sayyidul ayyam edisi ix | maret 2016

50
SAYYIDUL YYAM MARET 2016 EDISI IX| RINI SUGIANTO ANIMATOR INDONESIA DI KANCAH DUNIA WONDER WOMAN

Upload: ppi-maroko

Post on 27-Jul-2016

238 views

Category:

Documents


11 download

DESCRIPTION

Wanita selalu menjadi bahan perbincangan yang menarik. Tak pernah habis kita membahas wanita, baik sebagai seorang teman, kekasih, istri, atau pun ibu, dll. Pada edisi kali ini, Sayyidul Ayyam menghadirkan tema tentang wanita. Dengan bintang tamu Rini Sugianto, seorang animator Indonesia yang telah berkarir di kancah internasional. Selamat membaca!

TRANSCRIPT

Page 1: SAYYIDUL AYYAM EDISI IX | MARET 2016

SAYYIDULYYAM

MARET 2016EDISI IX|

RINISUGIANTOANIMATOR INDONESIADI KANCAH DUNIA

WONDERWOMAN

Page 2: SAYYIDUL AYYAM EDISI IX | MARET 2016

EDISI IX//MARET 20161

Fokus|Wanita

Dialog|Esensi Peran Wanita

Hot Topic|Mitos Ibu Hamil

Sosok|Rini Sugianto

Cerpen|Penantian

Resensi|Film Coet Nja’ Dhien

Galeri|Indonesian Day at ENSAF

Lifestyle|Wanita Masa Kini

Puisi|Memori

Pojok|Teror

5

9

15

19

25

35

39

41

45

47

In This Issue

Page 3: SAYYIDUL AYYAM EDISI IX | MARET 2016

EDISI IX//MARET 2016 2

19

SAYYIDULYYAM

meet the team

PPI Maroko

Director of ContentAgus G. Ahmad

Executive EditorAzhari Mulyana

Project ManagerRumaisah Murobbiyah Creative Director

Risky Muhammad H.

Office ManagerFakih Abd. Aziz

Executive AssistantRendika Agustianto

Account StrategistLayyinah Nur CH.

InternsAniq Nawawi, Basyir Arif, Arif Afandi, Sarah Lathoiful, Arif Fadhila, Fahruddin, M. Sajid

Contact10, Sect. D Nouveau Kouass Yacoub El-Man-sour 10050 [email protected]

15

09

41

Page 4: SAYYIDUL AYYAM EDISI IX | MARET 2016

EDISI IX//MARET 20163

Publisher’s NoteWANITA selalu menjadi sesuatu yang tak bosan untuk dibicarakan, sebagai bahan obrolan di sela-sela minum kopi atau di mana pun, kapan pun. Dalam satu kata singkat, wanita itu menarik. Tentu yang saya maksud menarik dalam arti positif. Mungkin ini juga ada kaitannya dengan “hukum sebab-akibat”, karena wanita yang cenderung lebih banyak berbicara diban-dingkan pria, sebagai timbal-baliknya wa-nita juga yang lebih banyak dibicarakan.

Dalam bahasa Indonesia, wanita juga dise-but “perempuan”. Menurut bahasa Sans-kerta, akar kata perempuan berasal dari kata “empu” yang biasa digunakan untuk mengungkapkan arti mulia dan berilmu tinggi. Seakar juga dengan kata “puan”, yang merupakan sapaan hormat bagi kaum hawa. Yang saya coba sampaikan di sini, menurut terminologi kata perempuan sendiri, wanita dalam pandangan bangsa Indonesia--dan tidak berlebihan jika--di-anggap sebagai makhluk mulia.

Atau mungkin ini merupakan cita-cita le-luhur kita, untuk mengenyahkan dogma bahwa wanita merupakan makhluk yang lemah dan tak berdaya. Mereka yang di-ciptakan Tuhan hanya sebagai pendam-ping dan penghibur Adam di surga maupun

anak cucunya di dunia. Padahal, lebih dari itu, wanita diciptakan untuk mengisi ke-kosongan hati pria. Kekosongan hati yang sering kita sebut dengan “kesepian”.

Yah, wajar jika kita--dan saya sendiri se-bagai seorang pria--tak pernah jenuh mengobrol tentang wanita. Wanita sudah mendarah daging di urat nadi kehidupan, kehidupan sendiri dititipkan melalui rahim wanita, dicekoki darah dagingnya di dalam sana. Ketika kehidupan terlahir, seorang wanita diangkat ke derajat yang jauh lebih tinggi lagi, ibu.

Saya selalu penasaran dengan jawaban yang akan diberikan wanita ketika dihadap-kan antara kehidupan janin atau kehidu-pannya sendiri. Mungkin hasrat ini baru bisa terpenuhi jika menjadi dokter, bu-kan berarti saya mengharapkan hilangnya sebuah kehidupan, ini semata-mata hanya rasa ingin tahu. Tapi, saya selalu kemba-li ke jawaban yang sama berulang-ulang: seorang wanita akan terus berjuang demi kehidupan sang anak dan kehidupannya sendiri, karena wanita diciptakan sebagai pendamping, itu juga berlaku untuk anak yang ia kandung. Mungkin ini hanya asum-si pribadi, namun juga sebuah kepercayaan kepada sosok wanita.

Agus G. Ahmad@goesghulam

Selamat membaca,

Page 5: SAYYIDUL AYYAM EDISI IX | MARET 2016

EDISI IX//MARET 2016 4

Oscar Wilde

“Be yourself; everyone else is already taken”

Don’t forget visit us in facebook fanspage: PPI Maroko and our instagram: @ppimaroko and our twitter: @ppimorocco|Official Website: www.ppimaroko.com

Page 6: SAYYIDUL AYYAM EDISI IX | MARET 2016

EDISI IX//MARET 20165

FOKUSSayyidulAyyam

Wanitadan Hal-Hal Lain Yang Tak Pernah Selesai

Saat Adam diciptakan dan ditempatkan di surga beserta keindahaan dan ke nya manannya, dia merupakan manusia pertama yang menikmati kenikmatan surgawi dengan segala fasilitas VVIP-nya. Akan tetapi, ke-puasan mendapatkan pasangan–Hawa–menjadi puncak dari anugerah yang Allah berikan kepada Abul Basyar “Bapak Manusia” itu.

photo by: Amrullah WD

Page 7: SAYYIDUL AYYAM EDISI IX | MARET 2016

EDISI IX//MARET 2016 6

Keberadaan Hawa sebagai partner dan pasangan bagi Adam menjadi qarar (keputusan) dari Allah bahwa kehidu-pan makhluk berlangsung dalam keber-pasangan dengan berbagai keutamaan dan kekurangan di kedua pihak, na-mun tidak menafikan keberadaan salah satu nya.

Kesadaran seperti ini menjadi dasar akan keharmonisan kehidupan manusia dari mulai lingkup terkecil dalam ber-kumpul hingga yang terbesar, namun dalam dialognya dengan peradabaan manusia terlebih di era postmodern seperti sekarang ini, banyak yang sa-lah kaprah dalam memahami ide ke-berpasangan ini.

Penguasaan dan kepahaman akan hak dan kewajiban masing-masing individu yang tidak sama, seringkali kabur saat dibenturkan dengan nilai yang baru dari lingkungan yang berbeda, keniscayaan ini memang menjadi garis kepastian yang tidak bisa ditolak.

Kodrat wanita sebagai pasangan pria seringkali disalah artikan sebagai pembagian kasta dalam kelas kehidu-pan, padahal baik pria maupun wanita memiliki relnya sendiri dalam menyu-suri jalur hidupnya.

Hal ini menjadi stigma yang membuat mereka merasa terkucilkan meski oleh para “pejuang”nya. Dahulu peran wa-nita ‘katanya’ hanya sebatas ibu rumah tangga, nyatanya mereka masih da-pat berkiprah dalam bidangnya sendi-ri, bahkan tak sedikit yang namanya ha rum di deretan para pahlawan. Tan-pa perlu embel-embel dan seremonial mereka turun urun bersama para pria, berjuang demi kemerdekaan bangsa.

Jadi, membenturkan ide kemandi-rian dengan hak asasi adalah ben-tuk kekeliruan belaka, menjadi wani-ta artinya menjadi pribadi yang bermanfaat–tentu nya dalam kadar nya masing-masing–tanpa harus mem-bandingkannya de ngan pria.

Pemahaman yang konferhensif akan suatu masalah menjadi suatu tuntutan dalam menyikapai berbagai hal di era seka-rang ini.

