak berulang yang terjadi pada periode berjalan, baik
yang mempengaruhi posisi kas maupun yang tidak, dilakukan dengan
pembetulan pada akun yang bersangkutan dalam periode berjalan, baik pada
akun pendapatan-LRA atau akun belanja, maupun akun pendapatan-LO atau
akun beban;
2) Koreksi kesalahan yang tidak berulang yang terjadi pada periode-periode
sebelumnya dan mempengaruhi posisi kas, apabila laporan keuangan periode
tersebut belum diterbitkan, dilakukan dengan pembetulan pada akun yang
bersangkutan, baik pada akun pendapatan-LRA atau akun belanja, maupun akun
pendapatan-LO atau akun beban;
3) Koreksi kesalahan atas pengeluaran belanja (sehingga mengakibatkan
penerimaan kembali belanja) yang tidak berulang yang terjadi pada periode-
periode sebelumnya dan menambah posisi kas, apabila laporan keuangan
periode tersebut sudah diterbitkan, dilakukan dengan pembetulan pada akun
58
pendapatan lain-lain–LRA. Dalam hal mengakibatkan pengurangan kas
dilakukan dengan pembetulan pada akun Saldo Anggaran Lebih;
4) Koreksi kesalahan atas perolehan aset selain kas yang tidak berulang yang
terjadi pada periode-periode sebelumnya dan menambah maupun mengurangi
posisi kas, apabila laporan keuangan periode tersebut sudah diterbitkan,
dilakukan dengan pembetulan pada akun kas dan akun aset bersangkutan;
5) Koreksi kesalahan atas beban yang tidak berulang, sehingga mengakibatkan
pengurangan beban, yang terjadi pada periode-periode sebelumnya dan
mempengaruhi posisi kas dan tidak mempengaruhi secara material posisi aset
selain kas, apabila laporan keuangan periode tersebut sudah diterbitkan,
dilakukan dengan pembetulan pada akun pendapatan lain-lain-LO/ekuitas.
Dalam hal mengakibatkan penambahan beban dilakukan dengan pembetulan
pada akun beban lain-lain-LO/ekuitas;
6) Koreksi kesalahan atas penerimaan pendapatan-LRA yang tidak berulang yang
terjadi pada periode-periode sebelumnya dan menambah maupun mengurangi
posisi kas, apabila laporan keuangan periode tersebut sudah diterbitkan,
dilakukan dengan pembetulan pada akun kas dan akun Saldo Anggaran Lebih;
7) Koreksi kesalahan atas penerimaan pendapatan-LO yang tidak berulang yang
terjadi pada periode-periode sebelumnya dan menambah maupun mengurangi
posisi kas, apabila laporan keuangan periode tersebut sudah diterbitkan,
dilakukan dengan pembetulan pada akun kas dan akun ekuitas;
8) Koreksi kesalahan atas penerimaan dan pengeluaran pembiayaan yang tidak
berulang yang terjadi pada periode-periode sebelumnya dan menambah maupun
mengurangi posisi kas, apabila laporan keuangan periode tersebut sudah
diterbitkan, dilakukan dengan pembetulan pada akun kas dan akun Saldo
Anggaran Lebih;
9) Koreksi kesalahan yang tidak berulang atas pencatatan kewajiban yang terjadi
pada periode-periode sebelumnya dan menambah maupun mengurangi posisi
kas, apabila laporan keuangan periode tersebut sudah diterbitkan, dilakukan
dengan pembetulan pada akun kas dan akun kewajiban bersangkutan;dan
10) Koreksi kesalahan tidak berulang yang terjadi pada periode-periode sebelumnya
dan tidak mempengaruhi posisi kas, baik sebelum maupun setelah laporan
keuangan periode tersebut diterbitkan, pembetulan dilakukan pada akun-akun
neraca terkait pada periode kesalahan ditemukan.
59
Kesalahan berulang dan sistemik tidak memerlukan koreksi, melainkan dicatat pada
saat terjadi pengeluaran kas untuk mengembalikan kelebihan pendapatan dengan
mengurangi pendapatan-LRA maupun pendapatan-LO yang bersangkutan.
Koreksi kesalahan yang berhubungan dengan periode-periode yang lalu terhadap
posisi kas dilaporkan dalam LAK tahun berjalan pada aktivitas yang bersangkutan.
Koreksi kesalahan diungkapkan pada CaLK.
