satbilitas lotion

114
APLIKASI KARAGINAN DALAM PEMBUATAN SKIN LOTION  Oleh: SYENI BUDI ANITA C34104017 DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

Upload: ayu-yoan-dedimus

Post on 10-Oct-2015

114 views

Category:

Documents


10 download

TRANSCRIPT

  • APLIKASI KARAGINAN DALAM PEMBUATAN SKIN LOTION

    Oleh:

    SYENI BUDI ANITA C34104017

    DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

    INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

  • RINGKASAN

    SYENI BUDI ANITA. C34104017. Aplikasi Karaginan dalam Pembuatan Skin Lotion. Dibawah bimbingan ANNA CAROLINA ERUNGAN dan SRI PURWANINGSIH.

    Skin lotion merupakan salah satu produk kosmetika yang sudah dikenal sejak lama, berfungsi melembutkan kulit dan menjaga kulit dari kekeringan. Salah satu bahan yang digunakan dalam pembuatan skin lotion adalah setil alkohol yang merupakan bahan pengental, pengemulsi, dan penstabil. Karaginan adalah bahan alami yang memiliki fungsi yang sama dengan setil alkohol sehingga dapat menggantikan peran setil alkohol dalam pembuatan skin lotion. Kelebihan yang dimiliki oleh karaginan dibandingkan setil alkohol adalah fungsinya sebagai humektan.

    Penelitian ini bertujuan untuk memanfaatkan karaginan dalam pembuatan skin lotion sebagai pengental, penstabil, dan pengemulsi serta humektan. Konsentrasi karaginan yang digunakan adalah 0%, 1%, 2%, dan 3. Analisis yang dilakukan meliputi: uji sensori kesukaan, pH, viskositas, stabilitas emulsi, total mikroba, kelembaban kulit, dan penyusutan berat. Skin lotion disimpan pada suhu ruang yaitu 27-30 oC namun skin lotion yang akan diuji stabilitas emulsi disimpan pada suhu 37oC. Uji total mikroba juga dilakukan setelah skin lotion disimpan selama tiga bulan.

    Skin lotion terbaik berdasarkan metode Bayes diperoleh dari penambahan karaginan 2% dengan karakteristik antara lain, memiliki tingkat kesukaan terhadap karakteristik sensori yang berkisar antara agak suka sampai suka, nilai pH 7,5; viskositas 5675 cP, stabilitas emulsi 100%, dan tidak terdapat mikroba. Skin lotion ini kemudian dibandingkan terhadap skin lotion dengan setil alkohol, dan skin lotion tanpa karaginan dan tanpa setil alkohol selama satu bulan. Penambahan karaginan lebih dari 3% menyebabkan skin lotion yang dihasilkan tidak dapat dituang atau berbentuk krim.

    Nilai kelembaban kulit yang diukur dengan alat Scalar Moisture Checker menunjukkan bahwa skin lotion dengan karaginan 2% memiliki persentase kelembaban kulit tertinggi dan penurunan persentase kelembaban kulit terkecil dibandingkan skin lotion dengan setil alkohol, dan skin lotion tanpa karaginan dan tanpa setil alkohol. Tingkat kesukaan panelis terhadap karakteristik sensori skin lotion dengan karaginan 2% selama penyimpanan mulai mengalami penurunan yang signifikan pada hari ke-30 walaupun karakteristik fisika dan kimia skin lotion tersebut masih baik hingga satu bulan penyimpanan. Selama penyimpanan nilai pH cenderung stabil sedangkan nilai viskositas mengalami peningkatan.

    Hasil uji total mikroba setelah penyimpanan tiga bulan pada skin lotion dengan karaginan 2% menunjukkan bahwa terdapat 1,0 x 101 koloni per gram (< 3,0 x 102 koloni per gram), sedangkan skin lotion dengan setil alkohol tidak terdapat koloni mikroba, dan skin lotion tanpa setil alkohol dan tanpa karaginan terdapat 2,0 x 101 koloni per gram (< 3,0 x 102 koloni per gram). Hasil uji ini menunjukkan bahwa skin lotion masih aman digunakan karena total mikroba masih berada dibawah batas total mikroba yang disyaratkan SNI 16-4399-1996 yaitu maksimal 1,0 x 102 koloni per gram.

  • APLIKASI KARAGINAN DALAM PEMBUATAN SKIN LOTION

    Skripsi

    Sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar sarjana pada Departemen Teknologi Hasil Perairan

    Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor

    Oleh:

    SYENI BUDI ANITA C34104017

    DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

    INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

  • LEMBAR PENGESAHAN

    Judul : APLIKASI KARAGINAN DALAM PEMBUATAN SKIN LOTION

    Nama : Syeni Budi Anita NRP : C34104017 Program Studi : Teknologi Hasil Perikanan

    Menyetujui,

    Pembimbing I Pembimbing II

    Ir. Anna Carolina Erungan, MS Dr. Ir. Sri Purwaningsih, MSi NIP. 131 601 219 NIP. 131 878 935

    Mengetahui,

    Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

    Prof. Dr. Ir. Indra Jaya, MSc NIP. 131 578 799

    Tanggal lulus :

  • PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI

    Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi dengan judul Aplikasi Karaginan dalam Pembuatan Skin Lotion adalah karya saya sendiri dibawah bimbingan Ir. Anna Carolina Erungan, MS dan Dr. Ir. Sri Purwaningsih, MSi yang belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada pihak manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka dibagian akhir skripsi ini.

    Bogor, September 2008

    Syeni Budi Anita C34104017

  • RIWAYAT HIDUP

    Penulis bernama lengkap Syeni Budi Anita, lahir di Jakarta pada tanggal 10 Maret 1986, dan merupakan anak kedua dari tiga bersaudara pasangan Amser Hutauruk dan Rida Mardiani. Penulis mengawali pendidikan di SD Negeri 05 Jakarta lalu melanjutkan pendidikan menengah pertama di SLTP Negeri 267 Jakarta. Penulis menyelesaikan pendidikan di SMU Negeri 47 Jakarta pada tahun 2004 dan di terima pada

    Program Studi Teknologi Hasil Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI pada tahun yang sama.

    Selama mengikuti perkuliahan, penulis mendapatkan beasiswa dari PPA (Peningkatan Prestasi Akademik). Penulis adalah asisten mata kuliah Penanganan Hasil Perikanan (2006/2007) dan staf Departemen Informasi dan Komunikasi Himpunan Mahasiswa Hasil Perikanan (2005/2006). Skripsi yang berjudul Aplikasi Karaginan dalam Pembuatan Skin Lotion disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor di bawah bimbingan Ir. Anna Carolina Erungan, MS dan Dr. Ir. Sri Purwaningsih, MSi.

  • DAFTAR ISI

    DAFTAR TABEL ................................................................................................

    DAFTAR GAMBAR................................................................................................

    DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................................

    DAFTAR ISTILAH................................................................................................

    1. PENDAHULUAN .........................................................................................

    1.1 Latar Belakang........................................................................................

    1.2 Tujuan ................................................................................................ 2. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................

    2.1 Kulit ................................................................................................

    2.2 Skin lotion ...............................................................................................2.3 Bahan Penyusun Skin lotion ................................................................

    2.3.1 Asam stearat ................................................................................. 2.3.2 Setil alkohol.................................................................................. 2.3.3 Minyak mineral ................................................................ 2.3.4 Gliserin ......................................................................................... 2.3.5 Triethanolamin ................................................................ 2.3.6 Metil paraben................................................................................ 2.3.7 Pewangi ........................................................................................ 2.3.8 Air murni ......................................................................................

    2.4 Stabilitas Emulsi ..................................................................................... 2.5 Karaginan................................................................................................ 2.5.1 Kelarutan....................................................................................... 2.5.2 Viskositas...................................................................................... 2.5.3 Pembentukan gel................................................................

    2.5.4 Stabilitas karaginan pada pH ........................................................3. METODE PENELITIAN ................................................................

    3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ...............................................................3.2 Alat dan Bahan ......................................................................................3.3 Metode Penelitian .................................................................................

    3.3.1 Penelitian pendahuluan................................................................ 3.3.2 Penelitian utama................................................................ 3.4 Prosedur Kerja ........................................................................................ 3.5 Analisis Skin lotion .................................................................................

    Halaman

    x

    xi

    xii

    xv

    1

    1

    2

    3

    3 5 8 8 8 9

    10 11 11 12 12

    12

    15 17 18 18 20 21

    21

    21

    21

    21 22

    23

    25

  • 3.5.1 Analisis pH ................................................................................. 3.5.2 Analisis viskositas ................................................................ 3.5.3 Analisis stabilitas emulsi ............................................................ 3.5.4 Analisis total mikroba................................................................ 3.5.5 Uji sensori ................................................................................... 3.5.6 Penyusutan berat ................................................................ 3.5.7 Uji kelembaban kulit................................................................ 3.7 Rancangan Percobaan ................................................................ 3.7.1 Analisis karakteristik skin lotion sebelum

    penyimpanan ................................................................ 3.7.2 Analisis kelembaban kulit........................................................... 3.7.3 Analisis skin lotion selama penyimpanan................................

    4. HASIL DAN PEMBAHASAN................................................................ 4.1 Karakteristik Skin lotion................................................................

    4.1.1 Karakteristik sensori ................................................................ 4.1.1.1 Penampakan ................................................................ 4.1.1.2 Warna ................................................................ 4.1.1.3 Homogenitas ................................................................

    4.1.1.4 Kekentalan................................................................ 4.1.1.5 Kesan lembab ................................................................ 4.1.1.6 Rasa lengket ................................................................ 4.1.2 Karakteristik kimia dan fisik ...................................................... 4.1.2.1 Nilai pH................................................................ 4.1.2.2 Viskositas ................................................................ 4.1.2.3 Stabilitas emulsi ............................................................ 4.1.3 Total mikroba................................................................

    4.2 Pemilihan Skin lotion Terbaik ............................................................... 4.3 Kelembaban Kulit ................................................................................. 4.4 Karakteristik Skin lotion selama Penyimpanan................................ 4.4.1 Karakteristik sensori ................................................................ 4.4.1.1 Penampakan ................................................................ 4.4.1.2 Warna ................................................................ 4.4.1.3 Homogenitas ................................................................ 4.4.1.4 Kekentalan................................................................

    4.4.1.5 Kesan lembab ................................................................ 4.4.1.6 Rasa lengket ................................................................ 4.4.2 Karakteristik kimia dan fisik ...................................................... 4.4.2.1 pH.................................................................................. 4.4.2.2 Viskositas ................................................................ 4.4.2.3 Stabilitas emulsi ............................................................

    4.4.2.5 Penyusutan Berat...........................................................

    25 25 25 25 26 26 26 27

    27 29 30 32

    32 32 32 33 35 36 37 39 40 40 41 43 44

    44

    47

    49 49 49 50 52 54 55 57 58 58 59 60 63

  • 4.4.3 Total mikroba skin lotion setelah penyimpanan tiga bulan.............5. KESIMPULAN DAN SARAN................................................................DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................................

    LAMPIRAN ................................................................................................

    64 66 67 71

  • DAFTAR TABEL

    No Halaman

    1.

    2. 3. 4. 5. 6. 7.

    8.

    9.