Rifqi Maula, Lc. MA.Alumnus S2 Universitas Hassan II - Casablanca

Page 8: SAYYIDUL AYYAM EDISI IX | MARET 2016
Page 9: SAYYIDUL AYYAM EDISI IX | MARET 2016

Tari Ondel-OndelIndonesian Day at ENSAF

Page 10: SAYYIDUL AYYAM EDISI IX | MARET 2016

EDISI IX//MARET 20169

ESENSIPeran Wanita Yang Dilematis

Page 11: SAYYIDUL AYYAM EDISI IX | MARET 2016

EDISI IX//MARET 2016 10

SayyidulAyyamDIALOG

“A woman is the full circle. Within her is the power to create, nurture and transform.” Mariechild

Wanita; ia adalah seorang yang tidak pernah memiliki jeda untuk diper-bincangkan. Pembahasan tentang-nya ti dak pernah menemui kata usai. Keberadaannya di dunia seolah selalu menimbulkan kontroversi dari berbagai aspek. Baik dalam ranah peran, posisi, hingga emansipasi. Semuanya masih menjadi topik yang tidak pernah dingin untuk dibahas. Ia tidak jarang menjadi tema dan bahan khusus dalam sebuah dialog atau diskusi. Salah satunya ada-lah tentang eksistensi peran wanita ke-tika sudah berumah tangga.

Muhim Nailul UlyaMahasiswi S1 Universitas Imam Nafie - Tangier

photo by: M. Tanzil Furqan

Page 12: SAYYIDUL AYYAM EDISI IX | MARET 2016

EDISI IX//MARET 201611

Perbedaan peran seorang wanita akan terlihat kentara ketika ia terlepas dari status pelajar dan menginjak status barunya sebagai seorang istri. Ketika ia telah menyandang status barunya, di sana ia dituntut untuk mengekang peran nya dalam status pendamping hidup.

Masing-masing wanita memiliki sudut pandang yang berbeda dalam me-nentukan masa depannya. Sekalipun sebagian dari mereka memiliki latar belakang yang sama. Misalnya; wani-ta yang telah memperoleh pendidikan tinggi hingga doktoral, ada yang ingin meniti karirnya dengan menjadi dosen, ada pula yang ingin menginjak ranah politik. Ada juga wanita yang memper-oleh gelar sarjana, namun ingin men-jadi ibu rumah tangga sukses dengan terus mengikuti perkembangan du nia pendidikan. Setiap oknum memiliki ori-entasi yang tidak selalu sama dalam menentukan dunianya.

Jika seorang wanita telah memilih du-nianya dengan berkecimpung dalam karirnya, apakah lantas ia terlepas dari tanggung jawab utamanya sebagai se-orang istri? Atau jika ia memilih hakikat perannya sebagai ibu yang mendidik

anak-anaknya di rumah, apakah pen-didikan yang ia peroleh akan berakhir begitu saja? Atau, haruskah ia mem-bagi dirinya yang satu menjadi dua; artinya sukses dalam karir dan rumah tangganya?

Ironisnya, tidak sedikit dari mereka yang beranggapan bahwa tidak ada gunanya memperoleh pendidikan ting-gi jika kodrat wanita hanyalah duduk terdiam di rumah, dengan menjalan-kan segala aktivitas sebagai ibu ru-mah tangga mulai dari hal yang ber-kaitan dengan sandang, pangan, dan papan. Hal ini sangat memprihatikan me ngingat seorang wanita adalah se-kolah pertama bagi anak-anaknya. Ter-lebih para wanita menjadi tolok ukur kemajuan sebuah negara, maka sangat diperlukan sekali pendidikan yang ting-gi baginya.

Dari sini, peran wanita menjadi sangat dilematis. Wanita yang memilih untuk menjadi istri sejati, bisa dibilang bu-kan lah hal yang tidak sulit. Ia memiliki tanggung jawab besar. Mulai dari men-didik anak, baik tata krama maupun akademiknya, hingga mengurus rumah dengan segala atributnya. Ia tidak ha-nya sebatas duduk tanpa pekerjaan.

Page 13: SAYYIDUL AYYAM EDISI IX | MARET 2016

EDISI IX//MARET 2016 12

Justru dengan mendidik anaknya, ia juga dituntut untuk mengikuti perkemba-ngan dunia pendidikan dan akademik.

Di sisi lain, wanita yang berkarir pun memiliki peran yang tak kalah sulit. Ia tidak bisa terlepas dari kewajibannya sebagai istri dan ibu rumah tangga. Tapi justru di sinilah, seorang wanita yang sesungguhnya menjalankan dua perannya sekaligus. Peran ‘dalam’ sebagai ibu yang mengasihi dan mendidik buah hati-nya, peran luar sebagai wanita yang ikut serta membangun negara, baik melalui pendidikan, politik, bisnis, dan lain sebagainya. Wanita karir yang sesungguhnya adalah yang dapat memerankan kedua perannya dengan seimbang. Jika berat sebelah, alangkah lebih baiknya ia menitik beratkan esensi perannya sebagai wanita yang bertugas menjadi sekolah pertama bagi anak-anaknya.

Seperti yang dikatakan oleh Eleanor Roo-sevelt, “A woman is like a tea bag, you can’t tell how strong she is until you put her in hot water”. Seorang wanita layaknya kantong teh, kamu tidak bisa mengatakan seberapa kuat dia sampai kamu memasukkannya ke dalam air panas.

Dengan inilah, keistimewaan wanita akan terlihat ketika ia sukses dalam men-jalankan kedua porsi tersebut. Ia mendapat berbagai pelajaran dari du nia kemu-dian menyalurkan kepada para penerusnya. Hingga terbentuk lah generasi yang kelak menjadi seperti yang ia harapkan.

Tentunya, generasi yang diharapkan ini dihasilkan oleh wanita-wanita cerdas yang bertindak selaku seorang ibu. Ibu yang mempu menempatkan dirinya se-bagai guru di rumah, sekaligus teman bagi sang buah hati tercinta. Buah dari kasih sayang seorang ibu.

Page 14: SAYYIDUL AYYAM EDISI IX | MARET 2016
Page 15: SAYYIDUL AYYAM EDISI IX | MARET 2016

Master of CeremonyIndonesian Day at ENSAF

Page 16: SAYYIDUL AYYAM EDISI IX | MARET 2016

EDISI IX//MARET 201615

HOT TOPICSayyidulAyyam

PEREMPUANHamil Dilarang Keluar Rumah Saat GerhanaAntara Mitos dan Agama

Page 17: SAYYIDUL AYYAM EDISI IX | MARET 2016

EDISI IX//MARET 2016 16

SayyidulAyyamHOT TOPIC

photo by: Amrullah WD

BEBERAPA minggu yang lalu, tepatnya pada tanggal 9 Maret 2016. Gerhana Matahari Total (GMT) melintasi wilayah Indonesia. Peristiwa alam langka ini dapat disaksikan di beberapa provinsi di Tanah Air. Kehadirannya mengundang antusiasme masyarakat Indonesia yang sangat luar biasa. Mereka beramai-ra-mai keluar rumah untuk melaksanakan shalat Gerhana berjamaah, atau seke-dar menyaksikan serta mengabadikan detik-detik momen bersejarah ini.

Berdasarkan rekam jejak, Gerhana Matahari Total pernah beberapa kali mampir di Indonesia, yaitu pada tahun 1983, 1984, 1988, dan 1995. Setelah Gerhana yang berlangsung kemarin, diperkirakan GMT kembali akan me-ngunjungi Indonesia pada tahun 2023 nanti.

Herdiansyah Amran, Lc.Mahasiswa Pasca Sarjana Univ. Cadi Ayyad - Marrakech

Page 18: SAYYIDUL AYYAM EDISI IX | MARET 2016

EDISI IX//MARET 201617

Gerhana matahari merupakan salah satu fenomena alam yang luar biasa. oleh ka-rena itu sejak zaman dahulu hingga saat ini, banyak cerita atau mitos yang berkem-bang di berbagai belahan dunia seputar peristiwa gerhana matahari. Salah satu dari sekian banyak mitos tersebut--dan cukup masyhur di Indonesia--yang dahulu berasal dari India, bahwa perempuan yang sedang mengandung (hamil) dilarang keluar rumah saat gerhana matahari berlangsung, hal ini karena ditakutkan anak-nya nanti terlahir cacat.

Mitos ini tentu tidak bisa diterima oleh akal sehat manusia. Sampai saat ini be-lum ada bukti ilmiah (medis) yang telah membuktikan bahwa gerhana matahari berpengaruh bagi ibu hamil dan jabang bayinya.

Secara agama, Islam sangat menen-tang perkara-perkara berbau mitos, takhayul atau khurafat. Di antara nya seputar gerhana. Baik gerhana mata-hari maupun gerhana bulan. Hal ini bisa ditelusuri dari riwayat-riwayat hadis berikut:

Al-Mughirah bin Syu’bah meriwayatkan, “Telah terjadi gerhana matahari pada masa Rasulullah SAW di hari mening-galnya Ibrahim (putra Rasulullah). Lalu orang-orang (saat itu) berasumsi bah-wa peristiwa gerhana matahari terse-but terjadi karena sebab meninggalnya Ibrahim. Lalu Rasulullah SAW bersabda, ‘Sesungguhnya gerhana matahari dan

bulan terjadi bukan karena me ninggal atau hidupnya (lahirnya) seseorang. Maka jika kamu menyaksikannya (ger-hana matahari atau bulan) maka shalat dan berdoalah kepada Allah Swt’.”