4.4. Penerapan kebijakan akuntansi berkaitan dengan ketentuan yang ada dalam SAP
Kebijakan akuntansi yang digunakan dalam pelaporan keuangan RSJD Dr RM
Soedjarwadi Pemerintah Provinsi Jawa Tengah mengacu pada Peraturan Gubernur no
45 Tahun 2014 dan Peraturan Menteri Dalam Negeri no 64 Tahun 2013 serta
Peraturan Pemerintah (PP) no. 71 tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintah.
60
Bab V
PENJELASAN POS-POS LAPORAN KEUANGAN
5.1. Rincian dari penjelasan pos-pos Neraca
Aset
Aset Lancar
1. Kas
Daftar rincian saldo kas per 31 Desember 2015:
a. Kas di Bendahara Pengeluaran
Saldo Kas di Bendahara Pengeluaran per 31 Desember 2015 nihil, semua sisa Kas
telah disetor ke Kas Daerah dengan bukti setor:
1. STS nomor: 16/STS/2015 dengan nominal sebesar Rp. 11.539.675,- yaitu
pengembalian sisa Uang Persedian TA 2015.
b. Kas di Bendahara Penerimaan
Saldo Kas di Bendahara Penerimaan, yang merupakan Pendapatan ditangguhkan
pada tanggal 31 Desember 2015sebesar Rp. 16.395.577,-.
No Kas di Bendahara Penerimaan 2014 2015
1 Kas di Bank 5.266.131 74.777
2 Kas di Brankas 11.910.800 16.320.800
Total 17.176.931 16.395.577
c. Kas di Bendahara BLUD
Saldo Kas di Bendahara BLUD per 31 Desember 2015 merupakan Surplus hasil
kegiatan BLUD 2015. Saldo kas bendahara BLUD Rp.2.209.573.930,-digunakan
untuk pembayaran kewajiban jangka pendek BLUD pada Tahun Anggaran 2015
sebesar Rp.1.310.567.617,- dan sisanya digunakan untuk rencana kegiatan 2016.
Rincian Saldo Kas di Bendahara BLUD sebagai berikut (dalam Rupiah):
No Kas di Bendahara BLUD 2014 2015
1 Rekening di Bank 15.463.147.758 2.107.253.330
2 Saldo Kas 68.301.769 102.320.600
Total 15.531.449.527 2.209.573.930
d. Setara Kas (Deposito)
Saldo Setara Kas (Deposito) per 31 Desember 2015 merupakan Deposito RSJD Dr
RM Soedjarwadi dengan periode jatuh tempo 3 bulan dan otomatis diperpanjang
selama belum ada perjanjian selanjutnya.
No Setara Kas (Deposito) 2014 2015
1 Saldo Deposito - 5.000.000.000
Total - 5.000.000.000
61
2. Piutang
Daftar rincian Piutang Retribusi berdasarkan Sumber Debitur per 31 Desember 2015
(dalam Rupiah):
No Nama Debitur Jumlah Keterangan
1 Pasien Murni 178.703.930 Termasuk:
1. Piutang s/d 2014: 155.960.230
2. Piutang 2015: 22.743.700
2 BPJS 3.857.600.091 Termasuk:
1. Okt 2015: 89.572.800
2. Nop 2015: 1.932.472.607
3. Des 2015: 1.835.554.684
3 Jamkesda Kabupaten 132.193.700 September 2009 – Februari 2010
4 Piutang Bunga Deposito 29.589.041,10 7 Desember 2015 – 31 Desember 2015
Total Piutang 4.198.086.762
Cadangan Piutang tak Tertagih per 31 Desember 2015 sebesar Rp. 136.529.510,-
yang dimasukkan dalam kategori Cadangan Piutang tak tertagih hanya Piutang yang
berasal dari Pasien Murni. Untuk piutang selain dari pasien murni belum
diberlakukan kebijakan Cadangan Piutang tak tertagih.
Daftar Cadangan Piutang tak Tertagih per 31 Desember 2015 terlampir.
Piutang Lainnya sebesar Rp. 29.589.041,10 merupakan piutang bunga deposito
tanggal 7 Desember 2015-31 Desember 2015.
3. Belanja Dibayar Dimuka
Terdapat belanja dibayar dimuka yaitu premi asuransi yang dibayarkan satu tahun (1
Desember 2015 – 1 Desember 2016) senilai Rp.82.331.150.