    Syarat mutu pelembab kulit (berdasarkan SNI 16-4399-1996 (sediaan tabir surya)) ................................................................................................Spesifikasi mutu karaginan menurut FAO, FCC dan EEC ................................Daya kelarutan karaginan pada berbagai media pelarut................................Karakteristik gel karaginan........................................................................................Stabilitas larutan karaginan pada berbagai media pelarut ................................Formulasi bahan penyusun skin lotion ................................................................Formulasi bahan penyusun skin lotion pada penelitian tahap utama .......................................................................................................................

    Karakteristik dan nilai kepentingan parameter objektif dan subjektif ................................................................................................Hasil perhitungan skin lotion terbaik................................................................

    6 17 18 19 20 22

    23

    45 46

  • DAFTAR GAMBAR

    No

    1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14.

    15.

    16.

    17.

    18.

    19.

    20. 21. 22.

    Struktur lapisan kulit................................................................................................Struktur molekul dan posisi ion sulfat karaginan ......................................................Sruktur gel karaginan................................................................................................Diagram alir prosedur pembuatan skin lotion............................................................Histogram nilai kesukaan panelis terhadap penampakan ................................Histogram nilai kesukaan panelis terhadap warna................................Histogram nilai kesukaan panelis terhadap homogenitas ................................Histogram nilai kesukaan panelis terhadap kekentalan ................................Histogram nilai kesukaan panelis terhadap kesan lembab................................Histogram nilai kesukaan panelis terhadap kesan lengket................................Histogram nilai pH ................................................................................................Histogram nilai viskositas..........................................................................................Histogram persentase kelembaban ................................................................Histogram nilai kesukaan panelis terhadap penampakan selama penyimpanan................................................................................................Histogram nilai kesukaan panelis terhadap warna selama penyimpanan................................................................................................Histogram nilai kesukaan panelis terhadap homogenitas selama penyimpanan................................................................................................Histogram nilai kesukaan panelis terhadap kekentalan selama penyimpanan................................................................................................Histogram nilai kesukaan panelis terhadap kesan lembab selama penyimpanan................................................................................................Histogram nilai kesukaan panelis terhadap rasa lengket selama penyimpanan................................................................................................Histogram nilai pH selama penyimpanan................................................................Histogram nilai viskositas selama penyimpanan ......................................................Histogram persentase penyusutan berat................................................................

    Halaman

    4 15 19 24 32 34 35 37 38 39 41 42 47

    49

    51

    53

    54

    56

    57 59 60 63

  • DAFTAR LAMPIRAN

    No Halaman

    1. 2. 3.

    4.

    5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18.

    19.

    20. 21. 22.

    23.

    24. 25.

    26.

    Spesifikasi karaginan produksi PT. Araminta Sidhakarya ................................Lembar uji sensori skala hedonik skin lotion ............................................................Lembar uji sensori skala hedonik skin lotion selama penyimpanan..........................Perwakilan data mentah uji sensori skala hedonik (parameter kekentalan skin lotion)................................................................Hasil uji Kruskal-Wallis karakteristik sensori skin lotion ................................Hasil uji Multiple Comparison penampakan .............................................................Hasil uji Multiple Comparison kekentalan ................................................................Hasil uji Multiple Comparison kesan lembab ...........................................................Nilai pH dan viskositas ..............................................................................................Hasil pengukuran nilai pH dan viskositas skin lotion komersial ...............................Uji normalitas nilai pH dan viskositas................................................................Hasil analisis ragam pH .............................................................................................Uji lanjut Duncan pH................................................................................................Hasil analisis ragam viskositas ................................................................Uji lanjut Duncan viskositas ................................................................Hasil perhitungan bobot dengan manipulasi matrik ................................Persentase kelembaban kulit dengan alat Scalar Moisture Checker .........................Uji normalitas persentase kelembaban dengan alat Scalar Moisture Checker................................................................................................Hasil uji keragaman kelembaban kulit dengan alat Scalar Moisture Checker................................................................................................Hasil uji lanjut Duncan pengaruh bahan penyusun ................................Hasil uji lanjut Duncan pengaruh waktu pengamatan ................................Hasil uji lanjut Duncan pengaruh interaksi bahan penyusun dengan waktu pengamatan.........................................................................................Perwakilan data mentah uji sensori skala hedonik (parameter kekentalan skin lotion) selama penyimpanan ................................Hasil uji Kruskal-Wallis penampakan selama penyimpanan................................Hasil uji lanjut Multiple Comparisons pengaruh lama penyimpanan terhadap penampakan................................................................Hasil uji lanjut Multiple Comparisons pengaruh bahan penyusun terhadap penampakan ................................................................................................

    72 73 74

    75

    76

    76 76 76 77 77 77 78 78 78 78 79 80

    80

    80 81 81

    81

    82 85

    85

    85

  • 27.

    28. 29.

    30.

    31.

    32.

    33.

    34.

    35.

    36.

    37.

    38.

    39.

    40.

    41.

    42.

    43.

    44. 45. 46. 47. 48.

    Hasil uji lanjut Multiple Comparisons pengaruh interaksi bahan penyusun................................................................................................Hasil uji Kruskal-Wallis parameter warna selama penyimpanan..............................Hasil uji lanjut Multiple Comparisons pengaruh lama penyimpanan terhadap warna ................................................................Hasil uji lanjut Multiple Comparisons pengaruh bahan penyusun terhadap warna................................................................................................Hasil uji Kruskal-Wallis parameter homogenitas selama penyimpanan................................................................................................Hasil uji lanjut Multiple Comparisons pengaruh lama penyimpanan terhadap homogenitas ................................................................Hasil uji Kruskal-Wallis parameter kekentalan selama penyimpanan................................................................................................Hasil uji lanjut Multiple Comparisons pengaruh bahan penyusun terhadap kekentalan ................................................................................................Hasil uji lanjut Multiple Comparisons pengaruh lama penyimpanan terhadap kekentalan ................................................................Hasil uji lanjut Multiple Comparisons pengaruh interaksi bahan penyusun dan lama penyimpanan terhadap kekentalan ................................Hasil uji Kruskal-Wallis parameter kesan lembab selama penyimpanan................................................................................................Hasil uji lanjut Multiple Comparisons pengaruh bahan penyusun terhadap kesan lembab ..............................................................................................Hasil uji lanjut Multiple Comparisons pengaruh lama penyimpanan terhadap kesan lembab................................................................Hasil uji lanjut Multiple Comparisons pengaruh interaksi bahan penyusun dan lama penyimpanan terhadap kesan lembab ................................Hasil uji Kruskal-Wallis parameter rasa lengket selama penyimpanan................................................................................................Hasil uji lanjut Multiple Comparisons pengaruh bahan penyusun terhadap rasa lengket ................................................................................................Hasil uji lanjut Multiple Comparisons pengaruh lama penyimpanan terhadap rasa lengket................................................................Nilai pH selama penyimpanan................................................................Nilai pH yang telah ditransformasi................................................................Uji normalitas pH selama penyimpanan................................................................Hasil uji keragaman pH selama penyimpanan ..........................................................Hasil uji lanjut Duncan pengaruh bahan penyusun terhadap pH...............................

    86 86

    87

    87

    87

    88

    88

    89

    89

    89

    90

    90

    90

    91

    92

    92

    92 92 93 93 93 95

  • 49. 50. 51. 52.

    53.

    54.

    55. 56. 57. 58. 59. 60

    Nilai viskositas selama penyimpanan ................................................................Uji normalitas viskositas selama penyimpanan .........................................................Hasil uji keragaman viskositas selama penyimpanan ................................Hasil uji lanjut Duncan pengaruh bahan penyusun terhadap viskositas................................................................................................Hasil uji lanjut Duncan pengaruh lama penyimpanan terhadap viskositas................................................................................................Hasil uji lanjut Duncan pengaruh interaksi bahan penyusun dan lama penyimpanan terhadap viskositas................................................................Persentase penyusutan berat................................................................Uji normalitas persentase penyusutan berat...............................................................Hasil uji keragaman persentase penyusutan berat................................Hasil uji lanjut Duncan persentase penyusutan berat................................Data mentah total mikroba setelah penyimpanan tiga bulan ................................Gambar skin lotion, bahan-bahan dan alat-alat yang digunakan ...............................

    94 94 94

    95

    95

    95 96 96 96 96 97 97

  • DAFTAR ISTILAH

    Depkes RI : Departemen Kesehatan Republik Indonesia EEC : European Economic Community FAO : Food Agriculture Organization FCC : Food Chemical Codex kDa : Kilo dalton NMF : Natural Moisturizing Factor PCA : Plate Count Agar SE : Stabilitas emulsi SNI : Standar Nasional Indonesia TEA : Triethanolamin

  • 1. PENDAHULUAN

    1.1 Latar belakang Pada saat ini penggunaan kosmetika di kalangan masyarakat sudah

    menjadi salah satu kebutuhan yang mendasar. Hal ini dikarenakan penggunaan kosmetika tidak hanya terbatas untuk mempercantik dan merawat diri saja tetapi juga untuk tujuan kesehatan. Data Persatuan Perusahaan Kosmetika Indonesia menunjukkan bahwa pasar industri kosmetika tumbuh sekitar 15-20% setiap tahunnya dan hingga saat ini terdapat 744 perusahaan kosmetika baik skala kecil, sedang, maupun menengah (Wahyuana 2008).

    Kosmetika adalah bahan atau campuran bahan yang dikenakan pada kulit manusia untuk membersihkan, memelihara, menambah daya tarik, dan mengubah rupa (Wasitaatmadja 1997). Namun, pada saat ini banyak beredar produk-produk kosmetika yang membahayakan bagi kesehatan pemakainya akibat kandungan bahan didalamnya yang menimbulkan efek negatif. Pada saat ini banyak produk kosmetika yang diproduksi dengan menggunakan bahan-bahan alami agar aman bagi kesehatan pemakainya.

    Meningkatnya kebutuhan masyarakat terhadap kosmetika terutama kosmetika yang berasal dari bahan alami memberikan peluang bagi penggunaan rumput laut sebagai bahan baku kosmetika. Soraya (2002) menyatakan bahwa para ahli kosmetik dan kecantikan sepakat rumput laut dan ekstrak rumput laut baik untuk perawatan kulit. Ekstrak koloid dari rumput laut menunjukkan kompatibilitas yang tinggi dalam sediaan kosmetik.

    Karaginan merupakan salah satu jenis hidrokoloid yang dihasilkan dari rumput laut merah (Rhodophyceae) dan digunakan sebagai bahan penstabil (stabilizer), pengental (thickener), pengemulsi (emulsifier), pembentuk gel (gelling agent), pensuspensi (suspention agent), pelindung koloid (protective), pembentuk film (film former), penghalang terjadinya pelepasan air (syneresis inhibitor), dan pengkelat atau pengikat bahan-bahan lain (flocculating agent). Sifat-sifat karaginan tersebut banyak dimanfaatkan dalam industri makanan, obat-obatan, kosmetik, tekstil, cat, pasta gigi, dan industri lainnya (Winarno 1990).

  • Skin lotion merupakan salah satu jenis produk industri kosmetik hasil emulsi minyak dalam air (oil on water atau o/w) yang digunakan untuk menjadikan kulit halus, segar, dan bercahaya. Campuran skin lotion terdiri dari air, emolien, humektan, bahan pengental, pengawet, dan pewangi (Mitsui 1997).

