sampul vol 3 no 4 - · pdf filepemberian contoh-contoh soal beserta cara penyelesainnya. siswa...
TRANSCRIPT
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAANPUSAT PENGEMBANGAN DAN PEMBERDAYAAN PENDIDIKDAN TENAGA KEPENDIDIKAN MATEMATIKAYOGYAKARTA
PENGEMBANGAN BAHAN AJAR MATEMATIKA BERBANTUAN SOFTWARE DERIVEUNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS MATEMATIS
SISWA KELAS XI IPA SMA NEGERI 1 PASARWAJO Salim
PENGGUNAAN GEOGEBRA UNTUK MENINGKATKAN AKTIFITAS DANPENGUASAAN KOMPETENSI TRANSFORMASI GEOMETRI DI SMK N 1 TULANG BAWANG TENGAH
Joko Sihwidi
PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN CONECTED MATHEMATICS PROJECT TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA SMP
Lucy Asri Purwasi
KEEFEKTIFAN PENGGUNAAN MEDIA BERBASIS BUDAYA PAPUA DALAMPEMBELAJARAN PENJUMLAHAN DAN PENGURANGAN BILANGAN BULAT DITINJAU DARI PRESTASI
Muhammad Suhadak
PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN PMRUNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN KONSEP
DAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA SMPN 2 SIDIKALANGSondang Noverica
PENINGKATAN HASIL BELAJAR PENGURANGAN BILANGAN BULATDENGAN PENDEKATAN PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK DI SDN 05 BIRUGO
Ghenny Aosi
PENGGUNAAN MEDIA GEOGEBRA MELALUI PENDEKATAN SCIENTIFIC UNTUK PENINGKATAN HASIL PEMBELAJARAN MATEMATIKA
Didi Pianda
Volume 3 Nomor 4 Tahun 2016
PPPPTK MATEMATIKA - KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
IDEAL MATHEDUINDONESIAN DIGITAL JOURNAL
OF MATHEMATICS AND EDUCATION
moo rN
2016
4
PENGARUH PENERAPAN STEM PROJECT-BASED LEARNINGTERHADAP KREATIVITAS MATEMATIS SISWA SMK
Ani Ismayani
ISSN 24078530
SUSUNAN REDAKSIJURNAL IDEAL MATHEDU VOLUME 3 NOMOR 4 TAHUN 2016
PPPPTK MATEMATIKA
Penanggung jawab : Kepala Subag TU dan RT
Harwasono, S.Kom., MM
Redaktur : Cahyo Sasongko, S.Sn.
Penyunting/Editor : 1. Marfuah, S,Si.,M.T.
2. Muh. Tamimuddin H, M.T.
3. Muda Nurul Khikmawati, S.Kom,. M.Cs.
4. Dr. Sumardyono, M.Pd.
5. Wiworo, S.Si., M.M.
6. Dra. Th. Widyantini, M.Si.
7. Drs. Rachmadi Widdiharto, M.A.
8. Untung Trisna Suwaji, S.Pd., M.Si.
9. Adi Wijaya, S.Pd.,M.A.
10. Fadjar Noer Hidayat, M.Ed.
11. Hanan Windro Sasongko, S.Si.
12. Sigit Tri Guntoro, S.Si., M.Si.
13. Drs. Agus Suharjana, M.Pd.
14. Joko Purnomo, M.T.
15. Drs. Marsudi Raharjo, MSc.Ed.
16. Dra. Puji Iryanti, Msc.Ed.
17. Ratna Herawati, M.Si.
18. Sumaryanta, M.Pd.
19. Sri Wulandari Danoebroto, S.Si.,M.Pd.
20. Jakim Wiyoto, S.Si.
Desain Grafis dan Layout : 1. Cahyo Sasongko, S.Sn.
2. Victor Deddy K, S.Si.
3. Muhammad Fauzy
Sekretariat : 1. Nur Hamid, S.Kom.
2. M. Pujiastuti
3. Lestari Budi Atik, A.Md.
4. Sri Kurniasih
3. Dewi Katmolowati
Alamat redaksi : PPPPTK Matematika
Jl. Kaliurang km.6, Sambisari, Depok, Sleman, D.I.Y.
Telp. (0274) 885725, 881717
Fax. (0274) 885752
Website. idealmathedu.p4tkmatematika.org
Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 3 Nomor 4 Tahun 2016
http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530
199
PENGEMBANGAN BAHAN AJAR
MATEMATIKA BERBANTUAN
SOFTWARE DERIVE UNTUK MENINGKATKAN
KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS MATEMATIS
SISWA KELAS XI IPA SMA NEGERI 1
PASARWAJO
Salim
Universitas Halu Oleo, Kampus Bumi Tridharma Anduonohu;[email protected]
Abstrak. Pengetahuan teoritik melalui penyampaian materi dapat diperkuat melalui
visualisasi dengan bantuan software Derive akan dikemas melalui bahan ajar
matematika. Tujuan penelitian ini adalah menemukan karakteristik bahan ajar yang
dikembangkan, mendeskripsikan kevalidan bahan ajar, mengkaji keefektifan
pembelajaran menggunakan bahan ajar yang dikembangkan dan mengkaji peningkatan
kemampuan berpikir kritis matematis siswa melalui penggunaan bahan ajar yang
dikembangkan. Penelitian ini merupakan penelitian pengembangan dengan
menggunakan model Plomp yang meliputi (1) investigasi awal, (2) perancangan, (3)
realisasi/konstruksi, (4) tes, evaluasi, dan revisi, dan (5) implementasi Hasil penelitian
ini menunjukkan bahwa: (1) karakteristik bahan ajar yang dikembangkan diantaranya:
memuat aspek-aspek kemampuan berpikir kritis, menggunakan teknologi informasi dan
komunikasi, dan bahan ajar yang hierarki; (2) bahan ajar yang dikembangakan valid
setelah melalui revisi; (3) bahan ajar yang dikembangkan efektif jika diimplementasikan
dalam pembelajaran di kelas; (4) penggunaan bahan ajar berbantuan software Derive dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis matematis siswa.
Kata Kunci. Bahan Ajar, Software Derive, dan Berpikir Kritis
1. Pendahuluan
Seorang siswa tak mungkin dapat berpikir kritis dalam pembelajaran matematika tanpa
pengetahuan mengenai isi dan teori pelajaran matematika. Dengan demikian, agar siswa
dapat berpikir kritis dalam matematika maka dia harus memahami matematika dengan baik.
Melalui pembelajaran matematika, berpikir kritis dapat dikembangkan karena matematika
memiliki struktur dan kajian yang lengkap serta jelas antar konsep. Aktivitas berpikir kritis
siswa dapat dilihat dari kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal secara tepat, lengkap,
sistematis dan beralasan.
Fenomena yang terjadi pada kelas XI IPA di SMA Negeri 1 Pasarwajo Kabupaten Buton
menunjukkan bahwa kemampuan berpikir kritis matematika siswa belum pernah dilatih oleh
guru dalam kegiatan pembelajaran matematika. Dari segi pembelajaran, guru masih
mendominasi kegiatan pembelajaran, guru hanya mengejar target kurikulum, guru ketika
mengajar hanya memberikan konsep materi kepada siswa secara ringkas dilanjutkan dengan
pemberian contoh-contoh soal beserta cara penyelesainnya. Siswa dalam menyelesaikan
suatu permasalahan/soal hanya masih berpatokan pada strategi penyelesaian yang diberikan
Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 3 Nomor 4 Tahun 2016
http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530
200
oleh guru dan sistem penilaian pembelajaran masih menekankan pada keterampilan
berhitung saja.
Penggunaan laboratorium komputer sebagai wadah untuk penerapan teknologi dalam proses
pembelajaran matematika di SMA Negeri 1 Pasarwajo Kabupaten Buton belum sepenuhnya
terlaksana dengan baik. Hal ini disebabkan guru-guru matematika belum maksimal memilih
teknologi dalam pembelajaran dalam rangka membantu siswa untuk mencapai kompetensi
yang telah ditetapkan. Guru juga belum maksimal melakukan pengembangan bahan ajar
yang ada, belum memanfaatkan lingkungan sekitar sebagai sumber belajar, bahan ajar yang
digunakan guru masih berpedoman pada satu buku dengan penerbit tertentu yang isi
bukunya tidak memperhatikan kemampuan berpikir matematis siswa.
Kondisi ini tentunya berakibat pada hasil belajar yang dicapai oleh siswa yang belum
memuaskan sehingga perlu ditingkatkan ke arah yang lebih baik lagi. Oleh karena itu, siswa
harus dilatih untuk berpikir kritis untuk dapat menyelesaikan permasalahan yang diberikan
sehingga diperlukan suatu strategi pembelajaran yang sesuai untuk melatih kemampuan
berpikir kritis siswa. Selain itu, dalam proses pembelajaran matematika perlu dilakukan
visualisasi konsep matematika yang bersifat abstrak sehingga siswa dapat mudah memahami
pengetahuan yang diberikan secara utuh.
Adanya bahan ajar matematika yang didalam kemasannya terdapat penggunaan software
Derive diharapkan informasi yang diperoleh siswa diterima secara utuh dan tersimpan dalam
sistem informasi. Penggunaan software Derive disini adalah untuk memantapkan penyandian
dan penyimpanan informasi. Dalam hal ini, pengetahuan teoritik melalui penyampaian
materi akan diperkuat melalui visualisasi dengan bantuan software Derive. Pengetahuan utuh
yang diperoleh siswa dapat membangkitkan kemampuan berpikir kritis siswa dalam
pembelajaran dan kehidupannya. Pemanfaatan software Derive dalam pembelajaran dapat
memotivasi guru untuk menggunakan teknologi dalam pembelajaran sesuai dengan materi
ajar dan sarana yang ada.
Pentingnya sebuah komputer dalam pembelajaran matematika, juga diungkapkan oleh
Tiwari (2007) bahwa numerik dan kemampuan grafis Computer Algebra Systems (CAS)
merupakan alat yang sangat baik untuk menggambarkan konsep-konsep materi dalam hal ini
konsep kalkulus. Temuan Tiwari mengungkapkan bahwa komputer grafis tampaknya sangat
efektif dalam memvisualisasikan fungsi atau hubungan antara fungsi dan fungsi turunannya,
dan variabelnya. Akibatnya, inti solusi analitis dari banyak masalah dengan aplikasi menjadi
sangat bermakna bagi siswa.
Berdasarkan uraian diatas, maka beberapa rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu (1)
bagaimana karakteristik bahan ajar matematika berbantuan software Derive untuk
meningkatkan kemampuan berpikir kritis matematis siswa kelas XI IPA di SMA Negeri 1
Pasarwajo Kabupaten Buton, (2) bagaimana kevalidan bahan ajar matematika berbantuan
software Derive untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis matematis siswa kelas XI
IPA di SMA Negeri 1 Pasarwajo Kabupaten Buton, (3) bagaimana keefektifan pembelajaran
dengan menggunakan bahan ajar matematika berbantuan software Derive untuk
meningkatkan kemampuan berpikir kritis matematis siswa kelas XI IPA di SMA Negeri 1
Pasarwajo Kabupaten Buton, (4) bagaimana peningkatan kemampuan berpikir kritis
Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 3 Nomor 4 Tahun 2016
http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530
201
matematis siswa kelas XI IPA dengan menggunakan bahan ajar matematika berbantuan
software Derive di SMA Negeri 1 Pasarwajo Kabupaten Buton.
Penelitian ini bertujuan: (1) menemukan karakteristik bahan ajar matematika berbantuan
software Derive untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis matematis siswa kelas XI
IPA di SMA Negeri 1 Pasarwajo Kabupaten Buton, (2) mendeskripsikan kevalidan bahan
ajar matematika berbantuan software Derive untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis
matematis siswa kelas XI IPA di SMA Negeri 1 Pasarwajo Kabupaten Buton, (3) mengkaji
keefektifan pembelajaran dengan menggunakan bahan ajar matematika berbantuan software
Derive untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis matematis siswa kelas XI IPA di
SMA Negeri 1 Pasarwajo Kabupaten Buton, dan (4) mengkaji peningkatan kemampuan
berpikir kritis matematis siswa kelas XI IPA dengan menggunakan bahan ajar matematika
berbantuan software Derive di SMA Negeri 1 Pasarwajo Kabupaten Buton.
2. Kajian Pustaka
2.1. Bahan Ajar
Prastowo (2013:17) mengungkapkan bahwa bahan ajar merupakan segala bahan (baik
informasi, alat, maupun teks) yang disusun secara sistematis, yang menampilkan sosok utuh
dari kompetensi yang akan dikuasai peserta didik dan digunakan dalam proses pembelajaran
dengan tujuan perencanaan dan penelaahan implementasi pembelajaran. Pendapat lain juga
dikemukakan oleh Widodo dan Jasmadi (2008:40), bahan ajar adalah seperangkat sarana
atau alat pembelajaran yang berisikan materi pembelajaran, metode, batasan-batasan, dan
cara mengevaluasi yang didesain secara sistematis dan menarik dalam rangka mencapai
tujuan yang diharapkan, yaitu mencapai kompetensi atau subkompetensi dengan segala
kompleksitasnya.
Bahan ajar disusun berdasarkan kebutuhan dan motivasi siswa serta berorientasi kepada
kegiatan belajar siswa. Hal itu bertujuan agar siswa lebih antusias dan semangat dalam
proses pembelajaran. Bahan ajar ini juga dapat digunakan siswa secara mandiri tanpa harus
melibatkan guru. Bagi guru, bahan ajar ini hendaknya bisa mengarahkan guru dalam
menentukan langkah-langkah pembelajaran di kelas. Pola sajian bahan ajar disesuaikan
dengan perkembangan intelektual siswa sehingga mudah dipahami.
2.2. Software Derive
Derive 6 adalah alat yang sangat baik bagi siswa dan guru matematika. Hal ini dikarenakan
dapat memecahkan masalah numerik dan simbolik serta hasilnya dapat plot dalam grafik 2D
atau 3D. Derive 6 dapat digunakan untuk memecahkan masalah yang melibatkan kalkulus,
matriks dan trigonometri. Penggunaan program ini bertujuan untuk menghindari risiko
pengguna dalam membuat kesalahan dalam perhitungan, membebaskan pikiran pengguna
untuk berkonsentrasi pada pengembangan pemahaman yang lebih baik dari penggunaan
konsep matematika. Derive 6 didukung oleh sebuah petunjuk penggunaan, file demo dan
video, dan menjadikan alat ini yang ideal bagi siswa dan guru yang belajar secara mandiri
(Anonim, 2014).
Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 3 Nomor 4 Tahun 2016
http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530
202
Fitur-fitur yang terdapat dalam aplikasi software Derive 6 diantaranya: dapat membuat
grafik 2D dan 3D, dapat membuat bangun geometri 2D dan 3D, dan dapat digunakan untuk
menyelesaikan soal matematika, yang meliputi aljabar, kalkulus, trigonometri, matriks, dan
lain-lain.
2.3. Kemampuan Berpikir Kritis
Berpikir kritis merupakan proses berpikir secara tepat, terarah, beralasan, dan reflektif dalam
pengambilan keputusan yang dapat dipercaya. Dalam rangka mengetahui bagaimana
mengembangkan berpikir kritis pada diri seseorang, Ennis (2000) menyebutkan bahwa
pemikir kritis idealnya mempunyai 12 kemampuan berpikir kritis yang dikelompokkan
menjadi 5 aspek kemampuan berpikir kritis,antara lain:
1. Elementary clarification (memberikan penjelasan dasar)
2. The basis for the decision (menentukan dasar pengambilan keputusan)
3. Inference (menarik kesimpulan)
4. Advanced clarification (memberikan penjelasan lanjut)
5. Supposition and integration (memperkirakan dan menggabungkan).
3. Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian pengembangan atau Reseach and Development (R & D)
merupakan metode penelitian yang digunakan untuk menghasilkan produk tertentu dan
menguji keefektifan produk tersebut (Sugiyono, 2010: 407). Dalam penelitian ini dilakukan
pengembangan bahan ajar matematika berbantuan software Derive. Pengembangan bahan
ajar matematika adalah suatu proses kegiatan untuk menghasilkan bahan pembelajaran untuk
siswa. Dalam pengembangan penelitian ini menggunakan model pengembangan Plomp
(1997). Model ini terdiri dari lima tahapan yaitu: (1) preliminary investigation (investigasi
awal), (2) design (perancangan), (3) realization/construction (realisasi/ konstruksi), (4) test,
evaluation, and revision (tes, evaluasi, dan revisi), (5) implementation (implementasi).
Penelitian pengembangan ini dilaksanakan pada siswa kelas XI IPA SMA Negeri 1
Pasarwajo Kabupaten Buton semester genap tahun 2015 yang berjumlah 2 kelas dari 8 kelas
paralel yang diambil secara acak. Prototype bahan ajar direvisi berdasarkan saran, masukan
dan penilaian para ahli, kemudian bahan ajar direvisi lagi dan selanjutnya diimplementasikan
kepada siswa kelas XI SMA Negeri 1 Pasarwajo Kabupaten Buton
Kevalidan bahan ajar matematika dalam penelitian ini merupakan validitas isi, dan untuk
menentukannya peneliti meminta pertimbangan maupun penilaian para ahli. Bahan ajar
dikatakan valid, jika rata-rata penilaian validator minimal telah berada dalam kategori valid
sampai sangat valid yaitu pada interval 2,5 < Va ≤ 4,00.
Bahan ajar dikatakan efektif untuk mendukung proses pembelajaran jika: (a) aktivitas
belajar siswa berada pada kategori minimal aktif sampai sangat aktif yaitu pada interval 2,50
< X ≤ 4,00, (b) adanya ketuntasan kemampuan berpikir kritis matematis siswa.
Pembelajaran dikatakan tuntas apabila banyaknya siswa dalam kelas mencapai ketuntasan
minimal 70%, (c) kemampuan berpikir kritis matematis siswa yang diajar dengan bahan ajar
matematika berbantuan software Derive lebih baik dari pada siswa yang diajar dengan bahan
Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 3 Nomor 4 Tahun 2016
http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530
203
ajar konvensional, (d) sebesar 75% atau lebih siswa memberi respon positif terhadap
pembelajaran menggunakan bahan ajar matematika berbantuan software Derive, (e)
peningkatan kemampuan berpikir kritis matematis siswa dihitung berdasarkan selisih antara
rata-rata akhir kemampuan berpikir kritis matematis siswa dengan rata-rata awal kemampuan
berpikir kritis matematis siswa yang disajikan dalam bentuk diagram batang.
4. Hasil Penelitian dan Pembahasan
Karakteristik bahan ajar matematika yang dikembangkan diantaranya. Pertama, bahan ajar
matematika yang memuat aspek kemampuan berpikir kritis matematis. Pengembangan bahan
ajar ini disesuaikan salah satu tujuan pembelajaran matematika pada jenjang SMA yaitu
menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam
membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan
matematika. Dalam pembelajaran seharusnya didesain dengan sebaik-baiknya dan melatih
siswa pada pola-pola berpikir tertentu (berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif )
untuk memudahkan siswa menyelesaikan soal matematika. Kedua, bahan ajar matematika
yang dikembangkan diintegrasikan dengan menggunakan teknologi informasi dan
komunikasi (TIK). Pembelajaran di sekolah mesti menggunakan TIK seperti komputer, alat
peraga, atau media lainnya. Pembelajaran dengan komputer memunculkan pembaharuan
dalam pembelajaran matematika dimana komputer digunakan sebagai alat bantu berpikir.
Dengan menggunakan komputer dalam pembelajaran dimungkinkan siswa untuk
merepresentasikan gagasan dalam berbagai cara, baik tulisan, gambar maupun verbal.
Visualisasi akan membantu siswa memahami konsep matematika yang abstrak dari hal-hal
yang lebih kongkrit. Ketiga, bahan ajar matematika yang hierarki yakni memperhatikan
urutan materi mulai dari materi yang sederhana ke materi yang lebih kompleks. Sehubungan
dengan itu maka perlu diperhatikan mengenai urutan logis, keterkaitan antar materi dalam
setiap indikator, dan cakupan keluasan serta kedalaman materi.
Bahan ajar yang valid adalah bahan ajar yang dikembangkan berdasarkan prosedur
pengembangan dan telah divalidasi oleh validator dengan penilaian minimal baik serta
memberikan rekomendasi untuk dipakai. Selama pengembangan bahan ajar terjadi beberapa
revisi berdasarkan hasil validasi. Penilaian validator terhadap bahan ajar matematika yang
dikembangkan memiliki rata-rata sebesar 3,88 dengan kategori sangat baik. Hasil ini
menandakan pada umumnya pengembangan bahan ajar matematika yang disusun berkategori
baik dan dapat digunakan dengan sedikit revisi. Selain memberikan penilaian, para validator
memberikan masukan terhadap bahan ajar yang dikembangkan agar layak dan baik untuk
digunakan.
Bahan ajar yang telah revisi dinyatakan layak dan siap untuk diimplementasikan pada situasi
di dalam kelas pembelajaran. Hasil implementasi perangkat pembelajaran di dalam kelas
pembelajaran sebagai berikut.
1. Aktivitas Belajar
Pengamatan terhadap aktivitas belajar dilakukan dalam setiap proses pembelajaran di kelas.
Proses pembelajaran matematika ini berlangsung selama 5 kali pertemuan. Jika kelima
pertemuan dirata-ratakan maka diperoleh skor aktivitas belajar siswa selama proses
Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 3 Nomor 4 Tahun 2016
http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530
204
pembelajaran adalah 3,24. Hal ini menunjukkan bahwa aktivitas belajar siswa pada kelas
dengan menggunakan bahan ajar matematika berbantuan software Derive tergolong aktif.
Aktivitas siswa yang paling dominan selama pembelajaran yang berada pada indeks rata-rata
lebih besar 3,40 meliputi antusias menyimak pendapat teman sekelompoknya, ketertarikan
dalam isi bahan ajar, mendengarkan penjelasan/percakapan dalam diskusi di kelompoknya,
menyimak materi pada bahan ajar, memperhatikan petunjuk simulasi materi dengan software
Derive. Munculnya beberapa aktivitas ini secara baik, disebabkan adanya penggunaan
software Derive dalam kegiatan pembelajaran.
Penggunaan software Derive juga searah dengan hasil penelitian Andresen (2007) yang
dilakukan pada Sekolah Menengah Atas di Denmark menunjukkan bahwa software Derive
digunakan untuk memfasilitasi proses perubahan yang berfokus pada pemecahan persamaan
secara kualitatif, interpretasi grafik yang berbeda setiap kasus. Hasil pemodelan juga
didukung oleh adanya diskusi antara sesama siswa dalam kegiatan pembelajaran
2. Ketuntasan Belajar
Analisis yang digunakan untuk menguji ketuntasan belajar adalah uji proporsi pihak kanan.
Rekapitulasi hasil uji ketuntasan belajar pada kelas eksperimen disajikan pada Tabel 1
berikut ini.
Tabel 1. Rekapitulasi Hasil Uji Ketuntasan Belajar
Aspek Pengukuran zhitung ztabel Kriteria
Kemampuan Berpikir Kritis 3,70 1,65 Tolak Ho
Hasil pengujian ketuntasan belajar dengan uji proporsi juga menunjukkan bahwa sebanyak
70% dari seluruh siswa telah mencapai nilai lebih dari 65 ditinjau dari kemampuan berpikir
kritis matematis siswa. Ketercapaian ketuntasan belajar ini mengindikasikan bahwa
pembelajaran matematika dengan bahan ajar berbantuan software Derive efektif untuk
digunakan dalam pembelajaran dan berhasil menumbuhkan kemampuan individual siswa
dalam berpikir kritis matematis.
3. Kemampuan Berpikir Kritis
Data pre-post dan post-test kemampuan berpikir kritis matematis siswa terlebih dahulu diuji
normalitasnya dan homogenitasnya. Hasil uji normalitas data menunjukkan bahwa nilai
Asymp. Sig. lebih besar dari α = 0,05. Hal ini berarti data yang diperoleh telah berdistribusi
normal. Sedangkan hasil uji homogentis data menunjukkan bahwa nilai Sig. lebih besar dari
α = 0,05. Hal ini berarti kedua kelompok sampel yang diteliti mempunyai varians yang
homogen.
Data awal siswa digunakan untuk melihat kemampuan awal siswa sebelum pembelajaran.
Kemampuan awal siswa pada kedua kelompok perlakuan adalah sama. Analisis statistik
dengan uji independent sample t test (pihak kanan) dengan menggunakan bantuan program
SPSS versi 22.0 disajikan pada Tabel 2 berikut ini.
Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 3 Nomor 4 Tahun 2016
http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530
205
Tabel 2. Rekapitulasi Hasil Analisis Data Awal Sebelum Pembelajaran
Aspek Pengukuran thitung ttabel Kriteria
Kemampuan Berpikir Kritis 1,102 1,669 Terima Ho
Rata-rata kemampuan awal siswa pada Tabel 2 menunjukkan bahwa kemampuan awal siswa
antara kelas eksperimen dan kelas kontrol dianggap sama ditinjau kemampuan berpikir kritis
matematis siswa. Tidak ada kelas yang menonjol dari kedua kelompok perlakuan. Data
kemampuan awal ini juga digunakan sebagai patokan awal keadaan kemampuan siswa untuk
melihat peningkatan kemampuan belajar siswa.
Data akhir setelah pembelajaran yang diperoleh yaitu data kemampuan berpikir kritis
matematis siswa. Data diperoleh menggunakan tes kemampuan berpikir kritis. Jika pada
awal pembelajaran kemampuan berpikir kritis dari kedua kelompok adalah sama, namun
setelah dilakukan perlakuan dengan menerapkan bahan ajar matematika berbantuan software
Derive maka terdapat perbedaan kemampuan berpikir kritis dari kedua kelompok perlakuan.
Analisis statistik dengan uji independent sample t test (pihak kanan) dengan menggunakan
bantuan program SPSS versi 22.0 disajikan pada Tabel 3 berikut ini.
Tabel 3. Rekapitulasi Hasil Analisis Data Akhir Setelah Pembelajaran
Aspek Pengukuran thitung ttabel Kriteria
Kemampuan Berpikir Kritis 8,989 1,669 Tolak Ho
Penggunaan bahan ajar matematika yang berbeda akan menghasilkan perbedaan pada
pencapaian kemampuan berpikir kritis matematis siswa. Jika dilihat dari karakteristik
masing-masing pembelajaran yang digunakan dalam penelitian ini, tampak bahwa perbedaan
kemampuan siswa tersebut memang tampak terjadi. Hasil analisis data pada Tabel 3
menunjukkan kelompok siswa yang mendapat pembelajaran dengan menggunakan bahan
ajar matematika berbantuan software Derive lebih baik dari pada kelompok siswa yang
mendapat pembelajaran dengan menggunakan bahan ajar konvensional ditinjau dari
kemampuan berpikir kritis matematis siswa.
4. Respon Siswa
Hasil rerata total analisis data respon siswa terhadap penggunaan bahan ajar matematika
diperoleh nilai sebesar 87,24% siswa memiliki respon positif terhadap pengunaan bahana
ajar matematika berbantuan software Derive dan sisa sebesar 12,76% siswa memiliki respon
negatif.
Hasil penelitian ini juga menunjukkan pembelajaran yang efektif tentunya tidak terlepas dari
peranan seorang guru dalam mendesain suatu pembelajaran. Gurulah yang mengetahui
semua potensi yang ada pada lingkungan sekolah, strategi pembelajaran yang digunakan,
kompetensi/kemampuan yang harus dikuasai oleh siswa. Perlunya guru yang kompeten juga
diteliti oleh Thompson (2008) tentang pengetahuan guru terhadap higher-order thinking.
Hasilnya menunjukkan bahwa sebesar 55% guru matematika memiliki pengetahuan higher-
order thinking terhadap taksonomi Bloom. Penguasaan terhadap aspek-aspek kemampuan
Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 3 Nomor 4 Tahun 2016
http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530
206
berpikir kritis dan berpikir lainnya mesti dikuasai dan dipahami oleh guru. Penguasaan ini
bertujuan agar memudahkan siswa untuk menyelesaikan suatu masalah/soal. Jadi faktor guru
juga berperan terhadap keberhasilan belajar siswa.
5. Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis
Perbedaan rata-rata kemampuan berpikir kritis siswa sebelum dan sesudah perlakuan baik
pada kelompok eksperimen maupun kelompok kontrol dapat dilihat pada Gambar 1 berikut
ini.
Gambar 1. Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa
Pada Gambar 1 tampak bahwa peningkatan rata-rata kemampuan berpikir kritis siswa
kelompok eksperimen sebesar 19.65. sedangkan pada kelompok kontrol, peningkatan rata-
rata kemampuan berpikir kritis siswa sebesar 6,11. Perbedaan rata-rata kemampuan berpikir
kritis siswa ini menunjukkan dengan bahan ajar matematika berbantuan software Derive
mampu meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa secara signifikan sedangkan pada
penggunaan bahan ajar konvensional tidak dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis
siswa secara signifikan.
Hasil penelitian ini juga relevan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Dwijananti dan
Yulianti (2010: 108) menunjukkan bahwa peningkatan kemampuan berpikir kritis
mahasiswa pada mata kuliah fisika lingkungan dapat dikembangkan dengan model
pembelajaran problem based instruction (PBI). Walaupun berbeda pada kajian mata
pelajaran, subyek penelitian dan aspek kemampuan berpikir kritis, peningkatan kemampuan
berpikir kritis disebabkan karena pembiasaan berpikir kritis dalam memecahkan
permasalahan disetiap pembelajaran sehingga memiliki kecenderungan membuat siswa akan
semakin memandang berbagai hal disekitarnya dengan rasa ingin tahu, sehingga ada
pemberian makna.
5. Kesimpulan dan Saran
Kesimpulan dari penelitian ini diantaranya: (1) bahan ajar matematika yang dikembangkan
memiliki karakteristik diantaranya yaitu memuat aspek-aspek kemampuan berpikir kritis,
menggunakan teknologi informasi dan komunikasi, dan bahan ajar yang hierarki, (2) bahan
ajar matematika berbantuan software Derive untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis
Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 3 Nomor 4 Tahun 2016
http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530
207
matematis siswa kelas XI IPA adalah valid setelah melalui revisi, (3) bahan ajar matematika
berbantuan software Derive untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis matematis siswa
kelas XI IPA efektif digunakan, (4) penggunaan bahan ajatr matematika berbantuan software
Derive dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa dengan peningkatan rata-rata
sebesar 19,65.
Saran yang dapat diberikan yaitu: (1) bahan ajar yang dihasilkan dapat dipergunakan untuk
melengkapi bahan ajar, sarana atau sumber belajar di sekolah, (2) bahan ajar matematika
yang dikembangkan efektif digunakan sehingga dapat digunakan untuk materi-materi lain
yang mudah dieksplorasi dengan software Derive , (3) perlunya penggunaan teknologi dalam
pembelajaran untuk memotivasi dan menarik perhatian siswa dalam belajar dan
memudahkan guru untuk mengorganisasikan pembelajaran.
Daftar Pustaka
Anonim. 2014. Derive 6 GCSE & A Level Maths Brought to Life. [Online]. Tersedia:
http://www.chartwellyorke.com/derive.html [28 November 2014].
Andresen, Mette. 2007. Modeling With The Software 'Derive' To Support A Constructivist Approach
To Teaching. International Electronic Journal of Mathematics Education, Volume 2, No 1,
Hal: 1-15. [Online]. Tersedia: http://www.iejme.com/012007/d1.pdf [ 5 Desember 2013].
Dwijananti & Yulianti. 2010. Pengembangan Kemampuan Berpikir Kritis Mahasiswa Melalui
Pembelajaran Problem Based Instruction Pada Mata Kuliah Fisika Lingkungan. Jurnal
Pendidikan Fisika Indonesia. Volume 6, No 2, Hal: 108-114. FMIPA Universitas Negeri
Semarang.
Ennis, R. H. 2000. An Outline of Goals for a Critical Thinking Curriculum and Its Assessment.
University of Illinois: Urbana Champaign. [Online]. Tersedia:
http://www.criticalthinking.net/goals.html [29 November 2014].
Plomp, Tj. 1997. Educational Design: Introduction, From Tjeerd Plomp (Eds.) Educational &
Training System Design: Introduction. Design of Educational and Training (in Dutch).
Utrecht (the Netherlands): Lemma, Netherland. Faculty of Educational Science and
Technology, University of Twente.
Prastowo, Andi. 2013. Panduan Kreatif Membuat Bahan Ajar Inovatif. Yogyakarta: Diva Press.
Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta.
Thompson, Tony. 2008. Mathematics Teachers’ Interpretation Of Higher-Order Thinking In
Bloom’s Taxonomy. International Electronic Journal of Mathematics Education, Volume
3, No 2, Hal: 96-109. [Online]. Tersedia: http://www.iejme.com/022008/d2.pdf [5
Desember 2014].
Tiwari, Tapan. Kumar. 2007. Computer Graphics As An Instructional Aid In An Introductory
Differential Calculus Course. International Electronic Journal of Mathematics Education,
Volume 2, No 1, Hal: 32-48. [Online]. Tersedia: http://www.iejme.com/012007/d3.pdf [5
Desember 2014].
Widodo, Chomsin S. & Jasmadi. 2008. Panduan Menyusun Bahan Ajar Berbasis Kompetensi. Jakarta:
PT Elex Media Kompetindo.
Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 3 Nomor 4 Tahun 2016
http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530
208
PENGGUNAAN GEOGEBRA UNTUK
MENINGKATKAN AKTIFITAS DAN
PENGUASAAN KOMPETENSI TRANSFORMASI
GEOMETRI
DI SMK N 1 TULANG BAWANG TENGAH
Joko Sihwidi SMK N 1 Tulang Bawang Tengah, Kab. Tulang Bawang Barat; [email protected]
Abstrak. Karya Tulis ilmiah ini berupa Penelitian Tindakan Kelas yang bertujuan untuk
melakukan perbaikan dan pengembangan kualitas pembelajaran serta memecahkan masalah
melalui penerapan langsung di kelas. Masalah dalam penelitian ini adalah apakah pengunaan
aplikasi Geogebra dapat untuk meningkatkan aktifitas dan penguasaan kompetensi
transformasi geometri di kelas XI TKJ (Teknik Komputer Jaringan) 1 SMK Negeri 1 Tulang
Bawang Tengah tahun 2016/2017. Penelitian ini dilaksanakan dari Agustus tahun 2016 sampai
dengan Oktober tahun 2016, mulai dari perencanaan sampai dengan pengolahan data dengan
menggunakan jenis perlakuan tindakan kelas (class room action research) 3 siklus. Secara
statistik terdapat perbedaan peningkatan yang signifikan aktifitas belajar dari siswa yang
ditunjukkan dengan peningkatan aspek bertanya, menjawab pertanyaan, melakukan percobaan,
mengamati percobaan, menggunakan alat dan bahan, membuat tabel pengamatan, menuliskan
data dalam tabel pengamatan dan menuliskan jawaban, diskusi dengan kelompok, bekerja sama
dengan kelompok, mengamati kegiatan presentasi, mendengarkan sajian presentasi dan
mengemukakan pendapat, mendengarkan informasi guru dan percaya diri dalam kegiatan
pembelajaran. Selain itu penggunaan aplikasi Geogebra ini juga menunjukan adanya
peningkatan kompetensi transformasi geometri pada siklus pertama, kedua dan ketiga yang
ditunjukkan dengan peningkatan prosentase ketercapaian tujuan pelaksanaan pembelajaran.
Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa aplikasi Geogebra dapat meningkatkan
aktifitas dan kompetensi materi tranformasi geometri bagi siswa siswa kelas XI semester 3
program teknik komputer jaringan SMK Negeri 1 Tulang Bawang Tengah.
Kata Kunci. aktifitas, Geogebra, kompetensi dasar, tranformasi.
1. Pendahuluan
Nilai rata-rata matematika SMK Negeri 1 Tulang Bawang Tengah cukup rendah karena
dalam setiap kompetensi yang dipelajari selalu saja lebih dari 40% siswa tidak mencapai
KKM sehingga guru harus selalu melakukan remidial yang memerlukan tenaga ekstra
dalam mendorong siswa mencapai standar kompetensi yang diharapkan. Selain itu, peneliti
menemukan kecenderungan siswa pasif dalam proses pembelajaran matematika karena
minimnya aktifitas pembelajaran yang diselenggarakan di kelas.
Teknik Komputer dan Jaringan (TKJ) merupakan salah satu program keahlian yang terdapat
di SMK N 1 Tulang Bawang Tengah. Sesuai dengan minat dan jurusannya di bidang
komputer dan jaringan, siswa kelas XI TKJ SMK N 1 Tulang Bawang Tengah memiliki
potensi dalam penggunaan teknologi informasi dan komunikasi di pembelajaran. Terlebih
lagi banyak siswa yang memiliki laptop sebagai sarana penunjang pembelajaran. Potensi ini
tentunya dapat diberdayakan secara positif untuk pembelajan matematika.
Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 3 Nomor 4 Tahun 2016
http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530
209
Dilandasi keinginan untuk mencari strategi pembelajaran yang tepat dan efisien untuk
meningkatkan aktifitas dan kompetensi transformasi geometri di kelas XI TKJ SMK N 1
Tulang Bawang Tengah maka peneliti ingin menggunakan aplikasi Geogebra sebagai media
pembelajaran. Telah banyak studi yang membahas mengenai dampak positif penggunaan
Geogebra dalam pembelajaran matematika di kelas. Selain itu dikarenakan materi ini adalah
materi baru di Kurikulum 2013 SMK dan juga penggunaan Geogebra belum banyak
digunakan oleh guru matematika di sekolah maka peneliti merasa perlu mengadakan
penelitian tindakan kelas pada materi Transformasi Geometri ini dengan menggunakan
aplikasi Geogebra.
Untuk mewujudkan harapan di atas, maka peneliti mengambil judul penggunaan media
aplikasi Geogebra untuk meningkatkan aktifitas dan kompetensi transformasi geometri
dengan rumusan masalah, bagaimna penggunaan media aplikasi Geogebra dapat
meningkatkan aktifitas dan kompetensi transformasi geometri di kelas XI TKJ SMK N 1
Tulang Bawang Tengah ? Tujuan dalam penelitian ini peneliti ingin mendapatkan input atau
informasi yang berharga untuk memperbaiki proses atau praktik pembelajaran. Selain itu
juga salah satu bentuk memotivasi diri dan motivasi kawan seperjuangan dalam rangka
mengembangkan diri melalui peningkatan dalam pengenalan Geogebra dan juga kegiatan
penulisan karya ilmiah , dan tujuan secara umum adalah mencari suatu strategi yang tepat
untuk meningkatkan kompetensi dalam pembelajaran matematika di SMK Negeri 1 Tulang
Bawang Tengah. Tujuan dari pada penelitian yang dilakukan, secara khusus adalah untuk
meningkatkan aktifitas dan kompetensi transformasi geometri di kelas XI TKJ SMK N 1
Tulang Bawang Tengah.
2. Kajian Teori
2.1. Matematika dengan Teknologi
Media adalah alat yang mempunyai fungsi menyampaikan pesan (Bovee, 1997). Menurut
Hamalik yang di kutip Azhar Arsyad (2009: 15) mengemukakan bahwa pemakaian media
pembelajaran dalam proses belajar mengajar dapat membangkitkan keinginan dan minat
yang baru, membangkitkan motivasi dan rangsangan kegiatan belajar, dan bahkan membawa
pengaruh-pengaruh psokologis terhadap siswa. Menurut Kemp dan Dayton dalam bukunya
Azhar Arsyad (2009: 9) menyatakan bahwa media pembelajaran dapat memenuhi tiga
fungsi utama apabila media itu digunakan untuk perorangan, kelompok, atau kelompok
pendengar yang besar jumlahnya, yaitu: (1) Memotivasi minat atau tindakan , (2)
Menyampaikan informasi dan (3) Memberi instruksi.
Proses belajar dapat terjadi jika ada interaksi antara individu dengan lingkungannya.
Interaksi tersebut dapat diciptakan melalui penggunaan sumber dan media belajar yang
tepat. Pemilihan media pembelajaran yang tepat dapat mendukung tercapainya tujuan
pembelajaran dan menciptakan suasana belajar yang lebih aktif dan interaktif, misalnya
dengan memanfaatkan teknologi berupa komputer / laptop / tablet dalam pembelajaran
matematika Bagus Ardi Saputro dkk,-(2015). Guru dan setiap siswa mempunyai kemampuan
teknologi yang berbeda beda sehingga hal ini memungkinkan baik siswa ataupun guru
Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 3 Nomor 4 Tahun 2016
http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530
210
menggunakan berbagai sumber daya teknologi tersebut dalam pembelajaran juga berbeda
hasilnya.
Computer Algebra System (CAS) dapat meningkatkan pemahaman dan kemampuan
memecahkan masalah konseptual siswa. Software matematika dinamis menawarkan
kesempatan untuk menggunakan kedua sistem aljabar komputer dan perangkat lunak
geometri dinamis ( Bulut, dalam Bagus Ardi Saputro dkk 2015).
2.2. Geogebra
Geogebra adalah program dinamis yang dengan beragam fasilitasnya dapat dimanfaatkan
sebagai media pembelajaran matematika untuk memvisualisasikan konsep-konsep matematis
serta sebagai alat bantu untuk mengkonstruksi konsep- konsep matematis.
Menurut Lavicza (Hohenwarter, 2010), sejumlah penelitian menunjukkan bahwa Geogebra
dapat mendorong proses penemuan dan eksperimentasi siswa di kelas. Fitur-fitur
visualisasinya dapat secara efektif membantu siswa dalam mengajukan berbagai konjektur
matematis.
2.3. Aktifitas siswa
Keaktifan siswa selama proses belajar mengajar merupakan salah satu indikator adanya
keinginan atau motivasi siswa untuk belajar. Siswa dikatakan memiliki keaktifan apabila
ditemukan ciri-ciri perilaku seperti : sering bertanya kepada guru atau siswa lain, mau
mengerjakan tugas yang diberikan guru, mampu menjawab pertanyaan, senang diberi tugas
belajar, dan lain sebagainya. (Rosalia, 2005:4)
Aktifitas siswa merupakan kegiatan atau perilaku yang terjadi selamaproses belajar
mengajar. Kegiatan kegiatan yang dimaksud adalah kegiatan yang mengarah pada proses
belajar seperti bertanya, mengajukan pendapat, mengerjakan tugas tugas, dapat menjawab
pertanyaan guru dan bisa bekerjasama dengan siswa lain, serta tanggung jawab terhadap
tugas yang diberikan.
2.4. Kompetensi siswa
Menurut Standar Proses pada Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas)
Nomor 41 Tahun 2007, indikator pencapaian kompetensi adalah perilaku yang dapat diukur
dan/atau diobservasi untuk menunjukkan ketercapaian kompetensi dasar tertentu yang
menjadi acuan penilaian mata pelajaran. Indikator pencapaian kompetensi merupakan
rumusan kemampuan yang harus dilakukan atau ditampilkan oleh siswa untuk menunjukkan
ketercapaian kompetensi dasar (KD). Dengan demikian indikator pencapaian kompetensi
merupakan tolok ukur ketercapaian suatu KD.
Menurut undang undang republik Indonesia nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan
nasional Kompetensi lulusan merupakan kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup
sikap , Pengetahuan dan Ketrampilan sesuai standart yang ditetapkan.
Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 3 Nomor 4 Tahun 2016
http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530
211
3. Metodologi Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian yang bertujuan memperbaiki kondisi pembelajaran, maka
menggunakan jenis penelitian tindakan kelas (PTK) dengan pendekatan penelitian secara
kualitatif karena penelitian ini lebih banyak menekankan pada proses pelaksanaan
pembelajaran yang dilakukan.
Penelitian tindakan kelas ini menggunakan 3 siklus, masing-masing siklus selama 4×45
menit .Dalam pelaksanaan penelitian ini diawali dengan hasil analisa keterlaksanaan
kurikulum di kelas TKJ 1, yang menunjukkan kompetensi prasyarat dengan materi
transformasi ini sudah dimiliki serta pertimbangan waktu kelas ini akan melaksanakan
praktik industri sehingga hasil analisa MGMP kabupaten Tulang Bawang Barat materi
transformasi diberikan di semester ke 3 pada urutan ke 3 setelah materi prasyaratnya yaitu
matrik.
Garis besar pelaksanaan dapat digambarkan dalam siklus sebagai berikut
Dengan rincian prosedur penelitian sebagai berikut :
a. Tahap perencanaan.
Dalam tahap perencanaan tindakan pada siklus ini, kegiatan yang dilakukan adalah:Peneliti
menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran, merancang perangkat pembelajaran baik
berupa lembar kehadiran, lembar observasi, lembar penilaian, LKS yang digunakan untuk
mengarahkan kerja siswa untuk bisa menemukan suatu kesimpulan materi dengan
Geogebra, Merancang alat pengumpul data yang berupa post tes dan digunakan untuk
mengetahui pemahaman kemampuan siswa yang berkaitan dengan materi dan lembar
observasi untuk mengetahui aktifitas siswa saat pelaksanaan pembelajaran.
Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 3 Nomor 4 Tahun 2016
http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530
212
b. Tahap pelaksanaan
Kegiatan dalam penelitian tindakan kelas ini meliputi : melaksanakan pembelajaran sesuai
RPP, Memberikan penjelasan secara umum dan siswa mengaktifkan media Geogebra pada
laptopnya masing masing untuk bisa belajar sesuai LKS yang ada, Mendorong siswa yang
belum aktif untuk aktif dalam mengikuti pembelajaran, Peneliti memberi bantuan kepada
siswa yang mengalami kesulitan sesuai dengan skenario pembelajaran yang telah dirancang
dan meminta guru kolaborator mencatat kegiatan kegiatan / aktifitas yang dilakukan oleh
masing masing siswa, dan pada akir siklus Peneliti memberikan post test pada siswa untuk
mengetahui kompetensi siswa.
c. Tahap observasi tindakan
Peneliti mengamati dan meminta kawan guru kolaborator mengamati kegiatan dengan
lembar observasi keaktivan belajar yang sudah disiapkan, mencatat semua kejadian yang
terjadi pada saat siswa mengikuti pembelajaran dan mengevaluasi hasil belajar serta
menanyakan pada siswa yang kurang aktif dalam pembelajaran tentang kesulitan-kesulitan
yang dihadapinya.
d. Tahap refleksi
Dari hasil pengamatan baik berupa catatan aktifitas siswa dan ketercapaian hasil belajarnya
dianalisa untuk mengetahui apakah tindakan yang dilakukan dapat meningkatkan aktifitas
belajar siswa dan juga meningkatkan kompetensinya, serta menganalisis kelebihan dan
kekurangannya untuk perbaikan tindakan pada siklus berikutnya.
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini sebagai berikut.
1. Lembar observasi yang mencakup aspek bertanya ,menjawab pertanyaan, melakukan
percobaan, mengamati percobaan, menggunakan alat dan bahan, membuat tabel pengamatan,
menuliskan data dalam tabel pengamatan dan menuliskan jawaban, Diskusi dengan
kelompok, bekerja sama dengan kelompok, mengamati kegiatan presentasi, mendengarkan
sajian presentasi dan mengemukakan pendapat, mendengarkan informasi guru dan percaya
diri dalam kegiatan pembelajaran.
2. Kuisioner digunakan untuk menjaring informasi tentang materi prasarat dan juga
tentang kondisi sarana penunjang penggunaan media dalam penelitian ini.
3. Lembar test yang berupa post test untuk mengukur kompetensi siswa dalam bidang
pengetahuan , dan ketrampilan.
Guru sejawat mengisi daata observasi aktifitas siswa, mengamati dan menilai aktifitas siswa
berdasarkan 15 indikator yang sudah disusun dan divalidasi, dengan rincian nilai 1 (satu)
yang menunjukkan aktifitas siswa rendah sedangkan nilai 2 (dua) yang menunjukkan
aktifitas siswa cukup dan nilai 3 (tiga) menunjukkan aktifitas siswa tinggi. Hasil rekapitulasi
nilai aktifitas siswa minimal adalah 15 dan nilai maksimal adalah 45 dengan rata rata nilai
tersebut dikategorikan menjadi 4 tingkatan yaitu rendah, sedang, tinggi dan sangat tinggi.
Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 3 Nomor 4 Tahun 2016
http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530
213
Data nilai yang menggambarkan kompetensi transformasi, siswa saat belajar yang mencakup
data post test ini dianalisa dengan statistik deskriptip sederhana untuk mengetahui sebaran
dan gambaran ketercapaian kompetensinya. Data dibandingkan dengan nilai yang didapat
dan aktifitas dalam tiap tahap pengamatan (SIKLUS) dengan skala 100, untuk mengetahui
apakah dari perlakuan yang dilakukan mengalami peningkatan hasil yang diharapkan dan
perkembangan penguasaan kompetensi dasar dari seluruh peserta.
4. Hasil Penelitian dan Pembahasan
4.1. Deskripsi Awal
Dari hasil pengumpulan data dengan angket yang diberikan kepada siswa didapatkan data
banyak siswa yang mempunyai komputer / laptop sebanyak 21 siswa, belum pernah ada guru
yang menggunakan aplikasi geogebra pada pembelajaran sebelumnya ,demikian juga siswa
belum ada yang bisa menggunakan geogebra ,tetapi sudah semua siswa yang memiliki laptop
memasang aplikasi geogebra, sementara itu sarana pendukung untuk menghidupkan laptop
dikelas tersedia dengan baik dan tidak ada kendala berarti saat siswa membawa laptopnya
untuk belajar di kelas.
Dalam pengamatan aktifitas siswa dengan menggunakan lembar observasi oleh guru
kolaborator didapatkan data sebagai berikut :
Tabel. 1 Pengelompokan skor keaktifan siswa pada pra siklus
No Skor Frekuensi Kategori
1 15 – 22 15 Rendah
2 23 – 30 20 Sedang
3 31 – 38 4 Tinggi
4 39 – 45 0 Sanga tinggi
Sumber : Data diolah dari hasil observasi aktifitas pra siklus.
Karena skor rata rata keaktifan siswa 25 dari 45 yang ditargetkan sedangkan nilai keaktifan
siswa rata ratanya 54,6 %, maka dalam hal ini keaktifan siswa sebelum siklus dalam kategori
sedang .
Dari hasil pengerjaan siswa pada alat tes yang telah dirancang oleh guru untuk mengetahui
pengetahuan prasarat setelah diadakan koreksi maka didapatkan hasil yang kurang
memuaskan. Hasil koreksi tes awal dari 39 siswa didik yang ada di kelas tersebut
didapatkan hasil, 24 siswa mendapatkan nilai kurang dari 7,5 , sedangkan siswa yang telah
tuntas atau mendapatkan nilai di atas batas ketuntasan minimal ada 15 siswa . Nilai rata rata
siswa 64 , nilai maksimal 83 dan nilai minimal 33, Dari paparan hasil nilai yang didapatkan
siswa, maka tampak bahwa yang mencapai ketuntasan belajar hanya 38,4 %.
Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 3 Nomor 4 Tahun 2016
http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530
214
Dari hasil tanya jawab dengan siswa untuk mengetahui apa kendala dan hambatan yang
dirasakan siswa saat memahami materi prasaratnya didapatkan bahwa semua siswa sudah
mempelajari materi prasaratnya. Namun terungkap bahwa siswa mempunyai kelemahan
pada pengembangan skill pengerjaan suatu masalah mengambar titik dan bidang pada
koordinat kartesius, mengoperasikan perkalian matrik dengan skalar, perkalian matrik
dengan matrik. Hal ini dimungkinan karena siswa kurang diberi kesempatan untuk berlatih
dan mencoba sendiri, sehingga siswa minta untuk diberi banyak contoh penyelesaian dan
ditunjukkan abstraksinya.
4.2. Deskripsi Siklus I
Setelah perangkat pembelajaran tersusun lengkap maka dalam pelaksanaan kegiatan dimulai
dengan penjelasan materi Translasi pada siswa dan pengarahan kegiatan yang harus
dilakukan. Berdasarkan data yang telah didapatkan sebelum penelitian, maka peneliti
menyampaikan kelemahan dan kekurangan yang dilakukan siswa dalam menyelesaikan
materi Transformasi geometri pada sub translasi dengan memberikan beberapa contoh dan
penerapannya dalam keseharian dan menampilkannya dengan media geogebra.
Pada tahap berikutnya peneliti membagi siswa dalam beberapa kelompok yang terdiri dari 3
hingga 4 siswa secara acak, dengan syarat setiap kelompok harus ada yang membawa laptop.
Kemudian dibagikan lembar kerja yang telah dirancang oleh peneliti dengan tujuan siswa
bisa menemukan sendiri rumusan dan karakteristik translasi titik dan bidang untuk
diselesaikan siswa secara keseluruhan dengan aplikasi geogebra. Peneliti berkeliling untuk
mengamati cara kerja siswa serta membantu mengarahkan siswa yang mengalami masalah
dalam menyelesaikan lembar kerja yang dibagikan. Setelah siswa mencoba beberapa
persoalan translasi dengan Geogebra, maka mereka mencoba membuat kesimpulan
karakteristik dari translasi titik dan bidang oleh suatu vektor. Kemudian dengan singkat
mereka mempresentasikan hasil diskusinya.
Pada akhir pengajaran yaitu 30 menit terakhir dari pembelajaran peneliti memberikan post
test. Pada saat bersamaan kolaborator juga mencatat siswa siswa yang aktif dan mampu
dalam menyelesaikan masalah yang diberikan oleh peneliti dan juga aktifitas siswa yang
menyimpang sesuai lembar pengamatan.
1. Hasil Observasi Keaktifan Siswa
Saat pelaksanaan menyelesaikan lembar kerja siswa tampak beberapa siswa saling
komunikasi dengan teman terdekatnya tentang cara penyelesaian dari lembar kerja yang
dibagikan, dan bahkan ada yang masih bingung dengan aplikasi geogebra karena pada saat
dijelaskan kurang memperhatikan.
Pada pelaksanaan pengerjaan lembar kerja tersebut tampak beberapa siswa kurang aktif
dalam bertanya, melakukan percobaan, mengamati percobaan, membuat tabel hasil,
menuliskan data percobaan , kerjasama, mengamati dan mendengarkan presentasi. Namun
mereka semua sudah menggunakan alat dan bahan aplikasi geogebra dengan benar dengan
penuh percaya diri.
Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 3 Nomor 4 Tahun 2016
http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530
215
Setelah dirata rata skor keaktifan siswa mendapatkan 32 dari 45 yang ditargetkan dan nilai
70,1 % yang artinya masih harus terus ditingkatkat walaupun keaktifan mereka berkategori
tinggi namun masih perlu ditingkatkan.
2. Hasil Penilaian Kompetensi
Dari 39 siswa, 20 siswa mendapatkan nilai kurang dari batas tuntas, sedang 19 siswa telah
mendapatkan nilai di atas batas tuntas. Hal ini berarti 48,7 % siswa telah mampu memahami
translasi. Namun dilihat dari rata rata perolehan nilai di kelas tersebut hanya 62,94 , nilai
minimal 35 dan nilai maksimal 90 ternyata masih sangat jauh dari nilai skala 100. Setelah
ditinjau pada instrument postes, ternyata banyak siswa kesulitan pada 1)cara menentukan
koordinat bayangan suatu titik yang ditranslasikan dengan konsep koordinat dan
2)menentukan koordinat bayangan suatu titik atau bidang yang ditranslasikan dengan konsep
matrik.
Refleksi
Dengan melihat titik lemah yang terjadi pada sebagian besar siswa berkenaan konsep
translasi titik dan bidang, maka:
a. perlu diadakan penjelasan yang mendasar dengan memanfaatkan teman sekelompoknya
b. masing masing kelompok diberikan latihan yang lebih banyak untuk dicoba secara
bergantian dengan menggunakan geogebra.
c. Lembar kerja siswa seharusnya dibuat variasi untuk menghindari siswa/ kelompok siswa
menunggu hasil diskusi dari kelompok lain.
d. Keberadaan guru kolaborator perlu terus diajak kontribusi untuk membantu mecatat
kejadian kejadian kusus yang ada saat pelaksanaan pembelajaran.
e. pembentukan kelompok yang bebas, membuat guru kolaborator kesulitan dalam
mengidentifikasi siswa yang seharusnya menjadi catatan di lembar pengamatan. Untuk
itu harus dimodifikasi pembagian kelompok sehingga guru kolaborator bisa langsung
mengetahui identitas siswa yang mempunyai aktifitas yang dipantau.
f. Perlu dibuat suatu catatan-catatan dan kesimpulan dasar yang siswa sering salah atau
kesulitan dalam memahami misalnya koordinat , matrik , dan vektor untuk ditindak
lanjuti pada tindakan berikutnya.
4.3. Deskripsi Siklus II
Pada perencanaan siklus II ini peneliti mempertimbangkan hasil refleksi pada siklus
sebelumnya yaitu membuat kelompok kecil berbeda dari siklus I, dan digambarkan denah
tempat diskusinya dengan tujuan agar guru kolaborator lebih mudah dalam mengamati
aktifitas siswa, membuat rancangan pembelajaran materi refleksi titik dan bidang dan
membuat 4 lembar kerja yang berbeda.
Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 3 Nomor 4 Tahun 2016
http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530
216
Kemudian dalam pelaksanaanya, setelah guru menyampaikan pembelajaran sesuai rencana
pelaksanaan pembelajaran, peneliti membagikan dua lembar kerja siswa untuk didiskusikan
bersama dari masing masing kelompok , namun masing masing kelompok yang berdekatan
diberikan lembar kerja yang saling berbeda dengan harapan siswa tidak saling menunggu
kelompok lain juga ketercapaian tujuan pembelajaran lebih cepat. pada saat siswa mulai
berdiskusi peneliti berkeliling untuk membimbing serta memberikan umpan agar siswa bisa
menyelesaikan lembar kerjanya.
Disaat bersamaan guru kolaborator mencatat aktifitas siswa siswa dengan berbantuan denah
tempat duduk siswa dalam kelompok, dan mengamati perilakunya sesuai poin yang sudah
direncanakan
Pada pertemuan ke dua semua siswa diberikan beberapa pertanyaan pengingatan dilanjutkan
dengan meminta perwakilan kelompok untuk mempresentasikan secara singkat hasil
kerjanya dan kelompok lain diminta menanggapi Pada akhir pertemuan ke 2 ini siswa
diberikan Post test. Namun masih ada beberapa siswa yang nampak aktif ketika dipantau
dekat namun kembali tidak aktif ketika dipantau jauh.
1. Hasil Observasi keaktifan siswa
Sebagian besar siswa sudah meningkat keaktifannya melakukan percobaan, kerja sama, aktif
mengamati dan mendengarkan presentasi, menggunakan alat dan bahan dengan tepatdan
semua percaya diri dalam mengikuti pembelajaran . hasil Perolehan skor hasil observasi
aktifitas sebagai berikut:
Tabel. 2 Pengelompokan skor keaktifan siswa pada pra siklus
No Skor Frek Kategori
1 15 – 22 0 Rendah
2 23 – 30 10 Sedang
3 31 – 38 28 Tinggi
4 39 – 45 1 Sangat tinggi
Rata rata dari hasil observasi aktifitas yang dilakukan kolaborator didapatkan 33 dan nilai
72,31% yang artinya harus terus dimotivasi untuk lebih aktiv lagi dalam mengikuti
pembelajaran.
2. Hasil penilaian kompetensi
Terdapat 27 siswa yang mendapatkan nilai di atas batas ketuntasan minimal, sehingga
prosentasi siswa yang telah tuntas adalah 69,2 %. namun dilihat dari rata rata perolehan nilai
di kelas tersebut hanya 71,41 yang masih jauh dari nilai skala 100. Dan bahkan nilai
terkecil siswa perubahannya kurang signifikan yaitu 37,5 Dalam hal ini kalau dilihat dari
intrumennya maka siswa masih banyak yang belum memahami tentang menentukan
Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 3 Nomor 4 Tahun 2016
http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530
217
Koordinat bayangan suatu titik yang direfleksikan, dan menganalisis berbagai konsep dan
prinsip refleksi untuk menyelesaikan permasalahan nyata.
Refleksi
Masih terlihat kesalahan yang dibuat oleh siswa dikarenakan faktor kekurang telitian siswa
dalam bekerja.serta kurangnya motifasi dari anggota kelompoknya, karena yang aktif selalu
yang ditunjuk sebagai pimpinan sementara yang lain sekedar mengikuti saja. Ini nampak dari
nilai yang didapat pada siklus ke dua ini masih tetap di peroleh oleh siswa yang tercapai
ketuntasan pada siklus pertama , maka keaktifan anggota kelompok perlu terus dicarikan
solusi.
4.4. Deskripsi Siklus III
Kegiatan pada siklus ini masih sama dengan siklus sebelumnya, dan kelompok kecil yang
sudah dibuat pada siklus ke II dilanjutkan tetapi ketua diminta untuk membantu anggaota
kelompoknya bisa mempresentasikan hasil diskusinya nanti. Ini diharapkan agar anggota
kelompok yang mempunyai kemampuan lebih bisa ikut membantu kawannya yang kurang
memahami Pada pelaksanaan siklus III ini semua siswa terlihat aktif bersama kelompoknya
dalam menyelesaikan lembar kerja yang diberikan peneliti karena dorongan ketua kelompok
yang punya kemampuan lebih pada kompetensi sebelumnya.serta adanya situasi
berkompetisi dari setiap kelompok. Namun masih ada saja siswa yang tidak terpancing
untuk bertanya ataupun menggali pertanyaan.
1. Hasil Observasi keaktifan siswa
Hasil pengamatan dalam keaktivan siswa oleh kolaborator didapatkan data sebagai berikut :
Tabel 3 Pengelompokan skor keaktifan siswa pada siklus III
No Skor Frek Kategori
1 15 - 22 0 Rendah
2 23 - 30 4 Sedang
3 31 - 38 24 Tinggi
4 39 - 45 11 Sangat tinggi
Setelah dirata rata skor keaktifan siswa mendapatkan 36 dari 45 yang ditargetkan dan nilai
79,2 % yang artinya masih harus terus ditingkatkat walaupun keaktifan mereka berkategori
tinggi namun masih perlu kenaikan aktifitasnya karena seharusnya semuanya siswa bisa
beraktifitas maksimal.
Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 3 Nomor 4 Tahun 2016
http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530
218
2. Hasil penilaian kemampuan hasil belajar
Hanya terdapat 4 siswa yang mendapatkan nilai di bawah batas ketuntasan minimal,
sehingga prosentasi siswa yang telah tuntas adalah 89,74% dan rata rata perolehan nilai kelas
tersebut hanya 76,79 yang masih perlu adanya peningkatan. Dalam hal ini siswa masih
banyak yang belum memahami pada menentukan koordinat titik dan bidang yang dirotasikan
dan didilatasikan untuk menyelesaikan permasalahan rotasi dan dilatasi kususnya yang
berkaitan dengan materi sebelumnya yaitu nilai fungsi trigonometri suatu sudut, dan belum
mengetahui prinsip rotasi dan dilatasi yang berkaitan dengan masalah nyata.
Refleksi.
Masalah skill dan kecermatan dalam mengambil langkah pengerjaan masih perlu
ditingkatkan agar penguasaan materi transformasi dapat lebih baik lagi. Keaktifan dari siswa
secara keseluruhan telah sesuai yang diharapkan oleh peneliti karena dalam mengerjakan
lembar kerja secara kelompok ini 99 % telah aktif dalam pembahasan lembar kerja yang
diberikan. Penciptaan suasana saling berlomba dan bersaing menjadi yang terbaik, juga
perlu dikembangkan di setiap kelompok belajar.
4.5. Deskripsi Antar Siklus
Berdasarkan hasil pelaksanaan tindakan mulai pemantauan keadaan awal hingga pelaksanaan
tindakan pada siklus III maka dapat digambarkan seperti dibawah ini :
1. Aktifitas siswa dalam setiap siklus.
Pada kondisi awal prasiklus didapatkan data bahwa dari indikator keaktifan belajar
semuanya kurang dengan skor rata-rata 25 yang termasuk dalam kategori sedang. Kemudian
pada siklus I skor rata rata menjadi 32 dan berkategori tinggi, siklus ke II skor rata rata
meningkat sedikit menjadi 33 dan pada siklus III 36 yang masing masing berkategori tinggi.
Dengan kata lain terdapat peningkatan keaktifan siswa dari satu siklus ke siklus selanjutnya.
2. Perkembangan kompetensi setiap siklus
Pada pra siklus Tuntas 38,40 % dengan rata-rata nilai 64,00, nilai minimal 33 dan nilai
maksimal 83. Pada siklus I tuntas 48,70 % dengan rata rata nilai 62,94, nilai minimal 35 dan
nilai maksimal 90, pada siklus II tuntas 69,20% dengan rata rata nilai 71,4, nilai minimal
37,5 dan nilai maksimal 90. Terakhir pada siklus III tuntas 89,74% dengan rata rata nilai
76,79, nilai minimal dan nilai maksimal tetap. Dengan demikian terjadi peningkatan
ketuntasan pada akhir siklus.
Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 3 Nomor 4 Tahun 2016
http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530
219
5. Simpulan dan Saran
5.1. Simpulan
Dari penelitian tindakan kelas yang telah dilaksanakan, maka dapat ditarik kesimpulan
sebagai berikut :
1. Dengan bantuan aplikasi Geogebra dalam pembelajaran transformasi geometri dapat
meningkatkan aktifitas belajar dari siswa di kelas XI TKJ SMK N 1 Tulang Bawang Tengah
tahun pelajaran 2016 – 2017.
2. Penggunaan media aplikasi Geogebra dapat meningkatkan penguasaan kompetensi
transformasi geometri di kelas XI TKJ SMK N 1 Tulang Bawang Tengah tahun pelajaran
2016 – 2017.
5.2. Saran
1. Pelaksanaan siklus dalam penelitian ini masih perlu untuk dilanjutkan dikarenakan
aktifitas siswa belum bisa sesuai harapan karena skor maksimal keaktifan siswa tercapai 79,2
% , serta nilai kompetensi siswa dilihat dari rata ratanya masih rendah yaitu 76,79.
2. Guru dalam mengajar perlu memperhatikan paradigma- paradigma baru sehingga dalam
mengajar tidak monoton.
3. Guru perlu merancang pembelajaran dengan sebaik-baiknya dengan menggunakan
model yang tepat sesuai dengan kondisi dan situasi siswa yang akan diberi pelajaran.
4. Guru dalam mengajar perlu menjadikan siswa sebagai jiwa dengan potensi yang lebih ,
sehingga guru cukup sebagai fasilitator agar siswa dapat mengembangkan kemampuannya
dengan sebaik-baiknya.
5. Guru perlu mencari strategi yang efektif untuk mengajarkan materi tertentu sesuai
dengan situasi dan kondisi dari siswa dan materi yang akan diajarkan.
Daftar Pustaka
Arsyad, Azhar. 2009. Media Pembelajaran. Yogyakarta: RajaGrafindo Persada
Arief S Sadiman, 2009. Media Pendidikan. Jakarta: Raja Grafindo .
Bagus Ardi S, M Prayitno dan Farida. 2015. Media Pembelajaran Matematika Dinamis di
sekolah, Universitas PGRI Semarang.
Depdiknas, 2005, Pendidikan Kewarganegaraan, Strategi dan Metode Pembelajaran
Pendidikan Kewarganegaraan, Jakarta : Depdiknas
Daniel Muijs dan David Reynolds 2008. EffectiveTteaching Teori dan Aplikasi ( Edisi ke -2 )
Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Fadjar Shadiq 2008 . Psikologi Pembelajaran Matematika di SMA. Yogyakarta : P4TK
Hisyam Zaini, Bermawy Munthe & Sekar Ayu Aryani, 2007, Strategi PembelajaranAktif,
CTSD,IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 3 Nomor 4 Tahun 2016
http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530
220
Hohenwarter, M., et al . (2010).Teaching and Learning Calculus with Free Dynamic
Matgematics Software GeoGebra
.Tersedia; http://www. publications.uni.lu/record/2718/files/ICME11-TSG16.pdf. [15
Nopember2015]
Hohenwarter, M. & Fuchs, K. (2010). Combination of Dynamic Geometry, Algebra, and
Calculus in the Software System Geogebra. Tersedia:www. Geogebra
org/publications/pecs_2004.pdf. [16 Nopember 2015].
Idris, Nuny S. 1999. Ragam Media Dalam Pembelajaran BIPA. A Paper presented at
KIPBIPA III, Bandung.
Jurnal nuansa pendidikan.Kajian Pendidikan dan pembelajaran (Vol VI No 2
2008),Lampung: LPMP
Kusumah, Yaya S. (2003). Desain dan Pengembangan Bahan Ajar MatematikaInteraktif
Berbasiskan Teknologi Komputer. Makalah terdapat padaSeminar Proceeding
National Seminar on Science and Math Education Seminardiselenggarakan oleh FMIPA
UPI Bandung bekerja sama dengan JICA.Hohenwarter, M., et al . (2008).
Markaban 2008.Model Penemuan Terbimbing pada pembelajaran Matematika SMK.
Yogyakarta :PPPPTK Matematika
Moh Uzer Usman. 2002. Menjadi guru provesional. PT Remaja rosdakarya. Bandung.
Nana Sudjana. 1995. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung : PT Remaja
Rosdakarya.
Rosalia, Tara. 2005. Aktifitas Belajar.http://id.shvoong.com/social-sciences/1961162-
aktifitas-belajar / (27/03/15)
Russeffendi 1988. Pengantar kepada membantu guru mengembangkan kompetensinya
dalam pengajaran matematika untuk meningkatkan CBSA. Bandung : Tarsito
Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 3 Nomor 4 Tahun 2016
http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530
221
PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN
CONECTED MATHEMATICS PROJECT
TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS
SISWA SMP
Lucy Asri Purwasi
STKIP-PGRI Lubuklinggau; [email protected]
Abstract. Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah ada pengaruh
model pembelajaran conected mathematics project terhadap kemampuan berpikir kritis
siswa SMP IT Miftahul Jannah Curup. Jenis penelitian ini adalah eksperimen semu.
Penelitian dilaksanakan di SMP IT Miftahul Jannah Curup. Populasi dalam penelitian
adalah siswa kelas VIII, dengan sampelnya adalah kelas VIII A sebagai kelas
eksperimen dan VIII B sebagai kelas kontrol. Teknik pengumpulan data digunakan
dengan tes kemampuan berpikir kritis siswa berupa soal uraian. Berdasarkan Uji
statistik uji-t terlihat bahwa nilai tes akhir kemampuan berpikir kritis matematis siswa
menunjukkan nilai signifikansi 0,007 ˂ 0,05 maka H0 ditolak dan terima H1. Sehingga
ada perbedaan yang signifikan kemampuan berpikir kritis matematis siswa yang diajar
melalui model pembelajaran Connected Mathematics Project (CMP) dengan yang diajar
melalui pembelajaran konvensional. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
terdapat pengaruh yang signifikan model pembelajaran Connected Mathematics Project
(CMP) terhadap kemampuan berpikir kritis matematis siswa SMP IT Miftahul Jannah
Curup.
Key word. Model pembelajaran Connected Mathematics Project, berpikir kritis
1. Pendahuluan
Matematika merupakan disiplin ilmu yang berperan penting dalam perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi, dan menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas.
Pentingnya belajar matematika tak terlepas dari perannya dalam setiap bidang kehidupan.
Selain itu, dalam belajar matematika akan melatih keterampilan berpikirnya, baik dari
keterampilan berpikir tingkat rendah (lower order thinking) hingga berpikir tingkat tinggi
(higher order thinking) dan tingkat lanjut (advance mthematical thinking). Fathani (2009)
menyatakan bahwa matematika itu penting sebagai alat bantu, sebagai ilmu (bagi ilmuwan)
sebagai pembentuk sikap dan sebagai pembimbing pola pikir. Maka dari itu mengingat
pentingnya ilmu matematika dalam berbagai bidang kehidupan. Mata pelajaran matematika
sudah diberikan dari tingkat sekolah dasar hingga tingkat perguruan tinggi.
Pada pembelajaran matematika sekolah, mata pelajaran matematika tidak dapat langsung
diterima dengan baik oleh siswa. Bermacam-macam problem yang dihadapi siswa dalam
belajar matematika, hingga muncul persepsi bahwa belajar matematika itu sulit,
membosankan dan tidak asyik. Iwan Pranoto (pemerhati pendidikan matematika dan dosen
program studi matematika Institut Teknologi Bandung) menyatakan bahwa “munculnya
anggapan siswa dan masyarakat bahwa pelajaran matematika sulit bahkan menjadi fobia,
lebih disebabkan pada pengajaran yang lebih menekankan pada hafalan dan kecepatan
berhitung“. Proses pembelajaran matematika yang terbiasa dilatih dengan soal-soal rutin
Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 3 Nomor 4 Tahun 2016
http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530
222
hanya menekankan kemampuan menghafal dan menyelesaikan soal-soal yang bersifat
prosedural. Maka proses pembelajaran seperti ini tidak akan bermakna untuk siswa dan tidak
melatih keterampilan matematika siswa dalam bernalar, memecahkan masalah, ataupun pada
pemahaman konsepnya. Sehingga akan menjadikan kadar keaktifan siswa menjadi sangat
rendah dan materi yang disampaikanpun tidak akan bertahan lama dan siswa akan cepat
lupa. Para siswa juga hanya menggunakan kemampuan berpikir tingkat rendah (low order
thinking skills) selama proses pembelajaran berlangsung dan tidak memberi kemungkinan
bagi para siswa untuk berpikir lebih kritis dan berpartisipasi secara penuh.
Data hasil survei TIMSS (Trend International Mathematics Science Study) yang diikuti oleh
siswa SMP kelas VIII pada tahun 2011, Indonesia berada diurutan ke-38 dari 42 negara.
Indonesia berada pada posisi terbawah bersama Syria, Maroko, Oman dan Ghana (IEA,
2012). Data lain juga ditunjukkan dari hasil survei PISA (Programme for International
Student Assessment) tahun 2012, Indonesia berada diurutan ke-64 dari 65 negara (OECD,
2010). Indonesia hanya sedikit lebih baik dari Peru yang berada diposisi terbawah.
Rendahnya hasil tes yang dicapai menunjukkan bahwa kualitas kemampuan berpikir dan
bernalar siswa, terkhusus dalam tes matematika masih relatif rendah. Salah satu alternatif
upaya dalam menyikapi permasalahan berkaitan dengan rendahnya kemampuan tersebut
maka perlu upaya perbaikan dan inovasi dalam proses pembelajaran melalui implementasi
model pembelajaran. Model pembelajaran yang dimaksud memberikan kesempatan siswa
untuk menggunakan keterampilan berpikir kritisnya melalui berbagai kegiatan dan
penyelesaian masalah non-rutin yang diberikan.
Menurut Lappan, et al (2002) pembelajaran connected mathematics project (CMP) siswa
diberikan kesempatan yang seluas-luasnya untuk membangun pengetahuan matematikanya
sendiri. Pembelajaran connected mathematics project bertujuan untuk membantu siswa dan
guru mengembangkan pengetahuan matematika, pemahaman dan keterampilan berpikir, juga
kesadaran dan apresisasi terhadap pengayaan keterkaitan antar bagian-bagian matematika
dan antar matematika dengan mata pelajaran lain. Lebih lanjut Lappan, et al (2002)
menjelaskan pembelajaran CMP menumbuhkan kemampuan siswa untuk berdiskusi secara
efektif tentang masalah-masalah yang diberikan. Melalui kegiatan-kegiatan yang dilakukan
dalam pembelajaran CMP yang meliputi: mengajukan masalah (launching problems),
mengeksplorasi (exploring), dan menyimpulkan (summarizing) dengan maksud untuk dapat
menstimulasidan mengembangkan kemampuan berpikir kritis siswa dalam menyelesaikan
setiap variasi masalah.
Berdasarkan permasalahan di atas rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah ada
pengaruh yang signifikan model pembelajaran connected mathematics project terhadap
kemampuan berpikir kritis siswa Kelas VIII SMP IT Miftahul Jannah Curup.
2. Metode Penelitian
Jenis penelitian yang dilakukan menggunakan penelitian eksperimen. Penelitian eksperimen
(Iskandar, 2009:64) adalah suatu penelitian yang menuntut peneliti memanipulasi dan
mengendalikan satu atau lebih variabel bebas serta mengamati variabel terikat, untuk melihat
perbedaan sesuai dengan manipulasi variabel bebas tersebut atau penelitian yang melihat
hubungan sebab akibat kepada dua atau lebih variabel dengan memberi perlakuan lebih
Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 3 Nomor 4 Tahun 2016
http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530
223
kepada kelompok eksperimen. Namun dikarenakan keadaan dalam penelitian pendidikan
tidak memungkinkan untuk mengontrol atau memanipulasi semua variabel maka dilakukan
dengan metode Quasi Eksperimen atau penelitian eksperimen semu. Penelitian ini
dilaksanakan di SMP IT Miftahul Jannah Curup kelas VIII pada bulan Oktober s.d Desember
2015. Sampel pada penelitian ini adalah 2 kelas dengan jumlah siswa sebanyak 56 siswa
yang dipilih melalui teknik random sampling. Sampel penelitian yang terpilih adalah kelas
VIII A yang berjumlah 28 siswa sebagai kelas eksperimen dan kelas VIII B yang berjumlah
28 siswa sebagai kelas kontrol.
Sesuai dengan jenis penelitian dan masalah yang dikemukakan sebelumnya, maka rancangan
dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel 1 berikut:
Tabel 1 Rancangan Penelitian
Kelas Tes
Awal
Perlakuan Tes
akhir
Eksperimen
Kontrol
T1
T1
O1
O2
T2
T2
(Sugiyono, 2010:223)
Keterangan:
T1 = Tes awal kemampuan berpikir kritis kelas eksperimen dan kelas kontrol
T2 = Tes akhir kemampuan berpikir kritis kelas eksperimen dan kelas kontrol
O1 = Perlakuan pada kelas eksperimen yaitu model pembelajaran connected mathematics
project (CMP)
O2 = Perlakuan pada kelas kontrol yaitu pembelajaran konvensional
Tes dalam penelitian ini digunakan untuk mengukur kemampuan berpikir kritis matematis
siswa dalam memecahkan masalah matematika yang diberikan. Pengumpulan data
kemampuan berpikir kritis matematis siswa dilakukan dengan menggunakan tes essay yang
dilaksanakan sebelum dan sesudah proses pembelajaran dengan menggunakan model
connected mathematics project (CMP) dan model pembelajaran konvensional.
Data yang digunakan adalah data tes awal dan tes akhir kemampuan berpikir kritis
matematis. Aturan penskoran tes kemampuan berpikir kritis matematis didasarkan pada
kebenaran jawaban yang diberikan dan apabila dipenuhi syarat-syarat berdasarkan pedoman
penskoran kemampuan berpikir kritis matematis siswa. Untuk menguji hipotesis dalam
penelitian ini, penulis menggunakan program SPSS 16 for windows, statistik yang digunakan
adalah uji kesamaan dua rata-rata (uji-t). Data yang digunakan adalah data tes awal dan data
tes akhir kemampuan berpikir kritis matematis siswa. Sebelum melakukan pengujian statistik
uji t maka terlebih dahulu dilakukan pengujian prasyarat terlebih dahulu, yaitu:
1) Pengujian normalitas data.
Bentuk hipotesis untuk uji normalitas adalah sebagai berikut :
Ho: data berasal dari populasi yang berdistribusi normal.
Ha: data tidak berasal dari populasi yang berdistribusi normal.
Dalam pengujian hipotesis, kriteria untuk menolak atau tidak menolak Ho berdasarkan P-
value adalah sebagai berikut:
Jika P-value < α, maka Ho ditolak.
Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 3 Nomor 4 Tahun 2016
http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530
224
Jika P-value ≥ α, maka Ho tidak dapat ditolak.
2) Homogenitas varians
Bentuk hipotesis untuk uji homogenitas adalah sebagai berikut:
Ho: data berasal dari populasi yang memiliki ragam (varian) sama.
Ha: data tidak berasal dari populasi yang memiliki ragam (varian) sama.
Untuk mencari nilai F hitung digunakan rumus:
Dalam pengujian hipotesis, kriteria untuk menerima atau menolak H0 adalah jika Fhitung >Ftabel
maka H0 ditolak dan jika Fhitung ≤ Ftabel, maka H0 diterima (Sudjana, 2005:250).
3) Uji Kesamaan Dua Rata-rata (Uji-t)
Uji kesamaan dua rata-rata (Uji-t) bertujuan untuk menguji hipotesis yang diajukan dengan
menggunakan SPSS19 for windows yaitu dapat dilihat nilai signifikansi (sig (2-tailed)) pada
t-test for equality of means. Hipotesis yang diajukan:
Ho : =
H1 : ≠
Adapun kriteria pengujian hipotesis adalah sebagai berikut:
Jika nilai signifikansi (sig (2-tailed)) pada t-test for equality of means > 0,05 maka
H0diterima
Jika nilai signifikansi (sig (2-tailed)) pada t-test for equality of means 0,05 maka H0
ditolak.
3. Hasil dan Pembahasan 3.1 Hasil Penelitian 3.1.1 Tes Awal Kemampuan Berpikir Kritis
Hasil tes awal kelas eksperimen dan kelas kontrol dapat dilihat pada tabel 2 berikut.
Tabel 2 Data Tes Awal Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol
Data Eksperimen Kontrol
Sampel 28 28
Total 969 872
Max 65 60
Min 4 4
Std Dev 17,42 15,2
Mean 34,6 31,1
Varians 303,6 230,3
Pada tabel 2 dapat dilihat skor total yang diperoleh kelas eksperimen adalah 969 dengan
rata-rata 34,6. Skor tertinggi pada kelas eksperimen adalah 65 dan skor terendah adalah 4.
Sedangkan pada kelas kontrol skor total yang diperoleh adalah 872 dengan rata-rata 31,1
Skor tertinggi pada kelas kontrol adalah 60 dan skor terendah adalah 4. Berdasarkan tabel 2
dapat dilihat perbandingan rata-rata skor tes awal antara kelas eksperimen dan kelas kontrol
tidak terlalu jauh berbeda.
Hasil uji normalitas tes awal dari kemampuan berpikir kritis kelas eksprimen dan kelas
kontrol dapat dilihat pada tabel 3 berikut.
Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 3 Nomor 4 Tahun 2016
http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530
225
Tabel 3 Rekapitulasi Uji Normalitas
Kelas Kolmogorov-Smirnova
Statistic df Sig.
Eksperimen 0,107 28 0,200
Kontrol 0,161 28 0,060
Dari tabel 3 terlihat bahwa skor tes awal kelas eksperimen memiliki sig = 0,200 dan kelas
kontrol memiliki sig = 0,060, signifikan kedua kelas menunjukkan nilai lebih besar dari α =
0,05 sehingga Ho diterima, artinya data berasal dari populasi yang berdistribusi normal.
Hasil uji homogenitas tes awal dari kedua kelas dapat dilihat pada tabel 4 berikut.
Tabel 4 Rekapitulasi Uji Homogenitas Kelas Var FHitung FTabel
Eksperimen 303,6 1,32 1,93
Kontrol 230
Dari Tabel 4 untuk tes awal kelas eksperimen dan kelas kontrol diperoleh nilai Fhitung = 1,32.
Pada taraf nyata = 0,05 atau 5 %, dengan db pembilang (v1) = 28 – 1 = 27 dan db penyebut
(v2) = 28 – 1 = 27, didapat Ftabel = 1,93, F ½ (0,05) (27,27) = 1,93 Sehingga: Fhitung < Ftabel,
1,32 < 1,93 maka Ho ditolak, dapat disimpulkan bahwa tes awal kemampuan berpikir kritis
kelas eksperimen dan kelas kontrol adalah homogen.
Hasil uji kesamaan dua rata-rata (uji-t) tes awal dari kedua kelas dapat dilihat pada tabel 5
berikut.
Tabel 5 Rekaptiulasi Uji-t
t-test for Equality of Means
t df Sig. (2-tailed) Berpikir Kritis 0,793 54 0,431
0,793 53,003 0,431
Hasil Uji kesamaan dua rata-rata data tes awal diperoleh nilai signifikansi 0,431 atau
signifikansi lebih dari 0,05 maka terima H0 artinya tidak ada perbedaan kemampuan berpikir
kritis matematis siswa yang diajarkan melalui model pembelajaran Connected Mathematics
Project dengan model pembelajaran konvensional. Sehingga dapat dikatakan tidak ada
pengaruh yang signifikan model pembelajaran connected mathematics project terhadap
kemampuan berpikir kritis siswa Kelas VIII SMP IT Miftahul Jannah Curup.
3.1.2 Tes Akhir Kemampuan Berpikir Kritis
Hasil data tes akhir kelas eksperimen dan kelas kontrol dapat dilihat pada tabel 6 berikut.
Tabel 6 Data Tes Akhir Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol
Data Kelas
Eksperimen
Kelas
kontrol
Sampel 28 28
Total 2104 1692
Max 100 100
Min 28 20
Std Dev 20,05 19,15
Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 3 Nomor 4 Tahun 2016
http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530
226
Mean 75,14 60,43
Varians 402,2 366,6
Pada tabel 6 dapat dilihat skor total yang diperoleh kelas eksperimen adalah 2104 dengan
rata-rata 75,14. Skor tertinggi pada kelas eksperimen adalah 100 dan skor terendah adalah
28. Sedangkan pada kelas kontrol skor total yang diperoleh adalah 1692 dengan rata-rata
60,43. Skor tertinggi pada kelas kontrol adalah 100 dan skor terendah adalah 20. Dari tabel 6
di atas, memperlihatkan bahwa rata-rata kelas eksperimen lebih tinggi (unggul) daripada
kelas kontrol.
Hasil uji normalitas tes akhir dari kemampuan berpikir kritis kelas eksprimen dan kelas
kontrol dapat dilihat pada tabel 7 berikut.
Tabel 7 Rekapitulasi Uji Normalitas
Kelas Kolmogorov-Smirnova
Statistic df Sig.
Eksperimen 0,116
28 0,200
Kontrol 0,134 28 0,200
Dari tabel 7 terlihat bahwa skor tes awal kelas eksperimen memiliki sig = 0,200 dan kelas
kontrol memiliki sig = 0,200, signifikan kedua kelas menunjukkan nilai lebih besar dari α =
0,05 sehingga Ho diterima, artinya data berasal dari populasi yang berdistribusi normal.
Hasil uji homogenitas tes awal dari kedua kelas dapat dilihat pada tabel 8 berikut.
Tabel 8 Rekapitulasi Uji Homogenitas
Kelas Var FHitung FTabel
Eksperimen 402,2 1,09 1,93
Kontrol 366,6
Dari Tabel 8 untuk tes akhir kelas eksperimen dan kelas kontrol diperoleh nilai Fhitung = 1,09.
Pada taraf nyata = 0,05 atau 5 %, dengan Fhitung < Ftabel, 1,09 < 1,93 maka Ho ditolak, dapat
disimpulkan bahwa tes awal kemampuan berpikir kritis kelas eksperimen dan kelas kontrol
adalah homogen.
Hasil uji kesamaan dua rata-rata (uji-t) tes akhir dari kedua kelas dapat dilihat pada tabel 9
berikut.
Tabel 9 Rekapitulasi Uji-t
Pada data tes akhir diperoleh nilai signifikansi 0,007 atau signifikansi kurang dari 0,05
sehingga tolak H0 dan terima H1 (ada perbedaan kemampuan berpikir kritis matematis siswa
yang diajarkan melalui model pembelajaran Connected Mathematics Project (CMP) dengan
pembelajaran konvensional. Artinya dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh yang signifikan
t-test for Equality of Means
t df Sig. (2-tailed)
Berpikir Kritis
2.808 54 0,007
2.808 53,885 0,007
Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 3 Nomor 4 Tahun 2016
http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530
227
model pembelajaran Connected Mathematics Project terhadap kemampuan berpikir kritis
siswa Kelas VIII SMP IT Miftahul Jannah Curup.
3.2 Pembahasan
Pada analisis diperoleh hasil yang menunjukkan bahwa kelas eksperimen dan kelas kontrol
berdistribusi normal dan mempunyai varians yang sama. Hal ini berarti kelas eksperimen dan
kelas kontrol berasal dari kondisi atau keadaan yang sama yaitu kemampuan yang sama
mengenai aspek kemampuan berpikir kritis matematis baik sebelum maupun setelah
dilakukan pembelajaran.
Pada kelas eksperimen (Kelas VIII A) dilakukan pembelajaran yaitu dengan model
pembelajaran Connected Mathematics Project (CMP). Pada model pembelajaran ini guru
tidak banyak ceramah dan bersifat sebagai fasilitator, sehingga guru dapat berpikir dengan
berbagai cara untuk melaksanakan proses belajar mengajar yang berpusat pada masalah
kontekstual sehingga model pembelajaran matematika yang memberikan kesempatan pada
siswa untuk membangun pengetahuan matematika sendiri, memberikan kesempatan kepada
siswa untuk mengemukakan ide-ide dan menyelesaikan masalah melalui diskusi, Siswa lebih
aktif memiliki keberanian dan dapat meningkatkan kreativitas siswa. Sedangkan pada kelas
kontrol menggunakan pembelajaran konvensional sehingga siswa merasa bosan dan jenuh
karena tidak ada inovasi baru dalam proses pembelajarannya.
Pada nilai tes awal di kelas eksperimen terlihat bahwa nilai tertinggi tes kemampuan berpikir
kritis matematis siswa adalah 65 yang diperoleh oleh satu orang siswa dan nilai terendah
adalah 4 yang diperoleh oleh satu orang siswa dengan rata-rata nilai tes awal adalah 34,6.
Pada nilai tes akhir terlihat bahwa nilai tertinggi adalah 100 yang diperoleh oleh lima orang
siswa dan nilai terendah adalah 28 yang diperoleh oleh satu orang siswa dengan rata-rata
nilai tes akhir adalah 75,14.
Pada kelas kontrol (VIII B) pembelajaran yang dilakukan adalah pembelajaran konvensional.
Pada pembelajaran ini, guru memberikan materi-materi pelajaran secara langsung yang
kemudian diiringi dengan pemberian contoh soal yang penyelesaiannya diselesaikan
bersama-sama oleh guru dan siswa. Setelah pemberian contoh soal, guru kemudian memberi
latihan soal yang terdapat pada buku cetak yang dimiliki para siswa. Setelah selesai,
penyelesaian soal-soal tersebut dibahas secara bersama-sama.
Pada nilai tes awal dikelas kontrol terlihat bahwa nilai tertinggi yang diperoleh adalah 60
yang diperoleh oleh satu orang siswa dan nilai terendah adalah 4 yang diperoleh oleh satu
orang siswa dengan rata-rata nilai adalah 31,42. Nilai tes akhir pada kelas ini terlihat bahwa
nilai tertinggi adalah 100 dengan jumlah siswa yang memperoleh nilai tertinggi sebanyak
satu orang siswa. Nilai terendah yang diperoleh adalah 20 dengan jumlah siswa yang
memperoleh nilai terendah sebanyak satu orang siswa. Dengan nilai rata-rata yang diperoleh
kelas kontrol adalah 60,42.
Berdasarkan uji kesamaan dua rata-rata pada tes awal diperoleh nilai signifikansi 0,431 atau
signifikansi lebih dari 0,05 dengan demikian terima H0 dan tolak H1 (tidak ada perbedaan
kemampuan berpikir kritis matematis siswa yang diajarkan melalui model pembelajaran
Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 3 Nomor 4 Tahun 2016
http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530
228
Connected Mathematics Project (CMP) dengan pembelajaran konvensional di kelas VIII
SMP IT Miftahul Jannah Curup. Kemudian uji kesamaan dua rata-rata (uji-t) diperoleh nilai
signifikansi 0,007 atau signifikansi kurang dari 0,05 dengan demikian tolak H0 dan terima H1
(Ada perbedaan kemampuan berpikir kritis matematis siswa yang diajarkan melalui model
pembelajaran Connected Mathematics Project (CMP) dengan pembelajaran konvensional di
kelas VIII SMP IT Miftahul Jannah Curup. Sehingga dapat dikatakan bahwa ada pengaruh
kemampuan berpikir kritis matematis siswa yang diajarkan melalui model pembelajaran
Connected Mathematics Project (CMP)
Pembelajaran dengan model pembelajaran Connected Mathematics Project (CMP) melatih
siswa untuk lebih mengasah berpikir kritis dan kerjasama antara siswa dalam menyelesaikan
masalah-masalah yang diberikan. Hal ini disebabkan oleh dalam model pembelajaran
Connected Mathematics Project (CMP) guru menjelaskan sekilas materi dengan
menggunakan LCD dan masalah yang akan diselesaikan oleh siswa diawali dengan
memberikan masalah dalam LKS yang harus diselesaikan dengan menggunakan langkah-
langkah dalam model pembelajaran Connected Mathematics Project (CMP). Dalam langkah-
langkah tersebut siswa dilatih untuk berberpikir kritis dan bekerjasama dengan rekan satu
kelompok untuk menyelesaikan permasalahan tersebut. Siswa yang memiliki kemampuan
yang rendah dapat bertanya dengan teman yang cukup pandai diantara teman sesama
sekompok dengan demikian siswa yang kurang pandai tersebut dapat memahami dan
mengerti sehingga diharapkan tetap dapat menyelesaikan permasalahan tersebut. Dari proses
tanya jawab antar sesama kelompok disana sudah terlihat bagaimana berpikir kritis antar
siswa terjalin dengan baik. Jadi dapat di simpulkan bahwa wajar bila perkembangan
kemampuan berpikir kritis matematis siswa dikelas eksperimen lebih baik dibandingkan
dengan dikelas kontrol.
4. Kesimpulan dan Saran 4.1 kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa Uji
statistik t pada tes akhir terlihat bahwa nilai sig ˂ 0,05 dengan 0,007˂ 0,05 maka tolak H0
dan terima H1. Artinya ada perbedaan yang signifikan kemampuan berpikir kritis matematis
siswa yang diajar melalui model pembelajaran Connected Mathematics Project (CMP)
dengan yang diajar melalui pembelajaran konvensional pada sub pokok bahasan faktorisasi
suku aljabar di kelas VIII SMP IT Miftahul Jannah Curup. Dengan demikian dapat
disimpulkan terdapat pengaruh yang signifikan model pembelajaran Connected Mathematics
Project (CMP) terhadap kemampuan berpikir kritis matematis siswa SMP IT Miftahul
Jannah Curup.
4.2 Saran
4.2.1 Model pembelajaran Connected Mathematics Project (CMP) dapat dijadikan sebagai
alternatif model pembelajaran yang tepat untuk diterapkan di kelas, dalam setiap proses
pembelajaran telihat bagaimana siswa lebih aktif dalam belajar dan berpotensi melatih
kemampuan berpikir kritis siswa menegah pertama.
4.2.2 Perlu adanya penelitian lebih lanjut sebagai alternatif solusi untuk mengatasi masalah-
masalah yang sering dihadapi oleh siswa dalam mempelajari matematika.
Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 3 Nomor 4 Tahun 2016
http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530
229
4.2.3 Perlu adanya buku ajar khusus untuk melatih kemampuan berpikir kritis matematis
siswa sekolah menengah.
Daftar Pustaka Fathani, A.H. (2009). Matematika, Hakikat dan Logika. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
OECD. (2010). PISA 2009 results: what students know and can do – student performance
in mathematics, reading and science (volume i).[Online].
Iskandar. (2009). Metodelogi penelitian dan sosial (kuantitatif dan kualitatif). Jakarta: Gaung
Persada Press.
IEA. (2012). TIMSS 2011 international results in mathematics. [Online]. Tersedia:
http://timss.bc.edu/timss2011/downloads/T11_IR_M_Chapter1.pdf [28 Januari 2014]
Lappan, et al. (2002). Getting To Know Connected Mathematics: An Implementation Guide.
Illionis: Prentice Hall.
Sugiyono. (2010), Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D,
Alfabeta, Bandung.
Sudjana. (2005). Metode Statistika Edisi ke-6. Bandung: Tarsito
Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 3 Nomor 4 Tahun 2016
http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530
230
KEEFEKTIFAN PENGGUNAAN MEDIA
BERBASIS BUDAYA PAPUA DALAM
PEMBELAJARAN PENJUMLAHAN DAN
PENGURANGAN BILANGAN BULAT
DITINJAU DARI PRESTASI
Muhammad Suhadak SMP Negeri 3 Biak Kota, Jl. Sorido Raya, Biak Numfor; [email protected]
Abstrak. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan keefektifan penggunaan media berbasis budaya
Papua dalam pembelajaran penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat. Subjek penelitian seluruh
peserta didik kelas VIIA SMP Negeri 3 Biak Kota yang berjumlah 40 orang. Instrumen penelitian
yang digunakan adalah soal evaluasi pretest dan soal evaluasi posttest. Teknik analisis data terdiri dari
analisis secara deskriptif dan analisis inferensial. Analisis diskriptif menggunakan rata-rata, skor
minimum, skor maksimum, standar deviasi, varians, dan persentase jumlah siswa yang melebihi
KKM. Analisis inferensial menggunakan uji t one sample pada taraf signifikan 5%, dengan kriteria
pengujian Ho ditolak jika thitung ≥ t(0,05;n-1). Hasil penelitian menunjukkan bahwa media berbasis budaya
Papua efektif digunakan dalam pembelajaran penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat.