Riwayat lain dari Abu Bakrah menceri-takan, “Ketika kami bersama Rasulullah SAW, lalu terjadilah gerhana mataha-ri. Maka Nabi SAW berdiri dengan me-ngenakan selendangnya lalu masuk ke dalam masjid, kami pun masuk (mas-jid mengikuti beliau). Kemudian Beliau shalat dua rakaat bersama kami hing-ga matahari kembali nampak. Lalu Be-liau bersabda, ‘Sesungguhnya gerhana matahari atau bulan tidak terjadi kare-na kematian seseorang. Maka apabila kalian menyaksikan peristiwa kedua-nya terjadi, shalat dan berdoalah hing-ga selesai gerhana tersebut’.”

Dan riwayat dari Abu Mas’ud menyam-paikan bahwa Nabi Muhammad bersab-

Page 19: SAYYIDUL AYYAM EDISI IX | MARET 2016

EDISI IX//MARET 2016 18

da, “Sesungguhnya gerhana matahari dan bulan tidak terjadi karena matinya salah seorang manusia, tetapi kedua-nya merupakan tanda-tanda kekua-saan Allah SWT. Apabila kalian menyak-sikannya maka laksanakanlah shalat.”

Ketiga riwayat hadis di atas (yang ham-pir sama redaksi tata bahasanya) me-rupakan bantahan Nabi Muhammad ter-hadap mitos-mitos yang berkembang di masyarakat jahiliyyah yang saat itu masih meyakini bahwa bintang-bintang dapat menyebabkan terjadinya pe-rubahan di bumi, berupa kematian atau kerusakan. Rasulullah menyampaikan bahwa keyakinan itu sama sekali tidak benar (bathil). Matahari dan bulan merupakan makhluk ciptaan Allah SWT yang selalu berotasi pada orbitnya se-bagai wujud kepatuhan mereka kepada Penciptanya, Allah SWT.

Gerhana matahari dan bulan merupa-kan sebagian dari tanda-tanda ke-Esa-

Allah berfirman, “Dan Dialah yang telah menciptakan malam dan siang, matahari dan bulan. Masing-masing dari keduanya itu beredar di dalam garis edarnya.” “Di antara tanda kebesaran Allah adalah malam dan siang, matahari dan bulan, maka janganlah kalian sujud kepada matahari atau kepada bulan. Akan tetapi su-judlah kepada Allah yang telah menciptakan itu semua, jika kalian benar-benar beribadah hanya kepada-Nya.”

an dan ke-Maha Kuasa-an Allah SWT. Sejatinya, peristiwa-peristiwa terse-but merupakan cara Allah SWT untuk menakuti hamba-hambanya agar mau kembali dan memohon ampun kepada --Nya.

Oleh karena itu, Nabi Muhammad me-ngajarkan kepada kita umat Islam bagaimana cara menyikapi fenomena alam berupa gerhana matahari atau bulan tersebut; yaitu dengan mendi-rikan shalat, memperbanyak doa, dan bersedekah. Bukan malah melakukan kesyirikan dengan meyakini mitos-mi-tos khurafat yang jauh dari tuntunan syariat tersebut.

Jadi, mitos bahwa seorang ibu hamil tidak boleh keluar rumah saat gerha-na, dan beberapa mitos lainnya seputar gerhana sama sekali tidak bisa diteri-ma secara ‘aqliy (akal manusia/sains) dan naqliy (teks-teks Kitab dan Hadis). Wallahu A’lam.

Page 20: SAYYIDUL AYYAM EDISI IX | MARET 2016

EDISI IX//MARET 201619

SOSOKSayyidulAyyam

Page 21: SAYYIDUL AYYAM EDISI IX | MARET 2016

EDISI IX//MARET 2016 20

RINI SUGIANTOAnimator Indonesia di

Kancah Dunia

Page 22: SAYYIDUL AYYAM EDISI IX | MARET 2016

EDISI IX//MARET 201621

SIAPA sih yang tak kenal film animasi Tintin (The Adventure of Tintin : The Secret of The Unicorn)? Film yang diangkat dari serial komik karangan Herge bercerita tentang jurnalis berjambul khas dan kocak yang keliling dunia untuk mengejar potongan puzzle yang mengarah pada harta karun dalam miniatur kapal Uni-corn. Dan sedikit info, rute perjalanan Tintin juga mampir ke Tangier (salah satu kota di Maroko) loh. Nah, setelah dikorek lebih dalam, siapa sangka animator salah satu film animasi yang cukup bergengsi ini me rupakan putra-putri Indone-sia. Mereka adalah Sindharmawan Bachtiar, Rini Sugianto, dan Eddy Purnomo.

Karena 8 Maret kemarin dunia merayakan Hari Perempuan Internasional, mari kita ambil cerita animator wanitanya, sebagai topik untuk menyambut perayaan kesuksesan wanita Indonesia dan memotivasi kita supaya lebih bersemangat dalam berkarya untuk bangsa dan negara. Setelah berbincang santai melalui so-cial media dengan wanita bernama lengkap Rini Triyani Sugianto ini, ia sempat berbagi cerita untuk kita seputar pengalaman luar biasanya.

Berbekal “pantang menyerah, biarpun kelihatanya susah, kalau ada kemauan pasti ada jalan”, Rini Sugianto bisa ikut dalam penggarapan film animasi “The Adventure of Tintin: The Secret of The Unicorn”.

RINI SUGIANTO berkecimpung dalam dunia animasi sejak 2005, berbekal ilmu dari kuliah di Academy of Arts San Fransisco, California, ia memulai karirnya. Memang karena sejak kecil Rini sudah suka baca komik Tintin, dan momennya bertepatan ketika Weta Digital Studio mencari animator untuk penggarapan film Tintin. Akhirnya Rini Sugianto mulai menjalin kontrak dengan Weta Digital Stu-dio dan resmi menjadi animator film “The Adventure of Tintin” yang di dalamnya Rini berkontribusi membuat 70 klip.

Page 23: SAYYIDUL AYYAM EDISI IX | MARET 2016

EDISI IX//MARET 2016 22

Setelah perjalanan yang begitu pan-jang, akhirnya Rini dapat sampai ke Weta Digital Studio tempat ia bekerja saat ini. Perlu diketahui, Weta Digital Studio jugalah yang memproduksi film “Avatar, King Kong, The Lords of The Ring, dan X-Men: First Class”. Dan se-karang ia sedang sibuk mengerjakan project animasi “Ninja Turtle 2” sebagai lanjutan dari serial animasi “Teenage Mutant Ninja Turtle”.

Berkecimpung dengan detail animasi yang membuatnya harus lembur dan bercapek-capek ria tidak membuat Rini mundur dari dunia animasi, malah semakin mendorongnya untuk te rus maju. Karena ke depannya Rini i ngin

mencoba feature animation se perti Dreamwork atau Pixar.

Mempunyai hobi yang bisa menghasil-kan penghasilan adalah kebahagiaan tersendiri untuknya, karena hidup ada-lah perjuangan, maka tidak ada kata menyerah dalam perjuangannya.

Di sela kesibukannya yang padat, ia se-lalu menyempatkan waktu untuk ber-kumpul bersama keluarga, walaupun harus mengambil cuti di antara project yang harus diselesaikan.

“Ya agak repot sih. Kadang mau gak mau mesti ambil libur between project. Dan disempet-sempetin,” ungkapnya.

Walaupun bisa dikatakan sukses dalam meniti karirnya sebagai animator kelas internasional, tak dapat ia pungkiri bahwa semuanya tak lepas dari proses yang sangat panjang.

“Prosesnya kan selama 13 tahun. Dari sekolah, magang, kerja di company-com-pany kecil sampai akhirnya seperti sekarang. Ada up and downnya. Long proses ya,” papar Rini.

Page 24: SAYYIDUL AYYAM EDISI IX | MARET 2016

EDISI IX//MARET 201623

Untuk mengisi waktu sebagai hibu-ran, Rini terkenal menggemari climb-ing, apalagi ditemani oleh anjing kesayangan nya, Kali. Katanya, berkat anjing kesayangan ini memudahkanya saat membuat animasi anjing Tintin. Rini yang sekarang tinggal di Orange County, California ini terus berkecim-pung dalam hobinya membuat animasi dan juga fotografi. Sesekali juga ia se-ring mengikuti marathon.

Terakhir Rini berpesan, “Temukan pas-sion kamu, dan jangan menyerah un-tuk mencapai goal kamu. Bakalan sela-lu ada up and down perjalanannya, tapi kalau kamu benar-benar menyukai apa yang kamu kerjakan, there is always a way to make it work!”