    Berbagai jenis bahan penstabil emulsi telah banyak digunakan dalam formula skin lotion untuk menghasilkan produk yang mampu mempertahankan kestabilannya bila disimpan dalam waktu yang cukup lama. Karaginan merupakan salah satu jenis bahan penstabil yang dapat digunakan dalam pembuatan skin lotion dan juga berfungsi sebagai bahan pengental serta pengemulsi (Angka dan Suhartono 2000). Karaginan juga dipercaya dapat menghaluskan dan melembutkan kulit, sehingga baik digunakan dalam produk-produk perawatan kulit (Anonimd 2008).

    Setil alkohol merupakan salah satu bahan kimia yang umum digunakan dalam pembuatan skin lotion yang berfungsi sebagai pengental, penstabil, dan pengemulsi (KKI 1993). Sifat fungsional karaginan dapat menggantikan fungsi setil alkohol. Karaginan memiliki kelebihan karena berfungsi sebagai humektan yang dapat mempertahankan kelembaban kulit. Penggunaan karaginan juga dimaksudkan untuk mengurangi komposisi bahan kimia dalam formulasi.

    1.2 Tujuan Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memanfaatkan karaginan dalam

    pembuatan skin lotion sebagai pengental, penstabil dan pengemulsi serta humektan.

    Tujuan khusus dari penelitian ini, antara lain: 1. Mempelajari karakteristik skin lotion dengan penambahan konsentrasi

    karaginan

    2. Mendapatkan konsentrasi karaginan terbaik dalam pembuatan skin lotion. 3. Mempelajari karakteristik skin lotion dengan konsentrasi karaginan terbaik

    selama penyimpanan yang dibandingkan terhadap skin lotion dengan setil alkohol, dan skin lotion tanpa setil alkohol dan tanpa karaginan.

  • 2. TINJAUAN PUSTAKA

    2.1 Kulit Kulit merupakan lapisan yang menutupi dan melindungi seluruh tubuh

    dari berbagai macam gangguan dari luar tubuh yang menyebabkan hilangnya kelembaban sehingga kulit menjadi kering. Kulit kering mempunyai karakter kasar dan keras, tidak fleksibel, dan pecah-pecah akibat kekurangan air di stratum corneum dan kelembaban yang rendah (Mitsui 1997).

    Kekeringan dan sifat kurang lentur pada lapisan stratum corneum dapat diperbaiki jika kandungan air dinaikkan lebih dari kondisi normal (sekitar 10%). Pemakaian lotion kosmetik dapat memperbaiki kulit kering karena meninggalkan lapisan yang rapat pada kulit, permeabilitas terhadap air rendah, mensuplai komponen hidrofilik sehingga mampu menahan dehidrasi air dari kulit dengan demikian kulit menjadi lembut. Emulsi lotion yaitu emulsi minyak dalam air, merupakan bentuk emulsi yang baik untuk menghasilkan lapisan yang lembut pada kulit dan mampu mengurangi evaporasi (Tronnier 1962, diacu dalam Sondari 2007).

    Ketebalan kulit manusia tergantung dari umur, jenis kelamin, dan lokasi pada bagian tubuh. Kulit luar terbagi atas tiga lapisan yaitu epidermis, dermis, dan sel subcutaneous. Epidermis terdiri dari beberapa lapisan yang mempunyai ketebalan sekitar 0,1-0,3 mm yaitu lapisan stratum corneum, lapisan granular, lapisan spinous, dan lapisan basal. Lapisan basal merupakan lapisan yang paling dasar dari epidermis yang berhubungan langsung dengan lapisan dermis. Lapisan basal membelah terus menerus membentuk sel-sel baru yang berpindah kepermukaan diatasnya dan membentuk lapisan spinous. Di atas lapisan spinous terdapat dua atau tiga lapisan granular. Lapisan basal, spinous, dan granular secara kontinyu bergerak ke lapisan luar membentuk lapisan stratum corneum. Peristiwa ini disebut proses keratinisasi. Lapisan stratum corneum adalah lapisan yang terlihat dan merupakan bagian yang diperhatikan oleh ahli kimia kosmetik (Mitsui 1997).

    Lapisan epidermis memiliki fungsi yang paling penting yaitu menjaga gangguan stimuli eksternal seperti dehidrasi, sinar ultraviolet, faktor fisik, dan

  • faktor kimia lainnya. Fungsi ini dilakukan oleh lapisan stratum corneum sebagai lapisan paling luar. Lapisan dermis merupakan lapisan kulit kedua setelah lapisan epidermis yang memegang peranan penting dalam elastisitas dan ketegangan dari kulit. Sel subcutaneous berada dibawah lapisan dermis. Sel ini berperan dalam mengatur temperatur kulit (Mitsui 1997). Struktur lapisan kulit dapat dilihat pada Gambar 1.

    Gambar 1 Struktur lapisan kulit (Bramayudha 2008).

    Secara alamiah kulit dapat melindungi diri dari berbagai faktor yang menyebabkan kulit menjadi kering yaitu dengan adanya Natural Moisturizing Factor (NMF) yang merupakan tabir lemak pada lapisan stratum corneum atau disebut dengan mantel asam. Namun dalam kondisi tertentu NMF tersebut tidak mencukupi oleh karenanya dibutuhkan perlindungan tambahan non alamiah yaitu dengan memberikan kosmetika pelembab kulit (Wasitaatmadja 1997).

    Kontak antara kosmetika dengan kulit menyebabkan kosmetika terserap oleh kulit dan masuk ke bagian yang lebih dalam dari kulit. Jumlah kosmetika yang terserap kulit dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu lingkungan hidup pemakai kosmetika, keadaan kosmetika yang dipakai, dan kondisi kulit pemakai. Absorpsi kosmetika melalui kulit terjadi karena kulit mempunyai celah anatomis yang dapat menjadi jalan masuk zat-zat yang melekat diatasnya. Celah tersebut

  • adalah celah antar sel epidermis, celah folikel rambut, dan celah antar sel saluran kelenjar keringat. Produk kosmetika yang memiliki pH sangat asam atau sangat basa dapat menyebabkan kulit teriritasi (Wasitaatmadja 1997).

    Levin dan Maibach (2007) menyatakan bahwa mantel asam merupakan lapisan yang halus pada permukaan kulit dengan pH sedikit asam yang terdiri dari asam laktat dan asam amino yang berasal dari keringat, asam lemak bebas yang berasal dari kelenjar sebaceous dan sebum, dan asam amino dan asam karbosiklik pyrolidine yang berasal dari proses cornification pada kulit. Fungsi lapisan ini antara lain menyokong pembentukan lemak epidermis yang menjaga pertahanan kulit dari gangguan luar, memberikan perlindungan terhadap serangan mikroorganisme, dan memberikan perlindungan terhadap bahan-bahan yang bersifat alkali (alkali neutralizing capacity atau skin buffering capacity). Gangguan atau kerusakan lapisan ini akan mengakibatkan kulit kehilangan keasamannya, lebih mudah rusak dan teriritasi serta terjadi penyakit-penyakit kulit. pH yang terlalu asam atau basa dapat menyebabkan kulit menjadi kering dan mengalami iritasi.

    Bawab dan Friberg (2004) mengemukakan bahwa lapisan mantel terdiri dari zat-zat yang berfungsi sebagai pertahanan dalam melawan kuman dan bakteri, salah satunya garam yang berasal dari kelenjar keringat. Garam yang terdapat pada mantel asam menyebabkan kondisi yang hiperosmosis sehingga dapat memusnahkan bakteri karena konsentrasi garam yang tinggi menyebabkan air dari dalam bakteri tertarik dan bakteri mengalami dehidrasi.

    Skin care cosmetics berperan dalam menjaga fungsi dan mekanisme perlindungan kulit agar berjalan dengan baik. Pada dasarnya skin care cosmetics dapat melindungi kulit dari efek kekeringan, radiasi ultraviolet, dan oksidasi sehingga kulit tetap indah dan sehat (Mitsui 1997).

    2.2 Skin Lotion Skin lotion termasuk golongan kosmetika pelembab kulit yang terdiri dari

    berbagai minyak nabati, hewani maupun sintetis yang dapat membentuk lemak permukaan kulit buatan berfungsi untuk melenturkan lapisan kulit yang kering dan kasar, dan mengurangi penguapan air dari sel kulit namun tidak dapat

  • mengganti seluruh fungsi dan kegunaan kulit semula. Kosmetika pelembab kulit umumnya berbentuk sediaan cairan minyak atau campuran minyak dalam air yang dapat ditambahi atau dikurangi zat tertentu untuk tujuan khusus (Wasitaatmadja 1997).

    Lotion pelembab berfungsi menyokong kelembaban dan daya tahan air pada lapisan kulit sehingga dapat melembutkan dan menjaga kehalusan kulit tersebut (Mitsui 1997). Lotion didefinisikan sebagai campuran dua fase yang tidak bercampur, distabilkan dengan sistem emulsi, dan berbentuk cairan yang dapat dituang jika ditempatkan pada suhu ruang (Schmitt 1996). Syarat mutu pelembab kulit (berdasarkan SNI 16-4399-1996) disajikan pada Tabel 1.

    Tabel 1 Syarat mutu pelembab kulit No Kriteria uji Satuan Persyaratan 1 2 3 4 5

    Penampakan pH Bobot jenis, 20oC Viskositas, 25oC Cemaran mikroba

    -

    -

    -

    cP koloni/gram

    Homogen 4,5-8.0

    0,95-1,05 2000-50000

    Maks 102

    Emulsi adalah suatu sistem yang heterogen dan mengandung dua fase cairan yaitu fase terdispersi dan pendispersi. Molekul-molekul fase tersebut bersifat saling antagonis karena perbedaan sifat kepolarannya (Suryani et al. 2000). Emulsi yang mempunyai fase terdispersi minyak dan fase pendispersi air disebut emulsi minyak dalam air, yang biasanya mengandung >31% air (w/w). Skin lotion merupakan salah satu contoh emulsi tersebut (Ansel 1989).

    Pada emulsi minyak dalam air, fase minyak dan fase air yang terpisah disatukan dengan pemanasan dan pengadukan. Fase minyak mengandung komponen bahan yang larut minyak. Fase air mengandung komponen bahan yang larut air yang dipanaskan pada suhu yang sama dengan fase minyak kemudian disatukan (Rieger 2000).

    Pencampuran antara fase minyak dan air dilakukan pada suhu 70-75 oC. Proses emulsifikasi pada pembuatan skin lotion adalah pada suhu 70 oC (Mitsui 1997). Waktu pengadukan juga mempengaruhi emulsi yang dihasilkan Pengadukan yang terlalu lama pada saat dan setelah emulsi terbentuk harus

  • dihindari, karena akan menyebabkan terjadinya penggabungan partikel. Lamanya pengadukan tidak dapat ditetapkan secara pasti karena hanya dapat diketahui secara empiris. Pengadukan akan mengurangi ukuran partikel dan mempengaruhi viskositas emulsi yang dihasilkan. Semakin kecil ukuran partikel akan menyebabkan semakin meningkatnya viskositas emulsi (Rieger 1994).

    Emulsi merupakan penyatuan dari zat-zat yang mempunyai sifat yang bertolak belakang. Zat-zat tersebut mempunyai sifat kelarutan yang berbeda, yaitu sebagian larut dalam air dan sebagian larut dalam minyak. Penyatuannya dimungkinkan dengan menambahkan suatu zat yang memiliki gugus polar maupun non polar secara bersamaan dalam satu molekulnya. Zat tersebut dinamakan emulsifier (Suryani et al. 2000).