Keefektifan meliputi (1) rata-rata posttest 77,36; skor minimum 40, skor maksimum 100, varians
413,46; standar deviasi 20,33; dan persentase siswa mencapai KKM 77,5% (2) dengan uji tone sample
diperoleh t hitung 3,142 lebih besar t tabel 1,685pada taraf signifikan 5%.
Kata Kunci: budaya Papua, pembelajaran penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat
1. Pendahuluan
Pembelajaran adalah suatu proses yang membantu siswa mencapai tujuan pembelajaran
(Nitko &Brookhart, 2011: 18). Tujuan pembelajaran tersebut dapat diukur dari hasil belajar
dan salah satu bentuk hasil belajar adalah prestasi (Depdiknas, 2004: 4). Prestasi belajar
menunjukkan kemampuan siswa terhadap apa yang telah dipelajari dan kemampuan siswa
untuk mencapai tujuan-tujuan yang ditetapkan mata pelajaran pada jenjang tertentu (Gage &
Berliner, 1984: 82). Oleh karena itu, salah satu tolok ukur tercapai tidaknya tujuan
pembelajaran adalah prestasi belajar,sehingga prestasi belajar merupakan aspek yang penting
dalam pembelajaran. Hasil belajar berupa prestasi ini dapat diukur menggunakan tes
(Gronlund, 1998: 32), yang berarti prestasi belajar dapat diukur dengan menggunakan tes
prestasi belajar (Klausmeier & Goodwin, 1966: 605). Tes prestasi ini merupakan tes yang
dimaksudkan untuk mengukur apa yang telah dipelajari atau keahlian apa yang dikuasai
siswa (Gregory dalam Santrock, 2011: 521), sehingga tercapai tidaknya tujuan pembelajaran
dapat dilihat dari hasil tes prestasi. Menurut Shaul & Ganson (Schunk, 2012: 20), hasil tes
prestasi siswa pada umumnya rendah. Hasil tes prestasi belajar siswa yang rendah, terutama
pada mata pelajaran matematika, terjadi pada sebagian besar kompetensi yang diajarkan.
Kompetensi penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat salah satunya, dimana kompetensi
ini merupakan indikator dari kompetensi dasar membandingkan dan mengurutkan beberapa
bilangan bulat dan pecahan serta menerapkan operasi hitung bilangan bulat dan bilangan
pecahan dengan memanfaatkan berbagai sifat operasi (Kemdikbud, 2013)
Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 3 Nomor 4 Tahun 2016
http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530
231
Hasil tes prestasi rendah di atas didasarkan pada indikasi-indikasi yang ada di lapangan.
Pertama, berkaitan dengan kemampuan lulusan SD yang akan masuk pada di SMP Negeri 3
Biak Kota dapat dilihat dari hasil tes PPDB setiap tahun. Hasil tes itu mengindikasikan
peserta didik baru kurang menguasai algoritma penjumlahan dan pengurangan bilangan
bulat, terutama pada penjumlahan dan pengurangan positif dengan negatif serta negatif
dengan negatif. Kedua, berkaitan dengan kemampuan peserta didik kelas VIII dan IX di
SMP Negeri 3 Biak Kota. Observasi penulis pada peserta didik kelas VIII dan kelas IX,
menemukan bahwa banyak siswa yang gagal menguasai kompetensi kelas VIII dan IX
karena kurangnya penguasan pada algoritma tersebut. Sebagai ilustrasi, penulis mengambil
contoh kompetensi melakukan operasi aljabar kelas VIII (Rahayu et.al, 2008, p.4) yaitu
penyederhaan dari 5k + 4j – 2h – 8k + 6 – 7h = 5k – 8k + 4j – 2h – 7h + 6 = -3k + 4j – 9h + 6,
siswa menguasai konsep penyederhanaan operasi aljabar dengan melakukan pengumpulan
suku sejenis, akan tetapi siswa gagal menyederhanakan menjadi -3k + 4j – 9h + 6.
Kompetensi operasi bentuk akar untuk siswa kelas IX (Masduki & Utomo I. B, 2008, p.123)
yaitu bentuk penyederhanaan seperti berikut: . Siswa
mampu menyelesaikan langkah pertama, tetapi gagal menentukan hasilnya menjadi langkah
kedua.
Kegagalan penguasaan penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat tersebut disebabkan
oleh apa?, untuk menjawab pertanyaan tersebut penulis menganalisis beberapa buku acuan
yang biasa dipakai oleh guru-guru SD dan guru kelas VII. Hasil analisis sebagai berikut:
a. Buku SD menggunakan garis bilangan untuk mengkonstruk konsep penjumlahan dan
pengurangan bilangan bulat. (Mustaqin & Astuty, 2008: 43-153)
b. Buku kelas VII menggunakan garis bilangan untuk mengkonstruk konsep penjumlahan
dan pengurangan bilangan bulat. (Nuharini & Wahyuni, 2008: 7-14)
c. Buku kelas VII menggunakan garis bilangan untuk mengkonstruk konsep penjumlahan
dan pengurangan bilangan bulat. (Wagiyo, Surati., & Supradiarini, 2008: 6-9)
d. Buku kelas VII menggunakan keping warna dan garis bilangan untuk mengkonstruk
konsep penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat. (Wintarti, et.al, 2008: 7-10)
Hasil analisis menunjukkan bahwa media yang digunakan untuk mengkonstruk konsep
penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat cenderung menggunakan media garis bilangan.
Garis bilangan menurut hemat penulis sebagai media yang masih abstrak, sehingga kurang
cocok untuk peserta didik dengan usia kelas VII dan SD. Hal ini sesuai dengan pendapat
Piaget (Ruseffendi, 1982, p.21) bahwa tingkat perkembangan anak meliputi empat peride
yaitu periode sensori-motor intelligence dari lahir sampai 1½ atau 2 tahun, periode
preoperasi dari usia 1½ atau 2 tahun sampai 7 atau 8 tahun, periode operasi kongkrit dari
usia 7 atau 8 tahun sampai 11 atau 12 tahun dan periode pengerjaan-pengerjaan formil dari
usia 11 atau 12 tahun. Pembagian periode tersebut menunjukkan bahwa kemungkinan siswa
kelas VII SMP Negeri 3 Biak Kota masih dalam taraf berfikir kongkret sehingga gagal
menguasai konsep penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat dengan media garis
bilangan yang tidak kongkret. Uraian ini mengindikasikan bahwa kegagalan penguasaan
konsep penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat di SMP Negeri 3 Biak Kota
disebabkan oleh penggunaan media pembelajaran yang tidak sesuai dengan usia belajar
peserta didik.
Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 3 Nomor 4 Tahun 2016
http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530
232
Media pembelajaran yang tepat merupakan suatu kebutuhan dalam pembelajaran
penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat di SMP Negeri 3 Biak Kota. Media
pembelajaran yang bagaimana yang cocok digunakan?, untuk menjawab pertanyaan tersebut
penulis melakukan observasi kebiasaan masyarakat Biak dan makanan yang menjadi
kekhasan Papua pada umumnya dan Biak khususnya. Hasil observasi penulis, di Papua
umumnya dan di Biak khususnya terdapat makanan yang khas dikonsumsi secara
berpasangan yaitu pinang dan sirih. Pinang dan sirih ini tidak hanya sekedar dikonsumsi saja,
tetapi sudah menjadi bahasa pergaulan mereka, setiap mereka bertemu maka yang
ditawarkan pertama kali ada pinang dan sirih. Hal ini tidak mengherankan kalau sangat
mudah untuk mencari pinang dan sirih, karena banyak penduduk yang menjualnya baik di
tempat-tempat khusus maupun di pinggir-pinggir jalan. Larangan meludah pinangpun mudah
dijumpai ditempat-tempat umum dan itu tidak pernah dijumpai di daerah-daerah di luar
Papua, seperti gambar di bawah ini
Gambar 1. Larangan makan pinang
Ilustrasi di atas memotivasi penulis untuk memanfaatkan budaya makan pinang dan sirih
sebagai media berbasis budaya Papua pada pembelajaran penjumlahan dan pengurangan
bilangan bulat. Media ini diperlukan untuk mempermudah peserta didik mengkonstruk
konsep penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat. Hal ini menjadi dasar peneliti untuk
melakukan penelitian eksperimen dengan tujuan menentukan seberapa efektif media berbasis
budaya Papua jika diterapkan pada penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat ditinjau
dari prestasi siswa.
2. Metode Penelitian
Jenis penelitan ini adalah penelitan eksperimen semu. Pada penelitian ini digunakan satu
kelas eksperimen. Langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitan ini berupa: (1)
mengambil secara acak satu kelas dari sembilan kelas yang ada sebagai kelas eksperimen;
(2) memberikan pretest pada kelas eksperimen; (3) melakukan treatment dengan
menggunakan media berbasis budaya Papua berupa makan pinang sirih pada kelas
eksperimen; (4) memberikan posttes pada kelas eksperimen.
Rancangan eksperimen yang digunakan adalah pretest-posttest One Group Design. Secara
skematis, rancangan eksperimen yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 3 Nomor 4 Tahun 2016
http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530
233
Gambar 2 Pretest-posttest one group design.
Waktu penelitian berupa pembelajaran yang dilaksanakan dua kali pertemuan. Pembelajaran
penjumlahan bilangan bulat dilaksanakan hari selasa tanggal 9 september 2014 dan
pengurangan bilangan bulat dilaksanakan hari selasa tanggal 16 september 2014. Kondisi
awal diukur dengan pretest hari sabtu tanggal 6 september 2014. Kondisi akhir diukur
dengan posttest untuk mengukur efek dari perlakuan. Posttest dilaksanakan hari sabtu
tanggal 20 september 2014. Subjek penelitian adalah kelas VII A SMP Negeri 3 Biak Kota
tahun pelajaran 2014/2015. Variabel penelitian ini terdiri satu variabel bebas dan satu
variabel terikat. Variabel bebas berupa penggunaan media berbasis budaya Papua, sedang
variabel terikat berupa prestasi pada aspek pengetahuan.
Definisi operasional media berbasis budaya Papua adalah media pembelajaran dengan
komponen utama berupa buah pinang dan sirih. Media pembelajaran ini dibedakan menjadi
dua bagian, yaitu media yang digunakan sebagai bahan untuk diskusi kelompok dan bahan
untuk presentasi. Bahan diskusi kelompok berupa pinang dan sirih masing-masing 20 buah
yang disediakan oleh siswa sendiri. Bahan presentasi berupa dua pengaris kayu berpaku dan
pinang yang telah diikat dengan kawat ikat serta sirih yang telah diikat dengan kawat ikat.
Gambar bahan presentasi sebagai berikut:
Gambar 3 Bahan Presentasi.
Prestasi belajar matematika adalah hasil belajar pada aspek pengetahuan dalam bentuk skor
yang digunakan untuk melihat keberhasilan siswa dalam pembelajaran matematika.Prosedur
pelaksanaan penelitian sebagai berikut: tahap persiapan, papan berpaku dipasang di papan
Pretest
Tes Prestasi Tes Prestasi
Posttest Pembelajaran
dengan media
berbasis
budaya Papua
Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 3 Nomor 4 Tahun 2016
http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530
234
tulis, pinang dan sirih yang telah diikat di tempatkan dalam suatu tempat. Masing-masing
kelompok mendapat pinang 20 buah dan sirih 20 buah. Siswa dikelompokkan dengan
masing-masing kelompok terdiri dari empat orang. LKPD, soal Mandiri dan soal PR yang
akan digunakan disiapkan. Tahap pelaksanaan, guru melaksanakan pembelajaran sesuai
dengan skenario dalam RPP. RPP 01 digunakan untuk pembelajaran penjumlahan bilangan
bulat dengan lampiran berupa LKPD-1, SM-01 dan PR-01. RPP 02 digunakan untuk
pembelajaran pengurangan bilangan bulat dengan lampiran LKPD-02, SM-02 dan PR-02.
Secara umum skenario dalam pembelajaran adalah sebagai berikut:
a. guru menayangkan contoh bagaimana menggunakan pinang dan sirih dalam
pembelajaran, baik penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat dengan LCD.
Pinang mewakili bilangan positif dan sirih mewakili bilangan negatif.
Pinang dan sirih dimakan secara berpasangan.
b. siswa menggunakan pinang dan sirih di masing-masing kelompok untuk
mengerjakan LKPD.
c. siswa menggunakan mistar berpaku dan pinang serta sirih yang telah diikat dengan
kawat untuk bahan presentasi hasil kerja kelompok pada LKPD.
Secara khusus contoh langkah-langkah penggunaan pinang dan sirih ini sebagai media
pembelajaran sebagai berikut:
a. Penjumlahan bilangan bulat
Contoh : 3 + 5 = ........
Langkah – langkahnya sebagai berikut:
1) Siapkan pinang sebanyak 3 bauh
2) Tambahkan pinang sebanyak 5 buah
3) Karena semuanya pinang berarti tidak ada yang dimakan sehingga diperoleh pinang
sebanyak 8 buah
4) Karena pinang mewakili bilangan positif maka hasil 3 + 5 = 8
Contoh 3 + (-5) = .......
Langkah – langkahnya sebagai berikut:
1) Siapkan pinang sebanyak 3 bauh
Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 3 Nomor 4 Tahun 2016
http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530
235
2) Tambahkan sirih sebanyak 5 buah
3) Karena ada 3 pasangan pinang dan sirih maka ketiganya di makan sehingga tersisa
sirih sebanyak 2 buah
Karena sirih mewakili bilangan negatif maka hasil 3 + (-5) = -2
b. Pengurangan bilangan bulat
Pengurangan diartikan ditambah lawannya, lawan pinang adalah sirih dan sebaliknya.
Contoh : 5 – 3 = .......
Langkah – langkahnya sebagai berikut:
1) Siapkan pinang sebanyak 5 buah
2) Tambahkan sirih sebanyak 3 buah
Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 3 Nomor 4 Tahun 2016
http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530
236
3) Karena ada 3 pasangan pinang dan sirih maka ketiganya di makan sehingga tersisa
pinang sebanyak 2 buah
4) Karena pinang mewakili bilangan positif maka hasil 5 - 3 = 2
Contoh : -5 – 3 = .......
Langkah – langkahnya sebagai berikut:
1) Siapkan sirih sebanyak 5 bauh
2) Tambahkan sirih sebanyak 3 buah
3) Karena sirih semua maka tidak ada yang dimakan sehingga terdapat 8 sirih
4) Karena sirih mewakili bilangan negatif maka hasil -5 - 3 = -8
Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 3 Nomor 4 Tahun 2016
http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530
237
3. Data dan Teknik Analisis Data
Data yang didapatkan dalam penelitian ini yaitu data yang bersumber dari pretest dan
posttest. Bentuk instrumen tes prestasi belajar matematika yang digunakan dalam penelitian
ini berupa seperangkat tes tertulis isian. Instrumen tes ini digunakan untuk mengevaluasi
efek pembelajaran yang terkait dengan prestasi belajar matematika dengan menggunakan
media berbasis budaya Papua. Instrumen tes ini terdiri dari pretest untuk mengukur
kemampuan awal prestasi belajar matematika siswa sebelum perlakuan dan posttest untuk
mengukur kemampuan prestasi belajar sesudah perlakuan, instumen tes baik pretest dan
posttest setara. Validitas instrumen mengunakan validitas isi berupa validasi oleh panel
diskusi guru mapel matematika SMP Negeri 3 Biak Kota.
Teknik analisis dari data yang didapatkan adalah sebagai berikut:
a. Analisis diskriptif, hasil posttest dihitung rata-rata, nilai minimum, nilai maksimum,
standar deviasi, varians, dan persentase siswa yang melebihi KKM
b. Analisis inferensial,menggunakan uji t one sample dengan rumus (Bluman, 2012: 427)
sebagai berikut:
Keterangan : = nilai rata-rata yang diperoleh
0 = nilai yang dihipotesiskan
standar deviasi sampel
= ukuran sampel
Hipotesis yang akan diuji adalah sebagai berikut:
H0 : ≤ 67 ( Penggunaan media berbasis budaya Papua tidak efektif )
H1 : > 67 ( Penggunaan media berbasis budaya Papua efektif )
4. Hasil Penelitian dan Pembahasan
Data penelitian diperoleh dari kegiatan pretest dan posttest. Pretes menggunakan soal
evalusasi (SE-01) dan dikuti oleh 40 peserta didik kelas VIIA. Hasil pretest menunjukkan
bahwa rerata nilai 57,9; nilai tertinggi 100, nilai terendah 15, varians 488,75; standar deviasi
22,1 dan ketuntasan klasikal 36,6%. Posttest menggunakan soal evaluasi (SE-02) yang setara
dengan soal evaluasi pretest. Posttest diikuti oleh 40 peserta didik kelas VIIA. Hasil posttest
menunjukkan bahwa rerata nilai 77,36; nilai tertinggi 100, nilai terendah 40, varians 413,46;
standar deviasi 20,33 dan ketuntasan klasikal 77,5%. Data di atas dapat digambarkan dalam
tabel berikut:
Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 3 Nomor 4 Tahun 2016
http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530
238
Gambar 4. Perbandingan hasil pretest dan posttest.
Analsisis keefektifan pembelajaran penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat
menggunakan media berbasis budaya Papua menggunakan uji-t one sample disajikan dalam
tabel berikut:
Tabel 1. Hasil Uji-t one sample
Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa pembelajaran penjumlahan dan pengurangan
bilangan bulat menggunakan media berbasis budaya Papuamemiliki thitung=3,142lebih besar
dari t(0.05,39)yaitu 1,685, sehingga Ho ditolak. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan media
berbasis budaya Papua untuk pembelajaran penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat
efektif dengan taraf signifikan 5% ditinjau dari prestasi.
5. Kesimpulan dan saran
5.1. Kesimpulan
Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini bahwa penggunaan media berbasis budaya
Papua pada pembelajaran penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat menghasilkan skor
rata-rata 77,36; nilai minimum 40, nilai maksimum 100, varians 413,46; standar deviasi
20,33; dan ketuntasan klasikal 77,5%. Media ini efektif ditinjau dari prestasi dengan
menggunakan ujit one sample diperoleh t hitung 3,142 lebih besar t tabel 1,685 sehingga Ho
ditolak.
5.2. Saran
Saran yang dapat penulis berikan adalah media pembelajaran yang digunakan untuk
presentasi sebaiknya dibuat dari bahan tiruan, sehingga dapat bertahan lama. Penulis
menggunakan bahan asli pinang dan sirih tidak dapat bertahan lama. Media kerja kelompok
sebaiknya tetap menggunakan bahan asli agar mengurangi kadar keabstrakan.
thitung ttabel Keterangan
3,142 1,685 Ho ditolak
Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 3 Nomor 4 Tahun 2016
http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530
239
DAFTAR PUSTAKA
Bluman, A. G. (2012). Elementary Statistics: A Step by Step Approach. New York, NY: Mc Graw-
Hill.
Depdiknas.(2004). Hakikat Penilaian Pembelajaran. Matematika. Jakarta
Gage, N. L. & Berliner, D. C. (1984).Educational Psychology. (3rd
Edition). Boston: Houghton Mifflin
Company.
Gronlund, N. E. (1998). Constructing Achievement Tests. Third Edition. Englewood Cliffs, N.J.:
Prentice Hall.
Klausmeier, H. J. & Goodwin, W. (1966). Learning and human Abilities: Educational Psychology.
East 33rd
Street, New York: Harper & Row Publishers.
Mustaqim, B & Astuty, A. (2008). Ayo Belajar Matematika: Untuk SD dan MI Kelas IV. Jakarta:
Pusat Perbukuan.
Nitko, A. J., & Brookhart, S. M. (2011). Educational assessment of student(6th
ed.). Boston: Pearson
Education
Nuharini, D & Wahyuni, T. (2008). Matematika Konsep dan Aplikasi. Jakarta: Pusat Perbukuan.
Ruseffendi, E.T. (1982). Dasar – Dasar Matematika Modern (Edisi 3). Bandung: Tarsito
Santrock, J. W. (2011). Educational Psychology. (5th Edition). Avenue of Americas, New York: The
MacGraw-Hill Companies.
Schunk, D. H. (2012). Learning Theories (Edisi Enam) (Terjemahan Eva Hamdiah & Rahmat Fajar):
Yogyakarta: Pustaka Pelajar (Buku Asli Terbit 2012).
Wagiyo, A, Surati, F, & Supradiani, I. (2008). Pegangan Belajar Matematika. Jakarta: Pusat
Perbukuan.
Wintarti, A, et. al. (2008). Contextual Teaching & Learning Matematika. Jakarta: Pusat Perbukuan.
Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 3 Nomor 4 Tahun 2016
http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530
240
PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN
DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN PMR
UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN KONSEP
DAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS
SISWA SMPN 2 SIDIKALANG
Sondang Noverica
SMPN 2 Sidikalang, [email protected]
Abstrak. Penelitian ini bertujuan untuk: (1) Memperoleh perangkat pembelajaran yang
valid, praktis dan efektif terhadap kemampuan pemahamankonsep dan
komunikasimatematis siswa, (2) Mengetahui apakah perangkat pembelajaran yang
dikembangkan dengan pendekatan matematika realistik dapat meningkatkan
pemahaman konsep matematis siswa dan (3) Mengetahui apakah perangkat
pembelajaran yang dikembangkan dengan pendekatan matematika realistik dapat
meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa. Jenis penelitian yang
digunakan adalah penelitian pengembangan oleh Thiagarajan, Semmel dan Semmel,
yaitu model 4-D (define, design, develop, dan disseminate). Tahap develop dilakukan
dengan disain one group pre-test post-tes. Data dikumpulkan menggunakan 3 jenis
instrumen yaitu lembar validitas, lembar observasi, dan tes. Hasil penelitian diperoleh
perangkat pembelajaran yang valid, praktis efektif. (1) Validitas ditunjukkan dari hasil 5
orang validator, rata-rata total validitas untuk RPP: 4,71; LAS: 4,62;Buku Siswa: 4,56;
Tes Hasil Belajar: Valid, hasil validasi ini menunjukkan bahwa perangkat yang
dikembangkan layak digunakan (memenuhi kriteria 4 ≤ Va< 5). (2) Kepraktisan dilihat
dari uji coba keterbacaan dengan hasil: lembar observasi keterlaksanaan perangkat 3,92;
Respon siswa dan respon guru terhadap perangkat pembelajaran masing-masing 3,47
dan 3,60, hasil uji keterbacaan ini menunjukkan bahwa perangkat yang dikembangkan
praktis (memenuhi kriteria kepraktisan). (3) Efektivitas dilihat dari uji coba lapangan
sudah memenuhi kriteria keefektifan yaitu ketuntasan belajar klasikal ≥ 85%,
kemampuan guru mengelola pembelajaran dalam kategori baik (3,50 - 4,49), dan
aktivitas siswa berada pada kriteria batasan keefektifan pembelajaran. Pada uji coba
lapangan terjadi peningkatan pemahaman konsep dan kemampuan komunikasi
matematis siswa, setelah dilakukan pembelajaran dengan menggunakan perangkat
pembelajaran dengan pendekatan pendidikan matematika realistik. Secara keseluruhan
hasil penelitian menunjukkan bahwa perangkat pembelajaran yang dikembangkan
adalah layak untuk digunakan.
Kata kunci: Pengembangan Perangkat Pembelajaran, Pendekatan Pendidikan
Matematika Realistik, Pemahaman Konsep, Kemampuan Komunikasi.
1. PENDAHULUAN
Pendidikan pada dasarnya adalah suatu upaya untuk memberikan pengetahuan, wawasan,
keterampilan dan keahlian tertentu kepada manusia untuk mengembangkan bakat serta
kepribadian mereka. Agar mampu menghadapi setiap perubahan yang terjadi akibat adanya
kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, maka manusia berusaha mengembangkan dirinya
dengan pendidikan. Oleh karena itu, masalah pendidikan perlu mendapat perhatian dan
penanganan lebih yang berkaitan dengan kualitas, kuantitas, dan relevansinya.
Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 3 Nomor 4 Tahun 2016
http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530
241
Matematika juga merupakan wahana yang memfasilitasi kemampuan pemahaman konsep
matematis, penalaran, pemecahan masalah dan komunikasi matematis. Hal ini sesuai dengan
tujuan pembelajaran matematika yang tertuang dalam Peraturan Menteri Pendidikan
Nasional No 22 tentang Standar Isi (Depdiknas, 2006), yaitu (1) memahami konsep
matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau
algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat dalam pemecahan masalah; (2)
menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam
membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan
matematika; (3) memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah,
merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh;
(4) mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram atau media lain untuk
memperjelas keadaan atau masalah; (5) memiliki sikap menghargai kegunaan matematika
dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian dan minat dalam mempelajari
matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.
Berdasarkan tujuan pembelajaran matematika, pada proses pembelajaran, siswa dituntut
untuk memahami konsep matematika sehingga dapat mengkomunikasikan ide atau pendapat
dalam bahasa matematika. Pemahaman konsep matematis merupakan suatu cara untuk
mengerti tentang fakta-fakta atau konsep-konsep matematika secara mendalam. Komunikasi
matematis adalah suatu cara siswa untuk mengungkapkan ide-ide atau gagasan-gagasan ke
dalam bahasa atau simbol-simbol matematika. Sejalan dengan itu, Baroody (dalam
Ansari,2012:4), menyatakan bahwa:
“Sedikitnya ada dua alasan penting, mengapa komunikasi dalam matematika perlu
ditumbuhkembangkan di kalangan siswa. Pertama, mathematics as languange, artinya
matematika tidak hanya sekedar alat bantu berpikir (a tool to aid thinking), alat untuk
menemukan pola, menyelesaikan masalah atau mengambil kesimpulan, tetapi matematika
juga sebagai suatu alat yang berharga untuk mengkomunikasikan berbagai ide secara jelas,
tepat dan cermat”. Kedua, mathematics learning as social activity; artinya sebagai aktivitas
sosial dalam pembelajaran matematika, matematika juga sebagai wahana interaksi antar
siswa, dan juga komunikasi antara guru dan siswa”.
Kenyataan di lapangan, siswa kesulitan dalam memahami konsep-konsep matematika.
Akibatnya, siswa kesulitan dalam mengkomunikasikan ide ke dalam bahasa matematika.
Berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah, baik dari pembaharuan kurikulum sekolah,
penyediaan sarana dan prasarana belajar, serta peningkatan kualitas guru matematika. Akan
tetapi, upaya tersebut belum memberikan hasil yang memuaskan. Pembelajaran yang
dilakukan masih berpusat pada guru, sehingga tidak mendukung berkembangnya
kemampuan matematis siswa. Fakta yang terjadi di Indonesia prestasi belajar matematika
siswa tidak sesuai dengan yang diharapkan. Hal tersebut terlihat dari hasil penilaian
internasional tentang prestasi siswa. Menurut hasil penilaian Programe for International
Student Assesment (PISA) pada tahun 2009 menunjukkan Indonesia berada pada peringkat
61 dari 65 negara peserta dengan rata-rata 371 sementara rata-rata internasional 496.
Menurut survei Trends Internatioanl Mathematics and Scince Study (TIMSS) pada tahun
2011 lebih memprihatinkan lagi karena mengalami penurunan dari 405 pada tahun 2007
menjadi 386 dan menempati peringkat 38 dari 42 negara peserta (Litbangkemdikbud, 2011).
Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 3 Nomor 4 Tahun 2016
http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530
242
Salah satu terobosan yang dilakukan pemerintah guna meningkatkan mutu pendidikan agar
siswa mampu berkiprah dalam kehidupan nyata adalah dengan memberlakukan kurikulum
2013. Kurikulum 2013 yang adalah kurikulum berbasis pada kompetensi dengan
pembelajaran yang konstruktivistik. Keterlaksanaan kurikulum berbasis kompetensi sangat
ditentukan oleh kemampuan guru dalam mengembangkan perangkat pembelajaran, yakni
pengembangan silabus, buku ajar, sumber dan media pembelajaran, model pembelajaran,
instrumen asesmen, dan rencana pelaksanaan pembelajaran (Akbar, 2013: 2).
Perangkat pembelajaran tersebut sangat perlu diimplementasikan dalam praktik
pembelajaran sehari-hari di satuan pendidikan. Akan tetapi, praktik pembelajaran sehari-hari
di sekolah masih mengalami berbagai persoalan berkenaan dengan perangkat pembelajaran
yang digunakan untuk mengoperasikan jalannya pembelajaran. Hal ini sejalan dengan Akbar
(2013: 2) yang menyatakan bahwa:
“Permasalahan perangkat pembelajaran yang digunakan guru di sekolah yaitu (1) banyak
indikator dan tujuan pembelajaran yang dirumuskan guru masih cenderung pada
kemampuan kognisi, afeksi, dan psikomotor yang rendah, (2) bahan ajar yang digunakan
guru masih cenderung kognitivistik, (3) pemanfaatan sumber dan media yang masih
kurang, (4) model pembelajaran konvensional yang banyak diterapkan guru sehingga
kurang memicu keaktifan siswa, dan (5) penilaian proses juga kurang berjalan optimal
karena keterbatasan kemampuan mengembangkan instrumen asesmen”.
Berikut ini adalah beberapa alasan mengapa perangkat pembelajaran begitu penting bagi
seorang guru, antara lain (1) perangkat pembelajaran sebagai panduan; perangkat
pembelajaran merupakan panduan guru dalam menjalankan tugasnya di kelas. Dengan
adanya perangkat pembelajaran, proses pembelajaranakan berjalan sesuai dengan rencana
yang telah disusun oleh guru tersebut.(2) Perangkat pembelajaran sebagai parameter
;dengan adanya perangkat pembelajaran, guru dapat melakukan analisis kemampuan siswa
terhadap materi pelajaran yang telah disajikan. Guru dapat melihat sudah sejauh mana materi
yang telah disajikan diserap oleh siswa. Berapa banyak siswa yang masih perlu dilakukan
bimbingan khusus, serta dapat dijadikan acuan dalam proses pembelajaran berikutnya. (3)
Perangkat pembelajaran sebagai peningkatan profesionalisme; dengan adanya perangkat
pembelajaran, guru dapat semakin mengasah kemampuannya dalam menyusun rencana
pelaksanaan pembelajaran yang dapat meningkatkan profesionalitas guru dalam bekerja. (4)
Perangkat pembelajaran mempermudah para guru dalam membantu proses fasilitasi
pembelajaran; dengan adanya perangkat pembelajaran, guru dapat lebih mudah melakukan
inovasi-inovasi dengan berbagai model pembelajaran yang dapat menarik minat siswa
belajar. Inilah yang menjadi alasan peneliti untuk mengembangkan perangkat pembelajaran
dengan harapan dapat meningkatkan hasil belajar matematika siswa.
Adapun perangkat pembelajaran yang akan dikembangkan peneliti diharapkan dapat
memberi peningkatan hasil belajar siswa khususnya dalam peningkatan kemampuan
pemahaman konsep dan komunikasi matematis siswa. Hal ini dilatarbelakangi oleh masih
rendahnya kemampuan pemahaman konsep dan komunikasi matematis siswa ketika
menyelesaikan soal-soal matematika. Rendahnya kemampuan pemahaman konsep dan
komunikasi matematis yang telah dikemukakan tergambar dari hasil temuan dengan
memberikan soal kemampuan pemahaman konsep dan kemampuan komunikasi matematis
Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 3 Nomor 4 Tahun 2016
http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530
243
siswa yang telah peneliti lakukan di SMP Negeri 2 Sidikalang. Berikut ini lembar jawaban
salah satu siswa yang mengerjakan soal yang berhubungan dengan soal
kemampuanpemahaman konsep dan kemampuan komunikasi matematis.
Soal pemahaman konsep dan komunikasi matematis
1. Seorang pekerja membuat sebuah bak berbentuk balok dengan luas sisi alas dan
depan masing-masing 50m2 dan 30m2. Jika rusuk yang membatasi sisi alas dan
sisidepan panjangnya 10 m.
a. Dengan menggunakan rumus luas sisi balok, tentukan panjang sisi-sisi bak itu!
b. Dengan menerapkan rumus volumebalok, hitung volume bak tersebut!
(Soal pemahaman konsep, aspek: mengaplikasikan konsep atau algoritma pemecahan
masalah).