Penjelasan terlampir.
4. Persediaan
Daftar Stok Opname Persediaan per 31 Desember 2015 (dalam Rupiah) :
No Keterangan 2014 2015
1 Bahan Habis Pakai 217.786.974 1.942.611.322
2 Bahan Material 5.074.621.929 5.184.494.391
3 Cetak Penggandaan 51.956.900 1.191.959.500
4 Bahan Makan Minum 186.868.700 130.559.500
Total 5.531.234.503 8.449.624.713
Terdapat koreksi saldo awal untuk:
No Keterangan Koreksi ( + ) Koreksi ( - )
1 Laboratorium - 476.159.360
2 Obat - 3.786.600
3 Bahan Makan Minum 2.173.000 -
Total 2.173.000 479.945.960
62
Dalam stok Gudang Farmasi, terdapat Obat yang Rusak/Kadaluarsa sebesar:
Rp. 19.570.887,- dengan rincian terlampir dan sudah dikeluarkan dari stok Gudang
Farmasi.
Data Persediaan Obat yang Rusak/Kadaluarsa (dalam Rupiah):
No Keterangan Jumlah
1 Obat Rusak/Kadaluarsa 19.570.887,-
Aset Tetap
Nilai Tanah RSJD Dr RM Soedjarwadi Pemerintah Provinsi Jawa Tengah (dalam
Rupiah):
No Aset 2014 2015
1 Tanah 14.192.500.000 14.192.500.000
Nilai Peralatan dan Mesin RSJD Dr RM Soedjarwadi Pemerintah Provinsi Jawa
Tengah (dalam Rupiah):
No Peralatan dan Mesin 2014 2015
1 Alat Berat 538.089.398,67 538.089.399
2 Alat Angkutan 2.253.321.233 2.253.321.233
3 Alat Bengkel 17.054.200,01 17.054.200
4 Alat Pertanian 5.054.000 5.054.000
5 Alat Kantor dan Rumah Tangga 10.342.112.443 11.395.312.447
6 Alat Studio dan Komunikasi 258.378.350 261.344.850
7 Alat Kedokteran 17.516.042.165 43.605.503.337
8 Alat Laboratorium 1.249.774.465 1.342.269.465
Total 32.171.620.253,58 59.417.948.931
Nilai Gedung dan Bangunan RSJD Dr RM Soedjarwadi Pemerintah Provinsi Jawa
Tengah (dalam Rupiah):
No Gedung dan Bangunan 2014 2015
1 Gedung 19.785.485.510 24.192.726.492
2 Monumen 822.096.081 999.394.081
Total 20.607.581.591 25.192.120.573
63
Nilai Jalan, Jaringan, dan Instalasi RSJD Dr RM Soedjarwadi Pemerintah Provinsi
Jawa Tengah (dalam Rupiah):
No Jalan, Jaringan, dan Instalasi 2014 2015
1 Jalan dan Jembatan 96.997.000 96.997.000
2 Bangunan Air dan Irigasi 118.021.000 993.248.000
3 Instalasi 1.888.385.534 3.208.186.129
Total 2.103.403.534 4.298.431.129
Nilai Aset Tetap Lainnya RSJD Dr RM Soedjarwadi Pemerintah Provinsi Jawa
Tengah (dalam Rupiah):
No Aset Tetap Lainnya 2014 2015
1 Buku dan Kepustakaan 25.057.200 25.057.200
2 Barang Bercorak Kesenian 98.600.000 121.700.000
3 Hewan/Ternak dan Tanaman 44.450.000 -
Total 168.107.200 146.757.200
Nilai Aset Konstruksi Dalam Pengerjaan RSJD Dr RM Soedjarwadi Pemerintah
Provinsi Jawa Tengah yaitu hasil Pembangunan Gedung Rawat Jalan 4 Lantai dan
Perencanaan Instalasi Air Minum Bersih (dalam Rupiah):