    Pada pembuatan emulsi akan terjadi kontak antara dua cairan yang tidak bercampur karena berbeda kelarutannya dan pada saat tersebut terdapat kekuatan yang menyebabkan masing-masing cairan menahan pecahnya menjadi partikel-partikel yang lebih kecil. Kekuatan ini disebut tegangan antar muka. Zat-zat yang dapat meningkatkan penurunan tahanan tersebut akan merangsang suatu cairan untuk menjadi partikel-partikel yang lebih kecil. Penggunaan zat-zat ini sebagai zat pengemulsi dan zat penstabil menghasilkan penurunan tegangan antarmuka dari kedua cairan yang tidak saling bercampur, mengurangi gaya tolak antara cairan-cairan tersebut dan mengurangi gaya tarik menarik antarmolekul dari masing-masing cairan (Ansel 1989).

    Zat pengemulsi mengarahkan dirinya di sekitar dan dalam suatu cairan yang merupakan gambaran kelarutannya pada cairan tertentu. Dalam suatu emulsi yang mengandung dua cairan yang tidak saling bercampur, zat pengemulsi akan memilih larut dalam salah satu fase dan terikat dengan kuat dalam fase tersebut dibandingkan pada fase lainnya karena molekul-molekul zat ini mempunyai suatu bagian hidrofilik (bagian yang suka air) dan suatu bagian hidrofobik (bagian yang tidak suka air). Molekul-molekul tersebut akan mengarahkan dirinya ke masing-masing fase (Ansel 1989).

    Suatu emulsifier memiliki kemampuan untuk menurunkan tegangan antar muka dan tegangan permukaan. Menurunnya tegangan antar muka ini akan mengurangi daya kohesi dan meningkatkan daya adhesi. Emulsifier akan

  • membentuk lapisan tipis (film) yang menyelimuti partikel sehingga mencegah partikel tersebut bersatu dengan partikel sejenisnya. Sistem emulsi yang stabil dapat diperoleh melalui pemilihan emulsifier yang larut dalam fase yang dominan (pendispersi) (Suryani et al. 2000).

    2.3 Bahan Penyusun Skin Lotion Bahan penyusun skin lotion terdiri dari asam stearat, mineral oil, setil alkohol, triethanolamin, gliserin, air murni, pengawet dan pewangi yang disusun berdasarkan persentase berat dalam formulasi (Nussinovitch 1997). 2.3.1 Asam stearat

    Asam stearat (C16H32O2) merupakan asam lemak yang terdiri dari rantai hidrokarbon, diperoleh dari lemak dan minyak yang dapat dimakan, dan berbentuk serbuk berwarna putih. Asam stearat mudah larut dalam kloroform, eter, etanol, dan tidak larut dalam air. Bahan ini berfungsi sebagai pengemulsi dalam sediaan kosmetika (Depkes RI 1993). Asam stearat dapat menghasilkan kilauan yang khas pada produk skin lotion (Mitsui 1997).

    Emulsifier (pengemulsi) yang digunakan dalam pembuatan skin lotion ini memiliki gugus polar maupun non polar secara bersamaan dalam satu molekulnya sehingga pada satu sisi akan mengikat minyak yang non polar dan di sisi lain juga akan mengikat air yang polar sehingga zat-zat yang ada dalam emulsi ini akan dapat dipersatukan. Suatu emulsi biasanya terdiri lebih dari satu emulsifier karena kombinasi dari beberapa emulsifier akan menambah kesempurnaan sifat fisik maupun kimia dari emulsi (Suryani et al. 2000). 2.3.2 Setil alkohol

    Setil alkohol (C16H33OH) merupakan butiran yang berwarna putih, berbau khas lemak, rasa tawar, dan melebur pada suhu 45-50 oC. Setil alkohol larut dalam etanol dan eter namun tidak larut dalam air. Bahan ini berfungsi sebagai pengemulsi, penstabil, dan pengental (Depkes RI 1993).

    Setil alkohol adalah alkohol dengan bobot molekul tinggi yang berasal dari minyak dan lemak alami atau diproduksi secara petrokimia. Bahan ini termasuk ke dalam fase minyak pada sediaan kosmetik. Pada formulasi produk setil alkohol yang digunakan kurang dari 2%. Setil alkohol merupakan lemak putih agak keras

  • yang mengandung gugusan kelompok hidroksil dan digunakan sebagai penstabil emulsi pada produk emulsi seperti cream dan lotion (Mitsui 1997). Alkohol dengan bobot molekul tinggi seperti stearil alkohol, setil alkohol, dan gliseril monostearat digunakan terutama sebagai zat pengental dan penstabil untuk emulsi minyak dalam air dari lotion (Ansel 1989).

    Bahan pengental digunakan untuk mengatur kekentalan dan mempertahankan kestabilan produk. Pengental dibedakan menjadi pengental yang berasal dari lemak (lipid thickeners), misalnya setil alkohol; pengental yang berasal dari hewan dan tumbuhan serta turunannya (thickeners of vegetable and animal), misalnya karaginan; pengental mineral dan mineral termodifikasi (mineral and modified mineral thickeners), misalnya silicon oil; dan pengental sintetik (synthetic thickeners), misalnya karbomer (Polo 1998). Proporsi bahan pengental yang digunakan dalam skin lotion yaitu dibawah 2,5%. Bahan pengental yang digunakan dalam pembuatan skin lotion bertujuan untuk mencegah terpisahnya partikel dari emulsi (Schmitt 1996).

    Salah satu cara untuk meminimumkan kecenderungan bergabungnya fase terdispersi adalah dengan mengentalkan produk. Hal ini juga akan membuat emulsi menjadi stabil. Kestabilan sistem emulsi ini ditandai dengan semakin berkurangnya kemungkinan terjadinya penggabungan partikel sejenis dan rendahnya laju rata-rata pengendapan yang terjadi (Glicksman 1983) 2.3.3 Minyak mineral

    Minyak mineral (parafin cair) adalah campuran hidrokarbon cair yang berasal dari sari minyak tanah. Minyak ini merupakan cairan bening, tidak berwarna, tidak larut dalam alkohol atau air, jika dingin tidak berbau dan tidak berasa namun jika dipanaskan sedikit berbau minyak tanah. Minyak mineral berfungsi sebagai pelarut dan penambah viskositas dalam fase minyak (Depkes RI 1993).

    Parafin merupakan hidrokarbon yang jenuh dan dapat mengikat atom hidrogen secara maksimal sehingga bersifat tidak reaktif. Bahan ini memiliki kompatibilitas yang sangat baik terhadap kulit. Minyak mineral mempunyai peranan yang khas sebagai occlusive emolien (Mitsui 1997).

  • Emolien didefinisikan sebagai sebuah media yang bila digunakan pada lapisan kulit yang keras dan kering akan mempengaruhi kelembutan kulit dengan adanya hidrasi ulang. Dalam skin lotion, emolien yang digunakan memiliki titik cair yang lebih tinggi dari suhu kulit. Fenomena ini dapat menjelaskan timbulnya rasa nyaman, kering, dan tidak berminyak bila skin lotion dioleskan pada kulit. Kisaran penggunaan pelembut adalah 0.5-15 % (Schmitt 1996). 2.3.4 Gliserin

    Gliserin (C3H8O3) disebut juga gliserol atau gula alkohol, merupakan cairan yang kental, jernih, tidak berwarna, sedikit berbau, dan mempunyai rasa manis. Gliserin larut dalam alkohol dan air tetapi tidak larut dalam pelarut organik (Doerge 1982).

    Gliserin merupakan humektan yang paling baik digunakan dalam pembuatan skin lotion. Humektan adalah komponen yang larut dalam fase air dan merupakan bagian yang terpenting dalam skin lotion. Bahan ini ditambahkan ke dalam sediaan kosmetik untuk mempertahankan kandungan air produk pada permukaan kulit saat pemakaian. Humektan berpengaruh terhadap kulit yaitu melembutkan kulit dan mempertahankan kelembaban kulit agar tetap seimbang. Humektan juga berpengaruh terhadap stabilitas skin lotion yang dihasilkan karena dapat mengurangi kekeringan ketika produk disimpan pada suhu ruang (Mitsui 1997).

    Komposisi gliserin yang digunakan pada formula berkisar 3-10%. Gliserin diperoleh dari hasil samping industri sabun atau asam lemak dari tanaman dan hewan (Mitsui 1997). Gliserin tidak hanya berfungsi sebagai humektan tetapi juga berfungsi sebagai pelarut, penambah viskositas, dan perawatan kulit karena dapat melumasi kulit sehingga mencegah terjadinya iritasi kulit (Depkes RI 1993).

    Gliserol yang diperoleh dari penyabunan dipisahkan melalui proses penyulingan dan dapat digunakan sebagai pelembab dalam tembakau, industri farmasi dan kosmetik. Sifat melembabkan timbul dari gugus-gugus hidroksil yang dapat berikatan hidrogen dengan air dan mencegah penguapan air (Fessenden dan Fessenden 1982)

  • 2.3.5 Triethanolamin Triethanolamin ((CH2OHCH2)3N) atau TEA merupakan cairan tidak

    berwarna atau berwarna kuning pucat, jernih, tidak berbau atau hampir tidak berbau, dan higroskopis. Cairan ini dapat larut air dan etanol tetapi sukar larut dalam eter. TEA berfungsi sebagai pengatur pH dan pengemulsi pada fase air dalam sediaan skin lotion (Depkes RI 1993).

    TEA merupakan bahan kimia organik yang terdiri dari amine dan alkohol dan berfungsi sebagai penyeimbang pH pada formulasi skin lotion. TEA tergolong dalam basa lemah (Anonima 2008). 2.3.6 Metil Paraben

    Metil paraben (C8H8O3) merupakan zat berwarna putih atau tidak berwarna, berbentuk serbuk halus, dan tidak berbau. Zat ini mudah larut dalam etanol 95%, eter, dan air tetapi sedikit larut benzen, dan karbontetraklorida (Depkes RI 1993). Metil paraben sering digunakan dalam skin lotion karena dapat mencegah pertumbuhan bakteri dan jamur serta dapat mempertahankan skin lotion dari mikroorganisme yang dapat merusak (Rieger 2000).

    Metil paraben termasuk salah satu jenis pengawet yang biasa digunakan dalam pembuatan skin lotion. Bahan pengawet yang biasa ditambahkan pada pembuatan skin lotion sebesar 0,1-0,2%. Pengawet yang digunakan sebagai tambahan pada produk menyebabkan mikroba tidak dapat tumbuh karena pengawet bersifat antimikroba. Pengawet harus ditambahkan pada suhu yang tepat pada saat proses pembuatan skin lotion, yaitu antara suhu 35-45 oC agar tidak merusak bahan aktif yang terdapat dalam pengawet tersebut (Schmitt 1996).

    Pengawet yang baik memiliki beberapa persyaratan, antara lain: efektif mencegah tumbuhnya berbagai macam organisme yang dapat menyebabkan penguraian bahan, dapat bercampur dengan bahan lainnya secara kimia, tidak menyebabkan iritasi, tidak mempengaruhi pH produk, tidak mengurangi efektivitas produk, tidak menyebabkan perubahan pada produk (bau dan warna), memiliki kestabilan pada rentang pH (dari netral sampai alkali) dan suhu yang luas, mudah didapat, dan harga yang ekonomis (Mitsui 1997).