2. Seorang pedagang memasukkan es krim ke dalam wadah berbentuk tabung dengan
jari-jari 20 cm dan tinggi 50 cm hingga penuh. Untuk menjualnya, es krim disajikan
dalam kemasan berbentuk kerucut dengan tinggi 10 cm dan jari-jari alas 2 cm.
a. Gambarkanlahpermasalahan tersebut agar mudah untuk dipahami.
b. Buatlah model metematikauntuk menentukan banyaknya kemasan yangdibutuhkan!
(Soal kemampuan komunikasi,aspek: menggambarkan matematika, menyatakan dan
mengilustrasikan ide matematika ke dalam bentuk model matematika).
Bentuk Jawaban rata-rata siswa adalah:
Gambar 1. Contoh Jawaban Siswa pada Soal Pemahaman Konsep
Gambar 2.Contoh Jawaban Siswa pada Soal Kemampuan Komunikasi
Dari jawaban no.1 di atas terlihat siswa salah dalam menjawab soal yang diberikan. Siswa
belum mampu mengidentifikasi masalah dengan baik, juga siswa belum bisa membuat
langkah-langkah dalam penyelesaian soal pemecahan masalah. Sehingga menyebabkan
siswa salah dalam menyelesaikannya. Ini terlihat dari kesalahan dalam hal memahami
Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 3 Nomor 4 Tahun 2016
http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530
244
konsep bidang dan rusuk yang ada pada bangun ruang balok. Keadaan ini menandakan
bahwa siswa belum bisa memenuhi indikator dalam soal yaitu mengidentifikasi unsur-unsur
yang diketahui, merumuskan masalah matematika, menerapkan strategi untuk menyelesaikan
berbagai masalah dan menyimpulkan hasil.
Selanjutnya dari jawaban no.2 siswa juga salah dalam menyelesaikannya. Kesalahan yang
terlihat dari hasil kerja siswa menunjukkan ketidakmampuan siswa dalam
mengkomunikasikan soal cerita ke dalam permasalahan sehari-hari. Siswa hanya
menentukan volume tabung tetapi tidak paham apa yang diinformasikan permasalahan yang
ada pada soal no.2 tersebut.
Berikut tabel persentase ketuntasan tes pemahaman konsep dan kemampuan komunikasi
matematis siswa yang diberikan kepada 30 siswa kelas IX di SMP Negeri 2 Sidikalang.
Tabel 1. Hasil Tes Pemahaman Konsep dan Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa
Berdasa
rkan
tabel di
atas
terlihat
bahwa
dari 30
siswa yang diberikan tes kemampuan komunikasi siswa, terdapat 8 orang siswa yang tuntas
dengan ketuntasan secara klasikal 26,67% dengan nilai rata – rata 3,00 . Hal ini
menggambarkan pembelajaran matematika masih belum menunjukkan hasil yang maksimal
karena hanya 8 orang dari 30 siswa yang tuntas dalam pencapaian batas nilai ketuntasan.
Gambaran tentang rendahnya kemampuan komunikasi dan pemahaman konsep matematis
siswa di atas juga didukung oleh hasil wawancara dengan beberapa guru matematika SMPN
2 Sidikalang. Beberapa alasan siswa mengalami kesulitan dalam mempelajari matematika
yang disampaikan dari beberapa guru diantaranya adalah siswa kurang menggali informasi
sendiri dalam belajar karena sudah terbiasa dengan penjelasan guru dan kurangnya motivasi
siswa untuk belajar matematika. Siswa hanya sebatas bisa menyelesaikan soal yang
dicontohkan guru dalam pembelajaran. Di samping itu, siswa juga belum mampu untuk
memberikan argumentasi dengan benar dan jelas ketika menjawab soal yang diberikan oleh
guru.Hal ini dikarenakan siswa hanya terfokus pada contoh-contoh penyelesaian soal yang
diberikan guru pada saat belajar.
Untuk meningkatkan pemahaman konsep dan kemampuan komunikasi matematis,
hendaknya guru memilih pendekatan pembelajaran yang sesuai dengan tujuan yang hendak
dicapai. Salah satu pendekatan pembelajaran yang bisa digunakan guru pada proses
pembelajaran adalah pendekatan pendidikan matematika realistik (PMR). Pembelajaran
dengan pendekatan PMR, siswa mempunyai kesempatan untuk memahami dan menemukan
konsep-konsep matematika. Hal ini sesuai dengan pendapat Suherman (2003:145)
Nilai
(Skala 4) Ketuntasan
Jumlah
Siswa Persentase (%)
2.67 Tuntas 8 26,67
< 2.67 Tidak Tuntas 22 73,33
Jumlah Siswa 30 100
Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 3 Nomor 4 Tahun 2016
http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530
245
pengembangan pembelajaran matematika dengan pendekatan realistik merupakan salah satu
usaha meningkatkan kemampuan siswa dalam memahami matematika. Memahami
matematika dalam hal ini adalah memahami konsep-konsep atau fakta-fakta dalam
matematika.
Pembelajaran dengan pendekatan PMR adalah pembelajaran yang harus dimulai dengan
sesuatu yang real (nyata), sehingga siswa dapat terlibat dalam proses pembelajaran secara
bermakna. Dengan pembelajaran bermakna maka siswa akan tertarik dengan pembelajaran
matematika dan merasakan manfaatnya dalam kehidupan sehari-hari. Dalam PMR,
matematika dianggap sebagai aktivitas insani (mathematics as human activities), dan harus
dikaitkan dengan realitas agar siswa dapat memahami matematika dengan mudah tanpa
harus menghafal angka-angka, rumus-rumus dan teorema-teorema. Ini berarti, matematika
harus dekat dengan siswa dan relevan dengan kehidupan realistis. Karena pembelajaran
dikaitkan dengan realita atau lingkungan, maka siswa paham dengan pelajaran matematika,
sehingga tujuan pembelajaran matematika tersebut tercapai.
Pendekatan PMR memiliki beberapa keunggulan sebagai berikut. (1)menggunakan masalah
kontekstual sebagai titik awal pembelajaran sesuai dengan pengalaman siswa, sehingga
siswa dapat melibatkan dirinya dalam kegiatan belajar dan konteks dapat menjadi alat untuk
pembentukan konsep. (2)Menggunakan model yang dikembangkan siswa dapat menambah
pemahaman mereka tentang matematika. (3)Mengkondisikan siswa untuk menyelesaikan
tugas-tugas secara bersama-sama antar siswa (interaktif), Husna dalam Paradikma
(2013:184). Dengan keunggulan-keunggulan tersebut maka pendekatan PMR dapat
meningkatkan pemahaman konsep dan komunikasi matematis.
Berdasarkan uraian latar belakang masalah, identifikasi dan batasan masalah yang telah
diuraikan sebelumnya, maka yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Bagaimana validitas perangkat pembelajaran yang dikembangkan dengan menggunakan
pendekatan PMR terhadap pemahaman konsep dan kemampuan komunikasi matematis
siswa?
2. Bagaimana kepraktisan perangkat pembelajaran yang dikembangkan dengan
menggunakan pendekatan PMR terhadap pemahaman konsep dan kemampuan
komunikasi matematis siswa?
3. Bagaimana efektivitas perangkat pembelajaran yang dikembangkan dengan
menggunakan pendekatan PMR terhadap pemahaman konsep dan kemampuan
komunikasi matematis siswa?
4. Apakah terdapat peningkatanpemahaman konsep matematis siswa yang dibelajarkan
dengan menggunakanperangkat pembelajaran yang dikembangkan?
5. Apakah terdapat peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang
dibelajarkan dengan menggunakanperangkat pembelajaran yang dikembangkan?
2. METODOLOGI PENELITIAN
2.1. Jenis Penelitian
Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 3 Nomor 4 Tahun 2016
http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530
246
Berdasarkan rumusan masalah dan tujuan penelitian yang ditetapkan, maka penelitian ini
termasuk penelitian pengembangan (Developmental Research). Model pengembangan
perangkat pembelajaran Thiagarajan, Semmel dan Semmel, yaitu model 4-D (define, design,
develop, disseminate) yang telah dimodifikasi.
Penelitian pengembangan ini dilaksanakan untuk menghasilkan perangkat pembelajaran dan
instrumen-instrumen yang diperlukan yang selanjutnya akan diujicobakan di kelas.
Perangkat pembelajaran yang dikembangkan adalah perangkat pembelajaran matematika
materi Kubus dan Balok tingkat SMP dengan menggunakan pendekatan matematika
realistik.Pengembangan perangkat pembelajaran tersebut berupa perancangan perangkat
pembelajaran mulai dari Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP),Lembar Aktivitas Siswa
(LAS),Buku Siswa,dan Tes Hasil Belajar (THB).
2.2. Rancangan uji coba keterbacaan
Ujicoba keterbacaan (terbatas) bermaksud untuk mengetahui kepraktisan perangkat yang
dikembangkan.Subjek ujicoba keterbacaan adalah siswa kelas dan SMP Negeri 2 Sidikalang
tahun pelajaran 2015-2016 dengan banyak siswa 32 orang.
2.3. Rancangan Uji Coba Lapangan
Rancangan uji coba yang digunakan dalam pengembangan perangkat pembelajaran adalah
dengan melakukan uji coba lapangan.Subjek ujicoba lapangan adalah siswa kelas SMP
Negeri 2 Sidikalang tahun pelajaran 2015-2016 dengan banyak siswa 32 orang.
3. PENGEMBANGAN INSTRUMEN PENELITIAN
3.1. Instrumen Validitas Perangkat Pembelajaran
Instrumen ini digunakan untuk mendapatkan data mengenai pendapat para ahli (validator)
terhadap perangkat pembelajaran yang telah disusun, sehingga menjadipedomandalam
merevisi perangkat pembelajaran (RPP, LAS, Buku siswa,dan Tes Hasil Belajar siswa).
3.2. Instrumen Kepraktisan Perangkat Pembelajaran
Instrumen kepraktisan perangkat pembelajaran terdiri dari lembar observasi dan angket.
Lembar observasi digunakan untukmengetahui kepraktisan perangkat yang dikembangkan,
maka dilakukan pengumpulan data tentang keterlaksanaanperangkat pembelajaran serta
tanggapan siswa dan guru mengenai perangkat pembelajaran.Pada akhir kegiatan guru dan
siswa diminta mengisi angket tanggapan tanggapan perangkat pembelajaran.
3.3. Instrumen Keefektifan Perangkat Pembelajaran
3.3.1. Ketuntasan Belajar Siswa
Tes diberikan pada pertemuan awal (sebelum dilakukan pembelajaran) dan dipertemuan
akhir pembelajaran (setelah seluruh topik diajarkan) dikembangkan sesuai dengan indikator
pembelajaran. Seorang siswa dapat dikatakan tuntas apabila nilai siswa secara individual
mencapai KKM 70. Selanjutnya secara klasikal bahwa suatu pembelajaran dipandang telah
Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 3 Nomor 4 Tahun 2016
http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530
247
tuntas terdapat 85% siswa yang mengikuti tes telah mencapai skor KKM (dalam Trianto,
2011:241).
3.3.2. Lembar Observasi Kemampuan Guru Menggunakan Perangkat Pembelajaran
Instrumen ini digunakan untuk mendapatkan data tentang kemampuan guru dalam
menerapkan kegiatan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan pendidikan
matematika realistik. Pengamatan dilakukan selamapembelajaran berlangsung (dari awal
pembelajaran sampai berakhirnya pembelajaran) dan pengamatan dilakukan oleh 2 orang
pengamat. Kemampuan guru dalam menggunakan perangkat pembelajaran dikatakan efektif
apabila rata-rata kemampuan guru untuk semua pertemuan mencapai kriteria minimal baik
(2,50≤TKG < 3,49)
3.3.3. Lembar Observasi Aktivitas Siswa
Instrumen ini digunakan untuk mendapatkan data tentang aktivitas siswa selama
berlangsungnya pembelajaranmenggunakan perangkat pembelajaran dengan pendekatan
matematika realistik.
3.4. Menganalisis Peningkatan Pemahaman Konsep dan kemampuan
Komunikasi Matematis Siswa
Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan rumus perhitungan indeks gain
(Meltzer, 2002:1260) sebagai berikut :
g =
Keterangan:
g adalah indeks gain
x adalah skor yang diperoleh siswa
4. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil Penelitian
4.1.1. Hasil Kepraktisan Perangkat Pembelajaran
Sebelum dilakukan ujicoba lapangan, terlebih dahulu dilakukan uji keterbacaan terhadap
perangkat pembelajaran. Uji keterbacaan ini menghasilkan data kualitas perangkat
pembelajaran berupa kepraktisan perangkat pembelajaran, dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 2. Kepraktisan Perangkat Pembelajaran
No Aspek Kepraktisan Rataan Skor Kategori
1 Keterlaksanaan perangkat pembelajaran 3, 92 Baik
2 Respon siswa terhadap perangkat pembelajaran 3,47 Baik
Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 3 Nomor 4 Tahun 2016
http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530
248
3 Respon guru terhadap perangkat pembelajaran 3,60 Baik
4.1.2. Hasil Keefektifan Perangkat Pembelajaran
a. Hasil Ketuntasan Pemahaman Konsep Matematis Siswa Siswa
Hasil uji coba lapangan untuk melihat pemahaman konsep matematis siswa dapat dilihat
pada tabel berikut:
Tabel 3. Tingkat Ketuntasan Pre-Test dan Post-TestPemahaman KonsepMatematis Siswa
Pada Uji Coba Lapangan
Kategori Pre-Test Persentase
Ketuntasan
Post-Test Persentase
Ketuntasan Jumlah Siswa Jumlah Siswa
Tuntas 2 6,25 % 28 87,50 %
Tidak Tuntas 30 93,75 % 4 12,50 %
b. Hasil Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa
Hasil uji coba lapangan untuk melihat kemampuan komunikasi matematis siswa dapat dilihat
pada tabel berikut:
Tabel 4. Rata-Rata Kelas Pre-Test dan Post-Test Kemampuan KomunikasiMatematis Siswa
Pada Uji Coba Lapangan
Kategori Pre-Test Persentase
Ketuntasan
Post-Test Persentase
Ketuntasan Jumlah Siswa Jumlah Siswa
Tuntas 2 6,25 % 28 87,50 %
Tidak Tuntas 30 93,75 % 4 12,50 %
c. Hasil Kemampuan Guru Menggunakan Perangkat Pembelajaran
Hasil uji coba lapangan untuk melihat kemampuan guru menggunakanperangkat
pembelajaran dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 5. Kemampuan Guru Menggunakan Perangkat Pembelajaran
Rata-Rata Setiap Pertemuan 3,53 3,58 3,68 3,84 3.32 3,57 3,53 3,53
Kriteria B B B B B B B B
Rata-Rata Setiap Pengamat 3,66 3,43
Rata-Rata Keseluruhan 3,55 Baik
d. Hasil Aktivitas Siswa Dalam Pembelajaran
Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 3 Nomor 4 Tahun 2016
http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530
249
Hasil uji coba lapangan untuk melihat aktivitas siswa dalam pembelajaran, dapat dilihat pada
tabel berikut:
Tabel 6. Hasil Aktivitas Siswa Dalam Pembelajaran Pada Uji Coba Lapangan
No Kegiatan Rerata
Pengamat
Kriteria
Batasan
1 Memperhatikan/mendengarkan penjelasan guru/teman
dengan aktif 12,75% 9%-19%
2 Membaca, memahami masalah kontekstual dalam Lembar
Aktivitas Siswa 9,75 % 6%-16%
3 Menyelesaikan masalah/menemukan jawaban dan cara
menjawab masalah kontekstual 31,25 % 33%-43%
4 Berdiskusi/bertanya antara siswa dan guru 21,00 % 19%-29%
5 Menarik kesimpulan suatu prosedur atau konsep 11,00 % 8%-18%
6 Prilaku siswa yang tidak relevan dengan KBM 1,50 % 0%-5%
4.1.3. Peningkatan Pemahaman Konsep dan Kemampuan Komunikasi Matematis
Siswa
a. Peningkatan Pemahaman Konsep Matematis Siswa
PeningkatanPemahaman Konsep matematis siswa dengan menggunakan perangkat
pembelajaran yang menerapkan pendekatan pendidikan matematika realistik dari hasil Pre-
Test dan Post-Test dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 7. Peningkatan Pemahaman KonsepMatematis Siswa Pada Uji Coba lapangan
Skor Gain Interpretasi Banyak siswa Persentase
g > 0,7 Tinggi 18 Siswa 56,25%
0,3 < g ≤ 0,7 Sedang 12 Siswa 37,50%
g ≤ 0,3 Rendah 2 Siswa 6,25%
b. Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa
Peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa dengan menggunakan perangkat
pembelajaran yang menerapkan pendekatan pendidikan matematika realistik dari hasil Pre-
Test dan Post-Test dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 8. Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa Pada Uji Coba lapangan
Skor Gain Interpretasi Banyak siswa Persentase
g > 0,7 Tinggi 11 Siswa 6,25 %
0,3 < g ≤ 0,7 Sedang 19 Siswa 59,38 %
g ≤ 0,3 Rendah 2 Siswa 34,38%
4.2. PEMBAHASAN
Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 3 Nomor 4 Tahun 2016
http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530
250
Berdasarkan hasil analisis dari penelitian, perangkat pembelajaran yang dikembangkan dan
diujicobakan telah valid, praktis dan efektif. Hal tersebut disebabkan perangkat pembelajaran
yang telah dikembangkan memenuhi kriteria kevalidan, kepraktisan dan keefektifan.
4.2.1. Validasi Perangkat Pembelajaran
Sebelum diujicobakan dilapangan, perangkat pembelajaran terlebih dahulu telah divalidasi
oleh para ahli (validator). Perangkat pembelajaran divalidasi oleh 5 orang validator. Kelima
validator menyimpulkan bahwa rencana pelakasanaan pembelajaran,lembar aktivitas siswa,
buku siswa, dan tes hasil belajar dapat digunakan dengan revisi kecil pada kesalahan
penulisan/ejaan naskah soal, dan revisi ini telah diperbaiki sesuai dengan coretan validator.
4.2.2. Kepraktisan Perangkat Pembelajaran
Uji keterbacaan menghasilkan data kualitas perangkat pembelajaran berupa kepraktisan
perangkat pembelajaran sebagaimana tersaji pada tabel 2. Pada tabel terlihat bahwa (a) rata-
rata keterlaksanaan minimal berada pada kategori terlaksana dengan baik (3 ≤ Rk < 4), (b)
rata-rata tanggapan guru minimal berada pada kategori baik (2,5 ≤ Rg < 3,5), dan (c) rata-
rata tanggapan siswa minimal berada pada kategori baik (2,5 ≤ Rs < 3,5) sehingga
perangkat pembelajaran yang dikembangakan dapat dikatakan praktis.
4.2.3. Keefektifan Perangkat Pembelajaran
Keefektifan pengembangan perangkat pembelajaran dengan menggunakan pendekatan
pendidikan matematika realistik dilihat dari 3 indikator, yakni: (a) siswa dikatakan telah
memahami konsep apabila terdapat 85% siswa yang mengikuti tes telah memiliki
kemampuan komunikasi matematis minimal (≥ 70), (b) aktivitas siswa selama kegiatan
belajar memenuhi kriteria toleransi waktu ideal yang ditetapkan dan (c) kemampuan guru
mengelola pembelajaran minimal berada pada kategori baik (2,50 ≤TKG< 3,49). Produk
pengembangan perangkat dikatakan efektif apabila memenuhi ketiga indikator di atas.
Berikut ini akan diuraikan hasil penelitian keefektifan pengembangan perangkat
pembelajaran sebagai berikut:
a. Ketuntasan Hasil Belajar
Berdasarkan hasil Pre-Test diperoleh rata-rata kelas hasil pemahaman konsepmatematis
siswa sebesar 4,95, dengan persentasi ketuntasan sebesar 6,25% (2 siswa dari 32 siswa). Dari
hasil pemberian Post-Test kepada siswa diperoleh rata-rata skor 8,39siswa dengan
ketuntasan klasikal 87,50 %(28 siswa dari 32 siswa). Dilihat dari N-Gain untuk setiap siswa,
diperoleh 18 dari 32 siswa (56,25 %) memiliki peningkatanpemahaman konsep matematis
siswa dalam kategori tinggi, 12 dari 32 siswa (37,50 %) memiliki peningkatan pemahaman
konsepmatematis siswa dalam kategori sedang, 2 dari 32 siswa (6,25 %) memiliki
peningkatan pemahaman konsepmatematis siswa dalam kategori rendah, artinya perangkat
pembelajaran dengan menggunakan pendekatan pendidikan matematika realistik sudah
memberikan kontribusi untuk meningkatkan pemahaman konsepmatematis siswa. Hal ini
sesuai dengan pendapat Suherman (2003:145) pengembangan pembelajaran matematika
dengan pendekatan realistik merupakan salah satu usaha meningkatkan kemampuan siswa
Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 3 Nomor 4 Tahun 2016
http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530
251
dalam memahami matematika. Memahami matematika dalam hal ini adalah memahami
konsep-konsep atau fakta-fakta dalam matematika.
Peningkatan pemahamankonsep matematis jika dilihat dari tiap aspekpemahamankonsep
matematis, peningkatan paling rendah terdapat pada aspek ketiga. Rendahnya peningkatan
aspek ketiga ini disebabkan siswa kurang mampu mengaplikasikan konsep atau algoritma
pemecahan masalah dari masalah kontekstual yang diberikan. Siswa kurang mampu
menerapkan konsep matematika serta bagaimana langkah-langkah untuk pemecahan masalah
dari masalah kontekstual yang diberikan. Pada soal ini siswa diberikan masalah untuk
menghitungpanjang kerangka kandang ayam yang berbentuk balok serta sudah ditentukan
ukuran dari rusuk-rusuknya. Kemudian kerangka kandang ayam itu diberi penyangga setiap
jarak 2 meter di sekeliing kerangka tersebut. Tetapi ditemukan jawaban siswa hanya mampu
menghitung panjang seluruh kerangka balok dan selalu salah menentukan jumlah dan
panjang penyangganya. Selain itu, peningkatan pemahamankonsep matematis siswa yang
paling besar terdapat aspek keempat yaitu siswa dapat menyajkan konsep dalam berbagai
bentuk representasi matematis yang berkaitan dengan materi kubus dan balok. Pada indikator
ini siswa sudah mampu menyajikan konsep dalam berbagai bentuk representasi matematis
dalam menyelesaikan masalah kontekstual yang diberikan.
Dari hasil Pre-Test diperoleh rata-rata kelas hasil kemampuan komunikasi matematis
sebesar4,71, dengan ketuntasan klasikal sebesar 6,25% (2siswa dari 32 siswa). Dari hasil
pemberian Post-Test kepada siswa diperoleh rata-rata skor 8,07 dengan ketuntasan klasikal
87,5 %(28 siswa dari 32 siswa). Dilihat dari N-Gain untuk setiap siswa, diperoleh 11 dari 32
siswa (34,38 %) memiliki peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa dalam
kategori tinggi, 19 dari 32 siswa (59,38 %) memiliki peningkatan kemampuan komunikasi
matematis siswa dalam kategori sedang, 2 dari 32 siswa (6,25 %) memiliki peningkatan
kemampuan komunikasi matematis siswa dalam kategori rendah, artinya perangkat
pembelajaran dengan menggunakan pendekatan pendidikan matematika realistik sudah
memberikan kontribusi untuk meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa.
Proses pembelajaran dengan Pendekatan PMR juga dapat meningkatkan pengembangan
kemampuan komunikasi matematis yang mana sesuai dengan pendapat Wijaya (2012:29)
Pendekatan PMR memiliki potensi tidak hanya untuk pengembangan kemampuan
matematika, melainkan juga untuk pengembangan kompetensi siswa yang lebih umum, yaitu
kreativitas dan kemampuan berkomunikasi.
Peningkatan kemampuan komunikasi matematis jika dilihat dari tiap aspek kemampuan
komunikasi matematis, peningkatan paling rendah terdapat pada aspek ketiga yaitu siswa
dapat menuliskan penjelasan suatu masalah dengan memberikan argumentasi terhadap
permasalahan matematika. Rendahnya peningkatan aspek ketiga ini disebabkan siswa kurang
mampu menjelaskan tentang volume air dalam bak mandi yang berbentuk kubus yang hanya
berisi setengahnya saja. Ditemukan jawaban siswa yang langsung membagi dua ukuran
tinggi bak dan menggunakan hasil pembagian tersebut sebagai sisi dari bak tersebut. Ini
menunjukkan masih rendahnya kemampuan siswa dalammengkomunikasikan masalah
kontekstual yang diberikan. Selain itu, peningkatan kemampuan komunikasi matematis
siswa yang paling besar terdapat aspek pertama yaitu siswa dapat membaca suatu gambar ke
dalam bahasa matematika dalam menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan materi
Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 3 Nomor 4 Tahun 2016
http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530
252
kubus dan balok. Pada indikator ini siswa sudah mampu membaca gambar dari masalah yang
diberikan serta mampu menuliskan alasan-alasan mengenai jawaban yang diberikan.
Hal ini sesuai dengan teori belajar Piaget (dalam Murdani, 2013:29), peran siswa sangat
diperlukan untuk menemukan sendiri penyelesaian dari masalah kontekstual yang diberikan
dan teori belajar Vygotsky (dalam Murdani, 2013:29), perkembangan kognitif anak terjadi
karena keterkaitan diantara individu.
b. Kemampuan Guru Menggunakan Perangkat Pembelajaran
Indikator efektif selanjutnya adalah kemampuan guru menggunakan perangkat
pembelajaran,diperoleh skor 3,55 berada pada kategori “baik” 3,50 – 4,49. Kriteria
keefektifan perangkat pada kategori “baik”, sehingga kemampuan guru mengelola
pembelajaran sudah efektif. Pengamat pertama dan kedua memberikan penilaian baik pada
tahap pendahuluan, kegiatan inti dan penutup. Hal ini senada dengan yang dikemukakan
Freudenthal (dalam Nida, 2013:216) mengemukakan, pada pendekatan matematika realistik
peran guru tak lebih dari seorang fasilitator, moderator atau evaluator sementara siswa
berpikir, mengkomunikasikan reasoningnya, melatih nuansa demokrasi dengan menghargai
pendapat orang lain.
Pada uji coba lapangan diperoleh hasil nilai rerata 4,08 berada pada kategori baik (3,50-
4,49). Pengamat pertama dan kedua memberikan penilaian baik pada tahap pendahuluan,
kegiatan inti dan penutup. Hal ini senada dengan yang dikemukakan Freudenthal (dalam
Nida, 2013:216) mengemukakan, pada pendekatan matematika realistik peran guru tak lebih
dari seorang fasilitator, moderator atau evaluator sementara siswa berpikir,
mengkomunikasikan reasoningnya, melatih nuansa demokrasi dengan menghargai pendapat
orang lain.Kriteria keefektifan perangkat pada kategori baik, sehingga kemampuan guru
mengelola pembelajaran sudah efektif.
c. Aktivitas Siswa
Indikator keefektifan terakhir adalah aktivitas siswa, diperoleh untuk setiap pertemuan
aktivitas siswa berada pada kriteria batasan keefektifan pembelajaran dengan rata-rata
persentase pencapaian aktivitas siswa 87,25%sehingga masuk kategori efektif. Aktivitas
belajar adalah segala sesuatu yang sengaja dirancang oleh guru untuk memfasilitasi kegiatan
belajar siswa seperti diskusi, demonstrasi, melakukan percobaan dan lain sebagainya (dalam
Sanjaya, 2008:174).
Aktivitas belajar yang dimaksud dalam penelitian ini adalah segala bentuk kegiatan belajar
yang dilakukan oleh siswa selama proses pembelajaran berlangsung.Dari semua hasil yang
diperoleh pada uji coba lapangan disimpulkan bahwa perangkat pembelajaran sudah efektif
karena ketuntasan belajar secara klasikal memenuhi kriteria ketuntasan yaitu ≥85 % dari
jumlah siswa, sehingga diperoleh Draft Final yaitu perangkat pembelajaran yang layak
digunakan.
Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 3 Nomor 4 Tahun 2016
http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530
253
5. SIMPULAN
1. Perangkat pembelajaran yang dikembangkan dengan pendekatan matematika realistik
dalam meningkatkan pemahaman konsep dan kemampuan komunikasi matematis siswa
sudah memenuhi kriteria valid yakni untuk Rencana Perangkat Pembelajaran (RPP), Lembar
Aktivitas Siswa (LAS), dan Buku Siswa meliputi aspek kelayakan format, bahasa dan isi.
2. Perangkat pembelajaran yang dikembangkan dengan pendekatan matematika realistik
dalam meningkatkan pemahaman konsep dan kemampuan komunikasi matematis siswa
sudah praktis digunakan yakni telah memenuhi kriteria praktis yang dilihat dari rata-rata
keterlaksanaan perangkat pembelajaran berada pada katagori terlaksana dengan baik, rata-
rata respon siswa mengenai perangkat pembelajaran berada pada kategori baik, serta rata-
rata respon guru mengenai perangkat pembelajaran berada pada kategori baik.
3. Perangkat pembelajaran yang dikembangkan dengan pendekatan matematika realistik
dalam meningkatkan pemahaman konsep dan kemampuan komunikasi matematis siswa
sudah efektif untuk digunakan karena telah memenuhi kriteria ketuntasan belajar yang dilihat
dari hasil ketuntasan belajar siswa secara klasikal. Persentase ketuntasan klasikal dari hasil
pemberian Post-Test pemahaman konsep matematis kepada siswa telah memenuhi kriteria
ketuntasan belajar siswa yaitu ≥ 85% dari jumlah siswa. Indikator efektif selanjutnya
adalah kemampuan guru menggunakan perangkat pembelajaran, berada pada kategori
“baik”. Kriteria keefektifan perangkat berada pada kategori “baik”, sehingga kemampuan
guru mengelola pembelajaran sudah efektif. Indikator keefektifan terakhir adalah aktivitas
siswa, diperoleh untuk setiap pertemuan aktivitas siswa berada pada kriteria batasan
keefektifan pembelajaran sehingga masuk kategori efektif.
4. Perangkat pembelajaran yang dikembangkan dengan pendekatan matematika realistik
dapat meningkatkan pemahaman konsep matematis siswa. Peningkatan yang tertinggi
terdapat pada aspek keempat yaitu menyajikan konsep dalam berbagai bentuk representasi
matematis, sedangkan peningkatan terendah terdapat pada aspek ketiga yaitu
mengaplikasikan konsep atau algoritma pemecahan masalah.
5. Perangkat pembelajaran yang dikembangkan dengan pendekatan matematika realistik
dapat meningkatkan pemahaman konsep matematis siswa. Peningkatan yang tertinggi
terdapat pada aspek keempat yaitu menyajikan konsep dalam berbagai bentuk representasi
matematis, sedangkan peningkatan terendah terdapat pada aspek ketiga yaitu
mengaplikasikan konsep atau algoritma pemecahan masalah.
6. SARAN
Berdasarkan hasil penelitian ini, penulis mengemukakan beberapa saran sebagai berikut.
1. Pengembanganperangkat pembelajaran seperti ini hendaknya juga dilakukan pada topik
lainnya untuk membuat siswa tertarik, senang dan aktif dalam belajar matematika.
2. Bagi guru atau pihak lain yang ingin mengembangkan perangkat pembelajaran dengan
pendekatanpendidikan matematika realistik pada materi pokok matematika yang lain dapat
Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 3 Nomor 4 Tahun 2016
http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530
254
merancang/mengembangkan perangkat dengan memperhatikan komponen model
pembelajaran dan karakteristik dari materi pelajaran yang akan dikembangkan.
3. Untuk meningkatkan pemahaman konsep matematis siswa disarankan agar dalam proses
pembelajaran, guru berfokus pada peningkatan pemahaman konsep siswa bukan sekedar
mengingat fakta atau mengahafal konsep-konsep yang diberikan akan tetapi siswa dituntut
untuk menemukan konsep, membangun konsep dan menggunakan konsep tersebut dalam
menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang ada.
4. Untuk meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa disarankan dalam proses
pembelajaran hendaknya siswa dituntut untuk mengkomunikasikan konsep-konsep
matematika baik secara lisan, tulisan, gambar, grafik, maupun diagram sehingga data yang
diperoleh lebih detil.
Daftar Pustaka
Akbar, S. 2013.Instrumen Perangkat Pembelajaran. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Ansari, I, Bansu. 2012.Komunikasi Matematik Dan Politik. Aceh: PeNA.
Depdiknas. 2006. Permendiknas No. 2 Tentang SI dan SKL. Jakarta Sinar.