No Keterangan 2014 2015
1 Gedung Rajal 4 Lantai 332.068.000 6.898.072.848.
2 Instalasi Air Minum Bersih - 40.911.600
Total 332.068.000 7.271.052.448
Nilai Akumulasi Penyusutan Aset Tetap RSJD Dr RM Soedjarwadi Pemerintah
Provinsi Jawa Tengah (dalam Rupiah):
No Keterangan 2014 2015
1 Akumulasi penyusutan aset tetap (24.888.639.472,97) (35.119.827.340,41)
Total (24.888.639.472,97) (35.119.827.340,41)
Nilai Aset Lainnya RSJD Dr RM Soedjarwadi Pemerintah Provinsi Jawa Tengah
yaitu nilai aset dalam kondisi rusak dan menunggu proses penghapusan (dalam
Rupiah):
No Keterangan 2014 2015
1 Aset Tak Berwujud 266.542.171,32 266.542.169
2 Aset Lain-lain - 491.926.833
3 Akumulasi Amortisasi - (598.543.700,60)
Total 266.542.171,32 159.925.301,40
64
Kewajiban
RSJD Dr RM Soedjarwadi Pemerintah Provinsi Jawa Tengah mempunyai kewajiban
jangka pendek berupa (dalam Rupiah):
No Keterangan 2015
1 Jasa Pelayanan JKN November 606.603.122
2 Jasa Pelayanan Umum Desember 145.507.090
3 Jasa Pelayanan JKN Desember 550.657.405
4 Jasa Pelayanan Revisi 2010 225.894.069
5 Jasa Pelayanan Askes Desember 2011 38.892.230
6 Pemasangan Iklan 7.000.000
7 Langganan Surat Kabar 800.000
Total 1.575.353.916
Ekuitas
Ekuitas RSJD Dr RM Soedjarwadi dijelaskan sebagai berikut (dalam Rupiah):
No Ekuitas 2014 2015
1 Ekuitas Perubahan SAL (19.550.833.985) (61.866.221.609)
2 Pendapatan ditangguhkan 17.176.931 16.395.577
3 Kas di Bendahara BLUD-hutang PFK (nonSILPA) - (13.321.875.597)
4 Cadangan Piutang 1.649.537.736,67 4.143.888.402
5 Cadangan Persediaan 5.531.234.503 8.449.624.713,02
6 Dana yang Harus Disediakan untuk Pembayaran Utang
Jangka Pendek
(4.648.169.657) (1.575.353.916)
7 Diinvestasikan dalam Aset Tetap 45.177.781.000 75.398.982.939,59
8 Diinvestasikan dalam Aset Lainnya 213.233.735,20 159.925.301,40
9 RK-PPKD Konsolidasian 35.082.283.512 82.397.671.136
Total 63.472.243.775,90 93.803.036.948,01
65
5.2. Rincian dari penjelasan pos-pos Laporan Realisasi Anggaran
Rincian Pendapatan BLUD per 31 Desember 2015 (dalam Rupiah):
No Uraian Pendapatan 2014 2015
1 Instalasi Gawat Darurat 219.005.000 212.964.300
2 Instalasi Rawat Jalan 837.095.000 856.967.000
3 Instalasi Rawat Inap 634.755.962 1.006.144.928
4 Instalasi Rawat Intensif 130.567.500 93.225.500
5 Laboratorium 253.636.499 483.060.200
6 Rekam Medis 128.378.000 138.655.000
7 Radiologi 150.775.000 497.596.000
8 Rehabilitasi Medik 10.973.000 15.205.700
9 Farmasi 1.589.616.379 1.614.293.920
10 Loundry 1.925.000 1.797.000
11 Elektrodiagnostik & Elektroteraphy - 57.595.000
12 Diklat 81.792.000 201.484.000
13 Askes PHB - -
14 BPJS 26.174.752.898 18.570.067.980
15 Hasil Kegiatan Rehabilitasi 3.957.500 -
16 Sewa Rumah Dinas 1.500.000 2.400.000
17 Sewa Asrama dan Aula 24.095.000 31.367.000
18 Sewa Kantin dan Koperasi 1.800.000 1.800.000
19 Sewa untuk Parkir dan Olahraga 3.000.000 3.000.000
20 Penerimaan Lain - lain 2.457.000 -
21 Ambulance & Mobil Jenazah 7.525.000 5.580.000
22 Foto Copy 276.000 -
23 Bunga Bank/Jasa Giro 175.172.844 687.649.982
24 Piutang Pasien 193.111.455 2.360.000
25 Legalisir 1.886.500 5.352.779
Total Pendapatan 30.628.053.537 24.527.671.289
Rincian Belanja APBD dan BLUD Tahun Anggaran 2015 terlampir pada Laporan
Realisasi Anggaran per Objek.
Tahun Anggaran 2015, RSJD Dr RM Soedjarwadi tidak ada dana keluar atau masuk
pada pos Transfer dan pos Pembiayaan.