  • 2.3.7 Pewangi (essential oil) Hampir setiap jenis kosmetik menggunakan zat pewangi yang terutama berguna untuk menambah nilai estika produk yang dihasilkan. Pewangi yang biasa digunakan adalah minyak (essential oil). Minyak parfum yang digunakan biasanya dalam jumlah yang kecil sehingga tidak menyebabkan iritasi (Schuller dan Romanowski 1999, diacu dalam Sondari 2007)

    Penambahan pewangi pada produk merupakan upaya agar produk mendapatkan tanggapan yang positif. Pewangi sensitif terhadap panas, oleh karenanya bahan ini ditambahkan pada temperatur yang rendah (Rieger 2000).

    Jumlah pewangi yang ditambahkan harus serendah mungkin yaitu berkisar antara 0,1-0,5%. Pada proses pembuatan skin lotion pewangi dicampurkan pada suhu 35 oC agar tidak merusak emulsi yang sudah terbentuk (Schmitt 1996). 2.3.8 Air murni

    Air merupakan komponen yang paling besar persentasenya dalam pembuatan skin lotion. Air yang digunakan dalam pembuatan skin lotion merupakan air murni yaitu air yang diperoleh dengan cara penyulingan, proses penukaran ion dan osmosis sehingga tidak lagi mengandung ion-ion dan mineral-mineral. Air murni hanya mengandung molekul air saja dan dideskripsikan sebagai cairan jernih, tidak berwarna, tidak berasa, memiliki pH 5.0-7.0, dan berfungsi sebagai pelarut (Depkes RI 1993).

    Pada pembuatan skin lotion, air merupakan bahan pelarut dan bahan baku yang tidak berbahaya, tetapi air mempunyai sifat korosi. Air murni juga mengandung beberapa bahan pencemar, untuk itu air yang digunakan untuk produk kosmetik harus dimurnikan terlebih dahulu. Air yang digunakan juga dapat mempengaruhi kestabilan dari emulsi yang dihasilkan. Pada sistem emulsi air juga berperan penting sebagai emolien yang efektif (Mitsui 1997).

    2.4 Stabilitas Emulsi Kestabilan emulsi menunjukkan daya tahan suatu emulsi dalam rentang waktu tertentu dimana partikel yang terdapat dalam emulsi tidak mempunyai kecenderungan untuk bergabung dengan partikel lainnya dan membentuk lapisan yang terpisah. Emulsi yang baik memiliki sifat tidak berubah menjadi lapisan-

  • lapisan, tidak berubah warna, dan tidak berubah konsistensinya selama penyimpanan (Suryani et al. 2000).

    Emulsi yang tidak stabil terjadi karena masing-masing fase cenderung bergabung dengan fase sesamanya membentuk suatu agregat yang akhirnya dapat mengakibatkan emulsi pecah. Emulsi yang tidak stabil dapat disebabkan oleh beberapa hal antara lain komposisi bahan yang tidak tepat, ketidakcocokan bahan, kecepatan dan pencampuran yang tidak tepat, pembekuan, guncangan mekanik atau getaran, ketidakseimbangan densitas, ketidakmurnian emulsi, reaksi antara dua atau lebih komponen dalam sistem, dan penambahan asam atau senyawa elektrolit (Suryani et al. 2000).

    Suatu emulsi dianggap tidak stabil secara fisik jika fase terdispersi dan fase pendispersi pada penyimpanan cenderung untuk membentuk agregat dari bulatan-bulatan (Ansel 1989), (1) jika bulatan-bulatan atau agregat dari bulatan naik ke permukaan atau turun ke dasar emulsi tersebut akan membentuk suatu lapisan pekat dari fase terdispersi, dan (2) jika semua atau sebagian dari fase terdispersi tidak teremulsikan dan membentuk suatu lapisan yang berbeda pada permukaan atau pada dasar emulsi yang merupakan hasil dari bergabungnya bulatan-bulatan fase terdispersi.

    Ketidakstabilan emulsi kosmetika ditandai dengan terjadinya perubahan kimia dan perubahan fisika. Perubahan kimia yang terjadi antara lain perubahan warna, perubahan bau, kristalisasi, dll. Perubahan fisika yang terjadi antara lain pemisahan fase, sedimentasi, pembentukan aggregat, pembentukan gel, penguapan, peretakan, pengerasan, dll (Mitsui 1997). Faktor yang erat hubungannya dengan stabilitas emulsi adalah viskositas, yaitu tahanan yang dialami molekul untuk mengalir pada sistem cairan. Viskositas dipengaruhi oleh ukuran partikel dan distribusi partikel. Emulsi dengan partikel berukuran halus lebih tinggi viskositasnya dibandingkan dengan emulsi yang memiliki partikel kasar. Emulsi yang mengandung partikel-partikel seragam lebih tinggi viskositasnya dibandingkan dengan emulsi yang partikelnya tidak seragam. Gelatin dan beberapa gum dapat digunakan untuk menstabilkan emulsi tipe oil on water seperti skin lotion sebab dapat meningkatkan kekentalan fase pendispersi (Suryani et al. 2000).

  • Menurut Dreher et al. (1997) stabilitas emulsi akan meningkat dengan adanya penambahan polimer yang sesuai dalam fase pendispersi dan penurunan ukuran partikel fase terdispersi. Hal ini akan mencegah atau memperpanjang waktu terjadinya penggabungan kembali partikel-partikel sejenis yang mengakibatkan terjadinya pemisahan fase. Hidrokoloid umumnya tidak berlaku sebagai pengemulsi murni pada pembentukan emulsi, melainkan sebagai pengental yang meningkatkan kekentalan fase air sehingga dapat mencegah globula minyak bergabung dengan globula lainnya (Fardiaz 1989). Semakin tinggi viskositas suatu bahan, maka bahan tersebut akan semakin stabil karena pergerakan partikel cenderung sulit dengan semakin kentalnya suatu bahan (Schmitt 1996). Viskositas suatu emulsi dapat ditingkatkan dengan meningkatkan viskositas fase pendispersi dan meningkatkan volume fase terdispersi (Rieger 1994). Dorobantu et al. (2004) mengemukakan bahwa emulsi minyak dalam air tidak hanya dapat distabilkan dengan penambahan hidrokoloid tetapi juga dapat distabilkan oleh bakteri hidrofobik. Pembentukan emulsi minyak dalam air ini terjadi selama pertumbuhan bakteri pada hidrokarbon. Kemampuan bakteri ini dalam menstabilkan emulsi tanpa menyebabkan terjadinya perubahan tegangan antarmuka, tetapi melalui pencegahan terbentuknya droplet yang mengakibatkan terjadinya penggumpalan emulsi.

    Viskositas emulsi akan mengalami perubahan untuk beberapa lama (5-15 hari pada temperatur kamar) dan kemudian relatif konstan. Pengujian emulsi dilakukan dengan kondisi yang mendekati kondisi penyimpanan emulsi tersebut (Rieger 1994). Emulsi yang tidak stabil cenderung mengalami penurunan viskositas selama penyimpanan (Suryani et al. 2000). Penurunan viskositas ini terjadi akibat peningkatan ukuran partikel karena pengumpalan dan merupakan ciri-ciri self life yang buruk (Rieger 1994).

    Keadaan yang ekstrim dalam pengujian stabilitas harus dihindari karena keadaan tersebut dapat menyebabkan komponen bahan penyusun melebur, perubahan kelarutan emulsifier, dan perubahan koefisien distribusi partikel yang akan mempengaruhi stabilitas emulsi. Prosedur yang sering dilakukan untuk menguji kestabilan emulsi suatu formulasi baru adalah dengan menempatkan

  • emulsi tersebut pada suhu yang sedikit ditingkatkan dari suhu ruang. Pada pengujian ini diasumsikan, apabila formulasi emulsi baru ditempatkan pada suhu yang sedikit ditingkatkan dari suhu ruang yaitu pada suhu 37-45 oC minimal selama satu bulan tanpa adanya tanda pemisahan akan menjamin kestabilan emulsi tersebut selama satu tahun pada suhu ruang (25 oC dan 30 oC). Tolak ukur fisika yang dilakukan selama pengujian ini adalah perubahan viskositas dan pemisahan fase (Rieger 2000).

    2.5 Karaginan Karaginan merupakan senyawa polisakarida rantai panjang yang diekstrak

    dari rumput laut jenis karaginofit, seperti Eucheuma sp., Chondrus sp., Hypnea sp., dan Gigartina sp yang disusun oleh sejumlah unit galaktosa dengan ikatan (1,3) D-galaktosa dan (1,4) 3,6-anhidrogalaktosa secara bergantian, baik mengandung ester sulfat atau tanpa sulfat dan memiliki bobot molekul diatas 100 kDa. Berdasarkan pada tipe struktur molekul dan posisi ion sulfatnya, karaginan dibedakan menjadi tiga macam, yaitu iota karaginan, kappa karaginan, dan lamda karaginan (Anggadiredja et al. 2006). Struktur ketiga tipe karaginan tersebut ditunjukkan pada Gambar 2.

    Gambar 2 Struktur molekul dan posisi ion sulfat karaginan (Anggadiredja et al.)

  • Menurut Hansen (2007), kappa dan lamda karaginan adalah komponen utama dari kelompok polisakarida sulfat yang terdapat pada rumput laut merah. Kedua fraksi karaginan tersebut memiliki perbedaan yaitu kappa karaginan mengandung 3,6 anhidrogalaktosa dalam jumlah yang besar sedangkan lamda karaginan tidak. Kappa karaginan membentuk gel yang tidak larut dengan kehadiran ion kalium sehingga dapat dipisahkan dari lamda karaginan. Kappa karaginan memiliki viskositas yang lebih rendah jika dibandingkan dengan viskositas lamda karaginan.

    Karaginan diperoleh dari hasil ekstraksi rumput laut merah dengan menggunakan air panas (hot water) atau larutan alkali pada temperatur tinggi (Glicksman 1983). Karaginan digunakan pada industri makanan, farmasi dan kosmetik sebagai penstabil, pengental dan pengemulsi (Angka dan Suhartono 2000).

    Guibet et al. (2006) menyatakan bahwa karaginan merupakan sumber karbon bagi sejumlah bakteri laut. Mikroorganisme ini termasuk ke dalam kelompok Gammaproteobacteria, Flavobacteria atau Sphingobacteria yang dapat mendegradasi dinding sel dari rumput laut merah melalui sekresi spesifik glycoside hydrolases, termasuk dalam kelompok carrageenases.

    Pengental-pengental polimer sering digunakan dalam emulsi lotion, salah satunya yaitu karaginan (Schmitt 1966). Polimer hidrofilik, seperti asam alginat, karaginan, chitosan, collagen, hyaluronic acid berperan sebagai humektan dalam kosmetik yang dapat membentuk film pada lapisan atas permukaan kulit sehingga dapat mempertahankan kelembutan dan kelembaban kulit (Rieger 2000).

    Karaginan digunakan dalam konsentrasi yang rendah untuk menstabilkan sistem suspensi atau emulsi. Ketika digunakan dalam konsentrasi rendah, struktur gel karaginan tidak terdeteksi (gel tidak terbentuk) dan sebagai gantinya viskositas sistem bertambah. Dalam hal ini, karaginan dapat pula digunakan sebagai bahan penstabil dan pengental suatu sistem suspensi atau emulsi tanpa adanya pembentukan gel (Skensved 2004, diacu dalam Hidayat 2006).

    Karaginan digunakan dalam industri kosmetik lotion dengan konsentrasi sekitar 1% ( karaginan). Karaginan dapat diaplikasikan dalam skin lotion

  • sebagai penstabil emulsi (Nussinovitch 1997). Spesifikasi mutu karaginan industrial dicantumkan pada Tabel 2.