Husna, R. 2013.Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Dan Komunikasi Matematik Melalui
Pendekatan Matematika Realistik Pada Siswa SMP Kelas VII Langsa. Jurnal PARADIKMA, Vol
6 Nomor 2. Medan: UNIMED.
Meltzer,David, E .2002.The Relationship Between Mathematics Preparation And conceptual learning
gain in physics:A possible inhidden Variablei in Diagnostic pretest scores.Ames:Department of
physics andAstronomy,Lowa State University.
Murdani. 2013. Pengembangan Perangkat pembelajaran Matematika Dengan Pendekatan Realistik
Untuk Meningkatkan Penalaran Geometri Spasial Siswa Di SMP Negeri Arun Lhoksumawe.
Jurnal Peluang Volume 1 Nomor 2 Tahun 2013 Program Pascasarjana Unsyiah BandaAceh.
www.jurnal.unsyiah.ac.id/peluang. Diakses pada tanggal 25 Februari 2015.
Nida. 2013. Ketuntasan Hasil Belajar Siswa Melalui Pendekatan Realistic Mathematics Education
(RME) Pada Materi Perkalian. Jurnal Ilmiah Didaktika Volume XIII Nomor 2 Tahun 2013
Fakultas Tarbiyah IAIN Banda Aceh dapat dilihat di www.portalgaruda.org diakses pada tanggal
20 Februari 2015.
Litbangkemdikbud. 2011. Survei International TIMSS dan PISA. http://litbangkemdikbud.go.id.
Diakses: September 2013.
Sanjaya,W. 2008. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, Jakarta: Kencana.
Suherman, Erman dkk. 2003. Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: JICA-
Universitas Pendidikan Indonesia.
Trianto. 2011. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif Progresif. Jakarta.
Wijaya, A. 2012. Pendidikan Matematika Realistik. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 3 Nomor 4 Tahun 2016
http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530
255
PENINGKATAN HASIL BELAJAR PENGURANGAN
BILANGAN BULAT
DENGAN PENDEKATAN PENDIDIKAN MATEMATIKA
REALISTIK
DI SDN 05 BIRUGO
Ghenny Aosi 1)
1) SDN 05 Birugo, Jln. Birugo Puhun, Birugo, Aur Birugo Tigo Baleh, Kota Bukittinggi;
Abstrak. Penelitian ini dilatarbelakangi oleh rendahnya hasil belajar siswa Kelas IV
SDN 05 Birugo dalam pembelajaran matematika, dimana siswa belum mampu
menyelesaikan soal yang berisi materi operasi pengurangan bilangan bulat. Penelitian
ini bertujuan untuk mendeskripsikan peningkatan hasil belajar pengurangan bilangan
bulat dengan pendekatan PMR di Kelas IV SDN 05 Birugo pada semester II tahun
pelajaran 2013/2014. Penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas dengan dua siklus
penelitian. Masing-masing siklus terdiri dari perencanaan, pelaksanaan, observasi, dan
refleksi. Data penelitian dianalisis dengan teknik persentase. Subjek dalam penelitian ini
siswa kelas IV SDN 05 Birugo sebanyak 24 orang. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa pendekatan Pendidikan Matematika Realistik terbukti dapat meningkatkan hasil
belajar pengurangan bilangan bulat di kelas IV SDN 05 Birugo Kota Bukittinggi.
Kata Kunci. Hasil Belajar Matematika; Pengurangan Bilangan Bulat; Pendidikan
Matematika Realistik
1. Pendahuluan
Dalam kehidupan sehari-hari, aplikasi pembelajaran bilangan bulat sering ditemukan oleh
siswa. Misalnya dalam kegiatan berjual beli, keadaan suhu di suatu tempat, kegiatan
menyelam, dan lain-lain. Pembelajaran bilangan bulat sebenarnya mudah jika konsep
bilangan ini dikuasai oleh siswa. Untuk menjelaskan tentang bilangan bulat kita mulai
dengan bilangan asli karena dari sejak kecil secara tidak langsung kita sudah diajarkan oleh
orang tua kita tentang bilangan asli, yaitu pada saat belajar mengenal bilangan. Ketika
dikenalkan dengan bilangan 1, 2, 3, 4, … menggunakan jari kita, bilangan-bilangan yang
dikenalkan merupakan anggota bilangan asli. Setelah kita mengenal bilangan asli,
selanjutnya dikenalkanlah bilangan bulat yang didapat dari perluasan bilangan asli. Oleh
karena itulah, mempelajari bilangan bulat penting di sekolah dasar.
Untuk mendukung agar tujuan pembelajaran dapat tercapai, maka pembelajaran
pengurangan bilangan bulat hendaklah dimulai dari masalah nyata yang dekat dengan
kehidupan siswa sehari-hari, melibatkan proses produksi dan konstruksi siswa, menggunakan
model-model dalam proses pembelajaran, melibatkan keaktifan siswa dalam belajar, dan
mengaitkan dengan materi lain atau mata pelajaran lain. Akan tetapi pada kenyataannya di
kelas IV SDN 05 Birugo, materi ini termasuk materi pembelajaran yang sulit bagi siswa,
apalagi jika menyangkut operasi pengurangan bilangan bulat. Banyak persoalan yang
muncul pada materi bilangan bulat bagi siswa kelas 4. Pada waktu proses pembelajaran, guru
Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 3 Nomor 4 Tahun 2016
http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530
256
cenderung tidak memberikan keleluasaan pada siswa untuk belajar secara aktif
menyenangkan. Materi yang disampaikan seringkali tidak dimulai dan bahkan tidak
berkaitan dengan pengalaman sehari-hari sehingga siswa mudah lupa dan tidak dapat
mengaplikasikannya seakan-akan pembelajaran menjadi terpisah dengan kehidupan sehari-
hari. Misalkan pada waktu mereka akan melakukan operasi hitung seperti: 4 – (-7); (-6) – 9;
2 – 7; (-3) – (-6); dan sebagainya. Persoalan yang muncul dalam kaitannya dengan soal-soal
yang seperti itu adalah bagaimana memberikan penjelasan dan cara menanamkan pengertian
operasi tersebut secara konkret dimulai dari hal-hal sederhana yang berhubungan dengan
kehidupan nyata mereka sehari-hari, karena kita tahu bahwa pada umumnya siswa berpikir
dari hal-hal yang bersifat konkret menuju hal-hal yang bersifat abstrak. Siswa kesulitan
menyelesaikan masalah pengurangan bilangan bulat berlainan tanda; positif dan negatif. Jika
diberikan permasalahan dalam bentuk soal cerita, hanya sedikit siswa yang mampu
menyelesaikannya sehingga hasil belajar siswa dalam materi ini tergolong rendah dan belum
mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang disyaratkan. Kesulitan siswa terutama
terlihat pada saat menafsirkan soal cerita yang disebabkan pemahaman siswa masih kurang
dan cara siswa menerjemahkan soal cerita dalam kalimat matematika seringkali salah.
Pembelajaran pengurangan bilangan bulat dengan pendekatan Pendidikan Matematika
Realistik (PMR) akan memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan dan
mengonstruksi kembali konsep pengurangan bilangan bulat sehingga siswa mempunyai
konsep pengertian yang kuat. Dalam proses pembelajaran dengan menggunakan pendekatan
PMR, siswa diarahkan pada pemahaman konsep, bukan pemerolehan informasi.
Permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah: “bagaimanakah peningkatan
hasil belajar pengurangan bilangan bulat dengan pendekatan PMR di kelas IV SDN 05
Birugo Kota Bukittinggi?” Secara khusus, masalah tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut:
a) bagaimana perencanaan pembelajaran pengurangan bilangan bulat dengan pendekatan
PMR di kelas IV SDN 05 Birugo Kota Bukittinggi? b) bagaimana pelaksanaan pembelajaran
pengurangan bilangan bulat dengan pendekatan PMR di kelas IV SDN 05 Birugo Kota
Bukittinggi? c) bagaimana peningkatan hasil belajar siswa dalam pembelajaran pengurangan
bilangan bulat dengan pendekatan PMR di kelas IV SDN 05 Birugo Kota Bukittinggi?
Husnaini (2008: 13) menjelaskan bahwa hasil belajar merupakan tolak ukur atau patokan
untuk menentukan tingkat keberhasilan siswa dalam mengetahui atau memahami suatu
materi pelajaran. Hasil belajar juga dapat memberikan informasi kepada lembaga ataupun
siswa itu sendiri tentang tarap penguasaan ataupun kemampuan yang dicapai siswa.
Menurut Muhsetyo (2009: 3 – 5), bilangan bulat merupakan bilangan yang terdiri dari
bilangan cacah dan negatifnya. Yang termasuk dalam bilangan cacah yaitu 0, 1, 2, 3, 4, …
sehingga negatif dari bilangan cacah yaitu -1, -2, -3, -4, …. Dalam hal ini -0 = 0 maka tidak
dimasukkan lagi secara terpisah. Pada garis bilangan, bilangan bulat negatif terletak di
sebelah kiri angka nol dan bilangan bulat positif terletak di sebelah kanan angka nol.
Menurut Rejeki (2009: 1), semua bilangan dapat dikatakan sebagai bilangan bulat jika
bilangan itu tidak ada tanda koma (,) dan pecahan. Himpunan semua bilangan bulat
dilambangkan dengan Z (yang berasal dari kata Zahlen, bahasa Jerman yang artinya
bilangan).
Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 3 Nomor 4 Tahun 2016
http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530
257
Zulkardi (2001: 31) menyatakan bahwa Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik (PMR)
adalah sebuah pendekatan belajar matematika yang diadopsi dari pendekatan yang
dikembangkan sejak tahun 1970 oleh sekelompok ahli matematika dari Freudenthal Institute,
Utrecht University di Belanda. Selanjutnya Streefland (dalam Sudharta, 2004:35)
menjelaskan karakteristik pendekatan PMR adalah dengan menggunakan konteks dunia
nyata, menggunakan model-model, produksi dan konstruksi siswa, interaktif dan keterkaitan.
Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran pengurangan bilangan
bulat dengan menggunakan pendekatan PMR dapat dilakukan dengan menggunakan
karakteristik PMR dalam pembelajaran, yaitu: 1) penggunaan konteks dunia nyata. Guru
memulai pelajaran dengan mengajukan masalah (soal) pengurangan bilangan bulat yang
“riil” bagi siswa sesuai dengan pengalaman dan tingkat pengetahuannya sehingga siswa
segera terlibat dalam pembelajaran secara bermakna. Permasalahan yang diberikan tentu
harus diarahkan sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai dalam pelajaran tersebut; 2)
penggunaan model-model. Siswa mengembangkan atau menciptakan model-model simbolik
secara informal yang terdapat pada persoalan atau masalah pengurangan bilangan bulat yang
diajukan; 3) melibatkan proses produksi dan konstruksi. Siswa diberikan kesempatan untuk
membentuk konsep pengetahuan dengan cara pengaktifan pengetahuan yang telah ada atau
menemukan konsep pengetahuan baru secara mandiri sehingga proses produksi konsep
pengetahuan berasal dari siswa sendiri. Siswa memiliki seperangkat konsep alternatif tentang
ide-ide matematika yang memengaruhi belajar selanjutnya. Pembentukan pengetahuan
merupakan proses perubahan yang meliputi penambahan, kreasi, modifikasi, penghalusan,
penyusunan kembali, dan bahkan penolakan; 4) pembelajaran berlangsung secara interaktif.
Siswa menjelaskan dan memberikan alasan terhadap jawaban yang diberikannya, memahami
jawaban temannya (siswa lain), setuju terhadap jawaban temannya, menyatakan
ketidaksetujuan, mencari alternatif penyelesaian yang lain dan melakukan refleksi terhadap
setiap langkah yang ditempuh atau terhadap hasil pembelajaran pengurangan bilangan bulat.
Setiap siswa tanpa memandang ras, budaya, dan jenis kelamin mampu memahami dan
mengerjakan matematika; dan 5) adanya keterkaitan atau intertwining antara materi
pelajaran yang diajarkan dengan materi pelajaran lain dalam matematika atau materi
pelajaran bidang studi lain. Dengan penerapan pendekatan PMR dalam pembelajaran
diharapkan mutu proses pembelajaran akan meningkat karena paradigma baru pendidikan
sekarang ini juga lebih menekankan pada siswa sebagai manusia yang memiliki potensi
untuk belajar dan berkembang.
2. Metode
Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas dengan menggunakan pendekatan
kualitatif dan kuantitatif. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dan kuantitatif dengan
jenis penelitiannya penelitian tindakan kelas (PTK) atau Classroom Action Research (CAR).
Penelitian ini diawali dengan adanya refleksi awal terhadap proses pembelajaran di SDN 05
Birugo Kota Bukittinggi. Kegiatan ini dilaksanakan untuk mengetahui permasalahan yang
dihadapi guru dan siswa yang berkaitan dengan proses pembelajaran pengurangan bilangan
bulat di kelas IV SDN 05 Birugo Kota Bukittinggi. Refleksi awal penelitian dilakukan
dengan mengevaluasi proses pembelajaran di kelas berupa diskusi dengan observer tentang
proses pembelajaran yang dilaksanakan selama ini. Kemudian peneliti dan observer
Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 3 Nomor 4 Tahun 2016
http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530
258
merumuskan permasalahan yang diangkat sebagai permasalahan penelitian yakni bagaimana
meningkatkan hasil belajar siswa pada pembelajaran pengurangan bilangan bulat dengan
pendekatan PMR di kelas IV SDN 05 Birugo Kota Bukittinggi.
Kegiatan penelitian dimulai dengan menentukan jadwal penelitian dimana sebelumnya
peneliti meminta persetujuan kepala sekolah dan observer untuk melakukan penelitian.
Tahap ini dimulai dari pelaksanaan pembelajaran matematika dengan memanipulasi media
ceker dan manik-manik untuk menyelesaikan masalah yang diberikan guru. Penelitian ini
dilaksanakan dari siklus I sampai siklus ke II. Kegiatan ini dilakukan oleh peneliti sebagai
guru kelas didampingi observer. Kegiatan pembelajaran di kelas berupa kegiatan interaksi
guru dan siswa dan antara siswa dengan siswa.
Pengamatan dilakukan peneliti pada waktu guru melaksanakan tindakan pembelajaran
matematika. Dalam kegiatan ini peneliti berusaha mengenal, mengamati, dan
mendokumentasikan semua indikator dari proses hasil perubahan yang terjadi, baik yang
disebabkan oleh tindakan yang terencana maupun dampak intervensi dalam pembelajaran
matematika melalui pendekatan PMR. Pengamatan dilakukan secara terus-menerus mulai
dari siklus I sampai siklus ke II. Hasil pengamatan ini kemudian didiskusikan dengan guru
dan diadakan refleksi untuk perencanaan siklus berikutnya. Refleksi diadakan setiap satu
tindakan berakhir. Dalam tahap ini guru dan peneliti mengadakan diskusi terhadap tindakan
yang baru dilakukan.
Data penelitian berupa data deskriptif yang diperoleh dari observasi dan hasil tes dari setiap
tindakan perbaikan pembelajaran pengurangan bilangan bulat melalui pendekatan PMR di
kelas IV SD yang diteliti. Data tersebut berisi tentang hal-hal yang berkaitan dengan
perencanaan, pelaksanaan, dan hasil pembelajaran. Sumber data penelitian adalah proses
pembelajaran pengurangan bilangan bulat di kelas IV SDN 05 Birugo Kota Bukittinggi
dengan pendekatan PMR yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, kegiatan observasi, dan
refleksi selama proses pembelajaran. Data penelitian ini dikumpulkan dengan teknik
observasi, diskusi, dan dokumentasi.
Data penelitian dikumpulkan menggunakan lembar penilaian RPP, lembar observasi
kegiatan guru dan siswa, dan soal untuk mengumpulkan hasil belajar siswa. Data yang
diperoleh dalam penelitian dianalisis dengan menggunakan analisis data kualitatif dan
kuantitatif, yakni analisis data yang dimulai dengan menelaah sejak pengumpulan data
sampai seluruh data terkumpul. Analisis data kuantitatif ini dilakukan terhadap hasil belajar
siswa dengan menggunakan pendekatan deskriptif.
3. Hasil
Setelah selesai penelitian, didapatkan hasil sebagai berikut:
Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 3 Nomor 4 Tahun 2016
http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530
259
Tabel 1. Hasil penelitian tindakan penerapan pendekatan PMR
di kelas IV SDN 05 Birugo Kota Bukittinggi
Aspek
Penilaian
Siklus I
Pert. 1
Siklus I
Pert. 2 Siklus II
RPP 79 86 93
Aktv. Guru 75 95 95
Aktv. Siswa 80 80 95
Kognitif 74 87 93
Afektif 65 82 89
Psikomotor 69 86 88
Rata-rata 71 85 90
Hasil pengamatan dan analisis hasil belajar siswa untuk siklus I menunjukkan bahwa
penerapan pendekatan PMR dalam pembelajaran pengurangan bilangan bulat belum
terlaksana optimal. Rata-rata hasil belajar siswa untuk siklus I adalah 78 namun masih ada
siswa yang belum mencapai KKM. Kendala-kendala yang ditemui pada pelaksanaan tes
belajar pada siklus I akan diperbaiki pada siklus II.
Tindakan yang dilakukan pada siklus II didasarkan pada refleksi atas pelaksanaan siklus I
setelah melibatkan diskusi dengan observer. Perencanaan yang dibuat merupakan perbaikan
dari perencanaan siklus I. Kegiatan yang dilaksanakan pada siklus II ini ditujukan untuk
memaksimalkan peningkatan hasil belajar siswa pada pembelajaran pengurangan bilangan
bulat dengan penerapan pendekatan PMR di kelas IV SDN 05 Birugo Kota Bukittinggi.
Pada siklus II siswa sudah mampu untuk belajar optimal dan pembelajaran berlangsung
dengan baik. Situasi kelas juga banyak terjadi kegiatan interaktif antara siswa dengan siswa
dan siswa dengan guru. Diskusi kelompok berjalan lancar dan siswa sudah memahami
langkah-langkah pengurangan bilangan bulat tanpa menggunakan ceker sehingga hasil
belajar siswa juga meningkat. Jika dilihat dari ketuntasan belajar siswa, untuk siklus II,
ketuntasan belajar siswa telah dikualifikasikan sangat baik dan KKM kelas telah tercapai.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan pembelajaran pengurangan
bilangan bulat dengan pendekatan PMR terbukti dapat meningkatkan hasil belajar siswa di
kelas IV SDN 05 Birugo Kota Bukittinggi.
4. Pembahasan
Berdasarkan paparan data perencanaan tindakan penerapan pendekatan PMR pada
pembelajaran pengurangan bilangan bulat di Kelas IV SDN 05 Birugo Kota Bukittinggi pada
siklus I, sebelum melaksanakan tindakan, guru sudah membuat perencanaan. Hal ini sesuai
dengan pendapat Susanto (2007: 167) yang mengatakan bahwa rancangan pelaksanaan
pembelajaran adalah penjabaran silabus ke dalam unit satuan kegiatan pembelajaran untuk
dilaksanakan di kelas karena yang akan dihadapi dalam pelaksanaan tindakan adalah
manusia yang siap tumbuh dan berkembang, bernalar, baik dalam aspek sikap, dan
Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 3 Nomor 4 Tahun 2016
http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530
260
perilakunya. Perencanaan mutlak diperlukan agar pembelajaran yang disajikan guru tidak
menyimpang dari tujuan yang digariskan.
Perencanaan tindakan disusun berdasarkan hasil refleksi peneliti di SDN 05 Birugo Kota
Bukittinggi. Perencanaan tindakan peneliti lakukan dengan berkolaborasi bersama observer.
Kolaborasi yang peneliti lakukan merupakan perwujudan salah satu ciri penelitian tindakan
kelas, yaitu penelitian tindakan harus kolaboratif dan tidak dikerjakan oleh orang lain atau
orang yang tidak terkait dengan pekerjaan yang diupayakan perbaikannya (Hanurawan,
2001). Artinya, dalam penelitian tindakan selalu terjadi kerjasama atau kerja bersama antara
peneliti dan observer demi keabsahan dan tercapainya tujuan penelitian. Kolaborasi peneliti
dengan observer menghasilkan rencana tindakan dalam wujud rencana pelaksanaan
pembelajaran.
Langkah awal dari perancangan adalah mengidentifikasi kompetensi dasar. Kompetensi
dasar merupakan pernyataan yang mewujudkan perilaku yang harus dapat dilaksanakan
siswa setelah mereka mengikuti proses pembelajaran. Kompetensi dasar berisikan
pernyataan umum tentang kompetensi yang seharusnya dikuasai. Karena pernyataan ini
bersifat umum maka masih sulit diukur kebehasilannya. Kompetensi dasar menunjukkan: (1)
kedudukan pokok-pokok materi tertentu dalam satu kesatuan isi pembelajaran, (2) pedoman
melakukan analisis pembelajaran dan indikator, (3) ringkasan tujuan materi pokok, dan (4)
pedoman menentukan kegiatan pembelajaran.
Perumusan indikator disusun secara spesifik dan operasional, jelas dan logis, diurut dari
yang mudah ke yang sukar, dari yang sederhana ke kompleks, dari konkrit ke abstrak, dan
dari ingatan ke penilaian. Indikator tertulis dengan lengkap dan mencakup semua aspek,
serta dirumuskan untuk tiap fokus pembelajaran. Indikator dituliskan dalam bentuk kata
kerja operasional yang merupakan tindakan belajar dalam pencapaian kompetensi dasar.
Perumusan yang dilakukan sesuai dengan pendapat Nurgiantoro (2001:26) yang menyatakan
bahwa indikator pembelajaran hendaklah berupa tingkah laku yang operasional, artinya
dapat diamati dan diukur dengan menggunakan alat penilaian.
Sumber belajar adalah acuan yang mampu memberikan proses belajar dalam kelas. Sumber
belajar dapat berupa buku, internet, ahli atau tokoh, dan tempat atau lokasi tertentu. Sumber
belajar yang direncanakan untuk pelaksanaan tindakan pada siklus I disesuaikan dengan
materi dan menarik minat siswa. Hal seperti itu diperlukan dalam pembelajaran karena siswa
akan belajar dan terus belajar jika kondisi pembelajaran dibuat menyenangkan. Suasana
belajar yang menyenangkan sangat diperlukan karena otak tidak akan bekerja optimal bila
perasaan dalam keadaan tertekan. Perasaan senang biasanya akan muncul bila belajar
menggunakan berbagai sumber belajar yang menarik. Langkah pembelajaran merupakan
proses berlangsungnya pembelajaran yang ditandai oleh bertemunya guru, siswa, materi,
pendekatan, media, dan suasana. Untuk itu, langkah pembelajaran yang baik diharapkan
mencerminkan pertemuan berbagai aspek sebagai sebuah sistem.
Berdasarkan pembelajaran yang dilakukan dapat dibahas sebagai berikut. Pada awal
pembelajaran, guru sudah memulai pembelajaran dengan memberikan masalah nyata yang
dekat dengan diri siswa dan dialami oleh siswa sehari-hari. Hal ini sesuai dengan prinsip
pertama pendekatan PMR yang dikemukakan oleh Streefland (dalam Sudharta, 2004: 35)
Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 3 Nomor 4 Tahun 2016
http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530
261
yaitu prinsip pertama PMR akan dilihat apakah guru memulai pelajaran dengan memberi
contoh dalam kehidupan sehari-hari dan memberi soal-soal pemecahan masalah yang sering
terjadi dalam kehidupan siswa.
Guru kemudian memberikan benda kongkrit yang dapat dimanipulasi siswa untuk
memodelkan masalah yang diberikan. Hal ini sesuai dengan karakteristik pembelajaran
dengan PMR yang dikemukakan oleh Sudharta (2004: 9) dimana siswa masih berada pada
masalah yang nyata tetapi siswa mulai mengembangkan sendiri idenya untuk menyelesaikan
masalah dari bentuk konkret ke abstrak. Siswa diminta untuk memberikan alasan-alasan dari
jawaban yang dikemukakannya. Konsep tersebut kemudian diarahkan ke matematika formal.
Walaupun masih terdapat kekurangan pada pelaksanaannya, namun pada pertemuan
selanjutnya, guru hendaknya lebih memperhatikan kesalahan yang dilakukan pada siklus I
untuk diperbaiki pada pelaksanaannya di siklus II.
Pembahasan hasil penelitian tindakan penerapan pendekatan PMR pada Pembelajaran
pengurangan bilangan bulat di Kelas IV SDN 05 Birugo pada siklus II dapat peneliti sajikan
sebagai berikut. Berdasarkan paparan data perencanaan tindakan penerapan pendekatan
PMR pada pembelajaran pengurangan bilangan bulat di Kelas IV SDN 05 Birugo pada siklus
II, sebelum melaksanakan tindakan, guru sudah membuat perencanaan.
Perencanaan tindakan penerapan pendekatan PMR pada Pembelajaran pengurangan bilangan
bulat di Kelas IV SDN 05 Birugo pada siklus II peneliti lakukan dengan berkolaborasi
bersama observer dan mempedomani hasil pelaksanaan tindakan pada siklus I. Kolaborasi
dilakukan dalam menyusun rencana tindakan dan berpedoman pada hasil penelitian tindakan
siklus I (Herawati, 2007:1). Setiap kekurangan-kekurangan yang ditemukan selama tindakan
pelaksanaan siklus I merupakan fokus utama yang harus diperhatikan dalam menyusun
perencanaan tindakan siklus II. Hasil perencanaan tersebut dituangkan dalam rencana
pelaksanaan pembelajaran.
Sama halnya dengan siklus I, pada siklus II, langkah awal dari perancangan adalah
mengidentifikasi kompetensi dasar, dilanjutkan perumusan indikator, penentuan sumber
belajar, dan langkah-langkah pembelajaran. Pada tahap pendahuluan, guru sudah memulai
pembelajaran dengan memberikan masalah kontekstual sehari-hari. Pada tahap ini guru
memberikan masalah kontekstual kepada siswa berupa cerita. Hal ini sesuai dengan tahap-
tahap pembelajaran matematika dengan pendekatan PMR yang dijelaskan oleh Sunardi
(2001:3).
Untuk karakteristik penggunaan model-model, guru berusaha untuk memberikan kesempatan
kepada siswa yang belum memahami permasalahan yang diberikan untuk bertanya tentang
masalah kontekstual yang ada. Melalui penjelasan yang diberikan, siswa mulai mampu
mengindentifikasi permasalahan dan memodelkan permasalahan dalam kalimat matematika.
Hal ini sesuai dengan karakteristik PMR yaitu interaktifitas pada proses pembelajaran, baik
sesama siswa, maupun siswa dengan guru.
Untuk karakteristik menggunakan produksi dan konstruksi pengetahuan, guru telah
melibatkan siswa untuk mengaktifkan pengetahuan awal yang dimiliki siswa sehingga siswa
mampu untuk menyelesaikan masalah yang diberikan. Guru telah menanyakan bagaimana
Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 3 Nomor 4 Tahun 2016
http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530
262
pendapat mereka tentang permasalahan yang diberikan. Memang tidak semua siswa yang
mampu menyelesaikan masalah yang diberikan guru, sehingga guru pun membimbing
mereka dengan pertanyaan-pertanyaan lanjutan sebagai penuntuk mereka untuk memahami
konsep luas. Pada tahap ini setelah masalah kontekstual yang diberikan telah dipahami oleh
siswa dan situasi yang riil tersebut telah dirasakan dan dialami oleh siswa, maka guru
memfasilitasi siswa untuk belajar optimal.
Guru telah mengaitkan pembelajaran dengan materi pembelajaran lain sehingga ada
keterkaitan dalam pembelajaran. Guru juga telah mengelola kelas dengan baik sehingga
pembelajaran berlangsung secara interaktif dan melibatkan siswa secara holistik. Dengan
pengetahuan dan konsep yang mereka ketahui, siswa dapat menyelesaikan dengan cepat
soal-soal yang diberikan. Kemudian, guru dan siswa merefleksi dan menyimpulkan kegiatan
diskusi yang telah mereka laksanakan dan memberi penegasan-penegasan tentang konsep-
konsep yang telah mereka pelajari.
Jumlah siswa yang mau terlibat dalam proses pembelajaran pada siklus II baik dalam
menjawab pertanyaan guru atau bertanya kepada guru sudah bertambah banyak jika
dibandingkan dengan pelaksanaan pembelajaran pada siklus I. Pembelajaran telah bisa
dikatakan berhasil. Pada siklus II ini jika dilihat dari ketuntasan belajar siswa, ketuntasan
belajar siswa telah dikualifikasikan sangat baik dan KKM kelas telah tercapai.
5. Simpulan dan Saran
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan beberapa hal sebagai
berikut: Rencana pembelajaran pengurangan bilangan bulat dengan menggunakan
pendekatan PMR bagi siswa kelas IV SDN 05 Birugo Kota Bukittinggi dibuat dengan
menerapkan karakteristik pendekatan PMR menurut Zulkardi (2001: 6) yaitu: 1) penggunaan
konteks dunia nyata, 2) penggunaan model-model, 3) penggunaan proses produksi dan
konstruksi, 4) pembelajaran berlangsung secara interaktif, dan 5) adanya keterkaitan
(intertwining). Penilaian rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) dilaksanakan dengan
menggunakan lembar penilaian RPP (IPKG) dengan persentase sebesar 83% pada siklus I
meningkat menjadi 93% pada siklus II.
Pembelajaran pengurangan bilangan bulat dengan pendekatan PMR di kelas IV SDN 05
Birugo Kota Bukittinggi telah dilaksanakan sesuai dengan rencana pelaksanaan
pembelajaran yang disusun bersama dengan observer. Pelaksanaan pembelajaran
dilaksanakan dalam dua siklus dan disesuaikan dengan perbaikan rencana dari pertemuan
sebelumnya. Pembelajaran pada siklus I belum berhasil dengan baik karena masih banyak
siswa yang belum mampu untuk memanipulasi media ceker dan manik-manik untuk
menyelesaikan masalah yang diberikan guru. Peneliti masih banyak memberikan bimbingan
saat siswa melakukan kegiatan. Oleh sebab itu penelitian dilanjutkan ke siklus II. Untuk
pembelajaran pada siklus II, pembelajaran sudah terlaksana dengan baik. Karakteristik
pendekatan PMR pada masing-masing kegiatan telah nampak dan siswa sudah terlibat aktif
dalam pembelajaran, sehingga hasil belajar siswa sudah mengalami peningkatan. Penilaian
terhadap pelaksanaan pembelajaran dilaksanakan melalui lembar pengamatan terhadap
aktivitas guru dan siswa. Penilaian pelaksanaan pembelajaran pada aktivitas guru meningkat
Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 3 Nomor 4 Tahun 2016
http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530
263
dari 85% pada siklus I menjadi 95% pada siklus II. Demikian pula untuk aktivitas siswa
yang meningkat dari 85% pada siklus I menjadi 95% pada siklus II.
Hasil belajar siswa pada pembelajaran pengurangan bilangan bulat dengan pendekatan PMR
di kelas IV SDN 05 Birugo Kota Bukittinggi juga mengalami peningkatan. Hal ini dapat
dilihat dari hasil penilaian proses menggunakan lembar observasi dan tes untuk penilaian
hasil belajar siswa. Dimana dari hasil evaluasi tes akhir siswa terlihat adanya peningkatan
rata-rata hasil belajar siswa dari 78 pada siklus I menjadi 90 pada siklus II. Dengan demikian
dapat disimpulkan bahwa penerapan pendekatan PMR dalam pembelajaran pengurangan
bilangan bulat telah dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas IV SDN 05 Birugo Kota
Bukittinggi.
Berkenaan dengan uraian hasil penelitian, peneliti mengemukakan beberapa saran yang
sekiranya dapat memberikan masukan untuk dapat meningkatkan hasil belajar siswa sebagai
berikut. Guru kelas IV hendaknya dapat membuat rancangan pelaksanaan pembelajaran
pengurangan bilangan bulat atau untuk materi pelajaran lain dengan menggunakan
pendekatan PMR karena dengan penerapan pendekatan PMR terbukti dapat meningkatkan
hasil belajar pengurangan bilangan bulat siswa. Kepala sekolah hendaknya senantiasa
memotivasi dan mengarahkan guru kelas agar mampu menggunakan pendekatan PMR dalam
pembelajaran matematika di sekolah dan memantau proses pelaksanaannya. Saran juga
disampaikan kepada peneliti selanjutnya, terutama guru-guru yang berminat untuk
melakukan penelitian tindakan kelas, agar meneliti penggunaan pendekatan PMR pada
materi lain atau jenjang kelas lain.