Bagi yang ingin mampir untuk mengunjungi website portofolio atau pun blog pribadinya bisa dilihat di: http://www.triyani.com/ (website portofolio Rini Sugianto) atau http://www.vilenanimation.blogspot.com/ ( personal blog Rini Sugianto).Rini Sugianto dapat dihubungi melalui email: [email protected]

Fadhila Rahma SalsabilaMahasiswi S1 Univ. Sidi Mohammed Ben Abdellah - Fes

Page 25: SAYYIDUL AYYAM EDISI IX | MARET 2016

Tari PasembahanIndonesian Day at ENSAF

Page 26: SAYYIDUL AYYAM EDISI IX | MARET 2016

EDISI IX//MARET 201625

PENANTIANJIKA KAU BERHARAP sebuah kisah cinta yang memikat, rumit dan kompleks, maaf, aku bukan orang seistimewa itu. Aku bu-kan tokoh Romeo dalam drama tragedi nya Shakespeare, ataupun Jack Skellington yang dicintai Sally habis-habisan di film “The Nightmare Before Christmas”. Jika terpaksa ingin menuliskan sebuah kisah cinta dengan tokoh utama “aku” di dalam-nya, mungkin kau akan membaca dongeng sebelum tidur, kisah cinta sederhana, dan sebelum habis bercerita, kau sudah terle-lap dipeluk malam.

Yah, semoga kau tidur nyenyak mende-ngar kisah ini. Sementara itu, sekarang aku masih sibuk bertengkar dengan mata kuliah yang kian mencekik sepanjang hari. Aah, betapa dulu hidup sangat menyenang-kan, bermain petak umpet, menghitung satu sampai sepuluh tanpa tahu teman menunggu di belakang punggung. Mung-kin menyebalkan ketika harus berjaga lagi, menghitung satu sampai sepuluh lagi, tapi tetap saja terasa menyenangkan. Kala itu tak ada batasan gender, bahkan temanku Anita larinya lebih kencang dari pria ma-napun di kampung, dan terkadang aku ikut bermain rumah-rumahan di halaman be-lakang, atau bermain lompat tali dengan teman-teman wanita, yang teriakan nya

macam kucing kawin. Tapi, ketika melihat saudaraku yang lain sudah berseragam putih abu-abu, terlintas di benak bahwa saat dewasa nanti akan lebih menyenang-kan, dengan uang saku yang lebih banyak tentunya.

Aah, sekarang aku berkutat di depan laptop dengan bahan ujian yang menumpuk. Ku kira saat dewasa akan bersenang-senang, namun di dahiku jelas tertulis kata ‘mem-bosankan’. “Di sana jam berapa ya?” kalimat itu yang selalu muncul di sela-sela spasi tugas ini. Ketika jarak sudah berdampak sampai ke perbedaan jam, mungkin itu yang orang bilang LDR ‘Long Distance Relationship’. Dan sekarang, aku sedang terjebak da-lam lingkaran ini. Sungguh sial. Kalau bu-kan karena kemajuan teknologi, mungkin akan lebih menyakitkan lagi, jarak dan waktu akan menghimpit badan sampai tulang-belulang hancur, dengan tarif ‘In-ternational Roaming’ yang menggunung, mengerikan! Beruntung sekarang bukan zaman merpati pos dan perangko, jarak seakan terlipat sekian mil lebih dekat. Bah-kan aku bisa mendengar suaranya sebe-lum beranjak tidur, dengan tarif minimal. Kesenangan masa kecil itu kembali hadir

Oleh: Agus G. Ahmad

Page 27: SAYYIDUL AYYAM EDISI IX | MARET 2016

EDISI IX//MARET 2016 26

lewat suaranya. Dia--akan kubisikkan na-manya pelan--Zulfa. Sudah tujuh tahun sejak aku berjumpa dengannya, seakan baru kemarin. Kisah ini berawal dari tahun 2007. Aku baru lulus Sekolah Dasar. Tahun yang sama ke-tika ayah menawarkan pilihan untuk me-neruskan sekolah di luar kota, nun jauh di ujung sana, satu hari satu malam jika ditempuh dengan kereta api. Aku setuju, toh ada mbak yang kuliah di sana. Kata ayah, nanti aku akan dititipkan kepada bibi. Yah, aku mengiyakan, mungkin de ngan meran-tau ini akan lebih dekat menuju ‘dewasa’, mungkin. Dan begitulah sampai akhirnya aku resmi terdaftar di salah satu Sekolah Menengah Pertama di Malang. Aku tinggal di asrama, tak jauh dari sekolah, hanya butuh sepuluh menit berjalan kaki. Asrama putra ini bersebelahan langsung dengan asrama putri. Tapi jangan berharap untuk mengintip, ketatnya penjagaan di sini ha-nya setingkat di bawah penjara Azkaban. ‘Mata-mata nakal’ akan langsung diring-kus dan ditendang keluar. Wajar jika anak-anak jadi semangat sekolah, karena hanya ketika itu mereka mendapat kesempatan bersua dengan kaum Hawa. Aku? Yah, ju-jur saja, aku bahkan tak hafal nama-nama perempuan sekelas. Yang ku ingat mung-

kin bu Nining, wali kelas VII C. Sementara yang lain hanya kenal sebagian, aku terlalu malas untuk ikut campur dan terlihat men-colok di mata teman-teman. Satu tahun itu buku menjadi teman duduk paling nyaman, menyenangkan dan tak banyak bicara.

TAHUN 2008Pengumuman kenaikan kelas. Rasa gu-gupku sudah hilang semenjak awal masuk dulu. Sekarang yang tertinggal hanya rasa bosan. Namaku dipanggil untuk maju ke depan saat upacara, bersama belasan anak lain yang menerima penghargaan bintang kelas. Rata-rata perempuan, hanya dua orang laki-laki yang menyempil di antara mereka. Daripada merasa malu, aku le bih merasa aneh di depan sini, diperhatikan berpasang-pasang mata. Bintang pela-jar dipegang oleh murid teladan, Dwi na-manya, lagi-lagi perempuan. “Aah, kapan upacara selesai?” aku bergumam dalam hati. Setelah itu sekolah libur dua minggu. Saat kembali aku sudah dilantik menjadi pengurus OSIS, sungguh merepotkan Ta-hun kedua aku berada di kelas yang sama dengan Dwi. Anak-anak bilang itu kelas pilihan, bagiku itu hanya kelas di bawah tangga yang terisolasi, dengan penduduk-nya yang mayoritas perempuan. Bahkan di antara sekian banyak itu aku tak tertarik

Page 28: SAYYIDUL AYYAM EDISI IX | MARET 2016

EDISI IX//MARET 201627

satu pun.

Sudah tengah semester, aku belum ber-gaul baik dengan teman-teman. Begitu pun dengan wali kelas. Pak Yono jarang sekali tersenyum, semua anak di kelas ter kesan takut. Dalam seminggu dua kali kami ber-jumpa, sungguh sial. Dan dari semua guru, pak Yono yang paling sering bertanya. Dari setiap jawaban yang salah, pak Yono juga yang paling sering marah. Benar-benar ta-hun yang berat. Hari itu pak Yono masuk seperti biasa, dengan kemeja biru tua dan tas kulitnya. “Yang di belakang maju! Bangku kosong-nya diisi!” Pak Yono mengernyitkan dahi. Yang pindah ke bangku kosong itu akan se-makin dekat dengan meja guru, jelas akan dirugikan, semua menghaningkan cipta di tempatnya masing-masing.

Sebelum aku sempat berdoa, pak Yono sudah lebih dulu menudingkan jari telun-juknya ke arah Farid, teman sebangkuku, sial! Tak habis akal, Farid mengerlingkan mata, ditunjuknya bangku kosong di be-lakang barisan perempuan. Aah, masih ada tempat kosong di situ rupanya, dan lagi tak terlalu dekat dengan meja guru. Kami berdua tersenyum dan langsung evakuasi

ke tempat yang aman itu, licik. Pelajaran dimulai, aku tak begitu memperhatikan, ngantuk. Lagipula aku dan Farid tepat di belakang bangku perempuan, tidur pun tak kan ketahuan.

Hoah. Di depan kami ini siapa ya? Oh ya, aku ingat, sebelah kanan itu Rahma, pa-rasnya lumayan cantik dengan wajah kecil dan kulit putihnya, banyak teman-temanku yang naksir, padahal dia cerewet nya min-ta ampun, suaranya melengking, mungkin bisa sampai delapan oktaf. Sementara yang samping, tepat di depanku, anak-anak bia-sa memanggilnya Zulfa. Dia juga lumayan, kulitnya sawo matang, tak secantik Rahma memang, tapi manisnya mungkin yang no-mor satu di kelas ini. Aku baru sadar dua orang di depan kami adalah siswi popu ler di kalangan laki-laki. Selama ini aku tak begitu peduli, bukan berarti aku tak suka perempuan atau semacamnya, hanya saja, tak ada waktu untuk memikirkan itu. Hoah, mataku semakin berat, pelajaran nya se-makin membosankan, tidur sajalah. Gelap, semakin gelap.

“Kamu, coba jawab, berapa Provinsi yang ada di Indonesia?” Pak Yono menunjuk ke arah kami, sorot matanya menusuk, ti-ba-tiba kantukku lenyap. Sebelum men-

Page 29: SAYYIDUL AYYAM EDISI IX | MARET 2016

EDISI IX//MARET 2016 28

jawab, aku baru sadar pak Yono bukan menunjukku, tapi Zulfa. Dari belakang sini aku bisa lihat raut wajahnya yang bingung, mendadak pucat. Ini kan pertanyaan gam-pang, mungkin akan ada hiburan setelah ini, sudah lama aku tak lihat pak Yono ma-rah-marah. Setidaknya begitu pikirku.