    Tabel 2 Spesifikasi mutu karaginan menurut FAO, FCC dan EEC Spesifikasi FAO FCC EEC

    Senyawa mudah menguap (%) Sulfat (%) Abu (%) Abu tak larut asam (%) Logam: Pb (ppm) As (ppm) Cu + Zn (ppm) Zn (ppm) Kehilangan karena pengeringan(%)

  • Tabel 3 Daya kelarutan karaginan pada berbagai media pelarut

    Media pelarut Kappa Iota Lamda Air panas Air dingin Susu panas Susu dingin Larutan gula Larutan garam Larutan organik

    Larut suhu >60oC Larut Na+ Larut Tidak larut Larut (panas) Tidak larut Tidak larut

    Larut suhu >60oC Larut Na+ Larut Tidak larut Susah larut Larut (panas) Tidak larut

    Larut Larut garam Larut Larut Larut (panas) Larut (panas) Tidak larut

    Sumber: Glicksman (1983)

    2.5.2 Viskositas Viskositas atau kekentalan didefinisikan sebagai perbandingan antara

    tekanan geser dan kecepatan geser suatu cairan. Tekanan geser adalah gaya per luas area yang digeserkan (dyne/cm2). Kecepatan geser adalah kecepatan per ketebalan film (detik -1) (Fardiaz 1989)

    Viskositas karaginan terjadi pada saat dispersi karaginan dalam air. Viskositas ini tergantung pada konsentrasi larutan, suhu, tipe karaginan, dan molekul terlarut lainnya dan meningkat secara logaritmik dengan meningkatnya konsentrasi larutan karaginan namun akan menurun seiring dengan peningkatan suhu sehingga terjadi depolimerisasi yang dilanjutkan dengan degradasi karaginan. Penurunan viskositas ini dapat dihindari dengan cara pengaturan pH dan dengan pemanasan yang tidak terlalu lama (Towle 1973).

    Semakin kecil kandungan sulfat maka nilai viskositasnya semakin kecil, tetapi konsistensi gelnya semakin meningkat. Gaya tolak menolak antara grup ester sulfat yang bermuatan asam (negatif) di sepanjang rantai polimer menyebabkan rangkaian molekul kaku dan tertarik kencang sehingga molekul-molekul air terikat pada molekul karaginan yang mengakibatkan meningkatnya viskositas (Glicksman 1983). 2.5.3 Pembentukan gel

    Iota karaginan memiliki sifat jeli yang lembut dan fleksibel atau lunak. Kappa karaginan memiliki jeli yang bersifat kaku, getas dan keras sedangkan lambda karaginan tidak dapat membentuk jeli, tetapi berbentuk cairan yang kental (Towle 1973). Struktur gel dari masing-masing tipe karaginan dapat dilihat pada Gambar 3.

  • Gambar 3 Struktur gel karaginan (Anonimc 2008)

    Adanya ion monovalen yaitu NH4+, K+, Rb+, dan Cs+ membantu pembentukan gel kappa, sedangkan jenis iota membentuk gel yang kuat dan stabil bila terdapat ion Ca2+. Ion Na+ dapat menghambat pembentukan gel karaginan jenis kappa. Potensi membentuk gel dan viskositas larutan karaginan akan menurun dengan menurunnya pH, karena adanya ion H+ membantu proses hidrolisis ikatan glikosidik pada molekul karaginan (Angka dan Suhartono 2000). Karakteristik gel karaginan dapat dilihat pada Tabel 4.

    Tabel 4 Karakteristik gel karaginan

    Karakteristik Kappa Iota Lambda

    Efek kation Gel lebih kuat dengan ion potassium

    Gel lebih kuat dengan ion kalsium

    Tidak membentuk gel

    Tipe gel Kuat dan rapuh dengan sineresis

    Elastisitas dan kohesif tanpa sineresis

    Tidak membentuk gel

    Efek sinergis dengan locust bean gum Tinggi Tinggi Tidak

    Stabilitas freezing-thawing Tidak stabil Stabil Tidak stabil

    Sumber: Glicksman (1983)

    Kappa karaginan dan iota karaginan merupakan fraksi yang mampu membentuk gel dalam air dan bersifat reversible yaitu meleleh jika dipanaskan dan membentuk gel kembali jika didinginkan. Proses pemanasan dengan suhu yang lebih tinggi dari suhu pembentukan gel akan mengakibatkan polimer karaginan dalam larutan menjadi random coil (acak). Bila suhu diturunkan, maka polimer akan membentuk struktur double helix (pilinan ganda) dan apabila

  • penurunan suhu terus dilanjutkan polimer-polimer ini akan terikat silang secara kuat. Kondisi ini meningkatkan struktur heliks yang terbentuk agregat. Pembentukan agregat bertanggung jawab terhadap terbentuknya gel yang kuat (Glicksman 1983). Jika diteruskan, ada kemungkinan proses pembentukan agregat terus terjadi dan gel akan mengerut sambil melepaskan air. Proses terakhir ini disebut sineresis (Fardiaz 1989).

    2.5.4 Stabilitas karaginan pada berbagai nilai pH Karaginan akan stabil pada pH yang lebih tinggi dari 7, tetapi jika pH

    lebih rendah dari 7, stabilitas karaginan akan menurun bila terjadi peningkatan suhu. Hidrasi lebih cepat pada pH rendah, dan lambat pada pH 6 atau lebih. Karaginan kering dapat disimpan dengan baik selama 1,5 tahun pada suhu kamar (Glicksman 1983).

    Kappa dan iota karaginan dapat digunakan sebagai pembentuk gel pada pH rendah yang tidak mudah terhidrolisis. Penurunan pH menyebabkan terjadinya hidrolisa dari ikatan glikosidik yang mengakibatkan kehilangan viskositas dan potensi membentuk gel (Glicksman 1983).

    Semua karaginan stabil pada pH netral dan alkali, namun pada pH asam akan terhidrolisa. Kappa dan iota karaginan akan lebih stabil dalam bentuk gel (Anonimb 2007). Karaginan banyak digunakan karena stabilitasnya terhadap pH dari mulai pH netral hingga alkali (Nussinovitch 1997). Stabilitas larutan karaginan pada berbagai media pelarut tercantum pada Tabel 5.

    Tabel 5 Stabilitas larutan karaginan pada berbagai media pelarut

    Stabilitas pada pH Kappa Iota Lambda Pada pH netral dan alkali Stabil Stabil Stabil

    Pada pH asam Terhidrolisis dalam larutan ketika dipanaskan. Stabil dalam bentuk gel

    Terhidrolisis dalam larutan. Stabil dalam bentuk gel.

    Terhidrolisis

    Sumber: Glicksman (1983)

  • 3. METODOLOGI

    3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan Juli 2008

    yang dilaksanakan di Laboratorium Biokimia Hasil Perikanan, Laboratorium Mikrobiologi Hasil Perikanan, Laboratorium Organoleptik, Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor; Laboratorium Teknologi Pangan, Institut Pertanian Bogor; dan Laboratorium Research and Development PT. Pusaka Tradisi Ibu.

    3.2 Alat dan Bahan Peralatan yang digunakan dalam pembuatan skin lotion adalah peralatan

    gelas, timbangan analitik, termometer, pemanas listrik, bulb, pengaduk, alumunium foil, stirrer dan pipet volumetrik. Alat yang digunakan untuk analisis adalah pH meter, viscometer brookfield, oven, ruang pendingin, inkubator, cawan petri, pipet volumetrik, scalar moisture checker dan botol sample.

    Bahan yang digunakan dalam pembuatan skin lotion ini adalah tepung karaginan yang diperoleh dari PT. Araminta Sidhakarya; asam stearat, setil alkohol, minyak mineral (parafin cair), gliserin, triethanolamin, pewangi dan metil paraben yang diperoleh dari Toko Kimia Harum Kimia dan Setia Guna; aquades dan skin lotion komersial yang digunakan sebagai skin lotion pembanding.

    3.3 Metode Penelitian Penelitian dilakukan dalam dua tahap yaitu penelitian pendahuluan dan

    penelitian utama.

    3.3.1 Penelitian pendahuluan Penelitian pendahuluan dilakukan berdasarkan trial and error selama dua

    bulan untuk mempelajari formulasi bahan-bahan penyusun, prosedur pembuatan skin lotion yang tepat, dan konsentrasi karaginan yang dapat digunakan dalam pembuatan skin lotion.

    Hasil penelitian pendahuluan diperoleh bahwa skin lotion dengan konsentrasi karaginan lebih dari 3% sangat sulit untuk dituang (mendekati bentuk

  • padat atau krim). Konsentrasi karaginan yang digunakan berkisar antara 1-3% dengan selang 1% dan konsentrasi karaginan 0% sebagai kontrol negatif.

    Bahan-bahan dasar penyusun skin lotion yang digunakan menurut Nussinovitch (1997) dalam buku Application of Hydrocolloid yaitu asam stearat, mineral oil, setil alkohol, triethanolamin, gliserin, air murni, pengawet dan pewangi dapat dilihat pada Tabel 6.

    Tabel 6 Formulasi bahan penyusun dan konsentrasi yang digunakan dalam skin lotion

    Bahan Konsentrasi (%) Asam stearat 2.5 Setil alkohol 0.5 Parafin cair 7 Air 84 Gliserin 5 Triethanolamin 1 Metil paraben q.s Parfum q.s

    Keterangan : q.s = Quantity small Sumber : Nussinovitch (1997)

    3.3.2 Penelitian utama

    Penelitian utama ini terdiri dari dua tahap. Tahap pertama bertujuan untuk mempelajari pengaruh konsentrasi karaginan terhadap karakteristik skin lotion yang dihasilkan meliputi karakteristik sensori (kesukaan terhadap parameter kekentalan, homogenitas, penampakan, warna, kesan lembab, dan rasa lengket), kimia, fisik, total mikroba, dan mendapatkan konsentrasi karaginan terbaik.

    Tahap kedua dilakukan untuk mempelajari karakteristik skin lotion dengan konsentrasi karaginan terbaik yang dibandingkan terhadap skin lotion dengan setil alkohol, dan skin lotion tanpa karaginan dan tanpa setil alkohol yang meliputi persentase kelembaban kulit; karakteristik sensori, fisika dan kimia selama penyimpanan satu bulan dengan interval waktu pengujian 0, 10, 20, dan 30 hari. Selang tersebut digunakan karena waktu 10 hari sesudah emulsi dibuat termasuk ke dalam waktu telah terjadinya perubahan viskositas (5-15 hari) (Rieger 1994). Uji total mikroba juga dilakukan setelah penyimpanan tiga bulan. Skin lotion yang disimpan pada suhu 37oC selama satu bulan hanya skin lotion yang akan

  • diuji stabilitas emulsi. Uji viskositas dan pH menggunakan skin lotion yang disimpan pada suhu ruang. Selama penyimpanan juga dilakukan uji sensori. Komposisi skin lotion yang dibuat pada penelitian utama dicantumkan pada Tabel 7.