Daftar Pustaka
Hanurawan. 2001. “Penelitian Tindakan Kelas itu Mudah, jika Tahu Triknya” Makalah Online.
http://www.bloggerkreatif.com/pemb/matematika. Diakses tanggal 14 Maret 2012.
Herawati. 2007. “Melaksanakan PTK dengan Mudah” Bandung: UPI Press.
Husnaini. 2008. “Penilaian Hasil Belajar” Laporan Penelitian. UPI Bandung.Muslich, Masnur. 2001.
Pembelajaran Berbasis KTSP. Bandung: Remaja Rosda Karya.
Muhsetyo, Gatot. 2009. “Pembelajaran Matematika SD” Jakarta: Universitas Terbuka.
Nurgiantoro. 2001. “Merencanakan Pembelajaran yang Menyenangkan. Jakarta: Bumi Aksara.
Rejeki, Sri. 2009. “Research Design: Pengurangan Bilangan Bulat”. www.PM4RI.id.
Sudharta. 2004. “Pendekatan Matematika Realistik dalam Pembelajaran” Surabaya: PM4RI.
Sunardi. 2001. “Pembelajaran Matematika dengan Konsep Realistik” Jakarta: Gema Persada Pers.
Susanto. 2007. “Pembelajaran dengan KTSP 2006” Jakarta: Bumi Aksara.
Zulkardi. 2001. RMEI Memang Beda. (Online) diakses dari http://www.RMEi.or.id/artikel/index.php?main=3
Diakses tgl 2 Maret 2008.
Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 3 Nomor 4 Tahun 2016
http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530
264
PENGARUH PENERAPAN STEM PROJECT-
BASED LEARNING TERHADAP KREATIVITAS
MATEMATIS SISWA SMK
Ani Ismayani
1)SMKN 1 Cianjur, Jl Pangeran Hidayatullah No. 4, Cianjur; [email protected]
Abstrak. Makalah ini melaporkan temuan suatu penelitian kuasi eksperimen one group
pretest-posttest, bertujuan untuk menelaah pengaruh pembelajaran STEM project-based
learning terhadap kemampuan berpikir kreatif matematis. Studi ini melibatkan 36 siswa
SMKN 1 Cianjur, dan menggunakan seperangkat tes kemampuan berpikir kreatif,
angket skala sikap kreatif, pedoman observasi dan wawancara sebagai instrumen. Studi
menemukan bahwa rata-rata pencapaian kemampuan berpikir kreatif siswa setelah
pembelajaran STEM project-based learning meningkat disbanding sebelumnya, dan
melalui uji peringkat bertanda Wilcoxon ditemukan bahwa perbedaan pencapaian
kemampuan sebelum dan setelah pembelajaran berbeda secara signifikan. Ini artinya,
penerapan pembelajaran STEM project-based learning yang dilakukan efektif dalam
meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa. Dari hasil analisis deskriptif terhadap
data peningkatan kemampuan berpikir kreatif berdasarkan Kemampuan Awal
Matematis (KAM) diperoleh hasil bahwa di semua level KAM kemampuannya berada
pada kategori tinggi dan sedang. Analisis terhadap hasil angket, wawancara dan
observasi menujukkan hasil yang positif sehingga penerapan STEM project-based
learning dalam pembelajaran matematika di SMK sangat dianjurkan.
Kata Kunci. STEM, project-based learning, kemampuan berpikir kreatif matematis
1. Pendahuluan
Era globalisasi saat ini telah mengubah hampir semua tatanan kehidupan manusia di dunia.
Tatanan kehidupan masyarakat berubah cepat seiring dengan cepatnya informasi dan
komunikasi berubah. Di dunia yang cepat berubah tersebut, kreativitas menjadi salah satu hal
yang menjadi penentu keunggulan seseorang. Menurut Alexander (2007), kesuksesan
individu ditentukan oleh kemampuan kreatifnya dalam menyelesaikan masalah, baik skala
besar maupun kecil. Pentingnya aspek kreativitas untuk kelangsungan hidup manusia,
membuat kajian tentang kreativitas menjadi topik penting berbagai kalangan mulai dari para
pemangku kebijakan publik, ilmuwan, peneliti, hingga para praktisi.
Istilah kreativitas dapat ditemukan pada tulisan-tulisan naskah tua sejak jaman Yunani dan
Romawi kuno (Treffinger, 2002). Pembahasan masalah kreativitas diantara para pendidik,
psikolog, dan para peneliti modern dimulai pada pertengahan abad ke-20, yaitu setelah J.P.
Guilford, pada tahun 1950 mengemukakan ide ini dalam forum Asosiasi Psikologi Amerika
(American Psychologycal Assosiation). Sejak saat itu, kajian dan penelitian tentang
kreativitas semakin banyak dan berkembang. Dalam database ERIC (The Educational
Resources Information Center) per 29 Oktober 2016, terdapat 15.605 artikel tercatat untuk
kata kunci creativity.
Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 3 Nomor 4 Tahun 2016
http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530
265
Mengingat pentingnya kreativitas bagi keberhasilan seseorang, memupuk dan melatih
kreativitas siswa menjadi agenda tersendiri dalam kurikulum sekolah. Hal ini sesuai dengan
amanat kurikulum yang menyebutkan bahwa standar kompetensi lulusan siswa pada level
SMA/SMK diantaranya adalah memiliki kemampuan berpikir dan bertindak kreatif,
produktif, kritis, mandiri, kolaboratif, dan komunikatif (Kementrian Pendidikan dan
Kebudayaan, 2016). Terlihat bahwa aspek kreativitas menjadi hal penting yang perlu
ditanamkan dalam setiap pembelajaran.
Apakah kreativitas ada dalam matematika? Beberapa ahli meyakini bahwa jawabannya
adalah “Ya”. Pehnoken (1997) menyatakan bahwa kreativitas tidak hanya ditemukan dalam
bidang tertentu, misalnya seni dan sains, melainkan juga dalam bidang lainnya termasuk
matematika. Kiesswetter (Pehnoken, 1997) mengemukakan bahwa kemampuan berpikir
fleksibel yang merupakan salah satu komponen kreativitas merupakan salah satu dari
kemampuan penting yang harus dimiliki dalam memecahkan masalah matematika. Pendapat-
pendapat tersebut menegaskan bahwa kreativitas juga hadir dalam matematika.
Mitos tentang matematika sebagai pelajaran yang sulit dan menakutkan bagi siswa masih
umum di temui di sekolah-sekolah kita, termasuk bagi banyak siswa di SMK. Matematika
sebagai salah satu pelajaran dalam kelompok adaptif, walaupun merupakan mata pelajaran
wajib, seringkali kurang diperhatikan dibandingkan dengan mata pelajaran produktif yang
tentunya sesuai dengan minat masing-masing siswa. Efeknya adalah rendahnya kemampuan
matematika siswa, termasuk kemampuan berpikir kreatif siswa.
Mencermati pentingnya kreativitas sementara kemampuan siswa sekolah kita masih rendah,
maka perlu upaya-upaya dan perbaikan-perbaikan dalam pembelajaran matematika. Satu
yang menjadi perhatian adalah bagaimana menciptakan suasana belajar yang merangsang
kreativitas sehingga dapat meningkatkan motivasi belajar siswa untuk memecahkan berbagai
persoalan matematis dalam pembelajaran matematika di dalam kelas, sehingga seluruh siswa
terlibat di dalam pembelajaran tersebut.
Saat ini penting kiranya siswa diberikan keleluasaan untuk mendapatkan pengalaman dan
pemahamannya melalui aktivitas belajar yang diperoleh melalui pengamatan dan penemuan
atau eksperimen-eksperimen yang mereka buat. Mereka dapat pula diberi keleluasan
menggunakan berbagai peralatan dan media teknologi dan informasi, termasuk
menggunakan fasilitas internet untuk memperkaya pengalaman belajar mereka, atau sarana
menuangkan ide atau gagasan. Tentunya hal seperti itu akan menambah daya kreativitas
siswa di kelas maupun di luar kelas.
Salah satu upaya yang bisa dilakukan diantaranya adalah dengan memberikan suatu
perlakuan yang dapat membawa siswa pada tingkat aktivitas dan kreativitas optimal.
Perlakuan yang dimaksud adalah dengan menerapkan pembelajaran STEM (Science,
Technology, Engineering, and Mathematics) project-based learning, yaitu pembelajaran
berbasis proyek dengan mengintegrasikan bidang-bidang STEM – sains, teknologi, teknik,
dan matematika.
Dalam konteks pembelajaran matematika, pembelajaran STEM project-based learning
sangat potensial untuk memberikan pembelajaran yang bermakna, dapat melatih kemampuan
Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 3 Nomor 4 Tahun 2016
http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530
266
siswa untuk melakukan pemecahan masalah melalui sebuah proyek yang terintegrasi dengan
satu atau beberapa bidang keilmuan lain seperti sains, enginering, dan teknologi, disamping
memberikan pengalaman kepada siswa bahwa matematika bermanfaat nyata bagi kehidupan,
dan ada di sekitar mereka. Daugherty (2013) mengatakan bahwa dalam STEAM education
tujuan akhir pembelajaran merupakan hasil aktifitas kognitif (cognitive outcomes) siswa
dalam pembelajaran, yang memuat konten pembelajaran yang diharapkan siswa ketahui.
Bertitik tolak dari uraian di atas, dalam upaya meningkatkan kreativitas siswa perlu diambil
langkah-langkah untuk perbaikan kualitas pembelajaran matematika. Bagaimana
memberikan pembelajaran yang kaya akan aktivitas bermakna dan penuh kreativitas
sehingga siswa lebih aktif dan terampil dalam pemecahan masalah, diantaranya dengan
melakukan pembelajaran STEM project-based learning, maka penelitian ini dilakukan.
2. Studi Literatur
2.1. Kreativitas dalam Pembelajaran Matematika
Kreativitas sering diasosiasikan dengan suatu produk kreatif. Satu hal yang pasti yang tak
dapat dipungkiri bahwa apapun jenis produk kreatif yang dihasilkan pasti diawali oleh
konstruksi ide kreatif. Ide kreatif ini muncul dari proses berpikir yang merupakan bentuk
dari aspek kognitif. Proses demikian dinamakan proses berpikir kreatif. Proses ini merujuk
pada usaha individu untuk menghasilkan solusi atau produk kreatif. Berpikir semacam itu
biasanya dipicu oleh tugas-tugas menantang atau permasalahan open ended yang perlu
dipecahkan dari berbagai sudut pandang.
Secara umum kreativitas tidak memiliki rumusan baku, begitu pula dengan istilah kreativitas
matematis (mathematical creativity). Ada banyak ahli yang memberikan pendefinisian
berbeda terhadap istilah kreativitas matematis. Walaupun demikian, dari beberapa referensi
yang membahas kreativitas mengarah pada tiga komponen utama, yaitu fleuncy, flexibility,
dan originality, dan sebagian menambahkan elaboration. Komponen-komponen itulah yang
digunakan Torrance dan yang lainnya untuk mendefinisikan dan menguji kreativitas
(Sheffield, 2013).
Beberapa definisi kreativitas yang berhubungan dengan matematika setidaknya mengandung
dua aspek dalam kreativitas, yaitu aspek proses dan aspek produk kreatif. Aspek proses
kreatif seperti yang telah dibahas sebelumnya merujuk pada proses berpikir kreatif sementara
aspek produk kreatif merujuk pada produk yang dihasilkan dari proses berpikir kreatif
tersebut. Produk kreatif sebagai hasil berpikir kreatif dapat berwujud fisik (touchable) dapat
pula tidak berwujud fisik (untouchable) seperti ide, gagasan, berbagai solusi atas
permasalahan, atau rumus-rumus dalam matematika.
Apakah kreativitas seseorang itu hanya tergantung proses berpikir kreatif yang dilakukan
sebagai bentuk aktivitas kognitifnya? Banyak ahli menjawab tidak untuk pertanyaan ini.
Ternyata aspek kognitif yang diasosiasikan dengan kecerdasan bukan satu-satunya syarat
mutlak untuk tumbuhnya kreativitas. Dalam studi yang dilakukan, Guilford (Munandar,
2014) membedakan ciri-ciri utama kreativitas menjadi aptitude traits dan non-aptitude traits.
Ciri Ciri-ciri aptitude dari kreativitas merupakan ciri-ciri berpikir kreatif yang mengandung
Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 3 Nomor 4 Tahun 2016
http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530
267
aspek kognitif, sementara ciri-ciri non-aptitude merujuk pada sikap kreatif yang
mengandung aspek afektif. Hal ini dapat dipahami bahwa prestasi kreatif seorang individu
itu turut pula ditentukan oleh sikap kreatif mereka. Oleh Karena itu, pengembangan
kreativitas siswa melalui pembelajaran matematika tidak hanya memperhatikan
pengembangan kemampuan berpikir kreatif tetapi juga memupuk sikap dan ciri-ciri
kepribadian kreatif.
Berdasarkan uraian di atas, kreativitas yang ditinjau dalam penelitian ini dipandang dari dua
aspek, yaitu aspek kognitif berupa kemampuan berpikir kreatif, dan aspek efektif berupa
sikap kreatif. Aspek berpikir kreatif yang diukur diantaranya keluwesan (fluency),
fleksibilitas (flexibility), dan orisinalitas (originality). Sementara aspek sikap kreatif
diadaptasi dari Munandar (2014), diantaranya diantaranya imajinatif, mempunyai minat
luas, mempunyai prakarsa, mandiri dalam berpikir, melit, senang berpetualang, penuh
energi, percaya diri, bersedia mengambil resiko, dan berani dalam pendirian dan keyakinan .
2.2. Mengembangkan Kemampuan Berpikir dan Sikap Kreatif
Dalam pembelajaran matematika, pengembangan kemampuan berpikir kreatif dapat
dilakukan melalui pembelajaran dengan menggunakan permasalahan atau soal-soal terbuka.
Soal terbuka (open-ended problem) adalah soal yang memiliki banyak solusi atau strategi
penyelesaian (Takahashi, 2008). Menurut Silver (2007), penggunaan masalah terbuka dapat
memberikan siswa pengalaman belajar yang kaya dalam menginterpretasikan masalah juga
memungkinkan siswa menghasilkan solusi yang berbeda. Kondisi ini memungkinkan siswa
dapat melatih aspek-aspek berpikir kreatif seperti fluency, flexibility, dan originality.
Di sisi lain, iklim pembelajaran yang merangsang siswa untuk aktif dan kreatif semacam itu
lambat laun dapat memupuk sikap positif siswa tentang kreativitas. Kebebasan dan
kepercayaan yang diberikan kepada siswa dalam setiap proses pembelajaran dapat
meningkatkan kepercayaan diri, keberanian, dan rasa tanggungjawab mereka dalam belajar.
Hal ini dapat menjadi modal bagi mereka untuk menjadi pribadi-pribadi yang kreatif tidak
hanya dalam pembelajaran yang berlangsung, juga bagi kehidupan mereka yang
sesungguhnya di luar konteks pembelajaran.
2.3. Pembelajaran STEM Project-Based Learning
Program integrasi STEM (Science, Technology, Engineering, and Mathematics) dalam
pembelajaran merupakan program pembelajaran yang menggabungkan dua atau lebih bidang
ilmu yang termuat dalam STEM –Sains, Teknologi, Teknik/rekayasa, dan Matematika–
(Laboy-Rush, 2010). Pusat dari berbagai aktivitas dalam program ini adalah melibatkan
siswa dalam mendefinisikan dan merumuskan sebuah solusi terhadap masalah autentik
dalam dunia nyata.
Ritz dan Fan (2014) mengungkap bahwa penerapan STEM education telah berlangsung di
beberapa negara, dan masing-masing memiliki bentuk beragam dalam hal penerapannya. Di
Indonesia sendiri integrasi STEM sebagai pendekatan pembelajaran belum begitu populer.
Walaupun demikian, konsep integrasi antar bidang keilmuwan sudah mulai muncul
disuarakan dalam kurikulum pendidikan kita, diantaranya di kurikulum 2013. Walaupun
Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 3 Nomor 4 Tahun 2016
http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530
268
tidak secara eksplisit memunculkan istilah STEM, tapi konsep “tematik integratif” yang
muncul dalam kurikulum 2013 mengidikasikan perlunya integrasi berbagai bidang ilmu
dalam sebuah pembelajaran bidang studi tertentu, dan hal ini sejalan dengan konsep integrasi
STEM. Tabel 1 berikut menguraikan definisi literasi STEM menurut National Governor’s
Association Center for Best Practices (Asmuniv, 2015).
Tabel 1. Definisi Literasi STEM
Science Literasi Ilmiah: Kemampuan dalam menggunakan pengetahuan
ilmiah dan proses untuk memahami dunia serta alam serta
kemampuan untuk berpartisipasi dalam mengambil keputusan untuk
mempengaruhinya.
Technology Literasi Teknologi: Pengetahuan bagaimana menggunakan
teknologi baru, memahami bagaimana teknologi baru
dikembangkan, dan memiliki kemampuan untuk menganalisis
bagaimana teknologi baru mempengaruhi individu, masyarakat,
bangsa, dan dunia.
Engineering Literasi Desain: Pemahaman tentang bagaimana teknologi dapat
dikembangkan melalui proses rekayasa/desain menggunkaan tema
pelajaran berbasis proyek dengan cara mengintegrasikan beberapa
mata pelajaran berbeda (interdisipliner).
Mathematics Literasi Matematika: Kumpulan dalam menganalisis, alasan, dan
mengkomunikasikan ide secara efektif dan dari cara bersikap,
merumuskan, memecahkan, dan menafsirkan solusi untuk masalah
matematika dalam menerapkan berbagai situasi berbda.
Dalam pembelajaran berbasis proyek yang dirancang dalam penelitian ini, integrasi STEM
yang digunakan meliputi tiga bidang, yaitu matematika, teknologi, dan teknik/rekayasa.
Teknologi yang diangkat berkenaan dengan penggunaan berbagai perangkat Teknologi
Informasi dan Komunikasi (TIK), yaitu media komputer dan internet. Bidang rekayasa yang
diangkat terkait dengan satu mata pelajaran produktif, yaitu desain dan programming web,
dan bidang matematika mengangkat topik materi statistika. Dalam realisasinya,
pembelajaran STEM project-based learning yang akan dilakukan mengikuti sintaks
pembelajaran berbasis proyek pada umumnya, yaitu: (1) penentuan pertanyaan mendasar, (2)
menyusun perencanaan proyek, (3) menyusun jadwal, (4) monitoring, (5) menguji hasil, (6)
evaluasi pengalaman (Kemdikbud, 2013).
3. Metode Penelitian
3.1. Desain Penelitian
Penelitian yang dilakukan merupakan penelitian kuasi eksperimen (quasi-experiment)
dengan desain one group pretest-posttest (Cohen, et al., 2007). Populasi dalam penelitian ini
adalah siswa kelas X kelompok teknologi di SMKN 1 Cianjur tahun pelajaran 2015/2016,
dengan sampel penelitian dipilih satu kelas dengan teknik purposive sampling. Jadi,
penelitian ini terdiri dari satu kelas eksperimen yang mendapatkan sebuah perlakuan, yaitu
diberikan pembelajaran dengan model project-based learning melalui pendekatan STEM
Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 3 Nomor 4 Tahun 2016
http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530
269
(Science, Technology, Engineering, and Mathematics) education, selanjutnya disingkat
dengan pembelajaran STEM project-based learning. Sebelum diberikan perlakuan, siswa
dalam kelas eksperimen diberikan soal pretes, dan setelah perlakuan diberikan postes.
3.2. Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah instrumen tes dan non-tes. Instrumen
tes berupa seperangkat soal tes kemampuan berpikir kreatif berbentuk uraian. Instrumen
non-tes berupa skala sikap kreatif, lembar observasi, dan pedoman wawancara. Instrumen
(tes dan non-tes) dinilai oleh para ahli yang memiliki kemampuan menilai. Selain validasi
dari ahli, instrumen tes juga diujicobakan kepada siswa di luar siswa kelas eksperimen.
Kegiatan tersebut dilakukan untuk mengetahui validitas tes secara keseluruhan dan tiap butir
soal, reliabilitas, daya pembeda, dan tingkat kesukaran. Pengolahan data hasil uji coba
dilakukan menggunakan metode Rasch Model dengan aplikasi Winsteps.
4. Hasil dan Pembahasan
4.1. Analisis Data Hasil Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat pengaruh penerapan project-based learning
terhadap kreativitas matematis siswa secara keseluruhan dan berdasarkan Kemampuan Awal
Matematis – KAM (tinggi, sedang, dan rendah), yang dilihat dari aspek kognitif dan afektif.
Aspek yang diukur adalah kemampuan berpikir kreatif, dan aspek afektifnya adalah sikap
kreatif. Untuk keperluan tersebut, data yang dikumpulkan berupa skor pretes dan postes
kemampuan berpikir kreatif, dan hasil angket sikap kreatif siswa. Untuk kemampuan
berpikir kreatif, dihitung pula skor gain ternormalisasi (n-gain) untuk melihat mutu
peningkatannya. Deskripsi data kemampuan berpikir kreatif siswa berdasarkan KAM
ditunjukkan dengan diagram pada Gambar 1 berikut ini.
Tinggi Sedang Rendah Keseluruhan
Pretes 28.13 14.77 4.17 15.97
Postes 83.59 69.89 55.21 70.49
[]0
14.77 4.17 15.97
83.59
69.89
55.21
70.49
Rat
a-ra
ta K
BK
S A
wal
Kelompok KAM dan Pendekatan Pembelajaran
Gambar 1. Perbandingan Data Pretes dengan Postes
Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa Berdasarkan KAM
Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 3 Nomor 4 Tahun 2016
http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530
270
Analisis lebih lanjut dilakukan untuk melihat perbedaan pencapaian kemampuan berpikir
kreatif siswa sebelum dan sesudah pembelajaran dengan STEM project-based learning, yaitu
dengan melakukan uji perbedaan rata-rata untuk sampel berpasangan. Karena hasil uji
normalitas dan homogenitas varians data menujukkan bahwa data pretes berdistribusi tidak
normal, maka uji perbedaan dilakukan dengan uji statistik non-parametrik, yaitu uji
peringkat bertanda Wilcoxon. Hipotesis pada uji statistik yang dilakukan dan rangkuman
hasil uji peringkat bertanda Wilcoxon adalah sebagai berikut.
0 :H Penerapan STEM project-based learning tidak mempunyai efek yang berarti pada
kemampuan berpikir kreatif siswa
1 :H Penerapan STEM project-based learning mempunyai efek yang berarti pada
kemampuan berpikir kreatif siswa
Tabel 3. Hasil Uji Peringkat Bertanda Wilcoxon
Tes Postes – Pretes
0H
Z -5,265b
Ditolak
Asymp. Sig (2-tailed) 0,000
a : data KBKS berdistribusi normal
b : based on negative ranks
Karena nilai 1
. 0,000 0,0252
Sig maka 0H ditolak, artinya penerapan STEM project-
based learning pada pembelajaran matematika memberikan pengaruh yang signifikan
terhadap peningkatan kemampuan berpikir kreatif siswa.
Hasil perhitungan terhadap skor n-gain menunjukkan peningkatan kemampuan berpikir
kreatif pada kelompok KAM tinggi (0,77) termasuk kategori tinggi, sementara peningkatan
kemampuan berpikir kreatif kelompok KAM sedang (0,65) dan rendah (0,53) tergolong
kategori sedang. Tidak ada yang peningkatannya tergolong rendah.
Analisis data skala sikap kreatif seperti ditunjukkan pada Tabel 4. diperoleh hasil kategori
sikap kreatifnya berada dalam kategori tinggi (2,78%) dan sedang (97,22%). Respon positif
juga diperoleh dari hasil wawancara dan pengamatan aktivitas kelas. Aktivitas kelas secara
keseluruhan berada pada kategori baik.
Tabel 4. Kategori Sikap Kreatif Siswa
Kelas Kategori
Sikap Kreatif Frekuensi Persentase (%)
STEM
Education
Tinggi 1 2,78
Sedang 35 97,22
Rendah 0 0
Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 3 Nomor 4 Tahun 2016
http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530
271
4.2. Pembahasan
Berdasarkan hasil analisis data penelitian yang telah dilakukan diperoleh bahwa rata-rata
pencapaian kemampuan berpikir kreatif siswa sebelum dan sesudah pembelajaran dengan
STEM project-based learning berbeda secara signifikan. Hasil analisis data angket juga
menunjukkan hal yang positif, bahwa secara umum siswa merasa bahwa pembelajaran yang
diterapkan bermanfaat bagi mereka. Hal ini disebabkan karena dalam STEM project-based
learning siswa diajak untuk melakukan pembelajaran yang bermakna dalam memahami
sebuah konsep. Siswa diajak bereksplorasi melalui sebuah kegiatan proyek, sehingga siswa
terlibat aktif dalam prosesnya. Hal ini menumbuhkan siswa untuk berpikir kritis, kreatif,
analitis, dan meningkatkan keterampilan berpikir tingkat tinggi (Capraro & Slough, 2013).
STEM project-based learning membutuhkan kerjasama, komunikasi antar rekan,
keterampilan pemecahan masalah, serta manajemen diri.
STEM project-based learning membantu siswa dalam menjembatani antara pengetahuan
matematika yang dipelajari di sekolah dengan dunia nyata. Integrasi antara beberapa bidang
ilmu (matematika dengan teknologi dan rekayasa) dalam STEM project-based learning
membantu siswa memberikan pemaknaan bahwa matematika berhubungan erat dengan
bidang ilmu lainnya. Hal ini sesuai dengan kultur di SMK yang secara umum siswa itu
dituntut untuk bisa melakukan praktik berbagai ilmu teoritis yang diperolehnya di kelas.
Analisis data berdasarkan KAM diperoleh hasil bahwa kategori peningkatan kemampuan
berpikir kreatif tergolong tinggi dan sedang, tidak ada kelompok yang kategorinya rendah.
Temuan ini sejalan dengan penelitian Han, et.al (2015) yang menyebutkan bahwa penerapan
STEM project-based learning dapat meningkatkan prestasi matematika siswa pada berbagai
kelompok kemampuan (tinggi, sedang dan rendah).
5. Penutup
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian sebagaimana diuraikan di atas diperoleh kesimpulan bahwa
penerapan pembelajaran yang dilakukan berpengaruh terhadap sikap kreatif siswa.
Kreativitas siswa dilihat dari aspek berpikir kreatif sebelum dan setelah dilakukan
pembelajaran STEM project-based learning mengalami perbedaan signifikan, dan
peningkatan kemampuannya berada pada taraf sedang. Sehingga dapat dikatakan bahwa
STEM project-based learning efektif dilakukan pada pembelajaran matematika di SMK,
khususnya dalam meningkatkan kreativitas matematis siswa.
Analisis deskriptif terhadap data peningkatan kemampuan berpikir kreatif siswa berdasarkan
level Kemampuan Awal– KAM (tinggi, sedang, rendah) menunjukkan bahwa di semua level
KAM peningkatan kemampuannya berada pada level tinggi dan sedang. Sementara dari
aspek sikap kreatif, setelah pembelajaran dengan STEM project-based learning sikap kreatif
siswa secara umum dinyatakan baik, begitu berdasarkan hasil wawancara dan observasi
terhadap aktivitas belajar siswa mengarah pada kesimpulan yang sama.
Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 3 Nomor 4 Tahun 2016
http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530
272
5.2. Saran
Berdasarkan kesimpulan yang dikemukakan maka peneliti merekomendasikan agar para
guru di SMK, khususnya guru matematika dapat menerapkan model pembelajaran project-
based learning semacam ini dan berkolaborasi dengan guru bidang studi lain khususnya
bidang produktif sehingga dapat mengintegrasikan STEM dalam pembelajarannya.
Kepada guru atau peneliti yang akan melakukan studi tentang implementasi STEM dalam
pembelajaran matematika khsusnya, bisa diteliti pengaruhnya terhadap kemampuan
matematis lainnya yang sekiranya sesuai.
Daftar Pustaka
Alexander. 2007. Effect Instruction in Creative Problem Solving on Cognition, Creativity, and
Satisfaction among Ninth Grade Studenta in an Introduction to World Agricultural Science
and Technology Course. Texas Tech University.
Asmuniv. 2015. Listrik & Elektro. Retrieved from Vedc Malang:
http://www.vedcmalang.com/pppptkboemlg/index.php/menuutama/listrik-electro/1507-asv9
Capraro, R. M., & Slough, W. S. 2013. STEM Project-Based Learning: An Integrated Science,
Technology, Engineering, and Mathematics (STEM) Approach. Rotterdam: Sense Publishers.
Cohen, L., Manion, L., & Morrison, K. 2007. Research Methods in Education Sixth Edition. London:
Routledge.
Daugherty M. K. 2013. The Prospec of an "A" in STEM Education. Journal of STEM Education.
14(2), 10-15.
Han, S., Capraro, R., & Capraro, M. M. (2015, October). How Science, Technology, Engineering, and
Mathematics (STEM) Project-Based Learning (PBL) Affects High, Middle, and Low
Achievers Differently: The Impact of Student Factors on Achievement. International Journal
of Science and Mathematics Education, 13(5), 1089-1113.
Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan. 2013. Materi Pelatihan Guru: Implementasi Kurikulum
2013 SMA/MA, SMK/MAK Matematika. Jakarta: Kemdikbud.
Laboy-Rush, D. 2010. Integrated STEM Education through Project-Based Learning. New York:
Learning.com.
Munandar, U. 2014. Pengembangan Kreativitas Anak Berbakat; Cetakan 3. Jakarta: Rineka Cipta.
Pehnoken, E. 1997. The State-of-Art in Mathematical Creativity. Zentralblatt fur Didaktik der
Mathematik (ZDM)-The International Journal of Mathematics Education, 29(3), 63-67.
Ritz, J. M., & Fan, S. 2014. STEM and technology education: International state-of-the-art.
International Journal of Technology and Design Education, 25(4), 1-23.
doi:10.1007/s10798-014-9290-z.
Sheffield, L. J. 2013. Creativity and School Mathematics: Some Modest Observation. ZDM
Mathematics Education, 45, 325-332.
Silver, E. A. 1997. Fostering creativity through instruction rich in mathematical problem solving and
problem posing. ZDM: Mathematics Education, 29(3), 75-80.
Takahashi, A. 2008. Communication as A Process for Student to Learn Mathematical. Dipetik Mei 10,
2016, dari http://www.criced.tsukuba.ac.jp/math/apec/apec2008/papers/PDF/14.Akihiko_
Takahashi_USA.pdf
Treffinger, G. C. 2002. Assesing Creativity: A Guide for Educator. Sarasota, Florida: The National
Research Center on The Gifted and Talented.
Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 3 Nomor 4 Tahun 2016
http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530
273
PENGGUNAAN MEDIA GEOGEBRA
MELALUI PENDEKATAN SCIENTIFIC
UNTUK PENINGKATAN HASIL
PEMBELAJARAN MATEMATIKA
Didi Pianda1)
1)
SMK Negeri 6 Lhokseumawe, Jl. Darussalam Lr. Tgk Majid Ulee Jalan, Lhokseumawe;
Abstrak. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui meningkat tidaknya hasil belajar
matematika pada kompetensi dasar mendeskripsikan dan menganalisis konsep dasar
operasi matriks dan sifat-sifat operasi matriks serta menerapkannya dalam pemecahan
masalah pada siswa kelas XII-AP SMK Negeri 6 Lhokseumawe Semester Ganjil
Tahun Pelajaran 2015-2016 dengan penggunaan program media Geogebra dalam
setiap proses belajar melalui pendekatan Scientific. Penelitian tindakan kelas ini terdiri
dari 3 siklus antara lain siklus kondisi awal, siklus 1, dan siklus 2. Hasil penelitian
ketuntasan belajar perorangan subjek penelitian dari kondisi awal sebesar 50,0% ke
akhir siklus I yang mencapai 63,0% berarti mengalami kenaikan 13%. Dari siklus I ke
siklus II juga ada peningkatan ketuntasan belajar perorangan, yaitu dari 63% pada
siklus I menjadi 94% di akhir siklus II. Dengan demikian dari kondisi awal ke kondisi
akhir, ketuntasan belajar perorangan mengalami peningkatan 31%. Hal tersebut juga
terjadi peningkatan pada ketuntasan belajar klasikal, yaitu 50% pada kondisi awal
menjadi 93,8% pada kondisi akhir yang berarti terjadi kenaikan sebesar 43,8%.
Kata Kunci. Media Pembelajaran, Geogebra, Pendekatan Scientific.