Awalnya, aku kira ini akan jadi menye-nangkan, tapi setelah aku lihat wajah Zul-fa yang berubah dari bingung ke takut, tak hanya pucat, manisnya ikut memudar. Sepertinya aku keliru.

“33,” tanpa disadari aku sudah berbisik pelan di belakang punggungnya. Ia tam-pak terkejut, mungkin seperti mendapat-kan wahyu dari Tuhan, mana ku tahu?

“33, p-pak!” Zulfa mengulangi dengan keras. Jawabannya terbata-bata seperti sedang mengeja.

“Lalu, berapa jumlah Dewan Perwakilan Daerah sekarang?” Pak Yono semakin mengejar.

“128,” aku kembali berbisik lirih, terpaksa badan agak ku condongkan ke depan.

“Hmm, 128 pak!” suara Zulfa semakin lan-

tang, keraguan dalam suaranya semakin hilang. Dalam hati aku senang, dia percaya kepadaku.

“Kok bisa?” pak Yono masih mencerca Zul-fa dengan pertanyaan lain. Pertanyaan yang ambigu.

“Ke-kenapa pak?” raut wajahnya kemba-li bingung, bibirnya bergetar pelan. Bola matanya tampak sedikit melirik ke be-lakang, ke arahku. Aah, tatapan itu, sea-kan dia bilang, “Kamu bohong?”

“Kok bisa 128? Ada empat perwakilan di tiap daerah. Kalau jumlah provinsi 33 se-harusnya ada 132 total DPD.” Pak Yono sudah macam jaksa di pengadilan, yang mendakwa tersangka dengan hukuman penjara seumur hidup. Zulfa sebagai ter-sangka hanya bungkam, kepalanya ter-tunduk. Mungkin sudah saatnya pengacara angkat suara.

“Karena pada pemilu tahun 2004, provinsi Sulawesi Barat baru disahkan bulan Okto-ber. Sementara pemilu serentak dilaksa-nakan bulan April. Jadi provinsi Sulawesi Barat belum ada DPD sampai sekarang pak!” tiba-tiba suaraku pecah, kali ini bu-kan lirih lagi, tapi sudah menggema di da-

Page 30: SAYYIDUL AYYAM EDISI IX | MARET 2016

EDISI IX//MARET 201629

lam kelas. Aku juga tak habis pikir. Kenapa aku harus ikut campur? Yah, mungkin wak-tu itu aku hanya ingin melihat kepala nya kembali terangkat, senyumnya kembali merekah. Dan lagi aku tak ingin dianggap pembohong. Lalu bel istirahat berdering, usai sudah jam mencekam ini. Setelah pak Yono keluar kelas, bernafas menjadi lebih ringan.

“Terima kasih ya.” Zulfa memalingkan wa-jah ke belakang, senyumnya lebar sekali, gigi sulungnya tampak mengintip dari ba-lik senyum itu. Kenapa juga aku merasa senang? Bahkan tak sempat berucap ‘sa-ma-sama’. “Kamu duduk di sini terus aja Fan, biar kita aman.” Zulfa masih tetap tersenyum, lalu tertawa bersama Rahma, aah, ternya-ta dia tahu namaku, Ifan. Aku sudah se-ring dipanggil dengan nama itu, tapi ketika ia menyebut namaku, kenapa jantung ini berdegup lebih cepat? Entah bagaimana raut wajahku. Aku merasa ingin melihat senyum itu tiap hari, tawa kecilnya, tahi lalat di hidungnya, dan mendengar suara-nya.

Sekolah tak begitu membosankan sejak hari itu. Pergaulan dengan teman-teman di

kelas pun semakin baik. Aku mulai mem-buka diri. Tapi, mungkin itu semua hanya alasan untuk bisa mengobrol dengannya. Tiap mencatat pelajaran di papan tulis, mataku selalu gagal fokus ke bangku di de-pan itu. Ada apa sebenarnya? Aku pun tak tahu. Dulu rasanya tak ada waktu untuk memikirkan perkara macam ini. Menurut bacaan di Internet, pada fase remaja anak-anak akan mulai menyukai lawan jenis, tapi mereka salah mengartikannya dengan ‘cinta’, maka muncul istilah ‘cinta monyet’. Mungkin aku salah satu dari sekian banyak monyet-monyet ini. Yah, itu akan terjawab seiring berjalannya waktu.

TAHUN 2009Pengumuman kenaikan kelas. Tahun ini ta-hun terakhir aku memakai celana biru. Su-dah tiga tahun ini semenjak aku mening-galkan ibu kota, dan mungkin sudah lebih dewasa pula. Tahun kedua aku tak pernah dipanggil maju ke depan lapangan, yang berdiri di depan sana lagi-lagi Dwi, ber-turut-turut menjadi bintang pelajar, sung-guh wanita yang tangguh. Yah, daripada itu, aku lebih menunggu namaku dipang-gil olehnya. Bahkan saat upacara mataku tetap tertuju ke Zulfa, walaupun ia bukan murid berprestasi yang berjejer di depan sana. Cinta monyet ini, kapan akan hilang?

Page 31: SAYYIDUL AYYAM EDISI IX | MARET 2016

30EDISI IX//MARET 2016

Tahun terakhir aku berharap dapat satu kelas dengan Zulfa, naif sekali. Ternyata Tuhan berkehendak lain, namaku terselip di daftar kelas IX F, sementara namanya ada di kelas IX E. Tetap saja aku harus ber-syukur pada Tuhan, yang telah menempat-kanku di kelas sebelahnya.

Beruntung kelas kami hanya dipisahkan dengan sekat kayu. Sekatnya bisa dibuka sewaktu-waktu, lalu tiga kelas yang berje-jer itu akan menjadi sebuah aula besar un-tuk wisuda. Mungkin aku tak sekelas, na-mun ada banyak jalan menuju Roma, kan? Di tahun terakhir aku selalu duduk di bang-ku paling belakang, tepat di depan sekat pemisah itu. Sekat kayu ini rasanya seper-ti tembok Berlin, memisahkanku dengan-nya. Beruntung sekat itu tak sekokoh yang dibayangkan, ada lubang kecil bekas paku di tiap bagian papannya. Dari lubang kecil itu, aku memandang dunia ini lebih luas.

Setahun sekelas dengan Zulfa, aku sudah paham ‘koordinat’ tempat duduk favorit-nya. Tepat di depan, paling depan, ber-hadapan langsung dengan guru. Tiap kali ada kesempatan, aku selalu menilik lewat lubang kecil itu, mengintip senyumnya yang masih sama. Kilau matanya yang mencat-at pelajaran di papan bagai pelangi sele-

pas hujan. Acap kali aku terbawa ke masa lalu, mendengar ucapan ‘terima kasih’nya dulu. Perasaan ini, mungkin hanya lubang kecil itu yang tahu, ku simpan sendiri da-lam diam. Aku baru sadar, ter nyata aku tak lebih dewasa, justru terjebak di antara monyet-monyet dalam cintanya.

Tahun ketiga di SMP, aku lebih mesra de-ngan sekat kayu. Berkas nafasku sudah berkali-kali mampir di sekitar lubang kecil-nya. Libur semester ganjil aku beranikan diri menyapa Zulfa lewat pesan singkat. Zaman itu aku belum boleh memegang handphone sendiri, terpaksa aku me-minjam handphone milik bibi yang me-nganggur. Batas pesan tiap harinya hanya sampai seratus, sebisa mungkin aku mem-batasi pesan-pesan yang tak penting. Aku tak bisa jujur kepada diri sendiri, kepada Zulfa, dan lagi mungkin ini hanya sekedar perasaan yang mampir sejenak. Aku pun tahu, dia adalah kekasih temanku, dan sudah seharusnya aku untuk sadar diri. Semoga ini memang hanya cinta monyet, seperti uap air, yang terlihat sejenak kemu-dian menghilang. Tahun berganti, aku dan dia lulus bersama. Kabarnya ia mendaftar ke sekolah lain, jauh dari sini, mungkin su-dah waktunya mengucapkan selamat ting-gal, hari-hari sekolah yang menyenangkan.

Page 32: SAYYIDUL AYYAM EDISI IX | MARET 2016

31 EDISI IX//MARET 2016

TAHUN 2010Masa Orientasi Siswa, warna abu-abu ini enak juga dipandang. Sudah lewat dua ta-hun, tapi rasanya baru kemarin aku mem-bocorkan jawaban ke Zulfa. Perasaan ini kenapa tak kunjung hilang? Aah, topi idi-ot ini merepotkan saja! Aku seperti badut sirkus, dengan mantel plastik. Beginikah orientasi?