    Tabel 7 Formulasi skin lotion

    Keterangan : A : Formulasi skin lotion dengan perlakuan karaginan 0% B : Formulasi skin lotion dengan perlakuan karaginan 1%

    C : Formulasi skin lotion dengan perlakuan karaginan 2% D : Formulasi skin lotion dengan perlakuan karaginan 3% E : Formulasi skin lotion dengan setil alkohol 0,5% (kontrol positif)

    3.4 Prosedur Kerja Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan skin lotion dipisahkan

    menjadi dua bagian yaitu bahan yang larut minyak (fase minyak atau sediaan 1) dan bahan yang larut air (fase air atau sediaan 2). Bahan-bahan yang termasuk fase minyak antara lain asam stearat dan parafin cair dimasukkan ke dalam gelas piala. Karaginan yang digunakan terlebih dahulu dilarutkan ke dalam beberapa bagian air sebelum dicampurkan ke dalam fase air. Bahan-bahan yang termasuk fase air seperti gliserin, TEA, larutan karaginan, dan sisa air dicampurkan.

    Sediaan 1 dan 2 dipanaskan dan diaduk pada suhu 70-75 oC secara terpisah hingga homogen. Sediaan yang telah homogen tersebut dicampur dan diaduk dengan pengaduk. Proses pencampuran kedua sediaan yang berbeda tersebut dilakukan pada suhu 70oC. Proses pengadukan dengan stirrer dilakukan hingga campuran kedua sediaan homogen dan mencapai suhu 40oC (sediaan 3).

    Komposisi (% berat) Bahan A B C D E Asam stearat 2,5 2,5 2,5 2,5 2,5 Parafin cair 7 7 7 7 7 Setil alkohol 0 0 0 0 0.5 Air 84 84 84 84 84 Karaginan 0 1 2 3 0 Gliserin 5,0 5,0 5,0 5,0 5,0 Triethanolamin 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0 Metil paraben 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1 Parfum 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1

  • Pengawet (metil paraben) dan parfum dimasukkan ke dalam sediaan 3 pada suhu 35oC kemudian dilakukan pengadukan dengan stirrer selama kurang lebih satu menit. Diagram alir pembuatan skin lotion disajikan pada Gambar 3.

    Gambar 4. Diagram alir pembuatan skin lotion Keterangan simbol: : : Mulai dan akhir, : Proses, : :hasil, : Input

    Fase minyak (Sediaan 1): 1. Asam stearat 2. Parafin cair

    Fase air (Sediaan 2): 1. Gliserin 2. TEA 3. Larutan Karaginan 4. Air

    Pengadukan dan pemanasan pada suhu 70-75C selama 25 menit

    Pengadukan dan pemanasan pada suhu 70-75C selama 10 menit

    Pencampuran pada suhu 70oC

    Pengadukan hingga suhu 40oC selama 30 menit dan pendinginan hingga suhu 35oC selama 10 menit

    Metil paraben Parfum (essential oil)

    Mulai

    Sediaan 3

    Skin Lotion

    Pencampuran dan pengadukan selama 1 menit

    stop

  • 3.5 Analisis Skin Lotion Analisis terhadap skin lotion yang dihasilkan meliputi analisis pH,

    viskositas, stabilitas emulsi, total mikroba, uji sensori, kelembaban kulit dan penyusutan berat. 3.5.1 Analisis pH

    Pengukuran pH contoh dilakukan dengan menggunakan pH meter meter Orion model 410A yang sebelumnya telah dikalibrasi menggunakan larutan buffer pH 4 dan pH 7. Pengukuran dilakukan secara langsung dengan mencelupkan sensor pH ke dalam contoh uji, lalu ditunggu sampai angka yang muncul pada layar stabil. 3.5.2 Analisis viskositas

    Sampel sebanyak 100 gram dimasukkan ke dalam wadah kemudian diukur viskositasnya dengan menggunakan viskometer Brookfield Engineering Labs, INC tipe Middceboro MA 02346 USA (spindel no 3 dan 4) dengan kecepatan 30 rpm. Faktor koreksi untuk spindel 3 adalah 40 sedangkan untuk spindel 4 adalah 200. Viskositasnya (cp) adalah angka hasil pengukuran x faktor konversi (Lampiran 9) . 3.5.3 Analisis stabilitas emulsi Pengukuran Sampel bahan emulsi dimasukkan dalam wadah dan ditimbang beratnya. Wadah dan bahan tersebut dimasukkan dalam oven dengan suhu 45 oC selama 1 jam kemudian dimasukkan ke dalam pendingin bersuhu dibawah 0 oC selama 1 jam dan dikembalikan lagi ke oven pada suhu 45 oC selama 1 jam. Pengamatan dilakukan terhadap kemungkinan terjadinya pemisahan air dari emulsi. Bila terjadi pemisahan, emulsi dikatakan tidak stabil dan tingkat kestabilannya dihitung berdasarkan persentase fase terpisahkan terhadap emulsi keseluruhan (Mitsui 1997). Stabilitas emulsi dapat dihitung berdasarkan rumus berikut:

    SE (%) = 100% - Berat fase yang memisah x 100% Berat total bahan emulsi

  • 3.5.4 Analisis total mikroba Pengukuran total mikroba berdasarkan(SNI 19-2897-1992) adalah sebagai

    berikut, secara aseptis ditimbang lotion sebanyak 1 gram dan dimasukkan ke dalam larutan pengencer (garam fisiologis) kemudian dihomogenkan. Pengenceran dilakukan sampai 10-3. Sebanyak 1 ml dari sampel, diinokulasikan pada cawan petri steril. Media Plate Count Agar (PCA) yang steril pada suhu 4555 oC dituangkan pada cawan petri sebanyak 10-15 ml. Cawan petri digoyang dan dibiarkan memadat. Inkubasi dilakukan pada suhu kamar selama 48 jam. Jumlah koloni yang tumbuh dilaporkan sebagai total mikroba. 3.5.5 Uji sensori

    Uji sensori merupakan identifikasi, pengukuran secara ilmiah, analisis dan interpretasi dari elemen-elemen pada suatu produk yang dapat dirasakan oleh panca indera (penglihatan dan sentuhan). Uji sensori pada penelitian ini menggunakan uji penerimaan atau uji hedonik yang bertujuan untuk mengevaluasi daya terima atau tingkat kesukaan panelis terhadap produk yang dihasilkan. Skala hedonik yang digunakan berkisar antara 1-7 dimana: (1) sangat tidak suka; (2) tidak suka; (3) agak tidak suka; (4) normal; (5) agak suka; (6) suka; (7) sangat suka (Carpenter et al. 2000). Pengujian sensori juga dilakukan selama penyimpanan dengan selang waktu 10 hari selama satu bulan. 3.5.6 Penyusutan berat

    Uji penyusutan berat dilakukan berkaitan dengan kestabilan emulsi suatu produk. Produk yang memiliki stabilitas emulsi yang baik tidak akan mengalami penyusutan berat atau penyusutan berat yang dialami memiliki persentase yang kecil. Penyusutan antara lain juga disebabkan penguapan air pada saat penyimpanan. Uji ini juga dapat membuktikan keefektifan bahan-bahan yang dipakai pada formulasi. Uji dilakukan dengan menimbang bahan pada saat sebelum mengalami penyimpanan dan setelah disimpan selama satu bulan, kemudian dihitung persentase kehilangan beratnya (Suryani et al. 2000). 3.5.7 Uji kelembaban kulit Uji kelembaban ini dilakukan dengan menggunakan alat Scalar Moisture Checker yang dilakukan di PT. Pusaka Tradisi Ibu. Uji ini mengikuti prosedur yang dilakukan oleh PT. Tradisi Ibu dalam menguji nilai kelembaban skin lotion

  • yang dihasilkan perusahaan tersebut. Langkah-langkah pengujian kelembaban dengan menggunakan alat Scalar Moisture Checker ini adalah sebagai berikut: skin lotion yang akan dioleskan ke permukaan kulit terlebih dahulu ditimbang sebanyak 1 gram kemudian skin lotion tersebut dioleskan ke permukaan kulit dengan luas permukaan 2x5 cm namun kulit tersebut terlebih dahulu diukur kelembabannya sebelum dioleskan skin lotion. Kelembaban kulit setelah dioleskan skin lotion diukur selama 15 menit dengan selang waktu pengukuran 5 menit. Hasil yang tertera pada layar alat Scalar Moisture Checker ini berupa persentase kelembaban kulit.

    Hasil persentase kelembaban yang diperoleh kemudian diolah dengan menggunakan software Skin Sys berdasarkan skala sebagai berikut: (0-27%) kering; (28-37%) agak kering; (38-47%) lembab; (48-57%) lebih lembab; dan (>57%) sangat lembab. Uji ini dilakukan untuk mengetahui tingkat kelembaban kulit yang diperoleh setelah pemakaian skin lotion dengan karaginan, skin lotion dengan setil alkohol, dan skin lotion tanpa setil alkohol dan tanpa karaginan.

    3.7 Rancangan Percobaan (Steel dan Torie 1991) 3.7.1 Analisis karakteristik skin lotion sebelum penyimpanan

    Pada penelitian ini digunakan rancangan acak lengkap dengan satu faktor yaitu konsentrasi karaginan (0%, 1%, 2%, dan 3%) dan dua kali ulangan. Model matematis rancangan tersebut adalah sebagai berikut:

    Yij = + Ai + ij

    Keterangan: Yij = Hasil pengamatan lotion ke-j dengan perlakuan ke-i i = Perbedaan konsentrasi karaginan (0%, 1%, 2%, dan 3%) j = Ulangan dari setiap perlakuan (dua kali) = Nilai tengah umum Ai = Pengaruh perlakuan ke-i

    ij = Pengaruh galat

    H0 : Karaginan tidak berpengaruh terhadap karakteristik skin lotion H1 : Karaginan berpengaruh terhadap karakteristik skin lotion

    Pengaruh perlakuan terhadap karakteristik dapat diketahui dengan analisis ragam. Bila hasil analisis ragam menunjukkan tolak Ho maka dilanjutkan dengan uji Duncan, dengan rumus:

  • Rp = q ( );; dbspr

    kts

    Keterangan:

    Rp = nilai kritikal untuk perlakuan yang dibandingkan p = perlakuan dbs = derajat bebas kts = jumlah kuadrat tengah r = ulangan

    Uji normalitas data dilakukan sebelum data dimasukkan kedalam perhitungan. Uji normalitas menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov, apabila hasil uji ini menunjukkan nilai signifikan lebih besar dari 0,05 maka data dikatakan menyebar normal (Steel dan Torie 1991).