5.3. Rincian dari penjelasan pos-pos Laporan Operasional
Pendapatan
Pendapatan Asli Daerah yang Sah
Pendapatan RSJD Dr RM Soedjarwadi termasuk dalam Pendapatan Asli Daerah yang Sah
Lainnya – Pendapatan BLUD.
66
Jumlah Pendapatan-Laporan Operasional berasal dari:
Total Penerimaan tahun 2015 dikurangi penerimaan dari piutang 2014 ditambah piutang
2015.
No Penerimaan 2015 Piutang 2015 Penerimaan Piutang 2014 Pendapatan LO 2015
1 24.527.671.289 4.198.086.762 1.434.846.825 27.002.757.296
Beban
Beban Operasional
Beban Operasional-LO RSJD Dr RM Soedjarwadi Tahun Anggaran 2015 adalah realisasi
pembayaran beban Tahun Anggaran 2015 dan jumlah utang beban yang terjadi. Jumlah
beban operasional sebagai berikut:
No Keterangan Jumlah
1 Beban Pegawai 33.394.846.075,00
2 Beban Barang dan Jasa 25.924.410.375,65
3 Beban Penyusutan/Amortisasi 11.259.357.027,24
4 Beban Lain-lain 180.979.510,00
Total 70.759.592.987,89
5.4. Rincian dari penjelasan pos-pos Laporan Perubahan Ekuitas
Ekuitas Awal
Ekuitas awal LO Tahun 2014 merupakan Ekuitas Akhir Tahun 2014, sebesar
RP.63.497.923.276,70
Surplus Defisit LO
Surplus Defisit LO senilai Rp. (43.756.835.691,89) terdiri dari:
No Uraian Jumlah
1 Pendapatan LO 2015 27.002.757.296
2 Beban Operasional LO 2015 (70.759.592.987,89)
(43.967.583.352,39)
RK-PPKD
RK-PPKD per 31 Desember 2015 senilai 82.397.671.136,-
67
Dampak Kumulatif Perubahan Kebijakan/Kesalahan Mendasar
Dampak Kumulatif Perubahan Kebijakan/Kesalahan Mendasar merupakan hasil koreksi
dari hasil saldo awal Tahun Anggaran 2015. Hasil koreksi yang ada di Tahun Anggaran
2015 sebesar (Rp. 8.335.721.772,80) yaitu pada:
No Uraian Jumlah
1 Koreksi/Penyesuaian Kas (8.322.656.951,00)
2 Koreksi/Penyesuaian Penyisihan Piutang 122.984.560,00
3 Koreksi/Penyesuaian Persediaan (459.689.912,00)
4 Koreksi/Penyesuaian Aset Tetap (642.229.762,00)
5 Koreksi/Penyesuaian Penyusutan 482.933.893,00
6 Koreksi/Penyesuaian Aset Lainnya 536.376.833,00
7 Koreksi/Penyesuaian Amortisasi (53.308.433,80)
8 Koreksi/Penyesuaian Lain-lain (132.000,00)
TOTAL (8.335.721.772,80)
68
Bab VI
Penjelasan atas informasi-informasi non keuangan
Profil RSJD Dr RM Soedjarwadi Pemerintah Provinsi Jawa Tengah
Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr.RM Soedjarwadi Pemerintah Provinsi Jawa Tengah
merupakan Rumah Sakit Kelas A Khusus (non Pendidikan) milik Pemerintah Provinsi
Jawa Tengah, yang terletak di Kabupaten Klaten, dengan kapasitas 199 tempat tidur,
adapun gambaran secara umum sebagai berikut:
IDENTITAS RUMAH SAKIT
NamaRumahSakit : RumahSakitJiwa Daerah Dr. RM.
SoedjarwadiKlaten
Alamat : Jl. Ki Pandanaran KM. 02 Klaten Kode Pos 57425
Telepon: 0272-32143 Faximile : 0272-321418
Kepemilikan : PemerintahProvinsiJawa Tengah
KlasifikasiRumahSakit : RumahSakitKhususJiwa
KelasRumahSakit : KelasA
KapasitasTempatTidur : 199 TT
Lay Out RSJD Dr. RM SoedjarwadiPemerintahProvinsiJawa Tengah
69
Posisi RSJD Dr.RM Soedjarwadi Pemerintah Provinsi Jawa Tengah saat ini sangat
strategis, karena di Kabupaten Klaten tidak ada Rumah Sakit Jiwa lainnya yang menjadi
pesaing, dan kedudukannya terletak pada jalur lintas utama antara Gunung Kidul Bagian
Utara, sehingga menjadi tujuan utama dan paling dekat bagi masyarakat untuk berobat ke
Rumah Sakit. Disamping itu pula RSJD Dr.RM Soedjarwadi Pemerintah Provinsi Jawa
Tengahtelah menjadi Rumah Sakit tipe A Khusus jiwa.