Setelah mengikuti upacara, sudah wak-tunya siswa-siswi angkatan baru untuk mencari kelasnya masing-masing, enam lembar kertas terpampang di jendela kantor. Ribut sekali, semua saling berde-sak-desakan. Ku tunggu antriannya me-ngurai baru mulai mencari namaku, Ifan Vadila. Hmm, tahun ini banyak juga yang mendaftar. Aku ada di kelas X 1, beberapa teman satu asrama juga tercantum di sini. Karena penasaran, aku melihat-lihat daf-tar kelas yang lain. Sekilas tak ada yang menarik perhatian, hanya beberapa nama yang memang sudah terkenal dan tak a -sing di telinga. Ifady, bocah pintar yang wisuda kemarin memborong tujuh piala penghargaan di sekolahnya, dan juga ada Dwi, teman sekelasku dulu, yang tiga ta-hun selalu mendapat juara umum. Tunggu, ada satu nama lagi yang aku yakin sangat mengenalnya. Kenapa dia ada disini? Zulfa

Mazidah. “Zul-Zulfa?” tanpa sadar aku ber-gumam pelan.

Tampaknya Tuhan belum selesai dengan kisahku dan dia. Kami kembali bertemu, meskipun dia di kelas yang jauh, cukup tahu bahwa aku ada di satu sekolah yang sama dengannya, itu sudah membuatku bahagia. Terima kasih Tuhan.

Tahun-tahun di SMA aku mulai aktif di berbagai kegiatan, mulai teater, OSIS, sampai paduan suara. Untuk paduan su-ara itu, aku ikut karena ada Zulfa di sana. Mungkin ia tak tahu aku selalu mengiku-tinya dari belakang, berharap jika sewak-tu-waktu ia kesulitan, aku dapat ‘meng-ulurkan tangan’ seperti dulu. Seringkali aku tampil di acara sekolah, padahal dulu pa ling benci naik ke atas panggung. Yah, entahlah, hanya saja rasanya menyenang-kan ke tika ia tersenyum melihat penampi-lanku. Tanggal 11 September, selalu sibuk membungkus kado untuknya. Tak pernah tercantum nama pengirim di sana, cukup tahu bahwa ia menerima. Terkadang ku titipkan ke teman dekatnya, atau mening-galkannya di bawah meja kelasnya. Selalu sembunyi-sembunyi, selalu rahasia. Cukup senang hanya menjadi ‘Secret Admirer’. Dan akhirnya, peran di balik layar terbong-

Page 33: SAYYIDUL AYYAM EDISI IX | MARET 2016

EDISI IX//MARET 2016 32

kar, tanda tangan yang sering ku tinggal-kan di kertas kadonya berhasil terlacak. Tiba-tiba ia mengirimkan ucapan terima kasih lewat facebook. Nostalgia sekali.

Sekarang ia sudah tak lagi berhubungan dengan temanku, sudah lama sejak ia pu-tus. Aku mulai bertukar surat dengan nya, biasanya selipan kertas di dalam pulpen. Lalu aku mulai sering meng hubunginya tiap liburan. Mengantarkannya sampai ke halte, lalu menunggu sampai bis datang. Saat bersamanya, aku lebih se ring diam. Tak ada kata romantis, tak pernah terucap ‘sayang’, ‘cinta’ atau apa pun itu. Tak ada kontak fisik, bergandengan tangan pun tak sempat. Kami bukan sedang berpacaran, tapi mungkin sudah sa ling mengerti satu sama lain. Aah, mungkin ada satu kena-ngan romantis, kala itu hujan deras, pani-tia MOS pulang terlambat dari sekolah, termasuk aku dan Zulfa. Bajunya basah terciprat air, tampak sekali giginya meng-geretak karena kedinginan. Saat itu pula aku menggantungkan jaketku di pung-gungnya, lalu meninggalkannya di dalam kelas, tanpa sepatah kata terucap. Sedikit ‘klise’ memang. Aku hanya bisa tersenyum mengingatnya.

TAHUN 2013

Enam tahun aku mengenal Zulfa. Perasaan ini masih sama. Selepas SMA aku akan melanjutkan kuliah di negeri yang jauh. Sudah waktunya berpamitan dengan Zulfa. Enam tahun sungguh waktu yang singkat. Apa aku sudah tumbuh dewasa? Semoga saja. “Kamu mau nunggu?”

“Jangan lama-lama.”

“Mungkin, tiga tahun.”

“Hmm,”

“Kalau terlalu lama, aku gak nyuruh kamu nunggu. Cuma, kalau nanti kamu ketemu orang lain, semoga orang itu lebih baik dari aku. Dan, jangan lupa dikabarin.” Setengah hati aku berkata seperti itu. Zulfa duduk membelakangi. Kami berdua dipisahkan tembok yang dingin. Aku menghela nafas berat, mencoba mengatur kata.

“Biar aku yang menunggu.”

Kami berpisah di bulan September. Aku tak sempat mengirim kado perpisahan. Ha-nya pesan singkat lewat SMS. “Aku akan segera pulang”.

Page 34: SAYYIDUL AYYAM EDISI IX | MARET 2016

EDISI IX//MARET 201633

TAHUN 2014“Di sana jam berapa ya?” Tahun ketujuh, kami lewati batas jarak dan waktu. Aku mulai jarang menghubungi-nya karena sibuk dengan kuliah. Sesekali memang sempat menelepon, sekedar ingin mendengar sua ranya. Terkadang juga sedih ketika mendengar suaranya tampak berat dan sedang sakit, sedangkan aku di sini tak bisa membantu apa-apa selain berdoa.

TAHUN 2015Banyak kiriman gambar lewat BBM bertebaran. Suaranya berisik sampai harus ku mati-kan ‘notifikasi’nya. Sekarang aku sedang duduk di pojok caffe, Café Noir ‘kopi hitam’ di depanku belum sempat ku seruput. Gambar yang banyak dikirim itu memperlihatkan foto Zulfa dengan seorang laki-laki tampan di sampingnya, berbagi cincin yang serasi. Aah, selesai juga penantian yang panjang ini. Kini ia sudah dipersunting lebih dulu. Dan aku sedang asyik bercumbu dengan segelas kopi. Senyumnya masih manis seperti wak-tu itu, tahi lalatnya belum berpindah tempat, dan gigi sulungnya masih mengintip di sela bibirnya. Aah, aku ingat ia pernah bilang sedang dekat dengan seseorang. Sekarang aku tahu dengan siapa.

Bertahun-tahun ini ternyata aku masih seorang monyet yang bermain-main dengan cin-tanya. Kemudian tenggelam dalam segelas kopi hitam. Aah, aku masih belum dewasa. Kenapa orang dewasa masih bisa menangis seperti anak kecil? Entah. Mungkin cinta yang tak berbalas seperti ini, satu langkah menuju kedewasaan, semoga saja.

TAMAT

Page 35: SAYYIDUL AYYAM EDISI IX | MARET 2016

BAKIAKIndonesian Day at ENSAF

Page 36: SAYYIDUL AYYAM EDISI IX | MARET 2016

EDISI IX//MARET 201635

RESENSISayyidulAyyam

Page 37: SAYYIDUL AYYAM EDISI IX | MARET 2016

EDISI IX//MARET 2016 36

TJOET NJA’ DHIEN

“Hijrah kali ini erat hubungannyadengan keyakinan.

Berjuang melawan penjajah merupakan bagian dari keimanan.”

1988

Page 38: SAYYIDUL AYYAM EDISI IX | MARET 2016

EDISI IX//MARET 201637

Aceh Raya di Sumatera Utara di bawah kontrol Belanda terus bergejolak pada paruh kedua abad ke-19. Seorang wanita dari Aceh, Tjoet Nja’ Dhien, adalah istri dari pe-juang perlawanan, Teuku Umar. Setelah kematian sang suami, ia terus melawan Belanda dan membawa Aceh bersama-sama menuju kebebasan. Film ini menggam-barkan kehidupan Tjoet Nja’ Dhien sebagai pahlawan terkenal dari perang kemerde-kaan Indonesia. Sebuah karya dari tahun 1980-an bioskop Indonesia, yang sampai saat ini masih berada di puncak genre film sejenisnya di Indonesia.

Film besutan sutradara Eros Djarot ini memenangkan Piala Citra di ajang Fes-tival Film Indonesia 1988. Tjoet Nja’ Dhien berhasil menyabet tujuh peng-hargaan pada ajang tersebut. Mulai dari pemeran wanita terbaik, sutradara terbaik, skenario asli terbaik, cerita asli terbaik, tata sinematografi terbaik, tata artistik terbaik, sampai tata musik ter-baik. Bukan tanpa alasan, mereka yang merupakan angkatan 80-an pasti tahu bagaimana film ini--kala itu--menjadi buah bibir masyarakat, baik Indonesia maupun dunia.

Setahun kemudian, film berdurasi 150 menit ini menjadi film Indonesia perta-ma yang diputar di Festival Film Cannes, Prancis. Membuka sejarah baru bagi dunia sineas tanah air. Dan sempat juga diikutsertakan dalam ajang Aca-demy Awards ke-62 pada 1990, untuk kategori Film Berbahasa Asing Terbaik. Walaupun sayangnya, mahakarya itu

tidak lolos dalam pencalonan nomina-si. Tetapi tetap saja merupakan sebuah prestasi yang luar biasa.