    Perhitungan uji sensori dilakukan dengan menggunakan analisis non parametrik yaitu uji Kruskal Wallis yang menggunakan software SPSS (Statistical Process for Social Science) versi 14.0. Perhitungan nilai secara manual menurut Steel dan Torie (1991):

    Uji Kruskal Wallis meliputi langkah-langkah berikut: a. Merumuskan H0 dan H1 b. Perangkingan

    Perangkingan dilakukan dengan mengurutkan nilai mulai dari yang terkecil hingga nilai yang terbesar berdasarkan nilai hasil sensori untuk semua perlakuan.

    c. Membuat tabel rangking

    d. Menghitung += )]1()1[( tttT e. Menghitung faktor koreksi (FK)

    FK = )1()1(1 +

    nnn

    T

    f. Menghitung H yng merupakan kriteria uji

    H = +

    )1(3))1(12( n

    niRi

    nn

    g. Menghitung H yang merupakan nilai X2 hitung

    H = ksiFaktorKore

    H

    h. Melihat X2 tabel = 0,05 dan db(v) = k-1

  • Jika X2 hitung > X2 tabel maka tolak H0, dan dilanjutkan uji Mulitiple Comparisons Jika X2 hitung < X2 tabel maka gagal tolak H0

    Uji Mulitiple Comparisons: Uji ini digunakan apabila hasil uji Kruskal Wallis menunjukkan hasil tolak H0. Rumus uji Mulitiple Comparisons adalah:

    RjRi >< ( )61

    2kn

    pa

    z+

    , dimana p = 2

    1kk

    Keterangan: n : banyaknya data t : jumlah data yang sama H : kriteria yang akan diuji H : X2 hitung ni : jumlah pengamatan pada setiap perlakuan Ri : jumlah rangking pada setiap perlakuan K : perlakuan Z : peubah acak k : perlakuan

    3.7.2 Analisis kelembaban kulit Analisis persentase kelembaban kulit yang dilakukan dengan alat Scalar Moisture Checker menggunakan rancangan acak faktorial dua faktor, yaitu bahan penyusun ( skin lotion dengan konsentrasi karaginan terbaik, skin lotion dengan setil alkohol, dan skin lotion tanpa setil alkohol dan tanpa karaginan) dan waktu pengamatan (0, 5, 10, dan 15 menit) dengan tiga kali ulangan. Model rancangan yang digunakan adalah:

    Yijk = + Ai + Bj + (AB)ij + ijk Keterangan:

    Yijk = Nilai pengamatan dari bahan penyusun ke-i, waktu pengamatan ke-j pada ulangan ke-k

    = Nilai rata-rata pengamatan Ai = Pengaruh bahan penyusun ke-i (i = skin lotion dengan karaginan,

    skin lotion dengan setil alkohol, dan skin lotion tanpa karaginan dan tanpa setil alkohol)

    Bj = Pengaruh waktu pengamatan ke-j (j = 0, 5, 10, dan 15 menit) (AB)ij = Pengaruh interaksi antara bahan penyusun dengan waktu pengamatan

    ijk = Pengaruh galat

    Hipotesis yang digunakan adalah: H0 : Faktor bahan penyusun tidak mempengaruhi kelembaban kulit H1 : Faktor bahan penyusun mempengaruhi kelembaban kulit

  • H0 : Faktor waktu pengamatan tidak mempengaruhi kelembaban kulit H1 : Faktor waktu pengamatan mempengaruhi kelembaban kulit

    H0 : Interaksi bahan penyusun dan waktu pengamatan tidak mempengaruhi kelembaban kulit

    H1 : Interaksi bahan penyusun dan waktu pengamatan mempengaruhi kelembaban kulit

    Apabila hasil uji yang diperoleh menunjukkan adanya pengaruh pada selang 95% ( = 0,05) maka selanjutnya dilakukan uji lanjut Duncan. Rumus uji Duncan:

    Rp = q ( );; dbspr

    kts

    Keterangan: Rp = nilai kritikal untuk perlakuan yang dibandingkan p = perlakuan

    dbs = derajat bebas kts = jumlah kuadrat tengah r = ulangan

    Uji normalitas data dilakukan sebelum data dimasukkan kedalam perhitungan. Uji normalitas menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov, apabila hasil uji ini menunjukkan nilai signifikan lebih besar dari 0,05 maka data dikatakan menyebar normal (Steel dan Torie 1991). 3.7.4 Analisis karakteristik skin lotion selama penyimpanan Analisis skin lotion selama penyimpanan menggunakan rancangan acak lengkap faktorial dengan dua faktor, yaitu bahan penyusun (skin lotion dengan konsentrasi karaginan terbaik, skin lotion dengan setil alkohol, dan skin lotion tanpa setil alkohol dan tanpa karaginan) dan lama penyimpanan (0, 10, 20, dan 30 hari) dengan dua kali ulangan. Model rancangan yang digunakan adalah:

    Yijk = + Ai + Bj + (AB)ij + ijk Keterangan:

    Yijk = Nilai pengamatan dari bahan penyusun ke-i, lama penyimpanan ke-j pada ulangan ke-k

    = Nilai rata-rata pengamatan Ai = Pengaruh bahan penyusun ke-i (i = skin lotion dengan karaginan,

    skin lotion dengan setil alkohol, dan skin lotion tanpa karaginan dan tanpa setil alkohol)

    Bj = Pengaruh lama penyimpanan ke-j (j = 0, 10, 20, dan 30 hari) (AB)ij = Pengaruh interaksi antara bahan penyusun dengan lama

    penyimpanan ijk = Pengaruh galat

  • Hipotesis yang digunakan adalah: H0 : Faktor bahan penyusun tidak mempengaruhi karakteristik skin

    lotion H1 : Faktor bahan penyusun mempengaruhi karakteristik skin lotion H0 : Faktor lama penyimpanan tidak mempengaruhi karakteristik skin

    lotion H1 : Faktor lama penyimpanan mempengaruhi karakteristik skin lotion

    H0 : Interaksi bahan penyusun dan lama penyimpanan tidak mempengaruhi karakteristik skin lotion

    H1 : Interaksi bahan penyusun dan lama penyimpanan mempengaruhi karakteristik skin lotion

    Apabila hasil uji yang diperoleh menunjukkan adanya pengaruh pada selang 95% ( = 0,05) maka selanjutnya dilakukan uji lanjut Duncan. Rumus uji Duncan:

    Rp = q ( );; dbspr

    kts

    Keterangan: Rp = nilai kritikal untuk perlakuan yang dibandingkan p = perlakuan

    dbs = derajat bebas kts = jumlah kuadrat tengah r = ulangan

    Uji normalitas data dilakukan sebelum data dimasukkan kedalam perhitungan. Uji normalitas menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov, apabila hasil uji ini menunjukkan nilai signifikan lebih besar dari 0,05 maka data dikatakan menyebar normal (Steel dan Torie 1991).

    Data yang diperoleh dari uji sensori selama penyimpanan di analisis dengan menggunakan uji nonparametric test Kruskal-Wallis kemudian apabila hasil uji menunjukkan adanya pengaruh maka dilanjutkan dengan uji Multiple Comparisons.

  • 4. HASIL DAN PEMBAHASAN

    4.1 Karakteristik Skin Lotion 4.1.1 Karakteristik sensori

    Uji sensori terhadap skin lotion dilakukan dengan uji kesukaan untuk melihat penerimaan konsumen terhadap produk. Pada uji kesukaan panelis diminta mengungkapkan tanggapan pribadinya tentang kesukaan atau sebaliknya (Rahayu 1998). Uji ini bersifat subyektif dan menggunakan skala hedonik dengan panelis tidak terlatih yang merupakan mahasiswa IPB berjumlah 30 orang. Parameter yang diamati antara lain penampakan, warna, homogenitas, kekentalan, kesan lembab dan rasa lengket. Uji sensori ini dilakukan pada skin lotion dengan konsentrasi karaginan 0%, 1%, 2%, 3%, dan skin lotion dengan setil alkohol (kontrol positif). 4.1.1.1 Penampakan

    Penilaian kesukaan panelis terhadap penampakan dilakukan dengan cara meminta panelis menilai penampilan skin lotion secara keseluruhan yang dapat terlihat dari luar. Nilai kesukaan panelis yang diberikan ditunjukkan pada Gambar 5.

    Gambar 5 Histogram nilai kesukaan panelis terhadap penampakan Keterangan: Superscript yang berbeda menunjukkan berbeda nyata (Hasil uji lanjut Multiple Comparisons)

  • Nilai kesukaan panelis terhadap penampakan berkisar antara 4,75-5,8 yang berarti bahwa panelis memberikan penilaian antara netral sampai suka. Nilai penampakan tertinggi terdapat pada skin lotion dengan konsentrasi karaginan 2% sedangkan terendah pada skin lotion dengan konsentrasi karaginan 0%. Hal ini karena skin lotion dengan karaginan 0% memiliki kekentalan yang paling encer sehingga diduga penampakannya kurang disukai oleh panelis.

    Uji Kruskal-Wallis pada =0,05 (Lampiran 5) menunjukkan bahwa karaginan mempengaruhi kesukaan panelis terhadap penampakan skin lotion. Uji lanjut Multiple Comparisons (Lampiran 6) memperlihatkan bahwa nilai penampakan tertinggi pada skin lotion dengan karaginan 2% berbeda nyata terhadap penampakan skin lotion dengan karaginan 0% dan 1% namun tidak berbeda nyata terhadap penampakan skin lotion dengan karaginan 3%. Kekentalan diduga mempengaruhi tingkat kesukaan panelis terhadap penampakan. Karaginan berperan sebagai bahan pengental sehingga penggunaan karaginan mempengaruhi penampakan skin lotion. Semakin tinggi konsentrasi karaginan menyebabkan karaginan semakin kental. Pada penggunaan karaginan lebih dari 3% menyebabkan produk menjadi berbentuk krim.

    Karaginan termasuk salah satu polimer alami yang digunakan sebagai pengental dalam lotion (Schmitt 1996). Karaginan merupakan salah satu jenis hidrokoloid, yaitu suatu polimer larut dalam air yang mampu mengentalkan larutan (Fardiaz 1989).

    Warna juga mempengaruhi penampakan namun konsentrasi karaginan yang digunakan dalam formulasi rendah sehingga warna skin lotion yang dihasilkan tidak berbeda tetapi diduga apabila konsentrasi karaginan yang digunakan tinggi maka warna skin lotion yang dihasilkan berwarna lebih gelap dan akan berpengaruh terhadap penampakan skin lotion yang dihasilkan. Tingkat kesukaan panelis terhadap penampakan skin lotion yang menggunakan karaginan tidak jauh berbeda dengan penampakan skin lotion yang menggunakan setil alkohol karena penampakan skin lotion yang dihasilkan juga tidak jauh berbeda. 4.1.1.2 Warna

    Warna suatu produk akan mempengaruhi kesukaan panelis. Penilaian kesukaan panelis terhadap warna dilakukan secara visual dengan cara meminta

  • panelis melihat warna dari skin lotion yang dihasilkan. Pada penelitian ini digunakan karaginan sebagai salah satu bahan penyusun. Gambar bahan-bahan penyusun yang digunakan dan skin lotion yang dihasilkan dapat dilihat pada Lampiran 60.

    Nilai kesukaan panelis berkisar antara 5,25-5,47 yang berarti bahwa panelis memberikan penilaian agak suka terhadap warna. Nilai kesukaan panelis tertinggi terhadap warna skin lotion dengan karaginan 2% sedangkan terendah terhadap warna skin lotion dengan karaginan 1%. Nilai kesukaan panelis yang diberikan dapat dilihat pada Gambar 6.

    Gambar 6 Histogram nilai kesukaan panelis terhadap warna Keterangan: Superscript yang berbeda menunjukkan berbeda nyata (Hasil uji lanjut Multiple Comparisons)

    Warna yang terbentuk pada produk dipengaruhi oleh warna bahan-bahan penyusunnya (Mitsui 1997). Hasil uji Kruskal-Wallis pada taraf =0,05 menunjukkan bahwa karaginan tidak mempengaruhi kesukaan panelis terhadap warna skin lotion yang dihasilkan (Lampiran 5). Hal ini diduga karena warna karaginan yang digunakan tidak menyebabkan perbedaan warna skin lotion serta bahan-bahan penyusun lainnya yang digunakan dalam formulasi sama. Warna dari karaginan yang digunakan cerah (putih karaginan) dengan jumlah konsentrasi yang rendah sehingga tidak mempengaruhi warna skin lotion yang dihasilkan. Warna skin lotion dengan karaginan terlihat sama dengan warna skin lotion setil