Seiring dengan semakin bertambahnya jumlah penduduk di Kabupaten Klaten dan
semakin meningkat pula kebutuhan masyarakat akan kesehatan khususnya Kesehatan
Jiwa, berdasarkan analisa tersebut perlu adanya peningkatan sarana prasarana Rumah
Sakit guna penunjang Operasional Pelayanan.
Demikian pula kelayakan ruang rawat inap sebagai upaya dalam memberikan
pelayanan pada masyarakat secara maksimal sesuai dengan etika-etika pelayanan bidang
kesehatan.
Visi
Rumah Sakit Jiwa pilihan pertama masyarakat dengan layanan lengkap, bermutu
tinggi dan dengan ilmu terkini
Misi
1. Memberikan pelayanan kesehatan yang terbaik bagi semua lapisan masyarakat.
2. Meningkatkan kuantitas dan kualitas sumber daya manusia secara
berkesinambungan.
3. Menjamin layanan kesehatan yang selalu terakreditasi dan tersertifikasi secara
nasional maupun internasional.
4. Mewujudkan penataan rumah sakit yang modern dan konsisten dengan Master
Plan.
5. Melaksanakan pendidikan, pelatihan dan penelitian di bidang kesehatan jiwa.
Motto Melayani dengan Ketulusan Hati
Indikator Kinerja Rumah Sakit
No Kinerja 2011 2012 2013 2014 2015
1 TT 120 189 189 189 199
2 BOR 90,87 66,10 63,15 57,77 60,89
3 LOS 25,89 20,55 19.81 17,85 15,51
4 TOI 2,60 11,78 11,56 13,05 10,41
5 BTO 12,81 1,01 11,62 11,81 14,08
6 GDR 0,006 0,003 0,006 0,009 0,022
7 NDR 0,003 0,003 0,003 0,002 0,011
70
PELAYANAN
Jumlah Kunjungan
2011 2012 2013 2014 2015
Rawat Jalan 42.695 38.178 78.773 74.472 90.232
Rawat Inap 1.687 1.251 2.195 2.233 2.549
IGD 4.089 3.187 5.969 5.229 7.141
Klinik Jiwa 10.243 6.918 13.935 16.680 18.999
Klinik Saraf 16.053 12.610 31.501 27.872 33.453
Klinik Sp. Anak 37 424 831 1.110 1.294
Klinik Anak 4.241 3.397 5.802 5.465 9.968
Klinik Dalam 244 350 805 666 1.684
Klinik Umum 1.837 1.118 2.980 1.954 2.569
Klinik Nyeri 22 71 211 1.959 4.904
Klinik Gigi 1.082 859 1.185 1.112 1.029
Klinik Psikologi - - 1.520 403 639
Sumber: Data Rekam Medik 2015
71
Bab VII
Penutup
Demikian Catatan atas Laporan Keuangan RSJD Dr RM Soedjarwadi Pemerintah
Provinsi Jawa Tengah yang merupakan bagian tak terpisahkan dari Laporan Keuangan
RSJD Dr RM Soedjarwadi Pemerintah Provinsi Jawa Tengah. Catatan atas Laporan
Keuangan pokok disusun berdasarkan Peraturan Gubernur Jawa Tengah No.45 Tahun
2014, Peraturan Menteri Dalam Negeri No.64 Tahun 2013, Peraturan Pemerintah Nomor
71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintah (SAP). Kami berharap
penyampaian Catatan atas Laporan Keuangan ini dapat berguna bagi pihak-pihak yang
berkepentingan serta memenuhi prinsip-prinsip transparansi, akuntabilitas, dan
pertanggungjawaban dalam pengelolaan keuangan daerah.
Direktur
RSJD Dr RM Soedjarwadi
Pemerintah Provinsi Jawa Tengah
dr. Tri Kuncoro, MMR
NIP. 196505261997031006