Dengan polesan Eros Djarot, dan juga peran yang ciamik dari Maria Chris-tie sebagai lakon Cut Nyak Dhien, film epos ini menjadi salah satu film Indo-nesia terbaik. Slamet Rahardjo (yang merupakan kakak dari sang sutradara, dan seorang aktor senior Indonesia) juga turut meramaikan film Tjoet Nja’ Dhien sebagai Teuku Umar. Kedua per-an ini dimainkan dengan sangat apik oleh mereka, membuat filmnya terasa lebih hidup.

Tak dapat dipungkiri bahwa wanita juga berperan penting dalam mewujudkan kemerdekaan Indonesia. Di antara mereka adalah Cut Nyak Dhien yang diangkat kisahnya dalam film ini.

Dengan latar belakang masa koloni-

Page 39: SAYYIDUL AYYAM EDISI IX | MARET 2016

EDISI IX//MARET 2016 38

al Belanda menduduki Indonesia, film Tjoet Nja’ Dhien mengisahkan perjua-ngan seorang Cut Nyak Dhien mengu-sir penjajah dari kampungnya.

Pentingnya sikap patriotik pada bang-sa yang dapat dijadikan contoh atau teladan dari seorang Cut Nyak Dhien sangat banyak sekali. Di balik kodrat-nya sebagai seorang wanita, Cut Nyak Dhien memiliki semangat juang dan kegigihan yang begitu luar biasa yang mungkin jarang kita temukan di za man sekarang.

Nilai penting dalam patriot isme dapat menanamkan rasa cinta kita kepada bangsa sendiri, sehingga dapat mem-berikan dampak positif bagi bangsa In-donesia.

Hal-hal strategis yang dilakukan Cut Nyak Dhien dalam mempertahankan wilayah Aceh di antaranya adalah, ke-tika ia menerima lamaran Teuku Umar,

TJOET NJA’ DHIEN

yang sebelum nya ditolak. Namun, ka-rena Teuku Umar mempersilakan Cut Nyak Dhien untuk ikut bertempur da-lam medan perang, akhir nya mereka berdua menikah. Mereka dikaruniai anak yang diberi nama Cut Gambang. Namun, Teuku Umar gugur saat menyerang Meulaboh pada tanggal 11 Februari 1899 tertembak oleh pe-luru, sehingga ia berjuang sendirian di pedalaman Meulaboh bersama pasu-kan kecilnya. Cut Nyak Dhien saat itu sudah tua dan memiliki penyakit encok dan rabun, sehingga satu pasukannya yang bernama Pang Laot melaporkan keberadaannya karena iba. Ia akhirnya ditangkap dan dibawa ke Banda Aceh. Di sana ia dirawat dan penyakitnya mu-lai sembuh. Namun, keberadaannya menambah semangat perlawanan rak-yat Aceh.

Cut Nyak Dhien akhirnya mengganti-kan posisi sang suami menjadi seorang pemimpin untuk melawan Belanda.

Page 40: SAYYIDUL AYYAM EDISI IX | MARET 2016

INDONESIAN DAYAT ENSA - FESKBRI Rabat bekerjasama dengan PPI Maroko mengadakan Hari Indonesia di Ecole Nationale des Sciences Appliquées (ENSA) Fes. (Rabu, 30 Maret 2016)

Teman-teman Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) di Maroko menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia, Indonesia Raya.

Insight of Indonesia: Economic, Politic and Social Perspective

Page 41: SAYYIDUL AYYAM EDISI IX | MARET 2016

Menyanyikan lagu Indonesia Raya dan lagu kebangsaan Maroko bersama Bapak Duta Besar dan para penonton.

Indonesia say hello! to Morocco

Page 42: SAYYIDUL AYYAM EDISI IX | MARET 2016

EDISI IX//MARET 201641

LIFE STYLESayyidulAyyam

Wanita Masa KiniMenjadi Wanita Cerdas dan Berprestasi

photo by: Amrullah WD

Wanita, makhluk spesial yang diciptakan Tuhan dengan desain yang begitu unik dan spesifikasi yang istimewa dan baik, secara fisik maupun psikolo-gis, yang tak terhitung berapa banyak orang yang mendefinisikannya, dan mengulasnya dari berbagai sudut pandang, juga tak dapat dipungkiri bah-wa wanita dan ibu adalah dua sosok yang saling terikat satu sama lain. Tanpa adanya seorang ibu, tak mungkin kita bisa melihat dunia ini.

Page 43: SAYYIDUL AYYAM EDISI IX | MARET 2016

EDISI IX//MARET 2016 42

Tak dapat dipungkiri bahwa kesuksesaan dan kehebatan seseorang tak pernah lepas dari doa dan dukungan seorang ibu yang hebat pula di belakangnya. Pun kesuksesan seorang suami, pasti ada suatu peran ‘istimewa’ istri di belakang-nya, maka tak ayal jika pepatah berkata, “Di balik kesuksesan pria, selalu ada wanita hebat di belakangnya.”

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, wanita adalah perempuan dewasa atau kaum putri dewasa, dan menurut K.H. Ahmad Dahlan wanita merupakan aset umat dan bangsa, tidak mungkin membangun peradaban umat manusia apabila para wanita hanya dibiarkan berdiam diri di dapur dan rumah saja. Intinya, be-gitu banyak definisi dan arti dari wanita, namun semua arti dan definisi itu ber-sumber pada satu kesimpulan, bahwa wanita adalah sosok yang sangat hebat terlepas dari segala kekurangan yang dimilikinya.

Wanita masa kini memang sudah jauh berbeda dengan wanita zaman dulu. Da-lam norma, segi pandang dan pemikiran tentunya, wanita zaman dulu identik dengan taatnya mengikuti tradisi dari para pendahulunya, dan dihantui rasa takut jika melanggarnya, disebabkan karena kurang majunya teknologi dan ter-batasnya informasi. Sedangkan wanita masa kini, seiring laju perkembangan zaman dan teknologi, mereka lebih menggunakan logikanya, tak lagi mudah percaya dengan tradisi dan kepercayaan para pendahulunya, dan lebih memilih untuk mencari kebenarannya terlebih dahulu, berbekal teknologi canggih dan kemajuan pemikiran mereka.

Berbicara tentang wanita masa kini, menimbulkan berbagai pertanyaan. Wanita masa kini itu yang seperti apa sih? Apakah yang bergaya hidup bak sosialita? Atau yang mengikuti model-model hijabers? atau wanita yang selalu ‘kekinian’ dengan perkembangan teknologi dan selalu mengikuti perubahan gaya hidup di sekitarnya?

Wanita masa kini atau dalam istilahnya wanita modern adalah wanita yang mam-pu mengikuti perkembangan zaman, akan tetapi ia mempunyai prinsip yang kuat

Page 44: SAYYIDUL AYYAM EDISI IX | MARET 2016

EDISI IX//MARET 201643

agar tak terlalu larut dalam era kekini-an, mampu mengambil sisi positif nya, atau mampu memfilter dan memilah serta memilih mana yang harus diikuti dan meninggalkan begitu saja sesuatu yang bertolak belakang de ngan prin-sipnya.

Semisal beredarnya isu dan pro kontra tentang persamaan gender, seorang wanita kekinian atau modern dituntut untuk bisa menyikapi hal itu dengan mengambil sisi positifnya, dengan tan-pa meninggalkan kewajiban sesung-guhnya dia sebagai seorang wanita.

Setelah kita tahu apa itu wanita masa kini, bisakah kita para kaum wanita menjadi wanita masa kini yang cerdas dan berkelas? Yang dimaksud, berarti tahu batasan-batasan tentang mana yang harus dianut, yang punya priori-tas dalam hidupnya, dan konsisten da-lam menjalani setiap prosesnya, bukan menjadi wanita yang asal-asalan alias ngawur dalam mengambil langkah, dan selalu tergesa-gesa dalam menentu-kan sebuah keputusan. Serta menjadi wanita berkelas yang berakhlak, mam-pu menempatkan serta membawa diri, mampu membaca situasi dan meng-hargai dirinya sendiri sebagai wanita,

dan mampu mengkondisikan dan be-radaptasi dengan baik pada lingkungan sekitarnya.

Dengan berbagai kompetensi-kompe-tensi yang dimilikinya itu, mampu men-jadikan seorang wanita mempunyai sikap yang sopan, berpakaian sopan, mampu berbicara dengan sopan dan baik, mempunyai prinsip yang kuat, tahu cara bersikap yang sesuai dengan apa yang sedang dihadapi, tahu waktu yang tepat di mana dan kapan ia ha rus berbicara halus dan harus berbicara tegas, lebih peduli, open minded atau terbuka, mandiri, dan masih banyak lagi.

Dalam pandangan Islam, akan lebih mulia lagi jika seorang wanita musli-mah mampu mengikuti perkembangan za man, serta tetap berpegang teguh pada agamanya, sehingga ia tidak men-jelma menjadi seorang wanita musli-mah modern yang dengan santainya meninggalkan dan lalai akan ajaran dan batasan agamanya. Na’udzubillah min dzaalik.