1. PENDAHULUAN
Perkembangan teknologi informasi saat ini telah menjadi pusat perhatian di berbagai bidang
kehidupan, salah satunya bidang pendidikan. Teknologi informasi dalam bidang pendidikan
mempunyai peranan penting pada proses pembelajaran yakni mentransfer ilmu pengetahuan.
Dalam hal ini proses pembelajaran yang akan dibahas adalah pembelajaran matematika.
Penggunaan teknologi pada pembelajaran matematika di sekolah berfungsi untuk
menyampaikan konsep yang bersifat abstrak menjadi lebih konkrit. Teknologi Informasi dan
Komunikasi (TIK), khususnya komputer, dewasa ini memiliki peran yang semakin besar
dalam proses pendidikan. Kualitas pendidikan dewasa ini sangat membutuhkan komputer.
Menurut mantan Menteri Pendidikan Nasional, M. Nuh, ada beberapa peran yang dimainkan
oleh komputer, pertama sebagai pendukung dari proses pendidikan, kedua sebagai
penggerak, dan ketiga sebagai pemungkin (seperti dikutip pada www.dikti.go.id). Perubahan
sangat deras yang terjadi adalah perubahan dalam hal pemanfaatan komputer untuk
menggerakkan dan memungkinkan apa yang sebelumnya tidak mungkin terjadi dalam
pembelajaran. Jika dirancang dengan baik, komputer bisa diprogram sedemikian rupa
sehingga menghasilkan media pembelajaran virtual untuk menggerakkan pembelajaran
berkualitas, khususnya eksplorasi, yang sangat tinggi. Pemanfaatan komputer juga
memungkinkan pembelajaran untuk membahas hal-hal yang sebelumnya tidak mungkin,
seperti kalkulasi yang intensif, simulasi proses berskala mikro maupun makro, dan
penelusuran keterkaitan antar parameter dalam suatu persamaan matematika.
Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 3 Nomor 4 Tahun 2016
http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530
274
Dalam pengembangan kurikulum 2013, pelaksanaan pembelajaran berbasis kompetensi dan
karakter dianjurkan untuk menggunakan pendekatan ilmiah atau disebut pendekatan santifik.
Pendekatan ilmiah atau saintifik dianggap sebagai titian emas perkembangan dan
pengembangan sikap, keterampilan dan pengetahuan. Melalui penguatan sikap,
keterampilan, dan pengetahuan yang terintegasi diharapkan melahirkan peserta didik yang
produktif, afektif, inovatif, dan kreatif. Implementasi Kurikulum 2013 merupakan langkah
strategi dalam menghadapi globalisasi dan tuntutan masyarakat Indonesia masa depan dalam
menyiapkan tenaga guru dan tenaga kependidikan sebagai pelaksana. Dalam penerapannya
pendekatan saintifik dapat menggunakan beberapa model pembelajaran seperti Pembelajaran
Penemuan (Discovery Learning ), Pembelajaran Berbasis Proyek (Project Based Learning ),
dan Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning).
Pada kegiatan pembelajaran di SMK Negeri 6 Lhokseumawe, kebanyakan siswa kurang
serius memperhatikan dan memahami terhadap mata pelajaran matematika. Siswa dihantui
oleh perasaan takut, menganggap matematika itu susah, membuat pusing, dan pelajaran yang
membosankan. Menurut Ruseffendi (1991: 15), “Matematika (ilmu pasti) bagi siswa pada
umumnya merupakan mata pelajaran yang tidak disenangi, atau sebagai mata pelajaran yang
dibenci”. Hal ini merupakan suatu hambatan dan sekaligus tantangan yang sangat besar bagi
guru matematika. Namun dalam kenyataannya proses belajar mengajar yang berlangsung di
sekolah khususnya SMK saat ini masih belum seluruhnya berpusat pada siswa. Hal ini
terbukti dengan masih seringnya digunakan model ceramah atau konvensional yang
hampir pada semua mata pelajaran atau mata pelajaran termasuk mata pelajaran
matematika. Padahal tidak semua materi matematika harus diajarkan dengan model
ceramah atau konvensional. Kenyataan pengajaran matematika yang seperti ini menunjukkan
bahwa pemilihan strategi pembelajaran yang sesuai dengan materi pokok sangatlah penting.
Hal tersebut juga terlihat dari nilai ulangan harian yang diperoleh Siswa Kelas XII- AP
di SMK Negeri 6 Lhokseumawe masih kurang memuaskan, karena pada ulangan harian ke-
1, 40% siswa mendapatkan nilai di bawah nilai minimal, sedangkan pada ulangan harian
ke-2, hampir 55% siswanya mendapatkan nilai di atas minimal yang telah ditentukan,
untuk mata pelajaran Matematika nilai minimalnya adalah 75. Hal ini disebabkan
pelaksanaan pembelajarannya masih disampaikan dengan menggunakan model ceramah
sebagai model yang lebih dominan diterapkan dari pada model lain. Sedangkan siswa
mendengarkan apa yang dijelaskan guru serta mencatat hal yang dianggap penting oleh
siswa dan siswa kurang diberi kebebasan untuk mengungkapkan pendapatnya terhadap
materi yang diajarkan, sehingga menyebabkan suasana belajar yang kurang menarik
dan komunikatif. Hal inilah yang menyebabkan rata-rata nilai siswa masih rendah,
khususnya Siswa Kelas XII-AP di SMK Negeri 6 Lhokseumawe dalam mengoptimalkan
hasil belajar pada mata pelajaran Matematika, padahal perlu diketahui mata pelajaran
Matematika memiliki kontribusi yang besar dalam pencapaian kompetensi yang harus
dimiliki para siswa. Penerapan pembelajaran yang konvensional tersebut masih bersifat
berpusat pada guru (teacher centered), sehingga menyebabkan suasana belajar yang kurang
menarik dan komunikatif. Jika penerapan model pembelajaran untuk mata pelajaran
Matematika hanya menggunakan model ceramah sebagai model utama, maka proses belajar
akan terasa membosankan bagi siswa karena terasa monoton. Kondisi ini diduga akan
sangat mempengaruhi hasil belajar, minat belajar dan daya tarik siswa dalam mengikuti
pelajaran serta berkaitan pula dengan masa depan siswa. Model ceramah sebagai model
Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 3 Nomor 4 Tahun 2016
http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530
275
utama bukan berarti tidak cocok untuk digunakan tetapi penggunaan model tersebut yang
mendominasi menyebabkan siswa merasa bosan, jenuh dan menurunnya motivasi belajar.
Oleh karena itu para guru dapat mengembangkan model-model pembelajaran, dengan
harapan prestasi belajar siswa dapat meningkat. Salah satu alternatif model pembelajaran
yang dikembangkan adalah model pembelajaran saintifik dan diperlukan suatu pendekatan
belajar dengan media pembelajaran yang lebih menarik yaitu dengan Geogebra yang bisa
meningkatkan motivasi dan prestasi belajar siswa.
Program media Geogebra merupakan salah satu software yang cukup lengkap dan digunakan
secara luas. GeoGebra juga memiliki kemampuan untuk menangani variabel untuk angka,
vektor dan titik, menemukan turunan dan integral fungsi. Secara umum ada 3 kegunaan
GeoGebra, antara lain sebagai alat bantu membuat gambar obyek geometri dan grafik fungsi,
dapat meyelesaikan soal matematika dan sebagai media pembelajaran matematika.
Penggunaan media pembelajaran tersebut secara tepat dan bervariasi dapat mengatasi sikap
pasif anak; dalam hal ini media pembelajaran berguna untuk: (1) menimbulkan gairah belajar
(2) memungkinkan interaksi yang lebih langsung antara anak didik dengan lingkungan dan
kenyataan (3) memungkinkan belajar sendiri-sendiri, menurut kemampuan dan minat anak.
Menyadari adanya persoalan seperti yang digambarkan di atas, maka penulis merasa tertarik
dan perlu untuk melakukan penelitian tindakan kelas (classroom action research) dengan
judul “Penggunaan Media Geogebra Melalui Pendekatan Scientific Untuk Peningkatan
Hasil Pembelajaran Matematika. Dengan mengacu pada latar belakang masalah diatas,
maka dapat disusun rumusan masalah sebagai berikut: Apakah hasil belajar mata matematika
dengan kompetensi dasar yaitu menganalisis konsep, nilai determinan dan sifat operasi
matriks serta menerapkannya dalam menentukan invers matriks dalam memecahkan
masalah, kelas XII-AP SMK Negeri 6 Lhokseumawe Semester Ganjil Tahun Pelajaran 2015-
2016 dapat ditingkatkan hasil belajar dengan penggunaan program media Geogebra dalam
setiap proses belajar mengajar melalui pendekatan Saintifik? Dengan tujuan penelitian untuk
mengetahui meningkat tidaknya hasil belajar matematika kompetensi dasar mendeskripsikan
dan menganalisis konsep dasar operasi matriks dan sifat-sifat operasi matriks serta
menerapkannya dalam pemecahan masalah pada siswa kelas XII-AP SMK Negeri 6
Lhokseumawe Semester Ganjil Tahun Pelajaran 2015-2016 dengan penggunaan program
media Geogebra dalam setiap proses belajar melalui pendekatan Saintifik.
2. KERANGKA KONSEP
Dalam proses pembelajaran matematika di SMK Negeri 6 Lhokseumawe, guru sebagai
peneliti menemukan permasalahan tentang rendahnya prestasi hasil belajar siswa terhadap
pelajaran matematika. Salah satunya cara yang dapat di terapkan untuk mengatasi masalah
tersebut adalah menggunakan ICT media pembelajaran yang berupa media pembelajaran
dengan penggunaan program Geogebra. Adanya program media Geogebra setiap
pembelajaran matematika di harapkan dalam mengerjakan tugas dan menerima pelajaran
siswa dapat secara optimal sehingga prestasi belajar peserta didik dapat meningkatdari
pernyataan tersebut diatas dapat di lihat kerangka berpikir dari gambar 1 sebagai berikut:
Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 3 Nomor 4 Tahun 2016
http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530
276
Model : Kemmis dan Mc Taggart, 1992
Gambar 1 Kerangka Berpikir
3. METODOLOGI
Penelitian ini akan dilaksanakan di SMK Negeri 6 Lhokseumawe. Subjek penelitian adalah
siswa kelas XII-AP. Kelas XII-AP berjumlah 32 orang; lima belas orang siswa perempuan
dan tujuh belas orang siswa laki-laki. Waktu penelitian di lakukan mulai Maret s.d
September 2015. Metode yang di gunakan dalam penelitian ini adalah dengan Classroom
Action Research. Tindakan yang akan dilakukan dalam penelitian ini menggunakan skenario
kerja dan prosedur tindakan dengan mengadaptasi model Kemmis dan Mc Taggart, yaitu: (1)
perencanaan, (2) pelaksanaan, (3) pengamatan, dan (4) refleksi. Adapun langkah-langkah/
alur penelitian tindakan kelas dapat dilihat pada gambar 2 sebagai berikut:
Model : Kemmis dan Mc Taggart, 1992
Gambar 2 Alur Penelitian Tindakan Kelas
Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 3 Nomor 4 Tahun 2016
http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530
277
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes dan observasi. Tes digunakan
untuk menilai output pembelajaran matematika, sedangkan observasi untuk menjaring data
dari proses pembelajaran matematika. Indikator keberhasilan dalam penelitian siswa
dikatakan mencapai tuntas belajar kognitif apabila siswa mampu menguasai kompetensi atau
tujuan pembelajaran yang mengacu pada KKM yang telah ditetapkan sekolah. Tindakan
kelas atau siklus selanjutnya dilakukan bila indikator-indikator berikut belum dicapai siswa:
nilai rata-rata kelas mencapai 75, sebanyak 85% dari jumlah siswa sudah mencapai KKM
(Ketuntasan Belajar Perorangan), dan kesesuaian mengajar guru dengan RPP mencapai 85%
(Ketuntasan Belajar Klasikal).
4. TEMUAN PENELITIAN
4.1. Hasil Penelitian
4.1.1 Deskripsi Kondisi Awal
Deskripsi kondisi awal kegiatan belajar siswa kelas XI-Agribisnis Perikanan SMK Negeri 6
Lhokseumawe pada semester 5 (Ganjil) tahun pelajaran 2015-2016 cenderung pasif yang
terefleksi oleh dominasi pembelajaran satu arah oleh guru, sehingga hasil belajar kurang
bermakna. Media yang ada berupa buku teks pelajaran (buku siswa), LKS dan papan tulis
kurang membantu siswa dalam meningkatkan kemampuan analisisnya karena tidak disertai
ilustrasi yang dapat memancing keingintahuan siswa atau memotivasi siswa untuk belajar
lebih giat. Sebelum tindakan kelas dilaksanakan, langkah yang ditempuh peneliti adalah
mengamati dan mengetahui kondisi awal kemampuan siswa. Data ini diperoleh dari hasil
analisis ulangan harian Matematika pada pelajaran sebelumnya, sebagaimana terdapat pada
tabel 1 sebagai berikut:
Tabel 1 Hasil Ketuntasan Belajar Siswa Pada Kondisi Awal
No. Karakteristik Nilai
1.
2.
3.
4.
5.
N (Jumlah Siswa)
Rata-rata
Jumlah siswa yang tuntas (> 75)
Jumlah siswa yang belum tuntas (< 75)
Ketuntasan klasikal (%)
32
55,0
16
16
50,0 Sumber: Data yang diolah ,2015
Dari data tabel di atas dapat diketahui bahwa ketuntasan belajar secara klasikal sebesar
50,0%, yaitu sebanyak 16 siswa yang dinyatakan belum tuntas belajar dan 16 siswa yang
dinyatakan tuntas belajar. Dari sebanyak 32 siswa, persentase banyak siswa yang belum
memenuhi kriteria tuntas belajar sebanyak 16 siswa atau sebesar 50% dan memenuhi
kriteria tuntas belajar sebanyak 16 siswa atau sebesar 50% memiliki nilai rata-rata sebesar
55,0 pada gambar berikut.
Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 3 Nomor 4 Tahun 2016
http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530
278
Sumber: Data yang diolah , 2015
Gambar. 3 Diagram Ketuntasan Kondisi Awal
4.1.2 Deskripsi Siklus I
Pelaksanaan penelitian tindakan kelas ini meliputi beberapa siklus yang berdaur ulang dan
berkelanjutan dari siklus pertama ke siklus berikutnya. Setiap siklus meliputi kegiatan
perencanaan tindakan (planning), implementasi tindakan (acting), observasi (observing), dan
refleksi (refleting). Setiap siklus dilakukan dengan memberikan tindakan pembelajaran
matematika dengan media Geogebra.
Perencanaan (Planning)
Perencanaan merupakan persiapan kegiatan dalam pembelajaran. Beberapa kegiatan
perencanaan yang dilaksanakan pada siklus I yaitu mengkaji kompetensi dasar yang ada
hubungannya dengan materi pembelajaran. Selanjutnya menyusun Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran (RPP) yang dikaitan dengan penggunaan program media Geogebra
menyiapkan instrumen pengajaran.
Pelaksanaan (acting)
Pada siklus I ini diadakan 2 kali pertemuan pertama guru menjelaskan penjumlahan
matriks dengan media Geogebra, dan pada pertemuan kedua merupakan lanjutan materi
matriks yaitu pengurangan matriks. Akhirnya pertemuan kedua merupakan akhir Siklus I,
dilakukan tes kemampuan individu untuk mengetahui hasil belajar siswa.
Pengamatan (observing)
Secara umum perhatian siswa terhadap penyajian materi dengan program media
Geogebra cukup baik, beberapa siswa diam saja sambil menyaksikan, ada juga yang
berkomentar, tetapi kebanyakan siswa ingin mencatat semua materi yang ditayangkan.
Pengamatan terhadap kemampuan siswa mengerjakan soal dapat dilihat pada hasil akhir
siklus I sebagai berikut:
Tabel 2. Hasil Ketuntasan Belajar Siswa Pada Siklus I
No. Karakteristik Nilai
1.
2.
3.
4.
5.
N (Jumlah Siswa)
Rata-rata
Jumlah siswa yang tuntas (> 75)
Jumlah siswa yang belum tuntas (< 75)
Ketuntasan klasikal (%)
32
57,97
20
12
62,5 Sumber: Data yang diolah ,2015
Dari data tabel di atas dapat diketahui bahwa ketuntasan belajar secara klasikal sebesar
62,5%, yaitu sebanyak 12 siswa yang dinyatakan belum tuntas belajar dan 20 siswa yang
Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 3 Nomor 4 Tahun 2016
http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530
279
dinyatakan tuntas belajar. Dari sebanyak 32 siswa, persentase jumlah siswa yang belum
memenuhi kriteria tuntas belajar sebanyak 12 siswa atau sebesar 38% dan memenuhi
kriteria tuntas belajar sebanyak 20 siswa atau sebesar 62% pada gambar berikut.
Sumber: Data yang diolah, 2015
Gambar. 4 Diagram Ketuntasan Siklus I
Refleksi (refleting)
Dari tabel 4 dapat diketahui persentase ketuntasan belajar perorangan baru mencapai
62,5% dari 85% yang ditentukan. Hal tersebut memberikan gambaran bahwa indikator
keberhasilan belum dapat dicapai. Oleh karenanya, penelitian dilanjutkan dengan Siklus
II dengan diadakan beberapa perbaikan atau tindakan.
4.1.3 Deskripsi Siklus II
Pelaksanaan penelitian tindakan kelas ini meliputi beberapa siklus yang berdaur ulang dan
berkelanjutan dari siklus pertama ke siklus kedua. Setiap siklus meliputi kegiatan
perencanaan tindakan (planning), implementasi tindakan (acting), observasi (observing),
dan refleksi (refleting). Setiap siklus dilakukan dengan memberikan tindakan pembelajaran
matematika dengan program media Geogebra.
Perencanaan (Planning)
Berdasarkan hasil refleksi pada Siklus I merekomendasikan untuk diadakan perbaikan
atau tindakan. Hal ini bertujuan agar hasil yang diperoleh pada siklus II menjadi lebih
baik di banding hasil siklus I, sehingga indikator keberhasilan dapat dicapai. Adapun
perbaikan yang dilakukan adalah dengan memberi tugas masing-masing secara kelompok
kepada siswa untuk membuat hasil kerja kelompok dengan program media Geogebra dan
mempresentasikan secara berkelompok di depan kelas.
Pelaksanaan (acting)
Pada siklus II ini masing-masing kelompok mempresentasikan materi pelajaran dengan
menggunakan program media geogebra yang telah mereka buat. Setelah acara presentasi,
diadakan kegiatan diskusi, sehingga semua siswa dapat terlibat aktif dalam mengikuti
proses belajar mengajar. Pada akhir Siklus II diadakan ulangan, untuk mengukur
kemampuan siswa dalam menerima materi pelajaran yang diberikan oleh teman-teman
mereka sendiri.
Pengamatan (observing)
Selama proses belajar mengajar yang dilakukan oleh siswa dengan menggunakan
presentasi hasil kerja kelompok dengan program media geogebra berjalan lancar. Semua
Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 3 Nomor 4 Tahun 2016
http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530
280
siswa memperhatikan dengan seksama dan mereka sangat senang terhadap hasil karya
presentasi media geogebra, walaupun masih perlu ada beberapa perbaikan, terutama
dalam hal penggunaan fitur-fitur yang ada di Geogebra. Adapun hasil evalusi siswa pada
kegiatan pembelajaran Siklus II seperti tercantum pada Tabel 3 di bawah ini:
Tabel 3 Hasil Ketuntasan Belajar Siswa Pada Siklus II
No. Karakteristik Nilai
1.
2.
3.
4.
5.
N (Jumlah Siswa)
Rata-rata
Jumlah siswa yang tuntas (> 75)
Jumlah siswa yang belum tuntas (< 75)
Ketuntasan klasikal (%)
32
89,84
30
2
93,8 Sumber: Data yang diolah, 2015
Dari data tabel di atas dapat diketahui bahwa ketuntasan belajar secara klasikal sebesar
93,8%, yaitu sebanyak 2 siswa yang dinyatakan belum tuntas belajar dan 30 siswa yang
dinyatakan tuntas belajar. Data-data primer hasil ulangan harian yang digunakan sebagai
dasar perhitungan ketuntasan belajar siklus II. Dari sebanyak 32 siswa, persentase jumlah
siswa yang belum memenuhi kriteria tuntas belajar sebanyak 2 siswa atau sebesar 6% dan
memenuhi kriteria tuntas belajar sebanyak 30 siswa atau sebesar 94 % pada gambar. 5
sebagai berikut:
Sumber: Data yang diolah, 2015
Gambar. 5 Diagram Ketuntasan Kondisi Siklus II
Refleksi (refleting)
Dengan melihat Tabel 3 dapat diketahui bahwa persentase ketuntasan belajar
perseorangan sudah mencapai 94% dari 85% yang ditentukan. Hal tersebut memberikan
gambaran bahwa indikator keberhasilan sudah dapat dicapai.
4.1.4 Deskripsi Antar Siklus
Berdasarkan hasil pelaksanaan tindakan mulai pemantauan keadaan awal hingga
pelaksanaan tindakan pada siklus II maka dapat digambarkan seperti dibawah ini:
Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 3 Nomor 4 Tahun 2016
http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530
281
Tabel 4 Rekapitulasi Hasil Ketuntasan Belajar Siswa Pada Tiap Siklus
No.
Karakteristik
Jumlah
Kondisi
Awal Siklus I Siklus II
1.
2.
3.
4.
5.
N (Jumlah Siswa)
Rata-rata
Jumlah siswa yang tuntas (> 75)
Jumlah siswa yang belum tuntas (< 75)
Ketuntasan Klasikal (%)
32
55,7
16
16
50,0
32
57,97
20
12
62,5
32
89,84
30
2
93,8 Sumber: Data yang diolah, 2015
Sumber: Data yang diolah, 2015
Gambar. 6 Diagram Rekap Ketuntasan Hasil Belajar Siswa
4.2. Pembahasan Penelitian
4.2.1 Perencanaan (Planning)
Masalah yang ingin dipecahkan dalam penelitian tindakan kelas ini adalah masalah masih
rendahnya penggunaan ICT pada program media geogebra dalam pembelajaran matematika
dan persentasi hasil belajar siswa selama ini masih minim. Pada kondisi awal, guru belum
memanfaatkan program media geogebra dalam proses pembelajaran matematika. Proses
pembelajaran dilaksanakan secara konversional, yaitu dengan mengacu pada RPP yang ada
serta menggunakan LKS dan papan tulis. Pada Siklus I, guru peneliti sudah memanfaatkan
program media geogebra secara satu arah dalam pembelajaran. Secara garis besar, tindakan-
tindakan peneliti dalam tindakan kelas ini terangkum dalam tabel berikut ini.
Tabel 5 Rangkuman Situasi dan Tindakan
No. Situasi Tindakan
1. Kondisi Awal Guru Belum menggunakan program media Geogebra
2. Siklus I Guru sudah menggunakan program media Geogebra.
3. Siklus II Guru melibatkan siswa dalam membuat kerja kelompok
dan mempresentasikan hasil kerja kelompok dengan
program media Geogebra pada proses belajar mengajar
di depan kelas Sumber: Data yang diolah, 2015
Tindakan guru peneliti dalam proses pembelajaran pada kondisi awal belum memanfaatkan
program media Geogebra. Ini mengakibatkan kurangnya perhatian siswa terhadap materi
Kondisi Awal Siklus 1 Siklus 2
Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 3 Nomor 4 Tahun 2016
http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530
282
pelajaran yang disampaikan oleh guru. Proses belajar mengajar yang didominasi ceramah
banyak menimbulkan verbalisme, siswa menjadi kurang tertarik, dan tingkat ketelibatan
siswa dalam pembelajaran menjadi sedikit. Ini mengakibatkan serapan materi pelajaran
menjadi rendah yang ditunjukkan dengan rendahnya nilai hasil belajar. Guru peneliti
memanfaatkan program media Geogebra pada saat pembelajaran siklus I. Materi pelajaran
tentang Operasi Bentuk Matriks yang diselesaikan dengan menggunakan program media
Geogebra menjadi daya tarik bagi siswa. Variabelisme dapat berkurang, konsep-konsep
dalam materi pembelajaran divisualisasikan melalui tampilan media yang menarik dan jelas.
Tingkat keterlibatan siswa dalam pembelajaran bertambah, siswa menjadi lebih aktif dan
tampak antusias mengikuti pelajaran. Peningkatan ini dapat meningkatkan pula daya serap
terhadap materi pelajaran yang dibuktikan dengan meningkatkan ketuntasan belajar
perseorangan. Persentase ketuntasan belajar pada kondisi awal sebesar 50% meningkat
menjadi 94%. Penggunaan dengan program media Geogebra oleh guru dalam proses
pembelajaran operasi matriks pada saat siklus I yang terbukti berhasil meningkatkan hasil
belajar subjek penelitian, memotivasi guru peneliti untuk lebih meningkatkan hasil belajar
pada siklus II dangan mengubah sistem proses belajar mengajar. Jika pada siklus I, program
media Geogebra dibuat dan dipresentasikan oleh guru sendiri, maka pada siklus II ini guru
melibatkan siswa secara lebih aktif dalam proses pembelajaran ini. Siswa diberi tugas
kelompok menggunakan program Geogebra yang terkait mata pelajaran matematika dengan
materi operasi matriks, dan dipresentasikan di depan kelas serta didiskusikan secara
berkelompok. Suasana belajar menjadi lebih hidup, semua siswa dapat terlibat secara aktif
sehingga daya serap terhadap materi pembelajaran menjadi meningkat.
4.2.2 Hasil Pengamatan (observing)
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan oleh guru peneliti sejak dari kondisi awal, keadaan
di akhir siklus I, sampai dengan keadaan di akhir siklus II, sesuai dengan data-data yang
diperoleh ternyata terjadi peningkatan terus menerus pada ketuntasan belajar. Selain
ketuntasan belajar perorangan meningkat, juga dapat diketahui bahwa akibat pengaruh
tindakan kelas tersebut terjadi peningkatan persentase pada ketuntasan belajar klasikal. Hal
ini tersebut diilustrasikan sebagaimana terdapat pada gambar 7 berikut ini.
Gambar. 7 Grafik Ketuntasan Belajar
Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 3 Nomor 4 Tahun 2016
http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530
283
4.2.3 Refleksi (reflecting)
Ketuntasan belajar perorangan subjek penelitian dari kondisi awal sebesar 50,0% ke akhir
siklus I yang mencapai 63,0% berarti mengalami kenaikan 13%. Dari siklus I ke siklus II
juga ada peningkatan ketuntasan belajar perorangan, yaitu dari 63% pada siklus I menjadi
94% di akhir siklus II. Dengan demikian dari kondisi awal ke kondisi akhir ketuntasan
belajar perorangan mengalami peningkatan 31%. Hal tersebut juga terjadi peningkatan pada
ketuntasan belajar klasikal, yaitu 50% pada kondisi awal menjadi 93,8% pada kondisi akhir
yang berarti terjadi kenaikan sebesar 43,8%. Peningkatan ketuntasan dari kondisi awal ke
kondisi akhir siklus I sangat mungkin terjadi karena adanya perubahan guru dalam
melaksanakan pembelajaran. Sebelum diadakannya tindakan kelas, guru belum
menggunakan program media Geogebra dalam pembelajaran yang diselenggarakannya.
Pembelajaran dalam siklus I, guru sudah menngunakan program media Geogebra.
Penggunaan program media ini membuat subjek penelitian menjadi lebih tertarik. Daya
serap subjek penelitian terhadap materi pelajaran yang disampaikan guru menjadi lebih
tinggi karena verbalisme dalam pembelajaran ditekankan semaksimal mungkin. Peningkatan
ketuntasan belajar yang merupakan sesuatu yang diharapkan terjadi melalui penelitian
tindakan kelas adalah melihat perubahan prosesntase akhir siklus I ke akhir siklus II saja.
Tentunya kita melihat secara keseluruhan, yaitu kondisi awal sampai ke kondisi akhir.
Apabila dari kondisi awal telah terjadi peningkatan hasil belajar, maka dapat dikatakan
bahwa dalam penelitian tindakan kelas tersebut telah berhasil meningkatkan hasil belajar
subjek penelitian.
5. KESIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan analisa dan evaluasi yang dilakukan dalam penelitian ini, hasil belajar dengan
penggunaan program media Geogebra dalam setiap proses belajar mengajar melalui
pendekatan Saintifik dapat ditingkatkan. Data empirik penelitian ini menunjukkan bahwa
tindakan yang dilakukan guru baik siklus I dan siklus II telah berhasil meningkatkan hasil
pembelajaran matematika sesuai kajian teoritis.
Dengan terbuktinya hipotesis tindakan penelitian tindakan kelas ini maka penulis mengajak
kepada guru untuk semaksimal mungkin memanfaatkan program media Geogebra dalam
proses pembelajaran agar tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan dapat tercapai secara
optimal. Dengan terbuktinya hipotesis tindakan penelitian ini, maka semakin meyakinkan
bahwa pemanfaatan program media Geogebra dapat meningkatkan hasil belajar siswa.
Disamping ini juga dapat sebagai dasar untuk penelitian selanjutnya, baik oleh peneliti PTK
ini maupun peneliti-peneliti lainnya.
Secara praktis kepada pihak-pihak yang terkait langsung dalam Penelitian Tindakan Kelas
ini, (a) Semua siswa hendaknya lebih semangat dalam menggunakan ICT dalam
pemanfaatan program media Geogebra dalam kegiatan belajarnya, (b) Siswa hendaknya
lebih aktif dalam pembelajaran matematika untuk materi-materi yang lain, (c) Siswa dapat
lebih cepat dan efektif dalam pembelajaran matematika khususnya materi matriks, (d)
Sebagai agen pembelajaran hendaknya dalam proses pembelajarannya selalu berupaya
dengan maksimal dalam menggunakan program media Geogebra, tidak terbatas pada materi-
materi yang lain. (e) Guru selalu dapat mengembangkan penggunaan ICT secara profesional
Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 3 Nomor 4 Tahun 2016
http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530
284
segala program di bidang matematika, dan (f) Sekolah dalam hal ini SMK Negeri 6
Lhokseumawe disarankan dapat terus meningkatkan sarana dan prasarana yang terkait
dengan media yang dibutuhkan oleh semua guru sehingga mereka terdorong untuk
senantiasa menggunakan media pembelajaran dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya,
sedangkan media yang telah ada hendaknya dipelihara dengan baik sehingga dapat selalu
siap sedia dimanfaatkan dalam proses pembelajaran.
DAFTAR PUSTAKA
Ahli Mahmudi, Pemanfaatan Geogebra dalam pembelajaran Geogebra, www.academia.edu
Arief S Sadiman, dkk. (2009). Media Pendidikan. Jakarta. PT Raja Grafindo Persada.
Azwar Arsyad. (2006). Media Pembelajaran. Jakarta, Rajawali Pers.
AECT. (1977). Task Force on Definition and Terminologi. The Definition of education Technologi.
Washington, AECT, 1126 16th Street, N.W. Washington, DC. 20036.
Ali, Muhammad. (2008) Guru Dalam Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru Algensindo.
Djamarah, dkk (2006). Strategi Belajar Mengajar. Jakarta : PT Rineka Cipta.
Kemmis, S, dan Mc Taggart, R., 1992. The Action Research Planner, (3 rd ed). Victoria, Australia :
Derkin University.
Munadi, Yudhi, (2008). Media Pembelajaran: Sebuah Pendekatan Baru. Jakarta: Gaung Persada
Press.
Nana Sudjana, Ahmad Rivai. (2005). Media Pengajaran. Bandung: Sinar Baru Algendindo
Oemar Hamalik. (2002). Psikologi Belajar dan Mengajar, Bandung: Sinar Baru Algendindo
Permendikbud Nomor 81A Tahun 2013
Rusman. (2008). Model-Model Pembelajaran, Jakarta: Rajawali Press.
Sudjana, N. (2008). Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru
Algendindo
Susilana, dkk. (2008). Media Pembelajaran: Hakikat, Pengembangan Pemanfaatan dan Penilaian,
Bandung: CV Wacana Prima.
www.dikti.go.id
https://syasthreenasution.wordpress.com/2014/10/31/aplikasi-geogebra-dalam-pembelajaran-
matematika-pada-materi-matriks/
Redaksi Jurnal IDEAL MATHEDU PPPPTK Matematika menerima artikel/naskah jurnal yang terkait dengan pendidikan matematikaKetentuan penulisan dan untuk informasi lebih lanjut, silakan menghubungi Redaksi