Memang, pada era seperti ini menjadi muslimah yang tangguh tidaklah mu-dah, tetapi asal kita tahu, kita boleh

Page 45: SAYYIDUL AYYAM EDISI IX | MARET 2016

EDISI IX//MARET 2016 44

menempatkan diri, asal tetap seiring dengan syariat. Jangan sampai kita keluar dari batas-batas koridor Islam, dan mudah terpengaruh oleh mode Barat beserta fashion dan model kehidupannya yang tak layak diterapkan, jadilah muslimah cerdas dan berkelas menurut cara dan gayamu sendiri, serta tetap mencampur-kan nilai-nilai Islam di dalamnya, sehingga apa yang menjadi tanggung jawab wanita pada era sekarang dapat tercapai, mendidik generasi, memberi contoh pada masyarakat serta mengikuti perkembangan zaman tanpa harus takut akan ketertinggalan.

Karena dalam Al-Qur’an dan Hadis sudah banyak membahas tentang seluk-be-luk wanita, tinggal bagaimana saja kita melakukannya di kehidupan sehari-hari, dimulai dari hal-hal kecil hingga perlahan-lahan melakukan hal yang besar.

Selamat mencoba kawan.

Sita Yulia AgustinaMahasiswi S1 Universitas Imam Nafie - Tangier

Page 46: SAYYIDUL AYYAM EDISI IX | MARET 2016

EDISI IX//MARET 201645

Malam ituAda bayanganmu di cakrawala

Samar dan menghitam Aku tak mengerti bagaimana kau datang dan pergi

Hilang entah kemana Seperti angin sejuk yang tiba-tiba berubah jadi badai

Tahukah kau? Jika masih ada yang merelakan air matanya untukmu

Pastilah itu kesemuan Atau kebodohan yang sia-sia

Karena tak ada lagi yang akan mengharapkanmu dan menginginkanmu tuk kembali

Memang benar aku masih menunggumu Menunggu untuk melihatmu terluka dan terbuang

Bukan karenaku atau karenanya Akan tetapi karna dirimu sendiri

Kamu tak akan penah mengerti akan semua ini

Hati yang dulu kau buatnya tersenyumHati yang dulu kau buatnya selalu menunggumu

Dan sekarang kau telah membuat hati itu menangis Karena apa yang telah kau lakukan Telah kau torehkan sejarah kelam

MEMORI

PUISISayyidulAyyam

Page 47: SAYYIDUL AYYAM EDISI IX | MARET 2016

EDISI IX//MARET 2016 46

Di hati iniTak kan bisa terhapus oleh sang waktu

Dimana setiap kesalahan Tak dapat di bayar hanya dengan kata: maafkan aku

Masa lalu adalah sebuah memoriMemori yang akan selalu melekat di otak kita

Entah itu kesedihan atau kebahagiaan

Waktu pun akan terus berlalu Hari demi hari akan aku lewatiSemua akan berlalu begitu saja

Aku sadar bahwa kamu Adalah salah satu memori di hidupku

Memori yang akan selalu tersimpan di hidupku Selamat tinggal memori

Kau akan selalu tersimpan di siniDi hati ini dan jiwa ini.

Monica Syarifa Lu’lu’a Al HajiriMahasiswi S1 Universitas Imam Nafie - Tangier

Page 48: SAYYIDUL AYYAM EDISI IX | MARET 2016

EDISI IX//MARET 201647

TERORBEBERAPA bulan yang lalu, media dihe-bohkan dengan berita bom di Jakarta. Bu-kan sekedar kabar burung, karena memang benar ledakan terjadi di daerah Sarinah. Meski pun ledakannya--seperti yang tam-pak di internet--tak lebih ngeri dari letusan petasan bocah-bocah kampung, atau per-cikan kembang api tahun baruan.

Bahkan, yang lebih ngeri justru kelakuan warga ibu kota yang seakan tak takut mati. Jamal, si penjual sate tetap khu syuk mengipas satenya yang masih setengah matang. Dan pelanggannya dengan lahap masih menghabiskan sisa tusukan daging di piringnya. Tak ayal bom yang terjadi tak seberapa jauhnya dari tempat mereka mangkal malah jadi bahan tontonan me-narik dan langka. “Kapan lagi makan sate seru begini?”. Malaikat maut mungkin gen-tar untuk mengambil nyawa mereka, dan justru geleng-geleng dibuatnya.

Baku tembak antara polisi dan pelaku pemboman tak bisa dihindarkan. Satuan petugas berlindung di balik mobil, mengin-tip sedikit, mengintai dari belakang sana, menunggu kesempatan untuk melepas tembakan. Dor! Dan warga sekitar justru ramai melingkar di tengah tembak-tem-bakan tadi, tanpa pelindung, bahkan tak

pakai helm. Sekali lagi, malaikat maut ge-leng-geleng. Entah goblok atau memang mentalnya yang kuat. Satu hal yang pasti, gembar-gembor “hidup di ibu kota keras bro!” bukan sekedar bualan belaka. Bukan #PrayForJakarta yang menjadi trending topic, justru hashtag #KamiTidakTakut yang meramaikan twitter besoknya. Sadis!

Satu kata yang hilang dalam berita bom Jakarta kemarin adalah, TEROR. Karena itu lebih pas memilih kata “pelaku pem-boman“ daripada “teroris”. Mereka lupa--atau memang tidak tahu--bahwa bangsa ini dibangun di atas mental baja warisan leluhurnya yang seorang kapiten, masih untung yang dibom Jakarta, bayangkan jika di Madura? Hutang darah akan mere-ka tagih sampai lunas, sampai titik darah penghabisan. Jadi, bom yang kemarin itu tak lebih dari sekedar gertakan belaka. Yang jelas, peristiwa yang seperti itu tak cukup hebat agar bisa dibilang teror di negeri ini.

Teror yang sesungguhnya justru datang bukan dari sekelompok militan yang ter-latih, malah menjelma dalam diri seorang warga negara Indonesia yang hidup di sebuah kampung. Namanya sudah dikenal di seantero Indonesia. Dia bisa disanding-

Oleh: Agus G. Ahmad

POJOKSayyidulAyyam

Page 49: SAYYIDUL AYYAM EDISI IX | MARET 2016

EDISI IX//MARET 2016 48

kan de ngan “dia yang tak boleh disebut namanya” dalam film Harry Potter. Teror itu bernama Sumanto.

Sudah lebih dari satu dekade sejak kasus-nya terungkap pada 2003. Namun namanya masih harum sampai sekarang, dari masa ke masa. Sumanto tak membunuh orang, apalagi sampai meledakkan ibu kota. Ia hanya mencuri mayat seorang nenek dan menyantapnya, perilaku yang biasa dise-but dengan kanibalisme. Ko non katanya, makan daging manusia dapat membuat-nya terbang ke awang-awang. Sontak saja semua geger, beritanya jadi topik utama waktu itu, siapa coba yang tak kenal Su-manto? Kalau saja ia mau jadi artis karbi-tan mungkin laku. Sayang Sumanto kebu-ru digiring ke penjara, dan baru kembali menghirup udara bebas di tahun 2006.

Meski sudah keluar dari penjara, Sumanto tak sepenuhnya bebas. Ia ditolak pulang ke kampungnya oleh warga, teror yang ia tinggalkan masih membekas. Bahkan setelah lebih dari 10 tahun. Teror yang tak bisa dibuat oleh para pelaku pemboman Sarinah kemarin. Salah satu berita bah-kan menulis headline, “Sumanto Bebas, Ibu-Ibu Was Was”. Ngeri! Beginilah teror yang sesungguhnya. Teror yang sanggup

mengguncang Indonesia memang hanya hal-hal yang berbau mistis dan supranatu-ral, macam Kolor Ijo dan demit-demit yang lain.

Sosok Sumanto mungkin hanya lahir sekali dalam seratus tahun. Sosok yang mewa kili nama dari orang-orang sejenisnya, mere-ka yang memakan manusia. Maka jika kita berbicara tentang kanibal, kita selalu merujuk kepada Sumanto, dan cukuplah hanya de ngan Sumanto seorang. Dan tan-pa sadar, Sumanto sendiri sudah menjadi kambing hitam dari kesalah pahaman ma-syarakat kita. Ia berada di te ngah lingkaran arus opini publik yang terus menyeretnya menuju kematian. Tenggelam dalam cap-cap negatif yang akan terus melekat pada dirinya. Cap yang diberikan oleh orang-orang sekampungnya, yang terlalu takut untuk meyakini Sumanto sudah berubah dan terlanjur percaya bahwa Sumanto masih sama seperti yang dulu.

Teror itu bernama Sumanto. Teror yang berharap untuk pulang. Teror yang rindu orang tua. Teror yang masyarakat buat. Ternyata, teror yang sebenar-benarnya adalah kepercayaan masyarakat. Keper-cayaan seperti ini, entah baik atau buruk? Yang jelas, selalu ada yang dirugikan.

Page 50: SAYYIDUL AYYAM EDISI IX | MARET 2016

website: www.ppimaroko.com